Applying the Wheatstone Bridge Circuit Applying the Wheatstone
GAMBARAN PERILAKU KESELAMATAN...
Transcript of GAMBARAN PERILAKU KESELAMATAN...
GAMBARAN PERILAKU KESELAMATAN BERKENDARA
PADA PELAJAR SMA DUA MEI CIPUTAT TIMUR
TAHUN 2017
Skripsi
Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan
Masyarakat (S.KM)
Oleh :
AMALIA PERMATASARI
1113101000011
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H / 2018 M
ii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Skripsi, Januari 2018
AMALIA PERMATASARI, NIM : 1113101000011
Gambaran Perilaku Keselamatan Berkendara Pada Siswa SMA Dua Mei
Ciputat Timur Tahun 2017
xx + 168 halaman, 31 tabel, 3 bagan, 13 grafik, 3 lampiran
ABSTRAK
Kecelakaan lalu lintas masih menjadi masalah global dimana sepeda motor
merupakan penyebab tertinggi terjadinya kecelakaan lalu lintas. Dampak yang
ditimbulkan akibat kecelakaan lalu lintas dapat berupa korban jiwa maupun
kerugian material. Kasus kecelakaan lalu lintas paling banyak terjadi pada kalangan
usia muda. Di Indonesia, korban kecelakaan lalu lintas tertinggi adalah kalangan
SMA. Perilaku tidak aman merupakan penyebab terbesar terjadinya kecelakaan lalu
lintas sehingga perilaku keselamatan berkendara perlu diterapkan guna mencegah
terjadinya kecelakaan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran perilaku
keselamatan berkendara pada siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur tahun 2017.
Penelitian bersifat deskriptif kuantitatif dengan desain studi cross-sectional.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April hingga Desember 2017. Sampel dalam
penelitian ini sebesar 140 orang dengan metode sampling yaitu simple random
sampling. Dalam penelitian ini dilakukan pengambilan data primer dengan
pengisian kuesioner oleh responden.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 56,4% responden memiliki perilaku
yang buruk dimana perilaku yang buruk meliputi pemeriksaan kendaraan sebelum
berkendara (60,7%), mematuhi rambu dan lampu lalu lintas (53,6%), pengendalian
kecepatan saat berkendara (57,1%), kepemilikkan SIM C (88,6%), penggunaan
APD saat berkendara (66,4%), tidak membawa penumpang lebih dari satu orang
(50,7%), penggunaan lampu sein saat berkendara (64,3%), menjaga jarak aman
dengan kendaraan lain (69,3%), dan penggunaan lajur jalan sesuai fungsi (56,4%).
Oleh karena itu, peneliti menyarankan agar mengadakan sosialisasi
mengenai pentingnya perilaku berkendara melalui pemberian edukasi atau berbagai
media promosi kesehatan lainnya. Selain itu, perlunya memperketat pengawasan
orang tua, kepolisian dan pihak sekolah terhadap penerapan perilaku keselamatan
berkendara para siswa.
Kata Kunci : Perilaku, Keselamatan Berkendara, Siswa SMA
Daftar Bacaan : 110 (1980 – 2017)
iii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
DEPARTMENT OF PUBLIC HEALTH
OCCUPATIONAL HEALTH AND SAFETY
Undergraduate Thesis, January 2018
AMALIA PERMATASARI, NIM : 1113101000011
A Descriptive Study Of Student Safety Riding Behavior on Dua May Senior High
School 2017
xx + 168 pages, 31 tables, 3 bagan, 13 graphics, 3 attachments
ABSTRACT
Traffic accidents are still being global issue which is motorcycle is the
largest contributor of traffic accidents. The impacts caused by traffic accidents can
be either fatalities or material losses. Traffic accidents are most occur to young
peoples. In Indonesia, the biggest victims of traffic accidents are senior high school
students. Unsafe riding is the biggest cause of traffic accidents, therefore safety
riding need to be applied to prevent traffic accidents.
The purpose of this study is to know the description of student safety riding
behavior on Dua May Senior High School 2017. The method used of this study is
quantitative descriptive with cross-sectional design. The period of this study is from
April until Desember 2017. The number of samples in this study are 140 peoples
with a simple random sampling as the sampling method. In this study, primary data
collection is collected by filling questionnaires by respondents.
The results showed that 56.4% of respondents had bad safety riding
behavior in which the implementation of bad behavior included vehicle inspection
before riding (60.7%), obeying traffic sign and traffic light (53.6%), driving at the
allowed speed (57.1%), ownership of licence riding (88.6%), use of PPE when
riding (66.4%), not carrying more than one person (50.7%), turn signal lamp usage
when riding (64.3%), maintaining safe distance with other vehicles (69.3%), and
the use of lane road in accordance with its function (56.4%).
Therefore, the researcher suggested to provide the socialization about the
importance of applying safety riding behavior through the provision of education
or another health promotion media. In addition, the need to tighten the supervision
of parents, police and school side towards application of student safety riding.
Keywords : Behavior, safety riding, students of senior high school
References : 110 (1980 – 2017)
iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Judul Skripsi
GAMBARAN PERILAKU KESELAMATAN BERKENDARA PADA
SISWA SMA DUA MEI CIPUTAT TIMUR TAHUN 2017
Oleh :
AMALIA PERMATASARI
NIM : 1113101000011
Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Sidang
Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, Januari 2018
Mengetahui,
Pembimbing
Baequni, S.KM, M.Kes, Ph.D
NIP. 19680911 200312 1 001
v
PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Jakarta, Januari 2018
Penguji I,
Siti Rahmah Hidayatullah Lubis, S.KM, M.KKK
Penguji II,
Dela Aristi, MKM
Penguji III,
Ir. Rulyenzi Rasyid, M.KKK
vi
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar strata satu di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Apabila dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan tiruan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, Januari 2018
(Amalia Permatasari)
vii
RIWAYAT HIDUP
DATA PRIBADI
Nama Lengkap
:
Amalia Permatasari
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat, Tanggal
Lahir
: Tangerang, 10 Juni 1995
Agama : Islam
Alamat : Jalan Beringin I, Gang Bambu No. 61 RT/RW 01/07
Kelurahan Pamulang Barat, Kecamatan Pamulang
Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten, 15417
No. Handphone : 0822-2057-9282
E-mail : [email protected]
RIWAYAT PENDIDIKAN
2000 – 2001
:
TK Islam Bukit Indah
2001 – 2007 : SD Negeri Serua 06
2007 – 2010 : SMP Negeri 4 Kota Tangerang Selatan
2010 – 2013 : SMA Negeri 9 Kota Tangerang Selatan
2013 – sekarang : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Program Studi Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
viii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT. Alhamdulillah, karena
atas berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi
ini dengan judul “Gambaran Perilaku Keselamatan Berkendara Pada Siswa
SMA Dua Mei Ciputat Timur Tahun 2017”. Shalawat beserta salam yang
teriring doa semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang
senantiasa atas izin Allah SWT mengajarkan umatnya untuk terus memperoleh ilmu
pengetahuan yang kelak bermanfaat bagi sesamanya.
Skripsi ini disusun untuk menyelesaikan studi Strata 1 Kesehatan
Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis
memperoleh banyak dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada :
1. Keluarga saya, yaitu orang tua tercinta dan kakak-kakak saya karena atas
doa dan dukungan yang tak hentinya sehingga penulis mampu memperoleh
dan menjalani pendidikan hingga saat ini di jenjang universitas.
2. Bapak Prof. Dr. H. Arif Sumantri, M.Kes, selaku dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Fajar Ariyanti, M.Kes, Ph.D selaku Ketua Program Studi Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dan para dosen Kesehatan Masyarakat atas semua ilmu
yang telah diajarkan.
4. Ibu Dr. Iting Shofwati, S.T, M.KKK selaku Dosen Peminatan Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (K3) yang senantiasa memberikan arahan dan motivasi
terhadap pelaksanaan dan penyelesaian skripsi ini.
5. Bapak Baequni, S.KM, M.Kes, Ph.D selaku Dosen Pembimbing yang telah
memberikan berbagai bimbingan, arahan dan motivasi kepada penulis agar
ix
berupaya dengan maksimal dalam melaksanakan dan menyelesaikan skripsi
ini.
6. Seluruh responden, siswa-siswi SMA Dua Mei Ciputat Timur dan pihak-
pihak terkait yang membantu jalannya proses pengumpulan data penelitian
demi terselesaikannya skripsi ini.
7. Nindy Tis’satul Khamsi, Nur Lydia Sispa, Dinda Ayu Thaharani dan Finni
Rizki Putri yang tidak pernah berhenti memberikan dukungan dan semangat
selama proses penyusunan skripsi ini.
8. Teman-teman seperjuangan saya sekaligus keluarga saya, Katigabelas (K3
2013), 18 anak luar biasa yang tak pernah lupa membantu saya serta
memberikan dukungan dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini.
9. Teman-teman seangkatan saya, Pathisity (Kesmas 2013), yang memberikan
semangat dan do’a untuk saya selama proses penyusunan skripsi ini.
10. Seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu atas seluruh bantuan,
semangat dan doa yang telah diberikan untuk penulis.
Penulis menyadari bahwa di dalam penulisan skripsi ini masih terdapat berbagai
kekurangan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik
dan saran yang membangun agar kelak dapat menjadi lebih baik. Semoga skripsi
ini dapat memberikan manfaat dalam perkembangan ilmu Kesehatan dan
Keselamatan Kerja dan bermanfaat bagi seluruh pembacanya. Terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jakarta, Desember 2017
Penulis,
Amalia Permatasari
x
DAFTAR ISI
ABSTRAK .............................................................................................................. ii
ABSTRACT ........................................................................................................... iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN ........................................................................ iv
LEMBAR PERNYATAAN ..................................................................................... v
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... viii
DAFTAR ISI ............................................................................................................ x
DAFTAR TABEL .................................................................................................. xv
DAFTAR DIAGRAM ......................................................................................... xvii
DAFTAR BAGAN ............................................................................................ xviii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xix
DAFTAR ISTILAH ............................................................................................... xx
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 5
1.3 Pertanyaan Penelitian ............................................................................... 5
1.4 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 7
1.4.1 Tujuan Umum .................................................................................... 7
1.4.2 Tujuan Khusus ................................................................................... 7
1.5 Manfaat Penelitian .................................................................................... 8
1.5.1 Bagi Sekolah Menengah Atas Dua Mei Ciputat Timur ..................... 8
1.5.2 Bagi Kepolisian Republik Indonesia .................................................. 8
1.5.3 Bagi Peneliti ....................................................................................... 9
1.6 Ruang Lingkup Penelitian ........................................................................ 9
xi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 10
2.1 Perilaku ................................................................................................... 10
2.1.1 Definisi Perilaku............................................................................... 10
2.1.2 Teori Perilaku ................................................................................... 11
2.2 Perilaku Keselamatan Berkendara (Safety Riding)................................. 13
2.2.1 Definisi Perilaku Keselamatan Berkendara (Safety Riding) ............ 13
2.2.2 Perilaku Keselamatan Berkendara ................................................... 13
2.2.2.1 Pemeriksaan Kendaraan ............................................................. 14
2.2.2.2 Mematuhi Rambu dan Lampu Lalu Lintas ................................ 16
2.2.2.3 Pengendalian Kecepatan ............................................................ 17
2.2.2.4 Kepemilikkan SIM C ................................................................. 17
2.2.2.5 Membawa STNK ....................................................................... 18
2.2.2.6 Penggunaan APD ...................................................................... 18
2.2.2.7 Penggunaan Lajur Jalan Sesuai Fungsinya ................................ 20
2.2.2.8 Tidak Membawa Penumpang Lebih Dari Satu Orang ............... 20
2.2.2.9 Penggunaan Lampu Sein ........................................................... 73
2.2.2.10 Penggunaan Lampu Utama ........................................................ 21
2.2.2.11 Menjaga Jarak Aman ................................................................. 22
2.2.2.12 Berkendara Dengan Penuh Konsentrasi .................................... 22
2.2.2.13 Berkendara Tidak Berlawanan Arah ......................................... 23
2.2.3 Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Penerapan Perilaku
Keselamatan Berkendara (Safety Riding) ....................................................... 24
2.3 Kerangka Teori ....................................................................................... 40
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL .................. 41
3.1 Kerangka Konsep ................................................................................... 41
3.2 Definisi Operasional ............................................................................... 42
xii
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN .............................................................. 49
4.1 Desain Penelitian .................................................................................... 49
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................. 49
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ............................................................. 49
4.3.1 Populasi ............................................................................................ 49
4.3.2 Sampel .............................................................................................. 50
4.4 Pengumpulan Data ................................................................................. 52
4.4.1 Sumber Data ..................................................................................... 52
4.4.2 Instrumen Penelitian......................................................................... 52
4.5 Manajemen Data ..................................................................................... 57
4.6 Analisis Data .......................................................................................... 58
BAB V HASIL ....................................................................................................... 59
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ...................................................... 59
5.2 Gambaran Karakteristik Individu Responden ........................................ 60
5.3 Gambaran Perilaku Keselamatan Berkendara Pada Siswa SMA Dua Mei
Ciputat Timur .................................................................................................... 62
5.3.1 Gambaran Perilaku Pemeriksaan Kendaraan Sebelum Berkendara
Pada Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur ..................................................... 63
5.3.2 Gambaran Perilaku Mematuhi Rambu dan Lampu Lalu Lintas Pada
Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur .............................................................. 66
5.3.3 Gambaran Perilaku Pengendalian Kecepatan Saat Berkendara Pada
Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur .............................................................. 70
5.3.4 Gambaran Perilaku Kepemilikkan SIM C Pada Siswa SMA Dua Mei
Ciputat Timur .................................................................................................. 73
5.3.5 Gambaran Perilaku Membawa STNK Saat Berkendara Pada Siswa
SMA Dua Mei Ciputat Timur ......................................................................... 76
xiii
5.3.6 Gambaran Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri Saat Berkendara
Pada Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur ..................................................... 79
5.3.7 Gambaran Perilaku Penggunaan Lajur Jalan Sesuai Fungsinya Saat
Berkendara Pada Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur .................................. 84
5.3.8 Gambaran Perilaku Tidak Membawa Penumpang Lebih Dari Satu
Orang Pada Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur........................................... 88
5.3.9 Gambaran Perilaku Penggunaan Lampu Sein Pada Siswa SMA Dua
Mei Ciputat Timur .......................................................................................... 91
5.3.10 Gambaran Perilaku Penggunaan Lampu Utama Pada Siswa SMA Dua
Mei Ciputat Timur .......................................................................................... 94
5.3.11 Gambaran Perilaku Menjaga Jarak Aman Dengan Kendaraan Lain
Pada Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur ..................................................... 98
5.3.12 Gambaran Perilaku Berkendara Dengan Penuh Konsentrasi Pada
Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur ............................................................ 101
5.3.13 Gambaran Perilaku Berkendara Tidak Berlawanan Arah Pada Siswa
SMA Dua Mei Ciputat Timur ....................................................................... 104
BAB VI PEMBAHASAN .................................................................................... 108
6.1 Keterbatasan Penelitian ........................................................................ 108
6.2 Gambaran Perilaku Keselamatan Berkendara Pada Siswa SMA Dua Mei
Ciputat Timur .................................................................................................. 108
6.2.1 Gambaran Perilaku Pemeriksaan Kendaraan Sebelum Berkendara
Pada Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur ................................................... 113
6.2.2 Gambaran Perilaku Mematuhi Rambu dan Lampu Lalu Lintas Pada
Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur ............................................................ 114
6.2.3 Gambaran Perilaku Pengendalian Kecepatan Saat Berkendara Pada
Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur ............................................................ 117
6.2.4 Gambaran Perilaku Kepemilikkan SIM C Pada Siswa SMA Dua Mei
Ciputat Timur ................................................................................................ 120
xiv
6.2.5 Gambaran Perilaku Membawa STNK Saat Berkendara Pada Siswa
SMA Dua Mei Ciputat Timur ....................................................................... 123
6.2.6 Gambaran Perilaku Penggunaan APD Saat Berkendara Pada Siswa
SMA Dua Mei Ciputat Timur ....................................................................... 125
6.2.7 Gambaran Perilaku Penggunaan Lajur Jalan Sesuai Fungsinya Saat
Berkendara Pada Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur ................................ 127
6.2.8 Gambaran Perilaku Tidak Membawa Penumpang Lebih Dari Satu
Orang Pada Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur......................................... 130
6.2.9 Gambaran Perilaku Penggunaan Lampu Sein Saat Berkendara Pada
Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur ............................................................ 131
6.2.10 Gambaran Perilaku Penggunaan Lampu Utama Saat Berkendara Pada
Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur ............................................................ 133
6.2.11 Gambaran Perilaku Menjaga Jarak Aman Dengan Kendaraan Lain
Pada Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur ................................................... 135
6.2.12 Gambaran Perilaku Berkendara Dengan Penuh Konsentrasi Pada
Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur ............................................................ 136
6.2.13 Gambaran Perilaku Berkendara Tidak Berlawanan Arah Pada Siswa
SMA Dua Mei Ciputat Timur ....................................................................... 139
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 141
7.1 Simpulan ............................................................................................... 141
7.2 Saran ..................................................................................................... 143
7.2.1 Bagi Siswa ...................................................................................... 143
7.2.2 Bagi Pihak Sekolah ........................................................................ 144
7.2.3 Bagi Pihak Kepolisian Republik Indonesia ................................... 144
7.2.4 Bagi Pihak Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Jakarta .... 145
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 146
LAMPIRAN ......................................................................................................... 156
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Definisi Operasional .............................................................................. 42
Tabel 4.1 Besar Sampel.......................................................................................... 50
Tabel 5.1 Titik Rawan Kemacetan di Kecamatan Ciputat Timur ............................. 60
Tabel 5.2 Karakteristik Individu Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Usia,
Tingkatan Kelas dan Lokasi Tempat Tinggal .................................................. 61
Tabel 5.3 Gambaran Perilaku Keselamatan Berkendara Pada Siswa SMA Dua Mei
Ciputat Timur Tahun 2017 ............................................................................. 62
Tabel 5.4 Alasan Melakukan dan Tidak Melakukan Pemeriksaan Kendaraan Sebelum
Berkendara Pada Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur Tahun 2017 ................ 64
Tabel 5.5 Pengelompokkan Alasan Perilaku Pemeriksaan Kendaraan Sebelum
Berkendara Pada Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur Tahun 2017 ................ 65
Tabel 5.6 Alasan Mematuhi dan Tidak Mematuhi Rambu dan Lampu Lalu Lintas Pada
Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur Tahun 2017 ........................................... 67
Tabel 5.7 Pengelompokkan Alasan Perilaku Mematuhi Rambu dan Lampu Lalu Lintas
Pada Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur Tahun 2017 ................................... 69
Tabel 5.8 Alasan Berkendara Sesuai dan Tidak Sesuai Dengan Kecepatan Yang
Diperbolehkan Pada Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur Tahun 2017 ........... 71
Tabel 5.9 Pengelompokkan Alasan Perilaku Pengendalian Kecepatan Saat Berkendara
Pada Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur Tahun 2017 ................................... 72
Tabel 5.10 Alasan Berkendara Dengan Memiliki dan Tidak Memiliki SIM C Pada
Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur Tahun 2017 ........................................... 74
Tabel 5.11 Pengelompokkan Alasan Perilaku Kepemilikkan SIM C Pada Siswa SMA
Dua Mei Ciputat Timur Tahun 2017 ............................................................... 75
Tabel 5.12 Alasan Membawa dan Tidak Membawa STNK Saat Berkendara Pada
Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur Tahun 2017 ........................................... 77
Tabel 5.13 Pengelompokkan Alasan Perilaku Membawa STNK Saat Berkendara Pada
Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur Tahun 2017 ........................................... 78
Tabel 5.14 Alasan Menggunakan dan Tidak Menggunakan APD Saat Berkendara
Pada Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur Tahun 2017 ................................... 80
xvi
Tabel 5.15 Pengelompokkan Alasan Perilaku Penggunaan APD Saat Berkendara Pada
Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur Tahun 2017 ........................................... 83
Tabel 5.16 Alasan Menggunakan dan Tidak Menggunakan Lajur Jalan Sesuai
Fungsinya Saat Berkendara Pada Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur Tahun
2017 ............................................................................................................... 85
Tabel 5.17 Pengelompokkan Alasan Perilaku Penggunaan Lajur Jalan Sesuai
Fungsinya Saat Berkendara Pada Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur Tahun
2017 ............................................................................................................... 87
Tabel 5.18 Alasan Membawa dan Tidak Membawa Penumpang Lebih Dari Satu Orang
Pada Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur Tahun 2017 ................................... 89
Tabel 5.19 Pengelompokkan Alasan Perilaku Tidak Membawa Penumpang Lebih Dari
Satu Orang Pada Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur Tahun 2017................. 90
Tabel 5.20 Alasan Menggunakan dan Tidak Menggunakan Lampu Sein Saat
Berkendara Pada Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur Tahun 2017 ................ 92
Tabel 5.21 Pengelompokkan Alasan Perilaku Penggunaan Lampu Sein Saat
Berkendara Pada Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur Tahun 2017 ................ 93
Tabel 5.22 Alasan Menggunakan dan Tidak Menggunakan Lampu Utama Saat
Berkendara Pada Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur Tahun 2017 ................ 95
Tabel 5.23 Pengelompokkan Alasan Perilaku Penggunaan Lampu Utama Saat
Berkendara Pada Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur Tahun 2017 ................ 97
Tabel 5.24 Alasan Menjaga dan Tidak Menjaga Jarak Aman Dengan Kendaraan Lain
Pada Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur Tahun 2017 ................................... 99
Tabel 5.25 Pengelompokkan Alasan Perilaku Menjaga Jarak Aman Dengan Kendaraan
Lain Pada Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur Tahun 2017 ......................... 100
Tabel 5.26 Alasan Berkendara Dengan dan Tidak Penuh Konsentrasi Pada Siswa SMA
Dua Mei Ciputat Timur Tahun 2017 ............................................................. 102
Tabel 5.27 Pengelompokkan Alasan Perilaku Berkendara Dengan Penuh Konsentrasi
Pada Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur Tahun 2017 ................................. 104
Tabel 5.28 Alasan Melawan dan Tidak Melawan Arah Saat Berkendara Pada Siswa
SMA Dua Mei Ciputat Timur Tahun 2017 ................................................... 105
Tabel 5.29 Pengelompokkan Alasan Perilaku Berkendara Tidak Berlawanan Arah
Pada Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur Tahun 2017 ................................. 106
xvii
DAFTAR DIAGRAM
Grafik 5.1 Distribusi Frekuensi Perilaku Pemeriksaan Kendaraan Sebelum
Berkendara Pada Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur Tahun 2017 ............ 64
Grafik 5.2 Distribusi Frekuensi Perilaku Mematuhi Rambu dan Lampu Lalu Lintas
Pada Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur Tahun 2017 ............................... 67
Grafik 5.3 Distribusi Frekuensi Perilaku Pengendalian Kecepatan Saat Berkendara
Pada Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur Tahun 2017 ............................... 70
Grafik 5.4 Distribusi Frekuensi Perilaku Kepemilikkan SIM C pada Siswa SMA
Dua Mei Ciputat Timur Tahun 2017 ............................................................ 73
Grafik 5.5 Distribusi Frekuensi Perilaku Membawa STNK Saat Berkendara pada
Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur Tahun ................................................. 76
Grafik 5.6 Distribusi Frekuensi Perilaku Penggunaan APD Saat Berkendara pada
Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur Tahun 2017 ........................................ 79
Grafik 5.7 Distribusi Frekuensi Perilaku Penggunaan Lajur Jalan Sesuai Fungsinya
Saat Berkendara pada Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur Tahun 2017 .... 85
Grafik 5.8 Distribusi Frekuensi Perilaku Tidak Membawa Penumpang Lebih Dari
Satu Orang pada Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur Tahun 2017 ............ 89
Grafik 5.9 Distribusi Frekuensi Perilaku Penggunaan Lampu Sein pada Siswa SMA
Dua Mei Ciputat Timur Tahun 2017 ............................................................ 92
Grafik 5.10 Distribusi Frekuensi Perilaku Penggunaan Lampu Utama pada Siswa
SMA Dua Mei Ciputat Timur Tahun 2017................................................... 95
Grafik 5.11 Distribusi Frekuensi Perilaku Menjaga Jarak Aman dengan Kendaraan
Lain pada Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur Tahun 2017 ....................... 98
Grafik 5.12 Distribusi Frekuensi Perilaku Berkendara dengan Penuh Konsentrasi
pada Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur Tahun 2017 ............................. 101
Grafik 5.13 Distribusi Frekuensi Perilaku Berkendara Tidak Berlawanan Arah pada
Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur Tahun 2017 ...................................... 105
xviii
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Teori Lawrence Green .......................................................................... 12
Bagan 2.2 Kerangka Teori ..................................................................................... 40
Bagan 3.1 Kerangka Konsep .................................................................................. 41
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 | Kuesioner Penelitian
Lampiran 2 | Uji Validitas dan Reliabilitas
Lampiran 3 | Uji Normalitas Data
xx
DAFTAR ISTILAH
APD : Alat Pelindung Diri
BSN : Badan Standaridsasi Nasional
GRSP : Global Road Safety Partnership
Korlantas : Korps Lalu Lintas
LTSA : Land Title and Survey Authority of British Columbia
NHTSA : National Highway Traffic Safety Administration
POLRI : Kepolisian Republik Indonesia
PPE : Personal Protective Equipment
SD : Sekolah Dasar
SIM : Surat Izin Mengemudi
SMA : Sekolah Menengah Atas
SMP : Sekolah Menengah Pertama
SNI : Standard Nasional Indonesia
STNK : Surat Tanda Nomor Kendaraan
WHO : World Health Organization
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kecelakaan lalu lintas masih menjadi masalah global sampai dengan saat ini.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan, kecelakaan lalu lintas diartikan sebagai suatu peristiwa di jalan
yang tidak diduga dan tidak disengaja yang melibatkan kendaraan dengan atau
tanpa pengguna jalan lain yang dapat mengakibatkan korban manusia dan/atau
kerugian harta benda. Dampak akibat kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan
korban manusia dapat berupa luka ringan, luka berat bahkan hingga kematian
(Korlantas POLRI, 2013). Adapun dampak kerugian material yang ditimbulkan
akibat kecelakaan lalu lintas secara global telah mencapai US$518 milyar tiap
tahunnya dimana sekitar US$65 milyar berasal dari negara-negara dengan
berpendapatan menengah dan rendah (WHO, 2004).
Sepeda motor merupakan penyebab tertinggi terjadinya kecelakaan lalu
lintas. Terdapat sekitar 1,25 juta kematian di dunia yang diakibatkan oleh
kecelakaan lalu lintas dimana sebagian besar merupakan akibat dari sepeda motor
(WHO, 2013). WHO dalam Global Status Report on Road Safety (2015)
melaporkan bahwa proporsi kematian akibat kecelakaan sepeda motor tertinggi
terjadi di negara-negara Asia Tenggara dan negara-negara Asia Pasifik dimana
masing-masing sebesar 34% (WHO, 2015). Indonesia sendiri masuk dalam kategori
10 besar negara dengan kasus kecelakaan lalu lintas terbanyak, yakni urutan
keenam dari 185 negara (WHO, 2013). Di Indonesia, kecelakaan lalu lintas sepeda
2
motor pada tahun 2013 menempati urutan tertinggi yakni sebesar 119.560 kejadian
(Dirjen Perhubungan Darat, 2014).
Korban kecelakaan lalu lintas lebih banyak memakan korban jiwa yang
berasal dari kalangan muda. WHO menyatakan bahwa kecelakaan lalu lintas
merupakan penyebab utama kematian di kalangan usia muda yakni 15-29 tahun
(WHO, 2013). Temuan oleh Hardhie (2013) menunjukkan bahwa orang-orang yang
berusia ≥ 30 tahun akan lebih bersikap waspada terhadap bahaya dibandingkan
dengan yang berusia muda sehingga kecelakaan lalu lintas lebih sering dialami oleh
usia muda. Di beberapa daerah di Indonesia, kecelakaan lalu lintas lebih sering
terjadi di kawasan permukiman, yakni sebesar 78.327 kasus pada tahun 2014 yang
didominasi oleh kalangan pelajar dan mahasiswa sebanyak 38.611 kasus
(Korlantas POLRI, 2014). Lebih spesifik lagi, korban kecelakaan lalu lintas lebih
banyak berasal dari kalangan Sekolah Menengah Atas, yakni 96.472 orang pada
tahun 2013 (Dirjen Perhubungan Darat, 2014).
Korlantas POLRI (2013) menyebutkan bahwa faktor yang menjadi penyebab
kecelakaan dapat terbagi menjadi 4, yaitu faktor manusia, faktor kendaraan, faktor
jalan, dan faktor lingkungan dimana faktor manusia merupakan penyumbang
tertinggi terjadinya kecelakaan lalu lintas. Temuan oleh Najid (2012) menunjukkan
bahwa faktor kesalahan manusia bertanggung jawab terhadap hampir 50% kejadian
kecelakaan lalu lintas. Selain itu, temuan oleh Raymond (2008) juga menunjukkan
bahwa perilaku tidak aman merupakan penyebab terbesar terjadinya kecelakaan
kendaraan bermotor, yakni sebesar 42,3%. Padahal, perilaku keselamatan
berkendara (safety riding) merupakan faktor yang penting dalam menyusun strategi
3
keselamatan berlalu lintas guna untuk menekan angka terjadinya kecelakaan
(Chang dan Yeh, 2007).
Perilaku keselamatan berkendara (safety riding) merupakan aspek yang wajib
diterapkan oleh pengemudi ketika berkendara. Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, perilaku
keselamatan berkendara terdiri dari 13 kriteria, yakni pemeriksaan kendaraan
sebelum berkendara, penggunaan APD, penggunaan lampu sein, penggunaan
lampu utama, mematuhi rambu dan lampu lalu lintas, penggunaan lajur jalan sesuai
fungsinya, menjaga jarak aman dengan kendaraan lain, pengendalian kecepatan,
membawa STNK, kepemilikkan SIM, berkendara dengan penuh konsentrasi,
berkendara tidak melawan arah serta tidak membawa penumpang lebih dari satu
orang.
Namun, pada kenyataannya perilaku keselamatan berkendara masih
tergolong kurang, terutama di kalangan SMA. Data Korlantas POLRI (2013)
menunjukkan bahwa siswa SMA menjadi kelompok tertinggi dalam kasus
pelanggaran lalu lintas yakni sebesar 2.611.475 kasus yang kemudian diikuti oleh
kelompok SMP (790.161 kasus), kelompok Perguruan Tinggi (491.631 kasus),
kelompok SD (319.300 kasus), dan lain lain (92.256 kasus). Hal tersebut diperkuat
dengan penelitian oleh Hidayah (2016) pada pelajar SMA sederajat di Kecamatan
Koto Kota Padang menunjukkan bahwa sebesar 48,5% mempunyai perilaku safety
riding yang buruk. Penelitian tersebut juga didukung dengan penelitian lain oleh
Kurniasih dan Arninputranto (2014) yang menunjukkan bahwa 50% dari 120 siswa
SMA di Surabaya memiliki perilaku safety riding yang buruk. Hasil penelitian oleh
Asdar (2013) pada siswa SMA di Kabupaten Pangkep menunjukkan bahwa terdapat
4
150 dari 175 siswa yang tidak memiliki SIM. Penelitian lain yang dilakukan oleh
Notosiswoyo (2014) di Bekasi serta Mahawati dan Prasetya (2013) di Semarang
menunjukkan bahwa lebih dari 50% siswa SMA yang menggunakan handphone
saat berkendara.
