FAKTOR DETERMINAN STUNTING DI PUSKESMAS ...repository.helvetia.ac.id/2323/6/EVA NURFITA...
Transcript of FAKTOR DETERMINAN STUNTING DI PUSKESMAS ...repository.helvetia.ac.id/2323/6/EVA NURFITA...
FAKTOR DETERMINAN STUNTING DI PUSKESMAS GUNUNG
MERIAH KABUPATEN ACEH SINGKIL PROVINSI ACEH
TAHUN 2019
TESIS
EVA NURFITA
1602011246
PROGRAMSTUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
INSTITUT KESEHATAN HELVETIA
MEDAN
2019
FAKTOR DETERMINAN STUNTING DI PUSKESMAS GUNUNG MERIAH
KABUPATEN ACEH SINGKIL PROVINSI ACEH
TAHUN 2019
TESIS
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan Mayarakat (M.K.M)
pada Program Studi S2 Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Gizi Kesehatan Keluarga dan Kesehatan Reproduksi
Institut Helvetia Medan
Oleh :
EVA NURFITA
1602011246
PROGRAMSTUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
INSTITUT KESEHATAN HELVETIA
MEDAN
2019
Telah diuji pada tanggal : 23 Mei 2019
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : 1. Dr. Ir. ZuraidahNasution, M.Kes
Anggota : 2. Wanda Lestari, STP.,M.Gizi
3. Dr. Samsidar Sitorus, M.Kes
4. Dr. Anto, S.K.M, M.Kes, M,M
i
ii
ABSTRAK
FAKTOR DETERMINAN STUNTING DI PUSKESMAS GUNUNG
MERIAH KABUPATEN ACEH SINGKIL PROVINSI ACEH
TAHUN 2019
Eva Nurfita
NIM. 1602011246
Balita dalam proses pertumbahan dan perkembangan tidak selalu ideal
atau sering disebut bertubuh pendek (stunting). Laporan Stimulasi Deteksi
Intervensi Dini Tumbuh Kembang Balita usia 0-59 bulan menderita stunting
dengar kategori pendek dan sangat pendek sebanyak 176 dari 897 orang balita di
Puskesmas Gunung Meriah. Tujuan penelitian adalah menganalisis faktor umur
ibu, umur menikah, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, pengetahuan, sikap,
pemberian makanan, kebiasaan makan, dan praktek kesehatan dengan dengan
stunting di Puskesmas Gunung Meriah Kabupaten Aceh Singkil Provinsi Aceh.
Jenis penelitian adalah mix methode dengan pendekatan kualitatif Case Control
dan penelitian kualitatif fenomena. Populasi sebanyak 91 orang balita stunting.
Sampel pendekatan kuantitatif sebanyak 91 orang balita stunting dan 91 orang
balita tidak stunting. Informan pendekatan kualitatif yaitu 3 orang ibu balita
stunting, 1 orang petugas gizi dan 1 orang bidan Desa Silulusan. Data kuantitatif
dianalisis secara univariat, bivariat dan multivariat, sedangkan data kualitatif
melalui reduksi data, penyajian dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian
menunjukkan faktor pengetahuan (0,013), sikap (0,011), pemberian makan
(0,005), kebiasaan makan (0,004) dan praktek kesehatan (0,010) berpengaruh
terhadap stunting. Sedangkan umu ibu, umur menikah, suku bangsa, pendidikan,
pendapatan dan pendapatan tidak berpengaruh terhadap stunting. Hasil wawancara
ditemukan faktor pola makan ibu sewaktu hamil, kepercayaan, pendapatan, dan
kebersihan balita memengaruhi balita stunting. Kesimpulan diperoleh bahwa
faktor yang dapat memengaruhi stunting balita adalah pengetahuan, sikap,
pemberian makan, kebiasaan makan dan praktek kesehatan. Disarankan
Puskesmas Gunung Meriah menyelenggarakan penyuluhan kepada masyarakat
tentang 1000 HPK secara berkala tentang gizi dan mengangkat kader lebih
memprioritaskan kader yang berpengalaman dan mengalokasikan dana stunting.
Keluarga membawa balita ke Posyandu setiap bulan
Kata Kunci : Determinan, Stunting
Daftar Pustaka : Buku (24), Jurnal (70)
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan angerah-Nya yang
berlimpah sehingga peneliti dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “ Faktor
Determinan Stunting di Puskesmas Gunung Meriah Kabupaten Aceh Singkil
Provinsi Aceh Tahun 2019”.
Tesis ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
mendapatkan gelar Magister Kesehatan Masyarakat (M.K.M) pada Program Studi
S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Institut Kesehatan Helvetia Minat Studi Gizi
Kesehatan Keluarga dan Kesehatan Reproduksi. Peneliti menyadari sepenuhnya
bahwa tesis ini tidak dapat diselesaikan tanpa bantuan berbagai pihak, baik
dukungan moril, materil dan sumbangan pemikiran. Untuk itu, peneliti
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. dr. Razia Begum Suroyo, M.Sc., M.Kes., sebagai Pembina Yayasan
Helvetia Medan
2. Iman Muhammad, S.E., S.Kom, M.M, M.Kes, sebagai Ketua Yayasan
Pendidikan Sosial Helvetia Medan
3. Dr. Ismail Efendi, M.Si, sebagai Rektor Institut Kesehatan Helvetia Medan
4. Dr. dr. Arifah Devi Fitriani, M.Kes, selaku Wakil Rektor Fakultas
Kesehatan Masyarakat Institut Kesehatan Helvetia Medan.
5. Dr. Asriwati, S.Kep, Ns, S.Pd, M.Kes, Selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Institut Kesehatan Helvetia Medan.
6. Dr. Anto, SKM, M.Kes, MM, sebagai Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan
Masyarakat Program Magister Fakultas Kesehatan Masyarakat Institut
Kesehatan Helvetia Medan sekaligus penguji yang telah memberikan
bimbingan dan motivasi serta arahan dalam perkuliahan maupun penyelesaian
tesis.
7. Dr. Ir. Zuraidah Nasution, M.Kes, selaku Ketua Penguji yang telah
memberikan saran dan masukan untuk kesempurnaan tesis ini.
8. Wanda Lestari, STP., M. Gizi, selaku Penguji I yang telah memberikan saran
dan masukan untuk kesempurnaan tesis ini.
iv
9. Dr. Samsidar Sitorus, M.Kes, selaku Penguji III yang telah memberikan saran
dan masukan untuk kesempurnaan tesis ini.
10. Para guru besar dan staf pengajar di lingkungan Program Studi Ilmu
Kesehatan Masyarakat Program Magister Fakultas Kesehatan Masyarakat
Institut Kesehatan Helvetia yang telah memberikan bimbingan, mendidik dan
mengajarkan berbagai ilmu yang bermanfaat bagi peneliti.
11. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Singkil dan Kepala Puskesmas
Gunung Meriah yang telah memberikan izin atau rekomendasi penelitian
12. Teristimewa kepada orangtua, suami dan anakku yang telah memberikan
dorongan dan motivasi selama penulis mengikuti pendidikan Program Studi
S2 Kesehatan Masyarakat Institut Kesehatan Helvetia Medan.
13. Semua pihak yang telah membantu dan mendorong baik secara langsung
ataupun tidak langsung dalam penyelesaian tesis ini.
Peneliti berharap agar tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Akhir
kata, semoga kita semua selalu berada dalam lindunganNya.
Medan, Mei 2019
Peneliti,
Eva Nurfita
v
RIWAYAT HIDUP
Peneliti bernama Eva Nurfita dilahirkan di Kecamtan Kluet Selatan pada
tanggal 27 Februari 1978, beragama Islam, bertempat tinggal di Jalan Hamzah
Fansyuri, Singkil. Peneliti merupakan anak ketiga dari lima bersaudara dari
pasangan H. Lahat dan Hj. Hasnah.
Jenjang pendidikan formal peneliti mulai di SD Negeri Jorong Hulu Aceh
Selatan tahun 1985. Peneliti menamatkan pendidikan SMP Negeri 1 Tapak Tuan
tahun 1992 dan menamatkan pendidikan di SMA Negeri 1 Tapak Tuan tahun
1995. Peneliti menamatkan pendidikan di D 3 Keperawatan Poltekes Kemenkes
RI Banda Aceh tahun 1998. Menamatkan S1 Fakultas Ilmu Keperawatan
Univesitas Sumatera Utara tahun 2008 dan Pendidikan Ners tahun 2010. Peneliti
melanjutkan pendidikan pada Program Studi S2 Kesehatan Masyarakat Minat
Studi Gizi Kesehatan Keluarga dan Kesehatan Reproduksi di Institut Kesehatan
Helvetia Medan tahun 2017.
Peneliti bekerja sebagai Kepala Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi di
Dinas Kesehatan Aceh Singkil tahun 2014 sampai sekarang.
vi
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................. i
ABSTRAK ............................................................................................ ii
ABSTRACT........................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ......................................................................... iv
RIWAYAT HIDUP .............................................................................. vi
DAFTAR ISI ....................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................... x
DAFTAR TABEL ................................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................... xiv
DOKUMENTASI PENELITIAN ........................................................ xv
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ............................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ........................................................ 9
1.3. Tujuan Penelitian ......................................................... 10
1.4. Manfaat Penelitian ....................................................... 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Peneliti Terdahulu ......................................... 13
2.2. Telaah Teori ................................................................. 16
2.2.1. Stunting ........................................................... 16
2.2.2. Indikator Stunting ............................................ 17
2.2.3. Pemeriksaan Antropometri Stunting ................ 18
2.2.4. Pengukuran Stunting ....................................... 20
2.2.5. Faktor-faktor Penyebab Stunting...... ............... 22
2.2.6. Dampak Stunting ............................................. 28
2.2.7. Pencegahan Dini Kejadian Stunting ................. 29
2.2.8. Gerakan 1.000 Hari Pertama Kehidupan .......... 29
2.2.9. Proyek Kesehatan dan Gizi Berbasis
Masyarakat (PKGBM) .................................... 38
2.3. Landasan Teori ........................................................... 39
2.4. Kerangka Konsep ......................................................... 44
2.5. Hipotesis ................................................................... 47
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian .......................................................... 49
3.2. Lokasi danWaktu Penelitian ......................................... 50
3.2.1. Lokasi penelitian ............................................ 50
3.2.2. Waktu penelitian ............................................. 50
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian .................................... 50
3.3.1. Populasi penelitian ......................................... 50
3.3.2. Sampel penelitian ........................................... 50
vii
3.4. Metode Pengumpulan Data .......................................... 51
3.4.1. Jenis Data ........................................................ 51
3.4.2. Teknik Pengumpulan Data ............................. 52
3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas ........................... 53
3.5. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ................ 54
3.5.1. Variabel Penelitian .......................................... 54
3.5.2. Definisi Operasional ........................................ 54
3.6. Metode Pengukuran ...................................................... 56
3.7. Metode Pengolahan Data ............................................. 57
3.8. Analisis Data ................................................................ 58
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Puskesmas Gunung Meriah
Kabupaten Aceh Singkil ............................................... 60
4.2. Gambaran Umum Proses Penelitian .............................. 62
4.3. Analisis Data Penelitian Kuantitatif .............................. 63
4.3.1. Analisis Univariat............................................ 63
4.3.2. Analisis Bivariat .............................................. 79
4.3.3. Analisis Multivariat ......................................... 87
4.4. Analisis Data Penelitian Kualitatif ................................ 90
4.4.1. Informan Utama .............................................. 90
4.4.2. Informan Tambahan ........................................ 91
4.4.3. Hasil Wawancara Informan Utama .................. 91
4.4.4. Hasil Wawancara Informan Tambahan ............ 98
BAB V PEMBAHASAN
5.1. Pengaruh Umur Ibu terhadap Stunting pada Balita di
Wilayah Kerja Puskesmas Gunung Meriah tahun 2019 . 102
5.2. Pengaruh Suku Bangsa Ibu terhadap Stunting di
Wilayah Kerja Puskesmas Gunung Meriah tahun 2019 . 106
5.3. Pengaruh Suku Bangsa Ibu terhadap Stunting di
Wilayah Kerja Puskesmas Gunung Meriah tahun 2019 . 106
5.4. Pengaruh Pendidikan Ibu terhadap Stunting di
Wilayah Kerja Puskesmas Gunung Meriah tahun 2019 . 107
5.5. Pengaruh Pekerjaan terhadap Stunting di Wilayah
Kerja Puskesmas Gunung Meriah tahun 2019 ............... 109
5.6. Pengaruh Pendapatan terhadap Stunting di Wilayah
Kerja Puskesmas Gunung Meriah tahun 2019 ............... 111
5.7. Pengaruh Pengetahuan Ibu terhadap Stunting di
Wilayah Kerja Puskesmas Gunung Meriah tahun 2019 . 113
5.8. Pengaruh Sikap Ibu terhadap Stunting pada Balita di
Wilayah Kerja Puskesmas Gunung Meriah tahun 2019 . 115
5.9. Pengaruh Pemberian Makan terhadap Stunting pada
Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Gunung Meriah
tahun 2019 .................................................................... 119
viii
5.10. Pengaruh Kebiasaan Makan terhadap Stunting pada
Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Gunung Meriah
tahun 2019 .................................................................... 122
5.11. Pengaruh Praktek Kesehatan terhadap Stunting pada
Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Gunung Meriah
tahun 2019 .................................................................... 125
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan ................................................................... 130
6.2. Saran ........................................................................ 130
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 132
LAMPIRAN ........................................................................................ 144
ix
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1. Alat Ukur Panjang Bayi ..................................................... 21
2.2. Alat Ukur Tinggi Balita ..................................................... 21
2.3. Modifikasi Faktor Penyebab Stunting Teori ....................... 46
2.4. Kerangka Konsep Penelitian ............................................. 47
x
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
2.1. Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks TB/U ...................................................................... 18
3.1. Hasil Uji Reliabilitas .......................................................... 54 3.2. Pengukuran Variabel Penelitian ......................................... 56 4.1 Distribusi Frekuensi Umur Ibu di Wilayah Kerja Puskesmas
Gunung Meriah Tahun 2019 .................................................. 64 4.2 Distribusi Frekuensi Umur Menikah Ibu di Wilayah Kerja
Puskesmas Gunung Meriah Tahun 2019 ................................ 65 4.3 Distribusi Frekuensi Suku Bangsa Ibu di Wilayah Kerja
Puskesmas Gunung Meriah Tahun 2019 ................................ 65 4.4 Distribusi Frekuensi Pendidikan Ibu di Wilayah Kerja
Puskesmas Gunung Meriah Tahun 2019 ................................ 65 4.5 Distribusi Frekuensi Pekerjaan Ibu di Wilayah Kerja
Puskesmas Gunung Meriah Tahun 2019 ................................ 66 4.6 Distribusi Frekuensi Pendapatan Keluarga di Wilayah Kerja
Puskesmas Gunung Meriah Tahun 2019 ................................ 66 4.7 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu tentang Gizi di Wilayah
Kerja Puskesmas Gunung Meriah Tahun 2019 ....................... 68 4.8 Distribusi Frekuensi Kategori Pengetahuan Ibu di Wilayah
Kerja Puskesmas Gunung Meriah .......................................... 69 4.9 Distribusi Frekuensi Pernyataan Sikap Ibu tentang Gizi di
Wilayah Kerja Puskesmas Gunung Meriah Tahun 2019 ......... 71 4.10 Distribusi Frekuensi Pengkategorian Sikap Ibu tentang Gizi di
Wilayah Kerja Puskesmas Gunung Meriah Tahun 2019 ......... 71 4.11 Distribusi Frekuensi Jawaban Ibu tentang Pemberian Makan
pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Gunung Meriah Tahun 2019 ............................................................................ 73
4.12 Distribusi Frekuensi Pengkategorian Pemberian Makan pada
Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Gunung Meriah Tahun 2019 ...................................................................................... 75
xi
4.13 Distribusi Frekuensi Jawaban Ibu tentang Kebaisan Makan Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Gunung Meriah Tahun 2019 ...................................................................................... 76
4.14 Distribusi Frekuensi Pengkategorian Kebiasaan Makan Balita
di Wilayah Kerja Puskesmas Gunung Meriah Tahun 2019 ..... 77 4.15 Distribusi Frekuensi Jawaban Ibu tentang Praktek Kesehatan
Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Gunung Meriah Tahun 2019 ...................................................................................... 78
4.16 Distribusi Frekuensi Pengkategorian Praktek Kesehatan di
Wilayah Kerja Puskesmas Gunung Meriah Tahun 2019 ......... 79 4.17 Hubungan Umur Ibu dengan Stunting pada Balita di Wilayah
Kerja Puskesmas Gunung Meriah Tahun 2019 ....................... 80 4.18 Hubungan Umur Menikah Ibu dengan Stunting pada Balita di
Wilayah Kerja Puskesmas Gunung Meriah Tahun 2019 ......... 81 4.19 Hubungan Suku Bangsa Ibu dengan Stunting pada Balita di
Wilayah Kerja Puskesmas Gunung Meriah Tahun 2019 ......... 81 4.20 Hubungan Pendidikan Ibu dengan Stunting pada Balita di
Wilayah Kerja Puskesmas Gunung Meriah Tahun 2019 ......... 82 4.21 Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Stunting pada Balita di
Wilayah Kerja Puskesmas Gunung Meriah Tahun 2019 ......... 83 4.22 Hubungan Pendapatan dengan Stunting pada Balita di Wilayah
Kerja Puskesmas Gunung Meriah Tahun 2019 ....................... 84 4.23 Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Stunting pada Balita di
Wilayah Kerja Puskesmas Gunung Meriah Tahun 2019 ......... 84 4.24 Hubungan Sikap Ibu dengan Stunting pada Balita di Wilayah
Kerja Puskesmas Gunung Meriah Tahun 2019 ....................... 85 4.25 Hubungan Pemberian Makan dengan Stunting pada Balita di
Wilayah Kerja Puskesmas Gunung Meriah Tahun 2019 ......... 86 4.26 Hubungan Kebiasaan Makan dengan Stunting pada Balita di
Wilayah Kerja Puskesmas Gunung Meriah Tahun 2019 ......... 86 4.27 Hubungan Praktek Kesehatan dengan Stunting pada Balita di
Wilayah Kerja Puskesmas Gunung Meriah Tahun 2019 ......... 87 4.28 Variabel Kandidat Model Regresi Logistik Berganda ............. 88 4.29 Pengaruh Pengetahuan, Sikap, Pemberian Makan, Kebiasaan
Makan, Praktek Kesehatan terhadap Stunting di Wilayah Kerja Puskesmas Gunung Meriah Tahun 2019 ................................ 89
xii
4.30 Matriks Jawaban Informan tentang Pengertian dan Penyebab Stunting Balita ....................................................................... 92
4.31 Matriks Jawaban Informan tentang Pencegahan dan Upaya
Penanganan Balita Stunting.................................................... 93 4.32 Matriks Jawaban Informan tentang Pola Makan Selama Hamil
dan Pemberian Inisiasi Menyusu Dini .................................... 94 4.33 Matriks Jawaban Informan tentang Pemberian ASI ................ 94 4.34 Matriks Jawaban Informan tentang Menu Makanan Sehari-hari
dan Makanan Tambahan pada Balita ...................................... 95 4.35 Matriks Jawaban Informan tentang Upaya Membujuk Balita
Menghabiskan Makanan ........................................................ 95 4.36 Matriks Jawaban Informan tentang Kebiasaan Makan dan
Makanan Selingan ................................................................. 96 4.37 Matriks Jawaban Informan tentang Kebiasaan Sewaktu Makan 96 4.38 Matriks Jawaban Informan tentang Kebiasaan Kebersihan Diri
dan Mengikuti Posyandu ........................................................ 97 4.39 Matriks Jawaban Informan tentang Kendala Pemberian
Praktek Kesehatan ................................................................. 97 4.40 Matriks Jawaban Informan tentang Upaya Pemantauan dan
Pencegahan Kejadian Stunting ............................................... 98 4.41 Matriks Jawaban Informan tentang Pemberian Penyuluhan
kepada Ibu Hamil dan Masyarakat ......................................... 99 4.42 Matriks Jawaban Informan tentang Kendala dan Saran dalam
Mengatasi Masalah Gizi Balita .............................................. 100
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Kuesioner ........................................................................ 138
2. Pedoman Wawancara ......................................................... 144
3. Uji Validitas dan Reliabilitas ............................................. 148
4. Master Data ....................................................................... 153
5. Hasil Pengolahan Data ....................................................... 180
6 Dokumentasi...................................................................... 194
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Masa balita merupakan masa yang tergolong rawan dalam pertumbuhan dan
perkembangan karena pada masa ini anak mudah sakit dan mudah mengalami
kekurangan gizi. Anak balita lebih rentan menderita penyakit infeksi karena sudah
mulai bergerak aktif untuk bermain, sehingga sangat mudah terkontaminasi oleh
kotoran. Pada masa ini pula perkembangan kemampuan berbahasa, kreativitas,
kesadaran sosial, emosional, dan intelegensia berjalan sangat cepat dan merupakan
landasan perkembangan berikutnya (1).
Balita dalam proses pertumbahan dan perkembangan tidak selalu ideal atau
sering disebut bertubuh pendek (stunting). Stunting merupakan suatu keadaan
dimana tinggi badan anak yang terlalu rendah. Stunting atau terlalu pendek
berdasarkan umur adalah tinggi badan yang berada di bawah minus dua standar
deviasi (<-2SD) dari tabel status gizi WHO child growth standard (2). World Healt
Organization (WHO) memperkirakan 165 juta anak di bawah usia 5 tahun di dunia
terkena dampak kekurangan gizi. Salah satunya yaitu kegagalan pertumbuhan linier
atau stunting. Stunting telah diidentifikasi sebagai prioritas kesehatan masyarakat
utama, dan ada target khusus untuk mengurangi prevalensi stunting sebesar 40%
antara tahun 2010 dan 2025. Data WHO menegaskan bahwa diperkirakan terdapat
162 juta balita pendek pada tahun 2012, jika upaya mengurangi prevalensi stunting
berlanjut secara berkesinambungan, diproyeksikan akan menjadi 127 juta pada
tahun 2025 (3).
2
Negara berkembang dan negara miskin seperti kawasan Asia diketahui
bahwa satu dari tiga anak mengalami stunting dengan kejadian mencapai 46%,
disusul dengan kawasan Afrika sebesar 38%. Secara keseluruhan angka kejadian
stunting di negara berkembang dan negara miskin di dunia mencapai 32%.
Indonesia merupakan negara urutan kelima yang memiliki prevalensi tinggi anak
stunting tertinggi yaitu 7,8 juta setelah India, China, Nigeria dan Pakistan (4).
Data stunting balita berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
tahun 2018 yaitu sebesar 30,8% mengalami penurunan menjadi 37,2% tahun 2013.
Pada tahun 2018 prevalensi sangat pendek pada balita sebesar 11,5% menunjukkan
penurunan dari 18,0% tahun 2013. Namun prevalensi pendek pada balita
meningkat dari 19,2% pada tahun 2013 menjadi 19,3% pada tahun 2018. Secara
nasional prevalensi sangat pendek dan pendek tertinggi (urutan pertama) diduduki
oleh Nusa Tengga Timur (NTT) sebesar 42,6%, Sulawasi Barat 39,8% dan Provinsi
Aceh sebesar 37,3% (5).
Menurut Kemenkes RI tahun 2017 bahwa survei Survei Pemantauan Status
Gizi diketahui data stunting periode 2014-2017 bahwa pada tahun 2014 sebesar
28,9%, tahun 2015 sebesar 29%, tahun 2016 sebesar 27,5% dan tahun 2017 sebesar
29,6%. Berarti dari tahun 2015 terjadi peningkatan dibandingkan tahun 2014,
menurun pada tahun 2016 dan naik lagi pada tahun 2017. Provinsi Aceh
berdasarkan Laporan Survei Pemantauan Status Gizi berdasarkan perhitungan
Tinggi Badan (TB) menurut Umur (U) yang menggambarkan status gizi balita atau
menilai pertumbuhan linier terdapat 35,7% balita mengalami stunting (6).
Kabupaten Singkil sebagai salah satu wilayah di Provinsi Aceh, mempunyai
wilayah kerja yang terdiri dari 12 puskesmas memiliki total anak usia 1-5 tahun
(balita) stunting yaitu 28,2% balita pada tahun 2017. Dua belas puskemas dengan
3
balita stunting tertinggi berturut-turut: 1) Puskesmas Gunung Meriah 3,7%, 2)
Puskesmas Suro 3,6%, 3) Puskesmas Kuala Baru 3,2%, 4) Puskesmas Aceh
Singkil Utara 3,1%, 5) Puskesmas Singkohor 2,9%, 6) Puskesmas Kuto Baru 2,4%,
7) Puskesmas Singkoho 2,1%, 8) Puskesmas Danau Paris 1,8%, 9) Puskesmas
Simpang Kanan 1,8%, 10) Puskesmas Singkil 1,7%, 11) Puskesmas Kuta Baharu
1,5% dan 12) Puskesmas Kuta Tinggi 0,4% (7).. Jumlah stunting tertinggi di
Kabupaten Aceh Singkil yaitu di Puskesmas Gunung Meriah sebagai alasan
peneliti menentukan tempat penelitian.
Asupan energi dan zat gizi yang tidak memadai, serta penyakit infeksi
merupakan faktor yang sangat berperan terhadap masalah stunting. Kuantitas dan
kualitas dari asupan protein memiliki efek terhadap level plasma insulin growth
faktor I (IGF-I) dan juga terhadap protein matriks tulang serta faktor pertumbuhan
yang berperan penting dalam formasi tulang. Selain itu, di dalam Lancet Series
dijelaskan mengenai beberapa zat gizi mikro yang sangat penting untuk mencegah
terjadinya stunting yaitu vitamin A, zinc, zat besi dan iodin. Namun, beberapa zat
gizi mikro lainnya seperti kalsium dan fosfor juga sangat penting perannya dalam
pertumbuhan linier anak (8).
Status gizi ibu hamil sangat memengaruhi keadaan kesehatan dan
perkembangan janin. Gangguan pertumbuhan dalam kandungan dapat
menyebabkan berat lahir rendah. Penelitian di Nepal menunjukkan bahwa bayi
dengan berat lahir rendah mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk menjadi
stunting (9). Panjang lahir bayi juga berhubungan dengan kejadian stunting.
Penelitian di Kendal menunjukkan bahwa bayi dengan panjang lahir yang pendek
berisiko tinggi terhadap kejadian stunting pada balita (10). Faktor lain yang
berhubungan dengan stunting adalah asupan ASI Eksklusif pada balita. Penelitian
4
di Ethiopia Selatan membuktikan bahwa balita yang tidak mendapatkan ASI
eksklusif selama 6 bulan berisiko tinggi mengalami stunting (11).
Status sosial ekonomi keluarga seperti pendapatan keluarga, pendidikan
orang tua, pengetahuan ibu tentang gizi, dan jumlah anggota keluarga secara tidak
langsung dapat berhubungan dengan kejadian stunting. Kejadian stunting balita
banyak dipengaruhi oleh pendapatan dan pendidikan orang tua yang rendah.
Keluarga dengan pendapatan yang tinggi akan lebih mudah memperoleh akses
pendidikan dan kesehatan sehingga status gizi anak dapat lebih baik . Penelitian di
Semarang menyatakan bahwa jumlah anggota keluarga merupakan faktor risiko
terjadinya stunting pada balita usia 24-36 bulan (12).
Balita stunting sebagai permasalahan gizi balita dibagi menjadi 2 bagian
besar yaitu penyebab langsung dan penyebab tak langsung. Penyebab langsung
melingkupi kurangnya asupan gizi dari makanan dan penyakit infeksi. Penyebab
tidak langsung terdiri atas ketersediaan makanan, pelayanan kesehatan serta
perawatan anak ketika sakit, pengetahuan ibu, pendidikan ibu, status sosial
ekonomi dan lainnya (13). Menurut teori Green menambahkan salah satu faktor
yang memengaruhi perilaku sehat masyarakat adalah predisposing factors terdiri
dari umur, jenis kelamin, status perkawinan, jumlah anggota keluarga,
pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayan, nilai-nilai, dan tradisi (14).
Masa balita merupakan periode yang sangat peka terhadap lingkungan
sehingga diperlukan perhatian lebih terutama kecukupan gizinya yang dapat
menyebabkan kesakitan dan kematian. Masalah gizi terutama stunting pada balita
dapat menghambat perkembangan anak, dengan dampak negatif yang akan
berlangsung dalam kehidupan selanjutnya seperti penurunan intelektual, rentan
5
terhadap penyakit tidak menular, penurunan produktivitas hingga menyebabkan
kemiskinan dan risiko melahirkan bayi dengan berat lahir rendah (15).
Konsekuensi akibat stunting dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas
pada masa balita, rendahnya fungsi kognitif dan fungsi psikologis pada masa
sekolah. Stunting juga dapat merugikan kesehatan jangka panjang, dan pada saat
dewasa dapat mempengaruhi produktivitas kerja, komplikasi persalinan, dan
meningkatnya risiko kegemukan dan obesitas yang dapat memicu penyakit sindrom
metabolik seperti penyakit jantung koroner, stroke, hipertensi, dan diabetes mellitus
tipe 2 (16).
Upaya mencegah stunting pada balita, maka Pemerintah Indonesia
menetapkan Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2013 tentang Gerakan Nasional
Perbaikan Gizi diterbitkan untuk mendukung upaya penggalangan partisipasi dan
kepedulian pemangku kepentingan secara terencana dan terkoordinir untuk
percepatan perbaikan gizi dalam 1000 hari pertama kehidupan (1000 HPK).
Dengan demikian, instrumen pendukung kebijakan dalam percepatan perbaikan
gizi sudah ada, dan membutuhkan upaya implementasi yang terorganisir dan dapat
diterapkan di setiap tingkatan oleh setiap elemen yang terlibat. Dengan terbitnya
Perpres ini, dibutuhkan upaya yang lebih konkrit, fokus pada 1000 HPK dan
integrasi kegiatan secara lintas program (upaya spesifik) maupun lintas sektoral
(upaya sensitif) oleh semua stakes holders (17).
Berdasarkan hasil survei awal yang dilakukan pada bulan Juli tahun 2018 di
Puskesmas Gunung Meriah diketahui bahwa jumlah balita usia 12-59 tahun
sebanyak 4.909 orang di 25 Desa. Berdasarkan Laporan Stimulasi Deteksi
Intervensi Dini Tumbuh Kembang Balita usia 0-59 bulan menderita stunting dengar
kategori pendek dan sangat pendek sebanyak 176 dari 897 orang balita dengan
6
rincian 1-12 bulan yaitu 29 orang, >12-36 bulan 91 orang dan > 36-60 bulan 56
orang. Lima desa terbanyak balita menderita stunting yaitu Desa Silulusan 27
orang, Desa Suka Makmur 20 orang, Desa Sianjo-anjo 20 orang, Desa Rimo 10
orang, dan Desa Bukit Harapan 9 orang serta di desa lainnya berjumlah 18 orang.
Stunting tidak ditemukan di Desa Tanah Merah dan Desa Sebatang. Selanjutnya
balita gizi buruk sampai 2018 mencapai 4 orang diantaranya di Puskesmas Gunung
Meriah ditemukan 3 orang balita menderita gizi buruk. Melihat jumlah stunting
cukup banyak di Puskesmas Gunung Meriah, sebagai alasan peneliti menentukan
lokasi penelitian.
Hasil wawancara dengan 10 orang ibu memiliki balita stunting diketahui
karakteristik ibu pada umumnya bersuku bangsa Aceh, usia menikah antara 20-30
tahun dan berumur antara 20-35 tahun termasuk dalam usia reproduksi kurang
berisiko. Hal ini menunjukkan bahwa balita stunting disebabkan bukan karena bayi
lahir sudah memiliki tinggi badan pendek tetapi permasalahannya pola asuh setelah
bayi lahir. Ibu memliki balita stunting dengan latar belakang pendidikan Sekolah
Menengah Pertama (SMP), tentunya dengan pendidikan rendah ibu kurang paham
tentang penyebab balita menderita stunting. Keluarga balita stunting mempunyi
penghasilan rendah yaitu di bawah Upah Minimum Kabuaten Singkil Rp.
2.500.000,0 sehingga kurang dapat memberikan kebutuhan gizi seperti pemberian
susu dan buah serta lainnya. Ibu juga memiliki pekerjaan ke ladang untuk
membantu suami mendapatkan penghasilan berguna memenuhi kebutuhan keluara
sehingga waktu mengurus balita berkurang di rumah. Ibu memiliki jumlah anak di
atas 3 sehingga dalam memberikan makanan dan perhatian berbagi kepada anak
lainnya harus berbagi.
7
Ibu juga kurang paham tentang penyebab balita menderita stunting seperti
cara mengolah makanan tidak mesti harganya mahal, menu makanan yang
mengandung gizi baik sehari-hari (nasi, ikan, sayuran, susu, buah dan makanan
selingan), cara membujuk balita agar menghabiskan porsi makanan, dan jajanan
yang sehat memiliki wadah tertutup. Ibu juga merasa kejadian balita stunting bukan
disebabkan asuhan gizi pada waktu hamil, pemberian ASI Eksklusif, vitamain dan
mineral, tetapi mereka lebih percaya disebabkan ada keluarga lain yang menderita
stunting (turunan).
Ibu juga kurang beragam dalam memberikan makanan, balita jarang
diberikan susu dan buah. Balita memiliki kebiasaan tidak menghabiskan porsi
makanan dan menyukai jajanan yang dibeli di warung seperti kerupuk atau snack
yang harganya mudah dijangkau. Menu makanan keluarga tidak beragam terutama
balita jarang diberikan minum susu dan buah terutama bila balita sakit menu
makanan tidak tambah dengan makanan lain seperti puding. Pemberian vitamin A
yang diperoleh dari puskesmas tidak ditambah dengan vitamin dan mineral lainnya.
Ibu dalam memelihara kesehatan ibu kurang baik karena kebersihan kurang
diterapkan kepada anak seperti mandi kurang dari 3 kali sehari, kebersihan
lingkungan rumah terlihat kotor terutama halaman rumah, tidak membersihkan
balita setelah bermain di luar rumah, tidak menggunakan alas kaki, menggunakan
tidak menggosok gigi, pemberian imunisasi tidak lengkap. Balita dengan
lingkungan yang kotor dapat menyebabkan menderita sakit sehingga dapat
mengganggu pertumbuhan dan perkembagannya. Balita sakit lebih mengutakan
pengobatan trradisional atau membeli obat di warung tetapi tidak membawa
langsung ke puskesmas karena jarak ke puskesmas cukup jauh. Ibu juga jarang
membawa balita ke posyandu setiap bulan karena ibu harus bekerja di ladang.
8
Berdasarkan identifikasi wawancara diketahui balita stunting bukan
disebabkan sewaktu bayi lahir sudah memiliki tinggi badan pendek, penghasilan
rendah, dan memiliki pekerjaan membantu suami bekerja di ladang. Ibu dalam
pemberikan makanan kurang beragam (bergizi), balita tidak mengonsumsi susu
karena harganya mahal, dan praktek kesehatan kurang baik. Ibu juga kurang paham
terhadap pengaruh gizi terhadap proses pertumbuhan dan perkembangan balita
sehingga menu makanan anak disamakan dengan orang dewasa dalam keluarga
sehingga dapat menyebabkan anak mudah terserang penyakit seperti konstipasi,
usus berlipat dan diare. Keluarga juga membiasakan balita stunting mengkonsumsi
jajanan yang dibeli di warung, kurang beragam dan tidak berusaha membujuk anak
menghabiskan porsi makan. Ibu juga tidak sepenuhnya meluangkan waktu untuk
mengurus anak stunting karena bekerja di ladang dan jarang membawa anak ke
posyandu bertujuan memantau perkembangan dan pertumbuhannya karena lokasi
yang cukup jauh.
Upaya Puskesmas Gunung Meriah menanggulangi stunting dengan
menerima bantuan berupa dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) dalam
memberikan makanan tambahan pada kegiatan posyandu. Puskesmas Gunung
Meriah juga mendapat Program Makanan Tambahan dari pemerintah pusat yang
diselenggarakan setiap tahun bagi balita gizi kurus dan pendek.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti mengenai
Faktor Determinan Apa yang berhubungan dengan Stunting di Puskesmas Gunung
Meriah Kabupaten Aceh Singkil Provinsi Aceh Tahun 2019.
9
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang ditetapkan
dalam penelitian ini adalah:
1) Apakah ada hubungan faktor risiko umur ibu dengan stunting di Puskesmas
Gunung Meriah Kabupaten Aceh Singkil Provinsi Aceh Tahun 2019.
2) Apakah ada hubungan faktor risiko umur menikah ibu dengan stunting di
Puskesmas Gunung Meriah Kabupaten Aceh Singkil Provinsi Aceh Tahun
2019.
3) Apakah ada hubungan faktor risiko suku bangsa dengan stunting di
Puskesmas Gunung Meriah Kabupaten Aceh Singkil Provinsi Aceh Tahun
2019.
4) Apakah ada hubungan faktor risiko pendidikan ibu dengan stunting di
Puskesmas Gunung Meriah Kabupaten Aceh Singkil Provinsi Aceh Tahun
2019.
5) Apakah ada hubungan faktor risiko pekerjaan ibu dengan stunting di
Puskesmas Gunung Meriah Kabupaten Aceh Singkil Provinsi Aceh Tahun
2019.
6) Apakah ada hubungan faktor risiko pendapatan keluarga dengan stunting di
Puskesmas Gunung Meriah Kabupaten Aceh Singkil Provinsi Aceh Tahun
2019.
7) Apakah ada hubungan faktor risiko pengetahuan ibu dengan stunting di
Puskesmas Gunung Meriah Kabupaten Aceh Singkil Provinsi Aceh Tahun
2019.
8) Apakah ada hubungan faktor risiko sikap ibu dengan stunting di Puskesmas
Gunung Meriah Kabupaten Aceh Singkil Provinsi Aceh Tahun 2019.
10
9) Apakah ada hubungan faktor risiko pemberian makanan dengan stunting di
Puskesmas Gunung Meriah Kabupaten Aceh Singkil Provinsi Aceh Tahun
2019.
10) Apakah ada hubungan faktor risiko kebiasaan makanan dengan stunting di
Puskesmas Gunung Meriah Kabupaten Aceh Singkil Provinsi Aceh Tahun
2019.
11) Apakah ada hubungan faktor praktek risiko kesehatan dengan stunting di
Puskesmas Gunung Meriah Kabupaten Aceh Singkil Provinsi Aceh Tahun
2019.
12) Faktor-faktor apa yang paling berhubungan dengan stunting di Puskesmas
Gunung Meriah Kabupaten Aceh Singkil Provinsi Aceh Tahun 2019.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1) Untuk menganalisis hubungan faktor risiko umur ibu dengan stunting di
Puskesmas Gunung Meriah Kabupaten Aceh Singkil Provinsi Aceh Tahun
2019.
