evaluasi program hipertensi
-
Upload
pusparina-oeniasih -
Category
Documents
-
view
244 -
download
55
description
Transcript of evaluasi program hipertensi
Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
segala rahmat dan pertolonganNya sehingga penulis dapat menyelesaikan evaluasi
program ini tepat pada waktunya. Evaluasi program ini disusun dalam rangka
memenuhi tugas di bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas
Pelita Harapan periode 22 Juli 2013 – 14 September 2013.
Selama kepaniteraan di bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat ini, penulis
mendapat kesempatan untuk melaksanakan kepaniteraan di Puskesmas Curug. Hal ini
dapat terlaksana berkat adanya kerja sama antara Fakultas Kedokteran Universitas Pelita
Harapan dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang – Puskesmas Curug.
Berkat bantuan modal bimbingan dan pengarahan yang diberikan sebelum dan selama
kepaniteraan ini, penulis mencoba menyusun evaluasi program yang berjudul “Faktor-
Faktor Yang Mempengaruhi Pasien Tidak Patuh Dalam Mengkonsumsi Obat
Antihipertensi”. Laporan ini hanya merupakan gambaran kasar dari pelaksanaan
program tersebut. Tentunya masih banyak faktor lain yang ikut menentukan
keberhasilan dan kegagalan laporan evaluasi program ini yang tidak dapat disebutkan
dalam laporan ini karena keterbatasan penulis. Namun penulis mengharapkan agar
laporan ini dapat bermanfaat bagi Puskesmas Curug sebagai pembanding ataupun
masukan dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat di wilayah
Puskesmas Curug, terutama bagi pasien hipertensi.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya atas kerjasama serta bantuan moril maupun materiil yang telah diberikan
kepada penulis selama penyusunan laporan ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan
khususnya kepada:
1. Pimpinan beserta staff Dinas Kesehatan Tangerang
2. Pimpinan beserta staff Puskesmas Curug
3. Pimpinan beserta staff Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan
4. Koordinator bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran
Universitas Pelita Harapan
5. Semua pihak yang telah membantu meluangkan waktu, tenaga, pikiran, baik
secara langsung maupun tidak langsung, selama prose’s penyusunan laporan
evaluasi program ini.
1
Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular
Akhir kata, penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penyusunan
laporan evaluasi program ini, juga selama menjalankan kepaniteraan klinik Ilmu
Kesehatan Masyarakat di Puskesmas Curug. Penulis juga menyadari bahwa laporan
evaluasi program ini masih jauh dari sempurna, mengingat terbatasnya kemampuan dan
waktu yang ada. Walaupun demikian, penulis telah berusaha menyusun laporan ini
dengan sebaik-baiknya, agar nantinya dapat bermanfaat untuk meningkatkan pelayanan
kesehatan di masyarakat. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang
dapat membangun. Besar harapan penulis bahwa laporan ini dapat menjadi manfaat bagi
kita semua.
Tangerang, September 2013
Penulis
2
Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular
ABSTRAK
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Pasien Hipertensi Dalam
Mengkonsumsi Obat-Obatan Anti Hipertensi Di Wilayah Puskesmas Curug
Cynthia Sabrina; Pusparina Oeniasih
Universitas Pelita Harapan – Puskesmas Curug
Latar Belakang
Penyakit hipertensi merupakan penyakit kronik yang banyak diderita terutama
pada usia pre lansia dan lansia. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
2007 yang dilakukan di Indonesia menunjukkan bahwa proporsi penyebab kematian
tertinggi adalah penyakit tidak menular yaitu, penyakit kardiovaskuler (31,9%)
termasuk hipertensi (6,8%) dan stroke (15,4%). Prevalensi hipertensi di Indonesia yang
berdasarkan pengukuran dan riwayat penyakit adalah 32,2%. Sementara itu,
berdasarkan data sepuluh besar penyakit di Puskesmas Curug periode tahun 2012,
penyakit hipertensi berada pada posisi ke enam dengan angka 1530 pasien penderita
hipertensi. Di samping karena prevalensinya yang tinggi, penyakit hipertensi ini
juga dapat menyebabkan komplikasi-komplikasi yang membahayakan.
Komplikasi-komplikasi tersebut sebenarnya dapat dihindari dengan cara
mengontrol tekanan darah dan dengan patuh pada pengobatan hipertensi.
Metode
Penulis menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan mengambil sampel secara
purposive sampling dimana hasil jumlah sampel minimal yang didapat dengan
menggunakan rumus adalah sebesar 97 orang. Kemudian penulis memutuskan
untuk mengambil sampel sebanyak 100 orang dari pasien hipertensi yang tidak
patuh dalam mengkonsumsi obat anti hipertensi selama kurun waktu 26 Agustus
2013 – 7 September 2013. Analisis yang digunakan adalah distribusi frekuensi.
Yang dinilai dari program ini adalah factor apa saja yang menyebabkan pasien
tidak patuh dalam mengkonsumsi obat anti hipertensi dan dari factor-faktor
tersebut akan didapatkan 3 faktor terbanyak.
3
Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular
Kesimpulan
Dari hasil distribusi frekuensi, didapatkan 3 faktor terbanyak yang mempengaruhi
tingkat kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat anti hipertensi, yaitu factor
pengetahuan, gejala, dan motivasi. Didapatkan juga bahwa 87% pasien memiliki
pengetahuan yang kurang terhadap hipertensi, 72% pasien hanya patuh minum
obat apabila merasakan gejala hipertensi, dan 65% memiliki motivasi yang kurang
dalam kepatuhan minum obat anti hipertensi.
4
Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah kondisi medis kronis dengan tekanan
darah arteri meningkat. Peningkatan ini menyebabkan jantung harus bekerja lebih keras
dari biasanya untuk mengedarkan darah melalui pembuluh darah. Tekanan darah normal
pada saat istirahat adalah dalam kisaran sistolik (bacaan atas) 100–140 mmHg dan
diastolik (bacaan bawah) 60–90 mmHg. Tekanan darah tinggi terjadi bila terus-menerus
berada pada 140/90 mmHg atau lebih. Penderita hipertensi tidak terkontrol memiliki
resiko signifikan terhadap berbagai macam komplikasi termasuk, penyakit jantung
koroner (PJK), penyakit serebrovaskuler, hypertensive retinopathy, chronic kidney
disease (CKD), dan kematian kardiovaskuler.
Sejak tahun 1990an, American Heart Association (AHA) telah berusaha untuk
memperbaiki terapi untuk penyakit hipertensi dan mengendalikan faktor resiko untuk
komplikasi terhadap sistem kardiovaskuler yang disertai dengan hipertensi tidak
terkontrol. Di luar daripada hal tersebut, diperkirakan 22.7 juta pasien dengan hipertensi
tidak mendapatkan pengobatan yang memadai, serta sebagian besar pasien yang diobati
secara aktif tetap memerlukan intervensi klinis tambahan untuk dapat mencapai tekanan
darah yang direkomendasikan.
Berdasarkan data AHA (2005-2006), 29% orang dewasa yang berusia 20 tahun
ke aras memiliki hipertensi tidak terkontrol dan 68% di antaranya mendapatkan terapi
antihipertensi. Namun, hanya 64% penderita hipertensi yang berhasil mencapai tekanan
darah yang direkomendasi. Sedangkan berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) 2007 yang dilakukan di Indonesia menunjukkan bahwa proporsi penyebab
kematian tertinggi adalah penyakit tidak menular yaitu, penyakit kardiovaskuler
(31,9%) termasuk hipertensi (6,8%) dan stroke (15,4%). Prevalensi hipertensi di
Indonesia yang berdasarkan pengukuran dan riwayat penyakit adalah 32,2%. Sementara
itu, berdasarkan data sepuluh besar penyakit di Puskesmas Curug periode tahun 2012,
penyakit hipertensi berada pada posisi ke enam dengan angka 1530 pasien penderita
hipertensi.
