Evaluasi Karakteristik Batuan Dan Rembesan Minyak Pada Formasi Kerek Terhadap Potensi Hidrokarbon...
-
Upload
imam-farchan-bagus-romario -
Category
Documents
-
view
250 -
download
1
Transcript of Evaluasi Karakteristik Batuan Dan Rembesan Minyak Pada Formasi Kerek Terhadap Potensi Hidrokarbon...
-
8/19/2019 Evaluasi Karakteristik Batuan Dan Rembesan Minyak Pada Formasi Kerek Terhadap Potensi Hidrokarbon Cekunga…
1/9
1
EVALUASI KARAKTERISTIK BATUAN DAN REMBESAN MINYAK
PADA FORMASI KEREK TERHADAP POTENSI HIDROKARBON
CEKUNGAN KENDENG, SEMARANG, JAWA TENGAH, INDONESIA
Agatha Armadhea Vashti1, Imam Farchan Bagus Romario1, Rachdian Eko Suprapto1, Elok
Annisa Devi1
21100112140064, 21100112130027, 21100112120005, [email protected]
Teknik Geologi, Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia
Abstrak
Zona Kendeng merupakan sebuah cekungan yang terletak di back-arc basin dalam setting tektonik pulau Jawa. Cekungan ini tersusun atas
Formasi Pelang, Formasi Kerek, Formasi Kalibeng, Formasi Pucangan, Formasi Kabuh dan Formasi Notopuro. Penelitian ini ditujukan
untuk mengevaluasi karakteristik Formasi Kerek terhadap potensi hidrokarbon Zona Kendeng melalui metode pemetaan geologi permukaan, analisa laboratorium yang meliputi geokimia, petrografi dan SEM. Pemetaan permukaan bertujuan untuk menemukan
rembesan minyak serta peta distribusi litologi. Data geokimia digunakan untuk mendapatkan data TOC, GC ( Gas Chromatograph), GCMS
(Gas Chromatograph Mass Spectrometry) dan Rock Eval Pyrolysis untuk menganalisa batuan induk. Metode petrografis dan SEM
digunakan untuk menentukan karakteristik batuan secara detail.
Dari hasil pemetaan lapangan, ditemukan 4 titik rembesan minyak di Formasi Kerek yaitu di daerah Bancak, Pudakpayung, Djuwangi, serta
Woosegoro. Hasil analisa petrografis menunjukkan bahwa batuan pada Formasi Kerek memiliki permeabilitas rendah serta didominasi oleh
batupasir kuarsa dan batulempung. Hasil SEM menunjukkan bahwa batuan pada formasi kerek telah mengalami diagenesa tingkat lanjut.
Evaluasi batuan induk menunjukkan nilai Total Organic Carbon Formasi Kerek berkisar antara 0.42% hingga 0.67%, S 2 antara 0.46 hingga
0.56 mg/g, dan Tmax berkisar pada 410°-430°. Data ini menunjukkan Formasi Kerek tidak potensial menjadi batuan induk dan belum
cukup matang. Data GCMS menunjukkan kehadiran C27 sehingga dapat disimpulkan bahwa Kerek diendapkan di daerah marine karena
organism yang terendapkan adalah alga (Hidayat& Fatima, 2007). Hasil pengamatan pada sampel rembesan minyak menunjukkan fraksiantara saturated hydrocarbon + aromatics = 69.85 wt%, hasil GC mendeteksi adanya biodegradasi, rasio BMI 2.41, yang mengindikasikan
rembesan minyak berasal dari batuan induk yang sudah cukup matang. Analisa GCMS minyak rembesan menunjukkan kehadiran
triterpana biomarker content (m/z = 191), yang mengindikasikan minyak berasal dari material organik bertingkat tinggi seperti tumbuhan
darat dengan karakter resinitik.
Berdasarkan data di atas, Formasi Kerek tidak potensial baik sebagai reservoir ataupun batuan induk untuk petroleum play zona Kendeng.
Katakunci: Potensi H idrokarbon, Zona Kendeng, Formasi Kerek, Rembesan M inyak, Evaluasi Geokimia
Pendahuluan
Cekungan Kendeng merupakan cekungan yangterletak pada back-arc basin dalam setting tektonik pulau
Jawa. Cekungan tergolong dalam morfologi flexural basin
(Smyth, 2008). Susunan stratigrafi cekungan antara lain
Formasi Pelang, Formasi Kerek, Formasi Kalibeng, Formasi
Pucangan, Formasi Kabuh dan Formasi Notopuro.
Penelitian ditujukan untuk mengetahui peran Formasi Kerek
terhadap potensi hidrokarbon Cekungan Kendeng. Ciri khas
Formasi Kerek ialah perselingan lempung, napal, napal,
batupasir, tuf gampingan dan batupasir tufaan. Di mana
perulangan ini menunjukkan struktur sedimen khas, yaitu
graded bedding yang mencirikan gejala flysch. Berdasarkan
fosil foraminifera planktonik dan bentoniknya, formasi ini
terbentuk pada Miosen Awal – Miosen Akhir (N10 – N18) pada lingkungan shelf (Genevraye, 1972).
