Frans Sunito, Percepatan Pembangunan Jalan Tol, Kendala dan Langkah Perbaikannya

download Frans Sunito, Percepatan Pembangunan Jalan Tol, Kendala dan Langkah Perbaikannya

of 8

description

Percepatan pembangunan jalan tol oleh Frans Sunito

Transcript of Frans Sunito, Percepatan Pembangunan Jalan Tol, Kendala dan Langkah Perbaikannya

  • Percepatan Pembangunan Jalan Tol, Kendala dan Langkah-Langkah Perbaikannya

    Frans Sunito1

    1. Latar Belakang

    Industri Jalan Tol di Indonesia boleh dikatakan lahir secara tidak sengaja ketika pemerintah memutuskan untuk menjadikan jalan bebas hambatan Jagorawi, yang kala

    itu sedang dibangun, menjadi jalan tol. Jagorawi pertama kali dioperasikan pada tahun

    1978 oleh Jasa Marga yang dibentuk sebagai perusahaan perseroan yang khusus

    bergerak di bidang pengoperasian jalan tol.

    Jalan-jalan tol yang kemudian dibangun pemerintah (bersama Jasa Marga) umumnya

    menggunakan pola pendanaan yang sama, yaitu G to G dan obligasi Jasa Marga. Tarif

    tol hanya ditentukan berdasarkan perkiraan semata tanpa perhitungan pengembalian

    investasi yang lazim digunakan. Jasa Marga juga tidak memperoleh masa konsesi,

    karena berdasar UU Jalan (no. 13/1980) Jasa Marga adalah satu-satunya penyelenggara

    jalan tol bagi pemerintah.

    Pada akhir dekade 1980an jalan tol swasta pertama, yaitu Cawang-Tj.Priok (Harbour

    Road), mulai dibangun. Jasa Marga sebagai pemegang otoritas tunggal jalan tol harus

    memberikan kuasa pada perusahaan jalan tol swasta sehingga Jasa Marga memainkan

    peran ganda sebagai operator jalan tol sekaligus sebagai lembaga otorisasi atas nama

    pemerintah, dua peran yang jeleas-jelas conflicting.

    Risiko kegagalan investor sepenuhnya dibebankan kepada Jasa Marga yang selain harus

    menyelesaikan proyeknya juga harus meneruskan hutang investor yang telah

    digunakan untuk membangun proyek tersebut.

    Hanya sedikit jalan tol swasta yang dapat diselesaikan oleh investornya, sementara

    sebagian besar tertunda-tunda dan terkena krisis ekonomi tahun 1997 dan akhirnya

    diambil alih oleh pemerintah. Hampir semua perusahaan jalan tol swasta kala itu sedikit

    banyak memiliki hubungan dengan penguasa sehingga jaminan-jaminan investasi yang

    lazim kita kenal menjadi kurang penting, apalagi dengan adanya Jasa Marga sebagai

    tempat fall back apabila terjadi sesuatu.

    Semua itu menjelaskan mengapa Indonesia sangat tertinggal dalam pembentukan

    kebijakan dan regulasi-regulasi yang mendukung investasi jalan tol yang sehat.

    Sementara Malaysia misalnya, yang belajar mengenai jalan tol dari Indonesia (Jagorawi)

    dan baru mulai mewujudkan jalan tol pertamanya kurang lebih satu dekade setelah

    1 Direktur Niaga, PT. Jasa Marga

    Economic Review Journal No. 202 Des 2005 1

  • kita, saat ini sudah memiliki lebih dari 1400 km jalan tol (Indonesia baru + 600 km)

    yang didukung oleh suatu kerangka regulasi baik dan lengkap.

    Setelah krisis ekonomi di tahun 2001 pemerintah meminta para investor swasta untuk

    kembali meneruskan proyeknya, namun ternyata hanya sedikit yang mampu. Dua hal

    utama yang menjadi penyebab, yaitu : kemampuan pendanaan dan regulasi yang tidak

    mendukung, dua hal yang sebelumnya tidak pernah dipersoalkan.

