Fix Migraine

27
BAB I PENDAHULUAN Migrain seperti yang ditetapkan oleh panitia Ad Hoc mengenai klasifikasi nyeri kepala (Ad Hoc Committee on Classification of Headache) adalah serangan nyeri kepala berulang-ulang, dengan frekuensi lama dan hebatnya rasa nyeri yang beraneka ragam, serangannya sesisi dan biasanya berhubungan dengan tidak suka makan dan kadang-kadang disertai mual dan muntah. Migrain terkadang didahului oleh gangguan sensorik, motorik, dan kejiwaan. Sering ada faktor keturunan. Blau mengusulkan definisi migrain yaitu nyeri kepala yang berulang-ulang dan berlangsung 2-72 jam dan bebas nyeri, antara serangan nyeri kepalanya harus berhubungan dengan gangguan visual atau gastrointestinal ataupun keduanya. Gejala visual timbul seperti adanya Aura, dan/atau fotofobia selama fase nyeri kepala. Bila tidak ada gangguan visual, hanya gangguan gastrointestinal, maka muntah harus sebagai gejala pada beberapa serangan. (1) Secara umum, migrain dibagi atas dua yaitu migraine klasik (migrain dengan aura) dan migrain umum (migrain tanpa aura). Migrain klasik didahului aura visual berupa skotoma, kilatan cahaya, penglihatan 1

description

referat neurologi kedokteran njcdkmlsahcnjfdskmozlnxc j

Transcript of Fix Migraine

BAB IPENDAHULUAN

Migrain seperti yang ditetapkan oleh panitia Ad Hoc mengenai klasifikasi nyeri kepala (Ad Hoc Committee on Classification of Headache) adalah serangan nyeri kepala berulang-ulang, dengan frekuensi lama dan hebatnya rasa nyeri yang beraneka ragam, serangannya sesisi dan biasanya berhubungan dengan tidak suka makan dan kadang-kadang disertai mual dan muntah. Migrain terkadang didahului oleh gangguan sensorik, motorik, dan kejiwaan. Sering ada faktor keturunan.Blau mengusulkan definisi migrain yaitu nyeri kepala yang berulang-ulang dan berlangsung 2-72 jam dan bebas nyeri, antara serangan nyeri kepalanya harus berhubungan dengan gangguan visual atau gastrointestinal ataupun keduanya. Gejala visual timbul seperti adanya Aura, dan/atau fotofobia selama fase nyeri kepala. Bila tidak ada gangguan visual, hanya gangguan gastrointestinal, maka muntah harus sebagai gejala pada beberapa serangan.(1)Secara umum, migrain dibagi atas dua yaitu migraine klasik (migrain dengan aura) dan migrain umum (migrain tanpa aura). Migrain klasik didahului aura visual berupa skotoma, kilatan cahaya, penglihatan berkunang-kunang, garis-garis hitam putih, atau penglihatan kabur selama 10-20 menit. Nyeri kepala berdenyut unilateral yang makin berat berlangsung antara 1-6 jam, gejala penyerta yang sering dijumpai adalah mual, muntah, fotofobia, fonofobia, iritabel, dan malaise. Sedangkan migrain umum adalah nyeri kepala yang timbul tanpa didahului gejala prodromal aura visual dan biasanya berlangsung lebih lama.(2)

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI

Migrain adalah disfungsi autonomik pembuluh darah di kulit kepala mengakibatkan timbulnya nyeri kepala. Sebenarnya, mekanisme migrain belum semuanya jelas, tetapi banyak fakta-fakta mengungkapkan bahwa prodrom dini dari migrain terkait pada vasokonstriksi arteri intracranial. Gejala khas bagi tahap dini ini adalah timbulnya skotoma dan wajah yang pucat. Prodrom itu disusul dengan timbulnya nyeri kepala sesisi dan wajah menjadi merah, kemudian timbul gejala mual dan muntah-muntah, edema selaput lendir hidung, jari-jari tangan dan kaki. Gejala-gejala tersebut dianggap sebagai manifestasi tahap vasodilatasi arteri ekstrakranial.(3)

II. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Struktur kepala yang sensitif terhadap nyeri dalam kranium adalah sinus venosus contohnya sinus sagitalis, arteri meningea media dan anterior, dura pada basal tengkorak, trigeminal, nervus vagus dan glosofaringeal, arteri karotis interna proksimal dan cabang-cabang dekat sirkulasi willisi, periaqueductal gray matter batang otak, nucleus sensori dari thalamus. Thalamus bertindak sebagai pusat sensori yang primitif dimana individu dapat secara samar merasakan nyeri, tekanan, raba, getar, dan suhu yang ekstrim, tetapi tidak dapat ditentukan tempatnya. Sedangkan parenkim otak sendiri tidak sensitif terhadap nyeri. Aliran darah yang menuju otak berasal dari dua buah arteri karotis dan sebagian berasal dari arteri vertebralis.

1. Arteria KarotisArteri karotis komunis bercabang menjadi arteri karotis interna dan eksterna. Arteri karotis eksterna memperdarahi wajah, tiroid, lidah, dan faring. Cabang dari arteri karotis eksterna adalah arteri meningea media yang memperdarahi srtuktur-struktur dalam di daerah wajah dan mengirimkan satu cabang yang besar kedura mater. Arteri karotis interna masuk kedalam tengkorak dan menjadi arteri serebri anterior dan media. Arteri karotis interna jugam empercabangkan arteri oftalmika yang masuk kedalam orbita dan memperdarahi mata dan isorbitalainnya, bagian-bagian hidung dan sinus-sinus udara.Arteri serebri anterior memberi suplai darah pada struktur-struktur seperti nukleus kaudatus dan putamen ganglia basalis, bagian-bagian kapsula interna dan korpus kalosum, dan bagian-bagian lobus frontalis dan parietalis serebri, termasuk korteks somestetik dan korteks motorik. Arteri serebri media menyuplai darah untuk bagian lobus temporalis, parietalis, dan frontalis korteks serebri dan membentuk penyebaran pada permukaan lateral. Arteri ini merupakan sumber darah utama girus pre-sentralis dan post-sentralis. Korteks audiotorius, somestetik, motorik, dan pramotorik disuplai oleh arteri ini seperti juga korteks asosiasi yang berkaitan dengan fungsi integrasi yang lebih tinggi pada lobus sentralis tersebut.

2. Arteri vertebralisArteri vertebralis adalah cabang dari arteri subklavia yang masuk rongga tengkorak melalui foremen magnum. Kedua arteri vertebralis kanan dan kiri nantinya akan bersatu membentuk arteri basilaris yang terus berjalan sampai setinggi otak tengah dan bercabang menjadi dua membentuk sepasang arteri serebri posterior. Cabang-cabang sistem vertebra basiliaris ini memperdarahi medula oblongata, pons, serebelum, midbrain, dan sebagian diensefalon. Arteri serebri posterior dan cabang-cabangnya mendarahi sebagian diensefalon, sebagian lobus oksipitalis dan temporalis, apparatus koklearis, dan organ-organ vestibular.Arteri karotis interna setelah masuk rongga tengkorak akan memberi cabang yaitu arteri serebri anterior, arteri serebri media, arteri komunikans posterior, arteri khoroidea, arteri hipofise superior dan arteri hipofise inferior. Kedua arteri vertebralis bergabung membentuk arteri basilaris otak belakang dan arteri ini berhubungan dengan kedua arteri karotis interna yang juga berhubungan satu dengan lainnya membentuk suatu sirkulus Willisi.(4)Gambar 2.

Gambar 1. Sirkulus Willisi(5)

III. EPIDEMIOLOGI

Prevalensi antara pria dan wanita adalah 25% pada wanita dan 8% pada pria. migrain juga mempengaruhi sekitar 5% sampai 10% dari anak- anak dan remaja. Di Amerika Serikat sekitar 12% penduduknya terkena migrain, lebih dari 30 juta orang memiliki 1 atau lebih migrain per tahun. Sekitar 75% dari semua orang yang mengalami migrain adalah perempuan. Beberapa orang yang terkena migrain mengalami aura (gangguan sementara pada indera atau otot) dalam beberapa menit sebelum timbulnya rasa sakit. Aura dapat terdiri dari melihat lampu berkedip, mati rasa atau kesemutan pada wajah atau ekstremitas, rasa terganggu dengan adanya bau, atau memiliki kesulitan bicara. Namun, hanya sepertiga dari individu yang terkena migrain mengalami aura. Migrain memang menyakitkan tetapi tidak sampai mengancam jiwa. Nyeri kepala migrain tiga kali lebih sering pada wanita dibandingkan pria.(6, 7, 8)

