Etika profesi kedokteran

download Etika profesi kedokteran

of 21

description

Etika profesi kedokteran

Transcript of Etika profesi kedokteran

Kasus Etika Profesi KedokteranAyu Anas [email protected] KEDOKTERANUNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANAJln. Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510. Telephone : (021) 5694-2061, fax : (021) 563-1731

PENDAHULUANAkhir ini di mass media sering terdapat berita mengenai tuntutan hukum terhadap dokter. Menyangkut berbagai bidang spesialisasi : narkose, mata, bedah, obsgin, dll. Memprihatinkan karena langsung berhubungan dengan keselamatan jiwa, anggota tubuh dan mungkin juga nyawa manusia. Masalah ini menimbulkan sedikit ketegangan antara para disiplin hukum dan profesi kedokteran. Masing-masing mempunyai argumentasi dan titik tolak berlainan. Saling menuduh yang belum tentu benar faktanya. Di dalam kepustakaan hukum kedokteran data dibedakan antara risiko pasien dan kelalaian yang dapat dimintakan pertanggungjawaban kepada dokter. Dapat dikatakan bahwa masalah hukum kedokteran 80% berkisar pada penilaian atau penafsiran. Bila terdapat kelalaian dokter sehingga dapat dimintakan pertanggungjawabannya dan bila risiko tersebut harus dipikul oleh pasiennya sendiri. Di dalam hukum kedokteran dikatakan arti bahwa ia harus bekerja dengan teliti, hati-hati, tidak sembarangan dan menurut prosedur yang lazim dan setelah mendapat ijin dari pasiennya. Kalau tidak, dokter itu bisa dianggap lalai dan harus mempertanggungjawabkan tindakannya.Risiko yang ditanggung pasien ada tiga macam bentuknya :1. KecelakaanPada kasus kecelakaan yang menanggung risiko adalah si pasien. Pada umumnya sang dokter tidak dipersalahkan, karena walaupun ia telah bekerja dengan penuh ketelitian, hati-hati dan menurut standar profesi medis, toh peristiwa itu terjadi.2. Risiko tindakan medisSetiap tindakan dokter baik diagnostic maupun terapeutik akan selalu mengandung unsure risiko yang melekat pada tindakan itu sendiri. Jika dilakukan secara hati-hati dan teliti menurut standar profesi medis maka dokternya tidak dapat dipersalahkan.3. Kesalahan penilaianSuatu bentuk lain yang mirip adalah yang dikatakan error of judgement.1

SKENARIOSeorang pasien bayi dibawa orang tuanya datang ke tempat praktek dokter A, seorang dokter anak. Ibu pasien bercerita bahwa ia adalah pasien seorang dokter Obgyn B sewaktu melahirkan, dan anaknya dirawat oleh dokter anak C. Baik dokter B maupun C tidak pernah mengatakan bahwa anaknya menderita penyakit atau cedera sewaktu lahir dan dirawat disana. 10 hari pasca lahir orang tua bayi menemukan benjolan di pundak kanan bayi.Setelah diperiksa oleh dokter anak A dan pemeriksaan radiologi sebagai penunjangnya, pasien dinyatakan menderita fraktur klavikula kanan yang sudah berbentuk kalus. Kepada dokter A mereka meminta kepastian apakah benar terjadi patah tulang klavikula, dan kapan kira kira terjadinya. Bila benar patah tulang tersebut terjadi sewaktu kelahiran, maka akan menuntut dokter B karena telah mengakibatkan patah tulang dan dokter C karena lalai tidak dapat mediagnosisnya. Mereka juga menduga bahwa dokter C kurang kompeten sehingga sebaiknya ia merawat anaknya ke dokter A saja. Dokter A berpikir apa yang sebaiknya ia katakan.

ASPEK ETIK PROFESIEtik adalah cabang ilmu filsafat yang mempelajari moralitas. Bioetika pula merupakan salah satu cabang dari etik normatif. Etika biomedik merupakan etik yang berhubungan dengan praktek dengan prakter kedokteran dan atau penelitian di bidang biomedis.Etika kedokteran merupakan cabang etik yang digunakan dalam bidang kedokteran. Etika kedokteran digunakan dalam menentukan tindakan dalam bidang kesehatan atau kedokteran, selain mempertimbangkan keempat kebutuhan dasar manusia, dengan mempertimbangkan juga hak-hak asasi pasien.1Prinsip-Prinsip Etika Profesi 1. Tanggung jawab Terhadap pelaksanaan pekerjaan itu dan terhadap hasilnya. Terhadap dampak dari profesi itu untuk kehidupan orang lain atau masyarakat pada umumnya.2. Keadilan untuk memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi haknya.3. Otonomi menuntut agar setiap kaum profesional diberi kebebasan menjalankan profesinya. 1,2