5
Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular
Berkaitan dengan hal-hal tersebut, maka perlu dilakukan kajian data mengenai
tingkat kepatuhan minum obat anti hipertensi pada penderita hipertensi yang
mendapatkan pengobatan langsung di pusat-pusat kesehatan salah satunya, di cakupan
wilayah Puskesmas Curug.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah faktor-faktor yang menyebabkan pasien tidak patuh mengkonsumsi obat
antihipertensi di Puskesmas Curug?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui faktor-faktor penyebab pasien hipertensi tidak patuh
mengkonsumsi obat-obatan antihipertensi.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Memperoleh informasi mengenai faktor penyebab terbanyak pasien
tidak patuh minum obat hipertensi di Puskesmas Curug
2. Menentukan alternatif jalan keluar dari permasalahan dalam program
kesehatan hipertensi di Puskesmas Curug
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat bagi Peneliti
Bagi mahasiswa, sebagai sarana pembelajaran dalam menerapkan
metodologi penelitian ilmiah dalam lingkup puskesmas. Penelitian ini juga
dapat melatih kemampuan mahasiswa dalam mengidentifikasi,
menganalisa, dan menetapkan prioritas permasalahan, mencari alternatif
penyelesaian dari suatu masalah dan memutuskan penyelesaiannya.
1.4.2 Manfaat bagi Puskesmas
Memberikan informasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
angka kejadian hipertensi di wilayah kerja puskesmas, dan faktor-faktor
risiko yang berpengaruh, sehingga dapat membantu meningkatkan
efektivitas pelaksanaan program puskesmas dan memberikan alternatif
6
Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular
penyelesaian masalah hipertensi pasien di Puskesmas Curug.
1.4.3 Manfaat bagi Universitas
Sebagai referensi untuk pengembangan pendidikan dan ilmu
pengetahuan khususnya mengenai penyebab ketidakpatuhan minum obat
pada pasien dengan penyakit hipertensi.
1.4.4 Manfaat bagi Masyarakat
Menjadi bahan informasi bagi masyarakat dalam meningkatkan
kesadaran bahwa hipertensi memiliki peranan yang penting bagi
kesehatan.
7
Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hipertensi
2.1.1 Definisi
Hipertensi adalah kondisi medis kronis dengan tekanan darah di arteri
yang meningkat. Peningkatan ini menyebabkan jantung harus bekerja lebih keras
dari biasanya untuk mengedarkan darah melalui pembuluh darah. Tekanan darah
melibatkan dua pengukuran, sistolik dan diastolik, tergantung apakah otot
jantung berkontraksi (sistole) atau berelaksasi di antara denyut (diastole).
Tekanan darah normal pada saat istirahat adalah dalam kisaran sistolik (bacaan
atas) 100–140 mmHg dan diastolik (bacaan bawah) 60–90 mmHg. Tekanan
darah tinggi terjadi bila terus-menerus berada pada 140/90 mmHg atau lebih.
2.1.2 Patofisiologi
Bagi kebanyakan orang dengan hipertensi esensial (primer), peningkatan
resistensi terhadap aliran darah (resistensi perifer total) bertanggung jawab atas
tekanan yang tinggi itu sementara curah jantung tetap normal. Ada bukti bahwa
beberapa orang muda yang menderita prahipertensi atau “hipertensi perbatasan”
memiliki curah jantung yang tinggi, denyut jantung meningkat, dan resistensi
perifer yang normal. Kondisi ini disebut sebagai hipertensi perbatasan
hiperkinetik. Para penderita ini mengembangkan fitur yang khas dari hipertensi
esensial tetap di kemudian hari saat curah jantung menurun dan resistensi perifer
meningkat seiring bertambahnya usia. Masih diperdebatkan apakah pola ini
biasa dialami oleh semua orang yang pada akhirnya mengalami hipertensi.
Peningkatan resistensi perifer pada hipertensi tetap terutama disebabkan oleh
8
Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular
penyempitan struktur arteri dan arteriol kecil. Penurunan jumlah atau kepadatan
pembuluh kapiler juga bisa ikut berperan dalam resistensi perifer. Hipertensi
juga dikaitkan dengan penurunan kelenturan vena perifer, yang bisa
meningkatkan venous return (volume darah yang kembali ke jantung),
meningkatkan preload jantung, dan akhirnya menyebabkan disfungsi diastolik.
Masih belum jelas apakah peningkatan konstriksi aktif pembuluh darah
memegang peranan dalam hipertensi esensial.
Tekanan nadi (perbedaan antara tekanan darah sistolik dan diastolik)
sering meningkat pada orang lanjut usia dengan hipertensi. Pada keadaan ini
dapat terjadi tekanan sistolik sangat tinggi di atas normal, tetapi tekanan
diastolik mungkin normal atau rendah. Kondisi ini disebut hipertensi sistolik
terisolasi. Tekanan nadi yang tinggi pada orang lanjut usia dengan hipertensi
atau hipertensi sistolik terisolasi disebabkan karena peningkatan kekakuan arteri,
yang biasanya menyertai penuaan dan dapat diperberat oleh tekanan darah
tinggi.
Banyak mekanisme yang sudah diajukan sebagai penyebab peningkatan
resistensi yang ditemukan dalam sistem arteri pada hipertensi. Sebagian besar
bukti menunjukkan keterlibatan salah satu atau kedua penyebab berikut:
Gangguan dalam penanganan garam dan air pada ginjal, khususnya
gangguan sistem renin-angiotensin intrarenal
Abnormalitas sistem saraf simpatis
Mekanisme tersebut tidak berdiri sendiri dan tampaknya keduanya ikut
berperan sampai batas tertentu dalam kebanyakan kasus hipertensi esensial. Juga
diduga bahwa disfungsi endotel (gangguan fungsi dinding pembuluh darah)
dan peradangan vaskular juga ikut berperan dalam meningkatkan resistensi
perifer dan kerusakan pembuluh darah pada hipertensi.
2.1.3 Klasifikasi
2.1.3.1 Hipertensi primer
Hipertensi primer (esensial) adalah jenis hipertensi yang paling
umum, meliputi sebanyak 90–95% dari seluruh kasus hipertensi. Dalam
hampir semua masyarakat kontemporer, tekanan darah meningkat
seiring penuaan dan risiko untuk menjadi hipertensi di kemudian hari
9
Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular
cukup tinggi. Hipertensi diakibatkan oleh interaksi gen yang kompleks
dan faktor lingkungan. Berbagai gen yang sering ditemukan sedikit
berpengaruh pada tekanan darah, sudah diidentifikasi, demikian juga
beberapa gen yang jarang yang berpengaruh besar pada tekanan
darah tetapi dasar genetik dari hipertensi masih belum sepenuhnya
dimengerti. Beberapa faktor lingkungan mempengaruhi tekanan darah.
Faktor gaya hidup yang menurunkan tekanan darah di antaranya
mengurangi asupan garam dalam makanan, meningkatkan konsumsi
buah-buahan dan produk rendah lemak (Pendekatan Diet untuk
Menghentikan Hipertensi (diet DASH)). Olah Raga, penurunan berat
badan ,dan menurunkan asupan alkohol juga membantu menurunkan
tekanan darah. Kemungkinan peranan faktor lain seperti stres, konsumsi
kafein, dan defisiensi Vitamin D kurang begitu jelas. Resistensi insulin,
yang umum ditemukan pada obesitas dan merupakan komponen
darisindrom X (atau sindrom metabolik), juga diduga ikut berperan
dalam mengakibatkan hipertensi. Studi terbaru juga memasukkan
kejadian-kejadian pada awal kehidupan (contohnya, berat lahir rendah,
ibu merokok, dan kurangnya air susu ibu) sebagai faktor risiko bagi
hipertensi esensial dewasa. Namun, mekanisme yang menghubungkan
paparan ini dengan hipertensi dewasa tetap tidak jelas.
