EFEK NEUROBEHAVIORAL DAN FAKTOR DETERMINANNYA...
Transcript of EFEK NEUROBEHAVIORAL DAN FAKTOR DETERMINANNYA...
EFEK NEUROBEHAVIORAL DAN FAKTOR DETERMINANNYA
PADA PETANI PENYEMPROT TANAMAN SAYUR
DENGAN PESTISIDA DI DESA PERBAWATI
KABUPATEN SUKABUMI TAHUN 2013
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
(SKM)
Zainul Fadilah
NIM: 109101000064
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1434 H / 2013 M
i
EFEK NEUROBEHAVIORAL DAN FAKTOR DETERMINANNYA
PADA PETANI PENYEMPROT TANAMAN SAYUR
DENGAN PESTISIDA DI DESA PERBAWATI
KABUPATEN SUKABUMI TAHUN 2013
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
(SKM)
Zainul Fadilah
NIM: 109101000064
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1434 H / 2013 M
iii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Skripsi, 24 Juli 2013
Zainul Fadilah, NIM: 109101000064
EFEK NEUROBEHAVIORAL DAN FAKTOR DETERMINANNYA PADA
PETANI PENYEMPROT TANAMAN SAYUR DENGAN PESTISIDA DI
DESA PERBAWATI KABUPATEN SUKABUMI TAHUN 2013
xx + 125 halaman, 24 tabel, 16 gambar, 7 lampiran
Abstrak
Penggunaan pestisida berdampak penting terhadap kesehatan manusia.
Berdasarkan penelitian sebelumnya diketahui sebanyak 79.7% petani di Desa
Perbawati mengalami keracunan pestisida. Hasil penelitian pendahuluan yang
dilakukan pada populasi yang sama menyebutkan sebanyak 70% responden
mengalami efek neurobehavioral. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
kejadian efek neurobehavioral dan faktor determinannya pada petani penyemprot
tanaman sayur dengan pestisida di Desa Perbawati Kabupaten Sukabumi Tahun 2013.
Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan desain cross
sectional yang dilakukan pada Februari-Mei 2013. Sampel penelitian sebanyak 66
petani dari total populasi 309 petani. Uji statistik menggunakan uji T-Independent
dan uji chi square. Variabel yang diteliti yaitu umur, pengetahuan, tingkat
pendidikan, status gizi, merokok, konsumsi kopi, stres kerja, masa kerja, dan jenis
pestisida yang dihubungkan dengan efek neurobehavioral.
Hasil penelitian menunjukan bahwa petani penyemprot tanaman sayur dengan
pestisida yang mengalami efek neurobehavioral sebanyak 60.6% responden. Dimana
efek neurobehavioral terjadi pada uji digit span yaitu pada 21.2% responden, digit
symbol pada 25.8%, pursuit aiming sebanyak 24.2%, dan trial making sebanyak
24.2% responden. Sementara variabel yang berhubungan dengan efek
neurobehavioral adalah usia , merokok, jenis pestisida, dan masa kerja.
Berdasarkan hasil penelitian, maka untuk mengurangi petani yang mengalami
efek neurobehavioral disarankan pada setiap petani untuk mengganti pestisida
golongan organofosfat dengan piretroid serta mengurangi konsumsi rokok. Selain itu,
dukungan pemerintah dalam menyediakan dan mendistribusikan pestisida yang lebih
tidak beracun pada manusia (misal: golongan piretroid) juga diperlukan.
Daftar Bacaan: (1986-2012)
iv
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE
PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM
CONCENTRATION HEALTH AND SAFETY
Undergraduate Thesis, July 24th
2013
Zainul Fadilah, NIM: 109101000064
Neurobehavioral Effect and Its Determinant Factor among Farmers of
Vegetable Crop Sprayer with Pesticide in The Perbawati Village, Sukabumi
District in 2013.
xx + 125 pages, 24 tables, 16 images, 7 attachment.
Abstract
Usage of pesticide affect important to health of human being. Based on previous
research known by counted 79.7% farmers in Perbawati Village suffer poisoned of
pesticide. Result of preliminary research conducted in same population mention
counted 70% respondents suffered neurobehavioral effect. While aim to describe
occurrence of neurobehavioral effect and its determinant factor at farmers of
vegetable crop sprayer with pesticide in the Perbawati Village, Sukabumi District in
2013
This research represent research of observational with cross sectional design.
which conducted at February until May 2013. Research’s sample are 64 farmers of
the total population of 309 farmers in the Perbawati Village. Statistical test uses T-
test and chi square test for seeing any relationship between two variables. The
variables studied are age, education grade, knowledge, nutritional status, stress,
smoker, coffee consumption, type of pesticide, and years of service that associated
with neurobehavioral effect on vegetables crop sprayer farmers in the Village of
Perbawati.
The research showed that farmers of vegetable crop sprayer who using pesticide
suffered neurobehavioral effect are 60.6% respondents. Where neurobehavioral effect
happened at digit span test is 21.2% respondents, digit symbol is 25.8%, pursuit
aiming is 24.2%, and trial making is 24.2% respondents. While variables related to
neurobehavioral effect are age, smoker, pesticide type, and years of service.
Based on the result of research, henceforth to decrease amount of farmers who
suffered effect of neurobehavioral suggested in each farmers to substitute the
organophosphate pesticide with piretroid and lessen cigarette consumption. Besides,
governmental support in providing and distributing more nontoxic pesticide at human
being ( for example: faction of piretroid) is also needed.
References: (1986-2012)
vii
CURRICULUM VITAE PERSONAL DATA Name : Zainul Fadilah Sex : Male Place/ date of birth : Banyumas 28th, 1990 Address : Puri Husada Agung,
Blok C.16 No.6 Gunung Sindur, Bogor
Religion : Islam Citizenship : Indonesian Blood type : B Driving lisence : C Mobile : 08567449133
E-mail : [email protected] GPA : 3, 44 Graduate : July 25rd 2013 References : Iting Shofwati, MKKK
(085857052370/ 081389115929) – Dosen K3 UIN Jakarta
: Bpk Noval, SKM (08568289248) – HSE at PT.Sibelco Lautan Minerals – Cikarang
Formal Educational Background:
Years Name school or university Place 2009 to present
State Islamic University Jakarta Public Health Ocuupational Safety and Health Deartement
Ciputat, Banten
2006-2009
SMA N Ajibarang Ajibarang
2003-2006
SMP N 01 Wangon Wangon
1997-2003
SD N 02 Banteran Wangon
Non Formal Educational/ Workshop/ Training Background:
Years Skill on Workshop/ Training EO/ Place 2013 -Penanganan Kebakaran dan Penggunaan APAR CO dan dry
chemical -Safety work practice in the confined space - Safety work practice: bekerja di ketinggian -Environmental Monitoring – Hazard Identify
PT.Sibelco Lautan Minerals – Cikarang dan Damkar Jababeka I
2013 Penanganan pada Kegawatdaruratan dan RJP/ CPR Damkar Jaksel 2013 Training:
-Permit to Work -Contractor Safety Management System (CSMS)
FSK3- UIN Jakarta
2012 Management Disaster UNAND- Padang 2011 -Young Leadership Development
-Advokasi dalam organisasi UNEJ- Jember
vii
Experiences of Organization Years Name of Organization Position
2013 to present
Forum Studi K3- UIN Jakarta Dewan Penasihat
2012-2013
Badan Eksekutif Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Dewan Ahli Bidang Public Relationship
2012 Seminar Profesi: Emergency Response Plan (ERP) Gedung Bertingkat
Secretary
2011 Program Orientasi dan Pengenalan Almameter Kesehatan Masyarakat Angkatan 2011
Chairman
2011 Interprofesionalisme Education Chairman of Public Health
2010-2012
Badan Eksekutif Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Staf Bidang Informasi dan komunikasi
2010 Public Health Get Talent Chairman 2009 Relawan PKPU – Program Pencegahan Dini TBC Volunteer Skill of Equipments Utilizing
Name of Equipments Utilizing Guideline Standard
Sound Level Meter Noise (area) Noise Dosimeter Noise (personal) Area Heat Monitoring (WBGT) Heat Stress (area) Personal Heat Stress Heat Stress (personal) Simple reaction Timer - Lakasidaya Fatigue Epam- 5000 Dust Monitoring (area) Luxmeter Light (pencahayaan) Rula & Reba Ergonomic Portable air sampling pump SKC AirChek XR500
Particulate (dust PM10 & PM2.5) SKC 500 & 600
Gravimetri Dust concentration MDHS 14 Multi Gas Detector O2, CO2, LEL Experiences of Research
Years Title of Research Institution/ Lecture
2011 Stres Kerja Pada Pegawai SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2011
UIN Jakarta- Catur Rosidati, MKM
2012 Efek Neurobehavioral dan Dosis Pb dalam darah pada Karyawati SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2012
UIN Jakarta- Iting S, MKKK
2012 Pengembangan Masyarakat: Efektifitas Kadarzi dengan Pemodelan Budarzi, Pakdarzi, dan Radarzi Tahun 2012
UIN Jakarta- Minsarnawati, MKM
2013 Efek Neurobehavioral pada Petani penyemprot Tanaman Sayur dengan Pestisida di Desa Perbawati Kabupaten Sukabumi Tahun 2013
UIN Jakarta- Drs. Farid H, MSi dan Catur Rosidati, MKM
viii
Abdullah bin Mas'ud berkata, "Nabi saw bersabda:
Tidak boleh iri hati kecuali pada dua hal, yaitu seorang laki-laki yang diberi harta
oleh Allah lalu harta itu dikuasakan penggunaannya dalam kebenaran, dan seorang
laki-laki diberi hikmah oleh Allah di mana ia memutuskan perkara dan mengajar
dengannya.
Skripsi ini hanyalah coretan kecil di atas kertas putih yang semoga bemanfaat bagi
ANDA yang membacanya. Tahukah Anda? Puluhan rim telah dipakai untuk karya ini
Semoga ALLAH SWT mengampuni kita yang telah banyak merusak bumi dan
lingkungannya karena sungguh ini dilakukan karena ILMU.
Untuk Ibu Tuminah dan Bapak Solihun
ix
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT dengan segala Kekuatan dan Rahmat-Nya
sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini memberikan
manfaat dalam upaya memajukan ilmu pengetahuan, pengabdian kepada bangsa, dan
ibadah kepada Allah Yang Maha Memiliki Segalanya. Skripsi dengan judul ”EFEK
NEUROBEHAVIORAL DAN FAKTOR DETERMINANNYA PADA PETANI
PENYEMPROT TANAMAN SAYUR DENGAN PESTISIDA DI DESA
PERBAWATI KABUPATEN SUKABUMI TAHUN 2013 telah disusun sebagai
salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) pada
Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan, motivasi, dan semangat kepada :
1. Keluarga saya (Ibu, Bapak, Kakak, dan Adik), terima kasih atas kerelaannya
mendukung secara materil dan moril.
2. Bapak Prof. Dr. (hc). dr. M.K. Tadjudin, Sp.And, selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Ibu Ir. Febriyanti, M.Si, selaku ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Iting Shofwati ST, MKKK selaku penanggung jawab peminatan Kesehatan
dan Keselamatan Kerja. Terima kasih atas bimbingan, ilmu, dan nasihatnya.
x
5. Bapak Drs. Farid Hamzens, M.Si dan Ibu Catur Rosidati, MKM selaku
pembimbing skripsi I dan II. Terima kasih atas segala masukan, nasihat serta
bimbingannya, dan segalanya yang sangat berarti bagi penulis.
6. Ibu Dewi Iriani, Ph.D, Ibu Fase Badriah, Ph.D, dan dr. Satria Pratama, Sp.P
selaku tim penguji. Terima kasih atas masukan dan apresiasinya.
7. Seluruh Dosen dan Staf (khususnya Bapak Gozali) Program Studi Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
8. Ibu Santi dan Ibu Rini (Lembaga Layanan Psikologi UIN Jakarta) yang telah
banyak memberi masukan, bantuan, dan pengetahuannya terkait pengukuran
performa neurobehavioral. Tanpa bantuannya tidak munkin skripsi ini dapat
terselesaikan. Sungguh Terima kasih dengan sangat.
9. Bapak Ade Suryana, A.Md selaku Koordinator BP3K Kecamatan Sukabumi dan
Bapak Ruhyana, SP selaku Penyuluh Pertanian Wilayah Binaan Perbawati.
Terima kasih atas waktu dan bantuannya.
10. Bapak-Bapak Petani Desa Pebawati Kecamatan Sukabumi, Bapak H. Ajum, Pak
Nur, dan yang lainnya yang tak mungkin penulis sebutkan satu per satu, terima
kasih atas bantuan ,waktu dan perhatiannya.
11. Terima Kasih Bang Farhan Ferdiansyah, SKM yang sudah banyak membantu
dan menginspirasi penelitian ini.
xi
12. Terima kasih Kak Nur Najmi Laila, SKM yang telah menjadi “pembimbing III”
sekaligus motivator dalam skripsi ini. Juga laboran HNU-Ka.Septi, HMD-Ka.Ida,
dan HIS-Ka.Masduki, dan HE-Ka.Anis yang sudah support saya. Terima Kasih.
13. Teman-teman seperjuangan K3 (Piqih, Defri, Ubay, Rifqy, Dio, Novan, Reza,
Mufil, Ipeh, VJ, Amel, Diana, Nia, Deniz, Heni, Lina, Sandy, Desi, Sca, dan
Ex.K3 Vina) dan all angkatan 2009 Kesehatan Masyarakat, Para Senior
(terutama Bang Said SKM dan Firman SKM yang banyak inspirasi saya serta
Titah Wulandari yang banyak support saya) dan para Junior (khususnya Erika
yang banyak bantu terjemahin jurnal2 saya), serta teman-teman FKIK, dan
teman-teman UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu dengan
caranya masing-masing.
14. Sahabat-sahabat TBC: BT, Kamal, Lukim, Tian, Ucup, Danu, Kamali, Arif,
Yudiz, Mail, Beta, Wahyu, Syarif, dan Combat yang telah memberikan semangat
pula. Special regard for Kamal – Mahameru is unforgettable memorial -.
Akhir kata dengan penuh rasa hormat dan kerendahan hati, penulis berharap
semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi penulis maupun
pembaca lain. Amin.
Jakarta, Mei 2013
Zainul Fadilah
xii
DAFTAR ISI
Halaman
COVER .................................................................................................. i
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................... ii
ABSTRAK .............................................................................................. iii
ABSTRACT ........................................................................................... iv
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................... v
PANITIA SIDANG ................................................................................ vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................... vii
LEMBAR PERSEMBAHAN ................................................................ viii
KATA PENGANTAR ............................................................................ ix
DAFTAR ISI .......................................................................................... xii
DAFTAR TABEL .................................................................................. xvii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. xix
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... xx
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 7
1.3 Pertanyaan Penelitian ........................................................................ 8
1.4 Tujuan Penelitian .............................................................................. 8
1.5.1 Tujuan Umum .......................................................................... 8
1.5.2 Tujuan Khusus ......................................................................... 9
1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................ 9
1.5.1 Bagi Pemerintah dan Masyarakat Sukabumi ............................. 9
1.5.2 Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat .............................. 10
1.5.3 Bagi Peneliti ............................................................................ 10
1.6 Ruang Lingkup Penelitian ................................................................. 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistem Saraf Manusia ........................................................................ 11
2.1.1 Pegertian................................................................................ 11
xiii
2.1.2 Klasifikasi Saraf .................................................................... 11
2.1.3 Efek Neurobehavioral ............................................................ 12
2.1.4 Gejala Efek Neurobehavioral ................................................. 14
2.1.5 Klasifikasi bahan-bahan neurotoksik ...................................... 15
2.1.6 Efek bahan-bahan toksik pada sistem saraf ............................ 20
2.1.7 Diagnosis Efek Neurobehavioral ........................................... 21
2.2 Faktor-Faktor Penyebab Efek Neurobehavioral ................................. 28
2.4.1 Faktor Internal ....................................................................... 29
1. Usia ................................................................................ 29
2. Genetik ........................................................................... 29
3. Jenis kelamin .................................................................. 30
4. Pengetahuan .................................................................... 30
5. Tingkat Pendidikan ......................................................... 30
6. Cidera Kepala ................................................................. 31
7. Status Gizi ...................................................................... 31
8. Status kesehatan .............................................................. 32
2.4.2 Faktor Perilaku ...................................................................... 32
1. Konsumsi alkohol ........................................................... 32
2. Merokok ......................................................................... 23
3. Penggunaan obat-obatan ................................................. 33
4. Konsumsi kopi ................................................................ 33
2.4.3 Faktor Pekerjaan .................................................................... 34
1. Stres kerja ....................................................................... 34
2. Riwayat pekerjaan........................................................... 34
3. Shift kerja ....................................................................... 35
2.4.4 Faktor Eksternal Bahaya Fisik ............................................... 35
1. Kebisingan ...................................................................... 35
2. Getaran ........................................................................... 36
3. Radiasi elektromagnetik .................................................. 36
2.4.5 Faktor Eksternal Bahaya Biologi............................................ 36
1. HIV ................................................................................ 40
2.4.6 Faktor Eksternal Bahaya Kimia ............................................. 37
xiv
1. Masa kerja......................................................................... 37
2. Jenis Pestisida ................................................................... 37
3. Alat pelindung diri (APD) ................................................. 38
2.4 Kerangka Teori .................................................................................. 39
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep .............................................................................. 40
3.2. Definisi Operasional ......................................................................... 43
3.3. Hipotesis .......................................................................................... 48
BAB IV METODOLOGI PENELITIA
4.1 Desain Penelitian .............................................................................. 49
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................. 49
4.3 Populasi dan Sampel ......................................................................... 49
4.4 Instrumen Penelitian ......................................................................... 52
4.5 Pengumpulan Data ............................................................................ 62
4.6 Pengolahan Data ............................................................................... 63
4.7 Analisis Data..................................................................................... 64
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1 Gambaran Wilayah ........................................................................... 66
5.2 Analisis Univariat ............................................................................. 68
5.2.1 Efek Neurobehavioral ........................................................... 68
5.2.2 Usia ....................................................................................... 70
5.2.3 Tingkat Pendidikan ................................................................ 70
5.2.4 Pengetahuan .......................................................................... 71
5.2.5 Status Gizi ............................................................................ 71
5.2.6 Stres Kerja ............................................................................. 72
5.2.7 Perilaku Merokok .................................................................. 72
5.2.8 Konsumsi Kopi ...................................................................... 73
5.2.9 Jenis Pestisida........................................................................ 74
5.2.10 Masa Kerja ............................................................................ 74
5.3 Analisis Bivariat ............................................................................... 75
5.3.1 Hubungan antara Usia dengan Efek Neurobehavioral ............ 75
xv
5.3.2 Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Efek
Neurobehavioral.................................................................... 76
5.3.3 Hubungan antara Pengetahuan dengan Efek
Neurobehavioral.................................................................... 77
5.3.4 Hubungan antara Status Gizi dengan Efek
Neurobehavioral.................................................................... 78
5.3.5 Hubungan antara Stres Kerja dengan Efek
Neurobehavioral.................................................................... 79
5.3.6 Hubungan antara Merokok dengan Efek
Neurobehavioral.................................................................... 79
5.3.7 Hubungan antara Konsumsi Kopi dengan Efek
Neurobehavioral.................................................................... 80
5.3.8 Hubungan antara Jenis Pestisida dengan Efek
Neurobehavioral.................................................................... 81
5.3.9 Hubungan antara Masa Kerja dengan Efek
Neurobehavioral.................................................................... 82
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian ..................................................................... 84
6.2 Gambaran Efek Neurobehavioral pada Petani Penyemprot
Tanaman Sayur dengan Pestisida di Desa Perbawati Kabupaten
Sukabumi Tahun 2013 ...................................................................... 84
6.3 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Efek Neurobehavioral
pada Petani Penyemprot Tanaman Sayur dengan Pestisida di Desa
Perbawati Kabupaten Sukabumi Tahun 2013 .................................... 93
6.4.1 Usia ....................................................................................... 93
6.4.2 Tingkat Pendidikan ................................................................ 98
6.4.3 Pengetahuan .......................................................................... 101
6.4.4 Status Gizi ............................................................................. 103
6.4.5 Stres kerja .............................................................................. 105
6.4.6 Merokok ................................................................................ 108
6.4.7 Konsumsi kopi ...................................................................... 112
6.4.8 Jenis Pestisida ........................................................................ 114
xvi
6.4.9 Masa kerja ............................................................................. 119
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan ........................................................................................... 123
7.2 Saran ................................................................................................. 124
xvii
DAFTAR TABEL
No. Tabel Judul Tabel Halaman
Tabel 2.1 Neurobehavioral Core Test Battery (NCTB: WHO,
1986)
24
Tabel 4.1 Populasi Penelitian 49
Tabel 5.1 Gambaran Efek Neurobehavioral pada Petani
Penyemprot Tanaman Sayur dengan Pestisida di
Desa Perbawati Kabupaten Sukabumi Tahun 2013
69
Tabel 5.2 Gambaran distribusi data skor standar digit span,
digit symbol, pursuit aiming, dan trail making pada
petani penyemptrot tanaman sayur dengan pestisida
di Desa Perbawati Kabupaten Sukabumi Tahun 2013
69
Tabel 5.3 Gambaran Tingkat Pendidikan pada Petani
Penyemprot Tanaman Sayur dengan Pestisida di
Desa Perbawati Kabupaten SukabumiTahun 2013
70
Tabel 5.4 Gambaran Pengetahun pada Petani Penyemprot
Tanaman Sayur dengan Pestisida di Desa Perbawati
Kabupaten Sukabumi Tahun 2013
71
Tabel 5.5 Gambaran Status Gizi pada Petani Penyemprot
Tanaman Sayur dengan Pestisida di Desa Perbawati
Kabupaten Sukabumi Tahun 2013
72
Tabel 5.6 Gambaran Stres Kerja pada Petani Penyemprot
Tanaman Sayur dengan Pestisida di Desa Perbawati
Kabupaten Sukabumi Tahun 2013
72
Tabel 5.7 Gambaran Perilaku Merokok pada Petani
Penyemprot Tanaman Sayur dengan Pestisida di
Desa Perbawati Kabupaten Sukabumi Tahun 2013
73
Tabel 5.8 Gambaran Konsumsi Kopi pada Petani Penyemprot
Tanaman Sayur dengan Pestisida di Desa Perbawati
Kabupaten Sukabumi Tahun 2013
73
Gambaran Jenis Pestisida pada Petani Penyemprot
Tanaman Sayur dengan Pestisida di Desa Perbawati
Kabupaten Sukabumi Tahun 2013
74
Tabel 5.9 Gambaran Masa Kerja Petani Penyemprot
Tanaman Sayur dengan Pestisida di Desa Perbawati
Kabupaten Sukabumi Tahun 2013
75
Tabel 5.11 Gambaran Distribusi Tingkat Pendidikan dengan
Efek Neurobehavioral pada Petani Penyemprot
Tanaman Sayur dengan Pestisida di Desa Perbawati
Kabupaten Sukabumi Tahun 2013
76
xviii
No. Tabel Judul Tabel Halaman
Tabel 5.12 Gambaran Distribusi Pengetahuan dengan Efek
Neurobehavioral pada Petani Penyemprot Tanaman
Sayur dengan Pestisida di Desa Perbawati Kabupaten
Sukabumi Tahun 2013
77
Tabel 5.13 Gambaran Distribusi Status Gizi dengan Efek
Neurobehavioral pada Petani Penyemprot Tanaman
Sayur dengan Pestisida di Desa Perbawati Kabupaten
Sukabumi Tahun 2013
78
Tabel 5.14 Gambaran Distribusi Stres Kerja dengan Efek
Neurobehavioral pada Petani Penyemprot Tanaman
Sayur dengan Pestisida di Desa Perbawati Kabupaten
Sukabumi Tahun 2013
79
Tabel 5.15 Gambaran Distribusi Perilaku Merokok dengan Efek
Neurobehavioral pada Petani Penyemprot Tanaman
Sayur dengan Pestisida di Desa Perbawati Kabupaten
Sukabumi Tahun 2013
80
Tabel 5.16 Gambaran Distribusi Konsumsi Kopi dengan Efek
Neurobehavioral pada Petani Penyemprot Tanaman
Sayur dengan Pestisida di Desa Perbawati Kabupaten
Sukabumi Tahun 2013
81
Tabel 5.17 Gambaran Distribusi Jenis Pestisida dengan Efek
Neurobehavioral pada Petani Penyemprot Tanaman
Sayur dengan Pestisida di Desa Perbawati Kabupaten
Sukabumi Tahun 2013
82
Tabel 5.18 Gambaran Distribusi Masa Kerja dengan Efek
Neurobehavioral pada Petani Penyemprot Tanaman
Sayur dengan Pestisida Di Desa Perbawati
Kabupaten Sukabumi Tahun 2013
83
xix
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Judul Bagan Halaman
Gambar 2.1 Kerangka Teori 39
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian 42
Gambar 6.1 Distribusi Frekuensi Performa Neurobehavioral
Abnormal (skor≤40) pada Petani Penyemprot
Tanaman Sayur dengan Pestisida di Desa Perbawati
Kabupaten Sukabumi Tahun 2013
88
Gambar 6.2 Reduksi Sel Saraf Akibat Usia dan Pajanan
Neurotoksikan
96
Gambar 6.3 Diagram Performa Neurobehavioral Berdasarkan
Tingkat Pendidikan pada Petani Penyemprot
Tanaman Sayur di Desa Perbawati Tahun 2013
99
Gambar 6.4 Diagram Performa Neurobehavioral Berdasarkan
Pengetahuan pada Petani Penyemprot Tanaman
Sayur di Desa Perbawati Tahun 2013
102
Gambar 6.5 Diagram Performa Neurobehavioral Berdasarkan
Status Gizi pada Petani Penyemprot Tanaman
Sayur di Desa Perbawati Tahun 2013
104
Gambar 6.6 Diagram Performa Neurobehavioral Berdasarkan
Stres Kerja pada Petani Penyemprot Tanaman
Sayur di Desa Perbawati Tahun 2013
107
Gambar 6.7 Diagram Performa Neurobehavioral Berdasarkan
Perilaku Merokok pada Petani Penyemprot
Tanaman Sayur di Desa Perbawati Tahun 2013
110
Gambar 6.8 Diagram Performa Neurobehavioral Berdasarkan
Konsumsi Kopi pada Petani Penyemprot Tanaman
Sayur di Desa Perbawati Tahun 2013
113
Gambar 6.9 Diagram Performa Neurobehavioral Berdasarkan
Jenis Pestisida pada Petani Penyemprot Tanaman
Sayur di Desa Perbawati Tahun 2013
118
Gambar 6.10 Diagram Performa Neurobehavioral Berdasarkan
Masa Kerja pada Petani Penyemprot Tanaman
Sayur di Desa Perbawati Tahun 2013
121
xx
DAFTAR LAMPIRAN
No. Lampiran Lampiran
Lampiran 1 Surat Izin Peneltian dari Fakultas
Lampiran 2 Surat Izin Peneltian dari BP4K
Lampiran 3 Tabulasi Data Penelitian
Lampiran 4 Lembar Uji Performa Neurobehavioral
Lampiran 5 Kuesioner Variabel Independent
Lampiran 6 Kuesioner Gejala Neurotoksik (subjective symptom)
Lampiran 7 Hasil Analisis Data Menggunakan SPSS
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pestisida merupakan bahan kimia yang kini sangat populer digunakan untuk
mengendalikan perkembangan/pertumbuhan hama, penyakit, dan gulma. Umumnya,
pestisida didefinisikan sebagai senyawa kimia, jasad renik, maupun virus yang telah
dilemahkan yang bertujuan mengendalikan dan membunuh hama (Starks, 2010).
Penggunaan pestisida telah banyak diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Namun, sektor pertanian merupakan pengguna utama bahan ini (Gupta, 2006).
Pada sektor pertanian, penggunaan pestisida secara tidak langsung berdampak
penting pada peningkatan hasil pertanian. Namun demikian, penggunaan secara terus-
menerus justru mengakibatkan pencemaran tanah pertanian dan akumulasi residual
pestisida pada hasil pertanian (Yuantari, 2009). Selain lingkungan, penggunaan
pestisida juga berdampak langsung pada kesehatan manusia. Salah satunya adalah
dapat menimbulkan efek neurobehavioral (US. Congress, 1990).
Efek neurobehavioral didefinisikan sebagai perubahan yang merugikan atau
gangguan secara fungsional pada saraf baik sistem saraf pusat maupun sistem saraf
tepi yang diakibatkan oleh paparan suatu bahan kimia, agent fisik maupun biologis
yang lebih dikenal dengan zat neurotoksik atau neurotoksikan (US. EPA, 1998).
Gangguan ini mengakibatkan perubahan pada memori, attention, mood, disorientasi,
2
penyimpangan berfikir, serta perubahan somatik, sensorik, dan fungsi kognitif.
Sementara itu, efek neurotoksik akibat penggunaan neurotoksikan jenis pestisida
pertama kali dilaporkan 1890’an yaitu dari golongan organofosfat (Massaro, 2002).
Hingga kini gangguan sistem saraf seperti efek neurobehavioral telah menjadi
isu kesehatan masyarakat yang sangat penting dan populer khususnya di negara-
negara maju (Filley, 2011). Berbagai cara untuk mendiagnosis telah dikembangkan.
Salah satu metode yang banyak digunakan adalah uji performa neurobehavioral.
Metode ini selain mudah diaplikasikan juga dapat digunakan sebagai alat deteksi dini
kejadian neurotoksik. Hal ini dikarenakan metode uji performa neurobehavioral
cukup sensitif mendeteksi efek paparan pada konsentrasi kecil (WHO, 1986).
Sekitar 250 uji performa neurobehavioral telah dikembangkan diseluruh dunia
bahkan beberapa telah dikelompokkan ke dalam standar yang baku (NAS, 2003).
