fh.unram.ac.id · Web viewSanksi dan ganti rugi akibat pelanggaran hak cipta dalam Putusan Nomor...
Transcript of fh.unram.ac.id · Web viewSanksi dan ganti rugi akibat pelanggaran hak cipta dalam Putusan Nomor...
i
ANALISIS HUKUM TERHADAP SENGKETA HAK CIPTA ATAS PERSAMAAN LOGO KEMASAN DALAM PERDAGANGAN PRODUK
CELANA DALAM PRIA (STUDI PUTUSAN MA. No 658 K/PDT.SUS/2012)
Untuk memenuhi sebagai persyaratanUntuk mencapai derajat S-1 pada
Program Studi Ilmu Hukum
Oleh :FAHMI RUSDI
D1A013105
FAKULTAS HUKUMUNIVERSITAS MATARAM
2017
2
1
ANALISIS HUKUM TERHADAP SENGKETA HAK CIPTA ATAS PERSAMAAN LOGO KEMASAN DALAM PERDAGANGAN PRODUK CELANA DALAM PRIA
(STUDI PUTUSAN MA. No 658 K/PDT.SUS/2012)FAHMI RUSDI
D1A013105
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk pelanggaran hak cipta dan sanksi dan ganti rugi akibat dari pelanggaran hak cipta pada Putusan Nomor: 658 K/PDT.SUS/2012. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan metode pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual, dan pendekatan studi kasus. Bentuk pelanggaran Hak Cipta yang di sengketakan para pihak dalam Putusan Nomor 658 K/PDT.SUS/2012, yaitu pelanggaran terhadap peniruan suatu merek yang digunakan menjadi suatu hak cipta. Sanksi dan ganti rugi akibat pelanggaran hak cipta dalam Putusan Nomor 658 K/PDT.SUS/2012, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 dijatuhkan sanksi pidana penjara palig lama 5 (lima) tahun dan/atau denda Rp 500.000.000.- (lima ratus juta rupiah) sedangkan dalam Undang-Undang 28 Tahun 2014 dijatuhkan sanksi pidana berupa penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Kata Kunci: Hak Cipta, Pelanggaran, Sanksi, Ganti Rugi
LEGAL ANALYSIS OF COPYRIGHT DISPUTE TO THE EQUATION PACKAGING LOGO IN TRADING PRODUCTS IN MAN (MAIN DECISION STUDY No 658 K /
PDT.SUS / 2012)ABSTRACT
This study aims to determine the forms of copyright infringement and sanctions and damages resulting from copyright infringement in Decision Number: 658 K / PDT.SUS / 2012. This type of research is normative with the approach of legislation approach, conceptual approach, and case study approach. Forms of infringement of Copyright in the dispute of the parties in Decision Number 658 K / PDT.SUS / 2012, ie violation of a brand used to be a copyright. Sanctions and damages due to copyright infringement in Decision Number 658 K / PDT.SUS / 2012, Law Number 19 of 2002 shall be imposed a five-year jail term sanction and / or a fine of Rp 500,000,000.- (five hundred million rupiah) whereas in Law No. 28 of 2014 a criminal sanction is imposed in a maximum of 4 (Four) years and / or a maximum fine of Rp1,000,000,000.00 (one billion rupiah).
Keywords: Copyright, Breach, Sanction, Indemnification
i
I. PENDAHUAN
Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman etnik/ suku bangsa dan budaya
serta kekayaan di bidang seni dan sastra dengan pengembangan-pengembangannya yang
memerlukan perlindungan hak cipta terhadap kekayaan intelektual yang lahir dari
keanekaragaman tersebut. Sebuah karya cipta yang merupakan hasil dari pemikiran yang murni
pada hakekatnya adalah suatu karya yang memberikan apresiasi tersendiri bagi intelektual
seseorang. Seseorang yang telah berupaya untuk membuat suatu ciptaan atau penemuan haruslah
diberikan suatu penghargaan. Maka bukanlah hal karena didorong oleh keuntungan yang besar
dan mudah tanpa mempedulikan hak orang lain yang dilanggar. “Suatu perbuatan dapat
dikatakan sebagai suatu pelanggaran hak cipta apabila perbuatan tersebut melanggar hak
eksklusif dari pencipta atau pemegang hak cipta”.
