Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian - Meteorologi ITB · wilayah kabupaten: (a) Indramayu, (b)...

12
Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Program Studi Meteorologi © 2012 Program Studi Meteorologi Institut Teknologi Bandung PENERBITAN ONLINE AWAL Paper ini adalah PDF yang diserahkan oleh penulis kepada Program Studi Meteologi sebagai salah satu syarat kelulusan program sarjana. Karena paper ini langsung diunggah setelah diterima, paper ini belum melalui proses peninjauan, penyalinan penyuntingan, penyusunan, atau pengolahan oleh Tim Publikasi Program Studi Meteorologi. Paper versi pendahuluan ini dapat diunduh, didistribusikan, dan dikutip setelah mendapatkan izin dari Tim Publikasi Program Studi Meteorologi, tetapi mohon diperhatikan bahwa akan ada tampilan yang berbeda dan kemungkinan beberapa isi yang berbeda antara versi ini dan versi publikasi akhir.

Transcript of Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian - Meteorologi ITB · wilayah kabupaten: (a) Indramayu, (b)...

Page 1: Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian - Meteorologi ITB · wilayah kabupaten: (a) Indramayu, (b) Subang, (c) Karawang. 4.2 Spasial Curah Hujan Musiman Wilayah Pantura Jawa Barat Hasil

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

Program Studi Meteorologi

© 2012 Program Studi Meteorologi Institut Teknologi Bandung

PENERBITAN ONLINE AWAL

Paper ini adalah PDF yang diserahkan oleh penulis kepada Program Studi Meteologi sebagai salah satu syarat kelulusan program sarjana. Karena paper ini langsung diunggah setelah diterima, paper ini belum melalui proses peninjauan, penyalinan penyuntingan, penyusunan, atau pengolahan oleh Tim Publikasi Program Studi Meteorologi. Paper versi pendahuluan ini dapat diunduh, didistribusikan, dan dikutip setelah mendapatkan izin dari Tim Publikasi Program Studi Meteorologi, tetapi mohon diperhatikan bahwa akan ada tampilan yang berbeda dan kemungkinan beberapa isi yang berbeda antara versi ini dan versi publikasi akhir.

Page 2: Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian - Meteorologi ITB · wilayah kabupaten: (a) Indramayu, (b) Subang, (c) Karawang. 4.2 Spasial Curah Hujan Musiman Wilayah Pantura Jawa Barat Hasil

��

USING STANDARDIZED PRECIPITATION INDEX METHOD

FOR IDENTIFICATION METEOROLOGICAL DROUGHT

IN PANTURA WEST JAVA AREA

By:

Danu Triatmoko1,2

, Armi Susandi1, Musa Ali Mustofa

1, Erwin E. S. Makmur

3

1Departement of Meteorology, Faculty of Earth Sciences and Technology, Institute of

Technology Bandung (ITB), Bandung 2Meteorological Stasion H. Asan, Sampit, Central Kalimantan

3Subdivisions of Early Warning Climate, Indonesia Agency of Meteorological

Climatological and Geophysical Agency, Jakarta

ABSTRACT

Droughtness is the most frequent threats and disrupt agricultural production

systems in Indonesia, especially food crops. North Coast region , West Java is the

national food production centers. But the region is vulnarable to drought, so the

study of the identification of the drought in this region needs to be done. Early

indications of drought can be seen from its level of meteorological drought.

Standardized Precipitation Index (SPI) is one of the method for monitoring

meteorological drought level of a region.

Research areas in this study is the northern coast of West Java, which consists of

three districts namely Indramayu, Subang, and Kerawang. Monthly rainfall data

used is the data of observation for 30 years (1981-2010) from 10 observation

stations scattered rainfall in three districts. SPI value calculation is done using the

SPI program issued by the National Drought Mitigation Center, United States. The

time period that used in the SPI method is three months or SPI3. SPI methods were

tested to identify the level of meteorological drought that occurred in the strong El

Niño (1997/1998), medium El Niño (2002/2003) and a weak El Niño (2006/2007).

The study results showed that the SPI with a 3-month time scale in the period

1997/1998 (strong El Niño) category of extremely dry meteorological drought

occurred in three counties. In the year 2002/2003 (medium El Niño) extremely dry

drought categories in Karawang district. Meanwhile, a weak El Niño year

(2006/2007) occurred in Indramayu and Subang district. Therefore, in monitoring

the level of short-term meteorological drought should use the 3-month SPI scale.

Keyword: Meteorological drought, food production centres, Standardized

Precipitation Index, El Niño.

