Fraktur Tibia

50
BAB I PENDAHULUAN Saat ini, penyakit muskuloskletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai di pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia dan menjadi penyebab tingginya angka morbiditas dan mortalitas baik di negara maju maupun sedang berkembang (Buckley R, et.al, 2008). Di antara berbagai penyebab trauma, transfer energi tinggi dari kecelakaan lalu lintas dan terjatuh dari ketinggian adalah yang paling banyak ditemukan (Roshan A. & Ram S., 2008). Sebanyak 1,26 juta orang meninggal akibat kecelakaan lalu lintas di dunia selama tahun 2000 dan 30% kematian terjadi di Asia Tenggara. Penyebab paling umum trauma dan fraktur adalah kecelakaan lalu lintas, yaitu sebanyak 666 (51,66%) pasien, 30% terjadi akibat kecelakaan kerja/olahraga dan 18% akibat kekerasan rumah tangga (Kahlon, Hanif & Awais, 2004). Salah satu insiden kecelakaan yang memiliki prevalensi cukup tinggi adalah insiden fraktur ekstremitas bawah yaitu sekitar 46,2% dari insiden kecelakaan yang terjadi. Fraktur merupakan suatu keadaan dimana terjadi disintegritas tulang (Depkes RI, 2009). 1 | Page

description

tibia

Transcript of Fraktur Tibia

Page 1: Fraktur Tibia

BAB I

PENDAHULUAN

Saat ini, penyakit muskuloskletal telah menjadi masalah yang banyak

dijumpai di pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia dan menjadi

penyebab tingginya angka morbiditas dan mortalitas baik di negara maju maupun

sedang berkembang (Buckley R, et.al, 2008). Di antara berbagai penyebab trauma,

transfer energi tinggi dari kecelakaan lalu lintas dan terjatuh dari ketinggian

adalah yang paling banyak ditemukan (Roshan A. & Ram S., 2008). Sebanyak

1,26 juta orang meninggal akibat kecelakaan lalu lintas di dunia selama tahun

2000 dan 30% kematian terjadi di Asia Tenggara. Penyebab paling umum trauma

dan fraktur adalah kecelakaan lalu lintas, yaitu sebanyak 666 (51,66%) pasien,

30% terjadi akibat kecelakaan kerja/olahraga dan 18% akibat kekerasan rumah

tangga (Kahlon, Hanif & Awais, 2004).

Salah satu insiden kecelakaan yang memiliki prevalensi cukup tinggi

adalah insiden fraktur ekstremitas bawah yaitu sekitar 46,2% dari insiden

kecelakaan yang terjadi. Fraktur merupakan suatu keadaan dimana terjadi

disintegritas tulang (Depkes RI, 2009).

Berdasarkan data dari rekam medis RS Fatmawati di ruang Orthopedi

periode Januari 2005 s/d Juli 2005 berjumlah 323 yang mengalami gangguan

muskuloskeletal, termasuk yang mengalami fraktur Tibia Fibula berjumlah 31

orang (5,59%).

Fraktur tibia merupakan fraktur yang paling sering dari semua fraktur

tulang panjang. Kejadian tahunan fraktur terbuka tulang panjang diperkirakan

11,5 per 100.000 orang, dengan 40% terjadi di ekstremitas inferior. Fraktur di

ekstremitas inferior paling banyak adalah fraktur yang terjadi pada diafisis tibia.

Fraktur bukan hanya persoalan terputusnya kontinuitas tulang serta

bagaimana mengatasinya, tetapi harus ditinjau secara keseluruhan dan harus

diatasi secara simultan. Harus dilihat apa yang terjadi secara menyeluruh meliputi

bagaimana mekanisme terjadinya fraktur, jenis penyebabnya, apakah ada

kerusakan kulit, pembuluh darah, saraf dan diperhatikan lokasi kejadian serta

1 | P a g e

Page 2: Fraktur Tibia

waktu terjadinya agar dalam mengambil tindakan dapat dihasilkan sesuatu yang

optimal (Alexa, 2010).

2 | P a g e

Page 3: Fraktur Tibia

BAB II

LAPORAN KASUS

Status Pasien

Seorang pasien laki-laki berumur 54 tahun masuk ke bangsal bedah RSUP Dr. M. Djamil Padang dengan :

Keluhan Utama : Luka pada tungkai Kanan sejak 5 jam sebelum masuk rumah sakit

Riwayat Penyakit Sekarang :

- Luka pada tungkai kanan sejak 5 jam sebelum masuk rumah sakit- Sebelumnya OS mengendarai sepeda motor dan bertabrakan dengan

sepeda motor lainnya dari arah berlawanan. Kemudian OS terjatuh dari sepeda motor dengan posisi miring dan sepeda motor menimpa tungkai kanan OS

- OS tetap sadar setelah kejadian- Riwayat keluar darah dari hidung, telinga dan mulut setelah kejadian tidak

ada- Riwayat muntah setelah kejadian tidak ada- Trauma tempat lain tidak ada

Riwayat Penyakit Dahulu :

- Tidak pernah menderita keadaan seperti ini sebelumnya

Riwayat Penyakit Keluarga :

- Tidak ada yang berhubungan dengan penyakit pasien saat ini

Pemeriksaan Fisik

3 | P a g e

Page 4: Fraktur Tibia

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : CMC

Tekanan Darah : 100/60 mmHg

Nadi : 88 x/menit

Nafas : 22 x/menit

Suhu : 36,8 OC

Status Generalisata :

Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Thorax : Cor : Irama teratur, Bising jantung tidak ada

Pulmo : Vesikuler, Rh-/-, Wh -/-

Abdomen : Distensi (-), BU (+) Normal

Status Lokalis :

Regio Cruris dextra :

Inspeksi : luka (+), deformitas

Palpasi : Nyeri tekan (+), luka ukuran 3x2 cm

Neurovaskular Distal : Refilling kapiler < 2 detik, pulsasi arteri dorsalis pedis (+),

Sensorik halus dan kasar baik

Motorik baik

Laboratorium :

Hb : 11,7 gr %

Leukosit : 27.200/mm3

Trombosit : 120.000/mm3

PT : 10,2

4 | P a g e

Page 5: Fraktur Tibia

APTT : 34,4

Hematokrit : 16%

Pemeriksaan Penunjang :

