Farmasi Fisika 2015
-
Upload
oethyngongo-untilyudead-kanlopyugh -
Category
Documents
-
view
105 -
download
11
description
Transcript of Farmasi Fisika 2015
MODUL PRAKTIKUMFARMASI FISIKA
PENYUSUN :
Drs.Abd. Muzakkir Rewa, M.Si.,Apt. Andi Dian Permana, S.Si., M.Si., Apt.Rangga Meidianto Asri, S.Si.,Apt.TIM ASISTEN FARMASI FISIKANama
:MuslimNim
:N11114010Kelompok
:1 (Satu)Golongan
:Sabtu PagiFAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2015
DAFTAR ISII. Sifat Fisika Bahan Obat
II. Mikromiretik
III. Dispersi Molekuler
IV. Dispersi Koloidal
V. Dispersi Kasar
VI. Emulsifikasi
VII. RheologyVIII. Fenomena DistribusiIX. Stabilitas ObatX. Disolusi Obat
LAPORAN PRAKTIKUM
SIFAT FISIKA KIMIA BAHAN OBAT
OLEH
NAMA: .
NIM: .
KELOMPOK: .
GOLONGAN: .
ASISTEN: .
MAKASSAR
2015
PERCOBAAN I
SIFAT FISIKA KIMIA BAHAN OBAT
Teori Umum
Bobot jenis suatu zat adalah perbandingan bobot zat dibanding dengan volume zat pada suhu tertentu (biasanya 25C). Sedangkan rapat jenis adalah perbandingan antara bobot jenis suatu zat dengan bobot jenis air pada suhu tertentu. Cara pengukuran bobot jenis ada beberapa cara antara lain:
1. Piknometer terbuat dari kaca dengan kapasitas antara 10 ml - 50 ml.2. Hidrometer berupa pipa kaca yang ujung dan bagian bawahnya tertutup dan diberi pemberat pada bagian bawahnya. Bila zat ini dicelupkan dalam cairan yang akan diuji, maka akan menunjukkan bobot jenis tersebut.3. Mohr-Westphal Balance. Alat ini hampir sama dengan neraca lengan berisi tabung kaca dengan pemberatnya (sehingga akan tenggelam dalam cairan yang akan diuji). Selamjutmya pada sebelah kanan berisi pemberat yang dapat ditambah atau dikurangi. Jumlah pemberat yang berada dalam keadaan keseimbangan dengan gaya tolak cairan menunjukkan bobot cairan yang dipindahkan sejumlah volume tabung tersebut. Prinsip penentuan ini sebenarnya berdasarkan Hukum Archimedes. Bila benda dicelupkan dalam air, maka benda tersebut akan mendapatkan perlawanan (gaya ke atas) sebesar air yang dipindahkan.Suhu lebur zat adalah suhu pada saat zat tepat melebur seluruhnya yang ditunjukkan pada saat fase padat tepat hilang. Sedangkan jarak lebur zat adalah jarak antara suhu awal dan suhu akhir peleburan zat. Suhu awal dicatat pada saat zat mulai menciut atau membentuk tetesan pada dinding kapiler. Suhu akhir dicatat pada saat hilangnya fase padat.
Maksud dan TujuanMaksud Percobaan
Mengetahui dan memahami cara menentukan ukuran partikel dan derajat halus serbuk dengan menggunakan metode tertentu.
Tujuan Percobaan
1. Menentukan ukuran partikel talk dan laktosa dengan menggunakan metode ayakan
2. Menentukan derajat halus serbuk talk dan laktosa dengan menggunakan metode ayakan
Prinsip PercobaanPengukuran partikel dan derajat halus serbuk dari serbuk talk dan laktosa berdasarkan atas penimbangan residu yang tertinggal pada tiap ayakan yaitu dengan melewatkan serbuk pada ayakan dari nomor mesh rendah ke nomor mesh tinggi yang digerakkan oleh mesin penggetar dengan waktu dan kecepatan tertentu.Prosedur Kerja
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah gelas ukur 500 ml, hidrometer, neraca analitik, piknometer 50,0 ml, thermometer, pipa kapiler.
Bahan yang digunakan adalah parafin, gliserin, etanol, tween, lidocaine, gliseril guaiakolat, nipasol, asam borat, aspirin, glukosa, asam askorbatCara KerjaA. Mengukur Bobot Jenis Menggunakan Piknometer
1. Bersihkan piknometer hingga tidak meninggalkan bekas tetesan air dengan cara setelah dibersihkan dengan aquadest, bilas dengan pelarut aseton atau alkohol
2. Piknometer dipanaskan pada suhu 100oC selama 1 jam, kemudian dinginkan. Timbang pada neraca analitik (mo).
3. Masukkan parafin sampai penuh, dan bersihkan pinggir/luar piknometer dengan tisu dari tumpahan parafin, kemudian timbang (mparf).
4. Bersihkan kembali piknometer dengan aquadest dan bilas menggunakan aseton atau alkohol kemudian panaskan kembali dan dinginkan
5. Masukkan sampel yang ingin diukur bobot jenisnya sekitar dari piknometer, kemudian timbang (msamp.).
6. Masukkan parafin ke dalam piknometer yang berisi sampel tadi sampai penuh, dan bersihkan pinggir/luar piknometer dengan tisu dari tumpahan parafin, kemudian timbang (mps.)
7. Hitung bobot jenis dari sampel tersebut.
B. Mengukur Bobot Jenis dengan Hidrometer
1. Sediakan gelas ukur volume 500 ml
2. Masukkan cairan (aquadest, gliserin, etanol, dan tween) yang akan diukur bobot jenisnya sampai 500 ml
3. Masukkan hidrometer yang telah dibersihkan ke dalam gelas ukur tersebut
4. Catat angka yang tertanda di hidrometer tepat dipermukaan cairan
C. Menentukan Suhu Lebur dan Jarak Lebur zat
1. Sampel yang diuji digerus menjadi serbuk yang sangat halus
2. Isi pipa kapiler kaca yang salah satu ujungnya tertutup, dengan serbuk kering secukupnya hingga membentuk kolom di dasar tabung dengan tinggi 2,5 mm hingga 3,5 mm
3. Setelah diisi dimampatkan dengan cara mengetukkan secukupnya pada permukaan padat
4. Ikatkan pipa kapiler dengan thermometer. Pipa kapiler yang terbuka menghadap ke bawah
5. Panaskan aquadest yang berada dalam gelas kimia menggunakan tangas hingga suhu lebih kurang 35o
6. Masukkan pipa kapiler yang telah diikat pada thermometer tadi ke dalam aquadest yang telah dipanaskan tadi. Jangan sampai menyentuh aquadest yang dipanaskan tadi
7. Pada saat kurang lebih 3o di bawah dari batas jarak lebur yang diperkirakan, kurangi pemanasan sehingga suhu naik lebih kurang 1o hingga 2o permenit. Lanjutkan pemanasan sampai melebur sempurna.Suhu pada saat kolom zat uji yang diamati terlepas sempurna dari dinding kapiler didefinisikan sebagai permulaan melebur, dan suhu pada saat zat mencair seluruhnya didefinisikan sebagai peleburan atau suhu lebur. Kedua suhu tersebut berada dalam batas jarak lebur.D. Uji Kelarutan pada Pelarut
Alat
Erlenmeyer 500 ml, 3 buah Gelas Ukur 100 ml, 1 buah Gelas Arloji, 2 psg perkamen, batang pengaduk, sendok tanduk.
Bahan
Acetaminophen sebagai bahan A, Ammonium Bromida sebagai bahan B, As. Askorbat Sebagai bahan C.Prosedur Kerja
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Dimasukkan bahan uji dalam Erlenmeyer 500 ml
3. Ditambahkan air sebanyak 1 ml,
4. Jika bahan uji tidak larut, ditambahkan air sebanyak hingga 10 ml,
5. Jika bahan uji belum larut, ditambahkan air sebanyak hingga 30 ml,
6. Jika bahan uji belum larut, ditambahkan air sebanyak hingga 100 ml,
7. Jika bahan uji belum larut, ditambahkan air sebanyak hingga 100 ml,
8. Jika bahan uji belum larut, ditambahkan air sebanyak hingga 500 ml,
9. Dicatat pada bagian pelarut berapa bahan uji larut seluruhnya, dengan melihat kejernian larutan.
Hasil Pengamatan
1. Tabel PengamatanA. Piknometer
B. HidrometerII. Perhitungan
PEMBAHASAN
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
LAPORAN PRAKTIKUM
MIKROMERITIK
OLEH
NAMA: .
NIM: .
KELOMPOK: .
GOLONGAN: .
ASISTEN: .
MAKASSAR
2015
PERCOBAAN II
MIKROMIRETIK
Teori Umum
Ilmu dan teknologi tentang partikel kecil diberi nama mikromiretik oleh Dalla Valle. Dispersi koloid dicirikan oleh partikel yang terlalu kecil untuk dilihat dengan mikroskop biasa, sedang partikel emulsi dan suspensi serta serbuk halus berada dalam jangkauan mikkroskop optik. Partikel yang mempunyai ukuran serbuk lebih kasar, granul tablet, dan garam granular berada dalam kisaran ayakan. Kisaran ukuran kira-kira dari partikel dalam dispersi farmasi terdapat dalam tabel dibawah ini.
Ukuran PartikelUkuran Ayakan Kira-kiraContoh
Mikrometer (m)Milimeter
0.5-100.0005-0.010-Suspensi, Emulsi halus
10-500.010-0.050-Batas atas jarak dibawah ayakan, partikel emulsi kasar; partikel suspensi terflokulasi
50-1000.050-0.100325-140Batas bawah ayakan, ayakan, jarak serbuk halus
150-10000.150-1.000100-18Jarak serbuk kasar
1000-33601.000-3.36018-6Ukuran granul rata-rata
Pengetahuan dan pengendalian ukuran, serta kisaran ukuran partikel sangat penting dalam farmasi. Jadi ukuran, dan karenanya luas permukaan, dari suatu partikel dapat dihubungkan secara berarti pada sifat fisika, kimia, dan farmakologi dari suatu obat. Secara klinik, ukuran partikel suatu obat dapat mempengaruhi pelepasannya dari bentuk-bentuk sediaan yang diberikan secara oral, parenteral, rektal, dan topikal. Formulasi yang berhasil disuspensi, emulsi dan tablet, dari segi kestabilan fisik, dan respon farmakologis, juga bergantung pada ukuran partikel yang dicapai dalam suatu produk tersebut. Dalam bidang pembuatan tablet dan kapsul, pengendalian ukuran partikel penting sekali dalam mencapai sifat aliran yang diperlukan dan pencampuran yang benar dari granul dan serbuk. Faktor-faktor inilah yang membuat nyata bahwa seorang ahli farmasi masa kini harus mempunyai pengetahuan mikromiretik yang baik.METODE UNTUK MENENTUKAN UKURAN PARTIKEL
Banyak metode yang tersedia untuk menentukan ukuran partikel. Yang diutarakan disini hanyalah metode yang digunakan secara luas dalam praktek dibidang farmasi serta metode yang merupakan ciri dari suatu prinsip khusus. Beberapa metode yang digunakan untuk menentukan ukuraan partikel dalam mikromiretik, yaitu:
1. Mikroskopi optik
Untuk metode ini, memungkinkan untuk menggunakan mikroskop biasa untuk pengukuran ukuran partikel yang berkisar dari 0.2m-100m. Menurut metode ini, suatu emulsi atau suspensi, diencerkan atau tidak diencerkan, dinaikkan pada suatu slide dan ditempatkan pada pentas mekanik. Di bawah mikroskop tersebut, pada tempat dimana partikel terlihat, diletakkan mikrometer untuk memperlihatkan ukuran partikel tersebut. Pemangangan dalam mikroskop dapat diproyeksikan ke sebuah layar dimana partikel-partikel tersebut lebih mudah diukur, atau pemotretan bisa dilakukan dari slide yang seudah siap diproyeksikan ke layar untuk diukur.
