Etika Profesi Akuntansi
-
Upload
henny-yusnita -
Category
Documents
-
view
60 -
download
1
description
Transcript of Etika Profesi Akuntansi
MAKALAH ETIKA PROFESI AKUNTANSI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam beberapa tahun terakhir, Wajah dunia seakan mendapatkan pukulan berat
dari banyaknya tragedi-tragedi kemanusiaan, bisnis dan politik yang akhirnya
bermuara pada derita krisis global saat ini. Banyaknya kejadian memilukan didunia
ini cenderung disebabkan oleh banyaknya pengabaian etika dalam berbagai lini
kehidupan masyarakat dunia. Salah satu lini kehidupan masyarakat dunia ini adalah
kegiatan Bisnis. Kebutuhan hidup masyarakat dunia tidak mungkin terpenuhi tanpa
adanya Kegiatan bisnis. Dalam sepuluh tahun terakhir, cukup banyak tragedi
kehancuran bisnis yang terjadi di dunia, tragedy ini memberi dampak penderitaan
yang cukup signifikan pada kehidupan masyarakat luas dan tak sedikit korban yang
berjatuhan karenanya. Sebagian besar Tragedi ini dipicu oleh adanya pengabaian
etika dalam setiap kegiatan bisnis. Secara singkat, Pengabaian etika adalah
dilakukannya suatu kegiatan yang dianggap benar oleh para pengambil keputusan,
namun membawa dampak merugikan atau dianggap salah oleh pihak lain . Contoh
pengabaian etika itu sendiri antara lain adalah, praktek kecurangan dalam
pembuatan laporan keuangan, penyuapan, window dressing, dan lain sebagainya.
Dinamika pengabaian etika yang seperti inilah yang akhirnya memunculkan
skandal korporasi Enron dan Arthur Andersen, WorldCom, Tragedi Lumpur
Lapindo, Kematian bayi-bayi di China akibat dicampurnya melamin dalam susu
bayi,kasus obat nyamuk HIT dan lain sebagainya.
Berkaca dari beberapa kejadian yang memilukan tesebut, para praktisi
bisnis dan keuangan dunia mulai memperluas area manajemen resiko mereka. Dari
yang awalnya hanya berfokus pada area manajemen resiko bisnis, mereka mulai
menyadari bahwa mereka perlu menerapkan manajemen dalam lingkup etika.
Dalam literature, manajemen di lingkup etika ini disebut manajemen resiko etika.
Dalam Brooks (2004) dinyatakan, Para praktisi bisnis kini mulai menyadari bahwa
meskipun manajemen risiko cenderung berfokus kepada masalah-masalah non-etis,
bukti yang ada menunjukkan bahwa penghindaran bencana dan kegagalan juga
memerlukan perhatian kepada masalah risiko etika. Terjadinya perbuatan tercela
dalam dunia bisnis tampaknya tidak menampakan kecenderungan tetapi sebaliknya,
makin hari semakin meningkat. Tindakan mark up, ingkar janji, tidak
mengindahkan kepentingan masyarakat, tidak memperhatikan sumber daya alam
maupun tindakan kolusi dan suap merupakan segelintir contoh pengabdian para
pengusaha terhadap etika bisnis.
Melihat raelita yang demikian kritisnya kondisi dari berbagai lapisan
kehidupan yang ada, maka salah satu yang dapat dilakukan adalah dengan
mempelajari adanya kode etik asing-masing lini dan dijalankan sesuai ketentuan
masing yang diharapkan semua aspek kehidupan dapat berjaalan seimbang dengan
tujuan bersama tanpa merugikan di salah satu pihak.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian profesi akuntan
Menurut International Federation of Accountants (dalam Regar,2003) yang
dimaksud dengan profesi akuntan adalah semua bidang pekerjaan yang
mempergunakan keahlian di bidang akuntansi, termasuk bidang pekerjaan akuntan
publik, akuntan intern yang bekerja pada perusahaan industri, keuangan atau dagang,
akuntan yang bekerja di pemerintah, dan akuntan sebagai pendidik.
