Evaluasi lahan
-
Upload
annisaa-ramadhini -
Category
Documents
-
view
28 -
download
7
description
Transcript of Evaluasi lahan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kondisi lahan pertanian di provinsi Aceh yang mengalami kerusakan seius akibat
Tsunami yang melanda 6 tahun silam menyebabkan perlu adanya rekonstruksi dan
perencanaa lahan yang seksama. Hal ini tentu berbanding lurus dengan kebutuhan lahan
yang semakin meningkat, langkanya lahan pertanian yang subur dan potensial, serta
adanya persaingan penggunaan lahan antara sektor pertanian dan non-pertanian,
memerlukan teknologi tepat guna dalam upaya mengoptimalkan penggunaan lahan
secara berkelanjutan. Untuk dapat memanfaatkan sumber daya lahan secara terarah dan
efisien diperlukan tersedianya data dan informasi yang lengkap mengenai keadaan
iklim, tanah dan sifat lingkungan fisik lainnya, serta persyaratan tumbuh tanaman yang
diusahakan, terutama tanaman-tanaman yang mempunyai peluang pasar dan arti
ekonomi cukup baik. Data iklim, tanah, dan sifat fisik lingkungan lainnya yang
berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman serta terhadap aspek manajemennya perlu
diidentifikasi melalui kegiatan survei dan pemetaan sumber daya lahan. Data yang
dihasilkan dari kegiatan survei dan pemetaan sumber daya lahan setidaknya dapat untuk
menjadi bahan acuan dalam evaluasi kesesuaian lahan suatu komoditas tertentu.
Evaluasi lahan adalah suatu proses menaksir kesesuaian suatu lahan untuk
berbagai pilihan penggunaan tertentu, kerangka dasar evaluasi lahan adalah
mencocokkan (matching) kualitas satuan lahan dengan syarat yang diperlukan untuk
suatu penggunaa tertentu (FAO, 1976). Menurut Sitorus (1985) prosedur evaluasi lahan
terutama didasari oleh adanya kenyataan bahwa penggunaan lahan yang berbeda
memerlukan persyaratan yang tidak sama, informasi yang yang diperlukan dalam
evaluasi lahan menyangkut tiga aspek utama, yaitu : lahan, penggunaan lahan dan
aspek sosial ekonomis. Selain itu, Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan sebidang
lahan untuk penggunaan tertentu. Kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai untuk kondisi
saat ini (kesesuaian lahan aktual) atau setelah diadakan perbaikan (kesesuaian lahan
1
potensial). Sehingga dalam prosesnya, hasil dari produksi pertanian lebih dapat
diprediksi sesuai kondisi lahan actual dan potensial.
1. 2 Tujuan
Tujuan penulisan makalah saat ini sesuai dengan yang telah diuraikan diatas, bahwa
untuk mengidentifikasi dan menganalisis hasil dari metode pencocokan (matching)
karakteristik lahan di sekitar provinsi Aceh dan persyaratan tumbuh tanaman Kelapa
Sawit, Kopi, Kakao, dan Karet.
1. 3 Metodologi
Dalam pembuatan makalah ini, metode yang digunakan dengan cara riset pustaka
dari berbagai literature dan jurnal dengan dibandingkan dari teori yang didapat dalam
perkuliahan Evaluasi Lahan. Untuk kelengkapan data ditambahkan pula beberapa
informasi yang didapat dari beberapa media elektronik.
1. 4 Analisis Data
Berdasarkan uraian diatas, maka masalah yang kita kaji dalam makalah ini yang
juga dijadikan sebagai acuan untuk diidentifikasi dan dianalisis adalah sebagai berikut :
1. Identifikasi penilaian karateristik lahan pada salah satu Satuan Peta Tanah (SPT)
2. Identifikasi persyaratan tumbuh tanaman kelapa sawit, kakao, kopi dan karet
3. Penilaian hasil evaluasi kesesuaian lahan actual dan potensial
2
BAB II
PEMBAHASAN
2. 1 Identifikasi Karakteristik Lahan pada SPT 4 di wilayah Aceh Barat
Dalam proses evaluasi kesesuaian lahan, ada beberapa hal yang perlu
diidentifikasi sebelum melakukan rekomendasi penggunaan lahan yang cocok.
Karakteristik lahan merupakan hal yang perlu diidentifikasi sebelum mengetahui
persyaratan tumbuh tanaman. Karakteristik lahan yaitu gabungan dari berbagai sifat-
sifat lahan dan lingkungannya. Data ini dapat diperoleh dari legenda pada peta tanah
dan uraiannya, peta/data iklim dan peta topografi/elevasi.
