EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN PANDAN WANGI (Pandanus...
Transcript of EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN PANDAN WANGI (Pandanus...
EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN PANDAN WANGI (Pandanus amaryllifolius) SEBAGAI
LARVASIDA TERHADAP LARVA Culex sp.
(Studi di Desa Kebalan, Kecamatan Sekaran, Kabupaten Lamongan)
KARYA TULIS ILMIAH
NITA PUJI ARTI 15.131.0027
PROGRAM STUDI DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
INSAN CENDEKIA MEDIKA JOMBANG
2018
ii
EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN PANDAN WANGI (Pandanus amaryllifolius) SEBAGAI
LARVASIDA TERHADAP LARVA Culex sp.
(Studi di Desa Kebalan, Kecamatan Sekaran, Kabupaten Lamongan)
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan Dalam Rangka Memenuhi Persyaratan
Menyelesaikan Studi Diploma III Analis Kesehatan pada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Insan Cendekia Medika Jombang
NITA PUJI ARTI 15.131.0027
PROGRAM STUDI DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
INSAN CENDEKIA MEDIKA JOMBANG
2018
iii
iv
v
ABSTRAK
EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN PANDAN WANGI (Pandanus amaryllifolius) SEBAGAI LARVASIDA TERHADAP LARVA
Culex sp. (Studi di Desa Kebalan, Kecamatan Sekaran,
Kabupaten Lamongan)
Oleh : NITA PUJI ARTI
Filariasis merupakan penyakit yang ditularkan oleh nyamuk Culex sp. Saat ini bentuk pengendalian terhadap Filariasis adalah menggunakan larvasida kimia yang dapat membahayakan kesehatan manusia. Oleh karena itu, perlu adanya usaha pembuatan larvasida alami. Salah satu tanaman yang mengandung larvasida alami adalah Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektivitas Ekstrak Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius) sebagai larvasida terhadap larva Culex sp. Metode penelitian ini menggunakan analitik kuantitatif one group post test design dengan variabel independen Ekstrak Daun Pandan Wangi dan variabel dependen jumlah kematian larva Culex sp. Sampel 200 ekor larva Culex sp. dan teknik samping Consecutive sampling. Data dianalisis dengan uji Kruskal-Wallis dan uji Pos hoct Mann-Withney dengan nilai (p<α). Hasil dari penelitian ini yaitu pada konsentrasi 0%, 1%, 2%, 3%, dan 4% didapatakan rata-rata persentase kematian larva yaitu 0%, 17,5%, 50%, 77,5%, dan 97,5%. Pada konsentrasi 0%-3% adalah tidak efektif dan konsentrasi 4% adalah efektif. Hasil dari uji Kruskal-Wallis yaitu (p)<α H0 ditolak dan H1 diterima, sehingga ada pengaruh secara efektif pemberian Ekstrak Daun Pandan Wangi sebagai larvasida terhadap larva Culex sp. Hasil dari uji Post hoc Mann-Withney yaitu (p)<α H0 ditolak dan H1 diterima, sehingga terdapat perbedaan yang signifikan antar kelompok konsentrasi. Kesimpulan penelitian ini adalah semakin tinggi konsentrasi Ekstrak Daun Pandan Wangi yang digunakan, semakin tinggi pula kematian larva Culex sp. Disarankan bagi tenaga kesehatan dan masyarakat untuk dijadikan sebagai alternatif larvasida alami dan bagi peneliti selanjutnya untuk menggunakan spesies nyamuk lain dan metode lain serta meningkatkan konsentrasi ekstrak daun pandan wangi. Kata kunci : Efektivitas, Ekstrak Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius), Larvasida, Larva Culex sp.
vi
ABSTRACT
THE EFFECTIVENESS OF PANDAN LEAF EXTRACT (Pandanus amaryllifolius) AS A LARVACIDE AGAINTS LARVAE
OF Culex sp. (Study in Kebalan village, Sekaran sub-district,
Lamongan district)
By : NITA PUJI ARTI
Filariasis is a disease transmitted by Culex sp. mosquito. At present, the form of control from Filariasis using chemicals larvacides that can endanger human health. Therefore, there needs to be an effort to make natural larvacides. One of the plants that contains of natural larvacides is Pandan leaves (Pandanus amaryllifolius). The purpose of this research was to analyze the effectiveness of Pandan leaf extract (Pandanus amaryllifolius) as larvacide againts larvae of Culex sp. The research method used quantitative analytic with one group post test design with independent variable is Pandan leaf extract and dependent variable is the number of Culex sp. death. The sample is 200 larva of Culex sp. and the sampling technique used consecutive sampling. Data analysis using Kruskal-Wallis test and Post hoc Mann Withney test with a value of (p<α). The result of this research is the concentration 1%, 2%, 3%, and 4% the average percentage of larvae mortality is 0%, 17,5%, 50%, 77,5%, and 97,5%. At concentration 0%-3% ineffective and concentration 4% effective. The result of Kruskal-Wallis test is (p<α) H0 is rejected and H1 is accepted, so there was an effective effect of giving Pandan leaf extract as larvacide againts larvae of Culex sp. The result of Post hoc Mann Withney test is (p<α) H0 is rejected and H1 is accepted, so there is a significant difference between the concentration groups. The conclusion of this research is the higher concentration of Pandan leaf extract used, the higher mortality larvae of Culex sp. Recommended for health workers and the community to be used as an alternative to natural larvacides and for next researchers to use other mosquito species and other methods and to increase the concentration of Pandan leaf extract. Keyword : Effectiveness, Pandan Leaf Extract (Pandanus amaryllifolius), Larvacide, Culex sp. larvae.
vii
viii
ix
x
MOTTO
Jangan pernah tanyakan, “Sudah seberapa besar kontribusi orang lain
terhadap kita”. Namun tanyakan pada diri kita “Sudahkah kita memberi
kontribusi terhadap sesama, agama, dan akhirat-Nya”.
Jika bisa menjadi yang terbaik diantara yang baik-baik, kenapa tidak kita
lakukan. Maka, jika ada angka 1 sampai dengan 10, jadilah yang nomor 1
diantara 10 angka tersebut.
xi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya
sehingga Karya Tulis Ilmiah ini berhasil terselesaikan. Karya Tulis Ilmiah ini
diajukan sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan Diploma III Analis
Kesehatan STIKes ICMe Jombang yang berjudul “Efektivitas Ekstrak Daun
Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius) Sebagai Larvasida Terhadap Larva
Culex sp.”.
Dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini adalah suatu hal yang mustahil
apabila penulis tidak mendapat bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak.
Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada H. Imam
Fathoni, S.KM., M.M selaku Ketua STIKes ICMe Jombang, Sri Sayekti, S.Si.,
M.Ked selaku Kaprodi D-III Analis Kesehatan, dr. Heri Wibowo, M.Kes selaku
penguji utama, Dr. H. M. Zainul Arifin, Drs., M.Kes selaku pembimbing utama dan
Nining Mustika Ningrum, S.ST., M.Kes selaku pembimbing anggota sehingga
Karya Tulis Ilmiah ini dapat terselesaikan, Almarhum kedua orang tua saya yang
selalu menjadi motivasi terbesar saya sehingga penulis mampu menyelesaikan
Karya Tulis Ilmiah ini dengan baik, serta teman-teman seperjuangan saya yang
selalu memberikan dukungan.
Karya Tulis Ilmiah ini belum sempurna, oleh sebab itu kritik dan saran yang
dapat mengembangkan Karya Tulis Ilmiah ini sangat penulis harapkan guna
menambah pengetahuan dan manfaat bagi perkembangan ilmu kesehatan.
Jombang, 24 Agustus 2018
Penulis
xii
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i HALAMAN JUDUL DALAM ................................................................................ ii PERNYATAAN KEASLIAN ................................................................................ iii PERNYATAAN PLAGIASI ................................................................................. iv ABSTRAK .......................................................................................................... v LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................. vii PENGESAHAN PENGUJI ................................................................................. viii RIWAYAT HIDUP .............................................................................................. ix MOTTO ............................................................................................................. x KATA PENGANTAR .......................................................................................... xi DAFTAR ISI ....................................................................................................... xii DAFTAR TABEL ............................................................................................. xiv DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xv DAFTAR SINGKATAN ....................................................................................... xvi DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xvii BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1 1.2 Rumusan masalah .............................................................................. 2 1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................ 2 1.4 Manfaat Penelitian .............................................................................. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nyamuk Culex sp. ............................................................................... 5 2.2 Pengendalian Culex sp. ..................................................................... 10 2.3 Pengelompokan Insektisida menurut cara masuk dan cara kerja pada serangga sasaran ...................................................................... 12 2.4 Daun Pandan Wangi ........................................................................... 12 2.5 Macam-macam Metode Ekstrak ......................................................... 14 2.6 Penelitian yang relevan ....................................................................... 17
BAB III KERANGKA KONSEPTUAL 3.1 Kerangka Konsep ............................................................................... 18 3.2 Penjelasan Kerangka Konsep ............................................................. 19 3.3 Hipotesis ............................................................................................. 19
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................. 20 4.2 Desain Penelitian ................................................................................ 20 4.3 Kerangka Kerja (Frame work) ............................................................. 20 4.4 Populasi, Sampel dan Teknik Sampling .............................................. 22 4.5 Definisi Operasional Variabel .............................................................. 22 4.6 Instrumen Penelitian dan Cara Penelitian ........................................... 24 4.7 Teknik Pengumpulan Data .................................................................. 28 4.8 Teknik Pengolahan dan Anallisa Data ................................................ 28
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Gambaran Umum Lokasi Pengambilan Sampel.................................. 31 5.2 Gambaran Umum Lokasi Penelitian .................................................... 31 5.3 Hasil. .................................................................................................. 31 5.4 Analisa Data ....................................................................................... 33 5.5 Pembahasan ...................................................................................... 37
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ......................................................................................... 40 6.2 Saran .................................................................................................. 40
xiii
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 42 LAMPIRAN ........................................................................................................ 45
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Tempat Perindukan Larva dan Tempat Istirahat Culex sp. ................. 9 Tabel 4.1 Devinisi Operasional Efektivitas Ekstrak Daun Pandan Wangi
(Pandanus amaryllifolius) sebagai Larvasida terhadap Larva Culex sp. ........................................................................................... 23
Tabel 5.1 Data Hasil Perhitungan Persentase Kematian Larva Culex sp. .......... 31
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Nyamuk Culex sp. .......................................................................... 5 Gambar 2.2 Stadium Telur Culex sp. ................................................................ 6 Gambar 2.3 Stadium Larva Culex sp. ............................................................... 6 Gambar 2.4 Stadium Pupa Culex sp. ................................................................ 7 Gambar 2.5 Stadium Dewasa Culex sp. ........................................................... 7 Gambar 2.6 Daur Hidup Nyamuk Culex sp. ...................................................... 8 Gambar 2.7 Daun Pandan Wangi ...................................................................... 13 Gambar 3.1 Kerangka Konsep .......................................................................... 18 Gambar 4.1 Kerangka Kerja Penelitian tentang Efektivitas Ekstrak Daun
Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius) sebagai Larva- sida terhadap Larva Culex sp. ...................................................... 21
Gambar 5.1 Grafik Rata-rata Perbedaan Persentase Kematian Larva Culex sp. dalam Kelompok Perlakuan Konsentrasi Ekstrak Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius). .................................................. 36
xvi
DAFTAR SINGKATAN
sp. : Spesies Tit : Tempat istirahat tetap ACPY : 2-acetyl-1-pyrroline
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Skema Pembuatan Ekstrak Daun Pandan Wangi .......................... 45 Lampiran 2. Prosedur Pengenceran ................................................................. 46 Lampiran 3. Skema Prosedur Pemeriksaan ....................................................... 48 Lampiran 4. Lembar Observasional ................................................................... 49 Lampiran 5. Hasil Analisis Data ......................................................................... 50 Lampiran 6. Dokumentasi Penelitian .................................................................. 56 Lampiran 7. Lembar Konsultasi ......................................................................... 57 Lampiran 8. Surat Keterangan Penelitian .......................................................... 59
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di negara-negara yang masih berkembang seperti Indonesia saat ini,
penyakit-penyakit yang ditularkan melalui nyamuk masih merupakan kasus
yang mendapat perhatian khusus. Salah satu penyakit dimana nyamuk
sebagai vektornya adalah Filariasis. Filariasis adalah penyakit yang
vektornya adalah nyamuk Culex sp. (Putri, et al, 2017).