Masalah pelanggaran hak cipta perlu penanganan lebih serius, komprehensip dan hati-
hati, serta sifat dan sikap penegak hukum dalam memberikan pengayoman dan pelajaran yang
ditujukan bagi kepentingan masyarakat dalam skala umum dan luas. Penyelesaian setiap kasus
dalam penanganannya agar bisa dilakukan dengan upaya atau tujuan untuk bisa meciptakan dan
mewujudkan rasa keadilan masyarakat dengan mengingat kondisi dan kepentingan masyarakat
luas, dan sejauh mungkin mempertimbangkan kondisi masyarakat Indonesia yang sedang
membangun pada saat ini.
Dalam pelanggaran hak cipta baik secara langsung maupun tidak langsung akan
menimbulkan kerugian bagi si pencipta dan bagi orang yang memasarkan hak cipta tersebut. Hal
ini dapat terjadi melalui berbagai cara dan upaya yang dilakukan para pelaku pembajakan dari
hak cipta tersebut. Kasus posisi dalam putusan yakni Limong Latief megajukan gugatan ke
pengadilan niaga dengan dalil bahwa Layndro Santoso telah meniru logo milik penggugat,
ii
sehingga pengadilan niaga mengambil keputusan untuk mengabulkan gugatan penggugat.
Tergugat akhirnya mengajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung dengan alasan bahwa
penggugat yang sebenarnya telah meniru milik tergugat. Dengan diajukannya Permohonan
Kasasi oleh Tergugat akhirnya Majelis Hakim dalam perkara kasasi mengambil keputusan untuk
membatalkan putusan dari Pengadila Niaga dan menolak gugata penggugat untuk seluruhnnya.
Ciptaan yang dilindungi di atas mempunyai batasan berbeda dengan merek sehingga
tolak ukur hak cipta yang mengikuti atau mencontoh merek yang sudah ada belum menemukan
jalan untuk penyelesaiannya apabila terjadi sengketa. Hal inilah yang melatar belakangi
penyusun dalam menyusun skripsi yang berjudul “Analisis Hukum Terhadap Sengketa Hak
Cipta Atas Persamaan Logo dalam Perdagangan Produk Celana Dalam Pria (Studi PUTUSAN
MA. No 658 K/PDT.SUS/2012”)
Dalam penelitian ini di kemukakan rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana
bentuk pelanggaran hak cipta yang disengketakan dalam Putusan Pegadilan Nomor : 658
K/PDT.SUS/2012 ? 2. Apa bentuk sanksi terhadap pelanggaran hak cipta yang diputuskan dalam
Putusan Pegadilan Nomor : 658 K/PDT.SUS/2012 sebagaimana peraturan perundang-undangan
yang berlaku ? Berdasarkan rumusan masalah, dikemukakan tujuan penelitian yaitu : 1. Untuk
mengetahui bentuk pelanggaran hak cipta yang di sengketakan dalam Putusan Pegadilan Nomor :
658 K/PDT.SUS/2012. 2. Untuk mengetahui bentuk sanksi dan ganti rugi terhadap pelanggaran
hak cipta yang diputuskan dalam Putusan Pegadilan Nomor : 658 K/PDT.SUS/2012
sebagaimana peraturan perundang-undangan yang berlaku. Manfaat yang diharapkan dalam
penelitian ini anatara lain : 1. Manfaat secara teoritis ini di harapkan dapat di jadikan masukan
bagi perkembangan ilmu hukum, khususnya dalam perlindungan hak cipta. 2.Manfaat praktis
guna dapat memberikan manfaat untuk menambah pemahaman dan pengatahuan masyarakat
iii
tentang menghargai hasil karya seseorang dan penegakan hukum dalam menyelesaikan sengketa
mengenai hak cipta. Metode penelitian yang digunakan antara lain : 1. Jenis penelitian yang
dilakukan adalah penelitian normatif, 2. Metode pendekatan ( Perundang-Undangan, Konseptual,
Kasus), 3. Jenis dan sumber bahan hukum bahan hukum primer, sekunder, tersier, 4. Teknik
pengumpulan bahan hukum yang dilakukan dengan teknik studi dokumen, 5. Analisa bahan
hukum yang digunakan adalah metode analisis kualitatif.
iv
II. PEMBAHASAN
Bentuk pelanggaran hak cipta yang disengketakan dalam Putusan Pegadilan Nomor : 658
K/PDT.SUS/2012.