Karakteristik lahan yang cocok perlu diuraikan pada setiap satuan peta tanah
(SPT) dari peta tanah yang akan dilakukan evaluasi. Dalam mendeskripsikan
karakteristik lahan, hal-hal yang perlu dibahas meliputi: bentuk wilayah/lereng,
drainase tanah, kedalaman tanah, tekstur tanah (lapisan atas 0-30 cm, dan lapisan
bawah 30-50 cm), pH tanah, KTK liat, salinitas, kandungan pirit, banjir/genangan dan
singkapan permukaan (singkapan batuan di permukaan tanah). Untuk data iklim terdiri
dari curah hujan rata-rata tahunan dan jumlah bulan kering, serta suhu udara diperoleh
dari stasiun pengamat iklim. Kemudahan yang dapat dilakukan untuk evaluasi lahan,
seperti pengumpulan data iklim dapat diperoleh dari peta iklim yang sudah tersedia,
misalnya peta pola curah hujan, peta zona agroklimat atau peta isohyet.
Identifikasi Karakteristik Lahan
Kualitas lahan pada SPT 4 ini dinilai oleh karakteristik lahan yang dikhususkan
untuk keperluan evaluasi lahan. Tiga faktor utaman yang diidentifikasi untuk menilai
kualitas lahan adalah topografi, tanah dan iklim. Sehingga dalam pencocokan dengan
syarat tumbuh tanaman akan dihasilkan data rekomendasi yang spesifik.
Pada SPT 4, lahan yang diidentifikasi memiliki klasifikasi (USDA, 2003) Typic
Udipsamments dengan proporsi Predominant (>75%). Lahan ini terbentuk dari endapan
laut dengan memiliki bentuk wilayah agak datar. Pada daerah ini, kondisi suhu udara
sekitar 28,8oC, dengan curah hujan 3.109mm/tahun yang menunjukkan bahwa pada
3
daerah ini hampir tidak memiliki bulan kering. Dalam proses evaluasi faktor tanah,
diketahui pada lahan ini memiliki drainase agak cepat dengan karakteristik tanah
mempunyai konduktivitas hidrolik tinggi dan daya menahan air rendah, sehingga tanah
hanya cocok untuk sebagian tanaman jika tidak ada irigasi. Ciri yang terlihat di
lapangan, yaitu tanah ini berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan
aluminium serta warna gley (reduksi). Untuk tekstur, tanah pada lahan ini memiliki
jenis tanah lempung berpasir/pasir berlempung, sehingga tanah bersifat agak kasar, jika
membantuk nola mudah sekali hancur dan agak melekat. Persentasi jumlah kerikil,
kerakal atau bantuan pada setiap lapisan tanah sedikit pada lahan ini. Tetapi kedalam
tanah pada lahan ini sangat dalam, yaitu berkisar >100 cm. lahan ini tidak memiliki
tanah gambut, tetapi kondisi retensi hara memiliki kemampuan dalam Kapasitas Tukar
Kation (KTK) >16 cmol/kg dengan kejenuhan basa <50%, tanah ini pun memiliki pH
H2O sekitar 5 dan kandungan C-organiknya 1,7-2,1%. Lahan ini mengandung salinitas
rendah sekitar <0,5 ds/m dengan kelas lereng datar (1-3%). Kondisi bahaya erosi dan
banjir pada lahan ini tidak menunjukkan potensinya, sehingga tidak akan terjadi erosi
dan genangan pada daerah ini. Dalam pengolahannya pun tidak begitu rumit
dikarenakan tidak terdeteksi batuan permukaan dan singkapan batuan pada lahan.
Karakteristik lahan pada SPT 4 dapat lebih mudah dilihat pada Tabel 1.
