Efisiensi Proses Ekstraksi Oleoresin Lada Hitam Dengan Metode Ekstraksi Multi Tahap
-
Upload
legendgroovey -
Category
Documents
-
view
264 -
download
23
Transcript of Efisiensi Proses Ekstraksi Oleoresin Lada Hitam Dengan Metode Ekstraksi Multi Tahap
1
EFISIENSI PROSES EKSTRAKSI OLEORESIN LADA HITAM
DENGAN METODE EKSTRAKSI MULTI TAHAP
SKRIPSI
Oleh : FUAD MUHIEDIN
0111030023-103
JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
2008
i
i
LEMBAR PERSETUJUAN
Judul : Efisiensi Proses Ekstraksi Oleoresin Lada Hitam
dengan Metode Ekstraksi Multi Tahap. Nama : Fuad Muhiedin
Nim : 0111030023-103
Program Studi : S – 1 Reguler
Jurusan : Teknologi Industri Pertanian
Fakultas : Teknologi Pertanian
Disetujui Oleh :
Pembimbing Pertama,
Ir. Sukardi, MS NIP. 131 574 864
Pembimbing Kedua,
Irnia Nurika, STP. MP
NIP. 132 232 476
Tanggal Persetujuan : ............... Tanggal Persetujuan : ...........
ii
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Judul : Efisiensi Proses Ekstraksi Oleoresin Lada Hitam dengan Metode Ekstraksi Multi Tahap.
Nama : Fuad Muhiedin
Nim : 0111030023-103
Program Studi : S – 1 Reguler
Jurusan : Teknologi Industri Pertanian
Fakultas : Teknologi Pertanian
Dosen Penguji I,
Sucipto, STP. MP NIP. 132 231 564
Dosen Penguji II,
Dodyk Pranowo, STP. MSi NIP. 132 304 481
Dosen Penguji III,
Ir. Sukardi, MS NIP. 131 574 864
Dosen Penguji IV,
Irnia Nurika, STP. MP
NIP. 132 232 476
Ketua Jurusan,
Dr. Ir. Wignyanto, MS NIP. 130 935 074
Tanggal Lulus Skripsi : ....................................
iii
iii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Mahasiswa
NIM
Jurusan
Fakultas
:
:
:
Fuad Muhiedin
0111030023 - 103
Teknologi Industri Pertanian
Teknologi Pertanian
Judul Skripsi
:
Efisiensi Proses Ekstraksi Oleoresin Lada Hitam dengan Metode Ekstraksi Multi Tahap.
Menyatakan bahwa,
Skripsi dengan judul di atas merupakan karya asli penulis tersebut di atas. Apabila
di kemudian hari terbukti ini tidak benar saya bersedia dituntut sesuai hukum yang
berlaku.
Malang, 1 Agustus 2008
Pembuat Pernyataan,
Fuad Muhiedin NIM. 0111030023 – 103
iv
iv
Fuad Muhiedin. 0111030023. Skripsi. Efisiensi Proses Ekstraksi Oleoresin Lada Hitam dengan Metode Ekstraksi Multi Tahap. Pembimbing : 1. Ir. Sukardi, MS. 2. Irnia Nurika, STP, MP.
RINGKASAN
Oleoresin dihasilkan dari proses ekstraksi menggunakan pelarut organik. Oleoresin lada hitam mengandung zat piperine, piperanine, dan chavicine yang memberikan rasa pedas dari bahan yang diekstraksi. Metode ekstraksi yang biasa digunakan dalam ekstraksi oleoresin lada hitam adalah dengan satu kali proses ekstraksi, namun metode ini mempunyai kelemahan yaitu memerlukan banyak pelarut dalam mengekstraksi oleoresin. Untuk mengatasi masalah tersebut maka ekstraksi yang digunakan adalah metode ekstraksi multi tahap atau dengan beberapa kali proses ekstraksi dengan jumlah pelarut yang lebih sedikit tetapi belum diketahui berapa jumlah pelarut dan jumlah proses ekstraksi yang tepat.
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang disusun secara faktorial dengan 2 faktor. Faktor I jumlah pelarut (perbandingan bahan dan pelarut) terdiri dari 4 level yaitu 1:8; 1:9; 1:10; 1:11 dan faktor II jumlah proses ekstraksi terdiri dari 2 level yaitu 2 dan 3 kali proses ekstraksi masing-masing dengan 3 kali ulangan. Oleoresin yang diperoleh dilakukan pengujian fisik-kimia meliputi rendemen, kadar piperin, dan sisa etanol dalam oleoresin.
Perlakuan terbaik ekstraksi oleoresin lada hitam dipilih berdasarkan nilai biaya proses ekstraksi atau HPP bruto yang terendah maka dalam hal ini dipilih adalah alternatif perlakuan pertama yaitu jumlah total pelarut (rasio bahan dengan pelarut total) 1:10 (b/v) dengan 3 kali proses esktraksi dengan rendemen 5,34%, kadar piperin 47,49%, sisa etanol 2,02% nilai efisiensi proses ekstraksi 89,06% HPP bruto Rp sebesar Rp 214.031,94.
Kata kunci : lada hitam, oleoresin, ekstraksi multi tahap.
v
v
Fuad Muhiedin. 0111030023. Skripsi. Efficiency Process of Black Pepper Oleoresin Extract with Multiple Stage Extract Method. Pembimbing : 1. Ir. Sukardi, MS. 2. Irnia Nurika, STP, MP.
SUMMARY
Oleoresin is producted from extraction process using organic solvent. Black pepper oleoresin contains piperine, piperanine, and chavicine essence that give spicy flavour from extracted element. Extract method wich is ussualy used in black pepper oleoresin extraction is one time extraction process. This method has a weakness, it needs a lot of solvent to get oleoresin extract. To solve the problem, the extraction process that has tobe chossed is multiple rank extract method, but it hasn’t been know how much solvent is needed. The method used in this research is eksperimental used a completely randomized design (RAK) factorially with 2 factors. Factor I solvent amount ( materials and solvent comparison) consist of 4 level that is 1:8; 1:9; 1:10; 1:11 and factor II extraction process total amount consist of 2 level, that is 2 and 3 times process each by 3 repetitions. The physic and chemical test are rendemen, piperin proportion, etanol remains in oleoresin.
The best black pepper oleoresin extract treatment is chossed based on extraction process cost or the best lowest bruto. In the case, the chossen one is first treatment 1:10(b/v) with 3 times extraction process with rendemen 5,34%, piperin proportion 47,49%, etanol remains in oleoresin 2,02%, extraction process eficiency 89,06% and bruto HPP Rp 214.031,94%. Keyword : black pepper, oleoresin, multi stage extraction.
vi
vi
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur dan keagungan bagi Allah SWT yang Maha Pengasih
dan Penyayang, karena atas rahmat-Nya penelitian ini dapat diselesaikan.
Shalawat dan salam semoga dicurahkan Allah kepada Rasulullah SAW.
Skripsi ini berjudul “Efisiensi Proses Ekstraksi Oleoresin Lada Hitam
dengan Metode Ekatraksi Multi Tahap”. Penyusunan skripsi ini merupakan salah
satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Teknologi Pertanian. Penelitian ini lebih
lanjut merupakan usaha untuk memberikan informasi mengenai kondisi proses
ekstraksi terbaik dan meminimalkan input berupa pelarut etanol yang digunakan
untuk ekstraksi oleoresin lada hitam dengan metode ekstraksi multi tahap.
Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penyusun
sampaikan kepada:
1. Ir. Sukardi, MS dan Irnia Nurika, STP. MP, selaku Dosen Pembimbing
yang telah meluangkan waktu memberikan bimbingan, bantuan dan
kesabarannya dalam penyelesaian penyusunan skripsi.
2. Sucipto, STP. MP dan Dodyk Pranowo, STP. MSi selaku Dosen Penguji
terimakasih atas saran-saran dan bantuannya.
3. Ir. Maimunah Hindun Pulungan, MP terima kasih atas bimbingannya yang
amat berarti.
4. Bapak Ibu dosen di TIP terimakasih banyak ilmu dan pengetahuannya.
5. Bapak Ibuku, dan seluruh keluarga besarku di Kertosono terimakasih atas
doa, dukungan dan juga bantuannya selama ini.
6. Bude dan keluarga besar di Lamongan terimakasih atas doa dan juga
bantuannya.
7. Adeq Ima terima kasih atas semangat dan kesabarannya menemani.
8. Imam, Marco, Rozikin, Shalahudin, Andhang, Hilmi, Jhoss dan Temen-
temen TIP yang belum bisa saya sebutkan thanks atas kebersamaannya.
9. Heru n` family yang bersedia menampung, rosyd, kukuh, indra dan huda
terima kasih atas dukungannya.
10. Ibu kasih dan mas eko yang uda nganggep anak sendiri.
vii
vii
Disadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu dengan segala kerendahan diharapkan adanya saran, kritik dan masukan yang
konstruktif demi perbaikan dan penyempurnaan di masa mendatang. Akhirnya,
semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penyusun pada khususnya dan semua
pihak yang membutuhkan pada umumnya.
Malang, 1 Agustus 2008 Penyusun,
viii
viii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Surabaya pada tanggal 30 Juni 1982 dengan nama
Fuad Muhiedin, nama Ayah Abdul Maaf dan nama Ibu Djumiati. Penulis
menyelesaikan pendidikan di SDN Kepuh II, kemudian melanjutkan di SMPN 2
Kertosono. Setelah lulus SMP penulis melanjutkan pendidikan di SMUN
Patianrowo. Pada tahun 2001 penulis melanjutkan ke pendidikan tinggi di
Universitas Brawijaya Malang pada Fakultas Teknologi Pertanian Jurusan
Teknologi Industri Pertanian melalui jalur UMPTN.
Selama masa pendidikan di Fakultas Teknologi Pertanian penulis aktif di
organisasi Forum Kajian Islam FTP (FORKITA) sebagai staf bidang usaha dan
dana, staf Humas MPM FTP, dan ikut menjadi panitia pelaksana pada berbagai
kegiatan di lingkungan FTP. Penulis menyelesaikan studi dan mendapatkan gelar
Sarjana Teknologi Pertanian pada tahun 2008.
ix
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN ........................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................ ii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ........................................................ iii
RINGKASAN .................................................................................................. iv
KATA PENGANTAR ..................................................................................... vi
RIWAYAT HIDUP ......................................................................................... viii
DAFTAR ISI .................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xiii
PENDAHULUAN .......................................................................... 1 1.1. Latar Belakang ..................................................................................... 1 1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................. 3 1.4. Manfaat Penelitian ............................................................................... 3 1.5. Hipotesis.................................................................. ............................. 4
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 5
2.1. Lada Hitam .......................................................................................... 5 2.1.1. Susunan Kimia Lada Hitam ..................................................... 7
2.2. Oleoresin ............................................................................................. 8 2.2.1. Oleoresin Lada Hitam ............................................................... 10
2.3. Ekstraksi dengan Pelarut ..................................................................... 11 2.3.1. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Hasil Ekstraksi ............. 12
2.3.1.1. Ukuran Bahan .................................................................... 13 2.3.1.2. Suhu Ektraksi ..................................................................... 13 2.3.1.3. Pelarut ............................................................................... 13
2.3.1.3.1. Etanol ..................................................................... 15 2.4. Proses Ekstraksi Lada hitam ............................................................... 15
2.4.1. Penimbangan ............................................................................ 16 2.4.2. Pengecilan Ukuran ................................................................... 16 2.4.3. Pengayakan .............................................................................. 16 2.4.4. Ekstraksi Oleoresin secara Multi Tahap ................................... 17 2.4.5. Penyaringan .............................................................................. 17 2.4.6. Evaporasi .................................................................................. 17
2.5. Efisiensi .............................................................................................. 18
x
x
METODE PENELITIAN .............................................................. 20 3.1. Waktu Dan Tempat Penelitian ............................................................. 20 3.2. Alat Dan Bahan .................................................................................... 20 3.2.1 Alat ............................................................................................. 20 3.2.2 Bahan ........................................................................................ 20 3.3 Batasan Masalah .................................................................................. 21 3.4 Prosedur Penelitian............................................................................... 21 3.4.1. Identifikasi Masalah ................................................................. 22
3.4.2. Studi Literatur .......................................................................... 22 3.4.3. Rancangan Penelitian, Pelaksanaan dan Pengumpulan Data ... 22 3.4.4. Analisis Data ............................................................................ 26 3.4.6. Efisiensi Proses Ekstraksi Oleoresin Lada Hitam .................... 26 3.4.7. Perhitungan Biaya Proses Ekstraksi Oleoresin Lada Hitam .... 26 HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................... 28
4.1. Rendemen ............................................................................................ 28 4.2. Kadar Piperin ...................................................................................... 31 4.3. Sisa Etanol pada Oleoresin ................................................................. 33 4.4. Efisiensi Proses Ekstraksi Oleoresin Lada Hitam ................................ 34 4.5. Perhitungan Biaya Proses Ekstraksi Oleoresin Lada Hitam ................ 36
PENUTUP ...................................................................................... 39 5.1. Kesimpulan ......................................................................................... 39 5.2. Saran ..................................................................................................... 39
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................... 40 LAMPIRAN .................................................................................... 43
xi
xi
DAFTAR TABEL
Nomer Teks Halaman
1. Standar Mutu Oleoresin Lada Hitam.............................. 10
2.
