EVALUASI PELAKSANAAN FUNGSI BADAN PERMUSYAWARATAN DESA...
Transcript of EVALUASI PELAKSANAAN FUNGSI BADAN PERMUSYAWARATAN DESA...
EVALUASI PELAKSANAAN FUNGSI BADAN PERMUSYAWARATAN
DESA (BPD) DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAH DESA DI
DESA MANTANG LAMA TAHUN 2015
NASKAH PUBLIKASI
Oleh:
EKO PURWANTO
NIM : 110565201053
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2017
1
EVALUASI PELAKSANAAN FUNGSI BADAN PERMUSYAWARATAN
DESA (BPD) DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAH DESA DI
DESA MANTANG LAMA TAHUN 2015
EKO PURWANTO
Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial Dan ilmu Politik Universitas
Maritim Raja Ali Haji
A B S T R A K
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dibentuk ditap-tiap desa di seluruh
Indonesia. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yaitu lembaga yang menjalankan
tugas dan fungsi legislasi, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Namun
permasalahan yang masih terjadi di Desa Mantang Lama adalah anggota BPD yang
ada di Desa Mantang Lama saat ini masih belum mampu menyalurkan aspirasi
masyarakat, hal ini terbukti dari banyak aspirasi masyarakat yang tidak di salurkan
dengan baik, BPD bahkan tidak pernah melakukan pertemuan khusus dengan
masyarakat, kemudian masih rendahnya kemampuan anggota BPD sehingga banyak
pelaksanaan fungsi yang tidak berjalan seperti tidak adanya pembuatan peraturan
desa sejak BPD menjabat, kemudian kurangnya pengawasan BPD terhadap
pembangunan dan pengelolaan keuangan desa, sehingga banyak pembangunan yang
tidak tepat sasaran dan tidak sesuai dengan keinginan masyarakat.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi Fungsi Badan Permusyawaratan
Desa (BPD) Dalam Penyelenggaraan Pemerintah Desa Di Desa Mantang Lama
Tahun 2015. Pada penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian Deskriptif
Kualitatif. Dalam penelitian ini informan berjumlah 6 orang
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam
Evaluasi Pelaksanaan Fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam
Penyelenggaraan Pemerintah Desa Di Desa Mantang Lama Tahun 2015 belum
berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku. Masih banyak permasalahan dan
hambatan berkaitan dengan hal tersebut, hal ini dapat dilihat dari :
BPD di Desa Mantang selama ini masih kurang melaksanakan fungsinya yaitu
membuat peraturan desa, dalam menjalankan tugasnya, BPD dan pemerintah desa
hanya menetapkan satu peraturan desa saja. Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
belum dapat menyalurkan aspirasi masyarakat dalam pembangunan desa.
Permasalahan tersebut diduga disebabkan oleh lemahnya Badan Permusyawaratan
Desa (BPD) dalam menampung dan menyalurkan aspirasi yang berkembang di
masyarakat. proses sudah dilakukan, namun tidak semua dapat dilaksanakan oleh
BPD. belum bisa dikatakan sebagai wadah aspirasi masyarakat desa.
Kata Kunci : Badan Permusyawatan Desa, Evaluasi, Desa
2
A B S T R A C T
The Agency's consultative village (BPD) formed ditap-each village
throughout Indonesia. The Agency's consultative village (BPD) i.e. the institution
that runs the tasks and functions of legislation, holding and disbursing the
aspirations of the community. However the problem still occurred in the village of
Old Mantang are members of BPD in the village Long Mantang currently still hasn't
been able to channel the aspirations of society, it is evident from the many
aspirations of communities that are not in the channel well, BPD never even did a
special meeting with the community, then still the low ability of members of BPD so
that much of the implementation of a function that does not run as the absence of
regulation of the village since BPD served , then the lack of supervision of the BPD
against development and financial management of the village, so a lot of
development that was not right on target and not in accordance with the wishes of
the community.
The purpose of this research was to evaluate the function of the Consultative
Body of the village (BPD) in implementing the Government's village in the village of
Old Mantang 2015. In this study the author uses Descriptive types of Qualitative
research. In this study informants amounted to 6 people
Based on the research results then can be drawn the conclusion that in the
evaluation of the implementation of the Agency's consultative Function of the village
(BPD) in implementing the Government's village in the village of Old Mantang 2015
has not been run in accordance with the applicable rules. There are still many
problems and obstacles related to the foregoing, it can be seen from BPD in the
village of Mantang during this still less carry out its function, namely to make the
rules of the village, in the exercise of his duties, the Government's only village and
BPD set one rule the village only. The Agency's consultative village (BPD) has not
been able to channel the aspirations of the community in the development of the
village. The problem allegedly caused by a weak Consultative Body village (BPD) in
accommodating and channeling the aspirations of the community. the process is
already done, but not all can be implemented by BPD. Yet it could be said as a
container village community aspirations.
Keywords: The Agency's consultative village, Evaluation, Village
3
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Berdasarkan Undang-
Undang No. 06 Tahun 2014
Tentang Desa, Desa adalah desa
dan desa adat atau yang disebut
dengan nama lain, selanjutnya
disebut Desa, adalah kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki
batas wilayah yang berwenang
untuk mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan, kepentingan
masyarakat setempat berdasarkan
prakarsa masyarakat, hak asal
usul, dan/atau hak tradisional
yang diakui dan dihormati dalam
sistem pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Pemerintah desa terdiri dari
Kepala Desa dan Perangkat Desa.
Kepala desa dipilih langsung oleh
rakyat dan kepala desa yang
terpilih ditetapkan langsung oleh
BPD serta disahkan langsung oleh
Bupati. Sedangkan BPD dipilih
dari dan oleh penduduk desa
bersangkutan. Dari konsep
pemerintahan desa dapatlah
diketahui bahwa desa sebagai
suatu organisasi pemerintahan
yang dikelola oleh Kepala Desa
yang difungsikan sebagai
menjalankan pemerintahan,
sedangkan BPD difungsikan
sebagai unsur penyelenggaraan
pemerintahan desa. Sebagai
konsekuensi atas berlakunya
Undang-undang Desa Nomor 06
Tahun 2014 adalah adanya
kucuran dana milyaran rupiah
langsung ke desa yang bersumber
dari alokasi dana Desa yang
merupakan bagian dari dana
perimbangan yang diterima
Kabupaten/Kota.
Untuk penyelenggaraan
pemerintahan Desa maka di
bentuklah yang namanya Badan
Permusyawaratan Desa yang di
singkat dengan BPD. BPD adalah
lembaga yang ikut dan aktif
dalam peneyelengaraan
Pemerintahan Desa. Peran BPD
sangatlah penting karna lembaga
ini adalah lembaga yang paling
dekat dengan masyarakat. Jadi
dengan demikian dengan
dibentuknya BPD diharapkan bisa
terwujutnya suatu proses yang
namanya demokrasi di
pemerintahan Desa.
Di tiap-tiap Desa di seluruh
Indonesia memiliki yang namanya
Badan permusyawaratan Desa
(BPD). Badan Permusyawaratan
Desa (BPD) dibentuk ditiap-tiap
desa di seluruh Indonesia. Badan
Permusyawaratan Desa (BPD)
yaitu lembaga yang menjalankan
tugas dan fungsi legislasi,
menampung dan menyalurkan
aspirasi masyarakat. Berdasarkan
Undang- Undang Nomor 06
Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah, pasal 63 tugas dan fungsi
BPD dapat dirincikan sebagai
berikut :
1. membahas dan
menyepakati Rancangan
Peraturan Desa bersama
Kepala Desa;
2. menampung dan
menyalurkan aspirasi
masyarakat Desa; dan
3. melakukan pengawasan
kinerja Kepala Desa.
Tata kelola Pemerintahan
yang baik (Good Government)
sangatlah di dambakan oleh setiap
Pemerintahan Desa untuk
masyarakatnya, maka dengan itu
perlu keterlibatan seluruh element
Desa melaui lembaga yang
namanya Badan Permusyawaratan
4
Desa (BPD) di setiap urusan
public, penyelenggaraan
pemerintahan serta merumuskan
kepentingan Desa.
Pada saat sekarang ini,
Badan Permusyawaratan Desa
(BPD) dituntut untuk berperan
secara aktif menjalankan tugas
dan fungsinya dalam rangka
partisifatif dalam membangun
Desa. Desa Mantang, merupakan
salah satu wilayah Desa yang
secara administratif berada dalam
wilayah Kabupaten Bintan
Provinsi Kepulauan Riau. Namun
fenomena yang terjadi adalah
Pemerintahan Desa Mantang saat
ini belum bisa menerbitkan suatu
Peraturan Desa (PERDES) yang
akan dijadikan acuan oleh warga
masyarakat untuk percapaian
dalam peningkatkan
perekonomian, kesejahteraaan
warga, kenyamanan
bermasyarakat serta kemandirian
untuk Desa itu sendiri. BPD Desa
Mantang masa jabatan hingga
tahun 2015 belum ada peraturan
desa yang dibuat.
Tugas dan fungsi Badan
Permusyawaratan Desa (BPD)
dalam Pemerintahan Desa
sangatlah penting, salah satunya
sebagai penyalur aspirasi
masyarakat. Usulan atau masukan
untuk rancangan suatu Peraturan
Desa dapat datang dari
masyarakat dan disampaikan
melalui BPD. Inisiatif juga bisa
datang dari Kepala Desa. Usulan-
usulan tersebut dilakukan dan
sesungguhnya akan di
review/tinjau kembali oleh Badan
Permusyawaratan Desa (BPD)
apakah usulan tersebut mencakup
semua keperluan warga Desa atau
masalah tersebut datangnya hanya
dari satu golongan tertentu untuk
memenuhi kepentingan mereka
sendiri.
