EFEKTIVITAS RELAKSASI GUIDED IMAGERYlib.unnes.ac.id/29811/1/1511413141.pdf · i EFEKTIVITAS...
Transcript of EFEKTIVITAS RELAKSASI GUIDED IMAGERYlib.unnes.ac.id/29811/1/1511413141.pdf · i EFEKTIVITAS...
i
EFEKTIVITAS RELAKSASI GUIDED IMAGERY
UNTUK MENURUNKAN KECEMASAN
BERTANDING PADA ATLET PENCAK SILAT DI
KABUPATEN PURBALINGGA
SKRIPSI
disajikan sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Psikologi
oleh
Ulfah Nurjanah
1511413141
JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2017
ii
iii
iv
MOTTO DAN PERUNTUKAN
Motto
Hidup dalam kecemasan dan ketidaktenangan hanya akan membuatmu takut
untuk melangkah maju dan semakin dekat dengan kegagalan (Penulis)
Jika Anda berpikir, Anda akan siap. Jika Anda siap, Anda tidak akan diliputi
kecemasan (Li Ka-Shing)
Peruntukan
Skripsi ini penulis peruntukan kepada:
Ibu Maryati dan Bapak Gunawan Wisoto S.R
Umar Hidayatullah, Ummu Hani Nurkhasanah &
Usman Rahmatullah
Keluarga besar Psikologi Unnes
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT, atas rahmat dan karunia yang telah diberikan selama menjalani proses
pembuatan skripsi yang berjudul “Efektivitas Relaksasi Guided Imagery Untuk
Menurunkan Kecemasan Bertanding Pada Atlet Pencak Silat Di Kabupaten
Purbalingga” sampai dengan selesai.
Penyusunan Skripsi ini sebagai tugas akhir untuk memperoleh gelar
Sarjana Psikologi di Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan tidak terlepas
dari peran dan bantuan baik moril, materil dari berbagai pihak, maka pada
kesempatan ini ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada:
1. Prof. Fakhrudin M.Pd. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Univers itas Negeri
Semarang.
2. Moh. Iqbal Mabruri, S. Psi., M.Sisebagai penguji 1 yang telah sabar
membimbing dan memberikan masukan selama penulisan skripsi ini.
3. Andromeda, S.Psi., M.Psi. sebagai Dosen Pembimbing I sekaligus penguji 2
yang telah sabar membimbing dan memberikan masukan selama penulisan
skripsi ini.
4. Binta Mu’tiya Rizki, S.Psi., M.A. sebagai Dosen Pembimbing II sekaligus
penguji 3 yang telah sabar membimbing dan memberikan masukan selama
penulisan skripsi ini.
5. Anna Undarwati, S.Psi., M.A. sebagai Dosen Wali Rombel 4 angkatan 2013.
vi
6. Seluruh Dosen dan Staf di Jurusan Psikologi yang telah berkenan untuk
berbagi pengetahuan dan pengalaman kepada penulis.
7. Teman-teman Psikologi FIP Unnes angkatan 2013.
8. Orang tua dan ketiga saudara kandung penulis yang senantiasa memberi doa
dan semangat yang tiada henti-hentinya
9. Seluruh saudara di Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Cabang
Purbalingga yang telah bersedia berpartisipasi mengikuti serangkaian
penelitian
10. Seluruh keluarga besar Perguruan pencak silat Tapak Suci (TS) Kabupaten
Purbalingga yang telah bersedia berpartisipasi mengikuti serangkaian try out
penelitian.
11. Seluruh tim yang terlibat dalam penelitian ini serta teman-teman yang tidak
dapat disebutkan satu-persatu
12. Keluarga Simphony yang selalu menyertai setiap proses kehidupan dan
sahabat –sahabat yang tak pernah lelah mewarnai hari-hari penulis
13. SeptiWahyuningsih sahabat sekaligus adik yang selalu memberikan semangat
yang tiada henti-hentinya
Semarang, 11 Oktober 2017
Penulis
vii
ABSTRAK
Nurjanah, Ulfah. 2017. Efektivitas Relaksasi Guided Imagery Untuk Menurunkan Kecemasan Bertanding Pada Atlet Pencak Silat Di Kabupaten
Purbalingga.Skripsi. Jurusan Psikologi, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang. Di bawah bimbingan, Pembimbing I : Andromeda, S.Psi.,
M.Psi dan Pembimbing II: Binta Mu’tiya Rizki, S.Psi, M.A. Kata Kunci: Relaksasi Guided Imagery dan Kecemasan Bertanding
Berdasarkan fenomena kecemasan bertanding pada atlet pencak silat,
ditemukan bahwa atlet mengalami perasaan takut, tegang, gelisah, sulit berkonsentrasi dan gangguan pencernaan sehingga mengganggu performa atlet menjelang pertandingan. Salahsatuupaya sederhana dan mudah yang dapat
dilakukan atlet untuk mereduksi atau menurunkan kecemasan adalah dengan melakukan kegiatan-kegiatan menyenangkan dan menenangkan, salah satunya
dengan melakukan Relaksasi Guided Imagery.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah Relaksasi Guided
Imagery efektif untuk menurunkan kecemasan bertanding pada atlet. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh atlet pencak silat yang tergabung dalam Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Cabang Purbalingga yang akan mengikuti
pertandingan usia pra-remaja atau setingkat SMP/MTS sederajat. Sampel penelitian yang digunakan adalah 28 atlet pencak silat yang kemudian dibagi ke
dalam kelompok eksperimen (14 Atlet) dan kelompok kontrol (14 Atlet) dengan teknik randomisasi. Desain penelitian yang peneliti gunakan adalah pretest-posttest control group design. Data penelitian diambil menggunakan skala
kecemasan yang dimodifikasi dari Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS) untuk pretest dan posttest yang terdiri dari 43 aitem dengan koefisien validitas aitem
antara 0,273 sampai dengan 0.802 dan koefisien reliabilitas sebesar 0,942.
Uji hipotesis dengan analisis statistik Independent Sample T-Test dapat
diketahui bahwa terdapat penurunan yang signifikan dari mean dari kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Nilai mean kelompok eksperimen sebesar
43.7143 sedangkan pada kelompok kontrol hasilnya menjadi 10.7143. Sementara itu pada uji t-test diperoleh hasil nilai t sebesar -2,797 dengan taraf signifikansi sebesar p = 0,010. Maka dapat dikatakan bahwa hipotesisditerima karena nilai
signifikansi p = 0,010 lebih kecil daripada α 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat efek dari pemberian relaksasi guided imagery terhadap penurunan
kecemasan pada kelompok eksperimen.
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
PERNYATAAN ..................................................................................................... ii
PENGESAHAN .................................................................................................... iii
MOTTO DAN PERUNTUKAN .......................................................................... iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................... v
ABSTRAK............................................................................................................ vii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL............................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xix
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xxiii
BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah............................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 14
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................... 14
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................. 14
1.4.1 Manfaat Teoretis ..................................................................................... 14
1.4.2 Manfaat Praktis ....................................................................................... 14
BAB 2 LANDASAN TEORI ................................................................................ 16
ix
2.1 Kecemasan Bertanding ........................................................................... 16
2.1.1 Pengertian Kecemasan ............................................................................ 16
2.1.2 Pengertian Kecemasan Bertanding ......................................................... 17
2.1.3 Dimensi-Dimensi Kecemasan Bertanding .............................................. 20
2.1.4 Ciri-Ciri Kecemasan Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS) .............. 22
2.1.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan Bertanding ................. 24
2.1.6 Gejala Kecemasan Bertanding ................................................................ 27
2.1.7 Tingkat Kecemasan Bertanding .............................................................. 29
2.2 Relaksasi Guided Imagery ...................................................................... 31
2.2.1 Pengertian Relaksasi ............................................................................... 31
2.2.2 Manfaat Relaksasi ................................................................................... 32
2.2.3 Macam-Macam Relaksasi ....................................................................... 33
2.2.4 Pengertian Guided Imagery .................................................................... 35
2.2.5 Manfaat Guided Imagery ........................................................................ 38
2.2.6 Dasar-Dasar Latihan Guided Imagery .................................................... 39
2.2.7 Panduan Pelaksanaan Guided Imagery ................................................... 40
2.3 Pengaruh Relaksasi Guided Imagery Terhadap Kecemasan................... 41
2.4 Kerangka Berpikir................................................................................... 47
2.5 Hipotesis.................................................................................................. 51
BAB 3 METODE PENELITIAN.......................................................................... 52
x
3.1 Jenis dan Desain Penelitian..................................................................... 52
3.1.1 Jenis Penelitian........................................................................................ 52
3.1.2 Desain Penelitian..................................................................................... 53
3.2 Variabel Penelitian .................................................................................. 55
3.2.1 Idenifikasi Variabel Penelitian................................................................ 55
3.2.2 Definisi Variabel Penelitian .................................................................... 56
3.2.3 Hubungan Antar Variabel Penelitian ...................................................... 57
3.3 Subyek Penelitian.................................................................................... 58
3.3.1 Populasi ................................................................................................... 58
3.3.2 Sampel..................................................................................................... 58
3.4. Prosedur Eksperimen .............................................................................. 59
3.4.1 Persiapan Penelitian ................................................................................ 59
3.4.2 Pelaksanaan Penelitian ............................................................................ 61
3.5 Metode Pengumpulan Data ..................................................................... 63
3.6 Validitas Dan Reliabilitas ....................................................................... 65
3.6.1 Validitas Eksperimen .............................................................................. 65
3.6.2 Validitas Alat Ukur ................................................................................. 68
3.6.3 Reliabilitas .............................................................................................. 68
3.7 Teknik Analisis Data............................................................................... 69
3.8 Etika Penelitian ....................................................................................... 70
xi
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................. 71
4.1 Persiapan Penelitian ................................................................................ 71
4.1.1 Orientasi Kancah Penelitian.................................................................... 71
4.1.2 Gambaran Subyek ................................................................................... 72
4.1.2.1 Gambaran Subyek Uji Coba ................................................................... 72
4.1.2.2 Gambar Subyek Penelitian...................................................................... 73
4.2 Penyusunan Instrumen ............................................................................ 75
4.2.1 Penyusunan Skala Penelitian .................................................................. 75
4.2.1.1 Membuat Blue-Print................................................................................ 75
4.2.1.2 Menyusun Format Penelitian .................................................................. 76
4.2.1.3 Menyebarkan Instrumen Penelitian ........................................................ 77
4.2.2 Penyusunan Cek Manipulasi ................................................................... 77
4.2.3 Penyusunan Prosedur Pelaksanan Penelitian .......................................... 78
4.2.3.1 Menyusun Format Prosedur Penelitian ................................................... 78
4.2.3.2 Penerapan Prosedur Pelaksaan Penelitian............................................... 79
4.3 Uji Coba Penelitian (try out) ................................................................... 79
4.3.1 Uji Coba Instrumen ................................................................................. 79
4.3.2 Uji Coba Prosedur Pelaksanaan Penelitian ............................................. 80
4.3.3 Hasil Uji Coba......................................................................................... 81
4.3.3.1 Hasil Uji Coba Instrumen ....................................................................... 81
xii
4.3.3.2 Hasil Uji Coba Prosedur Pelaksanaan Peneliltian .................................. 82
4.4 Pelaksaan Skoring ................................................................................... 84
4.5 Pelaksaan Penelitian................................................................................ 84
4.5.1 Proses Perizinan ...................................................................................... 84
4.5.2 Pengumpulan Data .................................................................................. 85
4.6 Hasil Penelitian ....................................................................................... 87
4.6.1 Uji Asumsi .............................................................................................. 87
4.6.1.1 Uji Normalitas......................................................................................... 87
4.6.1.2 Uji Homogenitas ..................................................................................... 89
4.6.2 Uji Hipotesis ........................................................................................... 90
4.7 Analisis Deskriptif .................................................................................. 91
4.7.1 Gambaran Umum Kecemasan Bertanding.............................................. 92
4.7.2 Gambaran Kecemasan Bertanding Berdasarkan Indikator ..................... 99
4.7.3 Ringkasan Gambaran Kecemasan Bertanding ...................................... 170
4.7.4Perbedaan Tingkat Kecemasan Bertanding Kelompok Eksperimen &
Kelompok Kontrol ................................................................................179
4.8 Analisis Kualitatif .......................................................................................
4.8.1 Hasil Cek Manipulasi............................................................................ 179
4.8.1.1 Cek Manipulasi ..................................................................................... 179
4.8.2 Hasil Wawancara .................................................................................. 180
xiii
4.8.2.1 Kategorisasi Tingkat Kecemasan Bertanding Akibat Relaksasi
Guided Imagery..................................................................................... 180
4.8.3 Hasil Observasi ..................................................................................... 183
4.9 Pembahasan........................................................................................... 185
4.9.1 Relaksasi Guided Imagery Menurunkan Kecemasan Bertanding ........ 185
4.10 Keterbatasan Penelitian......................................................................... 196
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 197
5.1 Simpulan ............................................................................................... 197
5.2 Saran...................................................................................................... 197
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 198
LAMPIRAN .............................................................................................................