IV. ETIOLOGI

Penyebab migrain belum diketahui secara pasti. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peradangan di pembuluh darah otak yang menyebabkan pembengkakan dan penekanan pada saraf terdekat yang terkena dan menyebabkan rasa sakit. Peradagan tersebut timbul akibat sinyal dari saraf trigeminal (saraf sensorik utama pada wajah). Banyak orang dengan nyeri kepala migrain dapat mengidentifikasi pemicu yang menyebabkan atau memperburuk sakit kepala.(6)Faktor pemicu terjadinya migrain, yaitu: Kecemasan Stres Kurangnya makan atau tidur Perubahan hormon (pada wanita) Makanan.(7)

V. PATOFISIOLOGI

Ada beberapa teori untuk patofisiologi migrain, yaitu :1. Teori vaskularSerangan yang disebabkan oleh vasokonstriksi pembuluh darah intracranial sehingga aliran darah otak menurun yang dimulai di bagian oksipital dan meluas ke anterior perlahan-lahan ibarat gelombang oligemia (penurunan aliran darah tanpa kerusakan jaringan akut) yang sedang menyebar, yang melintasi korteks serebri dengan kecepatan 2 3 mm per menit, berlangsung beberapa jam (fase aura) dan diikuti oleh vasodilatasi pembuluh darah ekstrakranial yang menimbulkan nyeri kepala.2. Teori penyebaran depresi kortikalTerjadi depresi gelombang listrik yang menyebar lambat ke anterior setelah peningkatan mendadak aktivitas listrik pada bagian posterior otak.3. Teori neurotransmitterPada serangan terjadi pelepasan berbagai neurotransmitter antara lain serotonin dari trombosit yang memiliki efek vasokonstriktor. Reseptor serotonin ada sekitar 7 jenis yang sudah ditemukan, dan banyak terdapat di meningen, lapisan korteks serebri, struktur dalam dari otak, dan yang paling banyak di inti-inti batang otak. 2 reseptor yang penting adalah 5-HTI yang bila terangsang akan menghentikan serangan migrain, sedangkan 5-HT2 biladisekat maka akan mencegah serangan migrain. Oleh sebab itu, baik agonis (sumatriptan, dihidroergotamin, ergotamine tartrat) maupun antagonis serotonin (siproheptadin, metisergid, golongan antidepresan trisiklik, penyekat saluran kalsium) bermanfaat dalam penatalaksanaan migrain. Disamping itu, neurotransmitter lainnya yang terlibat pada proses migrain adalah katekolamin (noradrenalin), dopamine, neuropeptide Y dan CGRP (calcitonin gene-related peptide) dan VIP (vasoactive intestinal polypeptide), histamine, nitrit oksida, beta-endorfin, enkefalin, dinorfin, serta prostaglandin.4. Teori sentralSerangan berkaitan dengan penurunan aliran darah dan aktivitas listrik kortikal yang dimulai pada korteks visual lobus oksipital. Gejala prodromal migrain yang terjadi beberapa jam atau satu hari sebelum nyeri kepala berupa perasaan berubah, pusing, haus, menguap, menunjukkan gangguan fungsi hipotalamus. Stimulasi lokus seruleus menimbulkan penurunan aliran darah otak ipsilateral dan peningkatan aliran darah sistem karotis eksterna seperti pada migrain. Stimulasi inti rafe dorsal meningkatkan aliran darah otak dengan melebarkan sirkulasi karotis interna dan eksterna. Stimulasi nervus trigeminus dapat melebarkan pembuluh darah ekstrakranial kemungkinan melalui pelepasan neuropeptide vasoaktif misalnya substansia P.5. Teori inflamasi neurogenik (Moskowitz, 1991)Sistem trigeminovaskular dimulai dri meningen pada ujung serabut-serabut aferen primer C yang kecil dari nervus trigeminus yang badan sel nya berada dalam ganglion trigeminus dan pembuluh darah di sekitarnya. Impuls yang berjalan sepanjang nervus V menuju ke ganglion, ke dalam pons, dan berjalan turun bersinaps pada nukleus kaudalis trigeminus. Inflamasi neurogenik yang menimbulkan nyeri migrain terjadi pada ujung pertemuan antara serabut saraf trigeminus dan arteri duramater. Inflamasi ini disebabkan oleh pelepasan substansia P, CGRP, dan neurokinin A dari ujung-ujung saraf tersebut. Neurotransmitter ini membuat pembuluh darah dura yang berdekatan menjadi melebar, terjadi ekstravasasi plasma, dan aktivasi endotel vascular. Inflamasi neurogenik ini menyebabkan sensitisasi neuron dan menimbulkan nyeri. Aktivitas listrik selama fase aura atau pada awal serangan migrain menimbulkan depolarisasi serabut saraf trigeminus di dekat arteri piameter sehingga mengawali fase nyeri kepala.6. Teori unifikasi (Lance dkk, 1989)Teori ini meliputi sistem saraf pusat dan pembuluh darah perifer. Beberapa proses pada korteks orbitofrontal dan limbic memicu reaksi sistem noradrenergic batang otak melalui lokus seruleus dan sistem serotonergic melalui inti rafe dorsal serta sistem trigeminovaskular yang akan mengubah lumen pembuluh darah, yang juga memicu impuls saraf trigeminus, terjadi lingkaran setan rasa nyeri. Nausea dan vomitus mungkin disebabkan oleh kerja dopamin atau serotonin pada area postrema dasar ventrikel IV dalam medulla oblongata. Proyeksi dari lokus seruleus ke korteks serebri dapat menimbulkan oligemia kortikal dan depresi korteks menyebar, sehingga menimbulkan aura.(2)

