EVALUASI PROSES PROGRAM PEMBINAAN KEMANDIRIAN …
Transcript of EVALUASI PROSES PROGRAM PEMBINAAN KEMANDIRIAN …
EVALUASI PROSES PROGRAM PEMBINAAN KEMANDIRIAN
GIATJA BAGI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN (WBP)
DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II A SALEMBA
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu Komunikasi untuk
Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial
(S.Sos)
Disusun Oleh:
AZKA NISAILKAMILAH S
NIM. 11160541000078
PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1441 H/2020
EVALUASI PROSES PROGRAM PEMBINAAN KEMANDIRIAN
GIATJA BAGI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN (WBP)
DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II A SALEMBA
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu Komunikasi untuk
Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial
(S.Sos)
Oleh:
Azka Nisailkamilah Sofyan
NIM. 11160541000078
Di bawah bimbingan
Dr. Arief Subhan, MA
NIP . 196601101993031004
PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1441 H/2020
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi berjudul “EVALUASI PROSES PROGRAM
PEMBINAAN KEMANDIRIAN GIATJA BAGI WARGA
BINAAN PEMASYARAKATAN (WBP) DI LEMBAGA
PEMASYARAKATAN KELAS II A SALEMBA” Disusun oleh
Azka Nisailkamilah Sofyan, NIM 11160541000078 telah diujikan
dalam sidang Munaqasyah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 28 Juli 2020.
Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
sarjana sosial (S.Sos) pada Program Studi Kesejahteraan Sosial
Jakarta, 28 Juli 2020
Sidang Munaqasyah
Ketua Penguji Sekretaris Penguji
Ahmad Zaky, M.Si Hj. Nunung Khoiriyah, MA
NIP. 19771272007101001 NIP. 1973007252007012018
Anggota
Penguji I Penguji II
Nurkhayati Nurbus, M.Si M. Kholis Hamdy, S.Sos,MIntDev
NIP. 197409081998032002 NUPN. 9920113235
Pembimbing
Dr. Arief Subhan, MA
NIP. 196601101993031004
PERNYATAAN
Yang bertandatangan di bawah ini:
Nama : Azka Nisailkamilah Sofyan
NIM : 11160541000078
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul
EVALUASI PROSES PROGRAM PEMBINAAN
KEMANDIRIAN GIATJA BAGI WARGA BINAAN
PEMASYARAKATAN (WBP) DI LEMBAGA
PEMASYARAKATAN KELAS II A SALEMBA adalah benar
merupakan karya saya sendiri untuk memperoleh gelar srata 1
(S1) dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunannya.
Jika terdapat kutipan, saya sudah mencantumkan sumbernya
sesuai dengan peraturan penulisan skripsi di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Jika suatu hari terbukti bahwa ini plagiat
karya orang lain, saya bersedia untuk menerima sanksi.
Ciputat, 6 Juli 2020
Azka Nisailkamilah Sofyan
NIM. 11160541000078
i
ABSTRAK
Azka Nisailkamilah Sofyan, Evaluasi Proses Program
Pembinaan Kemandirian GIATJA Bagi Warga binaan
pemasyarakatan Di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA
Salemba
Pembinaan narapidana yang tidak membuat jera para
pelakunya mengakibatkan banyak dari mereka yang mengulangi
tindak kejahatan yang telah dilakukan setelah mereka bebas dari
penjara lalu kembali menjalani pidana. Lembaga Pemasyarakatan
Kelas IIA Salemba sebagai UPT yang mempunyai tujuan
membentuk warga binaan pemasyarakatan untuk memperbaiki
diri dan dapat diterima kembali di masyarakat. Untuk itu
terbentuknya program pembinaan kemandirian GIATJA
mempunyai tujuan untuk dapat memberikan skill kepada warga
binaan pemasyarakatan dan mempersiapkan mereka untuk terjun
kembali ke masyarakat serta meningkatkan keberfungsian
sosialnya setelah keluar dari Lapas.
Secara garis besar tujuan penelitian ini membahas tentang
proses evaluasi proses Program Pembinaan Kemandirian
GIATJA. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif
dengan jenis penelitian deskriptif, dan pengumpulan data dengan
menggunakan tekhnik observasi, dokumentasi dan wawancara
dengan jumlah enam informan. Teori yang digunakan dalam
penelitian ini adalah teori evaluasi proses. Evaluasi proses
dilakukan berdasarkan empat kriteria yang terdiri dari standar
praktik terbaik, kebijakan, tujuan proses, dan kepuasan klien.
Dapat diketahui hasil dari penelitian ini menunjukan
bahwa standar operasional prosedur dan proses pemberian
layanan yang diberikan sudah sesuai dengan ketetapan lembaga.
Sasaran layanan dan sumber daya manusia yang bekerja pada saat
ini juga telah sesuai dengan kebijakan yang berlaku. Tujuan dari
program tersebut belum sepenuhnya terlaksana, tetapi petugas
akan tetap meningkatkan kualitas pelayanan. Sejauh ini petugas
telah cepat, tanggap dalam melayani, mempunyai kepedulian
yang baik. Serta fasilitas yang tersedia sudah cukup memadai.
Kata Kunci: Evaluasi Proses, Pembinaan, Warga binaan
pemasyarakatan, Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA
Salemba
ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil‟aalamiin, puji syukur kehadirat
Allah SWT atas Rahmat-Nya sehingga peneliti dapat
menyelesaikan pembuatan skripsi ini dengan judul Evaluasi
Proses Program Pembinaan Kemandirian GIATJA Bagi
Warga binaan pemasyarakatan (WBP) di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas IIA Salemba. Tentunya penulisan
skripsi ini sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Strata Satu
Sarjana Sosial (S. Sos).
Karya dari sebuah perjalanan bangku kuliah ini saya
persembahkan untuk orang-orang terpenting dalam hidup saya.
Skripsi ini tidak dapat terselesaikan tanpa adanya suatu proses
dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis
ingin mengucapkan terimakasih kepada semua pihak terkait yang
telah membantu penulis, pihak-pihak tersebut adalah:
1. Bapak Suparto, M.Ed., Ph.D sebagai Dekan Fakultas
Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Ibu Dr. Siti Napsiyah Ariefuzzaman, S.Ag. BSW,
MSW sebagai Wakil Dekan Bidang Akademik. Bapak Dr.
Sihabuddin Noor, M.A sebagai Wakil Dekan Bidang
Administrasi Umum. Bapak Drs. Cecep Sastrawijaya, MA
sebagai Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan.
2. Bapak Ahmad Zaky, M.Si, sebagai Ketua Program Studi
Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan
Ibu Hj. Nunung Khoiriyah, MA selaku Sekertaris Program
iii
Studi Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Bapak Dr. Arief Subhan, MA selaku dosen pembimbing
yang telah meluangkan waktunya dengan sabar dan
berbaik hati mengarahkan penulis dalam menyelesaikan
skripsi ditengah-tengah kesibukannya.
4. Dosen Program Studi Kesejahteraan Sosial yang sudah
memberikan ilmunya selama penulis menjalani masa
kuliah di kampus tercinta ini.
5. Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Salemba serta
Program pembinaan kemandirian GIATJA yang telah
mengizinkan untuk melakukan penelitian.
6. Bapak Danil, S.H selaku pembimbing lembaga, Bapak
Dudi Ilham, S.H selaku Kepala Sub Seksi Bimbingan
Kerja & Pengelolaan Hasil Kerja dan Bapak Harun
Arrasyd, A,Md selaku Staff Bimbingan Kerja &
Pengelolaan Hasil Kerja terimakasih atas bantuannya
selama ini.
7. Terimakasih kepada orang tua tercinta Mamah Reni
Muplihah, S.Ag dan Papah Deden Sofyan yang selalu
memberi dukungan dalam hal apapun serta tak lupa adik-
adik penulis Azhar Milattarobbi Sofyan dan Azkiya
Raihani Sofyan sebagai motivasi penulis untuk cepat
mengerjakan skripsi ini.
8. Tak lupa kepada Paman dan Bibi tersayang Bapak H Veri
Muhlis Ariefuzzaman dan Ibu Dr. Siti Napsiyah
Ariefuzzaman, S.Ag. BSW, MSW yang telah menjadi
iv
motivator terbesar dalam hidup penulis, selalu
memberikan ilmunya dan memberikan semangat tepat
waktu kepada Penulis.
9. Barisan seperjuangan geng koskita 8 serangkai selama
perkuliahan yaitu Fajri Zakiyah, Vira Nabilla, Aulia
Rahmah, Aisyah Novaliawati, Uswatun Hasanah, Shofura
Karimah dan Desy Rahmalia yang selalu menemani
maupun suka ataupun duka.
10. Nur Annisa Sunardi yang setia mendengar curhat dan
memberikan saran-saran terbaik kepada peneliti sejak
masa SMA.
11. Teman tim “lemah” yang terdiri dari Fajri Zakiyah, Aulia
Rahmah, Syaiful Bahri, Indra Wahyu Perdana, Nur Ilham,
Ahmad Fauzan, dan Muhamad Khadafi yang senantiasa
mewarnai hari-hari dikala peneliti menjalani masa kuliah.
12. Teman-teman Jurusan Kesejahteraan Sosial UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta khususnya angkatan 2016, HMJ
Kesejahteraan Sosial 2016, HMI KOMFAKDA, dan
DEMA Fidikom 2019.
13. Kepada Annisa Mutiara, Ghassani Nadhila, Khariza
Aulia, Rhayfa, Daffa, Faris, Getar, Fadhli teman-teman
semasa SMA yang tidak akan dilupakan.
14. Kepada semua pihak yang telah membantu peneliti dalam
membuat skripsi dan tidak bisa disebutkan satu persatu.
v
Peneliti menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih memiliki
banyak kekurangan. Semoga bantuan yang telah diberikan
mendapat balasan dari Allah SWT, Aamiin ya Rabbal alamin.
vi
DAFTAR ISI
ABSTRAK .................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ................................................................... x
DAFTAR TABEL ...................................................................... xi
DAFTAR BAGAN ..................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1
B. Pembatasan Masalah ................................................................ 8
C. Perumusan Masalah ................................................................. 8
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................... 9
E. Review Kajian Terdahulu ...................................................... 10
F. Metode Penelitian ................................................................... 12
G. Sistematika Penulisan ............................................................ 19
BAB II KAJIAN TEORI .......................................................... 21
1. Evaluasi Program ................................................................... 21
a. Pengertian Evaluasi Program ................................... 21
b. Tujuan Evaluasi Program ......................................... 22
c. Manfaat Evaluasi ...................................................... 23
d. Desain Evaluasi ........................................................ 24
vii
e. Model Evaluasi ......................................................... 25
2. Konsep Pembinaan ................................................................. 32
A. Pengertian Pembinaan ....................................................... 32
B. Metode Pembinaan ................................................................. 34
C. Tujuan Pembinaan .................................................................. 35
D. Prinsip Pembinaan .................................................................. 36
3. Konsep Kemandirian ............................................................. 38
A. Pengertian Kemandirian ........................................... 38
B. Aspek-aspek Kemandirian ....................................... 38
C. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kemandirian.... 39
4. Konsep Pekerjaan Sosial Koreksional ................................. 41
1) Pengertian Pekerjaan Sosial Koreksional ................. 41
2) Fungsi Pekerjaan Sosial Koreksional ....................... 41
3) Tujuan Pekerjaan Sosial Koreksional ...................... 42
4) Peran Pekerjaan Sosial Koreksional ......................... 43
5. Lembaga Pemasyarakatan dan Warga binaan
pemasyarakatan ...................................................................... 44
a. Pengertian Lembaga Pemasyarakatan ...................... 44
b. Pengertian Warga binaan pemasyarakatan ............... 46
c. Hak-hak Warga binaan pemasyarakatan .................. 47
6. Landasan Hukum .................................................................... 49
viii
7. Kerangka Berpikir .................................................................. 51
BAB III GAMBARAN UMUM ................................................ 52
A. Sejarah Singkat Berdirinya Lembaga Pemasyarakatan
Kelas IIA Salemba ................................................................. 52
B. Visi, Misi, Komitmen Pelayanan dan Motto ...................... 54
C. Tugas dan Fungsi .................................................................... 55
D. Sarana dan Prasarana ............................................................. 59
E. Struktur Organisasi................................................................. 60
F. Sumber Daya ........................................................................... 61
G. Kegiatan Harian Warga binaan pemasyarakatan ............... 62
H. Jumlah Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA
Salemba ................................................................................... 64
BAB IV ANALISIS DATA DAN PENEMUAN
PENELITIAN ............................................................ 66
A. Evaluasi Proses Program Pembinaan Kemandirian
GIATJA ................................................................................... 66
1. Standar Praktik Terbaik (Best Standar Practice) ..... 66
2. Kebijakan ................................................................. 74
3. Tujuan Proses ........................................................... 79
4. Kepuasan Klien ........................................................ 81
B. Pekerjaan Sosial Koreksional dalam proses kegiatan
pembinaan bagi Warga Binaan Pemasyarakatan .............. 93
ix
BAB V PEMBAHASAN ........................................................... 95
A. Evaluasi Proses Program Pembinaan Kemandirian
GIATJA ................................................................................... 97
1. Standar Praktik Terbaik (Best standard practice) ........ 97
2. Kebijakan ............................................................................... 101
3. Tujuan Proses ........................................................................ 103
4. Kepuasan Klien ..................................................................... 105
B. Pekerjaan Sosial Koreksional dalam proses kegiatan
pembinaan bagi Warga Binaan Pemasyarakatan ............ 108
C. Prespektif Islam tentang berbuat kebaikan dan kejahatan110
BAB VI PENUTUP ................................................................. 112
A. Kesimpulan ........................................................................... 112
B. Saran ....................................................................................... 116
DAFTAR PUSTAKA .............................................................. 118
LAMPIRAN ............................................................................. 122
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Gedung Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Salemba
..................................................................................................... 53
Gambar 2. Golongan Berdasarkan Pangkat ................................ 61
Gambar 3. Jumlah Pegawai Berdasarkan Pendidikan ................. 62
Gambar 4. Standar Pelaksanaan Program Pembinaan
Kemandirian GIATJA ................................................................. 70
Gambar 5. Gedung Balai Kegiatan Kerja ................................... 84
Gambar 6. Ruangan KASI dan KASUBSI ................................. 85
Gambar 7. Tempat Keterampilan Sendal .................................... 85
Gambar 8. Mesin Press ............................................................... 86
Gambar 9. Etalase Pameran ........................................................ 86
Gambar 10. Ruang Cukur rambut ............................................... 87
Gambar 11. Area Keterampilan Limbah Koran .......................... 88
Gambar 12. Area Keterampilan Aksesoris................................. 88
Gambar 13. Area Keterampilan Payet ........................................ 88
Gambar 14. Area Keterampilan Sablon ...................................... 89
Gambar 15. Area Keterampilan Konveksi .................................. 89
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Subjek dan Informan Penelitian .................................... 18
Tabel 2. Jumlah Pejabat Struktural ............................................. 61
Tabel 3. Jadwal Kegiatan Harian WBP Lapas Salemba ............. 63
Tabel 4. Jumlah Narapidana Berdasarkan Perkara ..................... 64
Tabel 5. Jumlah Narapidana Berdasarkan Negara ...................... 65
Tabel 6. Jumlah Narapidana Berdasarkan Agama ...................... 65
Tabel 7. Sumber Daya Manusia Program Pembinaan
Kemandirian GIATJA ................................................................. 77
Tabel 8. Hasil Evaluasi Proses Program Pembinaan Kemandirian
GIATJA ..................................................................................... 115
xii
DAFTAR BAGAN
Bagan 1. Struktur Organisasi Lembaga Pemasyarakatan Kelas
IIA Salemba ................................................................................ 60
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia merupakan makhluk sosial yang saling membutuhkan
satu sama lain, di dalam pergaulan hidup manusia tersebut sering
kali terjadinya penyimpangan-penyimpangan yang menjadi
permasalahan sosial dalam kehidupan bermasyarakat.
Permasalahan sosial yang terjadi di Indonesia sangat beragam salah
satunya yaitu pencurian, pembunuhan, pemerkosaan, korupsi,
terorisme, hingga penyalahgunaan narkoba dan permasalahan
lainnya yang sampai saat ini belum bisa di atasi. Kondisi tersebut
tentunya sangat meresahkan karena hal tersebut bertentangan
dengan norma yang berada dalam masyarakat. Tingkah laku yang
sangat ditentang oleh masyarakat, atau bertentangan dengan norma
maupun disiplin, hidup rukun, dan hukum formal merupakan
patologi sosial sesuai yang dikemukakan oleh Kartini Kartono
dalam (Burlian 2016, 11)
Aturan-aturan yang telah dibentuk dalam sebuah masyarakat
maupun kelompok sosial, akan ditegakan dengan usaha penuh oleh
masyarakat tersebut, bahkan bersifat memaksa. Aturan sosial
sifatnya membatasi sikap, dan tindakan manusia, sehingga aturan
tersebut dapat melarang maupun membolehkan (Soetomo 2010,
93). Dalam hal tersebut aturan-aturan yang sudah terbentuk dalam
masyarakat berfungsi untuk menjadi pedoman dalam tingkah laku
individu dan kelompok dalam melakukan interaksi dalam
kehidupan bermasyarakat.
2
Di samping itu negara Indonesia merupakan negara hukum.
Semua yang diperbuat oleh manusia apabila hal tersebut
melampaui batas akan diatur oleh hukum. Hal ini terdapat dalam
Undang-Undang Dasar 1945 BAB 1 tentang Bentuk dan
Kedaulatan Pasal 1 butir ke (3) yang menyatakan “Negara Indonesia
adalah Negara Hukum.”, maka dari itu sistem hukum di Indonesia
mengatur seseorang untuk tidak berbuat kesalahan yang dapat
merugikan diri sendiri atau orang banyak. Kesalahan yang dibuat
oleh seseorang dapat dikenakan hukuman sesuai pasal tuduhan
yang diperbuat oleh tersangka.
Fungsi dari hukuman untuk membuat seseorang tersebut jera
dan tidak melakukan perbuatannya kembali, namun di jaman
sekarang terbukti banyak orang-orang yang telah mendapatkan
hukuman tetapi masih sering kali melakukan kesalahannya
kembali. Sudah seharusnya kita sebagai masyarakat yang taat
kepada aturan hukum tidak melakukan kejahatan yang merugikan
diri sendiri, sebagaimana telah diingatkan oleh Allah SWT.,
Sebagaimana Allah SWT berfirman :
Artinya : “Barang siapa berbuat kebaikan mendapat balasan
sepuluh kali lipat amalannya. Dan barang siapa berbuat
kejahatan dibalas seimbang dengan kejahatannya. Mereka
sedikitpun tidak dirugikan (dizalimi)” Q.S. Al-An’am : 160
(Kemenag 2020).
3
Dalam penjelasan ayat di atas dapat diketahui bahwa Allah
SWT senantiasa memperingatkan umatnya untuk selalu berbuat
baik karena berbuat kebaikan akan mendapatkan balasan dari
amalannya, dan apabila seseorang melakukan kejahatan maka
Allah memperingatkan kelak ia akan mendapatkan balasan yang
seimbang dengan kejahatan yang ia perbuat baik di dunia maupun
diakhirat.
Maka dari itu, apabila seseorang telah dijatuhi hukuman
kurungan penjara maka orang tersebut telah melakukan
penyimpangan sosial yang membuat seseorang tersebut dikatakan
sebagai narapidana. Narapidana adalah seseorang yang melanggar
hukum tertulis yang membuat dirinya harus menjalani masa pidana.
Dampak dari pidana tersebut adalah hilangnya kemerdekaan,
seperti kebebasan untuk bergerak, kehilangan hak pribadi,
kehilangan mendapatkan kebaikan dan bantuan, serta kehilangan
kesempatan untuk berhubungan seksual. Narapidana adalah warga
binaan pemasyarakatan yang meliputi narapidana dewasa, anak
didik pemasyarakatan serta klien pemasyarakatan hal ini sesuai
dengan UU Pemasyarakatan. (Pujileksono, Sosiologi Penjara 2017,
27).
Konsep pemenjaraan di Indonesia sudah berganti menjadi
sistem pemasyarakatan, hal ini dituangkan dalam Undang-undang
Nomor 12 tahun 1995 tentang Lembaga Pemasyarakatan. Istilah
pemasyarakatan adalah pengganti istilah pemenjaraan di Indonesia.
Pemasyarakatan di Indonesia sepadan dengan istilah after case
service di Inggris. Istilah yang dimaksud yaitu upaya persiapan dan
pengawasan narapidana yang sudah keluar dari lapas ke dalam
4
masyarakat. Pemasyarakatan bersifat mengayomi masyarakat dari
kejahatan dan mengayomi narapidana dengan memberi bekal hidup
untuk kembali ke dalam masyarakat. (Pujileksono, Sosiologi
Penjara 2017, 36). Titik berat dari proses pemasyarakatan adalah
pergesaran antara pemberian hukuman ke pemberian pembinaan.
Sesuai dengan tujuan sistem pemasyarakatan yang tertuang dalam
Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan pasal
2 BAB 1 ketentuan umum yaitu tujuan pemasyarakatan adalah
“Sistem pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka
membentuk warga binaan pemasyarakatan agar menjadi manusia
seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak
mengulangi tindakan pidana sehingga dapat kembali diterima di
masyarakat, dan dapat berperan kembali sebagai anggota
masyarakat yang bebas dan bertanggungjawab” (BPHN 2020).
Di dalam lembaga pemasyarakatan seorang narapidana dibina
agar dikerahkan ketika selesai menjalani masa tahanannya dan
bergabung kembali ke masyarakat, ia dapat menjadi anggota
masyarakat kembali dengan lebih baik dan tidak mengulangi
kesalahannya. Karena fungsi utama dari lembaga pemasyarakatan
itu sendiri adalah menyiapkan Warga Binaan Pemasyarakaran
WBP agar dapat berintegrasi secara sehat dengan masyarakat,
sehingga dapat menjadi masyarakat yang mendapatkan kembali
keberfungsian sosialnya. Lembaga pemasyarakatan yang ada di
Indonesia jumlahnya sudah cukup banyak, lembaga
pemasyarakatan ini berada di bawah Direktorat Jenderal
Pemasyarakatan yang dinaungi oleh Kementrian Hukum dan Hak
Asasi Manusia (Kemenkumham) saat ini jumlahnya ada 522 Unit
Pelaksana Teknis (UPT) dengan total jumlah narapidana maupun
5
tahanan yang berada di dalamnya sebanyak 265,963 orang tersebar
diseluruh provinsi di Indonesia (Ditjenpas 2019).
Salah satu Lembaga Pemasyarakatan yang ada di Ibu Kota
DKI Jakarta yang akan menjadi tempat penelitian ini adalah
Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Salemba. Lembaga
Pemasyarakatan Kelas IIA Salemba adalah Unit Pelaksana Teknis
(UPT) dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan di bidang
Pemasyarakatan yang berada di bawah dan bertanggung jawab
langsung kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan
Hak Asasi Manusia DKI Jakarta. Lapas salemba beroperasional
pada tanggal 15 Februari 2008 dengan kapasitas hanya 224 orang
narapidana, berdirinya Lapas Salemba yaitu berawal dari
pemekaran Rutan Salemba menjadi Rutan Kelas 1 Jakarta Pusat
dan Lapas Kelas IIA Salemba (User, Sejarah Pemasyarakatan
2017).
Namun pada kenyataannya, sistem pembinaan narapidana di
Indonesia yang dirasa tidak efektif dan belum membuat jera para
pelakunya. Beberapa diantara narapidana yang telah sudah
menjalani masa hukumannya setelah mereka keluar dari penjara
justru mereka mengulangi kesalahannya dan masuk kembali ke
dalam penjara. Sedangkan sistem pemasyarakatan itu sendiri
berpegang teguh bahwa pemasyarakatan harus memasyarakatkan
kembali narapidana menjadi warga negara Indonesia yang
seharusnya, maka keberhasilan pemasyarakatan untuk membina
narapidana bergantung pada program-program yang berjalan di
dalam Lembaga pemasyarakatan itu sendiri.
6
Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Salemba mempunyai
program kemandirian dan pembinaan kepribadian, hal tersebut
sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31
Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga binaan
pemasyarakatan pasal 2 ayat 1 bahwa program pembinaan dan
pembimbingan meliputi kegiatan pembinaan dan pembimbing
kepribadian dan kemandirian (BPHN 2020). Pada penelitian ini,
peneliti membahas tentang program pembinaan kemandirian di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Salemba. Dalam pembinaan
kemandirian tersebut terdapat program yang dikenal sebagai
GIATJA (Kegiatan Kerja), dalam program tersebut terdapat
kegiatan-kegiatan keterampilan yang mengasah skill narapidana
seperti keterampilan limbah koran, keterampilan aksesoris,
keterampilan payet, keterampilan sablon, keterampilan konveksi,
keterampilan sendal dan keterampilan cukur rambut.
Program Pembinaan Kemandirian GIATJA ini mempunyai dua
tujuan yaitu tujuan jangka panjang dan jangka pendek. Tujuan
jangka panjang dari diadakannya program tersebut yaitu
mengembalikan warga binaan pemasyarakatan untuk dapat kembali
ke masyarakat, diterima secara baik dan tentunya dapat bermanfaat
bagi masyarakat setelah mengikuti kegiatan tersebut selama mereka
berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Salemba,
sedangkan tujuan jangka pendek dari program tersebut diharapkan
dapat memberikan mereka bakat atau skill untuk membantu mereka
bekerja. Sedangkan sasaran dari Program Pembinaan Kemandirian
GIATJA ini adalah semua warga binaan pemasyarakatan yang
menjalani masa pidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA
7
Salemba, karena mengikuti salah satu program yang ada di Lapas
adalah salah satu syarat warga binaan pemasyarakatan agar
mendapatkan remisi, asimilasi dan pembebasan bersyarat.
Dari penjelasan di atas, peneliti menganggap bahwa perlu
diadakannya evaluasi terkait Program Pembinaan Kemandirian
GIATJA yang sudah dilakukan oleh Lembaga Pemasyarakatan
Kelas IIA Salemba. Evaluasi yang akan dibahas yaitu evaluasi dari
proses pelaksanaan program. Evaluasi tersebut bertujuan untuk
menentukan apakah layanan atau intervensi telah mencapai tujuan
yang ditetapkan.