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
3.1 Pelaksanaan Eksperimen .......................................................................... 62
3.2 Kriteria & Nilai Alternatif Jawaban Hamilton Anxiety Rating Scale....... 65
3.3 Blue-print Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS)................................. 66
3.4 Penyebaran aitem Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS)..................... 66
3.5 Intepretasi Reliabilitas .............................................................................. 72
4.1 Gambaran Subyek Uji Coba Penelitian.................................................... 76
4.2 Gambaran Subyek Penelitian ................................................................... 77
4.3 Gambaran Subyek Penelitian ................................................................... 77
4.4 Interpretasi Nilai Reliabilitas ................................................................... 85
4.5 HasilUji Normalitas Pre-test Post-test Kelompok Eksperimen ............... 91
4.6 Hasil Uji Normalitas Pre-test Post-test Kelompok Kontrol..................... 92
4.7 Hasil Uji Homogenitas Pre-test Post-test Kelompok Eksperimen .......... 93
4.8 Hasil Uji Homogenitas Pre-test Post-test Kelompok Kontrol ................. 94
4.9 Hasil Uji Hipotesis Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ....... 94
4.10 Hasil Uji Homogenitas Hipotesis Kelompok Eksperimen dan
Kelompok Kontrol ................................................................................ 94
4.11 Penggolongan Kriteria Analisis Berdasarkan Mean Teoritik ................ 96
4.12 Distribusi Frekuensi Kecemasan Bertanding Pada Kelompok
Eksperimen (Pre-test) ............................................................................. 98
4.13 Distribusi Frekuensi Kecemasan Bertanding Pada Kelompok Eksperimen (Post-test).......................................................................... 99
xv
4.14 Distribusi Frekuensi Kecemasan Bertanding Pada Kelompok Kontrol
(Pre-test) ............................................................................................... 101
4.15 Distribusi Frekuensi Kecemasan Bertanding Pada Kelompok Kontrol
(Post-test).............................................................................................. 103
4.16 Distribusi Frekuensi Kecemasan Bertanding Dari Indikator Perasaan Cemas Pada Kelompok Eksperimen (Pre-Test) ................................... 105
4.17 Distribusi Frekuensi Kecemasan Bertanding Dari Indikator Perasaan Cemas Pada Kelompok Eksperimen (Post-Test) .................................. 106
4.18 Distribusi Frekuensi Kecemasan Bertanding Dari Indikator Pada Kelompok Kontrol (Pre-Test)............................................................... 107
4.19 Distribusi Frekuensi Kecemasan Bertanding Dari Indikator Pada
Kelompok Kontrol(Post-Test) .............................................................. 108
4.20 Distribusi Frekuensi Kecemasan Bertanding Dari Indikator
Ketegangan Pada Kelompok Eksperimen (Pre-Test) ........................... 111
4.21 Distribusi Frekuensi Kecemasan Bertanding Dari Indikator Ketegangan Pada Kelompok Eksperimen (Post-Test).......................... 112
4.22 Distribusi Frekuensi Kecemasan Bertanding Dari Indikator Ketegangan Pada Kelompok Kontrol (Pre-Test).................................. 113
4.23 Distribusi Frekuensi Kecemasan Bertanding Dari Indikator Ketegangan Pada Kelompok Kontrol (Post-Test) ................................ 114
4.24 Distribusi Frekuensi Kecemasan Bertanding Dari Indikator
KetakutanPada Kelompok Eksperimen (Pre-Test)............................... 116
4.25 Distribusi Frekuensi Kecemasan Bertanding Dari Indikator
Ketakutan Pada Kelompok Eksperimen (Post-Test) ............................ 117
4.26 Distribusi Frekuensi Kecemasan Bertanding Dari Indikator Ketakutan Pada Kelompok Kontrol (Pre-Test) .................................... 119
4.27 Distribusi Frekuensi Kecemasan Bertanding Dari Indikator Ketakutan Pada Kelompok Kontrol (Post-Test) ................................... 120
4.28 Distribusi Frekuensi Kecemasan Bertanding Dari Indikator Gangguan Tidur Pada Kelompok Eksperimen (Pre-Test) .................... 122
xvi
4.29 Distribusi Frekuensi Kecemasan Bertanding Dari Indikator
Gangguan Tidur Pada Kelompok Eksperimen (Post-Test) .................. 123
4.30 Distribusi Frekuensi Kecemasan Bertanding Dari Indikator
Gangguan Tidur Pada Kelompok Kontrol (Pre-Test) .......................... 125
4.31 Distribusi Frekuensi Kecemasan Bertanding Dari Indikator Gangguan Tidur Pada Kelompok Kontrol (Post-Test) ......................... 126
4.32 Distribusi Frekuensi Kecemasan Bertanding Dari Indikator Kecerdasan Pada Kelompok Eksperimen (Pre-Test) .......................... 128
4.33 Distribusi Frekuensi Kecemasan Bertanding Dari Indikator Gangguan Kecerdasan Pada Kelompok Eksperimen (Post-Test)......... 129
4.34 Distribusi Frekuensi Kecemasan Bertanding Dari Indikator
Gangguan Kecerdasan Pada Kelompok Kontrol (Pre-Test)................. 130
4.35 Distribusi Frekuensi Kecemasan Bertanding Dari Indikator
Gangguan Kecerdasan Pada Kelompok Kontrol (Post-Test) ............... 131
4.36 Distribusi Frekuensi Kecemasan Bertanding Dari Indikator Gejala Somatik Pada Kelompok Eksperimen (Pre-Test) ................................. 134
4.37 Distribusi Frekuensi Kecemasan Bertanding Dari Indikator Gejala Somatik Pada Kelompok Eksperimen (Post-Test) ............................... 135
4.38 Distribusi Frekuensi Kecemasan Bertanding Dari Indikator Gejala Somatik Pada Kelompok Kontrol (Pre-Test) ....................................... 136
4.39 Distribusi Frekuensi Kecemasan Bertanding Dari Indikator Gejala
Somatik Pada Kelompok Kontrol (Post-Test) ...................................... 137
4.40 Distribusi Frekuensi Kecemasan Bertanding Dari Indikator Gejala
Sensorik Pada Kelompok Eksperimen (Pre-Test) ................................ 140
4.41 Distribusi Frekuensi Kecemasan Bertanding Dari Indikator Gejala Sensorik Pada Kelompok Eksperimen (Post-Test) ............................... 141
4.42 Distribusi Frekuensi Kecemasan Bertanding Dari Indikator Gejala Sensorik Pada Kelompok Kontrol(Pre-Test) ........................................ 142
4.43 Distribusi Frekuensi Kecemasan Bertanding Dari Indikator Gejala Sensorik Pada Kelompok Kontrol(Post-Test) ...................................... 143
xvii
4.44 Distribusi Frekuensi Kecemasan Bertanding Dari Indikator
Gejala Kardiovaskuler Pada Kelompok Eksperimen (Pre-Test) .......... 145
4.45 Distribusi Frekuensi Kecemasan Bertanding Dari Indikator
Gejala Kardiovaskuler Pada Kelompok Eksperimen (Post-Test)......... 146
4.46 Distribusi Frekuensi Kecemasan Bertanding Dari Indikator Gejala Kadiovaskuler Pada Kelompok Kontrol (Pre-Test) .................. 148
4.47 Distribusi Frekuensi Kecemasan Bertanding Dari Indikator Gejala Kardiovaskuler Pada Kelompok Kontrol (Post-Test) ............... 149
4.48 Distribusi Frekuensi Kecemasan Bertanding Dari Indikator Gejala Pernafasan Pada Kelompok Eksperimen (Pre-Test) ................. 151
4.49 Distribusi Frekuensi Kecemasan Bertanding Dari Indikator
Gejala Pernafasan Pada Kelompok Eksperimen (Post-Test) ................ 152
4.50 Distribusi Frekuensi Kecemasan Bertanding Dari Indikator
Gejala Pernafasan Pada Kelompok Kontrol (Pre-Test) ........................ 153
4.51 Distribusi Frekuensi Kecemasan Bertanding Dari Indikator Gejala Pernafasan Pada Kelompok Kontrol (Post-Test) ...................... 154
4.52 Distribusi Frekuensi Kecemasan Bertanding Dari Indikator Gejala Gastrointestinal Pada Kelompok Eksperimen (Pre-Test) ......... 156
4.53 Distribusi Frekuensi Kecemasan Bertanding Dari Indikator Gejala Gastrointestinal Pada Kelompok Eksperimen (Post-Test) ........ 157
4.54 Distribusi Frekuensi Kecemasan Bertanding Dari Indikator
Gejala Gastrointestinal Pada Kelompok Kontrol(Pre-Test) ................. 158
4.55 Distribusi Frekuensi Kecemasan Bertanding Dari Indikator
Gejala Gastrointestinal Pada Kelompok Kontrol(Post-Test)................ 159
4.56 Distribusi Frekuensi Kecemasan bertanding Bertanding Dari IndikatorGejala Urogenital Pada Kelompok Eksperimen (Pre-Test) ... 161
4.57 Distribusi Frekuensi Kecemasan Bertanding Dari Indikator Gejala Urogenital Pada Kelompok Eksperimen (Post-Test)............................ 162
4.58 Distribusi Frekuensi Kecemasan Bertanding Dari Indikator Gejala Urogenital Pada Kelompok Kontrol(Pre-Test)..................................... 163
xviii
4.59 Distribusi Frekuensi Kecemasan Bertanding Dari Indikator Gejala
Urogenital Pada Kelompok Kontrol(Post-Test) ................................... 164
4.60 Distribusi Frekuensi Kecemasan Bertanding Dari Indikator Gejala
Vegetatif Pada Kelompok Eksperimen (Pre-Test) ............................... 166
4.61 Distribusi Frekuensi Kecemasan Bertanding Dari Indikator Gejala Vegetatif Pada Kelompok Eksperimen (Post-Test) .............................. 167
4.62 Distribusi Frekuensi Kecemasan Bertanding Dari Indikator Gejala Vegetatif Pada Kelompok Kontrol(Pre-Test) ....................................... 168
4.63 Distribusi Frekuensi Kecemasan Bertanding Dari Indikator Gejala Vegetatif Pada Kelompok Kontrol(Post-Test)...................................... 169
4.64 Ringkasan Gambaran Kecemasan Bertanding pada Kelompok
Eksperimen (Pre-Test) dan (Post-Test) ................................................ 170
4.65 Ringkasan Gambaran Kecemasan Bertanding pada Kelompok
Kontrol (Pre-Test) dan (Post-Test) ....................................................... 173
4.66 Ringkasan Tingkat Kecemasan BertandingKelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ......................................................................... 176
4.67 Hasil Cek Manipulasi Kelompok Eksperimen ....................................... 179
4.68 Hasil Ringkasan Hasil Wawancara ........................................................ 183
xix
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1. Kerangka Berpikir ................................................................................... 51
3.1 Desain Eksperimen Pretest-Posttest Control Group Design ................... 55
3.2 Hubungan Antar Variabel ........................................................................ 58
4.1 Gambaran Umum Kecemasan Bertanding Kelompok Eksperimen
(Pre-Test) .............................................................................................. 99
4.2 Gambaran Umum Kecemasan Bertanding Kelompok Eksperimen (Post-Test)............................................................................................. 100
4.3 Gambaran Umum Kecemasan Bertanding Kelompok Kontrol (Pre-Test) .............................................................................................. 102
4.4 Gambaran Umum Kecemasan Bertanding Kelompok Kontrol (Post-Test)............................................................................................. 104
4.5 Indikator Perasaan Cemas Kelompok Eksperimen (Pre-Test)................. 106
4.6 Indikator Perasaan Cemas Kelompok Eksperimen (Post-Test) ............... 107
4.7 Indikator Perasaan Cemas Kelompok Kontrol (Pre-Test) ....................... 108
4.8 Indikator Perasaan Cemas Kelompok Kontrol (Post-Test) ...................... 109
4.9 Indikator Ketegangan Kelompok Eksperimen (Pre-Test)........................ 111
4.10 Indikator Ketegangan Kelompok Eksperimen (Post-Test) .................... 113
4.11 Indikator Ketegangan Kelompok Kontrol (Pre-Test) ............................ 114
4.12 Indikator Ketegangan Kelompok Kontrol (Post-Test) ........................... 115
2.1. Kerangka Berpikir ................................................................................... 51
3.1 Desain Eksperimen Pretest-Posttest Control Group Design ................... 55
3.2 Hubungan Antar Variabel ........................................................................ 58
xx
4.1 Gambaran Umum Kecemasan Bertanding Kelompok Eksperimen
(Pre-Test) .............................................................................................. 99
4.2 Gambaran Umum Kecemasan Bertanding Kelompok Eksperimen
(Post-Test)............................................................................................. 100
4.3 Gambaran Umum Kecemasan Bertanding Kelompok Kontrol (Pre-Test) .............................................................................................. 102
4.4 Gambaran Umum Kecemasan Bertanding Kelompok Kontrol (Post-Test)............................................................................................. 104
4.5 Indikator Perasaan Cemas Kelompok Eksperimen (Pre-Test)................. 106
4.6 Indikator Perasaan Cemas Kelompok Eksperimen (Post-Test) ............... 107
4.7 Indikator Perasaan Cemas Kelompok Kontrol (Pre-Test) ....................... 108
4.8 Indikator Perasaan Cemas Kelompok Kontrol (Post-Test) ...................... 109
4.9 Indikator Ketegangan Kelompok Eksperimen (Pre-Test)........................ 111
4.10 Indikator Ketegangan Kelompok Eksperimen (Post-Test) .................... 113
4.11 Indikator Ketegangan Kelompok Kontrol (Pre-Test) ............................ 114
4.12 Indikator Ketegangan Kelompok Kontrol (Post-Test) ........................... 115
4.13 Indikator Ketakutan Pada Kelompok Eksperimen (Pre-Test)................ 117
4.14 Indikator Ketakutan Pada Kelompok Eksperimen (Post-Test................ 118
4.15 Indikator Ketakutan Pada Kelompok Kontrol (Pre-Test) ...................... 120
4.16 Indikator Ketakutan Pada Kelompok Kontrol (Post-Test) ..................... 121
4.17 Indikator Gangguan Tidur Pada Kelompok Eksperimen (Pre-Test)...... 123
4.18 Indikator Gangguan Tidur Pada Kelompok Eksperimen (Post-Test) .... 124
4.19 Indikator Ganggun Tidur Pada Kelompok Kontrol (Pre-Test) .............. 125
4.20 Indikator Gangguan Tidur Pada Kelompok Kontrol (Post-Test) ........... 127
4.21 Indikator Gangguan Kecerdasan Pada Kelompok Eksperimen (Pre-Test) .............................................................................................. 129
xxi
4.22 Indikator Gangguan Kecerdasan Pada Kelompok Eksperimen
(Post-Test)............................................................................................. 130
4.23 Indikator Gangguan Kecerdasan Pada Kelompok Kontrol (Pre-Test)... 131
4.24 Indikator Gangguan Kecerdasan Pada Kelompok Kontrol (Post-Test) . 132
4. 25 Indikator Gejala Somatik Pada Kelompok Eksperimen (Pre-Test) ...... 135
4. 26 Indikator Gejala Somatik Pada Kelompok Eksperimen (Post-Test) ..... 136
4.27 Indikator Gejala Somatik Pada Kelompok Kontrol (Pre-Test) .............. 137
4.28 Indikator Gejala Somatik Pada Kelompok Kontrol (Post-Test)............. 138
4.29 Indikator Gejala Sensorik Pada Kelompok Eksperimen (Pre-Test)....... 140
4.30 Indikator Gejala Sensorik Pada Kelompok Eksperimen (Post-Test) ..... 142
4.31 Indikator Gejala Sensorik Pada Kelompok Kontrol (Pre-Test) ............. 143
4.32 Indikator Gejala Sensorik Pada Kelompok Kontrol (Post-Test ............. 144
4.33 Indikator Gejala Kardiovaskuler Pada Kelompok Eksperimen
(Pre-Test) .............................................................................................. 146
4.34 Indikator Gejala Kardiovaskuler Pada Kelompok Eksperimen (Post-Test)............................................................................................. 147
4.35 Indikator Gejala Kadiovaskuler Pada Kelompok Kontrol (Pre-Test) .... 148
4.36 Indikator Gejala Kadiovaskuler Pada Kelompok Kontrol (Post-Test)... 149
4.37 Indikator Gejala Pernafasan Pada Kelompok Eksperimen (Pre-Test) ... 151
4.38 Indikator Gejala Pernafasan Pada Kelompok Eksperimen (Post-Test).. 152
4.39 Indikator Gejala Pernafasan Pada Kelompok Kontrol (Pre-Test).......... 153
4.40 Indikator Gejala Pernafasan Pada Kelompok Kontrol (Post-Test) ........ 154
4.41 Indikator Gejala Gastrointestinal Pada Kelompok Eksperimen (Pre-Test) .............................................................................................. 156
4.42 Indikator Gejala Gastrointestinal Pada Kelompok Eksperimen (Post-Test)............................................................................................. 157
xxii
4.43 Indikator Gejala Gastrointestinal Pada Kelompok Kontrol (Pre-Test) .. 157
4.44 Indikator Gejala Gastrointestinal Pada Kelompok Kontrol (Post-Test)............................................................................................. 159
4.45 Indikator Gejala Urogenital Pada Kelompok Eksperimen (Pre-Test) ... 161
4.46 Indikator Gejala Urogenital Pada Kelompok Eksperimen (Post-Test) .. 163
4.47 Indikator Gejala Urogenital Pada Kelompok Kontrol (Pre-Test) .......... 163
4.48 Indikator Gejala Urogenital Pada Kelompok Kontrol (Post-Test)......... 164
4.49 Indikator Gejala Vegetatif Pada Kelompok Eksperimen (Pre-Test)...... 166
4.50 Indikator Gejala Vegetatif Pada Kelompok Eksperimen (Post-Test) .... 167
4.51 Indikator Gejala Vegetatif Pada Kelompok Kontrol (Pre-Test) ............ 168
4.52 Indikator Gejala Vegetatif Pada Kelompok Kontrol (Post-Test) .......... 170
4.53 Ringkasan Gambaran Kecemasan Bertanding Berdasarkan Indikator pada Kelompok Eksperimen (Pre-Test)................................ 172
4.54 Ringkasan Gambaran Kecemasan Bertanding Berdasarkan Indikator pada Kelompok Eksperimen (Post-Test) .............................. 173
4.55 Ringkasan Gambaran Kecemasan Bertanding Berdasarkan Indikator pada Kelompok Kontrol (Pre-Test) ...................................... 175
4.56 Ringkasan Gambaran Kecemasan Bertanding Berdasarkan
Indikator pada Kelompok Kontrol (Post-Test) ..................................... 175
4.57 Perbedaan Tingkat Kecemasan Bertanding Berdasarkan
Indikator pada Kelompok Eksperimen (Pre-Test)................................ 177
4.58 Perbedaan TingkatKecemasan Bertanding Berdasarkan Indikator pada Kelompok Kontrol (Pre-Test) ...................................... 178
xxiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1 Skala Uji Coba .......................................................................................... 103
2 Tabulasi Data Hasil Uji Coba Skala.......................................................... 109
3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ........................................................... 113
4 Skala Pretest.............................................................................................. 119
5 Tabulasi Data Pretest ................................................................................ 125
6 Subjek Penelitian ....................................................................................... 129
7 Skala Posttest ............................................................................................ 132
8 Tabulasi Data Posttest ............................................................................... 138
9 Hasil Uji Asumsi ....................................................................................... 141
10 Hasil Uji Hipotesis .................................................................................. 143
11 Cek Manipulasi ....................................................................................... 145
12 Modul Penelitian ..................................................................................... 147
13 Dokumentasi Penelitian........................................................................... 162
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Olahraga suatu kegiatan yang penting dalam kehidupan manusia, olahraga
yang dilakukan secara rutin dan tidak berlebihan akan membuat manusia menjadi
sehat dan kuat secara jasmani maupun rohani. Melaksanakan olahraga secara
teratur, seseorang akan memperoleh beberapa manfaat seperti tubuh yang sehat,
hati yang senang, atau bahkan mendapatkan hadiah atau penghargaan atas sebuah
pencapaian pada salah satu cabang olahraga tertentu. Olahraga menurut Wann
(dalam Kusumawati, 2014) adalah aktivitas yang melibatkan power dan skill,
kompetensi, strategi, dan/atau kesempatan, dilakukan untuk kesenangan, kepuasan
dan/atau pencapaian pribadi (misal: pendapatan) dari pelaku atau orang lain
(misal:penonton), meliputi olahraga prestasi dan olahraga rekreasional. Dari
pengertian tersebut dapat dipahami bahwa unsur-unsur penting yang harus
diperhatikan dalam olahraga adalah power (tenaga) dan skill (keterampilan).