    Dengan dicanangkannya percepatan pembangunan infrastruktur yang antara lain juga

    mencakup pembangunan 1600 km jalan tol dalam 5 tahun kedepan, pemerintah saat ini

    sangat menyadari perlunya dilakukan perbaikan dan perombakan pada regulasi. Hal ini

    sudah dimulai dengan ditetapkannya UU Jalan yang baru, yaitu UU No. 38 tahun 2004

    yang berlaku sejak Oktober 2004 dan Peraturan Pemerintah yang mengikutinya, yaitu

    PP No. 15 tahun 2005 khusus mengenai jalan tol.

    Satu perbaikan yang prinsipil dalam UU ini adalah bahwa Jasa Marga tidak lagi berperan

    sebagai lembaga otorisasi bagi investor jalan tol swasta, untuk ini telah dibentuk

    Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) yang bertanggung jawab kepada Menteri Pemukiman

    dan Prasarana Wilayah (Kimpraswil).

    Semua pengusaha jalan tol baik swasta maupun BUMN (baca: Jasa Marga) harus

    mendapatkan suatu Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol (PPJT) dari BPJT.

    2. Pembangunan Jalan Tol sebagai Penggerak Roda Ekonomi

    Seperti kita ketahui, konsep jalan tol adalah suatu konsep pendanaan dimana dana

    pembangunan jalan sepenuhnya diperoleh dari pemakainya melalui pengenaan tarif tol.

    Investor dibantu lembaga-lembaga pendanaan dalam hal ini berfungsi sebagai

    jembatan agar jalan tol yang bersangkutan dapat diwujudkan dan menghasilkan pendapatan.

    Jalan tol yang memiliki kelayakan finansial yang baik (volume lalu lintas awal di atas

    15.000/hari) sepenuhnya dapat didanai dari pendapatan tol sehingga sama sekali tidak

    membebani APBN. Sementara jalan tol yang belum sepenuhnya layak secara finansial

    dapat didanai dengan suatu pola hibrid dimana pemerintah membiayai sebagian

    (subsidi) sedemikian sehingga porsi pembiayaan swasta tetap berada dalam batas

    kelayakan finansial, artinya dapat dikembalikan dari pendapatan jalan tol yang

    bersangkutan.

    Apabila kita asumsikan sekitar 65% dari rencana pembangunan 1.600 km jalan tol oleh

    pemerintah memiliki kelayakan finansial yang baik, maka sekitar 1.000 km jalan tol

    senilai kurang lebih 50 triliun rupiah dapat dibangun tanpa sama sekali membebani

    APBN.

    Economic Review Journal No. 202 Des 2005 2

  • Tenaga kerja (langsung dan tidak langsung) dalam industri konstruksi yang dapat

    diserap selama empat tahun pembangunan jalan tol tersebut diperkirakan sekitar

    200.000 orang, belum termasuk lapangan kerja yang tercipta akibat multiplier-effect terhadap sektor pendukung lainnya.

    Diperlukan sekitar 70-80 kontraktor besar untuk dapat melaksanakan konstruksi jalan

    tol tersebut dalam empat tahun mendatang. Dengan kontraktor besar disini

    dimaksudkan kontraktor yang memiliki keahlian dan peralatan di bidang konstruksi

    jalan dan mampu berproduksi minimal Rp. 15 miliar per bulan.

    Saat ini kita hanya memiliki sekitar 20 kontraktor sekelas ini sehingga dibutuhkan

    suatu pengaturan bahwa apabila kontraktor asing masuk ke Indonesia harus berpartner

    aktif dengan kontraktor lokal. Dengan demikian momentum ini sekaligus dapat

    digunakan untuk meningkatkan kemampuan kontraktor-kontraktor menengah di dalam

    negeri.

    Ketersediaan material konstruksi di dalam negeri akan merupakan suatu isue

    tersendiri, kalau dibayangkan bahwa dibutuhkan sekitar 7 juta ton semen dan 2 juta

    ton besi beton belum lagi material pendukung lainnya.

    Pembangunan jalan-jalan tol ini juga diyakini dapat memberdayakan kembali sumber-

    sumber pendanaan dalam negeri yang saat ini idle, dengan syarat tentunya bahwa regulasi dan perjanjian yang ada cukup bankable sehingga memberikan rasa comfort pada perbankan dan/atau lembaga pendanaan untuk mendanai proyek-proyek ini.

