filsafat
-
Upload
awidyaadmadja -
Category
Documents
-
view
124 -
download
24
description
Transcript of filsafat
KAJIAN FILSAFAT ILMU
Oleh : Kamarul Widyawati
Nim : 25010112410102
Progdi : MIKM
Konsentrasi : Administrasi Rumah Sakit
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Irianto Widisuseno, M. Hum.
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2012
TUGAS INDIVIDU FILSAFAT ILMU PENGGANTI UTS
SOAL:
Dalam 3 buku yang sudah difoto copy yaitu :
Buku I : Living Issues in Philsophy
Buku II : Filsafat Ilmu
Buku III : Problematika Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Memuat 3 aspek persoalan filsafat ilmu yaitu Ontologis, Epistemologis, Aksiologis.
Baca ketiga buku tersebut, lalu formulasikan sebagai kajian fisiologis tentang ilmu mencakup
ontologis, epistemologis, dan aksiologis.
Dengan susunan kajian sebagai berikut :
I. Kajian Ontologis :
Membahas referensi yang dimiliki (3 buku di atas) yang berkaitan dengan
persoalan-persoalan dasar yaitu hakikat ilmu, sifat dasar ilmu, asal mula ditemukan
ilmu/lebih ingin pahami lebih dekat/dalam tentang apa sebenarnya ilmu tersebut.
sejarah singkatnya seperti apa? Jadi dengan pengetahuan tentang ontologism kita tahu
apa itu ilmu.
II. Kajian Epistemologis :
Meliputi pembahasan menyangkut metode/cara/prosedur untuk memperoleh
pengetahuan/ilmu. Maka akan dikenal beragam metode ukuran kebenaran-kebenaran
ilmiah. Pada bagian ini dapat ditemui di buku pertama dan kedua. Jadi pemahaman
epistemologis memahami ilmu dari sisi metodologi/cara-cara untuk pahami
bagaimana ilmu bias kita miliki.
III. Kajian aksiologis
Menyangkut pembahasan persoalan nilai dalam ilmu (menyangkut saat-saat mana
pengembangan ilmu perlu perlu pertimbangan moral/nilai-nilai moral) Bagian ini bias
dilihat dalam buku ketiga. Persoalan ini dapat dilihat dari buku Problematik
Pengembangan Ilmu.
Kajian tidak sekedar menterjemahkan/mentransfer buku tapi mencari substansinya. Ontologis
banyak definisi, jangan dicantumkan semua, tapi cari intinya. Jadi hasil kajian nanti tidak perlu
terlalu tebal tapi cukup substansinya saja. Ukuran tebal tipisnya adalah Kelayakan/ Kepatutan.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan selalu berhubungan dengan sejarah peradaban
manusia, termasuk di dalamnya sejarah filsafat ilmu. Filsafat itu sendiri telah muncul sejak
ribuan tahun yang lalu dimana saat itu manusia memiliki pemikiran dan permasalahan yang
sederhana, tidak begitu komplek seperti saat ini. Latar belakang perkembangan ilmu dimulai
sejak zaman purba.
Sejak zaman purba pra sejarah (20.000-10.000 SM) sudah mulai terjadi proses belajar.
Hal ini ditandai dengan pemanfaatan batu sebagai alat perkakas yang digunakan pada waktu
itu. Di Indonesia perkembangan dapat dilihat dari munculnya kerajaan-kerajaan, pengairan
persawahan, kesenian, meramal dan nelayan.
Pada zaman modern ditandai munculnya ahli-ahli filsafat dan ilmuwan. Ahli filsafat
tersebut, seperti Copernicus, Galileo, Keppler, Francis Bacon, dan Rene Descartes,
sedangkan ilmuwan diantaranya Newton (Teori Gravitasi, Perhitungan Kalkulus dan Optika)
dan Wilhelm Konrad Rontgen (Sinar X). Zaman ini dipengaruhi oleh terjadinya perang
salib, jatuhnya konstantinopel ke tangan Turki dan hubungan kerajaan Arab di Jazirah
Spanyol dan Prancis.
B. Tujuan Mempelajari Kajian-kajian Filosofis Keilmuan
Filsafat merupakan ilmu yang mempelajari dengan tentang hakekat kebenaran segala
sesuatu. Dengan bantuan filsafat, manusia berusaha menangkap makna, hakekat, hikmah
dari setiap pemikiran, realitas dan kejadian. Filsafat mengantarkan manusia untuk lebih
jernih, mendasar dan bijaksana dalam berfikir, bersikap, berkata, berbuat dan mengambil
kesimpulan.