2) Untuk menganalisis hubungan faktor risiko umur menikah ibu dengan
stunting di Puskesmas Gunung Meriah Kabupaten Aceh Singkil Provinsi
Aceh Tahun 2019.
3) Untuk menganalisis hubungan faktor risiko suku bangsa dengan stunting di
Puskesmas Gunung Meriah Kabupaten Aceh Singkil Provinsi Aceh Tahun
2019.
11
4) Untuk menganalisis hubungan faktor risiko pendidikan ibu dengan stunting di
Puskesmas Gunung Meriah Kabupaten Aceh Singkil Provinsi Aceh Tahun
2019.
5) Untuk menganalisis hubungan faktor risiko pekerjaan ibu dengan stunting di
Puskesmas Gunung Meriah Kabupaten Aceh Singkil Provinsi Aceh Tahun
2019.
6) Untuk menganalisis hubungan faktor risiko pendapatan keluarga dengan
stunting di Puskesmas Gunung Meriah Kabupaten Aceh Singkil Provinsi
Aceh Tahun 2019.
7) Untuk menganalisis hubungan faktor risiko pengetahuan ibu dengan stunting
di Puskesmas Gunung Meriah Kabupaten Aceh Singkil Provinsi Aceh Tahun
2019.
8) Untuk menganalisis hubungan faktor risiko sikap ibu dengan stunting di
Puskesmas Gunung Meriah Kabupaten Aceh Singkil Provinsi Aceh Tahun
2019.
9) Untuk menganalisis hubungan faktor risiko pemberian makanan dengan
stunting di Puskesmas Gunung Meriah Kabupaten Aceh Singkil Provinsi
Aceh Tahun 2019.
10) Untuk menganalisis hubungan faktor risiko kebiasaan makanan dengan
stunting di Puskesmas Gunung Meriah Kabupaten Aceh Singkil Provinsi
Aceh Tahun 2019.
11) Untuk menganalisis hubungan faktor risiko praktek kesehatan dengan
stunting di Puskesmas Gunung Meriah Kabupaten Aceh Singkil Provinsi
Aceh Tahun 2019.
12
12) Untuk mengetahui faktor yang paling berhubungan dengan stunting di
Puskesmas Gunung Meriah Kabupaten Aceh Singkil Provinsi Aceh Tahun
2019.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah :
1) Untuk menambah khasanah keilmuan yang terkait dengan pelayanan kesehatan
terkait stunting pada balita dan sebagai bahan tambahan untuk referensi guna
bahan acuan penelitian selanjutnya dengan tema sama.
2) Sebagai masukan bagi pembuat kebijakan di Dinas Kesehatan Kabupaten
Singkil dalam menyusun program kesehatan keluarga dan gizi khususnya
dalam penanggulangan stunting.
3) Sebagai masukan dalam pengembangan program pencegahan penyakit tidak
menular untuk keberhasilan program kesehatan balita.
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Peneliti Terdahulu
Penelitian Oktarina (2013) dengan judul Faktor Risiko Stunting pada Balita
(24-59 Bulan) di Sumatera menjelaskan hasil penelitian bahwa prevalensi balita
stunting 44.1%. Faktor risiko stunting pada balita (p<0.05) yaitu tinggi badan ibu
(OR=1.36), lemak tingkat asupan (OR=1.30), jumlah anggota rumah tangga
(OR=1.38) dan sumber air minum (OR=1.36). Faktor dominan yang berhubungan
dengan kejadian stunting pada balita adalah jumlah anggota rumah tangga.
Keluarga disarankan agar dapat membatasi jumlah anak sesuai dengan program
Keluarga Berencana (KB) (18).
Penelitian Ni’mah (2015) dengan judul Faktor yang Berhubungan dengan
Kejadian Stunting pada balita menjelaskan hasil penelitian bahwa faktor panjang
badan lahir yang rendah (OR=4,091; CI=1,162-14,397), balita yang tidak
mendapatkan ASI Eksklusif (OR=4,643; CI=1,328-16,233), pendapatan keluarga
yang rendah (OR=3,250; CI=1,150-9,187), pendidikan ibu yang rendah
(OR=3,378; CI=1,246-9,157), dan pengetahuan gizi ibu yang kurang (OR=3,877;
CI=1,410-10,658) merupakan faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting
pada balita di wilayah kerja Puskesmas Tanah Kali Kedinding Surabaya (15).
Penelitian Wasaraka (2015) dengan judul Perbedaan proporsi stunting pada
anak usia 12-24 bulan berdasarkan pemanfaatan pelayanan posyandu di Kabupaten
Jayapura Papua menjelaskan hasil penelitian terdapat 19,8% anak yang tergolong
stunting. Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna
14
proporsi stunting berdasarkan pemanfaatan pelayanan posyandu (p>0,05). Namun,
terdapat perbedaan yang bermakna antara stunting dengan kejadian infeksi saluran
pernapasan akut (ISPA) (p=0,017) dan pengetahuan gizi ibu (p=0,025) (19).
Penelitian Nasution (2014) dengan judul Berat badan lahir rendah (BBLR)
dengan kejadian stunting pada anak usia 6-24 bulan menjelasan hasil penelitian
proporsi anak 6-24 bulan yang mengalami BBLR sebesar 15,7%. Ada hubungan
bermakna antara BBLR dengan kejadian stunting pada anak usia 6-24 bulan
(OR=5,60; 95% CI:2,27-15,70). Ada hubungan antara tinggi badan ibu dengan
kejadian stunting pada anak usia 6-24 bulan (OR=2,14; 95% CI:1,08-4,33). Faktor
sosial ekonomi (pendidikan ibu, pendapatan keluarga, dan jumlah anggota
keluarga) tidak memiliki hubungan bermakna dengan kejadian stunting (20).
Penelitian Paramashanti (2017) dengan judul Kenanekaragaman makanan
individu berhubungan erat dengan stunting pada bayi dan anak menjelaskan hasil
penelitian keanekaragaman makanan yang buruk berhubungan signifikan
(OR=16,76; 95% CI: 6,77-41,51) dengan kejadian stunting. Faktor lain yang
berhubungan dengan stunting adalah berat badan lahir rendah (OR=5,12; 95%CI:
2,11-12,43). Selain itu, waktu pemberian MP-ASI yang tepat bertindak sebagai
faktor protektif (OR=0,32; 95% CI: 0,13-0,75) kejadian stunting. Status ekonomi
rumah tangga bertindak sebagai effect modifier dan faktor pengganggu di antara
hubungan keanekaragaman makanan dan stunting (21).
Penelitian Sari (2016) dengan judul Asupan protein, kalsium dan fosfor
signifikan lebih rendah pada anak stunting dibandingkan anak tidak stunting
(p<0,05). Prevalensi stunting pada kelompok asupan protein rendah, lebih besar
15
1,87 kali daripada kelompok asupan protein cukup. Begitu pula pada asupan
kalsium dan fosfor, prevalensi stunting pada kelompok asupan kalsium rendah,
lebih besar 3,625 kali daripada kelompok asupan kalsium cukup, dan prevalensi
stunting pada kelompok asupan fosfor rendah, lebih besar 2,29 kali daripada
kelompok asupan fosfor cukup di Kota Pontianak (8).
Penelitian Kartini (2016) dengan judul Kejadian Stunting dan Kematangan
Usia Tulang Pada Anak Usia Sekolah Dasar di Daerah Pertanian Kabupaten Brebes
menjelaskan hasil penelitian kejadian stunting sebanyak 21,2% dan siswa yang
men-galami keterlambatan usia tulang sebanyak 42,4%. Proporsi siswa metabolit
pestisida positif lebih banyak pada yang terlibat kegiatan pertanian (29,2%)
dibanding siswa yang tidak terlibat kegiatan pertanian (5,6%). Kejadian stunting
lebih banyak pada siswa dengan metabolit pestisida positif (26,7%) dibanding yang
negatif (19,6%). Siswa kategori terlambat usia tulangnya lebih banyak pada yang
metabolit pestisida positif (46,7%) dibanding yang negatif (41,2%). Kejadian
stunting lebih banyak pada siswa dengan ke terlambatan usia tulang (42,9%)
dibanding siswa yang usia tulangnya termasuk kategori normal (5,3%) dan
berhubungan bermakna (p=0,001) (22).
Penelitian Kusuma (2013) dengan judul Faktor Risiko Kejadian Stunting
pada Anak Usia 2-3 Tahun di Kecamatan Semarang Timur menjelaskan hasil
penelitian berdasarkan analisis multivariat menunjukkan bahwa faktor risiko
stunting pada balita usia 2-3 tahun adalah status ekonomi keluarga yang rendah (P
= 0,032; OR = 4,13), sedangkan panjang badan lahir, tinggi badan orangtua, dan
pendidikan orang tua bukan merupakan faktor risiko stunting (23).
16
Penelitian Wellina (2015) dengan judul Faktor Risiko Stunting pada Anak
Umur 12-24 bulan menjelaskan hasil penelitian faktor risiko yang berpengaruh
terhadap kejadian stunting pada anak umur 12-24 bulan di Kecamatan Brebes
adalah tingkat kecukupan energi yang rendah OR=7,71 (95% CI: 3,63-16,3
p=0,001); protein yang rendah OR=7,65 (95% CI: 3,67-15,9 p=0,001); seng yang
rendah OR=8,78 (95% CI: 3,53-21,5; p=0,001), berat badan lahir rendah OR=3,63
(95% CI: 1,65-7,96 p=0,002) dan tingginya pajanan pestisida OR=8,48; (95% CI:
3,93-18,28 p=0,001). Kelima variabel tersebut memberikan kontribusi terhadap
stunting sebesar 45%. Ketaatan konsumsi vitamin A, frekuensi diare dan ISPA
bukan merupakan faktor risiko terhadap kejadian stunting dalam penelitian ini (24).
2.2. Telaah Teori
2.2.1. Stunting
Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan perubahan dalam besar, jumlah,
ukuran dan fungsi tingkat sel, organ maupun individu, yang diukur dengan ukuran
berat (gram, pound, kilogram), ukuran panjang (cm, meter), umur tulang dan
keseimbangan motolik (retensi kalsium, dan nitrogen tubuh). Pertumbuhan adalah
peningkatan secara bertahap dari tubuh, organ dan jaringan dari masa konsepsi
sampai remaja (25).
Stunting adalah gangguan pertumbuhan fisik yang sudah lewat, berupa
penurunan kecepatan pertumbuhan dalam perkembangan manusia yang merupakan
dampak utama dari gizi kurang. Gizi kurang merupakan hasil dari ketidak
seimbangan faktor-faktor pertumbuhan (faktor internal dan eksternal). Gizi kurang
17
dapat terjadi selama beberapa periode pertumbuhan, seperti masa kehamilan, masa
perinatal, masa menyusui, bayi dan masa pertumbuhan (masa anak). Hal ini juga
bisa disebabkan karena defisiensi dari berbagai zat gizi, misalnya mikronutrien,
protein atau energi (26).
2.2.2. Indikator Stunting
Salah satu metode penilaian status gizi secara langsung yang paling populer
dan dapat diterapkan untuk populasi dengan jumlah sampel besar adalah
antropometri. Di Indonesia antropometri telah digunakan secara luas sebagai alat
untuk menilai status gizi masyarakat dan pertumbuhan perorang pada beberapa
dasawarsa belakang ini. Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan
dengan mengukur beberapa parameter, sedangkan parameter adalah ukuran tunggal
dari ukuran tubuh manusia. Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi
keadaan yang telah lalu dan keadaan sekarang. Pengukuran tinggi badan atau
panjang badan pada anak dapat dilakukan dengan alat pengukur tinggi/panjang
badan dengan presisi 0,1 cm (25).
Menurut Kemenkes RI (2013) bahwa indikator status gizi berdasarkan
indeks TB/U (tinggi badan per umur) memberikan indikasi masalah gizi yang
sifatnya kronis sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung lama. Misalnya:
kemiskinan, perilaku hidup tidak sehat, dan pola asuh/pemberian makan yang
kurang baik dari sejak anak dilahirkan yang mengakibatkan anak menjadi pendek.
Kategori dan ambang batas penilaian status gizi berdasarkan indikator TB/U
disajikan pada tabel 2.1.
18
Tabel 2.1
Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak
Berdasarkan Indeks TB/U
Kategori Status Gizi Ambang Batas (Z-Score)
Sangat Pendek < - 3,0 SD
Pendek ≥ - 3,0 SD – < - 2,0 SD
Normal ≥ - 2,0 DS – 2,0 SD
Sumber: Kemenkes RI, 2013 (27).
2.2.3. Pemeriksaan Antropometri Stunting
Antropometri berasal dari kata anthropos (tubuh) dan metros (ukuran)
sehingga antropometri secara umum artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari
sudut pandang gizi, maka antropometri gizi adalah berhubungan dengan berbagai
macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur
dan gizi. Dimensi tubuh yang diukur, antara lain: umur, berat badan, tinggi badan,
lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul dan tebal lemak di
bawah kulit (25). Perubahan dimensi tubuh dapat menggambarkan keadaan
kesehatan dan kesejahteraan secara umum individu maupun populasi. Dimensi
tubuh yang dibutuhkan pada penelitian ini yaitu umur dan tinggi badan, guna
memperoleh indeks antropometri tinggi badan berdasar umur (TB/U) (28).
Tinggi badan diukur dalam keadaan berdiri tegak lurus, tanpa alas kaki dan
aksesoris kepala, kedua tangan tergantung rileks di samping badan, tumit dan
pantat menempel di dinding, pandangan mata mengarah ke depan sehingga
membentuk posisi kepala Frankfurt Plane (garis imaginasi dari bagian inferior
orbita horisontal terhadap meatus acusticus eksterna bagian dalam). Bagian alat
yang dapat digeser diturunkan hingga menyentuh kepala (bagian verteks). Sentuhan
19
diperkuat jika anak yang diperiksa berambut tebal. Pasien inspirasi maksimum pada
saat diukur untuk meluruskan tulang belakang (25).
Pada bayi yang diukur bukan tinggi melainkan panjang badan. Biasanya
panjang badan diukur jika anak belum mencapai ukuran linier 85 cm atau berusia
kurang dari 2 tahun. Ukuran panjang badan lebih besar 0,5-1,5 cm daripada tinggi.
Oleh sebab itu, bila anak di atas 2 tahun diukur dalam keadaan berbaring maka
hasilnya dikurangi 1 cm sebelum diplot pada grafik pertumbuhan. Anak dengan
keterbatasan fisik seperti kontraktur dan tidak memungkinkan dilakukan
pengukuran tinggi seperti di atas, terdapat cara pengukuran alternatif. Indeks lain
yang dapat dipercaya dan sahih untuk mengukur tinggi badan ialah: rentang lengan
(arm span), panjang lengan atas (upper arm length), dan panjang tungkai bawah
(knee height). Semua pengukuran di atas dilakukan sampai ketelitian 0,1 cm
(29).
2.2.4. Pengukuran Stunting
Istilah panjang dinyatakan sebagai pengukuran yang dilakukan ketika anak
telentang (30). Pengukuran panjang badan digunakan untuk menilai status
perbaikan gizi. Selain itu, panjang badan merupakan indikator yang baik untuk
pertumbuhan fisik yang sudah lewat (stunting) dan untuk perbandingan terhadap
perubahan relatif, seperti nilai berat badan dan lingkar lengan atas (31).
Alat yang digunakan untuk pengukuran tinggi badan untuk anak balita yang
sudah dapat berdiri dilakukan dengan alat pengukuran tinggi mikrotoa (micritoise).
Namun untuk bayi atau anak yang belum dapat berdiri, digunakan alat pengukur
20
panjang bayi pita meter (25). Alat yang digunakan untuk mengukur panjang bayi
dan tinggi balita di antaranya adalah (32):
1. Infatometer
Infatometer adalah sejenis alat ukur panjang atau tinggi badan dengan ketelitian
0,1 cm atau 1 mm. Bagian dari infatometer adalah sebagai berikut :
a. Bagian kepala atau head board tidak dapat digerakkan atau fix.
b. Bagian kaki atau foot board yang bisa digerakkan
c. Alas yang rata.
d. Bagian skala dengan ketelitian 0.1 cm atau 1.
Cara mengukur tinggi badan menggunakan infantometer adalah sebagai berikut
a. Sebelum mengukur panjang bayi letakkanlah alat pada permukaan yang rata
dengan ketinggian yang nyaman untuk mengukur dan cukup kuat.
b. Beri alas yang tidak terlalu tebal, bersih, dan nyaman misalnya selembar
selimut tipis atau kertas tisu yang lebar.
c. Sebelum mengukur tinggi badan bayi lepaskan tutup kepala bayi misalnya
topi, hiasan rambut, dan kaos kaki bayi.
d. Kemudian pengukur berdiri pada salah satu sisi. Sebaiknya sisi yang paling
dekat dengan skala pengukur.
e. Letakkan bayi dengan kepala menempel pada bagian kepala atau head
board.
f. Posisikan kepala bayi sehingga sudut luar mata dan sudut atas liang telinga
berada pada garis yang tegak lurus dengan bidang infantometer.
g. Usahakan dapat mempertahankan kepala bayi pada posisi.
21
h. Luruskan tubuh bayi sejajar dengan bidang infatometer.
i. Luruskan tungkai bayi bila perlu salah satu tangan pengukur menahan agar
lutut bayi lurus.
j. Tangan pengukur menekan lutut bayi kebawah dengan lembut.
k. Dengan tangan yang lain pengukur mendorong atau menggerakkan bagian
kaki atau foot board sehingga menempel dengan tumit bayi.
l. Posisi kaki bayi adalah jari kaki menunjuk ke atas.
m. Baca ukuran panjang badan bayi sampai 0,1 cm terdekat. Pengukuran dapat
dilakukan pada satu atau dua kaki bayi.
Gambar 2.1 Alat Ukur Panjang Bayi
Gambar 2.2 Alat Ukur Tinggi Balita
22
2.2.5. Faktor-faktor Penyebab Stunting
WHO membagi penyebab terjadinya stunting pada anak menjadi 4 kategori
besar yaitu:
1. Faktor keluarga dan rumah tangga
Faktor keluarga dan rumah tangga dibagi lagi menjadi faktor maternal dan
faktor lingkungan rumah.
a. Faktor maternal berupa nutrisi yang kurang pada saat prekonsepsi,
kehamilan, dan laktasi, tinggi badan ibu yang rendah, infeksi, kehamilan
pada usia remaja, kesehatan mental, intrauterine growth restriction (IUGR)
dan kelahiran preterm, jarak kehamilan yang pendek, dan hipertensi.
b. Faktor lingkungan rumah berupa stimulasi dan aktivitas anak yang tidak
adekuat, perawatan yang kurang, sanitasi dan pasukan air yang tidak
adekuat, akses dan ketersediaan pangan yang kurang, alokasi makanan
dalam rumah tangga yang tidak sesuai, edukasi pengasuh yang rendah.
2. Makanan tambahan/komplementer yang tidak adekuat
Makanan komplementer yang tidak adekuat dibagi lagi menjadi tiga yaitu:
a. Kualitas makanan yang rendah
Kualitas makanan yang rendah dapat berupa kualitas mikronutrien yang
rendah, keragaman jenis makanan yang dikonsumsi dan sumber makanan
hewani yang rendah, makanan yang tidak mengandung nutrisi, dan
makanan komplementer yang mengandung energi rendah.
23
b. Cara pemberian yang tidak adekuat
Cara pemberian yang tidak adekuat berupa frekuensi pemberian makanan
yang rendah, pemberian makanan yang tidak adekuat ketika sakit dan
setelah sakit, konsistensi makanan yang terlalu halus, pemberian makan
yang rendah dalam kuantitas.
c. Keamanan makanan dan minuman
Keamanan makanan dan minuman dapat berupa makanan dan minuman
yang terkontaminasi, kebersihan yang rendah, penyimpanan dan persiapan
makanan yang tidak aman.
3. Menyusui
Faktor ketiga yang dapat menyebabkan stunting adalah pemberian Air Susu Ibu
(ASI) yang salah bisa karena inisiasi yang terlambat, tidak ASI eksklusif,
penghentian menyusui yang terlalu cepat.
4. Infeksi
Faktor keempat penyebab stunting adalah infeksi klinis dan subklinis seperti
infeksi pada usus: diare, environmental enteropathy, infeksi cacing, infeksi
pernafasan, malaria, nafsu makan yang kurang akibat infeksi, dan inflamasi (2).
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya keadaan stunting pada anak.
Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari diri anak itu sendiri maupun dari luar diri
anak tersebut. Faktor penyebab stunting ini dapat disebabkan oleh faktor langsung
maupun tidak langsung. Penyebab langsung dari kejadian stunting adalah asupan
gizi dan adanya penyakit infeksi sedangkan penyebab tidak langsungnya adalah
24
pola asuh, pelayanan kesehatan, ketersediaan pangan, faktor budaya, ekonomi dan
masih banyak lagi faktor lainnya (33).
Beberapa faktor yang memengaruhi stunting:
1. Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat
kurang dari 2500 gram, tanpa memandang usia kehamilan. Dikatakan bahwa bayi
yang lahir dengan BBLR kurang baik karena pada bayi BBLR telah terjadi
retardasi pertumbuhan sejak di dalam kandungan, lebih-lebih jika tidak mendapat
nutrisi yang baik setelah lahir (34).
Berat lahir memiliki dampak yang besar terhadap pertumbuhan anak,
perkembangan anak dan tinggi badan pada saat dewasa. Kegagalan pertumbuhan
anak terjadi dari konsepsi sampai dua tahun dan dari tahun ketiga anak seterusnya
19 tumbuh dengan cara yang rata-rata sama. Hal ini juga diakui bahwa penyebab
stunting berawal dari pertumbuhan janin yang tidak memadai dan ibu yang kurang
gizi, dan sekitar setengah dari kegagalan pertumbuhan terjadi di dalam rahim,
meskipun proporsi ini mungkin bervariasi di seluruh negara (35).
Penelitian Fitri (2012) proporsi kejadian stunting pada balita (12-59 bulan)
dengan hasil bahwa lebih banyak ditemukan pada balita dengan berat lahir rendah
(49,3%) dibandingkan dengan balita dengan berat lahir normal (36,9%). Balita
yang mempunyai berat lahir rendah memiliki resiko menjadi stunting sebesar 1,7
kali dibanding dengan balita yang mempunyai berat lahir normal (36).
25
2. Asupan Makanan
Asupan makanan berkaitan dengan kandungan nutrisi (zat gizi) yang
terkandung di dalam makanan yang dimakan. Dikenal dua jenis nutrisi (zat gizi)
yang terkandung di dalam makanan yang dimakan. Ada dua jenis nutrisi yaitu
makronutrisi dan mikronutrisi. Makronutrisi merupakan nutrisi yang menyediakan
kalori atau energi, diperlukan untuk pertumbuhan, metabolisme, dan fungsi tubuh
lainnya. Makronutrisi ini diperlukan tubuh dalam jumlah yang besar, terdiri dari
karbohidrat, protein, dan lemak. Nutrisi (zat gizi) merupakan bagian yang penting
dari kesehatan dan pertumbuhan. Nutrisi yang baik berhubungan dengan
peningkatan kesehatan bayi, anak-anak, dan ibu, sistem kekebalan yang kuat,
kehamilan dan kelahiran yang aman, resiko rendah terhadap penyakit tidak menular
seperti diabetes dan penyakit jantung, dan umur yang lebih panjang (37).
Hasil penelitian Fitri (2012) menunjukkan bahwa proporsi kejadian stunting
pada balita lebih banyak ditemukan pada asupan protein kurang dibandingkan
dengan balita dengan asupan protein cukup. Balita yang mempunyai asupan protein
kurang memiliki resiko menjadi stunting sebesar 1,2 kali dibanding balita yang
mempunyai asupan protein cukup (36).
3. Penyakit Infeksi
Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh mikroba patogen
dan bersifat sangat dinamis. Mikroba sebagai makhluk hidup tentunya ingin
bertahan hidup dengan cara berkembang biak pada suatu reservoir yang cocok dan
mampu mencari reservoir baru dengan cara berpindah atau menyebar. Penyebaran
mikroba patogen ini tentunya sangat merugikan bagi orang-orang yang sedang
dalam keadaan sakit (penderita). Orang yang sehat akan menjadi sakit dan orang
26
yang sedang sakit serta sedang dalam proses penyembuhan akan memperoleh
“tambahan beban penderitaan” dari penyebaran mikroba patogen ini ((38).
Penyakit infeksi yang sering terjadi pada anak-anak adalah diare dan ISPA.
Penyakit diare dan ISPA dapat membuat anak-anak tidak mempunyai nafsu makan
sehingga terjadi kekurangan jumlah makanan dan minuman yang masuk ke dalam
tubuhnya dan dapat mengakibatkan kekurangan gizi. Hasil penelitian Nashikhah
dan Margawati (2012) hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa riwayat diare
akut merupakan faktor resiko kejadian stunting (p=0,011) dimana balita yang
sering mengalami diare akut beresiko 2,3 kali lebih besar tumbuh menjadi stunting
(12).
4. Pendapatan Keluarga
Pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan kualitas dan
kuantitas makanan, antara pendapatan dan gizi sangat erat kaitannya dalam
pemenuhan makanan kebutuhan hidup keluarga, makin tinggi daya beli keluarga
makin banyak makanan yang dikonsumsi dan semakin baik pula kualitas makanan
yang dikonsumsi. Di sini terlihat jelas bahwa pendapatan rendah akan menghalangi
perbaikan gizi dan dapat menimbulkan kekurangan gizi (39).
Penelitian di Bangladesh dengan jumlah sampel 1.182 anak berusia 12-30
bulan menemukan prevalensi pendek sebesar 50,9% di antara mereka. Risiko
kejadian pendek 3,6 kali lebih besar pada anak yang berasal dari rumah tangga
paling miskin dibandingkan dengan anak yang berasal dari rumah tangga paling
kaya (40). Pendapatan perkapita merupakan faktor yang turut menentukan status
gizi balita. Hasil penelitian Nasikhah dan Margawati (2012) menujukkan bahwa
pendapatan perkapita merupakan faktor resiko kejadian stunting pada balita usia
24-36 bulan (12).
27
Menurut Riskesdas tahun 2018, persentase bayi dengan panjang badan
lahir pendek (<48 cm) cukup tinggi, yaitu sebesar 20,2 persen. Jika dikombinasikan
antara BBLR dan panjang badan lahir pendek, maka terdapat 4,3 persen balita yang
BBLR dan juga memiliki panjang badan lahir pendek dan prevalensi tertinggi di
Papua (7,6%), sedangkan yang terendah di Maluku (0,8%) (5).
5. Pola Asuh
Pola asuh adalah pemenuhan kebutuhan fisik dan biomedis anak. Pola asuh
ini termasuk pangan dan gizi, kesehatan dasar, imunisasi, penimbangan,
pengobatan, papan/pemukiman yang layak, higiene perorangan, sanitasi
lingkungan, sandang dan rekreasi (40). Pola asuh yang baik pada anak balita dapat
dilihat pada praktek pemberian makanan yang bertujuan untuk mendapatkan zat
gizi yang cukup bagi pertumbuhan fisik dan mental anak. Zat gizi juga berperan
dalam memelihara dan memulihkan kesehatan anak dalam melaksanakan kegiatan
sehari-hari. Aspek gizi juga mempunyai dampak terhadap tumbuh kembang dan
kecerdasan anak yang ditentukan sejak bayi, bahkan dalam kandungan (41).
Dalam proses pertumbuhan dan perkembangan anak, UNICEF merumuskan
tiga faktor utama yang mempengaruhi tumbuh kembang secara tidak langsung
(underlying factors), yaitu pangan rumah tangga, pengasuhan, dan sanitasi
lingkungan. Ketiga faktor tersebut mempengaruhi status gizi dan juga tingkat
kesehatan anak yang juga turut menentukan kualitas pertumbuhan serta
perkembangan anak (42).
Penentuan asupan yang baik sangat penting untuk mengejar panjang badan
yang seharusnya. Berat badan lahir, panjang badan lahir, usia kehamilan dan pola
asuh merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi kejadian stunting. Panjang
badan lahir merupakan salah satu faktor risiko kejadian stunting pada balita (10).
28
2.2.6. Dampak Stunting
Stunting dapat memberikan dampak bagi kelangsungan hidup anak. WHO
membagi dampak yang diakibatkan oleh stunting menjadi dua yang terdiri dari
jangka pendek dan jangka panjang. Dampak jangka pendek dari stunting adalah di
bidang kesehatan yang dapat menyebabkan peningkatan mortalitas dan morbiditas,
di bidang perkembangan berupa penurunan perkembangan kognitif, motorik, dan
bahasa, dan di bidang ekonomi berupa peningkatan pengeluaran untuk biaya
kesehatan. Stunting juga dapat menyebabkan dampak jangka panjang di bidang
kesehatan berupa perawakan yang pendek, peningkatan risiko untuk obesitas dan
komorbidnya, dan penurunan kesehatan reproduksi, di bidang perkembangan
berupa penurunan prestasi dan kapasitas belajar, dan di bidang ekonomi berupa
penurunan kemampuan dan kapasitas kerja (2).
Menurut penelitian Hoddinott et al. (2013) menunjukkan bahwa stunting
pada usia 2 tahun memberikan dampak yang buruk berupa nilai sekolah yang lebih
rendah, berhenti sekolah, akan memiliki tinggi badan yang lebih pendek, dan
berkurangnya kekuatan genggaman tangan sebesar 22%. Stunting pada usia 2 tahun
juga memberikan dampak ketika dewasa berupa pendapatan perkapita yang rendah
dan juga meningkatnya probabilitas untuk menjadi miskin. Stunting juga
berhubungan dengan meningkatnya jumlah kehamilan dan anak di kemudian hari.
Pertumbuhan yang terhambat di kehidupan awal dapat memberikan dampak buruk
terhadap kehidupan, sosial, dan ekonomi seseorang (43).
Dampak stunting terhadap prestasi sekolah juga didukung oleh penelitian
yang dilakukan oleh Perignon et al. (2014) terhadap anak usia 6-16 tahun di
Kamboja. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa anak yang mengalami
stunting moderate dan severe memiliki kecerdasan kognitif yang lebih rendah
29
dibanding dengan anak yang normal. Stunting juga dapat mempengaruhi kadar
hemoglobin anak (44).
2.2.7. Pencegahan Dini Kejadian Stunting
Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan
gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak
sesuai dengan kebutuhan gizi. Stunting terjadi mulai janin masih dalam kandungan
dan baru nampak saat anak berusia dua tahun. Kekurangan gizi pada usia dini
meningkatkan angka kematian bayi dan anak, menyebabkan penderitanya mudah
sakit dan memiliki postur tubuh tak maksimal saat dewasa. Kemampuan kognitif
para penderita juga berkurang, sehingga mengakibatkan kerugian ekonomi jangka
panjang bagi Indonesia. Beberapa upaya pencegahan dini kejadian stunting pada
balita di Indonesia antara lain melalui Gerakan 1.000 Hari Pertama Kehidupan dan
Proyek Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat (PKGBM) (45).
2.2.8. Gerakan 1.000 Hari Pertama Kehidupan
Pada bulan September 2012, Pemerintah Indonesia meluncurkan “Gerakan
1.000 Hari Pertama Kehidupan” yang dikenal sebagai 1.000 HPK. Gerakan ini
bertujuan mempercepat perbaikan gizi untuk memperbaiki kehidupan anak-anak
Indonesia di masa mendatang. Gerakan ini melibatkan berbagai sektor dan
pemangku kebijakan untuk bekerjasama menurunkan prevalensi stunting serta
bentuk-bentuk kurang gizi lainnya di Indonesia (45)
Gerakan 1000 HPK merupakan suatu gerakan percepatan perbaikan gizi
yang diadopsi dari gerakan Scaling Up-Nutrition (SUN) Movement. SUN
Movement merupakan suatu gerakan global di bawah koordinasi Sekretaris Jenderal
30
PBB. Hadirnya gerakan ini merupakan respons dari negara-negara di dunia
terhadap kondisi status pangan dan gizi di negara berkembang. Tujuan global dari
SUN Movement adalah untuk menurunkan masalah gizi pada 1000 HPK yakni dari
awal kehamilan sampai usia 2 tahun. Periode 1000 HPK ini telah dibuktikan secara
ilmiah merupakan periode yang menentukan kualitas kehidupan seseorang, oleh
karena itu periode ini sering disebut sebagai “periode emas” (27).
Masa 1000 hari pertama kehidupan (HPK), yang bermula sejak saat
konsepsi hingga anak berusia 2 tahun, merupakan masa paling kritis untuk
memperbaiki perkembangan fisik dan kognitif anak. Status gizi ibu hamil dan ibu
menyusui, status kesehatan dan asupan gizi yang baik merupakan faktor penting
untuk pertumbuhan dan perkembangan fisik dan kognitif anak, menurunkan risiko
kesakitan pada bayi dan ibu. Ibu hamil dengan status gizi kurang akan
menyebabkan gangguan pertumbuhan janin, penyebab utama terjadinya bayi
pendek (stunting) dan meningkatkan risiko obesitas dan penyakit degeneratif pada
masa dewasa (46).
1. Periode Kehamilan (280 Hari) dalam Gerakan 1000 HPK
Awal kehamilan merupakan titik awal perhatian terhadap anak. Hal yang
harus dipastikan dalam 1000 hari pertama kehidupan yaitu anak harus mendapatkan
asupan gizi yang optimal agar penurunan status gizi anak dapat dicegah sejak awal.
Pada kehamilan 8 minggu pertama terbentuk cikal bakal yang akan menjadi
jantung, otak, hati, ginjal, tulang dan yang lainnya sedangkan pada usia 9 minggu
hingga masa kelahiran terjadi pertumbuhan dan perkembangan lebih lanjut dari
organ tubuh hingga siap untuk hidup di luar kandungan ibu (47).
31
Bayi dalam kandungan sangat bergantung pada kesehatan dan nutrisi ibunya
yang baik saat periode kehamilan. Kekurangan gizi yang dialami ibu hamil akan
berdampak buruk bagi dirinya dan janin yang dikandungnya. Bila ibu mengalami
kekurangan gizi pada saat hamil, masalah yang dapat terjadi pada janin adalah
prematur, lahir mati, kematian prenatal (kematian pada bayi kurang dari 7 hari),
dan pada ibu dapat terjadi anemia gizi, penurunan daya tahan tubuh, kesulitan
dalam persalinan, dll. Dampak kekurangan gizi pada 1000 hari pertama kehidupan
tidak hanya terkait dengan pertumbuhan fisik namun juga berpengaruh terhadap
perkembangan mental dan kecerdasan yang terlihat dari ukuran fisik yang tidak
optimal dan kualitas kerja yang tidak mampu bersaing pada usia dewasa (48).
Pertumbuhan dan perkembangan janin (280 hari) dalam rahim berlangsung
sangat cepat oleh karena itu nutrisi yang dibutuhkan bayi harus terpenuhi. Ibu
hamil memiliki kebutuhan gizi cenderung lebih besar daripada wanita yang tidak
hamil. Adapun syarat makanan sehat bagi ibu hamil yaitu mampu menyediakan
energi (kalori) yang cukup dan menyediakan semua nutrisiyang dibutuhkan untuk
kesehatan ibu dan pertumbuhan janin, dapat menghindarkan pengaruh negatif bagi
janin dan mampu mendukung metabolisme tubuh ibu dalam memelihara berat
badan, kadar gula darah dan tekanan darah ibu (49).
Makan dengan porsi kecil tetapi sering dalam memenuhi kebutuhan gizi ibu
hamil jauh lebih baik mengingat ada masa mual muntah pada kehamilan. Makan
makanan beraneka ragam 1 porsi lebih banyak dari sebelum hamil terutama pangan
hewani. Berikut yang harus dipenuhi oleh ibu hamil selama kehamilan:
1. Energi; kebutuhan energi selama hamil cenderung berbeda dari sebelum hamil,
oleh karena itu WHO menganjurkan jumlah tambahan sebesar 150 kkal sehari
pada trimester satu, dan 350 kkal selama trimester dua dan tiga karena
32
Kebutuhan akan energi pada trimester I sedikit sekali meningkat setelah itu
sepanjang trimester dua dan tiga kebutuhan akan terus meningkat sampai akhir
kehamilan. Energi tambahan selama trimester dua diperlukan untuk pemekaran
jarinan ibu yaitu penambahan volume darah, pertumbuhan uterus dan payudara
serta penumpukan lemak sedangkan pada trimester tiga diperlukan untuk
pertumbuhan janin dan plasenta (50). Sumber energi utama dapat diperoleh dari
makanan pokok seperti beras, sereal, umbi-umbian tepung dan hasil olahannnya
2. Protein
Diperkirakan sebanyak 925 gr protein yang dibutuhkan ibu selama kehamilan.
Dalam satu hari asupan protein dapat mencapai 75-100 gr atau sekitar 12% dari
jumlah total kalori atau sekitar 1,3 gr/kg/hari pada gravida matur, 1,5 gr/kg/hari
pada usia ibu hamil15-18 tahun dan 1,7 gr/kg/hari pada usia ibu hamil di bawah
15 tahun. Sumber protein sebaiknya 2/3 bagian merupakan dari pangan yang
bernilai biologi tinggi seperti daging yang tidak berlemak, susu, telur dll (50).
3. Lemak
Lemak yang baik adalah lemak nabati yang berasal dari tumbuhan seperti
santan dan minyak. Lemak berfungsi untuk melarutkan viamin A,D, E, dan K.
Konsumsi lemak sebaiknya 10-25% dari kebutuhan energi (49).
4. Asam Folat
Asam folat dapat membantu mencegah cacat pada otak dan tulang belakang dan
juga dapat meningkatkan resiko bayi lahir prematur, BBLR serta gangguan
pertumbuhan janin. Kebutuhan asam folat sebelum dan selama kehamilan yaitu
sekitar 0,4-0,8 mg/ hari yang bisa diperoleh dari makanan yang berwarna hijau,
jeruk, buncis, kacang-kacangan dan gandum (51).
33
5. Vitamin
Pada ibu hamil disarankan untuk mengonsumsi vitamin A secara seimbang,
tidak berlebih dan tidak kurang terutama di awal-awal kehamilan. Angka
kecukupan vitamin A yang dianjurkan bagi ibu hamil adalah 800 RE/hari.
