GAMBARAN PELAKSANAAN TRANSPORTASI …
Transcript of GAMBARAN PELAKSANAAN TRANSPORTASI …
GAMBARAN PELAKSANAAN TRANSPORTASI INTRAHOSPITAL DI IGD
RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
Disusun oleh
MUHAMAD RUSMAN AGUS LIMPONG
2213055
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
JENDERAL ACHMAD YANI
YOGYAKARTA
2017
i
HALAMAN JUDUL
GAMBARAN PELAKSANAAN TRANSPORTASI INTRAHOSPITAL DI
IGD RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
Disusun oleh
MUHAMAD RUSMAN AGUS LIMPONG
2213055
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
JENDERAL ACHMAD YANI
YOGYAKARTA
2017
ii
iii
iv
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat karuniaNya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Gambaran
Pelaksanaan Transportasi Intrahospital di IGD RSUD Panembahan Senopati
Bantul, Yogyakarta”.
Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini tidak akan selesai tanpa
bantuan dari berbagai pihak. Skripsi ini dapat diselesaikan, atas bimbingan,
arahan, dan bantuan pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, serta
pada kesempatan ini penulis dengan rendah hati mengucapkan terima kasih
dengan setulus-tulusnya kepada:
1. Kuswanto Hardjo, dr., M.Kes selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Jenderal Achmad Yani Yogyakarta.
2. Tetra Saktika Adinugraha, M, Kep, Sp, Kep. MB selaku Ketua Program
Studi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad
Yani Yogyakarta.
3. Muhamat Nofiyanto, M,Kep selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan banyak saran, motivasi dan bimbingan kepada penulis.
4. Ngatoiatu Rahmani, MNS selaku dosen penguji usulan penelitian yang telah
memberikan banyak saran, motivasi dan bimbingan kepada penulis
5. Deby Zulkarnain Rahadian Syah, MMR selaku Koordinator Tugas Akhir
dan Skripsi Program Studi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Jenderal Achmad Yani Yogyakarta.
6. Segenap Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Jenderal Achmad Yani Yogyakarta yang telah memberikan
ilmunya serta motivasi kepada penulis.
7. Kepada kedua Orang tua yang sangat saya sayangi, saudara-saudara, atas
doa, bimbingan, serta kasih sayang yang selalu tercurah selama ini.
8. Pihak RSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta yang sudah
memberikan kesempatan kepada peneliti untuk melakukan penelitian
v
9. Perawat IGD RSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta yang sudah
bersedia menjadi responden saat penelitian dan membagi ilmu serta
memberikan motivasi kepada peneliti
10. Kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Sangihe terlebih khusus
kepada Bapak Bupati Kabupaten Kepulauan Sangihe yang sudah
memberikan izin tugas belajar dan memberikan dana beasiswa dalam
program pendidikan Strata 1 (S1)
11. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Sangihe yang sudah
memberikan izin dalam tugas belajar
12. Kepada Kepala Puskesmas Tabukan Selatan yang sudah memberikan
motivasi, saran, serta izin dalam tugas belajar
13. Kepada dr. Herman Ardiansyah. Sp.PD yang sudah banyak membantu,
memotivasi dan memberikan dukungan dalam proses perkuliahan
14. Cici Yen-yen Rumawung dan Koko James Tumbelaka, teman sekalian
kakak-kakak Yulita Kalesaran dan dr Fellicia Rawa. M,Kes, Stenly
Kalesaran, Udin, Iren Rose, Sandra Sangkala yang selalu mendukung dan
memberikan motivasi serta semangat kepada peneliti
15. Keluarga besar Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani
Yogyakarta khususnya teman-teman seperjuangan di Program Studi Ilmu
Keperawatan (S1) angkatan 2013 atas semua dukungan, semangat, serta
kerjasamanya.
16. Semua pihak yang telah membantu dan tidak dapat saya sebutkan satu
persatu.
Penulis menyadari skripsi ini tidak luput dari berbagai kekurangan. Penulis
mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan dan perbaikannya, sehingga
skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi bidang pendidikan kesehatan
khususnya di bidang keperawatan kedaruratan kritis dan penerapan dilapangan
serta bisa dikembangkan lagi lebih lanjut. Aamiin.
vi
Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan kebaikan kepada semuanya,
sebagai imbalan atas segala amal kebaikan dan bantuannya. Akhirnya besar
harapan penulis semoga usulan penelitian ini berguna bagi semua.
Yogyakarta, 28 Agustus 2017
Penulis
vii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN .............................................................................. iii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... iv
DAFTAR ISI .......................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... viii
INTISARI..............................................................................................................ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 6
C. Tujuan Penelitian 6
D. Manfaat penelitian 7
E. Keaslian Penelitian 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Transportasi Intrahospital 9
a. Pengertian 9
b. Tujuan Transport 9
c. Kriteria Transport Pasien 10
1) Perencanaan (Koordinasi dan Komunikasi Pretransport ...11
2) Personil/Tim Transport 14
3) Kondisi/Kestabilan Pasien 18
4) Kelengkapan Peralatan 20
5) Monitoring Selama Transport 23
6) Passage/Lintasan 27
7) Dokumentasi 28
2. Konsep Instalasi Gawat Darurat 28
a. Definisi 28
b. Standar Instalasi Gawat Darurat 29
c. Bangunan IGD dalam Rumah Sakit 30
d. Klasifikasi Pelayanan IGD 32
e. Jenis Pelayanan IGD 32
f. Sumber Daya Manuasia 34
g. Kategori Triage 38
h. Standar Perawatan di IGD 40
3. Standar Operasional Prosedur
a) Definisi SOP………………………………………………….42
b) Tujuan SOP…………………………………………………..42
viii
c) Fungsi SOP…………………………………………………...43
d) Kapan SOP diperlukan……………………………………….43
e) Keuntungan adanya SOP……………………………………..43
4. Karakteristik Perawat…………………………………………….44
B. Kerangka Teori……………………………………………………….46
C. Pertanyaan Penelitian 47
BAB III METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian 48
B. Lokasi dan Waktu Penelitian 48
1. Lokasi Penelitian 48
2. Waktu Penelitian 48
C. Populasi dan Sampel Penelitian 49
1. Populasi 49
2. Teknik Sampling 49
a. Sampel 49
b. Besar sampel 50
D. Variabel Penelitian 50
E. Definisi Operasional 50
F. Alat dan Metode Pengumpulan Data 53
1. Alat Pengumpulan Data 53
2. Metode Pengumpulan Data 54
G. Validitas dan Reabilitas 55
1. Validitas 55
2. Reliabilitas 55
H. Metode Pengolahan dan Analisa Data 55
1. Pengolahan Data
a. Editing
b. Coding
c. Cleaning
d. Tabulating
2. Analisa Data
I. Etika Penelitian 58
J. Pelaksanaan Penelitian 59
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil…………………………………………………………………………...63
B. Pembahasan…………………………………………………………………...72
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan……………………………………………………………………84
B. Saran…………………………………………………………………………..85
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Kerangka Teori ...................................................................................... 46
x
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Kompetensi transportasi perawatan kritis dalam ICS ................... …..16
Tabel 2.2 Persyaratan klinis dan persyaratan petugas transportasi Liverpool
Hospital ............................................................................................... 18
Tabel 2.3 Obat-obatan saat transportasi menurut Blakeman and Branson ......... 23
Tabel2.4 Faktor komplikasi yang terjadi saat transportasi
pasien………………………………………………………………26
Tabel 2. 5 Jenis Pelayanan IGD ........................................................................... 32
Tabel 2. 6 Sumber Daya Manusia ........................................................................ 34
Tabel 2.7 Skala Triage Australia (Kartikawati, 2013) ........................................ 35
Tabel 2.8 Skala Triage Kanada (Kartikawati, 201) ............................................. 35
Tabel 2.9 Skala Triage Manchester (Kartikawati, 2013) .................................. 37
Tabel 2.10 Perbedaan IGD yang aman dan IGD berbahaya ................................ 42
Tabel 3.1 Definisi Operasional ............................................................................ 51
Tabel 3.2 Kisi-kisi Pernyataan SOP transportasi intrahospital .......................... 53
Tabel 4.1 Gambaran Distribusi frekuensi Karakteristik Perawat ........................ 64
Tabel 4.2 Gambaran Pelaksanaan SOP Transportasi Intrahospital Per Item Di
IGD RSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta ................. 65
Tabel 4.3 Gambaran Distribusi Frekuensi Triage Pasien Transportasi
Intrahospital Di IGD RSUD Panembahan Senopati Bantul,
Yogyakarta .......................................................................................... 66
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Gambaran Personil/Petugas Transportasi
Intrahospital Berdasarkan Triage Di IGD RSUD Panembahan
Senopati Bantul, Yogyakarta.............................................................. 66
Tabel 4.5 Gambaran perlengkapan peralatan transportasi intrahospital
berdsasarkan triage di IGD RSUD Panembahan Senopi Bantul,
Yogyakarta ......................................................................................... 67
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Rencana Jadwal Penelitian
Lampiran 2 Surat Permohonan Menjadi Responden
Lampiran 3 Lembar Persetujuan Menjadi Responden
Lampiran 4 Lembar Observasi SOP
Lampiran 5 Lembar Observasi Triage, Personil, Perlengkapan Peralatan
Lampiran 6 Surat Izin Penelitian dari STIKES Jenderal Achmad Yani,
Yogyakarta
Lampiran 7 Surat Izin Penelitian dari BAPEDA Kabupaten Bantul, Yogyakarta
Lampiran 8 Surat Izin Penelitian dari RSUD Panembahan Senopati Bantul,
Yogyakarta
Lampiran 9 Surat Etichal Clearance
Lampiran 10 SPSS
xii
GAMBARAN PELAKSANAAN TRANSPORTASI INTRAHOSPITAL DI
IGD RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL, YOGYAKARTA
,
INTISARI
Latar Belakang: Transportasi pasien di IGD merupakan tugas berisiko yang
dapat meningkatkan mortalitas dan morbiditas. Risiko dapat diminimalkan dengan
adanya persiapan/perencanaan yang matang, transportasi dengan personil yang
memiliki kualifikasi, serta peralatan yang tersedia dengan baik.
Tujuan Penelitian: Mengetahui Gambaran Pelaksanaan Transportasi
Intrahospital di IGD RSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta
Metode Penelitian: Jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif dengan
pendekatan survey. Responden dalam penelitian sebanyak 21 orang dengan
menggunakan teknik total sampling. Instrument menggunakan lembar observasi
SOP transportasi internal di IGD RSUD Panembahan Senopati Bantul. Analisa
data menggunakan statistik deskriptif.
Hasil Penelitian: Mayoritas responden berjenis kelamin laki-laki yaitu 17 (81%)
dengan rentang usia 26-35 tahun yaitu 17 (81%). Rata-rata yang melakukan
pelaksanaan SOP transportasi intrahospital adalah 20,67. Sebagian besar pasien
dengan kategori triage kuning yaitu 85.7%. Pelaksanaan transportasi intrahospital
sebagian besar dilakukan oleh perawat semua. Masih terdapat 4 triage kuning
dilakukan oleh perawat dan mahasiswa. Pada triage hijau, merah, kuning
perlengkapan peralatan yang pasti dibawa adalah lembar transfer SBAR, semua
catatan,
Kesimpulan: Dari 26 item checklist dalam SOP, rata-rata responden telah
melakukan tindakan sesuai SOP sebanyak 21 item. Paling banyak responden
sudah melakukan sesuai dengan SOP. Terdapat domain selama transportasi yang
belum dilakukan oleh semua perawat. Ketidaksesuaian didapatkan pada
pelaksanaan transportasi Intrahospital pada aspek personil, perlengkapan
peralatan.
Kata Kunci: IGD, Standar Operasional Prosedur (SOP), Transportasi
Intrahospital
xiii
DESCRIPTION OF INTRAHOSPITAL TRANSPORT IN EMERGENCY
DEPARTMENT OF PANEMBAHAN SENOPATI REGIONAL HOSPITAL
OF BANTUL, YOGYAKARTA
,
ABSTRACT
Background: Patient transport in the Emergency Department (ED) is a risky task
that may increase mortality and morbidity. Risks can be minimized through
adequate preparation/planning, transport with qualified personnel, and readily
available equipment.
Objectives: To obtain the description of Intrahospital Transport in ED of
Panembahan Senopati Regional Hospital of Bantul, Yogyakarta.
Methods: This research was used descriptive quantitative using survey approach.
It involved 21 respondents taken using total sampling technique. It employed an
instrument in the form of observation sheet of Internal Transport in ED of
Panembahan Senopati Regional Hospital of Bantul. Data were analyzed using
descriptive statistic.
Results: The majority of respondents were male, numbering 17 (81%), with an
age ran
ge of 26-35, numbering 17 (81%). The average performance according to the SOP
of intra hospital transport was 20.67. Most patients belonged yellow triage
category (85.7%). The intrahospital transport was mostly performed by all nurses.