Hak cipta merupakan salah satu jenis Hak Kekayaan Intelektual, namun hak cipta
berbeda secara mencolok dari hak kekayaan intelektual lainnya seperti paten yang memberikan
hak monopoli atas penggunaan invensi, karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk
melakukan sesuatu melainkan hak untuk mencegah orang lain yang melakukannya.
Hak cipta diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 dan di perbarui dengan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Pengertian Hak Cipta adalah hak
eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu
ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Dikatakan suatu pelanggaran hukum apabila seseorang menggunakan hak kekayaan
intelektual tanpa adanya izin secara tertulis dari pemiliknya atau memalsukan maupun
menyerupai hak kekayaan intelektual seseorang. Perlindungan hukum di berikan terhadap
subyek hukum melalui peraturan perundang-undangan yang terdapat di dalamnya sanksi, baik
bersifat preventif maupun bersifat reprentif, baik tertulis maupun tidak. Apabila seseorang ingin
menikmati manfaat ekonomi atas kekayaan intelektual orang lain, maka hendaknya ia memiliki
izin dari orang yang berhak atau pemilik dari kekayaan intelektual tersebut. Perlindungan hukum
adalah salah satu bentuk dari penegakan hukum, sebab dengan memberikan perlindungan hukum
maka penegakan hukum tentunya akan berjalan dengan baik. Perlindungan hukum bukan hanya
berasal dari peraturan perundang-undangan tetapi juga berasl dari struktur atau aparat penegak
hukum serta keadaan masyarat dalam mentaati hukum itu sendiri.
v
Perlindungan hukum yang dimaksud dalam HKI dapat dispesifikasikan sebagai beriku: 1.
Pendaftaran HKI (sistem deklaratif da sistem konstutif), 2. Masa perlindungan HKI, 3.
Penindakan dan pemulihan (Perdata, Pidana, dan Administratif). Pelanggaran Hak Cipta di
pengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain secara umum adalah rendahnya tingkat pemahaman
masyarakat akan arti pentingnya pendaftaran ciptaan, sikap atau keinginan untuk memperoleh
keuntungan dagang dengan cara mudah, kemudian belum cukup terbinanya kesamaan pengertian
sikap dan tindakan para aparat penegak hukum dalam menghadapi pelanggaran Hak Cipta.
Factor penyebab lainnya yaitu lemahnya pengawasan dan pemantauan terhadap tindak pidana
dalam Hak cipta. Adapun tujuan akhir dari suatu perlidungan hukum dan penegakan hukum
adalah terpeliharanya dan tercapainya ketaatan terhadap ketentuan-ketentuan hukm baik yang
berlaku secara umu maupun yang khusus.
Kepemilikan atas merek terutama yang berbentuk logo, gambar atau sejenisnya,
berpotensi bermasalah di kemudian hari apabila si pemilik merek tidak mendaftarkan logo
tersebut untuk mendapatkan hak atas merek dan hak atas ciptaan sekaligus. Bisa saja terjadi logo
lukisan tertentu didaftarkan sebagai merek oleh seseorang sementara ada juga orang lain
mendaftarkannya sebagai hak cipta. Seperti dalam kasus yang sudah di putus oleh pengadilan
dengan Putusan Nomor 658 K/PDT.SUS/2012 dimana Layndro Santoso sebagai Tergugat
melawan Limong Latief sebagai Penggugat dalam permasalahan hak cipta yang diakui milik
Penggugat.