Pada Formasi Kerek ditemukan 4 titik lokasi
rembesan minyak, yaitu di daerah Bancak, Pudakpayung,Djuwangi, serta Wonosegoro. Keempat rembesan
merupakan indikasi keberadaan hidrokarbon pada Cekungan
Kendeng. Untuk mengetahui informasi awal mengenai
potensi hidrokarbon dan probabilitas petroleum system yang
bekerja pada lokasi daerah penelitian ini, dilaksanakan
pemetaan geologi permukaan, analisis laboratorium meliputi
petrografi, geokimia serta evaluasi data stratigrafi dan hasil
analisa.
Metodologi
Metode penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan data
yang objektif dan valid dari penelitian ini, diantaranya
melalui:1. Pemetaan Geologi Permukaan
-
8/19/2019 Evaluasi Karakteristik Batuan Dan Rembesan Minyak Pada Formasi Kerek Terhadap Potensi Hidrokarbon Cekunga…
2/9
2
Pemetaan ini dilakukan dengan menyusuri sungai pada daerah penelitian. Di mana, umumnya
singkapannya berada pada bagian dasar sungai serta
tebing di lajur sungai. Singkapan tersebut kemudian
dianalisa lanjut melalui proses pengamatan, pengukuran,
plotting peta, deskripsi dan dokumentasi singkapan.
Fokus dari pemetaan ini ialah peta distribusi sebaranlitologi yang memiliki indikasi potensi hidrokarbon dan
lokasi rembesan minyak. Pada fase pemetaan juga
dilakukan pengukuran stratigrafi terukur untuk
mengetahui disitribusi batuan secara detail.
2. Analisis LaboraturiumProses ini meliputi analisis petrografi batuan sampel.
Batuan sampel diambil di daerah Djuwangi, Bancak,
Ngawi serta Kendal. Analisis SEM dilakukan pada salah
satu sampel dari Kendal untuk melakukan pengamatan
detail terhadap karakteristik batuan dari Formasi Kerek.
Analisis selanjutnya adalah analisis geokimia terhadap batuan sampel dan rembesan minyak di daerah
Pudakpayung. Analisis ini bertujuan mendukungevaluasi potensi hidrokarbon, terdiri dari TOC (Total
Organic Carbon) dan Rock Eval Pyrolysis untuk
menganalisa batuan induk. Dilanjutkan dengan analisa
GC (Gas Chromatograph) dan GCMS (Gas
Chromatograph Mass Spectrometry) untuk mengetahui
asal material organik, lingkungan pengendapan serta
mengetahui keterkaitan antara rembesan minyak dengan
batuannya.
3. Evaluasi Evaluasi dilakukan pada hasil pemetaan geologi
serta hasil analisis laboratorium untuk mengetahui
korelasi indikasi permukaan berupa distribusi batuan dan
rembesan minyak dengan pengamatan lebih lanjutsehingga mendapatkan pembahasan yang relevan.
Hasil dan Analisis
1. Geologi Daerah Penelitian
Morfologi
Kota Semarang memiliki ketinggian beragam, yaitu
antara 0,75 – 348 m di atas permukaan laut, dengantopografi terdiri atas daerah pantai/pesisir, dataran dan
perbukitan dengan kemiringan lahan berkisar antara
0% – 45%. Morfologi daerah Semarang berdasarkan
pada bentuk topografi dan kemiringan lerengnya dapat
dibagi menjadi 4 (empat) satuan morfologi yaitu:
Dataran rendah, dataran bergelombang, dataran tinggi,dan perbukitan.
Struktur Geologi
Struktur geologi yang terdapat di daerah Semarang
umumnya berupa sesar yang terdiri dari sesar normal,
sesar geser dan sesar naik. Sesar normal relatif berarah
barat - timur sebagian agak cembung ke arah utara,sesar geser berarah utara selatan hingga barat laut -
tenggara, sedangkan sesar normal relatif berarah barat
- timur. Sesar-sesar tersebut umumnya terjadi pada
batuan Formasi Kerek, Formasi Kalibening dan
Formasi Damar yang berumur kuarter dan tersier.
Stratigrafi
Pemetaan geologi diprioritaskan pada singkapan yang
diperkirakan sebagai batuan induk karena
‘mengeluarkan’ minyak. Di daerah penyelidikan,
batuan induk diperkirakan terdapat dalam batuanlempung karbonatan yang terdapat pada satuan
perselingan batulempung – batupasir karbonatan yang
terdapat pada Formasi Kerek bagian bawah.
