Epilepsi Psikomotor
-
Upload
fadhilah-nur -
Category
Documents
-
view
5 -
download
0
description
Transcript of Epilepsi Psikomotor
![Page 1: Epilepsi Psikomotor](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022081817/5695d0641a28ab9b02924465/html5/thumbnails/1.jpg)
Epilepsi Psikomotor.
Epilepsi psikomotor atau epilepsi lobus temporalis atau juga disebut epilepsi partial kompleks.
Bangkitan epilepsi yang disebabkan oleh suatu lesi pada lobus temporalis sudah dikenal sejak
Hippocrates (4).
Epilepsi lobus temporalis pada tahun 1881 oleh John Hughlings Jackson disebut: Uncinate Fits
dan Dream State. Gibbs menganjurkan nama “epilepsi psychomotor” untuk bangkitan gerakan
automatik yang disertai kelainan EEG yang khas. Menurut Lennox nama “epilepsi lobus temporalis”
lebih tepat karena bangkitan tersebut ternyata disebabkan oleh suatu fokus pada lobus temporalis,
meskipun bagian otak yang lain dapat ikut terkena (5).
Disebut epilepsi lobus temporalis oleh Mahar Marjono karena berhubungan dengan lobus
temporalis atau epilepsi “psychomotor” karena bangkitannya meliputi bermacam gejala motorik dan
mental (6).
Dinamakan “epilepsi partial kompleks” karena serangan disebabkan oleh letupan fokal
abnormal yang menimbulkan kehilangan kesadaran, amnesia atau bingung selama ataupun setelah
serangan (6).
Etiologi epilepsi lobus temporalis antara lain (7):
Post infeksi: herpes ensefalitis, atau meningitis bakterialis.
Trauma mengakibatkan kontusio atau perdarahan dengan akibat ensefalomalasia
atau sikatrik kortikal.
Hamartoma
Tumor glioma
angioma
Vaskuler malformasi (cth, arterio-venous malformasi, cavernous angioma)
Gangguan migrasi neuronal
![Page 2: Epilepsi Psikomotor](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022081817/5695d0641a28ab9b02924465/html5/thumbnails/2.jpg)
Hipokampus sklerosis yang disebut dengan mesial temporal sklerosis yang mulai masa
kanak-kanak, kemudian remisi, tetapi muncul kembali pada usia remaja atau awal dewasa
muda dengan bentuk yang refrakter.
Kejang demam lebih dari 15 menit, mempunyai gambaran fokal atau terjadi berulang
dalam 24 jam.
Gambaran serangan epilepsi secara klinis tergantung pada fungsi daerah otak yang tersangkut
lepas muatan listrik epileptis, sehingga dapat dijumpai bermacam gejala. Fokus di lobus temporalis
akan menimbulkan berbagai gejala diantaranya halusinasi, vertigo, dan sebagainya atau serangan
yang lebih kompleks (4).
Epilepsi lobus temporalis mempunyai simtomatologi tersendiri dan sering bersifat kompleks.
Serangan epilepsi lobus temporalis dapat menjelma sebagai suatu serangan sederhana apabila lepas
muatan listrik fokus epileptogen tidak terlampau keras atau meluas, misalnya serangan oditoris,
olfaktoris dan sebagainya. Apabila lepas muatan listrik meluas dan menyangkut daerah yang lebih
luas maka simtomatologi akan lebih kompleks misalnya berupa halusinasi, gejala otonom,
psikomotor, reaksi afektif, otomatisme dan sebagainya yang disertai perubahan kesadaran dan amnesi
mengenai serangan (4).
Dasar neurofisiologis serangan epilepsi lobus temporalis terpusat pada kompleks
amigdala-hipokampus. Lepas muatan listrik di amigdala misalnya dapat menjalar ke daerah kortikal
dan subkortikal secara difus. Dalam semua serangan epilepsi lobus temporalis rupanya sistem
amigdala-hipokampus ikut terlibat dan dari sini lepas muatan listrik tersebar ke daerah proyeksi
sistem tersebut dan melibatkan pula kedua lobus temporalis dan daerah kortikal serta subkortikal
lainnya. Yang termasuk dalam golongan ini epilepsi parsial yang disertai dengan gangguan
kesadaran. Gejala yang dikatakan kompleks ialah gejala motorik, sensorik dan autonom yang
memperlihatkan ciri yang tampaknya bertujuan dan terintegrasi (5).
