EDISI V - bacalatansa.com · Salam perkenalan dari kami Kru La Tansa 2018 – 2019, kami segenap...

50
EDISI V

Transcript of EDISI V - bacalatansa.com · Salam perkenalan dari kami Kru La Tansa 2018 – 2019, kami segenap...

  • EDISI V

  • EDISI V

    OPINI

  • EDISI V

    Hai Sobat Masisir! Salam perkenalan dari kami Kru La Tansa 2018 – 2019, kami segenap redaksi majalah mengucapkan puji syukur kepada Allah Tuhan Semesta alam yang telah memberikan kita nikmat iman dan islam hingga saat ini. Khu-sus dalam kesempatan mengemban amanah sebagai penanggung jawab Majalah La Tansa 2018-2019 IKPM CAB Kairo. Kemudian, shalawat serta salam kami hanturkan junjungan Nabi besar Muhammad Saw yang tel-ah membawa kami ke zaman yang penuh dengan cahaya islam, dan semoga kita semua mendapatkan syafaatnya di hari akhir kelak. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua anggo-ta redaksi yang telah berpastisipasi dalam keberhasilan Majalah La Tan-sa ini. Dan para senior yang tidak berhenti mendukung dan memberi arahan yang bertujuan menjadikan kami mampu menghadirkan bacaan yang berkualitas dan mampu diper-tanggung jawabkan Dalam edisi kali ini, kami mencoba mengulas bagaimana kon-

    Assalâmu’alaykum warahmatullâh wabarakâtuhu

    sep Dekonstruksi Syariat Islam saat ini, perubahan dalam hukum publik di negara-negara Islam dengan memba-ngun suatu versi hukum publik Islam yang sesuai dengan standar konstitu-sionalisme, hukum pidana, hukum in-ternasional, dan hak-hak azasi manu-sia modern. Kata dekonstruksi dalam KBBI memiliki arti ‘penataan ulang’ atau diartikan bentuk struktur tidak lazim, misalnya bangunan berbentuk miring. Sering kita temui saat ini bah-wa masyarakat sekarang tidak perlu merasa berdosa meninggalkan khaz-anah warisan ulama-ulama terdahulu, bahkan meninggalkan teks-teks wahyu yang qat’i sekalipun, demi tercapainya tujuan esensial dari syariat itu. Karena masalah qat’i-zanni saat ini manusia juga yang menetapkan kriterianya. Semoga tulisan sederhana ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca khususnya, Akhir kata, Kekurangan dan kesalahan dari penu-lisan majalah mungkin masih banyak terlihat. Maka dari itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami harap-kan untuk memperbaiki kekurangan dan kesalahan kami dan menjadikan-nya lebih baik. Selamat Membaca!

    DEWAN PENASIHAT Bpk. Usman Syihab, Lc - Bpk. Mukhlason Jalaluddin, Lc - Bpk. Isa Anshori, Lc - Bpk. Subhan Jaelani Ahmad - Bpk. Ghazali Rahman, Lc - Bpk. Hasbiyallah Alwi, Lc - Bpk. Nur Fuad Shofiyullah, Lc - Bpk. Hik-matullah Sujana, Lc REDAKTUR AHLI Arief Assofi, Lc - Umar Abdullah, Lc - Abdul Kholiq Muhsin, Lc - Jauharotun Naqiyyah, Lc - Hayyun Ulfa, Lc - PELINDUNG Ikpm Kairo PIMPINAN UMUM Nailli Izzah Ramadhani PIMPINAN REDAKSI Fakhri Abdul Ghaffar Ibrahim PIMPINAN USAHA Adam Huda Haqiqi - Hanifah Nur Fadhillah - Hantrini Rolistiani SEKRETARIS Balqis Nurul Ilma BENDAHARA Zulina Hesti Pamungkas EDTOR Bana Fatahilah - Latiefah Igfirlia - Idham Khadi - Salma Qodariyah - Rizma Zuhdiyah LAY-OUTER Luqman Fauzi - Mabafasa Al-Khuluqy - Naf-isah Aliyah - Syarifah Mutia - Fiki Roi’atuz Zibrija PERCETAKAN & PEMASARAN Eka Fathurrahman - Dzurriyah Ahsantiyah - Hilman Abdillah Putra KRU Nur Taufiq Al-Hakim - Afifah Thohiroh - Zaenal Mustofa - Akmal Rabbani

    - Rizky Abdillah - Fathan Fadzlurahman

    -LA TANSA-

    EDISI VDEKONSTRUKSI SYARIAT ISLAM

    DAFTAR ISI SALAM REDAKSI01 0204 06

    08 1012

    1620

    1418

    SALAM REDAKSI

    TAJUK UTAMA

    TAJUK UTAMA I II

    KHAZANAH

    OASEHIKMAH

    DUNIAKAMPUS

    FIGUR SYI’ARUNA

    OPINI KAJIAN UTAMA

    2530

    RESENSI

    RESENSI

    2327

    32

    TAKHOSSUS

    FIKRAH

    NISAIYAH

    3438

    KABAR AZHAR

    WARTANUSANTARA

    3640

    EGYPTLEISURE

    CERPEN PUISI

    46CATATAN

    AKHIR

    43WAWANCARAEKSLUSIF

  • EDISI V

    Oleh: Zaenal Mustofa

    DEKONSTRUKSI SYARIAT ISLAM

    unia Islam mengalami kri-sis yang cukup lama, sangat kompleks dan menggerogo-

    ti hampir seluruh aspek kehidupan. Berbagai upaya telah dilakukan, para reformis datang silih berganti, namun keadaan umat masih jauh dari yang diharapkan. Menjelang akhir abad keempat hijriah, berbagai mazhab pemikiran dalam disiplin ilmu, sep-erti fikih, teologi, ushul fikih dan taf-sir mengalami pengkristalan. Sejak saat itu dikatakan aktifitas ijtihad di kalangan kaum muslim mengalami stagnasi. Sikap fanatisme mulai mun-cul dan mengental ketika bertaklid, berkutat pada pendapat dan pan-dangan pendahulunya, hingga me-nimbulkan konflik horizontal dan melemahkan integrasi umat. Ketika itu ada pendapat yang mengatakan pintu ijtihad telah tertutup. Pendapat ini lahir sebagai respon atas sebagian fukaha yang menjadikan prinsip ij-tihad untuk melayani kepentingan penguasa. Atas nama ijtihad mereka mengeluarkan pendapat yang berto-lak belakang dengan prinsip dasar Is-lam. Slogan tertutupnya pintu ijtihad dilakukan untuk mencegah hal terse-but, meskipun dalam kenyataannya tak seorangpun ulama yang mengakui tertutupnya pintu ijtihad. Islam, meskipun dipaksa untuk mensekulerkan dirinya, tetap bertahan pada prinsip ajarannya. Se-lama lebih dari 700 tahun mengua-sai sebagian daratan Eropa, Spanyol,