Rontgen Foto Cruris Sinistra AP-Lateral

Tindakan :

Debridemant + imobilisasi dengan back slab

Diagnosis :

Fraktur tibia fibula 1/3 proximal dextra grade III A

Pengobatan :

- Cefriaxon 2x1

- Gentamicin 2x1

- Ketorulac 2x1

- Ranitidin 2x1

Prognosis :

Quo ad Vitam : Bonam

Quo ad Sanam : Bonam

5 | P a g e

Page 6: Fraktur Tibia

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

II. 1. FRAKTUR

II. 1. 1. Definisi

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang

dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. Trauma yang

menyebabkan fraktur dapat berupa trauma langsung, tekanan langsung pada

tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan, dan trauma tidak langsung, trauma

dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur. Akibat trauma

bergantung pada jenis trauma, kekuatan, arahnya dan umur penderita.

II.1.2. Penyebab Fraktur

Tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya

pegas untuk menahan tekanan. Fraktur dapat terjadi akibat:

1. Peristiwa trauma

Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan,

yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan, pemuntiran, atau

penarikan. Bila terkena kekuatan langsung, tulang dapat patah pada tempat yang

terkena, jaringan lunaknya juga pasti rusak. Bila terkena kekuatan tak langsung,

tulang dapat mengalami fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena

kekuatan itu, kerusakan jaringan lunak di tempat fraktur mungkin tidak ada.

2. Fraktur kelelahan atau tekanan

Keadaan ini paling sering ditemukan pada tibia atau fibula atau metatarsal,

terutama pada atlet, penari, dan calon tentara yang jalan berbaris dalam jarak jauh.

3. Fraktur patologik

Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah (misalnya

oleh tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh (misalnya pada penyakit Paget).

6 | P a g e

Page 7: Fraktur Tibia

Daya pemuntir menyebabkan fraktur spiral pada kedua tulang kaki dalam

tingkat yang berbeda; daya angulasi menimbulkan fraktur melintang atau oblik

pendek, biasanya pada tingkat yang sama. Pada cedera tak langsung, salah satu

dari fragmen tulang dapat menembus kulit; cedera langsung akan menembus atau

merobek kulit diatas fraktur. Kecelakaan sepeda motor adalah penyebab yang

paling lazim.

II.1.3. Patofisiologi

Patofisiologi fraktur adalah jika tulang mengalami fraktur, maka

periosteum, pembuluh darah di korteks, marrow dan jaringan disekitarnya

rusak.Terjadi pendarahan dan kerusakan jaringan di ujung tulang. Terbentuklah

hematoma di canal medulla. Pembuluh-pembuluh kapiler dan jaringan ikat

tumbuh ke dalamnya., menyerap hematoma tersebut, dan menggantikannya.

Jaringan ikat berisi sel-sel tulang (osteoblast) yang berasal dari

periosteum. Sel ini menghasilkan endapan garam kalsium dalam jaringan ikat

yang disebut callus. Callus kemudian secara bertahap dibentuk menjadi profil

tulang melalui pengeluaran kelebihannya oleh osteoclast yaitu sel yang

melarutkan tulang. Pada permulaan akan terjadi perdarahan disekitar patah tulang,

yang disebabkan oleh terputusnya pembuluh darah pada tulang dan periost, fase

ini disebut fase hematoma. Hematoma ini kemudian akan menjadi medium

pertumbuhan sel jaringan fibrosis dengan kapiler didalamnya. Jaringan ini yang

menyebabkan fragmen tulang-tulang saling menempel, fase ini disebut fase

jaringan fibrosis dan jaringan yang menempelkan fragmen patah tulang tersebut

dinamakan kalus fibrosa. Kedalam hematoma dan jaringan fibrosis ini kemudian

juga tumbuh sel jaringan mesenkim yang bersifat osteogenik. Sel ini akan berubah

menjadi sel kondroblast yang membentuk kondroid yang merupakan bahan dasar

tulang rawan. Kondroid dan osteoid ini mula-mula tidak mengandung kalsium

hingga tidak terlihat pada foto rontgen. Pada tahap selanjutnya terjadi penulangan

atau osifikasi. Kesemuanya ini menyebabkan kalus fibrosa berubah menjadi kalus

tulang.

II.1.4. Tanda dan gejala

Adapun tanda dan gejala dari fraktur menurut Smeltzer & Bare (2002) antara lain:

7 | P a g e

Page 8: Fraktur Tibia

a.       Deformitas

Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari

tempatnya perubahan keseimbangan dan kontur terjadi seperti :

1.      Rotasi pemendekan tulang

2.      Penekanan tulang

b.      Bengkak

Edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam

jaringan yang berdekatan dengan fraktur.

c.       Ekimosis dari perdarahan subcutaneous

d.      Spasme otot, spasme involunters dekat fraktur

e.       Tenderness

f.       Nyeri mungkin disebabkan oleh spame otot berpindah tulang dari tempatnya

dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan

g.      Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya saraf/

perdarahan)

h.      Pergerakan abnormal

i.        Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah

j.        Krepitasi

II.1.5. Klasifikasi

1. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)

a.      Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen

tulang dengan dunia luar.

b.     Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara

fragemen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan di kulit, fraktur

terbuka dibagi menjadi tiga derajat, yaitu :

1.      Derajat I

a)     Luka kurang dari 1 cm

b)     Kerusakan jaringan lunak sedikit tidak ada tanda luka remuk

c)      Fraktur sederhana, tranversal, obliq atau kumulatif ringan

d)     Kontaminasi ringan

2.      Derajat II

8 | P a g e

Page 9: Fraktur Tibia

a)   Laserasi lebih dari 1 cm

b)   Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, avulse

c)   Fraktur komuniti sedang

3.      Derajat III

Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot dan

neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi

2. Berdasarkan komplit atau ketidak komplitan fraktur:

a.      Fraktur complete, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang

atau melalui kedua korteks tulang.

b.      Fraktur incomplete, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang

tulang.

3. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme

trauma, fraktur terbagi menjadi :

1) Fraktur transversal : fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan

merupakan akibat trauma angulasi atau langsung

2) Fraktur Oblik : fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut

terhadap sumbu tulang dan merupakan akibat trauma angulasi

3) Fraktur spiral : fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang

disebabkan trauma rotasi

4) Fraktur kompresi : fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang

mendorong tulang kearah permukaan lain.

5) Fraktur avulsi : fraktur yang diakibatkan karena tarikan atau traksi otot

pada insersi nya pada tulang.

4. Berdasarkan jumlah garis patah

1) Fraktur kominutif : fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling

berhubungan

2) Fraktur segmental : fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak

berhubungan

3) Fraktur multiple : fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada

tulang yang sama

9 | P a g e

Page 10: Fraktur Tibia

5. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang

A. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser) : garis patah lengkap tetapi kedua

fragmen tidak bergeser dan periostium masih utuh

B. Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga

disebut lokasi fragmen, terbagi atas :

- Dislokasi ad longitudinem cum contractionum (pergeseran searah

sumbu dan overlapping)

- Dislokasi ad axim( pergeseran yang membentuk sudut)

- Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling

menajauh)

6. Berdasarkan posisi fraktur :

1) 1/3 proksimal

2) 1/3 medial

3) 1/3 distal

7. Fraktur kelelahan : faktur akibat tekanan yang berulang- ulang

8. Fraktur patologis : fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.

Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan

lunak sekitar trauma, yaitu :

Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak

sekitarnya

Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan

subkutan

Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian

dalam dan pembengkakan

Tingkat 3 : cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan

ancaman sindroma kompartemen.

II.1.6. Pemeriksaan diagnostik

Pemeriksaan diagnostik pada pasien fraktur adalah sebagai berikut :

a. Pemeriksaan rontgent : menentukan lokasi/ luasnya fraktur/ luasnya trauma

10 | P a g e

Page 11: Fraktur Tibia

b. Scan tulang, CT scan : memperlihatkan fraktur dan untuk mengidentifikasi

jaringan lunak

c. Hitung darah lengkap : Hb menurun/ meningkat

d. Peningkatan jumlah sel darah putih adalah respon stress normal setelah

trauma

e. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal

f. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfuse

multiple, atau cedera

II.1.7. Komplikasi

a.      Komplikasi segera (immediate) : Komplikasi yang terjadi segera setelah

fraktur antara lain syok neurogenik, kerusakan organ, kerusakan syaraf, injuri

atau perlukaan kulit.

b.     Early Complication : Dapat terjadi seperti osteomielitis, emboli, nekrosis,

dan syndrome compartemen.

c.       Late Complication : Sedangkan komplikasi lanjut yang dapat terjadi antara

lain stiffnes (kaku sendi), degenerasi sendi, penyembuhan tulang terganggu

(malunion).

II.2. FRAKTUR TIBIA

II.2.1. Anatomi

Pengetahuan mengenai topografi dan struktur anatomi dari tungkai bawah

merupakan hal yang sangat dibutuhkan untuk rencana operasi atau

penatalaksanaan pada extremitas.tungkai bawah terdiri atas 3 kompartemen.

11 | P a g e

Page 12: Fraktur Tibia

Gambar 1. Potongan melintang tungkai bawah

A. Kompartemen Anterior

Terdapat 4 otot utama dari kompartemen anterior :

Musculus Tibialis anterior

Musculus Extensor digitorum longus

Musculus Extensor digitorum brevis

Musculus Fibularis (peroneus tertius)

Kompartemen ini berfungsi sebagai dorsoflexor sendi pergelangan kaki

dan jari-jari kaki. Arteri tibialis anterior mendarahi struktur-struktur dalam

compartinumentum anterius. Arteri tibialis anterior dan nervus peroneal masuk ke

dalam otot dan normalnya terlindungi dari cedera. Cabang arteri terminal arteri

poplitea lebih kecil, arteri ini akan berakhir di sendi pergelangan kaki,

pertengahan antara kedua maleolus dengan beralih menjadi arteria dorsalis pedis.

B. Kompartemen Lateral

Kompartmen lateral terdiri dari 2 otot, Perineous Brevis dan Perineous

Longus yang berfungsi untuk plantar fleksor dan evertor dari kaki. Otot tersebut

berinsersio dari bagian proksimal dan tengah dari fibulla maka fibula akan

terlindungi dari trauma langsung. Nervus peroneal berjalan di antara musculus

peroneal dan extensor digitorum longus.

12 | P a g e

Page 13: Fraktur Tibia

Gambar 2. Otot-otot betis dan kaki Mm.Cruris et pedis tampak anterior dan

lateral

C. Kompartemen Posterior

1. Superficial posterior compartment

Terdiri dari musculus gastrocnemius (gerak articulatio genu dan

juga pda sendi pergelangan kaki), soleus (dibagian 1/3 distal), popliteus

13 | P a g e

Page 14: Fraktur Tibia

(plantar flexi) dan plantaris (tidak ada fungsi yang signifikan).

Kompartmen ini penting untuk plantar flexi.

2. Deep posterior compartment

Kelompok otot pada kompartmen ini adalah musculus popliteus,

flexor hallucis longus, flexor digitorum longus, tibialis posterior.

Mempunyai 2 arteri besar, arteri peroneal dan tibialis posterior.

Gambar 3. Otot-otot betis dan kaki Mm.Cruris et pedis tampak posterior

Os tibia merupakan os longum yang terletak di sisi medial region cruris.

Ini merupakan tulang terpanjang kedua setelah os femur. Tulang ini terbentang ke

proksimal untuk membentuk articulation genu dan  ke distal terlihat semakin

mengecil.

14 | P a g e

Page 15: Fraktur Tibia

Gambar 4. Anatomi Os Tibia dan Fibula

Tibia merupakan tulang medial tungkai bawah yang besar dan berfungsi

menyangga berat badan. Tibia bersendi di atas dengan condylus femoris dan caput

fibulae, di bawah dengan talus dan ujung distal fibula. Tibia mempunyai ujung

atas yang melebar dan ujung bawah yang lebih kecil, serta sebuah corpus. Pada

ujung atas terdapat condyli lateralis dan medialis (kadang-kadang disebut plateau

tibia lateral dan medial), yang bersendi dengan condyli lateralis dan medialis

femoris, dan dipisahkan oleh menisci lateralis dan medialis. Permukaan atas facies

articulares condylorum tibiae terbagi atas area intercondylus anterior dan

posterior; di antara kedua area ini terdapat eminentia intercondylus.

