FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS …repository.fisip-untirta.ac.id/1038/1/SKRIPSI...
Transcript of FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS …repository.fisip-untirta.ac.id/1038/1/SKRIPSI...
IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBINAAN INDUSTRI KECIL
MENENGAH (IKM) GULA AREN TENTANG KLASTER
INDUSTRI DI KABUPATEN LEBAK TAHUN 2017
SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu sosial dan Politik pada Konsentrasi Kebijakan publik
Program studi Ilmu Administrasi Publik
Oleh:
NENDI RINALDI
NIM: 6661112143
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA SERANG
2018
ABSTRAK
Nendi Rinaldi. NIM 6661112143. Skripsi. Impelementasi, Program Industri
Kecil Menengah tentang Klaster Industri di Kabupaten Lebak. Konsentrasi
Kebijakan Publik Program Studi Ilmu Administrasi Publik, Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sultan AgengTirtayasa. Pembimbing I:
Listyaningsih, S.Sos.,M.Si Pembimbing II: YeniWidyastuti, S.Sos., M.Si
Latar belakang masalah penelitian ini yaitu Program Pembinaan dan Pelatihan tidak
mencakup seluruh unit usaha IKM, kegiatan pemasaran terkendala akses, bantuan
pengembangan kegiatan usaha masih sangat terbatas, tidak ada laporan terkait
perkembangan usaha, dan struktur birokrasi antar dinas tidak berjalan optimal dalam
pembinaan IKM. Fokus penelitian ini adalah Implementasi Program IKM tentang
Klaster Industri di Kabupaten Lebak. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui
tingkat Implementasi Program IKM gula aren tentang Klaster Industri di Kabupaten
Lebak. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif deskriptif. Subjek penelitian
adalah Masyarakat Pelaku Usaha (Kelompok UMKM). Teori yang digunakan dalam
penelitian ini adalah teori Implementasi George C. Edward III. Dalam
mengumpulkan data yaitu dengan cara menyebarkan kuesioner, observasi, dan
wawancara. Dalam menganalisis data digunakan uji hipotesis t-test satu sampel.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan menunjukan bahwa tingkat
Implementasi Program IKM di Kabupaten Lebak berjalan baik, karena hasil
perhitungan diperoleh 71,98% dari angka minimal 65%. Yang artinya Implementasi
Program IKM di Kabupaten Lebak sudah cukup baik walaupun masih ada hal yang
harus dibenahi. Saran peneliti untuk mencapai tingkat implementasi program IKM
yang signifikan dengan cara pemberian bantuan baik peralatan pendukung kegiatan
usaha dan akses permodalan, peningkatan sarana dan prasarana dalam kegiatan
pembinaan program IKM, dan Pemberian penghargaan bagi Pelaku usaha yang
usahanya berkembang dan bagi Pegawai Pelaksana Program IKM.
Kata kunci : Implementasi, program indusri kecil menengah
ABSTRACT
NendiRinaldi. NIM 6661112143. Thesis.Implementation of Program Medium
and Small of Industry about IndustryKlaster in Lebak Regency. Concentration
in Public Policy, Public Administration of Science Program, Fakultas of Social
and Political Science, University of Sultan AgengTirtayasa. Advisor I:
Listyaningsih, S.Sos.,M.Si Advisor II: YeniWidyastuti, S.Sos., M.Si
The background to the problem of this research isProgram for Guiding And Training
it’s not cover all unit business small medium of industry, marketing effortconstrained
access, business development assistance is still very limited, there are no reports
related to business development, and inter-agency bureaucracy structures do not run
optimally in guiding IKM, The focus of this research is Implementation of IKM
Program on Industrial Cluster in Lebak District. The purpose of this research is to
know the level of Implementation of IKM Program plam sugar on Industrial Cluster
in Lebak Regency.This research uses descriptive quantitative method.The subject of
the research is Community Business Actor (UMKM Group).The theory used in this
research is the theory of Implementation George C. Edward III.In collecting data is
by distributing questionnaires, observations, and interviews.In analyzing the data
used hypothesis test t-test one sample.Based on the research that has been done
shows that the level of Implementation of IKM Program in Lebak District runs
well,because the calculation results obtained 71.98% of the minimum 65%.Which
means Implementation of IKM Program in Lebak Regency is good enough although
there are still things that must be addressed.The researcher's suggestion is to reach
the level of implementation of the IKM program which is significant by giving the aid
of both supporting equipment of business activity and access of capita, improvement
of facilities and infrastructure in IKM program development activities, and Granting
awards to business actors whose business is growing and for IKM Program
Implementing Officers.
Keywords : Implementasi, Small Medium Industry Program
“why sunset is more colourful than sunrise? It’s an irony
of life saying. Sometimes goodthings happen in goodbyes”.
“mengapa matahari terbenam lebih berwarna dibanding
matahari terbit ? sebuah ironi kehidupan mengatakan.
Terkadang hal yang baik terjadi di saat perpisahan”.
-Sapei Abdulah & Ikram Wahdi
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah saya panjatkan puji syukur kehadirat bagi ALLAH SWT, yang
telah melimpahkan karunia, rahmat, hidayah dan inayah-Nya kepada saya sebagai
peneliti untuk menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang berjudul“Implementasi
Program Pembinaan industri Kecil menengah Gula Aren Tentang klaster industri Di
Kabupaten Lebak Tahun 2017”. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan
kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW, dan para pengikutnya sampai akhir
zaman.
Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat kelengkapan
dalam menempuh ujian skripsi strata 1 (S-1), pada program studi Ilmu Administrasi
Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Banten.
Saya sebagai penulis menyadari bahwa skripsi penelitian yang saya tulis ini
masih banyak kekurangan dan masih jauh dari sempurna baik teknik penyusunan
penulisan maupun isi dari materi yang disajikan, hal ini disebabkan tiada lain oleh
keterbatasan kemampuan yang penulis miliki. Oleh karena itu sebagai penulis
mengharapkan masukan dan kritikan yang membangun untuk dapat memberikan
input kepada saya sebagai penulis untuk dapat membuat karya tulis yang lebih baik.
Skripsi ini tidak mungkin dapat terselesaikan dengan baik apabila tidak
mendapat bantuan dari pihak-pihak yang telah memberikan bantuan baik moril
ii
maupun materil untuk kelancaran skripsi ini. Sehubungan dengan hal itu maka
penulis menyampaikan rasa terimakasih yang tidak terhingga kepada:
1. Bapak Prof. Dr.,Drs. Sholeh Hidayat, M.pd., Rektor Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa.
2. Bapak Dr. Agus Sjafari, S.Sos., M.Si., Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
3. Ibu Rahmawati,S.Sos. M.Si, Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
4. Bapak Iman Mukroman, M.Si Wakil Dekan II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
5. Bapak Kandung Sapto Nugroho,S.Sos, M.Si, Wakil Dekan III Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
6. Ibu Listyanigsih. S.Sos M.Si., Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Publik
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
sekaligus dosen pemmbimbing I yang membimbing dan membantu peneliti
dalam menyusun skripsi, terimakasih atas arahan dan pembelajaranya
7. Ibu Arenawati, M.Si., Sekertaris Program Studi Ilmu Adminstrasi Publik
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
8. Ibu Yeni Widyastuti M,Si., Dosen pembimbing II yang dengan sabar
memberikan pengarahan dan bimbingannya dalam menyusun skripsi ini.
iii
9. Para dosen dan staff TU Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa terimakasih atas segala
bantuannya.
10. Keluarga tercinta Mamah, Bapak beserta adik-adik yang dengan penuh kasih
sayang telah memberikan dorongan baik bersifat moril maupun materil,
terimakasih atas yang telah kalian berikan.
11. Untuk Mulpianah yang selalu memberikan semangat dan motivasi kepada
saya serta kepedulian dan perhatiannya.
12. Untuk sahabat saya Kerin Meininda, Mega Suci Lestari, S.Pd, Rio Zenero, Tri
Uttami Dewi yang selalu terus memberikan semangat dan hari-hari yang
penuh tawa setiap bertemu serta memberikan masukan dan dukungannya
13. Untuk Teman seperjuangan Danang, Dodi, Sagita, Shella, Gesti, Kantina,
Krisna yang selalu menghibur dan tertawa saat bersama.
14. Untuk Kawan-kawan Civil Society Ikram Wahdi, Sapei Abdulah dan kawan-
kawan lainnya yang selalu menghibur dan memberikan motivasi ketika
bersama-sama yang tidak bisa saya sebutkan satu-persatu.
15. Untuk Kekey dan Tommy yang telah memberikan dukungan dan semangat
yang tinggi terhdap peneliti
16. Untuk kawan-kawan Mahasiswa Jurusan Ilmu Administrasi Publik Angkatan
2011 Non Reguler serta Administrasi Publik 2011 Reguler yang tidak dapat
saya sebutkan satu persatu saya ucapkan terimakasih.
iv
17. Serta semua pihak yang telah membantu baik moril maupun materil sehingga
skripsi ini dapat terselesaikan. yang tidak dapat disebutkan satu persatu,
penulis mengucapkan terima kasih.
Disadari bahwa Skripsi ini masih banyak kekurangan, sehingga Skripsi ini
masih membutuhkan masukan kritik dan sarannya terhadap pembaca. Atas masukan,
kritik dan saraannya serta semua pihak yang membantu peneliti mengucapkan banyak
terima kasih.
Serang, Juni 2018
Penulis
iv
DAFTAR ISI
PERNYATAAN ORISINALITAS
LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR PENGESAHAN
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
ABSTRAK
ABSTRACT
KATA PENGANTAR........................................................................... i
DAFTAR ISI.......................................................................................... iv
DAFTAR TABEL.................................................................................. vii
DAFTAR LAMPIRAN......................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah..................................................................... 1
1.2 Identifikasi Masalah........................................................................... 14
1.3 Batasan Masalah………………......................................................... 14
1.4 Rumusan Masalah............................................................................... 15
1.5 Tujuan Penelitian................................................................................ 15
1.6 Manfaat Penelitian.............................................................................. 15
1.7 Sistematika Penulisan………………………………………………. 15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………………….………………….. 21
2.1 Tinjauan Pustaka………….………………………………………... 21
2.1.1 Teori Implementasi………….………………………..……….. 21
2.1.2 Implementasi Kebijakan……....…...………....……………….. 22
2.1.3 Kemiskinan………………………………....………………… 31
v
2.1.3.1 Penyebab Kemiskinan………………………………… 32
2.1.4 Program Penguatan Pemberdayaan Masyarakat …..…………. 33
2.1.5 Pemberdayaan Masyarakat…………………………………….. 34
2.1.6 Strategi Pemberdayaan……………………………………….... 42
2.2 Penelitian Terdahulu………………………………………………… 45
2.3 Kerangka Berpikir…………………………………………………… 48
2.4 Hipotesis Penelitian………...………………………………………... 51
BAB III METODOLOGI PENELITIAN……………………………... 52
3.1 Metode Penelitian …………………………………………………… 52
3.2 Ruang Lingkup/Fokus Penelitian..…………………………………... 53
3.3 Lokasi Penelitian…………………………………………………….. 53
3.4 Variabel Penelitian…………………………………………………... 53
3.4.1 Definisi Konsep……………………………………………… .. 53
3.5 Instrumen Penelitian…………………………………………………. 59
3.5.1 Uji Validitas, Reliabilitias dan Normalitas …………………….. 62
3.5.1.1 Uji Validitas ……………………………………………. 62
3.5.1.2 Uji Reliabilitas …………………………………………. 64
3.5.1.3 Uji Normalitas …………………………………………. 65
3.6.2 Jenis dan Sumber Data….……………………………………..... 66
3.6.2.1 Jenis Data ………………………………………………. 66
3.6.2.2 Sumber Data …………………………………………… 66
3.6.3 Teknik Pengumpulan Data ……………………………………. 67
3.6 Populasi dan Sampel Penelitian……………………………………… 67
3.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data………………………………. 70
3.7.1 Teknik Pengolahan …………………………………………… 70
3.7.2 Teknik Analisis Data …………………………………………. 71
3.7.3 Jadwal Penelitian ……………………………………………… 72
vi
BAB IV PEMBAHASAN…….…………………………………………. 73
4.1 Deskripsi Objek Penelitian …………………………………………. 73
4.1.1 Gambaran Umum Kabupaten Lebak…………………………… 73
4.2 Deskripsi Data………………………………………………………. 78
4.2.1 Identitas Responden…….…………………………………….. 79
4.3 Pengujian Persyaratan Statistik …………………………………….. 113
4.3.1 Uji Validitas…………………………………………………… 113
4.3.2 Uji Realibilitas…………………………………………………. 115
4.3.3 Uji Normalitas………………………………………………… 116
4.3.4 Pengujian Hipotesis …………………………………………… 118
4.4 Interpretasi Hasil Penelitian…………………………………………. 121
4.5 Pembahasan…………………………………………………………. 122
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………….. 136
5.1 Kesimpulan …………………………………………………………. 136
5.2 Saran ………………………………………………………………… 137
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
vii
DAFTAR TABEL
Daftar Tabel
Tabel 1.1 kondisi industri di Kabupaten Lebak tahun 2015……………………......... 7
Tabel 1.2 jumlah Unit Usaha Gula Aren di Kabupaten Lebak……………................. 11
Tabel 3.1 Tabel Skoring / Nilai (Negatif).................................................................. 61
Tabel 3.2 Tingkat Reliabilitas Berdasarkan nilai Alpha………………………….. 66
Tabel 3.3 Jumlah Sampel Pada Masing-Masing Unit Usaha per Kecamatan……… 71
Tabel 3.4 Jadwal Penelitian………………………………………………………… 74
Tabel 4.1 Luas Wilayah Menurut Kecamatan di Kab. Lebak……………………. 75
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Kuesioner
Lampiran Rencana Strategi Kab, Lebak ( Renstra )
Lampiran Kedudukan dan Susunan TUPOKSI Tata Kerja
Lampiran Surat Ijin Penelitian
Lampiran Daftar IKM Kab, Lebak
Lampiran Potensi Gula Aren di Kab, Lebak
Lampiran Uji Reliabilitas
Lampiran Tabel Uji Validitas SPSS
Lampiran Tabel excel kuantitatif
Lampiran Daftar Bimbingan
Lampiran Dokumentasi Lapangan
Lampiran Riwayat Hidup
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Perkembangan teknologi, informasi dan komunikasi yang cepat dan dinamis
mendorong terjadinya globalisasi dunia. Globalisasi membawa perubahan terhadap
tatanan kerjasama dan persaingan bisnis serta peranan pemerintah diberbagai penjuru
dunia. Selain itu kegiatan ekonomi, perdagangan, dan investasi menjadi begitu
transparan dan mudah melewati batas geografis suatu negara. Perusahaan dan orang
mancanegara banyak melakukan perdagangan internasional atau yang sering disebut
perdagangan ekspor impor yang disebabkan oleh adanya perbedaan dalam harga
(faktor penawaran) serta pendapatan dan selera (faktor permintaan) antar Negara,
selain itu juga suatu negara sulit untuk dapat memenuhi sendiri seluruh kebutuhannya
tanpa kerjasama dengan negara lain dan adanya keterbatasan suatu negara untuk
menghasilkan atau memproduksi suatu barang dan jasa.
Perdagangan Internasional mempunyai nilai ekonomi yang penting, yang
sangat bermanfaat dan baik bagi perkembangan industri itu sendiri, bagi masyarakat
dan bagi pemerintah, yaitu diperoleh barang yang harganya lebih murah dan
kemungkinan dapat menjual keluar negeri dengan harganya lebih mahal sehingga
keuntungan yang diperoleh perusaan mengalami peningkatan, bagi masyarakat
sendiri dapat mengurangi tingkat pengangguran karena produktivitas dan lapangan
2
kerja dan bagi Pemerintah dapat menambah cadangan devisa Negara. Dalam
menghadapi globalisasi dunia dan menyongsong era pasar bebas, pemerintah
berusaha memberikan sejumlah kemudahan dalam hal pemberian fasilitas yang
terkait dengan kegiatan perdagangan dan industri. Diharapkan nantinya produk dalam
negeri dapat bersaing dengan produk dari luar negeri sehingga nilai ekspor Indonesia
dari tahun ketahun mengalami peningkatan., Presiden RI telah mengeluarkan
Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2009 tentang Pengembangan Ekonomi Kreatif
Tahun 2009-2015.
Instruksi Presiden tersebut dikeluarkan untuk menciptakan lapangan kerja dan
mengentaskan kemiskinan. Pengembangan Ekonomi Kreatif diperlukan untuk
mengatasi jumlah kemiskinan agar tidak semakin meningkat. Pengembangan
Ekonomi Kreatif banyak ditentukan oleh perkembangan industri-industri kreatif di
tanah air. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2009 tentang
Pengembangan Ekonomi Kreatif yang bertujuan untuk menciptakan daya kreasi dan
daya cipta individu yang bernilai ekonomis dan berpengaruh pada kesejahteraan
masyarakat Indonesia, dengan sasaran, arah, dan strategi yang terlampirkan dalam
naskah Instruksi Presiden tersebut.
Ekonomi Kreatif sangat tergantung kepada modal manusia (human
capital atau intellectual capital, ada juga yang menyebutnya creative capital).
Ekonomi Kreatif membutuhkan sumber daya manusia yang kreatif, yang mampu
3
melahirkan berbagai ide dan menterjemahkannya ke dalam bentuk barang dan jasa
yang bernilai ekonomi. Proses produksinya bisa saja mengikuti kaidah ekonomi
industri, tetapi proses ide awalnya adalah kreativitas.
kepada rakyat. kesejahteraan yang timbul akibat adanya kebebasan dari
ketakutan, bebas dari tekanan-tekanan, bebas dari kemiskinan dan berbagai macam
macam kekuatan akan jauh terasa jika dimasyarakat ada kecukupan barang, jasa, dan
kesempatan. Karena itu, kesejateraan secara adil hanya ada jika dapat disajikan
barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Dengan demikian,
kesejahteraan memerlukan keberhasilan dalam pengelolaan ekonomi dibarengi
dengan pemerataan yang adil supaya terjadi kerakyatan yang sesungguhnya.
Ekonomi kerakyatan dimana gagasan tentang cara, sifat, dan tujuan
pembangunan dengan sasaran utama perbaikan nasib rakyat yang pada umumnya
bermukim di pedesaan. Ekonomi kerakyatan mengadakan perubahan yang penting
kearah kemajuan, dengan serba kekurangan dan keterbelakngan.untuk itu, sangat
diperlukan perubahan politik. Demokrasi yang murni harus menjamin kebebasan
serta dalam segala persoalan masyarakat.
Usaha mikro termasuk dalam bagian usaha mikro kecil dan menengah
(UMKM) juga mempunyai peran yang cukup penting dalam membangun
perekonomian di Indonesia. Terbukti di saat krisis ekonomi melanda Indonesia,
pemerintah sangat mengandalkan peran UMKM untuk memperkecil dampak
4
negatif dari krisis ekonomi. Ketika krisis ekonomi terjadi banyak sektor yang
mengalami pertumbuhan pada output yang menurun. Setidaknya ada dua faktor
yang memainkan peran sangat penting pada saat itu untuk mengurangi efek-efek
negatif terhadap kemiskinan.
Berdasarkan daftar dan potensi industri Kab Lebak, dilakukan perangkingan
terhadap produk unggulan Kabupaten Lebak melalui Focus Group Discusion (FGD)
yang didasarkan kepada aspek kriteria keunggulan dan manfaat. Peserta FGD yang
terdiri dari unsur Dinas Perindustrian, Bappeda, unsur dinas terkait, serta dari dunia
usaha dilibatkan dalam penentuan kriteria pemilihan produk unggulan dan
pembobotannya dengan menggunakan teknik AHP dengan kriteria sebagai berikut :
1. Kriteria keunggulan dan kriteria manfaat.
2. Kriteria Keunggulan terdiri dari Orientasi pasar,
3. Ketersediaan bahan baku,
4. Nilai bahan baku,
5. Nilai produksi
6. Kriteria manfaat meliputi penyerapan tenaga kerja dan Nilai investasi.
5
Tabel 1.1
Kondisi Industri di Kabupaten Lebak Tahun 2014
Skala Industri Jumlah
Industri Kecil (investasi dibawah 200 jt) 15.146
Industri Menengah (investasi 200 jt s.d 10 M) 24
Industri Besar (investasi diatas 10 M) 4
Total 15.174
Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kab Lebak 2014
Tabel 1.2
Beberapa komoditas yang dihasilkan oleh IKM di Kabupaten Lebak
NO NAMA KOMODITI JUMLAH
1 Gula aren 5.904
2 Emping melinjo 505
3 Kerajinan bamboo 1.503
4 Anyaman pandan 4.052
5 Kerajinan baduy 445
6 Batik lebak 155
Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kab Lebak 2014
Gula aren, emping melinjo, kerajinan bambu, anyaman pandan, kerajinan
baduy, makanan, minuman, batik baduy. IKM tersebut mampu menyerap cukup
banyak tenaga kerja. Pada tahun 2011 industri gula aren dengan jumlah 5.904 unit
usaha mampu menyerap 11.663 tenaga kerja dengan nilai investasi mencapai Rp
6
8,856,000.000-, Industri emping melinjo dengan jumlah 505 unit usaha mampu
menyerap 1.165 tenaga kerja dengan nilai investasi mecapai Rp 833,960.000-,
industri kerajinan bambu dengan jumlah 1.503 unit usaha mampu menyerap 3.006
tenaga kerja dengan nilai investasi Rp 1.507,050.000,-, Industri kerajinan anyaman
pandan dengan jumlah 4.052 unit usaha mampu menyerap 8.104 tenaga kerja dengan
nilai investasi Rp 4.604.300.000,-, industri makanan dengan jumlah 2.486 unit usaha
mampu menyerap 12.240 tenaga kerja dengan nilai investasi Rp2.687.888.000,- .
Dengan keadaan tersebut, maka rata-rata masyarakat Kabupaten Lebak
bekerja sebagai pelaku IKM, baik itu sebagai buruh atau pemilik IKM. Jumlah
penyerapan tenaga kerja IKM yang cukup tinggi harus diimbangi dengan peningkatan
dan pengembangan IKM, supaya IKM tetap kokoh dan menjadi andalan
perekonomian di Kabupaten Lebak.
Berdasarkan hasil analisis data terhadap masing-masing kriteria dan
pembobotan tersebut dan diskusi dengan para peserta FDG diperoleh nominasi
produk unggulan berikut dari daftar panjang (5 produk prioritas ), kemudian
dipersempit menjadi 3 produk unggulan prioritas (daftar pendek) Kabupaten Lebak,
Selanjutnya didentifikasi produk unggulan dengan Focus Group Discussion
(FGD) yang dihadiri oleh berbagai unsur yaitu Dinas Koperasi, Perindustrian, dan
Perdagangan; Bappeda; Dinas Terkait; Dunia Usaha di Kabupaten Lebak yang
didasarkan kepada faktor kontribusi terhadap perekonomian regional secara umum,
7
aspek pemasaran, nilai lokalitas, nilai tambah ekonomis, nilai tambah sosial, faktor
geografis serta dukungan kebijakan dan kelembagaan pemerintah menentukan bahwa
industri gula aren sebagai produk unggulan fokus Kabupaten Lebak. Secara umum
digambarkan sebagaimana gambar 1 berikut.
Pengembangan ekonomi kreatif Kabupaten Lebak yang dilaksanakan dengan
cara menampilkan dalam pameran yang rutin dilaksanakan setiap tahun hanya gula
aren dari Kecamatan Sobang yang di tampilkan dalam pameran. Hal ini berdasarkan
hasil wawancara awal dengan bagian Bidang Usaha Industri Dinas Perindustrian dan
Perdagangan Kabupaten lebak.
Gambar 1. Bagan Penetapan Produk Unggulan Fokus Kabupaten Lebak
5 PRODUK
UNGGULAN
3 PRODUK
UNGGULAN
PRIORITAS
1 PRODUK
UNGGULAN
FOKUS
Gula Aren 1. Gula aren 2. Emping melinjo
3. Kerajinan Bambu
4. Kerajinan Pandan
5. Kerajinan Tenun Baduy
1. Gula Aren
2. Emping Melinjo
3. Kerajinan Bambu
8
Bahan baku gula aren di Kabupaten Lebak cukup melimpah karena didukung
oleh faktor ketersediaan bahan baku, pengrajin tidak perlu mencari bahan baku dari
luar Kabupaten Lebak karena hampir diseluruh kecamatan terdapat pohon nira aren.