    D berhadapan dengan nilai dan budaya masyarakat yang beragam, tidak terbaratkan, tidak latah mengikuti zaman dan tidak tersekulerkan. Ratu-san tahun menapaki bumi Nusantara, hingga hari ini wajah Islam di Indone-sia tidak berubah keorisinalitasnya. Upaya mensekulerkan Islam akhir-akhir ini semakin gencar, bukan orang-orang orientalis, namun oleh para tokoh intelektual dan sarjana muslim, seperti Muhammad Arkoun, Nasr Hamid Abu Zayd, Muhammad Khalafallah, Khalil Abd Al-Karim, Ab-dullah Ahmed Na’em, Abdul Karim Shoroush dan beberapa pemikir lain. Di antara para tokoh yang menjadi garda terdepan dalam sekulerisasi Is-lam adalah teolog Yahudi dan Kristen. Para pemikir ini memberikan justifi-kasi religiositas atas sekulerisasi. Usaha yang sama dilakukan oleh beberapa intelektual muslim In-donesia, disebut lokomotif ‘Gerakan Pembaharuan Pemikiran’ oleh Nur-cholish Madjid, yang menyatakan sekulerisasi tidak kontradiksi den-gan ajaran Islam. Bahkan disamakan dengan tauhidisasi yang oleh Prof. Rasyidi dikatakan sebagai sebuah definisi yang arbitrery. Nurcholis berargumentasi bahwa sekulerisasi adalah sebuah proses desakralisasi, menduniawikan nilai yang sepatut-nya duniawi dan membebaskan ma-nusia dari tendensi untuk mensakral-isasikannya. Atas dasar ini ia lantas menyamakannya dengan tauhidisasi yang menantang bid’ah dan khura-

    fat. Sepintas argumentasi ini tam-pak rasional, namun penelitian se-lanjutnya membutikan sebaliknya. Memang benar tauhid meniscayakan desakralisasi selain Allah Swt., akan tetapi seperti yang diungkap oleh Prof. Naquib Al-Attas: “Islam did not completely deprive nature of spiritu-al significance for it sees in Creation, in the heaven and the earth and what lies between. in everything in the far-thest horizon and in our very selves – the Signs of God. (Lihat, Syed. Mu-hammad Naquib Al-Attas, Islam and Secularism, Kuala Lumpur: ISTAC, 1993). Oleh sebab itu menyamakan sekulerisasi dengan tauhidisasi ada-lah sebuah absurditas intelektual. Perubahan adalah sunatul-lah yang tidak mungkin dihindari. Seiringan dengan perubahan itu, banyak problem kemanusiaan yang sebelumnya tidak ada menjadi ada. Syariat Islam yang bersifat suci, ab-solut, permanen, yang diyakini ber-asal dari Allah, saat ini berhadapan dengan problematika yang terus han-gat diperdebatkan dalam diskursus hukum Islam kontemporer. Dalam ranah pemikiran Islam, persoalan ini bukanlah hal baru. Islam telah bersentuhan dengan pelbagai budaya dan peradaban. Ia beradaptasi dan mengadopsi tanpa mengubah esensi. Menanggapi masalah ini para ulama dan pemikir Islam terb-agi menjadi tiga kelompok. Pertama, mengingkari adanya perubahan da-lam hukum Islam yang ada, karena

    TAJUK UTAMA

    02

  • EDISI V

    menganggap hukum yang sudah ada cukup dan tetap. Mereka tidak mem-bedakan antara ruang ibadah dan muamalat, tidak memandang adanya rasio dibalik sebuah hukum. Kaum Zahiri adalah kelompok yang pal-ing kuat mengusung ide ini. Mereka melihat modernisasi sebagai upaya penghancuran Islam. Kedua, kelom-pok yang berusaha mengkompromi-kan hukum Islam dengan perubahan. Mereka tidak menolak adanya pe-rubahan hukum Islam selama tidak bertentangan dengan ide, institusi dan nilai pokok syariat Islam. Keti-ga, mereka yang terlalu memberikan penekanan pada aspek realitas dan mengabaikan tuntutan teks. Mereka berusaha memberikan reinterpreta-si dan re-thinking terhadap bebera-pa aspek kunci dalam tradisi Islam, meninggalkan apa yang diangap tidak sesuai dengan perkembangan zaman dan mengambil apa yang dianggap relevant saja, dan berusaha untuk tetap royal terhadap etos, tujuan dan nilai-nilai Qurani yang kekal. Kelompok ketiga ini semakin lantang terdengar dalam wacana pem-baharuan pemikiran Islam kontem-porer. Mereka bukan hanya mengkri-tik, mengecam dan mendiskreditkan Islam, namun juga melempar tudu-han sinis, menggambarkan hukum Is-lam begitu kejam dan sadis. Menuduh hukum Islam otoritatif, dikonstruksi untuk melayani kepentingan fukaha atau penguasa. Syariat Islam digam-barkan bersifat koersif, menolak per-bedaan, memberangus keberagaman dan membungkam kebebasan ber-fikir. Mereka mengaitkan fikih Islam bersifat teosentris, fatalistik dan kon-servatif. Bukan hanya ditujukan un-tuk menunjukkan kepatuhannya pada Tuhan, tetapi sebagai batu loncatan untuk membentuk kekuasaan baru yang berpusat pada otoritas tunggal. Hal ini disebabkan oleh perangkat

    epistemologi tekstualis yang hanya berkutat pada tafsir teks bukan taf-sir realitas. Mereka tidak rela men-jadikan Al-Quran sebagai tolak ukur kebenaran dan tidak rela Al-Quran dijadikan sebagai sesuatu yang final. Oleh karena itu, mereka tidak senang dengan label kafir, musyrik, munafik. Mereka menjadikan Imam Syafi’i sebagai kambing hitam. Mer-eka menuduh ulama yang agung ini sebagai orang yang paling bertanggu-ng jawab atas kebekuan dan stagnasi, bukan hanya dalam pemikiran fikih Islam, tapi juga pemikiran Islam se-cara keseluruhan. Kata mereka,” Kita

    lupa Imam Syafi’i memang arsitek ushul fikih yang paling brilian, tapi juga karena Syafi’ilah pemikiran-pe-mikiran fikih tidak berkembang sela-ma kurang lebih dua belas abad. Se-jak Syafi’i meletakkan kerangka ushul fikihnya, para pemikir fikih muslim tidak mampu keluar dari jeratan met-odologinya. (Lihat Mun’im Sirry (ed.), Fiqih Lintas Agama, Yayasan Wakaf Paramadina bekerjasama dengan The Asia Foundation, 2004) Ketergantungan fikih pada teks-teks keagamaan sesungguhn-ya tidak bisa dikategorikan sebagai aib metodologis. Hal itu bertujuan untuk menjaga objektivitas hukum. Suatu hukum yang tidak mempunyai rujukan hanya akan menimbulkan keonaran, karena setiap orang akan

    memberikan hukum sesuai dengan kepentingannya. Kitab Undang-un-dang Hukum Pidana (KUHP) di In-donesia misalnya, dijadikan rujukan pengacara dan hakim untuk menyele-saikan kriminalitas. Setiap keputusan akan merujuk ke teks tersebut. Jika gagal menemukan pijakan tekstualn-ya, akan mengakibatkan hukum tidak bisa diterapkan. Hukum Islam tidak sekaku yang dikira sebagian orang, mem-buta tuli tergantung pada teks dan mengabaikan realitas objektif di de-pan mata. Fikih Islam memiliki nilai fleksibilitas sendiri. Mengadopsi dan beradaptasi dengan lingkungan apa saja. Fikih Islam memiliki mekanisme tersendiri dalam berubah sesuai wak-tu dan tempat ataupun adat istiadat setempat selama tidak melanggar prinsip dasar syariat Islam, seperti teks-teks eksplisit Al-Quran yang ti-dak mengandung multi interpretasi atau dinamakan qat’i al-tsubut wa al-dilalah. Oleh karena itu, hukum haramnya gibah dan bohong, wajib-nya salat, zakat, puasa, haramnya riba, hukum nikah dan talak, hukum hudud dan qisas, rajam terhadap pez-ina, dan lain-lain tidak bisa berubah, meskipun waktu dan tempat berubah. Belakangan ini, hukum-hu-kum yang qat’i al-tsubut wa al-dilalah ingin dirubah oleh pemikir Islam, karena berpendapat hukum tersebut sudah kehilangan relevansinya den-gan masyarakat saat ini. Atas keyak-inan inilah kemudian muncul konsep persamaan gender yang dimana pen-gusungnya gencar menyerang penaf-siran hukum Islam dan tafsir klasik berkaitan dengan wanita. Selain itu, masalah kepemimpinan rumah tang-ga, hukum warisan juga sering men-jadi objek kecaman. Dalam hukum publik, Abdullah Ahmad Na’em, in-telektual dari Sudan, merupakan to-

    Ketergantungan fikih

    pada teks-teks keagamaan

    sesungguhnya tidak bisa

    dikategorikan sebagai

    aib metodologis.