Formasi Kerek termasuk ke dalam cekungan kendeng
yang berumur tersier dan terendapakan dalam
cekungan tipe flexural basin (Smyth, 2008). Dari hasil pengukuran stratigrafi terukur pada beberapa titik yaitu
Banyumeneng, Bancak, Wonosegoro, Kedungjati, dan
Kaliputih dihasilkan beberapa kolom stratigrafi yang
kemudian dikompositkan menjadi satu kolom ms
berdasarkan perubahan stacking pattern dan karakterlitologi yang kemudian dicocokkan dengan stratigrafi
penuh cekungan kendeng (Gambar 1). Litologi yang
ditemukan berupa batulempung dengan sifat
karbonatan, batupasir karbonatan yang terdapat
pecahan-pecahan cangkang pada tubuh batuannya, dan
batugamping kalkarenit. Litologi batulempungmerupakan litologi yang dominan pada formasi kerek
bagian bawah dengan ciri berwarna abu-abukehitaman, pecahan blocky hingga choncoidal, dan
semen karbonatan. Kemudian berubah menjadi
batupasir di bagian tengah hingga atas dengan
ketebalan 20 cm – 3 m dengan ciri berwarna kuning
kecoklatan, berukuran halus-sangat kasar, bersifat
karbonatan yang perlahan mengkasar menjadi
batugamping kalkarenit dengan ketebalan 1 – 4 m
ukuran butir 1 cm – 2 cm dan menjadi bagian top dari
formasi kerek. Struktur Sedimen yang hadir dari pengukuran stratigrafi terukur ini berupa parallel
lamination, cross lamination, convolute, slump
structure, bioturbasi, dan ripple pada batupasir.
2.
Petrografi dan SEMData petrografi dan SEM didapatkan di beberapa
lokasi pengambilan yang memiliki satuan litologi yangmemiliki karakteristik sebagai bagian dari Formasi
Kerek. Sampel petrografi diambil di daerah Juwangi,
Simo, Bancak, Kemusu, dan Kaliputih. Analisa
petrografi difokuskan pada beberapa parameter yang
menjadi aspek penting dalam analisa peran litologi
sebagai reservoar dalam sistem minyak bumi, yaiturongga pori primer (besar butir, pemilahan, bentuk dan
kebundaran butir, serta penyusunan butir), komposisi
komponen (fragmen, semen, jenis porositas dan
persentasenya).
Di daerah Juwangi terdapat 4 sampel dengankomposisi utama tersusun oleh rework cangkang
organisme, semen kalsit, dan jenis porositas
intergranular. Nilai porositas pada sampel ini berkisar
antara 6-15 %. Penamaan litologi pada daerah ini antara
lain Biosparit (Folk, 1959), Packstone (Dunham, 1962),
atau Sandy Micrite (Mount, 1985), AllochemicalSandstone (Mount,1985) (Gambar 2).
Di daerah Simo terdapat 3 sampel dengan
komposisi banyak tersusun atas mineral resisten yang
mengindikasikan source batuan dari batuan vulkanik
dengan komposisi plagioklas dengan kelimpahan 30%,
kuarsa dengan kelimpahan 5%, piroksen dengan
kelimpahan 5%, serta matriks yang dominan dengankelimpahan 60%. Semen kalsit masih merupakan semen
dominan pada daerah ini dengan jenis porositas berupa
-
8/19/2019 Evaluasi Karakteristik Batuan Dan Rembesan Minyak Pada Formasi Kerek Terhadap Potensi Hidrokarbon Cekunga…
3/9
3
intergranular dengan besaran berkisar 15-16 %. Jenislitologi pada daerah ini adalah Feldspathic graywacke
(Dott, 1964) dan Arkosic arenite (Dott, 1964).
Di daerah Bancak, Kemusu, dan Kaliputih
menunjukkan dominasi litologi berupa Feldspathic
graywacke (Dott, 1964) (Gambar 3) dengan persentase
nilai porositas berkisar 1-20%. Litologi daerah Bancakmerupakan daerah dengan rata-rata nilai porostitas yang
besar diakibatkan oleh komposisi cangkang organisme
yang menjadi komponen paling melimpah dan
mengalami peningkatan akibat proses sekunder.
Diagenesa pada batuan sedimen terdiri atas berbagai jenis seperti kompaksi, sementasi, rekristalisasi,
autigenesis, inversion, replacement, pelarutan dan
bioturbasi. Diagenesa tingkat lanjut secara umum
menurunkan nilai porositas primer yang ada pada batuan.
Dari beberapa sampel yang didapatkan selama
penelitian, secara umum diagenesa lanjut yang dialamiadalah kompaksi, sementasi, dan rekristalisasi. Hal itu
terjadi karena adanya kontak komponen kristal vulkanikdengan fluida yang dilalui selama proses diagenesa.
Pengendapan satuan litologi yang lebih muda dari
formasi kerek menyebabkan kompaksi pada litologi di
formasi kerek sehingga mengalami pemampatan.
Pelarutan banyak terjadi pada komponen cangkang
karbonat yang terangkut dan rework kedalam proses
diagenesa. Pengamatan SEM dilakukan pada sampel
daerah Kaliputih (Gambar 4) untuk meningkatkan
efektifitas persentase porositas, jenis semen, dantingkatan diagenesa yang dialami batuan. Semen kalsit
secara umum merupakan komponenpada formasi kerek
dan berasosiasi dengan semen feldspar seperti pirit dan
klorit yang mengindikasikan komponen vulkanik yang berperan pada formasi kerek. Secara garis besar,
diagenesa lanjut litologi di formasi kerek menurunkannilai porositas primer.
3. Analisis Geokimia
Hasil geokimia batuan dilakukan pada dua daerah
yaitu di daerah Pudakpayung dan Bancak. Analisa
geokimia yang dilakukan pada batuan tempat rembesanminyak keluar serta minyak yang dikeluarkan.
