Estimasi Kedalaman Sedimen dan Batas Diskontinuitas Sesar ......ketebalan sedimen dan ketebalan...
Transcript of Estimasi Kedalaman Sedimen dan Batas Diskontinuitas Sesar ......ketebalan sedimen dan ketebalan...
The 43rd Annual Scientific Meeting of Himpunan Ahli Geofisika Indonesia
Semarang, 24-27 September 2018
Estimasi Kedalaman Sedimen dan Batas Diskontinuitas Sesar Palu Koro
Menggunakan Metode Power Spectral Density
Ramadhan Priadi1*, Rosi Budi Kurniawan1, Purwaningsih Nurdya Utami1, Mahmud Yusuf2
1Jurusan Geofisika, Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Indonesia 2Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Indonesia
*Corresponding author’s email: [email protected]
Abstract. Pulau Sulaswei merupakan pulau yang seismisitasnya sebagian besar dipengaruhi oleh sesar
Palu Koro dan sesar Matano. Gravity merupakan salah satu metode geofisika non-destruktif yang
mengukur perbedaan kontras densitas bawah permukaan untuk interpretasi struktur geologi bawah
permukaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi kedalaman sedimen dan batas diskontinuitas
wilayah sesar Palu Koro menggunakan metode power spectral density.Data yang digunakan adalah data
anomali gravity dari TOPEX disekitaran wilayah sesar Palu Koro. Metode analisis power spectral density
merupakan metode yang menganalisis fenomena osilator harmonic di alam. Prinsip analisis spectral ini
mengacu pada transformasi deret fourier, mengubah domaian waktu menjadi domain frekuensi. Dari hasil
pengolahan diperoleh jika batuan sekitar sesar Palu Koro merupakan batuan Tersier dengan initial body
density sebesar 2,4 gr/cm3. Kedalaman diskontinuitas dangkal berkisar antara 595,8 m hiingga 2.3889 km
dengan rata-rata kedalaman sebesar 1.4570 km. Sedangkan Kedalaman diskontinuitas dalam berkisar
antara 13.0536 km hingga 76.204 km dengan rata-rata kedalaman sebesar 36.0987 km.
Kata kunci: power spectra, gravity, diskontinuitas, sedimen
1. Pendahuluan
Pulau Sulaswei merupakan pulau yang seismisitasnya sebagian besar dipengaruhi oleh sesar Palu
Koro dan sesar Matano. Sesar aktif yang utama yaitu Sesar Palu Koro. Sesar Palu Koro merupakan
jenis sesar mengiri atau left lateral slip yang memanjang mulai dari Selat Makassar sampai pantai utara
Teluk Bone dengan panjang patahan sekitar 500 km (Sompotan, 2012). Pengukuran gravitasi digunakan
untuk menentukan anomali gaya berat pada titik pengukuran di permukaan bumi. Gravity merupakan
metode geofisika non-destruktif yang mengukur perbedaan kontras densitas bawah permukaan untuk
interpretasi struktur geologi bawah permukaan. Metode gravity digunakan karena memiliki kemampuan
dalam membedakan densitas dari suatu sumber anomali terhadap densitas lingkungan sekitarnya
(Mochales,dkk., 2008). Dari variasi densitas tersebut dapat merepresentasikan struktur bawah
permukaan. Salah satu metode gravity yang sering digunakan untuk mengetahui kedalaman
diskontinuitas dangkal dan diskontinuitas dalam adalah metode analisis power spectral density. Metode
analisis power spectral density merupakan metode yang menganalisis fenomena osilator harmonic di
alam. Prinsip analisis spectral ini mengacu pada transformasi deret fourier, mengubah domain waktu
menjadi domain frekuensi (Bansal & Dimri, 2001). Analisis ini bertujuan untuk mendapatkan distribusi
spectrum dari fenomena osilator dan untuk menunjukkan karakteristik statistiknya. Fungsi power
spectral density menunjukkan kekuatan dari variasi energi sebagai fungsi frekuensi (Studinger, dkk,
1997). Selain itu power spectral density juga menunjukkan variasi frekuensi kuat dan variasi frekuensi
lemah. Gradien dari grafik kurva power spectrum besarnya sebanding dengan kedalaman bidang
diskontinuitas (Apriani, dkk, 2018). Terdapat dua macam gradien pada grafik kurva power spectrum ,
yaitu gradien yang bernilai besar mencerminkan bidang diskontinuitas dari anomali regional dan
gradien yang bernilai kecil adalah bidang diskontinuitas dari anomali residual(Indriana, 2008). Kondisi
geologi umum pada daerah penelitian digambarkan berdasarkan anomali gravitasi regional ditunjukkan
dengan anomali berfrekuensi rendah, sedangkan anomali gravitasi residual ditunjukkan dengan anomali
yang berfrekuensi tinggi. Anomali medan gravitasi merupakan superposisi dari anomali gravitasi
regional dan anomali gravitasi residual.