Menurut Daniel L. Stufflebeam dan Anthony J. Shinkfield
sebagaimana dimaksud oleh Dr. Wirawan mendefinisikan teori
evaluasi program mempunyai 6 ciri, yaitu : pertalian menyeluruh,
konsep-konsep inti, hipotesis-hipotesis teruji mengenai bagaimana
prosedur-prosedur evaluasi menghasilkan keluaran yang
diharapkan, prosedur-prosedur yang dapat diterapkan, persyaratan-
persyaratan etikal, dan kerangka umum untuk mengarahkan praktik
evaluasi program dan melaksanakan penelitian mengenai evaluasi
program.. Evaluasi program dapat dikelompokan menjadi evaluasi
proses (proses evaluation), evaluasi manfaat (outcome evaluation),
dan evaluasi akibat (impact evaluation). Evaluasi proses juga
menilai mengenai strategi pelaksanaan program (Dr. Wirawan
2012, 17).
Model evaluasi menurut Pietrzak, Ramler, Renner, Ford dan
Gilbert, yaitu evaluasi input, evaluasi proses dan evaluasi hasil
(Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat, dan Intervensi
Komunitas 2001). Penelitian ini hanya membahas evaluasi proses
8
yang digunakan untuk mengnalisa proses berdasarkan kriteria yang
relevan yaiti standar praktik terbaik best practice standard),
kebijakan lembaga, tujuan proses dan kepuasan klien. Alasan
peneliti mengambil penelitian di lembaga ini karena Lembaga
Pemasyarakatan Kelas IIA Salemba karena lembaga tersebut
merupakan tempat peneliti menjalani praktikum 1.
Berdasarkan pemaparan yang sudah dijelaskan di atas maka
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul
“Evaluasi Proses Pembinaan Kemandirian GIATJA Bagi Warga
binaan pemasyarakatan WBP di Lembaga Pemasyarakatan Kelas
IIA Salemba”
B. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah dari uraian latar belakang yang telah
peneliti jelaskan, maka peneliti akan membatasi objek permasalahan
yang akan diteliti yaitu pada evaluasi proses pembinaan kemandirian
GIATJA di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Salemba.
C. Perumusan Masalah
Untuk memperjelas permasalahan di atas, maka rumusan
masalah dalam penelitian, yaitu :
1. Bagaimana evaluasi proses pembinaan kemandirian GIATJA di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Salemba?
2. Bagaimana hasil evaluasi proses pembinaan kemandirian GIATJA
di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Salemba?
9
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui proses pelaksanaan Program Pembinaan
Kemandirian GIATJA di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA
Salemba
b. Untuk mengetahui hasil dari pelaksanaan Program Pembinaan
Kemandirian GIATJA di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA
Salemba
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Manfaat Akademik
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah
wawasan dan ilmu pengetahuan serta dijadikan
informasi bagi pembaca nya.
2. Penelitian ini dijadikan sebagai sarana melatih
kemampuan keterampilan penulis dalam pembuatan
hasil karya ilmiah.
3. Penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai referensi
literasi dalam bidang ilmu kesejahteraan sosial tentang
rehabilitasi sosial narkoba di Lembaga
Pemasyarakatan.
b. Manfaat Praktik
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu
Lembaga Pemasyarakatan dalam memberikan hasil
evaluasi program yang tepat.
2. Penelitian ini diharapakan dapat memberikan jawaban
yang sesuai dengan yang diteliti.
10
3. Hasil penelitian diharapkan dapat membantu para
praktisi yang berprofesi di bidang koreksional agar
dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
E. Review Kajian Terdahulu
Review kajian terdahulu adalah acuan yang digunakan untuk
membantu dan mengetahui perbedaan penelitian ini dengan penelitian
lainnya yang sejenis, berikut adalah skripsi dan jurnal yang
mempunyai fokus yang tidak berbeda jauh dengan fokus penelitian
yang penulis ambil, diantaranya:
1. Putri Anisa Yuliani , judul “Program Pembinaan Kemandirian
di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Kelas II B Jakarta”
Skripsi strata 1 Jurusan Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Skripsi ini membahas tentang peran
Program Pembinaan Kemandirian di Lembaga Pemasyarakatan
tertutup sebagai proses reintegrasi ke dalam masyarakat. Skripsi
ini juga mencari hambatan-hambatan dalam pelaksanaan Program
Pembinaan Kemandirian tersebut. Yang menjadi perbedaan
antara skripsi ini dengan penulis adalah dari segi pembahasan
yang mana dalam penelitian ini penulis membahas tentang
evaluasi proses Program Pembinaan KemandirianPIETRdi
Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Salemba. Dan yang menjadi
persamaan adalah sama-sama membahas tentang progam
pembinaan kemandirian.
11
2. Eka Rista Harimurti, judul “Evaluasi Pelaksanaan Program
Pendidikan Pusat kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM)
Lapas Klas IIA Salemba Dalam Rangka Hak Pemenuhan
Hak Anak Didik Pemasyarakatan” UNES Journal of Social
and Economics Research Volume 3, Issue 2, December 2018,
STKIP Kusuma Negara. Jurnal ini membahas tentang efektifitas
dari pelaksanaan program pendidikan Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM) Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA
Salemba yang di tinjau dari segi konteks, input, proses dan
produk dari pendidikan kesetaraan kejar paket B agar tetap
dijadikan sebagai dasar untuk tetap dapat melanjutkan program
pendidikan tersebut dalam rangka pemenuhan hak Anak Didik
Pemasyarakatan (Andikpas). Perbedaan antara jurnal ini dengan
penulis adalah dari segi pembahasan karena jurnal ini membahas
tentang evaluasi dari program Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat
(PKBM) sedangkan peneliti membahas tentang evaluasi dari
Program Pembinaan Kemandirian GIATJA. Sedangkan yang
menjadi persamaan adalah jurnal ini membahas tentang evaluasi
proses salah satu program yang ada di Lembaga Pemasyarakatan
Kelas IIA Salemba.
3. Ilmawati Hasanah, judul “Program Rehabilitasi Sosial Bagi
Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Kelas 1 Cipinang
Jakarta: Prespektif Pekerjaan Sosial Koreksional”, skripsi
strata 1 Jurusan Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta. Skripsi ini membahas tentang pola rehabilitasi sosial bagi
narapidana melalui program pembinaan yang terbagi dua yaitu
12
pembinaan kemandirian dan pembinaan kepribadian yang ada di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas 1 Cipinang, penelitian ini juga
membahas metode dan pendampingan yang digunakan dalam
program tersebut. Yang menjadi perbedaan antara skripsi ini
dengan penulis adalah dari segi pembahasan bahwa penulis
membahas segi evaluasi dari Program Pembinaan Kemandirian
GIATJA yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA
Salemba. Sedangkan yang menjadi persamaan adalah sama-sama
membahas tentang program pembinaan.
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan penelitian
kualitatif, pendekatan kualitatif adalah metode yang digunakan
untuk meneliti objek yang alamiah. Peneliti adalah sebagai kunci
karena tekhnik pengumpulan data dilakukan dengan cara
trianggulasi atau gabungan dari alat pengambilan data. Analisis
data dalam pendekatan kualitatif bersifat induktif.
Metodologi kualitatif menurut Bogdan dan Taylor (1975: 5)
merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata dari lisan orang lain. Menurut
mereka, pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu
tersebut secara utuh (Basowi dan Suwandi 2009, 21)
2. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan jenis penelitian
deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang
mendeskripsikan suatu gejala atau peristiwa yang sedang
13
berlangsung. Penelitian deskriptif menggunakan wawancara,
foto, dokumen pribadi, maupun dokomen resmi sebagai alat
untuk memperoleh data. Berdasarkan penjelasan penelitian
deskriptif tersebut tujuan peneliti adalah ingin mengetahui
bagaimana proses pembinaan kemandirian bagi warga binaan
pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA
Salemba.
3. Sumber Data
Berikut adalah acuan dua jenis sumber data yaitu sumber data
primer dan sumber data sekunder yang akan digunakan dalam
penelitian ini:
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh melalui proses
penelitian langsung yang dilakukan oleh peneliti di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Salemba. Data
primer ini diperoleh melalui observasi dan wawancara
kepada informan secara detail seperti Kepala Subseksi
program kemandirian GIATJA, staff dan petugas, warga
binaan pemasyarakatan yang mengikuti program tersebut
di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Salemba.
b. Data Sekunder
Data sekunder biasanya diperoleh peneliti dari sumber
yang sudah ada seperti website Lembaga Pemasyarakatan
Kelas IIA Salemba, dokumen, PDF data program, dan
sistem data base pemasyarakatan.
14
4. Tempat dan Waktu Penelitian
a. Tempat Penelitian
Pada penelitian ini peneliti akan melakukan penelitian
yang berlokasi di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA
Salemba yang beralamat di Jalan Percetakan Negara No.
88 A Rawa Sari, Cempaka Putih. Jakarta Pusat.
b. Waktu Penelitian
Waktu penelitian atau kegiatannya kurang lebih selama
6 bulan terhitung mulai bulan desember 2019 hingga bulan
mei 2020.
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah teknik observasi, teknik wawanca, dan dokumentasi.
a. Teknik Observasi
Teknik observasi adalah teknik pengumpulan data
berdasarkan usaha-usaha pengamatan secara langsung ke
tempat yang ingin diteliti atau diselidiki. (Arikunto 2006).
Pengertian observasi menurut beberapa ahli, Syaodih
N (tp, 2006: 220) mengatakan bahwa observasi adalah suatu
teknik mengumpulkan data dengan mengadakan pengamatan
terhadap kegiatan yang sedang berlangsung, sedangkan
menurut Margono (tp, 2005: 158) mengatakan bahwa
observasi adalah pengamatan dan pencatatan sistematik
terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian.
Dalam teknik ini peneliti akan melakukan pengamatan
mengenai subjek dan objek terkait program pembinaan
kemandirian terutama warga binaan pemasyarakatan yang
mengikuti kegiatan program pembinaan kemandirian.
15
b. Teknik Wawancara
Wawancara adalah suatu teknik pengumpulan data
untuk mendapatkan informasi yang digali dari sumber data
langsung melalui percakapan atau Tanya jawab. Wawancara
dalam penelitian kualitatif sifatnya mendalam karena ingin
mengeksplorasi informasi secara jelas dari informan.
Melaksanakan teknik wawancara berarti melakukan interaksi
komunikasi atau percakapan antara pewawancara
(interviewer) dan terwawancara (interviewee) dengan maksud
menghimpun informasi dari interviewee.
Dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan
wawancara dengan pedoman wawancara yang sudah
ditentukan yaitu kepada beberapa informan yang terkait
dengan pelaksanaan program pembinaan kemandirian seperti
kepala sub seksi program, staff dan warga binaan
pemasyarakatan yang mengikuti program pembinaan
kemandirian.
c. Studi Dokumentasi
Teknik studi dokumentasi adalah mencari data yang
diperoleh berupa transkrip, catatan, surat kabar, buku,
majalah, notulen rapat, agenda dan sebagainya (Arikunto,
2002). Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh
peneliti adalah pengambilan informasi dari dokumen-
dokumen yang berasal dari Lembaga Pemasyarakatan Kelas II
A Salemba.
6. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses menyusun data agar dapat
ditafsirkan. Menyusun data berarti dapat menggolongkannya
16
dalam pola atau tema. Menfsirkan data artinya memberikan
makna terhadap analisis, menjelaskan arti, pola serta mencari
hubungan dengan berbagai konsep. Teknik analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut
(Bungin 2003):
1. Pengumpulan Data (Data Collection)
Pengumpulan data adalah analisis pengumpulan data
pada penelitian ini menggunakan observasi, wawancara
dan studi dokumentasi.
2. Reduski Data (Data Reduction)
Reduksi data dilakukan pada saat pengumpulan data
dimulai dengan membuat ringkasan, menelusur tema,
mengkode, membuat gugus-gugus, menulis memo dan
sebagainya tujuannya untuk menyisihkan data/informasi
yang tidak relevan.
3. Display Data
Pada display data yaitu pendeskripsian sekumpulan
informasi tersusun yang memberikan kemungkinan untuk
menarik kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian
data kualitatif disajikan dalam bentuk naratif.
4. Verifikasi dan Penegasan Kesimpulan (Conclution
Drawing and Verification)
Verifikasi dan penegasan kesimpulan merupakan
kegiatan akhir dari analisis data. Dalam pengertian ini
analisis data kualitatif yaitu merupakan upaya berlanjut,
berulang dan terus-menerus. Selanjutnya data yang telah
di analisis, dijelaskan dan dimaknai dalam bentuk kata-
17
kata untuk mendeskripsikan fakta yang ada di lapangan
lalu diambil initisarinya saja.
Berdasarkan uraian di atas, setiap tahap dalam proses
tersebut dilakukan untuk mendapatkan keabsahan data
dengan menelaah seluruh data yang ada.
7. Pedoman Penulisan Skripsi
Pedoman penulisan dalam penelitian ini sesuai dengan
Keputusan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Nomor 507
Tahun 2017 tentang Pedoman Penulisan Karya Ilmuah UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta yang diterbitkan pada
lpm.uinjkt.ac.id.
8. Teknik Pemilihan Informan
Peneliti menggunakan metode penelitian Purpose Sampling,
metode ini digunakan untuk mementukan informan yang dipilih
dengan mempertimbangkan informan apakah sudah sesuai
dengan topik penelitian, bahwa informan tersebut mampu
memberikan informasi sesuai dengan pengalaman maupun
pengetahuan yang dimiliki yang berkaitan dengan Program
Pembinaan Kemandirian GIATJA. Sedangkan teknik yang
digunakan dalam memilih informan dalam penelitian ini yaitu
teknik non probability sampling dimana pengambilan sampel
tidak secara acak dan mengutamakan informan dengan ciri-ciri
dan kriteria tertentu. Berdasarkan penjelasan di atas, maka
peneliti sudah menentukan kriteria dalam penentuan informan
yaitu petugas program pembinaan kemandirian GIATJA yang
telah bekerja dalam kurun waktu kurang lebih 3 tahun dan warga
binaan pemasyarakatan yang dipilih oleh pamong lembaga,
warga binaan tersebut adalah warga binaan pemasyarakatan yang
18
telah mengikuti program pembinaan kemandirian kurang lebih 1
tahun dan sudah mengikuti 3 kegiatan keterampilan.
Tabel 1. Subjek dan Informan Penelitian
No Informan Informasi yang
Diperoleh
Jumlah
1. Pamong Lembaga
Pemasyarakatan Kelas
IIA Salemba
Memperoleh data dan
profil Lembaga
Pemasyarakatan Kelas
II A Salemba
1 orang
2. KASUBSI Bimbingan
Kerja (BIMKER) dan
Pengelolaan Hasil
Kerja (PHK)
Memperoleh
informasi terperinci
mengenai evaluasi
proses program
pembinaan
kemandirian
1 orang
3. Staff Kegiatan Kerja
(SARKER)
Memperoleh
informasi terperinci
mengenai proses
pemberian layanan
1 orang
4. Staff Bimbingan
Kerja (BIMKER) dan
Pengelolaan Hasil
Kerja (PHK)
Memperoleh
informasi terperinci
mengenai proses
pemberian layanan
1 orang
5. Warga binaan
pemasyarakatan
Memperoleh
informasi mengenai
proses pemberian
layanan
3 orang
19
9. Teknik Keabsahan Data
Dalam (Moleong 2004, 330-331) Patton mendefinisikan
teknik trianggulasi sumber merupakan sebuah cara untuk
membandingkan dan mengecek ulang kepercayaan suatu
informasi yang diperoleh melalui waktu serta alat yang berbeda
dalam penelitian kualitatif. Berdasarkan penjelasan tersebut
dalam teknik trianggulasi sumber, peneliti akan
membandingkan hasil observasi dengan hasil wawancara
dengan cara membandingkan pandangan serta pendapat dari
berbagai prespektif seseorang kemudian hasilnya dibandingkan
dengan hasil wawancara dengan dokumentasi yang telah
dilakukan.
G. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi disajikan ke dalam 6 (enam) BAB, sesuai
Keputusan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Nomor: 507
Tentang Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, dengan gaya penulisan
menggunakan Chicago 1: Bidang Ilmu Sosial (author-datesystem).
Berikut sistematika penulisan dalam skripsi ini:
BAB I PENDAHULUAN, bab ini terdiri dari Latar
Belakang, Identifikasi Masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah,
Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan kajian Terdahulu, Metode
Penelitian (terdiri dari pendekatan dan jenis penelitian, teknik
pengumpulan data, teknik pemilihan subjek dan informan, teknik
pengelolaan dan analisis data, teknik keabsahan data) dan Sistematika
Penulisan.
20
BAB II KAJIAN PUSTAKA, bab ini berisi tentang
Landasan Teori yang akan digunakan dan mendukung penelitian
mengenai teori evaluasi proses, teori pembinaan, dan teori perubahan
perilaku bagi warga binaan pemasyarakatan WBP di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas IIA Salemba, Kajian Pustaka, dan Kerangka
Berfikir.
BAB III GAMBARAN UMUM LEMBAGA, bab ini berisi
tentang gambaran lembaga meliputi Sejarah Lembaga
Pemasyarakatan Kelas IIA Salemba, Visi dan Misi Lembaga
Pemasyarakatan Kelas IIA Salemba, Tugas dan Fungsi Lembaga
Pemasyarakatan Kelas IIA Salemba, Program dan Struktur Lembaga
Pemasyarakatan Kelas IIA Salemba.
BAB IV DATA DAN TEMUAN PENELITIAN, bab ini
berisi tentang uraian penyajian data dan temuan penelitian mengenai
hasil penelitian yang dilakukan peneliti yaitu evaluasi proses
pembinaan kemandirian melalui program GIATJA bagi warga binaan
pemasyarakataa di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Salemba.
BAB V PEMBAHASAN, bab ini berisi tentang analisis
evaluasi proses program yang dijalankan oleh Lembaga
Pemasyarakatan Kelas IIA Salemba, dan hal-hal lain yang berkaitan
dengan penelitian yang dilakukan.
BAB VI PENUTUP, bab ini terdiri dari Kesimpulan, dan
Saran, dengan mengemukakan kesimpulan hasil penelitian pada tiap-
tiap bab sebelumnya, dan memberikan saran kepada peneliti atau
lembaga atau profesi lain.
21
BAB II
KAJIAN TEORI
1. Evaluasi Program
a. Pengertian Evaluasi Program
Menurut bahasa kata evaluasi secara etimologi
adalah penaksiran, penilaian, atau penentuan nilai,
sedangkan secara istilah evaluasi merupakan suatu
proses kegiatan yang sudah direncanakan dengan
menggunakan beberapa instrument dan hasilnya akan
dijadikan tolak ukur keberhasilan. Sedangkan
pengertian program secara umum yang dikutup dari
(Arikunto dan Jabar 2009) program merupakan satu
kesatuan unit dalam kegiatan maka program
merupakan sebuah sistem, yaitu rangkaian kegiatan
yang dilakukan secara berkesinambungan bukan
hanya satu kali.
Evaluasi juga dapat dikatakan dalam (Arikunto dan
Jabar 2009, 1) menurut Suchman (1961) sebagai
sebuah proses yang nantinya akan menentukan hasil
yang telah dicapai dari kegiatan yang telah
direncanakan untuk mencapai tujuan Definisi lainnya
dikemukakan oleh Worthen dan Sanders (1973)
bahwa evaluasi yaitu sebuah kegiatan mencari sesuatu
yang berharga, dalam pencarian hal tersebut meliputi
pencarian informasi yang bermanfaat dalam menilai
22
keberadaan suatu program, prosedur, produksi, dan
strategi yang diajukan untuk mencapai tujuan yang
ditentukan.
Definisi evaluasi program yang ditulis oleh Ralph
Tyler dalam (Tayibnapis 2008, 3) yaitu sebuah proses
untuk menentukan apakah tujuan dari program dapat
dicapai atau dapat di realisasikan. Adapun menurut
Cronbach (1963) dan Sttuffebeam (1971) mereka
mengemukakan bahwa evaluasi program sebuah cara
untuk mendapatkan informasi yang nantinya hasil dari
informasi tersebut akan disampaikan kepada
pengambil keputusan. (Arikunto dan Jabar 2009, 5)
Berdasarkan penjelasan diatas, maka peneliti dapat
menarik kesimpulan bahwa evaluasi program adalah
suatu proses kegiatan pengumpulan data dan penilaian
terhadap suatu program tertentu yang bertujuan untuk
mengetahui keberhasilan program, apakah program
tesebut sudah sesuai rencana dan apakah sudah sesuai
dengan harapan.
b. Tujuan Evaluasi Program
Menurut Stufflebeam dan Srinkfield (2007) dalam
(Wirawan 2011, 39) mengemukakan bahwa Suchman
mendukung pendapat Bigman mengenai tujuan evaluasi
ada enam yaitu:
1. Mengukur apakah obektif program sudah
terpenuhi atau belum.
23
2. Mengukur kesuksesan dan kegagalan program.
3. Mengukur prinsip yang dipakai untuk membuat
kesuksesan program
4. Mengukur dan meningkatkan efektivitas dari
proses eksperimen dengan menggunakan
teknik-teknik tertentu.
5. Meletakkan dasar penelitian berikutnya
mengenai alasan-alasan sukses relatif teknik-
teknik alternatif.
6. Untuk mendefinisikan kembali alat-alat yang
dipakai untuk mendapatkan objektif dan
subtujuan-subtujuan dalam kaitan temuan
penelitian.
c. Manfaat Evaluasi
Melakukan evaluasi terhadap suatu program
tentunya terdapat manfaat yang akan didapat setelah
kegiatan selesai. Berdasarkan buku (Arikunto dan
Jabar 2009, 22) manfaat yang didapatkan adalah :
1. Menghentikan program, ketika program yang
dirasakan tidak ada manfaat oleh penerimanya
dan tidak terlaksana sesuai harapan maka
program tersebut dapat dihentikan.
2. Merevisi program, ketika setelah program
telah dijalani ada beberapa hal yang tidak
sesuai harapan dan tujuan.
24
3. Melanjutkan program, ketika program yang
dijalankan sudah menunjukan bahwa
program tersebut telah sesuai harapan dan
memberikan hasil yang bermanfaat.
4. Menyebarluaskan program yaitu ketika
program yang telah dijalankan dapat
mengulangi program tersebut dengan lain
tempat dan lain waktu karena program
tersebut berhasil dijalani dengan baik.
d. Desain Evaluasi
Menurut Scriven (1967) dalam (Tayibnapis 2008,
36) yang pertama-tama membedakan evaluasi formatif
dan evaluasi sumatif. Definisi dari kedua jenis
evaluasi tersebut adalah:
a. Evaluasi formatif, yaitu evaluasi yang
digunakan untuk memberikan informasi
kepada pemimpin atau pihak terkait yang
bertujuan untuk memperbaiki program yang
tidak sesuai harapan. Evaluasi ini juga
dilaksanakan selama program tersebut masih
berjalan.
b. Evaluasi sumatif, yaitu evaluasi ini digunakan
untuk memberikan informasi terkait manfaat
dan kegunaan program kepada klien atau
penerima manfaat. Sedangkan evaluasi ini
dilaksanakan setelah program telah selesai.
25
e. Model Evaluasi
Dalam melaksanakan evaluasi tentunya terdapat
beberapa model yang akan digunakan dalam
penelitian ini. Model evaluasi yang digunakan oleh
penelitian ini adalah model evaluasi yang
dikemukakan oleh Pietrzak. Dalam (I. R. Adi,
Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat, dan
Intervensi Komunitas 2001, 128) Pietrzak, Ramler,
Ranner, Fort dan Gilbert (1990) menjelaskan terdapat
tiga tipe evaluasi yaitu evaluasi input, evaluasi proses
dan evaluasi hasil.
a. Evaluasi Input
Dalam pelaksanaan evaluasi input dalam
suatu program terdapat tiga unsur yang meliputi
evaluasi input yaitu klien, staf dan program.
Menurut Pietrzak dan kawan-kawan
menjelaskan bahwa dalam klien terdapat
karakteristik seperti demografi klien, anggota
keluarga. Dalam unsur staf terdapat
karakteristik demografi staf itu sendiri dari
pengalaman dan pendidikan. Dan unsur dari
program meliputi aspek waktu pelayanan dan
sumber rujukan yang tersedia.
Terdapat empat kriteri dalam evaluasi
input yaitu kriteria yang pertama adalah tujuan
dan objektif, kriteria yang kedua adalah
26
penilaian terhadap kebutuhan komunitas,
kriteria yang ketiga adalah standar dari suatu
praktek, dan kriteria terakhir adalah biaya dari
pelayanan tersebut.
b. Evaluasi Proses
Evaluasi proses menurut Pietrzak dan
kawan-kawan merupakan suatu kegiatan yang
mempunyai fokus pada aktivitasnya dengan cara
melibatkan interaksi antara klien atau penerima
manfaat dengan petugas atau staf dari
pencapaian program tersebut. Evaluasi ini juga
dinilai dengan diawali analisis dari sistem
pemberian layanan dalam program tersebut.
Empat komponen penilaian dalam
pemberian layanan tersebut adalah standar
praktik terbaik (best standar practice),
kebijakan lembaga, tujuan proses dan kepuasan
klien.
c. Evaluasi Hasil
Pietrzak dan kawan-kawan menjelaskan
bahwa dalam evaluasi hasil keberhasilan dalam
suatu program dilihat dari hasil program
tersebut dan diarahkan pada keseluruhan
dampak dari suatu program yang diterima oleh
klien atau oenerima pelayanan dalam suatu
27
perencanaan. Dalam evaluasi hasil ada dua
tingkat yaitu individu dan kelompok.
Dari pemahaman pada ketiga model evaluasi
diatas, peneliti akan melakukan evaluasi terhadap
yang sedang dijalankan di Lembaga Pemasyarakatan
Kelas IIA Salemba yaitu Program Pembinaan
Kemandirian GIATJA, namun pada penelitian kali ini,
peneliti hanya akan menggunakan dan fokus
membahas model evaluasi proses saja. Hal ini
bertujuan untuk membatasi masalah penelitian ini agar
tidak terlalu meluas.