Pada aspek lateral condylus lateralis terdapat facies articularis fibularis

circularis yang kecil, dan bersendi dengan caput fibulae. Pada aspek posterior

condylus medialis terdapat insertio m.semimembranosus.

15 | P a g e

Page 16: Fraktur Tibia

Corpus tibiae berbentuk segitiga pada potongan melintangnya, dan

mempunyai tiga margines dan tiga facies. Margines anterior dan medial, serta

facies medialis diantaranya terletak subkutan. Margo anterior menonjol dan

membentuk tulang kering. Pada pertemuan antara margo anterior dan ujung atas

tibia terdapat tuberositas, yang merupakan tempat lekat ligamentum patellae.

Margo anterior di bawah membulat, dan melanjutkan diri sebagai malleolus

medialis. Margo lateral atau margo interosseus memberikan tempat perlekatan

untuk membrane interossea. Facies posterior dan corpus tibiae menunjukkan linea

oblique, yang disebut linea musculi solei, untuk tempatnya m.soleus.

Ujung bawah tibia sedikit melebar dan pada aspek inferiornya terdapat

permukaan sendi berbentuk pelana untuk os.talus, ujung bawah memanjang ke

bawah dan medial untuk membentuk malleolus medialis. Facies lateralis dari

malleolus medialis bersendi dengan talus. Pada facies lateral ujung bawah tibia

terdapat lekukan yang lebar dan kasar untuk bersendi dengan fibula. Musculi dan

ligamenta penting yang melekat pada tibia.

II.2.2. Insiden

Tendensi untuk terjadinya fraktur tibia terdapat pada pasien-pasien usia

lanjut yang terjatuh, dan pada populasi ini sering ditemukan fraktur tipe III,

fraktur terbuka dengan fraktur kominutif. Pada pasien-pasien usia muda,

mekanisme trauma yang paling sering adalah kecelakaan kendaraan

bermotor.Fraktur lebih sering terjadi pada orang laki-laki daripada perempuan

dengan umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga,

pekerjaan atau kecelakaan. Sedangkan pada usia lanjut prevalensi cenderung

lebih banyak terjadi pada wanita berhubungan dengan adanya osteoporosis yang

terkait dengan perubahan hormon.

Di Amerika Serikat, insidens tahunan fraktur terbuka tulang panjang

diperkirakan 11 per 100.000 orang, dengan 40% terjadi di ekstremitas bawah.

Fraktur ekstremitas bawah yang paling umum terjadi pada diafisis tibia.

II.2.3. Etiologi

Fraktur traumatik dapat terjadi karena trauma yang tiba-tiba.

16 | P a g e

Page 17: Fraktur Tibia

Fraktur stress terjadi karena adanya trauma yang terus menerus pada suatu

tempat yang tertentu.

Fraktur patologis pula terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya akibat

kelainan patologis di dalam tulang. Fraktur patologis dapat terjadi secara

spontan atau akibat trauma ringan.

II.2.4. Patofisiologi

Jika satu tulang sudah patah, jaringan lunak sekitarnya juga rusak,

periosteum terpisah dari tulang, dan terjadi perdarahan yang cukup berat. Bekuan

darah terbentuk pada daerah tersebut. Bekuan akan membentuk jaringan granulasi

didalamnya dengan sel-sel pembentuk tulang primitif (osteogenik) berdiferensiasi

menjadi chondroblast dan osteoblast. Chondroblast akan mensekresi fosfat, yang

merangsang deposisi kalsium. Terbentuk lapisan tebal (callus) di sekitar lokasi

fraktur. Lapisan ini terus menebal dan meluas, bertemu dengan lapisan callus dari

fragmen satunya, dan menyatu. Penyatuan dari kedua fragmen (penyembuhan

fraktur) terus berlanjut dengan terbentuknya trabekula dan osteoblast yang

melekat pada tulang dan meluas menyeberangi lokasi fraktur.

Penyatuan tulang provisional ini akan menjalani transformasi metaplastik

untuk menjadi lebih kuat dan lebih terorganisasi. Callus tulang akan mengalami

remodeling untuk mengambil bentuk tulang yang utuh seperti bentuk osteoblast

tulang baru dan osteoclast akan menyingkirkan bagian yang rusak dan tulang

sementara.

II.2.5. Mekanisme Cedera

Ada 5 penyebab tersering yang menyebabkan fraktur pada bagian batang

dari tibia, yaitu jatuh, cedera olahraga, trauma langsung, kecelakaan lalu lintas dan

tembakan senjata.

Cedera yang sering terjadi akibat dari cedera torsional atau terpuntir,

biasanya pada pemain ski yaitu dengan trauma berenergi rendah dimana bertumpu

pada kaki dan badannya terputar dan terfiksirpada tumpuan tersebut, biasanya dari

pemeriksaan radiologinya menunjukan hasil fraktur spiral,derajatnya tergantung

17 | P a g e

Page 18: Fraktur Tibia

dari energi dari trauma tersebut. Pada anak – anak juga sering terdapat cedera

pemuntiran dapat menyebabkan fraktur spiral pada tibia tanpa fraktur fibula.

Fraktur dengan tibia isolated atau fibula yang intak sering pada pemain

sepak bola, mekanisme traumanya adalah dengan cedera dengan kecepatan rendah

akibat dari rotasi paka dari tibia yang akan menyebabkan OTA tipe A1 di 1/3

distal tulang tibia atau trauma langsung di ‘tackle’ saat bermain. Pada usia berapa

saja cedera langsung, misalnya akibat tendangan, dapat menyebabkan fraktur

melintang (transversal) atau fraktur yang sedikit oblik pada tibia saja, di tempat

yang terkena.

Cedera berat pada tulang dan jaringan lunak biasanya akibat dari cedera

langsung yang terfokus pada satu area dengan energi yang besar, seperti pada

tergilas oleh mesin industri dan pukulan dengan menggunakan kayu atau tongkat

baseball.

