erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/19347/1/e30fc267ac3966226304bf6140b1… · Catur Varna...
Transcript of erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/19347/1/e30fc267ac3966226304bf6140b1… · Catur Varna...
BABI
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Secara historis, Desa Pakraman1 (desa adat) sebagai organisasi
sosial religius masyarakat Bali diyakini telah ada sejak zaman Bali
Kuno yaitu sekitar abad 9 Masehi. Dalam lontar Mpu Kuturan
dinyatakan, "Desa Pakraman winangun dening sang catur varna manut
linggih sang hyang aji". Artinya, Desa Pakraman dibangun oleh Sang
Catur Varna berdasarkan ajaran kitab suci (agama Hindu) yang
selanjutnya atas kehendak Sang Catur Warnalah didirikan tempat
pemujaan seperti Pura Bale Agung, Pura Puseh dan Pura Dalem2 di
Desa Pakraman.3 Esensi dari Desa Pakraman adalah kesatuan
masyarakat hukum adat di Bali yang terikat secara sosial (ada kesatuan
tradisi dan tatakrama pergaulan) dan religius (terikat dengan
Kahyangan Tiga).
1 Dalam ketentuan Pasal 1 angka (4) Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun
2001 Tentang Desa Pakraman dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan Desa Pakraman
adalah kesatuan masyarakat hukum adat di Provinsi Bali yang mempunyai suatu kesatuan
tradisi dan tatakrama pergaulan hidup masyarakat umat Hindu secara turun temurun dalam
ikatan kahyangan tiga atau kahyangan desa yang mempunyai wilayah tertentu dan harta
kekayaan sendiri serta berhak mengurus rumah tangganya sendiri.
2 Dalam ajaran agama Hindu, tiap Desa Pakraman wajib memiliki tempat suci yang
diistilahkan dengan Kahyangan Tiga. Kahyangan Tiga terdiri atas Pura Bale Agung untuk
memuja Dewa Brahma (Dewa Pencipta), Pura Puseh untuk memuja Dewa Wisnu (Dewa
Pemelihara) dan Pura Dalem untuk memuja Dewa Ciwa (Dewa Pelebur).
3 Parisada hindu Dharma Indonesia, "Desa Adat Itu adalah Desa Pakraman', 28
September 2008, http://www.parisada.org/
index.php?option=com_ content&task= view&id=942&Itemid=97. 21/5/2010.
PENGUJIAN UNDANG-UNDANG DI MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH KESATUAN
MASYARAKAT HUKUM ADAT ( DESA PAKRAMAN )
Kata "desa" berasal dari bahasa Sansekerta, dis yang berarti petunjuk
kerohanian. Dari kata ini timbul istilah Upadesa yang berarti sekitar
petunjuk-petunjuk rohani dan Hita Upadesa yang artinya petunjuk
untuk mendapatkan kebahagiaan rohani. Pakraman berasal dari kata
grama bahasa Sansekerta atau village dalam bahasa Inggris. Kata village
inilah diartikan "desa" dalam bahasa Indonesia. Desa sebenarnya
berarti petunjuk-petunjuk hidup kerohanian yang berlaku dalam
suatu grama. Kata grama lama-lama menjadi krama, artinya suatu
petunjuk kerohanian yang berlaku dalam suatu grama. Jadi, Desa
Pakraman adalah suatu paguyuban hidup dalam suatu wilayah
tertentu dimana kehidupan bersama itu diatur oleh suatu batasan-
batasan berdasarkan ajaran agama Hindu. Yang disebut Desa adat
dewasa ini sesungguhnya adalah Desa Pakraman.4 Istilah desa adat
atau Desa Pakraman ini digunakan untuk membedakannya dengan
desa dinas atau desa administratif.
Secara normatif, istilah Desa Pakraman pertama kali digunakan dalam
Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2001 Tentang Desa
Pakraman. Desa Pakraman adalah kesatuan masyarakat hukum adat
yang ada di Bali sehingga corak dan karakteristik masyarakat Bali
terefleksi secara komunal dalam organisasi sosial religius ini. Dalam
kepustakaan hukum adat, istilah masyarakat hukum adat lazim disebut
dengan persekutuan hukum (rechtsgemeenschap) yang diartikan sebagai
kelompok pergaulan hidup yang bertingkah laku sebagai satu kesatuan
terhadap dunia luar, lahir batin. Kelompok-kelompok ini mempunyai
tata susunan yang tetap dan kekal, dan orang-orang yang ada di
dalamnya masing-masing mengalami kehidupannnya sebagai hal yang
sewajarnya, yang menurut kodrat alam, dan tidak ada seseorang pun
dari mereka yang mempunyai pikiran akan kemungkinan pembubaran
kelompoknya itu. Kelompok manusia tersebut mempunyai harta
benda, milik keduniawian dan milik gaib.5
Pembentukan Desa Pakraman di Bali sangat berkaitan dengan
landasan filosofis yang menjiwai masyarakat hukum adat Bali yakni
filosofi Tri Hita Karana. Landasan filosofis Desa Pakraman ini merupakan
falsafah keseimbangan (keseimbangan manusia dengan Tuhan,
keseimbangan antara manusia dengan manusia dan keseimbangan
4 ibid.
PENGUJIAN UNDANG-UNDANG DI MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH KESATUAN
MASYARAKAT HUKUM ADAT ( DESA PAKRAMAN )
antara manusia dengan lingkungan).6 Tri Hita Karana secara literlijk
berarti tiga (tri) penyebab (karana) kebahagiaan (hita) yaitu Ida Sang
Hyang Jagatkarana (Tuhan Sang Pencipta), bhuana (alam semesta) dan
mannsa (manusia). Penjabaran falsafah Tri Hita Karana dapat dilihat pada
unsur-unsur pembentuk Desa Pakraman yaitu:
1. Parahyangan, adanya kahyangan desa (kahyangan tiga: Pura Desa
atau Bale agung, Pura Puseh dan Pura Dalem) sebagai tempat
pemujaan bersama terhadap Tuhan yang Maha Esa.
2. Palemahan, sebagai wilayah tempat tinggal dan tempat mencari
penghidupan sebagai proyeksi dari adanya bhuana yang tunduk di
bawah kekuasaan hukum teritorial Bale Agung.
3. Pakraman (dalam beberapa literatur lebih sering digunakan
istilah yawongan), yaitu warga penduduk Desa Pakraman yang disebut
krama desa sebagai kesatuan hidup masyarakat Desa Pakraman.7
Keberadaan Desa Pakraman memiliki arti penting dalam kerangka
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Corak sistem pemerintahan desa
ini telah memperkaya penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam
rangka menjalin kebersamaan masyarakat guna mencapai tujuan
kesejahteraan bersama. Seiring dengan pelaksanaan pembangunan
nasional, keberadaan Desa Pakraman justru semakin tergerus.
Pembangunan yang diupayakan oleh pemerintah pusat sedikit demi
sedikit telah mengganggu bahkan memutuskan nilai-nilai kehidupan
masyarakat (way of life) dalam melaksanakan hak-hak kultural
masyarakat yang wajib dilindungi oleh pemerintah. Hal ini menjadi
problematika filosofis yang dialami oleh masyarakat hukum adat.