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kekeringan merupakan ancaman yang

paling sering mengganggu sistem dan

produksi pertanian di Indonesia terutama

tanaman pangan. Upaya dalam

mengantisipasi bencana kekeringan adalah

dengan memahami karakteristik iklim

wilayah tersebut dengan baik. Karakterisasi

kekeringan merupakan analisis sifat-sifat

hujan yang dapat menggambarkan kondisi

kekeringan secara fisik suatu lokasi dan

Page 3: Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian - Meteorologi ITB · wilayah kabupaten: (a) Indramayu, (b) Subang, (c) Karawang. 4.2 Spasial Curah Hujan Musiman Wilayah Pantura Jawa Barat Hasil

��

analisis indeks kekeringan yang dapat

menunjukkan tingkat atau derajat

kekeringan.

Hasil deklarasi Lincoln 8-11 Desember

2009 dalam pembahasan mengenai standar

indeks kekeringan dan pedoman untuk

sistem peringatan dini kekeringan (Drought

Early Warning Systems) menyatakan

bahwa Standardized Precipitation Index

direkomendasikan sebagai metode indeks

kekeringan untuk memonitoring tingkat

kekeringan meteorologis di seluruh dunia.

(Hayes dkk, 2011).

Metode Standardized Precipitation Index

(SPI) pertama kali dikembangkan oleh

McKee di tahun 1993. Pada kajian ini

metode SPI digunakan untuk

mengidentifikasi tingkat kekeringan di

sentra produksi tanaman padi wilayah

Pantai Utara (Pantura) Jawa Barat yaitu

Kabupaten Indramayu, Subang, dan

Karawang. Tahun kajian yang akan

dijadikan studi kasus adalah periode El

Niño tahun 1997/1998, 2002/2003 dan

2006/2007.

1.2 Tujuan

Kajian ini bertujuan untuk mengidentifikasi

tingkat kekeringan meteorologis dan

melakukan pemetaan daerah kekeringan

berdasarkan nilai SPI di wilayah Pantura

Jawa Barat saat fenomena El Niño terjadi di

tahun 1997/1998, 2002/2003, dan

2006/2007.

.

2. KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kekeringan

Menurut Tjasyono dan Harijono (2006)

kekeringan adalah kesenjangan antara air

yang tersedia dan air yang diperlukan.

Namun, pada dasarnya kekeringan

mengandung hubungan antara ketersediaan

dan kebutuhan air, dimana kekeringan

bermula dari defisiensi curah hujan dengan

periode waktu terpanjang.

Menurut Badan Koordinasi Nasional

Penanggulangan Bencana (2007),

kekeringan meteorologis merupakan

kekeringan yang berkaitan dengan tingkat

curah hujan di bawah normal dalam satu

musim, akibatnya kelembaban tanah dan

jumlah air yang tersimpan lebih rendah

dibandingkan dengan kondisi normal.

Kekeringan meteorologis biasanya

didasarkan atas tingkat kekeringan

(perbandingan antara jumlah normal atau

rata-rata) dan lamanya periode kering.

Tingkat kekeringan meteorologi dibatasi

sebagai suatu periode dengan tiga atau lebih

bulan kering berturut-turut yaitu bulan

dengan curah hujan < 100 mm/bulan dan <

200 mm/tiga bulan (Borger, 2001).

Pengukuran kekeringan meteorologis

merupakan indikasi pertama adanya

kekeringan.

2.2 Sistem Cuaca Penyebab Bencana

Kekeringan

Benua maritim Indonesia sebagian kondisi

iklimnya dipengaruhi oleh variasi sel

tekanan tinggi dan rendah bergantung pada

musim atau migrasi tahunan matahari.

Kemarau panjang terjadi jika ada anomali

pola sirkulasi atmosfer skala luas yang

berlangsung satu bulan atau satu musim

atau lebih lama. Intensitas kekeringan

meningkat jika dibarengi dengan peristiwa

El Niño (Tjasyono dan Harijono, 2006).

Unsur iklim yang utama dalam mekanisme

bencana alam kekeringan adalah sel

tekanan tinggi atau subsidensi.

Fenomena Indian Ocean Dipole (IOD) atau

Dipole Mode disebabkan oleh interaksi

atmosefer – laut di Samudera Hindia

Ekuatorial. Hal ini terjadi akibat adanya

beda temperatur permukaan laut antara

Samudera Hindia Tropis bagian Timur atau

Pantai Barat Sumatera (Yamagata dkk,

2000). Dampak terjadinya fenomena El

Niño/IOD (+) dapat mengakibatkan

penurunan jumlah curah hujan tahunan dan

musiman terutama periode JJA dan SON

baik tipe hujan monsunal maupun tipe

ekuatorial. Sebaliknya La Niña dan IOD (-)

dapat menyebabkan kenaikan curah hujan

(Tjasyono dkk, 2008).