Selain itu faktor pendukung lainnya adalah kemampuan SDM yang sudah turun
temurun untuk mengerjakan berbagai macam produk gula aren, sehingga pengrajin
memiliki keahlian yang sangat baik (dapat membuat jenis produk sesuai dengan
permintaan baik itu gula cetak ataupun gula semut). Hal lain yang menjadi
pendukung sebagai potensi inti daerah Kabupaten Lebak adalah sudah tersedianya
pasar-pasar yang menampung hasil gula aren seperti di pusat pasar Kota
Rangkasbitung yang merupakan sentra penjualan produk gula aren sehingga untuk
wilayah pemasaran lokal bisa difokuskan di pasar penjualan tersebut. Dengan
dijadikannya gula aren sebagai produk unggulan Kabupaten Lebak diproyeksikan
terus berkembang dan sentra pasar penjualan semakin maju sehingga akan
menjadikan tempat wisata baru yang dapat menarik pengunjung untuk mengunjungi
Kabupaten Lebak dengan kekhasan aneka gula aren. Sentra produksi gula aren
tersebar dibeberapa daerah Kecamatan seperti Kecamatan Cigemblong,
Panggarangan, Cirinten, Cihara, Cijaku, Leuwidamar dan Sobang. Banyaknya unit
usaha dan sentra gula aren pada setiap kecamatan disajikan pada Tabel berikut.
9
Tabel 1.2.
Jumlah Unit Usaha Gula Aren Di Kabupaten Lebak
NO KECAMATAN JUMLAH SENTRA
JUMLAH UNIT
USAHA
1. Sobang 9 1430
2. Lebakgedong 4 333
3. Sajira 1 36
4. Gunungkencana 4 165
5. Cigemblong 7 751
6. Cijaku 4 376
7. Cibeber 7 897
8. Cilograng 2 239
9. Cihara 2 205
(Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kab. Lebak)
Tidak semua jenis gula aren yang dihasilkan oleh masyarakat ditampilkan
dalam pameran. Pameran merupakan salah satu cara untuk mengembangan,
memperkenalkan, dan mempromosikan hasil masyarakat daerah sendiri. Pameran
yang diselenggarakan pemerintahan Kabupaten Lebak setiap tahunnya hanya
menampilkan satu jenis gula aren hasil buatan bapak Anwar salah satu masyarakat
pengrajin gula aren di Kecamatan Sobang sedangkan untuk jenis gula aren hasil
masyarakat yang lain tidak diminta untuk ditampilkan. Hal ini berdasarkan hasil
10
observasi awal dengan salah satu masyarakat pengrajin gula aren yang terdapat di
Kabupaten Lebak.
Pelatihan dan pembinaan yang dilaksanakan setiap tahun oleh Dinas
Perindustrian dan Perdagangan hanya melibatkan beberapa pembuat gula aren saja
sedangkan yang lainnya tidak. Hal ini berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu
pembuat gula aren Bapak Sujana di Kecamatan Cihara Kabupaten Lebak.
Proses pemasaran yang dilakukan oleh para pengrajin gula aren hanya
diedarkan di daerah itu sendiri. Proses pemasaran yang dilakukan belum diedarkan
keluar daerah-daerah. Tidak ada kemajuan dari sebelum mendapatkan pelatihan
sampai dengan setelah mendapatkan pelatihan proses pemasaran hanya dilakukan di
tempat mereka sendiri. Hal ini berdasarkan hasil observasi awal dengan salah satu
masyarakat pengrajin gula aren di Kabupaten Lebak.
Pemerintah tidak mengelurkan bantuan dana keuangan hanya memberikan
berupa alat pengolahan dengan alakadarnya yang telah diberikan kepada pengrajin
gula sebagai bantuan modal. Sedangkan pengrajin gula aren harus pinjam dari bank
untuk memulai usaha. Dan tidak pernah dilaksakan pengawasan atau pengontrolan
terhadap bantuan yang diberikan pemerintah. Hal ini berdasarkan hasil observasi awal
yang saya lakukan ke Desa Caringin tempat pembuatan gula aren milik Bapak
Anwar.
11
Selain itu, tidak ada penugasan atau pelaporan kegiatan oleh pelaku usaha
setelah mendapatkan pelatihan pula pengawasan atau pendampingan terhadap proses
pengembangan pemasaran yang dilakukan oleh pemerintah setelah mendapatkan
pelatihan yang diselenggarakan oleh pemerintah untuk masyarakat, sehingga pelaku
usaha tidak berjalan dengan baik dan ilmu yang didapat setelah pelatihan tidak
dipakai sehingga masyarakat tidak bisa berkembang. Hal ini berdasrakan hasil
observasi awal kepada salah satu masyarakat pengrajin gula di Kecamatan Sobang.
Berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan peneliti di atas, kondisi
lapangan koordinasi pemberdayaan sudah ada tetapi terjadinya tumpang tindih dalam
pelaksanaannya. Pelaksanaan pelatihan dan pembinaan bagi pengrajin gula aren oleh
setiap dinas terkait tidak didasarkan kerjasama sehingga tidak jelas apa saja tugas
masing-masing dinas dalam pelatihan yang dilaksanakan. Contohnya : Pembinaan
dan pelatihan setiap tahun yang dilaksanakan oleh Dinas Perindustrian dan
Perdagangan di jalankan pula oleh Dinas Koperasi dan Dinas Perhutani. Hal ini hasil
wawancara dengan Bapak Yasin bagian bidang perindustrian Dinas Perindustrian dan
Perdagangan Kabupaten Lebak. Ada beberapa masalah yang di temukan :
1. Program pembinaan dan pelatihan tidak mencakup seluruh unit usaha IKM
yang terjadi di lapangan hanya IKM yang jaraknya dekat dengan kabupaten
yang mendapatkan pembinaan. Hal hal ini menunjukan bahwa pembinaan
IKM gula aren hanya jarak yang dekat dengan pemerintahan, tidak di rasakan
12
oleh pelaku usaha yang jaraknya jauh dari pusat pemerintahan Kabupaten
Lebak sehingga tidak ada pembinaan dan pelatihan secara merata
2. Kegiatan pemasaran terkendala akses karana inprastruktur yang kurang
mendukung sehingga pelaku IKM gula aren tidak berkembang. Hal ini terjadi
karena akses yang jauh dan jalan yang rusak sehingga pelaku usaha tidak bisa
berkembang dan susah untuk menjual hasil usahanya ke pusat kota, hanya
bisa menjual di tempat sekitar pelaku usaha
3. Bantuan pengembangan kegiatan usaha masih terbatas karena tidak
optimalnya sosialisasi yang dilakukan oleh Dinas Perdagangan dan
Perindustrian. Sehingga pelaku usaha kurang informsi dari Dinas
Perindustrian dan Perdagangan dalam bantuan pengembangan dan sosialisasi
oleh pemerintah dan pelaku usaha tidak bisa meningkatkan IKM gula aren
dengan baik
4. Tidak adanya penugasan kepada pelaku usaha untuk melaporkan
perkembangan usahanya, sehingga pelaku usaha tidak terkontrol dengan baik
dan seolah-olah pemerintah tidak peduli. Dengan tidak ada laporan dan
control dari pemerintah pelaku usaha tidak ada yang mengawasi sehinga
pengembangan dan sosialisasi yang di lakukan oleh Dinas Perindustrian dan
Perdagangan Kabupaten Lebak tidak berjalan dengan semestinya
13
5. Struktur birokrasi antar Dinas yang tidak berjalan optimal dalam pembinaan
IKM, Dinas yang bersangkutan saling lepas tanggung jawab atas tugas dan
fungsinya. Hal ini sangat berdampak besar terhadap pelaku usaha IKM gula
aren karena ketidak jelasan dari birokrasi. yang terjadi di lapangan Dinas
terkait saling lepas tanggung jawab terhadap pelaku usaha, sehingga program
yang di jalankan tidak optimal.
Berdasarkan latar belakang diatas peneliti memilih jenis ekonomi kreatif gula
aren karena berdasarkan masalah-masalah yang saya temukan selama observasi awal,
Kabupaten Lebak yang merupakan daerah agropolitan tetapi masyarakat masih lemah
dalam memanfaatkannya untuk pengembangan dan kesejahteraan masyarakat.
Pertanian gula aren sangat baik karena jenis tanah yang dimiliki sangat baik untuk
pertanian aren. Gula aren merupakan potensi yang sangat bagus untuk membantu
pengembangan ekonomi kreatif di kabupaten Lebak karena gula aren mempunyai
daya tarik untuk wisatawan yang datang ke daerah-daerah wisata di Kabupaten
Lebak.
14
1.2. Identifikasi Masalah
Identifikasi dalam penelitian saya adalah sebagai berikut:
1. Program pembinaan dan pelatihan tidak mencakup seluruh unit usaha IKM
yang terjadi di lapangan hanya IKM yang jaraknya dekat dengan kabupaten
yang dapan pembinaan
2. Kegiatan pemasaran terkendala akses karana inprastruktur yang kurang
mendukung sehingga pelaku IKM tidak berkembang
3. Bantuan pengembangan kegiatan usaha masih terbatas karena tidak
optimalnya sosialisasi yang dilakukan oleh Dinas Perdagangan dan
Perindustrian.
4. Tidak adanya penugasan kepada pelaku usaha untuk melaporkan
perkembangan usahanya, sehingga pelaku usaha tidak terkontrol dengan baik
dan seolah-olah pemerintah tidak peduli
5. Struktur birokrasi antar dinas yang tidak berjalan optimal dalam pembinaan
IKM, Dinas yang bersangkutan saling lepas tanggung jawab atas tugas dan
fungsinya.
15
1.3. Batasan Masalah
Dari uraian-uraian yang ada dalam latar belakang masalah dan identifikasi
masalah, maka dengan itu peneliti membatasai masalah penelitiannya. Pembatasan
masalah dalam penelitian ini, yaitu “Implementasi Program Pembinaan industri
Kecil menengah Gula Aren Tentang klaster industri Di Kabupaten Lebak Tahun
2017’’
1.4. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disampaikan diatas dalam
penelitian ini, ’’Seberapa besar Implementasi Program Pembinaan industri? Kecil
menengah Gula Aren Tentang klaster industri Di Kabupaten Lebak Tahun 2017 /”
1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian mengungkapkan sasaran yang ingin dicapai dengan
dilaksanakannya penelitian, terhadap masalah yang telah dirumuskan. Isi dan
rumusan tujuan penelitian sejalan dengan isi dan rumusan masalah penelitian.
1.6 Manfaat Penelitian
adalah Manfaat penelitian yang diharapkan dapat dirasakan oleh semua pihak,
terutama bagi pihak yang mempunyai kepentingan langsung terhadap permasalahan
yang akan dikaji dalam penelitian ini. Adapun manfaat penelitian adalah sebagai
berikut:
16
1.7 Sistematika Penulisan
Menjelaskan isi bab per bab dan menjelaskan urutan penulisan skripsi secara
keseluruhan.
BAB II DESKRIPSI TEORI
2.1 Deskripsi Teori
Mengkaji berbagai teori yang relevan dengan permasalahan dan variable
penelitian, kemudian menyusun secara teratur dan rapi yang digunakan untuk
merumuskan hipotesis. Dengan mengkaji bebagai teori, maka kita akan
memiliki konsep penelitian yang jelas.
2.2 Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir menggambarkan alur pemikiran peneliti sebagai kelanjutan
dari kajian teori untuk memberikan penjelasan kepada pembaca mengapa ia
mempunyai anggapan seperti apa yang ditanyakan dalam anggapan dasar.
Biasanya untuk menjelaskan maksud penelitian, kerangka berpikir dapat
dilengkapi dengan sebuah bagan yang menujukan alur pikir peneliti.
17
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Menjelaskan metode yang digunakan dalam penelitian. Dan metode penelitian
adalah antara lain dapat dibentuk penelitian kualitatif dan kuantitatif. Dan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif.
3.2 Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini instrumen yang utama adalah peneliti sendiri, namun
setelah fokus penelitian menjadi jelas mungkin akan dikembangkan
instrument penelitian sederhana, yang diharapkan dapat digunakan untuk
menjaring data pada sumber data yang lebih luas, dan mempertajam serta
melengkapi data hasil pengamatan dan observasi.
3.3 Informan Penelitian
Informan penelitian adalah pihak yang memberikan informasi berupa lisan
maupun tulisan kepada peneliti. Pemberian informasi biasanya dengan cara
wawancara dengan peneliti.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan proses pengumpulan data oleh peneliti
terhadap objek yang akan diteliti. Pada teknik pengumpulan data ini dapat
berupa wawancara, observasi, kuesioner dan lain-lain
18
3.5 Teknik Analisis Data
Analisa data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang
diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan
cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-
unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang
penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah
dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.
3.6 Validitas Data
Validitas data adalah proses uji kreadibilitasantara data yang terjadi pada
objek penelitian dengan data yang dapat dilaporkan oleh peneliti. Validitas
data biasanya menggunakan teknik triangulasi.
3.7 Tempat dan Waktu
Menjelaskan tentang tempat dan waktu penelitian tersebut dilaksanakan.
\
19
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Obyek Penelitian
Penjelasan mengenai objek penelitian yang meliputi alokasi penelitian secara
jelas, struktur organisasi dari populasi atau sampel (dalam penelitian ini
menggunakan istilah informan) yang telah ditentukan serta hal lain yang
berhubungan dengan obyek penelitian.
4.2 Deskripsi Data
Menjelaskan data penelitian dengan menggunakan teori yang sesuai dengan
kondisi yang ada di lapangan.
4.3 Deskripsi Hasil Data
Menjelaskan data penelitian dengan menggunakan teori yang sesuai dengan
kondisi yang ada di lapangan.
4.4 Pembahasan
Merupakan pembahasan lebih lanjut dan lebih rinci terhadap hasil penelitian.
4.5 Temuan Lapangan
Menjelaskan kejadian-kejadian yang terjadi di lapangan yang tidak sesuai
dengan teori
20
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Menyimpulkan hasil penelitian yang diungkapkan secara jelas, singkat dan
juga mudah dipahami. Kesimpulan juga harus sejalan dengan permasalahan
serta asumsi dasar penelitian.
5.2 Saran
Memiliki isi berupa tindak lanjut dari sumbangan penelitian terhadap bidang
yang diteliti baik secara teoritis maupun secara praktis. Saran praktis biasanya
lebih operasional sedangkan pada aspek teoritis lebih mengarah pada
pengembangan konsep atau teori.
DAFTAR PUSTAKA
Berisi daftar referensi yang digunakan dalam penyusunan skripsi
LAMPIRAN
Berisi mengenai daftar dokumen yang menunjang data penelitian
21
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Pustaka
Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya, peneliti menggunakan beberapa
istilah yang berkaitan dengan masalah penelitian. Untuk itu pada bab ini peneliti
menggunakan beberapa teori yang mendukung masalah dalam penelitian. Teori
yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya teori implementasi, implementasi
kebijakan, teori kemiskinan dan teori pembperdayaan masyarakat. Dalam
penelitian kualitatif, teori digunakan sebagai indikator pedoman wawancara,
sehingga memudahkan peneliti untuk mendapatkan informasi dilapangan. Teori
bagi peneliti kualitatif akan berfungsi sebagai bekal untuk bisa memahami
konteks sosial secara lebih luas dan mendalam. (Sugiyono, 2009: 47).
2.1.1 Teori Implementasi
Implementasi mengulas pendekatan yang berbeda – beda untuk analisis
tentang bagaimana kebijakan dilaksanakan atau dipraktikan. Studi implementasi
adalah studi perubahan : bagaimana perubahan terjadi, bagaimana kemungkinan
perubahan bisa dimunculkan. Ia juga merupakan studi tentang mikrostruktur dari
kehidupan politik, bagaimana organisasi diluar dan di dalam sistem politik
menjalankan urusan mereka dan berinteraksi satu sama lain; apa motivasi-
motivasi mereka bertindak seperti itu, dan apa motivasi lain yang mungkin
membuat mereka bertindak secara berbeda. (Jenkins, 1978 : 203)
“Problem implementasi diasumsikan sebagai sebuah deretan keputusan
dan interaksi sehari-hari yang tidak terlalu perlu mendapat perhatian dari
para sarjana yang mempelajari politik. Implementasi itu dianggap
22
sederhana-meski anggapan ini menyesatkan. Dengan kata lain,
kelihatannya tidak mengandung isu-isu besar. (Van Meter dan Van Horn,
1975 : 450)”.
Implementasi adalah pelaksanaan pembuatan kebijakan dengan cara-cara
lain. Akan tetapi, biasanya kita cenderung menganggap sistem politik
sebagai sesuatu yang menambah problem, dengan menarik garis pemisah
antara kebijakan dan administrasi. Administrasi, menurut sudut pandang
Wilsonian, akan mengambil alih setelah kebijakan selesai. Pekerjaan
administrator adalah melaksanakan kebijakan yang dirumuskan oleh
pembuat kebijakan, dan peran penyedia layanan adalah menjalankan
kebijakan yang diatur oleh birokrat. Hubungan dan interaksi antara politisi,
administrator, dan penyedia layanan hingga saat ini masih dilupakan
dalam area analisis dan riset. (Hargove, 1975).
Jadi berdasarkan uraian diatas peneliti dapat menyimpulkan bahwa
implementasi adalah penerapan daripada sebuah kebijakan atau suatu keputusan
yang dibuat oleh para birokrat.
2.1.2 Implementasi Kebijakan
Kajian implementasi merupakan suatu proses merubah gagasan atau
pogram mengenai tindakan dan bagaimana kemungkinan cara menjalankan
perubahan tersebut. Implementasi kebijakan juga merupakan suatu proses dalam
kebijakan publik yang mengarah pada pelaksanaan dari kebijakan yang telah
dibuat dalam praktiknya, Implementasi kebijakan merupakan suatu proses yang
begitu kompleks, bahkan tidak jarang bermuatan politis karena adanya intervensi
dari berbagai kepentingan. Eugene mengungkapkan kerumitan dalam proses
implementasi sebagai berikut:
“Adalah cukup untuk membuat sebuah program dan kebijaksanaan umum
yang kelihatanya bagus diatas kertas. Lebih sulit lagi merumuskannya
dalam kata-kata dan selogan-selogan yang kedengarannya mengenakan
bagi telinga para pemimpin dan para pemilih yang mendengarkannya. Dan
lebih sulit lagi untuk melaksanakannya dalam bentuk yang memuaskan
semua orang” (Agustino: 2006:153).
23
Hakekat dari implementasi merupakan rangkaian kegiatan yang terencana
dan bertahap yang dilakukan oleh instansi pelaksana dengan didasarkan pada
kebijakan yang telah ditetapkan oleh otoritas berwenang. Hal ini seperti yang
diungkapkan oleh Mazmanian dan Sabatier dalam bukunya Implementation and
Public Policy yang diterbitkan pada tahun 1983 mendefinisikan implementasi
kebijakan sebagai:
“pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk undang-
undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-
keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan.
Lazimnya, keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang akan
diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai,
dan berbagai cara untuk menstrukturkan atau mengatur proses
implementasinya” (Agustino:2006:153).
Van meter dan Van Horn mendefinisikan implementasi kebijakan sebagai
berikut:
“policy implementation encompresses those actions by public and private
individuals (and groups) that are directed at the achievement of golas and
objectives set forth in prior policy decisions.” (Tindakan-tindakan yang
dilakukan baik oleh individu-individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-
kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-
tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan).
(Agustino:2006:153).
Sementara Grindle merumuskan definisi yang berbeda dari beberapa
definisi-definisi diatas, beliau memandang implementasi sebagai berikut:
“Pengukuran keberhasilan implementasi dapat dilihat dari prosesnya,
dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan program sesuai dengan yang
telah ditentukan yaitu melihat pada action program dari individual project
dan yang kedua apakah tujuan program tersebut tercapai”.
(Agustino:2006:153).
24
Dengan adanya beberapa definisi mengenai implementasi kebijakan di
atas, maka penulis dapat memberikan kesimpulan bahwa implementasi kebijakan
merupakan serangkaian pelaksanaan kebijakan bisa berbentuk perintah ataupun
keputusan dengan tujuan pencapaian sasaran yang diinginkan.
Implementasi kebijakan menurut Tachjan, implementasi kebijakan pada
prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya lebih
lanjut Tachjan menyatakan :
“Untuk mengimplementasikan kebijakan publik, maka perlu ada dua
pilihan langkah yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk
program-program atau melalui formulasi kebijakan turunan dari kebijakan
public tersebut. Kebijakan publik dalam bentuk undang-undang atau
perturan daerah adalah jenis kebijakan publik penjelasan atau yang sering
di istilahkan sebagai peraturan pelaksanaan kebijakan yang bisa langsung
operasional antara lain keputusan presiden, keputusan kepala daerah,
keputusan kepala dinas dan lain-lain. Secara prinsip terdapat dua jenis
tekhnik atau model implementasi kebijakan. Pertama, implementasi
kebijakan yang berpola dari atas kebawah “(top down) versus “dari bawah
keatas” (buttom up) dan kedua, implementasi kebijakan public yang
(economic incentive)”. (Tachjan,2006:106) .
Implementasi melibatkan usaha dari policy makers untuk mempengaruhi
apa yang oleh Lipsky disebut “street level bureaucrats” untuk memberikan
pelayanan atau mengatur perilaku kelompok sasaran (target group). Untuk
kebijakan yang sederhana, implementasi hanya melibatkan satu badan yang
berfungsi sebagai implementor, misalnya, kebijakan komite sekolah untuk
mengubah metode pengajaran guru dikelas. Sebaliknya, untuk kebijakan makro,
misalnya, kebijakan pengurangan kemiskinan dipedesaan, maka usaha-usaha
implementasi akan melibatkan berbagai institusi, seperti birokrasi kabupaten,
25
kecamatan, pemerintah desa. Mengenai keterlibatan berbagai aktor dalam
implementasi. (Subarsono, 2005 : 88)
Kompleksitas implementasi bukan saja ditunjukkan oleh banyak actor atau
unit organisasi yang terlibat, tetapi juga dikarenakan proses implementasi
dipengaruhi oleh berbagai variabel yang kompleks, baik variabel yang individual
maupun variabel organisasional, dan masing-masing variabel pengaruh tersebut
juga saling berinteraksi satu sama lain. (Subarsono,2005:89)
Dari definisi-definisi diatas dapat diketahui bahwa implementasi kebijakan
membicarakan minimal empat hal yaitu:
a. Adnya tujuan atau sasaran kegiatan yang akan dicapai dengan adanya
penerapan kebijakan tersebut;
b. Adanya aktivitas atau kegiatan pencapaian tujuan yang dijawantahkan
dalam proses implementasi;
c. Adanya hasil kegiatan, idealnya dalah tercapainya tujuan dari
kebijakan tersebut;
d. Adanya analisi kembali setelah kebijakan tersebut dilaksanakan.
Berdasarkan uraian ini, dapat disimpulkan bahwa implementasi kebijakan
merupakan suatu proses yang dinamis, dimana pelaksana kebijakan melaksanakan
aktivitas atau kegiatan, sehingga pada akhirnya akan mendapatkan suatu hasil
yang sesuai dengan tujuan atau sasaran kebijakan itu sendiri. Selain itu perlu di
ingat, bahwa implementasi kebijakan merupakan hal yang sangat penting dalam
keseluruhan tahapan kebijakan, karena melalui tahap ini keseluruhan prosedur
kebijakan dapat diketahui dan di pengaruhi tingkat keberhasilan atau tidaknya
pencapaian tujuan kebijakan tersebut.
Menurut teori Edwards III dalam buku (Subarsono, 2005:90-92) Edwars
III memandang bahwa implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel,
26
yakni : (1) komunikasi, (2) sumber daya, (3) disposisi, dan (4) struktur birokrasi.
Keempat variabel tersebut juga saling berhubungan satu sama lain.
Gambar 2.1
Model Pendekatan Direct and Indirect Impact on Implementation
(Edward III)
Sumber : Agustino, Leo. 2008, Dasar-dasar Kebijakan Publik : 150
1) Komunikasi
Menurut Edward III bahwa komunikasi sangat menentukan keberhasilan
pencapain tujuan dari Implementasi kebijakan publik. Implementasi yang efektif
terjadi apabila para pembuat keputusan sudah mengetahui apa yang akan mereka
kerjakan. Pengetahuan atas apa yang akan mereka kerjakan dapat berjalan bila
komunikasi berjalan dengan baik, sehingga setiap keputusan kebijakan dan
peraturan implementasi harus ditransmisikan ( atau dikomunikasikan )kepada
bagian personalia yang tepat. Selain itu, kebijakan yang dikomunikasikanpun
Komunikasi
Komunikasi
Komunikasi
Struktur
Birokrasi
Komunikasi
27
harus tepat, akurat, dan konsisten. Komunikasi (pentranmisian informasi)
diperlukan agar para pembuat keputusan dan para implementor akan semakin
konsisten dalam melaksanakan setiap kebijakan yang akan diterapkan dalam
masyarakat.