Gejala klinik yang biasa terlihat pada serangan parsial kompleks (lobus temporalis,
psikomotor) berupa (4):
![Page 3: Epilepsi Psikomotor](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022081817/5695d0641a28ab9b02924465/html5/thumbnails/3.jpg)
1. Penurunan kesadaran
Terjadi penurunan kesadaran; dalam hal ini penderita mengalami gangguan dalam
berinteraksi dengan lingkungannnya. Penderita dapat tampak sadar, namun apabila diperiksa
lebih dekat maka penderita tidak sadar akan lingkungannya, tidak dapat menjawab pertanyaan
atau dapat menjawab pertanyaan secara tidak tepat, dan kemudian tidak dapat mengingat
kembali tentang apa yang baru saja dialaminya. Serangan parsial kompleks melibatkan bagian-
bagian otak yang bertanggung jawab atas berlangsungnya kesadaran dan memori, dan pada
umumnya melibatkan kedua belah lobus temporalis atau frontalis dan sistem limbik.
2. Sensasi Epigastrik
Sensasi epigastrik sebenarnya lebih merupakan halusinasi somatik, biasanya berupa rasa tidak
enak bercampur dengan perasaan takut. Sensasi epigastrik ini biasanya naik ke dada,
tenggorokan, dan kemudian ke mulut dan bibir sehingga mulut penderita berkomat-kamit atau
mengecapkan lidah dan bibir berkali-kali. Gejala tersebut bersumber pada fokus epilepsi di
lobus temporalis bagian anterior, dan kadang-kadang melibatkan amigdala. Gejala ini sering
disebut otomatisme sederhana atau kompleks (aktivitas motorik yang berulang-ulang tanpa
tujuan, tanpa arah dan aneh). Gejala motorik juga berupa menarik-narik baju dan perilaku yang
sulit dimengerti.
3. Halusinasi dan Ilusi
Pada epilepsi lobus temporalis dapat terjadi halusinasi pembauan atau penghiduan,
pengecapan lidah, pendengaran, penglihatan, dan vestibuler. Pada tipe lobus temporal mesial
berupa halusinasi visual, sedang temporal lateral berupa ilusi seperti makropsia atau mikropsi.
Pada beberapa penderita dapat terjadi perubahan orientasi visual secara mendadak ataupun
perubahan dalam hal depth perception. Halusinasi kadang-kadang disertai oleh perubahan
dalam apresiasi terhadap kecepatan atau intonasi bicara serta gangguan persepsi waktu.
Fenomena vestibuler dapat berupa vertigo paroksismal. Menurut Acharya dkk aura olfaktori
dikaitkan dengan adanya tumor lobus temporalis.
![Page 4: Epilepsi Psikomotor](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022081817/5695d0641a28ab9b02924465/html5/thumbnails/4.jpg)
4. Gangguan Memori
Gangguan memori dan keadaan seperti mimpi meliputi dymnesic syndrome (déjàvu, jamais
vu) dan keadaan seperti mimpi. Penderita merasa seakan-akan melayang-layang atau terapung-
apung, atau merasa bahwa jiwa dan raganya seolah-olah terpisah. Disamping itu sering terdapat
gangguan afektif yang berupa perasaan takut, panik, cemas, ekstase, depresi atau kombinasi
dari berbagai episode tadi. Hal ini merupakan fenomena temporo-limbik. Rata-rata serangan
berlangsung selama 1-3 menit. Sesudah serangan penderita tampak bingung, mengantuk,
mengalami perubahan perilaku, dan lupa akan apa yang telah terjadi. EEG menunjukkan
cetusan unilateral atau sering kali bilateral di daerah temporal atau frontotemporal.
5. Hipergrafia
Hipergrafia meliputi tiga hal pokok ialah cara penulisan (misalnya memakai bayangan
cermin, kode, warna tinta yang berbeda-beda, kaligrafi), rituailized script excessive (misalnya
panjang tulisan dan atau frekuensi serta lamanya menulis), dan isi atau tema tulisan (misalnya
filosofi, etika, moral). Hipergrafia merupakan salah satu perubahan tingkah laku yang terdapat
pada epilepsi lobus temporalis.