Kegunaan filsafat ialah untuk memperoleh pengertian (makna) dan untuk menjelaskan
gejala atau peristiwa alam dan sosial. Itu berarti orang yang berfilsafat harus berpikir
obyektif atas hal-hal yang obyektif (bukan menghayal).
Salah satu kesukaran terbesar yang dihadapi manusia dewasa ini adalah
keserbamajemukan ilmu pengetahuan itu sendiri. Ilmu pengetahuan tidak lagi satu;
maksudnya kita tidak bisa mengatakan inilah satu-satunya ilmu pengetahuan. Sedangkan di
masa lalu ilmu pengetahuan itu lebih menunjukkan keekaannya daripada kebinekaannya
seperti dewasa ini. Sehingga dengan perkembangan tersebut justru bertentangan dengan
inspirasi tempat pengetahuan itu bersumber, yaitu keinginan manusia untuk mengadakan
kesatuan di dalam keserbamajemukan gejala-gejala di dunia kita ini. Sesungguhnya
kebinekaan ilmu pengetahuan tersendiri seharusnya tidak usah menjadi soal, asalkan tidak
bertentangan dengan tendensi azasi ilmu pengetahuan sendiri yaitu menuju keekaan.
Di lain pihak munculnya spesialisasi memang perlu demi perkembangan ilmu sendiri
dan demi ringannya beban manusia untuk menguasai ilmu pengetahuan. Persoalan yang
timbul akibat kebinnekaan dan spesialisasi ilmu pengetahuan adalah dapat membawa
manusia terasing dari peta umum ilmu pengetahuan dan menganggap sebagian kecil dari
petanya sebagai peta ilmu pengetahuan yang paling lengkap dan benar. Bahaya lain
spesialisasinya ialah penerapan dari ilmunya sendiri yang kurang mempertimbangkan
akibat-akibatnya. Akibat-akibat buruk dari penerapan ilmu yang disebabkan karena
kesalahan manusia yang terlalu terfokus oleh spesialisasi dan kurangnya memahami
pengetahuan lain, sehingga kurang memberi orientasi yang lebih luas terhadap kenyataan
dunia ini.
BAB II
KAJIAN FILSAFAT ILMU
A. Hakikat Ilmu Pengetahuan
Filsafat adalah pengetahuan tentang cara berpikir tertentu yang disebut cara berpikir
radikal dan universal, yaitu model berpikir mempertanyakan sesuatu yang tuntas. Filsafat
memiliki cara kerja yaitu berpikir manusia dalam memenuhi hasratnya untuk mengetahui
segala sesuatu dan mengatasi segala permasalahan yang dialami dan yang akan dialami
baik dalam kehidupannya di dunia maupun menembus batas metafisika setelah kehidupan
kelak seperti tentang kepercayaan dan keyakinan terhadap agama yang dianutnya.
Filsafat ilmu sebagai salah satu cabang filsafat merupakan cara kerja berfikir radikal
manusia dalam mengembangkan dunia keilmuan yang bermanfaat bagi manusia. Cara
kerja ilmu tiada lain adalah cara kerja berpikir manusia yang mempertanyakan seluk
beluk ilmu pengetahuan.
Berfilsafat adalah cara berfikir yang radikal dan universal. Di dalam proses tanya
jawab haruslah mendalam dan tuntas, karena di sisi lain manusia itu dikarunia akal untuk
berpikir, manusia juga dikarunia hasrat ingin tahu dan nafsu ketidakpuasan. Pada tataran
ontologis ilmu pengetahuan merupakan hasil proses kegiatan refleksi ilmuan atau
pemikiran dalam menghadapi masalah yang menyangkut dirinya sendiri maupun
lingkungannya, ada beberapa macam proses kegiatan refleksi :
1. Kegiatan refleksi spekualitatif
Kegiatan semacam ini merupakan kegiatan pokok dalam berfilsafat, spekualisasi
berarti membuat dugaan–dugaan masuk akal atau cerdas yang dapat dipertanggung
jawabkan sebagai sesuatu yang tidak didasarkan bukti, ini merupakan kegiatan akal
manusia dengan melalui kemampuannya dalam imajinasi yang berdisiplin untuk
menghadapi secara efektif persoalan-persoalan filsafat tentang akal.