Kerugian metode ini adalah bahwa garis tengah yang diperoleh hanya dari dua dimensi dari partikel tersebut, yaitu dimensi panjang dan lebar. Tidak ada perkiraan yang bisa diperoleh untuk mengetahui ketebalan dari partikel dengan memakai metode ini. Tambahan lagi, jum;ah partikel yang harus dihitung (sekitar 300-500) agar mendapatkan suatu perkiraan yang baik dari distribusi, menjadikan metode tersebut memakan waktu dan jelimet. Namun demikian, pengujian mikroskopis dari suatu sampel harus selalu dilaksanakan, bahkan jika digunakan metode analisis ukuran partikel lainnya, karena adanya gumpalan dan partikel-partikel lebih dari satu komponen seringkali bisa dideteksi dengan metode ini.
2. Pengayakan
Metode ini menggunakan suatu seri ayakan standar yang dikalibrasi oleh The National Bureau of Standards. Ayakan umumnya digunakan untuk memilih partikel-partikel yang lebih kasar; tetapi jika digunakan dengan sangat hati-hati, ayakan-ayakan tersebut bisa digunakan untuk mengayak bahan sampai sehalus 44 mikrometer. (Ayakan nomor 325).
Menurut metode U.S.P. untuk menguji kehalusan serbuk suatu massa sampel tertentu ditaruh suatu ayakan yang cocok dan digoyangkan secara mekanik. Serbuk tersebut digoyang-goyangkan selama waktu tertentu, dan bahan yang melalui satu ayakan ditahan oleh ayakan berikutnya yang lebih halus serta dikumpulkan, kemudian ditimbang.
Jika diinginkan analisis yang lebih rinci, ayakan bisa disusun lima berturut-turut mulai dari yang kasar diatas, sampai dengan yang terhalus dibawah. Suatu sampel serbuk yang ditimbang teliti ditempatkan pada ayakan paling atas, dan setelah ayakan tersebut digoyangkan untuk suatu periode tertentu, serbuk yang tertinggal diatas tiap saringan ditimbang. Ukuran partikel (diameter rata-rata) dari suatu sampel dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
drata-rata =3. Sedimentasi (pengendapan)
Ukuran parrtikel dalam kisaran ukuran yang terayak bisa diperoleh dengan sedimentasi gravitasi seperti dinyatakan dalam hukum Stokes:
v = =
dimana v = laju pengendapan
h = jarak jatuh dalam waktu t
d = garis tengah rata rata partikel berdasarkan kecepatan sedimentasi
= kerapatan partikel
= kerapatan medium dispersi
g = percepatan gravitasi
= viskositas dari medium
Hukum tersebut dapat diterapkan untuk partikel partikel yang berbentuk tidak beraturan dari berbagai ukuran selama seseorang menyadari bahwa garis tengah yang diperoleh adalah suatu ukuran partikel relatif yang ekuivalent dengan sebuah bola yang jatuh pada kecepatan yang sama dengan partikel partikel yang sedang diamati.
Untuk menggunakan hukum Stokes, suatu syarat selanjutnya adalah bahwa aliran dari medium dispersi sekitar partikel ketika partikel mengendap adalah laminar atau streamline. Dengan kata lain laju sedimentasi dari suatu partikel tidak boleh sedemikian cepat sehingga terjadi turbulensi, karena ini sebaliknya akan mempengaruhi sedimentasi dari pertikel. Apakah alliran tersebut turbulensi atau laminar dinyatakan oleh angka Reynold yang tidak berdemensi yang didefinisikan sebagai:
=
Menurut persamaan ini hukum Stokes tidak dapat digunakan jika lebih besar dari 0,2 karena pada harga ini kelihatan turbulensi.
4. Pengukuran volume partikel
Suatu alat yang mengukur volume partikel adalah Coulter Counter alat khusus ini bekerja berdasarkan prinsip bahwa jika suatu partikel disuspensikan dalam suatu cairan yang mengkonduksi melalui suatu lubang kecil, yang pada kedua sisinya ada elektrode, akan terjadi suatu perubahan tahanan listrik.
Maksud dan Tujuan
Maksud Percobaan
Mengetahui dan memahami cara menentukan ukuran partikel dan derajat halus serbuk dengan menggunakan metode tertentu.
Tujuan Percobaan
3. Menentukan ukuran partikel talk dan laktosa dengan menggunakan metode ayakan
4. Menentukan derajat halus serbuk talk dan laktosa dengan menggunakan metode ayakan
Prinsip Percobaan
Pengukuran partikel dan derajat halus serbuk dari serbuk talk dan laktosa berdasarkan atas penimbangan residu yang tertinggal pada tiap ayakan yaitu dengan melewatkan serbuk pada ayakan dari nomor mesh rendah ke nomor mesh tinggi yang digerakkan oleh mesin penggetar dengan waktu dan kecepatan tertentu.
Cara Kerja
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Di timbang sampel (talk dan laktosa) masing-masing sebanyak 25 g
3. Setiap ayakan lebih dahulu dibersihkan dengan sikat tabung kemudian dilap dengan tissue untuk memastikan keringnya pengayakan maupun tidak terdapat partikel tertinggal lagi yang dapat menghalangi proses pengayakan
4. Ayakan kemudian diset pemasangannya pada fibrator pengayak dengan nomor mesh 100 berada paling bawah disusul secara berurutan ke atas 80, 60, 40 dan teratas nomor mesh 20
5. Sampel yang telah ditimbang 25 g ditempatkan pada pengayak nomor mesh 20, ditutup rapat mesin fibrator, kemudian mesin dijalankan dengan kecepatan 5 rpm (rotasi per minutes) dan diset waktu pengayakan selama 10 menit
6. Setelah 10 menit, mesin fibrator akan berhenti secara otomatis. Ayakan kemudian masing-masing dibuka/diambil dari mesin fibrator.
7. Fraksi serbuk yang tertinggal pada masing-masing pengayakan dengan nomor mesh yang berbeda ditimbang dengan menggunakan timbangan digital
8. Dicatat data yang diperoleh dan dihitung ukuran diameter partikel rata-rata serta derajat halus serbuknya.Hasil Pengamatan
1. Tabel Pengamatan
2. Perhitungan
PEMBAHASAN
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
LAPORAN PRAKTIKUM
DISPERSI MOLEKULER
OLEH
NAMA: .
NIM: .
KELOMPOK: .
GOLONGAN: .
ASISTEN: .
MAKASSAR
2015
PERCOBAAN IIIDISPERSI MOLEKULERTeori Umum
Jika kita mencampurkan suatu zat dengan zat cair, maka akan terjadi penyebaran secara merata dari suatu zat tersebut ke dalam zat cair. Hal inilah yang disebut sebagai sistem dispersi. Pada umumnya, zat terlarut yang jumlahnya lebih sedikit disebut sebagai fase terdispersi, sedangkan zat pelarut yang jumlahnya lebih banyak disebut sebagai medium pendispersi. Jadi sistem dispersi adalah pencampuran antara fase terdispersi dengan medium pendispersi yang bercampur secara merata.Berdasarkan ukuran partikelnya, sistem dispersi dibedakan menjadi 3 yaitu :
1. Larutan sejati atau dispersi molekuler.
Larutan sejati adalah campuran antara zat padat / zat cair (sebagai fase terdispersi)dengan zat cair (sebagai medium pendispersi). Pada larutan sejati, fase terdispersi larut sempurna dengan medium pendispersi sehingga dihasilkan campuran yang homogen, sehingga antara fase terdispersi dengan medium pendispersinya tidak dapat dibedakan lagi. Molekul-molekul fase terdispersi tersebar merata ke dalam komponen medium pendispersi, sehingga larutan disebut juga dispersi molekuler.2. Koloid atau dispersi halus.
Koloid adalah suatu campuran antara fase terdispersi dengan medium pendispersi tetapi fase terdispersinya bukan dalam bentuk molekuler melainkan gabungan dari beberapa molekul.Secara visual, bentuk fisik koloid sama seperti bentuk larutan tetapi jika diamati dengan mikroskop ultra, campuran ini bersifat heterogen.
3. Suspensi atau dispersi kasar.
Suspensi adalah campuran heterogen antara fase terdispersi dengan medium pendispersi dimana fase terdispersinya tidak dapat bercampur secara merata ke dalam medium pendispersinya.Pada umumnya, fase terdispersinya berupa padatan sedangkan medium pendispersinya berupa cairan.Dalam suspensi, antara fase terdispersi dengan medium pendispersinya dapat dibedakan dengan jelas.Kelarutan didefinisikan dalam besaran kuantitatif sebagai konsentrasi zat terlarut dalam larutan jenuh pada temperatur tertentu, dan secara kualitatif didefinisikan sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk dispersi molekuler homogen. Kelarutan obat dapat dinyatakan dalam beberapa cara. Menurut U.S. Pharima copied dan National Formulary, definisi kelarutan obat adalah jumlah ml pelarut dimana akan larut 1 gram zat terlarut.
Ada beberapa faktor yang berpengaruh pada kelarutan, antara lain: 1. pH
2. Suhu
3. Jenis pelarut
4. Bentuk dan ukuran partikel zat
5. Kosolvensi
6. Konstanta dielektrikum bahan pelarut
7. Adanya zat-zat lain seperti surfaktan, pembentuk kompleks, ion sejenis, dll.8. Modifikasi Kimia Obat
Kelarutan obat sebagian besar disebabkan oleh polaritas dari pelarut. Pelarut polar bertindak sebagai pelarut menurut mekanisme berikut:
1. Karena tingginya tetapan dielektrik, pelarut polar mengurangi gaya tarik-menarik antara ion dan Kristal yang bermuatan berlawanan.
2. Pelarut polar
Konstanta dieletrik adalah suatu besaran tanpa dimensi dan merupakan rasio antara kapasitas elektrik medium (Cx) terhadap terhadap vakum (Cv) yang dirumuskan sebagai berikut:
= Cx / Cv
Untuk campuran bahan pelarut merupakan hasil penjumlahan tetapan dielektrik masing-masing sesudah dikalikan dengan % volume setiap komponen pelarut.
