Firmanzah - feb.ui.ac.id · Tiap-tiap pihak akan ... Sila ke-lima Pancasila menyebutkan ‘keadilan...

77
COORDINATION-CAPABILITY DAN DAYA SAING NASIONAL: PERAN ‘BOUNDARY-SPANNER’ DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL-INTERAKSIONISME Pidato pada Upacara Pengukuhan sebagai Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Manajemen Stratejik Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Depok, 18 Agustus 2010 Firmanzah

Transcript of Firmanzah - feb.ui.ac.id · Tiap-tiap pihak akan ... Sila ke-lima Pancasila menyebutkan ‘keadilan...

Page 1: Firmanzah - feb.ui.ac.id · Tiap-tiap pihak akan ... Sila ke-lima Pancasila menyebutkan ‘keadilan ... bersifat ‘lokal’ dan terikat dengan karakteristik asal-usul menjadi sesuatu

COORDINATION-CAPABILITY DAN DAYA SAING NASIONAL: PERAN ‘BOUNDARY-SPANNER’ DALAM PERSPEKTIF

STRUKTURAL-INTERAKSIONISME

Pidato pada Upacara Pengukuhan sebagaiGuru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Manajemen Stratejik

Fakultas Ekonomi Universitas IndonesiaDepok, 18 Agustus 2010

Firmanzah

Page 2: Firmanzah - feb.ui.ac.id · Tiap-tiap pihak akan ... Sila ke-lima Pancasila menyebutkan ‘keadilan ... bersifat ‘lokal’ dan terikat dengan karakteristik asal-usul menjadi sesuatu

COORDINATION-CAPABILITY DAN DAYA SAING NASIONAL: PERAN ‘BOUNDARY-SPANNER’ DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL-INTERAKSIONISME

Coordination-Capability dan Daya Saing Nasional: Peran ‘Boundary-Spanner’ dalam Perspektif Struktural-Interaksionisme / Firmanzah. -- Jakarta: UI Press, 2010

ISBN 978 - 979 - 456 - 422 - 6

Layout : Humas Media Center FEUIHak Cipta © 2010 : PenulisHak Penerbitan : UI Press

i

Page 3: Firmanzah - feb.ui.ac.id · Tiap-tiap pihak akan ... Sila ke-lima Pancasila menyebutkan ‘keadilan ... bersifat ‘lokal’ dan terikat dengan karakteristik asal-usul menjadi sesuatu

COORDINATION-CAPABILITY DAN DAYA SAING NASIONAL: PERAN ‘BOUNDARY-SPANNER’ DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL-INTERAKSIONISME

Puji dan syukur kepada Allaw SWT atas berkat dan rahmat-Nya, maka penulisan Pidato Pengukuhan Guru Besar ini dapat diselesaikan. Penyusunan pidato ini telah membawa saya untuk melihat kembali perjalanan karir akademik dan perenenungan tentang tiga hal penting yaitu; daya-saing, persaingan dan strategi. Penulisan pidato ini juga telah membuat saya untuk merajut kembali pemikiran, catatan-catatan kuliah, tulisan dalam jurnal ilmiah dan media nasional, saat menentukan fokus riset, hingga saat ini, dalam melaksanakan amanah pengabdian di Kampus Universitas Indonesia.

Manajemen stratejik sebagai sebuah disiplin ilmu pengetahuan telah mengalami proses transformasi yang sangat radikal. Dimulai dari adopsi teknik dan strategi militer, perdagangan, politik sampai pendekatan yang lebih industrial. Sebagai disiplin ilmu baru, manajemen stratejik sangat membutuhkan pendekatan dari cabang ilmu lain seperti Fisika, Matematika, Biologi, Psikologi, Sosiologi, Politik, Hukum, Teknik, bahkan Antropologi. Kajian dan penelitian di sejumlah Jurnal Internasional juga menunjukkan bahwa disiplin ilmu ini memiliki daya ‘absorptive-capacity’ yang cukup besar untuk meminjam sekaligus mengembangkan perspektif, teori, model, dan metodologis yang dikembang oleh cabang-cabang ilmu lain.

Bagaimana manajemen stratejik melihat dan menganalisa daya-saing nasional (national competitiveness) menjadi fokus pada naskah Pidato Pengukuhan Guru Besar hari ini. Peran individu yang berada dalam posisi antara (boundary-spanner) sangatlah penting untuk membuat ‘boundary-object’ dapat dipahami dan didukung oleh lembaga/organisasi/unit yang terlibat dalam

Kata Pengantar

ii

Page 4: Firmanzah - feb.ui.ac.id · Tiap-tiap pihak akan ... Sila ke-lima Pancasila menyebutkan ‘keadilan ... bersifat ‘lokal’ dan terikat dengan karakteristik asal-usul menjadi sesuatu

iii

pembangunan daya-saing bangsa. Premis dasar dari Pidato Pengukuhan Guru Besar ini adalah kapabilitas koordinasi dapat diwujudkan melalui optimalisasi ‘boundary-spanner’ untuk membuat ‘boundary-object’ yang dapat merangkai dan menjembatani setiap kepentingan bagi unit-unit terkait.

Daya-saing adalah persoalan kelembagaan. Strategi membangun struktur dan interaksi kelembagaan yang kokoh sama halnya membangun fondasi daya-saing yang kuat. Persoalan koordinasi antar-lembaga membuat sumber daya dan kemampuan nasional tidak dapat dioptimalkam. Tiap-tiap pihak akan mudah terjebak hanya kepada pencapaian kinerja internal tanpa melihat dampaknya ke organissi lain. Rasa kebersamaan (togetherness) dan kesatuan (unity) dilingkupi oleh rasa keadilan sosial perlu ditumbuhkembangkan. Hal-hal inilah yang akan membantu ‘boundary-spanner’ untuk membuat jaringan produktif antar lembaga.

Semoga tulisan ini akan dapat menjadi jendela yang membukakan kesadaran betapa pentingnya individu dan pemimpin (boundary-spanner) di setiap organisasi/lembaga/unit untuk bisa berkoordinasi satu sama lain. Tentunya hal ini merupakan bahan baku dasar bagi pembangunan kelembagaan (institutional building) di Indonesia. Sehingga dikemudian hari, sumber daya dan kemampuan nasional akan dapat diarahkan bagi kemakmuran sebesar-besarnya bagi segenap tumpah darah Indonesia.

Penulis menyadari bahwa tidak ada suatu karya yang ditulis dalam kondisi vacuum, terisolasi, steril dari tulisan dan pemikiran pihak lain. Perbaikan ide dan gagasan membutuhkan komparasi dan konstekstualisasi dengan kondisi kekinian dari hasil perenungan orang lain. Sehingga kemajuan Ilmu pengetahuan merupakan konstruksi sosial (social construction). Karenanya, tulisan ini tidak akan bisa diselesaikan tanpa bantuan dan kontribusi dari banyak pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung.

COORDINATION-CAPABILITY DAN DAYA SAING NASIONAL: PERAN ‘BOUNDARY-SPANNER’ DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL-INTERAKSIONISME

Page 5: Firmanzah - feb.ui.ac.id · Tiap-tiap pihak akan ... Sila ke-lima Pancasila menyebutkan ‘keadilan ... bersifat ‘lokal’ dan terikat dengan karakteristik asal-usul menjadi sesuatu

COORDINATION-CAPABILITY DAN DAYA SAING NASIONAL: PERAN ‘BOUNDARY-SPANNER’ DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL-INTERAKSIONISME

Kontribusi langsung bisa bersifat moril, dukungan, fisik dan lain-lain. Kontribusi tak langsung bisa melalui naskah-naskah yang menginspirasi penulis dalam menuangkan pikiran serta gagasan dan sebagainya. Oleh karenanya, penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulisan Pidato Pengukuhan ini.

Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua, bangsa dan negara, untuk membuat Indonesia menjadi lebih baik dikemudian hari.

Amiin,

Depok, Agustus 2010Firmanzah

iv

Page 6: Firmanzah - feb.ui.ac.id · Tiap-tiap pihak akan ... Sila ke-lima Pancasila menyebutkan ‘keadilan ... bersifat ‘lokal’ dan terikat dengan karakteristik asal-usul menjadi sesuatu

COORDINATION-CAPABILITY DAN DAYA SAING NASIONAL: PERAN ‘BOUNDARY-SPANNER’ DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL-INTERAKSIONISME

Daftar Isi

KATA PENGANTAR..................................................................ii

DAFTAR ISI................................................................................v

Pendahuluan.................................................................................2

Daya - Saing (Competitiveness)...................................................7

Daya - Saing Indonesia...............................................................13

New Landscape Competitiondan Peran Kelembagaan..............................................................18

Hubungan antara Organisasidan Lingkungan Eksternal.............................................................25

Boundary Spanner......................................................................28

Kesimpulan................................................................................41

DAFTAR PUSTAKA.................................................................49

v

Page 7: Firmanzah - feb.ui.ac.id · Tiap-tiap pihak akan ... Sila ke-lima Pancasila menyebutkan ‘keadilan ... bersifat ‘lokal’ dan terikat dengan karakteristik asal-usul menjadi sesuatu

COORDINATION-CAPABILITY DAN DAYA SAING NASIONAL: PERAN ‘BOUNDARY-SPANNER’ DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL-INTERAKSIONISME

COORDINATION-CAPABILITY DAN DAYA SAING NASIONAL: PERAN ‘BOUNDARY-SPANNER’ DALAM PERSPEKTIF

STRUKTURAL-INTERAKSIONISME

Yang Terhormat,Menteri Pendidikan Nasional Republik IndonesiaKetua, Sekretaris, dan Anggota Majelis Wali Amanat Universitas IndonesiaRektor dan Wakil Rektor Universitas IndonesiaKetua dan Sekretaris Senat Akademik Universitas IndonesiaKetua dan Para Anggota Dewan Guru Besar Universitas IndonesiaPara Dekan dan Wakil Dekan di Universitas IndonesiaPara Staf Pengajar dan Karyawan Universitas IndonesiaPara Mahasiswa dan Para Undangan sekalian yang saya muliakan,

Firmanzah

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,Salam sejahtera bagi kita semua,

Pada hari yang sangat bahagia ini, perkenankanlah saya mengajak para hadirin sekalian untuk memuji syukur ke hadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala karena berkat izin dan rahmatnya kita semua dapat hadir dalam penyelenggaraan pengukuhan kami sebagai guru besar tetap pada Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Bapak Ibu hadirin yang saya hormati

Pada kesempatan ini perkenankanlah saya menyampaikan pidato pengukuhan saya yang berjudul :

Page 8: Firmanzah - feb.ui.ac.id · Tiap-tiap pihak akan ... Sila ke-lima Pancasila menyebutkan ‘keadilan ... bersifat ‘lokal’ dan terikat dengan karakteristik asal-usul menjadi sesuatu

COORDINATION-CAPABILITY DAN DAYA SAING NASIONAL: PERAN ‘BOUNDARY-SPANNER’ DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL-INTERAKSIONISME

‘Coordination-Capability’ dan Daya Saing Nasional:Peran ‘Boundary-Spanner’ dalam Perspektif

Struktural-Interaksionisme

Pendahuluan

Persoalan daya saing nasional (national competitiveness) adalah persoalan koordinasi dan kerjasama kelembagaan. Daya saing bukanlah sesuatu yang hadir dengan sendirinya dan bersifat ‘given’, diwariskan atau dipanen dari kekayaan alam. Daya saing perlu dirancang dan dibangun di atas kelembagaan yang kuat, konsisten dan ber-visi kebangsaan. Semangat kebersamaan (togetherness) dan kesamaan visi besar tentang kesejahteraan, keadilan sosial dan produktivitas perlu dipahami oleh lembaga/organisasi/unit1 yang membangunnya. Semangat Bhinneka Tunggal Ika perlu menjadi semangat nasional dimana konstruksi daya-saing nasional membutuhkan peran aktif lembaga-lembaga yang berbeda satu dengan yang lain. Ke-Bhinekaan masing-masing lembaga tidak perlu saling menegasikan dan mempertahankan ego-sektoral hanya untuk sekedar mengejar pencapaian kinerja internal tanpa melihat akibat dan dampak negatif bagi lembaga lain.

Kompleksitas persoalan masyarakat moderen memudahkan aktivitas ekonomi dan produksi di pecah-pecah menjadi unit terspesialisasi. Masing-masing unit menjalankan tugas dan pekerjaan sesuai dengan ‘job-description’ yang sangat spesifik. Ide awal dari spesialisasi ini adalah penciptaan lembaga/unit/1Untuk berikutnya nomenklatur lembaga-organisasi-unit digunakan secara bergantian melihat makna keterkaitannya dengan sistem yang lebih besar.

Page 9: Firmanzah - feb.ui.ac.id · Tiap-tiap pihak akan ... Sila ke-lima Pancasila menyebutkan ‘keadilan ... bersifat ‘lokal’ dan terikat dengan karakteristik asal-usul menjadi sesuatu

COORDINATION-CAPABILITY DAN DAYA SAING NASIONAL: PERAN ‘BOUNDARY-SPANNER’ DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL-INTERAKSIONISME

organisasi yang kompeten, profesional dan ahli dibidangnya masing-masing. Namun potensi persoalan besar muncul seiring dengan terspesialisasinya bidang-bidang pekerjaan, yaitu bagaimana mengintegrasikan dan mengoordinasikan tugas dan peran yang telah di ‘break-down’ secara mikroskopis.

Dilemma antara differensiasi dengan integrasi dalam ranah manajemen stratejik telah menjadi ranah kajian ilmiah (e.g., Lawrence & Lorsch, 1967). Bahkan Penrose (1959) telah mengingatkan adanya ‘limit of growth’. Organisasi bisa terus tumbuh dan berkembang sampai pada suatu titik yang mana ‘marginal cost’ akan melebihi ‘marginal revenue’. Tiba-tiba saja biaya pengorganisasian dan birokrasi-administrasi menjadi sangat mahal dan organisasi kehilangan kemampuan untuk mewujudkan tujuan besarnya. Konflik antar-lembaga mengemuka dan menghambat efisiensi dan efektivitas pencapaian tujuan kolektif. Pada titik tersebut, organisasi perlu memikirkan ulang struktur, sistem dan budaya birokrasi yang menjadi penghambat inovasi.

Negara (state) adalah suatu organisasi yang bertugas mengoordinir dan menciptakan kesejahteraan rakyat dan segenap elemen yang terdapat didalamya. Peran dan tugas ini diemban melalui jalur birokrasi dan administrasi yang dilengkapi oleh otoritas dan kewenangan beserta aparat penegak hukum untuk menjamin setiap kebijakan publik (public policy) akan dapat dijalankan sebaik-baiknya. Amanat konstitusi dasar negara Republik Indonesia yang termuat pada Pancasia dan UUD 1945 secara jelas mengatur tujuan besar sebuah negara. Dalam pembukaan UUD 1945 di sampaikan tujuan bernegara adalah untuk ‘memajukan kesejahteraan umum’.

Sila ke-lima Pancasila menyebutkan ‘keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia’. Sementara dalam UUD 1945 Pasal 33 Ayat 1 menyatakan bahwa perekonomian ‘disusun’ dan bukan ‘tersusun’. Sehingga pembangunan daya-saing membutuhkan konsep,

Page 10: Firmanzah - feb.ui.ac.id · Tiap-tiap pihak akan ... Sila ke-lima Pancasila menyebutkan ‘keadilan ... bersifat ‘lokal’ dan terikat dengan karakteristik asal-usul menjadi sesuatu

COORDINATION-CAPABILITY DAN DAYA SAING NASIONAL: PERAN ‘BOUNDARY-SPANNER’ DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL-INTERAKSIONISME

rumusan dan perencanaan. Hal ini sangat sesuai dengan teori dan konsep yang berkembang dalam disiplin ilmu manajemen stratejik dimana daya saing perlu perencanaan yang terpadu dan terarah.

Dari landasan dua hal di atas maka jelaslah bahwa tujuan bernegara adalah menciptakan kesejahteraan yang berkeadilan bagi segenap tumpah darah Indonesia. Sementara itu jalan untuk mencapainya melalui disusunnya rencana dan program pembangunan ekonomi nasional. Kata tersusun dalam mencerminkan pola organik dan ‘dengan sendirinya’. Sementara kata ‘disusun’ secara implisit menuntut adanya keinginan bersama (general will) dan komitmen untuk mendesain arsitektur ekonomi Indonesia. Hanya mengandalkan pada mekanisme pasar jelas tidak sesuai dengan amanat konstitusi Republik Indonesia2 . Kemampuan dan kapabilitas negara untuk mengoordinasi setiap elemen untuk menjaga peran dan tugas masing-masing dan saling berkontribusi positif akan meningkatkan daya-saing nasional. Begitu juga sebaliknya ketidakmampuan untuk mengoordinasi akan membuat program-program pembangunan daya-saing tidak dapat berjalan optimal.

Persoalan berikutnya adalah bagaimana meletakkan kerangka tujuan berbangsa dan bernegara tersebut di tengah-tengah globalisasi? Globalisasi dalam hal ini dilihat sebagai ‘the intensivication of world-wide social relations which link distant localities in such a way that local happenings are shaped by events occurring many miles away and vice versa’ (Giddens,

2 Pasca sejumlah krisis keuangan di beberapa Negara maju seperti krisis ‘subprime-mortgage’ dan krisis perusahaan Enron, menegaskan kegagalan mekanisme pasar. Negara dituntut untuk meningkatkan perannya dalam mengatur dan meregulasi pasar. Bahkan Amerika Serikat dan sejumlah negara eropa seperti Jerman, Perancis, Spanyo dan Inggris perlu mengalokasikan dana khusus untuk men-stimuli ekonomi mereka. Jumlah dana stimulus fiskal disejumlah negara cukup fenomenal seperti yang digelontorkan oleh Pemerintah Obama sebesar US$ 787 Miliar. Beberapa negara Eropa juga melakukan hal yang sama dan begitu semangatnya negara seperti Yunani, Spanyol dan Irlandia mengalami kesulitan karena tidak mampu menjaga defisit anggaran mereka.

Page 11: Firmanzah - feb.ui.ac.id · Tiap-tiap pihak akan ... Sila ke-lima Pancasila menyebutkan ‘keadilan ... bersifat ‘lokal’ dan terikat dengan karakteristik asal-usul menjadi sesuatu

COORDINATION-CAPABILITY DAN DAYA SAING NASIONAL: PERAN ‘BOUNDARY-SPANNER’ DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL-INTERAKSIONISME

3 Sejalan dengan hal tersebut, Wallerstein (1974) melihat globalisasi sebagai ‘proses integrasi yang tiada akhir’, tidak hanya terjadi dalam domain ekonomi, melainkan juga dalam domain budaya dan identitas. Wallerstein melihat bahwa kesulitan utama ketika kita berbicara tentang globalisasi adalah konsep batas (boundary). Globalisasi sebagai suatu proses telah bergerak bebas melewati, keluar-masuk menerjang batas-batas fisik dan imajiner suatu negara-bangsa (nation-state). Glo-balisasi juga dikaitkan dengan konsep ‘deteritorialisasi’ (Kearney, 1995). Ide tentang deteritorial-isasi ini mengacu pada pemahaman bahwa aktivitas produksi, kosumsi, ideologi, komunitas, poli-tik, budaya dan identitas melepaskan diri dari ikatan lokal. Globalisasi telah menyeret hal-hal yang bersifat ‘lokal’ dan terikat dengan karakteristik asal-usul menjadi sesuatu yang ‘global’ dan beredar bebas melewati batas-batas lokal. Globalisasi juga diindikasikan oleh ‘time-space compression’ (Robinson, 2001). Hal ini juga sudah diungkapkan McLuhan di tahun 60-an, dengan menyatakan bahwa dunia mengarah pada suatu kondisi yang dinamakan ‘global-vilage’ sebagai akibat dari akselerasi interaksi manusia di seluruh dunia. Kompresi waktu dan jarak telah menciptakan kesa-daran umum dengan perspektif global (Robertson, 1992). Globalisasi juga diterjemahkan sebagai suatu proses integrasi manusia yang melewati batas-batas negara-bangsa (Pieterse, 2000). Dalam perspektif ini globalisasi dianggap sebagai media yang memungkinkan hubungan antarbudaya. Hubungan antarbudaya ini tidak selamanya berjalan secara damai dan lancar, kerapkali hubungan budaya disertai dengan konflik yang berskala internasional ataupun konflik yang semata-mata terjadi di dalam wilayah negara-bangsa. Percampuran budaya merupakan skenario yang paling diinginkan. Dalam skenario ini, masing-masing budaya berkontribusi dan saling mewarnai untuk membentuk budaya campuran (metissage culturél).

1990)3 . Indonesia terletak pada pusaran interaksi ekonomi baik regional maupun global. Konsep kesejahteraan dan berkeadilan sosial perlu diterjemahkan dalam arti ke-kinian yaitu kompetisi global. Pertanyaan berikutnya adalah bagaimana ekonomi nasional dapat kompetitif sehingga mampu menghasilkan output (produk dan jasa) yang mampu bersaing baik di pasar dalam negeri (domestik) maupun di pasar internasional? Kemampuan kapabilitas koordinasi seperti apa yang perlu dikembangkan untuk membuat daya-saing negara, industri dan perusahaan tinggi dan tidak kalah dengan negara pesaing kita? Pertanyaan besar inilah yang melatarbelakangi pidato pengukuhan ini disusun.

Konsekwensi dari globalisasi ini adalah kompetisi pada abad ke-21 menjadi semakin ketat dan intens (Ireland & Hitt, 1999). Globalisasi merubah bagaimana hubungan antara lembaga dalam proeses produksi dan saling tukar (exchange process). Pemerintah pusat dan daerah, lembaga internasional (e.g., WTO, Bank Dunia, ADB, IMF, IDB), perusahaan multinasional, usaha kecil dan

Page 12: Firmanzah - feb.ui.ac.id · Tiap-tiap pihak akan ... Sila ke-lima Pancasila menyebutkan ‘keadilan ... bersifat ‘lokal’ dan terikat dengan karakteristik asal-usul menjadi sesuatu

COORDINATION-CAPABILITY DAN DAYA SAING NASIONAL: PERAN ‘BOUNDARY-SPANNER’ DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL-INTERAKSIONISME

menengah, perusahaan lokal, LSM global dan lokal, dan konsumen adalah lembaga-lembaga yang terubah pola interaksinya akibat adanya globalisasi. Persaingan menjadi tanpa batas (borderless) mengakibatkan mobilitas modal, barang dan jasa, manusia dan informasi bebas keluar-masuk suatu negara. Tantangan yang dihadapi Indonesia tidak menjadi sederhana. Kecepatan dan akselerasi peningkatan daya-saing hanya dapat dilakukan ketika kemampuan koordinasi lintas-kementrian optimal. Tidak hanya berhenti di sini, usaha ini perlu lebih cepat dibandingkan dengan negara-negara pesaing kita.