There were still 4 yellow triages performed by nurses and students. On the green,
red, yellow triages, the equipment that was definitely carried was SBAR transfer
sheet and notes.
Conclusion: Of 26 items of checklist in the SOP, the average respondent had
performed as 21 items. Most respondents had performed based on the SOP. There
were domains in the transport that had not been performed by all nurses. The
items that were not in accordance with the SOP in the implementation of
Intrahospital transport were personnel and equipment.
Keywords: ED, Standard Operating Procedure (SOP), Intrahospital
Transport
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit adalah salah satu bagian di rumah
sakit yang menyediakan penanganan awal bagi pasien yang menderita sakit dan
cedera yang dapat mengancam kelangsungan hidupnya (Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, 2006). Kartikawati (2013) menyebutkan bahwa Instalasi Gawat
Darurat (IGD) adalah salah satu unit di rumah sakit yang harus dapat memberikan
pelayanan darurat kepada masyarakat yang menderita penyakit akut dan mengalami
kecelakaan sesuai dengan standar. Gawat darurat adalah suatu keadaan penderita
memerlukan pemeriksaan medis segera, apabila tidak dilakukan akan berakibat fatal
bagi penderita. Pelayanan gawat darurat merupakan penanggulangan penderita gawat
darurat yang bertujuan untuk mencapai suatu pelayanan kesehatan yang optimal,
terarah dan terpadu. Pelayanan gawat darurat mencakup suatu rangkaian kegiatan
yang harus dikembangkan baik dalam fasilitas yang lengkap dan mendukung ataupun
sumber daya manusia yang dapat diandalkan, sehingga mampu mencegah kematian
atau kecacatan yang mungkin terjadi.
Saat bekerja di IGD, perawat diharapkan mampu melakukan triage, resusitasi
dengan atau tanpa alat, mengetahui prinsip stabilisasi dan terapi definitif, mampu
bekerja dalam tim, melakukan komunikasi dengan tim, pasien, beserta keluarganya
(Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia, 2011). Transportasi pasien antar ruangan merupakan salah satu
keterampilan yang wajib dimiliki setiap perawat terutama dalam kasus
kegawatdaruratan. Oleh karena itu, perawat memiliki peranan penting dalam
transportasi pasien (Manurung, dkk, 2009). Tidak semua orang dapat melakukan
transportasi kecuali petugas kesehatan maupun orang yang telah mendapat pelatihan
tentang transportasi pasien (Stratis Health, 2014).
2
Tidak jarang transportasi pasien dilakukan oleh bukan petugas kesehatan, baik
saat pasien pertama kali datang ke rumah sakit, maupun akan dipindahkan dari
ruangan ke ruangan lain (Tambunan, 2011). Dalam Australian and New Zealand
College of Anaesthetists (ANZCA) et al (2015) yang berjudul Guidelines for
Transport Of Critically Ill Patient menyebutkan bahwa petugas transportasi
seharusnya terdiri atas setidaknya perawat yang berkompeten, dan dokter dengan
ketrampilan atau dengan pelatihan khusus terkait transportasi. Akan tetapi, ANZCA
menyebutkan bahwa sebagian besar transportasi intrahospital tidak dilakukan oleh
petugas yang berkompeten, prinsip transportasi sama seperti prehospital dan
interhospital transport. Setiap petugas harus tahu peralatan yang digunakan saat
transportasi dan berkompeten dalam penanganan jalan nafas, ventilasi paru-paru,
resusitasi, dan antisipasi prosedur kedaruratan lainnya. Sedangkan menurut Day
(2010) pedoman dari organisasi professional Society of Critical Care Medicine
(SCCM), the Europan Society of Intensive Care Medicine (ESICM), Safety in
Anesthesia and Intensive Care (SIAARTI) merekomendasikan pasien sakit kritis di
transport oleh dua orang petugas selama proses transportasi. Salah satu petugas
adalah perawat kritis dengan kompetensi Advance Cardiac Life Support (ACLS) dan
berpengalaman dalam situasi kedaruratan. Pasien dengan ventilator harus disertai
dengan terapis pernafasan, sedangkan status hemodinamik tidak stabil didampingi
oleh intensivist. SCCM merekomendasikan agar intensivist juga sudah mengikuti
pelatihan airway management.
Dalam North West Critical Care Networks (2012) mengatakan panduan
transportasi pasien di rumah sakit adalah suatu panduan cara melakukan transportasi
pasien yang sama di lingkungan rumah sakit. Panduan transportasi pasien harus di
patuhi oleh semua instalasi/unit pelayanan di lingkungan rumah sakit karena panduan
bertujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan, meningkatkan keselamatan pasien,
serta melindungi pasien dari risiko yang mengancam jiwa selama proses transportasi
berlangsung. Panduan transportasi pasien dimaksudkan untuk menjamin bahwa
3
pasien yang berobat di lingkungan rumah sakit menerima standar pengelolaan
transportasi yang terbaik, bermutu, dan terkoordinir sesuai peraturan yang berlaku.
Beberapa organisasi profesi seperti Society of Critical Care Medicine (SCCM),
the American Association of Respiratory Care, the European Society of Intensive
Care Medicine (ESICM), the Study Group for Safety in Anesthesia and Intensive
Care (SIAARTI), dan the Australasian College for Emergency Medicine (ACEM)
telah menerbitkan pedoman untuk transportasi intrahospital. Dalam panduan tersebut
setiap rumah sakit di haruskan memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP)
transportasi pasien (Day, 2010). SOP transportasi pasien merupakan hal yang wajib
dipatuhi dan dilakukan agar memperlancar tugas perawat sebagai dasar hukum bila
terjadi penyimpangan serta mengetahui dengan jelas hambatan-hambatannya dan
mudah dilacak (Tambunan, 2011). Pelaksanaan proses transportasi harus disesuaikan
dengan kebutuhan pasien termasuk ketahanan, kerentanan, stabilitas, kompleksitas,
ketersediaan sumber daya, partisipasi dalam perawatan, partisipasi dalam
pengambilan keputusan, dan beberapa kemungkinan yang tidak dapat di prediksikan,
karakteristik perawat, dan juga keputusan triase (Swickard, et al, 2014). Tidak jarang
pula transportasi pasien dilakukan oleh perawat dengan tidak memenuhi Standar
Operasional Prosedur (SOP) (Day, 2010).
Selain itu, salah satu upaya yang dilakukan untuk menjamin keselamatan dalam
proses transportasi adalah penggunaan checklist. Checklist diluncurkan oleh WHO
pada tahun 2008, awalnya di pergunakan di ruang bedah, setelah dipakai
menunjukkan penurunan komplikasi dari 11% menjadi 7%. Strategi untuk
menggunakan checklist juga digunakan sebagai metode intervensi untuk mengurangi
Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) selama transportasi intrahospital pasien dari IGD.
Secara umum, KTD berkurang secara signifikan sebelum intervensi dari 36,8%,
menjadi 22,1% pada periode paska-intervensi. Dapat disimpulkan bahwa penggunaan
checklist untuk transportasi intrahospital mengurangi tingkat KTD. Oleh karena itu,
instrumen ini dapat diberlakukan dan efisien untuk KTD (Silva dan Amante, 2014).
Peran perawat meliputi sebelum dilakukannya transportasi sampai setelah
4
dilakukannya transportasi yang mencakup berbagai hal, seperti pemeriksaan kesiapan
ruangan, persiapan alat untuk transportasi pasien, serta dokumen-dokumen terkait
transportasi pasien (Picton, 2012).
Transportasi intrahospital yang tidak sesuai dapat menyebabkan terjadinya
komplikasi. Komplikasi saat transportasi intrahospital dicatat untuk pertama kalinya
di awal 70-an, Taylor menemukan bahwa 84% dari pasien dengan masalah jantung
berat, yang di pindahkan, memiliki aritmia dan lebih dari setengah dari kasus tersebut
memerlukan tindakan langsung. Proses transportasi intrahospital dianggap
mempengaruhi kondisi pasien, yang tubuhnya telah mengalami gangguan fisiologis
untuk melawan perubahan yang disebabkan oleh lingkungan. Frekuensi komplikasi
bisa mencapai 76,1% dan hal ini bisa terjadi jangka pendek atau panjang dan bahkan
memerlukan tindakan segera. Faktor risiko komplikasi ini sangat kompleks dan
terkait dengan pasien serta tingkat keparahan penyakit, peralatan, dan kerusakan
peralatan, komunikasi yang buruk antara staf yang mempersiapkan dan mendampingi
pasien, tidak dilakukannya pemantauan yang baik ke pasien selama transportasi dan
dokumentasi yang tidak memenuhi SOP transportasi intrahospital. Oleh karena itu,
adanya pedoman transportasi intrahospital atau rencana yang jelas tidak hanya
berguna, tetapi penting (Alamanou dan Brokalaki, 2015).
Dari hasil studi pendahuluan pada tanggal 18-20 Februari 2017, melalui
wawancara dengan kepala ruangan didapatkan data bahwa jumlah petugas di IGD
RSUD Panembahan Senopati Bantul berjumlah 22 (dua puluh dua) orang, yang
terdiri dari perawat lulusan Sarjana(S1) berjumlah 1(satu) orang, diploma (D4)
berjumlah 2(dua) orang, dan diploma (D3) berjumlah 19 (Sembilan belas) orang.
Seluruh perawat sudah mengikuti pelatihan Pertolongan Pertama Gawat Darurat
(PPGD). Jumlah pasien yang berkunjung di ruang IGD selama kurun waktu tiga
bulan terakhir yaitu: Januari, pasien false emergency berjumlah 406 orang, true
emergency 1652 orang; Februari, pasien false emergency berjumlah 334 orang,
pasien true emergency berjumlah 1470 orang. Maret, pasien false emergency
berjumlah 369 orang; pasien true emergency berjumlah 1503 orang. SOP yang
5
dipakai dalam proses transportasi pasien adalah berupa lembar observasi SBAR
(Situation, Backround, Assestment, Recomendation).
Melalui observasi terhadap transportasi intrahospital didapatkan data antara
lain: Transportasi intrahospital menuju ruangan perawatan maupun ruang
pemeriksaan diagnostik sebagian besar dilakukan oleh dua orang perawat dan
terkadang dilakukan oleh mahasiswa praktikan. Sebelum melakukan transportasi ke
ruangan yang dituju, perawat melakukan pengkajian terkait triage, kondisi pasien
distabilkan terlebih dahulu sebelum transportasi dilakukan. Proses stabilisasi
dilakukan sesuai dengan tingkatan kondisi pasien, proses transportasi dilakukan
selama kurang dari tiga puluh menit, selama proses transportasi perawat tidak
melakukan monitor terkait kondisi klinis pasien. Didapakan pula dari koordinator
IGD bahwa jarak antara ruang perawatan dan pemeriksaan diagnostik, ICU di rata-
ratakan keseluruhan 50 meter.
Menurut Standar Operasional Prosedur (SOP) Rumah Sakit Umum Daerah
Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta yang diterbitkan pada tanggal 2 April,
2014 prosedur transfer internal adalah memindahkan pasien dari IGD pada pasien
yang kondisinya sudah teratasi dari kegawatan ke ruang rawat inap.
Saat observasi pada pasien yang dilakukan transport ke ruang perawatan dan
ruang pemeriksaan diagnostik perlengkapan peralatan yang dibawa petugas adalah
lembar transport , catatan rekam medis, oksigen portable, tiang infus, sedangkan
yang tidak dibawa adalah infus pump dan pulse oksimetri. Tiba di ruangan tujuan
petugas tidak memberitahukan kembali terkait kondisi klien selama perjalanan pada
petugas penerima. Didapatkan data dari observasi di IGD RSUD Panembahan
Senopati Bantul, Yogyakarta. IGD memiliki 7 bed, yang juga dipergunakan sebagai
brankar, 1 ruang resusitasi untuk menstabilkan kondisi pasien, 1 ruang observasi. 1
ruang operation emergency untuk dilakukan tindakan pembedahan minor. Serta 1
ruang kebidanan untuk kasus kegawatdaruratan kebidanan.
Berdasarkan fenomena dilapangan yang telah disebutkan diatas baik
mengenai koordinasi pretransport, personil, perlengkapan peralatan, kondisi
6
kestabilan pasien transporasi intrahospital maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul Gambaran Pelaksanaan Transportasi Intrahospital di IGD
RSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta”
B. Rumusan Masalah
Transportasi pasien sangat perlu diperhatikan oleh perawat terutama perawat
yang bertugas di IGD dari segi keamanan dan segi kestabilan kondisi pasien transport
harus didukung oleh komunikasi, personil, perlengkapan alat, lintasan/passage, KTD,
monitoring selama transportasi. Berdasar permasalahan pada latar belakang tersebut,
maka peneliti dapat merumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah
Bagaimanakah gambaran pelaksanaan transportasi intrahospital di Instalasi Gawat
Darurat (IGD) Rumah Sakit Umum Daerah Panembahan Senoparti Bantul,
Yogyakarta?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum.