    Hal itu bertujuan untuk

    menjaga objektivitas hukum.

    ‘‘

    ‘‘

    TAJUK UTAMA

    03

    Bersambung hal. 43

  • EDISI V TAJUK UTAMA II

    Oleh: Fakhri Abdul Gaffar Ibrahim

    DEKONTRUKSIPARADIGMA SUNNAH DAN ORIENTALISME

    slam telah memiliki metode pembacaan teks yang kompleks jauh sebelum Barat menggu-

    nakan hermeneutic sebagai pisau analisis dalam membaca Bibel. Da-lam Usul Fiqh secara garis besar ij-tihad dalam memahami teks terdiri dari dua macam; ijtihad semantic dan ijtihad maqosid. Seluruh metode yang telah terumuskan oleh ulama terda-hulu bersumber utama dari al-Quran dan Sunnah. Maka apabila terjadi de-kontruksi paradigm dari dua sumber tersebut maka secara perlahan syariat akan terdekontruksi. Dalam konteks sumber aja-ran Islam, as -Sunnah menempati po-sisi kedua terpenting setelah al-Qu-ran dalam menetapkan hukum Islam. Sunnah datang sebagai penjelas, perinci dan penguat hukum yang ada dalamal-Quran. Melihat Urgensi Sunnah dan perannya yang esensial dalam Islam, tidak mengherankan jika kalangan yang tidak senang pada Islam berupaya dengan gigih men-cari kelemahannya, walaupun dengan cara mengada-ada. Tujuannya adalah untuk menggoyahkan kepercayaan umat Is-lam pada Sunnah ini. Sebab mereka memahami betul bahwa jika Sunnah dapat disingkirkan dari kehidupan umat Islam, maka otomatis Islam ti-dak akan dapat tegak. Jika Sunnah Nabi sudah dapat mereka sisihkan terbukalah peluang untuk menyim-pangkan al-Quran dan memahamin-

    I ya menurut selera masing-masing. Kalangan yang paling berkepentingan dengan masalah ini di zaman modern adalah kaum ori-entalis. Sebelum penulis berbicara lebih lanjut mengenai beberapa Syub-hat terhadap Sunnah yang dilontar-kan oleh orientalis, ada baiknya kita mengetahui beberapa metodelogi mereka dalam mengkaji Islam ter-khusus Sunnah Nabawi yang dikutip dari analisa Prof.Dr.Musthafa Al-Si-ba’i (Lihat, Sunnah wa Makanatuha fi Tasyri al-Islami, 2010: 178) tentang metedologi orientais. Ciri khasanalis mereka di antaranya, sebagai berikut:•Berprasangka buruk dan salah men-gerti tentang masalah-masalah yang berkaitan dengan Islam, baiktujuan dan motifnya.•Berprasangka buruk terhadap to-koh-tokoh Islam, ulama dan pembe-sar-pembesar Islam.•Memperlakukan informasi (teks) ilmiah menurut kemauan mereka sendiri.•Memutarbalikkan teks dengan sen-gaja. Jika tidak menemukan cel-ah-celah untuk diselewengkan, mere-ka mendistorsi makna yang ada.•Menggunakan referensi semaunya untuk dijadikan sumber nukilan, mis-alnya menjadikan buku-buku sastra sebagai rujukan untuk mengetahui sejarah Hadits dan literature sejarah untuk menentukan sejarah fikih. Dari segi metodologi, mere-ka telah memiliki prakonsepsi yang

    merupakan doktrin agama mereka yang tertanam bahwa al-Quran bukan kalam Allah dan Muhammad bukan Rasul Allah. Akibatnya, penelitiannya hanyadiarahkan untuk mendukung asumsinya saja, bukan ingin mencari kebenaran tapi pembenaran. Banyak dari kajian-kajian orientalisme yang terkait erat dengan kepentingan neg-ara-negaratertentu, bersifat politis, bisnis, strategis dan lain sebagainya. Setelah sepak terjang orienta-lis untuk membuat keraguan terhadap al-Quran mengalami kegagalan, kare-na tidak menunjukan pengaruh yang signifikan di kalangan kaum Mus-lim, orientalis Barat mencoba mem-bidik sumber Islam kedua, Sunnah. Orientalis pertama yang menyebar-kan keraguan terhadap Hadits ialah Goldziher, Yahudi Hongaria yang di kalangan Islamolog Barat dianggap sebagai orang yang paling banyak mengetahui Hadits. Rasa kagum ori-entalis terhadap Goldziher terletak pada keberaniannya mengkritik, me-munculkan keraguan terhadap Had-its, serta melontarkan tuduhan-tudu-han yang tidak pernah terdengar dikalangan Muhadditsun selama be-rabad-abad.•Otentifikasi (Tausiq) Hadits, meto-deini sebagai salah satu metode untuk melacak kebenaran suatu Hadits, tel-ah diuji sejak masa sahabat dan Ta-bi’in. Orang-orang yang menemukan Hadits dapat mengkaji ulang kepada sahabat, Tabi’in ataupun para imam.

    04

  • EDISI V

    Otentifikasi itu tidak sebatas sanad tetapi juga isi atau matan.•Metode Jarhwa Ta’dil (KritikRa-wi). Metode kritik rawi Hadits se-bagai orang jujur atau pendusta, merupakan metode efektif yang membersihkan Hadits Nabi dari berbagai pemalsuan dari orang-orang yang berkedok sebagai per-awi. Dengan metode inilah para ulama bisa membedakan Hadits shahih dengan dha’if. Diatas telah kita deskripsikan metodologi muhadditsun dalam membentengi Hadits Nabi sehingga tak satupun celah yang dapat ditem-bus. Sekarang kita mencoba untuk mengkaji sejauh mana kebenaran tuduhan Goldziher terhadap Hadits. Pertama, Goldziher menuduh bahwa bagian terbesar dari Hadits adalah catatan sejarah tentang ha-sil kemajuan yang dicapai Islam di bidang agama, politik dan sosial pada dua abad pertama hijrah. Tuduhan itu secara historis dan de facto tidak beralasan. Rasullah Saw. meninggal-kan setelah “merumahkan” al-Quran dan Sunnah Nabi Saw. Hal ini secara eksplisit ditegaskan al-Quran, “Pada hari ini kusempurnakan untukmu agamamu, kucukupkan a t a s m u -

    nikmat-Ku dan Aku ridha bagimu Is-lam sebagai agama.” [Q.S al-Ma’idah 5: 3]. Untuk mengetahui sejauh mana matangnya Islam sejak periode perta-ma, cukup dilihat kesiapan Umar bin Khatab menangani urusan dua im-perium terbesar saat itu; Persia dan Romawi. Umar mampu menjalankan roda pemerintahan bahkan dengan sistem yang lebih sempurna dan adil dari Kisra dan Kaisar. Kedua, Goldziher menuduh bahwa Ahlu Bait sengaja membuat Hadits untuk mendiskreditkan dan menjatuhkan Umawiyyah, dan begitu pula sebaliknya. Tidak bisa kita pun-gkiri keutamaan para sahabat Nabi. Dalam hal ini Syi’ah melebih-lebi-hkannya memuja Ahlu Bait sampai menjatuhkan sahabat lainnya, dari sini mereka mulai memalsukan Had-its untuk menjatuhkan beberapa sa-habat lainnya dan juga mendiskredit-kan Umawiyyah dan pendukung mereka. Disinilah menjadi akar per-masalahan, bahwa Goldziher me-nukil sumber dari golongan Syi’ah, Khawarijdan yang mengikuti paham menyimpang lainnya secara latah. Sejarah mencatat tokoh Syi’ah, Ibnu A b i l H a d i d men- g a -