Dalam arti sempit, profesi akuntan adalah lingkup pekerjaan yang dilakukan
oleh akuntan sebagai akuntan publik yang lazimnya terdiri dari pekerjaan audit,
akuntansi, pajak dan konsultan manajemen.
Profesi Akuntan biasanya dianggap sebagai salah satu bidang profesi seperti organisasi
lainnya, misalnya Ikatan Dokter Indonesia(IDI). Supaya dikatakan profesi ia harus memiliki
beberapa syarat sehingga masyarakat sebagai objek dan sebagai pihak yang memerlukan
profesi, mempercayai hasil kerjanya. Adapun ciri profesi menurut Harahap (1991) adalah
sebagai berikut:
1. Memiliki bidang ilmu yang ditekuninya yaitu yang merupakan pedoman dalam
melaksanakan keprofesiannya.
2. Memiliki kode etik sebagai pedoman yang mengatur tingkah laku anggotanya
dalam profesi itu.
3. Berhimpun dalam suatu organisasi resmi yang diakui oleh masyarakat atau
pemerintah.
4. Keahliannya dibutuhkan oleh masyarakat.
5. Bekerja bukan dengan motif komersil tetapi didasarkan kepada fungsinya sebagai
kepercayaan masyarakat.
Persyaratan ini semua harus dimiliki oleh profesi Akuntan sehingga berhak
disebut sebagai salah satu profesi.
Kode Etik Profesi Akuntansi (sebelumnya disebut Aturan Etika Kompartemen
Akuntan Publik) adalah aturan etika yang harus diterapkan oleh anggota Institut
Akuntan Publik Indonesia atau IAPI (sebelumnya Ikatan Akuntan Indonesia –
Kompartemen Akuntan Publik atau IAI-KAP) dan staf profesional (baik yang anggota
IAPI maupun yang bukan anggota IAPI) yang bekerja pada satu Kantor Akuntan Publik
(KAP). Tujuan profesi akuntansi adalah memenuhi tanggung-jawabnya dengan standar
profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada
kepentingan publik. Untuk mencapai tujuan tersebut terdapat empat kebutuhan dasar
yang harus dipenuhi:
1. Kredibilitas. Masyarakat membutuhkan kredibilitas informasi dan sistem
informasi.
2. Profesionalisme. Diperlukan individu yang dengan jelas dapat diidentifikasikan
oleh pemakai jasa Akuntan sebagai profesional di bidang akuntansi.
3. Kualitas Jasa. Terdapatnya keyakinan bahwa semua jasa yang diperoleh dari
akuntan diberikan dengan standar kinerja tertinggi.
4. Kepercayaan. Pemakai jasa akuntan harus dapat merasa yakin bahwa terdapat
kerangka etika profesional yang melandasi pemberian jasa oleh akuntan.
2.2 Jenis-jenis Akuntan Di Indonesia
a. Akuntan Publik
Akuntan Publik adalah seorang praktisi dan gelar profesional yang diberikan
kepada akuntan di Indonesia yang telah mendapatkan izin dari Menteri Keuangan
RI untuk memberikan jasa audit umum dan review atas laporan keuangan, audit
kinerja dan audit khusus serta jasa dalam bidang non-atestasi lainnya seperti jasa
konsultasi, jasa kompilasi, dan jasa-jasa lainnya yang berhubungan dengan
akuntansi dan keuangan.Ketentuan mengenai praktek Akuntan di Indonesia diatur
dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1954 yang mensyaratkan bahwa gelar
akuntan hanya dapat dipakai oleh mereka yang telah menyelesaikan pendidikannya
dari perguruan tinggi dan telah terdaftar pada Departemen keuanganR.I.