4
Tabel 1. Karakteristik Lahan pada SPT 4 di wilayah Aceh Barat
Karakteristik Lahan Nilai Data
Temperatur (tc)
Temperatur rerata (oC) 28,8Ketersediaan air (wa) Curah hujan (mm) 3.109Lamanya masa kering (bln) 0Ketersediaan oksigen (oa) Drainase Agak cepatMedia perakaran (rc) Tekstur SL/LSBahan kasar (%) 0Kedalaman tanah (cm) >100Gambut: Ketebalan (cm) 0Ketebalan (cm), jika ada sisipan bahan mineral
Kematangan Retensi hara (nr) KTK liat (cmol/kg) >16Kejenuhan basa (%) <50pH H2O 5C-organik (%) 1,7-2,1Toksisitas (xc) Salinitas (dS/m) <0,5Sodisitas (xn) Alkalinitas/ESP (%) -Bahaya sulfidik (xs) Kedalaman suldifik (cm) Bahaya erosi (eh) Lereng (%) 3-JanBahaya erosi Bahaya banjir (fh) Genangan F0Penyiapan lahan (lp) Batuan di permukaan (%) 0Singkapan batuan (%) 0
5
2. 2 Identifikasi Karakteristik Peryaratan Tumbuh Tanaman
2. 2. 1 Persyaratan Tumbuh kelapa sawit (Elaeis guinensis JACK.)
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) tergolong dalam family Palmae, ordo
Palmales, sub kelas Mocotyledoneae, kelas Angiospermae, sub divisi Pterropsida dan
divisi Tracheophyta. Pohon kelapa sawit mulai memperlihatkan pertumbuhan
memanjang pada umur 4 tahun. Tinggi batang bertambah terus selama hidupnya, tetapi
menurut pertimbangan ekonomi biasanya dibatasi sampai berumur 25-30 tahun atau
tinggi batang telah mencapai 10-11 m (Yahya, 1990)
Tanaman kelapa sawit tumbuh baik pada 12oLU - 12oLS dengan ketinggian 0-500
m diatas permukaan laut. Menurut Ferweda dalam Alvim P.T. and Kozlwowsky, T.T
(1977) kelapa sawit menghendaki iklim dengan curah hujan antara 1.800-4.000 mm per
tahun dan merata sepanjang tahun dengan suhu rata-rata 25oC. Kelapa sawit merupakan
tanaman dataran rendah, meskipun dapat tumbuh pada ketinggian lebih dari 900 m dpl.
Lubis (1992) menambahkan bahwa kelapa sawit dapat tumbuh baik jika tidak
mengalami defisit air (curah hujan dibawah 250 mm per tahun).
Tanah yang baik untuk pertumbuhan kelapa sawit yaitu tanah dengan solum
dalam, pH 4.0-6.0 namun yang terbaik 5.0-5.5, tekstur ringan (pasir 20-60%, debu 10-
40%, liat 20-50%) (Lubis, 1992). Yahya (1990) mengatakan tanah yang tidak banyak
mengandung besi dan berdrainase baik sesuai untuk pertumbuhan kelapa sawit. Untuk
tanah gambut yang memiliki kadar air tinggi, dengan kapasitas menahan air 275-322 %,
kondisi demikian bisa mengindikasikan bahwa drainase di tanah gambut buruk,
sehingga akan menghambat pertumbuhan tanaman kelapa sawit. Karakteristik prasyarat
tumbuh kelapa sawit dapat dilihat di Tabel 2.
6
Tabel 2. Kriteria persyaratan tumbuh kelapa sawit (Elaeis guinensis JACK.)
Sumber: Ritung et al, 2007
7
2. 2. 2 Persyaratan Tumbuh karet (Hevea brasiliensis M.A.)
Karet adalah tanaman perkebunan/industri tahunan berupa pohon batang lurus
yang pertama kali ditemukan di Brasil dan mulai dibudidayakan tahun 1601. Di
Indonesia, Malaysia dan Singapura tanaman karet dicoba dibudidayakan pada tahun
1876. Tanaman karet pertama di Indonesia ditanam di Kebun Raya Bogor. Indonesia
pernah menguasai produksi karet dunia, namun saat ini posisi Indonesia didesak oleh
dua Negara tetangga Malaysia dan Thailand.
Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar
Tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 meter. Batang tanaman biasanya tumbuh lurus
dan memiliki percabangan yang tinggi diatas. Dibeberapa kebun karet ada beberapa
kecondongan arah tumbuh tanamanya agak miring kearah utara. Daerah yang cocok
untuk tanaman karet adalah pada zone antara 15o LS dan 15o LU. Diluar itu
pertumbuhan tanaman karet agak terhambat sehingga memulai produksinya juga
terlambat. Suhu udara yang baik bagi pertumbuhan tanaman antara 24-28 oC
Tabel 3. Kriteria persyaratan tumbuh karet (Hevea brasiliensis M.A.)
8
Sumber: Ritung et al, 2007
2. 2. 3 Persyaratan Tumbuh cokelat (Theobroma cacao L.)