2.1.3.2 Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder terjadi akibat suatu penyebab yang diketahui.
Penyakit ginjal adalah penyebab sekunder tersering dari hipertensi.
Hipertensi juga bisa disebabkan oleh kondisi endokrin, seperti sindrom
Cushing, hipertiroidisme, hipotiroidisme, akromegali, sindrom Conn atau
hiperaldosteronisme, hiperparatiroidisme, dan feokromositoma. Penyebab
lain dari hipertensi sekunder di antaranya obesitas, henti nafas saat
tidur, kehamilan, koarktasio aorta, konsumsi akar manis (licorice) yang
berlebihan, serta obat resep, obat herbal, dan obat-obat terlarang.
2.1.3.3 Hipertensi Krisis
Peningkatan tekanan darah yang sangat tinggi (sistolik lebih atau
sama dengan 180 atau diastolik lebih atau sama dengan 110, kadang
10
Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular
disebut hipertensi maligna atau akselerasi) sering disebut sebagai "krisis
hipertensi." Tekanan darah di atas tingkat ini memiliki risiko yang tinggi
untuk terjadinya komplikasi. Orang dengan tekanan darah pada kisaran
ini mungkin tidak memiliki gejala, tetapi lebih cenderung melaporkan
sakit kepala (22% dari kasus) dan pusing dibandingkan dengan populasi
umum. Gejala lain krisis hipertensi mencakup berkurangnya penglihatan
atau sesak napas karena gagal jantung atau rasa lesu karena gagal
ginjal.Kebanyakan orang dengan krisis hipertensi diketahui memiliki
tekanan darah tinggi, tetapi pemicu tambahan mungkin menyebabkan
peningkatan secara tiba-tiba.
"Hipertensi emergensi", sebelumnya disebut sebagai "hipertensi
maligna", terjadi saat terdapat bukti kerusakan langsung pada satu organ
atau lebih sebagai akibat meningkatnya tekanan darah. Kerusakan ini
bisa mencakup ensefalopati hipertensi, disebabkan oleh pembengkakan
dan gangguan fungsi otak, dan ditandai oleh sakit kepala dan gangguan
kesadaran (kebingungan atau rasa kantuk). Papiledema retina
dan perdarahan fundus serta eksudat adalah tanda lain kerusakan organ
target. Nyeri dada dapat merupakan tanda kerusakan otot jantung (yang
bisa berlanjut menjadi serangan jantung) atau kadang diseksi aorta,
robeknya dinding dalamaorta. Sesak napas, batuk, dan ekspektorasi
dahak bernoda darah adalah ciri khas edema paru. Kondisi ini adalah
pembengkakan jaringan paru akibat gagal ventrikel kiri,
ketidakmampuan ventrikel kiri jantung untuk memompa cukup darah
dari paru-paru ke sistem arteri. Penurunan fungsi ginjal secara cepat
(cedera ginjal akut/acute kidney injury) dan anemia hemolitik
mikroangiopati (penghancuran sel-sel darah) juga mungkin terjadi. Pada
situasi ini, harus dilakukan penurunan tekanan darah secara cepat untuk
menghentikan kerusakan organ yang sedang terjadi. Sebaliknya, tidak ada
bukti bahwa tekanan darah perlu diturunkan secara cepat dalam keadaan
hipertensi emergensi bila tidak ada bukti kerusakan organ target.
Penurunan tekanan darah yang terlalu agresif bukan berarti tidak ada
risiko. Penggunaan obat-obatan oral untuk menurunkan tekanan darah
11
Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular
secara bertahap selama 24 sampai 48 jam dianjurkan dalam kedaruratan
hipertensi.
2.1.4 Gejala dan Tanda Klinis
Hipertensi jarang menunjukkan gejala, dan pengenalannya biasanya
melalui screening, atau saat mencari penanganan medis untuk masalah
kesehatan yang tidak berkaitan. Beberapa orang dengan tekanan darah tinggi
melaporkan sakit kepala (terutama di bagian belakang kepala dan pada pagi
hari), serta pusing, vertigo, tinitus (dengung atau desis di dalam telinga),
gangguan penglihatan atau pingsan.
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan tekanan darah di atas 120 (sistole)
dan 80 (diastole), berdasarkan tahapannya dibagi di dalam table berikut ;
Selain dari hasil pemeriksaan tekanan darah, hipertensi juga dicurigai
ketika terdeteksi adanya retinopati hipertensi pada pemeriksaan fundus optik di
belakang mata dengan menggunakan oftalmoskop. Biasanya beratnya perubahan
retinopati hipertensi dibagi atas tingkat I-IV, walaupun jenis yang lebih ringan
mungkin sulit dibedakan antara satu dan lainnya. Hasil oftalmoskopi juga dapat
memberi petunjuk berapa lama seseorang telah mengalami hipertensi.
2.1.5 Diagnosis
Diagnosis hipertensi ditegakkan saat pasien menderita tekanan darah
tinggi secara persisten. Biasanya, untuk menegakkan diagnosis diperlukan tiga
kali pengukuran sfigmomanometer yang berbeda dengan interval satu bulan.
12
Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular
Pemeriksaan awal pasien dengan hipertensi mencakup anamnesis dan
pemeriksaan fisik lengkap. Dengan tersedianya pemantauan tekanan darah
ambulatori 24 jam dan alat pengukur tekanan darah di rumah, demi menghindari
kekeliruan diagnosis pada pasien dengan hipertensi white coat (jenis hipertensi
yang disebabkan oleh stres saat bertemu dokter atau berada dalam suasana
medis) telah dihasilkan suatu perubahan protokol.
Hipertensi primer atau esensial lebih umum pada orang dewasa dan
memiliki berbagai faktor risiko, di antaranya obesitas dan riwayat hipertensi
dalam keluarga.Pemeriksaan laboratorium juga dapat dilakukan untuk
mengidentifikasi kemungkinan penyebab hipertensi sekunder, dan untuk
menentukan apakah hipertensi menyebabkan kerusakan pada jantung, mata, dan
ginjal. Pemeriksaan tambahan untuk diabetes dan kadar kolesterol
tinggi dilakukan karena kondisi ini merupakan faktor risiko terjadinya penyakit
jantung dan mungkin memerlukan penanganan.
Kadar kreatinin darah diukur untuk menilai adanya gangguan ginjal,
yang mungkin merupakan penyebab atau akibat dari hipertensi. Kadar kreatinin
darah saja dapat memberikan dugaan yang terlalu tinggi untuk laju filtrasi
glomerulus. Panduan terkini menganjurkan penggunaan rumus prediktif seperti
formula Modification of Diet in Renal Disease (MDRD) untuk memperkirakan
laju filtrasi glomerulus (eGFR). eGFR juga dapat memberikan nilai awal/dasar
fungsi ginjal yang dapat digunakan untuk memonitor efek samping obat
antihipertensi tertentu pada fungsi ginjal. Pemeriksaan protein pada sampel urin
digunakan juga sebagai indikator sekunder penyakit ginjal.