Bagaimana ekonomi suatu negara dapat bertahan (survive) dan berkinerja (outperform) akan sangat ditentukan oleh tingkat daya saing dan keunggulan bersaing yang dimiliki. Sistem proteksi yang menjadi instrumen untuk melindungi industri dalam negeri menjadi kurang relevan di tengah-tengah kesepakatan pasar-bebas baik yang bersifat bilateral maupun multilateral (e.g., AFTA, NAFTA, APEC). Oleh karena itu bagaimana suatu ekonomi dapat dan mampu membangun basis keunggulan bersaing sangatlah menentukan (determinant) bagi kinerja ekonominya.

Teori institusi (institutional theory)4 menekankan pentingnya peran kelembagaan untuk menciptakan keunggulan daya saing. Efisien dan tidaknya suatu sistem ekonomi akan sangat tergantung pada kualitas kelembagaan yang mengatur sistem ekonomi tersebut. Kualitas kelembagaan tercermin dari kualitas kebijakan publik, kecepatan dan kualitas pelayanan, profesionalitas dan inovasi yang dilakukan tiap-tiap lembaga. Dalam persaingan dinamis global (global dynamic competition) hal-hal ini merupakan medan persaingan baru antar negara. Dimana tiap-tiap negara berusaha menjadi yang terbaik melayani dan menciptakan paket kebijakan yang memungkinkan investasi asing (foreign direct investment) masuk ke negara tersebut.

4 Teori institusi sangatlah bervariasi bidang kajiannya. Namun esensinya adalah bagaimana menciptakan struktur dan interaksi yang dapat membangun keteraturan ekonomi dan sosial e.g., (Powell & DiMaggio, 1991; Meyer & Rowan, 1977; Scott, 1995). Ketika kerjasama dan koordinasi kelembagaan berjalan dengan baik maka hal ini akan mampu menekan biaya traksaksi dan ‘transfer-pricing’ dalam sistem ekonomi (Williamson, 1985).

Page 13: Firmanzah - feb.ui.ac.id · Tiap-tiap pihak akan ... Sila ke-lima Pancasila menyebutkan ‘keadilan ... bersifat ‘lokal’ dan terikat dengan karakteristik asal-usul menjadi sesuatu

COORDINATION-CAPABILITY DAN DAYA SAING NASIONAL: PERAN ‘BOUNDARY-SPANNER’ DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL-INTERAKSIONISME

Paket kebijakan ekonomi dan industri yang berkualitas tidak dapat dilakukan hanya oleh satu entitas (e.g., kementrian, provinsi, kabupaten/kota) saja. Perumusan kebijakan untuk menciptakan inovasi dalam sebuah industri merupakan proses yang kompleks dan melibatkan hampir segenap unit dalam sebuah organisasi (e.g., Katz, 2006; Kimberly, 1979). Sehingga, koordinasi dan kerjasama kelembagaan sangatlah dibutuhkan untuk menjamin formulasi, implementasi dan kontrol atas kebijakan industri. Dengan kata lain, kualitas desain dan arsitektur penciptaan industri yang berdaya-saing akan sangat ditentukan seberapa besar kualitas kerjasama dan koordinasi kelembagaan yang terkait dan yang mengaturnya. Kemampuan suatu bangsa dan negara untuk mensinerjikan dan mengoordinasikan setiap elemen untuk menunjang produktivitas nasional sangat dibutuhkan untuk membangun struktur daya-saing yang kokoh.

Daya - Saing (Competitiveness)

Konsep daya-saing (competitiveness) tidak mudah untuk didefinisikan apabila dibandingkan dengan beberapa konsep dalam bidang ekonnomi seperti konsep profitabilitas, efisiensi, kinerja pasar dan produktivitas (e.g., Zinnes et al., 2001). Terdapat tiga hal yang membuat konsep daya saing sulit untuk disepakati oleh akademisi. Pertama, terdapat beragam konsep, perspektif dan teori yang melatarbelakangi munculnya pemahaman akan daya-saing. Kedua, terdapat beragam metodologi dan teknik perhitungan akan daya-saing. Ketiga, konsep daya saing sangat erat kaitannya dengan faktor lokal suatu wilayah dan daerah. Sehingga sulit untuk membuat generalisasi tentang bagaimana (how) membangun daya saing, siapa (who) yang akan membangun dan kapan (when) daya saing secara tepat untuk dikonstruksi.

Konsep daya-saing hanya akan bermakna kalau konsep ini diletakkan pada ranah persaingan (competition). Tanpa kehadiran kompetisi maka daya-saing akan kehilangan makna pentingnya.

Page 14: Firmanzah - feb.ui.ac.id · Tiap-tiap pihak akan ... Sila ke-lima Pancasila menyebutkan ‘keadilan ... bersifat ‘lokal’ dan terikat dengan karakteristik asal-usul menjadi sesuatu

COORDINATION-CAPABILITY DAN DAYA SAING NASIONAL: PERAN ‘BOUNDARY-SPANNER’ DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL-INTERAKSIONISME

Semakin intens dan tinggi derajat kompetisi maka semakin penting daya-saing menjadi prediktor siapa yang akan memenangkan persaingan. Namun dalam situasi tanpa persaingan, monopoli misalnya, daya-saing kurang dilihat sebagai penentu kinerja suatu negara, industri atau perusahaan. Selain itu juga, daya-saing erat kaitannya dengan konsep kelangkaan (scarcity) baik dari aspek sumberdaya yang dibutuhkan maupun tujuan yang akan dicapai. Adanya keterbatasan sumberdaya, maka tiap-tiap organisasi akan berusaha menggunakan sebaik-baiknya faktor produksi (e.g., bahan baku material, informasi, keuangan, SDM, teknologi, pengetahuan) yang dimiliki. Kompetisi terjadi melalui pencarian, pemanfaatan dan optimalisasi faktor produksi dibandingkan dengan pesaingnya. Teori tentang pilihan (choice) dan positioning menjadi penting mengingat tidak semua hal dapat dilakukan dengan keterbatasan sumberdaya yang dimiliki. Derajat tertentu kompetisi akan menciptakan inovasi (e.g., Aghion et al., 2005) dan memaksa organisasi yang bersaing untuk mampu menekan biaya produksi (cateris paribus)5 .

Selain itu daya-saing juga mengandung unsur kerjasama (cooperation). Dengan hadirnya kerjasama antar-lembaga maka hal ini juga dapat menekan biaya transaksi (e.g., Oerlemans & Meeus, 2001) dan memudahkan berbagi fasilitas bersama (e.g., Olson et al, 2001). Tanpa kerjasama kelembagaan maka daya-saing tidak mampu akan terbangun. Beberapa peneliti seperti Das dan Teng (1998), McAllister (1995), dan Ring dan Van de Ven (1992) menunjukkan bahwa peran kepercayaan (trust) antar lembaga menentukan kualitas kerjasama dan koordinasi diantara mereka6 . Namun kepercayaan ini tidak terjadi dengan sendirinya. Diperlukan leadership, prosedur yang jelas, komitmen

6 Untuk tingkat tertentu kerjasama dapat meningkatkan koordinasi antar lembaga. Namun ketika titik optimum telah dilalui dan maka kerjasama dapat menjadi ‘kolusif’ yang dapat menciptakan ketidakefisienan dalam sistem ekonomi. Sehingga perlu dilihat titik optimum dimana kerjasama antar lembaga dapat meningkatkan daya-saing nasional.

5 Namun dalam kondisi persaingan yang sangat tinggi dan intens dan mengarah kepada ‘hypercompetition’ (D’Aveni, 1994) maka profitabilitas industri dan perusahaan akan terkikis. Persaingan akan mudah masuk kedalam perang harga (price war) dan ‘cannibalism-price’. Meskipun beberapa pihak melihat hal ini sebagai fenomena alamiah untuk menciptakan ekuilibrium baru, namun tanpa adanya intervensi regulator untuk menjaga keseimbangan pasar akan membahayakan dalam penciptaan daya-saing nasional.

Page 15: Firmanzah - feb.ui.ac.id · Tiap-tiap pihak akan ... Sila ke-lima Pancasila menyebutkan ‘keadilan ... bersifat ‘lokal’ dan terikat dengan karakteristik asal-usul menjadi sesuatu

COORDINATION-CAPABILITY DAN DAYA SAING NASIONAL: PERAN ‘BOUNDARY-SPANNER’ DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL-INTERAKSIONISME

7 Ketika persentase kenaikan PPP negara A < dari negara B, maka dapat dikatakan daya-saing negara A < dari negara B. Meskipun negara PPP negara A untuk tahun i jauh lebih besar dibandingkan dengan tahun sebelumnya (i-n).

dan konsistensi, reward dan punishment dari regulator untuk menjamin keteraturan sistem interaksi-ekonomi. Tanpa hadirnya hal-hal tersebut, interaksi antara lembaga akan memiliki resiko yang tinggi (e.g., Das & Teng, 1996) dan meningkatkan potensi munculnya perilaku ‘free-rider’ dan menghambat koordinasi antar lembaga.

Dilihat data perspektif persaingan internasional, daya-saing diartikan sebagai ‘our ability to produce goods and services that meet the test of international competition while our citizen enjoy a standard of living that is both rising and sustainable’ (Tyson, 1992). Pengertian ini mengandung beberapa pemahaman. Pertama, daya-saing akan terjadi ketika produk dan jasa yang dihasilkan sesuai dengan apa yang dibutuhkan dan diharapkan oleh konsumen dalam konteks persaingan internasional. Kedua, daya-saing hanya akan mendapatkan arti penting ketika hal tersebut mampu meningkatkan standar kualitas hidup suatu masyarakat. Ketiga, kualitas hidup tidak hanya meningkat tetapi juga berkelanjutan. Aspek-aspek ini dilihat sebagai faktor dan indikator adanya daya saing secara nasional.

Untuk perspektif yang lebih bersifat makro-ekonomi, Markusen (1992) mengartikan konsepsi daya-saing sebagai ‘A country is competitive if it maintains a growth rate of real income equal to that of its trading partners in an environment of free and balance trade’. Peningkatan pendapatan riil masyarakat merupakan cerminan dari daya-saing suatu negara. Akumulasi sumberdaya dan faktor produksi harus mampu meningkatkan tambahan pendapatan masyarakat. Oleh karena itu variabel GDP per Kapita erat kaitannya dengan kemampuan daya beli masyarakat (Purchasing Power Parity-PPP). Namun hal ini perlu melihat laju kenaikan inflasi dan persentase kenaikan PPP suatu negara dengan negara lain7 . Selain itu juga, konsep daya saing ini perlu dilihat dalam kerangka iklim persaingan global.

Page 16: Firmanzah - feb.ui.ac.id · Tiap-tiap pihak akan ... Sila ke-lima Pancasila menyebutkan ‘keadilan ... bersifat ‘lokal’ dan terikat dengan karakteristik asal-usul menjadi sesuatu

COORDINATION-CAPABILITY DAN DAYA SAING NASIONAL: PERAN ‘BOUNDARY-SPANNER’ DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL-INTERAKSIONISME

�0

Pemahaman yang lebih mikroekonomi tentang daya-saing disumbangkan oleh Porter (1998) yang mengartikan daya-saing sebagai konstruk produktivitas. Menurut pemahaman ini, suatu kondisi memiliki daya saing ketika adanya perbaikan dan peningkatan produkvitas. Dimana produktivitas diukur berdasarkan proporsi nilai suatu output per satu input. Negara, industri dan perusahaan dikatakan produktif apabila mereka mampu secara relatif lebih efisien dan lebih murah biaya produksinya (asumsi kualitas tidak berubah). Entitas yang memiliki tingkat produktivitas lebih tinggi dibandingkan dengan lainnya, dapat dikatakan memiliki daya saing yang lebih baik.

Daya-saing sangat terkait dengan aktivitas pembandingan (comparative activities) antara suatu entitas dengan yang lainnya. Krugman dan Hatsopoulos (1987) menggunakan indikator pangsa pasar (market share) untuk mengukur tingkat daya saing Amerika Serikat. Menurut mereka daya-saing tercerminkan baik secara langsung ataupun tidak langsung dari kenaikan proporsi pangsa pasar. Beberapa ‘proxy’ digunakan oleh sejumlah peneliti untuk mengukur tingkat daya saing seperti pangsa pasar (e.g., Mandeng, 1991), kinerja export (e.g., Balassa, 1965), rasio harga (e.g., Durand & Giorno, 1987) dan efisiensi biaya.

Daya saing tidak terjadi secara otomatis di sebuah negara, industri atau perusahaan. Daya saing adalah fenomena strukturalis dimana kualitas interaksi dan pertukaran (exchange) antara aktor ekonomi dan lembaganya sangat dipengaruhi oleh kualitas faktor-faktor ekonomi produksi maupun non-ekonomi. Faktor-faktor ekonomi produksi meliputi kualitas aturan terkait dengan proses produksi (national and industrial regulation), inovasi, stabilitas inflasi dan nilai tukar mata uang, teknologi, infrastruktur, pembiayaan, tingkat spesialisasi, R&D, dan keterkaitan antara Pemerintah-Swasta-Pendidikan (Triple Helix Model) untuk menunjang industrialisasi. Selain itu juga, daya-saing juga dipengaruhi oleh faktor-faktor non ekonomi seperti stabilitas politik, keamanan dan budaya produktif suatu masyarakat. Kredibilitas dan legitimasi lembaga

Page 17: Firmanzah - feb.ui.ac.id · Tiap-tiap pihak akan ... Sila ke-lima Pancasila menyebutkan ‘keadilan ... bersifat ‘lokal’ dan terikat dengan karakteristik asal-usul menjadi sesuatu

COORDINATION-CAPABILITY DAN DAYA SAING NASIONAL: PERAN ‘BOUNDARY-SPANNER’ DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL-INTERAKSIONISME

��

beserta perangkat hukum dan aturan yang menjaga interaksi antar aktor-ekonomi menjadi penting untuk diperhatikan. Perspektif strukturalis melihat bahwa perilaku manusia dapat dikondisikan dan dibentuk melalui aturan-aturan yang disusun oleh lembaga yang kredibel dan terlegitimasi (e.g., Taylor, 1983; Scott, 1995).

Daya-saing biasanya diukur melalui indikator dan parameter yang mencerminkan posisi relatif suatu negara, industri atau perusahaan dibandingkan dengan yang lainnya8 . Beberapa indikator yang mengukur daya-saing tiap-tiap negara dapat kita temui melalui Global Competitiveness Report (GCR) oleh World Economi Forum (WEF). Menurut WEF daya-saing suatu negara merupakan fungsi kemampuan negara tersebut untuk menjaga secara keberlanjutan akan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Parameter dan indikator dari GCR adalah kualitas kebijakan, kelembagaan dan karakteristik ekonomi lain seperti infrastruktur dan birokrasi yang mampu menopang pertumbuhan ekonomi. Indeks yang dihasilkan oleh lembaga ini mencerminkan ranking tiap-tiap negara terkait dengan iklim usaha (business climate).

Bank Dunia (World Bank) dan International Finance Corporation (IFC) secara berkala melakukan penelitian dan publikasi terkait dengan ‘Doing Business’ yang dapat menjadi acuan melihat daya-saing suatu negara. Beberapa indikator yang digunakan untuk melakukan pemeringkatan antara lain adalah perpajakan, kualitas tenaga kerja, akses terhadap pembiayaan, kualitas infrastruktur, birokrasi, teknologi informasi, dan kualitas kesehatan masyarakat (public health). Untuk tingkat industri, pengukuran daya-saing dilakukan baik secera internasional ataupun dilakukan oleh tiap-tiap negara. Komisi Eropa, misalnya, secara berkala mengukur daya-saing tiap-tiap kelompok industri dan membandingkan (discrimanant analyses) antar kelompok dan antar negara. Sehingga pergerakan day-saing suatu industri akan dapat dimonitor dan dievaluasi. Sementara itu, Kementrian Perindustrian, Biro

8 Teknik perhitungan yang seringkali digunakan adalah ‘revealed comparative advantage’ (RCA). Balassa (1965) menyarankan bahwa keunggulan komparatif (comparative advantage) dapat diungkapkan melalui pola-pola perdagangan internasional uang mencerminkan perbedaan ‘factor-endowments’ antar negara. Dari hasil perhitungan ini akan dapat diidentifikasi posisi daya-saing suatu negara untuk produk tertentu relatif dibandingkan dengan negara lain.

Page 18: Firmanzah - feb.ui.ac.id · Tiap-tiap pihak akan ... Sila ke-lima Pancasila menyebutkan ‘keadilan ... bersifat ‘lokal’ dan terikat dengan karakteristik asal-usul menjadi sesuatu

COORDINATION-CAPABILITY DAN DAYA SAING NASIONAL: PERAN ‘BOUNDARY-SPANNER’ DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL-INTERAKSIONISME

��

Pusat Statistik (BPS), Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan Bank Indonesia (BI) juga mempublikasikan secara berkala (bulanan, triwulan atau tahunan) tentang pertumbuhan masing-masing industri, kontribusinya terhadap total GDP, total investasi baru untuk sebuah industri, total penyerapan kredit dan total jumlah kredit macet (non performing loan). Hal-hal tersebut dapat digunakan untuk mengukur daya-saing suatu industri.

Sementara itu itu, daya-saing bagi suatu perusahaan dapat dilihat, misalnya, dari tingkat profitabilitas, efisiensi biaya, jumlah produk baru yang dihasilkan, pertumbuhan pangsa pasar, differensiasi produk dan pasar, dan pertumbuhan total aset perusahaan. 500 Fortune merupakan kategorisasi perusahan-perusahaan besar dunia yang didalamnya termuat ranking perusahaan berdasarkan parameter seperti Total Aset yang dimiliki. Di Indonesia, sejumlah Kementrian seperti Kementrian BUMN kerap mempublikasikan peringkat 10 besar BUMN Indonesia. Beberapa asosiasi industri juga seringkali melakukan pemeringkatan berdasarkan parameter yang dapat mencerminkan daya-saing perusahaan.

Baik ditingkat negara, industri dan perusahaan membutuhkan strategi untuk membangun daya saing. Bauran dari sumber daya yang dimiliki (endowment factors) dengan kejelasan arah strategis dengan memperhatikan setiap tantangan dan peluang merupakan penting untuk menciptakan daya saing. Selain itu juga, peran kepemimpinan untuk mampu mengarahkan dan menjaga kualitas peran, fungsi, kewenangan dan tanggung jawab tiap-tiap unit dalam organisasi dibutuhkan untuk membangun jaringan proses produksi yang efisien. Pemimpin di masing-masing organisasi adalah penghubung dan komunikator antar-lembaga. Sehingga kualitas koordinasi akan sangat dipengaruhi bagaimana peran pemimpin di masing-masing organisasi melakukan kerjasama kelembagaan satu dengan yang lain.

Page 19: Firmanzah - feb.ui.ac.id · Tiap-tiap pihak akan ... Sila ke-lima Pancasila menyebutkan ‘keadilan ... bersifat ‘lokal’ dan terikat dengan karakteristik asal-usul menjadi sesuatu

COORDINATION-CAPABILITY DAN DAYA SAING NASIONAL: PERAN ‘BOUNDARY-SPANNER’ DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL-INTERAKSIONISME

��

9 IMD merupakan lembaga pendidikan bisnis yang berbasis di Lausanne (Swiss). Lembaga ini melakukan pemeringkatan potensi daya-saing di 57 negara dan pemeringkatan berdasarkan daya saing ekonomi.

Daya - Saing Indonesia

Seperti telah diungkapkan diatas bahwa konsep daya-saing terkait dengan analisa komparasi. Beberapa lembaga pemeringkat melakukan kajian dan penelitian secara berkala untuk mengukur daya-saing suatu negara. Meskipun masing-masing lembaga memiliki metodologis dan kalkulasi yang berbeda, namun kalau kita melihat perbandingan diantaranya akan memiliki pola yang sama. Daya-saing Indonesia berdasarkan beberapa indikator relatif masih rendah dibandingkan dengan beberapa negara tetangga seperti Singapura, Malaysia dan Thailand. Hal ini menunjukkan bahwa pekerjaan besar dibutuhkan untuk mempercepat dan mengakselerasi pembenahan daya-saing nasional.

Berdasarkan IMD World Competitiveness Index Yearbook 20099, peringkat daya saing Indonesia meningkat dari 51 di tahun 2008 menjadi 42 di tahun 2009. Dimana Indonesia mendapatkan nilai 55,47. Namun, peringkat ini masih tertinggal dibandingkan dengan beberapa negara di ASEAN seperti Singapura (dengan skor 95,74 dan menempati peringkat 3 dunia), Malaysia berada di peringkat 18 dan Thailand di posisi 26. Sementara itu, indeks daya saing industri teknologi informasi (TI) yang dilakukan oleh Economist Intelligent Unit (EIU) dengan membandingkan perkembangan TI di 66 negara menunjukkan masih lemahnya TI di Indonesia. Peringkat indonesia di tahun 2009 adalah 59 dan jauh dibawah Malaysia, Thailand, Philipina dan Vietnam. Beberapa parameter untuk mengevaluasi daya-saing adalah kesediaan sumber daya manusia yang terampil, budaya yang mendukung inovasi, infrastruktur teknologi berstandar internasional, perlindungan kekayaan intelektual (property-right), ekonomi yang kuat dan stabil serta kepemimpinan yang kuat untuk menyeimbangkan antara promosi teknologi dan pasar.

Page 20: Firmanzah - feb.ui.ac.id · Tiap-tiap pihak akan ... Sila ke-lima Pancasila menyebutkan ‘keadilan ... bersifat ‘lokal’ dan terikat dengan karakteristik asal-usul menjadi sesuatu

COORDINATION-CAPABILITY DAN DAYA SAING NASIONAL: PERAN ‘BOUNDARY-SPANNER’ DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL-INTERAKSIONISME

��

Sementara ini dalam laporan Doing Business 2010 yang dikeluarkan oleh International Finance Corporation (IFC) dan Bank Dunia dapat juga digunakan untuk melihat posisi daya-saing Indonesia relatif dibandingkan dengan negara pesaing. Terdapat 183 negara yang dievaluasi di seluruh dunia dan semakin kecil ranking mengindikasikan adanya kemudahan peraturan untuk melakukan operasi bisnis di sebuah negara. Indonesia menempati ranking ke-122 dari 183 tentang kemudahan melakukan bisnis di Indonesia. Selain itu ranking daya-saing juga dilakukan secara lebih detil. Peringkat kemudahan untuk memulai usaha di Indonesia cukup rendah yaitu berada di peringkat ke-166 dunia. Sementara beberapa negara tetangga seperti Singapura (4), Thailand (55), Malaysia (88) dan China (18). Sementara itu peringkat untuk ‘employing worker’, ‘enforcing contract’, ‘closing a business’, ‘getting credit’ dan ‘paying taxes’ berada di atas 100 dari 183 negara yang di survey. Dalam sistem persaingan yang semakin terbuka, maka Indonesia memerlukan akselerasi penciptaan daya-saing nasional. Karena tiap-tiap negara berusaha menjadi yang lebih ‘menarik’ dimata investor. Selain itu juga, ketika sistem ekonomi dan bisnis kompetitif maka hal tersebut akan mampu mengurangi ekonomi biaya tinggi (high cost economy).

