ethnography

6
t2.3. vol.1 riset tematik 02 astri anindya sari (25209026) 1 PENDEKATAN ETNOGRAFI DALAM RISET KUALITATIF Penggunaan Dalam riset kualitatif, pendekatan etnografi digunakan untuk mempelajari aspek budaya, sosial, dan perilaku (seseorang maupun kelompok masyarakat) dalam suatu setting natural (Creswell, 1998). Pendekatan ini juga bertujuan memahami hubungan antara aspek tangible dan less tangible pada situasi dan setting tertentu (Egbaria, 2002). Dalam terjadinya, suatu situasi selalu melibatkan aspek objektif dan subjektif. Aspek objektif (tangible) merupakan hal-hal yang dapat dilihat dan diamati langsung oleh peneliti meliputi setting, pelaku, artifact, tingkah laku, serta kegiatan. Sedangkan aspek subjektif (less tangible) tidak dapat dilihat secara langsung, dan menjelaskan nilai yang dianut, kognisi, persepsi, pemikiran, dan rasa. Pendekatan ini banyak digunakan dalam studi-studi di bidang sosial seperti antropologi, sosiologi, geografi kemanusiaan, dan studi kebudayaan (Atkinson & Hammersley, 1994). Selain itu pendekatan etnografi juga digunakan dalam penelitian bidang-bidang kedokteran, misalnya untuk mengetahui mengapa suatu wabah penyakit melanda kelompok masyarakat tertentu. Dalam arsitektur, pendekatan etnografi salah satunya dapat digunakan untuk mengetahui pengaruh nilai dan budaya yang dianut masyarakat tertentu terhadap bentukan arsitekturnya. Masyarakat di daerah yang berbeda akan menganut nilai-nilai yang berbeda pula, hal tersebut akan menghasilkan produk arsitektur yang berbeda pula dengan kekhasannya masing-masing (Rapoport, 1999 dalam Egbaria, 2002). Untuk mengetahui budaya nilai yang dianut diperlukan pengalaman dan pengetahuan tentang kehidupan keseharian dan kebiasaan-kebiasaan dari kelompok masyarakat sebagai obyek yang diteliti. Tentang apa, bagaimana, dan mengapa kegiatan dalam setting tertentu terjadi. Dalam hal itu dibutuhkan observasi dan interpretasi yang akan sulit dilakukan apabila digunakan pendekatan lain, misalnya grounded theory atau korelasional dengan kuesioner yang menggunakan pertanyaan close-ended. Untuk tujuan tersebut dipilih pendekatan etnografi yang memiliki kekhasan dan fleksibilitas dalam proses pengumpulan data maupun analisisnya. Pendekatan etnografi bertujuan memahami permasalahan sosial budaya pada suatu setting masyarakat tertentu secara holistik. Karenanya riset yang dilakukan biasanya tidak melibatkan banyak kasus, namun dipilih beberapa atau bahkan satu kasus studi yang dinilai spesifik dan memiliki keunikan serta kekhasan tertentu (Atkinson & Hammersley, 1994). Menurut Schensul, (2005) pendekatan etnografi dapat dignakan untuk menyelesaikan pertanyaan penelitian yang tujuannya: - Menemukan hal baru (discovery) pada setting yang diteliti. - Eksplorasi dan deskripsi, bisa berupa konfirmasi maupun mencari hubungan antara beberapa variabel tangible dan intangible. - Mengembangkan maupun membuktikan hipotesis. Pertanyaan penelitian yang digunakan akan menentukan jenis data dan cara pengumpulannya, analisis, interpretasi, serta cara penyajian hasil penelitian tersebut. Data dan pengumpulan data Pada penelitian kualitatif dengan pendekatan etnografi, pengumpulan data dilakukan dengan observasi dan wawancara (Jenkins, 2010), kontak dengan artifact barang-barang yang digunakan dan dibuat oleh masyarakat pada setting yang diteliti (Spradley, 1980 dalam Creswell 1998), dan dokumentasi baik berupa pembuatan catatan, foto, maupun rekaman (Egbaria, 2002). Walaupun pendekatan ini lebih banyak menggunakan data primer, data sekunder berupa dokumen yang berhubungan dengan kasus penelitian misalnya statistik kondisi penduduk dan deskripsi lokasi tetap dibutuhkan (Egbaria, 2002). Data sekunder digunakan sebagai pendukung yang akan membantu memberikan gambaran mengenai setting yang diteliti. Observasi yang banyak digunakan pada pendekatan etnografi adalah observasi partisipatif (Atkinson & Hammersley, 1994; Groat & Wang, 2002). Teknik observasi partisipatif dipilih agar peneliti akan lebih mudah memahami setting penelitian, karena terlibat langsung didalamnya. Dalam teknik observasi partisipatif,

description

pendekatan etnografi dalam riset kualitatif, metode, pengumpulan data, analisis dan intepretasi, contoh penelitian arsitektur yang menggunakan pendekatan etnografi