Terdapat tiga indicator yang dapat dipakai (atau digunakan) dalam
mengukur keberhasilan variabel komunikasi tersebut di atas, yaitu:
a. Transmisi, penyaluran komunikasi yang baik akan dapat menghasilkan
suatu implementasi yang baik pula. Seringkali yang terjadi dalam
penyaluran komunikasi adalah adanya salah pengertian
(miskomunikasi), hal tersebut disebabkan karena komunikasi telah
melalui beberapa tingkatan birokrasi, sehingga apa yang diharapkan
terdistorasi ditengah jalan.
b. Kejelasan, komunikasi yang diterima oleh para pelaksana kebijakan
(street-level-bureuacrats) haruslah jelas dan tidak membingungkan
(tidak ambigu/mendua). Ketidakjelasan pesan kebijakan tidak selalu
menghalangi implementasi, pada tataran tertentu, para pelaksana
membutuhkan fleksibilitas dalam melaksanakan kebijakan. Tetapi pada
tataran yang lain hal tersebut justru akan menyelewengkan tujuan yang
hendak dicapai oleh kebijakan yang hendak ditetapkan.
c. Konsistensi, perintah yang diberikan dalam pelaksanaan suatu
komunikasi haruslah konsisten dan jelas (untuk diterpkan atau
dijalankan). Karena jika perintah yang diberikan sering berubah-ubah,
maka dapat menimbulkan kebingungan bagi pelaksana di lapangan.
2) Sumberdaya
Variabel atau faktor kedua yang mempengaruhi keberhasilan implementasi
suatu kebijakan adalah sumberdaya. Sumberdaya merupakan hal penting lainya,
menurut Edward III, dalam mengimplementasikan kebijakan. Indicator sumber-
sumberdaya terdiri dari beberapa elemen, yaitu:
a. Staf, sumberdaya utama dalam implementasi kebijakan adalah staf.
Kegagalan yang sering terjadi dalam implementasi kebijakan salah
satunya disebabkan oleh karena staf yang tidak mencukupi, memadai,
ataupun tidak kompeten dibidangnya. Penambahan jumlah staf dan
implementor saja tidak mencukupi, tetapi diperlukan pula kecukupan
staf dengan keahlian dan kemampuan yang diperlukan (kompeten dan
28
kapabel) dalam mengimplementasikan kebijakan atau melaksanakan
tugas yang diinginkan oleh kebijakan itu sendiri.
b. Informasi, dalam implementasi kebijakan, informasi mempunyai dua
bentuk, yaitu pertama informasi yang berhubungan dengan cara
melaksanakan kebijakan. Implementor harus mengetahui apa yang
harus mereka lakukan disaat mereka diberi perintah untuk melakukan
tindakan.
Kedua informasi mengenai data kepatuhan dari para pelaksana
terhadap peraturan dan regulasi pemerintah yang telah ditetapkan.
Implementor harus mengetahui apakah orang lain yang terlibat
didalam pelaksanaan kebijakan tersebut patuh terhadap hukum.
c. Wewenang, pada umumnya kewenangan harus bersifat formal agar
perintah dapat dilaksanakan. Kewenangan merupakan otoritas atau
legitimasi bagi para pelaksana dalam melaksanakan kebijakan yang
ditetapkan secara politik. Ketika wewenang itu nihil, maka kekuatan
para implementor dimata publik tidak terlegitimasi, sehingga dapat
menggagalkan proses implementasi kebijakan.
Tetapi dalam konteks yang lain, ketika wewenang formal tersebut
ada, maka sering terjadi kesalahan dalam melihat efektivitas
kewenangan. Di satu pihak, efektivitas kewenangan diperlukan dalam
pelaksanaan implementasi kebijakan; tetapi di sisi lain, efektivitas akan
menyurut manakala wewenang diselewengkan oleh para pelaksana
demi kepentinganya sendiri atau demi kepentingan kelompoknya.
d. Fasilitas, fasilitas fisik juga merupakan faktor penting dalam dalam
implementasi kebijakan. Implementor mungkin memiliki staf yang
mencukupi, mengerti apa yang harus dilakukannya, dan memiliki
wewenang untuk melaksanakan tugasnya, tetapi tanpa adanya pasilitas
pendukung (sarana dan prasarana) maka implementasi kebijakan
tersebut tidak akan berhasil.
3) Disposisi
Variabel ketiga yang mempengaruhi tingkat keberhasilan implementasi
kebijakan publik, bagi Edward III, adalah disposisi. Disposisi atau sikap dari
pelaksana kebijakan adalah faktor penting ketiga dalam pendekatan mengenai
pelaksanaan suatu kebijakan publik. Jika pelaksanaan suatu kebijakan ingin
efektif, maka para pelaksana kebijakan tidak hanya harus mengetahui apa yang
akan dilakukan tetapi juga harus memiliki kemampuan untuk melaksanakannya,
sehingga dalam praktiknya tidak terjadi bias.
29
Hal-hal penting yang perlu dicermati pada variabel disposisi, menurut
Edward III, adalah:
a. Pengangkatan birokrat, disposisi atau sikap para pelaksana akan
menimbulkan hambatan-hambatan yang nyata terhadap implementasi
kebijakan bila personil yang ada tidak melaksanakan kebijakan-
kebijakan yang diinginkan oleh pejabat-pejabat tinggi. Karena itu,
pemilihan dan pengangkatan personil pelaksana kebijakan haruslah
orang-orang yang memiliki dedikasi pada kebijakan yang telah
ditetapkan; lebih khusus lagi pada kepentingan warga.
b. Intensif, Edwar menyatakan bahwa salah satu tekhnik yang disarankan
untuk mengatasi masalah kecenderungan para pelaksana adalah dengan
memanipulasi insentif. Oleh karena itu, pada umumnya orang
bertindak menurut kepentingan mereka sendiri, maka memanipulasi
insentif oleh para pembuat kebijakan mempengaruhi tindakan para
pelaksana kebijakan. Dengan cara menambah keuntungan atau biaya
tertentu mungkin akan menjadi faktor pendorong yang membuat para
pelaksana kebijakan melaksanakan perintah dengan baik. Hal ini
dilakukan sebagai upaya memenuhi kepentingan pribadi (self interest)
atau organisasi.
4) Struktur Birokrasi
Variabel keempat, menurut Edward III, yang mempengaruhi tingkat
keberhasilan implementasi kebijakan publik adalah struktur birokrasi. Walaupun
sumber-sumber untuk melaksanakan suatu kebijakan tersedia, atau para pelaksana
kebijakan mengetahui apa yang seharusnya dilakukan, dan mempunyai keinginan
untuk melaksanakan suatu kebijakan, kemungkinan kebijakan tersebut tidak dapat
terlaksana atau terrealisasi karena terdapatnya kelemahan dalam struktur birokrasi.
Kebijakan yang begitu kompleks menuntut adanya kerjasama banyak orang,
ketika struktur birokrasi tidak kondusif pada kebijakan yang tersedia, maka hal ini
akan menyebabkan sumberdaya-sumberdaya menjadi tidak efektif dan
menghambat jalannya kebijakan. Birokrasi sebagai pelaksana sebuah kebijakan
30
harus dapat mendukung kebijakan yang telah diputuskan secara politik dengan
jalan melakukan koordinasi dengan baik.
Dua karakteristik, menurut Edward III, yang dapat mendongkrak kinerja
struktur birokrasi atau organisasi kearah yang lebih baik, adalah: melakukan
Standar Operating Prosedures (SOPs) dan melaksanakan Fragmentasi.SOPs
adalah suatu kegiatan rutin yang memungkinkan para pegawai (atau pelaksana
kebijakan/ administrator/birokrat) untuk melaksanakan kegiatan-kegiatannya pada
tiap hariya sesuai dengan standar yang ditetapkan (atau standar minimum yang
dibutuhkan warga). Sedangkan pelaksanaan fragmentasi adalah upaya penyebaran
tanggung jawab kegiatan-kegiatan atau aktivitas-ktivitas pegawai diantara
beberapa unit kerja.
Berdasarkan uraian diatas mengenai empat variabel yang mempengaruhi
implementasi kebijakan publik, bahwa dari keempat variabel tersebut saling
mempengaruhi satu sama lain seperti komunikasi mempengaruhi sumber daya
dengan adanya komunikasi maka dapat membantu sumber daya khususnya bagi
sumber daya manusia untuk berkomunikasi antara sumber daya manusia satu
dengan sumber daya manusi lainnya dalam menyelesaikan tugas yang di capai.
Begitu juga dengan sumber daya mempengaruhi disposisi kemudian disposisi
mempengaruhi struktur birokrasi dan struktur birokrasi mempengaruhi
komunikasi.
31
2.1.3. Kemiskinan
Berbicara persoalan kemiskinan merupakan fenomena yang bersifat
multidimensional. Pada prinsipnya kemiskinan bukan sekedar fenomena, tetapi
merupakan proses yang tereduksi dari berbagai faktor (Sulistiyani,2004:17).
Kemiskinan menjadi isu yang sangat sentral dan menjadi fenomena dimana-mana.
Selama ini kemiskinan di asumsikan bahwa orang miskin tidak mampu menolong
dirinya sendiri. Kemiskinan dipandang sebagai gejala rendahnya kesejahteraan.
Menurut Sarman, dalam equilibrium jurnal ekonomi dan kemasyarakatan
(2006:173) kemiskinan (poverty) dirumuskan sebagai suatu kondisi hidup serba
kekurangan dalam pemenuhan dasar kebutuhan manusia, yaitu kebutuhan akan
sandang pangan, papan, kebutuhan akan hidup sehat dan kebutuhan pendidikan
dasar bagi anak-anak.
Indikator dominan dari kemiskinan juga dapat dilihat dari aspek non
ekonomis sebagai indikator yang dominan. Pembangunan ini dikehendaki agar
pembangunan dilihat dari aspek manusianya (improvement of human life) dengan
demikian pembangunan seharusnya diperuntukkan bagi semua pihak dan semua
lapisan masyarakat, serta paling tidak mengandung tujuan:
1. Memperbaiki hal-hal yang berkaitan dengan penopang hidup warga
masyarakat.
2. Memperbaiki kondisi sosial kehidupan yang memungkinkan terpenuhinya
kebutuhan harga diri.
3. Adanya kebebasan termasuk didalamnya kebebasan dari penindasan,
ketidak adilan, kesengsaraan serta kemelaratan (Gouelt, dalam
Sutomo;2006)
Boedi somedi dalam Mardimin (1996:45) menyatakan untuk memberi
pemahaman konseptual terdapat dua pengertian kemiskinan:
32
1. Secara kualitatif yaitu kemiskinan merupakan suatu kondisi yang di
dalamnya hidup manusia yang tidak bermartabat atau hidup manusia
yang tidak layak sebagai manusia.
2. Secara kuantitatif yaitu kemiskinan merupakan suatu kondisi dimana
hidup manusia serba kekurangan atau dengan bahasa lazim disebut tidak
berharta benda.
Di dalam membicarakan masalah kemiskinan kita akan menemukan
beberapa istilah kategoritatip kemiskinan seperti:
1. Kemiskinan absolut yaitu seseorang yang dikatakan miskin apabila tidak
dapat memenuhi kebutuhan hidupnya untuk memelihara fisiknya dan
untuk dapat bekerja.
2. Kemiskinan relatif yaitu kemiskinan yang muncul jika kondisi seseorang
atau sekelompok orang dibandingkan dengan kondisi orang atau
sekelompok orang lain.
3. Kemiskinan struktural yaitu kemiskinan yang timbul akibat adanya suatu
kekuatan yang berada di luar seseorang atau sekelompok orang yang
membelenggu, yang memaksa seseorang atau sekelompok orang tersebut
agar tetap menjadi miskin.
4. Kemiskinan situasional yaitu kemiskinan yang terjadi jika seseorang
atau sekelompok orang tinggal di daerah yang tidak menguntungkan
misalnya daerah yang tanahnya tidak subur, oleh karenanya menjadi
miskin.
5. Kemiskinan cultural yaitu kemiskinan yang dikarenakan budaya atau
kultur masyarakat setempat yang menghendaki tetap miskin.
.
Dari semua pengertian diatas yang dimaksud dengan kemiskinan adalah
suatu keadaan yang kekurangan dalam hal sandang, pangan, papan, kesehatan,
pendidikan dan pekerjaan untuk memenuhi segala kebutuhan hidup.
2.1.3.1. Penyebab Kemiskinan
Menurut Tjokrowinoto dalam (Sulistiyani,2004:27) kemiskinan tidak
hanya menyangkut persoalan kesejahteraan semata tetapi kemiskinan menyangkut
persoalan kerentanan, ketidakberdayaan, tertutupnya akses peluang kerja,
ketergantungan tinggi, dan rendahnya akses pasar. Sebab-sebab kemiskinan
diantaranya dapat diuraikan sebagai berikut :
33
1. Perbedaan pemilikan kekayaan.
2. Perbedaan dalam kemampuan pribadi.
3. Perbedaan dalam bidang dan pengalaman.
John Friedmann dalam review “empowerment”, menguraikan kaum
birokrat mendefinisikan istilah sebagai berikut:
1. Garis kemiskinan: tingkat konsumsi rumah tangga minimum yang dapat
diterima secara sosial.
2. Kemiskinan absolut: kemiskinan diambang garis kemiskinan, dimana
tidak dapat memenuhi standart konsumsi minimum, praktis
membutuhkan derma.
3. Kemiskinan relatif: kemiskinan sedikit diatas ambang garis kemiskinan,
tapi jika dibandingkan dengan kelompok yang sedikit mampu mereka
dianggap miskin.
4. Kemiskinan tidak parah (negatif): kemiskinan yang diakibatkan oleh
kemalsan atau kecenderungan untuk mengerjakan hal-hal criminal,
mereka mampu menyediakan kebutuhan hidup disekitar ada lapangan
kerja namun tidak puas dengan upah yang ditawarkan.
5. Kemiskinan tidak parah (positif): kelompok masyarakat yang
menggantungkan pada upah pabrik, tidak bersifat kriminal, biasanya
mempunyai perilaku jujur dan bersih mandiri, dana yang diterima
dipergunakan. (Sulistiyani, 2004:27).
Berdasarkan uraian diatas bahwa kemiskinan menjadi suatu lingkaran
setan dari kurangnya pendidikan, tingginya pengangguran, rendahnya pendapatan,
tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup, menjadi sumberdaya yang tidak
produktif. Ini diperlukan suatu program yang dapat memecahkan lingkaran setan,
maka program pemecahan yang dicanangkan harus dapat memecahkan
permasalahan yang sebenarnya masyarakat miskin.
2.1.4. Program Penguatan Pemberdayaan Masyarakat
Indikator terpenting keberhasilan program pemberdayaan masyarakat
adalah perubahan struktur secara alamiah. Perubahan struktur ini bisa terjadi bila
kemampuan lokal meningkat signifikan dan kesejahteraan meningkat secara
34
memadai dan lestari, yang ditandai dengan meningkatnya akumulasi modal
ditingkat lokal. Berapapun peningkatan dan penciptaan aktifitas ekonomi lokal
yang makin berpariasi mampu mendorong peningkatan permintaan uang. Karena
itu lembaga pengelolaan uang menjadi penting dalam menentukan terjadinya
kreatifitas dan inovasi lokan untuk menggerakan ekonomi lokal (Sumodiningrat,
2007: 66).
Siklus kegiatan ekonomi mikro yang berkembang di desa dan kecamatan
diharapkan bersinambung, terintegrasi, dan berkait dengan ekonomi makro
ditingkat yang lebih tinggi. Keterkaitan dalam siklus ekonomi mikro dan makro,
pada akhirnya, diharapkan dapat menciptakan kegiatan ekonomi yang terpadu
melalui pembangunan alir bawah-atas dan alir atas-bawah. Sehingga akan terjadi
keterpaduan dan saling kait antar kegiatan ekonomi mulai tingkat pusat, provinsi,
kabupaten/kotamadya, kecamatan, desan dan individu (Sumodiningrat, 2007: 68).
2.1.5. Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan masyarakat, secara umum dapat diartikan sebagai suatu
proses yang membangun manusia atau masyarakat melalui pengembangan
kemampuan masyarakat, perubahan perilaku masyarakat, dan pengorganisasian
masyarakat.
Pengertian pemberdayaan dalam bidang pembangunan sosial, banyak
dikemukakan oleh tokoh-tokoh, ahli-ahli maupun teoritisi. Pada dasarnya secara
umum pengertian pemberdayaan memiliki fokus yang sama yaitu mengupayakan
adanya proses dalam memberikan daya kepada kelompok lemah dengan tujuan
35
untuk mensejahterakannya sehingga dapat mandiri dalam menjalankan
kehidupannya.
Pemberdayaan menurut suharto (2009:59-60), dalam buku Membangun
Masyarakat Memberdayakan Rakyat, adalah:
“Pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses
pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat
kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat,
termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan.
Sebagai tujuan, maka pemberdayaan menunjuk kepada keadaan atau
hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial; yaitu
masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai
pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya
baik yang bersifat fisik, ekonomi maupun sosial seperti memiliki
kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata
pencaharian, bepartisipasi dalam kegiatan sosial dan mandiri dalam
melaksanakan tugas-tugas kehidupannya”.
Sedangkan Suhendra (2006:75) mengemukakan bahwa:
“Pemberdayaan masyarakat dapat diartikan bahwa masyarakat diberi
kuasa, dalam upaya untuk menyebarkan kekuasaan, melalui
pemberdayaan masyarakat, organisasi agar mampu menguasai atau
berkuasa atas kehidupannya untuk semua aspek kehidupan politik,
ekonomi, pendidikan, kesehatan, pengelolaan lingkungan dan
sebagainya”.
Jamasy (2004:38)
“Kerangka pikir dalam pemberdayaan setidaknya mengandung tiga
tujuan penting yakni: pertama, Menciptakan suasana atau iklim yang
memungkinkan potensi masyarakat berkembang misalnya
mengadakan pelatihan-pelatihan sesuai dengan kebutuhan
masyarakat. Kedua, memperkuat potensi atau daya yang dimiliki
masyarakat atau kelompok yang akan diberdayakan, misalnya
melalui peningkatan taraf pendidikan (membekali masyarakat ke
arah berfikir rasional dan prestatif), peningkatan derajat kesehatan,
serta peningkatan akses sumber kemajuan. Ketiga, berupaya
mecegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang, menciptakan
keadilan dan kebersamaan antara yang sudah maju dan yang belum
berkembang”.
36
Pemberdayaan menekankan pada tiga ketentuan tersebut jelas akan menjadi
strategi unggulan dan akan berdampak positif terhadap menurunnya angka
kemiskinan. Namun perlu diketahui terlebih dahulu potensi atau kekuatan yang
dapat membantu proses perubahan agar dapat lebih cepat dan terarah, sebab tanpa
adanya potensi atau kekuatan yang berasal dari masyarakat itu sendiri maka
seseorang, kelompo, organisasi atau masyarakat akan sulit bergerak melakukan
perubahan. Kekuatan pendorong ini didalam masyarakat harus ada atau bahkan
diciptakan lebih dulu pada awal proses perubahan tersebut berlangsung.
Dalam kerangka pemberdayaan masyarakat yang terpenting adalah dimulai
dengan bagaimana cara menciptakan kondisi, suasana atau iklim yang
memungkinkan potensi masyarakat untuk berkembang, dalam mencapai tujuan
pemberdayaan, berbagai upaya dapat dilakukan melalui berbagai macam strategi,
diantara strategi tersebut adalah pendidikan penyuluhan. Pendidikan penyuluhan
berusaha untuk meningkatkan harkat dan martabat masyarakat serta menanamkan
jiwa kemandirian. Oleh karenanya konsep penyuluhan tidak berbeda jauh dari
konsep pemberdayaan. Menurut Suriatna (1987:44) Peran pendidikan penyuluhan
sangat penting sebagai bagian dari intevensi pihak luar komunitas kedalam
komunitas tertentu.
“Penyuluhan merupakan suatu proses perubahan prilaku. Peran
pendidikan penyuluhan sangat penting untuk membantu masyarakat
di pedesaan yang tidak mendapat kesempatan untuk mengikuti
pendidikan formal, sehingga sebagai permasalahan usaha misalnya
usaha tani di pedesaan yang tidak mampu dihadapi oleh masyarakt
desa dapat dibantu pemecahannya dengan baik”.
37
Pendidikan penyuluhan dalam kerangka pemberdayaan masyarakat
berimplikasi sanagt luas terhadap kondisi masyarakat sasaran, tidak terbatas pada
aspek pengetahuan semata, namun juga menjurus pada adanya perubahan yang
sifatnya menyeluruh, meliputi perubahan sikap mental yang mengarah pada
tindakan atau perilaku yang menunjukan produktivitas yang tinggi. Pendidikan
dalam penyuluhan mengarahkan agar individu atau kelompok masyarakat sasaran
dapat berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan produktif, terutama yang berkaitan
dengan penyuluhan kesehatan yang dijalankan. Dengan demikian implikasinya
adalah program pendidikan penyuluhan harus terus menerus berkesinambungan.
Pemberdayaan masyarakat haruslah memberikan dampak yang positif bagi
masyarakat yang diberdayakan.
Menurut Suharto (2010:58) Pemberdayaan menunjuk pada kemampuan
orang, khusunya kelompok rentan dan lemah sehingga mereka memiliki kekuatan
atau kemampuan dalam:
1. Memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki
kebebasan (freedom) dalam arti bukan saja bebas mengemukakan
pendapat, melainkan bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan,
bebas dari kesakitan.
2. Menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan
mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh
barang-barang dan jasa-jasa yang mereka perlukan.
3. Berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-
keptusan yang mempengaruhi mereka.
38
Suhendra (2006:88-96) membahas mengenai banyak pemikir dan ahli-ahli
terutama dari disiplin sosial yang menyampaikan prisip pemberdayaan. Suhendra
mengacu pada 22 prinsip pemberdayaan yang dikutip dari Jim Ife, yaitu:
1. Integrated Development
Masalah sosial adalah manusia dan lingkungan dalam arti luas.
Oleh karenannya pengembangan masyarakat mencakup berbagai
aspek yaitu social, politik, ekonomi, budaya dan lingkungan,
spiritual, semua hal ini mencerminkan aspek-aspek kehidupan
masyarakat.
2. Confronting Structural Disadvantage
Struktur yang bertentangan akan melemahkan pengembangan
masyarakat. Perbedaan-perbedaan kelas sosial, ras, suku, gender
yang mengarah hambatan struktural hendaknya dapat
dimasimalkan. Jika hal ini tidak dapat dihindari maka akan
merupakan maslaah bagi pekerja masyarakat. Bahkan konflik-
konflik sosial yang berkala relatif besar akan membawa
kemunduran bukan kemajuan.
3. Human Rights
Dalam pengertian positif bahwa pengembangan masyarakat
dapat menggunakan prinsip-prinsip HAM (Hak Asasi Manusia).
Dengan hak asasi manusia, maka secara asasi hal-hal perorangan
dilindungi, apalagi kelompok minoritas sekalipun. Dalam
prinsip hak asasi manusia tidak dikenal penonjolan kelompok
minpritas maupun mayoritas.
4. Sustainability
Dengan prinsip kesinambungan penggunaan sumber-sumber
harus sehati-hati mungkin. Pengembangan masyarakat
ditunjukan untuk mengurangi ketergantungan kepada sumber-
sumber yang dapat diperbaharui agar keseimbangan ekologi
dapat terus dipelihara.
5. Empowerment
Penguasa atau pemberdayaan dilakukan dengan cara memberi
sumber, kesempatan, pengetahuan dan keterampilan kepada
masyarakat untuk menentukan hari depannya sendiri.
6. The Personal and Political
Kepentingan individu secara aspiratif harus dapat sejalan dan
mengkait dengan masalah umum dan politik. Masalah politik
hendaknya menjadi bagian dari masalah individu dan
sebaliknya. Awal dari kebijakan pemerintah adalah kemauan
politik, oleh karenanya pemberdayaan masyarakat pendidikan
39
politik masyarakat adalah penting sehingga terbentuk political
minded maka masyarakat ikut berpartisipasi sejak tahap awal
proses pembangunan.
7. Community Ownership
Prinsip ini menekankan bahwa pengembangan masyarakat
mengkait dengan kepemilikan material maupun non material
seperti struktur dan proses. Kepemilikan material agar
masyarakat bertanggung jawab memanfaatkannya secara efektif
dan efisien, sedangkan kepemilikan non material agar masyarakt
dapat mengawasi pelaksanaan pelayanan, ikut membuat
keputusan-keputusan aktivitas-aktivitas setempat.
8. Self Reliance
Bahwa dengan menambahkan percaya diri dalam
pengembangan masyarakat, diupayakan penggunaan sumber-
sumber setempat: keuangan, teknik, sumber alam maupun
sumber daya manusia.
9. Independence from The State
Prinsip ini menekankan pada kemampuan otonomi dan
kepercayaan diri pada masyarakat dan meminimalkan bantuan
dana dari pemerintah. Dana dari pemerintah jika diperlukan
merupakan alternatif terakhir dan hal itu akan memberikan
keleluasaan dalam masyarakat.