Pengamatan karakteristik geokimia batuan yang meliputi
potensi hidrokarbon, kematangan termal serta tipe
kerogen dilakukan menggunakan metode Rock-eval
Pyrolysis dan analisa TOC (Total Organic Carbon).Setelah mengetahui hasil dari karakteristik batuan,
batuan yang memiliki cukup nilai pada TOC dan S2 pada
batuan contoh, analisis sidik jari GC (Gas
Chromatograph) dan GCMS (Gas Chromatograph
Mass-Spectrometry) untuk mengetahui karakter bitumen
melalui biomarker. Tes sidikjari ini juga dilakukan padasampel minyak untuk mendapatkan parameter yang sama
sehingga data geokimia batuan dan minyak dapat
dikorelasikan satu sama lain.
AnalisaTOC dan Rock-Eval
Pada sampel batuan dari Pudakpayung
mendapatkan hasil yang beragam mulai kategori
‘miskin’ hingga ‘sedang’. Kategori miskin berkisaryaitu sampel GK-03/03 dan GK-04/01 memiliki nilai
TOC 0.46% dan 0.42% sedangkan kategori sedang
dimiliki oleh sampel GK-01/04 (0.58%) dan GK-02/04(0.67%). Tes berikutnya yaitu pyrolysis diaplikasikan
pada batuan sampel dengan kadar TOC >0.5% karena
pada kategori ini, material organik yang dapat
merepresentasikan kematangan termal memiliki kadar
yang memungkinkan (Peters & Cassa, 1994). Setelah
dilakukan tes, didapatkan nilai S2 atau jumlah hidrogenyang dihasilkan oleh kerogen cukup rendah yaitu 0.46
– 0.56 mg/g. Kedua sampel batuan yang lolos kadar
TOC juga diberlakukan tes kematangan termal yang
dinyatakan dalam Tmax. Nilai Tmax pada batuan
sampek GK-01/04 dan GK-02/04 adalah 410ºC dan430ºC. Dari hasil Rock-Eval juga dapat disimpulkan
bahwa tipe kerogen dari batuan sampel adalah tipe III
seperti yang tercantum pada diagram Krevelen
(Gambar 5)
Sampel batuan dari Bancak memiliki nilai TOC
yang masuk pada kategori miskin dan sedang. SampelCKR-01/SP.06 (TOC 0.5%.
Adapun nilai S2 kedua sampel cukup rendah yaitu
0.25-1.33 mg/g. (Hidayat & Fatimah, 2007). Tes
tingkat kematangan termal hanya dilakukan pada
sampel batuan CKR-19/SP.39 karena nilai S2 padasampel CKR-29/SP.55 sangat rendah (
-
8/19/2019 Evaluasi Karakteristik Batuan Dan Rembesan Minyak Pada Formasi Kerek Terhadap Potensi Hidrokarbon Cekunga…
4/9
4
sekali. Kematangan termal sampel batuan ditentukan
melalui rasio dari C31 22S/22R homohopana yaitu 0.13
dan 0.38 serta C30 moretana/hopana ada nilai 0.38 dan
0.07.Hasil GCMS menunjukkan bahwa sampel minyak
di Pudakpayung (MR01) telah ter-biodegradasi
sehingga stereana (m/z = 217) C29, C28 and C27tidakterdeteksi secara jelas (Gambar 7). Pada rembesan
minyak, ditemukan adanya kelimpahan dari resin
bikadinana dengan rasio kematangan 2.41 pada puncak
notasi W, T, T’ dan R’ (Gambar 7). Selain itu,
berdasarkan hasil konfigurasi biomarker triterpana
(m/z = 191), rembesan minyak memiliki kelimpahan
resin tumbuhan darat oleanoida dan oleanana yang
cukup tinggi (Kusuma, 2013).
Hasil analisis ekstrasi pada batuan di Bancak
menunjukkan jumlah (80 wt%).
Sedangkan fraksi hidrokarbon dominan ada sampel
rembesan minyak di Bancak adalah (saturat+aromatik
= 75,87 wt%). Dari hasil analisa GC dapat dilihat
bahwa konfigurasi sidikjari n-alkana pada kedua
ekstrak batuan sangat mirip yaitu menunjukkan
karakter unimodal (satu gugusan n-alkana) dengan
puncak pada n-C15 (Gambar 8). Perbandingan antara
senyawa pristane/phytane (pr/ph) pada ekstrak batuan
CKR-03/SP.39 menunjukkan nilai yang rendah
(pr/ph
-
8/19/2019 Evaluasi Karakteristik Batuan Dan Rembesan Minyak Pada Formasi Kerek Terhadap Potensi Hidrokarbon Cekunga…
5/9
5
tidak permeabel. Perbedaan porositas dan permeabilitasialah porositas menentukan jumlah cairan yang terdapat
sedangkan permeabilitas menentukan jumlahnya yang
dapat diproduksikan (Pyne, 1942)
Formasi Kerek sebagai reservoir dalam beberapa
parameter :1. Menurut Mutting (1934), batuan pasir yang
menghasilkan minyak bumi biasanya tidak banyak
yang lebih halus daripada 0,09 mm dan jarang
sekali lebih kasar dari 0,21 mm. Pasir yang
ukurannya sama kalau diendapkan akan
memberikan porositas 39 % dan jika diagitasikan
dapat menjadi 38, atau lebih kecil lagi tetapi
biasanya lebih besar dari 30 %. Hubungan antaraukuran pori dengan permeabilitas adalah bahwa di
bawah tekanan yang sama, dengan pori 5x lebih
besar aka didapatkan minyak 25x lebih banyak.