    takan bahwa Syi’ahlah yang perta-ma mendustakan Hadits, muncul Goldziher menuduh ulama-ulama yang tsiqoh, semisal Sa’id bin Musy-aab, Atho’ bin Rabah, Imam Zuhri, memulainya tindakan pemalsuan itu. (Musthafa Sibai’i, 2010: 190) Ketiga, sasaran tuduhan Goldziher diarahkan kepada Imam terbesar dalam Sunnah pada zaman-nya, Imam Zuhri. Goldziher menuduh Zuhri diperalat oleh dinasti Umawi karena kedekatannya dengan khal-ifah. Alasan seperti itu tidaklah cuk-up untuk menyimpulkan tuduhan yang diarahkan padanya. Seperti diriwayatkan Ibnu Asakir dengan sanadnya dari Imam as-Syafi’I bah-wa khalifah Hisyam bin Abdul Malik bertanya pada Sulaiman bin Yasar tentang tafsir ayat 11 surat an-Nur, “Dan siapa di anatara mereka yang mengambil bagian terbesar tentang berita bohong, baginya azab yang besar.” Siapakah orang yang dimak-sud? Sulaiman menjawab. “Abdullah bin Ubay bin Salul.”Hisyam berkata, “Anda Bohong, dia adalah Ali bin Abi Thalib” Musthafa Sibai’i mengomen-tari dalam bukunya (2010:190) bah-

    EDISI V

    Bersambung hal. 43

    TAJUK UTAMA II

    05

  • EDISI V

    Syari’at SebagaiAsas PeradabanUmat IslamOleh: Muhammad Nur Taufiq al Hakim

    KHAZANAH

    etiap bangsa maupun populasi manusia tertentu sejak dahulu kala selalu memiliki cirri khas

    peradaban yang dapat dijadikan to-lak ukur dalam membedakan mas-ing-masing bangsa tersebut. Dengan adanya ciri khas tersebut, berbagai bangsa dengan berbagai macam cor-ak peradabannya seolah-olah kian bersaing untuk dapat dinisbatkan se-bagai bangsa yang dapat memimpin dunia menuju arah yang lebih baik. Hal itu pun berlaku bagi dua bangsa besar yang eksistensinya tidak akan pernah hilang dari memori sejarah peradaban manusia, yaitu Bangsa Persia danBangsaRomawi. Persia yang merupakan bang-sa yang menduduki wilayah Iran dan sebagian besar wilayah Timur adalah suatu bangsa yang pada umumnya bersifat nomaden. Merekatinggal di kemah-kemah dan berpindah-pindah dari satu tempat ketempat lainnya sesuai dengan kondisi cuaca maupun kecukupan kebutuhan pangan dar-it empat yang akan mereka tinggali. Mereka juga seringkali menyerang suku-suku lain demi kelangsungan hidup mereka (Lihat Ilyas Hawari, Sejarah Peradaban Persia Kuno, di-unggah pada Jum’at, 12 Desember 2014).Sementara Romawi yang bertem-

    S pat tinggal di kota Roma masa kini, yang padaawalnya hidup bertani pada akhirnya menjadi bangsa yang dike-nal luas sebagai masyarakat kapitalis dan materialis setelah mereka berha-sil menundukkan penguasa Etruskia yang memerintah Roma kala itu dan menguasai hampir keseluruhan wilayah Barat. Nantinya kedua perad-aban ini seakan terhapus dan terbaur dengan system peradaban yang dijun-jung tinggi oleh Umat Islam. Islam dengan segalaajaran dan syariatnya yang termuat Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad Saw. Yang juga merupakan landasan utama bagi Umat Islam dalam men-jalani kehidupannya, telah menja-dikan peradaban mereka kian maju jauh melebihi pendahulunya. Perad-aban tersebut bercikal bakal dari Ja-zirah Arab semenjak kelahiran Nabi Muhammad Saw. di Makkah. Den-gan berciri khaskan ketaatan kepada Allah Swt. Sebagai identitas mere-ka, Umat Islam senantiasa berusaha mencegah segala bentuk kerusakan, permusuhan serta kekacauan (Lihat Harun Yahya, Masa Keemasan, Hal. 106, Mizan, Bandung, 2003), sebali-knya Umat Islam berusaha memper-baiki tatanan kehidupan yang telah diterapkan luas oleh masyarakat pada umumnya dengan cara memperdalam

    dan menekuni kegiatan-kegiatan ilm-iah. Adanya dorongan dan moti-vasi yang besardari ajaran agama un-tuk terus menjelajahi samudra ilmu demi memperoleh pengetahuan yang luas tentang agama Islam dan dunia yang mereka tinggali, telah menja-dikan status keilmuanUmat Islam kala ituberada di posisi terdepan da-lam proses pengembangan barbagai cabang ilmu yang kita bias nikmati saat ini. Dalam sebuah hadis yang di-riwayatkan oleh Muadz bin Jabal ra. Dari Rasulullah Saw. Sesungguhnya beliau bersabda: “Pelajarilah ilmu, karena sesungguhnya mempelajarin-ya untuk kepentingan Allah Swt. Ada-lah kekaguman terhadap-Nya, dan meminta ilmu adalah ibadah, dan membicarakannya adalah tasbih, dan mencarinya adalah jihad, dan men-gajarkannya kepada siapa yang tidak mengetahui adalah sedekah.” (Lihat Toha Abdul Aziz, Ta’tsîr al-‘Arabifî al-hadloroh al-Aurubiyyah, Hal. 16, Dar Ushuluddin, Kairo, 2018).Ter-hitung sejak abad kesembilan hingga tiga belas, Umat Islam telah mempra-karsai suatu ledakan besarkemajuan dari perkembangan sains, filsafat, serta budaya yang dampaknya dapat dirasakan langsung oleh para pen-dudukdari wilayah Spanyol sampai India (Lihat Firas al-Khateeb, Lost Islamic History, Hal. 75, Hurts, Lon-don, 2014). Hal ini menunjukkan adan-ya tujuan dan hikmah dari setiap hal yang disyariatkan oleh Islam sehingga menjadikan umat manusia yang men-erapkannya selalu hidup dalam ling-karan kedamaian. Salah satu Syariat Islam yang banyak menyimpan man-faat lahir dan batin bagi Umat Islam adalah shalat. Shalat yang merupakan Rukun Islam kedua setelah syahadah,

    06

  • EDISI V

    Islam dengan segala aja-ran dan syariatnya yang termuat dalam Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muham-mad Saw. Merupakan lan-

    dasan utama bagi Umat Islam dalam segala aspek

    kehidupan.