Kota Tangerang Selatan memiliki jumlah SMA sebanyak 65 sekolah serta
jumlah siswa sebanyak 20.137 anak (BPS Tangerang Selatan, 2015). Adapun
Kecamatan Ciputat Timur terdiri atas 9 sekolah (BPS Tangerang Selatan, 2013)
dimana Kelurahan Cempaka Putih merupakan daerah dengan jumlah SMA
terbanyak yakni 4 sekolah (Kemendikbud, 2016). SMA Dua Mei merupakan
Sekolah Menengah Atas yang memiliki jumlah siswa terbanyak di Kelurahan
Cempaka Putih Kecamatan Ciputat Timur, yakni 353 siswa. Lokasi SMA Dua Mei
Ciputat timur tidak terletak di jalan raya atau jalan utama yang dilalui kendaraan
umum. Selain itu, banyaknya titik rawan kemacetan di Kecamatan Ciputat Timur
yang terdiri dari 11 titik kemacetan (BPS Kota Tangerang Selatan, 2015) membuat
banyak siswa memilih untuk mengendarai sepeda motor untuk efisiensi waktu
dalam menempuh perjalanan. Terlebih lagi, berdasarkan hasil wawancara dengan
Wakil Kepala Sekolah bagian Kurikulum, seluruh siswa diperbolehkan untuk
mengendarai sepeda motor ke sekolah. Hasil studi pendahuluan yang telah
dilakukan terhadap 31 siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur menunjukkan bahwa
masih banyak siswa yang belum menerapkan perilaku keselamatan berkendara
motor misalnya terdapat 29 siswa (93,54%) yang tidak memiliki SIM, 16 siswa
(51,61%) mengaku tidak menggunakan helm saat berkendara ke sekolah, 10 siswa
(32,25%) mengaku pernah menggunakan handphone pada saat berkendara, 19
siswa (61,29%) mengaku pernah mendahului kendaraan lain dari arah kiri, dan
5
sebagainya. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang
gambaran perilaku keselamatan berkendara pada siswa SMA Dua Mei Ciputat
Timur.
1.2 Rumusan Masalah
Kecelakaan lalu lintas masih menjadi masalah global dimana sepeda motor
menjadi penyumbang tertinggi terjadinya kasus kecelakaan lalu lintas. Kasus
kecelakaan lalu lintas ini dapat mengakibatkan dampak kerugian, baik korban jiwa
ataupun kerugian secara material. Faktor penyebab terbesar terjadinya kecelakaan
lalu lintas adalah faktor manusia, yakni berupa perilaku tidak aman. Korban
kecelakaan lalu lintas paling banyak terjadi pada kalangan muda. Di Indonesia
sendiri, kalangan SMA merupakan korban kecelakaan lalu lintas tertinggi. Selain
itu, kalangan SMA merupakan kelompok tertinggi pada kasus pelanggaran lalu
lintas. Berdasarkan hasil studi pendahuluan terhadap 31 siswa SMA Dua Mei
Ciputat Timur, sebagian besar responden masih memiliki perilaku keselamatan
berkendara yang rendah. Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui bagaimana
gambaran perilaku keselamatan berkendara pada siswa SMA Dua Mei Ciputat
Timur tahun 2017.
1.3 Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran perilaku keselamatan berkendara pada siswa SMA
Dua Mei Ciputat Timur tahun 2017?
2. Bagaimana gambaran perilaku pemeriksaan kondisi kendaraan sebelum
berkendara pada siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur tahun 2017?
6
3. Bagaimana gambaran perilaku mematuhi rambu dan lampu lalu lintas
pada siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur tahun 2017?
4. Bagaimana gambaran perilaku pengendalian kecepatan saat berkendara
pada siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur tahun 2017?
5. Bagaimana gambaran perilaku kepemilikkan Surat Izin Mengemudi
(SIM C) pada siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur tahun 2017?
6. Bagaimana gambaran perilaku membawa Surat Tanda Nomor Kendaraan
(STNK) saat berkendara pada siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur tahun
2017?
7. Bagaimana gambaran perilaku penggunaan Alat Pelindung Diri saat
berkendara pada siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur tahun 2017?
8. Bagaimana gambaran perilaku penggunaan lajur jalan saat berkendara
pada siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur tahun 2017?
9. Bagaimana gambaran perilaku tidak membawa penumpang lebih dari 1
orang pada siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur tahun 2017?
10. Bagaimana gambaran perilaku penggunaan lampu sein saat berkendara
pada siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur tahun 2017?
11. Bagaimana gambaran perilaku penggunaan lampu utama saat berkendara
pada siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur tahun 2017?
12. Bagaimana gambaran perilaku menjaga jarak aman dengan kendaraan
lain pada siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur tahun 2017?
13. Bagaimana gambaran perilaku berkendara dengan penuh konsentrasi
pada siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur tahun 2017?
7
14. Bagaimana gambaran perilaku berkendara tidak melawan arah pada
siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur tahun 2017?
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini dibagi menjadi tujuan umum dan tujuan khusus.
1.4.1 Tujuan Umum
Diketahuinya gambaran perilaku keselamatan berkendara pada siswa SMA
Dua Mei Ciputat Timur tahun 2017.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Diketahuinya gambaran perilaku pemeriksaan kendaraan sebelum
berkendara pada siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur tahun 2017.
2. Diketahuinya gambaran perilaku mematuhi rambu dan lampu lalu lintas
pada siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur tahun 2017.
3. Diketahuinya gambaran perilaku pengendalian kecepatan saat
berkendara pada siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur tahun 2017.
4. Diketahuinya gambaran perilaku kepemilikkan Surat Izin Mengemudi
(SIM C) pada siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur tahun 2017.
5. Diketahuinya gambaran perilaku membawa Surat Tanda Nomor
Kendaraan (STNK) saat berkendara pada siswa SMA Dua Mei Ciputat
Timur tahun 2017.
6. Diketahuinya gambaran perilaku penggunaan Alat Pelindung Diri saat
berkendara pada siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur tahun 2017.
7. Diketahuinya gambaran penggunaan lajur jalan saat berkendara pada
siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur tahun 2017.
8
8. Diketahuinya gambaran perilaku tidak membawa penumpang lebih dari
1 orang pada siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur tahun 2017.
9. Diketahuinya gambaran perilaku penggunaan lampu sein saat
berkendara pada siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur tahun 2017.
10. Diketahuinya gambaran perilaku penggunaan lampu utama saat
berkendara pada siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur tahun 2017.
11. Diketahuinya gambaran perilaku menjaga jarak aman pada siswa SMA
Dua Mei Ciputat Timur tahun 2017.
12. Diketahuinya gambaran perilaku berkendara dengan penuh konsentrasi
pada siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur tahun 2017.
13. Diketahuinya gambaran perilaku berkendara tidak berlawanan arah
pada siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur tahun 2017.
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini dilakukan adalah sebagai berikut.
1.5.1 Bagi Sekolah Menengah Atas Dua Mei Ciputat Timur
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam
membuat kebijakan bersepeda motor di lingkungan sekolah dan sekitarnya
sehingga dapat meminimalisir terjadinya kecelakaan.
1.5.2 Bagi Kepolisian Republik Indonesia
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumber data dan informasi
tambahan dalam mengevaluasi hasil dari pelaksanaan promosi penerapan perilaku
keselamatan berkendara oleh Kepolisian Republik Indonesia.
9
1.5.3 Bagi Peneliti
Penelitian ini dapat menjadi tambahan pengalaman dalam melakukan
penelitian serta dapat menerapkan dan mengaplikasikan ilmu K3 yang telah
diperoleh selama di bangku perkuliahan.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur. Penelitian
ini dilaksanakan pada bulan April hingga Desember 2017. Penelitian ini merupakan
penelitian deskriptif kuantitatif dengan menggunakan desain studi cross-sectional.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran perilaku keselamatan
berkendara pada siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur tahun 2017. Populasi
penelitian yakni seluruh siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur yang mampu
mengendarai sepeda motor. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebesar 140 orang,
dengan metode sampling yaitu simple random sampling. Dalam penelitian ini
dilakukan pengambilan data primer dengan pengisian kuesioner oleh responden.
10
2 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perilaku
2.1.1 Definisi Perilaku
Adapun mengenai definisi perilaku telah banyak dikemukakan oleh
beberapa ahli. Menurut Notoatmodjo (2003), perilaku dari pandangan biologis
merupakan suatu kegiatan atau aktivitas dari organisme yang bersangkutan
sehingga dapat dikatakan bahwa perilaku manusia pada dasarnya adalah suatu
aktivitas dari manusia itu sendiri, seperti berbicara, berjalan, menangis, tertawa,
bekerja, menulis, membaca, dan sebagainya yang dapat diamati secara langsung
maupun secara tidak langsung.
Perilaku manusia merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap
stimulus, baik stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya dimana
respon ini dapat bersifat aktif yakni berupa tindakan maupun bersifat pasif, seperti:
berfikir, berpendapat, dan bersikap (Noorkasiani dkk., 2009). Adapun hal serupa
diungkapkan pula dari perspektif psikologi bahwa perilaku manusia adalah suatu
aktivitas yang timbul karena adanya stimulus dan respon yang dapat diamati secara
langsung maupun tidak langsung (Sunaryo, 2004).
Sebuah buku mengungkapkan bahwa perilaku adalah buah dari cara
pandang manusia dimana cara pandang terhadap sesuatu secara mental ini dipahami
sebagai suatu sikap sehingga dapat dikatakan bahwa perilaku merupakan buah atau
hasil dari sikap (Poniman dkk., 2006). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
11
perilaku adalah suatu aktivitas yang timbul sebagai hasil dari proses seseorang
dalam merespon suatu stimulus.
2.1.2 Teori Perilaku
Green (1980) dalam teorinya menyatakan bahwa perilaku kesehatan
seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu faktor perilaku
(behavioral causes) dan faktor diluar perilaku (non behavioral causes). Adapun
faktor perilaku itu sendiri terbentuk dari tiga faktor utama antara lain adalah sebagai
berikut :
a) Predisposing factors (faktor predisposisi) – yakni faktor dari diri
sendiri yang mendahului perubahan perilaku dengan menetapkan
pemikiran ataupun motivasi untuk berperilaku. Faktor predisposisi ini
dapat berupa pengetahuan, sikap, persepsi, dan variabel demografi.
b) Enabling factors (faktor pemungkin) – yakni faktor yang mendahului
perubahan perilaku atau lingkungan dengan memberikan
kemungkinan agar motivasi berperilaku atau kebijakan di lingkungan
sekitar untuk direalisasikan. Faktor pemungkin ini berupa
kemampuan sumber daya yang diperlukan untuk membentuk suatu
perilaku misalnya ketersediaan dan keterjangkauan fasilitas
penunjang, kemampuan individu, serta peraturan dan hukum.
c) Reinforcing factors (faktor penguat) – yakni faktor yang memperkuat
perubahan perilaku dengan mendapatkan dukungan sosial berupa
sikap dan perilaku dari orang lain sehingga perubahan perilaku dapat
bertahan lama dan berkelanjutan. Faktor penguat ini berasal dari
12
lingkungan sosial misalnya peran teman sebaya, dukungan keluarga,
peran teman kerja, peran atasan dan sebagainya.
Ketiga faktor ini mempengaruhi terbentuknya suatu perilaku kesehatan
dengan berbagai cara. Satu faktor dapat mempengaruhi faktor lainnya sehingga
yang kemudian pada akhirnya akan mempengaruhi perubahan suatu perilaku.
Adapun pendekatan perilaku dengan menggunakan Teori Green (1980) dapat
dilihat pada Bagan 2.1 berikut ini.
Bagan 2.1
Teori Lawrence Green (Green, 1980)
Faktor Predisposisi
1. Pengetahuan
2. Sikap
3. Persepsi
4. Usia
5. Jenis Kelamin
Faktor Pemungkin
1. Ketersediaan fasilitas penunjang
2. Kemampuan individu
3. Peraturan dan hukum
Perilaku
Faktor Penguat
1. Keluarga
2. Teman Sebaya
3. Teman Kerja
4. Atasan
5. Guru
13
Sumber : Green, Lawrence. 1980. Health Education Planning: A Diagnostic
Approach. Mayfield Publication: California.
2.2 Perilaku Keselamatan Berkendara (Safety Riding)
2.2.1 Definisi Perilaku Keselamatan Berkendara (Safety Riding)
Dari berbagai referensi, terdapat berbagai macam definisi tentang safety
riding atau perilaku keselamatan berkendara. Safety riding merupakan cara
berkendara yang aman dan nyaman baik bagi pengendara itu sendiri maupun
pengendara lain (Nur Cahyadi, 2011). Pramitasari dkk. (2014) mengungkapkan
bahwa safety riding merupakan upaya untuk mengurangi angka kecelakaan lalu
lintas dan dampak akibat kecelakaan lalu lintas. Selain itu, safety riding juga dapat
didefinisikan sebagai suatu usaha yang dilakukan dalam meminimalisir tingkat
budaya dan memaksimalkan keamanan dalam berkendara demi menciptakan suatu
kondisi yang mana kita berada pada titik tidak membahayakan pengendara lain dan
menyadari kemungkinan bahaya yang dapat terjadi disekitar kita (Utari, 2010).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa safety riding adalah mengutamakan
keselamatan saat berkendara, yaitu keselamatan diri dan juga pengguna lain
(Kusmagi, 2010).
2.2.2 Perilaku Keselamatan Berkendara
Tata cara berlalu lintas telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 22
Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan bagian keempat tentang
Tata Cara Berlalu Lintas serta penjelasan secara teknis juga tercantum dalam Buku
Petunjuk Tata Cara Bersepeda Motor di Indonesia oleh Dirjen Perhubungan Darat
14
(2008). Adapun kriteria penerapan perilaku keselamatan berkendara adalah sebagai
berikut ini.
2.2.2.1 Pemeriksaan Kendaraan
Dirjen Perhubungan Darat (2008) menyebutkan bahwa kondisi fisik motor
perlu diperiksa oleh pengendara sepeda motor sebelum memulai perjalanan
sehingga dapat diketahui kondisi layak atau tidaknya sepeda motor untuk
dijalankan dan dapat menghindari permasalahan saat berkendara. Pemeriksaan
kendaraan yang dilakukan meliputi :
a) Alat kendali
Rem – rem depan dan belakang harus diperiksa apakah berfungsi
dengan baik atau tidak. Tiap rem harus dapat menghentikan
kendaraan dengan baik saat melaju.
Kopling dan gas – keduanya harus berfungsi dengan baik. Gas
harus segera berbalik ketika sudah dilepas
Kabel – pastikan semua kabel dan tali dalam kondisi baik,
berfungsi secara halus dan tidak terdapat kabel yang kusut dan
dalam keadaan terurai.
b) Ban
Tekanan – tekanan ban harus diperiksa khususnya saat kondisi
ban dalam keadaan dingin karena berpengaruh pada
pengendalian.
Tapak ban – ban dengan permukaan yang tidak rata merupakan
hal yang dapat membahayakan saat berkendara, khususnya pada
saat melintas di jalan yang licin. Tapak ban harus memiliki alur
15
kedalaman sedikitnya 1 mm. Tiap ban memiliki indikator tapak
ban. Sisi ban tidak boleh memiliki lebar lebih dari tapak ban.
Apabila ban mulai tidak rata, maka harus lebih hati-hati dalam
berkendara.
Kerusakan – ban harus diperiksa apakah terdapat pecahan,
lubang, paku atau potongan benda tajam lainnya pada tapak ban
c) Lampu dan sein
Pastikan bahwa semua lampu utama dan Sein dalam keadaan bersih
dan dapat bekerja dengan baik.
Lampu indikator – periksa semua lampu Sein dan pastikan
bahwa Sein dapat berkedip dan cukup terang sehinga dapat
terlihat dengan baik.
Lampu utama – periksalah lampu utama dengan menaruh tangan
di depan lampu utama saat lampu dalam keadaan menyala untuk
memastikan bahwa lampu bekerja dengan baik, pada malam hari
periksa lampu dim, untuk memastikan bahwa lampu jauh dan
dekat dapat bekerja dengan baik pula.
Lampu rem – periksalah semua tuas rem dan pastikan bahwa
semua rem dapat menyalakan lampu rem. Periksa nyala lampu
rem dengan menaruh tangan di depan lampu rem atau dengan
melihat pantulan cahanya pada dinding.
Klakson – periksa klakson dan pastikan dapat bunyi dengan baik.
16
d) Spion
Kaca spion wajib ada dua buah di kiri dan kanan. Spion harus
dipasikan dalam keadaan bersih dan diatur sesuai dengan posisi yang
tepat. Sangat berbahaya jika menyetel spion pada saat berkendara.
Spion harus disetel agar dapat melihat area di belakang. Harus dapat
melihat lajur di sebelah dan di belakang pada kaca spion.
e) Bahan bakar dan oli
Periksa jumlah oli dan bahan bakar sebelum berkendara. Jangan
berkendara saat bahan bakar sudah menggunakan cadangan.
Kekurangan oli dapat menyebabkan kerusakan pada mesin dan dapat
membuat mesin berhenti mendadak dan menyebabkan kehilangan
kendali
f) Rantai
Rantai harus dipastikan apakah telah dilumasi dan dalam keadaan
setelan yang tepat. Disarankan untuk melindungi rantai dengan tutup
atau rangka agar tidak ada yang menyangkut pada rantai.
2.2.2.2 Mematuhi Rambu dan Lampu Lalu Lintas
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan menyatakan bahwa setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di
jalan wajib mematuhi ketentuan rambu dan lampu lalu lintas. Rambu merupakan
bagian perlengkapan jalan yang dapat berupa lambang, huruf, angka, kalimat,
dan/atau perpaduan dimana berfungsi sebagai peringatan, larangan, perintah, atau
petunjuk bagi pengguna jalan dalam berlalu lintas. Sedangkan, lampu lalu lintas
termasuk dalam alat isyarat lalu lintas yang merupakan perangkat elektronik yang
17
menggunakan isyarat lampu dimana alat ini berfungsi untuk mengatur lalu lintas di
persimpangan atau ruas jalan.
2.2.2.3 Pengendalian Kecepatan
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan telah mencantumkan bahwa seorang pengemudi harus memperlambat
kendaraannya sesuai dengan Rambu Lalu Lintas. Berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 79 Tahun 2013, batas kecepatan paling tinggi untuk kawasan
perkotaan adalah 50 km/jam dan batas kecepatan paling tinggi untuk kawasan
permukiman adalah 30 km/jam.
2.2.2.4 Kepemilikkan SIM C
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan
Jalan pada Bagian Keempat tentang Tata Cara Berlalu Lintas telah mewajibkan
kepemilikkan SIM bagi setiap pengendara yang telah memenuhi syarat. Untuk
dapat mengemudikan kendaraan bermotor di jalan, seseorang harus memiliki SIM
yang sah sesuai dengan kendaraan yang akan digunakan. SIM yang harus dimiliki
oleh pengendara sepeda motor adalah SIM C yang dapat diperoleh apabila telah
berumur 17 tahun.
Cara memperoleh SIM sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan
adalah dengan cara menyerahkan permohonan tertulis pada petugas POLRI, dapat
membaca dan menulis huruf latin, sehat secara jasmani dan rohani, terampil dalam
mengemudikan motor, lulus ujian teori dan praktek, mengetahui peraturan lalu
lintas dan angkutan jalan, serta teknik dasar berkendara.
Penggunaan SIM berlaku selama 5 tahun untuk seluruh Indonesia.
Disarankan juga untuk mengikuti kursus atau pelatihan berkendara agar dapat
18
mempersiapkan diri saat menghadapi tes pembuatan SIM. Selain itu, juga
disarankan melatih keterampilan mengerem, membelok, dan berkendara dalam
berbagai kondisi jalan untuk meningkatkan keselamatan berkendara.
2.2.2.5 Membawa STNK
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan
Jalan pada Bagian Keempat tentang Tata Cara Berlalu Lintas menyatakan bahwa
pada saat diadakan pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan, setiap orang yang
mengemudikan Kendaraan Bermotor wajib menunjukkan surat-surat kelengkapan
berkendara yang meliputi :
a. STNK;
b. SIM;
c. Bukti lulus uji berkala; dan/atau
d. Tanda bukti lain yang sah (surat tanda bukti penyitaan sebagai
pengganti STNK atau surat tanda coba kendaraan bermotor)
2.2.2.6 Penggunaan APD
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan menyatakan bahwa setiap orang yang mengemudikan sepeda motor dan
penumpang sepeda motor wajib mengenakan helm yang memenuhi Standar
Nasional Indonesia. Secara teknis keseluruhan, Departemen Perhubungan (2008)
menjelaskan tentang Alat Pelindung Diri yang sebaiknya digunakan saat
berkendara yang meliputi :
a. Helm
Helm yang digunakan harus sesuai dengan standar yang berlaku (ada
tanda SNI) dan harus terpasang dengan benar di kepala. Helm
19
merupakan bagian yang penting dari perlengkapan berkendara bagi
setiap pengendara sepeda motor. Helm akan membantu mengurangi
luka serius yang mungkin timbul ketika terjatuh dari sepeda motor.
b. Pelindung Wajah dan Mata
Pelindung wajah dan mata berguna untuk melindungi dari angin,
debu, hujan, binatang kecil, dan bebatuan. Perlengkapan ini harus
dalam kondisi yang bebas dari goresan, tidak membatasi pandangan,
dan pas saat digunakan.
c. Pakaian Pelindung
Pakaian yang tepat digunakan sebagai alat pelindung diri (APD) saat
mengendarai motor dapat membantu melindungi diri dari cidera,
mudah dilihat pengguna jalan lain, dan membuat nyaman selama
berkendara. Pakaian yang tepat saat berkendara juga sebaiknya dapat
melindungi dari kedinginan, kondisi dingin, dan dehidrasi, angin, dan
matahari.
Pakaian pelindung ini disarankan menggunakan jaket
berbahan katun yang dilapisi lilin dan bahan sintetis, celana panjang,
sarung tangan yang berbahan sintetis yang baik, dan sepatu yang
terbuat dari bahan kulit atau bahan sintetis yang kuat. Sebaiknya,
memilih pakaian yang berwarna cerah agar mudah terlihat oleh
pengemudi lain, dan pada malam hari disarankan untuk menggunakan
pakaian yang dapat memantulkan cahaya atau warna.
20
2.2.2.7 Penggunaan Lajur Jalan Sesuai Dengan Fungsi
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan telah mengatur tentang lajur atau jalur berlalu lintas yang meliputi :
1. Dalam berlalu lintas pengguna jalan harus menggunakan jalur jalan
sebelah kiri.
2. Penggunaan jalur jalan sebelah kanan hanya dapat dilakukan jika :
a. Pengemudi bermaksud akan melewati kendaraan di depannya;
atau
b. Diperintahkan oleh petugas Kepolisian Negara Republik
Indonesia untuk digunakan sementara sebagai jalur kiri.
3. Sepeda Motor, kendaraan bermotor yang kecepatannya lebih rendah,
mobil barang, dan kendaraan tidak bermotor berada pada lajur kiri
jalan.
4. Penggunaan lajur sebelah kanan hanya diperuntukkan bagi kendaraan
dengan kecepatan lebih tinggi, akan membelok kanan, mengubah
arah, atau mendahului kendaraan lain.
2.2.2.8 Tidak Membawa Penumpang Lebih Dari Satu Orang
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan telah menyatakan bahwa setiap orang yang mengemudikan sepeda motor
tanpa kereta samping dilarang membawa penumpang lebih dari 1 (satu) orang.
Karena pada dasarnya, sepeda motor dirancang khusus untuk dua orang.
Departemen Perhubungan Darat (2008) menambahkan bahwa disarankan
untuk tidak memboncengi orang lain ataupun mengangkut barang bila bukan
seorang pengendara motor yang berpengalaman. Bila seseorang memboncengi
21
penumpang atau mengangkut barang pada 12 bulan pertama setelah orang tersebut
mendapat izin mengemudi, maka hal ini dianggap ilegal. Berat dari seorang
penumpang atau barang yang diangkut dapat merubah kemampuan sepeda motor.
Hal ini mengubah keseimbangan motor tersebut, saat berbelok, saat meningkatkan
kecepatan atau menurunkan kecepatan.
2.2.2.9 Penggunaan Lampu Sein
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan telah mencantumkan kewajiban pengendara kendaraan bermotor dalam hal
penggunaan lampu sein yang meliputi :
1. Pengemudi kendaraan yang akan berbelok atau berbalik arah wajib
mengamati situasi lalu lintas di depan, di samping, dan di belakang
kendaraan serta memberikan isyarat dengan lampu penunjuk arah atau
isyarat tangan.
2. Pengemudi kendaraan yang akan berpindah lajur atau bergerak ke
samping wajib mengamati situasi lalu lintas di depan, di samping, dan
di belakang Kendaraan serta memberikan isyarat.
3. Pada persimpangan jalan yang dilengkapi Alat Pemberi Isyarat Lalu
Lintas, pengemudi kendaraan dilarang langsung berbelok kiri, kecuali
ditentukan lain oleh Rambu Lalu Lintas atau Alat Pemberi Isyarat
Lalu Lintas.
2.2.2.10 Penggunaan Lampu Utama
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 telah mencantumkan kewajiban
pengendara untuk menggunakan lampu utama saat berkendara. Adapun
penjelasannya adalah sebagai berikut ini.
22
1. Pengemudi kendaraan bermotor wajib menyalakan lampu utama
kendaraan bermotor yang digunakan di jalan pada malam hari dan
pada kondisi tertentu (kondisi jarak pandang terbatas karena gelap,
hujan lebat, terowongan dan kabut).
2. Pengemudi sepeda motor selain mematuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib menyalakan lampu utama pada siang
hari.
Departemen Perhubungan Darat (2008) menambahkan bahwa disarankan
untuk menggunakan lampu dekat pada siang hari karena lampu jauh dapat membuat
pengendara lain silau. Sedangkan, pada malam hari disarankan untuk menggunakan
lampu jauh untuk membantu melihat jarak jauh.
2.2.2.11 Menjaga Jarak Aman
Departemen Perhubungan Darat (2008) menyatakan bahwa perlindungan
terbaik adalah menjaga jarak dengan pengguna jalan lainnya. Jika seseorang
melakukan kesalahan, jarak yang aman memberikan waktu untuk bereaksi dan
melihat peluang kemana anda akan menghindar.
2.2.2.12 Berkendara Dengan Penuh Konsentrasi
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan menyatakan bahwa setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di
jalan wajib mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan penuh konsentrasi.
Departemen Perhubungan Darat (2008) menyatakan bahwa terdapat beberapa
faktor penting yang dapat menghambat berkendara secara aman antara lain adalah
sebagai berikut ini :
23
Alkohol memainkan peran penting dalam menyebabkan cidera serius
sehingga alkohol dan berkendara merupakan kombinasi yang sangat
fatal. Hal tersebut dikarenakan dapat menyebabkan kesulitan dalam
menilai jarak aman dan kecepatan, kesulitan dalam menjaga
keseimbangan, membuat kesulitan dalam melakukan lebih dari satu hal
dalam waktu yang sama dan dapa menyebabkan kelelahan.
Obat-obatan dan narkoba dapat menyebabkan seseorang merasakan
lemah, pusing atau mengantuk. Kombinasi antara obat-obatan dan
narkoba juga akan mempengaruhi cara berkendara seseorang sehingga
harus berkonsultasi terlebih dahulu kepada dokter dan ahli farmasi.
Kelelahan akan mengurangi kemampuan dalam mengambil keputusan
dan dapat membuat sulit berkonsetrasi.
Pengoperasian handphone yang dapat mengganggu konsentrasi dan
menghilangkan fokus saat berkendara.
2.2.2.13 Berkendara Tidak Berlawanan Arah
Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan menyatakan bahwa setiap pengguna jalan wajib untuk berperilaku tertib;
dan/atau mencegah hal-hal yang dapat merintangi, membahayakan keamanan dan
keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan, atau yang dapat menimbulkan
kerusakan jalan.
24
2.2.3 Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Perilaku Keselamatan
Berkendara (Safety Riding)
Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya,
diperoleh beberapa faktor yang berhubungan dengan perilaku keselamatan
berkendara antara lain adalah sebagai berikut ini :
A. Faktor Predisposisi (Predisposising Factors)
Faktor-faktor predisposisi yang berhubungan dengan perilaku menurut
Teori Green antara lain :
1) Usia
Secara umum, umur merupakan lamanya waktu seseorang
untuk hidup atau ada di dunia (sejak dilahirkan atau diadakan)
(Sugono, 1990). Terdapat 9 kategori umur yaitu: masa balita (0-5
tahun), masa kanak-kanak (5-11 tahun), masa remaja awal (12-17
tahun), masa remaja akhir (18-25 tahun), masa dewasa awal (26-
35 tahun), masa dewasa akhir (36-45 tahun), masa lansia awal (46-
55 tahun), masa lansia akhir (56-65 tahun), dan masa manula (65-
sampai atas) (Departemen Kesehatan, 2009). National Highway
Traffic Safety Administration (2007) menyatakan bahwa umur
mempunyai pengaruh penting terhadap kejadian kecelakaan lalu
lintas dimana kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab utama
kematian di kalangan anak muda pada usia 15-29 tahun (WHO,
2013).
Sesuai dengan perkembangan psikologi, pada rentang usia
muda manusia memasuki usia produktif dan berkeinginan besar
25
untuk mengeksplorasi dunia yang ada di sekitarnya (Yogatama,
2013). Pernyataan tersebut didukung oleh beberapa penelitian
sebelumnya yakni Cafiso dkk. (2012), Jou dkk. (2012) serta
Savolainen dan Mannering (2007) yang menyatakan bahwa usia
pengendara motor dapat mempengaruhi keparahan suatu
kecelakaan sepeda motor. Menurut Ariwibowo (2013), orang
berumur muda lebih sering terlibat dalam kecelakaan lalu lintas
dibandingkan dengan orang berusia lanjut. Hal tersebut
menunjukkan bahwa pada rentang usia muda, manusia cenderung
memiliki perilaku berkendara yang kurang baik (Sulistiyowati dan
Senewe, 2014).
2) Jenis Kelamin
Perbedaan jenis kelamin dapat memberikan perbedaan
dalam perilaku berkendara. Menurut Chang (2007), terdapat
hubungan yang signifikan antara jenis kelamin pengendara dengan
perilaku berkendara. Begitu pula menurut Mannering dan Grodsky
(1995) serta Lin dkk. (2003). Pengendara laki-laki berusia muda
lebih cenderung memiliki perilaku berisiko untuk mengalami
kecelakaan (Lin dkk., 2003). Pada sebuah penelitian lain
menyebutkan bahwa kecelakaan lebih banyak terjadi pada laki-laki
daripada perempuan dikarenakan mayoritas jumlah pengendara
berjenis kelamin laki-laki (Huang dan Preston, 2004). Selain itu,
pengendara laki-laki cenderung lebih sering mempersepsikan
26
dirinya sendiri bahwa mereka merasa lebih mahir mengendarai
motor daripada perempuan (Mannering dan Grodsky, 1995).
Perempuan diketahui memiliki sikap kehati-hatian yang
lebih baik daripada laki-laki sehingga jumlah kecelakaan yang
sering pada pengendara laki-laki (Ambarwati dkk., 2012). Selain
itu, temuan dari beberapa penelitian terdahulu menunjukkan bahwa
perempuan cenderung lebih mematuhi peraturan-peraturan berlalu
lintas dan berperilaku aman berkendara daripada laki-laki
(Akaataeba dkk., 2014; Chang, 2008; Xuequen dkk., 2011).
3) Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi
setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek
tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni
indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga (Notoatmodjo, 2003). Sunaryo (2004) mengatakan bahwa
pengetahuan adalah hasil dari “tahu” yang terjadi melalui proses
sensoris khususnya mata dan telinga terhadap objek tertentu.