10. Immediate Goals and Ultimate Visions
Prinsip ke- 10 menyatakan bahwa selalu ada hubungan dan
saling ketergantungan antara tujuan segera dan tujuan visioner.
Tujuan jangka pendek dan jangka panjang ini merupakan hal
penting dan esensial yang sejalan, bukan pertentangan.
11. Organic Development
Suatu cara untuk memudahkan penghayatan pada prisip ini
adalah membedakan antara konsep organis dan mekanis seperti
membedakan antara tanaman dan mesin, antara masyarakat dan
lingkungan. Pengembangan masyarakat adalah suatu yang
kompleks dan dinamis, oleh karena memerlukan seni disamping
ilmu semata. Dalam pemberdayaan masyarakat intinya akan
tertuju kepada masyarakat walaupun demikian tidak boleh
mengabaikan unsur-unsur lain yang pasti ikut mempengaruhi.
12. The Pace of Development
Prinsip ini menekankan agar langkah-langkah pengembangan
masyarakat, dinamika percepatan serta irama pengembangan
disesuaikan dengan kondisi dan situasi yang ada di dalam
masyarakat, agar masyarakat ikut memiliki dan bertanggung
jawab. Pengembangan masyarakat merupakan proses belajar
bagi masyarakat yang bersangkutan. Masyarakat sepenuhnya
harus diperankan sebagai subyek disamping sebagai obyek. Hal
40
ini sangat diperlukan agar masyarakat tidak merasa asing di
tengah-tengah masyarakatnya.
13. External Expertise
Keahlian dari luar yang mendesign dan membantu
pengembangan masyarakat disertai sumber-sumber akan
memberikan dampak yang kurang baik bagi pengembangan
masyarakat setempat. Hal ini tidak berarti bahwa keberhasilan
pengembangan masyarakat di tempat lain tidak perlu
diperhatikan. Ahli pengembangan dari luar dapat saja
dimanfaatkan dengan tetap memperhatikan karakteristik
setempat dan menyesuaikan.
14. Community Building
Bahwa semua pengembangan masyarakat adalah bertujuan
untuk membangun masyarakat. Satu hal penting dalam
membangun masyarakat adalah terciptanya interaksi sosial,
kerja sama antar mereka, saling terbuka melalui komunikasi
sosial.
15. Proses and Outcome
Kadang kala ada keinginan yang merupakan bias pembangunan
untuk mencapai hasil yang sesegera mungkin melupakan proses
yang melibatkan semua komponen masyarakat. Kegiatan seperti
kit and run hanya sekali pukul mendapatkan hasil. Kelanjutan
keberhasilan berikutnya sangat diragukan. Dengan hanya
menekankan pada hasil maka kita melupakan pemberdayaan
masyarakat, kita tidak memposisikan masyarakat sebagai subyek
akan tetapi sebagai obyek pembangunan,
16. The Integruty of Process
Pengembangan masyarakat melalui suatu proses pertemuan-
pertemuan, masyarakat didorong untuk menyampaikan dan
mengambil keputusan. Adalah sesuatu yang baik apabila proses
yang ternyata berhasil dalam pengembangan masyarakat dalam
mempertahankan dan dipelihara. Melalui pertemuan-pertemuan
dapat diidentifikasi kebutuhan masyarakat, cara mencapai tujuan
yang diinginkan hingga didapaykan suatu konsensus.
17. Non Violence
Prinsip ini untuk menjamin bahwa didalam proses
pengembangan masyarakat tidak terjadi kekerasan fisik diantara
anggota masyarakat.
18. Inclusiveness
Pengembangan masyarakat harus menyertakan seluruh anggota
masyarakat. Kadang-kadang pertentangan tidak dapat dihindari,
akan tetapi upaya-upaya saling menghormati, saling menghargai
yang merupakan nilai yang dimiliki masyarakat kiranya masih
dapat dipertahankan.
41
19. Konsensus
Pengembangan masyarakat yang baik adalah apabila keputusan
yang diambil untuk rencana-rencana kegiatan melalui suatu
kesepakatan bersama “konsensus”.
20. Co-operation
Prinsip kerjasama adalah sangat baik, dan kalau diperlukan
untuk melakukan kerjasama dengan masyarakat lain guna
peningkatan ekonomi dan pemberian manfaat lainnya dalam
jangka waktu yang lama. Bahkan kerjasama perlu diperluas
sampai ketingkat nasional.
21. Participation
Didalam pengembangan masyarakat harus selalu diupayakan
optimalisasi partisipasi. Setiap anggota masyarakat secara aktif
ikut dalam proses-proses kegiatan pengembangan. Akan tetapi
partisipasi setiap individu berbeda-beda secara fungsi, kapasitas
sesuai potensi dan kondisi masing-masing.
22. Definning Need
Prinsip pendefinisian kebutuhan adalah sangat penting dalam
pengembangan masyarakat. Kebutuhan meliputi dua prinsip
penting, yaitu:
a. Pengertian kebutuhan masyarakat seutuhnya, konsumen,
sumber daya.
b. Kebutuhan yang bersifat progresif maupun regresif.
Suharto (2009:66-67) dalam bukunya membangun masyarakat,
Memberdayakan Masyarakat menjelaskan strategi pemberdayaan dapat
dilakukan melalui tiga Pendekatan atau mantra pemberdayaan
(empowerment setting), yaitu: mikro, mezzo dan makro.
1. Pendekatan Mikro. Pemberdayaan dilakukan secara individu
melalui bimbingan, konseling, stress management, crisis
intervention. Tujuan utamanya adalah membimbing atau melatih
klien dalam menjalankan tugas-tugas kehidupannya. Model ini
sering disebut sebagai pendekatan yang berpusat pada tugas (task
centered approach)
2. Pendekatan mezzo. Pemberdayaan dilakukan terhadap kelompok
klien. Pemberdayaan dilakukan dengan menggunakan kelompok
media sebagai intervensi. Pendidikam dan pelatihan, dinamika
kelompok, biasanya digunakan sebagai strategi dalam
meningkatkan kesadaran, pengetahuan, keterampilan dan sikap
klien agar memiliki kemampuan memecahkan permasalahan yang
dihadapi
42
3. Pendekatan makro. Pendekatan ini sering disebut dengan Strategi
Sistem Besar, karena sasaran perubahan diarahkan pada sistem
lingkungan yang luas. Perumusan kebijakan, perencanaan soosial,
kampanye, aksi sosial, pengorganisasian masyarakat, manajemen
konflik adalah beberapa strategi dalam pendekatan ini. Strategi
sistem besar memandang klien sebagai orang yang memiliki
kompetensi untuk memahami situasi-situasi mereka sendiri, dan
untuk memilih serta menentukan strategi yang tepay untuk
bertindak.
2.1.6 Strategi Pemberdayaan
Parsons et.al. dalam (Suharto, 2010:66) menyatakan bahwa proses
pemberdayaan umumnya dilakukan secara kolektif. Menurutnya, tidak ada
literature yang menyatakan bahwa proses pemberdayaan terjadi dalam relasi satu-
lawan-satu antara pekerja sosial dank lien dalam seting pertolongan perseorangan.
Meskipun pemberdayaan seperti ini dapat meningkatkan rasa percaya diri dan
kemampuan diri klien, hal ini bukanlah strategi utama pemberdayaan. Namun
demikian, tidak semua intervensi pekerjaan sosial dapat dilakukan melalui
kolektivitas. Dalam beberapa situasi, strategi pemberdayaan dapat saja dilakukan
secara individual; meskipun pada gilirannya strategi ini pun tetpa berkaitan
dengan kolektivitas, dalam arti mengkaitkan klien dengan sumber atau sistem lain
diluar dirinya. Dalam konteks pekerjaan sosial, pemberdayaan dapat dilakukan
melalui tiga aras atau matra pemberdayaan (empowerment setting), yaitu :
1. Aras Mikro. Pemberdayaan dilakukan terhadap klien secara individu
melalui bimbingan, konseling, stress management, crisis intervention.
Tujuan utamanya adalah membimbing atau melatih klien dalam
menjalankan tugas-tugas kehidupannya. Model ini sering disebut
sebagai pendekatan yang berpusat pada tugas (task centered approach).
2. Aras Mezzo. Pemberdayaan dilakukan terhadap sekelompok klien.
Pemberdayaan dilakukan dengan menggunakan kelompok sebagai
43
media intervensi. Pendidikan dan pelatihan, dinamika kelompok,
biasanya digunakan sebagai strategi dalam meningkatkan kesadaran,
pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap klien agar memiliki
kemampuan memecahkan permasalahan yang dihadapinya.
3. Aras Makro. Pendekatan ini disebut sebagai strategi sistem besar
(large-system strategy), karena sasaran perubahan diarahkan pada
sistem lingkungan yang lebih luas. Perumusan kebijakan, perencanaan
sosial, kampanye, aksi sosial, lobbying, pengorganisasian masyarakat,
manajemen konflik, adalah beberapa strategi dalam pendekata ini.
Strategi sistem besar memandang klien sebagai orang yang memiliki
kompetensi untuk memahami situasi-situasi mereka sendiri, dan untuk
memilih serta menentukan strategi yang tepat untuk bertindak.
Pelaksanaan proses dan pencapaian tujuan pemberdayaan diatas dicapai
melalui penerapan pendekatan pemberdayaan yang dapat disingkat menjadi 5P,
yaitu: kemungkinan, penguatan, perlindungan, penyokongan dan pemeliharaan
(Suharto, 2010: 67):
1. Kemungkinan: menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan
potensi masyarakat berkembang secara optimal. Pemberdayaan harus
mampu membebaskan masyarakat dari sekat-sekat cultural dan structural
yang menghambat.
2. Penguatan: memperkuat pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki
masyarakat dalam memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhanya.
Pemberdayaan harus mampu menumbuh-kembangkan segenap
kemampuan dan kepercayaan diri masyarakat yang menunjang
kemandirian mereka.
3. Perlindungan: melindungi masyarakat terutama kelompok-kelompok
lemah agar tidak tertindas oleh kelompok kuat, menghindari terjadinya
persaingan yang tidak seimbang (apalagi tidak sehat) antara yang kuat
dan yang lemah, dan mencegah terjadinya eksploitasi kelompok kuat
terhadap kelompok lemah. Pemberdayaan harus diarahkan pada
penghapusan segala jenis diskriminasi dan dominasi yang tidak
menguntungkan rakyat kecil.
4. Penyokongan: memberikan bimbingan dan dukungan agar masyarakat
mampu menjalankan peranan dan tugas-tugas kehidupannya.
Pemberdayaan harus mampu menyokong masyarakat agar tidak terjatuh
kedalam keadaan dan posisi yang semakin lemah dan terpinggirkan.
5. Pemeliharaan: memelihara kondisi yang kondusif agar tetap terjadi
keseimbangan distribusi kekuasaan antara berbagai kelompok dalam
masyarakat. Pemberdayaan harus mampu menjamin keselarasan dan
keseimbangan yang memungkinkan setiap orang memperoleh
kesempatan berusaha.
44
Dubois dan Miley dalam (Suharto, 2010: 68) member beberapa cara atau
tekhnik yang lebih spesifik yang dapat dilakukan dalam pemberdayaan
masyarakat:
1. Membangun relasi pertolongan yang (a) merefleksikan respon empati;
(b) menghargai pilihan dan hak klien menentukan nasibnya sendiri (self-
determination); (c) menghargai perbedaan dan keunikan individu; (d)
menekankan kerjasama klien (clien partnerships)
2. Membangun komunikasi yang: (a) menghormati martabat dan hargadiri
klien; (b) mempertimbangkan keragaman individu ; (c) berfokus pada
klien; (d) menjaga kerahasiaan klien.
3. Terlibat dalam pemecahan masalah yang: (a) memperkuat partisipasi
klien dalam semua aspek proses pemecahan masalah; (b) menghargai
hak-hak klien; (c) merangkai tantangan-tantangan sebagai kesempatan
belajar; (d) melibatkan klien dalam pembuatan keputusan dan evaluasi.
4. Merefleksikan sikap dan nilai propesi pekerjaan sosial melalui: (a)
ketaatan terhadap kode etik profesi; (b) keterlibatan dalam
pengembangan professional, reset dan perumusan kebijakan; (c)
penerjemahan kesulitan-kesulitan pribadi kedalam isu-isu publik; (d)
penghapusan segala bentuk diskriminasi dan ketidak setaraan
kesempatan.
Pelaksanaan pendekatan diatas berijak pada pedoman dan prinsif
pekerjaan sosial. Terdapat beberapa prinsif pemberdayaan menurut persfektif
pekerjaan sosial (Suharto, 2010: 68-69).
1. Pemberdayaan adalah proses kolaboratif. Karenanya pekerja sosial dan
masyarakat harus bekerja sama sebagai partner.
2. Proses pemberdayaan menempatkan masyarakat sebagai faktor atau
subjek yang kompeten dan mampu menjangkau sumber-sumber dan
kesempatan-kesempatan.
3. Masyarakat harus melihat diri mereka sendiri sebagai agen penting yang
dapat mempengaruhi perubahan.
4. Kompetensi diperoleh atau dipertajam melalui pengalaman hidup,
khususnya pengalaman yang memberikan perasaan mampu pada
masyarakat.
5. Solusi-solusi, yang berasal dari situasi khusus harus beragam dan
menghargai keberagaman yang berasal dari faktor-faktor yang berada
pada situasi masalah tersebut.
6. Jaringan-jaringan sosial informal merupakan sumber dukungan yang
penting bagi penurunan ketegangan dan meningkatkan kompetensi serta
kemampuan mengandalikan seseorang.
45
7. Masyarakat harus berpartisipasi dalam pemberdayaan mereka sendiri:
tujuan, cara dan hasil harus dirumuskan oleh mereka sendiri.
8. Tingkat kesadaran merupakan kunci dalam pemberdayaan, karena
pengetahuan dapat memobilisasi tindakan bagi perubahan.
9. Pemberdayaan melibatkan akses terhadap sumber-sumber dan
kemampuan untuk menggunakan sumber-sumber tersebut secara efektif.
10. Proses pemberdayaan bersifat dinamis, sinergis, berubah terus, evolutif;
permasalahan selalu memiliki beragam solusi.
11. Pemberdayaan dicapai melalui struktur-struktur personal dan
pembangunan ekonomi secara pararel.
Pada uraian di atas menjelaskan bahwa, dalam upaya pemberdayaan perlu
adanya suatu strategi yang nantinya dapat meningkatkan kesejahteraan hidup.
Dalam strategi pemberdayaan upaya yang dilakukan adalah meningkatkan
kemampuan atau kapasitas masyarakat khususnya masyarakat miskin. Penguatan
kapasitas ini merupakan suatu proses dalam pemberdayaan dengan meningkatkan
atau ,merubah pola prilaku individu, organjisasi, dan system yang ada di
masyarakat untuk mencapai tujuan yang diharapkan secara efektif dan efisien.
2.2 Penelitian Terdahulu
Dasar atau acuan yang berupa teori-teori atau temuan-temuan melalui hasil
berbagai penelitian sebelumnya merupakan hal yang sangat perlu dapat disjikan
sebagai data pendukung. Penelitian terdahulu ini bermanfaat dalam mengelola dan
relevan yang sedang dibahas dalam penelitian ini, walapun fokus dan masalahnya
tidak sama tapi sangat membantu peneliti menemukan sumber-sumber pemecahan
masalah penelitian ini, fokus penelitian terdahulu yang dijadikan adalah terkait
dengan Program Ekonomi Kerakyatan di Kabupaten Lebak
Pertama penelitian yang dilakukan oleh Agisthia Lestari 6661092552
Jurusan Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Social Dan Ilmu
46
Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Penelitian Ini Berjudul Implementasi
Program Gerakan Bersama Rakyat Atasi Kawasan Padat Kumuh Dan Miskin
(GEBRAK PAKUMIS) dalam Pemberdayaan Masyarakat Di Kabupaten
Tangerang. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengkaji masalah yang
timbul dangan adanya program GEBRAK PAKUMIS. Namun, secara spesifik
tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan program Gerakan
Bersama Rakyat Atasi Kawasan Kumuh Padat dan Miskin (GEBRAK
PAKUMIS) dalam pemberdayaan masyarakat lemah dan tertinggal di Kabupaten
Tangerang dengan melakukan studi kasus di Kecamatan Kresek tahun 2012.
Hasil dan kesimpulan dari penelitian ini yaitu tidak berjalan dengan
optimal. Hal tersebut berdasarkan temuan lapangan peneliti adanya ketidaksesuian
jumlah rumah dalam dokumen rencana tindak komunitas (RTK) dengan realisasi
pembanguan karena ada banyak rumah yang dibangun menggunakan dana
bantuan dengan menggunakan mekanisme subsidi silang. Tidak adanya kejelasan
kriteria dalam penetapan masyarakat pemerima bantuan karena kondisi yang
hampir sama di wilayah/kawasan penerima bantuan. Bantuan kepada kelompok
penerima manfaat (KPM) yang dilakukan oleh tim pendamping masyarakat. Serta
kurangnya sosialisasi mengenai manfaat, tujuan dan sasaran yang ingin dicapai
dari program GEBRAK PAKUMIS
Kedua penelitian ini dilakukan oleh Budi Lenora A14304055 Fakultas
Pertanian Institut Pertanian Bogor. Yang berjudul evaluasi program
pemberdayaan usaha mikro,kecil dan menengah (UMKM) Garda Emas (Studi
Kasus UMKM Penghasil Sandal di Kecamatan Bogor Selatan). Penelitian ini
47
berjujuan untuk mendeskripsikan pelaksanaan program garda emas dengan
sasaran UMKM, membandingkan profil UMKM penghasil sandal antara yang
tidak ikut program garda emas dengan yang ikut program garda emas,
menganalisis faktor-faktor yang mempengerahi pendapatan UMKM penghasil
sandal, baik yang tidak ikut program garda emas maupun yang ikut program garda
emas.
Hasil dan kesimpulan dari penelitian ini yaitu Pemberdayaan UMKM
dilakukan dengan menumbuhkan dan mengembangkan sektor usaha kecil.
Pendekatan yang dilakukan untuk menumbuhkan sektor usaha kecil adalah
dengan pembukaan akses-akses usaha kecil ke pasar yang lebih luas atau
introduksi usaha baru yang layak dan menguntungkan. Sedangkan untuk
mengembangkan sektor usaha kecil dilakukan dengan memperkuat dan
meningkatkan akses permodalan, manajemen usaha, teknologi, pemasaran dan
standarisasi kualitas produk.
Berdasarkan hasil uji rata-rata dua sampel kecil independen, baik
penerimaan maupun pendapatan UMKM penghasil sandal antara yang ikut
program maupun yang tidak ikut program Garda Emas adalah sama, sehingga
dapat disimpulkan program Garda Emas masih belum efektif dalam
memberdayakan UMKM penghasil sandal yang ikut program jika ditinjau dari
penerimaan dan pendapatannya
Faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap pendapatan UMKM
penghasil sandal (LnY) adalah penerimaan (LnX1), jumlah tenaga kerja (LnX2),
jarak ke tempat penjualan (LnX4), usia (LnX5), lama usaha (LnX6), pendidikan
48
(LnX7), dan skala usaha (D2 dan D3). Sedangkan faktor-faktor yang tidak
berpengaruh secara nyata adalah jumlah mesin jahit (LnX3), jumlah tanggungan
(LnX8), sumber modal (D1), pelatihan (D4) dan jenis UMKM (D5).
2.3. Kerangka Berfikir
Kerangka berfikir menggambarkan alur fikiran peneliti sebagai kelanjutan
dari kajian teori untuk memberikan penjelasan, maka berdasarkan judul penelitian
tersebut maka kerangka berfikir dalam penelitian ini dengan indicator teori yang
digunakan yaitu teori Strategi Pemberdayaan dari Suharto (2010: 67).
Berdasarkan fokus penelitian yang peneliti lakukan yakni tentang
Implementasi Program Pembinaan Industri Kecil Menengah (IKM) Tentang
Klaster Industri di Kabupaten Lebak, sejalan dengan perkembangan pembangunan
daerah pada tingkat pedesaan semakin maju langkah pembangunan pun sekain
banyak permasalahan pelaynan yang harus di hadapi dan di tanggulangi sengingga
menjadi penentu keberhasilan dalam melasanakan tugas dan fungsi dinas secara
maksimal.
Pada observasi awal yang peneliti lakukan, peneliti menemukan beberapa
permasalahan, diantaranya yaitu: pertama Sumber daya manusia dan
pengetahuan yang masih minim membuat kelompok usaha lama untuk
berkembang, kedua Pelatihan dan pembinaan yang diberikan kurang optimal,
sehingga hasil dari pelatihan dan pembinaan tidak berdampak positif bagi
masyarakat, ketiga Kurangnya bantuan dana dari pemerintah sehingga masyarakat
tidak bisa membuka usaha sendiri, keempat Akses jalan yang jauh dan kurang
49
baik menyebabkan kegitan pendistribusian produk kurang efektif dan
efisien.kelima Tidak adanya pengawasan dalam proses pemasaran setelah
diselenggarakan pelatihan.
Selanjutnya merujuk pada fokus penelitian ini mengenai Implementasi
Program Pembinaan Industri Kecil Menengah (IKM) Tentang Klaster Industri di
Kabupaten Lebak, peneliti menggunakan teori George C. Edwards III, yang terdiri
dari 4 (empat) komponen yaitu: (1) Komunikasi (2) Sumber Daya (3) Disposisi
(4) Struktur Birokrasi. Mengacu pada deskripsi teori diatas, langkah berikutnya
komponen-komponen tersebut akan dianalisis sesuai dengan fokus penelitian
sehingga menghasilkan output atau keluaran berupa gambaran mengenai
Implementasi Program Pembinaan Industri Kecil Menengah (IKM) Tentang
Klaster Industri di Kabupaten Lebak. Hal ini akan menjadi bahan masukan atau
outcome bahwa dengan berkembangnya ekonomi kerakyatan dinas perindustrian
dan perdagangan dapat mengurangi kemiskinan di Kabupaten Lebak.
50
Gambar 2.2
Bagan Kerangka Berfikir
Implentasi Program Industri Kecil Menengah (IKM) Tentang Klaster
Industri Di Kabupaten Lebak 2015
Konsep implementasi kebijakan menurut George C. Edwards III:(Agustino :
2008)
1. Komunikasi
2. Sumberdaya
3. Disposisi
4. Struktur birokrasi
Berjalannya dengan baik Implementasi Program Pembinaan Industri Kecil
Menengah (IKM) Tentang Klaster Industri Di Kabupaten Lebak 2015
Permasalahan:
1. Program pembinaan dan pelatihan tidak mencakup seluruh unit usaha IKM
2. Kegiatan pemasaran terkendala akses
3. Bantuan pengembangan kegiatan usaha masih sangat terbatas
4. Tidak adanya penugasan kepada pelaku usaha untuk melaporkan
perkembangan usahanya
5. Struktur birokrasi antar dinas yang tidak berjalan optimal dalam pembinaan
IKM
6.
Meningkatnya kesejahtraan masyarakat di Kabupaten Lebak
51
2.4. Hipotesis Penelitian
Perumusan hipotesis penelitian merupakan langkah ketiga dalam
penelitian, setelah peneliti mengemukakan landasan teori dan kerangka berpikir.
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, di
mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat
pertanyaan. Dengan demikian, hipotesis di dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
Ho : µ ≤ 65%
Ho : Keberhasilan Program IKM di Kabupaten Lebak paling tinggi atau sama
dengan 65%.
Ha : µ > 65%
Ha : Keberhasilan Program IKM di Kabupaten Lebak paling rendah 65%.
Berdasarkan dua hipotesis tersebut, maka peneliti mengambil salah satu
hipotesis penelitian, yaitu sebagai berikut:
Ho : µ ≤ 65%
Ho : Keberhasilan Program IKM di Kabupaten Lebak paling tinggi atau sama
dengan 65%.
52
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah investigasi yang sistematis, terkontrol,empiris dan kritis dari
suatu proposisi hipotesis mengenai hubungan tertentu antar fenomena. (Kerlinger, 1986: 17-
18). Sedangkan menurut Indriantoro dan Supomo Penelitian merupakan refleksi dari
keinginan untuk mengetahui sesuatu berupa fakta-fakta atau fenomena alam.Perhatian atau
pengamatan awal terhadap fakta atau fenomena merupakan awal dari kegiatan penelitian
yang menimbulkan suatu pertanyaan atau masalah (Indriantoro & Supomo, 1999: 16).
Selanjutnya menurut Singarimbun dan Sofian Effendi, penelitian secara umum dapat
digolongkan ke dalam tiga model utama yaitu
1. Penelitian Diskriptif, merupakan suatu penelitian yang bermaksud memperoleh atau
mendapatkan gambaran tentang sifat dari suatu gejala masyarakat.
2. Penelitian Eksploratif, merupakan suatu penelitian yang bertujuan untuk
memperdalam pengetahuan mengenai gejala tertentu dengan maksud untuk
merumuskan masalah secara terperinci.