Pemeriksaan Elektrokardiogram (EKG/ECG) dilakukan untuk
memeriksa tanda-tanda adanya beban yang berlebihan pada jantung akibat
tekanan darah tinggi. Pemeriksaan ini juga dapat menunjukkan adanya
penebalan dinding jantung (hipertrofi ventrikel kiri) atau tanda bahwa jantung
pernah mengalami gangguan ringan seperti serangan jantung tanpa gejala (silent
heart attack). Pemeriksaan foto Röntgen dada atau ekokardiogram juga dapat
dilakukan untuk melihat tanda pembesaran atau kerusakan pada jantung.
2.1.6 Tatalaksana
2.1.6.1 Non-medikamentosa
13
Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular
Dianjurkan perubahan gaya hidup untuk menurunkan tekanan
darah, sebelum memulai terapi obat. Pedoman British Hypertension
Society 2004 mengajukan perubahan gaya hidup yang konsisten dengan
pedoman dari US National High BP Education Program tahun 2002
untuk pencegahan utama bagi hipertensi sebagai berikut:
Menjaga berat badan normal (misalnya, indeks massa tubuh 20–
25 kg/m2).
Mengurangi asupan diet yang mengandung natrium sampai <100 mmol/
hari (<6 g natrium klorida atau <2,4 g natrium per hari).
Melakukan aktivitas fisik aerobik secara teratur, misalnya jalan cepat
(≥30 menit per hari, pada hampir setiap hari dalam seminggu).
Batasi konsumsi alkohol tidak lebih dari 3 unit/hari pada laki-laki dan
tidak lebih dari 2 unit/hari pada perempuan.
Mengonsumsi makanan yang kaya buah dan sayuran (misalnya,
sedikitnya lima porsi per hari).
Perubahan gaya hidup yang efektif dapat menurunkan tekanan
darah setara dengan masing-masing obat antihipertensi. Kombinasi dari
dua atau lebih perubahan gaya hidup dapat memberikan hasil lebih baik.
2.1.6.2 Medikamentosa
Saat ini tersedia beberapa golongan obat yang secara keseluruhan
disebut obat antihipertensi, untuk pengobatan hipertensi. Risiko
kardiovaskuler (termasuk risiko infark miokard dan stroke) dan hasil
pemeriksaan tekanan darah menjadi pertimbangan ketika meresepkan
obat. Jika pengobatan dimulai, Seventh Joint National Committee on
High Blood Pressure (JNC-7) dari National Heart, Lung, and Blood
Institute menyarankan agar dokter memonitor respons pasien terhadap
pengobatan serta menilai apakah terjadi efek samping akibat obat yang
digunakan. Penurunan tekanan darah sebesar 5 mmHg dapat mengurangi
risiko stroke sebesar 34% dan risiko penyakit jantung iskemik hingga
21%. Penurunan tekanan darah juga dapat mengurangi
kemungkinan demensia, gagal jantung, danmortalitas yang disebabkan
oleh penyakit kardiovaskuler.
14
Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular
Pengobatan harus ditujukan untuk mengurangi tekanan darah
hingga kurang dari 140/90 mmHg untuk sebagian besar orang, dan lebih
rendah lagi untuk mereka yang memiliki diabetes atau penyakit ginjal.
Sejumlah praktisi medis menyarankan agar tekanan darah dijaga pada
level di bawah 120/80 mmHg. Jika tekanan darah yang diharapkan tidak
tercapai, maka diperlukan pengobatan lebih lanjut.
Pedoman mengenai pilihan obat dan cara terbaik untuk
menentukan pengobatan untuk berbagai sub-kelompok pun berubah
seiring berjalannya waktu dan berbeda-beda di berbagai negara. Para ahli
berbeda pendapat mengenai pengobatan terbaik untuk hipertensi.
Pedoman Kolaborasi Cochrane, World Health Organization, dan
Amerika Serikat mendukung diuretik golongan tiazid dosis rendah
sebagai terapi pilihan untuk lini pertama. Pedoman di Inggris
menekankan penghambat kanal kalsium (calcium channel blocker/CCB)
untuk orang yang berusia di atas 55 tahun atau yang berdarah Afrika atau
Karibia. Pedoman ini menyarankan penghambat enzim konversi
angiotensin (angiotensin-converting enzyme inhibitor/ACEI) yang
merupakan obat pilihan yang dianjurkan untuk pengobatan lini pertama
pasien berusia muda. Di Jepang, pengobatan dianggap wajar apabila
dimulai dengan satu dari 6 golongan obat termasuk: CCB, ACEI/ARB,
diuretik tiazid,penghambat reseptor beta, dan penghambat reseptor alfa.
Di Kanada semua obat ini, kecuali penghambat reseptor alfa, dianjurkan
sebagai lini pertama yang dapat digunakan.
Banyak orang memerlukan lebih dari satu obat untuk
mengendalikan hipertensi mereka. Pedoman JNC7 dan ESH-
ESC menyarankan untuk memulai pengobatan dengan dua macam obat
apabila tekanan darah lebih dari 20 mmHg di atas target tekanan darah
sistolik atau lebih dari 10 mmHg di atas target diastolik. Kombinasi yang
lebih dipilih adalah penghambat sistem renin–angiotensin dengan
antagonis kalsium, atau penghambat sistem renin–angiotensin dengan
diuretik. Kombinasi yang dapat digunakan adalah sebagai berikut:
Penghambat kanal kalsium dengan diuretik
Penghambat beta dengan diuretik
15
Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular
Penghambat kanal kalsium dihidropiridin dengan penghambat reseptor
beta
Penghambat kanal kalsium dihidropiridin dengan verapamil atau
diltiazem
Kombinasi yang tidak boleh digunakan adalah sebagai berikut:
Penghambat kanal kalsium non-dihidropiridin (seperti verapamil atau
diltiazem) dengan penghambat reseptor beta
Dua jenis penghambat sistem renin–angiotensin (contohnya, penghambat
enzim konversi angiotensin + penghambat reseptor angiotensin)
Penghambat sistem renin–angiotensin dan penghambat reseptor beta
Penghambat reseptor beta dan obat anti-adrenergik. [73]
Hindari kombinasi penghambat ACE atau antagonis reseptor
angiotensin II, diuretik, dan OAINS (termasuk penghambat COX-2
selektif dan obat bebas tanpa resep seperti ibuprofen) jika tidak
mendesak, karena tingginya risiko gagal ginjal akut. Istilah awam dari
kombinasi ini adalah "triple whammy" dalam literatur kesehatan
Australia. Tersedia tablet yang mengandung kombinasi tetap dari dua
golongan obat tersebut. Meskipun nyaman dikonsumsi, obat-obatan
tersebut sebaiknya tidak diberikan untuk pasien yang biasa menjalani
terapi dengan komponen obat tunggal.
2.1.7 Komplikasi
Hipertensi adalah faktor risiko yang bisa dicegah yang terpenting bagi
kematian prematur di seluruh dunia. Hipertensi meningkatkan risiko penyakit
jantung iskemik strokes, penyakit periferal vaskular, dan penyakit
kardiovaskular lain, termasuk gagal jantung, aneurisma aorta, aterosklerosis
difus, dan emboli paru. Hipertensi juga merupakan faktor risiko
terjadinya gangguan kognitif, demensia, dan penyakit ginjal kronik. Komplikasi
lain di antaranya:
Retinopati Hipertensi
Nefropati hipertensi
2.2 Kepatuhan
2.2.1 Definisi
16
Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular
Kepatuhan adalah derajat dimana pasien mengikuti anjuran klinis dari
dokter yang mengobatinya (Caplan dkk, 1997). Kepatuhan berasal dari kata patuh
yaitu suka menurut perintah, taat kepada perintah/aturan dan disiplin yaitu
ketaatan melakukan sesuatu yang dianjurkan atau yang ditetapkan (kamus Besar
Bahasa Indonesia). Menurut Haynes (1997), kepatuhan adalah secara sederhana
sebagai perluasan perilaku individu yang berhubungan dengan minum obat,
mengikuti diet dan merubah gaya hidup yang sesuai dengan petunjuk medis.