Adakalanya suatu zat lebih mudah larut dalam pelarut campuran dibandingkan dengan pelarut tunggalnya. Fenomena ini dikenal dengan istilah co-solvency. Bahan pelarut di dalam pelarut campur yang mampu meningkatkan kelarutan zat disebut co-solvent. Etanol, gliserin dan propilen glikol merupakan contoh-contoh kosolven yang umum digunakan. MAKSUD PERCOBAANMengetahui faktor-faktor yang memengaruhi kelarutan suatu zat dalam pelarut tertentu TUJUAN PERCOBAAN1. Menjelaskan pengaruh pelarut campur (kosolvensi) terhadap kelarutan suatu zat
2. Melihat pengaruh nilai konstanta dielektrik pelarut tertentu dalam pelarut campurPRINSIP PERCOBAANPenentuan kadar asam salisilat yang tidak terlarut pada berbagai seri konsentrasi gabungan pelarut berdasarkan titrasi asam basaALAT DAN BAHAN1. Alat-alat
Erlenmeyer , Becker glass, Buret, Gelas ukur, Labu ukur , Batang Pengaduk, Kertas saring, Corong2. Bahan-bahan
Asam Salisilat, Asam Benzoat, Asam Borat, Asam Asetilsalisilat, NaOH 0,1 N, Etanol 90%, Propilenglikol (PEG), Fenolftalein, Air sulingPROSEDUR PERCOBAAN:
1. Dibuat 10 mL campuran bahan pelarut seperti yang tertera pada table berikut. (Variasi konsentrasi disesuaikan jumlah kelompok)
Air (% v/v)Alkohol (%v/v)Propilen Glikol(%v/v)
60040
60535
601030
602020
603010
60355
60400
2. Asam Salisilat/Asam Benzoat/Asam Borat/Asam Asetilsalisilat sebanyak 1 gram dilarutkan ke dalam masing-masing campuran pelarut.
3. Larutan dikocok dengan alat pengocokan elektrik selama 15 menit secara intermitten shaking.
4. Larutan disaring
5. Kadar asam salisilat/asam benzoat/asam borat/asam asetilasetat yang larut ditentukan dengan cara titrasi asam basa dengan peniter larutan NaOH 0,1 N dengan indicator phenolphthalein.
6. Dibuat kurva antar kelarutan asam salisilat dengan harga konstanta dielektrik bahan pelarut campur yang ditambahkan.
Hasil pengamatan
Tabel Pengamatan dan Perhitungan
PEMBAHASAN
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
LAPORAN PRAKTIKUM
DISPERSI KOLOIDAL
OLEH
NAMA: .
NIM: .
KELOMPOK: .
GOLONGAN: .
ASISTEN: .
MAKASSAR
2015
PERCOBAAN IV
DISPERSI KOLOIDAL
Teori Umum
Sistem terdispersi terdiri dari partikel kecil yang dikenal sebagai fase terdispersi, terdistribusi ke dalam medium pendispersi atau medium kontinu. Terbagi atas 3 golongan, berdasarkan ukuran partikel bahan terdispersi, yaitu dispersi molekular, dispersi koloid, dan dispersi kasar. Dispersi koloid memiliki ukuran partikel dari 0,1 nm sampai 0,5 m.
Partikel yang terletak dalam jangkauan ukuran koloid mempunyai luas permukaan yang besar dibandingkan dengan luas permukaan partikel yang besar dengan volume yang sama. Karena ukurannya, partikel koloid bisa dipisahkan dari partikel molekular dengan cara dialisis. Dialisis menggunakan membran kolodion, di mana partikel koloid akan tertahan, tapi molekul-molekul kecil dan ion dapat melewatinya.
Sistem koloid digolongkan menjadi tiga golongan berdasarkan interaksi partikel, molekul, atau ion dari fase terdispersi dengan molekul dari medium pendispersi.
1. Koloid Liofilik
Sistem ini mengandung partikel-partikel koloid yang banyak berinteraksi dengan medium pendispersi, disebut koloid liofilik (suka pelarut). Contohnya, disolusi gom atau gelatin dalam air.
2. Koloid Liofobik
Sistem ini mengandung partikel yang memiliki gaya tarik-menarik yang kecil dengan medium pendispersi, disebut dengan koloid liofobik (benci pelarut). Contohnya, partikel-partikel anorganik yang terdispersi dalam air.
3. Koloid Gabungan
Koloid gabungan atau koloid amfifilik mengandung partikel yang memiliki afinitas tertentu terhadap pelarut polar dan non polar. Jadi memiliki bagian yang liofilik dan liofobik. CMC (Critical Micelle Concentration)
Misel adalah kumpulan molekul berukuran koloid, Hal ini, disebabkan oleh adanya ekor hidrofobnya cenderung berkumpul, dan kepala hidrofilnya memberikan perlindungan. Dan misel merupakan penggabungan (agregasi dari ion ion surfaktan), dimana rantai hidrokarbon yang lipofil akan menuju ke bagian dalam misel, meninggalkan gugus hidrofil yang berkontak dengan medium air. Misel hanya terbentuk diatas konsentrasi misel kritis (CMC) dan di atas temperature Kraft
Fenomena terbentuknya misel dapat diterangkan, yaitu dibawah konsentrasi kritis misel, konsentrasi surfaktan (sabun) yang mengalami adsorpsi pada antar muka bertambah jika konsentrasi surfaktan total dinaikkan. Akhirnya tercapailah suatu titik dimana baik antar muka maupun dalam cairan menjadi jenuh dengan monomer keadaan inilah yang disebut konsentrasi misel kritis. Jika sulfaktan terus bertambah lagi hingga berlebihan, maka mereka akan beragregasi terus membentuk misel.Pada peristiwa ini tenaga bebas system berkurang
Cara Penentuan CMC
Karena pada cmc terjadi penggumpalan dari molekul surfaktan, maka cara penentuan cmc dapat menggunakan cara-cara penentuan besaran fisik yang menunjukkan perubahan dari keadaan ideal menjadi tak ideal. Di bawah cmc larutan menjadi bersifat ideal. Sedangkan diatasnya cmc larutan bersifat tak ideal. Besaran fisik yang dapat digunakan ialah tekanan osmosa, titik beku larutan, hantaran jenis atau hantaran ekivalen, kelarutan solubilisasi, indeks bias, hamburan cahaya, tegangan permukaan, dan tegangan antarmuka.Prinsip Percobaan
1. Menentukan konsentrasi kritis misel dari natrium lauril sulfat dengan medium air dengan pengukuran konduktivitas2. Menentukan konsentrasi kritis misel dari tween 80 terhadap kelarutan asam asetilasetat/asam borat/asam benzoat/asam salisilatProsedur Kerja
A. Percobaan I : Menentukan CMC Berdasarkan Konduktivitas 1. Dilarutkan sebanyak 2,283 gram dalam 1 liter aquades
2. Dari larutan tersebut, diambil sebanyak 2,0; 4,0; 6,0; 8,0 dan 10,0 ml
3. Diencerkan dalam labu ukur 100 ml dengan aquades sampai tanda batas
4. Diukur daya hantar dan tegangan mukanya pada temperatur 30C, 34C, 36C, 38C, 40oc untuk masing-masing larutan.
B. Percobaan II Menentukan CMC Berdasarkan Kelarutan
a. Dibuat 50 ml larutan tween 80 dengan konsentrasi : 0; 0,1; 0,5; 1; 5; 10; 50; dan 100 mg/100 ml airb. Ditambahkan asam asetilsalisilat/asam borat/asam benzoat/asam salisilat sedikit demi sedikit sampai diperoleh larutan yang jernihc. Dikocok larutan selama 30 menit dengan mixer. Kalau ada endapan yang larut selama pengocokan, tambahkan lagi asam asetilsalisilat/asam borat/asam benzoat/asam salisilat sampai didapat larutan yang jenuh kembalid. Disaring dan tentukan kadar asam asetilsalisilat/asam borat/asam benzoat/asam salisilat yang terlarut dalam masing-masing larutane. Dibuat grafik antara kelarutan asam asetilsalisilat/asam borat/asam benzoat/asam salisilat dengan konsentrasi tween 80 yang digunakanf. Ditentukan konsentrasi kritik misel dari tween 80HASIL PENGAMATANI. Tabel Pengamatan
II. Perhitungan
PEMBAHASAN
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
LAPORAN PRAKTIKUM
DISPERSI KASAR
OLEH
NAMA: .
NIM: .
KELOMPOK: .
GOLONGAN: .
ASISTEN: .
MAKASSAR
2015
PERCOBAAN VDISPERSI KASARTeori Umum
Secara termodinamika sistem dispersi dapat dianggap stabil jika tidak ada interaksi antara partikel. Namun, dalam hal suspensi farmasi, sistem ini secara fisik tidak stabil. Partikel dalam suspensi akan membentuk sedimen di bawah pengaruh gravitasi dan menetap di bagian bawah wadah, partikel-partikel yang lebih besar mencapai bagian bawah lebih dahulu dan partikel kecil menempati ruang antara partikel yang lebih besar. Partikel di bagian bawah wadah secara bertahap dikompresi oleh berat tersebut di atas dan, dengan demikian, ada energi yang cukup yang tersedia untuk mengatasi gaya tekan ke bawah sehingga partikel menjadi cukup dekat untuk membentuk interaksi ireversibel antar partikel. Hal ini disebut sebagai caking.Karena caking dalam suspensi farmasi difasilitasi oleh sedimentasi, maka tidak perlu menyangkal bahwa dengan mengendalikan sedimentasi partikel dapat meningkatkan stabilitas fisik suspensi. Tingkat sedimentasi partikel (umumnya 2% b/b) dapat didefinisikan dengan persamaan Stoke's. Meskipun suspensi farmasi banyak terdiri dari lebih dari 2% b/v di mana sedimentasi partikel obat dipengaruhi oleh partikel lain, persamaan dapat digunakan untuk memberikan indikasi faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi sedimentasi. Persamaan tsb adalah sebagai berikut:
Di mana : dv/dt mengacu pada laju sedimentasi; d2 mengacu pada diameter partikel rata-rata; s dan t masing-masing mengacu pada bobot jenis partikel padat dan pembawa; mengacu pada viskositas pembawa, dan g mengacu pada gravitasi.Maksud dan TujuanMaksud Percobaana. Memahami Hukum Stokes dan parameter-parameter yang mempengaruhi laju sedimentasi suatu dispersi kasar.b. Memahami pengaruh bahan pembasah terhadap laju pembasahan suatu partikelTujuan Percobaan
Memahami dan mengetahui serta melihat secara langsung penerapan prinsip-prinsip dasar hukum Stokes serta beberapa parameter yang memengaruhi laju sedimentasi suatu dispersi kasar serta mengetahui pengaruh bahan pembasah terhadap laju pembasahan suatu partikelProsedur KerjaPembuatan SIstem Dispersi Kasar dan Pengamatan Laju Sedimentasi1. Disiapkan alat dan bahan
2. Ditimbang bahan sesuai dengan table berikut:
3. Digerus bahan aktif yang digunakan dengan atau tanpa penambahan bahan pensuspensi yang tertera pada table
4. Dicukupkan hingga 100 ml dengan aquadest
5. Diamati pembentukan sedimentasi pada hari-0, H-1, H-2, dan H-3Uji Waktu Pembasahan
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Dimasukkan sebanyak 2 gram sampel ke dalam tabung reaksi
3. Ditambahkan 1 ml zat pembasah yang telah ditentukan
4. Dihitung waktu pembasahannya
5. Di catat dan dibandingkan
Uji Sudut Kontak
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Dimasukkan sampel ke dalam cawan petri yang telah dibalik
3. Diratakan dengan kemudian diteteskan wetting agent
4. Diukur dan dicatat sudut kontaknyaHASIL PENGAMATANTabel Pengematan dan PerhitunganPEMBAHASAN
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
LAPORAN PRAKTIKUM
EMULSI
OLEH
NAMA: .
