Edisi Vol. 5, No. 1 Mei 2021 ISSN 2580-2518
Transcript of Edisi Vol. 5, No. 1 Mei 2021 ISSN 2580-2518
Edisi Vol. 5, No. 1 Mei 2021
ISSN 2580-2518
Kata Pengantar
KATA PENGANTAR
Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan
yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas.
Publikasi ini didasarkan pada data dan informasi yang sudah dipublikasikan oleh
Kementerian/Lembaga, instansi internasional, asosiasi, maupun hasil dari diskusi
terbatas perkembangan ekonomi yang dilakukan bersama dengan beberapa
Kementerian/Lembaga, pengamat, dan praktisi ekonomi.
Publikasi triwulan I tahun 2021 ini memberikan gambaran dan analisis mengenai
perkembangan ekonomi dunia dan Indonesia pada triwulan I tahun 2021. Dari sisi
perekonomian dunia, publikasi ini memuat perkembangan ekonomi Amerika Serikat
dan negara-negara kawasan Eropa, serta kondisi ekonomi regional Asia. Dari sisi
perekonomian nasional, publikasi ini membahas pertumbuhan ekonomi Indonesia
pada triwulan I tahun 2021 dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi,
industri dalam negeri, perekonomian daerah, serta proyeksi ekonomi.
Sangat disadari bahwa publikasi ini masih jauh dari sempurna dan memerlukan
banyak perbaikan dan penyempurnaan. Oleh sebab itu, masukan dan saran yang
membangun dari Pembaca tetap sangat diharapkan, agar tujuan dari penyusunan
dan penerbitan publikasi ini dapat tercapai.
Jakarta, Mei 2021
Deputi Bidang Ekonomi
i
Ringkasan Eksekutif
RINGKASAN EKSEKUTIF
Pandemi Covid-19 telah mencapai babak baru dengan dimulainya program vaksinasi
di berbagai negara. Kemajuan tersebut mendorong pemulihan ekonomi dunia
meskipun kecepatannya bervariasi antar negara. Kondisi ini kemudian mendorong
peningkatan harga komoditas internasional serta pulihnya perdagangan dunia.
Pertumbuhan ekonomi Tiongkok pada triwulan I tahun 2021 rebound menjadi 18,3
persen (YoY). Amerika Serikat dan Singapura juga telah tumbuh positif masing-
masing sebesar 0,4 dan 0,2 persen (YoY). Sementara itu, perekonomian Jepang masih
belum stabil dengan kontraksi sebesar 1,9 persen (YoY).
Perekonomian Indonesia menunjukkan perbaikan dengan kontraksi yang semakin
menipis pada triwulan I tahun 2021 sebesar 0,74 persen (YoY). Perbaikan terjadi di
seluruh sektor dengan kontraksi yang mengecil dan pertumbuhan positif pada enam
sektor lainnya. Pemulihan ekonomi didorong oleh kinerja sektor eksternal yang
meningkat tinggi dan berlanjutnya stimulus fiskal. Kecepatan pemulihan sektor
transportasi dan pergudangan tergolong paling lambat sejalan dengan pembatasan
mobilitas yang masih berlaku.
Perkembangan fiskal menunjukkan peningkatan baik pada pendapatan maupun
belanja. Realisasi pendapatan negara dan hibah mencapai 21,7 persen dari target
APBN 2021. Sementara itu, realisasi belanja negara mencapai 19,0 persen dari APBN
2021. Realisasi bantuan sosial telah mencapai 35,1 persen dari pagu yang didorong
oleh program bantuan sosial dalam rangka pemulihan ekonomi masyarakat miskin
dan rentan miskin. Sementara itu, realisasi TKDD lebih rendah dibandingkan triwulan
I tahun 2020 akibat kendala dalam pemenuhan syarat pelaporan untuk penyaluran
DAU. Berdasarkan realisasi pandapatan dan belanja tersebut, defisit anggaran pada
triwulan I tahun 2021 sebesar Rp144,2 triliun atau sekitar 0,8 persen dari PDB.
Dari sisi moneter, BI7DRR diturunkan menjadi 3,50 persen sejak Februari sebagai
upaya percepatan pemulihan ekonomi di tengah inflasi yang rendah. Tingkat inflasi
pada triwulan I tahun 2021 sebesar 1,37 persen (YoY), lebih rendah dari sasaran inflasi
2021 yang sebesar 2,0 persen (YoY). Sepanjang triwulan I tahun 2021, Bank Indonesia
menambah likuiditas di perbankan sekitar Rp50,3 trilliun (per 16 Maret 2021).
Ekspansi moneter juga diperkuat dengan pembelian SBN di pasar perdana.
Sementara itu, nilai tukar rupiah melemah seiring dengan meningkatnya yield US
Treasury sehingga menghambat aliran modal asing masuk ke Indonesia.
Neraca pembayaran kembali surplus sebesar USD4,1 miliar didorong oleh surplus
transaksi modal dan finansial di tengah defisit transaksi berjalan. Defisit transaksi
berjalan disebabkan oleh turunnya surplus neraca nonmigas, meningkatnya defisit
neraca migas, serta meningkatnya defisit neraca jasa. Investasi langsung dan investasi
ii
Ringkasan Eksekutif
portfolio surplus didorong oleh aliran masuk investasi. Sementara itu, investasi
lainnya masih defisit USD3,6 miliar. Posisi cadangan devisa hingga akhir triwulan I
tahun 2021 sebesar USD137,1, setara dengan 9,7 bulan impor dan pembayaran utang
luar negeri pemerintah.
Perekonomian global diproyeksi tumbuh 6,0 persen yang didorong oleh program
vaksinasi dengan jangkauan masyarakat semakin banyak. Selain perkembangan
kondisi kesehatan dunia, efektivitas kebijakan berbagai negara dan kondisi keuangan
juga berpangaruh pada kesuksesan pemulihan ekonomi global. Sejalan dengan hal
tersebut, ekonomi Indonesia pada tahun 2021 diperkirakan tumbuh 4,8 persen, lebih
tinggi dari proyeksi lembaga internasional. Pemulihan diprediksi berasal dari
pemulihan investasi. Namun demikian, pemulihan konsumsi tetap dibutuhkan untuk
mendorong pemulihan lebih tinggi. Target pemulihan masih menghadapi downside
risk terutama potensi lonjakan kasus Covid-19, perlambatan program vaksinasi,
tertahannya belanja pemerintah, dan permanent scar yang terjadi pada perusahaan
dan tenaga kerja.
iii
Daftar Isi
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI................................................................................................... III
DAFTAR TABEL ............................................................................................ IV
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... VI
PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA ..........................................................9
PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN INDONESIA ................................... 18
2.1 Produk Domestik Bruto ....................................................................................... 18
Investasi ................................................................................................................... 26
Industri .................................................................................................................... 31
Pariwisata ................................................................................................................ 37
2.2 Produk Domestik Regional Bruto ........................................................................ 41
2.3 Fiskal ................................................................................................................... 49
2.4 Moneter dan Jasa Keuangan ............................................................................... 59
Moneter .................................................................................................................. 59
Jasa Keuangan ......................................................................................................... 64
2.5 Neraca Pembayaran ............................................................................................ 75
Neraca Perdagangan ............................................................................................... 81
Kerjasama Ekonomi Internasional ........................................................................... 85
PROYEKSI .................................................................................................... 99
PERTUMBUHAN EKONOMI ....................................................................... 99
3.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global .............................................................. 99
3.2 Proyeksi Perekonomian Indonesia .....................................................................102
POLICY BRIEF ............................................................................................ 105
iv
Daftar Tabel
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Suku Bunga Acuan Beberapa Negara .......................................................................... 13
Tabel 2. Perdagangan Besar Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor ....................... 19
Tabel 3. Pembentukan Modal Tetap Bruto ................................................................................. 21
Tabel 4. Pertumbuhan Ekonomi ...................................................................................................... 25
Tabel 5. Realisasi Investasi ................................................................................................................. 26
Tabel 6. Realisasi Investasi Sektor Sekunder .............................................................................. 27
Tabel 7. Sektor PMA Terbesar .......................................................................................................... 27
Tabel 8. Realisasi PMA Terbesar berdasarkan Negara Asal .................................................. 27
Tabel 9. Realisasi Investasi berdasarkan Lokasi ........................................................................ 28
Tabel 10. Lokasi PMA Terbesar ........................................................................................................ 28
Tabel 11. Sektor dan Lokasi PMDN Terbesar ............................................................................. 28
Tabel 12. Lokasi PMDN Terbesar per Kabupaten/Kota ......................................................... 29
Tabel 13. Lokasi PMA Terbesar per Kabupaten/Kota ............................................................ 29
Tabel 14. Penyerapan Tenaga Kerja ............................................................................................... 30
Tabel 15. Perbandingan Capaian dengan Target dalam RPJMN 2020-2024 ............... 31
Tabel 16. Kunjungan Wisman berdasarkan Pintu Masuk dan Negara Asal ................... 37
Tabel 17. Pertumbuhan Ekonomi Wilayah .................................................................................. 48
Tabel 18. Realisasi Komponen Pendapatan Negara dan Hibah ......................................... 49
Tabel 19. Realisasi Komponen Penerimaan Perpajakan ....................................................... 49
Tabel 20. Realisasi Komponen PNBP ............................................................................................. 50
Tabel 21. Realisasi Komponen Belanja Pemerintah Pusat ..................................................... 51
Tabel 22. Komposisi Transfer ke Daerah dan Dana Desa ...................................................... 54
Tabel 23. Perkembangan Komponen Pembiayaan .................................................................. 56
Tabel 24. Rincian Realisasi Anggaran PC-PEN 2021 ................................................................ 56
Tabel 25. Realisasi APBN s.d 31 Maret 2020 dan 2021 .......................................................... 58
Tabel 26. Perkembangan Reverse Repo Surat Berharga Negara ....................................... 59
Tabel 27. Tingkat Inflasi Domestik .................................................................................................. 61
Tabel 28. Tingkat Inflasi Domestik Berdasarkan Komponen (YoY) .................................... 63
Tabel 29. Inflasi Kelompok Pengeluaran (MtM) ........................................................................ 63
Tabel 30. Perkembangan Kredit Bank Umum Konvensional ................................................ 66
Tabel 31. Perkembangan Pembiayaan Perbankan Syariah ................................................... 71
Tabel 32. Penyaluran Kredit Berdasarkan Lapangan Usaha ................................................. 72
Tabel 33. Aset IKNB Syariah 2019-2020 ....................................................................................... 74
Tabel 34. Neraca Pembayaran .......................................................................................................... 79
Tabel 35. Neraca Perdagangan ........................................................................................................ 81
Tabel 36. Nilai Ekspor dan Impor Migas ...................................................................................... 81
Tabel 37. Nilai Ekspor Nonmigas berdasarkan Sektor ............................................................ 82
Tabel 38. Nilai Ekspor Nonmigas 10 Golongan Barang HS 2 Digit Terbesar ................ 82
Tabel 39. Nilai Ekspor Nonmigas di Beberapa Negara Mitra Dagang Utama .............. 83
v
Daftar Tabel
Tabel 40. Nilai Impor berdasarkan Golongan Penggunaan Barang .................................. 84
Tabel 41. Nilai Impor Nonmigas 10 Golongan Barang HS 2 Digit Terbesar .................. 85
Tabel 42. Nilai Impor Nonmigas di Beberapa Negara Mitra Dagang Utama ................ 85
Tabel 43. Produk Unggulan Ekspor dan Impor Indonesia-Korea Selatan 2020 ........... 88
Tabel 44. Perkembangan Investasi Korea Selatan di Indonesia .......................................... 89
Tabel 45. Perjanjian Internasional Indonesia-Korea Selatan ................................................ 89
Tabel 46. Perkembangan Perjanjian Internasional Indonesia .............................................. 92
Tabel 47. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara Mitra FTA ............................. 94
Tabel 48. Kontribusi Nilai Perdagangan Indonesia terhadap Total Perdagangan
Indonesia dengan Dunia berdasarkan FTA ............................................................ 95
Tabel 49. Proyeksi Pertumbuhan Beberapa Negara ................................................................ 99
Tabel 50. Proyeksi Harga Komoditas Global ........................................................................... 101
Tabel 51. Konsensus Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia ................................... 102
Tabel 52. PDB Berdasarkan Pengeluaran .................................................................................. 103
Tabel 53. PDB Berdasarkan Lapangan Usaha .......................................................................... 104
Tabel 54. Penyesuaian Sektoral dan Pemetaan Shock ........................................................ 107
vi
Daftar Gambar
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara .................................................................... 9
Gambar 2. Perkembangan Harga Minyak Mentah ......................................................................... 14
Gambar 3. Perkembangan Harga Gas Alam dan Batubara ....................................................... 15
Gambar 4. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia .................................................................................. 18
Gambar 5. Pertumbuhan PDB Sisi Produksi Triwulan I Tahun 2021 ...................................... 19
Gambar 6. Pertumbuhan PDB Sisi Pengeluaran............................................................................. 20
Gambar 7. Perkembangan Konsumsi RT dan Investasi terhadap PDB ................................. 21
Gambar 8. Pertumbuhan Industri Pengolahan Nonmigas .......................................................... 31
Gambar 9. Pertumbuhan Subsektor Industri Pengolahan Nonmigas .................................... 32
Gambar 10. Ekspor Produk Industri ..................................................................................................... 33
Gambar 11. PMDN Sektor Industri ....................................................................................................... 34
Gambar 12. PMA Sektor Industri ........................................................................................................... 34
Gambar 13. Produksi Mobil ..................................................................................................................... 35
Gambar 14. Penjualan Mobil................................................................................................................... 35
Gambar 15. Penjualan Motor .................................................................................................................. 36
Gambar 16. Penjualan Domestik Semen ............................................................................................ 36
Gambar 17. Purchasing Manufacturing Index ................................................................................. 37
Gambar 18. Kunjungan Wisman ............................................................................................................ 37
Gambar 19. Nilai Ekspor Jasa Perjalanan dan Rerata Pengeluaran Wisman ........................ 38
Gambar 20. Jumlah Penumpang Transportasi Nasional .............................................................. 39
Gambar 21. Jumlah Penumpang Transportasi Nasional .............................................................. 39
Gambar 22. Tingkat Penghunian Kamar Hotel Berbintang berdasarkan Provinsi di
Indonesia ............................................................................................................................... 39
Gambar 23. PDB Sektor Akomodasi dan Makan Minum ........................................................... 40
Gambar 24. Investasi Sektor Hotel dan Restoran ........................................................................... 40
Gambar 25. Pertumbuhan dan Kontribusi Wilayah ....................................................................... 41
Gambar 26. Perkembangan Komponen Belanja Negara ............................................................. 51
Gambar 27. Perkembangan Realisasi Defisit APBN ....................................................................... 55
Gambar 28. Perkembangan Utang Pemerintah Pusat .................................................................. 55
Gambar 29. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah terhadap USD, 2019-2021 ........................ 60
Gambar 30. Real Effective Exchange Rate ASEAN-5, (2010=100) ............................................. 60
Gambar 31. Perkembangan Uang Beredar........................................................................................ 61
Gambar 32. Perkembangan Indeks Harga Konsumen (IKK) dan Inflasi Inti ......................... 62
Gambar 33. Perkembangan Indeks Harga Pangan Strategis Nasional, (2018=100) ........ 63
Gambar 34. Kinerja Perbankan Konvensional .................................................................................. 64
Gambar 35. Perkembangan DPK Perbankan Konvensional ........................................................ 64
Gambar 36. Perkembangan Kredit Perbankan Konvensional ................................................... 65
Gambar 37. Perkembangan IHSG dan Nilai Kapitalisasi Pasar Saham ................................... 67
Gambar 38. Perkembangan Outstanding Obligasi Korporasi ................................................... 67
vii
Daftar Gambar
Gambar 39. Perkembangan Aset Industri Asuransi ....................................................................... 69
Gambar 40. Perkembangan Jumlah Aset Bersih dan Jumlah Investasi Dana Pensiun ..... 69
Gambar 41. Perkembangan Industri Teknologi Keuangan ......................................................... 69
Gambar 42. Tingkat Wanprestasi Industri Teknologi Keuangan .............................................. 69
Gambar 43. Kinerja Bank Umum Syariah ........................................................................................... 70
Gambar 44. Kinerja Unit Usaha Syariah .............................................................................................. 70
Gambar 45. Dana Pihak Ketiga, Pembiayaan, dan Total Aset Perbankan Syariah ............ 71
Gambar 46. Kapitalisasi Pasar dan Nilai Indeks Saham JII .......................................................... 74
Gambar 47. Outstanding Sukuk Korporasi dan SBSN ................................................................... 74
Gambar 48. Perkembangan Neraca Pembayaran Indonesia .................................................... 75
Gambar 49. Neraca Jasa Perjalanan dan Transportasi................................................................. 76
Gambar 50. Neraca Pendapatan Primer dan Sekunder .............................................................. 76
Gambar 51. Neraca Transaksi Finansial .............................................................................................. 77
Gambar 52. Tabel Input-Output ......................................................................................................... 106
Gambar 53. Estimasi Dampak Banjir terhadap Perekonomian Sektoral Kalimantan
Selatan ................................................................................................................................. 108
viii
9
Perkembangan Ekonomi Dunia
Negara-negara ekonomi utama telah kembali tumbuh positif. Perekonomian global
kembali menunjukkan pemulihan dengan pertumbuhan positif di beberapa negara.
Pemulihan tersebut didorong oleh program vaksinasi yang terus berjalan di berbagai
negara. Di tengah akselerasi vaksinasi Covid-19, dunia masih berhati-hati dengan risiko
terjadinya gelombang ketiga dan mutasi virus Covid-19. Mutasi virus yang baru-baru ini
muncul diindikasi dapat menyebar lebih cepat sehingga beberapa negara kembali
menutup perbatasan dan kembali memberlakukan restriksi perjalanan. Kondisi ini
kemudian menahan laju pemulihan ekonomi global pada akhir triwulan I tahun 2021.
Perekonomian Amerika Serikat tumbuh
0,4 persen (YoY) pada triwulan I tahun
2021. Perbaikan kondisi ekonomi ersebut
didorong oleh pertumbuhan pada
sebagian besar komponen pengeluaran
sejalan dengan mulai dicabutnya
pembatasan aktivitas masyarakat.
Konsumsi individu tumbuh 1,6 persen (YoY)
terutama untuk konsumsi barang seperti
kendaraan bermotor dan bagiannya.
Sementara itu, konsumsi jasa masih
terkontraksi 3,2 persen (YoY), lebih kecil
dibandingkan kontraksi triwulan
sebelumnya yang sebesar 6,8 persen (YoY).
Pemulihan konsumsi masyarakat tidak
terlepas dari bantuan yang diberikan oleh
pemerintah setempat.
Pengeluaran pemerintah dan investasi bruto tumbuh 0,7 persen (YoY), yang terutama
didorong oleh pengeluaran konsumsi nondefense. Investasi swasta tumbuh 4,8 persen
(YoY) setelah pada triwulan I tahun 2020 terkontraksi 4,2 persen (YoY). Investasi residen
tumbuh hingga 12,3 persen (YoY) sementara investasi nonresiden tumbuh 2,7 persen
(YoY). Pertumbuhan investasi nonresiden didorong oleh rebound pada investasi
peralatan sebesar 12,1 persen (YoY) sejalan dengan aktivitas industri yang kembali pulih.
Gambar 1. Pertumbuhan Ekonomi
Beberapa Negara
Sumber: CEIC
-15,0
-10,0
-5,0
0,0
5,0
10,0
15,0
20,0
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2019 2020 2021
persenAmerika SerikatTiongkokJepangKoreaSingapura
BAB I
PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA
10
Perkembangan Ekonomi Dunia
Di sisi lain, kontraksi sebesar 16,4 persen (YoY) yang terjadi pada investasi structures
menahan pertumbuhan investasi nonresiden.
Kinerja impor Amerika Serikat meningkat 5,0 persen (YoY) yang didorong oleh
pertumbuhan impor barang sebesar 10,0 persen (YoY). Namun, impor jasa masih
terkontraksi cukup dalam yakni sebesar 16,1 persen (YoY), lebih kecil dibandingkan
kontraksi yang terjadi sepanjang pandemi. Sementara itu, ekspor masih terkontraksi 8,9
persen (YoY) yang terjadi baik pada ekspor barang (-3,1 persen, YoY) maupun ekspor
jasa (-19,7 persen, YoY). Meskipun masih terkontraksi, kinerja ekspor Amerika Serikat
pada triwulan I tahun 2021 mengindikasikan adanya perbaikan.
Manufaktur Amerika Serikat berekspansi dengan indeks PMI Manufaktur naik ke level 59
pada Maret, yang merupakan ekspansi terkuat kedua sejak tahun 2007. Aktivitas pabrik
terus meningkat seiring dengan kuatnya pertumbuhan pesanan baru di tengah
gangguan rantai pasokan dan lonjakan biaya bahan baku. Relaksasi peraturan perjalanan
juga berdampak pada pemulihan permintaan pada sektor rekreasi dan perhotelan.
Sejalan dengan hal tersebut, lapangan pekerjaan kembali terbuka. Tingkat
pengangguran dan setengah pengangguran di Amerika Serikat turun masing-masing
menjadi 6,2 dan 10,7 persen per Maret 2021.
Perekonomian Korea Selatan dan Singapura tumbuh positif sementara Jepang
masih terkontraksi.
Korea Selatan tumbuh 1,8 persen (YoY), lebih tinggi dibandingkan triwulan I tahun 2020
(1,4 persen, YoY), ditopang oleh perbaikan pada seluruh kelompok pengeluaran.
Investasi tumbuh sebesar 3,7 persen (YoY), didorong oleh peningkatan investasi fasilitas
dan produk kekayaan intelektual masing-masing sebesar 12,4 dan 4,1 persen (YoY).
Sementara investasi sektor konstruksi masih terkontraksi 2,4 persen (YoY).
Konsumsi masyarakat tumbuh 1,0 persen (YoY) di tengah pembatasan aktivitas
masyarakat dan lambatnya program vaksinasi. Sementara itu, konsumsi pemerintah
tumbuh sebesar 2,6 persen (YoY), melambat dibandingkan triwulan I tahun 2020 yang
mencapai 6,8 persen (YoY).
Kinerja ekspor Korea Selatan telah kembali tumbuh sebesar 4,5 persen (YoY), didorong
oleh ekspor barang yang tumbuh 5,5 persen (YoY). Sementara itu, ekspor jasa masih
terkontraksi 2,1 persen (YoY), menunjukkan perbaikan yang signifikan dibandingkan
triwulan sebelumnya yang terkontraksi hingga 13,8 persen (YoY). Kinerja impor tumbuh
3,1 persen (YoY), terutama didorong oleh peningkatan impor barang sebesar 8,2 persen
(YoY). Di sisi lain, impor jasa masih terkontraksi 17,8 persen (YoY) seiring dengan
pembatasan perjalanan bagi wisatawan asing yang belum dibuka sepenuhnya.
11
Perkembangan Ekonomi Dunia
Dari sisi lapangan usaha, hanya sektor konstruksi yang masih mangalami kontraksi yakni
sebesar 3,0 persen (YoY). Sektor manufaktur tumbuh 3,9 persen (YoY) sejalan dengan
peningkatan permintaan dari luar maupun dalam negeri terutama produk elektronik dan
chip. Sektor pertanian, kehutanan dan perikanan serta listrik, gas dan air tumbuh masing-
masing 2,2 dan 4,7 persen (YoY). Sektor jasa juga meningkat 1,5 persen (YoY) yang
didorong oleh pemulihan permintaan subsektor akomodasi dan jasa makanan serta
keuangan dan asuransi.
Singapura telah kembali tumbuh positif pada triwulan I tahun 2021 sebesar 0,2 persen
(YoY). Pemulihan ekonomi Singapura didorong oleh pulihnya kinerja industri barang dan
mengecilnya kontraksi pada industri jasa. Pada industri barang, sektor manufaktur
menjadi penopang pertumbuhan denga peningkatan sebesar 7,5 persen (YoY).
Pertumbuhan tersebut didorong oleh ekspansi output produk elektronik, precision
engineering, serta manufaktur kimia dan biomedis. Namun, pemulihan tertahan oleh
sektor konstruksi yang terkontraksi 20,2 persen (YoY).
Kontraksi pada industri jasa mengecil dengan kontraksi sebesar 1,2 persen (YoY) yang
ditopang oleh pertumbuhan kelompok infokom, keuangan dan asuransi dan jasa
professional sebesar 3,7 persen (YoY). Pertumbuhan tersebut didorong oleh sektor
informasi dan komunikasi serta sektor keuangan dan asuransi di tengah kontraksi yang
terjadi pada sektor jasa profesional. Kontraksi yang terjadi sejalan dengan rendahnya
aktivitaas konstruksi domestik yang menekan permintaan segmen arsitektur dan
engineering.
Kontraksi pada kelompok perdagangan wholesale & ritel serta transportasi &
pergudangan sebesar 4,1 persen (YoY). Kontraksi yang disebabkan oleh masih lemahnya
permintaan pada sektor transportasi dan pergudangan terutama pada transportasi
udara akibat pandemi yang belum usai. Sebaliknya, sektor perdagangan besar dan ritel
berekspansi.
Kelompok akomodasi & jasa makanan, real estate, administrasi & pendukung, dan jasa
lainnya terkontraksi 3,9 persen (YoY), mengecil dibandingkan kontraksi pada triwulan
sebelumnya. Seluruh sektor pada kelompok tersebut, kecuali sektor akomodasi, masih
terkontraksi akibat penerapan safe management measures. Pertumbuhan sektor
akomodasi didorong oleh permintaan domestik di tengah pariwisata yang masih lemah.
Namun demikian, kinerja sektor akomodasi masih berada di bawah level pra pandemi.
Sejalan dengan pemulihan aktivitas ekonomi, pasar tenaga kerja pada triwulan I tahun
2021 juga menunjukkan pemulihan. Tenaga kerja residen tumbuh lebih tinggi dari
penurunan tenaga kerja non residen. Secara umum, pasar tenaga kerja Singapura masih
belum kembali pada level pra pandemi akibat pembatasan perjalanan dan masuknya
WNA sehingga perekrutan tenaga kerja masih lemah terutama pada sektor konstruksi
12
Perkembangan Ekonomi Dunia
dan perhotelan. Tingkat pengangguran juga masih berada di atas level pra-pandemi
meskipun terus menurun.
Jepang masih mengalami kontraksi 1,9 persen (YoY) pada triwulan I tahun 2021, lebih
dalam dibandingkan triwulan sebelumnya. Turunnya kinerja perekonomian Jepang
bersumber dari hampir seluruh kelompok pengeluaran kecuali pengeluaran pemerintah,
investasi swasta, dan ekspor. Pemulihan ekonomi Jepang yang masih belum stabil
disebabkan oleh penetapan keadaan darurat akibat kasus Covid-19 yang kembali
meningkat sehingga berdampak pada lesunya permintaan domestik. Selain itu, program
vaksinasi di Jepang dinilai berjalan lambat.
Meskipun stimulus fiskal dan moneter telah dikucurkan, konsumsi swasta masih
terkontraksi bahkan lebih dalam dibandingkan triwulan sebelumnya maupun triwulan I
tahun 2020. Konsumsi rumah tangga terkontraksi 3,3 persen (YoY) akibat pembatasan
yang kembali diberlakukan. Investasi swasta oleh residen maupun nonresiden juga
terkontraksi masing-masing 4,1 dan 5,3 persen (YoY).
Konsumsi pemerintah menahan kontraksi ekonomi dengan pertumbuhan sebesar 2,8
persen (YoY) sejalan dengan penambahan stimulus oleh pemerintah setempat. Investasi
publik juga meningkat 2,7 persen (YoY).
Pemulihan ekonomi global berdampak positif pada kinerja ekspor Jepang yang tumbuh
1,0 persen (YoY). Pertumbuhan tersebut didorong oleh permintaan yang meningkat
terhadap produk mobil dan elektronik. Ekspor barang secara keseluruhan meningkat 5,3
persen (YoY) sementara ekspor jasa terkontraksi 11,4 persen (YoY). Di sisi lain, kontraksi
impor mengecil menjadi -0,8 persen (YoY). Impor barang tumbuh 0,3 persen (YoY)
sementara impor jasa mmasih terkontraksi 9,2 persen (YoY).
Perekonomian Tiongkok tumbuh 18,3 persen (YoY) setelah pada periode yang sama
tahun 2020 terkontraksi 6,8 persen (YoY). Pertumbuhan yang kuat didorong oleh
rebound yang terjadi di seluruh sektor. Pertumbuhan yang tinggi tersebut mencakup
baseline effect dan peningkatan hari kerja sejalan dengan pekerja yang menetap selama
Festival Musim Panas.
Triwulan I tahun 2021 merupakan periode yang penting bagi masyarakat di Tiongkok
dimana festival dan hari libur terbesar diselenggarakan dan berdampak besar pada
jalannya perekonomian nasional. Meskipun kasus Covid-19 di Tiongkok sudah sangat
rendah, namun pemerintah setempat masih memberi himbauan untuk tidak bepergian
ke kampung halaman selama perayaan Imlek. Sebagai gantinya, masyarakat
menghabiskan waktu di wilayah domisilinya.
Sektor akomodasi dan restoran tumbuh hingga 43,7 persen (YoY) sementara sektor
transportasi, pergudangan dan pos meningkat 32,1 persen (YoY). Peningkatan tersebut
13
Perkembangan Ekonomi Dunia
sejalan dengan normalnya aktivitas masyarakat meskipun dibatasi di wilayah tempat
tinggal setelah pada tahun sebelumnya dilakukan lockdown ketat. Meskipun mengalami
rebound yang tinggi, kinerja sektor akomodasi dan restoran masih berada sedikit di
bawah level pra pandemi.
Sektor pertanian, kehutanan, peternakan dan perikanan meningkat 8,0 persen (YoY)
yang didukung oleh kondisi cuaca. Setelah terjadi gangguan pada peternakan babi, pada
triwulan I tahun 2021 produksinya pulih secara signifikan. Hingga akhir triwulan I tahun
2021, stok babi yang meningkat 29,5 persen (YoY).
Sektor industri Tiongkok tumbuh 24,4 persen (YoY) dengan pertumbuhan sektor
manufaktur sebesar 26,8 persen (YoY). Tingkat utilisasi industri pada triwulan I tahun
2021 telah kembali pada tingkat pra pandemi dengan nilai 77,2 persen. Sementara itu,
sektor perdagangan besar dan ritel tumbuh 26,6 persen (YoY) dengan pertumbuhan
penjualan ritel online sebesar 29,9 persen (YoY).
Berdasarkan prinsip kehati-hatian,
suku bunga relatif ditahan.
Pemulihan ekonomi global dan
domestik pada triwulan I tahun 2021
menjadi momentum percepatan
pemulihan. Namun, risiko mutasi virus
Covid-19 dan gelombang baru menjadi
pertimbangan utama dalam
pembukaan kembali aktivitas
perekonomian. Di sisi lain, permintaan
belum sepenuhnya pulih yang
tercermin dari inflasi di berbagai
negara yang masih bergerak rendah.
Oleh karena itu, sebagian besar negara
mempertahankan suku bunga acuan,
meskipun terdapat beberapa negara
meningkatkan suku bunga.
The Fed mempertahankan target Fed Fund Rate (FFR) di level 0 – 0,25 persen dan
memberikan sinyal bahwa tidak akan menaikkan suku bunga setidaknya hingga tahun
2023. Selain itu, tingkat suku bunga saat ini telah berada di level terendah. Hal serupa
juga dilakukan oleh Korea Selatan dan Jepang yang menahan suku bunganya masing-
masing pada level 0,50 dan -0,1 persen. Keputusan tersebut memperhitungkan
ketidakpastian ekonomi yang berlangsung selama pandemi masih berlangsung.
Negara-negara anggota ASEAN-5 menahan suku bunga acuannya, kecuali Indonesia.
Bank Indonesia memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuannya sebesar 25 bps
Tabel 1. Suku Bunga Acuan Beberapa Negara
Jan Feb Mar
BRIC
Brazil 2,00 2,00 2,75
Rusia 4,25 4,25 4,50
India 4,00 4,00 4,00
Tiongkok 3,85 3,85 3,85
ASEAN-5
Indonesia 3,75 3,50 3,50
Thailand 0,50 0,50 0,50
Filipina 2,00 2,00 2,00
Malaysia 1,75 1,75 1,75
Vietnam 4,00 4,00 4,00
Negara Maju
Amerika
Serikat
0,00-0,25 0,00-0,25 0,00-0,25
Jepang -0,1 -0,1 -0,1
Korea
Selatan
0,50 0,50 0,50
Sumber: CEIC, PBoC, BSP
14
Perkembangan Ekonomi Dunia
menjadi 3,50 persen, yang diluar prediksi pasar. Keputusan tersebut dilakukan sebagai
upaya lanjutan untuk mendorong momentum pemulihan ekonomi nasional sejalan
dengan inflasi yang rendah.
Di sisi lain, Brazil dan Rusia menaikkan suku bunga acuannya pada bulan Maret masing-
masing sebesar 75 dan 25 bps. Bank sentral Brazil memutuskan untuk menaikkan suku
bunga dengan mempertimbangkan perkembangan inflasi yang tetap tinggi meskipun
di tengah pandemi Covid-19. Oleh karena itu, dinilai perlu untuk melakukan proses
normalisasi parsial kebijakan moneter. Sementara itu, bank sentral Rusia menaikkan suku
bunga setelah Rubel melemah dan mendorong inflasi serta adanya risiko geopolitik yang
memicu gejolak pasar. Selain itu pemulihan ekonomi Rusia juga terhambat oleh jatuhnya
harga minyak mentah yang merupakan komoditas ekspor utama. Central Bank of the
Republic of Turkey juga menaikkan suku bunga acuan menjadi 19 persen dari 17 persen.
Keputusan ini di luar ekspektasi pasar dan mendorong biaya pinjaman ke level tertinggi
sejak Agustus 2019.
Harga komoditas internasional terus
melanjutkan peningkatan. Harga rata-rata
minyak mentah pada triwulan I tahun 2021
naik 20,8 persen (YoY) menjadi USD59,3 per
barel. Berlanjutnya peningkatan harga
minyak mentah dunia didorong oleh
peningkatan permintaan di tengah
pemangkasan produksi harian oleh OPEC+.
Selain itu, turunnya pasokan minyak juga
disebabkan oleh cuaca dingin ekstrem yang
mengakibatkan jalur pipa minyak dan
infrastruktur kilang mengalami pembekuan.
Harga minyak mentah Brent naik 19,9 persen
(YoY) menjadi USD60,6 per barel. Harga
minyak mentah WTI meningkat 25,7 persen (YoY) menjadi USD57,8 per barel. Sementara
harga minyak mentah Dubai naik 17,3 persen (YoY) menjadi USD59,5 per barel.
Cuaca dingin ekstrem juga berimbas pada harga komoditas gas alam yang melonjak.
Harga gas alam Eropa dan Amerika Serikat meningkat masing-masing sebesar 110,9 dan
80,6 persen (YoY). Peningkatan harga gas alam Amerika Serikat tertinggi terjadi pada
bulan Februari, didorong oleh turunnya output dari sumur minyak serpih (oil shale)
secara signifikan. Cuaca dingin telah memaksa kilang minyak dan pabrik pemrosesan
gas berhenti beroperasi karena cairan minyak yang akan diproses membeku di dalam
pipa. Namun, pada bulan berikutnya harga kembali turun ke level normal. Penyebab
serupa juga mendorong lonjakan harga gas alam Eropa sejak bulan Januari. Namun, gas
Gambar 2. Perkembangan Harga
Minyak Mentah
Sumber: World Bank
-5,0
5,0
15,0
25,0
35,0
45,0
55,0
65,0
75,0
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2019 2020 2021
USD
Dubai
WTI
Brent
15
Perkembangan Ekonomi Dunia
alam Eropa tetap tinggi hingga akhir
triwulan I tahun 2021. Sementara itu,
peningkatan permintaan seiring dengan
pulihnya aktivitas produksi industri,
terutama di Tiongkok, mendorong harga
batubara naik hingga 31,6 persen (YoY)
menjadi USD89,5 per metrik ton.
Harga komoditas pertanian secara
umum meningkat dibandingkan triwulan I
tahun 2020. Harga minyak kelapa sawit
terus menguat sebesar 38,2 persen (YoY)
menjadi USD1.013,7 per metrik ton,
didorong oleh turunnya pasokan. Faktor
cuaca ekstrem dan keterbatasan tenaga
kerja menjadi penyebab turunnya output
CPO dari negara penghasil utama. Selain itu, sulitnya distribusi menjadikan kondisi
semakin sulit.
Pada triwulan I tahun 2021, harga karet meningkat 46,3 persen (YoY) menjadi USD2,3
per kilogram. Naiknya harga karet disebabkan oleh turunnya produksi di tengah
permintaan yang meningkat seiring dengan peningkatan aktivitas industri di berbagai
negara. Selain itu, La Nina mengakibatkan terganggunya proses pembungaan sehingga
produksi biji sebagai batang bawah membuat kapasitas produksi berkurang. La Nina
juga mengakibatkan hari sadap berkurang sehingga produksi karet berkurang.
Harga komoditas kedelai naik 53,2 persen (YoY) menjadi USD579,9 per metrik ton,
didorong oleh turunnya pasokan dari negara penghasil utama dan kelambanan
distribusi. Di sisi lain, permintaan dari Tiongkok meningkat secara signifikan untuk pakan
babi ternak yang penambahan populasinya lebih cepat dari perkiraan.
