FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN · PDF fileCabang olahraga atletik terdiri dari nomor...
-
Upload
nguyenduong -
Category
Documents
-
view
237 -
download
0
Transcript of FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN · PDF fileCabang olahraga atletik terdiri dari nomor...
PERBEDAAN PENGARUH PENDEKATAN PEMBELAJARAN
BERMAIN DAN POWER OTOT LENGAN TERHADAP KEMAMPUAN
TOLAK PELURU GAYA ORTODOKS PADA SISWA PUTRA KELAS VIII
SMPN 2 BARAT KABUPATEN MAGETAN
TAHUN AJARAN 2008/2009
(Skripsi)
Oleh :
Titin kuntum Mandalawati
NIM : K.4605042
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan (penjasorkes) merupakan
salah satu proses pendidikan, karena bersifat mendidik. Pelaksanaan pendidikan
jasmani olahraga dan kesehatan dipakai sebagai wahana dan pengalaman belajar.
Penjasorkes memberikan dampak positif bagi siswa dalam perkembangan
kognitif, afektif dan pembentukan psikomotor. Berdasarkan alasan tersebut,
pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan dimasukkan dalam kurikulum
pendidikan nasional. Ditinjau dari pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan,
aktivitas gerak siswa merupakan sarana pendidikan, sehingga pendidikan jasmani
diharapkan dapat merangsang pertumbuhan dan perkembangan siswa.
Pelaksanaan pembelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan
didalamnya diajarkan beberapa macam cabang olahraga yang terangkum dalam
kurikulum pendidikan jasmani. Salah satu cabang olahraga yang diajarkan dalam
pendidikan jasmani yaitu atletik. Atletik merupakan induk dari semua cabang
olahraga yang diajarkan dari sekolah tingkat paling rendah (SD) bahkan
Perguruan Tinggi (PT). Seperti dikemukakan Yoyo Bahagia, Ucup Yusuf dan
Adang Suherman (1999/2000: 1) bahwa, “atletik merupakan salah satu mata
pelajaran pendidikan jasmani kepada siswa dari Sekolah Dasar (SD), Sekolah
Lanjutan Tingkat Pertama (SMP) dan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA)”.
Cabang olahraga atletik terdiri dari nomor jalan, lari, lempar dan lompat. Salah
satu materi yang harus di ajarkan di SMP dalam praktik atletik adalah tolak peluru
gaya ortodoks. Tolak peluru gaya ortodoks merupakan suatu rangkaian gerakan
yang diawali dari cara memegang peluru, sikap badan pada waktu akan menolak
peluru, cara menolak peluru, sikap badan setelah menolak peluru. Untuk
meningkatkan kemampuan tolak peluru gaya ortodoks diperlukan pendekatan
pembelajaran yang variatif dan inovatif untuk mengurangi kejenuhan
pembelajaran didalam olahraga atletik.
iii
Berdasarkan observasi dibeberapa SMP di kecamatan Barat kabupaten
Magetan pada tahun 2009, dapat diketahui bahwa masih banyak guru pendidikan
jasmani olahraga dan kesehatan di dalam pembelajaran atletik cenderung pada
penguasaan teknik dan prestasi, sehingga banyak siswa SMP yang tidak berminat
atau tidak tertarik pada cabang olahraga atletik tersebut. Akibat tidak berminat
dan kurang tertarik banyak siswa tidak mau untuk mengikuti ekstrakurikuler pada
cabang ini.
Pembelajaran tolak peluru yang telah dilakukan di SMPN 2 Barat
Kabupaten Magetan belum mampu merangsang siswa untuk dapat meningkatkan
kemampuan siswa semaksimal mungkin. Menurut Djumidar (2007: 11.31) “dunia
anak lebih dekat dengan situasi permainan dari pada yang serius, di dalam
pembelajaran disajikan banyak variasi-variasi agar supaya tidak mudah jenuh
sebab siswa kerap kali juga cepat bosan melaksanakan kegiatannya”.
Pembelajaran inovatif belum pernah dilaksanakan termasuk pendekatan
pembelajaran bermain. Penerapan pendekatan pembelajaran yang kurang inovatif
tersebut diprediksi juga menjadi salah satu penyebab rendahnya kemampuan
siswa.
Pendekatan pembelajaran bermain, dimaksudkan untuk
mengembangkan aspek-aspek kemampuan motorik melalui aktivitas bermain
yang variatif, berjenjang tingkat kesulitannya. Menurut Yudha M. Saputra (2001:
10) “permainan atletik merupakan kombinasi antara kegembiraan gerak dan
tantangan tugas gerak yang dekat dengan pengalaman nyata”. Dengan demikian
guru dapat memanfaatkan bermain ini untuk memotivasi siswa melakukan tolak
peluru dengan memberikan materi yang merangsang untuk bermain, yaitu
menggunakan tali sebagai rangsangan tinggi dan sasaran sebagai rangsangan
jarak.
Pembelajaran tolak peluru menggunakan alat bantu tali sebagai
rangsangan tinggi dan sasaran sebagai rangsangan jarak merupakan bentuk
pendekatan pembelajaran bermain yang difungsikan agar siswa tidak merasa
bosan dan jenuh. Rangsangan jarak yang semakin diperjauh digunakan untuk
memotivasi siswa agar berusaha mencapai target jarak yang ditentukan. Namun
iv
dari kedua bentuk pembelajaran tersebut belum diketahui efektivitasnya, karena
masing-masing pembelajaran tersebut memiliki kelebihan dan kelemahan,
sehingga belum diketahui pembelajaran mana yang lebih baik pengaruhnya
terhadap hasil belajar tolak peluru gaya menyamping (ortodoks).
Pendekatan pembelajaran bermain menggunakan alat bantu tali sebagai
rangsangan tinggi dan sasaran sebagai rangsangan jarak bertujuan meningkatan
kemampuan tolak peluru baik dari segi jarak yang dapat dicapai. Di sisi lain juga
bertujuan untuk mengembangkan penguasaan teknik tolak peluru gaya ortodoks.
Namun demikian, tolakan dapat dicapai sejauh-jauhnya tidak hanya dipengaruhi
oleh pembelajaran yang baik dan terprogram, tetapi juga faktor kondisi fisik yang
salah satunya adalah power otot lengan. Power otot lengan merupakan unsur
penting dalam tolak peluru apabila power otot lengannya maksimal maka jarak
yang akan dicapai akan semakin jauh seperti yang diungkapkan Harsono (1988 :
200) ”Power adalah otot untuk mengerahkan kekuatan maksimal dalam waktu
yang cepat”.
Berdasarkan uraian diatas penelitian ini diarahkan untuk mengetahui
perbedaan pendekatan pembelajaran tolak peluru gaya ortodoks yaitu dengan
ketinggian dan dengan jarak sasaran. Dari komponen kondisi fisik juga perlu
diteliti lebih mendalam sehingga akan diketahui ada tidaknya pengaruh terhadap
peningkatan kemampuan tolak peluru gaya menyamping. Masalah-masalah yang
telah diuraikan diatas yang melatar belakangi judul “Perbedaan Pengaruh
Pendekatan Pembelajaran Bermain dan Power Otot Lengan Terhadap
Kemampuan Tolak Peluru Gaya Ortodoks pada siswa putra kelas VIII SMPN 2
Barat Kabupaten Magetan tahun Ajaran 2008/2009” .
v
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka
masalah yang berhasil diidentifikasi adalah sebagai berikut:
1. Masih banyak guru pendidikan jasmani kurang paham dan tidak mengetahui
pendekatan pembelajaran bermain yang dapat diterapkan untuk meningkatkan
kemampuan tolak peluru ortodoks.
2. Belum diterapkannya pendekatan pembelajaran bermain didalam
pembelajaran pendidikan jasmani di Sekolah Menengah Pertama.
3. Perlu pendekatan pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan kemampuan
tolak peluru gaya ortodoks pada siswa putra kelas VIII SMPN 2 Barat
kabupaten Magetan tahun ajaran 2008/2009.
4. Belum diketahui pengaruh pembelajaran bermain menggunakan alat bantu tali
ssebagai rangsangan tinggi dan sasaran sebagai rangsangan jarak terhadap
kemampuan tolak peluru gaya ortodoks.
5. Perlu diteliti tingkat efektivitas perbedaan pengaruh pendekatan pembelajaran
bermain menggunakan alat bantu sebagai rangsangan ketinggian dan jarak
serta power otot lengan terhadap kemampuan tolak peluru gaya ortodoks pada
siswa putra kelas VIII SMPN 2 Barat Kabupaten Magetan tahun Ajaran
2008/2009.
C. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah, berbagai masalah yang muncul perlu
dibatasi agar pembahasan tidak menyimpang dari judul penelitian. Pembatasan
masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Pendekatan pembelajaran bermain menggunakan rangsangan ketinggian dan
jarak.
Power otot lengan tinggi dan rendah.
Kemampuan tolak peluru gaya ortodoks pada siswa putra kelas VIII SMPN 2
Barat Kabupaten Magetan tahun Ajaran 2008/2009.
vi
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah, dan pembatasan
masalah, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Adakah perbedaan pengaruh pendekatan pembelajaran bermain terhadap
kemampuan tolak peluru gaya ortodoks pada siswa putra kelas VIII SMPN 2
Barat Kabupaten Magetan tahun Ajaran 2008/2009 ?
2. Adakah perbedaan pengaruh power otot lengan tinggi dan rendah terhadap
kemampuan tolak peluru gaya ortodoks pada siswa putra kelas VIII SMPN 2
Barat Kabupaten Magetan tahun ajaran 2008/2009 ?
3. Adakah interaksi antara pendekatan pembelajaran bermain dengan power
otot lengan terhadap kemampuan tolak peluru gaya ortodoks pada siswa putra
kelas VIII SMPN 2 Barat Kabupaten Magetan tahun ajaran 2008/2009 ?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah yang telah dikemukakan, maka penelitian ini
bertujuan untuk:
1. Perbedaan pengaruh pendekatan pembelajaran bermain terhadap
peningkatan kemampuan tolak peluru gaya ortodoks pada siswa putra kelas
VIII SMPN 2 Barat Kabupaten Magetan tahun Ajaran 2008/2009.
2. Perbedaan pengaruh power otot lengan tinggi dan rendah terhadap
kemampuan tolak peluru gaya ortodoks pada siswa putra kelas VIII SMPN 2
Barat Kabupaten Magetan tahun Ajaran 2008/2009.
3. Interaksi antara pendekatan pembelajaran bermain dengan power otot
lengan terhadap kemampuan tolak peluru gaya ortodoks pada siswa putra
kelas VIII SMPN 2 Barat Kabupaten Magetan tahun Ajaran 2008/2009.
vii
F. Manfaat Penelitian
Masalah dalam penelitian ini penting untuk diteliti dengan harapan dapat
memberi manfaat antara lain:
1. Secara praktis sebagai upaya untuk membantu meningkatkan kemampuan
tolak peluru gaya ortodoks pada siswa putra kelas VIII SMPN 2 Barat
Kabupaten Magetan tahun Ajaran 2008/2009.
2. Dari hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi guru penjaskes di
SMPN 2 Barat Kabupaten Magetan untuk mempertimbangkan faktor-faktor
ketinggian dan jarak sebagai rangsangan pembelajaran, serta faktor kondisi
fisik khususnya power otot lengan, sehingga dapat mendukung pencapaian
kemampuan tolak peluru secara maksimal.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Pembelajaran Tolak Peluru
a. Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang dilakukan antara guru dan
siswa. Guru bertugas sebagai pemberi pelajaran, sedangkan siswa sebagai
penerima pelajaran. Berkaitan dengan pembelajaran H.J. Gino, Suwarni, Suripto,
Maryanto dan Sutijan. (1999: 32) menyatakan, “Pembelajaran atau
instruction/instruksional atau pengajaran merupakan usaha sadar dan disengaja
oleh guru untuk membuat siswa belajar dengan jalan mengaktifkan faktor intern
dan faktor ekstern dalam kegiatan belajar mengajar”. Menurut Sukintaka (1992:
70) bahwa, “Pembelajaran mengandung pengertian, bagaimana para guru
mengajarkan sesuatu kepada anak didik, tetapi di samping itu juga terjadi
peristiwa bagaimana peserta didik mempelajarinya”.
viii
Berdasarkan pengertian pembelajaran yang dikemukakan dua ahli
tersebut dapat disimpulkan bahwa, dalam kegiatan pembelajaran terjadi tiga
kejadian secara bersama yaitu: (1) ada satu pihak yang memberi, dalam hal ini
guru, (2) pihak lain yang menerima yaitu, perserta didik atau siswa dan, (3) tujuan
yaitu perubahan yang lebih baik pada diri siswa. Adapun yang dimaksud dengan
ketiga komponen tersebut menurut H.J. Gino dkk., (1999: 30) sebagai berikut:
1) Guru adalah seseorang yang bertindak sebagai pengelola kegiatan belajar
mengajar, katalisator belajar mengajar, dan peranan lainnya yang
memungkinkan berlangsungnya kegiatan belajar mengajar yang efektif.
2) Siswa adalah seseorang yang bertindak sebagai pencari, penerima, dan
penyimpan isi pelajaran yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan.