VI. GEJALA KLINIS

Gejala klinis migrain biasanya berupa nyeri kepala berdenyut yang bersifat unilateral tetapi dapat juga bilateral atau ganti sisi. Serangan migrain umunya 2-8 kali perbulan, lamanya sekali serangan antara 4-24 jam atau lebih, intensitas nyeri sedang hingga berat, gejala penyerta lain seperti terdapat mual, muntah, fotofobia dan/atau fonofobia, wajah pucat, vertigo, tinitus, dan iritabel.(2)

Gejala klinis berdasarkan klasifikasi migrain, yaitu :

a) Migrain dengan aura (migrain klasik)Pasien mengalami gejala prodromal yang tidak jelas beberapa jam sebelum serangan seperti mengantuk, perubahan mood, rasa lapar, atau bisa juga anoreksia. Serangan klasik dimulai dengan aura, gejala visual meliputi pandangan gelap (skotoma yang meluas) yang berupa kilasan gelap yang cepat (teikopsia), dapat juga terjadi pola pandangan gelap seperti bulan sabit atau berkunang-kunang (spectra fortifikasi), dapat terjadi hemianopia homonym atau kebutaan total. Gejala sensorik lebih jarang terjadi, akan tetapi dapat terjadi rasa baal unilateral dan parestesia pada wajah, lengan, dan/atau kaki. Disfasia dan kelemahan anggota gerak jarang terjadi.Aura umumnya membaik setelah 15-20 menit tetapi dapat juga berlangsung selama 1 jam, dimana setelah itu timbul nyeri kepala, dan kadang nyeri kepala dan gejala neurologis fokal terjadi bersamaan. Nyeri terasa seperti ditusuk-tusuk dan lebih berat jika batuk, mengejan, atau membungkuk (fenomena Jolt). Nyeri kepala terjadi beberapa jam, umunya sekitar 4-27 jam. Dalam keadaan ini, pasien lebih menyukai berbaring di ruangan yang gelap dan tidur. Adapun gejala yang menyertai seperti fotofobia, mual, muntah, pucat, dan diuresis.(9)

b) Migrain tanpa aura (Migrain umum) Migrain ini tidak jelas penyebabnya (idiopatik), bersifat kronis dengan manifestasi serangan nyeri kepala selama 4-27 jam, gejalanya sangat khas, yaitu nyeri kepala unilateral, berdenyut-denyut dengan intensitas sedang sampai berat yang disertai mual, fotofobia, atau fonofobia, Nyeri kepala diperberat dengan aktivitas fisik. (10)

