Gang Bipolar Dan Kepribadian
-
Upload
fuji-yanto -
Category
Documents
-
view
60 -
download
4
Transcript of Gang Bipolar Dan Kepribadian
DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN JIWA DAN PERILAKU
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIKA ATMA JAYA
JAKARTA 2013
Translate Practical Guide to The Care of the Psychiatric Patient 3rd edition, Richard J.
Goldberg, MD, MS:
1. Bipolar disorder and mood-stabilizing drugs
2. Psychotic symptoms, schizophrenia, and antipsychotic agents
3. Personality disorders
Pembimbing : dr. Mikail Bharja, Sp. KJ, Sp. S
Dokter muda:
Novia (2011-061-104)
Yulius Dony (2011-061-105)
Gavrila Novi (2011-061-182)
Edu William (2011-061-183)
Stella Sunur (2012-061-076)
Aditya Oetomo (2012-061-078)
Ian Suryadi (2012-061-079)
Friska Natasya (2012-061-080)
Sofyan Arissaputra (2012-061-081)
Fujiyanto (2012-061-082)
Gangguan Bipolar dan Obat-obatan Pengendali Mood8.1. Gangguan Bipolar
1. Gangguan bipolar I merujuk pada pasien yang memiliki satu atau lebih episode
manik atau campuran (untuk definisi episode manik dan campuran, lihat subbab
berikutnya).
a. Pasien mungkin juga pernah memiliki satu atau lebih episode depresi
mayor.
b. Episode manik yang disebabkan oleh obat-obatan atau diagnosis medis
tidak termasuk.
c. Manifestasi klinis dari gangguan bipolar I.
(1) Biasanya penyakit seumur hidup dengan perjalanan penyakit yang
bervariasi, episodik.
(2) Antara 10% dan 15% dewasa muda dengan episode depresi mayor
akan berkembang menjadi gangguan bipolar.
(3) Prevalensi yang sama pada pria dan wanita, kebudayaan dan
kelompok etnik.
(4) Wanita dengan gangguan bipolar memiliki risiko tinggi untuk episode
berulang dalam masa postpartum.
(5) Gangguan bipolar I memiliki komponen genetik yang kuat; riwayat
keluarga sangat penting.
(6) Hampir 10% sampai 15% pasien dengan gangguan bipolar I
melakukan usaha bunuh diri.
(7) Gangguan bipolar I adalah penyakit rekuren. Lebih dari 90% dari
mereka yang memiliki episode tunggal berlanjut dengan episode-
episode tambahan.
(8) Dari 50% sampai 60% episode manik terjadi tepat sebelum atau tepat
setelah episode depresi mayor.
(9) Jangka waktu antar episode manik cenderung menurun seiring
berjalannya usia.
(10) Prevalensi komunitas sebesar 0,4% sampai 1,6%.
2. Gangguan bipolar II didefinisikan sebagai satu atau lebih episode depresi mayor
dengan sedikitnya satu episode hipomanik (untuk definisi, lihat subbab
berikutnya).
a. Episode hipomanik yang disebabkan oleh obat-obatan atau diagnosis medis
tidak terhitung menjadi diagnosis.
b. Manifestasi klinis gangguan bipolar II.
(1) Hampir 10% sampai 15% pasien dengan gangguan bipolar II
melakukan usaha bunuh diri.
(2) Risiko keberhasilan bunuh diri mungkin lebih tinggi pada gangguan
bipolar II dibandingkan dengan bipolar I.
(3) Lebih sering pada wanita daripada pria.
(4) Peningkatan risiko rekurensi pada periode postpartum.
(5) Dari 60% sampai 70% episode hipomanik terjadi tepat sebelum atau
setelah episode depresi mayor.
(6) Dari 5% sampai 15% pasien bipolar II memiliki episode mood yang
multipel dalam setahun. Manifestasi ini didefinisikan sebagai rapid
cycling.
(7) Komponen genetik yang kuat.
(8) Prevalensi seumur hidup gangguan bipolar II sebesar 0,5%.
(9) Dengan episode hipomanik ringan, riwayat klinis mungkin hanya
mendukung depresi unipolar rekuren.
3. Siklotimia merujuk pada pasien yang memiliki perubahan mood yang tidak cukup
berat untuk diklasifikasikan sebagai gangguan bipolar.
4. Rapid cycling merujuk pada pasien yang moodnya sering berubah-ubah (sesering
setiap beberapa minggu atau hari tetapi setidaknya empat kali per tahun).
8.2. Episode Manik, Hipomanik, Campuran, Siklotimia, dan Rapid Cycling
DEFINISI
1. Episode manik.
a. Episode manik adalah sebuah periode abnormal dan menetap mood yang
meningkat, ekspansif, atau iritabel yang berlangsung sedikitnya 1 minggu
(atau berapapun durasinya jika cukup berat untuk memerlukan perawatan di
rumah sakit).
b. Selama periode gangguan mood, setidaknya tiga dari gejala-gejala berikut
ini telah menetap (empat jika moodnya hanya iritabel):
(1) Peningkatan kepercayaan diri atau merasa dirinya lebih hebat
dibandingkan orang lain.
(2) Penurunan kebutuhan tidur.
(3) Lebih banyak bicara atau bicara dengan intonasi tinggi.
(4) Pemikiran yang cepat atau flight of ideas.
(5) Distraktibilitas.
(6) Agitasi fisik (atau peningkatan kerja, aktivitas sosial, atau seksual).
(7) Penilaian yang buruk terhadap aktivitas (contoh: membeli barang
tanpa henti).
c. Gangguan mood harus cukup signifikan sampai menimbulkan gangguan
pekerjaan atau sosial, perawatan di rumah sakit, atau adanya kecenderungan
untuk merusak.
d. Pasien bipolar dapat memiliki waham atau halusinasi selama periode
gangguan mood, tetapi tidak pada waktu lain.
2. Episode hipomanik.
a. Episode hipomanik adalah sebuah periode abnormal dan menetap mood
yang meningkat, ekspansif, atau iritabel yang berlangsung sedikitnya 4 hari.
b. Selama periode gangguan mood, setidaknya tiga dari gejala-gejala berikut
ini telah menetap (empat jika moodnya hanya iritabel):
(1) Peningkatan kepercayaan diri atau merasa dirinya lebih hebat
dibandingkan orang lain.
(2) Penurunan kebutuhan tidur.
(3) Lebih banyak bicara atau bicara dengan intonasi tinggi.
(4) Pemikiran yang cepat atau flight of ideas.
(5) Distraktibilitas.
(6) Agitasi fisik (atau peningkatan kerja, aktivitas sosial, atau seksual).
(7) Penilaian yang buruk terhadap aktivitas (contoh: membeli barang
tanpa henti).
c. Gangguan moodnya tidak cukup berat untuk menimbulkan gangguan fungsi
pekerjaan atau sosial yang bermakna, tidak cukup serius untuk memerlukan
perawatan di rumah sakit, dan tidak memiliki gejala psikotik.
d. Tidak dikarenakan oleh obat-obatan atau gangguan medis (Kotak 8-1).
3. Episode campuran. Kriteria untuk episode manik dan episode depresi mayor
keduanya terpenuhi selama periode 1 minggu.
4. Gangguan siklotimia: Setidaknya 2 tahun terjadi periode gejala-gejala hipomanik
dan gejala periode depresi dalam jumlah besar yang tidak memenuhi kriteria
depresi mayor.
5. Episode rapid cycling: Setidaknya empat episode gangguan mood dalam periode
12 bulan yang memenuhi kriteria episode depresi mayor, manik, campuran, atau
hipomanik.
Kotak 8-1. Penyebab Medis Mania
Medikasi dan Obat-obatan Gangguan Medis
Antidepresan
AZT
Bromida
Bronkodilator
Kafein
Kokain
Agonis Dopamin
Isoniazid
Prokarbazin
Pseudoefedrin
Steroid
Stimulan
Infeksi otak
Trauma otak
Tumor otak
Demensia dialisis
Trauma elektrik
Epilepsi
Infeksi HIV
Penyelaman hiperbarik
Hipertiroidisme
Pembedahan jantung
Pengurangan tidur
Stroke
Defisiensi vitamin B12
DIAGNOSIS BANDING DARI GEJALA MANIK
1. Gangguan psikotik. Penyakit mania akut mungkin tidak dapat dibedakan dengan
skizofrenia atau gangguan psikotik lain. Kedua gangguan ini dapat bermanifestasi
dengan gejala agitasi, paranoid, iritabel, atau psikotik. Gangguan-gangguan ini
dibedakan sebagai berikut:
a. Tidak adanya gejala mood yang menonjol pada gangguan psikotik.
b. Riwayat keluarga (penyakit ini cenderung berpisah secara genetik).
c. Riwayat sebelumnya (gangguan manik-depresif adalah episodik, dengan
fungsi yang lebih tinggi antar episode dan tidak adanya psikosis antar
episode).
2. Epilepsi lobus temporalis terkadang bermanifestasi sebagai gangguan mood
episodik.
a. Banyak obat-obatan yang digunakan untuk mengobati bangkitan parsial
kompleks (contoh: karbamazepin, lamotrigin, valproat) juga dapat
mengobati gangguan bipolar.
b. Pasien dengan gangguan mood episodik dan faktor risiko untuk bangkitan
parsial kompleks sebaiknya menjalani elektroensefalogram (EEG),
khususnya jika presentasinya atipikal. Berikut ini adalah faktor risiko untuk
epilepsi lobus temporalis:
(1) Riwayat epilepsi dalam keluarga
(2) Trauma kepala sebelumnya
(3) Kejang demam saat kanak-kanak
(4) Adanya gangguan bangkitan tipe lain
(5) Adanya kanker yang dapat bermetastasis ke otak
(6) Infeksi sistem saraf pusat
(7) Faktor risiko untuk infeksi human immunodeficiency virus (HIV).
3. Penyalahgunaan stimulan dapat menimbulkan periode perilaku mania yang
diikuti oleh gejala withdrawal yang berat.