Vitamin A memiliki peranan penting dalam fungsi tubuh terutama penglihatan,
imunitas serta perkembangan jaringan tubuh. Vitamin A dapat diperoleh dari
buah-buahan dan sayur yang berwarna hijau atau kuning, mentega,susu, kuning
telur dll (50)
6. Vitamin C
Ibu hamil disarankan untuk mengonsumsi 85 mg vitamin C per hari yang
berguna sebagai antioksi dan yang melindungi jaringan dari kerusakan serta
berfungsi untuk pembentukan kolagen dan penghantar sinyal di otak bayi dan
dapat membantu penyerapan Fe. Vitamin C dapat diperoleh dari tomat, jeruk,
stroberi dll (49)
7. Zat Besi
Zat besi berfungsi untuk memproduksi hemoglobin (Hb) yaitu protein di sel
darah merah yang memiliki peran sebagai pembawa oksigen ke jaringan tubuh.
Kebutuhan zat besi dua kali lipat selama hamil yaitu sekitar 1000 mg selama
hamil yang dapat diperoleh dari daging merah, unggas dll. Sebaiknya diminum
dengan air putih saja dan dikonsumsi pada malam hari disertai dengan
konsumsi buah yang mengandung vitamin C agar membantu penyerapan zat
besi (49).
34
8. Zink
Zink merupakan mikro mineral dan sumber zink yang paling dikenal ialah ikan
dan daging karena zink yang bersumber dari hewan lebih mudah diserap oleh
tubuh dari pada yang bersumber dari nabati. Kebutuhan zink pada trimester
pertama adalah 0,5 mg/hari dan pada terimester kedua dan tiga 1,5 mg/hari (52)
9. Kalsium
Kebutuhan kalsium ibu hamil yang perlu ditambah ialah sekitar 400 mg/hari
untuk memenuhi kebutuhan janin dan juga ibu untuk menguatkan tulang dan
gigi. Hampir keseluruhan dari tambahan kalsium ini ditransfer ke tulang bayi
(52).
10. Yodium
Yodium dibutuhkan dalam jumlah sedikit dalam tubuh namun sangat
berpengaruh terhadap kecerdasan anak dan juga keterbelakangan mental serta
mengurangi kemungkinan kematian bayi. Kekurangan yodium dapat
menyebabkan kerusakan otak permanen pada bayi. Pada ibu hamil dianjurkan
untuk menambah kadar yodium 25 μg/hari (52)
Saat memasuki kehamilan trimester tiga, sebaiknya ibu dan suaminya sudah
mendapatkan informasi tentang menyusui seperti manfaat, posisi dan teknik
menyusui yang tepat, cara menangani masalah-masalah yang muncul saat
menyusui seperti lecet pada puting, ASI tidak keluar dan yang lainnya (49)
2. Periode 0-6 Bulan (180 hari)
Periode ini adalah periode pemberian ASI eksklusif pada bayi yang harus
memperhatikan beberapa hal seperti bayi harus mendapatkan inisiasi menyusu dini
(IMD) segera setelah lahir setidaknya selama satu jam pertama setelah lahir atau
hingga proses menyusu pertama selesai (50). ASI merupakan makanan yang terbaik
35
bagi bayi karena semua nutrisi yang diperlukan bayi ada di ASI. WHO (2012) telah
merekomendasikan pemberian ASI selama 6 bulan sedangkan pemerintah telah
merangkumkannya dalam peraturan tentang ASI eksklusif yang dapat dillihat pada
Undang-undangnomor 13 tahun 2003 pasal 83 tentang ketenagakerjaan, Undang-
undang nomor 36 tahun 2009 pasal 128 tentang kesehatan dan Peraturan
Pemerintahnomor 33 tahun 2012 tentang pemberian ASI (2).
Kelahiran bayi sebaiknya ditolong oleh petugas kesehatan. Pada awal
kelahiran bayi, segera lakukan inisiasi menyusu dini (IMD) dimana bayi diletakkan
di atas dada atau perut ibu dan membiarkan bayi untuk mencari puting ibunya
sendiri dan biarkan kulit bayi bersentuhan dengan kulit ibu. Sebaiknya ibu dan bayi
tetap dirawat bersama (rawat gabung) agar dapat menyusui bayi sesuai dengan
kebutuhannya. IMD sendiri memiliki banyak manfaat diantaranya yaitu bayi
memperoleh kolostrum yang sangat baik untuk daya tahan tubuh bayi, adanya skin
to skin antara tubuh bayi dan ibu membuat suhu tubuh bayi tetap dalam keadaan
normal sehingga bayi merasa lebih nyaman selain itu bayi yang sebelumnya
dilakukan IMD besar kemungkinan berlanjut kepada pemberian ASI eksklusif yang
sangat baik bagi perkembangan fungsi usus, terhindar dari alergi serta tidak
menggangu pertumbuhan bayi. IMD juga sangat membantu mengurangi rasa stres
pada ibu dan meningkatkan ikatan ibu dan anak. Rangsangan yang diberikan oleh
bayi ketika menyusu dapat mempercepat keluarnya ASI (50).
WHO (2012) merekomendasikan memberikan ASI (<1 jam) dan secara
eksklusif selama 6 bulan dan setelah 6 bulan ASI tetap diberikan sampai usia 24
bulan disertai dengan pemberian MP-ASI yang bergizi lengkap, cukup dan
seimbang, aman serta diberikan tepat waktu dan dengan cara yang benar. ASI
merupakan cairan putih yang dihasilkan oleh kelenjar payudara ibu melalui proses
36
menyusui bayi dan merupakan makanan yang telah disiapkan untuk calon bayi
pada periode kehamilan dimana hormon tertentu merangsang payudara untuk
memperbanyak saluran dan kelenjar air susu (2).
Selain ASI yang diberikan untuk bayi, perlu juga diperhatikan gizi ibu
menyusui yang baik akan berpengaruh terhadap kualitas ASI yang diberikan pada
bayi untuk mendukung gerakan 1000 HPK. Hasil penelitian Setiyani (2013)
mengenai hubungan kejadian anemia pada ibu menyusui dengan status gizi bayi
usia 0-6 bulan diketahui sebanyak 60,78% ibu menyusui mengalami anemia dan
dari ibu yang mengalami anemia tersebut 3,23% memiliki bayi dengan kategori
gizi kurang (53).
Hidayati mengungkapkan ibu menyusui perlu diperhatikan kebutuhan air,
kalori, protein serta mineralnya. Seorang ibu menyusui dianjurkan untuk minum 8-
12 gelas, selain itu kalori yang dibutuhkan juga bertambah. Seorang ibu menyusui
memerlukan asupan rata-rata sehari sebanyak 2.700 kkal. Kebutuhan tambahan
asupan kalori sebanyak 500 kkal perhari. Apabila asupan kurang dari yang
direkomendasikan, maka akan berdampak pada penurunan berat badan post partum
(49).
3. Periode 6-24 Bulan (540 hari)
Pada periode ini dimulai pemberian makanan pada bayi selain ASI yang
dilanjutkan sampai anak berusia dua tahun. Pada periode ini sistem pencernaan
sudah relatif sempurna. Pemberian MP-ASI pada periode ini harus dilakukan secara
bertahap, sedikit demi sedikit dan terus bertambah seiring pertambahan usia bayi.
Begitupula dengan konsistensi makanan bayi yang harus dimulai dengan makanan
encer hingga makanan keluarga (51).
37
Masa pemberian pendamping ASI (MP-ASI) yang diperkenalkan haruslah
secara bertahap dari makanan cair, saring lembek, hingga padat. MP-ASI sendiri
sebaiknya dibuat oleh ibu dirumah agar lebih bervariasai, lebih bergizi serta lebih
ekonomis. Menurut WHO (2012) pemberian MP-ASI memiliki arti bahwa ASI saja
tidak lagi mencukupi kebutuhan bayi (2).
Menurut Fikawati beberapa hal yang sebaiknya dilakukan dalam proses
pemberian MP-ASI yaitu tetap memberikan ASI secara on demand (sesuai
kebutuhan bayi), melakukan responsive feeding dan psycososial care,
memperhatikan kondisi nyaman bayi saat memberikan MP-ASI, memperhatikan
kebersihan makanan, konsistensi MP-ASI, jenis dan bahan makanan sesuai
kebutuhan serta kemampuan adaptasi sesuai dengan usia bayi, Meningkatkan
frekuensi makan seiring bertambahnya usia bayi, Memberikan MP-ASI fortifiksi
atau suplementasi vitamin jika terjadi kesenjangan akan kebutuhan zat gizi seperti
halnya vitamin A, B dan zat besi serta meningkatkan konsumsi cairan dan frekuensi
menyusui saat bayi sakit (50).
Menurut Kemensos RI bahwa pada bayi usia 6 bulan sampai 2 tahun hal
yang harus dilakukan ialah pemberian MP-ASI, namun pemberian ASI tetap harus
diberikan, memberikan kapsul vitamin A, melengkapi imunisasi dasar pada bayi
dan memantau pertumbuhan dan perkembangan serta mencegah dan menangani
anak (54).
2.2.9. Proyek Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat (PKGBM)
Proyek Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat (PKGBM) MCA-
Indonesia disebutkan untuk mengurangi anak stunting bertujuan mengurangi dan
mencegah bayi lahir dengan berat badan rendah dan anak stunting, serta
38
kekurangan gizi pada anak-anak. Dalam jangka panjang, proyek diharapkan dapat
meningkatkan pendapatan rumah tangga melalui penghematan biaya kesehatan dan
peningkatan produktivitas (45).
Untuk mencapai tujuan itu, PKGBM melakukan beberapa kegiatan yang
berorientasi pada perbaikan status gizi ibu hamil dan anak, antara lain melalui
peningkatan peran serta masyarakat, perbaikan asupan gizi, pengurangan kasus
diare, meningkatkan ketersediaan makanan bergizi yang terjangkau, serta
meningkatkan kesadaran Pemerintah Indonesia dan masyarakat tentang pentingnya
isu stunting. Proyek ini menggabungkan pendekatan pemberdayaan masyarakat
dengan peningkatan suplai bidang kesehatan. PKGBM juga mengintegrasikan
beberapa kegiatan yang selama ini dilaksanakan secara terpisah, yakni
pemberdayaan masyarakat, perbaikan sanitasi dan perilaku hidup sehat,
peningkatan kapasitas tenaga kesehatan, penyediaan alat kesehatan, pemberian
insentif bagi tenaga kesehatan, pelibatan pihak swasta, serta peningkatan kesadaran
melalui kampanye (45).
Berdasarkan kedua program pemerintah berkaitan dengan pencegahan
stunting pada balita yaitu Gerakan 1000 HPK dan PKGBM ini, maka penelitian ini
dilakukan. Penelitian ini mencoba menerapkan kedua program ini guna mencegah
dini kejadian stunting pada balita. Melalui salah satu program PKGBM yaitu
peningkatan kapasitas tenaga kesehatan, dalam penelitian ini dilakukan
peningkatan kapasitas kader posyandu sebagai salah satu tenaga kesehatan. Melalui
gerakan 1000 HPK, dalam penelitian ini kader diberi edukasi tentang penerapan
gerakan 1000 HPK dalam upaya mencegah dini kejadian stunting pada balita (45).
39
2.3. Landasan Teori
Stunting berkaitan denan status gizi merupakan keadaan tubuh yang
seimbang antara asupan zat gizi dengan kebutuhan. Ketersediaan gizi pada tingkat
seluler dibutuhkan untuk pertumbuhan, pemeliharaan dan menjalankan fungsi
tubuh. Status gizi kurang pada dasarnya disebabkan oleh interaksi antara asupan
gizi yang tidak seimbang dan penyakit infeksi. Menurut United Nations Children’s
Fund (UNICEF), masalah gizi disebabkan berbagai faktor baik langsung (makanan
tidak seimbang dan penyakit infeksi) maupun tidak langsung meliputi pola asuh
(pola asuh makan dan pola asuh kesehatan). Pola asuh makan dapat berupa sikap
dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam memberikan makan. Pola asuh
kesehatan dan pola asuh diri sebagai sikap dan tindakan ibu terhadap kondisi
lingkungan anak, meliputi: kebersihan dan sanitasi lingkungan, perawatan balita
dalam keadaan sehat maupun sakit (13).
Perilaku kesehatan sekaligus dapat memperkuat teori kejadian stunting
berkaitan dengan status gizi, maka Laurence W. Green mencetuskan teori perilaku
menyatakan perilaku kesehatan dipengaruhi oleh 3 faktor utama yaitu:
1. Faktor predisposisi (predisposing factors), yaitu: faktor pencetus timbulnya
perilaku seperti: umur, pengetahuan, pengalaman, pendidikan, sikap,
kepercayaan, keyakinan, paritas, dan lain sebagainya.
2. Faktor pendukung (enabling factors) yaitu: faktor yang mendukung timbulnya
perilaku seperti lingkungan fisik, dana dan sumber-sumber yang ada di
masyarakat.
3. Faktor pendorong (reinforcing factors) yaitu: faktor-faktor yang memperkuat
atau mendorong seseorang untuk berperilaku yang berasal dari orang lain
40
misalnya : peraturan dan kebijakan pemerintah, petugas kesehatan, tokoh
masyakarat/agama maupun dari pihak keluarga (14).
Berdasarkan teori UNICEF (1998) dan Green (2005), maka dapat dijelaskan
faktor penyebab stunting pada balita yaitu:
1. Umur
Menurut Anwar usia Ibu 35 tahun termasuk dalam rawan hamil dengan
kehamilan beresiko tinggi. Usia Ibu hamil di bawah 20 tahun beresiko melahirkan
bayi dengan BBLR yang dapat menyebabkan stunting (gangguan gizi) sehingga
menghambat pertumbuhan anak. Hal ini disebabkan organ reproduksi di usia
tersebut seperti rahim belum cukup matang untuk menganggung beban kehamilan
dan kemungkinan komplikasi seperti terjadinya keracunan kehamilan atau
preeklamsi dan plasenta previa yang dapat menyebabkan perdarahan selama
persalinan selain itu pada usia ini biasanya karena belum siap ibu secara psikis
maupun fisik (55).
Penelitian Khotimah (2014) mengatakan bahwa berdasarkan uji statistik
menggunakanj Chi Square pada α = 0,05 didapatkan nilai p sebesar 0,000 (p < α)
yang berarti bahwa secara statistik terdapat hubungan yang bermakna antara umur
ibu dengan kejadian gizi buruk pada balita di Puskesmas Cikulur. Hal ini dapat
dikatakan bahwa ibu yang berusia muda dapat mencegah terjadinya gizi buruk pada
balitanya. Dengan kata lain bahwa ibu yang berumur tua (≥35 tahun) beresiko
hampir 11 kali lebih besar untuk memiliki balita dengan gizi buruk (56).
41
2. Umur menikah
Pernikahan dini menurut WHO adalah pernikahan sebelum usia 18 tahun,
yang berlaku baik bagi anak laki-laki maupun perempuan, tetapi kenyatannya lebih
umum terjadi pada anak perempuan (57). Pernikahan dini dapat berdampak buruk
terhadap kesehatan ibu dan balita. Salah satu dampaknya adalah terganggunya
organ reproduksi pada ibu dan apabila terjadi kehamilan, merupakan kehamilan
yang berisiko.1 Selain itu dapat juga berakibat pada anak yang dilahirkannya. Anak
yang lahir dari ibu yang menikah dini memiliki kesempatan hidup yang rendah dan
lebih besar memiliki masalah gizi pada anaknya seperti pendek, kurus, dan gizi
buruk (58).
3. Suku bangsa
Indonesia adalah negara yang mempunyai ragam budaya dan adat istiadat.
Keragaman dan keunikan budaya yang dimiliki suatu etnis masyarakat tertentu
merupakan wujud dari gagasan, rasa, tindakan, dan karya yang turut membentuk
karater fisik pada makanan (menu, pola dan bahan dasar makanan) (62). Adat
istiadat dan kebudayaan yang sudah mengakar memberi pengaruh yang besar pada
perilaku dan kebiasaan hidup mereka, termasuk kebiasaan makan dan pola makan
sehari-hari Jenis bahan dan menu makanan yang dikonsumsi, waktu makan,
frekuensi makan, tujuan makan, hingga jenis bahan makanan yang ditabukan
masyarakat Suku Sasak sangat dipengaruhi adat dan budayanya. Hal serupa
diberlakukan kepada anak pada 1.000 hari pertama kehidupannya (59).
42
4. Pendidikan
Orang tua terutama ibu yang mendapatkan pendidikan lebih tinggi dapat
melakukan perawatan anak dengan lebih baik daripada orang tua dengan
pendidikan rendah. Orang tua dengan pendidikan yang lebih rendah lebih banyak
berasal dari keluarga yang sosial ekonominya rendah sehingga diharapkan
pemerintah meningkatkan akses pendidikan untuk keluarga dengan sosial ekonomi
yang kurang (60).
Penelitian Ramli, et al. (2009) di Maluku di mana pendidikan ayah tidak
berhubungan dengan kejadian stunting sedangkan pendidikan ibu berhubungan
secara signifikan dengan kejadian stunting pada balita. Hal ini bisa disebabkan
karena peran pengasuhan lebih besar dilakukan oleh ibu sedangkan ayah lebih
banyak bekerja sehingga waktu dengan anaknya akan lebih berkurang (61).
5. Pekerjaan
Pekerjaan adalah kegiatan yang dilakukan sehari-harinya dan sebagai
imbalannya mendapatkan upah atau tidak. Lingkungan pekerjaan dapat membuat
seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan, baik secara langsung maupun
tidak langsung(62). Ibu-ibu yang bekerja dari pagi hingga sore tidak memiliki
waktu yang cukup bagi anak-anak dan keluarga. Dalam hal ini ibu mempunyai
peran ganda yaitu sebagai ibu rumah tangga dan wanita pekerja. Walaupun
demikian, ibu harus dituntut tanggung jawabnya kepada suami dan anak-anaknya,
khususnya memelihara anak. Keadaan yang demikian dapat memengaruhi keadaan
gizi keluarga khususnya anak balita. Ibu-ibu yang bekerja tidak mempunyai waktu
43
yang cukup untuk memperhatikan makanan anak yang sesuai dengan kebutuhan
dan kecukupan serta kurang perhatian dan pengasuhan kepada anak (63).
6. Pendapatan
Meningkatnya taraf hidup (kesejahteraan) masyarakat, pengaruh promosi
iklan, serta kemudahan informasi, dapat menyebabkan perubahan gaya hidup dan
timbulnya kebutuhan psikogenik baru dikalangan masyarakat ekonomi menengah
ke atas. Tingginya pendapatan yang tidak diimbangi dengan pengetahuan gizi yang
cukup, akan menyebabkan seseorang menjadi sangat konsumtif dalam pola
makannya sehari–hari, sehingga pemilihan suatu bahan makanan lebih didasarkan
pada pertimbangan selera dibandingkan dari aspek gizi (64).
7. Pengetahuan
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam
membentuk perilaku atau tindakan seseorang. Tingkat pengetahuan seseorang
memiliki hubungan yang positif terhadap tingkah laku yang dilakukannya, berarti
semakin kurang pengetahuan seseorang. Hal ini didukung oleh teori Green yang
mengatakan bahwa perilaku seseorang dipengaruhi oleh faktor di antaranya adalah
pengetahuan (65).
8. Sikap
Sikap merupakan predisposisi tindakan suatu objek, dan sikap itu masih
merupakan reaksi tertutup dan memiliki 3 komponen pokok yaitu kepercayaan,
emosional dan kecenderungan untuk bertindak. Dalam penentuan sikap yang utuh
emosional memegang peranan penting. Ini sama halnya dengan hasil penelitian
yang dilakukan peneliti, karena faktor eksteren dan intern salah satunya
44
pengalaman, maka seseorang tersebut akan cenderung melakukan hal yang ke arah
positif untuk menghindari akibat yang negatif (66).
9. Pemberian makanan
Makanan yang beranekaragam sangat bermanfaat bagi kesehatan. Makanan
yang beraneka ragam yaitu makanan yang mengandung unsur-unsur zat gizi yang
diperlukan tubuh baik kualitas maupun kuantitasnya, dalam pelajaran ilmu gizi
biasa disebut triguna makanan yaitu, makanan yang mengandung zat tenaga,
pembangun dan zat pengatur.Makanan sumber zat pembangun yang berasal dari
bahan makanan nabati adalah kacang-kacangan, tempe, tahu. Sedangkan yang
berasal dari hewan adalah telur, ikan, ayam, daging, susu serta hasil olahan, seperti
keju. Zat pembangun berperan sangat penting untuk pertumbuhan dan
perkembangan kecerdasan seseorang. Makanan sumber zat pengatur adalah semua
sayur-sayuran dan buah-buahan. Makanan ini mengandung berbagai vitamin dan
mineral, yang berperan untuk melancarkan bekerjanya fungsi organ-organ tubuh
(67).
10.Kebiasaan makanan
Orang tua mempunyai peranan penting dalam membetuk kebiasaan makan
pada remaja. Pola makan keluarga sehari–hari terkait dengan budaya makan dalam
keluarga, contohnya orang tua yang berasal dari Sumatera Barat lebihmenyajikan
makanan tinggi lemak dan kurang serat (68).
Buah sayur memiliki kalori yang rendah dan merupakan sumber serat dan
mikronutrien seperti vitamin dan mineral (69). Sayur-sayuran dan buah-buahan
juga merupakan sumber serat pangan yang mudah ditemukan dalam bahan pangan
45
dan hampir selalu terdapat pada hidangan sehari-hari, baik dalam keadaan mentah
(lalapan sehat) atau setelah diolah menjadi berbagai macam bentuk masakan (70).
11. Praktek kesehatan
Status kesehatan merupakan salah satu aspek pola asuh yang dapat memengaruhi
status gizi anak kearah membaik. Status kesehatan adalah hal-hal yang dilakukan
untuk menjaga status gizi anak, menjauhkan dan menghindarkan penyakit serta
yang dapat menyebabkan turunnya keadaan kesehatan anak (71).
Penelitian dengan metode kualitatif yang dilakukan oleh Sihotang (2012)
pada Keluarga Mandah di Kecamatan Pauh Kabupaten Sarolangun Jambi, dari hasil
wawancara yang semua balita jarang dibawa ke posyandu ataupun ke fasilitas
kesehatan lainnya. Ada beberapa alasan yang membuat balita tersebut jarang
dibawa ke posyandu yaitu sebagai berikut: pertama adalah akses ke sarana
pelayanan kesehatan. Keberadaan lokasi mandah membuat keluarga kesulitan
untuk sewaktu-waktu keluar untuk sekadar membawa balita mereka menimbang ke
posyandu (72).
46
Gambar 2.3 Modifikasi Faktor Penyebab Stunting Teori
UNICEF, 1998 (14) dan Green, 2005 (15)
Stunting
Penyebab langsung:
1. Makan tidak
seimbang (Penyakit (UNICEF, 1998)
Penyebab tidak langsung:
1. Ketersediaan & pola
konsumsi rumah tangga
2. Pola asuh anak,
pemberian ASI/ MP-
ASI, psikososial, penyediaan MP-ASI,
kebersihan dan
sanitasi 3. Pelayanan kesehatan
dan kesehatan
lingkungan
Kurang Gizi (Status Gizi)
Faktor pendukung : 1. Lingkungan fisik
2. Dana
3. Sumber-sumber
yang ada
Faktor pendorong :
1. undang-undang dan peraturan
pemerintah
2. Petugas kesehatan
3. Keluarga 4. Tokoh Masyarakat/
agama
Faktor predisposisi :
1. Umur 2. Pengetahuan
3. Pengalaman
4. Pendidikan
5. Sikap 6. Kepercayaan,
keyakinan
7. dan lain sebagainya
Perilaku Kesehatan)
47
2.4. Kerangka Konsep
Dalam penelitian ini, konsep shunting yang berkaitan dengan faktor-faktor
yang berhubungan dengan bagan kerangka konsep penelitian sebagai berkikut:
Variabel Bebas Variabel Terikat
Gambar 2.4 Kerangka Konsep Penelitian
Variabel independen dalam penelitian ini terdiri dari faktor umur ibu, umur
menikah, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, pengetahuan, sikap, pemberian
makanan, kebiasaan makan, dan praktek kesehatan) sebagai variabel independen
dan variabel dependen yaitu stunting.
2.5. Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka hipotesis yang
diajukan ini adalah:
1) Ada hubungan faktor resiko umur ibu dengan stunting di Puskesmas Gunung
Meriah Kabupaten Aceh Singkil Provinsi Aceh Tahun 2019.
2) Ada hubungan faktor resiko umur menikah dengan stunting di Puskesmas
Gunung Meriah Kabupaten Aceh Singkil Provinsi Aceh Tahun 2019.
Faktor yang Memengaruhi :
1. Umur
2. Umur menikah
3. Suku bangsa
4. Pendidikan
5. Pekerjaan
6. Pendapatan
7. Pengetahuan
8. Sikap
9. Pemberian makanan
10.Kebiasaan makan
11.Praktek kesehatan
Stunting
48
3) Ada hubungan faktor resiko suku bangsa dengan stunting di Puskesmas
Gunung Meriah Kabupaten Aceh Singkil Provinsi Aceh Tahun 2019.
4) Ada hubungan faktor resiko pendidikan ibu dengan stunting di Puskesmas
Gunung Meriah Kabupaten Aceh Singkil Provinsi Aceh Tahun 2019.
5) Ada hubungan faktor resiko pekerjaan ibu dengan stunting di Puskesmas
Gunung Meriah Kabupaten Aceh Singkil Provinsi Aceh Tahun 2019.
6) Ada hubungan faktor resiko pendapatan keluarga dengan stunting di Puskesmas
Gunung Meriah Kabupaten Aceh Singkil Provinsi Aceh Tahun 2019.
7) Ada hubungan faktor resiko pengetahuan ibu dengan stunting di Puskesmas
Gunung Meriah Kabupaten Aceh Singkil Provinsi Aceh Tahun 2019.
8) Ada hubungan faktor resiko sikap ibu dengan stunting di Puskesmas Gunung
Meriah Kabupaten Aceh Singkil Provinsi Aceh Tahun 2019.
9) Ada pengaruh faktor resiko pemberian makanan dengan stunting di Puskesmas
Gunung Meriah Kabupaten Aceh Singkil Provinsi Aceh Tahun 2019.
10) Ada pengaruh faktor resiko kebiasaan makan dengan stunting di Puskesmas
Gunung Meriah Kabupaten Aceh Singkil Provinsi Aceh Tahun 2019.
11) Ada hubungan faktor resiko praktek kesehatan dengan stunting di Puskesmas
Gunung Meriah Kabupaten Aceh Singkil Provinsi Aceh Tahun 2019.
49
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah mixed methods research dengan
pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Penggunaan ke dua metode ini dipandang
lebih memberikan pemahaman yang lebih lengkap tentang masalah penelitian dari
pada penggunaan salah satu di antaranya. Mixed method dalam penelitian ini adalah
Sequential Explanatory Mixed Method yang bertujuan agar data kualitatif
membantu memberikan gagasan yang lebih mendalam dan lebih banyak untuk hasil
kuantitatif. Pendekatan kualitatif dalam penelitian adalah fenomenologi (73).
Peneliti ingin memahami faktor yang berhubungan dengan stunting.
Pendekatan kuantitatif menggunakan desain Case Control dengan memilih
kasus yang penderita stunting pada balita usia 12-36 bulan dan kontrol yang tidak
menderita stunting pada balita usia 12-36 bulan. Penelitian dimulai dengan
mengidentifikasi balita menderita stunting (retrospektif) melalui survei dan
mengukur secara langsung tinggi badan dan berat badan menggunakan alat
timbangan/microtoa. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor umur, umur
menikah, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, pengetahuan, sikap, pemberian
makan, kebiasaan makan dan praktek kesehatan yang berhubungan dengan stunting
pada balita usia 12-36 bulan di Puskesmas Gunung Meriah Kabupaten Aceh
Singkil.
50
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Gunung Meriah. Alasan
pemilihan lokasi ini disebabkan jumlah balita stunting tahun 2018 sebanyak 176
orang balita dengan rincian 1-12 bulan yaitu 29 orang, >12-36 bulan 91 orang dan
> 36-60 bulan 56 orang.
3.2.2. Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan sejak bulan Juli 2018 sampai dengan Februari 2019.
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1. Populasi Penelitian
Populasi adalah seluruh ibu mempunyai balita stunting usia 12-36 bulan
sebanyak 91 orang. Usia balita tersebut lebih banyak menderita stunting.
3.3.2. Sampel Penelitian
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut.
1. Sampel untuk pendekatan kuantitatif
Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah seluruh ibu memiliki balita
stunting berusia 12-36 bulan sebanyak 91 orang (total population). Untuk
memperoleh pembanding dalam objek yang diteliti, maka dilakukan pengambilan
sampel kontrol dengan perbandingan 1:1, sehingga jumlah sampel kontrol
sebanyak 91 orang balita tidak menderita stunting, maka jumlah seluruh sampel
adalah 182. Teknik pengambilan sampel kontrol dilakukan maching pada umur dan
jenis kelamin dengan sampel kasus dengan tempat tinggal tidak berjauhan dari
51
sampel kasus. Untuk mengetahui kesedian ibu menjadi responden, peneliti
menyerahkan informed consent untuk diisi sebagai kerelaan menjadi subjek
penelitian.
2. Informan untuk pendekatan kualitatif
Informan kunci dalam penelitian ini adalah sebanyak 3 orang ibu
mempunyai balita stunting. Alasan pengambilan sampel sebanyak 3 orang karena
balita stunting adalah homogen karena memiliki gejala dan tanda dan penyebab
penyakit yang sama disebabkan defisiensi gizi dalam waktu yang lama. Kemudian
informan utama sebanyak 1 orang petugas gizi dan 1 orang bidan Desa Silulusan
yang paling banyak balita menderita stunting.
3.4. Metode Pengumpulan Data
3.4.1. Jenis Data
Data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari 3 (tiga) jenis
yaitu data primer, data sekunder, dan data tertsier.
1) Data Primer
Data primer merupakan data yang dikumpulkan sendiri oleh perorangan/ suatu
organisasi secara langsung dari obyek yang diteliti dan untuk kepentingan studi
ini diperoleh melalui interview (wawancara), kuesioner, pemeriksaan
laboratorium.
2) Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh atau dikumpulkan berupa data
dokumentasi dan arsip-arsip resmi yang mendukung data primer serta peraturan
pemerintah yang berkaitan dengan penelitian ini.
52
3) Data Tertier
Data tertier merupakan data yang diperoleh dari berbagai referensi yang sangat
valid seperti jurnal, text book, hasil penelitian yang sudah dipublikasikan.
3.4.2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
kuantitatif dan kualitatif.
1. Kuantitatif, meliputi:
a. Data primer diperoleh dari kuesioner yang diisi responden berupa data
tentang umur ibu, umur menikah suku bangsa, tinggi badan balita, berat
badan balita, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, jumlah anak, pendapatan
keluarga, pengetahuan, sikap, pemberian makan, kebiasaan makan dan
praktek kesehatan.
b. Data sekunder diperoleh dari penelusuran dokumen/ laporan Puskesmas
Gunung Meriah.
c. Data tertier diperoleh melalui studi kepustakaan yaitu jurnal yang
terpublikasikan, sumber dari internet seperti, Keputusan Menteri Kesehatan,
dan Peraturan Pemerintah serta Undang-undang.
2. Kualitatif
Metode pengumpulan data dilakukan dengan mewawancarai secara mendalam
kepada informan yang mewakili ibu yang lain dengan menggunakan pedoman
wawancara. Kegiatan wawancara direkam menggunakan alat perekam dan
hasil rekaman dituliskan berbentuk verbatin.
53
3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas
Uji validitas dan reliabilitas kuesioner sebagai instrument pengumpulan
data dilakukan sebelum penelitian dilaksanakan. Validitas merupakan sejauh mana
alat ukur (pengukuran, tes, instrumen) mengukur apa yang memang sesungguhnya
hendak diukur. Kuesioner yang valid adalah apabila nilai rhitung lebih besar dari nilai
rtabel dengan menggunakan korelasi product moment (74).
Hasil uji validitas pada 20 orang ibu memiliki balita stunting di Puskesmas
Simpang Kanan Kabupaten Aceh diketahui bahwa nilai Corrected Item-Total
Correlation setiap kuesioner variabel bebas yaitu pengetahuan, sikap, pemberian
makan, kebiasaan makan dan praktek kesehatan lebih besar r tabel yaitu (0,468).
Hal ini berarti setiap kuesioner penelitian dapat diasumsikan valid atau layak
dijadikan sebagai instrumen dalam pengumpulan data penelitian (Lampiran 3).
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana pengukuran
individu-induvidu pada situasi-situasi yang berbeda memberikan hasil yang sama.
Uji reliabilitas digunakan untuk mengukur konsistens alat ukur, apakah alat
pengukur yang digunakan dapat diandalkan dan tetap konsisten jika pengukuran
tersebut diulang dengan menggunakan metode Cronbach’s Alpha. Apabila nilai
Cronbach’s Alpha yang diperoleh lebih besar dari r Cronbach’s Alpha tabel, maka
dinyatakan reliabel. Nilai rCronbach’s Alpha tabel untuk reliabilitas adalah 0,700 (74).
Hasil uji reliabilitas variabel penelitian mempunyai nilai Alpha Cronbach
lebih besar dari 0,700. Artinya variabel penelitian diasumsikan reliabel atau
dipercaya. Kuesioner layak dijadikan sebagai instrumen data pengumpulan data
penelitian. Nilai Alpha Cronbach variabel penelitian disajikan pada tabel berikut.
54
Tabel 3.1 Hasil Uji Reliabilitas
No. Variabel Penelitian Nilai Alpha Cronbach
1 Pengetahuan 0,951
2 Sikap 0,944
3. Pemberian makanan 0,955
4. Kebiasaan makan 0,960
5. Praktek kesehatan 0,962
3.5. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
3.5.1. Variabel Penelitian
Variabel penelitian terdiri dari vairabel independen (bebas) terdiri dari
faktor umur, umur menikah, suku bangsa pendidikan, pekerjaan, pendapatan,
pengetahuan, sikap, pemberian makan, kebiasaan makana, praktek kesehatan.
Sedangkan variabel dependen (terikat) yaitu stunting.
3.5.2. Definisi Operasional
1) Umur ibu adalah lama hidup ibu dari balita stunting dihitung sejak lahir sampai
penelitian ini dilakukan berdasarkan usia reproduksi.
2) Umur menikah ibu adalah waktu melangsungkan perkawinan berdasarkan usia
reproduksi .
3) Suku bangsa ibu adalah garis keturunan yang diwariskan dari orangtua.
4) Pendidikan ibu adalah latar belakang pendidikan formal yang pernah
ditamatkan ibu dari balita.
5) Pekerjaan ibu adalah aktivitas rutin yang dilakukan ibu dari balita untuk
memperoleh uang untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
55
6) Pendapatan keluarga adalah jumlah yang diterima keluarga atas imbalan dari
hasil jerih payah bekerja selama satu bulan dalam bentuk uang untuk memenuhi
kebutuhan keluarga sehari-hari berdasarkan Upah Miminum Provinsi Aceh
yaitu Rp. 2.500.000,-
7) Pengetahuan gizi adalah segala yang diketahui ibu dari balita tentang gizi
meliputi pengertian gizi, jenis dan syarat makanan baik, cara/frekuensi
pemberian makanan, dampak kekurangan gizi, dan kebiasaan cuci tangan dan
jajanan.
8) Sikap adalah penilaian atau respons ibu dari balita ibu tentang gizi pada balita
meliputi konsumsi gizi pada hamil, pemberian inisiasi menyusu dini, ASI
eksklusif, prakek makanan, imunisasi dan kesehatan.
9) Pemberian makan adalah tindakan ibu dari balita dalam memberikan makanan
yang diterapkan pada anak yang berkaitan dengan menu seimbangan, jenis
makanan, pola makan, makanan tambahan/jajanan, dan bahan makanan,
10) Kebiasaan makan adalah upaya atau tindakan ibu memberikan makanan kepada
balita dengan indiktor sarapan pagi, minum susu, buah, makanan selingan,
jajan, pola asuh makan, makanan beragam, dan kebersihan diri.
11) Praktek kesehatan adalah tindakan yang dilakukan ibu dari balita untuk
menjaga kesehatan balita dengan melakukan praktek kebersihan dan sanitasi
lingkungan serta perawatan anak balita dalam keadaan sakit seperti mencari
pelayanan kesehatan.
56
3.6. Metode Pengukuran
Metode pengukuran terhadap variabel penelitian seperti pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2 Pengukuran Variabel Penelitian
Variabel Jumlah
Pertanyaan
Alternatif
jawaban
Bobot
Nilai Skor Value
Jenis Skala Ukur
Variabel
Indepen
den
Umur Kuesioner 1
2
1
a. Reproduksi
kurang
berisiko 20-
35 tahun
b. Reproduksi
berisiko < 20
atau >35 tahun
Ordinal
Umur
Menikah Kuesioner 1
2
1
a. Reproduksi
kurang
berisiko 20-
35 tahun
b. Reproduksi
berisiko < 20
atau >35 tahun
Ordinal
Suku
Bangsa Kuesioner 1
2
1
a. Aceh
b. Bukan Aceh
Nominal
Pendidikan Kuesioner 1
2
1
a. Tinggi (≥
SMA)
b. Rendah (<
SMA)
Ordinal
Pekerjaan Kuesioner 1
2
1
a. Bekerja
b. Tidak
Bekerja
Nominal
Pendapatan Kuesioner 1
2
1
a. Tinggi (≥
UMP Rp. 2,5
juta)
b. Rendah (<
UMP Rp. 2,5
juta)
Ordinal
Pengeta
huan
Kuesioner
13
a. Benar
b. Salah
2
1
20-26
13-19
a. Baik
b. Kurang
Nominal
Sikap Kuesioner
15
a. Setuju
b. Tidak
setuju
2
1
23-30
15-22
a. Positif
b. Negatif
Nominal
57
Tabel 3.2 (Lanjutan)
Variabel Jumlah
Pertanyaan
Alternatif
jawaban
Bobot
Nilai Skor Value
Jenis Skala Ukur
Pemberian
makan
Kuesioner
15
a. ya
b. Tidak
2
1
23-30
15-22
a. Baik
b. Tidak Baik
Nominal
Kebiasaan
makan
Kuesioner
10
a. ya
b. Tidak
2
1
16-20
10-15
a. Baik
b. Tidak Baik
Nominal
Praktek
kesehatan
Kuesioner
15 a. ya
b. Tidak
2
1
23-30
15-22
a. Baik
b. Tidak Baik
Nominal
Variabel
Dependen
Stunting Hasil
pengukuran
TB/U
Timbangan/
Microtoa
2
1
2
1
a.Tidak Stunting
(-2 SD s/d 2
SD
b. Stunting (<-2
SD)
Nominal
3.7. Metode Pengolahan Data
Menurut Muhammad bahwa data yang terkumpul diolah dengan cara
komputerisasi dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Collecting
Mengumpulkan data yang berasal dari kuesioner. angket maupun obervasi.
