ETIKA
-
Upload
jonathan-sinaga -
Category
Documents
-
view
9 -
download
5
description
Transcript of ETIKA
A. Pengertian Kepribadian
Kepribadian itu memiliki banyak arti, bahkan saking banyaknya boleh dikatakan
jumlah definisi dan arti dari kepribadian adalah sejumlah orang yang menafsirkannya.
Hal ini terjadi karena adanya perbedaan dalam penyusunan teori, penelitian dan
pengukurannya.
Kepribadian secara umum
Personality atau kepribadian berasal dari kata persona, kata persona merujuk pada
topeng yang biasa digunakan para pemain sandiwara di Zaman Romawi. Secara
umum kepribadian menunjuk pada bagaimana individu tampil dan menimbulkan
kesan bagi individu-individu lainnya. Pada dasarnya definisi dari kepribadian secara
umum ini adalah lemah karena hanya menilai perilaku yang dapat diamati saja dan
tidak mengabaikan kemungkinan bahwa ciri-ciri ini bisa berubah tergantung pada
situasi sekitarnya selain itu definisi ini disebut lemah karena sifatnya yang bersifat
evaluatif (menilai), bagaimanapun pada dasarnya kepribadian itu tidak dapat dinilai
“baik” atau “buruk” karena bersifat netral.
Kepribadian menurut Psikologi
Untuk menjelaskan kepribadian menurut psikologi akan menggunakan teori dari
George Kelly yang memandang bahwa kepribadian sebagai cara yang unik dari
individu dalam mengartikan pengalaman-pengalaman hidupnya. Sementara Gordon
Allport merumuskan kepribadian sebagai “sesuatu” yang terdapat dalam diri individu
yang membimbing dan memberi arah kepada seluruh tingkah laku individu yang
bersangkutan.
Lebih detail tentang definisi kepribadian menurut Allport yaitu kepribadian adalah
suatu organisasi yang dinamis dari sistem psikofisik individu yang menentukan
tingkah laku dan pikiran individu secara khas.
Allport menggunakan istilah sistem psikofisik dengan maksud menunjukkan
bahwa jiwa dan raga manusia adalah suatu sistem yang terpadu dan tidak dapat
dipisahkan satu sama lain, serta diantara keduanya selalu terjadi interaksi dalam
mengarahkan tingkah laku. Sedangkan istilah khas dalam batasan kepribadian Allport
itu memiliki arti bahwa setiap individu memiliki kepribadiannya sendiri. Tidak ada
dua orang yang berkepribadian sama, karena itu tidak ada dua orang yang berperilaku
sama.
Sigmund Freud memandang kepribadian sebagai suatu struktur yang terdiri dari
tiga sistem yaitu Id, Ego dan Superego. Dan tingkah laku, menurut Freud, tidak lain
merupakan hasil dari konflik dan rekonsiliasi ketiga sistem kerpibadian tersebut.
Dari sebagian besar teori kepribadian diatas, dapat kita ambil kesamaan sbb (E.
Koswara):
1. Sebagian besar batasan melukiskan kerpibadian sebagai suatu struktur atau
organisasi hipotesis, dan tingkah laku dilihat sebagai sesuatu yang diorganisasi dan
diintegrasikan oleh kepribadian. Atau dengan kata lain kepribadian dipandang sebagai
“organisasi” yang menjadi penentu atau pengarah tingkah laku kita.
2. Sebagian besar batasan menekankan perlunya memahami arti perbedaan-perbedaan
individual. Dengan istilah “kepribadian”, keunikan dari setiap individu ternyatakan.
Dan melalui study tentang kepribadian, sifat-sifat atau kumpulan sifat individu yang
membedakannya dengan individu lain diharapkan dapat menjadi jelas atau dapat
dipahami. Para teoris kepribadian memandang kepribadian sebagai sesuatu yang unik
dan atau khas pada diri setiap orang.
3. Sebagian besar batasan menekankan pentingnya melihat kepribadian dari sudut
“sejarah hidup”, perkembangan, dan perspektif. Kepribadian, menurut teoris
kepribadian, merepresentasikan proses keterlibatan subyek atau individu atas
pengaruh-pengaruh internal dan eksternal yang mencakup factor-faktor genetic atau
biologis, pengalaman-pengalaman social, dan perubahan lingkungan. Atau dengan
kata lain, corak dan keunikan kepribadian individu itu dipengaruhi oleh factor-faktor
bawaan dan lingkungan.
B. Unsur-unsur Kepribadian
Ada beberapa unsur-unsur dari kepribadian. Diantaranya adalah sebagai berikut :
Pengetahuan
Pengetahuan merupakan suatu unsur-unsur yang mengisi akal dan alam jiwa orang
yang sadar. Dalam alam sekitar manusia terdapat berbagai hal yang diterimanya
melalui panca inderanya yang masuk kedalam berbagi sel di bagian-bagian tertentu
dari otaknya. Dan didalam otak tersebutlah semuanya diproses menjadi susunan yang
dipancarkan oleh individu kealam sekitar. Dan dalam Antropologi dikenal sebagai
“persepsi” yaitu; “seluruh proses akal manusia yang sadar”.
Ada kalanya suatu persepsi yang diproyeksikan kembali menjadi suatu
penggambaran berfokus tentang lingkungan yang mengandung bagian-bagian.
Penggambaran yang terfokus secara lebih intensif yang terjadi karena pemustan
secara lebih intensif di dalam pandangan psikologi biasanya disebut dengan
“Pengamatan”.
Penggambaran tentang lingkungan dengan fokus pada bagian-bagian yang paling
menarik perhatianya seringkali diolah oleh sutu proses dalam aklanya yang
menghubungkannya dengan berbagai penggambaran lain yang sejenisnya yang
sebelumnya pernah diterima dan diproyeksikan oleh akalnya, dan kemudian muncul
kembali sebagai kenangan.
Dan penggambaran yang baru dengan pengertian baru dalam istilah psikologi
disebut “Apersepsi”.
Penggabungan dan membandingkan-bandingkan bagian-bagian dari suatu
penggambaran dengan bagian-bagian dari berbagai penggambaran lain yang sejenis
secara konsisten berdasarkan asas-asas tertentu. Dengan proses kemampuan untuk
membentuk suatu penggambaran baru yang abstrak, yang dalam kenyataanya tidak
mirip dengan salah satu dari sekian macam bahan konkret dari penggambaran yang
baru.
Dengan demikian manusia dapat membuat suatu penggambaran tentang tempat-
tempat tertentu di muka bumi, padahal ia belum pernah melihat atau mempersepsikan
tempat-tempat tersebut. Penggambaran abstrak tadi dalam ilmu-ilmu sosial disebut
dengan “Konsep”.
Cara pengamatan yang menyebabkan bahwa penggambaran tentang lingkungan
mungkin ada yang ditambah-tambah atau dibesar-besarkan, tetapi ada pula yang
dikurangi atau diperkecil pada bagian-bagian tertentu. Dan ada pula yang digabung
dengan penggambaran-pengambaran lain sehingga menjadi penggambaran yang baru
sama sekali, yang sebenarnya tidak nyata.
Dan penggambaran baru yang seringkali tidak realistic dalam Psikologi disebut
dengan “Fantasi”.
Seluruh penggambaran, apersepsi, pengamatan, konsep, dan fantasi merupakan
unsur-unsur pengetahuan yang secara sadar dimiliki seorang Individu.