3. Penelitian Eksplanatori, penelitian yang bertujuan untuk menguji hipotesa tentang
hubungan kausalitas variabel yang diteliti dari hipotesis yang telah ditentukan.
Menurut Arikunto, metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam
mengumpulkan data penelitiannya
Dalam arti umum dan awam, metodologi biasa digunakan dalam konteks apa saja,
misalnya berpikir, metodologi pendidikan, atau metodologi pengajaran. Menurut
Irawan (2005:4.2) metodologi adalah “totalitas cara” untuk meneliti dan menemukan
kebenaran. Disebut totalitas cara, sebab metodologi tidak hanya mengacu pada
53
metode penelitian, tetapi juga paradigma, pola pikir, metode pengumpulan dan
analisis data, sampai dengan metode penafsiran temuan penelitian itu sendiri. Dalam
penelitian sosial, masalah penelitian, tema, topik, dan judul penelitian berbeda secara
kuantitatif maupun kualitatif. Baik substansial maupun materil kedua penelitian itu
berbeda berdasarkan filosofis dan metodologis. Masalah kuantitatif lebih umum
memiliki wilayah yang luas, tingkat variasi yang kompleks namun berlokasi
dipermukaan.
3.2. Ruang Lingkup/Fokus Penelitian
Agar penelitian lebih terstruktur dan sistematis, maka ruang lingkup penelitian
difokuskan pada Implementasi Program Pembinaan Industri Kecil Menengah (IKM)
Tentang Klaster Industri Di Kabupaten Lebak 2015.
3.3. Lokasi Penelitian
Berdasarkan judul penelitian ini yaitu tentang Implementasi Program
Pembinaan Industri Kecil Menengah (IKM) Tentang Klaster Industri Di Kabupaten
Lebak 2015.Maka lokus penelitian ini yaitu berlokasi di 9 (sembilan) Kecamatan
yang mendapatkan bantuan Program Industri Kecil Menengah (IKM) dari Pemerintah
Daerah Lebak.
54
3.4. Variabel Penelitian
3.4.1. Definisi Konsep
Istilah konsep berasal dari bahasa latin coceptum, artinya sesuatu yang
dipahami. Aristoteles dalam “The classical theory of cocepts” menyatakan bahwa
konsep merupakan penyusun utama dalam pembentukan pengetahuan ilmiah dan
filsafat pemikiran manusia. Konsep merupakan abstraksi suatu ide atau gambaran
mental, yang dinyatakan dalam suatu kata atau simbol. Konsep dinyatakan juga
sebagai bagian dari pengetahuan yang dibangun dari berbagai macam karakteristik
(diakses dalam: http://id.m.wikipedia.org/wiki/konsep,14Agustus 2015).
Menurut Van Meter dan Van Horn (dalam Wahab, 2008: 65) Implementasi
program adalah tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu/pejabat
atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya
tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan. Program
Pengembangan Industri Kecil Menengah (IKM), Program IKM adalah salah satu
program yang dibuat oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Lebak
untuk memfasilitasi IKM dalam pemanfaatan sumber daya, dan melakukan
pembinaan IKM dalam memperkuat jaringan klaster industri. Tujuan dari Program
IKM ini yaitu Pemerintah Daerah Lebak dalam hal ini Dinas Perindustrian dan
Perdagangan memberikan akses dan perlindungan para pengusaha IKM agar kegiatan
usaha berlanjut dan semakin berkembang, kegiatan fasilitasi dan pembinaan tersebut
55
diantaranya pemberian peralatan penunjang IKM dan Sosialisasi atau pelatihan
pengembangan kegiatan usaha
3.4.2 Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan penjabaran konsep atau variabel penelitian
dalam rincian yang terukur (indikator penelitian). Dan Variabel yang menjadi
indikator dalam penelitian Implementasi Program Pembinaan Industri Kecil
Menengah (IKM) Tentang Klaster Industri Di Kabupaten Lebak
2015.Berdasarkan teori yang melandasi dan definisi konsep yang telah dibuat,
maka dirumuskan suatu variabel penelitian
Berikut ini adalah konsep indikator kerja menurut Edward III dalam
Agustino (2012:150-153) adalah sebagai berikut :
Terdapat tiga indikator yang dapat dipakai (atau digunakan) dalam
mengukur keberhasilan variabel komunikasi, yaitu:
1) Transmisi; penyaluran komunikasi yang baik akan dapat menghasilkan
suatu implementasi yang baik pula. Seringkali yang terjadi dalam
penyaluran komunikasi adalah adanya salah pengertian
(miskomunikasi), hal tersebut disebagiankan karena komunikasi telah
melalui beberapa tingkatan birokrasi, sehingga apa yang diharapkan
terdistorsi ditengah jalan.
2) Kejelasan; komunikasi yang diterima oleh para pelaksana kebijakan
(street-level-bureuacrats) haruslah jelas dan tidak membingungkan
(tidak ambigu/mendua). Ketidakjelasan pesan kebijakan tidak selalu
56
menghalangi implementasi, pada tataran tertentu, para pelaksana
membutuhkan fleksibilitas dalam melaksanakan kebijakan. Tetapi pada
tataran yang lain hal tersebut justru akan menyelewengkan tujuan yang
hendak dicapai oleh kebijakan yang telah ditetapkan.
3) Konsisitensi; perintah yang diberikan dalam pelaksanaan suatu
komunikasi haruslah konsisten dan jelas (untuk diterapkan atau
dijalankan). Krena jika perintah yang diberikan sering berubah-ubah,
maka dapat menimbulkan kebingungan bagi pelaksana dilapangan.
Variabel atau faktor kedua yang mempengaruhi keberhasilan suatu kebijakan
implementasi suatu kebijakan adalah sumber daya. Indikator sumber-sumber
daya terdiri dari beberapa elemen, yaitu:
1) Staf; sumber daya utama dalam implementasi kebijakan adalah staf.
Kegagalan yang sering terjadi dalam implementasi kebijakan salah
satunya disebagiankan oleh karena staf yang tidak mencukupi,
memadai, ataupun tidak kompeten dibidangnya. Penambahan jumlah
staf dan implementor saja tidak mencukupi, tetapi diperlukan pula
kecukupan staf dengan keahlian dan kemampuan yang diperlukan
(kompeten dan kapabel) dalam mengimplementasikan kebijakan atau
melaksanakan tugas yang diinginkan oleh kebijakan itu sendiri.
2) Informasi; dalam implementasi kebijakan, informasi mempunyai dua
bentuk, yaitu pertama informasi yang berhubungan dengan cara
melaksanakan kebijakan. Implementor harus mengetahui apa yang harus
57
mereka lakukan disaat mereka diberi perintah untuk melakukan
tindakan.
Kedua, informasi mengenai data kepatuhan dari para pelaksana terhadap
peraturan dan regulasi pemerintah yang telah ditetapkan. Implementor
harus mengetahui apakah orang lain yang terlibat di dalam pelaksanaan
kebijakan tersebut patuh terhadap hukum.
3) Wewenang; pada umumnya kewenangan harus bersifat formal agar
perintah dapat dilaksanakan. Kewenangan merupakan otoritas atau
legitimasi bagi para pelaksana dalam melaksanakan kebijakan yang
ditetapkan secara politik. Ketika wewenang itu nihil, maka kekuatan
para implementor dimata publik tidak terlegitimasi, sehingga dapat
menggagalkan proses implementasi kebijakan.
4) Fasilitas; fasilitas fisik juga merupakan faktor penting dalam
implementasi kebijakan. Implementor mungkin memiliki staf yang
mencukupi, mengerti apa yang dilakukannya, dan memiliki wewenang
untuk melaksanakan tugasnya, tetapi tanpa adanya fasilitas pendukung
(sarana dan prasarana) maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan
berhasil.
Variabel ketiga yang mempengaruhi tingkat keberhasilan implementasi
kebijakan publik adalah disposisi. Hal-hal penting yang perlu dicermati pada
variabel disposisi, menurut George Edward III, adalah:
58
1) Pengangkatan birokrat; disposisi atau sikap para pelaksana akan
menimbulkan hambatan-hambatan yang nyata terhadap implementasi
kebijakan bila personil yang ada tidak melaksanakan kebijkan-kebijakan
yang diinginkan oleh pejabat-pejabat tinggi. Karena itu, pemilihan dan
pengangkatan personil pelaksana kebijakan haruslah orang-orang yang
memiliki dedikasi pada kebijakan yang telah ditetapkan; lebih khusus
lagi bagi kepentingan warga.
2) Insentif, Edward menyatakan bahwa salah satu teknik yang disarankan
untuk mengatasi masalah kecenderungan para pelaksana adalah dengan
memanipulasi insentif. Oleh karena itu, pada umumnya orang bertindak
menurut kepentingan mereka sendiri, maka memanipulasi insentif oleh
para pembuat kebijakan mempengaruhi tindakan para pelaksana
kebijakan. Dengan cara menambah keuntungan atau biaya tertentu
mungkin akan menjadi faktor pendorong yang membuat para pelaksana
kebijakan melaksanakan perintah dengan baik. Hal ini dilakukan sebagai
upaya memenuhi kepentingan pribadi (self interest) atau organisasi.
Variabel keempat, yang mempengaruhi tingkat keberhasilan
implementasi kebijakan publik adalah struktur birokrasi. Walaupun
sumber-sumber untuk melaksanakan suatu kebijakan tersedia, atau para
pelaksana kebijakan mengetahui apa yang seharusnya dilakukan, dan
mempunyai keinginan untuk melaksankan suatu kebijakan, kemungkinan
suatu kebijakan tersebut tidak dapat terlaksana atau terealisasi karena
59
terdapatnya kelemahan dalam suatu struktur birokrasi. Kebijakan yang
begitu kompleks menuntut adanya kerja sama banyak orang, ketika
struktur birokrasi tidak kondusif pada kebijakan yang tersedia, maka hal
ini akan menyebagiankan sumberdaya-sumberdaya menjadi tidak efektif
dan menghambat jalannya kebijakan. Birokrasi sebagai pelaksana sebuah
kebijakan harus dapat mendukung kebijakan yang telah diputuskan
secara politik dengan jalan melakukan koordinasi dengan baik.
Variabel Implementasi Kebijakan Publik yang disebutkan diatas, dinilai dan
dianggap lebih rasional dan tepat untuk menjawab permasalahan-permasalahan
yang ada pada Implementasi Perda ini.
Selanjutnya yaitu definisi konsep mengenai Program Pengembangan Industri
Kecil Menengah (IKM), Program IKM adalah salah satu program yang dibuat
oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Lebak untuk memfasilitasi
IKM dalam pemanfaatan sumber daya, dan melakukan pembinaan IKM dalam
memperkuat jaringan klaster industri. Tujuan dari Program IKM ini yaitu
Pemerintah Daerah Lebak dalam hal ini Dinas Perindustrian dan Perdagangan
memberikan akses dan perlindungan para pengusaha IKM agar kegiatan usaha
berlanjut dan semakin berkembang, kegiatan fasilitasi dan pembinaan tersebut
diantaranya pemberian peralatan penunjang IKM dan Sosialisasi atau pelatihan
pengembangan kegiatan usaha. Tujuan Program IKM adalah sebagai berikut:
60
1. memberikanfasilitas masyarakat pengusaha terhadap sarana dan
prasarana kegiatan usaha.
2. Mendorong roda perekonomian masyarakat dengan mengurangi
angka pengangguran dan kemiskinan.
3.5. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah berbentuk kuesioner,
dengan jumlah variabel sebanyak satu variabel atau variabel mandiri.Sedangkan skala
pengukuran instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala Likert.
Menurut Siregar (2010:138), Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap,
pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang suatu objek atau
fenomena tertentu.
Selain itu Siregar (2010:140) menambahkan bahwa, dalam alternative
jawaban pada Skala Likert tidak hanya tergantung pada jawaban setuju atau penting.
Alternative jawaban dapat berupa apapun sepanjang mengukur sikap, pendapat, dan
persepsi seseorang tentang suatu objek jawaban, misalnya baik, senang, tinggi, puas,
dan lain-lain.
Dengan skala likert, maka variabel yang di ukur akan dijabarkan menjadi
indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan titik tolak untuk menyusun
item–item instrumen dalam bentuk pernyataan atau pertanyaan.Jawaban setiap item
instrumen memiliki tingkatan nilai dari sangat positif sampai sangat negatif, maupun
61
sebaliknya dari sangat negatif sampai sangat positif. Dan untuk keperluan analisis
kuantitatif maka jawaban dari setiap item instrumen diberi skor sebagai berikut
Tabel 3.1
Tabel Skoring / Nilai (Negatif)
Jawaban Skor
Sangat setuju (SS) 1
Setuju (S) 2
Tidak setuju (TS) 3
Sangat tidak setuju (STS) 4
Sumber: Peneliti, 2015.
Selain angket atau kuesioner, peneliti ini menggunakan data yang dapat
dikelompokan dalam dua sumber data yaitu:
1. Sumber data primer
Data yang diperoleh langsung dari sumbernya (sampel atau responden)
dengan menggunakan teknik pengumpulan data tertentu disebut data
primer karena data ini diperoleh langsung dari sumber pertama dan masih
bersifat mentah katena belum diolah atau diinterprestasikan sifat dan
kualifikasinya. Sumber data primer ini diperoleh melalui kegiatan
wawancara secara terstruktur (penyebaraan kuesioner atau angket) kepada
responden dan observasi secara non-partisipatoris.
62
a. Kuesioner atau angket
b. Pengumpulan data dilakukan dengan member seperangkat pertanyaan atau
pernyataan tertulis mengenai variable yang diteliti kepada responden
untuk dijawabnya.
c. Observasi non-partisipatatoris
Kegiatan yang dilakukan dengan melakukan pengamatan secara tidak
langsung dalam penelitian ini.
2. Sumber data sekunder
Sumber data sekunder diperoleh melalui kegiatan studi kepustakaan, studi
dokumentasi, studi lapangan dan studi wawancara.
a. Studi literatur atau studi kepustakaan
Yaitu teknik pengumpulan data dengan cara memperoleh atau
mengumpulkan data dari berbagai referensi yang relevan berdasarkan text
book maupun jurnal-jurnal ilmiah.
b. Studi dokumentasi
Ialah studi yang digunakan untuk mencari dan memperoleh data sekunder
berupa pengumpulan data yang diperoleh dari Dinas Perindustrian dan
Perdagangan Kabupaten Lebak, catatan serta dokumen-dokumen yang
relevan mengenai masalah penelitian ini.
63
c. Studi lapangan langsung
Merupakan pengumpulan data yang dibutuhkan dengan cara turun
langsung ke lokasi penelitian yang salah satunya dengan cara melakukan
observasi.
3.5.1 Uji Validitas, Realibitas dan Normalitas
3.5.1.1 Uji Validitas
Hasil penelitian yang valid bila terdapat kesamaan antara data yang
terkumpul dengan data yang sesungguhnya terjadi pada objek yang diteliti.
Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk data mengukur
itu valid. Sugiyono (2012:121) mendefinisikan valid berarti instrument
tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa saja yang seharusnya diukur.
Maka dari itu untuk menguji instrumen penelitian ini agar data yang didapat
valid, maka peneliti menggunakan rumus Korelasi Product Moment dengan
bantuan perangkat lunak Statistic Program For Social Science (SPSS) 16.
Uji validitas digunakan untuk salah satu valid tidaknya suatu
kuesioner. Kevaliditisan instrumen menggambarkan bahwa suatu instrumen
benar-benar mampu mengukur variabel-variabel yang akan diukur dalam
penelitian serta mampu menunjukan tingkat kesesuaian anatar konsep dan
hasil pengukuran.
64
2222
)()(
yynxxn
yxxynr
Rumus uji validitas ini adalah:
Keterangan :
r = Koefisien kolerasi Product Moment
∑x = Jumlah skor dalam sebaran x
∑y = Jumlah skor dalam sebaran y
∑xy = Jumlah hasil skor x dan y yang berpasangan
∑x2 = Jumlah skor yang dikuadratkan dalam sebaran x
∑y2 = Jumlah skor yang dikuadratkan dalam sebaran y
n = Jumlah sampel
Ketentuan pengujian uji validitas adalah rhitung dibandingkan dengan
rtabel (dengan melihat taraf signifikan penelitian, yakni sebesar 10% atau 0,1,
dan jumlah N atau responden, barulah kita akan mendapatkan nilai rtabel)
sebagai berikut :
1. jika rhitung ≤ rtabel maka instrumen dikatakan tidak valid
2. jika rhitung ˃ rtabel maka instrumen penelitian dikatakan valid
3.5.1.2 Uji Reliabilitas
Tahap selanjutnya adalah uji reliabilitas, dimana hasil penelitian yang
reliabel, bila terdapat kesamaan data dalam waktu yang berbeda. Sugiyono
(2012:122) mendefinisikan instrumen yang reliabel merupakan instrumen
yang bila digunakan berkali-kali akan menghasilkan data yang sama.
65
st
si
k
kri
1
11
Pendekatan yang digunakan untuk uji reliabilitas adalah pendekatan
realibilitas konsistensi internal.
Adapun teknik yang digunakan untuk mengukur konsistensi internal
adalah Cronchbach’s Alpha. Variabel dikatakan reliabel jika nilai alphanya
lebih dari 0,30. Dengan dilakukannya uji reliabilitas maka akan menghasilkan
suatu instrumen yang benar-benar tepat atau akurat dan mantap. Pengujian
Reliabilitas kuesioner pada penlitian ini menggunakan bantuan perangkat
lunak Statistic Program For Social Science (SPSS) 16.
Rumus Alpha Cronchbach adalah sebagai berikut:
Keterangan :
ri1 = koefisien reliabilitas internal seluruh item
k = banyaknya item
Si2 = jumlah varian skor tiap-tiap item
St2 = varian total
66
Tabel 3.2
Tingkat Reliabilitas Berdasarkan nilai Alpha
Alpha Tingkat Reliabilitas
0,00 s/d 0,20 Kurang Reliabel
˃0,20 s/d 0,40 Agak Reliabel
˃0,40 s/d 0,60 Cukup Reliabel
˃0,60 s/d 0,80 Reliabel
˃0,80 s/d 1,00 Sangat Reliabel
3.5.1.3 Uji Normalitas
Guna memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang data hasil penelitian,
normalitas data digunakan untuk menjaga ketetapan metode statistik yang digunakan,
karena apabila data yang dihasilkan tidak normal maka statistika yang digunakan
adalah statistika non parametric sedangkan apabila data yang dihasilkan adalah
normal maka statistika yang digunakan adalah statistic parametcric.
3.5.2 Jenis dan Sumber Data
3.5.2.1 Jenis Data
1. Data Primer adalah data yang diperoleh dari narasumber yang langsung
berhubungandengan penelitian dan mampu memberikan informasi. Dalam
penelitian ini data primer tersebut diperoleh peneliti melalui penyebaran
kuesioner yaitu dengan menyebarkan kuesioner kepada Masyarakat penerima
67
Program Pengembangan Industri Kecil Menengah (IKM) Tentang
Pengembangan Komoditi Unggulan Gula Aren di Kabupaten Lebak.
2. Data Sekunder adalah data yang tidak langsung diperoleh peneliti, seperti
dokumen, hasil penelitian yang relevan, laporan dan catatancatatan atau
melalui pihak lain yang memberikan keterangan dan informasi kepada
peneliti.
3.5.2.2 Sumber Data
1. Responden dalam penelitian ini yaitu Masyarakat penerima (Pengusaha)
bantuan Program Pengembangan Industri Kecil Menengah (IKM) Tentang
Pengembangan Komoditi Unggulan Gula Aren di Kabupaten Lebak, yang
dilibatkan secara langsung di dalam kegiatan penelitian ini, untuk
memperoleh gambaran atau materi yang dijadikan objek penelitian.
2. Literatur, yaitu data kepustakaan yang memiliki hubungan dengan penelitian.
3.5.3 Teknik Pengumpulan Data
Menurut Hariwijaya (2005:61), untuk memperoleh data dan keterangan
yang diperlukan, digunakan teknik sebagai berikut :
1. Library Research atau studi kepustakaan, yaitu metode pengumpulan data dari
literatur yang secara langsung berhubungan dengan topik permasalahan yang
sedang diteliti, baik literatur yang bersumber dari referensi, maupun dari
buku-buku yang relevan.
2. Field Research yaitu penelitian yang dilakukan berdasarkan pengamatansecara
langsung pada objek yang diteliti, dengan melakukan :
68
1. Observasi
Yaitu teknik pengumpulan data dengan cara pengamatan secara langsung
terhadap objek yang diteliti.
2. Kuesioner
Cara ini digunakan melalui pembuatan daftar pertanyaan tentang masalah
yang akan diteliti, yang kemudian dibagikan kepada responden.
3.6 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/subjek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2012:18). Populasi di
dalam penelitian ini adalah Masyarakat penerima Program Pengembangan Industri
Kecil dan Menengah (IKM)yang berjumlah 4.432Unit Usaha.
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut.(Sugiyono, 2012:18). Karena adanya keterbatasan, maka tidak seluruhnya
populasi tersebut akan diteliti. Oleh karena itu, penelitian hanya dilakukan pada
sampel dari populasi tersebut. Di dalam menentukan jumlah sampel yang akan
diteliti, rumus yang dipergunakan oleh peneliti adalah rumus dari Taro Yamane
(Bungin. Burhan. 2006 : 105) yaitu sebagai berikut:
69
N
n =
N. (d2) + 1
Keterangan :
n = Jumlah sampel yang dicari
N = Jumlah Populasi
d2
= Nilai presisi (presisi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 10%
dengan perhitungan 10 : 100 = 0,1)
Diketahui :
N = 4.432Unit Usaha
d = 0,1
70
Perhitungan Sampel:
N
n =
N. (d2) + 1
4.432
n =
4.432. (0,12) + 1
4.432
n =
44,32 + 1
4.432
n =
45,32
n = 97,79 dibulatkan menjadi:
n = 98
Jadi, sampel yang akan digunakan di dalam peneltian ini yaitu sebanyak 98
Masyarakat Pengusaha (Unit Usaha).
Adapun agar sampel tersebut yang nantinya akan menjadi fokus objek penelitian
dapat mempresentasikan populasi, maka digunakanlah teknik sampling dengan
menggunakan proportional stratified random sampling. Sampel wilayah adalah teknik
sampling yang dilakukan dengan mengambil wakil dari setiap wilayah yang terdapat
dalam populasi. Jumlah penentuan sampel pada masing-masing Unit Usaha per
Kecamatan dengan menggunakan teknik proportional stratified random sampling
dapat dilihat pada tabel berikut ini:
71
Tabel 3.3
Jumlah Sampel Pada Masing-Masing Unit Usaha per Kecamatan
No Kecamatan Jumlah Unit
Usaha
Jumlah Sampel Hasil Akhir
1 Sobang 1430 1.430 : 4.432 x 98 = 31,62
32
2 Lebakgedong 333 333: 4.432 x 98 = 7,36 7
3 Sajira 36 36: 4.432 x 98 = 0,79 1
4 Gunungkencana 165 165: 4.432 x 98 = 3,64 4
5 Cigemblong 751 751: 4.432 x 98 = 16,60 17
6 Cijaku 376 376: 4.432 x 98 = 8,31 8
7 Cibeber 897 897 : 4.432 x 98 = 19,83 20
8 Cilograng 239 239: 4.432 x 98 = 5,28 5
9 Cihara 205 205: 4.432 x 98 = 4,53 4
Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan tahun 2015
3.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data
3.7.1 Teknik Pengolahan
Setelah data dikumpulkan maka tahap selanjutnya adalah pengolahan
data.Tahap ini merupakam tahap yang sangat penting dan menentukan.Pada
tahap ini data diolah sedemikian rupa sehingga berhasil disimpulkan kebenaran-
kebenaran yang dapat dipakai untuk menjawab persoalan-persoalan yang
72
diajukan dalam penelitian. Teknik pengolahan data dalam Bungin (2009:165-
168) tersebut menggunakan cara sebagai berikut :
1. Editing Data, adalah kegiatan yang dilaksanakan setelah peneliti selesai
menghimpun data dilapangan. Kegiatan ini menjadi penting karena
kenyataannya bahwa data yang terhimpun kadang kala belum memenuhi
harapan peneliti, ada diantaranya kurang atau terlewatkan, tumpang tindih,
berlebihan bahkan terlupakan. Oleh karena itu, keadaan tersebut harus
diperbaiki melalui editing ini. Proses editing dimulai dengan memberi
identitas pada instrumen penelitian yang telah terjawab. Kemudian
memeriksa satu per satu lembaran instrumen dan poin yang janggal
tersebut.
2. Coding data, setelah tahap editing selesai dilakukan, kegiatan berikutnya
adalah mengklasifikasi data-data tersebut melalui tahap koding.
Maksudnya bahwa data yang telah diedit tersebut diberi identitas sehingga
memiliki arti tertentu pada saat dianalisis, kemudian diberikan skor
dengan menggunakan skala Likert.
