Evaluasi Sistem Pendidikan

8
1 Makalah disampaikan pada seminar nasional Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia Yogyakarta, 20 Januari 2012 ______________________________________________ EVALUASI SISTEM PENDIDIKAN Oleh Djemari Mardapi *) *) Dosen Universitas Negeri Yogyakarta

Transcript of Evaluasi Sistem Pendidikan

Page 1: Evaluasi Sistem Pendidikan

1

Makalah disampaikan pada seminar nasionalIkatan Sarjana Pendidikan IndonesiaYogyakarta, 20 Januari 2012______________________________________________

EVALUASI SISTEM PENDIDIKAN

Oleh Djemari Mardapi *)

*) Dosen Universitas Negeri Yogyakarta

Page 2: Evaluasi Sistem Pendidikan

2

A. Pendahuluan

Setiap peserta didik memiliki potensi yang dapat dikembangkan melalui proses

pendidikan menjadi kemampuan untuk hidup di masyarakat. Pendidikan berusaha

mengembangkan personaliti ke arah yang diinginkan (Jorgan, Carlile, & Stack: 2009: 7).

Personaliti dalam pengertian keseluruhan potensi yang terdapat pada peserta didik yang

mencakup pengetahuan, keterampilan, dan prilaku. Pengembangan memiliki makna

pertumbuhan dan arah yang diinginkan adalah arah spesifik agar terjadi pertumbuhan. Jadi

pendidikan merupakan usaha mengembangkan potensi peserta didik ke arah yang

diperlukan masyarakat, agar peserta didik memiliki bekal untuk hidup di masyarakat. .

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengedalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyaraakt, bangsa dan Negara ( UU No

20 tahun 2003). Definisi ini menunjukkan bahwa pendidikan mencakup ranah

pengetahuan, ketrampilan, dan afektif, yang kuncinya adalah mengembangkan potensi

peserta didik menjadi kemampuan untuk hidup di masyarakat.

Pendidikan memegang peran penting dalam kehidupan di masyarakat, Melalui

pendidikan, kehidupan seseorang akan menjadi lebih baik, karena mampu bekerja secara

efektif dan efisien, mampu menghasilkan produk yang bermanfaat, dan mampu mengelola

sumber daya alam secara efektif, dan efisien, serta memberi layanan yang memuaskan.

Bahkan yang lebih penting lagi pendidikan membuat orang berpikir dan bertindak rasional

dan mampu mengendalikan emosi, sehingga hubungan antar individu dan dengan

masyarakat terjalin harmonis dan saling menyenangkan. Pendidikan akan membuat

masyarakat sejahtera lahir dan batin, tata tenteram karta raharja. Oleh karena itu semua

negara berusaha untuk meningkatkan kualitas pendidikan.

Peningkatan kualitas pendidikan akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Salah

satu indikator kesejahteraan masyarakat adalah pertumbuhan ekonomi. Peningkatan kualitas

pendidikan dimulai dari sekolah sebagai lembaga yang melaksanakan layanan pendidkan.

Namun peran sekolah sebagai pusat strategi pengembangan pendididkan, menjadi

kontrovesi karena kalau fokusnya hanya pada peningkatan jumlah peserta didik atau

Page 3: Evaluasi Sistem Pendidikan

3

peningkatan jumlah elulusan dari suatu jenjang pendidikan belum menjamin kondisi

ekonomi menjadi lebih baik.(Hanushek & Wőβmann, 2005). Namun ada bukti kuat bahwa

keterampilan kognitif populasi - bukan jumlah yang sekolah - sangat berkaitan dengan

penghasilan seseorang, dengan distribusi penghasilan, dan dengan pertumbuhan ekonomi.

Masalahnya adalah negara-negara berkembang cenderung menekankan pada jumlah peserta

didik yang sekolah atau pencapaian sekolah saja, bukan pada kemampuan kognitif. .

Pendidikan berlangsung pada suatu sistem pendidikan, yang di dalamnya ada

komponen masukan, proses, dan hasil. Komponen masukan meliputi semua ketentuan

tentang pendidikan, peserta didik, pendidik, bahan ajar, dan sarana prsarana pendidikan, dan

pengelolaannya. Semua komponen tersebut bekerja dalam suatu sistem, yang pemeran

utamanya adalah kepala sekolah dan pendidik bila di sekolah. Keberhasilan pendidikan

ditentukan oleh sistem dan pelaksananya. Sistem akan beroperasi secara optimal apabila

komponen pelaksana memanfaatkan semua komponen yang ada secara optimal. Untuk itu

semua pengembang dan pelaksana pendidikan harus bekerja secara sinergis dan serempak

untuk mencapai tujuan pendidikan.