Seperti yang telah dijelaskan oleh peneliti,
evaluasi proses mempunyai empat indikator dalam
menilai kriteria evaluasi proses. Kriteria tersebut
yaitu:
a. Standar Praktek Terbaik (Best Standard
Practice)
Standar praktek terbaik yang lebih
dikenal dengan Standar Operating Procedure
yaitu suatu prosedur yang menjadi acuan
pelaksanaan program serta mengatur
berjalannya suatu program dalam dalam suatu
organisasi. Prosedur tersebut digunakan untuk
memastikan langkah, keputusan dan tindakan
28
dalam pelaksanaan program dapat berjalan
secara efektif, konsiste, sistematif dan sesuai
standar yang telah ditetapkan.
Standar praktik terbaik menekankan
kriterianya pada proses berfikir yang kreatif,
hal ini mempunyai tujuan agar perbaikan yang
akan dilakukan tidak hanya untuk mengulang
namun perbaikan tersebut digunakan untuk
meningkatkan kualitas produk dan jasa, dan
dapat melakukan perubahan manajemen
organisasi suatu perusahaan atau lembaga
dapat tetap maju dan berkembang (Kusnoto
2001, 2)
Dari pemahaman di atas, peneliti dapat
meyimpulkan bahwa standar praktik terbaik
merupakan sebuah aturan yang digunakan
sebagai acuan bagi para petugas atau klien
dalam suatu lembaga atau organisasi yang
dibuat. Acuan tersebut bertujuan untuk
meningkatkan kualitas pekerjaan agar dapat
dilakukan dengan semestinya.
Maka dari itu peneliti membahas dua
jenis standar yang digunakan sesuai dengan
Program Pembinaan Kemandirian GIATJA,
yaitu:
1) Standar Operasional Prosedur (SOP)
yang digunakan oleh petugas
29
Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA
Salemba dalam melaksanakan
Program Pembinaan Kemandirian
GIATJA yaitu meliputi waktu
pelaksanaan, tempat pelaksanaan, tata
cara pengerjaan kegiatan dan petugas-
petugas yang berperan dalam
melaksanakan program tersebut.
2) Standar proses pemberian layanan
yang diberikan Lembaga
Pemasyarakatan Kelas IIA Salemba
kepada warga binaan pemasyarakatan
yang mengikuti Program Pembinaan
Kemandirian GIATJA.
b. Kebijakan
Kebijakan atau Policy adalah sebuah
alat ukur kegiatan baik yang menyangkut
kegiatan baik itu menyangkut pemerintah
maupun tata pemerintahan yang menyentuh
kebijakan publik. Pada hakikatnya kebijakan
merupakan sebuah pilihan pada tindakan
yang dapat mengatur mengelolaan dan
pendistribusian keuangan, sumber daya alam
dan manusia demi kepentingan sebuah rakyat
(Suharto 2013, 3).
30
Pada indikator kebijakan, peneliti
membahas dua jenis kebijakan Lembaga
pemasyarakatan Kelas IIA Salemba, yang
pertama yaitu klien atau warga binaan
pemasyarakatan yang mengikuti Program
Pembinaan Kemandirian GIATJA, jenis
kebijakan yang kedua yaitu sumber daya
manusia yaitu petugas-petugas yang terlibat
dalam program tersebut.
c. Tujuan Proses (Process Goal)
Dalam Jurnal Manajemen Pendidikan,
menurut Katz & Kahn (1978) mengemukakan
tujuan dalam sebuah organisasi merupakan
suatu rencana atau kerangka kerja yang terdiri
dari perilaku maupun tindakan yang sesuai
dengan arahan pemimpin dalam sebuah lembaga
(Subariono 2012, 53). Tujuan tersebut dibuat
harus fleksibel, sistematis dan jelas
perumusannya, serta dapat dirancang atas tujuan
jangka pendek, menengan, dan tujuan jangka
panjang dari sebuah program (Fattah 2016, 49).
d. Kepuasan Klien
Kepuasan klien merupakan suatu respon
atau sikap yang ditunjukan oleh klien atau
31
penerima manfaat. Tanggapan tersebut bisa
berupa tanggapan positif maupun tanggapan
negatif dari suatu barang atau jasa yang telah
mereka gunakan.
Kepuasan yang dirasakan oleh klien
diukur dengan besar harapan klien itu sendiri
terhadap pelayanan yang telah diberikan.
Kepuasan klien tersebut seperti perasaan senang
dan perasaan kecewa yang dirasakan mereka
setelah menilai kesan dari suatu produk yang
disediakan. (Sangadji dan Sopiah 2013, 181)
Dalam Jurnal Mirai management menurut
Parasuraman (1998) (Hasnih, Gunawan dan
Hasmin 2016) terdapat lima dimensi pada
indikator kepuasan klien yang digunakan untuk
menilai kualitas pelayanan:
a. Ketanggapan (Responsiveness) adalah
usaha lembaga atau organisasi untuk
memberikan pelayanan yang sepat, tepat
dan jelas.
b. Bukti fisik (Tangible), adalah usaha
sebuah lembaga atau organisasi untuk
memperlihatkan keberhasilan melalui
pembangunan sarana dan prasarana yang
memadai kepada pihak luar.
c. Jaminan (Assurance), adalah usaha
sebuah lembaga atau organisasi untuk
32
menumbuhkan rasa percaya klien atau
penerima manfaat dengan komunikasi,
kredibilitas, keamanan, kompetensi dan
sopan santun dari pada petugas.
d. Kehandalan (Reability), adalah usaha
sebuah lembaga atau organisasi untuk
memberikan pelayanan kepada klien atau
penerima manfaat secarra terpercaya dan
akurat.
e. Empati (Empathy), adalah usaha sebuah
lembaga atau organisasi untuk yaitu upaya
sebuah lembaga dalam memahami segala
keinginan pelanggan atau penerima
manfaat secara tulus dan bersifat
individual.
Dalam indikator kepuasan klien yang
sudah dijelaskan peneliti hanya menggunakan
tiga dari lima indikator yaitu ketanggapan, bukti
fisik dan empati karena tiga dimensi tersebut
sudah mencakup kepuasan pada program
penelitian ini.
2. Konsep Pembinaan
A. Pengertian Pembinaan
Menurut (Mangunhardjana 1989, 12) pembinaan
adalah suatu proses belajar mempelajari hal-hal baru
33
yang belum dimiliki dan melepaskan hal-hal yang
sudah dimiliki. Tujuan dari proses tersebut untuk
membantu seseorang agar dapat membetulkan dan
mengembangkan pengetahuan,kecakapan yang sudah
ada serta mampu mendapatkan pengetahuan dan
kecakapan baru untuk menjadikan hidup mereka lebih
efektif.
Sedangkan dalam (Hukumonline 1999) Peraturan
Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 BAB 1 Pasal 1
menyebutkan pembinaan adalah kegiatan untuk
meningkatkan kualitas ketaqwaan kepada Tuhan Yang
Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku, profesional,
kesehatan jasmani dan rohani Narapidana dan Anak
Didik Pemasyarakatan.
Dengan demikian pembinaan ialah segala usaha dan
upaya yang dilakukan untuk memberikan dan
meningkatkan skill, pengetahuan, sikap. Sehingga
mereka yang mendapatkan pembinaan dapat memahami
apa yang telah diberikan daei kegiatan tersebut. Cara-
cara yang dimiliki oleh pembinaan sendiri yaitu seperti
memberikan pengarahan, bimbingan, dorongan, dan
kontrol untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
(Rustanto 2015)
Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa pembinaan adalah suatu proses atau kegiatan
untuk membantu seseorang mengembangkan hal-hal
yang sudah ada dan mempelajari hal-hal baru dalam
34
kehidupannya, seperti meningkatkan kualitas
ketakwaan, intelektual, sikap, dan perilaku agar
seseorang mampu mencapai tujuan dan hasil yang lebih
baik lagi.
B. Metode Pembinaan
Metode pembinaan merupakan cara dalam
penyampaian materi pembinaan untuk narapidana agar
diterima dengan efektif dan efisien dalam perubahan
pola pikir, bertindak dan bertingkah laku, terdapat dua
metode pembinaan berdasarkan kebutuhan
narapidana, yaitu :
1) Pendekatan dari atas (Top Down Approach)
Metode ini, materi pembinaan berasal dari
pembina, atau paket pembinaan yang sudah
disediakan dari atas. Pada pendekatan ini, narapidana
tidak ikut menentukan jenis pembinaan yang akan
dijalaninya tetapi langsung menerima pembinaan
dari para pembina. Pembinaan yang diberikan ada
dua jenis yaitu pembinaan umum seperti pendekatan
kepada Tuhan Yang Maha Esa, pengetahuan
berbangsa dan bernegara yang dapat digunakan
setelah keluar dari Lembaga Pemasyarakatan.
Pembinaan khusus seperti pembinaan keterampilan.
Pembinaan atas adalah metode pembinaan yang
harus mengedepankan situasi, dalam arti pembina
35
harus mampu mengubah situasi dalam sebuah
pembinaan menjadi suatu situasi yang disepakati dan
disukai oleh para peserta sehingga dapat
menghilangkan kendala yang terdapat dalam
kegiatan. Narapidana yang mengikuti pembinaan
iniakan terikat, dan keterikatan tersebut sangat
berguna karena secara penuh dan semangat yang
sama ikut berperan dalam upaya pembinaan tersebut.
2) Pendekatan dari bawah (Bottom Up Approach)
Dalam metode pendekatan dari bawah,
narapidana yang harus memperhatikan kebutuhan
pembinaan atau kebutuhan belajar narapidana itu
sendiri. Tidak semua narapidana mempunyai
kebutuhan, minat dan semangat yang sama, hal
tersebut bergantung dari pribadi narapidana sendiri,
dan fasilitas pembinaan yang dimiliki Lembaga
Pemasyarakatan. Metode ini membawa konsekuensi
tinggi bagi para pembina, karena pembina harus
mampu menyediakan sarana dan prasarana demi
terciptanya tujuan pembinaan. Jika fasilitas terbatas
dan tidak memadai maka pembinaan tidak akan
berjalan dengan baik.
C. Tujuan Pembinaan
Dalam (Pujileksono 2017, 32) Dr. Saharjo S.H
mengemukakan gagasan perubahan tujuan pembinaan
36
dari sistem kepenjaraan ke sistem pemasyarakatan.
Pemasyarakatan tersebut mengandung makna, bahwa
tidak hanya masyarakat yang harus diayomi terhadap
kejahatan, melainkan orang-orang yang berbuat jahat
tersebut juga harus diayomi dan diberikan bekal hidup
sehingga akan menjadi orang yang berfaedah dalam
masyarakat. Berawal dari pidato Saharjo, istilah
rumah pemasyarakatan diganti dengan sebutan
lembaga pemasyarakatan sehingga secara berangsur-
angsur diganti dengan sistem pemasyarakatan. Tujuan
membina narapidana dan anak didik adalah agar
mereka tidak melanggar hukum lagi, menjadi peserta
aktif dan kreatif dalam usaha pembangunan, dan
memperoleh hidup yang lebih baik.
D. Prinsip Pembinaan
Latar belakang gagasan dari pemasyarakatan yang
dimunculkan pada Konferensi Lembang memiliki
sepuluh prinsip. Prinsip-prinsip bimbingan dan
pembinaan tersebut adalah:
1. Orang yang tersesat harus diayomi dengan
memberikan kepadanya bekal hidup sebagai
warga yang baik dan berguna bagi masyarakat.
2. Penjatuhan pidana adalah bukan tindakan balas
dendam dari negara.
3. Rasa tobat tidaklah dapat dicapai dengan
menyiksa melainkan dengan bimbingan.
37
4. Negara tidak berhak membuat seseorang
narapidana lebih buruk atau lebih jahat dari
pada sebelum ia masuk lembaga.
5. Selama kehilangan kemerdekaan bergerak
narapidana harus dikenalkan kepada
masyarakat dan tidak boleh diasingkan dari
masyarakat.
6. Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana
tidak boleh bersifat mengisi waktu atau hanya
diperuntukan bagi kepentingan lembaga atau
negara saja, pekerjaan yang diberikan harus
ditunjukan untuk pembangunan negara.
7. Bimbingan dan didikan harus berdasarkan azas
pancasila.
8. Tiap orang adalah manusia dan harus
diperlakukan sebagai manusia meskipun ia
telah tersesat tidak boleh ditunjukan kepada
narapidana bahwa itu penjahat.
9. Narapidana hanya dijatuhi pidana hilang
kemerdekaan.
10. Sarana fisik bangunan lembaga dewasa ini
merupakan salah satu hambatan pelaksanaan
sistem pemasyarakatan. (Pujileksono,
Sosiologi Penjara 2017, 33)
38
3. Konsep Kemandirian
A. Pengertian Kemandirian
Kemandirian adalah kata yang mendapatkan
awalan ke- dan akhiran -an yang berasal dari kata diri
yang kemudian membentuk suatu kata keadaan atau
kata benda. Karena kemandirian berasal dari kata diri,
pembahasan mengenai kemandirian tidak dapat terlepas
mengenai perkembangan diri itu sendiri, karena diri
adalah inti dari kemandirian. Proses perkembangan
kemandirian menyangkut unsur-unsur normatif. Ini
mengartikan bahwa perkembangan kemandirian
merupakan suatu proses yang terarah karena hakikat
eksistensi manusia sejalan dengan perkembangan
kemandirian, arah perkembangan itu harus sejalan dan
berlandaskan pada tujuan hidup manusia. (Ali dan
Asrori 2004, 112)
Dari pemaparan di atas, Peneliti dapat
menyimpulkan bahwa kemandirian tidak bisa terlepas
dari proses perkembangan diri seseorang dimana saat
individu tersebut dapat menjalani kehidupannya tanpa
bergantung kepada orang lain dan mampu menentukan
keputusan terbaik menurut kebutuhannya.
B. Aspek-aspek Kemandirian
Dalam (Fatimah 2006, 143) Havighurst
mengemukakan empat aspek kemandirian, berikut
aspek-aspek tersebut adalah :
39
1) Aspek Emosi, yaitu kemampuan seseorang
dalam mengontrol emosi serta tidak
bergantung kepada orang tua, dapat
membuat keputusan sendiri, dan
menyelesaikannya sendiri tanpa bergantung
pada siapapun.
2) Aspek Ekonomi, yaitu kemampuan
seseorang dalam mengatur keuangan atau
ekonomi dalam dirinya, tidak bergantung
pada orang lain, dan dapat memiliki
penghasilan sendiri.
3) Aspek Intelektual, yaitu kemampuan
seseorang dalam mengatasi permasalahan,
mengatasi hambatan-hambatan yang terjadi
dan mampu mengurus diri sendiri dalam
kehidupan sehari-hari.
4) Aspek Sosial, yaitu kemampuan seseorang
dalam berinteraksi dengan orang lain,
mampu bersosialiasai dengan
lingkungannya, dan tidak begantung kepada
orang lain.
C. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kemandirian
Kemandirian yang melekat pada seseorang semata-
mata bukanlah pembawaan diri yang sudah ada sejak
lahir. Perkembangan kemandirian dipengaruhi oleh
40
faktor-faktor yang berpengaruh pada diri seseorang.
Beberapa faktor-faktor tersebut diantaranya, yaitu:
1. Gen atau keturunan orang tua. Sifat
kemandirian orang tua sering kali diturunkan
keanaknya, namun faktor keturunan ini masih
diperdebatkan karena sesungguhnya bukan
sifat kemandirian orang tua yang menurun
pada anaknya, melainkan sifat orang tua
menurun berdasarkan cara orang tua mendidik
anaknya.
2. Pola asuh orang tua. Cara orang tua mengasuh
anaknya tentunya akan mempengaruhi
perkembangan kemandirian anak. Orang tua
yang dapat menciptakan interaksi yang baik
dalam keluarga dapat mendorong kelancaran
perkembangan anak.
3. Sistem pendidikan sekolah. Proses pendidikan
disekolah harus mengembangkan
demokratisasi agar tidak menghambat
perkembangan kemandirian remaja. Proses
pendidikan yang terlalu menekankan
pemberian sanksi dan hukuman dapat
menghambat kemandiran remaja, namun jika
proses pendidikan lebih menghargai potensi
anak seperti memberikan reward dan
menciptakan kompetisi yang positif tentunya
akan memperlancar kemandirian remaja.
41
4. Sistem kehidupan di masyarakat. Jika
masyarakat kurang menghargai potensi remaja
dalam kegiatan yang produktif dapat
menghambat kelancaran kemandirian remaja,
namun masyarakat menghargai potensi remaja
dalam berbentuk kegiatan akan membantu
perkembangan kemandirian remaja (Ali dan
Asrori 2004, 118-119).
4. Konsep Pekerjaan Sosial Koreksional
1) Pengertian Pekerjaan Sosial Koreksional
Konsep pekerjaan sosial koreksional adalah sebuah
konsep yang menjelaskan area pekerjaan sosial dalam
setting lembaga pemasyarakatan Pekerjaan sosial
koreksional adalah pelayanan profesional yang merujuk
pada setting koreksional yang meliputi Lembaga
Pemasyarakatan, rumah tahanan, balai pemasyarakatan,
narkotika, dan setting lain dalam sistem peradilan
pidana yang mempunyai tujuan untuk membantu
pemecahan masalah klien serta dapat meningkatkan
keberfungsian sosialnya (Rustanto 2015).
2) Fungsi Pekerjaan Sosial Koreksional
Dalam melaksanakan peranan sebagai pekerja
sosial koreksional, maka fungsi dari pekerjaan
tersebut meliputi pelayanan dalam bidang koreksional.
42
Dalam (Dorang dan Satriawan 2010) menjelaskan
tentang fungsi Pekerjaan Sosial Koreksional yaitu
antara lain membantu narapidana memperkuat
motivasinya, memberikan kesempatan kepada
narapidana untuk menyalurkan perasaannya dan
memberikan informasi, membantu pelanggar hukum
untuk membuat keputusan-keputusan, membantu
narapidana merumuskan situasi yang dialaminya,
memberikan bantuan dalam hal merubah lingkungan
keluarga dan lingkungan dekat, membantu pelanggar
hukum mengorganisasi kembali pola-pola berikutnya
dan memfasilitasi rujukan.
Maksud dan tujuan dari fungsi di atas adalah
untuk membantu klien yang membutuhkan
pertolongan, seperti narapidana yang oleh berbagai
alasan tidak mampu menghilangkan tekanan dari
masyarakat. Sebagaimana hakikat dari profesi
pekerjaan sosial sebagai sebuah seni dan memiliki
nilai, maka memberikan memberikan perubahan ke
arah yang lebih baik adalah hakikat dari profesi
pekerjaan sosial itu sendiri.
3) Tujuan Pekerjaan Sosial Koreksional
Tujuan pekerjaan sosial dibidang koreksional yang
dijelaskan dalam (Dorang dan Satriawan 2010) lebih
spesifik mengarah pada tindakan sebagai berikut:
43
a. Membantu narapidana agar dapat menyesuaikan diri
dengan kehidupan Lembaga Pemasyarakatan.
b. Membantu klien memahami diri mereka sendiri
(narapidana), relasi dengan orang lain dan apakah
harapan mereka sebagai anggota masyarakat dalam
kehidupan mereka.
c. Membantu narapidana melakukan perubahan sikap
dan tingkah laku agar sesuai dengan nilai dan norma
masyarakat.
d. Membantu narapidana melakukan penyesuaian diri
yang baik dalam masyarakat.
e. Membantu narapidana memperbaiki relasi sosial
dengan orang lain (keluarga, isteri/suami, tetangga
dan lingkungan sosial.
4) Peran Pekerjaan Sosial Koreksional
Menurut (Rustanto 2015) menjelaskan bahwa
tugas dan peran pekerja sosial dalam bidang
koreksional adalah mendefinisikan perubahan nilai
agar apa yang mereka lakukan selaras dengan nilai-
nilai yang ada dalam masyarakat. Peran penting dalam
pekerjaan sosial koreksional yaitu:
a. Pendidik, yaitu dalam peran ini pekerja sosial
dapat mendidik narapidana untuk memperkuat
konsep diri, proses belajar dan sosialisasi.
b. Konselor, yaitu pekerja sosial dapat memberikan
kesempatan pada narapidana untuk menyalurkan
44
perasaan, mengorganisasi keputusan serta
mengambil keputusan dan mengembangkan pola
prilaku positif narapidana.
c. Penghubung atau broker, yaitu pekerja sosial
dapat menghubungkan antara narapidana dan
keluarga, sekolah, lingkungan sosialnya
sehingga terjadi hubungan yang kondusif.
d. Pembela, yaitu pekerja sosial dapat membela
kepentingan dan hak narapidana dalam
menyelesaikan konflik yang terjadi serta
perlindungan terhadap anak.
5. Lembaga Pemasyarakatan dan Warga binaan
pemasyarakatan
a. Pengertian Lembaga Pemasyarakatan
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan,
dijelaskan bahwa Lembaga Pemasyarakatan yang
selanjutnya disebut LAPAS adalah tempat untuk
melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak
Didik Pemasyarakatan.
Sedangkan butir lain menjelaskan bahwa sistem
pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah
dan batas serta cara pembinaan Warga binaan
pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang
dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang
dibina, dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas
45
Warga binaan pemasyarakatan agar menyadari
kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi
tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh
lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam
pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai
warga yang baik dan bertanggung jawab (HAM
2014).
Menurut Pasal 3 UUD No.12 Th.1995 tentang
pemasyarakatan dituliskan bahwa tujuan Lembaga
Pemasyarakatan yaitu:
1. Membentuk Warga binaan pemasyarakatan
agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari
kesalahan, memperbaiki diri dan tidak
mengulangi tindak pidana sehingga dapat
diterima kembali oleh lingkungan
masyarakat, dapat aktif berperan dalam
pembangunan dan dapat hidup secara wajar
sebagai warga negara yang baik dan
bertanggung jawab.
2. Memberikan jaminan perlindungan hak asasi
tahanan yang ditahan di Rumah Tahanan
Negaea dan Cabang Rumah Tahanan Negara
dalam rangka memperlancar proses
penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di
sidang pengadilan.
46
3. Memberikan jaminan perlindungan hak asasi
tahanan/pihak nerperkara serta keselamatan
dan keamanan benda-benda yang disita untuk
keperluan barang bukti pada tingkat
penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di
sidang pengadilan serta benda-benda yang
dinyatakan dirampas untuk negara
berdasarkan putusan pengadilan.
b. Pengertian Warga binaan pemasyarakatan
Warga binaan pemasyarakatan atau yang
sering disebut WBP istilah lain dari sebutan
narapidana. Narapidana adalah orang yang sedang
menjalani pidana penjara. Menurut Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang
pemasyarakatan, narapidana adalah terpidana
yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di
Lembaga Pemasyarakatan.
Selain sebutan sebagai narapidana, dalam UU
Pemasyarakatan telah disebutkan bahwa Warga
binaan pemasyarakatan WBP meliputi narapidana
itu sendiri, anak didik pemasyarakatan, dan klien
pemasyarakatan. Anak didik pemasyarakatan
adalah :
a. Anak pidana yaitu anak yang
berdasarkan putusan pengadilan
menjalani pidana di Lembaga
47
Pemasyarakatan Anak paling lama
sampai beumur 18 tahun.
b. Anak Negara yaitu anak yang
berdasarkan putusan pengadilan
diserahkan pada negara untuk dididik
dan ditempatkan di LP Anak paling lama
sampai umur 18 tahun.
c. Anak Sipil yaitu anak yang atas
permintaan orang tua atau walinya
memperoleh penetapan pengadilan untuk
dididik di LP Anak paling lama sampai
berumur 18 tahun (HAM 2014).
Sedangkan Klien Pemasyarakatan adalah
seseorang yang sedang berada dalam bimbingan
Bapas (Balai Pemasyarakatan). Berdasarkan
pemaparan di atas, Peneliti mengambil
kesimpulan bahwa Warga binaan pemasyarakatan
atau yang disebut WBP adalah narapidana yang
sedang menjalani masa pidana dan menjalani
masa pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan.
(Pujileksono, Sosiologi Penjara 2017, 128).
c. Hak-hak Warga binaan pemasyarakatan
Seorang narapidana yang sedang menjalani
pidana bukan berarti narapidana atau Warga binaan
pemasyarakatan tersebut kehilangan semua hak-
hak sebagai manusia atau bahkan mereka tidak
48
mendapatkan hak sama sekali di dalam Lembaga
Pemasyarakatan. Sistem Pemasyarakatan telah
mengatur hak dan kewajiban narapidana yaitu
dalam suatu sistem pemidanaan baru yang
menggantikan sistem ke-LP-an.
Hak-hak narapidana diatur dalam Pasal 14 UU
Pemasyarakatan, yaitu hak-hak narapidana secara
garis besar dapat dibagi menjadi 2 yaitu (1) Hak
umum, yang dapat secara langsung diberikan
narapidana tanpa syarat-suarat tertentu yang
bersifat khusus dan (2) Hak khusus, yang hanya
diberikan kepada narapidana di LP yang telah
memenuhi persyaratan tertentu yang bersifat
khusus yakni persyaratan substantif dan
administratif.
Hak-hak yang bersifat umum tersebut adalah:
1. Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau
kepercayaan.
2. Mendapatkan perawatan, baik perawatan rohani
maupun jasmani.
3. Mendapatkan pendidikan dan pengajaran.
4. Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan
yang layak.
5. Dapat menyampaikan keluhan.
6. Mendapatkan bacaan dan mengikuti siaran
media masa yang tidak dilarang.
49
7. Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan
yang dilakukan.
8. Menerima kunjungan keluarga, penasehat
hukum, atau orang tertentu lainnya.
9. Mendapatkan pengurangan masa pidana
(remisi).
10. Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk
cuti mengunjungi keluarga.