Kakao merupakan tanaman perkebunan di lahan kering, dan jika di usahakan
secara baik dapat berproduksi tinggi serta menguntungkan secara ekonomis. Sebagai
salah satu tanaman yang dimanfaatkan bijinya, maka biji kakao dapat dipergunakan
untuk bahan pembuat minuman, campuran gula-gula dan beberapa jenis makanan
lainnya bahkan karena kandungan lemaknya tinggi biji kakao dapat dibuat cacao
butter/mentega kakao, sabun, parfum dan obat-obatan.
Di daerah tempat asalnya (Amerika Selatan), tanaman kakao tumbuh subur di
hutan-hutan dataran rendah dan hidup dibawah naungan pohon-pohon yang tinggi.
Kesuburan tanah, kelembaban udara, suhu dan curah hujan berpengaruh besar terhadap
pertumbuhan tanaman kakao. Susanto (1994) mengatakan bahwa kakao mempunyai
persyaratan tumbuh sebagai berikut : curah hujan 1.600 – 3.000 mm per tahun atau
rata-rata optimalnya 1.500 mm per tahun yang terbagi merata sepanjang tahun (tidak
ada bulan kering), garis lintang 20° LS samapai 20° LU, tinggi tempat 0 s/d 600 m dpl,
suhu yang terbaik 24°C s/d 28°C dan angin yang kuat (lebih dari 10 m per detik)
berpengruh jelek terhadap tanaman kakao. Kecepatan angin yang baik bagi tanaman
kakao adalah 2-5 m per detik karena dapat membantu penyerbukan, kemiringan tanah
kurang dari 45% dan tekstur tanah terdiri dari 50% pasir, 10% - 20% debu dan 30% -
40% lempung. Tekstur tanah yang cocok bagi tanaman kakao adalah tanah liat berpasir
dan lempung liat berpasir.
9
2. 2. 4 Persyaratan Tumbuh kopi robusta (Coffea caephora)
Tanaman kopi (Coffea sp.) sebagian besar merupakan perkebunan rakyat dengan
penerapan teknologi budidaya yang masih terbatas. Bila penerapan teknologi budidaya
di perkebunan kopi rakyat tersebut diperbaiki, produksinya bisa ditingkatkan.
Kondisi lingkungan tumbuh tanaman kopi yang paling berpengaruh terhadap
produktivitas tanaman kopi adalah tinggi tempat dan tipe curah hujan. Sebab itu, jenis
tanaman kopi yang ditanam harus disesuaikan dengan kondisi tinggi tempat dan curah
hujan di daerah setempat. Karakteristik prasyarat tumbuh kelapa sawit dapat dilihat di
Tabel 5.
Tabel 5. Kriteria persyaratan tumbuh kopi robusta (Coffea caephora)
11
Sumber: Ritung et al, 2007
2. 3 Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk beberapa Komoditas Pertanian
2. 3. 1 Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk kelapa sawit (Elaeis guinensis JACK.)
Kesesuaian lahan pada SPT 4 di wilayah Aceh Barat untuk komoditas kelapa
sawit memiliki kelas kesesuaian lahan aktual S3oa,rc. Dari Tabel 6, terlihat bahwa lahan
memiliki faktor pembatas drainase dan tekstur tanah, hal ini mengakibatkan lahan
kurang sesuai (marginal) pada kondisi aktual untuk komoditas kelapa sawit. Usaha
perbaikan untuk menaikan kelas kesesuaian lahan dirasakan sulit untuk dilakukan
dengan maksud meningkatkan tingkat kelas lahan. Faktor pembatas yang paling
minimum adalah tekstur (lempung berpasir/pasir berlempung) dan drainase. Tekstur
dan drainase pada suatu luasan lahan yang luas sangat sulit untuk diupayakan
perbaikan, untuk drainase sedikit dapat diupayakan dengan pengaturan parit sekitar
pertanaman, namu upaya tersebut tidak sepenuhnya meningkatkan daya dukung lahan.
Tetapi untuk mengupayakan agar komoditas ini dapat ditanam, upaya perbaikan dapat
terlihat jika digunakan dalam memodifikasi faktor pembatas retensi hara. Upaya
perbaikan yang dapat dilakukan untuk menyeimbangkan kondisi kejenuhan basa dan
pH H2O adalah dengan pengapuran dan pemupukan dengan bahan organik. Sehingga
kesesuaian lahan potensial masih tetap memiliki kelas S3oa,rc.
Tabel 6. Penilaian kesesuaian lahan untuk kelapa sawit (Elaeis guinensis JACK.)