VII. DIAGNOSIS BANDING

1. Nyeri kepala Klaster ( Cluster Headache )Sindrom ini berbeda dengan migrain, walaupun sama-sama ditandai oleh nyeri kepala unilateral, dan dapat terjadi bersamaan.lecture notes Nyeri kepala klaster adalah nyeri kepala hebat yang periodik dan paroksimal, unilateral, biasanya terlokalisir di orbita, berlangsung singkat (15 menit 2 jam) tanpa gejala prodromal. Nyeri kepala ini timbul secara berkelompok, setiap hari selama 3 minggu 3 bulan, kemudian sembuh sampai berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Nyeri bersifat tajam, menjemukan dan menusuk serta diikuti oleh mual dan muntah. Nyeri kepala sering terjadi pada malam hari atau pagi hari, dini hari sehingga membangunkan pasien dari tidurnya. Beberapa pasien mengalami wajah merah, sindrom horner, hidung tersumbat, atau mata berair ipsilateral dari nyeri kepala. Laki-laki 5x lebih banyak terkena daripada wanita, dan kebanyakan pasien menderita serangan pertama pada usis 20-40 tahun. Salah satu pemicu nyeri kepala adalah minum alkohol.(2)

2. Nyeri kepala tipe tegang ( Tension Type Headache )Nyeri kepala ini adalah manifestasi dari reaksi tubuh terhadap stres, kecemasan, depresi, konflik emosional, atau kelelahan. Respons fisiologis yang terjadi meliputi refleks pelebaran pembuluh darah ekstrakranial serta kontraksi otot-otot rangka kepala, leher, dan wajah. Nyeri kepala tipe tegang ini didefinisikan sebagai serangan nyeri kepala berulang yang berlangsung dalam menit sampai hari, dengan sifat nyer yang biasanya berupa rasa tertekan atau diikat, dari ringan berat, bilateral, tidak dipicu oleh aktivitas fisik dan gejala penyertanya tidak menonjol.Nyeri kepala ini dapat bersifat episodik atau kronik (bila serangan minimal 15 hari/bulan selama paling sedikit 6 bulan). Nyeri kepala dominan pada wanita dan dapat terjadi pada segala usia, yang khas biasanya dimulai pada usia 20-40 tahun. Riwayat dalam keluarga dapat ditemukan.Nyeri yang dikeluhkan tidak berdenyut, rasa kencang daerah bitemporal atau bioksipital, atau seperti diikat sekeliling kepala, rasa berat, tertekan dll. Lokasi nyeri terutama dahi, pelipis, belakang kepala, atau leher. Pada palpasi dapat teraba nodul-nodul yang berbatas tegas (titik pemicu atau trigger point). Nyeri juga dapat menjalar sampai leher atau bahu. Kedinginan juga dapat memicu nyeri kepala ini.Pada yang episodik, pasien jarang berobat ke dokter karena sebagian besar sembuh dengan obat-obat analgetik yang beredar di pasaran. Pada yang kronis, biasanya merupakan manifestasi konflik psikologis yang mendasarinya seperti kecemasan dan depresi. Oleh sebab itu, perlu evaluasi adanya stres kehidupan, pekerjaan, kebiasaan, sifat kepribadian tipe perfeksionis, kehidupan perkawinan, kehidupan sosial, seksual, dan cara pasien mengatasinya.Pada pasien dengan nyeri kepala karena depresi, dapat ditemukan gejala lain seperti gangguan tidur (sering terbangun atau bangun dini hari), napas pendek, konstipasi, berat badan menurun, mudah lelah, nafsu seksual menurun, palpitasi, dan gangguan haid. Keluhan emosi antara lain perasaan bersalah, putus asa, tidak berharga, takut sakit atau mati, dll. Keluhan psikis yaitu konsentrasi buruk, minat menurun, ambisi menurun atau hilang, daya ingat buruk, dan mau bunuh diri. Pasien sering menghubungkan nyeri kepalanya secara tidak proporsional dengan kejadian yang pernah dialaminya seperti kecelakaan, trauma, kematian, bekas suntikan, tindakan operasi, kehilangan pekerjaan, atau masalah rumah tangga.(2)

