EKSISTENSI MASJID DARUSSALAM SEBAGAI WADAH INTERAKSI ...
Transcript of EKSISTENSI MASJID DARUSSALAM SEBAGAI WADAH INTERAKSI ...
i
EKSISTENSI MASJID DARUSSALAM
SEBAGAI WADAH INTERAKSI SOSIAL MASYARAKAT
DI KOMPLEKS PERUMAHAN GRIYA DARUSSALAM RESORT
DESA PALLANTIKANG KEC. PATTALLASSANG KAB. GOWA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah satu Persyaratan Guna Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) Pada Program Studi
Pendidikan Agama Islam Fakultas Agama Islam
Universitas Muhammadiyah Makassar
SYAHRUL ARISANDI
105 19 11043 16
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
1441 H / 2020 M
ii
iii
iv
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Syahrul Arisandi
NIM :105191104316
Jurusan : Pendidikan Agama Islam
Fakultas :Agama Islam
Kelas : B
Dengan ini menyatakan hal sebagai berikut:
1. Mulai dari penyusunan proposal sampai selesai penyusunan skripsi, saya
menyusun sendiri skripsi saya (tidak dibuatkan oleh siapapun)
2. Saya tidak melakukan penjiplakan (Plagiat) dalam menyusun skripsi ini.
3. Apabila saya melanggar perjanjian seperti pada butir 1, 2, dan 3 maka
bersedia untuk menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Demikian perjanjian ini saya buat dengan penuh kesadaran.
09 Rabiul Awal 1442 H
Makassar,
26 Oktober 2020 M
Yang Membuat Pernyataan
Syahrul Arisandi
105191104316
v
ABSTRAK
SYAHRUL ARISANDI. 105191104316. Eksistensi Masjid Darussalam
Sebagai Wadah Interaksi Sosial Masyarakat di Kompleks Perumahan Griya
Darussalam Resort Desa Pallantikang Kec. Pattallassang Kab. Gowa. Dibimbing
oleh K.H.M Alwi Uddin dan bapak Samsuriadi.
Masjid merupakan tempat yang sangat penting bagi umat Islam, sebab
masjid berfungsi sebagai pusat kegiatan umat Islam. Masjid pada masa
Rasulullah memiliki beberapa fungsi seperti tempat ibadah, pengembangan
masyarakat, pusat dakwah dan kegiatan sosial. Akan tetapi seiring berjalannya
waktu fungsi masjid mulai berubah. Pada masa sekarang banyak masjid yang
hanya berfungsi sebagai tempat shalat jamaah saja. masyarakat pada umumnya
menganggap masjid hanya digunakan sebagai tempat ibadah ritual saja.
Kenyataan tersebut berbeda pada masyarakat perumahan Griya Darussalam yang
menjadikan masjid sebagai pusat kegiatan masyarakat, sebagai wadah untuk
berinteraksi social. masjid tidak hanya sebagai tempat ibadah ritual saja tetapi
juga sebagai pusat kegiatan masyarakat seperti pendidikan, pelatihan, dan social.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui eksistensi Masjid Darussalam,
proses interaksi social masyarakat dan sejauh mana eksistensi masjid Darussalam
sebagai wadah interaksi sosial masyarakat Perumahan Griya Darussalam. Peneliti
menggunakan pendekatan kualitatif analisis deskriptif. Metode pengumpulan data
yang digunakan yaitu Riset lapangan, yakni dengan melakukan observasi,
wawancara, dan dokumenasi. Teknik analisis data yang digunakan berupa reduksi
data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Jumlah informan dalam
penelitian ini sebanyak 10 orang, diantaranya takmir masjid, developer
perumahan, tokoh masyarakat/tokoh agama, jama’ah masjid atau masyarakat
dalam kompleks Perumahan Griya Darussalam.
Hasil penelitian yang diperoleh yaitu eksistensi Masjid Darussalam
sebagai wadah interaksi sosial masyarakat Perumahan Griya Darussalam, sejauh
ini sangat dirasakan keberadaannya oleh masyarakat sebagai pivotal center,
sebagai pusat kegiatan masyarakat, sebagai wadah interaksi sosial, masjid sebagai
titik temu interaksi masyarakat tanpa memperdulikan simbol-simbol material dan
strata sosial masyarakat, hampir semua proses interaksi sosial masyarakat
dilakukan dan dimulai dari masjid. Sejalan dengan hal itu proses interaksi sosial
masyarakat Perumahan Griya Darussalam berjalan sangat baik dengan berbagai
bentuk interaksi sosial masyarakat dalam kegiatan-kegiatan bersama seperti bakti
sosial, Pengajian umum, perayaan hari besar islam, silaturahmi antar jamaah,
musyawarah, shalat berjamaah, olahraga bersama, pelatihan-pelatihan, dan
kegiatan lainnya.
Kata Kunci: Eksistensi Masjid, dan Interaksi Sosial Masyarakat.
vi
KATA PENGANTAR
حيم ن ٱلره حم ٱلره بسم ٱلله
ن ست عينه ده و ن حم مد لله ن إنه الح الن ا، م من س ي ئ ات أ عم ن عوذ بالله من شرور أ نفسن ا و ن ست غفره و و
د أ نه أ شه د أ نه لا إل ه إلاه الله و ن يضلل ف لا ه ادي ل ه. أ شه م دا ع بده مح ي هده الله ف لا مضله ل ه و مه
سوله. ر و
Alhamdulillah segala puji dan syukur terpanjatkan kehadirat Allah SWT.
Tuhan pencipta segala sesuatu yang ada dimuka bumi ini dan seluruh isi alam
semesta yang telah memberikan kenikmatan kepada kita, baik itu secara jasmani
maupun rohani. Berkat rahmat dan petunjuk-Nya pula, penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat serta salam tercurah kepada
sosok pemimpin Islam yang telah membawa sinar kecemerlangan dalam Islam
yaitu Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam beserta keluarga dan sahabat-
sahabatnya yang telah membimbing umat kearah jalan yang benar.
Tentunya penulis tidak terlepas dari dukungan dan sumbangan pemikiran
dari segenap pihak yang penulis rasakan selama ini atas jasa-jasanya yang
diberikan secara tulus ikhlas, baik material maupun spiritual dalam usaha mencari
kesempurnaan dan manfaat dari penulisan skripsi ini, tak lupa penulis ungkapkan
rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada.
1. Kedua orang tua tercinta Ayahanda Zainuddin dan Ibunda Halija serta
keluarga, yang selalu memberikan cinta dan kasih sayang, dorongan
semangat dan motivasinya, setiap waktu bersujud dan berdoa demi
kelancaran penulisan skripsi ini hingga tercapainya cita-cita penulis.
vii
2. Kepada Istri tercinta Hasni Hikma Selawati, yang selalu memberikan
semangat, motivasinya, serta setiap waktu berdo’a demi kelancaran
penuisan skripsi ini.
3. Bapak Prof. Dr. H. Ambo Asse, M.Ag. Rektor Universitas Muhammadiyah
Makassar. Yang telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga
terselesainya skripsi ini.
4. Bapak Drs. H. Mawardi Pewangi, M.Pd.I Dekan Fakultas Agama Islam
Universitas Muhammadiyah Makassar.
5. Ibu Dr. Amirah Mawardi, S.Ag., M.Si Ketua Prodi Pendidikan Agama
Islam di Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar.
6. Bapak Dr. H.M Alwi Uddin, M.Ag dan bapak Drs. Samsuriadi, MA.
pembimbing yang dengan penuh kesabaran dan keikhlasan membimbing
serta memberikan pengarahan, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
7. Bapak/Ibu dosen Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah
Makassar.
8. Kepada Takmir Masjid Darussalam Perumahan Griya Darussalam Desa
Pallantikang Kec. Pattallassang Kab. Gowa selama penulis mengadakan
penelitian serta Pihak Developer, jamaah dan warga Perumahan yang telah
bersedia menjadi Informan dan memberikan data selama proses penelitian.
9. Teman-teman seangkatan, teman PPL, KKP-Plus dan yang kepada teman-
teman kelas B tahun 2016-2020 Prodi Pendidikan Agama Islam,
viii
10. Terakhir ucapan terima kasih juga disampaikan kepada mereka yang
namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu tetapi banyak membantu
dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis senantiasa mengharapkan kritikan dan saran dari berbagai pihak
yang sifatnya membangun karena penulis yakin bahwa suatu persoalan tidak akan
berarti sama sekali tanpa adanya kritikan. Mudah-mudahan skripsi ini dapat
memberikan manfaat bagi para pembaca, terutama bagi diri pribadi penulis.
Aamiin.
Makassar, 19 Safar 1441 H
06 Oktober 2020 M
Syahrul Arisandi
NIM: 105191104916
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i
PENGESAHAN SKRIPSI .................................................................................. ii
BERITA ACARA MUNAQASYAH ................................................................. iii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ............................................. iv
ABSTRAK ......................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ....................................................................................... vi
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 5
C. Tujuan Penelitian .................................................................................. 5
D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Eksistensi Masjid .................................................................................. 8
1. Pengertian Eksistensi Masjid ............................................................ 8
2. Masjid dalam al-Qur’an .................................................................... 10
3. Sejarah Masjid ................................................................................... 16
4. Fungsi dan Peran Masjid ................................................................... 21
5. Klasifikasi Masjid ............................................................................. 25
B. Interaksi Sosial ...................................................................................... 27
1 Defenisi Interaksi Sosial ................................................................... 27
x
2 Syarat Terjadinya Interaksi Sosial...... .............................................. 29
3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Interaksi Sosial ........................ 32
4 Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial ........................................................ 37
BAB III METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian .................................................................................. 44
1. Jenis Penelitian.......................................... ........................................ 44
2. Pendekatan Penelitian ....................................................................... 45
B. Lokasi dan Objek Penelitian ................................................................. 48
C. Fokus Penelitian .................................................................................... 48
D. Deskripsi Fokus Penelitian .................................................................. 48
1. Eksistensi Masjid .............................................................................. 48
2. Interaksi Sosial .................................................................................. 50
E. Sumber Data ......................................................................................... 51
F. Instrumen Penelitian ............................................................................. 53
G. Teknik Pengumpulan Data ................................................................... 53
H. Teknik Analisis Data ............................................................................ 56
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ..................................................... 59
1. Sejarah Singkat Masjid Darussalam ................................................. 59
2. Data Penduduk ................................................................................. 60
3. Letak Geografis Masjid Darussalam ................................................ 64
4. Struktur Organisasi Masjid Darussalam ........................................... 65
5. Program Kerja Masjid Darussalam .................................................. 69
xi
6. Sarana Prasarana Masjid Darussalam .............................................. 73
B. Eksistensi Masjid Darussalam Perumahan Griya Darussalam
Resort Desa Pallantikang Kec. Pattallassang Kab. Gowa..................... 75
C. Interaksi Sosial Masyarakat Perumahan Griya Darussalam Resort
Desa Pallantikang Kec. Pattallassang Kab. Gowa ................................ 78
D. Eksistensi Masjid Darussalam Sebagai Wadah Interaksi Sosial
Masyarakat di Kompleks Perumahan Griya Darussalam Resort
Desa Pallantikang Kec. Pattallassang Kab. Gowa ................................ 83
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................... 88
B. Saran ..................................................................................................... 89
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 91
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ......................................................................... 93
LAMPIRAN ....................................................................................................... 94
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 01 Potensi SDM di Perumahan Griya Darussalam Resort
Desa Pallantikang Kec. Pattallassang Kab.Gowa ......................... 60
Tabel 02 Jumlah Penduduk berdasarkan tingkatan Pendidikan
Perumahan Griya Darussalam Resort Desa Pallantikang
Kec. Pattallassang Kab.Gowa ....................................................... 61
Tabel 03 Jumlah Jenis Pekerjaan masyarakat di Perumahan Griya
Darussalam Resort Desa Pallantikang Kec. Pattallassang
Kab.Gowa ...................................................................................... 62
Tabel 04 Susunan Pengurus Masjid Darussalam ......................................... 64
Tabel 05 Program Kerja Masjid Darussalam ............................................... 68
Tabel 06 Sarana dan Prasarana Masjid Darussalam ..................................... 72
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan peradaban umat Islam pada periode awal tidak lepas dari
peran masjid sebagai suatu tempat (bangunan) yang fungsi utamanya sebagai
tempat shalat, bersujud menyembah Allah SWT. Sebagaimana firman Allah
SWT dalam Q.S Al-Jin / 72 :18 bahwa :
Terjemahnya :
Dan Sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka
janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping
(menyembah) Allah.1
Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa fungsi utama masjid sebagai
tempat beribadah dalam rangka menyembah Allah Swt.
Selain itu disamping sebagai tempat beribadah umat Islam dalam arti
khusus (mahdhah), masjid juga merupakan tempat beribadah secara luas ghairu
mahdhah) selama dilakukan dalam batas-batas syari'ah dengan harapan masjid
menjadi pilar spiritual dan sosial yang menyangga kehidupan duniawi umat.
Berbicara tentang masjid tentunya tidak terlepas dari konsep
normativitas akan masjid dan historisitas faktual yang dilaksanakan Nabi
Muhammad SAW. pada masa hidupnya, menunjukkan bahwa apa yang
dilakukan Nabi Muhammad SAW terhadap masjid, ternyata tidak sebatas pada
1 Kementerian Agama RI, al-Qur‟an dan Terjemahan (Bandung: PT Sygma Examedia
Arkanleema, 2010), h. 573
2
pemaknaan sajada yang formal dan sederhana sebagaimana yang lazim
dipahami dan dilaksanakan oleh masyarakat muslim saat ini, yakni sebagai
tempat shalat dan melaksanakan aktivitas-aktivitas rutin untuk menumbuh
kembangkan keshalehan individual. Tetapi lebih dari itu, masjid dijadikan oleh
Nabi Muhammad SAW sebagai lembaga penumbuhkembangan keshalehan
sosial dalam rangka menciptakan masyarakat religion menurut tuntunan ajaran
Islam. Pada masa itu, masjid sepenuhnya berperan sebagai lembaga rekayasa
sosial yang sesuai dengan tuntunan ajaran agama Islam.2
Namun seiring berkembangnya zaman menyebabkan terjadinya
penurunan fungsi dan peran masjid. Masjid sudah tidak lagi dijadikan sebagai
sentral kegiatan umat Islam. Fungsi dan peran masjid diambil alih oleh
lembaga khusus yang menangani fungsi-fungsi tertentu, seperti lembaga
pendidikan, kantor pemerintahan, rumah sakit dan lain-lain. sehingga masjid
hanya dijadikan sebagai tempat keagamaan saja sampai sekarang, dimana
telah terjadi perubahan dan pergeseran fungsi dan peran masjid, masjid
dibangun sangat megah namun, peran dan fungsinya tidak berjalan secara
maksimal sebagaimana di zaman Rasulullah dan sahabat.
Padahal bermula dari pelaksanaan shalat berjamaah, penunaian zakat, dan
keegiatan-kegiatan lainnya, maka disitulah benih pembentukan komunitas Islam
yang kuat terbentuk. Dan salah satu hikmah dari berjamaah memang untuk
menghubungkan antar pribadi muslim dengan lainnya sehingga tertanam rasa
2 M Quraish Shihab, Membaca Sirah Nabi Muhammad SAW (Jakarta: Lentera Hati, 2011), h.
154
3
keterikatan yang kuat berdasarkan prinsip tauhid, bukan atas nama simbol
golongan atau lainnya.
Dengan demikian maka berarti pula bahwa Masjid menjadi basis
pembentukan umatan wahidah dalam konteks tauhid (Islam). Konsep fungsi
Masjid yang demikian telah dicontohkan oleh Rasulullah dalam membentuk
masyarakat muslim Madinah.
Manusia merupakan makhluk sosial yang senantiasa berinteraksi
antara manusia yang satu dengan yang lainnya. Manusia tidak dapat hidup
sendiri tanpa bantuan dari manusia lain. Maka dari itu, perlu adanya interaksi
yang harmonis antar sesama manusia, dengan demikian terbentuknya sekelompok
dari sekian banyak jumlah manusia yang disebut masyarakat.
Menurut Soekanto Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial
yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-perorangan, antara
kelompok-kelompok manusia, maupun antara perorangan dengan
kelompok manusia.3
Dalam berinteraksi jika kontak dan komunikasi sudah terpenuhi dan
berjalan dengan baik, maka terbentuklah interaksi sosial yang baik pula, dengan
kata lain sesuai dengan norma dan nilai dalam masyarakat, interaksi tersebut akan
berlangsung secara baik, begitu pula sebaliknya, manakala interaksi sosial yang
dilakukan tidak sesuai dengan norma dan nilai dalam masyarakat, maka interaksi
yang terjadi berlangsung dengan kurang baik.4
Masuknya sebuah komunitas baru di suatu lingkungan memberikan
dampak dalam kehidupan masyarakat baik secara sosial maupun kultural.
3 Soerjono soekanto sosiologi suatu pengantar (Cet. 45 : Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada, 2017), h. 55 4 Soerjono Soekanto, Pengantar Sosiologi (Jakarta: PT.Raja Raja Grafindo, 1982), h. 101
4
Sebagaimana masyarakat perumahan merupakan masyarakat yang majemuk.
Kebanyakan dari warga perumahan merupakan pindahan yang bukan warga
asli daerah setempat sehingga warga perumahan mempunyai banyak keragaman
baik kelas sosial, cara interaksi sosial bahkan stratifikasi sosial.
Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa masyarakat perumahan merupakan
masyarakat dengan kondisi lingkungan yang sangat plural dengan latar belakang
masyarakat perumahan yang berbeda-beda baik itu terkait asal daerah, ras, bahasa,
agama, pekerjaan dan lain-lain. Hal ini tentunya berpengaruh terhadap interaksi
yang terjadi antara masyarakat, bahkan mungkin sangat jarang berinteraksi antara
satu dengan yang lain karna kesibukan aktivitas kerja masing-masing .
Fonemena tersebut menyebabkan pandangan sebagian orang terhadap
masyarakat perumahan yang katanya cenderung individualis, salah satunya
dikarenakan tuntutan aktifitas kerja setiap hari membuatnya jarang bertatatp
muka, berkomunikasi antara satu dengan yang lain. Akan tetapi sesuatu yang
berbeda justru ditunjukkan oleh masyarakat perumahan Griya Darussalam resort
yaitu ditengah-tengah kesibukan masing-masing mereka masih tetap berinteraksi
satu sama lain terutama ketika berada di masjid. hal tersebut menunjukkan bahwa
fungsi masjid selain sebagai tempat shalat juga sebagai wadah bagi masyarakat
untuk berinteraksi.
Suatu harapan baru, di tengah-tengah kondisi masyarakat perumahan
yang sangat plural, untuk membangun masyarakat yang ideal dengan berbasis
masjid. Dan itu berarti merupakan tantangan ulang untuk masjid menunjukkan
eksistensinya dalam fungsi sosial kemasyarakatannya.
5
Maka dari pemaparan di atas, peneliti merasa penting untuk melakukan
riset pada eksistensi masjid sebagai wadah interaksi sosial bagi masyarakat
sehingga kehadirannya dapat memberikan manfaat sosial secara signifikan
kepada masyarakat.
Sebagai latar belakang masalah maka peneliti ingin mengetahui lebih jauh
mengenai eksistensi masjid sebagai wadah interaksi sosial masyarakat, maka
penelitian ini berjudul “Eksistensi Masjid Darussalam Sebagai Wadah
Interaksi Sosial Masyarakat Di Kompleks Perumahan Griya Darussalam
Resort Desa Pallantikang Kec. Pattallassang Kab. Gowa”
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana eksistensi masjid Darussalam di kompleks Perumahan Griya
Darussalam Resort Desa Pallantikang Kec. Pattallassang Kab Gowa ?
2. Bagaimana interaksi sosial masyarakat kompleks Perumahan Griya
Darussalam Resort Desa Pallantikang Kec. Pattallassang Kab Gowa ?