Namun demikian, penggunaan metode ini kurang mendapat perhatian di negara-
negara berkembang seperti Indonesia. Padahal penggunaan pestisida di dunia yang
mencapai 3.5 juta ton pertahun justru konsumsi terbanyak adalah dari negara-negara
berkembang khususnya untuk pestisida dengan jenis yang highly toxic (Perveen,
2011). Sementara itu, kelompok pekerja sektor pertanian di Indonesia yang mencapai
5.476.491 orang mengindikasikan masyarakat di Indonesia yang terkena dampak
negatif penggunaan pestisida cukup besar (BPS, 2011). Asosiasi Industri
Perlindungan Tanaman Indonesia (AIPTI) mengemukakan dari 1.000 petani, tak lebih
dari 10 petani yang telah menerapkan pola pemakaian pestisida secara benar
3
(Afriyanto, 2008). Oleh sebab itu, efek penggunaan pestisida di Indonesia tentu
menjadi penting untuk dilakukan penelitian lebih lanjut.
Pada dasarnya, neurotoksikan seperti pestisida dapat menyebabkan perubahan
neuroanatomi, neurokimiawi, neurofisiologis atau neurobehavioral (Ampulembang,
2004). Selain pestisida, terdapat juga paparan yang dapat menyebabkan perubahan
pada sistem saraf seperti pelarut organik, logam berat, kebisingan, getaran, dan
radiasi elektromagnetik (WHO, 1986; Dobss, 2009). Perubahan pada sistem saraf
terjadi pada rentang, tingkatan, dan respon yang beragam tergantung toksisitas dan
lama paparan neurotoksikan. Pada beberapa kasus, perubahan ini akan menghasilkan
gejala-gejala yang mudah diidentifikasi sebagai gangguan sistem saraf seperti lelah
berlebihan, insomnia, pusing, dan sulit berkonsentrasi (Perveen, 2011). Gangguan
sistem saraf ini sangat merugikan tingkat produktivitas seseorang karena bersifat
irreversible dan dapat mengganggu daya kerja otak (Runia, 2008). Bahkan pada
gangguan yang menetap dapat menimbulkan terganggunya irama kerja akibat
semakin memburuknya hubungan interpersonal di lingkungan kerja (Ampulembang
2004).
Penggunaan pestisida di Indonesia mayoritas dihubungkan dengan dampak akut
yaitu keracunan enzim kholinesterase. Ini dicontohkan melalui penelitian di
Magelang yang melaporkan bahwa 34,6% petani hortikultura mengalami keracunan
berat, 56,4% mengalami keracunan sedang, dan 9% mengalami keracunan ringan
(Runia, 2008). Keracunan akut biasanya akan hilang dalam waktu satu sampai tiga
minggu seiring dengan regenerasi plasma kholinesterase (Williams, 2000).
4
Selanjutnya, efek akut pada enzim kholinesterase hampir selalu diikuti oleh efek
toksik yang bersifat kronik yaitu berupa gangguan sistem saraf. Hal ini terjadi jika
paparan pestisida berlangsung terus-menerus. Efek kronik yang berupa gangguan
sistem saraf pada hakekatnya dikarenakan terhambatnya pembentukan enzim
asetilkholinesterase yang kemudian dapat menimbulkan penumpukan asetilkolin
(ACh) pada proses kerja neurotransmitter (Williams, 2000). Kondisi seperti ini
dilaporkan pada berbagai penelitian mengenai kejadian efek neurobehavioral
berdasarkan pengukuran performa neurobehavioral (NAS, 2003).
Gambaran efek neurobehavioral dilaporkan pada penelitian Steenland (1994) di
California USA pada pengguna pestisida organofosfat di sektor pertanian. Pada
penelitian tersebut diketahui bahwa sebanyak 128 orang yang didiagnosis keracunan
pestisida mengalami gangguan neurobehavioral. Kejadian ini diketahui dari uji
sustained visual attention dan symbol digit. Kedua tes ini menggambarkan kecepatan
koordinasi motorik terutama pada kecepatan motorik mata dan tangan (WHO, 1986).
Sementara penelitian Wesseling (2002) di Costa Rika pada petani pisang
diketahui 81 orang yang diidentifikasi keracunan akut organofosfat dan karbamat
tercatat memiliki skor performa neurobehavioral yang rendah. Hal ini diketahui
khususnya pada uji digit symbol dimana uji ini memperlihatkan penurunan tingkat
kecepatan motorik otak (WHO, 1986).
Penelitian Farahat (2003) di Mesir pada pengguna pestisida organofosfat
dilaporkan bahwa 52 responden mengalami gangguan neurobehavioral. Gangguan ini
diketahui dari skor uji performa neurobehavioral yang rendah atau di bawah standar
5
normalitas yaitu 40 (Sahani, 2004). Uji performa neurobehavioral yang diketahui
memiliki skor rendah seperti uji similarities (verbal abstraction), digit symbol, trial
making a, trial making b (visuomotor speed), letter cancel (attention); digit span
forward, digit span backward, BVRT, dan story recall B (memory).
Faktanya, kini mulai banyak peneliti yang menggunakan uji performa
neurobehavioral untuk mendeteksi kejadian neurotoksik yang diakibatkan oleh agen
toksik (NAS, 2003). Sejak tahun 1986, WHO telah menetapkan Neurobehavioral
Core Test Battery (NCTB) sebagai standar dalam mendeteksi kejadian neurotoksik
yang terdiri dari profile of mood states, simple reaction time, digit span, santa ana
dexterity test, digit symbol, pursuit aiming, dan benton visual retention. Masing-
masing tes tersebut memiliki standar skor. Sahani (2004) menuturkan jika standar
skor tercatat dibawah empat puluh (skor ≤40) maka dapat dinyatakan bahwa
seseorang mengalami gangguan fungsional saraf atau mengalami efek
neurobehavioral. Selanjutnya efek neurotoksik juga dapat dikatakan terjadi jika
gangguan sistem saraf tersebut diikuti juga dengan pajanan neurotoksikan seperti
pestisida yang kini digunakan oleh petani penyemprot tanaman sayur di Desa
Perbawati Kabupaten Sukabumi.
Kabupaten Sukabumi merupakan salah satu Daerah Tingkat II Provinsi Jawa
Barat, Indonesia. Kabupaten Sukabumi terdiri dari 47 kecamatan yang salah satunya
adalah Kecamatan Sukabumi. Kecamatan Sukabumi memiliki luas wilayah sebesar
2.393,261 Ha dan terbagi menjadi enam desa yang salah satunya adalah Desa
Perbawati. Desa Perbawati memiliki luas lahan holtikultura paling luas diantara desa-
6
desa lainnya yaitu sebesar 120 Ha. Mayoritas penduduk Desa Perbawati bermata
pencaharian sebagai petani terutama komoditi sayuran (BP3K, 2012). Pada tahun
2012, pernah dilakukan penelitian mengenai keracunan akut akibat pestisida yang
dilihat dari enzim kholinesterase. Hasilnya adalah sebanyak 79,7% petani penyemprot
tanaman sayur di Desa Perbawati mengalami keracunan pestisida (Fediansyah, 2012).
Keracunan pada enzim kholinesterase akibat pestisida dapat menyebabkan
penumpukan asetilkolin yang berakibat pada terhambatnya transmisi impuls sehingga
gangguan pada sistem saraf dapat terjadi (US. Congress, 1990). Maka untuk
membuktikan terjadinya gangguan sistem saraf diperlukan penelitian lanjutan
mengenai efek neurotoksik atau efek neurobehavioral pada petani penyemprot
tanaman sayur di Desa Perbawati.
Studi pendahuluan dilakukan peneliti terhadap 10 orang petani penyemprot
tanaman sayur di Desa Perbawati Kabupaten Sukabumi. Metode yang digunakan
adalah pengukuran performa neurobehavioral dengan uji digit symbol dan digit span.
Pada uji ini, seseorang dikatakan mengalam efek neurobehavioral jika skor digit
symbol ≤40. Hasilnya sebanyak 70% responden mengalami efek neurobehavioral.
Selanjutnya dari hasil wawancara diketahui bahwa seluruh responden (100%)
mengalami gejala efek neurotoksik dengan gejala terbanyak adalah sering melupakan
sesuatu hal yang baru saja dilakukan, lelah berlebihan, insomnia, sulit berkonsentrasi,
dan sakit kepala terus menerus lebih dari satu minggu setelah melakukan
penyemprotan. Disamping itu, rata-rata responden menggunakan 3 atau lebih macam
pestisida dalam sekali penyemprotan. Macam pestisida yang digunakan seperti:
7
bulldog (β-siflutrin), crowen (sipermetrin), decis (deltametrin), rizotin (sipermetrin),
matador (L-sihalotri), curacron (profenofos), dursban (klorpirifos), marshal
(karbosulfan), antrakol (propineb), dithane M45 (mankozeb), bazoka (mankozeb),
detacron (profenofos), detazep (mankozeb), revus (mandipropamid), sidamethrin
(sipermetin), siodan (simoksanil), dan ziflo (ziram).
Berdasarkan fakta-fakta tersebut maka diduga mayoritas petani penyemprot
tanaman sayur dengan pestisida di Desa Perbawati mengalami efek neurobehavioral.
Kejadian efek neurobehavioral pada petani dapat mengakibatkan penurunan daya
kognitif yang selanjutnya dapat menyebabkan penurunan kinerja bahkan penurunan
hasil produksi pertanian. Untuk mencegah hal tersebut maka perlu diteliti faktor-
faktor yang mempengaruhi kejadian efek neurobehavioral pada petani penyemprot
tanaman sayur dengan pestisida di Desa Perbawati.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan penelitian sebelumnya pada petani penyemprot tanaman sayur di
Desa Perbawati diketahui sebanyak 79,7% mengalami keracunan akut pestisida.
Keracunan ini diketahui dari terhambatnya aktifitas enzim kholinesterase dimana
kondisi tersebut selanjutnya dapat menyebabkan penumpukan asetilkolin yang
berakibat pada terhambatnya transmisi impuls sehingga dapat menimbulkan efek
neurobehavioral. Namun, apakah efek neurobehavioral benar-benar terjadi pada
populasi tersebut. Hasil studi pendahuluan dengan uji performa neurobehavioral
(digit symbol dan digit span test) mencatat 70% responden mengalami efek
neurobehavioral. Gejala-gejala klinis efek neurotoksik juga dilaporkan seperti lelah
8
berlebihan, insomnia, sakit kepala, dan sulit berkonsentrasi. Berdasarkan fakta-fakta
tersebut maka peneliti ingin meneliti faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan
efek neurobehavioral pada petani penyemprot tanaman sayur dengan pestisida di
Desa Perbawati Kabupaten Sukabumi Tahun 2013.
1.3 Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran efek neurobehavioral pada petani penyemprot tanaman
sayur dengan pestisida di Desa Perbawati Kabupaten Sukabumi Tahun 2013?
2. Bagaimana gambaran umur, pengetahuan, tingkat pendidikan, status gizi,
merokok, konsumsi kopi, stres kerja, masa kerja, dan jenis pestisida pada
petani penyemprot tanaman sayur dengan pestisida di Desa Perbawati
Kabupaten Sukabumi Tahun 2013?
3. Apakah ada hubungan antara umur, pengetahuan, tingkat pendidikan, status
gizi, merokok, konsumsi kopi, stres kerja, masa kerja, dan jenis pestisida
dengan efek neurobehavioral pada petani penyemprot tanaman sayur dengan
pestisida di Desa Perbawati Kabupaten Sukabumi Tahun 2013?
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Mengetahui gambaran efek neurobehavioral dan faktor determinannya pada
petani penyemprot tanaman sayur dengan pestisida di Desa Perbawati Kabupaten
Sukabumi Tahun 2013.
9
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Diketahuinya gambaran efek neurobehavioral pada petani penyemprot
tanaman sayur dengan pestisida di Desa Perbawati Kabupaten
Sukabumi Tahun 2013.
2. Diketahuinya gambaran umur, pengetahuan, tingkat pendidikan, status
gizi, merokok, konsumsi kopi, stres kerja, masa kerja, dan jenis
pestisida pada petani penyemprot tanaman sayur dengan pestisida di
Desa Perbawati Kabupaten Sukabumi Tahun 2013.
3. Diketahuinya hubungan umur, pengetahuan, tingkat pendidikan, status
gizi, merokok, konsumsi kopi, stres kerja, masa kerja, dan jenis
pestisida dengan efek neurobehavioral pada petani penyemprot
tanaman sayur dengan pestisida di Desa Perbawati Kabupaten
Sukabumi Tahun 2013.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi Pemerintah dan Masyarakat Sukabumi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan pembuatan kebijakan program penyuluhan terhadap petani
setempat mengenai penggunaan pestisida di Desa Perbawati Kabupaten
Sukabumi. Bagi masyarakat diharapkan dapat menumbuhkan kepedulian
dan kewaspadaan terhadap bahaya penggunaan pestisida.
10
1.5.2 Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat
Sebagai bahan tambahan literatur di bidang kesehatan dan keselamatan
kerja mengenai efek neurobehavioral terkait pestisida pada petani.
1.5.3 Bagi Peneliti
Mengaplikasikan keilmuan kesehatan masyarakat dalam karya ilmiah serta
melatih pola pikir sistematis dalam menghadapi permasalahan khususnya
bidang kesehatan dan keselamatan kerja serta sebagai aplikasi nyata dari
keilmuan yang diperoleh salama di bangku kuliah.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa semester VIII Departemen Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (K3) Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada petani di Desa Perbawati Kecamatan
Sukabumi Kabupaten Sukabumi pada Februari sampai Mei 2013. Penelitian ini
merupakan penelitian observasional dengan desain cross sectional. Populasi
penelitian adalah petani penyemprot tanaman sayur di Desa Perbawati Kabupaten
Sukabumi. Data penelitian diperoleh dengan cara pengambilan data sekunder dan
data primer. Data primer diperoleh dari hasil kuesioner terkait variabel yang diteliti.
Data sekunder diperoleh dari Program Penyuluhan Pertanian Perikanan dan
Kehutanan Kecamatan Sukabumi, dan Profil Kabupaten Sukabumi.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistem Saraf Manusia
2.1.1 Pegertian
Sistem saraf manusia merupakan suatu rangkaian jaringan saraf yang
kompleks, sangat khusus dan saling berhubungan satu dengan yang lain (Pearce,
2006). Sistem saraf mengkoordinasi, menafsirkan dan mengontrol interaksi
antara individu dengan lingkungan sekitarnya. Sistem tubuh yang penting ini
juga mengatur kebanyakan aktivitas sistem-sistem tubuh lainnya. Karena
pengaturan saraf tersebut maka terjalin komunikasi antar berbagai sistem tubuh
hingga menyebabkan tubuh berfungsi sebagai unit yang harmonis. Dalam sistem
inilah berasal segala fenomena kesadaran, pikiran, ingatan, bahasa, sensasi, dan
gerakan.
2.1.2 Klasifikasi Saraf
Sistem saraf manusia terbagi menjadi dua bagian yaitu sistem saraf
serebrospinal dan otonom. Sistem saraf serebrospinal terdiri dari susunan saraf
pusat dan tepi atau periferi. Selain itu, terdapat tiga jenis batang saraf yang
dibentuk oleh saraf serebrospinal yaitu (Pearce, 2006):
a. Saraf motorik atau juga yang disebut saraf eferen merupakan saraf yang
menghantarkan impuls dari otak dan sumsum tulang belakang ke saraf
periferi.
12
b. Saraf sensorik atau saraf aferen merupakan saraf yang menghantarkan impuls
yang berasal dari periferi menuju otak.
c. Batang saraf campuran merupakan saraf yang terdiri dari saraf motorik dan
sensorik sehinga berfungsi menghantarkan impuls dari otak ke saraf periferi
dan sebaliknya.
Sistem saraf otonom terkadang disebut saraf tidak sadar karena berfungsi
mengendalikan organ-organ dalam secara tidak sadar. Berdasarkan fungsinya
maka saraf otonom dibagi menjadi dua yaitu:
a. Susunan saraf simpatik yang merupakan saraf otonom yang berhubungan dan
bersambung dengan sumsum tulang belakang melalui serabut-serabut saraf.
Saraf ini terletak di depan kolumna vertebra.
b. Susunan saraf parasimpatik yang terbagi menjadi dua bagian yaitu saraf
otonom kranial dan sakral.
2.1.3 Efek Neurobehavioral
Sistem saraf sangat penting dalam kehidupan manusia karena semua indra
dan organ dikendalikan oleh saraf. Susunan dan mekanisme saraf sangat
kompleks dalam mengatur gerak tubuh, penglihatan, pendengaran, pernafasan,
hormon, dan sistem kerja organ lainnya. Namun demikian, saraf manusia
sangatlah rentan terhadap kerusakan. Selain diakibatkan oleh proses penuaan,
saraf dapat mengalami gangguan akibat penetrasi bahan-bahan kimia yang
bersifat toksik (U.S. Congress, 1990).
Penetrasi bahan kimia memiliki potensi pada setiap organ manusia dan tidak
jarang mengakibatkan keracunan. Dibandingkan dengan organ-organ lainnya,
13
saraf merupakan bagian tubuh manusia yang paling rentan terhadap keracunan
akibat zat toksik. Banyaknya jenis zat toksik yang dapat merusak saraf
diakibatkan mudahnya penetrasi zat toksik yaitu melalui peredaran darah. Peter
S. Spencer dalam buku “Neurotoxicity: Identifying and Controlling Poisons of
the Nervous System” mengemukakan alasan kerentanan sistem saraf terhadap
zat-zat toksik sebagai berikut (U.S. Congress, 1990):
a. Sel-sel saraf tidak dapat mengalami regenerasi ketika sudah rusak.
b. Sel saraf mati dan mengalami perkembangan mundur seiring proses penuaan.
c. Pada bagian saraf tertentu, zat toksik secara langsung berinteraksi dengan
saraf akibat peredaran darah.
d. Banyak zat toksik dapat dengan mudah menembus membran saraf.
e. Tingginya kandungan lemak pada bagian tertentu dari sistem saraf seperti
mielin dapat menimbulkan penumpukan dan menahan zat toksik yang
bersifat lipofilik.
f. Permukaan yang luas dari sistem saraf dapat meningkatkan pajanan terhadap
zat toksik.
g. Transmisi elektrokimia pada sinaps membuka peluang pada zat toksik untuk
berlaku dengan cara selektif untuk merusak fungsi sinaps.
h. Saraf sensitif terhadap kekurangan oksigen dan kebutuhan energi tinggi.
i. Beberapa sel saraf khusus memiliki kebutuhan energi yang unik.
Pada umumnya, efek neurobehavioral didefinisikan sebagai gangguan
fungsional saraf baik sistem saraf pusat maupun saraf tepi yang diakibatkan oleh
paparan suatu bahan kimia, agent fisik, maupun biologis yang lebih dikenal
14
dengan zat neurotoksik. Gangguan fungsional meliputi perubahan yang
merugikan pada somatik, sensorik, motorik, dan fungsi kognitif (U.S EPA,
1998). Selain itu, gangguan saraf juga dapat terjadi secara struktural yaitu berupa
perubahan neuroanatomi. Selanjutnya, baik perubahan secara fungsional maupun
struktural, keduanya dapat diakibatkan oleh neurotoksikan seperti pestisida,
logam berat, dan pelarut organik (Ampulembang, 2004).
2.1.4 Gejala Efek Neurobehavioral
Efek neurotoksik akibat agen kimia (zat neurotoksik) ditandai oleh
disfungsi neurologis atau perubahan kimiawi dan struktur sistem saraf.
Umumnya bermanifestasi sebagai gejala yang berkelanjutan, tergantung dari
dosis dan durasi pajanan serta faktor yang bersifat individual. Gangguan dapat
terjadi pada sistem saraf baik sentral maupun perifer serta juga organ sensoris.
Secara umum sistem saraf bereaksi dengan cara yang sama terhadap
pajanan bahan neurotoksik. Manifestasi yang timbul terutama adalah ensefalopati
dan polineuropati. Kerusakan pada fungsi saraf motorik dan sensorik
mengakibatkan kelemahan pada otot-otot, paresis di distal ekstremitas, dan
parastesia. Sedangkan ensefalopati menyebabkan kegagalan difus otak sehingga
terjadi gangguan memori, proses belajar, dan kemampuan berkonsentrasi. Selain
itu, sering juga disertai peningkatan frekuensi sakit kepala, vertigo, perubahan
pola tidur, dan berkurangnya aktifitas seksual.
Sementara WHO (1986) menyebutkan gejala-gejala gangguan saraf akibat
zat toksik adalah sebagai berikut:
a. Rasa lelah berlebihan setelah bekerja dan ketika bangun tidur.
15
b. Sering mengantuk saat siang hari.
c. Perubahan pola tidur seperti insomnia.
d. Sering terbangun pada malam hari (diluar kebiasaan).
e. Mimpi buruk.
f. Dimensia atau sulit mengingat.
g. Kehilangan ide.
h. Sulit berkonsentrasi.
i. Merasa tertekan atau stress.
j. State mudah berubah.
k. Sakit kepala dan vertigo.
l. Jantung berdebar-debar.
m. Berkeringat berlebihan.
n. Tremor dan mati rasa pada jemari.
2.1.5 Klasifikasi bahan-bahan neurotoksik
1. Pestisida
a. Definisi Pestisida
Pestisida didefinisikan berdasar Peraturan Menteri Pertanian
Nomor: 07/PERMENTAN/SR.140/2/2007 sebagai zat kimia atau
bahan lain dan jasad renik dan virus yang dapat digunakan untuk
memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit yang merusak
tanaman. Penggunaan pestisida mayoritas digunakan pada sektor
pertanian. Namun bahan ini juga digunakan dalam rumah tangga
16
seperti untuk mengendalikan nyamuk, kecoa, dan kutu. Pestisida
memiliki beberapa efek racun seperti:
a) Racun kontak adalah membunuh sasarannya bila pestisida
mengenai kulit hewan sasarannya.
b) Racun perut adalah membunuh sasarannya bila pestisida tersebut
termakan oleh hewan yang bersangkutan.
c) Fumigan adalah senyawa kimia yang membunuh sasarannya
melalui saluran pernafasan.
d) Racun sistemik adalah pestisida dapat diisap oleh tanaman, tetapi
tidak merugikan tanaman itu sendiri di dalam batas waktu tertentu
dapat membunuh serangga yang menghisap atau memakan tanaman
tersebut.
b. Klasifikasi Pestisida
Beberapa jenis pestisida yang hingga kini banyak digunakan oleh
manusia adalah: a) Insektisida berfungsi untuk membunuh atau
mengendalikan serangga; b)Herbisida berfungsi untuk membunuh
gulma; c) Fungisida berfungsi untuk membunuh jamur atau cendawan;
d)Algasida berfungsi untuk membunuh alga; e)Rodentisida berfungsi
untuk membunuh binatang pengerat; f)Akarisida berfungsi untuk
membunuh tungau atau kutu; g)Bakterisida berfungsi untuk
membunuh atau melawan bakteri, dan; h)Moluskisida berfungsi untuk
membunuh siput (Prijatno, 2009).
17
Sementara berdasarkan struktur kimianya, pestisida diabagi
menjadi (Prijatno, 2009):
a) Golongan Organofosfat
Organofosfat merupakan jenis pestisida yang paling toksik.
Golongan ini sering menyebabkan keracunan pada manusia jika bahan
tersebut tertelan meskipun dalam jumlah sedikit. Bahan ini juga dapat
menyebabkan kematian pada manusia. Cara kerja organofosfat bersifat
racun kontak, racun perut, dan juga racun fumigant. Organofosfat juga
menghambat aktivitas enzim kolinesterase dan dapat mengganggu
sistem saraf pusat.
b) Golongan Karbamat
Pestisida golongan karbamat merupakan racun kontak, racun
perut, dan racun pernapasan. Bekerja seperti golongan organofosfat.
c) Golongan Organoklorin
Merupakan bagian dari kelas yang lebih luas dari halogenated
hydrocarbon, termasuk diantaranya dan terkenal sebagai penyebab
masalah yaitu polyclorinated biphenyls dan dioxin. Sebagai kelompok
pestisida, organoklorin merupakan racun terhadap susunan saraf
(neurotoksin) yang merangsang sistem saraf baik pada serangga
maupun mamalia serta menyebabkan tremor dan kejang-kejang.
d) Golongan Piretroid
Pestisida dari kelompok piretroid merupakan analog dari
piretrum yang menunjukkan efikasi yang lebih tinggi terhadap
18
serangga dan pada umumnya toksisitasnya terhadap mamalia lebih
rendah dibandingkan dengan pestisida lainnya. Mekanisme kerjanya
secara kontak dan tidak sistemik.
Pestisida golongan organofosfat dan karbamat merupakan jenis
yang paling banyak digunakan. Di dunia, penggunaan pestisida sudah
melebihi satu juta ton tiap tahunnya dimana 28% penggunaaannya
adalah jenis organofosfat dan karbamat (FAO, 2010 dalam Perveen,
2011). Bahan ini bukan hanya menimbulkan dampak pada lingkungan
namun juga pada kesehatan manusia. Beberapa pestisida yang cukup
berbahaya bagi kesehatan manusia antara lain: Coroxon (LD50:
12mg/Kg), Parathion (LD50: 12mg/Kg), dan Ethion (LD50: 12mg/Kg)
(Gupta, 2006).
c. Mekanisme Toksisitas
Pestisida masuk kedalam tubuh melalui beberapa cara. Pertama
melalui kulit, absorsi melalui kulit berlangsung terus selama bahan ini
masih berada dikulit. Kedua melalui mulut (tertelan) karena
kecalakaan, kecerobohan atau sengaja (bunuh diri) akan
mengakibatkan keracunan berat hingga mengakibatkan kematian.
Ketiga melalui pernapasan dapat berupa bubuk, droplet ataupun uap
yang dapat menyebabkan kerusakan serius pada hidung, dan
tenggorokan jika terhisap cukup banyak.
Pestisida meracuni tubuh manusia dengan mekanisme kerja
sebagai berikut (Ginting, 2011):
19
a) Mempengaruhi kerja enzim/ hormon. Enzim dan hormon terdiri
dari protein komplek yang dalam proses kerjanya perlu adanya
aktivator atau kofaktor yang biasanya berupa vitamin. Bahan
racun yang masuk ke dalam tubuh dapat menonaktifkan aktivator
sehingga enzim atau hormon tidak dapat bekerja bahkan langsung
non aktif. Pestisida yang masuk ke dalam tubuh dan berinteraksi
dengan sel akan menghambat atau mempengaruhi kerja sel,
contohnya menghambat hemoglobin dalam mengikat atau
membawa oksigen.
b) Merusak jaringan sehingga timbul histamine dan serotin. Ini akan
menimbulkan reaksi alergi, seperti gatal-gatal dan mual.
c) Fungsi detoksikasi hati (hepar). Pestisida yang masuk ke tubuh
akan mengalami proses detoksikasi (dinetralisasi) di dalam hati
oleh fungsi hati. Senyawa racun ini akan diubah menjadi senyawa
lain yang sifatnya tidak lagi beracun terhadap tubuh.
2. Pelarut Organik
Efek keracunan pelarut organik dapat bersifat akut dan kronik.
Keracunan akut dapat mengganggu tingkat konsentrasi dan dapat bersifat
depresi susunan saraf. Beberapa golongan seperti keton dapat berakibat
pada gangguan sistem saraf. Beberapa pelarut organik yang dapat
menyebabkan gangguan neurologi adalah acetone, benzene, carbon
tetrachloride, carbon disulfide, methanol, tetrachloroethylene, toluene, n-
hexane, dan trichloroethylene (Ampulembang, 2004).
20
3. Logam Berat
Logam berat merupakan suatu bahan yang bersifat padatan yang dapat
menimbulkan efek gangguan terhadap kesehatan manusia (Widowati
dkk., 2008). Efek toksik dari logam berat mampu menghalangi kerja
enzim sehingga dapat mengganggu metabolisme tubuh. Selain itu, efek
lainnya juga dapat berupa gangguan saraf, pencernaan, alergi, serta
bersifat teratogenik, mutagen, dan karsinogenik. Beberapa logam berat
yang digunakan manusia dengan tingkat toksisitas cukup berat seperti Hg,
Cd, Ag, Ni, Pb, As, Cr, As, dan Zn (Widowati dkk., 2008).
2.1.6 Efek bahan-bahan toksik pada sistem saraf
1. Perubahan Struktural
Efek neurotoksik struktural merupakan perubahan neuroanatomi yang
terjadi pada sistem saraf (Amplumbang, 2004). Perubahan struktural
membuat perubahan pada morfologi sel dan struktur subselular. Perubahan
selular seperti akumulasi, proliferasi, dan penyusunan ulang struktur elemen
(filament intermediate dan mikrotubulus) atau organelle (mitokondria).
2. Perubahan Fungsional/ Neurobehavioral
Bahan-bahan toksik dapat menyebabkan perubahan fungsional sel saraf
yang meliputi modifikasi motorik dan mengganggu aktifitas sensorik.
Perubahan fungsi saraf dapat mengakibatkan terganggunya sistem organ
yang lain. Banyak sistem yang akan mengalami gangguan misalnya sistem
endokrin dimana beberapa hormon dan enzim akan mengalami gangguan
dalam proses sekresi (Williams, 2000).
21
Efek neurobehavioral didefinisikan sebagai gangguan fungsional saraf
baik sistem saraf pusat maupun saraf tepi yang diakibatkan oleh paparan
suatu bahan kimia, agent fisik, maupun biologis yang lebih dikenal dengan
zat neurotoksik. Sementara menurut NAS (2003) bahwa efek
neurobehavioral diartikan sebagai perubahan pada kognisi, keadaan jiwa,
dan perilaku yang dimediasi oleh sistem saraf pusat. Efek ini dapat diukur
dengan melalui pengamatan timbulnya gejala yaitu dengan kuesioner
maupun tes yang tervalidasi.
Perubahan perilaku mungkin menjadi indikasi pertama terjadinya
kerusakan sistem saraf. Seseorang yang terpajan zat toksik biasanya akan
mengalami perasaan yang tidak menentu, penurunan daya ingat, konsentrasi,
dan kemampuan belajar (NAS, 2003).