Namun permasalahan yang
masih terjadi di Desa Mantang
Lama adalah anggota BPD yang
ada di Desa Mantang Lama saat
ini masih belum mampu
menyalurkan aspirasi masyarakat,
hal ini terbukti dari banyak
aspirasi masyarakat yang tidak di
salurkan dengan baik, BPD
bahkan tidak pernah melakukan
pertemuan khusus dengan
masyarakat, kemudian masih
rendahnya kemampuan anggota
BPD sehingga banyak
pelaksanaan fungsi yang tidak
berjalan seperti tidak adanya
pembuatan peraturan desa sejak
BPD menjabat, kemudian
kurangnya pengawasan BPD
terhadap pembangunan dan
pengelolaan keuangan desa,
sehingga banyak pembangunan
yang tidak tepat sasaran dan tidak
sesuai dengan keinginan
masyarakat. Berikut tahapan
musrenbangdes :
a. Pendaftaran Peserta
b. Pemaparan Camat atas
prioritas kegiatan
pembangunan di tingkat ke
c. Pemaparan Kepala Desa atas
prioritas program/kegiatan
untuk tahun berikutnya.
Dalam melaksanakan
kewenangan yang dimilikinya
untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakatnya,
Badan Permusyawaratan Desa
(BPD) sebagai lembaga legislasi
(menetapkan kebijakan desa) dan
menampung serta menyalurkan
aspirasi masyarakat bersama
Kepala Desa.
Permasalahan di Desa
Mantang dari ke 26 kegiatan di
5
bahas di Musrenbangdesa hanya
ada 2 saja yang terealisasi yaitu
Pembangunan jembatan
penyebrangan penimbunan dan
batu miring dan Penyambungan
pelabuhan Kemudian ada kegiatan
yang di realisasi tidak sesuai
dengan aspirasi masyarakat, salah
satunya adalah masyarakat
mengusulkan kepada BPD untuk
membangun gapura dekat
pelabuhan, namun BPD
membangun di tengah
pemukiman masyarakat, hal ini
yang dikeluhkan masyarakat,
kemudian jalanan juga terlihat
sudah rusak, masyarakat beberapa
kali mengajukan untuk
memperbaiki jalannya tersebut
namun hingga kini belum
direalisasi.
Berdasarkan pemikiran di
atas penulis tertarik untuk
melakukan kajian khusus
mengenai persepsi masyarakat
tentang pelaksanan tugas dan
fungsi Badan Permusyawaratan
Desa (BPD) dalam suatu judul
penelitan yaitu: “EVALUASI
PELAKSANAAN FUNGSI
BADAN
PERMUSYAWARATAN
DESA (BPD) DALAM
PENYELENGGARAAN
PEMERINTAH DESA DI
DESA MANTANG LAMA
TAHUN 2015".
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang
masalah di atas, maka
permasalahan dalam penelitan ini
yaitu: Bagaimana Fungsi Badan
Permusyawaratan Desa (BPD)
Dalam Penyelenggaraan
Pemerintah Desa Di Desa
Mantang Lama Tahun 2015?
Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah yang
telah dikemukakan diatas, maka
penelitan ini bertujuan: Untuk
mengevaluasi Fungsi Badan
Permusyawaratan Desa (BPD)
Dalam Penyelenggaraan
Pemerintah Desa Di Desa
Mantang Lama Tahun 2015
2. Manfat Penelitian
Penelitan ini diharapkan
bermanfat sebagai berikut :
a. Secara Akademis
1. Sebagai penerapan ilmu
yang telah dipelajari
khususnya dalam Ilmu
Pemerintahan khususnya
mengenai Evaluasi
Pelaksanaan Fungsi
Badan Permusyawaratan
Desa (BPD) Dalam
Penyelenggaraan
Pemerintah Desa Di
Desa Mantang Lama
Tahun 2015
2. Penyempurnaan sebuah
kajian dari masalah yang
terjadi yang perlu untuk
diketahui dan bisa dapat
memberikan solusi dan
pemaparan di dunia
akademik dan bisa di
pertanggung jawabkan
oleh peneliti.
b. Secara Praktis
1. Bermanfaat secara
langsung Bagi
Pemerintah Desa dalam
rangka meningkatkan
pelaksanan tugas dan
fungsi Badan
Permusyawaratan Desa
6
(BPD) demi kemajuan
Sistem Pemerintahan
Desa.
2. Dijadikan
acuan/referensi untuk
perbaikan kedepannya
dari permasalahan
terjadi yang berdampak
pada pelaksanaan tugas
dan fungsi BPD
Kerangka Berfikir
Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian
menggunakan metode yang
baik sangat membantu peneliti
dalam melakukan penelitian di
lapangan untuk mendapatkan
hasil informasi yang maksimal
dan akurat. Didalam penelitian
ini, peneliti menggunakan jenis
penelitian yang bersifat
deskriptif, kualitatif yang mana
peneliti akan berupaya untuk
mencari fakta-fakta di
lapangan sesuai dengan ruang
lingkup dari judul Usulan
Penelitian ini dan kemudian
akan memaparkan secara jelas
untuk memberikan gambaran
tentang adanya fenomena
tentang tugas dan fungsi.
2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah
suatu tempat dimana peneliti
akan melakukan penelitian.
Didalam suatu penelitian harus
ditentukan tempatnya dan perlu
dibatasi ruang lingkupnya
untuk mempermudah peneliti
dalam melakukan penelitian
sehingga peneliti dapat dengan
mudah dan terarah. Penilitian
ini dilakukan di lokasi Desa
Mantang Kabupaten Bintan
Kepulauan Riau. Dengan
adanya permasalahan yang
sangat tampak dan menarik
untuk dilakukan penelitian
didalam Badan
Permusyawaratan Desa (BPD).
3. Informan
Dalam penelitian ini
peneliti mengambil sampel
sebanyak 10 orang. BPD masa
jabatan 2009-2015, Pemerintah
Desa dan instansi terkait yang
ada di Desa Mantang
Kabupaten Bintan dengan
sendirinya menjadi sampel
diantaranya Ketua dan anggota
BPD, Pemerintahan Desa &
staf serta instansi terkait dalam
penelitian ini yang nantinya
bisa membantu memudahkan
dalam proses penelitian.
Kemudian akan diambil
masyarakat yaitu tokoh
masyarakat.
4. Sumber dan Jenis Data
Data yang di perlukan untuk
melakukan penelitian ini yaitu :
1) Data Primer
Data yang diperoleh
dari hasil imformasi
wawancara yang diperoleh
dari lapangan, yang menjadi
pusat penelitian yaitu Desa
Mantang. Semua data yang
diambil meliputi data-data
yang menyangkut dengan
penelitian kemudian
dianalisis.
7
2) Data Skunder
Data pendukung yang
berguna untuk melengkapi
data primer yang peroleh
dari data dokumen dan data
tertulis misalnya, data-data
tentang gambaran objek
yang menjadi pusat
penelitian yang diantaranya
:
a) Gambaran umum
Pelaksanaan Tugas
Dan Fungsi Badan
Permusyawaratan
(BPD) selama ini
b) Gambaran umum
tentang Tugas Dan
Fungsi instansi terkait
yang berhubungan
dengan objek yang
diteliti
c) Data tentang tugas
dang fungsi BPD yang
sudah terealisasikan di
wilayah objek peneliti
d) Data-data yang
berkenaan dengan
situasi lokasi objek
penelitian yaitu letak
geografis, mayarakat
dan lain-lain.
5. Teknik Pengumpulan Data
1) Observasi
Observasi adalah
teknik pengumpulan
data dengan cara
peneliti mengadakan
pengamatan secara
langsung terhadap
objek yang akan diteliti
sejalan dengan yang
dikemukakan.
Sugiyono (2012:166)
mengatakan teknik
observasi merupakan
suatu proses yang
komplek dan sulit,yang
tersusun dari suatu
proses biologis dan
proses psikologis
diantaranya yang
terpenting adalah
pengamatan dan
ingatan, dalam
penelitian ini, observasi
yang digunakan yaitu
observasi terstruktur
yang telah dirancang
secara
sistematis,tentang apa
yang diamati, kapan
dan dimana tempatnya.
Alat pengumpulan data
adalah daftra checklist
dan catatan harian.
2) Wawancara
(Interview)
Esterberg (dalam
Sugiyono, 2011:231)
Wawancara adalah
merupakan pertemuan
dua orang untuk
bertukar informasi dan
ide melalui tanya jawab
dalam penelitian ini
wawancara dilakukan
dengan BPD,
Pemerintah Desa dan
instansi terkait yang ada
di Desa Mantang
Kabupaten Bintan
dengan sendirinya
menjadi sampel
diantaranya Ketua dan
anggota BPD masa
jabatan 2009-2015,
Pemerintahan Desa &
staf serta instansi terkait
dalam penelitian ini
yang nantinya bisa
membantu
8
memudahkan dalam
proses penelitian.
Kemudian akan diambil
masyarakat yaitu tokoh
masyarakat, sehingga
dapat dikonstruksikan
makna dalam
permasalahan penelitian
ini. Wawancara adalah
percakapan dengan
maksud tertentu yang
dilakukan secara
langsung dengan
informan Pengurus
Badan
Permusyawaratan
Desa/BPD oleh peneliti.
Alat pengumpulan data
adalah Pedoman
Wawancara.
3) Dokumentasi
Dokumentasi
adalah teknik dengan
cara menggunakan
gambar-gambar dan
buku-buku yang bisa
membantu peneliti
dalam melakukan
penelitian.