Mengetahui gambaran pelaksanaan transportasi intrahospital di Instalasi
Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Panembahan
Senoparti Bantul, Yogyakarta.
2. Tujuan Khusus.
a. Mengetahui Karakteristik perawat di IGD RSUD Panembahan Senopati
Bantul, Yogyakarta berdasarkan usia, jenis kelamin
b. Mengetahui pelaksanaan SOP transportasi intrahospital di IGD RSUD
Panembahan Senopati Bantul, Yogakarta.
c. Mengetahui personil/petugas berdasarkan triage transportasi intrahospital di
IGD RSUD Panembahan Senoparti Bantul, Yogyakarta
d. Mengetahui perlengkapan peralatan berdasarkan triage transportasi
intrahospital di IGD RSUD Panembahan Senoparti Bantul, Yogyakarta
7
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada berbagai
pihak, diantaranya sebagai berikut:
1. Manfaat Teoretis
Hasil penelitian ini diharapakan dapat bermanfaat dalam pengembangan ilmu
pengetahuan, khususnya terkait dengan pelaksanaan transportasi intrahospital
terhadap kemajuan profesi perawat di bidang kegawatdaruratan kritis.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Rumah Sakit
1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan
pertimbangan dalam peningkatan mutu pelayanan rumah sakit
khususnya dalam penetapan Standar Operasional Prosedur (SOP).
2) Informasi yang diperoleh dari hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan
oleh pihak Rumah Sakit sebagai masukan dan informasi mengenai
gambaran pelaksanaan transportasi intrahospital.
b. Bagi Perawat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi tentang
pentingnya pemahaman terkait pelaksanaan SOP transportasi pasien
sehingga perawat dapat menjalankan peran sebagai pemberi pelayanan
secara tepat dan komprehensif.
c. Bagi Institusi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Jenderal Achmad
Yani Yogyakarta
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi literatur tambahan untuk ilmu
keperawatan.
8
E. Keaslian Penelitian
1. Penelitian: Daryani, 2011 Judul: “Gambaran Pelaksanaan Transportasi Pasien
Cedera Kepala Berat Di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Islam Klaten”.
Metode: Deskritif kuantitatif dengan menggunakan rancangan cross sectional.
Hasil: Petugas IGD sudah melakukan melakukan komunikasi kepada petugas
penerima pasien sebelum melakukan transportasi (100%), pasien dalam kondisi
stabil (100%), petugas yang melakukan transportasi kurang layak, peralatan
dinyatakan kurang lengkap, passage/jalur transportasi menuju ruang rawat inap
tidak mengalami hambatan (100%), imobilisasi leher tidak pernah dilakukan
dengan pemasangan kolar servika l(0%). Pelaksanaan transportasi pasien cidera
kepala berat di IGD Rumah Sakit Islam Klaten kurang mendukung transportasi
yaitu personil, perlengkapan alat dan imobilisasi leher. Lokasi: IGD RumahSakit
Islam Klaten. Persamaan Penelitian: Sama-sama meneliti transportasi pasien.
Perbedaaan: Aspek deskriptif yang digambarkan, karakteristik lebih spesifik
yaitu pasien cedera kepala berat, instrument yang dipakai adalah di adopsi dari
Pusbankes 2005
2. Penelitian: Wawan Joko Apriyanto, Judul: Gambaran Pelaksanaan Transportasi
Pasien Cedera Kepala di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro, Klaten. Metode:
Deskritif kuantitatif dengan menggunakan rancangan cross sectional. Hasil:
Petugas IRD sudah melakukan kepada petugas penerima pasien sebelum
dilakukan transportasi (100%), pasien dalam kondisi stabil (100%), petugas
melakukan transportasi dinyatakan tidak layak (pada transportasi intramural 0%,
sedangkan pada persiapan transportasi ekstramural 33%),peralatan dinyatakan
kurang lengkap, passage, jalur transportasi menuju ruang rawat inap tidak
mengalami hambatan (100%), imobilisasi leher tidak pernah dilakukan dengan
pemasangan kolar servikal (0%). Pelaksanaan transportasi pasien cedera kepala
di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten kurang mendukung transportasi yaitu
personil, perlengkapan alat, dan imobilisasi leher.Lokasi: IRD RSUP Dr.
Soeradji Tirtonegoro Klaten. Persamaan Penelitian: Sama-sama
9
mendeskriptifkan transportasi pasien Perbedaan penelitian: Aspek deskriptif
yang digambarkan, karakteristiknya lebih spesifik yaitu pada pasien cedera
kepala.
60
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum daerah Panembahan
Senopati bantul, Yogyakarta pada bulan Agustus 2017 (tanggal, 8-11 Agustus
2017). Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Panembahan Senopati
Bantul,Yogyakarta merupakan salah satu rumah sakit milik pemerintah Daerah
kabupaten Bantul yang telah berdiri sejak tahun 1953 sebagai rumah sakit
Honger Oedem (HO) yang berlokasi di Jl. Wahidin Sudiro Husodo, No. 14
Bantul berdiri diatas lahan seluas 2,5 Ha dengan luas bangunan 8300 m
dengan usulan pengembangan perluasan sebesar 11.500 m . Pada bulan Maret
2015, RSUD Panembahan Senopati Bantul terakreditasi bintang lima atau
paripurna yang merupakan peringkat tertinggi untuk Rumah Sakit Tipe B di
Daerah Istimewah Yogyakarta (DIY). Akreditas diberikan oleh Komite
Akreditasi Rumah Sakit (KARS). Lembaga itu melakukan penilaian untuk
seluruh RS baik swasta maupun negeri di DIY berdasarkan tipe RS. Guna
mengetahui tingkat pelayanan dan kualitas RS tersebut.
Salah satu pintu masuk ke RSUD Panembahan Senopati Bantul,
Yogyakarta adalah Instalasi Gawat Darurat (IGD). IGD RSUD Panembahan
Senopati Bantul, Yogyakarta memiliki fasilitas yang memadai dengan
kapasitas tempat tidur 7(tujuh) buah. Memiliki 1(satu) ruang resusitasi, 1(satu)
ruang observasi dan 1(satu) ruang mini operationdan ruang kegawatdaruratan
kebidanan. Jumlah perawat yang bertugas di IGD tersebut berjumlah 22(dua
puluh dua) orang, 1(satu) sebagai kepala ruangan, 5(lima) sebagai perawat
primer dan 16 (enam belas) sebagai perawat assosiet. Semua Perawat di IGD
sudah mengikuti Pelatihan Penangan Gawat Darurat (PPGD). Hal ini seiring
dengan motto RSUD Penembahan Senopati Bantul, Yogyakarta yang
mengutamakan kepuasan klien “Kepuasan Anda Adalah Kebahagiaan Kami”.
61
Saat pasien pertama kali masuk di IGD sebelum di transportasikan akan
dilakukan pengkajian atau triase awal
yang dilakukan oleh petugas berlisensi seperti perawat dan dokter
pengkajian yang dilakukan meliputi latar belakang dan evaluasi subjektif dan
objektif. Melalui Pengkajian tersebut menetukan pasien masuk dalam tingkatan
gawat darurat, darurat, biasa. Hasil pengkajian dicatat atau didokumentasikan
di dalam catatan rekam medis.
Dalam hal melakukan transportasi intrahospital petugas memakai Standar
Operasional Prosedur (SOP) yang sudah ada di IGD yaitu lembar monitoring
SBAR. Dari hasil pengamatan peralatan yang berada di IGD RSUD
Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta brankar berjumlah 7 ada yang tidak
memakai tiang infus. Kursi roda, oksigen portable 2 buah, Electro Cardio
Gram (ECG) dan Defibrilator di ruang resusitasi. Jalur yang dilewati saat
transportasi intrahospital ada yang lantainya kasar, bertingkat dilewati melalui
lift, dan ada yang melewati tangga. waktu tempuh antara IGD dan ruang
perawatan, ICU, ruang pemeriksaan diagnostik kurang dari 5 menit. Petugas
yang melakukan transport adalah perawat semua, terkadang dilakukan oleh
mahasiswa.
2. Analisis Hasil Penelitian
a. Gambaran Karakteristik Responden
Responden dalam penelitian ini adalah semua perawat pelaksana di
IGD RSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta yang berjumlah 21
orang. Karakteristik responden diuraikan berdasarkan usia, jenis kelamin
disajikan pada tabel 4.1
Tabel 4.1. Karakteristik Perawat di IGD
RSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta (n=21)
Karakteristik responden Frekuensi Persentase
Jenis Kelamin Laki-laki 17 81%
perempuan 4 19%
Umur 26-35 tahun 17 81%
36-45 tahun 4 19%
Sumber: Data Primer 2017
62
Berdasarkan tabel 4.1 diatas diketahui bahwa karakteristik perawat di
IGD RSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta mayoritas adalah
laki-laki yaitu 17 (81%) dan sebagian besar perawat yang bekerja di IGD
RSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta rentang usia 26-35 tahun
yaitu 17 (81%).
b. Gambaran Pelaksanaan SOP Transportasi Intrahospital di IGD RSUD
Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta
Dari 21 pengamatan yang dilakukan pada perawat terkait pelaksanaaan
SOP transportasi intrahospital di IGD RSUD Panembahan Senopati Bantul,
Yogyakarta diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 4.2 Gambaran Pelaksanaan SOP Transportasi Intrahospital
Per Item di IGD RSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta (n= 21)
Domain Aspek Pernyataan Rata-rata
Pre/Sebelum
transportasi
Menuliskan tanggal 1,00
Menuliskan jam 1,00
Menuliskan temapat awal 1,00
Menuliskan tempat tujuan 1,00
Menuliskan cara transportasi 0,10
Menuliskan nama petugas 1,00
Menuliskan diagnosa utama 1,00
Menuliskan kondisi klinis 1,00
Menuliskan kesadaran 1,00
Menuliskan Glasgow Coma Scale
(GCS)
0,90
Menuliskan Tekanan Darah (TD) 0,95
Menuliskan Nadi (N) 1,00
Menuliskan Respirasi (R) 1,00
Menuliskan Suhu badan (SB) 1,00
Total 14 12,95
Intra/Selama
Transportasi
Menuliskan Assesment 0
Menuliskan tindakan yang
dilakukan selama proses
transportasi
0
Total 2 0
Post/setelah
transportasi
Menuliskan tanggal tiba 0,14
Menuliska jam tiba (kedatangan) 0,05
Menuliskan kondisi klinis waktu
tiba
1,00
Menuliskan kesedaran waktu tiba 0,86
63
Menuliskan Tekanan Darah 0,90
Menuliskan Nadi (N) 1,00
Menuliskan Respirasi (R) 1,00
Menuliskan Suhu Badan (SB) 1,00
Petugas penerima menuiskan tanda
tangan di kolom petugas yang
menerima
0,76
Petugas transportasi menuliskan
tanda tangan di kolom petugas
transportasi
1,00
Total 10 7.71
Total
Keseluruhan
26 20.67
Sumber: Data Primer 2017.
Pada tabel 4.2 diatas diketahui bahwa pada domain pre/sebelum
transportasi skor terendah adalah (0,10) pada item pernyataan nomor 5 yaitu
item pernyataan menuliskan cara transportasi.
Pada domain intra/selama transportasi dari 2 item pernyataan , semua item
pernyataan tidak dilakukan oleh perawat.
Pada domain post/setelah transportasi diketahui bahwa skor terendah
adalah (0,05) pada item pernyataan nomor 18 yaitu menuliskan waktu
tiba(kedatangan) dan (0,14) pada item pernyataan nomor 17 yaitu menuliskan
tanggal tiba.
c. Gambaran Triage Pasien Transportasi Intrahospital di IGD RSUD
Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta
Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Gambaran Triage Pasien
Transportasi Intrahospital di IGD RSUD Panembahan Senopati
Bantul, Yogyakarta (n= 21)
Triage Pasien Frekuensi Persentase (%)
Merah 2 9.5
Kuning 18 85.7
Hijau 1 4.8
Total 21 100
Sumber: Data Primer 2017
Pada tabel 4.3 diatas dari 21 perawat yang melakukan pelaksanaan
transportasi intrahospital menunjukkan Triage Pasien yang paling banyak
adalah triage kuning yaitu 85.7%.
64
d. Gambaran Personil/Petugas Transportasi Intrahospital berdasarkan
Triage di IGD RSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta.
