Eksistensi Pancasila sebagai Sumber Hukum dalam Membentuk Masyarakat Indonesia yang Sejahtera.docx
-
Upload
fauzi-hakim -
Category
Documents
-
view
12 -
download
0
Transcript of Eksistensi Pancasila sebagai Sumber Hukum dalam Membentuk Masyarakat Indonesia yang Sejahtera.docx
Eksistensi Pancasila sebagai Sumber Hukum dalam Membentuk
Masyarakat Indonesia yang Sejahtera
KATA PENGANTAR
Tentu saja untuk membuka kata pengantar ini penulis hendak
mengucapkan syukur yang sebesar-besarnya ke hadirat Allah SWT lalu
diikuti oleh shalawat dan salam pada Baginda Nabi Muhammad SAW. Semoga
berkah dan karunia Allah selalu dilimpahkan pada beliau, sahabat-
sahabatnya, serta kita sebagai umatnya.
Pancasila adalah sebuah topik yang takkan ada habis-habisnya
dibicarakan oleh setiap individu yang mengaku dirinya seorang warga negara
Indonesia. Kedudukan Pancasila sebagai suatu nilai yang fundamental
dimana nilai tersebut menjadi dasar dari segala hal yang ada di Indonesia,
mulai dari pembuatan peraturan perundang-undangan, kegiatan ekonomi,
politik, sosial, budaya, dan pada dasarnya semua aspek yang ada dalam suatu
masyarakat membuat Pancasila tak ada habis-habisnya dibahas oleh kita
sebagai pelaksananya.
Makalah ini akan membahas tentang bagaimana peran Pancasila
sebagai sumber hukum dalam mewujudkan suatu masyarakat yang sejahtera.
Penulis berharap makalah ini bisa memberikan manfaat bagi siapa saja yang
ingin mengambil manfaat dari makalah ini.
Sebagai penutup kata pengantar ini, penulis mohon maaf apabila ada
kesalahan baik kesalahan kata maupun kesalahan substantif. Kesempurnaan
hanya ada pada Tuhan dan ketidaksempurnaan adalah bagian dari manusia.
Bandung, 25/11/2014
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar..........................................................................................................2
Daftar Isi.......................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................4
A. Latar Belakang......................................................................................................4
B. Rumusan Masalah...............................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................7
A. Peran dan Fungsi Pancasila............................................................................7
B. Aplikasi Fungsi dan Peran Pancasila di Indonesia...............................10
BAB III KESIMPULAN..............................................................................................15
Daftar Pustaka........................................................................................................... 16
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehadiran hukum adalah suatu kemutlakan. Adanya interaksi
manusia tanpa adanya hukum yang menengahi interaksi tersebut
akan mengakibatkan suatu keadaan manusia yang oleh Thomas
Hobbes disebut sebagai manusia in abstracto.1 Keadaan ini adalah
suatu kekacauan dimana manusia akan saling bermusuhan, saling
menganggap lawan, dan saling menjatuhkan agar kepentingannya
yang didahulukan. Peperangan dan perpecahan ini akan merangkai
suatu keadaan yang dikenal dengan keadaan bellum omnium comtra
omnes, atau the war of all against all.2
Hukum hadir untuk menengahi perselisihan antar dua
kepentingan dari dua individu yang berbeda untuk kemudian mencari
jalan agar kedua kepentingan tersebut dapat dipenuhi secara sebesar-
besarnya tanpa harus mengorbankan kepentingan yang lain.
Bagaimanapun juga, apa yang diungkapkan Thomas Hobbes harus
diakui adalah sesuatu yang tidak lagi bisa dipungkiri. Adalah peran
hukum untuk menciptakan perdamaian.3 Tentu saja hukum tidak
berhenti hanya sampai disana. Kedamaian bukan satu-satunya tujuan
akhir dari hukum karena perdamaian hanya bisa dicapai dengan
adanya keadilan. Maka, tujuan hukum juga adalah keadilan.4
Bahkan dalam suatu komunitas kecil pun suatu hukum harus
berlaku agar tidak ada konflik antar kepentingan sehingga
menyebabkan keadaan bellum omnium comtra omnes. Terlebih lagi
1 Soehino, Ilmu Negara, Yogyakarta: Liberty, Cetakan ke-7, 2009, hlm. 982 Ibid.3 Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Pradnya Paramita, Cetakan ke-30, 2004, hlm. 10.4 Ibid.
4
dalam suatu negara sebesar negara Indonesia. Haruslah ada suatu
hukum yang mengatur untuk menjamin dua hal yang sudah dikatakan
di atas barusan: kedamaian dan keadilan.