6. Analisis Data
Teknik analisis data
digunakan untuk menganalisa
data yang diperoleh dari hasil
penelitian dilapangan. Dalam
penelitian ini digunakan
analisis kualitatif. Teknik
analisis data yang digunakan
adalah teknik analisa data
Deskriptif, Kualitatif. Analisis
data kualitatif adalah upaya
yang dilakukan dengan jalan
bekerja dengan data,
mengorkanisasikan data dan
memutuskan apa yang dapat
diceritakan kepada orang lain.
Moleong (2004:35)
menyatakan analisa dan
kualitatif adalah proses
pengorganisasian data kedalam
pola dan kategori serta satu
uraian dasar, sehingga dapat
dikemukakan tema yang
seperti disarankan oleh data
yang meliputi hal sebagai
berikut :
a. Reduksi Data. Merupakan
proses penyeleksian data
yang sesuai dengan focus
permasalahanyang diteliti.
b. Penyajian Data. Merupakan
proses pemaparan dari data
yang sudah di analisa yang
telah disusun secara
sistematis.
c. Mengambil Kesimpulan.
Merupakan proses analisa
dari reduksi dan penyajian
data sehingga peneliti
mampu dan bisa mengambil
sebuah kesimpulan dari
yang telah diperoleh.
LANDASAN TEORITIS
Evaluasi
Evaluasi merupakan salah
satu rangkaian dalam meningkatkan
kualitas, kinerja, atau produktifitas
suatu lembaga dalam melaksanakan
programnya. Evaluasi atau penilaian
kebijakan menyangkut pembahasan
kembali terhadap implementasi
kebijakan. Tahap ini berfokus pada
identifikasi hasil-hasil dan akibat-
akibat dari implementasi kebijakan.
Dengan fokus tersebut, evaluasi
kebijakan akan menyediakan umpan-
balik bagi penentuan keputusan
mengenai apakah kebijakan yang ada
perlu diteruskan atau dihentikan.
Suchman (Winarno 2007:230)
mengemukakan ada 6 langkah dalam
evaluasi kebijakan,yakni :
9
a. Mengidentifikasi tujuan
program yang akan
dievaluasi.
b. Analisis terhadap
masalah.
c. Deskripsi dan
standarisasi kegiatan.
d. Pengukuran terhadap
tingkatan perubahan
yang terjadi.
e. Menentukan apakah
perubahan yang diamati
merupakan akibat dari
kegiatantersebut atau
karena penyebab yang
lain.
f. Beberapa indikator
untuk menentukan
keberadaan suatu
dampak.
Secara singkat dapat
dikatakan evaluasi merupakan proses
pengukuran akan efektivitas strategi
yang digunakan dalam upaya
mencapai tujuan yang telah
ditetapkan, dan data yang diperoleh
dari hasil pengukuran tersebut akan
digunakan sebagai analisis situasi
dalam program berikutnya. Dalam
melakukan evaluasi program harus
mempertimbangkan 9 langkah, yaitu
:
“(1) Menentukan
tujuan dan ruang
lingkup evaluasi, (2)
Menentukan
pertanyaan evaluasi
(Apa yang ingin
diketahui?),
(3)Menentukan
rancangan evaluasi,
(4) Membuat teknik
pengumpulan data,
(5) Mengumpulkan
data, (6) Analisis data,
(7) Dokumen temuan,
(8) Menyebarluaskan
temuan, dan (9)
Adanya umpan balik
untuk perbaikan
program.”
Tujuan dalam evaluasi adalah
untuk menghimpun data dan
informasi yang akan di jadikan
sebagai bukti mengenai taraf
perkembangan atau kemajuan yang
dialami dalam sebuah proses
pelaksanaan suatu program, dengan
kata lain tujuan evaluasi adalah
untuk memperoleh data pembuktian
yang menjadi petunjuk sampai
dimana tingkat pencapaian kemajuan
suatu program yang diselenggarakan
terhadap tujuan yang telah ditetapkan
atau seberapa besar kompetensi yang
telah dicapai oleh suatu program
yang telah diselenggarakan.
Menurut Dunn (Nugroho
2008:472), pengertian dan istilah
evaluasi, evaluasi dapat disamakan
dengan penaksiran (appraisal),
pemberian angka (ratting), dan
penilaian (assesment), kata yang
menyatakan usaha untuk
menganalisis hasil kebijakan dalam
arti satuan nilai.
Untuk mengukur kinerja
akhir objek evaluasi, evaluasi yang
digunakan dalam hal mengevaluasi
suatu proses kebijakan maka evaluasi
yang digunakan ialah evaluasi
sumatif yang berupaya mengukur
indikator-indikator yang ada didalam
sebuah program. Evaluasi Sumatif
dilaksanakan pada akhir pelaksanaan
program, dengan indikator sebagai
berikut (Wirawan, 2012:89):
a. Hasil dan pengaruh
layanan atau intervensi
program.
10
b. Mengukur presepsi
klien mengenai layanan
dan intervensi program.
c. Menentukan
costeffectiveness, cost
efficiency, dan cost
benefit.
d. Menentukan sukses
keseluruhan
pelaksanaan program.
e. Menentukan apakah
tujuan umum dan
tujuan khusus program
telah tercapai.
f. Menentukan apakah
klien mendapatkan
manfaat dari program.
g. Menentukan komponen
mana yang paling
efektif dalam program.
h. Menentukan keluaran
yang tidak diantisipasi
dari program.
i. Menentukan cost dan
benefit program
j. Mengkomunikasikan
temuan evaluasi kepada
para pemangku
kepentingan
k. Mengabil keputusan
apakah program harus
dihentikan,
dikembangkan, atau
dilaksanakan di tempat
lain.
Dalam hal permasalahan
penelitian yang peneliti ambil juga
mengacu kepada Phenomenological
Human Scientific Research atau yang
dikenal dengan penelitian yang
berkaitan dengan fenomena sosial
yang terjadi di lokasi penelitian,
menurut Zahavi (Englander,
2012:15) mengatakan bahwa
“Phenomenologists have always
argued for the importance of
examining not only how a
phenomenon appears to an
individual subject but how the
phenomenon is present to an
intersubjective community”. Yang
dapat diartikan bahwa “Sebuah
fenomena selalu mengacu bukan
hanya pentingnya meneliti tidak
hanya bagaimana suatu fenomena itu
muncul terhadap satu subjek tetapi
bagaimana suatu fenomena tersebut
ada ditengah masyarakat sebagai
subjeknya”.
Phenomenology Methods
merupakan suatu fenomena yang ada
sesuai dengan kenyataan yang ada
yang murni berupa sebuah fenomena
dan menjadi data mutlak untuk
memulai sebuah penelitian,
(Groenewald Eagleton, Eagleton,
Kruger, Moustakas, 2004,).
Evaluasi dalam suatu
program menjadi salah satu aspek
terpenting untuk menilai
keberhasilan suatu program, tidak
hanya untuk melihat apakah suatu
program berhasil atau tidak, evaluasi
juga bertujuan untuk menggali,
menemukan dan memahami
kekuatan dan kelemahan dari semua
variabel pokok yang terlibat dalam
suatu kegiatan, peristiwa, dan juga
dalam pelaksanaan program. Melalui
penelitian evaluasi harus dapat
ditemukan kekuatan maupun
kelemahan dalam sebuah program
kegiatan.Selanjutnya setelah
didapatkan hasil melalui evaluasi
program, peneliti juga harus bisa
mengajukan saran secara
operasional, sebagai rujukan untuk
memperbaiki dan mengembangkan
program tersebut.
11
Stufflebeam (Tayibnapis
2008:14) merumuskan
bahwa:“Evaluasi sebagai “Suatau
proses menggambarkan, memperoleh
dan menyediakan informasi yang
berguna untuk menilai alternative
keputusan”. Stufflebeam
merumuskan model evaluasi CIPP,
yang membagi 4 macam, (Wirawan,
2012:92) :
a. Contect Evaluation to
Serve Planning Decision
Konteks evaluasi ini
membantu
merencanakan
keputusan, menentukan
kebutuhan yang akan
dicapai oleh program,
dan merumuskan tujuan
program. Evaluasi ini
mengidentifikasi dan
menilai kebutuhan-
kebutuhan yang
mendasari disusunnya
suatu program, evaluasi
ini untuk menjawab
pertanyaan apa yang
perlu dilakukan? (what
need to be done?)
denganwaktu
pelaksanaan yaitu
sebelum program
diterima dengan system
perencanan program.
b. Input Evaluation,
Structuring Decision
Evaluasi ini menolong
mengatur keputusan,
menentukan sumber-
sumber yang ada,
alternative apa yang
diambil, apa rencana
dan strategi untuk
mencapai kebutuhan.
Bagaimana prosedur
kerja untuk
mencapainya.
c. Process Evaluation, to
Serve immlementing
Decision
Evaluasi proses untuk
membantu
mengimplementasikan
keputusan sampai sejauh
mana rencana telah
diterapkan? Apa yang
harus direvisi? Begitu
pertanyaan tersebut
dijawab, prosedur dapat
dimonitor, dikontrol dan
diperbaiki.
d. Product Evaluation, to
Serve Recycling
Decision
Evaluasi produk untuk
menolong keputusan
selanjutnya.Apa hasil
yang telah dicapai? Apa
yang dilakukan setelah
program berjalan?
Ada beberapa model evaluasi
salah satunyan yang digunakan untuk
mengevaluasi suatu program ialah
Model Evaluasi Sistem Analisis
(System Analys evaluation model)
yang dikemukakan oleh Ludwig von
Bertalanffy (Wirawan 2012 : 107)
atau yang sering disebut
Management Evaluation model.