4. Penyalahgunaan alkohol (atau sedatif) dapat menimbulkan “depresi” selama fase
sedatif dan “mania” selama delirium withdrawal. Percobaan untuk mengobati diri
sendiri atas gangguan mood yang mendasarinya dapat berujung pada
penyalahgunaan alkohol atau zat lainnya, yang nantinya dapat mengacaukan
diagnosisnya.
5. Attention-deficit/hyperactivity disorder (ADHD) pada dewasa dapat
bermanifestasi sebagai restlessness dan distraktibilitas, tetapi tidak ada komponen
mood manik.
6. Gangguan psikotik singkat dapat muncul sebagai episode manik, tetapi
episodenya singkat, dapat berhubungan dengan sebuah stresor, biasanya tidak
memiliki peningkatan komponen mood, dan jarang rekuren.
7. Gangguan manik yang dikarenakan kondisi medis umum dapat merupakan akibat
dari:
a. Lesi lobus frontal, limbik, atau lobus temporal paling sering lesi di sisi
kanan.
b. Kondisi metabolik atau endokrin (contoh: defisiensi vitamin B12, hipo- dan
hipertiroidisme, hipo- dan hiperparatiroidisme).
c. Infeksi virus atau infeksi lainnya (contoh: HIV, hepatitis, mononukleosis).
d. Medikasi.
(1) Levodopa.
(2) Antidepresan.
(3) Kortikosteroid.
(4) Dekongestan denan fenilefrin.
(5) Simpatomimetik atau bronkodilator.
(6) Teofilin atau albuterol.
(7) Interferon.
8. Onset pertama mania setelah usia 40 tahun lebih dihubungkan dengan faktor
medis umum termasuk stroke atau lesi sistem saraf pusat lain.
RINGKASAN TATALAKSANA
Permasalahan Umum untuk Mania Akut
Tatalaksana farmakologi untuk mania akut disimpulkan pada Tabel 8-1 dan 8-2.
1. Pendekatan mania akut paling baik jika dilakukan sebagai kegawatdaruratan
perilaku.
2. American Psychiatric Association (APA) dan pedoman konsensus para ahli
merekomendasikan tatalaksana farmakologi lini pertama dengan pengendali
mood (litium atau divalproex) saja atau dengan antipsikotik.
3. Divalproex dan litium merupakan pengendali mood lini pertama yang lebih
dipilih untuk maia akut. Karbamazepin adalah alternatif lini kedua.
4. Untuk mania dengan gejala psikotik, pengendali mood ditambah dengan
antipsikotik atau antipsikotik saja direkomendasikan.
5. Medikasi antipsikotik yang lebih dipilih untuk digunakan sebagai tatalaksana lini
pertama untuk mania (sendiri atau dengan strategi kombinasi) meliputi olanzapin,
risperidon, dan kuetiapin. Pilihan lini kedua meliputi aripiprazol dan ziprasidon.
6. Divalproex dapat diberikan secara oral (20 mg/kg 2 atau 3 kali sehari).
7. Penggunaan tambahan benzodiazepin seperti klonazepam 1 sampai 2 mg bila
perlu dapat membantu mengendalikan agitasi akut.
8. Okskarbazepin dapat menjadi alternatif yang dapat diterima sebagai pengendali
mood lini kedua.
Tabel 8-1. Antipsikotik Atipikal untuk Mania Akut
Medikasi Dosis Awal (mg/hari) Dosis Target (mg/hari) Dosis Akhir
(mg/hari)
IM yang Tersedia
Aripiprazol (Abilify) 15 15 – 30 30 -
Olanzapin (Zyprexa) 15 10 – 30 25 Dosis ekivalen
Kuetiapin (Seroquel) 150 300 – 800 700 -
Risperidon
(Risperdal)
2,5 2,5 – 6 7 -
Ziprasidon (Geodon) 80 80 – 180 160 Ekivalen IM setengah dosis oral
IM, intramuskular
Tabel 8-2. Medikasi Lain untuk Mania Akut
Agen Pedoman Loading Cepat Titrasi Awal Nonrapid Dosis Target (mg/hari) Kadar Terapeutik
Karbamazepin 400 – 800 mg/hari tid atau qid 400 – 1200 4 – 12 µg/mL
Divalproex 20 – 30 mg/kg bid atau tid 15 – 20 mg/kg bid tid 1000 – 2000 50 – 125 µg/mL
Litium 300 mg tid 300 – 1800 0,7 – 1,2 mEq/L
Okskarbazepin 150 mg qd, lalu dinaikkan 150 mg qod 1200 – 1600 10 – 35 µg/mL
9. Untuk episode campuran, valproat mungkin lebih dipilih daripada litium.
10. Jika memungkinkan, antidepresan sebaiknya diturunkan atau dihentikan.
11. Untuk episode breakthrough walaupun mendapat terapi rumatan, terapi inisial
sebaiknya berpusat pada optimalisasi dosis medikasi yang sedang dijalankan.
12. Electroconvulsive therapy (ECT) digunakan dalam kondisi yang jarang untuk
mengendalikan episode manik berat yang resisten pada terapi atau campuran atau
untuk mengobati pasien yang berusaha bunuh diri atau hamil atau memiliki
kondisi yang kompleks secara medis.
Permasalahan Umum untuk Depresi Bipolar
1. Depresi bipolar umumnya berespon terhadap trisiklik, selective serotonin
reuptake inhibitor (SSRI), monoamine oxidase inhibitor (MAOI), bupropion, dan
antidepresan lainnya efektif dalam mengobati depresi unipolar.
2. Perhatian terhadap kemungkinan induksi cycling atau perubahan menjadi mania
atau episode campuran sering membatasi penggunaan antidepresan konvensional
dalam tatalaksana depresi bipolar.
3. Dikarenakan perhatian terhadap induksi cycling atau perubahan, monoterapi
dengan antidepresan bukan merupakan tatalaksana yang direkomendasikan untuk
depresi bipolar I. Sebuah alternatif untuk pasien yang lebih berat adalah inisiasi
antidepresan dan litium atau valproat bersamaan, dengan pengamatan klinis yang
ketat.
4. APA dan pedoman konsensus para ahli merekomendasikan litium atau lamotrigin
saja sebagai tatalaksana lini pertama. Alternatif lain meliputi litium ditambah
lamotrigin atau litium dan divalproex ditambah antidepresan.
5. Untuk episode depresi akut yang tidak berespon terhadap dosis optimal
tatalaksana lini pertama, pertimbangkan untuk menambah alternatif tatalaksana
lini pertama (litium atau lamotrigin) atau antidepresan yang baru (SSRI,
bupropion, venlafaksin) atau MAOI.
6. Kombinasi tatalaksana dengan medikasi antipsikotik atipikal direkomendasikan
untuk episode depresi dengan gejala psikotik.
7. ECT digunakan untuk episode yang berat atau refrakter, ketika ada usaha bunuh
diri yang mengancam nyawa atau psikosis, atau untuk depresi berat selama
kehamilan.
8. Pedoman konsensus mendukung penggunaan psikoterapi ajuvan (interpersonal,
perilaku kognitif, atau terapi yang berfokus pada keluarga) dalam kombinasi
dengan medikasi sebagai tatalaksana lini pertama untuk depresi bipolar
nonpsikotik.
9. Untuk episode “breakthrough” walaupun mendapat terapi rumatan, terapi inisial
sebaiknya berfokus pada optimalisasi dosis dari medikasi rumatan.
10. Strategi tatalaksana baru sedang diinvestigasi untuk tatalaksana depresi bipolar
termasuk antipsikotik atipikal (khususnya, olanzapin dan kuetiapin) saja atau
dalam kombinasi dengan antidepresan.
Permasalahan Umum untuk Tatalaksana Rumatan Gangguan Bipolar
1. Setelah episode akut, pasien-pasien bipolar tetap berada pada risiko tinggi untuk
relaps sampai 6 bulan ke depan.
2. Tujuan jangka panjang terapi rumatan adalah untuk mencegah rekurensi episode
mood.
3. Pedoman APA mencantumkan bahwa bukti empiris terbaik mendukung
penggunaan litium dan valproat untuk terapi rumatan, dengan alternatif yang
meliputi lamotrigin, karbamazepin, dan okskarbazepin.
4. Agen lini pertama untuk menurunkan rekurensi episode depresi meliputi litium
dan lamotrigin
5. Agen lini pertam auntuk menurunkan rekurensi episode manik meliputi litium,
divalproex, olanzapin, dan klozapin. Pilihan lini kedua meliputi aripiprazol,
ziprasidon, kuetiapin, karbamazepin, dan risperidon.
6. Medikasi yang menghilangkan episode akut sering dilanjutkan dalam fase
rumatan.
7. Kebutuhan untuk antidepresan yang sedang digunakan atau terapi medikasi
antipsikotik sebaiknya direevaluasi selama fase rumatan ketika
mempertimbangkan risiko terapi juga sekaligus tingkat keparahan dan frekuensi
gejala.
8. Psikoterapi atau intervensi psikososial (contoh: kelompok pendukung) yang
berfokus pada manajemen penyakit dan kesulitan interpersonal sering
memberikan keuntungan selama fase rumatan penyakit.
8.3 Lithium
1. Indikasi
a. Lithium merupakan obat lini pertama untuk mania akut, untuk megurangi terjadinya
rekurensi manik dan depresi dan untuk depresi bipolar akut.
b. Lithium sendiri efektif ± 60-80% pada pasien dengan gangguan bipolar klasik namun
kurang efektif pada pasien dengan gangguan bipolar campuran atau rapid cycling.
c. Lithium dapat mengobati mania akut. Lithium susah digunakan secara cepat pada
pasien karena toksisitasnya; maka dari itu, pada fase akut biasanya dibutuhkan
supplementasi dengan agen neuroleptik, benzodiazepine atau keduanya. (lihat Bab 14)
BOX 8-2 Obat-Obatan Yang Dapat Menyebabkan Perubahan Kadar Lithium
Meningkatkan kadar lithium
ACE inhibitor
Enalapril
Eritromisin
Indometasin dan NSAID
Metronidazole
Potassium sparing-diuretics
Spironolakton
Thiazide diuretics
Tetrasiklin
Triamterene
Menurunkan kadar lithium
Asetazolamide
Aminofillin
Osmotic diuretics
Theofillin
Meningkatkan toksisitas ketika diberikan bersama dengan lithium
Calcium channel blockers
Klozapin
Digoxin
Electroconvulsive therapy
Haloperidol
α-methyldopa
Antidepresan serotonergik
Suksinilkolin
d. Menurut guideline APA, lithium sebagai monoterapi merupakan pengobatan lini
pertama pada depresi bipolar akut dan maintenance pada gangguan bipolar.