Page 4: Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian - Meteorologi ITB · wilayah kabupaten: (a) Indramayu, (b) Subang, (c) Karawang. 4.2 Spasial Curah Hujan Musiman Wilayah Pantura Jawa Barat Hasil

��

2.3 Indeks Kekeringan Standardized

Precipitation Index (SPI)

Pada tahun 1993 di Colorado, McKee

mengembangkan perhitungan indeks

kekeringan dengan menggunakan metode

SPI untuk pertama kali. Tujuannya untuk

mengetahui dan memonitoring kekeringan.

Kriteria tingkat kekeringan meteorologis

dengan mengggunakan metode analisis

Standardized Precipitation Index (SPI) ini

dapat diklasifikasikan dalam skala nilai

seperti pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Klasifikasi skala nilai SPI

(Sumber: BMKG)

Nilai SPI Kategori

� 2,00 Sangat Basah

1.50 ~ 1.99 Basah

1.00 ~ 1.49 Agak Basah

-0.99 ~ 0.99 Normal

-1.00 ~ -1.49 Agak Kering

-1.50 ~ -1.99 Kering

� -2.00 Sangat Kering

Analisis kekeringan meteorologis dengan

menggunakan metode SPI ini dapat

dilakukan dengan periode waktu satu

bulanan, tiga bulanan, enam bulanan,

dubelas bulanan dan seterusnya sesuai

dengan tujuan dilakukannya analisis.

3. METODOLOGI

3.1 Penghitungan SPI

Di dalam penghitungan Standardized

Precipitation Index (SPI) suatu lokasi,

dibutuhkan data curah hujan bulanan

dengan periode waktu 30 tahun atau lebih

(Hayes dkk, 1999). Dalam penelitian ini

dipergunakan data curah hujan periode

tahun 1981– 2010 di 10 titik lokasi seperti

pada Gambar 3.1. Sedangkan data

produksi padi didapat dari Badan Pusat

Statistik Jawa Barat dengan tahun produksi

2002, 2003, dan 2006.

Gambar 3.1 Peta wilayah penelitian

Penghitungan nilai SPI untuk suatu lokasi

membutuhkan time series data curah hujan

yang cukup panjang. Distribusi gamma

dapat digunakan untuk mencocokan data

time series curah hujan secara klimatologi

dengan baik (Thom, 1966 dalam McKee

dkk, 1993). Distribusi ini didefinisikan dari

frekuensinya atau fungsi probabilitas

kepadatan (probability density function).

�−−

Γ=

x

x dxexxg0

/1

)(

1)( βα

α αβ………..….

(3.1)

Persamaan (3.1) untuk x > 0, dimana:

� > 0, adalah parameter bentuk

� > 0, adalah parameter

x > 0, adalah jumlah curah hujan

�∞

−−=Γ0

1)( dyey yαα

�(�) merupakan fungsi gamma

Perhitungan SPI meliputi pencocokan

fungsi kepadatan probabilitas gamma

(gamma probability density function)

terhadap distribusi frekuensi dari jumlah

curah hujan untuk tiap stasiun.

Kemungkinan maksimum solusi digunakan

untuk mengoptimalisasi estimasi nilai � dan

�. (McKee dkk, 1993).

���

����

�++=

3

411

4

A

Aα ………..…….……(3.2)

αβ

ˆˆ x

= ……….…………….………....(3.3)

dimana

n

xxA

�−=

)ln()ln( …........………..… (3.4)

n = jumlah pengamatan curah hujan

Page 5: Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian - Meteorologi ITB · wilayah kabupaten: (a) Indramayu, (b) Subang, (c) Karawang. 4.2 Spasial Curah Hujan Musiman Wilayah Pantura Jawa Barat Hasil

��

Parameter yang dihasilkan dipergunakan

untuk menemukan probabilitas kumulatif

dari kejadian curah hujan yang diamati

untuk setiap bulan dan skala waktu dari tiap

stasiun. Probabilitas kumulatif ini dihitung

dengan :

��−−

Γ==

x

x

x

dxexdxxgxG0

ˆ/1ˆ

ˆ

0 )ˆ(ˆ

1)()( βα

α αβ

…..…………………………..……….. (3.5)

Jika didefinisikan β̂/xt = , persamaan

tersebut menjadi fungsi gamma yang tidak

lengkap (incomplete gamma function) :

�−−

Γ=

x

t dtetxG0

)ˆ(

1)( α

α………………(3.6)

Karena fungsi gamma tidak terdefinisi

untuk x = 0, padahal distribusi curah hujan

kemungkinan terdiri dari nilai nol, maka

probabilitas kumulatifnya menjadi

)()1()( xGqqxH −+= ………..….…. (3.7)

dimana q adalah probabilitas dari nol.