3) Tujuan yakni pernyataan tentang perubahan perilaku yang diinginkan
terjadi pada siswa setelah mengikuti belajar mengajar. Perubahan perilaku
tersebut mencakup perubahan kognitif, psikomotor dan afektif.
Kegiatan belajar mengajar dapat berjalan dengan baik, jika siswa dapat
berinteraksi dengan guru dan bahan pengajaran di tempat tertentu yang telah
diatur dalam rangka tercapainya tujuan. Agar tujuan pembelajaran dapat dicapai
maka perlu dibuat program pembelajaran yang baik dan benar. Program
pembelajaran merupakan rencana kegiatan yang menjabarkan kemampuan dasar
dan teori pokok secara rinci yang memuat metode pembelajaran, alokasi waktu,
indikator pencapaian hasil belajar dan langkah-langkah kegiatan pembelajaran
dari setiap pokok mata pelajaran.
b. Mengajar yang Efektif dan Efisien
Masalah utama dalam konteks pengajaran pendidikan jasmani adalah
peningkatan efektivitas pengajaran. Efektivitas pengajaran berkaitan erat dengan
kualitas instruksional dan kualitas instruksional itu sendiri erat kaitannya dengan
penguasaan pengetahuan dan keterampilan menerapkan teori-teori belajar
mengajar keterampilan (skill) suatu cabang olahraga. Rusli Lutan (1988: 26)
menyatakan ada dua kriteria yang dapat dipakai untuk menilai efektivitas
pengajaran yaitu:
1) Kriteria korelatif yakni suatu pengajaran dikatakan efektif dalam
kaitannya dengan tujuan yang diharapkan. Semakin mendekati tujuan
yang ingin dicapai, semakin efektif pengajaran itu.
ix
2) Kriteria yang kedua konsepsi normatif yakni suatu pengajaran dikatakan
efektif atau tidak, dinilai berdasarkan suatu model mengajar yang baik
yang diperoleh dari teori.
Pendapat tersebut menunjukkan bahwa, efektivitas pengajaran adalah
keberhasilan dalam proses pembiasaan atau sosialisasi siswa dan pengembangan
sikap serta pengetahuan yang mendukung pencapaian keterampilan yang lebih
baik dalam kerangka program pembinaan. Lebih lanjut Rusli Lutan (1988: 381)
efektivitas pengajaran meliputi beberapa aspek. yaitu: “(1) Pemanfaat waktu aktif
berlatih, (2) Lingkungan yang efektif, (3) Karakteristik guru dan siswa, (4)
Pengelolaan umpan balik”.
Di antara empat elemen tersebut, elemen yang dominan pengaruhnya
pada efektivitas mengajar adalah pemanfaatan waktu aktif berlatih. Jumlah waktu
yang dihabiskan siswa untuk aktif belajar, merupakan indikator utama dan
efektivitas pengajaran. Konsep jumlah waktu aktif berlatih erat dengan
kemampuan managemen guru dalam mengelola proses belajar dan kesediaan serta
ketekunan siswa untuk melaksanakan tugas-tugas gerak yang diajarkan.
Seorang guru bertugas mengelola proses pengajaran berupa aktivitas
merencanakan dan mengorganisasikan semua aspek kegiatan, tidak saja susunan
pengalaman atau tugas-tugas ajar, tetapi juga penciptaan kondisi lingkungan
belajar yang efektif. Menurut Husdarta dan Yudha M. Saputra (2000: 4) tugas
utama guru adalah “untuk menciptakan iklim atau atmosfir supaya proses belajar
terjadi di kelas atau lapangan. Ciri utama terjadinya proses belajar adalah siswa
dapat secara aktif ikut terlibat di dalam proses pembelajaran. Para guru harus
selalu berupaya agar para siswa dimotivasi untuk lebih berperan”.
Efektivitas pengajaran tentu juga berkaitan dengan efisiensi pengajaran.
Tuntutan terhadap metode yang efisien didorong oleh kenyataan yang terdapat di
sekolah-sekolah terutama kelangkaan fasilitas dan sumber daya lainnya. Selain itu
juga, kelas yang besar dengan jumlah siswa yang banyak juga merangsang upaya
pengajaran yang lebih memperhatikan efisiensi. Rusli Lutan (1988: 26)
menyatakan kebutuhan akan metode yang efisien dalam pengajaran dilandasi oleh
beberapa alasan di antaranya:
x
1) Efisiensi akan menghemat waktu, energi atau biaya.
2) Metode yang efisien akan memungkinkan para siswa untuk menguasai
tingkat keterampilan yang lebih tinggi.
3) Pengalaman yang sukses merupakan umpan balik (feedback) dan
membangkitkan motivasi siswa untuk belajar. Semakin berhasil siswa
dalam kegaiatan belajar, semakin disukainya kegiatan tersebut.
Efektivitas dan efisiensi pengajaran dapat dicapai, jika seorang guru
mampu menerapkan strategi pengajaran yang tepat. Pengajaran yang efektif dan
efisien akan diperoleh hasil belajaran yang optimal, sehingga tujuan pengajaran
yang dirumuskan dapat tercapai dengan baik.
2. Pengertian Bermain dan Permainan
a. Bermain (Play)
Bemain adalah suatu kegiatan yang bentuknya sederhana dan
menyenangkan. Kegiatan bermain sangat disukai oleh anak-anak (siswa). Bermain
yang dilakukan tertata, mempunyai manfaat yang besar untuk siswa. Pengalaman
itu bisa berupa membina hubungan sesama teman dan menyalurkan perasaan yang
tertekan. Bermain adalah kegiatan yang tidak memiliki harapan apa-apa, kecuali
sebagai luapan ekspresi, pelampiasan ketegangan, atau menirukan peran. Dengan
kata lain aktivitas bermain dalam nuansa keriangan itu memiliki tujuan yang
melekat didalamnya, untuk kegembiraan dan kesenangan Menurut Rusli Lutan
(2001:31) memaparkan karakteristik “bermain sebagai aktivitas yang di lakukan
secara bebas dan sukarela”. Bermain itu sendiri hakikatnya bukanlah suatu
kesungguhan akan tetapi bersamaan dengan itu pula, kita melihat kesanggupan
yang menyerap konsentrasi dan tenaga mereka ketika dan tujuan tertentubermain.
Menurut Sukintaka (1992:2) “apabila bermain bertujuan untuk memperoleh atau
perbaikan rekor maka bukan merupakan bermain lagi”. Dengan demikian dapat di
ambil suatu kesimpulan bahwa dalam bermain merupakan suatu kegiatan yang
harus dilakukan dengan sungguh-sungguh tetapi bermain bukan merupakan suatu
kesungguhan. Rasa senang bermain itu harus disebabkan karena bermain itu
sendiri, bukan suatu yang terdapat diluar bermain.
xi
Berkaitan dengan tujuan bermain, Gusril dalam disertasinya tahun 2004,
menyimpulkan bahwa tujuan anak-anak dalam melakukan permainan dapat di
tinjau dari beberapa aspek sebagai berikut:
(1) Aspek kognitif antara lain menambah wawasan bermain, untuk melatih
pola berfikir
(2) aspek psikomotorik antara lain: terampil dalam bermain, dan melatih
fisik
(3) menyenangkan hati dan
(4) aspek sosial antara lain: menambah pergaulan dan keakraban, rekreasi
dan agar tidak dihina. Selain itu perasaan anak sewaktu dan sesudah
melakukan bermain antara lain : merasa senang, gembira, bugar dan
bersemangat.
Lebih lanjut Gusril menyatakan hubungan antara aktivitas bermain dengan
kemampuan motorik SD Negeri Kota Padang. Dalam artian, semakin tinggi
aktivitas bermain yang mengeluarkan energi yang cukup, berguna untuk
kesehatan dan pertumbuhan.
b. Permainan (Games)
Permainan adalah bagian dari bermain yang mempunyai metode atau
cara tertentu sesuai situasi, dan memiliki peraturan-peraturan yang tidak boleh
dilanggar. Dalam permainan terdapat semangat keberanian, ketangguhan dan
kejujuran pemain. Menurut Rusli Lutan (2001: 33) membagi permainan (games)
menjadi 4 kategori utama:
1) Agon – permainan yang bersifat pertandingan, perlawanan kedua belah
pihak dengan kesempatan yang sama untuk mencapai kemenangan
sehingga di butuhkan pekerjaan fisik yang keras.
2) Alea – permainan yang mengandalkan hasil secara untung-untungan,
atau hukum peluang seperti dadu, kartu, rolet, dan lain-lain. Sementara
kemampuan otot tidak diperlukan.
3) Mimikri – permainan fantasi yang memerlukan kebebasan, dan bukan
kesungguhan.
4) Illinx – mencakup permainan yang mencerminkan untuk melampiaskan
kebutuhan untuk bergerak, berpetualang, dan dinamis, lawan dari
keadaan diam, seperti berolahraga di alam terbuka, mendaki gunung.
xii
Dari uraian di atas maka penelitian yang akan dilakukan menggunakan
permainan jenis agon karena terdapat unsur fisik, sifat pertandingan, dan ada
perlawanan dari dua pihak untuk mencapai kemenangan.
3. Pembelajaran dengan Pendekatan Bermain
a. Pengertian Pendekatan Bermain
Untuk mendefinisikan pendekatan bermain terlebih dahulu perlu
dipahami pengertian dari masing-masing kalimat tersebut. Menurut Depdikbud
(2001: 673) pendekatan diartikan, “Sebagai proses, perbuatan, atau cara untuk
mendekati sesuatu. Sedangkan M. Furqon H. (2006: 2) berpendapat, “Bermain
merupakan cara untuk bereksplorasi dan bereksperimen dengan dunia sekitar
sehingga menemukan sesuatu dari pengalaman bermain”.
Berdasarkan pengertian pendekatan dan bermain dapat disimpulkan
bahwa, pendekatan bermain merupakan suatu cara yang dilakukan dalam
pembelajaran yang dikonsep dalam bentuk permainan untuk mendatangkan
kesenangan bagi orang yang melakukannya. Menurut Beltasar Tarigan (2001: 17)
bahwa, “Pengajaran melalui pendekatan bermain adalah meningkatkan kesadaran
siswa tentang konsep bermain melalui penerapan teknik yang tepat sesuai dengan
masalah atau situasi dalam permainan sesungguhnya”. Sedangkan Depdiknas.
(2004: 28) menjelaskan, “Pendekatan permainan bertujuan untuk mengajarkan
permainan agar anak memahami manfaat teknik permainan tertentu dengan cara
mengenalkan situasi permainan tertentu terlebih dahulu kepada anak”.
Berdasarkan pengertian pendekatan bermain yang dikemukakan
beberapa ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa, pendekatan bermain merupakan
bentuk pembelajaran yang mengaplikasikan teknik ke dalam suatu permainan atau
belajar teknik suatu cabang olahraga yang dikonsep dalam bentuk permainan.
Dalam pelaksanaan pendekatan bermain siswa belajar teknik suatu cabang
olahraga yang dikonstruksi dalam bentuk permainan.
Mempelajari suatu cabang olahraga yang dikonstruksi dalam bentuk
bermain menuntut siswa untuk mandiri dan memecahkan permasalahan yang
muncul dalam permainan. Dalam pendekatan bermain siswa dituntut
xiii
mengaplikasikan teknik ke dalam suatu permainan. Tidak menutup kemungkinan
teknik yang buruk atau rendah mengakibatkan permainan kurang menarik. Untuk
itu seorang guru harus mampu mengatasinya. Dalam hal ini Rusli Lutan dan
Adang Suherman (2000: 35-36) menyatakan:
Manakala guru atau pelatih menyadari bahwa rendahnya kualitas permainan
disebabkan oleh rendahnya kemampuan skill, maka guru mempunyai beberapa
pilihan sebagai berikut:
a) Guru dapat terus melanjutkan aktivitas permainan untuk beberapa lama
sehingga siswa menangkap gagasan umum permainan yang
dilakukannya.
b) Guru dapat kembali pada tahapan belajar yang lebih rendah dan
membiarkan siswa berlaih mengkombinasikan keterampilan tanpa
tekanan untuk menguasai strategi.
c) Guru dapat merubah keterampilan pada level yang lebih simpel dan
lebih dikuasai sehingga siswa dapat konsentrasi belajar startegi bermain.