Berkaitan dengan kasus, menurut pendapat penyusun sesuai dengan ketentuan yang ada,
penggugat mengacu pada Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 yaitu :
“Ciptaan yang dilindungi adalah Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang mencakup: f. seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan.”
vi
Namun selanjutnya Penggugat tidak memasukkan ketentuan Pasal 12 Ayat (3) Undang-
Undang Nomor 19 Tahun 2002 dalam gugatannya yang menjelaskan bahwa:
“Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), termasuk juga semua Ciptaan yang tidak atau belum diumumkan, tetapi sudah merupakan suatu bentuk kesatuan yang nyata, yang memungkinkan perbanyakan hasil karya itu.”
Penjelasan di atas mempunyai arti suatu jenis ciptaan yang belum terdaftar dan sudah
mempunyai nilai ekonomi yang sudah di perjual belikan oleh Tergugat sejak tahun 2000. Selain
itu apabila mengacu pada Pasal 65 Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
meyebutkan bahwa ”Pencatatan Ciptaan tidak dapat dilakukan terhadap seni lukis yang berupa
logo atau tanda pembeda yang di gunakan sebagai merek dalam perdagangan barang/jasa atau di
gunakan sebagai lambang organisasi, badan usaha, atau badan hukum”. Maka Penggugat tidak
dapat menggugat apabila melihat tahun pendaftaran produk dengan merek “N” milik Tergugat
yang sudah jauh terlebih dahulu terdaftar sebagai merek dan memproduksi produk celana dalam
pria. Dan Penggugat menjadi pihak yang salah disini karena telah melakukan pelanggaran
terhadap peniruan suatu merek yang digunakan dalam hak cipta.
Kasus Posisi Dalam Putusan Pengadilan Nomor 658 K/PDT.SUS/2012
Dalam Putusan Pengadilan Nomor : 658 K/PDT.SUS/2012, Penggugat adalah pedagang
yang legal dengan nama UD. Podo Subur. Penggugat memproduksi celana dalam pria dengan
merek ARTEX milik orang tua Penggugat berdasarkan Sertifikat merek No. Pendaftaran :
366659 sejak 30 Agustus Tahun 1996 (vide surat bukti P.3) dan diperpanjang lagi pada 18
Januari 2005 (vide surat Bukti P.4) TDM : 000027655 oleh Departemen Hukum dan Hak Asasi
Manusia, produksi celana dalam pria tersebut dilanjutkan oleh Penggugat selaku generasi
penerus dari usaha orang tuanya yang pada saat itu sudah berusia lanjut. Penggugat juga
menciptakan tipe baru dengan kotak kemasan bergambar berupa logo dan bentuk huruf indah
“H” dengan merek HOKOTEX.
Tergugat yang dianggap meniru logo dan bentuk huruf indah yang menjadi ciri dari milik
Penggugat yang telah memiliki perlindungan hukum hak cipta. Yaitu Surat Pendaftaran Ciptaan
vii
dengan Nomor Pendaftaran : 050503 yang dikeluarkan atas nama Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia tanggal 15 April 2011. Menurut pengakuan Penggugat celana
dalam pria produksi Tergugat yang beredar di pasar antara lain : Toko Lily, Pasar Kapasan LT. I
Blok IV No. 14 Surabaya, UD. Perdana Pasar Kapasan Baru LT. I Blok II No. 34 Surabaya,
Toko UD. Perdana Pasar Kapasan Baru LT. I Blok II No. 34 Surabaya, Dan lain-lainnya.
Namun Tergugat membantah adanya tuduhan itu dengan eksepsinya yang berisi bahwa
penggugat sebenarnya tidak memiliki sertifikat hak cipta atas logo tersebut ataupun merek,
melainkan hanya memiliki hak cipta Seni Lukis huruf “H”. Penggugat juga dianggap telah
memalsukan sertifikat atas merek, yang akibatnya saat itu Penggugat telah ditetapkan sebagai
Tersangka atas laporan polisi yang diajukan Tergugat di Polda Jatim tanggal 24 Juni 2011.
Dilajutkan pada tahap penyidikan perkara pidana proses pemberkasan dan pengiriman berkas
perkara ke Kejaksaan Tinggi Jawa Timur tangagal 10 Oktober 2011.