Penelitian dengan menggunakan metode analisis power spectral telah banyak dilakukan. (Indriana,
2008) melakukan kajian data anomali gayaberat dengan analisis power spectral untuk memperkirakan
ketebalan sedimen dan ketebalan lapisan diskontinuitas Mohorovicic di wilayah Jawa Timur, yang
menghasilkan kedalaman bidang diskontinuitas dangkal dan dalam untuk Jawa Timur masing-masing
pada kedalaman rata-rata 2,7 km dan 25,6 km. (Setiadi, dkk, 2014) melakukan studi interpretasi geologi
bawah permukaan menggunakan metode power spectra. (Yusuf dkk, 2017) melakukan penelitian
analisis spectral data anomaly gaya berat, untuk mengestimasi ketebalan sedimen daerah DKI Jakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi kedalaman sedimen serta batas diskontinuitas dangkal dan
diskontinuitas dalam yang berada di sesar Palu Koro menggunakan metode power spectral analysis.
Informasi kedalaman sedimen di wilayah sesar Palu Koro sangat penting untuk merepresentasi wilayah
dengan potensi tingkat amplifikasi yang tinggi di sekitar wilayah sesar.
2. Methodologi Penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data anomaly gravity udara bebas (Free Air-
Anomaly) dari TOPEX yang dapat di akses di (http://topex.ucsd.edu/cgi-bin/get_data.cgi). Data yang
diperoleh telah mendapatkan koreksi pasang surut bumi, koreksi lintang, dan koreksi udara bebas.
Fokus wilayah penelitian adalah sesar Palu Koro yang berada di Sulawesi dengan Batasan wilayah
penelitian adalah Daerah penelitian pada 0.52 LS-3.03 LS dan 118.66 BT-121.75 BT. Data awal berupa
FAA diolah hingga diperoleh nilai SBA (Simple Bourger Anomaly). Gambar 1 menunjukkan diagram
alir penelitian yang digunakan untuk mengestimasi kedalaman sedimen di wilayah Palu Koro. Dari
gambar 1 data FAA yang diperoleh diestimasi nilai ρ (massa jenis) menggunakan metode Parasnis untuk
mendapatkan nilai Bouguer Correction (BC). Nilai BC digunakan untuk memperoleh simple bouguer
anomaly (SBA). Nilai SBA diperoleh dari hasil pengurangan dari FAA dan BC (Sriyanto & Ifantyana,
2016). Data FAA yang diperoleh dari topex dikoreksi terlebih dahulu menggunakan Bouger Corection
(BC) sehingga didapatkan nilai Simple Bouger Anomaly (SBA). BC adalah koreksi karena adanya
kelebihan massa antara tempat pengukuran dengan bidang referensi. Koreksi Bouger berfungsi untuk
menghitung efek tarikan massa diantara tempat pengukuran dan bidang referensi (Chapin, 1996).