Sedangkan menurut McLeod dan Schell (2008), pengetahuan
merupakan sesuatu yang dapat dipelajari, baik itu melalui mata
kuliah formal ataupun melalui upaya sendiri seperti membaca dan
mengamati. Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2003)
mengungkapkan bahwa sebelum sesorang mengadopsi perilaku
baru, terjadi 5 proses dalam diri seseorang tersebut yakni:
27
a. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari
dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus
(objek)
b. Interest (ketertarikan), yakni orang mulai tertarik pada
stimulus
c. Evaluation (evaluasi), yakni mempertimbangkan stimulus
tersebut pada dirinya
d. Trial (percobaan), yakni telah mencoba perilaku baru
berdasarkan stimulus yang datang
e. Adoption (adopsi), yakni subjek telah berperilaku baru sesuai
dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap
stimulus yang diterimanya
Namun dari penelitian selanjutnya, Rogers menyimpulkan bahwa
perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut.
Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif memiliki 6
tingkatan antara lain:
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat materi yang telah
dipelajari sebelumnya
b. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan
secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat
menginterpretasikannya secara benar
c. Aplikasi (application)
28
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari pada kondisi sebenarnya
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan maeri
atau suatu objek ke dalam komponen, tetapi masih ada
kaitannya satu sama lain
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis merupakan suatu kemampuan untuk menyusun
formula baru dari formulasi yang ada
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan melakukan penilaian
terhadap suatu objek
Temuan oleh Perwitanigsih (2013) menunjukkan terdapat
hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan praktik
keselamatan dan kesehatan berkendara pada pengendara sepeda
motor. Begitu pula temuan oleh Azizah (2016), Siregar (2010) dan
Colle (2016). Hal tersebut didukung dengan temuan oleh Nani
(2009) dan Utari (2010) yang menunjukkan bahwa apabila
seseorang memiliki pengetahuan yang lebih luas, berarti seseorang
akan lebih bijak dalam memutuskan suatu tindakan. Pernyataan
tersebut juga diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Astuti
(2014) yang menyatakan bahwa pengendara yang memiliki
pengetahuan yang baik dalam berkendara lebih cenderung
29
berperilaku atau bertindak aman dalam berkendara dibandingkan
dengan pengendara yang memiliki pengetahuan rendah.
4) Sikap
Sunaryo (2004) menyebutkan bahwa sikap merupakan
respons tertutup seseorang terhadap suatu stimulus atau objek, baik
yang bersifat intern maupun ekstern sehingga manifestasinya tidak
dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih
dahulu dari perilaku yang tertutup tersebut. Sedangkan, Allport
(1996) dalam Susanta (2006) mendefinisikan sikap sebagai
predisposisi yang dipelajari (learned predisposition) untuk
berespon terhadap suatu obyek dalam suasana menyenangkan atau
tidak menyenangkan secara konsisten.
Sikap merupakan salah satu dasar seseorang berperilaku
(Notoatmodjo, 2003). Pembentukan sikap selalu berhubungan
dengan interaksi sosial, baik terjadi di dalam maupun di luar
kelompok, berjalan secara alamiah ataupun dengan bantuan
teknologi informasi. Pada mulanya akan berasal dari lingkungan
keluarga terlebih dahulu, lalu interaksi dengan lingkungan
masyarakat dan berhubungan dengan lingkungan pendidikan
(formal maupun informal), serta berhubungan dengan perbedaan
bakat, minat, dan intensitas perasaan (Azhari, 2004). Secara umum
pembentukan dan perubahan sikap dapat terjadi melalui 4 cara,
yaitu (Azhari, 2004):
30
a. Adaptasi, yakni kejadian-kejadian yang terjadi berulang-
ulang
b. Diferensiasi, yakni sikap yang terbentuk karena
perkembangan inteligensi, bertambahnya pengalaman,
sebagainya
c. Integrasi, dimana pembentukan sikap melalui cara ini terjadi
secara bertahap, dimulai dengan berbagai pengalaman yang
berhubungan dengan satu hal tertentu sehingga akhirnya
terbentuk sikap mengenai hal tersebut
d. Trauma, berupa pengalaman yang tiba-tiba mengejutkan dan
biasanya meninggalkan kesan mendalam pada jiwa orang
yang bersangkutan, sehingga pada akhirnya membentuk
sikap tertentu.
Menurut Lancaster (2002) dalam Ramadhan (2009), terdapat
hubungan antara sikap seseorang dengan kecenderungan untuk
celaka dalam berkendara. Dalam penelitian tersebut dijelaskan
bahwa dengan sikap yang baik terhadap cara berkendara
diharapkan seseorang dapat menerapkannya atau berperilaku baik
pula, sehingga terhindar dari kecelakaan. Hal tersebut didukung
dengan temuan oleh Errika (2008), Azizah (2016) dan
Perwitanigsih (2013) yang menyatakan bahwa adanya hubungan
yang bermakna antara sikap dengan praktik safety riding. Begitu
pula dengan temuan oleh Astuti (2014) yang menyatakan bahwa
pengendara yang memiliki sikap yang baik dalam berkendara lebih
31
cenderung berperilaku/bertindak aman dalam berkendara daripada
dengan pengendara yang memiliki sikap yang kurang baik.
5) Pengalaman
Pengalaman secara umum dapat diartikan sesuatu yang
pernah dialami (dijalani, dirasai, ditanggung). Pengalaman juga
dapat didefinisikan sebagai pengetahuan dan keterampilan
seseorang tentang sesuatu yang diperoleh lewat keterlibatan atau
berkaitan dengannya selama periode tertentu (Sugono, 1990).
Pengalaman yang didapat seseorang di jalanan, ketika berkendara
ataupun menjadi penumpang dapat mempengaruhi perilaku
keselamatannya.
Temuan oleh Salihat dan Kurniawidjaja (2010)
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara
persepsi risiko keselamatan berkendara dengan pengalaman
individu. Hal ini sejalan dengan pernyataan Prasilika (2007) yang
menyatakan bahwa pengalaman dengan bahaya (experience with
hazard) akan membentuk persepsi sesorang mengenai resiko.
6) Persepsi
Persepsi merupakan proses mengetahui atau mengenali
objek dan kejadian objektif dengan bantuan indera (Chaplin, 2005).
Sedangkan menurut Robbins and Judge (2008), persepsi adalah
proses di mana individu mengatur dan menginterpretasikan kesan-
kesan sensoris mereka guna memberikan arti bagi lingkungan
mereka. Notoatmodjo (2003) dalam bukunya mendefinisikan
32
persepsi merupakan proses pengorganisasian, peninterpretasian
terhadap rangsang yang diterima oleh organisme atau individu
sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan respon
menyeluruh dalam diri individu. Dari pengertian-pengertian
tersebut dapat disimpulkan bahwa persepsi merupakan proses
pemaknaan seseorang terhadap suatu hal.
Menurut Green (1980), persepsi termasuk dalam salah satu
faktor predisposisi dalam membentuk suatu perilaku. Begitu pula
dengan teori yang dikemukakan oleh Geller (2001) bahwa persepsi
menjadi hal yang penting karena persepsi merupakan salah satu hal
yang akan mempengaruhi seseorang untuk berperilaku aman.
Safety riding merupakan perilaku aman dalam berkendara, oleh
sebab itu persepsi juga akan mempengaruhi seseorang untuk
berperilaku. Menurut Karyani (2005), terdapat hubungan
bermakna antara persepsi dengan perilaku aman seseorang. Hasil
penelitian tersebut juga didukung dengan beberapa penelitian
lainnya oleh Utari (2010) dan yang menyatakan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara persepsi dengan perilaku aman
berkendara.
B. Faktor Pendukung (Enabling Factors)
Teori Green (1980) mengemukakan bahwa suatu perilaku
terbentuk dikarenakan tiga faktor, salah satunya adalah faktor
pendukung/pemungkin (enabling factors) yakni kemampuan individu,
ketersediaan fasilitas dan sarana serta peraturan dan hukum. Faktor
33
pemungkin untuk perilaku keselamatan berkendara yakni ketersediaan
fasilitas, keikutsertaan pelatihan safety riding, kemampuan berkendara
serta peraturan dan hukum.
1. Ketersediaan Fasilitas
Suatu perilaku otomatis belum terwujud dalam suatu tindakan
jika belum terdapat fasilitas yang mendukung terbentuknya perilaku
tersebut (Notoatmodjo, 2003). Roughton (2002) mengatakan bahwa
beberapa orang mungkin menolak untuk memakai APD karena APD
tersebut dirasa menimbulkan ketidaknyamanan dan menambah
beban stres pada tubuh. Stres ini dapat menimbulkan rasa tidak
nyaman ketika memakai APD sehingga seseorang menjadi malas
untuk menggunakannya.
2. Pelatihan Safety Riding
Pelatihan safety riding merupakan hal yang disarankan untuk
dilakukan sebelum mendapatkan izin berkendara karena pelatihan
akan mengembangkan keterampilan sehingga lebih bersiap diri
untuk menghadapi tes mendapatkan SIM sepeda motor (Dirjen
Perhubungan Darat, 2008). Pelatihan diperoleh dari pendidikan
dimana apabila seseorang mempunyai latar berlakang pendidikan
yang baik maka akan bersikap disiplin terhadap peraturan lalu lintas
yang berlaku (Azizah, 2016). Pengemudi dengan pendidikan yang
memadai akan dapat memberikan keputusan-keputusan yang
preventif terhadap kondisi lingkungan sekitar saat mengemudi, lebih
34
mementingkan kepentingan umum atau keselamatan orang lain, dan
sekaligus menjada keamanan dirinya sendiri (Rifal dkk., 2015)
Menurut Andrew E. Sikula dalam bukunya “Personal
Administration and Human Resource Management”, training adalah
a short term education process utilizing a systemic and organized
prosedures by which non managerial personal learn technical
knowledge and skills for definite purpose”. Artinya, pelatihan
merupakan sebuah pendidikan jangka pendek, yang sistematis dan
terorganisir oleh personal yang non manajerial yang bersifat teknis
(Siregar, 2010). Penelitian mengenai pelatihan terkait dengan
perilaku aman berkendara telah dilakukan sebelumnya oleh Een
(2008) dalam Siregar (2010) menunjukkan bahwa adanya hubungan
bermakna antara pelatihan dengan perilaku aman pengemudi.
3. Kemampuan Individu
Dirjen Perhubungan Darat (2006) dalam Marsaid (2013)
mengatakan bahwa seorang pengemudi pemula memiliki peluang
tiga kali lebih besar terlibat dalam kecelakaan dari pada pengemudi
yang telah mahir. Hal tersebut sejalan dengan Jenkins (1979) bahwa
meningkatnya kecelakaan lalu lintas yang melibatkan pengemudi
yang masih berusia muda penyebabnya adalah sedikitnya
pengalaman mereka dalam mengemudi dan ditemukan juga bahwa
kecelakaan yang sering terjadi melibatkan pengemudi yang baru
mempunyai pengalaman selama 1 (satu) tahun dibandingkan dengan
35
pengemudi yang sudah mempunyai pengalaman lebih lama (Metta,
2008).
4. Peraturan dan Hukum
Hukuman merupakan suatu konsekuensi yang diterima oleh
individu atau kelompok sebagai bentuk akibat dari perilaku yang
tidak diharapkan (Sya’af, 2008). Penelitian oleh Ramona dan Ekie
(2014) menyatakan bahwa penerapan Undang-Undang Nomor 22
tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan belum bisa dikatakan efektif
dalam meningkatkan keamanan dan keselamatan berkendara,
khususnya di kalangan remaja.
C. Faktor Penguat (Reinforcing Factors)
Faktor-faktor penguat yang berhubungan dengan perilaku menurut
Teori Green (1980) antara lain :
1) Peran Teman Sebaya
Orang lain di sekitar merupakan lingkungan sosial yang ikut
mempengaruhi sikap seseorang. Orang yang dianggap penting bagi
kehidupan seseorang (significant others), akan banyak
mempengaruhi pembentukan sikap terhadap sesuatu. Diantara
orang yang biasanya dianggap penting bagi individu adalah orang
tua, orang yang status sosialnya lebih tinggi, teman sebaya, teman
dekat, guru, rekan kerja, teman komunitas, isteri, suami dan lain-
lain (Hakim dan Nuqul, 2011).
Perkembangan kehidupan sosial remaja ditandai dengan
meningkatnya pengaruh teman sebaya dalam hidup mereka.
36
Sebagian besar waktu remaja dihabiskan untuk melakukan
interaksi sosial dengan teman-teman sebayanya (Ariwibowo,
2013). Teman sebaya (peer group) adalah anak-anak atau remaja
dengan tingkat kedewasaan yang relatif sama. Dengan tingkat
kedewasaan yang relatif sama tersebut, biasanya anak remaja
cenderung berkelompok dan membentuk kelompok teman sebaya
yang disebut dengan geng. Peer group merupakan sekumpulan
remaja sebaya yang mempunyai hubungan erat dan saling
menggantungkan. Interaksi teman sebaya lebih banyak muncul
pada seseorang yang berjenis kelamin sama (Zuhaida, 2008).
Kumpulan teman inilah yang kemudian dapat mempengaruhi
persepsi seseorang dimana apabila mayoritas diantara kumpulan
pertemanan ini sadar akan resiko keselamatan berkendara,
biasanya anggota lain dalam kumpulan yang sama akan
terpengaruh untuk ikut sadar akan resiko keselamatan berkendara.
Begitupun sebaliknya, apabila lebih banyak anggota kumpulan
yang mengabaikan keselamatan saat berkendara, maka anggota
lain akan terpengaruh untuk melakukan hal yang sama (Ridho,
2012). Hal tersebut didukung dengan penelitian oleh Sumiyanto
(2016) yang menyatakan bahwa pengaruh teman sebaya ada
hubungan dengan penerapan safety riding pada kalangan remaja.
2) Dukungan Keluarga
Pada dasarnya, manusia adalah makhluk sosial sehingga
tidak dapat hidup sendiri dan butuh berinteraksi dengan manusia
37
lain dalam menjalankan kehidupan sehari-harinya. Green (1980)
menyatakan faktor penguat (reinforcing factors) yang
mempengaruhi perilaku yakni mencakup sikap dan perilaku dari
orang lain yang terwujud dalam dukungan sosial misalnya
dukungan teman, keluarga atau sebagainya. Keluarga merupakan
lingkungan yang paling dekat dengan anak dalam hal ini siswa.
Bentuk peran keluarga dapat berupa teguran, nasihat dan bahkan
dukungan finansial untuk beberapa hal misalnya biaya perbaikan
kendaraan (Falaah, 2016). Adapun perilaku-perilaku yang sudah
menjadi kebiasaan dalam keluarga biasanya menjadi acuan bagi
setiap anggota keluarga dalam kesehariannya.
Penelitian yang dilakukan oleh Asdar (2013) dan Colle
(2016) menyatakan bahwa ada hubungan antara dukungan
keluarga dengan perilaku safety riding. Begitu pula dengan temuan
oleh Eni Mahawati (2014) yang menunjukkan bahwa lingkungan
keluarga termasuk dalam determinan eksternal diri remaja terbukti
lebih berperan terhadap keamanan berkendara dibandingkan
dengan determinan internal seperti pengetahuan dan nilai-nilai.
Temuan ini juga diperkuat dengan hasil penelitian Mubarokah
(2013) yang menunjukkan bahwa adanya hubungan ynag
signifikan antara monitoring perkembangan anak oleh orang tua
dengan perilaku anak dalam berkendara. Selain itu, menurut
Lanhatte dkk. (2008) faktor keluarga (terutama orang tua)
mempengaruhi baik praktik maupun representase dari remaja
38
dalam hal berkendara dimana perilaku berkendara anak merupakan
cerminan perilaku berkendara orang tua secara tidak langsung.
3) Pengawasan Polisi
Pengawasan diperlukan untuk menjaga perilaku seseorang
tetap dalam batas-batas yang aman. Dalam konteks berkendara,
pengawasan terhadap peraturan lalu lintas dilakukan penyidik
kepolisian. Berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun
2009, pasal 260, menyatakan bahwa kewenangan Penyidik
Kepolisian diantaranya :
memberhentikan, melarang, atau menunda pengoperasian
dan menyita sementara kendaraan bermotor yang patut
diduga melanggar peraturan berlalu lintas atau merupakan
alat dan/atau hasil kejahatan
melakukan pemeriksaan atas kebenaran keterangan
berkaitan dengan penyidikan tindak pidana di bidang lalu
lintas dan angkutan jalan
meminta keterangan dari pengemudi, pemilik kendaraan
bermotor, dan/atau perusahaan angkutan umum
melakukan penyitaan terhadap Surat Izin Mengemudi,
Kendaraan Bermotor, muatan, Surat Tanda Nomor
Kendaraan Bermotor, Surat Tanda Coba Kendaraan
Bermotor, dan/atau tanda lulus uji sebagai barang bukti
39
melakukan penindakan terhadap tindak pidana pelanggaran
atau kejahatan lalu lintas menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan
membuat dan menandatangani berita acara pemeriksaan
menghentikan penyidikan jika tidak terdapat cukup bukti
melakukan penahanan yang berkaitan dengan tindak pidana
kejahatan Lalu Lintas
melakukan tindakan lain menurut hukum secara
bertanggung jawab.
2.3 Kerangka Teori
Berdasarkan tinjauan pustaka sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa
gambaran perilaku keselamatan berkendara dengan mengacu pada Undang-Undang
Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan dan Buku Petunjuk Tata
Cara Bersepeda Motor di Indonesia oleh Dirjen Perhubungan Darat (2008) dapat
digambarkan dalam kerangka teori pada Bagan 2.2 berikut ini.
40
Perilaku Keselamatan Berkendara
1. Pemeriksaan kendaraan sebelum berkendara
2. Mematuhi rambu dan lampu lalu lintas
3. Pengendalian kecepatan saat berkendara
4. Kepemilikkan Surat Izin Mengemudi (SIM C)
5. Membawa Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) saat berkendara
6. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) saat berkendara
7. Penggunaan lajur jalan saat berkendara
8. Tidak membawa penumpang > 1 orang
9. Penggunaan lampu sein saat berkendara
10. Penggunaan lampu utama saat berkendara
11. Menjaga jarak aman dengan kendaraan lain
12. Berkendara dengan penuh konsentrasi
13. Berkendara tidak berlawanan arah
Bagan 2.2
Kerangka Teori
Sumber : Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
dan Buku Petunjuk Tata Cara Bersepeda Motor di Indonesia oleh Dirjen Perhubungan Darat
(2008)
41
3 BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep
Kerangka konsep ini mengacu kepada kerangka teori berdasarkan Undang-
Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan dan Buku
Petunjuk Tata Cara Bersepeda Motor di Indonesia oleh Dirjen Perhubungan Darat
(2008). Oleh karena itu, kerangka konsep penelitian ini dapat dilihat dalam Bagan
3.1 berikut ini.
Perilaku Keselamatan Berkendara
1. Pemeriksaan kendaraan sebelum berkendara
2. Mematuhi rambu dan lampu lalu lintas
3. Pengendalian kecepatan saat berkendara
4. Kepemilikkan Surat Izin Mengemudi (SIM C)
5. Membawa Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) saat berkendara
6. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) saat berkendara
7. Penggunaan lajur jalan saat berkendara
8. Tidak membawa penumpang > 1 orang
9. Penggunaan lampu sein saat berkendara
10. Penggunaan lampu utama saat berkendara
11. Menjaga jarak aman dengan kendaraan lain
12. Berkendara dengan penuh konsentrasi
13. Berkendara tidak berlawanan arah
Bagan 3.1
Kerangka Konsep
42
3.2 Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional
No. Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
1. Perilaku
keselamatan
berkendara
Segala tingkah laku
berkendara responden
berdasarkan 13 kriteria
dari Undang-Undang
Nomor 22 tahun 2009
tentang Lalu Lintas
Angkutan dan Jalan
Penyebaran
kuesioner
Kuesioner
1. Buruk, jika skor <
dari mean (57,78)
2. Baik, jika skor ≥
dari mean (57,78)
Ordinal
2. Pemeriksaan
kendaraan
sebelum
berkendara
Intensitas responden
melakukan pemeriksaan
kondisi kendaraan
Penyebaran
kuesioner
Kuesioner
1. Buruk, jika skor <
dari mean (2,38)
2. Baik, jika skor ≥
dari mean (2,38)
Ordinal
43
No. Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
terlebih dahulu sebelum
berkendara
3. Mematuhi
rambu dan
lampu lalu
lintas
Intensitas responden
mematuhi rambu dan
lalu lintas di jalan raya
saat berkendara
Penyebaran
kuesioner
Kuesioner
1. Buruk, jika skor <
dari mean (6,40)
2. Baik, jika skor ≥
dari mean (6,40)
Ordinal
4. Pengendalian
kecepatan
saat
berkendara
Intensitas responden
mengendarai motor
sesuai dengan kecepatan
yang diperbolehkan
yakni ≤ 50 km/jam
Penyebaran
kuesioner
Kuesioner
1. Buruk, jika skor <
dari mean (2,59)
2. Baik, jika skor ≥
dari mean (2,59)
Ordinal
5. Kepemilikkan
SIM
Responden memiliki
Surat Izin Mengemudi C
Penyebaran
kuesioner
Kuesioner
1. Tidak Ada
2. Ada
Ordinal
44
No. Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
sebagai salah satu surat
kelengkapan berkendara
6. Membawa
STNK saat
berkendara
Intensitas responden
membawa Surat Tanda
Nomor Kendaraan
sebagai bukti surat
kelengkapan kendaraan
saat berkendara
Penyebaran
kuesioner
Kuesioner
1. Buruk, jika skor <
dari mean (2,99)
2. Baik, jika skor ≥
dari mean (2,99)
Ordinal
7. Penggunaan
APD saat
berkendara
Intensitas responden
menggunakan Alat
Pelindung Diri saat
berkendara yang
meliputi helm SNI, jaket,
Penyebaran
kuesioner
Kuesioner
1. Buruk, jika skor <
dari mean (13,01)
2. Baik, jika skor ≥
dari mean (13,01)
Ordinal
45
No. Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
masker, sarung tangan,
dan alas kaki tertutup
8. Penggunaan
lajur jalan
saat
berkendara
Intensitas responden
menggunakan lajur jalan
sesuai dengan fungsinya,
yakni lajur kiri
digunakan untuk
kecepatan normal dan
lajur kanan digunakan
untuk mendahului
kendaraan lain
Penyebaran
kuesioner
Kuesioner
1. Buruk, jika skor <
dari mean (5,38)
2. Baik, jika skor ≥
dari mean (5,38)
Ordinal
9. Penggunaan
lampu sein
Intensitas responden
menggunakan lampu
sein pada saat yang
Penyebaran
kuesioner
Kuesioner
1. Buruk, jika skor <
dari mean (3,17)
Ordinal
46
No. Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
saat
berkendara
dibutuhkan, baik
berbelok, berpindah jalur
atau menyalip
2. Baik, jika skor ≥
dari mean (3,17)
10. Penggunaan
lampu utama
saat
berkendara
Intensitas responden
menggunakan lampu
utama saat berkendara,
baik siang maupun
malam hari
Penyebaran
kuesioner
Kuesioner
1. Buruk, jika skor <
dari mean (7,32)
2. Baik, jika skor ≥
dari mean (7,32)
Ordinal
11. Menjaga
jarak aman
dengan
kendaraan
lain
Intensitas responden
menjaga jarak aman
dengan kendaraan lain
saat berkendara dari
berbagai sisi, yakni
Penyebaran
kuesioner
Kuesioner
1. Buruk, jika skor <
dari mean (3,11)
2. Baik, jika skor ≥
dari mean (3,11)
Ordinal
47
No. Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
depan, belakang dan
samping
12. Berkendara
dengan penuh
konsentrasi
Intensitas responden
mengendarai motor
tanpa menggunakan
handphone dan dalam
kondisi tidak mengantuk
Penyebaran
kuesioner
Kuesioner
1. Buruk, jika skor <
dari mean (5,90)
2. Baik, jika skor ≥
dari mean (5,90)
Ordinal
13. Berkendara
tidak
berlawanan
arah
Intensitas responden
berkendara motor sesuai
dengan arus lalu lintas
Penyebaran
kuesioner
Kuesioner
1. Buruk, jika skor <
dari mean (2,72)
2. Baik, jika skor ≥
dari mean (2,72)
Ordinal
14. Tidak
membawa
Intensitas responden
tidak membawa lebih
dari satu orang
Penyebaran
kuesioner
Kuesioner
1. Buruk, jika skor <
dari mean (2,58)
Ordinal
48
No. Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
penumpang >
1 orang
penumpang saat
berkendara
2. Baik, jika skor ≥
dari mean (2,58)
49
4 BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif yang bertujuan
untuk melihat gambaran penerapan perilaku keselamatan berkendara (safety
riding). Metode penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan desain studi cross-
sectional dimana seluruh kriteria penerapan perilaku keselamatan berkendara
(informasi atau gambaran analisis mengenai situasi yang ada) dilakukan dalam
waktu yang bersamaan.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMA Dua Mei yang terletak di Jalan Abdul Gani
No. 135 Kelurahan Cempaka Putih Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang
Selatan pada bulan April hingga Desember 2017.
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian
4.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMA Dua Mei Ciputat
Timur yang mampu mengendarai sepeda motor, yakni berjumlah 309 siswa.
50
4.3.2 Sampel
Untuk mengambil sampel, peneliti menggunakan rumus besar sampel untuk
estimasi proporsi berdasarkan Lemeshow dkk. (1991) karena sesuai dengan tujuan
penelitian yakni melihat gambaran suatu variabel pada populasi tertentu. Adapun
perhitungan sampel yang digunakan adalah sebagai berikut ini.
Keterangan :
N = besar sampel
P = proporsi dari penelitian terdahulu
Z1-α/2 = derajat kepercayaan (α = 80% = 0,84)
d = presisi mutlak/derajat akurasi (5% = 0,05)
Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Safitri dan Rahman (2013)
berjudul “Tingkat Kepatuhan Hukum Siswa SMA Kartika IV-3 Surabaya terhadap
Etika Berlalu Lintas Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan” diperoleh nilai P serta besar sampel sebagai berikut
ini.
Tabel 4.1 Besar Sampel
Variabel P N
Memakai helm SNI 74,22% 126
Menggunakan jalur sebelah kiri 73,82% 127
Menggunakan kecepatan yang diperbolehkan 75% 124
51
Variabel P N
Menyalakan lampu utama di siang maupun
malam hari
86,33% 78
Mematuhi rambu-rambu lalu lintas 75,88% 121
Berdasarkan perhitungan sampel pada Tabel 4.1, diperoleh sampel
minimum sebanyak 127 responden. Untuk menghindari terjadinya drop out atau
missing jawaban dari responden, maka ditambahkan 10% dari jumlah sampel
sehingga jumlah keseluruhan sebesar 140 responden. Pengambilan sampel
dilakukan dengan metode simple random sampling atau sering disebut dengan
metode acak sederhana. Yang dimaksud dengan metode simple random sampling
adalah pengambilan sampel sedemikian rupa sehingga setiap unit dasar (individu)
memiliki kesempatan yang sama untuk dijadikan sebagai sampel (Budiarto, 2002).
Metode ini biasanya dilakukan karena sangat sederhana sehingga mudah untuk
diaplikasikan dalam suatu penelitian (Suwarjana, 2016).
Peneliti memperoleh daftar absensi siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur
kelas X, XI dan XII. Dengan berkoordinasi dengan ketua kelas di tiap kelas, peneliti
akan memperoleh daftar nama siswa yang mampu mengendarai sepeda motor.
Dalam simple random sampling, pengambilan sampel dilakukan dengan cara
menggunakan kerangka sampel yang dibuat sebelumnya dimana kerangka sampel
tersebut dapat dibuat secara manual atau komputer (Chandra, 1995) sehingga
kerangka sampel akan dibuat menggunakan daftar nama-nama siswa tersebut.
52
4.4 Pengumpulan Data
4.4.1 Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer. Data primer
merupakan data yang diperoleh secara langsung dari siswa SMA Dua Mei Ciputat
Timur dengan menggunakan alat ukur berupa kuesioner yang diisi oleh responden.
4.4.2 Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuesioner yang akan
disebarkan dan diisi responden yang merupakan unit sampel. Kuesioner dalam
penelitian ini disusun oleh peneliti sendiri dengan mengacu pada Undang-Undang
Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta Buku Petunjuk
Tata Cara Bersepeda Motor di Indonesia oleh Dirjen Perhubungan Darat (2008).
Kuesioner terdiri dari pertanyaan mengenai 13 kriteria penerapan perilaku
keselamatan berkendara, yakni pemeriksaan kendaraan sebelum berkendara,
mematuhi rambu dan lampu lalu lintas, pengendalian kecepatan saat berkendara,
kepemilikkan SIM C, membawa STNK saat berkendara, penggunaan APD saat
berkendara, penggunaan lajur jalan sesuai fungsinya saat berkendara, tidak
membawa penumpang > 1 orang, penggunaan lampu sein, penggunaan lampu
utama, menjaga jarak aman dengan kendaraan lain, berkendara dengan penuh
konsentrasi, serta berkendara tidak berlawanan arah. Pengisian kuesioner dilakukan
sendiri oleh responden (self administration). Adapun penjelasannya adalah sebagai
berikut ini :
53
a) Kepemilikkan SIM C
Pada variabel ini, pengkodean diberi kode IR7. Hasil ukurnya adalah
sebagai berikut ini :
1. Tidak ada
2. Ada
b) Pemeriksaan Kendaraan Sebelum Berkendara
Pada variabel ini, pengkodean diberi kode A1. Selanjutnya data
dilakukan proses skoring berupa selalu (skor 4), sering (skor 3),
kadang-kadang (2) dan tidak pernah skor (1). Hasil ukurnya adalah
sebagai berikut ini :
1. Buruk (jika skor < dari mean)
2. Baik (jika skor ≥ dari mean)
c) Mematuhi Rambu dan Lampu Lalu Lintas
Pada variabel ini, pengkodean diberi kode A2-A3. Selanjutnya data
dilakukan proses skoring berupa selalu (skor 4), sering (skor 3),
kadang-kadang (2) dan tidak pernah skor (1). Hasil ukurnya adalah
sebagai berikut ini :
1. Buruk (jika skor < dari mean)
2. Baik (jika skor ≥ dari mean)
d) Pengendalian Kecepatan
Pada variabel ini, pengkodean diberi kode A4. Selanjutnya data
dilakukan proses skoring berupa selalu (skor 4), sering (skor 3),
kadang-kadang (2) dan tidak pernah skor (1). Hasil ukurnya adalah
sebagai berikut ini :
54
1. Buruk (jika skor < dari mean)
2. Baik (jika skor ≥ dari mean)
e) Membawa STNK Saat Berkendara
Pada variabel ini, pengkodean diberi kode A5. Selanjutnya data
dilakukan proses skoring berupa selalu (skor 4), sering (skor 3),
kadang-kadang (2) dan tidak pernah skor (1). Hasil ukurnya adalah
sebagai berikut ini :
1. Buruk (jika skor < dari mean)
2. Baik (jika skor ≥ dari mean)
f) Penggunaan APD Saat Berkendara
Pada variabel ini, pengkodean diberi kode A6-A10. Selanjutnya data
dilakukan proses skoring berupa selalu (skor 4), sering (skor 3),
kadang-kadang (2) dan tidak pernah skor (1). Hasil ukurnya adalah
sebagai berikut ini :
1. Buruk (jika skor < dari mean)
2. Baik (jika skor ≥ dari mean)
g) Penggunaan Lajur Jalan Sesuai Fungsinya
Pada variabel ini, pengkodean diberi kode A11-A12. Selanjutnya data
dilakukan proses skoring berupa selalu (skor 4), sering (skor 3),
kadang-kadang (2) dan tidak pernah skor (1). Hasil ukurnya adalah
sebagai berikut ini :
1. Buruk (jika skor < dari mean)
2. Baik (jika skor ≥ dari mean)
55
h) Tidak Membawa Penumpang > 1 Orang
Pada variabel ini, pengkodean diberi kode A13. Selanjutnya data
dilakukan proses skoring berupa selalu (skor 4), sering (skor 3),
kadang-kadang (2) dan tidak pernah skor (1). Hasil ukurnya adalah
sebagai berikut ini :
1. Buruk (jika skor < dari mean)
2. Baik (jika skor ≥ dari mean)
i) Penggunaan Lampu Sein Saat Berkendara
Pada variabel ini, pengkodean diberi kode A14. Selanjutnya data
dilakukan proses skoring berupa selalu (skor 4), sering (skor 3),
kadang-kadang (2) dan tidak pernah skor (1). Hasil ukurnya adalah
sebagai berikut ini :
1. Buruk (jika skor < dari mean)
2. Baik (jika skor ≥ dari mean)
j) Penggunaan Lampu Utama Saat Berkendara
Pada variabel ini, pengkodean diberi kode A15-A16. Selanjutnya data
dilakukan proses skoring berupa selalu (skor 4), sering (skor 3),
kadang-kadang (2) dan tidak pernah skor (1). Hasil ukurnya adalah
sebagai berikut ini :
1. Buruk (jika skor < dari mean)
2. Baik (jika skor ≥ dari mean)
k) Berkendara Dengan Penuh Konsentrasi
Pada variabel ini, pengkodean diberi kode A17-A18. Selanjutnya data
dilakukan proses skoring berupa selalu (skor 4), sering (skor 3),
56
kadang-kadang (2) dan tidak pernah skor (1). Hasil ukurnya adalah
sebagai berikut ini :
1. Buruk (jika skor < dari mean)
2. Baik (jika skor ≥ dari mean)
l) Berkendara Tidak Berlawanan Arah
Pada variabel ini, pengkodean diberi kode A19. Selanjutnya data
dilakukan proses skoring berupa selalu (skor 4), sering (skor 3),
kadang-kadang (2) dan tidak pernah skor (1). Hasil ukurnya adalah
sebagai berikut ini :
1. Buruk (jika skor < dari mean)
2. Baik (jika skor ≥ dari mean)
m) Menjaga Jarak Aman Dengan Kendaraan Lain
Pada variabel ini, pengkodean diberi kode A20. Selanjutnya data
dilakukan proses skoring berupa selalu (skor 4), sering (skor 3),
kadang-kadang (2) dan tidak pernah skor (1). Hasil ukurnya adalah
sebagai berikut ini :
1. Buruk (jika skor < dari mean)
2. Baik (jika skor ≥ dari mean)
4.4.2.1 Uji Validitas
Suatu instrumen dinyatakan valid apabila korelasi tiap butir memiliki nilai
positif dengan r hitung > r tabel (Notoatmodjo, 2010). Hasil R yang diperoleh
kemudian dibandingkan dengan hasil pada tabel product moment, nilai r tabel untuk
30 responden yaitu 0,361. Apabila hasil perhitungan koefisien korelasi R > r tabel
57
maka instrumen dinyatakan valid. Hasil uji validitas menunjukkan bahwa dari 20
pertanyaan terdapat 1 pertanyaan yang tidak valid, yakni item A6 (0,051 < 0,361).