Efek pembatasan selama pandemi masih berpengaruh pada harga udang, yang turun
14,4 persen (YoY) pada triwulan I tahun 2021. Faktor utama turunnya harga udang
internasional adalah permintaan yang masih rendah terutama dari restoran akibat
pembatasan yang masih berlaku di berbagai negara. Pelemahan harga tertahan oleh
peningkatan harga yang terjadi pada bulan Maret sejalan dengan meningkatnya harga
pakan dan penyebaran penyakit sepanjang musim hujan yang mengakibatkan turunnya
hasil panen.
Harga komoditas logam melanjutkan penguatan sepanjang triwulan I tahun 2021.
Harga nikel meningkat 38,8 persen (YoY) menjadi USD17.618,1 per metrik ton.
Peningkatan tersebut didorong oleh rencana pengembangan kendaraan listrik yang
menggunakan nikel sebagai sumber utama tenaganya.
Gambar 3. Perkembangan Harga
Gas Alam dan Batubara
Sumber: World Bank
0,0
20,0
40,0
60,0
80,0
100,0
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
7,0
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2019 2020 2021
USDUSD
Gas Alam, EropaGas Alam, ASBatu Bara, Australia (kanan)
16
Perkembangan Ekonomi Dunia
Isu pengembangan kendaraan listrik global juga meningkatkan permintaan akan
komoditas timah. Namun, di saat yang bersamaan, pasokan timah menipis akibat kondisi
cuaca yang tidak mendukung. Kondisi tersebut mendorong harga timah naik 54,3 persen
(YoY) menjadi USD25.099 per metrik ton. Komoditas logam industri lainnya seperti seng,
alumunium, dan timbal juga meningkat masing-masing 29,4; 23,7; dan 9,3 persen (YoY).
Harga emas pada triwulan I tahun 2021 masih lebih tinggi 13,6 persen dibandingkan
triwulan I tahun 2020. Meskipun menunjukkan peningkatan secara YoY, namun
pergerakan harga emas secara bulanan menunjukkan tren menurun. Tren yg menurun
disebabkan oleh kondisi ekonomi global yang mulai menunjukkan pemulihan,
penguatan nilai tukar dolar, serta kenaikan yield US Treasury yang melemahkan daya
tarik emas sebagai safe haven.
17
Perkembangan Ekonomi Dunia
18
Perkembangan Ekonomi Indonesia
2.1 Produk Domestik Bruto
Perekonomian Indonesia pada
triwulan I tahun 2021 terkontraksi
0,74 persen (YoY), membaik
dibandingkan kontraksi yang terjadi
pada triwulan sebelumnya. Perbaikan
tersebut ditopang oleh peningkatan
kinerja sektor eksternal sejalan dengan
pemulihan ekonomi di negara mitra
dagang utama, terutama Tiongkok dan
Amerika Serikat. Ditinjau dari lapangan
usaha, pemulihan ekonomi didorong
oleh pertumbuhan positif yang terjadi
pada enam sektor yakni industri,
pengadaan air, jasa keuangan, pertanian,
perdagangan listrik dan gas, serta real estat. Sementara itu, sektor lainnya
menunjukkan kontraksi yang menipis.
Sektor pertanian tumbuh 2,95 persen (YoY), lebih tinggi baik dibandingkan triwulan
sebelumnya maupun triwulan I tahun 2020. Pertumbuhan tersebut terutama
didorong oleh peningkatan produksi tanaman pangan seiring dengan pergeseran
panen raya dan cuaca yang mendukung. Laju pertumbuhan sektor pertanian tertahan
oleh kontraksi yang terjadi pada subsektor perikanan dan kehutanan. Kontraksi
sebesar 1,3 persen (YoY) pada subsektor perikanan disebabkan oleh curah hujan
tinggi dan angin kencang yang menurunkan kualitas air dan menyebabkan gagal
panen ikan budidaya. Kontraksi 8,9 persen (YoY) pada subsektor kehutanan
disebabkan oleh turunnya permintaan bahan kayu bulat untuk industri kayu.
Industri pengolahan terkontraksi 1,38 persen (YoY) yang disebabkan oleh kontraksi
yang dalam pada industri batu bara dan pengilangan migas. Sementara itu, kontraksi
pada industri nonmigas menipis menjadi 0,7 persen (YoY). Perbaikan tersebut
didorong oleh pertumbuhan positif di industri makanan dan minuman, industri kimia,
farmasi dan obat tradisional, indusri karet, barang dari karet dan plastik, serta industri
Gambar 4. Pertumbuhan Ekonomi
Indonesia
Sumber: Badan Pusat Statistik
-0,74
-8,0
-6,0
-4,0
-2,0
0,0
2,0
4,0
6,0
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2019 2020 2021
persen
BAB II
PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN INDONESIA
19
Perkembangan Ekonomi Indonesia
logam dasar. Industri kimia, farmasi
dan obat tradisional tumbuh hingga
11,5 persen (YoY) sejalan dengan
tingginya kebutuhan selama pandemi.
Industri tekstil dan pakaian jadi
terkontraksi hingga 13,3 persen (YoY)
karena permintaan domestik yang
masih lemah. Kontraksi dalam juga
terjadi pada industri alat angkutan
yakni sebesar -10,9 persen (YoY) seiring
penurunan produksi mobil dan sepeda
motor beserta perlengkapannya akibat
permintaan yang rendah. Sementara
itu, industri pengolahan tembakau
turun 9,6 persen (YoY) mengikuti
turunnya permintaan sejalan dengan
peningkatan Cukai Hasil Tembakau
yang beraku sejak awal tahun 2021.
Sektor perdagangan terkontraksi 1,2
persen (YoY), mengecil dibandingkan
triwulan sebelumnya. Subsektor
perdagangan mobil, sepeda motor dan
reparasinya masih terkontraksi sebesar
5,5 persen (YoY) karena turunnya
permintaan masyarakat. Penjualan
mobil melonjak pada bulan Maret 2021
yang didorong oleh relaksasi PPnBM.
Namun, peningkatan tersebut tidak
dapat menutup penurunan yang terjadi
pada dua bulan sebelumnya.
Sementara itu, perdagangan besar dan
eceran bukan mobil dan sepeda motor
terkontraksi 0,2 persen (YoY) akibat
tutupnya sejumlah gerai ritel.
Sektor transportasi dan pergudangan
mengalami kontraksi hingga 13,1 persen (YoY) sekaligus menjadi sumber kontraksi
ekonomi terbesar pada triwulan ini. Perkembangan tersebut dipengaruhi oleh
pembatasan mobilitas masyarakat yang berakibat pada penurunan penumpang
Gambar 5. Pertumbuhan PDB
Sisi Produksi Triwulan I Tahun 2021
Sumber: Badan Pusat Statistik
Tabel 2. Perdagangan Besar Eceran,
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Uraian Growth (%) Share
thd Total
PDB (%) QtQ YoY
PDB Perdagangan Besar
dan Eceran, Reparasi
Mobil dan Sepeda
Motor
1,1 -1,2 13,1
Perdagangan Mobil,
Sepeda Motor, dan
Reparasinya
1,8 -5,5 2,5
Perdagangan Besar
dan Eceran, bukan
Mobil dan Motor
1,0 -0,2 10,6
Produk Domestik Bruto -1,0 -0,7 100,0
Sumber: Badan Pusat Statistik
2,9
-2,0
-1,4
-0,7
1,7
5,5
-0,8
-1,2
-13,1
-7,3
8,7
-3,0
0,9
-6,1
-2,9
-1,6
3,6
-5,1
Pertanian
Pertambangan
Industri
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik & Gas
Pengadaan Air
Konstruksi
Perdagangan
Transportasi & Pergudangan
Akomodasi & Mamin
Informasi & Komunikasi
Jasa Keuangan & Asuransi
Real Estat
Jasa Perusahaan
Adm. Pemerintahan
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan & Keg. Sosial
Jasa Lainnya
(persen)
20
Perkembangan Ekonomi Indonesia
berbagai moda transportasi. Karena sektor ini berkaitan erat dengan mobilitas
masyarakat, pemulihannya dinilai membutuhkan waktu yang lebih lama.
Akomodasi dan makan minum juga masih terkontraksi cukup dalam yakni sebesar 7,3
persen (YoY). Penyediaan akomodasi turun 17,6 persen (YoY) sejalan dengan masih
rendahnya mobilitas masyarakat dan wisatawan. Sementara penyediaan makan
minum juga terkontraksi 4,9 persen (YoY).
Sektor konstruksi terkontraksi 0,8 persen (YoY), mengalami perbaikan yang cukup
signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya yang terkontraksi hingga 5,7 persen
(YoY). Namun, sektor real estat masih mampu melanjutkan pertumbuhan positif
sebesar 0,9 persen (YoY) pada triwulan I tahun 2021. Real estat menjadi salah satu
sektor yang tetap tumbuh positif selama pandemi. Pemerintah telah memberi insentif
berupa pembebasan PPN rumah dengan beberapa skema yang berlaku sejak 1 Maret
2021. Kebijakan ini diharapkan mendorong kembali kinerja sektor terkait.
Sektor informasi dan komunikasi tumbuh 8,7 persen (YoY) pada triwulan I tahun 2021.
Meskipun tergolong tinggi, namun pertumbuhan tersebut melambat baik
dibandingkan triwulan sebelumnya (10,9 persen, YoY) maupun triwulan I tahun 2020
(9,8 persen, YoY).
Dari sisi pengeluaran, perekonomian
juga menunjukkan perbaikan pada
setiap komponennya. Konsumsi
pemerintah, ekspor, dan impor tumbuh
positif sementara komponen lainnya
mengalami kontraksi yang mengecil.
Meskipun separuh komponen
pengeluaran telah tumbuh positif, namun
konsumsi rumah tangga yang memiliki
share terbesar masih terkontraksi cukup
dalam.
Konsumsi rumah tangga terkontraksi
sebesar 2,2 persen (YoY) sejalan dengan
permintaan masyarakat yang masih
rendah. Transportasi dan komunikasi terkontraksi 4,2 persen (YoY) dengan penurunan
tertinggi pada angkutan udara yang mencapai 65,0 persen (YoY). Komponen restoran
dan hotel juga terdampak pembatasan mobilitas hingga terkontraksi 4,2 persen (YoY)
sejalan dengan rendahnya wisatawan. Kondisi pandemi masih menyebabkan
kontraksi 2,3 persen (YoY) pada sub komponen makanan dan minuman karena
masyarakat mengurangi belanja makanan dan minuman di luar rumah. Di sisi lain,
Gambar 6. Pertumbuhan PDB
Sisi Pengeluaran
Sumber: Badan Pusat Statistik
-2,2
-4,5
3,0
-0,2
6,7
5,3
-10,0 -5,0 0,0 5,0 10,0
Konsumsi RT
LNPRT
Konsumsi Pemerintah
PMTB
Ekspor
Impor
persen
21
Perkembangan Ekonomi Indonesia
konsumsi pada komponen kesehatan dan pendidikan serta perumahan dan
perlengkapan rumah tangga tumbuh positif masing-masing 0,3 dan 1,3 persen (YoY).
Pertumbuhan perlengkapan rumah
tangga didorong oleh peningkatan
konsumsi listrik.
Pembentukan Modal Tetap Bruto
terkontraksi tipis sebesar 0,2 persen
(YoY), jauh lebih baik dibandingkan
triwulan sebelumnya (-6,2 persen,
YoY). Perbaikan tersebut didorong
oleh pertumbuhan investasi pada
mesin dan perlengkapan, kendaraan,
serta produk kekayaan intelektual.
Pertumbuhan barang modal jenis
mesin sebesar 3,5 persen (YoY)
dipengaruhi oleh peningkatan
barang modal mesin baik dari
domestik maupun impor sejalan
dengan pemulihan aktivitas industri.
Namun, investasi peralatan lainnya
masih terkontraksi cukup dalam
mencapai 4,9 persen (YoY). Cultivated
Biological Resources (CBR)
terkontraksi 1,2 persen (YoY) karena
tanaman yang belum menghasilkan
menurun serta kinerja impor benih
tanaman juga masih negatif.
Konsumsi pemerintah tumbuh 3,0
persen (YoY) didorong oleh
peningkatan realisasi belanja barang
dan jasa serta belanja bantuan sosial
masing-masing sebesar 40,5 dan 16,5
persen (YoY). Peningkatan belanja
barang dan jasa lebih banyak terjadi
pada belanja barang non operasional
terutama untuk penanganan
pandemi seperti pengadaan vaksin
dan obat-obatan. Di sisi lain, pembelanjaan APBD yang masih rendah menghambat
konsumsi pemerintah tumbuh lebih tinggi.
Gambar 7. Perkembangan Konsumsi RT
dan Investasi terhadap PDB
Sumber: Badan Pusat Statistik
Tabel 3. Pembentukan Modal Tetap Bruto
Uraian
Nilai*
Q1
2021
Growth (%) Share
thd
Total
PDB (%) QtQ YoY
Pembentukan
Modal Tetap
Bruto
874,3 -2,2 -0,2 32,6
Bangunan 658,2 -1,3 -0,7 24,5
Mesin dan
Perlengkapan
90,9 -3,8 3,5 3,4
Kendaraan 49,6 5,9 2,1 1,9
Peralatan
lainnya
13,7 -6,4 -4,9 0,5
Cultivated
Biological
Resources
43,0 -21,0 -1,2 1,6
Produk
Kekayaan
Intelektual
18,9 12,9 0,5 0,7
Produk
Domestik Bruto 2.683,1 -1,0 -0,7 100,0
Sumber: Badan Pusat Statistik
*dalam triliun Rp (ADHK)
-20,0
-15,0
-10,0
-5,0
0,0
5,0
10,0
15,0
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2019 2020 2021
persen
Konsumsi RT PMTB PDB
22
Perkembangan Ekonomi Indonesia
Ekspor barang dan jasa tumbuh impresif, mencapai 6,7 persen (YoY), didorong oleh
peningkatan ekspor barang yang mencapai 11,9 persen (YoY). Meningkatnya kinerja
ekspor barang sejalan dengan peningkatan permintaan dari luar negeri bersamaan
dengan meningkatnya harga komoditas. Namun, laju ekspor tertahan oleh kontraksi
yang cukup dalam pada ekspor jasa yang mencapai 46,8 persen (YoY). Penurunan
ekspor jasa dipengaruhi oleh anjloknya kunjungan wisatawan mancanegara. Kinerja
ekspor jasa dapat ditingkatkan kembali melalui optimalisasi penggunaan moda
transportasi milik Indonesia untuk perjalanan maupun pengiriman barang ke dalam
maupun ke luar negeri.
Impor barang dan jasa juga tumbuh positif sebesar 5,3 persen (YoY) sejalan dengan
peningkatan volume impor dan harga komoditas nonmigas. Impor barang nonmigas
meningkat hingga 11,7 persen (YoY) didorong oleh peningkatan pada bahan baku
dan barang modal industri. Sementara itu, impor barang migas dan jasa masing-
masing terkontraksi 4,5 dan 19,7 persen (YoY). Kontraksi pada impor jasa dipengaruhi
oleh restriksi perjalanan yang masih diberlakukan di berbagai negara.
23
Perkembangan Ekonomi Indonesia
Box1: Vaksinasi Indonesia Menemui Tantangan
Dalam kurun satu tahun terakhir, perekonomian Indonesia terkontraksi akibat
pandemi Covid-19. Pandemi yang berkepanjangan berdampak besar pada berbagai
setor kehidupan. Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi
Indonesia tahun 2021 bisa kembali di atas 5 persen. Namun, realisasinya sangat
bergantung pada akselerasi kebijakan ekonomi dan konsistensi penanganan
penyebaran Covid-19 di dalam negeri. BI menjelaskan perekonomian global
berpotensi tumbuh lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya meskipun belum berjalan
seimbang antar negara. Pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi terjadi di negara-
negara yang mampu mengakselerasi vaksinasi Covid-19 serta menempuh stimulus
fiskal dan moneter yang besar. Tren pemulihan ekonomi global dapat menjadi
sentimen positif bagi perekonomian domestik. Namun, kondisi tersebut harus
dibarengi dengan implementasi program vaksinasi dan sinergi kebijakan nasional.
Tahun 2021 menjadi momen penting dalam upaya menanggulangi pandemi Covid-
19 serta memulihkan kondisi ekonomi. Sejumlah negara di dunia seperti Amerika
Serikat, Inggris, Kanada, Israel, Rusia, Meksiko, Qatar, dan Uni Emirat Arab telah
memulai program vaksinasi sebagai upaya untuk menghentikan pandemi. Di
Indonesia, program vaksinasi telah dimulai sejak pertengahan Januari 2021.
Setidaknya 181,5 juta orang Indonesia akan mengikuti program vaksinasi Covid-19.
Presiden meminta program vaksinasi Covid-19 di Indonesia dapat diselesaikan dalam
waktu 12 bulan, sementara Menteri Kesehatan menargetkan lebih lebih lama, yakni
15 bulan. Rinciannya, vaksinasi tahap pertama berlangsung selama Januari-Februari
2021 yang menyasar tenaga kesehatan. Tahap kedua dilaksanakan pada Februari-
April 2021 yang menyasar petugas pelayanan publik dan lansia. Tahap ketiga
dilaksanakan pada April 2021-Maret 2022 yang menyasar masyarakat rentan dari
aspek geospasial, sosial, dan ekonomi. Pada periode yang sama, vaksinasi tahap
keempat juga dilaksanakan dengan target masyarakat dan pelaku perekonomian
lainnya dengan pendekatan klaster sesuai dengan ketersediaan vaksin. Namun
demikian, hingga saat ini target-target yang dicanangkan masih belum terpenuhi.
Di tengah target yang meleset, Indonesia dihadang kendala keterbatasan stok vaksin
Covid-19, salah satunya disebabkan embargo vaksin oleh beberapa negara, termasuk
India sejalan dengan melonjaknya kasus infeksi Covid-19. Imbasnya, Indonesia
terancam tidak mendapatkan keseluruhan dari 11,7 juta dosis vaksin AstraZeneca
gratis yang dijanjikan dari kerja sama multilateral Aliansi Global untuk Vaksin dan
Imunisasi (GAVI). Dalam rangka menjaga laju vaksinasi tetap normal, untuk sementara
pada bulan pada bulan April capaian vaksinasi diturunkan menjadi 250-300 ribu dosis
vaksin per hari. Lebih lanjut, masalah operasional pun menjadi faktor penghambat
lainnya, seperti keterbatasan sumber daya manusia serta sarana dan prasarana
penunjang seperti puskesmas.
24
Perkembangan Ekonomi Indonesia
Pemerintah Indonesia tetap berkomitmen agar program vaksinasi Covid-19 dapat
berjalan lancar. Bentuk komitmen itu ditunjukkan dengan mengupayakan
ketersediaan vaksin Covid-19 melalui diplomasi, baik antarnegara (bilateral) maupun
banyak negara (multilateral) seperti Covid-19 Vaccines Global Access (COVAX)
Facility. Hingga 8 Mei 2021, total vaksin di Indonesia mencapai 65,5 juta dosis bahan
baku (bulk) dari Sinovac yang akan diolah oleh PT Bio Farma, dan 10,4 juta dosis vaksin
jadi dari Sinovac, AstraZeneca, dan Sinopharm.
Kedatangan Vaksin Covid-19 ke Indonesia (sampai 8 Mei 2021)
No. Tanggal Vaksin Bentuk Jumlah Dosis
1 06/12/2020 Sinovac Vaksin Jadi 1.200.000
2 31/12/2020 Sinovac Vaksin Jadi 1.800.000
3 12/01/2021 Sinovac Bahan Baku 16.500.000
4 02/02/2021 Sinovac Bahan Baku 11.000.000
5 02/03/2021 Sinovac Bahan Baku 10.000.000
6 08/03/2021 AstraZeneca Vaksin Jadi 1.113.600
7 25/03/2021 Sinovac Bahan Baku 16.000.000
8 18/04/2021 Sinovac Bahan Baku 6.000.000
9 26/04/2021 AstraZeneca Vaksin Jadi 3.852.000
10 30/04/2021 Sinovac Bahan Baku 6.000.000
11 30/04/2021 Sinopharm Vaksin Jadi 482.400
12 01/05/2021 Sinopharm Vaksin Jadi 17.600
13 01/05/2021 Sinopharm Vaksin Jadi 500.000
14 06/05/2021 AstraZeneca Vaksin Jadi 55.300
15 08/05/2021 AstraZeneca Vaksin Jadi 1.389.600
Total 75.910.500
Sumber: Covid19.go.id, kominfo.go.id (diolah)
Sebagai upaya akselerasi vaksinasi, pemerintah juga sedang mematangkan program
Vaksinasi Gotong Royong, yang akan dilakukan oleh Kamar Dagang Indonesia
(KADIN) dan Bio Farma. Program Vaksinasi Gotong Royong juga memberi peluang
bagi Warga Negara Asing (WNA) yang memiliki Kartu Izin Tinggal Sementara dan
Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAS/KITAP). Kedatangan vaksin Sinopharm sebanyak satu
juta dosis ke Indonesia jadi penanda pelaksanaan program Vaksinasi Gotong Royong
akan segera dimulai pada 17 Mei 2021. Dengan adanya program ini, diharapkan
vaksin dapat tersampaikan lebih cepat dan berhasil membentuk kekebalan komunal
bagi penduduk Indonesia.
Sumber: Covid19.go.id, cnnindonesia.com, kompas.com, Bank Indonesia
25
Perkembangan Ekonomi Indonesia
Tabel 4. Pertumbuhan Ekonomi
Tahun 2016 – Triwulan I/2021 (persen, YoY)
2016 2017 2018 2019 2020:1 2020:2 2020:3 2020:4 2021:1
Produk Domestik Bruto 5,0 5,1 5,2 5,0 3,0 -5,3 -3,5 -2,2 -0,7
Konsumsi Rumah Tangga 5,0 4,9 5,1 5,0 2,8 -5,5 -4,0 -3,6 -2,2
Konsumsi LNPRT 6,6 6,9 9,1 10,6 -5,0 -7,8 -2,0 -2,1 -4,5
Konsumsi Pemerintah -0,1 2,1 4,8 3,3 3,8 -6,9 9,8 1,8 3,0
PMTB 4,5 6,2 6,6 4,5 1,7 -8,6 -6,5 -6,2 -0,2
Ekspor Barang dan Jasa -1,6 8,9 6,6 -0,9 0,4 -12,0 -11,7 -7,2 6,7
Impor Barang dan Jasa -2,4 8,1 11,9 -7,4 -3,6 -18,3 -23,0 -13,5 5,3
Pertanian, Kehutanan, Perkebunan dan Perikanan 3,4 3,9 3,9 3,6 0,0 2,2 2,2 2,6 2,9
Pertambangan dan Penggalian 0,9 0,7 2,2 1,2 0,4 -2,7 -4,3 -1,2 -2,0
Industri Pengolahan 4,3 4,3 4,3 3,8 2,1 -6,2 -4,3 -3,1 -1,4
Industri Pengolahan Nonmigas 4,4 4,9 4,8 4,3 2,0 -5,7 -4,0 -2,2 -0,7
Listrik dan Gas 5,4 1,5 5,5 4,0 3,9 -5,5 -2,4 -5,0 1,7
Air, Pengelolaan Sampah, Limbah, Daur Ulang 3,6 4,6 5,6 6,8 4,4 4,4 5,9 5,0 5,5
Konstruksi 5,2 6,8 6,1 5,8 2,9 -5,4 -4,5 -5,7 -0,8
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi 4,0 4,5 5,0 4,6 1,6 -7,6 -5,0 -3,6 -1,2
Transportasi dan Pergudangan 7,4 8,5 7,0 6,4 1,3 -30,8 -16,7 -13,4 -13,1
Akomodasi dan Makan Minum 5,2 5,4 5,7 5,8 1,9 -22,0 -11,8 -8,9 -7,3
Informasi dan Komunikasi 8,9 9,6 7,0 9,4 9,8 10,8 10,7 10,9 8,7
Jasa Keuangan dan Asuransi 8,9 5,5 4,2 6,6 10,6 1,1 -0,9 2,4 -3,0
Real Estate 4,7 3,6 3,5 5,8 3,8 2,3 2,0 1,2 0,9
Jasa Perusahaan 7,4 8,4 8,6 10,3 5,4 -12,1 -7,6 -7,0 -6,1
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 3,2 2,0 7,0 4,7 3,1 -3,2 1,8 -1,5 -2,9
Jasa Pendidikan 3,8 3,7 5,4 6,3 5,9 1,2 2,4 1,4 -1,6
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 5,2 6,8 7,1 8,7 10,4 3,7 15,3 16,5 3,6
Jasa lainnya 8,0 8,7 9,0 10,6 7,1 -12,6 -5,5 -4,8 -5,1
PDB Harga Berlaku (Rp Triliun) 12.402 13.590 14.839 15.833 3.922,6 3.687,8 3.894,6 3.929,2 3.969,1
PDB Harga Konstan (Rp Triliun) 9.434 9.913 10.426 10.949 2.703,1 2.589,8 2.720,5 2.709,0 2.683,1
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
26
Investasi
Realisasi Penanaman Modal Asing
(PMA) mencapai Rp111,7 triliun
dan realisasi Penanaman Modal
Dalam Negeri (PMDN) mencapai
Rp108,0 triliun. Total nilai realisasi
investasi PMA dan PMDN pada
triwulan I tahun 2021 mencapai
Rp219,7 triliun, atau naik sebesar 2,3
persen dari triwulan IV tahun 2020.
Nilai realisasi PMA mengalami
kenaikan sebesar 14,0 persen (YoY).
Sedangkan nilai realisasi PMDN turun
sebesar 4,2 persen (YoY).
Sektor yang berperan besar terhadap
realisasi PMA dan PMDN pada
triwulan I tahun 2021 adalah sektor
tersier, dengan nilai realisasi investasi
sebesar Rp104,9 triliun, namun turun
sebesar 9,5 persen (YoY). Realisasi sektor primer turun cukup signifikan dibandingkan
periode yang sama pada tahun 2020, tetapi mengalami kenaikan dibandingkan
triwulan sebelumnya tahun yang sama.
Realisasi investasi terbesar pada sektor sekunder triwulan I tahun 2021 adalah
Industri Logam Dasar, Barang Logam, Bukan Mesin dan Peralatannya. Realisasi
terbesar selanjutnya adalah Industri Makanan; Industri Kimia dan Farmasi; Industri
Kendaraan Bermotor dan Alat Transportasi Lain; dan Industri Mineral Non Logam.
Sektor sekunder yang mengalami pertumbuhan terbesar dibandingkan periode yang
sama tahun 2020 adalah Industri Kendaraan Bermotor dan Alat Transportasi Lain
sebesar 330,2 persen. Industri Kayu mengalami kontraksi cukup signifikan akibat
penurunan realisasi baik PMA maupun PMDN.
Berdasarkan bidang usaha, lima sektor dengan kontribusi terbesar pada realisasi PMA
pada triwulan I tahun 2021 adalah: (1) Industri Logam Dasar, Barang Logam, Bukan
Mesin dan Peralatannya; (2) Industri Makanan; (3) Transportasi, Gudang dan
Telekomunikasi; (4) Listrik, Gas dan Air; dan (5) Industri Kendaraan Bermotor dan Alat
Transportasi Lain. Pertumbuhan terbesar tercatat di Industri Makanan. Lima negara
asal PMA dengan realisasi terbesar pada triwulan I tahun 2021 adalah: Singapura
Tabel 5. Realisasi Investasi
Uraian
Nilai
Q1 2021
(triliun Rp)
Growth (%) Share thd
Realisasi
Investasi
(%) QtQ YoY
Realisasi
Investasi 219,7 2,3 4,3 100,0
Penanaman
Modal Dalam
Negeri
(PMDN)
108,0 4,2 -4,2 49,2
Penanaman
Modal Asing
(PMA)*
111,7 0,6 14,0 50,8
Berdasarkan Sektor
Primer 23,8 26,3 -17,4 11,1
Sekunder 71,1 -1,7 3,5 33,1
Tersier 119,9 1,7 8,2 55,8
Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal
kurs: Rp14.600/USD
27
Perkembangan Ekonomi Indonesia
sebesar Rp38,0 triliun; Tiongkok sebesar Rp15,1 triliun; Korea Selatan sebesar Rp12,4
triliun; Hongkong sebesar Rp12,0 triliun; dan Swiss sebesar Rp6,8 triliun.
Tabel 6. Realisasi Investasi Sektor Sekunder
Uraian
Nilai
Q1 2021
(triliun Rp)
Growth (%) Share thd
Sektor
Sekunder(%) QtQ YoY
Industri Logam Dasar, Barang Logam, Bukan Mesin dan
Peralatannya
27,9 11,3 13,5 31,6
Industri Makanan 21,8 111,9 87,4 24,6
Industri Kimia Dan Farmasi 9,4 -21,2 -3,9 10,7
Industri Kendaraan Bermotor dan Alat Transportasi Lain 9,2 26,7 330,2 10,4
Industri Mineral Non Logam 5,5 603,0 25,7 6,2
Industri Kertas dan Percetakan 4,9 -47,2 63,9 5,6
Industri Mesin, Elektronik, Instrumen Kedokteran,
Peralatan Listrik, Presisi, Optik dan Jam
3,3 85,6 68,0 3,8
Industri Tekstil 2,2 38,3 125,6 2,5
Industri Karet dan Plastik 2,1 73,4 -31,1 2,4
Industri Barang dari Kulit dan Alas Kaki 1,2 67,1 57,1 1,4
Industri Lainnya 0,6 -23,6 -48,1 0,6
Industri Kayu 0,2 -39,6 -67,1 0,2
Sumber: BKPM
Tabel 7. Sektor PMA Terbesar
Uraian
Nilai
Q1 2021
(triliun Rp)
Growth (%) Share
thd
Total
PMA (%) QtQ YoY
Industri Logam
Dasar, Barang
Logam, Bukan
Mesin dan
Peralatannya
24,9 16,7 13,9 22,4
Listrik, Gas dan
Air
14,1 120,8 229,0 12,7
Transportasi,
Gudang dan
Komunikasi
12,3 -24,4 6,0 11,0
Industri Kertas
dan Percetakan
8,7 -55,6 -30,2 7,8
Pertambangan 8,7 27,3 707,9 7,8
Sumber: BKPM | kurs: Rp14.600/USD
Tabel 8. Realisasi PMA Terbesar
berdasarkan Negara Asal
Uraian
Nilai
Q1 2021
(triliun Rp)
Growth (%) Share thd
Total
PMA (%) QtQ YoY
Singapura 38,0 0,8 -3,1 34,0
Tiongkok 15,1 -21,3 -33,0 13,6
Korea Selatan 12,4 18.5 552,6 11,1
Hongkong 12.0 -21.0 31.9 10,8
Swiss 6,8 6700 2166,7 6,1
Sumber: BKPM
28
Sumber: BKPM
Realisasi investasi di luar Jawa pada triwulan I tahun 2021 memberikan kontribusi
lebih besar yaitu 52,1 persen dari total realisasi investasi, dengan nilai sebesar Rp114,4
triliun. Sementara itu, proporsi realisasi investasi di pulau Jawa pada triwulan I tahun
2021 adalah sebesar 47,9 persen.
Pertumbuhan realisasi investasi terbesar secara YoY adalah pulau Maluku dan Papua
yaitu dengan nilai investasi sebesar Rp20,7 triliun, sedangkan realisasi investasi
terbesar secara QtQ adalah pulau Bali dan Nusa Tenggara dengan nilai investasi
Tabel 9. Realisasi Investasi
berdasarkan Lokasi
Uraian
Nilai
Q1 2021
(triliun Rp)
Growth (%) Share thd
Realisasi
Investasi
(%) QtQ YoY
Jawa 105,3 3,8 -2,7 47,9
Luar Jawa 114,4 0,9 11,7 52,1
Sumatera 52,3 -7,6 -7.1 23,8
Kalimantan 20,2 19,5 42.2 9,2
Bali dan Nusra 7,6 61,7 43,4 3,5
Sulawesi 13,6 -26.5 4,6 6,2
Maluku 20,7 23,9 52.2 9,4
Papua 105,3 3,8 -2,7 47,9
Kawasan Barat
Indonesia
157,6 -0,2 -4,2 71.7
Kawasan Timur
Indonesia
62.1 9,3 34,7 28.3
Sumber: BKPM
Tabel 10. Lokasi PMA Terbesar
Uraian Nilai
Q1 2021 (triliun Rp)
Growth (%) Share thd Total PMA
(%) QtQ YoY
Jawa Barat 21,1 16,6 59,8 18,9
DKI Jakarta 14,6 10,6 10,6 13,1
Sulawesi
Tengah
8,4 7,7 68 7,5
Riau 8,1 22,7 62 7,3
Sulawesi
Tenggara
8,0 135,3 45,4 7,2
Sumber: BKPM
Tabel 11. Sektor dan Lokasi PMDN Terbesar
Uraian
Nilai
Q1 2021
(triliun Rp)
Growth (%) Share thd
Total PMDN(%) QtQ YoY
SEKTOR
Perumahan, Kawasan Industri dan
Perkantoran
21,6 39,3 137,3 20
Transportasi, Gudang dan
Komunikasi
13,3 -34,1 -64,6 12,3
Listrik, Gas dan Air 11,5 23,6 109,1 1
Tanaman, Pangan, Perkebunan,
dan Peternakan
9,9 33,8 -3,9 9,2
Kontruksi 9,6 -50,2 -31,9 8,8
LOKASI
Jawa Barat 16,0 0 -4,2 14,9
Jawa Timur 10,0 20,5 -62,4 9,2
DKI Jakarta 8,7 -6,4 26,1 8,0
Jawa Tengah 8,4 7,7 -42,5 7,8
Banten 7,0 -21,3 218,2 6,5
29
Perkembangan Ekonomi Indonesia
sebesar Rp7,6 triliun. Kawasan Barat Indonesia (KBI) yang terdiri dari wilayah Jawa dan
Sumatera berkontribusi realisasi investasi sebesar 71,7 persen.
Berdasarkan lokasi, lima provinsi dengan realisasi PMA terbesar pada triwulan I tahun
2021 adalah Jawa Barat sebesar Rp21,1 triliun; DKI Jakarta sebesar Rp14,6 triliun;
Sulawesi Tengah sebesar Rp8,4 triliun; Riau sebesar Rp8,1 triliun; dan Sulawesi
Tenggara sebesar Rp8,0 triliun.
Realisasi PMDN terbesar adalah Sektor Perumahan, Kawasan Industri dan
Perkantoran, kemudian sektor Transportasi, Gudang dan Komunikasi; Listrik, Gas dan
Air; Tanaman, Pangan, Perkebunan, dan Peternakan; dan Kontruksi. Pertumbuhan
terbesar YoY dan QtQ adalah Sektor Perumahan, Kawasan Industri dan Perkantoran
Berdasarkan lokasi, lima provinsi dengan realisasi PMDN terbesar pada triwulan I
tahun 2021 adalah Jawa Barat sebesar Rp16,0 triliun; Jawa Timur sebesar Rp10,0
triliun; DKI Jakarta sebesar Rp8,7 triliun; Jawa Tengah sebesar Rp8,4 triliun; dan Banten
sebesar Rp7,0 triliun.
Lima kabupaten dan kota
dengan realisasi PMDN terbesar
pada triwulan I tahun 2021
adalah Kota Bandung sebesar
Rp5,8 triliun; Kabupaten
Tenggamus sebesar Rp4,9
triliun; Kota Surabaya sebesar
Rp4,6 triliun; Kota Makassar
sebesar Rp4,3 triliun; dan
Kabupaten Grobogan sebesar
Rp4,0 triliun. Beberapa faktor
yang menyebabkan Kota
Bandung menjadi kota dengan
realisasi PMDN terbesar pada
triwulan I tahun 2021 antara lain
karena dukungan infrastruktur
yang sangat baik, reformasi
peraturan yang baik, letak
geografis yang strategis, dan
konsumen yang atraktif
(konsumen yang memiliki daya
saing yang tinggi).
Lima kabupaten dan kota
dengan realisasi PMA terbesar
Tabel 12. Lokasi PMDN Terbesar
per Kabupaten/Kota
Uraian Nilai
Q1 2021 (triliun Rp)
Growth (%) Share thd Total
PMDN (%)
QtQ YoY
Kota Bandung 5,8 -15,4 4.206,9 5,4
Kab. Tanggamus 4,9 3.085.818,1 100,0 4,6
Kota Surabaya 4,6 179,3 -29,7 4,3
Kota Makassar 4,3 203,1 8.231,8 4,0
Kab. Grobogan 4,0 2.102,2 74,5 3,7
Sumber: BKPM
Tabel 13. Lokasi PMA Terbesar
per Kabupaten/Kota
Uraian Nilai
Q1 2021 (triliun Rp)
Growth (%) Share thd Total PMA
(%) QtQ YoY
Kab. Bekasi 11,6 40,0 167,7 10,4
Kota Adm.
Jakarta
Selatan
7,8 45,2 -13,7 7,0
Kab.