3. Tabulating data, adalah memasukan data pada tabel-tabel tertentu dan
mengatur angka- angka serta menghitungnya. Penyusunan data dalam
tabel-tabel yang mudah dibaca dan tabel tersebut disiapkan untuk analisis.
73
3.7.2 Teknik Analisis Data
Setelah pengolahan data dilakukan, tahap selanjutnya adalah analisis
data.Dimana analisis itu dilakukan untuk membahas masalah yang terdapat
dalam masalah.Analisis data dilakukan dalam usaha untuk menyederhanakan
data yang didapat agar mudah dipahamim oleh pembaca.Metode analisis yang
digunakan oleh peneliti adalah metode kuantitatif.Kegiatan dalam analisis data
adalah mengelompokan data berdasarkan variabel dari jenis responden,
mentabulasi data berdasarkan variabel dari seluruh responden, menyajikan data
dari setiap variabel yang diteliti, melakukan perhitungan untuk menjawab
rumusan masalah, dan melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis yang
telah diajukan. Berikut rumus pengujian hipotesis deskriptif yang diajukan dalam
penelitian ini menggunakan rumus T-Test (Uji T) sebagai berikut :
Keterangan :
t = nilai t yang dihitung
π = nilai rata-rata
µ0 = nilai yang dihipotesiskan
s = simpangan baku
n = jumlah anggota sampel
74
3.8 Jadwal Penelitian
Penelitian ini dimaksudkan untuk meneliti bagaimana Implementasi
Program Pembinaan Industri Kecil Menengah (IKM) Tentang Klaster Industri di
Kabupaten Lebak Tahun 2015 . Adapun waktu penelitian ini dimulai dari bulan
Januari
Tabel 3.4
Jadwal Penelitian
Sumber: Peneliti, 2018
No. Kegiatan
Waktu Penelitian
Sept
2017
Okt
2017
Nov
2017
Des
2017
Jan
2018
Feb
2018
Mar
2018
Apr
2018
Mei
2018
Jun
2018
1. Pengajuan Judul
2. Observasi Awal
3. Penyusunan Proposal Skripsi
4. Bimbingan BAB I – BAB III
5. Seminar Proposal Skripsi
6. Revisi Proposal Skripsi
7. Pengumpulan Data di Lapangan
8. Reduksi Data dari Lapangan
9. Penyajian Data
10. Penyusunan Hasil Penelitian
11. Bimbingan BAB IV dan BAB V
12. Sidang Skripsi
75
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian
Deskripsi objek penelitian menjelaskan tentang objek penelitian secara umum
meliputi lokasi penelitian, struktur organisasi, tupoksi, serta menjelaskan
gambaran umum dari Kabupaten Lebak dan dijelaskan terkait dengan objek
penelitian yaitu Implementasi Program Pembinaan Industri Kecil Menengah
(IKM) Tentang Produk Unggulan Gula Aren Di Kabupaten Lebak Tahun 2017
4.1.1 Gambaran Umum Kabupaten Lebak
Gambar 4.1
Peta Wilayah Kabupaten Lebak
Sumber : https://www.peta kabupaten lebak . co.id
Secara geografi Kabupaten Lebak, terletak pada posisi 105º25' -106º30'
Bujur Timur dan6º18' - 7º00' Lintang Selatan. Kabupaten Lebak memiliki luas
wilayah330.507,16Ha.Sedangkan luas wilayah laut yang menjadi kewenangan
76
Kabupaten Lebak yaitu 73,3Km² dengan panjang pantai sekitar 91,42 Km².
Adapun batas-batas wilayah KabupatenLebak adalah sebagai berikut
Sebelah Utara : Kabupaten Serang dan Tangerang
Sebelah Timur : Kabupaten Bogor dan Sukabumi
Sebelah Barat : Kabupaten Pandeglang
Sebelah Selatan : Samudera Hindia
Lebak merupakan kabupaten terluas di Provinsi Banten dengan luas
wilayah 304.472 ha. Yang mencakup 28 Kecamatan, 340 Desa dan 5 kelurahan.
Jumlah penduduk di kabupaten Lebak pada tahun 2014 berjumlah 1.258.637 jiwa,
mata pencaharian utama masyarakat di Kabupaten Lebak adalah bertani, industri
dan dagang.
77
Tabel 4.1
Luas Wilayah Menurut Kecamatan di Kab. Lebak
No. Nama Kecamatan Luas Wilayah
(ha)
Ketinggian
(m)
Jarak ke Kota
Rangkasbitung (km)
1 Malingping 9 217 40 100
2 Wanasalam 13 429 40 99
3 Panggarangan 16 336 4 127
4 Cihara 15 957 4 105
5 Bayah 15 374 3 135
6 Cilograng 10 720 3 160
7 Cibeber 38 315 200 152
8 Cijaku 7 436 70 80
9 Cigemblong 7 529 70 77
10 Banjarsari 14 531 120 70
11 Cileles 12 498 164 50
12 Gunung kencana 14 577 170 58
13 Bojongmanik 5 821 200 36
14 Cirinten 9 112 200 45
15 Leuwidamar 14 691 230 20
16 Muncang 8 498 260 42
17 Sobang 10 720 260 62
18 Cipanas 7 538 180 38
19 Lebak Gedong 6 255 180 47
20 Sajira 11 098 165 27
21 Cimarga 18 343 220 9
22 Cikulur 6 606 240 17
23 Warunggunung 4 953 250 10
24 Cibadak 4 134 220 5
25 Rangkasbitung 4 951 217 1
26 Kalanganyar 2 591 217 1
27 Maja 5 987 140 21
28 Curugbitung 7 255 140 34
Kabupaten Lebak 304 472 217
Sumber : Lebak Dalam Angka 2015
78
4.1.2 Unit Pelaksanan Pelayanan Dinas Perindustrian dan Perdagangan
Dinas Perindustrian dan Perdagangan mempunyai tugas meleksanakan
kewenangan otonomi daerah di bidang perindustrian,perdagangan dan
pengelolaan pasar di Kabupaten Lebak sebagai mana diatur dalam peraturan
daerah Kabupaten Lebak Nomor 10 Tahun 2007 Tentang pembentukan organisasi
dan tata kerja perangkat daerah kabupaten lebak, serta melaksanakan tugas
pembentukan yang diserahkan kepada pemerintah daerah.
Untuk melaksankan tugas pokok tersebut,Dinas Perindustrian dan
Perdagangan mempunyai pungsi sebagai berikut ;
a. Perumusan kebijakan teknis pengembangan usaha industri, pedagang, dan
pengelolaan
b. Perumusan kebijakan pembinaan dan pengawasan usaha industri
perdagangan dan pengelolaan
c. Pelaksanaan tugas bimbingan teknis oprasional dibidang perindustrian
yang meliputi industry argo dan hasil hutan, industry logam, mesin dan
kimia
d. Pelaksanaan tugas bimbingan dan pengembangan usaha perdagangan
meliputi pembinaan usaha perdagangan, pelayanan
kemetrologian,pengendalian persedian barang dan jasa, perlindungan
konsumen dan pembinaan perijinan
e. Pelaksanaan pelayanan pengebangan dan pembinaan disemua sector
daerah
79
f. Pelaksanaan pemberian rekomendasi ijin dibidang industri, perdagangan
dan penghunian tanah bangunan milik pemerintah daerah atas
rekomendasi daerah
g. Pelaksanaan koordinasi dan kerja sama dengan dinas atau intansi terkait
swasta, organisasi dunia usaha dalam rangka pengembangan usaha
industry kecil menengah
h. Pelaksanaan monitoring evaluasi kegiatan pembinaan dan pengembangan
usaha industri kecil menengah
4.1.3.1 Visi, Misi, Dinas Perindustrian dan perdagangan
Terwujudnya Daerah Perdagangan Industri Kecil Dan Menengah Yang
Maju Dan Mandiri Berbasis Ekonmi Pedesaan
Misi Dinas Perindustrian Dan Perdagangan kabupaten Lebak
a. Meningkatakan kompetensi pelaku usaha kecil menegah
b. Meningkatkan saraana dan prasarana teknologi pengemangan
komoditas unggulan
c. Memperluas pemasaran hasil produk industri kecil dan menengah
d. Pembinaan dan pengembangan pengawasan barang strategis
e. Pembinaan dan pengembangan pasar kawasan sentra produk unggulan
daerah, pusat grosir dan pasar daerah serta sarana dan prasarana pasar
80
1.1.3.2 StrukturDinas Perindustrian dan perdaganganan
Dinas perindustrian dan perdagangan terdiri dari unsur :
a. Pimpinan adalah kepala dinas
b. Pembantu pimpinan adalah sekertaris
c. Pelaksanaan adalah kepala bidang, kepala bagian, kepala seksi,
cabang dinas, kepala UPT dan kelompok jabatan fungsional
Susunan organisasi Dinas Perindustrian dan perdagangan
sebagai berikut:
a. Kepala Dinas
b. Sekertaris :
1. Sub bagian umum
2. Sub bagian keuangan
3. Sub bagian program
c. Bidang usaha industri
1. Seksi agro industri dan hasil hutan
2. Seksinaneka industri
3. Seksi industri logam, mesin dan kimia
d. Bidang usaha pertagangan
1. Seksi usaha pengembangan usaha perdagangan
2. Seksi pengadaan dan penyaluran
3. Seksi perlindungan konsumen
81
e. Bidang pengelolaan pasar
1. Seksi pengembangan usaha perdagangan
2. Seksi sarana dan prasarana
3. Seksi kebersihan dan keamanan pasar
f. Bidang perencanaan dan evaluasi
1. Seksi evaluasi dan pelaporan
2. Seksi pendataan
3. Seksi pengendalian
g. Cabang Dinas
h. Unit pelaksana teknis Dinas (UPTD)
i. Kelompok jabatan fungsiona
4.2 Deskripsi Data
Penelitian ini ingin menjelaskan dan menggambarkan kondisi yang terdapat
di lapangan terkait dengan penelitian yang bersifat deskriptif dengan
menggunakan data kuantitatif berupa angka-angka yang dijadikan sebagai simbol
untuk mengetahui seberapa besar tingkat Implementasi Program Pembinaan
Industri Kecil Menengah (IKM) tentang Klaster Industri di kabupaten Lebak .
Untuk menilai tingkatImplementasi Program Pembinaan Industri Kecil
Menengah (IKM) tentang Klaster Industri di kabupaten Lebak, hasil pengisian
kuisioner dan survey ini akan menunjukkan indikator apa saja yang memiliki
pengaruh kuat terhadap pencapaian tingkat implementasi tersebut, kemudian
82
hasilnya akan digunakan oleh peneliti untuk melihat seberapa besar tingkat
Implementasi Program Pembinaan Industri Kecil Menengah (IKM) tentang
Klaster Industri di kabupaten Lebakkepada masyarakat atau kelompok usaha yang
berada di wilayah penelitian.
4.2.1 Identitas Responden
Responden merupakan hal yang sangat penting dalam penelitian ilmiah.
Dalam pengisian kuisioner, peneliti meminta para responden untuk memberikan
data sebagai identitas dirinya untuk menunjang data dalam penelitian ini. Dalam
penelitian ini yang menjadi responden adalah masyarakat pengusaha atau yang
tergabung dalam kelompok usaha mikro kecil dan menengah yang ditemui
peneliti yang telah merasakan program pembinaan IKM sebanyak 98 responden.
Adapun data identitas diri responden yang peneliti minta adalah jenis kelamin,
umur responden, dan tingkat pendidikan terakhir responden.
83
Grafik 4.1
Identitas Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan grafik 4.1 diatas, terlihat bahwa sebagian besar responden
berjenis kelamin laki-laki, yaitu sebesar84,6% atau sebanyak 83 responden.
Sedangkan, responden yang berjenis kelamin perempuan sebesar 15,3% atau
sebanyak 15 responden. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas responden yang
menjadi pengusaha atau terlibat dalam program pembinaan IKM adalah yang
berjenis kelamin laki-laki.
84.6
15.3
Laki-Laki
Perempuan
84
Grafik 4.2
Identitas Responden Berdasarkan Usia
Sumber : Hasil Penelitian Lapangan, 2018
Berdasarkan grafik 4.2 di atas, identitas responden berdasarkan usia, yaitu
pada rentang usia 33-45 tahun sebesar 22,4%, atau sebanyak 22 responden.
Kemudian, pada rentang usia 45-60 tahun sebesar 66,3% atau sebanyak 65
responden. Selanjutnya, pada rentang usia di atas 60 tahun sebesar 11,2% atau
sebanyak 11 reponden. Jadi kesimpulannya adalah terlihat jelas bahwa responden
sebagian besar yang terlibat dalam program pembinaan IKM atau masyarakat
pengusaha adalah pada rentang usia produktif, yaitu sebesar 22,4% dan 66,3%.
22.4
66.3
11.2
30 - 45
45 - 60
> 60
85
Sedangkan hanya sebesar 11,2% responden yang berusia di atas 60 yang menjadi
masyarakat usaha atau terlibat dalam program pembinaan IKM.
Grafik 4.3
Identitas Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Sumber : Hasil Penelitian Lapangan, 2018
Berdasarkan grafik 4.3 di atas, identitas responden berdasarkan pendidikan,
yaitu yang berpendidikan terakhir SD yaitu sebesar 9,2% atau sebanyak 9
responden. Kemudian, yang berpendidikan terakhir SMP yaitu sebesar 27,5% atau
sebanyak 27 responden. Selanjutnya, yang berpendidikan terakhir SMA yaitu
sebesar 44,9% atau sebanyak 44 responden. Terakhir, yang berpendidikan terakhir
S1 yaitu sebesar 18,3% atau sebanyak 18 responden. Kesimpulannya adalah
responden yang menjadi masyarakat usaha atau terlibat dalam program pembinaan
9.2
27.5
44.9
18.3
SD
SMP
SMA
S.1
86
IKM didominasi yang tingkat pendidikan SMA sebesar 44,9%. Sedangkan
sisanya hanya 9,2% saja responden yang memiliki tingkat pendidikan terakhir
hanya sampai jenjang SD.
Grafik 4.4
Penyaluran Komunikasi dari Kepala Pelaksana kepada Pegawai
Pelaksana yang menangani Program IKM berjalan baik.
Berdasarkan grafik 4.4 di atas, tanggapan responden mengenai indikator
komunikasi, yakni mayoritas sebesar 66,3% responden menjawab bahwa
penyaluran komunikasi dari Kepala Pelaksana kepada Pegawai Pelaksana
Program IKM sudah berjalan dengan baik. Responden meyakini bahwa penugasan
para Pegawai Pelaksana IKM tentu sudah diberi suatu pemaparan informasi baik
dalam bentuk komunikasi dan koordinasi dari pimpinannya mengenai pelaksanaan
pembinaan Program IKM ini, karena Program ini sudah sering dijalankan dari
tahun-tahun sebelumya. Selama peneliti berada di lokasi yakni di Dinas
Perindustrian dan Perdagangan Kepala Unit Pelaksana Pembinaan Program IKM
31.6
66.3
2 0
Sangat Baik
Baik
Kurang Baik
Tidak Baik
87
mengarahkan kepada Pegawai Pelaksana untuk dapat menyampaikan pembinaan
Progam IKM kepada Masyakarat atau Kelompok Usaha dan di lapangan para
Masyarakat pelaku usaha pun menerima arahan program IKM tersebut berjalan
dengan baik dan lancar.
Grafik 4.5
Pegawai Pelaksana Program IKM berkomunikasi baik dengan sesama
Pegawai dalam pelaksanaan Program IKM
Berdasarkan grafik 4.5 di atas, tanggapan responden mengenai indikator
komunikasi, yakni mayoritas sebesar 77,5% responden menjawab bahwa Pegawai
Pelaksana Program IKM berkomunikasi baik dengan sesama Pegawai dalam
pelaksanaan Program IKM. Responden melihat Pegawai Pelaksana Program IKM
sudah melakukan komunikasi dengan baik antar sesama Pegawai karena pada saat
penyampaian penyuluhan, pendampingan, dan pembinaan kegiatan tersebut
dilakukan oleh dua sampai tiga orang Pegawai. Dari faktor itulah responden
12.2
77.5
10.2 0
Sangat Setuju
Setuju
Kurang Setuju
Tidak Setuju
88
menilai bahwa komunikasi yang terbangun antara sesame Pegawai sudah terlihat
baik.
Grafik 4.6
Penyaluran Komunikasi dari Pegawai Pelaksana kepada Masyarakat Pelaku
Usaha UMKM berjalan baik
Berdasarkan grafik 4.6 di atas, tanggapan responden mengenai indikator
komunikasi, yakni mayoritas sebesar 69,4% responden menjawab bahwa
penyampaian komunikasi dari Pegawai Pelaksana Program IKM kepada
Masyarakat Pelaku Usaha sudah berjalan baik, Responden menilai bahwa selama
pemaparan, penyuluhan, dan pendampingan Program IKM tersebut apa yang
sudah dijelaskan sudah cukup dimengerti oleh para pelaku usaha sehingga hal
tersebut sudah dapat dikatakan bahwa komunikasi antar pegawai pelaksana dan
masyarakat pelaku usaha berjalan baik. Hanya 14,2 % saja Responden yang
menilai bahwa Penyampaian Komunikasi dari Pegawai Pelaksana Program IKM
berjalan kurang baik, hal ini dikarenakan masih adanya Kelompok Usaha atau
Masyarakat Pelaku Usaha yang tidak terjangkau dan tidak mendapatkan program
pembinaan IKM itu sendiri.
16.3
69.4
14.2 0
Sangat Baik
Baik
Kurang Baik
Tidak Baik
89
Grafik 4.7
Informasi yang didapat oleh Pegawai Pelaksana Program IKM dari Kepala
Pelaksana dirasa cukup jelas
Berdasarkan grafik 4.7 di atas, tanggapan responden mengenai indikator
komunikasi, yakni mayoritas sebesar 54% responden menjawab bahwa setuju
terkait bahwa informasi yang didapat oleh Pegawai Pelaksana Program IKM dari
Kepala Pelaksana dirasa jelas. Responden menilai bahwa Pegawai Pelaksana
Program IKM telah menyampaikan informasi terkait Program IKM kepada
Masyarakat Pelaku Usaha dengan cukup jelas, hal ini menjadi dasar bahwa apa-
apa yang telah disampaikan tentu bersumber dari pimpinannya yang sama halnya
menyampaikan informasi Program IKM ini dengan jelas, karena apabila pimpinan
tidak menyampaikan informasinya dengan ketidakjelasan, maka informasi yang
disampaikan kepada Masyarakat Pelaku Usaha pun akan menjadi tidak jelas.
Namun terdapat 39,7% Responden yang menyatakan kurang setuju terkait
pernyataan tersebut dikarenakan bahwa Responden tidak mengetahui sejauhmana
Pimpinan atau Kepala Pelaksana Program IKM menyampaikan informasi kepada
Pegawainya.
6.2
54
39.7
0 Sangat Setuju
Setuju
Kurang Setuju
Tidak Setuju
90
Grafik 4.8
Informasi yang didapat oleh Masyarakat Pelaku Usaha dari Disperindag
dirasa cukup jelas
Berdasarkan grafik 4.8 di atas, tanggapan responden mengenai indikator
komunikasi, yakni mayoritas sebesar 60,2% responden menjawab bahwa setuju
terkait informasi yang didapatkan oleh Masyarakat Pelaku Usaha dari Disperindag
dirasa cukup jelas, Responden menilai kejelasan informasi yang disampaikan oleh
Disperindag diantaranya seperti : pemberian bantuan peralatan penunjang usaha,
jadwal kegiatan pembinaan program IKM, dan hal-hal lain terkait program
pembinaan IKM. Hanya 10,2% yang menyatakan kurang setuju dikarenakan
responden menilai bahwa informasi yang disampaikan tidak mencangkup seluruh
kepada elemen Masyarakat Pelaku Usaha dan Menilai bahwa sebagian informasi
yang disampaikan oleh Disperindag belum begitu jelas seperti pendampingan
yang belum berjalan dengan konsisten.
29.6
60.2
10.2 0 Sangat Setuju
Setuju
Kurang Setuju
Tidak Setuju
91
Grafik 4.9
Masyarakat Pelaku Usaha selalu bertanya terkait informasi Program IKM
yang dirasa belum jelas
Berdasarkan grafik 4.9 di atas, tanggapan responden mengenai indikator
komunikasi, yakni mayoritas sebesar 59,2% responden menjawab setuju terkait
Masyarakat Pelaku Usaha selalu bertanya apabila ada informasi program IKM
yang dianggap belum jelas, Responden menilai bahwa mereka selalu proaktif
kepada Pegawai Pelaksana (Disperindag) dengan cara selalu bertanya kepada
terkait informasi yang dirasa belum jelas. Namun ada beberapa responden yang
kurang aktif sebesar 29,6% yang menyatakan kurang setuju karena mereka
cenderung pasif dan mengikuti dengan yang lainnya.
11.2
59.2
29.6
0 Sangat Setuju
Setuju
Kurang Setuju
Tidak Setuju
92
Grafik 4.10
Tidak ada Perubahan rencana dalam kegiatan pelaksanaan Program IKM
Berdasarkan grafik 4.10 di atas, tanggapan responden mengenai indikator
komunikasi, yakni mayoritas sebesar 74,5% responden menjawab setuju terkait
tidak ada perubahan rencana dalam kegiatan pelaksanaan Program IKM,
Responden menilai bahwa sejauh ini tidak ada perubahan yang signifikan atau
berarti terkait program IKM, seperti rencana pendataan unit usaha yang berada di
Wilayah Kabupaten Lebak, Sosialisasi di Kelompok Usaha UMKM, dan Bantuan
Peralatan Penunjang Usaha. Ada sekitar 16,2 % Responden yang menyatakan
kurang setuju dikarenkan Disperindag melakukan perubahan jadwal kegiatan
terutama jadwal pemberian bantuan Peralatan Penunjang Usaha.
15.3
74.5
16.2 0 Sangat Setuju
Setuju
Kurang Setuju
Tidak Setuju
93
Grafik 4.11
Pelaksanaan Pembinaan kepada Masyarakat Pelaku Usaha oleh Disperindag
berjalan baik
Berdasarkan grafik 4.11 di atas, tanggapan responden mengenai indikator
komunikasi, yakni mayoritas sebesar 67,3% menyatakan bahwa pelaksanaan
pembinaan kepada Masyarakat Pelaku Usaha oleh Disperindag berjalan baik,
pembinaan ini berupa kegiatan sosialisasi, penyuluhan, dan pendampingan kepada
Masyarakat Pelaku Usaha UMKM atau yang tergabung dalam Kelompok Usaha
UMKM. Responden menilai selama ini program pembinaan tersebut sudah
dijalankan oleh Disperindag dengan baik.
21.4
67.3
11.2 0 Sangat Baik
Baik
Kurang Baik
Tidak Baik
94
Grafik 4.12
Pelaksanaan Pemberian Peralatan Kegiatan Usaha kepada Masyarakat
Pelaku Usaha oleh Diperindah berjalan lancar
Berdasarkan grafik 4.12 di atas, tanggapan responden mengenai indikator
komunikasi, yakni mayoritas sebesar 72,4% menyatakan bahwa pelaksanaan
pemberian peralatan kegiatan usaha kepada masyarakat pelaku usaha berjalan
dengan lancar, Responden menilai bahwa pemberian tersebut sedikit banyaknya
membantu masyarakat pengusaha dalam memperlancar dan mengembangkan
usahanya. Namun ada 14,3% Responden yang menyatakan kurang lancar terkait
pemberian peralatan tersebut dikarenakan waktu pemberian yang cukup lama, dan
jumlah yang terbatas sehingga tidak semua unit kelompok usaha mendapatkan
bantuan.
13.3
72.4
14.3 0
Sangat Lancar
Lancar
Kurang Lancar
Tidak Lancar
95
Grafik 4.13
Pelaksanaan Program IKM dijalankan secara berkelanjutan
Berdasarkan grafik 4.13 di atas, tanggapan responden mengenai indikator
komunikasi, yakni mayoritas sebesar 78,6% menyatakan bahwa setuju terkait
pelaksanaan Program IKM dijalankan secara berkelanjutan, Responden menilai
bahwa Program tersebut perlu dilanjutkan kembali karena masih banyak unit
usaha atau kelompok usaha yang perlu pembinaan, sejauh ini pembinaan program
IKM pun masih terbatas belum menyeluruk di semua wilayah Kabupaten Lebak
dan di seluruh unit usaha yang ada.
8.2
78.6
13.3 0 Sangat Setuju
Setuju
Kurang Setuju
Tidak Setuju
96
Grafik 4.14
Jumlah Pegawai Pelaksana Program IKM pada Disperindag mencukupi
Berdasarkan grafik 4.14 di atas, tanggapan responden mengenai indikator
sumber daya, yakni mayoritas sebesar 72,4% menyatakan bahwa jumlah pegawai
pelaksana program IKM mencukupi, Responden menganggap bahwa untuk
kegiatan yang telah dilaksanakan di wilayah unit usahanya, pegawai yang
melakukan pembinaan program IKM dinilai mencukupi. Sejauh ini Pegawai yang
melakukan pembinaan di setiap unitnya terdiri dari dua sampai empat pegawai.