Memahami dan memberikan solusi yang tepat adalah sangat penting
dalam pendekatan bermain, jika pelaksanaan pembelajaran tidak sesuai seperti
yang diharapkan. Selama pembelajaran berlangsung seorang guru harus
mencermati kegiatan permainan sebaik mungkin. Kesalahan-kesalahan yang
dilakukan selama bermain harus dicermati dan dibenarkan. Jika kesalahan-
kesalahan yang dilakukan selama bermain dibiarkan akan berakibat penguasaan
skil yang salah, sehingga tujuan pembelajaran tidak dapat tercapai.
b. Bermain Sebagai Alat Belajar
Aktivitas bermain sering diidentikkan dengan dunia anak-anak, sebab
anak-anak lebih sering menghabiskan waktunya untuk bermain. Akan tetapi,
permainan atau bermain sering dimaksudkan dengan suatu aktivitas yang bernada
negatif (kurang berarti) setidaknya dilihat dari fungsi seperti kegiatan bernuansa
canda, senda gurau dan lebih jauhnya tidak serius, tidak sungguh-sungguh,
menghamburkan waktu efektif yang mengarah pada suatu aktivitas atau kegiatan
yang tidak berguna. Padahal secara tidak langsung, anak akan memulai kegiatan
belajar salah satunya melalui aktivitas bermain. Dani Wardani (2009: 24)
menyebutkan, ”mempelajari dunia permainan berarti kita sadar akan pentingnya
pertumbuhan anak kita dan lebih jauh kita ikut membantu secara tidak langsung,
xiv
mencoba mengkaji alternatif metodologi belajar baru untuknya”. Yudha M
Saputra (2001: 6) juga berpendapat bahwa, ”bermain dapat memberikan
pengalaman belajar yang sangat berharga untuk siswa, pengalaman itu bisa berupa
membina hubungan dengan sesama teman dan menyalurkan perasaan yang
tertekan”. Ahli lain menyatakan, kegiatan bermain bukan hanya sekedar pengisi
waktu luang, tetapi menjadi suatu kebutuhan. Apabila kebebasan bermain tersebut
atau spontanitasnya ditunda, maka di masa selanjutnya daya kreatif, imajinasi
bahkan kemampuan belajar anak akan mengalami hambatan.
Dari pendapat-pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa, bermain
bukanlah suatu perbuatan ataupun aktivitas yang melulu merugikan bagi yang
melakukannya, tetapi dapat dipandang juga sebagai suatu media ataupun alat yang
kaya akan imajinasi dan kreatifitas. Secara tidak langsung wahana bermain dapat
memberikan suatu metode pembelajaran yang menggabungkan segala unsur
(kesenangan, motivasi, rasa ingin tahu, minat ataupun simulasi, modelling,
problem solving, dan lain-lain).
Aktivitas yang kita namakan bermain itu sebenarnya adalah media belajar
bagi anak-anak, hanya penafsirannya saja yang berbeda. Untuk itu, mengapa kita
harus melarang bermain pada anak, sedangkan kegiatan yang kita namakan
bermain itu sebenarnya merupakan media belajar buat mereka.
c. Pengaruh Bermain bagi Perkembangan Anak
Bermain merupakan suatu kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dengan
masa kanak-kanak. Dapat dikatakan bahwa, hampir semua waktunya dihabiskan
dengan bermain. Namun disisi lain dari bermain yang dilakukan anak mempunyai
pengaruh terhadap perkembangannya. M. Furqon H. (2006: 4-5) menyatakan
pengaruh bermain terhadap perkembangan anak yaitu:
a) Pengembangan keterampilan gerak
Bermain berisi berbagai keterampilan gerak, mulai dari
keterampilan gerak yang sederhana atau dasar hingga keterampilan yang
kompleks. Anak perlu belajar keterampilan gerak dasar seperti, lari,
lompat, loncat, berbelok, menendang dan melempar. Jika anak memiliki
keterampilan gerak dasar yang baik. Selanjutnya anakmemiliki landasan
untuk mengembangkan keterampilan gerak yang kompleks. Oleh karena
xv
itu, dengan bermain akan memberikan perkembangan keterampilan gerak
bagi anak.
b) Perkembangan fisik dan kesegaran jasmani
Bermain penting bagi anak untuk mengembangkan otot dan
melatih seluruh bagian tubuh, termasuk mengembangkan daya tahan
kardiovaskuler. Bermain juga berfungsi sebagai penyaluran tenaga yang
berlebih, bila tidak tersalurkan akan menyebabkan anak tegang, gelisah
dan lain-lain.
c) Dorongan berkomunikasi
Di dalam suasana bermain, memberikan peluang anak untuk
berkomunikasi dengan teman bermainnya. Di samping itu, agar anak dapat
bermain dengan baik, anak secara tidak langsung belajar berkomunikasi
dan sebaliknya anak harus belajar belajar berkomunikasi agar dapat saling
mema hami dan dipahami di antara teman bermain.
d) Penyaluran energi emosional yang terpendam
Bermain merupakan wahana yang baik bagi anak untuk
menyalurkan ketegangan yang disebabkan lingkungan terhadap aktivitas
anak.
e) Penyaluran bagi kebutuhan dan keinginan
Kebutuhan dan keinginan yang tidak terpenuhi dengan cara lain
atau aktivitas lain seringkali dapat terpenuhi dengan bermain. Misalnya,
anak yang tidak mendapatkan kesempatan dalam peran tertentu seringkali
dapat mendapat peran tertentu dalam bermain.
f) Sumber belajar
Bermain dapat dikatakan sebagai bentuk miniatur dari kehidupan
masyarakat. Dengan bermain berarti anak dapat memperoleh kesempatan
untuk mempelajari berbagai hal. Bahkan banyak pelajaran dan pengalaman
dapat diperoleh melalui bermain daripada di rumah atau di sekolah.
g) Rangsangan bagi kreativitas
Melalui eksprimen dan eksplorasi dalam bermain, anak akan
menemukan sesuatu dan terbiasa menghadapi berbagai persoalan dalam
bermain untuk dipecahkan. Suasana dan kebiasaan ini biasanya akan
memberikan transfer nilai ke dalam situasi lain, sehingga anak terbiasa
untuk kreatif dalam menghadapi dan memecahkan persoalan.
h) Perkembangan wawasan diri
Dengan bermain anak mengetahui tingkat kemampuannya
dibandingkan dengan teman bermainnya. Kondisi ini memungkinkan anak
untuk mengembangkan konsep diri secara lebih nyata.
i) Belajar bermasyarakat
Dengan bermain bersama teman-teman lain, anak belajar tentang
bagaimana membentuk hubungan sosial dan bagaimana menghadapi dan
memecahkan masalah yang timbul dalam hubungan sosial tersebut.
j) Perkembangan kepribadian
Melalui bermain anak terbiasa dengan aturan-aturan yang lebih
disepakati dalam bermain, seperti larangan-larangan yang harus ditaati,
xvi
disiplin sportivitas, kerjasama, menghargai teman lain, jujur dan lain-lain,
secara tidak langsung kondisi tersebut membentuk kepribadian anak.
Sedangkan menurut Dani Wardani (2009: 33) secara psikologis dan pendagogis,
bermain mempunyai nilai-nilai umum yang sangat berharga bagi seorang anak,
diantaranya:
a) Memperoleh perasaan senang, puas, dan bangga atau berkataesis
(pelepasan ketegangan).
b) Dapat mengembangkan setiap percaya diri, tanggung jawab dan
kooperatif (bekerja sama).
c) Dapat mengembangkan daya fantasi, atau kreatifitas (terutama permainan
fiksi dan kontrukstif), dan
d) Dapat mengenalkan aturan, atau norma yang berlaku.
Pengaruh dari bermain cukup kompleks di antaranya dapat
mengembangkan keterampilan gerak anak, mengembangkan fisik dan kesegaran
jasmani, memberikan dorongan berkomunikasi, tempat menyalurkan energi
emosional yang terpendam, penyaluran kebutuhan dan keinginan, sebagai sumber
belajar, sebagai rangsangan berkreativitas, sebagai tempat perkembangan
wawasan diri, tempat belajar bermasyarakat dan mengembangkan kepribadian.
Banyaknya manfaat dari bermain, maka seyogyanya orang tua tidak melarang
anaknya bermain, karena banyak manfaat yang diperoleh dari bermain. Selain itu
juga, dalam membelajarkan pendidikan jasmani hendaknya disesuaikan dengan
tingkat perkembangan anak, sehingga akan diperoleh hasil belajar yang optimal.
4. Power Otot Lengan
”Kekuatan adalah kemampuan otot-otot untuk mengatasi tahanan atau
beban dalam menjalankan aktivitas” (Suharno, 1992: 24). ”Kekuatan otot-otot
lengan adalah kemampuan otot-otot untuk membangkitkan tegangan terhadap
suatu tahanan” (Harsono, 1988: 176). Kekuatan otot-otot tersebut harus
mendapatkan perhatian yang besar sebab otot merupakan komponen yang sangat
penting guna meningkatkan kondisi fisik secara keseluruhan. Pertama, karena
kekuatan merupakan daya penggerak setiap aktivitas fisik. Kedua, kekuatan
xvii
memengang peranan dalam melindungi orang atau atlet dari kemungkinan cidera.
Ketiga, dengan kekuatan atlet akan lari dengan cepat, melempar lebih keras.
Dalam hal ini Kasiyo Dwijowinoto, (1993:181) menyatakan bahwa,”Kebanyakan
penampilan keterampilan olahraga melibatkan gerakan-gerakan yang disebabkan
oleh kekuatan yang dihasilkan oleh kontraksi otot, kekuatan gaya berat atau
kekuatan yang digunakan oleh sesuatu dari luar”. Dengan kekuatan, seorang
pelempar tolak peluru dapat melakukan lemparan yang lebih keras dan jauh.
Kekuatan kemampuan otot atau sekelompok otot merupakan modal untuk
mengatasi tahanan beban selama suatu aktifitas.
”Power adalah kemampuan sebuah otot atau segerombolan otot untuk
mengatasi tahanan beban dengan kecepatan tinggi dalam suaatu gerakan yang
utuh” (Suharno, 1992: 37). Menurut Harsono (1988 : 200) ”Power adalah otot
untuk mengerahkan kekuatan maksimal dalam waktu yang cepat”. Yang
dimaksud power lengan dalam penelitian ini yaitu kemampuan dari otot lengan
untuk mengatasi tahan beban dengan kecepatan tinggi. Dalam penelitian ini untuk
mengukur power otot lengan tersebut dengan menggunakan tes melempar bola
softbal. Daya ledak atau explosif power merupakan komponen gerak yang sangat
penting untuk melakukan aktifitas yang sangat berat, karena dapat menentukan
seberapa orang dapat memukul, melompat, melempar dan berlari dengan cepat.
Hal tersebut diperkuat dengan peryataan Suharno (1992 : 32), ”bahwa daya ledak
itu sangat diperlukan dalam pencapaian mutu prestasi yang maksimal dalam
olahraga”. Menurut Harsono (1992 : 200) bahwa:
Power itu penting terutama untuk cabang cabang olahraga dimana atlet harus
mengerahkan tenaga yang ekplosif, seperti dalam nomor lempar dalam
atletik, cabang olahraga yang ada unsur akselerasi (percepatan) seperti balap
sepeda, renang mendayung, kecuali itu power juga perlu untuk memukul
seperti dalam olahraga tinju, karate, bola voli dan bulutangkis.
Power dipengaruhi oleh dua komponen yaitu kekuatan dan kecepatan, baik
kecepatan rangsangan saraf maupun kecepatan kontraksi otot.
Power otot lengan berpengaruh terhadap kecepatan awal peluru atau v0
yang tidak lain adalah kecepatan saat peluru lepas dari tangan. Semakin besar
power otot lengan, maka v0 akan semakin cepat dan jangkauan tolakan akan
xviii
semakin jauh. Dalam penelitian ini, tidak ada perlakuan terhadap power otot
lengan sehingga dibatasi untuk tidak dipermasalahkan. Dengan demikian, power
otot lengan untuk masing-masing siswa dianggap konstan, sehingga kecepatan
awal tolakan tidak berubah. Selain itu, percepatan gravitasi juga konstan, sehingga
satu-satunya peubah adalah sudut elevasi (θ). Jangkauan horisontal terjauh
diperoleh jika sin 2θ=1, dengan demikian 2θ=90o atau θ =45
o.
5. Tolak Peluru
Tolak peluru merupakan salah satu nomor lempar dalam cabang olahraga
atletik. Berdasarkan peraturan yang berlaku, peluru harus didorong atau ditolak
dari bahu dengan satu tangan. Dalam hal ini Aip Syarifudin (1992: 144)
mengemukakan “Tolak peluru adalah suatu bentuk gerakan menolak atau
mendorong suatu alat yang bundar dengan berat tertentu yang terbuat dari logam
(peluru) yang dilakukan dengan bahu dengan satu tangan untuk mencapai jarak
sejauh jauhnya”.
Berat peluru yang digunakan atlet putra dengan atlet wanita adalah
berbeda. Sekolah Menengah Pertama menggunakan peluru dengan massa 5 kg
untuk putra dan 3 kg untuk putri, seperti yang diungkapkan Soegito ( 1992: 22 )
bahwa:
Berat peluru yang digunakan dalam perlombaan- perlombaan resmi yang
diselengarakan PASI atau cabang- cabangnya bagi peserta pria digunakan
peluruseberat 7,25 kg dan bagi pesrta wanita 4 kg. Disekolah- sekolah
menengah, bagi anak laki laki digunakan peluru seberat 5 kg dan untuk
anak perempuan seberat 3 kg.
Tolak peluru dilakukan dalam lapangan tertentu yang sesuai dengan
ukuran-ukuran sesuai dengan peraturan yang berlaku. Ukuran tolak peluru
menurut Peraturan Perlombaan Atletik Pengurus Besar PASI edisi 2004-2005
sebagai berikut:
1. Lingkaran lempar harus dibuat dari besi yang dilengkungkan, boleh dari
besi baja atau bahan lain yang cocok, bagian atasnya harus datar/rata
dengan permukaan tanah diluarnya.
xix
2. Bagian dalam lingkaran lempar ini dibuat dari beton, aspal atau bahan
yang kokoh namun tidak licin. Permukaan pada bagian dalam ini harus
datar rata dan 1,4 - 2,6 cm lebih rendah dari tepi atas pinggiran
lingkarana atau sirkel.