WHO (World Health Organization) memperkirakan jumlah penderita
Filariasis sekitar 120 juta orang di 83 negara dan lebih dari 1,5 milyar
penduduk dunia (sekitar 20% populasi dunia) berisiko terinfeksi penyakit
Filariasis. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2013 menyebutkan jumlah kasus
Filariasis di Indonesia sebanyak 12.714 kasus (Kemenkes RI, 2014).
Di Jawa Timur total kasus Filariasis Kronis tercatat sampai dengan tahun
2015 sejumlah 380 kasus. Sedangkan jumlah penderita Filariasis Kronis yang
tercatat di Kabupaten Lamongan pada tahun 2016 ditemukan sebanyak 56
kasus baru yang terdiri dari laki-laki sebanyak 27 kasus dan perempuan
sebanyak 29 kasus dengan angka kesakitan sebesar 5 per 100.000
penduduk (Dinkes Lamongan, 2016).
Salah satu bentuk pengendalian terhadap penyakit Filariasis adalah
melakukan pengendalian terhadap vektor dari penyakit tersebut. Bentuk
pengendalian yang populer adalah dengan menggunakan insektisida yang
dikhususkan untuk larva atau disebut dengan larvasida (Suparni, 2014).
Larvasida yang sering digunakan oleh masyarakat saat ini adalah temephos.
Temephos merupakan larvasida yang terbuat dari zat kimia sintetik yang
dapat menyebabkan kerusakan pada lingkungan dan juga gangguan pada
2
pertumbuhan resistensi fisiologis vektor. Bila terjadi resistensi akibat
larvasida, maka selain dosis yang harus ditingkatkan juga harus diciptakan
larvasida baru untuk memberantas larva (Nova, et al, 2017).
Usaha yang perlu dilakukan untuk mendapatkan insektisida alternatif
yang dikhususkan untuk larva yaitu menggunakan larvasida alami yang
berasal dari tanaman yang mempunyai efek racun terhadap serangga,
namun tidak menimbulkan efek samping terhadap manusia dan lingkungan.
Tanaman yang mengandung larvasida botanik (alami) salah satunya adalah
pandan wangi (Pandanus amaryllifolius) (Suparni, 2014). Daun pandan wangi
mengandung senyawa alkaloid, saponin, tanin, flavonoid, dan zat warna
(Kristinawati, 2012). Polifenol dan saponin dapat menghambat bahkan
mematikan larva, saponin dapat merusak sel membran dan menyebabkan
terganggunya metabolisme pada serangga sedangkan polifenol sebagai
inhibitor pencernaan serangga termasuk nyamuk (Suparni, 2014).
Berdasar masalah di atas, maka penulis ingin melakukan penelitian
dengan judul “Efektivitas Ekstrak Daun Pandan Wangi (Pandanus
amaryllifolius) sebagai Larvasida terhadap Larva Culex sp.”.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah Efektivitas Perbedaan Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun
Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius) sebagai Larvasida terhadap Larva
Culex sp. konsentrasi 1%, 2%, 3%, dan 4%?.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Menganalisis Efektivitas Ekstrak Daun Pandan Wangi (Pandanus
amaryllifolius) sebagai Larvasida terhadap Larva Culex sp.
3
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi Efektivitas Ekstrak Daun Pandan Wangi (Pandanus
amaryllifolius) sebagai Larvasida terhadap Larva Culex sp. dengan
konsentrasi 1%.
2. Mengidentifikasi Efektivitas Ekstrak Daun Pandan Wangi (Pandanus
amaryllifolius) sebagai Larvasida terhadap Larva Culex sp. dengan
konsentrasi 2%.
3. Mengidentifikasi Efektivitas Ekstrak Daun Pandan Wangi (Pandanus
amaryllifolius) sebagai Larvasida terhadap Larva Culex sp. dengan
konsentrasi 3%.
4. Mengidentifikasi Efektivitas Ekstrak Daun Pandan Wangi (Pandanus
amaryllifolius) sebagai Larvasida terhadap Larva Culex sp. dengan
konsentrasi 4%.
5. Mengetahui Efektivitas Perbedaan Pengaruh Pemberian Ekstrak
Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius) sebagai Larvasida
terhadap Larva Culex sp. dengan konsentrasi 1%, 2%, 3%, dan 4%.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Diharapkan penelitian ini akan memberi tambahan kajian pustaka dan
referensi perpustakaan khususnya di bidang Analis Kesehatan tentang
Efektivitas Ekstrak Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius)
sebagai Larvasida terhadap Larva Culex sp.
1.4.2 Manfaat Praktis
Diharapkan Ekstrak Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius)
bisa dimanfaatkan untuk alternatif larvasida alami menggantikan
larvasida kimia serta dapat membuka peluang dalam pembuatan obat
4
larvasida dari ekstrak Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius)
yang aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan.
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Nyamuk Culex sp.
2.1.1 Nyamuk Culex sp.
Kingdom : Animalia
Filum : Anthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Diptera
Famili : Culicidae
Genus : Culex
Spsesies : Culex sp. (Wahyudi, 2010)
Gambar 2.1 Nyamuk Culex sp. (Sumber: Prianto L.A., et al 1995).
2.1.2 Morfologi Culex sp.
1. Stadium telur
Nyamuk betina dapat meletakkan 100-400 buah telur. Nyamuk
Culex sp. meletakkan telurnya pada air bagian permukaan dengan
bergelombol seperti rakit. Telur Culex sp. berwarna coklat, panjang,
silinder vertikal, bergabung membentuk rakit pada permukaan air
yang tenang. Telur berkembang menjadi larva dan larva mendapat
6
makanan dari bahan-bahan organik yang terdapat di dalam air
(Portunasari, et al, 2016).
Gambar 2.2 Stadium Telur Culex sp. (Sumber: Prianto L.A., et al 1995).
2. Stadium larva
Apabila terjadi kontak langsung dengan air, penetasan telur
akan akan terjadi 2-3 hari. Dalam situasai optimum, alokasi waktu
yang diperlukan saat penetasan-dewasa kira-kira 5 hari (Wahyudi,
2010). Larva Culex sp. bernafas dengan siphon yang berbentuk
agak ramping dan lebih panjang dibandingkan dengan siphon larva
nyamuk Aedes dengan kumpulan bulu lebih dari satu. Kepala larva
Culex sp. mempunyai lebar hampir sama dengan lebar toraks
(Portunasari, et al 2016).
Gambar 2.3 Stadium Larva Culex sp. (Sumber: Soedarto, 2011).
3. Stadium pupa
Pada tahap ini nyamuk memerlukan waktu kira-kira 2-5 hari
agar bisa berkembang menjadi seeokor nyamuk, selama tahap ini
7
seekor pupa tidak memakan bahan makanan apapun, ia akan
berubah menjadi nyamuk dan akan mengeluarkan diri dari dalam air
(Wahyudi, 2010).
Gambar 2.4 Stadium pupa Culex sp. (Sumber : MAW Astuti, 2011)
4. Stasium dewasa
Proses berkembangnya telur menjadi nyamuk dewasa
membutuhkan kira-kira 10-12 hari (Wahyudi, 2010). Culex sp.
memiliki tubuh berwarna coklat kehitaman, ujung abdomen tumpul,
palpus lebih pendek dari proboscis, dan sayap berwarna gelap
(Portunasari, et al, 2016)
Gambar 2.5 Stadium Dewasa Nyamuk Culex sp. (Sumber: Prianto L.A., et al 1995).
2.1.3 Daur Hidup Nyamuk Culex sp.
Seperti pada nyamuk yang lain, nyamuk Culex sp. mengalami
metmorfosis sempurna mulai dari tahap telur sampai menjadi nyamuk
8
dewasa yang membutuhkan waktu lebih pendek yaitu 1-2 minggu
(Sutanto, et al, 2013).
Gambar 2.6 Daur Hidup Nyamuk Culex sp. (Sumber : MAW Astuti, 2011)
2.1.4 Perilaku Nyamuk Culex sp.
Aktivitas nyamuk Culex sp. mempunyai kebiasaan menghisap
darah hospes pada malam hari saja. Perilaku nyamuk sebagai vektor
filariasis ini turut menentukan penyebarluasan penyakit filaria dan
timbulnya daerah-daerah endemi filariasis. Diantara perilaku vektor
tersebut adalah : 1) derajat infeksi alami hasil pembedahan nyamuk
alam/liar yang tinggi, 2) sifat antropofilik dan zoofilik yang
meningkatkan jumlah sumber infeksi, 3) umur nyamuk yang panjang
sehingga mampu mengembangkan pertumbuhan larva mencapai
stadium infektif untuk disebarkan/ditularkan, 4) dominasi terhadap
spesies nyamuk lainnya yang ditunjukkan dengan kepadatan yang
tinggi di suatu daerah endemi, 5) mudahnya menggunakan tempat-
tempat pengandung air sebagai tempat perindukan yang sesuai untuk
pertumbuhan dari telur sampai menjadi dewasa (Sutanto, et al, 2013).
9
2.1.5 Tempat Perindukan Nyamuk Culex sp.
Berikut merupakan tempat perindukan beberapa spesies dari
Culex :
Tabel 2.1 Tempat perindukan larva dan tempat istirahat Culex sp. (Sumber: Susanto, et al 2013).
No. Vektor Tempat Perindukan Perilaku Nyamuk Dewasa
1. Culex quinquefasciatus
Kecomberan dengan air keruh dan kotor dekat rumah.
Antropofilik, zoofilik menggigit pada ma-lam hari. Tit : di luar dan dalam rumah (benda yang tergan-tung dan berwarna gelap).
2. Culex annulirostris
Sawah, daerah pantai dan rawa yang berair payau.
Menggigit pada ma-lam hari. Tit : di luar rumah atau dalam rumah
3. Culex bitaeniorrhynchus
Tempat yang ada lumutnya, air payau dan/atau air tawar.
Antropofilik, zoofilik menggigit pada ma-lam hari. Tit : di luar dan bisa juga luar rumah
Keterangan : Tit = Tempat istirahat tetap
2.1.6 Beberapa Faktor Lingkungan yang berpengaruh terhadap Nyamuk
Culex sp.
1. Suhu
suhu sangatlah berpengaruh terhadap nyamuk Culex sp. Suhu
yang terlalu tinggi bisa meningkatkan gerak atau aktivitas nyamuk
sehingga perkembangannya lebih cepat, tetapi jika suhu lingkungan
>350C maka akan membuat populasi nyamuk menjadi terbatas.
