esay wayang FIX.docx

12
Seni Sastra Dalam Pertunjukan Wayang Golek Sunda Sebagai Identitas Budaya Bangsa Wayang adalah salah satu seni budaya bangsa Indonesia yang paling menonjol di antara banyak karya budaya lainnya. Ditetapkannya wayang sebagai salah satu budaya yang harus dilestarikan oleh Unesco, menjadikannya terus berkembang dan tidak luntur dalam sejarah. Wayang berasal dari kata “ Wad an Hyang yang artinya leluhur. Budaya wayang meliputi seni peran, seni suara, seni musik, seni tutur, seni sastra, seni lukis, seni pahat, dan juga sebagai seni perlambang. Budaya wayang, yang terus berkembang dari zaman ke zaman, juga merupakan media penerangan, dakwah, pendidikan, hiburan, pemahaman filsafat, serta hiburan. Salah satu jenis dari wayang adalah wayang golek Sunda. Wayang golek Sunda juga biasa disebut wayang golek purwa. Yang dimaksud dengan wayang golek purwa adalah pertunjukan boneka (golek) wayang yang cerita pokoknya bersumber pada cerita Mahabharata dan Ramayana. Istilah purwa mengacu pada pakem pedalangan gaya Jawa Barat dan Surakarta yang bersumber pada Serat Pustaka Raja Purwa karya R.Ng.Ranggowarsito. Beliau berhasil mengolah cerita-cerita yang bersumber dari kebudayaan India yang di kulturasikan dengan kebudayaan asli Indonesia. Wayang golek Sunda adalah seni pertunjukan tradisi yang berkembang di tanah Sunda, Jawa Barat. Berbeda dengan wayang kulit yang dua 1

Transcript of esay wayang FIX.docx

Page 1: esay wayang FIX.docx

Seni Sastra Dalam Pertunjukan Wayang Golek Sunda Sebagai

Identitas Budaya Bangsa

Wayang adalah salah satu seni budaya bangsa Indonesia yang paling

menonjol di antara banyak karya budaya lainnya. Ditetapkannya wayang sebagai

salah satu budaya yang harus dilestarikan oleh Unesco, menjadikannya terus

berkembang dan tidak luntur dalam sejarah. Wayang berasal dari kata “ Wad

an Hyang ” yang artinya leluhur. Budaya wayang meliputi seni peran, seni suara,

seni musik, seni tutur, seni sastra, seni lukis, seni pahat, dan juga sebagai seni

perlambang. Budaya wayang, yang terus berkembang dari zaman ke zaman, juga

merupakan media penerangan, dakwah, pendidikan, hiburan, pemahaman filsafat,

serta hiburan.

Salah satu jenis dari wayang adalah wayang golek Sunda. Wayang golek

Sunda juga biasa disebut wayang golek purwa. Yang dimaksud dengan wayang

golek purwa adalah pertunjukan boneka (golek) wayang yang cerita pokoknya

bersumber pada cerita Mahabharata dan Ramayana. Istilah purwa mengacu pada

pakem pedalangan gaya Jawa Barat dan Surakarta yang bersumber pada Serat

Pustaka Raja Purwa karya R.Ng.Ranggowarsito. Beliau berhasil mengolah cerita-

cerita yang bersumber dari kebudayaan India yang di kulturasikan dengan

kebudayaan asli Indonesia. Wayang golek Sunda adalah seni pertunjukan tradisi

yang berkembang di tanah Sunda, Jawa Barat. Berbeda dengan wayang kulit yang

dua dimensi, boneka wayang golek adalah salah satu jenis wayang trimatra atau

tiga dimensi.

Menurut C.M Pleyte, bahwa masyarakat di Jawa Barat mulai mengenal

wayang pada tahun 1455 Saka atau 1533 Masehi dalam Prasasti Batutulis. Pada

abad 16 dalam naskah Ceritera Parahyangan juga disebutkan berulang-ulang kata-

kata Sang Pandawa Ring/Kuningan. Pendapat lain yang berkenaan dengan

penyebaran wayang di Jawa Barat adalah pada masa pemerintahan Raden Patah

dari Kerajaan Demak, kemudian disebarluaskan para Wali Sanga. Sekitar tahun

1584 Masehi salah satu Wali Sanga menciptakan wayang golek, tidak lain adalah

Sunan Kudus.

1

Page 2: esay wayang FIX.docx

Pada abad ke-18 tahun 1794-1829 Dalem Bupati Bandung (Karanganyar),

menugaskan Ki Darman, seorang juru wayang kulit asal Tegal Jawa Tengah, yang

bertempat tinggal di Cibiru, Jawa Barat, untuk membuat bentuk golek purwa.