Peranan Etika Dalam Profesi1. Suatu kelompok diharapkan akan mempunyai tata nilai untuk mengatur kehidupan bersama kerana nilai-nilai etika itu tidak hanya milik satu atau dua orang, atau segolongan orang saja, tetapi milik setiap kelompok masyarakat, bahkan kelompok yang paling kecil yaitu keluarga sampai pada suatu bangsa.2. Salah satu golongan masyarakat yang mempunyai nilai-nilai yang menjadi landasan dalam pergaulan baik dengan kelompok atau masyarakat umumnya maupun dengan sesama anggotanya, yaitu masyarakat profesional. Golongan ini sering menjadi pusat perhatian karena adanya tata nilai yang mengatur dan tertuang secara tertulis (yaitu kode etik profesi) dan diharapkan menjadi pegangan para anggotanya.3. Sorotan masyarakat menjadi semakin tajam manakala perilaku-perilaku sebagian para anggota profesi yang tidak didasarkan pada nilai-nilai pergaulan yang telah disepakati bersama (tertuang dalam kode etik profesi), sehingga terjadi kemerosotan etik pada masyarakat profesi tersebut. 1

Tujuan Kode Etik Profesi1. Untuk menjunjung tinggi martabat profesi.2. Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota.3. Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi.4. Untuk meningkatkan mutu profesi.5. Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi.6. Meningkatkan layanan di atas keuntungan pribadi.7. Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat. 1,2

PRINSIP-PRINSIP MORALDikenali empat kaedah dasar moral untuk mencapai keputusan etik. Keempat kaedah dasar moral tersebut antara lain : Prinsip OtonomiMenghormati martabat manusia (respect for person / autonomy). Menghormati martabat manusia. Pertama, setiap individu (pasien) harus diperlakukan sebagai manusia yang memiliki otonomi (hak untuk menentukan nasib diri sendiri), dan kedua, setiap manusia yang otonominya berkurang atau hilang perlu mendapatkan perlindungan. Otonomi merupakan prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien, terutama hak otonomi pasien (the rights to self determination). Prinsip moral ini kemudian melahirkan doktrin informed consent.Prinsip BenificienceBerbuat baik (beneficence). Selain menghormati martabat manusia, dokter juga harus mengusahakan agar pasien yang dirawatnya terjaga keadaan kesehatannya (patient welfare). Pengertian berbuat baik diartikan bersikap ramah atau menolong, lebih dari sekedar memenuhi kewajiban. Merupakan prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang ditujukan ke baikan pasien. Dalam beneficience tidak hanya dikenal perbuatan untuk kebaikan saja, melainkan juga perbuatan yang sisi baiknya (manfaat) lebih besar daripada sisi buruknya (mudharat).Prinsip Non-maleficienceTidak berbuat yang merugikan (non-maleficence). Merupakan prinsip moral yang melarang tindakan yang memperburuk keadaan pasien. Prinsip ini dikenal sebagai primum non nocere atau above all do no harm, yaitu pertama jangan menyakiti.Prinsip JusticeKeadilan (justice). Merupakan prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan dalam bersikap maupun dalam mendistribusikan sumber daya (distributive justice). Tidak ada pertimbangan lain selain kesehatan pasien yang menjadi perhatian utama dokter. Justice pula adalah kaidah yang berarti pelakuan sama rata dan adil terhadap pasien untuk kebahagiaan dan kenyamanan pasien tersebut.1

Dari prinsip moral yang dinyatakan, didapat rules derivatnya yaitu: Veracity (berbicara benar, jujur dan terbuka) Privacy (menghormati hak privasi pasien) Confidentiality (menjaga kerahasiaan pasien) Fidelity (loyalitas dan promise keeping)Seorang dokter harus mampu menggunakan keempat prinsip dasar yang telah disebutkan beserta dengan etika profesi sebagai panduan dalam bersikap dan berperilaku. Walaupun begitu, dalam pembuatan keputusan etik, terutama dalam situasi klinik, dapat juga digunakan pendekatan yang berbeda dengan pendekatan kaedah moral yang telah disebutkan. Teori etik yang esensial dalam pelayanan klinik adalah: Medical Indication Pada topik medical indication atau indikasi medis, dimasukkan semua prosedur diagnostik dan terapi yang sesuai untuk mengevaluasi keadaan pasien dan mengobatinya. Penilaian aspek indikasi medis ini ditinjau dari sisi etiknya, terutama menggunakan kaidah benificience dan non-maleficience. Pertanyaan etika pada topic ini serupa dengan seluruh informasi yang selayaknya disampaikan kepada pasien pada doktrin informed consent. 1 Patient preferences Pada topik ini, diperhatikan nilai dan penilaian pasien tentang manfaat dan beban yang akan diterimanya. Topik ini mencerminkan kaidah otonomi. Pertanyaan etik meliputi pertanyaan tentang kompetensi pasien, sifat volunteer sikap dan keputusannya, pemahaman atas informasi, siapa pembuat keputusan bila pasien tidak kompeten, nilai dan keyakinan yang dianut oleh pasien. Quality of life Topik ini merupakan aktualisasi salah satu tujuan kedokteran, yaitu memperbaiki, menjaga atau meningkatkan kualitas hidup insan. Apa, siapa dan bagaimana melakukan penilaian kualits hidup merupakan pertanyaan etik sekitar prognosis, yang berkaitan dengan beneficence, nonmaleficence dan autonomy. Contextual features Dibahas pertanyaan etik seputar aspek non medis yang mempengaruhi keputusan, seperti faktor keluarga, ekonomi, agama, budaya, kerahasiaan, alokasi sumber daya dan faktor hukum. 1Dalam profesi kedokteran di Indonesia, telah disusun Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI). Kodeki terdiri dari empat kewajiban yaitu kewajiban umum, kewajiban terhadap pasien, kewajiban terhadap teman sejawat dan kewajiban terhadap diri sendiri. Pasal - pasal yang disusun dalam Kodeki berbunyi seperti berikut : KEWAJIBAN UMUMPasal 1Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah dokter.1,3Pasal 2Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi yang tertinggi.