Untuk dapat menjalankan profesinya sebagai akuntan publik di Indonesia,
seorang akuntan harus lulus dalam ujian profesi yang dinamakan Ujian Sertifikasi
Akuntan Publik (USAP) dan kepada lulusannya berhak memperoleh sebutan
“Bersertifikat Akuntan Publik” (BAP). Sertifikat akan dikeluarkan oleh Ikatan
Akuntan Indonesia. Sertifikat Akuntan Publik tersebut merupakan salah satu
persyaratan utama untuk mendapatkan izin praktik sebagai Akuntan Publik dari
Departemen Keuangan.
Profesi ini dilaksanakan dengan standar yang telah baku yang merujuk kepada
praktek akuntansi di Amerika Serikat sebagai ncgara maju tempat profesi ini
berkembang. Rujukan utama adalah US GAAP (United States Generally Accepted
Accounting Principle’s) dalam melaksanakan praktek akuntansi. Sedangkan untuk
praktek auditing digunakan US GAAS (United States Generally Accepted Auditing
Standard), Berdasarkan prinsip-prinsip ini para Akuntan Publik melaksanakan tugas
mereka, antara lain mengaudit Laporan Keuangan para pelanggan.
Kerangka standar dari USGAAP telah ditetapkan oleh SEC (Securities and
Exchange Commission) sebuah badan pemerintah quasijudisial independen di
Amerika Serikat yang didirikan tahun 1934. Selain SEC, tcrdapat pula AICPA
(American Institute of Certified Public Accountants) yang bcrdiri sejak tahun 1945.
Sejak tahun 1973, pengembangan standar diambil alih oleh FASB (Financial
Accominting Standard Board) yang anggota-angotanya terdiri dari wakil-wakil
profesi akuntansi dan pengusaha.
b. Akuntan Pemerintah
Akuntan Pemerintah, adalah akuntan yang bekerja pada badan-badan
pemerintah seperti di departemen, BPKP dan BPK, Direktorat Jenderal Pajak dan
lain-lain.
c. Akuntan Pendidik
Akuntan Pendidik, adalah akuntan yang bertugas dalam pendidikan akuntansi
yatu mengajar, menyusun kurikulum pendidikan akuntansi dan melakukan enelitian
di bidang akuntansi.
d. Akuntan Manajemen/Perusahaan
Akuntan Manajemen, adalah akuntan yang bekerja dalam suatu perusahaan atau
organisasi. Tugas yang dikerjakan adalah penyusunan sistem akuntansi, penyusunan
laporan akuntansi kepada pihak intern maupun ekstern perusahaan, penyusunan
anggaran, menangani masalah perpajakan dan melakukan pemeriksaan intern.
2.3 Pengertian Kode Etik
Kode etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang secara
tegas menyatakan apa yang benar dan baik, dan apa yang tidak benar dan tidak baik
bagi profesional. Kode etik menyatakan perbuatan apa yang benar atau salah, perbuatan
apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari.
Tujuan kode etik agar profesional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai
atau nasabahnya. Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak profesional.
Kode etik akuntan Indonesia memuat delapan prinsip etika sebagai berikut :
(Mulyadi, 2001: 53)
a. Tanggung Jawab profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota
harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua
kegiatan yang dilakukannya.
Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat.
Sejalan dengan peran tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua
pemakai jasa profesional mereka. Anggota juga harus selalu bertanggungjawab
untuk bekerja sama dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi
akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung jawab
profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota diperlukan
untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi.
b. Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka
pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan
komitmen atas profesionalisme.
Satu ciri utama dari suatu profesi adalah penerimaan tanggung jawab kepada
publik. Profesi akuntan memegang peran yang penting di masyarakat, dimana
publik dari profesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah,
pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya
bergantung kepada obyektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara
berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Ketergantungan ini menimbulkan tanggung
jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Kepentingan publik didefinisikan
sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani anggota secara
keseluruhan. Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan tingkah laku akuntan
dalam menyediakan jasanya mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan
negara.