Suhu yang optimum untuk tumbuh kembang nyamuk sekitar 200C –
300C.
2. Udara yang lembab
Apabila uap air dalam udara kurang besar maka daya
penguapannya juga besar. Nyamuk bernafas dengan trachea
10
berbentuk lubang-lubang di dinding tubuh nyamuk. Spiracle yang
terbuka cukup lebar tanpa adanya mekanisme yang mengaturnya.
Saat kelembaban udara rendah, maka akan mengakibatkan
penguapan air di dalam tubuh nyamuk sehingga akan
menyebabkan cairan tubuh mengering.
3. Pencahayaan
Apabila intensitas cahaya yang dipancarkan ke permukaan
semakin tinggi, maka kondisi suhu lingkungan akan semakin tinggi
pula. Sama halnya dengan kelembaban, apabila intensitas cahaya
semakin tinggi dipancarkan ke permukaan, maka kelembaban di
lingkungan akan menjadi rendah pula (Saraswati, 2016).
2.2 Pengendalian Culex sp.
Pengendalian ini bertujuan untuk mengurangi jumlah Culex sp. dan
mencegah penyakit yang berbahaya untuk manusia. Dalam garis besarnya
pengendalian ini dibagi menjadi 4 cara yaitu : 1) Mekanis, 2) Zat Kimia, 3)
Biologis, dan 4) Perlindungan perorangan.
1. Mekanis
Upaya pengendalian ini adalah memasang hambatan mekanis,
menghilangkan atau memindahkan tempat berkembang biaknya,
menangkapnya, dan membunuhnya. Beberapa kegiatan pengendalian
secara mekanis antara lain yaitu perbaikan sanitasi lingkungan,
penggunaan perangkap, dan penataan lingkungan (Entjang, 2003).
2. Bahan Kimia
Pemanfaatan bahan kimia sebagai pestisida untuk kebutuhan
pertanian, rumah tangga dan beberapa program pada kesehatan
masyarakat sudah beberapa puluhan tahun dipergunakan. Pemakaian
yang berlebihan, cara pakai yang tidak benar dan kualitas dari pestisida,
11
banyak menimbulkan masalah lingkungan yang membahayakan
kesehatan manusia (Entjang, 2003).
Pengendalian secara kimia berdasarkan sasaran yang akan dibunuhnya
dibagi antara lain :
a. Ovisida, yaitu insektisida untuk membunuh stadium telur
b. Larvasida, yaitu insektisida untuk membunuh stadium larva
c. Adultisida, yaitu insektisida untuk membunuh stadium dewasa
d. Akarisida/mitisida, yaitu insektisida untuk membunuh tungau
e. Pedikulisida/lousisida, yaitu insektisida untuk membunuh kutu
(Sutanto, et al 2013).
3. Bilogis
Pengendalian terhadap jenis anthropoda menggunakan makhluk
yang hidup, misalnya dengan memelihara ikan Gambusia affinis yang
berfungsi untuk memangsa larva yang terdapat di dalam air yang sulit
dikeringkan, misalnya seperti rawa (Entjang, 2003).
4. Perlindungan diri
Perlindungan diri adalah upaya seseorang untuk menghindari gigitan
dari serangga sebagai upaya untuk pencegahan dan penularan suatu
penyakit atau agar darahnya tidak dihisap anthropoda dan mencegah
akibat lainnya, seperti memakai baju yang dapat menutupi seluruh tubuh,
tidur dengan menggunakan kelambu, menggunakan zat untuk mengusir
serangga (Entjang, 2003).
12
2.3 Pengelompokan Insektisida Menurut Cara Masuk dan Cara Kerja pada
Serangga Sasaran.
Menurut cara masuknya ke dalam serangga, insektisida dibagi menjadi :
1. Racun Kontak (Contact Poisons)
Insektisida masuk ke dalam tubuh serangga melalui eksoskelet
melalui tarsus pada saat serangga istirahat pada permukaan yang
mengandung adanya residu untuk insektisida. Racun kontak digunakan
untuk memberantas serangga yang bentuk mulutnya tusuk hisap.
2. Racun Perut (Stomach Poisons)
Insektisida akan masuk dalam tubuh serangga melalui mulut,
Biasanya adapun serangga yang dimatikan dengan menggunakan
insektisida ini bentuk mulutnya adalah untuk menggigit, lekat hisap, kerat
hisap, dan bentuknya biasanya hisap.
3. Racun Pernapasan (Fumigants)
Insektisida akan masuk ke dalam tubuh melalui spiracle dan melalui
permukaan tubuh serangga. Insektisida jenis ini digunakan untuk
mematikan semua jenis serangga tanpa memperhatikan bentuk mulutnya.
Penggunaan jenis insektisida ini harus sangat berhati-hati terutama
apabila dipergunakan untuk mematikan serangga di ruangan yang
tertutup (Sutanto, et al 2013).
2.4 Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius)
2.4.1 Pengelompokan
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
13
Sub Kelas : Arecidae
Ordo : Pandanales
Famili : Pandanaceae
Genus : Pandanus
Spesies : Pandanus amaryllifolius (Putra, 2016).
Gambar 2.7 Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius). (Sumber: Hariana, 2005).
2.4.2 Ciri-ciri Daun Pandan Wangi
Daun pandan wangi merupakan tumbuhan jesin monokotil,
termasuk dalam famili Pandanaceae. Tumbuhan ini dapat kita jumpai
di pekarangan rumah atau bisa juga tumbuh liar selokan yang
suhunya teduh. Akarnya tunjang yang dapat menopang tumbuhan.
Daunnya panjang seperti daun palem yang tersusun rapat,
panjangnya kira-kira 60 cm. Beberapa varietas mempunyai tepian
daun yang berbentuk gerigi (Putra, 2016).
2.4.3 Kandungan Kimia Daun Pandan Wangi
Aroma wangi daun pandan berasal dari senyawa kimia 2-acetyl-
1-pyrroline (ACPY) yang dapat juga ditemui pada tanaman jasmin,
tetapi konsentrasi ACPY daun pandan wangi jauh lebih tinggi apabila
dibandingkan dengan tanaman jasmin.
14
1. Saponin merupakan senyawa bioaktif yang bersifat toksik yang
termasuk dalam racun kontak (Contact poisons) karena dapat
masuk melalui dinding tubuh larva dan racun perut (stomach
poisons) yang masuk melalui mulut larva karena larva biasanya
mengambil makanan dari tempat hidupnya.
2. Tanin dapat mengganggu serangga dalam mencerna makanan
(stomach poisons) karena tanin akan mengikat protein dalam
sistem pencernaan yang diperlukan serangga untuk pertumbuhan,
sehingga proses penyerapan protein menjadi terganggu.
3. Flavonoid masuk ke dalam tubuh melalui kutikula yang melapisi
tubuh larva (Contact poisons) sehingga dapat merusak membran
sel.
4. Alkaloid dapat menyebabkan gangguan sistem percernaan pada
larva karena senyawa alkaloid bertindak sebagai racun perut
(Stomach poisons) yang masuk melalui mulut larva (Kristinawati,
2012).
2.5 Macam-macam metode ekstrak
2.5.1 Cara dingin
1. Metode Maserasi
Kata Maserasi bahasa latin Macerace artinya melunakkan dan
mengairi. Maserasi adalah metode ekstraksi yang sangat
sederhana. Prinsip maserasi adalah melarutnya kandungan bahan
simplisia sel yang telah rusak, yang terbentuk ketika proses
penghalusan, dimana ekstraksi bahan kandungan dari sel utuh.
Setelah proses maserasi selesai, artinya terjadi keseimbangan
antara bahan ekstraksi yang ada di dalam sel yang masuk pada
celah cairan telah tercapai maka proses difusi akan segera berakhir.
15
Selama proses maserasi, dilakukan tahap pengocokan secara
berulang. Tujuannya adalah agar terjadi keseimbangan
konsentrasi bahan yang diekstraksi yang akan lebih cepat di dalam
suatu cairan.(Depkes RI, 2000).
Tahapan pembuatan ekstrak dengan metode maserasi yaitu
pada tahap awal dilakukan proses pengeringan. Pengeringan ini
dilakukan tidak boleh di bawah sinar matahari langsung selama ± 5
hari. Jika pengeringan dilakukan di bawah sinar matahari akan
menyebabkan kandungan kimia pada daun menjadi terurai. Tahap
pengeringan ini bertujuan untuk mencegah kerja enzim dari
tumbuhan tersebut. Pada tahap penghalusan dilakukan bisa
menggunakan alat penghalus sampai bahan berbentuk seperti
serbuk/bubuk yang kemudian ditimbang berat keringnya
(Yulianingtyas, et al, 2016).
Tahap selanjutnya, dilakukan perendaman menggunakan
pelarut etanol 96% selama 3 x 24 jam yang bersifat polar untuk
maserasi yang dimaksudkan agar zat-zat kimia yang ada di dalam
daun yang bersifat polar akan tertarik sempurna oleh pelarut yang
bersifat polar berdasarkan prinsip “like dissolve like” (Khopkar,
2003). Hasil maserasi kemudian disaring dengan menggunakan
kertas saring agar ampas sisa maserasi tidak dapat lolos melalui
kertas saring dan tidak bercampur dengan ekstrak.
Jumlah ekstrak yang didapatkan kemudian diuapkan di atas
penangas dengan suhu sistem yaitu 780C, jika suhu melebihi 780C
maka zat kimia yang ditarik oleh pelarut tersebut akan rusak akibat
pemanasan. Proses penguapan ini bertujuan agar pelarut yang
digunakan dapat menguap ( Dwi Estyani, 2016).
16
2. Metode Perkolasi
Metode Perkolasi merupakan metode ekstraksi menggunakan
pelarut yang sempurna (Exhaustiva extraction) yang pada
umumnya dikerjakan dalam temperatur ruangan. Prinsip dari
metode perkolasi adalah menempatkan simpilisia yang berbentuk
serbuk pada bejana silinder, dimana bagian bawahnya diberi sekat
yang berpori (Depkes RI, 2000).
2.5.2 Cara panas (Depkes RI, 2000).
1. Metode Refluks
Metode Refluks merupakan metode ekstraksi menggunakan
pelarut pada temperature titik didih, dimana dalam alokasi waktu
tertentu dan jumlah pelarut terbatas relatif konstan dengan
pendingin balik. Pada metode ini dilakukan pengulangan pada
proses residu pertama sebanyak kira-kira 3 sampai dengan 5 kali.
2. Metode Sokletasi
Metode Sokletasi merupakan metode ekstraksi dengan pelarut
yang baru yang dilakukan menggunakan alat khusus sehingga kan
terjadi proses ekstraksi secara kontinyu dengan jumlah pelarut yang
relatif konstan dengan adanya suatu pendingin balik.
3. Metode Digesti
Metode Digesti merupakan metode maserasi jenis kinetik
(pengadukan secara kontinyu) dalam temperatur ruangan yang
dilakukan pada suhu 40-500C.
4. Metode Infus
Metode Infus merupakan metode ekstraksi menggunakan
pelarut air dalam temperatur penangas air, temperatur 96-980C
selama 15-20 menit.
17
5. Metode Dekok
Metode Dekok merupakan metode infus namun memerlukan
waktu yang cukup lama (suhu >300C) dan temperatur didih air.