Rerata Rendemen Oleoresin Pada Berbagai Jumlah Total Pelarut dan Jumlah Proses Ekstraksi ...................................
28
3. Rerata Kadar Piperine Oloresin Lada Hitam dengan Berbagai Jumlah Total Pelarut dan Jumlah Proses Ekstraksi...............................................................................
32
4. Rerata Sisa Etanol pada Oloresin Lada Hitam dengan Berbagai Jumlah Proses Ekstraksi........................................
34
5. Rerata Efisiensi Penggunaan Pelarut pada Proses Ekstraksi Oleoresin Lada Hitam dengan Berbagai Jumlah Pelarut dan Jumlah Tahap Ekstraksi................................................
35
xii
xii
DAFTAR GAMBAR
Nomor
1.
Teks Diagram Alir Penelitian..................................................
Halaman
21
2.
Diagram Alir Pembuatan Oleoresin Lada Hitam............
27
3.
Grafik Hubungan Jumlah Rerata Rendemen Oleoresin, Jumlah Pelarut dan Jumlah Proses Ekstraksi..................
29
xiii
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Teks Halaman
1. Analisa Rendemen, Kadar Piperine dan Sisa Etanol pada Oleoresin ..........................................................................
43
2. Data Percobaan dan Analisa Ragam Rendemen...............
45
3. Data Percobaan dan Analisa Ragam Kadar Piperin........... 47
4. Data Percobaan dan Analisa Ragam Sisa Etanol ..............
49
5. Perhitungan Efisiensi Proses Ekstraksi Oleoresin Lada Hitam…..............................................................................
51
6. Perhitungan Biaya Proses Ekstraksi Oleoresin Lada Hitam Alternatif Perlakuan Terbaik Pertama……………
53
7. Perhitungan Biaya Proses Ekstraksi Oleoresin Lada Hitam Alternatif Perlakuan Terbaik Kedua ……………..
55
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Lada merupakan salah satu jenis rempah yang dimanfaatkan sebagai
bumbu dalam berbagai masakan. Buah lada berbentuk bulat saat muda berwarna
hijau dan setelah matang berwarna merah. Hasil pengolahan lada ada 3 jenis yaitu
lada hitam, putih dan hijau, dari 3 jenis olahan yang dikenal hanya lada hitam dan
putih.
Daerah penghasil lada terbesar di Propinsi Lampung, Kepulauan Bangka
Belitung, Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat. Luas areal dan produksi lada
selama tahun 2000-2005 cenderung meningkat, yaitu dari 150.531 ha pada tahun
2000 menjadi 211.729 ha pada tahun 2005, dan produksi dari 69.087 ton pada
tahun 2000 menjadi 99.139 ton pada tahun 2005. Total ekspor lada dari negara-
negara produsen pada tahun 2005 mencapai 230.625 ton. Dari total ekspor
tersebut, Indonesia mengekspor 45.760 ton atau sekitar 19,80% (Yuhono, 2006).
Pengolahan lebih lanjut terhadap biji lada perlu dikembangkan karena
dalam keadaan utuh biji lada mempunyai kelemahan yaitu aroma akan hilang dan
juga mudah rusak karena jamur selama penyimpanan. Hasil olahan lada antara
lain adalah oleoresin dan lada bubuk. Oleoresin merupakan ekstrak atau sari
tumbuhan yang telah mengalami penguapan pelarut. Oleoresin lada mempunyai
keunggulan dibandingkan dengan produk olahan yang lain dari lada yaitu
mempunyai keseragaman aroma dan tidak mengandung mikroba sehingga lebih
awet. Oleoresin lada biasanya diproduksi dari lada hitam karena mempunyai
2
rendemen yang lebih besar dibanding dengan bahan baku lada putih dan juga
harga bahan baku yang lebih murah dengan kandungan sari tumbuhan yang
hampir sama dari oleoresin lada hitam maupun oleoresin lada putih.
Permasalahan pada ekstraksi oleoresin lada hitam adalah diperlukan
pelarut yang banyak untuk dapat mengekstraksi oleoresin dari bahan baku.
Banyaknya pelarut akan mempengaruhi tingginya biaya pengadaan pelarut
sehingga diperlukan efisiensi penggunan pelarut untuk menekan biaya produksi.
Ekstraksi oleoresin lada hitam menggunakan pelarut organik dibagi
menjadi dua cara yaitu ekstraksi satu tahap ekstraksi dan multi tahap ekstraksi.
Ekstraksi satu tahap ekstraksi adalah ekstraksi dengan jumlah pelarut yang sesuai
dengan bahan baku sehingga oleoresin yang terkandung dalam bahan baku
tersebut larut. Kelemahan dari satu tahap proses ekstraksi adalah dibutuhkan
banyak pelarut untuk melarutkan oleoresin yang diinginkan dalam bahan.
Metode ekstraksi multi tahap adalah metode ekstraksi lebih lanjut yang
dapat menyempurnakan kelemahan dari metode ekstraksi satu tahap proses
ekstraksi. Ekstraksi multi tahap adalah ekstraksi dengan adanya penambahan
pelarut yang selalu baru pada residu dari ekstraksi sebelumnya sehingga
diharapkan oleoresin dapat terekstrak secara sempurna.
Efisiensi proses ekstraksi pada ekstraksi oleoresin lada hitam adalah
dengan meminimalkan input dari proses ekstraksi yaitu pemakaian jumlah total
pelarut untuk menghasilkan oleoresin terbanyak. Penggunaan pelarut minimal
dapat diterapkan pada ekstraksi oleoresin lada hitam yaitu menggunakan metode
ekstraksi multi tahap. Menurut Bernasconi, et al. (1995) ekstraksi beberapa kali
3
dengan pelarut yang lebih sedikit akan lebih efektif dibanding ekstraksi satu kali
dengan semua pelarut sekaligus.
Permasalahan yang timbul adalah belum diketahui jumlah pelarut dan
berapa tahap ekstraksi yang tepat untuk menghasilkan oleoresin lada hitam
sehingga penggunaan pelarut dapat lebih efisien.
1.2. Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi proses ekstraksi
daan meminimalkan input berupa pelarut etanol pada ekstraksi oleoresin lada
hitam dengan metode ekstraksi multi tahap.
Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah memperoleh perlakuan terbaik
dari jumlah total pelarut dan jumlah proses ekstraksi untuk mendapatkan oleoresin
pada ekstraksi oleoresin lada hitam dengan metode ekstraksi muti tahap.
1.3. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi tentang
kondisi ekstraksi terbaik pada ekstraksi multi tahap dalam menghasilkan
rendemen dan mutu oleoresin lada hitam. Selain itu penelitian ini diharapkan
dapat meningkatkan nilai tambah dari lada.
4
1.4. Hipotesis
Diduga jumlah total pelarut etanol yang digunakan serta jumlah proses
ekstraksi akan meningkatkan rendemen dan mempengaruhi sifat fisika kimia lada
hitam.
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Lada Hitam
Lada hitam biasanya digunakan sebagai bumbu dan obat tradisional
Tanaman lada yang ada di Indonesia berasal dari daerah Malabar India, dan
dibawa oleh koloni hindu yang pindah ke Asia tenggara sejak 2000 tahun silam
(Anonymousc, 2005). Ciri-ciri morfologi tanaman lada hitam antara lain
merupakan tanaman semak belukar, herba, berbatang kecil menjalar dan bunganya
majemuk berbentuk bulir dan menggantung. Tanaman ini mempunyai karakter
kimia mengandung asam amida atau disebut juga piperin yang pada umumnya
dimiliki oleh beberapa spesies dalam famili Piperaceae, dan mengandung minyak
atsiri (Heinrich, 2003).
Lada hitam (Piper nigrum) merupakan tanaman tropis yang membutuhkan
curah hujan dan kelembaban yang cukup. Lada hitam tumbuh baik pada daerah
antara 200 LU dan 200 LS, dan pada ketinggian sampai 1500 m diatas permukaan
laut. Suhu yang dikehendaki antara 100 C dan 400 C, dengan curah hujan rata-rata
125-200 cm/tahun. Lada hitam dapat tumbuh subur pada tanah yang memiliki pH
4,5 sampai 6,5 (Rajeev dan Devasahayam,2005).
Menurut Anonymousb (2005), lada hitam dibedakan menjadi beberapa
jenis dan mempunyai ciri berbeda yang dipengaruhi daerah asal budidayanya
antara lain :
a. Malabar
Jenis lada hitam terbaik didunia sebagian berasal dari India sebelah barat daya
6
dan dikenal sebagai daerah pantai Malabar. Lada malabar mempunyai aroma
khas yang sangat kuat.
b. Lampung
Indonesia termasuk salah satu produsen utama lada hitam, dengan penanaman
memusat di Lampung daerah bagian tenggara Sumatera. Lada lampung dapat
dibandingkan dengan lada malabar dari segi rasa maupun kepedasan.
c. Brazil
Brazil adalah salah satu produsen lada hitam utama yang baru. Biji lada hitam
brazil mempunyai permukaan yang lembut dengan kulit luar berwarna hitam
dan pusat biji berwarna putih.
d. Serawak
Negara Malaysia termasuk penghasil lada hitam utama yang lain.
Pembudidayaan lada sepanjang pantai barat laut kalimantan. Kebanyakan lada
hitam serawak dijual kepada Jepang dan negara lainnya di Asia.
e. Sri lanka
Lada hitam sri lanka mempunyai kandungan minyak atsiri dan oleoresin yang
tinggi sehingga dimanfaatkan sebagai bahan baku pada industri ekstraksi.
f. Vietnam
Vietnam adalah negara produsen lada hitam yang baru, kebanyakan lada
tumbuh didaerah vietnam selatan. Pangsa pasar lada hitam vietnam adalah
Singapura dan wilayah Eropa
7
g. Negara lain
Beberapa negara yang juga tumbuh tanaman lada namun dengan tingkat
produksi yang sedikit dan dalam jumlah terbatas untuk eksport. Negara
tersebut meliputi: madagaskar, Thailand, Nigeria dan China.
2.1.1 Susunan Kimia Lada Hitam
Lada hitam memiliki rasa pedas dan aroma yang khas. Rasa pedas tersebut
karena adanya zat piperine, piperanin, dan chavicine. Sedangkan aroma dari biji
lada akibat adanya minyak atsiri, yang terdiri dari beberapa jenis minyak terpene
Menurut Williamson (2002), susunan kimia lada hitam terdiri dari :
a. Minyak atsiri (Essential oil)
Lada hitam kering mengandung 1,2 – 2,6% minyak atsiri yang terdiri dari
sabinine (15-25%), caryophyllene, α-pinene, β-pinene, β-ocimene,δ-
guaiene, farnesol, δ-cadinol, guaiacol, 1-phellandrene, 1,8 cineole, p-
cymene, carvone, citronellol, α-thujene, α-terpinene, bisabolene, dl-
limonene, dihydrocarveol, camphene dan piperonal.
b. Alkoloids dan amides
Amides merupakan senyawa yang memberikan aroma tajam terdiri dari
piperine, piperylin, piperolein A dan B, cumaperine, piperanine,
piperamides, pipericide, guineensine dan sarmentine. Alkoloids terdiri dari
chavicine, piperidine dan piperretine, methyl caffeic acid, piperidide dan
β-methyl pyrroline.
8
c. Aminoacids.