    disamping sebagai amalan pertama kali yang akan dihitung di Hari Kia-mat kelak, ternyata memiliki berbagai manfaat medis yang sangat besarbagi Umat yang rutin melaksanakannya. Gerakan-gerakan sholat merupakan jenis gerakan terbaik yang senatia-sa dapat mengembalikan berbagai fungsi otot dengan baik, melancarkan peredaran darah tubuh, dan mence-gah berbagai penyakit yang terjadi di tulang punggung. Secara khusus, gerakan ruku’ dengan posisi yang sempurna dapat menjaga pelekatan tulang ekor dengan tulang belakang kian seimbang sehingga membuat persendian menjadi licin. Sedangkan gerakan sujud dengan posisi yang sempurna dapat memperlancar aliran darah yang menuju ke otak yang mer-upakan pusat dari susunan syaraf (Li-hat, Deden Suparman, Pembelajaran Ibadah Sholat dalam Perspektif Psikis dan Medis, 2015). Begitu juga dengan gerakan wudhu juga memiliki efek ter-tentu terhadap kesehatan, yaitu dapat merangsang titik-titik akupuntur atau meridian tubuh yang pengaruhnya sangat besar untuk kesehatan tubuh. Di saat yang sama, membilas kulit tubuhdengan air bersih secara be-

    rulang-ulang dapat meningkatkan kekebalan tubuh terhadap berbagai kuman dan patogen berbahaya akibat kulit yang terpaparolehdebu. Samahalnya dengan Shalat, pelarangan praktik riba dalam berb-agai bentuk dan jenisnya telah men-jadikan system perekonomian Umat Islam terbebas dari segala tindak kecurangan dan kedzaliman. Pela-rangan tersebut melahirkan suatu prinsip utama pengelolaan keuangan yang berasaskan Syariat Islam, yai-tu pelaksanaan aktifitas bisnis atas dasar kesetaraan, keadilan, dan ket-erbukaan, pembentukan kemitraan yang saling menguntungkan serta keharusan memperoleh keuntungan usaha secara halal. Atas dasar prin-sip tersebut, Umat Islam mendapat-kan banyak keuntungan dari berbagai pelaksanaan transaksi jual beli yang jujur dan saling menguntungkan, maupun pembagian harta zakat bagi orang-orang yang membutuhkan se-hingga dapat meminimalisir angka kemiskinan di antara mereka. Begitu pula dengan syariat-syarit yang lain, semuanya memiliki hikmah yang agung serta berperan penting dalam kemajuan peradaban Umat Islam. Meskipun dahulu kala Umat Islam mengalami era keemasan dari peradaban yang berlandaskan Syari-at Islam, kiniera tersebut begitu dir-indukan oleh Umat Islam sekarang. Adanya dekonstruksi Syariat Islam yang dilakukan oleh oknum-oknum tertentu telah benar-benar merusak-tatanan agama yang diajarkan oleh Nabi Muhammad Saw. Adanya eksis-tensi dari masyarakat yang jauh dari penerapan Syariat Islam, menjadikan masyarakatkian menjauh dari nilai-nilai moral yang sepatutnya dijaga. Masyarakat yang seperti itu rawan dengan segala bentuk pelanggaran susila. Tanpa memiliki kesadaran

    atau rasa takut kepada Allah Swt., semua bentuk kemaksiatan dianggap wajar karena itu semua tergantung pada individu yang memutuskan be-narsalahnya perkara tersebut. Mer-eka cenderung menyalahi nilai-nilai keadilan, toleransi, kesabaran, keju-juran, dan akhlak yang baik. Meluasn-ya kemaksiatan dan perbuatan amor-al adalah ciri-ciri umum masyarakat yang jauh dari Al-Qur’an dan Sunnah (Lihat, Harun Yahya, Op.cit, Hal. 97). Dalam masyarakat yang jauh dari nilai moral Al-Qur’an dan Sun-nah, orang-orang tidak memikirkan kepentingan, kenyamanan, keaman-an, dan kesehatan orang lain. Kepu-tusan mereka egois, selalu ingin mendapatkan lebih dan ingin memili-ki yang lebih banyak dan banyak lagi. Mereka berpura-pura tidak tahu akan apa yang terjadi di sekitar mereka, seakan-akan hal itu tidak akan pernah terjadi kepada dirinya. Mereka mencari keuntungan den-gan melakukan berbagai praktik cu-rang atau mencoba untuk mencapai kekayaan melalui penipuan, mereka mengetahui akibat buruk dari kejadi-an ini, namun kesengsaraan orang lain tidak diindahkannya. Orang memper-lakukan satu sama lain dengan baik hanya jika mereka mengetahui bahwa mereka akan mendapat keuntungan materi dengan membantunya. Kondi-si sedemikian rupalah yang terjadi pada peradaban-peradaban yang ti-dak mengadopsi Syariat Islam sebagai asas perbuatan dan perilaku mereka. Oleh karena itu, kita sebagai Umat Islam sepatutnya untuk selalu berusaha dalam mengimplementa-sikan seluruh Syariat Islam yang telah diajarkan dalam Al-Qur’an dan Sun-nah, sehingga kita selalu dalam per-lindungan dan keridaan Allah Swt.

    ‘‘

    ‘‘

    KHAZANAH

    07

  • EDISI V

    MENYELAMI DIRI

    Oleh: Adam Huda Haqiqi

    OASE HIKMAH

    rang yang membaca dengan cerdas sejarah kehidupan manusia termasuk seluruh

    t a h a - pan-tahapanya dan khusun-ya berkaitan dengan keimanann-ya, maka akan menemukan banyak kekeliruan dalam hitam-putihnya dunia ini. Wajar saja, karena manu-sia tidak dengan sengaja diturunkan Tuhan ke bumi, kita meyakini bahwa Nabi Adam dan Siti Hawa bukanlah penduduk asli planet ini melainkan mereka berdua adalah imigran dari kampung abadi bernama surga, dan sudah bisa dipastikan kehidupan dunia ini hanya sebagai transit ke kampung abadi begitupun seluruh anak-anak keturunannya. Karena itu -wallahua’lam- tidak sebagaimana penduduk lainya di surga, Nabi Adam dan Siti Hawa diciptakan Tuhan dari campuran tanah dan nur yang mana

    Ounsur ini diambil dari dua tempat berbedaya itu bumi dan surga. Sementara dahulu, sebelum turunya mereka berdua sudah ada yang menempati bumi ini yaitu bang-sa jin yang tercipta dari api; asap dan dikelompokkan menjadi abal jan dan banul jandan, dari kedua kelompok tersebutlah terus terjadi pertempu-ran dan kerusakan di bumi. Akhirnya Allah memerintah ‘Azazil; iblis yang merupakan pimpinan bangsa jinun-tuk memusnahkan dua kelompok yang merusak bumi. Sehingga pen-ciptaan manusia sendiri adalah un-tuk menggantikan posisi bangsa jin sebagai khalifah di bumi. Mungkin akibat dari kerusakan yang dibuat oleh bangsa jin di bumi tercampurlah tanah; unsur jasad manusia dengan asap; api; unsur dari jin yang kemu-dian terwujud pada nafsu dan ama-

    rah. Sehingga manusia sendiri yang tercipta dari tanah ada yang nampak jelas oleh mata, yaitu jasad; dan yang tidak yaitu nafsu dan amarah. Semen-tara yang tak terlihat olehmatayaitu ruh; dari nur. Syaikh Abdussomad Mohana selaku pimpinan ruwaq dan imam Masjid Al-Azhar dalam majelisnya mengatakan” Ghoyatul ibadah hiya ma’rifahtullah “yaitu tujuan dari suatu ibadah adalah untuk mengenal Allah lebih dekat, maka seluruh iba-dah yang dilakukan tidak bisa ter-lepas dari unsur surgawi yaitu; ruh; jiwa; dan hati nurani, maka bagi manusia yang senantiasa menyelami ibadah akan selalu menjadikan un-sur ini sebagai perhatian utama ser-ta melenyapkan unsur-unsur bumi yaitu; jasad. Seperti para kaum sufi yang bagi mereka hanya dengan ‘un-

    08

  • EDISI V

    sur surgawi’ mereka lebih dekat dan terhubung langsung dengan Sang Pencipta. Dan ada sebagian manusia yang kontra, keliru dalam memilih serta menjadikan unsur tanah seperti jasad, amarah, dan nafsu sebagai pu-sat perhatian layaknya seperti yang dimiliki hewan, hanya saja hewan ti-dak memiliki unsur nurani sehingga terlihat jelas perbedaan antara ma-nusia dan hewan sudah, karena itu manusia yang tidak menyadari unsur nuraninya biasa disebut tidak manu-siawi dan sangat mendekati hewani. Rupanya untuk menjadikan hati nurani dan akal yang jernih agar dapat melekat dalam diri setiap ma-nusia membutuhkan pemahaman tentang nafsu. Maka islam dengan keluasan ilmunya mengartikan nafsu secara etimologi jiwa, dan secara ter-minologis adalah dorongan-dorongan alamiah yang mendorong memenuhi kebutuhan hidup. Nafsu sendiri diba-gi menjadi 3 :nafsu ammarah, nafsu lawwamah, nafsu mutmainnah.