3. Bagaimana eksistensi masjid Darussalam sebagai wadah interaksi sosial
bagi masyarakat kompleks Perumahan Griya Darussalam Resort Desa
Pallantikang Kec. Pattallassang Kab Gowa ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian yang hendak
dicapai adalah :
1. Untuk mengetahui eksistensi masjid Darussalam di kompleks Perumahan
Griya Darussalam Resort Desa Pallantikang Kec. Pattallassang Kab
Gowa
6
2. Untuk mengetahui interaksi sosial masyarakat kompleks Perumahan
Griya Darussalam Resort Desa Pallantikang Kec. Pattallassang Kab
Gowa
3. Untuk mengetahui eksistensi masjid Darussalam sebagai wadah interaksi
sosial masyarakat kompleks Perumahan Griya Darussalam Resort Desa
Pallantikang Kec. Pattallassang Kab Gowa
D. Manfaat Penelitian
Adapun penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat:
1. Manfaat secara teoritis
a. Bagi Peneliti, untuk mengembangkan wawasan akademik yang
diharapkan berguna dalam membangun budaya berfikir ilmiah.
b. Bagi Fakultas Agama Islam, sebagai bahan informasi dan sumber
bacaan bagi mahasiswa pada khususnya dan masyarakat pada
umumnya.
c. Bagi masyarakat, lebih termotivasi untuk menjadikan masjid sebagai
wadah untuk berinteraksi
d. Bagi takmir masjid, sebagai bahan evaluasi dalam meningkatkan
peran dan fungsi masjid lebih khusus sebagai wadah untuk
berinteraksi sosial
e. Menambah wawasan dan menjadi kajian teoritis mendalam agar
dapat dijadikan sebagai acuan ilmiah terkait eksistensi masjid
sebagai wadah interaksi sosial bagi masyarakat.
7
2. Manfaat secara praktis
a. Sebagai salah satu syarat mendapat gelar sarjana pada Fakultas
Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar.
b. Menambah pengetahuan dan pengalaman peneliti agar dapat
mengembangkan ilmu yang diperoleh selama mengikuti perkuliahan
di Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Agama Islam
Universitas Muhammadiyah Makassar.
8
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Tinjauan Tentang Masjid
1. Pengertian Eksistensi Masjid
Eksistensi berasal dari bahasa Inggris yaitu excitence; dari bahasa
latin existere yang berarti muncu, ada, timbul, memilih keberadaan aktual.
Dari kata ex berarti keluar dan sistere yang berarti muncul atau timbul.
Beberapa pengertian secara terminologi, yaitu pertama, apa yang ada, kedua,
apa yang memiliki aktualitas (ada), dan ketiga adalah segala sesuatu (apa
saja) yang di dalam menekankan bahwa sesuatu itu ada.5
Secara istilah menurut Abidin Zaenal eksistensi adalah suatu proses
yang dinamis, suatu, menjadi atau mengada. Ini sesuai dengan asal
kata eksistensi itu sendiri, yakni exsistere, yang artinya keluar dari,
melampaui atau mengatasi. Jadi eksistensi tidak bersifat kaku dan
terhenti, melainkan lentur atau kenyal dan mengalami perkembangan
atau sebaliknya kemunduran, tergantung pada kemampuan dalam
mengaktualisasikan potensi-potensinya6.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa eksistensi adalah
keberadaan sesuatu yang bersifat dinamis, dimana sesuatu tersebut bisa saja
mengalami perkembangan ataupun kemunduran tergantung pada kemampuan
mengaktualisasikan potensi-potensi yang dimilikinya.
Kata masjid berasal dari bahasa arab, yaitu kata “sajada, yasjudu,
sajdan” berarti membungkuk dengan khidmat, sujud, dan berlutut. Untuk
5 Lorens Bagus, Kamus Filsafat (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005), h. 183
6 Abidin Zaenal, Analisis Eksistensial (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), h.16
9
menunjukkan suatu tempat, maka kata “sajada” diubah bentuknya menjadi
“masjidan” berarti tempat menyembah Allah SWT.7
Dengan demikian, secara etimologi arti masjid adalah menunjuk
kepada suatu tempat (bangunan) yang fungsi utamanya adalah sebagai tempat
shalat bersujud menyembah Allah SWT.
Sedangkan Secara istilah (terminologi) banyak ahli yang berpendapat
tentang pengertian masjid antara lain :
Menurut Fachrudin Hs Masjid ialah rumah peribadatan kaum
muslimin. Di situ mereka mengerjakan shalat jama’ah dan shalat
Jum’at, zikir, menyebut dan mengingat Allah serta memohonkan do’a
kepada-Nya. Di situ mereka membaca, belajar dan mengajarkan kitab
suci Al-Qur’an. Setiap waktu mereka melaksanakan shalat jama’ah
(sembahyang berkaum-kaum) dan setiap hari Jum’at mengadakan
shalat Jum’at dengan jama’ah yang lebih ramai. 8
Dalam masjid kaum muslimin mendengarkan pengajian dan
pengetahuan yang berguna bagi kehidupan mereka sehari-hari, berkenaan
dengan kehidupan dan pencaharian rezeki atau hubungan dengan masyarakat
Pengunjung masjid bertemu muka setiap saat, sehingga dapat kenal-mengenal
dari dekat, mengetahui keadaan masing-masing serta berbicara langsung
dari hati ke hati dalam berbagai persoalan. Peristiwa yang terjadi pada diri
jama’ah masjid, suka dan duka, dapat diketahui dengan cepat dan bisa
dilakukan dengan tindakan segera secara bersama.
Sedangkan menurut Natsir masjid adalah tempat shalat berjama’ah,
dan pusat pembinaan jama’ah. Masjid juga merupakan lembaga risala
7 Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir (Yogyakarta : PP. Al-
Munawwir Krapyak, 1984), h.460
8 Fachrudin Hs, Eksiklopedia Al-Qur’an, Jilid II (Cet. I : Jakarta: Rineka Cipta,1992), h.
78
10
tempat mencetak umat yang beriman, beribadah menghubungkan jiwa
dengan Sang Khaliq, umat yang beramal shaleh dalam kehidupan
masyarakat yang berwatak dan berakhlak teguh.9
Kemudian lebih dipertegas oleh Moh. E Ayub, menurutnya masjid
merupakan tempat orang berkumpul dan melakukan shalat berjamaah,
dengan tujuan meningkatkan solidaritas dan silaturahmi dikalangan
kaum muslimin.10
Dengan demikian dari tinjauan terhadap berbagai pengertian masjid
di atas, dapat disimpulkan bahwa masjid tidak hanya sebagai tempat ibadah
dalam arti sempit, akan tetapi pengertian masjid mencakup berbagai aspek
ketaatan dalam kehidupan umat Islam.
2. Masjid dalam Al-Qur’an
Dalam al-Qur’an, masjid sebagaimana dalam pengertian di atas,
diungkapkan dalam dua sebutan.
Pertama, “masjid” sebagai suatu sebutan yang langsung menunjuk
kepada pengertian tempat peribadatan umat Islam yang sepadan dengan
sebutan tempat-tempat peribadatan agama-agama lainnya sebagai mana
dalam Q.S. Al-Hajj / 22 : 40)
Terjemahnya :
9 M. Natsir. Fiqhud dakwah (Semarang: YKPI-Ramadhani, 1981), h. 87
10 Mohammad, E. Ayub, Manajemen Masjid, (Jakarta: Gema Insani, 1996), h..1-2
11
(yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halamannya tanpa
alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: "Tuhan Kami
hanyalah Allah". dan Sekiranya Allah tiada menolak (keganasan)
sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah
dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat
orang Yahudi dan masjid- masjid, yang di dalamnya banyak disebut
nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang
menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha kuat
lagi Maha perkasa.11
Dari ayat di atas dapat disimpulkan bahwa masjid merupakan tempat
untuk memuliakan Allah dengan banyak menyebut nama Allah (berdzikir),
shalat dan aktivitas ketaatan lainnya.
Kedua, “bayt” yang juga menunjukkan kepada dua pengertian, (a)
tempat tinggal sebagaimana rumah untuk manusia atau sarang untuk
binatang
dan (b) “bayt Allah”. Kata “masjid”, disebut dalam al-Qur’an
sebanyak 28 kali, 22 kali diantaranya dalam bentuk tunggal dan 6 kali
dalam bentuk jamak. Dari sejumlah penyebutan itu, 15 kali diantaranya
membicarakan tentang “Masjid al-Haram”, baik yang berkaitan dengan
kesejarahannya, maupun motivasi pembangunan, posisi dan fungsi yang
dimilikinya serta etika (adab) memasuki dan menggunakannya. Banyaknya
penyebutan, tentang masjid al-Haram dalam al-Qur’an tentang masjid,
mengindikasikan adanya norma standar masjid yang seharusnya merujuk
kepada norma-norma yang berlaku di masjid al-Haram. Dalam kaitannya
dengan ibadah shalat yang dijalankan oleh seluruh umat Islam kapan
dan dimanapun, maka yang menjadi arah shalatnya (qiblat) adalah sama,
11 Kementerian Agama RI, al-Qur‟an dan Terjemahan (Bandung: PT Sygma Examedia
Arkanleema, 2010) h. 337
12
yakni masjid al-haram atau Ka’bah (QS. al-Baqarah /2 :144,149-150).
Itulah sebabnya, seluruh bangunan masjid harus selalu mengarah ke masjid
al-Haram, sesuatu yang sangat berbeda manakala dibandingkan dengan
bangunan-bangunan peribadatan agama lain.
Dalam fungsinya sebagai kiblat, masjid al-Haram menempati posisi
yang sangat suci dan istimewa. Di dalam dan disekitar masjid al-Haram,
umat Islam harus menjaga keamanan dan kekhusuan ibadah sedemikian rupa,
sehingga orang-orang yang membenci Islam tidak dapat masuk dan
bahkan tidak boleh mendekatinya sebagaimana dalam Q.S. Taubah / 9 : 18:
Terjemahnya :
Sesungguhnya yang memakmurkan masjid Allah hanyalah orang-
orang yang beriman kepada Allah dan hari Kemudian, serta tetap
mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada
siapapun) selain kepada Allah, Maka mudah-mudahan mereka
Termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk.12
Maksud dari ayat di atas adalah Allah menyatakan bahwa orang-
orang yang memakmurkan masjid adalah orang-orang yang beriman,
sebagaimana sebagaimana dijelaskan dalam ayat di atas (Q.S. Taubah / 9 :
18).
12 Kementerian Agama RI, al-Qur‟an dan Terjemahan (Bandung: PT Sygma Examedia
Arkanleema, 2010) h. 189
13
Dalam firman-Nya (Q.S. Taubah/9 : 18) … . “Dan mendirikan
shalat,” yakni, yang merupakan ibadah badaniyah yang paling agung,
(Q.S. Taubah/9 : 18) …“Dan mengeluarkan zakat,” yakni, yang merupakan
amal perbuatan yang paling utama diantara amal perbuatan yang bermanfaat
bagi makhluk lain. Dan firmanNya (Q.S. Taubah / 9 : 18) ….“Dan tidak
takut selain kepada Allah” yakni yang tidak merasa takut kecuali kepada
Allah saja dan tidak ada sesuatu yang lain yang ia takuti.
Masjid merupakan suatu bangunan yang memiliki batas-batas tertentu
yang didirikan untuk tujuan beribadah kepada Allah seperti shalat, dzikir,
membaca al-Qur’an dan ibadah lainnya. Dan lebih spesifik lagi yang
dimaksud masjid di sini adalah tempat didirikannya shalat berjama’ah,
baik ditegakkan di dalamnya shalat jum’at maupun tidak, sebagaimana
Allah SWT berfirman dalam Q.S Al-Jin / 72 : 18 :
Terjemahnya :
Dan Sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka
janganlah kamu menyembah apapun di dalamnya selain (menyembah)
Allah.13
Kemudian dalam ayat yang lain Allah SWT berfirman :
13 Kementerian Agama RI, al-Qur‟an dan Terjemahan (Bandung: PT Sygma Examedia
Arkanleema, 2010) h. 573
14
Terjemahnya :
Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang menghalang-
halangi menyebut nama Allah dalam mesjid-mesjid-Nya, dan
berusaha untuk merobohkannya? mereka itu tidak sepatutnya masuk
ke dalamnya (mesjid Allah), kecuali dengan rasa takut (kepada Allah).
mereka di dunia mendapat kehinaan dan di akhirat mendapat siksa
yang berat. (Q.S Al-Baqarah / 2 : 114)14
Dari kedua ayat di atas dijelaskan bahwa masjid merupakan sebuah
tempat yang disediakan untuk menyembah Allah SWT yakni mengerjakan
shalat lima waktu. Hal tersebut sesuai dengan hadits Nabi Muhammad SAW.
Tentang tempat untuk menyembah Allah SWT, beliau bersabda :
ا حد ضي ا لله ع نه ضه اله ،صلى الله عليه وسلم بي ع ن انه ،ىث ع ا ءيش ة ر ر ه ق ال في م ا ت في ن ا : ذي م ل ع
ىلله الي هود و انه ا ر ذواقبور أ نبي ا اته ،ص س ا جد .ئ خ هم م
ل ولا ذ ا ل ت ق زواق بره : و أ ن ،لك لأ بر س جداي أ خش ى أ ن يته غ ير ذ م )رواه لبخرى، مسلم(.خ
Artinya :
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu’anha, dia berkata : Rasulullah shallallahu
‘alaih wasallam bersabda dalam sakit yang menyebabkan ia
meninggal : Semoga Allah mengutuk kaum Yahudi dan Nashara yang
14 Kementerian Agama RI, al-Qur‟an dan Terjemahan (Bandung: PT Sygma Examedia
Arkanleema, 2010), h. 18
15
menjadikan kubur nabi-nabi mereka sebagai masjid. (HR. Bukhari,
Muslim)15
‘Aisyah Radhiyallahu’anha, berkata : andaikan tidak karena itu,
niscaya mereka menampakkan kubur Nabi SAW. Hanya saja aku
khawatir kalau dijadikan sebagai masjid.
Dalam Hadits yang lain Nabi Muhammad SAW, bersabda :
ي ا لأ ف ع ض و د ج س م ي ا أ ا لله لل و س ا ر : ي ت ل : ق ا ل ق ،ه ن ا لله ع ي ض ر ر ذ ي ب أ ث ي د ح
ا لأ د ج س م : )) ا ل ال ؟ ق ي أ مه ث ت ل : ق ال (( ق ا م ر ح د ج س م : )) ا ل ا ل ق ؟ ل و أ ض ر
،د ع ب ة لا ا لصه ك ت ك ر د أ ا م ن ي أ مه ث ،ة ن س ن و ع ب ر : )) أ ال ا؟ ق م ه ن ي ب ا ن ك م : ك ت ل ى (( ق ص ق
)رواه لبخرى، مسلم( .(( ه ي ف ل ض ف ا ل نه ا ف ،له ص ف
Artinya :
Diriwayatkan dari Abu Dzar r.a. berkata : Ya Rasulullah, Masjid
manakah yang pertama di bumi ini? Beliau menjawab, Masjidil
Haram (Makkah). Kemudian masjid apa sesudahnya? Beliau
menjawab, Masjidil Al-Aqsha (Palestina, Baitul Maqdis). Saya
bertanya lagi, Berapa lamakah jangka waktu pembuatan antara kedua
masjid itu? Beliau menjawab, Empat puluh tahun, dan dimana saja
kamu mendapatkan waktu shalat, maka shalatlah, maka keutamaan
pahala ada di situ. (Bukhari, Muslim).16
Kedua hadits di atas menjelaskan bahwa secara umum masjid adalah
semua tempat yang digunakan untuk sujud dinamakan masjid. Setiap muslim
boleh melakukan shalat di wilayah manapun terkecuali di atas kuburan di
tempat-tempat najis dan tempat yang menurut syariat Islam tidak sesuai
untuk dijadikan tempat shalat.
Dalam Hadits yang lain diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, Rasulullah
shallallahu‘alaihi wa sallam bersabda:
15 Muhammad Fu’ad Abdul Baqi, Mutiara hadits shahih Bukhari Muslim Al-Lu’lu Wal
Marjan (Surabaya : PT Bina Ilmu, 2005), h. 173
16 Ibid, h. 168
16
سو ل ا لله ا بر بن ع بد ا لله، ق ال ر ديث ج ن أ صلى الله عليه وسلمح د م مسا ل م يعط هنه أ ح : )) أ عطيت خ
سير ة ش هر، و عب م و را، لأ نبي اء ق بلي: نصر ت با لر ط ه سجدا و جعل ت لي ا لأ رض م
........ ل ك ته الصهلا ة ف ليص تي أ در جل من أ مه ا ر )رواه لبخرى، مسلم( ف أ ي م
Artinya :
Dari Jabir bin Abdillah r.a berkata : Rasulullah SAW bersabda : Aku
telah diberi lima hal yang tidak diberikan kepada nabi-nabi sebelumku
: 1. Aku dimenangkan dengan perasaan takut yang menimpa musuhku
dengan jarak sebulan perjalanan, 2. Bumi ini dijadikan untukku
sebagai masjid dan suci, maka di mana saja umatku menjumpai waktu
shalat maka shalatlah….” (HR.Bukhari, Muslim)17
Dari beberapa hadits di atas jelaslah bahwa masjid secara umum
adalah semua bagian di bumi yang dijadikan tempat sujud dan keadaannya
bersih serta digunakan hanya untuk menyembah Allah SWT. Namun terdapat
tempat-tempat yang dilarang untuk dijadikan tempat sujud atau masjid antara
lain ; tempat buang hajat dan kuburan, hal ini jelas dilarang oleh Rasulullah
SAW.
3. Sejarah Masjid
a. Masjid Pada Masa Rasulullah
Dalam sejarahnya masjid merupakan lembaga pertama yang
dibangun oleh Rasulullah SAW pada periode Madinah. Masjid semenjak
zaman Nabi telah memiliki fungsi ganda, sebagai tempat ibadah dan
tempat kegiatan sosial kemasyarakatan.18 Berarti makna masjid dari awal
memang tidak hanya sebagai tempat ibadah dalam arti sempit, akan tetapi
juga mencakup permasalahan sosial kemasyarakatan.
17 Ibid
18 Suwito dan Fauzan, Sejarah Sosial Pendidikan Islam (Jakarta : Kencana, 2013), h. 90
17
Berdasarkan catatan sejarah islam masjid pertama yang didirikan
Rasulullah SAW dan sahabatnya adalah Masjid At-Taqwa di Quba yang
terletak 2 mil dari kota Madinah ketika Nabi berhijrah dari kota Makkah.
Pada saat itu masjid di samping sebagai tempat shalat, digunakan pula
sebagai tempat untuk mendiskusikan dan mengkaji permasalahan dakwah
islamiah, masalah politik, pendidikan, agama, kebudayaan hingga sosial
kemasyarakatan.19
Dalam membangun masjid itu Nabi Muhammad juga turut
bekerja dengan tangannya sendiri untuk memotivasi kaum muslimin
dari kalangan muhajirin dan Anshar untuk lebih bersemangat
membangun masjid20. Selesai masjid itu dibangun, barulah disekitarnya
dibangun pula tempat tinggal Rasul.
Selain itu, di sisi bagian masjid, Rasul juga menyediakan tempat
tinggal bagi para musafir dan muallaf yang tidak mempunyai tempat
tinggal, yang dinamakan “Shuffa” (bagian masjid yang beratap). Suatu
ketika ada segolongan orang Arab yang datang ke Madinah dan
menyatakan masuk Islam, dalam keadaan miskin dan serba kekurangan,
sampai-sampai ada diantara mereka yang tidak punya tempat tinggal.
Bagi mereka ini oleh Muhammad disediakan tempat di selesar masjid,
yaitu “Shuffa” sebagai tempat tinggal mereka.21
19 Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta : Kencana Media Group, 2012), h. 193
20 Samsul Nazar Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta : Kencana Media Group, 2013), h.116
21 Abudin Nata, op. cit.,
18
Di masjid inilah, Nabi mempersatukan hubungan kaum Muhajirin
dan kaum Anshar serta meningkatkan Ukhuwah antar umat beragama
di kota Yastrib. Beliau adalah orang yang sangat mencintai perdamaian,
tidak ingin adanya peperangan, kalau bukan karena sangat terpaksa
untuk membela kebebasan, agama, dan kepercayaan, beliau tidak akan
menempuh jalan perang. Beliau juga sering berdiskusi dengan para
sahabatnya di dalam masjid tentang kecintaannya pada perdamaian.
Pada masa perkembangan Islam di Madinah, kegiatan umat
muslim terpusat di masjid. Seperti yang telah dipaparkan, bahwa masjid
menjadi sarana tempat berdiskusi, bertukar pikiran, menyampaikan
wahyu, serta pengkajian Aqidah. Selain itu semua kegiatan pemerintahan
Islam juga dilakukan di Masjid. Rasulullah SAW menjadikan masjid
sebagai tempat gedung parlemen tempat mengatur segala urusan
pemerintahan. Para sahabat dari berbagai kabilah berkumpul dalam satu
majlis yang bertempat di masjid nabawi untuk berdiskusi, bertukar
pikiran atau hanya untuk berkumpul bersama Rasulullah SAE.