Untuk membentuk hukum, tentulah harus dicari dasar yang
menjadi asas dari hukum tersebut. Dasar hukum ini akan menjadi
sumber derivasi dari segala peraturan perundang-undangan yang
akan digunakan sebagai instrumen penegak hukum. Dasar hukum ini
haruslah sesuatu yang bersifat fundamental, sesuatu yang merupakan
hasil dari kesepakatan masyarakat tentang apa yang baik dan apa
yang tidak agar nantinya hukum yang diderivasikan dari sumber ini
akan memiliki kekuatan mengikat secara batiniah. Bagi bangsa
Indonesia, peran tersebut dipenuhi oleh Pancasila. Pancasila
memberikan dasar-dasar yang bersifat fundamental dan universal
bagi manusia baik dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, maupun
bernegara.5 Maka, dapatlah dikatakan bahwa Pancasila adalah sumber
hukum positif yang ada di Indonesia dengan menyediakan asas-asas
abstrak yang dikonkretisasikan dalam peraturan-perundang-
undangan.
B. Rumusan Masalah
Mengetahui peran Pancasila yang begitu fundamental, yakni
sebagai sumber derivasi hukum di Indonesia, perlulah ditinjau apakah
nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila sudah diterapkan secara
seharusnya dan sudah dapat memenuhi perannya sebagai sumber
hukum. Maka, pokok pembahasan dalam makalah ini akan membahas
seputar pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
Bagaimana peran Pancasila dalam penyelenggaraan negara dan
dalam menciptakan masyarakat yang sejahtera?
5 Kaelan, Pendidikan Pancasila, Yogyakarta: Paradigma, cetakan ke-8, 2004, hlm. 85.
5
Apakah Pancasila bisa memenuhi fungsinya dengan baik?
6
BAB II
PEMBAHASAN
A. Peran dan Fungsi Pancasila
Pembahasan mengenai Pancasila tentu saja tak bisa lepas dari
apa sebenarnya tujuan para pendiri negara kita ketika membentuk dan
mengusulkan Pancasila. Dengan mengetahui peran dan tujuan yang
hendak dicapai Pancasila yang akan dicapai dengan melaksanakan
fungsi-fungsinya, kita bisa membandingkan konsep Pancasila yang
seharusnya dan yang sebenarnya.
Pancasila adalah ideologi nasional. Ideologi berasal dari kata
‘idea’ yang berarti gagasan, konsep, pengertian dasar, cita-cita, dan
‘logos’ yang berarti ilmu.6 Kata idea dalam konteks ini merupakan suatu
cita-cita, artinya suatu keadaan ideal mengenai sesuatu. Apabila kedua
kata tersebut disatukan dan diberikan korelasi, bisa dikatakan bahwa
ideologi adalah suatu gagasan mengenai suatu cita-cita mengenai
sesuatu. Ideologi akan berisi suatu keadaan ideal dimana keadaan itulah
yang menjadi tujuan dari si penganut ideologi tersebut.
Kembali ke konteks Pancasila sebagai ideologi, maka dapat
dikatakan bahwa Pancasila mencakup gagasan mengenai bagaimana
suatu negara itu seharusnya. Pancasila memberikan bangsa Indonesia
suatu petunjuk, suatu mimpi, dan suatu tujuan di masa depan dimana
penyelenggaraan negara dilakukan secara ideal. Dengan adanya gagasan
yang hendak dicapai ini, tentulah segala tindakan-tindakan yang
dilakukan penganut Pancasila, yakni Indonesia, harus didasari pada nilai-
nilai yang diperkenalkan Pancasila. Disini, Pancasila berperan sebagai
sumber hukum dari Indonesia sekaligus sebagai pandangan hidup
bangsa karena seperti telah dijelaskan diatas, hukum harus bersumber
6 Ibid., hlm. 113
7
dari apa yang dianggap baik oleh masyarakat. Dengan kata lain, hukum
harus bersumber dari moral karena hanya dengan moral esensi keadilan
bisa didefinisikan.7
Membicarakan Pancasila berarti membicarakan sesuatu yang
normatif. Pancasila merupakan rechtsideaal, yakni suatu bentuk hukum
yang sempurna sehingga menjadi cita-cita dari bangsa Indonesia.8
Dapat disimpulkan bahwa Pancasila sebagai ideologi negara
pada dasarnya memiliki tiga fungsi utama9, yakni:
1. Sebagai ideologi bangsa;
2. Sebagai Dasar Negara Republik Indonesia; dan
3. Sebagai Pandangan Hidup Bangsa.
Ketiga fungsi ini adalah tiga fungsi yang tidak dapat dipisahkan
satu sama lain dan eksistensi ketiganya pada dasarnya adalah
merupakan suatu kesatuan. Ketika Pancasila berkedudukan sebagai
ideologi, ia juga otomatis adalah sebagai dasar negara dan dalam waktu
yang sama ia akan juga berkedudukan sebagai pandangan hidup bangsa.