Halmahera
Tengah
6,4 -8,3 -9,7 5,7
Kab. Morowali 6,1 -10,8 29,7 5,5
Kabupaten
Karawang
5,5 44,4 63,5 4,9
Sumber: BKPM
30
pada triwulan I tahun 2021 adalah Kabupaten Bekasi sebesar Rp11,6 triliun; Kota
Administrasi Jakarta Selatan sebesar Rp7,8 triliun; Kabupaten Halmahera Tengah
sebesar Rp6,4 triliun; Kabupaten Morowali sebesar Rp6,1 triliun; dan Kabupaten
Karawang sebesar Rp5,5 triliun. Beberapa faktor yang menyebabkan Kabupaten
Bekasi menjadi kota/kabupaten dengan realisasi PMA terbesar pada triwulan I tahun
2021 yaitu merupakan lokasi kawasan industri, akses mobilitas yang dekat dengan
ibukota dan proses perizinan yang semakin dipermudah oleh pemerintah daerah
setempat.
Penyerapan tenaga kerja PMDN
mencapai 165,6 ribu orang,
sedangkan dari PMA mencapai
146,2 ribu orang. Penyerapan
Tenaga Kerja proyek PMDN pada
triwulan I tahun 2021 sebesar 53,1
persen dari total penyerapan tenaga
kerja, sedangkan penyerapan tenaga
kerja PMA sebesar 46,9 persen. Total
penyerapan tenaga kerja sebesar
311,8 ribu orang.
Realisasi investasi tahun 2021 terhadap target RPJMN 2020-2024. Terdapat
enam indikator untuk Kegiatan Prioritas (KP) “Perbaikan Iklim Usaha dan Peningkatan
Investasi Termasuk Reformasi Ketenagakerjaan” dalam RPJMN tahun 2020-2024,
dimana terdapat empat indikator yang berhubungan langsung dengan realisasi
investasi. Khusus untuk indikator nilai realisasi PMA dan PMDN dan nilai realisasi PMA
dan PMDN industri pengolahan, terdapat target penyesuaian sebagaimana
tercantum dalam tabel. Oleh karena itu, keempat indikator yang berhubungan
dengan realisasi investasi tersebut seluruhya telah mencapai target, yaitu: (a) realisasi
investasi PMA dan PMDN triwulan I tahun 2021 sebesar Rp219,7 triliun; (b) kontribusi
PMDN terhadap total realisasi PMA dan PMDN triwulan I tahun 2021 dengan realisasi
sebesar 49,2 persen; (c) nilai realisasi PMA dan PMDN Industri Pengolahan triwulan I
tahun 2021 dengan realisasi sebesar Rp88,3 triliun; dan (d) kontribusi realisasi
investasi luar Jawa triwulan I tahun 2021 dengan realisasi sebesar 52,1 persen.
Tabel 14. Penyerapan Tenaga Kerja
Uraian
Jumlah
Q1 2021
(orang)
Growth (%) Share thd
Total
Penyerapan
TK (%) QtQ YoY
Penyerapan
TK PMDN
165.630 2,0 9,6 53,1
Penyerapan
TK PMA
146.163 10,4 -3,8 46,9
Total
Penyerapan
TK
311.793 5,8 2,9 100,0
Sumber: BKPM
31
Perkembangan Ekonomi Indonesia
Tabel 15. Perbandingan Capaian dengan Target dalam RPJMN
2020-2024
Indikator Realisasi
tahun 2021**
Target 2021
dalam RPJMN
Target
Penyesuaian*
Capaian Target
tahun 2021 (%)
Nilai realisasi PMA dan PMDN
(Rp trilliun)
219,7 991,3 858,5 25,6
Kontribusi PMDN terhadap total
realisasi PMA dan PMDN
(persen)
49,2 47,8 - 102,9
Nilai realisasi PMA dan PMDN
Industri Pengolahan (Rp trilliun)
88,3 316,3 268,7 32,9
Kontribusi realisasi investasi luar
Jawa (persen)
52,1 46,2 - 112,.8
Sumber: BKPM
*Sesuai dengan surat Kepala BKPM No 102/A.1/2020 tanggal 16 April 2020 perihal
Usulan Revisi Target Penanaman Modal Tahun 2020-2024 Akibat Dampak Covid-19 dan
Surat Bappenas No. B.265/M.PPN/D1/PP.03.02/04/2020 tanggal 24 April 2020 perihal
Persetujuan atas Usulan Revisi Target Penanaman Modal Tahun 2020-2024 Akibat
Dampak Covid-19
**Realisasi Triwulan I tahun 2021
Industri
Kinerja sektor industri pengolahan pada
triwulan I tahun 2021 masih mengalami
kontraksi sebesar 1,4 persen (YoY).
Kontraksi ini didorong oleh kontraksi di
Industri Pengolahan Migas sebesar 7,7
persen (YoY) dan industri pengolahan
nonmigas sebesar 0,7 persen (YoY).
Kinerja tersebut membaik dibandingkan
dengan triwulan IV tahun 2020 yang
terkontraksi 3,1 persen (YoY) untuk
industri pengolahan, dan 2,2 persen (YoY)
untuk industri pengolahan nonmigas.
Pemulihan pada industri pengolahan ini
didorong oleh proses perbaikan
permintaan domestik, serta pemulihan
permintaan global yang berlangsung
bertahap.
Gambar 8. Pertumbuhan Industri
Pengolahan Nonmigas
Sumber: Badan Pusat Statistik
-1,4-0,7
-0,7
2016 2017 2018 2019 2020 2021Q1
(per
sen
)
Industri Pengolahan
PDB Nasional
Industri Non Migas
32
Nilai tambah sektor industri pengolahan pada triwulan I tahun 2021 mencapai
Rp787,4 triliun, atau sebesar 19,8 persen dari PDB nasional. Kontribusi PDB industri
pengolahan nonmigas mencapai 17,9 persen.
Berdasarkan subsektor, terdapat 8 subsektor yang tumbuh positif pada triwulan I
tahun 2021, yaitu industri kimia, farmasi, dan obat tradisional (11,5 persen, YoY),
industri furnitur (8,0 persen, YoY), industri karet, barang dari karet dan plastik (3,8
persen, YoY), industri mesin dan perlengkapan (3,2 persen, YoY), industri makanan
dan minuman (2,5 persen, YoY), dan
industri kulit, barang dari kulit dan alas
kaki (1,7 persen, YoY). Pertumbuhan
Industri logam dasar dan industri
pengolahan lainnya melambat
dibandingkan triwulan sebelumnya,
namun masih mencatatkan pertumbuhan
positif yaitu masing-masing sebesar 7,7
dan 1,2 persen (YoY).
Pertumbuhan subsektor industri kimia,
farmasi, dan obat tradisional didukung
oleh peningkatan produksi farmasi dan
obat-obatan, bahan baku obat, dan
produk turunan penunjang kebersihan
sejalan dengan upaya penanganan
pandemi Covid-19. Pertumbuhan positif
industri makanan minuman didorong
oleh peningkatan produksi padi, CPO
untuk ekspor, serta makanan ringan
menjelang hari raya.
Pertimbuhan industri furnitur pada
triwulan I tahun 2021 didorong oleh
peningkatan ekspor ke pasar utama seperti Amerika Serikat. Pertumbuhan industri
karet, barang dari karet, dan plastik didorong oleh peningkatan produksi peralatan
medis dari karet dan produksi ban seiring dengan peningkatan penjualan kendaraan
bermotor. Industri logam juga terus tumbuh positif dengan dukungan peningkatan
ekspor terutama ke Tiongkok, Jepang, Amerika Serikat, dan Belanda, serta kebijakan
tata niaga besi baja.
Beberapa industri masih mengalami tekanan pada triwulan I tahun 2021. Industri
tekstil dan pakaian jadi terkontraksi semakin dalam dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya, yaitu sebesar 13,3 persen (YoY). Hal ini disebabkan karena Pembatasan
Gambar 9. Pertumbuhan Subsektor
Industri Pengolahan Nonmigas
Sumber: Badan Pusat Statistik
-13,3
-10,9
-9,6
-8,5
-7,3
-4,1
-2,7
1,2
1,7
2,5
3,2
3,8
7,7
8,0
11,5
-0,7
-1,4
Tekstil dan Pakaian Jadi
Alat Angkutan
Pengolahan Tembakau
Kayu dll
Barang Galian Bukan Logam
Barang Logam dll
Kertas dll
Pengolahan Lainnya
Kulit dll
Makanan dan Minuman
Mesin dan Perlengkapan
Karet dll
Logam Dasar
Furnitur
Kimia dll
Industri Nonmigas
Industri Pengolahan
(persen)
33
Perkembangan Ekonomi Indonesia
Sosial Skala Besar (PSBB) yang berakibat pada pengurangan pegawai, pembatasan
jam operasional, dan tingginya kompetisi di pasar industri tekstil dan produk tekstil
domestik dan global. Penurunan utilisasi produksi juga terjadi karena tekanan
kenaikan harga bahan baku produksi akibat kenaikan harga listrik dan minyak bumi,
serta keterbatasan akses bahan baku impor selama pandemi.
Industri alat angkutan juga mengalami kontraksi sebesar 10,9 persen (YoY), membaik
dibandingkan pada triwulan sebelumnya. Pengumuman stimulus relaksasi PPnBM
untuk kendaraan bermotor di bulan April 2021 diharapkan dapat menjadi pemicu
pertumbuhan industri alat angkutan di beberapa bulan mendatang.
Kontraksi di industri barang logam (termasuk komputer, elektronik, optik, dan
peralatan listrik) pada triwulan I tahun 2021 adalah sebesar 4,1 persen (YoY) yang
dipengaruhi oleh kenaikan biaya bahan baku dan pelemahan nilai tukar rupiah untuk
bahan baku impor utama. Gangguan pasokan chip semi konduktor yang terjadi
secara global turut memberikan disrupsi rantai pasok bahan baku impor chip pada
industri elektronik dalam negeri. Utilisasi produksi industri elektronik juga hanya
berkisar 60 persen akibat belum pulihnya daya beli masyarakat. Banyak pelaku usaha
elektronik melakukan diversifikasi produk ke sektor lain seperti sektor otomotif dan
kesehatan.
Perkembangan dari sisi ekspor produk
industri pengolahan pada triwulan I tahun
2021 menunjukkan bahwa nilai ekspor
produk industri pengolahan meningkat
sebesar 18,1 persen, atau senilai USD39,0
miliar (YoY). Perbaikan ekspor tersebut
didorong oleh peningkatan ekspor
minyak kelapa sawit, bijih, terak, abu
logam, besi dan baja, mesin dan
perlengkapan elektrik, serta bahan bakar
mineral. Penurunan ekspor terjadi pada
beberapa jenis produk seperti pada
kendaraan dan komponennya, meskipun
secara keseluruhan, kontribusi ekspor
industri pengolahan masih cukup tinggi
yaitu sebesar 79,7 persen terhadap total
ekspor.
Peningkatan ekspor didorong oleh pemulihan di negara-negara mitra dagang utama
di Indonesia seperti Tiongkok, India, dan Amerika Serikat. Adanya kenaikan harga
Gambar 10. Ekspor Produk Industri
Sumber: Badan Pusat Statistik
39,0
18,1
17,0
-20
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2019 2020 2021
(per
sen
)
(mili
ar U
SD)
Ekspor Produk Industri (miliar USD)
Pertumbuhan Ekspor Produk Industri(persen)Pertumbuhan Ekspor Nasional
34
komoditas utama Indonesia seperti nikel, CPO, dan batu bara turut berkontribusi
pada peningkatan ekspor Indonesia.
Sementara itu, realisasi PMDN di industri
pengolahan ada triwulan I tahun 2021
mencapai Rp23,0 triliun, atau tumbuh
sebesar 16,1 persen (YoY). Kinerja ini lebih
tinggi dibandingkan dengan triwulan IV
tahun 2020 yang hanya tumbuh sebesar
3,3 persen (YoY). Kontribusi PMDN sektor
industri pengolahan masih pada kisaran
21,3 persen. Realisasi PMDN sektor
industri pengolahan terbesar adalah di
subsektor industri makanan dan sebesar
yaitu Rp7,6 triliun, diikuti oleh industri
mineral non logam sebesar Rp4,2 triliun,
dan industri kertas sebesar Rp3,1 triliun.
Pertumbuhan PMDN tertinggi terdapat di
industri tekstil (1.226,7 persen, YoY) dan
industri barang dari kulit dan alas kaki
(480,8 persen, YoY).
Perbaikan juga terjadi pada realisasi PMA
di sektor industri pengolahan. Pada
triwulan I tahun 2021, realisasi PMA di
sektor industri pengolahan mencapai
USD4,5 miliar, atau meningkat sebesar
45,7 persen (YoY) dengan kontribusi PMA
sektor industri sebesar 58,5 persen. Nilai
PMA di sektor industri pengolahan
terbesar terdapat di subsektor industri
logam dasar dan barang dari logam yaitu
USD1,7 miliar, industri makanan sebesar
USD968,3 juta, industri kendaraan
bermotor dan alat transportasi lain sebesar USD597,1 juta, serta industri kimia dan
farmasi sebesar USD493,8 juta.
Peningkatan realisasi PMA dan PMDN didukung oleh peningkatan optimisme atas
proyeksi pemulihan kondisi ekonomi Indonesia, berjalannya fasilitasi investasi,
penerapan program vaksin nasional, dan penyederhanaan regulasi sesuai amanat dari
Undang-undang Cipta Kerja. Selain itu, peningkatan investasi di sektor industri
Gambar 11. PMDN Sektor Industri
Sumber: BKPM
Gambar 12. PMA Sektor Industri
Sumber: BKPM
23,0
16,1
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
0
5
10
15
20
25
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2019 2020 2021
(per
sen
)
(mili
ar U
SD)
PMDN Pertumbuhan PMDN
4,5
45,7
-60
-40
-20
0
20
40
60
80
100
120
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3,5
4,0
4,5
5,0
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2019 2020 2021
(per
sen
)
(mili
ar U
SD)
PMA Pertumbuhan PMA
35
Perkembangan Ekonomi Indonesia
pengolahan juga didukung oleh investasi kendaraan listrik, proyek kereta cepat, serta
proyek kawasan industri di Jawa Tengah.
Pemulihan bertahap juga terdapat pada sisi daya beli masyarakat. Hal ini ditunjukkan
oleh peningkatan permintaan terhadap barang tahan lama (durable goods). Antisipasi
terhadap penerapan relaksasi PPnBM untuk produk otomotif pada April 2021,
berpengaruh pada sentimen positif dan perbaikan kepercayaan konsumen membeli
kendaraan bermotor, serta mendorong tambahan produksi.
Pada triwulan I tahun 2021 inventori kendaraan bermotor meningkat sebanyak 68.291
unit. Peningkatan ini merupakan hasil dari peningkatan produksi mobil pada triwulan
I tahun 2021 sebanyak 255.312 unit, atau meningkat sebesar 48.375 unit
dibandingkan dengan triwulan IV tahun 2020. Perbaikan produksi terbesar terjadi
pada segmen mobil Multi-Purpose Vehicles (MPV) dengan kapasitas 2.500-3.000 cc
(97,46 persen YoY), yang bahkan lebih tinggi dibandingkan dengan produksi tahun
sebelumnya. Penurunan yang cukup besar masih terjadi pada segmen bus dengan
kapasitas 5-24 ton (-74,3 persen YoY), segmen mobil Sport Utility Vehicle (SUV)
dengan kapasitas 1500-3000 cc (-69,8 persen YoY), dan truk kapasitas lebih dari 24
ton (-62,6 persen YoY). Namun, tingkat produksi pada awal tahun 2021 masih lebih
rendah 22,2 persen (YoY) jika dibandingkan dengan tahun 2020.
Sementara itu penjualan mobil pada triwulan I tahun 2021 mencapai 187.021 unit,
atau meningkat signifikan dibandingkan dengan penjualan pada triwulan IV tahun
2020 yang sebesar 27.040 unit. Secara tahunan, penjualan mobil memang masih lebih
rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Penurunan penjualan mobil
terbesar terjadi pada segmen SUV dengan kapasitas lebih dari 3.000 cc (-73,4 persen,
YoY) dan bus dengan kapasitas 5-24 ton (-80,7 persen YoY). Kenaikan penjualan
Gambar 13. Produksi Mobil
Sumber: CEIC
Gambar 14. Penjualan Mobil
Sumber: CEIC
255,3
-22,2
-100
-80
-60
-40
-20
0
20
0
50
100
150
200
250
300
350
400
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2019 2020 2021
(per
sen
)
(rib
u u
nit
)
Produksi Mobil
Pertumbuhan Produksi Mobil
187,0
-21,1
-100
-90
-80
-70
-60
-50
-40
-30
-20
-10
0
0
50
100
150
200
250
300
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2019 2020 2021
(per
sen
)
(rib
u u
nit
)
Penjualan Mobil
Pertumbuhan Penjualan Mobil
36
terjadi pada segmen MPV berkapasitas lebih dari 3.000 cc yang naik sebesar 120,51
persen (YoY) dan SUV kapasitas 1.500-3.000 cc yang naik sebesar 22,5 persen (YoY).
Penjualan motor pada triwulan I tahun 2021 mencapai 1,29 juta unit, atau meningkat
dibandingkan dengan triwulan IV tahun 2020 sebanyak 786.502 unit. Jika
dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, penjualan motor
menurun sebesar 17,7 persen (YoY).
Penurunan aktivitas industri juga masih terjadi pada sektor industri yang terkait
dengan sektor konstruksi, seperti pada industri semen. Penjualan semen nasional
menunjukkan pertumbuhan dibandingkan triwulan IV tahun 2020, namun penjualan
semen masih lebih rendah secara YoY. Penurunan ini berkaitan belum pulihnya
pelaksanaan proyek konstruksi pemerintah dan swasta, serta permasalahan
oversupply pada industri semen.
Terlepas dari dinamika produksi dan penjualan produk industri pengolahan,
ekspektasi pasar secara umum menunjukkan kinerja industri yang terus melakukan
ekspansi pada triwulan I tahun 2021. Hal ini ditunjukkan oleh Purchasing Manager
Index (PMI) Manufaktur pada bulan Maret 2021 yang meningkat (54,6) dibandingkan
dengan index pada bulan Desember 2020 (51,3). Perbaikan nilai PMI pada Maret 2021
didorong oleh peningkatan pesanan baru (new order) yang berdampak pada
peningkatan produksi. Selain itu, ekspor produk industri pengolahan juga mengalami
pemulihan setelah selama 17 bulan menunjukkan penurunan. Di sisi lain,
penumpukan pekerjaan dan biaya bahan baku juga meningkat sebagai akibat dari
kurangnya pasokan.
Gambar 15. Penjualan Motor
Sumber: CEIC
Gambar 16. Penjualan Domestik Semen
Sumber: CEIC
1.294
-17,7
-100
-80
-60
-40
-20
0
20
40
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
1800
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2019 2020 2021
(per
sen
)
(rib
u u
nit
)
Penjualan Motor
Pertumbuhan Penjualan Motor
14,87
-0,23
-15,0
-10,0
-5,0
0,0
5,0
10,0
0
5
10
15
20
25
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2019 2020 2021(p
erse
n)
(ju
ta t
on
)
Penjualan Semen
Pertumbuhan Penjualan
37
Perkembangan Ekonomi Indonesia
Gambar 17. Purchasing Manufacturing Index
Sumber: CEIC
Pariwisata
Dampak pandemi Covid-19 terhadap kunjungan wisatawan masih berlanjut. Jumlah
kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) pada awal tahun 2021 hanya sebesar
386 ribu orang, atau menurun 16,3 persen dari triwulan sebelumnya (QtQ) dan
menurun 85,5 persen dibandingkan periode sebelumnya (YoY). Peningkatan kasus
Covid-19 pasca libur Natal dan Tahun Baru menjadi dasar bagi pengetatan kebijakan
mobilitas penduduk, termasuk wisatawan.
54,6
20,0
25,0
30,0
35,0
40,0
45,0
50,0
55,0
Jan
-19
Feb
-19
Mar
-19
Ap
r-1
9
May
-19
Jun
-19
Jul-
19
Au
g-19
Sep
-19
Oct
-19
No
v-19
Dec
-19
Jan
-20
Feb
-20
Mar
-20
Ap
r-2
0
Mei
-20
Jun
-20
Jul-
20
Agt
-20
Sep
-20
Okt
-20
No
v-2
0
Dec
-20
Jan
-21
Feb
-21
Mar
-21
Ap
r-2
1
Gambar 18. Kunjungan Wisman
Sumber: Badan Pusat Statistik
Tabel 16. Kunjungan Wisman berdasarkan Pintu
Masuk dan Negara Asal
Uraian Jumlah Wisman
Griwth (%) Share (%) QtQ YoY
Pintu Masuk
Pintu Udara 21.693 -58,6 -98,6 5,6
- Ngurah Rai 117.702 37,8 -80,5 30,5
- Soe. Hatta 246.197 -12,7 -39,2 63,8
Pintu Laut 21.693 -58,6 -98,6 5,6
- Batam 117.702 37,8 -80,5 30,5
Pintu Darat 246.197 -12,7 -39,2 63,8
Negara Asal
Cross Border* 330.979 -11,5 -56,5 85,8
Tiongkok 13.029 -36,4 -93,5 3,4
Belanda 7.073 -24,8 -80,9 1,8
Singapura 6.840 14,3 -97,4 1,1
Amerika Serikat 4.378 -43,9 -94,3 1,1
Sumber: Badan Pusat Statistik
*Malaysia, Timor Leste, Papua Nugini
-100
-80
-60
-40
-20
0
20
0
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2019 2020 2021
Wisman (ribu orang)
Pertumbuhan (persen, YoY)
38
Perkembangan Ekonomi Indonesia
Selama pandemi, pintu udara masih menjadi titik masuk utama wisman. Hampir
seluruh pintu masuk terdapat penurunan jumlah kedatangan wisman, kecuali pintu
laut yang mengalampi peningkatan sebesar 37,7 persen (QtQ). Originasi wisman juga
masih didominasi oleh wisman asal negara perbatasan, seperti Malaysia, Timor Leste,
dan Papua Nugini dengan kontribusi sebesar 86 persen. Untuk originasi lainnya, pada
triwulan I 2021 tercaat penambahan jumlah wisman dari Singapura, Hongkong, dan
Israel sebanyak 1.270 orang.
Penurunan kunjungan wisman juga
diikuti dengan penurunan devisa
pariwisata pada triwulan I tahun 2021,
menjadi sebesar USD88,6 juta, dengan
rata-rata pengeluaran wisman (ASPA)
sebesar USD229,7 per orang per
kunjungan. Nilai tersebut lebih rendah
dibandingkan triwulan sebelumnya yang
sebesar USD145,8 miliar, dengan ASPA
sebesar USD316.
Penurunan jumlah wisman dan devisa
membutuhkan penanganan dalam
bentuk perluasan penerapan protokol
dan standar kebersihan dan kesehatan di
berbagai destinasi wisata, yang didukung
kolaborasi berbagai pihak, terutama masyarakat di destinasi. Pada saat yang sama,
reaktivasi pasar wisman secara bertahap perlu dilakukan baik melalui travel bubble,
travel corridor arrangement (TCA) maupun kerjasama dengan negara-negara lainnya.
Penguatan wisatawan nusantara (wisnus) diharapkan menjadi bagian dari pemulihan
pariwisata di jangka pendek. Namun kondisi ini tidak terjadi karena peningkatan
kasus Covid-19 pasca libur Natal dan Tahun Baru. Pengetatan syarat perjalanan
menjadikan perjalanan masyarakat menurun tajam.
Penurunan mobilitas masyarakat ditunjukkan oleh penurunan penumpang
transportasi umum. Secara keseluruhan, jumlah penumpang transportasi umum pada
triwulan I tahun 2021 adalah sebesar 16,2 juta orang, atau turun sebesar 2,3 juta
penumpang dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Penurunan ini terjadi pada
hampir seluruh moda transportasi. Penurunan terbesar tercatat di moda pesawat
domestik, yaitu sebesar 22,2 persen (QtQ).
Gambar 19. Nilai Ekspor Jasa Perjalanan
dan Rerata Pengeluaran Wisman
Sumber: Bank Indonesia
89,0
229,7
0
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
0
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
3.500
4.000
4.500
5.000
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2019 2020 2021
Ekspor Jasa Perjalanan (juta USD)
ASPA (USD/orang)
39
Perkembangan Ekonomi Indonesia
Penurunan aktivitas perjalananan pasca libur natal dan tahun baru, dan masa low
season berdampak pada industri pariwisata khususnya pada industri perhotelan.
Tingkat Penghunian Kamar (TPK) Hotel Berbintang pada triwulan I tahun 2021 sebesar
32,9 persen, atau menurun 6,5 poin dari triwulan sebelumnya (QtQ). Hotel Berbintang
5 mengalami penurunan TPK terbesar yakni turun 10,5 poin. Di sisi lain, length of stay
(LOS) atau lama tinggal wisatawan pada hotel berbintang mengalami peningkatan
dari 1,61 hari menjadi 1,72 hari triwulan I 2021 (QtQ). Namun, tingkat LOS masih
tergolong rendah, disebabkan oleh pola berwisata yang masih terbatas.
Gambar 22. Tingkat Penghunian Kamar Hotel Berbintang
berdasarkan Provinsi di Indonesia
Sumber: Badan Pusat Statistik
Gambar 20. Jumlah Penumpang
Transportasi Nasional
Sumber: Badan Pusat Statistik
Gambar 21. Jumlah Penumpang
Transportasi Nasional
Sumber: Badan Pusat Statistik
-
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000
14.000
16.000
18.000
20.000
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2020 2021
Pesawat Domestik
Kereta (Non KRL)
Kapal Laut
36,1
1,65
0
0,4
0,8
1,2
1,6
2
2,4
0
10
20
30
40
50
60
70
80
Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar
2020 2021
TPK (%) LOS (Hari)
(persen)
40
Perkembangan Ekonomi Indonesia
Berdasarkan persebaran provinsi, TPK Hotel berbintang tertinggi berada pada
provinsi Sumatera Selatan dengan TPK sebesar 46,7 persen. Provinsi dengan TPK
terendah adalah Bali (10,1 persen). Di antara 5 Destinasi Super Prioritas (DPSP), TPK
Hotel Berbintang secara rata-rata adalah sebesar 32,4 persen, atau masih lebih rendah
dari rata-rata TPK Indonesia sebesar 32,9 persen. DPSP Labuan Bajo (NTT) memiliki
TPK terendah sebesar 22,7 persen.
Kondisi pandemi Covid-19 secara keseluruhan mempengaruhi nilai tambah yang
dihasilkan oleh industri pariwisata. PDB sektor penyediaan akomodasi dan makan-
minum pada triwulan I tahun 2021 menurun sebesar -7,23 persen (YoY), dan lebih
rendah dibandingkan dengan pertumbuhan PDB Nasional (0,74 persen). Kondisi ini
disebabkan oleh penurunan pengeluaran sektor tersier, termasuk pengeluaran untuk
berwisata.
Penciptaan nilai tambah subsektor penyediaan akomodasi dan makan-minum
mengalami perbaikan secara bertahap. Pada triwulan I tahun 2021, sektor penyediaan
akomodasi dan makan-minum (akmamin) menyumbang nilai tambah sebesar
Rp101,5 triliun, atau berkontribusi sebesar 2,6 persen dari PDB nasional. Perbaikan
kinerja pada kedua subsektor akan dipengaruhi oleh kebijakan mobilitas masyarakat,
serta penerapan standar kebersihan dan kesehatan. Digitalisasi menjadi salah satu
peluang yang dimanfaatkan oleh subsektor penyediaan makan minum dalam rangka
mempertahankan pasar.
Sepanjang pandemi Covid-19 realisasi investasi di sektor pariwisata (sektor hotel dan
restoran) mengalami peningkatan, khususnya PMDN. Pada triwulan I tahun 2021,
Gambar 23. PDB Sektor Akomodasi
dan Makan Minum
Sumber: Badan Pusat Statistik
Gambar 24. Investasi Sektor Hotel
dan Restoran
Sumber: BKPM
-50
-40
-30
-20
-10
0
10
20
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4
2019 2020
PDB Nasional
Sektor Akmamin
Akomodasi
Makan Minum
-
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
Proyek(Unit)
Nilai (RpTriliun)
Proyek(Unit)
Nilai (RpTriliun)
PMA PMDN
2020 Q1 2020 Q2 2020 Q32020 Q4 2021 Q1
41
Perkembangan Ekonomi Indonesia
sebanyak 2.767 proyek PMDN dan 1.440 proyek PMA telah terealisasi dengan nilai
sebesar Rp5.734 triliun untuk PMDN dan Rp1.093 triliun untuk PMA. Investasi sektor
pariwisata terbesar berada di provinsi DKI Jakarta, Bali, dan Nusa Tenggara Barat
(NTB), dengan kontribusi sebesar 55 persen dari seluruh investasi pariwisata di
Indonesia. Provinsi NTB mencatatkan pertumbuhan PMDN tertinggi.
2.2 Produk Domestik Regional Bruto
Ekonomi di Wilayah Maluku, Papua, dan
Sulawesi tumbuh positif. Sementara,
wilayah lain tumbuh negatif pada triwulan
I tahun 2021. Kontraksi tertinggi masih
dialami oleh wilayah Bali-Nusra dan yang
terendah di wilayah Jawa. Provinsi dengan
pertumbuhan ekonomi positif yaitu Riau,
Kepulauan Bangka Belitung, DI
Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur,
Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi
Tenggara, Maluku Utara, Papua Barat, dan
Papua. Secara umum, perekonomian
Indonesia mulai pulih dari pandemi
Covid-19.
Wilayah Maluku Papua tumbuh tinggi didorong oleh Provinsi Papua dan
Maluku Utara. Secara agregat, wilayah Maluku dan Papua tumbuh lebih cepat
dibandingkan triwulan IV tahun 2020. Pada triwulan I tahun 2021, pertumbuhan
Maluku dan Papua sebesar 9,0 persen (YoY), meningkat dari triwulan sebelumnya
yang tumbuh hanya sebesar 2,9 persen (YoY). Pertumbuhan ini didorong oleh provinsi
Papua dan Maluku Utara yang tumbuh positif masing-masing sebesar 14,3 persen
(YoY) dan 13,4 persen (YoY). Tingginya pertumbuhan di Papua dari sisi pengeluaran
didorong oleh tingginya pertumbuhan ekspor (352,0 persen, YoY), sementara dari sisi
lapangan usaha didorong oleh pertumbuhan sektor pertambangan (61,1 persen,
YoY). Peningkatan ini sejalan dengan peningkatan ekspor golongan bijih tembaga
dan konsentrat. Untuk Provinsi Maluku Utara, pertumbuhan didorong oleh ekspor
(306,9 persen, YoY) dan pertambangan (93,8 persen, YoY) dan industri pengolahan
(86,0 persen, YoY). Peningkatan ini sejalan dengan peningkatan ekspor golongan besi
dan baja, ekspor golongan bijih, kerak dan abu logam,
Provinsi Papua Barat tumbuh positif (1,5 persen, YoY), sementara Maluku masih
terkontraksi (-1,9 persen, YoY). Kontraksi pertumbuhan Maluku dampak dari sektor
transportasi dan pergudangan, perdagangan serta pertanian yang masing-masing
terkontraksi sebesar 15,5; 3,1; dan 1,4 persen (YoY). Kondisi tersebut sejalan dengan
Gambar 25. Pertumbuhan dan
Kontribusi Wilayah
Sumber: Badan Pusat Statistik
-0,9
-0,8
-5,2
-2,2
1,2
9,0
21,5
58,7
2,8
8,1
6,5
2,4
Sumatera
Jawa
Bali Nusra
Kalimantan
Sulawesi
Maluku Papua
Pertumbuhan Kontribusi
42
Perkembangan Ekonomi Indonesia
inflasi Maluku (gabungan Ambon dan Tual) yang rendah selama triwulan I tahun 2021
bahkan mengalami deflasi pada Januari dan Februari masing-masing sebesar 0,4 dan
1,0 persen (YoY). Sementara kontraksi di sektor pertanian didorong oleh turunnya
nilai ekspor komoditas ikan dan udang yang terkontraksi sebesar 69,9 persen (YoY)
sepanjang triwulan I tahun 2021. Sementara, ekonomi Papua Barat yang tumbuh
positif didorong industri pengolahan (10,1 persen, YoY), pertambangan (4,6 persen,
YoY), dan perdagangan (3,6 persen, YoY). Hal ini sejalan dengan kenaikan produksi
LNG (Liquefied Natural Gas/Gas Alam Cair) Tangguh Teluk Bintuni sebesar 10,28
persen (qtoq), kenaikan produksi industri manufaktur besar dan Sedang Papua Barat
sebesar 2,44 persen (QtQ), dan kenaikan produksi pada pertambangan minyak dan
gas sebesar 9,03 persen (QtQ).
Sulawesi tumbuh positif didorong oleh Sulawesi Tengah dan Sulawesi Utara
sementara kontraksi terjadi di Sulawesi Barat,Gorontalo, dan Sulawesi Barat.
Secara agregat, pada triwulan I tahun 2021 wilayah Sulawesi tumbuh sebesar 1,2
persen (YoY) lebih baik dari triwulan IV tahun 2020 yang terkontraksi sebesar 0,6
persen (YoY). Provinsi Sulawesi Tengah dan Sulawesi Utara tumbuh positif pada
triwulan I tahun 2021 masing-masing sebesar 6,3 persen (YoY) dan 1,9 persen (YoY).
Pertumbuhan Sulawesi Tengah didorong oleh industri pengolahan, pertambangan,
dan konstruksi yang masing-masing tumbuh sebesar 13,0; 11,9; dan 16,2 persen
(YoY). Pertumbuhan tersebut sejalan dengan data realisasi ekspor luar negeri yang
meningkat sebesar 22,44 persen (YoY). Ekspor luar negeri didominasi oleh golongan
besi dan baja dari nikel dan kimia organik. Sementara, konstruksi didorong oleh
proyek seperti pembangunan hunian tetap pasca bencana.
Sementara, pertumbuhan Sulawesi Utara didorong oleh industri pengolahan dan
pertanian yang tumbuh masing-masing sebesar 13,3 persen (YoY) dan 2,9 persen
(YoY). Pertumbuhan industri pengolahan didorong oleh peningkatan ekspor produk
unggulan Sulawesi Utara komoditi lemak dan minyak (HS 15) serta peningkatan
pertumbuhan usaha pada Industri Mikro dan Kecil yang mengindikasikan mulai
membaiknya iklim bisnis. Sejalan dengan peningkatan komoditi lemak dan minyak,
pertanian tumbuh didorong oleh subsektor perkebunan semusim yang tercatat
tumbuh 18,0 persen (YoY).
Kontraksi yang relatif tinggi masih terjadi di Gorontalo (-2,0 persen, YoY) dan Sulawesi
Barat (1,2 persen, YoY). Kontraksi ekonomi yang terjadi di Gorontalo didorong oleh
sektor perdagangan (-10,9 persen, YoY) dan pertanian (-0,9 persen, YoY). Kontraksi
sektor pertanian akibat penurunan pada produksi perikanan. Sementara, penurunan
perdagangan terjadi pada perdagangan besar eceran sejalan dengan laju hasil
pertanian serta perdagangan mobil juga mengalami penurunan. Pertumbuhan
ekonomi negatif di Sulawesi Barat didorong oleh kontraksi pada sektor pertanian (1,7
43
Perkembangan Ekonomi Indonesia
persen, YoY) dan industri pengolahan (4,1 persen, YoY). Kontraksi pertanian utamanya
disebabkan oleh turunnya produksi sawit, produksi getah pinus, dan permintaan
komoditas kayu menurun akibat berkurangnya kegiatan konstruksi. Sementara
kontraksi industri pengolahan terjadi sejalan dengan turunnya produksi hasil olahan
kelapa sawit (CPO) dan produksi industri kayu, barang dari kayu dan anyaman rotan.
Kontraksi di Kalimantan membaik, namun kontraksi pada Kalimantan Tengah
dan Kalimantan Timur belum membaik. Wilayah Kalimantan secara agregat
terkontraksi sebesar 2,2 persen (YoY) pada triwulan I tahun 2021, lebih baik dari
triwulan IV tahun 2020 yang terkontraksi sebesar 2,8 persen (YoY). Provinsi
Kalimantan Tengah menjadi provinsi yang mengalami kontraksi paling dalam yaitu
sebesar 3,1 persen (YoY). Kontraksi ini disebabkan oleh kontraksi pada sektor
pertambangan (-22,5 persen, YoY) dan administrasi pemerintah (-27,6 persen, YoY).
Sektor pertambangan terpengaruh oleh produksi bauksit yang turun tajam
disebabkan oleh turunnya permintaan. Sementara kontraksi sektor administrasi
pemerintah terjadi akibat realisasi belanja pegawai turun yang disebabkan belum
terealisasinya tunjangan ASN pada triwulan ini. Tunjangan ini rencana akan
dibayarkan pada triwulan berikutnya.
Sementara itu, kontraksi di Kalimantan Timur terjadi akibat sektor pertambangan
yang merupakan sektor utama terkontraksi sebesar 3,9 persen (YoY). Kontraksi ini
sejalan dengan penurunan produksi minyak dan gas alam serta adanya pengaruh
tingginya curah hujan pada penurunan kegiatan penambangan batu bara. Sementara,
sektor industri yang memiliki kontribusi terbesar kedua terkontraksi sebesar 4,0
persen (YoY) seiring penurunan produksi CPO akibat berlimpahnya pasokan minyak
nabati lain sehingga stok yang cukup tinggi di negara-negara importir. Selain itu
mobilitas masyarakat di ruang publik pada triwulan I tahun 2021 yang lebih rendah
dibandingkan triwulan sebelumnya menyebabkan penurunan konsumsi bahan bakar
minyak, sehingga ikut memengaruhi produksi pada industri pengilangan.