3. Garis tengah/diameter bagian dalam lingkaran adalah 2,135 m. Bibir
pinggir lingkaran minimum tebal 6 mm dan harus dicat putih.
Gambar 1. Lapangan Tolak Peluru
Peraturan Perlombaan Atletik IAAF (2004-2005)
a. Faktor-faktor yang mempengaruhi tolak peluru
Untuk mencapai prestasi yang tinggi dalam tolak peluru dipengapuhi oleh
banyak faktor. Menurut U. Jonath et.al (1988:44-45) faktor- faktor terpenting
yang mempengaruhi tolak peluru ialah:
1) Lintasan percepatan pelurunya.
2) Tinggi berangkat dan sudut berangkat peluru.
3) Putaran antara poros bahu dan poros pinggang.
4) Percepatan peluru pada waktu mulai ditolak.
5) Pengakhiran tolakan tenaga bagian secara bersama dan pada saat yang
tepat, dan terutama koordinasi antara gerak lengan kaki.
Sedangkan persyaratan untuk menjadi seorang atlet tolak peluru yang baik
menurut Aip Syarifudin ( 1992: 145 ) harus memiliki beberapa syarat antara lain :
1. Harus memiliki pemahaman dan penguasaan terhadap prosedur gerakan
untuk melakukan tolak peluruserta konsep untuk melakukanya.
2. Harus memiliki kekuatan, daya ledak, kecepatan, daya tahan kelenturan
dan koordinasi gerakan.
xx
3. Harus memiliki badan yang tinggi besar, serta lincah dalam melakukan
gerakan.
4. Harus memiliki semangat yang besar untuk selalu selalu melakukan
latihan secara teratur dan terus menerus.
Berdasarkan dua pendapat diatas dapat disimpulkan, seorang atlet tolak
peluru harus dapat mempertimbangkan dan memperhitungkan hukum-hukum
biomekanika. Selain itu juga harus memiliki bentuk tubuh yang ideal dan
memiliki otot-otot yang kuat. Percepatan peluru pada waktu ditolak yang
dimaksut oleh U. Jonath et.al dipengaruhi oleh power otot lengan. Jika power otot
lengan semakin tinggi, maka peluru pada waktu ditolak akan semakin cepat.
b. Gaya Tolak Peluru
Gaya dalam tolak peluru merupakan rangkaian gerakan yang bertujuan
untuk mendorong atau menolakkan peluru agar pelurur dapat terlontar sejauh-
jauhnya. Menurut Tamsir Riyadi (1985:126) gaya dalam tolak peluru dibedakan
menjadi empat macam yaitu: “Gaya depan, Gaya samping (ortodoks), Gaya
belakang, Gaya putaran cakram”.
Dari keempat gaya tersebut diatas, gaya tolak peluru yang sering
digunakan oleh atlet-atlet tolak peluru yaitu gaya samping dan gaya belakang.
Untuk anak sekolah gaya tolak peluru yang sering digunakan yaitu gaya
menyamping. Hal ini dikarenakan gaya menyamping lebih sederhana
dibandingkan gaya membelakang.
c. Teknik tolak peluru gaya menyamping (ortodoks)
Untuk dapat menolakkan peluru sejauh- jauhnya,seorang atlet harus dapat
menguasai teknik tolak peluru yang benar. Dalam hal ini Tamsir Riyadi
(1985:121) menyatakan “bagaimana menolak peluru yang benar, hal ini perlu
meninjau beberapa segi yang menyangkut masalah teknik menolak peluru secara
keseluruhan”. Menurut Aip Syarifudin (1992:145) teknik tolak peluru yaitu “(1)
cara memegang peluru, (2) sikap badan pada waktu akan menolak peluru, (3) cara
menolak peluru, (4) sikap badan setelah menolak peluru”.
xxi
Berdasarkan pendapat diatas menunjukan, teknik tolak peluru ada empat
bagian. Dari keempat teknik tersebut dalam pelaksanan gerakannya harus
dirangkai secara baik dan harmonis untuk memperoleh tolakan yang semaksimal
mungkin. Untuk lebih jelasnya teknik tolak peluru gaya ortodoks diuraikan
sebagai berikut:
1).Cara memegang peluru
Peluru diletakkan pada telapak bagian atas atau pada ujung telapak
tangan, yang dekat dengan jari-jari tangan. Jari-jari tangan diregangkan atau
dibuka, jari manis, jari tengah, dan jari telunjuk untuk menahan dan memegang
peluru bagian belakang. Sedangakan jari kelingking dan ibu jari digunakan untuk
memegang atau menahan peluru bagian samping, yaitu agar tidak tergelincir ke
dalam atau ke luar. Ke dalam ditahan dengan ibu jari dan keluar ditahan dengan
jari kelingking.
Setelah peluru itu dipegang dengan baik, kemudian letakkan pada bahu
(melekat) di leher. Siku diangkat kesamping agar tidak serong ke depan. Pada
waktu memegang dan meletakkan pada bahu, usahakan agar keadaan seluruh
badan dan tangan agar tidak kaku, tetapi harus dalam keadaan rileks. Tangan dan
lengan yang lain membantu keseimbangan.
Gambar 2. Cara Memegang Peluru
(Aip Syarifuddin, 1992:146)
xxii
2) Sikap Badan Pada Waktu Menolak
Berdiri tegak menyamping kearah tolakan, kedua kaki dibuka lebar atau
kangkang, kaki kiri lurus kedepan, kaki kanan dan lutut dibelokkan ke depan
sedikit agar serong kesamping kanan. Berat badan pada kaki kanan, badan agak
condong kesamping kanan. Tangan kanan memegang peluru pada bahu atau
pundak, tangan kiri dengan sedikit dibengkokkan berada di depan sedikit agak
serong ke atas rileks. Tangan kiri berfungsi untuk membantu dan menjaga
keseimbangan. Pandangan diarahkan ke arah tolakan.
\
Gambar 3. Sikap Badan Pada Waktu Akan Menolak
(Aip Syarifuddin, 1992:47)
3) Cara Menolak Peluru
xxiii
Bersamaan dengan memutar ke arah tolakan, siku ditarik serong ke atas
ke belakang (ke arah samping kiri), pinggul dan pinggang serta perut didorong ke
depan agak ke atas sehingga dada terbuka menghadap ke depan serong ke atas ke
arah tolakan. Dagu diangkat atau agak ditengadahkan, pandangan ke arah tolakan.
Pada saat seluruh badan (dada) menghadap tolakan, secepatnya peluru itu
ditolakkan sekuat- kuatnya ke atas ke depan ke arah tolakan (parabola) bersamaan
bantuan menolakkan kaki kanan dan melonjakkan seluruh badan ke atas serong ke
depan (kalau menolak dengan tangan kanan, sedangkan jika dengan tangan kiri
sebaliknya).
Gambar 4. Cara Menolakkan Peluru Gaya Ortodoks
(Aip Syarifuddin, 1992:148)
4) Sikap Akhir Setelah Menolak Peluru
Sikap akhir menolak peluru merupakan salah satu faktor yang
menentukan sah tidaknya tolakan yang dilakukan. Menurut Aip Syarifiddin (1992:
150) cara melakukan gerakan dan sikap akhir setelah menolak sebagai berikut:
a) Setelah peluru ditolakkan atau di dorong itu lepas dari tangan,
secepatnya kaki yang digunakan untuk menolak itu diturunkan atau
mendarat (kaki kanan) dengan lutut agak dibengkokkan.
b) Kaki kiri (kaki depan)diangakat kebelakang lurus dan rileks untuk
membantu keseimbangan.
c) Badan condong ke depan, dagu diangkat, badan agak miring
kesamping kiri,pandangan kearah jatuhnya peluru.
d) Tangan kanan dan siku agak dibengkokkan berada di depan sedikit
agak kebawah badan, tangan atau lengan kiri rieks lurus kebelakang
untuk membantu menjaga keseimbangan.
xxiv
Gambar 5. Sikap Akhir Setelah Menolakkan Peluru
(Aip Syarifuddin, 1992: 150)
6. Pelaksanaan Pendekatan Pembelajaran Tolak Peluru
a. Pelaksanaan Pembelajaran Tolak Peluru dengan Model Rangsangan
Jarak
Pembelajaran tolak peluru dengan rangsangan jarak pada prinsipnya
merupakan bentuk pembelajaran yang bertujuan untuk mengatasi kesulitan yang
dihadapi siswa dalam menguasai gerakan tolak peluru, terutama untuk mencapai
jarak tolakan. Melalui pembelajaran tolak peluru dengan rangsangan jarak yang
diharapkan siswa dapat memiliki konsep gerakan tolak peluru yang benar agar
peluru dapat ditolakkan sejauh-jauhnya.
Menolak kesasaran merupakan pembelajaran permainan tolak peluru
dengan memperhatikan jarak tolakan, pelaksanaan tugas gerak ini tidaklah mudah,
sebab melibatkan koordinasi yang lebih kompleks.
xxv
Gambar 6. Menolak ke sasaran
(Yudha M Saputra, 2001: 181)
Pelaksanaan pembelajaran tolak peluru dengan rangsangan jarak yaitu,
guru menjelaskan teknik tolak peluru meliputi: cara memegang peluru, sikap
badan pada waktu akan menolak, cara menolakkan peluru, gerak lanjutan dan
sikap akhir serta cara mengambil awalan. Dari teknik-teknik tersebut selanjutnya
mendemonstrasikan gerakan tolak peluru secara keseluruhan. Selanjutnya guru
merancang bentuk pembelajaran tolak peluru dengan rangsangan jarak
diantaranya menentukan jarak yang harus dicapai saat menolakkan peluru dari
jarak paling dekat dengan batas lemparan sampai jarak paling jauh. ”Proses
pembelajaran akan lebih menarik dan tidak menjemukan apabila menggunakan
sasaran dan tugas gerak maju/mundur. Jarak dimulai dari 2 m, 4 m, 6 m, dan
seterusnya, karena untuk memodifikasi supaya lebih menarik dengan jarak
tersebut (Gerry A. Carr, 1997:221)”. Dengan demikian anak akan berusaha meraih
jarak sasaran yang telah ditentukan dan akan terangsang motivasinya melakukan
yang terbaik. Rusli lutan dan Adang Suherman (2000:61) berpendapat, ”Aspek
usaha (effort) yang di dalamnya meliputi kecepatan, kekuatan dan space”. Hal ini
artinya, rangsangan jarak yang diberikan dalam pembelajaran lempar cakram
dapat memotivasi siswa untuk melemparkan cakram sejauh-jauhnya dan ini
menimbulkan rasa kompetitif antara siswa satu dengan yang lain. Sehingga untuk
memudahkan pelaksanaan pembelajaran tolak peluru dengan rangsangan jarak,
dilakukan dari cara yang mudah dan secara bartahap ditingkatkan pada gerakan
yang sulit dan kompleks.
b. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Tolak Peluru dengan
Rangsangan Jarak
Pembelajaran tolak peluru dengan rangsangan jarak merupakan bentuk
rangsangan yang bertujuan untuk merangsang kemampuan untuk menolakkan
peluru sejauh-jauhnya. Adanya rangsangan jarak yang harus dicapai saat
menolakkan peluru akan memotivasi siswa untuk mencapai jarak sejauh mungkin.
xxvi
Berdasarkan karakteristik pembelajaran tolak peluru dengan rangsangan
jarak dapat diidentifikasi kelebihan dan kelemahannya. Kelebihan pembelajaran
tolak peluru dengan rangsangan jarak antara lain:
1. Siswa termotivasi untuk mencapai jarak tolakan sejauh-jauhnya.
2. Lemparan dapat terfokus dalam sektor tolakan.
3. Siswa terpacu untuk mengeluarkan power sebesar-besarnya
Selain kelebihan tersebut, pembelajaran tolak peluru dengan rangsangan
jarak juga memiliki beberapa kelemahan. Kelemahan pembelajaran tolak peluru
dengan rangsangan jarak antara lain:
1. Penguasaan teknik tolakan tidak dikembangkan secara maksimal, karena
pembelajaran ini lebih difokuskan pada pencapaian tolakan.
2. Pada saat melakukan tolakan, teknik menolak terabaikan, karena perhatian
siswa pada pencapaian jarak.
3. Akan sering terjadi kesalahan teknik dalam melempar.
c. Pelaksanaan Pembelajaran Tolak Peluru dengan Model Rangsangan
Ketinggian
Pembelajaran dengan rangsangan ketinggian merupakan bentuk
pembelajaran tolak peluru yang menekankan pada pengembangan teknik.
Ketinggian rangsangan yang dimaksud yaitu tali yang dibentangkan didepan
sektor tolakan agar pada saat menolakkan peluru memiliki sudut yang benar.