2. Kegiatan refleksi deskripsi
Deskripsi adalah suatu uraian yang terperinci tentang sesuatu yang terdiri dari aspek-
aspek yang penting. Memberikan deskripsi tentang sesuatu hal berarti memberikan
keterangan bagaimana hal itu berada atau terjadi.
3. Kegiatan refleksi analisis
Analisis dimaksud sebagai penjelasan arti istilah–istilah yang menjadi dasar pada
penyelidikan filsafat.
4. Kegiatan refleksi evaluasi
Ini merupakan penafsiran tentang sifat nilai atau bernilai atau berharga yang melekat
pada sesuatu hal melalui pengalaman tertentu atau sesuatu tindakan manusia.
5. Kegiatan refleksi komprehensi
Pemahaman adalah kegiatan mengerti dengan sungguh-sungguh atau mengerti secara
cerdas tentang masalah atau fakta gagasan atau implikasi. Pemahaman dapat dicapai
dengan lima cara :
a. Menyatukan dan menghubung-hubungkan berbagai fakta atau gagasan
b. Mendiskusikan sesuatu dari premis-premis
c. Menyesuaikan berbagai fakta/gagasan baru dengan pengetahuan yang mapan
d. Meninjau gagasan dalam hubungannya dengan ketepatan dan kepentingannya
e. Menghubungkan suatu fakta atau gagasan dengan sesuatu yang diketahui
universal dan terikat pada kaidah.
6. Kegiatan refleksi penafsiran
Ini merupakan kegiatan akal untuk memberikan arti pada pengalaman manusia.
Tujuan utamanya adalah dapat dipahami sesuatu yang dialami manusia melalui
penafsiran dan mungkin penafsiran kembali suatu pengalaman atau peristiwa dapat
memperoleh pemahaman rasional yang sempurna, dapat diketahui secara sinoptik
atau dinilai secara benar.
Semua kegiatan refleksi yang sudah dikemukakan ini merupakan aspek
ontologisme dari ilmu pengetahuan baik sebagai proses maupun sebagai produk.
Nampak bahwa kegiatan-kegiatan itu sudah melampaui bidang empiris yang menjadi
sasaran ilmu khusus.
Secara sederhana dikatakan ilmu pengetahuan adalah kumpulan pengetahuan
akan tetapi tidak dapat dikatakan kumpulan pengetahuan sama dengan ilmu
pengetahuan. Hanya kumpulan pengetahuan yang memiliki syarat-syarat tertentu
yang dapat disebut sebagai ilmu pengetahuan, pengetahuan adalah hasil dari kegiatan
mengetahui.
B. Dimensi Keilmuan
Dimensi kelimuan dalam filsafat ada 3 yaitu Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi.
1. Ontologi
a. Pengertian
Istilah ontologi berasal dari kata Yunani “onta” yang berarti sesuatau yang
sungguh-sungguh ada, kenyataan yang sesungguhnya dan “logos” yang berarti studi
tentang, studi membahas sesuatu (Angeles, 1981). Jadi ontologis adalah studi
membahas sesuatu yang sungguh-sungguh ada, secara terminologis ontologis juga
berarti sebagai metafisika umum yaitu cabang filsafat yang mempelajari sifat dasar
dari kenyataan yang terdalam, ontologis membahas asas-asas rasional dari
kenyataan (Kattsoff, 1986).
Sesuatu yang dikatakan onta mempunyai 2 (dua) dimensi :
1) Kuantitas : fisik / bendawi / ragawi
Manusia sebagai onta makhluk dengan satu unsur ragawi (Monisme)
Manusia sebagai onta makhluk dengan jiwa dan raga (Dualisme)
Jika lebih dari 2 unsur disebut sebagai Pruralisme
Jika sebagai 2 (dua) unsur yang menyatu disebut sebagai Monodualisme
2) Kualitas : Onta berkaitan dengan sifat-sifat mutu / kualitas
- Pemahaman Mekanisme, dikatakan bagaimana cara hidupnya .
Jika cara hidupnya hanya mengulang kebiasaan , mengulang tradisi berarti kita
memahami manusia hanya sebagai mekanisme. Hidup hanya mengikuti jarum jam
sehingga kehidupan sehari-hari hanya rutin terus, hanya itu saja yang dilakukan.