Tabel 4.4. Gambaran Personil/Petugas Transportasi Intrahospital
Berdasarkan Triage di IGD RSUD Panembahan Senopati Bantul,
Yogyakarta (n= 21)
Personil Transportasi Total
Perawat
Semua
Perawat Dan
Mahasiswa
Triage
Pasien
Merah 2 0 2
Kuning 14 4 18
Hijau 1 0 1
Total 17 4 21
Sumber: Data Primer 2017
Pada tabel 4.4 Didapatkan hasil bahwa berdasarkan pengamatan
personil/petugas transportasi intrahospital triage kuning sebagian besar
dilakukan oleh perawat semua, ada 4 proses transportasi intrahospital triage
kuning yang dilakukan oleh perawat dan mahasiswa. Sedangkan pada triage
hijau yang melakukan transportasi intahospital adalah perawat semua. Pada
triage merah dilakukan oleh perawat semua.
e. Gambaran Perlengkapan Peralatan Transportasi Intrahospital
berdasarkan Triage di IGD RSUD Panembahan Senopati Bantul,
Yogyakarta
Tabel 4.5. Gambaran Perlengkapan Peralatan
Transportasi Intrahospital Berdasarkan Triage
di IGD RSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta (N, 21)
65
Pada tabel 4.5. didapatkan hasil pada triage hijau perlengkapan peralatan
yang dibawa adalah lembar transfer SBAR, semua catatan, brankar, sedangkan
pada triage kuning yang dibawa adalah lembar transfer SBAR, semua catatan,
brankar, tiang infus, oksigen. Pada triage kuning didapatkan masih ada perawat
yang melakukan transportasi intrahospital tidak membawa tiang infus, oksigen.
Pada triage merah perawat yang melakukan transportasi intrahospital
perlengkapan peralatan yang di bawa adalah lembar transfer SBAR, semua
catatan, brankar, tiang infus, oksigen, infuse pump, pulse oksimetri.
66
B. Pembahasan
1. Gambaran Karakteristik Responden
Berdasarkan tabel 4.1 diatas diketahui bahwa karakteristik perawat di IGD
RSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta mayoritas adalah laki-laki
yaitu 17 (81%) dan sebagian besar perawat yang bekerja di IGD RSUD
Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta rentang usia 26-35 tahun yaitu 17
(81%).
Karakteristik perawat di IGD RSUD Panembahan Senopati Bantul,
Yogyakarta mayoritas adalah laki-laki yaitu 17 (81%). Karakteristik perawat
berdasarkan jenis kelamin berpengaruh pada peran dalam praktik keperawatan,
tetapi tidak ada perbedaan yang konsisten antara pria dan wanita dalam
kemampuan memecahkan masalah, ketrampilan analisis, dorongan kompetitif,
motivasi, sosiabilitas, atau kemampuan belajar. Namun studi-studi psikologi
telah menemukan bahwa wanita lebih bersedia untuk mematuhi wewenang,
dan pria lebih agresif dan lebih besar kemungkinannya daripada wanita dalam
memiliki 27 pengharapan untuk sukses. Bukti yang konsisten juga menyatakan
bahwa wanita mempunyai tingkat kemangkiran yang lebih tinggi daripada pria
(Stephen P.R., 2001:48 dalam Setiawan, T., 2009). Perawat perempuan dan
laki-laki mempunyai tanggung jawab yang sama dalam memberikan pelayanan
keperawatan yang bermutu, jadi tidak ada pembedaaan perlakuan ataupun
pembedaan beban kerja antara perempuan dengan laki-laki (Asmuji, 2010).
Karakteristik perawat di IGD RSUD Panembahan Senopati Bantul,
Yogyakarta mayoritas berusia 26-35 tahun yaitu 17 (81%) Karakteristik
seorang perawat berdasarkan umur sangat berpengaruh terhadap peran dalam
praktik keperawatan, hal ini dapat dilihat dari sejumlah kualitas positif yang
dibawa para pekerja lebih tua pada pekerjaan mereka, tetapi para pekerja yang
lebih tua juga dipandang kurang memiliki fleksibilitas dan sering menolak
teknologi baru (Robbins, S.P, 2008). Hal ini juga di dukung oleh hasil
penelitian Widaningsih (2016) yang mengatakan bahwa karakteristik perawat
67
(usia, jenis kelamin, pendidikan dan pelatihan) mempunyai pengaruh terhadap
kinerja perawat.
2. Gambaran Pelaksanaan SOP Transportasi Intrahospital di IGD RSUD
Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta.
Pelaksanaan SOP transportasi intrahospital di IGD Panembahan Senopati
Bantul, Yogyakarta sebagian besar sudah melaksanakan SOP. Pada tabel 4.2
diatas dari 21 perawat yang melakukan pelaksanaan SOP transportasi
intrahospital didapatkan nilai rata-rata/skor item SOP dilakukan adalah 20,67.
SOP transportasi pasien merupakan hal yang wajib dipatuhi dan dilakukan
agar memperlancar tugas perawat sebagai dasar hukum, bila terjadi
penyimpangan serta mengetahui dengan jelas hambatan-hambatannya dan
mudah dilacak (Tambunanan, 2011).
Pelaksanaan SOP transportasi intrahospital di IGD Panembahan Senopati
Bantul, Yogyakarta terbagi menjadi 3 domain. Berdasarkan hasil penelitian
dilakukan pengamatan pelaksanaan SOP transportasi intrahospital sebagai
berikut:
a. Pelaksanaan SOP transportasi intrahospital domain pre/sebelum
transportasi
Pada tabel 4.2 dari 21 perawat yang melakukan pelaksanaan SOP
transportasi intrahospital didapatkan nilai rata-rata/skor SOP domain
Pre/Sebelum transportasi intrahospital dilakukan adalah 12,95.
Pada tabel 4.2 diatas diketahui bahwa pada domain pre/sebelum
transportasi skor terendah adalah (0,10) pada item pernyataan nomor 5
yaitu item pernyataan menuliskan cara transportasi. Menurut Warren, et al
(2014) harus direncanakan terkait personel dan cara transportasi yang baik
dalam proses perencanaan. Perencanaan yang baik akan meminimalkan
resiko terjadinya komplikasi selama proses transportasi salah satunya
dengan menentukan cara transportasi Mengingat Menurut Nelson et al
(2003), Royal College of Nursing (2003) dan Waters et al (2007),
kecelakaan saat transportasi pasien antara tempat tidur dan kursi, antara
tempat tidur dan brankar, merubah posisi pasien di tempat tidur, merubah
68
posisi pasien di kursi roda dan mencoba berdiri ketika dalam posisi duduk
disebabkan oleh ketidakseimbangan tubuh pasien dengan tidak adanya
tumpuan. Insiden yang terjadi ketika transportasi pasien cukup tinggi,
tercatat sebanyak 40 insiden terjatuh terjadi saat transportasi pasien ke
tempat tidur, yang menjadi deretan paling atas di Rumah Sakit - Rumah
Sakit Australia (Johnson, et al., 2011). Peran perawat dalam hal
transportasi pasien sangatlah besar. Peran tersebut meliputi sebelum
dilakukannya transportasi sampai setelah dilakukannya transportasi yang
mencakup berbagai hal yakni dalam komunikasi antara perawat yang akan
mentraspor dan perawat yang akan menerima transpor tentang
pemeriksaan kesiapan ruangan, persiapan alat untuk transportasi pasien,
serta dokumen-dokumen terkait transportasi pasien (Picton, 2012).
Menurut Warren,et al (2004) fasilitas mengirim informasi medis dan
lain-lain yang penting yang diperlukan untuk kelanjutan tindakan pasien
tanpa terputus, termasuk ringkasan tata laksana bersama informasi
identitas dan administratif penting bersama pasien saat transportasi.
Informasi yang terlampir bersama pasien mencakup; Diagnosis,
nama/alamat/usia/berat pasien, nama/alamat dan nomor telefon keluarga
terdekat, riwayat cedera atau sakit, kondisi klinis saat masuk, tanda-tanda
vital termasuk GCS pre rumah sakit, saat di IGD dan saat berangkat untuk
di transportasikan, hasil rontgen dan laboratorium dan semua kopian hasil
laboratorium, cairan (jelaskan jenis, volume dan waktu pemberian), nama
petugas yang melakukan transportasi dan nama petugas yang menerima
serta tempat yang dituju.
b. Pelaksanaan SOP transportasi intrahospital domain Selama transportasi
Pada gambaran pelaksanaan SOP transportasi itrahospital domain
selama transportasi intrahospital dari 2(dua) item, semua item tidak
dilakukan. Item Selama Transportasi berisi tentang Pengkajian dan
tindakan yang dilakukan selama proses transportasi. Pada domain ini
semua tidak dilakukan oleh perawat karena menurut perawat waktu
tempuh yang dilakukan saat transportasi intrahospital sangat dekat dan
69
perawat yang melakukan transportasi hanya 2 perawat, dari semua
perawat satu mendorong brankar dan satu menarik sehingga tidak ada
petugas yang melakukan dokumentasi. Sedangkan Menurut ANZCA
(2015) Catatan klinis harus mendokumentasikan status klinis pasien
sebelum, selama, dan setelah transportasi, kondisi medis yang relevan,
faktor lingkungan, terapi yang diberikan, kejadian yang tidak di
harapkan, dan prosedur yang dilakukan. Tim harus mendokumentasikan
riwayat pasien dan temuan klinis pasien. Dokumentasi harus mencakup
catatan status fisiologis, prosedur klinis, dan intervensi intervensi yang di
lakukan.
Menurut Day (2010) Selama transportasi, data pemantauan seperti
tanda-tanda vital, skor Glasgow Coma Scale (GCS), ukuran/reaksi pupil,
Tekanan Intra Kranial (TIK), dan skor skala nyeri harus dimonitor dan
tercatat. Mengingat transportasi intrahospital dapat berpotensi bahaya,
alangkah baiknya perawat melakukan pendokumentasian selama
transportasi intrahospital berlangsung. Dokumentasi pertama terkait
transportasi intrahospital berpotensi berbahaya diterbitkan pada tahun
1970: selama transportasi, aritmia terjadi pada 84% pasien yang berisiko
tinggi kejadian kardiovaskular. Penelitian selanjutnya dilaporkan insiden
4,2-70,0% dari sakit kritis pasien selama transportasi intrahospital.
Insiden yang sebagian besar terkait dengan kegagalan peralatan (39-
45%), gangguan fisiologis pasien termasuk hipotensi 47% dan hipoksia
(20 sampai 29%) (Reinders et al, 2015).
c. Pelaksanaan SOP transportasi intrahospital domain Post/setelah
transportasi
Pada tabel 4.2 dan tabel dari 21 perawat yang melakukan
pelaksanaan SOP transportasi intrahospital didapatkan nilai rata-rata/skor
SOP domain Post/Setelah transportasi intrahospital dilakukan adalah 7,71.
Pada domain post/setelah transportasi diketahui bahwa skor terendah
adalah (0,05) pada item pernyataan nomor 18 yaitu menuliskan waktu
tiba(kedatangan) dan (0,14) pada item pernyataan nomor 17 yaitu
70
menuliskan tanggal tiba di lembar SOP dikarenakan berbagai alasan
seperti terburu-buru karena pasien banyak dan kadang terlupakan.
Penulisan tanda tangan dan waktu tiba adalah merupakan salah satu
pendokumentasian di dalam catatan rekam medis. Pentingnya penulisan
tanda tangan penerima dan waktu tiba pasien petugas Bertanggung jawab
terhadap kebenaran dan kelengkapan penulisan isi rekam medis tersebut.
Menurut DepKes RI (1994) manfaat diantaranya : Menjamin kelengkapan
administrasi pasien, memudahkan perencanaan dan penilaian pelayanan
medis, memperlancar komunikasi antar petugas kesehatan, melindungi
kepentingan hukum dari berbagai pihak, sebagai kelengkapan dokumentasi
sarana pelayanan kesehatan, Sebagai bahan rujukan pendidikan dan
pelatihan, sebagai sumber data penelitian
Menurut ANZCA (2015) Salinan catatan pasien ini harus diberikan
ke unit penerima beserta catatan klinis dan hasil pemeriksaan, dari unit
pengirim. Untuk transportasi intrahospital, dokumentasi ini bisa menjadi
bagian dari catatan rawat inap. Penelitian yang dilakukan oleh Kurniawan,
dkk (2016) didapatkan hasil Sebagian kecil petugas belum melakukan
penatalaksanaan transportasi sesuai SPO sehingga membahayakan pasien.
Penatalaksanaan transportasi pasien tahap persiapan alat sejumlah 29 (72,5
%) responden melaksanakan sesuai SPO dan 11 (27,5 %) responden tidak
sesuai SPO. Penatalaksanaan transportasi pasien tahap persiapan pasien
sejumlah 32 (80%) responden melaksanakan sesuai SPO dan 8 (20%)
tidak sesuai SPO. Penatalaksanaan transportasi pasien tahap pelaksanaan
sejumlah 9 (22,5 %) responden melaksanakan sesuai SPO dan 31 (77,5 %)
responden tidak sesuai SPO.
3. Gambaran Triage Pasien Transportasi Intrahospital di IGD RSUD
Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta
Pada tabel 4.3 diatas dari 21 perawat yang melakukan pelaksanaan
transportasi intrahospital menunjukkan Triage Pasien yang paling banyak
adalah triage kuning yaitu 85.7%.