Gambar 1. Peta anomali bourger di sekitar wilayah sesar Palu koro
Gambar 2. Pola gradien hasil transformasi dalam domain spasial untuk mengestimasi kedalaman.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis power spectral density untuk
mengestimasi kedalaman sedimen dan batas diskontinuitas dangkal serta dalam di wilayah sesar Palu
Koro. Metode power spectral density merupakan metode untuk mengestimasi kedalaman sumber
anomaly dengan mentransformasikan domain jarak/ruang kedalam bilangan gelombang dalam deret
fourier. Pada gambar 1 setelah diperoleh data SBA maka dibuat sebanyak 8 lintasan (cross section)
pada data SBA di wilayah sesar Palu Koro untuk memperoleh profil anomaly. Pada analisis power
spectral data anomaly gravity pada sebuah cross section ditransformasikan kedalam deret fourier (Sato
& Untung, 1978):
Δ�̅�(𝑥𝑖) = ∑ 𝜆𝑛 (𝐴𝑛 cos𝑛𝜋𝑥𝑖
𝐿+ 𝐵𝑛 sin
𝑛𝜋𝑥𝑖
𝐿) (1)
𝑁
𝑛=0
Dengan N merupakan jumlah maksimum data pada arah x,n adalah 0,1,2,3…, 𝐴𝑛 adalah koefisien
suku cosinus, sedangkan 𝐵𝑛 merupakan suku sinus, dan L adalah setengah panjang interval data.
Sehingga dengan menggunakan metode kuadrat terkecil dapat dirumuskan sebagai berikut:
𝐴𝑛 =2
𝐾∑ ∆𝑔𝑘(𝑥𝑖) cos 𝑛𝜋 (
2𝑘
𝐾− 1)
𝐾
𝑘=0
(2)
𝐵𝑛 =2
𝐾∑ ∆𝑔𝑘(𝑥𝑖) sin 𝑛𝜋 (
2𝑘
𝐾− 1)
𝐾
𝑘=1
(3)
dimana:
𝐾 =2𝐿
𝑥𝑖 = harga index maksimum titik sampling arah x
𝑥𝑖 = (2𝑘
𝐾− 1)L
𝑘 = indeks titik sampling arah x
Dari persamaan (2) dan (3) dapat diperoleh logaritma power spectral En, sebagai berikut:
𝐿𝑜𝑔𝐸𝑛 = 𝐿𝑜𝑔 (𝐴𝑛2+𝐵𝑛
2) (4)
Persamaan power spectral density untuk dimensi 1 dapat ditulis menjadi:
𝐸𝑛 = (𝐴𝑛2+𝐵𝑛
2) (5)
Distribusi densitas yang tidak seragam di bawah permukaan bumi dapat disebabkan oleh struktur
geologi yang ada di dalamnya (SIHOMBING & TINGGI, n.d.). Jika distribusi densitas bersifat random,
sehingga tidak ada korelasi yang terjadi pada nilai gravity, maka frekuensi responnya dapat bernilai 1,
sehingga persamaan power spectral density menjadi:
Zona Regional
Zona Residual
Zona Noise
Batas Zona Regional dan Residual
𝐸𝑛 = 𝐶𝑒−2𝜔|𝑑| (6)
𝑙𝑜𝑔𝐸 = 𝑙𝑜𝑔𝐶 − 2𝜔|𝑑| (7)
dimana:
C = konstanta
𝜔 = frekuensi sudut
d = kedalaman bidang batas
Untuk mendapatkan dua harga logaritma yang merupakan selisih dari dua power spectrum pada
persamaan (6) , diperoleh:
|𝑑| = −1
4𝜋
𝑙𝑜𝑔𝐸1 − 𝑙𝑜𝑔𝐸2
𝑘1 − 𝑘2=
1
4𝜋tan 𝜙 (8)
dimana:
E1, E2 = power spectrum
k1, k2 = bilangan gelombang
ϕ = sudut kemiringan garis kurva power spectrum
Nilai power spectra dan bilangan gelombang diperoleh dari hasil pengolahan menggunakan
program matlab. Data yang digunakan merupakan data hasil slicing dari 8 lintasan yang telah dibuat.