Sehingga tidak kreatif , inovatif ,statik atau mencari amannya saja. Manusia
sebagai onta memiliki arah tujuan yang jelas
- Pemahaman Theleologisme theleos = tujuan, secara religious.
Theleologisme = memandang manusia sebagai onta secara kualitas melalui spirit ,
strugle , semangat hidup , vitalitas. Orang yang mempunyai vitalitas tinggi akan
memiliki spirit yang tinggi
- Pandangan Organism
Manusia sebagai onta dilihat dari sisi kualitas manusia hidup menggambarkan
rangkaian dari bagian-bagian tubuh yang menyusun hidupnya , bergerak akibat
adanya keterkaitan antar anggota tubuh secara keseluruhan . Jika dilihat sebagai
kematian maka pernyataannya adalah adanya salah satu bagian tubuh yang
disfungsi. Pandangan ini bersifat ilmiah/scientific dan ini cocok untuk keilmuan
yang mempelajari kesehatan masyarakat.
Mekanisme Bersifat fisik/ilmu-ilmu alam
Organisme Scientific
Theleogisme Religius
Vitalisme Spiritualisme
Untuk Aristoteles ada empat dimensi ontologis yang berbeda:
1) Menurut berbagai kategori atau cara menangani yang sedang seperti itu.
2) Menurut kebenaran atau kesalahan (misalnya emas palsu, uang palsu)
3) Apakah itu ada dalam dan dari dirinya sendiri atau hanya datang bersama oleh
kecelakaan
4) Sesuai dengan potensinya, gerakan (energi) atau jadi kehadiran (Buku
Metafisika Theta).
Menurut Suriasumantri (1985), ontologi membahas tentang apa yang ingin kita
ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau, dengan kata lain suatu pengkajian
mengenai teori tentang “ada”. Telaah ontologis akan menjawab pertanyaan-
pertanyaan :
a) apakah obyek ilmu yang akan ditelaah,
b) bagaimana wujud yang hakiki dari obyek tersebut, dan
c) bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia (seperti
berpikir, merasa, dan mengindera) yang membuahkan pengetahuan.
Menurut The Liang Gie, ontologi adalah bagian dari filsafat dasar yang
mengungkap makna dari sebuah eksistensi yang pembahasannya meliputi
persoalan-persoalan :
o Apakah artinya ada, hal ada ?
o Apakah golongan-golongan dari hal yang ada ?
o Apakah sifat dasar kenyataan dan hal ada ?
o Apakah cara-cara yang berbeda dalam mana entitas dari kategori-kategori
logis yang berlainan (misalnya objek-objek fisis, pengertian universal,
abstraksi dan bilangan) dapat dikatakan ada ?
Menurut Ensiklopedi Britannica yang juga diangkat dari Konsepsi Aristoteles
ontologi yaitu teori atau studi tentang being / wujud seperti karakteristik dasar
dari seluruh realitas. Ontologi sinonim dengan metafisika yaitu, studi filosofis
untuk menentukan sifat nyata yang asli (real nature) dari suatu benda untuk
menentukan arti , struktur dan prinsip benda tersebut (Filosofi ini didefinisikan
oleh Aristoteles abad ke-4 SM).
Hakekat kenyataan atau realitas memang bisa didekati ontologi dengan dua
macam sudut pandang:
1. Kuantitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan itu tunggal
atau jamak?
2. Kualitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan (realitas)
tersebut memiliki kualitas tertentu, seperti misalnya daun yang memiliki warna
kehijauan, bunga mawar yang berbau harum.
Secara sederhana ontologi bisa dirumuskan sebagai ilmu yang mempelajari
realitas atau kenyataan konkret secara kritis.
b. Fungsi Ontologis
Fungsi atau manfaat dalam mempelajari ontologis antara lain:
1. Berfungsi sebagai refleksi kritis atas objek atau bidang garapan, konsep-
konsep, asumsi –asumsi atau postulat-postulat ilmu, asumsi dan postulat ini
sebenarnya memiliki pandang ontologis tertentu dari asumsi keilmuan dasar
keilmuan antara lain dunia itu ada kita dapat mengetahui bahwa dunia itu
benar-benar ada, selanjutnya dunia itu empiris itu dapat diketahui oleh
manusia dengan pancaindra, dan fenomena yang terdapat didunia ini
berhubungan satu dengan yang lainnya secara kausal. Ontologis itu menjadi
penting sebab pertama kesalahan suatu asumsi, melahirkan teori metode, dan
praktek keilmuan yang salah pula.