2.6 Penelitian relevan
2.6.1 Suparni, 2014, Uji Efektivitas Ekstrak Daun Pandan Wangi (Pandanus
amazryllifolius) sebagai Larvasida terhadap Larva Aedes aegypti,
Metode Deskriptif Eksperimental, Berdasarkan hasil penelitian di dapat
pada konsentrasi 5% terdapat 14,66% larva yang mati, pada
konsentrasi 6,5% terdapat 81,33% larva yang mati, pada konsentrasi
8% terdapat 98,66% larva yang mati, pada konsentrasi 9,5% sampai
18,5% terdapat 100% larva yang mati.
2.6.2 Rosabella Purnamasari Maretta, Made Sudarmaja I, Kadek Swastika I,
Petensi Ekstrak Etanol Daun Pandan Wangi sebagai Larvasida Alami
bagi Aedes aegypti, Metode Eksperimental murni, Berdasarkan
penelitian yang dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa ekstrak
etanol daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius) konsentrasi
0,125%, 0,25%, 0,5%, 1%, 2%, dan 4% efektif sebagai larvasida alami
bagi Aedes aegypti, dengan nilai LC50 sebesar 2,113%, dan nilai LC90
sebesar 3,497%.
18
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL
3.1 Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian merupakan uraian dan hubungan antara
konsep satu dengan suatu konsep yang lain, atau hubungan antara satu
variabel dengan variabel lain (Notoatmodjo 2010, h.83).
Gambar 3.1 Kerangka konsep Efektivitas Ekstrak Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius) Sebagai Larvasida terhahap Larva Culex sp.
Keterangan :
= Variabel diteliti
= Variabel tidak diteliti
Ekstrak daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius)
Konsentrasi : 0% (kontrol), 1%, 2%, 3%, dan 4%.
Alkaloid (Stomach poisons)
Flavonoid (Contact poisons)
Kematian larva Culex sp.
Prosentase Kematian larva Culex sp.
Saponin (Contact poisons)
Tanin (Stomach poisons)
19
3.2 Penjelasan Kerangka Konsep
Berdasarkan pada kerangka konsep tersebut, dapat diketahui bahwa
ekstrak daun pandan wangi dibuat dalam beberapa konsentrasi yaitu 0%
(kontrol), 1%, 2%, 3%, dan 4%, dimana ekstrak daun pandan wangi tersebut
mengandung 4 senyawa yang berperan penting yaitu alkaloid yang berperan
sebagai Stomach poisons atau racun perut, senyawa saponin yang berperan
sebagai Contact poisons atau racun kontak, senyawa tanin yang berperan
sebagai Stomach poisons atau racun perut dan senyawa flavonoid yang
berperan sebagai Contact poisons atau racun kontak, sehingga dapat
mengakibatkan matinya larva Culex sp. dan kemudian dihitung prosentase
kematian larva.
3.3 Hipotesis penelitian
Hipotesis peelitian adalah jawaban yang bersifat sementara dari
pertanyaan penelitian (Nursalam, 2008). Hipotesis pada penelitian ini adalah:
H1 = Ada pengaruh secara efektif pemberian Ekstrak Daun Pandan Wangi
(Pandanus amaryllifolius) sebagai Larvasida terhadap Larva Culex sp.
20
BAB 4
METODE PENELITIAN
Metode penelitian merupakan suatu cara dalam memperoleh kebenaran
ilmu pengetahuan serta pemecahan dalam suatu masalah (Notoatmodjo, 2010).
4.1 Waktu dan Tempat Penelitian
4.1.1 Waktu Penelitian
Waktu penelitian mulai penyusunan proposal - penyusunan
laporan akhir yaitu dimulai bulan Maret - bulan Juli 2018.
4.1.2 Tempat Penelitian
Penelitian ini bertempat di Laboratorium Parasitologi Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Insan Cendekia Medika Jombang.
4.2 Desain Penelitian
Desain penelitian berfungsi sebagai petunjuk untuk merencanakan dan
melaksanakan suatu penelitian dalam mencapai tujuan dan akan menjawab
pertanyaan pada suatu penelitian (Nursalam, 2011). Adapun desain yang
digunakan pada penelitian ini adalah analitik kuantitatif dengan one group
post test design.
4.3 Kerangka Kerja (Frame Work)
Kerangka kerja adalah suatu langkah yang akan dilakukan dalam
penelitian. Kerangka kerja ini berbentuk seperti alur penelitian, mulai dari
desainnya sampai analisis datanya (Hidayat, 2012). Kerangka kerja
penelitian tentang Efektivitas Ekstrak Daun Pandan Wangi (Pandanus
amaryllifolius) sebagai Larvasida terhadap Larva Culex sp. adalah sebagai
berikut :
21
Gambar 4.1 Kerangka kerja penelitian tentang Efektivitas Ekstrak Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius) sebagai Larvasida terhadap Larva Culex sp.
Penentuan Masalah
Penyusunan Proposal
Teknik Sampling Non Probability Sampling dengan metode Consecutive Sampling
Sampel Larva Culex sp.
Desain Penelitian Analitik kuantitatif dengan one group post test design.
Populasi Larva Culex sp.
Pengumpulan Data
Pengolahan Data Coding, Editing, Scoring dan Tabulating
Analisa Data Kruskal-Wallis SPSS 21 for windows dan Post Hoc Mann Withney
Penyusunan Laporan
Akhir
Kesimpulan
dan Saran
22
4.4 Populasi, Sampel dan Teknik Sampling
4.4.1 Populasi
Populasi merupaka seluruh objek penelitian (Notoatmodjo 2010,
h.115). Pada penelitian ini populasinya adalah semua Larva Nyamuk
Culex sp. yang ada sawah di Desa Kebalan, Kecamatan Sekaran,
Kabupaten Lamongan.
4.4.2 Sampel
Sampel merupakan objek yang akan diteliti dan dapat mewakili
seluruh populasi yang ada (Notoatmodjo 2010, h.115). Penelitian ini
menggunakan sebagian sampel Larva Nyamuk Culex sp. yang ada di
sawah di Desa Kebalan, Kecamatan Sekaran, Kabupaten Lamongan
yang berjumlah 200 ekor larva.
4.4.3 Teknik Sampling
Teknik Sampling merupakan proses penyeleksi dari populasi yang
akan mewakili suatu populasi yang ada (Nursalam, 2008). Teknik
sampling dalam penelitian ini menggunakan Consecutive sampling.
Consecutive sampling adalah jenis non probability sampling yaitu
teknik pemilihan sampel dengan cara menetapkan subjek yang hanya
memenuhi kriteria suatu penelitian yang akan dimasukkan dalam suatu
penelitian hingga kurun waktu tertentu sampai jumlah responden
terpenuhi (Nursalam, 2003).
4.5 Definisi Operasional Variabel
4.5.1 Variabel
Variabel merupakan suatu ciri, sifat, atau ukuran yang dimiliki oleh
satuan penelitian tentang konsep pengertian tertentu (Notoatmodjo
2010, h.103). Variabel penelitian ini yaitu :
23
1. Variabel Independen
Variabel independen merupakan variabel yang menjadi sebab
perubahan timbulnya variabel dependen (Hidayat, 2012). Variabel
independen dalam penelitian ini adalah Efektivitas Ekstrak Daun
Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius).
2. Variabel Dependen
Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi
dimana menjadi akibat karena variabel independen (Hidayat,
2011). Variabel dependen dalam penelitian yang telah dilakukan ini
yaitu jumlah kematian larva Culex sp.
4.5.2 Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional variabel merupakan uraian batasan variabel
tentang apa yang diukur oleh suatu variabel yang bersangkutan
(Notoatmodjo 2010, h.112). Definisi oprasional variabel dalam
penelitian yang telah dilakukan ini adalah :
Tabel 4.1 Definisi Operasional Efektivitas Ekstrak Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius) sebagai Larvasida terhadap Larva Culex sp.
No Variabel Definisi Operasional
Parameter Alat Ukur Skala
1.
2.
3.
Variabel Independen : Ekstrak daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius) Variabel Dependen: Jumlah Kematian larva Culex sp.
Konsentrasi daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius) dengan tingkat kepekatan yang dinyatakan dalam %. Banyaknya larva yang mati setelah diberi perlakuan.
Konsentrasi daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius): 1%,2%,3%, dan 4%. Prosentase jumlah larva Culex sp. yang mati
Observasi laboratorium Observasi laboratorium
Ordinal
Nominal
24
4.6 Instrumen Penelitian dan Cara Penelitian
4.6.1 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan alat-alat yang digunakan untuk
pengumpulan data. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini
adalah :
1. Alat yang digunakan :
a. Gunting dan pisau
b. Blender
c. Aluminium foil
d. Kertas saring
e. Mikroskop
f. Gelas ukur
g. Batang pengaduk
h. Labu ukur
i. Timbangan
j. Beaker glass
k. Tabung reaksi
l. Hotplate
m. Corong kaca
n. Pipet ukur 1 ml dan 5 ml
2. Bahan yang digunakan :
a. 100 ml Aquadest
b. 500 g daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius)
c. 200 ekor Larva Culex sp.
d. 1000 ml Etanol 96%
25
4.6.2 Cara Penelitian
1. Penangkapan larva Culex sp.
a. Peneliti melakukan penangkapan larva dengan cara melakukan
pencidukan pada tempat perindukan larva Culex sp. yaitu di
sawah yang berjumlah 200 ekor larva.
b. Memisahkan antara larva Culex sp. dengan spesies larva yang
lain dengan dimasukkan ke dalam botol yang berbeda.
c. Melakukan pengamatan pada mikroskop perbesaran 10x lensa
objektif.
2. Pembuatan Ekstrak Daun Pandan Wangi (Metode Maserasi)
a. Mengambil daun pandan wangi secara acak sebanyak 500 g dan
membersihkan terlebih dahulu dengan menggunakan air bersih
lalu ditiriskan sampai kering.
b. Memotong daun pandan wangi kecil-kecil, lalu mengeringkan
selama 7 hari. Proses pengeringan tidak boleh di bawah sinar
matahari langsung.
c. Selanjutnya, diblender dan ditimbang berat kering sebanyak 100
g bubuk daun pandan wangi.
d. Melakukan maserasi pada bubuk daun pandan wangi dengan
cara merendam menggunakan pelarut etanol 96% yaitu
sebanyak 100 gr bubuk daun pandan wangi dengan 1000 ml
etanol 96%, dan kemudian diaduk dengan batang pengaduk dan
ditutup dengan aluminium foil.
e. Mendiamkan selama 3 x 24 jam.
f. Menyaring hasil rendaman menggunakan kertas saring dan
corong gelas, lalu memasukkan ke beaker glass.
26
g. Menguapkan di atas hotplate sampai agak mengental pada suhu
750C.
h. Dari hasil maserasi tersebut didapatkan sebanyak 5 ml ekstrak
daun pandan wangi, dimana dalam 1 kali pengulangan
membutuhkan 0,5 ml ekstrak daun pandan wangi. Dalam
penelitian ini dilakukan 4 kali pengulangan sehingga peneliti
membutuhkan 2 ml ekstrak daun pandan wangi.
3. Pembuatan Ekstrak Daun Pandan Wangi dengan 5 konsentrasi
yaitu 0% (kontrol negatif), 1%, 2%, 3%, dan 4%.
a. Membuat ekstrak daun pandan wangi dengan 5 konsentrasi yaitu
0% (kontrol negatif), 1%, 2%, 3%, dan 4% dengan cara
mengencerkan dengan aquadest.