Kepentingan utama profesi akuntan adalah untuk membuat pemakai jasa
akuntan paham bahwa jasa akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi tertinggi
sesuai dengan persyaratan etika yang diperlukan untuk mencapai tingkat prestasi
tersebut. Dan semua anggota mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan
publik. Atas kepercayaan yang diberikan publik kepadanya, anggota harus secara
terus menerus menunjukkan dedikasi mereka untuk mencapai profesionalisme yang
tinggi.
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus
memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
c. Integritas
Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan
profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan
merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji keputusan yang
diambilnya.
Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan
berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan
kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas
dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur,
tetapi tidak menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.
d. Obyektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan
kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
Obyektivitasnya adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang
diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak
memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari
benturan kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain.
Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang berbeda dan harus menunjukkan
obyektivitas mereka dalam berbagai situasi. Anggota dalam praktek publik
memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta konsultasi manajemen. Anggota yang
lain menyiapkan laporan keuangan sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit
internal dan bekerja dalam kapasitas keuangan dan manajemennya di industri,
pendidikan, dan pemerintah. Mereka juga mendidik dan melatih orang orang yang
ingin masuk kedalam profesi. Apapun jasa dan kapasitasnya, anggota harus
melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas.
e. Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati,
kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan
pengetahuan dan ketrampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk
memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa
profesional dan teknik yang paling mutakhir.
Hal ini mengandung arti bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk
melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan
kemampuannya, demi kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung
jawab profesi kepada publik.
Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman. Anggota seharusnya
tidak menggambarkan dirinya memiliki keahlian atau pengalaman yang tidak
mereka miliki. Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan
suatu tingkat pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota
untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan. Dalam hal penugasan
profesional melebihi kompetensi anggota atau perusahaan, anggota wajib
melakukan konsultasi atau menyerahkan klien kepada pihak lain yang lebih
kompeten. Setiap anggota bertanggung jawab untuk menentukan kompetensi
masing masing atau menilai apakah pendidikan, pedoman dan pertimbangan yang
diperlukan memadai untuk bertanggung jawab yang harus dipenuhinya.
f. Kerahasiaan
Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh
selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan
informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban
profesional atau hukum untuk mengungkapkannya.
Kepentingan umum dan profesi menuntut bahwa standar profesi yang berhubungan
dengan kerahasiaan didefinisikan bahwa terdapat panduan mengenai sifat sifat dan
luas kewajiban kerahasiaan serta mengenai berbagai keadaan di mana informasi
yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dapat atau perlu diungkapkan.
Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang
klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya.
Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antar anggota dan klien
atau pemberi jasa berakhir.
g. Perilaku profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang
baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus
dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima
jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.
h. Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar
teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan
berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari
penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan
obyektivitas.Standar teknis dan standar professional yang harus ditaati anggota
adalah standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional
Federation of Accountants, badan pengatur, dan pengaturan perundang-undangan
yang relevan.
2.4 Perumusan Dan Kode Etik Profesi Akuntan di Indonesia
Etika profesi akuntan di Indonesia diatur dalam Kode Etik Akuntan Indonesia.