2. Ontology membantu ilmu untuk menyusun suatu pandangan dunia yang
integral, komprehensif, dan koheren.
3. Ontology membantu mememecahkan masalah-masalah yang tidak mampu
dipecahkan oleh ilmu-ilmu khusus.
c. Problematik Ontologi
Pada intinya problematik ontologis adalah problema tentang ada atau tidak
keberadaan. Berbagai masalah keberadaan tersebut, antara lain masalah kuantitas
dan susunan dari keberadaan atau eksistensi.
d. Landasan ontologis bagi dunia keilmuan
Secara umum relevansi ontologis bagi ilmu adalah bahwa ontologi dapat
dijadikan dasar merumuskan hipotesis-hipotesis baru untuk memperbaharui
asumsi-asumsi dasar yang pernah digunakan. Ontologis juga merupakan sarana
ilmiah menemukan jalan untuk menangani suatu masalah secara ilmiah. Asumsi
–asumsi yang selama ini tidak dipertanyakan lagi oleh ilmu, teryata masih
dipertanyakan oleh ontologis sehingga bisa dipertanggungjawabkan
kebenarannya. Ontologis bersikap kritis dan spekulatif dalam membahas realitas.
Ontologis juga relevan dalam merefleksikan problem pembangunan,
pembangunan selama ini terbukti belum mewujudkan masyarakat adil dan
makmur kegagalan ini tidak terlepas dari konsep ontologis yang melandasi
konsep pembangunan di Indonesia. Dengan demikan dapat disimpulkan bahwa
dimensi ontologis merupakan bagian dari ilmu pengetahuan tentang eksistensi
ilmu pengetahuan, dimensi ontologis memberikan dasar yang fundamental
terhadap konsistensi pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan. landasan
ontologis ini membawa implikasi bagi landasan epistemologis dan aksiologis
ilmu. Ketiga landasan ini senantiasa terkait dan saling mempengaruhi.
Manfaat Ontologi bagi dunia keilmuan :
- Sebagai pegangan atau pijakan ada kerangka berfikir untuk bertindak
- Memiliki teori – teori penelitian sebagai landasan, dimana makin kuat landasan
ontologi makin kuat kita bisa berbicara dengan alasan yang kuat
- Mampu mengklarifikasi yang menjadi tindakan atau keputusan.
2. Epistemologi
a. Pengertian
Epistemologi atau teori pengetahuan adalah cabang filsafat yang berurusan dengan
hakikat dan lingkup pengetahuan, pengandaian-pengandaian dan dasar-dasarnya
serta pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki.
Metode ernpiris yang dimulai oleh Aristoteles mendapat sambutan yang baik pada
Zaman Renaisans dengan tokoh utamanya Francis Bacon (1561-1626). Dua di antara
karya-karyanya yang menonjol adalah The Advancement of Learning dan Novum
Organum (organum baru).
Fisafat Bacon mempunyai peran penting dalam metode Induksi dan sistematis
menurut dasar filsafatnya sepenuhnya bersifat praktis, yaitu untuk memberi
kekuasaan pada manusia atas alam melalui peyelidikan ilmiah. Karena itu, usaha
yang ia lakukan pertama kali adalah menegaskan tujuan pengetahuan. Menurutnya,
pengetahuan tidak akan mengalami perkembangan, dan tidak akan bermakna kecuali
ia mernpunyai kekuatan yang dapat membantu meraih kehidupan yang lebih baik.
Sikap khas Bacon mengenai ciri dan tugas filsafat tampak paling mencolok dalam
Novum Organum. Pengetahuan dan kuasa manusia satu sama lain, menurutnya alam
tidak dapat dikuasai kecuali dengan jalan menaatinya, agar dapat taat pada alam.
Manusia perlu mengenalnya terlebih dahulu dan untuk mengetahui alam diperlukan
observasi, pengetahuan, penjelasan. dan pembuktian.
Umat manusia ingin menguasai alam tetapi menurut Bacon, keinginan itu tidak
tercapai sampai pada zamannya hidup, hal ini karena ilmu-imu pengetahuan berdaya
guna dalam mencapai hasilnya, sementara logika tidak dapat digunakan untuk
mendirikan dan membangun ilmu pengetanuan. Bahkan, Bacon meganggap logika
lebih cocok untuk melestarikan kesalahan dan kesesatan yang ada ketimbang
mengejar menentukan kebenaran.