Perasaan
Selain pengetahuan, alam kesadaran manusia juga mengandung berbagai macam
perasaan. Sebaliknya, dapat juga digambarkan seorang individu yang melihat suatu
hal yang buruk atau mendengar suara yang tidak menyenangkan. Persepsi-persepsi
seperti itu dapat menimbulkan dalam kesadaranya perasaan negatif.
“Perasaan”, disamping segala macam pengetahuan agaknya juga mengisi alam
kesadaran manusia setiap saat dalam hidupnya. “Perasaan” adalah suatu keadaan
dalam kesadaran manusia yang karena pengetahuannya dinilai sebagai keadan yang
positif atau negative.
Dorongan Naluri
Kesadaran manusia mengandung berbagi perasaan berbagi perasaan lain yang
tidak ditimbulkan karena diperanguhi oleh pengeathuannya, tetapi karena memang
sudah terkandung di dalam organismenya, khususnya dalam gennya, sebagai naluri.
Dan kemauan yang sudah merupakan naluri disebut “Dorongan”.
C. Faktor Pembentuk Kepribadian
Kepribadian seseorang terbentuk dari hasrat-hasrat biologis dan bakat-bakat naluri
yang sudah ada. Kepribadian baru akan berkembang sepenuhnya melalui proses
belajar terhadap lingkungan sosial.
Perkembangan kepribadian seseorang dipengaruhi oleh empat faktor,
yaitu sebagai berikut:
1. Faktor Keturunan (heredity) Warisan Biologis
Semua manusia yang normal dan sehat memiliki persamaan biologis
tertentu, seperti memiliki dua tangan, pancaindra, kelenjar seksual, dan otak
yang rumit. Persamaan biologis ini membantu menjelaskan beberapa
persamaan dalam kepribadian dan perilaku semua orang. Setiap orang
memiliki warisan biologis yang berbeda satu dengan lainnya.
Faktor keturunan berperan terhadap keramahtamahan, perilaku
kompulsif (dipaksakan), dan kemudahan dalam pergaulan sosial. Akan tetapi
faktor keturunan tidak berpengaruh terhadap terbentuknya kepemimpinan,
pengendalian diri, dorongan hati, sikap, dan nilai.
2. Faktor Lingkungan Alam (natural environmental)
Keadaan lingkungan alam seperti perbedaan iklim, topografi, dan
sumber daya alam mengharuskan manusia mampu menyesuaikan diri.
Dengan adanya proses penyesuaian diri itulah maka akan muncul bentuk
kebudayaan yang dipengaruhi oleh alam. Misalnya olahraga ski muncul pada
masyarakat yang lingkungan alamnya mengalami musim salju. Kebudayaan
masyarakat yang hidup di pantai berbeda dengan masyarakat yang hidup di
pegunungan atau hutan belantara. Melalui proses penyesuaian diri manusia
membentuk sikap dan tindakan yang berbeda dengan manusia lainya.
3. Faktor Sosial (social environment)
Di samping keadaan alam memengaruhi kebudayaan, kebudayaan pun
bisa memengaruhi alam. Perbedaan kebudayaan dalam setiap masyarakat
dapat memengaruhi kepribadian seseorang. Misalnya kebudayaan petani,
kebudayaan kota, dan kebudayaan industri tertentu memperlihatkan corak
kepribadian yang berbeda-beda. Di masyarakat kadang-kadang terdapat
karakteristik kepribadian umum, namun tidak berarti semua anggota termasuk
di dalamnya. Kepribadian umum merupakan serangkaian ciri kepribadian yang
dimiliki oleh sebagian besar anggota kelompok sosial yang bersangkutan.
4. Faktor Kelompok Manusia (group)
Kepribadian seseorang juga dipengaruhi oleh adanya kelompok
manusia lainnya. Hal itu dikarenakan kodrat manusia sebagai makhluk sosial
yang tidak mungkin dapat hidup sendiri. Kelompok manusia pertama yang
memengaruhi kepribadian anak adalah keluarga, tetangga, teman sepermainan,
dan sekolah.
D. Teori Kepribadian Psikonalisis
1. Tokoh dan Teori dasar Psikoanalisis
Teori psikoanalisis di kembangkan oleh sigmun freud yang lahir pada tanggal 6
mei 1856 dan meninggal pada tanggal 23 september 1939. Pada usia 8 tahun freud
bermimpi untuk mencapai kemashuran melalui berbagai penemuan atau penelitian.
Untuk maksud tersebut freud mencoba membedah 400 belut jantan, untuk meneliti
apakah mereka mempunya testes, penelitian ini belum membuat dia terkenal akhirnya
daia mengalihkan perhatiannya pada manuasia.
Pada tahun 1873 freud masuk fakultas kedokteran di Wina dan lulus pada tahun
1881 dengan yudisium excellent. Sebagai seorang ahli neurologi dia sering membantu
masalah-masalah pasiennya seperti rasa takut yang irrasional, obsesi dan rasa cemas.
Dalam membantu menyembuhkan masalah-masalah mental freud menggunakan
prosedur yang inovatif yang dinamakan psikoanalisis. Penggunaan psikoanalisis
memerlukan interaksi verbal yang cukup lama dengan pasien untuk menggali
pribadinya yang lebih dalam. Banyak buku yang telah di tulis freud, dan dari teori
freud ini memiliki beberapa kelemahan terutama dalam hal-hal berikut :
1. Ketidaksadaran (uniconsciousness) amat berpengaruh terhadap prilaku
manusia. Pendapat ini menunjukan bahwa manusia menjadi budak dirinya
sendiri.
2. Pengalaman masa kecil sangat menentukan atau berpengaruh terhadap
kepribadian masa dewasa. Ini menunjukan bahwa manusia dipandang tidak
berdaya untuk mengubah nasibnya sendiri.
3. Kepribadian manusia terbentuk berdasarkan cara-cara yang ditempuh untuk
mengatasi dorongan-dorongan seksualnya. Ini menunjukan bahwa dorongan
yang lain dari individu kurang diperhatikan.
2. Struktur Kepribadian
Semua teori kepribadian menyepakti bahwa manusia, seperti binatang lain,
dilahirkan dengan sejumlah insting dan motifasi. Insting yang paling dasar ialah
tangisan. Ketika lahir tentunya kekuatan motifasi dalam diri tentunya belum
dipengaruhi oleh dunia luar.kekuatan ini bersifat mendasar dan individual.
Frued membagi struktur kepribadian kedalam tiga komponen, yaitu id, ego, dan
superego. Prilaku seseorang merupakan hasil dari interaksi antara ketiga komponen
tersebut.
1. Id (Das Es)
Id berisikan motifasi dan energy positif dasar, yang sering disebut insting atau
stimulus. Id berorientasi pada prinsip kesenangan (pleasure principle) atau prinsip
reduksi ketegangan, yang merupak sumber dari dorongan-dorongan biologis (makan,
minum, tidur, dll) Prinsip kesenangan merujuk pada pencapaian kepuasan yang
segera, dan id orientasinya bersifat fantasi (maya). Untuk memperoleh kesengan id
menempuh dua cara yaitu melalui reflex dan proses primer, proses primer yaitu dalam
mengurangi ketegangan dengan berkhayal.
2. Ego (Das Ich)
Peran utama dari ego adalah sebagai mediator (perantara) atau yang menjembatani
anatar id dengan kondisi lingkungan atau dunia luar dan berorintasi pada prinsip
realita (reality principle). Dalam mencapai kepuasan ego berdasar pada proses
sekunder yaitu berfikir realistic dan berfikir rasional. Dalam proses disebelumnya
yaitu proses primer hanya membawanya pada suatu titik, dimana ia mendapat
gambaran dari benda yang akan memuaskan keinginannya, langkah selanjutnya
adalah mewujudkan apa yang ada di das es dan langkah ini melalui proses sekunder.