Pancasila sebagai ideologi telah dibahas di atas. Fungsi kedua
Pancasila, yakni sebagai dasar negara, menjadikan Pancasila sebagai
dasar falsafah dari penyelenggaraan negara secara keseluruhan. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa Pancasila adalah sumber dari segala
sumber hukum.10 Konsekuensi dari kedudukan tersebut adalah bahwa
segala bentuk hukum yang dibuat di Indonesia sama sekali tak boleh
bertentangan dengan nilai-nilai yang telah diperkenalkan oleh Pancasila.
Pada Pembukaan UUD 1945, Pancasila secara formal telah ditetapkan
sebagai dasar negara11:
7 Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Kencana Prenada, Cetakan ke-3, 2009, hlm. 1398 E. Utrecht, Moh. Saleh Djindang, Pengantar dalam Hukum Indonesia, Jakarta: Ichtiar Baru, Cetakan ke-11, 1989, hlm. 49.9 Kaelan, op.cit., hlm.10710 Ibid., hlm. 11011 Ibid., hlm.111
8
“…maka disusunlah kemerdekaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat, dengan berdasar pada Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Pancasila yang berkedudukan sebagai dasar negara memiliki
korelasi yang amat kuat dengan kedudukannya sebagai pandangan hidup
bangsa. Ajaran kontrak sosial Rousseau memberikan suatu teori bahwa
hukum adalah hasil dari kesepakatan manusia-manusia untuk kemudian
dipatuhi agar kepentingan-kepentingan mereka tak saling bertabrakan.12
Berdasarkan teori ini, kekuatan mengikat hukum berasal dari kesadaran
hukum yang ada di masyarakat. Memang, kini teori kontrak sosial sudah
banyak ditinggalkan karena teori ini menggagaskan bahwa hukum ada
karena kesepakatan sementara kesepakatan itu sendiri merupakan
sesuatu yang tak dapat dibilang nyata.13 Namun, teori kontrak sosial
memberikan suatu keadaan dimana hukum diikat oleh kesadaran hukum
tiap-tiap individu, bukan sekadar otoritas dari penguasa. Dengan adanya
kesadaran hukum yang tinggi, tentulah yang mencegah seseorang
melanggar hukum tidak hanya sebatas ketakutan akan sanksi, namun
adanya rasa khawatir apabila hukum dilanggar, ketertiban dan keadilan
yang selama ini dinikmatinya akan rusak.
Pertanyaannya adalah bagaimana membuat suatu hukum yang
kekuatan mengikatnya berasal dari diri tiap-tiap individu itu sendiri?
Jawabannya jelas: kembali ke teori kontrak sosial dimana hukum adalah
kesepakatan bersama dalam suatu masyarakat. Pancasila adalah
rumusan nilai-nilai yang dianut oleh bangsa Indonesia bahkan sebelum
12 Van Apeldoorn, op.cit., hlm. 43513 Ibid.
9
Pancasila tersebut dirumuskan.14Pancasila adalah pandangan hidup
bangsa Indonesia yang dirumuskan dalam lima sila. Ada dua fakta yang
harus kita garisbawahi disini: satu, bahwa Pancasila mengandung nilai-
nilai yang dianut bangsa Indonesia sejak lama. Dua, bahwa Pancasila
adalah sumber derivasi dari segala hukum di Indonesia. Dua fakta ini
menggambarkan bahwa Pancasila sebagai sumber dari segala sumber
hukum akan menderivasikan hukum-hukum yang sesuai dengan nilai-
nilai di bangsa Indonesia sendiri, dengan kata lain, hukum yang
terbentuk berdasarkan kesepakatan.
Kini, setelah menjabarkan peran dan fungsi Pancasila, jelaslah
sudah mengapa Pancasila adalah sumber hukum yang tepat bagi bangsa
Indonesia. Pancasila bersumber dari jati diri bangsa yang kemudian
dijelmakan dalam ideologi negara. Ideologi inilah yang lalu menjadi dasar
negara Indonesia dimana peraturan perundang-undangan akan
diderivasikan darinya.
