Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kesehatan Mental Penderita HIV
Transcript of Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kesehatan Mental Penderita HIV
Faktor-faktor Yang Memepengaruhi Kesehatan Mental Penderita HIV Prof. Dr. E. S. Margiantari, SE., MM. (Rektor Universitas Gunadarma) Prof. Dr. A. M. Heru Basuki, MPSi. (Dekan Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma) Riyanto (Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Gunadarama) Faktor-faktor Yang Memepengaruhi
Kesehatan Mental Penderita HIV
ABSTRAK
Istilah AIDS secara resmi diterima dan digunakan oleh Centeres Disease Control (CDC) Amerika Serikat (AS) mulai tanggal 14 September 1982. AIDS disebabkan oleh HIV atau Human Immunodeficiency Virus. HIV menyerang sel-sel darah putih yaitu suatu sistem kekebalan tubuh manusia yang berfungsi menangkal infeksi dan pada akhirnya dapat menimbulkan AIDS.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif, hal ini dikarenakan untuk memperoleh gambaran permasalahan subjek penelitian secara mendalam. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan tehnik wawancara dengan pedoman umum, agar wawancara dapat berjalan secara efektif dan efisien dan
mengantisipasi kemungkinan terlupanya pokok-pokok permasalahan yang diteliti. Sedangkan metode observasi yang digunakan adalah metode observasi non partisipan. Orang yang melakukan pengamatan tidak berperan serta atau tidak ikut ambil bagian didalam kehidupan orang yang diamati. Karakteristik orang yang digunakan adalah penderita HIV tingkat 2.
Awalnya subjek tidak menerima keadaannya sebagai Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA). Saat mengetahui dirinya mengidap HIV/AIDS subjek menjadi pendiam, menutup diri dari keluarga dan lingkungannya dan pernah mencoba untuk bunuh diri, namun subjek sudah bisa menerima keadaan dirinya dengan banyak melakukan kegiatan positif untuk mengendalikan emosi dan membangkitkan semangatnya seperti mengikuti seminar-seminar tentang HIV/AIDS dan berdiskusi dengan sesama Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA).
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) oleh masyarakat umum dianggap suatu penyakit yang cukup menakutkan dan merupakan isyarat atau vonis, bahwa si pengidap penyakit tersebut dengan tidak
mengabaikan kekuasaan Tuhan YME telah dipastikan akibatnya akan meninggal, karena sampai saat ini penyakit AIDS belum ada obatnya dan belum ada vaksin pencegahnya. AIDS disebabkan oleh HIV atau Human Immunodeficiency Virus. HIV menyerang sel-sel darah putih yaitu suatu sistem kekebalan tubuh manusia yang berfungsi menangkal infeksi dan
pada akhirnya dapat menimbulkan AIDS menurut Sabrawi, Kamil, & Maclaren (dalam Keyes CLM, Shmolkin D, 2002).
AIDS pertama kali dijumpai di Indonesia pada bulan April 1987, saat seorang wisatawan Belanda seorang homoseksual yang sedang berlibur diBali meninggal di RSUP Denpasar. Tahun 1988 seorang pria warga negara Indonesia asal Manado meninggal di Bali dengan indikasi AIDS. Banyak masyarakat yang menganggap datangnya penyakit yang sangat mematikan dan sulit diobati seperti AIDS adalah peringatan dan bahkan adalah hukuman dari Tuhan akibat dosa-dosa yang diperbuat manusia. Penularan utama dari penyakit HIV/AIDS adalah melalui hubungan seksual dengan pengidap HIV, sehingga sulit untuk melakukan pencegahannya.
Setelah individu terinfeksi HIV individu akan mengalami masa tanpa gejala yang cukup panjang yaitu 5-10 tahun. Individu yang mengetahui dalam tubuhnya ada HIV pada mulanya merasa amat ketakutan dan putus asa. Individu akan merasa segera meninggal dan seluruh masa depannya sirna. Cukup banyak orang yang terinfeksi tidak menyadari bahwa dalam tubuhnya terdapat HIV. Tidak ada seorang pun mempunyai tingkat kesehatan mental yang sama. Adapun perbedaan tingkat psikologi kesehatan mental tersebut disebabkan oleh adanya pengaruh dari berbagai faktor. Diantaranya adalah faktor demografis seperti usia, jenis kelamin, ras, pendidikan, pendapatan dan status perkawinan.
Berdasarkan uraian diatas peneliti
ingin mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi kesehatan mental
penderita HIV melalui studi kasus.