Setelah itu akan diperoleh hubungan antara bilangan gelombang dan power spectra yang akan
direpresentasikan dalam bentuk grafik. Pada grafik hubungan bilangan gelombang dan power spectra
di peroleh 2 gradien yang merepresentasikan kedalaman 2 bidang diskontinuitas yang berbeda seperti
yang ditunjukkan pada gambar 2. Gradien dengan frekuensi rendah menggambarkan diskontinuitas
dalam sedangkan Gradien dengan frekuensi tinggi menggambarkan diskontinuitas dangkal (Indriana,
2008). Setelah diperoleh estimasi kedalaman diskontinuitas maka dilakukan validasi hasil pengolahan
menggunakan peta geologi daerah penelitian. Dari hasil validasi nanti akan diperoleh secara pasti
kedalaman sedimen dan batas diskontinuitas wilayah sesar Palu Koro.
3. Hasil dan Pembahasan
Data FAA dan topografi yang diperoleh dari topex diolah terlebih dahulu hingga diperoleh nilai simple
bouger anomaly. Dari hasil pengolahan wilayah sesar Palu Koro memiliki rata rata anomaly bouger
sebesar 30 mgal dengan anomali terbesar terkonsentrasi pada wilayah perbukitan dengan anomali
bourger sebesar 271 mgal. Pada gambar 1 diperlihatkan sebaran bouger anomali di sekitar wilayah sesar
Palu Koro.
Gambar 3. Peta anomali bourger di sekitar wilayah sesar Palu koro
Untuk menganalisa power spectra yang berada di sekitar sesar Palu koro maka dibuat 8 lintasan yang
diperlihatkan oleh gambar 2. Pembuatan lintasan bertujuan untuk mendapatkan distribusi spektrum dari
anomaly gravity sehingga dapat merepresentasikan kedalaman sumber anomali dengan
mentransformasikan dalam deret Fourier dari domain waktu ke domain frekuensi.
Gambar 4. Peta anomaly bourger di sekitar wilayah sesar Palu koro dengan 8 lintasan
Pada gambar 2 lintasan dibuat dengan arah barat-timur dengan tujuan untuk mendapatkan perbedaan
anomaly yang jelas pada jalur sesar Palu koro sehingga dapat mengetahui estimasi nilai kedalaman
anomali regional dan anomali residual dari wilayah sesar Palu Koro yang membentang dari teluk Palu
ke lembah Koro dan berbelok ke sesar Matano disebelah timur . Anomali regional diidentifikasi sebagai
anomaly yang lebih dalam sedangkan anomaly residual diidentifikasi sebagai anomaly yang lebih
dangkal. Berikut adalah hasil power spectra dari wilayah sesar Palu Koro.
Gambar 5. Analisis power spectra
lintasan 1 wilayah Palu Koro
Gambar 6. Analisis power spectra
lintasan 2 wilayah Palu Koro
2.39
58.40
9
0.665
36.33
Gambar 7. Analisis power spectra
lintasan 3 wilayah Palu Koro
Gambar 8. Analisis power spectra
lintasan 4 wilayah Palu Koro
Gambar 9. Analisis power spectra
lintasan 5 wilayah Palu Koro
Gambar 10. Analisis power spectra
lintasan 6 wilayah Palu Koro
Gambar 11. Analisis power spectra
lintasan 7 wilayah Palu Koro
Gambar 12. Analisis power spectra
lintasan 8 wilayah Palu Koro
1.41
7
76.2
04
1.63
8
21.51
0
3.36
1
30.21
1.31
41.6
0.64
45.14
0.59
31.62
Tabel 1. Kedalaman rata-rata Diskontinuitas dangkal dan dalam di wilayah sesar Palu Koro
Lintasan Kedalaman diskontinuitas dalam (km)
kedalaman diskontinuitas dangkal (km)
line 1 58.409 2.3889
line 2 36.331 0.6650
line 3 76.204 1.4178
line 4 21.51 1.6387
line 5 30.212 3.361
line 6 41.6877 1.3187
line 7 45.146 0.6430
line 8 31.621 0.5958
line 9 13.0536 1.4707
line 10 28.9385 1.4784
line 11 13.9731 1.0492