Kedua unsur tersebut harus dilakukan secara seimbang agar manfaat dari
berolahraga secara keseluruhan dapat dirasakan bagi pelakunya.
Pertandingan yang melibatkan berbagai cabang olahraga seringkali
dilaksanakan baik dalam tingkat nasional maupun internasional. Hal ini
merupakan salah satu bentuk apresiasi bagi para atlet untuk semakin
meningkatkan kemampuannya baik secara fisik maupun psikis, terutama dalam
sebuah pertandingan.Salah satu cabang olahraga yang menjadi andalan Indonesia
2
baik dalam pertandingan tingkat nasional maupun internasional adalah pencak
silat. Terbukti ketika Indonesia mengikuti kejuaraan dunia pencak silatdi
Denpasar - Bali 2016 berhasil memperoleh dua emas dalam kategori pencak silat
seni beregu putra dan putri, mengungguli Vietnam dan Singapura, seperti yang
dilansir oleh TribunNews.com pada kamis, 8 desember 2016. Pencak silat
merupakan salah satu olahraga bela diri asli Indonesia yang menjadi tradisi
bangsa secara turun-menurun dan diusulkan sebagai bela diri warisan dunia,
seperti dilansir oleh media online beritajatim.com pada kamis, 2 februari 2017
bahwa ilmu bela diri asli Indonesia, pencak silat diusulkan oleh Direktorat
Jenderal Kebudayaan untuk menjadi warisan budaya tak benda ke dalam daftar
Itangible Cultural Heritage (ICH) Unesco dalam sidang komite organisasi bidang
pendidikan, sains dan kebudayaan dunia.
Pencak Silat sudah layak menjadi warisan budaya karena olahraga ini
tidak hanya dipelajari oleh orang Indonesia saja tapi sudah berkembang ke
beberapa negara, hal ini menyebabkan pencak silat kini semakin maju di beberapa
negara dan tentunya kondisi ini akan berdampak bagi peningkatan kualitas dan
prestasi pencak silat Indonesia baik di tingkat nasional maupun internasional.
Salah satu upaya yang dilakukan oleh Ikatan Pencak Silat Indonesia(IPSI) untuk
meningkatkan kualitas dan prestasi tersebut adalah membentuk cabang-cabang
IPSI mulai dari tingkat provinsi sampai kabupaten kota, dengan harapan melalui
upaya tersebut akan muncul generasi atau bibit-bibit baru atlet pencak silat yang
lebih berkualitas.
3
Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) Purbalingga merupakan salah satu
cabang IPSI dibawah naungan IPSI Jawa Tengah yang berada di tingkat provinsi.
Kabupaten Purbalingga merupakan salah satu daerah penyumbang atlet pencak
silat di provinsi Jawa Tengah di wilayah Karesidenan Banyumas termasuk
Banjarnegara, Banyumas dan Cilacap. Namun beberapa tahun terakhir, prestasi
kabupaten Purbalingga mengalami penurunan secara drastis, seperti yang
disampaikan oleh wakil bupati Purbalingga dalam kesempatan Muskab
(Musyawarah Kabupaten) Purbalingga pada tanggal 11 desember 2016 bahwa,
“... olah raga beladiri atau pencak silat di Kabupaten Purbalingga cukup banyak yakni ada 12 perguruan/padepokan pencak silat dibawah binaan IPSI Purbalingga. Akan tetapi, sampai saat ini gaungnya belum menggema
atau terdengar. Ibaratnya IPSI tengah tertidur, namun walaupun IPSI Purbalingga saat sedang tertidur, masih punya prsetasi.”
Wakil bupati juga menambahkan, bahwa prestasi kabupaten Purbalingga yang
kian memprihatinkan, hal ini disebabkan salah satunya karena kepengurusan IPSI
yang kurang terorganisir dengan baik sehingga berdampak pada pembinaan atlet
yang kurang maksimal serta faktor finansialpun menjadi hal yang sangat penting
dalam meningkatkan prestasi atlet, selain itu kurangnya minat masyarakat untuk
memaksimalkan potensi atlet pencak silat sebagai olahraga yang berkualitas.
Seorang atlet pencak silat, tidak hanya membutuhkan fisik atau jasmani
yang kuat dan sehat, melainkan juga psikis atau mental yang baik terutama ketika
menghadapi pertandingan. Dalam sebuah aktifitas olahraga prestasi khususnya
cabang olahraga pencak silat, faktor psikis menjadi hal yang penting justru sering
terlupakan selama proses latihan maupun pertandingan. Dalam kondisi fisik yang
sudah lelah sekalipun, apabila secara mental tangguh maka fisik bisa dipaksa
4
untuk tetap bekerja, namun tidak demikian sebaliknya.Apabila mental seorang
atlet pencak silat sudah down maka fisik prima pun seolah kurang berarti dalam
situasi pertandingan (Komarudin, 2015)
Singgih (dalam Herman, 2011) mengemukakan bahwa penampilan atlet
dalam permainan atau pertandingan tidak dapat dilepaskan dari tingkah laku dan
aspek psikis yang mendasarinya. Kondisi fisik yang meliputi kekuatan,
kelentukan, kecepatan, dayatahan, dan power otot, struktur anatomis-fisologi dan
ketrampilan yang tinggi tidak cukup, karena harus ada yang mengemudikan dan
mengarahkan, sehingga penampilannya merupakan perpaduan antara berbagai
faktor, dimana faktor psikis acapkali menjadi penentu dan berperan lebih besar.
Kemudian James (dalam Herman, 2011) juga mengemukakan bahwa 50% dari
hasil pertandingan ditentukan oleh faktor mental dan psikologi. Teori kesatuan
psiko-fisik berkembang karena para ahli menyadari bahwa orang yang keadaan
kejiwaannya mengalami gangguan, karena rasa susah, gelisah, atau ragu-ragu
menghadapi sesuatu, ternyata mempengaruhi kondisi fisik, akhirnya juga akan
mempengaruhi tingkah laku atau penampilan seseorang. Pikiran-pikiran negatif
adanya kemungkinan-kemungkinan buruk yang akan terjadi karena stresor dalam
diri atlet akan memicu timbulnya kecemasan, sehingga jelaslah bahwa proses
berpikir atlet juga dapat mempengaruhi munculnya gejala psikis yang akan
berakibat pada penampilan seorang atlet pencak silat saat akan bertanding.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan dengan metode
wawancara pada tanggal 23-26 Mei 2016 di GOR Jatidiri, Semarang, Jawa
5
Tengah kepada salah satu pelatih dan atlet pencak silat di pusat latihan
dikabupaten Purbalingga, KP mengemukakan bahwa
“... kalau tentang pencapaian secara fisik, kita biasanya menerapkan latihan fisik yang mencukupi, baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya.
Latihan fisik itu bukan hanya dilakukan secara rutin, tetapi juga harus variatif dan menyenangkan agar atlet tidak mengalami kejenuhan dan dapat berkembang ketahanan fisiknya. Tapi kalau untuk pencapaian
secara psikisnya, ini malah saya kadang-kadang mengabaikannya atau kurang memperhatikannya, ya mungkin bukan cuma saya tapi sebagian
besar para pelatih, lebih mementingkan bagaimana kondisi fisik prima atlet-atletnya jadi masalah psikis dan bagaimana cara pikir atlet kerap kali diabaikan, padahal yo kan penting juga tapi mau gimana lagi...”
Sedangkan kebanyakan atlet mempunyai pencapaian fisik yang sempurna,
namun hal tersebut tidak diimbangi dengan latihan mental untuk menyiapkan cara
berpikir serta psikis para atlet untuk menghadapi pertandingan. Kondisi ini
menjadi salah satu penyebab menurunnya performa para atlet ketika berada dalam
gelanggang pertandingan, karena mereka cenderung memikirkan hal-hal negatif
yang akan mereka dapatkan saat bertanding, keadaan tersebut juga akan
mengakibatkan proses berpikir yang terfokus pada kecemasan dan kegagalan. Hal
ini membuktikan adanya hubungan timbal balik psikis- fisik, bila aspek psikis
terganggu maka fungsi fisik juga ikut terganggu yang kemudian akan
mengganggu keterampilan motorik dan performa atlet dalam bertanding
(Komarudin, 2015). Menurut Gunarsa (2008) kecemasan yang dialami oleh atlet
akan mempengaruhi keseimbangan psikofisiologis.
KP menambahkan bahwa, anak didiknya kerap mengalami kekhawatiran
dan kegelisahan mulai dari bolak-balik kebelakang, berbicara sendiri sambil
mondar-mandir ditepi gelanggang, bolak-balik melihat jadwal pertandingan,
mencari tahu siapa dan bagaimana track record lawan sampai tidak berhenti
6
berlari dan mencari aktivitas ketika akan bertanding, serta pernafasan mereka
yang tiba-tiba terengah-engah. Hal itu terjadi karena menurutnya, setiap anak
didiknya mempunyai keunikan masing-masing dalam mengekspresikan rasa
cemasnya. Kecemasan yang dialami oleh atlet yang baru pertama kali mengikuti
pertandingan berbeda dengan atlet yang sudah terbiasa bertanding. Biasanya para
atlet yang baru bertanding cenderung takut mengalami cidera, dimarahi pelatih
dan mengecewakan kontingennya, serta takut pada penonton lawan yang banyak.
Bagi pesilat yang sudah terbiasa dengan bertanding, kekhawatiran yang dirasakan
berbeda, mereka cenderung takut tidak bisa mempertahankan prestasinya dan
tidak bisa bermain maksimal. Kecemasan akan semakin meningkat ketika atlet
memasuki partai final. Senada dengan pernyataan pelatihnya, atlet kabupaten
Purbalingga yang maju ke tingkat Provinsi Jawa Tengah, RA mengemukakan
bahwa ketika akan bertanding dirinya mengalami kegelisahan karena takut tidak
dapat bermain maksimal, takut akan kekalahan, takut mengecewakan pelatih dan
sekolahnya serta takut tidak bisa mempertahankan prestasinya untuk tetap
mendapatkan beasiswa.
Seorang atlet harus memiliki pikiran positif dan psikis yang stabil dalam
bertanding, agar mampu mengontrol pikiran negatif dan ketidakstabilan emosinya
yang mempengaruhi penampilan atlet serta mengalahkan segala tekanan non
teknis sebelum bertanding, hal ini harus dilakukan untuk mencapai prestasi yang
setinggi-tingginya. Atlet yang memiliki kemampuan fisik dan teknik yang
sempurna serta latar belakang pelatih yang handal belum tentu dapat mewujudkan
permainan dengan baik di dalam gelanggang pertandingan dan akhirnya
7
mengalami kekalahan hanya karena merasa cemas dan takut gagal yang
berlebihan (Sulistiyo, 2014).
Kecemasan adalah suatu ketakutan yang diciptakan oleh diri sendiri, yang
dapat ditandai dengan selalu merasa kahwatir dan takut terhadap sesuatu yang
belum terjadi (Bustaman, 2001). Perasaan cemas muncul apabila seseorang berada
dalam keadaan diduga akan merugikan dan mengancam dirinya, serta tidak
mampu menghadapinya. Kecemasan berfungsi sebagai salah satu bentuk
mekanisme perlindungan terhadap ego dengan memberikan sinyal adanya suatu
bahaya dan apabila tidak dilakukan tindakan yang tepat maka bahaya itu akan
meningkat sampai ego dikalahkan (Aprianto dkk, 2013:2). Kecemasan bersifat
subyektif dan tidak dapat terlihat secara nyata. Proses terjadinya kecemasan,
terutama dalam situasi pertandingan yang bersifat kompetitif (Juliantine, 2013:4).
Kecemasan bertanding memiliki peran penting dalam keberhasilan sebuah
pertandingan. Pada tahun 2014, sebuah penelitian menunjukkan tingkat
kecemasan yang sangat variatif pada atlet tenis lapangan PON Remaja I.
Penelitian yang dilakukan oleh Nurmalita (2014:1) melalui metode survey pada
atlet tenis lapangan PON Remaja I , menunjukkan bahwa tingkat kecemasan atlet
tenis lapangan putra pada PON Remaja I tahun 2014 di Surabaya sebanyak 6,6%
mempunyai tingkat kecemasan pada kategori yang sangat tinggi, 23,3% pada
kategori tinggi, 29,9% pada kategori sedang, 36,6% pada kategori rendah, dan
3,3% pada kategori sangat rendah. Sedangkan kecemasan pada atlet putri, 7,2%
atlet tenis lapangan putri mempunyai tingkat kecemasan pada kategori yang
8
sangat tinggi, 21,4% pada kategori tinggi, 50% pada kategori sedang, 10,7% pada
kategori rendah dan sangat rendah.