Kontraksi wilayah Bali-Nusra masih dalam, terjadi akibat kontraksi di Provinsi
Bali dan Nusa Tenggara Barat. Secara agregat, wilayah Bali dan Nusa Tenggara
terkontraksi sebesar 5,2 persen (YoY) pada triwulan I tahun 2021. Kontraksi terbesar
terjadi di Provinsi Bali, yaitu sebesar 9,9 persen (YoY). Aktivitas pariwisata yang
memiliki kaitan erat dengan sektor penyediaan akomodasi dan makanan minuman
serta transportasi masih terkontraksi masing-masing sebesar 24,4 dan 36,0 persen
(YoY). Sejalan dengan pemberlakuan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan
Masyarakat (PPKM) mikro, pembatasan kapasitas penumpang moda transportasi,
penutupan operasional pelabuhan penyeberangan dan bandara udara di Bali selama
hari raya Nyepi. Selain itu, sektor pertanian yang merupakan sektor yang
berkontribusi terbesar ke dua mengalami kontraksi sebesar 0,5 persen (YoY) sejalan
dengan terkontraksinya subsektor tanaman holtikultura dimana produksi jenis
44
Perkembangan Ekonomi Indonesia
produk premium yang biasanya disuplai ke sektor pariwisata jauh berkurang. Seperti
paprika, selada bulat dan sebagainya hanya diproduksi sedikit untuk memenuhi
kebutuhan hotel/restoran yang masih beroperasi.
Provinsi Nusa Tenggara Barat terkontraksi 1,1 persen (YoY). Sektor utama pendukung
ekonomi NTB, yaitu pertanian dan pertambangan tumbuh masing-masing sebesar
6,0 persen (YoY) dan 2,7 persen (YoY). Tumbuhnya pertanian sejalan dengan
terjadinya pergeseran panen tanaman pangan pada tahun ini. Pada tahun 2020 panen
raya dimulai pada bulan April 2020, tahun ini panen raya telah dimulai sejak Maret
2021. Sementara peningkatan sektor pertambangan disebabkan oleh meningkatnya
produksi konsentrat khususnya konsentrat kering serta adanya proyek penimbunan
jalan untuk membuat jalur bypass dari Bandara Internasional Lombok ke Mandalika
yang meningkatkan produksi galian C. Di sisi lain, sektor transportasi serta akomodasi
dan makan-minum mengalami kontraksi masing-masing 25,1 dan 22,9 persen (YoY).
Kontraksi ini sejalan dengan pembatasan perjalanan dan penerapan protokol
kesehatan mengakibatkan jumlah aktivitas transportasi mengalami penurunan serta
belum pulihnya kunjungan wisatawan yang tercermin dari tingkat penghunian kamar
hotel yang mengalami penurunan dibandingkan triwulan I tahun 2020.
Nusa Tenggara Timur menjadi provinsi yang pertumbuhannya lebih baik
dibandingkan provinsi lainnya di wilayah Bali dan Nusa Tenggara dengan
pertumbuhan sebesar 0,1 persen (YoY) pada triwulan I tahun 2021. Sektor yang
mendorong pertumbuhan NTT yaitu pertanian dan infokom yang masing-masing
tumbuh sebesar 8,3 persen (YoY) dan 10,4 persen (YoY). Hal ini sejalan dengan
peningkatan produksi komoditas pertanian serta peningkatan aktivitas masyarakat
melalui media online. Sementara administrasi pemerintah yang merupakan sektor
yang berkontribusi terbesar kedua terkontraksi sebesar 4,7 persen (YoY) sejalan
dengan realisasi belanja pegawai dan belanja barang modal baik APBN maupun APBD
di Provinsi NTT mengalami penurunan dibanding triwulan sebelumnya.
Provinsi DKI Jakarta menjadi Provinsi yang terkontraksi paling dalam di
Wilayah Jawa. Secara agregat, pertumbuhan ekonomi Wilayah Jawa terkontraksi
sebesar 0,8 persen (YoY), membaik dibanding triwulan sebelumnya yang terkontraksi
hingga 2,6 persen (YoY). Pada triwulan I tahun 2021, hampir semua provinsi di Wilayah
Jawa masih mengalami kontraksi, kecuali Provinsi DI Yogyakarta. Provinsi DKI Jakarta
menjadi provinsi yang terkontraksi paling dalam, yakni terkontraksi sebesar 1,7
persen (YoY), diikuti oleh Provinsi Jawa Tengah yang terkontraksi sebesar 0,9 persen
(YoY). Secara keseluruhan semua provinsi di Wilayah Jawa mengalami perbaikan
ditandai dengan kontraksi yang tidak sedalam triwulan sebelumnya.
Provinsi DKI Jakarta terkontraksi sebesar 1,7 persen (YoY), membaik dari triwulan
sebelumnya yang terkontraksi hingga 2,1 persen (YoY). Pertumbuhan ekonomi DKI
45
Perkembangan Ekonomi Indonesia
Jakarta masih terkontraksi akibat belum pulihnya kinerja sektor-sektor utama seperti
perdagangan (-0,6 persen, YoY), konstruksi (-5,0 persen, YoY), industri pengolahan (-
0,1 persen, YoY) dan jasa keuangan (-7,4 persen, YoY), hal ini disebabkan oleh
pandemi Covid-19 yang masih berlanjut walaupun sudah menunjukkan perbaikan.
Sementara itu, penyediaan akomodasi dan makan minum menjadi sektor yang
terkontraksi paling dalam yakni terkontraksi sebesar 10,4 persen (YoY), namun lebih
baik dari triwulan sebelumnya yang terkontraksi hingga 15,4 persen (YoY). Beberapa
sektor yang menahan Provinsi DKI Jakarta untuk tidak terkontraksi lebih dalam
diantaranya: jasa kesehatan tumbuh hingga 15,0 persen (YoY) didorong oleh
peningkatan permintaan vaksinasi dan tes PCR/rapid antigen karena pandemi serta
belanja kesehatan pemerintah yang meningkat, informasi dan komunikasi tumbuh
hingga 7,9 persen (YoY) didorong oleh segala aktivitas yang dilakukan secara online
sehingga jumlah pengguna internet dan konsumsi data internet meningkat signifikan.
Provinsi Jawa Timur merupakan provinsi dengan kontribusi kedua terbesar di Wilayah
Jawa setelah DKI Jakarata terkontraksi sebesar 0,4 persen (YoY), membaik dari
triwulan sebelumnya yang terkontraksi hinggal 2,6 persen. Pemulihan ekonomi Jawa
Timur didorong oleh sektor-sektor esensial yang mulai pulih. Sektor pertanian
tumbuh hingga 4,7 persen (YoY) didorong oleh peningkatan produksi padi seiring
dengan masuknya masa panen raya. Infromasi dan komunikasi tumbuh 8,5 persen
(YoY) seiring dengan peningkatan jumlah pengguna internet dan waktu
penggunaannya. Sektor perdagangan tumbuh 1,3 persen (YoY) didorong oleh
relaksasi pajak PPnBM sehingga mendorong peningkatan penjualan mobil, serta jasa
kesehatan tumbuh sebesar 4,6 persen seiring dengan proses vaksinasi yang terus
dilaksanakan. Sektor-sektor yang masih terkontraksi diantaranya konstruksi yang
terkontraksi sebesar 3,0 persen (YoY) akibat belum pulihnya kegiatan pembangunan
infrastruktur yang dibiayai oleh pemerintah menyebabkan kegiatan konstruksi masih
tertekan. Transportasi dan pergudangan masih terkontraksi cukup dalam yakni
terkontraksi 13,3 persen (YoY) akibat masih adanya pembatasan yang berlaku di
masyarakat sehingga menyebabkan penurunan trafik penumpang di berbagai
armada angkutan, serta penyediaan akomodasi terkontraksi 6,8 persen (YoY) seiring
dengan tingkat penghunian kamar hotel yang masih rendah.
Provinsi DI Yogyakarta merupakan satu-satunya provinsi yang tumbuh positif di
Wilayah Jawa yaitu tumbuh hingga 6,1 persen (YoY) meningkat signifikan dibanding
triwulan sebelumnya yang masih terkontraksi sebesar 0,7 persen (YoY). Pemulihan
tersebut didorong oleh beberapa sektor yang tumbuh tinggi seperti sektor informasi
dan komunikasi yang tumbuh hingga 31,9 persen (YoY) seiring dengan masih adanya
kebijakan learn from home dan work from home serta masyarakat masih cenderung
memilih kegiatan jual beli secara online baik melalui platform e-commerce maupun
media sosial. Pengadaan air tumbuh sebesar 18,2 persen (YoY), konstruksi tumbuh
46
Perkembangan Ekonomi Indonesia
11,4 persen (YoY), dan jasa Kesehatan tumbuh sebesar 10,9 persen (YoY). Sementara
itu, sektor transportasi dan pergudangan masih terkontraksi cukup dalam yaitu 12,0
persen (YoY) karena masih terdampak oleh kebijakan pemerintah dalam memutus
mata rantai penyebaran virus Covid-19.
Seluruh provinsi di Wilayah Sumatera mengalami perbaikan. Perekonomian
wilayah Sumatera pada triwulan I tahun 2021 terkontraksi sebesar 0,9 persen (YoY),
membaik dari triwulan sebelumnya yang terkontraksi sebesar 2,2 persen (YoY). Secara
umum, semua provinsi mengalami perbaikan namun hampir semua provinsi masih
terkontraksi, kecuali Provinsi Riau dan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Kontraksi
paling dalam terjadi di Provinsi Lampung yakni terkontraksi sebesar 2,1 persen (YoY).
Provinsi Sumatera Utara yang merupakan provinsi dengan kontribusi terbesar di
Wilayah Sumatera terkontraksi sebesar 1,9 persen (YoY), membaik dari triwulan
sebelumnya yang terkontraksi sebesar 2,9 persen (YoY). Perbaikan ini salah satunya
didorong oleh sektor pertanian yang sudah mulai tumbuh posititif (0,2 persen, YoY)
seiring dengan peningkatan produksi padi gabah kering giling. Sektor-sektor lain
yang tumbuh positif diantaranya: industri pengolahan (1,0 persen, YoY), pengadaan
air (3,3 persen, YoY), informasi dan komunikasi (4,6 persen, YoY), jasa keuangan (1,5
persen, YoY), real estat (0,5 persen, YoY), dan jasa pendidikan (0,4 persen, YoY).
Sementara itu, beberapa sektor masih mengalami kontraksi cukup dalam diantaranya:
transportasi dan pergudangan (-18,3 persen, YoY), penyediaan akomodasi dan makan
minum (-15,1 persen, YoY), dan jasa perusahaan (-8,8 persen, YoY).
Lebih lanjut, Provinsi Lampung merupakan provinsi yang terkontraksi paling dalam di
wilayah Sumatera, yakni terkontraksi sebesar 2,1 persen (YoY) disebabkan oleh masih
terkontraksinya sektor-sektor utama di Provinsi Lampung seperti Pertanian yang
terkontaksi sebesar 1,7 persen (YoY) seiring dengan penurunan produksi komoditas
perkebunan dan perhutanan (jagung, pisang, dan kayu), perdagangan terkontraksi
sebesar 5,9 persen (YoY) seiring dengan adanya kebijakan pembatasan jam
operasional kegiatan usaha, serta kontraksi cukup dalam yang terjadi di beberapa
sektor seperti transportasi dan pergudangan (-14,5 persen, YoY), pengadaan listrik
dan gas (-13,2 persen, YoY), dan penyediaan akomodasi dan makan minum (-12,7
persen, YoY). Sementara itu, sektor-sektor yang masih tumbuh positif diantaranya:
sektor konstruksi tumbuh sebesar 5,5 persen (YoY) seiring dengan realisasi
pengadaan semen yang mengalami kenaikan sebesar 21,7 persen (YoY), jasa
kesehatan tumbuh sebesar 2,9 persen (YoY) seiring dengan mulai dilaksanakannya
kegiatan vaksinasi Covid-19, serta informasi dan komunikasi tumbuh sebesar 8,1
persen (YoY) seiring dengan kebutuhan data dan pengguna internet yang terus
meningkat.
47
Perkembangan Ekonomi Indonesia
Provinsi Riau dan Kepulauan Bangka Belitung merupakan provinsi yang tumbuh
positif di Wilayah Sumatera yakni masing-masing tumbuh sebesar 0,4 persen (YoY)
dan 1,0 persen (YoY). Provinsi Riau dan Kepulauan Bangka Belitung mengalami
perbaikan dari triwulan sebelumnya yang masing-masing terkontraksi sebesar 1,5
persen (YoY) dan 1,0 persen (YoY). Perbaikan ekonomi Provinsi Riau didorong oleh
peningkatan kinerja sektor utama seperti industri pengolahan tumbuh sebesar 3,6
persen (YoY) dengan kontribusi sebesar 28,2 persen dan pertanian tumbuh sebesar
4,5 persen (YoY) dengan kontribusi sebesar 27,4 persen. Perbaikan ekonomi provinsi
Kepulauan Babel juga didorong oleh peningkatan kinerja sektor utama yaitu industri
pengolahan tumbuh sebesar 5,2 persen (YoY) dengan kontribusi sebesar 21,0 persen
dan pertanian tumbuh sebesar 4,1 persen (YoY) dengan kontribusi sebesar 19,8
persen seiring dengan peningkatan sektor budidaya tambak udang vaname yang
pertumbuhannya cukup pesat serta harga-harga komoditas utama provinsi
Kepulauan Babel yang terus membaik seperti kelapa sawit, karet dan lada.
48
Perkembangan Ekonomi Indonesia
Tabel 17. Pertumbuhan Ekonomi Wilayah
Tahun 2016 – Triwulan I/2021 (persen, YoY)
2016 2017 2018 2019 2020:1 2020:2 2020:3 2020:4 2021:1
Sumatera 4,3 4,3 4,5 4,6 3,0 -3,2 -2,3 -2,2 -0,9
Aceh 3,3 4,2 4,6 4,1 3,4 -1,6 -0,1 -3,0 -2,0
Sumut 5,2 5,1 5,2 5,2 4,2 -2,8 -2,6 -2,9 -1,9
Sumbar 5,3 5,3 5,1 5,0 3,9 -4,9 -2,9 -2,2 -0,2
Riau 2,2 2,7 2,4 2,8 2,1 -3,3 -1,7 -1,5 0,4
Jambi 4,4 4,6 4,7 4,4 2,0 -1,9 -0,9 -1,0 -0,3
Sumsel 5,0 5,5 6,0 5,7 4,0 -1,6 -1,4 -1,2 -0,4
Bengkulu 5,3 5,0 5,0 4,9 3,6 -0,7 -0,5 -2,4 -1,6
Lampung 5,1 5,2 5,2 5,3 1,7 -3,6 -2,4 -2,3 -2,1
Kep. Babel 4,1 4,5 4,4 3,3 1,4 -5,0 -4,4 -1,0 1,0
Kep. Riau 5,0 2,0 4,5 4,8 2,0 -6,8 -5,8 -4,5 -1,2
Jawa 5,6 5,6 5,7 5,5 3,4 -6,7 -3,9 -2,6 -0,8
DKI Jakarta 5,9 6,2 6,1 5,8 5,0 -8,3 -3,9 -2,1 -1,6
Jabar 5,7 5,3 5,7 5,1 2,8 -5,9 -4,0 -2,4 -0,8
Jateng 5,2 5,3 5,3 5,4 2,6 -5,9 -3,8 -3,3 -0,9
DI Yogyakarta 5,0 5,3 6,2 6,6 -0,3 -6,9 -3,0 -0,7 6,1
Jatim 5,6 5,5 5,5 5,5 2,9 -6,0 -3,6 -2,6 -0,4
Banten 5,3 5,7 5,8 5,3 3,2 -7,3 -5,3 -3,9 -0,4
Bali Nusra 5,9 3,7 2,7 5,0 0,9 -6,3 -6,8 -7,4 -5,2
Bali 6,3 5,6 6,3 5,6 -1,2 -11,1 -12,3 -12,2 -9,9
NTB 5,8 0,1 -4,5 3,9 3,0 -1,3 -1,0 -3,0 -1,1
NTT 5,1 5,1 5,1 5,2 3,0 -2,0 -1,8 -2,3 0,1
Kalimantan 2,0 4,3 3,8 5,0 2,3 -4,3 -4,2 -2,8 -2,2
Kalbar 5,2 5,2 5,1 5,1 2,8 -3,5 -4,3 -2,2 -0,1
Kalteng 6,3 6,7 5,6 6,1 2,9 -3,2 -3,1 -2,1 -3,1
Kalsel 4,4 5,3 5,1 4,1 4,1 -2,9 -4,9 -2,9 -1,2
Kaltim -0,4 3,1 2,6 4,7 1,4 -5,4 -4,5 -2,8 -3,0
Kaltara 3,6 6,8 5,4 6,9 4,6 -2,6 -1,4 -4,8 -1,9
Sulawesi 7,4 7,0 8,9 7,0 4,4 -1,9 -0,7 -0,6 1,2
Sulut 6,2 6,3 6,0 5,6 4,4 -3,8 -1,8 -2,2 1,9
Sulteng 9,9 7,1 20,6 8,8 7,9 4,5 2,8 4,4 6,3
Sulsel 7,4 7,2 7,0 6,9 3,0 -3,9 -1,1 -0,6 -0,2
Sultra 6,5 6,8 6,4 6,5 4,5 -2,6 -1,9 -2,2 0,1
Gorontalo 6,5 6,7 6,5 6,4 4,0 -0,3 -0,1 -3,6 -2,0
Sulbar 6,0 6,6 6,3 5,7 4,9 -0,8 -5,3 -7,5 -1,2
Maluku Papua 7,4 4,9 7,0 -7,4 2,8 2,1 -1,9 2,9 9,0
Maluku 5,7 5,8 5,9 5,4 3,7 -1,1 -2,6 -3,4 -1,9
Maluku Utara 5,8 7,7 7,9 6,1 3,5 -0,2 6,7 9,5 13,5
Papua Barat 4,5 4,0 6,3 2,7 5,3 0,7 -3,2 -5,2 1,5
Papua 9,1 4,6 7,3 -15,7 1,4 4,1 -2,8 6,9 14,3
NASIONAL 5,03 5,07 5,17 5,02 2,97 -5,32 -3,49 -2,19 -0,74
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
49
Perkembangan Ekonomi Indonesia
2.3 Fiskal
Pendapatan negara tumbuh positif secara YoY, di sisi lain realisasi belanja
negara dan pembiayaan juga meningkat. Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah
hingga akhir Maret 2021 mencapai Rp378,8 triliun atau sebesar 21,7 persen dari
target pada APBN 2021. Capaian Pendapatan Negara dan Hibah tersebut tumbuh 0,6
persen dari periode yang sama tahun sebelumnya.
Sampai dengan Maret 2021,
penerimaan perpajakan mencapai
sebesar Rp290,4 triliun. Penerimaan
perpajakan tersebut tumbuh sebesar
3,8 persen (YoY). Dari sisi
komponennya, realisasi penerimaan
perpajakan didukung utamanya oleh
penerimaan Pajak Penghasilan (PPh)
Nonmigas, Pajak Pertambahan
Nilai/Pajak Penjualan atas Barang
Mewah (PPN/PPnBM) dan Cukai.
PPh yang merupakan komponen
terbesar penerimaan perpajakan
terkontraksi 13,0 persen (YoY). PPh
Non-Migas yang mendominasi
penerimaan PPh terkontraksi sebesar
12,2 persen. Berdasarkan komponen
PPh Non migas, pertumbuhan
tertinggi dicatatkan jenis pajak PPh
Orang Pribadi, yakni sebesar 99,3
persen (YoY), terutama didorong oeh
pelapran SPT Tahunan PPh Orang
Pribadi. Jumlah SPT PPh OP hingga 31
Maret 2021 mencapai 11,3 juta SPT,
meningkat 25,8 persen dibandingkan
2020 sebesar 9,0 Juta SPT.
Selanjutnya, PPh Pasal 26 meningkat
sebesar 1,6 persen (YoY), terutama disebabkan penurunan restitusi serta peningkatan
pembayaran atas Ketetapan Pajak. Peningkatan pembayaran tersebut juga
memengaruhi PPh Final tumbuh positif sebesar 0,6 persen (YoY). Sementara itu, PPh
Pasal 21 terkontraksi sebesar -5,6 persen (YoY), terutama disebabkan serapan tenaga
kerja yang belum pulih, serta pelaksanaan insentif fiskal PPh pasal 21 Ditanggung
Tabel 18. Realisasi Komponen Pendapatan
Negara dan Hibah
Pendapatan
Negara dan
Hibah
Realisasi
(triliun Rp) Growth
(2020-
2021) Maret
2020
Maret
2021
Pendapatan
Dalam Negeri
376,1 378,5 0,7
Penerimaan
Perpajakan
279,9 290,4 3,8
PNBP 96,2 88,1 -8,4
Hibah 0,3 0,3 -0,6
Total 376,4 378,8 0,6
Sumber: Kementerian Keuangan
Tabel 19. Realisasi Komponen
Penerimaan Perpajakan
Penerimaan
Perpajakan
Realisasi
(triliun Rp) Growth
(2020-
2021) Maret
2020
Maret
2021
Pajak Penghasilan 147,8 128,6 -13,0
PPh Nonmigas 137,5 120,7 -12,2
PPh Migas 10,3 7,9 -23,5
PPn dan PPnBM 92,0 96,9 5,4
PBB (Sektor P3) 0,4 0,3 -19,9
Pajak Lainnya 1,5 2,3 58,6
Bea Masuk 8,4 8,1 -3,6
Cukai 29,1 49,6 70,1
Bea keluar 0,7 4,6 534,8
Total 279,9 290,4 3,8
Sumber: Kementerian Keuangan
50
Perkembangan Ekonomi Indonesia
Pemerintah (DTP). Di sisi lain, PPh Badan tumbuh negatif sebesar -40,4 persen (YoY),
terutama disebabkan dampak perlambatan ekonomi, insentif pengurangan Angsuran
PPh 25, penurunan tarif PPh Badan dari 25 persen menjadi 22 persen, serta
peningkatan restitusi
Hingga bulan Maret, komponen penerimaan perpajakan yang tumbuh positif yaitu
PPN tumbuh 5,4 persen (YoY), Pajak Lainnya tumbuh 58,6 persen (YoY), Cukai tumbuh
70,1 persen (YoY) dan Bea Keluar tumbuh 534,8 persen (YoY).
Dari sisi PPN/PPnBM, realisasinya secara nominal ditopang terutama oleh penerimaan
PPN, terutama PPN Dalam Negeri yang tumbuh sebesar 4,1 persen (YoY), dan PPN
Impor yang tumbuh sebesar 8,2 persen (YoY). Indikasi tersebut merupakan sinyal
ekonomi mulai bergerak, terutama terlihat dari peningkatan mobilitas masyarakat.
Dari sisi Cukai, kinerja penerimaan cukai yang tumbuh 70,1 persen (YoY), utamanya
dipengaruhi oleh pertumbuhan Cukai Hasil Tembakau (CHT) sebesar 73,9 persen
(YoY). Sementara itu, kinerja bea keluar meningkat 534,8 persen dibandingkan
periode yang sama tahun sebelumnya, terutama disebabkan peningkatan aktivitas
ekspor terutama tembaga, CPO, dan biji kakao dari sisi volume dan harga.
Realisasi penerimaan Negara
Bukan Pajak (PNBP) hingga 31
Maret 2021 sebesar Rp88,1 triliun
atau sebesar 29,6 persen dari APBN
2021. Capaian ini terkontraksi 8,4
persen (YoY). Sumber kontraksinya
terutama karena realisasi ICP,
lifting minyak bumi, serta lifting
gas bumi pada periode Desember
2020-Februari 2021 cenderung
menurun.
Belum normalnya aktivitas ekonomi global dan domestik, baik dari sisi penawaran
maupun permintaan mengakibatkan perlambatan pada Penerimaan Sumber Daya
Alam (SDA), yang mencapai Rp24,1 triliun dan terkontraksi sebesar 31,2 persen (YoY).
Penerimaan SDA tersebut terdiri dari realisasi Penerimaan SDA Migas sebesar Rp15,3
triliun yang mengalami kontraksi sebesar 46,7 persen (YoY), dan realisasi Penerimaan
SDA Nonmigas sebesar Rp8,8 triliun yang tumbuh positif sebesar 38,1 persen (YoY)
Sementara itu, realisasi penerimaan dari Kekayaan Negara Dipisahkan (KND) sampai
dengan tanggal 31 Maret 2021 mencapai Rp1,3 triliun, atau terkontraksi sebesar 100,0
persen (YoY). Penurunan tersebut dipengaruhi setoran dividen Tahun Buku 2019 dari
Tabel 20. Realisasi Komponen PNBP
Komponen PNBP
APBN
2021
Realisasi
s.d. 31
Maret
Growth
YoY
(%) (triliun Rp)
PNBP 298,2 88,1 -8,4
Penerimaan SDA 104,1 24,1 -31,2
Pendapatan
KND
26,1 1,3 -100,0
PNBP Lainnya 109,2 40,0 64,6
Pendapatan BLU 58,8 23,9 86,1
Sumber: Kementerian Keuangan
51
Perkembangan Ekonomi Indonesia
tiga bank yang sudah diakui pada bulan Maret 2020, sementara pada Maret 2021
belum terdapat setoran dividen bank Himbara. Laporan keuangan sebagian besar
masih dalam tahap audit yang dilaksanakan oleh Kantor Akuntan Publik. Selanjutnya,
realisasi PNBP lainnya mencapai Rp40,0 triliun, tumbuh sebesar 64,6 persen (YoY).
Kenaikan ini disebabkan kontribusi peningkatan pendapatan dari Penjualan Hasil
Tambang Batubara. Dari sisi PNBP Badan Layanan Umum (BLU), hingga 31 Maret 2021
terealisasi sebesar Rp24,0 triliun atau tumbuh 86,1 persen (YoY), terutama disumbang
pendapatan dana perkebunan kelapa sawit sebesar Rp14,8 triliun.
Dari sisi Belanja Negara, hingga
Maret 2021, belanja negara
menunjukkan peningkatan. Realisasi
Belanja Negara mencapai Rp523,0
triliun yang terdiri dari Belanja
Pemerintah Pusat (BPP) yang
mencapai Rp350,1 triliun dan
Transfer ke Daerah dan Dana Desa
(TKDD) yang mencapai Rp173,0
triliun. Dari sisi Belanja Pemerintah
Pusat, terjadi peningkatan sebesar
26,0 persen dibandingkan dengan
periode yang sama pada tahun 2020.
Peningkatan BPP dipengaruhi oleh
belanja Kementerian/Lembaga (K/L)
yang tumbuh 41,2 persen (YoY) dan
belanja non-K/L yang tumbuh 9,9
persen (YoY).
Realisasi Bantuan Sosial sampai
dengan 31 Maret 2021 mencapai
Rp55,0 triliun atau sekitar 35,1
persen dari pagu APBN 2021.
Realisasi bansos tersebut tumbuh
16,5 persen (YoY) dari periode yang
sama tahun sebelumnya terutama
karena pelaksanaan program bansos
dalam rangka mendukung
pemulihan ekonomi masyarakat
miskin dan rentan miskin yang terdampak Pandemi Covid-19, melalui program
Bansos Tunai yang dilaksanakan sejak awal tahun 2021, serta pencairan bantuan
Program Kartu Sembako.
Gambar 26. Perkembangan Komponen
Belanja Negara
Sumber: Kementerian Keuangan
Tabel 21. Realisasi Komponen Belanja
Pemerintah Pusat
Belanja
Pemerintah
Pusat
APBN
2021
Realisasi 2021
Maret Growth
YoY (%)
Belanja K/L 1,032,0 201,6 41,2
Pegawai 268,0 48,8 0,3
Barang 360,8 63,7 81,6
Modal 246,8 34,2 186,2
Sosial 156,4 55,0 16,5
Belanja Non-K/L 922,6 148,5 9,9
a.l. Pegawai 153,2 39,4 -6,0
Subsidi 172,4 21,4 14,3
Lain-lain 207,3 9,2 1.942,0
Total (neto) 1.954,6 350,1 26,0
Sumber: Kementerian Keuangan | triliun Rp
Belanja Pemerintah
Pusat
Transfer Ke Daerah
dan Dana Desa
14,1 %APBN
Perpres 72
Maret 2020 Maret 2021
22,8 %APBN
Perpres 72
21,7 %APBN
17,9 %APBN
52
Perkembangan Ekonomi Indonesia
Selain itu, pertumbuhan bantuan sosial juga dipengaruhi terutama oleh peningkatan
realisasi program-program bansos reguler seperti Program Indonesia Pintar yang
meningkat sebagai hasil perbaikan mekanisme penyaluran bantuan kepada anak
sekolah, serta peningkatan realisasi penyaluran bantuan Kartu Indonesia Pintar (KIP)
Kuliah kepada mahasiswa.
Peningkatan realisasi belanja K/L dari perspektif organisasi, sampai dengan 31 Maret
2021 disumbang oleh 15 K/L pagu terbesar yang mencapai 89,5 persen dari total
realisasi belanja K/L, dan terutama berfokus pada K/L di bidang perlindungan sosial
dan kesehatan yang ditujukan untuk pencairan PKH, Kartu Sembako, Bansos Tunai,
serta pelayanan kesehatan dan penyediaan obat dan vaksin. Selain itu, peningkatan
kinerja belanja K/L juga didorong oleh K/L bidang infrastruktur yang ditujukan untuk
pembangunan jalan, bendungan, jaringan irigasi, dan jalur kereta api. Realisasi belanja
Kementerian Pertahanan dan Kepolisian Negara RI juga mendongkrak kinerja belanja
K/L, antara lain melalui pengadaan alutsista dan almatsus, serta dukungan
pelaksanaan protokol kesehatan dan ketertiban/keamanan selama Pandemi.
Sementara itu, Belanja Pegawai K/L terealisasi sebesar Rp48,8 triliun, meningkat 0,3
persen dibanding tahun sebelumnya. Di sisi lain, realisasi belanja pegawai Non-K/L
hingga Maret 2021 mencapai Rp39,4 triliun, dimana menurun sebesar 6,0 persen
dibandingkan tahun sebelumnya.
Realisasi Belanja Barang sampai dengan 31 Maret 2021 mencapai Rp63,7 triliun,
meningkat 81,6 persen (YoY). Peningkatan tersebut antara lain disebabkan oleh
pelaksanaan program penanganan Pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi
seperti pengadaan obat-obatan dan pengadaan/pelaksanaan vaksinasi, pembayaran
klaim biaya perawatan pasien Covid-19, pelaksanaan bantuan pelaku usaha mikro
(BPUM), serta pelaksanaan bantuan pendidikan dasar dan menengah.
Realisasi Belanja Modal sampai dengan 31 Maret 2021 mencapai Rp34,2 triliun atau
13,9 persen terhadap pagu APBN 2021, tumbuh signifikan 186,2 persen (YoY).
Pertumbuhan realisasi belanja modal ini utamanya dipengaruhi oleh pelaksanaan
proyek infrastruktur dasar lanjutan tahun 2020 dan infrastruktur konektivitas.
Realisasi Belanja Non-K/L hingga 31 Maret 2021 mencapai Rp148,5 triliun, naik 9,9
persen dibandingkan realisasi pada periode yang sama tahun 2020, yang digunakan
antara lain untuk pembayaran bunga utang, subsidi, dan belanja lain-lain. Realisasi
Pembayaran Bunga Utang sampai dengan 31 Maret 2021 mencapai Rp78,4 triliun,
naik 6,2 persen (YoY), sejalan dengan tambahan penerbitan utang yang dilakukan.
Sementara itu, realisasi subsidi sampai dengan 31 Maret 2021 tumbuh sebesar 14,3
persen (YoY), dengan realisasi mencapai Rp21,0 triliun. Peningkatan ini terutama
53
Perkembangan Ekonomi Indonesia
disebabkan realisasi subsidi energi yang mencapai Rp20,9 triliun, terutama
dipengaruhi realisasi subsidi listrik yang mencapai Rp9,4 triliun dan tumbuh 22,1
persen (YoY), serta subsidi minyak tanah dan subsidi LPG 3 kg yang mencapai Rp11,5
triliun atau tumbuh 4,1 persen (YoY). Selain itu, realisasi penyaluran subsidi non energi
sampai Maret 2021 mencapai sebesar Rp526,9 Miliar, atau 0,81 persen dari pagu
APBN 2021 yang terdiri dari subsidi kredit program sebesar Rp381,8 miliar dan subsidi
Public Service Obligation (PSO) sebesar Rp145,0 miliar.
Selanjutnya adalah TKDD. Realisasi TKDD sampai dengan Maret 2021 mencapai
sebesar Rp173,0 triliun atau 21,8 persen dari Pagu APBN 2021. Realisasi tersebut lebih
rendah 0,9 persen (YoY). Lebih rendahnya realisasi hingga Maret 2021 tersebut
dipengaruhi oleh beberapa daerah yang masih terkendala dalam hal pemenuhan
syarat pelaporan untuk penyaluran DAU.
Dana Alokasi Umum (DAU) hingga 31 Maret 2021 telah disalurkan sebesar Rp104,0
triliun atau mencapai 26,7 persen dari pagu APBN 2021. Realisasi tersebut
memperlihatkan adanya penurunan sebesar 20,0 persen (YoY) yang disebabkan
beberapa daerah belum dapat memenuhi persyaratan penyaluran DAU bulan
Februari. Realisasi DAU di atas telah mencakup realisasi Penyaluran DAU bulan Januari
kepada 3 daerah, DAU bulan Februari kepada 55 daerah, DAU bulan Maret kepada 52
daerah, dan DAU bulan April kepada 166 daerah. Realisasi tersebut juga turut
dipengaruhi oleh pengenaan sanksi penundaan DAU bulan Februari bagi 2
pemerintah daerah dan DAU bulan April bagi 1 Pemerintah Daerah yang belum
menyampaikan Data/Informasi Keuangan Daerah serta penyaluran kembali DAU
bulan Februari kepada 5 Daerah yang terkena sanksi penundaan DAU.
Realisasi penyaluran Dana Bagi Hasil (DBH) sampai dengan akhir Maret 2021
mencapai sebesar Rp30,0 triliun atau 29,5 persen dari pagu APBN 2021, terutama
berasal dari penyaluran DBH reguler dan penyaluran Kurang Bayar DBH. Capaian yang
menunjukkan adanya kenaikan sebesar 143,7 persen (YoY) tersebut dipengaruhi oleh
adanya percepatan penyaluran Kurang Bayar DBH sebesar Rp13,4 triliun untuk
penyelesaian Kurang Bayar DBH Pajak dan SDA berdasarkan
KMK-3/KM.7/2021 tentang Penyaluran Kurang Bayar Dana Bagi Hasil dan
Penyelesaian Lebih Bayar Dana Bagi Hasil pada tahun 2021. Percepatan tersebut
diharapkan dapat meningkatkan ruang fiskal daerah dalam rangka pendanaan
penanganan Covid-19 serta program pemberian vaksin di daerah.
Dana Transfer Khusus sampai dengan akhir Maret 2021, realisasi DAK mencapai
Rp28,0 triliun. Realisasi tersebut terdiri dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik dan DAK
Non Fisik. Realisasi Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik sebesar Rp73,8 miliar atau 0,1
persen dari pagu alokasi, naik secara persentase dibanding realisasi tahun 2020 yang
sebesar 69,9 persen. Hal ini disebabkan oleh adanya percepatan proses pengadaan
54
Perkembangan Ekonomi Indonesia
barang/jasa oleh daerah berdasarkan Rencana Kegiatan (RK) yang telah disetujui
kementerian/lembaga.
Tabel 22. Komposisi Transfer ke Daerah dan Dana Desa
Keterangan Maret 2020 Maret 2021
Alokasi Realisasi Alokasi Realisasi % APBN
Transfer Ke Daerah 692,7 167,3 723,5 162,4 22,4
Dana Perimbangan 653,4 167,1 688,7 162,0 23,5
Dana Bagi Hasil 86,4 12,3 102,0 30,0 29,5
Dana Alokasi Umum 384,3 130,0 390,3 104,0 26,7
Dana Transfer Khusus 182,6 24,8 196,4 28,0 14,3
Dana Otonomi Khusus dan
Dana Keistimewaan DIY 20,9 0,2 21,3 0,2 0,9
Dana Insentif Daerah 18,5 - 13,5 0,1 0,9
Dana Desa 71,2 7,2 72,0 10,6 14,7
Total 763,9 174,5 795,5 173,0 21,7
Sumber: Kementerian Keuangan | dalam triliun Rp
Selanjutnya, penyaluran DAK Nonfisik hingga akhir Maret 2021 telah terealisasi
sebesar Rp28,0 triliun atau 21,3 persen dari pagu APBN 2021. Realisasi tersebut
mengalami kenaikan sebesar 12,9 persen (YoY). Kenaikan tersebut utamanya
disebabkan karena sebagian besar jenis DAK Nonfisik telah disalurkan sesuai jadwal
pelaksanaan penyaluran. Adapun beberapa jenis DAK Nonfisik lainnya yang belum
disalurkan, saat ini masih menunggu ditetapkannya petunjuk teknis dari
kementerian/lembaga terkait.