Pasal 3Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.Pasal 4Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri.Pasal 5Tiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun fisik hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah memperoleh persetujuan pasien.

Pasal 6Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat.Pasal 7Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya.Pasal 7aSeorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan medis yang kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang (compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.Pasal 7bSeorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau penggelapan, dalam menangani pasien.Pasal 7cSeorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak tenaga kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien.Pasal 7dSetiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani.1,3Pasal 8Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan kepentingan masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif), baik fisik maupun psiko-sosial, serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenar-benarnya.Pasal 9Setiap dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan bidang lainnya serta masyarakat, harus saling menghormati.

KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP PASIENPasal 10Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan ketrampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ini ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien, ia wajib menujuk pasien kepada dokter yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.Pasal 11Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam masalah lainnya.Pasal 12Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.Pasal 13Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya.

KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP TEMAN SEJAWATPasal 14Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan.Pasal 15Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dan teman sejawat, kecuali dengan persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis. 1,3

KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP DIRI SENDIRIPasal 16Setiap dokter harus memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan baik.

Pasal 17Setiap dokter harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran/kesehatan. 1,3Hubungan Dokter PasienHubungan dokter-pasien merupakan tunjang praktek kedokteran dan asas kepada etika kedokteran. Deklarasi Geneva menyatakan bahwa seorang dokter harus meletakkan kesehatan pasiennya sebagai perkara yang paling utama. Kode Etik Medis Internasional pula menyatakan bahwa seorang dokter wajib memberikan pelayanan terbaik sesuai sarana yang tersedia atas kepercayaan yang telah diberikan pasien kepadanya. Prinsip utama moral profesi adalah autonomy, beneficence, non maleficence dan justice. Prinsip turunannya pula adalah veracity (memberikan keterangan yang benar), fidelity (kesetiaan), privacy, dan confidentiality (menjaga kerahasiaan).Hubungan dokter-pasien pada awalnya merupakan hubungan paternalistic dengan memegang prinsip beneficence sebagai prinsip utama. Namun cara ini dikatakan mengabaikan hak autonomy pasien sehingga sekarang lebih merujuk kepada teori social contract dengan dokter dan pasien sebagai pihak bebas yang saling menghargai dalam membuat keputusan. Dokter bertanggungjawab atas segala keputusan teknis sedangkan pasien memegang kendali keputusan penting terutama yang terkait dengan nilai moral dan gaya hidup pasien. Hubungan dokter-pasien yang baik memerlukan kepercayaan. Maka, dengan memegang pada dasar kepercayaan pasien terhadap dokter yang merawatnya, seorang dokter tidak boleh menjalin hubungan di luar bidang profesinya dengan pasien yang sedang dirawat.1Menghormati dan Pelayanan Sama RataIsu hak sama rata merupakan suatu hal yang rumit buat dokter. Menuruk Deklarasi Geneva, dokter tidak boleh mendiskriminasi pasien baik secara umur, penyakit, ras, jenis kelamin, kewarganegaraan, orientasi seksual, maupun status social. Tetapi pada masa yang sama dokter juga dibenarkan untuk menolak pasien yang datang kepadanya kecuali pada kasus gawat darurat dengan alasan kurang kemahiran dan penyakit pasien bukan di dalam bidang kompetensinya.Dokter juga harus menyadari bahwa perilaku terhadap pasien turut berpengaruh dalam hubungan dokter-pasien untuk mewujudkan kepercayaan dalam diri pasien kepada dokternya. Dokter juga tidak boleh meninggalkan pasien di bawah jagaannya sehingga Kode Etika Medis Internasional dari World Medical Association (WMA) menyatakan bahwa dokter hanya boleh meninggalkan pasiennya dengan cara merujuk pasien ke dokter lain apabila tindakan lanjut yang diperlukan adalah di luar bidang kompetensinya. Selain itu, dokter juga tidak dibenarkan untuk menolak pelayanan kesehatan terhadap pasien dengan HIV/AIDS. Ini karena menurut WMA, pasien dengan HIV/AIDS harus diperlakukan seperti pasien lain dan dokter hanya boleh melepaskan tanggung jawabnya melalui rujukan ke dokter lain yang lebih kompeten. 