B. Pertanyaan Penelitian
Pertanyaan dalam penelitian ini
adalah :
1. Bagaimana keadaan kesehatan
mental subjek?
2. Faktor-faktor apa saja yang
menyebabkan kesehatan mental
subjek?
3. Bagaimana proses perkembangan
kesehatan mental subjek?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui ciri-ciri, faktor-faktor
penyebab, proses perkembangan dan
faktor-faktor yang mempengaruhi
kesehatan mentalnya.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat
memberikan manfaat teoritis dan
manfaat praktis, yaitu :
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan masukan yang
bermanfaat bagi perkembangan ilmu
psikologi, khususnya psikologi klinis
dan psikologi sosial mengenai
kesehatan mental penderita HIV dan
dapat dipakai sebagai pedoman
dalam melakukan penelitian secara
lebih lanjut.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
penderita HIV/AIDS rentan terhadap
kesehatan mental, ini terlihat bahwa
subjek mengalami perasaan-perasaan
kekhawatiran, ketidakpuasan dan
ketidakbahagiaan. Oleh karena itu hasil
penelitian ini diharapkan dapat
memberikan gambaran bagi penderita
HIV/AIDS khususnya yang mengalami
gangguan kesehatan mental, serta
memberikan pemahaman lebih luas dan
bagaimana mengadapi kesehatan mental
agar tidak menghambat kehidupan
penderita HIV/AIDS untuk melanjutkan
semangat hidupnya. Dari penelitian ini,
peneliti berharap dapat memberikan
manfaat dan masukan pada masyarakat
pada umumnya, keluarga penderita HIV
dan pada penderita HIV itu sendiri agar
tidak memiliki kesehatan mental yang
negatif, bertahan hidup dan menambah
kepercayaan diri sehingga mampu
berinteraksi sosial dan mampu
mengembangkan potensi yang ada dalam
dirinya dengan semaksimal mungkin
tanpa melihat penyakit HIV dalam
dirinya sebagai sesuatu kekurangan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kesehatan Mental
1. Pengertian Kesehatan Mental
Secara singkat dapat dikatakan ilmu
kesehatan mental adalah ilmu yang
memperhatikan perawatan mental atau
jiwa. Sama seperti ilmu pengetahuan
yang lain, ilmu kesehatan mental
mempunyai objek khusus untuk diteliti
dan objek tersebut adalah manusia.
Alexander Schneiders mengatakan
bahwa: “Ilmu kesehatan mental adalah
ilmu yang mengembangkan dan
menerapkan seperangkat prinsip yang
praktis dan bertujuan untuk mencapai
dan memelihara kesejahteraan psikologis
organisme manusia dan mencegah
gangguan mental serta ketidakmampuan
menyesuaikan diri“ (dalam Semiun,
2006 a).
2. Konsep Kesehatan Mental
Memahami konsep kesehatan tidak
pernah dapat dilepaskan dari pengaruh
sejarah dan kemajuan kebudayaan.
Sepanjang sejarah makna sehat dan sakit
ternyata dipengaruhi oleh peradaban.
Selain itu treatment yang dilakukan juga
disesuaikan dengan pemahaman
terhadap kesehatan tersebut.
Harber dan Runyon (dalam
Siswanto, 2006), menyebutkan sejumlah
ciri individu yang bisa dikelompokkan
sebagai normal adalah sebagai berikut:
a) Sikap terhadap diri sendiri. Mampu
menerima diri sendiri apa adanya,
memiliki identitas diri yang jelas,
mampu menilai kelebihan dan
kekurangan diri sendiri secara
realitas.
b) Persepsi terhadap realita.
Pandangan yang realistis terhadap
diri sendiri dan dunia sekitar yang
meliputi orang lain maupun segala
sesuatunya.
c) Integrasi. Kepribadian yang menyatu
dan harmonis, bebas dari konflik-
konflik batin yang mengakibatkan
ketidakmampuan dan memiliki
toleransi yang baik terhadap stress.
d) Kompetensi. Mengembangkan
keterampilan mendasar berkaitan
dengan aspek fisik, intelektual,
emosional dan sosial untuk dapat
melakukan coping terhadap masalah-
masalah kehidupan.
e) Otonomi. Memiliki ketetapan diri
yang kuat, bertanggung jawab dan
penentuan diri dan memiliki
kebebasan yang cukup terhadap
pengaruh sosial.
f) Pertumbuhan dan aktualisasi diri.