Pada abad ke-20 mengalami perubahan-perubahan bentuk wayang golek, semakin

menjadi baik dan sempurna, seperti wayang golek yang kita ketemukan sekarang

ini. Wayang golek yang seperti ini kita sebut wayang golek Purwa Sunda. Cerita

pada pertunjukan wayang golek Sunda umumnya bersumber kepada kitab Arjuna

Sasrabahu, Ramayana, dan Mahabharata, yaitu kitab-kitab yang berasal dari

kebudayaan Hindu di India. Namun cerita yang paling banyak digemari

masyarakat adalah Mahabharata, bahkan dari lakon induk ini telah lahir berpuluh-

puluh cerita sempalan/carangan yang merupakan hasil kreatifitas para dalang.

Gambar 1. Wayang Golek di

Wayang Summit 2012

www.demotix.com

Salah satu ketertarikan dalam pagelaran wayang golek Sunda ini adalah

pada bagian seni sastranya. Membahas perkembangan bahasa dalam seni-sastra

wayang berarti mengungkapkan bagaimana wayang di(re)produksi dari waktu ke

waktu, bagaimana ia berfungsi dalam masyarakatnya, dan bagaimana ia menjadi

bagian yang tidak terpisahkan dari “teknologi kekuasaan” (Foucault, 1977: 29)

yang berkembang dari jaman ke jaman

Pada dasarnya bahasa/percakapan antar tokoh dalam pergelaran wayang

golek adalah bahasa daerah, dalam hal ini adalah bahasa Sunda dengan undak-

undaknya yang disebut Amardibasa atau tata bahasa. Walaupun demikian, untuk

tokoh-tokoh wayang tertentu seperti Bima dan Togog umumnya menggunakan

bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa tersebut dilakukan para Dalang untuk

memberikan variasi dan karakter pada wayang yang berjumlah ratusan. Demikian

2

Page 3: esay wayang FIX.docx

juga dalam penyampaian prolog yang dalam istilah teknisnya disebut Murwa dan

Nyanda, pada umumnya para Dalang menggunakan bahasa Jawa Kuno yang

dituturkan sambil dinyanyikan dalam lagu tertentu. Murwa adalah “garapan

dalang di awal pertunjukan” yaitu melagukan beberapa kalimat bahasa Kawi

dengan teknik-teknik lagu tertentu. Adapun maksud dan isi kandungan dari

Murwa ini adalah gambaran tentang suatu keadaan baik fisik atau non fisik yang

mengawali cerita yang disajikan (Sujana, 1991:10). Umpamanya tentang suatu

negara dengan segala isinya, tentang sifat-sifatnya seorang raja, tentang suasana

batin tokoh wayang, dan sebagainya. Nyandra adalah kelanjutan dari Murwa,

yaitu “bagian yang masih menerangkan atau menggambarkan sesuatu dengan

teknik prolog” (Sujana, 1991:10). Prolog berupa Murwa dan Nyandra ini

sebenarnya berisi penuturan yang menggambarkan suasana adegan yang sedang

atau akan digarap sang Dalang.

Selain Murwa dan Nyandra, dalam sastra pedalangan dikenal juga Suluk

dan Kakawen yang fungsinya untuk menggambarkan suasana dan karater wayang

yang sedang ditampilkan. Perbedaan Suluk lebih menitikberatkan kepada

bahasanya sedangkan Kakawen kepada karawitannya, terutama tentang melodi.

Baik Suluk atau kakawen, keduanya dituturkan/dinyanyikan dengan

menggunakan bahasa Jawa Kuno. Pada perkembangan selanjutnya para Dalang

mulai  ada yang menggunakan bahasa Sunda, baik untuk Murwa dan Nyandra,

atau untuk Suluk dan Kakawen. Selain itu ada rumpaka lagu yang menunjukkan

kordinasi antar berbagai aspek pendukung terutama Dalang dan pesinden.

Pesinden harus betul-betul memahami setiap adegan sekaligus memahami pula

kode-kode yang dilontarkan Dalang. Dengan cara itu, lagu beserta syair yang

dibawakan sinden betul-betul relevan dan mendukung suasana seperti yang

dikehendaki sang Dalang.