    Mengingat investasi jalan tol adalah investasi jangka panjang dimana pengembalian

    hutang mencapai 15-20 tahun, maka tidak disarankan menggunakan dana pinjaman

    off-shore, karena risiko nilai-tukar yang sulit diprediksi. Porsi ekuiti yang oleh Pemerintah ditetapkan 30% tentunya dapat didanai dari luar negeri sejauh investor

    merasa nyaman terhadap tingkat pengembalian yang dapat diperoleh dan dapat

    menerima risiko nilai tukar yang mungkin terjadi dalam masa investasi.

    Kenaikan harga BBM dan tingkat suku bunga yang belakangan terjadi akibat kebijakan

    pemerintah dalam upaya menekan laju inflasi cukup mengkhawatirkan dunia investasi,

    khususnya investasi jalan tol yang sanngat dipengaruhi oleh tingkat suku bunga

    pinjaman.

    Jasa Marga yang saat ini sedang mempersiapkan investasi tiga ruas baru (yaitu : Bogor

    Ring Road, Semarang-Solo dan Gempol-Pasuruan) terpaksa mereview kembali rencana

    investasinya sehubungan dengan kenaikan biaya konstruksi (diperkirakan sekitar 15%-

    20%) dan suku bunga (3%-4%).

    Diharapkan bahwa kenaikan suku bunga ini sifatnya temporer, karena apabila tidak

    dikhawatirkan sektor riil yang sudah mulai bergerak akan kembali terhenti.

    Economic Review Journal No. 202 Des 2005 3

  • Bagi investasi jalan tol, kenaikan biaya konstruksi dan suku bunga akhir-akhir ini

    diperkirakan akan mempengaruhi penurunan tingkat IRR antara 2 sampai 3% yang

    dapat berarti turunnya tingkat kelayakan di bawah batas yang dapat diterima.

    Untuk tahun-tahun mendatang kiranya pemerintah juga secara serius

    mempertimbangkan pembangunan jalan tol melalui suatu pola pendanaan hibrid,

    khususnya untuk jalan tol yang belum memiliki tingkat kelayakan finansial yang

    memadai tetapi diperlukan untuk melengkapi jaringan jalan yang sangat diperlukan

    untuk mendukung aktivitas ekonomi yang lain.

    3. Tender Investasi Jalan Tol GENERASI KEDUA

    Sebelum krisis ekonomi, pada tahun 1995 pemerintah pernah melakukan tender

    investasi jalan tol yang pelaksanaannya akhirnya terhenti pada krisis tahun 1997.

    Seperti diuraikan sebelum ini, setelah krisis berakhir praktis tidak ada investor tender

    generasi pertama ini yang dapat mewujudkan investasinya.

    Dengan telah dicanangkannya percepatan pembangunan infrastruktur jalan tol

    sepanjang 1600 km dalam lima tahun ke depan, maka pada awal tahun 2005

    pemerintah mengumumkan tender generasi kedua investasi jalan tol tahap I yang

    dimulai dengan enam ruas jalan tol. Pada saat prakualifikasi, cukup banyak investor

    mencatatkan diri dan dari 35 investor (perusahaan tunggal maupun konsorsium) yang

    memasukkan dokumen prakualifikasi, hanya 18 investor yang dinyatakan lulus untuk

    mengikuti tender, namun pada saat penawaran hanya sedikit sekali yang memasukkan

    proposal bahkan ada ruas (Medan-Binjai) yang sama sekali tidak ada peminatnya.

    Dari sisi kelayakan finansial ruas-ruas tol ini sebagian besar memenuhi syarat. Lalu apa

    yang menyebabkan minat investor sedemikian rendah ?

    Ternyata kekhawatiran utama investor dan lembaga pendanaan adalah pada masalah

    pembebasan lahan. Pembebasan lahan menurut UU adalah kewajiban pemerintah

    namun mengingat keterbatasan APBN biayanya dibebankan pada investor. Tidak ada

    kepastian mengenai besarnya biaya lahan dan saat kapan lahan dapat dibebaskan.

    Semuanya ini menimbulkan tingkat risiko yang tinggi bagi investor mengingat biaya

    lahan secara umum dapat mencapai 35% dari biaya konstruksi, bahkan untuk jalan tol

    di dalam kota seperti JORR (Jakarta Outer Ring Road) biaya lahan dapat mencapai

    200% biaya konstruksi.