Rata-rata 36.0987 1.4570
Pada gambar 5 hingga gambar 13 menunjukkan hasil grafik power spectral yang menggambarkan 2
gradien berbeda, dimana setiap kontras densitas disetiap segmen merepresentasikan sumber anomaly
dangkal dan dalam. Setiap lintasan slicing memiliki pola gradien yang berbeda. Dari hasil pengolahan
Gambar 13. Analisis power spectra
lintasan 9 wilayah Palu Koro
Gambar 13. Analisis power spectra
lintasan 10 wilayah Palu Koro
1.47
13.05
1.47
28.93
Gambar 13. Analisis power spectra
lintasan 11 wilayah Palu Koro
1.04
13.9
data yang ditunjukkan oleh table 1 diperoleh jika rata-rata kedalaman diskontinuitas dangkal sebesar
1.4570 km dan diskontinuitas dalam sebesar 36.0987 km. Diantara 11 lintasan yang telah dibuat lintasan
8 merupakan lintasan dengan kedalman diskontinuitas dangkal paling dangkal dengan kedalaman
sebesar 598.58 m.
(a) (b)
Gambar 13. Peta anomaly gravity a) anomaly regional b) anomaly residual
Berdasarkan perbandingan dengan peta geologi diperoleh jika batuan sekitar sesar Palu Koro
merupakan batuan Tersier dengan initial body density sebesar 2,4 gr/cm3. Pada peta anomaly residual
yang ditunjukkan oleh gambar 13, anomali tinggi terdapat pada bagian barat daya dari jalur sesar palu
koro yang mencerminkan adanya batuan dengan densitas tinggi dan menembus sampai ke permukaan.
Batuan dengan densitas tinggi diduga pada wilayah sesar Palu Koro merupakan batuan terobosan. Peta
anomaly regional merepresentasikan batuan yang berada relative jauh dari permukaan bumi dengan
membandingkan pada peta geologi.
Gambar 14. Penampang geologi wilayah sesar Palu Koro lintasan 1 (Sompotan, 2012)
-25
-20
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
0 10 20 30 40 50 60mga
l
Jarak
Dari gambar 14 terlihat jika anomali gravity yang diperoleh bersesuaian dengan penampang vertical
geologi di wilayah sesar Palu Koro. Batuan terobosan merupakan batuan yang dominan mempengaruhi
geologi struktur sesar Palu Koro. Disepanjang sesar palu koro jenis batuan didominasi oleh batuan
granitik. Selain batuan dasar granitik, sedimentasi sesar palu koro juga dipengaruhi oleh endapan
alluvial sehingga pada gambar 13 terlihat jika wilayah disekitar sesar palu koro memiliki nilai anomali
regional rendah yang merepresentasikan pengaruh kedalaman lapisan sedimen.
4. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis power spectral wilayah sesar palu koro diperoleh jika rata-rata kedalaman
diskontinuitas dangkal sebesar 1.4570 km dan diskontinuitas dalam sebesar 36.0987 km. Berdasarkan
perbandingan dengan peta geologi diperoleh jika batuan sekitar sesar Palu Koro merupakan batuan
Tersier dengan initial body density sebesar 2,4 gr/cm3. Batas diskontinuitas paling dangkal berada di
line 8 dengan kedalaman sebesar 598.58 m sedangkan batas diskontinuitas paling dalam berada di line
3 dengan kedalaman sebesar 76.204 km.
Referensi
[1] Apriani, M., Julius, A. M., Yusuf, M., Heryanto, D. T., & Marsono, A. (2018). ESTIMASI
KETEBALAN SEDIMEN DENGAN ANALISIS POWER SPECTRAL PADA DATA
ANOMALI GAYABERAT. GEOMATIKA, 23(2), 65–74.
[2] Bansal, A. R., & Dimri, V. P. (2001). Depth estimation from the scaling power spectral
density of nonstationary gravity profile. Pure and Applied Geophysics, 158(4), 799–812.