Dalam upaya memuaskan dorongan, ego sering bersifat prakmatis, kurang
memperhatikan nilai/norma, atau bersifat hedonis.
Hal yang perlu diperhatikan dari ego adalah :
1. Ego merupakan bagian dari id yang kehadirannya bertugas untuk memuaskan
kebutuhan id.
2. Seluruh energy (daya) ego berasal dari id
3. Peran utama memenuhi kebutuhan id dan lingkungan sekitar
4. Ego bertujuan untuk mempertahankan kehidupan individu dan
pengembanbiakannya.
3. Super Ego (Das Uber Ich)
Super ego merupak cabang dari moril atau keadilan dari kepridadian, yang
mewakili alam ideal daripada alam nyata serta menuju kearah yang sempurna yang
merupakan komponen kepribadian terkait dengan sytandar atau norma masyarakat
mengenai baik dan buruk, benar dan salah. Dengan terbentukny super ego berarti pada
diri individu telah terbentuk kemampuan untuk mengontrl dirinya sendiri (self
control) menggantikan control dari orang tua (out control). Fungsi super ego adalah
sebagai berikut :
1. Merintangi dorongan-dorongan id, terutama dorongan seksual dan agresif
2. Mendorong ego untuk mengantikan tujuan-tujuan relistik dengan tujuan-tujuan
moralistic.
3. Mengejar kesempurnaan. (perfection)
Karakteristik Sisitem Kepribadian Menurut Freud
ID EGO SUPEREGO
Sistem asli (the true
psychic), bersifat subjektif
(tidak mengenal dunia
objektif), yang terdiri dari
insting-insting dan
gudangnya (reservoir)
energy psikis yang digunaka
ketiga system kepribadian.
Berkembang untuk
memenuhi kebutuhan id
yang terkait dengan dunia
nyata. Memperoleh energy
dari id. Mengetahui dunia
subjektif dan objektif
(dunia nyata).
Komponen moral
kepribadian, terdiri dari dua
subsistem : kata hati (yang
menghukum tingkahlaku
yang salah) dan ego ideal
(yang mengganjar
tingkahlaku yang baik).
3. Dinamika Kepribadian
Freud memandang organisme manusia sebagai sistem energi yang kompleks.
Berdasarkan doktrin konservasi energi bahwa energi berubah dari energy fisiologis ke
energi psikis atau sebaliknya. Freud berpendapat bahwa apabila energy digunakan
dalam kegiatan psikologis seperti berfikir, maka energi itu merupakan energi psikis.
Titik tumpu atau jembatan antara energi jasmaniah dengan energi kepribadian adalah
id dan instink-instinknya. Instink-instink ini meliputi seluruh energy yang digunakan
oleh ketiga struktur kepribadian (id, ego, dan superego) untuk menjalankan fungsinya.
Dinamika kepribadian terkait dengan proses pemuasan instink, pendistribusian energy
psikis dan dampak dari ketidakmampuan ego untuk mereduksi ketegangan pada saat
bertransaksi dengan dunia luar yaitu kecemasan (anxiety).
a. Instink
Instink merupakan kumpulan hasrat atau keinginan (wishes). Tujuan dari instink-
instink adalah mereduksi ketegangan (tension reduction) yang dialami sebagai suatu
kesenangan.
Freud mengklasifikasikan instink ke dalam dua kelompok, yaitu:
1. Instink hidup (life instink : eros). Instink hidup merupakan motif dasar
manusia yang mendorongnya untuk bertingkah laku secara positif atau
konstruktif, berfungsi untuk melayani tujuan manusia agar tetap hidup dan
mengembangkan rasanya. Energy yang bertanggung jawab bagi instink hidup
adalah libido. Libido ini bersumber dari erotogenic zones yaitu bagian-bagian
tubuh yang sangat peka terhadap rangasangan seperti: bibir/mulut, dubur dan
organ seks).
2. Instink mati (death instink : thanatos). Instink ini merupakan motifasi dasar
manusia yang mendorongnya untuk bertingkah laku yang bersifat negative
atau destruktif. Freud meyakini bahwa manusia dilahirkan dengan mambawa
dorongan untuk mati (keadaan tak barnyawa = inanimate state). Pendapat ini
didasarkan kepada prinsip konstansi dari Fechner yaitu bahwa proses
kehidupan itu cenderung kembali kepada dunia yang anorganis. Kenyataan
manusia akhirnya mati, oleh karena itu tujuan hidup adalah mati. Hidup itu
sendiri tiada lain hanya perjalanan kea rah mati. Dia beranggapan bahwa
instink ini merupakan sisi gelap dari kehidupan manusia.
Instink mempunyai empat macam karakteristik, yaitu : (a) sumber (source):
kondisi rangsangan jasmaniah atau needs, (b) tujuan (aim): menghilangkan
rangsangan jasmaniah atau mereduksi ketegangan, sehingga mencapai kesenangan
dan terhindar dari rasa sakit, (c) objek (object): meliputi benda atau keadaan yang
berada di lingkungan yang dapat memuaskan kebutuhan, termasuk kegiatan untuk
memperoleh objek tersebut, (d) mendorong/pergerakan (impetus): kekuatan yang
bergantung pada intensitas (besar-kecilnya) kebutuhan.
Sumber dan tujuan instink bersifat tetap, sedangkan objek dan penggerak sering
berubah-berubah. Apabila energi instink digunakan untuk mensubstitusi objek yang
tidak asli, maka tingkah laku yang dihasilkannya disebut instink derivative.
b. Pendistribusian dan penggunaan Energi Psikis.
Dinamika kepribadian merujuk kepada cara kepribadian berubah atau
berkembang melalui pendistribusian dan penggunaan energi psikis, baik oleh id, ego,
maupun superegoengha. Id menggunakan energi ini untuk memperoleh kenikmatan
(pleasure principle) melalui (1) gerakan refleksi dan (2) proses primer (menghayal
atau berfantasi). Mekanisme atau proses pengalihan energi dari id ke ego atau dari id
ke superego disebut identifikasi. Ego menggunakan energi untuk keperluan (1)
memuaskan dorongan atau instink melalui proses sekunder, (2) meningkatkan
perkembangan aspek-aspek psikologi, (3) mengekang menangkal id agar tidak
bertindak impulsive atau irasional dan (4) menciptakan integrasi di antara ketiga
sistem kepribadian dengan tujuan terciptanya keharmonisan dalam kepribadian,
sehingga dapat melakukan transaksi dengan dunia luar secara efektif. Seperti halnya
ego, superego memperoleh energy itu melalui identifikasi.
Oleh karena itu dalam proses pendistribusian energy itu terjadi persaingan antara
ketiga komponen kepribadian, maka suasana konflik diantara ketiganya tidak dapat
dielakan lagi. Disamping itu ada kemungkinan, ego mendapat tekanan yang begitu
kuat, baik dari id maupun superego.
1. Konflik
Freud berasumsi bahwa tingkah laku manusia merupakan hasil dari rentetan
konflik internal yang terus menerus. Konflik (peperangan) antara id, ego, superego
adalah hal yang bisa (rutin). Feurd menyakini bahwa konflik-konflik itu bersumber
kepada dorongan-dorongan seks dan agresif.