Gambar 1: Peta Ranking Daya-Saing Indonesia

Sumber: Diolah dari Global Competitive Index (2001-2010)

Page 21: Firmanzah - feb.ui.ac.id · Tiap-tiap pihak akan ... Sila ke-lima Pancasila menyebutkan ‘keadilan ... bersifat ‘lokal’ dan terikat dengan karakteristik asal-usul menjadi sesuatu

COORDINATION-CAPABILITY DAN DAYA SAING NASIONAL: PERAN ‘BOUNDARY-SPANNER’ DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL-INTERAKSIONISME

��

Berdasarkan peringkat Global Competitiveness Index (GCI) dari tahun 2001 sampai tahun 2010 maka peringkat Indonesia terus mengalami peningkatan. Indonesia masih berada diatas Vietnam, Kamboja dan Philipina. Vietnam dan Philipina menglami penurunan sedangkan Kamboja relatif menglami sedikit peningkatan dalam peringkat GCI. Sedangkan Singapura, Malaysia dan Thailand tetap berada diatas Indonesia. Global Competitiveness Report (GCR) memberikan definisi daya saing sebagai bauran performa institusi, kebijakan, dan faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas sebuah Negara. Ukuran produktivitas digunakan karena dengan produktifitas diasumsikan akan berkorelasi positif terhadap peningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Berdasarkan index tersebut, maka ada beberapa hal penting yang menjadi prioritas untuk ditingkatkan dimana salah satunya adalah ketersediaan dan kualitas infrastruktur. Berdasarkan GCR 2010, kualitas infrastruktur Indonesia berada di peringkat 84 dari 133 negara. Dari beberapa hal yang diukur, kondisi dan ketersediaan fasilitas pelabuhan di Indonesia dianggap lemah. Hal ini tercermin peringkat kualitas sarana dan prasarana pelabuhan di peringkat 95. Infrastruktur ini menjadi penting karena wilayah Indonesia adalah kepulauan. Selain itu juga sejumlah infrastruktur lain seperti ketersediaan listrik dan jalan masih perlu untuk ditingkatkan.

Gambar 2 Peta Ranking ‘Human Development Index’ Indonesia

Sumber : Diolah dari Human Development Report (1996-2009)

Page 22: Firmanzah - feb.ui.ac.id · Tiap-tiap pihak akan ... Sila ke-lima Pancasila menyebutkan ‘keadilan ... bersifat ‘lokal’ dan terikat dengan karakteristik asal-usul menjadi sesuatu

COORDINATION-CAPABILITY DAN DAYA SAING NASIONAL: PERAN ‘BOUNDARY-SPANNER’ DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL-INTERAKSIONISME

��

Berdasarkan peringkat HDI (Human Development index)10 dari tahun 1996 sampai tahun 2009 maka peringkat HDI Indonesia masih tetap berada diatas Kamboja dan Vietnam. Jika Kamboja dan Vietnam terus mengalami peningkatan, Indonesia di sisi lain terus mengalami penurunan HDI. Sedangkan Singapura, Malaysia, Thailand, dan Philipina masih berada diatas indonesia. Hal ini mencerminkan secara total kualitas sumber daya manusia secara rata-rata masih dibawah negara-negara tersebut. Sementara dalam persaingan yang semakin terbuka, Indonesia membutuhkan kualitas manusia yang unggul untuk menopang produktivitas kerja. Produktivitas kerja yang tinggi akan sulit diwujudkan kalau posisi HDI Indonesia, secara rata-rata, dibawah negara-negara pesaing untuk menarik Investasi dan mencegah terjadinya relokasi industri ke negara tetangga. Dalam hal ini Indonesia merasa diuntungkan dengan besarnya konsumsi domestik yang berfungsi sebagai penyanggah (buffer) dari keinginan perusahaan multinasional yang berencana relokasi produksi ke negara lain.

10 HDI diperoleh dengan mengukur kualitas beberapa parameter seperti pengurangan jumlah kemiskinan, kualitas dan kesempatan akses terhadap pendidikan, kesetaraan gender, penurunan angka kematian bayi dan ibu melahirkan, memerangi penderita HIV/malaria/dan penyakit lainnya, dan peningkatan kualitas lingkungan hidup.

TTR Indonesia Singapura Malaysia Thailand Vietnam Kamboja Philipina 2007 60 8 31 43 87 96 86 2008 80 16 32 42 96 112 81 2009 81 10 32 39 89 108 86

Sumber: The Travel and Tourism Competitiveness Report (2007): World Economic Forum

Tabel 1Peringkat Daya-Saing Travel dan Turis

Berdasarkan peringkat Travel Tourism Index dari tahun 2007 sampai tahun 2009 maka peringkat daya-saing Indonesia terus mengalami penurunan. Posisi Indonesia masih berada diatas Vietnam, Kamboja dan Philipina. Sedangkan Singapura, Malaysia dan Thailand tetap berada di atas Indonesia.

Travel Tourism Report menyediakan faktor-faktor dan kebijakan yang diperlukan untuk mengembangkan industri Travel dan Turis di berbagai negara. Indonesia mempunyai sumber daya

Page 23: Firmanzah - feb.ui.ac.id · Tiap-tiap pihak akan ... Sila ke-lima Pancasila menyebutkan ‘keadilan ... bersifat ‘lokal’ dan terikat dengan karakteristik asal-usul menjadi sesuatu

COORDINATION-CAPABILITY DAN DAYA SAING NASIONAL: PERAN ‘BOUNDARY-SPANNER’ DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL-INTERAKSIONISME

��

alam dan budaya yang sangat melimpah. Hal ini merupakan faktor yang menarik wisatawan untuk mengeksplorasi Indonesia. berdasarkan TTR 2009, Indonesia menempati peringkat 28 untuk sumber daya alam dan 37 untuk aspek budaya. Industri kreatif dan berbagai expo yang ada di Indonesia juga menjadi daya tarik Indonesia. Ditambah lain dengan tingkat harga yang relatif murah menempatkan Indonesia pada peringkat 3 dari 133 negara, daya saing ini diperoleh karena kualitas hotel, jasa airport dan rendahnya harga tiket pesawat di Indonesia. Namun kita juga perlu meningkatkan banyak hal terutama dalam hal penyediaan dan kualitas infrastruktur. Peringkat transportasi udara kita masih berada di peringkat 60, sedangkan transportasi darat berada di peringkat 89. Infrastruktur lain yang perlu ditingkatkan kualitasnya adalah infrastruktur untuk touris dan ICT (Information and Communication Technlogy). Khususnya untuk keberlangsungan lingkungan hidup, TTR menempatkan Indonesia di peringkat 130 karena eksploitasi yang luar biasa dan dianggap berbahaya bagi kelestarian ekosistem alam dan sosial.

GETR Indonesia Singapura Malaysia Thailand Vietnam Kamboja Philipina 2008 47 2 29 52 91 113 82 2009 62 1 28 50 89 91 82 2010 68 1 30 60 71 102 92

Tabel 2Peringkat Global Enabling Trade

Sumber: The Global Enabling Trade Report (2008-2010): World Economic Forum

Berdasarkan peringkat Global Enabling Trade (GET) dari tahun 2009 sampai tahun 2010 terlihat bahwa peringkat Indonesia terus mengalami penurunan. Meskipun peringkat Indonesia masih berada diatas Vietnam, Kamboja dan Philipina, namun masih dibawah peringkat Singapura, Malaysia dan Thailand. GET mengukur bagaimana kinerja institusi di suatu negara, kebijakan dan regulasi, dan sejumlah layanan dan fasilitas mampu mendukung proses perdagangan barang ke daerah yang dituju. Dalam GET diidentifikasi faktor-faktor yang dapat memudahkan perdagangan seperti kerangka kebijakan untuk akses kedalam

Page 24: Firmanzah - feb.ui.ac.id · Tiap-tiap pihak akan ... Sila ke-lima Pancasila menyebutkan ‘keadilan ... bersifat ‘lokal’ dan terikat dengan karakteristik asal-usul menjadi sesuatu

COORDINATION-CAPABILITY DAN DAYA SAING NASIONAL: PERAN ‘BOUNDARY-SPANNER’ DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL-INTERAKSIONISME

��

pasar di dalam negeri dan keluar negeri, administrasi di perbatasan, transportasi dan komunikasi serta lingkungan bisnis yang kondusif yang dibutuhkan dalam perdagangan. Berdasarkan GET maka Indonesia mempunyai keunggulan dalam kerangka kebijakan perdaganan yang dibangun, indonesia masuk di peringkat 48 dari 125 negara, efisiensi sektor finansial bahkan menempati peringkat 29. Investasi dari luar negeri juga memperoleh apresiasi yang tinggi dengan peringkat kebijakan dalam penanaman modal asing (foreign direct investment) Indonesia di peringkat 38. Namun ada beberapa hal yang masih perlu ditingkatkan kualitasnya seperti keamanan nasional masih dianggap rawan dan berada di peringkat 76. Selai itu kualitas infrastruktur transportasi seperti jalan raya dan pelabuhan juga menjadi perhatian dan berada di peringkat 80, ketersediaan dan kualitas jasa transportsi di peringkat 100. ICT juga menempati posisi bawah di 90 dengan masih sedikitnya lembaga pemerintahan yang mengoptimalkan peran internet dala jaringan telekomunikasi terpadu.

Melihat data-data di atas, maka Indonesia perlu secara serius dan sungguh-sungguh untuk melakukan perbaikan diri secepatnya. Memahami daya-saing perlu melihat bagaimana konteks persaingan terjadi dewasa ini. Tidak hanya itu, tetapi daya-saing merupakan fenomena struktural dimana pola-pola penciptaan perilaku, struktur dan sistem yang efisien membutuhkan aturan dan lembaga yang kredibel. Oleh karena itu, pembahasan berikutnya ditujukan untuk memberikan pemahaman tentang peta dan konstalasi persaingan di era globalisasi. Tentunya model persaingan yang terjadi sekarang berbeda dibandingkan dengan beberapa kurun waktu yang lalu. Mengingat perubahan yang cukup mendasar baik ditingkat global, regional maupun tiap-tiap negara.

New Landscape Competition dan Peran Kelembagaan

Terdapat perubahan yang cukup signifikan tentang bagaimana kompetisi dan persaingan terjadi dewasa ini. Menurut Ohmae (1990) telah terjadi perubahan radikal yang mampu merubah bagaimana persaingan kedepannya. Hal ini erat kaitannya

Page 25: Firmanzah - feb.ui.ac.id · Tiap-tiap pihak akan ... Sila ke-lima Pancasila menyebutkan ‘keadilan ... bersifat ‘lokal’ dan terikat dengan karakteristik asal-usul menjadi sesuatu

COORDINATION-CAPABILITY DAN DAYA SAING NASIONAL: PERAN ‘BOUNDARY-SPANNER’ DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL-INTERAKSIONISME

��

FactorEndowment

DynamicCapabiliy

Time-Based Competition

Efficiency-Based Competition

Global-LocalEnvironment

Gambar 3: Peta Baru Kompetisi

dengan munculnya fenomena globalisasi yang masih sekarang masih membutuhkan kajian akademis lebih banyak lagi untuk memahaminya. Terdapat tiga hal yang merevolusi bagaimana manusia berinteraksi; (1) kemajuan dalam hal teknologi komunikasai dan informasi, (2) kemajuan dalam hal teknologi transportasi, dan (3) kemajuan dalam demokratisasi di sejumlah negara dan kawasan. Mobilitas orang, barang/jasa dan uang dengan cepat keluar-masuk suatu negara. Sehingga tidaklah mengherankan apabila kondisi seperti ini disebut sebagai situasi ‘borderless’. Dimana batas-batas wilayah fisik tidak lagi menjadi penting.

Konsekwensi logis dari dunia tanpa batas adalah banyak perusahaan multinasional yang beroperasi lintas negara. Membuat basis produksi, pemasaran dan R&D keluar dari negara asal. Persoalan akan muncul bagi negara dimana perusahaan multinasional tersebut berada. Produsen di negara-negara tersebut harus menerima kenyataan bahwa pesaing bertambah banyak. Sehingga globalisasi meng-amplifier intensitas persaingan di sejumlah negara. Kita sekarang hidup dalam ‘hypercompetition’ dan ‘dynamic competition’11 . Memetakan arah dan pola persaingan adalah penting untuk mampu mempersiapkan dan membangun daya-saing Indonesia.

11 Dalam dynamic-competition, maka aksi-reaksi dalam teori permainan (game theory) akan terjadi secara dinamis (Besanko et al., 2004). Dimana masing-masing pihak yang berkompetisi akan mencoba memprediksi strategi apa yang akan diambil hasil akibat keputusan strategis yang akan diputuskan oleh sebuah perusahaan. 12Dalam hal ini kinerja tidak hanya diukur dalam konstruk kebertahanan (survival) dari setiap perubahan lingkungan, tetapi juga dapat diukur berdasarkan tingkat profitabilitas, pangsa pasar, kepuasan karyawan dan pelanggan, pertumbuhan aset dan pendapatan perusahaan dll. Dierickx dan Cool (1989), misalnya, menunjukkan bahwa kemampuan organisasi untuk mengakumulasi sumberdaya yang langka dan memiliki kapabilitas sulit untuk ditiru akan meningkatkan kinerja organisasi tersebut. Teece et al., (1997) juga melihat bahwa kemampuan organisasi untuk mengelola sumberdaya internal dan posisi organisasi dalam suatu industri dan untuk menjawab tantangan industri akan menentukan kinerja perusahaan.

Page 26: Firmanzah - feb.ui.ac.id · Tiap-tiap pihak akan ... Sila ke-lima Pancasila menyebutkan ‘keadilan ... bersifat ‘lokal’ dan terikat dengan karakteristik asal-usul menjadi sesuatu

COORDINATION-CAPABILITY DAN DAYA SAING NASIONAL: PERAN ‘BOUNDARY-SPANNER’ DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL-INTERAKSIONISME

�0

Dewasa ini, dan dimasa yang akan datang, tuntutan untuk membangun kapabilitas dinamis (dynamic capability) menjadi semakin besar. Beberapa penelitian di ranah manajemen stratejik menunjukkan bahwa kapabilitas dinamis sebuah organisasi akan meningkatkan kinerja organisasi12 . Dalam konteks negara juga tidak jauh berbeda. Tiap-tiap negara memiliki sumber daya baik alam, manusia, budaya dan sejarah yang berbeda satu sama lain. Hanya negara yang mampu mengombinasikan aset yang dimiliki dengan peluang dan tantangan lingkungan internal dan eksternal-lah yang mampu menciptakan kapabilitas dinamis bagi negara tersebut. Pengolahan sumber daya alam akan optimal karena disesuaiakn dengan permintaan dan standar internasional. Hal ini akan memberikan umpan-balik (feedback) kepada masyarakat disektitarnya untuk meningkatkan pendapatan dan penciptaan lapangan usaha baru.

Persoalan akan muncul ketika masing-masing negara saling memiliki kapabilitas dinamis. Tiap-tiap negara mampu mengaitkan dean mensinerjikan antara aset yang dimiliki dengan peluang di pasar yang kemudian diterjemahkan kedalam proses produksi. Barang dan jasa yang akan dihasilkan tentunya memiliki kualitas yang baik namun struktur biaya akan mampu untuk ditekan. Ketika pasar dipenuhi oleh aktor dan pemain yang berkualitas maka aturan baru akan persaingan tercipta. Persaingan akan mengarah kepada persaingan berbasis efisiensi (eficiency-based competition) dan persaingan berbasis waktu (time-based competition).

Nelson dan Winter (1982) melihat organisasi perusahaan adalah sebagai entitas untuk mengejar efisiensi (efficiency-seeking). Biaya transaksi dalam suatu organisasi perlu dipangkas untuk mampu menekan biaya produksi. Pemangkan biaya transaksi dapat dilakukan melalui perbaikan sistem dan prosedur, transparansi, sistematisasi proses kerja, penyederhanaan kontrak-kontrak kerja, perbaikan struktur organisasi, dan komunikasi lintas unit didalam organisasi (Williamson, 1985). Kompetisi yang akan tercipta

Page 27: Firmanzah - feb.ui.ac.id · Tiap-tiap pihak akan ... Sila ke-lima Pancasila menyebutkan ‘keadilan ... bersifat ‘lokal’ dan terikat dengan karakteristik asal-usul menjadi sesuatu

COORDINATION-CAPABILITY DAN DAYA SAING NASIONAL: PERAN ‘BOUNDARY-SPANNER’ DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL-INTERAKSIONISME

��

adalah persaingan untuk menjadi yang paling efisien diantara pesaing utamanya. Hanya negara, industri dan perusahaan yang paling efisien yang akan memenangkan persaingan. Begitu juga sebaliknya, negara, industri dan perusahaan yang tertinggal jauh efisiensi biaya (dengan mempertahankan kualitas yang sama) akan kalah bersaing dan terlikuidasi.

Salah satu konsekwensi dari semakin banyaknya pemain yang mengandalkan aspek efisiensi maka dimensi waktu (time) akan menjadi semakin penting. Perbaikan terus-menerus (continuous improvement) yang dilakukan tiap-tiap organisasi menciptakan aturan baru dalam persaingan. Yaitu bukan perbaikan an sich yang penting tetapi seberapa cepat perbaikan itu dilakukan. Kompetisi berbasis waktu menjadi aturan paradigma baru dalam persaingan (e.g., Chung, 1999). Kecepatan menjadi ukuran daya-saing karena tiap-tiap negara, industri dan perusahan saling berlomba-loma untuk melakukan yang terbaik. Hanya yang mampu mentransformasikan diri lebih cepat untuk menjawab tantangan dan peluang atas lingkungan eksternal yang akan menarik keuntungan dari persaingan yang terbuka.

Indonesia sebagai sebuah negara perlu menyadari bahwa efisiensi dan kecepatan untuk melakukan pembenahan sangatlah dibutuhkan untuk membagun daya-saing nasional. Belajar dari kasus-kasus di negara lain seperti Jepang, Korea Selatan, Amerika Serikat, China dan Singapura maka kedua aspek ini menjadi muatan bagi institusi dan lembaga yang terlibat (player) dan pengambil kebijakan (regulator) ekonomi nasional. Kecepatan Indonesia dalam hal penataan kelembagaan dan reformasi birokrasi akan sangat menentukan daya-saing nasional. Selain itu juga ‘capacity-building’ dari tiap-tiap industri dan perusahaan memperkuat struktur dan bangunan daya saing nasional.

Kapabilitas koordinasi perlu dibangun untuk membentuk network nasional dan keterkaitan antar industri. Kemampuan organisasi

Page 28: Firmanzah - feb.ui.ac.id · Tiap-tiap pihak akan ... Sila ke-lima Pancasila menyebutkan ‘keadilan ... bersifat ‘lokal’ dan terikat dengan karakteristik asal-usul menjadi sesuatu

COORDINATION-CAPABILITY DAN DAYA SAING NASIONAL: PERAN ‘BOUNDARY-SPANNER’ DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL-INTERAKSIONISME

��

untuk membangun legitimasi dan kredibilitas merupakan syarat awal untuk membangun koordinasi antar-lembaga. Dengan adanya lembaga yang kredibel maka persepsi akan resiko untuk bekerjasama dan berkoordinasi akan dapat diperkecil. Hal ini dapat memberikan insentif kepada masing-masing lembaga untuk tidak fokus hanya kepada strategi internalisasi (e.g., Monteverde & Teece, 1982). Dimana market masih dianggap sebagai kontributor penting dan kredibel untuk menjamin keberlangsungan proses produksi suatu lembaga dan organisasi perusahaan.

Koordinasi dan Kerjasama Kelembagaan

Permasalahan koordinasi dan kerjasama antar unit selalu menjadi permasalahan mendasar dalam ranah ilmu manajemen strategi. Literature klasik tentang koordinasi dalam organisasi telah disampaikan jauh-jauh hari oleh Barnard (1938) yang menyebutkan peran utama organisasi adalah ‘consciously coordinated activities or forces of two or more persons’. Dalam nada yang sama Fayol (1949) menyatakan koordinasi adalah aktivitas untuk mengaitkan secara kolektif aktivitas tiap-tiap individu dan mengarahkan untuk mencapai tujuan organisasi. Sementara itu, March dan Simon (1959) mengaitkan kebutuhan akan koordinasi dengan interdependensi antar unit-unit yang terdapat dalam organisasi.

Setelah itu, gelombang penelitian dan publikasi terkait dengan mekanisme koordinasi meningkat seiring dengan kompleksitas dan ketidakpastian atas kompetisi. Thompson (1967) mengajukan hipeotesa menarik terkait dengan mekanisme koordinasi. Menurutnya, koordinasi dapat terjadi melalui tiga pola yaitu; pooled, sequantial and reciprocal. Selanjutnya Galbraith (1973) mengklasifikasi mekanisme koordinasi sebagai pola-pola hubungan lateral, kontak langsung, peran penghubung, task-forces, team, ‘integrators’, departemen koordinatif, dan organisasi matriks. Sementara itu, Van de Ven et al., (1976) mengidentifikasi tiga mekanise koordinasi non-personal (e.g., rencana, peraturan, skenario), personal (e.g., supervisi vertikal, rapat harian, hubungan mitra) dan group (e.g., rapat formal atau informal, asosiasi).

Page 29: Firmanzah - feb.ui.ac.id · Tiap-tiap pihak akan ... Sila ke-lima Pancasila menyebutkan ‘keadilan ... bersifat ‘lokal’ dan terikat dengan karakteristik asal-usul menjadi sesuatu

COORDINATION-CAPABILITY DAN DAYA SAING NASIONAL: PERAN ‘BOUNDARY-SPANNER’ DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL-INTERAKSIONISME

��

Mintzberg (1979) menyatakan bahwa mekanisme koordinasi sangat erat kaitannya dengan spesialisasi, desentralisasi, formalisasi, ukuran (size) organisasi, lingkungan dan power. Semakin terspesialisasi pekerjaan di sebuah organisasi maka semakin besar organisasi tersebut membutuhkan koordinasi. Derajat desentralisasi juga menentukan seberapa intens koordinasi perlu dilakukan oleh sebuah organisasi. Semakin terdesentralisasi sebuah sistem administrasi maka semakin besar pula kemungkinan tiap-tiap unit untuk ‘inward-looking’. Oleh karena itu kebutuhan koordinasi dalam sebuah sistem yang terdesentralisasi menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan sistem terpusat. Hal ini dihadapi oleh Indonesia dengan UU Otonomi Daerah (UU No. 22 Tahun 1999 yang kemudian menjadi UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Selain itu juga, daerah juga memiliki kewenangan untuk mengelola dana dengan adanya UU No. 25 Tahun 1999 yang kemudia menjadi UU No. 33 Tahun 2004. Koordinasi pusat-daerah menjadi semakin dibutuhkan untuk mengoptimalkan rencana dan implementasi desain pembangunan nasional.