Namun ada 19,4% responden yang menyatakan bahwa jumlah pegawai pelaksana
pada program IKM ini kurang mencukupi karena masih ada beberapa wilayah unit
usaha yang belum terjangkau untuk dilakukan pembinaan.
8.2
72.4
19.4 0
Sangat Mencukupi
Mencukupi
Kurang Mencukupi
Tidak Mencukupi
97
Grafik 4.15
Pegawai Pelaksana Program IKM pada Disperindag Cakap dalam
Menjalankan Tugas
Berdasarkan grafik 4.15 di atas, tanggapan responden mengenai indikator
sumber daya, yakni mayoritas sebesar 56,2% menyatakan bahwa Pegawai
Pelaksana Program IKM cakap dalam menjalankan tugasnya, Responden menilai
sejauh ini pelaksanaan pembinaan yang telah dilakukan oleh Pegawai Pelaksana
Program IKM berjalan baik dan cakap dalam penyampaian materi dan
informasinya. Namun ada 31,6% yang menyatakan kurang cakap dan 7,1% yang
menyatakan tidak cakap. Responden yang menilai pegawai pelaksana kurang
cakap diantaranya adalah belum memenuhi ekspektasi para pelaku usaha dalam
mengembangkan usahanya seperti akses permodalan, akses pemasaran, dan
kualitas pembinaan itu sendiri.
5.1
56.2
31.6
7.1 Sangat Cakap
Cakap
Kurang Cakap
Tidak Cakap
98
Grafik 4.16
Terdapat Indikator Penilaian Kinerja bagi Pegawai Pelaksana
Program IKM
Berdasarkan grafik 4.16 di atas, tanggapan responden mengenai indikator
sumber daya, yakni mayoritas sebesar56,1% menyatakan bahwa setuju terkait
adanya indikator penilaian kinerja bagi pegawai pelaksana program IKM,
Responden menilai bahwa indikator penilaian kinerja bagi pegawai pelaksana
program IKM dirasa perlu karena sebagai motivasi dan tolak ukur keberhasilan
program IKM itu sendiri. Namun ada 40,8% Responden yang menyatakan kurang
setuju karena bagi para Pelaku Usaha hal yang terpenting adalah keberhasilan
suatu program IKM dan Pengembangan usahanya, bukan terletak pada penilaian
kinerja Pegawai Pelaksana Program IKM.
3.1
56.1
40.8
0 Sangat Setuju
Setuju
Kurang Setuju
Tidak Setuju
99
Grafik 4.17
Pegawai Pelaksana Program IKM pada Disperindag mengetahui tugas
pokok dan fungsinya
Berdasarkan grafik 4.17 di atas, tanggapan responden mengenai indikator
sumber daya, yakni mayoritas sebesar 70,4% menyatakan bahwa Pegawai
Pelaksana Program IKM mengetahui tugas pokok dan fungsinya, Responden
menilai bahwa Pegawai Pelaksana Program IKM sudah tentu mengetahui tugas
pokok dan fungsinya seperti melakukan pendataan Masyarakat Pelaku Usaha,
melakukan sosialisasi penyuluhan pembinaan usaha, dan pendampingan bagi
kelompok usaha. Pernyataan ini hampir sama dengan pernyataan sebelumnya
mengenai kecakapan Pegawai Pelaksana Program IKM, dan ada sekitar 25,5%
Responden yang kurang mengetahui apakah Pegawai Pelaksana Program IKM
mengetahui secara pasti tugas pokok dan fungsinya.
4.1
70.4
25.5
0
Sangat Mengetahui
Mengetahui
Kurang Mengetahui
Tidak Mengetahui
100
Grafik 4.18
Masyarakat / Kelompok Usaha UMKM mengetahui tugas para Pelaksana
Program IKM
Berdasarkan grafik 4.18 di atas, tanggapan responden mengenai indikator
sumber daya, yakni mayoritas sebesar 70,4% menyatakan bahwa Responden
mengetahui tugas para pelaksana program IKM, hal ini sama seperti pernyataan
sebelumnya dimana tugas Pelaksana Program IKM yakni melakukan pendataan
Masyarakat Pelaku Usaha, melakukan sosialisasi penyuluhan pembinaan usaha,
dan pendampingan bagi kelompok usaha. Namun ada sekitar 18,4% Responden
yang kurang mengetahui tugas pegawai pelaksana program IKM dikarenakan
responden yang menyatakan pernyataan ini responden yang cenderung pasif dan
tidak proaktif.
10.2
70.4
18.4 1
Sangat Mengetahui
Mengetahui
Kurang Mengetahui
Tidak Mengetahui
101
Grafik 4.19
Pegawai Pelaksana Program IKM mengetahui Sumber
Peraturan Program IKM
Berdasarkan grafik 4.19 di atas, tanggapan responden mengenai indikator
sumber daya, yakni mayoritas sebesar 78,6% menyatakan Responden mengetahui
bahwa Pegawai Pelaksana Program IKM paham dan mengerti tentang peraturan-
peraturan yang kaitannya dengan Program IKM. Responden menganggap bahwa
sudah seharusnya Pegawai Pelaksana Program IKM mengetahui landasan atau
dasar hukum terkait dengan Program Kerja yang dilakukannya. Peraturan
mengenai Program IKM ini tercantum di dalam Program Kerja Dinas
Perindustrian dan Perdangan Kabupaten Lebak dan termuat dalam Rencana
Pembangunan Jangka Panjang di Pemerintah Kabupaten Lebak.
13.3
78.6
8.1 0 Sangat Mengetahui
Mengetahui
Kurang Mengetahui
Tidak Mengetahui
102
Grafik 4.20
Masyarakat Pelaku Usaha UMKM aktif dalam Program IKM
Berdasarkan grafik 4.20 di atas, tanggapan responden mengenai indikator
sumber daya, yakni mayoritas sebesar 81,6% Responden menyatakan aktif dalam
kegiatan Program IKM, Responden melakukan semua kegiatan yang tercantum di
dalam rencana kerja program IKM, seperti pendataan seluruh kelompok unit
UMKM, Pemberian bantuan peralatan, Sosialisasi dan Pendampingan Kelompuk
Unit Usaha. Namun 6,1% Responden menyatakan kurang aktif hal ini terkait
dengan individu yang berhalangan untuk mengikuti seluruh kegiatan Program
IKM.
12.2
81.6
6.1 0 Sangat Aktif
Aktif
Kurang Aktif
Tidak Aktif
103
Grafik 4.21
Kewenangan yang diberikan oleh Kepala Pelaksana Program IKM kepada
Pegawai Pelaksana diketahui oleh Masyarakat Pelaku Usaha
Berdasarkan grafik 4.21 di atas, tanggapan responden mengenai indikator
sumber daya, yakni mayoritas sebesar 62,2% menyatakan Responden mengetahui
bahwa Pegawai Pelaksana Program IKM diberi wewenang dalam menjalankan
tugasnya dari Kepala Pelaksanaan Program IKM. Responden menilai bahwa
pernyataan ini sama hal nya dengan pernyataan sebelumnya yakni terkait
peraturan atau dasar hukum, yang menerangkan bahwa Masyarakat atau
Kelompok UMKM sudah meyakini bahwa Pegawai Pelaksana sudah diberi
wewenang hal ini dapat dilihat dari Surat Tugas dan Materi Pembahasan yang
telah ada.
10.2
62.2
27.5
0
Sangat Mengetahui
Mengetahui
Kurang Mengetahui
Tidak Mengetahui
104
Grafik 4.22
Dinas terkait mengetahui kewenangan Disperindag dalam menjalankan
Program IKM
Berdasarkan grafik 4.22 di atas, tanggapan responden mengenai indikator
sumber daya, yakni mayoritas sebesar 59,2% menyatakan Responden mengetahui
bahwa Dinas terkait mengerti dan paham tentang kewenangan Disperindag dalam
Program IKM. Responden menilai bahwa selama ini Dinas-Dinas yang telah turun
ke Masyarakat atau Kelompok UMKM seperti Dinas Koperasi dan Dinas
Perkebunan dan Kehutanan sudah meyakini bahwa Dinas-Dinas tersebut
mengetahui kewenangan Disperindag dalam Program IKM, karena Program IKM
adalah Program Kerja dari Disperindag.
13.3
59.2
27.5
0
Sangat Mengetahui
Mengetahui
Kurang Mengetahui
Tidak Mengetahui
105
Grafik 4.23
Sarana dan Prasarana dalam kegiatan Program IKM terpenuhi
Berdasarkan grafik 4.23 di atas, tanggapan responden mengenai indikator
sumber daya, yakni mayoritas sebesar45,9% Responden menyatakan bahwa
sarana dan prasarana dalam kegiatan Program IKM kurang terpenuhi, Responden
menilai bahwa selama ini pemberian sosialisasi, pelatihan, dan pendampingan
tidak disertai dengan sarana dan prasarana yang lengkap, seperti infokus, laptop,
tempat sosialisasi, dan sarana lain yang menunjang program IKM. Indikator
sumber daya ini merupakan indikator yang paling rendah dibandingkan dengan
indikator lainnya dan menjadi indikator yang harus diperbaiki untuk implementasi
program IKM ke arah yang lebih baik. 39,8% Responden menyatakan terpenuhi
terkait sarana dan prasarana dengan alasan bahwa selama ini sosialisasi dan
pelatihan program IKM berjalan dengan lancar walaupun sarana yang ada masih
terbatas.
3.1
39.8
45.9
11.2 Sangat Terpenuhi
Terpenuhi
Kurang Terpenuhi
Tidak Terpenuhi
106
Grafik 4.24
Sarana dan Prasaran berupa Peralatan kegiatan Program IKM terpenuhi
Berdasarkan grafik 4.24 di atas, tanggapan responden mengenai indikator
sumber daya, yakni mayoritas sebesar70,4% Responden menyatakan bahwa
sarana dan prasarana beruapa peralatan kegiatan program IKM terpenuhi,
Responden menilai bahwa peralatan yang diberikan kepada Masyarakat atau
kelompok UMKM bisa dimanfaatkan untuk membantu kegiatan produksi
pembuatan gula aren. Sedangkan 13,2% Responden menyatakan bahwa kurang
memenuhi, karena tidak semua unit usaha mendapatkannya dikarenakan jumlah
yang sangat terbatas.
10.2
70.4
13.2 6.1
Sangat Terpenuhi
Terpenuhi
Kurang Terpenuhi
Tidak Terpenuhi
107
Grafik 4.25
Anggaran untuk pelaksanaan Program IKM terpenuhi
Berdasarkan grafik 4.25 di atas, tanggapan responden mengenai indikator
sumber daya, yakni mayoritas sebesar72,4% Responden menyatakan anggaran
untuk pelaksanaan program IKM mencukupi, Responden menilai bahwa Program
IKM yang disesuaikan dengan anggaran yang ada dirasa cukup karena memang
dengan alasan suatu faktor wilayah yang luas, dan unit usaha yang banyak jika
semua tercover maka anggaran tidak akan mencukupi, sehingga Disperindag
dalam hal ini mengumpulkan skala prioritas unuit usaha dan lokasi yang layak
untuk dilakukan pembinaan program IKM terlebih dahulu.
10.2
72.4
11.2 6.1
Sangat Mencukupi
Mencukupi
Kurang Menckupi
Tidak Mencukupi
108
Grafik 4.26
Pemilihan dan Penugasan kepada Pegawai Pelaksana Program IKM
dipilih berdasarkan kualitas
Berdasarkan grafik 4.26 di atas, tanggapan responden mengenai indikator
disposisi, yakni mayoritas sebesar80,6% Responden menyatakan setuju apabila
pemilihan dan penugasan kepada Pegawai Pelaksana Program IKM didasarkan
atas kualitas dan kemampuan individu atau team itu sendiri, Responden menilai
bahwa jika Pegawai Pelaksana Program IKM berkualitas maka akan berpengaruh
kepada semangat dan ajakan untuk pengembangan usahanya. Sedangkan 15,3%
Responden menyatakan kurang setuju dikarenakan tidak mengetahui bagaimana
proses pemilihan Pegawai Pelaksana Program IKM dan selama ini tidak ada
masalah dengan kegiatan pembinaan program IKM.
4.1
80.6
15.3 0 Sangat Setuju
Setuju
Kurang Setuju
Tidak Setuju
109
Grafik 4.27
Masyarakat Pelaku Usaha diseleksi dalam pemberian
program pembinaan IKM
Berdasarkan grafik 4.27 di atas, tanggapan responden mengenai indikator
disposisi, yakni mayoritas sebesar69,4% Responden menyatakan setuju apabila
Masyarakat atau Kelompok UMKM diseleski dalam pemberian program IKM
terutama pemberian bantuan peralatan, Responden menilai bahwa karena bantuan
tersebut yang terbatas maka dibutuhkannya seleksi agar Masyarakat atau
Kelompok UMKM yang benar-benar berhak dan layak untuk mendapatkan
bantuan peralatan pengembangan usaha tersebut. Sedangkan 17,3% Responden
menyatakan kurang setuju karena menginginkan semua unit usaha mendapatkan
bantuan peralatan tersebut.
13.2
69.4
17.3 0
Sangat Setuju
Setuju
Kurang Setuju
Tidak Setuju
110
Grafik 4.28
Pegawai Pelaksana Program IKM mendapatkan rewardyang menjalankan
tugasnya dengan baik
Berdasarkan grafik 4.28 di atas, tanggapan responden mengenai indikator
disposisi, yakni mayoritas sebesar55,1% Responden menyatakan setuju terkait
Pegawai Pelaksana Program IKM mendapatkan reward yang menjalankan
tugasnya dengan baik. Responden menilai bahwa jika terdapat penghargaan akan
menimbulkan suatu motivasi agar Pegawai Pelaksana Program IKM berlomba-
lomba dalam mengembangkan usahanya. 29,6% Responden menyatakan kurang
setuju dikarenakan tidak begitu bisa menilai bagaimana reward tersebut dan tidak
begitu melihat pengaruhnya jika ada reward tersebut dengan pengembangan
usaha.
7.1
55.1
29.6
8.2 Sangat Setuju
Setuju
Kurang Setuju
Tidak Setuju
111
Grafik 4.29
Terdapat reward kepada Masyarakat Pelaku Usaha (Kelompok UMKM)
yang aktif dan berkembang dalam kegiatan usahanya
Berdasarkan grafik 4.29 di atas, tanggapan responden mengenai indikator
disposisi, yakni mayoritas sebesar46,9% Responden menyatakan setuju terkait
pemberian reward kepada Masyarakat atau Kelompok UMKM yang berkembang
dalam usahanya. Responden menilai bahwa jika terdapat penghargaan akan
menimbulkan suatu motivasi agar Masyarakat atau Kelompok UMKM berlomba-
lomba dalam mengembangkan usahanya. 41,8% Responden menyatakan kurang
setuju dikarenakan pemberian reward tersebut tidak terlalu berpengaruh terhadap
usahanya, karena menurutnya pengembangan usaha akan berhasil dengan bantuan
permodalan dan akses pasar yang bagus.
5.1
46.9 41.8
6.1
Sangat Setuju
Setuju
Kurang Setuju
Tidak Setuju
112
Grafik 4.30
Masyarakat Pelaku Usaha diberikan akses permodalan
kepada lembaga keuangan
Berdasarkan grafik 4.30 di atas, tanggapan responden mengenai indikator
disposisi, yakni mayoritas sebesar67,3% menyatakan Responden setuju bahwa
Masyarakat atau Kelompok UMKM diberikan akses permodalan kepada lembaga
keuangan, Responden menilai bahwa pernodalan merupakan salah satu faktor
penting yang mempengaruhi pengembangan usaha. 22,4% Responden
menyatakan kurang setuju dikarenakan butuh suatu jaminan jika ingin
mengajukan pinjaman modal atau bantuan permodalan.
12.2
67.3
20.4 0
Sangat Setuju
Setuju
Kurang Setuju
Tidak Setuju
113
Grafik 4.31
Program Pembinaan Kegiatan IKM hanya dilakukan oleh Disperindag
Berdasarkan grafik 4.31 di atas, tanggapan responden mengenai indikator
struktur birokrasi, yakni mayoritas sebesar77,5% menyatakan Responden setuju
bahwa Program Pembinaan IKM hanya dilakukan oleh Disperindag, Responden
menilai bahwa Disperindag adalah Dinas yang tepat dalam menangani pembinaan
IKM sebagaimana yang selama ini sudah dilakukan. 12,2% Responden
menyatakan kurang setuju dikarenakan selama ini fasilitas sarana dan prasarana
dari Disperindag dinilai kurang.
10.2
77.5
12.2 0
Sangat Setuju
Setuju
Kurang Setuju
Tidak Setuju
114
Grafik 4.32
Koordinasi dengan Dinas / Instansi terkait berjalan dengan baik
Berdasarkan grafik 4.32 di atas, tanggapan responden mengenai indikator struktur
birokrasi, yakni mayoritas sebesar67,3% Responden menilai baik terhadap
koordinasi Disperindag dengan Dinas lain seperti Dinas Koperasi, Dinas
Perkebunan dan Kehutanan serta dengan Bapeda. Dengan Dinas tersebut seperti
halnya informasi jumlah tanaman bahan baku gula aren yang juga terkait dengan
Dinas Perkebunan dan Kehutanan, Jumlah Unit Usaha yang dikoordinasikan
dengan Bapeda. Namun ada 24,5% Responden yang menyatakan koordinasi
kurang baik dengan alasan tidak mengetahui secara pasti koordinasi yang terjalin
antar instansi Dinas tersebut dan tidak menilai bahwa hubungan dengan Dinas
terkait dalam kaitannya dengan Program IKM tidak begitu kuat.
8.1
67.3
24.5 0
Sangat Baik
Baik
Kurang Baik
Tidak Baik
115
Grafik 4.33
Situasi Lingkungan (Struktur Birokrasi) di Disperindag
berjalan baik dan kondusif
Berdasarkan grafik 4.33 di atas, tanggapan responden mengenai indikator
struktur birokrasi, yakni mayoritas sebesar 79,6% menyatakan Responden setuju
terhadap situasi lingkungan (struktur birokrasi) di Disperindag berjalan baik dan
kondusif, Responden meyakini bahwa struktur birokrasi di Disperindang terutama
yang mendapatkan tugas dalam pembinaan Program IKM situasi lingkungan
internal berjalan baik dan kondusif, hal ini terlihat tidak ada suatu masalah yang
besar yang bersumber dari pihak Disperindag dalam Program IKM.
4.3 Pengujian Persyaratan Statistik
4.3.1 Uji Validitas
Dalam penelitian ini, hal pertama kali yang dilakukan adalah melakukan uji
validitas instrumen. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga ketepatan dan
kecermatan suatu alat ukur dalam, melakukan fungsi ukurnya. Uji validitas
digunakan untuk mengetahui sah atau tidaknya suatu kuisioner atau angket.
7.1
79.6
13.3 0
Sangat Setuju
Setuju
Kurang Setuju
Tidak Setuju
116
Kevaliditasan instrumen menggambarkan bahwa suatu instrumen benar-benar
mampu mengukur variabel-variabel yang akan diukur dalam penelitian serta
mampu menunjukkan tingkat kesesuaian antar konsep dan hasil pengukuran
(Sugiyono, 2013:183).
Validitas instrumen dapat diuji menggunakan SPSS Statistic versi 21.0 for
windows. Kriteria penilaian validitas butir pernyataan instrument yang digunakan
adalah apabila rhitung> rtabel maka instrumen penelitian dikatakan valid.
Sedangkan jika rhitung ≤ rtabel maka instrumen penelitian dikatakan tidak
valid.Untuk mengetahui apakah setiap butir pertanyaan dalam instrumen yang
telah dibuat itu valid atau tidak valid, dapat diketahui dengan cara
mengkorelasikan antara skor butir dengan skor total dengan menggunakan rumus
Pearson Product Moment. Hasil dari uji validitas instrument penelitian
berdasarkan skor jawaban kuisioner atau angket yang didapat pada saat penelitian
di lapangan dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
117
Tabel 4.5
Hasil Uji Validitas Instrumen Penelitian
No.
Koefisien
Korelasi
(r hitung)
Nilai r Tabel
(N=98, α=10%) Keterangan Kesimpulan
1. 0,344
0.220
r positif, r hitung > r tabel Valid
2. 0,350 r positif, r hitung > r tabel Valid
3. 0,329 r positif, r hitung > r tabel Valid
4. 0,531 r positif, r hitung > r tabel Valid
5. 0,393 r positif, r hitung > r tabel Valid
6. 0,397 r positif, r hitung > r tabel Valid
7. 0,521 r positif, r hitung > r tabel Valid
8. 0,450 r positif, r hitung > r tabel Valid
9. 0,578 r positif, r hitung > r tabel Valid
10. 0,471 r positif, r hitung > r tabel Valid
11. 0,496 r positif, r hitung > r tabel Valid
12. 0,388 r positif, r hitung > r tabel Valid
13. 0,481 r positif, r hitung > r tabel Valid
14. 0,421 r positif, r hitung > r tabel Valid
15. 0,412 r positif, r hitung > r tabel Valid
16. 0,552 r positif, r hitung > r tabel Valid
17. 0,498 r positif, r hitung > r tabel Valid
18. 0,622 r positif, r hitung > r tabel Valid
19. 0,539 r positif, r hitung > r tabel Valid
20. 0,576 r positif, r hitung > r tabel Valid
21. 0,630 r positif, r hitung > r tabel Valid
22. 0,639 r positif, r hitung > r tabel Valid
23. 0,495 r positif, r hitung > r tabel Valid
24. 0,520 r positif, r hitung > r tabel Valid
25. 0,559 r positif, r hitung > r tabel Valid
26. 0,527 r positif, r hitung > r tabel Valid
27. 0,471 r positif, r hitung > r tabel Valid
28. 0,420 r positif, r hitung > r tabel Valid
29. 0,505 r positif, r hitung > r tabel Valid
30. 0,388 r positif, r hitung > r tabel Valid
Sumber: Output SPSS 21.0, 2018
118
4.3.2 Uji Reliabilitas
Hasil pengukuran dikatakan reliabel apabila dalam beberapa kali
pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subjek yang sama diperoleh hasil
yang relatif sama. Uji reliabilitas digunakan untuk menunjukkan bahwa instrumen
yang digunakan memiliki konsistensi dalam hasil pengukuran. Pengujian
reliabilitas dilakukan dengan membandingkan nilai alpha cronbach, yaitu
perhitungan yang dilakukan dengan menghitung rata-rata interkorelasi diantara
butir-butir pernyataan dalam angket penelitian. Berikut merupakan hasil uji
reliabilitas Implementasi Program Pembinaan Industri Kecil Menengah (IKM)
tentang Klaster Industri di Kabupaten Lebak dengan menggunakan SPSS 21.0
Tabel 4.6
Hasil Perhitungan Reliabilitas
Sumber: Output SPSS 21.0, 2018
Berdasarkan tabel 4.6 di atas, uji reliabilitas yang menggunakan metode Alpha
Cronbach diperoleh nilai sebesar 0,886. Berdasarkan skala Alpha Cronbach 0
119
sampai 1, terdapat 4 klasifikasi maka ukuran kemantapan alpha dapat
diinterpretasikan sebagai berikut:
Tabel 4.7
Pedoman Interpretasi Koefisien Korelasi
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0,00 s/d 0,199 Sangat rendah
>0,20 s/d 0,499 Rendah
>0,50 s/d 0,799 Kuat
>0,80 s/d 1,000 Sangat kuat
Sumber: Sugiyono (2010:214)
Berdasarkan hasil perhitungan melalui SPSS 17.0 pada tabel 4.6, dapat
ditarik kesimpulan dari tabel 4.7 yang menunjukkan bahwa nilai alpha diperoleh
sebesar 0,886. Hal ini berarti bahwa seluruh pernyataan yang terdapat pada angket
penelitian dapat dikatakan sangat kuat menurut skala Alpha Cronbach menurut
Sugiyono (2010:214).
1.3.3 Uji Normalitas
Untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang data hasil penelitian ini,
maka peneliti mencoba untuk mengetahui nilai mean, median, modus dan nilai
normalitas data guna menjaga ketepatan metode statistic yang digunakan, karena
apabila data yang dihasilkan tidak normal maka statistic yang digunakan adalah
statistic non parametric sedangkan apabila data yang dihasilkan adalah normal
maka statistic yang digunakan adalah statistic parametric. Uji normalitas
menggunakan one sample kolmogrov-smirnov dalam penelitian Implementasi
Program IKM Klaster Industri di Kabupaten Lebak. Dalam menguji uji normalitas
120
ini, peneliti dibantu dengan menggunakan SPSS Statistic 21.0 for windows.