Mengembangkan kecenderungan
kearah peningkatan kematangan,
pengembangan potensi dan
pemenuhan diri sebagai seorang
pribadi.
g) Relasi interpersonal. Kemampuan
untuk membentuk dan memelihara
relasi interpersonal yang intim.
h) Tujuan hidup. Tidak terlalu kaku
untuk mencapi kesempurnaan, tetapi
membuat tujuan yang realistik dan
masih di dalam kemampuan
individu.
3. Kriteria Kesehatan Mental
Sangat sulit untuk menetapkan satu
ukuran dalam menentukan dan
menafsirkan kesehatan mental.
Alexander A. Schneiders dalam bukunya
yang berjudul Personality Dynamics and
Mental Health mengemukakan beberapa
kriteria yang sangat penting dan dapat
digunakan untuk menilai kesehatan
mental. Kriteria tersebut dapat diuraikan
sebagai berikut menurut Schneiders
(dalam Semiun, 2006 b).
a. Efisiensi Mental
b. Pengendalian dan Integrasi Pikiran
dan Tingkah Laku
c. Integrasi Motif-motif serta
Pengendalian Konflik dan Frustasi
d. Perasaan-perasaan dan Emosi-emosi
yang Positif dan Sehat
e. Ketenangan atau Kedamaian Pikiran
f. Sikap-sikap yang Sehat
g. Konsep-Diri (Self-Concept) yang
Sehat
h. Identitas Ego yang Adekuat
i. Hubungan yang Adekuat dengan
Kenyataan
4. Sikap-sikap yang Penting dalam
Menentukan Kesehatan Mental
Hal yang penting dalam memajukan
kesehatan mental adalah sejumlah sikap
yang dimiliki individu dan kelompok
masyarakat di mana individu itu sendiri
menjadi anggotanya. Pada dasarnya
sikap-sikap tersebut yang termasuk
dalam segi pandangan kesehatan mental
(Semiun, 2006 c) adalah:
a. Sikap menghargai diri sendiri,
b. Sikap memahami dan menerima
keterbatasan diri sendiri dan
keterbatasan diri sendiri dan
keterbatasan orang lain,
c. Sikap memahami kenyataan bahwa
semua tingkah laku ada
penyebabnya,
d. Sikap memahami dorongan untuk
aktualisasi-diri.
5. Dimensi-dimensi Kesehatan
Mental
Berikut adalah penjelasan dari
masing-masing dimensi kesehatan
mental yang dirumuskan oelh Ryff
(dalam Keyes CLM, Shmolkin D, 2002):
a. Dimensi hubungan positif dengan
orang lain
b. Dimensi Otonomi
c. Dimensi Penguasaan Lingkungan
d. Dimensi Pertumbuhan Pribadi
e. Dimensi Penerimaan Diri
f. Dimensi Tujuan dalam Hidup
6. Faktor-faktor yang berkaitan
dengan kesehatan mental
Berikut ini adalah perbedaan
mengenai faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap kesehatan mental:
a. Faktor-faktor Demografis dan
Klasifikasi Sosial
b. Dukungan Sosial
c. Daur Hidup Keluarga
d. Evaluasi terhadap bidang-bidang
kehidupan tertentu
e. Ideologi Peran Jenis Kelamin
B. HIV/AIDS
1. Pengertian HIV/AIDS
AIDS menurut Departemen
Kesehatan dan Direktorat Jenderal
Pelayanan Medik adalah suatu penyakit
yang disebabkan oleh virus yakni HIV
(Human Immunideficiency Virus)
ditandai dengan sindrom menurunnya
sistem kekebalan tubuh (Departemen
Kesehatan dan Direktorat Jendral
pelayanan Medik, 1994) lebih lanjut
Departemen Kesehatan dan Direktorat
Jendral tenaga Medik penyebab AIDS
adalah sejenis virus yang menyerang
sistem kekebalan manusia, virus ini
merusak salah satu sel darah putih yang
dikenal sel T.
2. Penyebab HIV/AIDS
Faktor penyebab AIDS adalah sejenis
virus yang disebut Human
Immunodeficiency Virus yang
menyerang sistem kekebalan tubuh
manusia sehingga kekebalan tubuh
penderita sangat lemah. Melalui
pembuluh darah, virus menuju kelenjar
getah bening yang merupakan markas
Limfosit-T. Disinilah virus terus
merusak sel-sel limfosit-T. Maka
kekebalan tubuh lambat laun akan sirna
(www. HIV/AIDS.com). Sampai saat ini
belum ditemukan vaksin pencegahan
atau obat untuk menyembuhkan
penderita HIV/AIDS.