Penyaluran Dana Desa hingga akhir Maret 2021 terealisasi sebesar Rp10,6 triliun atau
14,7 persen dari pagu APBN 2021. Jumlah tersebut menunjukkan adanya peningkatan
sebesar 46,3 persen (YoY). Dana Desa untuk BLT Desa telah disalurkan sebesar
Rp405,30 miliar kepada 13.196 desa, yang diberikan kepada keluarga miskin di desa
yang tidak menerima program bantuan sosial dari Pemerintah seperti PKH, Kartu
Sembako, Kartu Pra Kerja dan Bantuan Sosial Tunai.
Selain itu, Dana Desa juga di-earmaked penggunaannya paling sedikit 8 persen dari
pagu Dana Desa setiap Desa untuk mendukung penanganan pandemi Corona Virus
Disease 2019 (Covid-19) di tingkat desa sebagaimana diamanatkan oleh PMK Nomor
17/PMK.07/2021. Dana Desa untuk penanganan pandemi Covid-19 telah disalurkan
sebesar Rp2,3 triliun kepada 29.041 desa.
Berdasarkan capaian Pendapatan dan Belanja Negara yang sudah disebutkan, hingga
akhir Maret 2021, defisit anggaran mencapai Rp144,2 triliun atau sekitar 0,8 persen
55
Perkembangan Ekonomi Indonesia
terhadap PDB. Besaran tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama
tahun 2020 yang mencapai 0,5 persen PDB. Sementara itu posisi keseimbangan
primer pada Maret 2021 berada pada posisi negatif Rp65,8 triliun dari yang
sebelumnya sebesar negatif Rp2,2 triliun pada Maret 2020. Selanjutnya dari sisi
pembiayaan anggaran, realisasi hingga Maret 2021 mencapai sebesar Rp323,0 triliun.
Dengan kondisi defisit anggaran tersebut, posisi utang Pemerintah per akhir Maret
2021 sebesar Rp6.445,1 triliun, dengan rasio utang pemerintah terhadap PDB sebesar
41,6 persen. Secara nominal, posisi utang Pemerintah Pusat mengalami peningkatan
dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, hal ini disebabkan oleh
peningkatan kebutuhan pembiayaan untuk menangani masalah kesehatan dan
pemulihan ekonomi nasional.
Pembiayaan anggaran secara neto hingga Maret 2021 mencapai Rp323,0 triliun atau
32,1 persen dari pagu APBN 2021 yang artinya meningkat sebesar 282,1 persen
dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya.
Realisasi pembiayaan anggaran tersebut utamanya bersumber dari pembiayaan
utang yang mencapai Rp328,5 triliun, terdiri dari Surat Berharga Negara (neto)
sebesar Rp337,2 triliun dan Pinjaman (neto) sebesar negatif Rp8,7 triliun. Realisasi
pembiayaan utang tersebut termasuk pembelian SBN oleh Bank Indonesia sesuai SKB
Gambar 27. Perkembangan Realisasi
Defisit APBN
Sumber: Kementerian Keuangan
Gambar 28. Perkembangan Utang
Pemerintah Pusat
Sumber: Kementerian Keuangan
-76,0
-144,2
-0,5
-0,8
Maret 2020 Maret 2021
Rp Triliun Persen PDB
4.010,3
4.418,34.756,1
6.074,6
6.445,729,5 30,0 29,9
38,741,6
2000
3000
4000
5000
6000
2017 2018 2019 2020 Maret2021
(per
sen
PD
B)
(tri
liun
Rp
)
Utang Pemerintah Pusat
Rasio Utang (%PDB)
56
Perkembangan Ekonomi Indonesia
I yang mencapai Rp91,8 triliun,
terdiri dari SUN sebesar Rp57,2
triliun dan SBSN sebesar Rp34,5
triliun.
Di sisi lain, pemerintah juga telah
merealisasikan pembiayaan
investasi sebesar Rp5,6 triliun yang
juga bagian dari upaya percepatan
pemulihan ekonomi nasional.
Dalam memenuhi kebutuhan
pembiayaan anggaran yang cukup
besar untuk mengatasi dampak pandemi Covid-19, Pemerintah senantiasa
memperhatikan aspek kehati-hatian (prudent) dan akuntabel serta menjaga risiko
tetap terkendali.
Tabel 24. Rincian Realisasi Anggaran PC-PEN 2021
Klaster
Realisasi
Sementara
2020
Alokasi
2021 Realisasi
% Pagu
2021
Kesehatan 63,5 175,5 18,6 10,6
Perlindungan Sosial 220,4 150,9 47,9 31,8
Dukungan UMKM
dan Koperasi 173,2 191,1 37,7 19,7
Insentif Usaha 56,2 56,7 15,0 26,4
Program Prioritas 66,6 125,2 14,9 11,9
Total 579,8 699,4 134,1 19,2
Sumber: Kementerian Keuangan | dalam triliun Rp
Sementara itu, dalam rangka penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional
(PEN), pemerintah telah menganggarkan sebesar Rp699,4 triliun di tahun 2021 yang
terbagi dalam beberapa klaster, yaitu kesehatan sebesar Rp175,5 triliun, perlindungan
sosial sebesar Rp150,9 triliun, insentif usaha sebesar Rp56,7 triliun, dukungan UMKM
dan korporasi sebesar Rp191,1 triliun, dan program prioritas sebesar Rp125,2 triliun.
Alokasi tersebut meningkat sebesar 20,6 persen dari realisasi sementara tahun 2020
sebesar Rp579,8 triliun.
Sampai dengan 31 Maret 2021, realisasi program penanganan Covid-19 dan PEN
mencapai Rp134,1 triliun atau 19,2 persen dari pagu. Rincian realisasi tersebut
mencakup klaster kesehatan sebesar Rp18,6 triliun terutama untuk mendukung
pelaksanaan 3T dan 3M, bantuan Iuran JKN, serta pemberian insentif perpajakan
kesehatan. Klaster perlindungan sosial terealisasi sebesar Rp47,9 triliun, terutama
berasal dari penyaluran berbagai program bansos untuk keluarga miskin antara lain
Tabel 23. Perkembangan Komponen
Pembiayaan
Jenis
Pembiayaan
Maret 2020 Maret 2021
Nominal* %
APBN Nominal*
%
APBN
Utang
(neto)
86,3 7,1 86,3 7,1
Investasi -3,0 1,2 -3,0 1,2
Pinjaman 1,5 25,5 1,5 25,5
Penjaminan - 71,3 - 71,3
Lainnya 0,2 0,2 0,2 0,2
Sumber: Kementerian Keuangan | *triliun Rp
57
Perkembangan Ekonomi Indonesia
untuk Program Keluarga Harapan (PKH); Kartu Sembako; dan Bansos Tunai, serta
program bansos lainnya yaitu BLT Desa, Kartu Pra Kerja, dan bantuan kuota internet
untuk peserta dan tenaga didik.
Selanjutnya, realisasi program prioritas ialah sebesar Rp14,9 triliun yang digunakan
untuk program padat karya, pariwisata, ketahanan pangan, ICT dan pengembangan
kawasan strategis. Sementara itu, realisasi anggaran dukungan UMKM dan korporasi
ialah sebesar Rp37,7 triliun terutama berasal dari Bantuan Pemerintah untuk Usaha
Mikro (BPUM), pemberian IJP UMKM dan korporasi untuk KMK dijamin, serta
penempatan dana pada perbankan. Terakhir, insentif kepada dunia usaha telah
diberikan berupa insentif atas PPh21 DTP, PPh final UMKM DTP, Pembebasan PPh 22
Impor, Pengurangan Angsuran PPh 25, Pengembalian Pendahuluan PPN, dan
Penurunan Tarif PPh Badan, dan pemberian insentif usaha, dengan realisasi
sementara sebesar Rp15,0 triliun.
58
Perkembangan Ekonomi Indonesia
Tabel 25. Realisasi APBN s.d 31 Maret 2020 dan 2021
(triliun rupiah)
2020 2021
Uraian
APBN
Perpres
72/2020
Realisasi s.d.
31 Maret % APBN
APBN Realisasi s.d.
31 Maret % APBN
A Pendapatan Negara 1.699,9 376,4 22,1 1.743,6 378,8 21,7
I. Pendapatan Dalam Negeri 1.698,6 376,1 22,1 1.742,7 378,5 21,7
1. Penerimaan Perpajakan 1.404,5 279,9 19,9 1.444,5 290,4 20,1
2. Penerimaan Negara Bukan Pajak 294,1 96,2 32,7 298,2 88,1 29,6
II. Hibah 1,3 0,3 22,0 0,9 0,3 31,4
B. Belanja Negara 2.739,2 452,4 16,5 2.750,0 523,0 19,0
I. Belanja Pemerintah Pusat 1.975,2 277,9 14,1 1.954,5 350,1 17,9
1. Belanja K/L 836,4 143,0 17,1 1.032,0 201,6 19,5
2. Belanja Non K/L 1.138,9 134,9 11,9 922,6 148,5 16,1
II. Transfer ke Daerah dan Dana Desa 763,9 174,5 22,8 795,5 173,0 21,7
1. Transfer ke Daerah 672,9 167,3 24,9 722,2 162,4 22,5
2. Dana Desa 71,2 7,2 10,1 72,0 10,6 14,7
C. Keseimbangan Primer -20,1 -2,2 10,8 -633,1 -65,8 10,4
D. Surplus/(Defisit) Anggaran (A-B) -1.039,2 -76,0 7,3 -1.006,4 -144,2 14,3
% Surplus (Defisit) Anggaran thd PDB -6,34 -0,49 -0,82
E. Pembiayaan Anggaran 1.039,2 84,5 8,1 1.006,4 323,0 32,1
al. Pembiayaan Utang 1.220,5 86,3 7,1 1.177,4 328,5 27,9
Sumber: Kementerian Keuangan, 2020
59
Perkembangan Ekonomi Indonesia
2.4 Moneter dan Jasa Keuangan
Moneter
Suku bunga acuan diturunkan menjadi 3,50 persen, turun sebanyak 150 bps
sejak tahun 2020 dan terendah sepanjang penetapan suku bunga acuan BI 7DRR
pada Agustus 2016. Respon kebijakan moneter dalam rangka mendukung
percepatan pemulihan ekonomi nasional ditempuh melalui kebijakan penurunan
suku bunga acuan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebanyak 25 basis poin pada
triwulan I tahun 2021. Kebijakan ini didukung tingkat inflasi yang rendah serta
perlunya menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah ditengah masih tingginya
ketidakpastian pasar keuangan global.
Ekspansi moneter berlanjut pada tahun
2021 sejalan dengan dengan akselerasi
stimulus fiskal. Berlanjutnya langkah
pelonggaran kebijakan moneter yang
ditempuh Bank Indonesia tercermin
melalui kebijakan Quantitative Easing (QE)
dan makroprudensial yang menekankan
pada jalur kuantitas melalui penyediaan
likuiditas perbankan, termasuk juga
dukungan Bank Indonesia kepada Pemerintah dalam membantu pembiayaan APBN
tahun 2021. Bank Indonesia melanjutkan komitmen untuk membantu pendanaan
APBN tahun 2021 melalui pembelian SBN dari pasar perdana baik melalui mekanisme
pasar maupun langsung, sebagaimana amanat UU No. 2 Tahun 2020. Sesuai dengan
Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia tanggal 16 April
2020 yang diperpanjang hingga Desember 2021.
Pada triwulan I tahun 2021, Bank Indonesia menambah likuiditas (QE) di perbankan
sekitar Rp50,3 triliun (per 16 Maret 2021). Ekspansi moneter diperkuat dengan
berlanjutnya pembelian SBN oleh Bank Indonesia di pasar perdana untuk mendukung
pembiayaan APBN 2021, mencapai Rp65,0 triliun hingga 16 Maret 2021 termasuk
skema lelang utama sebesar Rp22,9 triliun dan Greenshoe Option (GSO) sebesar
Rp42,1 trilun.
Nilai tukar Rupiah melemah sejalan dengan meningkatnya ketidakpastian di
pasar keuangan global akibat naiknya yield US Treasury (UST). Pada triwulan I
tahun 2021 nilai tukar Rupiah mencapai Rp14.155 per USD, melemah 3,4 persen (YtD).
Namun demikian, jika dibandingkan triwulan I tahun 2020, Rupiah menguat tipis 0,7
persen. Per 31 Maret 2021, nilai tukar Rupiah ditutup pada level Rp14.525 per USD.
Tabel 26. Perkembangan Reverse
Repo Surat Berharga Negara
Tenor persen (%)
Jan Feb Mar
7 hari 3,75 3,50 3,50
2 minggu 3,52 3,27 3,27
1 bulan 3,53 3,27 3,27
Sumber: Bank Indonesia
60
Perkembangan Ekonomi Indonesia
Dari sisi eksternal, pelemahan nilai tukar Rupiah dipengaruhi terhambatnya aliran
modal asing yang masuk ke negara-negara berkembang, termasuk ke Indonesia,
dipengaruhi respon pasar terhadap lanjutan stimulus kebijakan fiskal yang diberikan
oleh Pemerintah Amerika Serikat (American Rescue Plan) pada awal tahun 2021.
Stimulus tersebut berdampak pada meningkatnya optimisme investor akan prospek
pemulihan ekonomi AS yang lebih cepat dari perkiraan awal, tercermin dari naiknya
yield US Treasury dan ketidakpastian di pasar keuangan global. Tertahannya aliran
modal asing yang masuk ke Indonesia ditunjukkan dari net outflow portofolio asing
pada periode Januari hingga 16 Maret 2021 sebesar 1,6 miliar dolar AS.
Dari sisi internal, pelemahan nilai
tukar Rupiah dapat diminimalkan
ditopang oleh perbaikan kondisi
perekonomian domestik yang terus
berlanjut yang tercermin dari: (i)
Berlanjutnya Implementasi program
vaksinasi Covid-19, (ii) Inflasi yang
rendah dan terjaga; (iii) Defisit
transaksi berjalan yang rendah; serta
(iv) Imbal hasil aset keuangan
domestik yang tinggi.
Nilai tukar riil (REER) Rupiah relatif
rendah dibandingkan negara-
negara di kawasan ASEAN pada
triwulan I 2021. Indeks REER Rupiah
pada Januari hingga Maret 2021
secara berturut-turut mencapai 89,81;
89,77; dan 89 persen. Secara
fundamental, REER Indonesia masih
berada dibawah nilai wajar
(undervalued). Rendahnya REER
Indonesia mendorong daya saing
perdagangan Indonesia di antara
negara-negara di kawasan ASEAN.
Pada akhir triwulan I, posisi REER
Indonesia berada dibawah Filipina,
Thailand, Singapura, tetapi lebih
tinggi dibandingkan Malaysia. Posisi
REER tertinggi ditempati oleh Filipina, Thailand, Singapura, dan Malaysia, secara
Gambar 29. Perkembangan Nilai Tukar
Rupiah terhadap USD, 2019-2021
Gambar 30. Real Effective Exchange Rate
ASEAN-5, (2010=100)
Sumber: Bloomberg
Sumber: Bloomberg
3/31/2021Rp14.525
13.000
14.000
15.000
16.000
17.000
Mar
-19
Mei
-19
Jul-
19
Sep
-19
No
v-19
Jan
-20
Mar
-20
Mei
-20
Jul-
20
Sep
-20
No
v-20
Jan
-21
Mar
-21
89
106,91
84,31
116,53
104,57
80
85
90
95
100
105
110
115
120
Mar
-15
Mar
-16
Mar
-17
Mar
-18
Mar
-19
Mar
-20
Mar
-21
INDONESIA THAILANDMALAYSIA FILIPINASINGAPURA
61
Perkembangan Ekonomi Indonesia
berturut-turut mencapai sebesar 116,53 persen, 106,91 persen, 104,57 persen, dan
84,31 persen.
Meski mengalami perlambatan,
likuiditas perekonomian tumbuh
positif. Sepanjang periode Januari-
Maret 2021, M2 tumbuh sebesar 11,8;
11,3; dan 6,9 persen (YoY), melambat
dibandingkan triwulan IV tahun 2020
yang secara berturut-turut sebesar 12,5;
12,2; dan 12,4 persen (YoY). Tertahannya
pertumbuhan M2 pada triwulan I tahun
2021 dipengaruhi penurunan aktiva luar
negeri bersih, perlambatan tagihan
bersih kepada Pemerintah Pusat, dan
rendahnya penyaluran kredit.
Selanjutnya, pertumbuhan M1 pada
triwulan I tahun 2021 secara berturut-turut mencapai 18,7; 18,6; dan 10,8 persen
(YoY). Rendahnya pertumbuhan M1 pada akhir triwulan I tahun 2021 didorong
penurunan peredaran uang kartal dan giro rupiah.
Pada triwulan I tahun 2021 pertumbuhan uang kuasi mengalami perlambatan.
Sepanjang periode Januari-Maret 2021 tercatat 9,7; 9,2; dan 5,9 persen (YoY).
Penurunan uang kuasi yang cukup tajam pada akhir triwulan I tahun 2021 dipengaruhi
seluruh komponen uang kuasi yang terdiri dari tabungan, simpanan berjangka dalam
bentuk rupiah dan valas seiring dengan penurunan suku bunga simpanan, serta giro
valas.
Likuiditas yang longar mendorong tingginya rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak
Ketiga (AL/DPK) yakni 33,58 persen dan rendahnya rata-rata suku bunga PUAB
overnight, sekitar 2,79 persen pada Maret 2021. Kebijakan pelonggaran likuiditas dan
penurunan suku bunga kebijakan (BI7DRR) direspon perbankan melalui penurunan
suku bunga dasar kredit sebesar 171 bps (YoY) per Februari 2021.
Pada triwulan I tahun 2021,
tingkat inflasi tetap rendah dan
masih berada dibawah batas
bawah sasaran inflasi 2021 yaitu
2,0 – 4,0 persen (YoY). Tingkat inflasi
tahunan (YoY) pada triwulan I tahun
2021 sebesar 1,37 persen (YoY), lebih
rendah dibandingkan periode yang
Gambar 31. Perkembangan Uang Beredar
Sumber: Bank Indonesia
Tabel 27. Tingkat Inflasi Domestik
Q1 2020 Q1 2021
Jan Feb Jan Jan Feb Mar
YoY 2,7 3,0 2,7 1,5 1,4 1,4
MtM 0,4 0,3 0,4 0,3 0,1 0,1
YtD 0,4 0,7 0,4 0,3 0,4 0,4
Sumber: Badan Pusat Statistik
11,811,3
6,9
0,0
5,0
10,0
15,0
20,0
Jan
Feb
Mar
Ap
r
Mei
Jun
Jul
Agt
Sep
Okt
No
v
Des Jan
Feb
Mar
2020 2021
Uang Beredar Sempit (M1)
Uang Kuasi
Uang Beredar Luas (M2)
62
Perkembangan Ekonomi Indonesia
sama pada tahun 2020, lebih rendah dari batas bawah sasaran inflasi 2021 yaitu 2,0
persen (YoY). Secara berturut-turut inflasi tahunan pada Januari – Maret 2021 sebesar
1,55; 1,38; dan 1,37 persen (YoY). Secara bulanan (MtM) pada periode yang sama,
masing-masing mencapai 0,26; 0,10; dan 0,08 persen. Capaian inflasi pada triwulan I
tahun 2021 menunjukkan tren menurun bila dibandingkan triwulan IV tahun 2020.
Inflasi inti yang tetap rendah pada triwulan I tahun 2021 dipengaruhi oleh deflasi
komoditas mobil seiring dengan pemberian insentif penurunan tarif Pajak Penjualan
atas Barang Mewah (PPnBM) untuk kendaraan bermotor tertentu dan berlanjutnya
deflasi komoditas emas perhiasan seiring perlambatan inflasi emas global. Rendahnya
inflasi inti sejalan dengan permintaan global dan domestik yang belum pulih, serta
ditopang stabilitas nilai tukar yang terjaga.
Daya beli masyarakat diperkirakan masih
lemah, tercermin dari Indeks Keyakinan
Konsumen (IKK) yang masih dibawah
level optimis (<100). Meski demikian, IKK
bulan Maret meningkat menjadi 93,4,
didorong oleh optimisme terhadap
kondisi ekonomi saat ini, baik dari aspek
ketersediaan lapangan kerja,
penghasilan, maupun ketepatan waktu
pembelian barang tahan lama.
Inflasi pada Maret 2021 dikontribusikan
oleh inflasi komponen harga bergejolak
(volatile foods) yang mengalami
peningkatan dipengaruhi oleh
meningkatnya harga komoditas global dan kenaikan harga komoditas hortikultura
seperti cabai rawit dan bawang merah akibat faktor cuaca. Namun demikian,
peningkatan lebih lanjut inflasi volatile foods tertahan oleh deflasi beberapa
komoditas yang memasuki masa panen seperti cabai merah. Selain itu, terjaganya
inflasi komponen harga bergejolak tidak terlepas dari upaya Pemerintah dalam
menjaga ketersediaan pasokan serta memastikan kelancaran distribusi komoditas
strategis agar tetap memadai. Pada Januari – Maret 2021 secara berturut-turut inflasi
volatile foods mencapai 2,82 persen; 1,52 persen; dan 2,49 persen. Inflasi kelompok
administered prices pada triwulan I tahun 2021 juga meningkat tipis secara berturut-
turut mencapai 0,34; 0;66; 0,88 persen (YoY) didorong kenaikan tarif di beberapa ruas
jalan tol serta peningkatan harga rokok, terutama rokok kretek filter akibat kenaikan
Cukai Hasil Tembakau (CHT) yang berlanjut.
Gambar 32. Perkembangan Indeks Harga
Konsumen (IKK) dan Inflasi Inti
Sumber: BI dan BPS
0,0
20,0
40,0
60,0
80,0
100,0
120,0
140,0
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3,5
Jan
Ap
r
Jul
Okt
Jan
Ap
ril
Juli
Okt
Jan
uar
i
2019 2020 2021
(in
dek
s)
(per
sen
)
IntiIKK
63
Perkembangan Ekonomi Indonesia
Berdasarkan kelompok pengeluaran, sebagian besar mengalami penurunan pada
triwulan I tahun 2021. Terdapat kelompok pengeluaran yang mengalami deflasi pada
Maret 2021, yaitu: (i) kelompok transportasi dipengaruhi oleh normalisasi penurunan
tarif angkutan, khususnya angkutan udara pascalibur akhir tahun; (ii) kelompok
perawatan pribadi dan jasa lainnya dipengaruhi oleh penurunan harga emas
perhiasan; dan (ii) kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan. Sedangkan
kelompok pengeluaran yang mengalami peningkatan adalah kelompok makanan,
minuman, dan tembakau dipengaruhi oleh peningkatan harga sejumlah komoditas
pangan akibat perubahan cuaca.
Selanjutnya, perkembangan indeks harga pangan menunjukkan bahwa sebagian
besar komoditas mulai mengalami penurunan. Komoditas cabai merah, bila
dibandingkan pada awal tahun, mengalami penurunan cukup tajam pada Maret 2021
karena telah mulai memasuki masa panen. Sedangkan komoditas cabai rawit dan
bawang merah menunjukkan peningkatan dan merupakan komoditas dengan indeks
harga tertinggi pada Maret 2021. Kenaikan harga cabai rawit dan bawang merah
diduga dipengaruhi oleh pola musiman dan tingginya permintaan. Pasokan yang
Tabel 28. Tingkat Inflasi Domestik
Berdasarkan Komponen (YoY)
Komponen Persentase (%)
Jan Feb Mar
Inti 1,56 1,53 1,21
Harga Bergejolak 2,82 1,52 2,49
Harga diatur
pemerintah 0,34 0,66 0,88
Sumber: Badan Pusat Statistik
Tabel 29. Inflasi Kelompok Pengeluaran
(MtM)
Kelompok
Pengeluaran
Persentase (%)
Jan Feb Mar
UMUM (headline) 0,26 0,10 0,08
Makanan,
Minuman, dan
Tembakau
0,81 0,07 0,40
Pakaian dan Alas
Kaki 0,11 0,06 0,02
Perumahan, Air,
Listrik, dan Bahan
bakar Lainnya
0,03 0,04 0,04
Perlengkapan,
Peralatan, dam
Pemeliharaan Rutin
Rumah Tangga
0,15 0,36 0,10
Kesehatan 0,19 0,19 0,08
Transportasi -0,30 0,30 -0,25
Informasi,
Komunikasi, dan
Jasa Keuangan
0,04 -0,03 -0,03
Rekreasi, Olahraga,
dan Budaya 0,05 0,06 0,05
Pendidikan 0,04 0,00 0,01
Penyediaan
Makanan &
Minuman/Restoran
0,33 0,28 0,17
Perawatan Pribadi
dan Jasa Lainnya 0,23 -0,14 -0,39
Sumber: Badan Pusat Statistik
Gambar 33. Perkembangan Indeks Harga
Pangan Strategis Nasional, (2018=100)
Sumber: PIHPS
124,7
141,8
60
100
140
180
220
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
Minyak Goreng Daging SapiDaging Ayam Telur AyamBeras Medium Gula PasirCabai Rawit Cabai MerahBawang Merah Bawang Putih
64
Perkembangan Ekonomi Indonesia
terbatas akibat perubahan cuaca di beberapa daerah sentra tidak mampu memenuhi
permintaan.
Jasa Keuangan
Sektor jasa keuangan masih terkendali dan stabil di tengah tekanan yang
dihadapi.
Perbankan Konvensional. Kinerja
perbankan konvensional secara umum
masih terjaga, di tengah pelemahan
perekonomian akibat Covid-19 yang
belum sepenuhnya pulih.
Permodalan perbankan sangat kuat,
tercermin dari Rasio kecukupan modal
(Capital Adequacy Ratio/CAR) pada bulan
Februari tahun 2021 sebesar 24,5 persen,
lebih tinggi dibandingkan dengan
periode yang sama tahun sebelumnya
yaitu sebesar 22,3 persen, jauh di atas
threshold minimum yang ditetapkan yaitu
8 persen. Selanjutnya dari sisi likuiditas,
likuiditas perbankan masih mengalami
pelonggaran, tercermin dari Loan to
Deposit Ratio (LDR) yang menurun, yaitu
dari 92,5 persen pada Februari tahun 2020
menjadi 81,8 persen pada Februari tahun
2021. Hal tersebut didorong oleh kontraksi
penyaluran kredit yang masih terjadi di
tengah pertumbuhan Dana Pihak Ketiga
(DPK) yang tinggi. Sementara itu,
meningkatnya rasio kredit bermasalah
(Non-Performing Loan/NPL) juga masih
menjadi tantangan. Pada bulan Februari
tahun 2021, rasio NPL sebesar 3,2 persen,
meningkat dibandingkan periode yang
sama tahun sebelumnya sebesar 2,8
persen. Melemahnya perekonomian masih
menjadi faktor utama yang mendorong
terhambatnya kemampuan bayar debitur.
Gambar 34. Kinerja Perbankan
Konvensional
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
Catatan: data Q1 adalah bulan Februari
Gambar 35. Perkembangan DPK
Perbankan Konvensional
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
Catatan: data Q1 adalah bulan Februari
0,0
5,0
10,0
15,0
20,0
25,0
30,0
76,0
78,0
80,0
82,0
84,0
86,0
88,0
90,0
92,0
94,0
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2020 2021
(persen)(persen)
LDR NPL CAR
0,0
5,0
10,0
15,0
20,0
25,0
30,0
5.600
5.800
6.000
6.200
6.400
6.600
6.800
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2020 2021
(persen)(rupiah)
Total DPK Pert. Total DPK
Pert. Deposito Pert. Tabungan
Pert. Giro
65
Perkembangan Ekonomi Indonesia
Hingga awal tahun 2021, total Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan masih tumbuh
tinggi dan stabil pada level double digit, meskipun mulai melandai jika dibandingkan
dengan pertumbuhan pada triwulan IV tahun 2020. DPK tumbuh sebesar 10,1 persen
(YoY) pada Februari tahun 2021, lebih rendah dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya yang tumbuh sebesar 11,1 persen (YoY). Jika ditinjau dari komponennya,
pertumbuhan pada giro merupakan faktor utama pendorong pertumbuhan total
DPK. Giro tumbuh hingga mencapai 17,2 persen (YoY), sementara tabungan dan
deposito masing-masing tumbuh sebesar 11,6 dan 6 persen (YoY). Deposito mulai
menunjukkan perlambatan pertumbuhan, didorong oleh terus turunnya suku bunga
deposito.
Sejalan dengan perlambatan
perekonomian, total penyaluran kredit
perbankan masih terus mengalami
kontraksi hingga tahun 2021. Pada
Februari tahun 2021, total kredit
perbankan terkontraksi sebesar -2,1
persen (YoY), namun menunjukkan
perbaikan jika dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya yang terkontraksi
sebesar -2,4 persen (YoY). Jika ditinjau
lebih lanjut, penurunan penyaluran kredit
terjadi pada seluruh jenis kredit, dengan
penurunan kredit tertinggi terjadi pada
jenis Kredit Modal Kerja (KMK) yang
terkontraksi sebesar -3,3 persen (YoY).
Sementara itu, kedua jenis kredit lainnya
juga masih mengalami kontraksi, yaitu
Kredit Investasi (KI) dan Kredit Konsumsi (KK) masing-masing sebesar -1,2 persen
(YoY) pada Februari tahun 2021.
Selanjutnya, ditinjau dari lapangan usaha penerima kredit, kontraksi penyaluran kredit
masih terjadi di sebagian besar sektor ekonomi. Sektor perdagangan besar dan
eceran merupakan sektor yang paling terdampak, dimana sebesar 23,9 persen dari
total kredit kepada lapangan usaha disalurkan ke sektor tersebut dan sektor tersebut
justru mengalami kontraksi penyaluran kredit yang cukup besar, yaitu sebesar -5,1
persen (YoY) pada Februari tahun 2021. Selanjutnya, penyaluran kredit kepada
lapangan usaha terbesar kedua adalah industri pengolahan, yaitu sekitar 22,5 persen
dari total kredit perbankan disalurkan kepada industri pengolahan. Namun demikian,
penyaluran kredit pada sektor tersebut juga terkontraksi -3,6 persen (YoY). Meskipun
demikian, masih terdapat beberapa sektor utama yang mengalami pertumbuhan
Gambar 36. Perkembangan Kredit
Perbankan Konvensional
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
Catatan: data Q1 adalah bulan Februari
-5,0
0,0
5,0
10,0
5.350
5.400
5.450
5.500
5.550
5.600
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2020 2021
(persen)(rupiah)
Total Kredit (Rp) Pert. Tot. Kredit
Pert. KI Pert. KMK
Pert. KK
66
Perkembangan Ekonomi Indonesia
positif, seperti sektor transportasi, pergudangan dan komunikasi, sektor penyediaan
akomodasi dan makan minum, dan sektor administrasi Admistrasi Pemerintahan,
Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib.
Tabel 30. Perkembangan Kredit Bank Umum Konvensional
Penerima Pembiayaan Lapangan Usaha
2020 2021
Q1 Q4 Q1
miliar Rp
Pertanian, Perburuan dan Kehutanan 372.109 385.586 386.046
Perikanan 14.438 16.032 16.203
Pertambangan dan Penggalian 134.498 124.618 124.414
Industri Pengolahan 904.083 893.642 871.568
Listrik, gas dan air 199.749 168.881 165.385
Konstruksi 350.050 376.473 370.590
Perdagangan Besar dan Eceran 974.243 942.188 924.307
Penyediaan akomodasi dan penyediaan makan
minum
111.210 116.183 117.171
Transportasi. pergudangan dan komunikasi 246.485 266.189 266.255
Perantara Keuangan 242.558 216.297 205.614
Real Estate. Usaha Persewaan. dan Jasa
Perusahaan
264.190 259.978 256.034
Administrasi Pemerintahan. Pertahanan dan
Jaminan Sosial Wajib
29.272 30.887 31.715
Jasa Pendidikan 13.858 13.594 13.514
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 28.526 28.262 28.093
Jasa Kemasyarakatan. Sosial Budaya. Hiburan dan
Perorangan lainnya
82.680 89.457 91.955
Jasa Perorangan yang Melayani Rumah Tangga 3.243 2.989 2.962
Badan Internasional dan Badan Ekstra
Internasional Lainnya
323 358 364
Kegiatan yang belum jelas batasannya 2.642 2.490 2.262
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan | Catatan: data Q1 adalah bulan Februari
Kredit Usaha Rakyat (KUR). Pada tahun 2021, pemerintah menargetkan penyaluran
Kredit Usaha Rakyat sebesar Rp253 triliun, meningkat sebesar Rp63 triliun dari target
penyaluran tahun 2019. Hingga triwulan I tahun 2021, KUR telah disalurkan kepada
1,7 juta debitur, dengan total penyaluran sebesar Rp64,6 triliun (mencapai 25,5 persen
dari target yang ditetapkan). Penyaluran tersebut sebagian besar disalurkan kepada
sektor perdagangan yang memiliki porsi sebesar 45 persen dari total KUR yang
disalurkan, dan diikuti oleh sektor pertanian dan sektor jasa masing-masing sebesar
29,5 persen dan 14,1 persen.
Dalam penyalurannya, KUR terbagi menjadi 4 (empat) skema, yaitu KUR Super Mikro
(pinjaman ≤ 10 juta), KUR Mikro (pinjaman ≤Rp25 juta), KUR Kecil (pinjaman Rp25–
200 juta), dan KUR Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Berdasarkan skema tersebut, hingga
triwulan I tahun 2021, KUR Mikro mendominasi total penyaluran KUR yaitu sebesar
67
63,9 persen, diikuti oleh KUR Kecil yaitu sebesar 34,2 persen, sementara sisanya
adalah KUR Super Mikro sebesar 1,6 persen, dan KUR TKI sebesar 0,3 persen. Jika
dilihat penyaluran KUR berdasarkan wilayah, penyaluran masih terkonsentrasi di
wilayah Jawa dan Sumatera, dengan porsi masing-masing sebesar 57,1 persen dan
21,4 persen.
Pasar Modal. Secara umum, kondisi pasar modal domestik relatif masih terbilang
underperform akibat adanya kenaikan imbal hasil surat utang Pemerintah Amerika
Serikat (AS) dengan tenor 10 tahun ke posisi tertinggi selama 14 bulan terakhir, yakni
di atas level 1,7 persen. Hal tersebut kemudian mempengaruhi appetite para investor
non-residen dan mendorong terjadinya aliran dana asing untuk keluar.
Walaupun masih mengalami tekanan yang disebabkan oleh kombinasi sentimen
negatif yang terjadi secara bersamaan baik dari dalam negeri yang timbul dari adanya
wacana pengurangan investasi saham dan reksadana oleh BPJS Ketenagakerjaan,
maupun luar negeri yang terjadi akibat adanya tekanan jual seiring dengan kenaikan
yield obligasi pemerintah AS, kinerja pasar saham yang ditunjukkan oleh IHSG dan
nilai kapitalisasi pasar, relatif masih menunjukkan perbaikan dibandingkan dengan
triwulan I tahun 2020. Hal ini utamanya disebabkan oleh aliran modal asing yang
masuk ke pasar domestik dalam jumlah yang relatif besar pada bulan Januari 2021
akibat meningkatnya optimisme investor terkait dengan program vaksinasi Covid-19.
Akan tetapi, naiknya yield US treasury bond kembali mendorong aliran modal asing
untuk keluar.
Gambar 37. Perkembangan IHSG dan
Nilai Kapitalisasi Pasar Saham
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
Gambar 38. Perkembangan
Outstanding Obligasi Korporasi
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
5.200
5.400
5.600
5.800
6.000
6.200
6.400
6.600
6.800
7.000
7.200
4.500
4.700
4.900
5.100
5.300
5.500
5.700
5.900
6.100
6.300
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2020 2021
(in
dek
s)
Nilai Kapitalisasi Pasar (Rp) IHSG
415
420
425
430
435
440
445
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2020 2021
(tri
liun
Rp
)
68
Jika dibandingkan dengan triwulan I tahun 2020, IHSG mengalami peningkatan
sebesar 31,8 persen (YoY) ke level 5.985,5. Sementara itu, sejalan dengan pergerakan
IHSG, nilai kapitalisasi pasar saham juga tumbuh positif sebesar 34,7 persen (YoY) dan
ditutup di level Rp7.070,6 triliun pada awal tahun 2020.
Sementara itu, pasar obligasi korporasi kembali menunjukkan pelemahan pada
triwulan I tahun 2021 jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu.
Pada awal tahun 2021, total nilai obligasi korporasi mencapai Rp432,9 triliun, atau
melemah sebesar 2,3 persen (YoY). Secara umum, kondisi ini dipengaruhi oleh faktor
likuiditas dan risk appetite para investor yang masih cukup fluktuatif di tengah
pandemi Covid-19.
Asuransi. Kinerja Industri Asuransi pada triwulan I tahun 2021 masih mengalami
peningkatan seperti pada triwulan sebelumnya, yang salah satunya tercermin dari
perkembangan total aset Industri Asuransi. Total aset Industri Asuransi meningkat
menjadi sebesar Rp1.450,8 triliun atau tumbuh sebesar 16,3 persen (YoY), lebih tinggi
jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang hanya tumbuh sebesar 6,3
persen (YoY) (Gambar 38). Hal tersebut didorong oleh jenis industri asuransi jiwa yang
memiliki total aset terbesar.