5 Wayan P. Windia dan Ketut Sudantra, Pengantar Hukum Adat Bali, (Denpasar: Lembaga
Dokumentasi dan Publikasi Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2006), hlm. 43. 6 Tjok Istri Putra Astiti, Pemberdayaan Awig-awig Menuju Ajeg Bali, (Denpasar: Lembaga
Dokumentasi dan Publikasi Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2005), hlm. 6. 7 Tim Penelitian Pusat Studi Hukum Adat; "Kedudukan Desa Adat dalam Penyelenggaraan Pemerintah
Desa Setelah Berlakunya UU No 22 Tahun 1999 di Kabupaten Gianyar", Laporan Penelitian Denpasar
Kerjasama Antara BAPPEDA Kabupaten Ganyar dan Lembaga Penelitian Universitas Udayana, 2001, haL
24. 8 Mengenai terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia ini terdapat dua (2) pendapat
yang berbeda. Pendapat pertama adalah tanggal 17 Agustus 1945 dan pendapat kedua adalah
tanggal 18 Agustus 1945. Penulis mengatakan bahwa tanggal 17 Agustus 1945 sebagai hari
terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pendapat ini dirujuk dari pendapat pemerintah
PENGUJIAN UNDANG-UNDANG DI MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH KESATUAN
MASYARAKAT HUKUM ADAT (DESA PAKRAMAN)
Sejak terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia pada
tanggal 17 Agustus 19458 telah banyak dihasilkan peraturan perundang-
undangan di negeri ini, baik peraturan perundang-undangan ketika
kekuasaan legislatif berada di tangan Presiden maupun ketika
kekuasaan legislatif sudah berada di tangan DPR.Q Secara yuridis, dari
beberapa peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh
pemerintah itu, nampaknya dapat diamati ada sebagian yang dianggap
potensial melanggar kepentingan masyarakat terutama hak-hak
kesatuan masyarakat hukum adat, khususnya kesatuan masyarakat
hukum adat Bali atau yang menurut Peraturan Daerah Provinsi Bali
Nomor 3 Tahun 2001 Tentang Desa Pakraman disebut dengan istilah
Desa Pakraman.
Beberapa peraturan perundang-undangan yang disinyalir melanggar
kepentingan Desa Pakraman adalah Undang-undang Nomor 7 Tahun
2004 Tentang Sumber Daya Air (SDA) yang mengatur tentang privatisasi
pengelolaan sumber daya air dimana keberadaan aturan tersebut dapat
mengganggu aspek kesucian area10 Desa Pakraman itu sendiri. Belum
lagi dengan munculnya permasalahan lain di bidang "hak guna air",
pembangunan berkelanjutan serta destruktifikasi terhadap sistem
subak11.
sebagaimana yang termuat dalam Undang-undang Federal Nomor 7 tahun 1950 dan
Undang-undang Nomor 62 Tahun 1958. A.G. Pringgodigdo yang semula berpendapat bahwa
secara formal Negara Republik Indonesia baru ada pada tanggal 18 Agustus 1945 telah
beliau tinggalkan. Jadi jelaslah bahwa berdasarkan tertib hukum Negara Kesatuan Republik
Indonesia berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah 17 Agustus 1945.
9 Kekuasaan legislatif baru berada di tangan DPR ketika terjadi amandemen UUD 1945
yang pertama yaitu pada tanggal 19 Oktober 1999, sebelumnya kekuasaan legislatif ini
berada di tangan Presiden. Dapat dilihat pada Pasal 5 UUD 1945 yang belum diamandemen
dan Pasal 20 UUD 1945 yang sudah diamandemen.
10 Mengenai kesucian area ini berkaitan dengan tempat suci/ Pura yang luasnya bisa
apaneleng, apanimbug dan apanyengker. Lebih lanjut bisa dilihat dalam I Gusti Sudiana dan
I Made Artha, 2007, Samhita Bhisama, Parisada Hindu Dharma Indonesia, PHDI Provinsi Bali,
Denpasar.
11 Subak adalah organisasi kemasyarakatan yang khusus mengatur sistem pengairan sawah
yang digunakan dalam cocok tanam padi di Bali. Subak telah dipelajari oleh Clifforri Geert?,
sedangkan J. Stephen Lansing telah menarik perhatian umum tentang pentingnya sistem irigasi
PENGUJIAN UNDANG-UNDANG DI MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH KESATUAN
MASYARAKAT HUKUM ADAT ( DESA PAKRAMAN )
Di samping itu dapat pula diidentifikasi peraturan perundang-
undangan lain yang dianggap sangat merugikan kepentingan Desa
Pakraman seperti Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang
Kehutanan yang membatasi pemanfaatan hasil hutan oleh Desa Pakraman
setempat, Undang-Undang No 4 tahun 2009 Tentang Pertambangan Min-
eral dan Batubara dan undang-undang yang substansinya mengatur
tentang bidang sosial dan budaya12 yang sangat potensial dapat
melanggar hak-hak konstitusional13 masyarakat hukum adat/ Desa
Pakraman yang dilindungi oleh konstitusi atau Undang-undang Dasar.
Ketentuan-ketentuan tersebut justru membatasi hak konstitusional
masyarakat hukum adat/ Desa Pakraman atas apa yang telah melekat
pada mereka secara alamiah. Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004
Tentang Sumber Daya Air, Undang-undang Nomor 41 Tahun1999Tentang
Kehutanan dan sejumlah ketentuan lainnya mengandung disharmoni dan
inkonsistensi baik yang bersifat vertikal maupun horizontal. Privatisasi
yang menjadi corak dalam ketentuan peraturan perundang-und angan
tersebut mengarah pada komersialisasi atas pemanfaatan segala sumber
daya alam yang sedianya dikuasai negara dan digunakan
sebesar-besarnya
untuk kemakmuran rakyat. Hal ini hanya akan menghasilkan persaingan
yang menguntungkan korporasi atau badan usaha dan merugikan
masyarakat hukum adat/ Desa Pakraman.
Lemahnya perlindungan terhadap hak-hak masyarakat hukum adat
telah disadari oleh pemerintah sejak tahun 1960. Secara teoritis,
meskipun sudah ada pengakuan terhadap eksistensi dan hak
masyarakat hukum adat sebagaimana tercantum dalam Pasal 18
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 namun
lemahnya perlindungan hak-hak masyarakat hukum adat ini dapat
dilihat secara nyata dalam Undang-undang sektoral yang menjadi
hukum positif. Untuk melindungi hak-hak konstitusional masyarakat
hukum adat/ Desa Pakraman maka diperlukan suatu lembaga negara
yakni Mahkamah Konstitusi.