3. Cara Penularan dan Pencegahan
HIV/AIDS
Menurut dr Zubairi Djoerban (dalam
Green, Chris. W, 1996) virus HIV dapat
ditularkan melalui :
a. Hubungan seksual
b. Menerima transfusi darah dari orang
yang terkena HIV/AIDS
c. Pemakaian alat-alat yang sudah
tercemar HIV seperti jarum suntik
dan pisau cukur.
d. Melalui ibu yang hidup dengan HIV
kepada janin di kandungannya atau
bayi yang disusuinya.
AIDS tidak ditularkan melalui
menurut Zubairi Djoerban (dalam Green,
Chris. W, 1996):
a. Hidup serumah dengan pengidap
HIV/AIDS
b. Berjabat tangan atau ciuman pipi
c. Berenang di kolam renang yang
sama
d. Menggunakan fasilitas bersama
seperti toilet dan telepon
e. Minum dan makan dari gelas dan
piring yang sama
f. Bersin dari penderita HIV/AIDS
4. Pembagian Tingkat Klinik Penyakit
Infeksi HIV
a. Tingkat Klinik 2 (Dini):
1) Penurunan berat badan kurang dari
sepuluh persen.
2) Kelainan mulut dan kulit yang
ringan.
3) Herpes Zoster yang timbul pada lima
tahun terakhir.
4) Infeksi saluran nafas bagian atas
berulang, misalnya sinusitis.
5) Pada tingkat ini, penderita sudah
menunjukkan gejala tetapi aktivitas
tetap normal
b. Tingkat Klinik 3 (Menengah):
1) Penurunan berat badan lebih dari
sepuluh persen
2) Diare kronik lebih dari satu bulan,
penyebabnya tidak diketahui.
3) Panas yang tidak diketahui sebabnya
selama lebih dari satu bulan, hilang
timbul maupun terus menerus.
4) Kandisiasis mulut
5) Bercak putih berambut di mulut
(Hairy Leukopia).
6) Tuberkolosis paru setahun terakhir.
7) Penderita biasanya berbaring di
tempat tidur lebih dari dua belas jam
sehari, selama sebulan terakhir.
c. Tingkat Klinik 4 (Lanjut):
1) Badan menjadi kurus (HIV wasting
syndrome),
2) Timbulnya berbagai penyakit yang
disebabkan oleh bakteri dan infeksi
Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Kesehatan Mental Penderita HIV
AIDS pertama kali dijumpai di
Indonesia pada bulan April 1987, saat
seorang wisatawan Belanda seorang
homoseksual yang sedang berlibur di
Bali meninggal di RSUP Denpasar
Tahun 1988 seorang pria warga negara
Indonesia asal Manado meninggal di
Bali dengan indikasi AIDS. (Wartanto,
Pangkahila, 1999 dalam Green, Chris.
W, 1996). Penularan utama dari penyakit
HIV/AIDS adalah melalui hubungan
seksual dengan pengidap HIV, sehingga
sulit untuk melakukan pencegahannya.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini yang digunakan
adalah pendekatan kualitatif yang
berbentuk studi kasus.
Dari pandangan-pandangan Stake
(dalam Heru Basuki, 2006) studi kasus
adalah suatu bentuk penelitian (inquiry)
atau studi tentang suatu masalah yang
memiliki sifat kekhususan
(particularity), dapat dilakukan baik
dengan pendekatan kualitatiif maupun
kuantitatif, dengan sasaran perorangan
(individual) maupun kelompok, bahkan
masyarakat luas.
B. Subjek Penelitian
ODHA dengan usia penyakit
HIV/AIDS tingkat 2 dan 3 selama 5-10
tahun, dikarenakan penyebaran
HIV/AIDS lebih cepat dan lebih mudah
menemukan subjek, maka subjek yang
diambil adalah yang berdomisili di
Jakarta.
C. Tahap-tahap Penelitian
Tahap persiapan dan pelaksanaan
yang akan dilakukan dalam penelitian,
meliputi beberapa tahapan, yaitu tahap
persiapan penelitian dan tahap
pelaksanaan penelitian.
D. Teknik Pengumpulan Data
Dalam studi kasus ini peneliti
menggunakan bentuk observasi non
partisipan, dimana observer tidak
berperan serta ikut ambil bagian dalam
kehidupan observee.
E. Alat Bantu Penelitian
Dalam pengambilan data dalam
metode wawancara dan observasi
diperlukan alat bantu untuk
mempermudah peneliti untuk
mengumpulkan data yaitu, pedoman
wawancara, alat perekam, lembar
observasi, alat tulis.