2. Checking
Dilakukan dengan memeriksa kelengkapan jawaban kuesioner atau lembar
observasi dengan tujuan agar data diolah secara benar sehingga pengolahan
data memberikan hasil yang valid.
3. Coding
Pada langkah ini penulis melakukan pemberian kode pada variable-variabel
yang diteliti, misalnya nama responden dirubah menjadi nomor 1, 2, 3, …,42.
58
4. Entering
Data entry, yakni jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang masih
dalam bentuk “kode” (angka atau huruf) dimasukkan ke dalam aplikasi SPSS.
5. Data Processing
Semua data yang telah di input ke dalam aplikasi komputer akan diolah sesuai
dengan kebutuhan dari penelitian (75).
3.9. Analisis Data
Analisis pengolahan data pada penelitian ini dibagi menjadi:
1. Analisis data kuantitatif
a. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan dengan mendeskripsikan distribusi frekuensi
dari masing-masing variabel yang diteliti yaitu umur, pendidikan,
pekerjaan, pendapatan, pengetahuan, sikap, pemberian makan, dan praktek
kesehatan serta stunting dengan ukuran persentase dan proporsi.
b. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan dengan menganalisis hubungan variabel
independen yaitu umur, umur menikah, pendidikan, pekerjaan, pendapatan,
pengetahuan, sikap, pemberian makan, kebiasaan makan dan praktek
kesehatan dengan variabel dependen yaitu stunting menggunakan uji chi
square karena variabel independen dengan variabel dependen merupakan
data kategorik 2x2. Batas kemaknaan dalam uji ini adalah 0.05, apabila nilai
p<0.05 maka hasil perhitungan statistik bermakna atau ada hubungan antara
59
variabel independen dengan variabel dependen. Untuk mengetahui ukuran
risiko digunakan Odds Ratio (OR) dengan Confidence Interval (CI) 95%.
Odds Ratio pada studi kasus kontrol dengan matching ini dihitung dengan
mengabaikan sel a karena baik kasus maupun kontrol mengalami faktor
risiko, dan mengabaikan sel d karena baik kasus maupun kontrol tidak
mengalami faktor risiko. Perhitungan Ratio Odds (OR) = b/c. Interpretasi
nilai OR, yakni nilai OR lebih dari 1 menunjukan bahwa faktor yang diteliti
memang merupakan faktor risiko, bila OR = 1 atau mencakup angka 1
berarti bukan merupakan faktor risiko, dan bila kurang dari 1 merupakan
faktor protektif.
c. Analisis Multivariat
Analisis multivariat digunakan untuk mengetahui kekuatan hubungan
variabel independen dengan variabel dependen dan menentukan faktor
mana yang paling dominan berhubungan dengan variabel dependen.
Variabel independen yang dimasukkan ke dalam model multivariat bila
nilai p>0,25 berdasarkan hasil uji bivariat. Variabel independen dan
variabel dependen dalam penelitian ini bersifat kategorik, sehingga uji
statistik yang digunakan adalah regresi logistik berganda. Persamaan regresi
logistik berganda yang diacu yaitu:
f (z) = ).........................( 111122111
1XXXe
Keterangan:
f (sh) = Probabilitas stunting
α = Konstanta
60
β1-βi = Koefisien regresi
X1 = Umur
X2 = Umur Menikah
X3 = Suku Bangsa
X4 = Pendidikan
X5 = Pekerjaan
X6 = Pendapatan
X7 = Pengetahuan
X8 = Sikap
X9 = Pemberian Makan
X11 = Kebiasaan Makan
X11 = Praktek Kesehatan
2. Analisis Data Kualitatif
Menurut Miles dan Hubernas dalam Sugiyono bahwa data kualitatif
diperoleh dari data reduction, data display dan conclusion drawing/verification.
Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan,
pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis
di lapangan. Proses ini berlangsung terus menerus selama penelitian ini
berlangsung. Setelah menganalisis data, kemudian dilanjutkan dengan keabsahan
data yaitu dengan cara triangulasi. Triangulasi adalah membandingkan informasi
dari informan yang satu dengan informan lainnya sehingga informasi yang
diperoleh kebenarannya. Selanjutnya, melakukan keabsahan data (75).
61
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Puskesmas Gunung Meriah Kabupaten Aceh Singkil
4.1.1. Geografi
Kecamatan Gunung Meriah secara geografis luas wilayah 215 Km2. terbagi
dalam 2 kemukiman dan 25 kampong. Batas wilayah Sebelah utara berbatas
dengan Singkohor, sebelah Selatan berbatasan dengan Singkil Utara, dan sebelah
Barat berbatasan dengan Kota Baharu, Sebelah Timur berbatas dengan Simpang
Kanan.
4.1.2. Kependudukan
Penduduk di wilayah kerja Puskesmas Gunung Meriah pada Tahun 2018
berjumlah 38.514 jiwa terdiri dari 19.813 jiwa laki-laki, 18.701 jiwa perempuan
dengan rasio pertumbuhan penduduk 1,05 dan 9.763 Kepala Keluarga.. Jumlah
penduduk berdasarkan suku bangsa didominasi suku Jawa 9.763 jiwa, dan Dairi
8.356 jiwa, Singkil 9.824 jiwa, Aceh 1.287 jiwa, Minang 102 jiwa dan lainnya
1.613 jiwa. Jumlah penduduk menurut mata pencaharian lebih banyak bekerja
sebagai pekerja di perkebunan 1.372 jiwa, pertanian 276 jiwa, PNS,/Polri/TNI 168
jiwa dan peternakan 63 jiwa dan perikanan 45 jiwa, dan lainnya.
62
4.1.3. Kesehatan
Derajat kesehatan masyarakat diselenggarakan upaya kesehatan yang
terpadu menyeluruh dalam bentuk upaya kesehatan masyarakat dan upaya
kesehatan perorangan. Unsur upaya kesehatan masyarakat meliputi Promosi
kesehatan, pemeliharaan kesehatan, pemberantasan penyakit menular, pencegahan
dan pengendalian penyakit tidak menular, penyehatan lingkungan dan penyediaan
sanitasi dasar, perbaikan gizi masyarakat, pelayanan kesehatan jiwa, pengamanan
persediaan farmasi dan alat kesehatan, pengamanan penggunaan zat aditif dalam
makanan dan minuman, pengamanan narkotika, psikotropika, zat aditif dan bahan
berbahaya serta penanggulangan bencana dan bantuan kemanusiaan.
Upaya kesehatan perorangan mencakup upaya promosi kesehatan,
pengobatan penyakit, pelayanan rawat jalan, pembatasan dan pemulihan kecacatan
yang ditujukan terhadap perorangan. Factor utama penentu derajat kesehatan
masyarakat adalah perilaku, lingkungan, pelayanan kesehatan dan keturunan.
Upaya penyelenggaraan program kesehatan diarahkan untuk meningkatkan mutu
dan keterjangkauan pelayanan kesehatan untuk seluruh masyarakat dalam rangka
meningkatkan status kesehatan masyarakat, khususnya pada kelompok rentan yaitu
bayi, anak balita, remaja, ibu hamil, ibu menyusui dan lansia.
63
4.2. Gambaran Umum Proses Penelitian
Penelitian dilakukan dimulai dari penelitian kuantitatif dengan
menyebarkan kuesioner kepada ibu memiliki anak stunting berumur 12-36 bulan
pada tanggal 15 Januari sampai dengan 15 Februari 2019. Pada saat pengumpulan
data kuantitatif, peneliti juga melakukan wawancara kepada informan yaitu ibu
memiliki anak stnnting berumur 12-36. Pengumpulan data kualitatif dimulai 1
sampai dengan 10 Februari 2019 di wilayah kerja Puskesmas Gunurng Meriah.
Pengumpulan data kualitatif diperoleh dari informan menggunakan metode indepth
interview (wawancara mendalam). Pemilihan subjek penelitian dilakukan dengan
menemukan informan terlebih dahulu yang sudah diketahui sebelumnya oleh
peneliti. Peneliti mendatangi masing-masing informan dan memulai perkenalan dan
memberikan penjelasan mengenai tujuan dari kunjungan peneliti. Sebelum
dilakukan wawancaran mendalam dengan informan, peneliti sering berkunjung ke
rumah informan untuk menjalin keakraban. Pada kesempatan tersebut dapat
membangunan kepercayaan antara peneliti dan informan sehingga diharapkan
informan dapat memberikan informasi secara terbuka.
Pengumpulan data kuantitatif didapatkan dengan menyebarkan kuesioner
kepada sampel yang telah ditentukan untuk selanjutnya diolah berdasarkan
kebutuhan penelitian.
64
4.3. Analisis Data Penelitian Kuantitatif
4.3.1. Analisis Univariat
Penelitian ini menggunakan case control dengan mengambil sampel kasus
(balita stunting) sebanyak 91 orang dan kontrol (balita tidak menderita stunting
pada usia 12-36 bulan sebanyak 91 orang. Hasil penelitian diperoleh anak balita
stunting lebih berumur antara 12-24 bulan yaitu 67 orang (73,6%) dan 25-36 bulan
yaitu 24 orang (26,4%) serta perempuan 52 orang (57,1%), selebihnya laki-laki 39
orang (42,9%). Karakteristik balita stunting dipasangkan (matching) dengan umur
dan jenis kelamin pada balita tidak stunting.
4.3.2. Variabel Penelitian
Variabel penelitian terdiri dari variabel bebas dan variabel terikat. Variabel
bebas meliputi umur, umur menikah, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan,
pendapatan, pengetahuan, sikap, pemberian makan, kebiasaan makan dan praktek
kesehatan. Variabel terikatnya adalah stunting.
1. Umur
Ibu memiliki balita usia 12-36 bulan diketahui lebih banyak berumur
reproduksi kuramg berisiko antara 20-35 tahun tahun 144 orang (79,1%) dan
selebihnya umur reproduksi berisiko antara < 20 atau >35 tahun 38 orang (20,9%).
65
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Umur Ibu di Wilayah Kerja Puskesmas
Gunung Meriah Tahun 2019
No. Umur n %
1. Reproduksi berisiko < 20 atau
>35 tahun 38 20,9
2. Reproduksi kurang berisiko 20-
35 tahun 144 79,1
Total 182 100,0
2. Umur menikah
Ibu mamiliki balita usia 12-36 bulan diketahui lebih banyak umur menikah
tergolong reproduksi kuramg berisiko antara 20-35 tahun tahun 139 orang (76,4%)
dan selebihnya umur reproduksi berisiko antara < 20 atau >35 tahun 43 orang
(23,6%).
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Umur Menikah Ibu di Wilayah Kerja
Puskesmas Gunung Meriah Tahun 2019
No. Umur Menikah n %
1. Reproduksi berisiko < 20 atau
>35 tahun 43 23,6
2. Reproduksi kurang berisiko 20-
35 tahun 139 76,4
Total 182 100,0
3. Suku bangsa
Ibu lebih banyak bersuku bangsa bukan Aceh 172 orang (94,5%) karena
daerah wilayah puskesmas Gunung Meriah didominasi suku Jawa dan Dairi,
sedangkan suku Aceh hanya 10 orang (5,5%).
66
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Suku Bangsa Ibu di Wilayah Kerja
Puskesmas Gunung Meriah Tahun 2019
No. Suku Bangsa n %
1. Bukan Aceh 172 94,5
2. Aceh 10 5,5
Total 182 100,0
4. Pendidikan
Ibu tamatan pendidikan lebih tinggi yaitu SMA atau perguruan tinggi dan
rendah tamatan SD dan SMP dengan proporsi tidak berbeda. Ibu tamatan
pendidikan ringgi 97 orang (53,3%) dan selebihnya berpendidikan rendah 85 orang
(46,7%).
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Pendidikan Ibu di Wilayah Kerja Puskesmas
Gunung Meriah Tahun 2019
No. Pendidikan n %
1. Rendah (< SMA) 85 46,7
2. Tinggi (≥ SMA) 97 53,3
Total 182 100,0
5. Pekerjaan
Ibu pada umumnya tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga yaitu 116
orang (63,7%) dan selebihnya bekerja untuk membantu suami memenuhi keperluan
keluarga 66 orang (36,3%).
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Pekerjaan Ibu di Wilayah Kerja Puskesmas
Gunung Meriah Tahun 2019
No. Pekerjaan n %
1. Bekerja 66 36,3
2. Tidak bekerja 116 63,7
Total 182 100,0
67
6. Pendapatan
Ibu mempunyai penghasilan keluarga per bulan tergolong rendah bila
ditinjau dari Upah Minimum Kabupaten (UMK) dibawah Rp. 2,5 juta 138 orang
(75,8%) dan selebihnya tinggi (di atas UMK) 44 orang (24,2%).
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Pendapatan Keluarga di Wilayah Kerja
Puskesmas Gunung Meriah Tahun 2019
No. Pendapatan n %
1. Rendah (<UMK Rp. 2,5 juta) 138 75,8
2. Tinggi (≥UMK Rp. 2,5 juta) 44 24,2
Total 182 100,0
7. Pengetahuan
Hasil penelitian mengenai pengetahuan ibu tentang gizi yang dapat
menyebabkan anak balita kekurangan gizi sehingga stunting dikategorikan tidak
baik. Sesuai dengan jawaban ibu menjawab salah mengenai jenis bahan makanan
apa yang baik dicampurkan pada anak balita adalah sayur dan lauk (57,7%),
makanan yang dianjurkan untuk anak balita adalah makanan yang beragam dan
seimbang (62,1%), jenis garam yang digunakan saat memasak sayuran untuk
makanan keluarga adalah iodium (59,9%), sayuran dan buah-buahan yang
berwarna kuning, merah, dan hijau tua sangat baik dikonsumsi untuk anak-anak
karena banyak mengandung vitamin C (74,2%), jenis mineral yang sangat berperan
dalam pertumbuhan tulang dan gigi anak balita adalah fosfor (57,1%), pemenuhan
zat gizi pada anak balita bermanfaat untuk membuat anak balita menjadi sehat dan
pintar (56,6%), bahan makan/minum yang dibeli di pasar untuk menu balita,
sebaiknya adalah segar dan tidak mesti mahal (64,3%).
68
Namun ibu menjawab benar mengenai pengertian gizi seimbang adalah
makanan yang terdiri dari nasi, sayur, ikan, buah-buahan dan susu (67,6%), ibu
memasak makanan seperti ikan dan sayuran untuk diberikan kepada anak sangat
dianjurkan sampai matang (57,1%), ibu memasak makanan seperti ikan dan
sayuran untuk diberikan kepada anak sangat dianjurkan sesuai usia dan kebutuhan
gizi anak (62,6%), dan anak balita diberi makanan 3 kali ditambah makanan
selingan setiap hari (64,3%).
Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu tentang Gizi di Wilayah
Kerja Puskesmas Gunung Meriah Tahun 2019
No.
Pengetahuan Salah Benar Total
n % n % n % 1. Gizi seimbang adalah
makanan yang terdiri dari
nasi, sayur, ikan, buah-
buahan dan susu
59 32,4 123 67,6 182 100,0
2. Jenis bahan makanan apa
yang baik dicampurkan
pada anak balita adalah
sayur dan lauk
105 57,7 77 42,3 182 100,0
3. Makanan yang dianjurkan
untuk anak balita adalah
makanan yang beragam
dan seimbang
113 62,1 69 37,9 182 100,0
4. Jnis garam yang
digunakan saat memasak
sayuran untuk makanan
keluarga adalah Iodium
109 59,9 73 40,1 182 100,0
5. Ibu memasak makanan
seperti ikan dan sayuran
untuk diberikan kepada
anak sangat dianjurkan
sampai matang
78 42,9 104 57,1 182 100,0
69
6. Ibu memasak makanan
seperti ikan dan sayuran
untuk diberikan kepada
anak sangat dianjurkan
sampai usia dan
kebutuhan gizi anak
68 37,4 114 62,6 182 100,0
7. Anak balita diberi
makanan 3 kali ditambah
makanan selingan setiap
hari
65 35,7 117 64,3 182 100,0
8. Sayuran dan buah-buahan
yang berwarna kuning,
merah, dan hijau tua
sangat baik dikonsumsi
untuk anak-anak karena
banyak mengandung
vitamin C
135 74,2 47 25,8 182 100,0
9 Jenis mineral yang sangat
berperan dalam
pertumbuhan tulang dan
gigi anak balita adalah
fosfor
104 57,1 78 42,9 182 100,0
10 Kekurangan protein pada
anak balita dalam jangka
waktu lama akan
menyebabkan penyakit
kwashiokor
109 59,9 73 40,1 182 100,0
9. Pemenuhan zat gizi pada
anak balita bermanfaat
untuk membuat anak
balita menjadi sehat dan
pintar
103 56,6 79 43,4 182 100,0
10. Makan/minum dibeli di
luar rumahuntuk balita
adalah makanan dalam
wadah yang tertutup dan
bersih
72 39,6 110 60,4 182 100,0
70
11. Bahan makan/minum
yang dibeli di pasar untuk
menu balita, sebaiknya
adalah segar dan tidak
mesti mahal
117 64,3 65 35,7 182 100,0
Hasil pengukuran pengkategorian pengetahuan ibu tentang gizi lebih
banyak dikategorikan pengetahuan tidak baik yaitu 93 orang (51,1%), selebihnya
89 orang (48,9%) dikategorikan berpengetahuan baik.
Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Kategori Pengetahuan Ibu di Wilayah Kerja
Puskesmas Gunung Meriah
No. Pengetahuan n %
1. Tidak baik 93 51,1
2. Baik 89 48,9
Total 182 100,0
8. Sikap
Ibu memiliki respons yang berbeda-berda tentang gizi yang dapat
menyebabkan stunting pada balita cenderung menjawab negatif. Sesuai dengan
jawaban ibu menjawab tidak setuju mengenai selama kehamilan ibu hamil
sebaiknya mampu menyediakan makanan baik yang cukup untuk kesehatan ibu dan
pertumbuhan janin (54,4%), ibu hamil sebaiknya memperbaiki pola makan yang
tidak teratur manjadi teratur dan tidak melewatkan sarapan pagi (55,5%), selain
mengkonsumsi buah dan sayur ibu hamil harus memperhatikan asupan air agar
tidak terjadi dehidrasi (54,4%), ibu hamil sebaiknya diberi makanan tambahan
secara rutin (56,6%).
71
Ibu juga menjawab tidak setuju mengenai sebaiknya bayi diberi makanan
pendamping ASI usia di atas 6 bulan hingga usia 2 tahun (61,5%), balita sebaiknya
diberikan vitamin atau makanan puding (59,9%), balita sebaiknya diberikan ASI
eksklusif selama 6 bulan mulai usia 0-6 bulan (66,5%), Sebaiknya ibu dapat
mengganti jenis makanan lain apabila anak tidak mau makan yang disajikan di
rumah (55,5%), bayi dan balita sebaiknya rutin dibawa ke posyandu (57,1) dan bayi
dan balita sebaiknya diberi imunisasi dasar lengkap (67,6%).
Namun ibu menjawab setuju mengenai ibu sebaiknya ditolong oleh dokter
atau bidan yang ahli (54,9%), ibu bersalin sebaiknya melakukan inisiasi menyusui
dini dibimbingan oleh tenaga kesehatan (70,3%), anak sebaiknya diberi makan
terdiri dari nasi, sayur, ikan atau daging, buah-buahan dan kacang-kacangan (78%),
dan jenis makan/minum yang dibeli di luar rumah, sebaiknya makanan yang bersih
dan tertutup (83%).
72
Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Pernyataan Sikap Ibu tentang Gizi di Wilayah
Kerja Puskesmas Gunung Meriah Tahun 2019
No. Sikap Tidak Setuju Setuju Total
n % n % n % 1. Sebaiknya selama
kehamilan ibu hamil mampu menyediakan makanan baik yang cukup untuk kesehatan ibu dan pertumbuhan janin
99 54,4 83 45,6 182 100,0
2. Sebaiknya ibu hamil memperbaiki pola makan yang tidak teratur manjadi teratur dan tidak melewatkan sarapan pagi
101 55,5 81 44,5 182 100,0
3. Selain mengkonsumsi buah dan sayur ibu hamil harus memperhatikan asupan air agar tidak terjadi dehidrasi
99 54,4 83 45,6 182 100,0
4. Sebaiknya ibu hamil diberi makanan tambahan secara rutin
103 56,6 79 43,4 182 100,0
5. Saat bersalin sebaiknya ibu ditolong dokter bidan
82 45,1 100 54,9 182 100,0
6. Ibu bersalin sebaiknya melakukan inisiasi menyusui dini dibimbingan oleh tenaga kesehatan
54 29,7 128 70,3 182 100,0
7. Sebaiknya bayi diberi makanan pendamping ASI usia di atas 6 bulan hingga usia 2 tahun
112 61,5 70 38,5 182 100,0
8. Sebaiknya balita diberikan vitamin atau makanan puding
109 59,9 73 40,1 182 100,0
9. Sebaiknya anak diberi makan terdiri dari makanan pokok (nasi), makanan sumber protein hewani (ikan/daging/telur) dan makanan sumber protein nabati (sayuran, buah dan kacangan)
40 22,0 142 78,0 182 100,0
10. Sebaiknya balita diberikan ASI eksklusif selama 6 bulan mulai usia 0-6 bulan
121 66,5 61 33,5 182 100,0
11. Sebaiknya ibu dapat mengganti jenis makanan lain apabila anak tidak mau makan yang disajikan di rumah
101 55,5 81 44,5 182 100,0
73
Tabel 4.9 (Lanjutan)
Hasil pengukuran pengkategorian sikap ibu tentang gizi yang dapat
menyebabkan stunting lebih banyak dikategorikan negati yaitu 103 orang (56,6%),
selebihnya 79 orang (43,4%) dikategorikan bersikap positif.
Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Pengkategorian Sikap Ibu tentang Gizi di
Wilayah Kerja Puskesmas Gunung Meriah Tahun 2019
No. Sikap n %
1. Negatif 103 56,6
2. Positif 79 43,4
Total 182 100,0
9. Pemberian makanan
Hasil penelitian tentang pemberian makan kepada balita pada umumnya
tidak baik. Sesuai dengan jawaban ibu mengatakan tidak memberikan makanan
dengan frekuensi 3 kali sehari dan ditambah makanan selingan (55,5%), tidak
memberi susu minimal 1 x per hari (61%), tidak memberikan makanan disesuaikan
No. Sikap Tidak Setuju Setuju Total
n % n % n %
12. Sebaiknya bayi dan balita rutin dibawa ke posyandu
104 57,1 78 42,9 182 100,0
13. Sebaiknya bayi dan balita diberi imunisasi dasar lengkap
123 67,6 59 32,4 182 100,0
14. Sebaiknya jenis makan/minum yang dibeli di luar rumah, sebaiknya makanan yang bersih dan tertutup
31 17,0 151 83,0 182 100,0
15. Sebaiknya ibu mencuci tangan sebelum memberikan makan pada balita
102 56,0 80 44,0 182 100,0
74
umur anak balita (59,3%), tidak memberikan makanan selingan kepada anak seperti
kue/roti (76,9%), tidak berusaha membujuk anak mau menghabiskan makanannya
(59,9%), anak tidak mau makan sayur, ibu tidak membujuk sambil bercerita dan
mencampurkan sayur ke dalam makanan kesukaan anak (67,6%), anak tidak diberi
makan oleh saudara (orang lain), tetapi ibu tetap memantau pola makan anak
tersebut (56,6%), tidak berusaha agar anak tidak jajan sembarang di warung yang
kesehatannya belum tentu terjamin di warung (55,5%), membiasakan balita makan
seperti makanan kalengan/ makanan setengah masak (66,5%).
Namun ibu mengatakan berupaya memberikan menu seimbang untuk anak
dengan memberikan makanan yang terdiri dari makanan pokok (nasi), makanan
sumber protein hewani (ikan/daging/telur) dan makanan sumber protein nabati
(sayuran, buah dan kacangan) serta makanan selingan (64,3%), memberikan anak
balita sarapan pagi (57,7%), mengutamakan memberikan minum air putih
secukupnya setelah makan (51,1%), mengolah makanan tidak mesti harganya
mahal tetapi murah mengandung gizi yang baik walaupun harganya murah
(64,8%), memberikan makanan tambahan jika anak sakit seperti puding (65,9%)
dan bahan makanan yang ibu gunakan adalah bahan makanan yang masih segar
(64,3%).
75
Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Jawaban Ibu tentang Pemberian Makan pada
Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Gunung Meriah Tahun 2019
No. Pemberian Makan Tidak Ya Total
n % n % n % 1. Ibu berupaya memberikan
menu seimbang untuk anak dengan memberikan makanan yang terdiri dari Nasi + ikan + Sayur + buah dan susu + makanan selingan
65 35,7 117 64,3 182 100,0
2. Ibu memberikan makanan dengan frekuensi 3 kali sehari dan ditambah makanan selingan
101 55,5 81 44,5 182 100,0
3. Ibu memberikan anak balita sarapan pagi
77 42,3 105 57,7 182 100,0
4. Ibu mengutamakan memberikan minum air putih secukupnya setelah makan
89 48,9 93 51,1 182 100,0
5. Ibu memberi susu minimal 1 x per hari
111 61,0 71 39,0 182 100,0
6. Ibu dalam memberikan makanan disesuaikan umur anak balita
108 59,3 74 40,7 182 100,0
7. Ibu memberikan makanan selingan kepada anak seperti kue/roti
140 76,9 42 23,1 182 100,0
8. Ibu berusaha membujuk anak mau menghabiskan makanannya
109 59,9 73 40,1 182 100,0
9. Jika anak tidak mau makan sayur, ibu membujuk sambil bercerita dan mencampurkan sayur ke dalam makanan kesukaan anak
123 67,6 59 32,4 182 100,0
10. Jika anak diberi makan oleh saudara (orang lain), tetapi ibu tetap memantau pola makan anak tersebut
103 56,6 79 43,4 182 100,0
76
11. Ibu mengolah makanan tidak mesti harganya mahal tetapi murah mengandung gizi yang baik walaupun harganya murah
64 35,2 118 64,8 182 100,0
12. Ibu berusaha agar anak tidak jajan sembarang di warung yang kesehatannya belum tentu terjamin di warung
101 55,5 81 44,5 182 100,0
13. Ibu tidak membiasakan balita makan seperti makanan kalengan/ makanan setengah masak
121 66,5 61 33,5 182 100,0
14. Ibu memberikan makanan tambahan jika anak sakit seperti puding
62 34,1 120 65,9 182 100,0
15. Bahan makanan yang ibu gunakan adalah bahan makanan yang masih segar
65 35,7 117 64,3 182 100,0
Hasil pengukuran pengkategorian pemberian makan pada balita lebih
banyak dikategorikan tidak baik yaitu 101 orang (5,5%), selebihnya 81 orang
(44,5%) dikategorikan baik.
Tabel 4.12 Distribusi Frekuensi Pengkategorian Pemberian Makan pada
Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Gunung Meriah Tahun 2019
No. Pemberian Makan n %
1. Tidak baik 101 55,5
2. Baik 81 44,5
Total 182 100,0
10. Kebiasaan makan
Hasil penelitian tentang kebiasaan makan anak balita sehari-hari di ruma
pada umumnya tidak baik. Sesuai dengan jawaban ibu mengatakan tidak
memberikan minum susu kepada balita setiap pagi (57,7%), tidak memberikan
77
makanan selingan berupa roti kepada balita pada siang atau sore hari (62,1%), tidak
menggendong sambil menyuapi anak balita sewaktu makan (64,3%), tidak selalu
memantau berat badan anak agar dapat memantau porsi makanannya (78%), tidak
membiasakan menu makanan beragam setiap hari (70,9%), dan tidak mencuci
tangan sebelum memberi makanan kepada anak (58,2%).
Namun ibu menjawab ya mengenai memberikan makanan kepada balita
sarapan pagi pada pukul 7 atau 8 pagi (76,9%), memberikan makanan jajajan setiap
hari kepada balita (75,8%), dan selalu mendampingi anak pada waktu makan
(62,1%), berusaha membujuk anak menghabiskan porsi makan pada anak yang
sakit (67%).
Tabel 4.13 Distribusi Frekuensi Jawaban Ibu tentang Kebaisan Makan Balita
di Wilayah Kerja Puskesmas Gunung Meriah Tahun 2019
No. Kebiasaan Makan Tidak Ya Total
n % n % n %
1. Ibu memberikan makanan
kepada balita sarapan pagi
pada pukul 7 atau 8 pagi
42 23,1 140 76,9 182 100,0
2. Ibu memberikan minum
susu kepada balita setiap
pagi
105 57,7 77 42,3 182 100,0
3. Ibu diberikan makanan
selingan berupa roti kepada
balita pada siang atau sore
hari
113 62,1 69 37,9 182 100,0
4. Ibu memberikan makanan
jajajan setiap hari kepada
balita
44 24,2 138 75,8 182 100,0
5. Ibu menggendong sambil
menyuapi anak balita
sewaktu makan
117 64,3 65 35,7 182 100,0
78
6. Ibu selalu mendampingi
anak pada waktu makan 69 37,9 113 62,1 182 100,0
7. Ibu selalu memantau berat
badan anak agar dapat
memantau porsi
makanannya
142 78,0 40 22,0 182 100,0
8. Jika anak sakit, ibu tetap
berusaha membujuk anak
menghabiskan porsi makan
60 33,0 122 67,0 182 100,0
9. Ibu membiasakan menu
makanan beragam setiap
hari
129 70,9 53 29,1 182 100,0
10. Ibu mencuci tangan
sebelum memberi makanan
kepada anak
106 58,2 76 41,8 182 100,0
Hasil pengukuran pengkategorian kebiasaan makan balita lebih banyak
dikategorikan tidak baik yaitu 127 orang (69,8%), selebihnya 55 orang (30,2%)
dikategorikan baik.
Tabel 4.14 Distribusi Frekuensi Pengkategorian Kebiasaan Makan Balita di
Wilayah Kerja Puskesmas Gunung Meriah Tahun 2019
No. Kebiasaan Makan n %
1. Tidak baik 127 69,8
2. Baik 55 30,2
Total 182 100,0
11. Praktek kesehatan
Hasil penelitian tentang praktek kesehatan kepada balita agar terhindari
sunting pada umumnya tidak baik. Sesuai dengan jawaban ibu mnejawab tidak
mengenai memandikan anak 3 x sehari (60,4%), selalu menggosok gigi anak setiap
hari (80,8%), mengganti pakaian anak jika kotor (64,3%), membawa anak ke
jamban untuk buang air/besar (69,2%), selalu menyuruh anak memakai alas kaki
79
jika bermain di halaman rumah (61,5%), membiasakan anak mencuci tangan
dengan sabun sebelum makan (67%), membawa anak ke posyandu setiap bulan
(57,7%), balita mendapat vitamin A 2 x setahun (69,8%), balita lengkap
immunisasinya (65,4%), membawa anak balita untuk imunisasi selalu sesuai
jadwal immunisasi (62,1%), dan selalu mencuci tangan saat berhubungan dengan
cuci tangan (58,2%).
Namun ibu menjawab ya mengenai selalu memotong kuku anak secara
teratur (60,4%), selalu membuang sampah ke tempat pembuangan sampah serta
membakarnya untuk menghindarkan pencemaran (59,9%), selalu membersihkan
tempat tidur anak (64,8%), membawa anak berobat ke Puskesmas atau ke dokter
bila sakit (63,2%).
Tabel 4.15 Distribusi Frekuensi Jawaban Ibu tentang Praktek Kesehatan
Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Gunung Meriah Tahun 2019
No. Praktek Kesehatan Tidak Ya Total
n % n % n %
1. Ibu memandikan anak 3 x
sehari 110 60,4 72 39,6 182 100,0
2. Ibu selalu menggosok gigi
anak setiap hari 147 80,8 35 19,2 182 100,0
3. Ibu selalu memotong kuku
anak secara teratur 72 39,6 110 60,4 182 100,0
4. Ibu selalu mengganti
pakaian anak jika kotor 117 64,3 65 35,7 182 100,0
5. Jika anak hendak buang
air/besar ibu selalu
membawa anak ke jamban
126 69,2 56 30,8 182 100,0
80
6. Ibu selalu membuang
sampah ke tempat
pembuangan sampah serta
membakarnya untuk
menghindarkan pencemaran
73 40,1 109 59,9 182 100,0
7. Ibu selalu membersihkan
tempat tidur anak 64 35,2 118 64,8 182 100,0
8. Jika anak bermain di luar
rumah, ibu/keluarga selalu
menyuruh anak memakai
alas kaki
112 61,5 70 38,5 182 100,0
9. Ibu membiasakan anak
mencuci tangan dengan
sabun sebelum makan
122 67,0 60 33,0 182 100,0
10. Jika anak sakit ibu
membawa anak berobat ke
Puskesmas atau ke dokter
67 36,8 115 63,2 182 100,0
11. Ibu membawa anak ke
posyandu setiap bulan 105 57,7 77 42,3 182 100,0
12. Anak balita ibu sudah
mendapat vitamin A 2 x
setahun
127 69,8 55 30,2 182 100,0
13. Anak balita ibu lengkap
immunisasinya 119 65,4 63 34,6 182 100,0
14. Ibu membawa anak balita
untuk imunisasi selalu
sesuai jadwal immunisasi
113 62,1 69 37,9 182 100,0
15. Ibu selalu mencuci tangan
saat berhubungan dengan
cuci tangan
106 58,2 76 41,8 182 100,0
81
Hasil pengukuran pengkategorian praktek kesehatan balita lebih banyak
dikategorikan tidak baik yaitu 104 orang (57,1%), selebihnya 78 orang (42,9%)
dikategorikan baik.
Tabel 4.16 Distribusi Frekuensi Pengkategorian Praktek Kesehatan di
Wilayah Kerja Puskesmas Gunung Meriah Tahun 2019
No. Praktek Kesehatan n %
1. Tidak baik 104 57,1
2. Baik 78 42,9
Total 182 100,0
4.3. Analisis Bivariat
Untuk mengetahui hubungan antara varaibel independen yaitu umur, umur
menikah, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, pengetahuan, sikap,
pemberian makan, kebiasaan makan dan praktek kesehatan.dengan stunting pada
anak balita menggunakan uji chi square diperoleh hasil yang beragam sebagai
berikut.
4.3.1. Hubungan Umur Ibu dengan Stunting pada Balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Gunung Meriah Tahun 2019
Umur ibu termasuk reproduksi berisiko sebanyak 43 orang, lebih banyak
memiliki anak balita stunting yaitu 23 orang (53,5%) dan umur ibu termasuk
reproduksi kurang berisiko sebanyak 139 orang, lebih banyak tidak memiliki balita
stunting yaitu 23 orang (53,5%). Hasil perhitungan diperoleh nilai Odd Ratio (OR)
= 1,093 (95% CI: 0,605-2,383), artinya ibu berumur masuk dalam kategori usia
reproduksi beriko berpeluang 1,093 kali berisiko memiliki balita stunting
82
dibandingkan umur ibu masuk dalam kategori usia reproduksi kurang berisiko.
Namun secara perhitungan statistik chi square bahwa faktor sikap tidak
berhubungan dengan stunting pada balita dengan nilai p 0,727>0,05.
Tabel 4.17 Hubungan Umur Ibu dengan Stunting pada Balita di Wilayah
Kerja Puskesmas Gunung Meriah Tahun 2019
Umur
Stunting Total OR
(95%CI) P Stunting
Tidak Stunting n %
n % N %
1,093 (0,605-2,383)
0,727
a. Reproduksi berisiko
23 53,5 20 46,5 43 100,0
b. Reproduksi
kurang
berisiko
68 48,9 71 51,1 139 100,0
4.3.2. Hubungan Umur Menikah Ibu dengan Stunting pada Balita di Wilayah
Kerja Puskesmas Gunung Meriah Tahun 2019
Ibu menikah pada umur reproduksi berisiko sebanyak 38 orang, lebih
banyak memiliki anak balita stunting yaitu 20 orang (52,6%) dan ibu menikah pada
umur reproduksi kurang berisiko sebanyak 144 orang, lebih banyak tidak memiliki
balita stunting yaitu 73 orang (50,7%). Hasil perhitungan diperoleh nilai Odd Ratio
(OR) = 1,067 (95% CI: 0,558-2,337), artinya ibu berumur menikah masuk dalam
kategori usia reproduksi beriko berpeluang 1,067 kali berisiko memiliki balita
stunting dibandingkan umur ibu menikah masuk dalam kategori usia reproduksi
kurang berisiko. Namun secara perhitungan statistik chi square bahwa faktor umur
menikah tidak berhubungan dengan stunting pada balita dengan nilai p 0,855>0,05.
83
Tabel 4.18 Hubungan Umur Menikah Ibu dengan Stunting pada Balita di
Wilayah Kerja Puskesmas Gunung Meriah Tahun 2019
Umur Menikah
Stunting Total OR
(95%CI) P
Stunting Tidak Stunting n %
a. Reproduksi
berisiko 20 52,6 18 47,4 38 100,0 1,067
(0,558
-
2,337)
0,855 b. Reproduksi
kurang
berisiko
71 49,3 73 50,7 144 100,0
4.3.3. Hubungan Suku Bangsa dengan Stunting pada Balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Gunung Meriah Tahun 2019
Ibu bersuku selain Aceh sebanyak 172 rang, lebih banyak memiliki balita
stunting yaitu 88 orang (48,8%) dan ibu bersuku Aceh 10 orang, lebih banyak tidak
memiliki anak balita stunting yaitu 7 orang (70,0%). Hasil perhitungan diperoleh
nilai Odd Ratio (OR) = 0,586 (95% CI: 0,102-1,634), artinya ibu bersuku bangsa
selain Aceh berpeluang 0,586 kali berisiko memiliki balita stunting dibandingkan
ibu bersuku Aceh. Namun secara perhitungan statistik chi square bahwa faktor
suku bangsa tidak berhubungan dengan stunting pada balita dengan nilai p
0,329>0,05.
84
Tabel 4.19 Hubungan Suku Bangsa Ibu dengan Stunting pada Balita di
Wilayah Kerja Puskesmas Gunung Meriah Tahun 2019
Suku Bangsa Stunting Total
OR (95%CI)
P Stunting
Tidak Stunting
n %
0,586 (0,102-1,634)
0,329 a. Bukan Aceh 88 51,2 84 48,8 172 100,0 b. Aceh 3 30,0 7 70,0 10 100,0
4.3.4. Hubungan Pendidikan Ibu dengan Stunting pada Balita di Wilayah
Kerja Puskesmas Gunung Meriah Tahun 2019
Ibu berpendidikan rendah dengan tamatan SD/SMP sebanyak 85 orang,
lebih banyak memiliki anak balita stunting yaitu 47 orang (55,3%) dan ibu
berpendidikan tinggi dengan tamatan SMA/perguruan tinggi sebanyak 97 orang,
lebih banyak memiliki balita stunting yaitu 88 orang (51,2%). Hasil perhitungan
diperoleh nilai Odd Ratio (OR) = 1,219 (95% CI: 0,830-2,675), artinya ibu
berpendidikan rendah dengan tamatan SD/SMP berpeluang 1,219 kali berisiko
memiliki balita stunting dibandingkan berpendidikan tinggi tamatan SMA/sarjana.
