FUNGSI KULTURAL GAYA BUSANA LOLITA PADA KOMUNITAS …
Transcript of FUNGSI KULTURAL GAYA BUSANA LOLITA PADA KOMUNITAS …
1
UNIVERSITAS INDONESIA
FUNGSI KULTURAL GAYA BUSANA LOLITA PADA KOMUNITAS ELEGANT GOTHIC LOLITA DI DUNIA MAYA
MAKALAH NON-SEMINAR
MARSHELLA ELVINA 1106000615
FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA
PROGRAM STUDI JEPANG DEPOK
JANUARI 2016
Fungsi Kultural ..., Marshella Elvina, FIB UI, 2016
2
Fungsi Kultural ..., Marshella Elvina, FIB UI, 2016
3
Fungsi Kultural ..., Marshella Elvina, FIB UI, 2016
4
Fungsi Kultural Gaya Busana Lolita pada Komunitas Elegant Gothic Lolita di Dunia Maya
Marshella Elvina (1106000615)
Program Studi Jepang, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia
Email: [email protected]
ABSTRAK
Jurnal ini membahas fungsi kultural gaya busana Lolita pada komunitas Elegant Gothic Lolita di dunia maya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis apa saja fungsi kultural yang terdapat dalam gaya busana Lolita di komunitas tersebut. Pembahasan dalam jurnal ini menggunakan konsep gaya busana oleh Barnard Malcolm dalam bukunya yang berjudul Fashion as Communication (1996). Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang difokuskan pada komunitas Elegant Gothic Lolita di situs Livejournal dengan melakukan observasi partisipan serta wawancara tidak langsung. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa gaya busana Lolita memiliki fungsi-fungsi kultural yang ditunjukkan oleh penggunanya.
Kata kunci: Gaya busana, Fungsi Kultural, Lolita
ABSTRACT
The focus of this study is cultural function of Lolita fashion in an online community called Elegant Gothic Lolita. The purpose of this study is to analyze the cultural functions in Lolita fashion which is shown by the member of the community. This study uses Barnard Malcolm’s concept of fashion as described in his book titled Fashion as Communication (1996). This research is qualitative research, focused on Elegant Gothic Lolita community in Livejournal website by performing participant observation and indirect interview. The result of this study shows that Lolita fashion has cultural functions shown by the wearer.
Key words: Fashion, Cultural Function, Lolita
1. PENDAHULUAN
Jepang dikenal sebagai negara yang memiliki keunikan dalam gaya busananya.1
Harajuku, sebuah distrik di Tokyo, merupakan daerah yang terkenal dengan Street Fashion
dan mode. Street Fashion merupakan gaya busana yang terbentuk bukan melalui desainer
profesional melainkan terbentuk oleh khalayak ramai.2 Orang-orang inilah yang memadukan
gaya mereka sendiri menggunakan beberapa elemen busana untuk mengidentifikasikan bahwa
mereka berbeda dari masyarakat umum. Hingga saat ini, Harajuku dipenuhi dengan toko-toko
1 http://injapan.gaijinpot.com/play/culture/2012/03/10/unique-japanese-fashion-styles/ 2 Jiratanatiteenun et al (2012), hlm. 292
Fungsi Kultural ..., Marshella Elvina, FIB UI, 2016
5
kecil yang menjual busana Cosplay, Punk, Lolita, dan busana-busana feminin. Di antaranya,
Cosplay dan Lolita merupakan yang paling terkenal. (Jiratanatiteenun et al, 2012: 294)
Secara umum, ketika seseorang mendengar kata Lolita, apa yang akan terbesit adalah
tokoh Lolita dalam karya Vladimir Nabokov berjudul “Lolita” yang diterbitkan pada tahun
1958 (pertama kali dipublikasikan di Paris pada 1955)3. Novel ini menceritakan seorang
pedofil paruh baya, Humbert Humbert, dalam kisahnya yang menodai seorang gadis berumur
12 tahun bernama Dolores Haze (yang dimaksudkan sebagai Lolita pada judul bukunya) yang
juga merupakan anak tirinya.
Meskipun istilah Lolita sering diasosiasikan dengan novel karya Nabokov tersebut,
gaya busana Lolita di Jepang tidak ada kaitannya dengan Lolita complex dan bahkan memiliki
konsep yang berbeda. Lolita, yang juga dikenal sebagai “Lolis”, adalah remaja perempuan dan
laki-laki yang berpakaian sebagai representasi anakronistik dari boneka zaman Victorian
(1837-1901), yang menggunakan banyak renda-renda, ruffle, dan pita-pita dari kepala hingga
kaki (Winge, 2008: 47). Lolita memiliki ciri khas yaitu gaun dengan bentuk rok seperti
lonceng (gambar 1.1) atau huruf “A” (gambar 1.2) dengan hiasan renda dan pita. Sepatu dan
hiasan kepala seperti bando, bonnet, dan topi baret juga merupakan bagian penting dalam
gaya busana ini.