2.1.7 Diagnosis Efek Neurobehavioral
1. Evaluasi Neurologi Klinis
Penilaian kemungkinan efek neurobehavioral pada individu dimulai
dengan evaluasi klinik untuk menyingkirkan penyebab lain. Evaluasi
klinis pada kasus yang dicurigai termasuk rincian riwayat medis serta
pemeriksaan neurologis standar. Dimulai dengan wawancara dan
pengumpulan riwayat medis, pasien ditanyakan mengenai kondisi medis
saat ini dan sebelumnya, obat-obatan yang sedang digunakan, serta
kegemaran. Rincian informasi mengenai pekerjaan seperti tugas maupun
pajanan, rute dan durasi dari pajanan serta juga apakah ada rekan kerja
22
yang mengalami hal yang sama. Informasi-informasi tersebut sangatlah
penting untuk mengarahkan kemungkinan penyebab.
Pemeriksaan neurologis diawali dengan penilaian status mental
secara singkat, termasuk tingkat kesadaran, orientasi, gangguan bicara,
konsentrasi, memori, mood, dan affect. Kemudian dilakukan pemeriksaan
terhadap 12 saraf kranialis untuk membuktikan hubungan keluhan dengan
pajanan bahan neurotoksik (Ampulembang, 2004).
Selanjutnya, dilakukan evaluasi sistem motorik termasuk inspeksi
untuk melihat adanya atrofi, gerakan yang tidak biasa, dan tremor.
Analisis dilakukan terhadap koordinasi, tonus otot, tahanan terhadap
regangan pasif, serta kekuatan otot. Penilaian terhadap fungsi sensorik
termasuk rasa sakit, posisi, vibrasi, sentuhan ringan, dan temperatur juga
dilakukan. Terakhir, dilakukan pemeriksaan reflex tendon dan plantar
(Ampulembang, 2004).
2. Kuesioner Deteksi Dini
Banyak kuesioner telah dibuat untuk dapat mendeteksi secara dini
efek bahan neurotoksik pada populasi pekerja atau populasi yang beresiko
seperti Self Reporting Questionnaire (SRQ) 16 Swedish. Kuesioner ini
bertujuan menggambarkan gejala efek neurotoksik yang diakibatkan oleh
pelarut organik (Ampulembang, 2004). Selain itu, terdapat juga SRQ 20
WHO yang bertujuan untuk menggambarakan gejala neurotik (WHO,
1994).
23
3. Tes Performa Neurobehavioral
Uji performa neurobehavioral atau dikenal juga dengan
neuropsychological assessment merupakan suatu uji yang terstandarisasi
yang didisain untuk mengidentifikasi gangguan sistem saraf yang
berhubungan dengan paparan bahan-bahan neurotoksik. Uji ini juga dapat
berguna untuk membangun hipotesis mengenai mekanisme toksisitas atau
dampak yang terlokalisasi pada area otak.
Terdapat lebih dari 250 uji neurobehavioral telah dikembangkan di
dunia hingga kini. Masing-masing uji neurobehavioral menggambarkan
domain yang berbeda-beda seperti attention and concentration; motor
skills; visuomotor coordination; visuospatial relations; memory; affect
and personality. Dari sekian banyak uji, tidak terdapat uji yang dapat
digunakan sendiri untuk mengidentifikasi disfungsi otak akibat paparan
neurotoksikan. Penggunaannya harus disertai uji yang lain dengan tujuan
agar domain yang mengalami disfungsi teridentifikasi dengan tepat
(Fiedler, 1996 dalam NAS, 2003). Hasil skor dari setiap uji dapat
digunakan untuk dasar menentukan kerusakan fungsional otak atau efek
neurobehavioral (NAS, 2003; US. Congress, 1990).
Beberapa negara dan organisasi dunia telah mengelompokan uji-uji
neurobehavioral yang ada berdasarkan domain fungsional dengan tujuan
agar dapat menggambarkan disfungsi neural secara menyeluruh. Salah
satunya yang dikelompokan oleh PBB melalui badan kesehatan dunia
24
atau WHO yang diberi nama neurobehavioral core test battery (NCTB)
yaitu sebagai berikut:
Tabel 2.1 Uji Performa Neurobehavioral pada Neurobehavioral Core Test Battery
(NCTB: WHO, 1986)
No. Nama uji Domain Deskripsi/ keterangan
1. Digit Span Short term
memory
Merupakan tes yang bersifat verbal dari
Wechsler Adult Intellegence Scale
(WAIS) yan bertujuan untuk melihat short
term auditory memory yang juga
menggambarkan fokus perhatian.
2. Digit
symbol
Visuomotor
speed/ motoric
speed
Merupakan sub tes dari WAIS yang
bertujuan untuk melihat gambaran
kecepatan perceptual motorik yang juga
menggambarkan kecakapan asosiasi.
3. Pursuit
Aiming
Precision,
fine control
motoric
Mengukur kemampuan untuk berpindah
secara akurat yaitu pada pergerakan
dengan menggunakan tangan.
4. Santa-Ana
manual
Dexterity
Motor
coordination,
Dexterity
Mengammbarkan ketangkasan manual
yang membutuhkan pegerakan koordinasi
antara tangan dan mata secara cepat.
5. Profile of
Mood States
Affect Mendeskripsikan mood dan perasaan dari
subjek atau responden.
6. Simple
Reaction
Time
Attention/
Response
Speed
Mengukur seberapa cepat subjek bereaksi.
Hal ini sangat membutuhkan konsentrasi
perhatian dari subjek.
7. Benton
Visual
Retention
Visual
Perception/
Memory
Mengukur kemampuan untuk menyusun
pola geometrikal dan menghafalkannya.
25
No. Nama uji Domain Deskripsi/ keterangan
8. Trial
making
Attention Merupakan tambahan tes dari California
University dimana bertujuan mengukur
daya konsentrasi dan fokus perhatian
melalui kecepatan seseorang dalam
menghubungkan angka-angka yang
berurutan.
Note: *uji performa neurobehavioral dari California University dan ADNI (Steenland, 2004)
Adapun dalam penelitian ini digunakan uji digit symbol, digit span,
pursuit aiming, dan trial making yang langkah-langkahnya adalah sebagai
berikut:
a. Persiapan
Siapkan tempat yang nyaman dan mendukung responden untuk
berkonsentrasi seperti ruangan/ tempat cukup pencahayaannya, tidak
bising, dan tidak panas. Siapkan alat seperti papan untuk alas, pensil/
pena, dan lembar kerja digit symbol, digit span, pursuit aiming, dan trial
making.
b. Pengenalan
Beritahukan maksud dan tujuan instrumen ini serta langkah-langkah
dalam mengerjakan uji ini. Beritahukan hal-hal yang harus dilakukan dan
yang tidak boleh dilakukan ketika mengerjakan tes ini.
26
c. Pelaksanaan/ Pengerjaan
Responden mengerjakan lembar kerja digit symbol, digit span, pursuit
aiming, dan trial making. Adapun penjelasan uji digit symbol, digit span,
pursuit aiming, dan trial making adalah sebagai berikut:
a) Digit symbol
Responden dituntut untuk mengisi kolom kosong dengan simbol-
simbol yang telah ditentukan/ dicontohkan sesuai digit yang ada dalam
waktu 90 detik. Responden tidak boleh melompat atau melakukan skip
dalam mengerjakannya.
b) Digit span
Responden mengulang serangkaian digit yang disebutkan peneliti
(peneliti menyebutkan 3-6-1 maka responden menyebutkan 3-6-1 dst)
untuk digit span forward dan mengucapkan secara terbalk (1-6-3)
untuk digit span backward.
c) Pursuit aiming
Responden memberikan titik (dot) tepat di area tengah lingkaran
dimana lingkaran berdiameter 2mm. Responden diberikan waktu 2x60
detik untuk mengerjakan dengan diselingi waktu istirahat selama 30
detik.
d) Trial making
Responden menghubungkan lingkaran-lingkaran sesuai dengan
urutan angka 1-2-3-4….25. Tes ini maksimal dikerjakan selama 300
27
detik. Jika dalam waktu 300 detik responden belum menyelesaikan tes
maka skor 300 dianggap layak untuk responden tersebut.
d. Menjumlahkan skor
a) Digit symbol
Menjumlahkan banyaknya simbol yang benar (sesuai digit) pada
pengisian kolom kosong. Maksimal skor adalah 100 poin.
b) Digit span
Menjumlahkan banyaknya rangkaian digit yang berhasil
diucapkan secara benar. Total skor merupakan penjumlahan dari uji
digit span forward dan backward. Maksimum skor adalah 28 poin.
c) Pursuit aiming
Menjumlahkan lingkaran (circle) yang telah diberi dot dengan
tepat yaitu berada di tengah atau tidak menyentuh garis atau di luar
lingkaran.
d) Trial making
Waktu yang dicatatkan responden dalam menyelesaikan tes ini.
e. Standarisasi Skor
Setelah skor masing-masing uji diperoleh maka skor tersebut harus
distandarisasikan agar dapat diinterpretasikan sesuai acuan yang ada.
Berikut adalah rumus untuk menstandarkan skor digit symbol, digit span,
pursuit aiming, dan trial making:
28
Skor – Skor Mean
X 10 + 50 = SKOR STANDAR
Std. Deviasi
f. Interpretasi
Skor yang telah terstandar dapat diinterpretasikan sebagai berikut:
a) Skor ≤ 40 artinya abnormal atau performa neurobehavioral buruk
atau efek neurobehavioral.
b) Skor > 40 artinya normal atau performa neurobehavioral baik atau
tidak efek neurobehavioral (Sahani, 2004).
2.2 Faktor-Faktor Penyebab Efek Neurobehavioral
Efek neurobehavioral atau gangguan fungsional saraf akibat zat toksik terjadi
bila terdapat bahan yang bersifat neurotoksik seperti pestisida, logam berat, dan
pelarut organik yang memajan dan masuk ke dalam tubuh dalam jumlah dan waktu
tertentu. Berdasarkan WHO (1986), Starks (2010), U.S. Congress (1990),
Ampulembang (2004), Ross (2011), dan Dobbs (2009) terdapat beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi efek neurobehavioral yaitu terdiri dari faktor internal, eksternal,
perilaku, dan pekerjaan. Faktor internal antara lain: umur, genetik, jenis kelamin,
pengetahuan, tingkat pendidikan, cidera kepala, status gizi, dan status kesehatan.
Faktor perilaku antara lain alkoholik, merokok, konsumsi kafein, dan penggunaan
obat-obatan. Faktor pekerjaan antara lain: shift kerja, riwayat pekerjaan, dan stres
kerja. Sementara faktor eksternal berupa HIV, kebisingan, radiasi elektromagnetik,
getaran, paparan pestisida, logam berat, dan pelarut organik yang diukur pada masa
kerja atau lama terpapar, jenis bahan, serta alat pelindung diri.
29
2.3.1 Faktor Internal
Karakteristik individu berpengaruh terhadap efek neurobehavioral
dikarenakan degenerasi sel saraf akibat terjadinya perubahan biologis tubuh baik
fungsional maupun struktural.
1. Usia
Sel saraf mulai berdefrensiasi menjadi akson dan dendrit saat janin
berumur 20 minggu. Selanjutnya sel saraf terus berkembang hingga
membentuk jejaring dan sinapsis. Sel saraf terus berkembang hingga umur
antara 30 sampai dengan 50 mulai mengalami degenerasi khususnya pada
bagian locus ceruleus dan substantial nigra. Sedangkan, antara umur 20
hingga 80 tahun sejumlah sel cerebral cortex berkurang hingga setengahnya.
Disamping itu, sintesis enzim aktifator neurotransmitter juga semakin
berkurang. Hal ini menimbulkan proses impuls menjadi terganggu (U.S.
Congress, 1990). Sebagai contoh pada penelitian Rohlman (2006) yang
menyebutkan terdapat penurunan fungsi saraf setiap pertambahan usia 5
tahun setelah usia mencapai 28 tahun.
2. Genetik
Kelainan genetik terjadi pada ras tertentu seperti adanya kelainan
aktivitas enzim dan hormon sehingga menghambat proses kerja system saraf.
Kejadian ini dapat membuat sistem saraf mengalami penurunan kinerja
akibat adanya hambatan sinapsis (Starks, 2010).
30
3. Jenis kelamin
Laki-laki mempunyai angka normal aktifitas kholinesterase yang
berbeda dengan wanita. Hal ini mengakibatkan kadar kholin bebas dalam
plasma laki-laki dewasa normal rata-rata sekitar 4,4μg/ml. Sedangkan pada
wanita mempunyai rata-rata lebih tinggi. Sehingga jika terjadi penghambatan
enzim khlinesterase maka acetylcholine dengan cepat akan meningkat dan
berikatan dengan reseptor muskarinik dan nikotinik pada system saraf pusat
dan perifer. Hal tersebut menyebabkan timbulnya gangguan pada sistem
saraf pusat. Kemudian keadaan ini dapat berpengaruh pada seluruh bagian
tubuh (Starks, 2010).
4. Pengetahuan
Pengetahuan yang cukup tentang zat neurotoksik sangat penting
dimiliki, khususnya bagi petani penyemprot yang menggunakan pestisida.
Pengetahuan yang cukup diharapkan para petani penyemprot dapat
melakukan pengelolaan pestisida dengan baik pula, sehingga risiko
terjadinya keracunan hingga efek neurotoksik/ neurobehavioral dapat
dihindari (Starks, 2010).
5. Tingkat Pendidikan
Pendidikan searah dengan tingkat kewaspadaan dan kemampuan
mencari informasi. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka kewaspadaan
cenderung meningkat. Selain itu, kemampuan mencari informasi meningkat
seiring tingkat pendidikan (Rusimah, 2011). Pengetahuan yang cukup
31
tentang neurotoksikan sangat penting dimiliki khususnya bagi petani
penyemprot yang menggunakan pestisida. Dengan pengetahuan yang cukup
diharapkan para petani penyemprot dapat melakukan pengelolaan pestisida
dengan baik sehingga resiko kesehatan akan terminimalisir (Starks, 2010).
6. Cidera Kepala
Benturan pada kepala menyebabkan otak bergeser mengikuti arah dan
gaya benturan. Gerakan geseran ini dapat menimbulkan lesi dan
mengakibatkan kelambanan otak dan gangguan pada saraf. Gangguan saraf
terjadi akibat terjadi kerusakan pada sejumlah dendrite dan akson
sehinggahantaran impuls menjadi terhambat (Starks, 2010).
7. Status Gizi
Keadaan gizi seseorang dapat mencerminkan daya imunitas tubuh.
Status gizi yang buruk dapat berakibat menurunnya daya tahan dan
meningkatnya kepekaan terhadap infeksik. Pada kondisi gizi yang buruk,
protein yang ada dalam tubuh sangat terbatas dan beberapa enzim aktifator
neurotransmitter terbentuk dari protein. Jika ketersediaan protein terganggu
maka pembentukan enzim aktifator juga terganggu. Terganggunya enzim
dapat menghambat hantaran impuls. Hal ini dapat dicontohkan pada enzim
asetilkholinesterase yang terhambat sehingga hidrolisis asetilkol terganggu
hingga menimbulkan penumpukan. Penumpukan asetilkolin menyebabkan
terganggunya saraf pusat dan kinerja motorik (Starks, 2010).
32
8. Status kesehatan
Seseorang yang sedang menderita suatu penyakit atau dalam kondisi
kesehatan yang buruk akan mengalami penurunan kemampuan merespon
terhadap suatu rangsangan. Selain disebabkan oleh proses metabolik sel
yang menurun, gangguan pada saraf (gangguan sensorik dan motorik) juga
diakibatkan penurunan tingkat aktifitas enzim asetilkholinesterase sehingga
terjadi hambatan pada penghantaran impuls (Dobbs, 2009; Starks, 2010).
2.3.2 Faktor Perilaku
Faktor prilaku dari gaya hudup dapat mempengaruhi kejadia efek
neurobehavioral yaitu seperti perilaku mengkonsumsi alcohol, kopi, rokok, dan
obat-obatan.
1. Konsumsi alkohol
Alkohol atau dikenal juga ethanol merupakan suau bahan kimia yang
seringkali dikonsumsi manusia. Konsumsi alkohol dapat berakibat pada
gangguan kesehatan. Salah satu organ utama yang menjadi sasran bahan ini
adalah otak. Otak sangat rentan terhadap gangguan saraf akibat
penggunaan alkohol dalam waktu yang lama. Bahan ini merusak sistem
saraf dengan sifat akut dan kronis. Sekitar 9% dari orang yang
ketergantungan terhadap alkohol didiagnosis mengalami brain disorders
(Eckardt, 1986; U.S. Congress, 1990).
2. Merokok
Rokok mengandung banyak bahan berbahaya seperti karbon
monoksida (CO), hydrogen sianida (HCN), formaldehida, benzene, arsen,
33
tar, nikotin, fenol, dll. Pada dasarnya, tubuh manusia merespon bahan
bahaya yang ada pada rokok, seperti nikotin. Otak merespon paparan
nikotin dengan memerintahkan tubuh untuk membuat zat endorphin lebih
banyak dari keadaan normal. Struktur kimia endorphin hampir sama
dengan obat penghilang rasa sakit seperti morphine. Kadar endorhpin yang
tinggi secara terus-menerus dapat mengakibatkan terjadinya sakit kepala
atau gangguan pada saraf (U.S. Congress, 1990). Pada umumnya, merokok
diukur dengan menggunakan skala Brinkman untuk menilai suatu resiko
kesehatan. Skala ini merupakan perkalian antara jumlah rata-rata batang
rokok yang dihisap setiap hari dengan lama merokok dalam tahun (Hasty,
2011).
3. Penggunaan obat-obatan
Impuls dari sistem saraf pusat hanya dapat diteruskan ke ganglion dan
sel efektor melalui pelepasan zat kimia yang khas yang disebut transmiter
neurohumoral atau disingkat neurotransmiter.
Beberapa obat-obatan yang dapat mengaggu sistem saraf pusat adalah
heroin, cocaine, morphin, dan zat psikotropika lainnya. Penggunaan jangka
panjang dapat menyebabkan halusinasi, gangguan afek, gangguan aktivitas
motorik dan sensorik, serta nafsu makan berkurang (U.S. Congress,1990).
4. Konsumsi kopi
Konsumsi kopi dapat menstimultan enzim neurotransmitter berupa
epinefrin. Hal ini disebabkan zat yang terkandung di dalam kopi bereaksi
terhadap pengaktifan epinefrin. Penumpukan epinefrin yang tinggi dapat
34
menyebabkan impuls terhambat dalam proses hantarannya. Kondisi ini
menyebabkan gangguan motorik. Selain itu, kafein memiliki sifat deurutik
sehingga pengguna dapat terjaga dan segar. Namun demikian, penggunaan
yang terlalu sering dapat mengakibatkan gangguan pada sistem saraf
berupa efek neurobehavioral. Zat kafein banyak terdapat pada kopi dan teh
(Ampulembang, 2004).
2.3.3 Faktor Pekerjaan
Faktor pkerjaan yang dapat mempengaruhi efek neurobehavioral berupa
stress, riwayat pekerjaan, dan shift kerja.
1. Stres kerja
Sistem respons fisiologik pada kondisi stres akut dan kronik,
terdapat respon fight dan flight dimana berperan beberapa hormon.
Tubuh akan bereaksi terhadap stres. Stres akan mengaktifkan sistem
saraf simpatis dan sistem hormon tubuh seperti kotekolamin,
epinefrin, norepinefrine, glukokortikoid, kortisol, dan kortison. Khusus
untuk hormon kortisol yang dikeluarkan oleh korteks adrenal secara
berlebih menyebabkan kerja saraf pusat otak menjadi sedikit terganggu
(Airmayanti, 2009; Ross, 2011).
Pada beberapa hasil uji neurobehavioral diketahui terjadi inkonsisten
hubungan outcame dan exposure neurotoksikan. Hal ini dikarenakan faktor
eksternal seperti mood dan stres. Bisanya responden yang mengalami stress
akan mengerjakan hasil tes lebih pelan dari pada peserta lainnya. Fine
35
motor skill (pursuit aming) umumnya memiliki hasil yang buruk (Ross,
2011)
2. Riwayat pekerjaan
Riwayat pekerjaan menggunakan pelarut organik, dan logam berat
selama jangka waktu yang cukup lama beresiko mengalami gangguan saraf
otak karena zat tersebut merupakan neurotoksikan yang dapat masuk
melalui ingesti, inhalai, maupun subkutan (Starks, 2010).
3. Shift kerja
Sudah dipercaya bahwa sebagian besar dari pekerja yang bekerja pada
shift malam memiliki resiko yang lebih tinggi untuk mengalami kecelakaan
kerja dibandingkan mereka yang bekerja pada shift satu (shift pagi). Shift
dan kerja malam juga dapat menghambat kemampuan adaptasi pekerja baik
secara biologis maupun sosial. Keadaan ini berdampak negatif pada
kesehatan fisik, mental, dan sosial serta mengganggu homeostatis
psikofisiologi seperti irama sirkardian, waktu tidur dan makan, fungsi
pencernaan, saraf, dan pembuluh darah. Sementara itu, masalah kesehatan
yang sering muncul berupa gangguan tidur, kelelahan, penyakit jantung,
tekanan darah tinggi, dan gangguan gastrointestinal. Sedangkan gangguan
kesehatan tersebut ditambah dengan tekanan stres yang besar dapat secara
otomatis meningkatkan resiko terjadinya kelelahan otak yang selanjutnya
dapat menyebabkan efek neurobehavioral (Starks, 2010).
36
2.3.4 Faktor Eksternal Bahaya Fisik
Bahaya dari luar seperti bahaya fisik juga dapat mempengaruhi efek
neurobehavioral yaitu seperti kebisingan, getaran, dan radiasi elektromagnetik.
1. Kebisingan
Kebisingan merupakan suara yang tidak diinginkan. Hal ini
menyebabkan gangguan kesehatan. Kebisingan membuat daya konsentrasi
menjadi menurun, gangguan psikologi. Selanjutnya, akibat paparan yang
lama, gangguan sensorik juga akan timbul. Kebisingan selalu diukur
intensitas dan lama paparan (Dobbs, 2009).
2. Getaran
Getaran merupakaan bahaya di tempat kerja. Bahaya ini dapat bersifat
hand arm vibration atau whole body vibraton. Getaran memiliki dampak
utama berupa kerusakan pada tulang, persendian tulang, persarafan, dan
peredaran darah (Dobbs, 2009).
3. Radiasi elektromagnetik
Gelombang elektromagnetis mempunyai pengaruh terhadap gangguan
faal tubuh. Perubahan fisiologis terjadi pada sistem saraf dalam jangka
waktu yang berangsur-angsur atau menahun. Manifestasi dari perubahan
yang ada adalah terjadinya perlambatan pada gerak reflek (Dobbs, 2009).
Beberapa radiasi elektromagnetik seperti gelombang mikro, sinar infra
merah, dan sinar-x sangat berbahaya bagi kesehatan. Hal yang perlu
diperhatikan pada bahaya fisis seperti radiasi elektromagnetik adalah
intensitas dan lama terpapar (Suma’mur, 2009).
37
2.3.5 Faktor Eksternal Bahaya Biologi
HIV
HIV merupakan lentivirus yang sangat berbahaya karena menyebabkan
penyakit AIDS (Acquired imunodeficiency syndrome). Suatu penyakit
infeksi yang menyebabkan rusaknya kekebalan tubuh. Akibat sistem
kekebalan yang rusak maka berbagai penyakit dapat terjadi. Akibatnya,
berbagai penyakit infeksi lainya dapat terjadi sehingga beberapa organ
dapat mengalami kerusakan seperti saraf otak (Dobbs, 2009).
2.3.6 Faktor Eksternal Bahaya Kimia
Sudah dijelaskan diawal bahwa terdapat tiga pemajan utama yang
menyebabkan efek neurotoksik yaitu: pestisida, logam berat, dan pelarut
organik. Namun demikian, pada penelitian ini neurotoksian difokuskan pada
pestisida. Hal ini dikarenakan alasan setting penelitian yaitu pada petani
penyemprot tanaman sayur yang dominan menggunakan pestisida. Adapun
karakteristik penggunaan pestisida adalah:
1. Masa kerja
Semakin lama petani menjadi penyemprot, maka semakin lama pula
kontak dengan pestisida sehingga resiko keracunan terhadap pestisida
semakin tinggi. Penurunan aktifitas kholinesterase dalam plasma darah
karena keracunan pestisida akan berlangsung mulai seseorang terpapar
hingga 2 minggu setelah melakukan penyemprotan. Jika paparan
berlangsung terus hingga lebih dari 10 tahun maka manifestasi gangguan
saraf otak dapat menetap (U.S. Congress, 1990; Farahat, 2003).
38
2. Jenis Pestisida
Beberapa jenis pestisida sangat berbahaya untuk sistem organ terutama
sistem saraf pusat. Pestisida yang memiliki daya racun tinggi yaitu LD50 <
25 mg/kg sangatlah berbahaya jika sampai masuk ke dalam tubuh. Banyak
manifestasi akibat keracunan pestisia seperti gangguan pencernaan,
rusaknya beberapa enzim, dan gangguan motorik (U.S. Congress, 1990).
Beberapa jenis pestisida yang sangat beracun adalah Coroxon, Parathion,
dan Ethion yang mayoritas merupakan golongan dari organoklorin dan
organofosfat (US. Congress, 1990; Gupta, 2006).
3. Alat pelindung diri (APD)
Dobss (2009) menyebutkan bahwa kerentanan seseorang mengalami
gangguan fungsional saraf akibat neurotoksikan seperti halnya pestisida
tergantung pada genetik, alat pelindung diri, dan status kesehatan. Ada
beberapa jalur masuk pestisida ke dalam tubuh, ingesti, inhalasi, dan
subkutan (U.S. Congress, 1990). Dari ketiga jalur masuk tersebut, inhalasi
dan ingesti merupakan jalur yang sangat rentan dan fatal (U.S. Congress,
1990). Alat pelindung masker merupakan alat paling efektif untuk
mencegah paparan pestisida melalui inhalasi dan ingesti. Pada penelitian
Ferdiansyah (2012), petani yang tidak menggunakan masker beresiko 25,6
kali untuk keracunan pestisida daripada petani yang menggunakan masker
saat melakukan penyemprotan.
39
2.4 Kerangka Teori
Bagan 2.1 Kerangka Teori
Sumber: Teori Modifikasi dari Ampulembang (2004), Dobbs (2009), Starks (2010), Ross
(2011), US. Congress (1990), dan WHO (1986).
Faktor Internal:
1. Umur 2. Jenis Kelamin 3. Genetik 4. Pengetahuan
5. Tingkat Pendidikan 6. Riwayat cidera kepala 7. Status Gizi 8. Status Kesehatan
Faktor Pekerjaan
1. Riwayat pekerjaan 2. Shift Kerja 3. Stres Kerja
Efek Neurobehavioral
Faktor Eksternal
Bahaya Fisik 1. Kebisingan 2. Getaran 3. Radiasi
elektromagnetik
Bahaya Kimia 1. Pestisida 2. Pelarut
organik 3. Logam
berat
Bahaya Biologi 1. HIV
Faktor Perilaku 1. Konsumsi alkohol 2. Merokok 3. Penggunaan obat-
obatan 4. Konsumsi Kopi
40
BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konsep
Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dikemukakan, penggunaan pestisida
dapat menyebabkan efek kesehatan yang bersifat akut dan kronis. Hal ini dikarenakan
penetrasi zat tersebut ke dalam tubuh yang mengakibatkan terhambatnya aktifitas
enzim kholinesterase yang kemudian juga akan menghambat hidrolisis asetilkolin
sehingga menimbulkan gangguan pada sistem saraf.
Adapun kerangka konsep penelitian ini mengacu kepada WHO (1986), Starks
(2010), Ampulembang (2004), US.Congress (1990), Ross (2011), dan Dobss (2009)
yang menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi efek
neurobehavioral yaitu terdiri dari faktor internal, eksternal, perilaku, dan pekerjaan.
Faktor internal antara lain: umur, genetik, jenis kelamin, pengetahuan, tingkat
pendidikan, cidera kepala, status gizi, dan status kesehatan. Faktor perilaku antara
lain alkoholik, merokok, konsumsi kopi, dan penggunaan obat-obatan. Faktor
pekerjaan antara lain: shift kerja, riwayat pekerjaan, dan stres kerja. Sementara faktor
eksternal berupa HIV, kebisingan, radiasi elektromagnetik, getaran, paparan pestisida,
logam berat, dan pelarut organik yang diukur pada masa kerja atau lama terpapar,
jenis bahan, serta alat pelindung diri.
41
Pada penelitian ini, variabel independent yang akan diteliti adalah umur,
pengetahuan, tingkat pendidikan, status gizi, merokok, konsumsi kopi, stres kerja,
dan paparan pestisida yang diukur dari jenis pestisida serta masa kerja atau lama
menggunakan. Sedangkan, variabel dependentnya adalah efek neurobehavioral yang
diketahui dari performa neurobehavioral pada uji digit span, digit symbol, pursuit
aiming, dan trial making.
Variabel shift kerja tidak diteliti karena sistem kerja petani tidak menggunakan
shift. Jenis kelamin tidak diteliti karena hampir semua petani penyemprot tanaman
sayur adalah laki-laki. Penyakit HIV/AIDS, riwayat cidera kepala, penggunaan obat-
obatan, dan status kesehatan menjadi kriteria eksklusi penelitian. Variabel alkoholik
tidak diteliti karena tidak cocok dengan latar belakang budaya masyarakat Sukabumi
serta dikhawatirkan bias akibat faktor kejujuran. Sementara genetik tidak diteliti
karena dikhawatirkan data yang diperoleh bias karena tidak didukung oleh rekam
medis yang valid. Faktor eksternal berupa paparan pelarut organik dan logam berat
tidak diteliti karena pada peneilitian sebelumnya petani di Desa Perbawati telah
diketahui mengalami keracunan akut pestisida. Riwayat pekerjaan tidak diteliti
karena hampir semua petani tidak memiliki riwayat pekerjaan lain kecuali bertani.
Sedangkan faktor eksternal berupa kebisingan dan getaran tidak diteliti karena tidak
terdapat alat maupun proses pekerjaan yang berpotensi menghasilkan bahaya
tersebut. Sementara faktor eksternal berupa radiasi elektromagnetik tidak diteliti
karena keterbatasan alat. Selain itu, penggunaan APD juga tidak disertakan pada
variabel penelitian karena sulit diamati dan mayoritas petani tidak disiplin dalam
42
penggunaan APD atau dengan kata lain walaupun menggunakan APD namun
mayoritas tidak sesuai standar yang berlaku.