Sertifikat yang dimiliki oleh Penggugat ialah sertifikat Hak Cipta No. 050503 tanggal 15
April 2011 merupakan hak cipta Seni Lukis “H” bukan terhadap dasar warna hijau yang menjadi
dasar kemasan produk Penggugat. Sedangkan Tergugat dengan merek “NIKITEX + Logo N”
yang telah terdaftar dalam Daftar Umum Merek Dirjen HKI sejak tahun 2000. Jika melihat tahun
pendaftaran dan siapa yang lebih dahulu mendaftarkan merek maupun hak cipta diatas sudah
jelas yang lebih dahulu memiliki sertifikat dalam bidang merek sejak tahun 2000 jauh sebelum
adanya hak cipta milik Penggugat.
Penggugat telah melakukan pelanggaran, maka harus mendapat sanksi yaitu dapat berupa
membayar kerugian yang di alami tergugat, mencabut peredaran produksi barang, membayar
biaya perkara bila sampai diperkarakan secara hukum di pengadilan.
viii
Dalam kasus di atas, Hakim Agung sebelum mengambil keputusan, menimbang alasan-
alasan yang diajaukan pemohon kasasi/tergugat dalam memori kasasinya yaitu: 1. Pengadilan
Niaga (Judex Facti) telah salah menerapkan hukum Merek terhadap sengketa Hak Cipta; 2.
Pengadilan Niaga (Judex Facti) telah mencampur-aduk dua sistem hukum antara Merek dengan
Hak Cipta, yang dimana Pengadilan Niaga tidak dapat membedakan mana yang lebih dulu
terdaftar yakni Merek milik Tergugat dalam Daftar Umum Merek Dirjen HKI sejak tahun 2000,
dibandingkan dengan Hak Cipta milik tergugat yang baru terdaftar pada tahun 2011; 3.
Pengadilan Niaga (Judex Facti) telah meperlakukan hak cipta termohon kasasi sebagai merek
dalam pemahaman “persamaan pada pokoknya”. Padahal hak cipta tidak boleh dijadikan merek
dalam sebuah produk; 4. Pengadilan Niaga (Judex Facti) sama skali tidak mempertimbangkan
bukti-bukti yang diajukan Pemohon Kasasi, baik bukti surat maupun saksi-saksi; 5. Pengadilan
Niaga (Judex Facti) telah melindungi Termohon Kasasi selaku Tersangka.
Dalam pertimbangan Hakim Agung bahwa alasan-alasan kasasi di atas dapat dibenarkan
karena Pengadilan Niaga telah salah menerapkan hukum terutama hak cipta, bahwa persamaan
pada pokoknya memang hanya dikenal dalam Undang-Undang Merek, bahwa dalam sengketa
hak cipta harus diteliti siapa pencipta atau yang pertama kali sesuai dengan sistem deklaratif
yang dianut dalam hak cipta, bahwa hal-hal dalam memori kasasi dapt dibenarkan Tergugatlah
yang lebih dahulu membuat/sekaligus menciptakan dan menggunakan Logo N untuk merek
NIKITEX.
Sanksi Dan Ganti Rugi Terhadap Pelanggaran Hak Cipta Yang Diputuskan Dalam
Putusan Pegadilan Nomor : 658 K/PDT.SUS/2012 Sebagaimana Peraturan Perundang-
Undangan Yang Berlaku
ix
Hak cipta adalah salah satu hak kekayaan intelektual (intellectual property rights) yang
mendapat perlindungan secara otomatis oleh negara. Jadi, tanpa harus melalui prosedur
pendaftaran atau permintaan, hak ini akan langsung diberikan oleh negara. Kebijakan demikian
semata-mata demi kepentingan praktis, yaitu agar memudahkan setiap pencipta mendapatkan
perlindungan, mengingat sedemikian banyak ciptaan dihasilkan setiap hari, baik di bidang ilmu
pengetahuan, seni, maupun sastra. Pendaftaran sebenarnya lebih diperlukan untuk menjamin
perlindungan dan mempermudah proses pembuktian, khususnya tatkala terjadi sengketa hak
cipta di kemudian hari. Sistem hukum positif Indonesia tidak hanya menyediakan satu alternatif
tunggal dalam penyelesaian sengketa hak cipta. Selain mekanisme pidana, gugatan secara
perdata juga dimungkinkan dengan dalih telah terjadi perbuatan melawan hukum perdata
(onrechtmatige daad). Pihak penggugat mengajukan gugatannya kepada pengadilan negeri
setempat. Ketika kasus ini disidangkan di pengadilan, hakim pun tetap terikat untuk menawarkan
perdamaian kepada para pihak.