4.4.2.2 Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukan sejauh mana suatu alat
pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal tersebut menunjukkan sejauh
mana hasil pengukuran tetap konsisten atau tetap asas bila dilakukan pengukuran
dua kali atau lebih terhadap kondisi yang sama, dengan menggunakan alat ukur
yang sama. Suatu instrumen dikatakan reliable apabila r hitung > r tabel
(Notoatmodjo, 2010). Hasil uji reliabilitas didapatkan nilai r sebesar 0,574 dimana
nilai r ini lebih besar daripada nilai r table (0,361) sehingga kuesioner dikatakan
reliable.
4.5 Manajemen Data
1. Mengkode Data (Data Coding)
Kegiatan pengklasifikasian data dan pemberian kode untuk masing-
masing kelas yang dilakukan pada pembuatan kuesioner untuk
mempermudah proses pengolahan data selanjutnya.
2. Menyunting Data (Data Editing)
Kegiatan pemeriksaan kelengkapan, ketepatan, kesinambungan, dan
keseragaman data. Penyuntingan data langsung dilakukan setelah
kuesioner selesai diisi oleh responden agar bila ditemukan pertanyaan
yang belum terjawab dapat langsung dikonfirmasi.
3. Memasukkan Data (Data Entry)
58
Kegiatan memasukkan data ke dalam program analisa data. Dalam
penelitian ini data dientri dalam perangkat lunak (software) pengolah
data agar dapat dianalisis.
4. Membersihkan Data (Data Cleaning)
Kegiatan pengecekan kembali data yang telah di-entry apakah ada
kesalahan atau tidak sebelum dilakukan analisis data.
4.6 Analisis Data
Analisis data yang dilakukan adalah analisis univariat. Analisis univariat
merupakan analisis yang dilakukan untuk memperoleh gambaran distribusi
frekuensi dari variabel yang diteliti.
59
5 BAB V
HASIL
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Sekolah Menengah Atas Dua Mei telah berdiri sejak tahun 1988 dimana pada
saat ini dipimpin oleh Bapak Yayat Ruhiat, S.Pd. Sekolah Menengah Atas Dua Mei
merupakan salah satu lembaga pendidikan Sekolah Menengah Atas swasta di
Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan. Jumlah tenaga pengajar yang
dimiliki sebanyak 11 guru, dan jumlah siswa sebanyak 353 anak. SMA Dua Mei
Ciputat Timur memiliki 11 rombongan belajar yang terdiri atas 4 rombongan
pelajar kelas X, 4 rombongan pelajar kelas XI dan 3 rombongan pelajar kelas XII.
Adapun letak wilayah Sekolah Menengah Atas Dua Mei Ciputat Timur dapat dilihat
pada Gambar 5.1 berikut ini.
Gambar 5.1 Letak Wilayah SMA Dua Mei Ciputat Timur
60
Secara spesifik, SMA Dua Mei terletak di Jalan Haji Abdul Gani No. 135,
Kelurahan Cempaka Putih, Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan.
Lokasi SMA Dua Mei Ciputat Timur ini tidak terletak di jalan raya atau jalan utama
yang dilalui oleh kendaraan umum. Selain itu, SMA Dua Mei terletak di Kecamatan
Ciputat Timur dimana daerah ini memiliki 11 titik rawan kemacetan. Banyaknya
titik rawan kemacetan ini membuat para siswa memilih untuk mengendarai motor
ke sekolah agar lebih efisiensi waktu dan biaya. Adapun 11 titik rawan kemacetan
di Kecamatan Ciputat Timur dapat dilihat pada Tabel 5.1 berikut ini.
Tabel 5.1 Titik Rawan Kemacetan di Kecamatan Ciputat Timur
Kelurahan Titik Kemacetan Jumlah
Pisangan Putaran UIN, Pertigaan Legoso,
Jalan Kertamukti 3
Cirendeu Pertigaan Kp. Gunung, Pertigaan
Gintung, Pertigaan UMJ 3
Cempaka Putih UIN 1
Rempoa Flamboyan 1
Rengas Giant, Komplek PU (portal) 2
Pondok Ranji Stasiun 1
Total 11
Sumber : BPS Tangsel, 2015
5.2 Gambaran Karakteristik Individu Responden
Adapun gambaran karakteristik individu responden dapat dilihat pada Tabel
5.2 berikut ini.
61
Tabel 5.2 Karakteristik Individu Responden Berdasarkan Jenis Kelamin,
Usia, Tingkatan Kelas dan Lokasi Tempat Tinggal
Karakteristik Individu Jumlah %
Jenis Kelamin Laki-laki 80 57,1
Perempuan 60 42,9
Usia
15 tahun 21 15
16 tahun 64 45,7
17 tahun 55 39,3
Tingkatan Kelas
Kelas X 24 17,1
Kelas XI 68 48,6
Kelas XII 48 34,3
Daerah Tempat
Tinggal
Kecamatan Ciputat Timur
(Pisangan, Rempoa, Pondok
Ranji, Rengas, Cempaka
Putih, Cirendeu)
67 47,9
Kecamatan Pamulang
(Pondok Cabe Ilir, Pondok
Benda, Kedaung, Pondok
Cabe Udik, Pamulang
Barat)
47 33,6
Kecamatan Ciputat
(Ciputat, Sawah Lama,
Serua, Cipayung)
23 16,4
Kebayoran Lama 3 2,1
Total 140 100
Berdasarkan Tabel 5.2 dapat diketahui bahwa dari 140 responden, sebagian
besar responden adalah laki-laki (57,1%), berusia 16 tahun (45,7%), berada pada
tingkatan kelas XI (48,6%), dan bertempat tinggal di daerah Kecamatan Ciputat
Timur (47,9%).
62
5.3 Gambaran Perilaku Keselamatan Berkendara Pada Siswa SMA Dua
Mei Ciputat Timur
Adapun gambaran perilaku keselamatan berkendara pada siswa SMA Dua
Mei Ciputat Timur tahun 2017 dapat dilihat pada Tabel 5.3 berikut ini.
Tabel 5.3 Gambaran Perilaku Keselamatan Berkendara Pada Siswa SMA
Dua Mei Ciputat Timur Tahun 2017
No. Kriteria Baik Buruk
N % N %
Perilaku Keselamatan Berkendara 61 43,6 79 56,4
1. Pemeriksaan kendaraan sebelum
berkendara
55 39,3 85 60,7
2. Mematuhi rambu dan lampu lalu lintas 65 46,4 75 53,6
3. Pengendalian kecepatan 60 42,9 80 57,1
4. Kepemilikkan SIM C 16 11,4 124 88,6
5. Membawa STNK saat berkendara 90 64,3 50 35,7
6. Penggunaan APD saat berkendara 47 33,6 93 66,4
7. Penggunaan lajur jalan sesuai fungsi saat
berkendara
61 43,6 79 56,4
8. Tidak membawa penumpang > 1 orang 69 49,3 71 50,7
9. Penggunaan lampu sein saat berkendara 50 35,7 90 64,3
10. Penggunaan lampu utama 92 65,7 48 34,3
11. Menjaga jarak aman dengan kendaraan
lain
43 30,7 97 69,3
12. Berkendara dengan penuh konsentrasi 88 62,9 52 37,1
13. Berkendara tidak berlawanan arah 75 53,6 65 46,4
Secara keseluruhan, berdasarkan Tabel 5.3 dapat diketahui bahwa dari 140
responden, sebanyak 79 responden (56,4%) memiliki perilaku keselamatan
63
berkendara yang buruk dan 61 responden (43,6%) memiliki perilaku keselamatan
berkendara yang baik.
Secara spesifik, terdapat 9 kriteria perilaku keselamatan berkendara yang
penerapannya buruk yakni pemeriksaan kendaraan sebelum berkendara (60,7%),
mematuhi rambu dan lampu lalu lintas (53,6%), pengendalian kecepatan saat
berkendara (57,1%), kepemilikkan SIM C (88,6%), penggunaan APD saat
berkendara (66,4%), tidak membawa penumpang lebih dari satu orang (50,7%),
penggunaan lampu sein saat berkendara (64,3%) dan menjaga jarak aman dengan
kendaraan lain (69,3%) serta penggunaan lajur jalan sesuai fungsinya saat
berkendara (56,4%).
Sedangkan, terdapat 4 kriteria perilaku keselamatan berkendara yang
penerapannya baik yakni membawa STNK saat berkendara (64,3%), penggunaan
lampu utama (65,7%), berkendara dengan penuh konsentrasi (62,9%), dan
berkendara tidak berlawanan arah (53,6%)
5.3.1 Gambaran Perilaku Pemeriksaan Kendaraan Sebelum Berkendara
Pada Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur
Adapun hasil distribusi frekuensi perilaku pemeriksaan kendaraan sebelum
berkendara pada siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur tahun 2017 dapat dilihat pada
Grafik 5.1 berikut ini.
64
Grafik 5.1 Distribusi Frekuensi Perilaku Pemeriksaan Kendaraan Sebelum
Berkendara Pada Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur Tahun 2017
Berdasarkan Grafik 5.1 dapat diketahui bahwa frekuensi perilaku
pemeriksaan kendaraan sebelum berkendara terbanyak adalah kadang-kadang
(45%). Kemudian, diikuti dengan frekuensi sering (25%), tidak pernah (16%), dan
selalu (14%).
Adapun berikut ini merupakan alasan siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur,
baik yang melakukan dan tidak melakukan pemeriksaan kendaraan sebelum
berkendara yang dapat dilihat pada Tabel 5.4.
Tabel 5.4 Alasan Melakukan dan Tidak Melakukan Pemeriksaan Kendaraan
Sebelum Berkendara Pada Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur Tahun 2017
No. Alasan N %
1. Melakukan Keselamatan diri saat
berkendara 23 42
Agar motor tidak cepat
rusak 16 29
Pengalaman pernah celaka 4 7
Karena berkendara jarak
jauh 12 22
2. Malas 18 21
16%
45%
25%
14%
Tidak Pernah Kadang-kadang Sering Selalu
65
No. Alasan N %
Tidak
melakukan
Lupa 4 5
Kurang paham tentang
bagian-bagian motor 12 14
Tidak sempat karena
mengejar waktu 25 29
Karena hanya berkendara
dalam jarak dekat 26 31
Total 140 100
Berdasarkan Tabel 5.4 dapat diketahui bahwa alasan tertinggi melakukan
pemeriksaan kendaraan sebelum berkendara adalah keselamatan diri saat
berkendara (42%) dan alasan terendah adalah pengalaman karena pernah celaka
(7%). Sedangkan, alasan tertinggi tidak melakukan pemeriksaan kendaraan
sebelum berkendara adalah karena hanya berkendara dalam jarak dekat (31%) dan
alasan terendah adalah lupa (5%).
Apabila dilihat secara keseluruhan, alasan perilaku pemeriksaan kendaraan
dapat digolongkan menjadi faktor predisposisi, faktor pemungkin, dan faktor
penguat. Untuk melihat alasan secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 5.5
berikut ini.
Tabel 5.5 Pengelompokkan Alasan Perilaku Pemeriksaan Kendaraan
Sebelum Berkendara Pada Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur Tahun 2017
Alasan
Melakukan
Alasan Tidak
Melakukan
Faktor Predisposisi
Pengetahuan V
Sikap V V
Persepsi V V
Pengalaman V
66
Alasan
Melakukan
Alasan Tidak
Melakukan
Faktor Pemungkin
Ketersediaan
fasilitas
Kemampuan
pengendara
Peraturan dan
hukum
Faktor Penguat
Teman
Keluarga
Polisi
Pengendara
lainnya
Berdasarkan Tabel 5.5 dapat diketahui bahwa alasan siswa melakukan
pemeriksaan kendaraan yakni sikap, persepsi, dan pengalaman. Sedangkan, alasan
siswa tidak melakukan pemeriksaan kendaraan yakni pengetahuan, sikap, dan
persepsi.
5.3.2 Gambaran Perilaku Mematuhi Rambu dan Lampu Lalu Lintas Pada
Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur
Adapun hasil distribusi frekuensi perilaku mematuhi alat pengatur lalu lintas
lalu lintas pada siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur tahun 2017 dapat dilihat pada
Grafik 5.2 berikut ini.
67
Grafik 5.2 Distribusi Frekuensi Perilaku Mematuhi Rambu dan Lampu Lalu
Lintas Pada Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur Tahun 2017
Berdasarkan Grafik 5.2 dapat diketahui bahwa frekuensi perilaku mematuhi
rambu lalu lintas terbanyak adalah sering (49%) lalu diikuti dengan frekuensi selalu
(40%) dan kadang-kadang (11%). Sedangkan, frekuensi perilaku mematuhi lampu
lalu lintas terbanyak adalah selalu (37%) lalu diikuti dengan frekuensi sering (36%)
dan kadang-kadang (27%).
Adapun berikut ini merupakan alasan siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur,
baik yang mematuhi dan tidak mematuhi rambu dan lampu lalu lintas yang dapat
dilihat pada Tabel 5.6.
Tabel 5.6 Alasan Mematuhi dan Tidak Mematuhi Rambu dan Lampu Lalu
Lintas Pada Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur Tahun 2017
No. Alasan N %
RAMBU LALU LINTAS
1. Mematuhi Keselamatan diri saat
berkendara 21 17
Takut ditilang polisi 73 58
11%27%
49%36%
40% 37%
RAMBU LAMPU
Kadang-kadang Sering Selalu
68
No. Alasan N %
Agar lalu lintas tertib
(tidak semrawut atau
macet)
34 25
2. Tidak mematuhi Tidak paham arti rambu 9 60
Karena sedang tidak ada
polisi bertugas
6 40
Total 140 100
LAMPU LALU LINTAS
No. Alasan N %
1. Mematuhi Keselamatan diri saat
berkendara 15 15
Takut ditilang polisi 35 34
Agar lalu lintas tertib
(tidak semrawut atau
macet)
19 18
Menganggap kewajiban
meskipun tidak memiliki
SIM
23 22
Sesuai peraturan 11 11
2. Tidak mematuhi Tergesa-gesa 11 30
Karena sedang tidak ada
polisi bertugas 9 24
Banyak pengendara lain
yang melanggar 17 46
Total 140 100
Berdasarkan Tabel 5.6 dapat diketahui bahwa alasan tertinggi mematuhi
adalah takut ditilang polisi (58%) untuk rambu lalu lintas dan takut ditilang polisi
69
(34%) untuk lampu lalu lintas. Sedangkan, alasan tertinggi tidak mematuhi adalah
tidak paham arti rambu (60%) untuk rambu lalu lintas dan banyak pengendara lain
yang melanggar (46%) untuk lampu lalu lintas.
Apabila dilihat secara keseluruhan, alasan perilaku mematuhi rambu dan
lampu lalu lintas dapat digolongkan menjadi faktor predisposisi, faktor pemungkin,
dan faktor penguat. Untuk melihat alasan secara keseluruhan dapat dilihat pada
Tabel 5.7 berikut ini.
Tabel 5.7 Pengelompokkan Alasan Perilaku Mematuhi Rambu dan Lampu
Lalu Lintas Pada Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur Tahun 2017
Alasan
Mematuhi
Alasan Tidak
Mematuhi
Faktor Predisposisi
Pengetahuan V
Sikap V V
Persepsi V
Pengalaman
Faktor Pemungkin
Ketersediaan
fasilitas
Kemampuan
pengendara
Peraturan dan
hukum V
Faktor Penguat
Teman
Keluarga
Polisi V V
Pengendara
lainnya V
Berdasarkan Tabel 5.7 dapat diketahui bahwa alasan siswa mematuhi rambu
dan lampu lalu lintas yakni sikap, persepsi, peraturan dan hukum serta pengawasan
70
polisi. Sedangkan, alasan siswa tidak mematuhi rambu dan lampu lalu lintas yakni
pengetahuan, sikap, pengawasan polisi serta pengaruh pengendara lainnya.
5.3.3 Gambaran Perilaku Pengendalian Kecepatan Saat Berkendara Pada
Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur
Adapun hasil distribusi frekuensi perilaku pengendalian kecepatan pada
siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur tahun 2017 dapat dilihat pada Grafik 5.3 berikut
ini.
Grafik 5.3 Distribusi Frekuensi Perilaku Pengendalian Kecepatan Saat
Berkendara Pada Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur Tahun 2017
Berdasarkan Grafik 5.3 dapat diketahui bahwa frekuensi perilaku
pengendalian kecepatan terbanyak adalah kadang-kadang (57%). Kemudian,
diikuti dengan sering (31%) dan selalu (12%).
Adapun berikut ini merupakan alasan siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur,
baik yang melakukan dan tidak melakukan pengendalian kecepatan saat berkendara
yang dapat dilihat pada Tabel 5.8.
57%31%
12%
Kadang-kadang Sering Selalu
71
Tabel 5.8 Alasan Berkendara Sesuai dan Tidak Sesuai Dengan Kecepatan
Yang Diperbolehkan Pada Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur Tahun 2017
No. Alasan N %
1. Melakukan Keselamatan diri saat
berkendara 22 37
Pengalaman pernah celaka 6 10
Takut 18 30
Menganggap kewajiban
meskipun tidak memiliki
SIM
14 23
2. Tidak
melakukan
Tergesa-gesa karena
mengejar waktu 17 21
Kondisi lalu lintas yang
sepi dan jalanan mulus 20 25
Agar cepat sampai tujuan 29 36
Tidak tahu berapa batas
kecepatan yang
diperbolehkan
14 18
Total 140 100
Berdasarkan Tabel 5.8 dapat diketahui bahwa alasan tertinggi melakukan
pengendalian kecepatan saat berkendara adalah keselamatan diri saat berkendara
(37%) dan alasan terendah adalah pengalaman pernah celaka (10%). Sedangkan,
alasan tertinggi tidak melakukan pengendalian kecepatan saat berkendara adalah
agar cepat sampai tujuan (36%) dan alasan terendah adalah tidak mengetahui berapa
batas kecepatan yang diperbolehkan (18%).
Apabila dilihat secara keseluruhan, alasan perilaku pengendalian kecepatan
saat berkendara dapat digolongkan menjadi faktor predisposisi, faktor pemungkin,
72
dan faktor penguat. Untuk melihat alasan secara keseluruhan dapat dilihat pada
Tabel 5.9 berikut ini.
Tabel 5.9 Pengelompokkan Alasan Perilaku Pengendalian Kecepatan Saat
Berkendara Pada Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur Tahun 2017
Alasan
Melakukan
Alasan Tidak
Melakukan
Faktor Predisposisi
Pengetahuan V
Sikap V V
Persepsi V V
Pengalaman V
Faktor Pemungkin
Ketersediaan
fasilitas
Kemampuan
pengendara
Peraturan dan
hukum
Faktor Penguat
Teman
Keluarga
Polisi
Pengendara
lainnya
Berdasarkan Tabel 5.9 dapat diketahui bahwa alasan siswa melakukan
pengendalian kecepatan saat berkendara yakni sikap, persepsi, dan pengalaman.
Sedangkan, alasan siswa tidak melakukan pengendalian kecepatan saat berkendara
yakni pengetahuan, sikap, dan persepsi.
73
5.3.4 Gambaran Perilaku Kepemilikkan SIM C Pada Siswa SMA Dua Mei
Ciputat Timur
Adapun hasil distribusi frekuensi perilaku kepemilikkan SIM C pada siswa
SMA Dua Mei Ciputat Timur tahun 2017 dapat dilihat pada Grafik 5.4 berikut ini.
Grafik 5.4 Distribusi Frekuensi Perilaku Kepemilikkan SIM C pada Siswa
SMA Dua Mei Ciputat Timur Tahun 2017
Berdasarkan Grafik 5.4 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden
tidak memiliki SIM C yakni sebesar 88%. Sedangkan, responden yang memiliki
SIM C sebesar 12%.
Adapun berikut ini merupakan alasan siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur
berkendara, baik yang memiliki dan tidak memiliki SIM C yang dapat dilihat pada
Tabel 5.10.
Tabel 5.10 Alasan Berkendara Dengan Memiliki dan Tidak Memiliki SIM C
Pada Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur Tahun 2017
No. Alasan N %
1. Memiliki SIM C Takut ditilang polisi 10 62
Sesuai peraturan 4 25
2 13
88%
12%
Tidak ada Ada
74
No. Alasan N %
Mengganggap bahwa hal
tersebut adalah kewajiban
Total 16 100
2. Tidak memiliki
SIM C
Keterpaksaan karena tidak
ada yang mengantar 37 30
Mengganggap bahwa
sudah menjadi hal yang
biasa
24 19
Banyak teman yang
berkendara tanpa SIM C 27 22
Mempermudah mobilitas
dan hemat biaya 36 29
Total 124 100
Berdasarkan Tabel 5.10 dapat diketahui bahwa alasan tertinggi berkendara
dengan SIM C adalah takut ditilang polisi (42%) dan alasan terendah adalah sesuai
peraturan (13%). Sedangkan, alasan tertinggi berkendara tanpa SIM C adalah
keterpaksaan karena tidak ada yang mengantar (30%) dan alasan terendah adalah
menganggap bahwa sudah menjadi hal yang biasa (19%).
Apabila dilihat secara keseluruhan, alasan perilaku kepemilikkan SIM C
dapat digolongkan menjadi faktor predisposisi, faktor pemungkin, dan faktor
penguat. Untuk melihat alasan secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 5.11
berikut ini.
75
Tabel 5.11 Pengelompokkan Alasan Perilaku Kepemilikkan SIM C Pada
Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur Tahun 2017
Alasan
Melakukan
Alasan Tidak
Melakukan
Faktor Predisposisi
Pengetahuan
Sikap V V
Persepsi V V
Pengalaman
Faktor Pemungkin
Ketersediaan
fasilitas
Kemampuan
pengendara
Peraturan dan
hukum V
Faktor Penguat
Teman V
Keluarga V
Polisi V
Pengendara
lainnya
Berdasarkan Tabel 5.11 dapat diketahui bahwa alasan siswa berkendara
dengan SIM C yakni sikap, persepsi, pengawasan polisi serta peraturan dan hukum.
Sedangkan, alasan siswa berkendara tanpa SIM C adalah sikap, persepsi, keluarga
serta teman.
76
5.3.5 Gambaran Perilaku Membawa STNK Saat Berkendara Pada Siswa
SMA Dua Mei Ciputat Timur
Adapun hasil distribusi frekuensi perilaku membawa STNK saat berkendara
pada siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur tahun 2017 dapat dilihat pada Grafik 5.5
berikut ini.
Grafik 5.5 Distribusi Frekuensi Perilaku Membawa STNK Saat Berkendara
pada Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur Tahun 2017
Berdasarkan Grafik 5.5 dapat diketahui bahwa frekuensi perilaku membawa
STNK saat berkendara terbanyak adalah selalu (43%). Kemudian, diikuti dengan
kadang-kadang (27%), sering (21%), dan tidak pernah (9%).
Adapun berikut ini merupakan alasan siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur,
baik yang membawa dan tidak membawa STNK saat berkendara yang dapat dilihat
pada Tabel 5.12.
9%
27%
21%
43%
Tidak Pernah Kadang-kadang Sering Selalu
77
Tabel 5.12 Alasan Membawa dan Tidak Membawa STNK Saat Berkendara
Pada Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur Tahun 2017
No. Alasan N %
1. Membawa Disatukan dengan kunci
motor atau disimpan
dalam dompet
44 49
Takut ada razia 19 21
Mengganggap bahwa hal
tersebut penting sebagai
bukti kepemilikkan yang
sah
27 30
2. Tidak membawa Lupa 12 24
STNK hilang 4 8
Karena hanya berkendara
jarak dekat 34 68
Total 140 100
Berdasarkan Tabel 5.12 dapat diketahui bahwa alasan tertinggi membawa
STNK adalah karena disatukan dengan kunci motor atau disimpan dalam dompet
(49%) dan alasan terendah adalah takut ada razia (21%). Sedangkan, alasan
tertinggi tidak membawa STNK adalah karena hanya berkendara jarak dekat (68%)
dan alasan terendah adalah STNK hilang (8%).
Apabila dilihat secara keseluruhan, alasan perilaku membawa STNK saat
berkendara dapat digolongkan menjadi faktor predisposisi, faktor pemungkin, dan
faktor penguat. Untuk melihat alasan secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel
5.13 berikut ini.
78
Tabel 5.13 Pengelompokkan Alasan Perilaku Membawa STNK Saat
Berkendara Pada Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur Tahun 2017
Alasan
Membawa
Alasan Tidak
Membawa
Faktor Predisposisi
Pengetahuan
Sikap V V
Persepsi V
Pengalaman
Faktor Pemungkin
Ketersediaan
fasilitas V
Kemampuan
pengendara
Peraturan dan
hukum
Faktor Penguat
Teman
Keluarga
Polisi V
Pengendara
lainnya
Berdasarkan Tabel 5.13 dapat diketahui bahwa alasan siswa membawa
STNK saat berkendara yakni sikap, persepsi dan pengawasan polisi. Sedangkan,
alasan siswa tidak membawa STNK saat berkendara adalah sikap serta ketersediaan
fasilitas.
79
5.3.6 Gambaran Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri Saat Berkendara
Pada Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur
Adapun hasil distribusi frekuensi perilaku penggunaan APD saat berkendara
pada siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur tahun 2017 dapat dilihat pada Grafik 5.6
berikut ini.
Grafik 5.6 Distribusi Frekuensi Perilaku Penggunaan APD Saat Berkendara
pada Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur Tahun 2017
Berdasarkan Grafik 5.6 dapat diketahui bahwa frekuensi perilaku
penggunaan APD paling banyak adalah kadang-kadang (39,3%) untuk penggunaan
helm SNI, sering (43,6%) untuk penggunaan jaket, kadang-kadang (37,1%) untuk
penggunaan masker, tidak pernah (50,7%) untuk penggunaan sarung tangan, dan
kadang-kadang (53,6%) untuk penggunaan alas kaki tertutup.
Adapun berikut ini merupakan alasan siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur,
baik yang menggunakan dan tidak menggunakan APD saat berkendara yang dapat
dilihat pada Tabel 5.14.
8,60%
50,70%
2,90%
39,30%
21,40%
37,10%
40%
53,60%
24,30%43,60%
20,70%
7,10%
33,60%36,40% 35% 33,60%
2,20%10%
HELM SNI JAKET MASKER SARUNG
TANGAN
ALAS
KAKI
TERTUTUP
Tidak Pernah Kadang-kadang Sering Selalu
80
Tabel 5.14 Alasan Menggunakan dan Tidak Menggunakan APD Saat
Berkendara Pada Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur Tahun 2017
No. Alasan N %
HELM SNI
1. Menggunakan Keselamatan diri saat
berkendara 16 19
Susah tersedia satu paket
dari pabrik motornya 18 21
Pengalaman pernah celaka 4 5
Menganggap bahwa
penggunaan helm adalah
hal penting dalam
berkendara
11 13
Kebiasaan 2 2
Berkendara jarak jauh 13 15
Takut ditilang polisi 21 25
2. Tidak
menggunakan
Lupa 3 5
Malas 6 11
Kurang nyaman 15 27
Tidak adanya helm yang
dapat digunakan 10 18
Karena hanya berkendara
jarak dekat 21 39
Total 140 100
JAKET
No. Alasan N %
1. Menggunakan Agar tidak terlalu banyak
terkena angin (tidak masuk
angin)
81 74
81
No. Alasan N %
Kebiasaan 21 19
Menganggap hal tersebut
adalah wajib 8 7
2. Tidak
menggunakan
Malas 8 27
Kurang nyaman 4 13
Karena hanya berkendara
jarak dekat 18 60
Total 140 100
MASKER
No. Alasan N %
1. Menggunakan Menghindari polusi debu 36 47
Kebiasaan 26 34
Menganggap masker
adalah hal yang wajib 14 19
2. Tidak
menggunakan
Lupa 9 14
Tidak diwajibkan 6 9
Kurang nyaman 26 41
Tidak adanya masker yang
dapat digunakan 15 24
Karena hanya berkendara
jarak dekat 8 12
Total 140 100
SARUNG TANGAN
No. Alasan N %
1. Menggunakan Melindungi tangan dari
panas matahari 9 69
Kebiasaan 4 31
82
No. Alasan N %
2. Tidak
menggunakan
Tidak suka menggunakan
sarung tangan 15 12
Malas 10 8
Kurang nyaman 51 40
Tidak ada sarung tangan
yang dapat digunakan 34 27
Karena hanya berkendara
jarak dekat 17 13
Total 140 100
ALAS KAKI TERTUTUP
No. Alasan N %
1. Menggunakan Melindungi kaki dari
permukaan aspal 23 38
Kebiasaan 3 5
Karena berkendara jarak
jauh 35 57
2. Tidak
menggunakan
Malas 12 15
Sandal lebih praktis dalam
penggunaan 19 24
Tidak diwajibkan 7 9
Karena hanya berkendara
jarak dekat 31 32
Total 140 100
Berdasarkan Tabel 5.14 dapat diketahui bahwa alasan tertinggi
menggunakan APD adalah takut ditilang polisi (25%) untuk penggunaan helm SNI,
agar tidak masuk angin (74%) untuk penggunaan jaket, menghindari polusi debu
83
(47%) untuk penggunaan masker, melindungi tangan dari panas matahari (69%)
untuk penggunaan sarung tangan, dan karena berkendara jarak jauh (57%) untuk
penggunaan alas kaki tertutup.