F. Keakuratan Penelitian
Peneliti menggunakan triangulasi
metode, triangulasi data, triangulasi
pengamat, triangulasi teori.
G. Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini
menggunakan teknik analisis data
kualitatif. Poerwandari (1998)
mengemukakan bahwa dalam
menganalisa penelitian kualitatif ada
beberapa tahapan yang perlu dilakukan.
Tahapan-tahapan tersebut antara lain,
organisasi data, koding dan analisis,
pengujian terhadap dugaan dan tahapan
interpretasi.
BAB IV
HASIL DAN ANALISA
1. Bagaimana Keadaan Kesehatan
Mental Subjek
Samson, Sin dan Hofilena
mendefinisikan ilmu kesehatan mental
sebagai “ilmu yang bertujuan untuk
menjaga dan memelihara fungsi-fungsi
mental yang sehat dan mencegah
ketidakmampuan menyesuaikan diri atau
kegiatan-kegiatan mental yang kalut“.
(Samson, Sin & Hofilena, 1963).
Subjek merasa dirinya bermanfaat
bagi orang lain dengan mengikuti
kegiatan-kegiatan yang berhubungan
dengan HIV/AIDS seperti memberikan
seminar-seminar tentang HIV. Hal
tersebut dapat membantu
mengembangkan perasaan dan
meningkatkan rasa percaya diri subjek.
Subjek juga memiliki hubungan yang
hangat dengan keluarganya dan
keluarganya mendukung semua aktifitas
yang dilakukan subjek. Subjek pun
mengikuti kegiatan sosial dimasyarakat
sekitar subjek sehingga subjek merasa
berharga bagi diri sendiri, keluarga dan
lingkungan sekitar subjek.
Dengan pengembangan keterampilan
yang di miliki subjek sekarang yang bisa
menguasai tentang mesin motor dan
komputer. Sekarang subjek merasa
sudah mengembangkan kemampuan
emosional melalui mengontrol emosinya
lebih baik lagi, kemampuan sosialnya
pun dikembangkan melalui kegiatan-
kegiatan sosial yang ada di lingkungan
sekitar, dan subjek pun aktif dalam
kegiatan karang taruna di tempat
tinggalnya.
2. Faktor-faktor yang Menyebabakan
Kesehatan Mental Subjek
a. Sikap Terhadap Diri Sendiri
Mampu menerima diri sendiri apa
adanya, memiliki identitas yang jelas,
mampu menilai kelebihan dan
kekurangan diri sendiri secara realitas.
Subjek mengakui dengan subjek
yang memiliki keinginan besar untuk
sembuh dari penyakitnya, subjek merasa
memiliki harga diri.
b. Persepsi Terhadap Realita
Pandangan yang realistis terhadap
diri sendiri dan dunia sekitar yang
meliputi orang lainmaupun segala
sesuatunya.
Subjek merasa bahwa keluarga dan
orang-orang dekat subjek mendukung
setiap kegiatan positif subjek selama ini.
c. Integrasi
Kepribadian yang menyatu dan
harmonis, bebas dari konflik-konflik
batin yang mengakibatkan
ketidakmampuan dan memiliki toleransi
yang baik terhadap sress.
Subjek merasa bahwa stress yang
dimiliki subjek tidak terlalu tinggi
karena subjek sudah merasa mampu
dalam mengendalikan stressnya.
d. Kompetensi
Mengembangkan keterampilan
mendasar berkaitan dengan aspek fisik,
intelektual, emosional, dan sosial untuk
dapat melakukan coping terhadap
masalah-masalah kehidupan.
Subjek merasa memiliki
katerampilan setelah lulus dari STM
walaupun sedikit-sedikit dan selalu
mengembangkan keterampilannya
dengan belajar lagi meskipun dari teman,
sedangkan subjek merasa
mengembangkan kemampuan
intelektualnya dengan mengambil kursus
komputer dan merasa subjek
mengembangkan kemampuan
emosionalnya dan sosialnya dari
kehidupan sehari-hari.
e. Otonomi
Memiliki ketetapan diri yang kuat,
bertanggung jawab dan penentu diri dan
memiliki kebebasan yang cukup
terhadap pengaruh sosial.
Subjek merasa memiliki tanggung
tanggung jawab terhadap penyakitnya
dan tanggung jawab terhadap
keluarganya.
f. Pertumbuhan dan Aktualisasi Diri
Mengembangkan kecenderungan
kearah peningkatan kematangan,
pengembangan potensi dan pemenuhan
diri sebagai seorang pribadi.