Konflik sering terjadi secara tidak disadari. Walaupun tidak disadari, konflik
tersebut dapat melahirkan kecemasan (anxiety). Kecemasan ini dapat dilacak dari
kekhawatiran ego akan dorongan id yang tidak dapat di kontrol, sehingga melahirkan
suasana yang mencekam/mengerikan. Setiap orang berusaha untuk membebaskan diri
dari kecemasan ini yang dalam usahanya sering menggunakan mekanisme pertahanan
ego.
2.Kecemasan
Kecemasan mempunyai peranan sentral dalam teori psikoanalisis, kecemasan
digunakan oleh ego sebagai isyarat adanya bahaya yang mengancam. Perasaan
terjepit dan terancam disebut kecemasan (anxiety). Perasaan ini berfungsi sebagai ego
bahwa ketika dia bertahan sambil tetap mempertimbangkan kelangsungan hidup
organism, dia sebenarnya sedang berada dalam bahaya.
Freud mengklasifikasikan kecemasan dalam tiga tipe, yaitu sebagai berikut:
Tipe kecemasan Pengertian
Kecemasan Realistik Resrpon terhadap ancaman dari dunia luar atau
perasaan takut terhadap bahaya-bahaya yang
nyata(real) yang berada di lingkungan. Contoh
seorang merasa takut bila di depannya ada ular.
Maka orang tersebut mengalami kecemasan
realistik.
Kecemasan Neurotik Respon yang mengancam dari dorongan id ke
dalam kesadaran. Kecemasan ini berkembang
berdasarkan pengalaman masa anak yang terkait
dengan hukuman yang maya (hayalan) dari orang
tua atau orang lain yang mempunyai otoritas
secara maya pula untuk memuaskan dorongan
instinknya. Neurotik adalah kata latin dari
perasaan gugup.
Kecemasan moral Respon superego terhadap dorongan id yang
mengancam untuk memperoleh kepuasan secara
“immoral”. Kecemasan ini di wujudkan dalam
bentuk perasaan bersalah (guilty feeling) atau
rasa malu (shame). Seseorang yang mengalami
kecemasan ini, merasa takut akan dihukum oleh
superegonya atau katahatinya.
3. Mekanisme Pertahanan Ego.
Mekanisme pertahanan ego merupakan proses mental yang bertujuan untuk
mengurangi kecemasan dan dilakukan melalui dua karakteristik khusus yaitu : (1)
tidak disadari dan (2) menolak, memalsukan atau mendistorsi (mengubah) kenyataan.
Mekanisme pertahanan ini dapat juga diartikan sebagai reaksi-reaksi yang tidak
disadari dalam upaya melindungi diri dari emosi atau perasaan yang menyakitkan
seperti cemas dan perasaan bersalah. Ego berusaha sekuat mungkin menjaga
kestabilan hubungannya dengan realitas, id dan superego. Namun kecemasan begitu
menguasai, ego harus berusahan mempertahankan diri. Secara tidak sadar, dia akan
bertahan dengan cara memblokir seluruh dorongan-dorongan atau menciutkan
dorongan-dorongan tersebut menjadi wujud yang lebih dapat diterima atau tidak
terlalu mengancam.
Jenis-jenis mekanisme pertahanan ego itu adalah sebagai berikut.
1. Represi
Represi merupakan proses penekanan dorongan-dorongan ke alam tak sadar, ka,
orang atau karena mengancam keamanan ego. Anna Freud mengartikan pula sebagai
“melupakan yang bermotivasi”, adalah ketidakmampuan untuk mengingat kembali
situasi, orang atau peristiwa yang menakutkan. Represi merupakan mekanisme
pertahanan dasar yang terjadi ketika memori, pikiran atau perasaan (kateksis objek =
id) yang menimbulkan kecemasan ditekan keluar dari kesadaran oleh antikateksis
(ego). Orang cenderung merepres keinginan atau hasrat yang apabila dilakukan dapat
menimbulkan perasaan bersalah (guilty feeling) dan konflik yang menimbulkan rasa
cemas atau merepres memori (ingatan) yang meyakitkan.
2. Projeksi
Projeksi merupakan pengendalian pikiran, perasaan, dorongan diri sendiri kepada
orang lain. Dapat juga diartikan sebagai mekanisme perubahan kecemasan neurotik
dan moral dengan kecemasan realistik. Anna freud mengatakan projeksi sebagai
penggantian kea rah luar atau kebalikan dari melawan diri sendiri, mekanisme ini
meliputi kecendrungan untuk melihat hasrat anda yang tidak bisa diterima oleh orang
lain. Projeksi memungkinkan orang untuk mengatakan dorongan yang mengancamnya
dengan menyamarkanya sebagai pertahanan diri. Projeksi bertujuan untuk mengurangi
pikiran atau perasaan yang menimbulkan kecemasan.
3. Pembentukan Reaksi (Reaction Formation).
Pembentukan reaksi atau reaksi formasi ialah suatu mekanisme pertahanan ego yang
mengantikan suatu impuls atau perasaan yang menimbulkan kecemasan dengan lawan
atau kebalikannya dalam kesadarannya (Hall dan Gardner). Dapat juga di artikan
pergantian sikap dan tingka laku dengan sikap dan tingkah laku yang berlawanan.
Bertujuan untuk menyembunyikan pikiran dan perasaan yang dapat menimbulkan
kecemasan. Mekanisme ini biasanya ditandai dengan sikap atau perilaku yang
berlebihan atau bersifat kompulsif, biasanya dari perasaan yang negatif ke positif
meskipun kadang-kadang terjadi dari negatif ke positif. Dalam hal ini Freud
berpendapat bahwa laki-laki yang suka mencemoohkan homoseksual merupakan
ekspresi dari perlawanannya akan dorongan-dorongan homoseksual dalam dirinya
sendiri.
4. Pemindahan Objek (Displacement)
Displacement adalah suatu mekanisme pertahanan ego yang mengarahkan energi
kepada objek atau orang lain apabila objek asal atau orang yang sesungguhnya, tidak
bisa dijangkau, Corey (2003:19). Menurut Poduska (2000:119) displacement ialah
mekanisme pertahanan ego dengan mana anda melepaskan gerak-gerik emosi yang
asli, dan sumber pemindahan ini dianggap sebagai suatu target yang aman.
Mekanisme pertahanan ego ini, melimpahkan kecemasan yang menimpa seseorang
kepada orang lain yang lebih rendah kedudukannya.lebih lanjut dikatakan
pemindahan objek ini merupakan proses pengalihan perasaan (biasanya rasa marah)
dari objek (target) asli ke objek pengganti. Contohnya: seorang pegawai yang
dimarahi atasannya di kantor, pada saat pulang dia membanting pintu dan marah-
marah pada anaknya.
5. Faksasi
Faksasi ini merupakan mekanisme yang memungkinkan orang mengalami
kemandegan dalam perkembangannya, karena cemas untuk melangkah ke
perkembangan berikutnya. Faksasi ini bertujuan untuk menghindari dari situasi-
situasi baru yang dipandang berbahaya atau mengakibatkan frustasi.
Contohnya anak usia 7 tahun masih ngeisap jempol dan belum berani berpergaian
tanpa ibunya.
6. Regresi
Regresi adalah kembali ke masa-masa di mana seseorang mengalami tekanan
psikologis. Kerika kita menghadapi kesulitan atau ketakutan, perilaku kita sering
menjadi kekanak-kanakan atau primitif
Dapat dikatakan pula pengulangan kembali tingkah laku yang cocok bagi
tahap perkembangan atau usia sebelumnya (perikaku kekanak-kanakan). Contohnya
seorang yang baru pensiun akan berlama
lama duduk di kursi goyang dan bersikap seperti anak-anak, serta
menggantungkan hidupnya pada isntrinya.