Ukuran (size) organisasi juga akan sangat menentukan seberapa besar kebutuhan akan koordinasi. Organisasi yang memiliki karyawan lebih banyak, misalnya, akan membutuhkan koordinasi yang lebih sering dibandingkan dengan organisasi yang memiliki lebih sedikit karyawan. Koordinasi di tingkat perusahaan lokal (local-firm) tentunya relatif lebih sederhana dibandingkan dengan koordinasi di tingkat industri. Dimana yang terakhir unsur-unsur yang membangunnya lebih beragam dan keterkaitan satu dengan yang lainnya menjadi lebih kompleks. Tentunya, koordinasi di tingkat industri menjadi lebih sederhana ketika dibandingkan dengan koordinasi di tingkat nasional. Karena semakin besar, rumit, kompleks dan dinamis unsur-unsur yang menentukan kinerja ekonomi nasional.

Koordinasi juga sangat terkait dengan spasial organisasi (Lawrence & Lorsch, 1967). Di satu sisi, organisasi dituntut untuk mampu melakukan differensiasi baik aktivitas maupun kegiatannya, namun pada saat yang bersamaan organisasi tersebut dihadapkan pada persoalan bagaimana mengintegrasikan unit-

Page 30: Firmanzah - feb.ui.ac.id · Tiap-tiap pihak akan ... Sila ke-lima Pancasila menyebutkan ‘keadilan ... bersifat ‘lokal’ dan terikat dengan karakteristik asal-usul menjadi sesuatu

COORDINATION-CAPABILITY DAN DAYA SAING NASIONAL: PERAN ‘BOUNDARY-SPANNER’ DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL-INTERAKSIONISME

��

unit yang terbangun. Persoalan ini tidak jauh berbeda dengan persoalan yang dihadapi oleh Indonesia dengan pemekaran wilayah. Dengan diberlakukannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan PP No. 129 Tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah telah menghasilkan sekitar 205 daerah pemekaran. Semakin banyak daerah pemekaranu, maka pada saat yang bersamaan akan memunculkan bagaimana sinergisitas antara satu wilayah dengan wilayah lain menjadi persoalan nasional.

Kebutuhan akan koordinasi juga terkait erat dengan saling ketergantungan (interdependency) antara unit (Van de Ven et al., 1976; Tushman, 1979). Semakin tingga saling ketergantungan baik dari aspek keuangan, faktor produksi, informasi, pengambilan keputusan dan kinerja, maka akan semakin tinggi pula kebutuhan untuk saling berkoordinasi. Tiap-tiap unit tidak dapat berdiri sendiri tanpa didukung oleh unit lainnya. Sehingga koordinasi dan kerjasama sangatlah dibutuhkan. Selain tugas dan pekerjaan yang dibagi-bagi berdasarkan spesialisasi tertentu, sumberdaya dan kewenangan juga didistribusikan ke unit-unit yang berbeda. Untuk menghindari saling-memroteksi kepentingan internal maka koordinasi antar-unit diperlukan untuk membuka ego-sektoral.

Gambar 4: Percepatan Sinergisitas

Sumber : Kadin, 2009

Page 31: Firmanzah - feb.ui.ac.id · Tiap-tiap pihak akan ... Sila ke-lima Pancasila menyebutkan ‘keadilan ... bersifat ‘lokal’ dan terikat dengan karakteristik asal-usul menjadi sesuatu

COORDINATION-CAPABILITY DAN DAYA SAING NASIONAL: PERAN ‘BOUNDARY-SPANNER’ DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL-INTERAKSIONISME

��

Dalam bagan di atas, KADIN melihat bahwa kompetensi sumber daya manusia (SDM) di Indonesia berdasarkan sektor-sektor prioritas tidak dapat diwujudkan tanpa sinergi antara pemerintah, dunia usaha dengan pekerja dan pakar profesi. Masing-masing unit berkontribusi sekaligus tergantung pada unit lain. Misalnya, Kementrian Pendidikan Nasional akan sangat tergantung kepada Kementrian Perindustrian untuk mampu menyusun Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Karena pihak yang paling memahami kemana industri dan kebutuhan tenaga kerja yang diperlukan adalah Kementrian Perindustrian. Sementara Kementrian Perindustrian membutuhkan kualifikasi lulusan yang dihasilkan oleh Kementrian Pendidikan Nasional. Saling membutuhkan menuntut kedua Kementrian ini untuk terus menjaga koordinasi. Begitu juga antara pemerintah dan dunia usaha. Keduanya saling membutuhkan sehingga koordinasi dan kerjasama kelembagaan menjadi sangat penting untuk dilakukan. Interaksi dan kerjasama antar lembaga dibutuhkan untuk saling menopang dan menyukseskan apa yang menjadi tujuan bersama (e.g., Corwin & Wageenar, 1976). Dihadapkan pada sistem yang semakin kompleks maka tugas kolektif hanya akan diwujudkan kalau terdapat kepercayaan (trust) yang tinggi antar-lembaga. Hubungan kerjasama akan dengan mudah diwujudkan ketika masing-masing lembaga tidak dalam suasana konlik. Bagaimana sebuah lembaga menyadari bahwa dirinya merupakan bagian kecil dari sebuah tatanan lingkungan usaha yang lebih luas perlu ditanamkan. Mengingat kinerja dan produktivitas lembaga akan memiliki ‘spillover’ yang baik bagi lingkungan yang lebih besar.

Hubungan antara Organisasi dan Lingkungan Eksternal

Setiap unit yang memiliki aturan, sistem, budaya, tujuan kolektif dan batas-batas (e.g., juridis, psikologis, sosilogis dan identitas) kewenangan dapat dikategorikan sebagai organisasi. Setiap organisasi menempati bagian kecil ‘wilayah’ dari sebuah

Page 32: Firmanzah - feb.ui.ac.id · Tiap-tiap pihak akan ... Sila ke-lima Pancasila menyebutkan ‘keadilan ... bersifat ‘lokal’ dan terikat dengan karakteristik asal-usul menjadi sesuatu

COORDINATION-CAPABILITY DAN DAYA SAING NASIONAL: PERAN ‘BOUNDARY-SPANNER’ DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL-INTERAKSIONISME

��

lingkungan yang lebih luas. Spasial di luar organisasi kitaa kenal sebagai lingkungan eksternal dan spasial di dalam wilayah organisasi kita sebut sebagai lingkungan internal. Organisasi dalam hal ini dikonseptualisasikan sebagai sistem terbuka (open system) yang memungkinkan adanya transaksi dengan lingkungan eksternalnya (Bourgeois, 1980). Dalam perspektif ini organisasi akan bisa bertahan dan bersaing melalui interaksi dengan lingkungan eksternalnya, dimana terdapat hubungan sebab-akibat antara lingkungan dengan organisasi. Terdapat dua aliran tentang bagaimana melihat hubungan sebab-akibat antara lingkungan dengan organisasi: (1) lingkungan sebagai sumber penentu organisasi, dan (2) organisasi sebagai sumber penentu kinerja organisasi.

Dalam perspektif lingkungan sebagai sumber penentu organisasi dapat kita temukan dalam teori ekologi (Hanan & Freeman, 1977), teori organisasi industrial (Porter, 1981), teori institutional (DiMaggio & Powell, 1983) dan teori ‘resources dependency’ (Pfefer & Salancik, 1978). Keempat aliran teori mencoba menjelaskan hubungan antara organisasi dengan lingkungannya dari sudut pandang yang berbeda, namun keempat teori tersebut memiliki kesamaan yaitu faktor lingkungan memainkan peranan penting dan faktor penentu dalam mekanisme dan kinerja sebuah organisasi. Sehingga, untuk bisa bertahan dan bersaing, bentuk dan struktur dari organisasi harus sesuai dan mengadaptasi dengan lingkungan luar organisasi.

Dalam hubungan antara organisasi dengan lingkungan eksternal juga muncul aliran pemikiran dalam kutub ekstrim yang berbeda yaitu ‘Resources Based View’ (RBV). Akar dari pendekatan RBV berasal dari Penrose (1959) yang melihat perusahaan sebagai suatu entitas organisasi yang penting dan menjadikan perusahaan sebagai titik awal pembahasan dan bukannya struktur industri atau ingkungan eksternal. Pendekatan RBV memfokuskan pada hubungan antara karakteristik internal perusahaan dengan kinerja perusahaan (Spanos & Lioukas, 2001). RBV memfokuskan

Page 33: Firmanzah - feb.ui.ac.id · Tiap-tiap pihak akan ... Sila ke-lima Pancasila menyebutkan ‘keadilan ... bersifat ‘lokal’ dan terikat dengan karakteristik asal-usul menjadi sesuatu

COORDINATION-CAPABILITY DAN DAYA SAING NASIONAL: PERAN ‘BOUNDARY-SPANNER’ DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL-INTERAKSIONISME

��

pada usaha internal perusahaan untuk mengembangkan dan mengkombninasikan resources yang dimiliki untuk menciptakan keunggulan bersaing (competitive advantage). Dalam RBV analisa lingkungan eksternal juga penting karena perubahan lingkungan luar bisa berakibat perubahan terhadap resources yang dimiliki oleh perusahaan (Penrose, 1959). Organisasi dalam perspektif ini diasumsikan memiliki ketersediaan dan keunggulan sumber daya yang berbeda-beda, seberapa jauh suatu perusahaan memiliki keunggulan bersaing dengan perusahaan lain akan tergantung pada dua hal, yaitu; (1) sejauh mana perusahaan tersebut mengelola sumber daya yang dimiliki untuk menciptakan keunggulan bersaing, dan (2) sejauh mana keunggulan bersaing tersebut bisa dijaga dan terhindar dari proses peniruan para pesaing.

Penelitian tentang dinamika hubungan antara organisasi-lingkungan melihat bahwa struktur organisasi harus menyesuikan dengan kondisi lingkungan eksternalnya (contingency perspective) (Burns & Stalker, 1961; Lawrence & Lorsch, 1969). Dalam perspektif antara struktur organisasi dan lingkungan eksternal, Burns dan Stalker (1961) menyatakan bahwa pemilihan struktur organisasi apakah mekanis atau organik sangat tergantung terhadap kondisi lingkungan eksternal perusahaan. Struktur mekanis lebih sesuai diterapkan dalam lingkungan yang stabil, sementara penerapan struktur organik pada lingkungan yang berubah. Nada yang sama juga diungkapkan oleh Lawrence dan Lorsch (1969) bahwa struktur organisasi yang sangat terstruktur lebih efektif diterapkan dalam lingkungan yang stabil, sementara untuk lingkungan yang relatif dinamis membutuhkan organisasi yang tidak begitu formal. Seperti juga yang diungkapkan Chandler (1962) bahwa lingkungan (yang tercermin pada strategi perusahaan) berbeda membutuhkan struktur organisasi yang berbeda pula. Penerapan konsep ‘contingency’ tidak hanya terbatas pada struktur organisasi saja, beberapa peneliti seperti Ginsberg dan Venkatraman (1985) melihat faktor ‘contingency’ pada penerapan strategi business unit.

Page 34: Firmanzah - feb.ui.ac.id · Tiap-tiap pihak akan ... Sila ke-lima Pancasila menyebutkan ‘keadilan ... bersifat ‘lokal’ dan terikat dengan karakteristik asal-usul menjadi sesuatu

COORDINATION-CAPABILITY DAN DAYA SAING NASIONAL: PERAN ‘BOUNDARY-SPANNER’ DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL-INTERAKSIONISME

��

Keterkaitan antara organisasi dengan lingkungan eksternal tidak terjadi dengan sendirinya. Dibutuhkan ‘mediator’ yang mengaitkan dan mengintegrasikan antara organisasi dengan lingkungan eksternal. Mediator tersebut dapat berbentuk individu atau organisasi. Peran dan tugas dari ‘mediator’ adalah sebagai jembatan ‘bridge’ yang memungkinkan pertukaran (exchange) antara organisasi dengan lingkungan eksternal terjadi. Kualitas pertukaran baik berupa informasi, barang (goods), jasa, uang dan manusia akan sangat ditentukan oleh seberapa besar ‘mediator memainkan peran sebagai penghubung.

Oleh karena itu, kualitas kerjasama dan koordinasi kelembagaan akan sangat tergantung dari kualitas ‘mediator’ untuk menjaga kesimbangan kepentingan antara organisasi dengan lingkungan eksternalnya. Baik-tidaknya kinerja organisasi dan industri akan sangat tergantung kepada kualitas ‘mediator’. Aktor atau individu ini dalam ilmu stratejik manajemen dikenal sebagai ‘boundary-spanner’. Koordinasi hanya akan terbangun kalau ‘boundary-spanner’ secara baik menjalankan fungsinya baik secara internal maupun eksternal.

Boundary Spanner

Boundary-spanner dilihat sebagai ‘lingking-pin’ antara organisasi13 dengan lingkungannya (Organ, 1971). Sejalan dengan konsepsi ini, Wilensky (1967) menyebut ‘boundary-spanner’ sebagai ‘contact-man’ yang mencoba menjembatani paradoks tuntutan antara tekanan eksternal yang menginginkan fleksibilitas dan tekanan internal yang menuntut stabilitas dan efisiensi. Oleh karena itu, kemampuan suatu organisasi untuk menyesuaikan dengan perubahan lingkungan akan sangat ditentukan oleh kemampuan individu yang memainkan peran sebagai ‘boundary-spanner’ (Aldrich & Herker, 1977). Kemampuan individu untuk

13 Dalam hal ini organisasi dilihat sebagai suatu kesatuan kerja yang terdiri dari orang, sistem, prosedur, struktur, budaya dan memiliki batasa psikologis, hukum/juridis, sosiologis dan identitas yang membedakan dengan entitas lainnya (e.g., March & Simon, 1958; Scott, 1992). Organisasi dalam hal ini dilihat sebagai aktif dan konstruksi-sosial. Akibatnya organisasi bisa membesar ataupun mengecil bahkan terlikuidasi.

Page 35: Firmanzah - feb.ui.ac.id · Tiap-tiap pihak akan ... Sila ke-lima Pancasila menyebutkan ‘keadilan ... bersifat ‘lokal’ dan terikat dengan karakteristik asal-usul menjadi sesuatu

COORDINATION-CAPABILITY DAN DAYA SAING NASIONAL: PERAN ‘BOUNDARY-SPANNER’ DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL-INTERAKSIONISME

��

menerjemahkan perubahan tuntutan eksternal ke dalam fungsi koordinasi dan manajemen internal yang membuat organisasi dapat selalu adaptif dengan perubahan lingkungannya. Sehingga individu yang berperan sebagai ‘boundary-spanner’ harus mampu mengaitkan antara organisasi dan lingkungan eksternalnya (Dollinger, 1984).

Seperti diungkapkan sebelumnya, ‘boundary-spanner’ bisa individu atau kolektif yang menjalankan peran sebagai ‘penghubung’, ‘jembatan’ dan ‘pengait’ antara organisasi dengan lingkungan eksternalnya. Direktur, Menteri, Dirjen, Gubernur dan Bupati/Walikota merupakan ‘boundary-spanner’. Tugas dan tanggungjawab mereka adalah membuat organisasi di bawah mereka selalu mampu untuk beradaptasi dengan tuntutan lingkungan eksternal. Kemampuan mereka untuk terus-menerus beradaptasi dengan setiap perubahan linngkungan kita kenal sebagai ‘dynamic-capability’ (Teece et al., 1997).

Untuk bisa membangun kapabilitas dinamis, ‘boundary-spanner’ perlu memahami apa yang terjadi baik di dalam maupun di luar organisasi. Membuat setiap ‘boundary-spanner’ sebagai aktor kunci untuk harmonisasi antara organisasinya dengan tuntutan lingkungan eksternal. Kapasitas absorpsi (absorptive capacity) dari ‘boundary-spanner’ akan sangat menentukan kualitas informasi yang dikumpulkan dari lingkungan eksternal dan strategi yang diambil untuk mengorganisasi secara internal (Cohen & Levinthal, 1991).

Internal Organisasi Eksternal Organisasi

Stabilitas Internal

Struktur, kontrol, budaya organisasi, identitas internal, instruksi, strategi organisasi

Internal pengaruh jaringan, informasi, harapan dan tekanan

Eksternal pengaruh jaringan, informasi, harapan dan tekanan

General: sosial-budaya, demografi, politik, macro economi dll

Industry: pesaing, pemasok, struktur industri, konsumen dll

Boundary-Spanner

Page 36: Firmanzah - feb.ui.ac.id · Tiap-tiap pihak akan ... Sila ke-lima Pancasila menyebutkan ‘keadilan ... bersifat ‘lokal’ dan terikat dengan karakteristik asal-usul menjadi sesuatu

COORDINATION-CAPABILITY DAN DAYA SAING NASIONAL: PERAN ‘BOUNDARY-SPANNER’ DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL-INTERAKSIONISME

�0

Konsep ketidakpastian lingkungan sangatlah penting untuk memahami peran dan tugas dari ‘boundary-spanner’. Duncan (1972) mengukur ketidakpastian melalui beberapa indikator seperti; (1) kekurangan informasi atas faktor-faktor lingkungan eksternal terkait dengan situasi pengambilan keputusan dalam organisasi, (2) kekurangan pengetahuan (knowledge) tentang hasil dari sebuah keputusan apabila keputusan organisasi yang telah diambil tiba-tiba saja salah, dan (3) kemampuan atau ketidakmampuan untuk mengukur kemungkinan (probability) terkait sukses tidaknya sebuah keputusan organisasi. Selain itu juga menurut Downey dan Slocum (1975) ketidakpastian terjadi apabila individu terlibat dalam proses pengambilan keputusan namun memiliki ketidakcukupan pengetahuan (knowledge) akan; (1) hubungan saat ini antara organisasi dengan lingkungan, (2) hubungan alternatif antara organisasi dengan lingkungan.

Peran dan tugas dari ‘boindary-spanner’ adalah menjembatani dan menghubungkan antara internal dan eksternal organisasi (Jemison, 1984). Untuk menjalankan ini, ‘boundary-spanner’ perlu mendapatkan informasi dari lingkungan eksternal bagi unit-unit yang terdapat diorganisasinya. Seringkali ‘boundary-spanner’ disebut sebagai ‘information gatekeeper’, representasi-eksternal, pengumpul sumberdaya organisasi dari lingkungan eksternal, dan negosiator (Aldrich & Herker, 1977). Dari sisi lingkungan eksternal, individu tersebut dianggap sebagai perwakilan dan merepresentasikan kepentingan organisasi. Kehadiran individu sudah dianggap cukup untuk mewakili dan mengatasnamakan organisasi. Oleh karena itu, ‘boundary-spanner’ mendapatkan dua tekanan; tekanan internal dan eksternal organisasi.

Ketidakpastian lingkungan eksternal (environment uncertainty)14 adalah sumber dari aktivitas ‘boundary-spanner’. Thompson (1967) berargumen bahwa peran dan tugas dari ‘boundary-spanner’ sangat tergantung pada derajat kesamaaan (homogeneous) dan keberagaman (heterogeneous), stabilititas dan ketidakpastian antara organisasi dengan lingkungan eksternalnya. Selain itu, tinggi rendahnya ketidakpastian lingkungan akan berpengaruh atas kondisi psikologis ‘boundary-spanner’ (Lyonski, 1985). Realitasnya dalam waktu yang bersamaan, boundary spanner mendapatkan informasi yang didapat dari lingkungan eksternal dengan semua hal yang ia ketahui dari internal organisasinya. Konsekwensinya, ‘boundary-spanner’ mengelola tekanan, harapan dan kepentingan berbeda yang bersumber dari dalam dan dari luar organisasi.

Page 37: Firmanzah - feb.ui.ac.id · Tiap-tiap pihak akan ... Sila ke-lima Pancasila menyebutkan ‘keadilan ... bersifat ‘lokal’ dan terikat dengan karakteristik asal-usul menjadi sesuatu

COORDINATION-CAPABILITY DAN DAYA SAING NASIONAL: PERAN ‘BOUNDARY-SPANNER’ DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL-INTERAKSIONISME

��

Leifer dan Delbecq (1978) melihat fungsi dan peran dari ‘boundary-spanner’ adalah untuk melindungi dan memroteksi organisasi dari tekanan lingkungan eksternal sekaligus berperan sebagai regulator dari aliran informasi dan barang antara organisasi dan lingkungan eksternal. Sementara itu, menurut Aldrich dan Herker (1977), ‘boundary-spanner’ melakukan dua tugas utama yaitu pemrosesan informasi dan mewakili ke pihak luar. Lebih detil, Miles (1976) mengajukan beberapa tugas dan peran penting yang dilakukan oleh ‘boundary-spanner’ yaitu; (1) menghubungkan dan koordinasi, (2) penyaringan informasi dan kanalisasi, dan (3) pengumpulan feedback dan diseminasinya. Jemison (1984) menjelaskan bahwa ‘boundary-spanner’ berperan sebagai; (1) pengumpulan dan pengontrolan informasi dari pihak luar, (2) penentu strategi dan jaringan eksternal, dan (3) kontrol input organisasi. Boundary-spanner juga melakukan peran informasi dan representasi dalam hubungan antara organisasi dan lingkungan eksternal (Tushman & Scanlan, 1981). Peran informasi membutuhkan data dan informasi dari lingkungan eksternalnya lantas mendeseminasi ke internal organisasi. Sementara itu, peran representasi hadir dalam aktivitas transaksi dan negosiasi. Peran informasi hanya bisa dijalankan apabila ‘boundary-spanner’ memiliki kemampuan untuk memahami dan menerjemahkan pesan dalam setiap proses komunikasi dengan pihak luar. Oleh karena itu, posisi ini hanya optimal apabila diisi oleh orang-orang yang memiliki kemampuan secara baik untuk menjaga keterkaitan internal dan eksternal. Sementara itu, Fennel dan Alexander (1987) melihat aktivitas dari ‘boundary-spanner’ terfokus pada tiga hal; (1) redefinisi batas organisasi, (2) menyangga (buffering) atau melindungi (protecting) organisasi dari ancaman lingkungan eksternal, dan (3) menjembatani dan menghubungkan satu organisasi dengan organisasi lainnya. Redefinisi batas organisasi terjadi apabila

Page 38: Firmanzah - feb.ui.ac.id · Tiap-tiap pihak akan ... Sila ke-lima Pancasila menyebutkan ‘keadilan ... bersifat ‘lokal’ dan terikat dengan karakteristik asal-usul menjadi sesuatu

COORDINATION-CAPABILITY DAN DAYA SAING NASIONAL: PERAN ‘BOUNDARY-SPANNER’ DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL-INTERAKSIONISME

��

struktur dan ukuran (size) organisasi membesar atau mengecil. Untuk poin kedua, terdapat beberapa strategi yang biasanya digunakan untuk menyangga atau melindungi organisasi; (1) memperkuat struktur administrasi organisasi dan (2) memperkuat unit-unit yang berperan sebagai ‘boundary-spanner’. Memperkuat struktur administrasi organisasi dapat dilakukan melalui birokratisasi, konsolidasi internal, restrukturisasi, penataan kelembagaan internal dan penguatan standard-operation-procedure (SOP).