11. Mendapatkan pembebasan bersyarat.
12. Mendapatkan cuti menjelang bebas dan
13. Mendapatkan hak lain sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku menurut PP
No. 32 tahun 1999 tentang Syarat-syarat dan
Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga binaan
pemasyarakatan (Pujileksono, Sosiologi Penjara
2017, 139-140)
6. Landasan Hukum
1. Undang undang Pemasyarakatan nomor 12 tahun 1995
tentang pemasyarakatan.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan
Pemasyarakatan.
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun
2006 atas Perubahan PP Nomor 32 Tahun 1999 tentang
Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan
Pemasyarakatan.
50
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Tahun
1999 tentang Kerjasama Penyelenggaraan Pembinaan dan
Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan.
5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun
1999 tentang Syarat-Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan
Wewenang, Tugas, dan Tanggung Jawab Perawatan Tahanan.
6. Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor M.HH-
05.OT.01.01 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia
7. Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor M.02-Pk.04.10
Tahun 1990 tentang Pola Pembinaan Narapidana/Tahanan
8. Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia nomor 7 Tahun 2013 Tentang Pengangkatan Dan
Pemberhentian Pemuka Dan Tamping Pada Lembaga
Pemasyarakatan.
9. Surat Keputusan Menteri Kehakiman R.I. Nomor M.02-
PK.04.10 Tahun 1999 tentang Asimilasi, Pembebasan
Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas.
10. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI M.
HH-16. KP.05.02 Tahun 2011 Tentang Kode Etik Pegawai
Pemasyarakatan.
11. Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI No. M.02-
PR.07.03 Tahun 2007 tanggal 23 Pebruari 2007 tentang
Pembentukan Unit Pelaksana Teknis Lembaga
Pemasyarakatan Klas IIA Salemba.
51
7. Kerangka Berpikir
Lembaga
Pemasyarakatan
Warga binaan
pemasyarakatan
Pembinaan Kemandirian
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II
Salemba
Evaluasi
Proses
Standar Praktik Terbaik
- Standar Operasional Prosedur
- Standar Proses Pemberian Layanan
Kebijakan
- Warga binaan pemasyarakatan
- Sumber Daya Manusia
Tujuan Proses
- Hasil pemberian layanan
Kepuasan Klien
- Ketanggapan (responsiveness)
- Bukti Fisik (tangible)
- Kepedulian (empathy)
52
BAB III
GAMBARAN UMUM
LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS IIA SALEMBA
Bab ini menjelaskan gambaran umum dari Lembaga Pemasyarakatan
Kelas IIA Salemba yang dimulai dari sejarah singkat bangunan lapas, visi
misi hingga rangkaian kegiatan yang ada di dalam Lembaga
Pemasyarakatan Kelas IIA Salemba
A. Sejarah Singkat Berdirinya Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA
Salemba
Lembaga Pemasyarakatan termasuk dalam salah satu dari Unit
Pelaksana Teknis (UPT). Lapas ini dibentuk berdasarkan keputusan
surat keputusan mentri Hukum dan HAM RI nomor: M.02-PR.07.03
Tahun 2007 tanggal 23 Februari 2007 tentang Pembentukan Unit
Pelaksana Teknis Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Salemba ,
Cibinong, Pasir Putih Nusa Kambangan. Pada tahun 2007, sejarah
historis berdirinya bangunan lapas ini adalah pemekaran dari UPT
Pemasyarakatan Rutan kelas I Salemba yang dibagi menjadi dua
satuan kerja di lingkungan Kementrian Hukum HAM RI DKI Jakarta,
kedua satuan kerja tersebut adalah Rutan Kelas I Jakarta Pusat dan
Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Salemba.
Pada tahun 1945, sebelum kemerdekaan Indonesia bangunan ini
digunakan sebagai tempat para tahanan yang melakukan Pelanggaran
Hukum Kolonial Belanda, setelah itu ditahun selanjutnya setelah
kemerdekaan Indonesia bangunan ini beralih fungsi menjadi
penampungan tahanan politik, tahanan sipil dan pelaku kejahatan
ekonomi. Ketika peristiwa G30 S/PKI sebagian tahanan dipindahkan
ke Lapas Glodok dan Lapas Cipinang. Kemudian sejak tahun 1960
53
sampai 1980 bangunan ini dijadikan sebagai Rumah Tahanan Militer
dibawah pimpinan Irehab Laksusda Jaya.
Pada tanggal 4 Februari 1980, pengelolaan Lapas Salemba
diserahkan dari Irehab Laksusda Jaya kepada Departemen
Kehakiman RI melalui Kakanwil Ditjen Pemasyarakatan IV jakarta
Raya dn Kalbar berdasarkan SP Pangkopkamtib tanggan 9 Januari
1980, Sprint-12/KepKam/I/1980 dan Surat Pemerintah Pelaksana No.
Sprint -4-5/KAHDA/I/1980 tanggal 23 Januari 1980. Setelah itu
berdasarkan Keputusan Mentri Kehakiman RI Nomor:
M.04.UM.01.06 Tahun 1983, Lapas Salemba berubah status menjadi
Rumah Tahanan Negara kelas I Jakarta Pusat.
Namun pada tahun 2007, pemekaran terjadi lagi dikarenakan
kelebihan kapasitas di Rutan Salemba, maka kembali lagi dibagi
menjadi 2 UPT yaitu Rutan Kelas I Jakarta Pusat dan Lembaga
Pemasyarakatan Kelas IIA Salemba.
Gambar 1. Gedung Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA
Salemba
(Sumber: Profil Lapas Salemba 2019)
54
B. Visi, Misi, Komitmen Pelayanan dan Motto
a. Visi
“Menjadikan Lapas terpercaya dalam memberikan
pembinaan, pelayanan, dan perlindungan terhadap Warga binaan
pemasyarakatan”
b. Misi
1. Mewujudkan system perlakuan humanis yang
memberikan rasa aman, nyaman dan berkeadilan
2. Melaksanakan pembinaan. perawatan, dan
pembimbingan untuk mengembalikan narapidana
menjadi warga negara yang aktif dan produktif di
tengah-tengah masyarakat.
3. Membangun karakter dan mengembalikan sikap
ketaqwaan, sopan santun, dan kejujuran pada diri
narapidana.
4. Memberikan pelayanan, perlindungan, dam
pemenuhan terhadap hak-hak warga binaan
pemasyarakatan dan keluarganya atau masyarakat
yang berkunjung ke Lapas.
c. Komitmen Pelayanan
1. Non Diskriminasi
2. Melayani Dengan Senyum
3. Transparan
4. Kritik dan Saran Untuk Perbaikan
5. Adil dan,
6. Peduli
55
d. Motto
“Tiada Hari Tanpa Berbuat Kebaikan”
C. Tugas dan Fungsi
Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Salemba adalah unit
pelaksana teknis (UPT) dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan di
bidang pemasyarakatan yang berada dibawah kepala Kantor Wilayah
Departemen Hukum dan HAM DKI Jakarta yang mempunyai fungsi
dan tugas melaksanakan Pemasyarakatan/Anak didik.
Adapun tugas dan fungsi kerja di Lapas Salemba yaitu:
1. Sub Bagian Tata Usaha
Sub Bagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan urusan
tata usaha dan rumah tangga Lapas untuk menyelenggarakan
tugas tersebut, Sub bagian tata usaha mempunyai fungsi :
a. Melakukan urusan kepegawaian
b. Melakukan urusan surat-menyurat, perlengkapan dan rumah
tangga.
Sub Bagian Tata Usaha terdiri dari:
a. Urusan Kepegawaian dan Keuangan, yaitu mempunyai tugas
melakukan urusan kepegawaian dan keuangan
b. Urusan Umum, yaitu mempunyai tugas melakukan urusan
surat-menyurat perlengkapan dan rumah tangga.
2. Seksi Bimbingan Narapidana/Anak Didik
Seksi ini mempunyai tugas memberikan bimbingan
pemasyarakatan narapidana/anak didik untuk menyelenggarakan
tugas tersebut. Seksi ini mempunyai fungsi:
56
a. Melakukan registrasi dan membuat statistik, dokumentasi
sidik jari serta memberikan bimbingan pemasyarakatan bagi
narapidana/anak didik.
b. Mengurus kesehatan dan memberikan perawatan bagi
narapidana/anak didik .
c. Memberikan bimbingan kerja, mempersiapkan fasilitas sarana
kerja dan mengelola hasil kerja.
Seksi Bimbingan Narapidana/Anak didik terdiri dari:
a. Sub Seksi Registrasi dan Bimbingan kemasyarakatan,
yaitu mempunyai fungsi melakukan pencatatan, membuat
statistik, dokumentasi sidik jari serta memberikan
bimbingan dan penyuluhan rohani, memberrikan latihan
oleh raga, peningkatan pengetahuan, asimilasi, cuti dan
penglepasan narapidana/anak didik.
b. Sub Seksi Perawatan Narapidana/Anak Didik, yaitu
mempunyai tugas mengurus kesehatan dan memberikan
perawatan bagi narapidana/anak didik.
3. Seksi Kegiatan Kerja
Seksi Kegiatan Kerja terdiri dari:
a. Sub Seksi Bimbingan Kerja dan Pengelolaan Hasil Kerja,
yaitu mempunyai tugas memberikan petunjuk dan bimbingan
latihan kerja bagi narapidana/anak didik serta mengelola hasil
kerja.
b. Sub Seksi Sarana Kerja, yaitu mempunyai tugas
mempersiapkan fasilitas sarana kerja.
4. Seksi Administrasi dan Tata Tertib
Seksi ini mempunyai tugas mengatur jadwal tugas,
penggunaaan pelengkapan dan pembagian tugas pengamanan,
57
menerima laporan harian dan berita acara dari satuan pengamanan
yang bertugas serta menyusun laporan berkala dibidang
keamanan dan menegakkan tata tertib. Fungsi dari seksi ini
adalah:
a. Mengatur jadwal tugas, penggunaan perlengkapan dan
pembagian tugas pengamanan.
b. Menerima laporan harian dan berita acara dari satuan
pengamanan yang menegakkan tata tertib.
Seksi Administrasi Keamanan dan Tata Tertib terdiri dari:
a. Sub Seksi Keamanan, yaitu mempunyai tugas mengatur
jadwal tugas
b. Sub Seksi Pelaporan dan Tata Tertib, yaitu mempunyai
tugas menerima laporan harian dan berita acara dari
satuan pengamanan yang bertugas, serta mempersiapkan
laporan berkala dibidang keamanan dan menegakkan tata
tertib.
5. Kesatuan Pengamanan Lapas
Kesatuan pengamanan Lapas mempunyai tugas menjaga
keamanan dan ketertiban Lapas. Untuk menyelenggarakan
tugas tersebut Kesatuan Pengamanan Lapas mempunyai
fungsi:
a. Melakukan penjagaan dan pengawasan terhadap
Narapidana/Anak Didik.
b. Melakukan pemeliharaan keamanan dan ketertiban.
c. Melakukan pengawalan, penerimaan, penempatan dan
pengeluaran narapidana/anak didik.
d. Melakukan pemeriksaan terhadap pelanggaran keamanan.
58
e. Membuat laporan harian dan berita acara pelaksanaan
pengamanan.
Kesatuan Pengamanan Lapas dipimpin oleh seorang
Kepala dan membawahkan petugas pengamanan Lapas.
Kepala Satuan Pengamanan Lapas berada di bawah dan
bertanggung jawab langsung kepada Kepala Lapas.
59
D. Sarana dan Prasarana
Secara fisik dan fasilitatif, gedung Lapas Kelas IIA Salemba telah
mempunyai fasilitas sejak selesainya proyek pembangunan fisik
tahun 2011 hingga sekarang dengan fasilitas yang telah berfungsi
sebagai berikut :
1. Gedung Kantor Utama;
2. Gedung Kantor II Ruang Kesatuan Pengamanan dan
Administrasi Keamanan;
3. Gedung Kantor III ruang Pembinaan dan Poliklinik Lapas;
4. Gedung Dapur, gedung beras dan Instalasi Gardu Listrik;
5. Gedung IV Ruang Bengkel Latihan Kerja dan Produksi
Narapidana;
6. Masjid Ar Ryyan;
7. Gereja;
8. Vihara;
9. Blok Hunian Type 7 Pav Ahmad Arief berkapasitas 224
orang;
10. Blok Hunian Type 5 Pav Saroso berkapasitas 124 orang;
11. Blok Hunian Type 7 Pav Baharudin Soerjobrotoberkapasitas
224 orang;
12. Area Lapangan Olahraga dan Ruang Interaktif;
13. Tembok Keliling Lapas sepanjang 800 meter;
14. Pos Pengawasan sebanyak 4 Pos.
60
E. Struktur Organisasi
Bagan 1Struktur Organisasi Lembaga Pemasyarakatan Kelas
IIA Salemba
(Sumber : PDF Profil Lapas Salemba 2019)
61
F. Sumber Daya
a. Pejabat Stuktural
Dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya Lapas
Salemba didukung oleh 210 Pegawai dengan rincian sebagai
berikut:
Tabel 2. Jumlah Pejabat Struktural
(
S
u
m
b
e
r
:
P
D
F
Profil Lapas Salemba 2019)
b. Golongan
Gambar 2. Golongan Berdasarkan Pangkat
(Sumber : PDF Profil Lapas Salemba 2019)
Jabatan Jumlah Pegawai
Total L P
Eselon III 0 - 0
Eselon IV 5 - 5
Eselon V 8 - 8
JFT 6 7 1
3
JFU 1
6
2
2
2
184
Total 210
62
c. Pendidikan
Gambar 3. Jumlah Pegawai Berdasarkan Pendidikan
(Sumber : PDF Profil Lapas Salemba 2019)
Jumlah pegawai yang bekerja di Lapas Salemba terdiri dari
pegawai negeri yang didominasi paling banyak oleh lulusan
SMA/SMK, sarjana strata S1, S2, dan diploma.
G. Kegiatan Harian Warga binaan pemasyarakatan
Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Salemba mempunyai
jadwal kegiatan Warga binaan pemasyarakatan yang mengatur
kegiatan apa saja yang harus dilakukan oleh narapidana mulai dari
bangun saat pagi hari hingga narapidana istirahat pada malam hari.
Berikut jadwal kegiatan Warga binaan pemasyarakatan
63
Tabel 3. Jadwal Kegiatan Harian WBP Lapas Salemba
No Kegiatan Waktu
Keterangan Pagi Sore
1 Sholat Subuh dan
bersih-bersih kamar 05.00
-
06.30
Di kamar
masing-masing
2 Apel WBP oleh petugas
pengamanan 06.30
-
07.00
12.30
-
13.00
Apel dilaksanakan
di dalam kamar
3 Pembukaan kamar dan
makan pagi 07.00
-
07.30
Petugas keamanan
4 Olahraga pagi dan sore 07.15
-
09.00
15.30
-
16.45
Olahraga senam
dan lari pagi
5
Kegiatan pembinaan
kepribadian
kemandirian
09.00
-
11.30
13.00
-
15.30
Kerohanian,
intelektual,
olahraga,
kepramukaan, seni
dan kegiatan kerja
6 Layanan kesehatan 09.00
-
11.00
Poliklinik dalam
Lapas
7 Layanan Kunjungan 09.00-12.00
13.00-15.30
Ruang kunjungan
8 Makan siang, sholat dzuhur
dan penguncian kamar
11.30
.12.3
0
Sholat Dzuhur
berjamaah di masjid
9 Pembukaan kamar
13.00
-
13.15
Petugas
pengamanan
10 Makan sore dan bersih-
bersih blok
16.45
-
17.15
Di kamar
masing-masing
64
11 Penguncian kamar dan apel
ulang WBP
17.15
-
18.30
Petugas keamanan
12
Apel malam WBP
oleh petugas
pengamanan
18.30
-
05.00
Kegiatan setelah
pengunciam kamar
dilaksanakan di
kamar masing-
masing
(Sumber : Jadwal kegiatan harian WBP 2020)
H. Jumlah Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA
Salemba
Tabel 4. Jumlah Narapidana Berdasarkan Perkara
Perkara Jumlah Narapidana
Narkoba 1267
Korupsi 5
Human Trafficking 2
Money Laundry 6
Illegal Logging 0
Kejahatan Kamneg/HAM 0
Trans Nasional 0
Terrorisme 2
Kriminal Umum 546
Lain-lain 1
Total 1829
(Sumber : Sistem Data Base Lapas Salemba 2020)
65
Tabel 5. Jumlah Narapidana Berdasarkan Negara
Negara Tahanan Narapidana Jumlah
Indonesia 11 1810 1821
Jepang 0 1 1
Malaysia 1 2 3
Iran 0 0 0
Ukraina 0 3 3
Nigeria 0 1 1
Total 12 1817 1829
(Sumber : Sistem Data Base Lapas Salemba 2020)
Tabel 6. Jumlah Narapidana Berdasarkan Agama
Agama Jumlah
Islam 1680
Katholik 30
Protestan 94
Budha 25
Hindu 0
Total 1829
(Sumber : Sistem Data Base Lapas Salemba 2020)
66
BAB IV
ANALISIS DATA DAN PENEMUAN PENELITIAN
Pada bab analisis data dan penemuan penelitian ini peneliti
memperoleh dengan cara observasi, wawancara dan studi
dokumentasi mengenai evaluasi proses Program Pembinaan
Kemandirian GIATJA yang dilaksanakan di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas IIA Salemba.
A. Evaluasi Proses Program Pembinaan Kemandirian GIATJA
Bab sebelumnya telah dijelaskan bahwa terdapat tiga jenis
evaluasi menurut Pietrzak dkk, yaitu evaluasi input, proses, dan
hasil akan tetapi peneliti membatasi penelitian ini hanya pada
evaluasi proses. Dalam evaluasi proses yang telah dijelaskan di
bab sebelumnya, terdapat empat kriteria yang digunakan yaitu
standar praktik terbaik, kebijakan, tujuan proses dan kepuasan
klien. Berikut adalah hasil temuan dari keempat kriteria di atas.
1. Standar Praktik Terbaik (Best Standar Practice)
Standar praktik terbaik adalah suatu aturan atau proseduur
yang mengatur suatu program sesuai standar yang telah dibuat
dalam sebuah lembaga atau organisasi. Prosedur ini dibuat untuk
membuat program yang berjalan dapat dilakukan secara efektif
dan konsekuen. Berikut ini adalah Standar Proses yang akan
dibahas yaitu:
a. Standar Operasional Prosedur (SOP)
Standar Operasional Prosedur (SOP) adalah acuan yang
digunakan oleh Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Salemba,
SOP tersebut berisi mulai tentang waktu pelaksanaan, tempat
67
pelaksanaan Program Pembinaan Kemandirian GIATJA, tata
cara pelaksanaan Program Pembinaan Kemandirian GIATJA
dan petugas-petugas yang terlibat dalam program tersebut.
Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan,
peneliti mengobservasi dengan cara mengikuti kegiatan
Program Pembinaan Kemandirian GIATJA dari pagi hingga
sore, selama beberapa hari. Sewaktu peneliti menjalani
praktikum 1, peneliti pernah mengikuti kegiatan keterampilan
limbah koran dan kegiatan keterampilan sablon. Hasil
penemuan yang ditemukan adalah Program Pembinaan
Kemandirian GIATJA ini dilaksanakan pada setiap hari senin
sampai jumat dari jam 08.30 s/d 11.30 kemudian warga
binaan pemasyarakatan kembali ke Blok untuk apel siang dan
beristirahat, kemudian dilanjutkan kembali jam 13.00 s/d
16.00. Tempat pelaksanaan program tersebut berada di
gedung BLK (Balai Latihan Kerja) yang terletak di dalam
Lapas, terkecuali untuk Pertanian ada di kebun yang berada
dibelakang Lapas.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Dudi selaku
Kepala Sub Seksi Bimbingan Kerja dan Pengelolaan Hasil
Kerja mengenai tentang tata cara pelaksanaan program
sebagai berikut:
“Program Pembinaan Kemandirian GIATJA ini
mengacu pada peraturan pemerintah no. 31 tahun
1999 tentang pembinaan dan pembimbingan warga
binaan permasyarakatan. Kalau SOP khusus
program ini itu sudah pasti ada. Kegiatan ini
melibatkan pemerintah karena dibiayain sama
anggaran negara tergantung fokus pertahun
kegiatan nya apa, anggarannya masing-masing
ada, setelah dapat anggaran nanti harus bekerja
68
sama dengan beberapa organisasi ada pemerintah
seperti Pemda untuk mengadakan pelatihan setelah
itu narapidana bisa praktek di lapangan, ada juga
non pemerintah ada namanya organisasi Second
Change yang fokus di pembinaan narapidana jadi
alat-alat banyak yang diberikan sama mereka dan
masih banyak lagi. Yaa.. selama lapas ini belum
dikategorikan lapas maksimum program ini akan
terus berjalan, tapi gak tahu kalau sudah ada
pembagian.. gimana kita dari atasnya aja.”
Hal tersebut juga sama dengan pernyataan dari Bapak
Harun selaku Staff Bimbingan Kerja dan Pengelolaan Hasil
Kerja sebagai berikut :
“Udah pasti kita itu disini melibatkan pemerintah
dan kerja sama dengan pihak luar sih mba.. kaya
alat yang dipakai di program ini dapat dari hasil
kerjasama, seperti kita kerja sama dengan
yayasan-yayasan yang konsen tentang pembinaan
narapidana. Ada yayasan namanya second
change nah tahun ini itu dia bantu donasi mesin
sendal, ada beberapa mesin yang dia bantu, alat-
alat itu dikasih cuma-cuma untuk membantu lapas
salemba, program ini kan selalu diadakan yaa
jadi setiap tahun biasanya kita melakukan MOU
sama pihak luar”
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat dilihat
bahwa Program Pembinaan Kemandirian GIATJA ini
dilakukan dengan melibatkan banyak pihak. Pihak-pihak
tersebut merupakan organisasi pemerintah seperti
pemerintah daerah maupun organisasi atau yayasan non
pemerintah seperti yayasan Second Change untuk
mengadakan pelatihan yang dibutuhkan oleh narapidana.
Warga Binaan Masyarakat yang akan mengikuti program
kemandirian ini adalah Warga binaan pemasyarakatan yang
69
sudah menghabiskan 1/3 dari masa penjatuhan pidana
masing-masing, dan program ini akan terus berjalan selama
Lapas salemba belum dikategorikan sebagai Lapas dengan
maksimum security karena diselenggarakannya Program
Pembinaan Kemandirian GIATJA ini mengacu pada
Peraturan Pemerintah no. 31 tahun 1999 yang mewajibkan
seluruh Lapas untuk melakukan pembinaan kemandirian.
Hal tersebut sesuai dengan observasi yang dilakukan
oleh peneliti, yaitu peneliti melihat bahwa saat pelaksanaan
Program Pembinaan Kemandirian GIATJA tersebut
beberapa kali ada Pemda Pertanian yang datang langsung
untuk memberikan pelatihan terkait penanaman tanaman
hidroponik yang terletak kebun belakang Lembaga
Pemasyarakatan Kelas IIA Salemba.
70
Gambar 4. Standar Pelaksanaan Program Pembinaan
Kemandirian GIATJA
71
(Sumber : Data PDF SOP)
Gambar di atas adalah standar operasional Program
Pembinaan Kemandirian GIATJA yang dibuat oleh Lembaga
Pemasyarakatan Kelas IIA Salemba. Gambar tersebut
menjelaskan bahwa terdapat beberapa aktor yang terlibat dalam
program tersebut yaitu Kepala Lapas, Kepala Seksi Program
Pembinaan Kemandirian GIATJA, KaSubsi BIMKER & PHK,
KaSubsi SARKER, Staf BIMKER & PHK, Staf SARKER, dan
KaSubsi SARKER.
Berkut pendapat Bapak Dudi terkait pelaksanaan SOP
tersebut:
” Sejauh ini terlaksana sih, eee.. kalaupun belum ada
yang terlaksana mungkin itu karena ada perubahan nih
misalnya kaya ada covid harus melakukan pembinaan
kemandirian secara daring yaa itu belum bisa
dilaksanakan, kalau sesuai normalnya sih selama ini
jalan aja sih.”
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa,
Program Pembinaan Kemandirian GIATJA ini tidak hanya
dilakukan oleh Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Salemba
saja namun melibatkan pihak luar Lapas seperti pemerintah dan
lembaga atau yayasan non pemerintah. Dalam pelaksanaan
Program Pembinaan Kemandirian GIATJA tersebut petugas
merasa sudah melaksanakan sesuai dengan SOP yang telah
dibuat namun jika ada perubahan situasi seperti adanya wabah
COVID 19 yang menyebabkan Program Pembinaan
Kemandirian GIATJA ini tertunda untuk sementara waktu
72
mengakibatkkan SOP yang telah dibuat tersebut tidak dapat
dilaksanakan seperti biasanya.
b. Standar Proses Pemberian Layanan
Proses pemberian layanan yang akan peneliti bahas
adalah pelayanan apa saja yang diberikan oleh Lembaga
Pemasyarakatan Kelas IIA Salemba kepada para warga
binaan pemasyarakatan dalam pelaksanaan Program
Pembinaan Kemandirian GIATJA ini.
Bapak Dudi Kepala Sub Seksi Bimbingan Kerja dan
Pengelolaan Hasil Kerja berpendapat mengenai pelayanan
yang telah diberikan yaitu sebagai berikut :
“yang pasti sih kalau pelayanan yang kita berikan
sebagai petugas secara umum harus sesuai ya
dengan hak-hak narapidana. Tapi kalau
pelayanan utama untuk program kemandirian ini
itu adalah pelatihan untuk mereka sebelum
mereka dipekerjakan. Eee.. biasanya sih kita
bekerja sama dengan pemda untuk mengadakan
pelatihan, sistemnya dalam satu tahun ada 4
angkatan, satu angkatannya itu bisa menjalani
pelatihan sampai 30 hari, diadakan di dalam
lapas nanti orang pemdanya yang datang. Nama
pelatihannya itu MTU atau mobile training unit,
dalam 30 hari itu beda-beda, tergantung
silabusnya.. seminggu teori, nanti kemudian
praktek, baru nanti mereka langsung membuat
dan ada hasilnya”
Bapak Harun juga memberikan tanggapannya
terhadap pelayanan yang telah diberikan yaitu :
”Pelayanan yang kita berikan kepada mereka saat
ikut program ini yaitu ada pelatihan-pelatihan,
73
bahkan jadwalnya padat sekali, karena kita
didukung oleh pemda dan kerjasama dengan
pihak ketiga, pelatihan itu jadwalnya fleksibel,
biasanya setahun ada empat kali pelatihan, baru
setelah pelatihan kerja. Pelatihannya biasanya
diadakan disini, mereka datang langsung.. kalau
diluar lapas keluar biaya besar dan agak ribet
juga mba.”
Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti,
peneliti melihat bahwa beberapa kali pelatih tersebut datang
langsung untuk memberikan ilmu nya dalam kegiatan
keterampilan, pelatih tersebut datang dan langsung
mengadakan kelas pelatihan di Gedung BLK.
Hal tersebut juga disampaikan oleh Bapak Budi :
“Pelatihannya itu langsung kami adakan di
gedung BLK ya mba, jadi pelatihnya yang datang
langsung kesini. Kalau pelatihan sudah selesai
dilaksanakan, biasanya tuh banyak warga binaan
pemasyarakatan yang kadang masih belum ngerti,
jadi kadang mereka biasanya ngeluh ke kami
untuk diadakan lagi pelatihannya atau mau
diikutkan pelatihan yang akan datang, biasanya
petugas membolehkan. Yaa, itu juga masuk ke
pelayanan yang kami berikan mba, kita harus
tahu kebutuhan mereka biar mereka juga nyaman
ngejalaninnya”
Berdasarkan wawancara dan observasi yang telah
dilakukan di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa
pelayanan utama yang diberikan oleh Lembaga
Pemasyarakatan Kelas IIA Salemba yaitu warga binaan
pemasyarakatan dibekali pengetahuan dengan mengikuti
pelatihan sesuai dengan kegiatan keterampilan yang mereka
ikuti. Sebelum mengadakan pelatihan, Lembaga
74
Pemasyarakatan Kelas IIA Salemba bekerja sama dengan
pihak luar untuk memberikan pelatihan-pelatihan yang
dibutuhkan. Pelatihan tersebut dilaksanakan empat kali dalam
setahun dalam jangka waktu selama satu bulan dengan cara
mendatangi pelatih langsung ke Lembaga Pemasyarakatan
Kelas IIA Salemba.
2. Kebijakan
Kebijakan merupakan sebuah keputusan yang dapat mengatur
pengelolaan dan pendistribusian sumber daya alam, keuangan,
dan manusia demi kepentingan yang menyangkut publik seperti
rakyat, penduduk atau warga negara. Kebijakan yang akan
dibahas peneliti adalah kebijakan yang digunakan oleh Lembaga
Pemasyarakatan Kelas IIA Salemba dalam memilih Warga binaan
pemasyarakatan WBP yang akan mengikuti Program Pembinaan
Kemandirian GIATJA dan sumber daya manusia yang ada di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Salemba.
a. Warga Binaan Pemasyarakaran WBP
Warga binaan pemasyarakatan WBP yang dapat
mengikuti Program Pembinaan Kemandirian GIATJA ini
adalah semua warga binaan pemasyarakatan yang berada
di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Salemba.
Mengacu pada Peraturan Pemerintah No.31 tahun 1999
tentang pembimbingan dan pembinaan warga binaan
pemasyarakatan bahwa kegiatan program pembinaan dan
pembimbingan meliputi kegiatan pembinaan dan
pembimbing kepribadian dan kemandirian. Hal tersebut
disebutkan dalam pasal 2 ayat 1.
75
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Dudi
selaku Kepala Sub Seksi Bimbingan Kerja dan
Pengelolaan Hasil Kerja terkait dengan kebijakan
Lembaga dalam pemilihan warga binaan
pemasyarakatan untuk mengikuti program adalah sebagai
berikut:
“Untuk pekerja perekrutan warga binaan
pemasyarakatan ini kita ada SOP nya mba,
biasanya diawal ditelusuri dulu nih melalui data
base sistem pemasyarakatan, itu memuat tentang
identitas narapidana, latar belakang, dan tingkat
kejahatannya apa aja.. Setelah narapidana itu
masuk ke lapas nanti ada yang namanya sistem
Mapenaling atau masa pengenalan lingkungan.
Sistem ini nanti mereka dikumpulkan disatu tempat
kurang lebih 2 minggu, nah selama itu petugas
melakukan wawancara dan asessmen secara
manual menanyakan minat dan bakat, setelah
ketemu baru kita pekejakan di pembinaan
kemandirian. Misalnya dia latanr belakangnya bisa
jahit, kalau gak bisa tapi mau jahit juga bisa kita
ikutkan. Dan semua narapidana wajib mengikuti
salah satu kegiatan pembinaan yang ada di lapas
karena itu syarat mereka untuk bebas nanti.
Sistemnya itu nanti gantian ya, karena blk nya kan
gak cukup nanti kita pekerjakan yang mau bebas
dulu, misalnya dia mau bebas 2021 tapi belum
sama sekali ikut kegiatan ya dia duluan yang kita
tarik ke kegiatan ini.”
Hal serupa juga diungkapkan oleh Bapak Budi selaku
Staff Sarana Kerja sebagai berikut :
“Disini semua bisa ikut program ini, asalkan
mereka punya kemauan, intinya mereka mau kerja
sihh.. nanti ada masa mapenaling yaa kaya ospek
gitu lah kurang lebih pengenalan
lingkunganbiasanya setelah masa mapenaling
selesai nanti ada pendaftaran siapapun yaa semua
76
bisa, kecuali kegiatan asimilasi yang lokasi
kegiatannya diluar jadi ada syarat-syaratnya..”
Dari penjelasan wawancara di atas, peneliti dapat
melihat bahwa tahapan pemilihan warga binaan
pemasyarakatan yang akan mengikuti Program
Pembinaan Kemandirian GIATJA ini harus mengikuti
proses MAPENALING atau masa pengenalan lingkungan
dimana dalam proses tersebut petugas akan melakukan
assesment dan menanyakan minat dan bakat yang mereka
miliki, yang nantinya warga binaan pemasyarakatan dapat
memilih ingin mengikuti Program Pembinaan
Kemandirian GIATJA jenis keterampilan yang sesuai
dengan minat dan bakat masing-masing.
Namun setelah mereka mengikuti proses assesmen
tersebut mereka tidak bisa langsung mengikuti kegiatan
yang ada di lapas, mereka bisa mengikuti kegiatan atau
program yang ada di lapas jika sudah menjalani setengah
masa tahanan atau melewati sepertiga dari masa tahanan
masing-masing.
b. Sumber Daya Manusia
Berikut adalah hasil wawancara dengan Bapak Danil:
“semua petugas disini udah pasti mereka PNS
ya mba.. ada yang dari institut ilmu
pemasyarakatan, ada juga pegawai umum
yang berasal dari tes masuk cpns lulusan
sekolah menengah atas nanti biasanya kalau
sudah disini mereka melanjutkan kuliah
masing-masing ada yang ambil ekonomi,
77
akuntasi, ehhh rata-rata sih kuliah hukum
juga”
Bapak Dudi juga mengatakan hal yang serupa terkait
perekrutan petugas di Lapas Salemba sebagai berikut:
“yaa disini semua petugas yaa sudsh PNS,
kalau yang dari umum lulusan SMA itu
statusnya menjadi cpns nanti ada yang
namanya pelatihan semapta atau
setemaptaan, ehh tapi disini rata-rata banyak
yang dari poltekip juga jadi sudah pasti
sesuai dalam bidangnya”
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang
telah peneliti lakukan, para petugas yang bekerja di
lembaga Pemasyarakatan Kelas II Salemba untuk
Program Pembinaan Kemandirian GIATJA berasal dari
latar belakang berbagai bidang keilmuan. Semua petugas
yang bekerja di Lapas Salemba untuk Program
Pembinaan Kemandirian GIATJA atau pun untuk
program lainnya merupakan pegawai negri sipil, hal
tersebut dikarenakan Lapas Salemba adalah lembaga
pemasyarakatan milik negara atau pemerintahan.
Tabel 7. Sumber Daya Manusia Program Pembinaan
Kemandirian GIATJA
No Nama Jabatan Pendidikan
Terakhir
1. Efendi Johan,
A.Md.I.P, S.H
Kepala
Seksi
GIATJA
Strata 1 hukum
78
2. Dudi Ilham, S.H Kepala Sub
Seksi
Bimbingan
Kerja &
Pengelolaan
Hasil Kerja
Stata 1 hukum
3. Eko Adi P, M.H Kepala Sub
Seksi Sarana
Kerja
Magister Hukum
4. Harun Arrasyd,
A,Md.
Staff
Bimbingan
Kerja &
Pengelolaan
Hasil Kerja
Diploma 3
pendidikan
5. Dudi S Staff Sarana
Kerja
Sekolah Menengah
Atas
Dari tabel di atas dapat terlihat bahwa petugas yang
berkerja dalam Program Pembinaan Kemandirian
GIATJA ini berasal dari latar belakang bidang ilmu yang
berbeda-beda. Berdasarkan wawancara dan tabel di atas,
peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa petugas berasal
dari latar belakang bidang ilmu yang berbeda dikarenakan
petugas Lapas Salemba adalah pegawai negri sipil yang
berasal dari lulusan POLTEKIP (Politeknik Ilmu
Pemayarakatan) dan pegawai umum berasal yang berasal
dari seleksi tes CPNS lulusan sekolah menengah atas, dan
sebagian besar melanjutkan pendidikannya ke jenjang
perguruan tinggi setelah bekerja di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas IIA Salemba.
79
Namun meskipun berasal dari latar belakang bidang
ilmu yang berbeda, mereka sudah mengikuti pelatihan-
pelatihan seperti pelatihan semapta. Selain pelatihan yang
sudah diikuti, petugas-petugas tersebut juga memiliki
pengalaman kerja yang baik. Sejauh ini para petugas
sudabh bekerja sesuai dengan standar operasional
prosedur dan berusaha memberikan pelayanan yang
terbaik kepada warga binaan pemasyarakatan hal ini
terlihat dari kepedulian dan kedekatan antara petugas
dengan warga binaan pemasyarakatan. Petugas juga
berusaha memenuhi kebutuhan warga binaan
pemasyarakatan dengan mengadakan pelatihan-pelatihan
yang dibutuhka dalam proses berjalannya Program
Pembinaan Kemandirian GIATJA.
3. Tujuan Proses
Tujuan adalah hal yang akan di capai dalam sebuah organisasi
atau lembaga. Tujuan yang akan peneliti bahas dalam indikator
evaluasi proses sesuai yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya
yaitu tujuan yang dimiliki Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA
Salemba dalam mengadakan program pembinaan kemandiran
yang nantinya akan diterima oleh warga binaan pemasyarakatan.
Tujuan dari program pembinaan kemandiran yaitu membina
warga binaan pemasyarakatan dengan memberikan kemampuan
berupa bakat atau skill untuk mempersiapkan mereka terjun
kembali ke masyarakat ketika sudah bebas dari Lembaga
Pemasyarakatan Kelas IIA Salemba. Hal itu dijelaskan oleh
Bapak Dudi selaku Kepala Sub Seksi Bimbingan Kerja dan
80
Pengelolaan Hasil Kerja terkait tujuan dari program tersebut
sebagai berikut:
”Sesuai dengan struktur organisasi di lembaga
pemasyarakatan ini adalah tempa pembinaan
narapidana, jadi semua yang masuk ke sini itu harus di
bina. Nah program ini adalah salah satu fasilitas
pembinaan nya, pembinaan kemandirian ini bertujuan
untuk memberi bekal skill dan pengalaman untuk mereka
bebas nanti, serta memberikan persiapan narapidana
terjun kembali ke masyarakat. Ketika mereka keluar nanti
nih misalnya jadi mereka punya skill, bisa sablon dan
nanti keahlian itu bisa buat bekal mereka nanti buat
usaha atau kerja ditempat penyablonan gitu sih mba.
Kalau untuk tercapai engga nya itu tergantung sama diri
masing-masing dari narapidana nya mba, kita sudah
fasilitasi tinggal gimana mereka nya aja yang mau atau
engga dibina, sejauh ini sih ada beberapa narapidana
yang sukses lagi diluar, ada juga yang balik lagi kesini..”
Hal tersebut senada dengan yang diungkapkan oleh
Bapak Harun sebagai berikut:
”Menurut saya sih tujuannya sudah tercapai, karena
tujuan dari program inikan meningkatkan
keberfungsiansosial mereka setelah keluar dari lapas,
yaa program pelatihan yang mereka dapatkan rata-rata
semuanya bersertifikat dan itu bisa dibawa ke dunia kerja
setelah mereka keluar dari lapas, saya pernah masih
kontakan sama narapidana yang udah keluar dari sini,
ada kok dari mereka yang ngelanjutin usaha dari
pengalamannya disini”
Dari hasil wawancara di atas, peneliti dapat
menyimpulkan bahwa tujuan dari Program Pembinaan
Kemandirian GIATJA adalah meningkatkan keberfungsian
sosial warga binaan pemasyarakatan dengan memanfaatkan ilmu
atau skill yang telah diberikan oleh Program Pembinaan
Kemandirian GIATJA setelah mereka bebas dari Lapas Salemba.
81
Tujuan program tersebut belum sepenuhnya tercapai karena
masih ada beberapa warga binaan pemasyarakatan yang sudah
keluar namun kembali lagi ke Lapas Salemba dengan kasus
kejahatan yang sama maupun berbeda.
Namun Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Salemba
tetap berusaha memberikan pelayanan sebaik mungkin agar
tujuan dari Program Pembinaan Kemandirian GIATJA ini benar-
benar dapat dirasakan oleh semua warga binaan pemasyarakatan.
4. Kepuasan Klien
Dalam point ke empat kriteria evaluasi proses, peneliti
menilai tingkat kepuasan klien berdasarkan tiga tingkatan yang
sudah dibahas pada bab sebelumnya yaitu ketanggapan
(responsiveness), bukti fisik (tangible), dan kepedulian
(empathy).
a. Ketanggapan (responsiveness)
Ketanggapan yang dimaksud dalam tingkatan ini ialah
kemampuan para petugas dalam memberikan pelayanan
dan menangani kebutuhan warga binaan pemasyarakatan
dengan cepat dan tanggap dalam proses pembinaan. Sikap
ketanggapan petugas ini sangat dibutuhkan oleh warga
binaan pemasyarakatan, karena dengan sikap tanggap dan
cepat yang diberikan para petugas akan membantu proses
berjalannnya program tersebut dan memberikan hasil
maksimal yang diterima oleh warga binaan
pemasyarakatan.
Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan peneliti
dengan Warga binaan pemasyarakatan khususnya untuk
82
mereka yang telah mengikuti Program Pembinaan
Kemandirian GIATJA lebih dari satu tahun, petugas telah
menunjukan kemampuan cepat dan tanggap. Hal ini
ditunjukan BB, sebagai berikut:
“Respon mereka kalau kita butuh sesuatu ya
cukup cepat, kita sih kalau butuh hmm misalnya
pelatihan ini atau itu yang kurang mereka
langsung bilang „oh ya sudah kita adai‟ gitu sih
mba, mereka juga denger keluh kesah kita, setiap
hari kan kita juga dipantau sama mereka jadi
kalau ada kendala apa-apa yaa langsung kita
kasih tahu ke petugas”
Respon tersebut senada dengan pernyataan yang
diungkapkan oleh NN, bahwa:
“Kalau untuk itu menurut saya yaa sudah
tanggap, ketika kami para warga binaan
pemasyarakatan membutuhkan sesuatu untuk
kegiatan ini keterampilan sendal eee contohnya
seperti saat bahan-bahan untuk membuat sendal
itu habis mungkin akan diproses oleh petugas dan
tidak lama kemudian langsung distok lagi, jadi
kita bisa langsung produksi lagi. Setiap hari
petugas ngecek mba bahan yang kurang apa, ada
juga data-data nya jadi ke kontrol banget”
Sikap cepat dan tanggap petugas juga dirasakan oleh
IB salah satu warga binaan pemasyarakatan yang sudah
hampir mengikuti semua jenis kegiatan dari mulai sablon,
cutting stiker, hingga kerajinan sendal. Berikut
penjelasannya :
”Yaa cepat, tanggap selama ini, itu memang tidak
bisa dipungkiri. selama ini sudah lebih dari cukup
lah ya melayani kita disini, saya melihat petugas
83
disini juga punya masing-masing tugas sesuai
fungsinya, ketika ada permasalahan yang
berhubungan dengan kendala dilapangan akan
diserahkan sesuai kebutuhan kalau tentang
penyediaan barang yaa akan dilarikan ke staf
sarana kerja”
Hasil dari observasi peneliti saat menjalani
praktikum satu, peneliti melihat adanya ketanggapan
petugas terhadap warga binaan pemasyarakatan, petugas
juga mengenal baik para warga binaan pemasyarakatan
khususnya warga binaan pemasyarakatan program
pembinaan kemandirian GIATJA.
Melalui hasil observasi dan wawancara informan di
atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa dalam melayani
warga binaan pemasyarakatan ketanggapan yang
diberikan sudah cukup. Selain cepat mereka juga
berusaha untuk tanggap dalam memenuhi kebutuhan
warga binaan pemasyarakatan saat menjalani Program
Pembinaan Kemandirian GIATJA seperti memberikan
pelatihan yang belum dilaksanakan dan melihat
kebutuhan saat dilapangan seperti kurangnya bahan-
bahan yang dibutuhkan agar warga binaan
pemasyarakatan tetap bisa memproduksi barang tersebut
dan kegiatan tetap berjalan dengan baik.
b. Bukti Fisik (tangible)
Bukti fisik adalah berupa fasilitas fisik yang dapat
dirasakan secara langsung oleh warga binaan
pemasyarakatan yang ada di Lapas. Bukti fisik tersebut
84
dapat merupakan hal yang akan mempengaruhi puas atau
tidaknya warga binaan pemasyarakatan dengan fasilitas
yang sudah disediakan.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan, peneliti
mengunjungi beberapa bukti fisik yang ditemukan, yaitu
fasilitas-fasilitas yang dapat dimanfaatkan warga binaan
pemasyarakatan untuk mengikuti Program Pembinaan
Kemandirian GIATJA, seperti bangunan khusus yang
berada di dalam lapas salemba yang digunakan untuk
Program Pembinaan Kemandirian GIATJA.
Gambar 5. Gedung Balai Kegiatan Kerja
(Sumber : Dokumentasi Pribadi)
Gambar di atas merupakan salah satu fasilitas yang
ada di dalam Lapas Salemba, bangunan ini terdiri dari
dua lantai. Lantai satu terdiri dari ruang kantor Kasi dan
Kasubsie, tempat pembuatan kerajinan sendal, dan ada
Etalase tempat untuk menyimpan barang-barang pameran
hasil karya warga binaan pemasyarakatan serta terdapat
ruangan cukur rambut.
85
Gambar 6. Ruangan KASI dan KASUBSI
(Sumber : Dokumentasi Pribadi)
Gambar 6 merupakan ruang kantor Kepala Seksi
Program Pembinaan Kemandirian GIATJA serta ruang
kantor Kepala Sub Seksi Sarana Kerja (SARKER) dan
Kepala Sub Seksi Bimbingan Kerja (BIMKER).
Gambar 7. Tempat Keterampilan Sendal
(Sumber : Dokumentasi Pribadi)
86
Gambar 8. Mesin Press
(Sumber : Dokumentasi Pribadi)
Gambar 7 merupakan area pembuatan sendal,
sedangkan dalam gambar 8 terdapat dua buah mesin press
yang digunakan sebagai alat pencetak sendal.
Gambar 9. Etalase Pameran
(Sumber : Dokumentasi Pribadi)
Gambar di atas merupakan tempat
penyimpanan hasil karya keterampilan Warga binaan
pemasyarakatan, biasanya hasil-hasil dari keterampilan
87
tersebut akan dipamerkan ketika ada acara-acara yang
diselenggarakan di dalam Lapas Salemba.
Gambar 10. Ruang Cukur rambut
(Sumber : Dokumentasi Pribadi)
Gambar 10 merupakan ruangan Cukur rambut, ruang
tersebut tidak begitu luas, terdapat dua buah kursi, cermin
dan alat-alat untuk mencukur rambut. Bersadarkan
wawancara yang telah dilakukan peneliti dengan IA,
berikut penjelasannya:
“Disini enak mba, gedungnya udah paten emang
buat program ini, jadi kalau udah waktunya
kegiatan mulai kami langsung ke tempat masing-
masing, istilahnya sih ke kantor kita di dalam
lapas hahaha. Sejauh ini sih puas ya sama
fasilitasnya ruangannya juga nyaman untuk kita
kerja”
Selain ruangan lantai satu yang terdapat banyak karya-
karya hasil yang membuat nyaman para warga binaan
pemasyarakatan, peneliti juga melakukan observasi ke
lantai dua gedung tersebut, di lantai dua gedung adalah
tempat beberapa kegiatan dilaksanakan, seperti
88
keterampilan limbah koran, keterampilan aksesoris,
keterampilan payet, keterampilan sablon dan
keterampilan konveksi.
Gambar 11. Area Keterampilan Limbah Koran
(Sumber : Dokumentasi Pribadi)
Gambar 12. Area Keterampilan Aksesoris
(Sumber : Dokumentasi Pribadi)
Gambar 13. Area Keterampilan Payet
89
(Sumber : Dokumentasi Pribadi)
Gambar 14. Area Keterampilan Sablon
(Sumber : Dokumentasi Pribadi)
Gambar 15. Area Keterampilan Konveksi
90
(Sumber : Dokumentasi Pribadi)
Berikut adalah pernyataan dari informan BP terkait
fasilitas ruangan lantai dua ini sebagai berikut:
“Kalau menurut saya cukup puas, selain rapi
karena sudah disekat-sekat, ruangannya pun
banyak fentilasi jadi tidak sumpek. Tetapi
sayang kurang besar aja mba, jadi semua
kegiatan nunpuk disitu, itukan satu ruangan
besar dipakai bersama kadang untuk naro
barang baru gak ada tempat lagi”
Hal ini senada dengan pernyataan dari NR sebagai
berikut:
“Seharusnya ditambah lagi mba ruangannya,
karena di lantai dua itu terlalu sempit. Karena
banyak macam keterampilannya jadi barang-
barangnya banyak. Makin kesini kan alat
makin canggih jadi yang saya lihat kekurangan
tempat nantinya”
Dari penjelasan hasil wawancara informan di atas
dapat disimpulkan bahwa fasilitas yang diberikan Lapas
Salemba untuk melaksanakan Program Pembinaan
Kemandirian GIATJA ini cukup memuaskan namun
warga binaan pemasyarakatan merasa ruangan itu kurang
besar karena kegiatannya yang banyak serta digabung
menjadi satu diruangan tersebut serta warga binaan
pemasyarakatan meminta agar dilakukan penambahan
ruangan untuk program ini.
91
c. Empati (Empathy)
Kepedulian yang akan dibahas oleh peneliti yaitu
kepedulian petugas untuk mampu membina hubungan,
seperti pemberian perhatian, pemberian dukungan, dan
petugas mampu mengetahui apa-apa saja kebutuhan
warga binaan pemasyarakatan yang mengikuti Program
Pembinaan Kemandirian GIATJA.
Kepedulian tersebut tentunya sangat penting untuk
membantu keberhasilan Program Pembinaan
Kemandirian GIATJA ini, karena dengan menjalin
hubungan yang baik antara petugas Lapas Salemba dan
warga binaan pemasyarakatan kemudian akan
menumbuhkan semangat, rasa keseriusan, membuat
warga binaan pemasyarakatan tidak malas-malasan saat
mengikuti program tersebut, sehingga tujuan dari
diadakannya program tersebut dapat tercapai secara
maksimal.
Salah satu warga binaan pemasyarakatan berinisial
BP bercerita mengenai kepedulian yang diberikan petugas
sebagai berikut:
”Kami dengan petugas di GIATJA ini sudah
sangat dekat mba, petugas ini sudah saya anggap
orang tua sendiri malah mba, jadi kita bisa
sharing apa masalah nya, petugas sering ingetin
kita kalau ada yang dibutuhkan untuk kasih tahu
mereka, kita suka sharing dan omongin keluh
kesah kita misalnya masalah pembuatan sendal,
apa yang kurang dan dibutuhkan dan kira-kira
pelatihan apa lagi yang diperlukan nantinya
petugas yang sampaikan kebutuhan kita ke pak
kasi, sampai ke kalapas, katanya warga binaan
92
pemasyarakatan disini agar dapat inspirasi dan
bisa buat model yang baru, kan keuntungannya
juga buat kita mba”
Dari penjelasan di atas dapat dilihat bahwa petugas
berusaha untuk melibatkan warga binaan pemasyarakatan
dalam program tersebut dengan cara menampung keluh
kesah warga binaan pemasyarakatan dan hal-hal yang
dibutuhkan kemudian nantinya akan dilakukan pelatihan
sesuai kebutuhan.
Sikap kepedulian petugas juga disampaikan oleh IA,
bahwa:
“Yang saya rasakan sih kalau peduli ya sangat
peduli, karena petugas selalu ada tiap hari,
mantau kita juga jadi kita dekat sama mereka,
kalau kita sakit atau butuh sesuatu yaa kita kasih
tau petugas selama ini , kita suka bercanda juga,
dibercandain. Kadang malah baper bareng,
ketawa-ketawa, cerita-cerita tentang keluarga,
pokoknya peduli deh, kadang juga denger keluh
kesah dan saling kasih dukungan, walaupun kita
disini mau gak mau harus ngejalanin hukuman,
tapi seenganya kita ga diperlakukan buruk disini,
jadi kita semangat dan enjoy nyaman jalaninnya
mba”
Berdasarkan wawancara yang telah peneliti lakukan
dapat disimpulkan bahwa warga binaan pemasyarakatan
merasa puas dengan kepedulian yang diberikan oleh
petugas, selain itu warga binaan pemasyarakatan juga
merasa mempunyai kedekatan yang baik dengan petugas.
Terlihat dari pernyataan IA bahwa ia merasakan
93
kenyamanan dan semangat untuk menjalani masa
hukuman di Lapas dengan mengisi waktu yaitu mengikuti
Program Pembinaan Kemandirian GIATJA ini.