Jika m merupakan jumlah nol dari seluruh

time series, maka q dapat diestimasi dengan

m/n. Probabilitas kumulatif H(x) tersebut

kemudian ditransformasikan ke dalam

standard normal random variabel Z dengan

nilai rata-rata 0 dan variansi 1, nilai yang

diperoleh Z tersebut merupakan nilai SPI.

Nilai standar normal random variabel Z

atau SPI tersebut lebih mudah dengan

perhitungan menggunakan aproksimasi

yang dikemukakan oleh Abramowitz dan

Stegun (1964) berikut ini.

Perhitungan Z atau SPI untuk 0 < H(x) �0,5

���

����

+++

++−−==

3

3

2

21

2

21

1 tdtdd

tctcctSPIZ o …….(3.8)

dengan ���

����

�=

2))((

1ln

xHt …..……..... (3.9)

Perhitungan Z atau SPI untuk 0,5 < H(x) �

1,0

���

����

+++

++−+==

3

3

2

21

2

21

1 tdtdd

tctcctSPIZ o …...(3.10)

dengan ���

����

−=

2))((1

1ln

xHt ……..(3.11)

dan

c0 = 2,515517; c1 = 0,802853;

c2 = 0,010328; d1 = 1,432788;

d2 = 0,189269; d3 = 0,001308

Namun, dalam kajian ini nilai SPI dihitung

denga menggunakan program SPI SL 6.exe

yang dikembangkan dan dikeluarkan oleh

National Drought Mitigation Center,

Amerika.

3.2 Analisis Spasial Nilai Indeks

Kekeringan SPI3

Peta kontur indeks kekeringan SPI3 dibuat

dengan menggunakan program Surfer Versi

9. Proses gridding dilakukan dengan

metode krigging. Setelah diperoleh nilai

SPI3 untuk masing-masing stasiun

pengamatan hujan, maka dilakukan analisa

spasial dengan membuat peta indeks

kekeringan. Hal ini perlu dilakukan untuk

mengetahui sebaran kekeringan

meteorologis di wilayah kajian, sehingga

dapat diketahui daerah yang mengalami

kekeringan meteorologis kategori sangat

kering kering, dan agak kering berdasarkan

nilai SPI sesuai Tabel 2.1.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Profil Curah Hujan Wilayah

Kabupaten Indramayu, Subang, dan

Karawang

Berdasarkan hasil rata-rata curah hujan

wilayah untuk masing-masing kabupaten

seperti pada Gambar 4.1 menunjukkan

pola curah hujan yang sama yaitu pola

hujan monsunal dengan puncak curah hujan

maksimum terjadi pada bulan Januari dan

minimumnya pada bulan Agustus.

Page 6: Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian - Meteorologi ITB · wilayah kabupaten: (a) Indramayu, (b) Subang, (c) Karawang. 4.2 Spasial Curah Hujan Musiman Wilayah Pantura Jawa Barat Hasil

��

Jika berdasarkan kriteria curah hujan

bulanan < 100 mm/bulan, maka secara

klimatologis bulan kering di daerah

kabupaten Indramayu dan Subang terjadi

antara bulan Mei sampai Oktober,

sedangkan di daerah Kabupaten Karawang

bulan kering terjadi antara bulan April

sampai Nopember. Berdasarkan kriteria

kejadian bulan kering selama 3 bulan

berturut-turut atau lebih (Borger, 2001),

maka kekeringan meteorologis yang terjadi

di kabupaten Indramayu dan Subang terjadi

pada bulan Juli hingga Oktober, sedangkan

Karawang terjadi pada periode Juni hingga

Nopember (lihat Gambar 4.1).

(a)��

(b)

(c)

Gambar 4.1 Profil curah hujan bulanan

wilayah kabupaten: (a) Indramayu, (b)

Subang, (c) Karawang.

4.2 Spasial Curah Hujan Musiman

Wilayah Pantura Jawa Barat

Hasil analisis spasial curah hujan musiman

di wilayah Pantai Utara Jawa Barat dapat

dilihat pada peta kontur isohyet Gambar

4.2.

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 4.2 Kontur isohyet periode

musim: (a) DJF, (b) MAM, (c) JJA, (d)

SON.

0

100

200

300

400

Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nop Des

mm

/bu

lan

0

100

200

300

400

Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nop Des

mm

/bu

lan

0

100

200

300

400

Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nop Des

mm

/bu

lzn

Page 7: Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian - Meteorologi ITB · wilayah kabupaten: (a) Indramayu, (b) Subang, (c) Karawang. 4.2 Spasial Curah Hujan Musiman Wilayah Pantura Jawa Barat Hasil

��

Dari Gambar 4.2 terlihat bahwa daerah

yang memiliki curah hujan minimum atau

mengalami defisit air terletak di bagian

utara dengan puncak curah hujan minimum

terjadi pada periode musim Juni-Juli-

Agustus (JJA).