Mahkamah Konstitusi14 merupakan salah satu lembaga negara dalam
sistem ketatanegaraan yang berperan sebagai pengawal konstitusi (the
guardian ofthe constitution), agar konstitusi atau Undang-undang Dasar
selalu dijadikan landasan dan dijalankan secara konsisten oleh setiap
komponen negara dan masyarakat.15
PENGUJIAN UNDANG-UNDANG DI MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH KESATUAN
MASYARAKAT HUKUM ADAT ( DESA PAKRAMAN )
Mahkamah konstitusi berfungsi mengawal dan menjaga agar
konstitusi ditaati dan dilaksanakan secara konsisten serta mendorong
dan mengarahkan proses demokratisasi berdasarkan konstitusi/
Undang-undang Dasar.
Upaya melindungi hak-hak konstitusional masyarakat hukum adat
maka berdasarkan Pasal 51 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003
sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 8
Tahun 2011 Tentang Mahkamah Konstitusi, masyarakat hukum adat
dapat mengajukan permohonan pengujian undang-undang yang
merugikan hak-hak masyarakat hukum adat terhadap Undang-undang
Dasar kepada Mahkamah Konstitusi. Dalam ketentuan tersebut,
ditentukan mengenai hak dari kesatuan masyarakat hukum adat
sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat
dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam
undang-undang yang menganggap hak konstitusionalnya dirugikan
oleh berlakunya undang-undang dapat mengajukan permohonan ju-
dicial revieiv kepada Mahkamah Konstitusi.16
tradisional. Ia mempelajari pura-pura di Bali, terutama yang diperuntukkan bagi pertanian,
yang biasa dilupakan oleh orang asing. Pada tahun 1987 Lansing bekerja sama dengan
petani-petani Bali untuk mengembangkan model komputer sistem irigasi Subak. Dengan itu
ia membuktikan keefektifan Subak serta pentingnya sistem ini.
Wikipedia, "Subak (irigasi)", 21:31, 5 April 2010, http://id.wikipedia.org/wiki/
Subak_ %28irigasi%29. 21/5/2010
12 Lihatlah Rancangan Undang-undang Anti Pornografi inisiatif dari anggota Dewan Perwakilan
Rakyat Indonesia yang telah banyak menuai kritik dari berbagai kalangan dan lapisan masyarakat
di Indonesia. 13 Berdasarkan Penjelasan Pasal 51 ayat (1) Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang
Mahkamah Konstitusi, yang dimaksud dengan "hak konstitusional" adalah hak-hak yang diatur
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. M Mahkamah Konstitusi adalah lembaga kekuasaan kehakiman selain MA yang khusus
menangani peradilan ketatanegaraan atau peradilan politik.
Lihat pada Moh. Mahfud MD, Konstitusi dan Hukum dalam Kontroversi Isu, (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2009), hlm. 273, (selanjutnya disebut Moh. Mahfud MD I). i= Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Cetak Biru, Membangun Mahkamah Konstitusi
Sebagai Institusi Peradilan Konstitusi yang Modern dan Terpercaya, (Jakarta: MKRI, KRHN,
TYFA, 2004), hlm. 46.
PENGUJIAN UNDANG-UNDANG DI MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH KESATUAN
MASYARAKAT HUKUM ADAT (DESA PAKRAMAN)
Desa Pakraman sebagai kesatuan masyarakat hukum adat di Bali
sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3
Tahun 2001 Tentang Desa Pakraman, apakah dapat dikategorikan sebagai
kesatuan masyarakat hukum adat seperti yang diatur dalam norma
konstitusi yakni dalam Pasal 18B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 dan Pasal 51 ayat (1)B Undang-undang
Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana yang
telah diubah dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2011.
Persyaratan untuk dapat dikatakan sebagai kesatuan masyarakat
hukum adat dapat dilihat dalam Penjelasan Pasal 67 ayat (1) Undang-
undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang menyatakan
bahwa ciri dari kesatuan masyarakat hukum adat adalah masyarakat
masih dalam bentuk paguyuban, ada kelembagaan dalam bentuk
penguasa adat, ada wilayah yang jelas batas-batasnya, masih
mengadakan pemungutan hasil hutan, dan ada pranata berupa
perangkat hukum, khususnya pengadilan adat yang masih ditaati.
Kekaburan norma dalam perumusan mengenai apa yang dimaksud
dengan kesatuan masyarakat hukum adat telah diantisipasi dengan
Putusan Mahkamah Konstitusi yakni melalui Putusan Nomor 31/
PUU-V/2007, Putusan Nomor 4/PUU-VI/2008 dan Putusan Nomor
6/PUU-VI/2008 yang menyatakan kesatuan masyarakat hukum adat
adalah masyarakat adat yang masih ada, sesuai dengan perkembangan
zaman, sesuai dengan dengan prinsip negara kesatuan Republik In-
donesia dan sesuai dengan undang-undang. Jika dicermati secara
seksama, ketentuan-ketentuan mengenai kesatuan masyarakat hukum
adat telah dipenuhi oleh Desa Pakraman.
16 Kesatuan masyarakat hukum adat yang pernah mengajukan pengujian undang-undang
dasar terhadap Undang-undang Dasar diantaranya adalah Persekutuan Masyarakat Adat Batak
Timur Wilayah Serdang Hulu dalam pengujian Undang-undang Nomor 36 Tahun 2003 Tentang
Pembentukan Kabupaten Samosi dan Kabupaten Serdang Bedagai di Provinsi Sumatra Utara,
Kesatuan masyarakat hukum adat LorLim (Lim Itel), Ratschap Du/lah dan Ratschap Lo Ohoitel
dalam pengujian Undang-undang Nomor 31 Tahun 2007 Tentang Pembentukan Kota Tual
di Provinsi Maluku serta Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Banggai dalam pengujian Undang-
undang Nomor 51 Tahun 1999 Tentang Pembentukan Kabupaten Buol, Kabupaten Morowali
dan Kabupaten Banggai Kepulauan.
Ketiga permohonan ini dinyatakan oleh Mahkamah Konstitusi tidak dapat diterima (niet
ontvankelijk verklaard).
PENGUJIAN UNDANG-UNDANG DI MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH KESATUAN
MASYARAKAT HUKUM ADAT ( DESA PAKRAMAN )
Desa Pakraman sebagai kesatuan masyarakat hukum adat dan
dengan otonomi eksternalnya dapat berkedudukan sebagai pemohon
dalam judicial reviezv ke Mahkamah Konstitusi dan dapat membuktikan
dengan jelas bahwa pembentukan undang-undang tidak memenuhi
ketentuan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik In-
donesia Tahun 1945 sebagai pengujian formal terhadap undang-
undang dan/atau materi muatan dalam ayat, pasal, dan/atau bagian
undang-undang dianggap bertentangan dengan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai pengujian ma-
terial terhadap undang-undang.
Pengakuan Desa Pakraman sebagai pemohon dalam pengujian
Undang-undang terhadap Undang-undang Dasar di Mahkamah
Konstitusi merupakan suatu bentuk perlindungan hukum terhadap
masyarakat hukum adat agar tidak termarjinalkan oleh kekuasaan
politik dan kekuasaan pemerintah. Oleh sebab itu eksistensi
kedudukan hukum (legal standing) Desa Pakraman sebagai pemohon
dalam pengujian undang-undang di Mahkamah Konstitusi sangat
menarik untuk diteliti.