VIII. TERAPI

1. Mencegah faktor pencetus migrain (faktor ekstrinsik dan intrinsik). Faktor ekstrinsik, misalnya ketegangan jiwa (stres), baik emosional maupun fisik atau setelah istirahat dari ketegangan, makanan tertentu misalnya buah jeruk, coklat, keju, minuman yang mengandung alkohol, sosis yang ada bahan pengawetnya. Faktor intrinsik, misalnya perubahan hormonal pada wanita yang nyeri kepalanya berhubungan dengan hari tertentu siklus haid. Dikatakan bahwa migrain menstruasi ini jarang terdapat, hanya didapatkan pada 3 dari 600-700 penderita. Pemberian pil KB waktu menopause sering mempengaruhi serangan migrain.(1)

2. Pengobatan non-medikBerhubung faktor pencetus migrain tidak selalu dapat dihindari maka dianjurkan pengobatan non medik, oleh karena pengobatan ini mengurangi banyak nya penggunaan obat migrain, sehingga efek samping obat-obatan dapat dikurangi. Pengobatan non medik yaitu, latihan pengendoran otot-otot seperti yoga, bersemedi, dan tusuk jarum. (1)

3. Pengobatan Simtomatika) Banyak pasien yang membaik pada pemberian Aspirin atau Paracetamol, beberapa pasien mendapat hasil lebih baik bila ditambahkan fenobarbital dengan dosis kecil.b) Nyeri kepala hebat dapat diobati dengan kodein 30-60 mg.c) Nausea dan vomitus dapat dihilangkan dengan prometazin 25-50 mg atau proklorperazin 5-10 mg.d) Bila pasien tidak bisa tidur dapat diberikan Nitrazepam 5-10 mg sebelum tidur.e) Penggunaan yang berlebihan dari obat-obat yang mengandung barbiturate, kafein dan opiate harus dihindari karena dapat menimbulkan eksaserbasi nyeri kepala bila obat tersebut dihentikan.f) Migrain yang disertai kelainan saraf (migrain komplikata), Ergotamin sebaiknya tidak diberikan, obat yang dianjurkan adalah Propanolol HCl dengan dosis 3-4 x 40 mg sehari.g) Migrain menstrual diberikan antiinflamasi nonsteroid 2 hari sebelum haid sampai haid berhenti, yaitu natrium naproksen, asam mefenamat, atau ketoprofen, dll.(2)

4. Terapi abortifTerapi ini harus diberikan sedini mungkin, tetapi sebaiknya pada saat mulai timbul nyeri kepala, obat yang dapat diberikan yaitu :a) Ergotamin tartrat, dapat diberikan tersendiri atau dicampur dengan obat antiemetic, analgesic, atau sedatif. Banyak preparat yang dicampur dengan kafein untuk potensiasi efek (Cafergot) atau ditambah lagi zat sedatif luminal (Bellaphen atau Ergopheen). Kontraindikasi pemberian Ergotamin adalah adanya penyakit pembuluh darah arteri perifer atau pembuluh coroner, penyakit hati atau ginjal, hipertensi, atau kehamilan. Efek sampingnya mual, muntah, dan kram. Ergotisme dapat terjadi berupa gangguan mental dan gangrene. Dosis oral umunya 1 mg pada saat serangan, diikuti 1 mg setiap 30 menit, sampai dosis maksimum 5 mg/serangan atau 10 mg/minggu.b) Dihidroergotamin merupakan agonis reseptor 5-HT1 (serotonin) yang aman dan efektif untuk menghilangkan serangan migrain dengan efek samping mual yang kurang dan lebih bersifat venokonstriktor. Dosis 1 mg intravena selama 2-3 menit dan didahului dengan 5-10 mg metoklopramid untuk menghilangkan mual dan dapat diulang setiap 1 jam sampai total 3 mg.c) Sumatriptan suksinat merupakan zat yang bekerja sebagai agonis selektif reseptor 5-Hidroksi triptamin (5-HTID) yang efektif dan cepat menghilangkan serangan nyeri kepala migrain. Obat ini dapat diberikan subkutan dengan sebuah autoinjektor. Sumatriptan terbukti efektif dalam menghilangkan nyeri kepala dan mual pada migrain. Dosis lazim adalah 6 mg subkutan, dapat diulang dalam waktu 1 jam bila diperlukan tetapi jangan melampaui 12mg/24 jam. Efek samping ringan berupa reaksi local pada kulit, muka merah, kesemutan dan nyeri leher serta kadang-kadang nyeri dada. Kontraindikasi obat ini adalah angina, penyakit coroner, hipertensi atau penggunaan yang bersamaan dengan Ergotamin atau Vasokonstriksi lainnya. Sumatriptan tidak boleh diberikan pada migrain basiler atau migrain hemiplegik.(2)