Lada hitam kering kaya akan kandungan β-alanine, arginine, serine,
threonine, histidine, lysine, cystine, asparagines dan glutamic acid.
d. Vitamin dan mineral.
Lada hitam kering mempunyai kandungan ascorbic acid, carotenes,
thiamine, riboflavin, nicotinic acid, potassium, sodium, calsium,
magnesium, besi, phosporus, tembaga dan seng.
2.2. Oleoresin
Oleoresin adalah campuran kompleks yang diperoleh dengan ekstraksi,
konsentrasi (pemekatan) dan standarisasi minyak atsiri dan komponen non volatil
dari rempah-rempah, biasanya dalam bentuk cair kental, pasta dan padat
(Koswara, 1995). Lebih lanjut Manheimer (1996) dalam Samuel (2004)
menyatakan oleoresin diperoleh dari ekstraksi bahan rempah atau flavoring
dengan menggunakan pelarut organik untuk mendapatkan komponen yang
diinginkan. Oleoresin mengandung minyak atsiri dan senyawa non volatil lain
dengan karakteristik flavour, warna dan aspek lain yang menyerupai bahan baku.
Oleoresin rempah banyak digunakan dalam skala industri, secara umum
digunakan untuk flavour pada indusri pengolahan makanan seperti pengalengan
daging, saos, pembuatan minuman ringan, bahan baku obat farmasi, industri
kosmetik dan parfum, industri kembang gula dan roti (Anonymousa, 2006).
Pengertian oleoresin sering dikacaukan dengan minyak atsiri, yang
sebenarnya keduanya sangat berbeda. Minyak atsiri dapat dihasilkan dengan cara
9
penyulingan dan hanya mengandung senyawa-senyawa yang mudah menguap
yang tersuling dari bahan olah yang mempunyai aroma yang kuat, sedangkan
oleoresin diperoleh dengan cara ekstraksi menggunakan pelarut organik, sehingga
selain mengandung minyak atsiri juga mengandung resin yang tidak menguap dan
menentukan rasa khas rempah (Anonymousb , 2005).
Koswara (1995), menjelaskan keuntungan produk oleoresin sebagai
berikut :
1. Seragam, terstandarisasi, flavornya lengkap atau sama dengan rempah-
rempah asalnya.
2. Bersih, bebas dari mikroba, serangga dan kontaminan lain.
3. Bebas enzim dan masih mengandung anti oksidan alami.
4. Kadar air sangat rendah, hampir tidak ada.
5. Mempunyai masa simpan yang lama dalam kondisi penyimpanan yang
normal atau agak keras.
6. Kehilangan minyak esensial dapat dikurangi karena adanya resin.
7. Memerlukan gudang tempat penyimpanan yang jauh lebih kecil dibanding
dengan menyimpan rempah-rempah segar.
Kelemahan produk oleoresin dinyatakan sebagai berikut :
1. Sangat pekat dan kadang-kadang lengket sehingga sulit ditimbang dengan
tepat.
2. Karena sifatnya yang pekat dan lengket. Sejumlah oleoresin masih
menempel pada wadahnya ketika dituang.
10
3. Flavor dipengaruhi oleh asal dan kualitas bahan mentah yang mungkin
asalnya tidak sama.
4. Kemungkinan masih terdapat pelarut dalam jumlah yang melebihi batas
yang ditentukan jika tidak dilakukan kontrol yang baik dalam proses
ekstraksinya.
2.2.1 Oleoresin Lada Hitam
Ekstraksi lada hitam pada prinsipnya untuk mendapatkan piperine dan
minyak volatil (minyak atsiri). Untuk mendapatkan piperine yang terdapat pada
oleoresin, lada hitam dilarutkan pada bahan pelarut kemudian bahan pelarut
dipisahkan dari hasil ekstraksi dengan cara evaporasi (Anonymous, 2002).
Piperine (C7H19O3N) adalah unsur utama yang terdapat pada lada hitam
(Piper nigrum L). Piperine bermanfaat dalam menyembuhkan beberapa penyakit
seperti sakit tenggorokan, sakit kepala, dan penyakit kulit. Konsentrasi piperine
sekitar 6%-9% di dalam Piper nigrum L, 4% di dalam Piper longum dan 4.5% di
dalam Piper retrofractum (Anonymous, 2002). Menurut Kar (2003), piperine
mempunyai titik didih 130oC dan memberikan rasa yang pedas.
Tabel 1. Standar Mutu Oleoresin Lada Hitam No Uraian Hasil 1 Residu pelarut Kurang dari 25 ppm 2 Kandungan piperine Minimal 45 % 3 Mikrobiologi Bebas dari kontaminan mikroba 4 Kenampakan Coklat kehitaman 5 Aroma Khas lada hitam Sumber (Anonymousb, 2006)
11
2.3. Ekstraksi dengan Pelarut
Ekstraksi adalah pemisahan satu atau beberapa bahan suatu padatan atau
cairan. Proses ekstraksi mula-mula terjadi penggumpalan ekstrak dalam pelarut.
Terjadi kontak antar muka bahan dan pelarut sehingga pada bidang muka terjadi
pengendapan massa dengan cara difusi. Bahan ekstraksi yang telah bercampur
dengan pelarut maka pelarut menembus kapiler dalam suatu bahan padat dan
melarutkan ekstrak larutan dengan konsentrasi lebih tinggi terbentuk dibagian
dalam bahan ekstraksi. Serta dengan cara difusi akan terjadi keseimbangan
konsentrasi larutan dengan larutan diluar bahan (Bernasconi et al, 1995).
Ekstraksi dengan pelarut adalah pemisahan antar bagian dari suatu bahan
berdasarkan pada perbedaan sifat melarut dari masing-masing bagian bahan
terhadap pelarut yang digunakan (McCabe et al, 1999). Oleoresin didapatkan dari
rempah-rempah dengan cara diekstraksi menggunakan pelarut organik. Hasil
ekstraksi mengandung minyak dan senyawa terlarut pada pelarut. Pelarut organik
yang biasa digunakan adalah senyawa hidrokarbon pelarut lemak dan minyak,
seperti alkohol dan aseton. (Anonymousa , 2006).
Berdasarkan wujud bahannya, ekstraksi dapat dibedakan menjadi dua cara
yaitu:
1. Ekstraksi padat cair, digunakan untuk melarutkan zat yang dapat larut dari
campurannya dengan zat padat yang tidak dapat larut.
2. Ekstraksi cair-cair, digunakan untuk memisahkan dua zat cair yang saling
bercampur, dengan menggunakan pelarut dapat melarutkan salah satu zat
(McCabe et al, 1999).
12
Ekstraksi oleoresin lada hitam menggunakan ekstraksi padat cair. McCabe,
et al (1999) menjelaskan ekstraksi padat cair salah satunya untuk memperoleh
bahan-bahan aktif dari tumbuhan dan minyak dari tumbuhan.
Bernasconi, et al (1995) menyatakan bahwa metode ekstraksi dibagi
menjadi dua yaitu ekstraksi tunggal dan ekstraksi multi tahap. Ekstraksi tunggal
adalah dengan mencampurkan bahan yang akan diekstrak dihubungkan satu kali
dengan pelarut. Disini sebagian dari zat yang akan diolah akan larut dalam bahan
pelarut sampai tercapai suatu keseimbangan. Metode ekstraksi tunggal
mempunyai kekurangan yaitu rendemennya rendah. Sedangkan ekstraksi multi
tahap, bahan yang akan diekstrak dihubungkan beberapa kali dengan bahan
pelarut yang baru dalam jumlah yang sama besar. Setelah melalui beberapa kali
pencampuran dan pemisahan maka didapatkan berbagai ekstrak dengan rendemen
yang lebih tinggi daripada ekstraksi tunggal.
Susanto (1999) menjelaskan bahwa jumlah pelarut berpengaruh terhadap
efisiensi ekstraksi, tetapi jumlah berlebihan tidak akan mengekstrak lebih banyak,
dalam jumlah tertentu pelarut dapat bekerja optimal. McCabe, et al (1999)
menambahkan jumlah pelarut berpengaruh terhadap banyaknya oleoresin yang
diekstrak sampai titik keseimbangan, namun pada ekstraksi multi tahap kepekatan
dari zat yang akan diperoleh pada tingkat ekstraksi berikutnya selalu menjadi
lebih rendah, karena itu bahan pelarut tidak terpakai secara optimum.
2.3.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Ekstraksi
Menurut Komara (1991) dalam Samuel (2004), hasil ekstraksi oleoresin
dipengaruhi oleh jenis bahan, jenis pelarut dan kondisi ekstraksi, kondisi ekstraksi
13
meliputi metode, waktu, jenis pelarut, perbandingan bahan dengan pelarut, suhu
dan derajat kehalusan bahan.
2.3.1.1. Ukuran Bahan
Pengecilan ukuran bertujuan untuk memperluas permukaan bahan
sehingga mempercepat penetrasi pelarut ke dalam bahan yang akan diekstrak dan
mempercepat waktu ekstraksi. Penghancuran lada hitam dapat dilakukan dengan
alat penghancur biji. Hancuran biji lada ini kemudian dilewatkan pada saringan 40
mesh untuk menyeragamkan ukuran bahan. Sebenarnya semakin kecil ukuran
bahan semakin luas pula permukaan bahan sehingga semakin banyak oleoresin
yang dapat diekstrak. Tetapi ukuran bahan yang terlalu kecil juga menyebabkan
banyak minyak volatile yang menguap selama penghancuran (Anonymousb,
2006).
2.3.1.2. Suhu Ekstraksi
Ekstraksi akan lebih cepat dilakukan pada suhu tinggi, tetapi pada
ekstraksi oleoresin hal ini dapat meningkatkan beberapa komponen yang terdapat
dalam rempah akan mengalami kerusakan (Sujarwadi, 1996). Susanto (1999)
menyebutkan bahwa ekstraksi baik dilakukan pada kisaran suhu 30-500C.
Penelitian Yuswantoro (2001) menyebutkan bahwa minyak atsiri oleoresin kayu
manis yang diekstrak pada suhu 400C menghasilkan kadar 18% dibandingkan
dengan suhu ekstraksi 300C, sedangkan pada suhu 500C tidak terjadi kenaikan
kadar minyak atsiri.
2.3.1.3. Pelarut
Jenis pelarut yang digunakan merupakan faktor penting dalam ekstraksi
oleoresin. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah : daya melarutkan oleoresin,
14
titik didih, toksisitas (daya atau sifat racun), mudah tidaknya terbakar dan sifat
korosif (Koswara, 1995).
Bernasconi, et al (1995) menyatakan pemilihan pelarut pada umumnya
dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut ini :
a. Selektifitas
Pelarut hanya boleh melarutkan ekstrak yang diinginkan, bukan
komponen-komponen lain dari bahan ekstraksi.
b. Kelarutan
Pelarut sedapat mungkin memiliki kemampuan melarutkan ekstrak yang
besar (kebutuhan pelarut lebih sedikit).
c. Kemampuan untuk tidak saling bercampur
Pada ekstraksi cair-cair, pelarut tidak boleh atau hanya secara terbatas larut
dalam bahan ekstraksi.
d. Kerapatan
Terutama pada ekstraksi cair-cair, sedapat mungkin terdapat perbedaan
kerapatan yang besar antara pelarut dan bahan ekstraksi.
e. Reaktifitas
Pada umumnya pelarut tidak boleh menyebabkan perubahan secara kimia
pada komponen-komponen bahan ekstraksi.
f. Titik didih
Karena ekstrak dan pelarut biasanya harus dipisahkan dengan cara
penguapan, destilasi atau rektifikasi, maka titik didih kedua bahan itu tidak
boleh terlalu dekat.
15
g. Kriteria yang lain
Pelarut sedapat mungkin harus murah, tersedia dalam jumlah besar, tidak
beracun, tidak terbakar, tidak eksplosif bila bercampur dengan udara, tidak
korosif, tidak menyebabkan terbentuknya emulsi, memiliki viskositas yang
rendah dan stabil secara termis karena hampir tidak ada pelarut yang
memenuhi semua syarat diatas maka hanya untuk setiap proses ekstraksi harus
dicari pelarut yang paling sesuai.
Jumlah pelarut yang digunakan berpengaruh pada efisiensi, ekstraksi,
tetapi jumlah berlebihan tidak akan mengekstrak lebih banyak, dalam jumlah
tertentu pelarut dapat bekerja optimal (Susanto, 1999).