Draft Kode Etik Akuntan Indonesia sudah disusun jauh sebelum kongres IAI yang
pertama, namun baru disahkan untuk pertama kalinya pada kongres IAI yang kedua
dalam bulan Januari 1972 dan mengalami perubahan dan penyesuaian dalam setiap
kongres. Sampai dengan tahun 1998, di Indonesia telah diadakan beberapa kali
pergantian Kode Etik. Kode Etik Akuntan Indonesia yang pertama lahir dari konggres
IAI III pada tanggal 2 Desember 1973. Kode Etik ini 90 % merupakan Kode Etik
AICPA yang berlaku di Amerika Serikat saat itu. Kode Etik yang ke dua sebenarnya
belum pernah disahkan oleh IAI karena sangat kontroversial. Ciri khusus dari Kode
Etik ini adalah Kode Etik ini bukan saja untuk Akuntan Publik tetapi juga untuk
Akuntan Manajemen, Akuntan Pemerintah dan Akuntan Pendidik. Kode Etik yang ke
tiga disahkan dalam konggres IAI V di Surabaya pada tanggal 20-30 Agustus
1986. Menurut Harahap (1991), Kode Etik ini lahir antara dua kutub ide yang
berkembang. Kutub pertama menghendaki agar Kode Etik hanya mengatur profesi
Akuntan Publik saja, sedangkan kutub yang lain menghendaki agar Kode Etik
mengatur semua akuntan berregister tanpa kecuali di manapun ia berkiprah. Hal ini
sesuai dengan apa yang dinyatakan dalam konggres IAI VIII bahwa Kode Etik IAI
dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi seluruh anggota baik yang berpraktik
sebagai akuntan publik, bekerja di lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah,
maupun di lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggung jawab
profesionalnya. Keempat kalinya, Kode Etik IAI dirumuskan dalam kongres IAI VI
ditambah dengan masukan-masukan yang diperoleh dari seminar sehari.
Pemutakhiran Kode Etik Akuntan Indonesia dilaksanakan tanggal 15 Juni 1994
di hotel Daichi Jakarta serta hasil pembahasan sidang Komisi Kode Etik dalam kongres
IAI VII di Bandung. Kongres menghasilkan ketetapan bahwa Kode Etik Akuntan
Indonesia terdiri atas:
1. Kode Etik Akuntan Indonesia yang disahkan dalam kongres VI IAI di Jakarta
terdiri atas 8 BAB dan 11 pasal ditambah dengan 2.
2. Pernyataan Etika Profesi No.1 sampai dengan 6 yang disahkan dalam kongres IAI
VII di Bandung tahun 1994.
Dalam rangka meningkatkan kualitas profesi akuntan, IAI dalam kongres VIII
telah merumuskan Kode Etik Akuntan Indonesia yang baru. Kode Etik ini mengikat
para anggota IAI di satu sisi dan dapat dipergunakan oleh akuntan lainnya yang bukan
atau belum menjadi anggota IAI di sisi lainnya. Kode Etik Akuntan Indonesia yang
baru tersebut terdiri dari tiga bagian (Prosiding kongres VIII, 1998), yaitu :
1. Kode Etik Umum
a. Terdiri dari prinsip etika profesi, yang merupakan landasan perilaku etika
profesional, memberikan kerangka dasar bagi Aturan Etika, dan mengatur
pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota.
b. Prinsip Etika disahkan oleh konggres dan berlaku bagi seluruh anggota.
.
2.5 Penegakan Etika Profesi Akuntan di Indonesia.
Di Indonesia, penegakan Kode Etik dilaksanakan oleh sekurang–kurangnya
enam unit organisasi, yaitu : (Prosiding Kongres VIII, 1998)
1. Kantor Akuntan Publik.
Ketaatan terhadap kode etik adalah tanggung jawab pimpinan KAP
dimana anggota itu bekerja. Managing partner dan partner serta manager KAP
melaksanakan pengawasan terhadap ditaatinya perilaku ini.
2. Unit Peer Review Kompartemen Akuntan Publik – IAI.
Di lingkungan Kompartemen Akuntan Publik, usaha pengawasan ini
diwujudkan dalam bentuk "Peer Review" yang penyelenggaraannya
dilaksanakan oleh Seksi Pengendalian Mutu di lingkungan kepengurusan IAI di
Kompartemen tersebut. Pengawasan oleh Unit Peer Reviewyang khusus
dibentuk untuk mengawasi sesama KAP sampai saat ini belum pernah
terlaksana.