Dana Pensiun. Pada triwulan I tahun 2021, jumlah aset dan investasi industri dana
pensiun tetap tumbuh tinggi, dan mengalami perbaikan yang cukup besar jika
dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Jumlah investasi pada
triwulan I tahun 2021 sebesar Rp303,7 triliun, atau tumbuh sebesar 12,9 persen (YoY).
Sementara itu, jumlah aset neto sebesar Rp313,7 triliun, tumbuh 12,2 persen (YoY).
69
Teknologi Keuangan (Fintech). Hingga triwulan I tahun 2021, pelemahan ekonomi
akibat pandemi Covid–19 masih memberi tekanan kepada Industri Fintech Indonesia,
yang tercermin dari melambatnya pertumbuhan penyaluran pinjaman dan rekening
peminjam. Penyaluran pinjaman tumbuh sebesar 77,2 persen (YoY) pada triwulan I
tahun 2021, lebih rendah jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang
tumbuh mencapai 91,3 persen (YoY). Demikian halnya akumulasi rekening peminjam
yang tumbuh sebesar 129,1 persen (YoY) pada triwulan I tahun 2021, lebih rendah
Gambar 39. Perkembangan Aset
Industri Asuransi
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
Gambar 40. Perkembangan Jumlah Aset
Bersih dan Jumlah Investasi Dana Pensiun
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
Gambar 41. Perkembangan Industri
Teknologi Keuangan
(peer-to-peer lending)
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
Gambar 42. Tingkat Wanprestasi
Industri Teknologi Keuangan
(peer-to-peer lending)
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
0,0
2,0
4,0
6,0
8,0
10,0
12,0
14,0
16,0
18,0
1.100
1.150
1.200
1.250
1.300
1.350
1.400
1.450
1.500
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2020 2021(p
erse
n)
(tri
liun
Rp
)
AsetPertumbuhan (%, YoY)
0
2
4
6
8
10
12
14
240
260
280
300
320
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2020 2021
(per
sen
)
(tri
liun
Rp
)
AsetInvestasiPert. Aset (%, YoY)Pert. Investasi (%, YoY)
0
10
20
30
40
50
60
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
200
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2020 2021
(ju
ta e
nti
tas)
(tri
liun
Rp
)
Pinjaman Tersalurkan (triliun Rp)
Penerima Pinjaman (juta entitas)
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
7,0
8,0
9,0
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2020 2021
(per
sen
)
70
jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh tingga 134,6 persen
(YoY).
Di sisi lain, meskipun terjadi perlambatan pertumbuhan akumulasi pinjaman dan
perlambatan pertumbuhan akumulasi rekening peminjam, tingkat risiko kredit
industri fintech mulai membaik pada triwulan I tahun 2021, setelah sebelumnya
sempat mencatat kredit macet yang sangat tinggi. Tingkat wanprestasi (kredit macet)
industri fintech justru mengalami penurunan yaitu menjadi 1,32 persen pada triwulan
I tahun 2021, jauh lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu 4,78
persen.
Perbankan Syariah. Perlambatan ekonomi yang terus berlanjut akibat dari pandemi
Covid-19 masih memberi tekanan pada kinerja perbankan. Namun demikian, berbeda
halnya dengan kinerja perbankan syariah yang mulai membaik pada Februari 2021.
Hal ini ditunjukan pada Rasio kecukupan Modal (CAR) Bank Umum Syariah (BUS),
pada triwulan IV sebelumnya tercatat di angka 21,6 persen, angka ini terus membaik
dari sebelumnya yang sempat stagnan pada angka 20,4 persen.
Kinerja positif perbankan Syariah juga tercermin dari meningkatnya kualitas
pembiayaan yang disalurkan, atau menurunnya rasio pembiayaan bermasalah (Non
Performing Financing/NPF). Pada bulan Februari tahun 2021, NPF pada BUS relatif
terjaga sebesar 3,2 persen atau turun sebesar 5 basis poin dibandingkan triwulan
sebelumnya. Sementara pada Unit Usaha Syariah (UUS), NPF melemah sebesar 3,1
persen pada bulan Februari tahun 2021, lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan
IV tahun 2020 sebesar 3,0 persen.
Gambar 43. Kinerja Bank Umum Syariah
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
Catatan: data Q1 adalah bulan Februari
Gambar 44. Kinerja Unit Usaha Syariah
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
Catatan: data Q1 adalah bulan Februari
0,0
10,0
20,0
30,0
40,0
50,0
60,0
70,0
80,0
90,0
18
19
20
21
22
23
24
25
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2020 2021
(per
sen
)
(per
sen
)
CAR NPF FDR
90
92
94
96
98
100
102
104
106
2,8
2,9
3
3,1
3,2
3,3
3,4
3,5
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2020 2021
(per
sen
)
(per
sen
)
NPF FDR
71
Selanjutnya dari segi likuiditas, pada bulan Februari 2021, masih terjadi pelonggaran
likuiditas baik pada Bank Umum Syariah (BUS) maupun Unit Usaha Syariah (UUS).
Rasio pembiayaan terhadap penghimpunan dana (Financing to Deposit Ratio/FDR)
pada BUS yang sebesar 76,5 persen meningkat sedikit dari triwulan sebelumnya yang
sebesar 76,4 persen. Hal yang sama terjadi pada FDR UUS sebesar 96,6 persen
meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 96,0 persen.
Selanjutnya, meskipun secara QtQ tumbuh negatif dibandingkan triwulan IV tahun
2020, total Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan syariah pada bulan Februari tahun
2021 tumbuh sebesar 9,9 persen (YoY) atau menjadi sebesar Rp462,4 triliun. Total
Aset perbankan syariah (BUS dan UUS) juga tumbuh 12,7 persen (YoY) atau menjadi
sebesar Rp587,5 triliun per Februari 2021. Sejalan dengan pertumbuhan DPK dan aset,
pembiayaan perbankan syariah (BUS dan UUS) juga tumbuh meskipun lebih rendah
daripada pertumbuhan DPK dan aset, yaitu tumbuh 7,5 persen (YoY) atau menjadi
Rp382,1 triliun per Februari 2021.
Selanjutnya, apabila ditinjau secara lebih detail terkait berdasarkan jenis atau tujuan
penggunaannya, pembiayaan perbankan syariah per Februari 2021 masih didominasi
oleh pembiayaan konsumsi, yaitu sebesar Rp 185,0 triliun. Selain mendominasi,
pembiayaan konsumsi juga mengalami pertumbuhan tertinggi yaitu sebesar 15,4
persen (YoY). Disusul pembiayaan modal kerja dan investasi pada Februari 2021
masing-masing sebesar Rp110,2 triliun dan Rp86,9 triliun, atau tumbuh masing-
masing sebesar 0,3 dan 2,2 persen (YoY).
Gambar 45. Dana Pihak Ketiga,
Pembiayaan, dan Total Aset
Perbankan Syariah
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
Catatan: data Q1 adalah bulan Februari
Tabel 31. Perkembangan Pembiayaan
Perbankan Syariah
Pembiayaan
Berdasarkan
Jenis Akad
2020 2021
Q1 Q4 Q1*
triliun Rp
Pembiayaan
Modal Kerja 111,2 115,0 110,2
Pembiayaan
Investasi 87,2 87,2 86,9
Pembiayaan
Konsumsi 163,2 181,6 185,0
Total
Pembiayaan 361,6 384,0 382.1
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
*data bulan Februari
0
100
200
300
400
500
600
700
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2020 2021
(tri
liun
Rp
)
DPK Aset Pembiayaan
72
Apabila ditinjau secara sektoral, sektor perdagangan besar dan eceran; sektor
konstruksi dan sektor industri pengolahan mendominasi peyaluran pembiayaan
perbankan syariah hingga bulan Februari tahun 2021, dengan nilai penyaluran
pembiayaan masing-masing sebesar Rp 40,0 triliun, Rp 36,5 triliun dan Rp 25,9 triliun
atau berkontribusi masing-masing sebesar 10,5 persen, 9,56 persen dan 6,8 persen
terhadap total pembiayaan perbankan syariah. Dua dari ketiga sektor utama ini tetap
tumbuh positif yakni sektor perdagangan besar dan eceran dan sektor kontruksi
masing-masing sebesar 8,6 persen dan 15,5 persen (YoY) pada Februari 2021.
Beberapa sektor lain yang juga mengalami pertumbuhan pembiayaan secara positif
pada Februari tahun 2021 adalah sektor pertanian, perburuan dan kehutanan; sektor
perikanan; sektor pertambangan dan penggalian; sektor penyediaan akomodasi dan
penyediaan makan minum; sektor transportasi, pergudangan dan komunikasi; sektor
jasa pendidikan dan sektor kegiatan yang belum jelas batasannya. Sementara itu, jika
dilihat berdasarkan persentase pertumbuhan, sektor dengan pertumbuhan
pembiayaan tertinggi pada Februari tahun 2021 adalah pada sektor administrasi
pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib, yaitu sebesar 242 persen (YoY);
sektor perikanan sebesar 35,2 persen (YoY) dan sektor kontruksi sebesar 15,5 persen
(YoY), yang masing-masing menerima penyaluran pembiayaan sebesar Rp60 miliar,
Rp1,8 triliun serta Rp36,5 triliun.
Namun demikian, pertumbuhan pembiayaan perbankan syariah tidak terjadi di
seluruh sektor ekonomi, melainkan terdapat tujuh sektor yang mengalami penurunan
penyaluran pembiayaan dari perbankan syariah pada Februari tahun 2021. Sektor
tersebut antara lain sektor jasa kemasyarakatan, sosial budaya, hiburan dan
perorangan lainnya yang terkontraksi sebesar 37,5 persen (YoY); sektor perantara
keuangan turun 25,5 persen (YoY); sektor listrik, gas dan air turun sebesar 18,8 persen
(YoY); sektor jasa perorangan yang melayani rumah tangga turun sebesar 17,8 persen
(YoY); sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial turun sebesar 10,5 persen (YoY);
sektor real estate, usaha persewaan dan jasa perusahaan turun sebesar 1,5 persen
(YoY); serta sektor industri pengolahan hanya turun sebesar 0,1 persen (YoY).
Tabel 32. Penyaluran Kredit Berdasarkan Lapangan Usaha
Penerima Pembiayaan Lapangan Usaha
2020 2021
Q1 Q4 Q1*
miliar Rp
Pertanian, Perburuan dan Kehutanan 13.796 15.275 15.389
Perikanan 1.409 1.896 1.846
Pertambangan dan Penggalian 5.470 5.583 5.719
Industri Pengolahan 27.623 28.723 25.982
Listrik, gas dan air 14.145 11.581 11.330
Konstruksi 32.521 37,986 36.529
73
Penerima Pembiayaan Lapangan Usaha
2020 2021
Q1 Q4 Q1*
miliar Rp
Perdagangan Besar dan Eceran 37.385 39,936 40.076
Penyediaan akomodasi dan penyediaan makan
minum 4.724 4,902 4.883
Transportasi, pergudangan dan komunikasi 10.401 11,659 11.430
Perantara Keuangan 18.865 14,608 14.044
Real Estate, Usaha Persewaan, dan Jasa
Perusahaan 12.380 12,187 11.827
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan
Jaminan Sosial Wajib 17 62 60
Jasa Pendidikan 6.223 6,563 6.563
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 6.581 5,662 5.962
Jasa Kemasyarakatan, Sosial Budaya, Hiburan dan
Perorangan lainnya 5.754 3,628 3.624
Jasa Perorangan yang Melayani Rumah Tangga 708 635 628
Badan Internasional dan Badan Ekstra
Internasional Lainnya 0 0 0
Kegiatan yang belum jelas batasannya 377 1,206 1.178
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan | *data bulan Februari
Pasar Modal Syariah. Tren penguatan pasar modal syariah sempat berlanjut di awal
Januari 2021, namun penguatan ini kemudian melemah ditandai dengan
terkoreksinya indeks JII maupun ISSI karena kehatian – hatian para investor diawal
tahun. Dilihat dari nilai kapitalisasi pasar, Jakarta Islamic Index (JII) yang berisikan 30
emiten Syariah paling likuid di bursa mengalami penurunan sebesar minus 3,8 persen
(QtQ). Namun demikian jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun
sebelumnya, nilai tersebut tumbuh sebesar 25,2 persen (YoY). Sementara itu, apabila
dilihat dari nilai penutupan akhir indeks di kuartal I ini, JII ditutup pada nilai 605,7
poin, turun dibandingkan dengan penutupan pada akhir triwulan IV tahun 2020
sebesar 630,4 poin. Namun demikian, nilai tersebut tumbuh 129,3 poin dibandingkan
triwulan I tahun 2020 (YoY).
Selain pasar saham, perkembangan positif juga terjadi di pasar sukuk. Apabila dilihat
berdasarkan perkembangan nilai outstanding, secara year on year baik sukuk
korporasi maupun SBSN pada triwulan I tahun 2021 tumbuh positif dimana sukuk
korporasi tumbuh sebesar 6,8 persen (YoY) dan SBSN tumbuh sebesar 34,4 persen
(YoY). Begitu juga jika dilihat secara triwulanan, nilai outstanding sukuk korporasi pada
triwulan I tahun 2021 ini tumbuh 5,3 persen dan SBSN tumbuh sebesar 5,7 persen
dibandingkan dengan nilai pada triwulan IV tahun 2020.
74
Perkembangan Ekonomi Indonesia
Industri Keuangan Nonbank
Syariah (IKNBS). Pada triwulan I
tahun 2021, Industri Keuangan
Non-Bank Syariah (IKNBS) secara
umum menunjukkan tren positif di
saat proses pemulihan ekonomi
akibat dampak Covid-19 sedang
berlangsung. Kondisi tersebut
tercermin dari pertumbuhan total
aset IKNBS, yaitu sebesar 8,8
persen (YoY). Namun, persentasi
pertumbuhan total aset IKNBS
tersebut tidak sebesar persentasi
kenaikan pada triwulan IV tahun
2020 sebesar 9,3 persen (YoY) atau
turun sebesar 50 basis poin.
Apabila ditinjau lebih lanjut,
Fintech Syariah mengalami
pertumbuhan total aset tertinggi, yaitu sebesar 110,2 persen (YoY). Perkembangan
positif tersebut disebabkan adanya kemudahan pemanfaatan teknologi yang menjadi
pilihan utama di tengah masa pandemi Covid-19 sebagai konsekuensi dari adanya
penerapan kebijakan pembatasan mobilitas penduduk. Hal ini memberikan dampak
positif bagi industri Fintech pada umumnya khususnya Fintech Syariah.
Gambar 46. Kapitalisasi Pasar dan Nilai
Indeks Saham JII
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
Gambar 47. Outstanding Sukuk
Korporasi dan SBSN
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
Tabel 33. Aset IKNB Syariah 2019-2020
Uraian
2020 2021
Q1 Q4 Q1
miliar Rp
Asuransi Syariah 41.124 44.440 44.136
Lembaga
Pembiayaan
Syariah
26.723 21.904 21.900
Dana Pensiun
Syariah
5.394 7.996 8.205
Lembaga Jasa
Keuangan Khusus
Syariah
34.491 41.438 42.903
Lembaga
Keuangan Mikro
Syariah
467,90 499,70 499,70
Financial
Teknologi Syariah
48,74 74,68 103,43
Total Aset 111.443 116.351 117.748
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
0
100
200
300
400
500
600
700
0
500
1.000
1.500
2.000
2.500
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2020 2021(t
riliu
n R
p)
(tri
liun
Rp
)
Kapitalisasi Pasar JII
Nilai Penutupan Akhir JII
0
200
400
600
800
1000
1200
28
29
29
30
30
31
31
32
32
33
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2020 2021
(tri
liun
Rp
)
Nilai Outstanding Sukuk Korporasi
Nilai Outstanding SBSN
75
Perkembangan Ekonomi Indonesia
Sementara itu, Asuransi Syariah; Dana Pensiun Syariah; Lembaga Jasa Keuangan
Khusus Syariah; dan Lembaga Keuangan Mikro Syariah juga menunjukkan
pertumbuhan asset yang cukup baik, yaitu masing-masing sebesar 7,3; 52,1; 24,4 dan
6,8 persen (YoY). Namun demikian, Lembaga Pembiayaan Syariah mengalami
kontraksi dan tumbuh negatif sebesar 18 persen (YoY).
2.5 Neraca Pembayaran
Neraca Pembayaran Indonesia
mengalami surplus sebesar USD4,1
miliar, setelah mengalami defisit 0,2 miliar
pada triwulan sebelumnya. Surplus
tersebut berasal dari suplus transaksi
modal dan finansial yang melampui
defisit transaksi berjalan yang lebih
rendah.
Neraca transaksi berjalan defisit sebesar
USD1,0 miliar atau setara minus 0,4
persen dari PDB, berbalik arah dari
surplus pada triwulan sebelumnya.
Perkembangan tersebut disebabkan oleh
penurunan pada surplus neraca
perdagangan nonmigas, peningkatan
defisit neraca perdagangan migas, serta peningkatan defisit neraca jasa yang sejalan
dengan perbaikan aktivitas ekonomi domestik. Sementara itu, penurunan defisit pada
komponen neraca pendapatan primer dan relatif stabilnya neraca pendapatan
sekunder menahan peningkatan defisit transaksi berjalan.
Surplus neraca perdagangan nonmigas menurun terutama didorong oleh
peningkatan pesar impor nonmigas yang terjadi secara menyeluruh di seluruh
kelompok barang, melampui pertumbuhan ekspor nonmigas. Perbaikan kinerja impor
nonmigas tersebut didorong oleh akselerasi harga impor dan membaiknya impor riil.
Sementara itu, melebarnya defisit neraca perdagangan migas didorong oleh defisit
neraca perdagangan minyak yang meningkat dan suplus neraca perdagangan gas
yang menurun.
Selanjutnya, impor minyak naik signifikan, terutama dalam bentuk minyak mentah
sejalan dengan peningkatan harga minyak dunia dan peningkatan volume
permintaan. Adapun peningkatan defisit neraca jasa transportasi terutama karena
kenaikan pembayaran jasa (impor) freight, seiring dengan meningkatnya impor
barang selama triwulan I tahun 2021.
Gambar 48. Perkembangan
Neraca Pembayaran Indonesia
Sumber: Bank Indonesia
-10
-5
0
5
10
15
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2019 2020 2021
(mili
ar U
SD)
Transaksi Berjalan
Transaksi Modal dan Finansial
Neraca Keseluruhan
76
Perkembangan Ekonomi Indonesia
Neraca jasa mengalami defisit USD3,4
miliar, lebih dalam dibandingkan defisit
triwulan sebelumnya yang mencapai
USD3,1 miliar maupun dibandingkan
dengan defisit pada triwulan yang sama
pada tahun sebelumnya sebesar USD1,7
miliar. Peningkatan defisit disebabkan
oleh meningkatnya defisit neraca jasa
transportasi dan jasa lainnya, serta
menurunnya surplus jasa perjalanan.
Peningkatan defisit lebih jauh tertahan
oleh membaiknya jasa keuangan yang
mengalami penurunan defisit pada
triwulan laporan.
Defisit jasa transportasi meningkat
menjadi USD1,4 miliar, sedikit lebih tinggi
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya USD1,3 miliar. Defisit terutama
disebabkan oleh meningkatnya pembayaran (impor) jasa freight menjadi sebesar
USD1,9 miliar sejalan dengan kenaikan impor barang. Peningkatan defisit jasa
transportasi tertahan oleh penerimaan (ekspor) jasa freight yang sedikit meningkat
menjadi sebesar USD494,3 juta sejalan dengan kinerja ekspor barang yang membaik.
Sementara itu, kinerja neraca jasa perjalanan surplus sebesar USD23,3 juta, menurun
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar USD55,2 juta. Penurunan surplus
neraca jasa perjalanan tersebut
dipengaruhi oleh penurunan penerimaan
jasa perjalanan sebesar 39,3 persen (QtQ),
lebih dalam dibandingkan dengan
penurunan pembayaran jasa perjalan
sebesar 28,0 persen (QtQ).
Neraca pendapatan primer menurun,
neraca pendapatan sekunder stabil.
Neraca pendapatan primer deficit sebesar
USD6,9 miliar, lebih rendah dibandigkan
dengan defisit triwulan sebelumnya
USD7,4 miliar maupun triwulan yang
sama pada tahun sebelumnya sebesar
USD7,9 miliar. Secara triwulanan,
penurunan defisit neraca pendapatan
Gambar 49. Neraca Jasa
Perjalanan dan Transportasi
Sumber: Bank Indonesia
Gambar 50. Neraca Pendapatan
Primer dan Sekunder
Sumber: Bank Indonesia
-4,0-3,0-2,0-1,00,01,02,03,04,05,06,0
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2019 2020 2021
(mili
ar U
SD)
Ekspor Transportasi Ekspor Perjalanan
Impor Transportasi Impor Perjalanan
-12,0
-7,0
-2,0
3,0
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2019 2020 2021
(mili
ar U
SD)
Penerimaan Pendapatan Primer
Penerimaan Pendapatan Sekunder
Pembayaran Pendapatan Primer
Pembayaran Pendapatan Sekunder
77
Perkembangan Ekonomi Indonesia
primer tersebut terutama disebabkan oleh berkurangnya pembayaran investasi asing
yang masuk ke Indonesia dalam bentuk portofolio. Sementara itu, komponen
pendapatan dalam bentuk investasi langsung dan investasi lainnya mencatat
pembayaran neto yang sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya.
Neraca pendapatan sekunder surplurs sebesar USD1,4 miliar, relatif sama dengan
triwulan sebelumnya, meskipun lebih rendah dibandingkan dengam triwulan yang
sama pada pada tahun sebelumnya yang sebesar USD1,7 miliar. Secara triwulanan,
perkembangan tersebut disebabkan oleh kenaikan pembayaran transfer personal
yang terkompensasi oleh penurunan realisasi penerimaan hibah yang diterima
pemerintah. Sementara itu, transfer personal dalam bentuk remitansi yang berasal
dari Pekerja Migran Indonesia (PMI) relatif stabil pada kisaran USD2,3 miliar, sejalan
dengan jumlah PMI yang bekerja di luar negeri relatif sama dibandingkan triwulan
sebelumnya.
Transaksi modal dan finansial
mengalami surplus sebesar USD5,6
miliar atau setara 2,0 persen PDB,
setelah triwulan sebelumnya defisit
sebesar USD1,0 miliar atau setara 0,4
persen PDB. Surplus tersebut terutama
dipengaruhi oleh kenaikan surplus
investasi portofolio dan penurunan defisit
investasi lainnya.
Terjaganya kepercayaan investor asing
terhadap prospek perekonomian
Indonesia dan berkurangnya pembatasan
mobilisasi seiring dengan menurunnya
kasus positif pandemi Covid-19
mendorong investasi langsung masih surplus. Sementara itu, arus modal asing dalam
bentuk investasi portofolio kembali masuk pasar keuangan domestik dengan nilai
yang lebih besar dari triwulan sebelumnya didorong oleh aliran masuk neto pada
instrumen global bond korporasi dan pemerintah.
Kinerja investasi asing terhadap prospek perekonomian Indonesia mendorong
investasi langsung di Indonesia mengalami surplus pada triwulan I tahun 2021.
Investasi langsung mencatat arus masuk neto (surplus) sebesar USD4,1 miliar, lebih
rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar USD4,2 miliar maupun triwulan
yang sama pada tahun sebelumnya USD4,3 miliar. Penurunan surplus investasi
Gambar 51. Neraca Transaksi Finansial
Sumber: Bank Indonesia
-10
-5
0
5
10
15
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2019 2020 2021
(mili
ar U
SD)
Investasi LangsungInvestasi PortofolioInvestasi Lainnya
78
Perkembangan Ekonomi Indonesia
langsung terutama dipengaruhi oleh meningkatnya arus keluar neto di sisi aset,
sementara arus masuk neto di sisi kewajiban cenderung stabil.
Kinerja investasi portofolio mencatat surplus sebesar USD4,9 miliar, meningkat
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar USD2,0 miliar. kenaikan surplus
terutama ditopang oleh arus masuk investasi portofolio di sisi kewajiban yang
meningkat menjadi USD5,2 miliar dari sebelumnya sebesar USD2,6 miliar. Sementara
itu, dari sisi aset, penduduk Indonesia melakukan neto pembelian surat berharga di
luar negeri sebesar USD0,3 miliar, lebih rendah dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya yang tercatat sebesar USD0,7 miliar.
Adapun posisi cadangan devisa mengalami kenaikan menjadi USD137,1 miliar, lebih
tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar USD135,9 miliar. Posisi
cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 9,7 bulan impor dan
pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan
internasional yaitu 3 bulan.
79
Perkembangan Ekonomi Indonesia
Tabel 34. Neraca Pembayaran
Tahun 2016 – Triwulan I/2021
(miliar USD)
2016 2017 2018 2019 2020:1 2020:2 2020:3 2020:4 2021:1
TRANSAKSI BERJALAN -17,0 -16,2 -30,6 -30,3 -3,4 -2,9 1,1 0,9 -1,0
BARANG 15,3 18,8 -0,2 3,5 4,5 4,0 9,8 10,0 7,9
Ekspor 144,5 168,9 180,7 168,5 41,7 34,6 40,8 46,2 49,4
Impor -129,2 -150,1 -181,0 -164,9 -37,2 -30,7 -31,0 -36,2 -41,5
Barang Dagangan Umum 14,7 17,9 -0,2 1,6 3,2 2,5 8,7 10,1 8,0
Ekspor 143,1 167,0 178,7 164,9 40,0 33,0 39,2 45,6 48,9
Impor -128,4 -149,1 -178,9 -163,3 -36,8 -30,5 -30,5 -35,5 -40,9
a. Nonmigas 19,5 25,3 11,2 12,0 5,8 3,3 9,4 11,3 10,0
Ekspor 130,2 151,4 161,1 152,9 37,7 31,2 37,2 43,2 45,9
Impor -110,7 -126,2 -149,9 -141,0 -31,9 -27,9 -27,8 -31,8 -35,9
b. Migas -4,8 -7,3 -11,4 -10,3 -2,6 -0,8 -0,7 -1,2 -2,0
Ekspor 12,9 15,6 17,6 12,0 2,3 1,8 2,0 2,4 3,0
Impor -17,7 -22,9 -29,0 -22,3 -4,9 -2,6 -2,7 -3,6 -5,0
Barang Lainnya 0,6 0,9 0,0 1,9 1,3 1,5 1,1 -0,1 -0,1
Ekspor 1,4 1,9 2,0 3,5 1,7 1,6 1,6 0,6 0,5
Impor -0,8 -1,0 -2,0 -1,7 -0,4 -0,1 -0,5 -0,7 -0,6
JASA-JASA -7,1 -7,4 -6,5 -7,6 -1,7 -2,1 -2,7 -3,1 -3,4
Ekspor 23,3 25,3 31,2 31,6 6,2 2,6 2,8 3,3 3,2
Impor -30,4 -32,7 -37,7 -39,3 -7,9 -4,7 -5,5 -6,4 -6,6
PENDAPATAN PRIMER -29,6 -32,1 -30,8 -33,8 -7,9 -6,2 -7,4 -7,4 -6,9
PENDAPATAN SEKUNDER 4,5 4,5 6,9 7,6 1,7 1,4 1,4 1,4 1,4
TRANSAKSI MODAL 0,0 0,0 0,1 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0
TRANSAKSI FINANSIAL 29,3 28,7 25,1 36,6 -3,0 10,8 0,9 -1,0 5,6
Aset 15,9 -18,4 -19,2 -15,3 -4,7 -1,3 -2,5 -8,3 -3,7
Kewajiban 13,4 47,1 44,3 51,9 1,7 12,1 3,3 7,3 9,2
INVESTASI LANGSUNG 16,1 18,5 12,5 20,5 4,3 4,2 0,9 4,2 4,1
Aset 11,6 -2,0 -6,4 -4,5 -0,7 -0,7 -2,8 -0,9 -1,0
Kewajiban 4,5 20,5 18,9 25,0 5,0 4,9 3,7 5,1 5,1
80
Perkembangan Ekonomi Indonesia
Lanjutan Tabel 27 Neraca Pembayaran
Tahun 2016 – Triwulan I/2021
(miliar USD) 2016 2017 2018 2019 2020:1 2020:2 2020:3 2020:4 2021:1
INVESTASI PORTFOLIO 19,0 21,1 9,3 22,0 -6,3 9,7 -2,0 2,0 4,9
Aset 2,2 -3,4 -5,2 0,4 -0,1 -0,2 -0,3 -0,7 -0,3
Kewajiban 16,8 24,4 14,5 21,6 -6,3 9,9 -1,7 2,6 5,2
DERIVATIF FINANSIAL 0,0 -0,1 0,0 0,2 -0,3 0,1 0,0 0,2 0,1
INVESTASI LAINNYA -5,8 -10,7 3,3 -6,1 -0,6 -3,3 1,9 -7,4 -3,6
TOTAL 12,4 12,5 -5,4 6,3 -6,4 7,9 2,0 -0,1 4,6
NERACA KESELURUHAN 12,1 11,6 -7,1 4,7 -8,5 9,2 2,1 -0,2 4,1
Posisi Cadangan Devisa 116,4 130,2 120,7 0,1 121,0 131,7 135,2 135,9 137,1
Dalam Bulan Impor 8 8 6,4 7,3 7,0 8,1 9,1 9,8 9,7
Transaksi Berjalan/PDB (%) -2 -2 -3,7 -2,7 -1,2 -1,2 0,4 0,3 -0,4
Sumber: Bank Indonesia, diolah
81
Perkembangan Ekonomi Indonesia
Neraca Perdagangan
Neraca perdagangan Indonesia
mengalami surplus lebih kecil
daripada triwulan sebelumnya
sebagai akibat dari kenaikan impor
migas. Pada triwulan I tahun 2021,
ekspor total dan impor total mengalami
kenaikan dibanding dengan triwulan
sebelumnya. Pertumbuhan ekspor
mengalami kenaikan sebesar 5,9 persen
(QtQ) dan meningkat sebesar 17,1
persen dibandingkan triwulan I tahun
2020 pada awal terjadi pandemi Covid-
19. Sementara itu, impor tumbuh sebesar 14,5 persen (QtQ) atau sebesar 10,8 persen
(YoY). Kenaikan pertumbuhan impor baik migas maupun nonmigas menyebabkan
surplus neraca perdagangan pada triwulan I tahun 2021 (USD5,5 miliar) lebih kecil
daripada triwulan sebelumnya (USD 8,2 miliar). Surplus yang terjadi utamanya
didorong oleh surplus neraca nonmigas sebesar 8,1 miliar US$ terutama dihasilkan
dari perdagangan dengan Amerika Serikat dan negara-negara Kawasan ASEAN.
Neraca perdagangan migas
Pada triwulan I tahun 2021, neraca
perdagangan migas defisit sebesar
USD2,4 miliar, lebih besar daripada defisit
pada triwulan IV tahun 2020 yang sebesar
USD1,2 miliar. Hal tersebut disebabkan
oleh impor migas Indonesia pada
triwulan I tahun 2021 yang sebesar
USD5,1 miliar jauh lebih besar daripada
total ekspor migas (USD2,6 miliar). Ekspor
migas Indonesia tumbuh sebesar 16,5
persen (YoY). Sementara itu, impor migas
terkontraksi 3,9 persen (YoY).
Ekspor dan impor migas secara QtQ
meningkat masing-masing 10,7 dan 40,9
persen. Kenaikan ekspor migas terutama
didorong oleh ekspor hasil minyak yang
tumbuh sebesar 32,7 persen (QtQ) dan minyak mentah yang mengalami kenaikan
hingga 26,2 persen (QtQ). Harga minyak mentah di pasar global mengalami kenaikan
Tabel 35. Neraca Perdagangan
Uraian
2020 2021
Q1 Q4 Q1
juta USD
Neraca Total 2.591,9 8.271,0 5.522,3
Ekspor Total 41.760,9 46.159,8 48.904,4
Impor Total 39.169,0 37.888,8 43.382,1
Neraca Nonmigas 5.658,6 9.522,8 8.007,2
Ekspor Nonmigas 39.486,3 43.765,5 46.254,0
Impor Nonmigas 33.827,7 34.242,7 38.246,8
Neraca Migas -3.066,7 -1.251,2 -2.484,9
Ekspor Migas 2.274,6 2.394,4 2.650,4
Impor Migas 5.341,3 3.645,6 5.135,3
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Tabel 36. Nilai Ekspor dan Impor Migas
Uraian
Nilai
Q1 2021
(juta USD)
Growth (%) Share thd
Total*
(%) QtQ YoY
Ekspor
Migas 2.394,4 10,7 16,5 5,4
Minyak
Mentah
728,1 26,2 372,3 1,9
Hasil
Minyak
296,8 32,7 -1,9 0,8
Gas 1.369,5 -2,3 -20,3 2,7
Impor
Migas 3.645,6 40,9 -3,9 11,8
Minyak
Mentah
673,1 121,4 -9,7 3,4
Hasil
Minyak
2.279,1 22,5 -2,7 6,4
Gas 693,4 23,0 3,8 2,0
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
*share terhadap total ekpor/impor
82
Perkembangan Ekonomi Indonesia
5,20% (mtm). Kenaikan harga minyak mentah dunia ditopang oleh lonjakan impor di
Tiongkok sebesar 21,0% (mtm) seiring dengan percepatan pemulihan ekonomi dan
beroperasinya kembali kilang-kilang minyak di negara tersebut. Sementara itu,
kenaikan impor migas lebih didorong oleh minyak mentah dan gas, masing-masing
tumbuh 121,4 dan 23,0 persen (QtQ).
Neraca perdagangan Nonmigas
Pada triwulan I tahun 2021, neraca
nonmigas surplus (USD8,0 miliar)
lebih kecil daripada triwulan IV tahun
2020 (USD9,5 miliar), namun
demikian porsentase nilai ekspor
nonmigas tetap menunjukkan porsi
lebih besar daripada nilai impor
nonmigas.
Ekspor nonmigas pada triwulan I
tahun 2021 tumbuh 5,7 persen (QtQ),
didorong oleh didorong oleh
pertumbuhan pertambangan dan
lainnya sebesar 10,1 (QtQ), walaupun
sektor pertanian terkontraksi sebesar
19,8 persen (QtQ). Menurunnya
pertumbuhan sektor pertanian turut
memberikan dorongan persentase
surplus neraca perdagangan yang
semakin mengecil daripada triwulan
sebelumnya.
Berdasarkan sekspor nonmigas
terbesar golongan barang HS 2 digit
triwulan I tahun 2021, nilai ekspor
nonmigas terutama didukung oleh
nilai ekspor pada golongan lemak
dan minyak hewan/nabati sebesar
USD6,9 miliar dan memiliki share
terbesar (15,1 persen) dibanding
golongan barang lainnya. Kenaikan
ekspor minyak nabati utamanya
didorong oleh kenaikan harga
minyak sawit mentah sebagai akibat
Tabel 37. Nilai Ekspor Nonmigas
berdasarkan Sektor
Uraian
Nilai
Q1 2021
(juta USD)
Growth (%) Share
thd
Total*
(%) QtQ YoY
Ekspor Nonmigas 46.254,0 5,7 17,1 94,6
Pertanian 1.043,0 -19,8 14,6 2,1
Industri
Pengolahan 38.955,5 5,9 18,1 79,7
Pertambangan
dan lainnya 6.255,5 10,1 12,1 12,8
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
*share terhadap total ekpor
Tabel 38. Nilai Ekspor Nonmigas 10
Golongan Barang HS 2 Digit Terbesar
Kode HS: Uraian Nilai
Q1 2021
(juta USD)
Growth (%) Share thd
Ekspor
Nonmigas
(%) QtQ YoY
Lemak dan minyak
hewan/nabati (15) 6963,3 1,3 45,4 15,1
Bahan bakar
mineral (27) 5912,8 32,3 8,4 12,8
Besi dan baja (72) 3636,4 2,3 60,7 7,9
Mesin dan
perlengkapan
elektrik (85)
2670,5 -2,8 17,9 5,8
Kendaraan dan
bagiannya (87) 2336,6 7,7 15,5 5,1
Bijih, terak, dan
abu logam (26) 910,8 -39,1 173,6 2,0
Olahan dari daging
dan ikan (16) 340,0 -1,0 4,2 0,7
Buah-buahan (08) 276,5 -1,4 7,4 0,6
Barang dari bulu
unggas, bunga
artifisial, wig (67)
116,3 5.,0 12,2 0,3
Kain tekstik dilapisi
atau dilaminasi (59) 31,9 0,0 1,9 0,1
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
83
Perkembangan Ekonomi Indonesia
dari kelangkaan pasokan seiring dengan meningkatnya permintaan sawit serta
produk turunannya di pasar internasional. Persediaan minyak sawit di pasar
internasional turun sekitar 26 persen sejak 2019 sebagai akibat dari badai El Nino
yang masih berlangsung1. Kenaikan ekspor besi dan baja didorong oleh kenaikan
harga bahan baku besi dan baja (HRC dan CRC) di pasar global seiring dengan
peningkatan permintaan besi dan baja karena adanya proyek-proyek yang tengah
berjalan, dan kenaikan ekspor bijih terak disebabkan karena peningkatan permintaan
ekspor oleh Tiongkok, Jepang dan India.