B. Sistem Pendidikan

Dalam UU No 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional dijelaskan bahwa

pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta

peradaban bangsa yang bermasyarakat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman

dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,

kreatif, mamdiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Tujuan utama pendidikan adalah mendidik individu dalam masyarakat, untuk

menyiapkan dan mengembangkan kemampuan bekerja, untuk berintegrasi dengan

masyarakat, dan mengajarkan nilai-nilai dan moral masyarakat. Individu yang terdidik

adalah yang memiliki kemampuan untuk mengerjakan sesuatu dan kemauan untuk

bertindak atau berprilaku sesuai dengan ketentuan dan norma masyarakat, Pendidikan yang

diperoleh sesorang harus memberi manfaat kepada orang lain dan lebih luas lagi kepada

masyarakat.

Untuk mencapai tujuan pendidikan nasional pemerintah mengembangkan standar

nasional pendidikan. Standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem

Page 4: Evaluasi Sistem Pendidikan

4

pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ada delapan

standar nasional yang dikembangkan pemerintah melalui Badan Standar Nasional

Pendidikan (BSNP), yaitu standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan,

sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus

ditingkatkan secara berencana dan berkala (PP 19 tahun 2005).

Bidang pendidikan merupakan salah satu bidang diotonomikan pengelolaannya ke

daerah. Bidang pendidikan dasar dan menengah dikelola oleh pemerintah daerah

kabupaten/kota. Perguruan tinggi negeri memiliki otonomi untuk mengelola pelaksanaan

pendidikan di tempatnya masing-masing-masing. Pemeritah daerah dalam mengelola

pendidikan harus mengacu pada ketentuan yang ditentukan peerintah pusat yang salah

satunya adalah setandar nasional pendidikan. Sejuh mana ketentuan yang telah ditetapkan

diterapkan di daerah merupakan suatu permasalahan yang perlu diteliti.

Kegiatan pendidikan berlangsung dalam suatu sistem pendidikan. Sistem pendidikan

nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk

mencapai tujuan pendidikan nasional (UU No 20 tahun 2003). Komponen utama pelaku

pada sistem pendidikan adalah, pengelola, pendidik, peserta didik, dan orang tua.. Pengelola

ada di tingkat pusat, provinsi, tingkat kabupaten/kota, dan satuan pendidikan. Komponen

lain yang mendukung berlangsungnya proses pendidikan adalah ruang belajar,

perpustakaan, biaya, dan fasilitas prektek laboratorium. Pendidik memegang peran penting

dalam memanfaatkan fasilitas yang ada untuk melaksanakan proses pembelajaran. Proses

pembelajaran merupakan interaksi antara peserta pendidik dengan sumber belajar. Proses

interaksi ini ada yang dirancang tetapi ada yang tidak dirancang, terutama dengan

lingkungan. Proses pembelajaran ini merupakan pengalaman peserta didik baik interaksi

yang berlangsung di sekolah maupun di luar sekolah.

Untuk mengetahui pencapaian tujuan pendidikan perlu dilakukan evaluasi terhadap

sistem pendidikan. Evaluasi terhadap sistem pendidikan mencakup semua komponen

pendidikan dan pelaksanaannya. Beroperasinya komponen pendidikan ditentukan oleh

pengelola pendidikan. Pada tingkat pusat adalah Menteri pendidikan dan kebudayaan, di

tingkat provinsi adalah gubernur, di tingkat kabupaten/kota adalah bupati dan walikota, di

tingkat satuan pendidikan adalah kepala sekolah. Selain itu untuk menjamin beroperasinya

sistem pendidikan nasional dibentuk Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), Badan

Page 5: Evaluasi Sistem Pendidikan

5

Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia

Pendidikan dan Penjaminan Mutu Pendidikan (PSDMP PMP), Badan Akreditasi

Sekolah/Madrasah (BANSM), Badan Akreditasi Perguruan Tinggi, Dewan Pendidikan di

tingkat provinsi dan di tingkat kabupaten/kota, Komite sekolah di tingkat satuan

pendidikan. Perangkat untuk melaksanakan pendidikan yang bermutu tampak cukup

lengkap. Permasalahannya adalah apakah tugas pokok dan fungsi badan dan lembaga

tersebut sudah sinkron satu dengan yang lain, dan bagaimana koordinasi kegiatan di semua

badan dan lembaga tersebut. Ujntuk itu perlu dilakukan evaluasi terhadap sistem pendidikan

nasional.