Hukum sebagai tatanan pemaksa, maka agar hukum mempunyai kekuatan berlaku dan
dapat dipatuhi oleh masyarakat, maka hukum memuat sanksi sebagai tindakan paksa. Dengan
sanksi maka hukum akan mempunyai wibawa untuk ditegakkan. Hukum sebagai tatanan sosial
dan tatanan pemaksa, maka seharusnya dilakukan tindakan paksa atau tindakan yang dilakukan
bukan atas keinginan individu yang menjadi sasaran dan bila terjadi perlawanan akan
dipergunakan pemaksaan fisik. Tindakan paksa inilah yang merupakan sanksi, atau hanya
sebagai perlindungan (karantina) terhadap seseorang. Dalam tatanan hukum nasional sanksi
dapat diartikan sebagai penghukuman atau sebagai eksekusi sipil. Tindakan atau tidak
dilakukannya tindakan, memiliki karakter pelanggaran jika tata hukum menjadikannya sebagai
syarat dilakukannya tindakan paksa sebagai sanksinya. Setiap pelanggaran yang terjadi tentu saja
x
tidak jauh dari sanksi yang akan di jatuhkan pada seseorang yang melanggar hak cipta milik
orang lain. Pengertian sanksi adalah suatu langkah hukuman yang dijatuhkan oleh negara atau
kelompok tertentu karena terjadi pelanggaran yang di lakukan oleh seseorang atau kelompok.
Sanksi adalah suatu hal yang sering kita dengar atau saksikan dalam lingkungan masyarakat
kecil ataupun karta sanksi ini banyak digunakan untuk menghukum seseorang atau kelompok
yang bersalah. Misalnya saja ada orang yang mencuri di kampong maka dia akan kena sanksi di
keluarkan dari kampung itu sendiri atau di bawa ke kepolisian setempat.
Peraturan-peraturan hukum pidana umum di Indonesia terwujud dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (KUHP), sedangkan peraturan-peraturan hukum pidana khusus seperti
Undang-Undang Hak Cipta mengatur secara khusus dan tersendiri tentang delik-delik tertentu
lebih mendalam daripada pengaturan dalam KUHP yang bersifat umum.Ketentuan pidana dalam
Undang-Undang Hak Cipta harus dianggap lex specialis, karena secara khusus mengatur hak
cipta (lex specialis derogat lex generalis). Namun demikian, kecenderungannya ialah hanya
memfokuskan perhatian terhadap Undang-Undang Hak Cipta, tanpa menyentuh substansi
ketentuan pidana dalam KUH Pidana. Hal ini dapat dimengerti, dengan membaca dan
membandingkan sanksi pidana yang diancam oleh, baik KUH Pidana maupun Undang-Undang
Hak Cipta. Dalam Undang-Undang Hak Cipta, sekalipun diancamkan secara alternatif, jumlah
pidana dendanya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan denda yang diancamkan dalam KUH
Pidana.
Berdasarkan Pasal 56 Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002, bahwa hak
untuk mengajukan gugatan ganti rugi sebagaimana diatur dalam Pasal 66 ayat (1) Undang-
Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002, tidak mengurangi hak negara untuk melakukan
tuntutan pidana pada setiap pelanggaran hak cipta. Negara berkewajiban mengusut setiap
xi
pelanggaran hak cipta yang terjadi. Hal ini didasarkan pada kerugian yang ditimbulkan oleh
tindakan pelanggaran hak cipta, yang tidak saja diderita oleh pemilik atau pemegang hak cipta
dan hak terkait, tetapi juga oleh negara, karena kurangnya pendapatan negara yang seharusnya
bisa didapat dari pemegang hak cipta atau hak terkait. Selain itu negara harus melindungi
kepentingan pemilik hak, agar haknya jangan sampai dilanggar oleh pihak-pihak yang tidak
bertanggung jawab.