Kapabilitas Koordinasi dan ‘Boundary-Object’

Tugas utama organisasi, apapun bentuknya, adalah mengoordinasi unit-unit yang terdapat didalamnya untuk mencapai tujuan kolektif (Kogut & Zander, 1996). Menurut Alexander (1995), persoalan koordinasi adalah permasalahan pengambilan keputusan (decision-making). Lebih lanjut, di setiap tahapan koordinasi tantangan dan permasalahan yang harus dibahas adalah bagaimana keputusan yang akan diambil dapat dipahami, dimengerti dan didukung oleh tiap-tiap unit yang terdapat dalam organisasi. Tidaklah mengherankan apabila Knez dan Camerer (1994) melihat pentingnya ‘convergent-expectation’ dalam setiap proses koordinasi15 .

Dalam hal ini, koordinasi dilihat sebagai ‘a means for managing mutual interdependence’ (Pfefer & Salancik, 1978). Menurut Resources-Dependeny-Theory (RDT)16, tugas, kewenangan, tanggung jawab dan sumber daya organisasi didistribusikan ke unit-unit yang berbeda di dalam organisasi. Oleh karena itu, kinerja sebuah unit akan sangat tergantung seberapa besar unit

15 ‘Covergent expectation’ menjadi lebih penting dalam proses koordinasi antar-unit mengingat kelengkapan aturan dan prosedur yang disusun tidak mampu mengimbangi dinamika interaksi antar unit. Oleh karena itu seberapa besar penyatuan harapan dan pemahaman akan menentukan kualitas dan efektivitas proses koordinasi yang dilakukan. 16Teori ini juga mengaitkan antara sumber daya yang dimiliki dengan kontrol yang dimiliki oleh sebuah organisasi. Semakin besar ketergantungan sebuah organisasi ‘X’ terhadap sumber daya yang dimiliki organisasi ‘Y”, maka ‘Y’ mampu mendikte organisasi ‘X’. Dengan kata lain, ‘Y’ memiliki kontrol kepada ‘X’ lebih besar dibandingkan dari ‘X’ ke ‘Y’.

Page 39: Firmanzah - feb.ui.ac.id · Tiap-tiap pihak akan ... Sila ke-lima Pancasila menyebutkan ‘keadilan ... bersifat ‘lokal’ dan terikat dengan karakteristik asal-usul menjadi sesuatu

COORDINATION-CAPABILITY DAN DAYA SAING NASIONAL: PERAN ‘BOUNDARY-SPANNER’ DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL-INTERAKSIONISME

��

lain bersedia bekerjasama. Pennings (1981) menggambarkan bahwa tidak mungkin sebuah organisasi mampu hidup terisolasi dengan lingkungan eksternalnya. Oleh karena itu, akan selalu ada ketergantungan (dependence) antar-organisasi. Selain itu juga, Mulford dan Rogers (1982) mendefinisikan koordinasi sebagai ‘the process of creating rules and norms for collective action’. Mereka memberikan penekanan bahwa ‘convergent-expectation’ perlu diterjemahkan ke pada hal-hal yang lebih teknis dan terukur. Peraturan dan norma organisasi merupakan medium yang memungkinkan hubungan antar-unit dapat terjalin. Baik buruknya kualitas koordinasi antar-unit akan sangat tergantung kepada kualitas aturan dan norma yang mengatur bagaimana proses hubungan antar unit diatur. Koordinasi juga terkait erat dengan usaha untuk saling menginformasikan rencana agar perilaku sesuai dengan yang diharapkan (Simon, 1976). Hal ini memungkinkan rencana besar dan jangka panjang organisasi dapat didukung oleh setiap unit yang berbeda.

Sehingga kapabilitas koordinasi (coordination-capability) dilihat sebagai kemampuan untuk mengelola, menginformasikan dan mengorganisasi rencana dan saling ketergantungan, baik dengan unit-unit internal maupun dengan lingkungan eksternal, untuk mengoptimalkan pencapaian kinerja organisasi. Kemampuan dan kapabilitas ini menjadi semakin penting bagi ‘boundary-spanner’. Dimana posisi ini menuntut kemampuan untuk membangun keterkaitan (linkage) baik dalam hal proses produksi, pengelolaan administrasi, pengambilan keputusan dan pengetahuan antara internal organisasi dengan lingkungan eksternal.

Dalam organisasi perusahaan, selama proses inovasi dibutuhkan koordinasi antar unit seperti marketing, R&D, Keuangan, SDM dan produksi. Tiap-tiap bagian memiliki peran, tanggungjawab dan sumberdaya yang tidak dimiliki oleh unit lainnya. Sukses tidaknya inovasi akan sangat ditentukan seberapa besar kemampuan dan kapabilitas koordinasi lintas unit. Karena hal ini akan menjamin

Page 40: Firmanzah - feb.ui.ac.id · Tiap-tiap pihak akan ... Sila ke-lima Pancasila menyebutkan ‘keadilan ... bersifat ‘lokal’ dan terikat dengan karakteristik asal-usul menjadi sesuatu

COORDINATION-CAPABILITY DAN DAYA SAING NASIONAL: PERAN ‘BOUNDARY-SPANNER’ DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL-INTERAKSIONISME

��

Untuk bisa menciptakan sinerji antar unit, maka diperlukan obyek yang bisa dipahami lintas-unit atau apa yang dinamakan sebagai ‘boundary-object’. ‘Boundary-object’ merupakan interface penting yang digunakan untuk membangun dan menjamin

kelancaran transisi ide, faktor produksi dan informasi dari satu unit ke unit lainnya. Ketidakmampuan untuk membangun kapabilitas koordinasi akan membuat tumpang-tindih (overlapping) dan ketidakefisienan penggunaan sumber daya organisasi. Dihadapkan pada keterbatasan sumber daya (resources-constraint) maka efektifitas koordinasi akan menentukan kinerja organisasi secara keseluruhan.

Gambar 6Koordinasi Lintas Unit dalam Proses Inovasi

Sumber: Zirger & Maidique (1990)

Market

LeadCustomer

Marketing

Management

Manufacturing

R&D / Eng

Value

Contribution

Page 41: Firmanzah - feb.ui.ac.id · Tiap-tiap pihak akan ... Sila ke-lima Pancasila menyebutkan ‘keadilan ... bersifat ‘lokal’ dan terikat dengan karakteristik asal-usul menjadi sesuatu

COORDINATION-CAPABILITY DAN DAYA SAING NASIONAL: PERAN ‘BOUNDARY-SPANNER’ DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL-INTERAKSIONISME

��

koherensi antar unit yang berbeda (Star & Grieesemer, 1989). ‘Boundary-object’ dapat berbentuk benda fisik, ide dan gagasan bersama, bentuk organisasi, prosedur atau aturan yang mampu menjembatani komunikasi dan pertukaran (exchange) antar unit yang berbeda. Untuk dapat menjadi ‘boundary-object’ maka hal-hal tersebut harus berada diantara persinggungan organisasi, dapat dipahami bersama, dan mendapatkan konsensus dari para ‘boundary-spanner’. Sehingga kerjasama dan koordinasi antara unit dapat dengan mudah dilakukan. Apabila ‘boundary-object’ sulit dipahami atau terdapat ketidakpahaman pengertian antar-unit maka sulit koordinasi dibangun.

Beberapa peneliti Star & Griesemer, 1989; Wenger, 1998; Arias & Fischer, 2000; Carlile, 2002) telah menunjukkan pentingnya peran ‘boundary-object’. ‘Boundary-object’ dapat berperan sebagai ‘penyatu’ dari beragam perspektif dan kepentingan antar-unit untuk menjadi sebuah gerakan bersama. Misalnya saja, kontrak yang dihasilkan dalam pertemuan-pertemuan bisnis dapat dikategorikan sebagai ‘boundary-object’. Kontrak ini mengikat dan menyatukan pihak-pihak, misalnya antara produsen dan konsumen, untuk saling berkoordinasi. Kontrak harus mampu mengaitkan perbedaan pandangan, kepentingan dan pemahaman antara produsen dan konsumen, oleh karena itu bisa dianggap sebagai ‘boundary-object’ (Koskinen, 2005). Segala hal yang dapat berada diantara beragam kepentingan dan aspek ‘kewilayahan’ dapat digunakan sebagai ‘boundary-object’.

Untuk tingkat nasional, dimana unit-unit yang dikelola adalah lembaga pemerintah, legislatif, partai-politik, media-massa, perguruan tinggi dan swasta, maka ‘boundary-object’ adalah semua hal yang berada dipersinggungan unit-unit tersebut. Pancasila, UUD 1945 dan ‘Bhineka Tunggal Ika’ merupakan ‘boundary-object’ yang berdiri diantara lembaga-lembaga yang memiliki kepentingan dan tujuan organisasi yang berbeda. Namun kepentingan lembaga-lembaga tersebut diwujudkan dalam

Page 42: Firmanzah - feb.ui.ac.id · Tiap-tiap pihak akan ... Sila ke-lima Pancasila menyebutkan ‘keadilan ... bersifat ‘lokal’ dan terikat dengan karakteristik asal-usul menjadi sesuatu

COORDINATION-CAPABILITY DAN DAYA SAING NASIONAL: PERAN ‘BOUNDARY-SPANNER’ DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL-INTERAKSIONISME

��

kerangka sebuah negara-bangsa yang berdaulat, adil dan makmur bagi segenap tumpah darah Indonesia. Sehingga ‘boundary-object’ di tingkat nasional merupakan rumusan besar yang mampu dipahami, diresapi dan menjiwai setiap pertukaran (exhange) yang dilakukan lembaga-lembaga yang terdapat didalamnya.

Di tingkat industri, ‘boundary-object’ dapat berwujud seperti peraturan dan kebijakan industri, kontrak kerja, ‘blue-print’ dan ‘road-map’ industri, ‘political-will’ dan ‘good-will’ pemerintah, dan situasi hubungan-industrial. Hal-hal tersebut merupakan obyek fasilitator yang memungkinkan koordinasi dan kerjasama kelembagaan antar perusahaan, pemerintah pusat-daerah, suplier, distributor dan konsumen dalam melakukan transaksi. Ketika, misalnya, sebuah peraturan atau kebijakan dianggap tidak adil (fair) dan hanya menguntungkan satu pihak saja, maka kualitas koordinasi antar-unit akan berkurang. Pihak yang merasa dirugikan akan mempertanyakan keadilan dan obyektivitas dari peraturan tersebut. Dalam kondisi seperti ini maka ‘boundary-object’ tidak mampu menjamin kualitas hubungan interaksi antar unit yang harus dikelola. Koordinasi tidak akan tercipta.

Dalam internal perusahaan, ‘boundary-object’ dapat berwujud misalnya sistem dan prosedur, budaya perusahaan, misi dan visi organisasi, manual kerja, indikator pengukuran kinerja (key performance index). Hal-hal ini hadir di tengah-tengah unit yang memiliki karakter yang berbeda seperti divisi marketing, SDM, keuangan, R&D, dan produksi. Kualitas koordinasi yang terjadi akan sangat ditentukan oleh seberapa besar ‘boundary-object’ dianggap benar dan memberikan semangat dan motivasi bersama untuk mewujudkannya. Ketika, misalnya, manual-kerja dianggap kadaluwarsa oleh beberapa atau sebagian besar unit organisasi maka manual-kerja tidak mampu lagi menjadi ‘boundary-object’ yang baik bagi organisasi tersebut. Manual-kerja yang seharusnya dapat menjadi perekat dan pemersatu antar unit yang berbeda dipertanyakan kegunaannya oleh unit-unit yang diatur. Manual-kerja adalah pengetahuan bagi organisasi (Carlile, 2002).

Page 43: Firmanzah - feb.ui.ac.id · Tiap-tiap pihak akan ... Sila ke-lima Pancasila menyebutkan ‘keadilan ... bersifat ‘lokal’ dan terikat dengan karakteristik asal-usul menjadi sesuatu

COORDINATION-CAPABILITY DAN DAYA SAING NASIONAL: PERAN ‘BOUNDARY-SPANNER’ DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL-INTERAKSIONISME

��

Pengetahuan dalam sebuah organisasi bukan hanya sebatas mengumpulkan dan mendistribusikan ke setiap unit organisasi yang ada. Pengetahuan organisasi (organization knowledge) merupakan manifestasi dan materialisasi dari pemahaman bersama akan teknik produksi, pengelolaan administrasi dan proses bisnis.

Permasahalan yang selama ini muncul adalah sesuatu yang seharusnya menjadi penengah dan berada diantara unit-unit tidak dipahami atau legitimasi dipersoalkan. Misalnya, ketika sebuah peraturan atau prosedur tidak mampu membangun konvergensi pemahaman bersama maka ‘boundary-object’ tidak dapat digunakan sebagai penyatu unit-unit yang berbeda. Kesamaan bahasa (language) dan pemahaman dibutuhkan untuk menjadikan ‘boundary-object’ diterima oleh semua pihak. Selain itu juga, legitimasi dari ‘boundary-object’ perlu dijaga dan dibangun. Karena ‘boundary-object’ merupakan ‘general-will’ dari unit-unit yang berbeda satu dengan yang lain.

Boundary - Object dan Struktural-Interaksinisme

Dalam sistem yang masih tertutup (closed system) segala sesuatunya berorientasi ke dalam (internal). Namun dalam sistem terbuka (open society), sebuah sistem internal tidak bisa lepas dari kehidupan eksternal. Hal-hal yang terjadi di lingkungan eksternal mau tidak mau akan memberikan dampak pada sistem internal. Dengan semakin terbukanya sekat-sekat di semua sistem internal, pengaruh luar seakan-akan tak terbendung lagi. Suatu sistem internal manapun harus berinteraksi dengan sistem eksternal. Bukan itu saja, sistem keteraturan internal harus memperhitungkan aspirasi dan reaksi eksternal. Interaksi merupakan keterkaitan antara satu sistem dengan sistem lainnya. Dalam interaksi, derajat kebebasan suatu sistem untuk mengambil keputusan dan bersikap dibatasi oleh reaksi yang mungkin dilakukan oleh sistem lain. Optimalisasi kepentingan organisasi harus sesuai dengan optimalisasi kepentingan dalam jaring-jaring interaksi.

Page 44: Firmanzah - feb.ui.ac.id · Tiap-tiap pihak akan ... Sila ke-lima Pancasila menyebutkan ‘keadilan ... bersifat ‘lokal’ dan terikat dengan karakteristik asal-usul menjadi sesuatu

COORDINATION-CAPABILITY DAN DAYA SAING NASIONAL: PERAN ‘BOUNDARY-SPANNER’ DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL-INTERAKSIONISME

��

Persoalan berikutnya adalah bagaimana kita dapat membangun ‘boundary-object’ yang memfasilitasi terbangunnya jaring-jaring interaksi. ‘Boundary-object’ perlu disusun oleh lembaga/organisasi/unit yang memiliki legitimasi yang tinggi dihadapan unit yang disinerjikan. Untuk dapat menjadi ‘boundary-object’ yang kredibel maka Undang-Undang, Peraturan Pemerintah (Perpu), Peraturan Daerah (Perda), Keputusan Menteri, kontrak, sistem dan prosedur, dan Keputusan Direksi perlu dibuat oleh lembaga yang kredibel dan terlegitimasi oleh masyarakat, tidak berat sebelah, konsisten penerapannya dan menjaga relevansinya dengan perkembangan jaman. Sehingga koordinasi kelembagaan akan dapat dengan mudah dilakukan karena masing-masing pihak merasa dijamin bahwa kepentingan, hak dan kewajiban akan terlindungi.

Dalam konteks globalisasi maka ‘boundary-object’ di sebuah negara, industri dan perusahaan perlu terus menerus dijaga relevansinya. Hal ini dikarenakan ‘boundary-object’ di sebuah negara akan dapat dengan mudah dibandingkan dengan yang terdapat di negara lain. Peraturan investasi, di sebuah negara, sebagai ‘boundary object’ antara agen pemerintah dengan pihak swasta akan bersaing dengan peraturan yang sama di negara lain. Investor asing akan membandingkan beberap peraturan investasi dan akan memilih peraturan yang memberikan biaya transaksi lebih murah dan menjamin keberlangsungan investasinya.

Untuk dapat membangun ‘boundary-object’ yang menjamin koordinasi antar lembaga maka diperlukan interaksi antara struktur yang terdapat dalam sebuah sistem. Sistem ekonomi produksi membutuhkan sistem regulasi dan keteraturan yang mengatur, mengkoordinasikan dan mengkontrol subsistem-subsistem penyusunnya (Reynaud, 1991). Regulasi dan peraturan ini bertujuan untuk menciptakan keteraturan, kohesivitas, solidaritas, keadilan, dan efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan bersama.

Page 45: Firmanzah - feb.ui.ac.id · Tiap-tiap pihak akan ... Sila ke-lima Pancasila menyebutkan ‘keadilan ... bersifat ‘lokal’ dan terikat dengan karakteristik asal-usul menjadi sesuatu

COORDINATION-CAPABILITY DAN DAYA SAING NASIONAL: PERAN ‘BOUNDARY-SPANNER’ DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL-INTERAKSIONISME

��

‘Boundary-object’ dalam sistem ekonomi-produktif lebih dilihat sebagai hasil kesepakatan dari proses negosiasi antar-lembaga. Sangat dimungkinkan proses penyusunan ‘boundary-object’ bersifat ‘top-down’ namun diera demokrasi setiap kebijakan akan direspon oleh pasar. Selain itu juga, proses-proses negosiasi akan selalu saja hasil dari interaksi dari struktur-kepentingan yang terdapat dalam sebuah organisasi.

Dalam hal ini peraturan sebagai ‘boundary-object’ bisa dilihat sebagai hasil kesepakatan kolektif (Favereau, 1989)17 . Tujuan dari ‘boundary-object’ adalah menciptakan sistem keteraturan yang menjamin keseimbangan dalam sebuah sistem, menghindari konflik antar unit, dan mendefinisikan peran masing-masing subsistem dalam sebuah sistem. Di dalam segala hal harus terdapat sistem untuk menjaga keteraturan. Selanjutnya, sistem tidak bisa ada dan berjalan tanpa disertai sebuah proses interaksi. Interaksi ini sangat dibutuhkan untuk membentuk suatu sistem sosial (Geser, 1992). Suatu sistem tidak akan terbentuk dan berlanjut tanpa interaksi di antara para aktor ekonomi yang menyusunnya. Suatu negara, misalnya, bisa dikatakan ada ketika terdapat suatu proses interaksi antara pemerintah-masyarakat-pasar. Ketiga institusi tersebut merupakan aktor dan lembaga aktif yang memiliki hak dan kewajiban, kepentingan, tujuan, dan organisasi yang berbeda satu dengan lainnya. Suatu negara akan dapat mengoptimalkan tugas dan kewajibannya bagi masyarakat apabila didukung oleh mekanisme kontrol dan fleksibilitas yang sesuai dengan karakteristik negara bersangkutan. Mekanisme kontrol ini bisa dilakukan melalui sistem birokrasi pemerintahan, aparat pemerintah dan pegawai negeri, aparat penegak hukum dan institusi yang terlegitimasi dari pusat sampai daerah. Kesemuanya ini dilakukan untuk menjamin proses interaksi dalam suatu negara. Proses interaksi tidak dapat terjadi dengan sendirinya atau terjadi tanpa suatu sistem yang mengaturnya. Rule-of-game harus dibuat

17 Sebuah sistem tidak dapat dibangun tanpa adanya sistem keteraturan. Sistem keteraturan inilah yang mengatur hubungan di antara subsistem-subsistem sehingga terbentuk interaksi, tukar menukar informasi, sumber daya dan sebagainya. Selain itu, sistem keteraturan dalam sebuah sistem juga mengatur subsitem-subsistem yang ada dalam berhubungan dengan subsistem yang ada di luar sistemnya.

Page 46: Firmanzah - feb.ui.ac.id · Tiap-tiap pihak akan ... Sila ke-lima Pancasila menyebutkan ‘keadilan ... bersifat ‘lokal’ dan terikat dengan karakteristik asal-usul menjadi sesuatu

COORDINATION-CAPABILITY DAN DAYA SAING NASIONAL: PERAN ‘BOUNDARY-SPANNER’ DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL-INTERAKSIONISME

�0

berdasarkan kesepakatan bersama dari aktor-aktor sosial yang terkait. Tanpa adanya rule-of-game yang jelas dan fair (dalam hal ini keadilan lebih menyangkut bagaimana rule-of-game bisa menjamin keadilan, baik secara proses, output maupun prosedur bagi aktor-aktor sosial yang terdapat di dalam suatu sistem), masing-masing aktor sosial akan mencoba mengoptimalkan kepentingan dan tujuannya sendiri. Dengan demikian, perilaku anarkis pun akan muncul. Hal ini akan membahayakan bagi kolektivitas dan kohesivitas suatu masyarakat yang nantinya akan membahayakan pula bagi pencapaian tujuan bersama.