2. Farmakologi
a. Lithium sedikit terikat protein.
b. Dieskresi oleh ginjal dan memiliki waktu paruh 24 jam.
1) Tes laboratium renal harus dilakukan sebelum memulai terapi lithium.
2) Ekskresi dikontrol oleh faktor osmotik dan bergantung pada sufisiensi renal.
Toksisitas lithium dapat terjadi pada konteks restriksi asupan natrium, diare, vomit,
volume depletion, atau penggunaan diuretik.
3. Interaksi obat. Lihat box 8-2.
4. Penggunaan secara klinis
a. Formulasi
1) Lithium tersedia dalam berbagai sediaan/olahan (tablet dan kapsul lithium
carbonate, lithium citrate dan slow-release forms).
2) Sustained-release forms (Lithobid dan Eskalith CR) dapat memperbaiki
pemenuhan (dengan dosis 1 kali atau 2 kali sehari) dan meminimalisasi fluktuasi
kadar plasma.
b. Monitor laboratorium
1) Baseline assessments
a) Riwayat medik, tes fungsi renal (BUN, kreatinin) dan tes fungsi tiroid
b) Wanita usia subur harus menjalani tes kehamilan.
c) Pasien di atas 40 tahun atau dengan riwayat penyakit jantung harus menjalani
pemeriksaan EKG.
2) 6 bulan pertama pengobatan. Tes fungsi renal setiap 2-3 bulan, tes fungsi tiroid 1-2
kali.
3) Setelah 6 bulan pengobatan. Tes fungsi renal dan tes fungsi tiroid setiap 6-12
bulan.
c. Dosis
1) Dimulai dengan dosis terbagi (misalnya: 300 mg lithium carbonate tid). Keadaan
stabil terjadi dalam waktu 4-5 hari.
2) Kadar lithium seharusnya diperoleh di pagi hari (12 jam setelah dosis malam)
sebelum dosis pagi pertama.
3) Estimasi dosis target dimulai dari 15 mg/kg dengan level target tipikal 0,7-1,2
mEq/L.
4) Sesuaikan dosis oral berdasarkan berdasarkan level pertama. Ditingkatkan secara
bertahap dan diulangi 4-5 hari kemudian.
a) Proses ini dapat diulangi sampai kadar terapeutik dicapai.
b) Sekali kadar terapeutik tercapai, dapat diperiksa pada1 bulan berikutnya atau
lebih dan kemudian setiap 3-6 bulan. Sekali ditetapkan, kadarnya akan tetap
sama kecuali bila terjadi reaksi obat atau perubahan pada fungsi renal atau
natrium.
5) Pasien manik dengan respons parsial kadarnya dapat dinaikkan menjadi 1,2-1,4
mEq/L. Respons lithium sendiri terhadap mania akut biasanya belum terlihat
sampai minimal 1 minggu dan bahkan dapat sampai 2-3 minggu.
6) Pada pasien usia lanjut harus dimonitor secara ketat mengenai komorbiditas
medisnya, neurotoksisitas dan hal-hal yang menyertai pengobatan. Namun, respons
dan kadar terapeutik darah seringkali sama dengan pasien yang muda.
d. Efek samping
1) Fine tremor tidak jarang terjadi (sekitar 4%-65%)
a) Dapat diatasi dengan pemberian β-blockers (contoh: propanolol 10-20 mg qid)
b) Tremor lebih berat menunjukkan adanya toksisitas.
2) Diabetes insipidus nefrogenik, dengan akibat adanya poliuria dan polidipsia.
a) Disebabkan karena tidak responsnya ginjal terhadap hormon antidiuretik.
b) Terjadi ± 10% pada pasien terapi lithium jangka panjang.
c) Dapat dikoreksi dengan pemberian amiloride (10-20 mg/hari) atau diuretik
thiazide.
3) Hipotiroid daat terjadi (± 3%-14%).
a) Lebih sering terjadi pada wanita dan yang diatas 50 tahun.
b) Monitoring tes fungsi tiroid awal dan periodik penting dilakukan.
4) Peningkatan berat badan secara parsial berhubungan dengan meningkatnya rasa
haus dan meningkatnya konsumsi makanan berkalori.
5) GIT discomfort tidak jarang terjadi. Pada kadar toksik, pasien dapat mengalami
mual, muntah dan diare. Efek samping GIT dapat dikurangi dengan cara
mengonsumsi lithium bersama makanan atau dengan menggunakan slow-release
preparation.
6) Efek pada cardiac seperti sinus bradikardia, disfungsi nodus sinus, perubahan
gelombang T dan kasus yang jarang, blok atrioventrikular.
a) Penyakit cardiac tidak mencegah penggunaan lithium sebagai indikasi klinis.
b) EKG dan monitoring yang ketat harus dilakukan pada pasien yang berusia
lebih dari 50 tahun atau pada pasien dengan penyakit jantung.
7) Leukositosis tanpa pergeseran ke kiri.
8) Teratogenik.
a) Lithium dianggap sebagai pengobatan lini pertama pada gangguan bipolar
dengan kehamilan.
b) Seperti halnya pengobatan, kerugian dan keuntungan penggunaan lithium
harus secara hati-hati dievaluasi dalam konteks kehamilan dan menyusui.
c) Data akhir-akhir ini menunjukkan bahwa penggunaan lithium selama
kehamilan lebih kurang dibandingkan sebelumnya pada tahun 1970-an.
d) Risiko anomali Eibstein, malformasi cardiac yang dapat diatasi dengan
pembedahan, penggunaan lithium sejak trimester pertama ± 0,05%-0,1%. Hal
ini diperkirakan 10-20 kali risiko pada populasi umum.
e) Divalproex menyebabkan ± 5% prevalensi terjadinya defek neural tube atau
masalah neurologi lainnya.
8.4 Asam valproat
1. Indikasi
a. Disetujui oleh FDA sebagai pengobatan untuk mania akut pada gangguan bipolar.
Dapat diberikan secara oral.
b. Pengobatan lini pertama untuk mania akut dan mengurangi rekurensi terjadinya mania.
c. Lebih efektif dibandingkan lithium pada mania campuran dan gangguan bipolar rapid
cycling. Lebih baik dibandingkan lithium pada pasien dengan riwayat tidak respons
terhadap lithium, mania dengan subtipe iritabel dan tingginya jumlah episode.
2. Farmakologi
a. Banyak terikat protein
1) Efek toksik dapat terjadi apabila obat tidak terikat, sebab hanya bagian yang tidak
terikat yang dapat melewati BBB.
2) Aspirin (banyak terikat protein) dapat meningkatkan kadar valproat total dan
bebas.
b. Semua sediaan oral secara cepat diserap. Konsentrasi puncak serum bervariasi
tergantung dari sediaan dan dapat terjadi dalam waktu 2-8 jam.
c. Waktu paruh eliminasi 12-16 jam.
d. Dimetabolisme terutama melalui liver dengan cara glukoronidasi dan jalur
mitokondrial.
3. Interaksi obat
a. Menghambat oksidasi obat (tidak menginduksi enzim mikrosomal hepatik) dan
meningkatkan konsentrasi:
1) Fenobarbital.
2) Fenitoin.
3) Trisiklik antidepresan.
b. Metabolisme valproat diinduksi oleh:
1) Carbamazepine.
2) Fenobarbital.
3) Fenitoin.
4) Primidone.
c. Kadarnya harus dimonitor dengan ketat ketika diresepkan bersama dengan obat-obatan
lain yang juga banyak terikat dengan protein. Pasien dapat menunjukkan tanda-tanda
toksisitas bahkan pada kadar plasma terapeutik.
d. Ikatan dengan protein dapat ditingkatkan dengan mengonsumsi diet rendah lemak dan
dapat diturunkan dengan mengonsumsi diet tinggi lemak.
e. Obat-obatan yang digunakan bersama yang juga diekskresi oleh konjugasi glukoronid
(contoh: lamotrigine) meningkatkan kadar valproat. Dibutuhkan lamotrigine dosis awal
yang paling rendah (25 mg qod) dan lebih meningkatkan kewaspadaan.
4. Penggunaan secara klinis
a. Formulasi
1) Tersedia di USA dalam 5 sediaan oral (termasuk sprinkle capsules), IV sodium
valproat dan pemberian secara suposituria melalui rectal.
2) Bentuk extended release (ER) menyediakan dosis sekali sehari dan dapat
mengurangi kejadian efek samping.
b. Monirong laboratorium. Evaluasi smedis ebelum memulai pengobatan meliputi:
1) CBC (complete blood count) termasuk platelet count.
2) Tes fungsi liver. Hepatotoksisitas fatal pada anak dibawah 10 tahun dibatasi
pemakaian obat antiepilepsi multipel.
c. Dosis
1) Biasanya dimulai dari 15-20 mg/kg dalam dosis terbagi (bid-tid)
2) Sebagian besar pada pasien rawat jalan dimulai dari dosis 250 mg tid.
3) Pemberian cepat secara oral pada pasien rawat inap memungkinkan dosis inisial
20-30 mg/kg dalam dosis terbagi bid/tid.
4) Monitoring kadar dalam plasma setelah 2-4 hari dan meningkatkan dosis oral untuk
mencapai target melalui kadar plasma 45-125 ug/mL. Kadar serum yang lebih
tinggi (>100 ug/mL) berhubungan dengan efek yang lebih buruk namun tanpa
respons klinis yang lebih baik.