Sudut lemparan yang benar berpengaruh terhadap jangkauan tolakan.
xxvii
Gambar 7. Teknik Menolak melewati tali
(Yudha M Saputra, 2001: 182)
”Rangsangan ketinggian dimanfaatkan untuk melatih siswa agar dapat
mengarahkan tolakkan membentuk sudut 45°, karena jangkauan horisontal terjauh
dapat diraih dengan besar sudut tersebut” (Tipler,1998:71). Pendapat tersebut
didukung oleh persamaan gerak parabola sebagai berikut:
g
vR
2sin2
0 ,
R : jangkauan horisontal terjauh
v0 : kecepatan awal benda
θ : sudut elevasi (sudut terhadap horisontal)
g : percepatan gravitasi
Jika v0 dan g dianggap konstan, maka satu-satunya peubah/variabel yang
berpengaruh terhadap jangkauan horisontal terjauh (R) adalah θ. Jangkauan
horisontal terjauh diperoleh jika sin 2θ=1, dengan demikian 2θ=90o atau θ =45
o.
Adapun pelaksanaan pembelajaran tolak peluru dengan rangsangan
ketinggian yaitu guru menjelaskan teknik tolak peluru meliputi: cara memegang
peluru, sikap badan pada waktu akan menolak, cara menolakkan peluru, gerak
lanjut dan sikap akhir serta cara mengambil awalan. Dari teknik tolak peluru
tersebut selanjutnya mendemonstrasikan cara gerakan menolak secara
keseluruhan. Setelah guru mendemonstrasikan gerakan tolak peluru, kemudian
membuat rangsangan ketinggian berupa tali yang dibentangkan di depan batas
lempar tolakan dengan sudut kira-kira 25º kemudian dinaikkan menjadi
35º,dinaikkan lg menjadi 45º dari bola/peluru itu mulai lepas dari tangan,
d. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Tolak Peluru dengan
Rangsangan Ketinggian
Pembelajaran tolak peluru dengan rangsangan ketinggian merupakan
bentuk pembelajaran yang bertujuan untuk mengembangkan teknik menolak
khususnya membuat sudut lemparan yang ideal. Berdasarkan karakteristik
xxviii
pembelajaran tolak peluru dengan rangsangan ketinggian dapat diidentifikasi
kelebihan dan kelemahanya. Kelebihan pembelajaran tolak peluru dengan
rangsang ketinggian antara lain:
1. Teknik tolakan dikembangkan dengan baik khususnya untuk membuat sudut
tolakan yang ideal dalam tolak peluru.
2. Sudut tolakan yang benar akan mempunyai peluang yang besar untuk dapat
menolakkan peluru sejauh-jauhnya.
Sedangkan kelemahan pembelajaran tolak peluru dengan rangsangan
ketinggian antara lain:
1. Perhatian siswa terpusat pada tingginya tolakan agar dapat melewati tali,
sehingga jarak tolakan sedikit terabaikan.
2. Lemparan yang kurang baik akan mengenai tali, sehingga akan sering
memasang atau mengganti tali jika putus, sehingga proses pembelajaran akan
sering terhambat dan frekwensi pengulangan akan berkurang.
B. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan kajian teori yang telah diuraikan maka dapat diuraikan
kerangka berpikir , sebagai berikut :
1. Perbedaan Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Bermain Menggunakan
Rangsangan Ketinggian dan Jarak Terhadap Peningkatan Kemampuan
Tolak Peluru Gaya Menyamping
Pembelajaran tolak peluru gaya menyamping menggunakan tali sebagai
rangsangan ketinggian dan sasaran sebagai rangsangan jarak merupakan bentuk
pembelajaran yang mengarah pada pengembangan teknik tolak peluru gaya
menyamping. Dari kedua sarana yang digunakan bertujuan untuk merangsang
siswa agar lompatannya menjadi lebih jauh. Perbedaan alat dan cara pelaksanaan
dari kedua pembelajaran tersebut tentu akan menimbulkan respon yang berbeda.
Rangsangan permainan dengan ketinggian akan berpengaruh terhadap
kemampuan tolak peluru gaya menyamping. Hal ini dimungkinkan karena
xxix
rangsangan tolakan ketinggian akan menjadikan siswa terpacu untuk melakukan
tolakan membentuk sudut 45o sehingga berakibat hasil tolakan akan lebih jauh.
Selain itu, pembelajaran tolakan dengan rangsangan ketinggian akan
mempermudah siswa untuk mengontrol gerakan mulai dari cara memegang peluru
sampai dengan melakukan tolakan. Model pembelajaran tolak peluru dengan
rangsangan jarak akan memacu siswa untuk berusaha menolak melebihi jarak
yang telah ditentukan oleh guru, hal ini akan menjadi kompetisi yang baik pada
diri siswa sehingga diharapkan berpengaruh terhadap hasil tolakan. Sehingga
dugaan yang jelas bahwa pendekatan pembelajaran menggunakan rangsangan
ketinggian dan jarak memiliki perbedaan pengaruh terhadap kemampuan tolak
peluru gaya menyamping.
2. Perbedaan Pengaruh Power Otot Lengan Terhadap Peningkatan
Kemampuan Tolak Peluru Gaya Menyamping
Power otot lengan merupakan salah satu faktor kondisi fisik yang dapat
mempengaruhi kemampuan tolak peluru gaya menyamping. Power otot lengan
berperan dalam tolak peluru gaya menyamping terutama pada gerakan saat
menolak. Gerakan tolakan merupakan akselerasi dari power otot lengan yang
dilakukan secara maksimal untuk kemudian menolakkan peluru menggunakan
salah satu lengan yang kuat dilakukan secara eksplosif. Dengan power otot lengan
yang baik maka akan mendukung tolakan yang maksimal, sehingga akan
diperoleh pencapaian jarak yang maksimal pula. Power otot lengan yang tinggi
akan mempunyai kemampuan melakukan tolakan lebih kuat dibandingkan dengan
power otot lengan yang rendah. Hal ini berarti kekuatan dikalikan kecepatan
maksimal yang dimiliki jelas berpengaruh terhadap kemampuan hasil tolak
peluru. Perbedaan kemampuan power otot lengan tersebut tentu akan
mempengaruhi dalam peningkatan kemampuan tolak peluru . Pada anak yang
power otot lengannya tinggi akan lebih baik tingkat kemampuan tolak pelurunya,
karena kekuatan yang dimiliki cukup baik, sedangkan yang power otot lengannya
rendah akan memiliki kemampuan yang lebih rendah dalam melakukan tolakan.
xxx
Dengan demikian diduga antara power otot lengan tinggi dan rendah memiliki
perbedaan pengaruh terhadap kemampuan tolak peluru gaya menyamping.
3. Interaksi antara Model Pembelajaran bermain Menggunakan
Rangsangan Ketinggian dan Jarak dengan Power Otot Lengan
Terhadap Peningkatan Kemampuan Tolak Peluru Gaya Menyamping
Rangsangan bermain dengan ketinggian dan jarak merupakan salah satu
bentuk model pembelajaran, yang didalamnya terdapat rasa senang dan gembira.
Ditinjau dari tujuannya permainannya memiliki tujuan untuk meningkatkan
kemampuan tolak peluru bagi pelakunya, namun pengaruh yang ditimbulkan tentu
berbeda karena kedua permainan tersebut mempunyai perbedaan karakteristik.
Sedangkan power otot lengan merupakan salah satu faktor pendukung
kemampuan tolakan, sehingga power otot lengan akan mempengaruhi tingkat
kemampuan tolak peluru. Antara anak yang power otot lengannya tinggi dan anak
yang power otot lengannya rendah akan memiliki perbedaan pengaruh terhadap
peningkatan kemampuan tolak peluru.
Berdasarkan pelaksanaan pembelajaran tolak peluru menggunakan
rangsangan ketinggian dan jarak, maka siswa yang memiliki power otot lengan
tinggi lebih baik diberi pembelajaran tolak peluru menggunakan rangsangan
ketinggian. Hal ini karena, dengan power otot lengan yang tinggi akan mampu
mendapatkan tenaga tolakan yang sebesar-besarnya untuk melewati tali dengan
baik, sehingga tidak akan mengenai tali. Jika power rendah akan sulit melewati
tali atau bahkan mengenai tali, sehingga akan sering memasang atau mengganti
tali jika putus, sehingga proses pembelajaran akan sering terhambat dan frekwensi
pengulangan akan berkurang. Dan bagi siswa yang memiliki power otot lengan
rendah lebih cocok diberi pembelajaran tolak peluru menggunakan rangsangan
jarak. Hal ini karena, sasaran ditata dengan jarak yang beragam atau bervariasi,
dari jarak yang dekat, agak jauh dan jauh dari posisi awalan. Di samping itu juga,
pembelajaran tolak peluru menggunakan rangsangan jarak dapat memotivasi
xxxi
siswa untuk mencapai jarak tolakan sejauh-jauhnya dan proses pembelajaran tidak
terhambat serta frekwensi pengulangan akan sering dilakukan. Dengan demikian
diduga, antara pembelajaran tolak peluru dan power otot lengan memiliki interaksi
di antara keduanya.
C. Perumusan Hipotesis.
Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka pemikiran yang telah
dikemukakan di atas dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
1. Ada perbedaan pengaruh model pembelajaran bermain menggunakan
rangsangan ketinggian dan jarak terhadap kemampuan tolak peluru gaya
ortodoks pada siswa putra kelas VIII SMPN 2 Barat Kabupaten Magetan
tahun ajaran 2008/2009.
2. Ada perbedaan pengaruh power otot lengan tinggi dan rendah terhadap
peningkatan kemampuan tolak peluru gaya ortodoks pada siswa putra kelas
VIII SMPN 2 Barat Kabupaten Magetan tahun ajaran 2008/2009.
3. Ada interaksi antara model pembelajaran bermain menggunakan rangsangan
ketinggian dan jarak dengan power otot lengan terhadap peningkatan
kemampuan tolak peluru gaya ortodoks pada siswa putra kelas kelas VIII
SMPN 2 Barat Kabupaten Magetan tahun ajaran 2008/2009.
xxxii
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Tempat pengambilan data kemampuan tolak peluru gaya ortodoks dan
pelaksanaan perlakuan penelitian adalah di lapangan SMPN 2 Barat Kabupaten
Magetan.
2. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan selama 6 minggu dengan tiga kali pertemuan
dalam satu minggu. Penelitian dilaksanakan pada tanggal 12 Oktober sampai
dengan tanggal 23 november 2009.
B. Rancangan penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan faktorial 2 X 2. “Rancangan
faktorial adalah rancangan dimana bisa dimasukkan dua variabel atau lebih untuk
memanipulasi secara simultan. Dengan rancangan ini bisa diteliti pengaruh setiap
variabel independen terhadap variabel dependen, dan juga pengaruh interaksi
antara variabel-variabel independen (Sugiyanto, 1995: 30)” Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen. Dasar penggunaan
metode ini adalah kegiatan percobaan yang diawali dengan memberikan perlakuan
kepada subyek yang diakhiri dengan suatu tes guna mengetahui pengaruh
perlakuan yang telah diberikan. Sugiyanto (1994 : 21) menyatakan “Tujuan
penelitian eksperimental adalah untuk meneliti ada tidaknya hubungan sebab
akibat serta besarnya hubungan sebab akibat tersebut dengan cara memberikan
perlakuan (treatment) terhadap kelompok eksperimen yang hasilnya dibandingkan
dengan hasil kelompok kontrol yang tidak diberikan perlakuan atau diberi
xxxiii
perlakukan yang berbeda”. Gambaran rancangan penelitian ini adalah sebagai
berikut :
Tabel 1. Rancangan penelitian
PEMBELAJARAN
Ketinggian (A1) Jarak (A2)
Tinggi (B1) A1 B1 A2 B1
Rendah (B2) A1 B2 A2 B2
Keterangan :
A1 B1 : Kelompok menggunakan pendekatan pembelajaran dengan ketinggian
yang memiliki power otot lengan tinggi.
A1 B2 : Kelompok menggunakan pendekatan pembelajaran dengan ketinggian
yang memiliki power otot lengan rendah..
A2 B1 : Kelompok menggunakan pendekatan pembelajaran dengan jarak yang
memiliki power otot lengan tinggi.
A2 B2 : Kelompok menggunakan pendekatan pembelajaran dengan jarak yang
memiliki power otot lengan rendah.
C. Variabel Penelitian
Penelitian ini terdapat dua variabel bebas (independen) dan satu variabel
terikat (dependen) yaitu :
1. Variabel bebas (independen) yaitu Variabel yang mempengaruhi variabel lain.
Variabel independen dalam penelitian ini yaitu :
a) Rangsangan permainan dengan ketinggian
b) Rangsangan permainan dengan jarak
2. Variabel atributif adalah variabel yang melekat pada sampel dan menjadi sifat
sampel tersebut. Variabel atributif dalam penelitian ini adalah power otot
lengan yang dibedakan antara power otot lengan tinggi dan power otot lengan
rendah
POWER
OTOT LENGAN
xxxiv
3. Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain. Variabel
terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan tolak peluru gaya
menyamping
D. Definisi Operasional Variabel
1. Rangsangan bermain dengan Ketinggian
Permainan dengan ketinggian adalah siswa melakukan pembelajaran
tolakan dengan memperhatikan ketinggian tolakan yang dilakukan, pelaksanaan
siswa melakukan tolakan melewati tali yang dibentangkan oleh guru. Siswa
menggunakan bola voli dan bola basket kemudian menolakkanya melewati tali
yang telah dibentangkan dan simpai yang di gantung dari ketinggian yg telah
ditentukan, yaitu dari ketinggian yang rendah kemudian bertahap meningkat.