    Hal lain yang membuat proyek investasi ini tidak bankable adalah masalah

    pengambilalihan proyek apabila pihak investor gagal (default) terutama yang

    berkaitan dengan penyelesaian hutang bank/lembaga pendanaan. Masalah ini sama

    Economic Review Journal No. 202 Des 2005 4

  • sekali belum diatur dalam draft perjanjian yang merupakan bagian dari dokumen

    tender sehingga dapat dimengerti bahwa bank/lender tidak berani mendanainya.

    Kurangnya minat investor dalam tender pertama ini menyadarkan pemerintah bahwa

    regulasi dan perjanjian yang ada belum dapat diterima investor maupun perbankan.

    Departemen PU cq. BPJT telah mengambil langkah-langkah perbaikan melalui dialog

    dengan pihak-pihak terkait seperti Asosiasi Jalan Tol Indonesia (ATI), Jasa Marga dan

    perbankan serta diikuti dengan perbaikan-perbaikan pada Perjanjian Pengusahaan Jalan

    Tol (PPJT) sedemikian rupa sehingga diharapkan menjadi bankable.

    Saat ini (November 2005), pemerintah tengah mempersiapkan tender investasi tahap

    II yang mencakup pula ruas-ruas yang gagal di tahap I (yaitu yang tidak ada

    peminatnya atau yang gagal dalam negosiasi).

    Dalam tender investasi tahap II ini ada 13 buah ruas tol yang ditawarkan, dimana

    diharapkan PPJT yang digunakan dapat diterima baik oleh investor maupun oleh pihak

    lender .

    4. Pokok-Pokok Perbaikan dalam Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol (PPJT)

    Masalah pokok dalam industri jalan tol yang mempengaruhi tingkat kepastian (risiko)

    investasi adalah masalah tarif tol, lahan dan penjaminan/kompensasi apabila terjadi

    default baik oleh investor maupun oleh pemerintah. Ketiga aspek di atas tidak berada

    dalam kendali investor sehingga seyogyanya pemerintah mengambil alih risiko-risiko

    ini, karena Pemerintahlah yang dapat mengendalikan hal-hal tersebut. Risiko lainnya

    dalam investasi jalan tol seperti biaya konstruksi, biaya bunga, volume lalu lintas,

    operasi dan pemeliharaan adalah sepenuhnya risiko investor.

    Kunci keberhasilan untuk menarik investor dalam investasi infrastruktur yang sifatnya

    jangka panjang adalah alokasi risiko yang tepat, dimana risiko dipikul oleh pihak yang

    paling dapat mengendalikannya.

    Perlu pula disadari bahwa lahan maupun jalan tol yang dibangun oleh investor adalah

    tetap milik pemerintah, sementara investor hanya mendapat hak pengusahaan selama

    masa konsesi yang berkisar antara 30-40 tahun. Seluruh asset yang diinvestasikan oleh

    investor langsung menjadi milik pemerintah sejak hari pertama dibangun, sehingga

    tidak mungkin dijadikan agunan.

    Dalam PPJT yang baru, tarif tol sudah mendapatkan pengaturan yang baik. Tarif awal

    merupakan bagian dari yang diperjanjikan dan diperoleh dari hasil tender investasi

    (tender didasarkan pada penawaran tarif terendah). Demikian pula kenaikan tarif

    secara periodik sudah diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP 15/2005) dimana

    kenaikan periodik 2 tahunan dimungkinkan dengan menggunakan formula yang

    mengacu pada tingkat inflasi (CPI). Dalam UU jalan yang baru (no. 36/2004) tarif tol

    Economic Review Journal No. 202 Des 2005 5

  • tidak lagi ditetapkan oleh Presiden, tetapi oleh Menteri Kimpraswil (berdasarkan

    business plan dalam penawaran tender investasi dan formula penyesuaian sesuai PP)

    dengan demikian proses penetapan dan penyesuaian tarif tol tidak lagi masuk ke

    wilayah politis tetapi tetap berada pada tatanan perjanjian bisnis antara pemerintah

    dan investor yang telah diperoleh melalui suatu proses yang transparan dan

    kompetitif. Kelalaian pemerintah dalam menetapkan tarif sesuai perjanjian (PPJT)

    memberikan hak kompensasi bagi investor.