2. Pemilahan, keseragman suatu batuan sangat
menentukan besarnya pori yang terbentuk dan berhubungan pula dengan bentuk dan penyusunan butirnya
3. Kompaksi dan sementasi. Kompaksi dan sementasi
akan menyusutkan pori-pori yang telah ada.
Kompaksi dapat menghubungkan porostitas tapi
juga dapat menurunkan nilai ruang dari batuan
yang terkena.
Secara umum, formasi kerek memiliki persebaran
batupasir yang cukup luas tetapi dalam ketebalan yang
terbatas karena sifatnya sebagai perselingan dari
batulempung. Batupasir penyusun formasi kerek dan
potensinya sebagai batuan reservoar sebagai berikut :1. Batupasir kuarsa, merupakan salah satu batupasir
yang berperan sangat baik sebagai reservoar karena
pemilahannya sangat baik, butirannya berbentuk
bundar dan padanya tidak terdapat matriks kecuali
semen saja. Pada beberapa sampel yang diambil di
daerah penelitian, kuarsa merupakan komponen
dominan yang ada pada batupasir, tetapi bercampur
dengan mineral feldspar dan rework dari fosil serta
matriks yang berukuran lebih halus. Sehingga
formasi kerek diinterpretasikan tidak memiliki
ketebelan batupasir kuarsa yang cukup sebagaireservoir.
2. Batupasir graywacke. Terdiri atas berbagai macam
jenis fragmen yang berasar dari rombakan selama
proses diagenesa. Komposisi fragmen dan matriks
pada batupasir graywacke mengindikasikan
pengurangan nilai porositas yang berkurang
bergantung pada tingkat kehalusan matriksnya.
Pemilahan yang tidak baik pada batupasir
graywacke semakin mengindikasikan peran
batupasir ini kurang baik sebagai batuan reservoir.
Secara umum daerah penelitian tersusun atas litologi
ini dan sesuai dengan indikasi mekanisme turbidit
yang mengontrol proses pengendapan formasi kerek.
3. Batupasir arkose, terutama tersusun oleh kuarsa dan
feldspar serta memiliki kebundaran yang kurang
baik karena komponen kristal yang menyudut serta
pemilahan yang kurang baik. Kegiatan vulkanisme
yang mempengaruhi pengendapan di formasi kerek
menghasilkan batupasir arkose yang cukupmelimpah sebagai perselingan batulempung.
Evaluasi Formasi Kerek sebagai batuan induk ( source
rock )
o Hasil TOC dan Rock Eval
Hasil TOC dan Rock-eval pada batuan
sampel baik dari Bancak maupun Pudakpayung
menunjukkan bahwa kandungan organik material
pada batuan Formasi Kerek cukup rendah
( fair )dengan kisaran antara 0.56% - 0.67% (Peters
& Cassa, 1994). Kadar material organik yangrendah tidak dapat diharapkan akan mendapatkan
batuan induk yang potensial meskipun telah
melewati tingkat kematangan termal batuan Selain
itu, bedasarkan nilai Tmax yang didapat ketika
batuan mengekstrak S2, batuan sampel dari formasi
kerek termasuk pada batuan induk yang immature
(Peters & Cassa, 1994). Kedua sampel juga
menunjukkan adanya dominasi kerogen tipe III
yang merupakan gas prone.
o Korelasi batuan induk dan minyak (oil – source
rock correlation) berdasarkan hasil GC dan GCMSFraksi non-polar yang dominan pada kedua
batuan menunjukkan tingkat kematangan termal
yang rendah. Berbeda dengan sampel minyak yang
memperlihatkan fraksi hidrokarbon yang dominan
lebih sedikit sebagai indikasi bahwa minyak
berasal dari batuan dengan kematangan termal
lebih tinggi. Kedua batuan menunjukkan hasil
kromatografi gas yang unimodal dengan puncak n-
C15 yang merupakan indikasi keterdapatan material
organik kehidupan akuatik yaitu alga (Hidayat &
Fatimah, 2007). Perbandigan nilai pristane/phytane
yang < 2 memberikan indikasi bahwa material
organik diendapkan dalam lingkungan yang
tertutup serta miskin oksigen (reduktif) dan
umumnya dijumpai pada sedimen-sedimen danau
atau marin. Nilai CPI batuan yang berkisar pada
1.43 – 1.81 menunjukkan bahwa batuan memiliki
nilai kematangan yang rendah, sesuai dengan hasil
tes rock-eval .