Metode lainnya yang dilakukan oleh Sukamti dan Hidayat (2009:1) pada
44 responden yang terdiri dari seluruh pelatih cabang olahraga senam artistik
putra maupun putri dan senam ritmik sportif dari seluruh pelatih yang mengikuti
kejuaraan POPNAS X 2009 di Daerah Istimewa Yogyakarta berusaha mengetahui
upaya pelatih dalam mengatasi kecemasan atlet senam sebelum perlombaan. Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa upaya pelatih dalam mengatasi
kecemasan atlet senam pada faktor intrinsik (rasa takut gagal, sifat kepribadian
yang pencemas dan kurangnya pengalaman bertanding) sebelum perlombaan
Pekan Olahraga Pelajar Nasional 2009 dalam kategori sangat tinggi yaitu
sebanyak 50,00%, sedangkan upaya pelatih dalam mengatasi kecemasan atlet
senam pada faktor ekstrinsik (lawan, penonton, tempat pertandingan, fasilitas
pertandingan, lingkungan dan tuntutan dari pelatih/keluarga) sebelum perlombaan
Pekan Olahraga Pelajar Nasional 2009 dalam kategori tinggi sebanyak 52,3%, dan
upaya pelatih dalam mengatasi kecemasan atlet senam sebelum perlombaan pada
Pekan Olahraga Pelajar Nasional 2009 dalam kategori sangat tinggi yaitu
sebanyak 50,00%. Penelitian ini menggunakan statistik deskriptif.
Hal senada juga dilakukan oleh Kusumawati (2014:11) pada atlet
bulutangkis remaja berusia 13-17 tahun dan memiliki skor kecemasan menjelang
pertandingan dari sedang sampai tinggi. Penelitian ini menggunakan model
eksperimen dengan desain eksperimen Randomized Two Group With Posttest
Only Design. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tidak ada perbedaan skor
9
posttest antara kelompok eksperimen dengan skor posttest kelompok kontrol.
Hipotesis dalam penelitian ini ditolak, sehingga pelatihan kepercayaan diri belum
cukup efektif dalam menurunkan kecemasan menjelang pertandingan pada atlet
bulutangkis remaja.
Berdasarkan hasil beberapa penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa
kecemasan sangat mempengaruhi performa atlet di gelanggang pertandingan
sehingga perlu dilakukan metode untuk menurunkan tingkat kecemasan yang
sesuai dengan kebutuhan atlet sebelum bertanding dan mampu diaplikasikan
dengan baik oleh atlet itu sendiri. Kecemasan yang dialami para atlet harus segera
ditangani, seorang atlet yang mengalami perasaan cemas yang berlebihan dalam
menghadapi pertandingan kemungkinan dapat menimbulkan keemasan dalam
gangguan kesehatan atau penyimpangan tingkah laku sehingga penampilan dan
rasa percaya dirinya akan menurun dan tingkat konsentrasinya menjadi berkurang.
Metode-metode yang digunakan untuk menurunkan kecemasan para atlet
sudah seringkali dilakukan seperti teknik relaksasimenggunakan musik,
peningkatan kepercayaan diri, hipnoterapi, meditasi, yoga dan beberapa teknik
yang lain. Dalam penggunaannya teknik-teknik tersebut masih kurang efektif
untuk menurunkan kecemasan yang dialami oleh para atlet pencak silat karena
berbagai pertimbangan diantaranya pencak silat adalah olahraga yang memadukan
antara kekuata pikiran, fisik dan psikis yang tanggug saat bertanding, sehingga
diperlukan sebuah teknik relaksasi yang dapat memberikan bukan hanya
ketenangan namun juga dapat mengubah pikiran negatif yang dimiliki oleh atlet
sebelum bertanding dan dapatdiaplikasikan secara efektif serta efisien secara
10
menyeluruh.Sesuai dengan pertimbangan diatas, relaksasi yang dapat memberikan
manfaat tersebut adalah relaksasiguided imagery. Karena relaksasi guided
imageryakan membentuk suatu bayangan yang akan diterima sebagai rangsang
oleh berbagai indera. Dengan membayangkan sesuatu yang indah, perasaan akan
merasa tenang dan ketegangan serta ketidaknyaman akan dikeluarkan, sehingga
tubuh menjadi rileks dan nyaman (Smeltzer & Bare, 2001:234 dalam Aprianto
dkk:5). Selain itu dengan menggunakan relaksasi guided imageryakan membantu
atlet pencak silat menciptakan gambaran atau imajinasi tentang dirinya yang
membuat pikiran menjadi positif secara terbimbing.
Respon relaksasi akan mempengaruhi sistem saraf parasimpatik, perasaan
yang tenang akanmengendorkan saraf-saraf yang tegang dengan mengendalikan
fungsi denyut jantung, sehingga membuat tubuh rilek (Setiadarma, 2000).
Menurut Simon (2003), pada teknik relaksasi guided imagery, corteks visual otak
memproses imajinasi mempunyai hubungan kuat dengan sistem syaraf otonom
yang bertugas untuk mengontrol gerakan involunter diantaranya: nadi, pernapasan
dan respon fisik terhadap stres dan membantu mengeluarkan hormon endorpin
(setara dengan dosis 10-50 mg/kg BB dalam morphin) sehingga terjadi proses
relaksasi dan kecemasan menurun.
Husdarta (2010) menjelaskan bahwa melakukan relaksasi guided imagery
tidak hanya mengatur pola nafas yang dapat merangsang saraf parasimpatis
menghambat sistem pusat simpatis untuk mengendalikan denyut jantung sehingga
menyebabkan tubuh menjadi rileks, teknik guided imagery juga membentuk suatu
bayangan yang indah yang dapat diterima sebagai rangsang berbagai panca indera,
11
sehingga ketegangan akan dikeluarkan dan tubuh akan menjadi rileks, nyaman
dan meningkatkan konentrasi. Berdasarkan teori kognitif sosial Bandura (dalam
Williams dkk, 2015), imajinasi diri membentuk keterampilan dan strategi dengan
baik, atau mencapai tujuan, akan meningkatkan kepercayaan dalam kemampuan
sendiri dengan memberikan atlet arti bahwa ia telah berhasil.
Menurut National Safety Council (dalam Aprianto dkk:2) mengatakan,
relaksasi guided imagery adalah salah satu teknik distraksi yang dapat digunakan
untuk mengurangi stres dan meningkatkan perasaan tenang dan damai serta
merupakan obat penenang untuk situasi yang sulit dalam kehidupan. Rossman
(2000:35), relaksasi guided imagery dapat menurunkan tingkat stres karena
metode ini dapat mempengaruhi pikiran melalui imajinasi terbimbing. Imagery
(imajinasi) merupakan bahasa yang digunakan oleh otak untuk berkomunikasi
dengan tubuh. Penelitian membuktikan bahwa dengan menstimulasi otak melalui
imajinasi dapat menimbulkan pengaruh langsung pada system saraf dan endokrin
(Guyton&Hall, 1997 dalam Reliani, 2015:22). Selanjutnya Guided imagery
(imajinasi terbimbing) merupakan suatu teknik yang menuntut seseorang untuk
membentuk sebuah bayangan/imajinasi tentang hal-hal yang disukai. Imajinasi
yang terbentuk tersebut akan diterima sebagai rangsang oleh berbagai indra,
kemudian rangsangan tersebut akan dijalankan ke batang otak menuju sensor
thalamus.
Penelitian yang dilakukan oleh Hudaya (2015:4) pada 34 pasien
skizofrenia gangguan alam perasaan (affective) di Rumah Sakit Jiwa Daerah
Surakarta juga menunjukkan kefektifan penggunaan teknik relaksasi guided
12
imagery. Hasil penelitian diketahui bahwa: 1) Tingkat kecemasan pasien sebelum
menjalani terapi relaksasi guided imagery di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta
termasuk dalam kategori sedang; 2) Tingkat kecemasan pasien sesudah menjalani
terapi relaksasi guided imagery di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta termasuk
dalam kategori ringan mengalami peningkatan; dan 3) Ada pengaruh pemberian
terapi relaksasi guided imagery terhadap tingkat kecemasan pada pasien
skizofreniadi Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta.
Menurut Burnnet, 2012 studi tentang guided imagery ini menunjukkan
bahwa guided imagery secara dramatis dapat mencegah hilangnya kontrol,
ketakutan, panik, kecemasan, ketidakberdayaan dan ketidakpastian. Hal ini juga
dapat membantu orang mengatasi stres, marah, nyeri, depresi, insomnia dan
masalah lain yang sering dikaitkan dengan penyakit dan prosedur bedah medis.
Guided imagery juga telah ditemukan untuk mengurangi efek samping dan
komplikasi dari prosedur medis, mengurangi waktu pemulihan, mempersingkat
rawat inap di rumah sakit , meningkatkan kepercayaan diri dan pengendalian diri,
memperkuat sistem kekebalan tubuh dan meningkatkan kemampuan untuk
menyembuhkan. Selain itu, guided imagery juga dapat membantu pasien yang
menjalani kemoterapi, dialisis, dan prosedur perawatan lainnya.
Berdasarkan beberapa uraian dari penelitian yang telah diuraikan,
menunjukkan hasil yang signifikan dalam pemanfaatan relaksasi guided imagery
sebagai media untuk menurunkan kecemasan. Berbeda dengan penelitian
sebelumnya yang menggunakan teknik relaksasi guided imagery untuk
menurunkan kecemasan dibidang medis, pada penelitian ini peneliti akan
13
memfokuskan penggunaan teknik relaksasi guided imagery untuk menurunkan
kecemasan dibidang olahraga. Diperlukan upaya yang sangat hati-hati dalam
membantu atlet untuk mengurangi kecemasan bertanding karena reaksi
ketegangan emosi ataupunkecemasan yang ditimbulkanakan bergantung pada
kondisi individualnya. Setiap atlet memiliki ciri khusus, kebiasaan serta keinginan
yang berbeda-beda dalam mengekspresikan kecemasannya sehingga tidak perlu
menggunakan cara atau teknik yang menjenuhkan dan sulit dilakukan oleh atlet.
Relaksasi guieded imagery merupakan salah satu jenis relaksasi yang menyeluruh,
artinya tidak hanya dapat menggunakan penglihatan (visual) saja namun dapat
melibatkan aspek pengindraan lainnya seperti Perabaan (tactile), keseimbangan
(kinesthetic), penciuman (olfactory) serta penegecap (taste/gustatory) dalam
setiap proses latiannya (Setiadarma, 2000). Sehingga peneliti tertarik untuk
melakukan eksperimen dengan menggunakan metode relaksasi guided imagery
guna menurunkan kecemasan bertanding pada atlet pencak silat. Teknik relaksasi
guided imagery dirasa dapat memberikan ketenangan serta memfokuskan atlet
dalam menghadapi pertandingan dan menurut beberapa jurnal bahwa teknik
relaksasi guided imagery efektif untuk digunakan sebagai media atau teknik untuk
menurunkan kecemasan serta tidak semua tempat pelatihan pencak silat memiliki
program latihan yang menyeimbangkan antara kemampuan fisik, psikis dan taktik
yang memadai. Sehingga dengan adanya relaksasi guided imagerydapat
digunakan sebagai salah satu metode yang dapat digunakan untuk program khusus
pembinaan atlet pencak silat sebelum bertanding.
14
Setelah memahami beberapa uraian pengertian diatas, maka peneliti
tertarik untuk mengambil judul Efektifitas Relaksasi Guided Imagery Untuk
Menurunkan Kecemasan Bertanding Atlet Pencak Silat Di Kabupaten
Purbalingga”.
1.2. RUMUSAN MASALAH
Dari uraian latar belakang masalah tersebut, maka diperoleh rumusan
masalahnya yaitu apakah teknik relaksasi Guided Imagery mampu menurunkan
tingkat kecemasan atlet pencak silat sebelum bertanding.
1.3. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dilaksanakan penelitian ini adalah untuk mengetahui Efektifitas
Teknik Relaksasi Guided Imagery Dalam Menurunkan Kecemasan Atlet Pencak
Silat Sebelum Bertanding
1.4. MANFAAT PENELITIAN
Beberapa manfaat yang sekiranya diperoleh dari pelaksanaan penelitian in
antara lain sebagai berikut:
1.4.1. Manfaat Teoritis
Dalam konteks kajian ilmu psikologi, hasil penelitian ini diharapkan dapat
memperbanyak kajian mengenai penerunan kecemasan dan cara mereduksinya.
1.4.2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pelatih pencak
silat untuk mereduksi kecemasan atlet sebelum mereka bertanding sehingga dapat
menghasilkan permainan yang maksimal dan prestasi meningkat. Selain itu
diharapkan dapat meningkatkan mental juara yang lebih baik dan kesiapan
15
menghadapi pertandingan dari atlet pencak silat setelah melakukan relaksasi
Guided Imagery agar atlet pencak silat lebih mempersiapkan mental dalam
menghadapi siapapun lawan bertandingnya.
16
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Kecemasan Bertanding
2.1.1 Pengertian Kecemasan
Salah satu perasaan yang tidak menyenangkan atau bahkan mengganggu
aktifitas sehari-hari adalah rasa cemas yang kerap kali dialami oleh seseorang.
Perasaan cemas yang berlebihan dan tidak sebanding dengan situasi yang
dihadapi, hal ini yang akan dianggap sebagai hambatan. Dalam DSM-IV-TR
(2000: 436), kecemasan dapat terbentuk dari perasaan takut, khawatir serta
ketegangan. Kebanyakan orang yang merasa cemas sangat was-was pada gejala-
gejala fisik yang meliputi kegelisahan, telapak tangan berkeringan, pusing, sulit
bernafas, dan pipi merona (Greenberger & Padesky, 1995: 209). Adapun dampak
kecemasan tersebut yakni, adanya ketegangan, overaktivitas sistem saraf otonom,
praduga terhadap bencana yang akan datang dan kewaspadaan terus menerus
terhadap bahaya (Carlson, 2015: 244).
Lebih lanjut menurut Nevid (2005: 75), kecemasan merupakan suatu
keadaan emosional yang mempunyai ciri keterangsangan fisiologis, perasaan
tegang yang tidak menyenangkan dan perasaan aprehensif bahwa sesuatu yang
buruk akan terjadi. Kecemasan menurut Dorland dan Newman (1988: 17) adalah
rasa tidak nyaman yang terdiri atas respon-respon psikofisik sebagai antisipasi
terhadap bahaya yang seolah-olah disebabkan oleh konflik intrapsikis. Gejala fisik
yang menyertainya meliputi peningkatan detak jantung, perubahan pernafasan,
17
keluarnya keringat, gemetar, lemah, dan lelah, sedangkan gejala psikisnya
meliputi perasaan akan adanya bahaya, kurang tenaga, merasa khawatir, dan
tegang.
Menurut Weinberg dan Gould(1995: 78) kecemasan adalah keadaan
emosional yang bersifat negatif ditandai dengan gugup, khawatir dan ketakutan
yang terkait dengan aktivasi atau gairah dari tubuh. Selanjutnya Weinberg dan
Gould menjelaskan bahwa kecemasan memiliki komponen kognitif (misalnya
khawatir dan ketakutan) serta memiliki komponen somatik yang merupakan
reaksi fisik yang dirasakan. Sedangkan Drajat (1989: 44) menjelaskan kecemasan
adalah manifestasi dari berbagai proses emosi yang bercampur baur, yang terjad i
ketika individu sedang mengalami tekanan perasaan (frustasi) dan pertentangan
batin (konflik).
Berdasarkan pendapat beberapa ahli yang telah diuraikan, maka dapat
disimpulkan bahwa kecemasan adalah keadaan emosional yang tidak
menyenangkan biasanya bersifat negatif dan tidak nyaman, yang menimbulkan
perasaan takut, khawatir, was-was dan ketegangan. Hal tersebut ditandai dengan
munculnya gejala fisiologis sepertipeningkatan detak jantung, perubahan
pernafasan, keluarnya keringat, gemetar, lemah, dan lelah, sedangkan gejala
psikisnya meliputi perasaan akan adanya bahaya, kurang tenaga, merasa khawatir,
dan tegang.