Dalam menyampaikan lakon/cerita, seorang Dalang tidak dibenarkan

menggunakan bahasa yang vulgar dan tidak beraturan. Untuk itu disusunlah

rambu-rambu khusus yang disebut Panca Curiga atau Panca S. Lengkapnya Panca

S itu adalah Sindir, Silib, Siloka, Simbul dan Sasmita yang mempunyai ari

sebagai berikut:

3

Page 4: esay wayang FIX.docx

1. Sindir

Adalah kritik-kritik, kecaman-kecaman atau pujian yang di ungkapkan

dalam suatu cerita yang disusun sedemikian rupa sehingga harus serta tidak

secara langsung menyinggung hati yang dikritik atau dikecamnya.

2. Silib 

Silib adalah suatu penerangan atau nasihat yang diselipkan di dalam suatu

tema, babak atau adegan tertentu.

3. Siloka 

Siloka adalah kalimat-kalimat yang harus digali kembali bila ingin

mengetahui arti yang sesungguhnya.

4. Simbul

Simbul adalah perlambang yang harus dicari atau ditafsirkan sendiri apa

makna yang sesungguhnya.

5. Sasmita

Yang dimaksud sasmita adalah isyarat atau pertanda.

Hakikatnya Panca Curiga tersebut adalah suatu kesatuan yang utuh dan

antara satu sama lainnya tidak dapat terpisahkan. Fungsinya adalah untuk

memberikan “batasan” kepada Dalang dan seniman pendukung wayang golek

agar dalam mengucapkan kata (langsung), karena hal itu dapat menyinggung

orang lain serta menurunkan derajat dan nilai seni pedalangan yang mereka

anggap adiluhung.

Salah satu contoh seni sastra dalam wayang golek adalah lakon Murwakala.

Alur kisah Murwakala mulai jejer awal sampai tancap kayon, ditemukan suatu

komposisi lakon yang unik yang tidak lazim ditemui dalam lakon-lakon lainnya.

Dalam Murwakala, terdapat dua bagian yang masing-masing berdiri sendiri,

meski saling mengisi. Bagian pertama tentang kelahiran Bathara Kala dari

kama salah Bathara Guru di atas Lembu Andini. Cerita ini diakhiri dengan

Bathara Kala yang turun ke bumi dengan hak untuk memakan manusia sukerta,

antara lain manusia lahir tunggal (ontang-anting).

4

Page 5: esay wayang FIX.docx

Sampai di sini, cerita pertama itu selesai, lalu disusul bagian kedua dengan

temanya berlainan. Bagian ini mengisahkan bertapanya anak  ontang-

anting bernama Jatusmati yang berusaha menghindar dan menyelamatkan diri dari

kejaran Bathara Kala. Ia akhirnya diselamatkan Dalang Kandha Buwana lewat

ruwatan-nya. Bagian kedua inilah yang merupakan inti masalah yang membentuk

lakon Murwakala. Tema Murwakala dalam lakon Murwakala bukan terletak pada

lahirnya Bathara Kala, melainkan pada ruwatan itu sendiri “Menguasai Sang

Kala”. Kisah lahirnya Bathara Kala dalam ruwatan sekadar sebagai prolog untuk

menerangkan alur ruwatan. Perbedaan mencolok antara prolog dan lakon utama

Murwakala, dapat dilihat dari struktur komposisi para pelaku pendukung yang

mewakili karakter masing-masing. Dalam sebuah lakon terdapat tiga kelompok

kekuatan yang saling berhubungan dan berlawanan, yakni apa yang disebut

protagonis, antagonis, dan tritagonis. Dalam prolog atau cerita pertama, jelas

sekali Bathara Kala lah yang menjadi tokoh protagonisnya (pemeran utama).

Pada bagian kedua (tema pokok), pola kedudukan peranan masing-masing

berbalik. Bathara Kala menjadi tokoh antagonis, sedang protagonisnya Jatusmati,

dan para dewa (Bathara Wisnu, Narada, Brahma) menjadi tritagonis sebab

Bathara Wisnu menjadi Dalang Kandha Budawa dan dewa-dewa lain meruwat

Jatusmati. Tetapi yang paling unik dalam pakeliran Murwakala adalah bahwa

yang menjadi protagonis paling utama adalah anak-anak laki-laki dan/atau

perempuan dari orang tua yang mempunyai ruwatan, yang diproyeksikan pada

adegan akhir. Pada adegan akhir inilah dilakukan upacara ruwatan yang

sebenarnya dan bukan lagi sebagai adegan wayang.