Transcript of ethnography

Page 1: ethnography

t2.3. vol.1 riset tematik 02 astri anindya sari (25209026)

1

PENDEKATAN ETNOGRAFI DALAM RISET KUALITATIF

Penggunaan

Dalam riset kualitatif, pendekatan etnografi digunakan untuk mempelajari aspek budaya, sosial, dan perilaku

(seseorang maupun kelompok masyarakat) dalam suatu setting natural (Creswell, 1998). Pendekatan ini juga

bertujuan memahami hubungan antara aspek tangible dan less tangible pada situasi dan setting tertentu

(Egbaria, 2002). Dalam terjadinya, suatu situasi selalu melibatkan aspek objektif dan subjektif. Aspek

objektif (tangible) merupakan hal-hal yang dapat dilihat dan diamati langsung oleh peneliti meliputi setting,

pelaku, artifact, tingkah laku, serta kegiatan. Sedangkan aspek subjektif (less tangible) tidak dapat dilihat

secara langsung, dan menjelaskan nilai yang dianut, kognisi, persepsi, pemikiran, dan rasa.

Pendekatan ini banyak digunakan dalam studi-studi di bidang sosial seperti antropologi, sosiologi, geografi

kemanusiaan, dan studi kebudayaan (Atkinson & Hammersley, 1994). Selain itu pendekatan etnografi juga

digunakan dalam penelitian bidang-bidang kedokteran, misalnya untuk mengetahui mengapa suatu wabah

penyakit melanda kelompok masyarakat tertentu.

Dalam arsitektur, pendekatan etnografi salah satunya dapat digunakan untuk mengetahui pengaruh nilai dan

budaya yang dianut masyarakat tertentu terhadap bentukan arsitekturnya. Masyarakat di daerah yang

berbeda akan menganut nilai-nilai yang berbeda pula, hal tersebut akan menghasilkan produk arsitektur yang

berbeda pula dengan kekhasannya masing-masing (Rapoport, 1999 dalam Egbaria, 2002). Untuk mengetahui

budaya nilai yang dianut diperlukan pengalaman dan pengetahuan tentang kehidupan keseharian dan

kebiasaan-kebiasaan dari kelompok masyarakat sebagai obyek yang diteliti. Tentang apa, bagaimana, dan

mengapa kegiatan dalam setting tertentu terjadi. Dalam hal itu dibutuhkan observasi dan interpretasi yang

akan sulit dilakukan apabila digunakan pendekatan lain, misalnya grounded theory atau korelasional dengan

kuesioner yang menggunakan pertanyaan close-ended. Untuk tujuan tersebut dipilih pendekatan etnografi

yang memiliki kekhasan dan fleksibilitas dalam proses pengumpulan data maupun analisisnya.

Pendekatan etnografi bertujuan memahami permasalahan sosial budaya pada suatu setting masyarakat

tertentu secara holistik. Karenanya riset yang dilakukan biasanya tidak melibatkan banyak kasus, namun

dipilih beberapa atau bahkan satu kasus studi yang dinilai spesifik dan memiliki keunikan serta kekhasan

tertentu (Atkinson & Hammersley, 1994). Menurut Schensul, (2005) pendekatan etnografi dapat dignakan

untuk menyelesaikan pertanyaan penelitian yang tujuannya:

- Menemukan hal baru (discovery) pada setting yang diteliti.

- Eksplorasi dan deskripsi, bisa berupa konfirmasi maupun mencari hubungan antara beberapa variabel

tangible dan intangible.

- Mengembangkan maupun membuktikan hipotesis.

Pertanyaan penelitian yang digunakan akan menentukan jenis data dan cara pengumpulannya, analisis,

interpretasi, serta cara penyajian hasil penelitian tersebut.

