Ega LBM 2 Tropis
-
Upload
thomas-tommy-pratomo -
Category
Documents
-
view
46 -
download
7
description
Transcript of Ega LBM 2 Tropis
LBM 2
BERCAK PUTIH DIKULUT
STEP 1
1. Hipotenar : merupakan otot-otot pendek kelingking diantara nya adalah. M.abductor digiti minimi, M.flexor digiti minimi, M.oponens digiti minimi
2. Hipoaesthesi : berkurangnya kepekaan kulit terhadap sensasi Khusus (rangsangan, sentuhan)
3. Claw hand : kecacatan pada tangan, kerusakan nervus ulnaris dan nervus medianus
STEP 6
1. Mengapa ditemukan makula hipopigmentasi ?hipopigmentasi diakibatkan oleh terhambatnya sinar matahari masuk ke dalam lapisan kulit yang
mengganggu pembentukan melanin.
a. Efek langsung invasi Mycobacterium leprae ke dalam melanosit
b. Digunakannya dopa sebagai substrat oleh enzim Mycobacterium leprae
c. Perubahan pembuluh darah sehingga terjadi atrofi melanosit
Daili ESS, Menaldi SL, Wisnu IM. Penyakit Kulit yang Umum di Indonesia. Jakarta:
Medical Multimedia Indonesia, 2005, P. 33-4
a. Biosintesis MelaninMelanin merupakan suatu kumpulan substansi fenol berupa molekul polimer
berpigmen. Melanin pada kulit manusia adalah beragam komponen indol yang disintesa dari tirosin melalui pembentukan polimer.
Melanin pada manusia secara umum dibagi menjadi eumelanin yang berwarna hitam (melanin intrinsik) dan pheomelanin (melanin kuning). Melanin pada kulit dan rambut manusia merupakan kompleks dari dua tipe diatas, dan perbandingan mereka menentukan warna rambut.
Tirosin, disuplai oleh darah, akan dioksidasi oleh tirosinase yang mengandung tembaga, dan dimetabolisme menjadi dopa (dihidroksifenilalanin) dan kemudian dimetabolisme lagi menjadi dopaquinon. Tirosinase adalah enzim yang mengkatalisasi dua reaksi ini. Metabolisme ini merupakan reaksi yang terbatas pada sintesis melanin.
Dopaquinon kemudian secara otomatis akan dioksidasi menjadi komponen indol yang dihubungkan satu sama lain untuk mensintesis eumelanin. Jika cistein dilibatkan pada stadium ini, dopaquinon akan berikatan dengan cistein dan berubah menjadi 5-S-cisteinil dopa (5-S-CD), yang mengalami polimerasi menjadi pheomelanin.5
Mycobacterium leprae, mempunyai 5 (lima) sifat penting yang perlu diketahui yaitu :
1. Merupakan organisme obligat endogeous dan tidak bisa dibiarkan dalam media buatan2. Sifat mengikat asamnya dapat diekstraksi dengan pyridine3. Mampu mengoksidasi zat D–dihydroxy phenylalanine (D – DOPA)4. Mengivansi sel schwan dari system saraf tepi terutama di perineum5. Permukaan membrane mengandung phenolic glycolipid I (PGL-I) dan lipoarabinomannan (LAM) (Shimoji Yang, 1999).
Makula hipoigmentasi adalah kelainan kulit yang mengalami perubahan warna yang lebih putih dan tidak diserta penojolan kulit dan tidak ada lekukan pada kulit, makula biasanya bergaris tengah kurang dari 1 cm.