3. Badan Pengawas Profesi Kompartemen Akuntan Publik – IAI.
Badan ini merupakan unit organisasi yang melaksanakan peradilan pada tingkat
pertama terhadap pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh anggota IAI
kompartemen akuntan pendidik.
4. Dewan Pertimbangan Profesi IAI.
Dewan ini berfungsi sebagai peradilan tingkat banding untuk kasus-kasus yang
telah diputuskan hukumnya berdasar keputusan pada tingkat Badan Pengawas
Profesi. Dewan ini melaksanakan peradilan untuk kasus-kasus pelanggaran
lainnya yang tidak berkaitan dengan akuntan publik.
5. Departemen Keuangan RI.
yaitu: Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan, misalnya Direktorat Pembinaan
Akuntan dan Jasa Penilai. Ia sebagai pemberi ijin praktek Akuntan Publik.
Pengawasan yang dilakukannya pada umumnya untuk menilai apakah KAP
yang diberi ijin telah melaksanakan ketentuan-ketentuan yang berhubungan
dengan keputusan Menteri Keuangan tentang perijinan pembukaan KAP (SK
Menkeu 43/KMK 017/1997) tanggal 27 Januari 1997 tentang jasa akuntan
publik.
6. BPKP.
Berdasarkan Keppres 31/th 1983, wewenangnya adalah melaksanakan peng
awasan terhadap KAP. Dalam melaksanakan tugasnya, BPKP melakukan
evaluasi tentang kepatuhan KAP terhadap perizinan yang diberikan dan
terhadap pelaksanaan tugas profesional akuntan publik.
Selain keenam unit organisasi tadi, pengawasan terhadap Kode Etik diharapkan dapat
dilakukan sendiri oleh para anggota dan pimpinan KAP. Hal ini tercermin di dalam
rumusan Kode Etik Akuntan Indonesia pasal 1 ayat 2, yang berbunyi :
2. Setiap anggota harus selalu mempertahankan nama baik profesi dan etika profesi
serta hukum negara di mana ia melaksanakan tugasnya.
3. Setiap anggota harus selalu mempertahankan integritas dan obyektifitas dalam
melaksanakan tugasnya. Dengan mempertahankan integritas, ia akan bertindak
jujur, tegas dan tanpa pretensi. Dengan mempertahankan obyektifitas, ia akan
bertindak adil tanpa dipengaruhi tekanan / permintaan pihak tertentu / kepentingan
pribadinya.
Selanjutnya dalam pasal 2 ayat (1) b disebutkan bahwa: "Jika seorang anggota
mempekerjakan staf dan ahlinya untuk pelaksanaan tugas profesionalnya, ia harus
menjelaskan kepada mereka keterikatan akuntan pada Kode Etik. Dan ia tetap
bertanggung jawab atas pekerjaan tersebut secara keseluruhan. Ia juga berkewajiban
untuk bertindak sesuai Kode Etik. Jika ia memiliki ahli lain untuk memberi saran /
bila merekomendasikan ahli lain itu kepada kliennya”.
2.6 Beberapa Pelanggaran Kode Etik Akuntan di Indonesia.
Meskipun telah dibentuk unit organisasi penegakan etika sebagaimana
disebutkan di atas, namun demikian pelanggaran terhadap kode etik ini masih ada.
Berdasarkan Laporan Dewan Kehormatan dan Pengurus Pusat IAI dalam kongres
IAI, pelanggaran terhadap Kode Etik dan sengketa secara umum meliputi sebagai
berikut :
1. Kongres V (1982-1986), meliputi : (Hoesada, 1996): 1) Publikasi (penawaran
jasa tanpa permintaan, iklan, pengedaran buletin KAP). 2) Pelanggaran
Obyektifitas (mengecilkan penghasilan, memperbesar biaya suatu laporan
keuangan). 3) Isu pengawas intern Holding mempunyai KAP yang memeriksa
perusahaan anak Holding tersebut). 4) Pelanggaran hubungan dengan rekan
seprofesi. Dan 5) Isu menerima klien yang ditolak KAP lain dalam perang tarif.