Data dan pengumpulan data

Pada penelitian kualitatif dengan pendekatan etnografi, pengumpulan data dilakukan dengan observasi dan

wawancara (Jenkins, 2010), kontak dengan artifact barang-barang yang digunakan dan dibuat oleh

masyarakat pada setting yang diteliti (Spradley, 1980 dalam Creswell 1998), dan dokumentasi baik berupa

pembuatan catatan, foto, maupun rekaman (Egbaria, 2002). Walaupun pendekatan ini lebih banyak

menggunakan data primer, data sekunder berupa dokumen yang berhubungan dengan kasus penelitian

misalnya statistik kondisi penduduk dan deskripsi lokasi tetap dibutuhkan (Egbaria, 2002). Data sekunder

digunakan sebagai pendukung yang akan membantu memberikan gambaran mengenai setting yang diteliti.

Observasi yang banyak digunakan pada pendekatan etnografi adalah observasi partisipatif (Atkinson &

Hammersley, 1994; Groat & Wang, 2002). Teknik observasi partisipatif dipilih agar peneliti akan lebih mudah

memahami setting penelitian, karena terlibat langsung didalamnya. Dalam teknik observasi partisipatif,

Page 2: ethnography

t2.3. vol.1 riset tematik 02 astri anindya sari (25209026)

2

peneliti dapat memilih perannya sebagai insider yang tinggal di daerah penelitian, maupun sebagai outsider

yang melakukan pengamatan dengan menggunakan alat, misalnya video perekam (Groat & Wang, 2002;

Jorgensen, 1989 dalam Creswell, 1998). Pilihan teknik observasi ini akan menentukan jenis data yang

didapatkan. Dalam observasi, peneliti mengamati interaksi dan hubungan sosial masyarakat, kebiasaan-

kebiasaan, apa yang mereka katakan, serta apa yang mereka gunakan dan hasilkan atau artifact (Spradley,

1980 dalam Cresswell 1998). Dalam observasi ini peneliti membuat catatan-catatan, melakukan pengambilan

gambar dan rekaman, serta mengumpulkan jejak fisik baik berupa artifact maupun cerita maupun mitos yang

dipercaya dibalik budaya dan ritual yang dilakukan. Untuk dapat memahami dengan baik fenomena dalam

setting yang diteliti, maka observasi yang dilakukan bersifat ekstensif dan biasanya dalam waktu yang lama.

Wawancara yang dilakukan adalah wawancara mendalam (in-depth interview) maupun wawancara informal

tak terstruktur. Wawancara dilakukan untuk mengetahui alasan, dan makna dari tindakan serta kebiasaan

dari sudut pandang responden juga hal-hal lain yang tak dapat diketahui hanya dengan observasi (aspek

intangible). Pertanyaan dalam wawancara merupakan pertanyaan terbuka yang open-ended, bertujuan

untuk eksplorasi. Wawancara mendalam dilakukan terhadap informan kunci yang sangat memahami kondisi

pada setting yang diteliti, misalnya ketua adat. Sedangkan wawancara informal tak terstruktur dilakukan

terhadap masyarakat, sebagai bentuk percakapan sehari-hari.

Analisis dan Intepretasi

Berbagai jenis data yang terkumpul dari pendekatan etnografi baik berupa hasil observasi, wawancara, foto,

rekaman, dan lain-lain membutuhkan teknik pengolahan data yang tepat sehingga tidak akan terjadi bias

dalam interpretasinya nanti.

Proses pengolahan data pada penelitian kualitatif dengan pendekatan etnografi menurut Tesch, (1990) dalam

Egbaria, (2002) dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu:

- Mengorganisasikan data, diawali dengan membaca ulang keseluruhan data sehingga didapat

pemahaman secara menyeluruh terhadap fenomena yang diteliti. Selanjutnya dilakukan content analysis

dan sorting dengan mencari kata-kata kunci pada data.

- Melakukan kodifikasi dan mengagregatkan data kedalam tema dan kerangka konsep yang sejenis.

- Melakukan interpretasi, memetakan kondisi atau fenomena yang terjadi dengan skema yang

menunjukkan hubungan antar variabel, membandingkan, dan membuat tabel yang menggambarkan

kategorisasi.