2. Mengapa timbul bercak yang mati rasa ditangan kiri?3. Mengapa pada tes sensitibilitas didapatkan hipoaesthesi?
Sensori umum dan sensori khusus??M.Leprae memiliki bagian G domain of extracellular matriks protein laminin 2 yang akan berikatan dengansel schwaan melalui reseptor dystroglikan lalu akan mengaktifkan MHC kelas II setelah itu mengaktifkan CD4+. CD4+ akan mengaktifkan Th1 dan Th2 dimana Th1 dan Th2 akan mengaktifkan makrofag. Makrofag gagal memakan M. Leprae akibat adanya fenolat glikolipid I yang melindunginya di dalam makrofag. Ketidakmampuan makrofag akan merangsang dia bekerja terus – menerus untuk menghasilkan sitokin dan GF yang lebih banyak lagi. Sitokin dan GF tidak mengenelai bagian self atau nonself sehingga akan merusak saraf dan saraf yang rusak akan diganti dengan jaringan fibrous sehingga terjadilah penebalan saraf tepi. Sel schwann merupakan APC non professional (Wahyuni, 8:2009).
Lengan kiri mengecil karena adanya atrofi sel2 di lengan kiri. Atrofi merupakan salah satu mekanisme adaptasi selular terhadap jejas. Sel2 yang mengalami atrofi ini tidak mati namun mengalami penurunan fungsi. Untuk bertahan hidup, sel harus bisa menyeimbangkan ukuran sel dan suplai darah, nutrisi atau stimulasi trofik. Atrofi menggambarkan pengurangan komponen structural sel; mekanisme biokimianya dapat bervariasi , tetapi akhirnya mempengaruhi keseimbangan antara sintesis dan degradasi. Sintesis yang berkurang, peningkatan katabolisme atau keduanya dapat mengakibatkan atrofi sel. Pengaturan degradasi protein tampaknya mempunyai peran kunci pada atrofi. System proteolitik antara lain :
Lisosom mengandung protease dan enzim lain pendegradasi molekul yang diendositosis dari lingkungan ekstrasel, serta mengatabolisme komponen subseluler, seperti orgnela yang menunjukkan proses penuaan
Jalur ubiquitin proteasome bertanggung jawab untuk degradasi banyak protein sitosol dan inti. Protein yang didegradasi melalui proses ini secara khas menjadi sasaran oleh konjugasi ubiquitin peptide 76 asam amino sitosolik. Protein ini kemudian akan didegradasi dalam proteasome, kompleks proteolitik sitoplasmik besar. Jalur ini menyebabkan percepatan proteolisis pada keadaan hiperkatabolik.
Dalam perjalanan menjadi atrofi, sel harus mengarbsorbsi sebagian unsur2nya. Hal ini meliputi autofagositosis atau autofagi, yang secara harfiah merupakan proses makan diri sendiri (self eating) yang selama proses ini, bagian2 yang mencerna enzim pada sel terdapat di dalam vakuola sitoplasma. Proses yang sama ini tidak hanya terjadi didalam sel yang mengalami atrofi tetapi juga pada keberadaan seluler sehari2 yang aus dan rusak. Bila organel sitoplasma rusak, organel tersebut diasingkan di dalam vakuola sitoplasma dan dicernakan secara enzimatis. Proses pencernaan cenderung meninggalkan bekas2 sisa zat yang tidak dapat dicerna yang sedikit demi sedikit tertimbun di dalam sel. Zat ini berasal dari sebagian besar struktur membrane di dalam sel dan umumnya berwarna coklat tua. (Wahyuni, 8:2009).
4. Mengapa pada lengan bawah didapati atrofi otot hipotenar dan claw hand?
Deformitas atau cacat yang disebabkan oleh kusta dapat dibedakan menjadi 2 yaitu deformitas primer dan deformitas sekunder. Cacat primer sebagai akibat langsung oleh granuloma
yang terbentuk sebagi reaksi terhadap M. leprae, yang mendesak dan merusak jaringan di sekitarnya, yaitu kulit, mukosa traktus respiratorius atas, tulang-tulang jari, dan wajah. Cacat sekunder terjadi sebagai akibat adanya deformitas primer, terutama kerusakan pada saraf baik saraf sensorik, motorik dan saraf autonom. Cacat sekunder dapat berupa kontraktur sendi, mutilasi tangan dan kaki.