Secara sederhana pasien-pasien dengan epilepsi lobus temporalis dengan serangan partial
komplek akan dijumpai aura diikuti dengan mata melebar (wide eyed), pandangan kosong
(motionless stare), dilatasi pupil, dan berhenti bergerak. Automatisme oral seperti mengecapkan
bibir, mengunyah, dan menelan. Gerakan otomatis tangan, atau postur dystonik unilateral diri lengan.
Pasien setelah serangan akan terlihat bingung, ini membedakannya dengan serangan absence.
Adanya afasia setelah serangan memberikan kesan bahwa lesi berasal dari epilepsi lobus temporal
dominan.Manifestasi kompleksi tersebut berhubungan dengan kelainan pada lobus temporalis,
dikenal sebagai epilepsi lobus temporalis atau epilepsi psikomotor (5).
Epilepsi parsial merupakan suatu gejala dari gangguan serebral, maka penyakit primernya
harus ditentukan terlebih dahulu sebelum pengobatan ditentukan. Oleh karena epilepsi parsial pada
![Page 5: Epilepsi Psikomotor](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022081817/5695d0641a28ab9b02924465/html5/thumbnails/5.jpg)
orang dewasa seringkali merupakan tanda pertama tumor intrakranial maka perlu dilakukan
pemeriksaan yang mendalam apalagi disertai tanda-tanda defisit neurologi yang progresif (6).
Beberapa pencetus terjadinya epilepsi adalah sebagai berikut (4):
1. Cahaya
Cahaya tertentu dapat merangsang terjadinya serangan; epilepsi ini disebut
sebagai epilepsi fotosensitif atau fotogenik. Epilepsi jenis ini berkaitan dengan epilepsi umum
idiopatik. Pada remaja, 18% di antaranya bersifat fotosensitif. Cahaya yang mampu
merangsang terjadinya serangan adalah cahaya yang berkedip-kedip dan/atau yang
menyilaukan. Keadaan demikian ini sering terjadi pada anak berumur 6 – 12 tahun.
Prinsip fotosensitif dipakai untuk pemeriksaan elektro-ensefalografi ialah dengan memberi
rangsangan cahaya berkedip-kedip (photic stimulation)
2. Kurang tidur
Kurang tidur maupun pola tidur yang tidak teratur dapat merangsang terjadinya serangan.
Diduga bahwa kurang tidur dapat menurunkan ambang serangan yang kemudian memudahkan
terjadinya serangan. Dengan demikian kepada penderita perlu ditekankan untuk tidur secara
teratur dan terjaga jumlah jam tidurnya. kurang tidur dapat memperberat dan memperlama
serangan. Fenomena ini dapat digunakan untuk stimulasi penderita sebelum dilakukan
pemeriksaan EEG.
3. Faktor makan dan minum
Faktor makan dan minum sehari-hari dapat menjadi masalah pada penderita epilepsi : Makan
dan minum harus teratur, jangan terlalu lapar, terlalu haus, dan sebaliknya : jangan terlalu
kenyang, terutama terlalu banyak minum.
Hipoglikemia dapat memicu terjadinya serangan. Hipoglikemia maupun hiperglikemia dapat
memunculkan serangan pada orang yang tidak mengalami epilepsi. Sementara itu ada penderita
yang sensitif terhadap mentega, coklat, atau keju
4. Suara tertentu
![Page 6: Epilepsi Psikomotor](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022081817/5695d0641a28ab9b02924465/html5/thumbnails/6.jpg)
Suara tertentu dapat merangsang terjadinya serangan. Epilepsi jenis ini disebut epilepsi
audiogenik atau epilepsi musikogenik. Suara dengan nada tinggi atau berkualitas keras dapat
menimbulkan serangan. Begitu mendengar suara yang mengejutkan maka penderita langsung
mengalami serangan yang sangat mendadak sehingga mengejutkan orang lain
5. Reading dan eating epilepsy
Reading epilepsy berarti serangan dirangsang oleh kegiatan membaca. Bahan yang dibaca
dapat berupa bacaan biasa (berita, cerita) maupun bacaan yang memberi persoalan sehingga
penderita harus berpikir. Eating epilepsy menunjukkan bahwa serangan terjadi pada saat
penderita mengunyah makanan. Ada yang berpendapat bahwa faktor pencetusnya bukan
kegiatan mengunyah tetapi bahan makanan yang dikunyah.