Proses analisis dan penyajian hasil penelitian pada pendekatan etnografi sangat ditentukan oleh pertanyaan

penelitian yang digunakan. Pada umumnya pendekatan etnografi digunakan untuk menjelaskan fenomena

sosial budaya pada setting tertentu, sehingga hasil penelitian disajikan dalam bentuk deskriptif-induktif

dimana data disajikan diawal, dan diakhiri dengan penyimpulan yang membangun teori. Sebaliknya

penelitian etnografi yang bertujuan konfirmatori dan menguji hipotesis menggunakan teknik penyajian

deskriptif-deduktif. Pada teknik penyajian ini teori disajikan diawal untuk memberikan gambaran mengenai

fenomena yang akan diteliti sebagai dasar sekaligus penelitian. Menurut Fetterman,(1989) dalam Cresswell,

(1998) dua jenis teori yang banyak digunakan sebagai dasar penelitian etnografi adalah ideational theories,

yang mengatakan bahwa perubahan adalah hasil dari perubahan nilai yang dianut dan materialistic teories

yang mengatakan kondisi material seperti sumberdaya dan uang merupakan penggerak perubahan yang

terjadi. Produk analisis dan intepretasi dalam pendekatan etnografi memberikan gambaran menyeluruh

mengenai fenomena melibatkan sudut pandang masyarakat dalam setting yang diteliti (emic) yang

diinterpretasikan oleh peneliti melalui sudut pandang ilmu pengetahuan (etic).

Validitas dan Reliabilitas

Hasil dari penelitian kualitatif termasuk yang dilakukan dengan pendekatan etnografi seringkali diragukan

obyektivitas dan akurasinya. Hal tersebut disebabkan oleh tingginya subyektivitas peneliti yang dilibatkan

Page 3: ethnography

t2.3. vol.1 riset tematik 02 astri anindya sari (25209026)

3

dalam proses interpretasi data, selain juga proses pengumpulan datanya sendiri yang memiliki banyak

kelemahan misalnya observasi dan wawancara yang dilakukan tak terstruktur.

Untuk menjamin dan menambah akurasi data, maka beberapa cara yang dapat dilakukan menurut Creswell,

(1998); Egbaria, (2002) dan Hegelund, (2005) adalah:

- Memperpanjang masa observasi yang memungkinkan peningkatan derajat kepercayaan data yang

dikumpulkan selain dapat menguji informasi dari responden dan membangun kepercayaan responden

terhadap peneliti juga kepercayaan diri peneliti sendiri.

- Pengamatan yang terus menerus, untuk menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang relevan

dengan persoalan atau isu yang sedang diteliti dan memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci.

- Triangulasi, pemeriksaan keabsahan data, menggunakan beberapa cara untuk mendapatkan satu jenis

data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut.

- Peer debriefing (membicarakannya dengan orang lain) yaitu mendiskusikan hasil sementara atau hasil

akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi analitik dengan rekan-rekan atau kelompok peneliti.

DAFTAR PUSTAKA

Atkinson, P. & Hammersley, M, (1994), “Ethnography and participant observation” in Denzin, N. & Lincoln, Y.(eds.), Handbook of Qualitative Research, Sage Publication, London

Creswell, John, (1998), Qualitative Inquiry and Research Design, Choosing Among Five Traditions, SagePublication: Thousand Oaks London

Egbaria, Kassem, (2002), Ethnography: An Alternative Approach For Housing Investigation With Reference ToResidential Development Of The Israeli Arab Ethnic Minority Group, Department of EnvironmentalPlanning and Urban Design, Birzeit University, Palestine

Groat, Linda & David Wang, (2002), Architectural Research Methods, John Willey and Sons. Inc

Hegelund, Alan, (2005), Objectivity and Subjectivity in the Ethnographic Method, Journal of QualitativeHealth Research 2005; 15; 647, http://qhr.sagepub.com/cgi/content/abstract/15/5/647

Jenkins, Mercilee, (2010), Ethnographic Writing Is as Good as Ten Mothers, Journal of Qualitative Inquiry2010; 16; 83, http://qix.sagepub.com/cgi/content/abstract/16/2/83

Schensul, Jean. J, (2005), What is Ethnography, Introduction to Ethnographic Research, Institute forCommunity Research, www.incommunityresearch.org

Page 4: ethnography

t2.3. vol.1 riset tematik 02 astri anindya sari (25209026)

4

Jurnal dengan pendekatan etnografi

DWELLING AS REPRESENTATION: VALUES OF ARCHITECTURE IN AN ECUADORIAN SQUATTER

SETTLEMENT

Christien Klaufus

Journal of Housing and the Built Environment 15: 341–365, 2000

Studi

Penelitian ini dilatar belakangi oleh teori bahwa budaya atau nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat akan

mempengaruhi preferensi tersebut terhadap hunian. Apabila budaya berubah, maka tentunya hal tersebut

akan merubah perferensi terhadap hunian. Untuk membuktikan hipotesis tersebut pada setting khusus,

dipilih studi kasus yang spesifik berupa perubahan budaya yang dialami oleh masyarakat squatter Santa