Menurut Cramer, kepatuhan penderita dapat dibedakan menjadi:1
Kepatuhan Penuh
Pada keadaan ini penderita tidak hanya berobat secara teratur sesuai batas waktu
yang ditetapkan melainkan juga patuh memakai obat secara teratur sesuai
petunjuk.
Penderita yang Tidak Patuh
Yaitu penderita yang putus berobat atau tidak menggunakan obat sama sekali.
2.2.2 Cara Mengukur Kepatuhan
Beberapa ahli mengemukakan cara mengukur kepatuhan berobat antara lain
pengukuran kepatuhan berobat yang dinyatakan oleh Sacket, dkk (1985) dan
Sarafino (1990). Sacket, dkk (1985) menyatakan bahwa kepatuhan berobat dapat
diketahui melalui 7 cara yaitu: keputusan dokter yang didasarkan pada hasil
pemeriksaan, pengamatan terhadap jadwal pengobatan, penilaian pada tujuan
pengobatan, perhitungan jumlah tablet/pil pada akhir pengobatan, pengukuran
kadar obat dalam darah dan urin, wawancara pada pasien dan pengisian formulir
khusus. Pernyataan Sarafino (1990) hampir sama dengan Sacket yaitu kepatuhan
berobat pasien dapat diketahui melalui tiga cara yaitu perhitungan sisa obat secara
manual, perhitungan sisa obat berdasarkan suatu alat elektronik serta pengukuran
berdasarkan biokimia (kadar obat) dalam darah/urin).
Cara mengukur kepatuhan:2
17
Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular
Beberapa prediktor yang menyebabkan rendahnya kepatuhan minum obat:2
2.2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan
18
Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular
Menurut (Niven, 2008) faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
kepatuhan adalah:3
Akomodasi (Biaya Transportasi)
Suatu usaha harus dilakukan untuk memahami ciri kepribadian klien yang dapat
mempengaruhi kepatuhan pengobatan adalah jarak dan waktu, biasanya pasien
cenderung malas melakukan pengobatan pada tempat yang jauh.
Gejala Penyakit
Keteraturan pasien melakukan pengobatan juga dipengaruhi oleh keluhan yang
dirasakan oleh pasien. Keluhan yang diderita akan membuat pasien semakin aktif
dalam kunjungan pengobatan.
Meningkatkan interaksi profesional kesehatan dengan klien
Meningkatkan interaksi profesional kesehatan dengan klien adalah suatu hal
penting untuk memberikan umpan balik pada klien setelah memperoleh infomasi
tentang diagnosis. Suatu penjelasan penyebab penyakit dan bagaimana
pengobatan dapat meningkatkan kepatuhan, semakin baik pelayanan yang
diberikan tenaga kesehatan, semakin teratur pula pasien melakukan kunjungan
pengobatan.
Pengetahuan4,5
Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
pengindraan terhadap suatu obyek tertentu, dari pengalaman dan penelitian
terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari
pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2007).
Menurut fungsinya pengetahuan merupakan dorongan dasar untuk ingin tahu,
untuk mencari penalaran, dan untuk mengorganisasikan pengalamannya. Adanya
unsur pengalaman yang semula tidak konsisten dengan apa yang diketahui oleh
individu akan disusun, ditata kembali atau diubah sedemikian rupa, sehingga
tercapai suatu konsistensi. Semakin tinggi tingkat pengetahuan, semakin baik pula
pasien dalam mengikuti pengobatan (Azwar, 2007).
Dukungan Keluarga6
Keluarga adalah unit terkecil masyarakat yang terdiri atas 2 orang atau lebih,
adanya ikatan persaudaraan atau pertalian darah, hidup dalam satu rumah tangga
berinteraksi satu sama lain, mempertahankan satu kebudayaan (Effendy, 2006).
Pasien yang sedang sakit sangat membutuhkan dukungan dari orang-orang
terdekatnya, yaitu keluarga, dukungan dapat ditujukan melalui sikap yaitu dengan:
19
Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular
o Memberikan perhatian, misalnya mempertahankan makanan meliputi porsi,
jenis, frekuensi dalam sehari-hari serta kecukupan gizi.
o Mengingatkan, misalnya kapan penderita harus minum obat, kapan istirahat
serta kapan saatnya kontrol.
o Menyiapkan obat yang harus diminum oleh pasien.
o Memberikan motivasi pada pasien untuk datang ke balai pengobatan.
Efek Samping Pengobatan
Efek samping obat yang dirasakan pasien, terutama pasien penyakit kronik yang
harus mengkonsumsi obat dalam jangka panjang, juga turut berperan dalam
menentukan keteraturan pasien mengkonsumsi obatnya. Apabila pasien merasa
terganggu dengan efek samping obat yang dikonsumsinya, maka pasien akan
malas untuk melanjutkan pengobatannya.
Motivasi
Keinginan pasien untuk sembuh merupakan salah satu motivasi yang kuat untuk
membantu kepatuhan pasien dalam pengobatannya. Dengan motivasi yang kuat,
maka pasien tidak akan beralasan seperti sibuk, lupa, atau tidak punya waktu
dalam meneruskan pengobatannya.
Biaya Pengobatan
Biaya pengobatan yang besar juga akan menjadi penghambat bagi pasien untuk
meneruskan pengobatannya.
Kemauan Membayar
Pasien dengan penyakit kronik harus teratur dan rutin untuk melakukan
pengobatan jangka panjang. Kebanyakan pasien akan merasa keberatan apabila
harus membayar terus menerus untuk melanjutkan pengobatannya.
%6%.
20
Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular
BAB III
WILAYAH KERJA
3.1 Profil Puskesmas Curug
Wilayah kerja Puskesmas Curug terletak di barat daya Kabupaten Tangerang
dengan luas wilayah 2.537.000 ha. Yang meliputi 6 desa, 47 RW dan 165 RT.4
Wilayah curug merupakan daerah industri dengan keadaan tanah yang datar dan
subur. Ketinggian permukaan tanah sekitar 41 m dari permukaan laut dan rata-rata
curah hujan 68,5 mm/bulan.4
Sarana penghubung dari desa ke kecamatan atau ke Puskesmas Curug pada
umumnya menggunakan kendaraan roda empat, roda dua, becak dan sepeda.jarak dari
ibu kota kabupaten kurang lebih 10 km, dengan keadaan jalan yang cukup baik.
Adapun batas wilayah kerja Puskesmas Curug adalah sebagai berikut :
Batas Utara : Kecamatan Jati Uwung
21
Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular
Batas Selatan : Kecamatan Legok
Batas Timur : Kecamatan Cikupa
Batas Barat : Kecamatan Kelapa Dua
Gambar 3.1 Lokasi Kecamatan Curug dalam Kabupaten Tangerang
Wilayah kerja Puskesmas Curug meliputi :
1. Desa Curug Kulon
2. Desa Cukanggalih
3. Desa Curug Wetan
4. Desa Sukabakti
5. Desa Kadu
6. Desa Kadu Jaya
Puskesmas Curug memiliki satu buah puskesmas pembantu yang terdapat di
Desa Cukanggalih, yang beroperasi setiap hari senin, rabu dan jumat.
3.2 Data Demografi
Jumlah penduduk kecamatan Curug, hingga akhir Desember 2012 tercatat
sebanyak 92.889 jiwa yang terdiri dari 46.747 laki-laki dan 46.142 perempuan. Adapun
desa dengan kepadatan penduduk tertinggi berturut-turut adalah Sukabakti, Curug
Kulon, Kadu, Curug Wetan, Kadu Jaya, dan Cukanggalih.