2. Kongres VI (1986-1990), meliputi : (Hoesada, 1996): 1) Publikasi (ucapan
selamat hari Natal, Tahun Baru, Merger pada perusahaan bukan klien,
selebaran, iklan). 2) Perubahan opini akuntan tanpa bukti pendukung yang kuat.
3) WTP tanpa kertas kerja memadahi. 4) Surat akuntan pengganti. 5) Sengketa
membawa kertas kerja keluar KAP. 6) Wan Prestasi pembayaran fee. Dan 7)
Pengaduan pemegang saham minoritas tentang Laporan Keuangan, KAP
dituduh memihak.
3. Kongres VII (1990-1994), jumlah kasus 21 buah melibatkan 53 KAP,
pengaduan terutama berasal dari instansi pemerintah dan BUMN pemakai
Laporan (50 % pengaduan), perusahaan klien (30 %), sisanya oleh KAP dan
pengurus IAI (20 %). (Hoesada, 1996)
Pengaduan meliputi : 1) Dua pengaduan Bappepam tentang kualitas
kerja. 2) Sebuah pengaduan Bapeksta tentang cap dan tanda tangan tanpa opini
dan tentang pernyataan akuntan terkait pasal 47 KUHD (35 KAP). 3)
Pengaduan Direktor Asuransi Ditjen Lembaga Keuangan tentang penyimpangan
Laporan AT dan PAI. 4) Pengaduan Deputi BPKP atas audit perusahaan daerah
sesuai NPA. 5) Pengaduan Deputi BPKP tentang penawaran atas kerja sama
dalam rangka pemberian jasa akuntan. 6) Pengaduan PT Taspen tentang audit
tidak sesuai NPA. 7) Pengaduan klien KAP tentang audit tidak sesuai NPA,
laporan audit terlambat, tidak sesuai PAI, dua opini berbeda dua KAP untuk
klien periode sama, tugas tidak selesai dan berkas hilang. 8) Pengaduan antar
KAP tentang komunikasi akuntan pengganti dan akuntan terdahulu. Dan
9) Pengaduan iklan oleh pengurus IAI.
4. Konggres VIII (1994-1998), meliputi: objektivitas, komunikasi, standart teknis
dan kerahasiaan (Riyanti,1999).
Adanya kesalahan sama, yang terulang dari tahun ke tahun tersebut
disebabkan karena pengurus lini pertama sampai tingkat atas yaitu Dewan
Kehormatan bersifat tertutup. Hal ini menunjukkan kekurangseriusan IAI dalam
menyelesaikan masalah secara tuntas.
Sidang Komisi Kongres IAI VIII bagian Pendahuluan Kode Etik IAI
menyatakan bahwa: “Kepatuhan terhadap Kode Etik, seperti juga dengan semua
standar dalam masyarakat terbuka, tergantung terutama sekali pada pemahaman
dan tindakan sukarela anggota. Di samping itu, kepatuhan anggota juga
ditentukan oleh adanya pemaksaan oleh sesama anggota dan oleh opini publik,
dan pada akhirnya oleh adanya mekanisme pemrosesan pelanggaran Kode Etik
oleh organisasi, apabila diperlukan terhadap anggota yang tidak menaatinya.
Jika perlu, anggota juga harus memperhatikan standar etik yang ditetapkan oleh
badan pemerintah yang mengatur bisnis klien atau menggunakan laporannya
untuk mengevaluasi kepatuhan klien terhadap peraturan perundang-undangan
yang berlaku.“
Menurut Yani (1996), faktor-faktor yang mempengaruhi pelanggaran kode etik,
meliputi:
1. Faktor ekstern (uncontrollable), yaitu : 1) Kurangnya kesadaran anggota
masyarakat (termasuk anggota KAP) akan kepatuhan terhadap hukum. 2)
Honorarium yang relatif rendah untuk pekerjaan audit yang ditawarkan klien–
klien tingkat menengah dan kecil. 3) Praktek-praktek yang tidak benar dari
sebagian usahawan yang menyulitkan independensi akuntan publik. Dan 4)
Masih sedikitnya Badan Usaha yang membutuhkan jasa akuntan publik,
khususnya dibidang audit.