B. Aplikasi Fungsi dan Peran Pancasila di Indonesia
Selalulah menjadi perdebatan yang pelik ketika muncul
pertanyaan mengenai dasar negara kita: “Apakah Pancasila masih
relevan dengan kondisi bangsa saat ini? Apabila masih, mengapa
Pancasila masih gagal dalam menciptakan kesejahteraan?” Pertanyaan
semacam itu tak bisa dibilang lahir dari keskeptisan belaka. Faktanya,
kesejahteraan Indonesia masih berada di peringkat ke-126 dengan
pendapatan per kapita US$4.900, di bawah Malaysia yang berada di
peringkat ke-69 atau bahkan Sri Lanka di peringkat ke-112.15
14 Kaelan, op.cit., hlm. 10915 A-25/FMB, “Kesejahteraan Masyakarat Indonesia Masih Rendah”, < http://www.beritasatu.com/politik/159441-kesejahteraan-masyarakat-indonesia-masih-rendah.html>, [26-11-2014]
10
Mengetahui fakta tersebut, haruslah ditinjau: apakah yang salah
dari Pancasila? Apakah eksistensinya sendiri merupakan sebuah
kesalahan? Apakah hukum yang diderivasikan dari Pancasila tidak sesuai
dengan nilai-nilainya? Ataukah malah penyelenggaraan dari hukum
tersebut yang perlu diperbaiki?
Untuk mencari jawaban dari pertanyaan tersebut, mestilah
ditinjau Pancasila secara mendetail. Pada hakikatnya, Pancasila sebagai
ideologi memiliki tiga macam nilai yang terkandung di dalamnya, yakni16:
a. Nilai Dasar
Nilai dasar merupakan nilai paling fundamental yang bersifat
esensial dari Pancasila (staatsfundamentalnorm). Nilai dasar dari
Pancasila merupakan kelima sila yang terkandung di dalamnya
yang mana kelima sila ini sama sekali tak boleh diubah karena
mengandung jiwa dari Pancasila itu sendiri. Pengubahan nilai
fundamental Pancasila berarti pengubahan jiwa Pancasila atau
juga sama dengan pembubaran negara.
b. Nilai Instrumental
Sesuai namanya, nilai instrumental adalah nilai yang digunakan
sebagai ‘alat’. Nilai-nilai ini merupakan konkretisasi dan
eksplisitasi dari nilai dasar agar bisa diaplikasikan dalam
kehidupan nyata. Peraturan perundang-undangan termasuk nilai
instrumental dari Pancasila.
c. Nilai Praksis
Nilai praksis merupakan nilai-nilai dimana nilai instrumental
direalisasikan dalam kehidupan nyata. Inilah penyelenggaraan
peraturan perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan
boleh saja dirasa sudah sempurna, namun bagaimanapun juga
peraturan perundang-undangan hanyalah das sollen yang
berusaha diwujudkan dalam das sein. Apabila
16 Kaelan, op.cit., hlm. 120
11
penyelenggaraannya buruk, maka peraturan perundang-
undangan yang sempurna tersebut hanya akan menjadi cita-cita
yang tak bisa dicapai.
Apabila kita hendak mengaitkan antara nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila dengan peran nilai-nilai tersebut dalam
menciptakan kesejahteraan, tentu saja kita harus mengetahui peran dari
tiap-tiap nilai yang telah disebutkan di atas.
Nilai dasar Pancasila pada dasarnya adalah nilai-nilai yang secara
kemanusiaan dianggap baik, dengan kata lain, nilai-nilai yang universal.
Nilai-nilai ini, meskipun memiliki sifat fundamental dan tidak boleh
berubah, memiliki tafsir yang luar biasa luas. Tafsir luas mengenai nilai-
nilai fundamental inilah yang memberikan predikat Pancasila sebagai
suatu ideologi terbuka.17 Nilai-nilai ini kemudian dicantumkan dalam
Undang-Undang Dasar 1945 yang menjadi konstitusi negara Indonesia
sehingga memberikan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber
hukum. Hukum-hukum yang diturunkan dari nilai-nilai fundamental
inilah yang memberikan pengertian-pengertian konkret dari nilai-nilai
yang terkandung di dalamnya. Sebagai contoh, pada sila kedua,
“Kemanusiaan yang adil dan beradab”, perlulah diberikan pengertian
yang lebih konkret dari frase “adil dan beradab”. Sejauh apa suatu
kemanusiaan bisa disebut “adil dan beradab” adalah pertanyaan yang
harus dijawab oleh peraturan perundang-undangan dan tentu saja
jawabannya akan selalu berbeda seiring dengan perkembangan zaman.