Kemudian dari segi ekonomi masjid pada awal perkembangan
Islam juga digunakan sebagai Baitul Mal yang mendistribusikan harta
zakat, sedekah, dan rampasan perang kepada fakir miskin dan
kepentingan Islam. Golongan lemah pada waktu itu sangat terbantu
dengan adanya baitul mal.
Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa Pada masa
Rasulullah SAW. masjid memiliki peran yang sangat strategis dalam
19
kehidupan umat islam, baik sewaktu beliau berada di Makkah maupun
setelah beliau hijrah ke Madinah.
b. Masjid Pada Masa Sahabat (al-Khulafa’ al-Rasyidun)
Sejarah perkembangan masjid erat kaitannya dengan perluasan
wilayah kekuasaan Islam dan pembangunan kota-kota baru. Sejarah
mencatat bahwa pada masa permulaan perkembangan Islam ke berbagai
negeri, bila ummat Islam menguasai sutu daerah atau wilayah baru,
baik melalui peperangan atau jalan damai, maka salah satu sarana
untuk kepentingan umum yang dibuat pertama kali adalah masjid.
Masjid menjadi ciri khas dari suatu negeri atau kota Islam, di
samping merupakan lambang dan cermin kecintaan ummat Islam
kepada Tuhannya.
Pada masa shahabat, perubahan dan perkembangan masjid
itu, lebih terlihat pada perubahan atau perkembangan wujud fisiknya
saja (bentuk, corak dan jumlahnya) saja. Perubahan atau perkembangan
itu terjadi, seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan jumlah
penganut Islam yang terus membesar dan meluas, melampaui jazirah
Arab.
Sementara itu, dari segi peran dan fungsinya, masjid pada masa
shahabat relatif tidak mengalami perubahan atau pergeseran, masih tetap
seperti pada masa Rasulullah SAW. Secara garis besarnya, masjid masih
tetap memiliki dua fungsi. Pertama fungsi keagamaan, sebagai pusat
atau tempat peribadatan seperti shalat, dzikir, do`a dan i’tikaf. Kedua
20
fungsi sosial, sebagai pusat pembinaan, pendidikan, pengajaran ummat
Islam. Termasuk ke dalam fungsi yang kedua ini, masjid pada masa
shahabat, juga digunakan sebagai pusat administrasi pemerintahan,
tempat konsultasi dan komunikasi masalah-masalah keummatan, tempat
santunan sosial, markas perrtahanan dan keamanan, tempat pengobatan
korban perang, tempat perdamaian dan penyeleseaian persengketaan,
tempat permusyawaratan kenegaraan, tempat penerimaan tamu negara.
c. Masjid Pada Masa Sekarang
Pada penjelasan di atas telah disebutkan bahwa masjid merupakan
bangunan yang sengaja didirikan umat muslim untuk melaksanakan
shalat berjamaah dan berbagai keperluan lain yang terkait dengan
kemaslahatan umat muslim. Akan tetapi, bila mencermati perkembangan
dewasa ini, fungsinya yang kedua ini cenderung mulai berkurang, hal ini
lantaran masjid sering hanya dipahami semata-mata untuk sujud
sebagaimana dilakukan dalam shalat. Selain itu hal ini disebabkan karna
adanya sebahagian fungsi masjid yang telah diambil oleh lembaga-
lembaga tertentu, seperti pendidikan, pengadilan, pemerintahan dan lain-
lain. Padahal dibalik itu, Masjid memiliki peran yang signifikan dalam
mengembangkan dan membangun kapabilitas intelektual umat, kegiatan
sosial kemasyarakatan, meningkatkan perekonomian umat, dan menjadi
ruang diskusi untuk mencari solusi permasalahan umat terkini.
Akan tetapi, fungsi strategis di atas belakangan ini ternyata
sudah banyak mengalami pergeseran. Bahkan, ada kecenderungan
21
umum bahwa masjid lebih difungsikan dari aspek sakralnya saja, yakni
ritual seremonial. Sebaliknya fungsi-fungsi sosialnya justru kurang
mendapat prioritas. Padahal, masjid merupakan tempat yang cukup
strategis untuk menjadi titik pijak penggerak kemajuan umat Islam dan
titik temu dan perbedaan simbol-simbol material dan strata sosial yang
sering melekat pada kehidupan masyarakat.
Dari pembahasan di atas mengenai sejarah masjid dapat
disimpulkan bahwa sejak zaman Nabi dan sahabat masjid telah menjadi
pusat aktivitas ummat islam, terutama dalam pelaksanaan ibadah shalat,
dzikir, maupun aktivitas sosial kemasyarakatan.
4. Fungsi dan Peran Masjid
Istilah masjid merupakan istilah yang diperkenalkan langsung oleh al-
Qur’an. Di dalam al-Qur’an disebutkan istilah masjid sebanyak dua puluh
delapan kali. Menurut Moh. Roqib, dari dua puluh delapan ayat tersebut, ada
empat fungsi masjid, yaitu : pertama, fungsi teologis, yaitu fungsi yang
menunjukkan tempat melakukan segala aktivitas ketaatan kepada Allah.
Kedua, fungsi peribadatan, yaitu fungsi untuk membangun nilai takwa.
Ketiga, fungsi etik, moral dan sosial, keempat, fungsi keilmuan dan
pendidikan.22
22 Muh Roqib, Menggugat Fungsi Edukasi Masjid (Yogyakarta : Grafindo Litera Media,
2005), h. 76
22
Sedangkan Menurut Qurais Shihab, masjid bukan hanya berfungsi
sebagai tempat meletakkan dahi atau shalat, tetapi tempat melakukan aktivitas
yang mengandung makna kepatuhan kepada Allah Swt.23
Sejalan dengan praktik yang dilakukan oleh Rasulullah SAW. Beliau
memanfaatkan masjid tidak sekedar tempat sujud / shalat saja, tetapi masjid
juga dijadikan pusat kegiatan dan pembinaan ummat. Ada dua aspek utama
pembinaan umat yang dilaksankan oleh Rasulullah SAW. Pertama,
pembinaan aspek ritual keagamaan seperti pelaksanaan ibadah shalat, dzikir,
membaca al-Qur’an dan lain-lain. Kedua, fungsi kemasyarakatan seperti
menjalin hubungan silaturrahim, berdiskusi, pengembangan perekonomian,
pendidikan, strategi perang, dan lain sebagainya.24
Dari pengembangan kedua aspek itu, dapat dipahami bahwa masjid
merupakan pusat peradaban islam. Dari masjid, lahirlah gagasan-gagasan
yang cemerlang, baik bagi pengembangan individu, keluarga dan pembinaan
kehidupan sosial masyarakat, terutama dalam kerangka pembinaan ummat.
Selain itu mengenai fungsi masjid, tentu rujukannya memang tidak
terlepas pada sumber otoritas ajaran yakni al-Qur’an dan amal rasul, yang
menunjukan bagaimana sesungguhnya pola penggunaan masjid itu. Dari
sumber pertama, yang diungkapkan dalam Q.S An-Nuur / 24 : 36-37
bahwa:
23 M Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Vol.5 (Jakarta : Lentera Hati, 2002), h.717 24 Taufik al-wa’I, Dakwah Ila Allah (Mesir : Daral-Yakin, 1995), h.379
23
Terjemahnya :
Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan
untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu
pagi dan waktu petang, laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan
dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari)
mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. mereka takut
kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi
goncang.25
Dari kutipan ayat di atas, secara tegas dinyatakan bahwa Masjid
merupakan tempat untuk memuliakan nama Allah dengan berdzikir, shalat,
serta menunaikan zakat. Kegiatan ini lebih merujuk kepada suatu konsep
kegiatan ibadah secara vertical (mahdloh). Namun jika mengingat bahwa
Masjid merupakan rumah Allah, dan pemiliknya adalah Allah terlepas dari
bentuk dan pendiriannya, maka sesungguhnya segenap aktivitas manusia
yang pada prinsipnya adalah ibadah dimulai dari Masjid, dan juga bermuara
kepada Masjid, serta akhirnya juga kembalinye ke Masjid. Prinsip ini
merupakan hakikat dari bahwa sesungguhnya manusia adalah hamba-Nya.
Adapun dari amal rasul kita mendapatkan bahwa di masanya, Masjid
selain sebagai tempat untuk menunaikan ibadah mahdoh seperti diungkapkan
ayat di atas, juga merupakan pusat kegiatan umat pada umumnya, baik itu
menyangkut ibadah formal maupun muamalah (horizontal).
25 Kementerian Agama RI, al-Qur‟an dan Terjemahan (Bandung: PT Sygma Examedia
Arkanleema, 2010) h. 354-355
24
Harun Nasution menjelaskan bahwa di masa awal perjalanan sejarah
Islam, Masjid oleh Nabi Muhammad SAW. dan umat Islam digunakan untuk
melakukan ibadah shalat, tempat tinggal ahl al shuffah, juga tempat tinggal
Nabi Muhammad SAW. dan keluarga. Dan seiring perkembangan umat
Islam, maka fungsi Masjid di Madinah bertambah sebagai tempat Nabi
Muhammad mengatur strategi dalam ketatanegaraan dan pemerintahan,
menyampaikan pidato-pidato, juga memutuskan perkara peradilan.26
Sementara itu Quraish Shihab merinci fungsi-fungsi Masjid di masa
Nabi Muhammad sebagai berikut:
a. Tempat ibadah (shalat, zikir).
b. Tempat konsultasi dan komunikasi persoalan ekonomi, sosial
dan budaya
c. Tempat melangsungkan kegiatan pendidikan umat.
d. Tempat melakukan santunan terhadap fakir miskin (sosial).
e. Tempat latihan militer serta mempersiapkan perlengkapannya.
f. Tempat pengobatan korban peperangan.
g. Tempat perdamaian dan pengadilan sengketa.
h. Aula dan tempat menerima tamu.
i. Tempat menawan tahanan, dan
j. Pusat penerangan dan pembelaan agama.27
26 Harun Nasution, Islam Rasional (Bandung: Mizan, 2000), h. 248 27 Quraish Syihab, Wawasan Al-Qur’ān : Tafsir Maudhui Atas Pelbagai Persoalan
Umat, (Bandung : Mizan, 1998), h. 462
25
Dari seluruh penjelasan tentang fungsi dan peran masjid di atas,
ada satu hal yang sama, Yakni fungsi masjid sebagai tempat untuk untuk
melaksanakan segala aktivitas ketaatan kepada Allah, salah satunya yaitu
shalat secara berjama’ah. Dimana dalam shalat berjama’ah tersebut pasti
terjadi interaksi sosial antar jama’ah.
5. Klasifikasi Masjid
Berdasarkan hubungan keberadaan Masjid dengan lingkungannya
menurut Fachrurozy masjid dapat dikategorikan ke dalam beberapa level.
Diantaranya ialah, Masjid di pedesaan, Masjid kampus, Masjid di pusat kota,
Masjid di perkantoran, Masjid di tempat perbelanjaan dan Masjid wisata.
Keragaman level Masjid ini tidak terlepas dari kondisi masyarakat muslim
sendiri yang kian dinamis.
Berikut ini adalah penjelasan dari masing-masing klasifikasi masjid
sesuai dengan lingkungan social tempat masjid berada
a. Masjid Jami’
Masjid jami’ atau Masjid di pedesaan mencerminkan kehidupan
masyarakat pedesaan yang homogen. Secara harfiah, jami’ artinya
berkumpul, maka dari makna ini merujuk kepada keadaan masyarakat
desa yang masih menjunjung tinggi nilai-nilai kebersamaan dan
keagamaan. Masjid jami’ ini, selain bercirikan dari karakter masyarakat
yang demikian, juga dilihat dari kepengurusannya yang belum baik, serta
pendanaan yang relatif tidak stabil.
b. Masjid Wisata
26
Masjid wisata adalah Masjid yang dengan sengaja dibangun di
daerah wisata. Ciri umum Masjid dengan konsep ini ialah kondisi jamaah
yang heterogen dan tidak terukur, namun dari aspek pembiayaan kegiatan
relatif stabil dan mudah diperoleh, kemudian dari kepengurusan Masjid
relatif stabil dan teratur karena tentu dikelola dengan baik.
c. Masjid Instansi
Masjid instansi adalah Masjid yang berada di lokasi perkantoran,
ide awal pembangunan Masjid model ini ialah untuk memfasilitasi para
karyawan dalam melaksanakan ibadah formal. Ciri lainnya adalah dari
aspek kepengurusan relatif stabil, namun masih diwarnai perilaku
birokrasi. Dari aspek pendanaan relatif mudah diperoleh.
d. Masjid Pusat Kota
Masjid di pusat kota (kaum) merupakan masjid utama dalam
penyangga aspek-aspek spiritual dan sosial masyarakat yang ada di
sekitarnya. Konsep Masjid kaum ini, jika melihat pada perjalanan sejarah
Islam lokal, juga merupakan symbol pemerintahan dan keberagamaan.
Masjid model ini biasanya dibangun berdekatan dengan pusat
pemerintahan, contoh kongkritnya ialah Masjid besar atau Masjid raya.
e. Masjid Kampus
Sebagaimana halnya Masjid instansi, demikian pula dengan Masjid
kampus. Didirikan untuk memfasilitasi kepentingan para siswa/mahasiswa
muslim dalam melaksanakan kegiatan ibadah formalnya.
27
Sementara itu dalam pespektif pemerintah, Masjid distraifikasikan
menjadi lima level. Pertama Masjid nasional dalam hal ini di Indonesia
adalah istiqlal Jakarta. Untuk tingkat propinsi disebut dengan Masjid
Raya, tingkat kabupaten disebut denga Masjid Agung, tingkat kecamatan
disebut dengan Masjid Besar dan tingkat desa disebut dengan Masjid Jami.28
Dari seluruh klasifikasi masjid di atas, dapat disimpulkan bahwa
dengan keberadaan masjid sesuai lingkungan masyarakat menunjukkan
urgensi dari sebuh masjid dalam kehidupan ummat islam terutama untuk
meningkatkan spiritual.
B. Tinjauan Interaksi Sosial
1. Defenisi Interaksi Sosial
Secara etimologis, interaksi terdiri dari dua kata, yakni action (aksi)
dan inter (antara). Jadi, interaksi adalah tindakan yang dilakukan di antara
dua orang atau lebih atau tindakan yang berbalas-balasan.29
Sedangkan kata sosial berasal dari bahasa latin socius berarti teman,
kawan, sahabat. Jadi sosial adalah ilmu yang mempelajari tentang cara
berteman, berkawan dan bersahabat dalam masyarakat.30
Dengan demikian, secara etimologi arti interaksi sosial adalah
menunjuk kepada suatu ilmu yang mempelajari tentang cara untuk
28 Bachrun Rifa’i dan Moch. Fachrurozy, Manajemen Mesjid (Bandung: Benang
Merah Press, 2005), h. 29 Bernard Raho, Sosiologi Sebuah Pengantar (Maumere Ledaro, 2004), h. 33
30 Susanto dan masri sareb putri 60 management games (Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama 2010), h. 461
28
berhubungan dalam masyarakat berupa tindakan antara individu maupun
anttar kelompok.
Sedangkan Secara istilah (terminologi) banyak ahli yang berpendapat
tentang pengertian Interaksi Sosial antara lain :
Menurut Soekanto Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan
sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-
perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara
perorangan dengan kelompok manusia.31
Bentuk umum proses sosial adalah interaksi sosial (yang juga dapat
dinamakan proses sosial) karna interaksi sosial merupakan syarat utama
terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Bentuk lain proses sosial hanya
merupakan bentuk-bentuk khusus dari interaksi sosial.
Apabila dua orang bertemu, interaksi sosial dimulai saat itu, mereka
saling menegur, berjabat tangan, saling berbicara atau bahkan saling
berkelahi. Aktivitas-aktivitas semacam itu merupakan bentuk-bentuk interaksi
sosial. Walaupun orang-orang yang bertemu muka tidak saling berbicara atau
tidak saling menukar tanda, interaksi sosial tetap terjadi, karna masing-
masing sadar akan adanya pihak lain yang menyebabkan perubahan-
perubahan dalam perasaan maupun syaraf orang yang bersangkutan.32
Sedangkan menurut Walgito interaksi sosial adalah hubungan antara
individu satu dengan individu lain, individu satu dapat mempengaruhi
individu yang lain atau sebaliknya, sehingga terdapat hubungan yang
saling timbal balik. Hubungan tersebut dapat terjadi antara individu
31 Soerjono soekanto sosiologi suatu pengantar (Cet. 45 : Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada, 2017), h. 55
32 Ibid
29
dengan individu, individu dengan kelompok atau kelompok dengan
kelompok.33
Gerungan secara lebih mendalam menyatakan interaksi sosial adalah
proses individu satu dapat menyesuaikan diri secara autoplastis
kepada individu yang lain, dimana dirinya dipengaruhi oleh diri yang
lain. Individu yang satu dapat juga menyesuaikan diri secara aloplastis
dengan individu lain, dimana individu yang lain itulah yang
dipengaruhi oleh dirinya yang pertama.34
Berdasarkan beberapa uraian di atas dapat diambil kesimpulan
bahwa interaksi sosial adalah hubungan timbal balik yang dinamis, saling
mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki perilaku yang berlangsung
antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, atau kelompok
dengan kelompok.
2. Syarat Terjadinya Interaksi Sosial
Suatu interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak
memenuhi dua syarat, yaitu :
a. Kontak Sosial
Kontak sosial berasal dari bahasa latin con atau cum (yang
artinya bersama-sama) dan tango (yang artinya menyentuh). Jadi secara
harfiah berarti bersama-sama menyentuh. Secara fisik, kontak baru
terjadi apabila terjadi hubungan badaniah, namun sebagai gejala sosial itu
tidak perlu berarti hubungan badaniah, karna orang dapat mengadakan
hubungan dengan pihak lain tanpa menyentuhnya, seperti misalnya,
berbicara dengan pihak lain tersebut. Apalagi dengan perkembangan
33 Walgito psikologi sosial suatu pengantar (yogyakarta : Andi Offset, 2007), h. 65
34 Gerungan Psikologi Sosial (Cet. 3: Bandung : PT Refika Aditama, 2010), h. 62
30
teknologi dewasa ini, orang-orang dapat berhubungan melalui satu
dengan lainnya melalui handpone dengan segala kecanggihannya, radio
dan seterusnya.
Kontak sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk, yaitu antara
orang perorangan, antara orang perorangan dengan kelompok manusia
atau sebaliknya, dan antara suatu kelompok manusia dengan kelompok
manusia lainnya.
Perlu dicatat bahwa terjadinya suatu kontak tidaklah semata-
mata tergantung dari tindakan, tetapi juga tanggapan terhadap tindakan
tersebut. Kontak sosial juga dapat bersifat positif atau negatif, kontak
yang bersifat positif akan melahirkan kerja sama, sedangkan kontak yang
bersifat negatif mengarah pada suatu pertentangan atau bahkan sama
sekali tidak menghasilkan suatu interaksi sosial. Kontak sosial dapat pula
bersifat primer atau sekunder. Kontak primer terjadi apabila yang
mengadakan hubungan langsung bertemu dan bertatap muka sedangkan
kontak sekunder melalui perantara apakah perantara itu berupa alat atau
manusia.
b. Komunikasi
Komunikasi adalah proses pengiriman berita dari seseorang
kepada orang lainnya. Dalam kehidupan sehari-hari kita melihat
komunikasi dalam berbagai bentuk, misalnya percakapan antara dua
31
orang, pidato dari ketua kepada anggota rapat, berita dari TV, radio dan
lain-lain.35
Komunikasi merupakan penyampaian pesan dari seseorang
kepada orang lain yang dilakukan secara langsung maupun dengan
alat bantu agar orang lain memberikan tanggapan atau tindakan tertentu.
Arti terpenting komunikasi adalah bahwa seseorang memberikan tafsiran
pada perilaku orang lain (yang berwujud pembicaraan, gerak badan atau
sikap), perasaan-perasaan yang ingin disampaikan oleh orang tersebut.
Orang yang bersangkutan kemudian memberikan reaksi terhadap
perasaan yang ingin disampaikan oleh orang tersebut.
Dengan adanya komunikasi tersebut, sikap-sikap dan perasaan-
perasaan suatu kelompok manusia atau orang-perseorangan dapat
diketahui oleh kelompok-kelompok lain atau orang-orang lainnya. Hal itu
kemudian merupakan bahan untuk menentukan reaksi apa yang akan
dilakukannya.