2.1.2 Pengertian Kecemasan Bertanding
Kecemasan juga dapat muncul dalam situasi olahraga, seperti yang
dijelaskan oleh Satiadarma (2000: 95) bahwa di dalam dunia olahraga, kecemasan
18
(anxiety), gugahan (arousal) dan stres (stress) merupakan aspek yang memiliki
kaitan yang sangat erat satu sama lain sehingga sulit dipisahkan. Disamping itu,
kecemasan dapat menimbulkan gangguan pada susunan saraf otonom, sedangkan
stres pada derajat tertentu menimbulkan kecemasan dan kecemasan menimbulkan
stres (Weinberg dan Gould, 1995: 95). Kemudian, stres merupakan suatu proses
yang mengandung tuntutan substansial, baik fisik maupun psikis untuk dapat
dipenuhi oleh individu, karena kurang seimbangnya keadaan fisik atau psikis.
Lebih lanjut menurut Singgih (1996: 147), kecemasan adalah perasaan
tidak berdaya, tak aman tanpa sebab yang jelas, kabur atau samar-samar.
Kecemasan dalam pertandingan akan menimbulkan tekanan emosi yang
berlebihan yang dapat mengganggu pelaksanaan pertandingan serta
mempengaruhi penampilan atau prestasi. Kecemasan seringkali dialami oleh atlet
ketika akan menghadapi suatu pertandingan, karena munculnya berbagai reaksi
somatik akibat memuncaknya ketegangan (Gunarsa, 2008: 64). Kemudian
ketegangan yang berlebihan dan berlangsung relatif lama dapat menyebabkan
kecemasan (Husdarta, 2010: 73).
Chaplin (2009: 99) mendefinisikan competition adalah saling mengatasi
dan berjuang antara dua individu atau antara beberapa kelompok untuk
memperebutkan objek yang sama. Husdarta (2010: 73) menyebutkan bahwa
gelanggang kompetisi olahraga memiliki pengaruh terhadap kecemasan.
Menurutnya, proses yang berlangsung selama kompetisi merupakan proses
kecemasan yang terjadi dalam diri individu sebagai akibat dari situasi kompetisi
yang sebenarnya. Cox (2002: 169) mengungkapkan bahwa kecemasan
19
menghadapi pertandingan merupakan distress yang dialami oleh seorang atlet,
yaitu sebagai suatu kondisi emosi negatif yang meningkat sejalan dengan
bagaimana seseorang atlet menginterpretasi dan menilai situasi pertandingan.
Menurut Amir (2004: 5) kecemasan yang timbul saat akan menghadapi
pertandingan disebabkan karena atlet banyak memikirkan akibat-akibat yang akan
diterimanya apabila mengalami kegagalan atau kalah dalam
pertandingan.Kecemasan juga muncul akibat memikirkan hal-hal yang tidak
dikehendaki akan terjadi, meliputi atlet tampil buruk, lawannya dipandang
demikian superior dan atlet mengalami kekalahan (Anshel dalam Satiadarma,
2000: 96).
Banyak hal yang dapat menjadi pemicu munculnya kecemasan, salah
satunya adalah situasi pertandingan. Kecemasan dalam pertandingan akan
menimbulkan tekanan emosi yang berlebihan yang dapat mengganggu
pelaksanaan pertandingan serta mempengaruhi penampilan atau prestasi.
Sementara itu, Gunarsa (1996: 97) menyimpulkan hubungan kecemasan
dalam hubungannya dengan pertandingan sebagai berikut:
a. Sebelum pertandingan dimulai, kecemasan akan naik yang disebabkan oleh
bayangan berat tugas atau pertandingan yang akan dihadapi
b. Selama pertandingan berlangsung, tingkat kecemasan biasanya mulai menurun.
c. Mendekati akhir pertandingan, tingkat kecemasan biasanya akan naik lagi
terutama bila skor pertandingan berimbang
Dari berbagai pendapat para ahli yang telah diuraikan, maka dapat
disimpulkan bahwa kecemasan bertanding adalah munculnya reaksi somatik dan
20
reaksi kognitif yang akan menimbulkan tekanan emosi dan perubahan fisiologis
menjelang pertandingan pada khususnya, yang ditandai dengan adanya gejala fisik
dan gejala psikis.
2.1.3 Dimensi-Dimensi Kecemasan Bertanding
Menurut Weinberg dan Gould(1995: 78), kecemasan pada atlet memiliki
perbedaan antara kecemasan yang bersifat berubah-ubah dan kecemasan yang
bersifat relatif stabil.Spielberger (dalam Weinberg dan Gould, 1995: 78-79)
menjelaskan bahwa kecemasan pada atlet dalam menghadapi pertandingan dapat
dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu:
a. State Anxiety (state-A)
State anxiety adalah suatu reaksi terhadap situasi ketegangan yang sedang
dihadapi, yang ditandai dengan kekhawatiran dan terjadinya peningkatan aktivitas
fisiologisyang sifatnya sementara dan berlangsung untuk situasi tertentu
saja.Satiadarma (2000: 97), mengungkapkan bahwa state-A berubah-ubah dari
suatu waktu ke waktu yang lainnya, yang sangat dipengaruhi oleh kondisi dan
situasi yang terjadi saat kini.
b. Trait Anxiety (trait-A)
Trait anxiety merupakan faktor kepribadian yang mempengaruhi
seseorang untuk mempersepsi suatu keadaan sebagai suatu situasi yang
mengandung ancaman atau situasi yang mengancam, yang relatif menetap.
Apabila seorang atlet memiliki trait-A yang tinggi, ia mempersepsi situasi
pertandingan sebagai situasi yang penuh dengan ancaman dan menimbulkan
kecemasan tinggi pada dirinya (Spielberger dalam Cox 2002: 170).
21
Menurut Calhoun dan Acocella (1995; dalam Putri, et al: tt: 3), aspek-
aspek kecemasan dapat dikemukakan dalam tiga aspek, yaitu:
a. Aspek emosional
Aspek emosional adalah komponen kecemasan yang berkaitan dengan persepsi
individu terhadap pengaruh psikologis dari kecemasan, seperti perasaan
keprihatinan, ketegangan, sedih, mencela diri sendiri dan individu lain.
b. Aspek kognitif
Aspek kognitif adalah komponen kecemasan yang berkaitan dengan kemampuan
berpikir jernih karena pengaruh ketakutan dan kekhawatiran sehingga
mengganggu dalam memecahkan masalah dan mengatasi tuntutan lingkungan
sekitar.
c. Aspek fisiologis
Aspek fisiologis adalah komponen kecemasan yang berkaitan dengan reaksi yang
ditampilkan oleh tubuh terhadap sumber ketakutan dan kekhawatiran. Aspek ini
berkaitan dengan sistem syaraf yang mengendalikan berbagaiu otot dan kelenjar
tubuh sehingga timbul reaksi dalam bentuk antara lain jantung berdetak lebih
keras, nafas lebih cepat, tekanan darah meningkat.
Berdasarkan penjelasan diatas, disimpulkan bahwa kecemasan bertanding
dkenal dalam reaksi kecemasan bertanding (state anxiety) dan kecemasan sebagai
kepribadian (trait anxiety). State-A maupun trait-A dirasakan dalam pikiran dan
persepsi akan ketakutan menghadapi pertandingan (kognitif) dan peningkatan
respon fiologis (somatik). Selain itu, kecemasan bertanding juga muncul dengan
beberapa aspek meliputi aspek emosional, aspek kognitif dan aspek fisiologi.
22
Semua penjelasan diatas saling melengkapi satu sama lain akan munculnya
kecemasan bertanding.
2.1.4 Ciri-Ciri Kecemasan Menurut Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS)
Menurut Maulana (2011: 23), kecemasan dapat diukur dengan alat ukur
kecemasan yang disebut Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS). Skala HARS
merupakan pengukuran kecemasan yang didasarkan pada munculnya simptom
pada individu yang mengalami kecemasan. Menurut skala HARS terdapat 14
simptom yang nampak pada individu yang mengalami kecemasan.
Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS) merupakan salah satu alat ukur
kecemasan yang telah banyak digunakan pada beberapa penelitian, diantaranya
penelitian yang dilakukan oleh Rahayu (2015: 5) tentang “Tingkat kecemasan pre
menstruasi sindrom pada remaja putri di SMPN 1 Pulung Kabupaten Ponorogo”.
Penelitian lain, yang dilakukan oleh Kardiwinata (2015: 1) tentang “Pengaruh
pemberian yoga dan jogging terhadap kecemasan pada mahasiswa semester VIII
PSIK FK Universitas Udayana”. Lebih lanjut penelitian yangn dilakukan oleh
Baiq Wahyu Rizki Purnama (2015: 1) tentang “Guided imagery terhadap tingkat
kecemasan menjelang persalinan pada ibu hamil” juga menggunakan skala HARS
sebagai alat ukur kecemasan, dan lain sebagainya. Hal tersebut, membuktikan
bahwa skala Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS) telah digunakan untuk
mengukur berbagai jenis kecemasan.
Skala Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS) juga telah dibuktikan
memiliki validitas dan reliabilitas cukup tinggi untuk melakukan pengukuran
kecemasan pada penelitian trial clinic, yaitu 0,93 dan 0,97. Hal ini menunjukkan
23
bahwa pengukuran kecemasan dengan menggunakan skala Hamilton Anxiety
Rating Scale (HARS) akan diperoleh hasil yang valid dan reliabel.
Menurut skala Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS), penilaian
kecemasan terdiri dari 14 indikator, meliputi:
1. Kecemasan (perasaan cemas): Khawatir, antisipasi dari yang
terburuk,antisipasi ketakutan, lekas marah
2. Ketegangan: Perasaan tegang, lekas lelah, tanggapan yang mengejutkan,
mudah menangis, gemetar, perasaan gelisah, tidak dapat santai
3. Ketakutan: Akan kegelapan, orang asing, ditinggalkan sendiri, binatang, lalu
lintas, keramaian
4. Gangguan tidur: Susah tidur, gagal tidur, tidur yang tidak memuaskan dan
kelelahan saat bangun, mimpi-mimpi, mimpi-mimpi buruk, teror-teror malam
5. Gangguan kecerdasan: Susah berkonsentrasi, ingatan lemah
6. Perasaan depresi: Kehilangan minat, kurang menikmati hobi, depresi, bangun
awal, irama harian
7. Gejala somatik: Kesakitan, kedutan, pegal, sentakan miokronik, kertakan
gigi, suara gemetar, peningkatan kesehatan otot
8. Gejala sensorik: Tinnitus (telinga berdengung), penglihatan kabur, aliran
panas dingin, perasaan lemas, rasa tertusuk-tusuk
9. Gejala kardiovaskuler: Takikardia (drnyut nadi cepat), jantung berdebar, dada
terasa sakit, pembuluh darah berdenyut, pingsan, denyutan hilang
10. Gejala pernapasan: Tekanan atau sesak di dada, perasaan tercekik, nafas
panjang, dyspnea (sesak nafas)
24
11. Gejala gastrointestinal: Susah menelan, perut kembung, rasa terbakar,
kekenyangan, mual, muntah, borborygmi (suara perut), usus longgar, berat
badan turun, sembelit
12. Gejala urogenital: Sering kencing, desakan untuk kencing, amenorrhea,
menorrhagia, perkembangan ketiadaan nafsu birahi, ejakulasi dini, kehilangan
nafsu, impotensi
13. Gejela otonomik: Mulut kering, flushing (berkeringat), muka pucat,
kecenderungan berkeringat, pusing, kepala tegang, rambut berdiri
Perilaku:
14. Gelisah, resah atau mondar-mandir, tangan bergetar, alis berkerut, muka
tegang, mendesah atau bernapas cepat, wajah pucat, menelan, dll
2.1.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan Bertanding
Menurut Endler (dalam Cox, 2002: 172) ada lima faktor yang dapat
meningkatkan kecemasan dalam menghadapi pertandingan, antara lain:
a. Ketakutan akan kegagalan
Ketakutan akan kegagalan adalah ketakutan bila dikalahkan oleh lawan
yang dianggap lemah sehingga merupakan suatu ancaman terhadap ego atlet.
b. Ketakutan akan cedera fisik
Ketakutan akan serangan lawan yang dapat menyebabkan cedera fisik
merupakan ancaman yang serius bagi atlet.
c. Ketakutan akan penilaian sosial
Kecemasan muncul akibat ketakutan akan dinilai secara neatif oleh ribuan
penonton yang merupakan ancaman terhadap harga diri atlet.
25
d. Situasi pertandingan yang ambigu
Ketika seorang atlet tidak mengetahui kapan memulai pertandingan bisa
menyebabkan atlet menjadi cemas.
e. Kekacauan terhadap latihan rutin
Kecemasan muncul apabila atlet diminta untuk mengubah cara atau teknik
tanpa latihan sebelum bertanding.
Faktor yang dapat mempengaruhi kecemasan menjelang pertandingan
diatas didasarkan pada pendekatan kognitif. Pendekatan kognitif ini menekankan
bahwa pikiran atau proses berpikir merupakan sumber kekuatan yang ada dalam
diri seseorang. Jadi ketakutan, kesalahan, kegagalan, ataupun kekecewaan tidak
disebabkan oleh objek dari luar, namun pada hakekatnya bersumber pada inti
pikiran atau proses berpikir sesorang itu sendiri (Gunarsa, 2008: 67).
Menurut Gunarsa (2008: 67) sumber-sumber kecemasan bertanding, selain
yang telah disebutkan di atas adalah:
a. Sumber dari dalam, yaitu:
a.) Atlet terlalu terpaku pada kemampuan tekniknya.
Akibatnya, ia didominasi oleh pikiran-pikiran yang terlalu membebani,
seperti komitmen yang berlebihan bahwa ia harus bermain sangat baik.
b.) Pola berpikir dan persepsi negatif terhadap situasi yang ada dan terhadap
diri sendiri.
Seperti ketakutan akan dicemooh oleh penonton jika tidak memperlihatkan
penampilan yang baik. Pikiran-pikiran negatif tersebut menyebabkan atlet
mengantisipasikan suatu kejadian yang negatif. Persepsi atau tanggapan atlet
26
dalam menilai situasi dan kondisi waktu menghadapi pertandingan, baik jauh
sebelum pertandingan maupun mendekati pertandingan bisa bermacam-macam.
Apabila atlet mempersepsikan situasi pertandingan sebagai suatu ancaman, maka
salah satu emosi yang muncul adalah kecemasan.
c.) Kepuasan subjektif atlet
Hal tersebut seringkali tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya atau
tuntutan dari pihak lain seperti pelatih dan penonton. Sehingga akan
mempengaruhi alam pikiran atlet yang akan memunculkan ketegangan baru.
d.) Standar prestasi individu yang terlalu tinggi dari kemampuan yang
dimilikinya
Seperti misalnya pada atlet yang kecenderungannya perfeksonis. Cox (2002:
171) berpendapat bahwa kecenderungan perfeksionis yang dimiliki atlet dapat
menimbulkan kecemasan bagi atlet tersebut dalam menghadapi pertandingan.
b. Sumber dari luar, yaitu:
Munculnya berbagai rangsangan yang membingungkan, pengaruh massa,
saingan-saingan lain yang bukan lawan tandingnya, pelatih yang memperlihatkan
sikap tidak mau memahami bahwa ia telah berupaya sebaik-baiknya, hal-hal non
teknis seperti cuaca, kondisi lapangan atau peralatan yang tidak memadai, dan
tuntutan sosial berlebihan yang tidak dapat atau belum dapat dipenuhi oleh atlet.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa banyak hal yang dapat
menjadisumber kecemasan atlet dalam menghadapi pertandingan. Sumber-sumber
kecemasan bertanding bisa berasal dari dalam diri atlet (internal) dan bisa berasal
27
dari luar diri atlet (eksternal) atau keduanya dapat secara bersamaan menjadi
sumber kecemasan atlet dalam menghadapi pertandingan.