4.3 Analisis Frekuensi Kejadian

Kekeringan Berdasarkan Nilai SPI3 Saat

Terjadi Fenomena El Niño Kuat Tahun

1997/1998

Pada periode awal tahun 1998 yaitu bulan

Januari – April ketiga wilayah kabupaten

tersebut mengalami kekeringan hingga

kategori sangat kering dengan persentase

tertinggi sebesar 33,3% terjadi di kabupaten

Indramayu. Sedangkan di kabupaten

Subang, tingkat kekeringan meteorologis

dengan kategori sangat kering terjadi empat

periode berturut-turut. Namun, persentase

kejadiannya hanya 8,3%. Untuk kabupaten

Karawang, kategori sangat kering terjadi

pada periode awal (Januari – April) tahun

1998 dengan persentase sebesar 12,5%

(lihat Lampiran 1). Berdasarkan nilai

indeks SPI3, frekuensi kejadian kekeringan

meteorologis kategori sangat kering saat

terjadi fenomena El Niño di tahun

1997/1998 terbanyak terjadi di wilayah

kabupaten Indramayu dan Subang.

4.4 Analisis Frekuensi Kejadian

Kekeringan Berdasarkan Nilai SPI3 Saat

Terjadi Fenomena El Niño Sedang

Tahun 2002/2003

Berdasarkan nilai indeks kekeringan SPI3,

kejadian kekeringan dengan kategori sangat

kering yang terjadi saat fenomena El Niño

di tahun 2002/2003, frekuensi terbanyak

terjadi di kabupaten Karawang. Kategori

sangat kering di kabupaten Karawang

terjadi selama 3 periode yaitu Mei –

Agustus dan September – Desember di

tahun 2002, serta periode awal tahun 2003

bulan Januari – April (lihat Lampiran 2c).

Sedangkan wilayah kabupaten Indramayu

dan Subang hanya terjadi pada periode Mei

– Agustus di tahun 2003 (Lampiran 2a dan

2b).

4.5 Analisis Frekuensi Kejadian

Kekeringan Berdasarkan Nilai SPI3 Saat

Terjadi Fenomena El Niño Lemah

Tahun 2006/2007

Berdasarkan grafik rata-rata kejadian

kekeringan, terjadi peningkatan persentase

kejadian pada periode September –

Desember tahun 2006 di tiga kabupaten

tersebut (lihat Lampiran 3). Pada periode

ini, kategori sangat kering terlihat di

kabupaten Indramayu dengan persentase

kejadian mencapai 16,7%. Pada periode

berikutnya (Januari – April tahun 2007)

kategori tersebut mengalami penurunan di

wilayah kabupaten Indramayu (lihat

Lampiran 3a).

4.6 Analisis Spasial Kekeringan

Meteorologis Berdasarkan Nilai SPI3

Selama Periode El Niño Kuat Tahun

1997/1998

Awal terjadinya kekeringan saat fenomena

El Niño kuat di tahun 1997/1998 di wilayah

Pantura Jawa Barat mulai teridentifikasi di

bulan Maret 1997. Kejadian kekeringan

meteorologis di bulan tersebut terlihat di

bagian Selatan kabupaten Subang dan

bagian Utara kabupaten Karawang sekitar

stasiun Cibuaya serta Teluk Bango (lihat

Gambar 4.3a). Peta kontur indeks

kekeringan SPI3 bulan April tahun 1997

menunjukkan tingkat kekeringan

meteorologis di Selatan kabupaten Subang

teridentifikasi sangat kering (nilai SPI � -

2,00), sedangkan di kabupaten Indramayu

dan Karawang tidak teridentifikasi kategori

tersebut. Kekeringan meteorologis yang

terjadi di kabupaten Indramayu dan

Karawang termasuk dalam kategori agak

kering hingga kering (lihat Gambar 4.3b).

Peta kontur indeks kekeringan SPI3 bulan

Juli tahun 1997 menunjukkan seluruh

kabupaten Indramayu dan Subang

mengalami kekeringan meteorologis. Di

kabupaten Subang, kekeringan

meteorologis teridentifikasi dalam kategori

agak kering hingga sangat kering. Kategori

sangat kering terjadi di bagian Selatan

kabupaten Subang. Sedangkan di kabupaten

Page 8: Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian - Meteorologi ITB · wilayah kabupaten: (a) Indramayu, (b) Subang, (c) Karawang. 4.2 Spasial Curah Hujan Musiman Wilayah Pantura Jawa Barat Hasil

��

Indramayu kekeringan termasuk dalam

kategori kering (lihat Gambar 4.4).

(a)

(b)

Gambar 4.3 Peta kontur indeks

kekeringan SPI3 tahun 1997 untuk

bulan: (a) Maret dan (b) April.