2.3.1.3.1. Etanol
Etanol atau etil alkohol dengan rumus kimia C2H5OH mempunyai titik
didih 78,3 o C, dapat larut dalam air dengan tidak terbatas (Fessenden, 1991).
Menurut Anonymousa (2005) etanol digunakan sebagai bahan untuk pabrikasi cat
dan pernis, di dalam kedokteran sebagai pembunuh kuman pada area kulit yang
akan disuntik, digunakan untuk pembuatan termometer suhu rendah, sebagai
bahan baku pembuatan minuman beralkohol dan sebagai pelarut organik.
Komara (1991) dalam Samuel (2004), menyatakan etanol merupakan
pelarut yang menghasilkan rendemen oleoresin yang paling tinggi dibandingkan
pelarut organik lainnya. Etanol mempunyai tingkat polar yang tinggi sehingga
dapat mengekstraksi sebagian besar komponen oleoresin yang bersifat polar.
16
2.4. Proses Ekstraksi Lada Hitam
Oleoresin rempah-rempah pada umumnya diperoleh dengan cara
mengekstraksi rempah-rempah tersebut dengan menggunakan pelarut organik
tertentu. Bahan rempah-rempah berbentuk bubuk halus dicampur dengan pelarut
dan diekstraksi. Larutan dipisahkan dengan penyaringan dan pelarutnya disuling.
Oleoresin yang dihasilkan mengandung aroma dan flavor (Tzia, 2003).
2.4.1. Penimbangan
Penimbangan bahan baku dilakukan pada tahap awal ekstraksi.
Penimbangan bertujuan untuk mempersiapkan bahan baku yang akan diekstraksi
dan menentukan jumlah bahan baku yang sesuai dengan kapasitas alat maupun
kebutuhan etanol. Penimbangan bahan baku dapat menggunakan timbangan biasa
ataupun digital (Samuel, 2004).
2.4.2. Pengecilan Ukuran
Pengecilan ukuran dimaksudkan untuk memperluas permukaan bahan
sehingga kontak antara bahan dan pelarut bisa berlangsung optimum. Perbesaran
luasan permukaan dimaksudkan untuk mempercepat pelarutan, mempercepat
reaksi kimia, dan mempertinggi kemampuan penyerapan (Bernasconi, et al,
1995). Penghancuran lada hitam dapat dilakukan dengan alat penghancur biji.
2.4.3. Pengayakan
Hasil penghancuran biji lada kemudian dilewatkan pada saringan 40 mesh
untuk menyeragamkan ukuran bahan. Sebenarnya semakin kecil ukuran bahan
17
semakin luas pula permukaan bahan sehingga semakin banyak minyak yang dapat
diekstrak. Tetapi ukuran bahan yang terlalu kecil juga menyebabkan banyak
minyak yang menguap selama penghancuran (Anonymousb, 2006).
2.4.4. Ekstraksi Oleoresin secara Multi Tahap
Ekstraksi oleoresin merupakan ekstraksi padatan-cairan yang melalui
tahapan-tahapan sebagai berikut : Ekstraksi diawali dengan pindahnya pelarut
kebagian permukaan solid, pelarut akan melarutkan solut dan membentuk
senyawa atau larutan campuran. Larutan campuran tersebut akan bergerak menuju
permukaan bahan dan kemudian keluar (Komara, 1991 dalam Samuel 2004).
Ekstraksi multi tahap adalah menghubungkan bahan yang akan diekstrak
dengan bahan pelarut baru beberapa kali dengan jumlah besar. Campuran bahan
yang akan diekstrak dengan pelarut dilakukan pengadukan secara intensif dalam
suatu instalasi aduk (Bernasconi, et al 1995), dengan adanya pengadukan kontak
antara pelarut dengan bahan utama lebih lama sehingga daya larutnya lebih besar.
2.4.5. Penyaringan
Hasil ekstraksi umumnya masih mengandung bahan ikutan lain yang
terdapat dalam residu. Penyaringan dimaksudkan untuk memisahkan antara filtrat
dan residu karena dalam filtrat tersebut komponen oleoresin yang diinginkan.
Penyaringan dilakukan dengan menggunakan penyaring vakum untuk
mempercepat proses penyaringan dan juga supaya pelarut tidak menguap (Hui,
1992).
18
2.4.6. Evaporasi
Pelarut yang masih terdapat dalam filtrat harus diuapkan dengan metode
evaporasi untuk mendapat oleoresin. Penguapan pelarut oleoresin lada hitam
dilakukan dalam keadaan vakum menggunakan rotary vacuum evaporator.
Pemekatan dilakukan sampai tidak ada pelarut yang menguap, masing-masing
perlakuan mempunyai waktu penguapan yang berbeda, tergantung jumlah pelarut
yang digunakan (Anonymousb, 2006).
Campuran antara oleoresin dan pelarut dipisahkan dengan cara
penyulingan pada titik uap pelarut. Jika dipergunakan heksan maka penyulingan
dilakukan pada suhu + 40ºC dan + 65ºC jika digunakan etanol 96% (Anonymousb,
2006).
2.5. Efisiensi
Pengertian efisiensi menurut Anthony (1999), yaitu menggambarkan
beberapa masukan (input) yang diperlukan untuk menghasilkan satu unit keluaran
(output). Unit organisasi yang paling efisien adalah unit yang memproduksi
sejumlah keluaran dengan penggunaan masukan yang minimal atau menghasilkan
keluaran terbanyak dari masukan yang tersedia (faktor-faktor) produksi.
Menurut Syamsi (2004), efisiensi dapat ditinjau dari dua segi, yaitu :
1. Segi hasil atau keluaran, yaitu hasil minimum yang dikehendaki ditetapkan
terlebih dahulu. Kemudian pengorbanan maksimalnya (tenaga, pikiran,
uang, atau lainnya) juga ditetapkan.
19
2. segi pengorbanan atau masukan, yaitu dengan pengorbanan (tenaga, pikiran,
uang, atau lainnya) yang ada atau ditetapkan, kemudian ditetapkan hasil
minimum yang harus dicapai.
Menurut Upspy (1990), agar terjadi efisiensi mengharuskan dihindarkan
nya pemborosan sumber daya ekonomi dimana sumber daya tersebut tidak
mungkin lagi digunakan untuk memperbaiki keadaan rumah tangga yang lain
menjadi buruk. Syarat untuk tercapainya efisiensi produsif :
• Perusahaan harus berada pada kurva biaya relevan syarat ini terpenuhi jika
perusahaan memaksimalkan laba dengan cara meminimumkan biaya.
• Semua perusahaan didalam industri harus mempunyai tingkat biaya
marginal untuk memproduksi unit output terakhir oleh setiap perusahaan
didalam industri yang bersangkutan adalah sama untuk perusahaan lain.
• Alokasi sumber produktif dikatakan efisiensi apabila harga dari setiap
komoditi sama dengan biaya marginalnya.
Menurut Soekartawi (1991) prinsip penggunaan faktor produksi pada
dasarnya adalah bagaimana menggunakan faktor produksi tersebut seefisien
mungkin, dalam terminologi ilmu ekonomi, maka pengertian efisiensi dapat
digolongkan menjadi tiga macam :
1. Efisiensi teknis, suatu penggunaan faktor produksi dikatakan efisiensi
secara teknis kalau faktor produksi yang dipakai menghasilkan produksi
yang maksimum.
20
2. efisiensi yang alokatif (efisiensi harga), dikatakan efisiensi alokatif atau
harga kalau nilai dari produk marginal sama dengan harga faktor produksi
yang bersangkutan.
3. efisiensi ekonomi, dikatakan efisiensi ekonomi kalau usaha itu mencapai
efisiensi teknis sekaligus efisiensi alokatif.
21
III. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu Dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Proses dan Sistem
Produksi, Jurusan Teknologi Industri Pertanian Universitas Brawijaya
Malang. Penelitian mulai dilakukan pada bulan Oktober 2006 dan selesai pada
bulan juni 2008.
3.2. Alat Dan Bahan
3.2.1. Alat
Alat yang digunakan untuk mengekstrak oleoresin adalah grinder, toples,
pengayak 40 mesh, timbangan digital, penangas panas, saringan, rotary vacuum
evaporator, compressor erlenmeyer, gelas ukur, pipet tetes, pengaduk magnetik,
timer. alat untuk analisa adalah timbangan digital, rotary vacuum evaporator,
refraktometer, colour reader. Sedangkan alat yang digunakan untuk analisa adalah
timbangan digital, spektrofotometer, labu volumetric 100ml, cawan Conway, labu
takar 10ml.
3.2.2. Bahan
Bahan baku yang digunakan dalam ekstraksi oleoresin lada hitam adalah
lada hitam kering subgrade dan bahan pembantu adalah etanol 96% digunakan
sebagai pelarut. Sedangkan bahan untuk analisa adalah C2H4Cl2, larutan K-
bikromat – asam sulfat, larutan K-karbonat.
22
3.3. Batasan Masalah
Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini dibatasi pada :
1. Bahan utama yang digunakan adalah lada hitam (Piper nigrum) subgrade.
2. Metode ekstraksi yang digunakan adalah ekstraksi multi tahap dengan
pelarut organik dalam hal ini adalah etanol.
3. Perhitungan biaya produksi yang digunakan adalah yang berpengaruh
terhadap peningkatan kapasitas produksi dalam hal ini adalah perhitungan
biaya variabel.
3.4. Prosedur Penelitian
Secara umum, tahap – tahap yang dilalui pada penelitian ini ditunjukkan
dalam gambar berikut :
Gambar 1. Diagam Alir Penelitian
Penelitian pendahuluan dan hipotesa
Rancangan penelitian, pelaksanaan, dan pengumpulan data
Identifikasi masalah
Studi literatur
Analisis data
Perhitungan biaya proses ekstraksi
Kesimpulan
Penentuan Efisiensi
23
3.4.1. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah ditentukan berdasarkan adanya kelemahan yang
terjadi pada pembuatan oleoresin lada hitam yaitu pada proses ekstraksi secara
langsung menggunakan pelarut organik dengan satu proses ekstraksi. Untuk
mendapatkan semua oleoresin pada lada hitam diperlukan etanol dalam jumlah
besar, agar proses ekstraksi dapat efisien dan tidak boros dalam penggunaan
etanol diperlukan perbaikan proses. Perbaikan proses yang dapat dilakukan
diantaranya adalah proses ekstraksi multi tahap dengan jumlah pelarut yang
sesuai. Namun berapa kali proses ekstraksi yang optimal serta penggunaan pelarut
yang tetap efektif untuk menghasilkan rendemen dan mutu yang tinggi , hal inilah
yang menjadi permasalahan pada penelitian ini.
3.4.2. Studi literatur
Studi literatur dilakukan dengan mempelajari literatur berupa buku,
majalah, kajian dari internet, dan laporan dari instansi pemerintah sebagai data
pelengkap. Literatur yang dipelajari meliputi segala sesuatu tentang lada hitam,
oleoresin, ekstraksi, efisiensi dan biaya proses ekstraksi.
3.4.3. Rancangan Penelitian, pelaksanaan dan pengumpulan data
• Rancangan Penelitian
Penelitian ini disusun secara faktorial yang dirancang dengan rancangan
acak kelompok (RAK) dengan dua faktor. Faktor I adalah jumlah total pelarut
berdasarkan rasio bahan (gr) dengan pelarut (ml) terdiri atas 4 level dan faktor II
24
adalah jumlah proses ekstraksi terdiri atas 2 level sehingga diperoleh 8 kombinasi
perlakuan dengan 3 ulangan.