5) Karena batas terapeutik yang lebih luas, monitoring kadar plasma tidak seserius
pada lithium. Setiap 3-6 bulan, umumnya kadarnya masih secara adekuat dapat
dimonitor jika tidak ada perubahan pada efek buruk atau status medik.
d. Kontraindikasi
1) Disfungsi hepatik.
2) Diskrasia darah.
5. Efek samping
a. Umumnya dapat ditoleransi dengan baik.
b. Mual, muntah dan iritasi GIT merupakan efek samping yang umum dijumpai namun
dapat diminimalisasi dengan pemberian sediaan enteric coated (divalproex sodium
[Depakote])
c. Tremor dan sedasi merupakan efek samping neurologis yang paling umum dijumpai.
d. Reaksi hepatik.
1) Tidak berbahaya, umunya sementara, meningkatnya tes fungsi hati pada ± 40%
pasien.
a) Obat harus dihentikan bila tes fungsi hati meningkat 2 kali dari normal.
b) Tes fungsi hati harus dimonitor secara teratur (contoh: setiap 2-3 minggu pada
2-3 bulan pertama, kemudian setiap 6 bulan)
2) Bentuk yang lebih berat dari reaksi haepatik jarang terjadi. Pasien harus diedukasi
untuk melaporkan gejala seperti nyeri abdominal, jaundice, mual, muntah atau
edema.
3) Kadar serum amonia dapat meningkat, namun monitoring spesifik tidak dibenarkan
bila tanda-tanda hiperammonemia (perubahan status mental: lambatnya kognitif,
confusion, stupor, fatigue, lethargy, somnolen, koma) tidak ada
e. Meningkatnya nafsu makan dan berat badan.
f. Alopesia (dapat terjadi sementara; suplemen zinc dan selenium dapat membantu)
g. Policystic ovary syndrome (PCO) dapat terjadi ± 10% pada wanita dengan gangguan
bipolar yang mengonsumsi valproat.
h. Trombositopenia
1) Tergantung dosis.
2) Level diatas 150.000/mm3 jarang berhubungan denagn perdarahan.
3) Pasien diedukasi bahwa dapat terjadi memar dengan mudah.
i. Pankreatitis, jarang terjadi.
j. Teratogenik
1) Ketika mengonsumsi asam valproat saat sedang mengandung, kemungkinan terjadi
defek neural tube sekitar 1%-5%.
2) Multivitamin yang mengandung mineral dan asam folat dapat mengurangi
kejadian teratogenik.
k. Mild, asimptomatis leukopenia biasanya reversibel dengan pengurangan atau diskontinu
dosis.
8.5 Carbamazepine
1. Indikasi.
a. Meskipun carbamazepine disetujui FDA hanya untuk terapi seizures dan
neuralgia trigeminal, tetapi terdapat keefektifan klinis dan evidence base
terhadap terapi mania akut.
b. Terdapat juga bukti ilmiah penggunaan carbamazepine sebagai profilasis
episode gangguan bipolar.
c. Beberapa studi kontrol menyarankan penggunaan akut antidepresan
d. Carbamazepine dapat digunakan dalam menstabilkan episode kebiasaan
agresif (lihat Bab 5).
e. Carbatrol, sustained-release dari formulasi carbamazepine, tidak adekuat
dalam terapi gangguan bipolar.
f. Meskipun carbamazepine dianggap mempunyai problem besar terhadap efek
samping dan interaksi obat, APA guidelines mempertimbangkannya sebagai
alternatif dalam pengobatan gangguan bipolar.
2. Famakologi.
a. Protein binding dari carbamazepine adalah 75%
1) hanya bentuk terikat yang dapat melintasi sawar darah otak
2) secara medis pasien yang sakit dengan kadar albumin yang rendah dapat
menjadi lebih beracun
3) mengukur kadar plasma terikat dan tidak terikat
b. matabolisme ektensif
1) terutama melalui sistem P450 untuk mengaktifkan metabolisme
carbamazepine 10,11 melalui CYP450 3A3/4 (sedikit berkontribusi melalui
P450 2C8 dan hidroksilasi aromatik dengan P450 1A2).
2) Autoindikasi ( sekitar 2 sampai 4 minggu pengobatan melalui P450 3A3/4)
menurunkan waktu paruh dari 24 jam menjadi 8 jam.
3. Interaksi obat (carbamazepine menginduksi enzim P450, terutama kelompok 3A3
dan 3A4) (kotak 8.3)
a. Carbamazepine diketahui baik untuk menginduksi metabolisme enzim (sistem
P450) menurunkan konsentrasi serumnya sendiri sebaik obat lainnya.
b. Metabolisme carbamazepine dapat dihambat dengan inhibitor enzim P450
lainnya, menghasilkan peningkatan level serum carbamazepine dan
kemungkinan toksik. Hati-hati dalam menyarankan inhibitor CYP 3A3/4
lainnya.
c. Metabolisme dari metabolit aktif (10,11 epoksida) dapat dihambat dengan
valproic acid, menghasilkan peningkatan konsentrasi serum metabolit (tanpa
mengukur peningkatan level carbamazepine), menghasilkan intoksikasi.
Valproic acid dapat juga menginduksi pemindahan dari carbamazepine protein
binding dan menghasilkan peningkatan level carbamazepine bebas.
4. Penggunaan Klinis
a. Formulasi dan dosis
1) Carbamazepine tersedia dalam suspensi, tablet kunyah, tablet yang tidak
bisa dikunyah, dan formulasi sustained-release.
2) Juga tersedia dalam formulasi generic; beberapa perbedaan telah diobsevasi
bioavabilitasnya antara yang paten dan formulasi generic
3) Carbamazepine umumnya dimulai dari 400-800 mg/hari dan diterapkan 200
mg/hari setiap 2 sampai 4 hari, sesuai dengan keefektifan klinis. Dosis
tipikal adalah 800-1600 mg/hari dalam dosis tid atau qid. Titrasi lebih
didasarkan pada efek samping dibandingkan pada level darah.
4) Level darah tipikal adalah dari 4 sampai 12 µg/ mL.
a) Level terapeutik pertama berkisar 4 hari setelah dimulai
b) Kemanjuran untuk seizures atau gangguan mood tidak berhubungan erat
dengan level darah.
5) Strategi loading-dose dan rapid titration dari carbamazepine biasanya
dibatasi oleh peningkatan efek buruk (neurotoxicity dan gangguan
gatrointestinal)
6) Kekurangan klinis dari respon antimanik setelah 7 sampai 10 hari
menyarankan bahwa harus ada strategi alternatif
b. Monitoring Laboratorium
1) Baseline: CBC dengan hitung jenis dan platelet, fungsi hepatik (LFTs)
2) Periodik LFTs, CBC, dan level darah diindikasikan secara klinis
Kotak 8.3 Obat yang mengubah level carbamazepine
Obat yang menyebabkan peningkatan level
carbamazepine (termasuk obat yang menghamat enzim
P450, terutama kelompok 3A4
Acetazolamide
Antidepresan (fluoxetine, fluvoxamine, nefazodone)
Antimicrobial (isoniazid, quinupristin/dalfopristin)
Calcium channel blockers (diltiazem, verapamil)
Cimetidine
Danazol
Hypolipidemics (gemfibrozil, nicotinamide)
Macrolide antibiotics (erythromycin, clarithromycin, etc.)
Omeprazole
D-Propoxyphene
Valproaste (meningkatkan 10,11 epoksida)
Obat yang menurunkan level serum carbamazepine atau
oxcarbazepine dengan sangat signifikan
Alprazolam
Buprenorphine
Clonazepam
Dihydropyridine calcium channel blocker
Hormon kontrasepsi
Lamotrigine
Paclitaxel
Repaglinide
5. Efek samping
a. Kontraindikasi relatif untuk carbamazepine
1) Cardiac aritmia
2) Kerusakan ginjal atau hati yang signifikan
3) Riwayat discrasia darah
b. Efek samping umum, sering singkat dan tergantung dari dosis pemberian,
termasuk:
1) Sedasi
2) Neusea
3) Tremor
4) Ataxia
5) Dauble vision
c. Aktifitas antidiuretik dengan efek langsung pada tubulus renal dapat
menghasilkan hiponatremia, dengan gejala intoksikasi air atau seizures.
d. Leukopenia. Rendahnya jumlah leukosit, biasanya tidak kurang dari
3000/mm3, efek sementara pada 10% pasien dan persisten sekitar 3%.
Biasanya jinak
e. Aplastic anemia (1 dalam 10.000 sampai 1 dalam 100.000 pasien)
f. Hepatitis (jarang)
g. Ruam kulit sekitar 10-15% jarang dengan Stevens-Johnson sindrom.
h. Konduksi jantung mungkin menjadi lambat
i. Teratogenicity
j. Thrombocytopenia
k. Berat badan kurang dibandingkan lithium atau valproic acid
l. Thyroid, jarang tapi secara klinis bisa menyebabkan hipotiroid
8.6 Oxcarbazepine
1. Indikasi.
a. Oxcarbazepine (keto-derivat dari carbamazepine), mempunyai kefektifan
terhadap mania akut dan mempunyai efek samping sedikit
b. Sama dengan carbamazepine, oxcarbazepine hanya mempunya indikasi FDA
untuk terapi seizure.
2. Farmakologi.
a. Oxcarbazepine adalah 60% protein terikat
b. Metabolismenya kompleks
1) Tidak sama dengan carbamazepine, oxcarbazepine tidak menginduksi
metabolismenya sendiri
2) Dikarenakan heteroinduksi yang sedikit dibandingkan dengan
carbamazepine
3. Interaksi obat.
a. Tidak bermasalah dibandingkan carbamazepine
b. Induksi P450 3A3/4 yang sederhana, dan dapat mengurangi konsentrasi serum
dari beberapa obat (lihat kotak 8.3)
c. Metabolisme tidak dihambat oleh valproic acid
4. Penggunaan klinis: formulasi dan dosis
a. Tersedia dalam suspensi dan tablet. Tidak terdapat formulasi extended-release
b. Umumnya dimulai dengan 150 mg/hari dan ditingkatkan setiap hari dengan
150 mg/hari. Dosis tipikal adalah 1200-1600 mg/hari dibagi dalam bid atau
tid.
c. Untuk pasien yang diobati dengan carbamazepine, dosis equivalen dari
oxcarbazepine adalah 1.2-1.5 kali dari dosis carbamazepine.
d. Konsentrasi serum untuk epilepsi dari 10 sampai 35 µg/ mL. Untuk gangguan
bipolar, dosis di titrasi untuk respon klinis
5. Efek samping.
a. Sering lebih toleran dari carbamazepine
b. Yang paling umum melibatkan CNS.