Berkebalikan dengan batuan yang belum
matang, hasil GC menunjukkan adanya indikasi
proses biodegradasi pada rembesan minyak. Hal ini
terbaca melalui konfigurasi n-alkana yang tidak
terpisahkan dengan baik akibat telah mengalami
-
8/19/2019 Evaluasi Karakteristik Batuan Dan Rembesan Minyak Pada Formasi Kerek Terhadap Potensi Hidrokarbon Cekunga…
6/9
6
biodegradasi tingkat lanjut. Kondisi ini secara tidak
langsung menyatakan bahwa minyak rembesan
telah cukup lama berada pada kondisi anaerobic
sehingga bakteri dapat mengkonsumsi rantai
hidrokarbon pada minyak. Atau dengan kata lain,
minyak lebih matang dari batuan Formasi Kerek.Analisis selanjutnya menggunakan metode
GCMS yang dapat memberikan spesifikasi
komposisi material organik pada batuan maupun
minyak. Melalui konfigurasi biomarker stereana
(m/z = 217), pada sampel batuan dapat terbaca C 29,
C28 and C27 dengan jelas dan mengindikasikan
kelimpahan algae asal lingkungan marine.
Sedangkan padaminyak rembesan telah mengalami
biodegradasi sehingga senyawa-senyawa C29, C28
and C27 tidak terdeteksi dengan baik. Kontribusi
tumbuhan darat berkarakter resin bikadinana pada
umumnya dijumpai pada hidrokarbon asal material
organik yang diendapkan pada lingkungan delta.
Pengaruh biodegradasi dan kehadiran senyawa-
senyawa resin bikadinana yang sangat dominan
tidak memungkinkan untuk dilakukan penentuan
tingkat kematangan termal dari minyak rembesan.
Meskipun demikian rasio BMI (indek kematangan
bikadinana) yang menunjukkan angka 2.41 dan
2.61 (Hidayat & Fatimah, 2007) menunjukkan
bahwa minyak rembesan berasal dari batuan
sumber dengan tingkat kematangan penuh ( fully
mature).
Sidikjari biomarker triterpana (m/z=191)
menunjukkan dengan lebih jelas mengenai tipe
bahan organik serta tingkat kematangan termal
antara minyak dan batuan. Selain unsur-unsur
tumbuhan darat berkarakter resin, minyak
rembesan juga memperlihatkan adanya kontribusi
tumbuhan darat tingkat tinggi dari spesies
angiosperma yang terdeteksi sebagai oleanoida dan
oleanana. Resistensi yang tinggi senyawa-senyawa
asal tumbuhan darat tersebut terhadap pengaruh
degradasi termal maupun bakteri membuatkehadirannya menjadi sangat dominan pada
minyak rembesan. Hal yang berbeda dijumpai pada
ekstrak batuan, dimana unsur-unsur asal tumbuhan
darat tidak terdeteksi sama sekali pada
kromatogram ion triterpana (m/z 191), sekaligus
membuktikan perbedaan sumber asal material
organik dengan minyak rembesan.
Melalui pendekatan analisis geokimia,
batuan sampel dari Formasi Kerek tidak memiliki
kecocokan dengan minyak rembesan. Selain itu,
batuan sampel dari Formasi Kerek memiliki nilaikematangan termal dan kandungan material yang
kecil sehingga bukanlah batuan induk yang
potensial.
Kemungkinan formasi batuan induk pada
cekungan kendeng dapat beralih ke formasi di
bawah Kerek, yaitu Pelang. Formasi Pelang
tersusun atas lempung yang terdiri dari napal bersisipan batugamping. Napal berwarna abu-abu
dan umumnya telah terlapukan. Kandungan napal
Pelang yang memiliki kematangan termal
C3122S/22R homohopana 0.47 jelas lebih matang
daripada Formasi Kerek (Hidayat & Fatimah,
2007). Akan tetapi kematangan termal ini dapat
disebabkan oleh posisi stratigrafi Pelang yang
terkubur sangat dalam sehingga menginisasi
peningkatan tekanan dan tempratur. Karena
singkapan Formasi Pelang sangat terbatas, maka
penyesuaian Formasi Pelang sebagai batuan induk
memerlukan penyelidikan lebih lanjut.
Formasi Kerek terhadap potensi hidrokarbon cekungan
Kendeng
Formasi Kerek pada awalnya diperkirakan
potensial untuk membentuk sebuah petroleum system
sendiri dikarenakan disusun oleh litologi dominan
batulempung pada bagian bawah, batupasir di atasnyadan batugamping berselingan batulempung berada pada
stratigrafi paling atas. Dari hasil analisis geokimia dan
rembesan minyak menunjukkan bahwa tidak terdapat
kecocokan antara rembesan minyak dengan karakter
batuan Formasi Kerek. Hidrokarbon yang munculsebagai rembesan minyak tersebut diperkirakan berasal
dari batuan yang lebih tua dari Formasi Kerek dan
Formasi Pelang. Hal ini menunjukkan bahwa Formasi
Kerek tidak cocok untuk menjadi batuan induk dari
rembesan minyak yang hadir, dan kemungkinan
potensial di masa mendatang karena masih bersifat
immature, dan batuan induk dari rembesan hidrokarbon
ini diperkirakan berasal dari batuan yang lebih tua dari
Formasi Pelang.