NIM: .
KELOMPOK: .
GOLONGAN: .
ASISTEN: .
MAKASSAR
2015
PERCOBAAN VIEMULSITeori Umum
Emulsi adalah suatu sistem heterogen yang terdiri dari paling sedikitnya 2 cairan yang tidak bercampur, dimana salah satunya sebagai fase dalam fase terdispersi (fase internal) terdispersi secara seragam dalam bentuk tetesan-tetesan kecil pada medium pendispersi (fase eksternal) yang distabilkan dengan emulgator yang cocok.
Teori Emulsifikasi
Dalam semua cairan terdapat tekanan yang menyebabkan tetesan dari cairan yang mempunyai bentuk pada permukaan paling bawah dengan hubungannya dengan ukuran yaitu bentuk bola. Karena itu, jika dua tetesan dalam kontak satu sama lain, mereka berkoalesen membentuk satu tetesan yang lebih besar karena hasil ini dalam penurunan total permukaan ditunjukkan oleh massa cairan yang dihadirkan kembali. Tanggung jawab kekuatan untuk keadaan ini dapat diukur dan dikenal sebagai tegangan permukaan dari cairan jika kontak dengan udara atau dengan uapnya sendiri dan Tegangan antar muka jika cairan kontak dengan cairan yang lainnya. Bahan yang mana bila ditambahkan ke dalam cairan, tegangan antar mukanya lebih rendah apada batas cairan disebut juga surface agent atau bahan pembasah.
Tegangan antar muka ini dapat diatasi dengan cepat untuk membuat cairan hancur menjadi globul yang lebih kecil. Bagaimanapun, jika tidak dilakukan sesuatu untuk mencegah efek dari tegangan ini, globul akan berkoalesens dan emulsi akan pecah. Dapat dilihat bahwa efek dari tegangan ini dapat dicegah dengan tiga cara ; dengan maksud agar beberapa bahan yang akan menurunkan tegangan antar muka antar cairan; dengan maksud agar beberapa bahan dapat memutuskan teangan antar muka dari dua cairan dan menahannya bersama-sama melalui kekuatan yang dahsyat; atau dengan maksud agar beberapa bahan akan membentuk lapisan sekitar globvul dari fase terdispersi dan menjaganya secara mekanik dari pembentukan koalesen.
Teori tegangan permukaan :
Pendek kata, dasar teori ini adalah bahwa analisis dihasilkan jika beberapa bahan dimasukkan ke tegangan antar muka yang lebih rendah antara cairan. Teori ini kurang diterima dan membuatnya mungkin untuk menghasilkan system dua fase yang stabil. Suatu surfaktan yang memiliki tegangan antar muka yang lebih rendah dan menghambat kecendrungan tetesan-tetesan dari fine berkoalesen dan mempertahankan ukurannya yang kecil sebagai gayaq penstabil dalam emulsi.
Teori Oriented-Wedge :
Teori ini menjelaskan fenomena dari pembentukan emulsui berdasarkan kelarutan sedikit dari sejumlah bahan pengemulsi. Jumlah ini memiliki afinitas yang besar dari air dan vice versa. Dugaan bahwa bahan pengemulsi seperti sabun mengubahnya menjadi lapisan monomolekuler dari semua kelompok dari polaritas yang sama dari sisi lapisan. Pengubahan dari setiap molekul setiap tetesan air, memberikan bentuk Wedge. Oleh karena itu,kurva dari lapisan molekul dan pembentukan suatu minyak dalam air atau emulsi air dalam minyak yang tergantung pada baik kelarutan minyak atau sejumlah kelarutan dari molekul yang lebih besar. Tahun ini telah dikritik bahwa tidak mungkin pembentukan lapisan monomolekuler dalam system emulsi; dengan tidak adanya kelompok polar tertentu dalam banyak bahan pengemulsi yang umum; dan tidak dijelaskan kenapa beberapa bahan yang bukan bahan pengemulsi untuk bahan tersebut dalam pembentukan emulsi.
Teori lapisan plastis :
Berdasarkan teori ini bahan pengemulsi disimpan pada permukaan sertiap tetesan dari fase terdispersi dalam membentuk lapisan plastis. Lapisan ini mencegah kontak dan koalesen cairan yang terdifusi. Oleh karena itui, efek dari bahan pengemulsi murni secara mekanik dan tidak tergantung pada tegangan antar muka apapun. Pembentukan emulsi air dal;am minyak atau minyak dalam air dijelaskan berdasarkan kelarutan selektif dari bahan pengemulsi yang digunakan bahwa kelarutan memberikan peningkatan kepada emulsi minyak dalam air dan kelarutan minyak membentuk emulsi air dalam minyak. Emulsifikasi dapat digambarkan lalu keterlibatannya pertama dalam pembentukannya baik dalam larutan koloidal atau larutan sejati dari bahan pengemulsi dalam salah satu cairan dan berikutnya dalam pengendapan sejumlah kecil bahan ini melalui kontak dengan cairan lain. Oleh karena itu, lapisan yang terbentuk dipertahankan dalam kondisi plastis melalui kontak dengan cairan dimana dia larut. Setiap globul akan disediakan bersama penyaluran pelindung yang kan melindunginya dari kontak dengan globul lain dari cairan yang sama dan mencegah koalesen. Peningkatan viskositas dari fase kontinu melalui penambahan sejumlah zat tambahan dari bahan pengemulsi yang sama yang akan menambah stabilitas sediaan melalui perintangan pergerakan dari partikel yang disalut dan mencegahnya kontak satu sama lain. Sebaliknya penambahan beberapa bahan akan menurunkan viskositas ataupun mengembalikan bahan pengemulsi yang kurang larut dalam fase kontinu baik secara fisik atau kimia akan membuat produk kurang stabil dan jika digunakan dalam jumlah yang cukup akan menyebabkan emulsi pecah.
Sistem emulsi dijumpai banyak penggunaannnya dalam farmasi. Dibedakan antara emulsi cairan , yang ditentukan untuk kebutuhan dalam (emulsi minyak ikan, emulsi parafin)dan emulsi untuk penggunaan luar. Yang terakhir dinyatakan sebagai linimenta (latin linire = menggosok). Dia adalah emulsi kental (dalam peraturannya dari jenis M/A), juga sediaan obat seperti salap dan suppositoria dapat menggambarkan emulsi dalam pengertian fisika. Dalam bidang farmasi, emulsi biasanya terdiri dari minyak dan air. Berdasarkan fasa terdispersinya dikenal dua jenis emulsi, yaitu :
1. M/A (minyak/air)
Suatu emulsi dimana minyak terdispersi sebagai tetesan-tetesan dalam fase air dan diistilahkan emulsi minyak dalam air.
2. A/M (air/minyak)
Jika air adalah fase terdispersi dan minyak adalah medium pendispersi, maka emulsi disebut emulsi air dalam minyak.
3. Emulsi ganda telah dikembangkan berdasarkan pencegahan pelepasan bahanaktif. Dalam tipe emulsi ini dihadirkan 3 fase yang disebut bentuk emulsi A/M/A atau M/A/M atau disebut emulsi dalam emulsi.
Kebanyakan emulsi yang berlaku dalam farmasi mempunyai partikel terdispersi dengan diameter dalam range 0,1-100 (m.
Emulsi sangat bermanfaat dalam bidang farmasi karena memiliki beberapa keuntungan, satu diantaranya yaitu dapat menutupi rasa dan bau yang tidak enak dari minyak. Selain itu, dapat digunakan sebagai obat luar misalnya untuk kulit atau bahan kosmetik maupun untuk penggunaan.
Cara Menentukan Tipe Emulsi
Metode paling umum meliputi pengenceran tetesan, kelarutan cat, pembentukan creaming, konduktivitas listrik, dan tes fluoresensi.Beberapa metode tersedia untuk menentukan tipe emulsi. Beberapa
1. Tes Pengenceran Tetesan
Metode ini berdasarkan prinsip bahwa emulsi bercampur dengan luar akibatnya, jika air ditambahkan ke dalam emulsi M/A, air akan terdispersi cepat dalam emulsi. Jika minyak ditambahkan tidak akan terdispersi tanpa pengadukan yang kuat. Begitu pula dengan emulsi A/M.
2. Uji kelarutan cat
Uji ini berdasarkan prinsip bahwa dispersi cat secara seragam melalui emulsi jika cat larut dalam fase luar. Amaran, cat larut air secara cepat mewarnai emulsi M/A tapi tidak mewarnai emulsi tipe A/M. Sudan III, cat larut minyak dengan cepat mewarnai emulsi A/M, tidak tipe M/A.
3. Uji Arah Creaming
Creaming adalah fenomena antara 2 emulsi yang terpisah dari cairan aslinya dimana salah satunya mengapung pada permukaan lainnya. Konsentrasi fase terdispersi adalah lebih tinggi dalam emulsi yang terpisah. Jika berat jenis relatif tinggi dari kedua fase diketahui, maka arah creaming dari fase terdispersi menunjukkan adanya tipe emulsi M/A. jika cream emulsi menuju ke bawah berarti emulsi A/M. hal ini berdasarkan asumsi bahwa mimyak kurang padat daripada air.
4. Uji Hantaran Listrik
Uji hantaran listrik berdasarkan pada prinsip bahwa air menghantarkan arus listrik sedangkan minyak tidak. Jika elektrode ditempatkan pada emulsi menghantarkan artus listrik, maka emulsi M/A. jika sistem tidak menghantarkan arus listrik, maka emulsi adalah A/M.
5. Tes Fluoresensi
Banyak minyak jika dipaparkan pada sinar UV berfluoresensi, jika tetesan emulsi dibentangkan dalam lampu fluoresensi di bawah mikroskop dan semuanya berfluoresensi, menunjukkan emulsi A/M. Tapi jika emulsi M/A, fluoresensinya berbintik-bintik.UjiPengamatanKeterangan
Uji pengenceran
Uji warna
COCl2/kertas saring
Fluoresensi
Daya hantarEmulsi hanya dapat diencerksan dengan fase luar
Zat warna padat yang larut dalam air hanya mewarnai emulsi M/A dan sebaliknya.