Dalam komunikasi kemungkinan sekali terjadi berbagai macam
penafsiran terhadap tingkah laku orang lain. Seulas senyum, misalnya,
dapat ditafsirkan sebagai keramah-tamahan, sikap bersahabat, atau
bahkan sikap sinis, mengejek dan ingin menunjukkan kemenangan.
Dengan demikian, komunikasi memungkinkan kerja sama antara orang
perorangan atau antara kelompok-kelompok manusia. Pada intinya
35 Sarlito Sarwono, Pengantar Psikologi Umum, (Cet. 9: Depok : PT Raja Grafindo
Persada, 2018), h. 185
32
komunikasi adalah proses menyampaikan pesan dari satu pihak ke pihak
lain sehingga terjadi pengertian bersama.
Jadi terjadinya interaksi sosial dapat disimpulkan bahwa harus
ada kontak sosial dan komunikasi, jika salah satu syarat tidak dipenuhi
maka tidak dapat dikatakan interaksi sosial karena interaksi sosial
merupakan kontak sosial yang terjadi dimana antara individu saling
mengerti maksud atau perasaan masing-masing.
Kontak sosial dan komunikasi merupakan sesuatu yang sangat
penting dalam terwujudnya interaksi sosial. Sebab tanpa kontak dan
komunikasi maka seseorang atau kelompok tertentu akan merasa terasing
dalam suatu masyarakat. Kehidupan yang terasing ditandai dengan
ketidakmampuan untuk mengadakan interaksi sosial dengan pihak-pihak
lain. Hal ini tentu saja akan berpengaruh terhadap perkembangan jiwa
seseorang dan akan berdampak pada cara berbicara atau berperilaku
layaknya manusia pada umumnya.36
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Interaksi Sosial
Keberlangsungan interaksi sosial ini, sekalipun dalam bentuknya yang
sangat sederhana, ternyata merupakan proses yang kompleks, tetapi padanya
dapat kita beda-bedakan beberapa faktor yang mendasarinya baik secara
tunggal maupun bergabung, yaitu :
a. Faktor Imitasi
36 Soerjono soekanto, op .cit, h. 58-62
33
Gabriel Tarde beranggapan bahwa seluruh kehidupan sosial
sebenarnya berdasarkan faktor imitasi saja. Walaupun pendapat ini
ternyata berat sebelah, peranan imitasi dalam interaksi sosial itu tidak
kecil. Misalnya bagaimana seorang anak belajar berbicara. Mula-mula ia
mengimitasi dirinya sendiri kemudian ia mengimitasi kata-kata orang
lain. Ia mengartikan kata-kata juga karena mendengarnya dan
mengimitasi penggunaannya dari orang lain.
Lebih jauh, tidak hanya berbicara yang merupakan alat
komunikasi terpenting, tetapi juga cara-cara lainnya untuk menyatakan
dirinya dipelajarinya melalui proses imitasi. Misalnya, tingkah laku
tertentu, cara memberikan hormat, cara menyatakan terima kasih, cara-
cara memberikan isyarat tanpa bicara, dan lain-lain.
Peranan imitasi dalam interaksi sosial juga mempunyai segi-segi
yang negatif. Yaitu, apabila hal-hal yang diimitasi itu mungkinlah salah
atau secara moral dan yuridis harus ditolak. Apabila contoh demikian
diimitasi orang banyak, proses imitasi itu dapat menimbulkan terjadinya
kesalahan kolektif yang meliputi jumlah serba besar.
Selain itu, adanya proses imitasi dalam interaksi sosial dapat
menimbulkan kebiasaaa di mana orang mengimitasi sesuatu tanpa kritik,
seperti yang berlangsung juga pada faktor sugesti. Dengan kata lain,
adanya peranan imitasi dalam interaksi sosial dapat memajukan gejala-
gejala kebiasaan malas berpikir kritis pada individu manusia yang
mendangkalkan kehidupannya.
34
Imitasi bukan merupakan dasar pokok dari semua interaksi
sosial seperti yang diuraikan oleh Gabriel tarde, melainkan merupakan
suatu segi dari proses interaksi sosial, yang menerangkan mengapa
dan bagaimana dapat terjadi keseragaman dalam pandangan dan tingkah
laku di antara orang banyak.
b. Faktor Sugesti
Arti sugesti dan imitasi dalam hubungannya dengan interaksi
sosial hampir sama. Bedanya adalah bahwa dalam imitasi itu orang
yang satu mengikuti sesuatu di luar dirinya; sedangkan pada sugesti,
seseorang memberikan pandangan atau sikap dari dirinya yang lalu
diterima oleh orang lain di luarnya.
Sugesti dalam ilmu jiwa sosial dapat dirumuskan sebagai suatu
proses di mana seorang individu menerima suatu cara penglihatan atau
pedoman-pedoman tingkah laku dari orang lain tanpa kritik terlebih
dahulu.
c. Fakor Identifikasi
Identifikasi adalah sebuah istilah dari psikologi Sigmund Freud.
Istilah identifikasi timbul dalam uraian Freud mengenai cara-cara seorang
anak belajar norma-norma sosial dari orang tuanya. Dalam garis
besarnya, anak itu belajar menyadari bahwa dalam kehidupan terdapat
norma-norma dan peraturan-peraturan yang sebaiknya dipenuhi dan ia
pun mempelajarinya yaitu dengan dua cara utama.
Pertama ia mempelajarinya karena didikan orangtuanya yang
35
menghargai tingkah laku wajar yang memenuhi cita-cita tertentu dan
menghukum tingkah laku yang melanggar norma-normanya. Lambat laun
anak itu memperoleh pengetahuan mengenai apa yang disebut perbuatan
yang baik dan apa yang disebut perbuatan yang tidak baik melalui
didikan dari orangtuanya.
Akan tetapi , kesadaran anak terhadap norma-norma itu juga dapat
diperolehnya secara identifikasi dengan orang tuanya, biasanya anak laki-
laki kepada ayahnya dan anak perempuan kepada ibunya. Identifikasi
berarti kecenderungan atau keinginan dalam diri anak untuk menjadi
sama seperti ayahnya atau ibunya. Identifikasi dalam psikologi berarti
dorongan untuk menjadi identik (sama) dengan seorang lain.
Kecenderungan ini bersifat tidak sadar bagi anak dan tidak hanya
merupakan kecenderungan untuk menjadi seperti seseorang secara
lahiriah saja, tetapi justru secara batin. Artinya, anak itu secara tidak
sadar mengambil alih sikap-sikap orangtua yang diidentifikasinya
yang dapat ia pahami norma-norma dan pedoman-pedoman tingkah
lakunya sejauh kemampuan yang ada pada anak itu.
Sebenarnya, manusia ketika ia masih kekurangan akan norma-
norma, sikap-sikap, cita-cita, atau pedoman-pedoman tingkah laku dalam
bermacam-macam situasi dalam kehidupannya, akan melakukan
identifikasi kepada orang-orang yang dianggapnya tokoh pada lapangan
kehidupan tempat ia masih kekurangan pegangan. Demikianlah, manusia
itu terus-menerus melengkapi sistem norma dan cita-citanya itu, terutama
36
dalam suatu masyarakat yang berubah-ubah dan yang situasi-situasi
kehidupannya serba ragam.
d. Faktor Simpati
Simpati dapat dirumuskan sebagai perasaan tertariknya seseorang
terhadap orang lain. Simpati timbul tidak atas dasar logis rasional, tetapi
berdasarkan penilaian perasaan sebagaimana proses identifikasi. Akan
tetapi, berbeda dengan identifikasi, timbulnya simpati itu merupakan
proses yang sadar bagi manusia yang merasa simpati terhadap orang
lain. Peranan simpati cukup nyata dalam hubungan persahabatan antara
dua orang atau lebih.
Gejala identifikasi dan simpati itu sebenarnya sudah berdekatan.
Akan tetapi, dalam hal simpati yang timbal-balik itu, akan dihasilkan
suatu hubungan kerja sama di mana seseorang ingin lebih mengerti orang
lain sedemikian jauhnya sehingga ia dapat merasa berpikir dan
bertingkah laku seakan-akan ia adalah orang lain itu. Sedangkan dalam
hal identifikasi terdapat suatu hubungan di mana yang satu menghormati
dan menjunjung tinggi yang lain, dan ingin belajar daripadanya karena
yang lain itu dianggapnya sebagai ideal. Jadi, pada simpati, dorongan
utama adalah ingin mengerti dan ingin bekerja sama dengan orang lain,
sedangkan pada identifikasi dorongan utamanya adalah ingin mengikuti
jejaknya, ingin mencontoh ingin belajar dari orang lain yang dianggapnya
sebagai ideal. Hubungan simpati menghendaki hubungan kerja sama
antara dua atau lebih orang yang setaraf. Hubungan identifikasi hanya
37
menghendaki bahwa yang satu ingin menjadi seperti yang lain dalam
sifat-sifat yang dikaguminya. Simpati bermaksud kerja sama, identifikasi
bermaksud belajar.37
4. Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial
Interaksi sosial merupakan bentuk utama dari proses sosial
yang memberi pengaruh timbal balik antara berbagai bidang kehidupan
bersama. Pada dasarnya Bentuk-bentuk interaksi sosial terbagi dalam dua
proses, yaitu :
a. Proses-proses yang Asosiatif
1) Kerja sama (Cooperation)
Beberapa sosiolog menganggap bahwa kerja sama
merupakan bentuk interaksi sosial yang pokok. Sosiolog lain
menganggap bahwa kerja sama merupakan proses utama. Golongan
terakhir tersebut memahamkan kerja sama untuk menggambarkan
sebagian besar bentuk-bentuk interaksi sosial atas dasar bahwa
segala macam bentuk interaksi tersebut dapat dikembalikan kepada
kerja sama. Kerja sama di sini dimaksudkan sebagai suatu usaha
bersama antara orang perorangan atau kelompok manusia untuk
mencapai satu atau beberapa tujuan bersama.
Bentuk dan pola-pola kerja sama dapat dijumpai pada
semua kelompok manusia. Kebiasaan-kebiasaan dan sikap-sikap
demikian dimulai sejak masa kanak-kanak di dalam kehidupan
37 Gerungan, op. cit, h. 62-75
38
keluarga atau kelompok-kelompok kekerabatan. Bentuk kerja sama
tersebut berkembang apabila orang dapat digerakkan untuk mencapai
suatu tujuan bersama dan harus ada kesadaran bahwa tujuan tersebut
di kemudian hari mempunyai manfaat bagi semua.
Betapa pentingnya kerja sama, digambarkan Charles H.
Cooley sebagai berikut :
“kerja sama timbul apabila orang menyadari bahwa mereka
mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat yang
bersamaan mempunyi cukup pengetahuan dan pengendalian
terhadap diri sendiri untuk memenuhi kebutuhan tersebut.”
Dalam hubungannya dengan kebudayaan suatu masyarakat,
kebudayaan itulah yang mengarahkan dan mendorong terjadinya
kerja sama.
2) Akomodasi (Accomodation)
Istilah akomodasi dipergunakan dalam dua arti yaitu untuk
menunjuk pada suatu keadaan dan untuk menunjuk pada suatu
proses. Akomodasi yang menunjuk pada suatu keadaan, berarti
adanya suatu keseimbangan (equilibrium) dalam interaksi antara
orang-peorangan atau kelompok-kelompok manusia dalam kaitannya
dengan norma-norma sosial dan nilai-nilai sosial yang berlaku di
dalam masyarakat. Sebagai suatu proses, akomodasi menunjuk pada
usaha-usaha manusia untuk meredakan suatu pertentangan yaitu
usaha-usaha untuk mencapai kestabilan.
39
Akomodasi adalah suatu pengertian yang digunakan oleh
para sosiolog untuk menggambarkan suatu proses dalam hubungan-
hubungan sosial yang sama artinya dengan pengertian adaptasi
(adaptation) yang dipergunakan oleh ahli-ahli biologi untuk
menunjuk pada suatu proses dimana makhluk-makhluk hidup
menyesuaikan dirinya dengan alam sekitarnya. Dengan pengertian
tersebut dimaksudkan sebagai suatu proses dimana orang perorangan
atau kelompok-kelompok manusia yang mula-mula saling
bertentangan, saling mengadakan penyesuaian diri untuk mengatasi
ketegangan-ketegangan.
Akomodasi sebenarnya merupakan suatu cara untuk
menyelesaikan pertentangan tanpa menghancurkan pihak lawan,
sehingga lawan tidak kehilangan kepribadiannya. Tujuan akomodasi
dapat berbeda-beda sesuai dengan situasi yang dihadapinya. Yaitu :
a) Untuk mengurangi pertentangan antara orang perorangan
atau kelompok-kelompok manusia sebagai akibat perbedaan
paham.
b) Mencegah meledaknya suatu pertentangan untuk sementara
waktu.
c) Untuk memungkinkan terjadinya kerja sama antara
kelompok-kelompok sosial yang hidupnya terpisah sebagai
akibat faktor-faktor sosial psikologis dan kebudayaan.
40
d) Mengusahakan peleburan antara kelompok-kelompok sosial
yang terpisah.
3) Asimilasi (Assimilation)
Asimilasi merupakan proses sosial dalam taraf lanjut. Ia
ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaa-
perbedaan yang terdapat antara orang-perorangan atau kelompok-
kelompok manusia dan juga meliputi usaha-usaha untuk
mempertinggi kesatuan tindak, sikap dan proses-proses mental
dengan memperhatikan kepentingan-kepentingan dan tujuan-tujuan
bersama. Apabila orang-orang melakukan asimilasi ke dalam suatu
kelompok manusia atau masyarakat, maka dia tidak lagi
membedakan dirinya dengan kelompok tersebut melainkan
mengidentifikasikan dirinya dengan kepentingan-kepentingan serta
tujuan kelompok.
Secara singkat, proses asimilasi ditandai dengan
pengembangan sikap-sikap yang sama, walau kadangkala bersifat
emosional, dengan tujuan untuk mencapai kesatuan, atau paling
sedikit mencapai integrasi dalam organisasi, pikiran, dan tindakan.
Proses asimilasi timbul bila ada: Kelompok-kelompok manusia yang
berbeda kebudayaannya, Orang perorangan sebagai warga kelompok
tadi saling bergaul secara langsung dan intensif untuk waktu yang
lama, Kebudayaan-kebudayaan dari kelompok-kelompok manusia
tersebut masing-masing berubah dan saling menyesuaikan diri.
41
Dengan demikian asimilasi menyebabkan terjadinya
perubahan-perubahan dalam hubungan sosial dan dalam pola adat
istiadat serta interaksi sosial.
b. Proses Disosiatif
Proses disosiatif sering disebut sebagai oppositional processes,
persis halnya dengan kerja sama, dapat ditemukan pada setiap
masyarakat, walaupun bentuk dan arahnya ditentukan oleh kebudayaan
dan system social masyarakat bersangkutan.
Oposisi dapat diartikan sebagai cara berjuang melawan seseorang
atau sekelompok manusia, untuk mencapai tujuan tertentu. Proses-proses
disosiatif dibedakan dalam tiga bentuk, yaitu:
1) Persaingan (competition)
Persaingan atau competition dapat diartikan sebagai suatu
proses sosial suatu proses social, dimana individu atau kelompok-
kelompok manusia yang bersaing, mencari keuntungan melalui
bidang-bidang kehidupan yang pada suatu masa tertentu menjadi
pusat perhatian umum (baik perseorangan maupun kelompok
manusia) dengan cara menarik perhatian public atau dengan
mempertajam prasangka yang telah ada, tanpa mempergunakan
ancaman atau kekerasan. Kontravensi (contravention)
Kontravensi pada hakikatnya merupakan suatu bentuk
proses social yang berada antara persaingan dan pertentangan atau
pertikaian.
42
Kontraversi merupakan sikap mental yang tersembunyi
terhadap orang lain atau terhadap unsur-unsur kebudayaan golongan
tertentu.berikut beberapa kontravensi yang sebenarnya terletak di
antara kontravensi dan pertentangan atau pertikaian, yang dimasukkn
ke dalam kategori kontravensi, yaitu : Kontravensi antar masyarakat,
Antagonism keagamaan, Kontravensi intelektual, Oposisis moral
Kontravensi, apabila dibandingkan dengan persaingan dan
pertentangan bersifat agak tertutup atau rahasia.
2) Pertentangan atau pertikaian (conflict)
Pertentangan atau pertikaian adalah suatu proses social di
mana individu atau kelompok berusaha memenuhi tujuannya dengan
jalan menentang pihak lawan dengan ancaman atau kekerasan
didasarkan pada kesadaran adanya perbedaan-perbedaan dengan
pihak lain yang menjadi lawan dan berusaha untuk
menghancurkannya. Peyebab terjadinya pertentangan, yaitu :
a) Perbedaan individu-individu
b) Perbedaan kebudayaan
c) Perbedaan kepentingan
d) Perbedaan sosial
Pertentangan-pertentangan yang menyangkut suatu tujuan,
nilai atau kepentingan, sepanjang tidak berlawanan dengan pola-
pola hubungan social di dalam srtuktur social tertentu, maka
pertentangan-pertentangan tersebut bersifat positif. Adapun Bentuk-
bentuk pertentangan antara lain :
43
a) Pertentengan pribadi
b) Pertentangan rasial
c) Pertentangan antara kelas-kelas social, umumnya
disebabkan oleh karena adanya perbedaan-perbedaan
kepentingan.
Akibat dari bentuk pertentangan adalah sebagai berikut :
a) Bertambahnya solidaritas “in-group” atau malah sebaliknya
yaitu terjadi goyah dan retaknya persatuan kelompok
b) Perubahan kepribadian
c) Akomodasi, dominasi dan takluknya satu pihak tertentu38
38 Soerjono soekanto, op. cit, h. 64-96
44
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
1. Jenis Penelitian
Pada penelitian ini peneliti menggunakan penelitian kualitatif.
Adapun Penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan
data deskriptif berupa gambar, kalimat, dan kata-kata dari orang-orang yang
dapat diamati.39
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif,
dimana pada penelitian tersebut berusaha memberikan gambaran atau uraian
yang bersifat deskriptif atau penggambaran temuan lapangan yang
naturalistik atau apa adanya sesuai kondisi lapangan serta mencari makna dari
semua data yang tersedia.40
Moleong mengatakan bahwa penelitian kualitatif bertolak dari
paradigma alamiah yakni realitas empiris yang terjadi dalam suatu
konteks sosio kultural, saling terkait satu sama lain, sehingga
fenomena sosial harus diungkap secara holistik.41
Sedangkan Menurut Sugiyono, penelitian kualitatif adalah metode
penelitian yang digunakan untuk meneliti obyek yang alamiah,
dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, pengambilan sampel
sumber data dilakukan secara purposive dan snowbaal, teknik
pengumpulan dengan triangulasi (gabungan), analisis data bersifat
39Asep Kurniawan, Metodologi Penelitian Pendidikan (Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, 2018), h. 29
40 Ibid,
41 Moleong dalam U Maman Kh dkk, Metodologi Penelitian Agama ; Teori dan Praktek
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006)
45
induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan
makna daripada generalisasi. Penelitian kualitatif dipilih agar hasil
penelitian tidak bertolak dari teori saja, melainkan dari fakta
sebagaimana adanya di lapangan sehingga menjamin keaslian sumber
data.
2. Pendekatan Penelitian
Penelitian tentang Eksistensi Masjid Darussalam Sebagai Wadah
Interaksi Sosial di Masjid Griya Darussalam Resort Desa Pallantikang Kec.
Pattallassang Kab. Gowa ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan
penelitian kualitatif. Dimana untuk mengetahui kondisi yang objektif dan
mendalam tentang fokus penelitian ini dapat dilakukan dengan menggunakan
pendekatan kualitatif.
Hal ini sesuai dengan pendapat Bogdan dan Biklen yang menyatakan
bahwa: penelitian kualitatif lebih berkonsentrasi pada proses daripada dengan
hasil atau produk.42 Proses dalam hal ini merupakan kegiatan-kegiatan
penelitian dengan fokus pada Eksistensi Masjid Darussalam Sebagai Wadah
Interaksi Sosial Masyarakat di Kompleks Perumahan Griya Darussalam
Resort Desa Pallantikang Kec. Pattallassang Kab. Gowa.