Persyaratan penggunaan lahan/karakteristik lahan
Kelas kesesuaian lahan
Nilai dataKelas kes. Lahan
aktualUsaha perbaikan
Kelas kes. Lahan potensial
Temperatur (tc) S2 S2
Temperatur rerata (oC) 28,8 S2 S2
Ketersediaan air (wa) S2 S2Curah hujan (mm) 3.109 S2 S2 Lamanya masa kering (bln) 0 S1 S1
Ketersediaan oksigen (oa) S3 S3Drainase Agak cepat S3 S3
Media perakaran (rc) S3 S3Tekstur SL/LS S3 S3 Bahan kasar (%) 0 S1 S1 Kedalaman tanah (cm) >100 S1 S1
12
Gambut: S1 S1Ketebalan (cm) 0 S1 S1
Ketebalan (cm), jika ada sisipan bahan mineral
Kematangan
Retensi hara (nr) S2 S1KTK liat (cmol/kg) >16 S1 S1 Kejenuhan basa (%) <50 S2 * S1 pH H2O 5 S2 * S1 C-organik (%) 1,7-2,1 S1 S1
Toksisitas (xc) S1 S1 Salinitas (dS/m) <0,5 S1 S1
Sodisitas (xn) Alkalinitas/ESP (%) -
Bahaya sulfidik (xs) Kedalaman suldifik (cm)
Bahaya erosi (eh) S1 S1 Lereng (%) 1-3 S1 S1 Bahaya erosi
Bahaya banjir (fh) S1 S1Genangan F0 S1 S1
Penyiapan lahan (lp) S1 S1 Batuan di permukaan (%) 0 S1 S1 Singkapan batuan (%) 0 S1 S1
Kelas Kesesuaian Lahan Aktual (A) S3 (oa, rc) Potensial (P) S3 (oa, rc)
13
2. 3. 2 Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk karet (Hevea brasiliensis M.A.)
Kesesuaian lahan pada SPT 4 di wilayah Aceh Barat untuk komoditas karet
memiliki kelas kesesuaian lahan aktual S3rc yang lebih baik dari data hasil kelapa sawit.
Dari Tabel 7, terlihat bahwa lahan memiliki faktor pembatas hanya tekstur tanah. Usaha
perbaikan tekstur untuk menaikan kelas kesesuaian lahan dirasakan sulit untuk
dilakukan dengan maksud meningkatkan tingkat kelas lahan. Tekstur pada suatu luasan
lahan yang luas sangat sulit untuk diupayakan perbaikan, walaupun dilakukan upaya
seperti pemupukan bahan organic, bahan ameliorant tetap kondisi lahan tersebut akan
tidak sepenuhnya meningkatkan daya dukung lahan. Dalam mengupayakan agar
komoditas ini dapat ditanam secara maksimal, upaya perbaikan dapat terlihat jika
digunakan dalam memodifikasi faktor pembatas lainnya, seperti retensi hara. Upaya
perbaikan yang dapat dilakukan untuk menyeimbangkan kondisi kejenuhan basa dan
pH H2O adalah dengan pengapuran dan pemupukan dengan bahan organik. Namun
tetap pada kondisi aktual, kesesuaian lahan potensial terdapat pada kelas S3rc.
Tabel 7. Penilaian kesesuaian lahan untuk karet (Hevea brasiliensis M.A.)
Persyaratan penggunaan lahan/karakteristik lahan
Kelas kesesuaian lahan
Nilai dataKelas kes.
Lahan aktualUsaha perbaikan
Kelas kes. Lahan
potensial
Temperatur (tc) S2 S2
14
Temperatur rerata (oC) 28,8 S1 S2
Ketersediaan air (wa) S2 S2Curah hujan (mm) 3.109 S2 S2 Lamanya masa kering (bln)
0 S1 S1
Ketersediaan oksigen (oa)
S2 S2
Drainase Agak cepat S2 S2
Media perakaran (rc) S3 S3Tekstur SL/LS S3 S3 Bahan kasar (%) 0 S1 S1 Kedalaman tanah (cm) >100 S1 S1
Gambut: S1 S1Ketebalan (cm) 0 S1 S1
Ketebalan (cm), jika ada sisipan bahan mineral
Kematangan
Retensi hara (nr) S2 S1KTK liat (cmol/kg) >16 - - Kejenuhan basa (%) <50 S2 * S1 pH H2O 5 S2 * S1 C-organik (%) 1,7-2,1 S1 S1
Toksisitas (xc) S1 S1 Salinitas (dS/m) <0,5 S1 S1
Sodisitas (xn) Alkalinitas/ESP (%) -
Bahaya sulfidik (xs) Kedalaman suldifik (cm)
Bahaya erosi (eh) S1 S1 Lereng (%) 1-3 S1 S1 Bahaya erosi
Bahaya banjir (fh) S1 S1Genangan F0 S1 S1
Penyiapan lahan (lp) S1 S1 Batuan di permukaan (%) 0 S1 S1 Singkapan batuan (%) 0 S1 S1
Kelas Kesesuaian Lahan Aktual (A) S3 (rc) Potensial (P) S3 (rc)
15
2. 3. 3 Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk cokelat (Theobroma cacao L.)