1.2 Rumusan Permasalahan
Pokok pemasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Apakah dasar pertimbangan filosofis, yuridis dan sosiologis
eksistensi kedudukan hukum (legal standing) Desa Pakraman sebagai
pemohon dalam pengujian undang-undang di Mahkamah Konstitusi ?
b. Hak-hak konstitusional Desa Pakraman apa sajakah yang
potensial dilanggar oleh keberlakuan suatu undang-undang?
c. Bagaimanakah prosedur hukum dalam pengujian undang-
undang di Mahkamah Konstitusi oleh Desa Pakraman?
1.3 Tujuan Penelitian a. Tujuan umum. Tujuan umum dari penelitian disertasi ini adalah untuk menemukan,
memperdalam dan mengembangkan pemikiran akademis yang
berkaitan dengan konsep, teori asas hukum dan ketentuan normatif
mengenai eksistensi kedudukan hukum (legal standing) Desa Pakraman
sebagai pemohon dalam pengujian undang-undang di Mahkamah
PENGUJIAN UNDANG-UNDANG DI MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH KESATUAN
MASYARAKAT HUKUM ADAT ( DESA PAKRAMAN )
Konstitusi. b. Tujuan khusus.
Ada beberapa tujuan khusus dari penelitian ini yakni:
1. Mengidentifikasi dan menganalisis dasar pertimbangan
filosofis, yuridis dan sosiologis eksistensi kedudukan hukum (legal
standing) Desa Pakraman sebagai pemohon dalam pengujian di
Mahkamah Konstitusi.
2. Menemukan, mengidentifikasi dan menganalisis hak
konstitusional Desa Pakraman yang potensial dilanggar oleh
keberlakuan suatu undang-undang.
3. Mengidentifikasi prosedur hukum dalam pengujian undang-
undang di Mahkamah Konstitusi oleh Desa Pakraman.
1.4 Manfaat Penelitian
Setiap penelitian tentu mempunyai manfaat, baik untuk
mendapatkan manfaat bagi pribadi peneliti itu sendiri, maupun dapat
memberikan manfaat bagi kepentingan yang luas yaitu untuk
kepentingan ilmu pengetahuan dan kepentingan bangsa dan negara.
Adapun pelbagai manfaat penelitian tersebut dapat dirinci sebagai
berikut:
a. Secara teoritis.
1. Dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan
ilmu hukum normatif yang berkaitan dengan masalah legal standing
dan hak-hak kesatuan masyarakat hukum adat yang dirugikan
berkaitan dengan diberlakukannya suatu undang-undang.
2. Sebagai bahan referensi bagi penelitian selanjutnya tentang le-
gal standing dari Desa Pakraman untuk mengajukan judicial revieio ke
Mahkamah Konstitusi.
b. Secara praktis.
1. Sebagai sumbangan pemikiran terutama bagi pemuka adat atau
pejabat desa pakraman yang ada di Bali pada khususnya dan Indone-
sia pada umumnya.
2. Memberi masukan kepada DPR RI agar dalam penyusunan
undang-undang harus betul-betul memperhatikan hak-hak
konstitusional dari kesatuan masyarakat hukum adat (Desa Pakraman)
agar tidak dilanggar.
PENGUJIAN UNDANG-UNDANG DI MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH KESATUAN
MASYARAKAT HUKUM ADAT ( DESA PAKRAMAN )
3. Memberi masukan kepada Mahkamah Konstitusi Republik In-
donesia sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil putusan
terhadap pengujian undang-undang terkait dengan pelanggaran hak-
hak konstitusional kesatuan masyarakat hukum adat di Indonesia
khususnya Desa Pakraman di Bali.
1.5 Orisinalitas Penelitian
Sebagai bahan komparasi dalam penelitian ini, penelitian
mengenai legal standing kesatuan masyarakat hukum adat pernah ditulis
oleh Hendra Nurtjahjo, Sophian Martabaya dan Novrisal Bahar dalam
penelitian ilmiahnya yang berjudul "Legal Standing Kesatuan
Masyarakat Hukum Adat Dalam Berperkara di Mahkamah Konstitusi."
Adapun fokus dari penelitian tersebut adalah mengenai sejarah,
konsep dan kedudukan yuridis kesatuan masyarakat hukum adat di
Indonesia, kriteria objektif dalam mengindentifikasi dan menentukan
keabsahan (legalitas) dari suatu masyarakat hukum adat tertentu serta
batasan (faktor-faktor sosio-legal) yang dapat menjadi pegangan dalam
menentukan validitas suatu legal standing dari suatu kesatuan
masyarakat hukum adat sehingga memiliki kompetensi untuk
berperkara di Mahkamah Konstitusi.17
Penelitian lain yang terkait dengan disertasi ini adalah
"Asas-asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang Baik
Dalam rangka Pembuatan Undang-undang Berkelanjutan" karya
Yuliandri. Dalam disertasi tersebut diuraikan mengenai telaah kritis
alasan-alasan yang menyebabkan undang-undang tidak memiliki
kualitas sesuai dengan tujuan pembentukannya, asas-asas
pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik sebagai asas
hukum dan fungsinya terhadap kualitas undang-undang serta analisis
dan pemecahan problematika pembentukan undang-undang agar
memiliki karakteristik berkelanjutan sebagai kontribusi konseptual
berlandaskan validitas teoritis dan praktis ilmu (hukum) perundang-
undangan.18
17 Hendra Nurtjahjo, Sophian Martabaya dan Novrisal Bahar, Lega/ Standing Kesatuan
Masyarakat Hukum Adat Dalam Berperkara di Mahkamah Konstitusi, (Jakarta: Laporan Hasil
Penelitian Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007),
hlm. 7-8.
PENGUJIAN UNDANG-UNDANG DI MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH KESATUAN
MASYARAKAT HUKUM ADAT ( DESA PAKRAMAN )
A. Latief Fariqun dalam disertasinya yang berjudul "Pengakuan Hak
Masyarakat Hukum Adat Atas Sumber Daya Alam Dalam Politik
Hukum Nasional" menguraikan mengenai konsepsi pengakuan
terhadap hak-hak masyarakat hukum adat atas sumber daya alam
dalam politik hukum kolonial, konsepsi pengakuan terhadap hak-hak
masyarakat hukum adat atas sumber daya alam dalam politik hukum
nasional selama ini, konsepsi pengakuan terhadap hak-hak masyarakat
hukum adat atas sumber daya alam dalam hukum internasional dan
konsepsi politik hukum yang tepat tentang pengakuan terhadap hak-
hak masyarakat adat atas sumber daya alam dalam politik hukum
nasional yang akan datang.19
Penelitian yang terkait dengan disertasi ini, pernah ditulis oleh
Afdilah Ismi Chandra dalam disertasinya yang berjudul "Dekonstruksi
Pengertian Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Dalam Undang-undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945." Dalam penelitian
tersebut dibahas mengenai unsur-unsur kesatuan masyarakat hukum
adat, peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang unsur-
unsur kesatuan masyarakat hukum adat dan faktor-faktor yang
menentukan suatu kesatuan masyarakat hukum adat itu dikatakan
masih hidup.20
Setelah membandingkan dengan penelitian-penelitian lain yang
terkait dengan penelitian ini maka penelitian tentang "Eksistensi
Kedudukan Hukum (Legal Standing) Desa Pakraman Dalam Pengujian
Undang-undang di Mahkamah Konstitusi" memiliki fokus yang
berbeda.