2. Faktor intern (controllable), yaitu : 1) Tidak adanya perhatian yang sungguh–
sungguh dari sebagian pimpinan KAP akan mutu pekerjaan audit mereka. 2)
Orientasi yang lebih mementingkan keuntungan Finansial dari pada menjaga
nama baik KAP yang bersangkutan. 3) Pendapat bahwa perbuatan–perbuatan
yang melanggar etik ini tidak atau kecil kemungkinannya diketahui pihak lain.
4) Kurangnya kesadaran untuk mengutamakan etik dalam menjalankan profesi
oleh sebagian anggota IAI-KAP. Dan 5) Mutu pekerjaan audit yang ada kalanya
tidak dapat dipertanggungjawabkan karena penggunaan tenaga yang berkualitas
kurang baik.
Menurut Agoes (1996), beberapa hambatan dalam penegakan kode etik
antara lain :
1. Sikap anggota profesi yang mendua, pada satau sisi menolak setiap pelanggaran
terhadap kode etik tetapi pada sisi lain memberikan pembenaran atas
pelanggaran tersebut.
2. Adanya sifat sungkan dari sesama anggota profesi untuk saling mengadukan
pelanggaran kode etik. 3) Belum jelasnya aturan tentang mekanisme pemberian
sanksi dan proses peradilan atas kasus-kasus pelanggaran baik dalam Anggaran
Dasar maupun dalam Anggaran Rumah Tangga. Dan 4) Belum dapat
berfungsinya secara efektif BPP dan DPP sebagai akibat dari belum jelasnya
peraturan dalam AD/ART.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Persamaan dari kode etik adalah sama-sama suatu sistem norma, nilai dan
aturan profesional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik
dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi profesional. Kode etik menyatakan
perbuatan apa yang benar atau salah, perbuatan apa yang harus dilakukan dan apa
yang harus dihindari. Tujuan kode etik agar profesional memberikan jasa sebaik-
baiknya kepada pemakai atau nasabahnya. Adanya kode etik akan melindungi
perbuatan yang tidak profesional. Dan perbedaan dari setiap kode etik suatu profesi
setiap etika profesi mempunyai kode etik masing-masing dan tersendiri yang dibuat
oleh badan yang mengatur etika profesi tersebut. Pelanggaran kode etik tidak diadili
oleh pengadilan karena melanggar kode etik tidak selalu berarti melanggar hukum,
tapi pelanggaran kode etik akan diperiksa oleh majelis kode etik dari setiap profesi
tersebut.
3.2 Saran
Harus ada lembaga yang berbeda-beda dalam menaungi berbagai profesi yang
ada, dimana lembaga tersebut merupakan sekumpulan orang yang memiliki profesi
yang sama dengan tujuan dapat menciptakan tatanan etik dalam pekerjaan. Dan semua
lembaga-lembaga profesi tersebut harus memiliki tujuan yang satu yaitu
mengutamakan profesionalitias dalam bekerja yang dilihat dari kepatuhan menjadikan
kode etik profesi sebagai pedoman. Etika profesi akuntansi diatur oleh suatu badan atau
organisasi yang bertanggung jawab di lingkup akuuntansi seperti Ikatan Akuntansi
Indonesia (IAI),Ikatan Akuntan Publik Indonesia (IAPI) sedangkan untuk etika profesi
yang lain diatur oleh organisasi yang berbeda sesuai dengan profesinya masing-masing.