1Komunikasi dan PersetujuanInformed consent merupakan alat paling penting dalam hubungan dokter-pasien pada masa kini. Informed consent yang benar harus disertai dengan komunikasi baik antara dokter dan pasien. Keterangan yang dapat diberikan kepada pasien sebelum mendapatkan informed consent termasuklah menerangkan diagnosis penyakit, prognosis dan pilihan pengobatan penyakit. Perlu juga kebaikan dan keburukan masing-masing tindakan yang bakal dilakukan.Informed consent harus memuatkan pilihan untuk pasien menerima atau menolak tindakan medic yang bakal dilakukan dokter selain mencantumkan pilihan terapi lain. Pasien yang kompeten boleh memilih untuk menolak tindakan medik walaupun tanpa tindakan ini dapat mengancam nyawa pasien.1Informed consent adalah suatu proses yang menunjukan komunikasi yang efektif antara dokter dengan pasien, dan bertemunya pemikiran tentang apa yang akan dan apa yang tidak akan dilakukan terhadap pasien. Informed consent dilihat dari aspek hukum bukanlah sebagai perjanjian antara dua pihak, melainkan lebih kearah persetujuan sepihak atas layanan yang ditawarkan pihak lain:Informed consent memiliki 3 elemen yaitu:Threshold elementsElemen ini sebenarnya tidak tepat dianggap sebagai elemen oleh karena sifatnya lebih kearah syarat yaitu pemberi consent haruslah seorang yang kompeten. Kompeten disini diartikan sebagai kapasitas untuk membuat keputusan medis. Kompetensi manusia untuk membuat keputusan sebenarnya merupakan suatu kontinuum dari sama sekali tidak memiliki kompetensi hingga memiliki kompetensi yang penuh, diantaranya terdapat berbagai tingkat kompetensi membuat keputusan tertentu (keputusan yang reasonable berdasarkan alasan yang reasonable). Secara hukum seseorang dianggap cakap apabila telah dewasa, sadar dan berada dalam keadaan mental yang tidak dibawah pengampuan. Dewasa diartikan sebagai usia telah mencapai 21 tahun atau telah pernah menikah. Sedangkan keadaan mental yang dianggap tidak kompeten adalah apabila ia mempunyai penyaki tmental sedemikian rupa atau perkembanganmentalnya terbelakang sedemikian rupa, sehingga kemampuan membuat keputusannya terganggu.1Information elements.Elemen ini terdiri dari dua bagian yaitu disclosure (pengungkapan) dan understanding (pemahaman). Pengertian berdasarkan pemahaman yang adekuat membawa konsekuensi kepada tenaga medis untuk memberikan informasi (disclosure) sedemikian rupa agar pasien dapat mencapai pemahaman yang adekuat. Dalam seberapa bagi informasi harus diberikan kepada pasien dapat dilihat dari 3 standar yaitu: Standar praktek profesiBahwa kewajiban memberikan informasi dan kriteria keadekuatan informasi ditentukan bagaimana biasanya dilakukan dalamkomunitas tenaga medis. Standar ini terlalu mengacu kepada nilai yang ada didalam komunitas kedokteran tanpa memperhatikan keingintahuan dan kemampuan pemahaman individu yang diharapkan menerima informasi tersebut. Dalam standar ini ada kemungkinan bahwa kebiasaan tersebut diatas tidak sesuai dengan nilai sosial setempat, misalnya: risiko yang tidak bermakna tidak diinformasikan padahal mungkin saja bermakna dari sisi sosial pasien. Standar subjektifBahwa keputusan harus didasarkan atas nilai yang dianut oleh pasien secara pribadi, sehingga informasi yang diberikan harus memadai untuk pasien tersebut dalam membuat keputusan sebaliknya dari standar sebelumnya, standar ini sangat sulit dilaksanakan atau hampir mustahil. Adalah mustahil bagi tenaga medis untuk memahami nilai yang secara individual dianut oleh pasien. Standar pada reasonable personStandar ini merupakan hasil kompromi dari kedua standar sebelumnya, yaitu dianggap cukup abaila informasi yang diberikan telah memenuhi kebutuahn pada umumnya orang awam. Sub-elemen pemahaman dipengaruhi oleh penyakitnya, irasionalis dan imaturitas. Banyak ahli yang mengatakan bawhwa apabila elemen ini tidak dilakukan maka dokter dianggapt elah lalai melaksanakan tugasnya memberi informasi yang adekuat.1Consent elementsElement ini juga terdiri dari dua bagian yaitu voluntariness (kesukrarelaan, kebebasan) dan authorization (persetujuan).

Kesukarelaan mengharuskan tidak adanya tipuan misrepresentasi ataupun paksaan. Pasien juga harus bebas dari tekanan yang dilakukan tenaga medis yang bersikap seolah akan dibiarkan apabila tidak menyetujui tawarannya. Banyak hali masih berpendapat bahwa melakukan persuasi yang tidak berlebihan masih dapat dibenarkan secara moral.