Gejala-gejala kerusakan saraf karena kusta diantaranya:
1. N. Ulnaris:a. Anestesia pada ujung jari anterior kelingking dan jari manisb. Clawing kelingking dan jari manis ( claw hand)c. Atrofi hipotenar dan otot interseus serta kedua otot lumbrikalis medial
CLAW HAND
2. N. medianusa. Anestesia pada ujung jari bagian anterior ibu jari, telunjuk dan jari tengahb. Tidak mampu aduksi ibu jaric. Clawing ibu jari, telunjuk dan jari tengahd. Ibu jari kontrakture. Atrofi otot tenar dan kedua otot lumbrikalis lateral
3. N. Radialisa. Anestesia dorsum manus, serta ujung proksimal jari telunjukb. Tangan gantung (wrist drop)c. Tak mampu ekstensi jari-jari atau pergelangan tangan
WRIST DROP
4. N. popliteal lateralisa. Anestesia tungkai bawah, bagian lateral dan dorsum pedisb. Kaku gantung (foot drop)c. Kelemahan otot peroneus
FOOT DROP
5. N. tibialis posteriora. Anestesia telapak kaki
b. Claw toesc. Paralisis otot intrinsik kaki dan kolaps arkus pedis
6. N. fasialisa. Cabang temporal dan zigomatik menyebabkan lagoftalmusb. Cabang bukal, mandibular dan servikal menyebabkan kehilangan ekspresi wajah dan
kegagalan mengatupkan bibir
7. N. trigeminusa. Anestesia kulit wajah, kornea dan konjungtiva matab. Atrofi otot tenar dan kedua otot lumbrikalis lateral
Kerusakan mata pada kusta juga dapat primer dan sekunder. Primer mengakibatkan alopesia pada alis mata dan bulu mata, juga dapat mendesak jaringan mata lainnya. Sekunder disebabkan oleh rusaknya N. fasialis yang dapat membuat paralisis N. orbikularis palpebarum sebagian atau seluruhnya, mengakibatkan lagoftalmus yang selanjutnya, menyebabkan kerusakan bagian-bagian maa lainnya. Secara sendiri-sendiri atau bergabung akhirnya dapat menyebabkan kebutaan.
Infiltrat granuloma ke dalam adneksa kulit yang terdiri atas kelenjar keringat, kelenjar palit dan folikel rambut dapat mengakibatkan kulit kering dan alopesia. Pada tipe lepromatosa dapat timbul ginekomastia akibat gangguan hormonal dan oleh karena infiltrasi granuloa pada tubulus seminiferus testis.
Buku ajar ilmu penyakit kulit dan kelamin FKUI
5. Mengapa tangan kiri pasien mengecil dan pasien merasakan kelemahan pada tangan kiri jika mengangkat beban yang berat?
6. Apa etiologi dari penyakit diskenario?
Etiologi Kuman penyebab dari kusta adalah Mycobacterium leprae. M leprae merupakan basil tahan asam berukuran panjang 3 – 8 µm dan lebar 0,5 µm. Genom M leprae ada 3.3 juta pasang, dengan kurang lebih 1600 gen. Masa tunas bervariasi 40 hari-40 th, tapi rata” 3-5 tahun.
Sumber : Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin edisi keempat FKUI
7. Bagaimana Patogenesis dari kasus di skenario ?
Setelah M. leprae masuk ke dalam tubuh, perkembangan penyakit kusta bergantung pada kerentanan seseorang. Respon tubuh setelah masa tunas dilampaui tergantung pada derajat system imunitas seluler (SIS/cellular mediated immune) pasien. Kalau system imunitas seluler tinggi, penyakit berkembang kea rah tuberkuloid dan bila rendah berkembang ke arah lepromatosa. M. leprae berpredileksi di daerah-daerah yang relative lebih dingin, yaitu daerah akral dengan vaskularisasi yang sedikit.Derajat penyakit tidak selalu sebanding dengan derajat infeksi karena respon imun pada tiap pasien berbeda. Gejala klinis lebih sebanding dengan tingkat reaksi seluler daripada intensitas infeksi. Oleh karena itu penyakit kusta dapat disebit sebagai penyakit imunologik.