Gambar 1.1 Rok Berbentuk Lonceng Gambar 1.2 Rok Berbentuk Huruf “A”
(sumber: Gothic & Lolita Bible vol. 34) (sumber: Gothic & Lolita Bible vol. 42)
3 Hinton (2013), hlm.1584
Fungsi Kultural ..., Marshella Elvina, FIB UI, 2016
6
Sejak tahun 1990-an, subkultur Lolita mengalami perkembangan yang menjadikannya
tidak hanya sebuah Street Fashion di Harajuku. Pada tahun 2013, 日本ロリータ協会 atau
Japan Lolita Association, sebuah komunitas Lolita resmi, didirikan oleh seorang model
majalah Gothic & Lolita Bible4 yang bernama Aoki Misako. Selain komunitas fisik tersebut,
juga terdapat komunitas Lolita yang aktif di dunia maya yang bernama Elegant Gothic Lolita
(EGL). Komunitas ini didirikan di situs Livejournal pada tahun 2001 yang masih aktif hingga
saat ini (2015).5 Di komunitas ini para anggota yang berjumlah lebih dari 18.000 orang dapat
berdiskusi mengenai gaya busana Lolita.
2. TINJAUAN TEORETIS
2.1 Fungsi Kultural Gaya Busana
Malcolm Barnard dalam bukunya yang berjudul Fashion as Communication (1996:
11) menjelaskan arti gaya busana secara etimologi. Kata gaya busana, yang dalam bahasa
Inggris adalah fashion, berkaitan dengan bahasa Latin, factio dan facere yang artinya
membuat atau melakukan. Karena itu, arti asli gaya busana mengacu pada kegiatan; gaya
busana merupakan sesuatu yang dilakukan seseorang, tak seperti dewasa ini, yang memaknai
gaya busana sebagai sesuatu yang dikenakan seseorang.6
Dalam buku Fashion as Communication, Barnard menguraikan tentang fungsi kultural
pakaian dan gaya busana yang akan digunakan dalam penelitian ini. Fungsi tersebut antara
lain sebagai berikut:
1. Fungsi komunikasi
Fungsi komunikasi dari gaya busana dan pakaian yaitu untuk
mengomunikasikan keanggotaan satu kelompok kultural, baik pada orang-orang
yang menjadi anggota kelompok tersebut maupun bukan.7 Dalam hal ini, gaya
busana dan pakaian secara simbolik mengikat satu komunitas.
4 Gothic and Lolita Bible (GLB) merupakan majalah dengan subkultur Gotik dan Lolita sebagai bahasan utama. Majalah ini terbit pertama kali pada tahun 2001 dan diterbitkan 4 bulan sekali sesuai musim. 5 http://egl.livejournal.com/ 6 Barnard (1996), hlm. 10 7 Ibid, hlm. 83
Fungsi Kultural ..., Marshella Elvina, FIB UI, 2016
7
2. Fungsi ekspresi individualistik
Fungsi ekspresi individualistik adalah, fungsi bahwa gaya busana dan pakaian
merupakan cara yang digunakan individu untuk membedakan dirinya sendiri
sebagai individu dan menyatakan beberapa bentuk keunikannya.8 Pemakai juga
mengekspresikan perasaan mereka melalui pakaiannya.
3. Fungsi nilai sosial atau status
Fungsi nilai sosial atau status dilihat dari pakaian dan gaya busana yang sering
digunakan karena orang kerap membuat penilaian terhadap nilai sosial atau status
orang lain berdasarkan apa yang dipakai orang tersebut.9 Status bisa merupakan
hasil atau berkembang dari berbagai sumber seperti jabatan, keluarga, jenis
kelamin, usia, atau ras.
4. Fungsi definisi peran sosial
Pakaian dan gaya busana pun digunakan untuk menunjukkan atau
mendefinisikan peran sosial yang dimiliki seseorang, hal ini merupakan fungsi
gaya busana sebagai definisi peran sosial.10
5. Fungsi nilai ekonomi atau status
Fungsi nilai ekonomi atau status dari gaya busana dan pakaian yaitu
merefleksikan bentuk organisasi ekonomi tempat seseorang hidup di samping
merefleksikan statusnya di dalam ekonomi itu.11
6. Fungsi simbol politis
Fungsi gaya busana dan pakaian pun terkait erat dengan bekerjanya kekuasaan,
ini adalah fungsi gaya busana sebagai simbol politis.12
7. Fungsi kondisi magis-religius
Fungsi religius gaya busana dilihat dari busana yang menunjukkan
keanggotaan, atau afiliasi, pada kelompok atau jamaah kelompok agama tertentu
(baik dikenakan secara permanen maupun secara berkala).