Menurut Husdarta (2010: 81), faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan
atlet sebelum bertanding dapat diklasifikasikan dalam beberapa kategori:
a. Takut kalau gagal dalam pertandingan
b. Takut akan akibat sosial atas kualitas prestasinya
c. Takut cidera atau hal lain yang menimpa dirinya
d. Takut terhadap agresi fisik baik oleh lawan maupun dirinya
e. Takut bahwa kondisi fisiknya tidak akan mampu menyelesaikan tugasnya
atau pertandingannya dengan baik.
2.1.6 Gejala Kecemasan Bertanding
Kecemasan atlet saat akan bertanding dapat dideteksi melalui gejala-gejala
kecemasan, yang dapat mengganggu penampilan seorang atlet. Kebanyakan para
ahli membedakan gejala-gejala itu menjadi gejala fisik dan gejala psikis. Dengan
demikian, gejala-gejala kecemasan bertanding yang akan dijelaskan, terdiri atas
dua gejala, yaitu gejala fisik dan gejala psikis (Harsono dalam Gunarsa, 1996: 96):
a. Gejala fisik, ditandai dengan:
a.) Adanya perubahan yang dramatis pada tingkah laku, gelisah atau tidak
tenang, sulit tidur, berbicara sendiri dan sering pergi ke belakang. Tingkah laku
yang sering ditunjukkan atlet dalam menghadapi pertandingan adalah sering
menggaruk-garuk kepala dan sering jalan mondar-mandir (Amir, 2000: 8)
b.) Terjadi ketegangan pada otot-otot pundak, leher, perut, dan otot-otot
ekskremitas
28
c.) Terjadi perubahan irama pernapasan
d.) Terjadi kontraksi otot setempat yaitu: pada dagu, sekitar mata dan rahang.
Selain itu, Amir (2000: 8) menambahkan gejala-gejala fisik kecemasan sebagai
berikut: raut muka dan dahi yang berkerut, gemetar, kaki terasa berat, badan terasa
lesu, tubuh terasa kaku, jantung yang berdebar-debar keras, sering ingin buang air
kecil, sering minum air dan berkeringat dingin.
b. Gejala psikis, ditandai dengan:
b.) Ganguan pada perhatian dan konsentrasi
Perhatian atlet dapat terpecah karena munculnya pikiran-pikiran yang
negatif mengenai pertandingan dan berpikir tentang hal-hal yang tidak
berhubungan dengan pertandingan (Amir, 2000: 9)
c.) Terjadinya perubahan emosi
d.) Menurunnya rasa percaya diri
e.) Timbul obsesi
f.) Menurunnya motivasi
g.) Merasa cepat putus asa
h.) Kehilangan control
Menurut Hawari (2008: 56) keluhan-keluhan yang sering dikemukakan
oleh orang yang mengalami kecemasan, antara lain:
a. Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah
tersinggung
b. Meras tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut
c. Takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang
29
d. Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan
e. Gangguan konsentrasi dan daya ingat
f. Keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang,
pendengaran berdenging (tinitus), berdebar-debar, sesak nafas, gangguan
pencernaan, gangguan perkemihan dan sakit kepala.
Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik suatu simpulan bahwa gejala
kecemasan bertanding dapat dikelompokkan menjadi gejala fisik dan gejala
psikis.Gejala fisik dan gejala psikis ini digunakan lebih lanjut untuk mengungkap
tingkat kecemasan bertanding.
2.1.7 Tingkat Kecemasan Bertanding
Menurut Stuart dan Sundeen (1995: 72), membagi kecemasan menjadi 4
tingkatan, yaitu:
1. Kecemasan Ringan
Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan akan peristiwa kehidupan
sehari-hari. Pada tingkat ini lahan persepsi melebar dan individu akan berhati-hati
dan waspada. Individu terdorong untuk belajar yang akan menghasilkan
pertumbuhan dan kreativitas.
a. Respon Fisiologis: Sesekali nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik,
dan gejala ringan pada lambung
b. Respon Kognitif: Lapang persegi meluas, mampu menerima rangsangan
yang kompleks, konsentrasi pada masalah, dan menyelesaikan masalah secara
efektif
30
c. Respon Perilaku dan Emosi: Tidak dsapat duduk tenang, tremor halus pada
tangan, dan suara kadang-kadang meninggi
2. Kecemasan Sedang
Kecemasan sedang ini, persepsi terhadap lingkungan menurun atau individu
lebih memfokuskan pada hal penting saat itu dan mengesampingkan hal lain.
a. Respon Fisiologis: Sering nafas pendek, nadi ekstra systole dan tekanan darah
naik, mulut kering, anoreksia, diare/konstipasi, dan gelisah
b. Respon Kognitif: Lapang persegi menyempit, rangsang dari luar tidak mampu
diterima, dan berfokus pada apa yang menjadai perhatiannya
c. Respon Perilaku dan Emosi: Gerakan tersentak-sentak (meremas tangan),
bicara banyak dan lebih cepat, dan perasaan tidak nyaman
3. Kecemasan Berat
Kecemasan berat ini, persepsi menjadi sempit. Individu cenderung
memikirkan hal yang kecil saja dan mengabaikan hal-hal yang lain. Individu tidak
mampu berfikir berat lagi dan membutuhkan banyak pengarahan atau tuntunan.
a. Respon Fisiologis: Sering nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik,
berkeringan dan sakit kepala, dan penglihatan kabur
b. Respon Kognitif: Lapang persegi sangat menyempit, dan tidak mampu
menyelesaikan masalah
c. Respon Perilaku dan Emosi: Perasaan ancaman meningkat, verbalisasi cepat,
dan blocking.
31
4. Panik
Pada tahan panik, persepsi sudah terganggu sehingga individu sudah tidak
dapat mengendalikan diri lagi dan tidak dapat melakukan apa-apa walaupun sudah
diberi pengarahan atau tuntunan
a. Respon Fisiologis: Nafas pendek, rasa tercekik dan berdebar, sakit dada,
pucat, dan hipotensi
b. Respon Kognitif: Lapang persedi menyempit dan tidak dapat berfikir lagi
c. Respon Perilaku dan Emosi: Agitasi, mengamuk dan marah, ketakutan,
berteriak-teriak, blocking, dan persepsi kacau.
2.2 Relaksasi Guided Imagery
2.2.1 Pengertian Relaksasi
Relaksasi dapat digunakan sebagai ketrampilan coping yang aktif jika
digunakan untuk mengajar individu kapan dan bagaimana menerapkan relaksasi
di bawah kondisi yang menimbulkan kecemasan. Disebutkan oleh Wiramihardha
(2007;95) mengenai relaksasi yaitu upaya untuk mengendurkan ketegangan,
pertama-tama jasmaniyah, yang pada akhirnya mengakibatkan mengendurnya
ketegangan jiwa. Caranya dapat bersifat respiratoris, yaitu dengan mengatur
aktifitas bernafas, atau bersifat otot.
Chaplin (2005;427) menjelaskan terapi relaksasi adalah salah satu bentuk
terapi dengan menekankan upaya mengantar dan mengajar pasien bagaimana
caranya bersantai-santai dengan asumsi bahwa istirahatnya otot-otot dapat
membantu mengurangi ketegangan psikologis. Dari pandangan Gpldfried dan
32
Davison dalam Subandi (2002;139) menyatakan relaksasi adalah satu teknik
didalam terapi perilaku. Menurut pandangan ilmiah relaksasi merupakan
perpanjangan serabut otot skelektal (Beech,1982 dalam Subandi,2002; 140).
Terapi relaksasi dilakukan untuk mencegah dan mengurangi ketegangan pikiran
dan otot akibat stres. Bila ketegangan tubuh terjadi, maka tubuh akan menjadi
lemah dan keseimbangan tubuh pun terganggu, akibatnya tubuh tidak dapat
melaksanakan fungsinya secara maksimal.
Lebih lanjut Yudhawati (tt: 1-2) menyebutkan bahwa relaksasi merupakan
serangkaian kegiatan yang dilakukan secara bertahap dengan tujuan merefleksikan
otot-otot dan pikiran disertai dengan pengaturan nafas secara berbeda pada tiap
tahapnya. Selanjutnya Yudhawati menjelaskan bahwa pengaturan nafas disinyalir
akan merangsang nodul-nodul pada rongga dada dan akan merangsang syaraf
parasimpatis dan syaraf simpatis diotak serta gerakan yang ditimbulkan oleh
tekanan udara dari pernafasan akan merangsang syaraf dan diharapkan subjek
dapat mencapai kondisi tenang secara sistematis.
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa
relaksasi adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk membuat klien dalam
posisi nyaman untuk mengurangi ketegangan otot dan pikiran secara bertahap dan
sistematis.
2.2.2 Manfaat Relaksasi
Burn (dikutip oleh Beech dkk, 1982; Subandi: 2003: 142) menjelaskan
beberapa keuntungan yang diperoleh dari latihan relaksasi, antara lain:
33
1. Relaksasi akan membuat individu lebih mampu menghindari reaksi yang
berlebihan karena adanya stres.
2. Mengurangi masalah-masalah yang berhubangan dengan stres seperti
hipertensi, sakit kepala ataupun insomnia
3. Mengurangi tingkat kecemasan
4. Mengurangi kemungkinan gangguan yang berhubungan dengan stres, dan
mengontrol anticipatory anxiety sebelum situasi yang menimbulkan kecemasan,
seperti pada pertemuan penting, wawancara dan sebagainya
5. Meningkatkan penampilan kerja, sosial, dan ketrampilan fisik
6. Kelelahan, aktivitas mental dan atau latihan fisik yang tertunda dapat
diatasi dengan menggunakan ketrampilan relaksasi
7. Meningkatkan kesadaran diri tentang keadaan fisiologis seseorang
8. Membantu menyembuhkan penyakit tertentu dan operasi
9. Meningkatkan harga diri dan keyakinan diri
10. Meningkatkan hubungan interpersonal
2.2.3 Macam-Macam Relaksasi
Menurut Subandi (2003: 145), ada bermacam-macam bentuk relaksasi,
antara lain relaksasi otot, relaksasi kesadaran indera, relaksasi melalui hipnose,
yoga, meditasi dan guided imagery:
1. Relaksasi otot
Relaksasi otot bertujuan untuk mengurangi ketegangan dan kecemasan dengan
cara melemaskan otot-otot badan (Berstein dan Borkovoc, 1973; Goldfried dan
Davison, 1976; Walker dkk, 1981). Dalam relaksasi otot, individu diminta untuk
34
menegangkan otot dengan ketegangan tertentu, dan kemudian diminta
mengendorkannya. Sebelum dikendorkan, penting dirasakan ketegangan tersebut,
sehingga individu dapat membedakan antara otot yang tegang dan otot yang
lemas. Ada tiga macam relaksasi otot ini, yaitu: tension relaxation, letting go, dan
differential relaxation.
2. Relaksasi kesadaran indera
Relaksasi ini dikembangkan oleh Goldfried yang dipelajari dari Weitzman
(Goldfried dan Davison, 1976). Dalam teknik ini individu diberi satu seri
pertanyaan yang tidak untuk dijawab secara lisan, tetapi untuk dirasakan sesuai
dengan apa yang dapat atau tidak dapat dialami individu pada waktu instruksi
diberikan.
3. Relaksasi melalui hipnose, yoga dan meditasi
Relaksasi juga dapat dicapai melalui hipnose, yoga dan meditasi (Goldfried dan
Davison, 1976; Prawitasari, 1988; Walker dkk, 1981).
4. Guided imagery
Guided imagery merupakan sebuah relaksasi yang dirancang khusus untuk
mencapai efek positif tertentu. Efek positif yang dimaksud disini misalnya,
pengurangan nyeri dan kecemasan. Komponen guided imagery lebih dari sekedar
visual, melainkan melibatkan panca indera berupa penciuman, pendengaran,
pengecap, dan perasa untuk dapat mengubah pemikiran, emosi, serta perilaku
seseorang, melalui pemanfaatan lima indra tersebut dapat mempengaruhi
perspektif personal individu terhadap dirinya ataupun lingkungan sekitar
(Nguyen, 2012: 5).
35
2.2.4 Pengertian Guided Imagery
Guided imagery merupakan salah satu metode yang dapat digunakan
untuk menurunkan kecemasan dengan cara membayangkan suatu keadaan
atauserangkaian pengalaman yang menyenangkan secara terbimbing
denganmelibatkan indera (Purnama, 2015: 2). Menurut Weinberg dan
Gould(1995: 294), beberapa istilah yang berbeda namun sejenis yang merujuk
pada persiapan mental seorang atlet untuk kompetisi, selain guided
imagerytermasuk juga imagery, visualization, mental rehearsal,
symbolicrehearsal, covert practice, imagery, and mental practice.
Martin (2012: 65), Guided imagery merupakan salah satu teknik yang
dapat menimbulkan efek relaksasi pada penggunanya. Selanjutnya Martin
menjelaskan bahwa konsep guided imagery menggunakan imajinasi dari individu
secara terbimbing yangbertujuan mengembangkan relaksasi dan meningkatkan
kualitas hidup individu. Komponen guided imagery lebih dari sekedar visual,
melainkan melibatkan panca indera berupa penciuman, pendengaran, pengecap,
dan perasa untuk dapat mengubah pemikiran, emosi, serta perilaku seseorang,
melalui pemanfaatan lima indra tersebut dapat mempengaruhi perspektif personal
individu terhadap dirinya ataupun lingkungan sekitar (Nguyen, 2012: 5).Guided
imagery merupakan cognitive-behavioral technique dimana klien membayangkan
suatu keadaan atau serangkaian pengalaman yang membuatnya nyaman secara
terbimbing dengan melibatkan indra klien (www.minddissorder.com).
Guided imagery merupakan metode menuju rileks dengan fokus pemikiran
pada imajinasi positif yang bertujuan untuk mengurangi sakit, stres, dan lain
36
sebagainya (Nguyen, 2012: 6). Dimana dalam melakukan teknik tersebut
menghasilkan keadaan tenang, fokus, kesiapan energi untuk mengurangi
ketidaknyamanan yang menawarkan dukungan emosional dan rasa percaya diri
dalam tubuh (Naparstek, 2007: 6).Guided imagery mengombinasikan implikasi
verbal, teknik pernapasan, dan visualisasi untuk masuk ke alam bawah sadar.
Guided imagery dapat dilakukan oleh siapa saja, karena pada dasarnya
membayangkan merupakan suatu keterampilan yang dapat dilatih (Schardt, 2003;
dalam Purnama, 2015: 4). Dalam latihannya, peserta harus menggunakan postur,
isyarat/gerakan yang sama dalam setiap sesi sehingga terbentuk “anchor” dengan
respon segera dan santai dalam postur tersebut (Schardt, 2003; dalam Purnama,
2015: 4).