Faktor I : Jumlah total pelarut berdasarkan rasio bahan (gr) dengan pelarut (ml)
Terdiri dari 4 level : rasio bahan dengan pelarut 1: 8 (K1)
rasio bahan dengan pelarut 1: 9 (K2)
rasio bahan dengan pelarut 1 : 10 (K3)
rasio bahan dengan pelarut 1 : 11 (K4)
Faktor II : Jumlah proses ekstraksi. Jumlah proses ekstraksi akan membagi total
pelarut yang digunakan sehingga jumlahnya akan sama untuk tiap proses
ekstraksinya
Terdiri dari 2 level : 2 kali proses ekstraksi (T1)
3 kali proses ekstraksi (T2)
Kombinasi perlakuan tersebut adalah sebagai berikut :
K1T1 : Jumlah pelarut tiap ekstraksi (rasio bahan dengan pelarut) 1:4 (b/v)
dengan 2 kali proses ekstraksi sehingga jumlah total pelarut yang
digunakan 1:8 (b/v)
K1T2 : Jumlah pelarut tiap ekstraksi (rasio bahan dengan pelarut) 1:2,67 (b/v)
dengan 3 kali proses ekstraksi sehingga jumlah total pelarut yang
digunakan 1:8 (b/v)
K2T1 : Jumlah pelarut tiap ekstraksi (rasio bahan dengan pelarut) 1:4,5 (b/v)
dengan 2 kali proses ekstraksi sehingga jumlah pelarut total yang
digunakan 1:9 (b/v)
25
K2T2 : Jumlah pelarut tiap ekstraksi (rasio bahan dengan pelarut) 1:3 (b/v)
dengan 3 kali proses ekstraksi sehingga jumlah pelarut total yang
digunakan 1:9 (b/v)
K3T1 : Jumlah pelarut tiap ekstraksi (rasio bahan dengan pelarut) 1:5 (b/v)
dengan 2 kali proses ekstraksi sehingga jumlah pelarut total yang
digunakan 1:10 (b/v)
K3T2 : Jumlah pelarut tiap ekstraksi (rasio bahan dengan pelarut) 1:3,33 (b/v)
dengan 3 kali proses ekstraksi sehingga jumlah pelarut total yang
digunakan 1:10 (b/v)
K4T1 : Jumlah pelarut tiap ekstraksi (rasio bahan dengan pelarut) 1:5,5 (b/v)
dengan 2 kali proses ekstraksi sehingga jumlah pelarut total yang
digunakan 1:11 (b/v)
K4T2 : Jumlah pelarut tiap ekstraksi (rasio bahan dengan pelarut) 1:3,67 (b/v)
dengan 3 kali proses ekstraksi sehingga jumlah pelarut total yang
digunakan 1:11 (b/v)
• Pelaksanaan Penelitian
Pembuatan oleoresin lada hitam dilakukan dengan tahapan sebagai
berikut:
1. Lada hitam ditimbang sebanyak 50 g untuk dihancurkan.
2. Lada hitam dikecilkan ukurannya dengan digrinder kemudian diayak
dengan ukuran 40 mesh.
26
3. Etanol sesuai perlakuan [K1T1 (etanol 200 ml); K1T2 (etanol 133,3 ml);
K2T1 (etanol 225 ml); K2T2 (etanol 150 ml); K3T1(etanol 250 ml); K3T2
(etanol 166,6 ml); K4T1(etanol 275 ml); K4T2 (etanol 183,3 ml) ]
4. Lada hitam dimasukkan ke erlemeyer kemudian etanol dimasukkan sesuai
perlakuan dan dilakukan pengadukan dengan pengaduk magnetik dengan
waktu 1 jam suhu 30 ± 1oC.
5. Dilakukan penyaringan dengan menggunakan kertas saring whatmann 42
sehingga diperoleh filtrat dan residu.
6. Dilakukan proses ekstraksi lanjutan pada residu yang diperoleh sesuai
perlakuan.
7. Dilakukan penyaringan dengan menggunakan kertas saring whatmann 42
sehingga diperoleh filtrat dan residu.
8. Filtrat dari ekstraksi pertama dan lanjutan dicampur kemudian diuapkan
dengan rotary vacuum evaporator pada suhu 65oC dengan tekanan 200
mmHg sampai pelarut menguap.
9. Oleoresin lada hitam yang terbentuk dianalisa.
Untuk lebih jelasnya dapat diketahui pada Gambar 2.
• Pengumpulan Data
Parameter yang diamati pada oleoresin lada hitam meliputi rendemen
(Eswanto, 2002), kadar piperin, dan sisa pelarut (Sujarwadi, 1996). Prosedur
pengujian secara fisik dan kimia dicantumkan pada Lampiran 1.
27
3.4.4. Analisis Data
Data hasil pengamatan fisik-kimia dianalisis dengan analisis ragam
(ANOVA). Analisis ini untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan antar perlakuan
dan interaksi antar kedua faktor. Jika ada perbedaan yang nyata dilanjutkan
dengan uji BNT 5% dan jika ada interaksi maka dilakukan uji DMRT 5%.
4.5. Efisiensi Proses Ekstraksi Oleoresin Lada Hitam
Efisiensi proses ekstraksi oleoresin lada hitam termasuk efisiensi masukan
yaitu dengan meminimalkan pemakaian pelarut dan lada hitam untuk
menghasilkan oleoresin yang maksimal. Efisiensi proses ekstraksi oeloresin lada
hitam pada ekstraksi oleoresin lada hitam menyatakan besarnya oleoresin yang
bisa diekstrak dari bahan baku. Nilai efisiensi diperoleh dengan membandingkan
oleoresin hasil ekstraksi dengan oleoresin yang terdapat pada bahan baku.
3.4.6. Perhitungan Biaya Proses Ekstraksi Oleoresin Lada Hitam
Ekstraksi oleoresin lada hitam dengan metode ekstraksi multi tahap
mempunyai 2 alternatif perlakuan terbaik Untuk mendukung efisiensi proses
ekstraksi maka diperlukan perhitungan biaya proses ekstraksi oleoresin lada hitam
alternatif perlakuan terbaik. Biaya proses ekstraksi menggambarkan berapa
banyak kebutuhan biaya yang digunakan untuk menghasilkan sejumlah produk.
Biaya proses ekstraksi bisa juga dikategorikan sebagai biaya tidak tetap (variabel)
yaitu biaya yang berubah secara proporsional sesuai dengan perubahan volume
produk yang dihasilkan. Biaya tidak tetap terdiri dari bahan baku, bahan
pembantu, bahan pengemas, utilitas, dan tenaga kerja langsung.
28
Lada hitam
Proses Ekstraksi I,II,III (30oC ± 1oC, 1 jam)
Penyaringan
Etanol 96% 200ml;133,3ml; 225ml;150ml; 250ml;166,6ml; 275ml;183,3ml
Lada hitam bubuk
Filtrat
Gambar 2. Diagam Alir Pembuatan Oleoresin Lada Hitam Skala Laboratorium
Analisa : 1. rendemen 2. kadar piperin 3. sisa etanol didalam oleoresin
Penguapan Etanol (65oC, 200 mmBar : 40 rpm) Etanol
Oleoresin lada hitam
Ampas
Penimbangan (50 gram)
Pengecilan ukuran digrinder ± 10 menit
Pengayakan ukuran partikel 40 mesh
Etanol 96% 200ml;133,3ml; 225ml;150ml; 250ml;166,6ml; 275ml;183,3ml
29
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Rendemen
Rendemen oleoresin lada hitam hasil penelitian dengan perlakuan jumlah
pelarut dan jumlah proses ekstraksi diperoleh nilai terendah 3,550% pada
perlakuan jumlah total pelarut (rasio bahan dengan pelarut total) 1:8 (b/v) dengan
3 kali proses ekstraksi dan nilai tertinggi 5,348% pada perlakuan jumlah total
pelarut (rasio bahan dengan pelarut total) 1:11 (b/v) dengan 3 kali proses
ekstraksi. Berdasarkan analisa ragam (Lampiran 2) diketahui bahwa perlakuan
jumlah total pelarut, jumlah proses ekstraksi dan interaksi keduanya berbeda
sangat nyata pada α = 0,01.
Tabel 2. Rerata Rendemen Oleoresin Pada Berbagai Jumlah Total Pelarut dan Jumlah Proses Ekstraksi.
Perlakuan Rerata Kadar Piperine (%)
DMRT 5% Jumlah total pelarut (b/v) Jumlah proses ekstraksi
1:8 3 kali 3,550 a 1:8 2 kali 4,291 b 0,7411:9 2 kali 4,424 c 0,1331:9 3 kali 4,561 d 0,1371:10 2 kali 5,185 e 0,6241:11 2 kali 5,194 e 0,0091:10 3 kali 5,344 f 0,1501:11 3 kali 5,348 f 0,004Keterangan : Rerata yang didampingi oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (α = 0,05) Dari Tabel 2 tersebut diketahui bahwa perlakuan jumlah total pelarut (rasio bahan
dengan pelarut total) 1:11 (b/v) dengan 3 kali proses ekstraksi mempunyai nilai
rerata rendemen tertinggi (5,348%). Hal ini dikarenakan jumlah pelarut etanol
yang lebih banyak pada saat mencapai kesetimbangan reaksi mampu melarutkan
oleoresin yang lebih banyak juga dan dengan jumlah proses ekstraksi yang lebih
30
banyak dapat mengekstraksi kembali oleoresin yang masih tertinggal pada ampas
sisa ekstraksi sebelumnya. Jumlah proses ekstraksi juga mempengaruhi rendemen
yang didapat semakin banyak proses ekstraksi maka semakin banyak rendemen
yang diperoleh disebabkan karena oleoresin yang tertingggal dalam ampas sisa
ekstraksi sebelumnya dapat diekstrak pada proses ekstraksi selanjutnya.
Kombinasi jumlah pelarut dan jumlah tahap ekstraksi menyebabkan perbedaan
kemampuan etanol dalam melarutkan oleoresin pada lada hitam.
0.001.002.003.004.005.006.00
400 450 500 550
Jumlah pelarut (ml)
Rera
ta r
ende
men
ol
eore
sin
(%)
2 kali prosesekstraksi
3 kali prosesekstraksi
Gambar 3. Grafik Hubungan Jumlah Rerata Rendemen Oleoresin, Jumlah total Pelarut dan Jumlah Proses Ekstraksi
Dari Gambar 3 dapat diketahui bahwa semakin banyak jumlah pelarut
yang digunakan maka semakin banyak rendemen yang diperoleh. Hal ini
menunjukkan bahwa rendemen akan meningkat dengan adanya penambahan
jumlah pelarut, peningkatan tertinggi pada jumlah total pelarut (rasio bahan
dengan pelarut total) 1:10 (b/v) sebesar 5,185% dengan 2 kali proses eskstraksi
dan pada jumlah total pelarut (rasio bahan dengan pelarut total) 1:10 (b/v) sebesar
5,344% dengan 3 kali proses ekstraksi. Peningkatan rendemen cenderung tetap
31
pada jumlah total pelarut (rasio bahan dengan pelarut total) 1:11 (b/v) yaitu
sebesar 5,194% dengan 2 kali proses ekstraksi dan pada jumlah total pelarut (rasio
bahan dengan pelarut total) 1:11 (b/v) sebesar 5,348% dengan 3 kali proses
ekstraksi. Diduga pada saat larutan mencapai kondisi kesetimbangan reaksi,
kemampuan pelarut etanol dalam melarutkan oleoresin lada hitam meningkat
sebanding dengan peningkatan jumlah pelarut dalam setiap proses ekstraksi
sehingga menghasilkan rendemen oleoresin yang lebih banyak. Sedangkan pada
jumlah total pelarut (rasio bahan dengan pelarut total) 1:11 (b/v) cenderung tetap
karena pada jumlah total pelarut (rasio bahan dengan pelarut total) 1:10 (b/v)
dengan 2 sampai 3 kali ekstraksi kebutuhan jumlah etanol sudah maksimal dalam
mengekstrak oleoresin dan oleoresin dalam bahan terekstrak habis sehingga
kurang berpengaruh terhadap penambahan pelarut.
Ditinjau dari segi rendemen, perlakuan jumlah total pelarut (rasio bahan
dengan pelarut total) 1:10 (b/v) dan 3 kali proses ekstraksi lebih baik daripada
perlakuan dengan jumlah total pelarut (rasio bahan dengan pelarut total) 1:11 (b/v)
dan 3 kali proses ekstraksi hal ini dikarenakan pemakaian jumlah etanol yang
lebih sedikit namun mampu menghasilkan rendemen yang sama dengan perlakuan
dengan jumlah total pelarut (rasio bahan dengan pelarut total) 1:11 (b/v) dan 3 kali
proses ekstraksi.