Fraktur fibula yang berhubungan dengan fraktur tibia dapat

memperlihatkan derajat trauma pada pada jaringan lunak dan energi yang

menyebabkan fraktur pada bagian itu.

II.2.6. Klasifikasi Fraktur Tibia

Fraktur tibia dapat terjadi pada bagian proksimal (kondiler), diafisis atau

persendian pergelangan kaki.

Variabel penting pada fraktur dalam mengklasifikasikan fraktur tibia adalah

Lokasi anatomi

Pola fraktur atau pola garis fraktur

Bersamaan dengan cedera fibula

Posisi dan jumlah fragmen

Kerusakan jaringan lunak yang luas

1. Fraktur Kondiler Tibia

Mekanisme trauma

Fraktur kondiler tibia lebih sering mengenai kondiler lateralis daripada

medialis serta fraktur kedua kondiler. Banyak fraktur kondiler tibia terjadi akibat

kecelakaan antara mobil dan pejalan kaki di mana bemper mobil menabrak kaki

18 | P a g e

Page 19: Fraktur Tibia

bagial lateral dengan gaya kearah medial (valgus). Ini menghasilkan fraktur

depresi atau fraktur split dari kondiler lateralis tibia apabila kondiler femur

didorong kearah tersebut. Kondiler medial memiliki kekuatan yang lebih besar,

jadi fraktur pada daerah ini biasanya terjadi akibat gaya dengan tenaga yang lebih

besar (varus).

Jatuh dari ketinggian akan menimbulkan kompresi aksial sehingga bisa

menyebabkan fraktur pada proksimal tibia. Pada golongan lanjut usia, pasien

dengan osteoporosis lebih mudah terkena fraktur kondiler tibia berbanding

robekan ligamen atau meniscus setelah cedera keseleo di lutut. Eminentia

intrakondiler dapat fraktur bersama robekan ligamen krusiatum sebagai akibat

hiperekstensi atau gaya memutar.

Klasifikasi

Klasifikasi yang sering dan meluas dipakai sekarang adalah klasifikasi

Schatzker.

I : Fraktur split kondiler lateral

II : Fraktur split/depresi lateral

III: Depresi kondiler lateral

IV: Fraktur split kondiler medial

V : Fraktur bikondiler

VI: Fraktur kominutif

Tipe IV-VI biasanya terjadi akibat trauma dengan tekanan yang kuat.

Fraktur tidak bergeser apabila depresi kurang dari 4 mm, sedangkan yang bergeser

apabila depresi melebihi 4 mm.

19 | P a g e

Page 20: Fraktur Tibia

Gambar 5. Klasifikasi Fraktur Kondiler Tibia menurut Schatzker

Gambar 6. Klasifikasi Fraktur Kondiler

Gambaran Klinis

Pada anamnesis terdapat riwayat trauma pada lutut, pembengkakan dan

nyeri serta hemartrosis.Terdapat gangguan dalam pergerakan sendi lutut. Biasanya

pasien tidak dapat menahan beban. Sewaktu pemeriksaan, mereka merasakan

nyeri pada proksimal tibia dan gerakan flesi dan ekstensi yang terbatas.Dokter

perlu menentukan adanya penyebab cedera itu akibat tenaga yang kuat atau lemah

karena cedera neovaskular, ligamen sindroma kompartmen lebih sering terjadi

pada cedera akibat tenaga kuat. Pulsasi distal dan fungsi saraf peroneal perlu

diperiksa. Kulit perlu diperiksa secara seksama untuk mencari tanda-tanda abrasi

atau laserasi yang dapat menjadi tanda fraktur terbuka.

Penilaian stabilitas lutut adalah penting dalam mengevaluasi kondiler tibia.

Aspirasi dari hemartrosis pada lutut dan anestasi lokal mungkin diperlukan untuk

pemeriksaan yang akurat. Jika dibandingkan dengan bagian yang tidak cedera,

pelebaran sudut sendi pada lutut yang stabil mestilah tidak lebih dari 10o dengan

stress varus atau valgus pada mana-mana titik dalam aksis gerakan dari ekstensi

penuh hingga fleksi 90o. Integritas ligamen crusiatum anterior perlu dinilai

melalui tes Lachman.

Fraktur kondiler sering disertai cedera jaringan lunak disekeliling

lutut.Robekan ligamen kollateral medial dan meniscus medial sering menyertai

20 | P a g e

Page 21: Fraktur Tibia

fraktur kondiler lateral. Fraktur kondiler medial disertai robekan ligamen

kollateral lateral dan meniscus medial. Ligamen crusiatum anterior dapat cedera

pada fraktur salah satu kondiler.Fraktur kondiler tibia, terutama yang ekstensi

frakturnya sampai ke diafisis, dapat meyebabkan kepada sindroma kompartmen

akut akibat perdarahan dan edema.

2. Fraktur Diafisis Tibia

Mekanisme trauma

Seperti fraktur pada umumnya, fraktur pada diafisis bisa di klasifikasikan

dengan berbagai cara, secara tradisional pada dokter bedah biasanya membagi

berdasarkan jenis fraktur, terbuka atau fraktur tertutup dan berdasarkan lokasi,

bagian atas, tengah atau 1/3 bawah dari tulang.

Dokter bedah lain berpendapat bahwa prognosis dari fraktur tersebut

tergantung dari keterlibatan fibula, atau dari pergeseran yang terlihat dari foto

radiologi anteroposterior dan lateral. akhir – akhir ini banyak yang

mengklasifikasikan fraktur berdasarkan derajat kerusakan jaringan lunak dan

morfologi dari fraktur.

Fraktur diafisis tibia terjadi karena adanya trauma angulasi yang akan

menimbulkan fraktur tipe transversal atau oblik pendek, sedangkan trauma rotasi

akan menimbulkan fraktur tipe spiral. Fraktur tibia biasanya terjadi pada batas

antara 1/3 bagian tengah dan 1/3 bagian distal. Tungkai bawah bagian depan

sangat sedikit ditutupi otot sehingga fraktur pada daerah tibia sering bersifat

terbuka. Penyebab utama terjadinya fraktur adalah kecelakaan lalu lintas.