[3] Berndt, C. (2002). Residual Bouguer satellite gravity anomalies reveal basement grain and
structural elements of the Vøring Margin, off Norway. Norwegian Journal of Geology, 82,
31–36.
[4] Chapin, D. A. (1996). The theory of the Bouguer gravity anomaly: A tutorial. The Leading
Edge, 15(5), 361–363.
[5] Hasan, M. A., & Nurwidyanto, M. I. (2008). Estimasi Penyebaran Sedimen Cekungan Jawa
Timur Dengan Metode Gravity. BERKALA FISIKA, 11(4), 137–145.
[6] Indriana, R. D. (2008). Estimasi Ketebalan Sedimen dan Kedalaman Diskontinuitas
Mohorovicic Daerah Jawa Timur dengan Analisis Power Spectrum Data Anomlai Gravitasi.
Berkala Fisika, 11(2), 67–74.
[7] Mochales, T., Casas, A. M., Pueyo, E. L., Pueyo, O., Román, M. T., Pocoví, A., … Ansón, D.
(2008). Detection of underground cavities by combining gravity, magnetic and ground
penetrating radar surveys: a case study from the Zaragoza area, NE Spain. Environmental
Geology, 53(5), 1067–1077.
[8] Nelson, D. M., Tréguer, P., Brzezinski, M. A., Leynaert, A., & Quéguiner, B. (1995).
Production and dissolution of biogenic silica in the ocean: revised global estimates,
comparison with regional data and relationship to biogenic sedimentation. Global
Biogeochemical Cycles, 9(3), 359–372.
[9] Sari, C., & Şalk, M. (2002). Analysis of gravity anomalies with hyperbolic density contrast:
An application to the gravity data of Western Anatolia. Journal of the Balkan Geophysical
Society, 5(3), 87–96.
[10] Sato, Y., & Untung, M. (1978). Gravity and geological studies in Jawa, Indonesia.
[Bandung]: Geological Survey of Indonesia, 1978.
[11] Setiadi, I., Diyanti, A., & Ardi, N. D. (2014). INTERPRETASI STRUKTUR GEOLOGI
BAWAH PERMUKAAN DAERAH LEUWIDAMAR BERDASARKAN ANALISIS
SPEKTRAL DATA GAYA BERAT. Jurnal Geologi dan Sumberdaya Mineral, 15(4), 205–
214.
[12] Setyanta, B., Setiadi, I., & Simamora, W. H. (2008). MODEL GEOLOGI BAWAH
PERMUKAAN DAERAH MUARAWAHAU HASIL ANALISIS ANOMALI GAYA
BERAT BERDASARKAN ESTIMASI KEDALAMAN DENGAN METODE ANALISIS
SPEKTRAL. Jurnal Geologi dan Sumberdaya Mineral, 18(6), 379–390.
[13] SIHOMBING, R. O. Y. B., & TINGGI, K. R. T. D. A. N. P. (n.d.). PEMODELAN DAN
ANALISA STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAERAH PROSPEK PANASBUMI
KEPAHIANG BERDASARKAN METODE GAYABERAT.
[14] Sompotan, A. F. (2012). Struktur Geologi Sulawesi. Perpustakaan Sains Kebumian ITB.
[15] Sota, I. (2011). Pendugaan Struktur Patahan Dengan Metode Gaya Berat. POSITRON, 1(1).
[16] Sriyanto, S. P. D., & Ifantyana, I. (2016). IDENTIFIKASI PATAHAN MIKRO PENYEBAB
GEMPA BUMI TARAKAN 21 DESEMBER 2015. In PROSIDING SEMINAR NASIONAL
FISIKA (E-JOURNAL) (Vol. 5, hal. SNF2016-EPA).
[17] Studinger, M., Kurinin, R. G., Aleshkova, N. D., & Miller, H. (1997). Power spectra analysis
of gravity data from the Weddell Sea embayment and adjacent areas. Terra Antarctica, 4, 23–
26.