    Nafsuammarah Sebagaimanafirman Allah, “Dan aku tidak (menyatakan) di-riku bebas (dari kesalahan), kare-na sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan, ke-cuali (nafsu) yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tu-hanku Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS: Yusuf [12]:53). Kata ammarah bentuk kata hiperbo-la (mubalagoh), yang mengisyarat-kan bahwa nafsu ini sangat banyak menyuruh. Nafsu ini berada dalam tahap pertama yang masih cenderung untuk bersenang-senang dengan melakukan perbuatan maksiat dan keadanya senantiasa tidak

    merasa puas. Maka Islam sendiri mengajarkan kita agar tidak menghi-langkan nafsu ini melainkan mendi-dik serta berusaha untuk mengenda-likanya.

    Nafsulawwamah Berdasarkanfirman Allah, “Dan akubersumpah demi jiwa yang selalu menyesali (dirinya sendiri).” (QS: Al-Qiyamah [75]:2). Dalam tahapan ini nafsulawwamah di-maksudkan kepada jiwa yang sudah mampu sadar bahwa dirinya menye-sali perbuatan-perbuatan maksiat. Namun, dalam kesempatan lain nafsu ini bisa mengulangi perbuatan mak-siatnya tetapi itu juga akan diiringi penyesalan pada akhirnya. Dan, pada tingkatan inilah sebagian besar ke-beradaan manusia mengendalikan nafsunya.

    Nafsumuth’mainnah Allah berfirman, “Wahai-jiwa yang tenang! kembalilah ke-pada Tuhanmu denganhati yang ridhadandiridhai-Nya.” (QS: Al-Fajr[89]:27-28). Pencapa-ian tertinggi penghambaan manusia kepada Rabbn-ya apabila mendekati tingkatan ini, kare-na dalam nafsu muth’mainnah adalah jiwa

    yang tenang dan sifatnya ridha den-gan segala apa yang ia hadapi mau-pun dalam bentuk kebahagiaan bah-kan dalam bentuk bencana sekalipun menimpanya dan jika maksiatpun mencoba mengujinya ia pun akanber-paling. Sehingga Allah pun akan me-ridhainya. Dalam perjalanan hidup yang baik, Syeikh Abdussomad Mo-hana pernah berkata, “Janganlah kamu berteman dengan Allah jika tak mampu bermufakat dengan-Nya (menaati peraturan), dan dengan Nabi jika tak bisa mengikutinya, dan dengan manusia jika tak bisa saling menasehati, dan dengan hawa nafsu jika tak mampu melawannya, dan dengan setanjikatakbisamemerang-inya.” Pada akhirnya semua manusia mampu mengendalikan nafsunya jika ia terlepas dari sifat hewani, yaitu si-fat yang tak mampu menguasai hati nurani dan akalnya dengan baik. Wal-lahua’lam bi-al sowab.

    OASE HIKMAHESIDI V

  • EDISI V

    “Universitas ini mer-upakan salah satu univer-sitas dengan portofolio riset yang terbesar di Uni Eropa. Universitas di-minati tak kurang dari 20,000 calon-calon maha-siswa dari lebih 120 nega-ra.

    Newcastle; Jantung Lain Inggris

    P

    DUNIA KAMPUS

    Oleh: Hanifah Nur Fadhila

    ada jarak kurang lebih 500 km dari jantung Inggris; London, ada sebuah kota besar berna-

    ma Newcastle Upon Tyne, yang lebih dikenal dengan Newcastle, yang juga termasuk kota terbesar di North East of England, yang mana demografi kota ini didominasi oleh mahasiswa inter-nasional serta masyarakat lokal. Kota ini juga terkenal sebagai kota pelajar. Artinya, banyak sekali giveaway, dis-kon, bahkan free entry untuk events hanya dengan menunjukkan kartu pelajar. Jantung lain Inggris itu juga merupakan salah satu kota terbaik untuk pelajar di Inggris. Taraf hidup di kota ini lebih murah, bisa sampai 3:1 daripada di London, ketentraman kota ini juga sangat jauh dibandingkan dengan London, disini kita bisa lebih banyak menemukan udara rindang pepohon-an hijau yang masih asri. Didalamnya juga terdapat universitas yang tidak kalah bagus dari universitas-univer-sitas di London maupun kota lainnya di Inggris, misalnya saja Universitas Newcastle. Berbicara tentang perkuliah-an di Inggris sudah pasti akan terbesit tentang mahalnya biaya yang harus dikeluarkan. Jika kita lihat perband-ingan mata uang antara rupiah dan poundsterling (£) dapat dibilang cuk-up tinggi. £ 1 berkisar Rp. 18.500,- - Rp. 19.000,-. Bahkan pernah menca-pai angka Rp. 22.000,-. Biaya tentu faktor penting. Kesan pendidikan di Inggris adalah mahal. Namun sebe-narnya, itu tergantung pada pilihan

    jurusan, kota tempat studi, serta lama studi. Pelajar di Inggris dikelompok-kan dalam 3 jenis pelajar, pelajar lo-kal, pelajar EU (Europan Union) dan juga pelajar internasional. Pelajar yang bukan termasuk lokal ataupun Uni Eropa ini biasanya yang lebih ma-hal, seperti negara-negara Asia misal-nya. Namun tenang saja, sekarang sudah sangat banyak sekali beasiswa yang diberikan bagi pelajar yang in-gin melanjutkan disiplin studinya di negara ini. Misalnya saja beasiswa LPDP yang tentu sudah sangat ter-kenal dikalangan mahasiswa/i di In-donesia, juga ada Chevening Award Scholarship, beasiswa yang didanai Pemerintah Inggris melalui Foreign and Commonwealth Office ini mer-upakan beasiswa dari pemerintah Inggris untuk pelajar Indonesia, juga ada beasiswa partial dari tiap kampus, biasanya berkisar antara 30% - 50% dari keseluruhan biaya pendidikan di kampus itu. Belum lagi masa studi di Inggris lebih cepat dibandingkan neg-ara lain, kalau mayoritas negara me-netapkan masa 2 tahun untuk studi master (Post Graduate), lain halnya dengan Inggris yang hanya memakan waktu satu tahun saja. Dan untuk jenjang sarjana (Undergraduate) ha-nya memakan waktu 3 tahun, tidak seperti mayoritas negara lain selama 4 tahun. Tentunya ini juga akan leb-ih menghemat biaya dan waktu yang digunakan. Namun tentulah “Wel-come to the world class university in a world famous city !”