Pengamatan mikroskopis Bisaanya membantu
Kertas saring dijenuhkan dengan COCl2 dan dikeringkan (biru) berubah menjadi merah muda bila emulsi M/A ditambahkan
Karena minyak berfluoresensi dibawah sinar UV, emulsi M/A menunjukkan pola titik-titik sedang emulsi A/M seluruhnya berfluoresensi
Aliran listrik dihantarkan oleh emulsi M/A, karena adanya zat-zat ionik dalam airHanya berguna untuk emulsi cair
Bisa gagal jika ada emulgator non ionik
Bisa gagal jika emulsi tidak stabil atau pecah dengan adanya elektrolit
Tidak selalu dapat diterapkan
Gagal dalam emulsi non ionik
Fenomena ketidakstabilan emulsi
1. Creaming dan sedimentasi
Creaming adalah gerakan ke atas dari tetesan relatif zat terdispersi ke fase kontinu,sedagkan sedimentasi adalah proses pembalikan yaitu gerakan ke bawah dari partikel. Dalam beberapa emulsi, suatu proses atau lebih tergantung pada censitas dari fase terdispersi atau fase kontinu. Kecepatan sedimentasi tetesan atau partuikel dalam cairan dihubungkan dengan hukum stokes. Sementara persamaan hukum stokes untuk system bermassa telah dikembangkan,hukum ini sangat berguna untuk menunjukkan faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan sedimentasi atau creaming antara lain diameter tetesan yang terdispersi, viskositas medium pendispersi, dan perbedaan berat jenis antara fase terdispersi dan medium pendispersi. Pengurangan ukuran partikel yang terkonstribusi meningkatkan atau mengurangi creaming.
2. Agregasi dan koalesensi
Lebih jauh, tetesan dapat diredispersikan kembali dengan pengocokan. Stabilitas dari emulsi dapat ditentukan dengan proses agregasi dan koalesensi. Dalam agregasi (flokulasi) tetesan yang terdispersi datang bersama namun tidak bercampur. Koalaesensi komplit penyatuan tetesan, diarahkan untuk mengurangi jumlah tetesan dan pemisahan dua fase yang tidak saling bercampur. Agregasi mendahului koalesensi dalam emulsi. Namun demikian, koalesensi tidak perlu mengikuti agregasi. Agregasi dalam beberapa jumlah bersifat reversible. Walaupun tidak seserius koalesensi, ini akan mempercepat creaming atau sedimentasi ketika agregat bertindak sebagai tetesan tunggal.
Sementara agregasi dihubungkan dengan potensial elektrikal. Tetesan, koalesensi tergantung pada sifat struktur lapisan interfase. Emulsi distabilkan dengan emulgator. Tipe surfaktan membbentuk lapisan monomolekuler. Koalesensi dilawan dengan elastisitas dan juga gaya kohesif lapisan film antara dua tetesan.
3. Inversi
Emulsi dikatakan membalik ketika perubahan emulsi dari M/A ke A/M atau sebaliknya. Inversi kadang-kadang terjadi dengan penambahan elektrolit atau dengan mengubah rasio fase volume. Sebagai contoh emulsi M/A yang mengandung natrium stearat sebagai pengemulsi dapat ditambahkan kalsium klorida karena kalsium stearat dibentuk sebagai bahan pengemulsi lipofilik dan mengubah pembentukan produk A/M.
Inversi dapat dilihat ketika emulsi disiapkan dengan pemanasan dan pencampuran dua fase kemudian didinginkan. Hal ini terjadi kira-kira karena adanya daya larut bahan pengemulsi tergantung pada perubahan temperatur. Temperatur pada fase inversi. Telah ditunjukkan bahwa nilai dipengaruhi oleh nilai HLB dari surfaktan. Semakin tinggi nilai ALT, semakin besar tahanan untuk berubah (inverse
Beberapa sifat yang dipertimbangkan dari bahan pengemulsi :
a. Harus efektif pada permukaan dan mengurangi tegangan antar muka sampai di bawah 10 dyne/cm.
b. Harus diabsorbsi cepat di sekitar tetesan terdispersi sebagai lapisan kental mengadheren yang dapat mencegah koalesensi
c. Memberikan tetesan-tetesan yang potensialnya listriknya cukup sehingga terjadi saling tolak-menolak
d. Harus meningkatkan viskositas emulsi
e. Harus efektif pada konsentrasi rendah
Tidak ada bahan pengemulsi yang memenuhi syarat sifat-sifat ini pada tingkat yang sama, nyatanya tidak semua emulgator yang baik perlu memiliki sifat di atas.
Mekanisme Kerja Emulgator
1. Penurunan Tegangan Permukaan
Walaupun pengurangan tegangan permukaan energi bebas antarmuka yang dihasilkan pada dispersi. Peranan zat pengemulsi sebagai batang antarmuka adalah yang paling penting. Ini dapat dilihat dengan jelas bila seseorang memperhatikan bahwa banyak polimer dan padatan yang terbagi halus, tidak efisien dalam menurunkan tegangan antarmuka, membentuk pembatas antarmuka yang baik sekali, bertindak untuk mencegah penggabungan dan berguna sebagai zat pengemulsi.
Kesimpulan :
Peranan emulgator adalah sebagai pemberi batas antarmuka masing masing cairan dan mencegah penggabungan antar partikel partikel sehingga dapat mencegah flokulasi.
Mekanisme kerja emulgator surfaktan, yaitu :
a. membentuk lapisan monomolekuler ; surfaktan yang dapat menstabilkan emulsi bekerja dengan membentuk sebuah lapisan tunggal yang diabsorbsi molekul atau ion pada permukaan antara minyak/air. Menurut hukum Gibbs kehadiran kelebihan pertemuan penting mengurangi tegangan permukaan. Ini menghasilkan emulsi yang lebih stabil karena pengurangan sejumlah energi bebas permukaan secara nyata adalah fakta bahwa tetesan dikelilingi oleh sebuah lapisan tunggal koheren yang mencegah penggabungan tetesan yang mendekat.
b. Membentuk lapisan multimolekuler ; koloid liofolik membentuk lapisan multimolekuler disekitar tetesan dari dispersi minyak. Sementara koloid hidrofilik diabsorbsi pada pertemuan, mereka tidak menyebabkan penurunan tegangan permukaan. Keefektivitasnya tergantung pada kemampuan membentuk lapisan kuat, lapisan multimolekuler yang koheren.
c. Pembentukan kristal partikel-partikel padat ; mereka menunjukkan pembiasan ganda yang kuat dan dapat dilihat secara mikroskopik polarisasi. Sifat-sifat optis yang sesuai dengan kristal mengarahkan kepada penandaan Kristal Cair. Jika lebih banyak dikenal melalui struktur spesialnya mesifase yang khas, yang banyak dibentuk dalam ketergantungannya dari struktur kimia tensid/air, suhu dan seni dan cara penyiapan emulsi. Daerah strukturisasi kristal cair yang berbeda dapat karena pengaruh terhadap distribusi fase emulsi.
2. Pembentuk Lapisan Antarmuka
Pembentukan lapisan lapisan oleh suatu pengemulsi pada permukaan tetesan air atau minyak tidak dipelajari secara terperinci. Pengertian dari suatu lapisan tipis monomolekuler yang terarah dari zat pengemulsi tersebutpada permukaan fase dalam suatu emulsi. Cukup beralasan untuk mengharapkan molekul amfifilik untuk mengatur dirinya pada suatu antarmuka air, minyak dan bagian hidrofilik pada fase air. Juga sudah ditetapkan dengan baik bahwa zat aktif permukaan cenderung berkumpul pada antarmuka, dan pengemulsi diabsorbsi pada antar muka minyak dan air sebagai lapisan monomolekuler. Jika kensentrasi zat pengemulsi cukup tinggi, pengemulsi membentuk suatu lapisan yang kaku antara fase fase yang tidak saling bercampur tersebut, yang bertindak sebagai suatu penghalang mekanik. Baik terhadap adhesi maupun menggabungnya tetesan tetesan emulsi.
3. Penolakan Elektrik
Telah digambarkan bagaimana lapisan antarmuka atau kristal cair lamellar mengubah laju penggabungan tetesan dengan bertindak sebagai pembatas. Disamping itu, lapisan yang sama atau serupa dapat menghasilkan gaya listrik tolak antara tetesan yang mendekat. Penolakan ini disebabkan oleh suatu lapisan listrik rangkap yang dapat timbul dari gugus gugus bermuatan listrik yang mengarah pada permukaan bola-bola yang teremulsi M/A yang distabilkan dengan sabun Na. Molekul-molekul surfaktan tidak hanya berpusat pada antarmuka tetapi karena sifat polarnya, molekul-molekul tersebut terarah juga. Bagian bawah hidrokarbon dilarutkan dalam tetesan minyak, sedangkan kepala (ioniknya) menghadap ke fase kontinu (air). Akibat permukaan tetesan tersebut ditabur dengan gugus-gugus bermuatan, dalam hal ini gugus karboksilat yang bermuatan negatif. Ini menghasilkan suatu muatan listrik pada permukaan tetesan tersebut menghasilkan apa yang dikenal sebagai lapisan listrik rangkap.
Potensial yang dihasilkan oleh lapisan rangkap tersebut menciptakan suatu pengaruh tolak menolak antara tetesan tetasan minyak, sehingga mencegah penggabungan. Walaupun potensial listrik tolak tidak dapat diukur secara langsung untuk membandingkan dengan teori. Toeri kuantitas yang behubungan, potensial zet dapat ditentukan. Potensial zeta untuk suatu emulsi yang distabilkan dengan surfaktan sebanding dengan dengan potensial lapisan rangkap hasil perhitungan. Tambahan pula, perubahan dalam potensial zeta parallel dengan perubahan potensial lapisn rangkap jika elektrolit ditaburkan. Hal ini dan data yng berhubungan dengan besarnya potensial pada antarmuka dapat digunakan untuk menghitung penolakan total atara tetes-tetes minyak sebagai suatu fungsi dari jeruk antara tetesan tersebut.
Gambar penolakan elektrik
HLB adalah nomor yang diberikan bagi tiap-tiap surfaktan. Daftar di bawah ini menunjukkan hubungan nilai HLB dengan bermacam-macam tipe system:
Nilai HLB
Tipe system
3 6
A/M emulgator
7 9
Zat pembasah (wetting agent)
8 18
M/A emulgator
13 15
Zat pembersih (detergent)
15 18
Zat penambah pelarutan (solubilizer)
Makin rendah nilai HLB suatu surfaktan maka akan makin lipofil surfaktan tersebut, sedang makin tinggi nilai HLB surfaktan akan makin hidrofil.