Rumus Pengenceran :
Keterangan :
V1 : Volume awal
N1 : Konsentrasi awal
V2 : Volume kedua
N2 : Konsentrasi kedua
b. Membuat 5 ml konsentrasi 0% (kontrol negatif) dengan cara
mengencerkan 0 ml ekstrak daun pandan wangi dengan 5 ml
aquadest.
c. Membuat 5 ml konsentrasi ekstrak daun pandan wangi 1%
dengan cara mengencerkan 0,05 ml ekstrak daun pandan wangi
dengan 4,95 ml aquadest.
N1 . V1 = N2 . V2
27
d. Membuat 5 ml konsentrasi ekstrak daun pandan wangi 2%
dengan cara mengencerkan 0,10 ml ekstrak daun pandan wangi
dengan 4,90 ml aquadest.
e. Membuat 5 ml konsentrasi ekstrak daun pandan wangi 3%
dengan cara mengencerkan 0,15 ml ekstrak daun pandan wangi
dengan 4,85 ml aquadest.
f. Membuat 5 ml konsentrasi ekstrak daun pandan wangi 4%
dengan cara mengencerkan 0,20 ml ekstrak daun pandan wangi
dengan 4,80 ml aquadest.
4. Prosedur Pemeriksaan
a. Menyiapkan tabung reaksi sebanyak 5 tabung dalam 1 kali
pengulangan. Jadi peneliti membutuhkan 20 tabung reaksi untuk
4 kali pengulangan.
b. Mengisi setiap tabung reaksi dengan ekstrak daun pandan wangi
masing-masing 0% (kontrol negatif), 1%, 2%, 3%, dan 4%.
c. Memasukkan larva Culex sp. sebanyak 10 ekor masing-masing
ke dalam tabung reaksi.
d. Hitung kematian larva dalam 24 jam.
5. Penentuan Jumlah Pengulangan
Melakukan pengulangan pada masing-masing kelompok
perlakuan dan kontrol negatif sebanyak 4 kali pengulangan.
Perhitungan jumlah ulangan pada kelompok perlakuan dihitung
dengan menggunakan rumus estimasi pengulangan (Loekito, 1998).
% Kematian larva uji = Jumlah larva yang mati x 100% Jumlah larva uji
28
Keterangan :
n = Jumlah pengulangan
p = Jumlah perlakuan (konsentrasi ekstrak daun pandan wangi dan
kontrol) tiap pengulangan.
5(n-1) ≥ 15
5n-5 ≥ 15
5n ≥ 20
n ≥ 4
Jadi, pada penelitian ini dilakukan pengulangan sebanyak empat
kali. Dari 4 kali pengulangan tersebut kemudian dirata-rata jumlah
kematian larva Culex sp. dalam 24 jam.
4.7 Teknik Pengumpulan Data
Teknik Pengumpulan data merupakan proses pendekatan objek dan
pengumpulan karakteristik subjek dalam suatu penelitian (Nursalam, 2008).
Teknik Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan setelah intervensi
pada banyaknya ekstrak daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius)
terhadap kematian larva Culex sp.
4.8 Teknik Pengolahan Data dan Analisa Data
4.8.1 Teknik Pengolahan Data
1. Coding
Coding adalah mengubah data berbentuk kalimat/huruf menjadi
suatu data angka/bilangan (Notoatmodjo 2010, h.177).
a. Ekstrak Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius)
Kontrol Negatif 0% kode EP0
Ekstrak Daun Pandan 1% kode EP1
Ekstrak Daun Pandan 2% kode EP2
p(n-1) ≥ 15
29
Ekstrak Daun Pandan 3% kode EP3
Ekstrak Daun Pandan 4% kode EP4
b. Pengulangan Uji
Ulangan ke-1 kode U1
Ulangan ke-2 kode U2
Ulangan ke-3 kode U3
Ulangan ke-4 kode U4
d. Hasil
Efektif kode E
Tidak efektif kode T
2. Editing
Editing adalah memeriksa ulang kebenaran data yang telah
terkumpul, seperti kelengkapan dan kesempurnaan data (Hidayat,
2012).
3. Scoring
Scoring adalah pemberian nilai atas hasil pengukuran. Pada
penelitian ini, penggunaan larvasida dikatakan efektif apabila dapat
mematikan 90%-100% larva uji dan dikatakan tidak efektif apabila
mematikan <90% larva uji (Asiah, et al, 2009).
4. Tabulating
Tabulating nerupakan proses pemasukan data ke dalam tabel-
tabel yang telah sesuai tujuan penelitian yang diinginkan peneliti
(Notoatmodjo, 2010).
4.8.2 Analisa Data
Prosedur analisa data merupakan proses pemilihan beberapa
sumber atau permasalahan yang mana sesuai dengan penelitian yang
telah dilakukan (Notoatmodjo, 2010).
30
Dari hasil penelitian ini diperoleh data berupa jumlah kematian
cacing akan dianalisis secara statistik dengan program Statistical
Product and Service Solution (SPSS) 21 for Windows menggunakan
uji statistik :
1. Kruskal-Wallis. Uji Kruskal-Wallis merupakan uji non parametrik
yang digunakan untuk menguji apakah dua atau lebih mean sampel
dari populasi memiliki nilai yang sama. Uji ini merupakan alternatif
dari uji ANOVA dan digunakan bila salah satu syarat dari uji ANOVA
tidak terpenuhi. Pada uji Kruskal-Wallis data yang dipergunakan
merupakan merupakan data ordinal (Sugiyono, 2010). Pada
penelitian ini, perbandingan mean yang dicari yaitu pada 5
kelompok perlakuan yaitu kelompok kontrol negatif konsentrasi 0%,
konsentrasi 1%, 2%, 3%, dan 4%.
2. Post Hoc. Uji analisis ini digunakan untuk menentukan ada atau
tidaknya perbedaan data antar kelompok untuk mengetahui pada
kelompok data yang mana yang memiliki perbedaan yang signifikan
dengan kelompok data lain. Uji Post hoc yang digunakan sebagai uji
lanjutan Kruskal-Wallis salah satunya adalah Mann-Whitney. Uji ini
dapat digunakan untuk menganalisis ada atau tidaknya perbedaan
antara rata-rata dua data yang berbeda signifikan (Dahlan, 2014).
31
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Gambaran Umum Lokasi Pengambilan Sampel
Desa Kebalan berada di Kecamatan Sekaran, Kabupaten Lamongan.
Batas-batas wilayah Desa Kebalan adalah batas utara Desa Ngarum, batas
selatan adalah Kecamatan Babat, batas barat adalah Desa Besur, dan batas
timur adalah Desa Kudikan. Mayoritas penduduk di desa Kebalan,
Kecamatan Sekaran, Kabupaten Lamongan bekerja sebagai petani dan
nelayan.
5.2 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Laboratorium Parasitologi merupakan salah satu fasilitas yang dimiliki
oleh program studi D-III Analis Kesehatan STIKes ICME Jombang, yang
berfungsi sebagai sarana penunjang pembelajaran dalam praktikum tentang
parasit. Bahan yang biasa digunakan untuk pemeriksaan parasitologi yaitu
sampel feses, swab vagina, insekta seperti lalat, kutu, nyamuk, dan lain-lain.
Ruangan Laboratorium Parasitologi dilengkapi dengan AC sehingga suhu
ruangan tidak mempengaruhi kondisi sampel, selain itu peralatan dan
reagen yang ada cukup baik dan memadai sehingga proses pembelajaran di
laboratorium ini dapat sesuai dengan standart laboratorium di lapangan
5.3 Hasil
Tabel 5.1 Data hasil perhitungan persentase kematian larva Culex sp.
No. Ekstrak Pengulangan Jumlah
Larva yang mati
Persentase kematian
larva
Rata-rata
Keterangan (E/T)
1.
EP0
U1 0 0%
0% T U2 0 0%
U3 0 0%
U4 0 0%
2. EP1
U1 1 10%
17,5% T U2 2 20%
U3 1 10%
32
U4 3 30%
3. EP2
U1 5 50%
50% T U2 5 50%
U3 5 50%
U4 5 50%
4. EP3
U1 7 70%
77,5% T U2 8 80%
U3 8 80%
U4 8 80%
5. EP4
U1 10 100%
97.5% E U2 10 100%
U3 9 90%
U4 10 100%
Keterangan :
EP0 : Kontrol Negatif 0%
EP1 : Ekstrak Daun Pandan Wangi 1%
EP2 : Ekstrak Daun Pandan Wangi 2%
EP3 : Ekstrak Daun Pandan Wangi 3%
EP4 : Ekstrak Daun Pandan Wangi 4%
U1 : Pengulangan ke-1
U2 : Pengulangan ke-2
U3 : Pengulangan ke-3
U4 : Pengulangan ke-4
E : Efektif (Jika rata-rata kematian larva 90%-100%)
T : Tidak Efektif (Jika rata-rata kematian larva <90%)
(Asiah, et al, 2009).
Dari data yang diperoleh, diketahui bahwa pada konsentrasi Ekstrak
Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius) 0%, 1%, 2%, 3%, dan 4%
didapatakan rata-rata persentase kematian larva berturut-turut yaitu 0%,
17,5%, 50%, 77,5%, dan 97,5%. Konsentrasi Ekstrak Daun Pandan Wangi
(Pandanus amaryllifolius) 0%-3% dikatakan tidak efektif dan konsentrasi 4%
dikatakan efektif.
33
5.4 Analisa Data
1. Kruskal-Wallis
Uji Kruskal-Wallis merupakan uji non parametrik yang digunakan untuk
menguji apakah dua atau lebih mean sampel dari populasi memiliki nilai
yang sama. Uji ini merupakan alternatif dari uji ANOVA dan digunakan bila
salah satu syarat dari uji ANOVA tidak terpenuhi. Pada uji Kruskal-Wallis
data yang dipergunakan merupakan merupakan data ordinal (Sugiyono,
2010).
Hipotesis untuk uji Kruskal Wallis adalah sebagai berikut :
H0 = Tidak ada pengaruh secara efektif pemberian Ekstrak Daun Pandan
Wangi (Pandanus amaryllifolius) sebagai Larvasida terhadap Larva
Culex sp.
H1 = Ada pengaruh secara efektif pemberian Ekstrak Daun Pandan Wangi
(Pandanus amaryllifolius) sebagai Larvasida terhadap Larva Culex
sp.
Pengambilan keputusan untuk uji Kruskal Wallis :
a. Jika nilai(p) < 0,05, maka H0 ditolak, H1 diterima
b. Jika nilai(p) > 0,05, maka H0 diterima, H1 ditolak
Nilai Signifikan (p) pada uji Kruskal-Wallis yang dilakukan, hasilnya
yaitu (p)=0,001 atau (p<α) maka H0 tersebut ditolak dan H1 diterima.
Karena H1 diterima, maka dapat diambil kesimpulan bahwa ada pengaruh
secara efektif pemberian Ekstrak Daun Pandan Wangi (Pandanus
amaryllifolius) sebagai Larvasida terhadap larva Culex sp. .
2. Post Hoc.
Post Hoc. Uji analisis ini digunakan untuk menentukan ada atau
tidaknya perbedaan data antar kelompok untuk mengetahui kelompok data
mana yan berbeda secara signifikan dengan kelompok lain. Uji Post hoc
34
yang digunakan sebagai uji lanjutan Kruskal-Wallis salah satunya adalah
Mann-Whitney. Uji ini dapat digunakan untuk menganalisis ada atau
tidaknya perbedaan antara rata-rata dua data yang berbeda signifikan
(Dahlan, 2014).
Hipotesis untuk uji Post Hoc Mann Withney adalah sebagai berikut :
H0 = Rerata persentase kematian larva Culex sp. antar kelompok yang
dibandingkan tidak memiliki perbedaan yang signifikan.