Kesesuaian lahan pada SPT 4 di wilayah Aceh Barat untuk komoditas cokelat
memiliki kelas kesesuaian lahan aktual S3wa,oa,rc. Dari Tabel 8, terlihat bahwa lahan
memiliki faktor pembatas curah hujan, drainase dan tekstur tanah, hal ini
mengakibatkan lahan memang sangat kurang sesuai (marginal) pada kondisi aktual.
Faktor pembatas yang paling minimum adalah curah hujan, drainase dan tekstur
(lempung berpasir/pasir berlempung), hal ini membuat lahan sulit diupayakan
perbaikan. Curah hujan, tekstur dan drainase sudah pasti akan sulit diupayakan, selaras
dengan luasan lahan yang sangat luas, untuk drainase sedikit dapat diupayakan dengan
pengaturan parit sekitar pertanaman, namu upaya tersebut tidak sepenuhnya
meningkatkan daya dukung lahan. Untuk curah hujan pun sebenarnya mampu didukung
dengan irigasi yang tepat, namun dilihat kondisi sosial dan ekonominya hal perbaikan
ini sulit dilakukan. Sama sepert komoditas sebelumnya, bahwa upaya perbaikan dapat
dilakukan pada faktor pembatas retensi hara. Pada komoditas cokelat untuk
menyeimbangkan kondisi pH H2O adalah dengan pengapuran dan pemupukan dengan
bahan organik. Namun kesesuaian lahan potensial masih tetap memiliki kelas
S3wa,oa,rc.
Tabel 8. Penilaian kesesuaian lahan untuk cokelat (Theobroma cacao L.)
16
Persyaratan penggunaan lahan/karakteristik lahan
Kelas kesesuaian lahan
Nilai dataKelas kes.
Lahan aktualUsaha perbaikan
Kelas kes. Lahan
potensial
Temperatur (tc) S2 S2
Temperatur rerata (oC) 28,8 S2 S2
Ketersediaan air (wa) S3 S3Curah hujan (mm) 3.109 S3 S3 Lamanya masa kering (bln) 0 S1 S1
Ketersediaan oksigen (oa) S3 S3Drainase Agak cepat S3 S3
Media perakaran (rc) S3 S3Tekstur SL/LS S3 S3 Bahan kasar (%) 0 S1 S1 Kedalaman tanah (cm) >100 S1 S1
Gambut: - -Ketebalan (cm) 0 - -
Ketebalan (cm), jika ada sisipan bahan mineral
Kematangan
Retensi hara (nr) S3 S2KTK liat (cmol/kg) >16 S1 S1 Kejenuhan basa (%) <50 S1 S1 pH H2O 5 S3 * S2 C-organik (%) 1,7-2,1 S1 S1
Toksisitas (xc) S1 S1 Salinitas (dS/m) <0,5 S1 S1
Sodisitas (xn) Alkalinitas/ESP (%) -
Bahaya sulfidik (xs) Kedalaman suldifik (cm)
Bahaya erosi (eh) S1 S1 Lereng (%) 1-3 S1 S1 Bahaya erosi
Bahaya banjir (fh) S1 S1Genangan F0 S1 S1
Penyiapan lahan (lp) S1 S1 Batuan di permukaan (%) 0 S1 S1 Singkapan batuan (%) 0 S1 S1
Kelas Kesesuaian Lahan Aktual (A) S3 (wa, Potensial S3 (wa,
17
oa, rc) (P) oa, rc)
2. 3. 4 Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk kopi robusta (Coffea caephora)
Kesesuaian lahan pada SPT 4 di wilayah Aceh Barat untuk komoditas kopi
robusta memiliki kelas kesesuaian lahan aktual S3tc,oa,rc. Dari Tabel 9, terlihat bahwa
lahan memiliki faktor pembatas temperature, drainase dan tekstur tanah, hal ini
mengakibatkan lahan kurang sesuai (marginal) pada kondisi aktual. Usaha perbaikan
untuk menaikan kelas kesesuaian lahan dirasakan sulit dengan maksud meningkatkan