Dalam evaluasi ini memiliki 5
indikator diantaranya, yaitu:
1. Evalusi Masukan
(Input Eevaluation)
Evaluasi masukan
dalam hal ini
berkaitan untuk
menjaring dan
menganalisis serta
menilai kuantitas
dan kualitas
masukan yang
12
diperlukan untuk
merencanakan dan
melaksanakan suatu
program bantuan,
sumber-sumber yang
diperlukan oleh
program, meliputi
diantaranya tenaga,
keuangan, dan
sumber-sumber
masyarakat yang
dapa dimanfaatkan
program untuk
merancang dan
melaksanakan
program.
2. Evaluasi Proses
(Process Evaluation)
Pada tahap evaluasi
proses memfokuskan
kepada pelaksanaan
program yang telah
dirancang guna
menghasilkan suatu
hasil akhir serta
yang akan
mempengaruhi
Impact (dampak)
yang dihasilkan dari
suatu program
bantuan. Dalam
evaluasi proses ini
bersinggungan
langsung terhadap
pelaksanaan
program dari
pengusulan calon
penerima bantuan,
penetapan calon
penerima, hingga
pelaksanaan
program.
3. Evaluasi Keluaran
(Output Evaluation)
Keluaran program
merupakan produk
langsung dari
aktivitas program
yang dapat berupa
target jenis dan level
layanan yang harus
disajikan oleh
program.
4. Evaluasi Akibat
(Outcome
Evaluation)
Evaluasi akibat atau
dampak adalah
perubahan khusus
perilaku,
pengetahuan,
keterampilan, status,
dan level
berfungsinya para
partisipan program
yang mendapatkan
layanan / intervensi.
Dalam hal ini
berkaitan erat
dengan
akibat/manfaat yang
dirasakan secara
langsung setelah
pelaksanaan
program. Apakah
dengan diadakannya
program bantuan
dengan basis
perbaikan kualitas
hunian ini
bermanfaat bagi
masyarakat yang
mendapat bantuan.
5. Evaluasi Dampak
(Impact Evaluation)
Impact atau dampak
adalah perubahan
yang diharapkan
atau tidak
diharapkan yang
terjadi dalam
pelaksanaan
program, organisasi,
13
masyarakat, atau
sistem sebagai hasil
dari aktivitas
program dalam
jangka panjang.
Suchman (Arikunto, 2004:1)
memandang evaluasi sebagai sebuah
proses menentukan hasil yang telah
dicapai beberapa kegiatan yang
direncanakan untuk mendukung
tercapainya tujuan. Definisi lain
dikemukakan oleh Worthen dan
Sanders (Arikunto, 2004:1) yang
mengemukakan bahwa evaluasi
adalah kegiatan mencari sesuatu
yang berharga tentang sesuatu;
dalam mencari sesuatu tersebut, juga
termasuk mencari informasi yang
bermanfaat dalam menilai
keberadaan suatu program, produksi,
prosedur, serta alternatif strategi
yang diajukan untuk mencapai tujuan
yang sudah ditentukan.
Suharto (2007:40)
mengemukakan bahwa evaluasi pada
dasarnya merupakan alat untuk
mengumpulkan dan mengelola
informasi mengenai program atau
pelayanan yang diterapkan. Evaluasi
menyediakan data dan informasi
yang bisa dipergunakan untuk
menganalisis kebijakan dan
menunjukkan rekomendasi-
rekomendasi bagi perbaikan-
perbaikan yang diperlakukan agar
implementasi kebijakan berjalan
efektif sesuai dengan kriteria yang
ditetapkan.
Ripley dan Franklin (dalam
Winarno, 2007;145) berpendapat
bahwa Evaluasi adalah apa yang
terjadi setelah undang-undang
ditetapkan yang memberikan otoritas
program, kebijakan, keuntungan dan
benefit. Sementara itu, Grindle
(dalam Winarno 2007:146) juga
memberikan pandangannya tentang
Evaluasi dengan mengatakan bahwa
secara umum, tugas evaluasi adalah
membentuk suatu kaitan yang
memudahkan tujuan-tujuan
kebijakan bisa direalisasikan sebagai
dampak dari suatu kegiatan
Pemerintah.
Dari beberapa pendapat diatas
dapat kita ketahui bahwa Evaluasi
menunjuk pada sejumlah kegiatan
yang mengikuti pernyataan maksud
tentang tujuan-tujuan program dan
hasil-hasil yang diinginkan oleh para
pejabat Pemerintah. Evaluasi
mencakup tindakan-tindakan oleh
berbagai aktor, khususnya para
birokrat yang dimaksud untuk
membuat program berjalan.
Evaluasi memberi informasi yang
valid dan dapat dipercaya mengenai
kinerja kebijakan, yaitu seberapa
jauh kebutuhan, nilai dan
kesempatan telah dapat dicapai
melalui tindakan publik. Evaluasi
sangat berperan dalam nilai-nilai
suatu tujuan dan target yang telah
ditetapkan.
Evaluasi merupakan suatu hal
yang sangat penting dalam suatu
proses pekerjaan, karena dengan
adanya evaluasi maka hal tersebut
akan mempermudah jalannya suatu
proses kerja dalam sebuah
organisasi. Soemardi (1992:165)
mengatakan “Penilaian (evaluation)
dapat diberikan pengertian/definisi
sebagai suatu proses/rangkaian
kegiatan pengukuran dan
pembanding dari pada hasil-hasil
pekerjaan/produktivitas kerja yang
telah tercapai dengan target yang
direncanakan”. Dunn (2003:610)
menggambarkan kriteria-kriteria
evaluasi kebijakan bahwa:
1. Efektivitas : Berkenaan
dengan apakah
program/kebijakan tersebut
mencapai hasil (akibat) yang
14
diharapkan, atau mencapai
tujuan dari diadakannya
kegiatan-kegiatan yang
dilakukan. Efektifitas, yang
secara dekat berhubungan
dengan rasionalitas teknis,
selalu diukur dari unit produk
atau layanan atau nilai
moneternya
2. Efisiensi : Berkenaan dengan
jumlah usaha yang diperlukan
untuk menghasilkan tingkat
efektifitas tertentu. Efisiensi
yang merupakan sinonim dari
rasionalitas ekonomi adalah
merupakan hubungan antara
efektifitas dan usaha, yang
terakhir umumnya diukur dari
ongkos moneter.
3. Kecukupan : Berkenaan
dengan seberapa jauh suatu
tingkat efektifitas
memuaskan kebutuhan, nilai,
atau kesempatan
menumbuhkan adanya
masalah. Kriteria kecukupan
menekankan pada kuatnya
hubungan antara alternatif
kebijakan dan hasil yang
diharapkan
4. Perataan : Kebijakan/program
tersebut dilaksanakan merata
serta terpenuhinya seluruh
kebutuhan.
5. Responsivitas: berkenaan
dengan seberapa jauh suatu
kebijakan dapat memuaskan
kebutuhan, preferensi, atau
nilai kelompok-kelompok
masyarakat tertentu. kriteria
responsivitas adalah penting
karena analisis yang dapat
memuaskan semua kriteria
lainnya. efektifitas, efisiensi,
kecukupan, kesamaan, masih
gagal jika belum menanggapi
kebutuhan aktual dari
kelompok yang semestinya
diuntungkan dari adanya
suatu kebijakan
6. Ketepatan : suatu hasil
pelaksanaan yang dilihat dari
kesesuaian biaya dengan
standar dan bentuk Surat
Pertanggung Jawaban yang
sesuai dengan ketentuan
juklak dan juknis.
Untuk dapat mengusahakan agar
pekerjaan sesuai dengan rencana atau
maksud yang telah ditetapkan, maka
pemimpin harus melakukan
kegiatan-kegiatan pemeriksaan,
pengecekan, pencocokan, inspeksi,
pengendalian dan pelbagai tindakan
yang sejenis dengan itu, bahkan
bilamana perlu mangatur dan
mencegah sebelumnya terhadap
kemungkinan-kemungkinan adanya
yang mungkin terjadi. Apabila
kemudian ternyata ada
penyimpangan, penyelewengan atau
ketidak cocokan maka pemimpin
dihadapkan kepada keharusan
menempuh langkah-langkah
perbaikan atau penyempurnaan. Dan
apabila semuanya berjalan baik,
demi kemajuan organisasi, yang
bersangkutan selalu harus diadakan
aktivitas penyempurnaan atau
melakukan evaluasi.
B. Desa Pemerintahan Desa adalah
suatu organisasi yang dipimpin oleh
Kepala Desa mempunyai otonomi
khusus dalam menyelenggarakan
pemerintahan didesa.
15
Konsekuensinya dituntut untuk
menggali segenap potensi dan
manfaat sumber-sumber potensi
tersebut secara nyata dan
bertanggung jawab bagi kemajuan
desa.
Orang kebanyakan (umum)
memahami desa sebagai tempat
dimana bermukim penduduk yang
lebih terbelakang ketimbang kota.
Biasanya dicirikan dengan bahasa
ibu yang kental, tingkat pendidikan
yang relatif rendah, mata
pencaharianyya yang umumnya dari
sector pertanian. Bahkan terkesan
kuat. Bahwa pemahaman umum
memandang desa sebagai tempat
bermukim para petani
(Suhartono,2000:10).
Desa merupakan kampung
kecil yang didalamnya terdapat
masyarakat-masyarakat yang saling
berkerjasama di suatu wilayah,
masyarakat disini adalah suatu
sistem hubungan-hubungan yang
ditertibkan. Pada wilayah tersebut
dipimpin oleh kepala desa dan segala
tata cara unsur didalam tatanan
pemerintahan ditingkat desa telah
diatur Undang-undang maupun
peraturan daerah.