Sumber :Kapita Selekta Kedokteran edisi ketiga jilid II
Makrofag dalam jaringan yang berasal dari monosit di dalam darah yang mempunyai nama khusus, antara lain sel Kupffer dari hati, sel alveolar dari paru dan yang di kulit disebut histiosit. Salah satu tugas makrofag adalah melakukan fagositosis. Kalau ada kuman (M. leprae) masuk, akibatnya akan bergantung pada Sistem Imunitas Selular (SIS) orang itu. Apabila SIS-nya tinggi, makrofag akan mampu memfagosit M. leprae. Datangnya histiosit ke tempat kuman disebabkan karena proses imunologik dengan adanya factor kemotaktik. Kalau datangnya berlebihan dan tidak ada lagi yang harus difagosit, makrofag akan berubah bentuk menjadi sel epiteloid yang tidak dapat bergerak dan kemudian akan dapat berubah menjadi sel datia Langerhans. Adanya massa epiteloid yang berlebihan dikelilingi oleh limfosit yang disebut tuberkel akan menjadi penyebab utama kerusakan jaringan dan cacat. Pada penderita dengan SIS rendah atau lumpuh, histiosit tidak dapat menghancurkan M. leprae yang sudah didalamnya, bahkan dijadikan tempat berkembang biak dan disebut sel Virchow atau sel Lepra atau sel Busa dan sebagai alat pengangkut penyebarluasan.
Sumber : Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin edisi keempat FKUI
Bedakan patogenesis tipe lepramatosa dan tuberkuloid
Klasifikasi menurut Ridley-Jopling (1962)
a. Tuberkuloid (TT)
b. Borderline tuberkuloid (BT)
c. Mid borderline (BB)
d. Borderline lepromatous ( BL)
e. Lepromatosa (LL)
Klasifikasi WHO atau modifikasi WHO (1981/1988)-kepentingan program:
a. Pausibasiler (PB) tipe I, TT, BT, dengan BTA negatif
b. Multibasiler (MB) tipe LL, BL, BB, BT, dengan BTA positif
Gambaran klinis,bakteriologik,& imunologik KUSTA MULTIBASILER
Sifat Lepromatosa (LL) Borderlaine Lepromatosa(BL)
Mid Borderline (BB)
Lesi :-Bentuk
-Jumlah
-Distribusi
-Permukaan
-Batas
-Anestesia
Makula Infiltrat difusPapulNodus
Tak terhitungPraktis tidak ada kulit sehat
Simetris
Halus berkilat
Tak jelas
Tak ada-tak jelas
MakulaPlakatPapul
Sukar dihitungMasih ada kulit sehat
Hampir simetris
Halus berkilat
Agak jelas
Tak jelas
PlakatDome-Shaped(kubah)Punched – out
Dapat dihitungKulit sehat jelas ada
Asimetris
Agak kasarAgak berkilat
Agak jelas
>jelasBTA-lesi kulit
-sekret hidung
TEST LEPROMIN
Byk (ada globus)
Banyak (ada globus)
(-)
Banyak
Biasanya (-)
(-)
Agak banyak
(-)
Biasanya (-)
Gambaran klinis,bakteriologik,& imunologik KUSTA PAUSIBASILER
Sifat Tuberculoid(TT) Borderlaine Tuberculoid(BT)
Indeterminate(I)
Lesi :- Bentuk
- Jumlah
- Distribusi
- Permukaan
- Batas
Makula sajaMakula dibatasi infiltrat
SatuDapat beberapa
Asimetris
Kering bersisik
Jelas
Makula dibatasi infiltratInfiltrat saja
Beberapa atau satu dengan satelit
Asimetris
Kering bersisik
Jelas
Hanya makula
Satu atau beberapa
Variasi
HalusAgak berkilat
Dpt jelas/tdk jelas
- anestesia jelas jelas Tidak ada sampai tidak jelas
BTA-Lesi kulit
(-) (-) / hanya positif satu
Biasanya negatif
Test lepromin (+) kuat (3+) (+) lemah Dpt (+) lemah/(-)Sumber : Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin edisi keempat FKUI
8. Bagaimana alur penegakan diagnosis pada penyakit diskenario ?
Diagnosis kusta didasarkan pd penemuan tanda-tanda kardinal (Cardinal sign), yaitu:
sekumpulan tanda-tanda utama utk menegakkan diagnosis kusta:
(1) Adanya bercak kulit yang mati rasa, dimana bercak tersebut bisa hipopigmentasi atau bercak tersebut bisa hipopigmentasi atau bercak eritemtosa,plak infiltrat (penebalan kulit) atau nodul-nodul. Mati rasa pada bercak bisa total atau sebagian saja thd rasa bercak bisa total atau sebagian saja thd rasa raba, rasa suhu (panas/dingin) dan rasa sakit.