Sedangkan, alasan tertinggi tidak menggunakan APD adalah karena hanya
berkendara jarak dekat (39%) untuk penggunaan helm SNI, karena hanya
berkendara jarak dekat (60%) untuk penggunaan jaket, kurang nyaman (41%) untuk
penggunaan masker, kurang nyaman (40%) untuk penggunaan sarung tangan, dan
karena hanya berkendara jarak dekat (32%) untuk penggunaan alas kaki tertutup.
Apabila dilihat secara keseluruhan, alasan perilaku penggunaan APD saat
berkendara dapat digolongkan menjadi faktor predisposisi, faktor pemungkin, dan
faktor penguat. Untuk melihat alasan secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel
5.15 berikut ini.
Tabel 5.15 Pengelompokkan Alasan Perilaku Penggunaan APD Saat
Berkendara Pada Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur Tahun 2017
Alasan
Menggunakan
Alasan Tidak
Menggunakan
Faktor Predisposisi
Pengetahuan V
Sikap V V
Persepsi V V
Pengalaman V
Faktor Pemungkin
Ketersediaan
fasilitas V V
Kemampuan
pengendara
Peraturan dan
hukum V V
Faktor Penguat Teman
84
Alasan
Menggunakan
Alasan Tidak
Menggunakan
Keluarga
Polisi V
Pengendara
lainnya
Berdasarkan Tabel 5.15 dapat diketahui bahwa alasan siswa menggunakan
APD saat berkendara yakni pengetahuan, sikap, persepsi, pengalaman, ketersediaan
fasilitas, peraturan dan hukum serta pengawasan polisi. Sedangkan, alasan siswa
tidak menggunakan APD yakni sikap, persepsi, ketersediaan fasilitas serta
peraturan dan hukum.
5.3.7 Gambaran Perilaku Penggunaan Lajur Jalan Sesuai Fungsinya Saat
Berkendara Pada Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur
Adapun hasil distribusi frekuensi perilaku penggunaan lajur jalan sesuai
fungsinya saat berkendara pada siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur tahun 2017
dapat dilihat pada Grafik 5.7 berikut ini.
85
Grafik 5.7 Distribusi Frekuensi Perilaku Penggunaan Lajur Jalan Sesuai
Fungsinya Saat Berkendara pada Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur Tahun
2017
Berdasarkan Grafik 5.7 dapat diketahui bahwa frekuensi perilaku
penggunaan lajur kiri saat berkendara terbanyak adalah sering (46%) lalu diikuti
dengan kadang-kadang (18%), selalu (18%), dan tidak pernah (0%). Sedangkan,
frekuensi perilaku penggunaan lajur kanan untuk mendahului kendaraan lain
terbanyak adalah kadang-kadang (52%) lalu diikuti dengan frekuensi sering (39%)
dan selalu (9%).
Adapun berikut ini merupakan alasan siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur,
baik yang menggunakan dan tidak menggunakan lajur jalan sesuai fungsinya saat
berkendara yang dapat dilihat pada Tabel 5.16
Tabel 5.16 Alasan Menggunakan dan Tidak Menggunakan Lajur Jalan
Sesuai Fungsinya Saat Berkendara Pada Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur
Tahun 2017
No. Alasan N %
LAJUR KIRI
36%52%
46%
39%
18%9%
LAJUR KIRI LAJUR KANAN
Kadang-kadang Sering Selalu
86
No. Alasan N %
1. Menggunakan Tahu bahwa lajur kanan
digunakan untuk
mendahului
37 42
Menggunakan lajur kiri
apabila terlihat lancar 22 25
Keselamatan diri saat
berkendara 16 18
Sesuai peraturan 14 15
2. Tidak
menggunakan
Tergesa-gesa 20 39
Kondisi lajur kiri
terhambat atau macet 31 61
Total 140 100
LAJUR KANAN
No. Alasan N %
1. Menggunakan Keselamatan diri saat
berkendara 18 27
Tahu bahwa lajur kanan
digunakan untuk
mendahului
23 34
Sesuai peraturan 13 19
Merasa ngeri atau tidak
berani apabila mendahului
dari sebelah kiri
11 16
Pengalaman pernah celaka 2 4
2. Tidak
menggunakan
Tergesa-gesa 17 23
Agar cepat sampai tujuan 24 33
Adanya celah dari sebelah
kiri 32 44
87
No. Alasan N %
Total 140 100
Berdasarkan Tabel 5.16 dapat diketahui bahwa alasan tertinggi
menggunakan lajur jalan sesuai fungsinya saat berkendara adalah mengetahui
bahwa lajur kanan berfungsi untuk mendahului kendaraan lain (42%) untuk
penggunaan lajur kiri dan tahu bahwa lajur kanan digunakan untuk mendahului
(34%) untuk penggunaan lajur kanan. Sedangkan, alasan tertinggi tidak
menggunakan lajur kiri saat berkendara adalah karena kondisi lajur kiri terhambat
atau macet (61%) untuk penggunaan lajur kiri dan adanya celah dari sebelah kiri
untuk mendahului (44%) untuk penggunaan lajur kanan.
Apabila dilihat secara keseluruhan, alasan perilaku penggunaan lajur jalan
sesuai fungsinya saat berkendara dapat digolongkan menjadi faktor predisposisi,
faktor pemungkin, dan faktor penguat. Untuk melihat alasan secara keseluruhan
dapat dilihat pada Tabel 5.17 berikut ini.
Tabel 5.17 Pengelompokkan Alasan Perilaku Penggunaan Lajur Jalan
Sesuai Fungsinya Saat Berkendara Pada Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur
Tahun 2017
Alasan
Menggunakan
Alasan Tidak
Menggunakan
Faktor Predisposisi
Pengetahuan V
Sikap V V
Persepsi V V
Pengalaman V
Faktor Pemungkin
Ketersediaan
fasilitas
Kemampuan
pengendara
88
Alasan
Menggunakan
Alasan Tidak
Menggunakan
Peraturan dan
hukum V
Faktor Penguat
Teman
Keluarga
Polisi
Pengendara
lainnya
Berdasarkan Tabel 5.17 dapat diketahui bahwa alasan siswa menggunakan
lajur jalan sesuai fungsinya saat berkendara yakni pengetahuan, sikap, persepsi
pengalaman serta peraturan dan hukum. Sedangkan, alasan siswa tidak
menggunakan lajur jalan sesuai fungsinya saat berkendara adalah sikap dan
persepsi.
5.3.8 Gambaran Perilaku Tidak Membawa Penumpang Lebih Dari Satu
Orang Pada Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur
Adapun hasil distribusi frekuensi perilaku tidak membawa penumpang lebih
dari satu orang pada siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur tahun 2017 dapat dilihat
pada Grafik 5.8 berikut ini.
89
Grafik 5.8 Distribusi Frekuensi Perilaku Tidak Membawa Penumpang Lebih
Dari Satu Orang pada Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur Tahun 2017
Berdasarkan Grafik 5.8 dapat diketahui bahwa frekuensi perilaku tidak
membawa penumpang lebih dari satu orang terbanyak adalah kadang-kadang
(49%). Kemudian, diikuti dengan sering (39%), selalu (10%), dan tidak pernah
(2%).
Adapun berikut ini merupakan alasan siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur,
baik yang membawa dan tidak membawa penumpang lebih dari satu orang yang
dapat dilihat pada Tabel 5.18.
Tabel 5.18 Alasan Membawa dan Tidak Membawa Penumpang Lebih Dari
Satu Orang Pada Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur Tahun 2017
No. Alasan N %
1. Tidak membawa
> 1 orang
Keselamatan diri saat
berkendara 18 26
Takut ditilang polisi 14 20
Agar motor tidak cepat
rusak 16 23
Pengalaman pernah celaka 6 9
Tidak bisa membawa lebih
dari satu orang 3 4
2%
49%39%
10%
Tidak Pernah Kadang-kadang Sering Selalu
90
No. Alasan N %
Sesuai peraturan 12 18
2. Membawa > 1
orang
Solidaritas teman 15 22
Hanya berkendara jarak
dekat 28 39
Agar tidak repot bolak-
balik 28 39
Total 140 100
Berdasarkan Tabel 5.18 dapat diketahui bahwa alasan tertinggi tidak
membawa penumpang lebih dari satu orang adalah keselamatan diri saat berkendara
(26%) dan alasan terendah adalah tidak bisa membawa lebih dari satu orang
penumpang (4%). Sedangkan, alasan tertinggi membawa penumpang lebih dari satu
orang adalah hanya berkendara jarak dekat dan agar tidak repot bolak-balik (39%).
Apabila dilihat secara keseluruhan, alasan perilaku tidak membawa
penumpang lebih dari satu orang dapat digolongkan menjadi faktor predisposisi,
faktor pemungkin, dan faktor penguat. Untuk melihat alasan secara keseluruhan
dapat dilihat pada Tabel 5.19 berikut ini.
Tabel 5.19 Pengelompokkan Alasan Perilaku Tidak Membawa Penumpang
Lebih Dari Satu Orang Pada Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur Tahun
2017
Alasan Tidak
Membawa > 1
Alasan
Membawa > 1
Faktor Predisposisi
Pengetahuan
Sikap V V
Persepsi V V
Pengalaman V
91
Alasan Tidak
Membawa > 1
Alasan
Membawa > 1
Faktor Pemungkin
Ketersediaan
fasilitas
Kemampuan
pengendara V
Peraturan dan
hukum
Faktor Penguat
Teman V
Keluarga
Polisi V
Pengendara
lainnya
Berdasarkan Tabel 5.19 dapat diketahui bahwa alasan siswa tidak membawa
penumpang lebih dari satu orang yakni sikap, persepsi, pengalaman, kemampuan
pengendara, serta pengawasan polisi. Sedangkan, alasan siswa membawa
penumpang lebih dari satu orang adalah sikap, persepsi dan pengaruh teman.
5.3.9 Gambaran Perilaku Penggunaan Lampu Sein Pada Siswa SMA Dua
Mei Ciputat Timur
Adapun hasil distribusi frekuensi perilaku penggunaan lampu sein pada
siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur tahun 2017 dapat dilihat pada Grafik 5.9 berikut
ini.
92
Grafik 5.9 Distribusi Frekuensi Perilaku Penggunaan Lampu Sein pada
Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur Tahun 2017
Berdasarkan Grafik 5.9 dapat diketahui bahwa frekuensi perilaku
penggunaan lampu sein pada saat yang dibutuhkan terbanyak adalah sering (46%).
Kemudian, diikuti dengan selalu (36%) dan kadang-kadang (18%).
Adapun berikut ini merupakan alasan siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur,
baik yang menggunakan dan tidak menggunakan lampu sein pada saat berkendara
yang dapat dilihat pada Tabel 5.20.
Tabel 5.20 Alasan Menggunakan dan Tidak Menggunakan Lampu Sein Saat
Berkendara Pada Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur Tahun 2017
No. Alasan N %
1. Menggunakan Keselamatan diri saat
berkendara 33 29
Tahu fungsi penggunaan
lampu sein 27 24
Kebiasaan 25 22
Pengalaman pernah celaka 13 11
Sesuai peraturan 16 14
2. Tidak
menggunakan
Kondisi jalanan sedang
sepi 16 62
18%
46%
36%
Kadang-kadang Sering Selalu
93
No. Alasan N %
Lupa 10 38
Total 140 100
Berdasarkan Tabel 5.20 dapat diketahui bahwa alasan tertinggi
menggunakan lampu sein saat berkendara adalah keselamatan diri saat berkendara
(29%) dan alasan terendah adalah pengalaman pernah celaka (11%). Sedangkan,
alasan tertinggi tidak menggunakan lampu sein saat berkendara yakni kondisi
jalanan sedang sepi (62%).
Apabila dilihat secara keseluruhan, alasan perilaku penggunaan lampu sein
saat berkendara dapat digolongkan menjadi faktor predisposisi, faktor pemungkin,
dan faktor penguat. Untuk melihat alasan secara keseluruhan dapat dilihat pada
Tabel 5.21 berikut ini.
Tabel 5.21 Pengelompokkan Alasan Perilaku Penggunaan Lampu Sein Saat
Berkendara Pada Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur Tahun 2017
Alasan
Menggunakan
Alasan Tidak
Menggunakan
Faktor Predisposisi
Pengetahuan V
Sikap V V
Persepsi
Pengalaman V
Faktor Pemungkin
Ketersediaan
fasilitas
Kemampuan
pengendara
Peraturan dan
hukum V
Faktor Penguat Teman
94
Alasan
Menggunakan
Alasan Tidak
Menggunakan
Keluarga
Polisi
Pengendara
lainnya
Berdasarkan Tabel 5.21 dapat diketahui bahwa alasan siswa menggunakan
lampu sein saat berkendara yakni pengetahuan, sikap, pengalaman serta peraturan
dan hukum. Sedangkan, alasan siswa tidak menggunakan lampu sein saat
berkendara yakni sikap.
5.3.10 Gambaran Perilaku Penggunaan Lampu Utama Pada Siswa SMA Dua
Mei Ciputat Timur
Adapun hasil distribusi frekuensi perilaku penggunaan lampu utama pada
siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur tahun 2017 dapat dilihat pada Grafik 5.10
berikut ini.
95
Grafik 5.10 Distribusi Frekuensi Perilaku Penggunaan Lampu Utama pada
Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur Tahun 2017
Berdasarkan Grafik 5.10 dapat diketahui bahwa frekuensi perilaku
penggunaan lampu utama pada siang hari terbanyak adalah selalu (65,7%) lalu
diikuti dengan frekuensi kadang-kadang (17,9%), sering (13,6%), dan tidak pernah
(2,9%). Sedangkan, frekuensi perilaku penggunaan lampu utama pada malam hari
terbanyak adalah selalu (92,9%) lalu diikuti dengan sering (4,3%) dan kadang-
kadang (2,9%).
Adapun berikut ini merupakan alasan siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur,
baik yang menggunakan dan tidak menggunakan lampu utama saat berkendara
yang dapat dilihat pada Tabel 5.22.
Tabel 5.22 Alasan Menggunakan dan Tidak Menggunakan Lampu Utama
Saat Berkendara Pada Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur Tahun 2017
No. Alasan N %
SIANG HARI
2,90%
17,90%
2,90%
13,60%
4,30%
65,70%
92,90%
SIANG HARI MALAM HARI
Tidak Pernah Kadang-kadang Sering Selalu
96
No. Alasan N %
1. Menggunakan Sesuai peraturan 18 16
Lampu utama sudah
otomatis hidup 76 69
Keselamatan diri saat
berkendara 10 9
Takut ditilang polisi 7 6
2. Tidak
menggunakan
Menganggap pada siang
hari sudah terang 15 52
Lupa 9 31
Rusak 5 17
Total 140 100
MALAM HARI
No. Alasan N %
1. Menggunakan Lampu utama sudah
otomatis hidup 76 56
Sumber penerangan saat
berkendara malam hari 60 44
2. Tidak
menggunakan
Lupa 3 75
Rusak 1 25
Total 140 100
Berdasarkan Tabel 5.22 dapat diketahui bahwa alasan tertinggi
menggunakan lampu utama saat berkendara adalah lampu utama sudah otomatis
hidup (69%) untuk penggunaan lampu pada siang hari dan lampu utama sudah
otomatis hidup (56%) untuk penggunaan lampu pada malam hari. Sedangkan,
alasan tertinggi tidak menggunakan lampu utama saat berkendara adalah
97
menganggap pada siang hari sudah terang (52%) untuk penggunaan lampu pada
siang hari dan rusak (75%) untuk penggunaan lampu pada malam hari.
Apabila dilihat secara keseluruhan, alasan perilaku penggunaan lampu
utama saat berkendara dapat digolongkan menjadi faktor predisposisi, faktor
pemungkin, dan faktor penguat. Untuk melihat alasan secara keseluruhan dapat
dilihat pada Tabel 5.23 berikut ini.
Tabel 5.23 Pengelompokkan Alasan Perilaku Penggunaan Lampu Utama
Saat Berkendara Pada Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur Tahun 2017
Alasan
Menggunakan
Alasan Tidak
Menggunakan
Faktor Predisposisi
Pengetahuan V
Sikap V V
Persepsi V V
Pengalaman
Faktor Pemungkin
Ketersediaan
fasilitas V V
Kemampuan
pengendara
Peraturan dan
hukum
Faktor Penguat
Teman
Keluarga
Polisi V
Pengendara
lainnya
Berdasarkan Tabel 5.23 dapat diketahui bahwa alasan siswa menggunakan
lampu utama yakni sikap, pengetahuan, ketersediaan fasilitas serta pengawasan
98
polisi. Sedangkan, alasan siswa tidak menggunakan lampu utama yakni sikap,
persepsi dan ketersediaan fasilitas.
5.3.11 Gambaran Perilaku Menjaga Jarak Aman Dengan Kendaraan Lain
Pada Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur
Adapun hasil distribusi frekuensi perilaku menjaga jarak aman dengan
kendaraan lain pada siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur tahun 2017 dapat dilihat
pada Grafik 5.11 berikut ini.
Grafik 5.11 Distribusi Frekuensi Perilaku Menjaga Jarak Aman dengan
Kendaraan Lain pada Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur Tahun 2017
Berdasarkan Grafik 5.11 dapat diketahui bahwa frekuensi perilaku menjaga
jarak aman dengan kendaraan lain terbanyak adalah sering (50%). Kemudian,
diikuti dengan frekuensi selalu (31%) dan kadang-kadang (19%).
Adapun berikut ini merupakan alasan siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur,
baik yang menjaga dan tidak menjaga jarak aman dengan kendaraan lain pada saat
berkendara yang dapat dilihat pada Tabel 5.24.
19%
50%
31%
Kadang-kadang Sering Selalu
99
Tabel 5.24 Alasan Menjaga dan Tidak Menjaga Jarak Aman Dengan
Kendaraan Lain Pada Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur Tahun 2017
No. Alasan N %
1. Menjaga jarak Sebagai antisipasi terhadap
kejadian celaka yang tidak
diinginkan
83 73
Tidak berani terlalu dekat
dengan kendaraan lain 19 17
Pengalaman pernah celaka 11 10
2. Tidak menjaga
jarak
Agar tidak disalip oleh
kendaraan lain 13 48
Sulit untuk mengatur jarak 5 19
Kondisi macet sehingga
harus mepet 9 33
Total 140 100
Berdasarkan Tabel 5.24 dapat diketahui bahwa alasan tertinggi menjaga
jarak aman adalah sebagai antisipasi terhadap kejadian celaka yang tidak diinginkan
(73%) dan alasan terendah adalah tidak berani terlalu dekat dengan kendaraan lain
(10%). Sedangkan, alasan tertinggi tidak menjaga jarak aman adalah agar tidak
disalip oleh kendaraan lain (48%) dan alasan terendah adalah sulit untuk mengatur
jarak (19%).
Apabila dilihat secara keseluruhan, alasan perilaku menjaga jarak aman
dengan kendaraan lain saat berkendara dapat digolongkan menjadi faktor
predisposisi, faktor pemungkin, dan faktor penguat. Untuk melihat alasan secara
keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 5.25 berikut ini.
100
Tabel 5.25 Pengelompokkan Alasan Perilaku Menjaga Jarak Aman Dengan
Kendaraan Lain Pada Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur Tahun 2017
Alasan
Melakukan
Alasan Tidak
Melakukan
Faktor Predisposisi
Pengetahuan V
Sikap V V
Persepsi V V
Pengalaman V
Faktor Pemungkin
Ketersediaan
fasilitas
Kemampuan
pengendara
Peraturan dan
hukum
Faktor Penguat
Teman
Keluarga
Polisi
Pengendara
lainnya
Berdasarkan Tabel 5.25 dapat diketahui bahwa alasan siswa menjaga jarak
aman dengan kendaraan lain saat berkendara yakni pengetahuan, sikap, persepsi
dan pengalaman. Sedangkan, alasan siswa tidak menjaga jarak aman dengan
kendaraan lain saat berkendara yakni sikap dan persepsi.
101
5.3.12 Gambaran Perilaku Berkendara Dengan Penuh Konsentrasi Pada
Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur
Adapun hasil distribusi frekuensi perilaku berkendara dengan penuh
konsentrasi pada siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur tahun 2017 dapat dilihat pada
Grafik 5.12 berikut ini.
Grafik 5.12 Distribusi Frekuensi Perilaku Berkendara dengan Penuh
Konsentrasi pada Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur Tahun 2017
Berdasarkan Grafik 5.12 dapat diketahui bahwa frekuensi perilaku tidak
menggunakan handphone saat berkendara terbanyak adalah sering (38,6%) lalu
diikuti dengan frekuensi kadang-kadang (34,3%), selalu (22,9%), dan tidak pernah
(4,3%). Sedangkan, frekuensi perilaku tidak mengantuk saat berkendara terbanyak
adalah sering (42,1%) lalu diikuti dengan selalu (35%) dan kadang-kadang (22,9%).
4,30%
34,30%
22,90%
38,60%
42,10%
22,90%35%
TIDAK MENGGUNAKAN HANDPHONETIDAK MENGANTUK
Tidak Pernah Kadang-kadang Sering Selalu
102
Adapun berikut ini merupakan alasan siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur,
baik yang berkendara dengan dan tidak penuh konsentrasi yang dapat dilihat pada
Tabel 5.26.
Tabel 5.26 Alasan Berkendara Dengan dan Tidak Penuh Konsentrasi Pada
Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur Tahun 2017
No. Alasan N %
TIDAK MENGGUNAKAN HANDPHONE
1. Menggunakan Takut ada yang
menghubungi (tetapi
apabila ya, maka akan
berhenti sebentar)
16 29
Hanya apabila ada
kepentingan (mencari
alamat atau lainnya)
27 50
Kebiasaan mendengarkan
musik saat berkendara 11 21
2. Tidak
menggunakan
Kebiasaan meletakkan
handphone dalam tas 16 19
Mengganggu konsentrasi 23 26
Keselamatan diri saat
berkendara 31 36
Takut apabila
handphonenya jatuh 16 19
Total 140 100
TIDAK MENGANTUK
No. Alasan N %
1. Tidak
mengantuk
Mengganggu konsentrasi 32 30
Apabila mengantuk maka
tidak akan berkendara 27 25
103
No. Alasan N %
Keselamatan diri saat
berkendara 49 45
2. Mengantuk Keperluan mendesak 19 59
Karena berkendara
sendirian sehingga tidak
ada yang mengingatkan
13 41
Total 140 100
Berdasarkan Tabel 5.26 dapat diketahui bahwa alasan tertinggi berkendara
dengan penuh konsentrasi adalah keselamatan diri saat berkendara (36%) untuk
penggunaan handphone saat berkendara dan keselamatan diri saat berkendara
(45%) untuk berkendara tidak dalam kondisi mengantuk. Sedangkan, alasan
tertinggi berkendara tidak penuh konsentrasi adalah hanya apabila ada kepentingan
misalnya mencari alamat atau lainnya (50%) untuk penggunaan handphone saat
berkendara dan keperluan mendesak (59%) untuk berkendara dalam kondisi
mengantuk. Sedangkan,
Apabila dilihat secara keseluruhan, alasan perilaku berkendara dengan
penuh konsentrasi dapat digolongkan menjadi faktor predisposisi, faktor
pemungkin, dan faktor penguat. Untuk melihat alasan secara keseluruhan dapat
dilihat pada Tabel 5.27 berikut ini.
Tabel 5.27 Pengelompokkan Alasan Perilaku Berkendara Dengan Penuh
Konsentrasi Pada Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur Tahun 2017
Alasan
Melakukan
Alasan Tidak
Melakukan
Faktor Predisposisi Pengetahuan V
Sikap V V
104
Alasan
Melakukan
Alasan Tidak
Melakukan
Persepsi V V
Pengalaman
Faktor Pemungkin
Ketersediaan
fasilitas
Kemampuan
pengendara
Peraturan dan
hukum
Faktor Penguat
Teman
Keluarga
Polisi
Pengendara
lainnya
Berdasarkan Tabel 5.27 dapat diketahui bahwa alasan siswa berkendara
dengan penuh konsentrasi yakni pengetahuan, sikap dan persepsi. Sedangkan,
alasan siswa tidak berkendara dengan penuh konsentrasi yakni sikap dan persepsi.
5.3.13 Gambaran Perilaku Berkendara Tidak Berlawanan Arah Pada Siswa
SMA Dua Mei Ciputat Timur
Adapun hasil distribusi frekuensi perilaku berkendara tidak berlawanan arah
pada siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur tahun 2017 dapat dilihat pada Grafik 5.13
berikut ini.
105
Grafik 5.13 Distribusi Frekuensi Perilaku Berkendara Tidak Berlawanan
Arah pada Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur Tahun 2017
Berdasarkan Grafik 5.13 dapat diketahui bahwa frekuensi perilaku
berkendara tidak berlawanan arah terbanyak adalah kadang-kadang (46%).
Kemudian, diikuti dengan frekuensi sering (35%) dan selalu (19%).
Adapun berikut ini merupakan alasan siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur,
baik yang berlawanan dan tidak berlawanan arah saat berkendara yang dapat dilihat
pada Tabel 5.28.
Tabel 5.28 Alasan Melawan dan Tidak Melawan Arah Saat Berkendara
Pada Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur Tahun 2017
No. Alasan N %
1. Tidak melawan
arah
Keselamatan diri saat
berkendara 31 41
Takut ditilang polisi 27 36
Sesuai peraturan 12 16
Pengalaman pernah celaka 5 7
2. Melawan arah Tergesa-gesa karena
keperluan mendesak 9 14
Agar cepat sampai tujuan 17 26
46%
35%
19%
Kadang-kadang Sering Selalu
106
No. Alasan N %
Sedang tidak ada polisi
bertugas 23 35
Banyak pengendara lain
yang melawan arah 16 25
Total 140 100
Berdasarkan Tabel 5.28 dapat diketahui bahwa alasan tertinggi berkendara
tidak melawan arah adalah keselamatan diri saat berkendara (41%) dan alasan
terendah adalah pengalaman pernah celaka (7%). Sedangkan, alasan tertinggi
berkendara melawan arah adalah sedang tidak adanya polisi bertugas (35%) dan
alasan terendah adalah tergesa-gesa karena keperluan mendesak (14%).
Apabila dilihat secara keseluruhan, alasan perilaku berkendara tidak
berlawanan arah dapat digolongkan berdasarkan Teori Green yakni menjadi faktor
predisposisi, faktor pemungkin, dan faktor penguat. Untuk melihat alasan secara
keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 5.29 berikut ini.
Tabel 5.29 Pengelompokkan Alasan Perilaku Berkendara Tidak Berlawanan
Arah Pada Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur Tahun 2017
Alasan
Melakukan
Alasan Tidak
Melakukan
Faktor Predisposisi
Pengetahuan
Sikap V V
Persepsi V V
Pengalaman V
Faktor Pemungkin
Ketersediaan
fasilitas
Kemampuan
pengendara
107
Alasan
Melakukan
Alasan Tidak
Melakukan
Peraturan dan
hukum V
Faktor Penguat
Teman
Keluarga
Polisi V V
Pengendara
lainnya V
Berdasarkan Tabel 5.29 dapat diketahui bahwa alasan siswa berkendara
tidak berlawanan arah adalah sikap, persepsi, pengalaman, peraturan dan hukum
serta pengawasan polisi. Sedangkan, alasan siswa berkendara berlawanan arah
adalah sikap, persepsi, pengawasan polisi, dan pengaruh pengendara lainnya.
108
6 BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian
1. Pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner tentang perilaku keselamatan
berkendara hanya bersifat general, misalnya pertanyaan pada kuesioner
untuk kriteria perilaku mematuhi rambu lalu lintas tidak dilakukan secara
mendetail yang mencakup rambu larangan, rambu perintah, rambu
peringatan dan rambu petunjuk. Oleh karena itu, disarankan agar peneliti
selanjutnya melakukan pengembangan lebih mendetail pada kriteria-
kriteria perilaku keselamatan berkendara.
2. Peneliti hanya menggunakan kuesioner sebagai cara ukur perilaku
keselamatan berkendara, tidak dilengkapi dengan kegiatan observasi
kepada responden.
6.2 Gambaran Perilaku Keselamatan Berkendara Pada Siswa SMA Dua
Mei Ciputat Timur
Tingginya angka kecelakaan lalu lintas memang tidak terlepas dari faktor
pengendara itu sendiri. Data dari Korlantas POLRI (2013) menunjukkan bahwa
faktor pengemudi menjadi penyebab terbesar terjadinya kecelakaan lalu lintas yakni
sebesar 91%. Temuan oleh Raymond (2008) juga menunjukkan bahwa perilaku
tidak aman merupakan penyebab terbesar terjadinya kecelakaan kendaraan
bermotor, yakni sebesar 42,3%. Untuk itu, perilaku keselamatan berkendara yang
109
buruk dapat meningkatkan peluang terjadinya kecelakaan lalu lintas dimana
kecelakaan lalu lintas itu sendiri dapat menimbulkan berbagai dampak kerugian
ringan sampai berat, baik materi maupun non-materi (Suma’mur, 2009).
Namun, pada kenyataannya perilaku keselamatan berkendara masih
tergolong kurang, terutama di kalangan SMA. Di Indonesia, korban kecelakaan
lebih banyak berasal dari kalangan Sekolah Menengah Atas, yakni 96.472 orang
pada tahun 2013 (Dirjen Perhubungan Darat, 2014). Selain itu, data dari Korlantas
POLRI (2013) menunjukkan bahwa siswa SMA menjadi kelompok tertinggi dalam
hal pelanggaran lalu lintas. Pada dasarnya, siswa SMA yang termasuk dalam
kelompok remaja tengah (middle adolescent) ini memiliki kecenderungan narcistic
dan menyukai apabila terdapat seseorang yang mempunyai sifat yang sama dengan
dirinya (Asdar, 2013). Hal tersebut akan mempengaruhi persepsinya mengenai
keselamatan berkendara sehingga apabila lebih banyak orang lain yang
mengabaikan keselamatan saat berkendara, maka ia akan terpengaruh untuk
melakukan hal yang sama (Ridho, 2012).
Menurut Heinrinch (1980), perilaku aman itu sendiri diartikan sebagai suatu
tindakan seseorang atau beberapa orang yang dapat memperkecil terjadinya
kecelakaan. Sedangkan, perilaku aman berkendara merupakan cara berkendara
yang aman dan nyaman baik bagi pengendara itu sendiri maupun pengendara lain
(Nur Cahyadi, 2011). Selain itu, perilaku keselamatan berkendara juga dapat
diartikan sebagai suatu upaya yang dilakukan untuk mengurangi angka kecelakaan
lalu lintas dan dampak akibat kecelakaan lalu lintas (Pramitasari dkk. 2014). Oleh
karena itu, penerapan perilaku keselamatan berkendara menjadi faktor penting
110
karena dapat menjadi salah satu strategi keselamatan berlalu lintas guna untuk
menekan angka terjadinya kecelakaan (Chang dan Yeh, 2007)
Secara garis besar, aspek keselamatan berkendara diatur dalam Undang-
Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang dapat
dilengkapi dengan Buku Petunjuk Tata Cara Bersepeda Motor di Indonesia yang
dikeluarkan oleh Departemen Perhubungan (2008). Terdapat 13 kriteria terkait
dengan penerapan keselamatan berkendara yakni pemeriksaan kendaraan sebelum
berkendara, mematuhi rambu dan lampu lalu lintas, kepemilikkan SIM C,
membawa STNK saat berkendara, penggunaan lajur lajur jalan sesuai fungsinya
saat berkendara, penggunaan lampu sein, penggunaan lampu utama, berkendara
tidak berlawanan arah, menjaga jarak aman dengan kendaraan lain, berkendara
dengan penuh konsentrasi, penggunaan APD saat berkendara, dan pengendalian
kecepatan saat berkendara.