8. Fungsi ritual sosial
Fungsi ritual sosial dalam gaya busana dan pakaian adalah sebagai pembedaan
antara yang ritual (seperti pernikahan dan pemakaman) dan nonritual. Misalnya,
8 Barnard (1996), hlm. 84-86 9 Ibid, hlm. 86 10 Ibid, hlm. 89 11 Ibid, hlm. 90 12 Ibid, hlm. 92
Fungsi Kultural ..., Marshella Elvina, FIB UI, 2016
8
seseorang tidak biasa mengenakan pakaian yang biasa dipakainya sehari-hari saat
menghadiri pernikahan atau pemakaman.13
9. Fungsi rekreasi
Terakhir, fungsi rekreasi ditunjukkan bahwa gaya busana dan pakaian sekadar
untuk kesenangan, cara menimbulkan kenikmatan.14 Gaya busana dan pakaian
dapat menjadi sesuatu yang menyenangkan dan nyaman. Kenikmatan dapat
diperoleh dari merasakan tekstil dan pakaian tertentu, dan merasakan pakaian
menyentuh kulit.
2.2 Gaya Busana Lolita
Lolita merupakan gaya busana yang terinspirasi dari boneka zaman Victorian, atau
pakaian zaman Edwardian (1901-1910)15 dan Rococo (sekitar abad ke-18). Gaya busana
Lolita di Jepang tidak memiliki hubungan dengan Lolita-complex atau novel karya Nabokov
yang berjudul Lolita.
Kata Lolita (ロリータ) mulai digunakan sebagai istilah Lolita Fashion (ロリータ・
ファッション) dalam majalah Fashion Nenkan pada tahun 1987.16 Dalam majalah tersebut,
Lolita adalah istilah gaya busana baru yang diperkenalkan sebagai berikut:
「少女のようにかわいらしい幼い感じのファッションに対する
総称として用いられる。フリルのたくさんついたブラウス、レースカ
ラーやリボン使いのドレス、花柄のスカートなどを、特に少女でない
人が着るときにいう」
Digunakan sebagai istilah terhadap gaya busana dengan kesan muda
yang manis seperti anak perempuan. Terutama digunakan untuk menyebut
orang yang bukanlah anak perempuan dan mengenakan blouse yang memiliki
banyak kerutan, gaun yang menggunakan pita dan kerah berenda, atau rok
dengan motif bunga.
Dalam gaya busana Lolita, siluet merupakan hal yang penting. Misalnya bentuk rok
yang bervolume pada pakaian Lolita dengan penggunaan petticoat. Penggunaan hiasan kepala
13 Barnard (1996),, hlm. 97 14 Ibid hlm. 98 15 http://www.edwardianpromenade.com/the-edwardian-era/ 16 Yahata dan Watanabe (2013), hlm. 12
Fungsi Kultural ..., Marshella Elvina, FIB UI, 2016
9
seperti bando, pita, atau bonnet, dan sepatu mary jane juga merupakan hal penting dalam
estetika Lolita.
Lolita memiliki beberapa varian gaya (juga biasa disebut sub-style) seperti Sweet
Lolita yang didominasi oleh warna pastel; Classic Lolita dengan warna redup dan kesan yang
lebih dewasa, elegan, dan antik; Gothic Lolita yang memiliki warna gelap dan kesan
misterius; Punk Lolita yang terinspirasi oleh gaya punk; serta Ouji Style dengan gaya yang
menyerupai anak lelaki.
3. METODE PENELITIAN
Pengumpulan data untuk penelitian ini dilakukan dengan studi dokumen. Dokumen
yang dijadikan dasar teori utama mengenai gaya busana yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah fungsi gaya busana yang dibahas oleh Malcolm Barnard dalam bukunya
yang berjudul Fashion as Communication (1996). Selain itu, data juga dikumpulkan melalui
sumber tertulis lainnya seperti buku, majalah, jurnal, dan sumber internet yang memiliki
keterkaitan dengan gaya busana dan Lolita.
Selanjutnya, analisa data dilakukan dengan melakukan observasi partisipan terhadap
konten, jurnal, maupun diskusi yang ada dalam komunitas Elegant Gothic Lolita (EGL) di
situs Livejournal yang beralamatkan di http://egl.livejournalcom/. Metode observasi
partisipan dipilih karena peneliti ikut menjadi anggota dalam komunitas tersebut, serta
melakukan wawancara jarak jauh dengan menulis jurnal yang berisi pertanyaan terhadap
anggota komunitas tersebut. Komunitas EGL dipilih karena memiliki anggota lebih dari
18.000 orang, telah ada sejak tahun 2001, dan terlepas dari kemunculan berbagai macam
jejaring sosial lainnya, komunitas tersebut masih aktif hingga saat ini.
4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Fungsi Komunikasi Gaya Busana Lolita
Gaya busana dan pakaian memiliki fungsi komunikasi yaitu mengomunikasikan
keanggotaan suatu kelompok kultural, baik pada orang-orang yang menjadi anggota
kelompok tersebut maupun bukan. Kesamaan gaya busana dan pakaian yang dikenakan
seorang individu menandakan keanggotaannya dalam suatu kelompok.