(2) Adanya penebalan saraf tepi.
Dapat di sertai rasa nyeri dan gangguan fungsi Dapat di sertai rasa nyeri dan gangguan fungsi
saraf yang di kenai.
a.Saraf sensorik: mati rasa a.Saraf sensorik: mati rasa
b.Saraf motorik : parese dan paralisis
c.Saraf otonom : kulit kering, retak-retak,edema, dll.
(3) Dijumpai BTA pada hapusan jaringan kulit.
Mis:-kulit cuping telinga
-lesi kulit yg aktif
-kadang2 bisa diperoleh dr biopsi kulit atau saraf
*Utk menegakkan diagnosis harus dijumpai salah satu dr tanda2 kardinal tsb, dimana dignosis pasti adalah ditemukan BTA(+) pada jaringan kulit. Bila ada kasus yg ragu-ragu, orang tersebut dianggap sbg suspect dan di
periksa ulang setiap tiga bulan sampai diagnosa kusta dapat di tegakkan atau disingkirkan
A. Anamnesa teliti (± 80%)
– Keluhan utama/ tambahanBercak kulit: makula hipopigmentasi/ eritematosa + ggn rasa sentuh, suhu & nyeri
Penebalan saraf dan atau nyeri disertai dengan :
– Gangguan sensoris rasa nyeri sampai dengan mati rasa– Gangguan motoris paresis & paralisis
– Gangguan otonom kulit kering & retak, edema & alopesia– Riw kontak dengan penderita– Latar belakang keluarga, asal/ sos-ekonomi
B. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Perhatikan lesi dan kerusakan kulit yang terjadi
Predileksi lesi kulit Gangguan organ-organ lain (merupakan komplikasi), a.l:a. Mata: iritis, iridosiklitis, ggn visus (buta), lagofthalmus
b. Hidung: epistaksis, hidung pelana (kerusakan tulang rawan
c. Lidah: nodus, ulkus
d. Larings: suara parau
e. Ginjal: pielonefritis, nefritis interstitiel, Glomerulonefritis, amilidosis ginjal
f. Testis: epididimitis, orchitis, atrofi ginekomastia & steril
g. Kel limfe: limfadenitis
h. Tulang & sendi: artritis, tendosinovitis, absorpsi tulang jari tangan (mutilasi)
Pada Stadium Lanjut: xerosis, ulkus tropikum, mutilasi, ankilosis
Kerusakan beberapa saraf tepiGangguan Saraf Autonom
Alopesia (alis mata/ madarosis, bulu mata) Anhidrosis (tes potlot Gunawan, tes histamin)
Gangguan Saraf Motorik
Atrofi otot thenar, hipothenar & interphalangeal Claw Hand & Drop Wrist Drop Foot & Claw Toes
Kelainan kulit
Makula, papula, nodula Infiltrat ulkus
Makula hipopigmentasi yang khas + 5A yaitu :
• Achromia = tidak ada pigmen• Anestesia = baal
• Atrofi = kulit agak mencekung• Alopesia = tanpa rambut• Anhidrosis = tidak berkeringat
Palpasi
Kelainan Saraf
a. Penebalan saraf perifer, a.l:
N.facialis: raba bagian pelipis N.auric.magnus: raba sisi/ lateral leher N. radialis: raba lateral lengan atas N.ulnaris: raba dorsal epicondilus lateral N.peroneus lateral: raba dorsal capitulum fibulae N.tibialis posterior: raba dorsal maleolus medialis
b. Gangguan sensibilitas
(+ tabung reaksi, jarum & kapas)