Pengetahuan yang diperoleh manusia melalui akal, indera dan lain-lain mempunyai
metode tersendiri dalam teori pengetahuan, di antaranya adalah:
1) Metode Induktif
Induksi yaitu suatu metode yang menyimpulkan pernyataan-pernyataan hasil
observasi disimpulkan dalam suatu pernyataan yang lebih umum.
2) Metode Deduktif
Deduksi adalah suatu metode yang menyimpulkan bahwa data-data empirik diolah
lebih lanjut dalam suatu sistem pernyataan yang runtut. Hal-hal yang harus ada
dalam metode deduktif adalah adanya perbandingan logis antara kesimpulan-
kesimpulan itu sendiri.
3) Metode Positivisme
Metode ini berpangkal dari apa yang telah diketahui, yang faktual, yang positif.
Mengnyampingkan segala uraian/persoalan di luar yang ada sebagai fakta. Apa yang
diketahui secara positif, adalah segala yang tampak dan segala gejala. Sehingga,
metode ini dalam bidang filsafat dan ilmu pengetahuan dibatasi pada bidang gejala-
gejala saja.
4) Metode Kontemplatif
Metode ini mengatakan adanya keterbatasan indera dan akal manusia untuk
memperoleh pengetahuan, sehingga objek yang dihasilkan pun akan berbeda-beda
harusnya dikembangkan suatu kemampuan akal yang disebut dengan intuisi yang
dapat diperoleh dengan berkontemplasi.
5) Metode Dialektis
Dialektis atau dialektika berasal dari bahasa Yunani Dialektike yang berarti
cara/metode berdebat dan berwawancara yang diangkat menjadi sarana dalam
memperoleh pengertian yang dilakukan secara bersama-sama mencari kebenaran.
b. Fungsi Epistemologis
Epistemologis menjadi dasar pijakan dalam memberikan legitimasi bagi suatu ilmu
pengetahuan untuk diakui sebagai disiplin ilmu tertentu. Dengan demikian,
epistemologis juga memberi kerangka acuan terhadap pengembangan ilmu
pengetahuan.
c. Problematik dalam epistemologis
Persoalan tentang yang seharusnya dan dapat diketahui telah lama menjadi
persoalan, sebagai contoh pertentangan besar antara idealisme dengan realisme.
Pengetahuan yang berdasarkan idealisme mengandung implikasi pendekatan yang
rasionalisme sementara rasionalisme menggunakan pendekatan empiristik.
Pengetahuan yang berdasarkan empiris memandang pengetahuan itu dari sudut
induktif, sehingga untuk mencapai kebenaran pengetahuan didasarkan realitas
konkrit yang parsial.
d. Epistemologis dan masalah aktual
Landasan epistemologis ilmu adalah menyangkut cara berpikir keilmuan berkenaan
dengan kriteria apa agar sampai pada kebenaran ilmiah, dengan kata lain yang
dibicarakan dalam epistemologis ilmu adalah suatu cara berpikir ilmiah. Sesuai
dengan perkembangan, ilmu berkembang melalui cara berpikir sebagai berikut : ilmu
rasional, ilmu rasional empiris, ilmu rasional empiris eksperimental. Dalam rangka
ilmu-ilmu modern, cara berpikir ilmiah terkait atau berkenaan dengan kriteria ilmu
rasional empiris dan ilmu rasional empirik eksperimental. Ilmu-ilmu modern tidak
pernah terlepas dari masyarakat karena kebangkitan dan suksesnya justru dalam
rangka memecahkan problem kemasyarakatan.
e. Metodologi
Aspek epistemologis yang penting di dalam pengembangan pengetahuan adalah
metode dan juga metodologi, pengetahuan pada umumnya dan ilmu pengetahuan
pada khususnya merupakan produk dari sebuah proses.
3. Aksiologi
a. Pengertian
Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana
manusia menggunakan ilmunya. Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata
Yunani yaitu; axios yang berarti sesuai atau wajar. Sedangkan logos yang berarti
ilmu. Aksiologi dipahami sebagai teori nilai.