Interaksi antar lembaga dan aktor tentunya ditujukan untuk menciptakan suatu sistem keteraturan. Interaksi dapat dilakukan melalui mekanisme komunikasi, negosiasi, konflik, perdagangan, perundingan, dan kompetisi. Ketika suatu interaksi mencapai keseimbangan sosial—di mana masing-masing aktor melihat bahwa sistem itu bisa diterima dan digunakan—interaksi tersebut dapat dibakukan dalam suatu sistem dan prosedur (boundary-object) yang nantinya akan mengatur interaksi-interaksi di masa depan. Peran institusi, baik yang berskala internasional, regional, nasional, daerah, dan keluarga adalah menciptakan interaksi dan menjaga keseimbangan interaksi unit-unit yang terdapat di dalamnya. Di samping itu, institusi juga diharapkan dapat berperan aktif dalam setiap perubahan interaksi yang diharapkan bersama. Namun, pada kenyataanya, institusi memiliki rigiditas struktural untuk menyesuaikan diri dengan pola interaksi baru menyesuaikan dengan tuntutan jaman. Kekakuan struktural dalam melakukan adaptasi dengan perubahan lingkungan dapat

18 Terdapat paling tidak empat keuntungan apabila legitimasi organisasi terjaga. (1) Legitimasi meningkatkan rasa percaya diri suatu sistem lokal, terutama ketika berinteraksi dengan sistem lain di luarnya. Dengan memiliki legitimasi dari lingkungan luar, tidak ada pihak yang meragukan keabsahan dan kedaulatan suatu lembaga. Dengan demikian, akan semakin mudah bagi negara tersebut untuk mendapatkan dukungan dan kerjasama dari lingkungan eksternal. Legitimasi dan pengakuan sangat penting untuk menghilangkan keragu-raguan pihak luar dalam melakukan kerjasama. (2) Legitimasi memberikan kontekstualisasi kehadiran sistem bersangkutan. Legitimasi terkait pada suatu kondisi dan karakteristik tertentu. Misalnya, produk-produk Jepang sangat dikenal sebagai produk yang memiliki kandungan teknologi dan inovasi sangat tinggi. Pengakuan dunia internasional memudahkan bagi produsen alat-alat elektronika Jepang untuk memasarkan dan memposisikan produknya di pasar internasional. Ketika disodorkan suatu produk Jepang, tidak sulit untuk meyakinkan pasar internasional bahwa produk tersebut memiliki kandungan teknologi dan inovasi tinggi. Sementara produk-produk asal China sangat dikenal sebagai produk yang ‘low-price’. Sangat sulit meyakinkan konsumen internasional bahwa produk China memiliki kandungan teknologi dan inovasi tinggi. (3) Legimasi memudahkan sebuah sistem dalam merealisasikan gagasan dan kewenangannya. Pengakuan atas suatu sistem lokal memudahkannya memenuhi tugas dan kewajiban yang harus dijalaninya. Dalam hal ini legitimasi dapat dilihat sebagai sumber kekuasaan (power) untuk melakukan tugas. (4) Legitimasi akan sangat membantu dalam memenangkan persaingan dengan subsistem lain untuk memperoleh sumberdaya. Legitimasi menimbulkan kepercayaan (trust) mitra dalam kerjasama. Semakin terlegitimasi suatu institusi, semakin terpercaya pula institusi tersebut. Hal ini tentunya memudahkan untuk memenangkan sebuah kontrak kerja, misalnya. Perusahaan minyak dunia seperti Total-Fina-Elf, British Petroleum, Caltex, Mobil Oil memiliki reputasi internasional. Hal ini menjadi salah satu sumber keunggulan dalam bersaing dengan perusahaan-perusahaan lokal yang tidak memiliki reputasi seperti mereka.

Page 47: Firmanzah - feb.ui.ac.id · Tiap-tiap pihak akan ... Sila ke-lima Pancasila menyebutkan ‘keadilan ... bersifat ‘lokal’ dan terikat dengan karakteristik asal-usul menjadi sesuatu

COORDINATION-CAPABILITY DAN DAYA SAING NASIONAL: PERAN ‘BOUNDARY-SPANNER’ DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL-INTERAKSIONISME

��

menurunkan legitimasi18 dan kepercayaan antar lembaga. Konsekuensinya, tiap-tiap unit berusaha untuk merubah dan menggantikan ‘boundary-object’ yang mengatur pola interaksi didalamnya.

Hanya bisa menjadi ‘boundary object’ yang efektif apabila terdapat proses interaksi ‘dyadic’ antar pihak terkait. Karena hal ini menjamin adanya keterlibatan (involvement) dan keterikatan (attachment) antara lembaga-lembaga yang terkait. Peran ‘boundary-spanner’ sebagai aktor yang memiliki kewenangan dan tugas untuk mengaitkan satu organisasi dengan lainnya menjadi penting dalam proses interaksi kelembagaan. Representasi kepentingan dan kontribusi masing-masing lembaga tercermin pada apa yang disampaikan dan diperjuangkan oleh ‘boundary-spanner’ selama proses interaksi. Dimana bentuk-bentuk kesepakatan (boundary-object) nantinya perlu diinternalisasi dan membutuhkan penyesuaian (adjusment) di masing-masing lembaga. Ini adalah tugas berikutnya bagi ‘boundary-spanner’ setelah ‘boundary-object’ diputuskan dan disepakati ditingkat koordinasi kelembagaan.

Kesimpulan

Daya saing adalah puncak dari sebuah interaksi kelembagaan yang sangat rumit dan kompleks. Semakin besar sebuah sistem maka interaksi antara ‘boundary-spanner’ juga akan semakin dinamis. Sementara itu, kinerja dan produktivitas masing-masing lembaga sangat tergantung dari seberapa besar kerjasama dan kontribusi lembaga lainnya. Saling ketergantungan (interdependency) membutuhkan kapabilitas koordinasi antar unit dalam sebuah sistem. Sehingga dapat disimpulkan bahwa daya-saing adalah bagaimana kita dapat menjamin kualitas koordinasi antar unit dapat berjalan dengan baik.

Peran ‘boundary-spanner’ untuk melakukan koordinasi antar unit sangatlah penting. Kemampuan ‘boundary-spanner’ untuk

Page 48: Firmanzah - feb.ui.ac.id · Tiap-tiap pihak akan ... Sila ke-lima Pancasila menyebutkan ‘keadilan ... bersifat ‘lokal’ dan terikat dengan karakteristik asal-usul menjadi sesuatu

COORDINATION-CAPABILITY DAN DAYA SAING NASIONAL: PERAN ‘BOUNDARY-SPANNER’ DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL-INTERAKSIONISME

��

secara aktif menjaga keterkaitan (linkage), kepercayaan (trust), kerjasama kelembagaan, berkomunikasi dan menyelesaikan konflik kelembagaan akan sangat menentukan kualitas koordinasi antar unit. Materialisasi dari tugas dan peran ‘boundary-spanner’ adalah ‘boundary-object’ yang berfungsi sebagai obyek-medium dan perekat interaksi antar unit. Sehingga kapabilitas koordinasi tidak hanya ditentukan oleh kualitas ‘boundary-spanner’ tetapi juga oleh ‘boundary-object’ yang mengambil bentuk seperti regulasi, kontrak, kesepakatan kerja dsb. Dimana penerimaan kolektif dari hal-hal tersebut berkorelasi positif terhadap hubungan interaksionisme dari unit-unit terkait. Begitu juga sebaliknya, terjaganya interaksi yang baik karena terdapat ‘common-understanding’ dan koordinasi akan terbangun dan nantinya akan menghasilkan kesepakatan yang dapat diterima oleh setiap unit.

Kohesivitas antar unit akan mengurangi biaya transaksi dan menciptakan eksternalitas positif bagi lingkungan eksternal. Oleh karena itu, upaya meningkatkan daya-saing Indonesia membutuhkan strategi penataaan hubungan kelembagaan. Baik lembaga di tingkat nasional, daerah dan industri. Pekerjaan ini merupakan tugas kolektif dari setiap elemen bangsa Indonesia. Pengalam sejumlah negara seperti Finlandia, Singapura, China, Jepang dan Amerika Serikat menunjukkan bahwa pembangunan daya saing nasional selalu dimulai dari perbaikan dan intesifikasi koordinasi kelembagaan.

Negara-negara tersebut mampu merubah ‘herited-competitiveness’ menjadi ‘created-competitiveness’. Daya saing tidak lagi bergantung pada ketersediaan dan berlimpahnya sumber daya alam. Negara-negara tersebut mampu keluar dan merubah minimnya kekayaan alam menjadi kemampuan berinovasi untuk menghasilkan produk dan jasa bernilai tinggi. Semua elemen bangsa tidak terkecuali pemerintah, parlemen dan pelaku usaha bersama-sama membangun sistem yang transparan, holistik, efisien dan mengedepankan aspek keterkaitan industri pusat-

Page 49: Firmanzah - feb.ui.ac.id · Tiap-tiap pihak akan ... Sila ke-lima Pancasila menyebutkan ‘keadilan ... bersifat ‘lokal’ dan terikat dengan karakteristik asal-usul menjadi sesuatu

COORDINATION-CAPABILITY DAN DAYA SAING NASIONAL: PERAN ‘BOUNDARY-SPANNER’ DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL-INTERAKSIONISME

��

daerah. Bagi Indonesia hal ini menjadi penting dilakukan melihat kebijakan desentralisasi berpotensi membuat arah industri menjadi tidak fokus. Selain itu juga, pemerintah mampu mendesain sistem insentif dalam hal start-up bisnis, inovasi, investasi, kemudahan perijinan, prosedur ekspor dan insentif pajak dalam membangun basis industri nasional mereka. Birokrat bekerja secara efisien dan inovatif untuk mencari solusi dan bukan restriksi. Kebutuhan untuk selalu mengedepankan kepentingan nasional (national interest) dalam setiap pemilihan industri prioritas menjadi mendesak untuk dilakukan. Keterkaitan antara industri besar-menengah dan UMKM dijaga agar pemerataan pembangunan tercipta.

Tanpa secara serius mempersiapkan fondasi dan sistem keterkaitan industri nasional, saya khawatir produk-produk kita akan kalah bersaing baik ditingkat domestik maupun internasional. Pemerintah perlu segera untuk mengembalikan stabilitas nasional, menata desain industri nasional dan merangsang inovasi pengembangan usaha di tingkat perusahaan. Kalau tidak kita akan merelakan pasar domestik dibanjiri oleh produk impor sementara ekspor kita hanya berbasis sumber daya alam tanpa nilai tambah yang tinggi. Semoga industri dalam negeri dapat tertata ulang dan ego-sektoral bisa terhapus untuk membangun basis industri nasional yang sehat, kuat, efisien dan berdaya saing tinggi.

Sebagai penutup semangat sila ke-3 dari Pancasila yaitu ‘Persatuan Indonesia’ menjadi ‘boundary-object’ yang mendasari bagaiman koordinasi antar-lembaga dapat dibangun. Keanekaragaman lembaga yang ada sekarang bukanlah penghalang untuk melakukan kerjasama dan koordinasi vertikal-horizontal guna membangun daya-saing bangsa. Untuk hal ini bangsa Indonesia membutuhkan pemimpin yang berperan sebagai ‘boundary-spanner’ untuk berinteraksi dengan yang lain dalam membangun keterkaitan, komunikasi, dan kerjasama kelembagaan. Hanya dengan ini daya-saing Indonesia dapat ditingkatkan melalui penggabungan semua sumber daya dan keunggulan nasional.

Page 50: Firmanzah - feb.ui.ac.id · Tiap-tiap pihak akan ... Sila ke-lima Pancasila menyebutkan ‘keadilan ... bersifat ‘lokal’ dan terikat dengan karakteristik asal-usul menjadi sesuatu

COORDINATION-CAPABILITY DAN DAYA SAING NASIONAL: PERAN ‘BOUNDARY-SPANNER’ DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL-INTERAKSIONISME

��

Hadirin yang saya hormati,

Pada pidato pengukuhan ini perkenankanlah Saya memanjatkan Puji Syukur yang tak terhingga ke hadirat Allah SWT atas Rahmat dan Hidayah-Nya saya dapat menduduki jabatan Guru Besar di Universitas Indonesia.

Pada kesempatan ini, Saya ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan setingginya kepada Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Prof. Dr. Mohammad Nuh, Rektor UI Prof. Dr. Der Soz. Gumilar Rusliwa Somantri, dan Ketua Dewan Guru Besar (DGB) Universitas Indonesia Prof. Dr. dr. Biran Affandi, SpOG(K) beserta anggota DGB UI, Ketua DGB FEUI Prof. Prijono Tjiptoherijanto, Ph.D dan Sekretaris DGB FEUI Prof. Susijati Bambang Hirawan, Ph.D yang telah menyetujui pengusulan dan pengangkatan saya menjadi Guru Besar. Ucapan terima kasih yang tak terhingga juga Saya sampaikan kepada Bagian SDM Universitas dan Fakultas, khususnya kepada Bpk. Agus Viva, Sdr. Achmad Yunus dan Sdri. Eliza Fithria, yang dengan tidak lelah terus membantu memroses pengusulan jabatan Guru Besar dari tingkat Fakultas, Universitas, hingga Kementrian Pendidikan Nasional.

Ucapan terima kasih Saya sampaikan kepada Para Senior dan Guru Saya di lingkungan FEUI yang telah mengantarkan, membina dan mendukung pengembangan karir saya menjadi Dosen dan Peneliti di FEUI. Pertama, Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Prof. Bambang P.S. Brodjonegoro, Ph.D dan Ruslan Prijadi, Ph.D yang telah meyakinkan Saya untuk kembali dan mengabdikan diri di Universitas Indonesia 5 tahun yang lalu (2005) di tengah-tengah tawaran untuk menjadi Staf Pengajar tetap di salah satu Perguruan Tinggi di Perancis. Kedua, Saya berhutang banyak kepada Djunaedi Hadisumarto, Ph.D dan Moh. Nasrudin Sumintapura, MA yang selalu memberikan masukan dan bimbingan untuk terus maju dan mengembangkan diri. Nasehat

Page 51: Firmanzah - feb.ui.ac.id · Tiap-tiap pihak akan ... Sila ke-lima Pancasila menyebutkan ‘keadilan ... bersifat ‘lokal’ dan terikat dengan karakteristik asal-usul menjadi sesuatu

COORDINATION-CAPABILITY DAN DAYA SAING NASIONAL: PERAN ‘BOUNDARY-SPANNER’ DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL-INTERAKSIONISME

��

yang mereka berikan telah membentuk karakter untuk tidak mengenal lelah dalam mengembangkan potensi dan keahlihan Saya. Saya juga ingin menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada para Senior di lingkungan Departemen Ilmu Manajemen seperti Prof. Rhenald Kasali, Ph.D, Prof. Dr. Suroso, Prof. Dr. Sofjan Assauri, Taufik Bahaudin, dan Bambang Hermanto, Ph.D atas bimbingan, arahan dan support yang telah diberikan selama ini.

Terima kasih yang tidak terhingga juga ini Saya sampaikan kepada segenap Pimpinan Fakultas dan Program Studi di lingkungan FEUI. Apresiasi yang tinggi juga ingin Saya sampaikan kepada Prof. Akhmad Syahroza, Ph.D (Ketua SAF FEUI), Dr. Darminto (Sekretaris SAF FEUI) beserta anggota SAF FEUI atas kerjasama, koordinasi dan komunikasi yang berjalan secara baik selama ini untuk terus membuat FEUI selangkah lebih maju. Kepada Wakil Dekan FEUI, Jossy P. Moeis, Ph.D, dan Sekretaris Fakultas, Dr. Nurdin Sobari, yang telah bersama-sama dalam suka dan duka, Saya ingin mengucapkan terima kasih atas kerjasama untuk mewujudkan impian membuat lingkungan kampus menjadi lebih modern. Tidak lupa juga saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Ketua Departemen Ilmu Ekonomi (Prof. Suahasil Nazara, Ph.D) dan Ketua Departemen Ilmu Manajemen (Ruslan Prijadi, Ph.D) Ketua Departemen Ilmu Akuntansi (Dr. Dwi Martani), atas kerjasama membuat proses belajar-mengajar, penelitian dan kegiatan akademis berjalan dengan baik.

Tidak lupa juga Saya ingin mengucapkan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Pimpinan 18 Program Studi yang ada di lingkungan FEUI yang tidak bisa Saya sebutkan satu persatu. Semangat untuk terus melakukan perbaikan (continuous improvement) dan menjadikan Program Studi di bawahnya bertaraf internasional telah membuat FEUI menjadi lebih terbuka dalam pemikiran. Begitu juga dengan Para Manajer dan Staf Karyawan di lingkungan FEUI yang tidak pernah mengenal lelah dan putus

Page 52: Firmanzah - feb.ui.ac.id · Tiap-tiap pihak akan ... Sila ke-lima Pancasila menyebutkan ‘keadilan ... bersifat ‘lokal’ dan terikat dengan karakteristik asal-usul menjadi sesuatu

COORDINATION-CAPABILITY DAN DAYA SAING NASIONAL: PERAN ‘BOUNDARY-SPANNER’ DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL-INTERAKSIONISME

��

asa untuk terus berbuat yang terbaik, Saya ucapkan banyak terima kasih. Dalam kesempatan ini Saya ingin mengucapkan banyak terima kasih dan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada para sahabat Saya Dr. Donny Gahral atas diskusi-diskusi filosofis yang sangat mencerahkan dan membantu memberikan semangat dikala masa-masa sulit.

Saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua guru dan dosen yang telah mendidik Saya mulai dari TK hingga perguruan tinggi, Saya ucapkan banyak terima kasih. Karena jasa merekalah pada hari ini Saya dapat menyampaikan pidato pengukuhan Saya di hadapan para hadirin yang Saya hormati. Ucapan terima kasih Saya sampaikan kepada Prof. Christophe Benavent dan Prof. Jacques Jaussaud, Para Dosen dan Peneliti di Université de Science et Technology de Lille 1 dan Université de Pau et des Pays de l’Adour yang telah membuka mata Saya akan pentingnya ilmu pengetahuan bagi humanity. Satu hal yang Saya pelajari dari mereka adalah kemajuan ilmu pengetahuan dan inovasinya adalah konstruksi bersama (collective construction).

Kepada para kolega Saya di FEUI yang tidak dapat Saya sebutkan satu persatu, Saya ucapkan banyak terima kasih, dukungan dan kerjasamanya selama ini serta kepada para mahasiswa dan eks mahasiswa (S1, S2 dan S3), khususnya yang pernah Saya bimbing skripsi, tesis dan disertasi, proses tersebut adalah proses belajar dan pematangan kerangka berpikir bagi Saya dan oleh karena itu sekali lagi Saya ucapkan banyak terima kasih.

Saya ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada para sahabat, teman diskusi, saya seperti D.T. Rimbawan, Guntur F. Prisanto, Fayakhun, Nasir, Nonoth, dan Janfry Sihite yang telah banyak memberikan masukan selama ini. Kepada semua panitia, baik ditingkat Rektorat maupun di Fakultas, yang telah bekerja keras mempersiapkan acara Pengukuhan Guru Besar hari ini saya mengucapkan apresiasi setinggi-tingginya dan beribu-ribu terima kasih.

Page 53: Firmanzah - feb.ui.ac.id · Tiap-tiap pihak akan ... Sila ke-lima Pancasila menyebutkan ‘keadilan ... bersifat ‘lokal’ dan terikat dengan karakteristik asal-usul menjadi sesuatu

COORDINATION-CAPABILITY DAN DAYA SAING NASIONAL: PERAN ‘BOUNDARY-SPANNER’ DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL-INTERAKSIONISME

��

Hadirin sekalian yang Saya hormati,

Dengan rasa syukur dan penuh haru Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada keluarga Saya yang telah mendidik dan mendukung Saya selama ini. Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, Saya ingin menghaturkan penghargaan dan terima kasih kepada Almarhumah Ibu Saya Kusweni yang telah membesarkan dan mendidik Saya dengan penuh kasih sayang dan ketauladanan. Dari beliau Saya berhutang dan belajar banyak untuk bagaimana bisa mengarungi kehidupan yang seringkali penuh dengan duri, kepedihan, ketidakadilan, dan kerikil tajam. Pelajaran berharga yang sampai sekarang tetap Saya pegang teguh adalah keberanian dan ketegaran beliau untuk menghadapi realitas kehidupan. Meskipun seringkali sulit untuk diterima tetapi itulah adanya. Menerima kenyataan adalah tahapan pertama untuk merubahnya menjadi lebih baik. Terima kasih Ibu, jasa dan budi baik Ibu akan selalu menemani Saya mengarungi samudra kehidupan ini. Saya persembahkan jabatan ini ke jasa Ibu yang hanya satu tetes dibandingkan dengan lautan kasih sayang yang telah diberikan selama hidupnya.

Kepada istriku tercinta, Ratna Indraswari atau nana, yang telah mendampingi Saya dengan penuh penuh kesabaran dan kasih sayang dan pengertian atas kesibukan kerja Saya, telah memberikan semangat dan menjadi pendampin setia dalam suka dan duka, Saya ucapkan terima kasih dan penghargaan yang tidak dapat dituangkan ke dalam untaian kata-kata. Kepada Saudara Saya dan Bapak dan Ibu Mertua yang telah menjadi partner diskusi selama ini tidak lupa Saya ucapkan banyak terima kasih.

Sebagai penutup kata, sekali lagi dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT dan kepada semua pihak yang telah Saya sebutkan di atas dan semua pihak lainnya yang telah membantu dalam perjalanan hidup dan karier Saya, semoga ALLAH SWT

Page 54: Firmanzah - feb.ui.ac.id · Tiap-tiap pihak akan ... Sila ke-lima Pancasila menyebutkan ‘keadilan ... bersifat ‘lokal’ dan terikat dengan karakteristik asal-usul menjadi sesuatu

COORDINATION-CAPABILITY DAN DAYA SAING NASIONAL: PERAN ‘BOUNDARY-SPANNER’ DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL-INTERAKSIONISME

��

Yang Maha Pengasih dan Maha Pemurah melimpahkan karunia rahmat dan hidayahnya kepada kita semua. Amiin. Kepada hadirin, Saya mohon maaf apabila dalam perjalanan hidup Saya atau dalam penyelenggaraan acara ini ada yang kurang berkenan di hati. Terima kasih.

Wabillahittaufiq WalhidayahWassalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.

Page 55: Firmanzah - feb.ui.ac.id · Tiap-tiap pihak akan ... Sila ke-lima Pancasila menyebutkan ‘keadilan ... bersifat ‘lokal’ dan terikat dengan karakteristik asal-usul menjadi sesuatu

COORDINATION-CAPABILITY DAN DAYA SAING NASIONAL: PERAN ‘BOUNDARY-SPANNER’ DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL-INTERAKSIONISME

��

Daftar Pustaka

Aghion, P., Bloom, N., Blundell, R., Griffith, R., & Howitt, P. (2005), Competition and innovation an inverted-u relationship, The Quarterly Journal of Economics, (120),2,p. 701-728

Aldrich, H., & Herker, D. (1977), Boundary spanning roles and organization structure, Academy of Management Review,(2),2,p.217-230

Alexander, E. (1995), How organizations act together: Interorganizational coordination in theory and practice, Amsterdam: Gordon and Breach Publishers

Arias, E.g., & Fischer, G. (2000), Boundary objects : their role in articulating the tas kat hand and making information relevant to it, International ICSC Symposium on Interactive and Collaborative Computing, Wollongong : University of Wollongong

Balassa, B. (1965), Trade liberalization and reveal comparative advantage, Manchester School of Economics and Social Studies, (33),1,p. 99-123

Barnard, C.I. (1938), The function of the executive, Cambridge: Harvard University Press

Besanko, D., Dranove, D., & Shanley, M. (2004), Economics of strategy, New Jersey: Wiley

Bourgeois, J.L. (1980). Strategy and environment: a conceptual integration. Academy of Management Journal. (5),1,p.25-39

Burns, T., & Stalker, G.M. (1961). The Management of innovation. London: Tavistock

Carlile, P.R. (2002), A pragmatic view of knowledge and boundaries : boundary objects in new product development, Organization Science, (13),4,p. 442-455

Chandler, A. J, Jr. (1962). Strategy and Structure : Chapters in the History of The Industrial Entreprise. MIT Press. Cambridge.