21 | P a g e

Page 22: Fraktur Tibia

Gambar 7. Fraktur diafisis tibia

Klasifikasi fraktur

Klasifikasi dari fraktur diafisis tibia bermanfaat untuk kepentingan para

dokter yang menggunakannya untuk memperkirakan kemungkinan penyembuhan

dari fraktur dalam menjalankan penatalaksanaannya.

Klasifikasi OTA

Orthopaedic Trauma Association (OTA) membagi fraktur diafisis tibia

berdasarkan pemeriksaan radiografi, terbagi 3 grup, yaitu: simple, wedge dan

kompleks. Masing–masing grup terbagi lagi menjadi 3 yaitu:

A. Tipe simple

B. Tipe wedge

C. Tipe kompleks

OTA Tipe A OTA Tipe B

22 | P a g e

Page 23: Fraktur Tibia

OTA Tipe C

23 | P a g e

Page 24: Fraktur Tibia

Gambar 8. Klasifikasi Fraktur Diafisis menurut OTA

Group A1 Spiral fractures

A1.1 Intact fibula

A1.2 Tibia and fibula fractures at diff. level

A1.3 Tibia and fibula fractures at same level

Group A2 Oblique >30 degrees

A2.1 Intact fibula

A2.2 Tibia and fibula fractures at diff. level

A2.3 Tibia and fibula fractures at same level

24 | P a g e

Page 25: Fraktur Tibia

Group A3 Transverse <30 degrees

A3.1 Intact fibula

A3.2 Tibia and fibula fractures at diff. level

A3.3 Tibia and fibula fractures at same level

Group B1 Intact spiral wedges fractures

B1.1 Intact fibula

B1.2 Tibia and fibula fractures at diff. level

B1.3 Tibia and fibula fractures at same level

Group B2 Wedges bending fractures

B2.1 Intact fibula

B2.2 Tibia and fibula fractures at diff. level

B2.3 Tibia and fibula fractures at same level

Group B3 Comminuted wedges fracture

B3.1 Intact fibula

B3.2 Tibia and fibula fractures at diff. level

B3.3 Tibia and fibula fractures at same level

Group C1 Spiral wedges fractures

C1.1 Two intermediate fragments

C1.2 Three intermediate fragments

C1.3 More than three intermediate fragments

25 | P a g e

Page 26: Fraktur Tibia

Group C2 Segmental fracture

C2.1 One segmental

C2.2 Segmental fragment and additional wedges

fragment

C2.3 Two segmental fragment

Group C3 Comminuted fracture

C3.1 Two or three intermediate fragments

C3.2 Limited comminution

C3.3 Extensive comminution

Gambaran klinis

Ditemukan gejala fraktur berupa pembengkakan, nyeri dan sering

ditemukan deformitas misalnya penonjolan tulang keluar kulit. Sindroma

kompartemen bisa muncul di awal cedera maupun kemudian. Sehingga perlu

pemeriksaan serial dan perhatian pada ekstremitas yang mengalami cidera.

Sindroma kompartemen terdiri dari: pain, pallor, paralysis, paresthesia,

pulselessness.

Pemeriksaan radiologis

Foto rontgen harus mencakup bagian distal dari femur dan ankle.Dengan

pemeriksaan radiologis, dapat ditentukan lokalisasi fraktur, jenis fraktur, sama ada

transversal, spiral oblik atau rotasi/angulasi. Dapat ditentukan apakah fraktur pada

tibia dan fibula atau tibia saja atau fibula saja.Juga dapat ditentukan apakah

fraktur bersifat segmental.Foto yang digunakan adalah foto polos AP dan

lateral.CT tidak diperlukan.

26 | P a g e

Page 27: Fraktur Tibia

Pengobatan

Tindakan pengobatan selalu harus mempertimbangkan pengobatan

konservatif dengan pemakaian gips sirkuler di atas lutut dengan sedikit fleksi.

Operasi dilakukan apabila ada indikasi seperti fraktur terbuka, malunion atau

nonunion yang sangat jarang ditemukan.

1. Konservatif

Pengobatan standar dengan cara konservatif berupa reduksi fraktur dengan

manipulasi tertutup dengan pembiusan umum. Pemasangan gips sirkuler untuk

immobilisasi, dipasang sampai diatas lutut.

Prinsip reposisi adalah fraktur tertutup, ada kontak 70% atau lebih, tidak

ada angulasi dan tidak ada rotasi. Apabila ada angulasi, dapat dilakukan

koreksi setelah 3 minggu (union secara fibrosa). Pada fraktur oblik atau spiral,

imobilisasi dengan gips biasanya sulit dipertahankan, sehingga mungkin

diperlukan tindakan operasi.

Cast bracing adalah teknik pemasangan gips sirkuler dengan tumpuan

pada tendo patella (gips Sarmiento) yang biasanya dipergunakan setelah

pembengkakan mereda atau terjadi union secara fibrosa.

2. Operatif

Terapi operatif dilakukan pada fraktur terbuka, kegagalan dalam terapi

konservatif, fraktur tidak stabil dan adanya nonunion. Metode pengobatan

operatif adalah sama ada pemasangan plate dan screw, atau nail intrameduler,

atau pemasangan screw semata-mata atau pemasangan fiksasi eksterna.

Indikasi pemasangan fiksasi eksterna pada fraktur tibia:

Fraktur tibia terbuka grade II dan III terutama apabila terdapat kerusakan

jaringan yang hebat atau hilangnya fragmen tulang

Pseudoartrosis yang mengalami infeksi (infected pseudoarthrosis)

Komplikasi

Di antara komplikasi yang dapat terjadi pada fraktur diafisis tibia adalah

infeksi, delayed union atau nonunion, malunion, kerusakan pembuluh darah

(sindroma kompartmen anterior), trauma saraf terutama pada nervus peroneal

komunis dan gangguan pergerakan sendi pergelangan kaki. Gangguan

27 | P a g e

Page 28: Fraktur Tibia

pergerakan sendi ini biasanya disebabkan adanya adhesi pada otot-otot tungkai

bawah.

3. Fraktur Distal Tibia

Pergelangan kaki merupakan sendi yang kompleks dan penopang badan

dimana talus duduk dan dilindungi oleh maleolus lateralis dan medialis yang

diikat dengan ligamen.Dahulu, fraktur disekitar pergelangan kaki disebut fraktur

Pott.