Secara keseluruhan, hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar
responden memiliki perilaku keselamatan berkendara yang buruk yakni sebesar
56,4%. Terdapat 9 kriteria perilaku keselamatan berkendara yang penerapannya
buruk yakni pemeriksaan kendaraan sebelum berkendara (60,7%), mematuhi rambu
dan lampu lalu lintas (53,6%), pengendalian kecepatan (57,1%), kepemilikkan SIM
C (88,6%), penggunaan APD saat berkendara (66,4%), tidak membawa penumpang
lebih dari satu orang (50,7%), penggunaan lampu sein saat berkendara (64,3%),
menjaga jarak aman dengan kendaraan lain (69,3%), dan penggunaan lajur jalan
sesuai fungsinya saat berkendara (56,4%). Selain itu, terdapat 4 kriteria perilaku
keselamatan berkendara yang penerapannya baik yakni membawa STNK saat
111
berkendara (64,3%), penggunaan lampu utama (65,7%), berkendara dengan penuh
konsentrasi (62,9%), dan berkendara tidak berlawanan arah (53,6%).
Berdasarkan teori perilaku yang dikemukakan oleh Lawrence Green (1980),
perilaku seseorang dapat dipengaruhi oleh tiga faktor yakni faktor predisposisi,
faktor pemungkin dan faktor penguat. Secara keseluruhan, hasil penelitian
menunjukkan bahwa alasan responden menerapkan aspek perilaku keselamatan
berkendara dikelompokkan berdasarkan Teori Green (1980) meliputi faktor
predisposisi (pengetahuan, sikap, persepsi, pengalaman), faktor pemungkin
(ketersediaan fasilitas, kemampuan berkendara, peraturan dan hukum) dan faktor
penguat (pengawasan polisi). Sedangkan, alasan responden tidak menerapkan
aspek perilaku keselamatan berkendara dikelompokkan berdasarkan Teori Green
(1980) meliputi faktor predisposisi (pengetahuan, sikap, persepsi), faktor
pemungkin (ketersediaan fasilitas, peraturan dan hukum) dan faktor penguat
(pengaruh teman, keluarga, pengawasan polisi, pengaruh pengendara lainnya).
Green (1980) menyatakan bahwa faktor predisposisi merupakan faktor yang
berasal diri sendiri yang mendahului perubahan perilaku dengan menetapkan
pemikiran ataupun motivasi meliputi pengetahuan, sikap, persepsi, pengalaman dan
variabel demografi. Sebagai contoh untuk faktor pengetahuan, misalnya pada
perilaku mematuhi rambu dan lampu lalu lintas terdapat 60% responden yang tidak
mematuhi rambu lalu lintas dengan alasan tidak mengetahui arti rambu lalu lintas
yang dilihat. Temuan oleh Nani (2009) dan Utari (2010) menunjukkan bahwa
apabila seseorang memiliki pengetahuan yang lebih luas, berarti seseorang akan
lebih bijak dalam memutuskan suatu tindakan. Pengendara yang memiliki
pengetahuan baik dalam berkendara lebih cenderung berperilaku atau bertindak
112
aman dalam berkendara dibandingkan dengan pengendara yang memiliki
pengetahuan rendah (Astuti, 2014).
Untuk faktor pemungkin itu sendiri diartikan sebagai faktor yang
mendahului perubahan perilaku atau lingkungan dengan memberikan kemungkinan
agar motivasi berperilaku di lingkungan sekitar untuk direalisasikan meliputi
ketersediaan fasilitas, kemampuan individu, peraturan dan hukum (Green, 1980).
Sebagai contohnya untuk faktor ketersediaan fasilitas, hasil penelitian
menunjukkan bahwa 65,7% responden memiliki penerapan perilaku penggunaan
lampu utama yang baik dimana alasan terbanyak responden adalah dikarenakan
lampu utama yang telah diatur menyala secara otomatis ketika motor dinyalakan.
Dalam segi faktor penguat, faktor ini berfungsi sebagai yang penguat
perubahan perilaku dengan mendapatkan dukungan sosial berupa sikap dan
perilaku dari orang lain sehingga perubahan perilaku dapat bertahan lama dan
berkelanjutan. Pengawasan polisi menjadi alasan terbanyak responden dalam
menerapkan perilaku keselamatan berkendara. Sebagai contohnya, hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat 25% responden yang menggunakan helm SNI saat
berkendara beralasan bahwa mereka menggunakan helm SNI agar tidak ditilang
oleh polisi. Biasanya memang orang akan patuh menggunakan helm ketika
mengetahui akan melintasi daerah rawan operasi kepolisian. Namun, terdapat juga
kasus penindakan seseorang yang baru akan menggunakan helm saat melihat ada
operasi lalu lintas (Dawangi, 2016).
113
6.2.1 Gambaran Perilaku Pemeriksaan Kendaraan Sebelum Berkendara
Pada Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur
Pemeriksaan kondisi kendaraan sebelum berkendara menjadi hal yang perlu
dilakukan. Data dari Korlantas POLRI (2013) menunjukkan bahwa faktor
kendaraan menjadi salah satu penyebab kecelakaan lalu lintas yakni sebesar 3,3%.
Secara garis besar, faktor kendaraan tersebut meliputi rem dan alat kemudi tidak
berfungsi dengan baik, kondisi ban yang kurang baik dan lampu motor yang tidak
berfungsi.
Meskipun aspek perilaku pemeriksaan kondisi kendaraan sebelum
berkendara tidak diatur secara hukum, Departemen Perhubungan (2008) dalam
Buku Petunjuk Tata Cara Bersepeda Motor di Indonesia telah menyarankan bahwa
sebaiknya pengendara melakukan pemeriksaan kondisi kendaraan terlebih dahulu
sebelum berkendara. Secara umum, pemeriksaan kendaraan yang dilakukan
meliputi alat kendali (rem, gas), ban (tekanan ban, tapak ban), lampu (lampu rem,
lampu utama dan sein), bahan bakar, klakson, spion seperti mengatur posisi spion
atau memastikan bahwa spion harus terdiri dari 2 buah.
Pemeriksaan kondisi kendaraan sebelum berkendara dapat menjadi salah
satu langkah antisipasi yang berarti merupakan salah satu pandangan jauh kedepan
untuk mempersiapkan segala sesuatu sebelum hal buruk terjadi (Nayazri, 2015).
Selain itu, pemeriksaan kondisi kendaraan sebelum berkendara juga dapat
memberikan rasa aman bagi pengendara sendiri (Departemen Perhubungan Darat,
2008). Oleh karena itu, membiasakan diri memeriksa kondisi sepeda motor sebelum
berkendara merupakan langkah penting untuk keselamatan dalam berkendara
(Saiful dan Taufik, 2011).
114
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki
penerapan perilaku pemeriksaan kondisi kendaraan sebelum berkendara yang buruk
yakni sebesar 60,7%. Adapun alasan tidak melakukan pemeriksaan kendaraan
sebagian besar dikarenakan faktor predisposisi yakni berupa pengetahuan, sikap
dan persepsi yang meliputi karena hanya berkendara jarak dekat (31%), tidak
sempat karena mengejar waktu (29%), merasa malas (21%), kurang paham
mengenai bagian-bagian motor (14%), dan alasan terendah adalah lupa (5%).
Perlunya diadakan sosialisasi dan pemberian edukasi terkait pentingnya
aspek perilaku keselamatan berkendara, termasuk pemeriksaan kendaraan sebelum
berkendara serta komponen kendaraan apa saja yang sebaiknya diperiksa sebelum
berkendara guna meminimalisir kemungkinan terjadinya celaka. Green (1980)
menyatakan bahwa ketiga faktor perilaku yang meliputi faktor predisposisi,
pemungkin dan penguat dapat saling berhubungan sehingga pada akhirnya akan
menimbulkan suatu perubahan perilaku. Pemberian edukasi ini menjadi salah satu
dukungan sosial dari pihak Kepolisian Republik Indonesia sehingga akhirnya akan
meningkatkan pengetahuan. Pengetahuan inilah akan menyadarkan seseorang
bahwa aspek keselamatan faktor yang harus diutamakan (Irlianti, 2014).
6.2.2 Gambaran Perilaku Mematuhi Rambu dan Lampu Lalu Lintas Pada
Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur
Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009, rambu lalu lintas
merupakan bagian perlengkapan jalan yang dapat berupa lambang, huruf, angka,
kalimat, dan/atau perpaduan dimana berfungsi sebagai peringatan, larangan,
perintah, atau petunjuk bagi pengguna jalan dalam berlalu lintas. Sedangkan, lampu
115
lalu lintas adalah perangkat elektronik yang menggunakan isyarat lampu dimana
alat ini berfungsi untuk mengatur lalu lintas di persimpangan atau ruas jalan.
Pada dasarnya, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 pasal 106 telah
mewajibkan untuk mematuhi ketentuan rambu dan lampu lalu lintas setiap
pengemudi kendaraan bermotor. Temuan oleh Handayani dkk. (2017)
menunjukkan bahwa pelanggaran rambu dan lampu lalu lintas merupakan faktor
yang paling berpengaruh terhadap potensi terjadinya kecelakaan lalu lintas yakni
sebesar 39,5%. Pengendara tidak tertib berisiko 0,227 kali menyebabkan kematian
akibat kecelakaan lalu lintas (Marsaid, 2013). Oleh karena itu, mematuhi rambu dan
lalu lintas menjadi salah satu aspek perilaku keselamatan berkendara yang penting.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan sebagian besar
responden memiliki perilaku mematuhi rambu dan lampu lalu lintas yang buruk
yakni sebesar 53,6%. Adapun alasan siswa tidak mematuhi rambu dan lampu lalu
lintas secara keseluruhan yang berupa faktor predisposisi (pengetahuan, sikap,
persepsi) dan faktor penguat (pengawasan polisi, pengaruh dari pengendara
lainnya) meliputi tergesa-gesa karena mengejar waktu, tidak paham arti rambu,
sedang tidak ada polisi yang bertugas serta banyaknya pengendara lain yang
melanggar. Meskipun demikian, perlu diperhatikan pula bahwa alasan siswa
mematuhi rambu dan lampu lalu lintas terbanyak adalah persepsi negatif yakni agar
tidak ditilang polisi.
Penelitian oleh Santoso dkk. (2007) menunjukkan bahwa persepsi
pengemudi motor terhadap risiko berkendara cenderung rendah. Dibandingkan
dengan keselamatan diri sendiri, kehadiran polisi lebih dianggap lebih berperan di
dalam keputusan mereka untuk tidak melanggar rambu dan lampu lalu lintas. Posisi
116
mereka sebagai pengendara motor memberikan perasaan kontrol atas situasi yang
dihadapinya. Diduga, adanya adaptasi dalam mempersepsi risiko kecelakaan
sehingga mereka yang tidak pernah mengalami kecelakaan akibat pelanggaran
lampu lalu lintas, maka mereka mempersepsikan tindakan pelanggaran lampu lalu
lintas berisiko rendah (Winurini, 2012).
Munculnya keputusan para pengendara sepeda motor untuk berhenti ketika
lampu lalu lintas warna merah menyala lebih dikarenakan mereka merasa tidak
memiliki kepentingan atau tujuan tertentu untuk melanggar lampu merah
(Winurini, 2012). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 32% responden
yang beralasan tidak mematuhi lampu lalu lintas dikarenakan tergesa-gesa
mengejar waktu dalam artian apabila mereka tidak tergesa-gesa ada kemungkinan
bahwa mereka akan mematuhi lampu lalu lintas.
Untuk itu, perlunya diadakan sosialisasi dan pemberian edukasi terkait
pentingnya mematuhi rambu dan lampu lintas serta pengenalan rambu-rambu lalu
lintas agar para siswa mengetahui perbedaan dari masing-masing rambu. Sosialisasi
sekaligus pemberian edukasi ini menjadi salah satu dukungan sosial dari pihak
Kepolisian Republik Indonesia sehingga akhirnya akan meningkatkan
pengetahuan. Pertambahan intelegensi atau bertambahnya pengetahuan seseorang
merupakan salah satu dasar terbentuknya sikap (Azhari, 2004) dimana sikap
merupakan dasarnya seseorang dalam berperilaku (Notoatmodjo, 2003).
Pembentukan sikap selalu berhubungan dengan interaksi sosial dimana pada
mulanya akan berasal dari lingkungan keluarga terlebih dahulu, lalu interaksi
dengan lingkungan masyarakat dan berhubungan dengan lingkungan pendidikan
(formal maupun informal). Oleh karena itu, pihak Kepolisian Republik Indonesia
117
dapat bekerja sama dengan pihak sekolah dalam mengadakan sosialisasi dan
pemberian edukasi keselamatan berkendara ini.
Selain itu, perlunya peningkatan pengawasan tertib berlalu lintas oleh pihak
Kepolisian Republik Indonesia terutama pada kalangan siswa yang dalam artian
masih banyak yang dibawah umur. Apabila adanya keterbatasan sumber daya
manusia, maka perlunya kreatifitas baru untuk memperbanyak figur otoritas untuk
memicu kepatuhan pengendara terhadap aturan lalu lintas. Sebagai contoh,
menerapkan pemasangan kamera pada lampu lalu lintas dalam posisi yang terlihat
oleh para pengendara dimana kamera ini berfungsi untuk mencatat identitas pada
pengendara yang melanggar lampu merah dan melakukan penilangan sehingga
lampu lalu lintas dapat menjadi figur otoritas yang membuat pengendara
mematuhinya (Winurini, 2012).
6.2.3 Gambaran Perilaku Pengendalian Kecepatan Saat Berkendara Pada
Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur
Pengendalian kecepatan saat berkendara termasuk dalam aspek penerapan
perilaku keselamatan berkendara. Berdasarkan laporan dari Legislative Audit
Division in Montana (1997), penerapan batas kecepatan berbeda-beda pada setiap
negara. Di Indonesia sendiri, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 telah
mewajibkan bagi setiap pengendara untuk melakukan pengendalian kecepatan
sesuai dengan yang diperbolehkan. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2013
telah mencantumkan bahwa batas kecepatan paling tinggi untuk kawasan perkotaan
adalah 50 km/jam dan batas kecepatan paling tinggi untuk kawasan permukiman
adalah 30 km/jam. Pengendalian kecepatan berkendara ini bertujuan untuk
118
menyeimbangkan minat mobilitas dan keselamatan dengan memastikan batas
kecepatan yang aman dan sesuai dengan tingkat pengembangan sisi dan kategori
jalan (LTSA, 2003).
Temuan oleh Ali dkk. (2014) menunjukkan bahwa melewati batas
kecepatan merupakan pelanggaran yang paling sering dilakukan oleh pengendara
remaja yakni sebesar 22,5%. Kecepatan tinggi saat berkendara menjadi salah satu
faktor utama penyebab kecelakaan lalu-lintas darat (Hidayat dkk., 2009).
Meningkatnya kecepatan kendaraan berpengaruh terhadap peningkatan waktu
reaksi dan jarak yang diperlukan untuk berhenti serta meningkatnya kemungkinan
kesalahan yang dapat dilakukan oleh pengendara. Peningkatan rata-rata kecepatan
1 km/jam berkorelasi terhadap 3% peningkatan risiko kecelakaan lalu lintas yang
menyebabkan cedera. Sedangkan, peningkatan rata-rata kecepatan 1 km/jam
berkorelasi terhadap 5% peningkatan risiko mengalami cedera fatal pada
kecelakaan yang lebih parah (Mohan dkk., 2006).
Kecepatan tinggi memperbesar risiko terjadinya kecelakaan karena
beberapa alasan, seperti bahwa pengendara akan kehilangan kontrol kendaraannya,
kegagalan dalam mengantisipasi bahaya yang muncul tiba-tiba dalam waktu yang
tepat dan juga menyebabkan pengguna jalan lain mengalami kegagalan dalam
menentukan kecepatan kendaraannya (Putri, 2011). Selain itu, tidak adanya
pengendalian kecepatan berkendara dapat membahayakan pengguna jalan lainnya.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 telah menyatakan bahwa setiap orang yang
mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib untuk mengutamakan
keselamatan pejalan kaki dan pesepeda. Biasanya kendaraan bermotor tidak
didesain khusus untuk melindungi pejalan kaki. Pada kecepatan 30 km/jam, tubuh
119
pejalan kaki tidak akan sanggup menoleransi potensi gaya kinetik yang diterimanya
sehingga akan mengalami luka-luka. Sebanyak 80% pejalan kaki berpotensi
meninggal dunia ketika bertabrakan dengan kendaraan yang melaju dengan
kecepatan 50 km/jam (GRSP, 2008).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki
perilaku pengendalian kecepatan yang buruk yakni sebesar 57,1%. Adapun alasan
siswa tidak melakukan pengendalian kecepatan saat berkendara adalah sebagian
besar dikarenakan faktor predisposisi berupa pengetahuan, sikap dan persepsi yang
meliputi agar cepat sampai tujuan (36%), kondisi jalanan sepi dan mulus (25%),
tergesa-gesa karena mengejar waktu (21%), dan alasan terendah adalah tidak tahu
berapa batas kecepatan yang diperbolehkan (18%).
Untuk itu, perlunya diadakan sosialisasi dan pemberian edukasi terkait
pentingnya aspek perilaku pengendalian kecepatan saat berkendara sehingga
mereka dapat mengetahui berapa batas kecepatan yang diperbolehkan dan dampak
yang akan timbul. Green (1980) menyatakan bahwa ketiga faktor perilaku yang
meliputi faktor predisposisi, pemungkin dan penguat dapat saling berhubungan
sehingga pada akhirnya akan menimbulkan suatu perubahan perilaku. Sosialisasi
dan pemberian edukasi ini menjadi salah satu dukungan sosial dari pihak Kepolisian
Republik Indonesia sehingga akhirnya akan meningkatkan pengetahuan.
Pertambahan intelegensi atau bertambahnya pengetahuan seseorang merupakan
salah satu dasar terbentuknya sikap (Azhari, 2004) dimana sikap merupakan
dasarnya seseorang dalam berperilaku (Notoatmodjo, 2003). Temuan oleh Astuti
(2014) menunjukkan bahwa pengendara yang memiliki sikap yang baik dalam
berkendara lebih cenderung akan berperilaku aman dalam berkendara.
120
6.2.4 Gambaran Perilaku Kepemilikkan SIM C Pada Siswa SMA Dua Mei
Ciputat Timur
Kepemilikkan SIM telah tercantum dalam Undang-Undang Nomor 22
Tahun 2009 dimana setiap pengendara yang telah memenuhi syarat yakni berumur
17 tahun wajib untuk memiliki Surat Izin Mengemudi dimana untuk pengendara
motor adalah SIM C. Adapun cara memperoleh SIM sesuai dengan ketentuan yang
telah ditetapkan adalah dengan cara menyerahkan permohonan tertulis pada petugas
polisi, dapat membaca dan menulis huruf latin, sehat secara jasmani dan rohani,
terampil dalam mengemudikan motor, lulus ujian teori dan praktek, mengetahui
peraturan lalu lintas dan angkutan jalan, serta teknik dasar berkendara.
Pengendara sepeda motor yang tidak memiliki SIM lebih berisiko 3,78 kali
mengalami kecelakaan lalu lintas daripada pengendara sepeda motor yang memiliki
SIM (Effendi, 2014) sehingga kepemilikkan SIM C menjadi hal penting dalam
berkendara. SIM merupakan bukti bahwa sesorang telah memahami peraturan lalu
lintas dan terampil dalam mengemudikan kendaraan. Keberadaan SIM pada siswa
setidaknya akan mempengaruhi perilaku keselamatan berkendara mereka dimana
siswa yang telah memiliki SIM cenderung lebih memahami aturan-aturan dalam
berkendara sepeda motor, seperti memperlambat kendaraannya ketika lampu lalu
lintas berwarna kuning dan memberikan isyarat lampu sein ketika ingin berbelok
(Colle, 2016). Penelitian yang dilakukan oleh Ouimet dkk. (2007) menunjukkan
bahwa remaja yang telah memiliki SIM akan cenderung berperilaku keselamatan
berkendara yang baik pada masa awal kepemilikan SIMnya.
121
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden tidak
memiliki SIM C yakni sebesar 88%. Sedangkan, responden yang memiliki SIM C
sebesar 12%. Hal ini sangat memperihatinkan mengingat bahwa SIM merupakan
salah satu bukti bahwa seseorang sudah mampu dan layak untuk mengendarai
sepeda motor. Usia siswa kelas X dan XI SMA rata-rata usianya adalah 15 dan 16
tahun dimana usia tersebut belum memenuhi syarat untuk bisa memiliki SIM.
Meskipun demikian, siswa tetap mengendarai sepeda motor karena mereka merasa
sudah mahir tanpa harus dilengkapi dengan SIM.
Selain itu, masih banyak pula yang telah berusia 17 tahun tetapi belum
memiliki SIM. Mereka lebih suka memperoleh SIM dengan cara membeli kepada
oknum kepolisian (orang dalam) yang tidak bertanggung jawab daripada harus ikut
tes pembuatan SIM sehingga banyak pula dari siswa yang sudah memenuhi syarat
umur kepemilikkan SIM tetapi belum memiliki SIM beralasan belum adanya
kemampuan secara finansial (Permana, 2012). Padahal, SIM merupakan lisensi
resmi yang dapat menjadi tolak ukur atau barometer kelayakan seseorang dalam
mengendarai kendaraan bermotor sehingga tidak membahayakan dirinya maupaun
orang lain.
Adapun alasan siswa berkendara dengan SIM C yakni sikap, persepsi,
pengawasan polisi serta peraturan dan hukum dimana alasan tertinggi berkendara
dengan SIM C adalah takut ditilang polisi (62%) dan alasan terendah menganggap
hal tersebut menjadi suatu kewajiban (13%). Selain itu, ada anggapan bahwa
berkendara tanpa memiliki SIM C merupakan hal yang sudah biasa yakni sebesar
19%. Untuk itu, perlunya pemberian pendidikan keselamatan berkendara guna
mengurangi persepsi negatif bahwa kepemilikkan SIM C bukan hanya sekadar
122
formalitas belaka, tetapi menjadi salah satu aspek penting dalam berkendara. Geller
(2001) dalam teorinya mengemukakan bahwa persepsi merupakan salah satu hal
yang akan mempengaruhi seseorang untuk berperilaku aman.
Alasan siswa berkendara tanpa SIM C adalah sikap, persepsi, keluarga serta
teman. Pengawasan orang tua juga sangat dibutuhkan dalam menerapkan perilaku
keselamatan berkendara dimana alasan tertinggi berkendara tanpa SIM C adalah
keterpaksaan dikarenakan keluarga tidak ada yang bisa mengantar (30%) sehingga
banyak siswa yang diperbolehkan untuk mengendarai motor meskipun belum
memiliki SIM. Lingkungan keluarga termasuk dalam determinan eksternal diri
remaja terbukti lebih berperan terhadap keamanan berkendara dibandingkan
dengan determinan internal seperti pengetahuan dan nilai-nilai (Eni Mahawati,
2014). Temuan oleh Mubarokah (2013) menunjukkan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara monitoring perkembangan anak oleh orang tua dengan perilaku
anak dalam berkendara.
Selain itu, tidak adanya peraturan sekolah yang melarang para siswanya
untuk berkendara motor ke sekolah menjadikan banyaknya para siswa berkendara
ke sekolah meskipun belum memiliki SIM. Untuk itu, perlunya dukungan pihak
sekolah untuk turut serta memberlakukan larangan membawa motor ke sekolah
bagi yang belum memiliki SIM sehingga meminimalisir jumlah siswa yang
berkendara tanpa memiliki SIM. Dan juga, diperlukan pula pengawasan ketat oleh
pihak Kepolisian Republik Indonesia terutama bagi pengendara kalangan remaja
dengan cara melakukan sweeping terkait dengan kepemilikkan SIM C.
123
6.2.5 Gambaran Perilaku Membawa STNK Saat Berkendara Pada Siswa
SMA Dua Mei Ciputat Timur
Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) menjadi salah satu surat
kelengkapan berkendara yang harus selalu dibawa dimana STNK merupakan bukti
kepemilikkan kendaraan yang sah. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyatakan bahwa setiap pengendara siwajibkan
untuk menunjukkan surat-surat kelengkapan berkendara ketika sedang dilakukan
pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan, termasuk STNK.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki
penerapan perilaku membawa STNK yang baik yakni sebesar 64,3% dimana bahwa
frekuensi penerapan perilaku membawa STNK saat berkendara terbanyak adalah
selalu (43%). Kemudian, diikuti dengan kadang-kadang (27%), sering (21%), dan
tidak pernah (9%).
Adapun alasan siswa membawa STNK saat berkendara yakni sikap,
persepsi dan pengawasan polisi. Sedangkan, alasan siswa tidak membawa STNK
saat berkendara adalah sikap dan ketersediaan fasilitas. Sikap menjadi alasan
tertinggi siswa membawa STNK saat berkendara yakni sudah menjadi kebiasaan
bahwa STNK disatukan dengan kunci motor atau disimpan dalam dompet (49%).
Sedangkan, sikap menjadi alasan tertinggi siswa tidak membawa STNK yakni
karena hanya berkendara jarak dekat (68%). Selain itu, alasan lain siswa tidak
membawa STNK saat berkendara adalah lupa (24%) dan STNK hilang (8%).
Dengan demikian, perlunya dilakukan sosialisasi dan pemberian edukasi
terkait dengan perilaku keselamatan berkendara, termasuk pentingnya membawa
surat kelengkapan berkendara. Sosialisasi dan pemberian edukasi ini nantinya akan
124
meningkatkan pengetahuan. Peningkatan pengetahuan inilah yang akan
menyadarkan seseorang bahwa aspek keselamatan faktor yang harus diutamakan
(Irlianti, 2014) sehingga menggeser persepsi negatif bahwa membawa STNK hanya
diperlukan apabila berkendara jarak jauh saja. Selain itu, pertambahan intelegensi
atau bertambahnya pengetahuan ini merupakan salah satu cara terbentuknya sikap
yakni cara diferensiasi (Azhari, 2004) dimana sikap merupakan salah satu dasar
seseorang berperilaku (Notoatmodjo, 2003). Selain itu, Green (1980) dalam
teorinya menyatakan bahwa sikap termasuk dalam faktor predisposisi dimana
faktor predisposisi ini merupakan faktor yang mendahului perubahan perilaku
dengan menetapkan pemikiran atau motivasi dalam berperilaku.
Adapun karena sebagian besar menerapkan perilaku membawa STNK yang
baik, perlunya upaya tambahan agar hal tersebut dapat bertahan lama dan
berkelanjutan. Green (1980) dalam teorinya mengemukakan bahwa faktor penguat
dapat memperkuat perubahan perilaku yang terjadi dengan mendapatkan dukungan
sosial berupa sikap dan perilaku dari orang lain, dalam hal ini adalah peran keluarga
dimana keluarga merupakan lingkungan yang paling dekat dengan anak. Temuan
oleh Mubarokah (2013) menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara
monitoring perkembangan anak oleh orang tua dengan perilaku anak dalam
berkendara. Keluarga terutama orang tua dapat mengingatkan siswa untuk
membawa STNK setiap akan berkendara sehingga diharapkan alasan siswa tidak
membawa STNK saat berkendara lainnya misalnya alasan lupa (22%) dapat terjadi
penurunan.
125
6.2.6 Gambaran Perilaku Penggunaan APD Saat Berkendara Pada Siswa
SMA Dua Mei Ciputat Timur
Alat pelindung diri (APD) atau sering disebut juga dengan Personal
Protective Equipment (PPE) adalah peralatan yang digunakan untuk melindungi
pengguna terhadap risiko kesehatan ataupun keselamatan yang belum dapat
dikendalikan di tempat kerja (Tanwaka, 2008). Undang-Undang Nomor 22 Tahun
2009 telah memberlakukan kewajiban menggunakan APD yakni helm dimana helm
yang dimaksud bukan hanya sekedar helm, melainkan harus terstandar secara
nasional atau SNI (Standar Nasional Indonesia) (BSN, 2007). Dalam Buku
Petunjuk Tata Cara Bersepeda Motor di Indonesia dicantumkan bahwa APD
berkendara yang lengkap sebaiknya terdiri dari helm SNI, jaket, sarung tangan,
masker, dan alas kaki tertutup (Departemen Perhubungan Darat, 2008).
Penggunaan helm SNI telah terbukti jelas secara hukum bahwa hal tersebut
merupakan suatu kewajiban. Selain karena penggunaan helm SNI adalah suatu
kewajiban, penggunaan helm secara efektif dapat menurunkan risiko cedera kepala
sebesar 69% dan kematian sebesar 42% (Liu dkk., 2009). Menurut NHTSA (2008),
pengendara sepeda motor yang tidak memakai helm memiliki kemungkinan 40%
untuk mendapat cedera kepala dan kemungkinan 15% untuk mendapat kecelakaan
non-fatal, dibandingkan dengan pengendara yang memakai helm.
Untuk APD yang tidak diharuskan dalam berkendara secara hukum juga
dapat menurunkan risiko keparahan dari dampak yang diakibatkan dari berkendara
motor, salah satunya adalah masker. Masker merupakan alat pelindung pernapasan
yang menutupi bagian mulut dan hidung. Kini penjual masker mudah sekali
ditemukan seperti di pinggir jalan ataupun dekat lampu merah, namun belum
126
banyak pengguna jalan raya yang memproteksi diri terhadap efek negatif dari polusi
udara tersebut. Temuan oleh Ludyaningrum (2016) menunjukkan ada
kecenderungan bahwa pengendara yang tidak memakai APD masker lebih berisiko
mengalami kejadian ISPA sebesar 2,6 kali dibandingkan dengan responden yang
selalu memakai APD masker.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki
perilaku penggunaan APD saat berkendara yang buruk yakni sebesar 66,4%. Alasan
responden tidak menggunakan APD saat berkendara yang paling banyak muncul
yakni berasal dari faktor predisposisi (sikap dan persepsi), faktor pendukung
(peraturan dan hukum) serta faktor pendukung (ketersediaan fasilitas).
Ketersediaan APD dalam hal ini merupakan salah satu bentuk dari faktor
pendukung perilaku, dimana suatu perilaku otomatis belum terwujud dalam suatu
tindakan apabila belum terdapat fasilitas yang mendukung terbentuknya perilaku
tersebut (Notoatmodjo, 2003). Dalam hal ini, dukungan keluarga (terutama orang tua)
sangat berpengaruh atas ketersediaan APD karena bentuk dukungan keluarga bukan
hanya berupa teguran, nasihat melainkan dukungan finansial pula untuk beberapa
hal lainnya (Falaah, 2016). Karena pada dasarnya, APD merupakan aspek paling
mudah untuk diterapkan dimana keterjangkauan fasilitas untuk memiliki APD
dapat ditemukan dimanapun.
Apabila dilihat dalam segi persepsi, masih banyak siswa yang berpersepsi
bahwa menggunakan APD memberikan rasa ketidaknyamanan saat berkendara.
Selain itu, sikap negatif juga menjadi salah satu alasan siswa untuk menggunakan
dan tidak menggunakan APD yakni tergantung jarak berkendara yang ditempuh
dimana masih banyak siswa yang tidak menggunakan APD dikarenakan hanya
berkendara jarak dekat. Dengan demikian, perlunya pemberian edukasi penerapan
127
keselamatan berkendara, salah satunya pentingnya aspek penggunaan APD saat
berkendara. Bertambahnya pengetahuan ini merupakan salah satu cara
terbentuknya sikap (Azhari, 2004) dimana sikap merupakan dasarnya seseorang
dalam berperilaku (Notoatmodjo, 2003).