Menurut Ndraha
sebagaimana yang dikutip oleh
Labolo (2006:133) berpendapat
bahwa: “ Desa dianggap sebagai
sumber nilai luhur yang memiliki
karakteristik seperti gotong royong,
musyawarah mufakat dan
kekeluargaan sehingga menimbulkan
berbagai semboyan”. Menurut Mutty
sebagaiman yang dikutip oleh
Labolo (2006:133) mengatakan
bahwa “Desa sebagai suatu lembaga
pemerintahan dengan hak otonomi
yang dimilikinya.
Dalam pengertian Sosiologi:
desa digambarkan suatu bentuk
kesatuan masyarakat atau komunitas
penduduk yang bertempat tinggal
dalam suatu lingkungan yang dimana
mereka saling mengenal dan corak
kehidupan mereka relatif homogen
serta banyak bergantung pada alam
(Maschab, 1992 dalam
Suhartono,2000:11). Dilihat dari
sudut pandang Hukum dan Politik,
yang memenekankan kepada tata
aturan yang menjadi dasar
pengaturan kehidupan masyarakat,
desa dipahami sebagai suatu daerah
kesatuan hukum dimana bertempat
tinggal suatu masyarakat yang
berkuasa (memiliki wewenang)
mengadakan pemerintahan sendiri
(Kartohardikoesoemo,1984:16;
Wiradi, 1988 dalam Suhartono,
2000:13)
Undang-undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, memasukkan konsep tentang
desentralisasi desa. Desa merupakan
garda depan dari sistem
pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang
keberadaannya merupakan ujung
tombak dari pelaksanaan kehidupan
yang demokratis di daerah. Menurut
Tandjung (2005:12) menyebutkan
bahwa: “Desa merupakan Kesatuan
yang utuh yang memiliki bentuk
pemerintahan yang diatur dengan
peraturan perundang-undangan”.
Selanjutnya Widjaja (2003:3)
menyatakan bahwa:
“Desa adalah suatu kesatuan
masyarakat hukum yang
mempunyai susunan asli
berdasarkan hak asal usul
yang bersifat istimewa.
Landasan pemikiran dalam
mengenai pemerintahan desa
adalah keanekaragaman,
partisipasi,otonomi asli,
demokratisasi dan
pemberdayaan masyarakat”.
16
Berkaitan halnya tersebut
tentang landasan berfikir tentang
pangaturan Desa maka hal ini
berkaitan dengan kewajiban BPD
yang tertuang berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005
tentang Desa pada Pasal 7 disebutkan
juga bahwa desa memiliki
kewenangan antara lain:
1) Menyelenggarakan urusan
pemerintahan yang sudah ada
berdasarkan hak asal usul
desa
2) Menyelenggarakan urusan
pemerintahan yang menjadi
kewenangan Kabupaten/Kota
yang diserahkan
pengaturannya kepada desa,
yakni urusan pemerintahan
yang secara langsung dapat
meningkatkan pelayanan
masyarakat.
3) Tugas pembantuan dari
Pemerintah, Pemerintah
Provinsi, dan Pemerintahan
Kabupaten/Kota
4) Urusan pemerintahan lainnya
yang diserahkan kepada desa
Adapun yang menjadi urusan
pemerintahan desa meliputi
pelayanan umum, pembangunan
dan pemeberdayaan seperti
pelayanan administrasi
kependududkan di tingkat desa,
pembangunan sumber daya
manusia serta pembangunan
sarana dan prasarana umum
misalnya jalan umum,
masjid/surau dan lain sebagainya.
C. Pemerintahan Desa
Dalam pemerintahan daerah
kabupaten/kota dibentuk
pemerintahan desa yang terdiri
pemerintah desa dan Badan
Permusyawaratan Desa (BPD).
Pemerintah desa terdiri atas kepala
desa dan perangkat desa. Menurut
Solekhan (2012:63) sebagai unsur
penyelenggaraan pemerintahan desa,
pemerintahan desa mempunyai tugas
untuk menyelenggarakan urusan
pemerintahan, pembangunan dan
kemasyarakatan. calon kepala desa
yang mencalonkan diri kemudian
terpilih menjadi kepala desa sesuai
dengan suara yang terbanyak
dianggap sebagai pemenang untuk
menjadi kepala desa yang terpilih.
Untuk masyarakat yang memiliki
hak tradisional yang di akui
keberadaanya, yaitu melakukan
pemilihan kepala desa sesuai dengan
ketentuan adat setempat, yang
ditetapkan dalam Peraturan Daerah
dengan pedoman pada Peraturan
Pemerintah. Masa jabatan kepala
desa adalah enam tahun dan dapat
dipilih kembali hanya untuk sekali
masa jabatan berikutnya. Masa
jabatan kepala desa yang meliliki
hukum adat, yang keberadaannya
masih diakui masyarakat setempat
dapat dikecualikan dan hal ini diatur
dalam Peraturan Daerah. Kepala desa
yang terpilih dingkat atau dilantik
paling lambat tiga bulan oleh Bupati
setelah calon kepala desa dinyatakan
menang dalam pemilihan.
Dalam pemerintahan desa
juga memiliki sekretaris desa dan
perangkat desa lainnya, sekretaris
desa diisi dari Pegawai Negeri Sipil
(PNS) yang telah memenuhi
persyaratan yang telah ditetapkan.
Ketentuan sekretaris desa yang
mungkin sebelumnya bukan dari
PNS tapi setelah di berlakukan UU
32 Tahun 2004 maka sekretaris desa
dengan secara bertahap akan
diangkat nantinya menjadi PNS yang
17
mana telah tertuang dalam peraturan
yang telah ditetapkan.
D. Konsep lembaga dan Fungsi
Badan Pemusyawaratan Desa Untuk lebih memperjelas
masalah penelitian agar tidak
mendapat kekeliruan dalam
penafsiran pelaksanaan fungsi BPD
yang menjalankan fungsinya sebagai
legislatif, tugas kontrol dan
pengawasan atas pelaksanaan tugas
Kepala Desa (eksekutif) dalam
melaksanakan tugasnya. Maka dalam
hal ini fungsi BPD harus
berlandaskan pada kepentingan
bersama atau untuk seluruh
masyarakat desa khususnya yang
diwakilinya. maka fungsi merupakan
kegunaan, peran yang akan
dilakukan dalam mencapai suatu hal
yang telah ditetapkan sebelumnya
dalam penelitian ini fungsi BPD di
desa Mantang harus dilakukan oleh
BPD dalam rangka melaksanakan
tugas-tugas yang telah ditentukan
yang tertuang dalam Undang-undang
Nomor 6 tahun 2014 , sebagai
pengontrol dan pengawasan bagi
pemerintah desa, dan sebagai
pengayoman penuntun bagi
masyarakat desa. Hubungan kerja
Pemerintah Desa dengan BPD adalah
bersifat kemitraan, konsultatif dan
koordinatif.
Bersifat “kemitraan” artinya
Kepala Desa dan BPD selalu
mengembangkan prinsip kerja sama
yang harmonis dalam
penyelenggaraan pemerintahan,
pembangunan, dan kemasyarakatan
di desa Bersifat “konsultatif” artinya
bahwa kepala desa dan BPD
senantiasa mengembangkan prinsip
musyawarah dan konsultasi yang
intensif dalam pelaksanaan kegiatan.
Bersifat “koordinatif” artinya bahwa
kepala desa dan BPD selalu
mengembangkan prinsip
musyawarah dan koordinasi yang
intensif dalam pelaksanaan kegiatan
Fungsi pokok dari pemerintah
khususnya Pemerintah Daerah yaitu
melaksanakan fungsi pelayanan,
melaksanakan pembangunan, dan
perlindungan masyarakat.
Selanjutnya, beberapa teori Fungsi
(seperti : mempertahankan struktur
melalui konflik) Polomo (2004 : 117)
mengatakan :
“ Bila suatu kelompok kecil
dengan ikatan yang kuat
berjuang melawan musuh
dari luar, maka kelompok
tersebut tidak memberikan
toleransi pada perselisihan
internal, kelompok tipe ini
giat mempertahankan
kesesatan kelompoknya dana
akan bereaksi pada setiap
usaha yang akan
meninggalkan kelompok itu.”
Badan Permusyawaratan
Desa (BPD) menurut Widjaja ( 2003
: 107 ) bahwa: “Badan
Permusyawaratan Desa (BPD )
adalah permusyawaratan yang terdiri
dari pemuka-pemuka masyarakat di
desa yang berfungsi mengayomi adat
istiadat, membuat peraturan desa,
menampung aspirasi dan
menyalurkan aspirasi masyarakat,
serta melakukan pengawasan
terhadap penyelenggaraan
pemerintah desa.”
Berdasarkan pemaparan
diatas, maka fungsi BPD dapat
dijabarkan menurut Widjaja ( 2003 :
107 ) sebagai berikut:
1. Membuat peraturan desa
diartikan bahwa BPD mampu
merumuskan dan menetapkan
peraturan desa bersama
pemerintahan desa.
2. Menampung dan
menyalurkan aspirasi
18
masyarakat yaitu : menangani
dan menyalurkan aspirasi
masyarakat yang diterima
dari masyarakat kepada
pejabat atau instansi yang
berwenang.
3. Pengawasan terhadap
penyelenggaraan
pemerintahan yaitu:
pengawasan terhadap
pelaksanaan peraturan desa,
anggaran pendapatan dan
belanja desa,serta keputusn
kepala desa.
Erat kaitannya bahwa BPD
merupakan yang mempunyai ruang
lingkup tanggung jawab yang
penting sebagai wakil-wakil
masyarakat desa yang diberikan
kepercayaan terhadap kelangsungan
kehidupan masyarakat serta kegiatan
yang dilaksanakan baik yang bersifat
sosial, budaya, pemerintahan
maupun sosial ekonomi masyarakat.