Gambar 3.1
Kerangka Konsep Penelitian
Efek
Neurobehavioral
Masa kerja ( lama
terpapar)
Jenis Pestisida
Konsumsi Kopi
Merokok
Stres Kerja
Status Gizi
Pengetahuan
Umur
Tingkat Pendidikan
43
3.2 Definisi operasional
No. Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
1. Efek
Neurobehavioral
Gangguan fungsional saraf
akibat paparan agen toksik
(pestisida) yang diukur dari
performa neurobehavioral
WHO (1986).
Worksheet
digit symbol
dan digit
span,
pursuit
aiming, dan
trial making
Tes
neuropsikologi
/ pengukuran
[0] Efek neurobehavioral
(tidak normal), jika performa
neurobehavioral pada uji
digit symbol, digit span,
pursuit aiming, dan trial
making salah satu skor
standarnya ≤ 40
[1] Normal/ tidak efek
neurobehavioral, jika
performa neurobehavioral
pada uji digit symbol, digit
span, pursuit aiming, dan
trial making semua skor
standarnya > 40 (Sahani,
2004).
Ordinal
44
No. Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
2. Umur Rentang waktu antara saat
lahir sampai saat
pengambilan data, dihitung
saat ulang tahun terakhir.
Kuesioner Wawancara Tahun Rasio
3. Pengetahuan Sesuatu yang diketahui dan
dipahami oleh responden
mengenai pestisida,
penggunaannya, bahaya atau
dampaknya, dan pencegahan.
Kuesioner Wawancara [0] Pengetahuan buruk,
skor< 60
[1] Pengetahuan baik, skor
≥60 ( median)
Ordinal
4. Tingkat
Pendidikan
Jenjang pendidikan formal
yang telah ditempuh.
Kuesioner Wawancara [0] Rendah: Tidak sekolah/
tamat SD, SD, dan SMP
[1] Tinggi: SMA/ SMK,
Diploma, S1 dst
(Rusimah, 2011).
Ordinal
45
No. Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
5. Status Gizi Gambaran keadaan gizi
responden yang dinilai
dengan indeks masa tubuh.
Meteran
dan
timbangan
berat badan
Pengukuran [0] Tidak Normal: IMT <
18,5 dan IMT > 25
[1] Normal:18,5≤ IMT ≤25
(Starks, 2010)
Ordinal
6. Merokok Konsumsi rokok yang
dihitung dengan indeks
Brinkman, yaitu perkalian
antara jumlah rata-rata batang
rokok yang dihisap setiap hari
dengan lama merokok dalam
tahun. (Hasty, 2011)
Kuesioner Wawancara [0] Ringan : 0-200
[1] Sedang : 201-600
[2] Berat : > 600
(Hasty, 2011)
Ordinal
7. Konsumsi kopi Konsumsi kopi yang diukur dari
kebiasaan mengkonsumsi kopi
setiap hari (Ampulembang,
2004).
Kuesioner Wawancara [0] Ya: Biasa minum kopi
[1] Tidak: tidak biasa minum
kopi. (Ampulembang, 2004)
Ordinal
46
No. Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
8. Stres Kerja
Perasaan tertekan yang dialami
pekerja dalam menghadapi
pekerjaannya dinilai dari aspek
psikologis, fisiologis, dan
perilaku.
Kuesioner Wawancara [0] Stres: skor > 25
[1] Tidak Stres: skor ≤ 25
(Karoly, 1985)
Ordinal
9. Jenis pestisida
Klasifikasi golongan pestisida
yang digunakan yaitu yang
diketahui dari zat aktifnya.
Kuesioner Wawancara
dan
Observasi
[0] Organofosfat
[1] Non Organofosfat
( U.S Congress, 1990)
Ordinal
47
No. Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
10. Masa kerja Lama bekerja sebagai petani
penyemprot menggunakan
pestisida
Kuesioner Wawancara [0] Masa kerja ≥10 tahun
[1] Masa kerja <10tahun
( Farahat, 2003)
Ordinal
48
3.3 Hipotesis
3.3.1 Hipotesis Utama
Ada hubungan antara paparan pestisida (jenis pestisida dan lama
terpapar/masa kerja) dengan efek neurobehavioral pada petani
penyemprot tanaman sayur dengan pestisida di Desa Perbawati
Kabupaten Sukabumi Tahun 2013.
3.3.2 Hipotesis Pendukung
1. Ada hubungan antara faktor individu (umur, tingkat pendidikan,
pengetahuan, dan status gizi) dengan efek neurobehavioral pada
petani penyemprot tanaman sayur dengan pestisida di Desa
Perbawati Kabupaten Sukabumi Tahun 2013.
2. Ada hubungan antara faktor pekerjaan (stress kerja) dengan efek
neurobehavioral pada petani penyemprot tanaman sayur dengan
pestisida di Desa Perbawati Kabupaten Sukabumi Tahun 2013.
3. Ada hubungan antara faktor perilaku (merokok dan konsumsi kopi)
dengan efek neurobehavioral pada petani penyemprot tanaman
sayur dengan pestisida di Desa Perbawati Kabupaten Sukabumi
Tahun 2013.
49
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan desain cross sectional
dimana dinamika korelasi antara variabel independen dan dependen diamati pada
waktu yang bersamaan. Desain ini digunakan karena mudah dilaksanakan, sederhana,
murah, ekonomis dalam hal waktu, dan hasilnya dapat diperoleh dengan cepat
(Notoatmodjo, 2010).
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Perbawati Kecamatan Sukabumi Kabupaten
Sukabumi. Waktu penelitian ini adalah bulan Februari sampai dengan Mei 2013.
4.3 Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah seluruh petani sayuran yang terdaftar di Kelompok
Tani di Desa Perbawati yang melakukan penyemprotan dengan menggunakan
pestisida.
Tabel 4.1
Populasi Penelitian
No. Nama Kelompok Tani Alamat Jumlah
1. Harkat Tani Bobojong 27
2. Lembur Tani Lembur Pasir 37
3. Mustika Bumi Tenjolaya 52
4. Perbawati Perbawati 37
50
No. Nama Kelompok Tani Alamat Jumlah
5. Sarasa Babakan Situ 25
6. Sumber Tani Nagrog 37
7. Suji Babakan Situ 25
8. Wanasari I Baroroke 45
9. Wanasari II Wanasari 24
Jumlah 309
Sumber : Balai Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan (BPK3) Kec. Sukabumi, 2012.
Berdasarkan data diatas, jumlah populasi dalam penelitian ini sebanyak 309
orang. Untuk menghitung besar sampel dipilih dengan menggunakan metode uji
hipotesis beda proporsi (2-tailed). Berikut adalah rumus uji hipotesis beda proporsi 2
sisi (WHO, 1980):
Keterangan :
n : Jumlah sampel minimal yang diperlukan
P1 : Proporsi efek neurotoksik pada umur ≥28 tahun = 0.624
P2 : Proporsi efek neurotoksik pada umur <28 tahun = 0.289 (Ampulembang,
2004)
P : Rata-rata proporsi (P1 + P2 /2) = (0.624+0.289)/2 = 0.457
Z 1-α/2 : Nilai Z pada derajat kepercayaan Z1-α/2 atau derajat kemaknaan α pada two
tail yaitu sebesar 5 % = 1,96
51
Z 1-β : Nilai Z pada kekuatan uji 1-β yaitu sebesar 80% = 0,84
= [1,96√2 x 0.457(1-0.457) + 0,84 √0.624 (1-0.624) + 0, 0.289 (1- 0.289) ]²
(0.624 - 0.289) ²
= 34 orang
Selanjutnya jumlah sampel minimal kemudian dikalikan dengan
proporsi kasus pada penelitian sebelumnya yaitu sebanyak 52,03%
(Ampulembang, 2004) sehingga total sampel minimal menjadi:
34 = 52,03% x total sampel
Total sampel = 34 / 52,03%
= 65.35 ≈ 66
Selanjutnya besar sampel sebanyak 66 responden tersebut diambil dengan
purposive sampling yaitu dari hasil penelitian yang dilakukan Ferdiansyah (2012)
mengenai keracunan akut pestisida. Hal ini dikarenakan efek neurobehavioral dapat
terjadi setelah seseorang mengalami kercunan akut pestisida dan menggunakan bahan
tersebut selama priode tertentu secara terus-menerus (Williams, 2000).
Adapun sampel yang akan dipilih oleh peneliti mempunyai persamaan dengan
kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut:
1. Kriteria Inklusi
Karakteristik umum yang harus dipenuhi dalam penelitian ini adalah:
a. Petani penyemprot yang terdaftar pada kelompok tani di Desa Perbawati
dan menjadi responden pada penelitian Ferdiansyah (2012).
52
2. Kriteria Eksklusi
a. Pernah mengalami cedera kepala.
b. Terjangkit HIV/AIDS.
c. Responden dalam status kesehatan kurang baik yang diketahui dari gejala
dan pengakuannya serta sedang menggunakan/ mengkonsumsi obat-
obatan.
4.4 Instrumen Penelitian
Insturmen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
4.4.1 Worksheet Digit Span, Digit Symbol, Pursuit Aiming, dan Trial making.
Pengukuran efek neurobehavioral berdasarkan penilaian penilaian performa
neurobehavioral dengan standar WHO (1986). Metode ini juga yang paling
mungkin dilakukan oleh peneliti.
Performa neurobehavioral diketahui dari skor yang didapatkan pada uji digit
span, digit symbol, pursuit aiming, dan trial making. Keempat skor pada uji
tersebut kemudian di standarisasi (standar skor NCTB WHO) agar dapat dilihat
normal atau abnormal. Pada pelaksanaan tes ini peneliti telah melakukan
sejumlah latihan dari tenaga profesional/ ahli terkait pengukuran performa
neurobehavioral yang dalam hal ini adalah Lembaga Layanan Psikologi UIN
Jakarta. Pelatihan meliputi pengenalan, prosedur, dan interpretasi. WHO (1986)
mengutarakan bahwa tenaga terlatih diperbolehkan melakukan uji ini namun
untuk interpretasi hasil harus dibawah pengawasan tenaga ahli yang dalam hal ini
53
adalah seorang psikolog. Langkah-langkah dalam melakukan uji digit symbol,
digit span, pursuit aiming, dan trial making adalah sebagai berikut:
1. Persiapan
Tempat yang nyaman dan mendukung responden untuk berkonsentrasi
seperti tempat tidak panas, tidak bising, dan cukup pencahayaan disiapkan.
Alat seperti papan untuk alas, pensil/ pena, dan lembar kerja digit symbol,
digit span, pursuit aiming, dan trial making disiapkan.
2. Pengenalan
Maksud dan tujuan instrumen ini serta langkah-langkah diberitahukan
dalam mengerjakan uji ini. Informasi mengenai hal-hal yang harus dilakukan
dan yang tidak boleh dilakukan ketika mengerjakan tes ini juga diberikan.
3. Pelaksanaan/ Pengerjaan
Lembar kerja digit symbol, digit span, pursuit aiming, dan trial making
dikerjakan oleh responden. Responden lebih dahulu mengerjakan tes digit
span dilanjutkan dengan digit symbol lalu pursuit aiming dan yang terakhir
adalah trial making. Adapun penjelasan uji digit symbol, digit span, pursuit
aiming, dan trial making adalah sebagai berikut:
a. Digit symbol
Responden dituntut untuk mengisi kolom kosong dengan simbol-
simbol yang telah ditentukan/ dicontohkan sesuai digit yang ada dalam
waktu 90 detik. Responden tidak boleh melompat atau melakukan skip
54
dalam mengerjakannya. Berikut merupakan ilustrasi dan prosedur dalam
mengerjakan uji ini:
1) Letakan lembar kerja digit symbol di depan responden pada
tempat yang datar dan nyaman untuk menulis.
2) Berikan pensil/ bolpoint ke responden.
3) Katakan “ Lihat kotak yang berisikan angka dang symbol! Itu
merupakan pasangan. Tugas anda adalah untuk mengisikan
kotak-kotak kosong yang tersedia dengan symbol yang sesuai
dengan pasangan angka sesuai contoh diatas.
4) Kerjakan dengan arah kanan-kiri. (jika responden paham maka
lanjut untuk memulai uji digit symbol)
5) Anda siap? Muali! (sementara hitungan waktu dimulai dengan
menggunakan stopwatch).
6) Ketika waktu menunjukan 90 detik maka katakana “Berhenti!”
Gambar 4.1 Lembar Kerja Uji Digit Symbol
55
b. Digit span
Serangkaian digit yang disebutkan peneliti diulang oleh responden.
Misalnya, peneliti menyebutkan 3-6-1 maka responden menyebutkan (3-
6-1) untuk digit span forward dan mengucapkan secara terbalk (1-6-3)
untuk digit span backward. Berikut merupakan ilustrasi dan prosedur
dalam mengerjakan uji ini:
1) Responden dan peneliti duduk berhadapan
2) Posisikan responden senyaman mungkin
3) Kemudian jelaskan: “Saya akan menyebutkan beberapa angka
dengan berurutan kemudian anda menyebutkannya kembali
secara benar setelah saya selesai. Untuk contoh, saya
mengatakan 5 – 4 – 3 kemudian anda mengulangnya 5 – 4 – 3”
untuk uji digit span forward. Dan untuk digit span backward
adalah “Saya akan menyebutkan beberapa angka dengan
berurutan kemudian anda menyebutkannya kembali secara
terbalik. Untuk contoh, saya mengatakan 5 – 4 – 3 kemudian
anda mengulangnya dengan terbalik 3 – 4 – 5”.
4) Jika responden mengerti maka langsung dilakukan uji digit span
(digit span backward terlebih dahulu).
5) Uji dihentikan ketika responden telah menyelesaikan semua
rangkaian angka (7b) atau ketika responden tidak bisa
mengulang dua rangkaian angka secara berurutan (jumlah digit
56
sama, misalnya: pada 3a dan 3b responden salah maka uji digit
span dihentikan).
Gambar 4.2 Lembar Kerja Uji Digit Span Forward and Backward
c. Pursuit aiming
Titik (dot) tepat di area tengah lingkaran dimana lingkaran
berdiameter 2mm dikerjakan oleh responden. Responden diberikan
waktu 2x60 detik untuk mengerjakan dengan diselingi waktu istirahat
selama 30 detik. Berikut merupakan ilustrasi dan prosedur dalam
mengerjakan uji ini:
1) Letakan lembar kerja digit symbol di depan responden pada
tempat yang datar dan nyaman untuk menulis.
2) Berikan pensil/ bolpoint ke responden.
3) Katakan “ Tugas anda adalah memberikan titik tepat di tengah-
tengah lingkaran-lingkaran kecil ini. Usahakan agar tidak ada
goresan pensil yang mengenai garis dan kerjakan secepat
mungkin. Anda akan mengerjakan dalam waktu 2x60 detik
57
dimana setelah 60 detik pertama anda akan diberikan waktu
untuk relaksasi selama 30 detik dan setelah itu anda akan
mengerjakan kembali selama 60 detik. Kerjakan dengan arah
sesuai tangan dominan anda (misal tangan dominan anda kanan
maka kerjakan dari kanan-kiri)”.
4) Setelah responden paham/ mengerti maka tes dimulai.
5) Anda siap? Mulai! (sambil memulai perhitungan waktu
stopwatch).
6) Setelah 60 detik, katakana “Berhenti”
7) Sekarang anda bisa santai dan kemudian anda akan memulai lagi
setelah 30 detik.
8) Setelah 30 detik, katakan “Mulai”.
9) Setelah 60 detik, katakan “Berhenti”.
Gambar 4.3 Lembar Kerja Uji Pursuit Aiming
58
d. Trial making
Lingkaran-lingkaran dihubungkan oleh responden sesuai dengan
urutan angka 1-2-3-4….25. Tes ini maksimal dikerjakan selama 300
detik. Jika dalam waktu 300 detik responden belum menyelesaikan tes
maka skor 300 dianggap layak untuk responden tersebut. Berikut
merupakan ilustrasi dan prosedur dalam mengerjakan uji ini:
1) Letakan lembar kerja digit symbol di depan responden pada
tempat yang datar dan nyaman untuk menulis.
2) Berikan pensil/ bolpoint ke responden.
3) Katakan “tugas anda adalah menghubungkan angak-angka sesuai
urutan normal (1-2-3-4…dst.) dengan garis yang tidak terputus.
Selalu tempelkan pensil pada kertas dan jangan pernah diangkat
sebelum selesai mengerjakannya.
4) Stelah paham, uji trial making dimulai.
5) Anda siap? Mulai (sambil memulai perhitungan waktu
stopwatch).
6) Uji ini berakhir ketika responden telah menghubungkan semua
angka-angka tersebut hingga angka terakhir (25) atau hingga
waktu mencapai 300 detik namun responden belum selesai.
59
Gambar 4.4 Lembar Kerja Uji Trial Making
4. Kumulatif/ penjumlahan skor
a. Digit symbol
Banyaknya simbol yang benar dijumlahkan (sesuai digit) pada
pengisian kolom kosong. Maksimal skor adalah 100 poin.
b. Digit span
Banyaknya rangkaian digit yang berhasil diucapkan secara benar
dijumlahkan. Total skor merupakan penjumlahan dari uji digit span
forward dan backward. Maksimum skor adalah 28 poin.
c. Pursuit aiming
Menjumlahkan lingkaran (circle) yang telah diberi dot dengan tepat
yaitu berada di tengah atau tidak menyentuh garis atau di luar lingkaran.
60
d. Trial making
Waktu yang dicatatkan responden dalam menyelesaikan tes ini.
Maksimal 300 poin.
5. Standarisasi Skor
Setelah skor masing-masing uji diperoleh maka skor tersebut harus
distandarisasikan agar dapat diinterpretasikan sesuai acuan yang ada. Berikut
adalah rumus untuk menstandarkan skor digit symbol, digit span, pursuit
aiming, dan trial making:
Skor – Skor Mean
X 10 + 50 = SKOR STANDAR
Std. Deviasi
6. Interpretasi
Skor yang telah terstandar dapat diinterpretasikan sebagai berikut:
a. Skor ≤ 40 artinya abnormal atau performa neurobehavioral buruk
atau efek neurobehavioral.
b. Skor > 40 artinya normal atau performa neurobehavioral baik atau
tidak efek neurobehavioral (Sahani, 2004).
4.4.2 Lembar penilaian stres kerja
Variabel stres kerja diukur dengan indikator yang telah ditetapkan sesuai
dengan metode self report measurement. Metode ini menggunakan sejumlah
pertanyaan yang berhubungan dengan adanya perubahan psikologi, fisiologis,
61
dan perilaku yang dapat dijawab dengan “tidak pernah” diberi skor 0, “kadang-
kadang” diberi skor 1 dan “sering” diberi skor 2. Dimana perubahan psikologi,
fisiologis, dan perilaku yang digunakan berdasarkan pendekatan yang dilakukan
oleh indeks Karoly. Hasil skornya adalah hasil total skor seluruh jawaban
responden kemudian dikategorikan menjadi 2, yaitu kategori stres (> 25 ) dan
tidak stres (1-25).
4.4.3 Lembar penilaian variabel merokok
Variabel merokok diukur dengan indikator Brinkman dengan metode self
report measurement. Variabel merokok diukur dan disajikan dengan
menggunakan skala Brinkman yaitu perkalian antara jumlah rata-rata batang
rokok yang dihisap setiap hari dengan lama merokok dalam tahun. Hasilnya adalah
skor 0-200= berkategori rendah, 201-600= sedang, dan >600= tinggi (Hasty,
2011).
4.4.4 Stopwatch
Alat pengukuran waktu digunakan untuk membantu dalam pengukuran
performa neurobehavioral yaitu pada uji digit symbol, pursuit aiming, dan trial
making. Alat ini dimanfaatkan untuk membatasi waktu responden dalam
mengerjakan uji neurobehavioral.
4.4.5 Meteran
Berfungsi untuk mengukur tinggi badan responden guna memperoleh nilai
status gizi (indeks masa tubuh).
62
4.4.6 Timbangan badan
Berfungsi untuk mengukur berat badan responden guna memperoleh nilai
status gizi (indeks masa tubuh).
4.4.7 Kuesioner variabel independent
Alat yang berupa pertanyaan tertulis dalam form kuesioner berfungsi
mengambil data seperti: umur, pengetahuan, tingkat pendidikan, konsumsi kopi,
merokok, jenis pestisida, dan masa kerja.
4.5 Pengumpulan Data
4.5.1 Pengumpulan data primer
1. Wawancara: melakukan pengumpulan data dengan percakapan antara
peneliti dan responden dengan menggunakan kuesioner. Data yang
dikumpulkan adalah umur, pengetahuan, tingkat pendidikan, konsumsi
kopi, merokok, stres kerja, masa kerja, dan jenis pestisida.
2. Observasi: melakukan pengumpulan data dengan mengamati dan
memahami mengenai suatu hal kejadian. Data yang dikumpulkan
adalah status gizi (IMT) dan jenis pestisida.
3. Tes neuropsikologi: melakukan pengumpulan data dengan cara
pengukuran neuropsikologis (tes psikologis: digit span, digit symbol,
pursuit aiming, dan trial making ). Data yang diperoleh adalah skor
performa neurobehavioral yang kemudian menjadi justifikasi efek
neurobehavioral.
63
4. Pengukuran: melakukan pembandingan/penilaian dengan suatu
parameter tertentu. Data yang diperoleh adalah IMT.
4.5.2 Pengumpulan data sekunder
Pengumpulan data sekunder mengenai frame populasi, profil wilayah
penelitian, dan gambaran demografi wilayah setempat diperoleh dari
Balai Penyuluh Pertanian Perikanan dan Kehutanan (BP3K) Kecamatan
Sukabumi.
4.6 Pengolahan Data
Seluruh data yang terkumpul baik itu merupakan data primer maupun data
sekunder akan diolah secara statistik dengan tahapan sebagai berikut:
4.7.1 Mengkode data (data coding)
Membuat klasifikasi data dan memberi kode pada jawaban dari setiap
pertanyaan dalam kuisioner agar mempermudah dalam pengolahan data
yaitu kode [0] untuk kondisi tidak normal, kasus, atau beresiko sedangkan
[1] untuk kondisi sebaliknya.
4.7.2 Menyunting data (data editing)
Langkah ini bertujuan untuk memeriksa kevalidan/ keabsahan dan
kelangkapan, data seperti kelengkapan pengisian, kesalahan pengisian,
maupun konsistensi dalam pengisian setiap jawaban kuesioner.
4.7.3 Membuat template
Membuat struktur data dan file data, yaitu membuat tamplate sesuai
dengan format kuisioner yang digunakan.
64
4.7.4 Memasukkan data (data entry)
Memasukkan data dalam program software computer yang tersedia sesuai
dengan klasifikasi dan kodingnya.
4.7.5 Membersihkan data (data cleaning)
Cek ulang terhadap data yang telah dimasukkan dengan mengecek
kembali data untuk memastikan bahwa data tersebut bersih dari
kesalahan, baik kesalahan pengkodean maupun kesalahan dalam
membaca kode. Dengan demikian diharapkan data tersebut benar-benar
siap untuk dianalisis.
4.7 Analisis Data
4.7.1 Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan dengan tujuan untuk melihat besarnya
persentase dari setiap variabel independen dan dependen yang diteliti. Variabel
yang akan dianalisis menggunakan analisis univariat adalah gambaran
karakteristik umur, pengetahuan, tingkat pendidikan, konsumsi kopi, merokok,
stres kerja, masa kerja, jenis pestisida, APD, dan efek neurobehavioral.
4.7.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk melihat hubungan antara variabel
independen dengan variabel dependen. Untuk data numerik (variabel umur)
dengan kategorik (variabel efek neurobehavioral) analisis data menggunakan T-
test independent. Sementara untuk data kategorik (variabel efek
neurobehavioral) dan kategorik (pengetahuan, tingkat pendidikan, konsumsi
65
kopi, merokok, stres kerja, masa kerja, jenis pestisida, dan APD) menggunakan
uji chi-square untuk analisis datanya. Pada uji ini jika variabel kategorik 2 X 2
yang memiliki expected value kurang dari 5 sebanyak ≥ 20% maka Pvalue yang
dilihat adalah pada uji Fisher Exact. Sedangkan jika tidak terdapat atau expected
value kurang dari 5 sebanyak < 20% maka dipakai Continuity Correction.
Besarnya alfa ditentukan 0,05 (α = 5%) dan interval kepercayaan (CI= 95%).
Dengan derajat kepercayaan 95% dapat diperoleh asumsi bahwa:
a. Bila nilai Pvalue ≤ 0,05 maka disimpulkan ada hubungan antara variabel
dependen dengan independen.
b. Bila nilai Pvalue > 0,05 maka disimpulkan tidak ada hubungan antara
variabel dependen dengan independen.
66
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1 Gambaran Wilayah
Kabupaten Sukabumi terletak antara 1060 49’ sampai 107
0 BT dan 60
0 57’
sampai 700 25’ LS dengan luas wilayah ± 419.970 Ha.
Kabupaten Sukabumi berbatasan dengan:
Sebelah Utara : Kabupaten Bogor
Sebelah Selatan : Samudera Indonesia
Sebelah Barat : Kabupaten Lebak
Sebelah Timur : Kabupaten Cianjur
Batas wilayah tersebut 40% berbatasan dengan lautan dan 60% berbatasan
dengan daratan. Kondisi wilayah Kabupaten Sukabumi mempunyai potensi wilayah
lahan kering yang luas. Saat ini sebagian besar merupakan wilayah perkebunan,
tegalan, dan hutan. Penggunaan lahan di Sukabumi sendiri dibedakan menjadi dua
yaitu lahan sawah dan lahan bukan sawah (lahan kering). Lahan bukan sawah (lahan
kering) sendiri dibedakan atas lahan pekarangan/ rumah, tegal/kebun, kolam/ tebat/
empang dan lahan lain-lain.
Luas tanah di Kota Sukabumi menurut penggunaannya adalah 4.800 Ha.
Dari jumlah tersebut tanah yang digunakan untuk lahan sawah sebesar 1.849,77 Ha
(38,54%) dari seluruh wilayah dan sisanya seluas 2.950,23 Ha (61,46%) masih
67
merupakah tanah kering dan lainnya. Disamping itu, Kabupaten Sukabumi
mempunyai iklim tropik dengan tipe iklim B (oldeman) dengan curah hujan rata-rata
tahunan sebesar 2.805 mm dan hari hujan 144 hari. Suhu udara berkisar antara 200-
300 C dengan kelembaban udara 85%-89%.
Fenomena yang terjadi di daerah perkotaan menunjukkan luas lahan sawah akan
semakin berkurang sejalan dengan banyaknya pembangunan di bidang perumahan,
perdagangan ataupun industri sehingga fungsi lahan pertanian berubah fungsi menjadi
lahan bukan pertanian. Pembangunan pertanian tanaman pangan merupakan bagian
dari pembangunan ekonomi. Pembangunan di bidang ini diarahkan untuk
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani khususnya maupun masyarakat
pada umumnya. Hal ini diupayakan melalui peningkatan produksi pangan baik
kuantitas maupun kualitasnya. Sekitar 1.849,77Ha lahan pertanian di Kota Sukabumi
menghasilkan beberapa komoditas pertanian seperti padi sawah, palawija,
holtikultura, sayur-sayuran, tanaman hias, serta tanaman obat.
Kabupaten Sukabumi terdiri atas 47 kecamatan yang di bagi lagi atas sejumlah
364 desa dan 3 kelurahan. Pusat pemerintahan Kabupaten Sukabumi berada di
Pelabuhan Ratu. Desa Perbawati merupakan bagian dari Kecamatan Sukabumi yang
kemudian menjadi daerah penelitian ini yang memiliki luas wilayah 503,6 ha. Secara
administraif Desa Perbawati Berbatasan dengan :
Sebelah utara : Taman Nasional Gede Pangrango
Sebelah Selatan : Desa Kawarang
Sebelah Barat : Desa Undrus
68
Sebelah Timur : Desa Sudajaya Girang
Desa Perbawati berada di kaki Gunung Gede-Pangrango berketinggian 750-1200
mdpl (meter diatas permukaan laut) dengan curah hujan rata-rata 2496 mm/tahun.
Suhu udara di desa ini sekitar 180-20
0 C sehingga cocok untuk bercocok tanam
tanaman sayur dan tanaman hortikultura lainnya. Desa Perbawati memiliki sarana
dan prasarana pendukung usaha tani berupa satu traktor, 71 hand spayer, 974
cangkul, 84 sabit. Mayoritas penduduk Desa Perbawati bermata pencaharian sebagai
petani terutama komoditi sayuran. Jumlah petani di Desa Perbawati hingga sekarang
adalah 309 orang (BP3K, 2012).
5.2 Analisis Univariat
Analisis univariat digunakan untuk menggambarkan distribusi frekuensi dari
hasil penelitian yang telah diperoleh. Berdasarkan hasil penelitian pada populasi
petani penyemprot tanaman sayur di Desa Perbawati Kabupaten Sukabumi
didapatkan sebanyak 66 petani yang memenuhi kriteria inklusi sehingga telah
memenuhi jumlah sampel minimal penelitian.
5.2.1 Efek Neurobehavioral
Efek neurobehavioral diketahui dari hasil uji performa
neurobehavioral dengan menggunakan digit span forward, digit span
backward, digit symbol, pursuit aiming, dan trial making. Hasil uji
tersebut kemudian ditransform ke standar skor WHO (1986) dan
kemudian dikategorikan (Sahani, 2004). Berikut merupakan distribusi dan
frekuensi efek neurobehavioral pada responden:
69
Tabel 5.1 Gambaran Efek Neurobehavioral pada Petani Penyemprot
Tanaman Sayur dengan Pestisida di Desa Perbawati
Kabupaten Sukabumi Tahun 2013
Efek Neurobehavioral Jumlah %
Tidak Normal 40 60.6
Normal 26 39.4
Total 66 100
Berdasarkan tabel 5.1 dapat diketahui bahwa 60.6% responden
mengalami performa neurobehavioral buruk (tidak normal) atau efek
neurobehavioral. Ketidaknormalan terjadi pada uji digit span yaitu terjadi
pada 21.2% responden, digit symbol pada 25.8%, pursuit aiming
sebanyak 24.2%, dan trial making sebanyak 24.2% responden.