Consent dapat diberikan secara: Dinyatakan: Dinyatakan secara lisan Dinyatakan secara tertulis, pernyataan tertulis diperlukan apabila dibutuhkan bukti dikemudian hari, umumnya pada tindakan yang invasif atau yang berseiko mempengaruhi kesehatan pasien secara bermakna. Permenkes tenang persetujuan tindakan medis menyatakan bahwa semua jeis tindakan operatif harus memperoleh persetujuan tertulis.1 Tak dinyatakanPasien tidak menyatakan baik secara lisan maupun tertulis, namun melakukan tingkah laku yang menunjukan jawabannya. Meskipun consent jenis ini tidak memiliki bukti namun inilah yang paling banyak dilakukan dalam praktek sehari-hari.Informed consent memiliki lingkup terbatas pada hal-hal yang telah dinyatakan sebelumnya dan tidak dapat dianggap sebagai persetujuan atas semua tindakan yang akan dilakukan. Dokter dapat bertindak melebihi yang telah disepakati hanya apabila gawat darurat dan keadaan tersebut membutuhkan waktu yang singkat untuk mengatasinya.Proxy-consent adalah consent yang diberikan oleh orang yang bukan si pasien itu sendiri, dengan syarat bahwa pasien tidak mampu memberikan consent secara pribadi dan consent tersebut harus mendekati apa yang sekiranya akan diberikan oleh pasien apabila ia mampu memberikannya baik buat pasien, bukan buat orang banyak. Umumnya urutan orang yang dapat memberikan proxy-consent adalah suami/isteri, anak, orang tua, saudara kandung, dll.Proxy-consent hanya boleh dilakukan dengan pertimbangan yang matang dan ketat. Suatu kasus telah membuka orang Indonesia betapa riskannya proxy-consent ini, yaitu ketika seorang kakek menurut dokter yang telah mengoperasinya hanya berdasarkan persetujuan anaknya, padahal ia tak pernah dalam keadaan tidak sadar atau tidak kompeten. Hak menolak terapi lebih sukar diterima oleh profesi kedokteran daripada hak menyetujui terapi. Banyak ahli yang mengatakan bahwa hak menolak bersifat tidak absolut, artinya masih dapat ditolak dan tidak diterima oleh dokter. Hal ini karena dokter akan mengalami konflik moral dengan mencegah perbuatan yang bersifat bunuh diri atau self-inflicted, kewajiban melindungi pihak ketiga dan integritas profesi dokter.1

Hubungan Teman SejawatHubungan antara dokter dan teman sejawat dinyatakan dalam Declaration of Geneva yang menyatakan hubungan antara petugas kesehatan adalah seperti saudara. Menurut Kode Etik Medik Internasional pula, terdapat dua larangan dalam hubungan sesama dokter yaitu:1. Membayar atau menerima bayaran dari dokter lain dalam menangani pasien2. Mengambil alih tugas perawatan pasien dari dokter lain tanpa rujukan dokter tersebut.Sering dalam praktek sehari-hari, akan timbul perbedaan pendapat antara dokter tentang penanganan yang tepat untuk seorang pasien.2 Dengan menganggap isu yang timbul hanya untuk kebaikan pasien dan tidak ada penyimpangan dari etika kedokteran, hal ini dapat diselesaikan dengan cara :1. Dilakukan secara informal yaitu melalui rundingan dan perbincangan antara pihak yang terlibat. Perbincangan hanya akan dilakukan secara formal apabila cara informal tidak memberikan hasil.2. Opini semua pihak yang terlibat perlu didengarkan dan dipertimbangkan.3. Pasien berhak menentukan tindakan medis untuk dirinya dan pilihan pasien ini akan menjadi penunjang utama dalam pengambilan keputusan isu terkait.4. Apabila semua rundingan tidak disepakati, maka penyelesaian isu dapat melibatkan pihak wewenang dan hukum.1

Pelaporan MalpraktekKewajiban melaporkan malpraktek dan praktek tidak kompeten dinyatakan dalam Kode Etik Medis Internasional yaitu A physician shall report to the appropriate authorities those physicians who practice unethically or incompetently or who engage in fraud or deception. Dokter sering kali sulit untuk membuat pelaporan tentang tindakan malpraktek dokter lain atas dasar simpati atau persahabatan tetapi perlu diingatkan bahwa pelaporan adalah salah satu tugas professional seorang dokter.1,3Namun, tindakan pelaporan ke pihak wewenang harus menjadi pilihan terakhir apabila metode lain seperti menegur dan memberi peringatan kepada dokter yang bersangkutan tidak dapat menyelesaikan tindakan malprakteknya.Hubungan Dokter dan Tenaga Pelayanan Kesehatan LainDokter seharusnya mempunyai hubungan non diskriminasi dan saling hormat-menghormati sesama tenaga pelayanan kesehatan lain. Perlu diingatkan bahwa semua tenaga pelayanan kesehatan, walaupun berbeda dari tingkat pendidikan, berpegang pada prinsip yang sama yaitu memberikan pelayanan terbaik untuk kesehatan pasien.1 Hak PasienWMA telah mengeluarkan Declaration of Lisbon on the Rights of the Patient (1991) yang menyatakan hak pasien adalah sebagai berikut:1. Hak memilih dokter secara bebas2. Hak klinis dan etis3. Hak untuk menerima atau menolak pengobatan setelah menerima informasi yang adekuat4. Hak untuk dihormati kerahasiaan dirinya5. Hak untuk mati secara bermartabat6. Hak untuk menerima atau menolak dukungan spiritual atau moral.1,3UU Kesehatan pula menyebutkan beberapa hak pasien yaitu:1. Hak atas informasi2. Hak atas second opinion3. Hak untuk memberi persetujuan atau menolak suatu tindakan medis4. Hak untuk kerahasiaan5. Hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan6. Hak untuk memperoleh ganti rugi apabila ia dirugikan akibat kesalahan tenaga kesehatan.Selain itu, UU Praktik Kedokteran menyatakan hak pasien sebagai berikut:1. Hak untuk mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis (Pasal 45 ayat 3). Penjelasan sekurang-kurangnya meliputi diagnosis, tatacara tindakan, tujuan tindakan medis yang bakal dilakukan, alternative tindakan lain dan risikonya, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi dan prognosis terhadap tindakan yang akan dilakukan.2. Hak untuk memeinta pendapat dokter lain3. Hak mendapatkan pelayanan sesuai kebutuhan medis4. Hak untuk menolak tindakan medis5. Hak untuk mendapatkan isi rekam medis.1,3