C. Opersionalisasi Badan dan Lembaga

Semua badan, lembaga, dewan, komite, satuan pendidikan harus bekera sinergi

dan serempak dalam melaksanakan tugas untuk mencapai tujuan pendidikan. Untuk itu

perlu dilakukan koordinasi melalui dari penyusuman program kegiatan sampai pada

pelaksanaannya. Hal ini belum terjadi secara optimal, tampak beberapa lembaga cenderung

bekerja sendiri-sendiri. Seringkali pedekatan yang digunakan adalah masalah adminsitrasi,

walau kegiatannya sama atau berdekatan, namun karena masing-masing memiliki dana

sendiri, maka pelaksanaannya adalah menghabiskan dana yang ada. Salah satu indikator

keberhasilannya adalah menghabiskan dana, karena penilaian terletak pada pemanfaatan

dana, belum pada efektivitas dan efisiensi penggunaan dana dalam mencapai tujuan

kegiatan. Jadi salah satu masalah adalah sinkronisasi kegiatan dan indikator keberhasilan

program pada unit masing-masing.

Otonomi daerah di bidang pendidikan secara tegas telah dinyatakan dalam PP Nomor

25 tahun 2000 yang mengatur pembagian kewenangan pemerintah pusat dan propinsi.

pemeritah pusat menangani penetapan standar kompetensi pesereta didik, pengaturan

kurikulum nasional dan penilaian hasil belajar nasional, penetapan standar materi pelajaran

pokok, pedoman pembiayaan pendidikan, persyaratan penerimaan, perpindahan dan

sertifikasi siswa, kalender pendidikan dan jumlah jam belajar efektif.

Standar nasional pendidikan yang berlaku efektif setelah menjadi peraturan menteri

juga belum terlaksana secara optimal. Kepala sekolah yang harus memiliki pengalaman

mengajar lima tahun pada jenjang pendidikan tempat ia bekerja juga belum sepenuhnya

dilaksanakan. Masalah yang sering timbul adalah pergantian kepala sekolah atau mutasi

Page 6: Evaluasi Sistem Pendidikan

6

kepala sekolah yang tidak berdasarkan pada standar kepala sekolah/madrasah. Hal ini terjadi

di beberpa daerah bila ada pergantian pimpinan daerah. Hal ini yang membuat sebagian

kepala sekolah tidak tenang dalam melaksanakan tugasnya.

Pengembangan kurikulum harus dilaksanakan sekolah/madrasah juga belum

sepenuhnya terlaksana dengan baik. Asumsi bahwa semua sekolah memiliki potensi dan

kemampuan untuk mengembangkan kurikulum sendiri kemungkinan tidak sepenuhnya

benar. Hal ini tampak pada sebagian sekolah yang cenderung menggunakan kurikulum yang

dikembangkan oleh sekolah yang kondisinya berbeda. Salah satu penyebabnya adalah

ketersediaan sumber daya manusia atau pendidik di satuan pendidikan.

Standar proses belum dilaksanakan dengan baik di sekolah/madrasah. Aspek akhlak

mulia yang harus dilaksanakan pada pembelajaran semua mata pelajaran belum

terlaksana.dengan baik. Sebagian masih berpendapat bahwa akhlak mulia hanya diberikan

pada pelajaran agama dan pendidikan kewarganegaraan. Prinsip pembentukan akhlak

mulia adalah melalui perkataan dan contoh perbuatan. Contoh perbuatan akhlak mulia yang

harus dilakukan oleh semua pendidik pada saat melaksanakan proses pembelajaran tampak

kurang disadari. Atau kemungkian diperlukan pedoman pelaksanaan di kelas yang lebih

rinci.

Standar penilaian juga belum terlaksana dengan baik. Menurut standar nasional

pendidikan, penilaian harus dilakukan oleh guru, sekolah, dan pemerintah. Penilaian

terhadap akhlak mulia peserta didik tampak belum optimal, bahkan beberapa sekolah

belum memiliki panduan penilaian akhlak mulia. Hal ini dapat dilihat dari pertanyaan dari

satuan pendidikan kepada BSNP tentang “akhlak mulia yang baik itu seperti apa”. Panduan

penilaian untuk lima kelompok mata pelajaran telah dikembangkan BSNP, teremasuk

panduan penilaian kelompok mata pelajaran akhlak agama dan akhlak mulia. Namun

sosialisasi belum menjangkau semua satuan pendidikan. Satuan pendidikan yang sudah

menerima panduan masih memerlukan pedoman pelaksanaanya yang lebih rinci, apalagi

yang belum menerima. Sebenarnya semua standard an panduan sudah ditampilkan di

jaringan website, namun kemungkinan belum semua satuan pendidikan mampu mengkases

dari jaringan website.