Disamping itu, distribusi data hasil uji performa neurobehavioral
seperti digit span, digit symbol, pursuit aiming, dan trial making dapat
diketahui dari tabel 5.2. Dimana data masing-masing uji yang dianalisis
merupakan data yang sudah dijadikan standar skor.
Tabel 5.2 Gambaran Distribusi Data Skor Standar Digit Span, Digit
Symbol, Pursuit Aiming, dan Trial Making pada Petani Penyemprot
Tanaman Sayur dengan Pestisida di Desa Perbawati
Kabupaten Sukabumi Tahun 2013
Uji Performa Neurobehavioral p-value Interpretasi
Digit Span 0.000 Tidak Normal
Normal Digit Symbol 0.011 Tidak Normal
Pursuit Aiming 0.200 Normal
Trial Making 0.200 Normal
70
Berdasarkan tabel 5.2 dapat dketahui bahwa data skor standar uji
performa neurobehavioral yang berdistribusi normal adalah pursuit
aiming dan trial making.
5.2.2 Usia
Gambaran usia responden didapatkan dari pertanyaan umur responden
dengan validasi pertanyaan tanggal lahir dan kartu identitas diri.
Berdasarkan anailis univariat diketahui pada α= 5% atau derajat
kepercayaan 95%, rerata usia responden adalah antara 38.2 hingga 44.5
tahun. Usia tertua dan termuda responden adalah 75 dan 21 tahun.
5.2.3 Tingkat Pendidikan
Gambaran tingkat pendidikan dikategorikan menjadi “tinggi” (SMA
sederajat, diploma, dan sarjana) dan “rendah” (tidak sekolah, SD, dan
SMP). Berikut merupakan gambaran tingkat pendidikan responden:
Tabel 5.3 Gambaran Tingkat Pendidikan pada Petani Penyemprot
Tanaman Sayur dengan Pestisida di Desa Perbawati
Kabupaten SukabumiTahun 2013
Tingkat Pendidikan Jumlah %
Rendah 46 69.7
Tinggi 20 30.3
Total 66 100
Berdasarkan tabel 5.3 dapat diketahui bahwa 69.7% responden
berpendidikan rendah.
71
5.2.4 Pengetahuan
Pengetahuan didapatkan dari hasil skoring lima belas pertanyaan
seputar penggunaan pestisida dan dampaknya. Variabel ini dikategorikan
menjadi pengetahuan buruk dan baik dengan cut-off median (60) yang
disajikan pada tabel berikut:
Tabel 5.4 Gambaran Pengetahun pada Petani Penyemprot
Tanaman Sayur dengan Pestisida di Desa Perbawati
Kabupaten Sukabumi Tahun 2013
Pengetahuan Jumlah %
Buruk 38 57.6
Baik 28 42.4
Total 66 100
Berdasarkan tabel 5.4 dapat diketahui bahwa 57.6% memiliki
pengetahuan yang buruk.
5.2.5 Status Gizi
Salah satu penilaian status gizi adalah dengan melihat nilai Indeks
Masa Tubuh (IMT). Indeks tersebut diukur dengan mendapatkan nilai
berat badan dan tinggi badan petani penyemprot tanaman sayur di Desa
Perbawati dimana IMT dibawah 18.5 dan lebih dari 25 dikategorikan
tidak normal sementara ststus gizi normal adalah IMT diantara 18.5 dan
25. Berikut merupakan gambaran status gizi responden:
72
Tabel 5.5 Gambaran Status Gizi pada Petani Penyemprot
Tanaman Sayur dengan Pestisida di Desa Perbawati
Kabupaten Sukabumi Tahun 2013
Status Gizi Jumlah %
Tidak Normal 11 16.7
Normal 55 83.3
Total 66 100
Berdasarkan tabel 5.5 dapat diketahui bahwa 16.7% responden
memiliki status gizi tidak normal.
5.2.6 Stres Kerja
Stres kerja didapatkan dari hasil wawancara responden mengenai
perubahan psikologis, fisiologis, dan perilaku selama satu bulan terakhir.
Berikut merupakan gambaran stres kerja responden:
Tabel 5.6 Gambaran Stres Kerja pada Petani Penyemprot
Tanaman Sayur dengan Pestisida di Desa Perbawati
Kabupaten Sukabumi Tahun 2013
Stres Kerja Jumlah %
Stres 16 24.2
Tidak Stres 50 75.8
Total 66 100
Berdasarkan tabel 5.6 dapat diketahui bahwa sebanyak 24.2%
responden mengalami stres.
5.2.7 Perilaku Merokok
Perilaku merokok merupakan perkalian antara jumlah rata-rata
merokok perhari (batang) dan lama mengkonsumsi rokok (tahun).
Pengelompokan ini berdasarkan skala Brinkman dan dikarenakan tidak
73
terdapat responden dengan tingkat perokok berat maka pada analisis
selanjutnya hanya dipakai tingkat ringan dan sedang. Berikut merupakan
hasil penelitian dari variabel merokok:
Tabel 5.7 Gambaran Perilaku Merokok pada Petani Penyemprot
Tanaman Sayur dengan Pestisida di Desa Perbawati
Kabupaten Sukabumi Tahun 2013
Perilaku Merokok Jumlah %
Sedang 19 28.8%
Ringan 47 71.2%
Total 66 100%
Berdasarkan tabel 5.7 dapat diketahui bahwa sebanyak 28.8%
responden merupakan perokok tingkat sedang.
5.2.8 Konsumsi Kopi
Pengukuran konsumsi kopi didasarkan pada kebiasaan mengkonsumsi
kopi setiap hari. Kopi sendiri mengandung kafein yang tinggi yaitu 70-
220 mg/150 ml. Berikut merupakan gambaran konsumsi kopi pada
responden:
Tabel 5.8 Gambaran Konsumsi Kopi pada Petani Penyemprot
Tanaman Sayur dengan Pestisida di Desa Perbawati
Kabupaten Sukabumi Tahun 2013
Konsumsi Kopi Jumlah %
Ya 37 56.1
Tidak 29 43.9
Total 66 100
74
Berdasarkan tabel 5.8 dapat diketahui bahwa 56.1% responden
mengkonsumsi kopi yang tergambar dari kebiasaan minum kopi.
5.2.9 Jenis Pestisida
Jenis pestisida dikelompokan menjadi penggunaan organofosfat dan
non organofosfat. Kategori ini didasarkan organofosfat merupakan
pestisida yang paling beracun yang digunakan oleh petani di Desa
Perbawati. Berikut gambaran penggunaan jenis pestisida:
Tabel 5.9 Gambaran Jenis Pestisida pada Petani Penyemprot
Tanaman Sayur dengan Pestisida di Desa Perbawati
Kabupaten Sukabumi Tahun 2013
Jenis Pestisida Jumlah %
Organofosfat 42 63.6
Non Organofosfat 24 36.4
Total 66 100
Berdasarkan tabel 5.9 dapat diketahui bahwa pestisida organofosfat
digunakan oleh 63.6% responden.
5.2.10 Masa Kerja
Masa kerja dihitung dari responden pertama kali menjadi petani
tanaman sayur. Masa kerja petani diklasifikasikan menjadi dua yaitu ≥ 10
tahun dan <10 tahun. Kategori ini berdasarkan penelitian Farahat (2003)
bahwa masa 10 tahun merupakan waktu yang cukup seseorang
mengalami efek neurobehavioral setelah kontak dengan neurotoksikan.
Berikut merupakan gambaran masa kerja responden:
75
Tabel 5.10 Gambaran Masa Kerja Petani Penyemprot
Tanaman Sayur dengan Pestisida di Desa Perbawati
Kabupaten Sukabumi Tahun 2013
Masa Kerja Jumlah %
≥ 10 tahun 36 54.5
< 10 tahun 30 45.5
Total 66 100
Berdasarkan tabel 5.10 dapat diketahui bahwa 54.5% responden telah
berprofesi sebagai petani tanaman sayur selama 10 tahun atau lebih.
5.3 Analisis Bivariat
Analisis bivariat merupakan analisis untuk mengetahui hubungan antara dua
variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Dalam pengujian hipotesis
penelitian dengan data (rasio) harus memenuhi syarat uji normalitas distribusi data
sehingga dapat dianalisis dengan uji parametrik. Uji normalitas distribusi data pada
penelitian ini hanya dilakukan pada variabel usia.
Selanjutnya variabel usia dianalisis dengan uji paramtetrik yaitu uji t-independent
dan untuk variabel-variabel kategorik (skala ordinal) dilakukan uji chi-square (x2).
Berikut merupakan hasil uji bivariat terhadap variabel dependent dan independent
pada penelitian ini.
5.3.1 Hubungan antara Usia dengan Efek Neurobehavioral
Usia merupakan variabel numerik sehingga harus diuji normalitas
sebelumnya sebelum masuk analisis bivariat. Berdasarkan uji normalitas
Kolmogorof Smirnof Z didapatkan nilai P sebesar 0.200 (p-value> 0.05).
Artinya data usia berdistribusi normal.
76
Berdasarkan analisis bivariat didapatkan rata-rata umur responden
yang mengalami efek neurobehavioral tidak normal adalah 45.22 tahun
dengan standar deviasi sebesar 13.29. Hasil uji statistik didapatkan pvalue
= 0.002, berarti pada alpha 5% diketahui ada hubungan antara usia
dengan efek neurobehavioral pada petani penyemprot tanaman sayur di
Desa Perbawati.
5.3.2 Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Efek Neurobehavioral
Berikut merupakan hasil uji antara variabel tingkat pendidikan dan
efek neurobehavioral pada petani penyemprot tanaman sayur dengan
pestisida di Desa Perbawati Kabupaten Sukabumi Tahun 2013.
Tabel 5.11 Gambaran Distribusi Tingkat Pendidikan dengan
Efek Neurobehavioral pada Petani Penyemprot Tanaman
Sayur dengan Pestisida di Desa Perbawati
Kabupaten Sukabumi Tahun 2013
Tingkat
Pendidikan
Efek Neurobehavioral
Tidak
Normal Normal Total P value
N % N % N %
0.374 Rendah 30 65.2 16 34.8 46 100
Tinggi 10 50 10 50 20 100
Berdasarkan tabel 5.11 didapatkan 46 responden berpendidikan rendah
dan 65.2% diantaranya mengalami efek neurobehavioral. Hasil uji
statistik didapatkan nilai p-value 0.374, berarti pada alpha 5% diketahui
tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan efek
77
neurobehavioral pada petani penyemprot tanaman sayur di Desa
Perbawati.
5.3.3 Hubungan antara Pengetahuan dengan Efek Neurobehavioral
Berikut merupakan hasil uji antara variabel pengetahuan dan efek
neurobehavioral pada petani penyemprot tanaman sayur dengan pestisida
di Desa Perbawati Kabupaten Sukabumi Tahun 2013.
Tabel 5.12 Gambaran Distribusi Pengetahuan dengan Efek
Neurobehavioral pada Petani Penyemprot Tanaman
Sayur dengan Pestisida di Desa Perbawati
Kabupaten Sukabumi Tahun 2013
Pengetahuan
Efek Neurobehavioral
Tidak
Normal Normal Total P value
N % N % N %
0.435 Buruk 21 55.3 17 44.7 38 100
Baik 19 67.9 9 32.1 28 100
Berdasarkan tabel 5.12 didapatkan 38 responden berpengetahuan
buruk dan 55.3% diantaranya mengalami efek neurobehavioral. Hasil uji
statistik didapatkan p-value = 0.435, berarti pada alpha 5% diketahui
tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan efek neurobehavioral
pada petani penyemprot tanaman sayur di Desa Perbawati.
78
5.3.4 Hubungan antara Status Gizi dengan Efek Neurobehavioral
Berikut merupakan hasil uji antara variabel status gizi dan efek
neurobehavioral pada petani penyemprot tanaman sayur dengan pestisida
di Desa Perbawati Kabupaten Sukabumi Tahun 2013.
Tabel 5.13 Gambaran Distribusi Status Gizi dengan Efek
Neurobehavioral pada Petani Penyemprot Tanaman
Sayur dengan Pestisida di Desa Perbawati
Kabupaten Sukabumi Tahun 2013
Status Gizi
Efek Neurobehavioral
Tidak
Normal Normal Total P value
N % N % N %
1.000 Tidak
Normal 7 63.6 4 36.4 11 100
Normal 33 60 22 40 55 100
Berdasarkan tabel 5.13 didapatkan 11 responden berstatus gizi tidak
normal dan 63.6% diantaranya mengalami efek neurobehavioral. Hasil
uji statistik didapatkan p-value = 1.000, berarti pada alpha 5% diketahui
tidak ada hubungan antara status gizi dengan efek neurobehavioral pada
petani penyemprot tanaman sayur di Desa Perbawati.
79
5.3.5 Hubungan antara Stres Kerja dengan Efek Neurobehavioral
Berikut merupakan hasil uji antara variabel stres kerja dan efek
neurobehavioral pada petani penyemprot tanaman sayur dengan pestisida
di Desa Perbawati Kabupaten Sukabumi Tahun 2013.
Tabel 5.14 Gambaran Distribusi Stres Kerja dengan Efek
Neurobehavioral pada Petani Penyemprot Tanaman
Sayur dengan Pestisida di Desa Perbawati
Kabupaten Sukabumi Tahun 2013
Stres Kerja
Efek Neurobehavioral
Tidak
Normal Normal Total P value
N % N % N %
1.000 Stres 10 62.5 6 37.5 16 100
Tidak Stres 30 60 20 40 50 100
Berdasarkan tabel 5.14 didapatkan 16 responden mengalami stres
dalam satu bulan terakhir dan 62.5% diantaranya mengalami efek
neurobehavioral. Hasil uji statistik didapatkan p-value = 1.000, berarti
pada alpha 5% diketahui tidak ada hubungan antara stres kerja dengan
efek neurobehavioral pada petani penyemprot tanaman sayur di Desa
Perbawati.
5.3.6 Hubungan antara Merokok dengan Efek Neurobehavioral
Berikut merupakan hasil uji antara variabel perilaku merokok dan efek
neurobehavioral pada petani penyemprot tanaman sayur dengan pestisida
di Desa Perbawati Kabupaten Sukabumi Tahun 2013.
80
Tabel 5.15 Gambaran Distribusi Perilaku Merokok dengan Efek
Neurobehavioral pada Petani Penyemprot Tanaman
Sayur dengan Pestisida di Desa Perbawati
Kabupaten Sukabumi Tahun 2013
Merokok
Efek Neurobehavioral
Tidak
Normal Normal Total P value
N % N % N %
0.027 Sedang 16 84.2% 3 15.8% 19 100%
Ringan 24 51.1% 23 48.9% 47 100%
Berdasarkan tabel 5.15 didapatkan 19 responden merupakan perokok
tingkat sedang dan 84.2% diantaranya mengalami efek neurobehavioral.
Hasil uji statistik didapatkan p-value = 0.027, berarti pada alpha 5%
diketahui ada hubungan antara perilaku merokok dengan efek
neurobehavioral pada petani penyemprot tanaman sayur di Desa
Perbawati.
5.3.7 Hubungan antara Konsumsi Kopi dengan Efek Neurobehavioral
Berikut merupakan hasil uji antara variabel konsumsi kopi dan efek
neurobehavioral pada petani penyemprot tanaman sayur dengan pestisida
di Desa Perbawati Kabupaten Sukabumi Tahun 2013.
81
Tabel 5.16 Gambaran Distribusi Konsumsi Kopi dengan Efek
Neurobehavioral pada Petani Penyemprot Tanaman
Sayur dengan Pestisida di Desa Perbawati
Kabupaten Sukabumi Tahun 2013
Kons.
Kopi
Efek Neurobehavioral
Tidak
Normal Normal Total P value
N % N % N %
0.138 Ya 19 51.4 18 48.6 37 100
Tidak 21 72.4 8 27.6 29 100
Berdasarkan tabel 5.16 didapatkan 37 responden mengkonsumsi kopi
dan 51.4% diantaranya mengalami efek neurobehavioral. Hasil uji
statistik didapatkan p-value = 0.138, berarti pada alpha 5% diketahui
tidak ada hubungan antara konsumsi kopi dengan efek neurobehavioral
pada petani penyemprot tanaman sayur di Desa Perbawati.
5.3.8 Hubungan antara Jenis Pestisida dengan Efek Neurobehavioral
Berikut merupakan hasil uji antara variabel jenis pestisida dan efek
neurobehavioral pada petani penyemprot tanaman sayur dengan pestisida
di Desa Perbawati Kabupaten Sukabumi Tahun 2013.
82
Tabel 5.17 Gambaran Distribusi Jenis Pestisida dengan Efek
Neurobehavioral pada Petani Penyemprot Tanaman
Sayur dengan Pestisida di Desa Perbawati
Kabupaten Sukabumi Tahun 2013
Jenis
Pestisida
Efek Neurobehavioral
Tidak
Normal Normal Total P value
N % N % N %
0.034 Organofosfat 30 71.4 12 28.6 42 100
Non
Organofosfat 10 41.7 14 58.3 24 100
Berdasarkan tabel 5.17 didapatkan 42 responden menggunakan
pestisida golongan organofosfat dan 71.4% diantaranya mengalami efek
neurobehavioral. Hasil uji statistik didapatkan p-value = 0.034, berarti
pada alpha 5% diketahui ada hubungan antara jenis pestisida yang
digunakan dengan efek neurobehavioral pada petani penyemprot tanaman
sayur di Desa Perbawati.
5.3.9 Hubungan antara Masa Kerja dengan Efek Neurobehavioral
Berikut merupakan hasil uji antara variabel masa kerja dan efek
neurobehavioral pada petani penyemprot tanaman sayur dengan pestisida
di Desa Perbawati Kabupaten Sukabumi Tahun 2013.
83
Tabel 5.18 Gambaran Distribusi Masa Kerja dengan Efek
Neurobehavioral pada Petani Penyemprot Tanaman
Sayur dengan Pestisida Di Desa Perbawati
Kabupaten Sukabumi Tahun 2013
Masa Kerja
Efek Neurobehavioral
Tidak
Normal Normal Total P value
N % N % N %
0.018 ≥ 10 tahun 27 75 9 25 36 100
< 10 tahun 13 43.3 17 56.7 30 100
Berdasarkan tabel 5.18 didapatkan 36 responden memiliki masa kerja
≥10 tahun dan 75% diantaranya mengalami efek neurobehavioral. Hasil
uji statistik didapatkan p-value = 0.018, berarti pada alpha 5% diketahui
ada hubungan antara masa kerja dengan efek neurobehavioral pada petani
penyemprot tanaman sayur di Desa Perbawati.
84
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian
6.1.1 Kemungkinan adanya recall bias pada saat menjawab pertanyaan yaitu
pada data keluhan stress kerja. Peneliti hanya menggunakan kuesioner
yang dijawab dengan cara responden mengingat kembali apa yang
dirasakan selama satu bulan terakhir (subjective symptom), sehingga
keterbatasannya tergantung oleh daya ingat responden. Selain itu,
validitas dan realibilitas kuesioner tidak dilakukan ulang peneliti atau
hanya didasarkan pada penelitian sebelumnya.
6.1.2 Faktor risiko usia sulit di ukur secara akurat karena tidak semua petani
bersedia menunjukan kartu identitiasnya sebagai verifikasi usia.
6.2 Gambaran Efek Neurobehavioral pada Petani Penyemprot Tanaman Sayur
dengan Pestisida di Desa Perbawati Kabupaten Sukabumi Tahun 2013
Efek neurobehavioral merupakan suatu perubahan pada arah yang merugikan
secara fungsional pada sistem saraf akibat paparan agen kimia, fisik, dan biologi
(U.S EPA, 1998). Gangguan saraf secara fungsional meliputi perubahan somatik,
sensorik, dan fungsi kognitif. Disamping itu, efek neurobehavioral juga meliputi
gangguan pada kemampuan belajar (learning), memori, fokus perhatian
(attention), suasana hati (mood), disorientasi, dan penyimpangan berfikir. Pada
85
dasarnya efek neurobehavioral merupakan salah satu sindroma atau efek
neurotoksik dimana dapat disebabkan oleh senyawa kimia yang bukan
merupakan komponen metabolisme (primary neurotoxic agents: pestisida, dll)
dan termasuk komponen metabolisme (secondary neurotoxic agents: enzim).
Primary neurotoxic agent seperti halnya pestisida mempunyai kemampuan
merusak sel saraf. Kemampuan merusak ini tergantung pada toksisitas pestisida,
durasi paparan, dan refersibilitas toksikan tersebut (Dobss, 2009; U.S EPA, 1998;
US.Congress, 1990).
Tokisistas pestisida pada saraf sangat perlu diwaspadai karena senyawa ini
khususnya organofosfat bersifat lethal toxic effect baik pada serangga maupun
mamalia. Pada pengguna pestisida organofosfat, efek neurobehavioral terjadi
akibat adanya hambatan enzim-enzim esterase oleh senyawa organofosfat.
Sebagian besar enzim esterase tersebut adalah enzim kholinesterase. Senyawa
organofosfat menghambat produksi enzim kholinesterase sehingga terjadi
hambatan dalam pemecahan kholin ester dan penumpukan asetilkholin. Dimana
asetilkholin merupakan salah satu neurotransmitter yang berfungsi
menghantarkan impuls dari saraf ke saraf lainnya melalui sinapsis (Winder,
2004).
Efek neurobehavioral akibat organofosfat juga dapat dijelaskan berdasarkan
mekanisme fosforilasi (phosphorylation). Pada umumnya organofosfat mudah
bereaksi dengan gugus hidroksil (OH-) enzim. Awal mulanya senyawa ini
memecah gugus P-O-R dan melepaskan gugus bebas R dan menyisakan
86
rangkaian P-O (Winder, 2004). Ikatan ini kemudian akan menarik enzim
kholinesterase untuk berikatan sehingga terjadi tambahan gugus phosphate pada
enzim. Kondisi ini membentuk komponen yang stabil sehingga enzim
kholinesterase menjadi inaktif yang dampaknya adalah penumpukan asetilkolin
pada sinapsis (US. Congress, 1990; Winder, 2004). Hal ini jika dibiarkan terus-
menerus maka dapat menimbulkan efek neurobehavioral atau gangguan
fungsional saraf (Williams, 2000).
Efek neurobehavioral selanjutnya berdampak pada kondisi yang lebih parah
berupa cognitive impairment dan mental disorder dimana seseorang mengalami
degradasi kemampuan mengolah informasi, kesadaran, dan mengendalikan
emosional (US. Congress, 1990). US. Congress (1990) juga menerangkan bahwa
kedua penyakit tersebut merupakan penyakit kelima yang menghabiskan banyak
biaya kesehatan di Amerika Serikat pada tahun 1980 yaitu mencapai $40 billion.
Berdasarkan hal tersebut, WHO (1986) pada kongres neurotoksikologi di
Cincinnati kemudian mengeluarkan suatu standarisasi screening pengukuran
performa neurobehavioral berupa Neurobehavioral Core Test Battery (NCTB).
NCTB bertujuan untuk mendeteksi dini gangguan fungsional saraf sehingga
dapat dilakukan tindakan sebelum terjadi kondisi yang lebih parah.
NCTB WHO tersebut berisikan tujuh tes seperti profile of mood state
(POMS), digit span, digt symbol, simple reaction time, benton visual retention,
pursuit aiming, dan santa manual dexterity test. Namun demikian, setiap peneliti
dapat mengkombinasikan dengan beberapa uji performa neurobehavioral lainnya
87
dengan kata lain pengukuran performa neurobehavioral tidak secara mutlak
harus menyertakan kesemua uji di dalam NCTB. WHO (1986) menekankan agar
penggunaan standar skor diterapkan dalam interpretasi hasil penelitian. Sahani
(2004) menjelaskan bahwa batas (cut-off point) hasil uji performa
neurobehavioral adalah skor 40. Hal ini berarti performa dibawah skor tersebut
adalah abnormal dan diatasnya diinterpretasikan normal.
Berdasarkan hasil pengukuran performa neurobehavioral menggunakan uji
digit span, digit symbol, pursuit aiming, dan trial making diketahui sebanyak 40
responden (60.6%) memiliki performa neurobehavioral di bawah normal. Hal ini
sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Farahat (2003) yaitu
sebanyak 51% pengguna pestisida jenis organofosfat diketahui memiliki
performa neurobehavioral di bawah normal (buruk) pada uji digit symbol, trail
making, dan digit span. Performa neurobehavioral responden yang di bawah
normal pada penelitian ini mengindikasikan bahwa telah terjadi efek
neurobehavioral pada populasi petani di Desa Perbawati. Secara umum,
responden mengalami gangguan fungsional sistem saraf berupa gangguan
kecepatan motorik, kontrol motorik, attention, dan gangguan memori jangka
pendek (WHO, 1986).
Hasil penelitian ini juga selaras dengan Wasseling (2002) yang meneliti petani
pisang yang mengalami keracunan karbamat dan organofosfat terhadap performa
neurobehavioral. Sebanyak 67% pengguna pestisida mengalami efek
neurobehavioral. Mayoritas merupakan pengguna organofosfat dan sisanya
88
menggunakan karbamat. Penelitian tersebut menyebutkan responden yang
mengalami keracunan organofosfat memiliki performa di bawah normal yaitu
pada uji digit span forward, pursuit aiming ii, digit symbol, dan trail making.
Gambar 6.1 Distribusi Frekuensi Performa Neurobehavioral Abnormal
(skor≤40) pada Petani Penyemprot Tanaman Sayur dengan Pestisida
di Desa Perbawati Kabupaten Sukabumi Tahun 2013
Berdasarkan Gambar 6.1 diketahui 14 responden (21.2%) memiliki performa
buruk pada uji digit span, 17 responden (25.8%) pada digit symbol, 16 responden
(24.2%) pada uji pursuit aiming dan trial making. Fakta dari hasil penelitian juga
menyebutkan bahwa sebanyak 3 responden hanya memiliki performa buruk pada
digit span, 6 responden buruk pada digit symbol, 7 responden buruk pada pursuit
aiming, 6 responden buruk pada trial making. Sementara, sebanyak 4 responden
juga memiliki performa buruk pada digit span dan digit symbol, 4 responden
buruk pada digit span dan pursuit aiming, 2 responden buruk pada digit span dan
0
5
10
15
20
Digit SpanDigit Symbol
Pursuit AimingTrial Making
1417
1616
Jum
lah
Efe
k Neurobehavioral
Ab
no
rmal
Uji Performa Neurobehavioral
89
trial making, 3 responden buruk pada digit symbol dan trial making, satu
responden buruk pada pursuit aiming dan trial making, serta satu responden
buruk pada digit symbol dan pursuit aiming. Selain itu, sebanyak 3 responden
memiliki performa buruk pada digit symbol, pursuit aiming, dan trial making dan
satu responden menagalami performa buruk pada digit span, pursuit aiming, dan
trial making.
WHO (1986) dan Sahani (2004) menyebutkan bahwa uji performa
neurobehavioral digit span merepresentasikan kapabilitas short term memory
atau memori jangka pendek, digit symbol merepresentasikan motor speed atau
kecepatan motorik, pursuit aiming merepresentasikan fine motor control atau
kontrol motorik, dan trial making merepresentasikan attention dan visual
scanning. Hasil penelitian ini diketahui dari 40 responden yang mengalami efek
neurobehavioral, mayoritas responden (55%) mengalami performa buruk pada
satu uji neurobehavioral. Kemudian diikuti oleh sebanyak 37.5% responden
yang mengalami performa buruk pada dua uji neurobehavioral dan sisanya
mengalami performa buruk pada tiga uji.
Efek neurobehavioral pada penelitian ini ditegaskan hubungannya/
korelasinya dengan penggunaan neurotoksikan berupa pestisida. Hal ini di
dukung oleh penelitian sebelumnya pada petani penyemprot tanaman sayur di
Desa Perbawati pada tahun sebelumnya yang menyatakan bahwa sebanyak 51
responden (79,7%) mengalami keracunan akut yang diketahui dari aktivitas
enzim kholinesterase. Sebanyak 31,3% mengalami keracunan ringan dan 48,4%
90
keracunan sedang (Ferdiansyah, 2012). Williams (2000) menyampaikan bahwa
efek akut pada enzim kholinesterase hampir selalu diikuti oleh efek toksik yang
bersifat kronik yaitu berupa gangguan sistem saraf baik secara fungsional
maupun struktural. Hal ini terjadi jika paparan pestisida berlangsung terus-
menerus sehingga terjadi gangguan transfer impuls melalui neurotransmitter.
Disamping itu, dari 40 responden yang mengalami efek neurobehavioral tidak
normal diketahui sebanyak 62.5% responden mengalami gejala efek neurotoksik
berupa sering merasakan lelah ketika terbangun di pagi hari dan sering
merasakan ngantuk saat siang hari, 50% sering melupakan sesuatu hal yang baru
saja dilakukan, dan 55% sulit berkonsentrasi. Sementara itu, dari 26 responden
yang tidak mengalami efek neurotoksik diketahui hanya sebanyak 34.6%
responden mengalami gejala efek neurotoksik berupa sering merasakan lelah
ketika terbangun di pagi hari dan sering merasakan ngantuk saat siang hari,
38.5% sering melupakan sesuatu hal yang baru saja dilakukan, dan 46.1% sulit
berkonsentrasi. Hal ini mencerminkan proporsi gejala efek neurotoksik lebih
banyak terjadi pada responden yang mengalami efek neurobehavioral.
Seperti pembahasan sebelumnya bahwa agen toksik yang berpengaruh secara
dominan terhadap efek neurobehavioral adalah pestisida. Mayoritas petani di
Perbawati menggunakan pestisida jenis insektisida khususnya golongan
organofosfat. US. Congress (1990) menerangkan bahwa gangguan saraf secara
fungsional juga dapat disebabkan oleh destruksi sel saraf akibat mekanisme
patofisiologis neurotoksikan bahan kimia berbahaya seperti pestisida. Sementara
91
Winder (2003) dalam bukunya Occupational Toxicology menyebutkan proses
patofisiologi dasar terkait gangguan sel saraf manusia dapat berupa mekanisme
neurotoksikan tertentu. Polineuropati akibat senyawa organophosphorus
menyebabkan fosforilasi dan modifikasi enzim-enzim sel saraf. Mekanisme ini
menimbulkan gangguan pada sistem kerja enzim seperti esterase
(kholinesterase). Gangguan enzim tersebut menimbulkan tumpukan asetilkolin
pada ruang transpor sinapsis sehingga terjadi hambatan impuls.