Seseorang yang mengenakan gaya busana Lolita merupakan bagian dari subkultur
Lolita. Dalam observasi yang dilakukan pada komunitas Elegant Gothic Lolita di situs
Livejournal, anggota-anggota dalam komunitas tersebut menyatakan bahwa seseorang dapat
Fungsi Kultural ..., Marshella Elvina, FIB UI, 2016
10
dikatakan sebagai Lolita jika ia mengenakan gaya busana Lolita. Berikut adalah kutipan dari
salah satu komentar anggota dalam jurnal yang ditulis oleh akun sherrayumi17 mengenai
apakah seseorang dapat dianggap sebagai Lolita atau tidak meskipun hanya memakai gaya
busana Lolita sebanyak satu kali (http://egl.livejournal.com/19989153.html, dipos tanggal 29
Oktober 2015, 17:08:00 UTC):
“… I think if people are lolita at heart they they can consider themselves a lolita. If a
person were to wear lolita once and never wear it again or think about it again, then
they are not lolita. BUT If they wore it once, love to follow the fashion and even if
they can't buy the dresses or wear it often and they like to do the activities associated
with lolita then I would say they are one. …”
(dipos oleh mintyxtangerine, 30 Oktober 2015, 07:10:08 UTC)
— “… Kurasa jika orang-orang merupakan Lolita dari hatinya mereka dapat
menganggap diri mereka seorang Lolita. Jika seseorang hanya memakai Lolita
sekali dan tidak pernah memakainya lagi atau tidak memikirkannya lagi, maka
mereka bukanlah Lolita. TETAPI jika mereka memakainya sekali, ingin mengikuti
gaya busana Lolita dan meski mereka tidak bisa membeli pakaian atau jarang
memakainya dan mereka suka melakukan aktivitas yang berkaitan dengan Lolita
maka aku dapat mengatakan bahwa mereka adalah seorang Lolita. …”
Dari observasi tersebut, dapat dikatakan bahwa seseorang dapat dianggap sebagai
seorang Lolita dan menjadi bagian dari subkultur Lolita meskipun ia hanya pernah memakai
gaya busana Lolita satu kali. Tetapi, jika orang tersebut memutuskan untuk tidak lagi
memakai gaya busana Lolita, maka ia bukan lagi bagian dari subkultur Lolita. Hal ini
menunjukkan bahwa gaya busana Lolita memiliki fungsi sebagai pengikat dalam suatu
kelompok yaitu subkultur Lolita.
Namun, jika elemen busana Lolita tidak dikenakan dengan baik sesuai estetika gaya
busana Lolita yang diterapkan oleh para anggota subkultur Lolita, terutama komunitas EGL,
maka seorang Lolita akan dicap sebagai “Ita”. Ita merupakan istilah yang berasal dari kata 痛
い (itai) yang berarti sakit. Istilah ini digunakan ketika seseorang memakai pakaian yang
memalukan dan tidak memakai gaya busana Lolita secara benar sehingga menimbulkan kesan
‘menyakitkan’ saat melihatnya.18 Tidak menggunakan petticoat, kualitas pakaian yang buruk,
renda yang terlalu banyak, rok yang terlalu pendek, dan koordinasi yang buruk dianggap 17 Akun sherrayumi merupakan akun peneliti yang dibuat khusus untuk menjadi anggota di komunitas EGL agar dapat menulis jurnal di komunitas tersebut. 18 http://lang-8.com/17246/journals/243429081602752859129843174120243550860
Fungsi Kultural ..., Marshella Elvina, FIB UI, 2016
11
sebagai beberapa hal yang merupakan penentu pelabelan “Ita” terhadap seseorang yang tidak
sesuai dengan peraturan yang ada dalam gaya busana ini.19
Berdasarkan hasil observasi tersebut, gaya busana dalam subkultur Lolita berfungsi
untuk mengomunikasikan apakah seseorang tergolong sebagai Lolita atau bukan. Namun jika
seorang Lolita gagal menampilkan estetika Lolita, maka ia akan diberi label sebagai Ita dan
tidak dianggap sebagai Lolita sepenuhnya.