Prosedur MedisInformed ConsentInformasi dalam lingkup medis sangat penting bagi memberi peluang kepada pasien untuk mengetahui tentang status sebenar kesehatan diri dan tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien. Para professional dalam pelayanan kesehatan perlu meningkatkan perhatian terhadap pentingnya informed consent sebagai sebagian dari prosedur pengobatan atau clinical trial.

Informed Consent adalah suatu persetujuan mengenai tindakan kedokteran yang akan dilakukan oleh dokter terhadap pasien. Persetujuan boleh dalam bentuk lisan maupun tertulis. Informed consent ini juga merupakan sebagian dari prosese komunikasi antara dokter-pasien tentang kesepakatan tindakan medis yang akan dilakukan. Formulir informed consent merupakan tanda bukti yang disimpan dalam arsip rekam medis pasien.1,3

Dalam Undang-Undang Republika Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, telah diatur tentang Informed Consent ini pada Pasal 45 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran atau Kedokteran Gigi yang isinya antara lain:1. Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan.2. Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat penjelasan secara lengkap.3. Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup: Diagnosis dan tata cara tindakan medis. Tujuan tindakan medis yang dilakukan. Alternatif tindakan lain dan resikonya. Risikonya dan komplikasi yang mungkin terjadi. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.4. Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan baik secara tertulis maupun lisan.5. Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung risiko tinggi harus diberikan dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan.1,3,4

Dalam penjelasan atas UU Nomor 29 Tahun 2004 tersebut disebutkan bahwa pada prinsipnya yang berhak memberikan persetujuan atau penolakan tindakan medis adalah pasien yang bersangkutan. Namun, apabila pasien yang bersangkutan berada di bawah pengampuan, persetujuan atau penolakan tindakan medis dapat diberikan oleh keluarga terdekat antara lain suami/istri/ibu kandung, anak-anak kandung atau saudara-saudara kandung.

Jika sesuatu tindakan medis dilakukan tanpa izin pasien, ia digolongkan sebagai tindakan penganiayaan berdasarkan KUHP Pasal 351 ( trespass, battery, bodily assault ). Menurut Pasal 5 Permenkes No 290 / Menkes / PER / III / 2008, sebelum dimulai tindakan (1), persetujuan tindakan kedokteran dapat dibatalkan oleh yang memberi persetujuan dan pembatalan tersebut harus secara bertulis oleh yang memberi persetujuaan (2). 1,3,4

Elemen-elemen yang terdapat dalam informed consent adalah penjelasan mengenai: Penyakit dan atau tindakan yang akan dilakukan. Harapan dari tindakan dan prognosisnya. Alternatif tindakan dan tingkat harapan serta keberhasilannya. Resiko, komplikasi dan biaya. Dokter hanya boleh bertindak melebihi yang telah disepakati apabila gawat-darurat dan butuh waktu yang singkat. 1,3,4Seperti yang terjadi dalam kasus ini pula, telah terjadinya informed consent antara dokter A kepada keluarga si bayi mengenai keadaan anaknya. Bagi dokter B dan C pula, kurang komunikasi kepada keluarga bayi mengenai apa yang terjadi pada bayi tersebut sehinggakan dicurigai telah melakukan kesalahan dalam merawat bayi tersebut dan bisa dituntut ke pengadilan oleh keluarga si bayi.

Kurangnya komunikasi yang terjalin antara dokter dan keluarga pasien merupakan salah satu sebab ketidak puasan pasien. Komunikasi merupakan kunci penting hubungan dokter dengan pasien atau keluarga selain dari memeriksa dan member obat. Pasien atau keluarga juga perlu sama menanyakan ke dokter dan minta dijelaskan kemungkinan penyakitnya.