    Universitas Newcastle (se-belumnya bernama Universitas Newcastle upon Tyne) adalah se-buah perguruan tinggi swasta yang berbasiskan penelitian yang terletak di Newcastle upon Tyne North East England, Inggris. Universi-tas ini didirikan pertama kali dita-hun 1834 sebagai Sekolah Kedokteran dan Ilmu Bedah (yang kemudian dikenal sebagai Sekolah Kedokteran), dan Sekolah Ilmu Fisika (yang kemudian dikenal sebagai Armstrong College), yang didirikan pada tahun 1871. Dua sekolah ini kemudi-an bergabung dan menjadi salah satu divisi dari Universitas Durham. Dan sejak tahun 1937 Newcastle colleges bergabung menjadi King›s College. Pada tahun 1963, sesuai dengan un-dang-undang Act of Parliament, King’s College menjadi University Newcastle Upon Tyne, dan akhirnya menjadi, Universitas Newcastle. Universitas ini disebut juga sebagai “Red Brick University” yang tentunya akan memberi kesan lebih

    10

    https://id.wikipedia.org/wiki/Uni_Eropahttps://id.wikipedia.org/wiki/Uni_Eropahttps://id.wikipedia.org/wiki/Perguruan_tinggi_swastahttps://id.wikipedia.org/wiki/Newcastle_upon_Tynehttps://id.wikipedia.org/wiki/North_East_Englandhttps://id.wikipedia.org/wiki/North_East_Englandhttps://id.wikipedia.org/wiki/Inggrishttps://id.wikipedia.org/wiki/1834https://id.wikipedia.org/wiki/1871https://id.wikipedia.org/wiki/1937

  • EDISI V

    ‘waw’ untuk pernah merasakan me-nimba ilmu didalamnya. Universitas ini merupakan salah satu universitas dengan portofolio riset yang terbesar di Uni Eropa. Universitas diminati tak kurang dari 20,000 calon-calon ma-hasiswa dari lebih 120 negara. Pros-es belajar mengajar dan penelitian diberikan pada 24 sekolah akademik dan 40 pusat riset dan institut riset, yang tersebar pada tiga Fakultas: Fakultas Kemanusian dan Ilmu-ilmu Sosial; Fakultas Ilmu-ilmu Kedokter-an;dan Fakultas Ilmu Pertanian dan Teknik. Di universitas ini menawar-kan tak kurang dari 175 mata kuliah jenjang sarjana (Undergraduate), penuh waktu dengan berbagai macam subyek seperti spanning arts, ilmu pengetahuan, teknik dan kedokteran, serta sekitar 340 mata kuliah untuk jenjang pasca sarjana (Post Graduate) baik untuk program belajar mengajar maupun metode riset dari berbagai disiplin keilmuan. Pada saat ini, universitas Newcastle mempunyai 3 cabang kam-pus. Kampus utama terletak di New-

    castle Upon Tyne, sedangkan yang lainnya terletak di London, Malay-sia (Newcastle University Medicine Malaysia) dan Singapura (Newcastle University International Singapore). Universitas ini menduduki peringkat ke-5 di Inggris berdasarkan data dari International Student Ba-rometer 2016 juga merupakan bagian dari Russell Group, yang merupakan asosiasi dari 24 prestisius perguruan tinggi negeri di Britania Raya yang juga perguruan tinggi berbasiskan penelitian. Istilah ‘’Russell Group’’ memiliki konotasi sebagai akademik yang terbaik, sangat selektif dalam proses pemilihan calon-calon mahasiswanya serta secara strata so-sial memiliki tingkat yang elit dan leb-ih baik daripada yang lainnya. Tentu akan sangat menarik menjadi bagian dari lingkungan universitas yang ra-mai dan berkembang pesat juga den-gan fasilitas modernnya yang fantas-tis. Di universitas ini terdapat tiga perpustakaan. Buka tujuh hari dalam seminggu, selama 24 jam. Per-

    pustakaan Robinson menjadi per-pustakaan utama universitas. Dida-lamnya terdapat lebih dari satu juta buku, lebih dari 100.000 sumber daya elektronik, dan ribuan jurnal. Perpustakaan ini juga memenangkan penghargaan dan merupakan pusat sumber daya bahasa. Selain itu, ada dua perpustakaan spesialis lebih lan-jut - Perpustakaan Hukum dan Wal-ton Medical and Dental Library. Sangat mudah di kota ini untuk mengakses transprotasi jalur darat maupun udara, karena letalnya yang strategis dengan tariff yang rela-tif terjangkau. Bukan hanya Univer-sitas Newcastle yang ada di kota ini, universitas-universitas lain yang be-rada di bawah naungan Russel Group seperti Northumbia University dan University of Durham pun terletak di kota ini. Dengan begitu, pantaslah kita menyebutnya dengan ‘Jantung lain Inggris’. Bukan hanya dari segi pendidikannya yang berkualitas, na-mun juga lingkungan, penduduk ser-ta letaknya yang strategis inilah yang menghidupi Inggris, setelah London.

    DUNIA KAMPUS

    11

    https://id.wikipedia.org/wiki/Uni_Eropahttps://id.wikipedia.org/wiki/Perguruan_tinggi_negerihttps://id.wikipedia.org/wiki/Perguruan_tinggi_negerihttps://id.wikipedia.org/wiki/Britania_Raya

  • EDISI V FIGUR

    IMAM SYAFI’ISang Nashiru Sunnah

    Oleh: Zulina Hesti Pamungkas

    udah dikenal luas dalam dunia Islam bahwasannya madzhab dibagi menjadi empat lan-

    dasan yang diambil oleh seluruh umat muslim di dunia untuk menetapkan berbagai hukum dan syari’at, yaitu madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali. Salah satu imam dari em-pat madzhab yang terkenal dengan ilmunya yang seluas lautan, memi-liki kecerdasan berlevel tinggi, serta sosok yang menjadi panutan umat muslim di atas bumi. Imam Syafi’i, imam yang paling sempurna dengan keilmuan dan amalannya ini memiliki derajat yang tinggi dalam penerapan madzhab yang diambil dan dipakai oleh muslim di seluruh penjuru dun-ia. Imam Syafi’i bernama leng-kap Abu Abdullah Muhammad bin Idris bin Utsman bin Syafi’i bin Shaib bin Ubaid bin Hisyam bin Muthalib bin Abdi Manaf bin Qushai bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib bin Fihri bin Malik bin Na-dzr bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudzor bin Nizar bin Mi’ad bin Adnan bin. Dari ayahnya, Imam Syafi’i bertemu den-gan nasab Rasulullah Saw di kakekn-ya yang ketiga yaitu Abdu Manaf dan dari ibunya masih merupakan cicit dari Ali bin Abi Thalib. Di dalam kitab Hasyiyah Al-Jamal ‘Ala Al-Manhaj, Syekh Su-laiman Al-Jamal mengungkapkan bahwa istri Imam Syafi’i bernama Hamidah binti Nafi’ bin Abasah bin Amr bin Utsman bin Affan dan dari

    hasil pernikahannya ini lahirlah Abu Utsman Muhammad bin Muhammad bin Idris yang menjadi putra tertua Imam Syafi’i. Beliau juga menikahi seorang budak yang bernama Dananir dan melahirkan putra yang bernama Abu Al-Hasan bin Muhammad bin Id-ris yang meninggal pada usianya yang masih kecil. Selain itu, Imam Syafi’i juga memiliki dua orang putri berna-ma Fathimah dan Zainab dari hasil pernikahannya dengan perempuan berkebangsaan Ustmaniyah. Imam Syafi’i berasal dari keturunan Quraisy. Lahir di Ghaza pada tahun 150 H (766 M) di hari wa-fatnya Abu Hanifah yang juga pendiri madzhab Hanafi. Selama dalam kand-ungan, kedua orang tua Imam Syafi’i pergi dari Mekkah menuju Palestina. Dan settibanya di Ghaza, ayahnya jatuh sakit dan meninggal dunia tak lama setelah kelahirannya. Imam Syafi’i dibesarkan dan hidup dengan ibunya yang bernama Fathimah bin-

    tu Abdillah Uzdiyah dalam keadaan miskin dan sangat memprihatink-an. Dan pada usia dua tahun, Imam Syafi’i dibawa kembali oleh ibunya menuju Mekkah untuk hidup disana yang jauh dari sukunya yaitu Quraisy. Diumurnya yang masih kecil, Imam Syafii belajar Al-Quran dengan seorang syekh. Ibu Imam Syafii men-girimnya untuk belajar Al-Quran dan tajwid. Beliau telah menghafal Al-Qu-ran dari umur tujuh tahun. Saat itu syekh marah dengan Syafi’i karena tidak membayar. Lalu Imam Syafi’i pulang dan mengadu kepada ibunya. Lalu ibunya memberi nasehat bah-wa ia suruh duduk di samping syekh untuk menyimak bacaan anak-anak. Maka dalam satu waktu Imam Syafi’i menghafal Quran dan menyimak ba-caan anak-anak yang lain. Dan berkat kecerdasan yang dimilikinya, saat menginjak usia ke 12 tahun Imam Syafi’i berhasil meng-hafalkan kitab Muwatha’ karangan Imam Malik yang berisikan 1.720 had-ist pilihan yang dihafalkannya di luar kepala. Inilah yang menjadi modal awal Imam Syafi’i saat ingin menun-tut ilmu kepada Al-Imam Malik bin Anas di kota Madinah. Imam Syafi’i menekuni berbagai macam ilmu ter-masuk bahasa dan sastra Arab. Ia menelusuri berbagai macam negara selama bertahun-tahun untuk belajar dan menuntut ilmu. Setelah menun-tut ilmu di kota Mekkah, Imam Syafi’i ingin memperdalam ilmu hadist di kota Madinah dan pergilah beliau dari Mekkah menuju Madinah dengan