6.2.7 Gambaran Perilaku Penggunaan Lajur Jalan Sesuai Fungsinya Saat
Berkendara Pada Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur
Penggunaan lajur jalan sesuai fungsinya saat berkendara sangatlah penting
agar dapat menciptakan ketertiban lalu lintas sehingga dapat meminimalisir peluang
terjadinya kecelakaan. Setiap pengendara memiliki kewajiban untuk berperilaku
tertib dalam berlalu lintas guna dapat mencegah hal-hal yang dapat merintangi serta
membahayakan keamanan dan keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan telah mengatur tentang penggunaan lajur jalan sesuai fungsinya pada saat
berkendara. Lajur kiri diperuntukkan bagi sepeda motor, kendaraan bermotor yang
kecepatannya lebih rendah, mobil barang, dan kendaraan tidak bermotor.
Sedangkan, lajur kanan hanya diperuntukkan bagi kendaraan dengan kecepatan
lebih tinggi, akan membelok kanan, mengubah arah, atau mendahului kendaraan
lain.
Sepeda motor memiliki volume bensin yang lebih kecil daripada kendaraan
bermotor roda empat (Hidayati dan Hendrati, 2016). Hal ini menjadi dasar sepeda
motor digolongkan sebagai kendaraan dengan kecepatan rendah dan harus
menggunakan jalur jalan sebelah kiri karena kecepatan sepeda motor tidak dapat
bersaing dengan kendaraan roda empat (Sunggiardi dkk., 2007). Adapun kendaraan
128
yang akan mendahului kendaraan lain, bukan hanya sekedar menggunakan lajur
kanan melainkan juga memiliki ketersediaan ruang gerak yang cukup.
Temuan oleh Hidayati (2015) menunjukkan bahwa kecelakaan lalu lintas
banyak dialami oleh pengendara sepeda motor yang menggunakan lajur jalan tidak
sesuai dengan peraturan lalu lintas. Kecelakaan lalu lintas yang dialami oleh
pengendara yang menggunakan lajur jalan dengan tidak atau kurang sesuai
memiliki proporsi lebih besar daripada pengendara yang menggunakan lajur sesuai
peraturan. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan jalur lalu lintas merupakan
salah satu faktor risiko terjadinya kecelakaan lalu lintas. Adapun temuan oleh
Hidayati dan Hendrati (2016) menunjukkan bahwa hubungan antara penggunaan
lajur dengan kecelakaan lalu lintas.
Pertambahan volume kendaraan setiap tahunnya yang tidak sesuai daya
tampung jalan mengakibatkan terjadinya kemacetan dan kendaraan roda empat
tidak dapat melaju dengan kecepatan maksimum yang diizinkan. Hal ini membuat
kecepatan aktual kendaraan roda empat sama dengan kecepatan sepeda motor.
Pertambahan volume kendaraan yang seiring dengan bertambah parahnya
kemacetan membuat pengendara sepeda motor cenderung melakukan pelanggaran
dengan tidak menggunakan jalur jalan sebelah kiri atau bahkan melaju diatas trotoar
(Hidayati dan Hendrati, 2016). Pelanggaran yang dilakukan oleh pengendara
sepeda motor tersebut memperbesar risiko kecelakaan lalu lintas dan mengancam
keselamatan pengguna jalan lain (Sunggiardi dkk., 2007).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki
perilaku penggunaan lajur jalan sesuai dengan fungsinya pada saat berkendara yang
buruk yakni sebesar 56,4%. Adapun alasan siswa menggunakan lajur jalan sesuai
129
fungsinya saat berkendara yakni pengetahuan, sikap, persepsi pengalaman serta
peraturan dan hukum. Sedangkan, alasan siswa tidak menggunakan lajur jalan
sesuai fungsinya saat berkendara adalah sikap dan persepsi dimana persepsi dan
sikap negatif menjadi alasan paling sering muncul yakni agar cepat sampai tujuan
dan tergesa-gesa karena mengejar waktu.
Berdasarkan Teori Green (1980), terdapat tiga faktor utama penentu
perilaku seseorang yakni faktor predisposisi, faktor pemungkin dan faktor penguat.
Pengetahuan mengenai peraturan penggunaan lajur dalam berlalu lintas, persepsi
mengenai bahaya akibat penggunaan lajur yang tidak sesuai, dan pemahaman arti
rambu lalu lintas dan marka jalan merupakan faktor predisposisi (Notoatmodjo,
2010). Pada dasarnya, pengetahuan siswa tentang penggunaan lajur saat berlalu
lintas dapat dikatakan baik dimana alasan siswa terbanyak menggunakan lajur kiri
dan kanan sesuai fungsinya adalah tahu bahwa lajur kanan digunakan untuk
mendahului kendaraan lain. Yang menjadi masalah adalah persepsi dan sikap
mereka dalam hal penggunaan lajur kiri dan kanan sesuai fungsinya.
Ketersediaan sarana prasarana merupakan faktor pendukung terjadinya
perubahan perilaku. Penerapan lajur khusus saat berlalu lintas dapat memberikan
efektivitas yang tinggi terhadap kinerja jalan. Penerapan lajur khusus juga memiliki
pengaruh positif terhadap upaya meminimalisir terjadinya kemacetan lalu lintas
(Hikmana dkk., 2014). Cara lain yang dapat dilakukan adalah memisahkan
pengendara sepeda motor dan kendaraan roda empat dengan menggunakan marka
jalan yang dapat terlihat jelas dimana dapat berupa garis putuh utuh dan putus-putus
(Hidayati dan Hendrati, 2016). Marka yang berupa garis putih utuh berarti
pengendara tidak diperbolehkan untuk berpindah jalur, sedangkan garis putih
130
putus-putus bermakna pengendara diperbolehkan berpindah jalur (Sarry dan
Widodo, 2014). Dan juga, dibutuhkan dukungan pengawasan lebih ketat dari pihak
kepolisian dalam mengatur penggunaan lajur jalan saat berlalu lintas.
6.2.8 Gambaran Perilaku Tidak Membawa Penumpang Lebih Dari Satu
Orang Pada Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur
Pada dasarnya, sepeda motor dirancang hanya untuk 2 orang. Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Angkutan Jalan juga telah mencantumkan
larangan bagi setiap pengendara untuk membawa penumpang lebih dari satu orang.
Namun, hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku tidak membawa penumpang
lebih dari satu orang adalah buruk yakni sebesar 50,7%.
Adapun alasan siswa tidak membawa penumpang lebih dari satu orang
yakni sikap, persepsi, pengalaman, kemampuan pengendara serta pengawasan
polisi dimana alasan tertinggi adalah keselamatan diri saat berkendara (26%)
Sedangkan, alasan siswa membawa penumpang lebih dari satu orang adalah sikap,
persepsi dan pengaruh teman dimana alasan tertinggi membawa penumpang lebih
dari satu orang adalah hanya berkendara jarak dekat dan agar tidak repot bolak-
balik (39%).
Sebagian besar pengendara melakukan pelanggaran jenis ini dikarenakan
untuk menghemat biaya atau menghemat bensin yang digunakan, karena jaraknya
dekat dan searah sehingga meringankan pengemudi untuk tidak kembali menjemput
penumpang berikutnya (Lestari, 2015). Padahal, pelanggaran membawa
penumpang lebih dari satu orang ini diketahui dapat mempengaruhi peluang
terjadinya kecelakaan.
131
Sebagian besar responden yang tidak membawa penumpang lebih dari telah
mengetahui bahwa hal tersebut dilakukan demi keselamatan diri saat berkendara.
Untuk itu, Kepolisian Republik Indonesia telah memiliki program kampanye
keselamatan lalu lintas dimana kegiatan ini merupakan kegiatan bersama
(kemitraan antara polisi dengan stakeholder) sebagai bentuk kegiatan preventif
edukatif yang lebih bersifat sosialisasi dalam meningkatkan kesadaran,
pengetahuan dan keinginan untuk mentaati peraturan perundang-undangan lau
lintas. Program kegiatan ini diimplementasikan melalui kegiatan penerangan secara
langsung, penyuluhan, pembuatan poster, leaflet, stiker, buku petunjuk, komik,
lomba-lomba maupun kesenian (Kepolisian Republik Indonesia, 2013).
Namun, data dari Korlantas POLRI (2013) menunjukkan adanya penurunan
jumlah kegiatan dan peserta pada program ini yakni sebesar 27% dan 46%. Untuk
itu, pihak Kepolisian Republik Indonesia perlu lebih menggecarkan pelaksanaan
upaya preventif tentang penerapan keselamatan berkendara, salah satunya program
kampanye keselamatan lalu lintas.
6.2.9 Gambaran Perilaku Penggunaan Lampu Sein Saat Berkendara Pada
Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur
Kewajiban penggunaan lampu sein saat berkendara telah tercantum dalam
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Dsecara hukum sudah tercantum bahwa pengendara yang akan berbelok atau
berbalik arah wajib mengamati situasi lalu lintas di depan, di samping, dan di
belakang kendaraan serta memberikan isyarat dengan lampu penunjuk arah atau
isyarat tangan. Selain itu, pengendara yang akan berpindah lajur atau bergerak ke
132
samping wajib mengamati situasi lalu lintas di depan, di samping, dan di belakang
kendaraan serta memberikan isyarat.
Data Korlantas POLRI (2014) menunjukkan bahwa kecelakaan mayoritas
terjadi pada pengguna sepeda motor akibat salah komunikasi maupun kelalaian
memberikan isyarat. Lampu sein didesain untuk memberikan tanda bahwa
kendaraan akan berbelok ataupun berhenti. Apabila saat berbelok lampu sein tidak
dihidupkan maka kendaraan yang ada dibelakang dan samping tidak akan
mengetahui arah kendaraan yang berada didepan, sehingga dapat terjadi
kesalahpahaman dan akhirnya menabrak. Kasus yang lain adalah kesalahan dalam
menghidupkan lampu sein dimana saat akan berbelok ke kanan lampu sein yang
dihidupkan adalah arah kekiri ataupun sebaliknya (Perwitaningsih, 2013).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki
perilaku penggunaan lampu sein yang buruk saat berkendara yakni sebesar 64,3%.
Alasan siswa menggunakan lampu sein saat berkendara yakni pengetahuan, sikap,
pengalaman serta peraturan dan hukum dimana alasan tertinggi adalah keselamatan
diri saat berkendara (29%). Sedangkan, alasan siswa tidak menggunakan lampu
sein saat berkendara yakni persepsi dan sikap dimana alasan tertinggi tidak
menggunakan lampu sein saat berkendara yakni kondisi jalanan sedang sepi (62%).
Teori Green (1980) menyatakan bahwa terdapat tiga faktor utama penentu
perilaku seseorang yakni faktor predisposisi, faktor pemungkin dan faktor penguat.
Adapun alasan paling banyak muncul dala penerapan perilaku penggunaan lampu
sein ini adalah faktor predisposisi. Alasan tertinggi tidak menggunakan lampu sein
saat berkendara yakni karena kondisi jalanan sedang sepi. Persepsi yang rendah
dalam berkendara inilah menyebabkan gagal dalam mempersepsikan risiko celaka
133
akibat tidak menggunakan lampu sein (Perwitaningsih, 2013). Dengan demikian,
perlu adanya suatu upaya untuk menggeser persepsi yang salah sehingga nantinya
penggunaan lampu sein menjadi suatu kebiasaan, baik pada saat kondisi jalanan
sepi maupun ramai.
Untuk itu, diperlukan tindakan preventif yang dilakukan guna
meningkatkan kesadaran akan penerapan keselamatan berkendara, termasuk
penggunaan lampu sein saat berkendara. Kepolisian Republik Indonesia telah
memiliki program keamanan berkendara. Program kegiatan ini mencakup pada
kegiatan pendidikan dan pelatihan keterampilan mengendarai kendaraan bermotor,
kiat-kiat aman berkendara. Implementasi program kegiatan keamanan berkendara yang
dilaksanakan dapat berupa kegiatan touring, pendidikan dan pelatihan berkendara baik
teori maupun praktek, pemasangan spanduk/baliho himbauan dan lainnya.
6.2.10 Gambaran Perilaku Penggunaan Lampu Utama Saat Berkendara
Pada Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur
Setiap pengendara wajib untuk menggunakan lampu utama saat berkendara,
baik siang maupun malam hari dimana hal tersebut telah tercantum dalam Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Departemen Perhubungan Darat (2008) menambahkan bahwa disarankan untuk
menggunakan lampu dekat pada siang hari karena lampu jauh dapat membuat
pengendara lain silau. Sedangkan, pada malam hari disarankan untuk menggunakan
lampu jauh untuk membantu melihat jarak jauh.
Korlantas POLRI (2013) menyatakan bahwa faktor kendaraan juga dapat
menyebabkan terjadinya kecelakaan lalu lintas yakni sebesar 3%. Lampu motor
134
yang tidak berfungsi dengan baik atau tidak menyala menjadi penyebab terbesar
ketiga terjadinya kecelakaan akibat faktor kendaraan. Kecelakaan yang disebabkan
oleh lampu kendaraan tidak menyala seringkali terjadi pada malam hari dimana hal
ini dikarenakan kondisi cahaya pada malam hari sangat minim, hanya
mengandalkan lampu jalan dan lampu kendaraan.
Akan tetapi saat ini lampu utama sepeda motor harus tetap dinyalakan pada
siang hari, karena hal ini akan mempermudah pengendara lain mendeteksi
kehadiran sepeda motor melalui spionnya (Sari, 2011). Temuan oleh Hendtlass
(2004) menunjukkan bahwa penggunaan lampu utama sepeda motor pada siang hari
akan meningkatkan penampakkan dari sepeda motor tersebut sehingga dapat
menurunkan angka kecelakaan. Sering kali pengendara sepeda motor tidak dapat
terdeteksi oleh pengendara mobil karena cepatnya motor bergerak, sehingga tidak
jarang mobil dan motor saling bersenggolan. Lampu kendaraan yang tidak menyala
biasanya disebabkan pengendara lupa menyalakan lampu setelah parkir dan
kemudian jalan lagi, namun ada juga yang dikarenakan kendaraan tidak dilengkapi
dengan lampu penerangan yang seharusnya (Torrez, 2008).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki
perilaku penggunaan lampu utama yang baik yakni sebesar 65,7%. Alasan tertinggi
siswa menggunakan lampu utama saat berkendara adalah ketersediaan fasilitas
dimana lampu utama telah diatur menyala secara otomatis setiap akan
menggunakan sepeda motor.
Alasan siswa tidak menggunakan lampu utama yang banyak muncul adalah
lupa dan juga dikarenakan lampu utama rusak atau tidak menyala. Perlunya peran
Kepolisian Republik Indonesia untuk menggecarkan himbauan terkait penerapan
135
perilaku penggunaan lampu utama saat berkendara melalui berbagai media,
misalnya dengan memasang spanduk dan baliho. Selain itu, perlunya melakukan
sosialisasi terkait pentingnya penggunaan lampu utama saat berkendara sehingga
para siswa tidak hanya tergantung pada ketersediaan fasilitas utama yang telah
diatur otomatis menyala, melainkan juga mengetahui fungsi dari penggunaan lampu
utama tersebut.
Selain itu, perlunya peran keluarga (terutama orang tua) untuk selalu
mengingatkan anak-anaknya untuk menyalakan lampu utama setiap akan
berkendara karena tidak semua motor memiliki lampu utama yang telah diatur
otomatis menyala. Bentuk peran keluarga dapat berupa teguran, nasihat dan bahkan
dukungan finansial untuk beberapa hal misalnya biaya perbaikan kendaraan
(Falaah, 2016). Dengan demikian, diharapkan agar alasan tidak menggunakan
lampu utama dikarenakan rusak dapat berkurang demi meminimalisir peluang
terjadinya kecelakaan.
6.2.11 Gambaran Perilaku Menjaga Jarak Aman Dengan Kendaraan Lain
Pada Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur
Departemen Perhubungan Darat (2008) menyatakan bahwa perlindungan
terbaik adalah menjaga jarak dengan pengguna jalan lainnya. Jika seseorang
melakukan kesalahan, jarak yang aman memberikan waktu untuk bereaksi dan
melihat peluang kemana anda akan menghindar.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki
perilaku menjaga jarak aman dengan kendaraan lain yang buruk yakni sebesar
69,3%. Adapun alasan siswa menjaga jarak aman dengan kendaraan lain saat
136
berkendara yakni pengetahuan, sikap, persepsi dan pengalaman. Sedangkan, alasan
siswa tidak menjaga jarak aman dengan kendaraan lain saat berkendara yakni sikap
dan persepsi. Alasan tertinggi siswa yang tidak menjaga jarak aman engan
kendaraan lain adalah agar tidak disalip oleh kendaraan lain (42%).
Persepsi pengemudi motor terhadap resiko berkendara cenderung rendah.
Dibanding keselamatan diri sendiri, alasan-alasan lain yang melibatkan dirinya
sendiri, dianggap lebih berperan di dalam keputusan mereka untuk mematuhi aturan
lalu lintas (Winurini, 2012). Untuk itu, perlunya dilakukan diadakan sosialisasi dan
pemberian edukasi tentang pentingnya menjaga jarak aman dengan kendaraan lain
saat berkendara. Sosialisasi dan pemberian edukasi ini akan menambah
pengetahuan, dimana pertambahan intelegensi seseorang merupakan salah satu cara
terbentuknya sikap yakni dengan cara diferensiasi (Azhari, 2004). Sikap merupakan
dasar dari terbentuknya suatu perubahan perilaku (Notoatmodjo, 2003) sehingga
sikap yang positif akan menimbulkan perubahan perilaku yang positif pula.
6.2.12 Gambaran Perilaku Berkendara Dengan Penuh Konsentrasi Pada
Siswa SMA Dua Mei Ciputat Timur
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 telah mencantumkan bahwa setiap
pengendara harus mengemudikan kendaraan secara wajar dan penuh konsentrasi.
Departemen Perhubungan Darat (2008) menambahkan bahwa penuh konsentrasi
yang dimaksud adalah kondisi tubuh saat berkendara bebas dari pengaruh alkohol
dan obat-obatan, tidak mengantuk dan merasa lelah serta tidak mengoperasikan
handphone saat berkendara.
137
Temuan oleh Riskiansah dan Zain (2011) menunjukkan bahwa kecelakaan
lalu lintas disebabkan karena pengendara yang mengantuk sebesar 11%, dengan
rata-rata jarak berkendara 19,58 km per hari. Banyaknya kecelakaan yang
disebabkan pengendara mengantuk dikarenakan pengendara sepeda motor pada
umumnya tidak merasa bahwa dirinya mengantuk, seringkali mereka memaksakan
dirinya untuk tetap mengendarai motor (Kartika, 2009). Pengendara yang
mengantuk pada umumnya disebabkan karena mereka kurang istirahat, namun
memaksakan untuk pergi atau pulang dengan mengendarai motornya (Handayani
dkk., 2017). Selain itu, faktor mengantuk juga dapat dikarenakan terus-menerus
menghirup gas karbon dari hasil pembakaran kendaraan lain. Hasil pembakaran
kendaraan bermotor mengandung karbon yang dapat mempengaruhi daya kerja
otak sehingga menimbulkan efek mengantuk (Raymond, 2008).
Berkendara dengan sepeda motor di jalan raya membutuhkan konsentrasi
yang tinggi bagi pengendara sepeda motor dikarenakan harus memperhatikan
interaksi dengan pengguna jalan lainnya, serta rambu-rambu lalu lintas jalan raya.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh National Higway Traffic Safety
Administration (2007) menunjukkan bahwa tabrakan yang paling umum biasanya
untuk pengendara adalah penggunaan handphone. Adapun temuan oleh Sahabudin
dkk. (2011) menunjukkan bahwa ada hubungan antara penggunaan handphone
dengan kejadian lalu lintas pada sepeda motor dimana variabel ini juga menjadi
faktor risiko terjadinya kecelakaan lalu lintas. Menggunakan handphone pada saat
berkendara dapat menyebabkan pengendara sulit berkonsentrasi dalam
menjalankan kendaraannya meskipun mereka telah menggunakan hands-free.
Pengendara yang menggunakan handphone ketika berkendara, menghadapi sebuah
138
risiko tabrakan 4 kali apabila dibandingkan dengan pengendara yang tidak
menggunakan handphone (Mohan dkk, 2006).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki
perilaku berkendara dengan penuh konsentrasi yang baik yakni sebesar 62,9%.
Adapun alasan tertinggi siswa berkendara dengan menggunakan dan tidak
menggunakan handphone serta berkendara dalam kondisi mengantuk dan tidak
mengantuk adalah sikap dan persepsi. Banyak siswa yang beralasan demi
keselamatan diri sehingga tidak memutuskan untuk tidak menggunakan handphone
saat berkendara. Apabila menggunakan handphone saat ada kepentingan mendesak,
maka mereka akan berhenti sejenak di pinggiran jalan. Selain itu, alasan tertinggi
siswa tidak berkendara dalam kondisi mengantuk adalah demi keselamatan diri saat
berkendara. Bahkan, banyak siswa yang memiliki sikap bahwa mereka tidak akan
berkendara apabila dalam kondisi mengantuk.
Akan tetapi, masih banyaknya siswa yang beralasan karena keperluan
mendesak sehingga memaksakan mereka harus berkendara dengan menggunakan
handphone atau dalam kondisi mengantuk. Oleh karena itu, perlunya diadakan
sosialisasi dan pemberian edukasi oleh pihak Kepolisian Republik Indonesia
kepada para siswa tentang himbauan pentingnya berkendara dengan penuh
konsentrasi, terutama berkendara tanpa mengantuk dan tidak menggunakan
handphone karena hal tersebut bukan hanya mengancam keselamatan diri sendiri,
melainkan pengguna jalan lainnya.
139
6.2.13 Gambaran Perilaku Berkendara Tidak Berlawanan Arah Pada Siswa
SMA Dua Mei Ciputat Timur
Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan menyatakan bahwa setiap pengguna jalan wajib untuk berperilaku tertib;
dan/atau mencegah hal-hal yang dapat merintangi, membahayakan keamanan dan
keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan, atau yang dapat menimbulkan
kerusakan jalan. Berkendara berlawanan arah merupakan salah satu faktor yang
dapat membahayakan keamanan dan keselamatan lalu lintas.
Para pengendara sepeda motor sering bersikap seenaknya di jalanan dengan
melawan arus dimana hal tersebut menunjukkan bahwa mereka seolah tutup mata
dengan adanya pengendara lain yang berjalan berlawanan arah dengan mereka
(Nooryadin dkk, 2016). Kasus kecelakaan yang terjadi karena melawan arus, tak
membuat jera para pengendara yang lainnya. Perilaku pengendara motor lainnya
yang melawan arus dapat mempengaruhi sesama pengendara untuk ikut melakukan
penyimpangan pula (Hidayah, 2015).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki
perilaku berkendara tidak berlawanan arah yang baik yakni sebesar 53,6%. Adapun
alasan siswa berkendara tidak berlawanan arah adalah sikap, persepsi, pengalaman,
peraturan dan hukum serta pengawasan polisi dimana alasan tertinggi adalah
keselamatan diri saat berkendara (41%). Sedangkan, alasan siswa berkendara
berlawanan arah adalah sikap, persepsi, pengawasan polisi, dan pengaruh
pengendara lainnya dimana alasan yang paling banyak muncul adalah sedang tidak
adanya polisi bertugas (35%), agar cepat sampai tujuan (26%) dan banyak
pengendara lain yang melawan arah (25%).
140
Untuk itu, pihak Kepolisian Republik Indonesia perlu untuk memperketat
pengawasan ketertiban lalu lintas, termasuk perilaku pengendara yang menyimpang
dengan melawan arus. Diharapkan semakin berkurangnya pengendara yang
menyimpang, maka perkembangan pengaruh negatif sesama pengendara juga turut
mengalami penurunan. Selain itu, perlu juga diadakan sosialisasi dan pemberian
edukasi oleh pihak Kepolisian Republik Indonesia bekerja sama dengan pihak
sekolah sebagai fasilitator sehingga nantinya akan meningkatkan kesadaran siswa
mengenai betapa pentingnya aspek keselamatan dalam berkendara.
141
7 BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap siswa SMA Dua
Mei Ciputat Timur, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Sebagian besar responden memiliki perilaku keselamatan berkendara
yang buruk (56,4%) dimana terdapat 9 kriteria yang penrapannya buruk
meliputi pemeriksaan kendaraan sebelum berkendara, mematuhi rambu
dan lampu lalu lintas, pengendalian kecepatan, kepemilikkan SIM C,
penggunaan APD, tidak membawa penumpang lebih dari satu orang,
penggunaan lampu sein, menjaga jarak aman dengan kendaraan lain, dan
penggunaan lajur jalan sesuai fungsinya saat berkendara (56,4%).
2. Sebagian besar responden memiliki perilaku pemeriksaan kendaraan
sebelum berkendara yang buruk (60,7%) dimana alasan tertinggi tidak
melakukan pemeriksaan kendaraan sebelum berkendara adalah karena
hanya berkendara dalam jarak dekat.
3. Sebagian besar responden memiliki perilaku mematuhi rambu dan lampu
lalu lintas yang buruk (53,6%) dimana alasan tertinggi tidak mematuhi
rambu dan lampu lalu lintas adalah tidak paham arti rambu dan karena
banyak pengendara lainnya yang melanggar.
4. Sebagian besar responden memiliki perilaku pengendalian kecepatan
saat berkendara yang buruk (57,1%) dimana alasan tertinggi tidak
142
melakukan pengendalian kecepatan saat berkendara adalah agar cepat
sampai tujuan.
5. Sebagian besar responden memiliki perilaku kepemilikkan SIM C yang
buruk (88,6%) dimana alasan tertinggi memilih tetap berkendara
meskipun tidak memiliki SIM C adalah keterpaksaan karena tidak ada
yang mengantar.
6. Sebagian besar responden memiliki perilaku membawa STNK saat
berkendara yang baik (64,3%) dimana alasan tertinggi tidak membawa
STNK saat berkendara adalah karena hanya berkendara jarak dekat.
7. Sebagian besar responden memiliki perilaku penggunaan APD saat
berkendara yang buruk (66,4%) dimana alasan tertinggi tidak
menggunakan APD adalah karena hanya berkendara jarak dekat dan
merasa kurang nyaman.
8. Sebagian besar responden memiliki perilaku penggunaan lajur jalan
sesuai fungsinya saat berkendara yang buruk (56,4%) dimana alasan
tertinggi tidak menggunakan lajur jalan sesuai fungsinya adalah terburu-
buru karena dikejar waktu.
9. Sebagian besar responden memiliki perilaku tidak membawa penumpang
> 1 orang yang buruk (50,7%) dimana alasan tertinggi membawa
penumpang > 1 orang adalah karena hanya berkendara jarak dekat dan
agar tidak repot bolak-balik.
10. Sebagian besar responden memiliki perilaku penggunaan lampu sein saat
berkendara yang buruk (64,3%) dimana alasan tertinggi tidak
143
menggunakan lampu sein adalah karena kondisi jalanan sedang sepi
sehingga merasa tidak perlu menggunakan lampu sein.
11. Sebagian besar responden memiliki perilaku penggunaan lampu utama
saat berkendara yang baik (65,7%) dimana alasan tertinggi tidak
menggunakan lampu utama adalah lupa.
12. Sebagian besar responden memiliki perilaku menjaga jarak aman dengan
kendaraan lain yang buruk (69,3%) dimana alasan tertinggi tidak
menjaga jarak aman dengan kendaraan lain adalah agar tidak disalip oleh
kendaraan lain.
13. Sebagian besar responden memiliki perilaku berkendara dengan penuh
konsentrasi yang baik (62,9%) dimana alasan tertinggi tidak berkendara
dengan penuh konsentrasi adalah karena adanya keperluan mendesak.
14. Sebagian besar responden memiliki perilaku berkendara tidak
berlawanan arah yang baik (53,6%) dimana alasan tertinggi berkendara
berlawanan arah adalah sedang tidak ada polisi yang sedang bertugas.
7.2 Saran
7.2.1 Bagi Siswa
1. Diharapkan para siswa yang telah memenuhi syarat kepemilikkan SIM
tetapi belum memiliki SIM agar segera mengurus proses pembuatan
SIM.
2. Diharapkan agar lebih menaati peraturan lalu lintas, baik saat
berkendara jarak jauh maupun jarak dekat agar dapat meminimalisir
terjadinya kecelakaan.
144
7.2.2 Bagi Pihak Sekolah
1. Diharapkan agar melakukan sosialisasi mengenai pentingnya perilaku
keselamatan berkendara melalui memanfaatkan berbagai media
promosi kesehatan, misalnya dengan memasang spanduk dan/atau
poster, leaflet dan sebagainya yang berisi ajakan atau himbauan untuk
menerapkan aspek keselamatan berkendara.
2. Diharapkan agar melakukan sosialisasi mengenai perilaku keselamatan
berkendara melalui pemberian edukasi kepada para siswa dengan
bekerja sama dengan pihak kepolisian setempat.
3. Diharapkan agar lebih memanfaatkan peran guru atau satpam sekolah
untuk memberikan teguran ataupun sanksi bagi siswa yang berperilaku
tidak aman saat berkendara.
4. Diharapkan memberlakukan larangan membawa sepeda motor ke
sekolah apabila tidak memiliki SIM.
7.2.3 Bagi Pihak Kepolisian Republik Indonesia
1. Diharapkan agar lebih menggencarkan kegiatan sosialisasi berupa
pemberian edukasi mengenai pentingnya perilaku keselamatan
berkendara yang dapat dilakukan melalui cara bekerja sama dengan
pihak sekolah.
2. Diharapkan agar lebih menggecarkan kampanye atau iklan layanan
masyarakat mengenai penerapan keselamatan berkendara pada
berbagai media promosi kesehatan, misalnya dengan memasang
spanduk atau baliho yang berisi ajakan atau himbauan untuk
menerapkan aspek keselamatan berkendara.
145
3. Diharapkan agar lebih memperketat pengawasan dengan mengadakan
sweeping terkait dengan penerapan keselamatan berkendara, terutama
pada pengendara usia muda.
7.2.4 Bagi Pihak Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Jakarta
1. Diharapkan agar turut serta berpartisipasi dalam melakukan upaya
promotif mengenai penerapan keselamatan berkendara berupa
pemberian edukasi kepada para siswa sebagai bentuk pengabdian
masyarakat, dikarenakan SMA Dua Mei Ciputat ini berada dalam ranah
wilayah UIN Jakarta.
146
8 DAFTAR PUSTAKA
Abubakar, Iskandar. Cara Aman Naik Motor. Diakses pada tanggal 5 Desember
2016 melalui http://www.hubdat.web.id. 2006.
AkuPintar. SMA Dua Mei Ciputat, Tangerang Selatan [WWW Document].
AkuPintar.info. URL http://www.akupintar.info/sekolah/sma-dua-mei-
ciputat-tangerang-selatan-9001 (accessed 11.14.17).
Adinugroho, N., Kurniawan, B., Wahyuni, I. 2014. Faktor yang Berhubungan
dengan Praktik Safety Driving pada Pengemudi Angkutan Kota Jurusan
Banyumanik-Johar Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Volume
2.
Akaataeba, dkk. 2014. A cross-sectional observational study of helmet use among
motorcyclists in Wa, Ghana. Accident Analysis Prevention. Volume 64, hal.
18–22.
Ali, Eman K. El-Badawy, Sherif M. Shawaly, El-Sayed A. 2014. Young drivers
behavior and its influence on traffic accidents. Journal of Traffic and
Logistics Engineering, Volume 2.
Ambarwati, L., Sulistio, H., Negara, G.H., Hariadi, Z. 2012. Karakteristik dan
Peluang Kecelakaan pada Mobil Pribadi di Wilayah Perkotaan. Jurnal
Rekayasa Sipil, Volume 4, hal. 124–135.