Dokter harus bertanggungjawab terhadap perbuatannya jika terdapat kasus yang berunsur kelalaian dari pihak dokter. Dari pihak pasien pula, perlu adanya bukti yang kukuh terhadap kelalaian tersebut jika mahu menuntut. Jika hal tersebut adalah resiko dari tindakan yang telah dinyatakan dalam informed consent, maka penuntutan tidak boleh dilakukan.

ASPEK HUKUM MALPRAKTEK1. Penyimpangan dari Standar Profesi Medis2. Kesalahan yang dilakukan dokter, baik berupa kesengajaan ataupun kelalaian3. Akibatyang terjadi disebabkan oleh tindakan medis yang menimbulkan kerugian materiil atau non materiil maupun fisik atau mental.1,2,5

SANKSI HUKUM PIDANAPasal 267 KUHP (surat keterangan palsu)1. Seorang dokter yang dengan sengaja memberikan surat keterangan palsu tentang ada atau tidaknya penyakit, kelemahan atau cacat, diancam dengan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.2. Jika keterangan diberikan dengan maksud untuk memasukkan seorang kedalam rumah sakit gila atau menahannya disitu, dijatuhkan pidana paling lama delapan tahun enam bulan.3. Di ancam dengan pidana yang sama, barangsiapa dengan sengaja memakai surat keterangan palsu itu seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran.

Pasal 268 KUHP1. Barang siapa membuat secara palsu atau memalsu surat keterangan dokter tentang ada atau tidaknya penyakit, kelemahan atau cacat, dengan maksud untuk menyesatkan penguasa umum atau penanggung (verzekeraar), diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.2. Diancam dengan pidana yang sama ,barangsiapa dengan maksud yang sama memakai surat keterangan yang tidak benar atau yang dipalsu, seolah-olah surat itu benar dan tidak dipalsu.5

Pasal 359 KUHPBarangsiapa karena kelalainnya menyebabkan matinya orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.

Pasal 360 KUHP1. Barangsiapa karena kelalainnyamenyebabkan orang lain menderita luka berat,diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.2. Barangsiapa karena kelalaiannya menyebabkan orang lain luka sedemikian rupa sehingga menderita sakit untuk sementara waktu atau tidak dapat menjalankan jabatan atau perkejaannya selama waktu tertenu diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana kurungan enam bulan atau denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah.

SANKSI HUKUM PERDATAPasal 1338 KUH Perdata (wan prestasi)1. Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.2. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alas an-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.3. Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikadbaik

Pasal 1365 KUH Perdata Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.

Pasal 1366 KUH Perdata (Kelalaian)Setiap orang bertanggung jawab tidak saja atas kerugian yang disebabkan karena perbuatannya, tetapi juga atas kerugian yang disebabkan karena kelalainnnya atau kurang hati hatinya. 5

Pasal 1370 KUH PerdataDalam hal pembunuhan (menyebabkan matinya orang lain) dengan sengaja atau kurang hati-hatinya seeorang, maka suami dan istri yang ditinggalkan, anak atau korban orang tua yang biasanya mendapat nafkah dari pekerjaan korban mempunyai hak untuk menuntut suatu ganti rugi, yang harus dinilai menurut kedudukanya dan kekayaan kedua belah pihak serta menurut keadaan.

Pasal 55 UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan1. Setiap orang berhak atas ganti rugi akibatkesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan.2. Ganti rugi sebagaimana diatur dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang berlaku. 5

DAMPAK HUKUMPerlidungan hukum terhadap dokter yang diduga melakukan tindakan malpraktek medicPerlindungan hukum terhadap dokter yang diduga melakukan tindakan malpraktek medik menggunakan Pasal 48, Pasal 50, Pasal 51 Ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Pasal 50 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran, Pasal 53 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dan Pasal 24 Ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan. Seorang dokter dapat memperoleh perlindungan hukum sepanjang ia melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan Standar Operating Procedure(SOP), serta dikarenakan adanya dua dasar peniadaan kesalahan dokter, yaitu alasan pembenar dan alasan pemaaf yang ditetapkan di dalam KUHP.

Hubungan dokter dengan pasien haruslah berupa mitra. Dokter tidak dapat disalahkan bila pasien tidak bersikap jujur. Sehingga rekam medik(medical record) dan persetujuan(informed consent) yang baik dan benar harus terpenuhi. Cara dan tahapan mekanisme perlindungan hukum terhadap dokter yang diduga melakukan tindakan malpraktek medis adalah dengan dibentuknya Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) yang bekerja sama dengan pihak Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) atas dasar hubungan lintas sektoral dan saling menghargai komunitas profesi. Dalam tahapan mekanisme penanganan pelanggaran disiplin kedokteran, MKDKI menentukan tiga jenis pelanggarannya yaitu pelanggaran etik, disiplin dan pidana.