71
Dari pengamatan didapatkan bahwa sebelum dilakukan transportasi
intrahospital perawat melakukan pengkajian triage untuk menetukan tingkat
prioritas kestabilan kemudian menuliskan di lembar rekam medis pasien.
Semua perawat di IGD sudah mengikuti pelatihan Penanggulangan Pasien
Gawat Darurat (PPGD). Menurut SOP RSUD Panembahan Senopati Bantul,
Yogyakarta Triage pasien adalah prosedur penilaian dan pemilihan pasien di
IGD berdasarkan tingkat kegawatdaruratan penyakit pada semua pasien yang
datang ke ruang IGD. Perawat yang melakukan triage adalah perawat yang
telah bersertifikat pelatihan Penanggulangan Pasien Gawat Darurat (PPGD)
atau Basic Trauma Cardiac Life Support (BTCLS) (DepKes RI, 2005).
Sesuai Prosedur di IGD RSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta
pasien datang ke IGD, kemudian ditempatkan diruang triage dan
mendapatkan pemeriksaan kegawatan sesuai kategori.
Dikatakan triage kuning apabila kondisi pasien gawat tapi tidak darurat
mendapat prioritas ke 2 setelah kategori merah. Setelah melalui ruangan
triage maka pasien dipindahkan ke tempat penanganan sesuai dengan
kategori triage. Kategori kuning masuk keruang prioritas 2. Setelah pasien
dipindahkan ke ruangan tersebut maka pemeriksaan dan penanganan segera
dilakukan. Menurut Sharon (2015) kategori Urgent (Kuning) biasanya
dijelaskan dalam prosedur manual rumah sakit. Klien dalam keadaan gawat
yang memerlukan intervensi medis dalam dua jam. Lebih khusus lagi, dokter
harus melakukan pemeriksaan pada pasien dengan tindakan urgensi dalam
satu jam. Klien seperti ini tidak boleh menunggu lebih dari dua jam. klien
seperti nyeri abdomen, demam tinggi dan/atau batuk aktif, laserasi komplek
tetapi tidak ada pendarahan mayor, fraktur tertutup dengan deformitas, dan
sebagainya. Jika IGD terlalu sibuk, sehingga perawat triage dapat melakukan
observasi lebih lama. Perawat berkewajiban untuk mengobservasi perubahan
gejala dengan pengukuran TTV (Tanda-tanda Vital) setidaknya satu jam
sekali. Tindakan perawatan yang diterima juga mengharuskan pasien
berbaring di tempat tidur/tandu dan tidak duduk di kursi.
72
Dikatakan triage merah apabila kondisi pasien gawat dan darurat
sehingga perlu mendapat pertolongan segera, setelah pasien melaui ruangan
triage maka pasien di pindahkan ke tempat penanganan sesuai dengan
kategori triage. Triage merah masuk ke ruang resusitasi (RSUD Panembahan
Senopati Bantul, Yogyakarta., 2014). Dalam Sharon (2015) mengatakan
bahwa Citical ( Merah) Dikatakan kritis apabila tanda-tanda vital stabil yang
menunjukkan gejala atau riwayat yang jelas tetapi menggambarkan kondisi
yang mengancam jiwa seperti: pasien dengan nyeri dada, sesak nafas, atau
banyak berkeringat (diaphoresis), pasien dengan riwayat muntah darah,
trauma cidera kepala, luka tembak atau tusukan, penderita asma, penderita
diabetes dengan gula darah rendah atau gula darah sangat tinggi, dan
sejenisnya. Perawat triage biasanya memprioritaskan pasien ini terlebih
dahulu dan perlu penanganan dokter. Dalam beberapa kasus, perawat dapat
melakukan perawatan awal berdasarkan advice seperti: pemberian oksigen
atau injeksi dekstrosa (gula sederhana) untuk penderita diabetes yang gula
darahnya rendah (hipoglikemia) harus mendapatkan pertolongan segera.
Berdasarkan SOP transfer pasien ke ruang perawatan RSUD
Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta dikatakan triage hijau apabila
kondisi pasien tidak gawat dan tidak darurat sehingga pasien mendapat
prioritas ke 3. Setelah pasien dilakukan tingkat priotitasnya kemudian di
pindahkan ke tempat penanganan sesuai kategori triage, triage hijau masuk
ke ruang false emergency. Setelah pasien dipindahkan ke ruangan tersebut
baru dilakukan pemeriksaan dan penanganan. Non-urgent (Hijau) Klien
dengan kondisi non urgent yang menderita cacat, tidak dapat berjalan dan
tetap berada di kursi, perawat triage menentukan bahwa bisa menunggu
empat jam sampai kondisi klinis stabil, untuk keamanan dan kenyamanan
klien, perawat triase menempatkan klien tetap berada di tempat tidur/tandu.
Terkadang kecacatan berhubungan dengan kondisi klien (Sharon., 2015).
Dalam beberapa kasus korban jiwa, sangat penting untuk melakukan
triage pasien sesuai dengan Prinsip ABCDE dari algoritma advanced trauma
life support (ATLS). Triage adalah proses terstruktur yang digunakan untuk
73
mengenali korban tersebut baik bahaya kegawatan dan manfaat dari
perawatan kegawatan . Jika sumber daya yang tersedia triage dipergunakan
pada kondisi paling serius yang dirawat terlebih dahulu. Jika sumber daya
terbatas dan fasilitasnya penuh, triage bisa menargetkan pasien yang
membutuhkan intervensi sederhana atau singkat. untuk perawatan severe
injury hanya diberikan perawatan kenyamanan. Prinsip-prinsip triage tidak
hanya berlaku untuk korban trauma tapi juga pada kasus kedaruratan seperti
koma diabetik. Prinsip serupa berlaku untuk alokasi petugas ICU, di tempat
pre-rumah sakit atau di ruang IGD. (European Society of Intensive Care
Medicine, 2011).
4. Gambaran Pelaksanaan Pada Aspek Personil/Petugas Transportasi
Intrahospital berdasarkan triage di IGD RSUD Panembahan Senopati
Bantul, Yogyakarta.
Pada tabel 4.4 Didapatkan hasil bahwa berdasarkan pengamatan
personil/petugas transportasi intrahospital triage kuning sebagian besar
dilakukan oleh perawat semua, ada 4 proses transportasi intrahospital triage
kuning yang dilakukan oleh perawat dan mahasiswa. Sedangkan pada triage
hijau yang melakukan transportasi intahospital adalah perawat semua. Pada
triage merah dilakukan oleh perawat semua. Pasien di IGD, menurut triage
terdiri atas kriteria yaitu pasien gawat darurat, pasien darurat, pasien tidak
gawat tidak darurat. Berdasarkan kriteria pasien tersebut selain menentukan
cara penganan juga menentukan cara transportasi. Misalnya, pada pasien
kritis sebelum dilakukan transportasi harus teratasi dulu tentang airway,
breathing, circulation (prinsip ABC) sehingga pasien dalam keadaan stabil
(Pusbankes, 2005).
Dilakukan pengamatan juga saat pasien pertama kali masuk di IGD
sebelum di transportasikan akan dilakukan pengkajian atau triage awal yang
dilakukan oleh petugas berlisensi seperti perawat dan dokter pengkajian yang
dilakukan meliputi latar belakang dan evaluasi subjektif dan objektif. Melalui
Pengkajian tersebut menetukan pasien masuk dalam tingkatan gawat darurat,
darurat, biasa. Semua perawat di IGD sudah mengikuti pelatihan PPGD.
74
Mengingat proses transportasi memungkinkan terjadinya komplikasi maka
dari itu personil/petugas yang melakukan transportasi sebaiknya memunyai
keterampilan khusus dan kompeten dalam melakukan transportasi
intrahospital. Personil minimum ada 2 orang perawat yang mendampingi
pasien kritis sedangkan untuk tugas transportasi pasien tidak stabil disertai
oleh dokter yang terlatih. Jumlah dan tingkat kecakapan skill petugas
tergantung dari kondisi pasien yang akan ditransportasi; Pasien stabil tanpa
risiko dan risiko rendah dapat didampingi oleh perawat dan assisten perawat
(porter), pasien stabil risiko medium didampingi oleh perawat dan dokter,
sedangkan pasien stabil resiko tinggi dan tidak stabil didampingi oleh dokter
anestesia/intensivis dan perawat ICU (Warren, et al., 2004).
Personil yang melakukan transportasi intrahosital berdasarkan triage
kuning dari 4 pasien di transportasikan oleh perawat dan mahasiswa. Dari
hasil pengamatan hal ini dilakukan dikarenakan jika pada saat bersamaan
ruang IGD penuh (sibuk) sehingga perawat membagi tugas. Didapatkan pula
bahwa semua pasien yang akan dilakukan transportasi pasien dengan kondisi
tidak satabil akan dilakukan tindakan di ruang resusisatsi untuk menstabilkan
kondisi pasien, pasien di transportasikan kalau sudah dalam keadaan
hemodinamik stabil sehingga terkadang dalam melakukan transportasi
intrahospital petugas meminta bantuan mahasiswa dalam mendampingi
pelaksanaan transportasi intrahospital. Seharusnya menurut Warren, et al
(2004) pasien yang berada pada resiko medium didampingi oleh perawat
(RN) dan dokter yang sudah pelatihan terkait transportasi. Dari penelitian
oleh Papson et, al (2007) didapatkan kejadian yang tidak diharapkan terjadi
130 kasus saat transportasi intrahospital dilakukan oleh petugas yang
berkompeten dan 221 kasus dilakukan oleh petugas yang tidak berkompeten.
Pada triage merah dari 2 pengamatan didapatkan masih
ditransportasikan oleh perawat semua. Diketahui bahwa semua pasien yang
dalam kondisi tidak stabil yang masuk ruang IGD RSUD wajib dilakukan
proses stabilisasi di ruang resusitasi sebelum di transportasikan. Pasien di
transportasikan apabila hemodinamik sudah stabil. Seluruh perawat di IGD
75
RSUD sudah mengikuti pelatihan PPGD. Didapatkan juga dokter bersama
perawat hanya melakukan transportasi interhospital. Seharusnya menurut
NHS (2012) pasien pada Level/derajat 3 (pasien dengan Airway, Breathing,
Circulation/ABC yang tidak stabil yang membutuhkan bantuan pernapasan
dan atau dengan kegagalan multi organ). Kompetensi personil/petugas
menurut ICS (2011) personil/petugas yang melakukan transportasi adalah
perawat harus memiliki keteramplan Basic Life Support (BLS)/Advance Life
Support (ALS) telah mengikuti pelatihan transportasi pasien kritis dan
dokter/perawat: Ketrampilan Basic Life Support (BLS)/Advance Life Support
(ALS) telah mengikuti pelatihan transportasi pasien kritis dan Dokter:
Minimal 6 bulan pengalaman kerja di ICU, keterampilan menangani
permasalahan jalan napas atau pernapasan, telah mengikuti pelatihan
transportasi pasien kritis (intensivis). Mengingat proses transportasi
memungkinkan terjadinya komplikasi maka dari itu personil/petugas yang
melakukan transportasi sebaiknya memunyai keterampilan khusus dan
kompeten dalam melakukan transportasi intrahospital. Didukung penelitian
Jones, et al (2016) yang berjudul Intrahospital Transport of the Critically Ill
Adult A Standardized Evaluation Total ada 502 transpor yang diaudit.
Sebagian besar perawat sesuai dengan kebijakan, kecuali untuk proses
stabilisasi (n = 174, 34,7%). Empat puluh satu transpor (8,2%) terjadi
kejadian tak diharapkan (KTD), dan 11 dari transpor (26,8%) dibatalkan.
Sebagian besar KTD Hemodinamik (12), sedasi (11), pernafasan (10), dan
gastrointestinal (5). Lebih sedikit KTD terjadi pada tim transport (P = .036)
dan Antara perawat dengan sarjana ilmu keperawatan atau tingkat yang lebih
tinggi (P = 0,002). KTD lebih tinggi petugas transport perawat dengan
pengalaman 0 sampai 2 tahun di ICU unit perawatan (P = .002), '' kondisi
stabil '' Transportasi (P = .022), dan pasien kondisi fisiologi akut dan Chronic
Health Evaluation scores (P = 0,009).
Pada triage hijau dari 1 yang di transportasikan di lakukan oleh perawat
semua. Personil/petugas transportasi yang melakukan transportasi
intrahospital sudah sesuai dengan teori. Menurut NHS (2012) Pasien dengan
76
Airway, Breathing, Circulation/ABC dan hemodinamik stabil, namun
berpontensi menjadi tidak stabil, misalnya pada pasien yang baru menjalani
perawatan di HCU/ICU yang sudah memungkingkan untuk perawatan rawat
inap biasa. Petugas yang melakukan transportasi didampingi oleh
perawat/assisten perawat/porter (Warren, et al., 2004). Studi yang dilakukan
oleh Taylor (1970) dalam Chard & Makary (2015), menjelaskan bahwa
transportasi dapat menimbulkan komplikasi pada penyakit pasien, hal ini
dapat diminalisir dengan adanya kontribusi perawat yang melakukan
tugasnya dengan benar.