Dalam kasus di atas, Hakim Agung sebelum mengambil keputusan, menimbang alasan-
alasan yang diajaukan pemohon kasasi/tergugat dalam memori kasasinya yaitu: 1. Pengadilan
Niaga (Judex Facti) telah salah menerapkan hukum Merek terhadap sengketa Hak Cipta; 2.
Pengadilan Niaga (Judex Facti) telah mencampur-aduk dua sistem hukum antara Merek dengan
Hak Cipta, yang dimana Pengadilan Niaga tidak dapat membedakan mana yang lebih dulu
terdaftar yakni Merek milik Tergugat dalam Daftar Umum Merek Dirjen HKI sejak tahun 2000,
dibandingkan dengan Hak Cipta milik tergugat yang baru terdaftar pada tahun 2011; 3.
Pengadilan Niaga (Judex Facti) telah meperlakukan hak cipta termohon kasasi sebagai merek
dalam pemahaman “persamaan pada pokoknya”. Padahal hak cipta tidak boleh dijadikan merek
dalam sebuah produk; 4. Pengadilan Niaga (Judex Facti) sama skali tidak mempertimbangkan
bukti-bukti yang diajukan Pemohon Kasasi, baik bukti surat maupun saksi-saksi; 5. Pengadilan
Niaga (Judex Facti) telah melindungi Termohon Kasasi selaku Tersangka.
Dalam pertimbangan Hakim Agung bahwa alasan-alasan kasasi di atas dapat dibenarkan
karena Pengadilan Niaga telah salah menerapkan hukum terutama hak cipta, bahwa persamaan
pada pokoknya memang hanya dikenal dalam Undang-Undang Merek, bahwa dalam sengketa
hak cipta harus diteliti siapa pencipta atau yang pertama kali sesuai dengan sistem deklaratif
yang dianut dalam hak cipta, bahwa hal-hal dalam memori kasasi dapt dibenarkan Tergugatlah
xii
yang lebih dahulu membuat/sekaligus menciptakan dan menggunakan Logo N untuk merek
NIKITEX. Di dalam Putusan Nomor 658 K/PDT.SUS/2012 sanksi dan ganti rugi yang di
tanggung termohon kasasi/penggugat yaitu: 1. Menolak gugatan Penggugat seluruhnya; 2.
Menghukum Termohon Kasasi/Penggugat untuk membayar perkara dalam semua tingkat
peradilan yang dalam tingkat kasasi ini yang di terapkan sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta
rupiah).
Berkaitan dengan kasus, menurut pendapat penyusun sesuai dengan Undang-Undang Hak
Cipta Nomor 19 Tahun 2002, bahwa hak untuk mengajukan gugatan ganti rugi sebagaimana
diatur dalam Pasal 66 ayat (1) Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002, tidak
mengurangi hak negara untuk melakukan tuntutan pidana pada setiap pelanggaran hak cipta.
Penggugat dapat dianggap melanggar ketentuan Pasal 12 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2002 yang sebagaimana ketentuan sanksinya terdapat dalam Pasal 72 ayat (2) Undang-
Undang Nomor 19 Tahun 2002, bahwa : “Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan,
memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil
pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000,000,00
(lima ratus juta rupiah).” Selanjutnya apabila mengacu pada Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2014, yang ketentuan sanksinya terdapat dalam Pasal 113 ayat (3) Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2014 yang berbunyi ; “Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau
tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk
Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun
dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”
xiii
Menurut pendapat penyusun berdasarkan ketentuan yang ada dalam Undang-Undang Hak
Cipta di atas, seharusnya Hakim Agung menambahkan sanksi berupa sanksi pidana yang ada
dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 karena kasus yang di sengketakan oleh para pihak
pada waktu sebelum adanya perubahan Undang-Undang tentang hak cipta yang baru yakni
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014. Dijatuhkannya sanksi pidana dalam Undang-Undang
Hak Cipta ini guna untuk mencapai tujuan perlindungan hukum yakni memberikan efek jera bagi
Penggugat.