Melalui pendekatan kualitatif peneliti berusaha mengamati orang
dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan subjek penelitian, melihat
fenomena di lingkungan penelitian, dan berusaha memahami dan memberi
42 Emzir, metode penelitian kualitatif, analisis data (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,
2016), h. 3
46
makna dari apa yang di lihat atau di dengarnya serta berusaha mamahami
bahasa dan tafsiran mereka tentang program tertentu.43
Metode kualitatif digunakan berdasarkan pertimbangan apabila
terdapat realitas ganda lebih memudahkan penelitian dan dengan metode ini
penajamanan pengaruh dan pola nilai lebih peka disesuaikannya. Sehingga
objek penelitian dapat dinilai secara empiric melalui pemahaman intelektual
dan argumentasi logis untuk memunculkan konsepsi yang realistis. Berbeda
dengan penelitian kuantitatif yang bekerja berdasarkan pada perhitungan
presentasi, rata-rata dan perhitungan statistic lainnya.
Penelitian kualitatif sering juga disebut sebagai metode etnografik,
metode fenomenologis, studi kasus, grounded research dan naratif. 44 Karena
metode penelitian kualitatif sering digunakan untuk menghasilkan teori
berdasarkan data penelitian yang diperoleh dari lapangan (grounded theory),
bukan dari hasil pengujian hipotesis seperti dalam penelitian kuantitatif yang
didasarkan pada paradigma positivistik, maka teori yang dihasilkan
penelitian kualitatif menjadi bersifat generating theory. Oleh karena itu,
ketepatan interpretasinya sangat bergantung pada ketajaman analisis,
objektivitas, sistematik dan sitemik.
Pendekatan penelitian kualitatif disebut juga pendekatan naturalistik
karena situasi lapangan penelitian bersifat natural atau alamiah, apa adanya,
dan tidak dimanipulasi di mana dalam penelitian ini peneliti merupakan
43 Jejen Mustafa, Tips Menulis Karya Ilmiah (Jakarta : Kencana, 2016), h.54
44 Asep Kurniawan, op. cit., h. 30-35
47
instrumen utama yang mengumpulkan data secara langsung pada
sumbernya.45
Sesuai dengan hakekat pendekatan penelitian kualitatif, peneliti ingin
memperoleh pemahaman tentang Eksistensi Masjid Darussalam Sebagai
Wadah Interaksi Sosial Masyarakat Di Kompleks Perumahan Griya
Darussalam Resort Desa Pallantikang Kec. Pattallassang Kab. Gowa. Aspek-
aspek yang akan dikaji melalui penelitian ini adalah yang berhubungan dengan
eksistensi masjid Darussalam di Kompleks Perumahan Griya Darussalam,
interaksi sosial masyarakat kompleks perumahan Griya Darussalam, dan
eksistensi masjid Darussalam sebagai wadah interaksi sosial masyarakat pada
perumahan tersebut.
Untuk memperoleh gambaran yang lebih mendalam, menyeluruh atau
holistik, dan lebih mengutamakan makna (verstehen) dan memandang hasil
penelitian sebagai spekulatif terhadap eksistensi masjid sebagai wadah
interaksi sosial, sebagaimana disinggung di atas dapat dilakukan dengan
menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Karena hakekat fenomena
menurut penelitian kualitatif adalah sifat keseluruhan (gestalt), maka
pendekatan ini mencoba mengungkapkan kenyataan lapangan secara alamiah
(dalam hal ini, eksistensi masjid sebagai wadah interaksi sosial masyarakat),
sehingga diharapkan permasalahan penelitian dapat dipahami secara
menyeluruh dan mendalam. Mengingat interpretasi data dalam penelitian ini
45 Ibid, h. 28
48
harus disusun secara menyeluruh dan sistematis, maka data yang dikumpulkan
dari lapangan adalah data yang bersifat deskriptif.
B. Lokasi dan Objek Penelitian
Lokasi penelitian ini berada di Masjid Darussalam Kompleks Perumahan
Griya Darussalam Resort Desa Pallantikang Kec. Pattallassang Kab. Gowa.
Alasan yang melatar belakangi peneliti memilih lokasi ini karena peneliti adalah
salah satu marketing pada Perumahan Griya Darussalam Resort Desa Pallantikang
Kec. Pattallassang Kab. Gowa, sehingga akan lebih memudahkan akses dalam
melakukan penelitian. Selain itu peneliti juga secara tidak langsung terlibat dalam
proses interaksi dengan masayarakat pada perumahan tersebut dan sedikit
memahami kondisi sosial serta adat kebiasaan di lingkungan tersebut.
Menurut Supranto obyek penelitian adalah himpunan elemen yang dapat
berupa orang, organisasi atau barang yang akan diteliti. Kemudian dipertegas
(Anto Dayan), obyek penelitian adalah pokok persoalan yang hendak diteliti untuk
mendapatkan data secara lebih terarah. Adapun Obyek penelitian dalam tulisan ini
meliputi: (1) Eksistensi masjid (2) Interaksi sosial masyarakat.
C. Fokus Penelitian
1. Eksistensi masjid
2. Interaksi sosial masyarakat
D. Deskripsi Fokus Penelitian
1. Eksistensi Masjid
Menurut Abidin Zaenal eksistensi adalah suatu proses yang dinamis,
suatu, menjadi atau mengada. Ini sesuai dengan asal kata eksistensi
itu sendiri, yakni exsistere, yang artinya keluar dari, melampaui atau
mengatasi. Jadi eksistensi tidak bersifat kaku dan terhenti, melainkan
49
lentur atau kenyal dan mengalami perkembangan atau sebaliknya
kemunduran, tergantung pada kemampuan dalam mengaktualisasikan
potensi-potensinya46.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa eksistensi adalah
keberadaan sesuatu yang bersifat dinamis, dimana sesuatu tersebut bisa saja
mengalami perkembangan ataupun kemunduran tergantung pada kemampuan
mengaktualisasikan potensi-potensi yang dimilikinya.
Menurut Fahruddin HS Masjid ialah rumah peribadatan kaum
muslimin. Di situ mereka mengerjakan shalat jama’ah dan shalat
Jum’at, zikir, menyebut dan mengingat Allah serta memohonkan
do’a kepada-Nya. Di situ mereka membaca, belajar dan mengajarkan
kitab suci Al-Qur’an. Setiap waktu mereka melaksanakan shalat
jama’ah (sembahyang berkaum-kaum) dan setiap hari Jum’at
mengadakan shalat Jum’at dengan jama’ah yang lebih ramai. 47
Dalam masjid kaum muslimin mendengarkan pengajian dan
pengetahuan berguna bagi kehidupan mereka sehari-hari, berkenaan dengan
kehidupan dan pencaharian rezeki atau hubungan dengan masyarakat.
Pengunjung masjid bertemu muka setiap saat, sehingga dapat kenal-mengenal
dari dekat, mengetahui keadaan masing-masing serta berbicara langsung
dari hati ke hati dalam berbagai persoalan. Peristiwa yang terjadi pada diri
anggota jama’ah mesjid, suka dan duka, dapat diketahui dengan cepat dan
bisa dilakukan dengan tindakan segera secara bersama.
Dengan demikian dari tinjauan terhadap pengertian masjid di atas,
dapat disimpulkan bahwa masjid tidak hanya sebagai tempat ibadah dalam
46 Abidin Zaenal, Analisis Eksistensial (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007),
h.16
47 Fachrudin Hs, Eksiklopedia Al-Qur’an, Jilid II (Cet. I : Jakarta: Rineka Cipta,1992), h.
78
50
arti sempit, akan tetapi pengertian masjid mencakup berbagai aspek
kehidupan umat Islam.
2. Interaksi sosial
Menurut Soekanto Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan
sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-
perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara
perorangan dengan kelompok manusia. 48
Bentuk umum proses sosial adalah interaksi sosial (yang juga dapat
dinamakan proses sosial) karna interaksi sosial merupakan syarat utama
terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Bentuk lain proses sosial hanya
merupakan bentuk-bentuk khusus dari interaksi sosial.
Apabila dua orang bertemu, interaksi sosial dimulai saat itu, mereka
saling menegur, berjabat tangan, saling berbicara atau bahkan saling
berkelahi. Aktivitas-aktivitas semacam itu merupakan bentuk-bentuk interaksi
sosial. Walaupun orang-orang yang bertemu muka tidak saling berbicara atau
tidak saling menukar tanda, interaksi sosial tetap terjadi, karna masing-
masing sadar akan adanya pihak lain yang menyebabkan perubahan-
perubahan dalam perasaan maupun syaraf orang yang bersangkutan.49
Gerungan secara lebih mendalam menyatakan interaksi sosial adalah
proses individu satu dapat menyesuaikan diri secara autoplastis
kepada individu yang lain, dimana dirinya dipengaruhi oleh diri yang
lain. Individu yang satu dapat juga menyesuaikan diri secara aloplastis
dengan individu lain, dimana individu yang lain itulah yang
dipengaruhi oleh dirinya yang pertama.50
48 Soerjono soekanto sosiologi suatu pengantar (Cet. 45 : Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada, 2017), h. 55
49 Ibid
50 Gerungan Psikologi Sosial (Cet. 3: Bandung : PT Refika Aditama, 2010), h. 62
51
Berdasarkan beberapa uraian di atas dapat diambil kesimpulan
bahwa interaksi sosial adalah hubungan timbal balik yang saling
mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki perilaku yang berlangsung
antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, atau kelompok
dengan kelompok.
E. Sumber Data
Sumber data pada penelitian ini yakni data primer dan data sekunder.
Teknik penentuan informan pada penelitian ini, yakni informan dipilih dengan
cara purposive sampling. Margono mengemukakan bahwa pemilihan sekelompok
subjek dalam purposive sampling, didasarkan atas ciri–ciri tertentu yang
dipandang berkaitan dengan fokus penelitian yang sudah diketahui sebelumnya.51
Informasi dalam bentuk lisan dan tulisan dalam penelititian kualitatif
berturut-turut menjadi data primer dan sekunder penelitian. Data primer yaitu
data empirik yang hanya bisa diperoleh dari sumber pertama atau asli atau data
yang dikumpulkan oleh peneliti sendiri dan belum pernah dikumpulkan
sebelumnya dalam periode waktu dan cara tertentu.52 Data primer yang
dikumpulkan tersebut mencakup persepsi dan pemahaman person serta deskripsi
lainnya yang berkaitan dengan fokus penelitian.
Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh bukan dari sumber
pertama, tetapi peneliti mendapatkannya dari sumber kedua atau melalui
perantara, baik itu melalui internet, penelusuran dokumen maupun publikasi
51 Margono dalam Sitti Mania, Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial (Cet. I;
Makassar, Alauddin University Press t.th), h. 178.
52 Asep Kurniawan, op. cit., h. 227
52
informasi.53 Sumber data sekunder (sources of secondary data) termasuk buku,
majalah dan publikasi pemerintah serta berkas-berkas atau dokumen terkait fokus
penelitian. Data sekunder dipilih untuk memperkuat analisis data yang diperoleh
di lapangan atau data primer.
Sesuai dengan bentuk-bentuk data yang dikumpulkan dalam penelitian ini,
maka sumber-sumber data penelitian ini meliputi manusia (informan), peristiwa,
tempat atau lokasi dan dokumen. Manusia dalam penelitian kualitatif merupakan
sumber data yang berstatus sebagai responden dan informan mengenai fenomena
atau masalah sesuai fokus penelitian, peristiwa merupakan informasi yang
menunjukkan kondisi yang berhubungan langsung dengan eksistensi masjid
Darussalam sebagai wadah interaksi sosial masyarakat perumahan Griya
Darussalam Resort, tempat atau lokasi penelitian yang bisa menjadi sumber data
dalam hal ini masjid Darussalam di kompleks perumahan Griya Darussalam
Resort, sedangkan dokumen sebagai sumber data yang melengkapi sumber data
sebelumnya.54
Sesuai dengan fokus masalah penelitian ini, unit-unit analisisnya adalah: (1)
eksistensi masjid sebagai wadah interaksi sosial dan, (2) proses interaksi sosial
masyarakat ketika berada di masjid dan diluar masjid.
Sumber data utama untuk unit-unit analisis tersebut adalah Jama’ah masjid,
developer Perumahan, RT/RW setempat, tokoh agama, takmir masjid, dokumen
53 Ibid
54 Ibid., h. 229-230
53
tentang kebijakan-kebijakan terkait masjid dan perumahan, serta sumber lainnya
yang relevan dengan fokus penelitian.
F. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat yang dipakai untuk mendapatkan atau
mengumpulkan data secara sistematis dalam mencari pemecahan masalah
penelitian atau mencapai tujuan penelitian.55
Instrumen atau alat dalam pengumpulan data disesuaikan dengan jenis
penelitian yang dipilih, dengan merujuk pada metodologi penelitian. Oleh karna
itu alat-alat yang digunakan pada penelitian ini, yakni buku, pulpen dan pensil
sebagai alat untuk mencatat informasi yang diperoleh pada saat observasi, alat
perekam sebagai alat untuk merekam informasi dari informan yang diperoleh pada
saat wawancara, dan kamera sebagai alat untuk mengumpulkan dokumentasi pada
saat penelitian.
G. Teknik Pengumpulan Data
Sesuai dengan hakekat penelitian kualitatif, peneliti merupakan instrumen
utama (key instrument) dalam pengumpulan data. Karena itu, peneliti memiliki
peranan yang fleksibel dan adaptif. Artinya, peneliti dapat menggunakan seluruh
alat indera yang dimilikinya untuk memahami fenomena sesuai dengan fokus
penelitian.56 Sehubungan dengan hal itu, maka dalam penelitian ini peneliti
sendiri terjun langsung ke lapangan untuk mengumpulkan seluruh data sesuai
55 Ibid., h. 112
56 Bogdan, R. C. dan Biklen S. K, Riset Kualitatif untuk Pendidikan: Pengantar ke
Teori dan Metode Alih Bahasa oleh Munandir ( Jakarta: Pusat Antar Universitas Untuk
Peningkatan dan Pengembangan Aktivitas Instruksional, Depdikbud, 1990), h.28
54
dengan fokus penelitian, yakni eksistensi masjid sebagai wadah interaksi sosial
masyarakat perumahan Griya Darussalam Resort.
Karena perananya sebagai instrumen utama dalam pengumpulan informasi
atau data, maka informasi atau data penelitian yang terkumpul tersebut diharapkan
dapat dipahami secara utuh, termasuk makna interaksi antar manusia, dan peneliti
juga diharapkan dapat menyelami perasaan dan nilai yang terkandung dari ucapan
atau perbuatan responden penelitian. Teknik pengumpulan data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Observasi
Observasi adalah perhatian yang terfokus terhadap gejala, atau sesuatu
dengan maksud menafsirkannya, mengungkapkan faktor-faktor penyebabnya
dan menemukan kaidah-kaidah yang mengaturnya.57 Adapun jenis-jenis
observasi yang dapat dilakukan dalam penelitian kualitatif, antara lain
observasi partisipan dan observas non-partisipan.
Observasi partisipan berarti observasi yang dilakukan dimana peneliti
berperan atau terlibat langsung dalam aktivitas kehidupan masyarakat,
sedangkan dalam observasi non partisipan, berarti dalam pengumpulan
data peneliti hanya sebagai penonton atau penyaksi terhadap gejala atau
kejadian dalam masyarakat.58 Adapun dalam penelitian ini peneliti
menggunakan secara dominan bentuk observasi pastisipan dan non-partisipan.
2. Wawancara
57 Emzir, op. cit., h. 37
58 Ibid, h. 39
55
Wawancara adalah interaksi bahasa yang berlangsung antara dua
orang dalam situasi saling berhadapan, di mana salah seorang yaitu
pewawancara meminta informasi atau ungkapan kepada informan terkait
topik penelitian yaitu eksistensi masjid sebagai wadah interaksi sosial
masyarakat.59
Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah
wawancara tidak terstruktur. Sesuai dengan bentuk wawancara ini, peneliti
tidak terikat secara ketat pada pedoman wawancara yang sistematis dan
lengkap, melainkan hanya garis besar permasalahan yang akan ditanyakan
berhubungan dengan fenomena dan fokus penelitian.60 Tipe wawancara yang
digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara secara luas dan mendalam
atau indepth interview.61
Untuk memudahkan ingatan terhadap data atau informasi, maka
peneliti menggunakan catatan-catatan lapangan. Dalam penggunaan catatan
lapangan, peneliti mengaplikasikan perspektif emic, yaitu mementingkan atau
mengutamakan pandangan responden dan interpresentasinya. Wawancara
yang dilakukan dalam penelitian ini adalah yang diharapkan dapat memberi
keuntungan dimana responden yang diwawancarai bisa merekonstruksi dan
menafsirkan ide-idenya. Dalam pelaksanaannya, penelitian menggunakan alat
bantu berupa catatan-catatan lapangan. Tujuannya adalah untuk memudahkan
59 Ibid, h. 50
60 Asep Kurniawan, op. cit., h. 171
61 Ibid, h. 172
56
mengingat data yang dikumpulkan, baik yang bersifat verbal maupun
nonverbal. Selain itu, penggunaan alat bantu tersebut sangat penting untuk
mengimbangi keterbatasan daya ingat peneliti mengenai informasi yang
diperoleh.
3. Dokumentasi
Selain menggunakan teknik observasi dan wawancara untuk
pengumpulan data atau informasi sesuai fokus penelitian, peneliti juga
menggunakan dokumentasi.
Dokumentasi berarti pengumpulan data historis berupa catatan yang
ditulis, monumen, foto, disc, CD, hardisk, dan sebagainya.62 adapun
dokumen-dokumen yang dikaji peneliti dalam penelitian ini adalah yang
berhubungan dengan eksistensi masjid sebagai wadah interaksi sosial
masyarakat atau dokumen-dokumen lainnya yang berhubungan dengan fokus
penelitian.
H. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses yang dilakukan secara sistematis untuk mencari
dan menemukan serta menyusun transkrip wawancara, catatan-catatan lapangan
(field notes), dan dokumen-dokumen lainnya yang telah dikumpulkan peneliti.
Dengan cara ini, diharapkan peneliti dapat meningkatkan pemahamannya tentang
62 Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif, komunikasi, ekonomi, kebijakan publik dan ilmu
sosial lainnya (Jakarta : Kencana, 2017), h. 124
57
data yang terkumpul dan memungkinkannya menyajikan data tersebut secara
sistematis guna menginterpretasikan dan menarik kesimpulan.63
Proses analisis data diharapkan mampu mendeskripsikan dan mengeksplanasi
peristiwa berdasarkan data atau informasi yang terkumpul, maka harus dilakukan
kegiatan-kegiatan yang identik dan sekaligus sebagai pengganti pengukuran dan
pengolahan data yang lazim dilakukan dalam tradisi penelitian kuantitatif. Sesuai
dengan fokus penelitian ini, maka analisis data difokuskan pada eksistensi masjid
Darussalam sebagai wadah interaksi sosial masyarakat perumahan Griya
Darussalam Resort. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Reduksi Data
Untuk memudahkan pemahaman terhadap data penelitian yang sudah
terkumpul, maka terlebih dahulu dilakukan reduksi data. Reduksi data ini
dilakukan dengan cara pemilihan, pemokusan, penyederhanaan, abstraksi dan
pentrasmofasian data,64 sesuai dengan aspek-aspek permasalahan penelitian:
keadaan aktual eksistensi masjid sebagai wadah interaksi social, proses
interaksi sosial masyarakat ketika berada di masjid dan diluar masjid, dan
sejauh mana masjid dijadikan sebagai wadah interaksi sosial masyarakat.
Dengan cara ini peneliti dapat dengan mudah menentukan unit-unit analisis
data penelitian. Lebih jauh lagi.
2. Display Data
63 Bogdan, R. C. dan Biklen S. K, op. cit., h. 153
64 Emzir, op. cit., h. 129
58
Data yang telah direduksi kemudian disajikan atau ditampilkan
(display) dalam bentuk deskripsi sesuai dengan aspek-aspek penelitian.
Penyajian data ini dimaksudkan untuk memudahkan peneliti mendeskripsikan
data yang ada dan menarik kesimpulan.65 Sesuai dengan aspek-aspek penelitian
ini, maka data atau informasi yang diperoleh dari lapangan disajikan secara
berturut-turut mengenai keadaan aktual eksistensi Masjid sebagai wadah
interaksi sosial, interaksi sosial masyarakat khususnya ketika berada di masjid,
dan sejauh mana masjid dijadikan sebagai wadah interaksi sosial masyarakat.
3. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi
Setelah data yang terkumpul direduksi dan disajikan, maka langkah
yang terakhir adalah menarik kesimpulan atau verifikasi. Sesuai dengan
hakekat penelitian kualitatif, penarikan kesimpulan ini dilakukan secara
bertahap. Pertama, menarik kesimpulan sementara atau tentatif, namun seiring
dengan bertambahnya data maka harus dilakukan verifikasi data dengan cara
mempelajari kembali data yang telah ada. Kemudian, verifikasi data juga
dilakukan dengan cara meminta pertimbangan dari pihak-pihak lain yang ada
keterkaitannya dengan penelitian, yaitu dengan meminta pertimbangan dari
informan lain, atau dengan cara membandingkan data yang diperoleh dari
sumber tertentu dengan sumber-sumber lain. Akhirnya peneliti menarik
kesimpulan akhir untuk mengungkapkan temuan-temuan penelitian ini.
65 Asep Kurniawan, op. cit., h. 241
59
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Tentang Masjid Darussalam
1. Sejarah singkat Masjid Darussalam
Perumahan Griya Darussalam Resort mulai dirintis pembangunannya
oleh Developer Butta Gowa Grup sejak tahun 2016 akhir, dan di tahun 2017
sudah ada beberapa bangunan rumah, sekaligus di tahun yang sama sudah
dihuni oleh beberapa warga, perumahan Griya Darussalam Resort terus
berkembang dalam pembangunannya sampai sekarang memiliki 650 unit
rumah dan dihuni oleh 150 Kepala Keluarga.
Masjid Darussalam sendiri merupakan masjid yang terletak di dalam
Kompleks Perumahan Griya Darussalam Resort Desa Pallantikang Kec.
Pattallassang Kab. Gowa. pembangunan masjid Darussalam terealisasi setelah
melalui berbagai proses, sebagaimana dikemukakan oleh bapak Muhammad
Ilyas Syarif selaku Developer Perumahan Griya Darussalam Resort Desa
Pallantikang Kec. Pattallassang Kab. Gowa, bahwa :
“Rencana pembangunan Masjid Darussalam pada awalnya cukup
besar dengan kisaran masyarakat perumahan ribuan jiwa dengan luas
perumahan sampai sekarang kurang lebih 12 HA dan jumlah rumah
650an unit sampai saat ini. Pola pembangunan masjid pada awalnya
adalah pola swadaya kami sebagai developer memilki beberapa rekan-
rekan di luar makassar dan luar negeri, kami membangun komunikasi
dengan mereka dan pada akhirnya baru bisa terealisasi pada tahun
2019 meskipun tidak sesuai dengan harapan kami awalnya yaitu
masjid 2 lantai akan tetapi yang terealisasi hanya 1 lantai, meskipun
begitu lahan yang disiapkan developer untuk pembangunan masjid
memang cukup besar yaitu ukuran 30X 30 M2 sehingga masih bisa
digunakan untuk penambahan teras dan kebutuhan jamaah lainnya.
60
Bahkan sebelum masjid darussalam berdiri karna sudah ada beberapa
warga yang tinggal maka kebutuhan untuk shalat berjamaah/beribadah
menjadi sangat penting. Maka di tahun 2018 para warga bersama
developer berinisiatif untuk membuat musholla sementara di salah
satu rumah warga yang belum ditempati. Di Musholla sementara ini
para warga melaksanakan ibadah selama kurang lebih 1 tahun bahkan
sempat dipakai untuk shalat tarwih di bulan Ramadhan. Selain itu
developer juga bersama tim lapangan sempat membuat musholla
sementara untuk para pekerja perumahan yang berada di lokasi
pengembangan perumahan.66
Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat disimpulkan bahwa
pembangunan masjid Darussalam melalui banyak dinamika dalam proses
rencana dan pembangunanannya, akan tetapi tentunya semua itu dapat
dilewati dengan kerja sama dan kemauan yang besar antara developer dan
warga perumahan itu sendiri untuk memiliki masjid sebagai tempat beribadah
permanen dan sebagai pusat kegiatan masyarakat perumahan Griya
Darussalam.
2. Data Penduduk
a. Keadaaan Penduduk
Jumlah penduduk terakhir pada bulan desember 2020 di
Perumahan Griya Darussalam Resort Desa Pallantikang Kec.
Pattallassang Kab. Gowa sebanyak 573 jiwa. Dengan jumlah laki-laki
271 orang, dan jumlah perempuan 302 orang, jumlah kepala keluarga
154 kk.
Untuk mengetahui potensi sumber daya manusia berdasarkan
jumlah penduduk di Perumahan Griya Darussalam Resort Desa
66 Muhammad Ilyas Syarif, Developer Perumahan, wawancara, 10 Juli 2020
61
Pallantikang Kec. Pattallassang Kab. Gowa, yaitu dapat dilihat pada tabel
berikut ini :67
Tabel 01. Potensi SDM di Perumahan Griya Darussalam Resort
Desa Pallantikang Kec. Pattallassang Kab.Gowa.
Jumlah Penduduk laki-laki 271
Jumlah Penduduk Perempuan 302
Jumlah Total 573
Jumlah Kepala Keluarga 154
Sumber:data pengurus kompleks GDR 2020
b. Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan
Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan pada warga
Perumahan Griya Darussalam Resort Desa Pallantikang Kec.
Pattallassang Kab. Gowa sebanyak 227 orang. Tingkat pendidikan
bervariasi dari Sekolah Dasar (SD) jumlahnya 43 orang, dari Sekolah
Menengah Pertama (SMP) jumlahnya 25 orang, dari Sekolah Mengenah
Atas/Kejuruan (SMA/K) jumlahnya 112 orang, dari Diploma III (D3)
jumlahnya 13 orang, Sarjana tingkat Strata I (S1) 29 orang, dan dari
Sarjana tingkat Strata II (S2) jumlahnya 5 orang.
Untuk mengetahui jumlah penduduk berdasarkan tingkatan
pendidikan pada warga Perumahan Griya Darussalam Resort Desa
67 data pengurus kompleks Griya Darussalam 2020, 16 Januari 2020
62
Pallantikang Kec. Pattallassang Kab. Gowa, dapat dilihat pada table
berikut :
Tabel 02. Jumlah Penduduk berdasarkan tingkatan Pendidikan
Perumahan Griya Darussalam Resort Desa Pallantikang Kec.
Pattallassang Kab.Gowa.
No. Tingkat Pendidikan Jumlah (orang)
1. Sekolah Dasar (SD) 43
2. Sekolah Menengah Pertama (SMP) 25
3. Sekolah Menengah Atas/Kejuruan (SMA/K) 112
4. Diploma III (D 3) 13
5. Sarjana Tingkat Strata I (S1) 29
6. Sarjana Tingkat Strata II (S2) 5
Jumlah 227
Sumber:data pengurus kompleks GDR 2020
c. Mata Pencaharian
Untuk mendukung tercapainya kesejahteraan keluarga, harus
didukung oleh mata pencarian keluarga yang baik dan tangguh, dalam
artian bahwa penghasilan keluarga dapat menjamin kesejahteraan
keluarga itu sendiri. Maka pencarian masyarakat di Perumahan Griya
Darussalam sebagian besar, Karyawan swasta, wiraswasta, PNS, TNI,
POLRI, dan lain-lain sebagainya.
63
Adapun data tentang pekerjaan masyarakat Perumahan Griya
Darussalam Resort Desa Pallantikang Kec. Pattallassang Kab. Gowa,
Sebagai Berikut:
Tabel 03. Jumlah Jenis Pekerjaan masyarakat di Perumahan Griya
Darussalam Resort Desa Pallantikang Kec. Pattallassang Kab.Gowa.
No. Jenis Pekerjaan Jumlah (orang)
1. Pegawai Negeri Sipil (PNS) 25
2, TNI 7
3. POLISI 3
4. Karyawan Swasta 49
5. Honorer 14
6. Wiraswasta 9
7. Ibu Rumah Tangga 57
Jumlah 164
Sumber:data pengurus kompleks GDR 2020
d. Potensi Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana yang menandai akan sangat mendukung
pencapaian target dan prasarana dalam meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat. Sarana dan prasarana di Perumahan Griya Darussalam yang
dimaksud adalah jalan, listrik, tempat sampah, air bersih, pendidikan dan
jasa. Sedangkan sarana dan prasarana untuk kegiatan keagamaan
masyarakat terdapat 1 unit Masjid.
64
3. Letak Geografis Masjid Darussalam
Masjid Darussalam terletak di dalam Kompleks Perumahan Griya
Darussalam Resort Desa Pallantikang Kec. Pattallassang Kab. Gowa.
a. Di sebelah barat berbatasan dengan Desa Pattallassang Kec.
Pattallassang
b. Di sebelah Timur berbatasan dengan Desa Belapunranga kec.
Parangloe
c. Di sebelah selatan berbatasan dengan Desa Timbuseng Kec.
Pattallassang
d. Di sebelah utara berbatasan dengan Desa Panaikang Kec.
Pattallassang.
Menurut keterangan dari Pak Muhammad Ilyas Syarif, bahwa :
salah satu kelebihan masjid darussalam yaitu terletak pada posisinya
yang sangat strategis karna berada di center point atau berada di
tengah-tengah lokasi perumahan. Tidak seperti masjid perumahan
pada umumnya bahwa masjid berada di lokasi yang kurang strategis
bahkan cenderung kurang di prioritaskan oleh pihak developer. Masjid
darussalam berada di tengah-tengah lingkaran dikelilingi dengan blok
Rumah warga dan jalan di sekitar masjid (depan, samping dan
belakang) yang sangat lebar yaitu 12 M. Jalan ini sengaja dirancang
dengan tujuan jalan tersebut dapat digunakan sebagai fasilitas umum
atau tempat untuk kegiatan yang mendatangkan banyak orang, seperti
pelaksanaan hari raya, hari besar islam dan kegiatan sosial warga
perumahan lainnya.68
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa
pembangunan masjid menjadi sangat penting dan sangat diprioritaskan oleh
pihak developer, terbukti dengan penempatan masjid berada di center point
68 Muhammad Ilyas Syarif, Developer Perumahan, wawancara, 10 Juli 2020
65
atau berada di tengah-tengah perumahan dengan harapan kehadiran masjid
bisa menjadi pusat kegiatan masyarakat perumahan Griya Darussalam, selain
itu kesungguhan tersebut terlihat dalam rancangan pembangunan perumahan
yang menjadikan lokasi rencana pembangunan masjid sebagai titik/patokan
awal untuk membuat master plan perumahan.
4. Struktur Organisasi Masjid Darusssalam
Berikut Susunan Pengurus Masjid Darussalam Periode 2020-2022
Perumahan Griya Darussalam Resort Desa Pallantikang Kec. Pattallassang
Kab. Gowa69 :
Tabel 04. Susunan Pengurus Masjid Darussalam.
NO. JABATAN NAMA
1.
PELINDUNG
1. Camat Pattallassang
2. Kepala Desa Pallantikang
2. Dewan Penasehat
1. Rusdi Rahim, SE
2. Mayor (purn) TNI Baharuddin S.
3. H. Muhammad Ilyas Syarif
4. Fajar Sidiq
5. H. Shalahuddin AR, Lc.
6. H. Taufan Abdul Salam
7. H. Rahman Rahim
8. Abdul Haris
69 Arsip Sekretariat Masjid Darussalam, 13 September 2020
66
3. Pengurus Inti
Ketua Umum Misbahuddin, S.Ag.,M.Pd
Sekretaris Umum H. Andi Muntahar, S.Pd.,M.Pd
Bendahara Umum Agus Edy Saputra, ST.,MC-ENV
Bendahara I Muzakkir
4. Bidang-Bidang
Bidang Pembangunan
(Ketua)
Mansyur Mamu, S.Pd, CH
Wakil Ketua Djoko Pratomo
Anggota
1. Aswin Haris
2. Anwar
3. Suwandy Jamaluddin
4. Muh. Nasir
5. Abd. Munawir
6. H. Ibrahim
7. Andi Surya
8. Rustam Dg Palallo
9. Eko Saputra
10. Khaerul
11. Andi Syaib Rafidhi M. Nur
12. Usman
13. Nawi
67
14. Taufik
15. Maskur
16. Arfatwa
5. Bidang Sarana dan
Prasarana (Ketua)
Syarif Rahman
Wakil Ketua Oky Catur Wijaya Putra
Anggota
1. Musi
2. Ishak
3. Muhammad Abid
4. Masri
5. H. Jalil
6. Setia Budi
7. Junandar
8. Darwin
9. Boby Dg Gassing
10. Rahmat
11. Nuryadi, S.1.Pust.
12. Rustan Junaid
13. Ardy
14. Darwis
15. Ahmad Maulana
16. Jamaluddin
68
17. Syaiful
6. Bidang Ibadah dan
Keagamaan (Ketua)
Nasruddin
Wakil Ketua Abdul Kafi Alhusni
Anggota
1. Ahmad Sulaiman
2. Jamroni, SE
3. Idi Amin
4. Muhammad Irsyad, Lc.
5. Ahmad Ridha Lithaq
7. Bidang Keamanan dan
Ketertiban (Ketua)
Serka TNI Junarman
Wakil Ketua Kopda TNI Pirman
Anggota
1. Pratu TNI Arbadi
2. Pratu TNI Laode Masruri
3. Pelda (Purn) TNI Sukimin
4. Dg Mile
5. Dg Tata
6. Supriadi
7. Awaluddin
8. Sonny
9. Dg Nginro
8. Bidang Dakwah dan Riswan
69
Pendidikan (Ketua)
Wakil Ketua Sumarlin, S.Pd.I
Anggota
1.Abdul Rahim Dg Lau
2. Hasbunallah, S.Pd
3. Nasrullah
4. M. Chairul Anshar, SE.,MM
5. Mursalim
6. Ishalauddin, S.Pd.I.,SH
7. Saharuddin, S.Sos
8. Sudirman, SH
9. Kordinator Majelis Taklim Ella Nurlaelia, S.Sos
10. Kordinator Remaja Masjid Firman
Sumber:Arsip Sekretariat Masjid Darussalam, 2020
5. Program Kerja Masjid Darussasalam
Berikut Program Kerja Pengurus Masjid Darussalam Periode 2020-
2022 Perumahan Griya Darussalam Resort Desa Pallantikang Kec.
Pattallassang Kab. Gowa70 :
Tabel 05. Program Kerja Masjid Darussalam.
No. Program Kerja
A. Bidang Ibadah dan Keagamaan
1. Menyusun forum imam Shalat yang menangani imam utama dan imam
70 Arsip Sekretariat Masjid Darussalam, 13 September 2020
70
rawatib.
2.
Menyelenggarakan kegiatan zakat fitrah meliputi: mengumpulkan dan
mendistribusikan ke umat
3.
Menyelenggarakan pengajian memperingati hari-hari besar umat
Islam, seperti: Isra’ Mi’raj, Maulid Nabi, Tahun Baru Muharram dan
Nuzulul Qur’an.
4. Menyelenggarakan kegiatan sholat Idul Fitri, sholat Idul Adha
5. Membentuk Panitia Amalia Ramadhan
6.
Menghimpun dana idul qurban bersama sejak dini, agar idul qurban
berjalan maksimal baik dari segi kuantitas hewan qurban dan
pemerataan pembagian qurban
7.
Menyelenggarakan pengajian rutin (Taklim) setiap bulan dan kegiatan
ibadah serta keagamaan lainnya seperti : pelatihan mengurus jenazah,
Pengajian Kitab al-Qur’an dan hadits-hadits.serta fiqih dan lainnya
B. Bidang Dakwah dan Pendidikan
1.
Menyusun jadwal khatib jum’at, jadwal penceramah bulan Ramadhan,
sholat Idul Fitri, Idul Adha dan sebagainya.
2.
Menjalin komunikasi yang baik dengan umat, pemerintah serta pihak-
pihak terkait dengan masjid..
3.
Menyelenggarakan kegiatan sosial, misalnya: Menyantuni fakir
miskin, yatim piatu, donor darah dan lain-lain.
4.
Membuat kegiatan khusus yang bertujuan untuk peningkatan
perekonomian umat, misalnya: pelatihan kewirausahaan dan
71
sejenisnya.
5. Menginventarisir Al Qur’an, buku-buku agama, peralatan sholat.
C. Bidang Sarana dan Prasarana
1. Melakukan inventarisasi asset Masjid
2.
Pengadaan / Pembenahan sound sistem / wireless (di dalam dan luar
Masjid)
3. Pengadaan AC
4.
Pengadaan Alat Kebersihan (termasuk ruangan, pengharum karpet dan
lain-lain)
5. Pengadaan Barang Habis Pakai (Baterai, Balon, Lampu Charger dll)
6. Pengadaan lemari inventaris Masjid
7. Pengadaan Suterah
8. Pengadaan Keranda dan tempat mandi Jenasah
9. Pengadaan Mobil Ambulance Masjid
D. Bidang Pembangunan
1.
Mempersiapkan pengembangan/pembagunan Masjid, renovasi dan
atau sarananya untuk merespons kebutuhan jamaah masjid GDR
(Jangka pendek, menengah dan jangka panjang)
2.
membuat Pagar bambu (Jangka Pendek) di sekeliling teras Masjid
GDR (untuk menghalangi anjing dan hewan lainnya)
3. Pembangunan kanopi di sebelah kanan dan kiri Masjid GDR
4. Pembangunan Ruang Sekretariat Pengurus Masjid, ruang Sekretariat
72
Majelis Taklim, TKA/TPA, Rumah Imam dan Gudang Inventaris
barang
5. Pengadaan Sumur bor
E. Bidang Keamanan dan Ketertiban
1.
Menyelenggarakan pengamanan masjid baik secara fisik maupun
spiritual dari golongan/Organisasi yang terlarang di indonesia.antara
lain Faham Komunis, Aliran Syi'ah, Ahmadiyah dan lain sebagainya.
2.
Menjaga Keamanan dan ketertiban masjid setiap waktu seperti pada
saat pelaksanaan sholat Jum’at dan kegiatan hari-hari besar umat
islam.
3. Menjaga asset-asset masjid
F. Kordinator Majelis Taklim
1.
Kegiatan keagamaan dan hari besar Islam bekerjasama dengan
pengurus masjid GDR
2.
Pengajian rutin bulanan dengan materi al. Aqidah, Ibadah dan
Muamalah
3. Membuat kurikulum dakwah
4. Kursus belajar mengaji ibu-ibu
5. Pelatihan Daurah Junais / penyelenggaraan pengurusan jenazah
6. Parenting / Pendidikan ibu dan anak
7. Shalawatan dan seni budaya
8. Pelatihan shalat khusu’ / shalat ala rasulullah
9. Bersilaturrahim dengan warga perumahan Griya Darussalam
73
10. Rihlah tarbawiah/tafakkur alam/ kunjungan yang mengedukasi
11. Bakti sosial ke panti asuhan
12. Jum’at berkah
G. Kordinator Remaja Masjid
1.
Membuat kegiatan positif remaja misalnya: Pelatihan organisasi,
pelatihan jadi khotib, pelatihan muadzin, bilal ramadhan dan sholat
jumat
2.
Membuat kegiatan berbasis kreatifitas, misalnya: pelatihan usaha,
kreatifitas dll
3.
Menjadi panitia pelaksana kegiatan-kegiatan hari besar, misalnya:
Isra’ Mi’raj, Maulid Nabi, Tahun Baru Muharram dan Nuzulul
Quraan, sholat Idul Fitri, sholat Idul Adha dan kegiatan lainya.
Sumber : Arsip Sekretariat Masjid Darussalam, 2020
6. Sarana dan Prasarana Masjid Darussalam
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan peneliti,
adapun sarana dan prasarana Masjid Darussalam, antara lain71 :
Tabel 06. Sarana dan Prasarana Masjid Darussalam
No. Nama Barang Kondisi Barang
1. Sound Sistem Baik
2. Mimbar Baik
3. Kipas Angin Baik
71 Observasi Sarana dan prasarana masjid Darussalam, Observasi, 07 Juli 2020
74
4. Karpet Baik
5. Lemari Baik
6. Tempat Wdhu dan WC Baik
7. Canopy Teras Baik
8. Pagar Masjid Baik
9. Menara Masjid Baik
Sebahagian besar sarana dan prasarana masjid Darussalam merupakan
hasil dari swadaya dan kerja bakti masyarakat perumahan. Sebagaimana
dikemukakan oleh pak Baharuddin selaku takmir masjid Darussalam, bahwa :
Untuk sementara sarana dan prasarana yang ada di masjid Darussalam
untuk bagian dalam terdapat, sound sistem, karpet, mimbar, lemari
tempat mukenah, buku dan Al-Qur’an, dibahagian luar ada
penambahan kanopy untuk teras dan menara masjid yang merupakan
hasil swadaya dan kerja bakti masyarakat Perumahan Griya
Darussalam dan juga ada tempat wudhu serta WC.72
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa,
kepedulian dan kebersamaan masyarakat perumahan terhadap pengembangan
masjid Darussalam sangat besar terbukti dengan penambahan salah satu
sarana penunjang yaitu canopy untuk teras dan menara masjid yang
merupakan murni inisiatif dan sumbangan dari masyarakat perumahan serta
pengerjaannya juga dilakukan secara gotong royong oleh masyarakat
perumahan.