5. Gambaran Perlengkapan Peralatan Transportasi Intrahospital
berdasarkan Triage di IGD RSUD Panembahan Senopati Bantul,
Yogyakarta
Pada tabel 4.5 didapatkan hasil pada triage hijau perlengkapan
peralatan yang dibawa adalah lembar transfer SBAR, semua catatan, brankar,
sedangkan pada triage kuning yang dibawa adalah lembar transfer SBAR,
semua catatan, brankar, tiang infus, oksigen. Pada triage kuning didapatkan
masih ada perawat yang melakukan transportasi intrahospital tidak membawa
tiang infus, oksigen. Pada triage merah perawat yang melakukan transportasi
intrahospital perlengkapan peralatan yang di bawa adalah lembar transfer
SBAR, semua catatan, brankar, tiang infus, oksigen, infuse pump, pulse
oksimetri.
Pada triage kuning dari pengamatan didapatkan perlengkapan yang di
bawah 7 (Lembar transfer SBAR, Semua catatan, brankar, oksigen, tiang
infus), 3 (Lembar transfer SBAR, Semua catatan, brankar), 2 (Lembar
transfer SBAR, Semua catatan), 4 (Lembar transfer SBAR, semua catatan,
oksigen). Dengan demikian pada triage kuning di dapatkan perlengkapan
peralatan tidak sesuai dengan teori di karenakan kurangnya peralatan
pendukung yang ada di IGD RSUD Panembahan Senopati Bantul,
Yogyakarta. Seharusnya menurut ICS (2011) yang dibawah adalah lembar
transfer SBAR, semua catatan, charts. Oksigen, Suction, Brankar, Infuse
77
pump,baterai portable, Pulse oksimetri, monitor Ekg, Tensi meter, Ambubag,
Defibrilator.
Pada triage merah peralatan yang dibawah 2 (Lembar transfer SBAR,
Semua catatan, tiang infus, oksigen, infuse pump). Seharusnya menurut ICS
(2012) perlengkapan peralatan yang dibawah adalah Lembar transfer SBAR,
semua catatan, Charts, Oksigen, Suction, Infuse pump,baterai portable, Pulse
oksimetri, monitor Ekg, Tensi meter, Ambubag, Defibrilator, Scoop Strecher
dan Long spine board.
Pada triage hijau peralatan yang di bawah (Lembar transfer SBAR,
Semua catatan, brankar). Diketahui bahwa pada triage hijau sudah sesuai
perlengkapan/peralatan. Menurut ICS (2011) perlengkapan peralatan yang
dibawah adalah Lembar transfer SBAR, semua catatan, Charts, Brankar, kursi
roda). Warren, et al (2004) pasien stabil tanpa risiko perburukan dan stabil
risiko rendah perlengkapan adalah Iv line, oksigen, monitor,pulse oksimetri.
Dari 21 perawat yang melakukan pelaksanaan pada aspek perlengkapan
peralatan transportasi intrahospital berdasarkan triage menunjukkan
Perlengkapan peralatan transportasi intrahospital di IGD RSUD Panembahan
Senopati Bantul, Yogyakarta perlengkapan peralatan yang pasti dibawa
adalah lembar transfer SBAR, semua catatan sedangkan yang tidak dibawa
adalah Charts, kursi roda, suction, longspine board, batrei portable, monitor
ekg, tensi meter, ambubag, defibrilator, scoop stretcher. Alasan tidak lengkap
dikarenakan peralatan pendukung di IGD belum tersedia. Dari 21 responden
yang dilakukan pengamatan bahwa ketidaklengkapan peralatan didapatkan
pada item:
a. Charts
Pada saat pengamatan pada personil/petugas di semua triage tidak
membawa charts dikarenakan petugas sudah mengetahui kondisi di rumah
sakit. Seharusnya menurut Quenot,et al (2012) sebelum memulai transportasi
rute yang dilalui harus di petakan dan diketahui oleh personil/petugas
transportasi mengetahui akses jalur/koridor dan lift dan bisa memprioritaskan
rute yang pendek dan aman untuk dilewati.
78
b. Kursi roda
Selama proses transportasi intrahospital dilakukan pada semua
triage, petugas tidak pernah membawa kursi roda dikarenakan pada saat
mentransportasi ke ruangan petugas mempergunakan brankar. Pada saat
pengamatan petugas mempergunakan kursi roda kalau melakukan
transportasi ke ruang radiologi karena jaraknya hanya bersebelahan dengan
IGD dan pada pasien dengan kondisi stabil.
c. Suction
Pada saat pengamatan proses transportasi di semua triage petugas
tidak membawa suction dikarenakan sebelum transportasi pasien
dilakukan suctioning di ruang resusitasi IGD RSUD sampai keadaan
stabil. Suction (untuk pasien dengan tingkat kesadaran yang rendah,
trakeostomi dan / atau ventilator) (Quenot, 2012). Untuk kebutuhan
perawatan kritis, suction harus mampu menyedot cairan pada tingkat
minimal 25 l / menit. Bila suction lebih dari satu maka bisa dipergunakan
untuk suctioning drainage pleura dan yang lain bisa suctioning trakhea
atau sekresi oral (European Society of Intensive Care Medicine, 2011)
d. Baterai portable
Pada saat pengamatan transportasi intrahospital di IGD petugas
tidak membawah baterai portable pada semua triage dikarenakan waktu
tempuh dari IGD ke ruang transportasi dekat. Sebaiknya kabel
listrik/baterai portable harus tersedia selama transportasi untuk suplai
listrik pada alat-alat yang menggunakan listrik seperti syringe pump.
Satukan semua perlengkapan peralatan, dalam hal pasokan listrik dan
harus disesuaikan dengan perkiraan durasi transport dan tingkat konsumsi,
yang dapat bervariasi tergantung pada penggunaan, dan cadangan harus
dipantau (Quenot, et al., 2014). KTD yang terjadi pada penelitian yang
dilakukan oleh Gilman (2006) adalah masalah material yaitu uncharged
batteries 4.5% (Fanara, et al., 2010).
79
e. Monitor Ekg
Petugas di IGD berdasarkan hasil pengamatan saat transportasi
intrahospital semua triage tidak pernah membawa alat monitor EKG
dikarenakan monitor EKG hanya dilakukan di IGD dan di IGD belum
tersedia alat bedside monitor/trolley. Seharusnya menurut teori pada saat
transportasi intrahospital pada pasien triage kuning dan triage merah atau
hemodinamik tidak stabil dilakukan monitoring. Pemantauan minimum
yang diperlukan selama transportasi intrahospital meliputi pemantauan
detak jantung EKG, pulse oksimetri, dan pemantauan tekanan darah non
invasif (Quenot,et al., 2011). Pemantauan kardiovaskular dan respiratori
yang tidak adekuat menimbulkan risiko saat transportasi oleh karena
peralatan yang tidak adekuat (Warren, et al., 2004). Dari hasi penelitian
yang dilakukan oleh Venkategowda, et al (2014) didapatkan sebanyak 254
pasien diamati secara prospektif untuk KTD selama intra-rumah sakit
mentransfer pasien yang sakit kritis. Keseluruhan KTD yang diamati
adalah 139 di antara 64 pasien. Di antara KTD yang terjadi EKG lead
displacement 27 (19,42%).
f. Tensi meter
Selama proses transportasi intrahospital yang di amati di IGD
RSUD pada semua triage, petugas tidak pernah membawah monitor
tekanan darah dikarenakan pengukuran tekanan darah dilakukan di ruang
IGD RSUD pada saat pasien baru masuk dan pre/sebelum transport
dilakukan. Padahal alat yang dipergunakan untuk mengetahui tekanan
darah sebagai salah satu perlengkapan yang harus dipersiapkan guna untuk
monitoring tekanan darah pada saat transportasi berlangsung. Dari 3383
grafik yang ditinjau (91,8% dari semua transportasi yang telah dilakukan)
didapatkan hasil kejadian yang tidak diharapkan yaitu perubahan tekanan
darah (25/59) Hypotensi 25 (37) (Kue, et al., 2011).
g. Ambubag
Menggambarkan bahwa selama proses transportasi intrahospital di
IGD dari semua triage, petugas tidak membawa ambubag dikarenakan
80
ambubag di pakai di IGD pada saat pasien masuk saat proses stabilisasi.
Seharusnya menurut European Society of Intensive Care Medicine (2011)
Ventilasi manual dengan resuscitator manual (bag valve mask) selama
transportasi intrahospital harus dibawah dan digunakan jika terjadi
kegagalan ventilator (termasuk pada anak-anak).
h. Defibrilator
Dari pengamatan selama proses transportasi di IGD dari semua
triage, petugas tidak pernah membawa defibrilator. Defibrilator hanya
dipergunakan di ruang resusitasi pasien di IGD apabila pasien mengalami
penurunan kesadaran. Jaman sekarang defibrilator eksternal/alat pacu
jantung lebih maju tidak lagi membutuhkan layar besar dan menekan dan
mudah di simpan, yang harus diperhatikan adalah bantalan harus sekali
pakai dengan koneksi yang sesuai dan di isi ulang setelah dipakai. Alat
pacu jantung defibrilator harus mudah didapat selama transportasi pasien.
Idealnya, harus diintegrasikan dengan monitor multiparameter (Quenot, et
al., 2011)
i. Brankar
Dari pengamatan selama proses transportasi intrahospital di IGD
dari 21 pada semua triage didapatkan brankar yang dibawah 1 pada triage
merah, 17 pada triage kuning, 1 triage hijau. Brankar merupakan salah
satu alat yang fungsinya untuk mentransportasikan dari satu tempat ke
tempat yang lain. Didapatkan juga pada saat melakukan transportasi ada
brankar tidak dilengkapi dengan tiang infus, sehingga ada pasien yang saat
di transportasikan terpasang infus di letakkan di samping pasien. Brankar
yang dipakai adalah bed pasien. Didapatkan pula pada saat transportasi
brankar yang kurang layak ada yang susah buat didorong sehingga
menimbulkan getaran saat dilakukan transportasi dan membuat
ketidaknyamanan. Brankart yang kurang layak tersebut dapat
menimbulkan ketidaknyamanan dan ketidakamanan pasien selama
transportasi berlangsung, misalnya kemungkinan terjadi resiko jatuh
karena tidak ada pengaman pada samping brankart, pasien menjadi
81
bertambah pusing karena ada guncangan atau getaran akibat dari roda
yang macet pada brankart tersebut, serta resiko terjadi komplikasi fraktur
yang semakin parah akibat alas permukaan brankart yang tidak rata
(Parillo, 2004).
j. Tiang Infus
Dari pengamatan selama proses transportasi intrahospital di IGD
dari 21 pada semua triage didapatkan brankar yang dibawah 1 pada triage
merah, 11 triage kuning. Diketahui bahwa tiang infus kadang tidak di
bawa pada saat proses transportasi intrahospital dikarenakan berbagai
alasan seperti bed/ brankar yg mengangkut tidak tersedia tiang infus.
Apabila tidak ada tiang infus pasien terpasang infus botol infus di letakkan
di samping pasien.
k. Oksigen
Dari pengamatan selama proses transportasi intrahospital di IGD
dari 21 pada semua triage didapatkan Oksigen yang dibawah 2 pada triage
merah, 9 pada triage kuning. Dari hasil pengamatan tabung oksigen
portable hanya ada 2, kalau pasien penuh di ruangan atau ada pasient
dirujuk oksigen portable sisa 1, sehingga mengakibatkan tidak semua
pasien pada saat di transportasi intrahospital memakai oksigen. Jumlah
tabung oksigen yang dibawa saat transport pastikan bahwa sudah
memadai. Pasokan tergantung pada durasi transport dan ukuran / kapasitas
silinder. Pastikan semua silinder penuh sebelum dibawa. Silinder Sangat
diperlukan untuk melewati lift dan koridor (European Society of Intensive
Care Medicine, 2011). Desaturasi oksigen dapat menurunkan risiko
transportasi pasien (Warren, et al., 2004)
l. Infuse pump
Dari pengamatan selama proses transportasi intrahospital di IGD dari
semua triage didapatkan 2 pada triage merah. Karena lebih banyak obat
tersedia dengan durasi tindakan yang sangat singkat dan kemampuan yang
lebih baik, syringe pump semakin banyak digunakan untuk keperluan
82
administrasi sedatif, analgesik atau vasopressor support (European Society
of Intensive Care Medicine, 2011)
m. Pulse Oksimetri
Dari pengamatan selama proses transportasi intrahospital di IGD dari
semua triage didapatkan 2 pada triage merah pulse oksimetri dibawah.
Diketahui bahwa penggunaan oksimetri saat dilakukan transportasi pada
pasien tertentu dikarenakan di IGD RSUD memiliki keterbatasan alat dan
dipakai secara bergantian.
n. Long Spine Board (LSB)
Alat yang biasa digunakan untuk dapat memindahkan dan mengangkat
pasien yang diduga/dicurigai mengalami cedera tulang belakang.