4.2 Fungsi Ekspresi Individualistik Gaya Busana Lolita
Gaya busana merupakan cara individu mengekspresikan keunikannya dan
membedakan dirinya sendiri sebagai individu. Perasaan individu juga ditunjukkan melalui
gaya busana dan pakaian yang dikenakannya. Beberapa anggota menyatakan bahwa mereka
menyukai gaya busana Lolita karena mereka dapat mengekspresikan diri mereka melalui gaya
busana tersebut. Salah satu anggota komunitas EGL menunjukkannya dalam komentar
sebagai berikut:
“I like wearing lolita because it allows me to express myself personally much
better. :3 Normal clothes don`t feel "right" for me to wear, if that makes sense. >A>;
I feel more like myself when I wear lolita, and it makes me happy wearing such
elegant and cute clothes, and getting all dressed up. I like wearing it to express and
show myself fully through my clothes. :3”
(dipos oleh peach_flower, 17 Januari 2011, 02:31:48 UTC)
— “Aku suka memakai Lolita karena Lolita membuatku dapat mengekspresikan
diriku dengan lebih baik. :3 Pakaian-pakaian biasa tidak terasa “tepat” untuk
kugunakan, jika itu masuk akal. >A>; aku lebih merasakan diriku ketika
memakai Lolita, dan mengenakan pakaian yang elegan dan manis membuatku
bahagia, seperti halnya berdandan. Aku suka memakainya untuk
mengekspresikan dan menunjukkan diriku sepenuhnya melalui pakaianku. :3”
Dari komentar tersebut, dapat dipahami bahwa pemakai gaya busana Lolita
mengekspresikan keunikan diri mereka melalui Lolita, membedakan diri mereka dengan
individu lainnya, serta menunjukkan diri mereka yang sesungguhnya.
19 http://egl.livejournal.com/18914607.html, 10 November 2012, 21:24:00 UTC
Fungsi Kultural ..., Marshella Elvina, FIB UI, 2016
12
Meskipun gaya busana Lolita kerap dikaitkan dengan kesan kekanak-kanakan, makna
dari gaya busana Lolita akan berbeda berdasarkan tujuan dan perasaan pemakainya. Misalnya,
melalui varian gaya busana Lolita, tujuan dan perasaan pemakai juga berbeda-beda. Bagi
mereka, beberapa varian gaya dapat mengekspresikan diri mereka, namun tidak untuk varian
gaya yang lainnya. Misalnya, gaya kekanakan dapat diekspresikan dengan menggunakan
Sweet Lolita, gaya klasik dan antik diekspresikan melalui Classic Lolita, dan keinginan untuk
menjadi punk namun dengan nuansa yang manis dan imut-imut diekspresikan melalui Punk
Lolita. Menggunakan varian gaya yang berbeda juga berarti menunjukkan ekspresi yang
berbeda. Dengan ini, mereka tetap menunjukkan bahwa mereka tidak sepenuhnya sama
dengan anggota lain dalam subkultur Lolita dan memiliki keunikan sebagai individu melalui
koordinasi pakaian mereka.
4.3 Fungsi Nilai Sosial atau Status Gaya Busana Lolita
Gaya busana dan pakaian memiliki fungsi nilai sosial atau status yang dilihat dari gaya
busana dan pakaian yang sering dikenakan seseorang. Barnard pun menyatakan bahwa gaya
busana atau pakaian salah satunya digunakan untuk membedakan pria dari wanita.20 Maka
status yang dapat dilihat secara langsung dari gaya busana Lolita adalah penilaian bahwa
orang yang memakai gaya busana Lolita adalah perempuan karena rok merupakan elemen
busana yang kerap dipakai perempuan. Meskipun begitu, bukan berarti tidak ada laki-laki
yang mengenakan gaya busana Lolita.
Laki-laki yang mengenakan pakaian Lolita disebut ‘Brolita’ dalam komunitas EGL.
Pemberian status ini diberikan kepada laki-laki yang mengenakan pakaian Lolita, dan tidak
terbatas kepada laki-laki yang menggunakan varian gaya Ouji Style (dengan celana sebagai
elemen utama), namun juga kepada laki-laki yang menggunakan varian gaya Lolita yang
lainnya dengan rok sebagai elemen utama dalam busananya.
Dalam jurnal yang ditulis oleh akun sleepwthshadows
(http://egl.livejournal.com/19412106.html, 8 November 2013, 22:14:00 UTC), ia
mengungkapkan bahwa istilah “Brolita” merupakan istilah yang problematik. Beberapa
anggota EGL yang lain menyatakan bahwa istilah ini menarik dan lucu, namun beberapa
anggota yang lain menganggap istilah ini ofensif. Berikut salah satu kutipan komentar
mengenai istilah ini:
20 Barnard, hlm. 87
Fungsi Kultural ..., Marshella Elvina, FIB UI, 2016
13
“…as far as I know, the term 'brolita' just seems to be a fun little term for men that
wear the fashion. I don't think it really implies anything, other than it's a 'bro'
wearing lolita.”
(dipos oleh lafarat, 8 November 2013, 22:55:20 UTC)
— “… sepengetahuanku, istilah ‘brolita’ hanya terlihat sebagai istilah kecil yang
lucu untuk pria yang memakai gaya busana tersebut. Aku tidak merasa istilah itu
benar-benar menyiratkan apapun, selain bahwa itu adalah seorang ‘bro’ (brother,
saudara laki-laki) yang memakai Lolita.”