Setyawati (dalam journal of physical education, health and sport,
2014),Imagery sering disebut dengan guided imagery, visualization, latihan
mental, atau self hypnosis. Imagery adalah teknik yang biasa digunakan oleh
psikolog olahraga untuk membantu seseorang memvisualisasikan atau melatih
mental berkaitan dengan kegiatan yang akan dilakukan. Dalam konteks olahraga,
imagery digunakan untuk membantu atlet membuat visualisasi yang lebih nyata
berkaitan dengan pertandingan atau kompetisi yang akan dijalaninya.
Menurut Yukelson (dalam Gunarsa 2008: 103), visualisasi atau imagery
adalah teknik latihan mental (mental rehearsal) yang melibatkan penggunaan
semua pengindaraan, meliputi pikiran, perasan, emosi, maupun hormon adrenalin
yang menciptakan pengalaman dalam pikiran. Selanjutnya Yukelson mengutip
Terry Orlick, imagery merujuk pada proses merasakan yang sangat intens, seolah-
37
olah perasaan tersebut merupakan keadaan yang sebenarnya. Lebih lanjut Potter &
Perry (2005, 150:3) menjelaskan bahwa guided imagery adalah proses yang
menggunakan kekuatan pikiran dengan menggerakkan tubuh untuk
menyembuhkan diri dan memelihara kesehatan atau rileks melalui komunikasi
dalam tubuh melibatkan semua indra meliputi sentuhan, penciuman, penglihatan
dan pendengaran.
Menurut Setiadarma (2000: 188), proses mengingat kembali atau
memanggil kembali ingatan juga termasuk di dalam proses imagery, tetapi
imagery tidak terbatas sekedar mengingat kembali, karena di dalam imagery,
seseorang biasa membayangkan sesuatu yang belum terjadi menjadi telah terjadi,
jadi dalam hal ini terdapat aspek harapan serta rencana. Prosesnya terjadi dengan
cara mengamati, memperhatikan, dan membayangkan pola gerak tertentu dan
mengingat-ingat pola gerak tersebut di dalam otaknya (Komarudin, 2013: 93).
Berdasarkan beberapa uraian yang telah disampaikan diatas, dapat
disumpulkan bahwa relaksasi guided imagery adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan untuk membuat subjek dalam posisi nyaman untuk mengurangi
ketegangan otot dan pikiran secara bertahap dan sistematis, dengan cara
membayangkan suatu keadaan atauserangkaian pengalaman yang menyenangkan
secara terbimbing menggunakan kekuatan pikiran dengan menggerakkan tubuh
melalui komunikasi yang melibatkan tubuh dan semua indra meliputi sentuhan,
penciuman, penglihatan dan pendengaran.
38
2.2.5 Manfaat Guided Imagery
Weinberg dan Gould (1995: 303), menjelaskan bahwa dengan
mengembangkan kemampuan imagery, kondisi fisik dan psikis seseorang akan
menjadi lebih baik. Hal ini disebabkan oleh adanya dampak dari manfaat dibawah
ini:
a. Meningkatkan konsentrasi
b. Meningkatkan rasa percaya diri
c. Mengendalikan respon emosional
d. Memperbaiki latihan ketrampilan
e. Mengembangkan strategi
Menurut Townsend (1997: 66), manfaat guided imagery, sebagai berikut:
a. Mengurangi stress dan kecemasan
b. Mengurangi nyeri
c. Mengurangi efek samping
d. Mengurangi tekanan darah tinggi
e. Mengurangi level gula darah (diabetes)
f. Mengurangi alergi dan gejala gangguan pernapasan
g. Mengurangi sakit kepala
h. Mengurangi biaya rumah sakit
i. Meningkatkan penyembuhan luka dan tulang
j. Untuk menciptakan gambaran yang riil berkaitan dengan kesulitan
danmasalah-masalah yang mungkin akan dihadapi oleh klien
k. Meningkatkan motivasi
39
l. Memvisualisasikan atau melatih mental berkaitan dengan kegiatan yang
akan dilakukan
2.2.6 Dasar-Dasar Latihan Guided imagery
Weinberg dan Gould (2011: 306), menjelaskan bahwa dalam
mengembangkan latihan imagery ada dua landasan dasar yaitu ketajaman
(vividness) dan keterkendalian (controllability) yang masing-masingnya terdiri
atas beberapa langkah.
1. Ketajaman (vividness)
Latihan ketajaman imagery dapat dilakukan dengan tiga tahapan, yaitu:
a. Membayangkan hal-hal yang sudah sangat dikenal. Misalnya,
membayangkan rumah sendiri
b. Membayangkan satu keterampilan khusus yang dimiliki
c. Membayangkan keseluruhan penampilan secara baik
Langkah- langkah ini dapat diprogram kembali secara lebih rinci sesuai
dengan kebutuhan individu yang bersangkutan. Namun hal yang paling penting
untuk dilatih adalah ketajaman imagery. Makin tajamdan jelas seseorang dapat
membayangkan keadaan seolah-olah keadaan tersebut sudah berlangsung
demikian, makin baik imagery yang ia lakukan, dan makin baik pula hasil yang
akan dicapainya kelak.
2. Keterkendalian (controllability)
Latihan mengendalikan perilaku juga dapat dilakukan melalui tahapan dari
yang paling sederhana sampai yang paling kompleks.
a. Mengendalikanketerampilan yang dimiliki
40
b. Mengendalikan keterampilannya pada saat ia menghadapi lawan yang
tangguh
c. Mengendalikan emosinya
Melalui latihan imagery untuk mengendalikan perilaku, secara bertahap seorang
atlet akan lebih mampu mengendalikan perilakunya dilapangan.
2.2.7 Panduan Pelaksanaan Guided Imagery
Menurut Snyder (2006: 68), teknik guided imagery secara umum dibagi
menjadi 3 tahap, antara lain:
1. Membuat individu dalam keadaan relaks
a. Mengatur posisi yang nyaman (duduk ataupun berbaring)
b. Silangkan kaki, tutup mata atau fokus pada suatu titik atau suatu benda
didalam ruangan
c. Fokus pada pernapasan otot perut, menarik napas berikutnya biarkan
sedikit lebih dalam dan lama serta tetap fokus pada pernapasan dan tetapkan
pikiran bahwa tubuh semakin santai dan lebih santai
d. Rasakan tubuh menjadi lebih berat dan hangat dari ujung kepala hingga
ujung kaki
e. Jika pikiran tidak dapat fokus, ulangi kembali pernapasan dalam dan pelan.
2. Sugesti khusus untuk imagery
a. Pikirkan bahwa seolah-olah pergi ke suatu tempat yang menyenangkan dan
merasa senang ditempat tersebut
b. Sebutkan apa yang dilihat, didengar, dicium dan apa yang dirasakan
c. Ambil napas panjang beberapa kali dan nikmati berada ditempat tersebut
41
d. Kemudian bayangkan diri anda seperti yang diinginkan (uraikan sesuai
tujuan yang ingin dicapai).
3. Beri kesimpulan dan perkuat hasil.
a. Mengingat bahwa anda dapat kembali ke tempat ini, perasaan ini, cara ini kapan
saja menginginkannya.
b. Anda bisa seperti ini lagi dengan berfokus pada pernapasan anda, santai dan
membayangkan diri anda berada ditempat yang anda senangi.
4. Kembali keadaan semula
a. Ketika anda kembali ke ruang dimana anda berada.
b. Anda merasa segar dan siap untuk melanjutkan kegiatan anda.
c. Anda dapat membuka mata dan ceritakan pengalaman anda ketika anda telah
siap.
2.3 Pengaruh Relaksasi Guided Imagery Terhadap Kecemasan
Bertanding
Atlet pencak silat haruslah memiliki taktik, fisik dan psikis yang prima
agar mampu menunjukkan potensi maksimalnya. Namun, dalam sebuah
pertandingan banyak hal yang dapat mempengaruhi performa atlet dalam
bertanding yang tentunya akan berpengaruh juga pada prestasi yang akan
diperoleh. Menurut Ciptaningtias (dalam Raynadi dkk, 2016:150) salah satu
faktor yang dapat mempengaruhi performa atlet di lapangan adalah kecemasan.
Pada setiap pertandingan, kecemasan mempengaruhi proses berpikir dan proses
fisik seorang atlet pencak silat, sehingga sering memperburuk permainan atlet saat
bertanding. Banyak atlet pencak silat yang memiliki fisik yang optimal namun
42
gagal meraih kemenangan karena mengalami kecemasan yang berlebihan sebelum
bertanding, hal ini justru akan menghambat proses berpikir atlet dalam
mempersiapkan pertandingannya.
Sedangkan faktor- faktor yang dapat mengurangi kecemasan antara lain
yakni relaksasi dengan tindakan untuk mengalihkan perhatian dan tidak
memikirkan masalah (Prasetyono, 2007 dalam Reliani, 2015:21). Salah satu jenis
relaksasi yang dapat digunakan untuk mengatasi kecemasan atlet sebelum
bertanding adalah menggunakan teknik relaksasi guided imagery.
Relaksasi Guided Imagery merupakan suatu teknik yang dilakukan untuk
membuat atlet dalam posisi nyaman, terkendali dan relatif stabil untuk
mengurangi ketegangan fisik maupun psikis dengan cara memvisualisasikan atau
melatih mental. Berkaitan dengan kegiatan yang akan dilakukan untuk melihat
diri sendiri dalam benak atau layar mata hatinya dengan penuh kesadaran
memanggil bayangan (gambaran) yang sudah dibayangkan sebelumnya secara
terbimbing agar dapat meningkatkan performa atlet, penguasaan strategi
pertandingan, meningkatkan percaya diri, konsentrasi, mempercepat pemulihan
cidera pada atlet dan mengendalikan gejala-gejala psikologis seperti kecemasan.
Guided imagery dapat mengatur kecemasan dengan mengurangi intensitas
gejala yang dialami dan atau dengan membantu atlet untuk melihat gejala ini
sebagai dibawah kendali (Cumming et al., 2007; Hale & Whitehouse, 1998;
Mellalieu, Hanton, & Thomas, 2009; dalam Williams dkk, 2015). Guided
Imagerydikenal sebagai Guided Imagery atau visualisasi merupakan sebuah
proses mental yang (seperti dalam membayangkan) dan banyak cara yang
43
digunakan dalam terapi untuk memperkenalkan perubahan sikap, perilaku, atau
reaksi fisiologis. Sebagai proses mental, sering didefinisikan sebagai “setiap
pemikiran yang mewakili kualitas sensorik” itu termasuk visual, semua indera
lainnya, perasa, penciuman, pendengaran dan penglihatan serta kinestetik sebagai
perpaduan teknik (Joseph, 2004).
Pavlidou dan Doganis (dalam Mohamed dkk, 2013: 9) menguji program
intervensi mental untuk mengurangi kecemasan di antara atlet berenang, dan hasil
dari penelitian tersebut mengungkap bahwa ada peningkatan yang signifikan
dalam kinerja dan kepercayaan dalam kelompok eksperimen setelah intervensi
sembilan minggu. Akan tetapi dengan tidak ada perubahan kecemasan kognitif
dan somatik bila dibandingkan dengan kelompok kontrol yang signifikan.
Murpy, Jowdy & Durtschi, 1990 (dalam Komarudin, 2015: 87)
melaporkan hasil penelitiannya yaitu: “90% atlet olimpiade menggunakan bentuk
latihan imagery, 97% atlet olimpiade merasa terbantu penampilannya, 94% atlet
olimpiade melakukan imagery sebelum sesi latihan, 20% menggunakan imagery
setiap sesi latihan”. Komarudin (2015: 88), atlet yang melakukan latihan imagery
tentu memiliki tujuan berbeda-beda, ada yang melakukan latihan imagery untuk
meningkatkan keterampilan atlet, meningkatkan konsentrasi atlet, meningkatkan
konsentrasi dan percaya diri atlet, mempersiapkan mental bertanding dan
mengatasi gejala psikologis atlet seperti kecemasan, stres, ketakutan saat
menjelang pertandingan, serta rintangan dalam olahraga (administrasi, cidera, dan
lain sebagainya).
44
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Reliani (2015: 20) menunjukkan
bahwa ada pengaruh teknik guided imagery terhadap penurunan tingkat
kecemasan penderita kanker serviks. Tingkat kecemasan penderita kanker serviks
sebelum diberikan teknik guided imagery sebagian besar tergolong kecemasan
sedang yaitu sebanyak 9 orang (64 %) dan kecemasan ringan 5 orang (36%)
sedangkan sesudah dilakukan teknik guided imagery sebagian besar menjadi tidak
ada kecemasan yaitu sebanyak 8 orang (57%) dan kecemasan ringan 6 orang
(43%) dari 14 responden.
Rahmayanti (2010: 2), melakukan penelitian pada pasien skizoakfektif di
RSJD Surakarta dengan 20 responden, menunjukan tingkat kecemasan pasien
sebelum diberi perlakuan guided imagery adalah tingkat kecemasan sedang
kemudian setelah diberikan perlakukan guided imagery menjadi tingkat
kecemasan ringan 8 responden.
Aprianto dkk (2013) melakukan penelitian pada pasien pre operasi di
RSUD RA Kartini Jepara dengan menggunakan dua intervensi yaitu, teknik
guided imagery dan teknik nafas dalam. Penelitian ini melibatkan 60 responden
secara accidental sampling dan menggunakan metode penelitian pretest-posttest
design dengan kriteria inklusi adalah seluruh pasien pra operasi di RSUD RA
Kartini Jepara dan kriteria eksklusi pasien pra operasi insidental saat akan
diadakan operasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang
mengalami cemas sebanyak 60 responden yang terdiri dari cemas ringan sebanyak
3 orang (5,0%), cemas sedang sebanyak 28 orang (46,7%) dan cemas berat
sebanyak 29 orang (48,3%). Rata-rata skor kecemasan sebelum dan sesudah
45
tindakan guided imagery adalah 43,97 dan 34,90. Selisih skor kecemasan sebelum
dan sesudah tindakan guided imagery adalah 9,07. Rata-rata skor kecemasan
sebelum dan sesudah tindakan nafas dalam adalah 41,70 dan 33,40. Selisih skor
kecemasan sebelum dan sesudah tindakan nafas dalam adalah 8,3. Penelitian
dapat disimpulkan ada perbedaan efektifitas antara teknik relaksasi guided
imagery dan nafas dalam terhadap penurunan kecemasan pasien pre operasi di
RSUD RA Kartini Jepara dengan p-value 0,000<0,05. Tingkat keefektifan antara
relaksasi guided imagery dan nafas dalam lebih efektif guided imagery karena
pada terapi guided imagerydiperoleh selisih sebelum dan sesudah sebesar 9,07,
sedangkan pada teknik nafas dalam terdapat selisih sebelum dan sesudah sebesar
8,3.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Hudaya (2015:4) pada 34 pasien
skizofrenia gangguan alam perasaan (affective) di Rumah Sakit Jiwa Daerah
Surakarta juga menunjukkan kefektifan penggunaan teknik relaksasi guided
imagery . Penelitian ini menggunakan Alat analisis yang digunakan dengan paired
sample t test. Hasil penelitian diketahui bahwa: 1) Tingkat kecemasan pasien
sebelum menjalani terapi relaksasi guided imagery di Rumah Sakit Jiwa Daerah
Surakarta termasuk dalam kategori sedang; 2) Tingkat kecemasan pasien sesudah
menjalani terapi relaksasi guided imagery di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta
termasuk dalam kategori ringan mengalami peningkatan; dan 3) Ada pengaruh
pemberian terapi relaksasi guided imagery terhadap tingkat kecemasan pada
pasien skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta. Hasil penelitian
tersebut, menunjukkan bahwa relaksasi guided imagery memberi pengaruh yang
46
signifikan terhadap penurunan tingkat kecemasan. Relaksasi guided imagery
dalam bentuk spesifik sangat efektif untuk mengubah persepsi atlet terkait dengan
kecemasan yang mengganggu atlet menjelang pertandingan.