Mekanisme gangguan fungsional saraf dimulai dari masuknya pestisida ke
dalam tubuh organisme (jasad hidup) yang dalam hal ini pasti berbeda-beda
menurut situasi paparannya. Mekanisme masuknya racun pestisida pada petani
penyemprot sayur di Desa Perbawati dapat melalui inhalasi, oral, maupun
dermal. Hasil penelitian menyebutkan 47% responden menyatakan tidak
menggunakan masker pada saat melakukan penyemprotan sehingga pestisida
berpotensi terabsorbsi melalui inhalasi dan ingesti ke dalam tubuh pada sebagian
responden. Selain itu, beberapa responden yang merupakan perokok juga terbiasa
merokok selama melakukan penyemprotan. Sehingga resiko pestisida tertelan/
terhirup menjadi tinggi.
Masuknya pestisida ini juga ditegaskan oleh pengaplikasian pestisida dengan
metode penyemprotan sehingga inhalasi, oral, dan dermal menjadi portal of entry
yang potensi dari pestisida. Selanjutnya, masuknya pestisida ke dalam tubuh
dapat bermuara di paru-paru, hati dan ginjal bahkan masuk ke dalam jaringan
pembuluh darah (Afriyanto, 2008).
92
Golongan pestisida yang sangat bertanggung jawab pada kondisi tersebut
adalah organoklorin, organofosfat, dan karbamat. Petani di Desa Perbawati
mayoritas menggunakan pestisida golongan piretroid (bulldog-β-siflutrin,
crowen-sipermetrin, decis-deltametrin, rizotin-sipermetrin, dan matador-L
sihalotri); organofosfat (curacron-profenofos, dursban-klorpirifos, dan marshal-
karbosulfan); dan karbamat (antrakol-propineb, dithaneM45-mankozeb).
Penggunaan golongan organofosfat ditujukan sebagai sarana pembasmi serangga
(insektisida). Golongan ini cukup berbahaya bagi kesehatan manusia karena
golongan ini dapat mengganggu fungsional maupun merusak struktural sistem
saraf pusat dan perifer (Krieger, 2001). Organofosfat juga sering menyebabkan
keracunan pada manusia jika bahan tersebut tertelan meskipun dalam jumlah
sedikit bahkan dapat menyebabkan kematian pada manusia. Cara kerja
organofosfat bersifat racun kontak, racun perut, dan juga racun fumigant
(Prijatno, 2009).
Sementara itu, pada dasarnya efek neurobehavioral merupakan sub yang lebih
kecil dari gangguan saraf secara keseluruhan atau disebut efek neurotoksik (US.
EPA, 1998). Efek ini melingkupi gangguan baik secara fungsional dan struktural
sistem saraf akibat zat toksikan. Efek neurobehavioral dan neurochemical
mewakili gangguan secara fungsional. Sementara secara struktural dijelaskan
melalui gangguan pada neuroanatomi yaitu perubahan susunan morfologi saraf
akibat zat toksikan. Efek neurotoksik sendiri dapat bersifat irreversible
(organisme tidak dapat kembali pada keadaan semula setelah pajanan berakhir,
93
atau menghasilkan perubahan yang permanen) dan reversible (organisme masih
dapat kembali pada kondisi semula setelah pajanan berakhir). Namun
kenyataannya efek neurotoksik mayoritas bersifat irreversible (US. Congress,
1990).
6.3 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Efek Neurobehavioral pada
Petani Penyemprot Tanaman Sayur dengan Pestisida di Desa Perbawati
Kabupaten Sukabumi Tahun 2013
6.3.1 Usia
Sel saraf berdifrensiasi menjadi akson dan dendrit serta terus
berkembang hingga membentuk jejaring serta sinapsis. Pada usia antara
30 sampai dengan 50 tahun, sel saraf mulai mengalami degenerasi
khususnya pada bagian locus ceruleus dan substantial nigra. Sedangkan,
antara usia 20 hingga 80 tahun sejumlah sel cerebral cortex bekurang
hingga setengahnya. Pada umur tersebut sintesis enzim aktifator
neurotransmitter juga semakin berkurang sehingga proses hantaran
impuls menjadi terganggu (U.S. Congress, 1990).
Hasil penelitian menunjukan rata-rata usia responden adalah antara
38.2 hingga 44.5 tahun (α=5%). Rentang usia tersebut merupakan usia
produktif sehingga sangat beresiko mengalami keracunan pestisida
hingga efek neurobehavioral. Rohlman (2006) menyebutkan terdapat
penurunan fungsi saraf setiap pertambahan usia 5 tahun setelah usia
94
mencapai 28 tahun. Sementara, Ginting (2011) menyebutkan bahwa
bertambahnya usia seseorang (lansia) maka kadar rata-rata kholinesterase
dalam darah akan semakin rendah sehingga mempermudah terjadinya
keracunan pestisida.
Hasil analisis bivariat menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang
bermakna antara usia dengan efek neurobehavioral (p-value= 0.002).
Selain itu, diketahui juga sebanyak 64% responden menggunakan
pestisida organofosfat dan rata-rata pengguna tersebut berumur 44 tahun.
Jenis organofosfat diketahui merupakan golongan pestisida yang paling
beracun dan menyebabkan kerusakaaan pada sistem saraf (US. Congress,
1990). Oleh sebab itu, faktor penuaan yang diperkuat dengan penggunaan
organofosfat menentukan kejadian efek neurobehavioral.
Mayoritas responden (54.5%) juga sudah berusia lebih dari 40 tahun.
Selain itu, responden yang telah berprofesi ≥10 tahun menjadi petani rata-
rata berusia 47.86 tahun. Banyaknya petani dengan usia yang lanjut
disebabkan beberapa alasan seperti mereka tidak mau berpindah ke
profesi lain karena profesi petani merupakan keterampilan turun-temurun,
beberapa beralasan karena memiliki ladang pertanian sendiri, dan yang
lainnya beralasan karena tidak memiliki keterampilan lain selain bertani.
Pada kondisi yang demikian, penggunaan APD yang benar merupakan
langkah yang tepat unuk mengurangi paparan pestisida sehingga dapat
terhindar dari dampak kesehatan penggunaan pestisida (Dobss, 2009).
95
US. Congress (1990) dan (Kandel, 2000) menjelaskan bahwa pada
usia lanjut, sistem saraf akan melalui tahap perubahan pada arah reduksi.
Seiring bertambahnya usia lanjut maka otak dan sumsum tulang belakang
akan kehilangan sel-sel saraf (atrofi). Sel-sel saraf juga akan mulai
menyampaikan pesan lebih lambat daripada sebelumnya. Residual zat-zat
toksik yang masuk kedalam otak dapat terkumpul dalam jaringan otak
sehingga menyebabkan rusaknya sel-sel saraf. Rusaknya sel-sel saraf
kemudian menimbulkan abnormalitas pada fungsi saraf. Kondisi ini dapat
mempengaruhi sistem tranfer impuls hingga sistem indra manusia.
Perubahan sensitifitas pada gerak refleks, sensasi, dan rasa mungkin akan
terjadi secara menetap. Perlambatan pada daya olah pikir, memori, dan
konsentrasi bahkan merupakan bagian yang normal dari proses penuaan.
Perubahan ini tidak sama pada semua orang. Beberapa orang memiliki
perubahan fungsional saraf dan jaringan otak dalam rentang usia yang
berbeda. Kondisi seperti ini dapat disimak pada ilustrasi berikut ini:
96
Gambar 6.2
Reduksi Sel Saraf Akibat Usia dan Pajanan Neurotoksikan
Sumber: Ampulembang, 2004
Ampulembang (2004) menerangkan bahwa pada titik tertentu sel saraf
akan mengalami reduksi sehingga penurunan fungsi kognitif dan
beberapa penyakit akan timbul. Namun akibat pajanan neurotoksikan, hal
tersebut dapat berlangsung lebih cepat. Pada point a, menggambarkan
gejala penyakit yang secara cepat timbul akibat pajanan akut
neurotoksikan. Williams et al (2000) menerangkan kondisi tersebut dapat
terjadi pada paparan seperti karbon monoksida (CO).
Sedangkan point b dapat digambarkan dengan hasil penelitian ini
yang menunjukan dari 36 responden (54.5%) yang sudah berusia lebih
dari 40 tahun, 72.2% terbiasa menggunakan pestisida organofosfat
sebagai pemabasi hama. Hal ini kemungkinan dikarenakan mereka sudah
menggunakan pestisida jenis ini sejak dahulu sehingga sulit untuk beralih
ke jenis piretroid yang lebih tidak toksik pada manusia. Prijatno (2009)
Pajanan Neurotoksin:
Pestisida
100%
Per
sen
sel
sar
af
0%
Ambang Gejala Penyakit
Kehilangan sel saraf
normal karena usia a
b
97
menyebutkan alasan pemilihan pestisida golongan organofosfat karena
sifat-sifatnya yang menguntungkan bagi para petani. Cara kerja golongan
ini selektif, tidak persisten dalam tanah, dan tidak menyebabkan resisten
pada serangga. Selanjutnya, Steenland (1994) mengutarakan bahwa efek
neurobehavioral dapat terjadi akibat penggunaan pestisida golongan
organofosfat. Ampulembang (2004) menjelaskan bahwa efek neurotoksik
dapat timbul setelah mendapatkan paparan yang lama bahkan dalam
konsentrasi yang kecil sekalipun dari agen neurotoksikan.
Hasil pada penelitian ini juga ekuivalen sebagaimana pada penelitian
oleh National Institute on Aging (NIA), sebanyak 2000 orang mengalami
penurunan daya neurologikal pada rentang umur 40 tahun. Perubahan ini
terjadi pada fungsi saraf berupa daya kognitif, kecepatan belajar (speed of
learing), dan problem solving (Kandel, 2000). Penuaan juga
menyebabkan seseorang mengalami kuantitas tidur yang semakin
menurun dan frekuensi terbangun setelah terlelap tidur juga semakin
meningkat. Kondisi ini dapat menurunkan daya konsentrasi dan kekuatan
memori sehingga akan mempengaruhi performa neurobehavioral.
Kandel (2000) juga menyebutkan seiring penuaan, berat otak juga
akan semakin menurun bahkan beberapa mencapai pada tahap kematian
sel saraf. Beberapa sintesis enzim seperti dopamine, norepinephrine, dan
asetilkholinesterase juga mengalami reduksi sejalan dengan penuaan. Hal
tersebut mengindikasikan terjadinya abnormalitas sintesis
98
neurotransmitter dalam saraf yang kemudian menyebabkan efek
neurobehavioral.
6.3.2 Tingkat Pendidikan
Pada umumnya tingkat pendidikan berbanding lurus dengan
kewaspadaan dan kesadaran terhadap sesuatu serta kemampuan
mengakses informasi. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka
kewaspadaan dan kesadaran terhadap sesuatu serta kemampuan
mengakses informasi lebih bagus. Selain itu, kesadaran akan kebutuhan
pengetahuan dan kemampuan menggali informasi juga biasanya
meningkat seiring dengan tingkat pendidikan (Prijatno, 2009).
Pengetahuan dan informasi yang cukup tentang neurotoksikan sangat
penting dimiliki khususnya bagi petani penyemprot yang menggunakan
pestisida. Dengan pengetahuan yang cukup diharapkan para petani
penyemprot dapat melakukan pengelolaan pestisida dengan baik sehingga
resiko kesehatan akan terminimalisir (Starks, 2010).
Berdasarkan tabel 5.3 diketahui bahwa mayoritas reponden (69.7%)
berpendidikan rendah. Proporsi tersebut selaras dengan proporsi pekerja
berpendidikan rendah di Indonesia. BPS (2013) menyebutkan pekerja
Indonesia masih didominasi pekerja dengan pendidikan rendah yaitu
sebanyak 47.9% angkatan kerja berpendidikan dibawah SD dan 17.18%
berpendidikan SMP.
99
Sebanyak 30 responden (65.2%) yang berpendidikan rendah
mengalami efek neurobehavioral. Meskipun tingkat pendidikan tidak
bermakna secara statistik terhadap efek neurobehavioral (p-value= 0.374)
namun hal ini perlu diperhatikan. Pendidikan formal pada dasarnya
merupakan sarana untuk berbagi informasi dan meningkatkan kognitif,
kemampuan memecahkan masalah, dan belajar (Prijatno, 2009).
Hasil penelitian ini sesuai dengan Ampulembang (2004) yang
menyebutkan tidak ada hubungan pada penelitiannnya mengenai tingkat
pendidikan dengan efek neurotoksik pada penggguna metil etil keton.
Walaupun demikian, mayoritas responden (51%) yang berpendidikan
rendah mengalami efek neurotoksik.
Gambar 6.3 Diagram Performa Neurobehavioral Berdasarkan
Tingkat Pendidikan pada Petani Penyemprot Tanaman Sayur
di Desa Perbawati Tahun 2013
49.89
50.2
49.8
50.2850.22
49.4849.57
50.98
48.5
49
49.5
50
50.5
51
51.5
Pendidikan-Rendah Pendidikan-Tinggi
Me
an S
kor
Pe
rfo
rma
Ne
uro
be
hav
iora
l
Digit Span
Digit Symbol
Pursuit Aiming
Trial Making
100
Berdasarkan diagram di atas, responden dengan pendidikan rendah
memiliki rata-rata performa neurobehavioral yang buruk pada uji digit
span, digit symbol, dan trial making dibandingkan dengan responden
berpendidikan tinggi. Hasil tersebut selaras dengan Wesseling (2002)
yang menyebutkan bahwa 81 responden (38%) dengan performa buruk
pada uji digit symbol memiliki tingkat pendidikan yang lebih rendah
dibandingkan dengan responden dengan performa baik.
Faktanya, sebanyak 32 responden (69.6%) yang berpendidikan rendah
menggunakan pestisida organofosfat dan 71.9% diantaranya mengalami
efek neurobehavioral. Rendahnya tingkat pendidikan membuat tingkat
kewaspadaan dan kesadaran semakin buruk sehingga petani justru lebih
banyak memilih menggunakan jenis pestisida organofosfat sebagai
pilihan utama (Prijatno, 2009). Sementara golongan pestisida ini sangat
beracun dan dapat menyebabkan efek neurobehavioral (U.S EPA, 1998).
Selain itu, 67.4% dari responden berpendidikan rendah telah
berprofesi sebagai petani penyemprot lebih dari 10 tahun dan 77.4%
diantaranya mengalami efek neurobehavioral. Pendidikan rendah
membuat para petani sulit beralih ke profesi lain. Dengan demikian,
responden mengalami paparan pestisida dalam kurun waktu yang cukup
lama. Lamanya paparan tersebut kemudian menentukan efek kronis pada
seseorang seperti efek neurobehavioral (US. Congress, 1990).
101
6.3.3 Pengetahuan
Pengetahuan yang cukup tentang zat neurotoksik sangat penting
dimiliki, khususnya bagi petani penyemprot yang menggunakan pestisida.
Berdasarkan tabel 5.4 diketahui sebanyak 57.6% responden
berpengetahuan buruk. Jumlah responden berpengetahuan buruk ini
berbanding lurus dengan tingkat pendidikan yang rendah. Pendidikan
searah dengan tingkat pengetahuan. Semakin rendah tingkat pendidikan
maka pengetahuan dan tingkat kewaspadaan cenderung menurun
(Prijatno, 2009).
Berdasarkan tabel 5.12 sebanyak 38 responden (57.5%)
berpengetahuan buruk dan 55.3% diantaranya mengalami efek
neurobehavioral. Pengetahuan yang dinilai adalah mengenai penanganan
pestisida berisikan pengetahuan tentang memilih, menyimpan,
pelaksanaan penyemprotan, penggunaan aturan sesuai label, cara
mencampur, dan tindakan setelah menyemprot yang sesuai dengan
ketentuan sehingga dapat mengurangi keracunan pada petani tersebut.
Hasil uji bivariat menyebutkan bahwa tingkat pengetahuan tidak
memiliki hubungan yang bermakna dengan efek neurobehavioral (p-
value=0.435). Sebaliknya, Afriyanto (2008) mengemukakan bahwa petani
yang menggunakan pestisida dengan kuantitas dan kualitas yang berlebih
tanpa memiliki pengetahuan yang cukup tentang bahaya pestisida dapat
menimbulkan dampak yang negatif terhadap kesehatan petani tersebut.
102
Kejadian ini biasa disebut self poisoning dimana terjadi karena
kurangnya pengetahuan sehingga tanpa disadari bahwa tindakannya dapat
membahayakan dirinya. Pengetahuan yang cukup diharapkan para petani
penyemprot dapat melakukan pengelolaan pestisida dengan baik pula,
sehingga risiko terjadinya keracunan hingga gangguan neurologis dapat
dihindari (Afriyanto, 2008; Starks, 2010).
Gambar 6.4 Diagram Performa Neurobehavioral Berdasarkan
Pengetahuan pada Petani Penyemprot Tanaman Sayur
di Desa Perbawati Tahun 2013
Gambar 6.4 menjelaskan bahwa responden yang berpengetahuan
buruk rata-rata cenderung mengalami performa neurobehavioral yang
lebih buruk dibandingkan responden yang pengetahuannya baik. Hal ini
tercermin dari uji digit span dan trial making. WHO (1986) menyebutkan
49.41
50.81
50.1749.75
51.73
47.64
49.95 50.06
45
46
47
48
49
50
51
52
53
Pengetahuan-Buruk Pengetahuan-Baik
Me
an
Sk
or
Pe
rfo
rma
Ne
uro
be
ha
vio
ral
Digit Span
Digit Symbol
Pursuit Aiming
Trial Making
103
uji ini merepresentasikan short therm memory atau memori jangka
pendek dan attention.
Fakta juga menyebutkan bahwa dari 28 responden yang
berpengetahuan baik, 64.3% justru menggunakan pestisida organofosfat.
L.Green menjelaskan dalam Notoatmodjo (1993) bahwa pengetahuan
tidak berhubungan langsung dengan status kesehatan, akan tetapi harus
melalui sikap atau praktik. Oleh sebab itu, walaupun petani
berpengetahuan baik, namun perilaku dalam menggunakan jenis pestisida
masih buruk sehingga tetap saja dapat menjadikan petani mengalami efek
neurobehavioral.
6.3.4 Status Gizi
Keadaan gizi seseorang dapat mencerminkan daya imunitas tubuh.
Status gizi yang tidak normal dapat menimbulkan beberapa gangguan
kesehatan. Status gizi diklasifikasikan menjadi tidak normal dan normal
dimana penentuannya berdaarkan IMT. Status gizi tidak normal terdidri
dari IMT kurus dan IMT berlebih sedangkan status gizi normal adalah
IMT normal. Sebagaimana hasil penelitian, diketahui 11 responden (17%)
berstatus gizi tidak normal dan sisanya (83%) berstatus gizi normal.
Jumlah ini dimungkinkan karena pengukuran status gizi hanya berdasar
IMT. Dari 11 responden yang berstatus gizi tidak normal, 63.6%
diantaranya mengalami efek neurobehavioral.
104
Hasil analisis bivariat menyebutkan bahwa tidak ada hubungan antara
status gizi dengan efek neurobehavioral (p-value=1.000). Ampulembang
(2004) yang meneliti efek neurotoksik juga tidak menemukan hubungan
status gizi dengan kejadian efek neurotoksik (p-value= 1.000). Alasan
rasional mengapa status gizi tidak berhubungan dengan efek
neurobehavioral adalah sebanyak 55 responden berstatus gizi normal,
60% diantaranya justru mengalami efek neurobehavioral. Selain itu, dari
55 responden tersebut ternyata 60% juga menggunakan pestisida
organofosfat. Jadi, meskipun status gizi normal namun penggunaa
pestisida dari golongan yang sangat beracun tetap dapat menyebabkan
gangguan fungsional saraf (U.S EPA, 1998).
Gambar 6.5 Diagram Performa Neurobehavioral Berdasarkan
Status Gizi pada Petani Penyemprot Tanaman Sayur
di Desa Perbawati Tahun 2013
Sumber: Analisis performa neurobehavioral berdasarkan status gizi
44.38
51.13
52.8
49.43
45.8
50.84
52.44
49.51
40
42
44
46
48
50
52
54
Status Gizi-Tdk Normal Status Gizi-Normal
Me
an S
kor
Pe
rfo
rma
Ne
uro
be
hav
iora
l
Digit Span
Digit Symbol
Pursuit Aiming
Trial Making
105
Gambar 6.5 menunjukan bahwa responden dengan status gizi tidak
normal rata-rata cenderung memiliki performa neurobehavioral yang
lebih rendah dibandingkan responden dengan status gizi normal yaitu
pada uji digit span dan pursuit aiming. Artinya, rata-rata responden
tersebut mengalami gangguan memori jangka pendek dan kemampuan
kontrol motorik. Selanjutnya, hasil ini sejalan dengan Starks (2010) yang
menjelaskan bahwa petani dengan status gizi buruk memiliki
kecenderungan untuk mendapatkan risiko gangguan neurologis lebih
besar bila bekerja dengan pestisida organofosfat dan karbamat.
Status gizi yang buruk biasanya dapat berakibat menurunnya daya
tahan dan meningkatnya kepekaan terhadap infeksi. Pada kondisi seperti
ini, protein dalam tubuh terbatas sementara beberapa enzim aktifator
neurotransmitter terbentuk dari protein. Jika ketersediaan protein
terganggu maka pembentukan enzim aktifator juga terganggu.
Terganggunya enzim atau bahkan inaktif dapat menghambat hantaran
impuls sehingga terganggulah sistem saraf otak (Starks, 2010).
Disamping itu status gizi berlebih juga beresiko terhadap absorpsi zat
toksikan seperti organofosfat karena beberapa dari golongan ini bersifat
lipofilik atau dapat larut dalam lemak (Williams et al, 2000).
6.3.5 Stres kerja
Sistem respons fisiologik pada kondisi stress akut dan kronik,
terdapat respon fight dan flight dimana berperan beberapa hormon. Tubuh
106
akan bereaksi terhadap stres. Stres akan mengaktifkan sistem saraf
simpatis dan sistem hormon tubuh seperti kotekolamin, epinefrin,
norepinefrine, glukokortikoid, kortisol, dan kortison. Khusus untuk
hormon kortisol yang dikeluarkan oleh korteks adrenal secara berlebih
menyebabkan kerja saraf pusat otak menjadi sedikit terganggu.
Sehingga respon tubuh menjadi waspada dan menjadi sulit tidur
(Ross, 2011).
Berdasarkan tabel 5.14 diketahui 50 responden (75.8%) tidak
mengalami stres dan 60% diantaranya mengalami efek neurobehavioral.
Diketahui juga tidak ada hubungan yang bermakna dai hasil analisis
bivariat antara stres dan efek neurobehavioral (p-value=1.000). Ross
(2011) menyebutkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan
antara kondisi stres dengan hasil performa neurobehavioral pada petani
pengguna organofosfat. Namun demikian, mayoritas responden yang
sedang mengalami sakit dan stres cenderung memiliki performa
neurobehavioral yang buruk khususnya pada uji profile of moods state
(POMS) dan pursuit aiming.
Anoraga (1998) menyebutkan stres yang dialami oleh seseorang dapat
mengganggu situasi kerja serta konsentrasi dalam menyelesaikan tugas-
tugas. Selain itu, stres juga erat kaitannya dengan kondisi kesehatan
seseorang. Kedaan stres dapat menurunkan daya imunitas tubuh sehingga
107
tubuh akan lebih mudah terinfeksi agen toksik. Stres juga membuat daya
konsentrasi menurun hingga gangguan neuropsikologikal.
Gambar 6.6 Diagram Performa Neurobehavioral Berdasarkan
Stres Kerja pada Petani Penyemprot Tanaman Sayur
di Desa Perbawati Tahun 2013
Gambar 6.6 menegaskan bahwa responden yang mengalami stres rata-
rata cenderung memiliki performa buruk yaitu pada performa pursuit
aming. WHO (1986) menyebutkan responden dengan hasil buruk pada
pursuit aiming merepresentasikan gangguan pada fine motor control atau
kecakapan dalam mengendalikan saraf motorik. Hasil ini selaras dengan
Ross (2011) yang menyebutkan bahwa 53.7% responden dengan skor
stres di atas 100 mengalami gangguan fine motor skill.
52.13
49.32
50.81
49.73
47.9
50.67
53.47
48.89
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
Stres Tidak Stres
Me
an S
kor
Pe
rfo
rma
Ne
uro
be
hav
iora
l
Digit Span
Digit Symbol
Pursuit Aiming
Trial Making
108
Hasil penelitian ini juga menyebutkan bahwa tidak terdapat perbedaan
yang signifikan skor stres antara pengguna organofosfat (mean=17.88)
dan pengguna non organofosfat (mean=20.42). Hasil ini sesuai dengan
Ross (2011) yang menyebutkan pada penelitianya tidak terdapat
perbedaan yang signifikan rata-rata skor stres antara petani pengguna
organofosfat dan tidak. Namun demikian kejadian depresi tercatat lebih
banyak terjadi pada petani yang didiagnosis mengalami keracunan
pestisida.
6.3.6 Merokok
Proses pembakaran tembakau dan nikotina tabacum terjadi pada saat
merokok yang kemudian mengeluarkan senyawa-senyawa toksik.
Diantaranya yang membahayakan kesehatan baik bagi perokok maupun
orang disekitarnya adalah tar (balangkin), nikotin, nitrogen sianida,
benzopirin, dimetil nitrosamine, N-nitroson nikotin, katekol, akrolein,
karbon monoksida (CO), hydrogen sianida (HCN), formaldehida,
benzene, arsen, fenol, dll. Pada dasarnya, tubuh manusia merespon bahan
berbahaya yang ada pada rokok, seperti nikotin.
Tabel 5.7 menunjukan 28,8% responden merupakan perokok tingkat
sedang dan dari hasil penelitian juga sebanyak 84.8% responden
merupakan perokok aktif. Fakta ini wajar mengingat Indonesia berada di
peringkat ketiga setelah Cina dan India, di atas Rusia dan Amerika dalam
109
kuantitas pengguna rokok. Jumlah perokok aktif di Indonesia mencapai
4,8% dari 1,3 milyar perokok di dunia (Antara, 2012).
Sebanyak 84.2% responden yang merupakan perokok tingkat sedang
mengalami efek neurobehavioral. Rata-rata lama merokok adalah 12
tahun dan dengan rata-rata konsumsi 9 batang perhari. Rokok akan
menjadi sangat berbahaya karena mengeluarkan 4000 lebih jenis racun
berbahaya ketika dibakar. Konsumsi rokok sama halnya memasukan
racun-racun tersebut pada tubuh manusia (U.S. Congress, 1990).
Hasil analisis bivariat pada tabel 5.15 menunjukan pajanan rokok pada
petani di Desa Perbawati berhubungan dengan efek neurobehavioral (p-
value=0.027). Hasil ini sejalan dengan penelitian Wesseling (2002) yang
menyebutkan ada hubungan antara performa neurobehavioral dengan
perilaku merokok. Faktanya, kebiasaan merokok dapat memberikan
dampak kumulatif terhadap timbulnya gangguan kesehatan. Dampak
negatif ini umumnya disebabkan zat nikotin yang sangat mempengaruhi
dan dapat mengubah fungsi otak. Nikotin membuat penggunanya merasa
relaks, lebih energik, dan bersemangat, atau bahkan sebaliknya. Efek ini
biasanya dikenal sebagai biphase effect. Semakin sering seseorang
merokok maka akan semakin merasa ketagihan dan bertambah pula dosis
yang digunakan (Ampulembang, 2004).
Saat seseorang menghisap sebatang rokok, nikotin akan merangsang
otak dengan membuat zat endorphin lebih banyak dari keadaan normal.
110
Struktur kimia endorphin hampir sama dengan obat penghilang rasa sakit
seperti morphine. Kadar endorhpin yang tinggi secara terus-menerus
dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pada saraf (U.S. Congress,
1990).
Disamping itu, Ampulembang (2004) menerangkan bahwa nikotin
juga dapat mempengaruhi aktivitas neuron dan sinapsis serta dapat
berikatan dengan reseptor nikotin (nAChRs). Kondisi ini kemudian dapat
meningkatkan pelepasan dopamin (DA). Pelepasan dopamin yang
berlebih kemudian menimbulkan kekacauan pada emosi dan kontrol
motorik. Hal ini disebabkan oleh penumpukan nikotin berlebih pada
prasinaps dan postsinaps.
Gambar 6.7 Diagram Performa Neurobehavioral Berdasarkan
Perilaku Merokok pada Petani Penyemprot Tanaman Sayur
di Desa Perbawati Tahun 2013
50.18
49.05
49.6
51.95
49.74
51.43
50.21
48.81
47
47.5
48
48.5
49
49.5
50
50.5
51
51.5
52
52.5
Perokok Sedang Perokok Ringan
Me
an S
kor
Pe
rfo
rma
Ne
uro
be
hav
iora
l
Digit Span
Digit Symbol
Pursuit Aiming
Trial Making
111
Gambar 6.7 menggambarkan rata-rata perokok tingkat sedang
cenderung memiliki performa neurobehavioral yang lebih buruk
dibanding dengan perokok tingkat ringan yaitu pada performa digit
symbol dan pursuit aiming. Hasil ini sama seperti yang ditunjukan pada
penelitian Chia (2012) bahwa sebanyak 76.5% responden perokok
memiliki skor yang lebih buruk pada uji digit symbol, pursuit aiming, dan
trial making. Kondisi seperti ini menggambarkan bahwa rata-rata
pengkonsumsi rokok beresiko mengalami gangguan fungsional saraf
seperti gangguan kecepatan motorik dan kecakapan kontrol motorik
(WHO, 1986)
Berdasarkan hasil observasi, kebiasaan merokok responden juga biasa
dilakukan di tempat kerja bahkan ketika melakuakan penyemprotan. Hal
ini bisa dilihat bahwa 50% perokok menyatakan tidak menggunakan
masker ketika melakukan penyemprotan. Hal ini dimungkinkan
responden merokok ketika menyemprot sehingga masker tidak dikenakan.