2. Rangsangan bermain dengan Jarak
Pelaksanaan pembelajaran dengan rangsangan jarak siswa belajar
melakuan tolakan untuk menjangkau sasaran yang telah disiapkan oleh guru, hal
ini akan mendorong siswa untuk berkompetisi melakukan tolakan yang jauh dan
tepat dengan sasaran yang telah disiapkan. Siswa menggunakan bola voli dan bola
basket kemudian menolakkanya ke sasaran, yaitu kardus dan simpai yang telah
diletakkan di tanah dengan jarak yang telah ditentukan. Jarak tersebut bertahap
meningkat dari jarak yang rendah kemudian meningkat dari jarak yang lebih jauh.
3. Power Otot Lengan (POL)
Power otot lengan merupakan variabel atributif yang melekat pada
kemampuan tolak peluru. Dalam hal ini power otot lengan dikriteriakan pada dua
kelompok yaitu power otot lengan tinggi dan power otot lengan rendah.
4. Kemampuan Tolak Peluru Gaya Menyamping
Merupakan tingkat kemampuan melakukan tolakan sesuai dengan
ukuran yang berlaku.
xxxv
E. Treatment
Didalam memberikan treatment atau perlakuan harus dipertimbangkan
secara benar–benar. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi kelelahan yang berlebihan
akibat dari frekuensi pembelajaran yang terlalu padat atau program pembelajaran
yang terlalau padat atau program pembelajaran itu kurang berhasil karena
frekuensinya kurang. Pembelajaran dalam peneletian ini dilakukan dengan
frekuensi 3 kali seminggu selama 6 minggu. Dengan pembelajaran 3 kali
seminggu selama 6 minggu diharapkan sudah terdapat peningkatan kemampuan
tolak peluru gaya menyamping. Seperti yang dikemukakan Andi suhendro (2004:
3.6) bahwa, “latihan harus dilakukan secara berulang-ulang, maksudnya latihan
harus dilakukan minimal tiga kali dalam semiggu”. Dengan pengulangan ini
diharapkan gerakan yang pada saat awal latihan dirasakan sukar dilakukan, pada
tahap berikutnya akan menjadi lebih mudah dilakukan.
F. Populasi dan Sampel.
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa putra kelas VIII SMPN 2
Barat kabupaten Magetan sebanyak 113 siswa.
2. Sampel Penelitian
Teknik pengambilan sampel penelitian yang menggunakan rumus
eksperimen dari Widodo J. Pudjirahardjo, Herjanto Poernomo dan Moh. Hasan
Macfoed (1993: 56) sebagai berikut:
Nz2 x S
2 113 x 34,24
n = = = 39,67984123
Nd2 + Z
2s
2 113.0,1 + 1,67
2 . 34,24
n = besar sampel
N = besar populasi (jumlah populasi acuan)
Z = nilai standart normal yang besarnya tergantung ,
Bila = 0,05 Z = 1,67
xxxvi
Bila =0,01 Z = 1,96
s = besarnya varians (= SD2 )
d = besarnya penyimpangan yang masih bisa ditolelir (semakin kecil d, akan
semakin teliti, misalnya d = 0.1%)
Sampel diperoleh sebanyak 40 orang dari populasi, kemudian populasi
direngking dari power otot lengan tinggi sampai yang terendah, dengan rincian 20
siswa yang mempunai power otot lengan tinggi,dan 20 siswa yang mempunyai
power otot lengan rendah. Sampel kemudian dikelompokkan sesuai rancangan
faktorial 2 2 yaitu menjadi 4 kelompok. Kelompok 1 adalah kelompok
rangsangan tolakan dengan ketinggian dan power otot lengan tinggi. Kelompok 2
adalah kelompok rangsangan tolakan dengan ketinggian dan power otot lengan
rendah. Kelompok 3 adalah rangsangan tolakan dengan jarak dan power otot
lengan tinggi. Kelompok 4 adalah rangsangan tolakan dengan jarak dan power
otot lengan rendah.
G. Teknik Pengumpulan Data.
Untuk memperoleh data yang diperlukan dengan penelitian diadakan tes
dan pengukuran. Pengumpulan data power otot lengan dilakukan dengan distance
throw test yaitu melempar bola softball (Scot, 1959: 202). Untuk kemampuan
tolak peluru menggunakan gaya ortodoks atau gaya menyamping.
H. Teknik Analisis Data
1. Uji Prasyarat Analisis
Uji prasyarat analisis yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :
a. Uji Normalitas ( Metode Lilliefors )
xxxvii
Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan metode lilliefors dari
Sudjana (2002 : 466). Adapun prosedur pengujian normalitas tersebut sebagai
berikut :
1) Pengamatan X1, X2, X3, …………Xn dijadikan bilangan baku Z1, Z2, Z3,
……… Zn dengan menggunakan rumus :
S
XXiZi
Keterangan :
Xi = Nilai tiap kasus
_
X = Rata-rata
S = Simpangan baku
2) Data dari sampel tersebut kemudian diurutkan dari skor terendah sampai
skor tertinggi.
3) Untuk tiap bilangan baku ini dan dengan menggunakan daftar distribusi
normal baku kemudian dihitung peluang F(Zi) = P(Z ≤ Zi).
4) Menghitung perbandingan antara nomor subyek I dengan subyek n yaitu :
S(Zi) = i/n.
5) Mencari selisih antara F(Zi) – S(Zi), dan ditentukan harga mutlaknya.
6) Menentukan harga terbesar dari harga mutlak diambil sebagai Lo.
Rumusnya : Lo = │F(Zi) – S(Zi)│ maksimum.
Kriteria :
Lo ≤ Ltab : Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
Lo > Ltab : Sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal.
b. Uji Homogenitas ( Metode Bartlett )
Uji homogenitas dilakukan dengan uji Bartlett (Sudjana, 1996: 486)
Langkah-langkah pengujiannya sebagai berikut :
1) membuat tabel perhitungan yang terdiri dari kolom-kolom kelompok
sampel : dk (n-1), 1/dk, Sdi², dan (dk) log Sdi².
2) Menghitung varians gabungan dari semua sampel.
xxxviii
((n-1)Sdi²……….. 1) Rumusnya : SD² = ––––––––––––––––– (n-1)
B = Log Sdi²(n-1)
3) Menghitung X²
Rumusnya : X² = (Ln) B-(n-1) Log Sdi 1 ……..(2)
Dengan (Ln 10) = 2,3026
Hasilnya ( X² hitung ) kemudian dibandingkan dengan ( X² tabel ), pada taraf
signifikansi α = 0,05 dan dk (n-1).
4) Apabila X² hitung < X² tabel, maka Ho diterima.
Artinya varians sampel bersifat homogen. Sebaliknya apabila X² hitung> X²
tabel, maka Ho ditolak. Artinya varians sampel bersifat tidak homogen.
2. Analisis Data
a. ANAVA Rancangan Faktorial 2 x 2
1) Metode AB untuk perhitungan ANAVA dua faktor
Ringkasan ANAVA untuk Eksperimen Faktorial 2 x 2
Sumber
Variasi Dk JK RJK Fo
Rata-rata
perlakuan
A
B
AB
1
a-1
b-1
(a-1)(b-1)
Ry
Ay
By
ABy
R
A
B
AB
A/E
B/E
AB/E
Kekeliruan Ab(n-1) Ey E
A = Taraf faktorial A N = Jumlah sampel
B = Taraf faktorial B
Langkah-langkah perhitungan :
a b a) ∑ Y² = ∑ ∑Yij² i-1 j-1
a b
∑ ∑ i-1 i-j
xxxix
b) Ry = –––––––
abn
a b
c) Jab = ∑ ∑ (Jij²)-Ry i-1 j-1
a
d) Ay = ∑ (Ai² / bn) - Ry i-1
b
e) By = ∑(Bi² / an)-Ry
j-1
f) Aby = Jab – Ay - By
g) Ey = Y² - Ry – Ay –(By + ABy)
2) Kriteria Pengujian hipotesis
Jika F ≥ F(1-α) (V1-V2), maka hipotesis nol ditolak.
Jika F < F (1-α) (V1-V2), maka hipotesis nol diterima dengan : dk
pembilang Vi(K-1) dan dk penyebut V2 = (n1+ ……...nk-k)α = taraf
signifikan untuk pengujian hipotesis.
b. Uji rentang Newman – Keuls setelah ANAVA
Langkah-langkah untuk melakukan uji Newman – Keuls adalah sebagai
berikut :
1) Susun k buah rata-rata perlakuan menurut urutan nilainya dari yang
terkecil sampai kepada yang terbesar.
2) Dari rangkaian ANAVA, diambil harga RJK disertai dk-nya.
3) Hitung kekeliruan buku rata-rata untuk setiap perlakuan dengan rumus:
RJKE (Kekeliruan)
Sy = –––––––––––––– RJK (Kekeliruan) juga didapat dari hasil
N
rangkuman ANAVA.
4) Tentukan taraf signifikan α, lalu gunakan daftar rentang student. Untuk uji
Newman – Keuls, diambil V = dk dari RJK (Kekeliruan) dan P = 2, 3 …,
xl
k. Harga-harga yang dapat dari daftar sebanyak (k-1) untuk V dan P
supaya dicatat.
5) Kalikan harga-harga yang dapat dititik ….. di atas masing-masing dengan
Sy dengan jalan demikian maka diperoleh apa yang dinamakan rentang
signifikan terkecil (RST).
6) Bandingkan selisih rata-rata terkecil dengan RST untuk mencari P-k
selisih rata-rata terbesar dan rata terkecil kedua dengan RST untuk P = (k-
1), dan seterusnya. Demikian halnya perbandingan selisih rata-rata
terbesar kedua rata-rata terkecil dengan RST untuk P = (k-1), selisih rata-
rata terbesar kedua dan selisih rata-rata terkecil kedua RST untuk P = (k-
2), dan seterusnya. Dengan jalan begitu semua akan ada 2
1 K(k-1)
pasangan yang harus dibandingkan. Jika selisih-selisih yang didapat lebih
besar daripada RST-nya masing-masing maka disimpulkan bahwa terdapat
perbedaan yang signifikan antara rata-rata perlakuan.
c. Hipotesa statistik
Hipotesa 1 Ho = μ A1 ≥ μ A2
HA = μ A1 < μ A2
Hipotesa 2 Ho = μ B1 ≥ μ B2
HA = μ B1 < μ B2
Hipotesa 3 Ho = Interaksi A x B = 0
HA = Interaksi A x B ≠ 0
Keterangan:
μ = Nilai rata-rata
A1 = Permainan dengan ketinggian
A2 = Permainan dengan jarak
B1 = power otot lengan tinggi
B2 = Power otot lengan rendah
xli
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Data
Pada bab ini akan disajikan hasil penelitian beserta interpretasinya.
Mula-mula disajikan tentang hasil analisis data penelitian yang menggunakan
statistik diskriptif, kemudian dilanjutkan pengujian hasil penelitian dengan
statistik inferensial yang merupakan pengujian hipotesis. Pengujian hipotesis
menggunakan teknik statistik analisis varian (ANAVA) yang memerlukan
pengujian persyaratan analisis maka disajikan pula hasil uji persyaratan analisis,
pengujian hipotesis dan pembahasan hasil penelitian.
Tabel 2. Ringkasan Penghitungan Peningkatan Kemampuan Tolak Peluru Gaya
Ortodoks Sesuai Kelompok Perlakuan
PowerOtot
Lengan (B) Statistik
Metode Pembelajaran Bermain (A)
Total Rangsangan
Ketinggian (A1)
Rangsangan
Jarak (A2)
Tinggi (B1)
∑X1 1,85 1,00 2,85
∑X12 0,44 0,12 0,56
N 10 10 20
Rendah (B2)
∑X3 1,05 0,20 1,25
∑X32 0,16 0,04 0,20
N 10 10 20
Total
∑X 2,90 1,20 4,10
∑X2 0,60 0,16 0,76
N 20 20 40
xlii
Gambar 8. Rata-Rata Tes Awal Kemampuan Tolak Peluru Gaya Ortodoks
Gambar 9. Rata-Rata Tes Akhir Kemampuan Tolak Peluru Gaya Ortodoks
Gambar 10. Peningkatan Kemampuan Tolak Peluru Gaya Ortodoks
Keterangan gambar:
A1B1 : Kelompok metode bermain dengan rangsangan ketinggian, power
otot lengan tinggi
A2B1 : Kelompok metode bermain dengan rangsangan jarak, power otot
lengan tinggi
xliii
A1B2 : Kelompok metode bermain dengan rangsangan ketinggian, power
otot lengan rendah
A2B2 : Kelompok metode bermain dengan rangsangan jarak, power otot
lengan rendah
B. Pengujian Persyaratan Analisis
Sebelum dianalisis dengan mengikuti teknik analisis varians (ANAVA),
terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat analisis, yaitu dengan 1) uji normalitas
sampel. 2) uji homogenitas.
1. Uji Normalitas
Bentuk data yang normal merupakan salah satu syarat yang harus
dipenuhi sebelum teknik ANAVA dapat digunakan untuk menganalisis data.