Namun secara perhitungan statistik chi square bahwa faktor pendidikan tidak
berhubungan dengan stunting pada balita dengan nilai p 0,235>0,05.
Tabel 4.20 Hubungan Pendidikan Ibu dengan Stunting pada Balita di
Wilayah Kerja Puskesmas Gunung Meriah Tahun 2019
Pendidikan Stunting Total
OR (95%CI)
P0 Stunting
Tidak Stunting
n %
a. Rendah 47 55,3 38 44,7 85 100,0 1,219 (0,830-2,675)
0,235 b. Tinggi 44 45,4 53 54,6 97 100,0
85
4.3.5. Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Stunting pada Balita di Wilayah
Kerja Puskesmas Gunung Meriah Tahun 2019
Ibu tidak mempunyai pekerjaan sebanyak 66 orang, lebih banyak memiliki
anak balita stunting yaitu 34 orang (51,5%) dan ibu mempunyai pekerjaan di luar
rumah sebanyak 116 orang, lebih banyak tidak memiliki balita stunting yaitu 59
orang (50,9%). Pekerjaan yang digeluti para ibu adalah menjadi pekerja
membersihkan dan memanen kelapa sawit sebagai buruh lepas. Hasil perhitungan
diperoleh nilai Odd Ratio (OR) = 1,048 (95% CI: 0,601-2,013), artinya ibu tidak
memiliki pekerjaan berpeluang 1,048 kali berisiko memiliki balita stunting
dibandingkan memiliki pekerjaan. Namun secara perhitungan statistik chi square
bahwa faktor pekerjaan tidak berhubungan dengan stunting pada balita dengan nilai
p 0,877>0,05.
Tabel 4.21 Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Stunting pada Balita di Wilayah
Kerja Puskesmas Gunung Meriah Tahun 2019
Pekerjaan Stunting Total
OR (95%CI)
P Stunting
Tidak Stunting
n %
a. Tidak bekerja
34 51,5 32 48,5 66 100,0 1,048
(0,601-2,013)
0,877 b. Bekerja 57 49,1 59 50,9 116 100,0
4.3.6. Hubungan Pendapatan dengan Stunting pada Balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Gunung Meriah Tahun 2019
Ibu mempunyai pendapatan rendah di bawah UMK Singkil Rp. 2,5 juta
sebanyak 138 orang, lebih banyak memiliki anak balita stunting yaitu 71 orang
(51,4%) dan ibu mempunyai pendapatan tinggi di atas UMK sebanyak 44 orang,
lebih banyak tidak memiliki balita stunting yaitu 24 orang (54,5%).
86
Hasil perhitungan diperoleh nilai Odd Ratio (OR) = 1,132 (95% CI: 0,644-2,512),
artinya ibu mempunyai pendapatan rendah yaitu dibawah UMK (<Rp. 2,5 juta)
berpeluang 1,132 kali berisiko memiliki balita stunting dibandingkan mempunyai
pendapatan tinggi yaitu di atas UMK. Namun secara perhitungan statistik chi
square bahwa faktor pendapatan tidak berhubungan dengan stunting pada balita
dengan nilai p 0,603>0,05.
Tabel 4.22 Hubungan Pendapatan dengan Stunting pada Balita di Wilayah
Kerja Puskesmas Gunung Meriah Tahun 2019
Pendapatan Stunting Total
OR (95%CI)
P Stunting
Tidak Stunting
n %
a. Rendah 71 51,4 67 48,6 138 100,0 1,132 (0,644-2,512)
0,603 b. Tinggi 20 45,5 24 54,5 44 100,0
4.3.7. Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Stunting pada Balita di Wilayah
Kerja Puskesmas Gunung Meriah Tahun 2019
Ibu berpengatahuan tentang gizi tidak baik sebanyak 93 orang, lebih banyak
memiliki anak balita stunting yaitu 59 orang (63,4%) dan ibu berpengetahuan baik
sebanyak 89 orang, lebih banyak tidak memiliki balita stunting yaitu 57 orang
(64%). Hasil perhitungan diperoleh nilai Odd Ratio (OR) = 1,764 (95% CI: 1,689-
5,658), artinya ibu berpengetahuan tidak baik berpeluang 1,764 kali memiliki balita
stunting dibandingkan ibu berpengetahuan baik. Secara perhitungan statistik chi
square bahwa faktor pengetahuan berhubungan dengan stunting pada balita dengan
nilai p 0,000<0,05.
87
Tabel 4.23 Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Stunting pada Balita di
Wilayah Kerja Puskesmas Gunung Meriah Tahun 2019
Pengetahuan Stunting Total
OR (95%CI)
p Stunting
Tidak Stunting
n %
a. Tidak baik 59 63,4 34 36,6 93 100,0 1,764 (1,689-5,658)
0,000 b. Baik 32 36,0 57 64,0 89 100,0
4.3.8. Hubungan Sikap Ibu dengan Stunting pada Balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Gunung Meriah Tahun 2019
Ibu bersikap positif dalam pemenuhan gizi sebanyak 103 orang, lebih
banyak memiliki anak balita stunting yaitu 62 orang (60,2%) dan ibu bersikap
negatif sebanyak 79 orang, lebih banyak tidak memiliki balita stunting yaitu 50
orang (63,3%). Hasil perhitungan diperoleh nilai Odd Ratio (OR) = 1,640 (95% CI:
01,425-4,770), artinya ibu bersikap negatif tentang gizi berpeluang 1,640 kali
memiliki balita stunting dibandingkan bersikap positif. Secara perhitungan statistik
chi square bahwa faktor sikap berhubungan dengan stunting pada balita dengan
nilai p 0,003<0,05.
Tabel 4.24 Hubungan Sikap Ibu dengan Stunting pada Balita di Wilayah
Kerja Puskesmas Gunung Meriah Tahun 2019
Sikap Stunting Total
OR (95%CI)
p Stunting
Tidak Stunting
n %
1,640 (1,425-4,770)
0,003 a. Negatif 62 60,2 41 39,8 103 100,0 b. Positif 29 36,7 50 63,3 79 100,0
88
4.3.9. Hubungan Pemberian Makan dengan Stunting pada Balita di Wilayah
Kerja Puskesmas Gunung Meriah Tahun 2019
Ibu menerapkan pemberikan makan kepada balita yang tidak baik sebanyak
101 orang, lebih banyak memiliki anak balita stunting yaitu 62 orang (61,4%) dan
ibu memberikan makanan yang baik sebanyak 81 orang, lebih banyak tidak
memiliki balita stunting yaitu 52 orang (64,2%). Hasil perhitungan diperoleh nilai
Odd Ratio (OR) = 1,715 (95% CI: 1,556-5,223), artinya ibu memberikan makan
tidak baik berpeluang 1,715 kali memiliki balita stunting dibandingkan
memberikan makan dengan baik. Secara perhitungan statistik chi square bahwa
faktor pemberian makan berhubungan dengan stunting pada balita dengan nilai p
0,001<0,05.
Tabel 4.25 Hubungan Pemberian Makan dengan Stunting pada Balita di
Wilayah Kerja Puskesmas Gunung Meriah Tahun 2019
Pemberian Makan
Stunting Total OR
(95%CI) p
Stunting Tidak
Stunting n %
1,715 (1,556-5,223)
0,001 a. Tidak baik 62 61,4 39 38,6 101 100,0 b. Baik 29 35,8 52 64,2 81 100,0
4.3.10.Hubungan Kebiasaan Makan dengan Stunting pada Balita di Wilayah
Kerja Puskesmas Gunung Meriah Tahun 2019
Ibu menerapkan kebiasan makan kepada balita tidak baik sebanyak 127
orang, lebih banyak memiliki anak balita stunting yaitu 72 orang (56,7%) dan ibu
menerapkan kebiasaan makan yang baik sebanyak 55 orang, lebih banyak tidak
memiliki balita stunting yaitu 36 orang (65,5%). Hasil perhitungan diperoleh nilai
Odd Ratio (OR) = 1,641 (95% CI: 1,285-4,786), artinya ibu memiliki kebiasan
89
makan tidak baik berpeluang 1,641 kali berisiko memiliki balita stunting
dibandingkan kebiasaan makan baik. Secara perhitungan statistik chi square bahwa
faktor kebiasaan makan berhubungan dengan stunting pada balita dengan nilai p
0,010<0,05.
Tabel 4.26 Hubungan Kebiasaan Makan dengan Stunting pada Balita di
Wilayah Kerja Puskesmas Gunung Meriah Tahun 2019
Kebiasaan Makan
Stunting Total OR
(95%CI) p
Stunting Tidak
Stunting n %
1,641 (1,285-4,786)
0,010 a. Tidak baik 72 56,7 55 43,3 127 100,0 b. Baik 19 34,5 36 65,5 55 100,0
4.3.11. Hubungan Praktek Kesehatan dengan Stunting pada Balita di Wilayah
Kerja Puskesmas Gunung Meriah Tahun 2019
Ibu menerapkan praktek kesehatan kepada balita tidak baik sebanyak 104
orang, lebih banyak memiliki anak balita stunting yaitu 60 orang (57,7%) dan ibu
menerapkan praktek kesehatan yang baik sebanyak 78 orang, lebih banyak tidak
memiliki balita stunting yaitu 47 orang (60,3%). Hasil perhitungan diperoleh nilai
Odd Ratio (OR) = 1,452 (95% CI: 1,138-3,758), artinya ibu menerapkan praktek
kesehatan tidak baik berpeluang 1,452 kali memiliki balita stunting dibandingkan
praktek kesehatan baik Secara perhitungan statistik chi square bahwa faktor pratek
kesehatan berhubungan dengan stunting pada balita dengan nilai p 0,025<0,05.
90
Tabel 4.27 Hubungan Praktek Kesehatan dengan Stunting pada Balita di
Wilayah Kerja Puskesmas Gunung Meriah Tahun 2019
Praktek Kesehatan
Stunting Total OR
(95%CI) p
Stunting Tidak
Stunting n %
1,452 (1,138-3,758)
0,025 a. Tidak baik 60 57,7 44 42,3 104 100,0 b. Baik 31 39,7 47 60,3 78 100,0
4.3.3. Analisis Multivariat
Analisis multivariat dalam penelitian ini menggunakan uji regresi logistik
berganda yaitu salah satu pendekatan model matematis untuk menganalisis
pengaruh beberapa variabel independen terhadap variabel dependen kategorik yang
bersifat dikotom atau binary. Variabel yang dimasukkan dalam model prediksi
regresi logistik adalah variabel yang mempunyai nilai p<0,25 pada analisis
bivariatnya. Berdasarkan analisis bivariat diketahui dari kesebelas variabel
independen umur, umur menikah, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, pendapatan,
pengetahuan, sikap, pemberian makan, kebiasaan makan dan praktek kesehatan,
bahwa ada enam variabel yang mempunyai nilai p<0,25 yaitu pendidikan (0,235),
pengetahuan (0,000), sikap (0,003), pemberian makan (0,001), kebiasaan makan
(0,010) dan praktek kesehatan (0,025) sehingga variabel tersebut menjadi kandidat
permodelan multivariat.
91
Tabel 4.28 Variabel Kandidat Model Regresi Logistik Berganda
No. Variabel Independen Nilai p
1 Umur 0,727
2 Umur menikah 0,855
3 Suku bangsa 0,329
4 Pendidikan 0,235*
5 Pekerjaan 0,877
6 Pendapatan 0,603
7 Pengetahuan 0,000*
8 Sikap 0,003*
9 Pemberian makan 0,001*
10 Kebiasaan makan 0,010*
11 Praktek kesehatan 0,025*
* = Variabel kandidat
Hasil uji multivariat dengan mempergunakan regresi logistik ganda
diperoleh bahwa dari keenam variabel independen diperoleh nilai p lebih kecil dari
0,05 yaitu pengetahuan (0,013), sikap (0,011), pemberian makan (0,005), kebiasaan
makan (0,004) dan praktek kesehatan (0,010).
Variabel pengetahuan diperoleh nilai Exp (B) sebesar 2,333, berarti ibu
berpengetahuan baik tentang gizi cenderung 2,333 kali balita tidak stunting
daripada berpengetahuan tidak baik. Variabel sikap diperoleh nilai Exp (B) sebesar
2,362, berarti ibu bersikap positif tentang gizi cenderung 2,362 kali balita tidak
stunting daripada bersikap negatif. Variabel pemberian makan diperoleh nilai Exp
(B) sebesar 2,644, berarti ibu menerapkan pemberian makan dengan baik
cenderung 2,644 kali balita tidak stunting daripada pemberian makan tidak baik.
92
Variabel kebiasaan makan diperoleh nilai Exp (B) sebesar 2,915, berarti
ibu membiasakan makan dengan baik cenderung 2,915 kali balita tidak stunting
daripada kebiasaan makan tidak baik. Variabel praktek kesehatan diperoleh nilai
Exp (B) sebesar 2,445, berarti ibu menerapkan praktek kesehatan dengan baik
cenderung 2,445 kali balita tidak stunting daripada praktek kesehatan tidak baik.
Hasil uji regresi logisitik berganda diperoleh nilai Overall Percentage=
66,5% yang artinya faktor pengetahuan, sikap, pemberian makan, kebiasaan makan
dan praktek kesehatan memengaruhi stunting sebesar 66,5% sisanya 33,5%
dipengaruhi oleh faktor lain. Nilai Nagelkerke R Square sebesar 0,272 dan Cox &
Snell R Square 0,204 yang menunjukkan bahwa kemampuan variabel independen
dalam menjelaskan variabel dependen adalah sebesar 0,272 atau 27,2% dan
terdapat 100%-27,2% = 72,8% faktor lain diluar model yang menjelaskan variabel
dependen. Artinya variabel independen pada penelitian ini hanya mampu
menjelaskan 27,2% pengaruh terhadap stunting dan ada 72,8% stunting
dipengaruhi oleh faktor lain.
Tabel 4.29 Pengaruh Pengetahuan, Sikap, Pemberian Makan, Kebiasaan
Makan, Praktek Kesehatan terhadap Stunting di Wilayah Kerja
Puskesmas Gunung Meriah Tahun 2019
Variabel
Independen Nilai ß Nilai p Exp(B)
Pengetahuan 0,847 0,013 2,333
Sikap 0,860 0,011 2,362
Pemberian makanan 0,972 0,005 2,644
Kebiasaan makan 1,070 0,004 2,915
Praktek kesehatan 0,894 0,010 2,445
Constant -2,700 0,000 0,010
Overall Percentage = 66,5%
93
Hasil persamaan regresi logistik yang diperoleh yaitu:
Apabila variabel pengetahuan baik diberi kode 1, sikap positif diberi kode
1, pemberian makanan baik diberi kode 1, kebiasaan makan baik diberi kode 1, dan
praktek kesehatan baik diberi kode 1, maka peluang stunting balita dapat dihitung
yaitu:
f (z) = )1(894,0)1(070,1)1(9723,0)1(860,0)1(847,0700,2(72,21
1
f (z) = 95
Berdasarkan rumus di atas dengan pengetahuan baik, sikap positif,
pemberian makanan baik, kebiasaan makan baik, dan praktek kesehatan baik,
berpeluang tidak stunting balita sebesar 95%.
Selanjuntya peluang kejadian stunting balita apabila pengetahuan kurang
baik diberi kode 0, sikap negatif diberi kode 0, pemberian makanan tidak baik
diberi kode 0, kebiasaan makan tidak baik diberi kode 0, dan praktek kesehatan
tidak baik diberi kode 0, maka dengan cara yang sama diperoleh:
f (z) = 14,1
Peluang kejadian tidak stunting balita dengan pengetahuan kurang baik,
sikap negatif, pemberian makanan tidak baik, kebiasaan makan tidak baik, dan
praktek kesehatan tidak baik sebesar 14,1%.
94
4.4 Analisis Data Penelitian Kualitatif
4.4.1 Informan Utama
Informan utama dalam penelitian ini adalah tiga orang ibu balita stunting.
Indentitas diri informan diuraikan sebagai berikut:
1. Informan berinisial A dengan kode (01) berumur 34 tahun, bersuku Aceh,
berpendidikan SMA sebagai ibu rumah tangga, bertempat tinggal di Desa
Rimo dengan penghasilan Rp. 2 juta.
2. Informan berinisial AN dengan kode (02) berumur 43 tahun, bersuku Batak,
berpendidikan SMA sebagai ibu rumah tangga, bertempat tinggal di Desa Blok
15 Songo Baru dengan penghasilan Rp. 2,5 juta.
3. Informan berinisial DS dengan kode (03) berumur 23 tahun, bersuku Aceh,
berpendidikan SMA sebagai ibu rumah tangga, bertempat tinggal di Desa Blok
15 Songo Baru dengan penghasilan Rp. 1,5 juta.
4.4.2 Informan Tambahan
Informan tambahan dalam penelitian ini terdiri dari 1 orang petugas gizi dan
1 orang bidan desa. Indentitas diri informasi tambahan diuraikan sebagai berikut:
1. Informan berinisial N dengan kode (04) memiliki jabatan sebagai petugas gizi,
berumur 34 tahun, berpendidikan D3 Kebidanan, lama bekerja 8 tahun dan
bertempat tinggal di Desa Blok VI.
2. Informan berinisial A dengan kode (05) memiliki jabatan sebagai bidan desa,
berumur 34 tahun, berpendidikan D3 Kebidanan, lama bekerja 10 tahun dan
bertempat tinggal di Desa Silulusan.
95
4.4.3 Hasil Wawancara Informan Utama
Hasil wawancara yang dilakukan terhadap tiga orang informan memiliki
balita stunting bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Gunung Meriah
tentang faktor yang memengaruhi stunting yaitu pengetahuan,sikap, pemberian
makan, kebiasaan makan dan prektek kesehatan sebagai beirkut.
1. Pengetahuan
Peneliti informan berkaitan dengan stunting balita sehingga pelu mengkaji
lebih dalam melalui wawancara. Informan mengatakan bahwa balita stunting bukan
suatu penyakit dan tidak menjadi masalah dalam keluarga. Informan memiliki
persepsi bahwa balita stunting dapat disebabkan garis keturunan dari orangtuanya
dan akibat terlalu cepat hamil pada usia remaja atau kesehatan ibunya telah
mengalami gangguan jiwa.
Tabel 4.30 Matriks Jawaban Informan tentang Pengertian dan Penyebab
Stunting Balita
Informan Jawaban
01 Katanya anak pendek.
Makanan yang gizinya kurang, keturunan, kehamilan ibunya pendek, kehamilan remaja dan ibunya mengalami ganguan jiwa
02 Gakk tahu, belum pernah dengar..oh anak pendek..saya sering lihat, nggak apa lah alaskan sehat dia
Karena mamak dan bapaknya pendek mungkin..atau keluarga ada yang pendek
03 Pernah dengan, cebol istilahnya, tapi mengapalah yang penting sehat dia dan lincah.
Gak tau juga sudah dari sononya..bapaknya pendek, mamaknya pendek sudah begini mungkin
96
Informan mengatakan bahwa pemahaman tentang pencegahan dan
penanganan balita stunting belum tepat. Informan mengatakan bahwa pencegahan
dapat dilakukan dengan mengkonsumsi makan dengan frekuensi sering agar
pertumbuhan cepat bertambah. Penanganan balita stunting dengan berobat ke
dokter, apabila penanganannya cukup diberikan pola makan yang baik dan makan
mengandung gizi baik untuk mengoptimalkan pertumbuhan balita. Informan
memiliki pengetahuan tentang pencegahan stunting dapat menyebabkan balita
terhindar dari stunting.
Tabel 4.31 Matriks Jawaban Informan tentang Pencegahan dan Upaya
Penanganan Balita Stunting
Informan Jawaban
01 Dikasih makan banyak, ibu juga harus makan banyak
02 Makan aja banyak yang disuka supaya besar, olah raga, diobati ke dokter
03 Makan banyak supaya lekas besar lagi bu
2. Sikap
Sikap informan berkaitan kejadian stunting balita yang kurang baik. Sesuai
dengan ungkapan informan mengatakan bahwa pola makan selama hamil belum
tentu dapat menyebabkan balita stunting. Informan memiliki pola makan yang
kurang baik selama hamil disebabkan usaha untuk mengkonsumsi makan bergizi
rendah sehingga mengikutkan perasaan malas makan walaupun suami memberikan
semangat agar selama hamil frekuensi makan 3 kali sehari jangan sampai
berkurang. Informan juga kurang paham tentang manfaat Inisiasi Menyusu Dini
(IMD). Ada informan merasa keberhasilan melakukan IMD saat bayi baru lahir
97
jarang berhasil, mungkin disebabkan rasa letih saat bersalin sehingga kurang
memperdulikan program IMD tersebut.
Tabel 4.32 Matriks Jawaban Informan tentang Pola Makan Selama Hamil
dan Pemberian Inisiasi Menyusu Dini
Informan Jawaban
01 Tergantung apa yang selera, waktu hamil malas makan bawaannya, padahal suami sudah mendorong makan. Susah berhasilnya karena anaknya gak mau
02 Iya selama hamil jika mual malas makan..makan gak kuat perasaannya tidak enak makan. Kadang nggak sarapan nggak enak rasanya.
Waktu itu gak tahu bu...
03 Ibu kan juga wanita, waktu hamil kita kan susah makan, bau sedikit sudah ngak enak badan
Gak tahu soal IMD
Informan mengatakan bahwa pemberian ASI tidak dapat mengurangi risiko
kejadian stunting. Sesuai jawaban informan bahwa bayi sebelum usia 6 bulan
diberikan berbagai makanan seperti susu formula dan roti agar bayi lekas besar.
Alasan ini mungkin disebabkan kepercayaan dari orang-orang tua dulu belum
menerapkan ASI eksklusif tetapi kondisi tubuh dapat berkembang.
Tabel 4.33 Matriks Jawaban Informan tentang Pemberian ASI
Informan Jawaban
01 Dikasi juga makanan lain supaya cepat besar itu kata orang tua dulu
02 Asi saja tidak cukup untuk anak,,ditambah dengan susu , roti
03 Semua anak gak dapat ASI eksklusif.
98
3. Pemberian makan
Informan mengatakan pemberian makanan dengan mempersiapkan menu
makan keluarga sehari-hari belum sesuai dengan asuhan gizi seimbang. Sesuai
ungkapan informan bahwa menu makanan terdiri dari nasi, ikan dan sayur,
sedangkan susu dan buah jarang sekali disajikan karena harganya mahal. Untuk
menambah gizi balita, keluarga lebih memilih membelikan makanan jajanan di
warung untuk memenuhi selera makan balita. Informan juga mengatakan bahwa
balita sudah dibiasakan makan sendiri tanpa harus dipantau orangtua sehingga porsi
yang seharus dihabiskan tetapi tidak habis dimakan balita. Informan juga jarang
memasak makanan puding untuk memenuhi kebutuhan gizi anggota keluarga
karena keterbatasan uang dari suaminya.
Tabel 4.34 Matriks Jawaban Informan tentang Menu Makanan Sehari-hari
dan Makanan Tambahan pada Balita
Informan Jawaban
01 Biasanya, nasi, sayur, ikan, telur,,,kalau susu dan buah jarang.
Paling jajan di warung bu, kalau masak jarang bu, maklumlah biaya hidup kan besar bu
02 Nasi, ikan, sayur, kadang anaknya gak mau makan. Kalau kadang 2 kali sehari lebih suka jajan. Kalau puding jarang bu.
Anak saya biasa makan sendiri gak ditunggui
03 Ada nasi, ikan, sayur, buah jarang kali bu soalnya mahal...kalau disuruh bapaknya beli buah baru bu.
Kalau itu, anak saya gak suka makan sayur..kadang kecap aja sudah cukup, ikan katanya bau.
Makanan tambahan paling jajan bu
99
Informan mengatakan bahwa upaya untuk membujuk balita menghabiskan
porsi yang diberikan. Informan mengeluh tentang perilaku balita malas makan
tetapi upaya untuk membujuk belum berhasil dilakukan sehingga dapat
menyebabkan balita stunting.
Tabel 4.35 Matriks Jawaban Informan tentang Upaya Membujuk Balita
Menghabiskan Makanan
Informan Jawaban
01 Anak dari kecil susah makannya..kadang kesal juga lah
02 Dibiasakan makan sendiri
03 Kadang dibujuk juga dianya gak mau, jarang ditunggui karena pagi banyak kerja memasak mencuci bersihkan rumah
4. Kebiasaan makan
Informan mengatakan bahwa balita memiliki kebiasaan makan kurang baik.
Sesuai ungkapan informan bahwa kebiasaan makan balita sarapan pagi belum
diupayakan secara rutin, dimana terkadang balita baugun jam 10 pagi sehingga
terlewatkan waktu sarapan pagi. Informan juga mengatakan tidak menyediakan
masakan selingan contoh bubur dan kue untuk memenuhi zat gizi balita, tetapi
balita dibiasakan mengkonsumsi makanan jajanan.
Tabel 4.36 Matriks Jawaban Informan tentang Kebiasaan Makan dan
Makanan Selingan
Informan Jawaban
01 Anak sekarang lebih suka jajan daripada makan pagi
02 Kadang sarapan kan makan jam 10 baru bangun.
Makanan yang di rumah aja
03 Makan sama abangnya
100
Informan mengatakan bahwa kebiasan makan balita dapat menyebabkan
balita menderita stunting. Hal ini mungkin disebabkan balita dari kecil dibiasakan
makan sendiri atau keluarga tidak terlalu mempersoalkan apakah balita
menghabiskan makananya atau tdaik
Tabel 4.37 Matriks Jawaban Informan tentang Kebiasaan Sewaktu Makan
Informan Jawaban
01 Biasanya makan di lantai pake tikar dengan abangnya
02 Menggendong sich nggak...anak saja dari kecil dibiasakan bapak makan sendiri
03 Makanan jarang habis,.. bapaknya gak marah katanya kalau gak habis ngak papa lah.
5. Praktek kesehatan
Informan mengatakan bahwa praktek kesehatan balita cenderung berisiko
mengalami stunting. Sesuai ungkapan informan bahwa untuk menjaga kebersihan
balita dimandikan 2 kali sehari, seharusnya sesuai kondisi balita karena balita
memiliki aktivitas tinggi untuk bermain. Balita setelah bermain di halaman
biasanya penuh dengan kotoran apalagi tidak menggunakan sandal untuk
menghindari kontak langsung dengan tanah. Apabila tidak dibersihkan dapat
menyebabkan kuman masuk dapat menyebabkan penyakit yang dapat menghambat
pertumbuhan balita.
101
Tabel 4.38 Matriks Jawaban Informan tentang Kebiasaan Kebersihan Diri
dan Mengikuti Posyandu
Informan Jawaban
01 Kadang dua kali sehari, pagi dan sore, semingu sekali potong kuku.
Ke poayandu jarang sekali
02 Mandi 2 kali sehari, potong kuku kalau sudah panjang. Lagi bermain di halaman tidak pake sandal dan tidak cuci tangan setelah bemain.
Sekali – sekali datang juga bu. Anak saya tidak minum vitaman A dari posyandu
03 Mandi bu, pagi dan sore hari, kukunya dipotong juga bu sama kakaknya yang besar.
Jarang tempatnya jauh
Informan mengatakan bahwa tidak memiliki kendala dalam memberikan
praktek kesehatan. Maksudnya bahwa informasn merasa kebiasaan praktek
kesehatan hanya saat balita sakit dan dibawa berobat ke sarana kesehatan. Sejauh
itu pemahaman informan sehingga perilaku untuk mencegah agar balita tidak
mengalami gangguan terutama gizi masih rendah karena alasan banyak pekerjaan
dan persepsi bahwa mengurus balita memang susah dan dibarengi dengan
kesabaran tanpa melakukan tindakan preventif.
Tabel 4.39 Matriks Jawaban Informan tentang Kendala Pemberian Praktek
Kesehatan
Informan Jawaban
01 Kalau sakit di bawa berobat ke puskesmas
02 Kadang-kadang ngak sempat karena banyak juga pekerjan lain
03 Ngak ada, kadang-kadang harus sabar aja mengurus anak
102
4.4.4. Hasil Wawancara Informan Tambahan
Hasil wawancara yang dilakukan terhadap dua orang informan sebagai
petugas gizi dan bidan desa tentang kejadian stunting berdasarkan, kegiatan
pemantuan, upaya pencegahan, pemberlian penyuluhan dan kendala atau saran agar
kejadian stunting dapat menurun di wilayah kerja Puskesmas Gunung Meriah
bsebagai berikut.
Informan mengatakan bahwa pemantauan pertumbuhan balita mudah
diakses melalui e PPGBM dengan terlebih dahulu memasukkan data balita dan
selanjutnya akan muncul kondisi status gizi balita. Berbeda dengan informasi
lainnya mengatakan pemantauan sunting dilakukan saat kegiatan posyandu dengan
melakukan peningkatan berat dan tinggi badan serta umur untuk mengetahui
standar deviasinya apakah normal atau tidak. Upaya mencegah stunting dengan
menerapkan sitem pemberian penyuluhan kepada masyarakat pada saat kegiatan
posyandu. Sedangkan kegiatan edukasi atau promosi kesehatan di lingkungan
masyarakat tidak diselenggarakan karena terbatasan dana.
Tabel 4.40 Matriks Jawaban Informan tentang Upaya Pemantauan dan
Pencegahan Kejadian Stunting
Informan Jawaban 04 Dengan adanya data ePPGBM, jadi semua balita terpantau setiap
bulannya. Data di posyandu di entry ke aplikasi, setelah itu akan muncul beberapa balita yang gizi buruk, sedang dan stunting.
Paling hanya penyuluhan kesehatan itu jarang dilakukan karena sudah ada bidan desa di posyandu. Nanti ada pelatihan PMBA dari dinas
05 Mengukur tinggi badan, berat badan balita di posyandu, kalau di masyarakat tidak pernah karena dananya tidak ada bu.
Informasi ini disampaikan saat kegiatan posyandu saja
103
Informan mengatakan bahwa salah satu upaya menurunkan kejadian
stuntiing dengan merubah perilaku makan ibu saat hami. Upaya ini merupakan
awal dari kegiatan 1000 hari kelahiran untuk menghindari anak dan ibu mengalami
kesulitan bersalin dan gangguan kesehatan. Namun kegiatan penyuluhan yang
telah dicanangkan untuk meningkatkan pengetahuan ibu hamil hanya diberikan saat
berkunjung ke puskesmas untuk memantau kehamilannya. Tidak berbeda jauh
dengan penyuluhan kepada masyarakat lainnya untuk meningkatkan pengetahuan
tentang stunting juga tidak dilakukan karena keterbatasan fasilitas dan dana
Tabel 4.41 Matriks Jawaban Informan tentang Pemberian Penyuluhan
kepada Ibu Hamil dan Masyarakat
Informan Jawaban 04 Jarang dilakukan karena itu disampaikan pada saat ibu hamil datang
memeriksa kehamilan. Jumlah kami sangat terbatas membuat penyuluhan.
05 Penyuluhan tentang gizi, penyakit masyarakat di posyandu bu. Di tempat lain gak ada bu
Informan mengatakan bahwa kendala yang sering dihadapi adalah terutama
sulitnya memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang perilaku sehat untuk
merubah perilaku masyarakat yang selalu ingin memantau kesehatan terutama
menghindari kejadian stunting. Program pemberitan makanan tambahan kepada
balita gizi kurang belum tepat sasaran kerena lemahnya pemantauan konsumsi
biskuit terkadang di konsumsi keluarga karena balita tersebut tidak menyukainya.
Kendala lainnya yang adalah keterbatasan jumlah tenaga kesehatan dalam
memberikan penyuluhan dan belum optimalnya kinerja petugas, bidan desa, kader
dalam mencapai sasaran program pemerintah dengan cakupan yang besar tetapi
104
tidak didukung sarana dan prasarana serta dana yang memadai. Saran yang
disampaikan informan adalah agar pihak pihak puskesmas, kepala desa, bidan desa,
kader dan tokoh masyarakat bekerjasama untuk memantau masalah gizi balita dan
memberikan pelatihan kepada kader dengan mengalokasikan dana dari dana
bantuan khusus stunting balita.
Tabel 4.42 Matriks Jawaban Informan tentang Kendala dan Saran dalam
Mengatasi Masalah Gizi Balita
Informan Jawaban 04 Kendalanya di masyarakat kadang susah kita memberi informasi,
terus di puskesmas sendiri kekurangan petugas gizi.
Disini kan ada program PTM bagi gizi buruk tatap hasil belum sesuai harapan, kadang-kadang balita resiko stunting tidak dibawa ke posyandu sehingga tidak terjaring.
Contohnya kita ingin mengajarkan masakan yang mengandung gizi baik tetapi masyarakat pendapatannya rendah dan kader untuk itu belum dilatih kan.
Sebaiknya pihak puskesmas, kepala desa, bidan desa, kader dan tokoh masyarakat bekerjasama untuk memantau masalah gizi balita.
05 Mungkin terlalu banyak yang ingin dicapai, padahal belum didukung jumlah bidan desa, kader dan fasilitas terutama dana yang terbatas.
Jumlah kader yang aktif hanya 1-2 orang saja, dan yang bisa menimbang, mengukur balita kadang 1 orang. Hambatan lainnya setiap ganti kepala desa, kader pun diganti juga sedangkan tokoh masyarakat tidak aktif.
Kader kan tanggung jawab kepala desa, dana desa kan dapat digunakan mengefektifkan kinerja kader.
Ke depan pihak puskesmas bersinergis dengan pihak pemerintah desa dalam pemantau dan mentasi masalah gizi balita
Berdasarkan uraian di atas diperoleh bahwa faktor yang memengaruhi
stunting balita antara lain pengetahuan, sikap, pemberian makanan, kebiasaan
makan dan praktek kesehatan. Selain itu, berdasarkan hasil wawancara diperoleh
105
bahwa faktor lain yang memengaruhi kejadian stunting balita yaitu pola makan
sewaktu hamil, kepercayaan, pendapatan, dan kebersihan balita. Sesuai dengan
uangkapan informan bahwa informan mengikuti kepercayaan dari orang-orang tua
dulu, dimana bayi sebelum usia 6 bulan sudah diberikan makan atau bayi tidak
mendapatkan ASI eksklusif. Menu makanan keluarga kurang beragam, terkadang
balita cukup makan dengan kecap dengan nasi sudah cukup karena rendahnya
pendapatan keluarga. Keluarga merasa bayi cepat diberi makanan pertumbuhannya
akan cepat berkembang dan balita dengan tinggi badan pendek tidak menjadi suatu
masalah asalkan mereka dapat beraktivitas dengan baik. Informan juga tidak rutin
membawa balita mengikuti posyandu untuk memantau tinggi. Informan hanya
membawa balita ke fasilitas kesehatan apabila mengalami sakit.
106
BAB V
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat dijelaskan variabel independen yang
dikaji terdiri dari faktor umur, umur menikah, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan,
pendapatan, pengetahuan, sikap, pemberian makan, kebiasaan makan dan praktek
kesehatan dan telah dilakukan uji statastik diperoleh dari sebelas tersebut
ditemukan lima variabel berpengaruh terhadap stunting. Kejadian stunting pada
balita usia 12-36 bulan dipengaruhi oleh faktor pengetahuan, sikap, pemberian
makan, kebiasaan makan dan praktek kesehatan. Untuk mengetahui faktor lainnya
terhadap stunting dilakukan wawancara mendalam kepada tiga orang ibu memiliki
balita stunting.
5.1. Pengaruh Umur Ibu terhadap Stunting pada Balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Gunung Meriah tahun 2019
Hasil penelitian menjukkan bahwa umur ibu pada umumnya tergolong usia
reproduksi kurang beriko antara 20 sampai dengan 35 tahun (79,1%). Hal ini
menggambarkan bahwa ibu berumur antara reproduksi kurang berisiko dapat
memiliki balita stunting. Menurut Kusmiyati bahwa usia reproduksi antara 20
sampai dengan 30 tahun merupakan kurun waktu reproduksi sehat yaitu usia yang
paling aman untuk melahirkan. Usia ibu hamil akan memengaruhi kelangsungan
hidup anak yaitu usia kurang dari 20 tahun meningkatkan gangguan kesehatan dan
kematian bayi (76).
107
Hal ini sesuai dengan hasil analisis bivariat menjelaskan ibu berumur
tergolong usia reproduksi lebih banyak memiliki balita stunting. Namun secara
statistik tidak menunjukkan hubungan yang berarti, tetapi dapat menjadi faktor
resiko karena nilai OR yaitu 1,067 lebih besar dari 1. Sejalan dengan penelitian
Agustiningrum (2016) menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara umur ibu,
pendidikan dan pekerjaan ibu dengan kejadian stunting di wilayah kerja Puskesmas
Wonosari I degan nilai p 0,638>0,05. Nilai OR sebesar 0,842, sehingga umur ibu
tidak berisiko menimbulkan stunting pada balita (77).
Demikian juga dengan hasil analisis multivariat menujukkan bahwa umur
tidak berpengaruh terhadap stunting pada balita. Sejalan dengan penelitian Astuti
(2016) menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara umur ibu dengan
kejadian stunting di Desa Hargorejo Kulonprogo Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal
ini dikarenakan umur ibu dianggap lebih berperan sebagai faktor psikologis ibu
seperti penerimaan kehamilan anak sehingga berpengaruh terhadap pola
pengasuhan anak, dalam hal ini pola asuh pemberian makanan. Faktor fisiologi usia
ibu berpengaruh terhadap pertumbuhan janin namun asupan makanan seimbang
yang dicerna oleh ibu dapat berdampak positif (78).
Pada penelitian ini ibu memiliki balita stunting termasuk dalam usia
reproduksi kurang berisiko. Hal ini disebabkan faktor umur ibu saat ini lebih
berperan sebagai dalam mengurus dan mengasuh dan membina keluarga sehingga
faktor pengasuhan balita lebih berpengaruh terhadap stunting pada balita.