    Untuk pembebasan lahan, batas maksimum biaya lahan akan ditetapkan pemerintah

    sehingga investor memiliki kepastian mengenai besarnya biaya lahan tersebut. Saat ini

    pemerintah juga sedang mengkaji kemungkinan penyediaan suatu revolving funds

    untuk mendanai pembebasan tanah sebelum tender investasi diumumkan. Investor

    pemenang tender nantinya harus membayar kembali dana tanah tersebut (ditambah

    dengan bunga dan keuntungan bagi pemerintah). Hal ini memberikan keuntungan baik

    bagi pemerintah maupun bagi investor.

    Investor akan memiliki kepastian mengenai biaya maupun ketersediaan lahan,

    sementara pemerintah akan memiliki dana pembebasan lahan yang akan tumbuh terus

    yang dapat digunakan untuk kesinambungan pembangunan infrastruktur.

    Dana ini dapat dikelola secara komersial oleh suatu lembaga pendanaan yang khusus

    ditunjuk oleh pemerintah untuk percepatan infrastruktur. Kecepatan dan ketepatan

    pembebasan lahan juga didukung oleh Perpres no. 36/2005 tentang pembebasan

    lahan, sejauh dapat diterapkan secara konsisten oleh semua instansi terkait seperti

    Departemen Kimpraswil, Pemerintah Daerah dan Badan Pertanahan Nasional.

    Dalam perjanjian yang baru, pemerintah akan memberikan suatu kepastian bagi lender

    apabila terjadi default oleh investor. Usulan yang saat ini sedang dibahas adalah step-

    in right bagi pihak lender apabila investor default atau, apabila ini tidak terlaksana,

    suatu kompensasi maksimum sebesar nilai persentase ratio hutang yang telah

    disepakati dalam rencana investasi yang bersangkutan. (BPJT menetapkan D/E =

    70/30).

    Apabila pemerintah default maka seluruh nilai yang telah diinvestasikan, diusulkan

    diganti oleh pemerintah dengan tambahan bunga terhadap ekuitas yang telah

    ditanam.

    Dalam ketentuan baru ini perlu disadari oleh investor bahwa risiko apabila ia lalai

    melaksanakan investasinya (artinya investor default) adalah hilangnya ekuitas yang

    telah ditanamkan dalam proyek yang bersangkutan.

    Economic Review Journal No. 202 Des 2005 6

  • 5. Peran Jasa Marga ke Depan

    Dengan telah terbentuknya Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) maka Jasa Marga dapat

    berkonsentrasi penuh pada peran dan fungsinys sebagai perusahaan jalan tol.

    Dua jalan tol utama yang diambil alih oleh pemerintah akibat investor tidak mampu

    melanjutkan, yaitu Jakarta Outer Ring Road (JORR) dan Cikampek Purwakarta Padalarang (Cipularang) telah diteruskan pembangunannya oleh Jasa Marga sejak

    tahun 2002.

    Cipularang (59 km) telah beroperasi penuh sejak Mei 2005 dan sebagian besar JORR

    dari Ulujami di Bagian Barat (W2S) sampai dengan Cakung di Timur (E3) sepanjang 46

    km dijadualkan tersambung dan beroperasi mulai Januari 2006.

    Dalam sepuluh tahun kedepan Jasa Marga akan terus menambah panjang jalan tolnya

    dari 460 km saat ini menjadi 850 km sehingga BUMN ini tetap merupakan leader

    dalam industrinya. Untuk ini Jasa Marga akan memfokuskan usahanya sebagai Toll

    Road Developer and Operation/Maintenance Services Provider Company, dengan memanfaatkan pengalaman dan pengetahuan yang telah dimiliki perusahaan dalam

    mengembangkan dan mengoperasikan jalan tol sejak tahun 1978.

    Di tahun 2006 Jasa Marga akan mulai dengan pembangunan tahap pertama dari tiga

    ruas tol baru yaitu Bogor Ring Road (12 km), Semarang-Solo (76 km) dan Gempol-

    Pasuruan (32 km). Ketiga ruas tol ini berhubungan langsung dan merupakan lanjutan

    dari jalan tol Jasa Marga yang telah beroperasi sehingga memberikan sinergi baik dari

    segi efisiensi operasi maupun penambahan volume lalu lintas.