5. Terapi PreventifKeputusan untuk memulai terapi preventif terhadap penderita migrain sebaiknya diambil melalui persetujuan penderita, dengan mendasarkanpertimbangan pada kombinasi dari frekuensi, durasi, tingkat keparahan, dan resistensi (tractability) dari serangan akut yang dialami, termasuk juga keinginan penderita. Penderita yang mengalami serangan yang tidak responsifmenggunakan obat-obat untuk serangan akut serta serangan yang mengakibatkan disabilitas yang signifikan merupakan kandidat untukmendapatkan terapi preventif. Serangan migrain menunjukkan frekuensi sekurang-kurangnya dua kali perbulan, penderita berisiko mengalami rebound headache, atau isian migraine diary yang dibuat oleh penderita menunjukkan trendyangjelas adanya peningkatan frekuensi serangan, lebih baik segera memutuskan untuk terapi preventif daripada menunggu keadaan menjadi lebih buruk. Tidaklah jelas bagaimana mekanisme dari terapi preventif bekerja, meskipun tampaknya melalui cara memodifikasi sensitivitas otak yang mendasari terjadinya migrain. Secara umum, apabila jumlah nyeri kepala terjadi sebanyak satu sampai dua hari per bulan, umumnya tidak memerlukan terapi preventif, namun apabila mencapai tiga sampai empat hari per bulan, maka terapipreventif perlu menjadi pertimbangan, dan apabila jumlah nyeri kepala mencapai lima hari atau lebih per bulan, maka terapi preventif harus menjadi pertimbangan yang serius. (11)

a) Propanolol dengan dosis 80-160 mg per hari dibagi dalam 2-3 pemberian, jangan diberikan pada pasien asma bronkial atau gagal jantung kongestif. Alternatif lain adalah nadolol 40-240 mg/hari atau atenolol50-200 mg/hari.b) Antidepresan trisiklik, yaitu amitriptilin atau imipramine dengan dosis 50-75 mg/hari sebelum tidur atau dalam dosis terbagi.c) Penyekat saluran kalsium kadang-kadang dipakai sebagai alternatif kedua bila amitriptilin tidak efektif. Verapamil dengan dosis 3-4 x 80 mg/hari. Kontraindikasi obat ini pada sindrom sinus sakit, blok jantung derajat dua-tiga dan gagal jantung kongestif. Efek sampingnya adalah edema, hipotensi, lelah, pusing, dll.d) Antihistamin-antiserotonin seperti siproheptadin dengan dosis 8-16 mg/hari dalam dosis terbagi dan pizotifen dengan dosis 0,25 0,5 mg sekali, diberikan sekali sampai 3x sehari.e) Metisergid (Antagonis serotonin) 2 mg/hari dinaikkan sampai 8 mg/hari dibagi dalam beberapa dosis. Dosis dinaikkan bila pasien bebas dari efek samping termasuk mengantuk, ataksia, mual. Tidak boleh digunakan lebih dari 6 bulan karena akan menimbulkan fibrosis retroperitonealis.f) Antikonvulsan bermanfaat pada beberapa pasien terutama dengan epilepsi migrenosa yaitu fenitoin 200-400 mg/hari. Pada anak, dosis fenitoin yang diberikan 5 mg/kgBB/hari. Asam valproate 250-500 mg 2x sehari dapat mengurangi frekuensi nyeri kepala migrain, namun obat-obat ini bukan standar untuk migren. (2)