Tabel 3.1 Jumlah Desa, Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, Jumlah Rumah Tangga
Kecamatan Curug Kabupaten Tangerang, Tahun 2012
NO DESA LUAS JUMLAH JUMLAH RATA-RATA KEPADATAN
22
Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular
WILAYAH
(km2)PENDUDUK
RUMAH
TANGGA
JIWA PER
RUMAH
TANGGA
PENDUDUK/
km2
1. CURUG KULON 34,282 17,109 3,447 6 409
2. CURUG WETAN 36,000 10,748 2,246 5 376
3. CUKANGGALIH 40,100 11,626 2,603 5 255
4. SUKABAKTI 34.282 13,832 6,029 2 417
5. KADU 62,400 19,987 6,959 4 385
6. KADU JAYA 39,328 19,587 4,389 4 361
TOTAL 246,392 92,889 25673 20 366
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa Desa Sukabakti mempunyai jumlah penduduk
paling besar. Sedangkan jumlah penduduk paling sedikit adalah Desa Cukanggalih.
23
Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular
Tabel 3.2 Klasifikasi Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin
No. Umur
JUMLAH
PENDUDUK
Laki-laki Perempuan Jumlah
1 0 – 4 3,368 3,147 6,515
2 5 – 9 4,093 4,949 9,042
3 10 – 14 3,790 3,853 7,643
4 15 – 19 3,911 4,778 8,689
5 20 – 24 3,878 3,739 7,617
6 25 – 29 4,085 3,791 7,876
7 30 – 34 4,227 3,893 8,120
8 35 – 39 4,114 3,438 7,552
9 40 – 44 3,647 3,316 6,963
10 45 – 49 2,842 3,173 6,015
11 50 – 54 2,569 2,607 5,176
12 55 – 59 2,372 2,064 4,436
13 60 – 64 1,569 1,605 3,174
14 65 – 69 1,194 980 2,174
15 70 – 74 828 634 1,462
16 75+ 260 175 435
Jumlah
Kecamatan 46,747 46,142 92,889
24
Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular
Grafik 3.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin
Puskesmas Curug Tahun 2012
0-4 Th 5-14 Th 15-44 Th 45-64 Th > 65 Th
LAKI-LAKI 3568 8583 25262 10214 2482
PEREMPUAN 3447 8902 23655 9853 1901
2,500
7,500
12,500
17,500
22,500
27,500
3.3 Data Sosial Ekonomi
Berdasarkan data Kecamatan Curug tahun 2012, sebagian besar mata
pencaharian penduduk dengan usia produktif di Kecamatan Curug adalah
buruh pabrik, pedagang, petani, dan usaha jasa lainnya, dengan tingkat
pendapatan yang berbeda-beda.
3.4 Tingkat Pendidikan
Berdasarkan data dari Kecamatan Curug pada tahun 2012, bahwa
tingkat pendidikan masyarakat masih cukup rendah. Hal ini bisa dilihat dari
besarnya persentase penduduk yang memiliki pendidikan rendah (tidak
menamatkan pendidikan dasar 9 tahun), tidak sekolah 21,152 (25%), tidak
tamat SD 15,428 (18%), tamat SD 15,246 (18%), SLTP 15,002 (17%), SLTA
15,090 (18%), Ak/Diploma 2,147 (2%), Universitas 1,869 (2%), hal ini
menunjukan tingkat pendidikan wilayah Puskesmas Curug masih rendah dan
dapat dilihat pada diagram di bawah ini :
25
Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular
Diagram 3.1 Tingkat Pendidikan Penduduk Kecamatan Curug Tahun 2012
3.5 Tenaga Kerja
Tenaga kesehatan adalah faktor terpenting dalam meningkatkan
pelayanan kesehatan. Pemenuhan kebutuhan tenaga kesehatan harus
diperhatikan sesuai dengan rasio dan proporsinya. Angka proporsi kurang
mendukung di Puskesmas Curug pada tahun 2012.
Tabel 3.3 Jumlah Tenaga Puskesmas Curug berdasarkan Jenis
Ketenagaan dan Status Kepegawaian, Tahun 2012
NO
.
KATEGORI
TENAGA
STATUS
JUMLAHPNS PTT/
TKK
LAIN-
LAIN
1. Kepala Puskesmas 1 - - 1
2. Dokter Umum 3 4 - 7
3. Dokter Gigi 2 - - 2
4. Tata Usaha 1 - - 1
5. Perawat 12 - 3 15
6. Bidan 9 5 - 14
7. Pekarya 5 - - 5
26
Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular
Kebersihan
8. Sanitarian 1 - - 1
9. TPG 1 - - 1
10. Rekam medic - - - -
11. Fisiotheraphy - - - -
12. Asisten Apoteker 1 - - 1
13. Honorer - - 5 5
JUMLAH 36 7 8 51
3.6 Fasilitas Kesehatan
Komponen yang sangat penting dalam sumber daya adalah sarana yang cukup
secara jumlah/kuantitas dan kualitas bangunan yang menggambarkan unit sarana
pelayanan kesehatan yang bermutu baik bangunan utama, pendukung dan sanitasi
kesehatan lingkungan. Pembangunan sarana kesehatan harus dilengkapi dengan
peralatan medis yang memadai, peralatan non-medis, peralatan laboratorium beserta
reagensia, alat pengolah data kesehatan, peralatan komunikasi, kendaraan roda empat
dan roda dua.
Unit pelayanan kesehatan dibagi atas beberapa katagori yaitu Pusat Kesehatan
Masyarakat (Puskesmas), Pusat Kesehatan Masyarakat Pembantu (Pustu) dan unit
pelayanan teknis kesehatan lainnya, setiap pembangunan unit-unit pelayanan yang ada
harus dapat memenuhi keterjangkauan akses pengguna layanan, pembangunan unit
pelayanan kesehatan berdasarkan katagori harus dapat berpedoman terhadap populasi
penduduk yang akan dilayani sehingga fungsi unit pelayanan kesehatan dapat berjalan
sesuai dengan target yang diharapkan. Selain fasilitas pelayanan kesehatan yang
sudah ada juga harus dibangun dan dikembangkan fasilitas pelayanan berbasis
masyarakat antara lain Pondok Bersalin Desa (Polindes), Pos Kesehatan Desa
(Poskesdes) dan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu).
27
Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular
Table 3.4
Sarana dan Prasarana Yang ada di Puskesmas Curug Tahun 2012
NO JENIS SARANA KESEHATAN JUMLAH
1. Puskesmas 1
2. Puskesmas Pembantu 1
3. Puskesmas Keliling 1
4. Rumah Sakit Swasta 1
5. Rumah Bersalin 4
6. Balai Pengobatan 10
7. Praktek Dokter Umum Swasta 12
8. Apotek 3
9. Toko Obat 1
10. Pos UKK 2
11. Posyandu 62
12. Poskesdes 2
3.7 Pembiayaan Kesehatan
Pembiayaan terhadap pelayanan kesehatan merupakan salah satu faktor utama
dalam peningkatan pelayanan, baik untuk pengadaan barang maupun transport
petugas. Sumber biaya yang diperoleh Puskesmas Curug untuk menunjang
pelaksanaan kegiatan dan peningkatan kinerja Puskesmas selain berasal dari APBD
Kabupaten, retribusi Puskesmas juga didapat dari Program Jamkesmas.