Victoria di kota kecil Riobamba, dataran tinggi ekuador. Masyarakat squatter tersebut merupakan penduduk

asli dari desa Andean yang bermigrasi untuk tinggal di kota modern yang memiliki budaya dan nilai yang

berbeda dengan tempat asalnya. Disatu sisi permukiman tersebut mengalami pergeseran budaya secara

cepat kearah budaya kota yang modern, disisi lain dasar masyarakatnya menganut budaya desa yang masih

menjaga sejarah dan budaya asal mereka dimana hal tersebut tercermin dalam kebiasaan sehari-hari.

Bagaimana cara masyarakat squatter Santa Victoria mengartikulasikan budaya baru dan lama yang akan

menunjukkan status sosial dalam hunian yang mereka bangun merupakan fokus utama penelitian ini. Lebih

jauh penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanan perubahan budaya dalam konteks setting

tertentu dapat mempengaruhi pemilihan masyarakatnya akan hunian.

Desain riset dan proses penelitian

Untuk mengawali studi ini terlebih dahulu dilakukan studi literatur tentang bagaimana suatu nilai-nilai

budaya dapat mempengaruhi bentukan arsitektur (hunian) masyarakat dan bagaimana hunian dapat menjadi

suatu alat komunikasi yang merupakan representasi atau simbol dari pemiliknya. Studi literatur dan teori

dilakukan untuk mengkerangkakan penelitian, sekaligus mendapatkan dasar hipotesis yang akan dites

keberlakuannya pada setting khusus yang dipilih dalam penelitian ini.

Untuk menjawab pertanyaan penelitian, dilakukan riset dengan metode etnografi. Dipilih metode etnografi

dengan studi kasus karena melalui metode ini hal-hal yang spesifik dan detail terkait perilaku dan kebiasaan-

kebiasaan masyarakat yang menunjukkan budaya dan nilai-nilai yang mereka anut akan dapat diketahui.

Data primer didapat dengan melakukan observasi partisipatif pada lokasi penelitian selama 4 bulan dari akhir

Desember 1998 sampai akhir April 1998. Obserpasi partisipatif dilakukan dengan peran peneliti sebagai

Page 5: ethnography

t2.3. vol.1 riset tematik 02 astri anindya sari (25209026)

5

insider di lokasi penelitian. Peneliti ikut membantu di kantor housing cooperative yang bertanggungjawab

pada pengelolaan dan legalitas squatter Santa Victoria dimana masyarakat sering berkunjung untuk

membicarakan masalah-masalah seputar hunian dan permukiman mereka. Dengan cara ini peneliti

mengetahui permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan permukiman yang diteliti.

Membantu di kantor housing cooperative juga memberikan kesempatan untuk berdiskusi dan melakukan

wawancara dengan arsitek, planner, dan wakil pemerintah yang bertanggungjawab dalam masalah legalitas

squatter tersebut. Disamping itu, peneliti melakukan wawancara mendalam dengan beberapa orang warga,

mengambil foto dan merekam kegiatan sehari-hari mereka terutama yang berhubungan dengan hunian dan

proses pembangunannya. Dengan demikian diketahui bagaimana masyarakat Santa Victoria mengaplikasikan

nilai yang mereka anut kedalam hunian dan proses pembangunannya.

Dipilih lima hunian sebagai studi kasus yang diteliti secara lebih detail. Lima hunian yang dipilih sebagai studi

kasus merupakan tipe unit hunian yang berbeda yang dimiliki oleh penghuni dengan tingkat sosial dan

ekonomi yang berbeda-beda pula. Dilakukan wawancara dengan pemilik rumah mengenai bagaimana proses

pembangunan rumah mereka, alasan apa yang mendasari terciptanya bentukan rumah mereka, apasaja yang

ada dalam interior rumah dan apa artinya bagi mereka. Dilakukan pula pengambilan gambar pada eksterior,

interior, dan proses konstruksi rumah. Selanjutnya dilakukan content analysis untuk mengetahui bagaimana

bentukan rumah di Santa Victoria dapat merepresentasikan pemiliknya.