Mekanisme trauma

Fraktur maleolus dengan atau tanpa subluksasi dari talus, dapat terjadi

dalam beberapa macam trauma.

1. Trauma abduksi

Trauma abduksi akan menimbulkan fraktur pada maleolus lateralis yang

bersifat oblik, fraktur pada maleolus medialis bersifat avulsi atau robekan pada

ligamen bagian medial.

2. Trauma adduksi

Trauma adduksi akan menimbulkan fraktur maleolus medialis yang bersifat

oblik atau avulsi maleolus lateralis atau keduanya. Trauma adduksi juga bisa

hanya menyebabkan strain atau robekan pada ligamen lateral, tergantung dari

beratnya trauma.

3. Trauma rotasi eksterna

Trauma rotasi eksterna biasanya disertai dengan trauma abduksi dan terjadi

fraktur pada fibula di atas sindesmosis yang disertai dengan robekan ligamen

medial atau fraktur avulsi pada maleolus medialis. Apabila trauma lebih hebat

dapat disertai dengan dislokasi talus.

4. Trauma kompresi vertikal

Pada kompresi vertikal dapat terjadi fraktur tibia distal bagian depan disertai

dengan dislokasi talus ke depan atau terjadi fraktur kominutif disertai dengan

robekan diastesis.

Klasifikasi

28 | P a g e

Page 29: Fraktur Tibia

Lauge-Hansen(1950) mengklasifikasikan menurut patogenesis terjadinya

pergeseran dari fraktur, yang merupakan pedoman penting untuk tindakan

pengobatan atau manipulasi yang dilakukan. Klasifikasi lain yang lebih sederhana,

menurut Danis & Weber (1991), dimana fibula merupakan tulang yang penting

dalam stabilitas dari kedudukan sendi berdasarkan atas lokalisasi fraktur terhadap

sindesmosis tibiofibular.

Gambar 9. Mekanisme trauma pada fraktur maleolus

Klasifikasi terdiri atas :

• Tipe A; fraktur maleolus di bawah sindesmosis

• Tipe B; fraktur maleolus lateralis yang bersifat oblik disertai avulsi maleolus

medialis dimana sering disertai dengan robekan dari ligamen tibiofibular

bagian depan

• Tipe C; fraktur fibula di atas sindesmosis dan atau disertai avulsi dari tibia

disertai fraktur atau robekan pada maleolus medialis. Pada tipe C terjadi

robekan pada sindesmosis. Jenis tipe C ini juga dikenal sebagai fraktur

Duouytren.

Klasifikasi ini penting artinya dalam tindakan pengobatan oleh karena selain

fraktur juga perlu dilakukan tindakan pada ligamen.

29 | P a g e

Page 30: Fraktur Tibia

Gambar 10. Klasifikasi menurut Danis-Weber

Gambar 11. Klasifikasi Fraktur Distal Tibia

Gambaran klinis

Ditemukan adanya pembengkakan pada pergelangan kaki, kebiruaan atau

deformitas. Yang penting diperhatikan adalah lokalisasi dari nyeri tekan apakah

pada daerah tulang atau pada ligamen.

II.2.6. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan Awal

Sebelum dilakukan pengobatan definitif pada satu fraktur, maka diperlukan :

- Pertolongan pertama

Pada penderita dengan fraktur yang penting dilakukan adalah membersihkan

jalan nafas, menutup luka dengan verban yang bersih dan imobilisasi fraktur

pada anggota gerak yang terkena agar penderita merasa nyaman dan

mengurangi nyeri sebelum diangkut dengan ambulans.

30 | P a g e

Page 31: Fraktur Tibia

- Penilaian klinis

Sebelum menilai fraktur itu sendiri, perlu dilakukan penilaian klinis, apakah

luka itu tembus tulang, adakah trauma pembuluh darah/saraf ataukah ada

trauma alat-alat dalam yang lain.

- Resusitasi

Kebanyakan penderita dengan fraktur multipel tiba di rumah sakit dengan

syok, sehingga diperlukan resusitasi sebelum diberikan terapi pada

frakturnya sendiri berupa pemberian transfusi darah dan cairan lainnya serta

obat-obat anti nyeri.

Sebelum mengambil keputusan untuk melakukan pengobatan definitive,

prinsip pengobatan ada empat (4R), yaitu :

1. Recognition (Diagnosis dan Penilaian Fraktur)

Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan

anamnesis, pemeriksaan klinik dan radiologis. Pada awal pengobatan perlu

diperhatikan :

- Lokalisasi fraktur

- Bentuk fraktur

- Menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan

- Komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengobatan

2. Reduction (Reduksi fraktur apabila perlu)

Restorasi fragmen fraktur dilakukan untuk mendapatkan posisi yang dapat

diterima. Pada fraktur intra-artikuler diperlukan reduksi anatomis dan

sedapat mungkin mengembalikan fungsi normal dan mencegah komplikasi

seperti kekakuan, deformitas serta perubahan osteoarthritis di kemudian

hari.

Posisi yang baik adalah :

- Alignment yang sempurna

- Aposisi yang sempurna

3. Retention

Imobilisasi fraktur

4. Rehabilitation

Mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin.

31 | P a g e

Page 32: Fraktur Tibia

Penatalaksanaan pada fraktur tibia tergantung pada:

- Lokasi fraktur

- Displacement (pergeseran)

- Alignment

- Assosiated injury

- Kondisi jaringan lunak sekitarnya

1. Terapi tertutup

Dilakukan pada trauma dengan energi rendah, displace yang minimal,

fraktur tibia yang isolated dapat digunakan ‘long leg cast’ dan progressive weight

bearing. Cast ini dipasang dengan posisi lutut flexi 00 - 50dan mobilisasi weight

bearing secepatnya. Pasien dengan isolated injury biasanya dirawat inap 2-5 hari

untuk untuk manajemen nyerinya lalu dilanjutkan dengan berjalan menggunakan

tongkat sampai akhirnya full weight bearing pada 2-4 minggu.

Terapi dengan bearing cast ini dikontraindikasikan pada fraktur dengan

deformitas berupa shortening dan adanya angulasi, dan angulasinya bertambah

setelah di cast.

