Etika Rujukan
-
Upload
cindyannisamelati -
Category
Documents
-
view
119 -
download
7
description
Transcript of Etika Rujukan
2.1. Etika Rujukan
1. Pengertian Rujukan Medis
Rujukan medis merupakan pelimpahan wewenang dan tanggung jawab untuk
masalah kedokteran yang bertujuan untuk menyembuhkan penyakit (kuratif) dan atau
memulihkan status kesehatan pasien (rehabilitatif).
Jenis-Jenis Rujukan Medis
1) Rujukan Pasien (Transfer of Patient)
Merupakan penatalaksanaan pasien dari strata pelayanan kesehatan yang
kurang mampu ke strata pelayanan yang lebih sempurna atau sebaliknya,
untuk pelayanan tindak lanjut.
2) Rujukan Ilmu Pengetahuan (Transfer of Knowledge)
Merupakan pengiriman dokter yang lebih ahli dari strata pelayanan kesehatan
yang lebih ahli dari strata pelayanan kesehatan yang lebih mampu ke strata
pelayanan yang kurang mampu atau sebaliknya, untuk bimbingan dan diskusi,
untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan
3) Rujukan Bahan Pemeriksaan Laboratorium (Transfer of Specimens)
Merupakan pengiriman bahan-bahan pemeriksaan laboratotium dari srata
pelayanan kesehatan yang kurang mampu ke strata yang lebih mampu atau
sebaliknya, untuk tindak lanjut.
2. Tata Cara Rujukan Medis Berdasarkan Pembagian Wewenang dan
Tanggung Jawab
1) Interval Referral, merupakan pelimpahan wewenang dan tanggung jawab
penderita sepenuhnya kepada dokter konsultan untuk jangka waktu tertentu,
dan selama jangka waktu tersebut dokter tersebut tidak menanganinya
2) Collateral Referral, merupakan penyerahan wewenang dan tanggung jawab
penanganan penderita hanya untuk satu masalah kedokteran khusus saja
3) Cross Referral, merupakan penyerahan wewenang dan tanggung jawab
penanganan penderita kepada dokter lain untuk selamanya
4) Split Referral, merupakan penyerahan wewenang dan tanggung jawab
penanganan penderita sepenuhnya kepada beberapa dokter konsultan, dan
selama jangka waktu pelimpahan wewenang dan tanggung jawab tersebut
dokter pemberi rujukan tidak ikut campur
3. Tata Cara Rujukan Berdasarkan Kode Etik
Berdasarkan Kode Etik Kedokteran Gigi Indonesia :
Pasal 11 :
Dokter Gigi di Indonesia wajib melindungi pasien dari kerugian
Ayat 2 :
Dalam hal ketidakmampuan melakukan pemeriksaan atau pengobatan, dokter gigi
wajib merujuk pasien kepada dokter gigi atau profesional lainnya dengan
kompetensi yang sesuai.
Ayat 3 :
Dokter Gigi di Indonesia yang menerima pasien rujukan wajib mengembalikan
kepada pengirim disertai informasi tindakan yang telah dilakukan berikut
pendapat dan saran secara tertulis dalam amplop tertutup.
Ayat 4 :
Dokter Gigi di Indonesia wajib memberikan ijin kepada pasien yang ingin
melanjutkan perawatannya ke dokter gigi lain dengan menyertakan surat rujukan
berisikan rencana perawatan, perawatan atau pengobatan yang telah dilakukan,
dilengkapi dengan data lainnya sesuai kebutuhan.
Berdasarkan Himpunan Peraturan Tentang Majelis Kehormatan Disiplin
Kedokteran Indonesia Konsil Kedokeran Indonesia
1) Dalam situasi dimana penyakit atau kondisi pasien di luar kompetensinya
(karena keterbatasan pengetahuan, keterbatasan keterampilan ataupun
keterbatasan peralatan yang tersedia), maka dokter atau dokter gigi wajib
menawarkan kepada pasien untuk dirujuk atau dikonsultasikan kepada dokter
atau dokter gigi lain atau sarana pelayanan kesehatan lain yang lebih sesuai.
2) Upaya perujukan dapat tidak dilakukan, apabila situasi yang terjadi antara lain
sebagai berikut:
a) kondisi pasien tidak memungkinkan untuk dirujuk;
b) keberadaan dokter atau dokter gigi lain atau sarana kesehatan yang lebih
tepat, sulit dijangkau atau sulit didatangkan;
c) atas kehendak pasien.
Dasar : Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 51
huruf b.
Mendelegasikan Pekerjaan Kepada Tenaga Kesehatan Tertentu yang Tidak Memiliki
Kompetensi Untuk Melaksanakan Pekerjaan Tersebut
1) Dokter atau dokter gigi dapat mendelegasikan tindakan atau prosedur
kedokteran tertentu kepada tenaga kesehatan tertentu yang sesuai dengan
ruang lingkup keterampilan mereka.
2) Dokter atau dokter gigi harus yakin bahwa tenaga kesehatan yang menerima
pendelegasian tersebut, memiliki kompetensi untuk itu.
3) Dokter atau dokter gigi, tetap bertanggung jawab atas penatalaksanaan pasien
yang bersangkutan.
Dasar : Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1419/Menkes/Per/X/2005 tentang
Penyelenggaraan Praktik Dokter dan Dokter Gigi Pasal 22 ayat (1) dan ayat (3).