    Strategi pendanaan Jasa Marga dalam jangka pendek adalah penggunaan dana

    perbankan selama masa membangun yang kemudian di re-finance dangan instrumen

    pendanaan jangka panjang setelah jalan tol yang bersangkutan beroperasi.

    Untuk meningkatkan kemampuan keuangannya, Jasa Marga merencanakan

    melaksanakan IPO di tahun 2006. Perusahaan juga sedang mengembangkan berbagai

    bentuk pendanaan yang inovatif dengan memanfaatkan jalan-jalan tol yang saat ini

    telah beroperasi. Dalam jangka menengah dan panjang, Jasa Marga berharap dapat

    terus mengembangkan jalan tol baru secara lebih cepat dengan juga menyertakan

    mitra-mitra strategis yang berkeinginan untuk turut mendanai sektor ini.

    Dalam hal ini peran Jasa Marga akan ditekankan sebagai holding company yang

    bergerak dalam bidang pengembangan jalan tol baru, yang memegang kepemilikan

    sebagian atas ruas-ruas tol operasional yang berdiri sebagai entity tersendiri. Jasa

    Marga juga tetap memberikan jasa pengoperasian pada jalan-jalan tol tersebut.

    Economic Review Journal No. 202 Des 2005 7

  • 6. Kesimpulan

    Pembangunan jalan tol di Indonesia yang dimulai dengan Jagorawi di tahun 1978

    sampai dengan saat ini belum mencapai besaran yang diharapkan. Hal ini terutama

    disebabkan oleh penerapan yang kurang tepat terhadap konsep jalan tol dan (oleh

    karena itu) kerangka regulasi yang belum mendukung pengembangannya. Belum lagi

    praktek-praktek KKN yang pada akhir dekade 80-an yang mewarnai masuknya pihak

    swasta dalam industri ini.

    Setelah krisis ekonomi tahun 1997, yang menghentikan semua investasi jalan tol

    swasta, pada tahun 2001 pemerintah mencoba mendorong kembali industri jalan tol

    ini untuk dapat mewujudkan jaringan jalan tanpa membebani APBN yang sangat

    terbatas. Namun karena kerangka regulasi yang lemah, hanya Jasa Marga yang berhasil

    meneruskan ruas-ruas jalan tol utama yang terhenti dan diambil alih oleh pemerintah

    seperti JORR dan Cipularang.

    Dengan diundangkannya UU Jalan yang baru (UU no. 38/2004) peluang untuk memacu

    peran serta swasta secara sehat dalam industri jalan tol terbuka lebar. Sebagai

    lembaga otorisasi telah dibentuk Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) yang mengambil alih

    peran Jasa Marga yang selama ini berperan sebagai lembaga otorisasi bagi pemerintah.

    Dalam empat tahun ke depan, pemerintah merencanakan suatu percepatan

    pembangunan jalan tol yang meliputi total panjang 1600 km.

    Tender tahap pertama yang diluncurkan pemerintah pada awal 2005 masih kurang

    peminat karena unsur-unsur kunci dalam keamanan investasi jalan tol seperti

    pengadaan lahan dan jaminan bagi kreditur belum diatur secara jelas.

    Menyadari hal ini, pemerintah telah dan sedang memperbaiki kerangka regulasi dalam

    Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol (PPJT) yang diharapkan lebih investor friendly dan

    bankable. Ketentuan-ketentuan baru ini akan diterapkan pada tender tahap II yang saat ini sedang diluncurkan.

    Jasa Marga sendiri akan terus mengembangkan perannya dalam kepengusahaan jalan

    tol dengan menjadi Toll Road Developer and Operating/ Maintenance Service

    Provider Company . Setelah menyelesaikan Cipularang pada bulan Mei 2005 dan

    sebagian besar JORR pada Januari 2006 nanti, Jasa Marga akan segera memulai tiga

    ruas tol baru yaitu Bogor Ring Road, Semarang-Solo dan Gempol-Pasuruan.

    Economic Review Journal No. 202 Des 2005 8