7. Rasionalisasi
Rasionalisasi merupakan penciptaan kepalsuan (alas an-alasan) namun dapat masuk
akal sebagai upaya pembenaran tingkah laku yang tidak dapat diterima. Menurut
Berry (2001:82), rasionalisasi ialah mencari pembenaran atau alasan bagi prilakunya,
sehingga manjadi lebih bisa diterima oleh ego daripada alasan yang sebenarnya.
Rasionalisasi ini terjadi apabila individu mengalami kegagalan dalam memenuhi
kebutuhan, dorongan atau keinginannya. Dia mempersepsikan kegagalan tersebut
sebagai kekuatan yang mengancam keseimbangan psikisnya (menimbulkan rasa
cemas).
8. Sublimasi
Sublimasi adalah mengubah berbagai rangsangan yang tidak diterima, apakah itu
dalam bentuk seks, kemarahan, ketakutan atau bentuk lainnya, ke dalam bentuk-
bentuk yang bisa diterima secara sosial. Dengan kata lain sublimasi ini merupakan
pembelotan atau penyimpangan libido seksual kepada kegiatan yang secara sosial
lebih dapat diterima. Dalam banyak cara, sublimasi merupakan mekanisme yang
sehat, karena energi seksual berada di bawah kontrol sosial. Bagi Freud seluruh
bentuk aktivitas positif dan kreatif aadalah sublimasi, terutama sublimasi hasrat
seksual.
9. Identifikasi
Identifikasi merupakan proses memperkuat harga diri (self-esteem) dengan
membentuk suatu persekutuan (aliansi) nyata atau maya dengan orang lain, baik
seseorang maupun kelompok. Identifikasi ini juga merupakan satu cara untuk
mereduksi ketegangan. Identifikasi ini dilakukan kepada orang-orang yang dipandang
sukses atau berhasil dalam hidupnya. Identifikasi dengan penyerangan adalah bentuk
introjeksi yang terfokus pada pengadopsian, bukan dari segi umum atau positif, tapi
dari sisi negatif.
E. Teori Behavioristik
Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan
Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini lalu
berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah
pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai
aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak
sebagai hasil belajar.
Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan
orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan
menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan
semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000).
Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan
perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa
stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru
kepada pebelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan pebelajar terhadap
stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan
respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat
diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang
diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pebelajar (respon) harus
dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran
merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah
laku tersebut.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor
penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement)
maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan
(negative reinforcement) maka respon juga semakin kuat. Beberapa prinsip dalam
teori belajar behavioristik, meliputi: (1) Reinforcement and Punishment; (2) Primary
and Secondary Reinforcement; (3) Schedules of Reinforcement; (4) Contingency
Management; (5) Stimulus Control in Operant Learning; (6) The Elimination of
Responses (Gage, Berliner, 1984).
Tokoh-tokoh aliran behavioristik di antaranya adalah Thorndike, Watson, Clark Hull,
Edwin Guthrie, dan Skinner. Berikut akan dibahas karya-karya para tokoh aliran
behavioristik dan analisis serta peranannya dalam pembelajaran.
Teori Belajar Menurut Thorndike
Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon.
Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran,
perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan
respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula
berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Jadi perubahan tingkah laku akibat
kegiatan belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit
yaitu yang tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat mengutamakan
pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laku
yang tidak dapat diamati. Teori Thorndike ini disebut pula dengan teori
koneksionisme (Slavin, 2000).
Ada tiga hukum belajar yang utama, menurut Thorndike yakni (1) hukum efek; (2)
hukum latihan dan (3) hukum kesiapan (Bell, Gredler, 1991). Ketiga hukum ini
menjelaskan bagaimana hal-hal tertentu dapat memperkuat respon.
Teori Belajar Menurut Watson
Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan
respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat diamati (observable)
dan dapat diukur. Jadi walaupun dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental
dalam diri seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap faktor tersebut
sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati. Watson
adalah seorang behavioris murni, karena kajiannya tentang belajar disejajarkan
dengan ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau Biologi yang sangat berorientasi pada
pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur.
Teori Belajar Menurut Clark Hull
Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon
untuk menjelaskan pengertian belajar. Namun dia sangat terpengaruh oleh teori
evolusi Charles Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah
laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan hidup. Oleh
sebab itu Hull mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan
biologis (drive reduction) adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh
kegiatan manusia, sehingga stimulus (stimulus dorongan) dalam belajarpun hampir
selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul
mungkin dapat berwujud macam-macam. Penguatan tingkah laku juga masuk dalam
teori ini, tetapi juga dikaitkan dengan kondisi biologis (Bell, Gredler, 1991).
Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie
Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan
stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung
akan diikuti oleh gerakan yang sama (Bell, Gredler, 1991). Guthrie juga
menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya
proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah
situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi. Penguatan sekedar
hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan mencegah
perolehan respon yang baru. Hubungan antara stimulus dan respon bersifat sementara,
oleh karena dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberi
stimulus agar hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie
juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses
belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah
tingkah laku seseorang.
Saran utama dari teori ini adalah guru harus dapat mengasosiasi stimulus respon
secara tepat. Pebelajar harus dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari. Dalam
mengelola kelas guru tidak boleh memberikan tugas yang mungkin diabaikan oleh
anak (Bell, Gredler, 1991).
Teori Belajar Menurut Skinner
Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih mengungguli
konsep para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara
sederhana, namun lebih komprehensif. Menurut Skinner hubungan antara stimulus
dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian
menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh
tokoh tokoh sebelumnya. Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak
sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan
interaksi antar stimulus itu akan mempengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang
diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah
yang nantinya mempengaruhi munculnya perilaku (Slavin, 2000). Oleh karena itu
dalam memahami tingkah laku seseorang secara benar harus memahami hubungan
antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta memahami konsep yang mungkin
dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin timbul akibat respon tersebut.
Skinner juga mengemukakan bahwa dengan menggunakan perubahan-perubahan
mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya
masalah. Sebab setiap alat yang digunakan perlu penjelasan lagi, demikian seterusnya.
F. Teori Kepribadian Humanistik
Teori humanistik (Yusuf Syamsu, 2007:141) berkembang sekitar tahun 1950-an
sebagai teori yang menentang teori-teori psikoanalisis dan behavioristik. Serangan
humanistik terhadap dua teori ini adalah bahwa kedua-duanya bersifat
“dehumanizing” (melecehkan nilai-nilai manusia). Teori Freud dikritik, karena
memandang tingkah laku manusia didominasi atau ditentukan oleh dorongan yang
bersifat primitif, dan animalistic (hewan). Sementara behavioristik dikritik, karena
teori ini terlalu asyik dengan penelitiannya terhadap binatang, dan menganalisis
kepribadian secara pragmentasi. Kedua teori ini dikritik, karena memandang manusia
sebagai bidak atau pion yang tak berdaya dikontrol oleh lingkungan dan masa lalu,
dan sedikit sekali kemampuan untuk mengarahkan diri.
Teori humanistik dipandang sebagai “third force” (kekuatan ketiga) dalam
psikologi, dan merupakan alternative dari kedua kekuatan yang dewasa ini dominan
(psikoanalisis dan behavioristik). Kekuatan yang ketiga ini dinamakan humanistic
karena memiliki minat yang eksklusif terhadap tingkah laku manusia. Humanistik
dapat diartikan sebagai “orientasi teoritis yang menekankan kualitas manusia yang
unik, khususnya terkait dengan free will (kemauan bebas) dan potensi untuk
mengembangkan dirinya” (Yusuf Syamsu, 2007:141).