Andisiri, A., Pitrah. 2016. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku
Safety Riding Pada Siswa SMA Negeri 1 Wundulako Kabupaten Kolaka
Tahun 2016. Universitas Halu Oleo.
Ariwibowo, R. 2013. Hubungan antara Umur, Tingkat Pendidikan, Pengetahuan,
Sikap terhadap Praktik Safety Riding Awareness pada Pengendara Ojek
Sepeda Motor di Kecamatan Banyumanik. Jurnal Kesehatan Masyarakat
2013, Volume 2. Universitas Diponegoro.
Asdar, M. 2013. Perilaku Safety Riding Pada Siswa SMA di Kabupaten Pangkep.
Universitas Hasannudin.
147
Astuti, I.D. 2014. Analisis Penerapan Perilaku Aman Berkendara pada Mahasiswa
Pengendara Sepeda Motor Di Kawasan UNSRI Indralaya Tahun 2014.
Universitas Sriwijaya.
Ayuningtyas, Diah Setyowati., Santoso, Guritnaningsih. 2007. Hubungan Antara
Intensi Untuk Mematuhi Rambu- Rambu Lalu Lintas Dengan Perilaku
Melanggar Lalu Lintas Pada Supir Bus Di Jakarta. Jurnal Psikologi Sosial,
Volume 13. ISSN : 0853- 3997. Azhari, A. 2004. Psikologi Umum dan
Perkembangan. Mizan Publika: Jakarta.
Azizah, M.H. 2016. Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Keselamatan
Berkendara (Safety Riding) pada Mahasiswa (Studi pada Mahasiswa FMIPA
UNNES Angkatan 2009-2015) (Skripsi). Universitas Negeri Semarang:
Semarang.
Badan Pusat Statistik. 2014a. Perkembangan Jumlah Kendaraan Bermotor
Menurut Jenis Tahun 1949-2014.
Badan Pusat Statistik. 2014b. Statistik Indonesia Tahun 2014.
Badan Pusat Statistik Kota Tangerang Selatan. 2015. Kecamatan Ciputat Timur
Dalam Angka 2015.
Badan Pusat Statistik Provinsi Banten. 2016. Banten dalam Angka 2016.
Badan Pusat Statistik Tangerang Selatan. 2013. Kota Tangerang Selatan Dalam
Angka 2013.
Barata, A. 2015. Dasar Pelayanan Prima. PT. Elex Media Komputindo: Jakarta.
BSN 2007. SNI 1811-2007 Helm pengendara kendaraan bermotor roda dua.
Jakarta: Badan Standardisasi Nasional
Budiarto, E. 2002. Biostatistika. EGC: Jakarta.
Cafiso, S., La Cava, G., Pappalardo, G. 2012. A logistic model for Powered Two-
Wheelers crash in Italy. Procedia—Social Behavioral Sciences. hal. 881–890.
Chandra, B. 1995. Pengantar Statistik Kesehatan. EGC: Jakarta.
Chang, H., Yeh, T. 2007. Motorcyclist accident involvement by age, gender, and
risky behaviors in Taipei, Taiwan. Transportation Researches Part F: Traffic
Psychological and Behaviour, Volume 10, hal. 109–122.
doi:10.1016/j.trf.2006.08.001
Chaplin, J. 2005. Kamus Lengkap Psikologi. PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta.
148
Dawangi, Handhika. 2016. Ditilang, Yanto Cuma Bisa Senyum Lebar. 'Kenapa
Pakai Helm saat Lihat Polisi. Available at:
http://manado.tribunnews.com/2016/03/01/ditilang-yanto-cuma-bisa-
senyum-lebar-kenapa-pakai-helm-saat-lihat-polisi
Departemen Kesehatan RI. 2009. Profil Kesehatan Indonesia. Departemen
Kesehatan RI: Jakarta.
Dirjen Perhubungan Darat. 2014. Perhubungan Darat dalam Angka 2013.
Dirjen Perhubungan Darat. 2008. Buku Petunjuk Tata Cara Bersepeda Motor di
Indonesia. Kementerian Perhubungan RI, Jakarta.
Errika, A. 2008. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Safety Riding
Siswa SMA Mulia Tangerang Tahun 2008. Skripsi. Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta: Jakarta.
Febrina, A. 2012. Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan Perilaku Tidak Aman
Pengendara Ojek Stasiun Citayam, Depok Tahun 2012. Skripsi. Universitas
Indonesia: Depok.
Fitriani, S. 2011. Promosi Kesehatan. Graha Ilmu: Yogyakarta.
Geller, E.S. 2001. The Psychology of Safety Handbook. Lewis Publishers: United
States of America.
Green, L. 1980. Health Education Planning: A Diagnostic Approach. Mayfield
Publication: California.
Global Road Safety Partnership (GRSP). 2008. Speed Management: a Road Safety
Manual for Decision Makers and Practitioners.
Hakim, L., Nuqul, F.L. 2011. Analisa Sikap Terhadap Aturan Lalu Lintas pada
Komunitas Bermotor. Jurnal Psikologi Indonesia. Volume 8.
Handayani, D., Ophelia, R., Hartono, W. 2017. PENGARUH PELANGGARAN
LALU LINTAS TERHADAP POTENSI KECELAKAAN PADA REMAJA
PENGENDARA SEPEDA MOTOR. E-Jurnal Matriks Teknik Sipil.
Hidayah, F. 2016. Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Aman Berkendara
(Safety Riding) Pelajar SMA Sederajat di Kecamatan Koto Tangah Kota
Padang Tahun 2015. Skripsi. Universitas Andalas: Padang.
Hidayati, A. 2015. Hubungan Jenis Kelamin dan Faktor Perilaku Pengendara
Sepeda Motor dengan Kecelakaan Lalu Lintas di Kecamatan Wonokromo
149
Surabaya pada Siswa SMP Tahun 2015. Skripsi. Surabaya: Universitas
Airlangga.
Hidayat, I., Fadlil, A., Fathurrozaq, E. 2009. Purwarupa Sistem Pembatas
Kecepatan Sepeda Motor Berbasis Mikrokontroler AT89S52.
TELKOMNIKA, Volume 7, hal. 103-108.
Hikmana, A.A., Djakfar, L., Suharyanto, A. 2014. Evaluasi Efektivitas
Implementasi Lajur Sepeda Motor (Studi Kasus Jalan Raya Darmo Kota
Surabaya). Jurnal Rekayasa Sipil, Volume 8, hal. 158–165.
Hendrati, L.Y., Hidayati, A. 2016. Analisis Risiko Kecelakaan Lalu Lintas
Berdasarkan Pengetahuan, Penggunaan Jalur, dan Kecepatan Berkendara.
Jurnal Berkala Epidemiologi, Volume 4, hal. 275–287.
Huang, B., Preston, J. 2004. Literature Review on Motorcycle Collisions: Final
Report. University of Oxford Transport Studies Unit. Oxford University:
Oxford.
Hung, D.V., Stevenson, M.R., Ivers, R.Q. 2006. Prevalence of helmet use among
motorcycle riders in Vietnam. Injury Prevention, Volume 12, hal. 409–413.
doi:10.1136/ip.2006.012724
Irlianti, Ayu., Dwiyati, Endang. 2014. Analisis perilaku aman tenaga kerja
menggunakan model Perilaku abc ( antecedent behavior consequence). The
Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, Volume 3
Jou, R.C., Yeh, T.H., Chen, R.S. 2012. Risk factors in motorcyclist fatalities in
Taiwan. Traffic Injury Prevention, Volume 13, hal. 155–162.
Karyani. 2005. Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Perilaku Aman di
Schlumberger Indonesia Tahun 2005. Universitas Indonesia: Depok.
Kementerian Pendidikan dan Budaya RI. 2016. Data Referensi Pendidikan.
Available at: [WWW Document]. URL
http://referensi.data.kemdikbud.go.id/index11.php?kode=286302&level=3
(accessed 12.8.16).
Kepolisian Negara Republik Indonesia. 2013. Polantas Dalam Angka Tahun 2013
Kepolisian Negara Republik Indonesia. 2014. Polantas Dalam Angka Tahun 2014.
Kurniasih, D., Arninputranto, W. 2014. Analisa Perilaku dan Lingkungan
Berkendara Sepeda Motor pada Pelajar SMA di Surabaya Untuk
150
Menentukan Metode Sosialisasi dan Pembelajaran Safety Riding yang
Efektif. Jurnal Pendidikan Profesional, Volume 2. Politeknik Perkapalan
Negeri Surabaya.
Kusmagi, M.A. 2010. Selamat Berkendara di Jalan Raya. Raih Asia Sukses
(Penebar Swadaya Group): Depok.
Lanhatte dkk. 2008. Is the Way Young People Drive a Reflection of the Way Their
Parents Drive? An Econometric Study of the Relation Between Parental Risk
and Their Children’s Risk. Risk Analysis. Volume 28.
Legislative Audit Divison (LAD). 1997. Montana Speed Limit Analysis. State
Capitol Building: Montana.
Lestari, R. 2015. Analisis Pelanggaran Pengendara Motor Terhadap Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
(Stdui Kasus Pada Satlantas Kepolisian Resor Subang Jawa Barat).
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Liu, dkk. 2009. Helmets for preven-ting injury in motorcycle riders. The Cochrane
Database of Systematic Reviews2005.
Ludyaningrum, R.M. 2016. Perilaku Berkendara dan Jarak Tempuh Dengan
Kejadian ISPA Pada Mahasiswa Universitas Airlangga Surabaya. Jurnal
Berkala Epidemiologi, Volume 4, hal. 371–383.
Lwanga, S.K. Lemeshow, S., 1991. Sample size determination in health studies: a
practical manual. WHO Press: Geneva.
Mahawati, E., Prasetya, J. 2013. Analisis Penggunaan Handphone Saat Berkendara
terhadap Potensial Kecelakaan Lalu Lintas pada Remaja di Semarang.
Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi Terapan 2013. hal.
435–442.
Mannering, F.L., Grodsky, L.L. 1995. Statistical Analysis of Motorcyclists’
Perceived Accident Risk. Accident Analysis Prevention. Volume 27, hal. 21–
31.
Marsaid. 2013. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Kecelakaan Lalu
Lintas Pada Pengendara Sepeda Motor Di Wilayah Polres Kabupaten
Malang. Jurnal Ilmu Keperawatan, Volume 1, hal. 98–112.
151
McLeod, R., Schell, G.P. 2008. Sistem Informasi Manajemen. Salemba Empat:
Jakarta.
Kartika, Metta. 2009. Analisis Faktor Penyebab Kecelakaan Lalu Lintas Pada
Pengendara Sepeda Motor di Wilayah Depok (Menggunakan Data
Kecelakaan Polres Metro Depok Tahun 2008). Skripsi. Departemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat.
Universitas Indonesia: Depok.
Mohan, D., Tiwari, G., Khayesi, M., Nafukho, F.M. 2006. Road Traffic Injury
Prevention: Training Manual. India: WHO.
Mubarokah, K. 2013. Implikasi Peran Kontrol Orang Tua terhadap Remaja dalam
Membudayakan Keselamatan Berkendara Guna Menurunkan Angka
Kejadian Kecelakaan Lalu Lintas. Universitas Dian Nuswantoro: Semarang.
Muhamad, A., 2016. Faktor-Faktor Perilaku Penggunaan Helm Penumpang Sepeda
Motor Pada Mahasiswa Kampus II UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun
2016. Skripsi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta: Jakarta.
Najid. 2012. Estimasi Tingkat Kecelakaan Lalu Lintas Nasional dan 6 Propinsi di
Pulau Jawa Indonesia. Universitas Tarumanegara.
Nani, P. 2009. Perilaku Pengendara Sepeda Motor Pada Remaja Tehadap Risiko
Kecelakaan Lalu Lintas. Jurnal Penelitian Fakultas Kesehatan Masyarakat.
Universitas Airlangga, Surabaya.
National Highway Traffic Safety Administration. 2008. Traffic Safety Facts:
Motor-cycle Helmet Use in 2008—Overall Results: Report No. DOT HS 811
044. Department of Transportation: Washington DC.
National Highway Traffic Safety Administration. 2007. Traffic Safety Facts 2005:
Motorcycles. National Highway Traffic Safety Administration: Washington
DC.
Nayazri, G.M. 2015. Cek Lima Hal Penting ini Sebelum Berkendara [WWW
Document]. Otomania. URL http://www.otomania.com (accessed 11.19.17).
Noorkasiani, Heryati, R., Ismail. 2009. Sosiologi Keperawatan. EGC: Jakarta.
Notoatmodjo, S. 2003. Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku
Kesehatan. Andi Offset: Yogyakarta.
Notoatmodjo, S. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta: Jakarta.
152
Notosiswoyo, M. 2014. Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Siswa SLTA Dalam
Pencegahan Kecelakaan Sepeda Motor di Kota Bekasi. Litbangkes
Departemen Kesehatan RI, Volume 13, hal. 1–9.
Nur Cahyadi, M. 2011. Perancangan Iklan Safety Riding Sebagai Media Sosialisasi
Safety Riding. Sekolah Tinggi Manajemen Informasi dan Komputer:
AMIKOM Yogyakarta.
Oluwadiya, K., Kolawole, I., Adegbehingbe, O. 2009. Motorcycle crash
characteristics in Nigeria: Implication for control. Accident Analysis
Prevention, Volume 41, hal. 294–298. doi:10.1016/j.aap.2008.12.002
Permana, B.E. 2012. Faktor Penyebab Pelanggaran Lalu Lintas Oleh Pengendara
Motor Di Kota Kuningan. Skripsi. Universitas Negeri Semarang: Semarang.
Perwitanigsih, R. 2013. Hubungan Antara Pengetahuan dan Sikap Terhadap
Praktik Keselamatan dan Kesehatan Berkendara Sepeda Motor pada
Mahasiwa Kesehatan Masyarakat Udinus Semarang. Universitas Dian
Nuswantoro.
Poniman, F., Nugroho, I., Azzaini, J. 2006. Kubik Leadership. Hikmah: Jakarta.
Pramitasari, R., Mahawati, E., Hartini, E. 2014. Perbedaan Perilaku Safety Riding
(Keselamatan Berkendara) Berdasarkan Karakteristik Siswa SMA Negeri 1
Semarang Tahun 2013. Universitas Dian Nuswantoro.
Prasilika, T. 2007. Studi Persepsi Keselamatan Berkendara Serta Hubungan
Dengan Locus Of Control Pada Mahasiswa FKM UI Yang Mengendarai
Motor Tahun 2007. Universitas Indonesia.
Prayudi, R. 2013. Peran Klub Motor Dalam Pembentukan Perilaku Berkendara
Yang Aman (Safety Riding). Volume 2. Universitas Sumatera Utara.
Putri, S.E.. 2011. Analisis Faktor Penentuan Batas Kecepatan Kendaraan Di Jalan
Arteri Pada Ruas Jalan Perkotaan. Tesis. Universitas Indonesia: Depok.
Ramadhan, B.F. 2009. Persepsi Siswa/i SMA terhadap Keselamatan Berkendara
Motor Tahun 2009. Universitas Indonesia: Depok.
Ramona, P., Ekie, R. 2014. Efektivitas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009
Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan Dalam Meningkatkan Keamanan
Dan Keselamatan Berlalulintas Di Kalangan Anak Remaja Kabupaten
Maros.
153
Raymond, A. 2008. Gambaran faktor-faktor penyebab kecelakaan kendaraan
bermotor di wilayah Jakarta Timur bulan Januari-Maret tahun 2008. Skripsi.
Universitas Indonesia: Depok.
Rifal, A.D.C., Dewi, A., Hartanti, I.R. 2015. Faktor Resiko yang Berhubungan
dengan Kecelakaan Lalu Lintas pada Pengemudi Bus P.O Jember Indah
(Risk Factors In Relation To Traffic Accident In Bus Drivers P.O Jember
Indah). Artikel Ilmiah Mahasiswa.
Riskiansah, Anna. Zain, Ismaini. 2010. Analisis Pola Tingkah Laku Pengendara
Sepeda Motor Di Kota Surabaya Dengan Driver Behavior Questionnaire
(DBQ). Skripsi. Institut Teknologi Sepuluh November.
Robbins, S.P., Judge, T.A. 2008. Perilaku Organisasi. Salemba Empat: Jakarta.
Roughton, James E. 2002. Developing an effective safety culture: a leadership
approach. USA: Butterworth Heinemann.
Saiful, H., Taufik, S. 2011. Studi Penyebab Kematian Akibat Kecelakaan Lalu
Lintas yang Diperiksa diBagian Kedokteran Forensik Rumah Sakit Umum
Daerah dr.Zainoel Abidin Banda Aceh.
Sahabudin, Wartatmo, H., Kuschitawati, S. 2011. Pengendara sebagai Faktor
Risiko Terjadinya Kecelakaan Lalu Lintas Sepeda Motor Tahun 2010.
Berita Kedokteran Masyasyarakat, Volume 27, hal. 94–100.
Salihat, K., Kurniawidjaja, L. M. 2010. Persepsi Risiko Berkendara dan Perilaku
Penggunaan Sabuk Keselamatan di Kampus Universitas Indonesia, Depok.
Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, Volume 4.
Sarry, Y.P., Widodo, H. 2014. Upaya Polisi Lalu Lintas dalam Meningkatkan
Kedisiplinan Berlalu Lintas Pengendara Bermotor (Studi Deskriptif terhadap
Program Kanalisasi Lajur Kiri pada Satlantas Polrestabes Surabaya).
Kajian Moral dan Kewarganegaraan, Volume 2, hal. 564–578.
Sarwono, S.W. 2013. Pengantar Psikologi Umum. Rajawali Pers: Jakarta.
Savolainen, P., Mannering, F. 2007. Probabilistic models of motorcyclists’ injury
severities in single- and multi-vehicle crashes. Accident Analysis Prevention,
Volume 39, hal. 955–963.
154
Siregar, R.D. 2010. Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Safety Riding
Pada Civitas Akademika UIN Jakarta Tahun 2010. Skripsi. Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta: Jakarta.
Sugono, D. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. 4th ed. PT.
Gramedia: Jakarta.
Sulistiyowati, N., Senewe, F.P. 2014. Pola Penyebab Kematian Usia Produktif (15-
54 Tahun) (Analisis lanjut dari “Pengembangan Registrasi Kematian dan
Penyebab Kematian di Kabupaten/Kota di Indonesia Tahun 2012”). Jurnal
Kesehatan Reproduksi, hal. 37–47.
Suma’mur. 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hiperkes). Jakarta:
CV. Sagung Seto
Sunaryo. 2004. Psikologi untuk Keperawatan. EGC: Jakarta.
Sunggiardi, R., Putranto, L.S., Ariwibowo, R. 2007. Tingkat Ketaatan Pengemudi
Sepeda Motor dalam Penggunaan Lajur Jalan pada Berbagai Kondisi Arus
Lalu Lintas. Jurnal Transportasi FSTPT. Volume 7, hal. 105–114.
Susanta. 2006. Sikap: Konsep dan Pengukuran. Jurnal Administrasi Bisnis,
Volume 2.
Susantono, B. 2014. Sepeda Motor: Peran dan Tantangan. Disampaikan pada event
Asosiasi Industri Sepedamotor Indonesia dengan tema "Teknologi, Keselatan
dan Sikap".
Suwarjana, I.K. 2016. Statistik Kesehatan. Andi Offset: Yogyakarta.
Sya’af, M. 2008. Analisis perilaku berisiko (At-Risk Behavior) pada Pekerja Unit
Usaha Las Sektor Informal di Kota X Tahun 2008. Skripsi. Universitas
Indonesia: Depok.
Tanwaka. 2008. Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Manajemen dan implementasi
K3 di tempat kerja. Surakarta: Harapan Press.
Utari, G.C. 2010. Hubungan Pengetahuan, Sikap, Persepsi dan Keterampilan
Mengendara Mahasiswa Terhadap Perilaku Keselamatan Berkendara di
Universitas Gunadarma Bekasi Tahun 2009. Skripsi. Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta: Jakarta.
WHO. 2015. Global Status Report On Road Safety 2015. WHO Press: Italy.
155
WHO. 2013. Global Status Report On Road Safety 2013 : Time For Action. WHO
Press, Switzerland.
WHO. 2004. World Report on Road Traffic Injury Prevention. WHO Press,
Geneva.
Winurini, S. 2012. Perilaku Agresi Pengemudi Kendaraan Bermotor di Jakarta.
Info Singkat Kesejahteraan Sosial, Volume 14.
Xuequen, dkk, 2011. Prevalence rates of helmet use among motorcycle riders in a
developed region in China. Accident Analysis Prevention. Volume 43, hal.
214–219.
Yogatama. 2013. Analisis Pengaruh Attitude, Subjective Norm, Dan Perceived
Behavior Control Terhadap Intensi Penggunaan Helm Saat Mengendarai
Motor Pada Remaja Dan Dewasa Muda Di Jakarta Selatan. Pros. PESAT.
Zuhaida. 2008. Menjadi Teman Baik. CV. Ghyyas Putra: Semarang.
156
LAMPIRAN
157
Lampiran 1 | Kuesioner Penelitian
No. Responden
GAMBARAN PENERAPAN PERILAKU KESELAMATAN
BERKENDARA PADA SISWA SMA DUA MEI CIPUTAT TIMUR
TAHUN 2017
Assalamualaikum Wr. Wb.
Saya, Amalia Permatasari, mahasiswi Peminatan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3) Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan sedang melakukan penelitian untuk tugas akhir dengan judul ”Gambaran
Penerapan Perilaku Keselamatan Berkendara Pada Siswa SMA Dua Mei Ciputat
Timur Tahun 2017”. Sehubungan dengan hal tersebut, maka saya memohon kesediaan
Anda untuk mengisi kuesioner guna membantu dalam proses penelitian ini. Setiap
jawaban yang Anda berikan, akan dijaga kerahasiaannya dari siapapun. Oleh sebab itu,
kejujuran Anda dalam menjawab kuesioner ini akan sangat saya hargai. Akhir kata, saya
ucapkan terimakasih atas kesediaan Anda menjadi responden pada penelitian ini. Semoga
kerjasama Anda mendapat balasan terbaik dari-Nya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
158
PERNYATAAN KESEDIAAN RESPONDEN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa bersedia mengisi kuesioner
penelitian ini dengan sadar dan tanpa paksaan. Data yang terdapat didalamnya adalah
jawaban yang sebenar-benarnya.
Ciputat, ________________2017
_________________________
159
KUESIONER PENELITIAN
GAMBARAN PENERAPAN PERILAKU KESELAMATAN BERKENDARA
PADA SISWA SMA DUA MEI CIPUTAT TIMUR TAHUN 2017
IDENTITAS RESPONDEN
IR1 Nama :
IR2 Kelas :
IR3 Alamat :
IR4 No.HP :
IR5 Jenis Kelamin : P / L
IR6 Usia : Tahun
IR7 Kepemilikkan SIM C : 1. Tidak Ada
2. Ada
IR7a Apabila memiliki SIM C, apa alasan anda ?
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
IR7b Apabila tidak memiliki SIM C, apa alasan anda untuk tetap memilih berkendara ?
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
PERILAKU KESELAMATAN BERKENDARA
Berilah tanda ceklis (√) untuk menjawab pertanyaan dibawah ini!
No. Pertanyaan
Jawaban
(Diisi oleh
peneliti)
(4)
Selalu
(3)
Sering
(2)
Kadang-
kadang
(1)
Tidak
pernah
1. Pemeriksaan Kendaraan Sebelum Berkendara
A1 Seberapa seringkah anda
memeriksa kondisi sepeda (4) (3) (2) (1)
160
motor terlebih dahulu
sebelum berkendara?
A1a Apa alasan anda tidak melakukan pemeriksaan kendaraan ?
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
A1b Apa alasan anda melakukan pemeriksaan kendaraan ?
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
2. Mematuhi Rambu dan Lampu Lalu Lintas
A2 Seberapa seringkah anda
mematuhi rambu-rambu lalu
lintas?
(4) (3) (2) (1)
A2a Apa alasan anda tidak mematuhi rambu lalu lintas ?
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
A2b Apa alasan anda mematuhi rambu lalu lintas ?
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
A3 Seberapa seringkah anda
mematuhi lampu lalu lintas? (4) (3) (2) (1)
A3a Apa alasan anda tidak mematuhi lampu lalu lintas ?
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
A3b Apa alasan anda mematuhi lampu lalu lintas ?
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
3. Pengendalian Kecepatan
A4 Seberapa seringkah anda
berkendara sesuai dengan
kecepatan yang
diperbolehkan (≤ 50 km per
jam)?
(4) (3) (2) (1)
A4a Apa alasan anda tidak berkendara sesuai dengan kecepatan yang diperbolehkan ?
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
A4b Apa alasan anda berkendara sesuai dengan kecepatan yang diperbolehkan ?
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
161
4. Membawa STNK Saat Berkendara
A5 Seberapa seringkah anda
membawa STNK saat
berkendara?
(4) (3) (2) (1)
A5a Apa alasan anda tidak membawa STNK saat berkendara ?
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
A5b Apa alasan anda membawa STNK saat berkendara ?
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
5. Penggunaan APD Saat Berkendara
A6 Seberapa seringkah anda
menggunakan helm SNI saat
berkendara?
(4) (3) (2) (1)
A6a Apa alasan anda tidak menggunakan helm SNI ?
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
A6b Apa alasan anda menggunakan helm SNI ?
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
A7 Seberapa seringkah anda
menggunakan jaket saat
berkendara?
(4) (3) (2) (1)
A7a Apa alasan anda tidak menggunakan jaket ?
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
A7b Apa alasan anda menggunakan jaket ?
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
A8 Seberapa seringkah anda
menggunakan masker saat
berkendara?
(4) (3) (2) (1)
A8a Apa alasan anda tidak menggunakan masker ?
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
A8b Apa alasan anda menggunakan masker ?
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
162
A9 Seberapa seringkah anda
menggunakan sarung tangan
saat berkendara?
(4) (3) (2) (1)
A9a Apa alasan anda tidak menggunakan sarung tangan ?
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
A9b Apa alasan anda menggunakan sarung tangan ?
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
A10 Seberapa seringkah anda
menggunakan alas kaki
tertutup saat berkendara?
(4) (3) (2) (1)
A10a Apa alasan anda tidak menggunakan alas kaki tertutup ?
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
A10b Apa alasan anda menggunakan alas kaki tertutup ?
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
6. Penggunaan Lajur Jalan Saat Berkendara
A11 Seberapa seringkah anda
menggunakan lajur kiri
untuk berkendara?
(4) (3) (2) (1)
A11a Apa alasan anda tidak menggunakan lajur kiri untuk berkendara ?
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
A11b Apa alasan anda menggunakan lajur kiri untuk berkendara ?
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
A12 Seberapa seringkah anda
menggunakan lajur kanan
untuk mendahului kendaraan
lain?
(4) (3) (2) (1)
A12a Apa alasan anda tidak menggunakan lajur kanan untuk mendahului kendaraan lain ?
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
A12b Apa alasan anda menggunakan lajur kanan untuk mendahului kendaraan lain ?
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
7. Tidak Membawa Penumpang > 1 Orang
163
A13 Seberapa seringkah anda
tidak membawa penumpang
> 1 orang?
(4) (3) (2) (1)
A13a Apa alasan anda tidak membawa penumpang > 1 orang saat berkendara ?
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
A13b Apa alasan anda membawa penumpang > 1 orang saat berkendara ?
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
8. Penggunaan Lampu Sein Saat Berkendara
A14 Seberapa seringkah anda
menggunakan lampu sein
pada saat yang dibutuhkan
(berbelok, berpindah jalur
atau menyalip)?
(4) (3) (2) (1)
A14a Apa alasan anda tidak menggunakan lampu sein ?
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
A14b Apa alasan anda menggunakan lampu sein ?
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
9. Penggunaan Lampu Utama Saat Berkendara
A15 Seberapa seringkah anda
menyalakan lampu utama
saat berkendara di siang
hari?
(4) (3) (2) (1)
A15a Apa alasan anda tidak menyalakan lampu utama saat berkendara di siang hari ?
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
A15b Apa alasan anda menyalakan lampu utama saat berkendara di siang hari ?
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
A16 Seberapa seringkah anda
menyalakan lampu utama
saat berkendara di malam
hari?
(4) (3) (2) (1)
A16a Apa alasan anda tidak menyalakan lampu utama saat berkendara di malam hari ?
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
164
A16b Apa alasan anda menyalakan lampu utama saat berkendara di malam hari ?
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
10. Berkendara Penuh Dengan Konsentrasi
A17 Seberapa seringkah anda
berkendara tidak
menggunakan handphone?
(4) (3) (2) (1)
A17a Apa alasan anda tidak menggunakan handphone saat berkendara ?
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
A17b Apa alasan anda menggunakan handphone saat berkendara ?
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
A18 Seberapa seringkah anda
berkendara dalam keadaan
tidak mengantuk?
(4) (3) (2) (1)
A18a Apa alasan anda berkendara dalam keadaan tidak mengantuk ?
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
A18b Apa alasan anda berkendara dalam keadaan mengantuk ?
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
11. Berkendara Tidak Berlawanan Arah
A19 Seberapa seringkah anda
berkendara tidak melawan
arus lalu lintas?
(4) (3) (2) (1)
A19a Apa alasan anda berkendara tidak melawan arus lalu lintas ?
..........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
A19b Apa alasan anda berkendara melawan arus lalu lintas ?
..........................................................................................................................................
..................................................................................................................................
12. Menjaga Jarak Aman Dengan Kendaraan Lain
A20 Seberapa seringkah anda
menjaga jarak dengan
kendaraan lain?
(4) (3) (2) (1)
A20a Apa alasan anda tidak menjaga jarak dengan kendaraan lain ?
165
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
A20b Apa alasan anda menjaga jarak dengan kendaraan lain ?
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
166
Lampiran 2 | Uji Validitas dan Reliabilitas
1. Uji Validitas
PERILAKU KESELAMATAN BERKENDARA
Item Koefisien R R tabel Hasil
A1 0,582 0,361 Valid
A2 0,397 0,361 Valid
A3 0,362 0,361 Valid
A4 0,368 0,361 Valid
A5 0,375 0,361 Valid
A6 0,051 0,361 Tidak Valid
A7 0,557 0,361 Valid
A8 0,527 0,361 Valid
A9 0,403 0,361 Valid
A10 0,526 0,361 Valid
A11 0,377 0,361 Valid
A12 0,413 0,361 Valid
A13 0,381 0,361 Valid
A14 0,512 0,361 Valid
A15 0,854 0,361 Valid
A16 0,594 0,361 Valid
A17 0,788 0,361 Valid
A18 0,714 0,361 Valid
A19 0,373 0,361 Valid
A20 0,365 0,361 Valid
A21 0,378 0,361 Valid
167
2. Uji Reliabilitas
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 30 100.0
Excludeda 0 .0
Total 30 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in
the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.574 12
168
Lampiran 3 | Uji Normalitas Data
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Pemeriksaan
kendaraan sebelum
berkendara
.267 140 .000 .866 140 .000
Mematuhi rambu dan
lampu lalu lintas .273 140 .000 .773 140 .000
Pengendalian
kecepatan .294 140 .000 .771 140 .000
STNK .267 140 .000 .815 140 .000
Penggunaan APD .167 140 .000 .961 140 .000
Penggunaan lajur jalan
sesuai fungsi .240 140 .000 .819 140 .000
Tidak membawa
penumpang > 1 orang .306 140 .000 .790 140 .000
Penggunaan lampu
sein .237 140 .000 .799 140 .000
Penggunaan lampu
utama .403 140 .000 .669 140 .000
Berkendara dengan
penuh konsentrasi .167 140 .000 .929 140 .000
Berkendara tidak
melawan arus lalu
lintas
.224 140 .000 .834 140 .000
Menjaga jarak aman
dengan kendaraan lain .258 140 .000 .802 140 .000
Perilaku keselamatan
berkendara .092 140 .006 .977 140 .020
a. Lilliefors Significance Correction
169