B. Pekerjaan Sosial Koreksional dalam proses kegiatan
pembinaan bagi Warga Binaan Pemasyarakatan
Peran pekerjaan sosial koreksional dalam pemberian
pembinaan merupakan proses dari pemasyarakatan, dalam
proses pemasyarakatan tersebut peran pekerjaan sosial sangat
dibutuhkan untuk membantu narapidana agar dapat
menyesuaikan diri dengan kehidupan Lembaga
Pemasyarakatan dan membantu mereka memahami diri apa
kebutuhan mereka sesuai dengan program pembinaan yang
telah disediakan oleh Lembaga Pemasyarakatan.
Sebelum warga binaan pemasyarakatan mengikuti proses
pembianaan kemandirian, mereka akan mengikuti masa
pengenalan lingkungan lalu dalam proses tersebut narapidana
akan melakukan assesment yang dilakukan oleh petugas. Hal
tersebut disampaikan oleh Bapak Dudi:
”Setelah narapidana itu masuk ke lapas nanti ada
yang namanya sistem Mapenaling atau masa
pengenalan lingkungan. Sistem ini nanti mereka
dikumpulkan disatu tempat kurang lebih 2 minggu, nah
selama itu petugas melakukan wawancara dan
asessmen secara manual menanyakan minat dan bakat,
setelah ketemu baru kita pekejakan di pembinaan
kemandirian. Misalnya dia latanr belakangnya bisa
94
jahit, kalau gak bisa tapi mau jahit juga bisa kita
ikutkan”
Proses kegiatan pembinaan yang ada di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Salemba belum dibantu dengan
adanya peran pekerja sosial koreksional didalamnya. Dalam
hasil observasi yang telah dilakukan oleh peneliti ketika
peneliti menjalani praktikum 1, lembaga pemasyarakatan kelas
II A salemba memang belum mempunyai pekerja sosial
koreksional, dalam menangani permasalahan warga binaan
pemasyarakatan hal tersebut dilaksanakan oleh petugas
langsung, petugas yang menangani meliputi petugas
pembimbing dari masing-masing program pembinaan maupun
petugas keamanan lapas. Sebagaimana mestinya proses
assesment untuk mengetahui minat dan bakat warga binaan
pemasyarakatan dalam pemilihan kegiatan pembinaan hal
tersebut dapat dilakukan oleh pekerja sosial koreksional untuk
mendapatkan hasil yang mendalam mengenai kebutuhan
warga binaan pemasyarakatan tersebut.
95
BAB V
PEMBAHASAN
Pada bab ini peneliti akan menjelaskan hasil penelitian
yang telah dilakukan, kemudian hasil tersebut akan dikaitkan dengan
latar belakang dan teori yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya.
Pada bab 2 peneliti telah menjelaskan terkait 3 model evaluasi,
menurut Pietrzak dkk model evaluasi tersebut yang pertama adalah
evaluasi input yaitu evaluasi yang mempunyai tiga unsur yang
memfokuskan dalam melaksanakan suatu program yaitu klien, staf
dan program. Selanjutnya yaitu evaluasi proses yang memfokuskan
pada aktivitas program dengan cara melibatkan interaksi langsung
antara klien dengan staf dari pencapaian tujuan suatu program,
penilaian evaluasi proses dilakukan berdasarkan 4 kriteria yaitu
standar pratik terbaik, kebijakan, tujuan proses dan kepuasan klien.
Model yang ketiga yaitu evaluasi hasil yang memfokuskan pada
evaluasi keseluruhan dampak dari suatu program.
Peneliti telah menejelaskan pada bab sebelumnya, bahwa
peneliti hanya akan membatasi penelitian pada evaluasi proses
terhadap Program Pembinaan Kemandirian GIATJA yang
dijalankan oleh Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Salemba.
Program tersebut ditujukan kepada warga binaan pemasyarakatan
yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Salemba, semua
warga binaan pemasyarakartan wajib mengikuti salah satu program
atau kegiatan yang diadakan oleh Lembaga Pemasyarakatan Kelas
IIA Salemba berdasarkan latar belakang yang dimiliki atau kemauan
dari masing-masing warga binaan pemasyarakatan. Program maupun
96
kegiatan yang harus diikuti adalah syarat agar mereka bisa
mendapatkan remisi, asimilasi, dan PB (pembebasan bersyarat).
Dalam menjalankan program ini Lembaga Pemasyarakatan
Kelas IIA Salemba tidak berjalan sendiri, namun Lembaga
Pemasyarakatan Kelas IIA Salemba bekerja sama dengan pihak
ketiga dari luar lembaga, pihak-pihak tersebut adalah yayasan atau
lembaga dibawah pemerintahan maupun non pemerintah. Seperti
program ini bekerja sama dengan Pemda atau kementrian untuk
mengadakan pelatihan-pelatihan, dan juga bekerja sama dengan
yayasan-yayasan non pemerintahan salah satunya yaitu organisasi
Second Change yang bergerak dibidang pembinaan narapidana.
Melihat permasalahan yang sering terjadi, banyaknya
narapidana yang melakukan kejahatan kembali setelah mereka
keluar dari Lapas lalu kembali masuk ke dalam Lapas, hal tersebut
dikarenakan mereka tidak jera dan kurang mendapatkan pembinaan
serta wawasan saat mereka berada di dalam Lapas, maka dari itu
Program Pembinaan Kemandirian GIATJA ini adalah salah satu
fasilitas yang dapat dimanfaatkan oleh narapidana. Hal ini sesuai
dengan tujuan dari pembinaan itu sendiri adalah agar mereka tidak
melanggar hukum lagi, menjadi peserta aktif dan kreatif dalam
usaha pembangunan, dan memperoleh hidup yang lebih baik.
Secara garis besar Program Pembinaan Kemandirian GIATJA
ini bertujuan untuk membina warga binaan pemasyarakatan dengan
cara memberikan bekal kepada warga binaan pemasyarakatan
berupa bakat dan skill yang nantinya bekal tersebut dapat digunakan
warga binaan pemasyarakatan untuk mempersiapkan mereka
97
kembali terjun ke masyarakat dengan memanfaatkan bekal yang
telah mereka miliki.
Pada bab 2 telah dijelaskan dalam prinsip-prinsip pembinaan
yaitu bahwa orang yang tersesat harus diayomi dengan memberikan
kepadanya bekal hidup sebagai warga yang baik dan berguna bagi
masyarakat dan rasa taubat tidaklah dapat dicapai dengan menyiksa
melainkan dengan sebuah bimbingan. Sedangkan metode pembinaan
yang digunakan oleh Program Pembinaan Kemandirian GIATJA ini
adalah metode Pendekatan dari bawah (Bottom Up Approach).
Dalam pelaksanaan metode ini narapidana harus tahu apa minat dan
bakat yang mereka miliki agar mampu memilih kegiatan pembinaan
yang harus diikuti, metode pembinaan ini juga bergantung pada
fasilitas yang dimiliki oleh Lembaga Pemasyarakatan itu sendiri.
A. Evaluasi Proses Program Pembinaan Kemandirian
GIATJA
Evaluasi proses digunakan untuk menilai atau melihat
sejauh mana program tersebut telah terlaksana dan melihat
proses pelaksanaan program yang melibatkan interaksi langsung
antara warga binaan pemasyarakatan dengan petugas. Evaluasi
proses diawali dengan analisis dari sistem pemberian layanan
program (Adi 2001, 128-130)
Penilaian evaluasi proses dilakukan berdasarkan empat
kriteria yaitu standar praktik terbaik, kebijakan lembaga, tujuan
proses dan kepuasan klien. Pembahasan empat kriteria tersebut
sebagai berikut:
1. Standar Praktik Terbaik (Best standard practice)
98
Standar praktik terbaik yaitu merupakan suatu tata cara
atau prosedur yang mengatur pelaksanaan program dalam
suatu organisasi. Prosedur operasional ini digunakan untuk
memastikan setiap langkah dan keputusan maupun tindakan
berjalan efektif, konsisten, sesuai standar, dan sistematis
(Tambunan 2008, 3)
Pada bab sebelumnya telah dijelaskan bahwa peneliti
menggunakan dua jenis standar yang akan dibahas yaitu
sebagai berikut:
a. Standar Operasional Prosedur (SOP)
Pada bab 2 telah dijelaskan bahwa, indikator SOP
yang dibahas pada penelitian ini adalah waktu
pelaksanaan, tempat pelaksanaan Program Pembinaan
Kemandirian GIATJA, tata cara pelaksanaan Program
Pembinaan Kemandirian GIATJA dan petugas-petugas
yang terlibat dalam program tersebut.
Melihat hasil penelitian berdasarkan wawancara dan
observasi yang telah dilakukan yaitu waktu pelaksanaan
Program Pembinaan Kemandirian GIATJA ini dilakukan
setiap hari sampai jumat dari jam 08.30 s/d 16.00. Tempat
pelaksanaan program berada di gedung BLK (Balai
Latihan Kerja), tata cara pelaksanaan program
kemandirian ini bekerja sama dengan pihak ketiga yaitu
yayasan atau organisasi pemerintah maupun non
pemerintah yang bertujuan untuk bekerja sama
mengadakan pelatihan-pelatihan keterampilan untuk
warga binaan pemasyarakatan dan mendapatkan alat-alat
keterampilan, salah satunya yaitu Pemerintah Daerah Ibu
99
Kota Jakarta dan yaysasan Second Change yang bergerak
dibidang pembinaan narapidana.
Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Salemba juga
mempunyai SOP kegiatan harian yang harus dijalani
petugas. Petugas-petugas yang terlibat dalam pelaksanaan
program tersebut adalah Staf Bimbingan kerja dan
Pengelolan Hasil Kerja, Staf Sarana Kerja, Kepala Sub
Seksi Bimbingan kerja dan Pengelolaan Hasil Kerja,
Kepala Sub Seksi Sarana Kerja, Kepala Seksi GIATJA,
dan Kepala Lapas. Melihat hasil wawancara yang telah
dilakukan, proses berjalannya Program Pembinaan
Kemandirian GIATJA sejauh ini sudah sesuai dengan
SOP yang sudah dibuat. Namun jika ada perubahan
situasi seperti adanya wabah covid 19 ini mengakibatkan
pelaksanaan SOP tersebut tertunda.
b. Standar Proses pemberian layanan
Standar proses pemberian layanan yang dimaksud
oleh peneliti adalah pelayanan yang diberikan oleh
Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Salemba kepada
warga binaan pemasyarakatan yang mengikuti
pelaksanaan Program Pembinaan Kemandirian
GIATJA. Pada proses pelaksanaan Program Pembinaan
Kemandirian GIATJA pelayanan yang diberikan
kepada warga binaan pemasyarakatan yaitu pelatihan
berupa bekal ilmu keterampilan sesuai kegiatan yang
diikuti oleh masing-masing warga binaan
pemasyarakatan.
100
Sebelum warga binaan pemasyarakatan mengikuti
kegiatan keterampilan, mereka akan dibekali pelatihan
yang diadakan selama satu bulan penuh. Pelatihan yang
diberikan disebut MTU atau mobile training unit,
dengan cara pemberi pelatihan datang langsung ke
Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Salemba,
dikarenakan narapidana atau warga binaan
pemasyarakatan masih sulit dan akan membutuhkan
biaya yang sangat besar apabila menjalani pelatihan
diluar lapas. Pelatihan keterampilan tersebut diberikan
oleh pemda setempat, maupun dinas yang telah bekerja
sama dengan Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA
Salemba.
Pelatihan MTU diadakan dalam satu tahun terdiri
dari empat empat angkatan. Dalam satu angakatan
biasanya menjalani pelatihan sampai 30 hari dengan
waktu yang tentatif. Dalam waktu pelatihan tersebut
biasanya ada silabus perminggu yang dijadikan sebagai
acuan pemberian keterampilan, seperti minggu pertama
diajarkan teori-teori yang berkaitan, minggu
selanjutnya disusul dengan praktik lapangan.
Pelatihan keterampilan tersebut diberikan oleh
pemerintah daerah setempat, maupun dinas yang telah
bekerja sama dengan Lembaga Pemasyarakatan Kelas
IIA Salemba. Namun menurut penjelasan dari bapak
Budi pelatihan keterampilan tersebut bisa diikuti
beberapa kali oleh warga binaan pemasyarakatan yang
terkadang belum memahami ajaran keterampilan yang
101
diberikan, biasanya mereka meminta untuk
dijadwalkan mengikuti kegiatan keterampilan yang
akan datang.
2. Kebijakan
Kebijakan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
kebijakan Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Salemba
dalam memilih warga binaan pemasyarakatan dan sumber
daya manusia yang bekerja dalam proses pelaksanaan
Program Pembinaan Kemandirian GIATJA
a. Warga binaan pemasyarakatan WBP
Pada latar belakang telah dijelaskan bahwa
mengikuti program atau kegiatan yang ada di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Salemba
merupakan syarat warga binaan pemasyarakatan
untuk mendapatkan pemberian remisi, asimilasi,
pembebasan bersyarat (PB). Oleh karena itu Program
Pembinaan Kemandirian GIATJA dapat diikuti oleh
semua warga binaan pemasyarakatan yang menjalani
masa pidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA
Salemba. Hal tersebut sesuai dengan Peraturan
pemerintah No.31 tahun 1999.
Dalam hasil temuan yang telah dijelaskan pada
bab sebelumnya yaitu tahapan pemilihan warga
binaan pemasyarakatan yang mengikuti Program
Pembinaan Kemandirian GIATJA yaitu dimulai dari
assesment minat dan bakat yang dilakukan petugas
saat proses MAPENALING, warga binaan
102
pemasyarakatan yang mempunyai latar belakang
bakat sesuai kegiatan program kemandirian GIATJA
maupun yang tidak memiliki latar belakang
keterampilan tetapi mempunyai kemauan maka
mereka akan diikutkan program ini setelah mereka
menjalani 1/3 dari masa tahanan dari masing-masing
warga binaan pemasyarakatan secara bergantian
disesuaikan dengan kapasitas gedung balai latihan
kerja (BLK). Hal tersebut menunjukan bahwa semua
warga binaan pemasyarakan dapat mengikuti program
ini sudah relevan dengan kriteria pemilihan warga
binaan pemasyarakatan.
b. Sumber daya manusia
Berdasarkan penjelasan pada bab sebelumnya,
petugas yang bekerja di Lembaga Pemasyarakatan
berasal dari berbagai macam bidang pendidikan
yang berbeda-beda namun petugas yang bekerja di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Salemba
adalah pegawai negeri sipil yang berasal dari
lulusan POLTEKIP (Politeknik ilmu
pemasyarakatan) dan pegawai umum berasal dari
seleksi tes CPNS lulusan sekolah menengah atas,
walaupun mereka lulusan sekolah menengah atas
mereka telah mengikuti pelatihan-pelatihan seperti
pelatihan semapta.
Jika dilihat dari penjelasan tersebut, petugas
yang bekerja sudah cukup relevan, dan telah sesuai
dengan kriteria yang telah ditetapkan. Sesuai dengan
103
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
RI Pasal 1 ayat 2 tahun 2011 tentang kode etik
pegawai pemasyarakatan yaitu Pegawai
Pemasyarakatan adalah Pegawai Negeri Sipil di
lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia yang menjalankan tugas dan fungsi di
bidang pemasyarakatan. Selain itu petugas yang
menangani Program Pembinaan Kemandirian
GIATJA ini sebagian besar dirasa sudah mempunyai
pengalaman kerja yang baik dan sudah bekerja di
dalam Lapas di atas 3 tahun. Sejauh ini petugas juga
sudah memberikan pelayanan yang terbaik kepada
warga binaan pemasyarakatan yang mengikuti
Program Pembinaan Kemandirian GIATJA.
3. Tujuan Proses
Sebuah tujuan diartikan sebagai rencana penulisan
atau kerangka kerja yang akan dicapai dalam sebuah
organisasi. Pada latar belakang yang telah dijelaskan,
terdapat tujuan jangka panjang dan jangka pendek yang
dimiliki Program Pembinaan Kemandirian GIATJA.
Tujuan jangka panjang dari diadakannya program
tersebut yaitu mengembalikan warga binaan
pemasyarakatan untuk dapat kembali ke masyarakat,
diterima secara baik dan tentunya dapat bermanfaat bagi
masyarakat setelah mengikuti kegiatan tersebut selama
mereka berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan Kelas
IIA Salemba, sedangkan tujuan jangka pendek dari
104
program tersebut diharapkan dapat memberikan mereka
bakat atau skill untuk membantu mereka bekerja.
Pada hasil temuan dalam bab 4 peneliti telah
menjelaskan, bahwa tujuan dari Program Pembinaan
Kemandirian GIATJA tersebut adalah meningkatkan
keberfungsian sosial warga binaan pemasyarakatan
dengan memanfaatkan ilmu atau skill yang telah
diberikan oleh Program Pembinaan Kemandirian
GIATJA setelah mereka bebas dari Lapas. Melihat hasil
observasi dan wawancara yang sudah dilakukan peneliti,
bahwa tujuan dari jangka panjang program tersebut
belum sepenuhnya tercapai karena masih ada beberapa
warga binaan pemasyarakatan yang sudah bebas namun
kembali lagi masuk ke dalam lapas dengan kasus
kejahatan yang sama maupun berbeda. Sedangkan tujuan
dari jangka pendek program tersebut sudah tercapai
dilihat dari hasil-hasil karya yang dibuat, warga binaan
pemasyarakatan tersebut sudah dapat menjalankan
program dengan mendapatkan skill keterampilan yang
baik. Namun walaupun tujuan dari program ini belum
seluruhnya tercapai, Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA
Salemba tetap berusaha memberikan pelayanan sebaik
mungkin agar tujuan dari Program Pembinaan
Kemandirian GIATJA ini dapat dirasakan oleh semua
warga binaan pemasyarakatan.
105
4. Kepuasan Klien
Kepuasan klien disebut juga sebagai sebuh tanggapan
atau sikap secara keseluruhan yang ditunjukan oleh klien
terhadap pelayanan yang telah diberikan. Tanggapan
tersebut berupa tanggapan postif maupun negatif atas
suatu barang atau jasa yang telah mereka gunakan.
(Mowen 2002, 89)
Seperti yang telah dijelaskan pada bab 2 bahwa
terdapat lima dimensi pada indikator kepuasa klien
menurut (Hasnih, Gunawan dan Hasmin 2016) dalam
Jurnal Mirai management. Namun peneliti membatasi
hanya akan menggunakan 3 dimensi dalam pengukuran
kepuasan klien yaitu ketanggapan (responsiveness), bukti
fisik (tangible), dan empati (emphaty).
a. Ketanggapan (responsiveness)
Ketanggapan yang dimaksud dalam dimensi
ini adalah kemampuan para petugas Lembaga
Pemasyarakatan Kelas IIA Salemba dalam
memberikan pelayanan secara cepat dan tanggap
dalam proses pembinaan kemandirian. Seperti
yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya hasil
wawancara yang dijelaskan oleh beberapa
informan.
Berdasarkan pendapat informan BB mengakui
bahwa petugas sudah berikap cepat dalam
melayani hal tersebut dibuktikan dengan respon
petugas saat warga binaan pemasyarakatan
meminta untuk mengikuti pelatihan apabila
106
belum memahami pelatihan sebelumnya serta
petugas dirasa cukup melihat kebutuhan saat
dilapangan seperti kurangnya bahan-bahan yang
dibutuhkan agar warga binaan pemasyarakatan
tetap bisa memproduksi barang tersebut dan
kegiatan tetap berjalan dengan baik..
Pendapat lain juga disampaikan oleh informan
NN dan IB bahwa petugas cukup tanggap dalam
melayani warga binaan pemasyarakatan karena
semua petugas yang bekerja dalam program
pembinaan kemandirian sudah mempunyai fungsi
dan tugasnya masing-masing, jadi apabila ada
keluhan yang dikeluarkan oleh warga binaan
pemasyarakatan, keluhan tersebut dapat
disampaikan kepada petugas sesuai dengan jenis
keluhan tersebut.
b. Bukti fisik (tangible)
Seperti yang telah dijelaskan pada bab 2 yaitu
bukti fisik dalam dimensi kepuasan klien ini
adalah berupa fasilitas fisik yang dapat dirasakan
secara langsung oleh warga binaan
pemasyarakatan. Fasilitas-fasilitas tersebut
berupa gedung balai latihan kerja (BLK) yang
terdiri dari dua lantai. Dalam lantai satu gedung
tersebut terdapat ruang kepala seksi, ruang kepala
subseksi bimbingan kerja dan pengelolaan hasil
kerja (PHK), dan ruang kepala subseksi sarana
kerja. Dalam bagian sudut ruangan tersebut
107
terdapat area pembuatan keterampilan sendal
yang cukup memadai dan lemari tempat pameran
hasil karya. Di bagian luar lantai satu gedung
tersebut terdapat satu ruangan kecil yang
digunakan untuk kegiatan keterampilan cukur
rambut. Sedangkan dalam lantai dua terdapat
area-area tempat kerja dari kegiatan keterampilan
seperti area keterampilan limbah koran, area
keterampilan aksesoris, area keterampilan payet,
area keterampilan sablon, area keterampilan
konveksi.
Pada penjelasan di atas mengenai bukti fisik
yang ditemukan oleh peneliti berdasarkan hasil
observasi dan wawancara, peneliti melihat untuk
fasilitas fisik di Lembaga Pemasyarakatan Kelas
IIA Salemba untuk menjalankan Program
Pembinaan Kemandirian GIATJA ini dirasa
cukup memuaskan dan mempunyai kondisi yang
baik. Namun warga binaan pemasyarakatan
merasa ruangan kurang besar karena kegiatannya
yang banyak, warga binaan pemasyarakatan
meminta agar dilakukan penambahan ruangan
untuk program ini.
c. Empati (Empathy)
Sesuai penjelasan terkait kepedulian yang
telah dijelaskan peneliti pada bab 2, kepedulian
yang akan dibahas oleh peneliti yaitu kepedulian
petugas untuk mampu membina hubungan baik
108
dan mampu mengetahui kebutuhan warga binaan
pemasyarakatan.
Hasil dari wawancara yang telah dilakukan
oleh peneliti pada bab sebelumnya menunjukan
bahwa warga binaan pemasyarakatan cukup
merasa puas dengan kepedulian yang diberikan
oleh petugas. Hal ini dibuktikan dengan
kedekatan yang baik antara petugas dengan warga
binaan pemasyarakatan, mereka merasa kedekatan
tersebut membuat mereka lebih nyaman dan
semangat untuk menjalani masa pidana dengan
mengikuti Program Pembinaan Kemandirian
GIATJA.
B. Pekerjaan Sosial Koreksional dalam proses kegiatan
pembinaan bagi Warga Binaan Pemasyarakatan
Seperti yang telah di jabarkan di dalam bab IV bahwa
fungsi pekerja sosial koreksional dalam proses pemberian
pembinaan bagi warga binaan pemasyarakatan sangat penting.
Dari hasil penelitian menunjukan bahwa Lembaga
Pemasyarakatan belum melibatkan pekerja sosial koreksional
dalam hal tersebut, pelayanan terhadap narapidana dalam hal
penyelesaian masalah hingga assesment kebutuhan minat dan
bakat dilakukan oleh petugas pembimbing kegiatan program
pembinaan maupun petugas keamanan yang bertugas.
109
Peneliti mengaitkan dengan teori di bab II tentang fungsi
dan tujuan pekerjaan sosial dalam setting lembaga
pemasyarakatan, bahwa fungsi dari pekerjaan sosial koreksional
salah satunya adalah membantu narapidana memperkuat
motivasi, memberikan kesempatan kepada narapidana untuk
menyalurkan perasaannya dan memberikan informasi,
membantu narapidana untuk membuat keputusan-keputusan,
dan merumuskan situasi yang sedang dialaminya. Maksud dan
fungsi tersebut adalah membantu yang membutuhkan
pertolongan dengan memberikan perubahan ke arah yang lebih
baik merupakan hakikat dari profesi pekerjaan sosial itu sendiri.
Selain itu pekerja sosial koreksional mempunyai tujuan antara
lain yaitu membantu narapidana agar dapat menyesuaikan diri
dengan kehidupan Lembaga Pemasyarakatan, membantu klien
memahami diri mereka sendiri (narapidana), relasi dengan orang
lain dan apakah harapan mereka sebagai anggota masyarakat
dan membantu narapidana melakukan perubahan sikap dan
tingkah laku agar sesuai dengan nilai dan norma masyarakat.
Hal tersebut relevan dengan proses kegiatan pemberian
pembinaan kemandirian, dimana sebelum mengikuti kegiatan
tersebut warga binaan pemasyarakatan harus melalui proses
assesment yang dilakukan oleh petugas untuk mengetahui
kebutuhan mereka, hal ini dapat dilakukan oleh pekerja sosial
koreksional sebagaimana salah satu fungsinya yaitu membantu
narapidana membuat keputusan serta merumuskan situasi yang
sedang dialami. Sedangkan dalam proses kegiatannya, warga
binaan pemasyarakatan tetap membutuhkan pelayanan pekerja
sosial koreksional dalam membantu mereka melakukan
110
penyesuaian diri dari kebiasaan di luar Lapas dengan kegiatan-
kegiatan pembinaan, membantu memahami diri mereka dan
situasi apa yang sedang mereka alami, serta membantu
menghadapi permasalahan yang timbul selama proses kegiatan
berlangsung, contohnya permasalahan dengan narapidana
lainnya maupun permasalahan pribadi yang meliputi keluarga
dan lain-lainnya. Peran pekerjaan sosial koreksional dalam
proses pemberian pembinaan di lembaga pemasyarakatan akan
membantu pelaksanaan kegiatan program pembinaan
kemandirian berjalan lebih efektif dan hasil yang diharapkan
dari tujuan program tersebut dapat terlaksana secara maksimal.