Teori Kepribadian Humanistik Menurut Carl Rogers
Rogers adalah salah seorang peletak dasar dari gerakan potensi manusia, yang
menekankan perkembangan pribadi melalui latihan sensitivitas, kelompok pertemuan,
dan latihan lainnyayang ditujukan untuk membantu orang agar memiliki pribadi yang
sehat. Dia membangun teorinya berdasarkan praktik interaksi terapeutik dengan para
pasiennya. Karena dia menekankan teorinya kepada pandangan subjektif seseorang,
maka teorinya dinamakan “person-centered theory” (Yusuf Syamsu, 2007: 143).
Konstruk (Aspek-aspek) Kepribadian
Karena perhatian utama Rogers kepada perkembangan atau perubahan kepribadian,
maka dia tidak menekankan kepada struktuk kepribadian. Meskipun begitu, dia
mengajukan dua konstruk pokok dalam teorinya, yaitu: organisme dan self (Yusuf
Syamsu; 2007 : 143).
1) Organisme
Organisme yaitu makhluk fisik (physical creature) dengan semua fungsi-fungsinya,
baik fisik maupun psikis. Organisme ini juga merupakan locus (tempat) semua
pengalaman, dan pengalaman ini merupakan persepsi seseorang tentang peristiwa-
peristiwa yang terjadi dalam diri sendiri dan juga di dunia luar (external world).
Totalitas pengalaman, baik yang disadari maupun yang tidak disadari membangun
medan fenomenal (phenomenal field).
Medan penomena seseorang tidak diketahui oleh orang lain, kecuali melalui inferensi
empatik, itu pun tidak pernah diketahui secara sempurna. Hal ini menunjukkan bahwa
perilaku itu bukan fungsi (pengaruh) dari realitas eksternal, atau stimulus lingkungan,
tetapi realitas subjektif atau medan fenomenal.
2) Self
Self merupakan konstruk utama dalam teori kepribadian Rogers, yang dewasa ini
dikenal dengan “self concept” (konsep diri). Rogers mengartikannya sebagai
“persepsi tentang karakteristik ‘I’ atau ‘me’ dan persepsi tentanmg hubungan ‘I’ atau
‘me’ dengan orang lain atau berbagai aspek kehidupan, termasuk nilai-nilai yang
terkait dengan persepsi tersebut”. Diartikan juga sebagai “Keyakinan tentang
kenyataan, keunikan, dan kualitas tingkah laku diri sendiri”. Konsep diri merupakan
gambaran mental tentang diri sendiri.
Hubungan antara “self concept” dengan organisme (actual experience) terjadi dalam
dua kemungkinan, yaitu “congruence” atau “incongruence”. Kedua kemungkinan
hubungan ini menentukan perkembangan kematangan, penyesuaian (adjustment), dan
kesehatan mental (mental health) seseorang.
Apabila antara “self concept” dengan organisme terjadi kecocokan maka hubungan itu
disebut kongruen, tetapi apabila terjadi diskrepansi (ketidak cocokan) maka hubungan
itu itu disebut inkongruen.
Suasana inkongruen menyebabkan seseorang mengalami sakit mental (mental illness),
seperti merasa terancam, cemas, berperilaku defensif, dan berpikir yang kaku atau
picik. Sedangkan kongruensi mengembangkan kesehatan mental atau penyesuaian
psikologis. Ciri orang yang sehat psikologisnya adalah sebagi berikut ( Yusuf
Syamsu, 2007: 145) :
1. Dia mampu mempersepsi dirinya, orang lain, dan berbagai peristiwa yang
terjadi di lingkungannya secara objektif.
2. Dia terbuka terhadap semua pengalaman karena tidak mengancam konsep
dirinya.
3. Dia mampu menggunakan semua pengalaman.
4. Dia mampu mengembangkan dirinya ke arah aktualisasi diri, “goal of
becoming”, atau “fully functioning person”.
Berkembangnya ide atau gagasan mengenai peranan self dalam kepribadian
didasarkan kepada hasil penelitian Rogers sendiri pada tahun 1930-an. Pada tahun itu
Rogers meneliti tentang faktor-faktor penentu yang mempengaruhi tingkah laku anak
yang sehat (konstruktif) atau tidak sehat (destruktif). Faktor-faktor yang diyakini
mempengaruhi anak tersebut adalah (Yusuf Syamsu, 2007: 145):
1. Faktor eksternal, terutama lingkungan keluarga: kondisi kesehatan, status
sosial ekonomi, tingkat pendidikan, iklim intelektual, dan interaksi sosial.
2. Faktor internal: self-insight (understanding) self acceptance, atau self
responsibility.
Berdasarkan temuan-temuan atau pengalaman yang diperoleh, akhirnya Rogers
mengemukakan “pengalaman yang saya peroleh mendorong saya untuk memfokuskan
karir saya kepada upaya mengembangkan psikoterapi yang menitikberatkan kepada
faktor self understanding, self direction, dan personal responsibility, dari pada kepada
perubahan-perubahan yang terjadi dalam lingkungan sosial”.
Dinamika Kepribadian
Rogers (Yusuf Syamsu, 2007: 146) meyakini bahwa manusia dimotivasi oleh
kecenderungan atau kebutuhan untuk mengaktualisasikan, memelihara, dan
meningkatkan dirinya. Kebutuhan ini bersifat bawaan sebagai kebutuhan dasar jiwa
manusia, yang meliputi kebutuhan fisik dan psikis. Sebenarnya manusia memiliki
kebutuhan- kebutuhan lainnya namun itu semua tunduk kepada kebutuhan yang satu
ini. Kebutuhan lainnya itu adalah “positive regard of others” dan “self regard”. Kedua
kebutuhan ini bersifat dipelajari mulai usia dini, yaitu ketika bayi yang mendapat
curahan cinta kasih, perawatan, dan “positive regard” (penghargaan yang positif) dari
orang lain (terutama orang tua).
Dengan memperhatikan kebutuhan-kebutuhan fisik seperti makan dan minum, serta
mempertahankan organisme dari serangan luar, maka motif aktualisasi diri
memelihara organisme agar tetap survive. Di samping itu juga motif aktualisasi diri
ini berfungsi untuk mendororng perkembangan menusia melalui diferensiasi organ-
organ fisik, perkembangan fungsi-fungsi psikis, dan pertumbuhan seksual masa
remaja.
Perkembangan Kepribadian
Rogers (Yusuf Syamsu, 2007:147) tidak mengemukakan tahapan (stages) dalam
perkembangan kepribadian. Dia lebih tertarik kepada cara-cara orang lain (orang tua)
menilai anak, atau sikap dan perlakuan orang tua (terutama ibu) terhadap anak. Jika
orang tua tidak mencurahkan “positive regard” (penerimaan, dan cinta kasih) bahkan
menampilkan sikap penolakan terhadap anak, maka kecenderungan bawaan anak
untuk mengaktualisasikan dirinya menjadi terhambat. Anak mempersepsi penolakan
orang tua terhadap tingkah lakunya sebagai penolakan terhadap perkembangan “self
concept” nya yang baru. Apabila hal itu sering terjadi, anak akan mogok untuk
berusaha menngaktualisasikan dirinya.