Diketahui bahwa LSB dipakai apabila melakukan transportasi
interhospital pada pasien yang mengalami kasus trauma spinal.
o. Scoop Strecher
Alat yang digunakan untuk meminimalkan movement atau gerak pada
korban dalam pengangkatan dan pemindahan pasien yang diduga
mengalami cedera tulang belakang. Diketahui bahwa peralatan ini dipakai
bila ada pasien yang di rujuk (transportasi interhospital). Ababila
melakukan transportasi intrahospital sudah memakai brankar.
Smith et al (1990) Kecelakaan yang dilaporkan terjadi pada 34%
kasus; paling banyak terkait dengan peralatan dan monitoring seperti
lead EKG terputus 23%, monitor kekuatan daya 14%, dan kombinasi
keduanya 10%. Terputusnya intravena atau infus vasopressor diamati
masing-masing 9% dan 5%. Sebagian besar KTD tercatat di tempat tujuan
masing-masing sebelum atau selama prosedur berlangsung. Wallen, et al
(1995) Melaporkan kecelakaan terkait peralatan pada 10% kasus; termasuk
malfungsi peralatan atau tercabutnya tabung nasogastrik, chest tube atau
endotrakeal tube (Venkategowda, et al., 2014).
Menurut sir Liam Donaldson (2007), pelayanan kesehatan yang
aman bagi pasien bukan sebuah pilihan tetapi merupakan hak pasien untuk
mendapatkan kepercayaan terhadap sebuah pelayanan kesehatan oleh
83
suatu sistem pelayanan kesehatan maka dari itu penggunaan alat dalam
transportasi pasien merupakan hal yang tidak boleh diabaikan dan harus
sesusai SPO sebagaimana yang dikemukakan oleh Alano (2002), bahwa
menentukan kondisi atau kesiapan alat sangatlah penting hal ini dilakukan
karena terkait dengan keselamatan pasien. Peralatan pendukung
transportasi pada setiap pasien berbeda tergantung pada kondisi pasien
tersebut. Peralatan pendukung transportasi digunakan untuk
mempertahankan kondisi pasien supaya tetap stabil serta untuk
mengantisipasi terjadinya komplikasi pasien selama transportasi (Warren,
et al., 2004).
C. KETERBATASAN PENELITIAN
Dalam penelitian ini ada beberapa keterbatasan yang peneliti tidak dapat
sempurnakan:
1. Cara penelitian , karena peneliti melakukan observasi terhadap perawat hanya
sekali, memungkinkan adanya kekurangan pada pengisian yang tidak dapat
teridentifikasi, sebaikanya penelitian dilakukan 2-3 kali observasi untuk hasil
lebih baik
2. Peneliti melakukan observasi dengan sepengetahuan responden, hal ini akan
berpengaruh terhadap kesesuaian responden dalam melakukan SOP.
84
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengumpulan data melalui observasi terhadap
transportasi intrahospital pasien di IGD RSUD Panembahan Senopati Bantul
Yogyakarta serta setelah dilakukan analisa data dan pembahasan, maka peneliti
dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Dari 21 perawat yang melakukan transportasi intrahospital berdasarkan
karakteristik mayoritas adalah laki-laki yaitu 17 (81%) dan sebagian besar
perawat yang bekerja di IGD RSUD Panembahan Senopati Bantul,
Yogyakarta rentang usia 26-35 tahun yaitu 17 (81%).
2. Dari 21 perawat yang melakukan pelaksanaan SOP keseluruhan/umum
transportasi intrahospital didapatkan nilai mean 20.67.
3. Dari 21 perawat yang melakukan pelaksanaan transportasi intrahospital
menunjukkan Triage Pasien yang paling banyak adalah triage kuning yaitu
85.7%.
4. Dari 21 perawat yang melakukan pelaksanaan pada aspek personil/petugas
transportasi intrahospital berdasarkan triage, menunjukkan personil/petugas
transportasi intrahospital di IGD RSUD Panembahan Senopati Bantul,
Yogyakarta dilakukan oleh Perawat semua yaitu 81%. Pada triage kuning
sebagian besar melakukan transportasi intrahospital dilakukan oleh perawat
semua, masih ada 4 dilakukan oleh perawat dan mahasiswa sedangkan pada
triage hijau yang melakukan transportasi intahospital adalah perawat semua.
Pada triage merah dilakukan oleh perawat semua
Dari 21 perawat yang melakukan transportasi intrahospital didapatkan hasil
pada triage hijau perlengkapan peralatan yang dibawa adalah lembar transfer
SBAR, semua catatan, brankar, sedangkan pada triage kuning yang dibawa adalah
lembar transfer SBAR, semua catatan, brankar, tiang infus, oksigen. Pada triage
kuning didapatkan masih ada perawat yang melakukan transportasi intrahospital
tidak membawa tiang infus, oksigen. Pada triage merah perawat
85
5. yang melakukan transportasi intrahospital perlengkapan peralatan yang di
bawa adalah lembar transfer SBAR, semua catatan, brankar, tiang infus,
oksigen, infuse pump, pulse oksimetri
B. Saran
Demi peningkatan kualitas pelayanan yang meliputi keamanan serta
kenyamanan pasien terutama dalam transportasi intrahospital serta berdasarkan
hasil penelitian tersebut, maka peneliti memberikan saran-saran sebagai berikut
kepada:
1. Bagi RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta
Menyediakan waktu secara rutin setiap bulan untuk mensosialisasikan
pada semua perawat di RSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta
khususnya perawat IGD terkait transportasi intrahospital. Sesuai SOP yang
berlaku. Termasuk di dalamnya meningkatkan mutu pelayanan keperawatan
dengan cara Komite Keperawatan dan Supervisor selalu melakukan observasi
atau evaluasi kepatuhan perawat dalam melaksanakan SOP transportasi
intrahospital Perlunya meningkatkan komitmen yang tegas terkait kesesuaian
penerapan SOP transportasi intrahospital sebagai upaya mengurangi adverse
events, termasuk di dalamnya komitmen manajemen untuk menerapkan
kebijakan melaporkan tindakan kesalahan tanpa hukuman. Perlunya pengkajian
dan pembaharuan/revisi SOP tentang transportsi intrahospital dengan SOP
yang terbaru. Penambahan alat-alat kesehatan sebagai penunjang sehingga
kejadian tidak diharapkan (KTD) tidak muncul saat memberikan pelayanan
pada pasien di rumah sakit. Dalam hal kesesuaian pelaksanaan SOP
transportasi intrahospital di IGD RSUD Panembahan Senopati Bantul,
Yogyakarta, yakni sosialisasi SOP , memperjelas dan menggalakkan kebijakan
tentang sistem pelaporan KTD, dan memberikan pengarahan tentang
pentingnya kerjasama dan komunikasi antar tim serta menghilangkan
kebiasaan tidak baik dalam bekerja.
2. Bagi Petugas IGD RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta
86
Bagi perawat agar selalu menerapkan asuhan Keperawatan sesuai standar
profesi tertinggi dan mengutamakan keselamatan pasien serta saling
memberikan dukungan positif antar rekan dalam melaksanakan pekerjaan
sehingga mendukung terciptanya kesesuaian dalam melaksanakan SOP
transportasi intrahospital. Diharapkan bagi perawat agar memunyai keberanian
untuk melaporkan setiap tindakan kesalahan dalam praktik keperawatan.
Transportasi pasien perlu mendapatkan perhatian serius karena merupakan
salah satu pelayanan yang membutuhkan keterampilan khusus untuk mengatasi
keadaan pasien yang tiba-tiba memburuk pada saat proses transportasi oleh
karena itu perawat di IGD RSUD harus lebih mentelaah kembali SOP yang ada
dalam melakukan transportasi intrahospital agar tidak ada prosedur yang
terlewatkan. Adanya aturan (sanksi) etik terkait pelanggaran yang dilakukan
oleh petugas. Lebih baik lagi para petugas membuat cap sehingga tidak
menuliskan nama, dilembar monitoring tetapi langsung di cap setelah tindakan
dilakukan.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian terkait transportasi intrahospital masih sangat minim, perlu
dilakukan penelitian lebih banyak terkait transportasi intrahospital seperti
Perencanaan sebelum transportasi intrahospital, Komunikasi yang dilakukan
saat transportasi intrahospital, Passage atau jalan yang dilewati saat transportasi
intrahospital, Monitoring selama transportasi intrahospital, komplikasi atau
kejadian tidak diharapkan pada saat melakukan transportasi intrahospital.
1
DAFTAR PUSTAKA
Adinugroho. 2006. Gambaran transportasi pasien post Operatif di Rumah Sakit
Dr.Sardjito Yogyakarta, Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas
Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Alamanou, DG., Brokalaki, H. 2014. Intrahospital transport policies: The
contribution of the nurse. Health Science Journal Volume 8 (1). Diakses
tanggal 1 Desember 2016 jam 06.51 WIB.
Alano, A. (2002). Basic Clinical Nursing Skill.
Arikunto (2013). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Edisi Revisi
2010). Rineka Cipta. Jakarta.
Australasian College for Emergency Medicine, Australian and New Zealand
College of Anaesthetists and Joint Faculty of Intensive Care Medicine.
2003. Minimum standards for intrahospital transport of critically ill
patients. Emergency Medicine 15:202-204.
. 2015. Guidelines For Transport Of Critically Ill Patient. Copyright 2013
Australasian College for Emergency Medicine, Australian and New
Zealand College of Anaesthetists, and College of Intensive Care
Medicine of Australia and New Zealand IC-10. Diakses pada tanggal 30
Oktober 2016 jam 03.49 WIB.
Blakeman, TC., Richard D Branson, RD. 2013. Inter- and Intra-hospital Transport
of the Critically Ill. Respiratory Care VOL 58 (6). Diakses pada tanggal
16 April 2017 jam 14.20.
Brunsveld Reinders, AH., Sesmu Arbous., Kuiper,MSG., and Evert de Jonge.
2015. A comprehensive method to develop a checklist to increase safety
of intra-hospital transport of critically ill patients. Critical Care, 19:214
DOI 10.1186/s13054-015-0938-1. Diakses tanggal 28 Oktober 2016 jam
01. 18.
Chard, R., Makary, MA. 2015. Continuing Education Transfer-of-Care
Communication: Nursing Best Practices 2.1
http://dx.doi.org/10.1016/j.aorn.2015.07.009. AORN journal. Diakses
tanggal 10 Mei 2017 jam 10.47.
Comeau, OY., Batiste, JA., Woodby, SA. 2015. Safety First! Using a Checklist
for Intrafacility Transport of Adult Intensive Care Patients. Critical Care
Nurse Vol 35 (5). Downloaded from http://ccn.aacnjournals.org/ by
AACN on November 30, 2016.
Daryani. 2014. Gambaran Pelaksanaan Transportasi Intrahospital Pasien Cedera
Kepala Berat di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Islam Klaten.
Motorik VOL.9 (19). Diakses pada tanggal 29 Oktober 2016 jam 10.47
WIB.
Day, D. 2010. Cover Article; Keeping Patients Safe During Intrahospital
Transport. Critical Care Nurse Vol 30 (4), www.ccnonline.org.
Downloaded from http://ccn.aacnjournals.org/ by AACN on November
30, 2016.
Decrucq, EP., Julien P., Raphaël F., Saad N., Thierry O., Mary J, G., et al. 2013.
Research; Adverse events during intrahospital transport of critically ill
patients: incidence and risk factors. Annals of Intensive Care, 3:10
http://www.annalsofintensivecare.com/content/3/1/10. Diakses tanggal 1
Desember 2016 jam 06.32 WIB.
Departemen kesehatan Republik Indonesia. 2006. Sistem Penanggulangan Gawat
Darurat Terpadu. Departemen kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
2009, Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129 Tahun 2009 tentang
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. Departemen kesehatan
Republik Indonesia. Jakarta
Droogh, JM., Smit, M., Absalom, AR., Ligtenberg, JJM., Zijlstra, JG. 2015.
Transferring the critically ill patient: are we there yet? Critical Care
19:62 DOI 10.1186/s13054-015-0749-4. Diakses tanggal 16 April 2017
jam 11.30 WIB.
Dunn, MJG., Gwinnutt, CL., Gray, AJ. 2006. Critical care in the emergency
department: patient transfer. Emergency Medicine J 24:40–44. doi:
10.1136/emj.2006.042044., diakses tanggal 23 Mei 2017 jam 01.22 WIB.
European Society of Intensive Care Medicine. 2011. Patient transportation; Skills
and techniques; Update 2011. Module Authors (Update 2011 and first
edition). European Society of Intensive Care Medicine. ISBN 978-92-
95051-84-3 - Legal deposit D/2005/10.772/31. Diakses tanggal 10 Mei
2017 jam 19.20 WIB.