C. Prespektif Islam tentang berbuat kebaikan dan kejahatan
Seperti tertera pada Al-Qur’an surat Al-An’am ayat 160 yang
berbunyi:
“Barang siapa berbuat kebaikan mendapat balasan sepuluh
kali lipat amalannya. Dan barang siapa berbuat kejahatan
dibalas seimbang dengan kejahatannya. Mereka sedikitpun
tidak dirugikan (dizalimi)” (Q.S. Al-An’am : 160)
Menurut arti ayat Al-Quran Surat Al-An’am ayat 160 kita
dapat simpulkan sebagai mana Allah SWT telah menjelaskan
bahwa siapa yang berbuat baik, maka Allah akan memberikan
pahala balasannya dengan sepuluh kali lipat amalnya. Barang
111
siapa yang berbuat kejahatan hanya akan dibalas setimpal
dengan kejahatannya, sebab Allah SWT maha adil dan tidak
akan sedikitpun merugikan manusia.
Dalam prespektif ini kita dapat ambil pelajaran pada diri
sendiri bahwa sebagai umat Islam sudah seharusnya sebagai
manusia tidak berbuat kejahatan yang merugikan diri sendiri
maupun orang banyak karena Allah SWT telah menuliskan
balasan yang setimpal dengan kejahatan yang dilakukan. Lalu
ikmat apalagi yang dapat kita dustakan sebagaimana telah
tertulis bahwa Allah SWT akan memberikan pahala sepuluh kali
lipat apabila berbuat kebaikan.
Namun kenyaataanya masih banyak kejahatan yang terus
bertambah, seperti data yang tertulis dalam bab III bahwa
mayoritas warga binaan pemasyarakatan yang berada di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Salemba berasal dari
agama Islam, peneliti melihat hal tersebut didukung dengan
jumlah penduduk di Indonesia mayoritas adalah pemeluk agama
Islam, maka dari itu jumlah narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan juga didominasi oleh agama Islam. Untuk itu
sebagai umat Islam sudah seharusnya kita mengamalkan ajaran
yang telah dijelaskan pada kitab Al-Quran.
112
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam bab ini, peneliti menjelaskan kesimpulan dari hasil
evaluasi proses Program Pembinaan Kemandirian GIATJA Lembaga
Pemasyarakatan Kelas IIA Salemba, berikut adalah kesimpulan dari
penelitian dibawah ini
1. Evaluasi Proses Program Pembinaan Kemandirian GIATJA
Standar Praktik Terbaik (Best Standard Practice)
dalam Evaluasi proses Program Pembinaan Kemandirian
GIATJA dibahi menjadi dua jenis yaitu standar operasional
prosedur dan standar proses pemberian layanan. Dalam standar
operasional prosedur Program Pembinaan Kemandirian GIATJA
dilaksanakan setiap senin hingga jumat dari jam 08.30 s/d 16.00,
diadakan di gedung Balai Latihan Kerja (BLK) dengan
melibatkan pihak ketiga untuk bekerja sama mengadakan
pelatihan dan pengadaan alat. Sedangkan dalam standar proses
pemberian layanan yang diberikan oleh Program Pembinaan
Kemandirian GIATJA yaitu dengan mengadakan pelatihan yang
bekerja sama dengan pihak luar sebanyak 4 kali dalam setahun
selama sebulan penuh untuk mengasah skill yang diberikan.
Kebijakan yang dibahas yaitu kebijakan terhadap
pemilihan warga binaan pemasyarakatan dan sumber daya
manusia. Program Pembinaan Kemandirian GIATJA ini
ditujukan dan dapat diikuti oleh semua warga binaan
pemasyarakatan yang sedang menjalani masa pidana di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas IIA Salemba. Sedangkan sumber daya
113
manusia yang bertugas pada Program Pembinaan Kemandirian
GIATJA ini adalah petugas pemasyarakatan yang meliputi
pegawai negeri sipil di lingkungan Kementerian Hukum dan
HAM.
Tujuan proses dalam pembahasan penelitian ini adalah
tujuan program pembinaan kemandian GIATJA yaitu
memberikan skill dan pengetahuan saat menjalani masa pidana
dan mempersiapkan warga binaan pemasyarakatan untuk terjun
kembali ke masyarakat serta meningkatkan keberfungsian sosial
warga binaan pemasyarakatan dengan memanfaatkan ilmu atau
skill yang telah diberikan oleh Program Pembinaan Kemandirian
GIATJA setelah mereka bebas dari Lapas.
Kepuasan Klien yang dibahas dalam penelitian ini
adalah ketanggapan (responsiveness) yaitu kemampuan para
petugas dalam memberikan pelayanan secara cepat dan tanggap.
Selanjutnya yaitu bukti fisik (tangible) adalah fasilitas fisik yang
dapat dirasakan secara langsung. Indikator terakhir adalah empati
(empathy) yaitu kemampuan petugas membina hubungan dengan
memberikan perhatian dan dukungan kepada warga binaan
pemasyarakatan.
2. Hasil Evaluasi Proses Program Pembinaan Kemandirian
Sejauh ini pelaksanaan Program Pembinaan Kemandirian
GIATJA sudah sesuai dengan SOP yang telah dibuat namun jika
ada perubahan situasi terkadang pelaksanaan SOP dapat tertunda.
Sedangkan dalam standar proses pemberian layanan yang
diberikan oleh Program Pembinaan Kemandirian GIATJA
selama ini telah sesuai dengan prosedur yang telah dibuat.
114
Kebijakan Program Pembinaan Kemandirian GIATJA
dalam pemilihan warga binaan pemasyarakatan dengan sistem
bergantian setelah menjalani 1/3 dari masa pidana masing-
masing warga binaan pemasyarakatan dan melalui assesment
petugas sesuai latar belakang dan minat masing-masing warga
binaan pemasyarakatan pada saat masa pengenalan lingkungan
dan sumber daya manusia yang bekerja pada Program
Pembinaan Kemandirian GIATJA telah relevan dengan kriteria
yang ditentukan. Hal tersebut telah sesuai kebijakan yang telah
ditetapkan oleh Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Salemba.
Tujuan dari program tersebut, belum sepenuhnya
tercapai, yaitu dapat memberikan skill kepada warga binaan
pemasyarakatan, akan tetapi masih ada saja narapidana residivis
yang mengulangi kejahatan setelah mereka keluar dari lapas dan
kembali menjalani pidana di Lapas.
Beberapa informan mengatakan bahwa para petugas telah
bersikap cepat dan tanggap jika ada masalah atau kebutuhan
yang harus dipenuhi oleh warga binaan pemasyarakatan. Dalam
menjalani Program Pembinaan Kemandirian GIATJA warga
binaan pemasyarakatan merasakan fasilitas fisik cukup
memuaskan dan mempunyai kondisi yang baik. Namun warga
binaan pemasyarakatan meminta agar dilakukan penambahan
ruangan untuk program ini karena ruangan terasa terlalu sempit
dengan jenis keterampilan yang banyak.
Para petugas berusaha untuk menjalin hubungan sebaik
mungkin dan telah membangun kepedulian yang sudah dirasakan
oleh warga binaan pemasyarakatan, mereka menyatakan bahwa
115
petugas dapat menjadi teman curhat, kedekatan antaranya juga
dapat membangun semangat.
Tabel 8. Hasil Evaluasi Proses Program Pembinaan
Kemandirian GIATJA
No. Kriteria Hasil Evaluasi Proses
1. Standar Praktik Terbaik
- Standar Operasional
Prosedur
- Standar Proses
Pemberian Layanan
Sesuai
Sesuai
2. Kebijakan
- Pemilihan Warga
Binaan
Pemasyarakatan
- Sumber Daya
Manusia (Petugas)
Sesuai
Sesuai
3. Tujuan Proses Belum sesuai
4. Kepuasan Klien
- Ketanggapan
- Bukti Fisik
- Kepedulian
Sesuai
Belum Sesuai
Sesuai
116
B. Saran
Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan dari hasil penelitian
mengenai Program Pembinaan Kemandirian GIATJA Lembaga
Pemasyarakatan Kelas IIA Salemba, peneliti merasa bahwa perlu untuk
memberikan saran-saran kepada beberapa pihak terkait yaitu:
1. Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Salemba
a. Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Salemba harus tetap
mempertahankan tujuan yang ingin dicapai dengan
meningkatkan fasilitas dan menambah ruangan, dikarenakan
jumlah warga binaan pemasyarakatan yang overload, gedung
balai kegiatan kerja hanya cukup mengisi sampai 50-100 orang
saja, hal itu menyebabkan butuh waktu yang lama untuk
pergantian warga binaan pemasyarakatan.
b. Meningkatkan produksi keterampilan yang sudah ada dengan
penambahan alat-alat baru yang lebih canggih. Serta dapat
memproduksi keterampilan tersebut ke luar lembaga
pemasyarakatan, agar produk-produk hasil karya warga binaan
pemasyarakatan dapat ditemukan di pasaran.
c. Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Salemba harus mempunyai
pekerja sosial koreksional untuk melakukan pendampingan bagi
warga binaan pemasyarakatan, karena peneliti melihat perlunya
pekerja sosial dalam penyelesaian permasalahan-permasalahan
yang dimiliki warga binaan pemasyarakatan.
2. Petugas Pemasyarakatan
a. Untuk petugas pemasyarakatan yang bertugas pada Program
Pembinaan Kemandirian GIATJA yaitu harus meningkatkan
pelayanan yang diberikan kepada warga binaan pemasyarakatan,
karena keberhasilan dari program tersebut didukung oleh
117
pelayanan petugas yang baik dan lebih mengetahui kebutuhan
dari masing-masing warga binaan pemasyarakatan.
b. Dapat membangkitkan semangat warga binaan pemasyarakatan
dengan memberikan dukungan secara verbal, peneliti melihat
masih banyak warga binaan pemasyarakatan yang bermalas-
malasan saat mengikuti program tersebut. Serta dapat menjalin
hubungan lebih dekat lagi dengan warga binaan pemasyarakatan.
3. Peneliti Selanjutnya
Diharapkan kepada peneliti selanjutnya dapat meneliti lebih
mendalam terkait program pembinaan kemandirian ditinjau dari
evaluasi hasil program tersebut dan dapat mewawancara
informan yang lebih banyak lagi agar dapat menghasilkan
penelitian yang lebih baik lagi.
118
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Adi, Isbandi Rukminto. 2001. Pemberdayaan, Pengembangan
Masyarakat, dan Intervensi Komunitas. Jakarta: Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Ali, Mohammad, and Mohammad Asrori. 2004. Psikologi Remaja.
Jakarta: PT Bumi Aksara.
Arikunto. 2006. Prosbasfedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Arikunto, Suahrsimi, and Cepi Safaruddin Abdul Jabar. 2009. Evaluasi
Program Pendidikan Pedoman Praktis Bagi Mahasiswa dan
Praktisi pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Basowi, and Suwandi. 2009. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta:
PT. Rineka Cipta.
Bungin, Burhan. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada.
Burlian, Paisol. 2016. Patologi Sosial. Jakarta: Bumi Aksara.
Desmita. 2011. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Djohani, Rianingsih. 1996. Buku Acuan Penerapan PRA: Berbuat
Bersama Berperan Setara. Bandung: Studio Driya Media.
Dorang, Luhpuri, and Satriawan. 2010. Modul Diklat Pekerjaan Sosial
Koreksional.
Fatimah, Enung. 2006. Psikologi Perkembangan : Perkembangan
Peserta Didik. Bandung: CV Pustaka Setia.
Fattah, Nanang. 2016. manajemen Stratejik Berbasis Nilai. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
Harsono, C.I. 1995. Sistem Baru Pembinaan Narapidana. Jakarta:
Djambatan.
119
Hasnih, Gunawan, and Hasmin. 2016. "Pengaruh Lima Dimensi
Kualitas Pelayanan Publik Terhadap Tingkat Kepuasan
Masyarakat Di Kelurahan Ompo Kecamatan Lalabata
Kabupaten Soppeng." Makassar 2,1.
Kusnoto, Hendro. 2001. Praktek Manajemen Terbaik di Dunia. Bogor:
IN MEDIA.
Mangunhardjana, A. 1989. Pembinaan Arti dan Metodenya. Jakarta:
Kanisius.
Mayo, M. 1998. Community Work. London: McMillan.
Mowen, John. 2002. Perilaku Konsumen. Jakarta: Erlangga.
Neuman. 2003. "Peranan dan Fungsi Teori." Peranan dan Fungsi
Teori.
Panjaitan, Petrus Irwan. 1995. Lembaga Pemasyarakatan Dalam
Prespektif Sistem Peradilan Pidana. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan.
Pujileksono, Sugeng. 2017. Sosiologi Penjara. Malang: Intrans
Publishing.
Ralf, Dahrendrof. 1959. Teori-teori Sosial. London: Unknown.
Sangadji, Etta Mamang, and Sopiah. 2013. Perilaku Konsumen.
Yogyakarta: C.V Andi Offset.
Soetomo. 2010. Masalah sosial dan upaya pencegahannya.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sugeng, Pujileksono, dan Mira Wuryantari. 2017. Implementasi Teori,
Teknik dan Prinsip Pekerja Sosial. Jatim: Instrans Publishing.
Suharto, Edi. 2013. Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik.
Bandung: Alfabeta.
Tambunan, M Rudi. 2008. Tekhnik Evaluasi Pendidikan. Jakarta:
Maiestas Persada.
Tayibnapis, Farida Yusuf. 2008. Evaluasi Program dan Instrumen
Evaluasi untuk Program Pendidikan dan Penelitian. Jakarta:
PT Rineka Cipta.
120
Wirawan. 2011. Evaluasi : Model, Teori, Standar, Aplikasi, dan
Profesi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Zahrotun, Fadhilah, Natris. 2006. Psikologi Perkembangan. 6.
Zubaedi. 2013. Pengembangan Masyarakat Wacana dan Praktik.
Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.
JURNAL
Apriyani, Dwi Aliyyah, and Sunarti. 2017. "Jurnal Administrasi Bisnis.
Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Konsumen (
Survei pada Konsumen The Little A Coffee Shop Sidoarjo)." 2
51:3.
Astuti, Sri. n.d. "Jurnal Pendidikan Vokasi. Faktor-faktor Yang
Mempengaruhi Kemandirian Untuk Berwirausaha Pada Siswa
SMK."
Rustanto, Bambang. 2015. "Pekerjaan Sosial Koreksional." Jurnal
Artikel sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial.
Subariono. 2012. "Jurnal Manajemen Pendidikan. Penetapan Tujuan
dan keadilan Organisasi Serta Dampaknya terhadap Efektivitas
Sekolah : Sebuah Kajian Eksprorasi." 1 53.
WEBSITE
Ditjenpas. 2019. Sistem Data Base Pemasyarakatan. Diakses 18
November, 2019. http://smslap.ditjenpas.go.id.
HAM, Referensi. 2014. UU Nomor 12 tahun 1995 Tentang
Pemasyarakatan. Diakses 29 Januari, 2020.
https://referensi.elsam.or.id/2014/10/uu-nomor-12-tahun-1995-
tentang-pemasyarakatan/.
Hukumonline. 1999. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999.
Mei. Diakses Januari 29, 2020.
https://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/20658/nprt/542/
peraturan-pemerintah-nomor-31-tahun-1999#.
121
User, Super. 2017. "Sejarah Pemasyarakatan."
lapassalemba.kemenkumham.go.id. Agustus 18.Diakses 15
Agustus. https:/lapassalemba.kemenkumham.go.id/sejarah-
pemasyarakatan.
122
LAMPIRAN
123
Lampiran 1
Pernyataan Lulus Ujian Seminar Proposal
124
Lampiran 2
Surat Permohonan Bimbingan Skripsi
125
Lampiran 3
Surat Izin Penelitian Skripsi
126
Lampiran 4
Surat Izin Penelitian untuk
Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Salemba
127
PEDOMAN WAWANCARA PROGRAM PEMBINAAN
KEMANDIRIAN UNTUK KASUBSI BIMKER & PHK
Data Informan
Hari/Tanggal :
Waktu :
Nama :
Jabatan :
Evaluasi Proses
Standar Praktek Terbaik
1. Bagaimana tanggapan anda mengenai sarana dan prasarana
serta peralatan yang tersedia untuk melaksanakan program
pembinaan kemandirian?
2. Apakah ada Standar Operasional Prosedur (SOP) yang
mengatur berjalannya program? SOP tersebut ditentukan
oleh siapa?
3. Apakah pelaksanaan program pembinaan kemandirian
sudah sesuai dengan Standar Operasional yang telah diatur?
Kebijakan Lembaga
4. Bagaimana sistem perekrutan warga binaan pemasyarakatan
yang dibutuhkan untuk program pembinaan kemandirian?
5. Bagaimana alur pemberian layanan yang diberikan oleh
Lapas Salemba terhadap program pembinaan kemandirian?
6. Apakah petugas atau sumber daya manusia yang dibutuhkan
untuk memberikan layanan sudah cukup?
Tujuan Proses
7. Apakah tujuan dari pemberian pelayanan pada program
128
pembinaan kemandirian telah tercapai?
8. Apa saja faktor-faktor pendukung dalam mencapai tujuan
program?
9. Apa saja faktor-faktor penghambat dalam mencapai tujuan
program?
10. Apakah ada keluhan yang datang dari warga binaan
pemasyarakatan terakit pelayanan program?
129
PEDOMAN WAWANCARA PROGRAM PEMBINAAN
KEMANDIRIAN UNTUK STAFF SARKER, BIMKER & PKH
Data Informan
Hari/Tanggal :
Waktu :
Nama :
Jabatan :
Evaluasi Proses
Standar Praktek Terbaik
1. Bagaimana tanggapan anda mengenai sarana dan prasarana
serta peralatan yang tersedia untuk melaksanakan program
pembinaan kemandirian?
2. Apakah ada Standar Operasional Prosedur yang mengatur
berjalannya program?
3. Apakah pelaksanaan program pembinaan kemandirian
sudah sesuai dengan Standar Operasional yang telah diatur?
Kebijakan Lembaga
4. Bagaimana sistem perekrutan warga binaan pemasyarakatan
yang dibutuhkan untuk program pembinaan kemandirian?
5. Bagaimana alur pemberian layanan yang diberikan oleh
Lapas Salemba terhadap program pembinaan kemandirian?
6. Apakah petugas atau sumber daya manusia yang dibutuhkan
untuk memberikan layanan sudah cukup?
Tujuan Proses
7. Apakah tujuan dari pemberian pelayanan pada program
130
pembinaan kemandirian telah tercapai?
8. Apa saja faktor-faktor pendukung dalam mencapai tujuan
program tersebut?
9. Apa saja faktor-faktor penghambat dalam mencapai tujuan
program tersebut?
10. Apakah ada keluhan yang datang dari warga binaan
pemasyarakatan terakit pelayanan program tersebut?
11. Bagaimana cara petugas untuk cepat tanggap dalam
menghadapi permasalahan yang timbul dari warga binaan
pemasyarakatan?
12. Bagaimana cara meningkatkan dan mempertahankan
kepuasan warga binaan pemasyarakat terhadap program
tersebut?
131
PEDOMAN WAWANCARA PROGRAM PEMBINAAN
KEMANDIRIAN UNTUK STAFF SARKER, BIMKER & PKH
Data Informan
Hari/Tanggal :
Waktu :
Nama :
Jabatan :
Evaluasi Proses
Standar Praktek Terbaik
1. Bagaimana tanggapan anda mengenai sarana dan prasarana
serta peralatan yang tersedia untuk melaksanakan program
pembinaan kemandirian?
2. Apakah ada Standar Operasional Prosedur yang mengatur
berjalannya program?
3. Apakah pelaksanaan program pembinaan kemandirian
sudah sesuai dengan Standar Operasional yang telah diatur?
Kebijakan Lembaga
4. Bagaimana sistem perekrutan warga binaan pemasyarakatan
yang dibutuhkan untuk program pembinaan kemandirian?
5. Bagaimana alur pemberian layanan yang diberikan oleh
Lapas Salemba terhadap program pembinaan kemandirian?
6. Apakah petugas atau sumber daya manusia yang dibutuhkan
untuk memberikan layanan sudah cukup?
Tujuan Proses
132
7. Apakah tujuan dari pemberian pelayanan pada program
pembinaan kemandirian telah tercapai?
8. Apa saja faktor-faktor pendukung dalam mencapai tujuan
program tersebut?
9. Apa saja faktor-faktor penghambat dalam mencapai tujuan
program tersebut?
10. Apakah ada keluhan yang datang dari warga binaan
pemasyarakatan terakit pelayanan program tersebut?
11. Bagaimana cara petugas untuk cepat tanggap dalam
menghadapi permasalahan yang timbul dari warga binaan
pemasyarakatan?
12. Bagaimana cara meningkatkan dan mempertahankan
kepuasan warga binaan pemasyarakat terhadap program
tersebut?
133
PEDOMAN WAWANCARA PROGRAM PEMBINAAN
KEMANDIRIAN UNTUK WARGA BINAAN
PEMASYARAKATAN
Data Informan
Hari/Tanggal :
Waktu :
Nama Inisial :
Jenis Program Kemandirian :
Evaluasi Proses
Kepuasan Klien
1. Bagaimana tanggapan anda terhadap pelayanan yang telah
diberikan?
2. Apakah petugas telah bekerja dengan baik?
3. Apakah petugas telah bersikap cepat dan tanggap dalam
melayani?
4. Apakah anda merasakan kepedulian petugas terhadap Anda?
5. Bagaimana perasaan anda setelah mengikuti proses program
pembinaan kemandirian?
6. Apakah anda dapat merasakan tujuan dari program tersebut?
7. Apakah harapan anda untuk program pembinaan
kemandirian yang diberikan oleh Lapas Salemba?
134
Transkip Wawancara KASUBSI
Hari/Tanggal : Kamis, 4 Juni 2020
Waktu : 08.50 WIB
Nama : Dudi Ilham
Jabatan : Kasubsi Bimbingan Kerja dan PHK
1. Bagaimana tanggapan bapak mengenai sarana dan prasarana
serta peralatan yang tersedia untuk melaksanakan program
pembinaan kemandirian?
Untuk sarana dan prasarana menurut saya sudah baik, seperti alat-alat
itu datangnya kita siapin sendiri ada, ada juga alat yang dapat dari
hasil kerjasama, seperti kita kerja sama dengan yayasan-yayasan yang
konsen tentang pembinaan narapidana. Ada yayasan namanya second
change nah tahun ini itu dia bantu donasi mesin sendal, ada beberapa
mesin yang dia bantu, alat-alat itu dikasih cuma-cuma untuk
membantu lapas salemba. Jadi menurut saya sarana dan prasarana sih
sudah mumpuni karena kalau rusak juga nanti ada perbaikan,
pokonya cukup lengkap. Kalau untuk tempat dari bangunan blk untuk
program ini sih kurang besar ya, tapi untuk sekarang jumlah warga
binaan di angka kurang lebih 1000-an masih memadai, kalau
warganya lebih dari itu kita juga butuh tempat yang lebih besar.
2. Apakah ada Standar Operasional (SOP) yang mengatur
berjalannya program? Siapa yang menetapkan SOP tersebut?
Program pembinaan kemandirian ini mengacu pada peraturan
pemerintan no. 31 tahun 1999 tentang pembinaan dan pembimbingan
135
warga binaan permasyarakatan itu artinya setiap lembaga
pemasyarakatan wabib melaksanakan program ini. Kalau SOP khusus
program ini itu sudah pasti ada, kalau SOP itu sih dari lapasnya
sendiri yang menetapkan ya karena menyesuaikan dengan kondisi
yang ada, kurang lebih sih SOP program pembinaan di setiap lapas
itu sama, urutannya mungkin agak beda tapi garis besarnya sama.
3. Apakah pelaksanaan program pembinaan kemandirian sudah
sesuai dengan Standar Operasional yang telah diatur?
Sejauh ini terlaksana sih, eee.. kalaupun belum ada yang terlaksana
mungkin itu karena ada perubahan nih misalnya kaya ada covid harus
melakukan pembinaan kemandirian secara daring yaa itu belum bisa
dilaksanakan, kalau sesuai normalnya sih selama ini jalan aja sih.
4. Bagaimana sistem perekrutan warga binaan pemasyarakatan
yang dibutuhkan untuk program pembinaan kemandirian?
Untuk pekerja perekrutan WBP ini kita ada SOP nya mba, biasanya
diawal ditelusuri dulu nih melalui data base sistem pemasyarakatan,
itu memuat tentang identitas narapidana, latar belakang, dan tingkat
kejahatannya apa aja.. Setelah narapidana itu masuk ke lapas nanti
ada yang namanya sistem Mapenaling atau masa pengenalan
lingkungan. Sistem ini nanti mereka dikumpulkan disatu tempat
kurang lebih 2 minggu, nah selama itu petugas melakukan
wawancara dan asessmen secara manual menanyakan minat dan
bakat, setelah ketemu baru kita pekejakan di pembinaan kemandirian.
Misalnya dia latanr belakangnya bisa jahit, kalau gak bisa tapi mau
jahit juga bisa kita ikutkan. Dan semua narapidana wajib mengikuti
salah satu kegiatan pembinaan yang ada di lapas karena itu syarat
136
mereka untuk bebas nanti. Sistemnya itu nanti gantian ya, karena blk
nya kan gak cukup nanti kita pekerjakan yang mau bebas dulu,
misalnya dia mau bebas 2021 tapi belum sama sekali ikut kegiatan ya
dia duluan yang kita tarik ke kegiatan ini.
5. Bagaimana alur pemberian layanan yang diberikan oleh Lapas
Salemba terhadap program pembinaan kemandirian?
Yang pasti sih kalau pelayanan yang kita berikan sebagai petugas
secara umum harus sesuai ya dengan hak-hak narapidana. Tapi kalau
pelayanan utama untuk program kemandirian ini itu adalah pelatihan
untuk mereka sebelum mereka dipekerjakan. Eee.. biasanya sih kita
bekerja sama dengan pemda untuk mengadakan pelatihan, sistemnya
dalam satu tahun ada 4 angkatan, satu angkatannya itu bisa menjalani
pelatihan sampai 30 hari, diadakan di dalam lapas nanti orang
pemdanya yang datang. Nama pelatihannya itu MTU atau mobile
training unit, dalam 30 hari itu beda-beda, seminggu teori, nanti
kemudian praktek, baru nanti mereka langsung membuat dan ada
hasilnya.
6. Apakah petugas atau sumber daya manusia yang dibutuhkan
untuk memberikan layanan sudah cukup?