Tiongkok, ASEAN, Amerika Serikat,
Uni Eropa dan Jepang merupakan
negara serta kawasan tujuan utama
ekspor nonmigas Indonesia pada
triwulan I tahun 2021 dengan nilai
masing-masing sebesar USD9,7 miliar;
USD9,5 miliar; USD5,6 miliar; USD3,7
miliar; dan USD3,8 miliar. Secara
triwulanan, nilai ekspor nonmigas
terhadap negara-negara tersebut
mengalami peningkatan. Ekspor
nonmigas Indonesia ke Tiongkok
mengalami pertumbuhan terbesar
yaitu sebesar 63,0 persen (YoY).
Sementara itu, ekspor nonmigas ke
Amerika Serikat meningkat 15,9 persen
(YoY). Pertumbuhan ekspor nonmigas
ke Tiongkok terutama disumbang oleh
kenaikan permintaan komoditas besi
dan baja, bahan bakar mineral, lemak
dan minyak hewan/nabati, sementara
kenaikan permintaan komoditas utama
Amerika Serikat disumbang oleh pakaian dan aksesorisnya dalam bentuk rajutan, alas
kaki, karet dan barang-barang dari karet.
Neraca Perdagangan Impor Nonmigas.
Berdasarkan nilai impor penggunaan barang, pada triwulan IV tahun 2020 kenaikan
terbesar terjadi pada barang konsumsi sebesar 18,3 persen (QtQ). Sementara itu,
secara tahunan, terjadi penurunan impor pada semua jenis barang. Penurunan impor
1 Wartaekonomi (2021)
Tabel 39. Nilai Ekspor Nonmigas di
Beberapa Negara Mitra Dagang Utama
Uraian
Nilai
Q1 2021
(juta USD)
Growth (%) Share thd
Ekspor
Nonmigas
(%) QtQ YoY
Tiongkok 9.726,8 2,5 63,0 21,4
Jepang 3.831,1 9,4 11,9 7,9
Amerika
Serikat 5.600,0 9,6 15,9 11,9
India 2.869,4 -6,2 -2,9 7,1
Australia 664,2 5,6 31,3 1,2
Korea
Selatan 1.584,3 3,1 9,6 3,1
Taiwan 1.083,8 7,2 26,3 2,1
ASEAN 9.503,9 3,9 5,0 19,8
Singapura 1.863,8 3,0 -31,7 4,0
Malaysia 2.330,3 0,7 34,1 4,8
Thailand 1.470,3 17,0 7,7 2,9
Uni Eropa 3.735,2 6,3 6,8 8,3
Jerman 711,6 1,7 10,8 1,5
Belanda 953,1 14,7 26,1 2,3
Italia 479,0 0,9 -1,9 1,4
Sumber: Badan Pusat Statistik
84
Perkembangan Ekonomi Indonesia
tertinggi terjadi pada impor bahan baku/penolong sebesar 16,7 persen (YoY). Impor
barang konsumsi turun 14,8 persen (YoY), impor barang modal turun 7,9 persen (YoY).
Penurunan yang tinggi pada impor ketiga jenis barang tersebut menunjukkan
tertekannya perekonomian domestik pada masa pandemi terutama pada dunia usaha
yang ditunjukkan oleh penurunan bahan baku/penolong.
Impor nonmigas didorong
Mesin/Pesawat Mekanik serta
Besi dan Baja. Pada triwulan I
tahun 2021, impor nonmigas
golongan mesin-mesin/pesawat
mekanik memiliki peran tertinggi
sebesar 14,5 persen terhadap total
impor nonmigas. Akan tetapi, secara
triwulanan, pertumbuhan golongan
ini kontraksi sebesar 5,2 persen, dan
meningkat secara tahunan sebesar
11,4 persen.
Dilihat dari pertumbuhannya, secara triwulanan golongan barang HS 2 digit pada 10
barang impor nonmigas utama mengalami peningkatan, dengan peningkatan
tertinggi pada golongan ampas/sisa industri makanan sebesar 37,5 persen (QtQ) dan
156,3 persen (YoY).
Impor nonmigas terbesar berasal dari Tiongkok, ASEAN, dan Jepang. Impor
nonmigas dari Tiongkok mengalami pertumbuhan sebesar 33,3 persen (YoY).
Tiongkok masih menjadi negara terbesar asal impor nonmigas utama Indonesia
dengan share sebesar 31,5 persen. Secara triwulanan, pertumbuhan tertinggi impor
Indonesia pada triwulan I tahun 2021 berasal dari Australia yakni sebesar 51,2 persen
(QtQ) dan tumbuh positif dibanding triwulan I tahun 2020 sebesar 72,2 persen (YoY).
Tabel 40. Nilai Impor berdasarkan Golongan
Penggunaan Barang
Uraian
Nilai
Q1 2021
(juta USD)
Growth (%) Share
thd
Total
(%) QtQ YoY
Impor Total 43.382,1 14,5 25,7 100,0
Barang
Konsumsi 4.045,5 -0,2 13,4 9,3
Bahan Baku /
Penolong 32.802,4 21,4 25,8 75,6
Barang Modal 6.534,2 -4,1 33,7 15,1
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
85
Perkembangan Ekonomi Indonesia
Kerjasama Ekonomi Internasional
Kerjasama Cross-Border and Trade Cooperation Indonesia-Timor Leste
Cross-Border and Trade Cooperation Indonesia-Timor Leste merupakan kerja sama
lintas batas antara Indonesia dan Timor Leste yang dilaksanakan atas inisiasi Asian
Development Bank (ADB). Kerja sama tersebut bertujuan meningkatkan konektivitas
antar kedua negara yang dapat memberikan kontribusi pada peningkatan ekonomi
melalui perdagangan dan pariwisata dengan 3 pilar kegiatan yaitu 1) Trade and
Transport Facilitation; 2) Livestock dan 3) Tourism. Output dari kerjasama ini dirancang
untuk dapat diimplementasikan di tahun 2021, sehingga kerja sama akan berakhir di
tahun yang sama. Namun, sehubungan dengan pandemic Covid-19 dan kendala-
kendala teknis yang dihadapi, masing-masing output masih dalam proses persiapan.
Dalam perkembangannya, MoU Customs pada pilar 1 telah ditandatangani oleh Bea
cukai Timor Leste dan Bea cukai Kementerian Keuangan RI. Namun demikian, saat ini
sedang dalam proses review dari kementerian luar negeri untuk disahkan secara
formal dokumen kedua negara. Kegiatan capacity building untuk bidang Customs,
Tabel 41. Nilai Impor Nonmigas 10 Golongan
Barang HS 2 Digit Terbesar
Kode HS: Uraian
Nilai
Q1 2021
(juta USD)
Growth (%) Share thd
Impor
Nonmigas
(%) QtQ YoY
84 Mesin-
mesin/Pesawat
mekanik
5.558,8 -5,2 11,4 14,5
72 Besi dan Baja 2.366,6 24,7 30,4 6,2
23 Ampas/sisa
industri makanan 1.061,3 37,5 156,3 2,8
27 Bahan bakar
mineral 710,3 -82,5 152,1 1,9
89 Kapal, perahu,
dan struktur
terapung
406,8 35,9 483,4 1,1
54 Filamen buatan 351,4 6,2 -4,2 0,9
83 Berbagai barang
logam tidak mulia 197,2 5,3 13,5 0,5
63 Barang tekstil
jadi lainnya 90,9 -8,3 120,5 0,2
95 Mainan,
permainan, dan
keperluan olah
raga
90,5 -2,0 27,2 0,2
15 Lemak dan
minyak
hewan/nabati
83,9 29,8 17,2 0,2
Sumber: Badan Pusat Statistik
Tabel 42. Nilai Impor Nonmigas di
Beberapa Negara Mitra Dagang Utama
Uraian
Nilai
Q1 2021
(juta
USD)
Growth (%) Share thd
Impor
Nonmigas
(%) QtQ YoY
Tiongkok 12.038,3 8,2 33,3 31,5
Jepang 3.134,1 22,8 5,1 8,2
Amerika
Serikat 1.910,7 0,2 8,0 5,0
India 1.463,9 40,8 111,5 3,8
Australia 1.829,0 51,2 72,2 4,8
Korea
Selatan 2.341,8 26,2 76,0 6,1
Taiwan 994,4 4,5 -0,9 2,6
ASEAN 7.156,7 17,9 11,8 18,7
Singapura 2.156,0 3,2 10,1 5,6
Malaysia 1.437,8 8,5 17,0 3,8
Thailand 2.013,3 31,7 0,1 5,3
Uni Eropa 2.411,4 -11,2 7,9 6,3
Jerman 697,2 -7,2 3,7 1,8
Belanda 195,4 -3,6 -42,2 0,5
Italia 468,2 5,6 34,4 1,2
Sumber: Badan Pusat Statistik
86
Perkembangan Ekonomi Indonesia
Immigration, dan Quarantines (CIQs) masih dalam proses diskusi antar kedua negara.
Pada pilar 2, draft dari Joint Animal Health Surveillance Guidelines pada pilar 2 telah
diselesaikan oleh Tim dari ADB dan sedang dalam tahap review. Selanjutnya, draft
Joint Tourism Asset Mapping yang merupakan output dari Pilar 3 juga telah selesai
disusun dan sedang dalam tahap review.
Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA)
Perjanjian IA-CEPA telah ditandatangani sej2019 lalu dan berlaku efektif mulai Juli
2020 denganprogram kerjasama ekonomi atau disebut sebagai Economic
Cooperation Program (ECP) IA-CEPA menjadi salah satu bagian dari kerjasama
tersebut.Kerjasama tersebut akan dilaksanakan pada tahun 2021 dan berakhir pada
tahun 2025 dengan keluaran (outcomes) yang diharapkan yaitu 1) akses pasar
Indonesia dan Australia yang lebih luas (greater market access), 2) integrasi pasar yang
lebih baik antara Indonesia dan Australia (better integrated markets between Indonesia
and Australia ), dan 3) peningkatan keahlian pasar tenaga kerja (enhanced labour
market skills for Indonesian businesses and government, boosting productivity, gender
equality and social inclusion). Ketiga outcome tersebut diharapkan dapat dicapai
melalui 4 aktifitas yang menjadi fokus dalam ECP IA-CEPA yaitu: 1) IA-CEPA
Implementation, 2) Agrifood Innovation and Partnerships, 3) Powering Advanced
Manufacturing, dan 4) Co-investing in Skills and Training. Pada 19 Maret 2021, telah
dilaksanakan Economic Cooperation Committee (ECC) Meeting yang dihadiri oleh
DFAT sebagai perwakilan Australia, sedangkan Indonesia diwakili oleh Bappenas,
Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Luar Negeri, serta ECP Hub yang
berperan sebagai pelaksana teknis. Dalam pertemuan tersebut, terdapat beberapa
diskusi antara lain adanya penggunaan branding IACEPA ECP Katalis untuk program
kerjasama ekonomi. Selain itu, Annual Work Plan 2021 telah disepakati oleh seluruh
pihak dengan catatan agar dipastikan pada saat implementasi masih dapat dilakukan
penyesuaian dengan situasi, kondisi, dan regulasi yang ada.
Committee for Economic and Commercial Cooperation (COMCEC)
Committee for Economic and Commercial Cooperation of The Organization of The
Islamic Cooperation (COMCEC) memberi kesempatan bagi Indonesia untuk
mempererat kerjasama antara negara Islam dunia. Pada COMCEC terdapat
kemungkinan pendanaan proyek (COMCEC Project Funding) untuk pengembangan
kapasitas dan kerjasama teknis pada sektor-sektor yang menjadi Working Groups di
dalam COMCEC. Indonesia melalui Kementerian Perdagangan mengajukan proyek
pada sektor perdagangan dengan judul “Capacity Building for Metrology in the OIC
Countries”, namun proyek tersebut tidak berhasil melewati seleksi tahap akhir. Selain
itu, terdapat pendanaan lainnya pada program COMCEC COVID Response dalam
rangka mendukung upaya menghadapi pandemi Covid-19. Indonesia melalui
87
Perkembangan Ekonomi Indonesia
Kementerian Pertanian mengajukan proposal proyek dengan judul “Facilitating Poor,
Vulnerable and Marginalized Groups’ Access to Food In West Java Province”. Proyek
tersebut telah lolos proses seleksi hingga tahap akhir dan akan diimplementasikan
oleh Kementerian Pertanian pada tahun 2021.
Kerjasama Internasional Indonesia: IK-CEPA, Indonesia-Rusia, Indonesia-
Senegal, Indonesia-Inggris
Indonesia secara aktif terus mendorong kerjasama ekonomi dengan negara-negara
mitra di seluruh dunia. Kerjasama ini diharapkan dapat memberikan mutual benefits
antar kedua belah pihak dalam mendukung penguatan ekonomi. Sampai saat ini
Indonesia telah mengupayakan beberapa kerjasama ekonomi internasional, antara
lain Indonesia-Korea Comprehensive Economic Partnership Agreement (IK-CEPA),
Kerjasama Ekonomi Indonesia-Rusia, Kerjasama Ekonomi Indonesia-Senegal, dan
Joint Economic and Trade Committee (JETCO) Indonesia-Inggris.
Indonesia-South Korea Comprehensive Economic Partnership Agreement
Indonesia-South Korea Comprehensive Economic Partnership Agreement (IK-CEPA)
telah ditandatangani pada Desember 2020 lalu. Diharapkan perjanjian ini dapat
memperkuat perekonomian Indonesia dengan menarik lebih banyak investor dari
Korea Selatan, sehingga Indonesia bisa menjadi pusat produksi untuk memasuki
pasar regional dan global.
Dalam perdagangan barang, melalui IK-CEPA, Korea Selatan akan menghilangkan
hingga 95.54 persen pos tarif untuk produk-produk Indonesia seperti bahan baku
minyak pelumas, stearic acid, t-shirts, blockboard, buah-buahan kering, dan rumput
laut. Sementara, Indonesia akan menghilangkan 92.06% pos tarif untuk produk Korea
Selatan, seperti gear box of vehicles, ball bearings, dan paving, hearth or wall tiles,
unglazed. Dalam perdagangan jasa, Indonesia dan Korea Selatan berkomitmen untuk
meningkatkan integrasi beberapa sektor jasa, yang mencakup sektor konstruksi, pos
dan kurir, franchising, hingga jasa terkait alat elektronik komputer. Selain itu, kedua
negara berkomitmen untuk memfasilitasi pergerakan Intra-Corporate Transferees
(ICTs), Business Visitors (BVs), dan Independent Professionals (IPs).2
Apabila melihat perkembangan hubungan perdagangan antara Korea Selatan dan
Indonesia, Korea Selatan merupakan salah satu rekan perdagangan penting untuk
Indonesia. Pada tahun 2020, kontribusi ekspor Indonesia ke Korea Selatan sebesar
3.98 persen dari total ekspor keseluruhan, sementara kontribusi impor Indonesia dari
Korea Selatan mencapai 4.84 persen dari total impor keseluruhan. Pada tahun 2020,
2 Direktorat Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan. Indonesia-
Korea CEPA: Tonggak Baru Hubungan Ekonomi Bilateral Kedua Negara. (Diakses pada 23 Mei 2021)
88
Perkembangan Ekonomi Indonesia
produk unggulan ekspor Indonesia ke Korea Selatan adalah 1) Bahan bakar mineral,
minyak mineral dan produk sulingannya; zat mengandung bitumen; malam mineral;
2) Besi dan baja; 3) Kayu dan barang dari kayu; arang kayu; 4) Mesin dan perlengkapan
elektris serta bagiannya; perekam dan pereproduksi suara/gambar dan suara televisi,
dan bagian serta aksesori dari barang tersebut; dan 5) Bijih, terak dan abu. Produk
unggulan impor Indonesia dari Korea Selatan adalah 1) Mesin dan perlengkapan
elektris serta bagiannya; perekam dan pereproduksi suara/gambar dan suara televisi,
dan bagian serta aksesori dari barang tersebut; 2) Reaktor nuklilr, ketel, mesin dan
peralatan mekanis; bagian daripadanya; 3) Mesin dan perlengkapan elektris serta
bagiannya; perekam dan pereproduksi suara/gambar dan suara televisi, dan bagian
serta aksesori dari barang tersebut; 4) Besi dan baja; dan 5) Bahan bakar mineral,
minyak mineral dan produk sulingannya; zat mengandung bitumen; malam mineral.
Tabel 43. Produk Unggulan Ekspor dan Impor Indonesia-Korea Selatan 2020
Ekspor Impor
Produk Nilai
(ribu USD) Produk
Nilai
(ribu USD)
Bahan bakar mineral,
minyak mineral dan produk
sulingannya; zat
mengandung bitumen;
malam mineral
1.945.159 Mesin dan perlengkapan
elektris serta bagiannya;
perekam dan pereproduksi
suara/gambar dan suara
televisi, dan bagian serta
aksesori dari barang tersebut
900.779
Besi dan baja 555.670 Reaktor nuklilr, ketel, mesin dan
peralaan mekanis; bagian
daripadanya
900.088
Kayu dan barang dari kayu;
arang kayu
383.163 Besi dan baja 663.511
Mesin dan perlengkapan
elektris serta bagiannya;
perekam dan pereproduksi
suara/gambar dan suara
televisi, dan bagian serta
aksesori dari barang
tersebut
370.844 Plastik dan barang daripadanya 642.857
Bijih, terak dan abu 300.653 Bahan bakar mineral, minyak
mineral dan produk
sulingannya; zat mengandung
bitumen; malam mineral
431.931
Sumber: ITC Trademap
89
Perkembangan Ekonomi Indonesia
Perjanjian IK-CEPA diharapkan tidak hanya
meningkatkan ekpor, melainkan juga
investasi Korea Selatan di Indonesia,
sehingga dapat membawa kemajuan
perekonomian bagi Indonesia. Meskipun
tren investasi Korea Selatan sempat
menurun hingga mencapai titik terendah
di tahun 2019, pada tahun 2020 investasi
kembali mengalami peningkatan. Pada
tahun 2020, realisasi investasi dari Korea
Selatan mencapai US$ 1,14 miliar dengan sektor utama investasi adalah Industri
Kendaraan Bermotor dan Alat Transportasi Lain, diikuti dengan sektor Listrik, Gas dan
Air dan Industri Logam Dasar, Barang Logam, Bukan Mesin dan Peralatannya.
Tabel 45. Perjanjian Internasional Indonesia-Korea Selatan
No. Perjanjian Internasional Tanggal & Tempat
Penandatangan Tanggal Berlaku Durasi
1 Memorandum of Understanding
between the Indonesian Food and Drug
Authority of the Republic of Indonesia
and the Ministry of Food and Drug
Safety of the Republic of Korea
concerning the Safety and Quality of
Food and Pharmaceutical Products
Jakarta - Kamis, 28
Januari 2021
28 Januari 2021 6 tahun
2 Memorandum of Understanding
between the Ministry of Environment of
the Republic of Korea and the Ministry
of Public Works and Housing of the
Republic of Indonesia on Advanced
Hydrologic Measurement in Indonesia
Jakarta - Selasa, 15
Desember 2020
15 Desember 2020 3 tahun
3 Plan of Action for the Implementation
of the Memorandum of Understanding
on Cooperation between the Cabinet
Secretariat of the Republic of Indonesia
and the Ministry of Government
Legislation of the Republic of Korea for
the Period of 2020-2021
Sejong - Jumat, 23
Oktober 2020
23 Oktober 2020 Sampai
selesainya
Rencana Aksi
ini
4 Letter of Arrangement between the
Ministry of Environment and Forestry of
the Republic of Indonesia and the Korea
Forest Service of the Republic of Korea
on Restoration of Burnt Peatland in
Jambi
Daejeon - Rabu, 09
September 2020
09 September 2020 Sampai 31
Desember
2022
5 Implementing Arrangement between
the Coordinating Ministry for Faritime
Affairs and Investment of the Republic
of Indonesia (CMMAI) and the Korea
Institute of Ocean Science and
Technology (KIOST) on behalf of
Ministry of Oceans and Fisheries of the
Republic of Korea (MOF) and the
Bandung - Rabu, 19
Agustus 2020
19 Agustus 2020 3 tahun 6
bulan
Tabel 44. Perkembangan Investasi
Korea Selatan di Indonesia
Tahun Proyek Investasi (ribu USD)
2016 2.996 1.065.803,7
2017 3.274 2.024.621,0
2018 2.412 1.604.718,8
2019 2.191 638.597,3
2020 3.930 1.142.414,3
Sumber: Kementerian Investasi/BKPM
90
Perkembangan Ekonomi Indonesia
No. Perjanjian Internasional Tanggal & Tempat
Penandatangan Tanggal Berlaku Durasi
Institute of Technology, Bandung (ITB)
and the Korea-Indonesia Marine
Technology Cooperation Research
Center (MTCRC) on Official
Development Assistance (ODA) Project
entitled "Ocean and Coastal Basic
Survey and Capacity Enhancement in
Cirebon, Indonesia"
6 Memorandum of Understanding
between Directorate General of Metal,
Machinery, Transportation Equipment,
and Electronics Industry of Ministry of
Industry of the Republic of Indonesia
and Korea Institute for Advancement of
Technology of the Republic of Korea on
the Project of Machine Tools Industry
Development Center in Indonesia
Jakarta - Jumat, 08
Mei 2020
08 Mei 2020 3 tahun
7 Agreement between the Government of
the Republic of Indonesia and the
Government of the Republic of Korea
on Visa Exemptions for Holders of
Diplomatic and Official or Service
Passports
Busan - Senin, 25
November 2019
12 February 2020 Jangka
waktu tidak
terbatas
8 Arrangement between the Directorate
General of Customs and Excise of the
Republic of Indonesia and the Korea
Customs Service of the Republic of
Korea regarding Mutual Recognition of
the Respective Authorized Economic
Operator Programs
Korea Selatan -
Kamis, 06 Februari
2020
06 Februari 2020 Sampai
diakhiri oleh
salah satu
Pihak
9 Memorandum of Understanding
between the Ministry of Public Works
and Housing of the Republic of
Indonesia and the Ministry of Land,
Infrastructure and Transport of the
Republic of Korea concerning Technical
Cooperation on Capital City Relocation
and Development
Busan - Senin, 25
November 2019
25 November 2019 3 tahun
10 Joint Declaration by the Republic of
Indonesia and the Republic of Korea on
the Conclusion of the Negotiations for
the Indonesia-Korea Comprehensive
Economic Partnership Agreement
Busan - Senin, 25
November 2019
25 November 2019 Tidak ada
masa berlaku
yang
ditentukan
Sumber: Kementerian Luar Negeri
Kerjasama Ekonomi Indonesia-Rusia
Rusia merupakan salah satu mitra dagang dan sumber investasi terbesar Indonesia.
Pada tahun 2020 Indonesia mencatat surplus neraca perdagangan dengan Rusia
sebesar USD 16 juta, dengan total volume perdagangan sebesar USD 1,93 milyar.
91
Perkembangan Ekonomi Indonesia
Sedangkan, nilai investasi langsung Rusia pada tahun 2020 tercatat sebesar USD 4,6
juta dengan 202 proyek dimana sebagian besar berada di sektor industri kimia dan
farmasi. Dalam rangka meningkatkan hubungan antara kedua negara, Indonesia dan
Rusia, dalam Forum Konsultasi Bilateral Indonesia-Rusia pada 3 Maret 2021, sepakat
menghilangkan hambatan perdagangan untuk memenuhi target volume
perdagangan sebesar USD 5 milyar. Kedua negara juga mengidentifikasi potensi
kerjasama di bidang pariwisata, kesehatan dan pendidikan. Rusia berencana investasi
pada sektor perminyakan, perkebunan dan teknologi tinggi. Dilain pihak, Rusia juga
akan mendukung percepatan pembentukan FTA Indonesia-Eurasian Economic Union
(EAEU) yang sudah digulirkan sejak tahun 2019.
Kerjasama Ekonomi Indonesia-Senegal
Pada 4 Maret 2021, Dubes RI Dakar telah bertemu dengan Presiden Senegal, Makcy
Sall untuk menyerahkan letter of credentials. Pada kesempatan tersebut kedua belah
pihak membahas beberapa isu, antara lain peningkatan kerjasama ekonomi, rencana
kedatangan pesawat CN-235 pesanan Senegal yang ketiga pada akhir bulan Maret
2021, dan peningkatan kerjasama bilateral di bidang infrastruktur, edukasi, dan kerja
sama teknik. Perdagangan bilateral kedua negara juga menunjukkan kenaikan yang
signifikan, yaitu mencapai 40 persen pada tahun 2020.
Joint Economic and Trade Committee (JETCO) Indonesia-Inggris
Indonesia dan Inggris telah menandatangani Nota Kesepahaman (MoU)
Pembentukan Komite Ekonomi dan Perdagangan Bersama (KEPB) atau Joint Economic
and Trade Committee (JETCO) pada 26 April 2021. Pembentukan JETCO merupakan
hasil rekomendasi Joint Trade Review (JTR) Indonesia-Inggris yang telah dimulai pada
Desember 2019. JETCO merupakan forum dialog tahunan tingkat Menteri yang akan
membahas isu-isu penting bilateral kedua negara sekaligus memastikan agar hasil
JTR dapat ditindaklanjuti. Kedua pihak telah mengidentifikasi sembilan sektor
potensial berikut hambatan dan peluang kerja samanya, yaitu pendidikan, makanan
dan minuman serta produk pertanian, teknologi, obat-obatan dan pelayan kesehatan,
infrastruktur dan transportasi, kayu dan produk kayu, energi terbarukan, jasa
keuangan dan profesional, serta ekonomi kreatif. Total perdagangan Indonesia-
Inggris pada 2020 sebesar USD 2,2 miliar. Produk ekspor utama Indonesia ke Inggris
adalah alas kaki dengan sol luar karet, plastik, kulit, minyak sawit, kopi. Produk kopi,
teh, dan kakao Indonesia memiliki potensi ekspor yang besar di tengah kondisi pasca-
Brexit dan pandemi Covid-19, akan tetapi masih menghadapi beberapa tantangan
antara lain belum maksimalnya inovasi serta ketatnya persyaratan keamanan pangan
(food safety), kontaminan makanan (food contaminants), serta pelabelan dan
pengemasan (labeling and packaging).
92
Perkembangan Ekonomi Indonesia
Perkembangan Perjanjian Internasional Indonesia
Tabel 46. Perkembangan Perjanjian Internasional Indonesia
No Perjanjian / Kerjasama Status Tahun
1 ASEAN Free Trade Area Signed and In Effect 1993
2 ASEAN-Australia and New Zealand Free Trade
Agreement
Signed and In Effect 2010
3 ASEAN-Canada FTA Proposed/Under
consultation and study
2017
4 ASEAN-EU Free Trade Agreement Proposed/Under
consultation and study
2015
5 ASEAN-Eurasian Economic Union Free Trade
Agreement
Proposed/Under
consultation and study
2016
6 ASEAN-Hong Kong, China Free Trade Agreement Signed and In Effect 2019
7 ASEAN-India Comprehensive Economic
Cooperation Agreement
Signed and In Effect 2010
8 ASEAN-Japan Comprehensive Economic
Partnership
Signed and In Effect 2008
9 ASEAN-Pakistan Free Trade Agreement Proposed/Under
consultation and study
2009
10 ASEAN-People's Republic of China Comprehensive
Economic Cooperation Agreement
Signed and In Effect 2005
11 ASEAN-Republic of Korea Comprehensive
Economic Cooperation Agreement
Signed and In Effect 2007
12 Indonesia - Australia Comprehensive Economic
Partnership Agreement
Signed and In Effect 2020
13 Comprehensive Economic Partnership for East Asia
(CEPEA/ASEAN+6)
Proposed/Under
consultation and study
2005
14 East Asia Free Trade Area (ASEAN+3) Proposed/Under
consultation and study
2004
15 Free Trade Area of the Asia Pacific Proposed/Under
consultation and study
2014
16 India-Indonesia Comprehensive Economic
Cooperation Arrangement
Negotiations launched 2011
17 Indonesia-Chile Free Trade Agreement Signed and In Effect 2019
18 Indonesia-Colombia Free Trade Agreement Proposed/Under
consultation and study
2019
19 Indonesia-Eurasian Economic Union Proposed/Under
consultation and study
2016
20 Indonesia-European Free Trade Association Free
Trade Agreement
Signed but not yet In Effect 2018
21 Indonesia-European Union Comprehensive
Economic Partnership Agreement
Negotiations launched 2016
22 Indonesia-Gulf Cooperation Council Free Trade
Agreement
Proposed/Under
consultation and study
2018
23 Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement Signed and In Effect 2008
24 Indonesia-Kenya Free Trade Agreement Proposed/Under
consultation and study
2018
93
Perkembangan Ekonomi Indonesia
No Perjanjian / Kerjasama Status Tahun
25 Indonesia-Morocco Preferential Trade Agreement Negotiations launched 2019
26 Indonesia-Mozambique Free Trade Agreement Signed but not yet In Effect 2019
27 Indonesia-Nigeria Preferential Trade Agreement Proposed/Under
consultation and study
2017
28 Indonesia-Pakistan Free Trade Agreement Signed and In Effect 2013
29 Indonesia-Peru FTA Proposed/Under
consultation and study
2014
30 Indonesia-Republic of Korea Free Trade Agreement Signed but not yet In Effect 2020
31 Indonesia-South Africa Free Trade Agreement Proposed/Under
consultation and study
2018
32 Indonesia-Sri Lanka Free Trade Agreement Proposed/Under
consultation and study
2018
33 Indonesia-Taipei,China FTA Proposed/Under
consultation and study
2011
34 Indonesia-Tunisia Preferential Trade Agreement Negotiations launched 2018
35 Indonesia-Turkey FTA Negotiations launched 2017
36 Indonesia-Ukraine Free Trade Agreement Proposed/Under
consultation and study
2016
37 Indonesia-United States Free Trade Agreement Proposed/Under
consultation and study
1997
38 Preferential Tariff Arrangement-Group of Eight
Developing Countries
Signed and In Effect 2011
39 Regional Comprehensive Economic Partnership Signed but not yet In Effect 2020
40 Trade Preferential System of the Organization of
the Islamic Conference
Signed but not yet In Effect 2014
41 Indonesia-United Arab Emirates Comprehensive
Economic Partnership Agreement
Proposed/Under
consultation and study
2021
Sumber: Asia Regional Integration Center
Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Mitra Free Trade Agreement (FTA)
Indonesia memiliki perjanjian perdagangan bebas kawasan: kawasan Asia Timur,
Kawasan Asia Tenggara, kawasan Asia Selatan, kawasan Amerika Selatan, kawasan
Eropa, kawasan Oceania, kawasan Afrika, dan kawasan Timur Tengah. Berdasarkan
kawasan, kinerja perdagangan Indonesia didominasi pada kawasan Asia Timur dan
kawasan Asia Tenggara. Ekspor Indonesia ke negara mitra FTA di kawasan Asia Timur
pada triwulan I Tahun 2021 mencapai 33,65 persen dari total ekspor Indonesia ke
dunia. Pada saat yang sama, Indonesia juga mengimpor 42,3 persen dari total impor
Indonesia dari negara-negara tersebut. Selanjutnya, negara-negara mitra FTA di
kawasan Asia Tenggara pada Triwulan I Tahun 2021 berkontribusi terhadap 22,51
persen dari total ekspor Indonesia, dan 21,28 persen dari impor Indonesia.
94
Perkembangan Ekonomi Indonesia
Tabel 47. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara Mitra FTA
Kawasan / Negara
Q1-2020 Q1-2021
Ekspor Impor Ekspor Impor
(juta USD)
Indonesia terhadap Dunia 41.760,9 39.169,0 48.904,3 43.382,4
KAWASAN ASIA TIMUR
Jepang 3.720,7 3.611,6 4.113,1 3.141,9
Korea Selatan 1.752,7 1.973,5 1.767,1 2.375,1
Tiongkok 6.374,7 9.086,7 10.208,5 12.210,6
Hong Kong 708,9 762,2 367,7 623,4
Share terhadap total 30,07% 39,40% 33,65% 42,30%
KAWASAN ASIA TENGGARA
Thailand 1.539,7 2.267,9 1.851,0 2.031,4
Singapura 3.438,2 3.800,2 2.584,1 3.549,2
Filipina 1.551,3 183,2 1.883,2 335,9
Malaysia 2.016,6 1.901,4 2.693,1 2.081,0
Myanmar 267,9 62,0 261,5 51,9
Kamboja 169,7 15,9 152,0 12,5
Brunei Darussalam 29,8 42,6 46,6 39,4
Laos 1,7 15,9 1,9 8,4
Vietnam 1.194,9 957,7 1.536,6 1.122,8
Share terhadap total 24,45% 23,61% 22,51% 21,28%
KAWASAN ASIA SELATAN
India 2.959,4 971,1 2.870,5 1.693,2
Pakistan 525,2 67,6 781,4 80,4
Bangladesh 619,0 30,1 708,9 27,8
Share terhadap total 9,83% 2,73% 8,92% 4,15%
KAWASAN AMERIKA SELATAN
Chili 29,2 22,0 53,9 30,6
Share terhadap total 0,07% 0,06% 0,11% 0,07%
KAWASAN EROPA
Turki 294,4 80,0 306,5 76,1
Share terhadap total 0,70% 0,20% 0,63% 0,18%
KAWASAN AFRIKA
Mesir 282,2 43,7 383,3 60,5
Nigeria 95,2 578,7 99,1 324,5
Share terhadap total 0,90% 1,59% 0,99% 0,89%
KAWASAN OCEANIA
Australia 511,6 1.412,0 802,3 2.057,2
Selandia Baru 128,2 185,2 152,4 214,7
Share terhadap total 1,53% 4,08% 1,95% 5,24%
KAWASAN TIMUR TENGAH
Iran 128,2 185,2 152,4 214,7
Share terhadap total 0,31% 0,47% 0,31% 0,50%
Sumber: Kementerian Perdagangan
95
Perkembangan Ekonomi Indonesia
Sedangkan, berdasarkan FTA yang dimiliki Indonesia, kontribusi terbesar dalam
perkembangan perdagangan Indonesia melibatkan negara ASEAN, yang
berkontribusi lebih dari 10 persen total ekspor dan impor Indonesia. FTA dengan
kontribusi terbesar pada tahun 2020 adalah ASEAN-People’s Republic of China
Comprehensive Economic Cooperation Agreement. Ekspor Indonesia yang dilakukan
dengan memanfaatkan perjanjian tersebut pada tahun 2020 mencapai 27,78 persen
dari total ekspor Indonesia ke dunia. Pada saat yang sama, Indonesia juga mengimpor
28,07 persen dari total impor Indonesia melalui perjanjian tersebut.
Tabel 48. Kontribusi Nilai Perdagangan Indonesia
terhadap Total Perdagangan Indonesia dengan Dunia berdasarkan FTA
FTA
2019 2020
Ekspor Impor Ekspor Impor
(persen)
ASEAN FTA 12,63 11,18 14,41 12,09
ASEAN-Australia and New Zealand
FTA
13,42 13,11 15,66 15,06
ASEAN-Hong Kong, China FTA 13,51 12,10 14,89 12,90
ASEAN-India CECA 16,29 12,35 18,17 14,30
ASEAN-Japan CEP 17,23 15,54 19,80 16,20
ASEAN-People’s Republic of China
CECA
20,51 22,16 27,78 28,07
ASEAN-Republic of Korea CECA 14,80 13,56 16,73 15,20
Indonesia-Australia CEPA 1,23 3,60 1,64 4,74
Indonesia-Chile FTA 0,04 0,03 0,07 0,04
Indonesia-Japan EPA 4,60 4,37 5,38 4,11
Indonesia-Pakistan FTA 0,65 0,08 1,02 0,11
Preferential Tariff Arrangement-
Group of Eight Developing Countries
4,78 3,28 6,54 3,48
Sumber: Kementerian Perdagangan
96
Perkembangan Ekonomi Indonesia
Box2: Perang Dagang Australia-Tiongkok
Tiongkok dan Australia memiliki hubungan bilateral yang erat. Dalam daftar mitra
dagang utama Australia, Tiongkok merupakan negara tujuan ekspor utama yang
menduduki posisi pertama dengan total nilai perdagangan sebesar USD 90,5 miliar
(35,6 persen dari total ekspor Australia pada tahun 2020), dengan ekspor utama
adalah bijih, terak dan abu, bahan bakar mineral, dan daging. Sebaliknya, Australia
menempati posisi ke-13 tujuan ekspor Tiongkok, dengan total nilai perdagangan
sebesar USD 53,5 miliar (2,1 persen)3. Ini menunjukkan hubungan bilateral kedua
negara dalam sektor perdagangan merupakan hubungan yang sangat penting bagi
Australia dan juga Tiongkok. Hubungan erat Australia dengan Tiongkok juga
ditunjukkan melalui investasi asing di mana Tiongkok menempati urutan ke-9 sebagai
investor terbesar di Australia, dengan total 3 persen dari seluruh investasi asing di
Australia dengan investasi Tiongkok di Australia terutama pada sektor infrastruktur.
Namun demikian, hubungan Australia-Tiongkok mengalami perubahan yang
disebabkan oleh pandemi Covid-19. Sebagaimana negara lain di dunia, pandemi
Coovid-19 memberi tekanan terhadap perekonomian Australia yang terkontraksi
sebesar 2,4 persen pada tahun 20204. Dalam kondisi perekonomian yang memburuk,
PM Australia Scott Morrison menentang Tiongkok dan menyerukan untuk
dilakukannya investigasi terkait asal-usul virus korona. Australia juga mendesak
negara-negara sekutunya untuk mendukung perombakan World Health Organization
(WHO) dan merekrut penyelidik independen untuk memverifikasi sumber wabah
penyakit utama. Sikap politik Australia inilah yang menjadi awal perseteruan antara
Australia dan Tiongkok, yang direspons oleh Tiongkok dengan membatasi bahkan
melanggar Free Trade Agreement antar kedua negara. Hal tersebut merupakan sikap
protes Tiongkok terhadap sikap Australia yang seakan menuduh virus Covid-19
berasal dari Tiongkok.