tingkat kelas lahan. Faktor pembatas yang paling minimum adalah temperature, tekstur
(lempung berpasir/pasir berlempung) dan drainase. Tekstur dan drainase pada suatu
luasan lahan yang luas sangat sulit untuk diupayakan perbaikan, untuk drainase sedikit
dapat diupayakan dengan pengaturan parit sekitar pertanaman, namun upaya tersebut
tidak sepenuhnya meningkatkan daya dukung lahan. Upaya memodifikasi temperature
pun dirasakan sulit, untuk luasan yang besar. Dalam hal lain, untuk mengupayakan agar
komoditas ini dapat ditanam, upaya perbaikan dapat terlihat jika digunakan dalam
memodifikasi faktor pembatas retensi hara. Upaya perbaikan yang dapat dilakukan
untuk menyeimbangkan kondisi kejenuhan basa dan pH H2O adalah dengan
pengapuran dan pemupukan dengan bahan organik. Namun kesesuaian lahan potensial
masih tetap memiliki kelas S3tc,oa,rc.
18
Tabel 9. Penilaian kesesuaian lahan untuk kopi robusta (Coffea caephora)
Persyaratan penggunaan lahan/karakteristik lahan
Kelas kesesuaian lahan
Nilai dataKelas kes.
Lahan aktualUsaha perbaikan
Kelas kes. Lahan
potensial
Temperatur (tc) S3 S3
Temperatur rerata (oC) 28,8 S3 S3
Ketersediaan air (wa) S2 S2Curah hujan (mm) 3.109 S2 S2 Lamanya masa kering (bln) 0 S1 S1
Ketersediaan oksigen (oa) S3 S3Drainase Agak cepat S3 S3
Media perakaran (rc) S3 S3Tekstur SL/LS S3 S3 Bahan kasar (%) 0 S1 S1 Kedalaman tanah (cm) >100 S1 S1
Gambut: S1 S1Ketebalan (cm) 0 S1 S1
Ketebalan (cm), jika ada sisipan bahan mineral
Kematangan
Retensi hara (nr) S2 S2KTK liat (cmol/kg) >16 S1 S1 Kejenuhan basa (%) <50 S2 * S1 pH H2O 5 S3 * S2 C-organik (%) 1,7-2,1 S1 S1
Toksisitas (xc) S1 S1 Salinitas (dS/m) <0,5 S1 S1
Sodisitas (xn) Alkalinitas/ESP (%) -
Bahaya sulfidik (xs) Kedalaman suldifik (cm)
Bahaya erosi (eh) S1 S1 Lereng (%) 1-3 S1 S1 Bahaya erosi
Bahaya banjir (fh) S1 S1Genangan F0 S1 S1
Penyiapan lahan (lp) S1 S1 Batuan di permukaan (%) 0 S1 S1
19
Singkapan batuan (%) 0 S1 S1
Kelas Kesesuaian Lahan Aktual (A)S3 (tc, oa, rc)
Potensial (P)
S3 (tc, oa, rc)
2. 4 Arahan Keputusan Penggunaan Lahan
Secara umum, kondisi lahan yang telah dievaluasi memiliki tingkat kesesuaian
marginal atau kurang sesuai untuk komoditas kelapa sawit, karet, kopi robusta dan
cokelat (kakao). Hal ini dibuktikan dari kesesuaian kondisi tanah, topografi dan iklim
pada lahan SPT 4 di wilayah Aceh Barat tersebut. Pada komoditas kopi robusta dan
cokelat memiliki faktor pembatas minimun yang paling banyak. Kemudian pada
komoditas kelapa sawit memiliki faktor pembatas drainase dan tekstur tanah, hal ini
pula yang menunjukan ketidaksesuaian kondisi lahan untuk kelapa sawit. Sebenarnya
tidak jauh berbeda pada komoditas karet, namu komoditas ini faktor pembatas
minimumnya hanya berada pada tekstur tanah yang kurang sesuai. Sehingga jika
keputusan yang tepat untuk merekomendasikan komoditas yang terbaik untuk ditanam
sesuai dengan kondisi lahan adalah komoditas Karet.