Pengujian normalitas data dilakukan terhadap kemampuan tolak peluru gaya
menyamping dengan mengikuti uji Lilliefors pada taraf = 0,05. Hasil pengujian
tersebut disajikan dalam tabel berikut ini :
Tabel 3 : Rangkuman Hasil Uji Normalitas Sampel dengan Mengikuti Uji
Lilliefors dengan Taraf Signifikansi = 0,05.
Kelompok n Lo L-tabel Keterangan
1
2
3
4
10
10
10
10
0.13235
0,0816
0,18555
0,12609
0.190
0.190
0.190
0.190
Normal
Normal
Normal
Normal
xliv
Keterangan:
Kelompok 1: Data Kemampuan Tolak Peluru gaya ortodoks pada Kelompok
metode bermain dengan rangsangan ketinggian, siswa power
otot lengan tinggi
Kelompok 2: Data Kemampuan Tolak Peluru gaya ortodoks pada Kelompok
metode bermain dengan rangsangan jarak, siswa power otot
lengan tinggi
Kelompok 3: Data Kemampuan Tolak Peluru gaya ortodoks pada Kelompok
metode bermain dengan rangsangan ketinggian, siswa power
otot lengan rendah
Kelompok 4: Data Kemampuan Tolak Peluru gaya ortodoks pada Kelompok
metode bermain dengan rangsangan ketinggian, siswa power otot
lengan reendah
Lo : Nilai L hitung yang diperoleh
L-tabel : Nilai kritis L dalam tabel dengan taraf = 0,05.
Kesimpulan semua data dalam masing-masing kelompok berdistribusi
normal.
2. Uji Homogenitas
Semua variansi sampel harus homogen merupakan salah satu syarat
yang harus dipenuhi sebelum teknik ANAVA dapat digunakan untuk
menganalisis data. Pengujian homogenitas variansi terhadap kemapuan tolak
peluru gaya ortodoks, dengan mengikuti Uji Bartlet. Hasil pengujian tersebut
disajikan pada tabel berikut ini :
Tabel 4 : Rangkuman Hasil Uji Homogenitas Variansi dengan Uji Bartlett pada
taraf signifikansi = 0,05.
Variansi
Kelompok
ni
S2
Gab.
2h
2
t
Kesimpulan
4 Kel. Pemb.
10
0,046674
3,67217
7,815 Homogen
xlv
Dari hasil uji homogenitas variansi yang tertera dalam tabel di atas,
terlihat bahwa 2
h : 3,67217 lebih kecil dari 2
tabel : dk = 3 > 7,815 pada taraf
0,05. Kesimpulan sampel adalah homogen
C. Hasil Pengujian Hipotesis
Untuk menguji hipotesis penelitian digunaan teknik analisis Varians
(ANAVA) dua jalan dengan taraf signifikansi 5%. Rangkuman hasil perhitungan
Analisis Varians dapat dilihat pada tabel, sebagai berikut :
Tabel 5 : Rangkuman Hasil Perhitungan Anava Hasil Tes Akhir Kemampuan
Tolak Peluru Gaya Ortodoks dengan Taraf Signifikasi = 0,05.
Sumber Variansi JK Db RJK Fh Ft
Antar Kolom (A) 0,040938 1 0,040938 7,424433 4.03
Antar Baris(B) 0,032688 1 0,032688 5,928212
Interaksi (AxB) 0,031312 1 0,031312 5,678841
Dalam Kelompok (Error) 0,20 36 0,005514
Total 0,30
Keterangan:
JK : Jumlah kuadrat
dk : Derajat bebas
RJK : Rata-rata jumlah kuadrat
Fh : Rasio F hitung
Ft : Rasio F tabel
xlvi
Hasil ANAVA dua jalan dan rancangan faktorial blok 2 X 2 tersebut
dapat diinterprestasikan sebagai hasil pengujian hipotesis, yaitu:
1. Pengujian hipotesis pertama, yaitu perlakuan antara metode bermain
dengan rangsangan ketinggian dan metode bermain dengan
rangsangan jarak terhadap kemampuan tolak peluru gaya ortodoks
Perhitungan dengan Analisis Varians untuk mengetahui perbedaan ke-
lompok penelitian, diperoleh F hitung sebesar 7,424433, sedangkan harga F tabel
dengan dk (1)(36) pada taraf 0,05 = 4,03. Dengan melihat harga F hitung lebih
besar F tabel (Fh>Ft) maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis nol yang
menyatakan “ada perbedaan pengaruh antara metode bermain dengan rangsangan
ketinggian dan metode bermain dengan rangsangan jarak terhadap kemampuan
tolak peluru gaya menyamping” ditolak., sehingga hipotesis pertama penelitian
ini terbukti kebenarannya.
2. Pengujian Hipotesis Kedua, yaitu Perbedaan pengaruh siswa yang power
otot lengan tinggi dan siswa yang power otot lengan rendah terhadap
kemampuan tolak peuru gaya ortodoks.
Perhitungan dengan Analisis Varians untuk mengetahui perbedaan ke-
lompok penelitian, diperoleh F hitung sebesar 5,928212, sedangkan harga F tabel
dengan dk (1)(36) pada taraf 0,05 = 4,03. Dengan melihat harga F hitung lebih
besar F tabel (Fh>Ft) maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis nol yang
menyatakan “ada perbedaan antara kelompok siswa power otot lengan tinggi dan
siswa yang power otot lengan rendah terhadap kemampuan tolak peluru gaya
menyamping” ditolak, sehingga hipotesis kedua penelitian ini terbukti
kebenarannya.
xlvii
3. Pengujian Hipotesis Ketiga, yaitu Interaksi antara metode bermain dan
Power Otot Lengan Terhadap Kemampuan Tolak Peluru Gaya Ortodoks
.
Perhitungan dengan Analisis Varians untuk mengetahui interaksi antara
metode bermain dan power otot lengan terhadap kemampuan tolak peluru gaya
menyamping, diperoleh F hitung sebesar 5.678841, sedangkan harga F tabel
dengan dk (1)(36) pada taraf 0,05 = 4,03. Dengan melihat harga F hitung lebih
besar F tabel (Fh>Ft) maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis nol yang
menyatakan “ada interaksi antara metode bermain dan power otot lengan terhadap
kemampuan tolak peluru gaya ortodoks” ditolak, sehingga hipotesis ketiga
penelitian ini terbukti kebenarannya.
D. Pembahasan Hasil Penelitian
Pembahasan hasil penelitian ini memberikan penafsiran lebih lanjut
mengenai hasil-hasil analisis data yang telah dikemukakan sebelumnya.
Berdasarkan pengujian hipotesis telah menghasilkan tiga kesimpulan analisis
yaitu : (a) ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara kemampuan tolak
peluru gaya ortodoks dengan menggunakan metode bermain menggunakan
rangsangan ketinggian dan metode bermain dengan rangsangan jarak, (b) ada
perbedaan yang signifikan kemampuan tolak peluru gaya ortodoks anatara siswa
yang power otot lengan tinggi dan siswa yang power otot lengan rendah, (c) ada
interaksi antara faktor utama penelitian. Kelompok kesimpulan analisis tersebut
dapat dipaparkan lebih lanjut secara rinci sebagai berikut :
1. Pengaruh Metode Bermain
Berdasarkan pengujian hipotesis pertama ternyata ada perbedaan
pengaruh antara kemampuan tolak pelurur gaya menyamping dengan
menggunakan metode bermain dengan rangsanagan ketinggian dan metode
bermain dengan rangsangan jarak. Pada kelompok yang diberi metode bermain
xlviii
dengan rangsangan ketinggian, rata-rata peningkatan lebih baik dibandingkan
dengan kelompok siswa yang diberi metode bermain dengan rangsangan jarak.
2. Pengaruh Power Otot Lengan
Berdasarkan pengujikan hipotesis kedua ternyata ada perbedaan antara
antara hasil kemampuan tolak peluru gaya menyamping antara siswa yang power
otot lengan tinggi dan siswa yang power otot lengan rendah. Pada kelompok
siswa yang power otot lengan tingi memiliki rata-rata peningkatan lebih baik
dibandingkan kelompok siswa yang power otot lengan rendah.
3. Interaksi Antara Faktor-Faktor Utama Penelitian.
Dari hasil penghitungan ada interaksi antara kedua faktor utama
penelitian, jadi bisa disimpulkan ada interaksi antara metode bermain dengan
power otot lengan terhadap kemampuan tolak peluru gaya menyamping. Interaksi
kedua faktor tersebut dapat digambarkan dalam bagan sebagai berikut :
Gambar 11. Bentuk Interaksi antara Pendekatan Pembelajaran Bermain dan Power
Otot Lengan.
xlix
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan kesimpulan analisis data dan pembahasannya, yang telah
diungkapkan pada BAB IV, maka dapat ditarik suatu simpulan sebagai berikut :
1. Ada perbedaan pengaruh metode bermain dengan rangsangan ketinggian dan
metode bermain dengan rangsangan jarak terhadap peningkatan kemampuan
tolak peluru gaya ortodoks pada siswa putra kelas VIII SMPN 2 Barat
Kabupaten Magetan tahun Ajaran 2008/2009, karena F0 = 7,424433 lebih
besar dari Ft = 4.03 . (Fhitung > Ftabel) pada taraf signifikansi 5%.
2. Ada perbedaan pengaruh power otot lengan tinggi dan power otot lengan
rendah terhadap peningkatan kemampuan tolak peluru gaya ortodoks pada
siswa putra kelas VIII SMPN 2 Barat Kabupaten Magetan tahun Ajaran
2008/2009, Karena F0 = 5,928212 lebih besar dari Ft = 4.03. (Fhitung > Ftabel)
Pada taraf signifikansi 5%.
3 Ada interaksi antara metode bermain dengan power otot lengan terhadap
peningkatan kemampuan tolak peluru gaya ortodoks pada siswa putra kelas
VIII SMPN 2 Barat Kabupaten Magetan tahun Ajaran 2008/2009, karena hasil
analisis menunjukkan bahwa F0 = 5,678841 lebih besar dari Ft = 4.03, (Fhitung
> Ftabel). Pada taraf signifikansi 5%.
B. Implikasi
l
Kesimpulan dari hasil penelitian ini dapat mengandung pengembangan
ide yang lebih luas jika dikaji pula tentang implikasi yang ditimbulkan. Atas dasar
kesimpulan yang telah diambil, dapat dikemukakan implikasinya sebagai berikut :
Secara umum dapat dikatakan bahwa metode bermain dengan
rangsangan ketinggian dan metode bermain dengan rangsangan jarak merupakan
variabel–variabel yang mempengaruhi peningkatan kemampuan tolak peluru gaya
menyamping. Metode bermain dengan rangsangan ketinggian memiliki
peningkatan lebih baik dibandingkan dengan kelompok siswa yang diberi
permainan dengan rangsangan jarak. Hal ini berarti metode bermain sangat
berpengaruh terhadap keberhasilan peningkatan kemampuan tolak peluru gaya
menyamping. sesuai dengan karakteristik siswa.
Berkenaan dengan penggunaan kedua jenis metode bermain dapat
meningkatkan hasil kemampuan tolak peluru gaya ortodoks, masih ada faktor lain
yaitu power otot lengan.
C. Saran
Saran yang dapat dikemukakan berdasarkan hasil penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Mengingat menggunakan metode bermain dengan rangsangan ketinggian
lebih baik dalam meningkatkan kemampuan tolak peluru gaya menyamping,
maka sebaiknya penggunaan metode bermain tersebut dipilih oleh guru
pendidikan jasmani dan kesehatan dalam upaya meningkatkan kemampuan
tolak peluru gaya ortodoks pada siswanya.
2. Dalam menerapkan pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan tolak
peluru gaya ortodoks, guru pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan
sebaiknya tidak mengabaikan faktor power otot lengan siswanya.
li
DAFTAR PUSTAKA
Aip Syarifuddin. (1992). Atletik. Jakarta: Depdikbud, Dirjen, Dikti, PPTK.
Andi Suhendro.2004. Dasar-dasar Kepelatihan. Jakarta: Universitas Terbuka.
Beltasar Tarigan. 2001. Pendekatan Keterampilan Taktis dalam Pembelajaran
Sepakbola. Jakarta: Depdiknas. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menengah. Bekerjasama Dengan Direktorat Jenderal Olahraga.
Dani Wardani. 2009. Bermain Sambil Belajar. Bandung: Edukasia
Depdikbud. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Gerry. A. 1991. Atletik Untuk Sekolah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Gino, H. J, Suwarni, Suripto, Maryanto, & Sutijan. 1988. Belajar dan
Pembelajaran II. Surakarta: UNS Press.
Gusril. 2004. Beberapa Faktor Yang Berkaitan Dengan Kemampuan Motorik
Siswa Sekolah Dasar Negeri Kota Padang. (Disertasi). Jakarta : PPS
UNJ.
Harsono. (1988). Choaching dan Aspek-aspek Psikologis Dalam Choaching.
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Dirjendikti.
Kasiyo Dwijowinoto. (1993) scientific foundation of coaching. ( Rotella
Terjemahan) New York. Chicago. Buku Asli diterbitkan tahun 1984.