Adapun hasil uji normalitas adalah sebagai berikut:
Tabel 4.8
One-Sample Kolmogrov Smirnov Test
Descriptive Statistics
Sumber: Output SPSS 17.0, 2018
Dari hasil uji normalitas di atas, dapat dijelaskan bahwa nilai rata-rata pada
penelitian ini yaitu sebesar 86,38. Kemudian nilai terendah sebesar 72 dan nilai
tertinggi adalah sebesar 118. Dalam uji normalitas ini terdapat skewness sebesar
0,735 dan kurtosis sebesar 0,712. Untuk mengetahui penyebaran data tersebut
normal atau tidaknya dilakukan perhitungan skewness dibagi dengan standard
error yaitu (0,735 : 0,272 = 2,702) dan kurtosis juga dilakukan perhitungan nilai
standard error yaitu ( 0,712 : 0,538 = 1,323). Dari hasil tersebut dapat diketahui
bahwa data dalam penelitian ini skewness tidak normal, sedangkan kurtosis
normal.
121
1.4 Pengujian Hipotesis
Dalam penelitian yang berjudul Implementasi Program Pembinaan Industri
Kecil Menengah (IKM) tentang Klaster Industri di Kabupaten Lebak memiliki
hipotesis Tingkat Implementasi Program Pembinaan Industri Kecil Menengah
(IKM) tentang Klaster Industri di Kabupaten Lebak kurang dari 65%.
Dari penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa:
Ho: µ ≤ 65%
Ho: “HasilImplementasi Program Pembinaan Industri Kecil Menengah (IKM)
tentang Klaster Industri di Kabupaten Lebakdikatakan rendah apabila lebih kecil
atau sama dengan 65%”
Ha: µ> 65%
Ha: “Hasil Implementasi Program Pembinaan Industri Kecil Menengah (IKM)
tentang Klaster Industri di Kabupaten Lebakdikatakan tinggi apabila lebih dari
65%”.
Pengujian hipotesis dimaksudkan untuk mengetahui tingkat signifikasi dari
hipotesis yang diajukan. Berdasarkan metode penelitian, maka pada tahap
pengujian hipotesis penelitian ini, peneliti menggunakan rumus t-test satu sampel.
Adapun penghitungan pengujian hipotesis tersebut yaitu sebagai berikut:
Berdasarkan penelitian yang diperoleh, maka skor ideal yang diperoleh
adalah 4 x 30 x 98 = 11.760 (4 = nilai tertinggi dari item pertanyaan yang ada
menurut skala Likert, 30 = jumlah item pernyataan pada angket penelitian, dan 98
= jumlah sampel yang dijadikan responden). Sehingga nilai mean atau rata-rata
pada skor ideal instrumen adalah 11.760: 98 = 120.
122
Sehingga untuk Hasil Implementasi Program Pembinaan Industri Kecil
Menengah (IKM) tentang Klaster Industri di Kabupaten Lebak, nilai yang
dihipotesiskan tertinggi mencapai 65% dari yang diharapkan. Hipotesis
statistiknya dapat ditulis dengan rumus:
Ho: µ ≤ 65% ≤ 0,65 x 11.760 : 98 = 78
Ha: µ> 65% > 0,65 x 11.760 : 98 = 78
Diketahui:
8.466
X = = 86,38
98
µ0 = 78
s = 8,23
Ditanya: t ?
Jawab: t =
n
s
x
= 86,38 – 78
8,23
√98
= 8,38
8,23
√98
= 8,38
0,83
= 10,09
123
Nilai thitung tersebut selanjutnya dibandingkan dengan nilai ttabel dengan
derajat kebebasan (dk) = (n – 1) = (98 – 1) = 97 dan taraf kesalahan =
10%untuk uji satu pihak kiri, didapat nilai ttabel yaitu 1,664. Karena nilai thitung
lebih besar dari pada nilai ttabel (11,50 >1,664) dan jatuh pada daerah penerimaan
Ha, makahipotesis nol (Ho) ditolak dan hipotesis kerja (Ha) diterima.
Dari perbandinganjumlah data yang terkumpul dengan skor ideal,
ditemukan bahwa hasil Implementasi Program Pembinaan Industri Kecil
Menengah (IKM) tentang Klaster Industri di Kabupaten Lebak, yaitu:
8.466
11.760
Jadi, hipotesis yang menyatakan bahwa Hasil Implementasi Program
Pembinaan Industri Kecil Menengah (IKM) tentang Klaster Industri di Kabupaten
Lebaksebesar 71,98%.
Gambar 4.3
Kurva Penerimaan dan Penolakan Hipotesis
Uji Hipotesis Pihak Kanan
Daerah penerimaan Ha
x 100% = 71,98%
Daerah penolakan Ha
Ho
11,50 1,664
124
1.5 Interpretasi Hasil Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti berusaha menjawab rumusan masalah
deskriptif yang telah peneliti rumuskan sebelumnya, yaitu Seberapa besar
Implementasi Program Pembinaan Industri Kecil Menengah (IKM) tentang
Klaster Industri di Kabupaten Lebak?”. Penelitian ini dimaksudkan untuk
menjawab rumusan masalah tersebut. Berdasarkan perhitungan dengan
menggunakan rumus t-test satu sampel dengan uji satu pihak (one tail test) dan uji
pihak kanan, bahwa nilai thitung lebih besar (>) dari nilai ttabel, maka dapat diartikan
bahwa H0 ditolak dan Ha diterima karena mencapai angka 71,98%.
Skor ideal yang diperoleh adalah 4 x 30 x 98 =11.760 (4 = nilai tertinggi
dari item pertanyaan yang ada menurut skala Likert, 30 = jumlah item pernyataan
pada angket penelitian, dan 98 = jumlah sampel yang dijadikan responden).
Sedangkan skor terendahnya adalah 1 x 30 x 98 = 2940(1 = nilai tertinggi dari
item pertanyaan yang ada menurut skala Likert, 30 = jumlah item pernyataan pada
angket penelitian, dan 98 = jumlah sampel yang dijadikan responden).
Selanjutnya, dapat diketahui Bagaimana Implementasi Program Pembinaan
Industri Kecil Menengah (IKM) tentang Klaster Industri di Kabupaten Lebak
adalah 8.466 : 11.760 = 0,7198 atau 71,98%. Hal ini berarti bahwa kualitas
pelayanan tersebut telah berjalan dengan cukup baik. Penilaian tersebut
didasarkan pada kategori instrumen berikut ini:
125
Tidak Baik Kurang Baik Baik Sangat Baik
2.940 5880 882011.760
8.466
Sumber: Hasil Pengolahan Data
Berdasarkan kategori instrumen di atas, nilai 8.466 termasuk ke dalam
kategori interval kurang baik dan baik. Maka, hasil tersebut masuk ke dalam
kategori baik, karena nilai tersebut lebih mendekati kategori baik.
1.6 Pembahasan
Dalam penelitian tentang Implementasi Program Pembinaan Industri Kecil
Menengah (IKM) tentang Klaster Industri di Kabupaten Lebak peneliti
menggunakan teori implementasi menurut George C. Edward III. Adapun
implementasi program ini terdiri dari empat dimensi, diantaranya sebagai berikut:
George C. Edward III menyatakan bahwa implementasi terdiri dari empat
dimensi, yaitu:
a. Komunikasi
Menurut Edward III bahwa komunikasi sangat menentukan keberhasilan
pencapain tujuan dari Implementasi kebijakan publik. Implementasi yang efektif
terjadi apabila para pembuat keputusan sudah mengetahui apa yang akan mereka
kerjakan. Pengetahuan atas apa yang akan mereka kerjakan dapat berjalan bila
komunikasi berjalan dengan baik, sehingga setiap keputusan kebijakan dan
peraturan implementasi harus ditransmisikan ( atau dikomunikasikan )kepada
bagian personalia yang tepat. Selain itu, kebijakan yang dikomunikasikanpun
126
harus tepat, akurat, dan konsisten. Komunikasi (pentranmisian informasi)
diperlukan agar para pembuat keputusan dan para implementor akan semakin
konsisten dalam melaksanakan setiap kebijakan yang akan diterapkan dalam
masyarakat.
Grafik 4.38
Grafik Pernyataan pada Indikator Komunikasi
(Sumber : diolah peneliti, 2018)
Berdasarkan pada grafik 4.38 diatas, terlihat bahwa pada pernyataan
nomor 4 (Q4), pernyataan nomor 6 (Q6), pernyataan nomor 9 (Q9)dan
pernyataan nomor 10 (Q10) menunjukkan persentase lebih rendah
dibandingkan dengan pernyataan lain pada indikator komunikasi. Hasil
persentase dari empat pernyataan tersebut dibawah nilai rata-rata, yaitu
sebesar 75.25%.
Pada angket pernyataan nomor 4 (Q4), yaitu Informasi yang didapat
pegawai pelaksana program IKM dari pimpinan dirasa cukup jelas, pada
82.39
75.51 75.51
66.58
79.84
70.4
76.27 77.55 74.74 73.72
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Q1 Q2 Q3 Q4 Q5 Q6 Q7 Q8 Q9 Q10
Per
cen
t
75.25
127
kenyataannya sebagian responden menganggap informasi yang disampaikan
oleh pegawai pelaksana belum cukup jelas sehingga menilai bahwa
informasi yang disampaikan oleh pimpinan pegawai tersebut dimungkinkan
tidak berjalan dengan baik atau tidak cukup jelas.
Pada angket pernyataan nomor 6 (Q6), yaitu Masyarakat atau
Kelompok Usaha Mikro selalu bertanya terkait informasi program IKM
yang dirasa belum jelas, pada kenyataannya tidak semua Masyarakat atau
pelaku usaha yang proaktif terhadap Program IKM itu sendiri sehinnga
informasi yang dirasa belum jelas tidak ditanyakan atau ditanggapi dengan
baik.
Pada angket pernyataan nomor 9 (Q9), yaitu pemberian peralatan untuk
kegiatan usaha oleh Disperindag berjalan lancar, pada kenyataannya
sebagian responden menilai bahwa pembagian peralatan tersebut tidak
merata, sehingga pembagian peralatan tersebut dianggap belum berjalan
dengan lancar.
Dan pada angket pernyataan nomor 10 (Q10) yaitu tentang Pelaksanaan
program IKM dijalankan secara berkelanjutan sebagian responden
menganggap bahwa program IKM tersebut hanya program sekali jalan,
sehingga akan sangat sulit untuk berlanjut dalam jangka waktu yang lama.
Berdasarkan hasil pengolahan data dalam penelitian ini, indikator
komunikasimemuat 10 butir instrumen pernyataan diperoleh dari skor ideal
adalah 4 x 98 x 10 = 2808 (4 = nilai dari setiap jawaban pernyataan yang
diajukan pada responden, kriteria skor berdasarkan pada skala Likert, 98 =
128
jumlah sampel yang dijadikan responden, 10 = jumlah pernyataan yang ada
pada indikator komunikasi). Setelah menemukan skor ideal kemudian
dibagikan dengan skor riil yang diisi oleh responden, yaitu sebesar 2.950 :
3.920 = 0,7526 x 100 = 75,26 %. Hal ini dapat diartikan bahwa
Implementasi Program Pembinaan IKM tentang Klaster Industri di
Kabupaten Lebak sudah berjalan dengan baik. Hal tersebut dapat dilihat dari
interval pada indikator komunikasi sebagai berikut:
Tidak Baik Kurang Baik Baik Sangat Baik
980 1960 29403920
2950
Nilai 2950 termasuk ke dalam interval baik dan sangat baik, maka nilai
tersebut masuk ke dalam kategori baik, karena nilai tersebut lebih mendekati
dengan kategori baik.
129
Grafik 4.39
Grafik Pernyataan pada Indikator Sumber Daya
(Sumber : diolah peneliti, 2018)
Berdasarkan pada grafik 4.39 diatas, terlihat bahwa pada pernyataan
nomor 12 (Q12), pernyataan nomor 13 (Q13), pernyataan nomor 14
(Q14)dan pernyataan nomor 20 (Q20) menunjukkan persentase lebih rendah
dibandingkan dengan pernyataan lain pada indikator sumber daya. Hasil
persentase dari empat pernyataan tersebut dibawah nilai rata-rata, yaitu
sebesar 70.08%.
Pada angket pernyataan nomor 12 (Q12) yaitu pegawai pelaksana
program IKM pada Disperindag cakap dalam menjalankan tugasnnya,
sebagian responden menilai bahwa pegawai pelaksana program IKM
tersebut belum memenuhi kriteria dalam penyuluhan dan pendampingan
program IKM.
72.19
64.79 65.56 69.64
72.44 76.27 76.53
70.66 71.42
58.67
71.17 71.68
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Q11 Q12 Q13 Q14 Q15 Q16 Q17 Q18 Q19 Q20 Q21 Q22
Per
cen
t
70.08
130
Pada angket pernyataan nomor 13 (Q13) yaitu terdapat indikator
penilaian kinerja bagi pegawai pelaksana program IKM, pada kenyataannya
responden tidak mengetahui jika ada penilaian kinerja bagi pegawai
pelaksana program IKM, dan sebagian besar responden setuju apabila ada
penilaian tersebut.
Pada angket pernyataan nomor 14 (Q14), yatiu pegawai pelaksana
program IKM mengetahui tugas pokok dan fungsinya, namun sebagian
responden mengacu pada jawaban pernyataan sebelumnya menilai bahwa
pegawai masih belum mengetahui tugas pokok dan fungsi dari pelaksanaan
program IKM.
Dan pada angket pernyataan nomor 20 (Q20) yaitu sarana dan prasarana
dalam kegiatan pembinaan program IKM, pada kenyataannya sarana dan
prasarana dinilai masih jauh dari yang diharapkan karena tidak ditunjang
dengan peralatan dan sumber daya pendukung yang memadai, indikator
pernyataan ini pun menjadi indikator paling rendah dari semua
pernyataannya yang ada.
Berdasarkan hasil pengolahan data dalam penelitian ini, indikator
sumber dayamemuat 12 butir instrumen pernyataan diperoleh dari skor ideal
adalah 4 x 98 x 12 = 4.704 (4 = nilai dari setiap jawaban pernyataan yang
diajukan pada responden, kriteria skor berdasarkan pada skala Likert, 98 =
jumlah sampel yang dijadikan responden, 12 = jumlah pernyataan yang ada
pada indikator sumber daya).
131
Setelah menemukan skor ideal kemudian dibagikan dengan skor riil
yang diisi oleh responden, yaitu sebesar 3.297 : 4.704 = 0,7526 x 100 =
70,08%. Hal ini dapat diartikan bahwa Implementasi Program Pembinaan
IKM tentang Klaster Industri di Kabupaten Lebak sudah berjalan dengan
baik. Hal tersebut dapat dilihat dari interval pada indikator sumber daya
sebagai berikut:
Tidak Baik Kurang Baik Baik Sangat Baik
1176 2353 35284704
3297
Nilai 3297 termasuk ke dalam interval kurang baik dan baik, maka nilai
tersebut masuk ke dalam kategori baik, karena nilai tersebut lebih mendekati
dengan kategori baik.
132
Grafik 4.40
Grafik Pernyataan pada Indikator Disposisi
(Sumber : diolah peneliti, 2018)
Berdasarkan pada grafik 4.40 diatas, terlihat bahwa pada pernyataan
nomor 25 (Q25), dan pernyataan nomor 26 (Q26), menunjukkan persentase
lebih rendah dibandingkan dengan pernyataan lain pada indikator sumber
daya. Hasil persentase dari dua pernyataan tersebut dibawah nilai rata-rata,
yaitu sebesar 69.43%.
Pada angket pernyataan nomor 25 (Q25), yaitu pegawai pelaksana
program IKM mendapatkan reward yang menjalankan tugasnya dengan
baik. Pada kenyataannya tidak ada reward untuk pegawai pelaksana
program IKM dan pada dasarnya responden setuju apabila terdapat reward
baik untuk pegawai dan kelompok usaha mikro dalam program IKM.
72.19
73.97
65.3
62.75
72.95
56
58
60
62
64
66
68
70
72
74
76
Q23 Q24 Q25 Q26 Q27
Per
cen
t
69.43
133
Pada angket nomor 26 (Q26), yaitu terdapat reward bagi kelompok
usaha pada program IKM, pada kenyataannya tidak ada sama seperti
pernyataan di atas, namun responden sebian besar setuju apabila rewad bagi
kelompok usaha yang berhasil dan sukses diberi suatu rewad atau
penghargaan.
Berdasarkan hasil pengolahan data dalam penelitian ini, indikator
disposisimemuat 5 butir instrumen pernyataan diperoleh dari skor ideal
adalah 4 x 98 x 5 = 1.960 (4 = nilai dari setiap jawaban pernyataan yang
diajukan pada responden, kriteria skor berdasarkan pada skala Likert, 98 =
jumlah sampel yang dijadikan responden, 5 = jumlah pernyataan yang ada
pada indikator sumber daya). Setelah menemukan skor ideal kemudian
dibagikan dengan skor riil yang diisi oleh responden, yaitu sebesar 1.361 :
1.960 = 0,6943 x 100 = 69,43%. Hal ini dapat diartikan bahwa
Implementasi Program Pembinaan IKM tentang Klaster Industri di
Kabupaten Lebak sudah berjalan dengan baik. Hal tersebut dapat dilihat dari
interval pada indikator disposisi sebagai berikut:
Tidak Baik Kurang Baik Baik Sangat Baik
490 980 14701960
1361
Nilai 1.361 termasuk ke dalam interval kurang baik dan baik, maka
nilai tersebut masuk ke dalam kategori baik, karena nilai tersebut lebih
mendekati dengan kategori baik.
134
Grafik 4.41
Grafik Pernyataan pada Indikator Struktur Birokrasi
(Sumber : diolah peneliti, 2018)
Berdasarkan pada grafik 4.41 diatas, terlihat bahwa pada pernyataan
nomor 29 (Q29) menunjukkan persentase lebih rendah dibandingkan dengan
pernyataan lain pada indikator struktur birokrasi. Hasil persentase dari
pernyataan tersebut dibawah nilai rata-rata, yaitu sebesar 72.95%.
Pada angket nomor 29 (Q29) yaitu koordinasi antara Disperindag dan
Instansi lain berjalan dengan baik, responden menilai bahwa tidak
mengetahui tentang koordinasi tersebut, namun sebagian responden
mengatakan bahwa terdapat instansi lain dalam kaitannya dengan usaha
mikro, kecil, dan menengah seperti Dinas Perkebunan dan Perhutanan, dan
Dinas Koperasi.
74.48
70.91
73.46
69
70
71
72
73
74
75
Q28 Q29 Q30
Per
cen
t
72.95
135
Berdasarkan hasil pengolahan data dalam penelitian ini, indikator
struktur birokrasimemuat 3 butir instrumen pernyataan diperoleh dari skor
ideal adalah 4 x 98 x 3 = 1.176 (4 = nilai dari setiap jawaban pernyataan
yang diajukan pada responden, kriteria skor berdasarkan pada skala Likert,
98 = jumlah sampel yang dijadikan responden, 3 = jumlah pernyataan yang
ada pada indikator sumber daya). Setelah menemukan skor ideal kemudian
dibagikan dengan skor riil yang diisi oleh responden, yaitu sebesar 858 :
1.176 = 0,7295 x 100 = 72,95%. Hal ini dapat diartikan bahwa
Implementasi Program Pembinaan IKM tentang Klaster Industri di
Kabupaten Lebak sudah berjalan dengan baik. Hal tersebut dapat dilihat dari
interval pada indikator struktur birokrasi sebagai berikut:
Tidak Baik Kurang Baik Baik Sangat Baik
294 588 8821176
858
Nilai 858 termasuk ke dalam interval kurang baik dan baik, maka nilai
tersebut masuk ke dalam kategori baik, karena nilai tersebut lebih mendekati
dengan kategori baik.
136
136
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilaksanakan dapat diambil
kesimpulan bahwa hasil Implementasi Program Pembinaan IKM Klaster Industri di Kabupaten
Lebak dalam pencapaiannya di lapangan sebesar 71,98% dari yang diharapkan, ini berarti
ketercapaian lebih besar dari hipotesis awal yakni 65%. Hal ini didapat berdasarkan pada hasil
penghitungan perbandingan antara jumlah data yang terkumpul dengan skor ideal.
Dilihat dari semua indikator yang paling rendah yakni indikator responsivitas, dari data yang
didapatkan di lapangan memang belum maksimalnya berbagai hal, diantaranya:
1. Program Pembinaan (Sosilisasi, Pelatihan, Pendampingan) IKM tidak mencangkup seluruh
unit usaha IKM di Kabupaten Lebak.
2. Fasilitas Sarana dan Prasarana yang kurang memadai dalam kegiatan Pembinaan Program
IKM.
3. Bantuan Pengembangan Kegiatan Usaha berupa akses permodalan dan bantuan peralatan
masih sangat terbatas.
4. Tidak ada Penghargaan (reward) bagi Masyarakat atau kelompok UMKM yang berhasil atau
berkembang dalam kegiatan usahanya. Dan bagi Pegawai Pelaksana Program IKM yang aktif
dalam Pembinaan di Masyarakat atau Kelompok UMKM.
Atas dasar kesimpulan di atas, peneliti menyimpulkan bahwasanya implementasi program
IKM Kluster Industri di Kabupaten Lebak sudah tergolong dalam kategori baik namun perlu ada
perbaikan di indikator yang masih rendah seperti sumber daya dan disposisi.
137
5.2 Saran
Dari kesimpulan yang didapat dari hasil penelitian tersebut, beberapa saran dari penulis
terhadap pelaksanaan kegiatan implementasi program pembinaan IKM di Kabupaten Lebak
adalah :
1. Memperluas cakupan pembinaan di unit usaha UMKM yang berada di wilayah Kabupaten
Lebak.
2. Melengkapi sarana dan prasarana pembinaan program IKM seperti penyediaan infokus,
ruang sosialisasi, dan fasilitas penunjang lainnya.
3. Pemberian akses permodalan dari Pemerintah bagi pelaku usaha yang membutuhkan
untuk meningkatkan kualitas usaha.
4. Memberikan penghargaan (reward) kepada Masyarakat atau Kelompok UMKM yang
kegiatan usahanya berkembang dan penghargaan bagi Pegawai Pelaksana Pembinaan
Program IKM yang aktif.
DAFTAR PUSTAKA
SUMBER BUKU :
Agustino, Leo. 2006. Analisis Kebijakan Publik. Jakarta: Rineka Cipta
------------------. 2008. Dasar-dasar Kebijakan Publik. Bandung:AIPI-Bandung,
Alfabeta
------------------. 2012. Dasar-dasar Kebijakan Publik. Bandung:AIPI-Bandung,
Alfabeta
Bungin. Burhan. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Kencana
Hariwijaya dan Triton. 2005. Pedoman Penulisan Ilmiah Skripsi dan Tesis.
Yogyakarta: Tugu Publisher.
Jenkins. 1978. Policy Analisys: A Political and Organization Perspectie. London:
Oxford
Mardimin, Johanes. 1996. Dimensi Krisis Proses Pembangunan di Indonesia.
Yogyakarta: Kanisius
Parsons, Wayne. 2006. Pengantar Teori dan Praktik Analisis kebijakan. Jakarta:
Prenada Media Group
Siregar. 2010. Statistika Deskriptif untuk Penelitian. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada
Suriatna. 1987. Metode Penyuluhan Pertanian. Jakarta: PT. Medyatama Sarana
Subarsono. 2005. Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta:Gadjah Mada University
Press
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta
------------- 2011. Metode Penelitian Kuantitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta
------------- 2012. Metode Penelitian Kuantitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta
Sulistiyani. 2004. Kemitraan dan Model-Modelpembinaan. Yogyakarta: Gava
Media
Sumodiningrat, Gunawan. 2007. Pembinaan usaha. Jakarta: PT. kompas Media
Nusantara
Suharto,Edi. 2010. Membangun Masyarakat. Bandung: PT.Refika Aditama
Suhendra. 2006. Peranan Birokrasi dan pembinaan Masyarakat. Bandung:
Alfabeta
Tachjan. 2006. Implementasi Kebijakan Publik. Bandung: AIPI
Wrihatnolo,R.Randy. 2007. Manajemen Pemberdayaan. Jakarta: PT.Elex Media
Komputindo
Dokumen
Data unit program DISPERINAG Kabupaten Lebak
Data Unit Dinas Koperasi Kabupaten Lebak
Peraturan daerah kabupaten lebak nomor 5 tahun 2005 tentang system perencanaan
pemangunan daerah kabupaten lebak
Peraturan daerah tentang isu strategis yang akan ditangani melalui rencana strategis
(Renstra) Dinas Perindustrian da Perdagangan Kabupaten Lebak than 2014-2019
Sumber lainnya
http:/www.kabupatenlebak.go.id