18 Yuiiandri, "Asas-asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang Baik Dalam
rangka Pembuatan Undang-undang Berkelanjutan", Disertasi, (Surabaya: Program Studi Ilmu
Hukum Program Pascasarjana Universitas Airlangga, 2008). 19 A. Latief Fariqun, "Pengakuan Hak Masyarakat Hukum Adat Atas Sumber Daya Alam
Dalam Politik Hukum Nasional", Disertasi , ( Malang: Program Studi Ilmu Hukum Program
Pascasarjana Universitas Brawijaya, 2007). 20 Afdilah Ismi Chandra, "Dekonstruksi Pengertian Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Dalam
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945," Disertasi, (Malang: Program
Studi Ilmu Hukum Program Doktor Universitas Brawijaya, 2008).
PENGUJIAN UNDANG-UNDANG DI MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH KESATUAN
MASYARAKAT HUKUM ADAT (DESA PAKRAMAN )
Adapun fokus dari penelitian ini adalah mengidentifikasi dan
menganalisis dasar pertimbangan filosofis, yuridis dan sosiologis
eksistensi kedudukan hukum Desa Pakraman dalam beracara di
Mahkamah Konstitusi, hak konstitusional Desa Pakraman yang
potensial dilanggar oleh keberlakuan suatu undang-undang, serta
prosedur hukum dalam pengujian undang-undang di Mahkamah
Konstitusi Oleh Desa Pakraman. Adapun perbandingan orisinalitas
ini dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1
Orisinalitas penelitian
No Judul
Penelitian
Rumusan
Masalah
Temuan Korelasi
Signifikan
dengan
Disertasi Penulis
1. Hendra Nurtjahjo, Sophian Martabaya dan Novrisal Bahar "Legal Standing Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Dalam
Berperkara di Mahkamah Konstitusi."
Bagaimanakah sejarah, konsep dan kedudukan yuridis kesatuan masyarakat hukum adat di Indonesia?-
Apakah Kriteria objektif yang digunakan dalam mengindentifikasi dan menentukan keabsahan (legalitas) dari suatu masyarakat hukum adat tertentu?-
Apakah batasan (faktor- faktor sosio-legal) yang dapat menjadi pegangan dalam menentukan validitas suatu legal standing dari suatu kesatuan masyarakat hukum adat sehingga memiliki kompetensi untuk berperkara di Mahkamah Konstitusi?
Kesatuan masyarakat hukum adat diakui eksistensinya dalam ketentuan hukum di Indonesia.Masyarakat hukum adat memiliki legal standing untuk berperkara di Mahkamah Konstitusi ?
Kesatuan masyarakat hukum adat diakui eksistensinya dalam ketentuan hukum di Indonesia.
Masyarakat hukum adat memiliki legal standing untuk berperkara di Mahkamah
Konstitusi
Membantu
menentukan
legalitas Desa
Pakraman sebagai
kesatuan masyarakat
hukum adat.
PENGUJIAN UNDANG-UNDANG DI MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH KESATUAN
MASYARAKAT HUKUM ADAT ( DESA PAKRAMAN )
No Judul
Penelitian
Rumusan
Masalah
Temuan
Korelasi
Signifikan
dengan
Disertasi
Penulis
2. Yuliandri
"Asas-asas Pembentukan Peraturan Perundang- undangan yang Baik Dalam rangka Pembuatan Undang- undang Berkelanjutan"
Mengapa
pembentukan
undang-undang
dewasa ini tidak
menghasilkan
undang-undang
yang berkualitas
sesuai dengan
tujuan pembentu-
kannya?
Apakah
asas-asas
pembentukan
peraturan
perundang-
undangan yang
baik dalam
pembuatan
undang-undang?
Persyaratan apa
yang harus
dipenuhi agar
pembentukan
undang- undang
memiliki
karakteristik
berkelanjutan?
-Asas-asas
pembentukan
peraturan perundang-
undangan yang baik
harus menjadi
pedoman dalam
proses pembuatan
undang-undang.
Proses
pembentukan undang-
undang yang
memiliki karakteristik
berkelanjutan, harus
tunduk pada asas-asas
pembentukan
peraturan perundang-
undangan yang baik
sebagai asas hukum.
Fungsionalisasi
asas-asas
pembentukan
peraturan perundang-
undangan yang baik,
diwujudkan dengan
perencanaan
pembentukan undang-
undang.
Dengan adanya undang- undang yang baik maka pengujian undang- undang terhadap Undang- undang Dasar tidak perlu
dilakukan.
3. A. Latief Fariqun
"Pengakuan
Hak
Masyarakat Hukum Adat Atas Sumber Daya Alam Dalam Politik Hukum Nasional"
Bagaimana konsepsi pengakuan terhadap hak-hak masyarakat hukum adat atas sumber daya alam dalam politik hukum kolonial?
Bagaimana
konsepsi pengakuan terhadap hak-hak masyarakat hukum adat atas sumber
Eksistensi masyarakat hukum adat, hukum adat dan hak ulayat telah menjadi kontroversi dalam penentuan politik hukum masa kolonial.
Konsepsi politik hukum Hindia Belanda sangat dipengaruhi oleh dinamika pemikiran antara aliran Utrecht dan aliran Laiden.
Menjelaskan mengenai konsepsi masyarakay hukum adat beserta hak masyarakat hukum adat dalam sumber daya alam.
PENGUJIAN UNDANG-UNDANG DI MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH KESATUAN
MASYARAKAT HUKUM ADAT ( DESA PAKRAMAN ) 13
daya alam dalam politik hukum nasional selama ini?
Bagaimana konsepsi pengakuan terhadap hak-hak masyarakat hukum adat atas sumber daya alam dalam hukum internasional Bagaimana konsepsi politik hukum yang tepat tentang pengakuan terhadap hak-hak masyarakat adat atas sumber daya alam dalam politik hukum nasional yang akan datang.
Pemikiran aliran Laiden berpengaruh pada hukum yang diberlakukan untuk orang pribumi (dan Timur Asing) adalah hukum agama, lembaga dan kebiasaan masyarakat asal tidak bertentangan dengan asas-asas keadilan dan kepatutan umum sedangkan pemikran aliran Utrecht cenderung menguat dalam politik hukum tentang tanah (sumber daya alam).
Politik hukum kolonial yang berhubungan dengan tanah (sumber daya alam) didasarkan atas argumen suksesi, regalian dan verklaring. Dalam argumen tersebut dinyatakan bagwa konsepsi politik hukum yang tidak mengakui bahkan merampas hak-hak rakyat pribumi atas tanah
4. Afdilah Ismi Chandra, "Dekonstruksi Pengertian Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Dalam Undang- undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945"
Apa unsur-
unsur kesatuan
masyarakat hukum
adat? Bagaimana
peraturan perundang- undangan yang mengatur tentang unsur-unsur kesatuan
masyarakat hukum adat?