Chung, C.H. (1999), Balancing two dimension of time for time-based competition, Journal of Managerial Issues, (11),3,p. 299-314

Page 56: Firmanzah - feb.ui.ac.id · Tiap-tiap pihak akan ... Sila ke-lima Pancasila menyebutkan ‘keadilan ... bersifat ‘lokal’ dan terikat dengan karakteristik asal-usul menjadi sesuatu

COORDINATION-CAPABILITY DAN DAYA SAING NASIONAL: PERAN ‘BOUNDARY-SPANNER’ DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL-INTERAKSIONISME

�0

Cohen, W., & Levinthal, D. (1990), Absorbtive capacity: a new perspective on learning and innovation, Administrative Science Quarterly,(35),1,p.128-152

Corwin, R.G., & Wageenar, T.C. (1976), Boundary interaction between service organizations and their publics : A study of teacher-parent relationship, Social Forces, (55),2,p. 471-492

D’Aveni, R.A. (1994), Hypercompetition: Managing dynamics of strategic manuvering, New York: Free Press

Das, T.K., & Teng, B.S. (1996). Risk type and inter-firm alliance structure, Journal of Management Studies. (33),6,p.827-843

Das, T.K., & Teng, B.S. (1998). Between trust and control: Developing confidence in partner cooperation in alliances, Academy of Management Review. (23),3,p.491-512

Dierickx, I., & Cool, K. (1989). Asset stock accumulation and sustainable competitive advantage. Management Science. (35),12, p.1504-1511

DiMaggio, P.J., & Powell. W.W. (1983). The iron cage revisited: institutional isomorphism and collective rationality in organizational field. American Sociology Review. (48),p.147-160

Dollinger, M.J. (1984), Environmental boundary spanning and information processing effects on organizational performance, Academy of Management Journal,(27),2,p.351-368

Downey, H.K., & Slocum, J.W. (1975), Uncertainty: Measures, Research, and Sources of Variation, Academy of Management Journal,(18),3,p.562-578

Duncan, R. (1972). Characteristics of organizational environments and perceived environmental uncertainty. Administrative Science Quarterly. (17),3,p.213-327

Durand, M., & Giorno, C. (1987), Indicators of international competitiveness: conceptual aspects and evaluation, OECD Economic Studies, (9),2,p. 147-182

Favereau, O. (1989), Marché internes, marché externes, Revue économique, (2),3,p.273-328

Page 57: Firmanzah - feb.ui.ac.id · Tiap-tiap pihak akan ... Sila ke-lima Pancasila menyebutkan ‘keadilan ... bersifat ‘lokal’ dan terikat dengan karakteristik asal-usul menjadi sesuatu

COORDINATION-CAPABILITY DAN DAYA SAING NASIONAL: PERAN ‘BOUNDARY-SPANNER’ DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL-INTERAKSIONISME

��

Fayol, H. (1949), General and industrial management, London: Pitnam

Fennel, M.L., & Alexander, J.A. (1987), Organizational boundary spanning in institutionalized environments, Academy of Management Journal,(30),3,p.456-476

Galbraith, J.R. (1973), Designing complex organizations, MA: Addison-Wesley

Geser, H. (1992), Towards an interaction theory of organizational actors, Organization Studies, (13),3,p.429-451

Giddens, A. (1990), The consequences of modernity, Stanford, CA: Stanford University Press

Ginsberg, A., & Venkatraman, N. (1985). Contingency perspective of organizational strategy: a critical review of the empirical research. Academy of Management Review. (10),3,p.421-434

Hannan, M.T., & Freeman, J. (1977). The popolation ecology of organizations. American Journal of Sociology. (82),p,929-964

Ireland, R.D., & Hitt, M.A. (1999), Acgieving and maintaining strategic competitiveness in the 21st century: The role of strategic leadership, Academy of Management Executive, (13),1,p. 43-57

Jemison, D.B. (1984), The importance of boundary spanning roles in strategic decision-making, Journal of Management Studies,(21),2,p.131-152

Kadin (2009), Roadmap pembangunan ekonomi Indonesia, Jakarta: Kadin

Katz, J.S. (2006), Indicators for complex innovation systems, Research Policy, (35),p. 893-909

Kearney, M. (1995), The local and the global: the anthropology of globalization and transnationalism, Annual Review of Anthropology, (24),p.547-565

Kimberly, J.R. (1979), Issues in the creation of organizations: initiation, innovation, and institutionalization, Academy of Management Journal, (22),3,p.437-457

Page 58: Firmanzah - feb.ui.ac.id · Tiap-tiap pihak akan ... Sila ke-lima Pancasila menyebutkan ‘keadilan ... bersifat ‘lokal’ dan terikat dengan karakteristik asal-usul menjadi sesuatu

COORDINATION-CAPABILITY DAN DAYA SAING NASIONAL: PERAN ‘BOUNDARY-SPANNER’ DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL-INTERAKSIONISME

��

Knez, M., & Camerer, C. (1994), Creating expectational asset in the laboratory: Coordination in ‘weakiest-link’ games, Strategic Management Journal, (15),p. 101-119

Kogut, B., & Zander, U. (1996), What firms do? Coordination, identity and learning, Organization Science, (19),5,p. 502-518

Koskinen, K.U. (2005), Metaphoric boundary objects as co-ordinating mechanisms in the knowledge sharing of innovation processes, European Journal of Innovation Management, (8),3,p.323-335

Krugman, P.R., & Hatsopoulos, G.N. (1987), The problem of U.S. competitiveness in manufacturing, New-England Economic Review, (1),p. 18-29

Lawrence, P., & Lorsch, J. (1967), Differentiation and integration in complex organization, Administrative Science Quarterly, (12),1,p. 1-47

Leifer, R.P., & Delbecq, A. (1978), Organizational/environment interchange a model of boundary spanning activity, Academy of Management Review,(3),1,p.40-50

Lyonski, S. (1985), A boundary theory investigation of the product managers’ role, Journal of Marketing,(49),1,p.26-40

Mandeng, O.J. (1991), International competitiveness and speciailzation, CEPAL Review, (45),12,p, 39-52

March, J.G., & Sinon, H. (1959), Organizations, New York: John Wiley

Markusen, J. R. (1992), Productivity, competitiveness, trade performance and real income: The nexus among four concepts, Ministry of Supply and Services, Canada

McAllister, D.J. (1995). Affect and cognition-based trust as foundations for interpersonal cooperation in an organizations, Academy of Management Review. (38),p.473-490

Meyer, J.W., & Rowan, B. (1977), Institutionalized organizations: formal structure as myth and ceremony, American Journal of Sociology, (83),p.340-363

Page 59: Firmanzah - feb.ui.ac.id · Tiap-tiap pihak akan ... Sila ke-lima Pancasila menyebutkan ‘keadilan ... bersifat ‘lokal’ dan terikat dengan karakteristik asal-usul menjadi sesuatu

COORDINATION-CAPABILITY DAN DAYA SAING NASIONAL: PERAN ‘BOUNDARY-SPANNER’ DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL-INTERAKSIONISME

��

Miles, R.H. (1976), Role requirements as a source of organizational stress, Journal of Applied Psychology,(61),2,p.172-179

Mintzberg, H. (1979), The structuring of organizations, Englewood-Cliffs, NY: Prentice-Hall Inc.

Monteverde, K., & Teece, D.J. (1982), Apropriate rents and quasi-vertical integration, Journal of Law and Economics, (25),3,p. 321-328

Mulford, C.L., & Rogers, D.L. (1982), Definitions and models, In Interorganizational coordinations,

Whetten, D.A., & Roger, D.L. (Eds). Iowa: Iowa State University Press

Nelsom, R.R., & Winter, S.G. (1982), An evolutionary theory of economic change, Cambridge, MA: Harvard University Press

Oerlemans, L.A.G., & Meeus, M.T.H. (2001), R&D cooperation in a transaction cost perspective, Review of Industrial Organization, (18),1,p. 77-90

Ohmae, K. (1990), The borderless world: power and strategy in the interlinked economy, New York: Harpers

Olson, E.M., Walker, O.C., Robert, W.Jr., Ruekert, R.W., & Bonner, J.M. (2001). Patterns of cooperation during new product development among marketing, operations, R&D: implication for project performance. The Journal of Product Innovation Management. (18),4,p.258-271

Organ, D.W. (1971), Linking pin between organization and environment, Business Horizons,(14),6,p.73-80

Pennings, J. (1981), Coordination between strategically interdeoendent organizations, In Handbook of Organizational Design, Nystrom, P., & Starbuck, W. (Eds). London: Oxford Press

Penrose, E.T. (1959). The Theory of the growth of the firm. Oxford, U.K.: Basic Blackwell

Pfefer, J., & Salancik, G. (1978). The external control of organization. New York: Harper & Row

Page 60: Firmanzah - feb.ui.ac.id · Tiap-tiap pihak akan ... Sila ke-lima Pancasila menyebutkan ‘keadilan ... bersifat ‘lokal’ dan terikat dengan karakteristik asal-usul menjadi sesuatu

COORDINATION-CAPABILITY DAN DAYA SAING NASIONAL: PERAN ‘BOUNDARY-SPANNER’ DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL-INTERAKSIONISME

��

Pieterse, J.N. (2000), Globalization and human integration: we are all immigrants, Futures, (32),5,p.385-398

Porter, M. (1998), The competitive advantage of nations, On Competition, Cambridge, MA: Harvard Business School Press, p. 155-195

Porter, M.E. (1981). The contribution of industrial organization to strategic management. Academy of Management Journal. (6),4,p.609-620

Powell, W.W., & DiMaggio, P.J. (1991), The new institutionalism in organizational analysis, Chicago: University of Chicago

Ring, P.S., & Van de Ven, A.H. (1992). Structuring cooperative relationship between organizations, Strategic Management Journal. (13),7,p.483-498

Robertson, R. (1992), Globalization: social theory and global culture, London: Sage

Robinson, I.R. (2001), Social theory and globalization: the rise of transnational state, Theory and Society, (30),2,p. 157-200

Scott, W.R. (1992), Organizations: Rational, Natural, and Open System, Chicago: University of Chicago Press

Scott, W.R. (1995), Institutions and Organizations. Thousand Oak, CA: Sage

Simon, H.A. (1976), Administrative behavior, New York: Free Press

Spanos, Y.E., & Lioukas, S. (2001). An examination into causal logic of rent generation: contrasting Porter’s competitive strategy framework and resources-based perspective. Strategic Management Journal. (22),10,p.907-934

Star, S.L., & Griesemer, J.R. (1989), Institutional ecology, ‘translations’ and boundary object : amateurs and profesionals in Berkeley’s Museum of Verterbrate Zoology, Social Studies Science, (19),3,p. 387-420

Taylor, L. (1983), Structuralis macroeconomic, New York: Basic Books

Teece, D.J., Pisano, G., Shuen, A. (1997), Dynamic capabilities and strategic management, Strategic Management Journal, (18),7, p.509-533

Page 61: Firmanzah - feb.ui.ac.id · Tiap-tiap pihak akan ... Sila ke-lima Pancasila menyebutkan ‘keadilan ... bersifat ‘lokal’ dan terikat dengan karakteristik asal-usul menjadi sesuatu

COORDINATION-CAPABILITY DAN DAYA SAING NASIONAL: PERAN ‘BOUNDARY-SPANNER’ DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL-INTERAKSIONISME

��

Thompson, J.D. (1967), Organization in action : social science bases of administrative theory, New York: McGraw-Hill

Tushman, M. (1979), Work characteristics and sub-unit communication structure: A contingency analysis, Administrative Science Quarterly, (24),1.p. 82-98

Tushman, M.L., & Scanlan, T.J. (1981), Boundary spanning individuals: their role in information transfer and their antecedents, Academy of Management Journal,(24),2,p.289-305

Tyson, L. (1992), Who’s bashing whom: trade conflict in high-technology industries, Washington, DC: Institute for International Economics

Van de Ven, A.H., Delbecq, A.l., & Koenig, R,Jr. (1976), Determinants of coordination modes within organization, American Sociological Review, (41),p. 332-338

Wallersetein, I. (1983), The modern world-system III: the second era of great expansion of the capitalist world economy, 1730’s-1840’s, New York: Academia

Wenger, E. (1998), Communities of practice : learning, meaning an identity, New York : Cambridge University Press

Wiiliamson, O.E. (1985), The economic institutions of capitalism, New York: Free Press

Wilensky, H.L. (1967), Organizational intelligence, New York: Basic Books

Zinnes, C., Eilat, Y., & Sachs, J. (2001), Benchmarking competitiveness in transition economies, Economic of Transition, (9),2,p. 315-353

Zirger, B.J., & Maidique, M.A. (1990), A model of new product development: an empirical test, Management Science,(36),7,p.867-883

Page 62: Firmanzah - feb.ui.ac.id · Tiap-tiap pihak akan ... Sila ke-lima Pancasila menyebutkan ‘keadilan ... bersifat ‘lokal’ dan terikat dengan karakteristik asal-usul menjadi sesuatu

COORDINATION-CAPABILITY DAN DAYA SAING NASIONAL: PERAN ‘BOUNDARY-SPANNER’ DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL-INTERAKSIONISME

��

Educational Background

2005 PhD in ‘Strategic and International Management’- University of Pau et Pays de l’Adour (France) 2002 DEA in ‘Organisation and Management Strategic’- University of Science and Technology of Lille 1 (France)

2000 Master of Management (MMUI), University of Indonesia CAAE University Pierre Mendes-Grenoble II (France)

1998 Faculty of Management, University of Indonesia

Teaching Experiences

2008 Visiting Professor at University of Pau et Pays de l’Adour (France)

2007 Visiting Professor at IAE de Grenoble (France)

2007 Visiting Professor at University of Pau et Pays de l’Adour (France)

2006 Speaker at Leadership Program Development, Amos Tuck Business School (USA)

2006 Visiting Professor at University of Science and Technology of Lille 1 (France)

2006 Visiting Professor at University of Pau et Payas de l’Adour (France)

2005 Visiting Professor at University of Nanchang (China)

2005-Now Lecturer at Faculty of Economics-University of Indonesia

CURRICULUM VITAE

Page 63: Firmanzah - feb.ui.ac.id · Tiap-tiap pihak akan ... Sila ke-lima Pancasila menyebutkan ‘keadilan ... bersifat ‘lokal’ dan terikat dengan karakteristik asal-usul menjadi sesuatu

COORDINATION-CAPABILITY DAN DAYA SAING NASIONAL: PERAN ‘BOUNDARY-SPANNER’ DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL-INTERAKSIONISME

��

Professional Experiences

2009- Now Dean of The Faculty of Economics – University of Indonesia

2008-2009 Head of Communications Office - University of Indonesia

2007-2008 Deputy Director of Graduate School of Management- Faculty of Economics University of Indonesia

2005-2007 Secretary Department of Management-Faculty of Economics University of Indonesia 2004 -2005 Lecturer and Researcher at University of Pau et Pays de l’Adour (France)2000-2001 Marketing Manager et PT. Jasnita1999-2000 Counsaltant and researcher at Lembaga Manajemen Univesity of Indonesia (LM-UI)

1998-1999 Market Analyst at PT. Sewu New York Life

Achievements / Grants

1998 Wisudawan Teladan Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi UI

2001 Scholarship of ‘Bousier de Gouvernement Française-BGF’

2007 The best lecturer at Program Pasca Sarjana Ilmu Manajemen FEUI

2008 Award of ‘Dies Natalis UI’ for reference book category ‘Marketing Politik: antara Pemahaman dan realitas’, UI2008 Award of ‘Dies Natalis UI’ for reference book category ‘ Mengelola Partai Politik: Persaingan dan Positioning Ideologi Partai’, UI

Page 64: Firmanzah - feb.ui.ac.id · Tiap-tiap pihak akan ... Sila ke-lima Pancasila menyebutkan ‘keadilan ... bersifat ‘lokal’ dan terikat dengan karakteristik asal-usul menjadi sesuatu

COORDINATION-CAPABILITY DAN DAYA SAING NASIONAL: PERAN ‘BOUNDARY-SPANNER’ DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL-INTERAKSIONISME

��

Organization Activities

2010- Now Board of ABEST 21 Network

2009-Now Vice President of Indonesian Marketing Association (IMA)

2008 Head of Organizing Committee of the 100th ‘Sumpah Pemuda’ held by UI, University of Atmajaya and University of Al-azhar

2008 Head of Organizing Committee of the third ‘International Conference on Business and Management Research’ (ICBMR) joining with the 14th Euro Asia Conference

2007 Head of Organizing Committee of ASEAN Business Competition held by FEUI

2007 Head of Organizing Committee of CEO Summit held by FEUI

2006 Head of Organizing Committee of the first ‘International Conference on Business and Management Research’ (ICBMR)

2000 Head of Organizing committee of ‘Internet Goes To School’ held by Internet Companies Association

1997 Project Officer of ‘Orientasi Perguruan Tinggi-OPT’ FEUI

1996-1997 Head of ‘Badan Perwakilan Mahasiswa-BPM’ FEUI

1995-1996 Member of ‘Badan Perwakilan Mahasiswa-BPM’ FEUI

Page 65: Firmanzah - feb.ui.ac.id · Tiap-tiap pihak akan ... Sila ke-lima Pancasila menyebutkan ‘keadilan ... bersifat ‘lokal’ dan terikat dengan karakteristik asal-usul menjadi sesuatu

COORDINATION-CAPABILITY DAN DAYA SAING NASIONAL: PERAN ‘BOUNDARY-SPANNER’ DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL-INTERAKSIONISME

��

Soetjipto, B.W., & Firmanzah, (2006), The spirit of change, Jakarta: Lembaga Management FEUI

Firmanzah (2007), Globalisasi: sebuah proses dialektika sistemik, Jakarta: Yayasan SAD Satria Bhakti

Firmanzah (2007), Marketing Politik: Antara pemahaman dan realitas, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

Firmanzah (2008), Mengelola Partai Politik: persaingan dan positioning ideologi politik, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

Firmanzah (2009), Successful New Product Launching: empowering local capabilities, Jakarta: Salemba 4

Firmanzah (2010) Persaingan, Legitimasi Kekuasaan , dan Marketing Politik, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

Firmanzah & Sari, H (Forthcoming), Green Marketing: Konsep, penerapan dan tantangan untuk Indonesia, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

Firmanzah (Forthcoming), Pembangunan Daya Saing Nasional: Memperkuat Boundary Spanner dalam Jaringan Sosial, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

Books

Firmanzah (2002). Otonomkah ‘autonomous strategy’ pada subsidiary? Perspektif kontrol strategi headquarter, Manajemen Usahawan Indonesia. (31).1.p.38-43

Firmanzah. (2002). Double diamond porter and strategy innovation. Manajemen Usahawan Indonesia. (31).7.p.44-50

Firmanzah. (2002). Strategic decision making model. Jurnal Administrasi and Bisnis. (2).3.p.71-83

Firmanzah. (2003). Perubahan organisasi dalam post-privatisasi. Manajemen Usahawan Indonesia. (32).5.p.3-10

Paper Publications

Page 66: Firmanzah - feb.ui.ac.id · Tiap-tiap pihak akan ... Sila ke-lima Pancasila menyebutkan ‘keadilan ... bersifat ‘lokal’ dan terikat dengan karakteristik asal-usul menjadi sesuatu

COORDINATION-CAPABILITY DAN DAYA SAING NASIONAL: PERAN ‘BOUNDARY-SPANNER’ DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL-INTERAKSIONISME

�0

Firmanzah. (2003). Lingkungan dan organisasi: Perspektif informasi-keputusan strategis. Jurnal Administrasi and Bisnis. (3).6. p.18-27

Firmanzah. (2003). Aliran knowledge dan pengambilan keputusan strategis di subsidiary Manajemen Usahawan Indonesia. (32).8.p.47-55

Firmanzah. (2003). Interdependensi akademisi-praktisi dalam ilmu manajemen dan organisasi. Jurnal Universitas Paramadina. (3).1.p.1-24

Firmanzah. (2004). Peran ilmu marketing dalam dunia politik: Menuju marketing politik di Indonesia? Management Usahawan Indonesia. (33).1.p.1-15

Firmanzah. (2004). Perdebatan paradigma dalam ilmu manajemen dan organisasi: Perspektif teori kritikal. Management Usahawan Indonesia. (33),7,p. 38-49

Firmanzah. (2004). Subsidiary new product launching: headquarter-subsidiary interaction perspective. Asia in Extenso, December.p.1-16

Firmanzah (2005), Menyoal rasionalitas pemilih: Antara orientasi ideologi dan ‘policy-problem-solving’, Management Usahawan Indonesia, (34),7,p.8-16

Firmanzah, (2006), Task repartition between headquarter and subsidiary during NPL decisions : subsidiary consumer goods context, Management Usahawan Indonesia, (35),1,p. 19-27

Firmanzah, (2006), The effect of parents control on TMT’s structure in Equity-Joint-Venture (IEJV), Management Usahawan Indonesia, (35),3,p. 25-32

Firmanzah, (2006), Implementing global brand on consumer good subsidiary in developing countries, Management Usahwan Indonesia, (35),5,p. 36-43

Firmanzah, (2006), Le processus du lancement des nouveaux produits dans les filiales: vers une forme d’interaction entre la maison mere et les filiales, In. Gan, X., Jaussaud, J., & Dzever, S. (Eds), Economic dynamism and business strategy of firms in Asia-some recent development, Nanchang : China Economic Publishing House

Page 67: Firmanzah - feb.ui.ac.id · Tiap-tiap pihak akan ... Sila ke-lima Pancasila menyebutkan ‘keadilan ... bersifat ‘lokal’ dan terikat dengan karakteristik asal-usul menjadi sesuatu

COORDINATION-CAPABILITY DAN DAYA SAING NASIONAL: PERAN ‘BOUNDARY-SPANNER’ DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL-INTERAKSIONISME

��

Firmanzah, (2006), Optimizing the roles of subsidiaries managers’ position as a ‘boundary-spanning’: interactive communication perspective, Manajemen Usahawan Indonesia, (35),7,p. 24-32

Suta, I.G.A., & Firmanzah, (2006), Efek kualitas auditor terhadap tata kelola dan hak pemegang saham public, Management Usahawan Indonesia, (35),11,p. 23-28

Firmanzah, (2007), Boundary Spanner and Identity Problem, Manajemen Usahawan Indonesia, (36),1,p. 14-21

Firmanzah, (2007), The effect of headquarter integration mechanism on subsidiaries’ new product success: from control to coordination mechanism, The South East Asian Journal of Management, (1),2.p. 191-212

Firmanzah & Prasetyantoko, A. (2007), The difference between MNC’s and local firms when facing an economic crisis: an exploratory view on the Indonesian economic crisis of 1997-2001, In. Andreosso-O’Callaghan, B., (Ed). Europe: organisations, trade and investment, Oxford: Chandos Publishing

Firmanzah., De la Villarmois, O., & Benavent, C. (2008), Control and organizational learning in MNCs: An analysis through the subsidiaries, The South East Asian Journal of Management, (1),2.p.191-212

Firmanzah (2009), New product development (NPD) process in subsidiary: Information perspective, Makara,(12),2,p. 87-97

Firmanzah (2008), Enhancing foreign consumers’ acceptance: The role of capabilities to create export-market oriented product (EMOP) on small-medium enterprises (SMEs), International Journal of Business, (10),2,p. 237-259

Firmanzah (2009), The Effect of Localisation Decision on New Product Superiority and Performance: Empirical Research on Consumer – Goods Subsidiaries, ASEAN Marketing Journal, (1),1,p.42-59

Firmanzah (2009), Initiative decision typology of new product launching (NPL) into local market: toward interaction mechanism, ASEAN Marketing Journal, (1),2,p. 79-93

Page 68: Firmanzah - feb.ui.ac.id · Tiap-tiap pihak akan ... Sila ke-lima Pancasila menyebutkan ‘keadilan ... bersifat ‘lokal’ dan terikat dengan karakteristik asal-usul menjadi sesuatu

COORDINATION-CAPABILITY DAN DAYA SAING NASIONAL: PERAN ‘BOUNDARY-SPANNER’ DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL-INTERAKSIONISME

��

Firmanzah (2009), Subsidiary perspective on coordination mechanisms on localization decision, working environment, marketing engagement and new product performance, Makara, (13),2,p. 117-130

Firmanzah (2009), The Effect of Headquarter’s Integration on Subsidiary’s New Product Superiority and Performance. International Review of Business, (10) , pp.51 - 66 .