Secara ideal, anak mendapatkan kasih sayang dan penerimaan yang cukup pada setiap
saat dari orang lain (orang tua). Kondisi ini disebut “unconditional positive regard”.
Kondisi ini mengimplikasikan bahwa cinta kasih ibu kepada anak tidak diberikan
secara konditional, tetapi secara bebas dan penuh.
Mengingat pentingnya memperoleh kepuasan akan kebutuhan “positive regard”,
khususnya pada masa anak, maka seseorang akan menjadi sensitif akan sikap dan
tingkah laku orang lain. Melalui penafsiran terhadap reaksi yang yang diterima dari
orang lain (baik penerimaan maupun penolakan) seseorang mungkin mengubah atau
memperhalus konsep dirinya. Hal ini menunjukkan, bahwa perkembangan konsep diri
seseorang dipengaruhi juga oleh upayanya menginternalisasi sikap-sikap orang lain.
Orang tua tidak selalu mereaksi setiap tingkah laku anak dengan penghargaan yang
positif (positive regard), apabila tingkah laku anak ini mengganggu, menjengkelkan,
atau membosankan. Berdasarkan pengalaman ini, anak belajar bahwa cinta kasih atau
penerimaan orang tua bergantung kepada tingkah laku tertentu, yang disetujuinya
mendapat penghargaan, sementara yang ditolaknya tidak mendapat penghargaan.
Standar pertimbangan eksternal (dari orang tua) untuk mengahargai atau menolak
suatu perilaku menjadi mempribadi pada diri anak, sehingga dia akan menghukum
dirinya apabila dia melakukan sesuatu yang orang tua pun menghukumnya. Anak
menginternalisasi norma atau standar orang tua dalam mempertimbangkan apakah
dirinya berharga atau tidak berharga, baik atau buruk. Apabila orang tua
mengembangkan kondisi yang tidak menghargai anak, maka anak akan terhambat
untuk mengembangkan aktualisasi dirinya.
Anak yang dikembangkan dalam suasana yang “unconditional positive regard” akan
mampu mengembangkan aktualisasi dirinya atau menjadi orang yang berfungsi penuh
(fully functioning person). Menurut Rogers “fully functioning person” ini merupakan
tujuan dari perkembangan seseorang. Orang yang telah mencapai “fully functioning
person” ini memilki karakteristik pribadi sebagai berikut (Yusuf Syamsu, 2007:148) :
1. Memiliki kesadaran akan semua pengalaman. Tidak ada pengalaman yang
ditolak, semuanya disaring melalui self. Bersikap terbuka baik terhadap
perasaan yang positif (seperti keteguhan dan kelembutan hati), dan perasaan
yang negatif (seperti rasa takut dan sakit).
2. Mengalami kehidupan secara penuh dan pantas pada setiap saat. Berpartisipasi
dalam kehidupan bukan sebagai pengamat.
3. Memilki rasa percaya kepada dirinya sendiri, seperti dalam mereaksi atau
merespon sesuatu. Dalam arti, dia memiliki kemampuan untuk mengambil
keputusan sendiri berdasarkan data pengalaman yang diperoleh.
4. Memiliki perasaan bebas untuk memilih tanpa hambatan apapun. Dia
memahami bahwa masa depannya bergantung pada kegiatan atau aktivitasnya
sendiri, bukan ditentukan oleh orang lain atau masa lalu.
5. Menajalani kehidupan secara konstruktif dan adaptif terhadap perubahan yang
terjadi di lingkungan, serta berpikir kreatif.
G. Atribut Kepribadian
1. Locus of Control (LOC)
Konsep tentang Locus of control (pusat kendali) pertama kali dikemukakan oleh
Rotter pada tahun 1966, seorang ahli teori pembelajaran sosial. Locus of control
merupakan salah satu variabel kepribadian (personility), yang didefinisikan sebagai
keyakinan individu terhadap mampu tidaknya mengontrol nasib (destiny) sendiri.
Individu yang memiliki keyakinan bahwa nasib atau event-event dalam kehidupannya
berada dibawah kontrol dirinya, dikatakan individu tersebut memiliki internal locus of
control. Sementara individu yang memiliki keyakinan bahwa lingkunganlah yang
mempunyai kontrol terhadap nasib atau event-event yang terjadi dalam kehidupannya
dikatakan individu tersebut memiliki external locus of control.
Kreitner & Kinichi (2005) mengatakan bahwa hasil yang dicapai locus of control
internal dianggap berasal dari aktifitas dirinya. Sedangkan pada individu locus of
control eksternal menganggap bahwa keberhasilan yang dicapai dikontrol dari
keadaan sekitarnya. lebih lanjut dinyatakan bahwa dimensi internal-external locus of
control dari Rotter memfokuskan pada strategi pencapaian tujuan tanpa
memperhatikan asal tujuan tersebut.
Bagi seseorang yang mempunyai internal locus of control akan memandang dunia
sebagai sesuatu yang dapat diramalkan, dan perilaku individu turut berperan
didalamnya. Pada individu yang mempunyai external locus of control akan
memandang dunia sebagai sesuatu yang tidak dapat diramalkan, demikian juga dalam
mencapai tujuan sehingga perilaku individu tidak akan mempunyai peran didalamnya
(Kreitner dan Kinicki, 2005)
Individu yang mempunyai external locus of control diidentifikasikan lebih banyak
menyandarkan harapannya untuk bergantung pada orang lain dan lebih banyak
mencari dan memilih situasi yang menguntungkan. Sementara itu individu yang
mempunyai internal locus of control diidentifikasikan lebih banyak menyandarkan
harapannya pada diri sendiri dan diidentifikasikan juga lebih menyenangi keahlian-
keahlian dibanding hanya situasi yang menguntungkan.
2. Intorvert dan Esktrovert
Pribadi ekstrovert adalah kondisi seseorang dimana dia menyenangi bergaul dan
bersama orang lain. Dia tidak merasa terpaksa untuk berbicara di depan orang lain
dalam acara sosial dan tidak canggung untuk berbicara di depan orang banyak yang
belum dikenal. Biasanya ia disenangi oleh lingkungannya karena cenderung lebih
pandai mengelola emosi dan siap berempati dengan orang lain.
Sebaliknya, pribadi introvert merupakan kepribadian seseorang dimana ia
cenderung kurang menyenangi bersama orang lain, dia lebih suka menyendiri, tidak
suka dengan orang baru, tidak suka berbicara di depan umum, kurang yakin diri,
pemalu dan pendiam (Hariwijaya, 2005).
3. Kepribadian Tipe A
Kepribadian Tipe A merupakan kompleks tindakan emosi yang dapat diamati
dalam setiap orang yang terlibat secara agresif dalam suatu perjuangan yang terus-
menerus dan tak henti-henti untuk mencapai hal yang lebih dari sekarang. (Kreitner
dan Kinicki, 2005).
Meyer Friedmen dan Rosenman (dalam Kreitner dan Kinicki, 2005) memberikan
penjelasan mengenai pola perilaku tipe A yang merupakan suatu kompleks tindakan
emosi yang dapat diamati dalam setiap orang yang terlibat secara agresif dalam suatu
perjuangan yang terus menerus dan tak henti-hentinya untuk mencapai hal yang lebih,
dan lebih dalam waktu singkat dan lebih singkat lagi, dan jika perlu melawan usaha
yang berkebalikan dari orang lain.
