Forensik Visum
-
Upload
nizwan-sham -
Category
Documents
-
view
87 -
download
1
description
Transcript of Forensik Visum
Bagian Ilmu Kedokteran Forensik –Medikolegal
Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin
NAMA : VISTA RIRIN
NIM : C11109350
Tugas Resume
SURAT KETERANGAN VISUM ET REPERTUM KORBAN HIDUP DAN MATI
Dalam memberikan pelayanan kesehatan atau menyelesaikan permasalahan kesehatan, para
dokter dan petugas kesehatan harus berpegang pada 5 prinsip dasar moral, yaitu Autonomy,
Beneficence, Non-maleficence, Justice, Honesty. Kelima prinsip tersebut sangat penting karna
bagaimanapun usaha kesehatan telah dilakukan dengan maksimal berdasarkan ilmu pengetahuan
kedokteran yang ada, namun perjalan penyakit / jejas biologis tetap saja berjalan menuju
kematian, oleh sebab itu perjalanan manusia mulai dari awal kehidupannya (proses konsepsi)
hingga kematiannya ( mortis) memiliki hak azasi manusia yang sama untuk mendapatkan
pelayanan dengan 5 Prinsip Dasar Moral tersebut.
Terjadinya jejas atau damage tidak selalu sebagai akibat dari perjalan penyakit, namun tidak
jarang disebabkan oleh tindakan manusia yang patologis misalnya perkelaian, penikaman,
penembakan serta berbagai tindakan kriminal lainnya, yang dapat bermanifestasi dari luka ringan
hingga mengakibatkan kematian pada seseorang. Maka demi memberikan rasa aman dan tentram
serta mengungkapkan kebenaran, maka tidak jarang penyidik menghubungi seorang dokter yang
bertugas di Puskesmas atau di Rumah sakit untuk membuat Surat Keterangan Visum et
Repertum untuk menyelesaikan permasalahan seperti ini. Namun hal tersebut memiliki sejumlah
peraturan dan perundang-undangan yang diatur dalam pasal 133 KUHAP. Dimana dalam pasal
tersebut mengatur tentang hak penyidik untuk melayangkan surat permintaan visum. Kemudian
selanjutnya dalam pasal 134 KUHAP mengatur tentang hak penyidik untuk meminta dokter
melakuan tindakan lebih lanjut yang dirasa perlu yaitu aoutopsi dilakukan terhadap korban mati
(visum et repertum korban mati) dan pasal 135 KUHAP mengatur tentang hak penyidik
melakukan penggalian jenazah (visum et repertum ekhumasi) untuk kepentingan peradilan.
Selanjutnya peraturan bedah mayat baik klinis maupun anatomis serta transplantasi alat atau
jaringan tubuh manusia diatur dalam peraturan Pemerintah Repoblik Indonesia No. 18 tahun
1981. Dalam PP RI No.18 Tahun 1981 paasal 2, 3 dan 4 mengatur tentang syarat-syarat dalam
melakukan tindakan bedah mayat.
Proximus Mortis Approach (PMA)
Untuk membantu penyidik mengunggkap penyebab terjadinya jejas / damage (cause of
damage) pada korban hidup dan penyebab kematian (cause of death) pada korban mati, sama-
sama dapat dilakukan pembuatan surat keterangan visum et repertum yang dibuat oleh dokter /
dokter gigi (untuk masalah gigi). Dalam menganalisis patomekanisme terjadinya damage pada
korban hidup maupun sebab kematian pada korban mati, maka konsep pemikaran Translating
Pendulum Hipothesis (dikemukakan oleh Gatot S. Lawrence). Dasar pemikiran hipotesis ini
adalah bahwa berbagai gangguan klinis seperti diabetes, obesitas, hipertensi, dislipidemia, dan
penyakit jantung koroner sebenarnya berakar dari satu permasalahn biologic yang sama, yaitu
“inflamasi” (common soil hypothesis) dan perjalanan gangguan tersebut mulai berlangsung sejak
awal kehidupan manusia, yang membawa sejumlah kerentanan genetik dan kerentanan genetic
tersebut akan selalu berinteraksi dengan lingkungan yang direpresentasikan oleh polah hidup
sehat maupun tidak sehat atau kerentanan genetic tersebut dapat pula berinteraksi dengan
medikamentosa, sehingga bilamana dalam proses perjalan hidup manusia yang secara alamiah
terjadi insidens kekerasan yang mengakibatkan perlukaan / jejas atau damage bahkan hingga
kematian, maka patomekanisme damage yang terjadi tidak dapat dipisahkan dengan perjalanan
biologi manusia yang senantiasa melakukan penyesuaian dengan keadaan yang baru.
Dalam mengungkapkan sebab terjadi damage (cause of damage) maka yang berhak membuat
keterangan visum et repertum adalah dokter spesialis forensik-medikolegal atau dokter yang
telah diberikan pelatihan forensik-medikolegal. Didalam surat keterangan VeR tersebut ditulis
sesuai dengan keadaan pasien yang dilihat pada saat itu, meskipun pasien telah menjalani
pemeriksaan, pengobatan ataupun pembedahan sebelumnya. Begitu pula dalam memberikan
jawaban ilmiah terhadap sebab kematian dari korban, maka seorang dokter spesialis foerensik
atau dokter yang telah diberikan pelatihan khusus forensic diharapkan dapat digunakan seluruh
pengetahuan ilmu kedokteran dan dibantu dengan alat bantu pemeriksaan penunjang lainnya.
Dalam menuliskan diagnosis damage pada korban hidup maupun sebab kematian pada korban
mati, maka digunakan pendekatan Proximus Morbus untuk kasus korban hidup dan Proximus
Mortis untuk kasus korban mati. Kedua pendekatan tersebut meneliti dasar pendekatan yang
sama yaitu patomekanisme perjalanan jejas / penyakit hingga terjadinya kematian. Sedangkan
cara penulisan kesimpulan sebab perlukaan / jejas / damage, maka digunakan cara Multiple
Cause of Damage (MCOD). Sehingga dituliskan terlebih dahulu keadaan morbid yang
berhubungan langsung dengan damage (A-1), dan keadaan morbid yang mendahuluinya /
penyebab sebelumnya (A-2, A-3), serta penyebab yang mendasari terjadinya kematian (A-4).
Selain itu dituliskan pula semua keadaan morbid lain yang tidak mempunyai hubungan langsung
dengan penyebab langsung damage tersebut, namun memberikan kontribusi terhadap damage
dari korban (B-1, B-2, B-3, B-4, dst).