Gambar 4.4 Peta kontur indeks kekeringan

SPI3 Juli 1997.

Periode terkering selama fenomena El Niño

di tahun 1997/1998 terjadi bulan Januari

1998 (lihat Gambar 4.5). Peta kontur

indeks kekeringan bulan tersebut

menunjukkan sebagian besar wilayah

kabupaten Indramayu dan Subang nilai

SPI3 yang terjadi mencapai � -2,00 atau

termasuk kategori sangat kering. Di

sebagian Utara dan Selatan dari kabupaten

Karawang teridentifikasi kategori sangat

kering.

Gambar 4.5 Peta kontur indeks kekeringan

SPI3 Januari 1998.

4.7 Analisis Spasial Kekeringan

Meteorologis Berdasarkan Nilai SPI3

Selama Periode El Niño Sedang Tahun

2002/2003

Berdasarkan hasil peta kontur indeks

kekeringan SPI3, awal teridentifikasi

kekeringan meteorologis yang terjadi saat

fenomena El Niño tahun 2002/2003 di

wilayah kabupaten Subang dan Karawang

terjadi pada bulan Mei tahun 2002, seperti

yang ditunjukkan pada Gambar 4.6.

Gambar tersebut mengidentifikasi tingkat

kekeringan yang terjadi di wilayah

kabupaten Karawang mencapai kategori

sangat kering di sekitar stasiun

Rengasdengklok hingga ke bagian Selatan.

Sedangkan sebagian Barat (sekitar stasiun

Ciasem) hingga Selatan kabupaten Subang,

kekeringan yang terjadi termasuk dalam

kategori agak kering (di bagian Barat) dan

kering (sekitar stasiun Subang).

Gambar 4.6 Peta kontur indeks kekeringan

SPI3 Mei 2002.

Seluruh wilayah mengalami kekeringan

dengan kategori agak kering (nilai SPI3

antara -1,00 hingga -1,49) hingga kering

(nilai SPI3 antara -1,50 hingga -1,99) pada

bulan Agustus 2003, seperti yang terlihat

pada Gambar 4.7. Pada peta kontur indeks

Page 9: Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian - Meteorologi ITB · wilayah kabupaten: (a) Indramayu, (b) Subang, (c) Karawang. 4.2 Spasial Curah Hujan Musiman Wilayah Pantura Jawa Barat Hasil

kekeringan tersebut teridentifikasi

kekeringan meteorologis kategori kering

terjadi di kabupaten Indramayu dan

Karawang. Sedangkan kabupaten Subang,

sebagian besar wilayahnya teridentifikasi

kategori agak kering.

Gambar 4.7 Peta kontur indeks

kekeringan SPI3 Agustus 2003.

4.8 Analisis Spasial Kekeringan

Meteorologis Berdasarkan Nilai SPI3

Selama Periode El Niño Lemah Tahun

2006/2007

Berdasarkan peta kontur indeks kekeringan

SPI3 periode Mei 2006, kategori sangat

kering teridentifikasi terjadi di kabupaten

Karawang (lihat Gambar 4.8).

Gambar 4.8 Peta kontur indeks kekeringan

SPI3 Mei 2006.

Pada periode Nopember 2006 hingga

Januari 2007 menunjukkan kekeringan

kategori sangat kering teridentifikasi di

wilayah kabupaten Indramayu dan

sebagian Selatan kabupaten Subang.

Sedangkan di kabupaten Karawang

hanya teridentifikasi kategori agak

kering hingga kering (lihat Gambar

4.9).

(a)

(b)

(c)

Gambar 4.9 Peta indeks kekeringan SPI3

tahun 2006 di wilayah Pantura Jawa Barat

bulan : (a) Nopember, (b) Desember, dan

(c) Januari 2007.

4.9 Dampak Kejadian Kekeringan

Terhadap Produksi Padi Di Wilayah

Kabupaten Indramayu

Kabupaten Indramayu sebagai sebagai

salah satu daerah lumbung padi di Jawa

Barat, informasi mengenai kekeringan

sangat diperlukan untuk menghindari

terjadinya kegagalan panen akibat

kurangnya ketersediaan air. Gambar 4.10

menunjukkan bahwa saat persentase

kejadian kekeringan meteorologis di

kabupaten Indramayu mengalami kenaikan,

hasil produksi padi di wilayah ini

mengalami penurunan. Oleh karena itu,

informasi tingkat kekeringan meteorologis

sangat penting bagi pertanian, sebab

kekeringan meteorologis sebagai indikasi

awal terjadinya kekeringan.