108
5.2. Pengaruh Umur Menikah Ibu terhadap Stunting pada Balita di Wilayah
Kerja Puskesmas Gunung Meriah tahun 2019
Pernikahan dini menurut WHO adalah pernikahan sebelum usia 18 tahun,
yang berlaku baik bagi anak laki-laki maupun perempuan, tetapi kenyatannya lebih
umum terjadi pada anak perempuan (57). Hasil penelitian menjukkan bahwa
riwayat umur ibu menikah pada umumnya tergolong usia reproduksi kurang
berisiko (76,4%). Hal ini menggambarkan bahwa usia menikah antara 20-35 tahun
dapat memiliki balita stunting. Menurut pendapat Prakash bahwa pernikahan dini
dapat berdampak buruk terhadap kesehatan ibu dan balita. Salah satu dampaknya
adalah terganggunya organ reproduksi pada ibu dan apabila terjadi kehamilan,
merupakan kehamilan yang berisiko. Selain itu, dapat juga berakibat pada anak
yang dilahirkannya. Anak yang lahir dari ibu yang menikah dini memiliki
kesempatan hidup yang rendah dan lebih besar memiliki masalah gizi pada anaknya
seperti pendek, kurus, dan gizi buruk (58).
Hasil analisis bivariat menjelaskan ibu memiliki riwayat menikah dengan
kriteria usia reproduksi berisiko yaitu antara <20 tahun dan >35 tahun lebih banyak
memiliki balita stunting. Namun secara statistik tidak menunjukkan hubungan yang
berarti, dan dapat menjadi faktor resiko karena nilai OR yaitu 1,067 lebih besar dari
1. Sejalan dengan penelitian Khusna (2017) mengatakan bahwa tidak ada hubungan
antara usia ibu saat menikah dengan status gizi batita berdasarkan PB/U maupun
BB/U di wilayah Kecamatan Gemawang dan Bulu, Kabupaten Temanggung (79).
Demikian juga analisis multivariat tidak ada pengaruh umur menikah
terhadap stunting pada balita. Hasil Uji statistik diperoleh nilai p=0,855. dimana
kejadian stunting pada balita tidak disebabkan faktor umur menikah masuk usia
109
reproduksi berisiko maupun kurang berisiko. Hasil penelitian berbeda dengan
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Raj et al (2010) menunjukkan bahwa
kehamilan yang terjadi pada perempuan yang menikah dini secara signifikan
berkaitan dengan kejadian stunting (pendek), wasting (kurus), dan underweight
(gizi kurang). Hubungan usia ibu saat menikah dengan status gizi PB/U, status gizi
BB/U juga menunjukkan kecenderungan semakin muda usia ibu saat menikah
semakin meningkat kejadian gizi kurang (80).
Menurut United Nations Children’s Fund (UNICEF), masalah gizi
disebabkan berbagai faktor baik langsung (makanan tidak seimbang dan penyakit
infeksi) maupun tidak langsung meliputi pola asuh (pola asuh makan dan pola asuh
kesehatan). Pola asuh makan dapat berupa sikap dan perilaku ibu atau pengasuh
lain dalam memberikan makan. Pola asuh kesehatan dan pola asuh diri sebagai
sikap dan tindakan ibu terhadap kondisi lingkungan anak, meliputi: kebersihan dan
sanitasi lingkungan, perawatan balita dalam keadaan sehat maupun sakit (13).
Pada penelitian ibu memiliki balita stunting tidak menikah pada usia di
bawah 20 tahun atau menikah di atas 35 tahun sebagai usia reproduksi berisko
hamil tidak dapat menyebabkan stunting. Hal ini mungkin disebabkan karena umur
ibu saat menikah pertama kali merupakan faktor tidak langsung yang memengaruhi
stunting dan juga adanya faktor-faktor lain yang lebih berpengaruh terhadap
stunting. Faktor-faktor yang dapat memengaruhi stunting antara lain asupan makan
(energi dan protein) dan riwayat penyakit infeksi, yang merupakan faktor langsung
.
110
5.3. Pengaruh Suku Bangsa Ibu terhadap Stunting di Wilayah Kerja
Puskesmas Gunung Meriah tahun 2019
Hasil penelitian menunjukkan bahwa suku bangsa ibu pada umumnya adalah
selain Aceh yaitu suku Jawa dan Dairi (94,5%). Hal ini menggambarkan bahwa
suku bangsa yang dimiliki ibu sebagai garis keturunan dari orangtuanya dapat
memiliki balita stunting.
Hasil analisis bivariat menjelaskan ibu memiliki suku bangsa selain Aceh
lebih banyak memiliki balita stunting, sedangkan suku bangsa Aceh cenderung
tidak berisiko memiliki balita stunting. Nanum secara statistik tidak menunjukkan
hubungan yang berarti, dan tidak dapat menjadi faktor resiko karena nilai OR yaitu
0,586 lebih kecil dari 1.
Pada penelitian ibu memiliki balita stunting lebih banyak bersuku bangsa
bukan Aceh. Hal ini mungkin disebabkan karena suku bangsa sebagai garis
keturunan atau budaya yang dianut ibu saat ini tidak menjadi faktor langsung yang
dapat menyebabkan stunting. Masih banyak faktor lainnya yang dapat
memengaruhi stunting pada balita seperti pola kesehatan dan penyakit yang diderita
balita sehingga menghambat pertumbuhan dan perkembangannya.
Demikian juga analisis multivariat tidak ada pengaruh suku bangsa terhadap
stunting pada balita. Hasil Uji statistik diperoleh nilai p=0,329. dimana kejadian
stunting pada balita tidak disebabkan faktor suku bangsa Aceh maupun suku
bangsa bukan Aceh. Hal ini mengandung arti balita stunting lebih banyak terjadi
pada keluarga suku bangsa Aceh di Wilayah Kerja Puskesmas Gunung Meriah.
111
Sejalan dengan penelitian Khairiyah (2013) mengatakan faktor sosial budaya
dan asuhan makanan berpengaruh terhadap status gizi pada balita di Gampong Cut
Laweang Kecamatan Muara Tiga Kecamatan Pidie. Balita menderita kasus gizi
kurang sebanyak 46 orang dari 110 sampel yang diteliti (81).
Adat istiadat dan kebudayaan yang sudah mengakar memberi pengaruh yang
besar pada perilaku dan kebiasaan hidup mereka, termasuk kebiasaan makan dan
pola makan sehari-hari Jenis bahan dan menu makanan yang dikonsumsi, waktu
makan, frekuensi makan, tujuan makan, hingga jenis bahan makanan yang
ditabukan masyarakat Suku Sasak sangat dipengaruhi adat dan budayanya. Hal
serupa diberlakukan kepada anak pada 1.000 hari pertama kehidupannya (59).
Sesuai dengan temuan hasil wawancara bahwa ibu bersuku selain Aceh tidak
memberikan ASI eksklusif kepada balita karena ada kecenderungan pengambilan
keputusan dalam keluarga dipengaruhi oleh orang tua dari ibu balita yang
memberikan makanan pada saat balita berusia 0-6 bulan seperti teh manis, roti dan
makan lainnya yang dapat mengganggu percernaan. Padahal manfaat pemberian
ASI eksklusif adalah memberikan pertumbuhan optimal dan dapat menambah daya
tahan tubuh balita terhadap penyakit.
5.4. Pengaruh Pendidikan Ibu terhadap Stunting di Wilayah Kerja
Puskesmas Gunung Meriah tahun 2019
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan ibu pada umumnya
tergolong tinggi yaitu tamatan SMA dan Sarjana (53,3%). Hal ini menggambarkan
bahwa latar belakang pendidikan yang tinggi dapat memiliki balita stunting.
112
Hasil analisis bivariat menjelaskan ibu dengan latar belakang tamatan
SD/SMP lebih banyak memiliki balita stunting, sedangkan berpendidikan tamatan
SMA/sarjana cenderung tidak berisiko memiliki balita stunting. Namun secara
statistik tidak menunjukkan hubungan yang berarti, tetapi dapat menjadi faktor
resiko karena nilai OR yaitu 1,219 lebih besar dari 1. Sejalan dengan penelitian
Kusuma (2013) bahwa pendidikan orangtua, panjang badan lahir dan tinggi badan
orangtua bukan merupakan faktor risiko stunting (23).
Orang tua terutama ibu yang mendapatkan pendidikan lebih tinggi dapat
melakukan perawatan anak dengan lebih baik daripada orang tua dengan
pendidikan rendah. Orang tua dengan pendidikan yang lebih rendah lebih banyak
berasal dari keluarga yang sosial ekonominya rendah sehingga diharapkan
pemerintah meningkatkan akses pendidikan untuk keluarga dengan sosial ekonomi
yang kurang (60).
Penelitian Ramli, et al. (2009) di Kota Maluku, di mana pendidikan ayah
tidak berhubungan dengan kejadian stunting tetapi berbeda dengan faktor
pendidikan ibu berhubungan secara signifikan dengan kejadian stunting pada balita.
Hal ini bisa disebabkan karena peran pengasuhan lebih besar dilakukan oleh ibu
sedangkan ayah lebih banyak bekerja sehingga waktu dengan anaknya akan lebih
berkurang (61).
Demikian juga hasil analisis multivariat tidak ada pengaruh pendidikan ibu
terhadap stunting pada balita. Hasil Uji statistik diperoleh nilai p=0,235. dimana
kejadian stunting pada balita tidak dapat disebabkan latar belakang pendidikan.
baik ibu berpendidikan tinggi maupun rendah. Artinya latar belakang pendidikan
113
ibu belum dapat menjamin terjadinya stunting pada balita. Sejalan dengan
penelitian Nasution (2014) menyimpulkan hasil penelitiannya bahwa faktor sosial
ekonomi (pendidikan ibu, pendapatan keluarga, dan jumlah anggota keluarga) tidak
memiliki hubungan bermakna dengan kejadian stunting pada anak usia 6-24 bulan
di Kota Yogyakarta. Ada hubungan bermakna antara riwayat BBLR dan tinggi
badan ibu dengan kejadian stunting (20).
Hal ini mungkin disebabkan proporsi pendidikan yang dimiliki
dikategorikan tinggi (tamatan SMA/Sarjana) dan rendah (tamatan SD/SMP) tidak
berbeda jauh sehinggga kasus stunting terjadi pada ibu berpendidikan tinggi
maupun rendah. Selain itu, pendidikan yang tinggi tidak menjamin ibu memiliki
pola makan yang baik sebagai faktor penting pemenuhan asuhan gizi kepada balita
untuk menghindari stunting. Walaupun demikian, tingkat pendidikan yang tinggi
tetap faktor penting. Sebab semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka
semakin mudah dalam proses penyerapan atau adopsi informasi kesehatan sehingga
diharapkan akan tercipta pola kebiasaan yang baik dan sehat terutama dalam
menghindari balita stunting.
5.5. Pengaruh Pekerjaan terhadap Stunting di Wilayah Kerja Puskesmas
Gunung Meriah tahun 2019
Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik ibu tidak memiliki
pekerjaan (63,7%). Hal ini menggambarkan bahwa ibu tidak bekerja atau sebagai
ibu rumah tangga. Ibu bekerja untuk membantu suaminya memenuhi kebutuhan
hidup keluarga sehari-hari yaitu buruh pekerja di areal perkebunan kepala sawat.
Menurut Agustiningrum bahwa ibu bekerja dapat membantu dari segi
114
perekonomian keluarga sehingga meningkatkan daya beli untuk asupan nutrisi
anak. Meskipun waktu untuk merawat anak lebih sedikit dibandingkan ibu yang
tidak bekerja (77).
Hasil analisis bivariat menjelaskan ibu tidak bekerja cenderung memiliki
balita stunting. Nanum secara statistik tidak menunjukkan hubungan yang berarti,
tetapi dapat menjadi faktor resiko karena nilai OR yaitu 1,048 lebih besar dari 1.
Penelitan serupa oleh Anisa (2012) bahwa pekerjaan ibu tidak berhubungan dengan
kejadian stunting pada balita di Kelurahan Kalibaru Depok (82).
Pekerjaan adalah kegiatan yang dilakukan sehari-harinya dan sebagai
imbalannya mendapatkan upah atau tidak. Lingkungan pekerjaan dapat membuat
seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan, baik secara langsung maupun
tidak langsung (62). Ibu-ibu yang bekerja dari pagi hingga sore tidak memiliki
waktu yang cukup bagi anak-anak dan keluarga. Dalam hal ini ibu mempunyai
peran ganda yaitu sebagai ibu rumah tangga dan wanita pekerja. Walaupun
demikian, ibu harus dituntut tanggung jawabnya kepada suami dan anak-anaknya,
khususnya memelihara anak. Keadaan yang demikian dapat memengaruhi keadaan
gizi keluarga khususnya anak balita. Ibu-ibu yang bekerja tidak mempunyai waktu
yang cukup untuk memperhatikan makanan anak yang sesuai dengan kebutuhan
dan kecukupan serta kurang perhatian dan pengasuhan kepada anak (63).
Demikian juga analisis multivariat tidak ada pengaruh pekerjaan ibu
terhadap stunting pada balita. Hasil Uji statistik diperoleh nilai p=0,877, dimana
kejadian stunting pada balita tidak disebabkan status pekerjaan, baik ibu memiliki
pekerjaan maupun tidak. Hal ini dapat digambarkan bahwa ibu memiliki pekerjaan
115
dan tidak memiliki pekerjaan berisiko memiliki balita stunting. Sejalan dengan
penelitian Agustiningrum (2016) menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara
pekerjaan ibu dengan kejadian stunting di wilayah kerja Puskesmas Wonosari I
dengan nilai p 0,822> 0,05 (78).
Pada penelitian ini, ibu memiliki balita stunting lebih banyak tidak memiliki
pekerjaan atau sebagai ibu rumah tangga. Hal ini mungkin disebabkan ibu tidak
bekerja kurang mengetahui tentang asuhan gizi yang dapat berisiko balita
mengalami stunting. Selain itu, faktor pengelolaan makanan yang murah tetapi
mengandung gizi baik belum disajikan dalam menu pada balita.
5.6. Pengaruh Pendapatan terhadap Stunting di Wilayah Kerja Puskesmas
Gunung Meriah tahun 2019
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan keluarga pada umumnya
tergolong di dibawah UMK yaitu Rp. 2,5 juta (75,8%). Hal ini menggambarkan
bahwa keluarga memiliki pendapatan yang kurang memadai, namun bila
diasumsikan keluarga dengan jumlah anak cukup banyak belum tentu dapat
membiayai kebutuhan dengan baik.
Hasil analisis bivariat menjelaskan pendapatan di atas cenderung memiliki
balita stunting. Nanum secara statistik tidak menunjukkan hubungan yang berarti,
tetapi dapat menjadi faktor resiko karena nilai OR yaitu 1,132 lebih besar dari 1.
Sejalan dengan penelitian Paramashanti (2017) menjelaskan bahwa waktu
pemberian MP-ASI yang tepat bertindak sebagai faktor protektif (OR=0,32; 95%
CI: 0,13-0,75) kejadian stunting. Status ekonomi rumah tangga bertindak sebagai
116
effect modifier dan faktor pengganggu di antara hubungan keanekaragaman
makanan dan stunting (21).
Demikian juga analisis multivariat tidak ada pengaruh pendapatan keluarga
terhadap stunting pada balita. Hasil Uji statistik diperoleh nilai p=0,603. dimana
kejadian stunting pada balita tidak disebabkan karena faktor pendapatan keluarga di
atas maupun di bawah UMK.
Meningkatnya taraf hidup (kesejahteraan) masyarakat, pengaruh promosi
iklan, serta kemudahan informasi, dapat menyebabkan perubahan gaya hidup dan
timbulnya kebutuhan psikogenik baru dikalangan masyarakat ekonomi menengah
ke atas. Tingginya pendapatan yang tidak diimbangi dengan pengetahuan gizi yang
cukup, akan menyebabkan seseorang menjadi sangat konsumtif dalam pola
makannya sehari–hari, sehingga pemilihan suatu bahan makanan lebih didasarkan
pada pertimbangan selera dibandingkan dari aspek gizi (64).
Pada umumnya orangtua balita stunting memiliki pekerjaan sebagai buruh
lepas di perkebunan kelapa sawit yang bertugas membersihkan arel dan memanen
hasil dengan pendapatan di bawah UMK. Dengan asumsi dalam keluarga terdiri
dari 2 orang, tentunya belum dapat memprioritaskan asuhan dan kebutuhan gizi
dengan baik dan sedangkan pengeluaran lainnya lebih besar menunggu
ditanggulangi. Hal ini sesuai dengan ungkapan informan bahwa balita jarang
mengkonsumsi susu atau buah karena penghasilan keluarga tidak cukup atau daya
beli rendah. Ditambah lagi kebiasaan anak yang susah makan sehingga porsi makan
yang disajikan tidak habis membuat balita berisiko stunting.
117
Tidak ada keterkaitan antara pendapatan dengan stunting berdasarkan analisis
data terlihat bahwa balita yang mengalami stunting dan yang tidak stunting hampir
sama proporsinya berasal dari keluarga berpendapatan rendah dan tinggi. Anak
balita yang mengalami stunting yang berasal dari keluarga berpendapatan rendah
sebesar 51,4%, sedangkan proporsi balita stunting dari keluarga pendapatan tinggi
sebesar 45,5%.
5.7. Pengaruh Pengetahuan Ibu terhadap Stunting di Wilayah Kerja
Puskesmas Gunung Meriah tahun 2019
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan ibu tentang gizi yang
dapat berisiko stunting tidak baik (51,1%). Hal ini menggambarkan bahwa
pengetahuan ibu yang tidak baik tentang gizi dapat menyebabkan balita stunting
mulai dari gizi ibu hamil sampai jenis-jenis makanan yang dibutuhkan untuk
menghindari penyakit akibat kekurangan gizi.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam
membentuk perilaku atau tindakan seseorang. Tingkat pengetahuan seseorang
memiliki hubungan yang positif terhadap tingkah laku yang dilakukannya, berarti
semakin kurang pengetahuan seseorang. Hal ini didukung oleh teori Green yang
mengatakan bahwa perilaku seseorang dipengaruhi oleh faktor pengetahuan.
Individu yang memilik pengetahuan baik biasanya lebih memudah menelaah dan
mengadopsi perilaku kesehatan (65).
Hasil analisis bivariat menjelaskan pengetahuan yang tidak baik cenderung
memiliki balita stunting. Dibuktikan dengan hasil uji statistik menunjukkan ada
hubungan yang berarti, dan menjadi faktor resiko karena nilai OR yaitu 1,764 lebih
118
besar dari 1. Senada dengan penelitian Ni’mah (2015) menjelaskan bahwa
pengetahuan gizi ibu yang kurang (OR=3,877; CI=1,410-10,658) merupakan faktor
yang berhubungan dengan kejadian stunting pada balita di wilayah kerja
Puskesmas Tanah Kali Kedinding Surabaya (15).
Pengetahuan ibu tentang gizi berkaitan dengan kejadian stunting tidak baik.
Hal ini dapat disebabkan selain dilatar belakang faktor pendidikan juga dapat
disebabkan kurangnya informasi dari petugas dan kader menyampaikan informasi
tentang penyebab stunting. Sesuai dengan ungkapan informasi sebagai bidan desa
mengatakan bahwa balita yang datang ke Posyandu dapat dipantau berat badanya
tetapi yang tidak datang tidak dapat dipantau. Kegiatan penyuluhan kepada
masyarakat lainnya untuk meningkatkan pengetahuan tentang stunting tidak
dilakukan karena keterbatasan fasilitas dan dana. Sesuai dengan ungkapan bidan
desa mengatakan kegiatan penyuluhan tentang gizi yang dapat menyebabkan
penyakit masyarakat hanya diberikan saat kegiatan posyandu saja. Sedangkan di
tempat lainnya tidak diselenggarakan karena keterbatasan dana. Selain itu, kegiatan
penyuluhan tentang dilakukan sekilas saja karena kegiatanya dilakukan bersamaan
dengan kegiatan penyuluhan program kesehatan lainnya
Demikian juga hasil analisis multivariat didapatkan ada pengaruh
pengetahuan ibu terhadap stunting pada balita. Hasil Uji statistik diperoleh nilai
p=0,013 dimana kejadian stunting pada balita disebabkan karena pengetahuan
terhadap gizi yang tidak baik. Hasil analisis didapatkan nilai Exp (B) sebesar 2,333,
berarti ibu berpengetahuan tidak baik tentang gizi cenderung 2,333 kali memiliki
balita stunting daripada berpengetahuan baik.
119
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Wasaraka (2015) meneliti
tentang perbedaan proporsi stunting pada anak usia 12-24 bulan berdasarkan
pemanfaatan pelayanan posyandu di Kabupaten Jayapura Papua menjelaskan hasil
penelitian terdapat 19,8% anak yang tergolong stunting. Hasil analisis
menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna proporsi stunting
berdasarkan pemanfaatan pelayanan posyandu (p>0,05). Namun, terdapat
perbedaan yang bermakna antara stunting dengan kejadian infeksi saluran
pernapasan akut (ISPA) (p=0,017) dan pengetahuan gizi ibu (p=0,025) (19).
Hasil temuan ini juga diperkuat dengan ungkapan ibu bahwa masalah
stunting tidak menjadi suatu permasalahan besar dalam keluarga karena ada
persepsi keluarga bahwa anak dikatakan sehat apabila dalam aktivitas cekatan atau
lemah dan tidak mengalami penyakit. Upaya untuk meningkatkan pengetahuan ibu
di masa mendatang dapat dilakukan dengan memberikan penyuluhan khususnya di
daerah berisiko tinggi stunting secara berkala. Kader juga dapat memantau balita
berisiko stunting dengan turun langsung ke rumah-rumah bila ada informasi dari
masyarakat sehingga balita dapat diupayakan segera peningkatkan berat badannya.
5.8. Pengaruh Sikap Ibu terhadap Stunting pada Balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Gunung Meriah tahun 2019
Hasil penelitian menjukkan bahwa sikap ibu tentang gizi yang dapat
berisiko stunting tidak baik (56,6%). Hal ini menggambarkan respons negatif ibu
dalam mengelola asuhan gizi mulai dari saat hamil sampai dengan penerapan pola
asuh setelah bayi lahir seperti tidak memberikan IMD dan ASI eksklusif
menyebabkan balita stunting.
120
Sikap merupakan predisposisi tindakan suatu objek, dan sikap itu masih
merupakan reaksi tertutup dan memiliki 3 komponen pokok yaitu kepercayaan,
emosional dan kecenderungan untuk bertindak. Dalam penentuan sikap yang utuh
emosional memegang peranan penting. Ini sama halnya dengan hasil penelitian
yang dilakukan peneliti, karena faktor eksteren dan intern salah satunya
pengalaman, maka seseorang tersebut akan cenderung melakukan hal yang ke arah
positif untuk menghindari akibat yang negatif (66).
Hasil analisis bivariat menjelaskan sikap ibu yang negatif cenderung
memiliki balita stunting. Dibuktikan dengan hasil uji statistik menunjukkan ada
hubungan yang berarti, dan menjadi faktor resiko karena nilai OR yaitu 1,640 lebih
besar dari 1. Senada dengan pendapat Nursalam mengatakan sikap seseorang dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor umur, pekerjaan, pendidikan dan
paritas. Jika sebagian dari responden memiliki sikap yang negatif, makan tindakan
dan perilakunya akan cenderung negatif sehingga masalah gizi pada anak akan
terjadi (83).
Demikian juga hasil analisis multivariat didapatkan ada pengaruh sikap ibu
terhadap stunting pada balita. Hasil Uji statistik diperoleh nilai p=0,011 dimana
kejadian stunting pada balita disebabkan karena sikap terhadap gizi yang tidak
baik. Hasil analisis didapatkan nilai Exp (B) sebesar 2,362, berarti ibu bersikap
negatif tentang gizi cenderung 2,362 kali memiliki balita stunting daripada bersikap
positif. Sejalan dengan penelitan Olsa (2017) menyimpulkan temuannya bahwa
terdapat hubungan yang bermakna antara sikap ibu dengan kejadian sttunting pada
anak baru masuk sekolah dasar di Kecamatan Nanggalo. Penelitian serupa lainnya
121
oleh Ayuningtias pada anak kelas 1 di SDN Gedanganak dan SDN Candirejo
Sleman, Yogyakarta, yang menemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan
antara sikap ibu dengan kejadian stunting dengan nilai p<0,05 (84).
Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa sikap ibu terhadap gizi yang
berkiatan dengan stunting cenderung negatif. Hal ini dapat digambarkan bahwa
sikap ibu terhadap persiapan memiliki bayi sehat dikelola sedini mungkin mulai
dari masa hamil dengan memperhatikan pola makan yang baik, tetapi tidak dikelola
dengan sungguh-sungguh. Demikian juga selama melahirkan ibu tidak tahu tentang
inisiasi menyusu dini sebagai program dalam mensukseskan pemberian ASI
eksklusif.
Sesuai dengan ungkapan ibu bahwa pola makan pada masa hamil kurang baik
disebabkan usaha untuk mengkonsumsi makan bergizi rendah, dimana ibu
mengikutkan perasaan malas makan, walaupun suami memberikan semangat agar
selama hamil frekuensi makan 3 kali sehari dan jangan sampai berkurang. Ibu
kurang asuhan gizi pada masa hamil dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan
pada janinnya. Menurut pendapat Paudel bahwa status gizi ibu hamil sangat
memengaruhi keadaan kesehatan dan perkembangan janin. Gangguan pertumbuhan
dalam kandungan dapat menyebabkan berat lahir rendah. Bayi dengan berat lahir
rendah mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk menjadi stunting (9).
Ibu juga kurang paham tentang IMD bertujuan agar nantinya bayi usia 0-6
bulan hanya diberi ASI saja (ASI Ekslusif). Hal ini sesuai pendapat Ni’mah (2015)
dengan balita yang tidak mendapatkan ASI Eksklusif sebagai faktor resiko kejadian
stunting pada balita dengan nilai OR=4,643; CI=1,328-16,233) (15). Apabila ibu
122
memiliki sikap kurang baik terhadap pemenuhan gizi, ada kencerungan balita
menderita penyakit yang dapat mengganggu perkembangannya. Seperti yang
tertuang dalam UNICEF bahwa penyebab langsung balita stunting adalah
kurangnya asupan gizi dari makanan dan penyakit infeksi (13).
Upaya mencegah stunting pada balita, maka Pemerintah Indonesia
menetapkan Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2013 tentang Gerakan Nasional
Perbaikan Gizi diterbitkan untuk mendukung upaya penggalangan partisipasi dan
kepedulian pemangku kepentingan secara terencana dan terkoordinir untuk
percepatan perbaikan gizi dalam 1000 hari pertama kehidupan (1000 HPK) (17).
Program perbaikan gizi masyarakat sangat penting kerjasama berbagai
petugas yang terlibat terutama kader yang bertugas langsung dan berada di
lingkungan masyarakat. Berdasarkan hasil wawancara dengan kader mengatakan
bahwa pada umumnya kader aktif di Posyandu hanya 1 atau 2 orang, yang mampu
memberikan penyuluhan biasanya 1 orang saja. Kader juga mengatakan jika
pemerintah desa berpindah tangan, ada kemungkinan pada kader juga diganti
dengan orang lain. Padahal kader yang baru diangkat belum tentu lebih mahir dari
yang lama sehingga dapat menghambat pemberian penyuluhan kepada masyarakat.
Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan sikap ibu di masa mendatang
dengan cara melakukan pendekatan melalui kunjungan rumah terutama pada balita
berisiko stunting. Petugas gizi bekerja dengan kader atau bidan desa memberikan
motivasi atau dorongan dengan menjelaskan berbagai jenis dan tekstur makanan
berdasarkan usia balita serta bahan makanan yang dapat diolah untuk menu
makanan keluarga sehari-hari. Jenis bahan makanan yang dianjurkan tidak mesti
123
mahal tetapi mengandung gizi baik untuk mengoptimalkan perkembangan dan
pertumbuhan balita. Kader juga memberikan motivasi kepada keluarga terutama
orang agar balita dapat melengkapi imunisasi di Posyandu untuk mengoptimalkan
daya tahan tubuhnya
5.9. Pengaruh Pemberian Makan terhadap Stunting pada Balita di Wilayah
Kerja Puskesmas Gunung Meriah tahun 2019
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian makan kepada balita tidak
baik (55,5%). Hal ini menggambarkan ibu dalam menerapkan pemberian makan
sehari-hari sesuai usia tidak baik sehingga dapat menyebabkan balita stunting.
Menurut Irianto mengatakan makanan yang beranekaragam sangat bermanfaat bagi
kesehatan. Makanan yang beraneka ragam yaitu makanan yang mengandung unsur-
unsur zat gizi yang diperlukan tubuh baik kualitas maupun kuantitasnya. Gizi biasa
disebut triguna makanan yaitu, makanan yang mengandung zat tenaga, pembangun
dan zat pengatur. Makanan ini mengandung berbagai vitamin dan mineral, yang
berperan untuk melancarkan bekerjanya fungsi organ-organ tubuh untuk
mengoptimalkan pertumbuhan (67).
Hasil analisis bivariat menjelaskan pemberian makan yang tidak baik
cenderung memiliki balita stunting. Dibuktikan dengan hasil uji statistik
menunjukkan ada hubungan yang berarti, dan menjadi faktor resiko karena nilai
OR yaitu 1,715 lebih besar dari 1. Senada dengan pendapat Lubis bahwa balita
yang sedang mengalami proses pertumbuhan dengan pesat, memerlukan asupan zat
makanan relatif lebih banyak dengan kualitas yang lebih baik dan bergizi. Sesuai
dengan temuan di lapangan berdasarkan hasil wawancara bahwa pemberian
124
makanan dengan mempersiapkan menu makan keluarga sehari-hari belum sesuai
dengan asuhan gizi yang baik, terutama mengkonsumsi makanan tambahan seperti
susu dan buah (85).
Demikian juga hasil analisis multivariat didapatkan ada pengaruh
pemberian makan terhadap stunting pada balita. Hasil Uji statistik diperoleh nilai
p=0,005 dimana kejadian stunting pada balita disebabkan karena pemberian makan
yang tidak baik. Hasil analisis didapatkan nilai Exp (B) sebesar 2,644, berarti ibu
menerapkan pemberian makan dengan tidak baik cenderung 2,644 kali memiliki
balita stunting daripada pemberian makan baik. Sejalan dengan penelitian
penelitian Hutasoit (2012), bahwa terdapat pengaruh antara pola asuh makan
dengan terjadinya stunting pada Anak Sekolah Dasar di Kabupaten Tapanuli Utara
(p<0,05 (86). Penelitian serupa oleh Debora (2011), menyatakan bahwa pola asuh
memiliki hubungan yang signifikan terhadap kejadian stunting di Kecamatan
Biboki Utara Kabupaten Timor Tengah Utara Provinsi Nusa Tenggara Timur
(p<0,05) (87).
Untuk menambah gizi balita, keluarga lebih memilih membelikan makanan
jajanan di warung untuk memenuhi selera makan balita. Ibu juga jarang memasak
makanan puding untuk memnuhi kebutuhan gizi anggota keluarga karena
keterbatasan uang dari suaminya. Sesuai pendapat Lubis bahwa anak masih
membutuhkan bimbingan seorang ibu dalam memilih makanan agar pertumbuhan
tidak terganggu. Bentuk perhatian/dukungan ibu terhadap anak meliputi perhatian
ketika anak makan dan sikap orang tua dalam memberi makan (85).
125
Pada umumnya pemberian makan oleh ibu kepada balita berisko
menyebabkan stunting. Ibu tidak mengendong balita saat makan selain karena
orangtunya sudah membiasakan dari sejak untuk makan sendiri bersama anggota
keluarga lainnya, supaya ibu dapat menyelesaikan pekerjaan sehari-hari. Ibu juga
kurang berupaya membujuk balita mengkonsumsi porsi yang disediakan karena
suaminya tidak mendorong ibu agar berusaha memubuat anak mau makan dengan
lahap. Menurut Ayuningtias (2016) bahwa praktek pengasuhan yang memadai
sangat penting tidak hanya bagi daya tahan tubuh anak tetapi juga mengoptimalkan
perkembangan fisik dan mental anak serta baiknya kondisi kesehatan anak.
Sebaliknya jika pengasuhan anak kurang memadai, terutama keterjaminan makanan
dan kesehatan anak bisa menjadi salah satu faktor yang menghantarkan anak
menderita gangguan gizi (88).
Ibu juga jarang memantau berat badan balita secara rutin dengan membawa
ke Posyandu. Hal ini diperkuat dengan ungkapan informan bahwa balita jarang di
bawa ke Posyandu untuk ditimbang dan memantau berat badannya dengan alasan
jarak dari posyandu ke rumah cukup jauh dan keterbatasan suami yang bekerja.
Sejalan pendapat Wasaraka bahwa balita yang jarang dibawa ke Posyandu untuk
dipantau berat badannya mudah mengalami penyakit karena tidak mendapatkan
imunisasi yang dapat meningkatkan daya tahan tubuhnya (19).
Pemberian makan merupakan faktor penting untuk menghindari stunting
pada balita sehingga di masa mendatang supaya keluarga dapat diberi penyuluhan
dan edukasi tentang pola makan mengandung gizi baik secara berkala dengan
memberdayakan petugas dan kader melalui kunjungan rumah. Keluarga yang
126
memiliki stunting dan termasuk golongan keluarga miskin dapat menjadi peserta
Program Pemberian Makanan Tambahan. Selain itu, perlunya diperkuat kelompok
pendukung ASI dan Kelas Ibu Balita.
5.10. Pengaruh Kebiasaan Makan terhadap Stunting pada Balita di Wilayah
Kerja Puskesmas Gunung Meriah tahun 2019
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebiasaan makan kepada balita tidak
baik (69,8%). Hal ini menggambarkan ibu dalam membiasakan makan kepada
balita sehari-hari tidak baik seperti buah dan suhu, tidak menyiapkan sarapan,
membujuk balita dengan menggendong anak, dan menu makanan tidak beragam.
Menurut pendapat Santoso bahwa sayur-sayuran dan buah-buahan juga merupakan
sumber serat pangan yang mudah ditemukan dalam bahan pangan dan hampir
selalu terdapat pada hidangan sehari-hari, baik dalam keadaan mentah (lalapan
sehat) atau setelah diolah menjadi berbagai macam bentuk masakan (70).
Menurut pendapat Febriana mengatakan bahwa kebiasaan makan merupakan
upaya atau tindakan ibu memberikan makanan kepada balita dengan indiktor
sarapan pagi, minum susu, buah, makanan selingan, jajan, pola asuh makan,
makanan beragam, dan kebersihan diri. Buah sayur memiliki kalori yang rendah
dan merupakan sumber serat dan mikronutrien seperti vitamin dan mineral (69).
Hasil analisis bivariat menjelaskan kebiasaan makan yang tidak baik
cenderung memiliki balita stunting. Dibuktikan dengan hasil uji statistik
menunjukkan ada hubungan yang berarti, dan menjadi faktor resiko karena nilai
OR yaitu 1,641 lebih besar dari 1. Senada dengan penelitian Sari (2016) bahwa
prevalensi stunting pada kelompok asupan protein rendah, lebih besar 1,87 kali
127
daripada kelompok asupan protein cukup. Begitu pula pada asupan kalsium dan
fosfor, prevalensi stunting pada kelompok asupan kalsium rendah, lebih besar
3,625 kali daripada kelompok asupan kalsium cukup (8).
Demikian juga hasil analisis multivariat didapatkan ada pengaruh kebiasaan
makan terhadap stunting pada balita. Hasil Uji statistik diperoleh nilai p=0,004
dimana kejadian stunting pada balita disebabkan karena kebiasaan yang tidak baik.
Hasil analisis didapatkan nilai Exp (B) sebesar 2,915, berarti ibu membiasakan
makan dengan tidak baik cenderung 2,915 kali memiliki balita stunting daripada
kebiasaan makan baik dan merupakan faktor dominian memengaruhi stunting.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Novita (2018) diperoleh hasil bahwa
41% balita usia 24-59 bulan mengalami stunting. Uji chi square menunjukkan
bahwa terdapat hubungan antara panjang badan lahir, pola asuh makan dan
keragaman pangan dengan stunting (p ≤ 0,05). Hasil analisis multivariat
menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara keragaman pangan dengan stunting
(p= 0,029, OR=3,213, 95% Cl: 1,123-9,189) (89).
Keragaman pangan merupakan gambaran dari kualitas makanan yang
dikonsumsi oleh balita. Penelitian yang dilakukan di Gresik menunjukkan bahwa
asupan sayuran hijau seperti bayam dapat menurunkan resiko kejadian stunting,
karena sayuran hijau banyak mengandung zat besi yang berfungsi untuk mencegah
terjadinya stunting. Asupan zat besi yang diperoleh dari makanan apabila
jumlahnya berlebihan maka akan disimpan dalam otot dan sumsum tulang
belakang. Jika kecukupan zat besi tidak memadai maka zat besi yang disimpan
dalam tulang belakang digunakan untuk memproduksi hemoglobin menurun. Jika
128
kondisi ini berlangsung secara terus menerus maka akan mengakibatkan anemia
besi dan menurunkan kekebalan tubuh, sehingga mudah terserang penyakit infeksi
yang dalam jangka panjang akan berdampak pada pertumbuhan liner balita (90).
Pada penelitian ini, kebiasan makan yang diterapkan ibu kepada balita tidak
baik. Ibu tidak memberikan susu dan buah kepada balita karena keterbatasan
pendapatan keluarga. Kondisi ini menggambarkan bahwa ibu belum mampu
menyediakan keragaman makanan bagi baltia. Ibu juga tidak berupaya agar
makanan yang disajikan habis dimakan balita dengan cara membujuk atau
menggendong sambil bermain di luar rumah. Hal ini disebabkan kesibukan ibu
untuk mengurus dan mengerjakan pekerjan rumah tangga dan balita sudah terbiasa
makan sendiri ditemani saudaranya sendiri.
Ibu juga tidak memberikan makanan selingan setiap hari. Sesuai dengan
ungkapan ibu bahwa balita terkadang tidak sarapan pagi bila bangun tidur samai
pukul 10 pagi dan ibu juga tidak menyediakan masakan selingan contoh bubur dan
kue untuk memenuhi zat gizi balita setiap hari, tetapi balita dibiasakan
mengkonsumsi makanan jajanan. Untuk merubah perilaku kebiasaan makan
tersebut, tentunya bukanlah hal yang mudah, selain disebabkan pendapatan yang
belum mencukupi juga dapat disebabkan kebiasaan atau budaya yang dalam
keluarga tidak memandang kandungan gizi sebagai suatu kebutuhan dalam proses
pertumbuhan balita tetapi lebih menitikberatkan makanan dapat menghilangkan
rasa lapar sehingga dapat beraktivitas.