Subjek merasa dengan sudah
berkeluarga dan merasa bermanfaat buat
ODHA lainnya, subjek sudah merasa
tercapai dalam kehidupannya dan subjek
pun merasa memiliki potensi dalam diri
subjek dan subjek merasa memiliki
keinginan untuk mengembangkan lagi
potensinya.
g. Relasi Interpersonal
Kemampuan untuk membentuk dan
memelihara relasi interpersonal yang
intim.
Subjek merasa memiliki hubungan
yang baik antara subjek dengan
lingkungan subjek dan subjek pun
merasa tidak memiliki kesulitan dalam
menjalani hubungan subjek dengan
lingkungan.
h. Tujuan Hidup
Tidak terlalu kaku untuk mencapai
kesempurnaan, tetapi membuat tujuan
yang realistik dan masih didalam
kemampuan individu.
Subjek merasa mempunyai tujuan
hidup dan subjek merasa harus memiliki
pandangan yang realistis dan bermanfaat
buat orang lain, walaupun dengan
kondisi subjek sebagai ODHA.
3. Bagaimana Proses Perkembangan
Kesehatan Mental Subjek
a. Sikap Terhadap Diri Sendiri
Mampu menerima diri sendiri apa
adanya, memiliki identitas yang jelas,
mampu menilai kelebihan dan
kekurangan diri sendiri secara realitas.
Awalnya subjek tidak bisa menerima
keadaan dirinya sebagai ODHA dan
membuat subjek mudah marah. Untuk
mengatasinya subjek mulai mengikuti
kegiatan keagamaan. Awalnya subjek
menganggap tidak merasa memiliki
kekurangan dalam dirinya, namun
setelah subjek mengetahui dirinya
terinfeksi virus HIV, subjek merasa
memiliki kekurangan yang ditimbulkan
dari penyakit yang di deritanya sehingga
menyebabkan subjek merasa sulit untuk
bergaul. Namun untuk mengatasi
kekurangannya, subjek bergabung dalam
suatu LSM HIV yang dirasa dapat
menutupi kekurangannya dan
memberikan manfaat untuk orang lain.
b. Persepsi Terhadap Realita
Pandangan yang realistis terhadap
diri sendiri dan dunia sekitar yang
meliputi orang lainmaupun segala
sesuatunya.
Awalnya subjek tidak memiliki
pandangan yang realistis terhadap diri
sendiri karena kecewa dengan kondisi
yang dialaminya. Namun akhirnya
subjek menyadari subjek harus memiliki
pandangan yang realistis terhadap diri
sendiri yang harus menerima kenyataan
dirinya sebagai ODHA.
c. Integrasi
Kepribadian yang menyatu dan
harmonis, bebas dari konflik-konflik
batin yang mengakibatkan
ketidakmampuan dan memiliki toleransi
yang baik terhadap sress.
Subjek akhirnya menyadari bahwa
dirinya harus berubah dan mampu
mengontrol emosinya dengan mencoba
terbuka terhadap keluarga. Hingga
akhirnya subjek mampu mengendalikan
konflik dalam dirinya, mengelola stres
dengan baik dan harus menerima
kenyataan bahwa dirinya sebagai
ODHA.
d. Kompetensi
Mengembangkan keterampilan
mendasar berkaitan dengan aspek fisik,
intelektual, emosional, dan sosial untuk
dapat melakukan coping terhadap
masalah-masalah kehidupan.
Awalnya subjek memiliki
keterampilan dalam bidang teknik
mesin, selanjutnya subjek
mengembangkan keterampilan pada
bidang yang lain. Subjek merasa dari
awal sampai sekarang selalu
mengembangkan keterampilannya
dengan otodidak. Subjek
mengungkapkan bahwa dengan
keterampilan yang di miliki subjek,
subjek mampu mengatasi masalah dalam
kehidupannya dan menafkahi anggota
keluarganya.
e. Otonomi
Memiliki ketetapan diri yang kuat,
bertanggung jawab dan penentu diri dan
memiliki kebebasan yang cukup
terhadap pengaruh sosial.