H1 = Rerata persentase kematian larva Culex sp. antar kelompok yang
dibandingkan memiliki perbedaan yang signifikan.
Pengambilan keputusan untuk uji Post Hoc Mann Withney :
a. Jika nilai (p) < 0,05, maka H0 ditolak, H1 diterima
b. Jika nilai (p) > 0,05, maka H0 diterima, H1 ditolak
Dari uji Post Hoc Mann Withney, diketahui bahwa semua konsentrasi
ekstrak daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius) setelah diuji
didapatkan nilai Signifikan (p)<α, maka H0 ditolak dan H1 diterima.
Sehingga, dari hasil uji Mann Withney ini dapat disimpukan bahwa rerata
persentase kematian larva Culex sp. antar kelompok yang dibandingkan
memiliki perbedaan yang signifikan.
Hasil dari kelompok konsentrasi 0% (kontrol negatif) jika dibandingkan
dengan kelompok pemberian ekstrak daun pandan wangi (Pandanus
amaryllifolius) 1% terlihat signifikan dengan nilai (p)=0,013 atau (p<α)
dengan perbedaan rata-rata persentase kematian larva adalah 17,5%.
Hasil dari kelompok konsentrasi 0% (kontrol negatif) apabila dibandingkan
dengan kelompok pemberian ekstrak daun pandan wangi (Pandanus
amaryllifolius) 2% terlihat signifikan dengan nilai (p)=0,008 atau (p<α)
dengan perbedaan rata-rata persentase kematian larva adalah 50%. Hasil
dari kelompok konsentrasi 0% (kontrol negatif) apabila dibandingkan
35
dengan kelompok pemberian ekstrak daun pandan wangi (Pandanus
amaryllifolius) 3% terlihat signifikan dengan nilai (p)=0,011 atau (p<α)
dengan perbedaan rata-rata persentase kematian larva adalah 77,5%.
Hasil dari kelompok konsentrasi 0% (kontrol negatif) apabila dibandingkan
dengan kelompok pemberian ekstrak daun pandan wangi (Pandanus
amaryllifolius) 4% terlihat signifikan dengan nilai (p)=0,011 atau (p<α)
dengan perbedaan rata-rata persentase kematian larva adalah 97,5%.
Hasil dari kelompok konsentrasi 1% apabila dibandingkan dengan
kelompok pemberian ekstrak daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius)
2% terlihat signifikan dengan nilai (p)=0,013 atau (p<α) dengan perbedaan
rata-rata persentase kematian larva adalah 32,5%. Hasil dari kelompok
konsentrasi 1% apabila dibandingkan dengan kelompok pemberian ekstrak
daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius) 3% terlihat signifikan dengan
nilai (p)=0,017 atau (p<α) dengan perbedaan rata-rata persentase
kematian larva adalah 60%. Hasil dari kelompok konsentrasi 1% apabila
dibandingkan dengan kelompok pemberian ekstrak daun pandan wangi
(Pandanus amaryllifolius) 4% terlihat signifikan dengan nilai (p)=0,017 atau
(p<α) dengan perbedaan rata-rata persentase kematian larva adalah 80%.
Hasil dari kelompok konsentrasi 2% apabila dibandingkan dengan
kelompok pemberian ekstrak daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius)
3% terlihat signifikan dengan nilai (p)=0,011 atau (p<α) dengan perbedaan
rata-rata persentase kematian larva adalah 27,5%. Sedangkan hasil dari
kelompok konsentrasi 2% apabila dibandingkan dengan kelompok
pemberian ekstrak daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius) 4%
terlihat signifikan dengan nilai (p)=0,011 atau (p<α) dengan perbedaan
rata-rata persentase kematian larva adalah 47,5%.
36
Hasil dari kelompok konsentrasi 3% apabila dibandingkan dengan
kelompok pemberian ekstrak daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius)
4% terlihat signifikan dengan nilai (p)=0,015 atau (p<α) dengan perbedaan
rata-rata persentase kematian larva adalah 20%.
Gambar 5.1 Grafik Rata-rata Perbedaan Persentase Kematian Larva Culex sp. dalam Kelompok Perlakuan Konsentrasi Ekstrak Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius).
Pada gambar 5.1 di atas, menunjukkan bahwa tidak terdapat kematian
larva Culex sp. dalam kelompok kontrol dan rerata persentase kematian
larva terendah terjadi pada konsentrasi 1% yaitu sebesar 17,5% dan
tertinggi yaitu pada konsentrasi 4% dengan persentase kematian larva
sebesar 97,5%. Hal ini menunjukkan bahwa rerata persentase kematian
larva Culex sp. meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi
ekstrak yang digunakan.
100
80
60
40
20
0
37
5.5 PEMBAHASAN
Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan, menunjukkan
bahwa ekstrak daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius) memiliki efek
larvasida terhadap larva Culex sp., dimana terdapat pengaruh perbedaan dari
kelima konsentrasi yang diujikan. Pada konsentrasi 0% sebagai kontrol, rata-
rata jumlah kematian larva Culex sp. adalah 0% karena larutan kontrol yang
digunakan hanya berisi aquadest tanpa dicampur dengan ekstrak. Pada
konsentrasi 1%, 2%, 3%, dan 4% rata-rata persentase kematian larva Culex
sp. berturut-turut adalah 17,5%, 50%, 77,5%, dan 97,5%. Penggunaan
larvasida dikatakan efektif apabila dapat mematikan 90-100% larva uji. Pada
konsentrasi 0%-3% tidak efektif sebagai larvasida, karena hanya dapat
mematikan larva <90%. Sedangkan pada konsentrasi 4% dikatakan efektif
sebagai larvasida, karena dapat mematikan larva sebanyak 97,5% atau
>90%. Dari hasil penelitian tersebut, menunjukkan bahwa semakin tinggi
konsentrasi yang digunakan, maka persentase kematian larva Culex sp. juga
semakin meningkat. Hal ini terjadi karena semakin tinggi konsentrasi yang
digunakan maka akan semakin tinggi pula senyawa kimia yang terkandung
dalam ekstrak daun pandan wangi, sehingga daya larvasidanya juga semakin
tinggi. Namun, hasil tersebut sedikit berbeda dengan penelitian sebelumnya
yang dilakukan oleh Rosabella Purnamasari, et al, 2017 tentang Potensi
Ekstrak Etanol Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius) sebagai
Larvasida Alami bagi Aedes aegypti, dimana pada konsentrasi 1%, 2%, dan
4% didapatkan kematian larva secara berturut-turut adalah 14%, 36%, dan
99%.
Perbedaan hasil penelitian tersebut, kemungkinan disebabkan karena
beberapa faktor diantaranya yaitu jenis larva, waktu penyimpanan ekstrak
dan jenis pelarut yang digunakan. Jenis larva yang digunakan pada penelitian
38
sebelumnya adalah larva Aedes aegypti sedangkan pada penelitian ini
menggunakan larva Culex sp. Diduga, bahwa larva Aedes aegypti memiliki
ketahanan tubuh yang lebih kuat terhadap paparan ekstrak jika dibandingkan
dengan larva Culex sp., sehingga pada penelitian sebelumnya yang
menggunakan larva Aedes aegypti persentase kematian larva lebih sedikit
pada konsentrasi 1% dan 2%. Faktor selanjutnya adalah lamanya waktu
penyimpanan ekstrak daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius) yang
dapat berpengaruh terhadap kematian larva, dimana pada penelitian yang
dilakukan sebelumnya ekstrak telah disimpan selama 5 bulan di dalam lemari
pendingin sebelum digunakan untuk penelitian, sehingga menyebabkan
terurainya bahan aktif yang terdapat pada ekstrak tersebut. Sedangkan pada
penelitian ini, peneliti menyimpan ekstrak daun pandan wangi hanya dalam
waktu 1 hari sebelum digunakan, sehingga dari hasil penelitian pada
konsentrasi ekstrak daun pandan wangi 1% dan 2% mempunyai efektivitas
daya bunuh yang lebih tinggi dari penelitian sebelumnya. Faktor selanjutnya
yaitu pelarut yang digunakan sebelumnya adalah etanol 70%, sedangkan
pada penelitian ini peneliti menggunakan etanol 96% yang mana lebih efektif
jika digunakan untuk pembuatan ekstrak.
Sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa ada beberapa faktor
penyebab yang dapat menyebabkan perbedaan hasil penelitian dalam suatu
uji efektivitas ekstrak terhadap larva. Faktor pertama, yaitu perbedaan jenis
larva. Perbedaan jenis larva yang digunakan dalam suatu penelitian akan
berpengaruh terhadap hasil penelitian tersebut. Hal ini berhubungan dengan
ketahanan masing-masing jenis larva terhadap ekstrak. Seperti halnya yang
dikemukakan oleh Natawigena (1990) dalam Kaihena (2012) bahwa salah
satu mekanisme resistensi pada serangga disebabkan oleh sifat morfologis
39
seperti tebal tipisnya kutikula, ada atau tidaknya penghalang/bulu pada
serangga .
Faktor kedua, yaitu lamanya waktu penyimpanan ekstrak. Lamanya
waktu penyimpanan suatu ekstrak berpengaruh terhadap kandungan
senyawa aktif yang ada dalam ekstrak daun pandan wangi (Pandanus
amaryllifolius) yang dapat terurai apabila penyimpanan dilakukan terlalu
lama. Penyimpanan ekstrak yang terlalu lama ini menyebabkan toksisitas
ekstrak menurun. Seperti yang dikemukakan oleh Ningsih (2008) bahwa
semakin lama waktu penyimpanan ekstrak akan cenderung menurunkan
toksisitas ekstrak terhadap larva uji.
Faktor ketiga, yaitu pelarut yang dipergunakan. Perbedaan jenis pelarut
sangat mempengaruhi kematian larva. Hal ini berhubungan dengan
kemampuan pelarut dalam melarutkan senyawa aktif yang terkandung dalam
tumbuhan (Kaihena, et al, 2012). Dengan menggunakan pelarut etanol 96%
senyawa aktif yang terdapat di dalam daun pandan wangi yaitu saponin,
tanin, flavonoid dan alkaloid dapat tertarik sepenuhnya (Nuraini, 2007).
Peningkatan kematian larva nyamuk Culex sp. disebabkan karena
peningkatan konsentrasi ekstrak yang memiliki kadar toksik yang berbeda.
Hal ini sesuai teori Watuguly (2003) bahwa faktor yang paling menentukan
potensi bahaya atau amannya suatu senyawa adalah hubungan antara kadar
zat kimia dengan efek yang ditimbulkannya.
40
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Efektivitas Ekstrak Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius) sebagai
Larvasida terhadap Larva Culex sp. dengan konsentrasi 1% adalah tidak
efektif.
2. Efektivitas Ekstrak Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius) sebagai
Larvasida terhadap Larva Culex sp. dengan konsentrasi 2% adalah tidak
efektif.
3. Efektivitas Ekstrak Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius) sebagai
Larvasida terhadap Larva Culex sp. dengan konsentrasi 3% adalah tidak
efektif.
4. Efektivitas Ekstrak Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius) sebagai
Larvasida terhadap Larva Culex sp. dengan konsentrasi 4% adalah
efektif.
5. Ada pengaruh secara efektif pemberian Ekstrak Daun Pandan Wangi
(Pandanus amaryllifolius) sebagai Larvasida terhadap Larva Culex sp.