xiv
III. PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut : 1. Bentuk pelanggaran Hak Cipta yang di sengketakan para pihak dalam Putusan
Nomor 658 K/PDT.SUS/2012, yaitu pelanggaran terhadap peniruan suatu merek yang digunakan
menjadi suatu hak cipta. Penggugat dapat dianggap telah melakukan sebuah pelanggaran Hak
Cipta khusunya dalam Pasal 12 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 dan Pasal 65
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014, dikarenakan melihat tahun produksi barang milik
Tergugat yang sudah jauh lebih dahulu yakni sejak tahu 2000 sebelum adanya hak cipta milik
Penggugat. Akibat dari itu Penggugat dianggap melanggar hak ekonomi milik Tergugat,
sehingga melanggar Pasal 9 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014; 2.Sanksi dan ganti rugi
akibat pelanggaran hak cipta dalam Putusan Nomor 658 K/PDT.SUS/2012, dimana pihak
Penggugat mendapat sanksi berupa ganti rugi biaya perkara sebesar Rp 5.000.000,- (lima juta
rupiah) yang sudah di putus oleh hakim, serta apabila mengacu pada sanksi terhadap Pasal 66
Undang-Undang Nomro 19 Tahun 2002 yakni ”tidak mengurangi hak Negara untuk melakukan
tuntutan pidana terhadap pelanggaran Hak Cipta.” Jadi Penggugat dapat dijatuhkan sanksi yang
ada dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Pasal 72 ayat (2) dapat dijatuhkan sanksi
pidana penjara palig lama 5 (lima) tahun dan/atau denda Rp 500.000.000.- (lima ratus juta
rupiah) sedangkan dalam Undang-Undang 28 Tahun 2014 Pasal 113 ayat (3) dapat dijatuhkan
sanksi pidana berupa penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
xv
Saran
Berdasarkan uraian di atas maka saran yang dapat disampaikan penyusun untuk membangun
hukum kedepannya adalah: 1. Dengan dilakukannya gelar perkara di pengadilan dalam kasus
Putusan Nomor 658 K/PDT.SUS/2012, maka hendaknya para pihak lebih berhati-hati dalam
membuat suatu karya cipta maupun sebuah merek. Dan hendaknya para pihak lebih mematuhi
dan mentaati setiap ketentuan peraturan yang ada. Beritikad baik sehingga tidak terjadi
pelanggaran atau sesuatu hal yang tidak di inginkan; 2. Dalam menjatuhkan suatu sanksi
diharapkan pengadilan lebih memperhatikan terhadap suatu hal yang lebih spesifik sperti hak
cipta yang dijumpai kemiripan dengan sebuah merek. Hakim lebih bisa menimbang setiap
pembelaan dari masing-masing pihak.
xvi
Daftar Pustaka
A. Buku, Makalah dan Artikel
Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana,(Jakarta: Rineka Cipta,Tahun 2008), hlm 27.
Jumhana, Hak Kekayaan Intelektual Teori dan Praktek, Bandung, Penerbit Aditia bakti, Tahun 1999, hlm 25-26.
Rona Rositawati, Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Hak Cipta Program Komputer Menurut Undang-Undang Hak Cipta, Skripsi, Fakultas Hukum UNS, Tahun 2001.
Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum Edisi Revisi (Terbaru), PT. Citra Aditia Bakti, Bandung, Tahun 1991, hlm.50.
B. Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 85
Undang-Undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 266
Direktorat Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
C. Internet dan Sumber Lain
Ardi Moviz, Makalah Pelanggaran Hak Cipta, http://hitamandbiru.blogspot.co.id/2012/0 7/pelanggaran-hak-cipta.html, di akses tanggal 10 Mei 2017 (16.24 WITA).