Faktor-faktor apa saja yang
Kesatuan
masyarakat hukum _ adat yang masih hidup memiliki lima unsur utama yakni pemerintahan, masyarakat, harta, hukum adat dan wilayah.
Kesatuan
masyarakat hukum adat diatur dalam Pasal 18B ayat (2) UUD NRI1945 adalah yang memiliki eksistensi bersegi de facto dan de ijure.
Memberikan pengertian mengenai konsep kesatuan masyarakat hukum adat.
PENGUJIAN UNDANG-UNDANG DI MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH KESATUAN
MASYARAKAT HUKUM ADAT (DESA PAKRAMAN )
1.6 Metode Penelitian
1.6.1 Karakter Penelitian
Ilmu hukum memiliki karakter yang khas. Ciri khas ilmu hukum
adalah sifatnya yang normatif.21 Dalam kajian normatif hendaklah
berpegang pada tradisi keilmuan hukum itu sendiri. Sesuai dengan
karakter dan tradisi dari ilmu hukum, maka penelitian normatif
merupakan ciri khas dan tradisi ilmu hukum.22 Penelitian hukum
normatif disebut juga dengan penelitian hukum doktriner atau
perpustakaan dan penelitian studi dokumen.23 Pada penelitian hukum
jenis ini, seringkali hukum dikonsepkan sebagai apa yang ditulis
dalam peraturan perundang-undangan (law in book) atau hukum yang
dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan
berperilaku manusia yang dianggap pantas.24
Dilihat dari substansi penelitian, penelitian ini bersifat normatif yang
fokus pada peraturan perundang-undangan, yurisprudensi dan nilai-
nilai hukum yang hidup dalam masyarakat. Relevan dengan fokus
penelitian ini, pendekatan yang digunakan meliputi (1) pendekatan
undang-undang (statute approach) atau disebut reasoning based on rules
yaitu penelusuran peraturan perundang-undangan, (2) pendekatan
konseptual (conceptual approach) yakni berkaitan dengan identifikasi
norma karena norma terdiri dari rangkaian konsep, (3) pendekatan
filosofis (philosopical approach) adalah pendekatan yang bertumpu pada
nilai-nilai yang dihayati dalam masyarakat dan tercermin dalam asas-
asas hukum yang hidup dalam masyarakat Bali dan (4) pendekatan
PENGUJIAN UNDANG-UNDANG DI MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH KESATUAN
MASYARAKAT HUKUM ADAT (DESA PAKRAMAN)
menentukan suatu kesatuan
masyarakat hukum adat itu dikatakan masih hidup
Faktor yang menentukan suatu kesatuan masyarakat hukum adat dikatakan masih hidup adalah pemerintahan, masyarakat, harta, hukum adat dan wilayah.
Sumber: Kreasi oleh penulis sendiri
komparatif (compcirative appronch) yakni pendekatan yang
membandingkan Putusan Mahkamah Konstitusi yang terkait dengan
pelanggaran hak konstitusional masyarakat hukum adat yang diajukan
oleh kesatuan masyarakat hukum adat Lor Lim (Lim Itel), Ratschap
Dullah dan Ratschap di Maluku, kesatuan masyarakat hukum adat
Batak Timur di wilayah Serdang dan kesatuan masyarakat hukum adat
Banggai yakni melalui Putusan Nomor 31/PUU-V/2007, Putusan
Nomor 4/PUU-VT/2008 dan Putusan Nomor 6/PUU-VI/2008.
1.6.2 Bahan Hukum dan Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Penelitian dalam disertasi ini adalah penelitian normatif. Menurut
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji suatu penelitian hukum normatif
mengandalkan pada penggunaan bahan hukum primer (bahan-bahan
hukum yang bersifat mengikat), bahan hukum sekunder (bahan hukum
yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer) dan
bahan hukum tertier (bahan hukum yang memberikan petunjuk atau
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder).25
Bahan hukum primer terletak pada otoritasnya atau kekuatan
mengikatnya secara yuridis. Bahan hukum primer terdiri dari
perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam
pembuatan perundang-undangan dan putusan hakim.26 Perundang-
undangan adalah segala peraturan Negara, yang merupakan hasil
pembentukan peraturan, baik di tingkat pusat maupun di tingkat
daerah.27
21 Philipus M. Hadjon dan Tatiek Sri Djatmiati , Argumentasi Hukum, (Yogyakarta: Gajah
Mada University Press, 2005), hlm.l
22 Philipus M. Hadjon, Pengkajian I/mu Hukum, (Surabaya, Fakultas Hukum Universitas
Airlangga, tanpa tahun),hlm.l, (selanjutnya disebut Philipus M. Hadjon II).
23 Dapat dilihat juga dalam Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Daiam Praktek, (Jakarta:
Sinar Grafika, 1995), hlm. 13. 24 Amiruddin dan H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2006), hlm. 118. 25 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2001), hal. 13. 26 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Cetakan Ke-3, Edisi Pertama, (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2005), hlm. 41 27 Maria Farida Indriati, S., op.cit., hlm. 10. ___________________________
PENGUJIAN UNDANG-UNDANG DI MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH KESATUAN
MASYARAKAT HUKUM ADAT ( DESA PAKRAMAN )
Dalam penelitian ini, bahan hukum yang digunakan fokus pada
Undang-undang Dasar Negara RI Tahun 1945, Undang-undang Nomor
24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2011, dan Undang-Undang
yang dipandang potensial berkaitan dengan hak-hak konstitusional
kesatuan masyarakat hukum adat, antara lain: Undang-undang Nomor
5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, Undang-
undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, Undang-undang
Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta, Undang-undang Nomor 7
Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air, Undang-Undang Republik In-
donesia Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi dan Undang-undang
Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Asing. Selanjutnya
juga menggunakan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
72 Tahun 2005 Tentang Desa, Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3
Tahun 2001 Tentang Desa Pakraman, Putusan Nomor 066/PUU-II/2004,
Putusan Nomor 007/PUU-III/ 2005, serta tiga putusan dari Mahkamah
Konstitusi yang dibandingkan yakni Putusan Nomor 31/PUU-V/2007,
Putusan Nomor 4/PUU-VI/2008 dan Putusan Nomor 6/PUU-VI/2008.
Bahan hukum sekunder terletak pada karakter ilmiahnya meliputi
publikasi ilmiah berupa buku-buku teks, jurnal hukum., materi hukum
yang relevan mengkaji Hukum Tata Negara dan Hukum Adat. Bahan
hukum tersier yang digunakan adalah berupa kamus hukum,
bibliografi, lontar dan lain-lain. Bahan hukum primer, sekunder dan
tersier dikumpulkan melalui studi kepustakaan. Bahan hukum yang
dipergunakan juga dikumpulkan melalui adalah dengan
menggunakan teknik sistematis dimana setiap hal-hal yang
berhubungan dengan disertasi ini dikumpulkan dan kemudian
digunakan untuk mengalisis pemasalahan. Pengumpulan ini dicatat
dengan sistem kartu {card systeyn).