Terdapat kemungkinan bahwa Formasi Kerek
potensial sebagai reservoir dari suatu petroleum system
pada Cekungan Kendeng. Karakteristik batupasir pada
Formasi Kerek menunjukkan bahwa batuan tersebuttelah mengalami tahap diagenesis yang panjang sehingga
kompaksi antar butiran meningkat dan menurunkan nilai
porositas dari batuan itu sendiri akibat kompaksi dan
pertumbuuhan semen pada celah batuan. Porositas
batupasir pada Formasi Kerek ini memiliki nilai berkisar3%-10% (Hertanto, 2010) dan dominan berupa porositas
sekunder, nilai ini diperoleh berdasarkan analisis
petrografi dan SEM untuk melihat pori dan semen pada
batuan. Nilai porositas ini dinilai tidak efektif sebagai
reservoir dari suatu petroleum system karena tergolong
kecil dan tidak dapat mengalirkan fluida dengan baik,
tetapi pada Formasi Kerek terdapat banyak sekali
rekahan-rekahan yang muncul dikarenakan olehdeformasi. Rekahan-rekahan ini kemungkinan efektif
untuk dapat membantu mengalirkan fluida pada batuan.
-
8/19/2019 Evaluasi Karakteristik Batuan Dan Rembesan Minyak Pada Formasi Kerek Terhadap Potensi Hidrokarbon Cekunga…
7/9
7
Untuk itu batuan Formasi Kerek dinilai tidak cukup potensial untuk menjadi sebuah reservoir tetapi masih
ada kemungkinan fluida hidrokarbon tersimpan dan
mengalir melalui rekahan-rekahan, ini membutuhkan
penelitian yang lebih lanjut.
Batuan penutup (cap rock ) untuk petroleum
system dari Cekungan Kendeng ini diperkirakan berasaldari Formasi Kerek maupun batuan yang berada di
atasnya, yaitu Formasi Kalibeng. Formasi Kalibeng
berpotensi menjadi batuan penutup dikarenakan batuan
penyusunnya berupa batulempung pada bagian bawah
dan batugamping pada bagian atas (Subroto, 2007).Batulempung Formasi Kalibeng menutup aliran fluida
hidrokarbon yang mengalir pada Formasi Kerek
sehingga hidrokarbon akan terakumulasi pada Formasi
Kerek.
Dari karakter stratigrafi Cekungan Kendeng,
proses pemerangkapan hidrokarbon (trap) terdiri atas 2 jenis, yaitu stratigraphic trap dan structural trap dimana
untuk stratigraphic trap hidrokarbon dapat terakumulasikarena Formasi Kalibeng sebagai cap rock dan structural
trap dikarenakan overthrusting pada Cekungan Kendeng
yang menyebabkan hidrokarbon dapat terakumulasi pada
puncak-puncak antiklin, tetapi tidak potensial karena
memiliki nilai porositas yang kecil dan perlu
penyelidikan lebih lanjut untuk menentukan potensi dari
Cekungan Kendeng.
Kesimpulan1. Hasil analisis menunjukkan bahwa rembesan minyak
tersebut tersusun oleh material organik yang bersifat
fluvio-deltaik, kelimpahan resin bikadinana yang
tinggi, kematangan yang fully mature, dan sudahmengalami biodegradasi.
2. Analisis batuan menunjukkan bahwa material organic penyusun batuan berasal dari lingkungan marin, dan
tingkat kematangan thermal yang rendah.
3. Batupasir pada Formasi Kerek memiliki nilai
porositas berkisar 3%-10% dengan tingkat diagenesis
yang telah mencapai tahap telogenesis.
4. Analisis Geokimia menunjukkan perbedaan karakterantara rembesan minyak dan batuan baik pada
Formasi Kerek maupun Formasi Pelang. Rembesan
minyak tidak berasal dari Formasi Kerek maupun
Formasi Pelang, diperkirakan berasal dari formasi
yang lebih tua dari kedua formasi tersebut.Oleh karena itu dapat diambil sebuah kesimpulan
bahwa Formasi Kerek bukanlah batuan induk dari
rembesan hidrokarbon yang muncul di lokasi penelitian.
Rembesan minyak tersebut diperkirakan berasal dari
batuan yang lebih tua dari Formasi Kerek maupun Formasi
Pelang. Formasi Kerek tidak potensial menjadi sebuahreservoir tetapi masih ada kemungkinan dan harus
dilakukan penelitian lanjut, diperkirakan sistem
hidrokarbon pada Cekungan Kendeng terperangkap dengan
sistem stratigraphic trap dan structural trap walaupun
belum ditemukannya batuan yang potensial untuk menjadi
reservoir.
Referensi
[1] de Genevraye, P., and Samuel, L., 1972, The geology of
Kendeng Zone (East Java). Proceedings of
Indonesian Petroleum Association 1st Annual
Convention, Jakarta, p. 17 – 30.