Afriyanto (2008) mengemukakan bahwa alat pelindung diri berupa
masker melindungi paparan pestisida dari ingesti dan inhalasi. Jika
paparan pestisida masuk melalui ingesti dan inhalasi kemungkinan akan
masuk ke pembuluh darah sehingga terjadi inaktivasi enzim
kholinesterase oleh pestisida tersebut. Kondisi ini menimbulkan
penumpukan asetilkolin sehingga respon menjadi terhambat dan timbul
efek neurobehavioral (US. Congress, 1990; Winder, 2004).
112
6.3.7 Konsumsi kopi
Konsumsi zat kafein seperti yang terdapat pada kopi dapat
menstimultan enzim neurotransmitter berupa epinefrin. Penumpukan
epinefrin yang tinggi dapat menyebabkan impuls terhambat dalam proses
hantarannya. Kondisi ini kemudian dapat menyebabkan gangguan
motorik. Berdasarkan tabel 5.7 diketahui 37 responden (56.1%)
mengkonsumsi kopi. Sedangakan 43.9% mengatakan tidak biasa
meminum kopi setiap hari meskipun terkadang masih meminumnya.
Kebiasaan minum kopi merupakan hal yang umum dan wajar semenjak
Bangsa Persia mengenalkan bahan ini sebagai nutrisi. Konsumsi kopi
pada penelitian ini digali dari kebiasaan mengkonsumsi kopi setiap hari.
Kadar kafein dalam kopi mencapai diketahui mencapai 70-220 mg/150
ml yaitu tertinggi diantara bahan makanan lainnya (Nehlig, 2003).
Selain itu, kafein yang terkandung dalam kopi memiliki sifat deurutik
sehingga pengguna dapat terjaga dan segar. Namun demikian,
penggunaan yang terlalu sering dapat mengakibatkan gangguan pola
tidur. Pola tidur yang buruk dapat menurunkan daya konsentrasi sehingga
dapat berakibat pada gangguan neurologis seseorang (Ampulembang,
2004).
Pada tabel 5.17 diketahui sebanyak 51.4% pengkonsumsi kopi
mengalami efek neurobehavioral. Hasil analisis bivariat menggunakan uji
chi-square didapatkan p-value=0.138 atau artinya konsumsi kopi tidak
113
memiliki hubungan yang bermakna dengan efek neurobehavioral. Hasil
ini selaras dengan penelitian Ampulembang (2004) dan Farahat (2003)
yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara
kebiasaan minum kopi dengan efek neurobehavioral. Tidak adanya
hubungan antara konsumsi kopi dengan efek neurobehavioral pada
penelitian ini dimungkinkan karena variabel konsumsi kopi hanya digali
dari kebiasaan mengkonsumsi kopi setiap hari saja.
Gambar 6.8 Diagram Performa Neurobehavioral Berdasarkan
Konsumsi Kopi pada Petani Penyemprot Tanaman Sayur
di Desa Perbawati Tahun 2013
Gambar 6.8 menunjukan responden yang mengkonsumsi kopi rata-rata
cenderung mengalami performa neurobehavioral lebih buruk dibanding
yang tidak yaitu pada digit span. Hasil ini merepresentasikan bahwa
49.28
50.93
51.21
48.44
51.11
48.57
50.63
49.19
47
47.5
48
48.5
49
49.5
50
50.5
51
51.5
Kopi-Ya Kopi-Tidak
Me
an S
kor
Pe
rfo
rma
Ne
uro
be
hav
iora
l
Digit Span
Digit Symbol
Pursuit Aiming
Trial Making
114
responden yang mengkonsusmsi kopi cenderung mengalami gangguan
pada memori jangka pendek (WHO, 1998).
6.3.8 Jenis Pestisida
Beberapa jenis pestisida sangat berbahaya untuk sistem organ terutama
sistem saraf pusat. Pestisida yang memiliki daya racun tinggi (highly
toxic) yaitu LD50 < 50 mg/kg sangatlah berbahaya jika sampai masuk ke
dalam tubuh (Perveen, 2011). Jenis pestisida yang digunakan di Desa
Perbawati seperti piretroid (bulldog-β-siflutrin, crowen-sipermetrin,
decis-deltametrin, rizotin-sipermetrin, dan matador-L sihalotri);
organofosfat (curacron-profenofos, dursban-klorpirifos, dan marshal-
karbosulfan); dan karbamat (antrakol-propineb, dithane M-45-
mankozeb). Jenis yang paling berbahaya adalah dursban karena
mengandung zat aktif klorpirifos yang mempunyai LD50= 8 mg/kg
(Perveen, 2011).
Berdasarkan tabel 5.9 diketahui sebanyak 63.6% responden
menggunakan pestisida golongan organofosfat. Beberapa jenis dari
golongan organofosfat yang digunakan oleh petani penyemprot tanaman
sayur di Desa Perbawati seperti Curacron (profenofos), Dursban
(klorpirifos), dan Marshal (karbosulfan). Mayoritas penggunaan pestisida
dalam sektor pertanian adalah jenis insketisida golongan organofosfat dan
karbamat (Gupta, 2006). Namun demikian, sekarang beberapa negara
115
sudah mulai beralih menggunakan golongan piteroid yang sifatnya lebih
tidak beracun bagi manusia (Perveen, 2011).
Hasil analisis bivariat dengan uji chi-square menunjukan 63.6% petani
di Desa Perbawati menggunakan organofosfat dan diketahui terdapat
hubungan yang bermakna antara penggunaan jenis pestisida organofosfat
dengan efek neurobehavioral (p-value= 0.034). Hasil ini selaras dengan
Steenland (1994) yaitu diketahui 128 (78%) responden yang
menggunakan organofosfat mengalami performa yang buruk pada uji
digit symbol. Fakta tersebut menunjukan bahwa penggunaan pestisida
organofosfat dapat menimbulkan efek pada fungsional saraf khususnya
kecepatan motorik.
Steenland (1994) juga mengutarakan bahwa defisit saraf dan efek
neurobehavioral terjadi pada pada pengguna chlorpyrifos (organofosfat)
yaitu membuat kecepatan konduksi saraf terganggu. Jenis pestisida ini
digunakan oleh petani penyemprot tanaman sayur di desa Perbawati
dengan merek dagang Dursban 20 EC. Afriyanto (2008) menuturkan
bahwa profenofos (merk curacron) dan klorpirifos (merk dursban)
memiliki kriteria sedang, profenofos memiliki gugus brom dan klor
sedangkan klorpirifos memiliki 3 gugus klor yang dikhawatirkan akan
memiliki bahaya yang sama dengan organoklorin.
Penggunaan pestisida organofosfat oleh petani penyemprot tanaman
sayur di Desa Perbawati cukup mengkhawatirkan. Hal ini mengingat
116
frekuensi penyemprotan umumnya dilakukan setiap minggu. Minimal
petani di Desa Perbawati melakukan penyemprotan satu kali dalam
seminggu, rata-rata dua kali, dan maksimal 5 kali dalam seminggu
menjelang panen. Disamping itu, Prijatno (2009) menyampaikan bahwa
oragnofosfat juga merupakan jenis pestisida yang paling toksik. Golongan
ini sering menyebabkan keracunan pada manusia jika bahan tersebut
tertelan meskipun dalam jumlah sedikit. Bahan ini juga dapat
menyebabkan kematian pada manusia. Cara kerja organofosfat bersifat
racun kontak, perut, dan juga racun fumigant.
Golongan organofosfat bekerja dengan cara menghambat aktivitas
enzim kolinesterase. Mekanismenya berupa fosforilasi (phosphorylation),
dimana organofosfat bereaksi dengan gugus hidroksil (OH-) enzim
sehingga terjadi ikatan antara phosphate dan enzim. Ikatan ini bersifat
stabil sehingga enzim kholinesterase menjadi inaktif yang dampaknya
adalah penumpukan asetilkolin pada sinapsis (US. Congress, 1990;
Winder, 2004). Kondisi ini biasanya dikenal dengan efek keracunan akut.
Selanjutnya, penghambatan enzim kolinesterase secara terus-menerus
menyebabkan penumpukan asetilkolin berlebih pada sinaps karena
asetilkolin tidak terhidrolisis menjadi asetat dan kolin (Williams, 2000).
Kondisi yang demikian jika terus-menerus terjadi dalam waktu yang
cukup lama dapat menimbulkan manifestasi gangguan neurologis salah
satunya yaitu manifestasi efek neurobehavioral (U.S Congress, 1990).
117
Manifestasi berupa gangguan neurologis seperti efek neurobehavioral
terjadi setelah menggunakan atau terpapar dalam waktu yang cukup lama
zat toksikan (pestisida). Pada pengguna pestisida, biasanya efek
neurobehavioral muncul setelah mengalami keracunan akut beberapa
tahun sebelumnya (U.S Congress, 1990). Namun demikian, Sahani (2004)
menjelaskan bahwa efek neurobehavioral dapat timbul pada paparan
rendah neurotoksikan. Hal ini berarti keracunan akut tidak selalu
mengawali efek neurobehavioral.
Wessling (2002) mengemukakan bahwa tidak ada korelasi antara
kejadian keracunan akut dengan defisit pada performa neurobehavioral
jika keduanya diukur dalam waktu yang bersamaan. Hal ini dikarenakan
efek akut yang dilihat dari aktivitas enzim asetilkholinesterase hanya
bersifat sementara yang biasanya hanya berlangsung selama 1-2 minggu
(Waxman, 1998). Namun demikian, dalam jangka panjang keracunan
akut pestisida dapat menyebabkan gangguan fungsional saraf akibat
enzim kholinesterase yang terhambat secara terus-menerus.
118
Gambar 6.9 Diagram Performa Neurobehavioral Berdasarkan Jenis
Pestisida pada Petani Penyemprot Tanaman Sayur
di Desa Perbawati Tahun 2013
Berdasarkan Gambar 6.9 pengguna organofosfat rata-rata cenderung
memiliki performa yang lebih buruk dibanding pengguna non-
organofosfat yaitu pada uji digit span, digit symbol, pursuit aiming, dan
trial making. Farahat (2003) melaporkan hasil yang sama bahwa
pengguna organofosfat memiliki performa neurobehavioral yang lebih
buruk khususnya pada uji digit symbol, trial making, dan digit span. Hasil
ini merepresentasikan rata-rata pengguna organofosfat mengalami
gangguan fungsional saraf berupa gangguan memori jangka pendek,
48.45
52.73
49.13
51.51
49.94 50.1
47.61
54.17
44
46
48
50
52
54
56
Organofosfat Non-Organofosfat
Me
an
Sko
r P
erf
orm
a N
eu
rob
eh
avio
ral
Digit Span
Digit Symbol
Pursuit Aiming
Trial Making
119
kecepatan motorik, kecakapan kontrol motorik, dan daya konsentrasi
(WHO, 1986).
Fakta menyebutkan sebanyak 57.1% pengguna pestisida organofosfat
telah bekerja sebagai petani penyemprot selama ≥10 tahun. Prijatno
(2009) menerangkan bahwa penggunaan pestisida yang sangat beracun
dalam waktu yang lama akan membuat resiko yang semakin tinggi
terhadap bebagai gangguan kesehatan dan keracunan pestisida.
Disamping itu, 18 responden (27.3%) diketahui masih menggunakan
organofosfat dengan merek dagang Dursban 20 EC. Padahal di Amerika
pestisida dengan merk tersebut (klorpirifos:organofosfat) sudah ditarik
dari pasaran oleh Environmental Protection Agency (EPA). Indonesia
sendiri sudah melarangnya sejak tahun 1998. Hal ini dikarenakan
penggunaan Dursban kemasan 20 EC sangatlah berbahaya bagi petani
dan masyarakat.
6.3.9 Masa kerja
Lama paparan suatu bahaya atau bahan berbahaya sangat erat
kaitannya dengan resiko yang didapatkan pekerja. Bagi petani, pestisida
nampaknya masih sulit dilepaskan dari kegiatan mereka. Hingga kini,
mayoritas penggunaan pestisida masih menggunakan metode semprot
seperti yang ada di Desa Perbawati. Pada penelitian ini lama paparan
dikaitkan dengan masa kerja karena pestisida selalu digunakan dalam
kegiatan pertanian khususnya di lokasi penelitian.
120
Pada tabel 5.10 diketahui 54.5% responden telah berprofesi sebagai
petani penyemprot tanaman sayur selama 10 tahun atau lebih. Rata-rata
responden telah berprofesi sebagai petani selama 12 tahun dengan lama
kerja minimal 1 tahun dan maksimal 44 tahun. Lama kerja menjadi petani
ini dipengaruhi oleh rendahnya tingkat pendidikan dan terbatasnya pilihan
lapangan pekerjaan. Rendahnya pendidikan membuat jumlah
pengangguran dapat meningkat karena pendidikan yang rendah memiliki
kesempatan kerja atau lapangan kerja yang sedikit (BPS, 2011).
Hasil uji bivariat menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang
bermakna antara masa kerja dengan efek neurobehavioral (p-value=
0.018). U.S. Congress (1990) menjelaskan semakin lama petani menjadi
penyemprot, maka semakin lama pula kontak dengan pestisida sehingga
resiko keracunan terhadap pestisida semakin tinggi. Keracunan pestisida
akut dapat berpotensi menyebabkan penurunan aktifitas kholinesterase
dalam plasma darah karena sifat pestisida sebagai penghambat
kholinesterase. Keracunan akut pestisida akan berlangsung mulai
seseorang terpapar hingga 2 minggu setelah melakukan penyemprotan.
Jika paparan berlangsung terus hingga lebih dari 9 tahun maka
manifestasi gangguan saraf otak dapat menetap.
Gangguan fungsional saraf seperti halnya efek neurobehavioral juga
dilaporkan di Mesir pada pengguna organophosphorous (Farahat, 2003).
Hasilnya, efek neurobehavioral diakibatkan oleh lamanya penggunaan
121
pestisida organofosfat. Lama penggunaan pestisida selama 10 hingga 20
tahun beresiko tinggi dan terbukti menyebabkan penurunan performa
neurobehavioral pada penelitian tersebut
Gambar 6.10 Diagram Performa Neurobehavioral Berdasarkan
Masa Kerja pada Petani Penyemprot Tanaman Sayur
di Desa Perbawati Tahun 2013
Berdasarkan Gambar 6.10 diketahui bahwa petani yang memiliki masa
kerja ≥10 tahun rata-rata cenderung memiliki performa neurobehavioral
yang lebih buruk dibanding dengan petani yang masa kerjanya <10 tahun.
Performa buruk ini yaitu pada uji digit symbol, pursit aiming, dan trial
making. Menurut WHO (1986), buruknya performa pada uji tersebut
menggambarkan adanya gangguan kecepatan motorik, kecakapan kontrol
motorik, dan daya konsentrasi.
50.42
49.51
48.49
51.8
49.59
50.52
49.63
50.4
46
47
48
49
50
51
52
53
≥10 tahun <10 tahun
Me
an S
kor
Pe
rfo
rma
Ne
uro
be
hav
iora
l
Digit Span
Digit Symbol
Pursuit Aiming
Trial Making
122
Sementara itu, fakta menyebutkan bahwa 66.7% petani yang memiliki
masa kerja ≥10 tahun merupakan pengguna pestisida organofosfat.
Semakin lama dan sering petani menyemprot hama maka hama tersebut
akan menjadi resisiten. Kondisi ini membuat petani harus memilih jenis
pestisida dengan toksisitas yang lebih tinggi (Waxman, 1998). Prijatno
(2009) menyebutkan alasan pemilihan pestisida golongan organofosfat
karena sifat-sifatnya yang menguntungkan bagi para petani. Cara kerja
golongan ini selektif dan tidak persisten dalam tanah.
Menurut Prijatno (2009), oragnofosfat merupakan jenis pestisida yang
paling toksik. Organofosfat meracuni tubuh dengan menghambat enzim
kholinesterase dalam sel darah merah dan pada sinapsisnya. Kondisi ini
menimbulkan penumpukan asetilkholin sehingga asetilkholin berikatan
dengan reseptor muskarinik dan nikotinik pada sistem saraf pusat dan
perifer. Kejadian berulang dalam waktu yang lama kemudian dapat
menimbulkan efek neurobehavioral (U.S Congress, 1990).
123
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan pada
petani penyemprot tanaman sayur dengan pestisida di Desa Perbawati Kabupaten
Sukabumi Tahun 2013, maka dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut:
7.1.1 Gambaran efek neurobehavioral pada petani penyemprot tanaman sayur
dengan pestisida di Desa Perbawati Kabupaten Sukabumi Tahun 2013
yaitu sebanyak 60.6% responden mengalami performa neurobehavioral
buruk (tidak normal). Efek neurobehavioral terjadi pada uji digit span
yaitu 21.2% responden, digit symbol 25.8% responden, pursuit aiming
sebanyak 24.2%, dan trial making sebanyak 24.2% responden.
7.1.2 Gambaran usia pada petani penyemprot tanaman sayur dengan pestisida
di Desa Perbawati Kabupaten Sukabumi Tahun 2013 diketahui pada α=
5%, rerata usia responden adalah antara 38.2 hingga 44.5 tahun.
Mayoritas pendidikan responden (69.7%) adalah rendah. Sebanyak 57.6%
responden berpengetahuan buruk. Sebanyak 16.7% responden berstatus
gizi tidak normal. Sebanyak 24.2% responden mengalami stres kerja.
Sebanyak 28.8% responden merupakan perokok tingkat sedang.
Sebanyak 56.1% responden mengkonsumsi kopi. Sebanyak 63.6%
124
responden menggunakan pestisida golongan organofosfat. Sebanyak
54.5% responden memiliki masa kerja ≥10 tahun.
7.1.3 Faktor-faktor yang berhubungan dengan efek neurobehavioral pada
petani penyemprot tanaman sayur dengan pestisida di Desa Perbawati
Kabupaten Sukabumi Tahun 2013 adalah usia, perilaku merokok, jenis
pestisida, dan masa kerja.
7.2 Saran
7.2.1 Bagi BP3K Kecamatan Sukabumi
Menyediakan dan mendistribusikan pestisida yang lebih tidak beracun
pada manusia (misal: golongan piretroid) serta tetap melakukan
penyuluhan mengenai bahaya penggunaan pestisida secara berkala.
7.2.2 Bagi Kelompok Tani Desa Perbawati
Petani juga disarankan untuk mengganti pestisida dari golongan
organofosfat ke piretroid serta mengurangi konsumsi rokok.
7.2.3 Bagi Peneliti Selanjutnya
Peneliti selanjutnya sebaiknya mengukur variabel yang belum diteliti
seperti paparan bahaya biologis dan fisik serta variabel seperti riwayat
pekerjaan, riwayat kesehatan, jenis kelamin, pengunaan obat-obatan,
konsumsi alkohol. Selain itu, disarankan juga untuk memperbaiki
pengukuran variabel yang diteliti, seperti pengukuran umur dengan semua
petani yang di teliti dapat menggunakan kartu identitas. Pengukuran
status gizi tidak hanya dengan IMT namun dilengkapi dengan pengukuran
125
lingkar lengan (LILA), tebal lipatan kulit, dan pengukuran bikomia
seperti uji spektofotometri untuk protein.
126
Daftar Pustaka
Afriyanto.2008. Kajian Keracunan Pestisida pada Petani Penyemprot Cabe di Desa
Candi Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang.Thesis.Semarang: UNDIP.
Alzheimer’s Disease Neuroimaging Initiative (ADNI). ____. Cognitive Testing and
General Procedures Manual. San Francisco: University of California
Ampulembang, Jusran. 2004. Hubungan Pajanan Pelarur Organik Metil Etil Keton
terhadap Timbulnya GejalaDini Neurotoksik pada Pekerja di Perusahaan X
(dengan menggunakan kuesioner Swedish Q16).Thesis.Depok: UI
Anoraga, Pandji. 1998. Psikologi Kerja. Jakarta : Rineka Cipta
Antara. 2012. Web: http://www.antaranews.com/berita/313477/jumlah-perokok-
indonesia-terbanyak-ketiga-di-dunia diakses pada 7 Mei 2013.
Balai Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan Sukabumi. 2012. Laporan
Kelompok Tani Sukabumi. Sukabumi : BP3K Kecamatan Sukabumi.
BPS. 2011. SAKERNAS 2004 sampai dengan 2011. Alamat web:
http://www.bps.go.id, diaksespada 17 Januari 2013.
Chia SE, dkk. 2012. Neurobehavioral functions among workers exposed to
manganese ore. Jurnal. National University of Singapore
Depkes RI. 1992. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor :258/MENKES/PER/III/1992
Tentang Persyaratan Pengelolaan Pestisida. Jakarta.
________. 2000.Pengenalan Pestisida, Direktorat. Jakarta: Jenderal Pemberantasan
Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan, dalam Afriyanto. 2008. Kajian
Keracunan Pestisida pada Petani Penyemprot Cabe di Desa Candi Kecamatan
Bandungan Kabupaten Semarang.Thesis.Semarang : UNDIP.
Deptan RI. 2007. Peraturan Menteri Pertanian Nomor :
07/PERMENTAN//SR.140/2/2007 tentang Syarat dan Tata Cara Pendaftaran
Pestisida. Jakarta.
Dobbs, Michael R. 2009. Clinical Neurotoxicology: Syndromes, Substances,
Environments. Philadelphia: Elsevier Inc.
Eckardt, M.J., and Martin, P.R. 1986. Clinical assessment of cognition in
alcoholism..AlcoholClinExpRes10(2):123–127.
127
FAO (2010). FAOSTAT On-line Statistical Service.Food and Agriculture
Organization of the United Nations dalam Perveen, Farzana. 2011.
Insecticides – Advances in Integrated Pest Management., Croatia: InTech
Farahat, M T, dkk.2003. Neurobehavioural effects among workers occupationally
exposed to organophosphorous pesticides. Faculty of Medicine Menoufiya
University: Occupational Environment Med.
Ferdiansyah, Farhan. 2012. Faktor-faktor yang berhubungan dengan keracunan
pestisida organofosfat berdasarkan pengukuran enzim kholinesterase pada
petani penyemprot tanaman sayur di Desa Perbawati Kec. Sukabumi Kab.
Sukabumi Tahun 2012. Skripsi. Jakarta: UIN Jakarta.
Fiedler N, Feldman R, Jacobson J, Rahill A, Wetherell A. 1996. The assessment of
neurobehavioral toxicity: SGOMSEC(Scientific Group on Methodologies for
the Safety Evaluation of Chemicals) joint report. Environmental Health
Perspectives104(Suppl 2):179–191 dalam National Academy of Sciences
(NAS). 2003. Gulf War and Health Volume 2: Insecticides and Solvents.
Washington DC:The National Academies Press.
Filley, Christopher M,.Neurobehavioral anatomy, 3rd ed. 2011. Colorado:University
Press of Colorado.
Ginting, Rafael. 2011. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Keracunan Pestisida Pada Petani Penyemprot Jeruk Di Desa Cinta Rakyat
Kecamatan Merdeka Kabupaten Karo. Skripsi.Medan : USU
Gupta, Ramesh C. 2006. Toxicology Of Organophosphate and Carbamate
Compounds. California: Elsevier Inc.
Hasty, Karbella Kuantanades. 2011. Hubungan lingkungan tempat kerja dan
karakteristik pekerja terhadap kapasitas vital paru (KVP) pada pekerja bagian
plant PT. Sibelco Lautan Minerals Jakarta Tahun 2011.Skripsi. Jakarta: UIN
Jakarta
Harrianto, Ridwan. 2005. Stres Akibat Kerja dan Penatalaksanannya. Universa
Medicina. 24 : 145-154
Kandel, Eric R, James H. Schwartz, dan Thomas M Jessell. 2000. Principle of Neural
Science. New York: McGraw-Hill
Karoley, P. 1985. Measurement Strategic in Health Psychology. Psychology Press.
New Jersey.
Krieger, Robert. 2001. Handbook of Pesticide Toxicology Second Edition.
California: Academic Press
128
Massaro, Edward J. 2002. Handbook of Neurotoxicology vol.2. New Jersey: Humana
Press Inc.
Munandar, A. S. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta : UI Press
National Academy of Sciences (NAS). 2003. Gulf War and Health Volume 2:
Insecticides and Solvents. Washington DC:The National Academies Press
Nehlig, Astrid. Ph.D. 2004. Effects of Coffee on The Central Nervous System. Jurnal:
Faculty of Medicine of Strasbourg.
Notoadmodjo, Soekijo. 1993. Pengantar Pendidikan Kesehatan Dan Ilmu
Perilaku.Yogyakarta : Andi Offset
Pearce, Evelyn C. 2006. Anatomidan Fisilogi untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama
Perveen, Farzana. 2011. Insecticides – Advances in Integrated Pest Management.,
Croatia: InTech.
Prijatno, Teguh Budi. 2009. Analisis Faktor Risiko Keracunan Pestisida
Organofosfat Keluarga Petani Hortikultura Di Kecamatan Ngablak Kabupaten
Magelang. Thesis. Semarang : UNDIP
Rohlman, Diane S. dkk., 2007. Neurobehavioral Performance of Adult and
Adolescent Agricultural Worker.Jurnal. Philadelphia: University of
Pennsylvania.
Ross, Sarah Mackenzie,. 2011. Neuropsychological and psychiatric functioning in
sheep farmers exposed to low levels of organophosphate pesticides. Thesis.
London: University College London.
Sahani, Mazrura dan Noor Hassim Ismail. 2004. Neurobehavioral Performances
Among Lead Exposed Workers In Malaysia: An Early Detection Of Lead
Toxicity. Kuala Lumpur. University Kebangsaan Malaysia
Santi dan Rini. Corespondence of neurobehavioral performance test: Lembaga
Layanan Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Februari-Mei 2013
Starks, Sarah Elizabeth. 2010. Neurological outcomes among pesticide applicators.
Dissertation, University of Iowa,
Steenland, Keyle, dkk. Chronic Neurological Sequelae to Organophosphate Pesticide
Poisoning. 1994. American Journal of Public Health.
129
U.S. Congress, Office of Technology Assessment, 1990. Neurotoxicity: Identifying
and Controlling Poisons of the Nervous System. Washington, DC: U.S.
Government Printing Office.
US EPA. 1998. Guidelines for Neurotoxicity Risk Assessment. Washington DC:The
National Academies Press.
Waxman, Michael. F. 1998. Agrochemical and pesticide safety handbook. Florida:.
CRC Press LLC
Wesseling, Catharina, dkk. 2002. Long-term Neurobehavioral Effects of Mild
Poisonings with Organophosphate and n-Methyl Carbamate Pesticides among
Banana Workers.Int Jornal Occupational Enironment Health
Widowati, W, dkk. 2008. Efek Toksik Logam: Pencegahan dan Penanggulangan
Pencemaran. Yogyakarta: Penerbit ANDI
Williams, Phillip L. Ph.D. Robert C. James, Ph.D. Stephen M. Roberts, Ph.D. 2000..
Principles Of Toxicology- Environmental and Industrial Applications 2nd
ed.
New York: John W iley & Sons, Inc.
Winder, Chris dan Neill H Stacey. 2004. Occupational Toxicology 2nd
ed. Boca
Raton: CRC Press
WHO. 1980. Software: Sample Size. Geneva
WHO. 1986. Neurobehavioral Core Test Battery (NCTB) Operational Guide.
Geneva: Oregon Health Sciences University.
WHO. 1992. A User’s Guide to the Self Reporting Questionnaire (SRQ). Geneva:
Division of Mental Health.
Woodruff TJ, Kyle AD, Bois FY. 1994. Evaluating health risks from occupational
exposure to pesticides and the regulatory response. Environ Health
Perspect;102:1088–96 in Rohlman, Diane S. dkk., 2007. Neurobehavioral
Performance of Adult and Adolescent Agricultural Worker. Jurnal.
Philadelphia: University of Pennsylvania.
Yu, Simon J. 2008. The Toxicology and Biochemistry of Insecticides. New York:
Taylor & Francis Group.
Yuantari, Maria Goretti Catur. 2009. Studi Ekonomi Lingkungan Penggunaan
Pestisida Dan Dampaknya Pada Kesehatan Petani Di Area Pertanian
Hortikultura Desa Sumber Rejo Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang
Jawa Tengah. Thesis. Semarang: UNDIP.