Dari kejadian tersebut subjek
menyadari bahwa semua yang dilakukan
adalah tidak baik. Akhirnya subjek
berubah dan tidak ingin melakukan
kesalahan yang dapat mengakibatkan
kondisinya memburuk. Dari kejadian itu
pula subjek banyak belajar dan akhirnya
subjek bisa bertanggung jawab pada
dirinya sendiri terutama terhadap
penyakitnya sehingga dia bisa
bertanggung jawab pula kepada
keluarganya. Akhirnya subjek bisa
mendapat hikmah dari kejadian itu dan
membuat orang lain merasa memiliki
semangat hidup walaupun terinfeksi
virus HIV.
e. Pertumbuhan dan Aktualisasi Diri
Mengembangkan kecenderungan
kearah peningkatan kematangan,
pengembangan potensi dan pemenuhan
diri sebagai seorang pribadi.
Subjek juga mengungkapkan, subjek
ingin membantu orang-orang yang
berlatar belakang sama dengan dirinya
dengan memberikan pengetahuan
tentang HIV melalui seminar-seminar
yang seringkali dilakukannya.
Selanjutnya subjek mengembangkan
potensi subjek dalam berbicara didepan
orang banyak melalui peyuluhan dan
seminar.
f. Relasi Interpersonal
Kemampuan untuk membentuk dan
memelihara relasi interpersonal yang
intim.
Subjek aktif dalam kegiatan
masyarakat contohnya menjaga
keamanan dan ketertiban wilayahnya.
Subjek merasa dari awal subjek
mengidap HIV sampai sekarang subjek
belum mencapai kesempurnaan dalam
kehidupan subjek. Namun menurut
subjek menganggap semua ini adalah
ujian dari Tuhan.
g. Tujuan Hidup
Tidak terlalu kaku untuk mencapai
kesempurnaan, tetapi membuat tujuan
yang realistik dan masih didalam
kemampuan individu.
Awalnya tujuan hidup subjek hanya
berbuat kesenangan. Subjek juga merasa
pada awalnya kurang berfikir yang
realistis terhadap hidup yang
mengakibatkan subjek mengidap HIV,
dan dari awal sampai sekarang subjek
merasa kurang mampu untuk mencapai
kesempurnaan dalam hidup karena
kondisinya. Subjek merasa sudah
membuat tujuan hidup yang realistis dengan berusaha keras untuk sembuh.
BAB V A. Kesimpulan
1. Bagaimana Keadaan Kesehatan Mental Pnderita HIV?
Keadaan kesehatan mental subjek
sebagai penderita HIV/AIDS atau biasa
disebut dengan Orang Dengan
HIV/AIDS (ODHA) cukup baik.
Keluarga dan lingkungan subjek juga
mendukung semua aktifitas yang
dilakukan subjek walaupun pada
awalnya keluarga dan lingkungan juga
sempat mendiskriminasikan subjek
karena kurangnya pengetahuan tentang
bahaya AIDS. Subjek menyatakan
bahwa semua yang dijalaninya dan
dideritanya di serahkan kembali kepada
Tuhan YME.
2. Faktor-faktor yang menyebabkan
kesehatan mental penderita HIV?
a. Sikap Terhadap Diri Sendiri
Subjek berpendapat bahwa subjek
menerima diri sendiri subjek
sebagaimana adanya, dan subjek pun
mengakui bahwa kondisinya sekarang
adalah kekurangan subjek, dan subjek
merasa berharga dan bermanfaat buat
orang lain dengan memberikan seminar
tentang HIV.
b. Persepsi Terhadap Realita
Dengan kondisinya sekarang subjek
tidak mau banyak berandai-andai,
melainkan dengan kondisinya subjek
harus menerima kenyataan bahwa subjek
adalah ODHA.
c. Integrasi
Pada awalnya subjek merasa belum
menerima dirinya sebagai ODHA
sebagaimana adanya. Namun setelah
subjek bisa mengatasi stress dengan
kondisinya sekarang dan subjek pun
merasa sudah mampu sedikit-sedikit
mengelola stressnya dengan baik.
d. Kompetensi
Subjek merasa dengan kemampuan
yang kembangkannya sedikit banyak
membantu menyelesaikan masalah di
kehidupan subjek.
e. Otonomi
Memiliki ketetapan diri yang kuat,
bertanggung jawab dan penentu diri dan
memiliki kebebasan yang cukup
terhadap pengaruh sosial.