Dari penelitian sebelumnya (Yudha, 2006) ekstraksi oleoresin lada hitam
menggunakan metode ekstraksi satu tahap ekstraksi dengan jumlah pelarut etanol
(rasio bahan dengan pelarut) 1:15 (b/v) menghasilkan rendemen 5,13%. Pada
32
ekstraksi oleoresin lada hitam menggunakan metode ekstraksi multi tahap dengan
perlakuan jumlah total pelarut (rasio bahan dengan pelarut total) 1:10 (b/v) dan 3
kali proses ekstraksi menghasilkan rendemen yang lebih tinggi yaitu sebesar
5,344%. Ekstraksi oleoresin dengan metode ekstraksi multi tahap memperoleh
rendemen yang lebih tinggi daripada metode satu tahap ekstraksi dan mampu
mengurangi jumlah total pelarut yang diperlukan untuk proses ekstraksi hal ini
sesuai dengan pernyataan Bernasconi, et al (1995) bahwa dengan satu tahap
ekstraksi tunggal yaitu mencampur bahan ekstraksi dengan pelarut satu kali,
umumnya tidak mungkin seluruh ekstrak terlarutkan hal ini disebabkan adanya
kesetimbangan antara ekstrak yang terlarutkan dan ekstrak yang masih tertinggal
dalam bahan. Pelarutan lebih lanjut hanya mungkin dengan cara memisahkan
larutan ekstrak dari bahan ekstraksi dan mencampurkan bahan ekstraksi tersebut
dengan pelarut baru. Ekstraksi akan lebih menguntungkan jika dilakukan dalam
jumlah tahap banyak dan setiap tahap menggunakan pelarut yang sedikit.
Rendemen tertinggi diperoleh pada jumlah total pelarut (rasio bahan dengan
pelarut total) 1:11 (b/v) dengan 3 kali proses ekstraksi dan rendemen terendah
diperoleh pada jumlah total pelarut (rasio bahan dengan pelarut total) 1:8 (b/v)
dengan 3 kali proses ekstraksi.
4.2 Kadar Piperine
Hasil analisa kadar piperine yang diperoleh berkisar antara 45,080% pada
perlakuan jumlah total pelarut (rasio bahan dengan pelarut total) 1:8 (b/v) dengan
3 kali proses ekstraksi sampai 47,706% pada perlakuan jumlah total pelarut (rasio
bahan dengan pelarut total) 1:9 (b/v) dengan 3 kali proses ekstraksi. Berdasarkan
33
analisa ragam diperoleh bahwa jumlah proses ekstraksi berbeda nyata pada α =
0,05 sedangkan jumlah total pelarut dan interaksi antara jumlah total pelarut
dengan jumlah proses ekstraksi berbeda sangat nyata pada α = 0,01. Perhitungan
analisis ragam kadar piperine oleoresin lada hitam yang dihasilkan dengan
perlakuan jumlah total pelarut dan jumlah proses ekstraksi yang berbeda
ditunjukkan pada Lampiran 3.
Tabel 3. Rerata Kadar Piperine Oloresin Lada Hitam dengan Berbagai Jumlah Total Pelarut dan Jumlah Proses Ekstraksi.
Perlakuan Rerata Kadar Piperine (%)
DMRT 5% Jumlah total pelarut (b/v) Jumlah proses ekstraksi
1:8 3 kali 45,080 a 1:9 2 kali 47,022 b 1,9421:8 2 kali 47,316 b 0,2941:11 2 kali 47,471 b 0,1551:10 3 kali 47,488 b 0,0171:11 3 kali 47,610 b 0,1211:10 2 kali 47,682 b 0,0731:9 3 kali 47,706 b 0,024Keterangan : Rerata yang didampingi oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (α = 0,05) Berdasarkan Tabel 3 tersebut diketahui bahwa perlakuan jumlah total
pelarut (rasio bahan dengan pelarut total) 1:9 (b/v) dengan 3 kali proses ekstraksi
mempunyai nilai rerata kadar piperine tertinggi (47,706%), sedangkan kombinasi
perlakuan jumlah total pelarut (rasio bahan dengan pelarut total) 1:8 (b/v) dengan
3 kali proses ekstraksi mempunyai rerata kadar piperine terendah (45,08%).
Melalui uji duncan kadar piperine oleoresin lada hitam yang didapat dengan
berbagai kombinasi perlakuan, perlakuan jumlah total pelarut (rasio bahan dengan
pelarut total) 1:8 (b/v) dengan 3 kali proses ekstraksi berbeda nyata dengan
perlakuan yang lainnya pada taraf kepercayaan α = 0,05. hal ini diduga karena
34
jumlah total pelarut yang kurang pada setiap proses mengakibatkan
kesetimbangan terjadi hanya dapat mengekstraksi oleoresin yang sedikit. Etanol
akan dapat mengekstrak oleoresin yang sekaligus mengandung piperine secara
maksimal bila jumlah etanol yang digunakan cukup untuk mengekstraksi
oleoresin yang ada pada bahan.
Dari penelitian sebelumnya (Yudha, 2006) ekstraksi oleoresin lada hitam
menggunakan metode ekstraksi satu tahap ekstraksi dengan jumlah pelarut etanol
(rasio bahan dengan pelarut) 1:15 (b/v) diperoleh kadar piperin sebesar 47,55%
dan nilai ini tidak berbeda jauh dari kadar piperin yang diperoleh dengan ekstraksi
metode multi tahap yang mempunyai nilai kadar piperin yang hampir sama tiap
perlakuannya yaitu dengan rentang 47,02% – 47,71% terkecuali pada perlakuan
jumlah total pelarut (rasio bahan dengan pelarut total) 1:8 (b/v) dengan 3 kali
proses ekstraksi dengan kadar piperin sebesar 45,08%. Hal ini dapat diartikan
bahwa metode ekstraksi multi tahap tidak mempengaruhi kadar piperin dan dapat
memenuhi standart SNI dengan kadar piperin minimal sebesar 45%.
4.3 Sisa Etanol pada Oleoresin
Hasil analisa sisa etanol pada oleoresin lada hitam yang diperoleh berkisar
antara 1,95% pada perlakuan dengan 2 kali proses ekstraksi sampai 2,01% pada
perlakuan dengan 3 kali proses ekstraksi. Berdasarkan analisis ragam diperoleh
bahwa jumlah proses ekstraksi memberikan pengaruh yang berbeda nyata (α =
0,05) terhadap sisa etanol yang dihasilkan, sedangkan jumlah total pelarut tidak
mempengaruhi sisa etanol serta interaksi kedua faktor yaitu jumlah total pelarut
35
dan jumlah proses ekstraksi tidak ada interaksi. Perhitungan analisis ragam sisa
etanol oleoresin lada hitam yang dihasilkan ditunjukkan pada Lampiran 4.
Tabel 4. Rerata Sisa Etanol pada Oloresin Lada Hitam dengan Berbagai Jumlah Proses Ekstraksi.
Jumlah Proses Ekstraksi Rerata Sisa Etanol pada Oleoresin (%) BNT 5%
2 kali proses 1,95a 0,04863 3 kali proses 2,01b
Tabel 4 diatas menunjukkan bahwa ekstraksi dengan 3 proses ekstraksi
lebih besar kadar sisa etanolnya daripada ekstraksi dengan 2 proses ekstraksi.
Kadar sisa etanol terendah didapatkan pada jumlah proses ekstraksi 2 kali
(1,95%) dan tertinggi pada jumlah proses ekstraksi 3 kali (2,01%).
Standart SNI kadar sisa etanol untuk oleoresin lada hitam ditetapkan
sebesar maksimal 25 ppm, namun dari tiap perlakuan percobaan dihasilkan nilai
sisa kadar etanol yang masih tinggi dan belum memenuhi standart SNI. Kadar sisa
etanol yang masih tinggi disebabkan pada proses evaporasi menggunakan alat
rotary vakum evaporator untuk memisahkan etanol dari oleoresin suhu yang
dibutuhkan pada kondisi vakum sebesar 65oC dengan tekanan 200mmHg, pada
kenyataannya pada proses evaporasi etanol diuapkan pada suhu 65oC namun
kondisi vakum tidak terjadi sehingga titik didih etanol tidak mengalami penurunan
yaitu tetap sebesar 78,3oC menyebabkan etanol tidak menguap secara sempurna
dan berdampak pada tingginya nilai sisa etanol yang masih tertinggal dalam
oleoresin.
4.4 Efisiensi Proses Ekstraksi Oleoresin Lada Hitam
Menurut Siregar (2004), proses peningkatan efisiensi merupakan
serangkaian upaya yang dilakukan untuk meningkatkan hasil (output) atau
36
menurunkan nilai input sebelumnya. Efisiensi pada proses ekstraksi oleoresin
adalah seberapa banyak oleoresin yang didapat dari proses dalam mengesktraksi
oleoresin yang ada pada bahan baku. Kinerja efisiensi ditunjukkan oleh
perbandingan oleoresin pada bahan baku dan oleoresin yang didapat setelah
proses. Secara matematik dapat dirumuskan sebagai berikut:
baku bahan pada oleoresin
diperoleh yang oleoresinefisiensi =
Efisiensi proses ekstraksi oleoresin lada hitam denagn metode multi tahap
didapat dengan membandingkan jumlah oleoresin yang diperoleh dengan
kandungan oleoresin pada bahan baku lada hitam. Menurut Hanum (1991),
kandungan oleoresin pada lada hitam subgrade adalah sekitar 6% sedangkan
kandungan oleoresin pada biji lada hitam kering adalah sekitar 17%. Perhitungan
efisiensi pelarut pada proses ekstraksi oleoresin lada hitam dapat dilihat pada
Lampiran 5.
Tabel 5. Rerata Efisiensi Penggunaan Pelarut pada Proses Ekstraksi Oleoresin Lada Hitam dengan Berbagai Jumlah Pelarut dan Jumlah Tahap Ekstraksi.
Perlakuan Rerata efisiensi penggunaan pelarut (%) Jumlah total pelarut (b/v) Jumlah proses ekstraksi
1:8 3 59,171:8 2 71,511:9 2 73,741:9 3 76,021:10 2 86,411:11 2 86,571:10 3 89,061:11 3 89,14
Dari Tabel 5 tersebut diketahui bahwa perlakuan jumlah total pelarut
(rasio bahan dengan pelarut total) 1:8 (b/v) dengan 3 kali proses ekstraksi
mempunyai nilai efisiensi pelarut yang terendah (59,17%), sedangkan pada
37
perlakuan jumlah total pelarut (rasio bahan dengan pelarut total) 1:11 (b/v) dengan
3 kali proses ekstraksi mempunyai nilai efisiensi tertinggi yaitu 89,14%. Jumlah
proses ektraksi mempengaruhi efisiensi yang diperoleh. Perlakuan dengan 3 kali
proses ekstraksi menghasilkan rendemen yang lebih tinggi dari pada perlakuan
dengan 2 kali proses ekstraksi pada pemakaian pelarut yang sama sehingga
mempunyai nilai efisiensi ekstraksi oleoresin yang lebih besar, terkecuali pada
perlakuan perlakuan jumlah total pelarut (rasio bahan dengan pelarut total) 1:8
(b/v). Hal ini menunjukkan bahwa jumlah tahap ekstraksi 3 kali lebih efisien
untuk mengekstraksi oleoresin lada hitam dari pada jumlah proses ekstraksi 2 kali.
Efisiensi penggunaan pelarut pada proses ekstraksi oleoresin lada hitam
dipengaruhi oleh banyaknya oleoresin yang didapat serta banyaknya pelarut yang
digunakan dengan tahapan ekstraksi untuk mengekstraksi oleoresin tersebut.
Diduga semakin banyak pelarut yang digunakan maka oleoresin yang didapat juga
semakin banyak sehingga meningkatkan nilai efisiensinya sampai nilai maksimal.
4.5 Perhitungan Biaya Proses Ekstraksi Oleoresin Lada Hitam
Ekstraksi oleoresin lada hitam dengan metode ekstraksi multi tahap
mempunyai 2 alternatif perlakuan terbaik yaitu perlakuan terbaik pertama dengan
jumlah total pelarut (rasio bahan dengan pelarut total) 1:10 (b/v) menghasilkan
rendemen 5,344% namun dengan 3 kali proses ekstraksi memerlukan 3 jam untuk
dapat melakukan semua proses ekstraksi. Perlakuan terbaik kedua yaitu perlakuan
dengan jumlah total pelarut (rasio bahan dengan pelarut total) 1:10 (b/v)
menghasilkan rendemen yang lebih sedikit yaitu 5,185% dengan 2 kali proses
ekstraksi membutuhkan 2 jam untuk dapat melakukan proses ekstraksi. Untuk
38
menentukan perlakuan yang terbaik maka dari alternatif perlakuan diatas dihitung
biaya proses ekstraksi per alternatif perlakuan dan membandingkannya.