72 Baharuddin S, Takmir Masjid, Wawancara, 09 Juli 2020
75
B. Eksistensi Masjid Darussalam di Perumahan Griya Darussalam Resort Desa
Pallantikang Kec. Pattallassang Kab. Gowa
Dalam pembahasan terdahulu yang telah dikemukakan pada BAB II dan
BAB III baik yang bersifat teori maupun data yang telah dihimpun melalui
pengumpulan data secara observasi, wawancara dan dokumentasi, maka dalam
BAB IV ini penulis akan menganalisis data yang bersifat kualitatif.
Dikarenakan penulis melakukan penelitan berdasarkan masalah yang ada
di lapangan, maka analisa yang penulis lihat adalah hal-hal yang berkaitan dengan
Eksistensi Masjid Darussalam Sebagai Wadah Interaksi Sosial Masyarakat
Perumahan Griya Darussalam Resort Desa Pallantikang Kec. Pattallassang Kab.
Gowa.
Berdasarkan pambahasan pada bab sebelumnya bahwa eksistensi
merupakan keberadaan sesuatu yang bersifat dinamis, dimana sesuatu tersebut
bisa saja mengalami perkembangan ataupun kemunduran tergantung pada
kemampuan mengaktualisasikan potensi-potensi yang dimilikinya. Adapun masjid
merupakan tempat ibadah kaum muslim, dimana tempat ibadah yang dimaksud
bukan hanya dalam arti sempit, akan tetapi pengertian masjid mencakup berbagai
aspek ketaatan dalam kehidupan umat Islam.
Eksistensi masjid tentunya terlihat ketika masjid lebih dinamis dalam
mengembangkan potensi awal yang dimilikinya yaitu sebagai tempat beribadah,
akan tetapi lebih dari itu masjid mampu mengembangkan potensinya dengan
menjadi pusat kegiatan masyarakat salah satunya sebagai wadah interaksi sosial
masyarakat.
76
Sebagaimana dikemukakan oleh Pak Agus Edi Saputra selaku masyarakat
atau jamaah masjid Darussalam, bahwa :
Masjid Darussalam sebagai pivotal center atau pusat kegiatan masyarakat
perumahan baik itu terkait kegiatan keagamaan, Sosial dan kegiatan
lainnya yang mencakup kemaslahatan masyarakat Perumahan. seperti
kegiatan rapat warga perumahan membahas keamanan, ataupun membahas
tentang permasalahan sosial yang sedang berkembang dalam perumahan
Griya Darussalam.73
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa masjid
telah menunjukkan eksistensinya dengan menjadi pivotal center atau pusat
kegiatan bagi masyarakat perumahan Griya Darussalam baik itu kegiatan
keagamaan, pendidikan, pelatihan, sosial dan kegiatan lainnya. Adapun masjid
bukan hanya menjadi tempat beribadah akan tetapi masjid juga telah menjadi
pusat kegiatan masyarakat perumahan Griya Darussalam. Hal tersebut
menunjukkan kedinamisan masjid dengan pengembangan potensi awal yang
dimilikinya yaitu hanya sebagai tempat kegiatan keagamaan.
Adapun yang dimaksud masjid mengembangkan potensi yang dimilikinya
dalam artian pengurus masjid secara khusus dan masyarakat secara umum mampu
bersama-sama mengembangkan fungsi awal masjid yang hanya sebagai tempat
ibadah ritual dalam pemaknaan yang sempit menjadi tempat ibadah dalam arti
yang lebih luas yaitu mencakup semua bentuk ibadah kepada Allah SWT.
Masjid merupakan tempat yang cukup strategis untuk menjadi titik temu
interaksi masyarakat dalam perbedaan simbol-simbol material dan strata sosial
yang sering melekat pada kehidupan masyarakat khususnya masyarakat
73 Agus Edi Saputra, Jama’ah Masjid Darussalam, wawancara, 10 Juli 2020
77
perumahan. Sebagaimana dikemukakan oleh pak Riswan selaku salah satu tokoh
masyarakat atau tokoh agama, bahwa :
Masjid sebagai sarana awal untuk saling mengenal sehingga terjalin
keakraban antar masyarakat, yang awalnya hanya bertemu di masjid ketika
shalat berjamaah setelah itu saling mengenal muka dan nama serta
berlanjut pada kunjungan atau silaturahmi ke rumah-rumah warga.74
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa masjid
sebagai titik temu interaksi sosial masyarakat tanpa memperdulikan simbol-
simbol material dan status sosial yang melekat pada kehidupan masyarakat
perumahan, karna adanya masjid sebagai titik temu interaksi masyarakat dan
interaksi tersebut berlangsung setiap hari bahkan berlanjut dalam bentuk
silaturahmi antar masyarakat perumahan yang kemudian menghasilkan ide-ide
baru untuk kemaslahatan bersama masyarakat perumahan.
Tentu saja hal tersebut sejalan dengan konsep normativitas akan masjid
dan historisitas faktual yang dilaksanakan Nabi Muhammad SAW. pada masa
hidupnya, menunjukkan bahwa apa yang dilakukan Nabi Muhammad SAW.
terhadap masjid, ternyata tidak sebatas pada pemaknaan masjid secara sempit
dan sederhana sebagaimana yang lazim dipahami dan dilaksanakan oleh
masyarakat muslim saat ini, yakni sebagai tempat shalat dan melaksanakan
aktivitas-aktivitas rutin untuk menumbuh kembangkan keshalehan individual.
Tetapi lebih dari itu, masjid dijadikan oleh Nabi Muhammad SAW sebagai
lembaga penumbuh kembangan keshalehan sosial dalam rangka menciptakan
masyarakat yang shaleh secara individu maupun secara sosial.
74 Muhammad Riswan, Tokoh Masyarakat, wawancara, 09 Juli 2020
78
C. Interaksi Sosial Masyarakat Perumahan Griya Darussalam Resort Desa
Pallantikang Kec. Pattallassang Kab. Gowa
Berdasarkan pambahasan pada bab sebelumnya bahwa Interaksi sosial
adalah hubungan timbal balik yang dinamis, saling mempengaruhi, mengubah,
atau memperbaiki perilaku yang berlangsung antara individu dengan individu,
individu dengan kelompok, atau kelompok dengan kelompok.
Apabila dua orang bertemu, interaksi sosial dimulai saat itu, mereka saling
menegur, berjabat tangan, saling berbicara atau bahkan saling berkelahi.
Aktivitas-aktivitas semacam itu merupakan bentuk-bentuk interaksi sosial.
Walaupun orang-orang yang bertemu muka tidak saling berbicara atau tidak
saling menukar tanda, interaksi sosial tetap terjadi, karna masing-masing sadar
akan adanya pihak lain yang menyebabkan perubahan-perubahan dalam perasaan
maupun syaraf orang yang bersangkutan.
Jika kontak dan komunikasi sudah terpenuhi dan berjalan dengan baik,
maka terbentuklah interaksi sosial yang baik pula, interaksi sosial yang baik
berbentuk interaksi asosiatif. Interaksi asosiatif merupakan interaksi yang
mengarah pada persatuan, dalam prosesnya antar individu atau kelompok satu
dengan lainnya harus saling mengerti dan saling menyadari bahwa mereka
mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama hingga tercapailah
tujuan bersama.
Jadi dapat disimpulkan bahwa terjadinya interaksi sosial dengan adanya
kontak sosial dan komunikasi, jika salah satu syarat tidak dipenuhi maka tidak
dapat dikatakan interaksi sosial karena interaksi sosial merupakan kontak sosial
79
yang terjadi dimana antara individu saling mengerti maksud atau perasaan
masing-masing. Adapun bentuk-bentuk interaksi sosial dapat berupa
kerja sama (cooperation), akomodasi (accomodation), Asimilasi (asimilation),
persaingan (competition), dan juga pertentangan atau pertikaian (conflict).
Masyarakat perumahan merupakan masyarakat yang sangat plural dengan
latar belakang daerah, bahasa, adat dan budaya yang sangat beragam. Hal ini
tentunya berimbas pada kurangnya waktu untuk berinteraksi sosial antar
masyarakat ditambah lagi dengan kesibukan kerja masing-masing warga
perumahan semakin membuat waktu untuk berinteraksi antar masyarakat hampir
tidak ada. Akan tetapi hal berbeda terlihat di perumahan Griya Darussalam,
berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti, terlihat bagaimana interaksi
sosial antar masyarakat Perumahan Griya Darussalam berlangsung sangat baik
dimana masyarakat sering melaksanakan kegiatan bersama baik itu dilaksanakan
di masjid maupun di lingkungan masyarakat. Hal ini sebagaimana dikemukakan
oleh pak Agus Edi Saputra, bahwa :
Alhamdulillah interaksi sosial antar masyarakat perumahan Griya
Darussalam berlangsung sangat baik seperti shalat berjamaah di masjid
kemudian setelah shalat berjamaah tanpa direncanakan berlanjut dengan
diskusi antar jamaah terkait silaturahmi antar masyarakat serta
permasalahan-permasalahan di kompleks perumahan, pengajian di masjid
secara umum dan di rumah-rumah warga khusus ibu-ibu majelis ta’lim,
selain itu masyarakat sering melakukan kerja bakti di sekitar masjid dan di
sekitar rumah warga, serta kegiatan olahraga masyarakat sangat aktif
setiap sore hari.75
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa interaksi
sosial masyarakat di perumahan Griya Darussalam berlangsung sangat baik
75 Agus Edi Saputra, Jama’ah Masjid Darussalam, wawancara, 10 Juli 2020
80
dengan berbagai bentuk interaksi berupa kerja sama maka tentunya semakin
membangun kebersamaan dan keakraban antar masyarakat. Meskipun yang kita
ketahui bahwa umumnya kehidupan di perumahan cenderung bersifat individualis,
namun tidak bagi para warga di Kompleks Perumahan Griya Darussalam ini.
Kerjasama masih terjalin dengan baik, Sebagai salah satu bentuk interaksi sosial
kerjasama tentunya tidak dapat terpisahkan dalam kehidupan sosial, kerjasama
tentu saja menjadikan pencapaian tujuan bersama lebih mudah. Pekerjaan ataupun
sesuatu yang dilakukan secara bersama-sama akan terasa lebih ringan.
Selain itu untuk ibu-ibu majelis ta’lim juga melakukan kegiatan interaksi
sosial khusus ibu-ibu, sebagaimana dikemukakan oleh Ibu Ella Nurlaeli atau lebih
akrab dipanggil Ummi Ela, bahwa :
Alhamdulillah interaksi sosial antar ibu-ibu berjalan baik dengan kegiatan
ibu-ibu majelis taklim di kompleks perumahan, seperti kegiatan rutin
belajar mengaji bersama atau tadarrusan, pengajian dari rumah ke rumah
sekaligus mendata ibu-ibu yang siap bergabung dalam majelis ta’lim,
ifthor Ramadhan, dan Bakti sosial ke pesantren atau panti asuhan, semoga
dengan kegiatan-kegiatan ini ibu-ibu dalam kompleks bisa saling
mengenal dan memiliki hubungan emosional.76
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa interaksi
sosial masyarakat di perumahan Griya Darussalam tidak hanya terjadi di masjid
akan tetapi juga terjadi di lingkungan masyarakat khususnya di rumah-rumah
warga dalam kegiatan ibu-ibu majelis ta’lim.
Meskipun demikian tidak bisa dipungkiri bahwa dalam dalam hidup
berdampingan sesama pendatang di suatu perumahan, disamping interaksi sosial
yang baik antar masyarakat tentu saja ada juga pertentangan atau pertikaian
76 Ella Nurlaelia, Jama’ah Masjid Darussalam, wawancara, 15 Juli 2020
81
(conflict) dalam masyarakat, terlebih lagi masyarakat perumahan dengan latar
belakang daerah, budaya dan bahasa yang berbeda tentunya semakin
memungkinkan terjadinya pertentangan atau pertikaian, sebagaimana dikatakan
oleh Pak Ardi, bahwa :
Kita tau sendiri bagaimana masyarakat perumahan dengan latar belakang
daerah, bahasa, budaya tentu tidak bisa dihindari yang namanya
pertentangan atau pertikaian dalam masyarakat, sempat terjadi konflik
kecil akan tetapi Alhamdulillah dapat terselesaikan dengan baik karna
koordinasi yang baik antar kordinator blok masing-masing dengan kepala
Kompleks dan hebatnya lagi permaslahan tersebut didiskusikan dan
diselesaikan di masjid.77
Dari hasil wawancara di atas maka dapat disimpulkan bahwa, dalam
kehidupan masyarakat terutama masyarakat perumahan yang sangat plural tentu
saja tidak bisa dihindari yang namanya konflik, akan tetapi itu tergantung
bagaimana kemudian masyarakat setempat dapat mengelola konflik tersebut
menjadi sebuah pelajaran dan menjadi alasan untuk terus mempererat silaturahmi,
kordinasi, dan bekerjasama hingga dapat menumbuhkan hubungan emosional
antar masyarakat. Meskipun begitu alhamdulillah konflik tersebut bisa
diselesaikan dengan kordinasi yang baik, dan lebih hebatnya lagi masjid dijadikan
tempat untuk memusyawarahkan dan menyelesaikan konflik tersebut.
Berdasarkan teori tentang bentuk-bentuk interaksi sosial di atas dan hasil
wawancara serta hasil observasi peneliti terhadap masyarakat perumahan Griya
Darussalam maka dapat disimpulkan bahwa, interaksi sosial masyarakat
perumahan Griya Darussalam berjalan dengan baik, meskipun sempat terjadi
konflik kecil akan tetapi alhamdulillah dapat diselesaikan dengan baik dan cepat
77 Ardi, Jama’ah Masjid Darussalam, wawancara, 13 Juli 2020
82
oleh masyarakat, justru konflik tersebut memberikan pelajaran betapa pentingnya
interaksi sosial atau silaturahmi yang baik antar masyarakat, dengan berbagai
bentuk interaksi sosial yang sering terjadi pada masyarakat perumahan griya
darusssalam yaitu berupa kerja sama (cooperation), akomodasi
(accomodation), Asimilasi (asimilation), dan pertentangan atau pertikaian
(conflict).
kerjasama antar masyarakat Kompleks Perumahan Griya Darussalam
menunjukkan bahwa interaksi sosial masyarakat perumahan, khususnya dalam
agenda kegiatan bersama telah menjalin kerjasama yang baik, dengan harapan
dapat menciptakan suatu bentuk kehidupan yang rukun antar masyarakat
perumahan. Meskipun yang diketahui bahwa kehidupan di perumahan pada
umumnya cenderung bersifat individualis, namun tidak bagi masyarakat di
Kompleks Perumahan Griya Darussalam. Kerjasama masih terjalin dengan baik,
kemudian masyarakat juga berusaha untuk ikut berpartisipasi aktif dalam setiap
kegiatan yang ada meskipun tidak keseluruhan masyarakat perumahan.
Selain itu proses akomodasi dan asimilasi masyarakat perumahan Griya
Darussalam sebagai proses sosial taraf lanjut, tentu tercipta mengikuti proses
sosial dalam bentuk kerjasama atau kegiatan bersama masyarakat perumahan, hal
tersebut dapat terlihat ketika masyarakat perumahan mampu menyesuaikan diri
dalam masyarakat perumahan yang sangat plural, di dalamnya juga terdapat
toleransi terkait perbedaan-perbedaan setiap individu, seperti dalam pelaksanaan
ibadah di masjid tidak berpatokan pada satu paham organisasi keagamaan saja,
begitupun dalam pengajian umum rutin dan dalam hal khutbah jum’at
83
penceramah/da’i yang diundang berasal dari latar belakang organisasi keagamaan
yang berbeda-beda, baik itu dari Muhammadiyah, Nahdhatul Ulama, Wahda
Islamiyah, Salafi dan lain-lain, tentu selama itu masih dalam koridor Ahlu Sunna
Waljama’ah.
Meskipun dalam kehidupan masyarakat perumahan Griya Darussalam
sempat terjadi konflik kecil, akan tetapi hal tersebut dapat diselesaikan secara
kekeluargaan melalui koordinasi yang baik antar kordinator blok dengan kepala
kompleks, konflik sebagai salah satu bentuk proses interaksi sosial, justru dengan
konflik tersebut semakin menyadarkan masyarakat perumahan akan pentingnya
proses interaksi sosial yang positif berupa kerjasama, akomodasi dan asimilasi,
tentu saja perbedaan secara individu tidak menjadikan mereka untuk konflik,
dengan itu mereka sadar bahwa justru perbedaan tersebutlah yang menjadi alasan
mengapa mereka perlu bekerjasama, sehingga tercipta proses sosial dalam taraf
yang lebih lanjut berupa akomodasi, toleransi dan asimilasi demi tercapainya
tujuan bersama masyarakat perumahan Griya Darussalam.
D. Eksistensi Masjid Darussalam Sebagai Wadah Interaksi Sosial Masyarakat
Perumahan Griya Darussalam Resort Desa Pallantikang Kec. Pattallassang
Kab. Gowa
Sebagaimana pembahasan sebelumnya bahwa eksistensi masjid
merupakan keberadaan masjid yang bersifat dinamis, dimana masjid bisa saja
mengalami perkembangan ataupun kemunduran tergantung pada kemampuan
mengaktualisasikan potensi-potensi yang dimilikinya. Adapun masjid merupakan
tempat ibadah kaum muslim, dimana tempat ibadah yang dimaksud bukan hanya
84
dalam arti sempit, akan tetapi pengertian masjid mencakup berbagai aspek
ketaatan dalam kehidupan umat Islam.
Eksistensi masjid tentunya terlihat ketika masjid lebih dinamis dalam
mengembangkan potensi awal yang dimilikinya yaitu sebagai tempat beribadah
ritual, akan tetapi lebih dari itu masjid mampu mengembangkan potensinya
dengan menjadi pusat kegiatan masyarakat salah satunya sebagai wadah interaksi
sosial bagi masyarakat Perumahan.
Eksistensi masjid darussalam terbangun dalam fikiran masyarakat/jamaah
bukan hanya sebagai tempat ibadah, tapi lebih dari itu sebagai pivotal center atau
pusat kegiatan masyarakat, terkhusus sebagai wadah interaksi sosial bagi
masyarakat perumahan. Hal itu terbukti dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukan
di masjid bukan hanya terkait ibadah ritual semata, akan tetapi ibadah sosial juga
dilakukan didalamnya, seperti penyaluran zakat, kerja bakti, kegiatan-kegiatan
pelatihan, bakti social, Musyawarah antar masyarakat, silaturahmi antar
masyarakat dalam bentuk kegiatan formal maupun nonformal.
Interaksi sosial merupakan hubungan timbal balik yang dinamis, saling
mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki perilaku yang berlangsung antara
individu dengan individu, individu dengan kelompok, atau kelompok dengan
kelompok. Ketika dua orang bertemu, interaksi sosial dimulai saat itu, mereka
saling menegur, berjabat tangan, saling berbicara atau bahkan saling berkelahi.
Aktivitas-aktivitas semacam itu merupakan bentuk-bentuk interaksi sosial.
Walaupun orang-orang yang bertemu muka tidak saling berbicara atau tidak
saling menukar tanda, interaksi sosial tetap terjadi, karna masing-masing sadar
85
akan adanya pihak lain yang menyebabkan perubahan-perubahan dalam perasaan,
perilaku maupun syaraf orang yang bersangkutan.
Adapun interaksi sosial yang sering terjadi pada masyarakat perumahan
Griya Darussalam seperti, shalat berjamaah 5 kali dalam sehari, kemudian
biasanya dilanjutkan dengan diskusi ataupun bicara lepas setelah shalat Maghrib,
pegajian rutin, kerja bakti di masjid atau di lingkungan masyarakat, silaturahmi ke
rumah-rumah jamaah, kegiatan olahraga bersama dalam kompleks, perayaan hari
besar islam di masjid, dan kegiatan pengajian majelis taklim ibu-ibu, serta
kegiatan belajar mengaji bagi anak-anak warga dalam kompleks perumahan.
interaksi sosial antar masyarakat perumahan Griya Darussalam yang berlangsung
setiap hari serta berlangsung lama diharapkan akan memberikan pengaruh positif
pada perilaku antar masyarakat sebelum mereka saling berinteraksi.