Lampiran- Lampiran
No. Nama Umur Stats Gzi Merokok Kopi Stres Pdkkn Jns Pestisida Masa Kerja pengthn APD Efek Neuro
1 Aan 37 Normal Perokok Tidak Tidak Stres Tinggi Organofosfat <10 tahun Buruk Tidak MenggunakanTidak Normal
2 Abdullah 57 Normal Perokok Ya Tidak Stres Rendah Organofosfat >=10 tahun Buruk Menggunakan Tidak Normal
3 Adang 25 Normal Perokok Ya Tidak Stres Rendah Non-Organofosfat<10 tahun Baik Menggunakan Normal
4 Aep 31 tidak Normal Perokok Tidak Tidak Stres Rendah Organofosfat <10 tahun Baik Tidak MenggunakanNormal
5 Agus 36 Normal Bukan Perokok Tidak Tidak Stres Rendah Organofosfat <10 tahun Buruk Menggunakan Normal
6 Ahmad 25 Normal Perokok Tidak Stres Tinggi Non-Organofosfat<10 tahun Buruk Tidak MenggunakanNormal
7 Ajat 42 Normal Perokok Tidak Stres Rendah Organofosfat <10 tahun Buruk Tidak MenggunakanTidak Normal
8 Ali 44 Normal Perokok Tidak Tidak Stres Rendah Organofosfat >=10 tahun Baik Menggunakan Tidak Normal
9 Alikin 33 Normal Perokok Tidak Tidak Stres Rendah Non-Organofosfat<10 tahun Buruk Menggunakan Normal
10 Asep 26 Normal Perokok Ya Tidak Stres Tinggi Organofosfat <10 tahun Buruk Tidak MenggunakanNormal
11 Asep H 46 Normal Perokok Ya Tidak Stres Rendah Organofosfat >=10 tahun Buruk Tidak MenggunakanTidak Normal
12 Atang 56 Normal Perokok Ya Stres Rendah Organofosfat >=10 tahun Buruk Menggunakan Normal
13 Baden 52 Normal Perokok Tidak Tidak Stres Rendah Non-Organofosfat>=10 tahun Baik Menggunakan Tidak Normal
14 Dadang 33 tidak Normal Perokok Ya Tidak Stres Rendah Organofosfat >=10 tahun Buruk Tidak MenggunakanNormal
15 Daman 48 Normal Perokok Ya Stres Rendah Organofosfat >=10 tahun Baik Tidak MenggunakanTidak Normal
16 Damin 43 Normal Bukan Perokok Tidak Tidak Stres Rendah Organofosfat >=10 tahun Buruk Menggunakan Tidak Normal
17 Dayat 57 Normal Perokok Ya Tidak Stres Rendah Organofosfat >=10 tahun Baik Menggunakan Normal
18 Dedih 52 Normal Perokok Tidak Tidak Stres Rendah Organofosfat >=10 tahun Buruk Tidak MenggunakanTidak Normal
19 Dendi 35 Normal Perokok Ya Tidak Stres Tinggi Organofosfat <10 tahun Buruk Menggunakan Tidak Normal
20 Deni P 30 Normal Perokok Ya Tidak Stres Rendah Organofosfat <10 tahun Baik Menggunakan Tidak Normal
21 Doim 55 tidak Normal Perokok Ya Tidak Stres Rendah Organofosfat >=10 tahun Buruk Tidak MenggunakanTidak Normal
22 Edi J 52 Normal Perokok Tidak Tidak Stres Rendah Organofosfat >=10 tahun Baik Menggunakan Tidak Normal
23 Enjang 42 tidak Normal Perokok Ya Tidak Stres Rendah Organofosfat >=10 tahun Buruk Tidak MenggunakanTidak Normal
24 Farid 45 tidak Normal Bukan Perokok Tidak Stres Rendah Organofosfat <10 tahun Baik Tidak MenggunakanTidak Normal
25 Gugun 24 Normal Perokok Ya Tidak Stres Tinggi Non-Organofosfat<10 tahun Buruk Menggunakan Normal
26 H. ajum 45 Normal Bukan Perokok Ya Stres Rendah Organofosfat >=10 tahun Baik Tidak MenggunakanTidak Normal
27 Hadi 62 tidak Normal Perokok Ya Tidak Stres Rendah Organofosfat >=10 tahun Buruk Menggunakan Tidak Normal
28 Igun 55 Normal Perokok Ya Tidak Stres Rendah Organofosfat >=10 tahun Baik Menggunakan Tidak Normal
29 Iwan 38 Normal Perokok Tidak Tidak Stres Tinggi Organofosfat <10 tahun Buruk Tidak MenggunakanTidak Normal
30 Jatnika 40 Normal Perokok Ya Tidak Stres Rendah Organofosfat >=10 tahun Baik Menggunakan Tidak Normal
31 Juned 47 tidak Normal Perokok Ya Stres Rendah Organofosfat >=10 tahun Baik Tidak MenggunakanTidak Normal
32 Kimid 60 Normal Perokok Ya Tidak Stres Rendah Organofosfat <10 tahun Baik Tidak MenggunakanTidak Normal
No. Nama Umur Stats Gizi Merokok Kopi Stres Pdkkn Jns Pestisida Masa Kerja pengthn APD Efek Neuro
33 Mahmud 57 Normal Perokok Tidak Tidak Stres Rendah Non-Organofosfat>=10 tahun Buruk Tidak MenggunakanTidak Normal
34 Maman 40 Normal Perokok Tidak Tidak Stres Rendah Non-Organofosfat>=10 tahun Baik Tidak MenggunakanTidak Normal
35 Maman S 43 Normal Perokok Ya Tidak Stres Rendah Organofosfat <10 tahun Buruk Menggunakan Normal
36 Matra 75 Normal Perokok Ya Stres Rendah Organofosfat >=10 tahun Baik Tidak MenggunakanTidak Normal
37 Mimid 71 Normal Perokok Ya Tidak Stres Rendah Non-Organofosfat>=10 tahun Baik Menggunakan Tidak Normal
38 Mulyadi 30 Normal Perokok Tidak Stres Tinggi Non-Organofosfat<10 tahun Baik Tidak MenggunakanTidak Normal
39 Mulyadi 27 tidak Normal Bukan Perokok Ya Tidak Stres Rendah Organofosfat <10 tahun Buruk Tidak MenggunakanNormal
40 Munawar 25 Normal Perokok Ya Stres Tinggi Non-Organofosfat<10 tahun Buruk Menggunakan Tidak Normal
41 Nasuhan 21 Normal Perokok Ya Stres Rendah Non-Organofosfat<10 tahun Buruk Menggunakan Tidak Normal
42 Nur 38 Normal Perokok Ya Stres Tinggi Organofosfat <10 tahun Buruk Tidak MenggunakanNormal
43 obing 65 Normal Perokok Tidak Tidak Stres Tinggi Organofosfat >=10 tahun Baik Menggunakan Tidak Normal
44 pindi 36 Normal Perokok Tidak Tidak Stres Rendah Organofosfat >=10 tahun Buruk Menggunakan Tidak Normal
45 Rahman 22 Normal Perokok Tidak Stres Tinggi Non-Organofosfat<10 tahun Buruk Menggunakan Normal
46 ridwan 23 Normal Perokok Tidak Tidak Stres Tinggi Organofosfat <10 tahun Buruk Tidak MenggunakanTidak Normal
47 saepudin 37 Normal Bukan Perokok Ya Tidak Stres Tinggi Non-Organofosfat<10 tahun Buruk Menggunakan Normal
48 saepuloh 47 Normal Perokok Ya Tidak Stres Rendah Non-Organofosfat>=10 tahun Buruk Menggunakan Normal
49 sahidan 37 Normal Bukan Perokok Ya Tidak Stres Tinggi Organofosfat <10 tahun Baik Menggunakan Normal
50 surya 30 tidak Normal Perokok Ya Stres Tinggi Non-Organofosfat>=10 tahun Buruk Tidak MenggunakanNormal
51 syamsu 51 Normal Perokok Tidak Tidak Stres Rendah Organofosfat >=10 tahun Buruk Menggunakan Normal
52 turi 62 Normal Perokok Ya Tidak Stres Rendah Organofosfat >=10 tahun Buruk Menggunakan Tidak Normal
53 turo 45 Normal Perokok Tidak Tidak Stres Rendah Organofosfat >=10 tahun Baik Tidak MenggunakanTidak Normal
54 tuteng 33 Normal Perokok Tidak Tidak Stres Tinggi Non-Organofosfat>=10 tahun Buruk Tidak MenggunakanTidak Normal
55 udin 21 Normal Perokok Tidak Tidak Stres Tinggi Organofosfat >=10 tahun Buruk Tidak MenggunakanTidak Normal
56 Udin J 40 Normal Perokok Ya Stres Rendah Non-Organofosfat>=10 tahun Baik Tidak MenggunakanNormal
57 ujang 21 Normal Bukan Perokok Ya Tidak Stres Tinggi Non-Organofosfat>=10 tahun Buruk Menggunakan Normal
58 ujang M 38 Normal Perokok Ya Tidak Stres Rendah Organofosfat <10 tahun Buruk Menggunakan Normal
59 ukay 56 tidak Normal Perokok Tidak Tidak Stres Rendah Non-Organofosfat>=10 tahun Buruk Tidak MenggunakanTidak Normal
60 usep 45 Normal Perokok Ya Tidak Stres Rendah Organofosfat <10 tahun Baik Menggunakan Tidak Normal
61 ustadi 40 Normal Perokok Ya Tidak Stres Rendah Non-Organofosfat<10 tahun Baik Menggunakan Normal
62 wawan 37 Normal Bukan Perokok Tidak Tidak Stres Rendah Non-Organofosfat>=10 tahun Baik Menggunakan Normal
63 yana 27 tidak Normal Perokok Tidak Tidak Stres Tinggi Organofosfat <10 tahun Baik Tidak MenggunakanTidak Normal
64 zaenudin 41 Normal Bukan Perokok Ya Tidak Stres Rendah Non-Organofosfat<10 tahun Baik Menggunakan Normal
No. Nama Umur Stats Gizi Merokok Kopi Stres Pdkkn Jns Pestisida Masa Kerja pengthn APD Efek Neuro
65 Zulfikar 50 Normal Perokok Tidak Stres Rendah Non-Organofosfat>=10 tahun Buruk Tidak MenggunakanTidak Normal
66 Taufik 27 Normal Perokok Tidak Tidak Stres Tinggi Non-Organofosfat<10 tahun Baik Menggunakan Normal
Nama :
Tanggal :
Digit Symbol Test
1 2 3 4 5 6 7 8 9
CONTOH
2 1 3 7 2 1 3 2 1 4 2 3 5 2 3 1 4 5 6 3 1 4 1 5
4 2 7 6 3 5 7 2 8 5 4 6 3 7 2 8 1 9 5 8 4 7 3 6 2
5 1 9 2 8 3 7 4 6 5 9 4 8 3 7 2 6 1 5 4 6 3 7 9 2
8 1 7 9 4 6 8 5 9 7 1 8 5 2 9 4 8 6 3 7 9 8 6 2 3
8 4 5 6 2 1 5 7
Skor:
KUESIONER PENELITIAN
EFEK NEUROBEHAVIORAL DAN FAKTOR DETERMINANNYA PADA PETANI PENYEMPROT
TANAMAN SAYUR DENGAN PESTISIDA DI DESA PERBAWATI KABUPATEN SUKABUMI
TAHUN 2013
(BERDASARKAN PENGUKURAN DIGIT SPAN, DIGIT SYMBOL, PURSUIT AIMING, DAN TRIAL
MAKING)
Assalamualaikum wr.wb
Bersama ini saya Mahasiswa Kesehatan Masyarakat, Peminatan Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3), Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, ingin
menyampaikan bahwa akan melaksanakan penelitian menganai neurotoksik seperti judul di
atas. Ini merupakan tugas akhir untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM).
Untuk itu saya memohon kesediaan Saudara untuk menjawab pertanyaan di bawah ini dengan
jujur, semua jawaban Saudara akan dijamin kerahasiaannya. Atas perhatian dan kerjasamanya,
saya mengucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum wr. Wb.
Sukabumi, Februari 2013
Responden
(……………………..)
Peneliti
Zainul Fadilah
No A. IDENTITAS RESPONDEN
1. Nomor Rsponden (diisi oleh peneliti) :
2. Tanggal Pengisian Kuesioner : Tanggal ....../Bulan......../Tahun.........
3. Nama Petani :
4. Tanggal Lahir : Tanggal ....../Bulan......../Tahun.........
5. Umur :…………tahun
6. Pendidikan formal terakhir 1. SD, SMP
2. SMA/ sederajat
3. Diploma, Sarjana atau sederajat
No. B. PENENTUAN STATUS GIZI
1. Berat Badan :………….Kg
2. Tinggi Badan :………….Cm
3. Status Gizi (diisi oleh peneliti) :
No. C. KEBIASAAN MEROKOK
1. Apakah Anda merokok 1. Ya
2. Tidak (Jika tidak, lanjut ke point
D. KONSUMSI KAFEIN)
2. Berapa batang setiap hari ……….. batang
3. Sudah berapa lama Anda merokok? ……….. tahun
4. Konsumsi rokok dalam indeks Brinkman (diisi oleh peneliti)
No. D. KONSUMSI KAFEIN
1. Apakah Anda terbiasa minum kopi? 3. Ya
4. Tidak (Jika tidak, lanjut ke point
E. RIWAYAT PEKRJAAN)
2. Berapa gelas setiap hari ……….. gelas
3. Berapa lama Anda mengkonsusmi? ………..tahun
4. Konsumsi kafein (freq x lama) (diisi oleh peneliti)
No. E. RIWAYAT PEKERJAAN
1. Sebutkan pekerjaan Anda sebelum menjadi
petani!
1………… 3…………
2………… 4…………
2. Dimana Anda bekerja? …………..
3. Berapa lama Anda bekerja? ………..tahun
4. Apakah di lingkungan kerja tersebut
terdapat aktifitas pengelasan dan
pengeleman?
1. Ya
2. Tidak
No. F. PENGGUNAAN PESTISIDA
1. Sebutkan merk pestisida yang
digunakan.
1. ………………….
2. ………………….
3. ………………….
4. ………………….
5. ………………….
6. ………………….
7. ………………….
2. Dalam satu kali penyemprotan, berapa
jumlah jenis (obat) pestisida yang
digunakan?
: …………………. jenis pestisida
3. Lama menjadi penyemprot
(lama menggunakan pestisida)
: …………………. tahun
4. Apakah Anda setiap menyemprot
pestisida menggunakan alat
pelindung diri (APD)?
1. YA
2. TIDAK Jika TIDAK, lanjut
Pertanyaan G. PENGETAHUAN
5. Alat pelindung diri apa yang di pakai
Anda?
(Jawaban boleh lebih dari satu)
1. Masker
2. Baju/celana panjang
3. Sarung tangan
4. Sepatu boot
5. Kacamata
6. Topi
No. G. PENGETAHUAN
Berilah tAnda silang (X) pada jawaban yang menurut Anda anggap
benar.
Coding
1. Dari mana sumber pestisida yang dapat digunakan?
1. Dari mana saja, asalkan dapat mengatasi masalah tanaman.
2. Pestisida yang terdaftar atau mendapat ijin dari dinas pertanian
[ ] [ ]
2. Dimana harus dilakukan penakaran, pengeceran atau pencampuran
pestisida?
1. Di ruang tertutup
2. Di tempat yang terbuka atau di luar ruangan
[ ] [ ]
3. Penyemprotan sebaiknya dilakukan pada waktu ?
1. Tanpa ada batasan waktu
2. Pagi jam 08.00-11.00 WIB atau sore jam 15.00-18.00 WIB
[ ] [ ]
4. Apa akibat pestisida terhadap kesehatan manusia?
1. Diare, peneumokoniosis, muntaber, dan kwarsiorkor
2. Keracunan,dermatitis, dan gangguan saraf
[ ] [ ]
5. Kondisi cuaca seperti apa yang yang baik saat melakukan
penyemprotan?
1. Di setiap kondisi cuaca dapat di lakukan.
2. Setelah hujan atau matahari terik
[ ] [ ]
6. Apa yang seharusnya dilakukan dalam mencampur pestisida?
1. Dicampur dengan tangan
2. Dicampur dengan alat khusus
[ ] [ ]
7. Alat pelindung diri apa saja yang harus dipakai dalam penyemprotan?
1. pakaian kerja seadanya.
2. sarung tangan, masker, pelindung mata, pelindung kepala, sepatu
boot dan pakaian kerja
[ ] [ ]
8. Setelah selesai melakukan penyemprotan apa yang sebaiknya dilakukan
terhadap pakaian kerja?
1. Di pakai di pekerjaan selanjutnya.
2. Di cuci dengan sabun.
[ ] [ ]
9. Apakah tujuan penyemprotan yang Anda lakukan ?
1. Mencegah serangan hama
2. Mengendalikan serangan hama
[ ] [ ]
10 Apakah pestisida dapat dibawa bersama makanan atau minuman?
1. Ya
2. Tidak
[ ] [ ]
11. Kapan alat pelindung diri harus di pakai?
1. Waktu penyemprotan
2. Waktu mencampur, menyemprot dan mencuci peralatan.
[ ] [ ]
12. Menurut Anda apakah guna label pada kemasan pestisida?
1. Untuk mengetahui harga pestisida tersebut
2. Untuk mengetahui cara penggunaan, dan penyimpanannya
[ ] [ ]
13. Menurut Anda apa yang harus diperhatikan saat menggunakan
pestisida?
1. Khasiatnya membunuh hama
2. Label yang terdapat pada kemasan
[ ] [ ]
14. Menurut Anda apa yang harus dilakukan jika setelah menyemprot Anda
sakit kepala dan tidak kunjung sembuh?
1. Berhenti kontak dengan pestisida
2. Minum obat sakit kepala/ penghilang nyeri
[ ] [ ]
15. Menurut Anda, dimana seharusnya pestisida disimpan?
1.Dimana saja
2. Jauh dari tempat makanan
[ ] [ ]
No. H. STRES KERJA Coding
Perubahan Fisiologis Selama 1 Bulan Terakhir
1. Sakit kepala / pusing
1. Tidak pernah
2. Kadang-kadang
3. Sering
[ ] [ ]
2. Jantung berdebar-debar
1. Tidak pernah
2. Kadang-kadang
3. Sering
[ ] [ ]
3. Sering keluar keringat
1. Tidak pernah
2. Kadang-kadang
3. Sering
[ ] [ ]
4. Insomnia
1. Tidak pernah
2. Kadang-kadang
3. Sering
[ ] [ ]
5. Gangguan pencernaan pada lambung dan usus
1. Tidak pernah
2. Kadang-kadang
3. Sering
[ ] [ ]
6. Sakit punggung
1. Tidak pernah
2. Kadang-kadang
3. Sering
[ ] [ ]
7. Migrain (sakit kepala sebelah)
1. Tidak pernah
2. Kadang-kadang
3. Sering
[ ] [ ]
Perubahan Psikologi Selama 1 Bulan Terakhir
1. Mudah marah
1. Tidak pernah
2. Kadang-kadang
3. Sering
[ ] [ ]
2. Mudah tersinggung
1. Tidak pernah
2. Kadang-kadang
3. Sering
[ ] [ ]
3. Merasa cemas/gelisah
1. Tidak pernah
2. Kadang-kadang
3. Sering
[ ] [ ]
4. Mudah putus asa
1. Tidak pernah
2. Kadang-kadang
3. Sering
[ ] [ ]
5. Perasaan tegang
1. Tidak pernah
2. Kadang-kadang
3. Sering
[ ] [ ]
Perubahan Perilaku Selama 1 Bulan Terakhir
1. Merasa malas bekerja
1. Tidak pernah
2. Kadang-kadang
3. Sering
[ ] [ ]
2. Kurang aatau sulit berkonsentrasi
1. Tidak pernah
2. Kadang-kadang
3. Sering
[ ] [ ]
3. Cepat merasa lupa
1. Tidak pernah
2. Kadang-kadang
3. Sering
[ ] [ ]
4. Minum kopi/merokok
1. Tidak pernah
2. Kadang-kadang
3. Sering
[ ] [ ]
5. Menghindar dari interaksi sosial (pergaulan)
1. Tidak pernah
2. Kadang-kadang
3. Sering
[ ] [ ]
No. I. Paparan Radiasi Elektromagnetik Coding
1. Apakah di tempat tinggal Anda terdapat:
1. SUTET
2. Pemancar stasiun radio
3. Tower jaringan telekomunikasi
(Jika Tidak ada, lanjut ke nomor 4)
[ ] [ ]
2. Intensitas Paparan (diisi peneliti) [ ] [ ]
3. Berapa lama Anda menetap pada tempat tinggal sekarang? [ ] [ ]
4. Apakah di tempat tinggal Anda sebelumnya terdapat:
1. SUTET
2. Pemancar stasiun radio
3. Tower jaringan telekomunikasi
[ ] [ ]
5. Berapa lama Anda menetap pada tempat tinggal tersebut? [ ] [ ]
Neurotoxic Subjective Symptom
No. Pertanyaan Ya Tidak
1. Apakah kamu sering merasakan lelah yang berlebihan setelah selesai
bekerja?
2. Apakah kamu sering merasakan lelah ketika terbangun di pagi hari?
3. Apakah kamu sering merasakan ngantuk saat siang hari?
4. Apakah kamu sering tertidur ketika sedang menonton Televisi (TV)?
5. Apakah kamu sering insomnia (kesulitan untuk tidur saat malam hari)?
6. Apakah kamu sering terbangun di malam hari tanpa alas an yang jelas?
7. Apakah kamu sering mimpi buruk?
8. Apakah kamu sering melupakan sesuatu hal yang penting?
9. Apakah kamu sering merasakan kehilangan ide?
10. Apakah kamu seringkali sulit berkonsentras?
11. Apakah kamu sering merasa tertekan tanpa alas an yang jelas?
12. Apakah kamu sering merasa kurang tertarik pada hal-hal disekitarmu?
13. Apakah kamu sering ketekutan tanpa alas an yang jelas?
14. Apakah suasana hati kamu mudah sekali berubah?
15. Apakah kamu sering merasa terganggu tanpa alas an yang jelas?
16. Apakah kamu sering merasa resah dan gelisah?
17. Apakah kamu sering sakit kepala lebih dari biasanya/
18. Apakah kamu sering merasakan pusing terus-menerus (lama)?
19. Apakah kamu sering merasakan jantung berdebar lebih cepat dari
biasanya?
20. Apakah kamu merasakan sering berkeringat berlebihan?
21. Apakah nafsu makan kamu sering berkurang?
23. Apakah kamu sering sakit perut?
24. Apakah jari-jari kamu sering mati rasa?
25. Apakah tangan kamu sering gemetar?
26. Apakah kamu sering menjatuhkan barang dari tangan kamu tanpa
sengaja?
LAMPIRAN SPSS
UJI NORMALITAS
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Umur .064 66 .200* .973 66 .153
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
UNIVARIAT
Efek Neurobehavioral
EfekNeurobehavioral
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Normal 40 60.6 60.6 60.6
Normal 26 39.4 39.4 100.0
Total 66 100.0 100.0
Umur
Descriptives
Statistic Std. Error
Umur Mean 41.38 1.590
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 38.20
Upper Bound 44.55
5% Trimmed Mean 40.94
Median 40.00
Variance 166.762
Std. Deviation 12.914
Minimum 21
Maximum 75
Range 54
Interquartile Range 20
Skewness .382 .295
Kurtosis -.363 .582
Tingkat Pendidikan
TingkatPendidikan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Rendah 46 69.7 69.7 69.7
Tinggi 20 30.3 30.3 100.0
Total 66 100.0 100.0
Pengetahuan
Pengetahuan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Buruk 38 57.6 57.6 57.6
Baik 28 42.4 42.4 100.0
Total 66 100.0 100.0
Status Gizi
StatusGizi
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Normal 11 16.7 16.7 16.7
Normal 55 83.3 83.3 100.0
Total 66 100.0 100.0
Stres Kerja
StresKerja
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Stres berat 16 24.2 24.2 24.2
Stres ringan 50 75.8 75.8 100.0
Total 66 100.0 100.0
Perilaku Merokok
VAR_Merokok
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Perokok 56 84.8 84.8 84.8
Bukan Perokok 10 15.2 15.2 100.0
Total 66 100.0 100.0
Konsumsi Kopi
Kafein_Fix * EfekNeurobehavioral Crosstabulation
Count
EfekNeurobehavioral
Total Tidak Normal Normal
Kafein_Fix Ya 19 18 37
Tidak 21 8 29
Total 40 26 66
Jenis Pestisida
JenisPestisida
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Organofosfat 36 54.5 54.5 54.5
Non-Organofosfat 30 45.5 45.5 100.0
Total 66 100.0 100.0
Masa Kerja
MasaKerja
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Buruk 36 54.5 54.5 54.5
Baik 30 45.5 45.5 100.0
Total 66 100.0 100.0
APD
APDmasker
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Menggunakan 31 47.0 47.0 47.0
Menggunakan 35 53.0 53.0 100.0
Total 66 100.0 100.0
BIVARIAT
Umur dan efek neurobehavioral
Group Statistics
EfekNeurobeha
vioral N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Umur Tidak Normal 40 45.22 13.294 2.102
Normal 26 35.46 9.888 1.939
Independent Samples Test
Levene's
Test for
Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig.
(2-
tailed)
Mean
Differen
ce
Std. Error
Difference
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Umur Equal
variances
assumed
1.969 .165 3.209 64 .002 9.763 3.043 3.685 15.842
Equal
variances
not
assumed
3.414 62.739 .001 9.763 2.860 4.048 15.479
Pengetahuan dan efek neurobehavioral
TingkatPendidikan * EfekNeurobehavioral Crosstabulation
EfekNeurobehavioral
Total Tidak Normal Normal
TingkatPendidikan Rendah Count 30 16 46
% within
TingkatPendidikan 65.2% 34.8% 100.0%
Tinggi Count 10 10 20
% within
TingkatPendidikan 50.0% 50.0% 100.0%
Total Count 40 26 66
% within
TingkatPendidikan 60.6% 39.4% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
Pearson Chi-Square 1.352a 1 .245
Continuity Correctionb .790 1 .374
Likelihood Ratio 1.337 1 .248
Fisher's Exact Test .282 .187
Linear-by-Linear Association 1.332 1 .249
N of Valid Casesb 66
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.88.
b. Computed only for a 2x2 table
Tingkat Pendidikan dan efek neurobehavioral
TingkatPendidikan * EfekNeurobehavioral Crosstabulation
EfekNeurobehavioral
Total Tidak Normal Normal
TingkatPendidikan Rendah Count 30 16 46
% within
TingkatPendidikan 65.2% 34.8% 100.0%
Tinggi Count 10 10 20
% within
TingkatPendidikan 50.0% 50.0% 100.0%
Total Count 40 26 66
% within
TingkatPendidikan 60.6% 39.4% 100.0%
TingkatPendidikan * EfekNeurobehavioral Crosstabulation
EfekNeurobehavioral
Total
Tidak
Normal Normal
TingkatPendidikan Rendah Count 30 16 46
% within TingkatPendidikan 65.2% 34.8% 100.0%
Tinggi Count 10 10 20
% within TingkatPendidikan 50.0% 50.0% 100.0%
Total Count 40 26 66
% within TingkatPendidikan 60.6% 39.4% 100.0%
Status Gizi efek neurobehavioral
StatusGizi * EfekNeurobehavioral Crosstabulation
EfekNeurobehavioral
Total Tidak Normal Normal
StatusGizi Kurus Count 7 4 11
% within StatusGizi 63.6% 36.4% 100.0%
Normal Count 33 22 55
% within StatusGizi 60.0% 40.0% 100.0%
Total Count 40 26 66
% within StatusGizi 60.6% 39.4% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp.
Sig. (2-
sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .051a 1 .822
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .051 1 .821
Fisher's Exact Test 1.000 .551
Linear-by-Linear Association .050 1 .823
N of Valid Casesb 66
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.33.
b. Computed only for a 2x2 table
Merokok dan efek neurobehavioral
Crosstab
EfekNeurobehavioral
Total Tidak Normal Normal
VAR_Merokok Perokok Count 37 19 56
% within VAR_Merokok 66.1% 33.9% 100.0%
Bukan
Perokok
Count 3 7 10
% within VAR_Merokok 30.0% 70.0% 100.0%
Total Count 40 26 66
% within VAR_Merokok 60.6% 39.4% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 4.624a 1 .032
Continuity Correctionb 3.237 1 .072
Likelihood Ratio 4.543 1 .033
Fisher's Exact Test .041 .037
Linear-by-Linear Association 4.554 1 .033
N of Valid Casesb 66
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.94.
b. Computed only for a 2x2 table
Konsumsi Kopi dan efek neurobehavioral
Crosstab
EfekNeurobehavioral
Total Tidak Normal Normal
Kafein_Fix Ya Count 19 18 37
% within Kafein_Fix 51.4% 48.6% 100.0%
Tidak Count 21 8 29
% within Kafein_Fix 72.4% 27.6% 100.0%
Total Count 40 26 66
% within Kafein_Fix 60.6% 39.4% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp.
Sig. (2-
sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 3.021a 1 .082
Continuity Correctionb 2.203 1 .138
Likelihood Ratio 3.075 1 .080
Fisher's Exact Test .127 .068
Linear-by-Linear Association 2.975 1 .085
N of Valid Casesb 66
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11.42.
b. Computed only for a 2x2 table
Stres Kerja dan efek neurobehavioral
Crosstab
EfekNeurobehavioral
Total
Tidak Normal Normal
StresKerja Stres Count 10 6 16
% within StresKerja 62.5% 37.5% 100.0%
Tidak Stres Count 30 20 50
% within StresKerja 60.0% 40.0% 100.0%
Total Count 40 26 66
% within StresKerja 60.6% 39.4% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .032a 1 .859
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .032 1 .858
Fisher's Exact Test 1.000 .550
Linear-by-Linear Association .031 1 .860
N of Valid Casesb 66
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.30.
b. Computed only for a 2x2 table
Jenis Pestisida dan efek neurobehavioral
Crosstab
EfekNeurobehavioral
Total Tidak Normal Normal
JenisPestisida Organofosfat Count 30 12 42
% within
JenisPestisida 71.4% 28.6%
100.0%
Non-Organofosfat Count 10 14 24
% within
JenisPestisida 41.7% 58.3% 100.0%
Total Count 40 26 66
% within
JenisPestisida 60.6% 39.4% 100.0%
Masa Kerja dan efek neurobehavioral
Crosstab
EfekNeurobehavioral
Total Tidak Normal Normal
MasaKerja >=10 tahun Count 27 9 36
% within MasaKerja 75.0% 25.0% 100.0%
<10 tahun Count 13 17 30
% within MasaKerja 43.3% 56.7% 100.0%
Total Count 40 26 66
% within MasaKerja 60.6% 39.4% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp.
Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 6.873a 1 .009
Continuity Correctionb 5.611 1 .018
Likelihood Ratio 6.961 1 .008
Fisher's Exact Test .012 .009
Linear-by-Linear Association 6.769 1 .009
N of Valid Casesb 66
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11.82.
b. Computed only for a 2x2 table
APD dan efek neurobehavioral
APDmasker * EfekNeurobehavioral Crosstabulation
EfekNeurobehavioral
Total Tidak Normal Normal
APDmasker Tidak
Menggunakan
Count 23 8 31
% within
APDmasker 74.2% 25.8% 100.0%
Menggunakan Count 17 18 35
% within
APDmasker 48.6% 51.4% 100.0%
Total Count 40 26 66
% within
APDmasker 60.6% 39.4% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
Pearson Chi-Square 4.520a 1 .033
Continuity Correctionb 3.511 1 .061
Likelihood Ratio 4.608 1 .032
Fisher's Exact Test .045 .030
Linear-by-Linear Association 4.452 1 .035
N of Valid Casesb 66
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12.21.
b. Computed only for a 2x2 table