Dari hasil observasi yang dilakukan di jurnal tersebut, gaya busana dan pakaian
berfungsi sebagai nilai sosial atau status sebagai penentu apakah seseorang adalah Lolita atau
Brolita. Jika seorang perempuan memakai gaya busana Lolita, maka ia adalah seorang Lolita.
Namun, jika seorang laki-laki memakai gaya busana Lolita, maka ia akan diberi status sebagai
Brolita meskipun masih ada pro dan kontra mengenai penggunaan istilah ini dalam komunitas
EGL.
4.4 Fungsi Nilai Ekonomi atau Status Gaya Busana Lolita
Gaya busana dan pakaian merefleksikan kedudukan seseorang di dalam suatu ekonomi.
Meskipun gaya busana dan pakaian dapat menunjukkan jenis pekerjaan seseorang, fungsi
nilai ekonomi atau status dalam gaya busana Lolita tidak memperlihatkan jenis pekerjaan
pemakainya, tetapi level ekonomi dimana seseorang pemakainya berada dapat dinilai melalui
merek pakaian Lolita yang sering dipakai olehnya.
Dalam komunitas EGL, terdapat empat kategori pakaian yang sering digunakan, yaitu
brand, indie-brand, Bodyline, dan off-brand. Keempat kategori ini akan dijelaskan sebagai
berikut:
1. Brand merupakan sebutan untuk merek-merek Lolita yang mayor di Jepang seperti
Angelic Pretty, BABY, THE STARS SHINE BRIGHT (sering disingkat Baby atau
BtSSB), Innocent World, Victorian Maiden, Mary Magdalene, dan Moi-meme-
Moitie. Harga dari pakaian yang dijual oleh merek mayor tersebut berkisar antara
20.000 hingga 40.000 yen (dua – empat juta rupiah).
2. Indie-brand merupakan sebutan untuk merek-merek independen dengan harga
yang lebih murah dibandingkan brand (10.000 – 30.000 yen atau satu - tiga juta
rupiah), merek-merek indie yang terkenal di komunitas EGL biasanya merupakan
Fungsi Kultural ..., Marshella Elvina, FIB UI, 2016
14
merek-merek Cina yang dijual di situs berbelanja Taobao (www.taobao.com) dan
situs-situs lokal lainnya.
3. Bodyline merupakan sebuah toko di Jepang yang menjual baju cosplay dan
pakaian yang dapat dikategorikan sebagai Lolita. Pada awalnya Bodyline
merupakan sebuah merek Lolita yang sempat diliput dalam majalah Gothic &
Lolita Bible. Namun, karena pakaian yang mereka buat diproduksi dalam jumlah
banyak sehingga harga pakaian dapat dijual lebih murah, maka nilai ekslusif yang
seharusnya dimiliki oleh sebuah brand menghilang. Oleh karena itu, Bodyline
tidak dikategorikan sebagai brand maupun indie-brand. Kisaran pakaian Lolita
yang dijual di Bodyline adalah 3.000 hingga 6.000 yen (300.000 – 600.000 rupiah),
jauh lebih murah daripada pakaian yang dijual oleh brand.
4. Kategori terakhir, yaitu off-brand, merupakan pakaian yang dapat digunakan untuk
gaya busana Lolita, memiliki estetika Lolita, namun tidak berasal dari merek-
merek yang khusus menjual pakaian Lolita.
Pembagian merek ini secara tersirat menjadi suatu pembagian kelas yang
memperlihatkan level ekonomi pemakainya. Dalam jurnal yang dipos oleh shmennivie
mengenai tipe-tipe pemakai gaya busana Lolita,21 terlihat sebuah stereotip mengenai kelas
ekonomi yang ditentukan oleh merek. Shmennivie menyebutkan istilah “Brandwhore”, yang
meskipun memiliki kesan negatif, istilah ini mengacu pada Lolita yang hanya membeli
pakaian brand dan pakaian Lolita selain dari merek-merek besar tidak dapat diterima. Dalam
jurnal-jurnal lainnya, istilah elitist juga sering dipakai untuk menyebut Lolita yang hanya
memakai pakaian bermerek.
Orang yang baru pertama kali memakai gaya busana Lolita, yang di dalam komunitas
EGL disebut newbie/noobs, biasanya tidak membeli pakaian brand karena terlalu mahal.
Sehingga, indie-brand dan Bodyline dijadikan alternatif untuk penggemar gaya busana Lolita
dengan anggaran yang sedikit. Di Jepang, Bodyline tidak dianggap sebagai merek yang
menyajikan gaya busana Lolita karena toko tersebut menyamaratakan Lolita sebagai kostum
bukan sebagai gaya busana.22 Mendapatkan pengaruh tersebut, beberapa Lolita di luar Jepang
mulai menganggap Bodyline sebagai sesuatu yang tidak cocok untuk gaya busana Lolita.23
Dari hasil observasi yang dilakukan, dapat dikatakan bahwa seorang Lolita yang
memakai brand memiliki status ekonomi yang lebih tinggi dibandingkan Lolita lainnya yang 21 http://egl.livejournal.com/17776233.html, 18 November 2015, 20:09:00 UTC 22 http://detail.chiebukuro.yahoo.co.jp/qa/question_detail/q1442994604 23 Salah satunya adalah jurnal yang dipos oleh enbyprincess (http://egl.livejournal.com/19995194.html, 18 November 2015, 20:09:00 UTC) yang mempertanyakan apakah memakai Bodyline adalah sesuatu yang tabu.