Page 10: Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian - Meteorologi ITB · wilayah kabupaten: (a) Indramayu, (b) Subang, (c) Karawang. 4.2 Spasial Curah Hujan Musiman Wilayah Pantura Jawa Barat Hasil

Gambar 4.10 Hasil plot produksi padi dan

persentase kekeringan di kabupaten

Indramayu.

5. KESIMPULAN

a. Berdasarkan historis curah hujan (tahun

1981 – 2010), kekeringan meteorologis

di wilayah kabupaten Indramayu dan

Subang terjadi pada periode Juli -

Oktober. Sedangkan di Kab. Karawang

terjadi pada periode Juni - Nopember.

b. Berdasarkan nilai SPI skala 3 bulanan

(SPI3), kekeringan meteorologis

kategori sangat kering pada periode El

Niño kuat tahun 1997/1998 terjadi di

kabupaten Indramayu, Subang, dan

Karawang. Pada periode El Niño sedang

tahun 2002/2003 terjadi di wilayah

kabupaten Karawang. Sedangkan

periode El Niño lemah tahun 2006/2007

terjadi di kabupaten Indramayu dan

Subang.

c. Berdasarkan spasial nilai SPI3 selama

periode El Niño (1997/1998),

(2002/2003), (2006/2007), kabupaten

Indramayu dan Subang lebih sering

mengalami kekeringan meteorologis

kategori sangat kering

6. DAFTAR PUSTAKA

1. Badan Koordinasi Nasional Penanganan

Bencana. 2007. Pengenalan

Karakteristik Bencana dan Upaya

Mitigasinya di Indonesia (Edisi ke 2).

Jakarta.

2. Borger, B. H. 2001. Climate Assessment

and Drought: The Occurrence and

Severity of Droughts in South Sumatra

and the El-Nino Southern Oscillation

Index in Forest Fire Prevention and

Control Project.

3. Hayes, M. J., Svoboda, M. D., Wall, N.,

and Widhalm, M. 2011. The Lincoln

Declaration on Drought Indices:

Universal Meteorological Drought Index

Recommended. Bulletin of the American

Meteorological Society, 92(4), 485-488,

doi:10.1175/2010BAMS3103.1.

4. Hayes, M. J., Svoboda, M. D., Wilhite,

D. A., and Vanyarkho, O. V. 1999.

Monitoring The 1996 Drought Using

The Standardized Precipitation Index.

Bull. Am. Meteorol. Soc. , 80, 429-438.

5. McKee, T. B., Doesken, N. J., and

Kleist, J. 1993. The Relationship of

Drought Frequency and Duration to

Time Scales, Procedings of the 8th

Conference on Applied Climatology.

6. Tjasyono, B. H. K. dan Harijono, S. W.

B . 2006. Meteorologi Indonesia Volume

2. Penerbit Badan Meteorologi dan

Geofisika. Jakarta.

7. Tjasyono, B. H. K., Harijono, S. W. B.,

Juaeni, I., Ruminta. 2008. Pengaruh

Interaksi Kopel Atmosfer – Samudera

Pasifik dan Hindia Ekuatorial Terhadap

Curah Hujan Di Indonesia. Disampaikan

pada Simposium Meteorologi Pertanian

VII, 15 – 16 Januari 2008, Jakarta.

8. Yamagata, T.,Lizuka, S., and Matsura,

T. 2000. Succesful Reproduction of The

Dipole Mode Phenomenon in The Indian

Ocean Using a Model – Advance

Toward The Prediction of Climate

Chang, Geophysical Research Letter.

0%10%20%30%40%50%60%70%

0100200300400500600700

Jan -

Apr

Mei -

Agu

Sep -

Des

Jan -

Apr

Mei -

Agu

Sep -

Des

Jan -

Apr

Mei -

Agu

Sep -

Des

2002 2003 2006

pro

sen

tase

Keja

dia

n

Pro

du

ksi

Pad

i

(dala

m t

on

)

Jumlah Produksi Padi Kab. Indramayu

Prosentase Kejadian Kekeringan

Page 11: Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian - Meteorologi ITB · wilayah kabupaten: (a) Indramayu, (b) Subang, (c) Karawang. 4.2 Spasial Curah Hujan Musiman Wilayah Pantura Jawa Barat Hasil

���

(a)

(b)

(c)

Lampiran 1 Grafik persentase kejadian

kekeringan meteorologis tahun 1997–1998

di kabupaten: (a) Indramayu, (b) Subang,

(c) Karawang berdasarkan nilai indeks

kekeringan SPI3.

(a)

(b)

(c)

Lampiran 2 Grafik persentase kejadian

kekeringan meteorologis tahun 2002–2003

di kabupaten: (a) Indramayu, (b) Subang,

(c) Karawang berdasarkan nilai indeks

kekeringan SPI3.