– Lakukan pemeriksaan:• rasa suhu (panas & dingin)• rasa sakit (tajam & tumpul)• rasa raba (sentuhan kapas)
c. tes otonom
tes anhidrosis : tes dengan pinsil tinta (tes gunawan)
C. Pemeriksaan Penunjang- Bakteriologi
Pew Ziehl Neelsen/ Kinyoun Gabet/ Tan Thiam Hok – Bahan dari 6 lokasi lesi kulit (2), cuping telinga (2),
kulit distal jari telunjuk/ tengah (2)– Bahan biopsi kulit atau saraf
Indeks Bakteri
Untuk menentukan klasifikasi penyakit Lepra, dengan melihat kepadatan BTA tanpa melihat kuman hidup (solid) atau mati (fragmented/ granular)
0 BTA -
1 – 10/ 100 L.P +1
1 – 10/ 10 L.P +2
1 – 10/ 1 L.P +3
10 – 100/ 1 L.P +4
100 – 1000/ 1 L.P+5
> 1000/ 1 L.P + 6
Indeks Morfologi
Untuk menentukan persentasi BTA hidup atau mati
Rumus:
Jumlah BTA solid x 100 % = X %
Jumlah BTA solid + non solid
Guna:
• Untuk melihat keberhasilan terapi• Untuk melihat resistensi kuman BTA• Untuk melihat infeksiositas penyakit
- Pemeriksaan histopatologik (utk membedakan tipe TT & LL) Pada tipe TT ditemukan Tuberkel (Giant cell, limfosit) Pada tipe LL ditemukan sel busa (Virchow cell/ sel lepra) yi
histiosit dimana di dalamnya BTA tidak mati, tapi berkembang biak membentuk gelembung. Ditemukan lini tenang (subepidermal clear zone)
- Pemeriksaan tes lepromin (digunakan utk melihat daya imunitas pdrt thdp peny Lepra)
9. Apa manifestasi klinis dari penyakit diskenario?
Reaksi kusta-Reaksi kusta adalah suatu episode akut dalam perjalanan kronis penyakit kusta yg dianggap sebagai suatu kelaziman atau bagian dari komplikasi penyakit kusta-Penyebabnya blm diketahui, kemungkinan merupakan suatu reaksi hipersensitivitas yg menimbulkan gangguan keseimbangan imunitas yg tlh ada
-terdiri atas 2 tipe reaksi yaitu:1. Reaksi kusta tipe 1 disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas seluler2. Reaksi kusta tipe 2 disebabkan oleh reaksi hipersentivitas humoralBentuk berat dr reaksi kusta tipe 2 dikenal dgn Lucio Fenomena
REAKSI KUSTA TYPE 1Menurut Jopling reaksi kusta type 1 merupakan “delayed hypersensitivityreaction” :
Antigen berasal dari basil yang telah mati (breaking down leprosy bacilli) akan bereaksi dengan limfosit T disertai perubahan SIS (Sistem Imunitas Seluler ) yang cepat .Terjadi perubahan keseimbangan imunitas.Dengan demikian sebagai hasil reaksi tersebut dapat terjadi :
a. Up grading reaction / reversal reaction- apabila pergeseran imunitas kearah Tuberculoid ( peningkatan SIS).b. Down grading- apabila menuju kearah Lepromatose (terjadi penurunan SIS ).
Gejala-gejala Reaksi kusta type 1 :• Dapat dilihat :- pada perobahan lesi kulit- neuritis (nyeri tekan pd syaraf )- ggn fungsi syaraf tepi- ggn konstitusi (keadaan umum)• Dapat dibedakan atas reaksi type kusta 1 yg ringan dan yg berat.• Perjalanan reaksi : 6-12 minggu atau lebih.