Fungsi Kultural ..., Marshella Elvina, FIB UI, 2016
15
memakai pakaian indie-brand atau Bodyline. Bodyline dianggap sebagai pakaian untuk
pemula dan orang-orang yang memiliki anggaran yang sedikit, sementara Lolita yang
memiliki anggaran yang banyak cenderung akan membeli pakaian brand atau indie-brand.
4.5 Fungsi Ritual Sosial Gaya Busana Lolita
Gaya busana dan pakaian memiliki fungsi ritual sosial yaitu sebagai pembedaan antara
yang ritual dan nonritual. Maksudnya, pakaian yang digunakan sehari-hari berbeda dengan
pakaian yang digunakan saat menghadiri acara khusus seperti pernikahan atau pemakaman.
Beberapa orang di komunitas EGL tidak mengenakan pakaian Lolita setiap hari dan hanya
menggunakannya ke acara pertemuan bersama Lolita lainnya (meet-up) atau ke konvensi
anime. Misalnya salah satu komentar dalam jurnal yang ditulis oleh akun sherrayumi24
mengenai pertanyaan apakah para anggota komunitas EGL mengenakan gaya busana Lolita
setiap hari atau tidak:
“… Personally I am not able to wear Lolita every day for practical reasons so it's
mainly for meetups, cons and other special occasions. …”
(dipos oleh sweetcarolanne, 29 Oktober 2015, 23:59:21 UTC)
— “… Secara personal aku tidak dapat mengenakan Lolita setiap hari untuk alasan
praktikal jadi sebagian besar hanya untuk pertemuan, konvensi, dan acara-acara
spesial lainnya. …”
Komentar-komentar tersebut menunjukkan bahwa gaya busana Lolita memiliki fungsi
ritual sosial dan digunakan untuk menghadiri acara-acara tertentu seperti pertemuan Lolita,
pesta teh Lolita, dan acara konvensi anime. Sementara itu, pakaian-pakaian kasual masih
menjadi pakaian sehari-hari mereka.
4.6 Fungsi Rekreasi Gaya Busana Lolita
Kesenangan dan kenyamanan yang didapat saat mengenakan gaya busana dan pakaian
merupakan fungsi rekreasi gaya busana. Gaya busana merupakan cara untuk mendapatkan
kesenangan dan menimbulkan kenikmatan yang diperoleh dari merasakan tekstil dan pakaian
tertentu saat menyentuh kulit. Beberapa anggota komunitas EGL menyatakan bahwa mereka
merasa bahagia saat memakai gaya busana Lolita. Salah satunya dipos dalam komentar pada
24 http://egl.livejournal.com/19989153.html, 29 Oktober 2015, 17:08:00 UTC
Fungsi Kultural ..., Marshella Elvina, FIB UI, 2016
16
jurnal yang ditulis oleh akun sevalprincess25 mengenai permintaannya kepada anggota lain
untuk memberikan alasan mengapa mereka menyukai Lolita sebagai berikut:
“I love lolita because I feel so happy just wearing the outfits. …”
(dipos oleh akane1313, 17 Januari 2011, 21:51:21 UTC)
— “Aku menyukai Lolita karena aku merasa begitu bahagia hanya dengan memakai
pakaian itu. …”
Dari halaman jurnal yang sama, anggota lainnya menyatakan bahwa mereka menyukai
gaya busana tersebut karena dengan mengenakan gaya busana Lolita dapat membuat mereka
merasa bahagia. Kenyamanan dan rasa percaya diri juga timbul dalam diri mereka saat
memakai gaya busana Lolita. Perasaan bahagia, dan kenyamanan yang ditimbulkan ini adalah
fungsi rekreasi gaya busana Lolita.
5. KESIMPULAN
Gaya busana Lolita memengaruhi anggota komunitas Elegant Gothic Lolita untuk
dapat mengekspresikan diri serta mendapatkan kesenangan melalui Lolita. Fungsi ekspresi
individualistik Lolita dan fungsi rekreasi gaya busana Lolita ini merupakan fungsi yang paling
menonjol karena para anggota komunitas Elegant Gothic Lolita menjadikan kedua fungsi
tersebut sebagai alasan utama mereka menyukai Lolita.