2. Reduksi tertutup

Untuk terapi fraktur tibia dengan sedikit atau tanpa pergeseran dapat

dilakukan reduksi tertutup dibawah analgetik atau anastesi. Posisi pasien di meja

32 | P a g e

Page 33: Fraktur Tibia

operasi dengan kaki tergantung dengan lutut fleksi untuk merelaksasikan otot

gastrocnemius dan soleus dan dapat di traksi dengan gravitasi. Setelah itu kaki

dibersihkan untuk mencegah selulitis lalu dipasang cast.

Setelah cast terpasang, dilakukan xray, bila pergseran fraktur minimal,

tidak ada penyulit pasien diperbolehkan pulang. Pasien dilatih untuk program

quadriceps isometric dan pasien diberitahu cara untuk non weight bearing

program dan dianjurkan untuk check-up 2-4 hari kemudian.

Pada low energy fraktur lebih baik dilanjutkan dengan weight bearing

yang lebih awal, pasien diinstruksikan dengan quadriceps isometrics dan kaki

diluruskan ke atas selama minggu awal.

3. Fiksasi external

Fiksasi external digunakan untuk fraktur terbuka tetapi ada juga yang

mengajurkan untuk fraktur tertutup.Fiksasi internal ini menggunakan titanium

atau stainlees stail. Peran dari external fiksasi ini telah berkembang bukan hanya

digunakan untuk terapi subakut pada fraktur dengan bone loss tetapi hasil yang

baik juga terhadap nonunion fracture, infected nonunion.

External fiksasi di indikasikan pada fraktur tertutup yang tertutup dan

fraktur tertutup dengan komplikasi oleh kompartemen sindrom dan kegagalan

sensasi. Telah dilaporkan dari 250 orang pasien dengan fraktur terbuka dan

tertutup dapat ditangani dengan menggunakan fiksasi eksterna dilanjutkan dengan

3-6 minggu weight bearing dengan long leg cast.

Rehabilitasi:

33 | P a g e

Page 34: Fraktur Tibia

Untuk fraktur yang stabil 6 minggu pertama, partial weight bearing

menggunakan tongkat, 10 – 15 kg.tetap lakukan exercise dari sendi- sendinya.

Selama 6 minggu -3 bulan apabila stabil dan membaik secara kinis dan radiologi

maka weight bearingnya dapat ditambahkan sesuai toleransinya.

4. Fiksasi internal

a. Plat dan screw

Diindikasikan untuk fraktur dengan displace dari intraartikular fraktur

dan fraktur dari metafisis juction dari pergelangan kaki dan tungkai bawah.

Malunion dan nonunion juga merupakan indikasi lain.

Telah dilaporkan 97% fraktur tibia yang tertutup dengan plat

mengalami perbaikan, untuk komplikasi infeksinya kurang dari 1%.

b. Intramedulary nailing

Metode terapi alternatif lain pada fraktur shaft tibia tertutup adalah

dengan intramedullary nailing dan bagian teratas tibia.

34 | P a g e

Page 35: Fraktur Tibia

Rehabilitasi:

Menggunakan long leg cast 0 – 6 minggu sampai fraktur union secara

klinis. Partial weight bearing 12 – 25kg pada awal dengan menggunakan tongkat.

Range of motion exercise. Pada minggu ke 6 – minggu ke 12 pada fraktur yang

stabil latihan dari otot gastrocnemius setelah itu dilanjutkan dengan full weight

bearing.

II.2.7. Prognosis

Prognosis dari fraktur tibia untuk kehidupan adalah bonam. Pada sisi

fungsi dari kaki yang cedera, kebanyakan pasien kembali ke perfoma

semula,namun hal ini sangat tergantung dari gambaran frakturnya, macam terapi

yang dipilih, dan bagaimana respon tubuh terhadap pengobatan.

II.2.8. Kesimpulan

Fraktur tulang panjang yang paling sering terjadi adalah fraktur pada

tibia.Pada fraktur tibia, dapat terjadi fraktur pada bagian kondiler, diafisis dan

pergelangan kaki. Fraktur pada tibia termasuk luka kompleks, sehingga tentunya

penanganannya juga tidak sederhana.Sebagai dokter umum, anamnesis dan

pemeriksaan fisik yang lengkap diperlukan jika terjadi fraktur. Selain itu,

pemeriksaan radiologis juga penting. Penatalaksanaan dari fraktur tergantung dari

kondisi frakturnya, bisa dengan operatif maupun non operatif.

35 | P a g e

Page 36: Fraktur Tibia

DAFTAR PUSTAKA

Alexa. Ilmu bedah fraktur terbuka. Available from : www.bedahugm.net/frakturterbuka

Apley, A Graham. Buku Ajar Orthopedi dan Fraktur, Edisi 7. 1995. Jakarta: Widya

Medika

Buckley R., Panaro CDA. General principles of fracture care. Available from :

http://www.emedicine.com/orthoped/byname/General-Principles-of-Fracture-

Care.htm

Brian K Konowalchu, 2012, tibial shaft fracture,

http://emedicine.medscape.com/article/1249984-overview#a0103 diakses pada

tanggal 02 Juni 2013

Kahlon I. A., Hanif A. & Awais S. M., 2004, Analysis of emergency care of trauma

patients with references to the type of injuries, treatment and cost, Departement of

Orthopedics, General Hospital, Lahore, ANNALS Volume 16, No.1, Jan-Mar,

2010

Moore, Keith L. Anatomi Klinis Dasar. 2002. Jakarta: Hipokrates

Prof. Chaerudin Rasjad MD, PhD. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Edisi Kedua. Jakarta.

Rockwood,Green. Fractures in Adults. Vol2. Edisi keempat. United States. Lippincott

Raven,

Sjamsuhidajat R,  Jong W. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi II. Jakarta: EGC.

Roshan A., Ram S., 2008. The neglected femoral neck fracture in young and adult :

Review of a challenging problem (review), Clinical Medicine & Research Volume

6, Number 1:33-39, Available from: clinmedres.org [Accessed: 2012, 26 Sept

2012]

Skinner, Harry B. 2006. Current Diagnosis & Treatment In Orthopedics. USA: The

McGraw-Hill Companies.

36 | P a g e