Dari semua aktivitas interaksi sosial antar masyarakat perumahan Griya
Darussalam tidak bisa dipungkiri bahwa masjid sebagai pivotal center, sebagai
titik temu interaksi sosial masyarakat, sebagai tempat awal masyarakat saling
mengenal muka, saling mengenal nama, kemudian berlanjut dengan saling
menyapa, dan akhirnya bisa bersilaturahmi yang kemudian dengan silaturahmi
inilah melahirkan keakraban dan ide untuk melakukan interaksi antar masyarakat
dalam bentuk kegiatan-kegiatan bersama demi satu tujuan yang sama yaitu
kehidupan yang harmonis, aman dan damai antar masyarakat Perumahan Griya
Darussalam.
Ketika dibandingkan sebelum adanya masjid, masyarakat cenderung
individualis, jarang berinteraksi, terlanjur nyaman dengan kehidupan masing-
86
masing, disibukkan dengan aktivitas kerja masing-masing, tetapi alhamdulillah
setelah adanya masjid masyarakat bisa saling mengenal nama, muka dan akhirnya
terjalin dalam bentuk interaksi sosial antar masyarakat perumahan.
Berdasarkan pembahasan hasil wawancara dan observasi di atas maka
dapat disimpulkan bahwa eksistensi masjid Darussalam sebagai wadah interaksi
sosial masyarakat Perumahan Griya Darussalam Resort Desa Pallantikang Kec.
Pattallassang Ka. Gowa sangat dirasakan keberadaannya oleh masyarakat
perumahan sebagai wadah interaksi sosial, sejalan dengan hal itu masjid telah
menjadi pivotal center, pusat kegiatan masyarakat terkhusus sebagai wadah
interaksi sosial, masjid sebagai titik temu interaksi sosial masyarakat, sehingga
hampir semua proses interaksi sosial masyarakat dengan berbagai bentuk
sebagaimana telah dijelaskan di atas dilakukan dan dimulai dari masjid.
Harapan dengan dijadikannya masjid sebagai wadah interaksi sosial secara
tidak langsung masyarakat lebih memakmurkan masjid dan orang yang
memakmurkan masjid Insha Allah adalah orang yang beriman, dalam artian bukan
hanya beriman secara individual akan tetapi juga beriman secara sosial, sehingga
dengan itu interaksi sosial masyarakat ke depannya dapat berlangsung dengan
lebih baik sebagaimana karakter orang beriman dalam berinteraksi dengan
tetangga sesuai yang diajarkan dalam islam. Selain itu harapan dengan
dijadikannya masjid sebagai wadah interaksi sosial yang mungkin bermula dari
pelaksanaan shalat berjamaah, penunaian zakat, dan kegiatan-kegiatan lainnya,
maka disitulah benih pembentukan komunitas Islam yang kuat terbentuk. Dan
salah satu hikmah dari berjamaah memang untuk menghubungkan antar pribadi
87
muslim dengan lainnya sehingga tertanam rasa keterikatan yang kuat
berdasarkan prinsip tauhid, bukan atas nama simbol golongan, kelas sosial atau
hal lainnya.
Dengan demikian maka berarti pula bahwa Masjid menjadi basis
pembentukan umatan wahidah dalam konteks tauhid (Islam). Konsep fungsi
Masjid yang demikian telah dicontohkan oleh Rasulullah dalam membentuk
masyarakat muslim Madinah.
88
88
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan peneliti terkait dengan Eksistensi
Masjid Sebagai Wadah Interaksi Sosial Masyarakat Perumahan Griya Darussalam
Resort Desa Pallantikang Kec. Pattallassang Kab. Gowa. Dari pembahasan bab
sebelumnya atas tiga poin rumusan masalah di atas dapat disimpulkan bahwa:
1. Eksistensi Masjid Darussalam Perumahan Griya Darussalam Desa
Pallantikang Kec. Pattallassang Kab. Gowa terbangun dalam fikiran jamaah
dan telah dirasakan oleh jamaah sebagai pivotal center, sebagai pusat kegiatan
masyarakat perumahan, khususnya sebagai wadah interaksi sosial
masyarakat, selain itu masjid juga sebagai titik temu interaksi sosial
masyarakat tanpa memperdulikan simbol-simbol material dan strata sosial
masyarakat.
2. Interaksi Sosial Masyarakat Perumahan Griya Darussalam Resort Desa
Pallantikang Kec. Pattallassang Kab. Gowa berjalan sangat baik dengan
berbagai bentuk interaksi sosial masyarakat dalam kegiatan-kegiatan bersama
dalam kompleks perumahan berupa kerja bakti, Pengajian umum di masjid
dan di rumah-rumah warga khusus ibu-ibu, perayaan hari besar islam,
silaturahmi antar jamaah masjid, diskusi dan musyawarah, bakti sosial, shalat
berjamaah, olahraga bersama, pelatihan-pelatihan di masjid, dan lain-lain.
3. Eksistensi Masjid Darussalam Sebagai Wadah Interaksi Sosial Masyarakat
Perumahan Griya Darussalam Resort Desa Pallantikang Kec. Pattallassang
89
Kab. Gowa sangat dirasakan keberadaannya oleh masyarakat perumahan.
Sejalan dengan hal itu masjid telah menjadi pivotal center, pusat kegiatan
masyarakat terkhusus sebagai wadah interaksi sosial, masjid sebagai titik
temu interaksi sosial masyarakat, sehingga hampir semua proses interaksi
sosial masyarakat dengan berbagai bentuk sebagaimana telah dijelaskan
dilakukan dan dimulai dari masjid.
Harapan dengan dijadikannya masjid sebagai wadah interaksi sosial secara
tidak langsung masyarakat lebih memakmurkan masjid dan orang yang
memakmurkan masjid Insha Allah adalah orang yang beriman, dalam artian
bukan hanya beriman secara individual akan tetapi juga beriman secara sosial
sehingga dengan itu interaksi sosial masyarakat ke depannya dapat
berlangsung lebih baik sebagaimana karakter orang beriman dalam
berinteraksi dengan tetangga sesuai yang diajarkan dalam islam.
B. Saran
Berdasarkan hasil pengamatan dan penelitian yang telah peneliti lakukan,
maka dapat disampaikan saran-saran sebagai berikut:
1. Kepada Pemerintah, saran pada penelitian ini adalah sebaiknya pemerintah
membuat program-program kerja yang khusus memakmurkan masjid, dengan
itu masyarakat lebih termotivasi untuk lebih memakmurkan masjid salah
satunya dengan cara menjadikan masjid sebagai wadah interaksi sosial, pusat
informasi, pusat kegiatan masyarakat, sehingga terbangun masyarakat yang
religius dalam menciptakan kehidupan yang harmonis, aman dan damai.
90
2. Kepada Developer Perumahan, hendaknya sebagai developer perumahan agar
bisa lebih memaksimalkan perannya dalam memberikan motivasi berupa
dukungan moril dan materi untuk takmir masjid dalam melaksanakan
program-program kerja dalam pengembangan masjid, baik itu pengembangan
dalam bentuk fisik maupun pengembangan spiritual keagamaan.
3. Kepada Takmir Masjid, hendaknya takmir masjid lebih memaksimalkan
program-program kegiatan sosial masjid, sehingga masjid tidak cenderung
hanya digunakan sebagai tempat untuk shalat berjamaah saja, tetapi juga
digunakan untuk pelaksanaan kegiatan sosial yang lainya, seperti pengajian
Umum, kegiatan pelatihan-pelatihan untuk jamaah, bakti sosial dan kegiatan
sosial lainya. Dengan manajemen yang baik, inovasi dan motivasi yang
dilakukan secara istiqomah, maka tujuan masjid yang sebenarnya akan
tercapai yaitu terciptanya masyarakat yang beriman secara individu juga
beriman secara sosial.
4. Kepada Masyarakat, hendaknya masyarakat sebagai jamaah masjid turut serta
aktif membantu takmir masjid dalam melaksanakan program-program di
masjid, baik program pembangunan, ibadah, dakwah, pendidikan, sosial dan
program lainnya.
91
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an Al-Karim
Al-wa’I Taufik. 1995. Dakwah Ila Allah. Mesir : Daral-Yakin.
Bachrun Rifa’i dan Moch. Fachrurozy. 2005. Manajemen Mesjid. Bandung:
Benang Merah Press.
Bagus Lorens. 2005. Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Baqi Abdul Fu’ad Muhammad. 2005. Mutiara hadits shahih Bukhari Muslim Al-
Lu’lu Wal Marjan. Surabaya: PT Bina Ilmu.
Bernard Raho. 2004. Sosiologi Sebuah Pengantar. Maumere: Ledaro.
Bogdan, R. C. dan Biklen S. K. 1990. Riset Kualitatif untuk Pendidikan:
Pengantar ke Teori dan Metode. Alih Bahasa oleh Munandir. Jakarta:
Pusat Antar Universitas Untuk Peningkatan dan Pengembangan Aktivitas
Instruksional, Depdikbud.
Bungin Burhan. 2017. Penelitian Kualitatif, komunikasi, ekonomi, kebijakan
publik dan ilmu sosial lainnya. Jakarta : Kencana.
Emzir. 2016. metode penelitian kualitatif, analisis data. Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada.
Fachrudin Hs. 1992. Eksiklopedia Al-Qur’an. Jilid II (Cet. I). Jakarta: Rineka
Cipta.
Gerungan. 2010. Psikologi Sosial. Cet. 3. Bandung : PT Refika Aditama
Ghoffar M.Abdul dkk. 2004. Terjemahan Ibnu Katsir . Bogor: Pustaka Imam
Asy-Syafi’i.
Harahap Syafri Sofyan. Manajemen Masjid. Yogyakarta: PT Dana Bhakti Wakaf
.
Kementerian Agama RI, al-Qur‟an dan Terjemahan (Bandung: PT Sygma
Examedia Arkanleema, 2010), h. 573
Kurniawan Asep. 2018. Metodologi Penelitian Pendidikan. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya.
Mohammad, E. Ayub. 1996. Manajemen Masjid. Jakarta: Gema Insani.
Margono dalam Sitti Mania.t.th. Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial.
Cet. I. Makassar, Alauddin University Press.
Munawwir Warson Ahmad. 1984. Kamus Al-Munawwir. Yogyakarta : PP.
Al-Munawwir Krapyak.
92
Moleong dalam U Maman Kh dkk. 2006. Metodologi Penelitian Agama ; Teori
dan Praktek. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Mustafa Jejen. 2016. Tips Menulis Karya Ilmiah. Jakarta : Kencana, 2016),
Nata Abudin. 2012. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta : Kencana Media Group.
Nazar Samsul. 2013. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta : Kencana Media Group.
Nasution Harun. 2000. Islam Rasional. Bandung: Mizan.
Natsir.M.1981. Fiqhud dakwah. Semarang: YKPI-Ramadhani.
Roqib Muh. 2002. Menggugat Fungsi Edukasi Masjid. Yogyakarta : Grafindo
Litera Media.
Shihab Quraish. 2002. Tafsir Al-Mishbah. Vol.5. Jakarta : Lentera Hati.
Sarwono Sarlito. 2018. Pengantar Psikologi Umum. Cet. 9. Depok : PT Raja
Grafindo Persada.
Shihab Quraish. 2011. Membaca Sirah Nabi Muhammad SAW. Jakarta: Lentera
Hati.
Soekanto Soerjono. 2017. sosiologi suatu pengantar. (Cet. 45 ). Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada.
Soekanto Soerjono. 1982. Pengantar Sosiologi. Jakarta: PT.Raja Raja Grafindo.
Susanto dan masri sareb putri. 2010. 60 management games. Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama.
Suwito dan Fauzan. 2013. Sejarah Sosial Pendidikan Islam Jakarta : Kencana
Media Group.
Adab Dan Keutamaan Menuju Dan Di Masjid. Terj. Muhlisin Ibnu
Abdurrahim. (Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2003)
Walgito. 2007. psikologi sosial suatu pengantar. yogyakarta : Andi Offset.
Zaenal Abidin. 2007. Analisis Eksistensial. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
93
RIWAYAT HIDUP
Syahrul Arisandi, Lahir di Pa’baeng-baeng, tanggal 22, bulan
September, tahun 1996 Masehi. Merupakan anak ke ketiga dari
Enam bersaudara, buah hati dari bapak Zainuddin dan Ibu Halija.
Mulai memasuki jenjang pendidikan formal pada tahun 2002 dan
tamat pada tahun 2009 di SD Inpres Timbuseng. Kemudian pada tahun 2009
penulis kembali melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Bontomarannu dan
tamat pada tahun 2012. Kemudian pada tahun 2013 penulis melanjutkan
pendidikannya di SMK Negeri 5 Gowa dan lulus pada tahun 2016. Kemudian
penulis diterima sebagai Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Makassar,
Jurusan Penddikan Agama Islam, Fakultas Agama Islam pada tahun 2016.
94
L
A
M
P
I
R
A
N
95
DAFTAR NAMA INFORMAN WAWANCARA
1. NAMA : Muhammad Ilyas Syarif
USIA : 40 Tahun
PEKERJAAN : Wirausaha
ALAMAT : Kompleks Perumahan Griya Darussalam
WAWANCARA : Jum’at 10 Juli 2020, Pukul : 14 : 37
2. NAMA : Mayor (Purn) TNI Baharuddin S
USIA : 59 Tahun
PEKERJAAN : Purnawirawan TNI AD
ALAMAT : Kompleks Perumahan Griya Darussalam
WAWANCARA : Kamis 09 Juli 2020, Pukul : 12 : 55
3. NAMA : Mappisara Tahuddin
USIA : 42 Tahun
PEKERJAAN : Wiraswasta
ALAMAT : Kompleks Perumahan Griya Darussalam
WAWANCARA : Kamis 09 Juli 2020, Pukul : 12 : 35
4. NAMA : Rustam Dg Palallo
USIA : 34 Tahun
PEKERJAAN : Marketing
ALAMAT : Kompleks Perumahan Griya Darussalam
WAWANCARA : Kamis 09 Juli 2020, Pukul : 16 : 27
5. NAMA : Muhammad Nasruddin
USIA : 29 Tahun
PEKERJAAN : Wirausaha
ALAMAT : Kompleks Perumahan Griya Darussalam
96
WAWANCARA : Kamis 09 Juli 2020, Pukul : 17 : 06
6. NAMA : Muhammad Riswan, S.TH.I
USIA : 28 Tahun
PEKERJAAN : Karyawan Tetap
ALAMAT : Kompleks Perumahan Griya Darussalam
WAWANCARA : Kamis 09 Juli 2020, Pukul : 17 : 41
7. NAMA : Agus Edy Saputra, ST., MC-ENV
USIA : 37 Tahun
PEKERJAAN : PNS
ALAMAT : Kompleks Perumahan Griya Darussalam
WAWANCARA : Jum’at 10 Juli 2020, Pukul 13 : 00
8. NAMA : Ardi
USIA : 24 Tahun
PEKERJAAN : Wiraswasta
ALAMAT : Kompleks Perumahan Griya Darussalam
WAWANCARA : Senin 13 Juli 2020, Pukul : 20 : 30
9. NAMA : Ella Nurlaelia, S.Sos
USIA : 50 Tahun
PEKERJAAN : Ibu Rumah Tangga
ALAMAT : Kompleks Perumahan Griya Darussalam
WAWANCARA : Rabu 15 Juli 2020, Pukul : 17 : 30
10. NAMA : Usman
USIA : 35 Tahun
PEKERJAAN : Wirausaha
ALAMAT : Kompleks Perumahan Griya Darussalam
97
WAWANCARA : Jum’at 17 Juli 2020, Pukul : 16 : 30
98
PEDOMAN WAWANCARA
1. Developer Perumahan:
1. Bagaimana sejarah didirikannya masjid Darussalam ?
2. Bagaimana letak geografis masjid darussalam ?
3. Bagaimana menurut bapak/ibu mengenai Masjid Darussalam sebagai
wadah interaksi sosial bagi masyarakat Kompleks Perumahan Griya
Darussalam Resort Desa Pallantikang Kec. Pattallassang Kab. Gowa ?
4. Menurut bapak/ibu bagaimana interaksi sosial antar masyarakat bisa
terjadi lewat masjid ?
5. Menurut bapak/ibu kegiatan apa saja yang bisa dilakukan di masjid
untuk terjadinya interaksi sosial antara masyarakat ?
6. Menurut bapak/ibu apakah eksistensi masjid darussalam sebagai wadah
interaksi sosial masyarakat telah dirasakan keberadaannya ?
2. Takmir Masjid :
1. Sarana dan prasarana apa saja yang dimiliki Masjid Darussalam ?
2. Bagaimana upaya yang bisa dilakukan untuk menjadikan Masjid
sebagai wadah interaksi sosial masyarakat Kompleks Perumahan Griya
Darussalam Resort Desa Pallantikang Kec. Pattallassang Kab. Gowa ?
3. Menurut bapak/ibu kegiatan apa saja yang bisa dilakukan di masjid
untuk terjadinya interaksi sosial antara masyarakat ?
4. Menurut bapak/ibu bagaimana bentuk interaksi sosial masyarakat ketika
berada di masjid dan ketika di luar masjid/lingkungan masyarakat ?
5. Bagaimana pengaruh interaksi sosial jamaah di masjid terhadap
interaksi sosial di lingkungan masyarakat Perumahan Griya Darussalam
Resort ?
6. Menurut bapak/ibu apakah eksistensi masjid darussalam sebagai wadah
interaksi sosial masyarakat telah dirasakan keberadaannya ?
7. Apakah bapak sendiri sebagai takmir masjid telah merasakan dampak
masjid darussalam sebagai wadah interaksi sosial ?
99
3. RT/RW/ Tokoh agama/ Tokoh Masyarakat
1. Bagaimana interaksi sosial masyarakat sebelum adanya masjid
darussalam di Kompleks Perumahan Griya Darussalam Resort ?
2. Bagaimana interaksi sosial masyarakat setelah adanya masjid
darussalam di Kompleks Perumahan Griya Darussalam Resort ?
3. Bagaimana pengaruh interaksi sosial jamaah di masjid terhadap
interaksi sosial di lingkungan masyarakat Perumahan Griya Darussalam
Resort ?
4. Menurut bapak/ibu apakah eksistensi masjid darussalam sebagai wadah
interaksi sosial masyarakat telah dirasakan keberadaannya ?
4. Jamaah Masjid:
1. Menurut bapak/ibu apakah masjid darussalam telah difungsikan
menjadi wadah interaksi sosial bagi masyarakat ?
2. Menurut bapak/ibu bagaimana bentuk interaksi sosial masyarakat ketika
berada di masjid dan ketika di luar masjid/lingkungan masyarakat ?
3. Menurut bapak/ibu kegiatan apa saja yang bisa dilakukan di masjid
untuk terjadinya interaksi sosial antara masyarakat ?
4. Menurut bapak/ibu apakah masyarakat sebagai takmir masjid telah
merasakan keberadaan masjid darussalam sebagai wadah interaksi
sosial ?
5. Menurut bapak/ibu apakah eksistensi masjid darussalam sebagai wadah
interaksi sosial masyarakat telah dirasakan keberadaannya ?
100
DOKUMENTASI PENELITIAN
Tampak Depan Masjid Darussalam
Tampak Belakang Masjid Darussalam
101
Tampak Samping Masjid Darussalam
Tampak Samping Masjid Darussalam
102
Wawancara dengan Informan
103
Wawancara dengan Informan
104
Pengajian Umum di Masjid Darussalam
105
Kegiatan Olahraga Dalam Kompleks Perumahan
106
Kerja Bakti di Masjid
107
Kerja Bakti di sekitar rumah warga kompleks
108
Kegiatan Edukasi Janaiz dan persiapan Penyaluran Zakat
109
Kegiatan TK/TPA Masjid Darussalam
110
Silaturahmi Antar Warga
111
Shalat Berjamaah dan cerita-cerita lepas setelahnya
112
Kegiatan Ibu-Ibu Majelis Ta’lim
113
Kegiatan Ibu-Ibu Majelis Ta’lim
114
Hasil Tes Plagiasi Perpustakaan Pusat UNISMUH Makassar
115
Izin Penelitian dari Dinas Penanaman Modal da Pelayanan Terpadu Satu Pintu
Provinsi Sulawesi Selatan
116
Izin Penelitian dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
Kab. Gowa
117