Firmanzah. (2003). Perceived industrial pressure-firm capability: dynamic relation. Article is presented in the conference of ‘Strategy Competitiveness’. 4 November 2003. University of Val de Marne (Paris XII)

Firmanzah (2005). Quo-vadis the research of the ‘truth’ in the social science: between expectation and illusion. Internal Conference held by CREG, University of Pau et Pays de l’Adour

De la Villarmois, O., & Firmanzah, Benavent, C. (2005), Contrôle et production des connaissances: le cas des entreprises mondialisées, Conference of Finance and Accounting in the University of Lille 1 (IAE)-May

Firmanzah (2005), Le processus du lancement des nouveaux produits Dans les filiales : Vers une forme d’interaction entre la maison mere et les filiales, International Euro-Asia Research Conference, Nanchang University

Firmanzah (2005), The dimension of Subsidiaries New Product Launching (NPL), International Conference of the Multinational Companies (MNC) held by Nanchang University

Benavent, C., De la Villarmois, O., & Firmanzah, (2005), Apprentissage et contrôle organisationnel : l’analyse au niveau filiales indonésiennes d’entreprises françaises, Colloque MINT-December-Paris

Firmanzah & Prasetyantoko, A. (2006), The difference between MNC’s and local firms when facing an economic crisis: an exploratory view on the Indonesian economic crisis of 1997-2001, 12th Euro Asia Conference, Universitat de Barcelona

International Conferences

Page 69: Firmanzah - feb.ui.ac.id · Tiap-tiap pihak akan ... Sila ke-lima Pancasila menyebutkan ‘keadilan ... bersifat ‘lokal’ dan terikat dengan karakteristik asal-usul menjadi sesuatu

COORDINATION-CAPABILITY DAN DAYA SAING NASIONAL: PERAN ‘BOUNDARY-SPANNER’ DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL-INTERAKSIONISME

��

Firmanzah. (2007), The Effect of Capabilities on ‘Product-Market-Oriented’: Indonesian’s Small-Medium-Enterprises (SMEs) Exportation Products, 13th Euro Asia Conference on Shapporo (Japan)

Firmanzah, (2008), New Product Development (NDP) Process in Subsidiary: Information Perspective, 2nd (ICBMR) International Conference on Business and Management Research (Jakarta)

Firmanzah (2008), The Effect of Location Decisions on New Product Superiority and Performance : Empirical Research on Consumer-Goods Subsidiaries, 3rd International Conference on Business and Management Research (ICBMR) dan 14th Euro Asia Conference (Bali-Indonesia)

Firmanzah & Sari.H (2009), The Impact of Consumer Education on Benefit, Economic Accessibility, Environmental Concern on Knowledge – Based Economy & Global Management, Tainan, Taiwan – October

Firmanzah & Sari. H (2009), Green Product Design: Identifying Determinant Factors that Influence Customer’s Decision to buy. Asia Pasific Industrial Engineering & Management Systems Conference 2009, Kitayushu, Japan – December

Firmanzah (2006), Contingency aspect in global-brand construction, Jakarta Post, August 30 2006

Firmanzah (2007), Innovation as a source of competitive advantage, Jakarta Post, April 04 2007

Firmanzah (2007), Tuntutan Pembenahan Organisasi Manajerial BUMN Indonesia, BUMN Track, Mei 2007

Firmanzah (2007), Rethinking promotion strategy, Jakarta Post, June 20 2007

Firmanzah (2008), Membangun Kemampuan Inovasi BUMN, BUMN Track, Februari 2008Firmanzah (2008), Manajer Lokal dalam Kompetisi Global, Seputar Indonesia, Maret 02 2008

Firmanzah (2008), Kebangkitan Nasional Globalisasi dan Daya Saing, SWA Sembada, Juni 11 2008

Newspaper

Page 70: Firmanzah - feb.ui.ac.id · Tiap-tiap pihak akan ... Sila ke-lima Pancasila menyebutkan ‘keadilan ... bersifat ‘lokal’ dan terikat dengan karakteristik asal-usul menjadi sesuatu

COORDINATION-CAPABILITY DAN DAYA SAING NASIONAL: PERAN ‘BOUNDARY-SPANNER’ DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL-INTERAKSIONISME

��

Firmanzah (2008), Presiden 2009 dan Identitas Nasional, Koran Tempo, September 06 2008

Firmanzah (2008), Presiden 2009 dan Identitas Nasional, Koran Tempo, September 17 2008

Firmanzah (2009), Stimulus Fiskal dan Profesionalitas Aparatus, Seputar Indonesia April 29 2009

Firmanzah (2009), Ekonomi Terintegrasi dan Visi Capres, Seputar Indonesia Mei 25 2009

Firmanzah (2009), Kedewasaan Politik Tim Sukses Capres, Suara Pembaruan, Juni 1 2009

Firmanzah (2009), Agenda Pemulihan Ekonomi dan Kampanye Capres – Cawapres, Seputar Indonesia Juni 17 2009

Firmanzah (2009), Arti Penting Politik, Survei, Mei – Juni 20 2009

Firmanzah (2009), Manajemen Isu dan Pemilihan Presiden, Juni – Juli 20 2009

Firmanzah (2009), Selamat Memilih Indonesia, Seputar Indonesia, Juli 8 2009

Firmanzah (2009), Survei dan Pelayanan Publik, Survei, Agustus 2009

Firmanzah (2009), Kemelut Politik dan Stabilitas Ekonomi, Seputar Indonesia, Oktober 9 2009

Firmanzah (2009), Kabinet dan Tantangan Strategis, Seputar Indonesia, Oktober 19 2009

Firmanzah (2009), Keputusan dan Kepastian, Neraca, November 16 2009

Firmanzah (2009), Menyoal Pengawasan BI, Neraca, November 30 2009

Firmanzah (2009), Optimisme dan Tantangan Kabinet Indonesia Bersatu Jilid 2, Survei, November 2009

Page 71: Firmanzah - feb.ui.ac.id · Tiap-tiap pihak akan ... Sila ke-lima Pancasila menyebutkan ‘keadilan ... bersifat ‘lokal’ dan terikat dengan karakteristik asal-usul menjadi sesuatu

COORDINATION-CAPABILITY DAN DAYA SAING NASIONAL: PERAN ‘BOUNDARY-SPANNER’ DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL-INTERAKSIONISME

��

Firmanzah (2009), Peran Regulasi dalam Turbulensi Ekonomi, Survei, Desember 2009

Firmanzah (2009), Kawasan Indsutri dan Daya Saing Nasional, Seputar Indonesia, Desember 23 2009

Firmanzah (2009), Refleksi Ekonomi 2009 dan Harapan 2010, Neraca, Desember 28 2009

Firmanzah (2010), Memaknai resiko Sistemik, Neraca, Januari 4 2010Firmanzah (2010), Paradigma Pembangunan Ekonomi, Seputar Indonesia, Januari 2010

Firmanzah (2010), Orientasi Pemerintah untuk Konsumen dan Perusahaan Indonesia Hadapi FTA, Survei, Januari 2010

Firmanzah (2010), Mencegah Kriminalisasi Kebijakan, Neraca, Januari 25 2010

Soedibyo, M. (2007), Kajian Terhadap Suksesi Kepemimpinan Puncak (CEO) Perusahaan Keluarga di Indonesia (Menurut Perspektif Penerus), Pasca Sarjana Ilmu Manajemen (FEUI)

Wahyudi, T.A. (2007), Pengaruh modernisasi orientasi pemasaran kewirausahaan pemimpin UKM terhadap hubungan antara sumber daya, proses inovasi dan produk unggul, Pasca Sarjana Ilmu Manajemen (FEUI)

Haryanto, J.O. (2008), Analisa intensi mengonsumsi lagi pada anak dalam membangun kekuatan memengaruhi, pembelian impulsif dan autobiographical memory, Pasca Sarjana Ilmu Manajemen (FEUI)

Sari, H, (2008), Peran Pesan Edukasi Pelanggan, Peduli Lingkungan dan Sikap Membeli Terhadap Intensi Membeli Produk Hijau, Pasca Sarjana Ilmu Manajemen (FEUI)

Mussry, JS. (2008), Dinamika Hubungan Gaya Kepimpinan Transfromasional, Orientasi Pasar, Kualitas Layanan, dan Kinerja Unit Bisnis : Studi Empiris di Bank X, Pasca Sarjana Ilmu Manajemen (FEUI)

Supervisor of PhD (Graduated)

Page 72: Firmanzah - feb.ui.ac.id · Tiap-tiap pihak akan ... Sila ke-lima Pancasila menyebutkan ‘keadilan ... bersifat ‘lokal’ dan terikat dengan karakteristik asal-usul menjadi sesuatu

COORDINATION-CAPABILITY DAN DAYA SAING NASIONAL: PERAN ‘BOUNDARY-SPANNER’ DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL-INTERAKSIONISME

��

Pasaribu, M. (2008), Kondisi Anteseden Dalam Implementasi Best Practise Sharing Di Lingkungan PT. PLN (Persero), Pasca Sarjana Ilmu Manajemen (FEUI)

Saroyeni, P. (2008), Pengaruh saliansi mortalitas dan identifikasi diri terhadap respon konsumen: studi produk lokal Bali, Pasca Sarjana Ilmu Manajemen (FEUI)

Nofrisel (2009), Keterkaitan Strategik Antara Pendekatan Network-Based Management terhadap Kualitas Pelayanan dan Kinerja (Sebuah Studi Membangun Daya Saing Sektor Logistik di Indonesia), Pasca Sarjana Ilmu Manajemen (FEUI)

Widodo (2009), Pengaruh partnership quality (kualitas kemitraan) terhadap kapabilitas inovasi: studi empiris tentang kemitraan stratejik antara perusahaan kecil dan menengah dengan perusahaan besar di Indonesia, Pasca Sarjana Ilmu Manajemen (FEUI)

Sobari, N. (2009), Pengaruh orientasi pasar partai politik dalam membentuk citra melalui positioning dibenak pemilih Indonesia: sebuah pendekatan political marketing, Pasca Sarjana Ilmu Manajemen (FEUI)

Arifin, S. (2009), Pengaruh perubahan lingkungan terhadap strategi dan kinerja perbankan, Pasca Sarjana Ilmu Manajemen (FEUI)

Silalahi, U. (2010), Entrepreneurship Berbasis Knowledge Management untuk Mencapai Keunggulan Daya Saing Organisasi Publik Lewat Transfer Pengetahuan Internal dan Eksternal, Pasca Sarjana Ilmu Manajemen (FEUI)

Tambunan, K.H. (8605210256), Knowledeg sharing antara knowledge worker studi empiris pada perguruan tinggi, Pasca Sarjana Ilmu Manajemen (FEUI)

Jane, O. (0606032493), Analisis kinerja perusahaan setelah diakusisi (studi kasus pada PT. Holcim Indonesia Tbk. dan PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk), Pasca Sarjana Ilmu Manajemen (FEUI)

Supervisor of PhD (In Progress)

Page 73: Firmanzah - feb.ui.ac.id · Tiap-tiap pihak akan ... Sila ke-lima Pancasila menyebutkan ‘keadilan ... bersifat ‘lokal’ dan terikat dengan karakteristik asal-usul menjadi sesuatu

COORDINATION-CAPABILITY DAN DAYA SAING NASIONAL: PERAN ‘BOUNDARY-SPANNER’ DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL-INTERAKSIONISME

��

Jayalie, W. (8604020348), The Competitive dynamic of medium – sized enterprise in Indonesia food industries: The Microfoundations of sustainable enterprise performance – approached by dynamic capabilities, Pasca Sarjana Ilmu Manajemen (FEUI)

Wigrantoro, M.R.S. (8605210299), Dinamika persaingan industri telekomunikasi Indonesia periode 2000-2006, Pasca Sarjana Ilmu Manajemen (FEUI)

Arifin, S. (8605210418), Pengaruh perubahan lingkungan terhadap strategi dan kinerja perbankan, Pasca Sarjana Ilmu Manajemen (FEUI)

Nawir, M. (0706221741), The Competitive and Compatible Change Culture Capability is Primary Source of The Firm’s Sustained Superior, Pasca Sarjana Ilmu Manajemen (FEUI)

Astini, R. (8605210361), Penerapan Service Marketing dalam Pengelolaan Museum terhadap Intensi Kunjungan dan Dampaknya terhadap Keinginan Menyumbang Pengunjung (Suatu Studi Kasus untuk Museum – Museum di DKI Jakarta), Pasca Sarjana Ilmu Manajemen (FEUI)

Supervisor of Master (Graduated)

Lestari, A. (2006), Pengaruh Kesesuaian Selebriti Dengan Merek Terhadap Willingnes To Try dan Willingnes To Buy Kasus Sabun Mandi Merek Lux, Pasca Sarjana Ilmu Manajemen (FEUI)

Susatiyo, B. (2007), Pengaruh Quality, Complaint, Alternative Service Quality Terhadap Intention To Switch Pada Pengguna Taksi Di DKI Jakarta dan Sekitarnya, Pasca Sarjana Ilmu Manajemen (FEUI)

Sepriwasa, D. (2007), Efek Celestial Incentives dan Economic Incentives Terhadap Motivasi dan Dampaknya Pada Kualitas Jasa dan Keluhan Pelanggan : Studi Kasus Pada Tabungan Shar-E bank Muamalat Indonesia, Pasca Sarjana Ilmu Manajemen (FEUI)

Kartono, H. (2008), Pengaruh Persepsi Kualitas Pelayanan, Citra Perusahaan, Kepercayaan, Dan Persepsi Biaya Berpindah Terhadap Loyalitas Pelanggan Pada Pengguna Kartu Seluler Esia Di DKI Jakarta, Pasca Sarjana Ilmu Manajemen (FEUI)

Page 74: Firmanzah - feb.ui.ac.id · Tiap-tiap pihak akan ... Sila ke-lima Pancasila menyebutkan ‘keadilan ... bersifat ‘lokal’ dan terikat dengan karakteristik asal-usul menjadi sesuatu

COORDINATION-CAPABILITY DAN DAYA SAING NASIONAL: PERAN ‘BOUNDARY-SPANNER’ DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL-INTERAKSIONISME

��

Sofia, R.D. (2008), Pengaruh Usaha Relasional Partai Politik, Keterlibatan Pemilih & Keterikatan Pemilih Terhadap Intensi Berpindah Pemilih di Indonesia, Pasca Sarjana Ilmu Manajemen (FEUI)

Badaruzaman, (2008), Membangun Loyalitas Pelanggan pada “Informastion Provider” Kasus Detik.Com, Pasca Sarjana Ilmu Manajemen (FEUI)

Dian, E. (2008), Pengaruh Keterlibatan, Persepsi Kualitas dan Emosi terhadap Loyalitas pada Keanggotaan Kelompok Motor Merek Harley Davidson, Pasca Sarjana Ilmu Manajemen (FEUI)

Sihite, J.M. (2008), Pengaruh Emosional Pemilih, Keterlibatan, Keterikatan dan Keyakinan Keputusan dalam Memilih Partai Politik di 7 Kota Indonesia, Pasca Sarjana Ilmu Manajemen (FEUI)

Farid, M. (2008), Kajian Market Orientation Partai Politik (Studi Kasus Pada Partai Persatuan Pembangunan), Pasca Sarjana Ilmu Manajemen (FEUI)

Maria, Y, RRF, (2008), Perilaku Pembuatan Keputusan Pemilih Melalui Pendekatan Rasional, Pasca Sarjana Ilmu Manajemen (FEUI)

Santoso, A.J. (2008), Pengaruh Kualitas Upaya Relasional dan tingkat Kesadaran Produk Terhadap Loyalitas Pengunjung Museum di Jakarta, Pasca Sarjana Ilmu Manajemen (FEUI)

Slamet, F. (2008), Pengaruh Persepsi Terhadap Ketidakpastian Lingkungan dan Struktur Organik Organisasi Pada Perilaku Berwirausaha dan Adaptabilitas Stratejik Pada Perusahaan Farmasi Domestik, Pasca Sarjana Ilmu Manajemen (FEUI)

Manurung, H. (2008), Peran Humor dalam Iklan Poltik Untuk Meningkatkan Memorisasi Iklan Politik, Pasca Sarjana Ilmu Manajemen (FEUI)

Kustanto, (2008), Pengaruh Klaim Obyektif Terhadap Efektivitas Iklan Politik Khusunya Minat Atensi dan Memorisasi Pemilih, Universitas Indonesia

Rachmadhansyah, (2008), Efektivitas Politik Provokatif Terhadap Atensi, Ketertarikan dan Memorisasi Pemilih, Pasca Sarjana Ilmu Manajemen (FEUI)

Page 75: Firmanzah - feb.ui.ac.id · Tiap-tiap pihak akan ... Sila ke-lima Pancasila menyebutkan ‘keadilan ... bersifat ‘lokal’ dan terikat dengan karakteristik asal-usul menjadi sesuatu

COORDINATION-CAPABILITY DAN DAYA SAING NASIONAL: PERAN ‘BOUNDARY-SPANNER’ DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL-INTERAKSIONISME

��

Gohi, Y.P. (2008), Pengaruh Brand Image Positif Partai Politik Terhadap Sikap Positip dan Intensi Memilih, Pasca Sarjana Ilmu Manajemen (FEUI)

Muslim, (2008), Market Entry Strategy on International Market Through Opening an Overseas Office in Dubai, United Arab Emirates (UAE) A Case Study of Bank XYZ, Magister Management (FEUI)

Sembiring, I.R. (2008), Analisis Perbandingan Efektivitas Iiklan TV : Yamaha Mio dan Honda, Vario, Magister Manajemen (FEUI)

Permadi, H.E. (2008), The Repositioning Strategy in The Books Retiling Industry : A Case Study of Aksara Bookstore, Magister Manajemen (FEUI)

Soedarno, E. (2008), Developing Marketing Strategy Case - PT. Dirgantara Indonesia, Magister Manajemen (FEUI)

Ardhyagharini, N. (2008), Analisa Komparasi antara Produk dan Endorser Studi Iklan Tolak Angin Sido muncul versi Agnes Monica, Magister Manajemen (FEUI)

Unsulangi, R.S. (2008), Pengaruh Kualitas Terhadap Kepuasan Konsumen Bengkel Toyota (AUTO 2000) Cabang Sudirman, Magister Manajemen (FEUI)

Wahyudi, H.A. (2008), Analisis Pengaruh Informasi Dari Keluarga dan Informasi Dari Kegiatan Pemasaran Terhadap Ekuitas Merek Pasta Gigi Pepsodent, Magister Manajemen (FEUI)

Alfisyahr, R. (2008), Analisa Pengaruh Iklan Calon Presiden Terhadap Pembentukan Brand Attitude Dan Inntention To Vote (Studi Komparasi Berdasarkan Iklan Politik Prabowo Subianto dan Rizal Mallarangeng), Magister Manajemen (FEUI)

Imran, M. (2009), Analisis Strategi Promosi Produk Takaful Ukhuwah Pada PT. Asuransi Takaful Keluarga, Magister Manajemen (FEUI)

Rizky, M.R.A. (2009), Analisa Sikap Konsumen Terhadap Perluasan Merek dan Intention To Buy, Pasca Sarjana Ilmu Manajemen (FEUI)

Mihayudati, A. (2009), Efektifitas Iklan pada Situs Jejaring Sosial, Pasca Sarjana Ilmu Manajemen (FEUI)

Page 76: Firmanzah - feb.ui.ac.id · Tiap-tiap pihak akan ... Sila ke-lima Pancasila menyebutkan ‘keadilan ... bersifat ‘lokal’ dan terikat dengan karakteristik asal-usul menjadi sesuatu

COORDINATION-CAPABILITY DAN DAYA SAING NASIONAL: PERAN ‘BOUNDARY-SPANNER’ DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL-INTERAKSIONISME

�0

Tiono, A.D. (2009), A marketing plan to relaunch energen milkuit back into market, Magister Manajemen (FEUI)

Nainggolan, H.S. (2009), Business feasibility study of factory expansion of olympic in Surabaya, Magister Management (FEUI)

Liap Ludya Andre (2009), Analisis Strategi Samudera Biru Produk Metro-Net Berbasis Serat Optik pada Supra Primatama Nusantara (MMUT)

Page 77: Firmanzah - feb.ui.ac.id · Tiap-tiap pihak akan ... Sila ke-lima Pancasila menyebutkan ‘keadilan ... bersifat ‘lokal’ dan terikat dengan karakteristik asal-usul menjadi sesuatu