Temuan

Bagi masyarakat Santa Victoria, pilihan tipe hunian merepresentasikan nilai budaya yang mereka anut, selain

juga diasosiasikan dengan tingkat sosial-ekonomi pemiliknya. Tipe hunian pada daerah ini dibedakan menjadi

tiga yaitu casa, villa, dan mediguas. Casa dan villa berukuran cukup besar dan memiliki bentuk atap datar,

yang memungkinkan untuk pengembangan keatas. Sedangkan mediguas merupakan hunian berukuran kecil

dengan atap miring, dan eksterior tanpa finishing. Pemilik casa dan villa dianggap berstatus lebih tinggi atau

lebih kaya daripada mediguas. Mediguas seringkali diasosiasikan dengan kemiskinan penghuninya. Pilihan

tipe juga merepresentasikan cara hidup dan budaya yang dianut pemiliknya. Kebudayaan di desa asal

masyarakat Santa Victoria, dimana penduduknya merasa cukup dengan mediguas sebagai tempat memasak

dan tidur, membuat mediguas menjadi pilihan hunian bagi masyarakat yang masih menganut nilai

kesederhanaan di desa asalnya. Sementara casa dan villa merupakan tipe-tipe rumah di kota Riobamba

dimana ukurannya lebih besar dan memiliki eksterior atraktif yang memberikan prestise bagi pemiliknya.

Tipe hunian ini cenderung dipilih masyarakat ekonomi menengah di Santa Victoria yang telah terpengaruh

budaya modernitas kota Riobamba.

Prioritas terhadap nilai-nilai transenden dan transient yang dianut oleh masyarakat Santa Victoria

direpresentasikan melalui cara mereka mengatur interior dan eksteriornya huniannya. Nilai transenden

merupakan budaya yang terkait nilai moral, vertikalitas serta hubungan dengan pencipta yang diwariskan

dari generasi ke generasi. Nilai tersebut direpresentasikan dalam interior hunian masyarakat Santa Victoria.

Sedangkan nilai transient merupakan nilai sehari-hari, yang berkaitan dengan hubungan sosial antar

masyarakat dan dapat berubah maupun diperbaharui. Nilai ini direpresentasikan dalam eksterior hunian.

Interior mencerminkan nilai transenden pemiliknya. Barang-barang yang mereka letakkan di dalam ruangan

adalah barang yang memiliki ikatan khusus dari masa lalu mereka. Barang wajib yang ada di rumah mereka

adalah televisi, dan radio. Namun barang-barang selebihnya seperti dekorasi dinding, furniture dan lainnya

merupakan barang-barang yang memiliki ikatan atau kenangan dengan masa lalu mereka,dan berhubungan

dengan religi yang mereka anut. Sehingga keberadaan barang-barang pada interior rumah akan

mencerminkan masa lalu pemilik rumah, pengalaman mereka, dan apa yang telah mereka peroleh dan capai

dalam hidup, namun tidak mencerminkan status sosial atau ekonominya saat ini.

Page 6: ethnography

t2.3. vol.1 riset tematik 02 astri anindya sari (25209026)

6

Sementara eksterior rumah merupakan perwujudan dari transient value, seperti prestise dan sosial ekonomi.

Eksterior hunian yang tanpa detail diasosiasikan dengan tingkat ekonomi dan sosial yang rendah dari

penghuninya, sedangkan adanya finishing dan detail-detail eksterior menunjukkan semakin tingginya tingkat

sosial. Atraktifitas eksterior hunian akan memberikan prestise yang penting dalam kehidupan sosial

pengguninya saat ini.

Kompromi atau pertemuan nilai transenden dan transient yang dianut terjadi pada proses pembangunan

rumah mereka, terutama pada bagian atap. Bagi masyarakat Santa Victoria, terutama pemilik tipe hunian

casa dan villa, atap merupakan bagian terpenting dari bangian rumah. Dalam budaya desa, masyarakat

membangun rumahnya secara bersama-sama dengan bantuan kerabat dan saudara. Namun pada kota

modern seperti riobamba, pembangunan rumah menggunakan tukang (maestro) yang dibayar. Nilai yang

dianut oleh masyarakat Santa Victoria menggunakan kompromi keduanya, dalam pembangunan rumah

mereka menggunakan tukang, namun pada bagian yang esensial yaitu atap, keluarga mereka dari desa

seberang dan para tetangga datang untuk membantu. Kebudayaan mereka di desa, setelah selesai

pembangunan atap diadakan upacara perayaan, namun kini karena keadaan ekonomi yang tidak

memungkinkan, hanya ada makan bersama tanpa perayaan besar.