Cara menentukan HLB ideal dan tipe kimi surfaktan dilakukan dengan eksperimen yang prosedurnya sederhana, ini dilakukan jika kebutuhan HLB bagi zat yang diemulsi tidak diketahui. Ada 3 fase:a. Fase I
Dibuat 5 macam atau lebih emulsi suatu zat cair dengan sembarang campuran surfaktam, dengan klas kimi yang sama, misalnya campuran Span 20 dan Tween 20. Dari hasil emulsi dibedakan salah satu yang terbaik diperoleh HLB kira-kira. Bila semua emulsi baik atau jelek maka percobaan diulang dengan mengurangi atau menambah emulgator.
b. Fase II
Membuat 5 macam emulsi lagi dengan nilai HLB di sekitar HLB yang diperoleh dari fase I. dari kelima emulsi tersebut dipilih emulsi yang terbaik maka diperoleh nilai HLB yang ideal.
c. Fase III
Membuat 5 macam emulsi lagi dengan nilai HLB yang ideal dengan menggunakan bermacam-macam surfaktan atau campuran surfaktan.dari emulsi yang paling baik, dapat diperoleh campuran surfaktan mana yang paling baik (ideal)Maksud dan Tujuan
Maksud percobaan
Mengetahui dan memahami hal-hal yang berperan dalam pembuatan dan kestabilan dari suatu emulsi.
Tujuan Percobaan
1. Menghitung jumlah emulgator golongan surfaktan yang digunakan dalam pembuatan emulsi
2. Membuat emulsi menggunakan emulgator golongan surfaktan.
3. Mengevaluasi ketidakstabilan suatu emulsi.
4. Menentukan HLB butuh minyak yang digunakan dalam pembuatan emulsi.
5. Menentukan tipe emulsi
Prinsip Percobaan
Pembuatan emulsi dengan menggunakan emulgator dengan variasi HLB butuh dan penentuan kestabilan suatu emulsi dengan nilai HLB butuh yang bervariasi yang didasarkan pada penampakan fisik dari emulsi tersebut, misalnya perubahan volume, perubahan warna dan pemisahan fase terdispersi dan pendispersi dalam jangka waktu tertentu pada kondisi yang dipaksakan Serta menentukan tipe-tipe emulsi.Prosedur Kerjaa. Pembuatan Emulsi1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.2. Ditimbang semua bahan yang akan digunakan sesuai dengan tabel di bawah ini:NoBahanEmulsi 1Emulsi 2Emulsi 3
1Parafin Cair10%
2Cetyl Alkohol2%
3Tween 80-Span 805%--
4Asam Stearat-10%2%
5Triethanolamin--1%
6Gliserin15%
7AquadestCukupkan hingga 100%
Keterangan: Hitung terlebih dahulu HLB butuh dari Emulsi 1 dan 23. Dipisahkan antara fase air dan fase minyak.4. Fase minyak dilebur berturut-turut berdasarkan titik leburnya.5. Ditambahkan fase minyak ke dalam fase air dan segera dihomgenkan menggunakan homogenizer.6. Masukkan dalam beaker.7. Lakukan pengujian emulsib. Uji Pewarnaan1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Dimasukkan sampel ke dalam 2 vial.
3. Diteteskan sudan III pada vial pertama dan diteteskan pewarna metilen blue pada vial kedua.
4. Diamati perubahan yang terjadi.
c. Uji Konduktivitas1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Dimasukkan sampel ke dalam beaker 50 ml.
3. Dimasukkan rangkaian alat uji konduktivitas ke dalam beaker yang berisi sampel.
4. Diamati perubahan yang terjadi.
d. Uji Pengenceran1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Dimasukkan sampel ke dalam gelas ujur 10 ml.
3. Diencerkan dengan aquadest secukupnya.
4. Diamati perubahan yang terjadi.Hasil Pengamatan
1. Tabel pengamatan
2. Perhitungan HLBPEMBAHASAN
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
LAPORAN PRAKTIKUM
RHEOLOGY
OLEH
NAMA: .
NIM: .
KELOMPOK: .
GOLONGAN: .
ASISTEN: .
MAKASSAR
2015
PERCOBAAN VIIRHEOLOGYTeori Umum
Rheologi berasal dari bahasa Yunani yaitu rheo dan logos. Rheo berarti mengalir, dan logos berarti ilmu. Sehingga rheologi adalah ilmu yang mempelajari tentang aliran zat cair dan deformasi zat padat. Rheologi erat kaitannya dengan viskositas. Viskositas merupakan suatu pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk mengalir; semakin tinggi viskositas, semakin besar tahanannya untuk mengalir. Viskositas dinyatakan dalam simbol .
Dalam bidang farmasi, prinsip-prinsip rheologi diaplikasikan dalam pembuatan krim, suspensi, emulsi, lotion, pasta, penyalut tablet, dan lain-lain. Selain itu, prinsip rheologi digunakan juga untuk karakterisasi produk sediaan farmasi (dosage form) sebagai penjaminan kualitas yang sama untuk setiap batch. Rheologi juga meliputi pencampuran aliran dari bahan, penuangan, pengeluaran dari tube, atau pelewatan dari jarum suntik. Rheologi dari suatu zat tertentu dapat mempengaruhi penerimaan obat bagi pasien, stabilitas fisika obat, bahkan ketersediaan hayati dalam tubuh (bioavailability). Sehingga viskositas telah terbukti dapat mempengaruhi laju absorbsi obat dalam tubuh.
Penggolongan bahan menurut tipe aliran dan deformasi ada 2 yaitu Sistem Newtonian dan Sistem Non-Newtonian.Sistem Newton
Pada system Newton, rate of shear berbanding lurus dengan shearing stress. Rate of shear digunakan untuk menyatakan perbedaan kecepatan (dv) antara dua bidang cairan yang dipisahkan oleh jarak yang sangat kecil (dr). Shearing stress untuk menyatakan gaya per satuan luas yang diperlukan untuk menyebabkan aliran.Viskositas ( )merupakan perbandingan antara Shearing stress F/A dan Rate of shear dv/dr.Satuan viskositas adalah poise atau dyne detik cm -2.
Sistem Non-Newton
Aliran PlastisKurva aliran plastis tidak melalui titik (0,0) tapi memotong sumbu shearing stress (atau auakan memotong jika bagian lurus dari kurva tersebut diekstrapolasikan ke sumbu) pada suatu titik tertentu yang dikenal dengan sebagai harga yield. Cairan plastis tidak akan mengalir sampai shearing stress dicapai sebesar yield value tersebut. Pada harga stress di bawah harga yield value, zat bertindak sebagi bahan elastis (meregang lalu kembali ke keadaan semula, tidak mengalir).
U = ( F f )G
Aliran PseudoplastisAliran pseudoplastis ditunjukkan oleh beberapa bahan farmasi yaitu gom alam dan sisntesis seperti dispersi cair dari tragacanth, natrium alginat, metil selulosa, dan natrium karboksimetil selulosa. Aliran pseudoplastis diperlihatkan oleh polimer-polimer dalam larutan, hal ini berkebalikan dengan sistem plastis, yang tersusun dari partikel-partikel tersuspensi dalam emulsi. Kurva untuk aliran pseudoplastis dimulai dari (0,0) , tidak ada yield value, dan bukan suatu harga tunggal.Aliran DilatanAliran dilatan terjadi pada suspensi yang memiliki presentase zat padat terdispersi dengan konsentrasi tinggi. Terjadi peningkatan daya hambat untuk mengalir (viskositas) dengan meningkatnya rate of shear. Jika stress dihilangkan, suatu sistem dilatan akan kembali ke keadaan fluiditas aslinya.Maksud dan Tujuan
Maksud PercobaanUntuk mengetahui dan memahami cara penentuan sifat rheologis dari suatu sampel dengan menggunakan viskometer.Tujuan PercobaanMenentukan sifat rheologis dari sampel (air mineral, susu kental manis, dan pasta gigi) dengan menggunakan viskometer cone and plate.Prinsip Kerja
Penentuan sifat rheologis dari sampel dengan menggunakan viscometer cone and plate berdasarkan pada nilai viskositas dan atau yield value yang didapatkan.
Prosedur Kerja
1. Disiapkan alat dan bahan.2. Dimasukkan sampel ke dalam gelas beaker.3. Dinyalakan alat viskometer, lalu di-setting 5 rpm, 10 rpm, 200 rpm, 500 rpm, 1000 ppm.4. Dihitung viskositas dari sampel.5. Catat hasil perhitungan. HASIL PENGAMATANI. Tabel Pengamatan
NO.
II. PerhitunganPEMBAHASAN
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
LAPORAN PRAKTIKUM
FENOMENA DISTRIBUSI
OLEH
NAMA: .
NIM: .
KELOMPOK: .
GOLONGAN: .
ASISTEN: .
MAKASSAR
2015
PERCOBAAN VIIIFENOMENA DISTRIBUSI
TEORI UMUM
Koefisian Partisi
Koefisien partisi atau koefisien distribusi, P, adalah parameter yang mencirikan afinitas relatif dari senyawa dalam bentuk tidak terionisasi, untuk air dan pelarut lemak yang tak bercampur (biasanya oktanol). Oktanol dipilih sebagai model fase lipid karena paling dekat mensimulasikan sifat membran biologis.
Penentuan P (atau log P) menilai penempatan senyawa obat bersama dengan dua pelarut yang tidak bercampur dalam corong pisah. Molekul zat terlarut akan mendistribusikan tiap fase sampai keadaan setimbang.
Partisi obat antara pelarut tak bercampur
1. Contoh partisi termasuk :
Partisi obat antara fasa air dan lemak.
Molekul pengawet dalam partisi emulsi antara air dan minyak fase.
Partisi antibiotik ke mikroorganisme.
Partisi obat-obatan dan molekul pengawet ke dalam plastik wadah.
2. Distribusi zat terlarut antara dua fase adalah dinyatakan dalam koefisien partisi atau koefisien distribusi, P, didefinisikan sebagai rasio kelarutan dalam fase air, Cw, terhadap fase non-air (minyak), Co atau sebaliknya, dengan rumus :
Ket:
P: koefisien partisi
Cw: Konsentrasi dalam air
Co: Konsentrasi dalam lemak/minyak
Makna nilai Koefisien partisi pada zat obat :
P > 1
: Memiliki nilai afinitas lebih besar pada air dibanding lemak
P = 1
: Memiliki nilai afinitas yang sama antara air dan lemak
P < 1
: Memiliki nilai afinitas lebih besar pada lemak dibanding air
Ekstraksi
Untuk menentukan efisiensi terhadap pelarut yang dapat mengekstraksi senyawa dari pelarut kedua. Anggaplah W gram zat terlarut diekstraksi secara berulang kali dari V1 ml pelarut berturut-turut dengan sejumlah V2 ml pelarut kedua, yang tidak bercampur dengan pelarut pertama. Misalkan W1 gram adalah berat zat terlarut yang tersisa dalam pelarut pertama sesudah diesktraksi dengan porsi pertama dari pelarut kedua. Kemudian konsentrasi zat terlarut yang tertinggal dalam pelarut pertama adalah (W1/V1) dan konsentrasi zat terlarut dalam pelarut pengekstraksi adalah (W-W1)/V2 maka koefisien distribusinya menjadi :
Atau
Proses ini dapat diulang dan setelah n kali ekstraksi maka,
Ket:
K: Koefisien partisi
W: Jumlah zat terlarut (gram)
V1: Volume pelarut pertama (ml)
V2: Volume pelarut kedua (ml)
n: Jumlah ekstraksiPenerapan Koefisien Partisi Dalam Farmasi
1. Pengawet dalam sediaan bentuk cair
Larutan makanan, obat, dan kosmetik merupakan sasaran kerusakan oleh enzim mikroorganisme yang bekerja sebagai katalis dalam reaksi penguraian. Enzim-enzim ini dihasilkan oleh ragi, kapang, bakteri dimana organisme tersebut harus dimatikan atau dihambat pertumbuhannya untuk mencegah kerusakan pada sediaan. Sterilitas dan penambahan zat kimia pengawet adalah metode umum yang digunakan dalam bidang farmasi untuk mengawetkan larutan obat terhadap kontaminasi ssari berbagai mikroorganisme. Asam benzoat dalam bentuk garam larut yaitu natrium benzoat, sering digunakan untuk tujuan ini karena natrium benzoat tidak memberikan efek yang membahayakan bagi manusia apabila termakan dalam jumlah kecil.