M. Furqon H. 2006. Mendidik Anak dengan Bermain. Surakarta: Program Studi
D-2 Pendidikan Jasmani. JPOK FKIP UNS.
lii
Mochamad Djumidar A Widya. 2007. Gerak –Gerak dasar Atletik Dalam
Bermain. Jakarta. Rajagrafindo Persada
Rusli Lutan. 1988. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Depdikbud. Dirjendikti,
Proyek Pendidikan Tenaga Akademi.
Scot, M. Gladys and french, Ester (1959). Measurment And Evaluation In Health
And Physical Education. Dubuque Lowa. Company Publisher.
Soegito. 1988. Teori dan Praktek Atletik. Surakarta. UNS Press
______. 1992. Teori dan Praktek Atletik I. Surakarta: UNS Press.
Sudarminto. (1984). Biomikanika Olahraga I. Surakarta: UNS Press.
Sudjana. 2002. Metode statistika. Bandung : Tarsito
Sugiyanto. (1995). Metodologi Penelitian. Surakarta: UNS Press.
Suharno H. P. (1992). Ilmu Kepelatihan Olahraga. Yogyakarta: FPOK IKIP
Tamsir Riyadi. 1985. Petunjuk Atletik. Yogyakarta: IKIP Yogyakarta.
Paul A. Tippler. 1998. Fisika untuk Sains dan Teknik. Jakarta: Erlangga
Pengurus Besar PASI. 2004-2005. Peraturan Perlombaan Atletik IAAf. RDC
Jakarta.
Widodo.j.Pudjiraharjo, herjanto Purnomo dan Moh. Hasan Mahfoed. 1993.
Metode Penelitian dan Statistik Terapan. Surabaya: Airlangga
University Press.
Yoyo Bahagia,Ucup yusuf dan Adang Suherman. 2000. Atletik. Jakarta:
Depdikbud. Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah
Bagian Proyek Penataran Guru SLTP Setara D-III
Yudha M Saputra. 2001. Dasar-dasar Keterampilan Atletik Pendekatan Bermain
Untuk Sekolah Lanjutan Tingat Pertama (SLTP). Departemen
Pendidikan Nasioanal, Dirjen Dikdasmen dan Dirjen Olahraga.
liii
LAMPIRAN
Lampiran 1
Data Tes Power Otot Lengan
No Nama Test
Terbaik 1 2 3
1 Susilo Hari Saputro 22 15 19 22
2 Muh Adam Abdilah 18 24 18 24
3 Fajar Hartanto 18 20 24 24
4 Misdi 26 25 21 26
5 Bogi Sunaryo 23 20 22 23
6 Alpriari Nasution 10 16 18 18
7 Aditya Sutan G. 15 19 15 19
8 Arosid Wahyu P. 20 22 13 22
9 Galih Ade Saputro 24 24 25 25
10 Denni Leonardo 21 21 18 21
11 Dilan Noerko W.T. 28 21 20 28
12 Desta Aji Pamungkas 22 26 22 26
13 Riyanto 15 16 22 22
14 Dwi Purnomo 13 15 20 20
15 Okta Prima Saputra 18 20 21 21
16 Endro Prasetyo 14 18 18 18
17 Yusuf Saifudin 19 24 22 24
18 Suryo Raharjo D.H. 20 22 20 22
19 Yoga Megah Abadi 25 18 18 25
20 Andre Cahyo Hartono 16 22 18 22
21 Ryan Septian 28 15 21 28
22 Elmi Malintang 19 15 15 19
23 Arie Prabowo 22 20 20 22
24 Lorenzo Okta Setiawan 24 14 24 24
25 Murdiyono 21 19 21 21
26 Muharam Alifia Rusdi 18 20 28 28
27 Nugrahadi Putra P. 26 23 22 26
28 Riski Mardiyanto 16 16 15 16
29 Frans Renick P. 15 18 13 18
liv
30 Redi Riyanto 20 19 18 20
31 Bagus Triyanto 24 20 18 24
32 Didik Haryanto 21 20 19 21
33 Danu Setiadi 28 24 20 28
34 Husein Iskandar 26 22 25 26
35 Mega Roy Purwadi 23 24 20 24
36 Muhammad Tohir 20 22 28 28
37 Sony Purbani 15 15 19 19
38 Ahmad 20 21 22 22
39 Ahmad Zaki 20 18 24 24
40 Hari tri W 25 14 21 25
41 Herlambang Raka 16 19 18 19
42 M Beny R 26 18 23 26
43 Muh Zainal Abidin 23 22 16 23
44 Wahyu Sanyoto 15 16 15 16
45 Yunus Bobby 15 28 20 28
46 Anusa Yonar K 20 19 22 22
47 Apri Multi J 24 22 21 24
48 Aslam Nur S 21 21 28 28
49 Janry Purnomo 26 25 19 26
50 Muh Vajrin 19 18 23 23
51 Saiful Andi Rahmawan 22 15 19 22
52 Ragil Ajit Baskoro 18 24 18 24
53 Willy Prayudisty 18 20 24 24
54 Andika Pratama 26 25 21 26
55 Wahyu Dwi Hantoro 23 20 22 23
56 Sarwono 10 16 18 18
57 Boby Yuprisa 15 19 15 19
58 Abdul halim Nur 20 22 13 22
59 Agung Reno Yustian 24 24 25 25
60 Agus Susanto 21 21 18 21
61 Ragil Indra Saputra 28 21 20 28
62 Guntur Putra Pradana 22 26 22 26
63 Didik Sudarmanto 15 16 22 22
64 Lukman Efendi 13 15 20 20
65 Yuda Anggoro 18 20 21 21
lv
66 Widodo Sukoco 14 18 18 18
67 Maryono 19 24 22 24
68 Edi suhendro 20 22 20 22
69 Safingi 25 18 18 25
70 Zainal Aabidin 16 22 18 22
71 Amin Fasori 28 15 21 28
72 Deni Saputra 19 15 15 19
73 Dini Triawan 22 20 20 22
74 Wahyu Gunawan 24 14 24 24
75 Novan Pradita Utama 21 19 21 21
76 Sigit Prabowo 18 20 28 28
77 Saiful Adi Setiawan 26 23 22 26
78 Eko Kurniawan 16 16 15 16
79 Aji Endra Kusuma 15 18 13 18
80 Arie Prabowo 20 19 18 20
81 Andre Cahyo Hartono 24 20 18 24
82 Suryo Raharjo D.H. 21 20 19 21
83 Riyanto 28 24 20 28
84 Muh Arifin 16 26 20 26
85 Vevry Hari S 24 18 20 24
86 Rudy Salam 26 20 24 26
87 Nizar Basuki 24 20 21 24
88 Nurohman 18 24 26 26
89 Aditya Putra 24 21 19 24
90 Prasetyo Adi 19 26 16 26
91 Krisna Mukti 20 26 22 26
92 Faizal Putra 24 22 26 26
93 Rama Aipama 21 18 14 21
94 Sinung Nugroho 28 15 20 28
95 Hasannudin 22 21 20 22
96 David Sulaiman 15 20 22 22
97 Prasetyo Fajar 13 24 22 24
98 Dimas Joko 25 18 21 25
99 Joko Purnomo 14 21 26 26
100 Brans Sulistyo 20 23 22 23
101 Seny M 20 15 15 20
102 Bimo 22 15 18 22
103 Bayu Suryo 24 20 22 24
lvi
104 Obor Rudiyansah 21 22 21 22
105 Kurniawan 26 21 22 26
106 Andreas K 22 24 24 24
107 Wahyu Tri 15 18 19 19
108 Ody A 18 22 20 22
109 Soni Dwi 18 15 19 19
110 Joko P 21 22 24 24
111 Danur Jenah 19 24 22 24
112 Ari Susanto 24 21 24 24
113 Hari gunawan 24 23 20 24
Jumlah 3900
Mean 34,24
SD 5,64
Lampiran 2
No Nama Test
Terbaik 1 2 3
1 Dilan Noerko W.T. 28 21 20 28
2 Ryan Septian 28 15 21 28
3 Muharam Alifia Rusdi 18 20 28 28
4 Danu Setiadi 28 24 20 28
5 Muhammad Tohir 20 22 28 28
6 Yunus Bobby 15 28 20 28
7 Aslam Nur S 21 21 28 28
8 Ragil Indra Saputra 28 21 20 28
9 Amin Fasori 28 15 21 28
10 Sigit Prabowo 18 20 28 28
11 Riyanto 28 24 20 28
12 Sinung Nugroho 28 15 20 28
13 Misdi 26 25 21 26
14 Desta Aji Pamungkas 22 26 22 26
15 Nugrahadi Putra P. 26 23 22 26
16 Husein Iskandar 26 22 25 26
lvii
17 M Beny R 26 18 23 26
18 Janry Purnomo 26 25 19 26
19 Andika Pratama 26 25 21 26
20 Guntur Putra Pradana 22 26 22 26
21 Saiful Adi Setiawan 26 23 22 26
22 Muh Arifin 16 26 20 26
23 Rudy Salam 26 20 24 26
24 Nurohman 18 24 26 26
25 Prasetyo Adi 19 26 16 26
26 Krisna Mukti 20 26 22 26
27 Faizal Putra 24 22 26 26
28 Joko Purnomo 14 21 26 26
29 Kurniawan 26 21 22 26
30 Galih Ade Saputro 24 24 25 25
31 Yoga Megah Abadi 25 18 18 25
32 Hari tri W 25 14 21 25
33 Agung Reno Yustian 24 24 25 25
34 Safingi 25 18 18 25
35 Dimas Joko 25 18 21 25
36 Muh Adam Abdilah 18 24 18 24
37 Fajar Hartanto 18 20 24 24
38 Yusuf Saifudin 19 24 22 24
39 Lorenzo Okta Setiawan 24 14 24 24
40 Bagus Triyanto 24 20 18 24
41 Mega Roy Purwadi 23 24 20 24
42 Ahmad Zaki 20 18 24 24
43 Apri Multi J 24 22 21 24
44 Ragil Ajit Baskoro 18 24 18 24
45 Willy Prayudisty 18 20 24 24
46 Maryono 19 24 22 24
47 Wahyu Gunawan 24 14 24 24
48 Andre Cahyo Hartono 24 20 18 24
49 Vevry Hari S 24 18 20 24
50 Nizar Basuki 24 20 21 24
51 Aditya Putra 24 21 19 24
52 Prasetyo Fajar 13 24 22 24
lviii
53 Bayu Suryo 24 20 22 24
54 Andreas K 22 24 24 24
55 Joko P 21 22 24 24
56 Danur Jenah 19 24 22 24
57 Ari Susanto 24 21 24 24
58 Hari gunawan 24 23 20 24
59 Bogi Sunaryo 23 20 22 23
60 Muh Zainal Abidin 23 22 16 23
61 Muh Vajrin 19 18 23 23
62 Wahyu Dwi Hantoro 23 20 22 23
63 Brans Sulistyo 20 23 22 23
64 Susilo Hari Saputro 22 15 19 22
65 Arosid Wahyu P. 20 22 13 22
66 Riyanto 15 16 22 22
67 Suryo Raharjo D.H. 20 22 20 22
68 Andre Cahyo Hartono 16 22 18 22
69 Arie Prabowo 22 20 20 22
70 Ahmad 20 21 22 22
71 Anusa Yonar K 20 19 22 22
72 Saiful Andi Rahmawan 22 15 19 22
73 Abdul halim Nur 20 22 13 22
74 Didik Sudarmanto 15 16 22 22
75 Edi suhendro 20 22 20 22
76 Zainal Aabidin 16 22 18 22
77 Dini Triawan 22 20 20 22
78 Hasannudin 22 21 20 22
79 David Sulaiman 15 20 22 22
80 Bimo 22 15 18 22
81 Obor Rudiyansah 21 22 21 22
82 Ody A 18 22 20 22
83 Denni Leonardo 21 21 18 21
84 Okta Prima Saputra 18 20 21 21
85 Murdiyono 21 19 21 21
86 Didik Haryanto 21 20 19 21
87 Agus Susanto 21 21 18 21
88 Yuda Anggoro 18 20 21 21
89 Novan Pradita Utama 21 19 21 21
lix
90 Suryo Raharjo D.H. 21 20 19 21
91 Rama Aipama 21 18 14 21
92 Dwi Purnomo 13 15 20 20
93 Redi Riyanto 20 19 18 20
94 Lukman Efendi 13 15 20 20
95 Arie Prabowo 20 19 18 20
96 Seny M 20 15 15 20
97 Aditya Sutan G. 15 19 15 19
98 Elmi Malintang 19 15 15 19
99 Sony Purbani 15 15 19 19
100 Herlambang Raka 16 19 18 19
101 Boby Yuprisa 15 19 15 19
102 Deni Saputra 19 15 15 19
103 Wahyu Tri 15 18 19 19
104 Soni Dwi 18 15 19 19
105 Alpriari Nasution 10 16 18 18
106 Endro Prasetyo 14 18 18 18
107 Frans Renick P. 15 18 13 18
108 Sarwono 10 16 18 18
109 Widodo Sukoco 14 18 18 18
110 Aji Endra Kusuma 15 18 13 18
111 Riski Mardiyanto 16 16 15 16
112 Wahyu Sanyoto 15 16 15 16
113 Eko Kurniawan 16 16 15 16