Untuk pelanggaran etik dilimpahkan kepada Majelis Kode Etik Kedokteran (MKEK), pelanggaran disiplin dilimpahkan kepada Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), dan pelanggaran pidana dilimpahkan kepada pihak pasien untuk dapat kemudian dilimpahkan kepada pihak kepolisian atau ke pengadilan negeri. Apabila kasus dilimpahkan kepada pihak kepolisian maka pada tingkat penyelidikannya dokter yang diduga telah melakukan tindakan malpraktek medik tetap mendapatkan haknya dalam hukum yang ditetapkan dalam Pasal 52, Pasal 54, Pasal 55, Pasal 57 Ayat 1, Pasal 65, Pasal 68, dan Pasal 70 Ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Dan apabila kasus dilimpahkan kepada tingkat pengadilan maka pembuktian dugaan malpraktek dapat menggunakan rekam medik sebagai alat bukti berupa surat yang sah (Pasal 184 Ayat 1 KUHAP).1,2,4,5

Hukum Kedokteran Akibat KelalaianAkhir-akhir ini tuntutan hukum yang diajukan oleh pasien atau keluarganya kepada pihak rumah sakit dan atau dokternya semakin meningkat kekerapannya. Tuntutan hukum tersebut dapat berupa tuntutan pidana maupun perdata, dengan hampir selalu mendasarkan kepada teori hukum kelalaian. Dalam bahasa sehari-hari, perilaku yang dituntut adalah malpraktik medis, yang merupakan sebutan genus (kumpulan) dari kelompok perilaku profesional medis yang menyimpang dan mengakibatkan cedera, kematian atau kerugian bagi pasiennya. Gugatan perdata dalam bentuk permintaan ganti rugi dapat diajukan dengan berdasarkan kepada salah satu dari 3 teori di bawah ini, yaitu : Kelalaian sebagaimana pengertian di atas dan akan diuraikan kemudian. Perbuatan melanggar hukum, yaitu misalnya melakukan tindakan medis tanpa memperoleh persetujuan, membuka rahasia kedokteran tentang orang tertentu, penyerangan privacy seseorang, dan lain-lain.Wanprestasi, yaitu pelanggaran atas janji atau jaminan. Gugatan ini sukar dilakukan karena umumnya dokter tidak menjanjikan hasil dan perjanjian tersebut, seandainya ada, umumnya sukar dibuktikan karena tidak tertulis. 1,2,4,5SOLUSILantas apa saja yang dapat dilakukan sebagai seorang dokter yang bertugas: Konfirmasi apa bila hal tersebut itu benar-benar terjadi kepada pasien Konfirmasikan kepada dokter B dan C apakah kejadian itu benar Menegur apabila memang salah Memberi tahu pasien kemana harus melapor apabila memang terbukti bersalah

KESIMPULANMalpraktek adalah praktek kedokteran yang salah atau tidak sesuai dengan standar profesi atau standar prosedur operasional. Untuk malpraktek dokter dapat dikenai hukum kriminal dan hukum sipil. Malpraktek kedokteran kini terdiri dari 4 hal : tanggung jawab kriminal, malpraktik secara etik, tanggung jawab sipil dan tanggung jawab publik. Elemen kelalaian medis antara lain : tugas yang mestinya dikerjakan, tugas yang dilalaikan, kerugian yang ditimbulkan, penyebabnya dan antisipasi yang dilakukan. Situasi yang dapat membuat dokter lepas dari tanggung jawab, sebagai berikut : Resiko perawatan yang dilakukan telah diketahui oleh pemohon dan ia setuju untuk tetap melanjutkan perawatan (resiko diketahui dengan informed consent/surat tanda persetujuan tindakan). Pemohon memiliki andil pada terjadinya luka atau sakitnya itu sendiri dengan tidak mematuhi instruksi dokter atau melanggar pantangan pantangan yang ada. Bahwa luka atau kerugian disebabkan oleh pihak ketiga dan bukan merupakan dampak dari instruksi yang diberikan dokter. Penegakkan diagnosis tanpa bantuan pemeriksaan penunjang yang tersedia dapat membawa kesalahan. Hal ini dianggap sebagai kelalaian dokter dalam melakukan sesuatu yang mestinya ia lakukan contohnya saat dokter lalai dalam menjalankan tugas yang akhirnya menyebabkan kerugian pada pasien. Hal ini merupakan dasar dan alasan yang penting dalam kaitan terhadap standar praktik kedokteran yang berlaku namun jika ia benar terbukti kesalahnya, maka dokter tersebut dapat dikenakan tindak pidana.DAFTAR PUSTAKA1. Sampurna, B., Syamsu. Z., Siswaja, TD. Didalam: Bioetik dan Hukum Kedokteran. Juli 2007.2. Syaula, Andirezeki, Wongso. Roman Forensik. Ed.20. Hal.183-202.3. Kode Etik Kedokteran Indonesia dan Pedoman. Diunduh dari www.dikti.go.id/files/atur/sehat/Kode-Etik-Kedokteran.pdf pada tanggal 14 Januari 2013.4. Undang-Undang Kesehatan Republik Indonesia no 29 tahun 2004. Diunduh dari www.dikti.go.id/files/atur/sehat/UU-29-2004PraktikKedokteran.pdf pada tanggal 14 Januari 2013.5. Staff Pengajar bagian Kedokteran Forensik FKUI. Peraturan perundangan di bidang kesehatan. Edisi pertama, Cetakan kedua, Jakarta: FKUI, 1994.