1) Pusing
2) Sedasi
3) Kelemahan
c. Ruam tubuh
d. Tidak seperti carbamazepine, tidak berhubungan dengan dyscrasias darah
e. Peningkatan ringan AST atau ALT
f. Hiponatremia
g. Induksi metabolisme hormon pada wanita
h. Teratogenisiti
8.7 Lamotrigine
1. Indikasi.
a. Terapi utama untuk depresi akut bipolar dan untuk terapi pemeliharaan dan
pencegahan dari kekambuhan depresi
b. Terbukti efektif dalam mencegah episode mood pada pasien dengan ganguan
bipolar rapid-cycling
2. Farmakologi.
a. Cepat diabsorbsi melalui oral dengan puncak konsentrasi pada 2-3 jam. Waktu
paruh berkisar 27 jam.
b. Hanya 55% protein terikat, tidak bersaing secara singnifikan untuk binding
site
c. Metabolisme kompetitif dengan hapatik glukuronidasi
d. Waktu paruh eliminasi menjadi ganda ketika terjadi gagal ginjal
3. Interaksi obat.
a. Disebabkan oleh metabolisme kompetitif hepatik, enzim menginduksi
pengurangan konsentrasi lamotrigine 40-50%:
1) Carbamazepine
2) Phenytoin
3) Phenobarbital
b. Penambahan enzim inhibitor, seperti valproate, meningkatkan waktu paruh
hingga 2-3 kali.
c. Kontrasepsi oral yang terdiri dari ethinyl estradiol dapat menurunkan level
lamotrigine.
4. Dosis.
a. Untuk monoterapi, dosis umum dimulai dengan 25 mg qd untuk 2 minggu,
lalu dinaikan sampai 50 mg qd untuk 2 minggu. Dosis target adalah 50-200
mg qd.
b. Untuk penambahan dari lamotrigine ke valproate, potong dosis setengah.
Mulai dengan 25 mg qod untuk 2 minggu, lalu naikan 25 mg qd untuk 2
minggu, lalu dinaikan 25-50 mg/hari setiap 1-2 minggu.
c. Untuk penambahan enzim induksi (carbamazepine), gunakan dosis ganda.
Mulai dengan 50 mg qd untuk 2 minggu, lalu dinaikan menjadi 100 mg/hari
untuk 2 minggu.
5. Efek samping.
a. Umumnya menyebabkan pusing, sakit kepala, mual, muntah, diplopia, ataxia.
b. Ruam kulit: lamotrigine mempunyai hubungan erat dengan ruam kulit yang
serius, termasuk Stevens-Johnson sindrom dan toxic epidermal nekrosis.
8.8 Atypical Antipsychptics
1. Banyak antipsikosis atipikal mempunyai indikasi pengobatan dari mania akut
sebagai agen tunggal atau mania akut ketika komorbid dengan mood stabilizer.
2. Olanzapine mempunyai indikasi untuk terapi pemeliharaan
3. Kombinasi olanzapine-fluoxetine mempunyai indikasi untuk pengobatan akut
bipolar depresi
4. Lihat tabel 8.1 untuk informasi formulasi dan dosis.
8.9 Benzodiazepines
Benzodiazepines mempunyai peran sebagai pengobatan adjuvan untuk mania akut.
Ketika terdapat penambahan sedasi diperlukan selama titrasi dengan beberapa
pengobatan lainnya, prn dosis dari lorazepam 1-2 mg atau clonazepam 0.5-1 mg
mungkin dapat membantu.
8.10 Nonmedication Dimensions of Treatment
1. Pasien sering terbantu dengan mengerti pokok permasalah penyakit, membuang
banyak stigma dan peremahan diri
2. Kehidupan sosial untuk pemuliahan fungsi pasien manik-depresi sebagai
informasi dan kelompok pendukung
3. Mood hygiene.
a. Memelihara pola tidur yang stabil
b. Rekreasi
c. Mengindentifikasi tanda bahaya dari episode dengan pengasuh dan pemberi
pengobatan.
8.11 Electroconvulsive Therapy
1. ECT mungkin dapat digunakan pada setiap waktu selama gangguan bipolar
2. ECT dapat menjadi efektif untuk pasien dengan gejala resisten terhadap terapi,
untuk mereka yang ingin bunuh diri, hamil, atau psikotik, dan untuk pasien yang
mempunyai permasalahan medis yang kompleks.
3. Lithium harus diputus selama ECT karena berpotensial neurotoksisiti, interaksi
dengan succinylcholine, dan menghasilkan cardiac aritmia.
GANGGUAN KEPRIBADIAN
17.1 PENDAHULUAN
PREVALENSI
1. Secara keseluruhan, ± 10% populasi memiliki gangguan kepribadian.
2. Prevalensinya tampak lebih tinggi pada populasi medis dan psikiatri, meningkat
hingga sekitar sepertiga pasien psikiatri yang dirawat di rumah sakit jiwa maupun
rawat jalan, dan sekitar setengah dari pasien penyalahgunaan alkohol maupun zat.
3. Gangguan kepribadian cenderung mengalami eksaserbasi jika ada suatu stress
maupun kehilangan yang signifikan selama adanya gangguan seperti demensia yang
berhubungan dengan rasa malu.
KOMORBIDITAS
1. Baik major depression maupun gangguan anxietas (GAD, gangguan panik, fobia
sosial, post-traumatic stress disorder) memiliki angka komorbid yang tinggi terhadap
gangguan kepribadian, diperkirakan terjadi pada 40-70% pasien.
2. Gangguan kepribadian komorbid cenderung ditemukan pada pasien yang memiliki
somatisasi, eating disorder, nyeri kronis, dan pada mereka yang melakukan upaya
bunuh diri berulang.
3. Gangguan kepribadian sering diabaikan sebagai diagnosis pada orang tua, yang
seringkali ada bersamaan dengan demensia atau depresi.
DEFINISI
1. Ciri kepribadian adalah suatu pola untuk memahami dunia, diri sendiri, dan cara
berhubungan dengan orang lain.
a. Ciri kepribadian bukan sesuatu yang patologis, bukan pula sebuah diagnosa
gangguan mental.
b. Mengenal ciri kepribadian sangat membantu dalam mengenali reaksi terhadap
stres, termasuk penyakit.
2. Gangguan kepribadian adalah ciri kepribadian yang menunjukkan sebuah respon yang
salah dan kekakuan. Gangguan kepribadian didefinisikan dalam DSM-IV-TR
menggunakan kriteria berikut:
a. Sebuah pola pengalaman dalam diri dan perilaku yang menyimpang dari
budaya-nya. Pola ini tampak dalam dua atau lebih area berikut.
i. Kognitif (cara memandang diri sendiri, orang lain, atau peristiwa)
ii. Afek (bentang afek, intensitas, labilitas dan respon emosional yang
sesuai)
iii. Fungsi interpersonal
iv. Kontrol impuls
b. Pola bersifat kaku dan pervasif
c. Pola ini mengakibatkan kesulitan atau kerusakan pada fungsi-fungsi penting.
d. Pola bersifat stabil dan dapat ditelusuri kembali hingga ke masa remaja atau
dewasa muda
e. Pola yang tampak tidak lebih memenuhi kriteria gangguan jiwa lainnya,
penyalahgunaan zat, atau gangguan organik.
3. Gangguan kepribadian dan ciri kepribadian dimasukkan dalam Axis II dari diagnosa
multiaksial DSM-IV-TR.
PENGENALAN
1. Tujuan mengenali gangguan kepribadian adalah untuk mengerti perilaku pasien dan
bagaimana hal tersebut mempengaruhi penampakan penyakit jiwa maupun organik
pasien.
a. Contohnya, pada sebagian besar kasus, penyalahgunaan zat tidak dapat diobati
tanpa mengerti kepribadian yang menyertainya.
b. Gangguan kepribadian seringkali membuat rumit hubungan dokter-pasien.
2. Gangguan kepribadian seringkali diabaikan, terutama pada orang tua.
3. Masalah perilaku pada pasien medis seringkali diberi label gangguan kepribadian,
padahal masalah pasien yang sebenarnya adalah delirium.
4. Ciri dan gangguan kepribadian cenderung menjadi berlebihan dan lebih menetap
selama demensia.
5. Karena kepribadian cenderung akan bertahan, perubahan kepribadian seringkali
menjadi indikasi adanya gangguan otak yang mendasari.
6. Mengenali gangguan kepribadian tidaklah mudah, kecuali jika pasien menunjukkan
bentuk perilaku yang berlebihan. Informasi yang berguna untuk mendeskripsikan
kepribadian mungkin bisa didapatkan di bawah ini:
a. Mengobservasi pakaian dan partisipasi dalam wawancara. Apakah pasien
sangat teliti, berantakan, supel, atau membentengi diri?
b. Dengarkan bagaimana cara pasien mengekspresikan kebutuhannya. Apakah
terlalu dramatis atau terlalu banyak mengeluh? Apakah pasien berusaha untuk
menunjukkan betapa pentingnya dirinya?
c. Tanyakan beberapa pertanyaan spesifik.
i. Bagaimana caranya berinteraksi dengan orang-orang tertentu?
ii. Apakah pasien merasa dekat atau merasa nyaman bercerita kepada
seseorang? Dapat pula ditanyakan, “Bagaimana kondisimu sekarang
mempengaruhi hubungan terdekatmu?” Dengarkan bukti adanya
manipulasi atau over-ketergantungan.
iii. Perilaku sakit apa yang ditunjukkan pasien pada masa lampau? Dapat pula
ditambahkan, “Ketika anda berada di rumah sakit (atau sakit) sebelumnya,
seperti apa keadaan itu anda rasakan?” Dengarkan rasa ketidakberdayaan
atau adanya konflik dengan yang mengurus dirinya. Tanyakan hal apa
yang dirasa pasien menolong dan mengganggu dari psikiater sebelumnya.
iv. “Anda tertarik terhadap apa dan apa yang senang anda lakukan?”