Subjek merasa memiliki tanggung
tanggung jawab terhadap penyakitnya
dan tanggung jawab terhadap
keluarganya.
f. Pertumbuhan dan Aktualisasi Diri
Subjek merasa dengan sudah
berkeluarga dan merasa bermanfaat buat
ODHA lainnya, subjek sudah merasa
tercapai dalam kehidupannya dan subjek
pun merasa memiliki potensi dalam diri
subjek dan subjek merasa memiliki
keinginan untuk mengembangkan lagi
potensinya.
g. Relasi Interpersonal
Subjek merasa dengan menjalin
hubungan yang baik dengan lingkungan
sekitar subjek sudah bisa mengatasi
relasi interpersonal subjek.
h. Tujuan Hidup
Subjek marasa belum mencapai
kesempurnaan dalam tujuan hidup
subjek, tetapi itu semua mendorong
subjek untuk lebih baik lagi dalam
mencapai tujuan hidup yang sempurna.
B. Saran
Dari hasil penelitian tentang
kesehatan mental penderita HIV, maka
peneliti mengajukan saran sebagai
barikut:
1. Bagi Subjek
Dalam penelitian ini subjek
diharapkan lebih bisa menerima
kenyataan hidup dengan
menyandang sebagai ODHA.
Dengan adanya kesehatan mental
yang baik maka akan membuat
subjek dalam menjalankan hidupnya
dengan lebih baik pula.
2. Bagi Orang-Orang disekitar
Subjek (Keluarga dan
Lingkungan)
Kepada para keluarga dan orang-
orang terdekat agar tidak menjauhi
dan bahkan melakukan diskriminasi
kepada para ODHA sehingga ODHA
tidak merasa dijauhi dan merasa
hidup sendiri dalam menjalani
kenyataan yang terberat dalam
hidupnya.
3. Bagi Penelitian Selanjutnya
Bagi penelitian selanjutnya yang
ingin meneliti kesehatan mental,
perlu dikembangkan lagi pada
bidang-bidang tertentu yang
membahas tentang kesehatan mental.
Serta lebih menggali teori-teori dan
aspek-aspek dari kesehatan mental,
sehingga didapat data yang lebih
banyak mengenai kesehatan mental
untuk melengkapi pengetahuan bagi
penelitian selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA Basuki, H. (2006). Penelitian Kualitatif
Untuk Ilmu-Ilmu Kemanusiaan Dan Budaya. Jakarta: Universitas Gunadarma.
Bambang Hartono. 2000. Perkembangan
Penyakit HIV/AIDS. Jakarta :
Departemen Kesehatan
Djoerban, Zubairi. (2000). Membidik AIDS Ikhtiar Memahami HIV dan ODHA. Yogyakarta : Galang Press.
Green, Chris W dkk. (1996). Perawatan dan Dukungan Untuk Orang Dengan HIV/AIDS di Masyarakat. Jakarta : Yayasan Pelita Ilmu diterbitkan dengan dukungan The Ford Foundation.
Juniawati & Wirawan, Henny E. (2003). Dinamika Penyesuaian Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) Menuju Kesejahteraan Emosional Setelah Didiagnosis HIV. Jurnal Ilmiah Psikologi “.
Keyes CLM, Shmolkin D. (2002).
Optimizing well-being: The
empirical encounter of two
traditions.
Moleong, J.L. 2000. Metodologi
Penelitian Kualitatif. Bandung :
Remaja Rosdakarya.
Poerwandari, K. (1998). Pendekatan Kualitatif Dalam Penelitian Psikologi. Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3). Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Poerwandari, K. (1998). Pendekatan Kualitatif Dalam Penelitian Perilaku Manusia. Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3). Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Ryff CD. 1989: Happiness is everything, or is it? Explorations on the meaning of psychological well-being. J Pers Soc Psychol.
Ryff CD, Keyes CL. 1995: The structure of psychological well-being revisited. J Pers Soc Psychol.
Sabrawi, Kamil, Maclaren, 1996. 11 Langkah Memahami AIDS, LP3Y, Yogyakarta. Samsuridjal, Djauzi. (1997). Seminar
Meraih Makna Hidup dalam Penderitaan. Jakarta :
Schultz, D. (1991). Psikologi Pertumbuhan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Semiun, Y. (2006 a). Kesehatan Mental 1. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Semiun, Y. (2006 b). Kesehatan Mental 2. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Semiun, Y. (2006 c). Kesehatan Mental 3. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Siswanto. (2006). Kesehatan Mental : Konsep, Cakupan dan Perkembangannya. Yogyakarta: Andi.
T. Hermaya. 1992. Ensiklopedi
Kesehatan. Jakarta : Cipta Adi
Pustaka
Wartono, H. JH. (1990). AIDS/HIV Dikenal Untuk Dihindari. Jakarta : Lembaga Pengembangan Informasi Indonesia (LEPIN).