Tiongkok secara tidak langsung mengumumkan perang dagang dengan Australia
dengan menerapkan beberapa kebijakan perdagangan terhadap Australia. Tiongkok
memblokir ekspor kayu dari dua negara bagian di Australia, yaitu Australia Selatan
dan Tasmania, dimana sebelumnya Tiongkok juga memblokir kayu dari Queensland
dan Victoria. Lebih lanjut, komoditas ekspor utama Australia seperti batu bara, barley,
biji tembaga, gula, wine, dan lobster juga dilarang untuk masuk ke Tiongkok. Pada
bulan Mei 2020, Tiongkok menerapkan tarif besar terhadap Australia sebesar 80
persen untuk impor selai Australia. Beijing mengklaim tarif tersebut adalah hasil dari
tindakan anti-dumping dan anti-subsidi. Selanjutnya, Tiongkok melarang empat
rumah pemotongan hewan di Australia, tiga di Queensland dan satu di New South
3 Trade Map. Share in China’s export 2020. (Diakses pada 21 Mei 2021) 4 IMF Website. Real GDP growth Annual percent change. (Diakses pada 21 Mei 2021)
97
Perkembangan Ekonomi Indonesia
Wales, untuk menjual produksi daging sapinya ke Tiongkok. Pada bulan November
2020, berton-ton lobster hidup dibiarkan terlantar di Shanghai, dikarenakan Bea
Cukai Tiongkok menuduh lobster tersebut mungkin terkontaminasi Covid-19. Di
bulan yang sama, Beijing juga mengumumkan akan memberlakukan tarif hingga 200
persen pada semua impor wine Australia.
Australia melakukan beberapa perlawanan terhadap sikap Tiongkok. Memudarnya
hubungan bilateral kedua negara mendorong Australia untuk mencari kemitraan baru
dipasar global. Selain itu, Australia merespons tindakan Tiongkok dengan
membatalkan partisipasi Australia dalam Belt and Road Initiative yang digagas oleh
Tiongkok. Institut Konfusius yang didanai Tiongkok kemungkinan menghadapi
penutupan di bawah undang-undang veto baru. Namun, kembali Tiongkok memberi
tekanan kepada Australia dengan ancaman penghentian ekspor barang dan bahan
kimia ke Australia, termasuk yang diperlukan untuk memproduksi aluminium.
98
Perkembangan Ekonomi Indonesia
99
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi
3.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global
Perekonomian global diproyeksi pulih
pada tahun 2021 dan berlanjut pada
tahun berikutnya. International
Monetary Foundation (IMF) merilis
proyeksi terbaru pada bulan April 2021.
Perekonomian global pada tahun 2021
secara keseluruhan diestimasi tumbuh 6,0
persen, lebih tinggi dibandingkan proyeksi
sebelumnya. Proyeksi yang lebih tinggi
didasarkan pada pemberian stimulus fiskal
di negara-negara besar dan pemulihan
pada paruh kedua 2021 seiring dengan
berjalannya program vaksin. Pada tahun
2022, pertumbuhan diestimasi melambat
menjadi 4,4 persen.
Kecepatan pemulihan ekonomi ke
depannya bergantung pada perkembangan kondisi kesehatan dunia, terutama
efektivitas vaksin terhadap mutasi virus Covid-19 baru. Selain itu juga dipengaruhi
oleh efektivitas kebijakan yang diterapkan di berbagai negara, kondisi keuangan serta
harga komoditas dunia, serta kapasitas penyesuaian ekonomi. Ketika vaksinasi telah
terbukti efektif membentuk herd immunity dan sistem kesehatan telah kembali ke
level pra pandemi, maka pembatasan dapat dibuka sepenuhnya.
Pemulihan ekonomi berjalan bervariasi antar negara. Pada triwulan I tahun 2021,
beberapa negara telah menunjukkan pertumbuhan positif sementara sebagian
lainnya masih terkontraksi. Perekonomian negara maju diproyeksi tumbuh 5,1 persen
pada 2021. Sementara ekonomi negara tumbuh lebih tinggi yakni 6,7 persen yang
ditopang oleh negara-negara dengan ekonomi besar seperti Tiongkok dan India.
Perekonomian Amerika Serikat diproyeksi tumbuh 6,4 persen pada tahun 2021.
Pemulihan ekonomi didorong oleh pemberian stimulus fiskal yang dilanjutkan pada
Tabel 49. Proyeksi Pertumbuhan
Beberapa Negara
Kawasan 2021 2022
Negara Maju
Amerika Serikat 6,4 3,5
Kawasan Eropa 4,4 3,8
Jerman 3,6 3,4
Inggris 5,3 5,1
Jepang 3,3 2,5
Negara Berkembang
Tiongkok 8,4 5,6
India 12,5 6,9
ASEAN-5 4,9 6,1
Amerika Latin dan Karibia
Brazil 3,7 2,6
Sub Sahara Afrika 3,4 4,0
Afrika Selatan 3,1 2,0
Global 6,0 4,4
Sumber: IMF, World Economic Outlook,
April 2021
BAB III
PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI
100
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi
tahun 2021 dan program vaksinasi yang semakin meluas. Sementara, untuk
pertumbuhan tahun 2022 diproyeksi melambat menjadi 3,5 persen.
Jepang juga diprediksi mengalami pertumbuhan sebesar 3,3 persen pada tahun 2021
dan 2,5 persen pada tahun 2022. Perekonomian Jepang diestimasi pulih menyamai
level akhir 2019 pada paruh kedua tahun 2021. Selain itu, diharapkan pemulihan juga
didorong oleh penyelenggaraan Olimpiade Tokyo yang diselenggarakan pada
triwulan ketiga tahun 2021.
Sementara itu kawasan Eropa diproyeksi pulih meskipun masih berada di bawah level
pra pandemi hingga tahun 2022. Kawasan Eropa diproyeksi tumbuh sebesar 4,4
persen pada tahun 2021 dan 3,8 persen pada tahun 2022. Pertumbuhan ekonomi
Jerman, Prancis, dan Italia pada tahun 2021 diproyeksi masing-masing sebesar 3,6;
5,8; dan 4,2 persen.
Ekonomi Tiongkok pada tahun 2021 diproyeksi rebound menjadi 8,4 persen sejalan
dengan pulihnya aktivitas berbagai sektor. Selain itu, juga didorong oleh persebaran
virus Covid-19 setempat yang relatif terkendali dibandingkan negara lain. Hal serupa
terjadi pada India yang pertumbuhannya pada tahun 2021 diproyeksi mencapai 12,5
persen. Namun, proyeksi tersebut belum memperhitungkan peningkatan tinggi
pasien Covid-19 yang terjadi akhir-akhir ini.
Sementara itu, proyeksi pertumbuhan untuk ASEAN-5 direvisi turun 0,3 persen poin
menjadi 4,9 persen pada tahun 2021. Kondisi tersebut disebabkan tingginya kasus
Covid-19 pada negara besar seperti Indonesia dan Malaysia. Penanganan pandemi
yang masih belum stabil dinegara-negara ASEAN-5 menjadi penyebab utama
ketiidakpastian pemulihan ekonomi wilayah tersebut.
Secara keseluruhan, proyeksi IMF mengindikasikan pemulihan ekonomi bergantung
pada efektivitas vaksin terhadap strain baru serta efektivitas kebijakan fiskal maupun
moneter yang ditempuh setiap negara. Sementara, gelombang virus baru yang
merebak menjadi sumber ketidakpastian utama sejalan dengan pembatasan yang
akan kembali dilakukan.
Harga komoditas secara umum diproyeksi meningkat sejalan dengan
pemulihan ekonomi. Baik harga komoditas energi, pertanian, maupun logam
diproyeksi menguat. Pada tahun 2021, harga minyak mentah diprediksi kembali
menguat sejalan dengan pemulihan ekonomi di berbagai negara dan meningkatnya
permintaan. Namun, beberapa komoditas pertanian seperti udang dan daging sapi
diproyeksi sedikit menurun.
Permintaan minyak mentah diproyeksi menguat pada tahun 2021 sejalan dengan
pemulihan ekonomi dan penerima vaksinasi yang semakin meluas. Permintaan
101
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi
minyak mentah akan kembali pada level pra pandemi pada tahun 2023. Harga rata-
rata minyak mentah diperkirakan sebesar USD56 per barel pada tahun 2021, lebih
tinggi dibandingkan proyeksi sebelumnya. Hal tersebut mencerminkan produksi
OPEC+ yang lebih rendah dari perkiraan pasar.
Peningkatan permintaan juga
diproyeksikan terjadi pada komoditas gas
alam dan batu bara terutama permintaan
dari Asia. Namun, pertumbuhan pasokan
diproyeksi berada dalam tingkat sedang.
Harga gas alam diproyeksi menguat pada
2021 dengan peningkatan tertinggi pada
harga produk Eropa. Produksi gas alam di
Amerika Serikat diprediksi stagnan,
sementara di negara lain diproyeksi
meningkat sejalan dengan relaksasi
pembatasan aktivitas. Harga gas alam
diproyeksi bergerak stabil hingga tahun
2022. Sementara itu, harga batu bara
diproyeksi meningkat hingga 30 persen.
Harga komoditas pertanian diproyeksi
semakin menguat sejalan dengan turunnya risiko yang mengancam produksi
pertanian seperti fenomena La Nina. Peningkatan harga komoditas pertanian juga
terpengaruh pada peningkatan harga energi dan pupuk yang meningkatkan biaya
produksi. Namun, penguatan harga komoditas pertanian diproyeksi tertahan oleh
penguatan nilai tukar dolar AS.
Harga kapas diproyeksi meningkat pada tahun 2021, didorong oleh peningkatan
permintaan global terutama dari Tiongkok dan India sejalan dengan rebound aktivitas
produksi tekstil di kedua negara. Peningkatan herga kapas juga didorong oleh
pasokan yang lebih rendah. Produksi global diproyeksikan turun 8 persen terutama
di Amerika Serikat, India, dan Pakistan disebabkan oleh turunnya penanaman. Harga
kapas diproyeksi naik 23 persen pada tahun 2021 dibandingkan tahun sebelumnya.
Peningkatan permintaan juga terjadi pada komoditas karet sejalan dengan aktivitas
manufaktur penghasil ban kembali berjalan. Di sisi lain, pertumbuhan pasokan masih
tertahan oleh ketersediaan pekerja di beberapa negara akibat pembatasan
perbatasan. Kondisi tersebut akan mendorong harga karet naik 30 persen lebih tinggi
pada tahun 2021.
Komoditas logam industri diproyeksi meningkat 30 persen pada tahun 2021.
Peningkatan harga logam industri telah dimulai sejak triwulan I tahun 2021. Harga
Tabel 50. Proyeksi Harga Komoditas
Global
Komoditas Unit 2021 2022
Energi
Batu Bara USD/mt 78,0 76,1
Minyak
Mentah
USD/bbl 56,0 60,0
Gas Alam,
Eropa
USD/mmbtu 5,5 5,6
Non Energi
Minyak
Kelapa
Sawit
USD/mt 975 983
Karet USD/kg 2,25 2,25
Tembaga USD/mt 8.500 7.500
Emas USD/toz 1.700 1.600
Sumber: World Bank, Commodity Markets
Outlook, April 2021
102
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi
nikel diproyeksi meningkat 20 persen menjadi USD16.500 per metrik ton pada tahun
2021. Pada tahun 2022 diproyeksi turun menjadi USD16.500 per metrik ton. Harga
nikel diproyeksi akan terus meningkat hingga ada produksi baru.
Selain nikel, harga timah juga diproyeksi naik 46 persen dibandingkan tahun 2020
menjadi USD25.000 per metrik ton. Namun, peningkatan harga akan mereda seiring
dengan peningkatan produksi. Prospek permintaan timah dinilai cukup baik dengan
kegunaan yang cukup luas pada semikonduktor, photovoltaics, otomotif, dan baterai
litium-ion.
Harga bijih besi yang diproyeksi meningkat 24 persen menjadi USD135 per dmt
sejalan dengan peningkatan permintaan terutama dari Tiongkok sebagai bahan baku
produksi baja. Peningkatan atau turunnya impor bijih besi oleh Tiongkok sangat
berpengaruh bagi eksportir.
Perkembangan harga komoditas emas diprediksi turun 4,0 persen pada 2021 menjadi
USD1.700 per troy ons. Melemahnya harga emas dipengaruhi oleh pemulihan
ekonomi global yang menyebabkan permintaan pada komoditas emas menurun.
Selain itu, produksi hasil pertambangan juga mengalami rebound dan berlanjut
hingga tahun 2022. Pada tahun 2022 harga emas diproyeksi melanjutkan penurunan.
3.2 Proyeksi Perekonomian Indonesia
Perekonomian Indonesia pada tahun 2021 diperkirakan mengalami pemulihan,
didorong pemulihan aktivitas global dan domestik. Ekonomi Indonesia
diharapkan akan pulih pada tahun 2021, diperkirakan tumbuh sebesar 4,8 persen
dengan kisaran 4,5 – 5,3 persen. Target ini lebih tinggi dari proyeksi pertumbuhan
konsensus ekonom market maupun lembaga internasional seperti IMF, World Bank,
OECD, dan ADB. Optimisme pemulihan ekonomi berasal dari pemulihan investasi
yang signifikan, tetapi untuk mencapai
batas atas kisaran outlook
pertumbuhan 2021, perlu dorongan
pemulihan konsumsi yang lebih cepat.
Meski demikian, target pemulihan
tersebut berpotensi mengalami
penurunan seiring dengan masih
besarnya downside risk yang dihadapi,
terutama berasal dari potensi
peningkatan kasus Covid-19 yang
menghambat pemulihan ekonomi
global dan domestik, perlambatan
proses vaksinasi, tertahannya
Tabel 51. Konsensus Proyeksi
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Lembaga 2021
IMF1) 4,3
World Bank2) 4,4
OECD3) 4,0
ADB4) 4,5
Bloomberg5) 4,5
Bappenas6) 4,5 - 5,0
Sumber: 1)World Economic Outlook April 2021 2)World Bank East Asia and Pacific Economic
Update April 2021 3)OECD Economic Outlook
Maret 2021 4)Asian Development Outlook
April 2021 5)Indonesia Economic Forecast Mei
2021 6)Outlook Mei 2021
103
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi
akselerasi belanja pemerintah, serta permanent scar yang dirasakan oleh tenaga kerja
dan perusahaan.
Dari sisi pengeluaran, investasi
memegang peranan penting
dalam pemulihan ekonomi karena
mampu menciptakan lapangan
pekerjaan dan meningkatkan
kapasitas produktif ekonomi.
Pengimplementasian reformasi
struktural seperti UU Cipta Kerja
diharapkan dapat memberikan
dorongan pada peningkatan
investasi. Selain itu, alokasi
belanja modal pemerintah yang
meningkat seiring dengan berlanjutnya proyek infrastruktur akan membantu
peningkatan investasi.
Keberhasilan pengendalian Covid-19 dan kebijakan penanganannya akan menjadi
kunci peningkatan keyakinan masyarakat serta dunia usaha yang kemudian dapat
meningkatkan tidak hanya konsumsi, tetapi juga investasi. Pemulihan keyakinan
masyarakat juga bergantung pada proses vaksinasi. Apabila gelombang kedua
peningkatan kasus Covid-19 dapat dicegah dan proses vaksinasi berjalan lebih cepat,
maka akselerasi konsumsi dapat berjalan lebih cepat.
Keberlanjutan stimulus fiskal dan moneter juga menjadi kunci dalam mendukung
proses pemulihan yang lebih stabil. Dari sisi fiskal, defisit fiskal akan dipertahankan di
atas tiga persen terhadap PDB hingga tahun 2022. Perluasan stimulus PEN dan
program vaksinasi diperkirakan akan mendorong tingginya konsumsi pemerintah
pada tahun 2021. Selain itu, akselerasi belanja pemerintah juga perlu dilakukan,
terutama di daerah, dengan fokus untuk membantu peningkatan konsumsi
masyarakat. Dari sisi moneter, Bank Indonesia akan mempertahankan kebijakan suku
bunga yang rendah hingga adanya sinyal peningkatan inflasi.
Kinerja ekspor diperkirakan akan mengalami akselerasi seiring dengan pemulihan
ekonomi global yang lebih cepat utamanya mitra utama Indonesia yaitu Tiongkok.
Harga komoditas yang tinggi juga berpotensi memberikan dampak positif tidak
hanya terhadap terhadap kinerja ekspor, tetapi juga konsumsi, investasi, dan
pendapatan negara. Terlepas dari pandemi Covid-19, kepastian terkait keberlanjutan
perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok ke depannya juga akan
berdampak pada kinerja perdagangan, mengingat tingginya eksposur perekonomian
Indonesia terhadap kedua negara tersebut. Meski demikian, optimalisasi
pemanfaatan beberapa perjanjian perdagangan di tingkat regional (ASEAN dan
Tabel 52. PDB Berdasarkan Pengeluaran
Komponen
Pengeluaran Q1 Q2 Q3 Q4
Full
Year
Konsumsi RT -2,2 6,3 5,6 5,5 3,7
Konsumsi
LNPRT -4,5 3,9 3,7 4,4 1,9
Konsumsi
Pemerintah 3,0 9,4 1,9 5,0 4,8
PMTB/Investasi -0,2 9,2 8,0 8,0 6,2
Ekspor 6,7 18,2 12,6 9,4 11,5
Impor 5,3 18,5 19,5 10,1 12,9
PDB -0,7 7,2 6,7 6,0 4,8
Sumber: BPS (2021), Outlook Bappenas
(Mei 2021)
104
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi
ASEAN+1) maupun bilateral (seperti Australia, Jepang, Pakistan dan Chile) diharapkan
mampu mendorong kinerja ekspor Indonesia. Selain itu, beberapa perjanjian
perdagangan lain yang masih dalam proses ratifikasi (seperti Indonesia-EFTA CEPA
dan Indonesia-Korea CEPA) diupayakan untuk segera diselesaikan, agar dapat
dimanfaatkan dan membuka peluang pasar ekspor yang lebih luas bagi Indonesia.
Dari sisi lapangan usaha,
pemulihan diperkirakan terjadi
hampir di semua sektor. Sektor
paling terdampak negatif
pandemi Covid-19 pada tahun
2020 seperti sektor
perdagangan, transportasi dan
pergudangan, serta penyediaan
akomodasi dan makan minum
diperkirakan akan berangsur
pulih. Hal ini sejalan dengan
berangsur pulihnya kondisi
perekonomian global dan
domestik, terutama dari sisi
peningkatan mobilitas
masyarakat dan peningkatan
keyakinan konsumen.
Sektor pertanian diperkirakan
akan kembali ke pertumbuhan
normal sejalan dengan
berakhirnya risiko fenomena La
Nina dan cuaca diperkirakan normal setelah triwulan I-2021. Selain itu, low base effect
juga akan berpengaruh terhadap tingginya pertumbuhan sektor pertanian sepanjang
2021. Sementara itu, pemulihan sektor pertambangan akan diperkirakan berasal
utamanya dari produksi nikel, pulihnya permintaan global utamanya dari Tiongkok,
dan peningkatan harga komoditas.
Industri pengolahan diperkirakan berangsur pulih sepanjang 2021 karena sektor ini
menunjukkan tanda-tanda mulai dapat beradaptasi terhadap pandemi. Hal ini
tercermin dari akselerasi Indeks PMI Manufaktur di tengah di tengah tekanan
mobilitas. Optimisme pemulihan permintaan baik global dan domestik juga
memberikan sinyal positif terhadap pemulihan di sektor ini. Sektor informasi dan
komunikasi serta jasa kesehatan sebagai dua sektor esensial diperkirakan masih akan
tumbuh tinggi pada tahun 2021, didorong oleh tingginya permintaan masyarakat.
Tabel 53. PDB Berdasarkan Lapangan Usaha
Komponen Q1 Q2 Q3 Q4 Full
Year
Pertanian 2,9 1,8 4,5 4,2 3,4
Pertambangan -2,0 1,8 2,3 2,0 1,0
Industri
Pengolahan
-1,4 7,2 5,6 5,8 4,2
Pengadaan Listrik 1,7 6,1 5,8 6,4 5,0
Pengadaan Air 5,5 5,4 5,2 5,6 5,4
Konstruksi -0,8 8,4 6,8 8,4 5,7
Perdagangan -1,2 9,9 7,1 6,0 5,4
Transportasi -13,1 20,1 9,9 7,8 4,8
Akomodasi dan
Mamin
-7,3 15,2 10,4 6,2 5,4
Infokom 8,7 9,3 9,1 9,4 9,1
Jasa Keuangan -3,0 7,6 7,8 6,8 4,6
Real Estate 0,9 4,1 4,9 6,2 4,1
Jasa Perusahaan -6,1 11,6 7,5 7,4 4,8
Administrasi
Pemerintah
-2,9 3,9 4,9 5,7 2,9
Jasa Pendidikan -1,6 3,5 5,2 7,8 3,9
Jasa Kesehatan 3,6 6,2 5,0 4,7 4,9
Jasa Lainnya -5,2 14,1 5,6 5,1 4,6
PDB -0,7 7,2 6,7 6,0 4,8
Sumber: BPS (2021),
Outlook Bappenas (Februari 2021)
105
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi
POLICY BRIEF
Transmisi Dampak Banjir Kalimantan Selatan terhadap Perekonomian Sektoral
Oleh: Rufita Sri Hasanah, Doddy Purwoharyono, Jefani Marrosa
Studi ini bertujuan untuk meneliti dampak bencana banjir yang terjadi di Provinsi
Kalimantan Selatan pada bulan Januari 2021 terhadap perekonomian sektoral.
Bencana dapat menyebabkan dampak langsung berupa kerusakan fisik maupun
dampak tidak langsung berupa terganggunya aktivitas ekonomi. Terganggunya
aktivitas ekonomi dapat terjadi di berbagai sektor dan wilayah dikarenakan adanya
interdependensi ekonomi antarsektor dan antarwilayah. Studi ini menggunakan
metode analisis Input-Output dengan memanfaatkan data tabel Inter-Regional Input-
Output (IRIO) dan data estimasi dampak sektoral banjir Kalimantan Selatan
berdasarkan penelitian oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Studi
ini menemukan bahwa sektor-sektor paling terdampak meliputi sektor utilitas,
konstruksi, pertanian, perkebunan, industri barang galian bukan logam, peternakan,
dan jasa kesehatan. Sektor-sektor ini perlu menjadi prioritas dalam pemulihan dan
pembangunan kembali perekonomian pasca bencana Kalimantan Selatan.
LATAR BELAKANG
Sebagai negara yang memiliki risiko bencana tinggi, Indonesia telah menjadikan
ketahanan bencana sebagai satu dari tujuh agenda pembangunan dalam RPJMN
2020-2024. Sepanjang triwulan pertama tahun 2021, sejumlah bencana alam
melanda berbagai daerah di Indonesia. Beberapa diantaranya ialah bencana longsor
di Kabupaten Sumedang, banjir di Provinsi Kalimantan Selatan, gempa bumi di
Kabupaten Majene, banjir dan longsor di Kota Manado, banjir dan longsor di Kota
Semarang, longsor di Kabupaten Nganjuk, angin puting beliung di Kabupaten Demak,
hingga banjir bandang dan longsor di Provinsi NTT dan NTB.
Bencana dapat menyebabkan dampak langsung berupa kerusakan fisik, yang
kemudian memicu dampak tidak langsung berupa terganggunya aktivitas konsumsi
dan produksi masyarakat (Okuyama, 2007). Estimasi dampak tidak langsung menjadi
penting untuk melihat tingkat kerentanan yang terjadi karena bencana, juga dalam
rangka pengukuran bantuan yang perlu diberikan (Rose, 2004). Terganggunya
aktivitas ekonomi dapat terjadi tidak hanya di wilayah dan sektor yang terdampak
langsung, melainkan juga di sektor dan wilayah lain yang terkait, karena adanya
interdependensi antarsektor dan antarwilayah dalam perekonomian (Miller & Blair,
2009).
106
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi
Berdasarkan latar belakang tersebut, studi ini meneliti dampak bencana banjir yang
terjadi di Provinsi Kalimantan Selatan pada bulan Januari 2021, dikarenakan banjir
melanda hampir seluruh wilayah Kalimantan Selatan (10 dari 13 kabupaten/kota), dan
dikarenakan telah tersedianya data estimasi kerugian sektoral berdasarkan penelitian
oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) sehingga mendukung
dilakukannya penelitian menggunakan metoda analisis Input-Output.
METODOLOGI
Metode yang digunakan pada studi ini adalah analisis Input-Output (IO)
menggunakan data tabel Inter-Regional Input-Output (IRIO). Metode IO
dikembangkan oleh Wassily Leontief untuk melihat saling ketergantungan
antarindustri dalam suatu perekonomian. Tabel input-output mencatat relasi dimana
produk yang digunakan suatu industri sebagai input merupakan output dari industri
lain, atau dapat juga berasal dari industri itu sendiri (Miller & Blair, 2009). Sumbu
horizontal menggambarkan total output, yang dicatat sebagai total dari nilai tambah
antarsektor (permintaan antara) dengan total final demand (komponen dalam PDB:
konsumsi, investasi, konsumsi pemerintah, net ekspor). Sedangkan sumbu vertikal
menggambarkan total input, yang dicatat sebagai total nilai tambah antarsektor
(input antara) dengan total nilai tambah input (kompensasi untuk labor, kapital, dan
pajak tidak langsung dari sektor pemerintah). Ilustrasi tabel input-output dapat dilihat
pada Gambar 51.
Gambar 52. Tabel Input-Output
Sumber: Miller (2009)
Dampak dari kejadian bencana kemudian diasumsikan berpengaruh kepada final
demand sektor dan wilayah terdampak, sehingga turut berdampak pada sektor dan
wilayah lain yang memiliki interdependensi ekonomi terhadap sektor dan wilayah
107
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi
tersebut. Selain untuk komponen output, cara yang sama juga dapat dilakukan untuk
komponen Nilai Tambah Bruto (NTB) maupun untuk komponen upah.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Studi ini menggunakan data tabel Inter-Regional Input-Output (IRIO) 2016 yang dirilis
oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Penurunan permintaan akhir akibat bencana banjir
Kalimantan Selatan didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Pusat Teknologi
Pengembangan Sumber Daya Wilayah BPPT, dimana terdapat 6 sektor terdampak
yaitu sektor pendidikan, perikanan, kesehatan dan perlindungan sosial, produktivitas
masyarakat, infrastruktur, serta pertanian. Nilai dampak yang ditaksir oleh BPPT dari
keenam sektor tersebut mencapai Rp1,3 triliun.
Untuk mengestimasi transmisi dampak sektoral tersebut kepada sektor lain dari
perekonomian wilayah Kalimantan Selatan, dilakukan penyesuaian sektor terlebih
dahulu antara pemetaan sektor BPPT dengan 52 sektor pada tabel Input-Output,
yang kemudian diberi bobot berdasarkan share sektor tersebut di Kalimantan Selatan
pada triwulan I 2021. Rincian penyesuaian sektor dan dampak nominal yang
digunakan dalam studi ini dapat dilihat pada Tabel 55.
Tabel 54. Penyesuaian Sektoral dan Pemetaan Shock
Sektor BPPT Dampak
(juta Rp)* Sektor IRIO Share
Shock
(juta Rp)
Pendidikan 24.425,02 Pendidikan 24.425,02
Perikanan 37.330,54 Perikanan 37.330,54
Kesehatan dan
Perlindungan
Sosial
22.145,91 Kesehatan 22.145,91
Produktivitas
Masyarakat
484.993,51 Ketenagalistrikan 0,25 118.885,29
Pengadaan Gas dan
Produksi Es
0,01 4.941,17
Pengadaan Air,
Pengelolaan Sampah,
Limbah, dan Daur
Ulang
0,74 361.167,05
Infrastruktur 340.245,12 Konstruksi 340.245,12
Pertanian 173.493,51 Tanaman pangan 0,27 46.146,52
Perkebunan semusim 0,54 93.545,85
Peternakan 0,19 33.801,14
* = dampak telah disesuaikan menggunakan deflator 2021 dengan asumsi harga konstan 2016
Sumber: kalkulasi tim Penulis
Dari hasil pengolahan data, ditemukan dampak total bencana banjir terhadap
perekonomian provinsi Kalimantan Selatan adalah sebesar 0,6 persen (Rp1,7 triliun)
penurunan output, 0,7 persen (Rp269,5 milyar) penurunan upah, dan 0,5 persen
108
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi
(Rp803,8 milyar) penurunan Nilai Tambah Bruto (NTB). Secara sektoral, seluruh sektor
dalam perekonomian Kalimantan Selatan turut mengalami penurunan output dengan
besaran yang variatif. Transmisi dampak bencana banjir terhadap 10 sektor paling
terdampak di Kalimantan Selatan ditampilkan pada gambar di bawah ini.
Gambar 53. Estimasi Dampak Banjir terhadap Perekonomian Sektoral
Kalimantan Selatan
Sumber: kalkulasi tim Penulis
Gambar 52 menunjukkan persentase perubahan yang sama antara dampak terhadap
upah, output, dan NTB sektoral akibat banjir di Kalsel. Selain itu, dapat dilihat bahwa
sektor paling terdampak oleh bencana banjir adalah sektor utilitas (penyediaan air,
pengadaan gas, dan ketenagalistrikan). Hal ini sejalan dengan sumber data yang
menyatakan kerugian tertinggi dialami oleh sektor produktivitas masyarakat, dan
pada studi ini sektor tersebut dipetakan sebagai sektor utilitas. Namun, kekurangan
dari studi ini ialah pemetaan sektor produktivitas yang belum tentu sesuai dengan
sektor produktivitas yang dimaksud pada sumber data.
Terlepas dari kelemahan tersebut, selain sektor terdampak yang telah dipetakan oleh
sumber data (pendidikan, perikanan, kesehatan, ketenagalistrikan, pengadaan gas,
pengadaan air, konstruksi, tanaman pangan, perkebunan semusim, peternakan),
terdapat juga sektor-sektor lain yang turut masuk kedalam 10 sektor paling
terdampak. Sektor tersebut adalah konstruksi, industri barang galian bukan logam,
serta jasa pertanian dan perburuan. Ketiga sektor ini mengalami penurunan total
output sebesar -0,6 persen hingga -1,5 persen, dan penurunan tertinggi dialami oleh
sektor konstruksi dengan nominal penurunan output sebesar Rp391,1 milyar,
penurunan NTB sebesar Rp153,3 milyar, dan penurunan upah sebesar Rp40,6 milyar.
-0,60
-0,65
-0,73
-0,76
-1,06
-1,22
-1,49
-3,98
-15,60
-60,69
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Swasta
Peternakan
Pertanian Tanaman Pangan
Jasa Pertanian dan Perburuan
Industri Barang Galian bukan Logam
Perkebunan Semusim dan Tahunan
Konstruksi
Ketenagalistrikan
Pengadaan Gas dan Produksi Es
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Daur…
Perubahan NTB, output, dan NTB sebagai Dampak Banjir Kalsel (persen)
Upah
Output
NTB
109
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi
Adapun dampak terhadap komponen output, NTB, dan upah di tingkat nasional dan
terhadap provinsi lain relatif minimal. Dampak terhadap perekonomian nasional ialah
-0.009 persen penurunan output, -0,007 persen penurunan upah, dan -0,008 persen
penurunan NTB. Sementara, terhadap provinsi selain Kalimantan Selatan, perubahan
output, upah, dan NTB berkisar antara 0.0001 persen hingga 0,01 persen penurunan.
Hal ini dapat terjadi dikarenakan share PDRB Provinsi Kalimantan Selatan yang relatif
tidak terlalu besar di tingkat nasional (1,1 persen pada triwulan I tahun 2021).
REKOMENDASI KEBIJAKAN
Berdasarkan analisis input-output yang dilakukan, kerugian pada beberapa sektor
(pendidikan, perikanan, kesehatan, ketenagalistrikan, pengadaan gas, pengadaan air,
konstruksi, tanaman pangan, perkebunan semusim, peternakan) akibat banjir di
Kalimantan Selatan turut mempengaruhi penurunan output, NTB, dan upah bagi
sektor-sektor lain di Kalimantan Selatan. Tiga sektor lainnya dengan persentase
terdampak terbesar adalah sektor konstruksi, industri barang galian bukan logam,
serta jasa pertanian dan perburuan. Ketiga sektor ini perlu menjadi prioritas untuk
pemulihan dan pemberian bantuan disamping sektor-sektor terdampak langsung,
dengan memperhatikan dampak berupa penurunan output, Nilai Tambah Bruto
(NTB), maupun penurunan upah yang terjadi.
Untuk studi lebih lanjut, perlu dipertimbangkan dampak-dampak lain seperti dampak
penutupan pabrik, penurunan mobilitas masyarakat, dan fenomena-fenomena lain
yang turut berpotensi menyebabkan penurunan output dan pendapatan masyarakat.
Dibutuhkan data yang lebih mendetail yang dapat diperoleh melalui survei langsung.
REFERENSI
Miller, R. E., & Blair, P. D. (2009). Input-Output Analysis: Foundations and Extensions
(2nd ed.). Cambridge University Press. https://doi.org/DOI:
10.1017/CBO9780511626982
Okuyama, Y. (2007). Economic Modeling for Disaster Impact Analysis: Past, Present,
and Future. Economic Systems Research, 19, 115–124.
https://doi.org/10.1080/09535310701328435
Rose, A. (2004). Economic Principles, Issues, and Research Priorities in Hazard Loss
Estimation BT - Modeling Spatial and Economic Impacts of Disasters (Y.
Okuyama & S. E. Chang (eds.); pp. 13–36). Springer Berlin Heidelberg.
https://doi.org/10.1007/978-3-540-24787-6_2
110
SUSUNAN TIM REDAKSI
Penanggungjawab
Amalia Adininggar Widyasanti, ST, M.Si, M.Eng, Ph.D
Pemimpin Redaksi
Eka Chandra Buana, SE, MA
Dewan Redaksi
Dr. Ir. Boediastoeti Ontowirjo, MBA
Dr. Onny Noyorono, MIA, MA
Leonardo Adypurnama Alias Teguh Sambodo, SP, MS, Ph.D
P.N. Laksmi Kusumawati, SE, MSE, MSc, Ph.D
Drs. I Dewa Gde Sugihamretha, MPM
Dr. Haryanto, SE, MA
Ir. Sidqy Lego Pangesthi Suyitno, MA
Ir. Imarita Trihanda, MS
Redaktur Pelaksana
Cut Sawalina, SE, MSi
Mochammad Firman Hidayat, SE, MA
Toni Priyanto J, S.Kom, ME
Rosy Wediawaty, SE, MSE, MSc
Tari Lestari, S.Si, SE, MS
Muhammad Fahlevy, SE, MA
Octal Pramudito, SE, MA
Dra. Dwi Martini, ME
Yunus Gastanto, SE, PG.Dip
Istasius Angger Anindito, SE, MA
Yogi Harsudiono, SE, MPA
Ibnu Yahya, SE, M.Ec. Pol
Rufita Sri Hasanah, SE, MEF
111
SUSUNAN TIM REDAKSI
Penulis
Achmad Rifa’i, S.Pd, M.Sc
Doddy Purwoharyono, SE
Haqiqi Masnatin, SE
Rahma Hanii Maulida, SE
Rinda Komalasari, SE
Filza Amalia, SE
Tri Mulyaningsih, S.Si
Agnes Kristi Damayanti, SE
Archie Flora Anisa, SE
Bayu Ardhiansyah, SE
Bekti Setyorani, SE
Cici Lisdiana, SE
Firdaussy Yustiningsih, STP, ME
Hillary Tanida Stephany Sitompul, S.HI
Indra Muhammad, SE
Nabila Nursyadza, SE
Richard Lorenz Hasiholan Silitonga, SE
Shania Adriella Kurniawan, SE
Sharmila Erizaputri, SE
Aldi Turindra Rachman, SE
Hilda Roseline, SE
Khairun Nisa, SE
Kustyanto Prabowo, SE
Widyastuti Hardaningtyas, SE
Widya Setya Sari, SE
Imroatul Amaliyah, SE
Muhammad Fikri Masteriarsa, S.Stat
Samuel Kharis Harianto, S.E., M.SE.
Thaliya Wikapuspita, SE., M.Sc.
112
SUSUNAN TIM REDAKSI
Distributor/Sirkulasi
Imam Musadad
Tulus Sujadi
Administrasi
Dina Fitriani, SPd
Riris Karisma Kholid, SE
Editor
Rahma Hanii Maulida, SE
Grafis dan Layout
Muhammad Ulinnuha Khoirul Umam, S.Pd
113
Untuk memberikan hasil laporan terbaik,
kami mengharapkan saran dan kritik membangun dari pembaca.
Kritik dan saran harap dikirimkan ke alamat surat elektronik berikut
114
KEDEPUTIAN BIDANG EKONOMI
KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS
Gedung Wisma Bakrie 2 Lt. 5, Jl. HR Rasuna Said,
Kuningan, Jakarta Selatan, 12920
Telp. (021) 31934267