Selanjutnya sebelum dilakukan pengembangan lahan dengan menanam komoditas
karet, perlu diidentifikasi kembali mengenai permasalah sosial dan ekonomi di sekitar
lahan yang akan diusahakan tersebut. Walaupun kita telah mengetahui komoditas yang
terbaik untuk ditanam, tetapi dua faktor ini pun perlu diperhatikan guna mencapai hasil
pertanian yang optimal.
Aspek Ekonomi
Dilihat dalam kondisi saat ini, komoditas karet sedang mengalami masa
keemasan, dimana dalam beberapa tahun terakhir menurut Ketua Umum
Dewan Karet Indonesia (DKI) Azis Pane dalam Tempo.co mengatakan
20
harga karet mentah tahun depan akan mengalami peningkatan sekitar 50%
dari harga terdahulunya. Hal ini dapat menunjukan bahwa dalam beberapa
tahun kedepan harga jual komoditas karet mentah akan lebih potensial.
Disisi lain komoditas kelapa sawit, kakao, dan kopi pada beberapa tahun
terakhir ini mengalami kemerosotan harga dan bisa dikatakan belum ada
peningkatan harga. Seperti yang dilansir oleh indonesiafinancetoday.com
bahwa harga minyak sawit mentah turun.
Pertimbangan ekonomi lainnya untuk menunjang hasil produksi
yang maksimal adalah perhitungan biaya pengeluaran (cost) dari upaya
perbaikan lahan yang akan dilakukan. Berdasar terhadap hasil evaluasi
kesesuaian lahan sebelumnya, bahwa komoditas karet memiliki faktor
pembatas minimum yang paling sedikit, sehingga biaya tambahan untuk
meminimalisir kerugian akibat faktor pembatas pun tidak terlalu besar.
Aspek Sosial
Kondisi masyarakat Aceh Barat sangat menggantungkan lapangan
pekerjaan dan usaha terbesarnya adalah pertanian yang kedua adalah
sektor pertambangan (RPJP Aceh, 2004). Hal ini menunjukkan bahwa
memang program ektensifikasi lahan pertanian didaerah tersebut memang
perlu direalisasikan. Kondisi pasar komoditas karet yang semakin
potensial pun akan memberikan dampak positif terhadap masyarakat
sekitar melalui pengembangan usaha komoditas karet. Harga jual yang
relatif masih stabil dapat mendukung peningkatan nilai upah minimun
para petani buruh karet, sehingga kesejahteraan sosial pun ikut
berkembang.
21
BAB III
PENUTUP
3. 1 Kesimpulan
Kondisi lahan SPT 4 di wilayah Aceh Barat ini memiliki kondisi yang kurang
sesuai untuk keempat komoditas yang dilakukan evaluasi. Namun jika dilihat yang
terbaik untuk diusahakan dikembangkan pada daerah ini adalah komoditas karet.
Dilihat dalam kesesuaian topografi, iklim dan tanah komoditas ini adalah yang terbaik
dari keempat komoditas. Selain itu, dilihat dari aspek sosial dan ekonomi komoditas
karet tetap yang akan bisa dikembangkan pada daerah ini. Walaupun ada beberapa hal
yang mampu menjadi faktor pembatas terhadap pengmbangan karet, tetapi
dibandingkan komoditas lainnya, karet lah yang jika diperhitungkan biaya maupun
waktunya yang lebih baik.
22
DAFTAR PUSTAKA
FAO. 1976. A Framework for Land Evaluation. Soil Resources Management and
Conservation
Ferwerda, J.D. 1977. Oil Palm. pp. 351-380. In: Ecophysiology of Tropical Crops. P. T.
Alvim and T. T. Kozlowski. Academic press, New York.
http://www.tempo.co/read/news/2012/06/28/090413596/Thailand-Akan-Batasi-Ekspor-Karet
(diakses pada tgl 29 November 2012)
http://www.indonesiafinancetoday.com/read/32025/Harga-Minyak-Sawit-Mentah-di-Sumsel-
Turun (diakses pada tgl 29 November 2012)
Lubis, A. U. 1992. Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Indonesia. Pusat Penelitian
Perkebunan Marihat. Medan. 435 hal.
Service Land and Water Development Division. FAO Soil Bulletin No. 32. FAO-UNO,
Rome.
Sitorus, S., 1985. Evaluasi Sumberdaya Lahan. Trasito Bandung.
Yahya, S. 1990. Budidaya Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.). Jurusan Budidaya
Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 52 hal.
23