Biaya proses ekstraksi menggambarkan berapa banyak kebutuhan biaya
yang digunakan untuk menghasilkan sejumlah produk. Biaya proses ekstraksi bisa
juga dikategorikan sebagai biaya tidak tetap (variabel) yaitu biaya yang berubah
secara proporsional sesuai dengan perubahan volume produk yang dihasilkan.
Biaya tidak tetap terdiri dari bahan baku, bahan pembantu, bahan pengemas,
utilitas, dan tenaga kerja langsung. Rincian biaya proses ekstraksi alternatif
pertama dapat dilihat pada Lampiran 6 sedangkan rincian biaya proses ekstraksi
alternatif perlakuan kedua dapat dilihat pada Lampiran 7.
Diasumsikan untuk satu kali proses ekstraksi dibutuhkan 50 kg bahan baku
lada hitam subgrade. Alternatif perlakuan pertama yaitu jumlah total pelarut (rasio
bahan dengan pelarut total) 1:10 (b/v) dengan 3 kali proses esktraksi dalam sehari
mampu melakukan 6 kali proses ekstraksi sehingga membutuhkan bahan baku
sebanyak 300 kg lada hitam subgrade. Pada alternatif perlakuan kedua yaitu
jumlah total pelarut (rasio bahan dengan pelarut total) 1:10 (b/v) dengan 2 kali
proses esktraksi dalam sehari mampu melakukan 9 kali proses ekstraksi sehingga
membutuhkan bahan baku sebanyak 450 kg lada hitam subgrade.
Penggunaan etanol sebagai pelarut dalam jumlah banyak dan harga yang
mahal menjadi pertimbangan dalam perencanaan biaya proses ekstraksi oleoresin
lada hitam. Untuk menekan biaya penggunaan etanol maka hasil recovery etanol
dapat dipergunakan lagi dalam proses selanjutnya, hal ini didukung dengan
penelitian sebelumnya Yudha (2006), penggunaan pelarut etanol secara berulang
39
tidak ada pengaruh nyata terhadap rendemen dan kadar piperine yang dihasilkan.
Pemilihan alat juga mempengaruhi etanol yang hilang selama proses, pemakaian
alat vaccum filter dan vaccum evaporator yang ideal adalah dengan tingkat
kehilangan pelarut pada saat proses penyaringan sekitar 5% dan proses evaporasi
sekitar 5%. Sehingga pada proses pembuatan oleoresin lada hitam kebutuhan
pelarut etanol dapat memanfaatkan hasil recovery etanol yang digunakan secara
berulang untuk proses ekstraksi selanjutnya dilakukan penambahan pelarut pada
alternatif perlakuan pertama etanol yang dibutuhkan sebanyak 50 liter per
prosesnya dan 300 liter per hari sedangkan alternatif perlakuan kedua
penambahan pelarut 50 liter per prosesnya dan membutuhkan etanol sebanyak 450
liter per harinya.
Biaya proses ekstraksi oleoresin lada hitam pada alternatif pertama sebesar
Rp 85.784.000,00 per bulan dengan total produksi selama 1 bulan sebesar 400,8kg
sehingga diperoleh HPP bruto sebesar Rp 214.031,94 rincian perhitungan HPP
Bruto dapat diihat pada Lampiran 6. Sedangkan biaya proses esktraksi pada
alternatif perlakuan kedua sebesar Rp 127.864.000,00 per bulan dengan total
produksi selama 1 bulan sebesar 585,3kg sehingga diperoleh HPP bruto sebesar
Rp 218.458,91 rincian perhitungan HPP Bruto dapat diihat pada Lampiran 7. Dari
perhitungan biaya proses esktraksi maka yang layak menjadi perlakuan terbaik
adalah alternatif perlakuan pertama yaitu jumlah total pelarut (rasio bahan dengan
pelarut total) 1:10 (b/v) dengan 3 kali proses esktraksi.
40
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 2002. Process for extraction of piperine from piper species.
http://www.patentstorm.org/process_for_extraction_of_piperine_from_ piper_species.htm. Tanggal akses 15 Maret 2006
__________a. 2005. Lada Hitam. http://www.Melur.com-MyHerba.htm. Tanggal akses 15 Maret 2006
__________b. 2005. Tanaman Obat Indonesia : lada. http://www.iptek.net.id-Portal. Htm. Tanggal akses 15 Maret 2006
__________c. 2005. Teknologi Baru Memajukan Jamu. http://www.Indomedia.com/intisari 2005./jan/ekstrak jamu.htm. Tanggal akses 15 Maret 2006
__________a. 2006. Spice Oil and Oleoresins. http://www.nrdcindia.com. Tanggal akses 15 Maret 2006
__________b.2006. Teknologi Pengolahan Lada. http://agribisnis.deptan.go.id/kebun/tekno/lada.htm. Tanggal akses 15 Maret 2006
Bernasconi, G. Gerster, H. Hauser, H. Stauble, H. Schneifer, E. 1995. Teknologi Kimia. Bagian 2. penerjemah : Handojo L. Pradnya Paramita. Jakarta. Hal 177-185.
Eswanto, A.H. 2002. Pendekatan Metode Permukaan Respon untuk Optimalisasi Rendemen Oleorein dari Ekstraksi Jahe Emprit (Zingiber officinale var. rubium). Skripsi. FTP Unibraw. Malang.
Fessenden, R.J. and Fessenden, J.S. 1991. Kimia Organik Jilid 1. Penerjemah : Pudjaatmaka, A.H. Erlangga. Jakarta.
Hanum, T.1991. Rendemen dan Mutu Oleoresin dari Beberapa Jenis Mutu Lada Hitam Lampung. Buletin Ilmiah Pertanian dan Transmigrasi. V. 2(8), 1991: p .15 – 22.
41
Heinrich, M., J. Barnes, dan S. Gibbons. 2003. Fundamentals of
Pharmacognosy and Phitotherapy. Churchill Livingstone. USA.
Hui, Y. H. 1992. Encyclopedia of Food Science and Technology. John Willey and Sons. New York.
Kar. 2003. Pharmacognosy and Pharmacobiotechnology. New Age International Publishers. New Delhi.
Komara, A. 1991. Mempelajari ekstraksi Oleoresin Dan Karakteristik
Mutu Oleoresin dari Bagian Cabe Rawit. Dalam : Samuel, W. Pengaruh
Jenis Pelarut dan Suhu terhadap Rendemen Oleoresin Temu Hitam.
Skripsi. FTP. Universitas Brawijaya. Malang.
Koswara. 1995. Jahe dan Hasil Pengolahannya. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.
Manheimer, J. 1996. Oleoresin. Dalam : Samuel, W. Pengaruh Jenis Pelarut dan Suhu terhadap Rendemen Oleoresin Temu Hitam. Skripsi. FTP. Universitas Brawijaya. Malang.
McCabe, W.L. Smith, J.C. Hariot, Peter. 1999. Operasi Teknik Kimia Jilid 2. Penerjemah : Jasjfi, E. Erlangga. Jakarta.
Mulyadi. 1997. Akuntansi Manajemen, Konsep Manfaat dan Kelayakan. STIE YKPN. Yogyakarta.
Rajeev, P. dan S. Devasahayam. 2005. Black Pepper (Extension Pamphlet). Indian Institute of Spices Research. Kochi, Indian.
Samuel, W. Pengaruh Jenis Pelarut dan Suhu terhadap Rendemen Oleoresin Temu Hitam. Skripsi. FTP. Universitas Brawijaya. Malang.
42
Susanto, W. H. 1999. Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Teknologi Hasil
Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang.
Sujarwadi, E.T. 1996. Kajian Jumlah Pelarut dan Lama Ekstraksi Rimpang
Kencur terhadap Rendemen dan Mutu Oleoresin Kencur. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Syamsi, I. 2004. Efisiensi, Sistem, dan Prosedur Kerja. Bumi Aksara. Jakarta.
Tzia, C., G. Liadakis, T. Tzia. 2003. Extraction Optimization in Food Engineering. Marcel Dekker, Inc. USA.
Williamson. 2002. Mayor Herbs of Ayurveda. Churchill Livingstone. United Kingdom.
Yuswantoro, A. 2001. Pengaruh Suhu dan Frekuensi Oleoresin Kayu Manis terhadap Rendemen dan Karakteristik Mutu. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya. Malang.
43
Lampiran 1. Analisa Rendemen, Kadar Piperine dan Sisa Etanol pada
Oleoresin
• Analisa Rendemen (Eswanto, 2002)
Perhitungan rendemen dilakukan dengan cara membandingkan antara massa
oleoresin yang dihasilkan dengan massa bahan lada hitam awal.
Cara perhitungan adalah sebagai berikut :
Rendemen = %100Pr xAwalBerat
JadiodukBerat
• Analisa Kadar Piperin
Perhitungan kadar piperin menggunakan metode spektrofotometer. Piperin
diberikan kedalam C2H4Cl2 dan penyerapan UV diukur maks 342-345 nm.
Berat 0,1 gr piperin dimasukkan kedalam 100ml labu volumetric ditambahkan
kira-kira 70ml C2H4Cl2, dikocok untuk melarutkan dan mencairkan ke volumetri.
Titik nol spektro photometer dengan C2H4Cl2, dan baca A setiap akhir larutan pada
max 342-345nm. Menggunakan sumber cahaya UV dan C2H4Cl2 di cell petunjuk.
Cara perhitungan adalah sebagai berikut :
% piperin = [(As x F x V) / (Ws x 103)] x 100
dimana As = absorbsi dari sampel
F = faktor berasal dari piperin (0,9)
V = larutan volumetric ml (100ml)
Ws = Berat sampel gr
44
• Analisa Sisa Etanol pada Oleoresin (Kartika, 1992)
Perhitungan sisa etanol pada oleoresin menggunakan metode spektrofotometer.
Masukkan 1ml larutan K-bikromat – asam sulfat, 0,5ml oleoresin dan 1ml larutan
K-karbonat kedalam cawan Conway. Goyangkan cawan sehingga tercampur
dengan baik. Masukkan larutan dalam labu takar 10ml dan encerkan sampai tanda.
Amati optical density menggunakan spektofotometer dengan panjang gelombang
480nm.