Inilah yang kemudian dijabarkan dalam nilai-nilai instrumental
Pancasila. Kita bisa melihat sumber hukum Indonesia secara formal
lewat nilai-nilai ini. Apakah das sollen yang kita cita-citakan sudah cukup
ideal? Itu pertanyaan yang harus selalu diajukan demi menciptakan ius
constituendum yang memang berhak menyandang suatu predikat
17 Ibid., hlm. 115
12
“hukum yang dicita-citakan”. Kemudian, perbandingan antara das sollen
dan das sein akan ditinjau lewat nilai praksis dari Pancasila.
Kembali ke pertanyaan kita semula: apakah Pancasila masih bisa
menjalankan tugas dan fungsinya sebagai suatu alat untuk mencapai
kesejahteraan?
Pertanyaan tersebut haruslah pertama kali dijawab dengan
mendefinisikan tiap-tiap nilai yang terkandung dalam Pancasila seperti
“adil dan beradab”, “persatuan”, “keadilan”. Frase-frase tersebut memiliki
tafsir yang ambigu yang definisinya pastilah merujuk pada sesuatu yang
lebih baik daripada apa yang terjadi secara aktual saat ini sebagai suatu
realita. Dengan kata lain, meski das sein di Indonesia berkembang, das
sollen pun akan berkembang. Ibaratkan begini: seorang anak pemulung
akan memiliki definisi ‘sejahtera’ yang amat berbeda dengan seorang
anak pejabat. Seorang anak pemulung mungkin bisa mengatakan bahwa
apabila ia memiliki rumah yang layak, makan dua kali sehari, dan
kesempatan memeroleh pendidikan sudah cukup untuk mengatakan
dirinya sejahtera. Namun, seorang anak pejabat akan memiliki definisi
kesejahteraan yang jauh lebih tinggi lagi. Manusia selalu bermimpi. Apa
yang didapatkan saat ini tidak akan menghentikan mereka untuk terus
bermimpi. Maka, pada dasarnya keadaan das sollen bukan ada untuk
dicapai, melainkan ada untuk memicu kita untuk terus maju ke depan.
Mengetahui hal itu, kita sama sekali tidak bisa mengatakan bahwa
Pancasila tidak melaksanakan tugasnya dengan baik hanya dengan dasar
bahw hingga sekarang kita sebagai sebuah bangsa belum terbilang
sejahtera. Definisi ‘sejahtera’ bukan digunakan untuk mendeskripsikan
keadaan saat ini atau keadaan das sein karena akan selalu ada definisi
‘sejahtera’ yang lebih ‘ideal’. Pancasila akan terus-menerus mengganti
definisi dari nilai-nilainya ke arah yang lebih baik agar perkembangan
Indonesia pun takkan berhenti di satu titik saja.
13
BAB III
KESIMPULAN
Menarik apabila kita membahas mengenai dasar negara karena kita
membicarakan suatu dunia cita yang menjadi tujuan dari negara kita. Seakan-
akan dunia cita yang dibicarakan terasa begitu jauh, begitu tidak mungkin
untuk tercapai. Namun, sejatinya itulah fungsi dari dunia cita. Dunia cita
memang bukan ada untuk dicapai, namun ada untuk menjadi tujuan dari apa
yang kita lakukan. Dunia cita tidaklah statis. Dunia cita, sama seperti dunia
nyata, terus berkembang. Perkembangan dunia cita adalah hasil kerja
manusia, baik secara sadar maupun tidak, karena manusia akan terus-
menerus mencari alasan atas segala hal yang mereka lakukan.
Pancasila adalah dunia cita bangsa Indonesia. Kelima sila yang
terkandung di dalamnya berfungsi sebagai pelecut bagi bangsa Indonesia
untuk terus-menerus memperbaiki diri. Pancasila memiliki nilai-nilai ideal
universal dan selama bangsa Indonesia berpegang pada nilai-nilai tersebut,
peraturan perundang-undangan yang dihasilkan pun akan berpegang pada
keidealan nilai-nilai tersebut dan hukum akan berfungsi sebagaimana
mestinya: sebagai pencipta keadilan dan kesejahteraan.
14
DAFTAR PUSTAKA
E. Utrecht, Moh. Saleh Djindang. 1989. Pengantar dalam Hukum Indonesia,
Jakarta: Ichtiar Baru.
Kaelan. 2004. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma.
Peter Mahmud Marzuki. 2009. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Kencana
Prenada.
Soehino. 2009. Ilmu Negara. Yogyakarta: Liberty.
Van Apeldoorn. 2004. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Pradnya Paramita,
15