6. Lupa dan/atau enggan minum obat
Penderita epilepsi harus diberitahu secara jelas bahwa lupa dan/atau enggan minum OAE
dapat menimbulkan serangan dan bahkan serangan yang muncul dapat lebih lama atau lebih
berat. Lupa minum obat paling sering terjadi pada penderita yang minum obat dengan dosis
tunggal. Sebaliknya, minum obat 2 atau 3 kali sehari dapat menimbulkan rasa bosan sehingga
penderita enggan minum obat.
7. Drug abuse
Kokain, dengan berbagai bentuk konsumsi. dapat menimbulkan serangan dalam waktu
beberapa detik, menit, atau jam sesudah mengkonsumsinya. Serangan sebagai akibat kokain ini
dapat disertai dengan serangan jantung.
Amfetamin dan metilfenidat sering diberikan pada penderita attention deficit disorder and
hyperactivity (ADHD) dan narkolepsi. Apabila kedua jenis obat ini diminum tanpa
pengawasan dokter maka dapat menimbulkan gangguan tidur, bingung, dan gangguan
psikiatrik. Hal ini apabila terjadi pada penderita epilepsi akan mudah terjadi serangan karena
penderita lupa minum obat. Disamping itu secara primer epilepsi merupakan salah satu
kontra-indikasi untuk pemberian metilfenidat.
![Page 7: Epilepsi Psikomotor](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022081817/5695d0641a28ab9b02924465/html5/thumbnails/7.jpg)
Narkotika tidak berkaitan secara langsung dengan munculnya serangan pada epilepsi.
Narkotika menyebabkan penderita epilepsi lupa untuk minum obat. Bila narkotika dikonsumsi
dalam dosis besar dapat mengurangi penyediaan oksigen ke otak; ini dapat menimbulkan
serangan. Sementara itu, hipoksia dapat menimbulkan status epileptikus.
8. Menstruasi
Hampir setengah dari wanita yang menderita epilepsi melaporkan adanya peningkatan
serangan pada saat menjelang, selama, dan/atau sesudah menstruasi. Sebagian besar mengalami
peningkatan (kuantitas dan kualitas) serangan pada periode perimenstrual dan fase folikular.
Hal ini berkaitan dengan kadar estrogen yang tinggi dan rendahnya kadar progesteron.
Gambaran seperti ini merupakan refleksi excitatory effects dari estrogen dan inhibitory effects
dari progesteron terhadap ambang serangan.
Hormon steroid dapat menembus blood-brain barrier dengan mudah. Sel-sel otak dapat
dipengaruhi estrogen dan progesteron secara langsung. Estrogen memudahkan terjadinya
serangan dengan cara menu runkan ambang serangan; progesteron bertindak seperti OAE
dengan cara menaikkan ambang serangan. Estrogen mampu mempengaruhi aksis stres juga
berpengaruh secara langsung terhadap hipokampus dan amigdala. Estrogen memiliki dua jalur
yang berbeda untuk memudahkan terjadinya serangan.
Terapi Epilepsi adalah sebagai berikut (6,7):
1. Terapi Medikamentosa
Obat anti epilepsi yang bisa dipakai untuk Epilepsi psikomotor :
Phenytoin dosis awal 5-7 mg/KgBB/hari PO, kemudian dilanjutkan dengan dosis rumatan 5-7
mg/KgBB/hari PO, atau
Carbamazepine dosis awal 5 mg/KgBB/hari PO, kemudian dilanjutkan dengan dosis rumatan
15-20 mg/KgBB/hari PO
Phenytoin merupakan senyawa hidantoin yang strukturnya mirip dengan
![Page 8: Epilepsi Psikomotor](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022081817/5695d0641a28ab9b02924465/html5/thumbnails/8.jpg)
fenobarbital. Phenytoin berupa bubuk kristal dan larut dalam lemak. Phenytoin merupakan asam
lemah dan tidak begitu larut dalam air dengan derajat keasaman tinggi tetapi larut dalam larutan
alkali. Phenytoin merupakan pilihan utama untuk serangan parsial maupun serangan umum, kecuali
mioklonus dan absence. Efektif untuk status epileptikus, sindrom Lennox-Gestaut, dan sindrom
epilepsi pada anak. Di Indonesia tersedia dalam bentuk pulvis (harganya sangat muah), kapsul
(dengan berbagai merek), dan ampul juga dalam bentuk tablet yang dikombinasikan dengan
fenobarbital.