Pertanyaan ini dapat mengungkap banyak hal yang berhubungan dengan
kepribadian, termasuk luasnya afek, seberapa jauh pasien terlibat dengan
lingkungan sosial, dan derajat kedewasaan.
v. Jika memungkinkan, tanyakan pada teman, keluarga, dan staf, mengenai
orang seperti apa pasien ini. Kamu akan mendengar, misalnya, “Ayah
benar-benar tidak pernah mempercayai siapapun,” atau “Ibu memang
orang yang suka mengeluh seperti ini, tidak peduli apapun yang dilakukan
orang lain terhadapnya.”
7. Lakukan percobaan. Banyak alat yang digunakan untuk memeriksa gangguan
kepribadian:
a. Wawancara (semi)-terstruktur seperti Diagnostic Interview for Personality
Disorders (DIPD-IV) atau Structured Interview for DSM Personality IV
(SIDP-IV) adalah yang paling banyak digunakan dalam penelitian.
b. Self-report instruments, seperti Minnesota Multiphasic Personality Inventory
(MMPI). Tes ini dilakukan sendiri, butuh beberapa jam untuk
menyelesaikannya, dan untuk biaya murah, skornya dapat dicetak melalui
komputer. MMPI berguna ketika kita dibingungkan dengan seorang pasien
yang mungkin pura-pura sakit atau mengeluh nyeri kronis. Bagaimanapun,
penggunaannya harus dibatasi pada situasi yang membutuhkan informasi
pribadi sebagai komponen penting untuk diagnosa atau tatalaksana dan tidak
dapat diperoleh dengan cara lain.
Gangguan Kepribadian Spesifik dan Tata Laksananya
Tipe kepribadian dalam tata laksana medis dan intervensi yang dibutuhkan terdapat dalam
tabel 17.1
17.2 GANGGUAN KEPRIBADIAN PARANOID
1. Definisi. Kepribadian paranoid menunjukkan karakteristik berikut:
a. Memiliki ketidakpercayaan yang mendalam dan curiga terhadap maksud orang
lain.
b. Memiliki preokupasi mengenai keraguan akan kesetiaan teman atau rekan
sekerja.
c. Memiliki masalah untuk membuka rahasia karena takut dikhianati.
d. Merasakan ancaman dalam sebuah pernyataan atau kejadian.
e. Terus menerus menyimpan dendam.
f. Merasa karakternya diserang dan sangat cepat melakukan serangan balik.
g. Tidak percaya akan kesetiaan pasangan atau partner seksual.
2. Dampak pada pelayanan medis. Pasien paranoid merasa sangat rentan terhadap
kondisi yang lemah atau kondisi sakit, sebab mereka memiliki kebutuhan yang besar
akan otonomi.
a. Sering menyalahkan orang lain atas penyakitnya.
b. Suka berperkara dan mudah tersinggung.
c. Terus menerus bertanya apakah ada alasan tersembunyi di balik sebuah
peristiwa.
d. Sensitif terhadap proses anamnesis yang dianggap mencampuri urusannya,
dan proses diagnostik yang ambigu.
e. Dapat tiba-tiba kabur (menentang anjuran medis) karena rasa takut dan curiga.
f. Sebagai respon stres, mereka dapat mengalami episode psikotik yang sangat
singkat (berlangsung beberapa menit hingga jam).
3. Intervensi
a. Untuk merespon rasa takut, berikan penjelasan yang terang-terangan mengenai
pemeriksaan dan prosedur yang akan dilakukan, termasuk anamnesis.
b. Peringatkan pasien tentang efek samping yang mungkin timbul; jelaskan
perubahan dalam tata laksana, dan tawarkan alasan untuk penundaan terapi.
Rencana terapi yang tertulis dapat membuat pasien lebih kooperatif.
c. Meminta toleransi pasien juga dapat membantu.
d. Hindari perubahan mendadak jadwal suatu kegiatan tanpa alasan yang jelas.
e. Berhati-hati dalam memanggil keluarga pasien atau bertanya kepada orang
lain tanpa sebelumnya meminta persetujuan secara jelas. Pengobatan anti-
psikotik dosis rendah dalam jangka pendek sangat membantu dalam mengatasi
ideasi psikotik pasien paranoid, tapi seringkali susah meyakinkan pasien
bahwa dia membutuhkan obat tersebut.
Kepribadian Artinya Respon terhadap
penyakit
Intervensi
Antisosial Kesempatan yang
potensial
Mencari keuntungan Tetapkan batasan
Avoidant Tidak kelihatan Menghindari
interaksi
Berikan dukungan,
jangan mengkritik
Borderline Lebih cemas Membuat keadaan
semakin kacau
Tetapkan batasan
Dependent Mengaharapkan perhatian
dan ketertarikan yang tak
terbatas
Banyak permintaan
atau malah menarik
diri
Cukupi kebutuhan
dalam batas yang
telah ditetapkan
Depresif Kasih sayang dan
perhatian=penderitaan
Mengeluh, menolak Mengakui
kesulitannya
Histrionik Kecacatan, hukuman Seduktif Menentramkan;
hindari kolusi
Narsisistik Kebesaran (grandiosity) Muluk-muluk,
meremehkan
Percaya diri, bersikap
profesional
Obsesif-
kompulsif
Ancaman Kontrol Keras kepala, tidak
kooperatif
Informasi; berikan
kontrol
Paranoid Mengakui kelemahan,
mengharapkan serangan
Menyalahkan orang
lain, permusuhan
Rencana yang jelas,
jaga jarak
Pasif-agresif Frustrasi Mengeluh,
menyalahkan orang
Hindari memberikan
respon marah
Skizoid Cemas terhadap hubungan
yang dipaksakan
Tertutup, tidak
kooperatif
Terima jarak yang
ditetapkan pasien
17.3 GANGGUAN KEPRIBADIAN SKIZOID DAN SKIZOTIPAL
1. Definisi. Kepribadian skizoid menarik diri dari hubungan sosial dan menunjukkan
ekspresi emosi yang terbatas. Pasien skizoid menunjukkan karakteristik berikut:
a. Tidak menginginkan atau menikmati membangun hubungan yang erat dengan
orang lain. Mereka adalah “penyendiri.”
b. Memilih aktivitas yang dilakukan sendiri, termasuk dalam pekerjaan.
c. Kurang tertarik dalam sexual relationship.
d. Tidak mencari kesenangan dalam suatu kegiatan.
e. Kurang teman dekat. Pasien skizoid tidak peduli mengenai interaksi sosial.
Jika isolasi sosial merupakan akibat dari takut ditolak, dan ada keinginan agar
dapat diterima, pasien mungkin merupakan tipe kepribadian avoidant.
f. Tampak tidak peduli terhadap pujian atau kritikan.
g. Menunjukkan emosi yang tidak terpengaruh oleh hal dari luar dirinya.
h. Jika, tambahan terhadap isolasi sosial, ada perilaku atau cara bicara yang
eksentrik, pasien dapat diklasifikasikan sebagai gangguan kepribadian
skizotipal. Eksentriksitas-nya dapat berupa:
i. Ide mengenai acuan atau tolak ukur (segala sesuatu yang terjadi
berkaitan dengan saya).
ii. Kepercayaan yang ganjil atau adanya magical thinking (telepati atau
kemampuan meramal).
iii. Pengalaman persepsi yang tidak biasa.
iv. Pemikiran atau cara berkomunikasi yang ganjil (pikiran yang
mengembara atau cara bicara yang bersifat kiasan-kiasan).
v. Pikiran curiga atau paranoid.
vi. Afek yang tidak sesuai atau terbatas.
vii. Penampilan yang ganjil atau eksentrik.
viii. Kecemasan sosial berlebihan.
2. Dampak pada pelayanan medis. Kepribadian skizoid dan skizotipal:
a. Merasa tidak nyaman berhubungan dengan tenaga medis.
b. Mengatasi kecemasan dengan cara menarik diri; oleh sebab itu tidak ada
laporan mengenai gangguan fisik atau mental yang terjadi.
c. Dapat meminta penyedia layanan untuk menarik mereka keluar.
Bagaimanapun upaya-upaya ini hanya meningkatkan penderitaan yang mereka
alami.
d. Dapat menjadi psikotik akut untuk waktu yang singkat, terutama saat sedang
stres (misalnya stres akibat dirawat di rumah sakit).
3. Intervensi
a. Jangan mencoba untuk melibatkan pasien ini di dalam masyarakat. Terima
keinginannya untuk tidak terlibat dalam hubungan sosial.
b. Berpatokan pada pedoman diagnostik untuk menghindari terlewatkannya
gangguan yang tidak secara volunter ditunjukkan oleh pasien.
c. Pilihan terapi adalah individual (suportif) psikoterapi. Obat anti psikotik dapat
digunakan dalam waktu singkat untuk mengobati keadaan transien psikotik
pasien. Penggunaan jangka panjang tidak dianjurkan.