[2] Hertanto, Vahyu Vanny. 2010. Studi Diagenesis
Batupasir Formasi Kerek Pada Daerah Kaliputih
dan Sekitarnya, Kecamatan Singorojo, Kabupaten
Kendal, Jawa Tengah. Universitas Diponegoro
[3] Hidayat, Rachmad. Fatimah. 2007. Inventarisasi
Kandungan Minyak Dalam Batuan Daerah
Kedungjati, Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa
Tengah. Bandung: Proceeding Pemaparan Hasil
Kegiatan Lapanga dan Non Lapangan Tahun
2007 Pusat Sumberdaya Geologi
[4] Koesomadinata, R. P. 1980. Geologi Minyak dan Gas
Bumi. Contrib. Dept. Geol. Inst. Techn. Bandung.
[5] Kusuma, Roni C. Mustika, Astri I. Atmaja, Dian A.
Vashti, Agatha A. 2013. Study of Hydrocarbon
Potential Kerek Formation in Case Study at
Pudakpayung District, Semarang, Central Java.
Jakarta: IPA
[6] Peters, Kenneth E. Cassa, Mary Rose. 1994. AppliedSource Rock Geochemistry. USA: AAPG Memoir
60
[7] Ramadhan, Bondan. Maha, Mahap. Hapsoro, Satrio Esti.
Budiman, Agung. Fardiansyah, Iqbal. 2015.
Unravel Kendeng Petroleum System Enigma :
Recent Update From Transect Surface
Observation of Kedungdjati-Djuwangi-Ngawi
Area. Jakarta: IPA
[8] Romadhona, Aldilla, F. 2010. Laporan PemetaanGeologi Mandiri Daerah Djuwangi dan
Sekitarnya, Kecamatan Juwangi Kabupaten
Boyolali, Propinsi Jawa Tengah. UniversitasDiponegoro.
[9] Satyana. 2006. Deepwater Plays of Java, Indonesia:
Regional Evaluation on Opportunities and Risks.
Jakarta: IPA
[10] Shanmugam, G. 2006. Deep Water Processes and
Facies Models : Implications for Sandstone Petroleum Reservoirs. Amsterdam. Elsevier.
[11] Smyth, Hall, R. Nichols, Gary. 2008. Cenozoic
volcanic history of East Java, Indonesia : The
Stratigraphic Record of eruption on an Active Margin. USA: The Geological Society of
America.
[12] Subroto, E.A., Noeradi, D., Priyono, A., Wahono, H.E.,
Hermanto, E., Praptisih, Santoso, K. 2007.The
Paleogene Basin Within The Kendeng Zone,
Central Java Island, and Implications to
Hydrocarbon Prospectivity. Jakarta: IPA[13] Yusuf, Muhammad Azka. 2012. Laporan Pemetaan
Mandiri Geologi Kecamatan Simo dan
Sekitarnya, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah,
Indonesia. Universitas Diponegoro
-
8/19/2019 Evaluasi Karakteristik Batuan Dan Rembesan Minyak Pada Formasi Kerek Terhadap Potensi Hidrokarbon Cekunga…
8/9
8
Lampiran
Gambar 1. Stratigrafi Cekungan Kendeng secara kesluruhan
(Subroto dkk, 2007) pada bagian bawah dominan oleh batulempung
yaitu Formasi Pelang dan Formasi Kerek bagian bawah. UntukFormasi Kerek menunjukkan dominasi batupasir.
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)Gambar 2. (a) Biosparit (Folk, 1959) dari STA Batugamping Pejal F.
Kalibeng, Juwangi (Romadhona, 2010), (b) Biosparit (Folk, 1959) dari
STA Batugamping Pejal F. Kerek, Juwangi (Aldilla F Romadhona,
2010), (c) Arkose wacke (Dott, 1964) Bukti proses pelarutan berupa
cangkang yang tidak utuh (Petrografi nikol bersilang pada conto P 01)
(Vahyu Vanny H, 2010), (d) Packed Biomicrite (Folks, 1952) Packstone
(Dunham, 1962) Sementasi kembali (petrografi nikol bersilang padaconto P 02), (e) Carbonate Feldsphatic Arenite (Dott, 1964)
Penggantian (replacement ) mineral felspar dengan mineral karbonat
(petrografi nikol bersilang pada conto P 04)
-
8/19/2019 Evaluasi Karakteristik Batuan Dan Rembesan Minyak Pada Formasi Kerek Terhadap Potensi Hidrokarbon Cekunga…
9/9
9
Gambar 3. Feldspathic graywacke (Dott, 1964) pada STA batupasir
tufaan, Desa Tjandi (Yusuf, 2012)
(a)
(b)
Gambar 4. (a) Semen kalsit dan klorit pada foto SEM 01 (b)
Semen pirit pada foto SEM 04
Gambar 5. Diagram Van Krevelenn Sampel Pudakpayung
(Kusuma, 2013) menunjukkan bahwa material organic tergolong
dalam tipe III atau gas prone
Gambar 6. Diagram Van Krevelenn Sampel Bancak (Kusuma,
2013) menunjukkan bahwa material organic tergolong dalam tipe III
atau gas prone
Gambar 7. Hasil GC dan GCMS sampel batuan dan sampel
rembesan minyak Pudakpayung
Gambar 8. Hasil GC dan GCMS sampel batuan dan sampel
rembesan minyak Bancak