Rerata persentase kematian larva Culex sp. meningkat seiring dengan
meningkatnya konsentrasi ekstrak yang digunakan. Semakin tinggi
konsentrasi Ekstrak Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius), maka
akan semakin tinggi pula efektivitas daya bunuhnya.
6.2 Saran
6.2.1 Bagi Tenaga Kesehatan dan Masyarakat
Dapat dijadikan pedoman dalam pembuatan produk yang berasal
dari ekstrak daun Pandan wangi (Pandanus amaryllifolius) sebagai
41
salah satu alternatif insektisida alami khususnya larvasida dalam
menghambat pertumbuhan maupun membunuh larva Culex sp.
6.2.2 Bagi Peneliti selanjutnya
Perlu dilakukan penelitian selanjutnya dengan menggunakan
spesies nyamuk lain menggunakan metode yang lain pula agar dapat
mengetahui apakah ekstrak daun pandan wangi memiliki dampak yang
luas terhadap semua jenis larva nyamuk, serta perlu meningkatkan
konsentrasi ekstrak daun pandan wangi agar dapat meningkatkan
kematian larva menjadi 100%.
42
DAFTAR PUSTAKA
Asiah S., Azizah G.T., Ambarawati, 2009, Efektivitas Ekstrak Etanol Daun
Rambutan (Nephelium lappaceum L.) Terhadap Kematian Larva Nyamuk Aedes aegypti Instar III, Jurnal Kesehatan, Vol.2, No.2.
Atikah N., 2013, Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Herba Kemlagi (Ocimum
americanum L.) terhadap Staphylococcus aureus dan Candida albicans, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, http://respiratory.uinjkt.ac.id, (diakses pada 18 Juli 2018).
Dahlan M.S., 2008, Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan, Salemba Medika,
Jakarta, h.84. Dahlan M.S., 2014, Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan, Deskriptif,
Bivariat, dan Multivariat, dilengkapi Aplikasi Menggunakan SPSS, 6ed, Epidemiologi Indonesia, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan
Obat, Direktorat Jendral POM-Depkes RI, Jakarta. Dinkes Lamongan, 2016, Profil Kesehatan Kabupaten Lamongan,
www.depkes.go.id, (diakses pada 4 Juli 2018). Dwi Estyanti Eriesta, 2016, Uji Efektivitas Anti Mikroba Ekstrak Daun Babadotan
(Ageratum conyzoides L.) terhadap Bakteri Staphylococcus aureus secara in vitro, Stikes ICME, Jombang.
Entjang dr.Indan, 2003, Mikrobiologi dan Parasitologi, h.304, PT.CITRA ADITYA
BAKTI, Bandung. Fuadzy Hubullah, Hodijah Dewi Nur, Jajang Asep, Widawati Mutiara, 2015,
Kerentanan Larva Aedes aegypti terhadap Temefos di tiga Kelurahan endemis Demam Berdarah Dengue Kota Sukabumi, Bul.Penelitian Kesehatan, Vol.43, No.1, h.43.
Hariana H. Arief, 2005, Tumbuhan Obat dan Khasiatnya, h.159, Penebar
Swadaya, Jakarta. Hidayat, 2011, Metodologi Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data,
Salemba Medika, Jakarta. Hidayat, A. A. A., 2012, Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah, Edisi 2,
Salemba Medika, Jakarta. Kaihena Martha, Lalihatu Vika, Nindatu Maria, 2012, Efektivitas Ekstrak Etanol
Daun Pandan Sirih (Piper betle L.) Terhadap Mortalitas Larva Nyamuk Anopheles sp. dan Culex sp., Jurnal Jurusan Biologi, Vol.4, No.1, h.88-105.
Kemenkes RI, 2014, Profil Kesehatan Indonesia tahun 2013, www.depkes.go.id,
(diakses pada 4 Juli 2018).
43
Khopkar S.M., 2003, Konsep Dasar Kimia (terjemahan Saptohardjo A.), Universitas Indonesia, Jakarta.
Kristinawati Erna, 2012, Pengaruh Air Perasan Daun Pandan Wangi (Pandanus
amaryllifolius) terhadap Kematian Larva Nyamuk Aedes sp. di kota Mataram, Vol.6, No.2, h.962.
Loekito, H.H 1998, Rancangan Percobaan, IKIP Malang, Malang. MAW. Astuti, 2011, Bab II Tinjauan Pustaka, http//:e-journal.uajy.ac.id, (diakses
pada 4 Juli 2018. Ningsih F., 2008, Pengaruh Lama Penyimpanan Formulasi Ekstrak Biji
Baringtonia asitica (L) kurz (Lecythidaceae) Terhadap Mortalitas rocidolomia pavonana F (Lepidoptera:Pyralidae), http://htp.unpad.ac.id/pengaruh-lama-penyimpanan-formulasi-ekstrak-biji-baringtonia-asitica-l-kurz-lecythidaceae-pavonana-f-lepidoptera-pyralidae (diakses pada 5 Agustus 2018).
Notoatmodjo, 2010, Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta. Nova M. H Pretty, Yenie Elvi, Elystia Shinta, 2017, Pemanfaatan Pestisida Nabati
dan Ekstraksi Daun Pandan Wangi dan Umbi Bawang Putih, JOM PTEKNIK, Vol.4, No.1, h.1-2.
Nuraini A. D., 2007, Ekstraksi Komponen Antibakteri dan Antioksidan dari Biji
Teratai (Nymphaea pubescens Wilid), Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, http://respiratory.ipb.ac.id/bitstream/123456789/2532/4F07adn.df (diakses pada 5 Agustus 2018).
Nursalam, 2003, Konsep dan Penerapan Metodologi Pnelitian Ilmu Keperawatan,
Salemba Medika, Jakarta. Nursalam, 2008, Konsep dan Penerapan Metodologi Pnelitian Ilmu Keperawatan,
Salemba Medika, Jakarta. Nursalam, 2011, Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan, Edisi II, Salemba Medika, Jakarta. Portunasari Wulan Dwi, Kusmiatarsih Endang Srimurni, Riwidiharso Edy, 2016,
Survei Nyamuk Culex sp. sebagai vektor Filariasis di desa Cisayong, Kecamatan Cisayong, Kabupaten Tasikmalaya, Jurnal Biosfera, Vol.33, No.2, h.962.
Perwitasari Dian, Musaddan D.Anwar, Manalu Helper Sahat P., Munuf Amrul,
2015, Pengaruh Beberapa Dosis Bacillus Thuringiensis Var Israelensis Serotype H14 Terhadap Larva Aedes aegypti di Kalimantan Barat, Jurnal Ekologi Kesehatan, Vo.14, No.3, h.230.
Prianto L.A. Juni, P.U. Tjahaya, Derwanto, 1995, Atlas Parasitologi Kedokteran,
h.187-188, PT.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
44
Putra Winkanda Satria, 2016, Kitab Herbal Nusantara, h.216, Kata Hati, Yogyakarta.
Putri Regina, W. Teresa Liliana, Tjahyani Susy, 2017, Efek Larvasida Ekstrak
Etanol Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) terhadap Larva Nyamuk Culex sp., Global Medical and Health Communication, Vol.5, No.2.
Rosabella Purnamasari Maretta, Made Sudarmaja I, Kadek Swastka I, Potensi
Ekstrak Etanol Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius) sebagai Larvasida Alami bagi Aedes aegypti, e-jurnal Medika, Vol.6, No.6, h.3-4.
Saraswati, 2016, Status Resistensi Larva Aedes aegypti (Linnaeus) terhadap
Temephos (Studi di Kelurahan Jatiasih Kecamatan Jatiasih Kota Bekasi Provisi Jawa Barat), Vol.4, No.1, h.148.
Soedarto, 2011, Buku Ajar Parasitologi Kedokteran, h.277, CV Sagung Seto,
Jakarta. Suparni, 2014, Uji Efektivitas Ekstrak Daun Pandan Wangi (Pandanus
amaryllifolius) sebagai Larvasida terhadap Larva Aedes aegypti, Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes Medan, Vol.8, No.3, h.280-281.
Sugiyono, 2010, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,
dan R&D, Alfabeta, Bandung. Sutanto Inge, Ismid Is Suhariah, Sjarifuddin Pudji K., Sungkar Saleha, 2013,
Parasitologi Kedokteran, Cetakan ke-4, h.262, Fakultas Kedokteran UI, Jakarta.
Wahyudi Sutyo Agus, -, bab 2.pdf, http://diglib.unimus.ac.id, diakses pada 05 Mei
2018. Watuguly T., 2003, Uji Toksisitas Ekstrak Biji Kota Dewa (Pharelia papuana
Warb) Terhadap Mortalitas Nyamuk Aedes aegypti baik pada Stadium Larva maupun Stadium Dewasa di Laboratorium, Tesis Universitas Airlangga, Surabaya.
Yulianingtyas Aning, Kusmartono Bambang, 2016, Optimasi Volume Pelarut dan
Waktu Maserasi Pengambilan Flavonoid Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa blimbi L.), Jurnal Teknik Kimia, Vol.10, No.2.
45
LAMPIRAN 1
SKEMA PEMBUATAN EKSTRAK DAUN PANDAN WANGI
A. Pembuatan Serbuk Daun Pandan Wangi
dibersihkan
ditimbang 500 g
dipotong kecil-kecil
dikeringkan 7 hari
diblender
B. Pembuatan Ekstrak Daun Pandan Wangi (Metode Maserasi)
ditimbang berat kering 100 g
direndam dengan etanol 96% sebanyak 1000 ml
diaduk
ditutup aluminium foil
didiamkan 3 x 24 jam
disaring
diuapkan di atas hotplate pada suhu 750C
Daun Pandan Wangi
Serbuk Daun Pandan Wangi
Serbuk Daun Pandan Wangi
Ekstrak Daun Pandan Wangi
46
LAMPIRAN 2
PROSEDUR PENGENCERAN
Ekstrak Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius) dibuat dengan
metode maserasi dari 100 g daun Pandan Wangi kering yang direndam dalam
larutan etanol 96% dengan volume 1000 ml. Setelah proses maserasi selesai,
dihasilkan ekstrak daun pandan wangi dengan konsentrasi 100% dan volume
sebanyak 5 ml.
Untuk membuat larutan ekstrak daun pandan wangi dengan beberapa
konsentrasi, maka perlu dilakukan pengenceran menggunakan rumus sebagai
berikut :
Keterangan :
N1 = Konsentrasi total Ekstrak Daun Pandan Wangi (100%)
V1 = Volume Ekstrak Daun Pandan Wangi yang dibutuhkan (ml)
N2 = Konsentrasi Ekstrak Daun Pandan Wangi yang akan dibuat (misal 3%)
V2 = Volume Ekstrak Daun Pandan Wangi yang akan dibuat (misal 5ml)
1. Pembuatan Ekstrak Daun Pandan Wangi 1%
N1.V1 = N2.V2
100%.V1 = 1%.5ml
V1 = 5/100
= 0,05 ml
Jadi, untuk membuat konsentrasi 1% dibutuhkan 0,05 ml Ekstrak Daun
Pandan Wangi yang diencerkan dengan 4,95 ml aquadest.
N1.V1 = N2.V2
47
2. Pembuatan Ekstrak Daun Pandan Wangi 2%
N1.V1 = N2.V2
100%.V1 = 2%.5ml
V1 = 10/100
= 0,10 ml
Jadi, untuk membuat konsentrasi 2% dibutuhkan 0,10 ml Ekstrak Daun
Pandan Wangi yang diencerkan dengan 0,90 ml aquadest.