Cara kerja dari asam benzoat dan asam-asam sejenisnya dengan cara molekul asam benzoat dapat menembus membran lipoid (dibanding bentuk ion lebih sulit menembus). Molekul tak terdisosiasi yang terdiri dari bagian non-polar yang besar, larut dalam membran lipoid dari mikroorganisme dan menembus membran tersebut dengan cepat kemudian terakumulasi pada membran sitoplasma dan mengubah permeabilitasnnya menjadi lebih toksik serta menghambat aktivitas sel
2. Absorpsi Obat Dalam Membran Sel
Koefisien partisi sangat penting karena memberikan kita perkiraan tingkat penyerapan obat-obatan dalam kondisi pH yang berbeda. Zat obat yang memiliki afinitas lebih besar pada air maka penyerapannya biasanya dalam bentuk ion-ion. Sedakan untuk zat yang memiliki afinitas lebih besar pada lemak penyerapannya dalam bentuk molekul.
3. Pemisahan Suatu Senyawa Dengan Pengotornya (Ekstraksi)
Dengan mengetahui koefisien partisi dan kelarutan suatu senyawa maka senyawa tersebut dapat dipisahkan dari pengotornya melalui proses ekstraksi dengan menggunakan 2 pelarut yang tidak bercampur dimana pelarut pertama hanya mampu menarik senyawa yang diinginkan dan pelarut lainnya hanya mampu menarik pengotornya (spesifik).MAKSUD PERCOBAAN
Mengetahui dan memahami cara menentukan koefisien distribusi suatu zat dan jumlah zat tersebut yang terdistribusi dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur.
TUJUAN PERCOBAAN
Menentukan koefisien distribusi dan jumlah zat yang terlarut dari asam borat dan asam benzoat dalam pelarut air dan minyak yang tidak saling bercampur.PRINSIP PERCOBAAN Penentuan koefisien distribusi dan jumlah zat terlarut dari suatu zat dalam pelarut air dan minyak berdasarkan pada perbandingan kelarutan suatu zat dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur. Penetapan kadar zat obat terlarut dilakukan dengan metode titrimetri dengan larutan baku dan pereaksi mengikuti prosedur analisis bahan berdasarkan Farmakope.ALAT DAN BAHAN
Alat-alat
Alat-alat yang digunakan adalah buret, Erlenmeyer, labu takar 50 ml, pipet volume 25 ml, statif-klem, timbangan analitik.
Bahan-bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah aquadest, etanol 95% P, fenobarbital indicator fenolftalein (PP), kafein sitrat, larutan baku NaOH 0,1 N, minyak goreng, paraffin cair.
PROSEDUR KERJA
1. Disiapkan alat dan bahan.
2. Ditimbang sampel (fenobarbital/kafein sitrat) 50 mg.
3. Dimasukkan ke dalam labu takar 50 ml kemudian ditambah dengan air suling hingga volume 50 ml (larutan stok).
4. Diambil larutan stok diambil sebanyak 25 ml menggunakan pipet volume kemudian dimasukkan dalam labu erlenmeyer, dan kadar senyawa diukur sesuai dengan metode alkalimeteri yang tertera dalam Farmakope.
5. Diambil lagi larutan stok sebanyak 25 ml kemudian dimasukkan ke dalam corong pisah.
6. Diambil minyak sebanyak 25 ml kemudian ditambahkan ke dalam corong pisah dan dikocok hingga homogen.
7. Didiamkan beberapa menit sampai campuran membentuk dua lapisan yang jelas.
8. Diambil lapisan air dari corong pisah, kemudian dilakukan penetapan kadar sesuai dengan langkah nomor 4.Hasil pengamatan
1. Tabel pengamatan
2. Reaksi
3. Perhitungan
PEMBAHASAN
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
LAPORAN PRAKTIKUM
STABILITAS OBAT
OLEH
NAMA: .
NIM: .
KELOMPOK: .
GOLONGAN: .
ASISTEN: .
MAKASSAR
2015
PERCOBAAN IXSTABILITAS OBATTeori Umum
Proses laju merupakan hal yang perlu diperhatikan oleh setiap orang yang berkaitan dengan bidang kefarmasian, mulai dari pengusaha obat sampai ke pasien. Pengusaha obat harus dapat dengan jelas menunjukkan bahwa bentuk obat dan sediaan yang dihasilkan cukup stabil sehingga dapat disimpan dalam jangka waktu yang cukup lama dimana obat tidak berubah menjadi zat yang tidak berkhasiat atau malahan menjadi racun.Beberapa jenis obat memiliki rentang dosis yang besar dan beberapa lagi memiliki rentang yang sempit sehingga perlu diberikan secara hati-hati agar tidak merugikan pasien.
Beberapa prinsip dan proses laju yang berkaitan dimasukkan dalam rantai peristiwa berikut ini:
Kestabilan dan tak tercampurkan proses laju umumnya adalah sesuatu yang menyebabkan ketidakaktifan obat melalui penguraian obat, atau hilangnya khasiat obat karena perubahan bentuk fisik dan kimia yang kurang diinginkan dari obat tersebut.
Disolusi, disini yang diperhatikan terutama kecepatan berubahnya obat dalam bentuk sediaan padat menjadi bentuk larutan molecular.
Proses absorbs, distribusi, dan eliminasi beberapa proses ini berkaitan dengan laju absorbs obat ke dalam tubuh dan laju pengeluaran obat setelah proses distribusi dengan berbagai factor seperti metabolism, penyimpanan dalam lemak tubuh, dan melalui jalur-jalur pelepasan.
Kerja obat pada tingkat molecular obat dapat dibuat dalam bentuk yang tepat dengan menganggap timbulnya respons dari obat merupakan suatu proses laju.
EXPIRED DATE
Expired date atau tanggal kadaluarsa adalah waktu dimana suatu produk dalam hal ini obat ditetapkan tidak lagi memiliki kualitas yang dapat dijamin oleh produsen untuk konsumen. Tanggal kadaluarsa ini dapat dihitung berdasarkan waktu paruh atau t1/2 dari suatu obat.Waktu paruh adalah waktu yang dibutuhkan untuk meluruh atau hilangnya zat menjadi separuhnya, yakni dimana a menjadi a.
Dalam proses peluruhan ada beberapa orde laju yang berperan untuk masing-masing sediaan ataupun zat obat, yaitu:1. Orde nol
Dimana laju penguraian bergerak dengan kecepatan konstan, yakni kecepatan dari penguraian itu tidak bergantung pada konsentrasi obat setelah meluruh tetapi pada konsentrasi awal.
hanya sedikit sediaan ataupun zat obat yang memenuhi orde nol ini. Orde nol yang nyata adalah suspensi. Hal ini disebabkan karena konsentrasi dalam larutan bergantung pada kelarutan obat. Sehingga pada akhirnya padatan dalam suspensi dapat habis. Tetapi molekul obat pada suspense ketika telah terlarut kembali menjadi orde pertama. 2. Orde Pertama
Orde pertama menyatakan bahwa laju penguraian akan berkurang secara eksponensial terhadap waktu, sehingga tidak akan sampai habis konsentrasi suatu zat obat dalam proses peluruhan. Orde ini adalah yang paling umum ditemukan.
3. Orde dua
Laju reaksi bimolecular yang terjadi apabila dua molekul bertabrakan sering dijelaskan dengan persamaan orde kedua. Kedua molekul merupakan molekul yang dapat membentuk garam dengan konsentrasi setimbang atau identik.FAKTOR PENENTU STABILITAS OBATA. Tempratur
Kecepatan berbagai reaksi dapat bertambah dua atau tiga kali tiap kenaikan 10oC. pengaruh tempratur dikemukakan pertama kali lewat hukum Arrhenius,
Dimana laju reaksi spesifik, A adalah konstanta yang disebut factor frekuensi, Ea adalah energy aktivasi, R adalah konstanta gas (1,987 kal/omol), dan T adalah tempratur absolute.
Ada beberapa teori yang dapat memberikan pengaruh pada laju reaksi dan tempratur yakni:
1. Teori tabrakan klasik dari laju reaksi
Sifat tempratur yang memengaruhi gerak molekul dapat diketahui dengan menganggap suatu hipotesis dimana seluruh molekul zat bergerak dengan arah dan laju yang sama. Jika satu molekul bergerak menyimpang, maka akan menabrak molekul yang lain yang akan menyebabkan kedua molekul akan bergerak dengan kecepatan yang berbeda. Suatu tabrakan berantai antarmolekul mungkin dapat terjadi, yang akhirnya dapat berakibat seluruh molekul dapat mengalami gerak acak. Sehingga dapat memengaruhi dari laju reaksi yang semula.
2. Teori keadaan transisi
Salah satu alternatif dalam teori tabrakan adalah teori keadaan transisi atau teori laju reaksi mutlak dimana suatu kesetimbangan dianggap terjadi antara molekul-molekul reaktan normal dan kompleks teraktivasinya. Penguraian kompleks teraktivasinya akan menghasilkan suatu produk.