17.4 GANGGUAN KEPRIBADIAN ANTI-SOSIAL
1. Definisi. Kepribadian anti-sosial (dahulu diklasifikasikan sebagai sosiopat atau
psikopat) sangat mengabaikan atau tidak peduli terhadap hak orang lain.
a. Sejarah panjang mengenai perilaku anti-sosial dimulai sejak masa kanak-
kanak dan berlanjut hingga dewasa. Bagaimanapun, diagnosa tidak dibuat
sebelum pasien berusia 18 tahun. Perilaku anti-sosial sebelum usia 15 tahun
merupakan gangguan perilaku. Sebelum usia 15 tahun, kepribadian anti-sosial
menunjukkan hal-hal berikut: bolos, diusir dari sekolah, nakal, kabur dari
rumah, terus menerus berbohong, suka merusak, perilaku seksual dini, atau
penyalahgunaan zat.
b. Mengulangi perbuatan-perbuatan yang bisa menyebabkan dirinya ditangkap
polisi.
c. Berbohong.
d. Impulsif dan gagal untuk membuat rencana ke depan.
e. Iritabel dan agresif.
f. Tidak peduli akan keamanan diri sendiri maupun orang lain.
g. Tidak bertanggungjawab.
h. Tidak menyesali perbuatannya.
2. Dampak pada pelayanan medis. Kepribadian anti-sosial tidak cocok dengan budaya
layanan kesehatan. Mereka sering terlibat dengan layanan kesehatan karena
mengalami trauma atau akibat penyalahgunaan obat-obatan yang mereka lakukan.
Ketika berada dalam layanan rumah sakit, mereka akan melakukan hal berikut:
a. Berbohong mengenai riwayatnya.
b. Mencoba untuk memanipulasi resep.
c. Dapat berusaha mencuri obat atau stok barang.
d. Menuntut hal-hal yang tidak seharusnya.
e. Bisa mendapat kunjungan dari orang-orang dapat mengakibatkan masalah-
masalah di atas jika tidak dipantau dengan baik.
3. Intervensi.
a. Agar tidak dimanipulasi, dokumentasikan semua tanda-tanda fisik yang
terlihat untuk menatalaksana masalah klinis. Hal ini penting jika berhubungan
dengan gejala putus obat.
b. Konfrontasi pasien secara langsung dengan rencana terapi yang jelas.
Tetapkan batas yang jelas dan konsekuensinya.
c. Berhati-hatilah, pasien ini akan membuat tenaga media merasa bersalah jika
tidak menyediakan apa yang mereka inginkan.
d. Terapi dari penyalahgunaan zat paling baik jika ditangani dengan sistem terapi
yang terstruktur, bukan dokter perorangan.
e. Hanya sedikit terapi yang memberikan hasil yang baik. Terapi kelompok
tampaknya paling efektif, semua anggota kelompok memiliki gangguan yang
sama dan dalam tempat tertentu (misalnya: penjara).
17.5 GANGGUAN KEPRIBADIAN AMBANG
1. Definisi. Gangguan kepribadian ambang cenderung tidak stabil dalam hubungan
interpersonal, pembentukan citra diri, dan afek. Dapat juga terlihat dari timbulnya sifat
yang impulsif, biasanya ketika dewasa muda. Tanda lainnya adalah :
a. Usaha dalam menghindari kejadian pengabaian (abandonment)
b. Hubungan yang tidak stabil terhadap orang lain, ditandai dengan adanya perubahan
idealisasi dan cara pikir
c. Citra diri yang berubah-ubah
d. Perilaku impulsif dan cenderung dapat membahayakan diri sendiri, seperti memakai
zat, makan, berbelanja, atau berkendara
e. Perilaku percobaan bunuh diri atau merusak bagian tubuh, atau mengancam akan
bunuh diri.
f. Afek tak stabil dengan episode mood yang berubah-ubah biasanya dapat berlangsung
beberapa jam atau hari
g. Perasaan kosong (dapat dimisdiagnosis sebagai depresi)
h. Episode psikotik singkat dapat terjadi, dapat terjadi paranoid transien atau perilaku
disosiatif.
2. Interaksi dengan sistem kesehatan
a. Hubungan dengan dokter atau tenaga kesehatan lain cenderung tidak stabil, dapat
terjadi sikap penolakan, dapat juga terjadi ketergantungan (dependent)
b. Terjadi “splitting”, ada hubungan yang baik terhadap seseorang di dalam tim yang
merawatnya, tetapi ada hubungan yang buruk terhadap seseorang dalam kelompok
yang sama.
c. Pada pertemuan awal, pasien akan tampak atraktif dan optimis. Lama kelamaan akan
terjadi kekecewaan, lalu pasien akan marah dan menolak ke dokter.
d. Dapat terjadi perilaku yang cenderung melukai diri sendiri.
e. Pengobatan dapat disulitkan oleh beberapa kondisi kesehatan (misalnya diabetes)
yang dapat menyebabkan kecenderungan untuk melukai diri sendiri.
f. Kepribadian ini akan mengusahakan segala cara untuk merusak hubungan
profesionalisme.
3. Intervensi
a. Menjaga keseimbangan dan realistis
b. Jangan menggunakan istilah “ambang” sebagai terminology yang merendahkan
c. Mengerti akan adanya keadaan pasien yang instabil, sehingga dapat membuat pasien
frustasi
d. Realistis terhadap kemungkinan yang akan terjadi
e. Berikan limit dan batas yang jelas terhadap pasien
f. Komunikasi simple dan tegas
g. Satu dokter sebaiknya terus mendampingi pasien pada setiap fase terapi, agar tidak
ada “splitting”
h. Hindari manipulasi oleh pasien
i. Jika terdapat perilaku yang gawat, tinjau kembali terapi apakah sudah adekuat.
Karena jika terapi kurang, pasien akan complain, putus dari pengobatan, bahkan jika
parah dapat mencoba bunuh diri
j. Terapi sangat penting untuk prognosis. Paling efektif adalah dialectical behavioral
therapy. (suatu bentuk CBT)
k. Fungsi obat psikotropika:
- Adalah pengobatan yang paling baik untuk gangguan kepribadian ambang. Terapi
akut dapat efektif untuk menurunkan keparahan gejala, gejala psiotik, dan
iritabilitas. Untuk terapi maintenance, keefektifannya masih diperdebatkan
- Antidepressan direkomendasikan untuk gejala afektif. Lini pertama adalah SSRIs
atau SNRIs
- Antikonvulsan dapat dipakai untuk pasien dengan perilaku yang tidak terkontrol
- Lithium dapat digunakan untuk terapi iritabilitas, keadaan marah, dan agresif
- Anticemas. Benzodiazepine dapat menimbulkan ketergantungan. Cemas kronis
dapat diberikan buspirone.
17.6 GANGGUAN KEPRIBADIAN HISTRIONIK
1. Definisi. Kepribadian ini dijelaskan sbb:
a. Butuh untuk menjadi pusat perhatian
b. Terkadang dapat menggoda, provokatif, dan dibuat-buat
c. Ekspresi emosionalnya ‘dangkal’ dan cepat berubah
d. Untuk menjadi pusat perhatian, akan mengunakan penampilan fisiknya
e. Dalam berbicara, suka tidak jelas
f. Dapat disugesti
g. Menganggap suatu hubungan lebih dalam dan intim, padahal kenyataannya tidak
sedalam itu
h. Jika ada hal kecil yang tidak berjalan semestinya, akan sangat emosional
i. Toleransi frustasinya buruk (gampang frustasi)
2. Hubungan dengan pelayanan kesehatan
a. Melebih-lebihkan masalah dan gejala dari yang ia alami sebenarnya
b. Jika dianamnesa, riwayat penyakit biasanya samar samar dan tidak sepenuhnya
benar. Mereka akan lebih mencari perhatian pada perasaan dan impresi dokter.
c. Terkadang dapat berpenampilan menggoda dan dapat menggoda dokter untuk ke
hubungan yang lebih personal yang tidak semestinya.
3. Intervensi
a. Perlu mengetahui bahwa perilaku pasien yang atraktif dapat membahayakan
b. Mengetahui perilaku seduktif tersebut sebagai respon dari hendaya.
c. Menjaga jarak dengan pasien dan tetap mempertahankan profesionalisme agar pasien
tidak ‘salah menangkap sinyal’ dari dokter.
d. Jika pasien bersikap menggoda, tekankan pada pasien bahwa perilaku seperti itu
dapat mempersulit terapi dan jika ada hubungan personal yang lebih, tidak perlu dan
sebaiknya tidak ada.
e. Benzodiazepine dalam dosis kecil dapat diberikan dalam terapi jangka pendek.
Pilihan lainnya adalah anti psikotik. Farmakoterapi jangka panjang hanya
diperuntukkan bagi pasien dengan gangguan Axis I.
17.7 GANGGUAN KEPRIBADIAN NARSISISTIK
1. Definisi. Terdapat pola dimana pasien ingin dipuja, ingin kemegahan (grandiosity), dan
empati yang kurang. Karakteristik dari gangguan kepribadian ini adalah :
a. Merasa dirinya sangat penting.
b. Preokupasi fantasi dan sukses yang tak berkesudahan. Sering pamer apa yang telah
dicapai dalam hidup.
c. Kepercayaan bahwa diri mereka spesial dan seharusnya berhubungan dengan orang
yang penting.
d. Ingin dipuja. Sensitif dengan kritik, karena dapat menimbulkan rasa malu.
e. Perlu hak-hak tertentu. (dipentingkan dalam berbagai kondisi)
f. Ada tendensi untuk mengambil untung dari orang lain.
g. Empati kurang.
h. Iri hati kepada orang lain dan merasa orang lain juga iri kepadanya.
i. Cenderung arogan
2. Hubungan dengan pelayanan kesehatan
a. Merasa dirinya lebih superior dibandingkan orang lain, jadi pasien akan merasa
inferior jika dalam posisi sebagai pasien
b. Meremehkan institusi kesehatan, sebagai mekanisme defense.
c. Menganggap dokter yang merawatnya, tidak cukup baik atau berkompeten.
d. Sering minta dirujuk ke dokter lain
e. Dapat sering berargumen dengan dokter, karena pasien cenderung tidak dapat
menerima kritik.
3. Intervensi
a. Merawat pasien ini, harus dapat mempertahankan dari keseimbangan dua hal berikut :
- Jika dokter terlihat terlalu mengontrol dan berkuasa, pasien tidak berdaya karena
inferior dan lebih lemah.