Gaya busana Lolita, terutama pada komunitas Elegant Gothic Lolita memiliki
beberapa fungsi kultural yang sesuai dengan konsep gaya busana Malcolm Barnard (1996)
dalam bukunya yang berjudul Fashion as Communication. Fungsi-fungsi tersebut antara lain
fungsi komunikasi, ekspresi individualistik, nilai sosial atau status, nilai ekonomi atau status,
ritual sosial, dan rekreasi. Tetapi, ada beberapa fungsi yang tidak terdapat dalam gaya busana
Lolita yaitu fungsi definisi peran sosial, fungsi simbol politis, dan fungsi kondisi magis-
religius karena dalam gaya busana Lolita tidak ada peran sosial, tidak memiliki simbol politis,
serta tidak berkaitan dengan agama tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
Aoki, Misako. (2014). ロリータファッション BOOK. Tokyo: Mynavi
25 http://egl.livejournal.com/16798565.html, 17 Januari 2011, 17:01:00 UTC
Fungsi Kultural ..., Marshella Elvina, FIB UI, 2016
17
Barnard, Malcolm. (2007). Fashion sebagai Komunikasi. (Idy S. Ibrahim & Yosal Iriantara,
Penerjemah.) Yogyakarta: Jalasutra
Barnard, Malcolm. (2011). Fashion Statements: Communication and Culture. In Scapp, R.,
and Seitz, B. (eds.) Fashion Statements: On Style, Appearance, and Reality (hlm.23-
34). New York: Palgrave Macmillan
Berry, Sarah. (2001). Fashion. A companion to Cultural Studies. 454-470.
Corte, Ugo. (2012). Subcultures and Small Groups – A Social Movement Theory Approach.
Uppsala: Uppsala University
Entwistle, Joanne. (2000). The Fashioned Body: Fashion, Dress and Modern Social Theory.
London: Polity Press
Heymann, Nadine. (2013). Visual Kei: Representations of gender and body in a translocal
subculture. Dalam Franklin, Alex. Urbane Guerillas. Cultures of Resistance, hg. V.
Oxford
Hinton, Perry R. (2013). Returning in a Different Fashion: Culture, Communication, and
Changing Representations of Lolita in Japan and the West. International Journal of
Communication, Vol. 7, 1582-1602.
Jiratanatiteenun, Aliyaapon, et al. (2012). The Transformation of Japanese Street Fashion
between 2006 and 2011. Advances in Applied Sociology, Vol. 2, No. 4, 292-302.
Johnston, Hank, & David A. Snow. (1998). Subcultures and the Emergence of the Estonian
Nationalist Opposition 1945-1990. Sociological Perspectives Vol. 41, No. 3, 473-497.
Kang, Z.Y., & Cassidy, T. (2015). Lolita Fashion: a trans-global subculture.
http://eprints.hud.ac.uk/id/eprint/23676
Kawamura, Yuniya. (2005). Fashion-ology, An Introduction to Gaya busana Studies. New
York: Berg
Miller, Laura. (2004). Youth Fashion and Changing Beautification Practices. dalam Mathews,
Gordon, & White, Bruce. (Eds.) (2012) Japan’s Changing Generations: Are Young
People Creating a New Society? Oxron, OX: Routledge Curzon, 83-98
Steel, Valerie. (Ed.). (2004). Encyclopedia of Clothing and Fashion (Vols. 1-3). Farmington
Hills: Thomson Gale
Williams, Patrick J. (2007). Youth-Subcultural Studies: Sociological Traditions and Core
Concepts. Sociology Compas 1/2, 572-593.
Winge, Theresa. (2008). Undressing and Dressing Loli: A Search for the Identity of the
Japanese Lolita. Mechademia, Vol. 3, 47-63.
Fungsi Kultural ..., Marshella Elvina, FIB UI, 2016
18
Yahata, Mariko, & Watanabe, Asuka. (2013). ロリータ・ファッションのルーツ:1980年
代以降のストリートファッションに着目して. 共立女子短期大学生活科学科紀
要、Vol. 56, 11-31.
Yinger, J.M. (1960). Contraculture and Subculture. American Sociological Review, Vol. 25,
No. 5, 625-635.
Young, K., & Mack, R.W. (1959). Sociology and Social Life. New York: American Book
Younker, Terasa. (2011). Lolita: Dreaming, Despairing, Defying. Stanford Journal of East
Asian Affairs. Vol. 1, No. 1, 97-110
Sumber Internet
Gaijinpot. (2012) Uniqe Japanese fashion styles
http://injapan.gaijinpot.com/play/culture/2012/03/10/unique-japanese-fashion-styles/
(diakses 12 Oktober 2015, 22:21)
Halaman Muka Komunitas Elegant Gothic Lolita
http://egl.livejournal.com/
Tokyo Fashion News
http://tokyofashion.com/
可愛すぎでテンションあがる原宿系フェアリーファッションコーデ
http://masi-maro.com/det/1603 (diakses 6 November 2015, 19:31)
日本ロリータ協会について
http://jlolita.org/about/ (diakses 7-9 Oktober 2015, 21:27)
Fungsi Kultural ..., Marshella Elvina, FIB UI, 2016