3. Pembuatan Ekstrak Daun Pandan Wangi 3%
N1.V1 = N2.V2
100%.V1 = 3%.5ml
V1 = 15/100
= 0,15 ml
Jadi, untuk membuat konsentrasi 3% dibutuhkan 0,15 ml Ekstrak Daun
Pandan Wangi yang diencerkan dengan 4,85 ml aquadest.
4. Pembuatan Ekstrak Daun Pandan Wangi 4%
N1.V1 = N2.V2
100%.V1 = 4%.5ml
V1 = 20/100
= 0,2 ml
Jadi, untuk membuat konsentrasi 4% dibutuhkan 0,20 ml Ekstrak Daun
Pandan Wangi yang diencerkan dengan 4,80 ml aquadest.
48
LAMPIRAN 3
SKEMA PROSEDUR PEMERIKSAAN
10 10 10 10 10 Larva Larva Larva Larva Larva
Ekstrak Daun Pandan Wangi konsentrasi 100%
0% 1% 2% 3% 4%
Dihitung Kematian Larva dalam 24 jam
Dilakukan pengulangan sebanyak 4x
49
LAMPIRAN 4
LEMBAR OBSERVASIONAL
Data hasil perhitungan persentase kematian larva Culex sp. dalam masing-masing konsentrasi.
No. Ekstrak Pengulangan Jumlah
Larva yang mati
Persentase kematian
larva
Rata-rata
Keterangan (E/T)
1.
EP0
U1 0 0%
0% T U2 0 0%
U3 0 0%
U4 0 0%
2. EP1
U1 1 10%
17,5% T U2 2 20%
U3 1 10%
U4 3 30%
3. EP2
U1 5 50%
50% T U2 5 50%
U3 5 50%
U4 5 50%
4. EP3
U1 7 70%
77,5% T U2 8 80%
U3 8 80%
U4 8 80%
5. EP4
U1 10 100%
97.5% E U2 10 100%
U3 9 90%
U4 10 100%
Keterangan :
EP0 : Kontrol Negatif 0%
EP1 : Ekstrak Daun Pandan Wangi 1%
EP2 : Ekstrak Daun Pandan Wangi 2%
EP3 : Ekstrak Daun Pandan Wangi 3%
EP4 : Ekstrak Daun Pandan Wangi 4%
U1 : Pengulangan ke-1
U2 : Pengulangan ke-2
U3 : Pengulangan ke-3
U4 : Pengulangan ke-4
E : Efektif (Jika rata-rata kematian larva 90%-100%)
T : Tidak Efektif (Jika rata-rata kematian larva <90%)
50
LAMPIRAN 5
HASIL ANALISIS DATA
1. Uji Kruskal-Wallis
Ranks
Perlakuan N Mean Rank
Larva_culex EP0 4 2.50
EP1 4 6.50
EP2 4 10.50
EP3 4 14.50
EP4 4 18.50
Total 20
Test Statisticsa,b
Larva_culex
Chi-Square 18.693
Df 4
Asymp. Sig. .001
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: Perlakuan
2. Uji Post Hoc Mann Withney
a. Perbandingan konsentrasi ekstrak daun pandan wangi (Pandanus
amaryllifolius) 0% dengan 1%.
Mann-Whitney Test
Ranks
Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
Larva_culex
EP0 4 2.50 10.00
EP1 4 6.50 26.00
Total 8
Test Statistics
b
Larva_culex
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 10.000
Z -2.477-
Asymp. Sig. (2-tailed) .013
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .029a
a. Not corrected for ties.
51
Test Statisticsb
Larva_culex
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 10.000
Z -2.477-
Asymp. Sig. (2-tailed) .013
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .029a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Perlakuan
b. Perbandingan konsentrasi ekstrak daun pandan wangi (Pandanus
amaryllifolius) 0% dengan 2%.
Mann-Whitney Test
Ranks
Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
Larva_culex
EP0 4 2.50 10.00
EP2 4 6.50 26.00
Total 8
Test Statistics
b
Larva_culex
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 10.000
Z -2.646-
Asymp. Sig. (2-tailed) .008
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .029a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Perlakuan
c. Perbandingan konsentrasi ekstrak daun pandan wangi (Pandanus
amaryllifolius) 0% dengan 3%.
Mann-Whitney Test
Ranks
Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
Larva_culex
EP0 4 2.50 10.00
EP3 4 6.50 26.00
Total 8
52
Test Statisticsb
Larva_culex
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 10.000
Z -2.530-
Asymp. Sig. (2-tailed) .011
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .029a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Perlakuan
d. Perbandingan konsentrasi ekstrak daun pandan wangi (Pandanus
amaryllifolius) 0% dengan 4%.
Mann-Whitney Test
Ranks
Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
Larva_culex
EP0 4 2.50 10.00
EP4 4 6.50 26.00
Total 8
Test Statisticsb
Larva_culex
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 10.000
Z -2.530-
Asymp. Sig. (2-tailed) .011
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .029a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Perlakuan
e. Perbandingan konsentrasi ekstrak daun pandan wangi (Pandanus
amaryllifolius) 1% dengan 2%.
Mann-Whitney Test
Ranks
Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
Larva_culex
EP1 4 2.50 10.00
EP2 4 6.50 26.00
Total 8
53
Test Statisticsb
Larva_culex
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 10.000
Z -2.477-
Asymp. Sig. (2-tailed) .013
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .029a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Perlakuan
f. Perbandingan konsentrasi ekstrak daun pandan wangi (Pandanus
amaryllifolius) 1% dengan 3%.
Mann-Whitney Test
Ranks
Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
Larva_culex
EP1 4 2.50 10.00
EP3 4 6.50 26.00
Total 8
Test Statisticsb
Larva_culex
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 10.000
Z -2.381-
Asymp. Sig. (2-tailed) .017
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .029a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Perlakuan
g. Perbandingan konsentrasi ekstrak daun pandan wangi (Pandanus
amaryllifolius) 1% dengan 4%.
Mann-Whitney Test
Ranks
Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
Larva_culex
EP1 4 2.50 10.00
EP4 4 6.50 26.00
Total 8
54
Test Statisticsb
Larva_culex
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 10.000
Z -2.381-
Asymp. Sig. (2-tailed) .017
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .029a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Perlakuan
h. Perbandingan konsentrasi ekstrak daun pandan wangi (Pandanus
amaryllifolius) 2% dengan 3%.
Mann-Whitney Test
Ranks
Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
Larva_culex
EP2 4 2.50 10.00
EP3 4 6.50 26.00
Total 8
Test Statisticsb
Larva_culex
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 10.000
Z -2.530-
Asymp. Sig. (2-tailed) .011
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .029a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Perlakuan
i. Perbandingan konsentrasi ekstrak daun pandan wangi (Pandanus
amaryllifolius) 2% dengan 4%.
Mann-Whitney Test
Ranks
Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
Larva_culex
EP2 4 2.50 10.00
EP4 4 6.50 26.00
Total 8
55
Test Statisticsb
Larva_culex
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 10.000
Z -2.530-
Asymp. Sig. (2-tailed) .011
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .029a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Perlakuan
j. Perbandingan konsentrasi ekstrak daun pandan wangi (Pandanus
amaryllifolius) 3% dengan 4%.
Mann-Whitney Test
Ranks
Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
Larva_culex
EP3 4 2.50 10.00
EP4 4 6.50 26.00
Total 8
Test Statisticsb
Larva_culex
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 10.000
Z -2.428-
Asymp. Sig. (2-tailed) .015
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .029a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Perlakuan
56
LAMPIRAN 6
DOKUMENTASI PENELITIAN
Daun Pandan Wangi Proses Pengeringan Daun Pandan Wangi
(Pandanus amaryllifolius) kering
Proses Penghalusan Proses Maserasi Proses Penyaringan Daun Pandan Wangi (Perendaman etanol 96%)
Proses Penguapan Penelitian pada Hotplate
57
58
59
LAMPIRAN 8
SURAT KETERANGAN PENELITIAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Soffa Marwa Lesmana, A.Md. AK
Jabatan : Staf Laboratorium Klinik DIII Analis Kesehatan
Menerangkan bahwa mahasiswa di bawah ini :
Nama : Nita Puji Arti
NIM : 15.131.0027
Telah melaksanakan pemeriksaan “Efektivitas Ekstrak Daun Pandan Wangi
(Pandanus amaryllifolius) Sebagai Larvasida Terhadap Larva Culex sp.” di
Laboratorium Parasitologi Prodi DIII Analis Kesehatan mulai hari Senin 16 Juli
2018 – Minggu 22 Juli 2018, dengan hasil sebagai berikut :
Data hasil perhitungan persentase kematian larva Culex sp. dalam masing-masing konsentrasi.
No. Ekstrak Pengulangan Jumlah
Larva yang mati
Persentase kematian
larva
Rata-rata
Keterangan (E/T)
1.
EP0
U1 0 0%
0% T U2 0 0%
U3 0 0%
U4 0 0%
2. EP1
U1 1 10%
17,5% T U2 2 20%
U3 1 10%
U4 3 30%
3. EP2
U1 5 50%
50% T U2 5 50%
U3 5 50%
U4 5 50%
4. EP3 U1 7 70%
77,5% T U2 8 80%
YAYASAN SAMODRA ILMU CENDEKIA
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
“INSAN CENDEKIA MEDIKA”
PROGRAM STUDI D3 ANALIS KESEHATAN
SK Mendiknas No.141/D/O/2005
Jl. Halmahera 33 – Jombang, Telp.: 0321-854915 e-Mail:
Jl. Kemuning 57 Jombang, Telp. 0321-865446
60
U3 8 80%
U4 8 80%
5. EP4
U1 10 100%
97.5% E U2 10 100%
U3 9 90%
U4 10 100%
Keterangan : EP0 : Kontrol Negatif 0% EP1 : Ekstrak Daun Pandan Wangi 1% EP2 : Ekstrak Daun Pandan Wangi 2% EP3 : Ekstrak Daun Pandan Wangi 3% EP4 : Ekstrak Daun Pandan Wangi 4% U1 : Pengulangan ke-1 U2 : Pengulangan ke-2 U3 : Pengulangan ke-3 U4 : Pengulangan ke-4 E : Efektif (Jika rata-rata kematian larva 90%-100%) T : Tidak Efektif (Jika rata-rata kematian larva <90%)
Dengan kegiatan sebagai berikut :
No. Tanggal Kegiatan Hasil
1. 16 Juli 2018
1. Proses penghalusan daun pandan wangi yang sudah kering sebanyak 500 g menggunakan alat blender.
2. Proses Maserasi (peren-daman 100 g serbuk daun pandan wangi dengan 1000 ml etanol 96%).
1. Didapatkan serbuk daun pandan wangi sebanyak 100 g.
2. Didapatkan rendaman yang siap didiamkan selama proses masera-si 3 hari.
2. 18 Juli 2018 1. Pengambilan sampel
larva Culex sp. di Ds. Kebalan, Kec. Sekaran, Kab. Lamongan.
1. Didapatkan sampel larva Culex sp. sebanyak 200 ekor larva.
3. 19 Juli 2018
1. Proses penyaringan hasil maserasi.
2. Proses penguapan laru-tan menggunakan hot-plate.
1. Didapatkan larutan etanol daun pandan wangi yang telah disaring.
2. Didapatkan larutan etanol daun pandan wangi sebanyak 250 ml.
4. 20 Juli 2018 1. Melanjutkan proses
penguapan larutan menggunakan hotplate.
1. Didapatkan ekstrak daun pandan wangi sebanyak 5 ml.
61