129
Maka pentingnya, di masa mendatang ibu khususnya memiliki balita stunting
diberikan penyuluhan tentang praktek pemberian makanan sesuai gizi baik terdiri
dari makanan pokok (nasi), makanan sumber protein hewani (ikan/daging/telur)
dan makanan sumber protein nabati (sayuran, buah dan kacangan) serta ditambah
makanan tambahan seperti roti, kue, susu dan lainnya pada saat berkunjung ke
posyandu atau saat mengikuti kegiatan-kegiatan kemasyarakatan dan keagamaan
untuk menambah pemahamam sehingga menimbulkan keinginan yang kuat
membiasakan keluarga mengkonsumsi makan yang baik. Selain itu, untuk
mengantisipasi masalah asupan nutrisi, perlu ditingkatkan upaya penyuluhan gizi
yang berkaitan dengan alternatif-alternatif makanan khususnya bagi keluarga yang
kurang mampu sehingga ada makanan pengganti yang harganya lebih murah.
5.11. Pengaruh Praktek Kesehatan terhadap Stunting pada Balita di Wilayah
Kerja Puskesmas Gunung Meriah tahun 2019
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu dalam menerapkan praktek
kesehatan kepada balita tidak baik (57,1%). Hal ini menggambarkan perilaku ibu
tidak menerapkan kebersihan keepada balita terutama setelah bermain tidak
mencuci tangan dan menggunakan sandal. Balita juga tidak mendapatkan imunisasi
lengkap dan vitmain A dari Posyandu. Menurut Gabe bahwa masa balita sangat
rentan terhadap penyakit seperti: flu, diare atau penyakit infeksi lainnya. Salah satu
faktor yang mempermudah anak balita terserang penyakit adalah keadaan
lingkungan dan menjaga kesehatan (91).
130
Hasil analisis bivariat menjelaskan praktek kesehatan yang tidak baik
cenderung memiliki balita stunting. Dibuktikan dengan hasil uji statistik
menunjukkan ada hubungan yang berarti, dan menjadi faktor resiko karena nilai
OR yaitu 1,452 lebih besar dari 1. Senada dengan penelitian dilakukan Gabe (2018)
di Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal pada anak batita menunjukkan
hasil yang sangat signifikan mengenai praktek kesehatan berhubungan dengan
status gizi (91).
Demikian juga hasil analisis multivariat didapatkan ada pengaruh praktek
kesehatan terhadap stunting pada balita. Hasil Uji statistik diperoleh nilai p=0,022
dimana kejadian stunting pada balita disebabkan karena perawatan kesehatan yang
tidak baik. Hasil analisis didapatkan nilai Exp (B) sebesar 2,445, berarti ibu
menerapkan praktek kesehatan dengan tidak baik cenderung 2,445 kali memiliki
balita stunting daripada praktek kesehatan baik.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Marfina (2014), dimana
terdapat pengaruh yang signifikan antara pola asuh perawatan kesehatan terhadap
kejadian stunting dengan nilai p=0,021. Anak dengan pola asuh perawatan
kesehatan yang kurang baik berisiko 3,37 kali lebih besar mengalami stunting
dibanding anak dengan pola asuh perawatan kesehatan baik (92). Begitu pula
dengan penelitian Hasanah (2013), yang menyatakan bahwa terdapat hubungan
yang signifikan antara pola asuh perawatan kesehatan dengan status gizi balita di
wilayah kerja Puskesmas Geureubak Aceh Timur, dengan nilai Exp (B) sebesar 7,8
dimana ibu dengan pola asuh perawatan kesehatan yang kurang baik kemungkinan
131
7 kali lebih besar mempunyai anak balita dengan status gizi kurang dibandingkan
anak dengan pola asuh kesehatan yang baik (93).
Menurut Sukoco mengatkan apabila anak balita sakit, lazimnya selera
makan mereka pun berkurang, sehingga asupan gizi makin rendah. Maka,
pertumbuhan sel otak yang seharusnya sangat pesat dalam dua tahun pertama
seorang anak menjadi terhambat. Dampaknya, anak tersebut terancam menderita
gizi kurang (stunting), yang mengakibatkan pertumbuhan mental dan fisiknya
terganggu, sehingga potensinya tak dapat berkembang dengan maksimal (94).
Perilaku ibu dalam praktek kesehatan yang diterapkan kepada balita tidak
baik. Sesuai hasil wawancara terungkap bahwa ibu jarang mencuci tangan sebelum
mengurus balita. Kondisi ini dapat menyebabkan balita terpapar kuman karena
tangan ibu yang kurang bersih. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan banyak
ditemukan anak-anak yang dibiarkan bermain di tanah tanpa menggunakan baju
dan alas kaki. Ibu kurang memperhatikan perlindungan kebersihan kepada anak
karena setelah bermian tidak dianjurkan atau membiasakan balita untuk cuci
tangan. Jika kebiasaan ini terus berlanjut, balita akan dengan mudah terinfeksi
penyakit. Perilaku higienis yang kurang baik berhubungan dengan munculnya
penyakit infeksi yang dapat mengganggu berat badannya.
Ibu juga jarang menerapkan mengosok gigi secara rutin pada balita
disebabkan kebiasaan dalam keluarga tidak membudidayakan kebiasaan tersebut,
baik orangtunya maupun anaknya. Menurut teori Green bahwa faktor yang
memengaruhi perilaku sehat masyarakat adalah predisposing factors sperti
keyakinan, kepercayan, nilai-nilai, dan tradisi dalam keluarga (14). Dalam keluarga
132
praktek kesehatan dapat dipengaruhi oleh faktor kebiasaan orang tua dulu yang
dapat menghambat perilaku kesehatan keluarga.
Berdasarkan temuan melalui hasil pengamatan di lapangan, dalam
memberikan praktek kesehatan masih banyak balita pada saat bayi tidak
memperoleh imunisasi lengkap bahkan ada yang tidak diimunisasi dan
mendapatkan vitamin A dari Posyandu. Hal ini terjadi dengan alasan para ibu
jarang membawa anak ke posyandu setelah anak berusia di atas 1 tahun ke atas.
Faktor lain yang menjadi penyebab tidak lengkapnya imunisasi atau jarahnya jauh
dari tempat tinggi dan suami tidak sempat untuk mengantar ke Posyandu.
Perlunya memberdayakan masyarakat untuk menjaga kebersihan
lingkungannya karena gangguan kekurangan gizi juga dapat disebabkan oleh
penyakit infeksi kronis pada balita dimana sebagian besar penyakit infeksi berasal
dari kebersihan lingkungan yang tidak terjaga. Untuk mengatasi masalah ini
diperlukan keterlibatan petugas gizi, bidan desa dan kader untuk melakukan
pelayanan kesehatan pada keluarga yang memiliki masalah kesehatan anak
terutama balita berisiko stunting, sehingga dapat dilakukan pembinaan keluarga
yang diharapkan dapat meningkatkan derajat kesehatan keluarga khususnya anak
balita.
5.12. Implikasi
Kasus kejadian stunting pada balita di Puskesmas Gunung Meriah cukup
tinggi dapat menyebabkan gangguan kesehatan dan kematian jika tidak dikelola
dengan sungguh-sungguh. Perlunya manajemen gizi menerapkan penyuluhan mulai
dini sejak ibu hamil sampai berusia balita. Upaya yang dapat dilakukan dengan
133
menyelenggarakan penyuluhan kepada masyarakat tentang 1000 HPK secara
berkala tentang gizi. Manajemen puskesmas juga mengoptimalkan kerjasama
dengan pemerintah desa, bidan desa dan kader dalam mensukseskan program
pemberian makanan tambahan kepada balita. Pemerintah desa dalam mengangkat
kader lebih memprioritaskan kader yang berpengalaman dan mengalokasikan dana
stunting untuk meningkatkan kinerja kader dalam memberikan penyuluhan tentang
makanan makanan pokok (nasi), makanan sumber protein hewani
(ikan/daging/telur) dan makanan sumber protein nabati (sayuran, buah dan
kacangan) yang dapat dikelola dari bahan makanan yang harganya tidak malah
sehingga meminimalisasi balita stunting. Para kader juga melakukan sosialisasi
tentang stunting pada kegiatan keagamaan dan sosial agar dapat merubah sikap
masyarakat tentang kejadian stunting pada balita.
5.13. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini telah diusahakan dan dilaksanakan sesuai dengan prosedur
ilmiah, namun demikian masih memiliki keterbatasan yaitu :
1. Dalam penelitian kelompok kontrol matching hanya didasarkan pada faktor
umur dan jenis kelamin anak. Sementara beberapa faktor dari ibu seperti usia ,
usia menikah, pedidikan dan pendapatan tidak masuk dalam matching
kelompok kontrol.
2. Variabel pendapatan hanya dikelompokkan berdasarkan katagori atas UMK
dan dibawah UMK, seharusnya untuk variabel pendapatan dapat
mengumpulkan data real pendapatan.
134
3. Variabel suku hanya dikelompokkan berdasarkan suku Aceh dan bukan Aceh,
jadi belum menggambarkan secara rinci pengaruh suku terhadap stunting.
135
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan
bahwa:
1. Umur ibu tidak pengaruh terhadap stunting pada balita.
2. Umur menikah ibu tidak pengaruh terhadap stunting pada balita.
3. Suku bangsa ibu tidak pengaruh terhadap stunting pada balita.
4. Status pendidikan ibu tidak pengaruh terhadap stunting pada balita.
5. Jenis pekerjaan ibu tidak pengaruh terhadap stunting pada balita.
6. Pendapatan keluarga tidak berpengaruh terhadap stunting pada balita.
7. Pengetahuan ibu berpengaruh terhadap stunting pada balita.
8. Sikap ibu berpengaruh terhadap stunting pada balita.
9. Pemberian makan oleh ibu berpengaruh terhadap stunting pada balita.
10. Kebiasaan makan ibu berpengaruh terhadap stunting pada balita dan
merupakan variabel dominan yang memengaruhi.
11. Praktek kesehatan yang diterapkan keluarga berpengaruh terhadap stunting
pada balita.
12. Faktor lain yang memengaruhi stunting balita yaitu pola makan ibu masa
hamil, kepercayaan, pendapatan, dan kebersihan balita.
136
6.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat disarankan kepada:
1. Diharapkan Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Singkil memfasilitasi Pemberian
Makanan Tambahan (PMT) kepada balita yang mengalami permasalahan gizi
terutama yang beresiko stunting.
2. Diharapkan Puskesmas Gunung Meriah menyelenggarakan penyuluhan kepada
tentang 1000 HPK secara rutin baik kepada ibu hamil, keluarga dan masyarakat
sehingga pengetahuan masyarakat meningkat dan memiliki respons dengan
baik tentang pola makan beragam sebagai upaya dini menurunkan kejadian
stunting dan meningkatkan kesehatan keluarga.
3. Diharapkan Puskesmas Gunung Meriah dapat bekerjasama dengan pemerintah
desa untuk menghindari kejadian stunting, dimulai dari pemberian makanan
tambahan kepada ibu hamil dan balita di posyandu, mengalokasikan anggaran
untuk pelatihan kader dalam rangka meningkatkan kemampuan dan
keterampilan dalam pelayanan posyandu dan melakukan penyuluhan serta
konseling.
4. Diharapkan pemerintah desa dalam mengangkat kader lebih memprioritaskan
kader yang berpengalaman dan mengalokasikan dana stunting untuk
meningkatkan kinerja kader dalam memberikan penyuluhan tentang makanan
makanan pokok (nasi), makanan sumber protein hewani (ikan/daging/telur) dan
makanan sumber protein nabati (sayuran, buah dan kacangan) yang dapat
dikelola dari bahan makanan yang harganya tidak malah.
137
5. Kader juga diharapkan dapat melakukan sosialisasi tentang stunting pada
kegiatan keagamaan dan sosial agar dapat merubah sikap masyarakat tentang
kejadian stunting pada balita.
6. Diharapkan keluarga membawa balita ke Posyandu setiap bulan untuk
memantau pertumbuhan dan perkembangan serta menerapkan praktek
kesehatan dengan perilaku hidup bersih dan sehat untuk menghindari balita
stunting.
138
DAFTAR PUSTAKA
1. Rosari A, Rini EA, Masrul M. Hubungan Diare dengan Status Gizi Balita di
Kelurahan Lubuk Buaya Kecamatan Koto Tangah Kota Padang. Jurnal
Kesehatan Andalas. 2013;2(3):11–115.
2. Organization WHO. Global Nutrition Targets 2025: Stunting Policy Brief.
World Health Organization; 2014.
3. RI K. Situasi Balita Pendek. Jakarta Pusat Data dan Info Kementerian
Kesehatan RI. 2016;
4. Organization WHO, Unicef. Trends in Maternal Mortality: 1990 to 2013:
estimates by WHO, UNICEF, UNFPA, The World Bank and the United
Nations Population Division. 2014;
5. Kemenkes RI. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2013;
6. Kementerian Kesehatan RI. Data Stunting 2014-2017. Kemenkes RI. 2017;
7. Poltekkes Kemenkes Aceh Bekerja Sama Dengan Dinas Kesehatan Aceh.
Survei Pemantauan Status Gizi Provinsi Aceh. 2017;
8. Sari EM, Mohammad J, Neti N, Mei NS. Asupan Protein, Kalsium Dan
Fosfor Pada Anak Stunting Dan Tidak Stunting Usia 24-59 Bulan. Jurnal
Gizi Klinik Indonesia. 2016;12(4):152–9.
9. Paudel R, Pradhan B, Wagle RR, Pahari DP, Onta SR. Risk Factors For
Stunting Among Children: A Community Based Case Control Study In
Nepal. Kathmandu University Medical Journal. 2012;10(3):18–24.
10. Meilyasari F, Isnawati M. Faktor Risiko Kejadian Stunting Pada Balita Usia
12 Bulan Di Desa Purwokerto Kecamatan Patebon, Kabupaten Kendal.
Diponegoro University; 2014.
11. Fikadu T, Assegid S, Dube L. Factors Associated with Stunting Among
Children of Age 24 To 59 Months in Meskan district, Gurage Zone, South
Ethiopia: a case-control study. BMC Public Health. 2014;14(1):800.
12. Nasikhah R, Margawati A. Faktor Risiko Kejadian Stunting Pada Balita Usia
24–36 Bulan di Kecamatan Semarang Timur. Diponegoro University; 2012.
13. UNICEF., (UNICEF) UNCF. The State Of The World’s Children, New
York United Nations. Vol. 9. Unicef; 1998.
14. Green LW, Kreuter MW, Deeds SG, Partridge KB, Bartlett E. Health
Education Planning: A Diagnostic Approach. 1980;
15. Ni’mah K, Nadhiroh SR. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Stunting Pada Balita. Media Gizi Indonesia. 2016;10(1):13–9.
16. Van Stuijvenberg ME, Nel J, Schoeman SE, Lombard CJ, du Plessis LM,
Dhansay MA. Low Intake of Calcium and Vitamin D, But Not Zinc, Iron Or
Vitamin A, is Associated With Stunting in 2-To 5-Year-Old Children.
Nutrition. 2015;31(6):841–6.
17. Aryastami NK. Kajian Kebijakan dan Penanggulangan Masalah Gizi
Stunting di Indonesia. Indonesian Bulletin of Health Research.
2017;45(4):233–40.
139
18. Oktarina Z, Sudiarti T. Faktor Risiko Stunting Pada Balita (24—59 Bulan)
di Sumatera. Jurnal Gizi dan Pangan. 2014;8(3):177–80.
19. Wasaraka YNK, Prawirohartono EP, Soenarto Y. Perbedaan Proporsi
Stunting Pada anak Usia 12-24 Bulan Berdasarkan Pemanfaatan Pelayanan
Posyandu di Kabupaten Jayapura, Papua. Jurnal Gizi Klinik Indonesia.
2015;12(2):72–8.
20. Nasution D, Nurdiati DS, Huriyati E. Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
Dengan Kejadian Stunting Pada Anak Usia 6-24 Bulan. Jurnal Gizi Klinik
Indonesia. 2014;11(1):31–7.
21. Paramashanti BA, Paratmanitya Y, Marsiswati M. Individual dietary
Diversity is Strongly Associated with Stunting in Infants and Young
Children. Jurnal Gizi Klinik Indonesia. 2017;14(1):19–26.
22. Kartini Apoina. Kejadian Stunting dan Kematangan Usia Tulang pada Anak
Usia Sekolah Dasar di Daerah Pertanian Kabupaten Brebes. State University
of Semarang; 2016.
23. Kusuma KE, Nuryanto N. Faktor Risiko Kejadian Stunting Pada Anak Usia
2-3 Tahun (Studi di Kecamatan Semarang Timur). Diponegoro University;
2013.
24. Wellina WF, Kartasurya MI, Rahfiludin MZ. Faktor Risiko Stunting Pada
Anak Umur 12-24 Bulan. Jurnal Gizi Indonesia (The Indonesian Journal of
Nutrition). 2016;5(1):55–61.
25. I Dewa, Nyoman, Supariasa D. Penilaian Status Gizi. 2nd edisi. Malang:
EGC; 2016. xvi+396.
26. Setiawan R, Ida B, Bandung PJK. Hubungan Status Gizi Dengan Kejadian
Pneumonia Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Palasari Kecamatan
Cianter Kabupaten Subang tahun 2010. Poltekkes Kemenkes Bandung.
2010;
27. Kementerian Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia 2012. Jakarta
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2013;222.
28. Febriyani I, Setiawati EM. Hubungan Asupan Sugar-Sweetened Beverages
Dengan Status Gizi Pada Anak Usia Prasekolah. Faculty of Medicine
Diponegoro University; 2014.
29. Rasyid H. Buku Panduan Pendidikan Keterampilan Klinik 1. Makassar:
Fakultas Kedokteran Univesitas Hasanuddin; 2015.
30. Donna L W, Marilyn, Hockenberry E, David W, Marilyn L W, Patricia S.
Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2008.
752 hlm.
31. Nursalam, Rekawati S, Sri U. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak untuk
Perawat dan Bidan. Pripa S, editor. Jakarta: Salemba Medika; 2005. x+202
hlm.
32. Mauliantika AA. Pengukuran Tinggi Badan dan Berat Badan Bayi. 2015;
33. Bappenas R. Pedoman Perencanaan Program Gerakan Sadar Gizi Dalam
Rangka Seribu Hari Pertama Kehidupa. Jakarta; 2018.
34. Soetjiningsih. Perkembangan Anak dan Permasalahannya. 2nd edisi. Jakarta:
EGC; 2012.
140
35. Azwar A. Kecenderungan Masalah Gizi dan Tantangan di Masa Datang.
Disampaikan Pada Pertemuan Advokasi Program Perbaikan Gizi Menuju
Keluarga Sadar Gizi Jakarta Hotel Sahid Jaya. 2004;
36. Fitri. Berat Lahir Sebagai Faktor Dominan Terjadinya Stunting pada Balita
(12-59 bulan) di Sumatera. Analisis Data Riskesdas. 2010;
37. (WHO) WHO. Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2011;
38. PIdR D. Dalam: Infeksi Nosokomial Problematika dan Pengendaliannya.
Jakarta, Salemba Medika. 2008;44–6.
39. Syafiq. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada;
2012.
40. Yusnidaryani. Pola Asuh terhadap Status Gizi Bayi pada Keluarga Miskin
dan Tidak Miskin di Kabupaten Aceh Utara. 2009;
41. Suhardjo. Perencanaan Pangan dan Gizi. Jakarta: Bumi Aksara; 2014.
42. Andi Nurlinda SKM, Kes M. Gizi dalam Siklus Daur Kehidupan: Seri
Baduta (Untuk Anak 1-2 Tahun). Penerbit Andi;
43. Hoddinott J, Behrman JR, Maluccio JA, Melgar P, Quisumbing AR,
Ramirez-Zea M, et al. Adult Consequences of Growth Failure in Early
Childhood. Am J Clin Nutr. 2013;98(5):1170–8.
44. Prendergast AJ, Humphrey JH. The stunting syndrome in developing
countries. Paediatr Int Child Health. 2014;34(4):250–65.
45. Indonesia MCA. Stunting dan Masa Depan Indonesia. Medical Indonesia.
2015;
46. USAID. Multi-Sectoral Nutrition Strategy 2014–2025. USAID Washington,
DC; 2014.
47. Achadi EL. Periode Kritis 1000 Hari Pertama Kehidupan dan Dampak
Jangka Panjang terhadap Kesehatan dan Fungsinya. Kursus Penyegar Ilmu
Gizi Persegi Yogyakarta. 2014;25.
48. Chomaria N. Panduan terlengkap perawatan bayi baru lahir. Surakarta:
Ziyad Visi Media; 2011.
49. Hidayati NL. 1000 Hari Emas Pertama dari Persiapan Kehamilan Sampai
Balita. Yogyakarta Andi. 2014;
50. Fikawati S, Syafiq A KK. Gizi Ibu dan Bayi. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada; 2015. 117 p.
51. Arisman M. Buku Ajar Ilmu Gizi Obesitas Diabetes Melitus & Dislipidemia
Konsep , Teori dan Penanganan Aplikatif. Jakarta: EGC; 2014. xv+253 hlm.
52. Evawany A. Kebutuhan Gizi Ibu Hamil. Bogor: IPB Press; 2010. 118 p.
53. Setiyani L, Kusumastuti AC. Hubungan Kejadian Anemia Pada Ibu
Menyusui Dengan Status Gizi Bayi Usia 0-6 Bulan. Diponegoro University;
2013.
54. Indonesia. KSR. 1000 Hari Pertama Kehidupan Penentu Ribuan Hari
Berikutnya. 2015;
55. Evasari E. Hubungan Umur, Paritas dan Status Gizi Ibu dengan Kejadian
BBLR. Jurnal Obstretika Scienta. 2016;4(2).
141
56. Khotimah H, Kuswandi K. Hubungan Karakteristik Ibu Dengan Status Gizi
Balita Di Desa Sumur Bandung Kecamatan Cikulur Kabupaten Lebak Tahun
2013. J Obs Sci. 2015;2(1):55–73.
57. Organization WH. Child marriages: 39 000 every day. 2013. 2017.
58. Prakash R, Singh A, Pathak PK, Parasuraman S. Early Marriage, Poor
Reproductive Health Status of Mother and Child Well-Being in India. BMJ
Sexual & Reproductive Health. 2011;37(3):136–45.
59. Nurbaiti L, Adi AC, Devi SR, Harthana T. Kebiasaan Makan Balita Stunting
Pada Masyarakat Suku Sasak: Tinjauan 1000 hari pertama Kehidupan
(HPK). Masyarakat, Kebudayaan dan Politik. 2014;27(2):104–12.
60. Ikeda N, Irie Y, Shibuya K. Determinants of Reduced Child Stunting in
Cambodia: Analysis of Pooled Data From Three Demographic and Health
Surveys. Bull World Health Organ. 2013;91:341–9.
61. Agho KE, Inder KJ, Bowe SJ, Jacobs J, Dibley MJ. Prevalence and risk
Factors For Stunting and Severe Stunting Among Under-Fives in North
Maluku Province of Indonesia. BMC Pediatrics. 2009;9(1):64.
62. Mubarak WI, Chayatin N. Ilmu Kesehatan Masyarakat: Teori dan Aplikasi.
Jakarta Salemba Medika. 2009;393.
63. Purwanti A. Hubungan Pola Asuh Makan Oleh Ibu Pekerja dengan Status
Gizi Baduta di Kecamatan Tongkuno Selatan Kabupaten Muna. Jurnal
Media Gizi Masyarakat Indonesia. 2012;2(1):11–6.
64. Sulistyoningsih H. Gizi Untuk Kesehatan Ibu dan Anak. Yogyakarta: Graha
Ilmu; 2011.
65. Soekidjo N. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta;
2012.
66. Azwar S. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta Pustaka
Pelajar. 2010.
67. Irianto DP. Panduan Gizi Lengkap Keluarga dan Olahragawan. Yogyakarta
Andi Offset. 2007;
68. Istiany A. Gizi Terapan. Jakarta: Remaja Rosdakarya; 2013.
69. Febriana R, Sulaeman A. Kebiasaan Makan Sayur dan Buah Ibu Saat
Kehamilan Kaitannya Dengan Konsumsi Sayur dan Buah Anak Usia
Prasekolah. J urnal Gizi dan Pangan. 2014;9(2).
70. Santoso S RLA. Kesehatan dan Gizi. Jakarta: Rineka Cipta; 2011.
71. Zeitlin M. Positive Devianc and Implicate in Child Nutrition with Emphasis
on Psycosocial and Behavioural Aspects and Implications for Developments.
The United Nations University. 1990.
72. Sihotang FT, Siagian A, Zuska F. Masalah Gizi Balita Pada Keluarga
Mandah Di Kecamatan Pauh Kabupaten Sarolangun Jambi. Pre Cure.
2013;1.
73. Creswell JW. Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan
Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2012;
74. Sugiono MPK, Kuantitatif P. kualitatif dan R&D. Bandung Alfabeta. 2011;
75. Muhammad I. Panduan Penyusunan Karya Tulis Ilmiah Bidang Kesehatan
Menggunakan Metode Ilmiah Hal 92-98. GEN, Bandung Cipta Pustaka
Media Perintis. 2016;
142
76. Kusmiyati Y. Perawatan Ibu Hamil. Yogyakarta: Fitramaya. 2009;
77. Agustiningrum T, Rokhanawati D. Hubungan Karakteristik Ibu Dengan
Kejadian Stunting pada Balita Usia 24-59 Bulan di Wilayah Kerja
Puskesmas Wonosari I. Universitas’ Aisyiyah Yogyakarta; 2016.
78. Astuti DK, Dwi Sarbini SST, Rakhma LR, Gz S, Gizi M. Hubungan
Karakteristik Ibu Dan Pola Asuh Gizi Dengan Kejadian Balita Stunted di
Desa Hargorejo Kulon Progo DIY. Universitas Muhammadiyah Surakarta;
2016.
79. Khusna NA, Nuryanto N. Hubungan Usia Ibu Menikah Dini Dengan Status
Gizi Batita Di Kabupaten Temanggung. Diponegoro University; 2017.
80. Raj A, Saggurti N, Winter M, Labonte A, Decker MR, Balaiah D, et al. The
Effect Of Maternal Child Marriage On Morbidity And Mortality Of Children
Under 5 In India: Cross Sectional Study Of A Nationally Representative
Sample. Bmj. 2010;340:b4258.
81. Khairiyah. Pengaruh Faktor Sosial Budaya dan Asuhan Makanan terhadap
Gizi Kurang pada Balita di Gampong Cut Laweang Kecamatan Muara Tiga
Kecamatan Pidie. 2013; Available from: Univesitas Syiah Kuala.
82. P. A. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadianstunting Pada
Balita Usia 25-60 bulan di Kelurahan Kalibaru Depok. Universitas Indonesia
Jakarta. 2012;
83. Nursalam N, Efendi F. Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika; 2008.
84. Olsa ED, Sulastri D, Anas E. Hubungan Sikap dan Pengetahuan Ibu
Terhadap Kejadian Stunting pada Anak Baru Masuk Sekolah Dasar di
Kecamanatan Nanggalo. J Kesehat Andalas. 2018;6(3):523–9.
85. Lubis R. Hubungan Pola Asuh Ibu dengan Status Gizi Anak Balita di
Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura
Kabupaten Langkat Tahun 2008. 2008;
86. Hutasoit HMAI. Analisis Faktor Risiko Stunting Pada Anak Sekolah Dasar
Di Kabupaten Tapanuli Utara.
87. Nabusa CD. Hubungan Riwayat Pola Asuh, Pola Makan, Asupan Zat Gizi
Terhadap Kejadian Stunting Pada Anak Usia 24–59 Bulan Di Kecamatan
Biboki Utara Kabupaten Timor Tengah Utara Propinsi Nusa Tenggara
Timur. Universitas Gadjah Mada; 2012.
88. Ayuningtias MW, Ngudi STIK. Hubungan Karakteristik Keluarga Dengan
Kejadian Stunting Pada Anak Baru Sekolah. 2016;
89. Widyaningsih NN, Kusnandar K, Anantanyu S. Keragaman Pangan, Pola
Asuh Makan Dan Kejadian Stunting Pada Balita Usia 24-59 Bulan. Jurnal
Gizi Indonesia (The Indonesia Journal Nutrisi. 2018;7(1):22–9.
90. Dewi EK, Nindya TS. Hubungan Tingkat Kecukupan Zat Besi Dan Seng
Dengan Kejadian Stunting Pada Balita 6-23 Bulan. Amerta Nutrisi.
2017;1(4):361–8.
91. S G. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Gizi Kurang pada
Anak Balita di Desa Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli
Serdang. Sumatera Utara: Universitas Sumatera Utara; 2017.
143
92. Marfina. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kejadian Stunting Pada Anak
Usia 12-24 Bulan di Kecamatan Ulee Kareng Kota Banda Aceh.: Tesis.
Universitas Sumatera Utara.; 2014.
93. A.U H. Pengaruh Karakteristik Keluarga dan Pola Asuh terhadap. Status
Gizi Balita pada Ibu Menikah Dini di Wilayah Kerja Puskesmas. Keudee
Geureubak Kecamata Banda Alam Kabupaten Aceh Timur. Sumatera Utara:
Tesis; 2013.
94. Sukoco NEW, Pambudi J, Herawati MH. Hubungan Status Gizi Anak Balita
Dengan Orang Tua Bekerja. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan.
2015;18(4):387–97.
144
Lampiran 1
KUESIONER
ANALISIS FAKTOR DETERMINAN STUNTING DI PUSKESMAS GUNUNG
MERIAH KABUPATEN ACEH SINGKIL PROVINSI ACEH
TAHUN 2018
Petunjuk Pengisian Data Responden
Isilah identitas Anda dengan benar dengan mengisi titik-titik dan memberi tanda
checklist () pada kolom yang disediakan.
I. DATA IBU
1. No. Responden : ……… (Diisi oleh Peneliti)
2. Inisial/ Nama : ………………………………
3. Umur : ………… tahun
4. Umur menikah : ………… tahun
5. Pendidikan : ………………………………
6. Pekerjaan : ………………………………
7. Suku bangsa : ………………………………
8. Pendapatan/bulan : Rp .........................................
II. DATA BALITA
1. Insial/Nama : ……… (Diisi oleh Peneliti)
2. Jenis Kelamin : ................................
3. Umur :..............Tahun
4. Tinggi Badan :..............cm
5. Berat Badah : .............kg
6. Umur : ..........bulan
145
III. KUESIONER
Petunjuk Pengisian
Jawablah pertanyaan/pernyataan di bawah ini dengan memberikan tanda (√) pada
jawaban yang sesuai menurut Anda.
A. Pengetahuan
Berikanlah tanda (√) pada kolom jawaban yang telah disediakan.
No Pertanyaan
1 Menurut ibu, apa yang dimaksud dengan gizi seimbang?
a. Makanan yang terdiri dari nasi, sayur, ikan, buah-buahan dan susu
b. Terdiri dari nasi, sayur, ikan dan buah-buahan
c. Makanan nasi, ikan dan sayur
2 Menurut ibu, jenis bahan makanan apa yang baik dicampurkan pada
anak balita?
a. Sayur dan lauk
b. Sayur saja
c. Gula dan kecap
3 Makanan yang dianjurkan untuk anak balita adalah......
a. Makanan yang beragam dan seimbang
b. Makanan yang sudah diawetkan dan bervariasi
c. Makanan yang banyak mengandung serat dan lemak
4 Menurut ibu, jenis garam apa yang digunakan saat memasak sayuran
untuk makanan keluarga....
a. Garam Iodium
b. Garam biasa
146
c. Garam mahal
5 Ibu memasak makanan seperti ikan dan sayuran untuk diberikan
kepada anak sangat dianjurkan sampai........
a. Matang
b. Setengah matang
c. Mentah
6 Pemberian makanan pada anak sebaiknya disesuaikan dengan.......
a. Kesenangan ibu
b. Kesenangan anak
c. Usia dan kebutuhan gizi anak
7 Menurut ibu, berapa kali anak balita diberi makanan setiap hari ?
a. 2 kali ditambah makanan selingan
b. 1 kali ditambah makanan selingan
c. 3 kali ditambah makanan selingan
8 Sayuran dan buah-buahan yang berwarna kuning, merah, dan hijau tua
sangat baik dikonsumsi untuk anak-anak karena banyak
mengandung........
a. retinol
b. vitamin C
c. karoten
9 Jenis mineral yang sangat berperan dalam pertumbuhan tulang dan gigi
anak balita adalah...
a. zat besi
b. iodium
c. fosfor
147
10 Kekurangan protein pada anak balita dalam jangka waktu lama akan
menyebabkan penyakit......
a. kwashiokor
b. beri-beri
c. marasmus
11 Pemenuhan zat gizi pada anak balita bermanfaat untuk....
a. Mendapatkan anak balita yang gemuk
b. Meningkatkan berat badan anak balita
c. Membuat anak balita menjadi sehat dan pintar
12 Jika makan/minum di luar rumah, sebaiknya makanan yang
dikonsumsi anak balita adalah......
a. Makanan dalam wadah yang tertutup dan bersih
b. Makanan di pinggir jalan yang tidak tertutup
c. Makanan/minuman dalam kemasan atau kaleng yang mengandung
zat pewarna
13 Bahan makan/minum yang dibeli di pasar untuk menu balita,
sebaiknya adalah......
a. Segar dan tidak mesti mahal
b. Harganya mahal
c. Bahan makanan dari kaleng
148
B. Sikap
No. Pernyataan Setuju Tidak
Setuju
1. Sebaiknya selama kehamilan ibu hamil mampu menyediakan makanan baik yang cukup untuk kesehatan ibu dan pertumbuhan janin
2. Sebaiknya ibu hamil memperbaiki pola makan yang tidak teratur manjadi teratur dan tidak melewatkan sarapan pagi
3. Selain mengkonsumsi buah dan sayur ibu hamil harus memperhatikan asupan air agar tidak terjadi dehidrasi
4. Sebaiknya ibu hamil diberi makanan tambahan secara rutin
5. Saat bersalin sebaiknya ibu ditolong dokter atau bidan yang ahli
6. Ibu bersalin sebaiknya melakukan inisiasi menyusui dini dibimbingan oleh tenaga kesehatan
7. Sebaiknya bayi diberi makanan pendamping ASI usia di atas 6 bulan hingga usia 2 tahun
8. Sebaiknya balita diberikan vitamin atau makanan puding
9. Sebaiknya anak diberi makan terdiri dari makanan pokok (nasi), makanan sumber protein hewani (ikan/daging/telur) dan makanan sumber protein nabati (sayuran, buah dan kacangan)
10. Sebaiknya balita diberikan ASI eksklusif selama 6 bulan mulai usia 0-6 bulan
11. Sebaiknya ibu dapat mengganti jenis makanan lain apabila anak tidak mau makan yang disajikan di rumah
12. Sebaiknya bayi dan balita rutin dibawa ke posyandu
13. Sebaiknya bayi dan balita diberi imunisasi dasar lengkap
14. Sebaiknya jenis makan/minum yang dibeli di luar rumah, sebaiknya makanan yang bersih dan tertutup
15. Sebaiknya ibu mencuci tangan sebelum memberikan makan pada balita
149
C. Pemberian Makanan
Berikanlah tanda (√) pada kolom jawaban yang telah disediakan.
No Pertanyaan Ya Tidak
1 Ibu berupaya memberikan menu seimbang untuk anak
dengan memberikan makanan yang terdiri dari Nasi +
ikan + Sayur + buah dan susu + makanan selingan
2 Ibu memberikan makanan dengan frekuensi 3 kali sehari
dan ditambah makanan selingan
3 Ibu memberikan anak balita sarapan pagi
4 Ibu mengutamakan memberikan minum air putih
secukupnya setelah makan
5 Ibu memberi susu minimal 1 x per hari
6 Ibu dalam memberikan makanan disesuaikan umur anak
balita
7 Ibu memberikan makanan selingan kepada anak seperti
kue/roti
8 Ibu berusaha membujuk anak mau menghabiskan
makanannya
9 Jika anak tidak mau makan sayur, ibu membujuk sambil
bercerita dan mencampurkan sayur ke dalam makanan
kesukaan anak
10 Jika anak diberi makan oleh saudara (orang lain), tetapi
ibu tetap memantau pola makan anak tersebut
11 Ibu mengolah makanan tidak mesti harganya mahal tetapi
murah mengandung gizi yang baik walaupun harganya
murah
12 Ibu berusaha agar anak tidak jajan sembarang di warung
yang kesehatannya belum tentu terjamin di warung
13 Ibu tidak membiasakan balita makan seperti makanan
kalengan/ makanan setengah masak
14 Ibu memberikan makanan tambahan jika anak sakit
seperti puding
15 Bahan makanan yang ibu gunakan adalah bahan makanan
yang masih segar
150
D. Kebiasaan Makan
Berikanlah tanda (√) pada kolom jawaban yang telah disediakan.
No Pertanyaan Ya Tidak
1 Ibu memberikan makanan kepada balita sarapan pagi pada
pukul 7 atau 8 pagi
2 Ibu memberikan minum susu kepada balita setiap pagi
3 Ibu diberikan makanan selingan berupa roti kepada balita
pada siang atau sore hari
4 Ibu memberikan makanan jajajan setiap hari kepada balita
5 Ibu menggendong sambil menyuapi anak balita sewaktu
makan
6 Ibu selalu mendampingi anak pada waktu makan
7 Ibu selalu memantau berat badan anak agar dapat
memantau porsi makanannya
8 Jika anak sakit, ibu tetap berusaha membujuk anak
menghabiskan porsi makan
9 Ibu membiasakan menu makanan beragam setiap hari
10 Ibu mencuci tangan sebelum memberi makanan kepada
anak
E. Praktek Kesehatan
Berikanlah tanda (√) pada kolom jawaban yang telah disediakan.
No Pertanyaan Ya
Tid
ak
1 Ibu memandikan anak 3 x sehari
2 Ibu selalu menggosok gigi anak setiap hari
3 Ibu selalu memotong kuku anak secara teratur
4 Ibu selalu mengganti pakaian anak jika kotor
5 Jika anak hendak buang air/besar ibu selalu membawa anak ke
jamban
6 Ibu selalu membuang sampah ke tempat pembuangan sampah
serta membakarnya untuk menghindarkan pencemaran
7 Ibu selalu membersihkan tempat tidur anak
8 Jika anak bermain di luar rumah, ibu/keluarga selalu menyuruh
anak memakai alas kaki
151
9 Ibu membiasakan anak mencuci tangan dengan sabun sebelum
makan
10 Jika anak sakit ibu membawa anak berobat ke Puskesmas atau ke
dokter
11 Ibu membawa anak ke posyandu setiap bulan
12 Anak balita ibu sudah mendapat vitamin A 2 x setahun
13 Anak balita ibu lengkap immunisasinya
14 Ibu membawa anak balita untuk imunisasi selalu sesuai jadwal
immunisasi
15 Ibu selalu mencuci tangan saat berhubungan dengan cuci tangan
Hasil Pengukuran Stunting
No. Pengukuran (Timbangan/Microtoa) Stunting
Ya Tidak
1 Tinggi Badan...........cm
2 Umur........................bulan
152
Lampiran 2.