Fanara, B., Manzon, C,. Barbot, Desmettre, T., Capellier. 2010. Research:
Recommendations for the intra-hospital transport of critically ill patients.
Critical Care, 14:R87 http://ccforum.com/content/14/3/R87. Diakses
pada tanggal 13 Mei 2017 jam 01.26 WIB.
Gillman, L., G Leslie., T Williams., K Fawcett., R Bell., Mc Gibbon, V. 2006.
Original Article; Adverse events experienced while transferring the
critically ill patient from the emergency department to the intensive care
unit. Emergency Medicine 23:858–861. doi: 10.1136/emj.2006.037697.
Diakses tanggal 12 April 2017 jam 09.18 WIB.
Hains, I. M., Marks, A., Georgiou, A., & Westbrook, J. I. (2011). Non-emergency
Patient Transport: What are the Quality and Safety Issues? a Systematic
Review. International Journal for Quality in Health Care.
Indonesia Health Care Forum, (2016). Workshop Transportasi pasien. Bidakara
Hotel, Jakarta.
Intensive Care Society. (2002). Guidelines for the transport of the critically ill
adult. Intensive care society. Diakses pada tanggal 18 April 2017 jam
14.07 WIB.
. . 2009. Levels of Critical Care for Adult Patients. Intensive Care Society.
Diakses pada tanggal 7 juni 2017 jam 01.30 WIB.
. . 2011. Guidelines for the transport of the critically ill adult (3rd Edition
2011). Intensive Care Society. Diakses pada tanggal 10 Mei 2017 jam 21.54
WIB
Ismael. (2009). Hubungan karakteristik Perawat Terhadap Penatalaksanaan Klien
Perilaku Bunuh Diri di RSJ Prof. Dr. Hb. Sa’anin Padang Tahun 2009.
Sumatera Barat: Program Studi DIII keperawatan Stikes Perintis Bukit
Tinggi.
Jia, L., Wang, H., Gao, Y., Liu, H., Yu, K. 2016. Research; Open Access High
incidence of adverse events during intra-hospital transport of critically ill
patients and new related risk factors: a prospective, multicenter study in
China. Critical Care 20:12 DOI 10.1186/s13054-016-1183-y. Diakses
pada tanggal 1 Desember jam 07. 08 WIB.
Jones, HM., Zychowicz, ME., Champagne, M., Thornlow, DK. 2016.
Intrahospital Transport of the Critically Ill Adult A Standardized
Evaluation Plan. Dimensions of Critical Care Nursing Vol. 35 / No. 3.
2016;35(3):133/146. Diakses pada tanggal 12 April 2017 jam 03.58
WIB.
Joo, KH., Yoo, IS., Lee, J., Kim, S W., Ryu, S., Ho You, Y et al. 2016. Original
Article; Reduction of intra-hospital transport time using the easy tube
arrange device. Clin Exp Emerg Med, 3(2):81-87
http://dx.doi.org/10.15441/ceem.15.091. Diakses pada tanggal 16 April
2017 jam 12.53 WIB.
Johnson, M., George, A., & Tran, D. T. (2011). Analysis of Falls Incidents: Nurse
and Patient Preventive Behaviours. International Journal of Nursing
Practice.
Kabar Priangan. (2014). Roda Blankar Patah Pasien RSUD Meninggal. Ciamis:
Kabar Priangan.[internet]. Tersedia dalam http://www.kabar-
priangan.com/news/detail/12867.
Kartikawati dewi. (2013).Buku Ajar Dasar – Dasar Keperawatan Gawat Darurat.
Salemba medika. Jakarta.
Katkar, R. P., Nagarhalli, M. V., & Desle, P. S. (2015). Development and
Analysis of Wheelchair Cum Stretcher Using CAE Software. International
Engineering Research Journal 20832087.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Pedoman Teknis Bangunana
Rumah Sakit Ruang Gawat Darurat. Direktorat Bina Pelayanan
Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan. Diakses tanggal 18 April 2017
jam 04.56 WIB
Krisanty, P., Manurung, S., Suratun, Wartonah, Sumartini, M., Ermawati, et al.
(2009). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. CV. Trans Info Media.
Jakarta.
Maria, Ince. 2012. Kepatuhan Perawat dalam melaksanakan Standar Prosedur
Operasional Pemasangan Infus Terhadap Phlebitis di RS Baptis Kediri,
Jurnal STIKES Baptis Kediri, Vol. 5, No. 1. Kediri.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 856/Menkes/SK/IX/2009 Tentang Stndar
Instalasi gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit. Menteri Kesehatan Republik
Indonesia. Jakarta. Diakses pada tanggal 11 April 2017 jam 11.35 WIB.
. 2013. Pedoman Pembuatan Standar Operating Procedurs (SOP’s),
Jakarta
NHS. (2012), Standart and Guidance for intra and inter-Hospital critical care
transfers (Adult Patient). North West Critical Care Network.
Notoatmodjo, S. 2013. Metode Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.
Nursalam. (2012). Manajemen Keperawatan (3 ed.). Salemba Medika. Jakarta
Nurningsih D. (2012). Hubungan Antara Karakteristik Perawat Dengan Kinerja
Perawat Di Instalasi Rawat Jalan RSUP Dr. Kariadi Semarang.
Pennsylvania Patient Safety Advisory. 2009. Safe Intrahospital Transport on the
Non-ICU Patient Using Standardized Handoff Communication.Vol 6 (1),
p16.
Picton, C. (2012). Keeping Patient Safe When They Transfer Between Care
Provider. Royal Pharmaceutical Society. London.
Potter dan Perry (2005). Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik.
EGC. Jakarta
Pusbankes 118, 2005, Medikal Emergency, PERSI cabang DIY, Yogyakarta
Quenot, JP., Milési, C., Cravoisy, A., Capellier, G., Mimoz, O., Fourcade, O., et
al. 2012. Review; Intrahospital transport of critically ill patients
(excluding newborns) recommendations of the Société de Réanimation
de Langue Française (SRLF), the Société Française d’Anesthésie et de
Réanimation (SFAR), and the Société Française de Médecine d’Urgence
(SFMU). Annals of Intensive Care, 2:1
http://www.annalsofintensivecare.com/content/2/1/1doi:10.1186/2110-
5820-2-1. Diakses pada tanggal 10 Mei 2017 jam 19.22 WIB.
Rab, T. 2007, Agenda Gawat Darurat. Critical Care.
Reinders, AHB., Arbous, MS., Kuiper, SG., de Jonge, E. 2015. Research; A
comprehensive method to develop a checklist to increase safety of intra-
hospital transport of critically ill patients. Critical Care. 19:214 DOI
10.1186/s13054-015-0938-1. Diakses pada tanggal 28 Oktober 2016 jam
01.18 WIB.
Robbin, S.P (2003). Perilaku Organisasi (jilid 1). Edisi ke-9. Jakarta: PT Indeks
Kelompok Gramedia
Rudi Kurniawan, Irpan Ali Rahman., Linda Nataligunawati. (STIKES
Muhammadiyah Ciamis). 2017. Penatalaksanaan Transportasi Pasien di
Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit. GASTER Vol. XV (1). Diakses
pada tanggal 9 Mei 2017 jam 22.40 WIB.
Sharon, AT. 2015. Article: Standards of Care in the Emergency Room: The
Emergency Waiting Game. Evidence-Based Health Care for Healing and
Wellness. LinkedIn.htm. Diakses tanggal 31 Mei 2017 jam 10.48 WIB.
Silva, RD., Amante, LN. 2015. Checklist For The Intrahospital Transport Of
Patients Admitted To The Intensive Care Unit. Text Context Nursing,
Florianópolis 24 (2): 539-47. Diakses tanggal 28 Oktober 2016 jam
12.58 WIB.
Siregar, Ir., Sofyan, M,M. 2013. Statistik Parametrik Untuk Penelitian Kuantitatif.
PT. Bumi Aksara. Jakarta.
Stratis health. 2014. Quality Improvement Toolkit for Emergency Department
Transfer Communication Measures. Stratis health. Diakses tanggal 22
Mei 2017 jam 10. 46 WIB.
Sugiyono. 2016. Statistika untuk penelitian. Alfabeta. Bandung
Swickard, S., Swickard, W., Reimer, A., Lindell, D., Winkelman, C. 2014.
Adaptation of the AACN Synergy Model for Patient Care to Critical Care
Transport. Published in final edited form as. Crit Care Nurse; 34(1): 16–
29. doi:10.4037/ccn2014573. Diakses tanggal 12 April 2017 jam 04.11
WIB.
Tambunan R. M. (2011). Pedoman Teknis Penyusunan SOP. Maiestas Publishing.
Jakarta.
Venkategowda, PM., Rao, SM., Mutkule, DP., Taggu, AN. 2014. Unexpected
events occurring during the intra-hospital transport of critically ill ICU
patients. Indian Journal of Critical Care Medicine, Vol 18 Issue 6.
Downloaded free from http://www.ijccm.org on Wednesday, November
30, 2016, IP: 114.121.235.207.
Warren, J., Fromm, RE., Orr, RA., Rotello, LC., Horst, M. 2004. American
College of Critical Care Medicine. Guidelines for the inter- and
intrahospital transport of critically ill patients. Crit Care Med 32:256-
262.
Widianingsih. (2016). Pengaruh Karakteristik Terhadap Kinerja Perawat
Pelaksana Di Ruang Perawatan Intensif Rumah Sakit Kelas A Dan B Di
Indonesia. Indonesian Journal Of Nursing Health Science. Vol. 1, No 1. Hal
75-83
Waydhas, C. 1999. Intrahospital transport of critically ill patients. Crit Care;
3(5):R83-R89.
L
A
M
P
I
R
A
N
CHECKLIST LEMBAR OBSERVASI
PELAKSANAAN SOP TRANSPORTASI INTRAHOSPITAL
Nama Responden/Inisial :
Umur :
Jenis Kelamin :
Triase :
No Proses Transportasi Ya Tidak
Pre Transportasi
1. Petugas menuliskan tanggal di lembar monitoring
pasien
2. Petugas menuliskan jam di lembar monitoring pasien
3. Petugas menuliskan tempat awal di lembar monitoring
pasien
4. Petugas menuliskan tempat tujuan di lembar
monitoring pasien
5. Petugas menuliskan cara transportasi di lembar
monitoring pasien
6. Petugas menuliskan nama petugas di lembar
monitoring pasien
7. Petugas menuliskan diagnosa utama di lembar
monitoring pasien
8. Petugas menuliskan kondisi klinis di lembar
monitoring pasien
9. Petugas menuliskan kesadaran di lembar monitoring
pasien
10. Petugas menuliskan Glasgow Coma Scale (GCS) di
lembar monitoring pasien
11. Petugas menuliskan Tekanan Darah (TD) di lembar
monitoring pasien
12. Petugas menuliskan Nadi (N) di lembar monitoring
pasien
13. Petugas menuliskan Respirasi (R) di lembar
monitoring pasien
14. Petugas menuliskan Suhu Badan (SB) di lembar
monitoring pasien
Selama Transportasi
1. Petugas menuliskan assessment di lembar monitoring
pasien
2. Petugas menuliskan tindakan yang dilakukan selama
proses di lembar monitoring pasien
Setelah/Post Transportasi
1. Petugas menuliskan tanggal tiba di lembar monitoring
pasien
2. Petugas menuliskan jam tiba di lembar monitoring
pasien
3 Petugas menuliskan kondisi klinis saat diterima di
lembar monitoring pasien
4 Petugas menuliskan kesadaran waktu tiba di lembar
monitoring pasien
5. Petugas menuliskan Tekanan Darah (TD) di lembar
monitoring pasien
6. Petugas menuliskan Nadi (N) di lembar monitoring
pasien
7. Petugas menuliskan Respirasi (R) di lembar
monitoring pasien
8. Petugas menuliskan Suhu Badan (SB) di lembar
monitoring pasien
9. Petugas yang menerima menuliskan tanda tangan dan
nama lengkap di bawah kolom petugas yang
menerima.
10. Petugas transportasi menuliskan tanda tangan dan
nama lengkap di bawah kolom petugas transportasi
CHECKLIST LEMBAR OBSERVASI
TRIAGE PASIEN, PERSONEL, PERLENGKAPAN PERALATAN
Nama Responden (Inisial):
Umur :
Jenis Kelamin :
Triage :
1. TRIAGE PASIEN
2. PERSONIL/PETUGAS TRANSPORTASI
□ Dokter dan Perawat
□ Perawat semua
□ Perawat dan Mahasiswa
□ Mahasiswa semua
3. PERLENGKAPAN PERALATAN
□ Lembar transfer SBAR □ Infuse pump
□ Semua catatan □ Baterai portable
□ Charts □ Pulse oksimetri
□ Brankar □ Monitor Ekg
□ Kursi roda □ Tensi meter
□ Tiang infus □ Ambubag
□ Oksigen □ Defibrilator
□ Suction □ Scoop Strecher
□ Long spine board