3.8 Denah Puskesmas Curug
Puskesmas Curug adalah Puskesmas perawatan yang dibangun di atas
tanah seluas ± 1.000 m2. Bangunan Puskesmas terdiri dari satu ruang unit
gawat darurat, satu ruang KIA, empat ruang balai pengobatan (balai
pengobatan dewasa, anak, lansia, dan balai pengobatan gigi), satu ruang
imunisasi dan gizi, satu ruang kesehatan lingkungan, satu ruang konsultasi
paru, satu ruang apotek, empat kamar rawat, satu kamar bersalin, dua ruang
28
RUMAH DINAS
RUMAH DINAS
RUMAH DINAS
GEDUNG RAWAT INAP
GEDUNG RAWAT JALAN
RUMAH RONTGEN
RUMAH LAB
RUMAH PARU
MUSHOLLA
Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular
tata usaha, satu ruang kepala puskesmas, satu ruang dokter, tiga buah rumah
dinas.
Gambar 3.2 Denah Puskesmas Curug
Gambar 3.3 Denah lantai 1 gedung rawat jalan
Gambar 3.4 Denah lantai 2 gedung rawat jalan
Puskesmas Curug memiliki fasilitas rawat inap dan memiliki satu unit gedung rawat
inap dengan kapasitas 11 tempat tidur yang terdiri dari:
29
Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular
2 buah tempat tidur untuk anak
6 buah tempat tidur untuk dewasa (3 laki-laki dan 3 perempuan)
3 buah tempat tidur untuk nifas dan persalinan
Gambar 3.5 Denah gedung rawat inap
30
Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Kerangka Teori
Gejala Penyakit
Pengetahuan
MotivasiHubungan Pasien-Dokter
Dukungan Keluarga
Biaya Transport
asi
Efek Samping
Pengobatan
Biaya Pengobata
nKemauan Membaya
r
Kepatuhan Minum
Obat
Lifestyle
Penyakit
Penyerta
Hipertensi
TerkontrolHipertens
i Tidak Terkontr
ol
31
Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular
4.2 Design Penelitian
Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian deskriptif. Pengumpulan data
peneliti lakukan dengan cara survey wawancara menggunakan kuisioner untuk
mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat kepatuhan pasien
terhadap konsumsi obat anti hipertensi pada pasien berusia 45 tahun ke atas di
Puskesmas Curug.
4.3 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Curug. Pengumpulan data dimulai
pada tanggal 26 Agustus 2013 sampai dengan 7 September 2013.
4.4 Populasi dan Sampel Penelitian
Penelitian dilakukan terhadap populasi pasien dengan usia 45 tahun ke atas dengan
diagnosa hipertensi yang berobat di Puskesmas Curug. Sampel yang akan diambil
berasal dari populasi penelitian yang memenuhi kriteria inklusif.
4.5 Kriteria Sampel
a. Kriteria Inklusif
- Usia 45 tahun ke atas
- Pasien sudah didiagnosis hipertensi sebelumnya
- Pasien sudah pernah diberikan obat anti hipertensi
- Pasien tidak patuh meminum obat anti hipertensi
- Bersedia menjadi responden.
b. Kriteria Eksklusi
- Usia di bawah 45 tahun
- Pasien baru pertama kali didiagnosa hipertensi
- Pasien belum pernah diberikan obat anti hipertensi
- Pasien patuh dalam mengkonsumsi obat anti hipertensi
- Menolak menjadi responden.
32
Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular
4.6 Jumlah Sampel
Untuk menentukan besar sample, pengevaluasi menggunakan rumus untuk
menghitung sample tunggal untuk estimasi proporsi suatu populasi, sebagai berikut:
di mana n = besar sampel minimum
Z = tingkat kesalahan 0,05; maka Z=1,96
P = proporsi penyakit atau keadaan yang akan dicari;
karena Px Q mempunyai nilai paling tinggi bila P =
0,50, maka pada populasi ini dipergunakan P = 0,50
d = tingkat ketepatan absolut yang dikehendaki
(ditetapkan) = 0,10
Dengan demikian nilai-nilai di atas pada rumus, diperoleh:
Peneliti menentukan berapa banyak sampel yang ingin dinilai, yakni sebesar 100
orang dari Puskesmas Curug dengan menggunakan teknik purposive sampling.
4.7 Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan survei dengan mewawancarai
pasien secara lisan berdasarkan kuisioner dan dengan melakukan pengukuran tekanan
darah.
4.8 Alur Penelitian
Peneliti melakukan pemilihan sample secara purposive sampling di Puskesmas Curug.
Satu populasi dengan total 100 orang pasien dengan criteria laki-laki atau perempuan,
berusia 45 tahun ke atas, telah didiagnosis memiliki hipertensi dan telah diberikan
33
Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular
obat anti hipertensi, namun tidak patuh dalam meminum obat anti hipertensi,
kemudian dilakukan wawancara untuk mengetahui factor apa saja yang menyebabkan
pasien tidak patuh dalam mengkonsumsi obat anti hipertensi. Populasi akan
diwawancarai dan diperiksa langsung di tempat dengan menggunakan kuisioner dan
tensimeter.
4.9 Definisi Operasional
No
.
Variabel Definisi
Operasional
Cara Ukur Alat
Ukur
Hasil
Ukur
Skala
1. Pengetahuan
Terhadap
Hipertensi
Mengetahui
hipertensi
adalah penyakit
yang dapat
menimbulkan
komplikasi
serius dan dapat
dikontrol
dengan minum
obat anti
hipertensi
sesuai instruksi
dokter.
Wawancara Kuisioner Ya Nominal
2. Gejala
Penyakit
Hipertensi
Minum obat
anti hipertensi
hanya ketika
merasakan
keluhan.
Wawancara Kuisioner Ya Nominal
3. Motivasi Memiliki
semangat dan
keinginan kuat
untuk sembuh.
Wawancara Kuisioner Ya Nominal
34
Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular
4.10 Permasalahan Etik
Selama penelitian ini berjalan, tidak didapatkan adanya permasalahan etik karena
penelitian ini dilakukan atas dasar persetujuan pasien dengan menjawab sewaktu
wawancara dilakukan.
4.11 Limitasi
Dalam penelitian ini terdapat limitasi yaitu tidak dapat diketahui apakah ada hal-hal
lainnya yang tidak dikeluhkan pasien yang dapat berpengaruh dalam menurunkan
tingkat kepatuhan pasien.