1.6.3 Langkah-langkah Penelitian
Beberapa tahapan yang ditempuh dalam penelitian ini dijabarkan
sebagai berikut:
2. Tahap Pertama , mengidentifikasi risalah sidang dan putusan
Mahkamah Konstitusi, materi muatan undang-undang yang dipandang
potensial merugikan hak-hak dan/ atau kewenangan konstitusional
PENGUJIAN UNDANG-UNDANG DI MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH KESATUAN
MASYARAKAT HUKUM ADAT ( DESA PAKRAMAN )
kesatuan masyarakat hukum adat khususnya Desa Pakraman.
2. Tahap Kedua, penelusuran literatur yang secara teoritis dapat
dijadikan rujukan menentukan kategori yuridis berkenaan dengan
adanya hak-hak konstitusional kesatuan masyarakat hukum adat, dan
juga kepustakaan yang memberikan eksplanasi terhadap "kedudukan
hukum" (legal standing) masyarakat hukum adat (Desa Pakraman)
dalam kaitan penggunaan hak-hak dan atau kewenangan
konstitusionalnya mengajukan permohonan pengujian undang-
undang (judicial review).
3. Tahap Ketiga, mengevaluasi kecocokan antara norma-norma
hukum dari materi muatan undang-undang yang dipandang potensial
merugikan hak-hak dan/atau kewenangan konstritusional masyarakat
hukum adat dengan kategori yuridis tentang hak-hak dan/atau
kewenangan konstitusional yang dimiliki masyarakat hukum adat
khususnya Desa Pakraman.
Langkah-langkah penelitian melalui tiga tahapan itu akan
menentukan dapat atau tidak dalam kedudukan hukum (legal stand-
ing) kesatuan masyarakat hukum adat Bali, mengajukan permohonan
pengujian atas suatu undang-undang. Asumsinya apabila ada
kecocokan antara norma hukum dan teori, yakni pada langkah tahap
pertama dan tahap kedua ditemukan materi muatan yang normanya
dapat dikategorikan secara yuridis merugikan hak-hak konstitusional
masyarakat hukum adat/ Desa Pakraman, maka dalam adanya fakta-
fakta hukum seperti itulah yang menjadi acuan masyarakat hukum
adat/ Desa Pakraman dapat mengajukan permohonan pengujian
undang-undang.
1.6.4 Analisis Bahan Hukum
Penelitian hukum normatif (legal research) ini terfokus pada penelitian
norma hukum melalui penelusuran bahan hukum primer dan bahan
hukum sekunder. Dalam melakukan analisis normatif sebagaimana
dikemukakan oleh D.H.M Meuwissen pengkajian dilakukan secara
preskriptif analitik. Pengkajian preskriptif analitik dilakukan dengan
memaparkan, menelaah, mensistemasi, menginterpretasi dan
mengevaluasi norma hukum yang berlaku.28
1 Meuwissen, DHM, Grondrechten, AULA Uitgeverij Het Spectrum, (Utrecht: Ant. Wenpen,
1984).
PENGUJIAN UNDANG-UNDANG DI MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH KESATUAN
MASYARAKAT HUKUM ADAT ( DESA PAKRAMAN )
Dalam penelitian ini analisis bahan hukum dilakukan sistematisasi
interpretasi dan evaluasi yuridik terhadap "legal standing" atau
kedudukan hukum kesatuan masyarakat hukum adat Bali, yakni Desa
Pakraman mengajukan pengujian undang-undang (judicial revieiv) atas
kerugian konstitusional dari Desa Adat/ Desa Pakraman tersebut.
Evaluasi yuridik dilakukan melalui suatu proses untuk menjelaskan
secara sistematis untuk mencapai obyektif, efisien, dan efektif, serta
untuk mengetahui dampak dari undang-undang yang merugikan atau
potensial merugikan hak konstitusional Desa Pakraman.
PENGUJIAN UNDANG-UNDANG DI MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH KESATUAN
MASYARAKAT HUKUM ADAT (DESA PAKRAMAN)
1.7 Desain Penelitian
Bagan I
Desain Penelitian
Latar Belakang Masalah
—l>
Rumusan
Masalah
—C
Kerangka
Teoritis —t
Metode
Penelitian —t
Hasil dan
Pembahasan
7 . ...
y
t ___ . N! 7
Pembangunan
yang
Apakah dasar
pertimbangan
filosofis, yuridis
dan sosiologis
eksistensi
kedudukan
Teori Negara
Hukum
Karakter
Penelitian
mengganggu
bahkan
memutuskan
nilai-nilai
Normatif
kehidupan masyarakat.
hukum {legal
standing) Desa
N 7
Ada undang-
undang yang
potensial
melanggar
hak
konstitusional
Desa
Pakraman.
Pakraman sebagai pemohon dalam pengujian undang-undang di Mahkamah Konstitusi Mahkamah khntdihM 7
Teori
Perundang-
undangan
Bahan Hukum
Bahan hukum
primer
Bahan hukum
sekunder
dalam ,
mpnpnh ikan
legal
standing
Desa
Pakraman
sebagai
kesatuan
masyarakat
hukum adat
Permohonan
Hak-hak
konstitusional
Desa
Teori Hak
Asasi Manusia
Asas-asas
Pembentukan
Peraturan
Perundang-
undangan
yang baik
Pakraman apa
sajakah yang
potensial
dilanggar oleh
keberlakuan
suatu
Z ___
yang diajukan
undang- undang?
Teori /d
standir ga/ W
Langkah-
langkah
pemohon t :
kesatuan __ & . penelitian
masyarakat
hukum adat
Bagaimanakah
prosedur
hukum dalam
dinyatakan
tidak
diterima oleh
i
pengujian undang-
Analisis bahan hukum
Simpulan dan
Mahkamah undang di
Mahkamah
Konstitusi
oleh Desa
Pakraman?
Teori
Pengujian
Undang- undang
saran Konstitusi
Sistematisasi
Interpretasi
Evaluasi yuridik
Sumber: Kreasi penulis sendiri
20
PENGUJIAN UNDANG-UNDANG DI MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH KESATUAN
MASYARAKAT HUKUM ADAT ( DESA PAKRAMAN )
1.8 Sistematika Penulisan
Sistematika dari disertasi ini meliputi:
BAB I PENDAHULUAN
Dalam Bab I ini dibahas mengenai latar belakang masalah, umusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, orisinalitas penelitian,
desain penelitian, metode penelitian dan sistematika penelitian.
BAB II KERANGKA TEORITIK
Dalam Bab ini dibahas mengenai teori negara hukum, teori
perundang-undangan, teori hak asasi manusia, teori legal s tanding dan
teori pengujian undang-undang yang digunakan untuk membedah
permasalahan.