Dengan kemampuan kita menangkap apa yang tersirat dari ruwatan, kita

bisa membaca simbol-simbol atau pasemon yang tersiratkan melalui

cerita Murwakala yang terkesan monoton atau terlalu datar itu. Di sinilah letak

bobot nilai sastra dalam lakon Murwakala, hingga menjadi bergitu indah

mempesonakan. Wayang memberikan peluang besar kepada orang Jawa untuk

melakukan kajian filsafat tentang kehidupan di dunia yang penuh tantangan ini.

Upacara ruwatan pada hakikatnya merupakan usaha manusia menjawab tantangan

tersebut yang dilakukan dengan pertunjukan wayang, dalam hal ini melalui Sang

Dalang Sejati Kandha Buwana dalam lakon Murwakala.

5

Page 6: esay wayang FIX.docx

Seni sastra dalam wayang golek sunda banyak menyimpan nilai-nilai

kebaikan berupa dakwah keagamaan yang tujuannya mengingatkan serta

mengajak penonton untuk selalu bertakwa serta berbuat kebajikan. Selain itu

dalam penyampaian cerita diselingi oleh pesan-pesan baik pesan sosial

kemasyarakatan, maupun pesan kenegaraan. Pesan yang disampaikan bisa terjadi

timbal balik, baik pesan dari pemerintah kepada masyarakat maupun aspirasi

masyarakat kepada pemerintah yang disampaikan melalui pagelaran wayang

golek. Untuk itulah wayang golek sunda perlu dilestarikan agar selalu tetap ada

karena pada dasarnya setiap pagelaran wayang menyimpan nilai-nilai moral yang

mencirikan identitas bangsa kita.

6

Page 7: esay wayang FIX.docx

Kesimpulan

Perkembangan wayang golek sunda dari zaman ke zaman telah melahirkan

suatu seni sastra yang telah menjadi suatu ciri bagi bangsa Indonesia. Wayang

golek sunda memberikan gambaran mengenai kehidupan manusia yang

sebenarnya dengan segala masalahnya yang menyimpan nilai-nilai pandangan

hidup dalam mengatasi segala tantangan dan kesulitannya. Ditambah dengan

sastra-sastra yang penuh makna, menjadikan kita patut berbangga memiliki

warisan budaya yang khas ini. Demikianlah, dengan menikmati wayang, orang

akan memperoleh nilai-nilai filosofi yang terkandung di dalamnya, di samping

nilai-nilai etika atau budi pekerti dan nilai estetika yang tinggi. Dalam ikut

membangun peradaban modern seperti sekarang ini, nilai-nilai yang terkandung

dalam wayang masih relevan untuk dikembangkan bagi generasi yang akan

datang.

7

Page 8: esay wayang FIX.docx

Daftar Pustaka

Basuki, Ribut. 2011. Kekuasaan dan Bahasa: Bahasa Jawa, Seni-Sastra Wayang

dan Kekuasaan. [Online] Terdapat di

http:// fportfolio.petra.ac.id/user_files/92-019/Paper%20Bahasa.doc diakses

04 April 2014 pukul 18.32 WIB.

Kabupaten Garut.go.id. 2012. Kesenian Wayang Golek. [Online] Terdapat di

www.garutkab.go.id/...files/.../ KESENIAN %20 WAYANG %20 GOLEK .p

diakses 06 April 2014 pukul 15.45 WIB.

Pudyanto, Robertus. 2012. Wayang Golek in Wayang Summit 2012. [Online]

Terdapat di http://www.demotix.com/news/1647022/wayang-golek-ajen-

exhibition-wayang-summit-2012#media-1646987 diakses 06 April 2014

pukul 19.40 WIB.

Pusat Data Wayang Indonesia. 2011. Pemahaman Nilai Filosofi, Etika, dan

Estetika Dalam Wayang. [Online] Terdapat di http://pdwi.org/index.php?

option=com_content&view=article&id=107:pemahaman-nilai-filosofi-etika-

dan-estetika-dalam-wayang&catid=66:makalah&Itemid=180 diakses 4 April

2014 pukul 19.50 WIB.

Pusat Data Wayang Indonesia. 2011. Wayang Golek Sunda. [Online] Terdapat di

http://www.pdwi.org/index.php?

option=com_content&view=article&id=313:wayang-golek-

sunda&catid=71:jenis-wayang-indonesia&Itemid=187 diakses 05 April 2014

pukul 20.00 WIB.

Swiska. 2012. Wayang Golek. [Online] Terdapat di

http://swiskawayang.com/category/uncategorized/ diakses 05 April 2014

pukul 21.20 WIB.

8

Page 9: esay wayang FIX.docx

9