35
Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular
BAB V
ANALISA DAN PEMBAHASAN
5.1 Analisa
Peneliti mengambil sampel sebanyak 100 orang dari wilayah Puskesmas Curug,
sampel tersebut ditetapkan berdasarkan hasil wawancara. Dari data yang terkumpul
dilakukan penghitungan distribusi frekuens
5.1.1 Karakteristik Responden
Untuk mengetahui gambaran distribusi frekuensi responden mengenai faktor
apa saja yang menyebabkan responden tidak patuh dalam mengkonsumsi obat
anti hipertensi, dapat dilihat melalui tabel berikut ini:
Tabel 5.1 Distribusi Faktor Pengetahuan Responden
Pengetahuan Frekuensi (orang) Persentase (%) Persentase
Kumulatif (%)
Kurang 87 87 87
Cukup 13 13 100
Total 100 100
Tabel 5.2 Distribusi Faktor Gejala Penyakit Responden
Gejala Frekuensi (orang) Persentase (%) Persentase
Kumulatif (%)
Hanya patuh bila
merasakan gejala
72 72 72
Patuh bukan karena
merasakan gejala
28 28 100
Total 100 100
Tabel 5.3 Distribusi Faktor Motivasi Responden
Motivasi Frekuensi (orang) Persentase (%) Persentase
Kumulatif (%)
36
Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular
Kurang 65 65 65
Kuat 35 35 100
Total 100 100
5.2 Hasil Evaluasi
No. Variabel Tolok Ukur Penyajian
Data
Kesenjangan
1. Masukan (Input)
A. Petugas
1. Jumlah :
Dokter
Perawat
2. Motivasi
3. Kompetensi
Petugas yang
menangani penyakit
hipertensi
Ada
Cukup
7 orang
15 orang
Kurang
Cukup
Tidak Ada
Tidak Ada
Ada
Tidak Ada
B. Sarana
Tidak Habis Pakai
1. Gedung
2. BP
3. Alat
4. Penyuluhan
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Habis Pakai
1.Obat antihipertensi
a. Ace-inhibitor
b. Calcium channel
blocker
c. Diuretik
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
C. Dana
Dana promosi
kesehatan untuk
pencegahan dan
Ada Tidak Ada Ada
37
Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular
penanggulangan
hipertensi secara
berkala
D. Metode
1. Pengukuran
tekanan darah
2. Edukasi
hipertensi secara
berkala
3. Penanganan
a. Observasi
b. Pemberian obat
antihipertensi
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Tidak Ada
Ada
Ada
Tidak ada
Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
2. Proses (Process)
A. Perencanaan
Penyusunan program
edukasi tentang
hipertensi kepada
pasien
Ada Tidak ada Ada
B. Pengorganisasian
Petugas yang
melaksanakan
pemantauan tekanan
darah secara berkala
Ada Ada Tidak Ada
C. Pelaksanaan
1. Identifikasi
pasien
2. Pengukuran
tekanan darah
secara berkala
3. Edukasi
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Ada
38
Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular
3. Keluaran (Output)
Kunjungan Meningkatnya
kunjungan
Terdapat
peningkatan
jumlah
kunjungan dari
753 menjadi
1530 pasien
pada tahun
2012
Tidak Ada
4. Lingkungan (Environment)
A. Lingkungan Fisik
Lokasi
B. Lingkungan Non-
Fisik
1. Transportasi
2. Biaya
3. Pengetahuan
4. Gejala
Mudah Dijangkau
Ada
Ada
Cukup
Patuh minum obat
bukan hanya ketika
merasakan gejala
hipertensi
Mudah
Dijangkau
Ada
Ada
87%
responden
memilik
pengetahuan
yang kurang
terhadap
hipertensi
72%
responden
hanya patuh
minum obat
ketika
merasakan
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Ada
Ada
39
Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular
5. Motivasi Kuat
gejala
hipertensi
65%
responden
kurang
memiliki
motivasi untuk
patuh
mengkonsumsi
obat
antihipertensi
Ada
5. Dampak (Impact)
Hipertensi terkontrol Peningkatan Belum dapat
dinilai
5.3 Masalah Sesungguhnya
Faktor pengetahuan terhadap penyakit hipertensi, motivasi pasien, dan gejala penyakit
hipertensi, merupakan faktor terbanyak dalam menentukan ketidakpatuhan pasien
dalam mengkonsumsi obat anti hipertensi.
5.4 Penyebab Masalah
- Kurangnya motivasi petugas kesehatan.
- Tidak tersedianya dana untuk promosi pencegahan dan penanggulangan
hipertensi.
- Tidak ada edukasi mengenai hipertensi secara berkala.
- Belum ada penyusunan program edukasi hipertensi.
5.5 Alternatif Jalan Keluar
Cara untuk menyelesaikan masalah adalah dengan cara memperbaiki hal-hal yang
menjadi penyebab timbulnya masalah tersebut, yaitu:
- Memperketat pemantauan terhadap petugas kesehatan dalam menangani
pasien hipertensi yang datang berobat.
40
Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular
- Mengajukan dana untuk promosi pencegahan dan penganggulangan hipertensi.
- Perencanaan program untuk edukasi hipertensi secara berkala serta
penggalakkan program promosi kesehatan penyakit tidak menular terutama
penyakit hipertensi.
41
Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Sebanyak 87 persen responden kurang memiliki pengetahuan mengenai
hipertensi.
2. Sebanyak 72 persen responden hanya mengkonsumsi obat-obatan
antihipertensi bila mengalami gejala penyakit hipertensi.
3. Sebanyak 65 persen responden kurang memiliki motivasi untuk mengkonsumsi
obat-obatan antihipertensi secara teratur.
6.2 Saran
6.2.1 Untuk Puskesmas Curug
1. Petugas kesehatan di puskesmas memberikan pengetahuan yang cukup
pada pasien hipertensi sehingga meningkatkan angka kepatuhan pasien
terhadap pengobatan hipertensi.
2. Petugas kesehatan di puskesmas mengadakan program penyuluhan atau
edukasi secara berkala yang bertujuan agar pasien hipertensi mengetahui
komplikasi yang dapat terjadi akibat hipertensi tidak terkontrol dan
meningkatkan kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat-obatan
antihipertensi.
6.2.2 Untuk Penderita Hipertensi
1. Pasien ikut serta dalam program penyuluhan ataupun edukasi berkala
yang diadakan oleh puskesmas sehingga pasien memiliki pengetahuan
yang cukup mengenai penyakit hipertensi dan dapat turut serta dalam
program pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan terutama
untuk penyakit hipertensi.
2. Pasien memiliki motivasi yang cukup untuk mengkonsumsi obat-obatan
antihipertensi serta memeriksakan dirinya ke pusat-pusat pelayanan
kesehatan terdekat guna menghindari komplikasi-komplikasi yang dapat
terjadi akibat penyakit hipertensi yang tidak terkontrol.
42
Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular
6.3.3 Untuk Masyarakat Curug
Masyarakat di wilayah Curug mau bekerjasama dalam program
pencegahan dan pengobatan penyakit hipertensi.
6.2.4 Untuk Dinas Kesehatan
Perlunya kebijakan dalam menggalakkan program promosi kesehatan
mengenai faktor-faktor risiko dari penyakit hipertensi serta komplikasinya
untuk meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap penyakit hipertensi.
43
Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular
DAFTAR PUSTAKA
1. Zycynski TM, Coynes KS. Hypertension and current issues in compliance and
patient outcomes. Curr Hypertens Rep 2000:2:510-14
2. Osterberg L, Blaschke T. Adherence to Medication. N Eng J Med.
2005;353;484-97
3. Niven, Neil. Psikologi kesehatan pengantar untuk perawat dan professional
kesehatan lain. Jakarta: EGC, 2002
4. Notoatmodjo. 2007. Promosi Kesehatan Ilmu Dan Seni. Jakarta : Rineka Cipta
5. Azwar. 2007. Sikap Manusia dan Pengukurannya. Jakarta : PT. Rineka Cipta
6. Effendy. 2005. Keperawatan Keluarga. Jakarta : EGC
7. McPhee J.S, Papadakis A.M. 2011. Current Medical Diagnosis and Treatment
50th edition. United States of America : The McGraw-Hill Companies, Inc.
8. Fauci S.A, et al. 2008. Harrison’s Principles of Internal medicine 17th edition.
United States of America : The McGraw-Hill Companies, Inc.
9. Jennings R.H, Cook S.T. Hypertension : Clinical Practice Update. PSAP-VII.
[Diakses pada : 2 September 2013].
http://www.accp.com/docs/bookstore/psap/p7b01sample01.pdf
10. U.S. Department of Health and Human Services. 2003. Prevention, Detection,
Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. United States of
America : NHLBI. [Diakses pada : 2 September 2013].
http://www.nhlbi.nih.gov/guidelines/hypertension/express.pdf
11. Rahajeng E, Tuminah S. 2009. Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di
Indonesia. Jakarta : IDI. [Diakses pada : 4 September 2013].
indonesia.digitaljournals.org
12. Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. 2012. Masalah Hipertensi di
Indonesia. Jakarta : Kementerian Kesehatan. [Diakses pada : 4 September
2013]. http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1909-masalah-
hipertensi-di-indonesia.html
44