Lebih lanjut, apabila
permasalahan BPD dikaitkan dengan
aktifitas BPD sebagai unsur yang
tidak lepas secara nyata bagi
program yang dilaksanakan atau
bersifat integrasi. Selanjutnya
berkaitan dengan tanggungjawab
BPD dalam meningkatkan partisipasi
dan aktivitas fisik yang dilakukan,
maka fungsi BPD dalam kegiatan
masyarakat adalah sebagai berikut:
a. Mengadakan musyawarah
dengan unsur masyarakat.
b. Mengkoordinasi kegiatan.
c. Bertanggungjawab atas
kegiatan.
Dengan demikian dapat dilihat
sejauh mana partisipasi, prakarsa dan
swadaya masyarakat yang
bersangkutan dalam melaksanakan
perubahan didaerahnya sendiri,
disamping perlunya pelaksanaan
fungsi BPD itu sendiri dengan baik
untuk mencapai tujuan bersama.
BPD memegang peranan dan fungsi
yang sangat penting dalam
menyalurkan aspirasi masyarakat,
sehingga dalam mewujudkan hal itu,
maka BPD tidak dapat melepaskan
diri dari berintegrasi dengan
masyarakat, artinya dalam
menumbuh ide atau gagasan yang
aktual yang sesuai dengan tuntutan
dan aspirasi masyarakat. Maka BPD
perlu mengadakan komunikasi yang
baik untuk mencari masukan (input)
yang dapat dijadikan pertimbangan
dalam proses pembuatan peraturan
desa sebagai salah satu tujuan
langkah dalam parancanaan
pembangunan yang akan
dilaksanakan kedepan.
Berdasarkan penelitian
terdahulu Aulia, Agus (2015)
menjelaskan bahwa hasil Penelitian
menunjukkan bahwa Badan
Permusyawaratan Desa (BPD) telah
melaksanakan fungsinya sesuai
dengan peraturan yang ada.
Pelaksanaan fungsi menetapkan
peraturan Desa berpedoman pada
peraturan daerah yang ada. Fungsi
menampung dan menyalurkan
aspirasi BPD dilakukan dengan
penyampaian secara langsung, temu
warga seperti rapat selapanan RT,
kemudian menyalurkan secara
langsung kepada perangkat desa
terdekat dan musyawarah tingkat
Desa. Fungsi Pengawasan, yaitu
pengawasan terhadap pelaksanaan
peraturan Desa dan pelaksanaan
APBdes.
Kemudian dalam penelitian
terdahulu oleh Rudiansyah, dkk
(2014) ditemukan bahwa Sumber
daya aparatur BPD yang masih
rendah dan kurang memahami fungsi
BPD. Rendahnya kesadaran
Masyarakat untuk ikut aktif dalam
pembangunan desa. Terlambatnya
19
Pemberian dana operasional BPD
yang bersumber dari ADD. Dalam
strukur Pemerintahan Desa,
kedudukan Badan Permusyawaratan
Desa ( BPD ) adalah sejajar dengan
unsur Pemerintah Desa bahkan mitra
kerja dari Kepala Desa, hal tersebut
dimaksudkan agar terjadi proses
penyeimbang kekuasaan sehingga
tidak terdapat saling curiga antara
Kepala Desa selaku pelaksana
Pemerintahan Desa dan BPD sebagai
Lembaga Legislasi yang berfungsi
mengayomi adat istiadat, fungsi
pengawasan dan fungsi menampung
dan menyalurkan aspirasi
masyarakat.
GAMBARAN UMUM LOKASI
PENELITIAN
Kecamatan Mantang
merupakan salah satu kecamatan
termuda di Kabupaten Bintan.
Kecamatan ini hasil pemekaran dari
wilayah kecamatan Bintan Timur
yang merupakan bagian wilayah
Kabupaten Bintan (Peraturan Daerah
No.12/2007). Kecamatan Mantang
bertekad membangun daerahnya
dengan Visi dan Misi untuk menjadi
salah satu pusat pertumbuhan
perekonomian dengan tetap
mempertahankan nilai-nilai Budaya
Melayu. Kecamatan Mantang
berusaha menciptakan iklim investasi
dengan memberdayakan berbagai
potensi yang dapat menggambarkan
kondisi sumberdaya dan potensi
yang dimiliki oleh pihak Kecamatan
Mantang dan diharapkan dapat
membantu pihak-pihak terkait yang
berkepentingan.
Kecamatan Mantang
berbatasan dengan Kecamatan
Bintan Timur dan Kecamatan Bintan
Pesisir disebelah utara. Kecamatan
Senayang disebelah selatan
Kecamatan Teluk Bintan dan
Kecamatan Galang disebelah barat
dan Kecamatan Bintan Pesisir
disebelah timur
Kondisi geografis inilah yang
juga membuat konsentrasi tempat
tinggal penduduk Kecamatan
Mantang hanya terpusat pada pulau-
pulau tertentu dengan data dari
seluruh pulau diwilayah Kecamatan
Mantang yang berjumlah 25 (dua
puluh lima) pulau, hanya 14 (empat
belas) pulau yang dihuni oleh
penduduk Kecamatan Mantang
(Monografi Kecamatan Mantang,
2013).
Pulau Mantang yang pada
awalnya hanya memakai sebuah
sebutan terus berkembang sesuai
zaman. Sebutannnya untuk tahun
1960 bernama Pulau Kayu Arang.
Kemudian, seiring adanya
perkembangan dan semakin
banyaknya pendudduk di sana, pada
tahun 2001 nama Pulau Kayu Arang
diubah menjadi Pulau Mantang, dan
sekarang dimekarkan menjadi empat
kecamatan yakni, Mantang Lama,
Mantang Besar, Mantang Riau, dan
Mantang Baru .
Kondisi Geografis
Kondisi geografis inilah yang
juga membuat konsentrasi tempat
tinggal penduduk Kecamtan
Mantang hanya terpusat pada pulau-
pulau tertentu dengan data dari
seluruh pulau diwilayah Kecamatan
Mantang yang berjumlah 25 (dua
puluh lima) pulau, hanya 14 (empat
belas) pulau yang dihuni oleh
penduduk Kecamatan Mantang
(Monografi Kecamatan Mantang,
2013). Dari total keseluruhan jumlah
penduduk di Kecamatan Mantang
(Monografi Kecamatan Mantang,
Januari-Maret 2013) yang berjumlah
4272 dengan jumlah jiwa umur 17
tahun keatas sebanyak 2686 jiwa
20
(Data Pendataan Keluarga PLKB
Kecamatan Mantang 2012)
Kecamatan Mantang sebagian
besar terletak di Pulau Mantang.
Pulau-pulau yang ada di Kecamatan
Mantang saat ini terdiri dari 39
pulau, dimana 14 diantaranya sudah
dihuni dan 25 yang lain merupakan
pulau-pulau kecil yang masih kosong
belum dihuni. Wilayah Kecamatan
Mantang merupakan wilayah
kelautan sehingga luas laut lebih
besar dibandingkan dengan luas
daratan. Luas daratan Kecamatan
Mantang adalah + 114,00 Km2 ,
sedangkan luas laut jauh lebih besar
dibandingkan luas daratan yaitu
sebesar +1.109,10 Km2 sehingga
total luas Kecamatan Mantang
sebesar +1.223,10 Km2
Kecamatan Mantang
merupakan salah satu Kecamatan di
Kabupaten Bintan yang dahulunya
merupakan Kabupaten Kepulauan
Riau. Kecamatan ini merupakan
pemekaran dari Kecamatan Bintan
Timur, yang letaknya di Pulau
Bintan. Pembentukan Kecamatan
Mantang berdasarkan Peraturan
Daerah Kab. Bintan No.12 Tahun
2007 yaitu tentang pembentukan
Kecamatan Toapaya, Kecamatan
Mantang, Kecamatan Bintan Pesisir
dan Kecamatan Sri Kuala Lobam
yang di tetapkan di Kijang tanggal
23 Agustus tahun 2007 (Lembaran
Daerah Kab. Bintan No.12 Tahun
2007). Peresmian Kecamatan
Mantang telah dilakukan oleh Bupati
Bintan pada tanggal 05 Desember
tahun 2007, sejak itu resmilah
Kecamatan Mantang yang memiliki
luas ± 1.223,10 Km2 , dengan luas
perairan ± 1.109,10 Km2 ( 91% ) dan
luas daratannya sebesar ± 114,00
Km2 ( 9% ).
Kecamatan Mantang terbagi
menjadi 4 ( empat ) desa yaitu :
1. Desa Mantang Lama
2. Desa Mantang Besar
3. Desa Mantang Baru
4. Desa Dendun
Dari 4 (empat) Desa di atas
pada tingkat pemerintahan yang
lebih rendah Kecamatan Mantang
terdiri pula dari : 9 RW dan 21 RT,
dimana, Desa Mantang Lama terdiri
dari 4 RT 2 RW Desa Mantang
Besar terdiri dari 6 RT 3 RW. Desa
Mantang Baru terdiri dari 5 RT 2
RW. Desa Dendun terdiri dari 6 RT
2 RW. Kecamatan Mantang
dibentuk dalam rangka
pengembangan dan kemajuan
pembangunan. Karena adanya
aspirasi dan keinganan masyarakat
untuk lebih dapat meningkatkan
kemajuan diberbagai sektor dan
pelayanan masyarakat pada
umumnya.