PEDOMAN WAWANCARA
IBU DARI BALITA STUNTING
Tanggal :
Pukul :
Identitas Diri
Inisial : …………………
Umur :…………………Tahun
Pendidikan : …………………
Pekerjaan : …………………
Pendapatan/bulan : Rp....................................
Alamat :…………………….
Pertanyaan:
Pengetahuan
1. Apa yang dimaksud dengan stunting pada balita ?
2. Apa saja penyebab terjadinya stunting pada balita? (segi makanan, kesehatan
dan lainya sebagainya)
3. Bagaimana pencegahan agar balita tidak menderita stunting ?
4. Apaka upaya ibu jika balita menderita stunting?
Sikap
1. Bagaimana tanggapan itu tentang pola makan selama ibu hamil dengan
memperbaiki pola makan yang tidak teratur manjadi teratur dan tidak
melewatkan sarapan pagi?
2. Bagaimana tanggapan ibu tentang pemberian inisiasi menyusu dini selama 1 jam
setelah melahirkan?
3. Bagaimana tanggapan ibu tentang pemberian ASI eksklusif kepada bayi usia 0-
6 bulan?
4. Bagaimana tanggapan ibu tentang balita rutin dibawa ke posyandu?
153
5. Bagaimana tanggapan ibu tentang pemberian makanan terdiri dari nasi, sayur,
ikan, buah-buahan dan susu?
6. Bagaimana tanggapan ibu tentang mengganti jenis makanan lain apabila anak
tidak mau makan yang disajikan di rumah?
Pemberian Makanan
Pertanyaan:
1. Bagaimana menu makanan balita, apakah ibu memberikan makanan terdiri dari
Nasi + ikan + Sayur + buah dan susu + makanan selingan?
2. Apakah ibu memberikan makanan tersebut dengan frekuensi 3 kali sehari dan
ditambah makanan selingan?
3. Apakah ibu memberikan makanan tambahan atau membeli jajajan kepada balita
agar berat badannya bertambah, seperti puding, makanan kaleng, roti, buah dan
lainnya?
4. Bagaimana membujuk balita agar menghabiskan makanannya?
5. Bagaimana kendala ibu dalam memberikan makanan gizi sehat kepada balita?
6. Apakah ibu membawa balita ke fasilitas kesehatan dan memberikan makanan
tambahan jika anak sakit seperti bubur kacang ijo dan lainnya?
7. Bagaimana kendala ibu dalam memberikan makanan kepada balita?
Kebiasaan Makan
Pertanyaan:
1. Apakah ibu membiasakan memberikan sarapan pagi pada pukul 7 atau 8 pagi?
2. Apakah ibu membiasakan memberikan susu, buah, rotin atau makanan selingan
lainnya kepada balita ataupun menyediakan makanan beragam?
3. Apakah ibu membiasakan mendamping anak sewaktu makana, seperti
menggendong balita ?
4. Apakah ibu memantau berat badan balita agar dapat menentukan banyaknya
porsi makannaya?
5. Apakah ibu membiasakan mencuci tangan sebelum memberi makanan atau
setelah beraktivitas?
154
Praktek Kesehatan
Pertanyaan:
1. Bagaimana ibu membersihkan diri balita seperti mandi, memotong kuku,
mengganti pakaian dan lainnya?
2. Bagaimana kebiasaan ibu membuang sampah, membersihkan rumah dan
jamban?
3. Bagaimana kebiasaan ibu membawa balita ke posyandu setiap bulan dan apa
tujuannya?
4. Bagaimana kelengkapan imunisasi balita ibu?
5. Apa kendala ibu dalam memberikan praktek kesehatan kepada balita?
155
PEDOMAN WAWANCARA
PETUGAS GIZI DAN BIDAN DESA
Tanggal :
Pukul :
Identitas Diri
Inisial : …………………
Umur :…………………Tahun
Pendidikan :…………………..
Lama bekerja :................................
Jabatan :................................
Alamat :…………………….
Pertanyaan:
1. Bagaimana upaya ibu dalam memantau kejadian stunting pada balita di wilayah
kerja seperti ?
2. Bagaimana upaya ibu dalam mencegah agar kejadian stunting dapat diturunkan
dari segi pola makan dan praktek kesehatan?
3. Bagaimana pelaksanaan penyuluhan atau pemberian pendidikan kesehatan
tentang 1000 HPK kepada ibu untuk mengatasi masalah stunting pada balita ?
4. Bagaimana kendala dan saran ibu dalam mengatasi masalah gizi pada balita ?
156
Lampiran 3 UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS Reliability Scale: ALL VARIABLES
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 20 100,0
Excludeda 0 ,0
Total 20 100,0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
,951 13
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item
Deleted
P1 20,1500 20,766 ,747 ,948 P2 20,1500 20,766 ,747 ,948 P3 20,1500 20,029 ,946 ,943 P4 20,2500 21,461 ,505 ,955 P5 20,2000 21,221 ,588 ,952 P6 20,3000 20,642 ,678 ,950 P7 20,2500 20,303 ,782 ,947 P8 20,2500 19,987 ,860 ,945 P9 20,2500 20,303 ,782 ,947 P10 20,1500 20,661 ,775 ,947 P11 20,2500 19,987 ,860 ,945 P12 20,2500 20,303 ,782 ,947 P13 20,2000 20,379 ,798 ,946
157
Reliability
Scale: ALL VARIABLES
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 20 100,0
Excludeda 0 ,0
Total 20 100,0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
,944 15
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item
Deleted
S1 24,2500 22,829 ,670 ,942 S2 24,2000 23,432 ,560 ,944 S3 24,2000 23,011 ,658 ,942 S4 24,1500 22,766 ,764 ,939 S5 24,2000 22,274 ,835 ,937 S6 24,1500 22,871 ,737 ,940 S7 24,1500 22,345 ,871 ,937 S8 24,2000 21,958 ,913 ,935 S9 24,2500 23,355 ,551 ,945 S10 24,2000 23,116 ,633 ,943 S11 24,1500 22,871 ,737 ,940 S12 24,1000 22,832 ,816 ,938 S13 24,1000 22,937 ,787 ,939 S14 24,1500 23,503 ,580 ,944 S15 24,1500 23,608 ,555 ,944
158
Reliability
Scale: ALL VARIABLES
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 20 100,0
Excludeda 0 ,0
Total 20 100,0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
,955 15
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item
Deleted
PM1 25,4500 17,945 ,781 ,951 PM2 25,4000 17,832 ,925 ,948 PM3 25,3500 18,976 ,656 ,954 PM4 25,4500 17,524 ,913 ,948 PM5 25,5500 17,629 ,755 ,952 PM6 25,4500 17,839 ,814 ,950 PM7 25,3500 18,661 ,780 ,952 PM8 25,3000 19,695 ,546 ,956 PM9 25,4500 17,524 ,913 ,948 PM10 25,5000 17,526 ,835 ,950 PM11 25,5000 18,053 ,683 ,954 PM12 25,4000 18,884 ,569 ,955 PM13 25,3000 19,695 ,546 ,956 PM14 25,5000 17,737 ,774 ,951 PM15 25,5500 17,524 ,784 ,951
.
159
Reliability
Scale: ALL VARIABLES
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 20 100,0
Excludeda 0 ,0
Total 20 100,0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
,960 10
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item
Deleted
KM1 14,95 14,471 ,646 ,962 KM2 15,00 13,474 ,915 ,952 KM3 15,10 13,463 ,850 ,955 KM4 15,00 13,474 ,915 ,952 KM5 15,05 13,629 ,826 ,956 KM6 15,15 13,713 ,762 ,959 KM7 15,05 13,629 ,826 ,956 KM8 15,00 13,579 ,881 ,954 KM9 15,05 14,050 ,699 ,961 KM10 14,95 13,629 ,923 ,952
160
Reliability
Scale: ALL VARIABLES
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 20 100,0
Excludeda 0 ,0
Total 20 100,0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
,962 15
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item
Deleted
PK1 23,5500 28,997 ,743 ,960 PK2 23,5500 28,682 ,813 ,958 PK3 23,5500 28,261 ,908 ,956 PK4 23,6500 29,292 ,607 ,962 PK5 23,6000 29,200 ,655 ,961 PK6 23,7000 28,326 ,779 ,959 PK7 23,6500 28,976 ,670 ,961 PK8 23,6500 28,555 ,756 ,959 PK9 23,6000 28,253 ,855 ,957 PK10 23,6000 28,674 ,765 ,959 PK11 23,5500 28,997 ,743 ,960 PK12 23,6000 27,832 ,946 ,956 PK13 23,7000 28,221 ,800 ,958 PK14 23,6000 27,832 ,946 ,956 PK15 23,6500 28,976 ,670 ,961
161
Lampiran 4
162
163
164
165
166
167
Lampiran 5
HASIL PENGOLAHAN DATA Frequency Table
Umur balita
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid 12-24 bulan 24 26,4 26,4 26,4
25-36 bulan 67 73,6 73,6 100,0
Total 91 100,0 100,0
Jenis kelamin balita
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Perempuan 52 57,1 57,1 57,1
Laki-laki 39 42,9 42,9 100,0
Total 91 100,0 100,0
Frequency Table
Umur
Frequency Percent Valid
Percent Cumulative
Percent
Valid Reproduksi berisiko < 20 atau >35 tahun
38 20,9 20,9 20,9
Reproduksi kurang berisiko 20-35 tahun
144 79,1 79,1 100,0
Total 182 100,0 100,0
Umur_Menikah
Frequenc
y Percent Valid
Percent Cumulative
Percent
Valid Reproduksi berisiko < 20 atau >35 tahun
43 23,6 23,6 23,6
Reproduksi kurang berisiko 20-35 tahun
139 76,4 76,4 100,0
Total 182 100,0 100,0
168
Suku bangsa
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Bukan Aceh 172 94,5 94,5 94,5
Aceh 10 5,5 5,5 100,0
Total 182 100,0 100,0
Pendiidkan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Rendah (< SMA) 85 46,7 46,7 46,7
Tinggi (≥ SMA) 97 53,3 53,3 100,0
Total 182 100,0 100,0
Pekerjaan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Bekerja 66 36,3 36,3 36,3
Tidak beerja 116 63,7 63,7 100,0
Total 182 100,0 100,0
Pendapatan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Rendah (<=UMK Rp. 2,5 juta)
138 75,8 75,8 75,8
Tinggi (>UMK Rp. 2,5 juta)
44 24,2 24,2 100,0
Total 182 100,0 100,0 Pengetahuan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Tidak baik 93 51,1 51,1 51,1
Baik 89 48,9 48,9 100,0
Total 182 100,0 100,0
Sikap
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Negatif 103 56,6 56,6 56,6
Positif 79 43,4 43,4 100,0
Total 182 100,0 100,0
169
Pemberian_makanan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Tidak baik 101 55,5 55,5 55,5
Baik 81 44,5 44,5 100,0
Total 182 100,0 100,0
Kebiasaan_makan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Tidak baik 127 69,8 69,8 69,8
Baik 55 30,2 30,2 100,0
Total 182 100,0 100,0
Praktek_kesehatan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Tidak baik 104 57,1 57,1 57,1
Baik 78 42,9 42,9 100,0
Total 182 100,0 100,0
Stunting
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Stunting 91 50,0 50,0 50,0
Tidak stunting 91 50,0 50,0 100,0
Total 182 100,0 100,0
170
JAWABAN KUESIONER P1
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Salah 59 32,4 32,4 32,4
Benar 123 67,6 67,6 100,0
Total 182 100,0 100,0
P2
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Salah 105 57,7 57,7 57,7
Benar 77 42,3 42,3 100,0
Total 182 100,0 100,0
P3
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Salah 113 62,1 62,1 62,1
Benar 69 37,9 37,9 100,0
Total 182 100,0 100,0
P4
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Salah 109 59,9 59,9 59,9
Benar 73 40,1 40,1 100,0
Total 182 100,0 100,0
P5
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Salah 78 42,9 42,9 42,9
Benar 104 57,1 57,1 100,0
Total 182 100,0 100,0
P6
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Salah 68 37,4 37,4 37,4
Benar 114 62,6 62,6 100,0
Total 182 100,0 100,0
P7
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Salah 65 35,7 35,7 35,7
Benar 117 64,3 64,3 100,0
Total 182 100,0 100,0
171
P8
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Salah 135 74,2 74,2 74,2
Benar 47 25,8 25,8 100,0
Total 182 100,0 100,0
P9
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Salah 104 57,1 57,1 57,1
Benar 78 42,9 42,9 100,0
Total 182 100,0 100,0
P10
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Salah 109 59,9 59,9 59,9
Benar 73 40,1 40,1 100,0
Total 182 100,0 100,0
P11
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Salah 103 56,6 56,6 56,6
Benar 79 43,4 43,4 100,0
Total 182 100,0 100,0
P12
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Salah 72 39,6 39,6 39,6
Benar 110 60,4 60,4 100,0
Total 182 100,0 100,0
P13
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Salah 117 64,3 64,3 64,3
Benar 65 35,7 35,7 100,0
Total 182 100,0 100,0
S1
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Tidak setuju 99 54,4 54,4 54,4
Setuju 83 45,6 45,6 100,0
Total 182 100,0 100,0
172
S2
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Tidak setuju 101 55,5 55,5 55,5
Setuju 81 44,5 44,5 100,0
Total 182 100,0 100,0
S3
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Tidak setuju 99 54,4 54,4 54,4
Setuju 83 45,6 45,6 100,0
Total 182 100,0 100,0
S4
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Tidak setuju 103 56,6 56,6 56,6
Setuju 79 43,4 43,4 100,0
Total 182 100,0 100,0
S5
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Tidak setuju 82 45,1 45,1 45,1
Setuju 100 54,9 54,9 100,0
Total 182 100,0 100,0
S6
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Tidak setuju 54 29,7 29,7 29,7
Setuju 128 70,3 70,3 100,0
Total 182 100,0 100,0
S7
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Tidak setuju 112 61,5 61,5 61,5
Setuju 70 38,5 38,5 100,0
Total 182 100,0 100,0
S8
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Tidak setuju 109 59,9 59,9 59,9
Setuju 73 40,1 40,1 100,0
Total 182 100,0 100,0
173
S9
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Tidak setuju 40 22,0 22,0 22,0
Setuju 142 78,0 78,0 100,0
Total 182 100,0 100,0
S10
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Tidak setuju 121 66,5 66,5 66,5
Setuju 61 33,5 33,5 100,0
Total 182 100,0 100,0
S11
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Tidak setuju 101 55,5 55,5 55,5
Setuju 81 44,5 44,5 100,0
Total 182 100,0 100,0
S12
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Tidak setuju 104 57,1 57,1 57,1
Setuju 78 42,9 42,9 100,0
Total 182 100,0 100,0
S13
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Tidak setuju 123 67,6 67,6 67,6
Setuju 59 32,4 32,4 100,0
Total 182 100,0 100,0
S14
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Tidak setuju 31 17,0 17,0 17,0
Setuju 151 83,0 83,0 100,0
Total 182 100,0 100,0
S15
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Tidak setuju 102 56,0 56,0 56,0
Setuju 80 44,0 44,0 100,0
Total 182 100,0 100,0
174
PM1
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Tidak 65 35,7 35,7 35,7
Ya 117 64,3 64,3 100,0
Total 182 100,0 100,0
PM2
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Tidak 101 55,5 55,5 55,5
Ya 81 44,5 44,5 100,0
Total 182 100,0 100,0
PM3
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Tidak 77 42,3 42,3 42,3
Ya 105 57,7 57,7 100,0
Total 182 100,0 100,0
PM4
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Tidak 89 48,9 48,9 48,9
Ya 93 51,1 51,1 100,0
Total 182 100,0 100,0
PM5
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Tidak 111 61,0 61,0 61,0
Ya 71 39,0 39,0 100,0
Total 182 100,0 100,0
PM6
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Tidak 108 59,3 59,3 59,3
Ya 74 40,7 40,7 100,0
Total 182 100,0 100,0
PM7
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Tidak 140 76,9 76,9 76,9
Ya 42 23,1 23,1 100,0
Total 182 100,0 100,0
175
PM8
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Tidak 109 59,9 59,9 59,9
Ya 73 40,1 40,1 100,0
Total 182 100,0 100,0
PM9
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Tidak 123 67,6 67,6 67,6
Ya 59 32,4 32,4 100,0
Total 182 100,0 100,0
PM10
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Tidak 103 56,6 56,6 56,6
Ya 79 43,4 43,4 100,0
Total 182 100,0 100,0
PM11
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Tidak 64 35,2 35,2 35,2
Ya 118 64,8 64,8 100,0
Total 182 100,0 100,0
PM12
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Tidak 101 55,5 55,5 55,5
Ya 81 44,5 44,5 100,0
Total 182 100,0 100,0
PM13
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Tidak 121 66,5 66,5 66,5
Ya 61 33,5 33,5 100,0
Total 182 100,0 100,0
PM14
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Tidak 62 34,1 34,1 34,1
Ya 120 65,9 65,9 100,0
Total 182 100,0 100,0
176
PM15
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Tidak 65 35,7 35,7 35,7
Ya 117 64,3 64,3 100,0
Total 182 100,0 100,0
KM1
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Tidak 42 23,1 23,1 23,1
Ya 140 76,9 76,9 100,0
Total 182 100,0 100,0
KM2
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Tidak 105 57,7 57,7 57,7
Ya 77 42,3 42,3 100,0
Total 182 100,0 100,0
KM3
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Tidak 113 62,1 62,1 62,1
Ya 69 37,9 37,9 100,0
Total 182 100,0 100,0
KM4
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Tidak 44 24,2 24,2 24,2
Ya 138 75,8 75,8 100,0
Total 182 100,0 100,0
KM5
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Tidak 117 64,3 64,3 64,3
Ya 65 35,7 35,7 100,0
Total 182 100,0 100,0
KM6
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Tidak 69 37,9 37,9 37,9
Ya 113 62,1 62,1 100,0
Total 182 100,0 100,0
177
KM7
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Tidak 142 78,0 78,0 78,0
Ya 40 22,0 22,0 100,0
Total 182 100,0 100,0
KM8
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Tidak 60 33,0 33,0 33,0
Ya 122 67,0 67,0 100,0
Total 182 100,0 100,0
KM9
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Tidak 129 70,9 70,9 70,9
Ya 53 29,1 29,1 100,0
Total 182 100,0 100,0
KM10
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Tidak 106 58,2 58,2 58,2
Ya 76 41,8 41,8 100,0
Total 182 100,0 100,0
PK1
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Tidak 110 60,4 60,4 60,4
Ya 72 39,6 39,6 100,0
Total 182 100,0 100,0
PK2
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Tidak 147 80,8 80,8 80,8
Ya 35 19,2 19,2 100,0
Total 182 100,0 100,0
PK3
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Tidak 72 39,6 39,6 39,6
Ya 110 60,4 60,4 100,0
Total 182 100,0 100,0
178
PK4
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Tidak 117 64,3 64,3 64,3
Ya 65 35,7 35,7 100,0
Total 182 100,0 100,0
PK5
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Tidak 126 69,2 69,2 69,2
Ya 56 30,8 30,8 100,0
Total 182 100,0 100,0
PK6
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Tidak 73 40,1 40,1 40,1
Ya 109 59,9 59,9 100,0
Total 182 100,0 100,0
PK7
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Tidak 64 35,2 35,2 35,2
Ya 118 64,8 64,8 100,0
Total 182 100,0 100,0
PK8
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Tidak 112 61,5 61,5 61,5
Ya 70 38,5 38,5 100,0
Total 182 100,0 100,0
PK9
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Tidak 122 67,0 67,0 67,0
Ya 60 33,0 33,0 100,0
Total 182 100,0 100,0
PK10
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Tidak 67 36,8 36,8 36,8
Ya 115 63,2 63,2 100,0
Total 182 100,0 100,0
179
PK11
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Tidak 105 57,7 57,7 57,7
Ya 77 42,3 42,3 100,0
Total 182 100,0 100,0
PK12
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Tidak 127 69,8 69,8 69,8
Ya 55 30,2 30,2 100,0
Total 182 100,0 100,0
PK13
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Tidak 119 65,4 65,4 65,4
Ya 63 34,6 34,6 100,0
Total 182 100,0 100,0
PK14
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Tidak 113 62,1 62,1 62,1
Ya 69 37,9 37,9 100,0
Total 182 100,0 100,0
PK15
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Tidak 76 41,8 41,8 41,8
Ya 106 58,2 58,2 100,0
Total 182 100,0 100,0
180
Crosstabs
Umur * Stunting
Crosstab
Stunting
Total Stunting Tidak
stunting
Umur Reproduksi berisiko < 20 atau >35 tahun
Count 23 20 43
% within Umur_Menikah
53,5% 46,5% 100,0%
% of Total 12,6% 11,0% 23,6%
Reproduksi kurang berisiko 20-35 tahun
Count 68 71 139
% within Umur_Menikah
48,9% 51,1% 100,0%
% of Total 37,4% 39,0% 76,4%
Total Count 91 91 182
% within Umur_Menikah
50,0% 50,0% 100,0%
% of Total 50,0% 50,0% 100,0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig.
(2-sided) Exact Sig. (2-
sided) Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square ,274a 1 ,601 Continuity Correctionb ,122 1 ,727 Likelihood Ratio ,274 1 ,601 Fisher's Exact Test ,727 ,364
Linear-by-Linear Association
,273 1 ,602
N of Valid Cases 182 a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 21,50. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Umur (Reproduksi berisiko < 20 atau >35 tahun / Reproduksi kurang berisiko 20-35 tahun)
1,201 ,605 2,383
For cohort Stunting = Stunting 1,093 ,789 1,515 For cohort Stunting = Tidak stunting ,911 ,636 1,304
N of Valid Cases 182
181
Umur_Menikah * Stunting
Crosstab
Stunting
Total Stunting Tidak stunting
Umur_Menikah
Reproduksi berisiko < 20 atau >35 tahun
Count 20 18 38
% within Umur 52,6% 47,4% 100,0%
% of Total 11,0% 9,9% 20,9%
Reproduksi kurang berisiko 20-35 tahun
Count 71 73 144
% within Umur 49,3% 50,7% 100,0%
% of Total 39,0% 40,1% 79,1%
Total Count 91 91 182
% within Umur 50,0% 50,0% 100,0%
% of Total 50,0% 50,0% 100,0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig.
(2-sided) Exact Sig. (2-
sided) Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square ,133a 1 ,715 Continuity Correctionb ,033 1 ,855 Likelihood Ratio ,133 1 ,715 Fisher's Exact Test ,855 ,428
Linear-by-Linear Association
,132 1 ,716
N of Valid Cases 182 a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 19,00. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Umur_Menikah (Reproduksi berisiko < 20 atau >35 tahun / Reproduksi kurang berisiko 20-35 tahun)
1,142 ,558 2,337
For cohort Stunting = Stunting 1,067 ,757 1,506 For cohort Stunting = Tidak stunting ,934 ,644 1,355
N of Valid Cases 182
182
Suku bangsa * Stunting
Crosstab
Stunting
Total Stunting Tidak stunting
Suku bangsa Bukan Aceh Count 88 84 172
% within Suku bangsa
51,2% 48,8% 100,0%
% of Total 48,4% 46,2% 94,5%
Aceh Count 3 7 10
% within Suku bangsa
30,0% 70,0% 100,0%
% of Total 1,6% 3,8% 5,5%
Total Count 91 91 182
% within Suku bangsa
50,0% 50,0% 100,0%
% of Total 50,0% 50,0% 100,0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig.
(2-sided) Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 1,693a 1 ,193 Continuity Correctionb ,952 1 ,329 Likelihood Ratio 1,739 1 ,187 Fisher's Exact Test ,330 ,165
Linear-by-Linear Association
1,684 1 ,194
N of Valid Cases 182 a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,00. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Suku bangsa (Bukan Aceh / Aceh)
,409 ,102 1,634
For cohort Stunting = Stunting ,586 ,225 1,528 For cohort Stunting = Tidak stunting
1,433 ,929 2,211
N of Valid Cases 182
183
Pendidikan* Stunting
Crosstab
Stunting
Total Stunting Tidak stunting
Pendiidkan Rendah (< SMA) Count 47 38 85
% within Pendiidkan 55,3% 44,7% 100,0%
% of Total 25,8% 20,9% 46,7%
Tinggi (≥ SMA) Count 44 53 97
% within Pendiidkan 45,4% 54,6% 100,0%
% of Total 24,2% 29,1% 53,3%
Total Count 91 91 182
% within Pendiidkan 50,0% 50,0% 100,0%
% of Total 50,0% 50,0% 100,0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig.
(2-sided) Exact Sig. (2-
sided) Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 1,788a 1 ,181 Continuity Correctionb 1,413 1 ,235 Likelihood Ratio 1,791 1 ,181 Fisher's Exact Test ,235 ,117
Linear-by-Linear Association
1,778 1 ,182
N of Valid Cases 182 a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 42,50. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Pendiidkan (Rendah (< SMA) / Tinggi (≥ SMA)) 1,490 ,830 2,675
For cohort Stunting = Stunting 1,219 ,912 1,629
For cohort Stunting = Tidak stunting ,818 ,607 1,102
N of Valid Cases 182
184
Pekerjaan * Stunting
Crosstab
Stunting
Total Stunting Tidak stunting
Pekerjaan Bekerja Count 34 32 66
% within Pekerjaan 51,5% 48,5% 100,0%
% of Total 18,7% 17,6% 36,3%
Tidak beerja Count 57 59 116
% within Pekerjaan 49,1% 50,9% 100,0%
% of Total 31,3% 32,4% 63,7%
Total Count 91 91 182
% within Pekerjaan 50,0% 50,0% 100,0%
% of Total 50,0% 50,0% 100,0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig.
(2-sided) Exact Sig. (2-
sided) Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square ,095a 1 ,758 Continuity Correctionb ,024 1 ,877 Likelihood Ratio ,095 1 ,758 Fisher's Exact Test ,878 ,439
Linear-by-Linear Association
,095 1 ,758
N of Valid Cases 182 a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 33,00. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Pekerjaan (Bekerja / Tidak beerja)
1,100 ,601 2,013
For cohort Stunting = Stunting 1,048 ,778 1,413 For cohort Stunting = Tidak stunting
,953 ,702 1,295
N of Valid Cases 182
185
Pendapatan * Stunting
Crosstab
Stunting
Total Stunting Tidak stunting
Pendapatan Rendah (<=UMK Rp. 2,5 juta)
Count 71 67 138
% within Pendapatan
51,4% 48,6% 100,0%
% of Total 39,0% 36,8% 75,8%
Tinggi (>UMK Rp. 2,5 juta)
Count 20 24 44
% within Pendapatan
45,5% 54,5% 100,0%
% of Total 11,0% 13,2% 24,2%
Total Count 91 91 182
% within Pendapatan
50,0% 50,0% 100,0%
% of Total 50,0% 50,0% 100,0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig.
(2-sided) Exact Sig. (2-
sided) Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square ,480a 1 ,489 Continuity Correctionb ,270 1 ,603 Likelihood Ratio ,480 1 ,488 Fisher's Exact Test ,604 ,302
Linear-by-Linear Association
,477 1 ,490
N of Valid Cases 182 a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 22,00. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Pendapatan (Rendah (<=UMK Rp. 2,5 juta) / Tinggi (>UMK Rp. 2,5 juta))
1,272 ,644 2,512
For cohort Stunting = Stunting 1,132 ,788 1,626 For cohort Stunting = Tidak stunting ,890 ,646 1,225
N of Valid Cases 182
186
Pengetahuan * Stunting
Crosstab
Stunting
Total Stunting Tidak stunting
Pengetahuan Tidak baik Count 59 34 93
% within Pengetahuan 63,4% 36,6% 100,0%
% of Total 32,4% 18,7% 51,1%
Baik Count 32 57 89
% within Pengetahuan 36,0% 64,0% 100,0%
% of Total 17,6% 31,3% 48,9%
Total Count 91 91 182
% within Pengetahuan 50,0% 50,0% 100,0%
% of Total 50,0% 50,0% 100,0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig.
(2-sided) Exact Sig. (2-
sided) Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 13,743a 1 ,000 Continuity Correctionb 12,665 1 ,000 Likelihood Ratio 13,922 1 ,000 Fisher's Exact Test ,000 ,000
Linear-by-Linear Association
13,667 1 ,000
N of Valid Cases 182 a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 44,50. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Pengetahuan (Tidak baik / Baik)
3,091 1,689 5,658
For cohort Stunting = Stunting 1,764 1,285 2,423 For cohort Stunting = Tidak stunting
,571 ,419 ,778
N of Valid Cases 182
187
Sikap * Stunting
Crosstab
Stunting
Total Stunting Tidak stunting
Sikap Negatif Count 62 41 103
% within Sikap 60,2% 39,8% 100,0%
% of Total 34,1% 22,5% 56,6%
Positif Count 29 50 79
% within Sikap 36,7% 63,3% 100,0%
% of Total 15,9% 27,5% 43,4%
Total Count 91 91 182
% within Sikap 50,0% 50,0% 100,0%
% of Total 50,0% 50,0% 100,0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig.
(2-sided) Exact Sig. (2-
sided) Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 9,864a 1 ,002 Continuity Correctionb 8,947 1 ,003 Likelihood Ratio 9,962 1 ,002 Fisher's Exact Test ,003 ,001
Linear-by-Linear Association
9,810 1 ,002
N of Valid Cases 182 a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 39,50. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Sikap (Negatif / Positif)
2,607 1,425 4,770
For cohort Stunting = Stunting 1,640 1,180 2,279
For cohort Stunting = Tidak stunting ,629 ,470 ,841
N of Valid Cases 182
188
Pemberian_makanan * Stunting
Crosstab
Stunting
Total Stunting Tidak stunting
Pemberian_makanan
Tidak baik Count 62 39 101
% within Pemberian_makanan
61,4% 38,6% 100,0%
% of Total 34,1% 21,4% 55,5%
Baik Count 29 52 81
% within Pemberian_makanan
35,8% 64,2% 100,0%
% of Total 15,9% 28,6% 44,5%
Total Count 91 91 182
% within Pemberian_makanan
50,0% 50,0% 100,0%
% of Total 50,0% 50,0% 100,0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig.
(2-sided) Exact Sig. (2-
sided) Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 11,768a 1 ,001 Continuity Correctionb 10,767 1 ,001 Likelihood Ratio 11,905 1 ,001 Fisher's Exact Test ,001 ,000
Linear-by-Linear Association
11,704 1 ,001
N of Valid Cases 182 a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 40,50. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Pemberian_makanan (Tidak baik / Baik) 2,851 1,556 5,223
For cohort Stunting = Stunting 1,715 1,233 2,385 For cohort Stunting = Tidak stunting ,601 ,448 ,808
N of Valid Cases 182
189
Kebiasaan_makan * Stunting
Crosstab
Stunting
Total Stunting Tidak stunting
Kebiasaan_makan Tidak baik Count 72 55 127
% within Kebiasaan_makan
56,7% 43,3% 100,0%
% of Total 39,6% 30,2% 69,8%
Baik Count 19 36 55
% within Kebiasaan_makan
34,5% 65,5% 100,0%
% of Total 10,4% 19,8% 30,2%
Total Count 91 91 182
% within Kebiasaan_makan
50,0% 50,0% 100,0%
% of Total 50,0% 50,0% 100,0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig.
(2-sided) Exact Sig. (2-
sided) Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 7,530a 1 ,006 Continuity Correctionb 6,670 1 ,010 Likelihood Ratio 7,624 1 ,006 Fisher's Exact Test ,009 ,005
Linear-by-Linear Association
7,489 1 ,006
N of Valid Cases 182 a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 27,50. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Kebiasaan_makan (Tidak baik / Baik) 2,480 1,285 4,786
For cohort Stunting = Stunting 1,641 1,106 2,434 For cohort Stunting = Tidak stunting ,662 ,502 ,872
N of Valid Cases 182
190
Praktek_kesehatan * Stunting
Crosstab
Stunting
Total Stunting Tidak stunting
Praktek_kesehatan
Tidak baik Count 60 44 104
% within Praktek_kesehatan
57,7% 42,3% 100,0%
% of Total 33,0% 24,2% 57,1%
Baik Count 31 47 78
% within Praktek_kesehatan
39,7% 60,3% 100,0%
% of Total 17,0% 25,8% 42,9%
Total Count 91 91 182
% within Praktek_kesehatan
50,0% 50,0% 100,0%
% of Total 50,0% 50,0% 100,0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig.
(2-sided) Exact Sig. (2-
sided) Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 5,744a 1 ,017 Continuity Correctionb 5,048 1 ,025 Likelihood Ratio 5,777 1 ,016 Fisher's Exact Test ,024 ,012
Linear-by-Linear Association
5,712 1 ,017
N of Valid Cases 182 a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 39,00. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Praktek_kesehatan (Tidak baik / Baik) 2,067 1,138 3,758
For cohort Stunting = Stunting 1,452 1,055 1,997 For cohort Stunting = Tidak stunting
,702 ,527 ,936
N of Valid Cases 182
191
Logistic Regression
Case Processing Summary
Unweighted Casesa N Percent
Selected Cases Included in Analysis 182 100,0
Missing Cases 0 ,0
Total 182 100,0 Unselected Cases 0 ,0 Total 182 100,0
a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.
Dependent Variable Encoding
Original Value Internal Value
Tidak stunting 0 Stunting 1
Block 0: Beginning Block
Classification Tablea,b
Observed
Predicted
Stunting Percentage Correct Tidak stunting Stunting
Step 0 Stunting Tidak stunting 0 91 ,0
Stunting 0 91 100,0
Overall Percentage 50,0
a. Constant is included in the model. b. The cut value is ,500
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 0 Constant ,000 ,148 ,000 1 1,000 1,000
Variables not in the Equation
Score df Sig.
Step 0 Variables Pendidikan 1,788 1 ,181
Pengetahuan 13,743 1 ,000
Sikap 8,031 1 ,005
Pemberian_makanan 11,768 1 ,001
Kebiasaan_makan 7,530 1 ,006
Praktek_kesehatan 5,744 1 ,017
Overall Statistics 38,304 6 ,000
192
Block 1: Method = Backward Stepwise (Conditional)
Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square df Sig.
Step 1 Step 42,439 6 ,000
Block 42,439 6 ,000
Model 42,439 6 ,000
Step 2a Step -,846 1 ,358
Block 41,593 5 ,000
Model 41,593 5 ,000
a. A negative Chi-squares value indicates that the Chi-squares value has decreased from the previous step.
Model Summary
Step -2 Log likelihood Cox & Snell R
Square Nagelkerke R
Square
1 209,867a ,208 ,277 2 210,713a ,204 ,272
a. Estimation terminated at iteration number 4 because parameter estimates changed by less than ,001.
Hosmer and Lemeshow Test
Step Chi-square df Sig.
1 5,726 8 ,678 2 9,073 8 ,336
Contingency Table for Hosmer and Lemeshow Test
Stunting = Tidak stunting Stunting = Stunting
Total Observed Expected Observed Expected
Step 1 1 15 14,919 2 2,081 17
2 14 15,456 7 5,544 21
3 14 12,446 4 5,554 18
4 10 11,478 8 6,522 18
5 12 10,919 9 10,081 21
6 10 9,282 10 10,718 20
7 6 6,760 12 11,240 18
8 4 4,683 13 12,317 17
9 6 3,651 13 15,349 19
10 0 1,406 13 11,594 13 Step 2 1 17 17,317 3 2,683 20
2 15 14,182 5 5,818 20
3 8 9,580 6 4,420 14
4 13 13,368 7 6,632 20
5 7 8,061 9 7,939 16
6 11 8,005 6 8,995 17
7 7 8,543 12 10,457 19
8 8 6,033 14 15,967 22
9 5 3,277 8 9,723 13
10 0 2,633 21 18,367 21
193
Classification Tablea
Observed
Predicted
Stunting Percentage Correct Tidak stunting Stunting
Step 1 Stunting Tidak stunting 59 32 64,8
Stunting 30 61 67,0
Overall Percentage 65,9
Step 2 Stunting Tidak stunting 56 35 61,5
Stunting 26 65 71,4
Overall Percentage 66,5
a. The cut value is ,500
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 1a Pendidikan ,314 ,341 ,844 1 ,358 1,368
Pengetahuan ,794 ,344 5,314 1 ,021 2,211
Sikap ,888 ,340 6,809 1 ,009 2,431
Pemberian_makanan ,984 ,346 8,091 1 ,004 2,675
Kebiasaan_makan 1,072 ,376 8,149 1 ,004 2,922
Praktek_kesehatan ,911 ,351 6,736 1 ,009 2,487
Constant -2,853 ,560 25,930 1 ,000 ,058
Step 2a Pengetahuan ,847 ,339 6,228 1 ,013 2,333
Sikap ,860 ,338 6,484 1 ,011 2,362
Pemberian_makanan ,972 ,345 7,953 1 ,005 2,644
Kebiasaan_makan 1,070 ,374 8,170 1 ,004 2,915
Praktek_kesehatan ,894 ,349 6,559 1 ,010 2,445
Constant -2,700 ,527 26,296 1 ,000 ,067
a. Variable(s) entered on step 1: Pendidikan, Pengetahuan, Sikap, Pemberian_makanan, Kebiasaan_makan, Praktek_kesehatan.
Model if Term Removeda
Variable Model Log Likelihood
Change in -2 Log Likelihood df
Sig. of the Change
Step 1 Pendidikan -105,357 ,847 1 ,358
Pengetahuan -107,619 5,370 1 ,020
Sikap -108,458 7,050 1 ,008
Pemberian_makanan -109,135 8,404 1 ,004
Kebiasaan_makan -109,276 8,684 1 ,003
Praktek_kesehatan -108,462 7,058 1 ,008
Step 2 Pengetahuan -108,514 6,315 1 ,012
Sikap -108,697 6,682 1 ,010
Pemberian_makanan -109,477 8,241 1 ,004
Kebiasaan_makan -109,708 8,702 1 ,003
Praktek_kesehatan -108,782 6,851 1 ,009
a. Based on conditional parameter estimates
Variables not in the Equation
Score df Sig.
Step 2a Variables Pendidikan ,847 1 ,357
Overall Statistics ,847 1 ,357
a. Variable(s) removed on step 2: Pendidikan.
194
Lampiran 6
DOKUMENTASI PENELITIAN
Gambar 1 Penyebaran Kuesioner
Gambar 2 Penyebaran Kuesioner
195
Gambar 3 Penyebaran Kuesioner
Gambar 4 Penyebaran Kuesioner
196
Gambar 5 Penyebaran Kuesioner
Gambar 6 Penyebaran Kuesioner
197
198
199
200
201
202
203
204
205
206
207
208
209
210
211
212