REAKSI KUSTA TYPE 2• Nama lain : Eritema Nodosum Leprosum• Merupakan reaksi humoral yaitu Reaksi Hypersensitivitas Type III (Imune complex reaction):-Antigen yang berasal dari produk kuman yang telah mati bereaksi dgn antibodi
di tubuh membentuk imun complex antigen antibodi.Kompleks antigen antibody ini akan mengaktivasi komplemen sehingga terjadi“Eritema nodosum leprosum”.• Gejala-gejala dapat dilihat:- perubahan lesi kulit- neuritis (nyeri tekan pd syaraf )- gangguan fungsi saraf- gangguan konstitusi ( keadaan umum )- komplikasi pada organ tubuh
10.Apa Diagnosis banding dan diagnosis serta klasifikasi nya!
Diagnosis
KUSTA ( morbus Hansen)
Definisi : kusta merupakan penyakit infeksi yang kronik, dan penyebabnya ialah mycobacterium leprae yang bersifat intraselular obligat. Saraf perifer sebagai afinitas utama, lalu kulit, mukosa traktus respiratorius bagian atas sampai ke organ lain kecuali ssp.
DIAGNOSIS KUSTADidasarkan adanya tanda kardinal, yaitu :
Bercak kulit yang mati rasaBercak hipopigmentasi/eritematosa yang mati rasa thd rasa raba, suhu dan nyeri.Penebalan saraf tepi dg/tanpa gangguan fungsi sensoris, motoris dan otonom. Ditemukan kuman tahan asam pada hapusan kulit cuping telinga/lesi aktif.
KLASIFIKASI A. Klasifikasi Madrid (1953)
– Indeterminate (I)– Tuberkuloid (T)– Borderline (B)– Lepromatosa (L)
B. Klasifikasi Ridley-Jopling (1962) - kepentingan risert – Tuberkuloid (TT)– Borderline tuberkuloid – Mid-borderline (BB)– Borderline lepromatous (BL)– Lepromatosa (LL)
C. Klasifikasi WHO/modifikasi WHO (1981/1988)-kepentingan program– Pausibasilar (PB) – tipe I, TT, BT dengan BTA -– Multibasilar (MB) – tipe LL, BL, BB, BT dengan BTA +
Gambaran klinis,bakteriologik,& imunologik KUSTA MULTIBASILER
Sifat Lepromatosa (LL) Borderlaine Lepromatosa(BL)
Mid Borderline (BB)
Lesi :-Bentuk
-Jumlah
-Distribusi
-Permukaan
-Batas
-Anestesia
Makula Infiltrat difusPapulNodus
Tak terhitungPraktis tidak ada kulit sehat
Simetris
Halus berkilat
Tak jelas
Tak ada-tak jelas
MakulaPlakatPapul
Sukar dihitungMasih ada kulit sehat
Hampir simetris
Halus berkilat
Agak jelas
Tak jelas
PlakatDome-Shaped(kubah)Punched – out
Dapat dihitungKulit sehat jelas ada
Asimetris
Agak kasarAgak berkilat
Agak jelas
>jelasBTA-lesi kulit
-sekret hidung
TEST LEPROMIN
Byk (ada globus)
Banyak (ada globus)
(-)
Banyak
Biasanya (-)
(-)
Agak banyak
(-)
Biasanya (-)
Gambaran klinis,bakteriologik,& imunologik KUSTA PAUSIBASILERSifat Tuberculoid(TT) Borderlaine
Tuberculoid(BT)Indeterminate(I)
Lesi :- Bentuk
- Jumlah
- Distribusi
- Permukaan
- Batas
- anestesia
Makula sajaMakula dibatasi infiltrat
SatuDapat beberapa
Asimetris
Kering bersisik
Jelas
jelas
Makula dibatasi infiltratInfiltrat saja
Beberapa atau satu dengan satelit
Asimetris
Kering bersisik
Jelas
jelas
Hanya makula
Satu atau beberapa
Variasi
HalusAgak berkilat
Dpt jelas/tdk jelas
Tidak ada sampai tidak jelas
BTA-Lesi kulit
(-) (-) / hanya positif satu
Biasanya negatif
Test lepromin (+) kuat (3+) (+) lemah Dpt (+) lemah/(-)Sumber : Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin edisi keempat FKUI
11.Apa pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan?- Pemeriksaan bakterioskopik (kerokan jaringan kulit)
Memeriksa BTA dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen- Pemeriksaan histopatologik- Pemeriksaan serologik
Uji MLPA Uji ELISA ML dipstick test ML flow test
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FKUI
12.Bagaimana terapi pada penyakit diskenario?