Menurut Komarudin (2015; 88), ada dua pendekatan yang bisa digunakan
proses relaksasi guided imagery yaitu: (1) pendekatan kognitif, dan (2)
pendekatan psikologis. Pendekatan kognitif terfokus pada proses informasi dan
bagaimana informasi tersebut diperoleh, disimpan, didapatkan kembali, dan
digunakan didalam otak. Menurut teori bio- informasi lebih populer disebut
“mental bluprint for perfect responses”. Dengan demikian, performa atlet akan
meningkat lebih baik melalui guided imagery yang berorientasi kepada
prodektivitas respons telah menciptakan ruang lingkup respons dalam otak yang
diukur dengan aktivitas electroencephalographic (alat untuk mencatat
gelombang-gelombang listrik dalam otak). Sedangkan, pendekatan psikologis
lebih terfokus kepada fungsi motivasi dari latihan guided imagery yang membantu
atlet merasa lebih percaya diri, memiliki ketergugahan (arrousal) optimal,
mengatasi kecemasan dan lebih fokus pada pertandingan.
Berdasarkan beberapa asumsi diatas, peneliti memprediksikan bahwa
relaksasi guided imagery dapat memberikan pengaruh terhadap menurunnya
tingkat kecemasan atlet menjelang pertandingan. Menurut Simon (2003: 12) pada
relaksasi guided imagery, corteks visual otak yang memproses imajinasi
mempunyai hubungan yang kuat dengan sistem syaraf otonom, yang mengontrol
gerakan involunter diantaranya: nadi, pernapasan dan respon fisik terhadap stres
dan membantu mengeluarkan hormon endorpin (substansi ini dapat menimbulkan
47
efek analgesik yang sebanding dengan yang ditimbulkan morphin dalam dosis 10-
50 mg/kg BB) sehingga terjadi proses relaksasi dan kecemasan menurun.
Sehingga relaksasi Guided Imagery sangat tepat diterapkan pada atlet pencak silat
yang akan bertanding agar kecemasan yang dimiliki atlet dapat diminimalisir
dengan adanya proses fisiologis dalam tubuh yang akan mempengaruhi proses
psikis atlet pencak silat dan akan memberikan dampak positif pada proses kognitif
maupun fisiknya, yang pada akhirnya akan berdampak pula pada hasil prestasi
yang akan didapat setelah pertandingan.
2.4 Kerangka Berpikir
Relaksasi guided imagery bertujuan untuk mengurangi kecemasan
bertanding dengan cara memfokuskan pikiran secara relaks. Dalam latihan
relaksasi guided imagery, atlet diminta untuk merelakskan tubuh dengan
memfokuskan pikiran dan diarahkan pada memikiran yang menenangkan serta
membangkitkan.
Sebelum pertandingan dimulai, biasanya seorang atlet pencak silat akan
memunculkan gejala kecemasan yang bervariatif. Menurut Harsono (dalam Putri,
2007: 27), Kecemasan atlet saat akan bertanding dapat dideteksi melalui gejala-
gejala kecemasan, yang dapat mengganggu penampilan seorang atlet. Dengan
demikian, gejala-gejala kecemasan bertanding yang akan dijelaskan, terdiri atas
dua gejala, yaitu:
48
a. Gejala Fisik, berupa: Adanya perubahan yang dramatis pada tingkah laku,
seperti gelisah atau tidak tenang, sulit tidur, berbicara sendiri dan sering pergi ke
belakang. Terjadi ketegangan pada otot-otot pundak, leher, perut, dan otot-otot
ekskremitas, terjadi perubahan irama pernapasan dan adanya kontraksi otot
setempat pada dagu, sekitar mata dan rahang
b. Gejala Psikis, berupa: Gangguan pada perhatian dan konsentrasi,
terjadinya perubahan emosi, menurunnya rasa percaya diri, timbul obsesi,
menurunnya motivasi, merasa cepat putus asa dan kehilangan kontrol
Kemudian saat gejala fisik dan psikis muncul beriringan pada atlet pencak
silat sebelum bertanding, maka hal ini akan memunculkan kecemasan bertanding
yang relatif cukup meningkat pada atlet, hal ini akan mempengaruhi performa
atlet sebelum bertanding sehingga atlet pencak silat tidak dapat tampil optimal
dalam gelanggang pertandingan, keadaan seperti ini akan mengakibatkan
menurunnya prestasi atlet.
Kecemasan Bertanding yang relatif meningkat ini dapat menurun ketika
dilakukan upaya treatment yang sesuai dengan keadaan atlet pencak silat. Pada
penelitian ini, peneliti akan menggunakan treatment relaksasi Guided Imagery
sebagai upaya menurunkan kecemasan yang dialami oleh atlet pencak silat
sebelum bertanding. Relaksasi Guided Imageryini suatu teknik yang dilakukan
untuk membuat atlet dalam posisi nyaman, terkendali dan relatif stabil untuk
mengurangi ketegangan fisik maupun psikis dengan cara memvisualisasikan atau
melatih mental berkaitan dengan kegiatan yang akan dilakukan untuk melihat diri
sendiri dalam benak atau layar mata hatinya dengan penuh kesadaran memanggil
49
bayangan (gambaran) yang sudah dibayangkan sebelumnya secara terbimbing
agar dapat meningkatkan performa atlet, penguasaan strategi pertandingan,
meningkatkan percaya diri, konsentrasi, mempercepat pemulihan cidera pada atlet
dan mengendalikan gejala-gejala psikologis. Sehingga dengan dilakukannya
treatment Relaksasi Guided Imagery sebelum atlet pencak silat melaksanakan
pertandingan, diharapkan atlet dapat menurunkan kecemasan bertandingnya,
membantu atlet lebih memfokuskan serta berkonsentrasi saat pertandingan dan
meningkatkan prestasi atlet pencak silat.
50
Uraian diatas dapat digambarkan dengan bagan dibawah ini:
Gambar 2.1 Kerangka Berfikir
Pertandingan Pencak Silat
Kecemasan Bertanding Tinggi
Sebelum pertandingan dimulai, atlet mengalami:
- Kegelisahan akan pertandingan atau tidak tenang, sulit tidur,
berbicara sendiri dan sering pergi ke belakang. Terjadi
ketegangan pada otot-otot pundak, leher, perut, dan otot-otot
ekskremitas, terjadi perubahan irama pernapasan, dll.
- Ketakutan akan pertandingan yang dihadapi, adanya gangguan
pada perhatian dan konsentrasi, terjadinya perubahan emosi,
menurunnya rasa percaya diri, timbul obsesi, menurunnya
motivasi, merasa cepat putus asa dan kehilangan kontrol
Relaksasi
Guided Imagery
Kecemasan Bertanding Menurun
51
2.5 Hipotesis
Berdasarkan landasan teori di atas maka hipotesis yang diajukan adalah
sebagai berikut: Teknik Relaksasi Guided Imagery efektif dalam menurunkan
Kecemasan Bertanding Atlet Pencak Silat Kabupaten Purbalingga, artinya setelah
atlet pencak silat mengikuti terapi relaksasi guided imagery, kecemasan
bertanding mereka berkurang atau menurun.
191
BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Pada penelitian ini, peneliti menyimpulkan bahwa, relaksasi guided
imagery terbukti dapat menurunkan kecemasan bertanding pada atlet pencak silat
di kabupaten Purbalingga. Hal ini dibuktikan dengan adanya perbedaan yang
signifikan pada kelompok eksperimen setelah diberikan relaksasi guided imagery.
5.2 Saran
1 Bagi atlet pencak silat
Bagi atlet pencak silat di kabupaten Purbalingga, diharapkan dapat menerapkan
relaksasi guided imagery sebelum bertanding secara mandiri
2 Bagi pelatih pencak silat
Bagi pelatih pencak silat diharapkan dapat membuat pendampingan psikologis
secara berkala. Pelatih dapat memasukkan relaksasi guided imagery ke dalam
program latihan rutin untuk melengkapi kesiapan mental juara para atlet.
3 Bagi pengurus Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI)
Bagi Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) dan pengurus pencak silat khususnya
Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) di kabupaten Purbalingga untuk lebih
memberikan perhatian pada aspek psikologis atlet pencak silat.
4 Bagi peneliti selanjutnya
192
Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk melakukan penelitian dengan
tema yang sama, diharapkan lebih memperhatikan dan berhati-hati dalam
menentukan jadwal pelatihan dan jadwal pertandingan atlet pencak silat. Selain
itu sebaiknya berhati-hati dan lebih mengontrol subyek untuk lebih kooperatif
saat dilakukannya proses perlakuan.
193
DAFTAR PUSTAKA
Amir, N. (2004). Pengembangan Instrumen Kecemasan Olahraga.Anima, Vol.20 , No 1, 55-59.
Aprianto, D. (2013). Efektifitas Teknik Relaksasi Imajinasi Terbimbing dan Nafas
Dalam Terhadap Penurunan Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi.
Ardianto, M. (2005). Kecemasan pada Pemain Futsal Dalam Menghadapi
Turnamen. Psikologi UAD, 1-15.
Azwar, S. (2010). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Azwar, S. (2015). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Burnett, J. (2012). Guided Imagery As An Adjunct To Pharmacologic PAin Control At End Of Life. Nort American Association Of Cristians In Social
Work, 1-12.
Bustaman, H. D. 2001. Integrasi dengan Islam Menuju Psikologi Islam.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Buzan, Tony. (2005). Buku Pintar Mind Map. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Chaplin, J. (2006). Kamus Lengkap Psikologi (terj: Kartini Kartono). Jakarta: PT. Raja Grafindo Jaya.
Cox, R. (2002). Sport Psychology: Concept and Applications. New York: Mc GRaw- Hill Companies, Inc.
Creswell, J. W. (2010). Reasearch Design:Pendekatan kualitatif,kuantitatif dan mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
De Porter, B. ,& Hernacki, M. (2001). Quantum Learning. Bandung: Mizan.
Ery Sulistyo, P. (2014). Hubungan Antara Regulasi Emosi Dengan Kecemasan Menghadapi Pertandingan. 1-18.
Fahmi, B. (1995). Hubungan Antara Kepercayaan Diri Dengan Kecemasan Menghadapi Pertandingan Pada Atlet Bola Voli Junior. Yogyakarta:
Universitas Gajah Mada.
Goodwin, J. (2005). Research in Psychlogy Methods and Design. United State of
America: Wiley International Edition.
Gunarsa, S. D. (1996). Psikologi Olahraga: Teori dan Praktek. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia.
194
Gunarsa, S. D. (2008). Psikologi Olahraga Prestasi. Jakarta: PT. BPK Gunung
Mulia.
Guyton & Hall. (1997). Buku Ajar FisiologiKedokteran. Edisi 9. ECG, Jakarta
Hapsari, Iriani Indri, dkk. 2012. Psikologi Faal. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Hardy, L. J. (1999). Understanding Psychological Preparation for Sport : Theory and Practice of Elit Performers. New York: Wiley & Sons, Inc.
Hawari D. 2004. Managemen Stress. Cemas dan Depresi. Jakarta : Fakultas Kedokteran UI.
Hidayat, E. R. (2009). Upaya Pelatih Mengatasi Kecemasan Atlet Senam Sebelum Perlombaan Pada Pekan Olahraga Pelajar Nasional 2009. Psikologi
Olahraga, 1-21.
Hudaya, M. I. (2015). Penaruh Terapi Guided Imagery Terhadap Tingkat Kecemasan Pada Pasien Skizofrenia Di RSJD Surakarta. Naskah Publikasi, 1-15.
Husdarta. 2010. Psikologi Olahraga. Bandung: Alfabeta.
Juliantine. 2013. Model-Model Pembelajaran Dalam Pendidikan Jasmani. Bandung: Red point.
Kaplan H.I, Sadock B.J, Grebb J.A. 2010. Sinopsis Psikiatri Jilid 2. Terjemah Widjaja Kusuma. Jakarta: Binarupa Aksara.
Kusumawati, E. D. (2014). Efektifitas Pelatihan Kepercayaan Diri Untuk
Menurunkan Kecemasan Menjelang Pertandingan Pada Atlet Bulutangkis Remaja Di Yogyakarta. Skripsi, xii.
Komarudin. 2015. Psikologi Olahraga: Latihan Keterampilan Mental Dalam Olahraga Kompetitif. Bandung: Rosda.
Latipun. (2015). Pikologi Eksperimen. Malang: UMM Press.
Lau, M.A & McMain,S.F. 2005. Integrating mindfulness with cognitive and
behavioral therapies : The challengge of combining acceptance and change based strategies. The Canadian Journal of Psychiatry, Vol. 50 No.
13, 863-869.
Liche Seniati, Y. A. (2011). Psikologi Eksperimen. Jakarta: Indeks.
Martin L. Rossman, M. (2000). Guided Imagery for Self-Healing. In Second
Edition (pp. 35-45). Canada: Group West.
Mohamed A.Alwan, H. A. (2013). Comparison between Two Relaxation Methods
On Competitive State Anxiety Among College Soccer Teams During
195
Pre- Competition Stage. International Journal of Advanced Sport
Sciences Research , Vol.1 No.1, June 2013, 90- 104.
Ozu, O. (n.d.). Guided imagery as a psychotherapeutic mind-body intervention in
health psychology: A brief review of efficacy research. Europe’s Journal ofPsychology , 6(4), pp. 227-237.
Pariman. (2008). Guided Imagery (sebuah Pendekatan Psikosintesis) untuk Penurunan Depresi Pada Penderita Kanker. 1-15.
Pate, R. M. (1993). Dasar-Dasar Ilmiah Kepelatihan (terj. Kasiyo Dwijowinoto). Semarang: IKIP Semarang.
Podulka, D.P., James, M., & Womak, C.J. 2006. Effect ofPhysical Education and
Activity Levels on Academic Achievement in Children. Medical Science. Sport Exercise. 38: 1515-1519
Prasetyawati, P. B. (2014). Efektivitas Progressive Muscle Relaxtion Untuk Menurunkan Kecemasan Pada Anggota BRIMOB POLDA Jawa Tengah Dalam Melakukan Tugas. Skripsi.
Putri, Y. I. (2007). Hubungan Antara Intimasi Pelatih-Atlet Dengan Kecemasan
Bertanding Pada Atlet Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) Semarang. Kedokteran UNDIP, 1-97.
Rahmayanti, Y. N. (2010). Pengaruh Guided Imagery Terhadap Tingkat Kecemasan Pada Pasien Skizoafektif Di RSJD Surakarta.
Reliani. (2015). Teknik Guided Imagery Terhadap Tingkat Kecemasan Penderita Kanker Serviks. The Sun , Vol. 2(1).
Setiadarma, M. P. (2000). Dasar-dasar Psikologi Olahraga. Jakarta: Pustaka Sinar.
Setyawati, H. (2014). Strategi Intervensi Peningkatan Rasa Percaya Diri Melalui Imagery Training Pada Atlet Wushu Jawa Tengah. Journal of Physical
Education,Health and Sport, 1-12.
Subandi. (2003). Psikoterapi: Pendekatan Konvensional dan Kontemporer. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.
W.R.Purnama, B. (2015). Guided Imagery Terhadap Tingkat Kecemasan Menjelang Persalinan Pada Ibu Hamil. Vol. 03,No.02.
Wann, L. (1997). Sport Psychology. New Jersey: Murray State University.
196
Williams, S., & Cumming, J. (2015). Athlete imagery ability: A predictor of
confidence and anxiety intensity and direction. Birmingham: Routledge.
260