(a)

(b)

(c)

Lampiran 3 Grafik persentase kejadian

kekeringan meteorologis tahun 2006–2007

di kabupaten: (a) Indramayu, (b) Subang,

(c) Karawang berdasarkan nilai indeks

kekeringan SPI3.

���� ����

��

��

��

��������� ��������� �������� ��������� ��������� ��������

�� �

Sangat Kering Kering

Agak Kering Rata-Rata Kejadian Kekeringan

�� �� �� ��

��

��

��

��������� ��������� �������� ��������� ��������� ��������

�� �

Sangat Kering Kering

Agak Kering Rata-Rata Kejadian Kekeringan

����

��

��

��

��������� ��������� �������� ��������� ��������� ��������

�� �

������������� ������

����������� ���� ������!�"��������������

��

��

��

��

��������� ��������� �������� ��������� ��������� ��������

���� ����

������������� ������

����������� ���� ������!�"��������������

����

��

��

��

��������� ��������� �������� ��������� ��������� ��������

���� ����

������������� ������

����������� ���� ������!�"��������������

��� ����

���

��

��

��

��������� ��������� �������� ��������� ��������� ��������

���� ����

������������� ������

����������� ���� ������!�"��������������

���� ��

��

��

��

��������� ��������� �������� ��������� ��������� ��������

���� ����

������������� ������

����������� ���� ������!�"��������������

��

��

��

��������� ��������� �������� ��������� ��������� ��������

���� ����

������������� ������

����������� ���� ������!�"��������������

���

��

��

��

��������� ��������� �������� ��������� ��������� ��������

���� ����

������������� ������

����������� ���� ������!�"��������������

Page 12: Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian - Meteorologi ITB · wilayah kabupaten: (a) Indramayu, (b) Subang, (c) Karawang. 4.2 Spasial Curah Hujan Musiman Wilayah Pantura Jawa Barat Hasil

���

PENGGUNAAN METODE STANDARDIZED PRECIPITATION INDEX

UNTUK IDENTIFIKASI KEKERINGAN METEOROLOGI

DI WILAYAH PANTURA JAWA BARAT

Oleh:

Danu Triatmoko1,2

, Armi Susandi1, Musa Ali Mustofa

1, Erwin E. S. Makmur

3

1Program Studi Meteorologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, ITB, Bandung

2Stasiun Meteorologi H. Asan Sampit, Kalimantan Tengah

3Sub-Bidang Peringatan Dini Iklim, Badan Meteorologi Klimatologi Geofisika, Jakarta

ABSTRAK

Kekeringan merupakan ancaman yang paling sering mengganggu sistem dan produksi pertanian

di Indonesia terutama tanaman pangan. Wilayah Pantai Utara (Pantura) Jawa Barat merupakan

daerah sentra produksi pangan nasional. Namun wilayah ini sangat rentan terhadap bencana

kekeringan sehingga kajian tentang identifikasi tingkat kekeringan di wilayah ini perlu

dilakukan. Indikasi awal terjadinya kekeringan dapat dilihat dari tingkat kekeringan

meteorologisnya. Standardized Precipitation Index (SPI) merupakan salah satu metode untuk

memonitoring tingkat kekeringan meteorologis suatu wilayah.

Daerah penelitian dalam kajian ini adalah daerah Pantura Jawa Barat yang terdiri dari 3

kabupaten yaitu Indramayu, Subang, dan Karawang. Data curah hujan bulanan yang digunakan

merupakan data hasil observasi selama 30 tahun (1981–2010) dari 10 stasiun pengamatan curah

hujan yang tersebar di 3 kabupaten tersebut. Penghitungan nilai SPI dilakukan dengan

menggunakan program SPI yang dikeluarkan oleh National Drought Mitigation Center,

Amerika. Periode waktu yang digunakan dalam metode SPI adalah tiga bulanan atau SPI3.

Metode SPI tersebut diuji untuk identifikasi tingkat kekeringan meteorologis yang terjadi di

tahun El Niño kuat (1997/1998), El Niño sedang (2002/2003) dan El Niño lemah (2006/2007).

Hasil kajian menunjukkan bahwa SPI dengan skala waktu 3 bulanan� pada periode tahun

1997/1998 (El Niño kuat) kekeringan meteorologis kategori sangat kering terjadi di 3

kabupaten. Pada tahun 2002/2003 (El Niño sedang) kekeringan kategori sangat kering terjadi di

kabupaten Karawang. Sedangkan, tahun El Niño lemah (2006/2007) terjadi di kabupaten

Indramayu dan Subang. Untuk itu, dalam melakukan monitoring tingkat kekeringan meteorologi

jangka pendek sebaiknya menggunakan SPI skala 3 bulanan.

Kata kunci: Kekeringan meteorologis, sentra pangan, Standardized Precipitation Index, El Niño.