Selama ini sih petugas di dalam lapas jumlahnya sudah mumpuni, di
dalam lapas ini kan petugas-petugasnya buka orang-orang baru,
mereka sudah lama bekerja, melayani dan memberikan pelayanan
sudah biasa, jadi kalau untuk sumber daya manusia ya sudah cukup.
137
7. Apakah tujuan dari pemberian pelayanan pada program
pembinaan kemandirian telah tercapai?
Sesuai dengan struktur organisasi di lembaga pemasyarakatan ini
adalah tempa pembinaan narapidana, jadi semua yang masuk ke sini
itu harus di bina. Nah program ini adalah salah satu fasilitas
pembinaan nya, pembinaan kemandirian ini beryujuan untuk
memberi bekal skill dan pengalaman untuk mereka bebas nanti, serta
memberikan persiapan narapidana terjun kembali ke masyarakat.
Ketika mereka keluar nanti nih misalnya jadi mereka punya skill, bisa
sablon dan nanti keahlian itu bisa buat bekal mereka nanti buat usaha
atau kerja ditempat penyablonan, gitu sih mba. Kalau untuk tercapai
engga nya itu tergantung sama diri masing-masing dari narapida nya
mba, kita sudah fasilitasi tinggal gimana mereka nya aja yang mau
atau engga dibina, sejauh ini sih ada beberapa narapidana yang sukses
lagi diluar, ada juga yang balik lagi kesini..
8. Apa saja faktor-faktor pendukung dalam mencapai tujuan
program?
Faktor pendukung menurut saya eeeh dari lapas nya sudah berbuat
yang terbaik dari mulai fasilitas sudah bagus, alat nya juga, itu faktor
pendukung nya sih..
9. Apa saja faktor-faktor penghambat dalam mencapai tujuan
program?
Faktor penghambatnya ya itu lagi-lagi narapidananya ya mba, dari
diri mereka masih banyak yang kurang serius ngejalaninnya, masih
malas buat ikutin program-program yang sudah difasilitasi dilapas,
mungkin karena kebawa kebiasaan diluar, mereka kebanyakan sudah
138
ada di zona nyaman nya, mereka yang biasanya kerja enak atau kerja
maaf ya jual narkoba aja, eh disini harus kerja buat sendal, sablon ya
jadi suka malas. Kebanyakan dari mereka mikirnya ikut program ini
buat ngisi waktu luang aja, jadi kadang belum ketemu tuh antara
tujuan organisasi ini dan tujuan narapidana nya.
10. Apakah ada keluhan yang datang dari warga binaan
pemasyarakatan terakit pelayanan program?
Kalau keluhan ya ada.. misalnya terkait pelatihan eee pak
pelatihannya kurang lama atau kadang pak pelatihannya belum ngerti
nih gitu sih..
11. Bagaimana cara petugas untuk cepat tanggap dalam menghadapi
permasalahan yang timbul dari warga binaan pemasyarakatan?
Saya rasa yaa itu tadi sih mba, kalau ada keluhan dari mereka
misalnya terkait pelatihan ya kita beusaha semaksimal mungkin untuk
memenuhi kebutuhan yang mereka butuhkan.
139
Transkip Wawancara Untuk Staff Bimbingan Kerja dan PHK
Hari/Tanggal : Kamis, 27 Februari 2020
Waktu : 09.55 WIB
Nama : Harun Arrasyd
Jabatan : Staff Bimker & PHK
1. Bagaimana tanggapan bapak mengenai sarana dan prasarana
serta peralatan yang tersedia untuk melaksanakan program
pembinaan kemandirian?
Kurang lah.. sekarang jamannya tekhnologi serba cepat, apalagi kita
ini lapas industri, sedangkan pekerjaan disini 90% konvensional, jadi
padat karya kategorinya industri berarti yaa sudah masining, menurut
saya kurang apdet barang-barangnya kurang mengikuti teknologi.
Misal kaya mesin cutting mesin press kita masih pake mesin manual,
sedangkan diluar sudah pakai masining.
2. Apakah ada Standar Operasional (SOP) yang mengatur
berjalannya program? Siapa yang menetapkan SOP tersebut?
Di program ini tentu ada SOP nya. SOP nya itu macam-macam dari
mulai SOP perekrutan, yang kedua ada sop kegiatan, contoh kegiatan
pembuatan sendal itu ada SOP nya, ada juga K3 nya. Tapi kalau
secara umum kita juga punya, yang berbeda itu untuk SOP perekrutan
kegiatan asimilasi misalnya kegiatan itu lokasinya berada diluar, itu
pasti SOP nya berbeda. SOP itu kita yang mengajukan barulah di acc
oleh UPT kita.
140
3. Apakah pelaksanaan program pembinaan kemandirian sudah
sesuai dengan Standar Operasional yang telah diatur?
Kalau dari kategori prekrutan itu sudah sesuai cuman mungkin yang
agak kurang itu dibidang kategori K3 nya. Contohnya untuk
pekerjaan-pekerjaan yang berat seperti las, gerinda, kita belum punya
peralatan yang memadai sesuai dengan SOP kalau las kita belum
punya masker khususnya kaya masker kodok tuh..
4. Bagaimana sistem perekrutan warga binaan pemasyarakatan
yang dibutuhkan untuk program pembinaan kemandirian?
Kalau saya jelasin secara verbal, wbp dipindahkan ke salemba
menjalani nama masa mapenaling, nah mapenaling itu standartnya
kurang lebih 1 bulan, dalam 1 bulan itu masing-masing seksi
memperkenalkan dan memperesentasikan kegiatannya, dan kita pun
ada jadwalnya presentasi kegiatan apa yg ada di blk, dan itu kita
menyebut yang namanya mencari minat dan bakat, nah setelah selesai
masa perkenalan, bagi yang mau bisa mendaftar kesini. Untuk
kegiatan di dalam lapas tidak ada syarat, yang poertama kita
tekantkan mau, walaupun mereka tidak punya dasar apa-apa tapi
kalau mereka mau ya boleh, tapi kalau untuk kegiatan asimilasi diluar
itu ada syaratnya, syaratnya minimal dia sudah menjalani setengah
masa pidananya, dan menjalani poengurusan, yang paling utama dia
harus latar belakang kriminal, tapi tidak semua kriminal kecuali
teroris dan yang sangat tidak boleh adalah kasus narkoba. Biasanya
perekrutan itu setiap ada mutasi dari masa mapenaling. Tapi
kebanyakan dari mereka kalau mereka belum punya dasar biasanya
dia malu untuk daftar program ini.
141
5. Bagaimana alur pemberian layanan yang diberikan oleh Lapas
Salemba terhadap program pembinaan kemandirian?
Pelayanan yang kita berikan kepada mereka saat ikut program ini
yaitu ada pelatihan-pelatihan, bahkan jadwalnya padat sekali, karena
kita didukung oleh pemda dan kerjasama dengan pihak ketiga,
pelatihan itu jadwalnya fleksibel, biasanya setahun ada empat kali
pelatihan, baru setelah pelatihan kerja. Pelatihannya biasanya
diadakan disini, mereka datang langsung.. kalau diluar lapas keluar
biaya besar dan agak ribet juga mba
6. Apakah petugas atau sumber daya manusia yang dibutuhkan
untuk memberikan layanan sudah cukup?
Kalau untuk sumber daya petugasnya sih sudah cukup, menurut saya
yang kurang hanyalah sarana dan prasarananya.
7. Apakah tujuan dari pemberian pelayanan pada program
pembinaan kemandirian telah tercapai?
Menurut saya sih tujuannya tercapai, karena tujuan dari program
inikan meningkatkan keberfungsiansosial mereka setelah keluar dari
lapas, yaa program pelatihan yang mereka dapatkan rata-rata
semuanya bersertifikat dan itu bisa dibawa ke dunia kerja setelah
mereka keluar dari lapas, saya pernah masih kontakan sama
narapidana yang udah keluar dari sini, ada kok dari mereka yang
ngelanjutin usaha dari pengalamannya disini
142
8. Apa saja faktor-faktor pendukung dalam mencapai tujuan
program?
Faktor-faktor pendukung salah satunya yaa jalinan kerjasama antar
lembaga.. terutama lembaga-lemnaga swasta dan pemda setempat. Itu
sangat mendukung sekali.. apalagi mereka kasih support ke kita untuk
menjankan kegiatan ini.
9. Apa saja faktor-faktor penghambat dalam mencapai tujuan
program?
Kalau faktor penghambat yang saya amati tingkat kemauan dari wbp
masih sangat rendah, kalau di jakarta ini kan kalau kita petain 80%
berlatar belakang narkoba dan 20 % kriminal, yaa itu sih jadi agak
susah ikut kegiatan ini.
10. Apakah ada keluhan yang datang dari warga binaan
pemasyarakatan terakit pelayanan program?
Alhamdulillah sih kalau keluhan-keluhan tidak banyak, karena yaa
tujuan mereka disini itu itu nomor satu untuk menghabiskan waktu,
jadi biasanya kalau ada keluhan mereka berpikir sendiri solusinya
mesti bagaimana.
11. Bagaimana cara petugas untuk cepat tanggap dalam menghadapi
permasalahan yang timbul dari warga binaan pemasyarakatan?
Disini sih semua sudah ada bagiannya masing-masing, jadi kira-kira
kalau ada permasalahan misalnya itu masih bisa kita hadapi ya kita
langsung selesaikan, tapi kalau sudah berat seperti perkelahian kita
langsung serahkan ke petugas keamanan.
143
12. Bagaimana cara meningkatkan dan mempertahankan kepuasan
warga binaan pemasyarakat terhadap program tersebut?
Salah satunya sih cara saya yaitu saya buat disini seperti keluarga,
awal kenal ke mereka saya tekankan jangan melihat seragam, saya
support mereka jangan loyo harus selalu semangat, saya tekankan ke
mindset mereka.. terlebih ini adalah kegiatan promosi saya kasih tau
ke mereka kalau mereka mendapat premi atau upah jadi yang
membuat mereka semangat lagi menjalani kegiatan ini..
144
Transkip Wawancara Untuk Staff Sarana Kerja
Hari/Tanggal : Kamis, 27 Februari 2020
Waktu : 09.55 WIB
Nama : Budi S
Jabatan : Staff Sarana Kerja
1. Bagaimana tanggapan bapak mengenai sarana dan prasarana
serta peralatan yang tersedia untuk melaksanakan program
pembinaan kemandirian?
Yaa menurut saya sih sarana dan prasarananya sih cukup gak cukup..
tergantung anggaran juga disini kadang susah anggaran untuk
nambah alat, alatnya juga banyak yg rusak..
2. Apakah ada Standar Operasional (SOP) yang mengatur
berjalannya program? Siapa yang menetapkan SOP tersebut?
Ada SOP disemua bagian.. SOP disini lengkap banget sih, kalau yang
menetapkan SOP pasti dari atasan..
3. Apakah pelaksanaan program pembinaan kemandirian sudah
sesuai dengan Standar Operasional yang telah diatur?
Sebenernya sudah banyak yang sesuai SOP sih.. paling ada sedikit
kadang yang belum, seperti peralatannya..
4. Bagaimana sistem perekrutan warga binaan pemasyarakatan
yang dibutuhkan untuk program pembinaan kemandirian?
145
Disini semua bisa ikut program ini, asalkan mereka punya kemauan,
intinya mereka mau kerja sihh.. nanti ada masa mapenaling yaa kaya
ospek gitu lah kurang lebih pengenalan lingkunganbiasanya setelah
masa mapenaling selesai nanti ada pendaftaran siapapun yaa semua
bisa, kecuali kegiatan asimilasi yang lokasi kegiatannya diluar jadi
ada syarat-syaratnya..
5. Bagaimana alur pemberian layanan yang diberikan oleh Lapas
Salemba terhadap program pembinaan kemandirian?
Disini ada pelatihan-pelatihan yang kita kasih setelah mereka masuk
program ini.. pelatihan nya banyak sihh.. kaya kemarin ada kerjasama
sama pemda.. setiap produksi ada pelatihannya..
6. Apakah petugas atau sumber daya manusia yang dibutuhkan
untuk memberikan layanan sudah cukup?
Kalau menurut saya sih kurang petugasnya.. tapi selama ini kita
masih bisa saling backup..
7. Apakah tujuan dari pemberian pelayanan pada program
pembinaan kemandirian telah tercapai?
Sejauh ini sih sepenglihatan saya sudah tercapai.. tujuan itu tercapai
atau tidaknya tergantung dari wbp itu sendiri, kita sudah
memfasilitasi tinggal mereka yang bisa atau tidak memanfaatkannya..
8. Apa saja faktor-faktor pendukung dalam mencapai tujuan
program?
146
Faktor nya yaa menurut saya dari warganya sih.. kalau mereka mau
dan punya bakat bisa menunjang keberhasilan program ini.
9. Apa saja faktor-faktor penghambat dalam mencapai tujuan
program?
Faktor penghambatnya juga itu, banyak warga binaannya yang malas-
malasan dan minder kalau ikut program ini.
10. Apakah ada keluhan yang datang dari warga binaan
pemasyarakatan terakit pelayanan program?
Kalau keluhan sih paling terkait barang, atau fasilitas.. tapi gak
banyak..
11. Bagaimana cara petugas untuk cepat tanggap dalam menghadapi
permasalahan yang timbul dari warga binaan pemasyarakatan?
Ya paling kalau mereka butuh sesuatu kita bantu apa yang kurang,
apa yang gak bisa jadi mereka kita benar-benar perhatiin
kebutuhannya
147
Transkip Wawancara Untuk Warga binaan pemasyarakatan
Hari/Tanggal : Rabu, 6 Mei 2020
Waktu : 11.12 WIB
Nama Inisial : I A
Jenis Program Kemandirian : Design Grafis
1. Bagaimana tanggapan anda terhadap pelayanan yang telah
diberikan?
Menurut saya sih ya sangat baik ya neng.. membimbing sekali, sudah
cukup puas sih sama pelayanannya.
2. Apakah petugas telah bekerja dengan baik?
Sudah, menurut saya mereka bekerja disini dengan baik dan benar
kok
3. Apakah petugas telah bersikap cepat dan tanggap dalam
melayani?
Yaa cepat, tanggap selama ini, itu memang tidak bisa dipungkiri.
selama ini sudah lebih dari cukup lah ya melayani kita disini, saya
melihat petugas disini juga punya masing-masing tugas sesuai
fungsinya, ketika ada permasalahan yang berhubungan dengan
kendala dilapangan akan diserahkan sesuai kebutuhan kalau tentang
penyediaan barang yaa akan dilarikan ke staf sarana kerja
4. Apakah anda merasakan kepedulian petugas terhadap Anda?
148
Yang saya rasakan sih kalau peduli ya sangat peduli, karena petugas
selalu ada tiap hari, mantau kita juga jadi kita dekat sama mereka,
kalau kita sakit atau butuh sesuatu yaa kita kasih tau petugas selama
ini , kita suka bercanda juga, dibercandain. Kadang malah baper
bareng, ketawa-ketawa, cerita-cerita tentang keluarga, pokoknya
peduli deh, kadang juga denger keluh kesah dan saling kasih
dukungan, walaupun kita disini mau gak mau harus ngejalanin
hukuman, tapi seenganya kita gak diperlakukan buruk disini
5. Bagaimana perasaan anda setelah mengikuti proses program
pembinaan kemandirian?
Kalau perasaannya ya senang sih, sedang bercampur rindu jadi
kangen suasana kerja diluar, perbedaannya yaa disini kan di sel.
Karna saya ikut kegiatan ini murni keinginan sendiri melanjutkan
dulu pekerjaan saya diluar sebagai animator.
6. Apakah anda dapat merasakan perubahan setelah mengikuti
program tersebut?
Kalau perubahan itu saya merasakan punya skill juga semakin tinggi
dalam arti kata underpressure karena kan disini juga sama kaya diluar
bekerja dibawah tekanan harus bekerja cepat dan kualitas juga tetep
kita jaga. Banyak tambahan pengetahuan juga sih mba, kalau diluar
saya gak kerja sablon, disini jadi bisa nyablon, yang nantinya kalau
saya keluar pengennya sih bikin percetakan
7. Apakah harapan anda untuk program pembinaan kemandirian
yang diberikan oleh Lapas Salemba?
149
Harapannya kedepannya mungkin fasilitasnya ditambahin, mungkin
sudah cukup tapi ada beberapa yang kurang seperti alat kan makin
kesininya makin maju dan harus di upgrade.
150
Transkip Wawancara Untuk Warga binaan pemasyarakatan
Hari/Tanggal : Rabu, 6 Mei 2020
Waktu : 11.12 WIB
Nama Inisial : B P
Jenis Program Kemandirian : Keterampilan Sablon
1. Bagaimana tanggapan anda terhadap pelayanan yang telah
diberikan?
Oh kalau menurut saya untuk pelayanan dari petugas sangat baik dan
yaa selama saya berada di lapas sih puas ya belum pernah kecewa sih
mba
2. Apakah petugas telah bekerja dengan baik?
Baik mba, disini kan kita bekerja bareng-barenng petugas bekerja,
kami juga sebagai warga binaan tentunya ngejalanin kegiatan ini kan
bentuk dari bekerja kami di dalam jadi kami sih menanamkan harus
sama-sama bekerja sama dengan baik
3. Apakah petugas telah bersikap cepat dan tanggap dalam
melayani?
Respon mereka kalaukita butuh sesuatu ya cukup cepat, kita sih kalau
butuh mmm misalnya pelatihan ini atau itu yang kurang mereka
langsung bilang “oh ya sudah kita adai” gitu sih mba
151
4. Apakah anda merasakan kepedulian petugas terhadap Anda?
Kami dengan petugas di GIATJA ini sudah sangat dekat mba, petugas
ini sudah saya anggap orang tua sendiri malah mba, jadi kita bisa
sharing apa masalah nya, petugas sering ingetin kita kalau ada yang
dibutuhkan untuk kasih tahu mereka, kita suka sharing dan omongin
keluh kesah kita misalnya masalah pembuatan sendal, apa yang
kurang dan dibutuhkan dan kira-kira pelatihan apa lagi yang
diperlukan nantinya petugas yang sampaikan kebutuhan kita ke pak
kasi, sampai ke kalapas, katanya WBP disini agar dapat inspirasi dan
bisa buat model yang baru, kan keuntungannya juga buat kita mba
5. Bagaimana perasaan anda setelah mengikuti proses program
pembinaan kemandirian?
Perasaannya seneng karna dapet ilmu mba, diajarin kedisiplinan gitu,
banyak lah. Jadi kita disini otak itu ga buntu, belajar sambil bekerja,
wawasan dan ilmu juga nambah terus, jadi seneng mba enjoy aja
sambil mengisi waktu daripada gak ada kegiatan.
6. Apakah anda dapat merasakan tujuan dari program tersebut?
Wah ngerasain kalau itu, banyak mba contohnya dapat ilmu baru.
Kalau kita di luar cuma tau sekedar basic nya aja misalnya saya tuh
cuma tau design kan basicnya aja nih ya kan nah disini diadain
pelatihan terus jadi ya wawasan saya bertambah, seperti cutting stiker
alhamdulillah ilmu yang saya dapat ini udah lumayan banyak.
Insyaallah ya itu buat bekal diluar nanti pas saya udah keluar dari sini
mba
152
7. Apakah harapan anda untuk program pembinaan kemandirian
yang diberikan oleh Lapas Salemba?
Yaa sama sih sekarang sih untuk kegiatan kerja terus maju aja, dan
lebih banyak memproduksi bibit harus ditambah, misalnya sekarang
cuma bisa produksi sendal hotel nanti bisa produksi sepatu, bisa lagi
ditingkatkan produksi yang lainnya, asal ada kemauan dari WBP nya.
153
Transkip Wawancara Untuk Warga binaan pemasyarakatan
Hari/Tanggal : Rabu, 6 Mei 2020
Waktu : 11.12 WIB
Nama Inisial : N R
Jenis Program Kemandirian : Kerajinan Sendal
1. Bagaimana tanggapan anda terhadap pelayanan yang telah
diberikan?
Sangat puas banget buat saya, kalau tentang pelayanan. Mungkin
bukan di kegiatan ini aja, di kegiatan lainnya yaa bisa dipastikan
dalam melayani kami disini.
2. Apakah petugas telah bekerja dengan baik?
Oh iya mba sangat baik sih, mereka bekerja gak pilih-pilih ke
semuanya baik.
3. Apakah petugas telah bersikap cepat dan tanggap dalam
melayani?
Kalau untuk itu menurut saya yaa sudah tanggap, ketika kami para
WBP membutuhkan sesuatu untuk kegiatan ini contohnya seperti saat
bahan-bahan untuk membuat sendal itu habis mungkin akan diproses
oleh petugas dan tidak lama kemudian langsung distok lagi, jadi kita
bisa langsung produksi lagi.
154
4. Apakah anda merasakan kepedulian petugas terhadap Anda?
Peduli banget mba, kita disini biasa cerita-cerita malah ga sebatas
antara petugas dengan WBP aja tapi bisa dijadikan lebih dari teman,
karna kita disini ikut kegiatan ini kan juga sudah lama mba jadi sudah
akrab gitu
5. Bagaimana perasaan anda setelah mengikuti proses program
pembinaan kemandirian?
Seneng mba bisa dapet pengalaman baru dan dapet banyak teman
juga, jadi saya gak cepat bosen selama di lapas
6. Apakah anda dapat merasakan tujuan dari program tersebut?
Ada sih yang saya rasain, saya bisa dapet ilmu buat nanti saya bebas
itu aja yang saya rasain, karena sebelum masuk lapas saya belum bisa
membuat kerajinan sendal
7. Apakah harapan anda untuk program pembinaan kemandirian
yang diberikan oleh Lapas Salemba?
Harapan saya sih banyak ya mba, salah satunya saya mau kalau saya
sudah keluar nanti semoga program ini jadi lebih baik ditambah
fasilitasnya, dan relasi kerjasamanya juga semakij banyak.
155
Catatan Penelitian Observasi
Hari dan Tanggal : Jum’at, 27 Desember 2019
Waktu : 09.25 WIB
Tempat : Perpustakaan Lapas Salemba
Hasil Observasi
Hari ini pertama kalinya saya datang ke lapas setelah
melakukan praktikum 1. Seperti biasanya saya sudah mengatur janji
dengan Bapak Danil selaku pembimbing lembaga. Hari itu saya berada
di perpustakaan tempat warga binaan pemasyarakatan berkegiatan
belajar mengajar. Tujuan hari ini saya datang ke Lapas yaitu untuk
memberikan surat izin penelitian dari Kanwil Kemenkumham yang
sebelumnya sudah saya urus terlebih dahulu. Saya berbincang-bincang
dengan Bapak Danil mengenai judul penelitian saya, dan program
pembinaan kemandirian yang akan saya teliti. Kemudian saya mengatur
jadwal selanjutnya untuk langsung diperkenalkan kepada bagian
pengurusan program pembinaan kemandirian tersebut.
156
Catatan Penelitian Observasi
Hari dan Tanggal : Kamis, 9 Januari 2020
Waktu : 10.15 WIB
Tempat : Gedung Balai Latihan Kerja
Hasil Observasi
Observasi pada kali ini peneliti memfokuskan pada observasi
berjalannya kegiatan serta sarana dan prasarana yang digunakan oleh
Program Pembinaan Kemandirian GIATJA. Hari ini saya telah
berkenalan dengan Kepala Subsi dan Kepala Subseksi yaitu Bapak
Effendi dan Bapak Dudi, perkenalan ini bertujuan untuk menjelaskan
tujuan peneliti menentukan program tersebut menjadi program
penelitian.
Hasil observasi yang saya dapatkan adalah kali ini saya diajak
berkeliling untuk melihat ruangan lantai satu dari Gedung Balai Latihan
Kerja atau yang sering disebut BLK. Gedung tersebut terdiri dari dua
lantai, di depan ruangan lantai satu terdapat ruangan kecil yang
digunakan untuk kegiatan keterampilan cukur rambut, ruangan itu
dilengkapi dengan kursi, cermin dan alat-alat untuk mencukur rambut.
Lalu ketika masuk ruangan lantai satu, sebelah kanan terdapat etalase
pameran hasil karya WBP, etalase tersebut berisikan kramik, sendal,
mug, dan kerajinan koran. Sedangkan di sebelah kiri ruangan tersebut
terdapat tempat keterampilan sendal yang dilengkapi alat-alat dan
bahan-bahan pembuatan sendal. Di dalam ruangan lantai satu juga
terdapat dua ruangan kecil yaitu kantor Kepala Seksi, kantor Kepala Sub
Seksi Sarana Keja dan Pengelolaan Hasil Kerja serta kantor Kepala Sub
Seksi Bimbingan Kerja. Secara keseluruhan tempat tersebut rapi dan
bersih.
157
Catatan Penelitian Observasi
Hari dan Tanggal : Jum’at, 17 Januari 2020
Waktu : 09.45 WIB
Tempat : Gedung Balai Latihan Kerja
Hasil Observasi
Observasi kali ini peneliti memfokuskan pada observasi
gedung lantai dua Balai Latihan Kerja, sebelumnya peneliti sudah
mengobservasi lantai satu dari gedung tersebut. Pada ruangan lantai dua
diisi oleh gabungan beberapa kegiatan keterampilan yang tidak disekat,
dari mulai sisi kiri ruangan tersebut terdapat area keterampilan sablon
yang dilengkapi alat-alat, lalu sebelahnya area keterampilan konveksi
dilengkapi dengan masin-masin jahit dan bahan-bahan, area
keterampilan aksesoris terdapat etalase tempat penyimpanan barang-
barang pembuatan keset dan aksesoris lainnya, terakhir area
keterampilan limbah koran yang terdiri dari satu meja besar dan etalase
tempat penyimpanan bahan limbah koran dan beberapa pajangan hasil
karya. Secara keseluruhan ruang lantai dua tersebut cukup besar, namun
karena beberapa keterampilan didominasi di lantai dua, jika warga
binaan pemasyarakatan yang mengikuti program tersebut berjumlah
banyak akan terasa panas dan sempit. Ruangan tersebut dilengkapi
dengan ventilasi besar.