Pada dasarnya, teori keadaan transisi member pengaruh tempratur terhadap laju reaksi, dengan persamaan umum:
Dimana, frekuensi penguraian kompleks keadaan transisi v, dapat divariasikan tergantung dari sifat reaktannya. Eyring telah menunjukkan bahwa besaran v dapat dianggap memberikan pendekatan yang baik sebagai factor umum untuk reaksi, hanya bergantung pada tempratur dan dapat dituliskan:
Dimana R adalah konstanta molar gas, T adalah tempratur mutlak, N adalah bilangan Avogadro dan h adalah konstanta Planck. Faktor (RT/Nh) mempunyai harga sekitar 1012 - 1013detik-1 pada tempratur biasa ((2 x 1010T). dalam banyak reaksi gas unimolekular, dimana (S*=0 maka e(S*/R = 1, konstanta laju biasanya mempunyai harga sekitar 1013e-Ea/RT atau
Bila laju menyimpang dari harga ini, dapatlah dianggap akibat factor E(S*/R. bila kompleks teraktivasi menggambarkan susunan molekul yang lebih memungkinkan dibandingkan keadaan reaktan normal, (S* akan positif dan laju raksi akan lebih besar dari biasanya. Sebaliknya, bila kompleks teraktivasi dihasilkan setelah penyusunan kembali struktur molekul reaktan, yang menyebabkan kompleks yang mempunyai struktur yang kurang memungkinkan maka (S* negative dan reaksi akan menjadi lambat dari yang diharapkan dari persamaan di atas.B. Pelarut
Pengaruh pelarut dalam laju penguraian obat merupakan suatu topik terpenting untuk ahli farmasi.Walau efek-efek tersebut rumit dan generalisasinya tidak dapat dilaksanakan, tampak reaksi nonelektrolit dihubungkan dengan tekanan relative atau parameter kelarutan dari pelarut dan zat terlarut.Pengaruh kekuatan ion dan konstanta dielektrik dari medium pada laju reaksi ionic juga penting.Yang biasanya menjadi factor penentu dari pelarut adalah efek hidrolisis oleh pelarut yang paling sering digunakan, yakni air. Pada beberapa zat tertentu, kehadiran air akan memutuskan ikatan antar molekul sehingga akan menghasilkan dua zat berbeda. Perubahan zat obat akan memicu aktivitas farmakologis yang berbeda pula, apakah tidak berefek ataupun berefek toksik yang merugikan, contohnya hidrolisis aspirin menjadi asam salisilat dan asam asetat. C. Katalis
Katalis didefinisikan sebagai suatu zat yang memengaruhi kecepatan reaksi tanpa ikut berubah secara kimia. Katalis bekerja dengan cara berikut ini. Katalis bergabung dengan reaktan yang disebut substrat dan membentuk suatu zat antara yang disebut kompleks yang kemudian terurai membentuk katalis dan produk. Dengan cara demikian katalis menurunkan energy aktivasi dengan mengubah aktivitas proses dan kecepatannya bertambah.Jika suatu katalis menurunkan kecepatan reaksi, disebut sebagai katalis negative. Sebenarnya katalis negative sering berubah secara tetap selama reaksi, dan katalis negative yang demikian lebih tepat disebut inhibitor daripada katalis.
D. Cahaya dan udara
Untuk cahaya dan udara lebih mengarah kepada reaksi oksidasi dan penyerapan kelembaban dari udara yang akan memicu reaksi oksidasi oleh oksigen dan hidrolisis oleh uap air. Untuk oksidasi yang melibatkan molekul oksigen biasanya disebut otooksidasi.Keterangan lebih lengkap dapat dilihat pada buku Farmasi Fisik jilid 2 hal. 797-803
E. Mikroorganisme
Seperti yang kita ketahui, mikroorganisme dapat tumbuh pada zat-zat organic terutama pada produk obat-obatan, kosmetika, makanan, ataupun minuman. Adanya mikroorganisme yang tumbuh akan memengaruhi stabilitas obet ini lebih dikarenakan mikroorganisme akan menggunakan zat dalam obat untuk mempertahankan kehidupannya dan mengurai zat tersebut menjadi zat lainnya yang tidak bermanfaat secara farmakologis ataupun malah bersifat racun bagi tubuh kita.
Maksud dan Tujuan
Maksud percobaan
Mengetahui dan memahami cara-cara penetapan stabilitas suatu bahan obat pada berbagai suhu dan pH.
Tujuan Percobaan
Menentukan kestabilan ampisilin dengan melihat faktor ketetapan laju reaksi dan waktu paruh.Prinsip Percobaan Menetapkan kestabilan suatu bahan obat pada berbagai suhu (40oC, 50oC dan 60oC) dan pH (pH 4,0; pH 5,0; dan pH 6,0), kemudian kadar zat aktif diukur berdasarkan metode titrimetri yang sesuai untuk tiap bahan. ALAT DAN BAHAN
Alat-alat
Alat-alat yang digunakan adalah buret, Erlenmeyer,gelas Beaker, pipet volumetrik, statif-klem, timbangan analitik.
Bahan-bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah aquadest, isoniazid, larutan dapar (seperti yang tertera pada prosedur kerja), sulfaguanidin, sulfamerazin dan bahan-bahan serta reagen lain yang digunakan dalam metode penentuan kadar yang sesuai dengan bahan aktif yang digunakan.
PROSEDUR KERJAa. Pengaruh Suhu
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Ditimbang seksama 100 mg sampel lalu dilarutkan dalam dapar pH 8 dan dicukupkan hingga 100 ml
3. Dipipet tiga kali masing-masing 30 ml dan dimasukkan dalam labu Erlenmeyer 250 ml. Larutan A = 40oC; larutan B = 50oC; larutan C = 60oC.
4. Dipanaskan larutan di atas penangas air dan diukur suhunya dengan menggunakan thermometer.
5. Dipipet larutan sebanyak 10 ml setelah mencapai suhu 40oC, kemudian dimasukkan kedalam labu Erlenmeyer lain untuk menit ke-0 dan ditetapkan kadar senyawa menggunakan metode analisis titrimetri yang sesuai berdasarkan Farmakope.Suhu dipertahankan untuk menit ke-10 dan ke-15 untuk dicuplik kemudian
6. Diulangi prosedur yang sama untuk suhu 50oC dan 60oC mulai dari poin 4b. Pengaruh pH1. Disiapkan alat dan bahan
2. Ditimbang seksama 100 mg sampel (triplo) lalu masing-masing dilarutkan dalam dapar pH 4,0; 5,0; dan 6,0 hingga 100 ml
3. Dipanaskan di atas penangas air hingga suhunya mencapai 50oC
4. Dipipet 10 ml larutan dari dapar pH 4,0 kemudian dimasukkan kedalam labu Erlenmeyer lain. Suhu tetap dipertahankan hingga menit ke-10 dan ke-15 untuk dicuplik kemudian
5. Dilakukan penetapan kadar senyawa menggunakan metode titrimetri yang sesuai berdasarkan Farmakope
6. Dilakukan prosedur yang sama untuk pH 5,0 dan pH 6,0
Hasil pengamatan
1. Tabel pengamatan
Tabel pengaruh suhuNo Suhu
Waktu400 C500 C600 C
Tabel pengaruh pHNo pH
Waktu4,05,06,0
2. Perhitungan
PEMBAHASANKESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
LAPORAN PRAKTIKUM
DISOLUSI OBAT
OLEH
NAMA: .
NIM: .
KELOMPOK: .
GOLONGAN: .
ASISTEN: .
MAKASSAR
2015
PERCOBAAN XDIFUSI DAN DISOLUSI
TEORI UMUM
Difusi bebas atau transport aktif suatu zat melalui suatu cairan, zat padat atau melalui membran adalah suatu proses yang sangat penting dalam ilmu farmasi, pokok dari fenomena transport massa yang diterapkan dalam bidang farmasi adalah disolusi obat dari tablet, serbuk serta granul.
Difusi didefinisikan sebagai suatu proses perpindahan massa molekul suatu zat yang dibawa oleh gerakan molekuler secara acak dan berhubungan dengan adanya perbedaan konsentrasi aliran molekul melalui suatu batas.
Disolusi obat adalah suatu proses pelarutan senyawa aktif dari bentuk sediaan padat ke dalam media pelarut. Pelarut suatu zat aktif sangat penting artinya bagi ketersediaan suatu obat sangat tergantung dari kemampuan zat tersebut melarut ke dalam media pelarut sebelum diserap ke dalam tubuh. Sediaan obat yang harus diuji disolusinya adalah bentuk padat atau semi padat, seperti kapsul, tablet atau salep.
Bila suatu obat atau sediaan obat lainnya dimasukkan ke dalam beaker yang berisi air atau dimasukkan ke dalam saluran cerna (saluran gastrointestin), obat tersebut mulai masuk ke dalam larutan dari bentuk padatnya. Kalau tablet tersebut tidak dilapisi polimer, matriks padat juga mengalami disintegrasi menjadi granul-granul, dan granul-granul ini mengalami pemecahan menjadi partikel-partikel yang halus. Disintegrasi, deagregasi dan disolusi bisa berlangsung secara serentak dengan melepasnya suatu obat dari bentuk di mana obat tersebut diberikan.
Efektivitas dari suatu tablet dalam melepas obatnya untuk absorpsi sistemik agaknya bergantung pada laju disintegrasi dari bentuk sediaan dan deagregasi dari granul-granul tersebut. Tetapi yang biasanya lebih penting adalah laju disolusi. Seringkali disolusi merupakan tahap yang membatasi atau tahap yang mengontrol laju bioabsorpsi obat-obat yang mempunyai kelarutan rendah, karena tahaan ini seringkali merupakan tahapan yang paling lambat dari berbagai tahapan yang ada dalam penglepasan obat dari bentuk sediaannya dan perjalanannya ke dalam sirkulasi sistemik.Maksud dan Tujuan PercobaanMaksud Percobaan
Mengetahui dan memahami cara menentukan konstanta laju distribusi dari suatu obat
Tujuan Percobaan
Menentukan konstanta kecepatan disolusi suatu tablet dengan menggunakan pelarut yang sesuai sebagai medium disolusi dengan menggunakan alat disolusi.
Prinsip Percobaan
Mengetahui daya disolusi dari suatu tablet {Parasetamol (Nitritometri), Vitamin E (Alkalimetri), Aspirin (Alkalimetri), Vitamin C(Iodimetri)} secara in vitro dengan menggunakan alat disolusi dan selanjutnya dilakukan titrasi dengan metode yang sesuai yang kemudian diplotkan menggunakan regresi
Cara Kerja
1. Bak mantel yaitu tempat labu disolusi dimasukkan, diisi dengan air suling (kalau digunakan air ledeng akan terjadi pengapuran pada alat pemanas elemen).
2. Stel pada suhu 37C kurang lebih 0,5C, alat di on-kan (hubungkan dengan sumber PLN) melalui stabilizer agar alat tidak mudah rusak.
3. Isi labu disolusi dengan media disolusi. Kalau suhu media dimasukkan dengan suhu kamar maka akan memerlukan waktu yang lama untuk mencapai 37C. Volume larutan disolusi adalah 900 ml (lazimnya).
4. Bila suhu dalam labu disolusi sudah mencapai 37C (konstan), tablet dimasukkan dalam keranjang (basket dari kawat platina).
5. Pada saat dimasukkan, di on-kan pengaduk dengan kecepatan 100 rpm. Kecepatan 100 rpm adalah kecepatan yang lazim digunakan.
6. Catat waktu pada saat basket yang berisi tablet dimasukkan dalam labu disolusi.
7. Pada menit ke 5, 10 dan 15,diambil media disolusi sebanyak 10 ml dengan pipet volume dan media disolusi dicukupkan lagi hingga 900 ml dengan aquadest tiap setelah pengambilan sampel.
8. Titrasi hasil pengambilan sampel dengan metode titrasi yang sesuai menggunakan indicator yang sesuai.
9. Catat volume titran pada saat terjadi titik akhir titrasi yang ditandai dengan perubahan warna larutan. HASIL PENGAMATANI. Tabel Pengamatn
NO.
II. Perhitungan
PEMBAHASAN
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Minyak
Minyak
Minyak
Minyak
Air