Individu dengan jenis kepribadian tipe A adalah manusia yang tak henti-hentinya
ingin mencapai sesuatu yang lebih tinggi (tinggi dan banyak), dengan waktu yang
terasa selalu kurang. Ciri-ciri dari jenis kepribadian tipe A termasuk pemikiran yang
sarat dengan bagaimana manusia dapat mengejar waktu, bagaimana manusia bersaing
terus-menerus dengan ketat, bagaimana tingkah laku manusia hampir selalu mengarah
kepada permusuhan, keinginan yang besar untuk menggunakan waktu yang luang dan
ketidaksabaran menyelesaikan tugas.
H. Hubungan Nilai, Sikap, dan Kepuasan Kerja
NILAI (VALUE)
Nilai adalah keyakinan dasar dalam bentuk keadaan atau tindakan yang diyakini benar
secara personal ataupun dalam lingkup sosial.
Atribut nilai dibagi menjadi dua:
1. Konten
suatu tindakan atau keadaan tertentu yang dianggap penting
Contoh : Saya percaya keuletan membawa kesuksesan dalam berbisnis
2. Intensitas
Menjelaskan seberapa penting kegiatan atau keadaan tersebut
Contoh : seberapa besar saya pegang keyakinan itu. Semakin saya kendur maka saya
akan cederung malas, dan berbuah ketidaksuksesan dan sebaliknya
Sistem nilai adalah urutan tingkat nilai yang dimiliki seseorang dilihat dari
intensitasnya. Jika konten dan intensitas berbeda, maka sistem nilai hancur. Nilai
bersifat tetap dan bertahan lama. Nilai menjadi dasar persepsi dalam memahami sikap
dan motivasi seseorang serta mempengaruhi perilaku kita
Tipe-tipe Nilai :
1. Terminal
Berupa VISI, cenderung abstrak
Contoh : saya ingin sukses
2. Instrumental
Berupa MISI, bagaimana mewujudkan terminal
Contoh : bekerja keras, ulet, selalu berinovasi baru dalam produk
SIKAP
Sikap adalah pernyataan/penilaian evaluatif menyangkut benda, orang atau kejadian.
Sikap bisa bertolakbelakang dengan nilai, karena lebih tidak stabil dan mudah
dipengaruhi dibandingkan dengan nilai.
Beberapa komponen sikap:
a. Kognitif (bagian dari sikap yang berupa pendapat atau kepercayaan)
b. Afektif (bagian dari sikap yang berupa perasaan atau emosional)
c. Perilaku (kemauan untuk berperilaku tertentu terhadap seseorang atau sesuatu)
Jenis-jenis sikap:
a) Job Satisfaction (sikap yang menentukan kepuasan seseorang terhadap
pekerjaannya)
b) Job Involvement (sikap yang menggambarkan sampai sejauh mana partisipasi aktif
karyawan terhadap pekerjaannya)
c) Organization Commitment (sikap yang menunjukkan sampai mana seseorang
melibatkan diri dalam organisasi beserta dengan tujuan-tujuannya dan ingin menjaga
keanggotaannya dalam organisasi)
KEPUASAN KERJA
Bagaimana hubungan kepuasan kerja dengan produktivitas, kemangkiran dan keluar
masuknya karyawan dalam perusahaan.
Mengukur Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja adalah sikap umum seseorang terhadap pekerjaannya. Pekerjaan
menuntut interaksi dengan orang lain, mengikuti aturan dan kebijaksanaan organisasi,
standar kerja, kondisi kerja yang kurang ideal dan lainnya. Jadi Assesment (penilaian)
merupakan hal yang rumit.
Ada 2 metode pendekatan untuk mengukur kepuasan kerja, yaitu :
1. Angka – nilai global tunggal (single global rating)
Dalam metode angka – nilai global tunggal tidak lebih dari meminta individu –
individu untuk menjawab satu pertanyaan.
Contoh: Bila kita memberikan sebuah pertanyaan “seberapakah puaskah anda dengan
pekerjaan anda?” kemudian responden menjawabnya dengan melingkari suatu
bilangan antara 1 sampai 5 yang berapa dan dengan jawaban dari “Sangat Dipuaskan”
sampai “Sampai tidak puas.”
2. Skor penjumlahan (summation score)
Dalam metode penjumlahan ini tersusun atas sejumlah fase pekerjaan yang digunakan
untuk mengenali unsur – unsur utama dalam suatu pekerjaan dan menanyakan
perasaan karyawan mengenal tiap unsur.
Contoh : faktor yang biasa digunakannya itu upah sekarang, kesempatan promosi,
hubungan dengan rekan kerja, penyeliaan dan sifat dasar pekerjaan.
Faktor – faktor yang berfungsi mendorong kepuasaan kerja adalah :
1. Kerja yang secara mental menantang
Faktor ini memberi kesempatan untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan
mereka dan menawarkan beragam tugas, kebebasan, dan umpan balik mengenai
betapa baik mereka bekerja
2. Ganjaran yang pantas
Faktor ini selalu diinginkan oleh karyawan dalam sistem upah dan kebijakan promosi
yang dinilai adil, tidak meragukan dan segaris dengan pengharapan mereka
3. Kondisi kerja yang mendukung :
Fakor ini sangat mengdukung bagi karyawan dalam melakukan pekerjaannya karena
dengan lingkungan yang nyaman dapat menciptakan hasil kerja yang memuaskan
4. Rekan sekerja yang mendukung
Faktor ini sangat mendukung dalam menghasilkan kerja yang memuaskan karena
dengan adanya interaksi sosial didalam suatu pekerjaan maka dapat mendukung
kepuasan kerja dari karyawan
5. Jangan lupakan kesesuaian antara kepribadian – pekerjaan
Karyawan yang memiliki kepribadian yang sama dengan pekerjaan yang dipilih
seharusnya mendapatkan bahwa mereka mempunyai bakat dan kemampuan yang
tepat untuk memenuhi tuntutan dari pekerjaan mereka, jadi kemungkinan berhasilnya
pekerjaan tersebut sangat besar
6. Ada dalam Gen
Faktor ini penting karena Gen dapat mempengaruhi tingkat kepuasan kerja dari
seoang karyawan. Disposisi seorang terhadap hidup baik positif maupun negatif
ditentukan oleh bentukan genetikya
Ada 3 Efek kepuasan kerja pada kinerja karyawan :
1. Kepuasan dan Produktivitas
Dengan tingkat kepuasan kerja yang terjamin maka tingkat produktivitas dari seorang
karyawan semakin bagus.
2. Kepuasan dan Kemangkiran
Kepuasan kerja dari suatu karyawan ditentukan oleh tingkat kemangkiran.
Contoh : suatu perusahaan harus memberikan tunjangan cuti sakit kepada karyawan
yang sakit supaya karyawan tersebut seperti diperhatikan oleh perusahaan tersebut
3. Kepuasan dan Tingkat keluar – masuknya karyawan
Kepuasan juga dihubungkan negatif dengan keluarnya karyawan. Jadi kepuasan kerja
sangat penting dalam mempengaruhi karyawan yang buruk untuk tinggal daripada
yang kinerjanya bagus.
Ada 4 respon karyawan dalam mengungkapkan ketidakpuasan :
1. Exit : ketidakpuasan yang diungkapkan lewat perilaku yang diarahkan
untuk meninggalkan organisasi
2. Suara (voice) : Ketidakpuasan yang diungkapkan dengan usaha aktif dan
konstruktif untuk memperbaiki kondisi
3. Kesetiaan (loyalty) : ketidakpuasan yang diungkapkan secara pasif
menunggu membaiknya kondisi
4. Pengabaian (neglect) : Ketidakpuasan yang dinyatakan dengan membiarkan
kondisi memburuk