BAB III KERANGKA KONSEP PENELITIAN
Bab kerangka konsep penelitian terdiri dari empat sub pembahasan
yakni definisi konsepsional dan ruang lingkup, konsep Desa
Pakraman, konsep masyarakat hukum adat dan konsep pemohon
dalam pengujian undang-undang.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini membahas mengenai dasar pertimbangan filosofis, yuridis
dan sosiologis legal standing Desa Pakraman yang menguraikan
mengenai dasar pertimbangan filosofis, yuridis dan sosiologis legal
standing Desa Pakraman dalam pengujian undang-undang di
Mahkamah Konstitusi. Selanjutnya dibahas mengenai hak-hak
konstitusional Desa Pakraman yang potensial dilanggar oleh
keberlakuan suatu undang-undang yang menguraikan tentang
pengakuan masyarakat hukum adat dalam berbagai instrumen hukum,
kekuasaan legislatif dalam menyusun undang-undang, perlindungan
hak asasi manusia terhadap masyarakat hukum adat, hak
konstitusional masyarakat hukum adat yang potensial dilanggar baik
dalam ranah Parahyangan, Pawongan maupun Palemahan.
Pembahasan disertasi ini dilanjutkan dengan uraian mengenai
prosedur hukum dalam pengujian undang-undang di Mahkamah
Konstitusi oleh Desa Pakraman yang meliputi legal standing sebagai
syarat mutlak dalam berperkara di Mahkamah Konstitusi, persyaratan
terpenuhinya legal standing Desa Pakraman, substansi pengujian
PENGUJIAN UNDANG-UNDANG DI MAHKAMAH KONSTTTUSI OLEH KESATUAN
MASYARAKAT HUKUM ADAT (DESA PAKRAMAN )
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
a. Kedudukan hukum (legal standing) Desa Pakraman sebagai
pemohon dalam beracara di Mahkamah Konstitusi didasarkan atas
pertimbangan filosofi yakni Tri Hita Karana yang mengutamakan
keseimbangan dalam hubungan manusia dengan Tuhan, manusia
dengan manusia dan manusia dengan lingkungan. Pengakuan Desa
Pakraman sebagai kesatuan masyarakat hukum adat yang ada di Bali
secara yuridis diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2001
Tentang Desa Pakraman dan Pasal 51 ayat (1) Undang-undang Nomor
24 Tahun 2003 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang
Nomor 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi. Secara sosiologis,
Desa Pakraman adalah kesatuan masyarakat hukum adat yang
responsif terhadap perubahan sosial sehingga eksistensi Desa
Pakraman ini sejalan dengan dinamika kehidupan hukum dan
ketatanegaraan modem.
b. Hak-hak Desa Pakraman yang potensial dilanggar oleh
keberlakuan undang-undang adalah hak-hak konstitusional dalam
ranah Parahyangan, Pawongan dan Palemahan. Pelanggaran hak
konstitusional dalam ranah Parahyangan yakni tertutupnya akses krama
desa untuk melakukan kegiatan persembahyangan karena penguasaan
tanah oleh investor untuk pembangunan di bidang properti dan
pariwisata. Adanya undang-undang pornografi juga potensial
berbenturan dengan kearifan lokal dan kesucian simbol-simbol agama.
Pelanggaran hak konstitusional dalam ranah Pawongan timbul karena
adanya ketentuan di bidang hak kekayaan intelektual yang
mensyaratkan pendaftaran merek untuk mendapatkan perlindungan
hukum. Pelanggaran hak konstitusional dalam ranah Palemahan dapat
dilihat pada hilangnya kesempatan masyarakat hukum adat untuk
mengakses kemanfaatan dari hasil hutan dan sumber daya alam.
Negara menurut ketentuan Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999
PENGUJIAN UNDANG-UNDANG DI MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH KESATUAN
MASYARAKAT HUKUM ADAT (DESA PAKRAMAN) 185
tentang Kehutanan memiliki kewenangan penuh atas penentuan atau
pencabutan status hutan adat. Pemerintah juga mengeluarkan
kebijakan dalam privatisasi air yang menyebabkan konflik perebutan
air antara pihak swasta dengan subak serta potensi kerugian berupa
hilangnya akses bagi masyarakat untuk menikmati air yang bersih dan
murah.
c. Prosedur pengujian undang-undang di Mahkamah Konstitusi
oleh Desa Pakraman wajib memenuhi ketentuan dalam Undang-
undang Nomor 24 Tahun 2003 sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi.
Pengujian undang-undang terhadap Undang-undang Dasar dapat
berupa pengujian materiil maupun pengujian formil. Untuk dapat
memiliki legal standing sebagai pemohon, maka Desa Pakraman wajib
membuktikan bahwa ia adalah kesatuan masyarakat hukum adat yang
memenuhi unsur-unsur berikut yakni masih hidup, sesuai dengan
perkembangan masyarakat, sesuai dengan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia dan pengaturannya berdasarkan undang-undang.
Desa Pakraman dalam mengajukan permohonan pengujian undang-
undang terhadap Undang-undang Dasar dapat diwakili oleh
pemimpin Desa Pakraman (klian Desa Pakraman/ bendesa Desa
Pakraman). 5.2 Saran
a. Dalam Undang-undang tentang Mahkamah Konstitusi nantinya
perlu dijelaskan mengenai apa yang dimaksud dengan kesatuan
masyarakat hukum adat dengan memperhatikan aspek filosofis,
yuridis dan sosiologis dari kesatuan masyarakat hukum adat. Sebab
penjelasan dalam undang-undang merupakan penjelasan otentik yang
memiliki kedudukan paling tinggi dalam penafsiran hukum.
b. Naskah akademik dalam pembuatan undang-undang sangat
perlu untuk memperhatikan hak-hak konstitusional masyarakat hukum
adat terutama hak-hak masyarakat hukum adat yang rentan dilanggar
yakni hak di bidang agama, sosial, budaya, pertanahan, sumber daya
alam dan hak kekayaan intelektual. Sehingga keberlakuan suatu
undang-undang tidak akan mencederai hak-hak konstitusional
masyarakat hukum adat tersebut. c. Diperlukan suatu kesadaran berkonstitusi dari Desa Pakraman
PENGUJIAN UNDANG-UNDANG DI MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH KESATUAN
MASYARAKAT HUKUM ADAT ( DESA PAKRAMAN )
untuk mengajukan pengujian undang-undang yang merugikan atau
potensial merugikan hak konstitusionalnya ke Mahkamah Konstitusi.
Kesadaran berkonstitusi tersebut juga perlu ditunjang dengan
pendidikan hukum bagi Desa Pakraman agar mampu membuktikan
dirinya telah memiliki legal standing dalam beracara di Mahkamah
Konstitusi, mampu menguraikan hak-hak konstitusionalnya serta hak-
hak konstitusionalnya yang dilanggar akibat keberlakuan suatu
undang-undang.
d. Riset lanjutan mengenai legal standing pemohon dalam pengujian
undang-undang di Mahkamah Konstitusi hendaknya dilanjutkan.
PENGUJIAN UNDANG-UNDANG DI MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH KESATUAN
MASYARAKAT HUKUM ADAT ( DESA PAKRAMAN ) 187