IX. PROGNOSISPrognosis migrain bervariasi dengan jenis pengobatan yang diberikan dan hubungan dengan penyebabnya. Dengan demikian, prognosis tidak hanya tergantung pada gangguan itu sendiri tetapi sering pada ketekunan dari dokter dan pasien. Cukup sering dokter harus bereksperimen untuk mencari tahu pasien migrain merespon pengobatan dengan baik. Beberapa pasien menerima manfaat dari pengobatan tertentu, yang lainnya memerlukan pengobatan berbeda. Migrain biasanya tidak fatal. prognosisnya sering tergantung pada pengetahuan dokter, pasien dan riwayat pasien terhadap migrain. (12)

BAB IIIPENUTUP

migrain yaitu nyeri kepala yang berulang-ulang dan berlangsung 2-72 jam dan bebas nyeri, antara serangan nyeri kepalanya harus berhubungan dengan gangguan visual atau gastrointestinal ataupun keduanya. Gejala visual timbul seperti adanya Aura, dan/atau fotofobia selama fase nyeri kepala. Bila tidak ada gangguan visual, hanya gangguan gastrointestinal, maka muntah harus sebagai gejala pada beberapa serangan.

Secara umum, migrain dibagi atas dua yaitu migraine klasik (migrain dengan aura) dan migrain umum (migrain tanpa aura). Migrain klasik didahului aura visual berupa skotoma, kilatan cahaya, penglihatan berkunang-kunang, garis-garis hitam putih, atau penglihatan kabur selama 10-20 menit. Nyeri kepala berdenyut unilateral yang makin berat berlangsung antara 1-6 jam, gejala penyerta yang sering dijumpai adalah mual, muntah, fotofobia, fonofobia, iritabel, dan malaise. Sedangkan migrain umum adalah nyeri kepala yang timbul tanpa didahului gejala prodromal aura visual dan biasanya berlangsung lebih lama.

Ada beberapa faktor pemicu terjadinya migrain, yaitu: Kecemasan Stres Kurangnya makan atau tidur Perubahan hormon (pada wanita)Terapi dapat diberikan tetapi yang harus dilakukan pertama kali adalah menghindari faktor pencetus yang dapat memperberat migrain. Penatalakasanaan migrain mencakup penatalaksanaan abortif dan profilaktif, baik secara medikamentosa dan non-medikamentosa. Tujuan dari tatalaksana migrain adalah untuk meredakan serangan migrain serta mencegah serangan yang berikutnya atau menurunkan frekuensi kekambuhan. Obat pilihan dalam terapi abortif untuk saat ini adalah golongan triptan, seperti sumatriptan. Sedangkan untuk terapi profilaktif dapat digunakan golongan beta-blocker, calcium channel blocker, antidepresan, dan antikonvulsan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Harsono. Kapita Selekta Neurologi. Edisi 2. Gajah Mada University Press; 2007. p. 253 2622. Mansjoer Arif. Suprohoita. Kapita Selekta Kedokteran jilid 2. Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI. 2008. p. 35-423. Mardjono Mahar. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: PT. Dian Rakyat. 2006. p. 219-2464. Adams and victors Neurology5. Atlas of netter.Menings and Brain.6. Carolyn J. Hildreth, MD; Cassio Lynm, MA; Richard M. Glass, MD JAMA. Migraine Headache. 2009;301(24):2608. Doi:10.1001/jama.301 .24.2608. Available from :http://jama.jamanetwork.com/article.aspx?articleid=1841467. Migraine [online]. [2013 Agust 13] available from: URL http://www.nlm.gov/medicineplus/migraine.html 8. Jasvinder Chawla, M. (2013, July 19). Migraine Headache. Medscape. Available from : URL http://emedicine.medscape.com/article.html 9. Ginsberg Lionel. Lecture notes Neurologi. Edisi 8. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2005. p. 72-7510. Harsono. Buku Ajar Neurologi Klinis. Edisi 5. Gajah Mada University Press; 2011. p. 291 - 29211. Alastair J.J. Wood, M.D. Migraine current Understanding and Treatment. The New England Journal of medicine. Available from: URLhttp://www.nejm.org/doi/pdf/10.1056/NEJMra01091712. Ryan Robert, Sr. Headache and head pain diagnosis and treatment. Mosby. 1978. p. 106

1