Phenytoin memblokade gerakan ion di dalam sodium channels selama proses depolarisasi.
Phenytoin menekan aktivitas listrik paroksismal, blokasi terhadap potensiasi pasca-tetanik, dan
mencegah penyebaran serangan epilepsi. Phenytoin menghambat kalsium dan sekuestrasi kalsium di
dalam terminal saraf; dengan demikian menghambat pelepasan neurotransmiter voltage-dependent di
sinapsis. Phenytoin juga menghambat aksi kalmodulin dan second messenger system.
Carbamazepine merupakan senyawa trisiklik dan pada awalnya untuk mengobati neuralgia
trigeminal, neuralgia glosofaringeal, dan digunkan pula sebagai antidepresan. Sejak tahun 1959
digunakan sebagai OAE dan Carbamazepine obat pilihan pertama yang utama untuk jenis serangan
parsial dan jenis tertentu serangan umum. Carbamazepine tidak efektif untuk jenis serangan absence,
mioklonus, dan akinetik.
Sudah diketahui bahwa Carbamazepine melakukan stabilisasi membran neuron baik yang pre
maupun pascasinaptik dengan cara blokade terhadap saluran natrium. Mekanisme ini mungkin
merupakan hal utama di samping mekanisme yang lain dalam bentuk blokade terhadap NMDA (N-
methyl-D-aspartate) receptor activated sodium dan blokade terhadap aliran masuknya kalsium ke
dalam sel. Aksi terhadap saluran natrium mengurangi cetusan berulang yang terus-menerus dari aksi
potensial yang merupakan aktivitas epileptik. Ada dugaan Carbamazepine beraksi terhadap reseptor
yang lain, termasuk reseptor-reseptor purin, monoamin, dan asetilkolin.
2. Terapi Bedah
![Page 9: Epilepsi Psikomotor](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022081817/5695d0641a28ab9b02924465/html5/thumbnails/9.jpg)
Akhir-akhir ini terapi bedah menjadi populer, tetapi kita harus tahu manfaat dan
keterbatasannya. Pada permulaan, terapi bedah terutama untuk kasus dimana pengobatan
medikamentosa tidak berhasil dengan baik, apa yang disebut intractable epilepsi. Terapi bedah
dengan hasil terbaik adalah pada sklerosis hipokampus sepihak. Pada lesiotomi, misalnya serebral
disgenesis hasilnya kurang memuaskan. Demikian juga korpus kalosotomi.
Di dalam prognosis epilepsi terdapat dua hal penting, ialah kesempatan untuk mencapai remisi
serangan serta kemungkinan terjadinya kematian secara prematur. Data yang lengkap dan teliti
tentang kedua hal tadi sangat penting untuk menentukan terapi secara rasional maupun pemberian
penyuluhan ataupun nasihat secara tepat. Penelitian tentang prognosis epilepsi belum memberi hasil
yang pasti karena masalah metodologi dan adanya fakta bahwa epilepsi merupakan ekspansi dari
sekian banyak sindrom dengan faktor penyebab yang berbeda (5).
Dalam menentukan tingkat keberhasilan terapi epilepsi maka terdapat beberapa kendala yang
menyebabkan hasil penilaian tidak konsisten. Kendala-kendala tersebut meliputi realibilitas,
validitas, komparabilitas, obyektivitas, dan penentuan titik akhir penilaian (6).
Risiko kematian pada epilepsi masih menjadi bahan perdebatan. Hal ini disebabkan oleh
metodologi yang berbeda serta sebab-sebab kematian pada epilepsi yang bervariasi sehingga
menimbulkan pertanyaan apakah kematian tadi secara langsung disebabkan oleh epilepsi. Dari suatu
penelitian epidemiologik, frekuensi status epileptikus tiap tahuin di Amerika Serikat berkisar antara
102.000-152.000, dengan 55.000 kematian sebagai akibat dari status epileptikus (8).
Prognosis: sekitar 40-69% penderita epilepsi psikomotor akan terkontrol dengan baik (8).