Cara perhitungan adalah sebagai berikut :
Etanol = X x fp
dimana x = (0.372-Abs)/0.313
Abs = absorbsi dari sampel
fp = 2/ml sampel
45
Lampiran 2 Data Percobaan dan Analisa Ragam Rendemen
Tabel Data Kadar Rendemen (%)
Perlakuan Ulangan Total Rerata I II III
K1T1 4.266 4.319 4.287 12.872 4.291 K1T2 3.412 3.560 3.678 10.650 3.550 K2T1 4.446 4.394 4.433 13.272 4.424 K2T2 4.611 4.518 4.554 13.683 4.561 K3T1 5.122 5.227 5.205 15.554 5.185 K3T2 5.269 5.388 5.374 16.031 5.344 K4T1 5.182 5.166 5.234 15.582 5.194 K4T2 5.330 5.367 5.348 16.045 5.348
TOTAL 37.639 37.938 38.113 113.690 37.897
Tabel Dua Arah Perlakuan T1 T2 Total
K1 12.87 10.65 23.52 K2 13.27 13.68 26.96 K3 15.55 16.03 31.58 K4 15.58 16.04 31.63
Total 57.28 56.41 113.69
Analisa Keragaman Rendemen
SK DB JK KT F-HIT NOTASI F-TABEL
5% 1% Kelompok 2 0.01436 0.00718 2.18185 tn 3.74 6.51 Perlakuan 7 8.66281 1.23754 375.943 ** 2.76 4.28
K 3 7.7382 2.5794 783.573 ** 3.34 5.56 T 1 0.03173 0.03173 9.63784 ** 4.8 8.86
KT 3 0.89289 0.29763 90.414 ** 3.34 5.56 Galat 14 0.04609 0.00329 Total 23 8.72326
46
Uji BNT Faktor T 4.7007 4.7735 KTG BNT 0,05
4.7007 0 *
0.00329 0.05024 4.7735 0 Notasi a b
Perlakuan T2 T1
Uji BNT Faktor K
3.9204 4.4926 5.2641 5.2712 KTG BNT 0,05
3.9204 0 * * *
0.00329 0.07105
4.4926 0 * * 5.2641 0 tn 5.2712 0 Notasi a b c c
Perlakuan K1 K2 K3 K4
47
Lampiran 3. Data Percobaan dan Analisa Ragam Kadar Piperin
Tabel Data Kadar Piperin (%)
Perlakuan Ulangan Total Rerata I II III
K1T1 47.029 47.762 47.157 141.949 47.316 K1T2 45.612 44.257 45.371 135.240 45.080 K2T1 47.471 46.748 46.847 141.065 47.022 K2T2 47.559 47.912 47.648 143.119 47.706 K3T1 48.030 47.471 47.547 143.047 47.682 K3T2 47.359 47.647 47.459 142.465 47.488 K4T1 47.559 47.359 47.495 142.413 47.471 K4T2 47.735 47.359 47.735 142.830 47.610
TOTAL 378.353 376.515 377.259 1132.127 377.376
Tabel Dua Arah Perlakuan T1 T2 Total
K1 141.95 135.24 277.19 K2 141.07 143.12 284.18 K3 143.05 142.47 285.51 K4 142.41 142.83 285.24
Total 568.47 563.65 1132.13
48
Analisa Keragaman Piperin
SK DB JK KT F-HIT NOTASI F-TABEL
5% 1% Kelompok 2 0.21381 0.1069 0.807265 tn 3.74 6.51 Perlakuan 7 16.0426 2.2918 17.30605 ** 2.76 4.28
K 3 7.75272 2.58424 19.51434 ** 3.34 5.56 T 1 0.96846 0.96846 7.313109 * 4.8 8.86
KT 3 7.32143 2.44048 18.42874 ** 3.34 5.56 Galat 14 1.85399 0.13243 Total 23 18.1104
Uji BNT Faktor T 46.9711 47.3728 KTG BNT 0,05
46.9711 0 *
0.13243 0.31867 47.3728 0 Notasi a b
Perlakuan T2 T1
Uji BNT Faktor K
46.1980 47.3640 47.5404 47.5854 KTG BNT 0,05
46.1980 0 * * *
0.13243 0.45067
47.3640 0 tn tn 47.5404 0 tn 47.5854 0 Notasi a b b b
Perlakuan K1 K2 K4 K3
49
Lampiran 4. Data Percobaan dan Analisa Ragam Kadar Sisa Etanol
Tabel Data Kadar Etanol (%)
Perlakuan Ulangan Total Rerata I II III
K1T1 1.940 2.134 1.930 6.004 2.001 K1T2 1.930 1.945 2.032 5.907 1.969 K2T1 1.945 1.891 1.930 5.766 1.922 K2T2 2.032 1.930 1.942 5.904 1.968 K3T1 1.955 2.006 1.964 5.925 1.975 K3T2 1.994 2.058 2.003 6.055 2.018 K4T1 1.913 1.904 1.917 5.734 1.911 K4T2 2.032 2.134 2.043 6.209 2.070
TOTAL 15.741 16.002 15.761 47.504 15.835
Tabel Dua Arah Perlakuan T1 T2 Total
K1 6.00 5.91 11.91 K2 5.77 5.90 11.67 K3 5.93 6.06 11.98 K4 5.73 6.21 11.94
Total 23.43 24.08 47.50
Analisa Keragaman Etanol SK DB JK KT F-HIT NOTASI F-TABEL
5% 1% Kelompok 2 0.00528 0.00264 0.81601 tn 3.74 6.51 Perlakuan 7 0.05499 0.00786 2.43044 tn 2.76 4.28
K 3 0.00983 0.00328 1.0135 tn 3.34 5.56 T 1 0.01739 0.01739 5.37958 * 4.8 8.86
KT 3 0.02777 0.00926 2.86434 tn 3.34 5.56 Galat 14 0.04525 0.00323 Total 23 0.10552
50
Uji BNT Faktor T
1.9524 2.0063 KTG BNT 0,05
1.9524 0 *
0.00323 0.04979 2.0063 0 Notasi a b
Perlakuan T1 T2
Uji BNT Faktor K
1.9450 1.9852 1.9905 1.9967 KTG BNT 0,05
1.9450 0 tn tn tn
0.00323 0.07041
1.9852 0 tn tn 1.9905 0 tn 1.9967 0 Notasi a a a a
Perlakuan K2 K1 K4 K3
51
Lampiran 5. Perhitungan Efisiensi Proses Ekstraksi Oleoresin Lada Hitam
Multi Tahap
Efisiensi penggunaan pelarut pada proses ekstraksi oleoresin lada hitam
multi tahap didapat dengan membandingkan jumlah oleoresin yang diperoleh
dengan kandungan oleoresin pada bahan baku lada hitam.
Secara matematis dapat dituliskan sebagai sebagai berikut :
Efisiensi= bakubahan padaOleoresin
diperoleh yangOleoresin x 100%
Contoh perhitungan :
Bahan masuk :
• Lada hitam = 50gr
• Kandungan oleoresin pada bahan = 6% = 1006 x 50 gr = 3gr
• Pelarut etanol = 400 ml
Ekstrak akhir :
• Kondensat = 140 ml
• Oleoresin = 2,133 gr
Efisiensi = bakubahan padaOleoresin
diperoleh yangOleoresin x 100%
= 3133,2 x 100% = 71,1%
52
Perhitungan Efisiensi Proses Ekstraksi Oleoresin Lada Hitam Multi Tahap sebelum filtrasi sesudah filtrasi sesudah evaporasi
efisiensi(%)
lada hitam (gr)
pelarut (ml)
oleoresin dibahan(gr)
ampas (gr) filtrat(ml) kondensat(ml) oleoresin(gr)
50 400 3 79.6 310 140 2.13 71.1050 400 3 78.9 310 138 2.16 71.9850 400 3 83.5 305 138 2.14 71.45
80.67 308.33 138.67 2.15 71.51
50 400 3 83.2 295 132 1.71 56.8750 400 3 80.8 295 135 1.78 59.3350 400 3 79.3 305 128 1.84 61.30
81.10 298.33 131.67 1.78 59.17
50 450 3 78.9 365 164 2.22 74.1050 450 3 80.7 360 170 2.20 73.2350 450 3 81.2 360 165 2.22 73.88
80.27 361.67 166.33 2.21 73.74
50 450 3 78.8 355 150 2.31 76.8550 450 3 80.6 350 158 2.26 75.3050 450 3 81.9 350 152 2.28 75.90
80.43 351.67 153.33 2.28 76.02
50 500 3 80.9 410 190 2.56 85.3750 500 3 77.8 415 188 2.61 87.1250 500 3 82.2 410 185 2.60 86.75
80.30 411.67 187.67 2.59 86.41
50 500 3 83.8 395 174 2.63 87.8250 500 3 80.4 405 178 2.69 89.8050 500 3 80.7 405 175 2.69 89.57
81.63 401.67 175.67 2.67 89.06
50 550 3 82.3 458 210 2.59 86.3750 550 3 79.8 455 205 2.58 86.1050 550 3 79.2 460 214 2.62 87.23
80.43 457.67 209.67 2.60 86.57
50 550 3 84.2 445 198 2.67 88.8350 550 3 79.3 450 198 2.68 89.4550 550 3 78.6 450 200 2.67 89.13
80.70 448.33 198.67 2.67 89.14
53
Lampiran 6. Rincian biaya proses ekstraksi alternatif perlakuan terbaik pertama A. Kebutuhan Bahan Baku
No Jenis Jml/hari Jml/blnHarga/sat
(Rp) Biaya/bln
(Rp) 1 Lada Hitam (subgrade) (kg) 300 7500 1000 7500000
T o t a l 7500000 B. Kebutuhan Bahan Pembantu
No Jenis Jml/hari Jml/blnHarga/sat
(Rp) Biaya/bln
(Rp) 1 Ethanol 96% (L) 300 7500 10000 75000000
T o t a l 75000000 C. Kebutuhan Bahan Pengemas
No Jenis Jml/hari Jml/blnHarga/sat
(Rp) Biaya/bln
(Rp) 1 Botol HDPE 16 400 1000 400000
T o t a l 400000 D. Kebutuhan Air
No Jenis Jml/hari Jml/blnHarga/sat
(Rp) Biaya/bln(Rp)
1 Kondensor (m3) 1 25 2440 61000
T o t a l 61000 E. Kebutuhan Energi
No Jenis Jml/hari Jml/blnHarga/sat
(Rp) Biaya/bln(Rp) 1 Listrik (kWh) 84 2100 630 1323000
T o t a l 1323000 F. Kebutuhan Tenaga Kerja
No Jenis Jml/hari Jml/blnHarga/sat
(Rp) Biaya/bln
(Rp) 1 Tenaga Kerja Langsung 3 75 20000 1500000
T o t a l 1500000
54
Rincian Biaya Tak Tetap selama 1 bulan (alternatif perlakuan terbaik pertama)
No Jenis Biaya (Rp)
1 Bahan Baku Lada Hitam subgrade 7500000 2 Bahan Pembantu Ethanol 96 % 75000000 3 Bahan Pengemas Botol HDPE 400000 4 Utilitas Air *) 61000 Listrik **) 1323000 5 Tenaga Kerja Langsung 1500000
T o t a l 85784000 *) Tarif air minum untuk industri kecil pemakaian air min 10 m3 adalah tarif 1 Rp 1.750,00 tarif 2 Rp 2.550,00 dan tarif 3 Rp 3.600,00 (PDAM, bulan Januari 2008) **) Tarif tenaga listrik untuk industri kecil (450 - 14000 VA) adalah Rp 630/kwh, PLN bulan Januari 2008) Total Biaya proses ekstraksi/bln (Rp) 85784000 Total produksi/bln (kemasan @ 1 kg) 400.8 HPP Bruto/kemasan (Rp) 214031.94
55
Lampiran 7. Rincian biaya proses ekstraksi alternatif perlakuan terbaik kedua A. Kebutuhan Bahan Baku
No Jenis Jml/hari Jml/blnHarga/sat
(Rp) Biaya/bln
(Rp) 1 Lada Hitam (subgrade) (kg) 450 11250 1000 11250000
T o t a l 11250000 B. Kebutuhan Bahan Pembantu
No Jenis Jml/hari Jml/blnHarga/sat
(Rp) Biaya/bln
(Rp) 1 Ethanol 96% (L) 450 11250 10000 112500000
T o t a l 112500000 C. Kebutuhan Bahan Pengemas
No Jenis Jml/hari Jml/blnHarga/sat
(Rp) Biaya/bln
(Rp) 1 Botol HDPE 24 600 1000 600000
T o t a l 600000 D. Kebutuhan Air
No Jenis Jml/hari Jml/blnHarga/sat
(Rp) Biaya/bln(Rp)
1 Kondensor (m3) 1 25 2440 61000
T o t a l 61000 E. Kebutuhan Energi
No Jenis Jml/hari Jml/blnHarga/sat
(Rp) Biaya/bln(Rp) 1 Listrik (kWh) 124 3100 630 1953000
T o t a l 1953000 F. Kebutuhan Tenaga Kerja
No Jenis Jml/hari Jml/blnHarga/sat
(Rp) Biaya/bln
(Rp) 1 Tenaga Kerja Langsung 3 75 20000 1500000
T o t a l 1500000
56
Rincian Biaya Tak Tetap selama 1 bulan (alternatif perlakuan terbaik kedua)
No Jenis Biaya (Rp)
1 Bahan Baku Lada Hitam subgrade 11250000 2 Bahan Pembantu Ethanol 96 % 112500000 3 Bahan Pengemas Botol HDPE 600000 4 Utilitas Air *) 61000 Listrik **) 1953000 5 Tenaga Kerja Langsung 1500000
T o t a l 127864000 *) Tarif air minum untuk industri kecil pemakaian air min 10 m3 adalah tarif 1 Rp 1.750,00 tarif 2 Rp 2.550,00 dan tarif 3 Rp 3.600,00 (PDAM, bulan Januari 2008) **) Tarif tenaga listrik untuk industri kecil (450 - 14000 VA) adalah Rp 630/kwh, PLN bulan Januari 2008) Total Biaya proses ekstraksi/bln (Rp) 127864000
Total produksi/bulan (kemasan @ 1 kg) 585.3
HPP Bruto/kemasan (Rp) 218458.91