Aksiologi adalah ilmu yang membicarakan tentang tujuan ilmu pengetahuan itu
sendiri. Jadi Aksiologi merupakan ilmu yang mempelajari hakikat dan manfaat yang
sebenarnya dari pengetahuan, dan sebenarnya ilmu pengetahuan itu tidak ada yang
sia-sia kalau kita bisa memanfaatkannya dan tentunya dimanfaatkan dengan sebaik-
baiknya dan di jalan yang baik pula.
Pembahasan aksiologi menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu. Ilmu tidak bebas
nilai. Artinya, pada tahap-tahap tertentu kadang ilmu harus disesuaikan dengan nilai-
nilai, budaya dan moral suatu masyarakat. Sehingga, nilai kegunaan ilmu tersebut
dapat dirasakan oleh masyarakat dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan
bersama, bukan sebaliknya malahan menimbulkan bencana.
b. Fungsi Aksiologi
Aksiologi ilmu pengetahuan sebagai strategi untuk mengantisipasi perkembangan
kehidupan manusia yang negatif, sehingga ilmu pengetahuan dan teknologi tetap
berjalan pada jalur kemanusiaan.
Daya kerja aksiologi adalah menjaga dan memberi arah agar proses keilmuan dapat
menemukan kebenaran yang hakiki, dalam pemilihan objek penelahaan dapat
dilakukan secara etis yang tidak mengubah kodrat manusia, tidak merendahkan
martabat manusia, tidak mencampuri permasalahan kehidupan dan netral dari nilai-
nilai yang bersipat dogmatik, arogansi kekuasaan dan kepentingan politik,
pengembangan ilmu pengetahuan diarahkan untuk dapat meningkatkan taraf hidup
yang memperhatikan kodrat dan martabat manusia serta keseimbangan kelestariaan
alam lewat pemanfaatan ilmu dan temuan-temuan universal
c. Permasalahan Aksiologis
Aliran logis positivistic menganggap bahwa ilmu pengetahuan haruslah bebas nilai
akan mengurangi kadar objektifitas ilmiah dari ilmu
d. Aksiologis dan nilai
Persoalan tentang nilai bersumber pada keutamaan atau keluhuran hidup manusia,
sehingga akan selalu berkaitan dengan fungsi-fungsi sumber kemampuan kejiwaan.
e. Persoalan di dalam aksiologi
Persoalan yang mendasar di bidang aksiologi muncul dalam kehidupan dengan
bidang yang berbeda-beda. Persoalan aksiologis dapat muncul dalam bidang etis,
estetis, maupun dalam bidang religious.
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Dari pembahasan di atas dapat di tarik simpulan sebagai berikut :
1. Ontologi menguak tentang:
- Objek apa yang di telaah ilmu?
- Bagaimana wujud yang hakiki dari objek tersebut ? B
- Bagaimana hubungan antara objek tadi dengan daya tangkap manusia (seperti
berpikir, merasa dan mengindera) yang membuakan pengetahuan?.
2. Epistemologi berusaha menjawab:
- Bagaimana proses yang memungkinkan di timbanya pengetahuan yang berupa ilmu?
- Bagaimana prosedurnya?
- Hal-hal apa yang harus di perhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan yang benar?
- Apa yang disebut kebenaran itu sendiri?
- Apakah kriterianya?
- Cara/tehnik/sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yang
berupa ilmu?.
3. Aksiologi menjawab:
- Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu di pergunakan?
- Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral?
- Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral?
- Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode
ilmiah dengan norma-norma moral?
Ketiganya harus bersamaan untuk menjawab persoalan dan menyelesaikan solusinya sebagai
upaya pengembangan ilmu.
DAFTAR PUSTAKA
1. Adisusilo jr. Sutardjo, Problematika Perkembangan ilmu Pengetahuan. Penerbit
Kanisius. 1983
2. Gie The Liang. Suatu konsepsi ke arah Bidang filsafat. Yogyakarta. Karya Kencana. 1977
3. Louis O. Kattsoff. Pengantar Filsafat. 1986
4. Peter A. Angeles. Dictionary of Philosophy. Paperback. 1981
5. S.Suriasumantri,Yuyun. Filsafat Ilmu Suatu Pengantar. Jakarta. Pustaka Sinar
Harapan. 1990
6. Titus. Harold H. Living Issues in Philosophy an Introductory Texbook.third edition
7. Tim Dosen Filsafat Ilmu fakultas Filsafat UGM. Filsafat Ilmusebagai Dasar Pengembangan
Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta. Liberty