Penilaian oleh pemeritnah dalam bentuk ujian nasional juga belum dilaksanakan

sesuai dengan Peraturan Menteri tentang ujian nasional dan Prosedur Operasi Standar ujian

Page 7: Evaluasi Sistem Pendidikan

7

nasional yang dikembangkan BSNP. Masalah utama adalah kredibilitas ujian nasional, yaitu

melalui pelaksanaan yang jujur. Hal ini yang selalu ditekankan oleh menteri, namun

pelaksanaannya masih belum seperti yang diharapkan. Kemungkinan dukungan dari

pemerintah daerah yang belum optimal, termasuk usaha untuk meningkatkan kualitas

pembelajaran di sekolah yang optimal.

Standar biaya juga belum terlaksana secara optimal. Hal ini disebabkan sosialisasi

standar yang ditetapkan pemerintah belum menjangkau semua satuan pendidikan. Sekolah

yang berkategori internasional atau rintisan internasional memberi kesan ada kebebasan

dalam memungut biaya dari peserta didik. Ketentuan bahwa setiap daerah harus ada satu

lebih sekolah rintisan berstandar internasional perlu dievaluasi. Daerah-daerah yang

mengajukan sekolah rintisan perlu dievaluasi kesiapannya bukan hanya keinginannya karena

akan mendapat bantuan.

Kerjasama lembaga pendidikan dan tenaga kependidikan (LPTK) dengan direktorat

jendral pada pendidikan dasar dan menengah tampak belum optimal. KTSP sebagai

kebijakan nasional harus disampaikan pada peserta didik atau mahasiswa, namun

pelaksanaannya juga belum menyeluruh pada semua LPTK baik negeri maupun swasta.

LPTK seharusnya membantu menganalisis hasil ujian nasional, yaitu dengan mentelaah

kompetensi dasar yang telah dicapai dan yang belum dicapai oleh peserta didik. Kerjasama

antara direktorat terkait dengan LPTK dalam melaksanakan program peningkatan kualitas

pendidikan, salah satunya adalah menggunakan informasi hasil ujian nasional, akan

mempercepat peningkatan kualitas pendidikan.

Dunia pendidikan memiliki tugas menghasilkan sumber daya manusia (SDM) yang

unggul. Unggul dalam makna kemampuan sumber daya manusia yang mampu bersaing di

tingkat global. Pendidikan harus memberi kesempatan semua warga negara untuk

mengembangkan potensi diri menjadi kemampuan untuk hidup di masyarakat. Namun

perkembangan terakhir pendidikan cenderung menjadi lembaga bisinis, mencari dana untuk

melaksanakan pendidikan. Kebutuhan dana ini cenderung tidak menggunakan kriteria yang

jelas, walau sudah ada standar nasional pendidikan tentang pembiayaan pendidikan.

Masalahnya kemungkian sosialisasi yang belum menjangkau semua satuan pendidikan, atau

karena kebiasan menunggu instruksi, karena takut salah.

Page 8: Evaluasi Sistem Pendidikan

8

Berdasarkan implementasi di lapangan, masalah pada sistem pendidikan adalah: (1)

sinkronisasi tugas pokok dan fungsi, (2) sinkronisasi dan sinergitas dalam melaksanakan

tugas, (3) sosialisasi peraturan menteri di antaranya adalah tentang standar nasional

pendidikan, (4) dukungan dari pemerintah daerah dalam melaksanakan semua ketentuan

dalam bidang pendidikan, termasuk peraturan menteri tentang standar nasional

pendidikan, (5) kemampuan satuan pendidikan yang heterogen, (6) motivasi untuk

melakukan perbaikan dan penyempurnaan pelaksanaan pendidikan di tingkat satuan

pendidikan.

_____________________________________________________________________

Sumber Bacaan

Jordan, Anne,. Carlile, Orison,. & Stack, Annetta. (2009). Approaches to learning.

Glasgow: Mc Graw-Hill.

Eric A. Hanushek & Ludger Wößmann, (2005). "Does Educational Tracking Affect

Performance and Inequality? Differences-in-Differences Evidence across

Countries," Ifo Working Paper Series Ifo Working Paper No. 1, Ifo Institute for

Economic Research at the University of Munich.