Tujuan utama program pemberantasan kusta• Memutus rantai penularan penyakit dengan cara a.l:
– Menurunkan insiden penyakit (deteksi dini & pencegahan)– Mengobati dan menyembuhkan penderita– Mencegah timbulnya cacat– Rehabilitasi medik, psikologis & sosial
Terapi Obat DDS (4,4 diamino-difenil-sulfon, Dapson)
– Bersifat bakteriostatik menghambat enzim dihidrofolat sintetase, bekerja sbg antimetabolit PABA
– Dosis tunggal (sampai 6 bulan):• 50 – 100 mg/ hari utk dewasa• 2 mg/ kgBB untuk anak-anak
– Efek samping• Insomnia, neuropatia• Erupsi obat nekrolisis epidermal toksika !! • Hepatitis• Leukopenia,anemia hemolitik, methemoglobinemia
Rifampisin – merupakan obat paling ampuh dg sifat bakteriostatik kuat utk BTA– bekerja menghambat enzim polimerase RNA dengan ikatan ireversibel, harga
mahal– Dosis:
• 600 mg/ hari (5 – 15 mg/ kgBB/hari)• 900 – 1200 mg/ minggu flu like syndrome• 600 atau 1200/ bulan efek & toleransi baik
– Efek samping• Ggn Gastrointestinal
• Erupsi kulit• Hepatotoksik & nefrotoksik
Klofasimin (B-663, Lamprene)– Merupakan derivat zat warna iminofenazin dengan efek bakteriostatik, cara
menggangu metabolisme radikal oksigen– Efek anti-inflamasi berguna utk reaksi lepra, harga relatif mahal– Dosis:
• 50 mg/ hari atau 100 mg/ 3x seminggu (1 mg/ kgBB sehari)• 300 mg/ bulan utk cegah reaksi lepra
– Efek samping• Pigmentasi kulit keringat & air mata merah• Gangguan GIT anorexia, vomitus, diare, kadang-kadang nyeri
abdomen Skema Rejimen MDT-WHOUntuk Pausi-basiler
• Rifampisin 600 mg/ bulan (diawasi)• Dapson 100 mg/hari (swakelola) 6 bln (dosis 1 – 2 mg/kgBB/hari)
Untuk Multi-basiler• Rifampisin 600 mg/ bulan (diawasi)• Dapson 100 mg/ hari (swakelola)• Lamprene 50 mg/ hari atau 100 mg/3x seminggu atau 300 mg/ bulan
(diawasi) OBAT KUSTA BARU
• OFLOKSASIN – Merupakan obat turunan fluorokuinolon yang paling efektif thd M.leprae– Kerja melalui hambatan thdp enzim girase DNA mikobakterium– Dosis percobaan: 400 mg/ hari selama 1 bulan
• MINOSIKLIN – Merupakan turunan tetrasiklin yang aktif thdp M.lepra karena sifat lipofiliknya
mampu menembus dinding sel kuman– Cara kerjanya menghambat sintesis protein– Obat ini dapat menembus kulit dan mencapai jaringan saraf yang mengandung
banyak kuman– Dosis uji klinis: 100 mg/ hari selama 2 bulan
• KLARITROMISIN – Merupakan obat golongan makrolid (spt eritromisin & roksitromisin)– Mempunyai efek bakterisidal setara dengan ofloksasin & minosiklin ada
mencit– Bekerja dengan menghambat sintesis protein– Dosis uji klinis: 500 mg/ hari
Dr.Danny A. Hermawan, Dip DermMedical Faculty of UkridaJakarta
13.Apa saja komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit di skenario?Cacat merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada pasien kusta baik akibat kerusakan fungsi saraf tepi maupun karena neuritis sewaktu terjadi reaksi kusta.
(Kapita Selekta FK UI, Edisi 3, Jilid 2)