PEMBAHASAN
1. Membahas dan menyepakati
Peraturan Desa
a. Perumusan Peraturan Desa
Berdasarkan hasil wawancara
dengan seluruh informan maka
diketahui bahwa selama ini fungsi
BPD dalam membuat peraturan desa
belum optimal, karena selain
Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Desa (RPJMDESA)
belum ada perdes lainnya yang
dihasilkan, padahal BPD sering
menjaring aspirasi masyarakat
tersebut. Melihat dari masalah
kurang baiknya koordinasi antara
anggota BPD dan Pemerintah Desa
dalam pembuatan peraturan desa
tersebut, pasti akan mempengaruhi
penyelenggaraan pembangunan di
desa Mantang.
Kemudian berdasarkan hasil
observasi di lapangan diketahui
bahwa kendala dalam perumusan
peraturan desa ini terdapat faktor
21
yang menyebabkan pelaksanaan
fungsi tersebut tidak dapat berjalan
secara maksimal, yaitu rendahnya
kualitas sumber daya manusia
anggota BPD di desa Mantang,
kemudian kurangnya koordinasi
antara BPD dan Pemerintah Desa,
padahal hal ini sangatlah penting
guna menciptakan hubungan yang
harmonis, saling menghormati,
menghargai pendapat satu sama lain
dalam rangka memajukan desa.
Berkaitan dengan masalah tersebut.
Tidak hanya itu dalam pembuatan
peraturan desa, BPD dan pemerintah
desa adalah adalah mitra kerja
termasuk dalam menyusun rencana
peraturan desa, mereka bersama-
sama merumuskan perdes yang di
butuhkan di desanya. Namun
kenyataannya di Desa Mantang,
selama menjabat BPD belum
menghasikan perdes selain
RPJMDes.
Selama ini proses sudah
dilakukan, namun memang masih
banyak hambatan dalam pembuatan
perdes tersebut, kendala pemerintah
Desa Mantang dalam
mengimplementasikan fungsinya
dalam pembuatan peraturan desa.
Yakni sumber daya, dana, sarana-
prasarana dan waktu. Sumber daya,
sumber daya manusia pembuat
kebijakan baik aparat desa dan BPD
yang masih kurang. Dana, dimana
anggaran yang digunakan untuk
pembuatan peraturan desa belum
dialokasikan sebagaimana yang
diharapkan dan terbatasnya dana
tersebut, kemudian komitmen yang
rendah sehingga banyak hambatan
dalam menjalankan program-
program tersebut.
b. Proses menetapkan peraturan
desa.
Berdasarkan hasil wawancara
dengan informan maka dapat
dianalisa bahwa proses sudah
dijalankan BPD, seperti adanya
musrenbang. Musrenbang Desa
merupakan forum perencanaan
(program) yang dilaksanakan oleh
lembaga publik yaitu pemerintah
desa, bekerja sama dengan warga
dan para pemangku kepentingan
lainnya. Musrenbang yang bermakna
akan mampu membangun
kesepahaman tentang kepentingan
dan kemajuan desa, dengan cara
memotret potensi dan sumber-
sumber pembangunan yang tidak
tersedia baik dari dalam maupun luar
desa. Berdasarkan Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 66 tahun 2007,
Rencana Kerja Pembangunan Desa
yang selanjutnya disingkat (RKP-
Desa) adalah dokumen perencanaan
untuk periode 1 (satu) tahun dan
merupakan penjabaran dari RPJM-
Desa yang memuat rancangan
kerangka ekonomi desa, dengan
mempertimbangkan kerangka
pendanaan yang dimutahirkan,
program prioritas pembangunan
desa, rencana kerja dan pendanaan
serta prakiraan maju, baik yang
dilaksanakan langsung oleh
pemerintah desa maupun yang
ditempuh dengan mendorong
partisipasi masyarakat dengan
mengacu kepada Rencana Kerja
Pemerintah Daerah dan RPJM-Desa.
Berdasarkan hasil seluruh
pengumpulan data baik wawancara
dan observasi maka dapat dianalisa
bahwa BPD belum menjalankan
proses menetapkan peraturan desa
dengan benar, hal ini karena
kurangnya kesiapan anggota BPD,
memang dilakukan musyawarah
terlebih dahulu namun anggota BPD
yang ada malah tidak hadir, hanya
sebagian saja, hal ini menimbulkan
22
kekecewaan pemerintah desa dan
masyarakat yang menganggap BPD
tidak komitmen dalam membangun
desa. Walaupun proses penetapan
desa sudah dilakukan sesuai prosedur
namun karena adanya hambatan
maka peraturan desa akhirnya tidak
dapat di tetapkan.
2. Menampung dan menyalurkan
aspirasi masyarakat
a. Proses BPD menggali dan
menyalurkan aspirasi masyarakat
kepada instansi yang berwenang.
Berdasarkan hasil
pengumpulan data maka untuk
indikator tersebut di temukan bahwa
BPD masih belum mampu menggali
dan menyalurkan aspirasi masyarakat
kepada instansi yang berwenang. Hal
ini dibuktikan dari tidak adanya
perdes yang dirumuskan oleh BPD
padahal hal tersebut penting untuk
masyarakat misalnya Peraturan desa
tentang pemberdayaan masyarakat,
atau tentang pembangunan. Selama
ini juga BPD Desa Mantang juga
jarang melakukan pertemuan-
pertemuan kepada masyarakat.
Padahal terdapat beberapa upaya
yang dapat dilakukan oleh BPD
dalam dalam menyalurkan aspirasi
masyarakat dalam bidang
pembangunan yaitu dengan secara
aktif melakukan pendekatan kepada
masyarakat untuk mengetahui
aspirasi yang berkembang di
masyarakat, melakukan observasi ke
dusun-dusun untuk mengetahui
kondisi riil di setiap dusun atas
usulan yang disampaikan serta secara
aktif melakukan pengawasan
sehingga dapat mengetahui
pelaksanaan pembangunan yang
dilaksanakan, namun hal ini tidak
dilakukan oleh BPD Desa Mantang.
b. Menyalurkan aspirasi
masyarakat.
Berdasarkan hasil
pengumpulan dalam indikator ini,
ditemukan bahwa BPD belum
mampu sepenuhnya secara optimal
menyalurkan aspirasi masyarakat,
karena tidak semua aspirasi yang
masyarakat salurkan mampu
ditampung oleh BPD. Dalam upaya
mewujudkan pelaksanaan demokrasi
dalam penyelenggaraan
pemerintahan Desa agar mampu
menggerakkan masyarakat untuk
berpartisipasi dalam pembangunan
dan penyelenggaraan administrasi
Desa, maka setiap keputusan yang
diambil harus berdasarkan atas
musyawarah untuk mencapai
mufakat. Oleh karena itulah, Badan
Permusyawaratan Desa mempunyai
fungsi mengayomi adat istiadat,
menetapkan peraturan Desa bersama
Kepala Desa, menampung dan
menyalurkan aspirasi masyarakat,
serta mengawasi pelaksanaan
peraturan Desa dan peraturan Kepala
Desa, mengusulkan pengangkatan
dan pemberhentian Kepala Desa.
3. Pengawasan
a. Pengawasan BPD terhadap
kegiatan Desa
Berdasarkan hasil wawancara
dengan informan maka dapat
dianalisa bahwa BPD sudah
melakukan pengawasan terhadap
kegiatan yang ada di desa, namun
tidak dengan peraturan
desa,berdasarkan hasil observasi,
tidak banyak peraturan desa yang
dihasilkan oleh BPD. Suatu
Organisasi juga memiliki
perancangan proses pengawasan,
yang berguna untuk merencanakan
secara sistematis dan terstruktur agar
proses pengawasan berjalan sesuai
dengan apa yang dibutuhkan atau
direncanakan. Untuk menjalankan
proses pengawasan tersebut
23
dibutuhkan alat bantu manajerial
dikarenakan jika terjadi kesalahan
dalam suatu proses dapat langsung
diperbaiki. Selain itu, pada alat-alat
bantu pengawasan ini dapat
menunjang terwujudnya proses
pengawasan yang sesuai dengan
kebutuhan.
Berdasarkan hasil
pengumpulan data dari wawancara
da observasi maka dalam indikator
pengawasan berjalan walaupun pada
kenyataannya tidak banyak peraturan
yang di buat oleh Desa Mantang
untuk diawasi, BPD hanya
mengawasi pengelolaan keuangan,
kemudian pembangunan yang
dilakukan pemerintah desa, untuk
pelaksanaan peraturan desa tidak
berjalan karena memang selama
menjabat BPD hanya mengeluarkan
perda tentang APBDes bersama-
sama pemerintah desa, selebihnya
tidak ada.
b. Pengawasan terhadap
penyelenggaraan pemerintahan
desa.
Berdasarkan indikator tersebut
dijelaskan bahwa belum optimalnya
pengawasan terhadap
penyelenggaraan pemerintahan desa
di Desa Mantang, BPD belum
sepenuhnya mampu mengawasi
pelaksaaan pemerintah desa.
Permasalahan yaitu banyak
pelayanan di kantor desa yang belum
optimal, mulai dari pemahaman
pegawai hingga prosedur dan syarat
yang tidak di publikasikan.
Walaupun diawasi oleh BPD namun
BPD selama ini hanya mampu
memberikan teguran kemudian
mengadakan pertemuan untuk
masalah-masalah berikut. namun
penyelesaiannya tetap dilakukan oleh
pemerintah desa.
4. Faktor Yang mempengaruhi
Pelaksanaan Tugas dan Fungsi
BPD
a. Faktor intern, yaitu faktor yang
mempengaruhi didalam Desa
Mantang Lama
Berdasarkan hasil penelitian
maka dapat dianalisa bahwa hal yang
paling mempengaruhi pelaksaaan
tugas dan fungsi kepala desa adalah
berasal dari internal BPD sendiri.
Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
merupakan lembaga perwujudan
demokrasi dalam penyelenggaraan
pemerintahan desa. Anggota BPD
adalah wakil dari penduduk desa
bersangkutan berdasarkan
keterwakilan wilayah. Anggota BPD
terdiri dari Ketua Rukun Warga,
pemangku adat, golongan profesi,
pemuka agama dan tokoh atau
pemuka masyarakat lainnya. Masa
jabatan anggota BPD adalah 6 tahun
dan dapat diangkat/diusulkan
kembali untuk 1 kali masa jabatan
berikutnya. Pimpinan dan Anggota
BPD tidak diperbolehkan merangkap
jabatan sebagai Kepala Desa dan
Perangkat Desa. BPD berfungsi
menetapkan Peraturan Desa bersama
Kepala Desa, menampung dan
menyalurkan aspirasi masyarakat.
b. Faktor ekstern yaitu faktor
yang mempengaruhi dari luar
Desa Mantang Lama Berdasarkan hasil wawancara
dengan informan maka dapat
dianalisa bahwa salah satu yang
menghambat dari segi eksternal yaitu
ketidak tahuan masyarakat terhadap
pentingnya keberadaan BPD. Dari
keseluruhan masalah tersebut, akar
masalah yang dapat ditarik adalah
karena secara normatif, belum ada
peraturan turunan yang mengatur
secara spesifik tentang BPD. Dapat
disampaikan di sini bahwa dari
keseluruhan hal yang terkait dengan
24
penyelenggaraan pemerintahan desa,
BPD termasuk lembaga yang belum
memiliki aturan turunan secara
spesifik, terutama aturan di tingkat
lokal seperti Perda, SK
Bupati/Walikota dan aturan
sejenisnya. Ketiadaan aturan inilah
yang menyebabkan BPD merasa
kurang memiliki acuan jelas.
Berdasarkan hasil penelitian
maka diketahui faktor juga datang
dari luar yaitu faktor eksternal,
Berbagai permasalahan harus diakui
memang sering muncul di
masyarakat desa, ketika BPD
mengundang masyarakat untuk
mengadakan suatu koordinasi terkait
pelaksanaan pemerintahan di desa
banyak masyarakat yang tidak hadir
dan keberadaan BPD di Desa ini
tidak dipahami oleh masyarakat.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian
maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa dalam Evaluasi Pelaksanaan
Fungsi Badan Permusyawaratan
Desa (BPD) Dalam Penyelenggaraan
Pemerintah Desa Di Desa Mantang
Lama Tahun 2015 belum berjalan
sesuai dengan aturan yang berlaku.
Masih banyak permasalahan dan
hambatan berkaitan dengan hal
tersebut, hal ini dapat dilihat dari :
BPD di Desa Mantang
selama ini masih kurang
melaksanakan fungsinya yaitu
membuat peraturan desa, dalam
menjalankan tugasnya, BPD dan
pemerintah desa hanya menetapkan
satu peraturan desa saja, yaitu
Peraturan desa tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah
Desa (RPJMDESA). Hal ini
menunjukan bahwa BPD di desa
Mantang dalam melaksanakan
fungsinya belum optimal bahkan
BPD sangat minim menggunakan
hak inisiatifnya dalam mengajukan
rancangan peraturan desa. kendala
dalam perumusan peraturan desa ini
terdapat faktor yang menyebabkan
pelaksanaan fungsi tersebut tidak
dapat berjalan secara maksimal, yaitu
rendahnya kualitas sumber daya
manusia anggota BPD di desa
Mantang, kemudian kurangnya
koordinasi antara BPD dan
Pemerintah Desa
Badan Permusyawaratan
Desa (BPD) belum dapat
menyalurkan aspirasi masyarakat
dalam pembangunan desa.
Permasalahan tersebut diduga
disebabkan oleh lemahnya Badan
Permusyawaratan Desa (BPD) dalam
menampung dan menyalurkan
aspirasi yang berkembang di
masyarakat. proses sudah dilakukan,
namun tidak semua dapat
dilaksanakan oleh BPD belum bisa
dikatakan sebagai wadah aspirasi
masyarakat desa. karena selama ini
komunikasi kurang baik dengan
masyarakat mengakibatkan
keputusan yang diambil oleh BPD
tidak sesuai dengan rapat. Selain itu
BPD banyak mengambil keputusan
yang sepihak tanpa memikirkan apa
maunya masyarakat yang sebenarnya
BPD sudah melakukan
pengawasan terhadap program desa,
dan peraturan desa, walaupun
berdasarkan hasil observasi, tidak
banyak peraturan desa yang
dihasilkan oleh BPD, untuk
pengawasan terhadap kinerja
pemerintah desa dapat dikatakan
belum optimal, hal ini dapat dilihat
dari BPD jarang datang langsung ke
kantor desa untuk melihat kegiatan
atau pelaksanaan tugas yang
dilakukan oleh pemerintah desa
sehingga keluhan yang disampaikan
25
kepada masyarakat tidak sepenuhnya
di tanggapi karena BPD sendiri tidak
memahami dan merasakan tentang
kondisi pelayanan pemerintah desa.
Saran
Adapun saran yang dapat
disampaikan adalah sebagai berikut :
1. BPD sebaiknya
meningkatkan pemahaman
terhadap tugas pokok dan
fungsinya sebagai perwakilan
masyarakat desa.
2. Sebaiknya ada komunikasi
yang baik antara pemerintah
desa dengan BPD agar
koordinasi berjalan baik.
DAFTAR PUSTAKA
A. Nugroho, Riant, Kebijakan Publik
“Formulasi, Implementasi dan
Evaluasi, Elex
Media Komputindo, Jakarta,
2004
Amirullah dan Budiyono, Haris.
2004. Pengantar Manajemen.
Yogyakarta: Graha Ilmu
Atmosoeprapto, Kisdarto. 2002.
Menuju Sumber Daya
Manusia Berdaya. Jakarta :
Gramedia
Arikunto, S. 2004. Dasar – Dasar
Evaluasi Pendidikan. Jakarta:
Bumi Aksara.
Dunn, William N. 2003. Analisis
Kebijakan Publik.
Yogyakarta:Gadjah Mada
University Press
Labolo, Muhadam, 2006. Memahami
Ilmu Pemerintahan : Suatu
Kajian, Teori, Konsep dan
Pengembangannya.
RajaGarfindo Persada,
Jakarta
Napitupulu, 2007, Menuju
Pemerintahan Perwakilan, PT.
Alumni,. Bandung
Ndraha, Talidziduhu. 2005.
Metodologi Ilmu Pemerintahan.
Jakarta : CV. Rineka
Cipta.
Nugroho, Riant D. 2008. Kebijakan
Publik Formulasi
Implementasi dan Evaluasi.
Jakarta : PT.Elex Media
Komputindo
Mudrajad Kuncoro, Ph. D. 2004.
Otonomi dan Pembangunan daerah.
Jakarta.
Penerbit Erlangga
Moleong, Lexy. J. 2004. Metode
Penelitian Kualitatif.
Remaja Rosdakarya.
Bandung.
Paloma M Margaret,.2004. Sosiologi
dengan Pendekatan
Membumi, Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Santoso, Singgih dan Fandy
Tjiptono, 2002, Riset
Pemasaran: Konsep dan
Aplikasi dengan SPSS,
Penerbit PT Gramedia,
Jakarta.
Solekhan, Moch. 2012
Penyelenggaraan Pemerintahan
Desa. Serta Press: malang.
Sugiyono.2011.Metode penelitian
kualitatif. Bandung:
Alfabeta.
Suharto, E. 2007. Isu-Isu Tematik
Pembangunan Sosial:
Konsepsi dan Strtategi.
Jakarta: Badan Pelatihan
26
dan Pengembangan Sosial.
Suhartono, dkk, Cetakan I Juli 2000.
Edisi Revisi-September
2001. Politik Lokal.
Parlemen Desa : Awal
Kemerdekaan sampai
Jaman Otonomi Daerah.
Yogyakarta. Lapera.
Sukmadinata, Nana Syaodih. (2008).
Metode Penelitian
Pendidikan. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya
Sumaryadi, I Nyoman.2005.
Perencanaan Pembangunan
Daerah Otonom dan
Pemberdayaan
Masyarakat.Jakarta : Citra
Utama
Tayibnapis, Farida Yusuf. 2000.
Evaluasi Program. Jakarta:
PT. Rineka Cipta
Tanjung. 2003. Manajemen Sumber
Daya Manusia. Jakarta:
Universitas Trisakti.
Thoha, Miftah. 2005. Perilaku
Organisasi. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada
Widjaja, HAW. 2003. Otonomi
Desa. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada
Winarno, Budi. 2007. Kebijakan
Publik, Teori dan Proses.
Jakarta: PT. Buku Kita.
Wirawan. 2009. Evaluasi Kinerja
Sumber Daya Manusia :
Teori Aplikasi dan
Penelitian. Jakarta: Salemba
Empat
Zainal, Nining Haslinda. 2008.
Tugas dan Fungsi Pegawai,
Jakarta: PT Rajawali
Perundang-Undangan :
Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2014 Tentang Desa
Jurnal :
Aulia, Agus (2015) tentang
Pelaksanaan Fungsi Badan
Permusyawaratan Desa
(BPD) Dalam Mendukung
Pemerintahan Desa Di Desa
Kedungadem Kecamatan
Kedungadem Kabupaten
Bojonegoro. Vol 2 No 3
Rudiansyah, Adam Idris, Rosa
Anggraeiny (2014) Fungsi
Badan Permusyawaratan
Desa Dalam Penyelenggaraan
Pembangunan Didesa Loa
Kulu Kota Kecamatan Loa
Kulu Kabupaten Kutai
Kartanegara. eJournal
Administrative Reform,
2014, 2 (1): 970-981 ISSN
2338-7637 ,