- Jika pasien merasa dokter tidak penting/spesial, pasien akan merasa rendah dan
khawatir serta ragu terhadap terapi yang akan diberikan.
b. Sampaikan kepada pasien bahwa kepercayaan diri jangan terlalu berlebih, jadi lebih
sederhana.
c. Terapi pilihan untuk pasien ini adalah psikoterapi psikodinamik secara individual.
Farmakoterapi diperlukan jika terdapat gangguan Axis I. (misalnya komorbid dengan
distimia dan depresi mayor)
17.8 GANGGUAN KEPRIBADIAN MENGHINDAR
1. Definisi. Gangguan kepribadian menghindar biasanya ditandai dengan:
a. Menghindari terlibat dalam suatu hubungan karena takut ditolak, tidak disetujui, dan
takut dikritik.
b. Tidak ingin berhubungan dengan orang lain kecuali ia disukai.
c. Kepercayaan diri yang sangat rendah.
d. Tidak dapat mengambil resiko karena takut malu.
2. Hubungan dengan pelayanan kesehatan
Pasien akan cenderung ingin tak terlihat (invisible), gangguan mereka seringkali tidak
dapat diterapi karena:
a. Perlu suatu keadaan dimana pasien tidak dikritik dan pasien harus merasa aman
sebelum dapat menjalani hubungan dokter-pasien.
b. Pasien akan merasa sangat bersalah dan malu jika gaya hidup mereka berhubungan
dengan keadaan mereka sekarang. (misalnya merokok, minum alkohol)
c. Tendensi untuk merasa sangat sakit hati jika dokter menunjukkan sikap ‘kurang setuju’
d. Tidak nyaman dengan keadaan dimana mereka harus berinteraksi dengan dokter atau
perawat, yang adalah orang baru.
3. Intervensi
a. Hindari bersikap kritis terhadap pasien.
b. Bersikap suportif terhadap pasien, terutama pada awal terapi, agar dapat membina
hubungan baik dengan pasien.
c. Pasien memerlukan dorongan secara mental, agar jika mereka mengalami suatu
gejala baru, mereka dapat memberitahukannya kepada dokter.
d. Rekomendasikan CBT. Terapi dalam kelompok juga dapat dipertimbangkan.
e. Anticemas dapat dipakai untuk terapi situasional dan terapi jangka pendek.
Antidepresan seperti SSRIs, SNRIs diindikasikan untuk depresi mayor dan
gangguan cemas.
17.9 GANGGUAN KEPRIBADIAN DEPENDEN
1. Definisi. Gangguan kepribadian dependen dapat dijelaskan sbb:
a. Kesulitan dalam mengambil keputusan sehari-hari tanpa masukkan yang banyak dan
jaminan.
b. Memerlukan orang lain untuk membantu bertanggungjawab.
c. Susah dalam mengekspresikan ketidaksetujuan karena takut akan kehilangan support
atau persetujuan.
d. Tidak dapat memulai suatu acara atau project karena kurang percaya diri.
e. Memerlukan support yang sangat besar. Langsung mencari hubungan baru jika suatu
hubungan dengan yang lain berakhir.
f. Ketika sendirian, merasa tidak dapat berbuat apa-apa karena takut tidak mampu.
2. Hubungan dengan pelayanan kesehatan
Pasien-pasien ini biasanya bermasalah karena mereka menuntut banyak dari institusi
kesehatan, lalu mereka akan merasa frustasi dan menolak perawatan.
a. Karakteristik dari pasien-pasien dependen :
- Sangat tergantung dengan institusi kesehatan yang merawat mereka
- Tidak nyaman ketika terpisah dari penyedia layanan kesehatan, dan merasa tidak
dapat berbuat apa-apa
- Kesulitan dalam membuat keputusan, jika tidak diyakinkan atau diberi advis.
b. Karena karakteristik tersebut, maka pasien-pasien tersebut akan:
- Menelpon, mengunjungi orang-oranh, karena ingin dapat perhatian khusus.
- Ingin agar pekerjaan mereka diselesaikan orang lain saja.
- Akan putus dari pengobatan jika mereka merasa dijauhi atau mereka merasa
kehilangan perhatian dari penyedia layanan kesehatan tersebut.
3. Intervensi
a. Hindari perilaku yang terlihat kesal terhadap pasien, karena pasien akan menolak
untuk kembali ke dokter dan malah akan memperparah gejalanya.
b. Jaga batas dokter-pasien, tetapi jangan sampai pasien merasa hal itu sebagai hukuman
terhadapnya.
c. Coba jelaskan perlahan kepada pasien tentang apa yang dirasakan, dan apa yang pasien
ingin kita lakukan untuknya.
d. Rekomendasikan terapi individual atau terapi grup yang memfokuskan pada perubahan
kognitif dan skill sosial.
17.10 GANGGUAN KEPRIBADIAN OBSESIF-KOMPULSIF
1. Definisi
a. Preokupasi urutan, perintah, dan detail terhadap sesuatu kejadian
b. Perfeksionis tentang suatu tugas atau pekerjaan
c. Orientasi pada pekerjaan, tidak pada aktifitas yang menyenangkan
d. Kaku dan tidak fleksibel terhadap moralitas, etika, nilai
e. Ingin mengontrol dan membutuhkan tanggungjawab
f. Dapat kikir dan pelit, tidak dapat membuang sesuatu yang sudah tidak berharga lagi
2. Hubungan terhadap pelayanan kesehatan
a. Pasien obsesif kompulsif memiliki karakteriktik yang dapat mempengaruhi pelayanan
kesehatan, yaitu :
- Ketika prosedur yang dijalanin tidak memberikan pilihan sesuai pemikiran pasien,
maka pasien akan sangat lama dalam memutuskan pilihan’
- Mereka dapat marah atau kesal jika dihadapkan pada suatu keadaan yang tidak
dapat mereka kontrol (misalnya didiagnosis penyakit)
- Mereka sadar akan status dalam suatu hubungan, dapat menghormati penyedia
pelayanan kesehatan.
- Dapat intoleran terhadap sikap orang lain dan akan mengekspresikan emosi
mereka dengan kontrol dan tatakrama yang baik.
- Kaku terhadap hal yang mereka rasa harus diselesaikan dengan cara yang ‘benar’,
yakni cara mereka.
b. Kepribadian obsesif kompulsif dapat :
- Frustasi jika mereka terus mendapat opini dari berbagai pelayanan kesehatan,
- Tidak yakin terhadap instruksi yang diberikan.
3. Intervensi
a. Pasien pasien ini tidak suka diperintah.
b. Untuk membantu mereka memutuskan sesuatu, diperlukan penjelasan yang sangat
mendetail.
c. Responsif terhadap complain pasien.
d. Pemberian benzodiazepine dinilai kontroversial, dapat menurunkan ansietas namun
dapat berefek pada sistem saraf otonom.
e. Dapat direkomendasikan terapi grup.
17.11 GANGGUAN KEPRIBADIAN DEPRESIF
1. Definisi. Walaupun di dalam DSM-IV dikategorikan sebagai gangguan kepribadian,
bukan gangguan yang lebih terperinci, namun gangguan kepribadian depresif
membutuhkan pertimbangan yang lebih jauh, sebab seringkali muncul bersamaan
dengan masalah klinis. Katarkeristiknya adalah:
a. Pemikiran dan perilaku yang depresif dengan mood yang suram, tidak
bahagia, dan pesimis.
b. Rasa percaya diri yang rendah dan suka mengkritik diri sendiri.
c. Cenderung merasa gelisah dan merasa bersalah.
d. Suka menghakimi orang lain.
e. Disebut sebagai “manipulative help rejector”, dan dikenal sebagai pasien yang
rentan nyeri.
f. Menganggap pengorbanan adalah beban yang harus diterima dalam hidup, dan
sangat sedikit hal yang dilakukan untuk kesenangan diri sendiri. Seringkali,
orang yang seharusnya diuntungkan dari pengorbanan yang dilakukan oleh
orang yang depresif, malah merasa bersalah dan frustrasi
2. Interaksi dengan sistem kesehatan. Kepribadian depresif bisa jadi tidak pernah
memandang positif segala usaha yang dilakukan terhadap mereka.
3. Intervensi.
a. Mungkin tidak ada cara untuk mengubah perilaku mengasihani diri sendiri ini.
b. Kenali masalah sebagai lifelong style pasien.
c. Mungkin akan berguna untuk mengkonfrontasi pasien dengan cara
menyebutkan perilaku-perilaku negatifnya, tetapi dilakukan dengan cara yang
baik.
d. Mungkin akan membantu jika kita memberi sugesti kepada pasien bahwa
pemulihan juga termasuk beban. Hal ini akan membuat pasien tetap mengeluh,
namun akan bersikap lebih positif. Boleh dikatakan, “Tampaknya dalam
cobaan kehidupan ini, masih ada satu beban lagi yang harus anda tanggung.”
e. Katakan kepada pasien bahwa usahanya untuk pulih adalah demi kebaikan
orang lain (misalnya: anak-anaknya).
17.12 GANGGUAN KEPRIBADIAN PASIF-AGRESIF (NEGATIVISTIK)
1. Definisi
a. Resistensi pasif (marah, suka menunda, suka melupakan sesuatu, dan sengaja tidak
mengerjakan hal yang harusnya mereka kerjakan)
b. Komplain jika merasa tidak dimengerti atau tidak dihargai.
c. Komplain jika merasa sial.
d. Ada kebencian dalam dirinya.
e. Memendam permusuhan dalam hati.
f. Sering berargumen dan moody.
2. Hubungan terhadap pelayanan kesehatan
a. Mereka perlu mendapatkan perhatian dan marah jika tidak diperhatikan
b. Berujung pada ketidakpuasan, frustasi, dan benci terhadap penyedia layanan
kesehatan.
c. Meyakini bahwa orang lain akan memperlakukan ia dengan buruk.
d. Dapat complain terhadap pelayanan kesehatan yang sudah diberikan.
3. Intervensi
a. Menerima bahwa keluhan dan ketidak puasan pasien tersebut tidak dapat berubah.
b. Menyediakan layanan kesehatan yang solid dan sesuai standar.
c. Membantu pasien agar membentengi dirinya dari perasaan negative tersebut.