    S

    12

  • EDISI V

    berjalan kaki untuk berguru kepada Imam Malik bin Anas. Dan di usian-ya yang sangat belia yaitu 15 tahun, Imam Syafi’i telah ditetapkan sebagai seorang mufti oleh Imam Muslim bin Khalid Az-Zajny yang juga seorang ulama besar dan seorang mufti di Me-kkah pada saat itu. Kecerdasannya membuat Imam Malik sangat men-gagumi sosok Imam Syafi’i sebagai muridnya, sebagaimana Iman Syafi’i yang sangat kagum dengan sosok gu-runya yang sangat berjasa terhadap ilnu-ilmu yang telah di ajarkannya yakni Imam Malik dan Imam Sufyan bin Uyainah. Sekitar satu tahun ting-gal bersama Imam Malik, Imam Syafi’i melanjutkan perjalannya un-tuk menuntut ilmu ke Iraq dan in-gin mempelajari ilmu fiqih dari Abu Hanifah. Sesampainya di Iraq, Imam Syafi’i menjadi tamu Imam Muham-mad Al-Hasan As-Syaibani yang mana adalah murid dari Imam Abu Hanifah dan belajar bersamanya ku-rang lebih dalam kurun waktu dua ta-hun. setelah dua tahub berada di Iraq dan banyak meampelajari berbagai ilmu disana, Imam Syafi’i menerus-kan pengembaraan ilmunya ke berb-agai tempat seperti Persia, Anatolia, Hirah, Palestina dan Ramlah selama dua tahun berturut-turut. Setelah beberapa tahun mengembara untuk mempelajari ilmu Islam, beliau kem-bali ke Madinah dan disambut haru oleh gurunya Imam Malik bin Anas kemudian membantunya mengajar di Madinah selama empat tahun sam-pai sepeninggal gurunya Imam Malik pada tahun 179 H. Disebabkan akan hausn-ya ilmu pengetahuan, Imam Syafi’i pergi ke Mesir untuk belajar kepada Imam Laits. Namun, sesampainya di Mesir pada tahun 199 H, Imam Laits

    telah meninggal dunia dan tinggalah Imam Syafi’i bersama bersama bani Uzdi yang masih termasuk saudara-nya. Disana beliau banyak meneliti dan menelaah lebih dalam lagi fat-wa-fatwa terdahulu dan memuncul-kan banyak rumusan baru. Imam Syafi’i juga menggabungkan semua madzhab dengan dalilnya dan mela-hirkan madzhab baru di Mesir dan siapa yang mengenal Imam Syafi’i akan mengikuti madzhabnya hing-ga beliau mendapat julukan nashiro sunnah (orang yang menyebarkan sunnah Rasulullah Saw). Imam Syafi’i merupakan Imam semua ilmu, seperti Tafsir, Hadist, bahasa Arab dan masih banyak lainnya. Beliau memutuskan untuk menetap di Mesir dan tinggal bersama para ulama. Imam Syafi’i memiliki ban-yak guru dari berbagai aliran, dan dari bermacam-macam aliran inilah Imam Syafi’i terkenal sebagai Imam yang sangat berhati-hati dalam me-nentukan hukum. Diantara guru-gu-ru Imam Syafi’i adalah Muslim bin Khalid Al-Zanjy, Sufyan bin Uyainah, Imam Malik bin Anas, Ibrahim bin Sa’ad Al-Anshari, Matraf bin Mazin, Hisyam bin Abu Yusuf, dan masih banyak guru-guru lainnya yang telah mengajarkan berbagai macam ilmu pengetahuan kepada Imam Syafi’i. Selain guru, Imam Syafi’i juga memil-ki beberapa murid yang terkenal sep-erti Al-Humaidy, Ahmad bin Hanbal, Al-Buwaity, Ishaq bin Rahawaih, Muhammad bin Abdillahi bin Abdil Hakim dan masih banyak lainnya. Dan dari karya-karya Imam Syafi’i yang terkenal adalah kitab Ar-Ri-salah, Al-Hujjah, Al-Mabsut, Al-Mus-nad, Al-Umm. Imam Syafi’i merupakan ula-ma yang zuhud, menurutnya orang yang berakal adalah dia yang me-

    mikirkan untuk akhiratnya, karena dunia fana dan akhirat abadi. Imam Syafi’i pernah berkata: “Aku tidak pernah kenyang selama enam belas tahun kecuali satu kali, setelah ken-yang aku memasukkan jariku keda-lam mulut agar makananya keluar. Karena kekenyangan bisa menjadikan badan berat dan menghilangkan inga-tan dalam ilmu, gampang mengantuk dan melemahkan ibadah. Karena aku ingin menghafal dan mengingat ilmu. Aku meninggalkannya (kenikmatan dunia) karena Allah dan aku yakin bahwa Allah akan memberiku rizki.” Selain zuhud, Imam Syafi’i juga merupakan salah satu imam yang memiliki sikap tawadhu yang tinggi. Imam Syafi’i tidak menulis nama di buku yang beliau tulis kare-na Imam Syafi’i tidak ingin terkenal di kalangan manusia tetapi ingin meng-harapkan ridha dari Allah semata, bu-kan dari manusia. Beliau belajar dan memberikan ilmu untuk orang-orang, bukan tsabit di dalam dirinya. Juga karena beliau mengharapkan pahala dari Allah tidak mengharapkan pujian dari manusia. Imam Syafi’i merupakan ula-ma yang sangat dermawan, beliau selalu memberikan hartanya kepada para penuntut ilmu. Ada seseorang yang berkata bahwa baju Imam Syafi’i bagus, lalu Imam Syafi’i memberi-kan bajunya itu. Beliau tidak tanggu-ng-tanggung memberikan uang ban-yak kepada orang yang tidak mampu, orang yang bekerja, dsb. Beliau juga selalu memanggil ulama, sulaha un-tuk makan bersama di rumahnya.Suatu ketika Rabi’ sang murid Imam Syafi’i bercerita, “Ada seorang la-ki-laki yang bertanya kepada Imam Syafi’i tentang umurnya. Lalu Imam Syafi’i tidak menjawab dan berkata

    FIGUR

    13

    Bersambung hal. 43

  • EDISI V SYI’ARUNA

    MEWAKAFKAN WARISAN

    Oleh: Afifah Thohiroh

    “Kalau kamu jantan, jangan menyandarkan diri pada warisan. Kita punya otak untuk berpikir, punya tangan;

    kalau perlu semua warisan diwakafkan.” (K.H Imam Zarkasyi)

    J antan artinya berani. Berani disini berarti, tidak pengecut dan mantap melangkah da-lam memperjuankan cita-cita dalam menghadapi hidup. Otak yang telah dianugerahkan, haruslah digunakan untuk berpikir cerdas dan keras, supaya tangan yang dipakai bekerja keras bisa berguna dengan cerdas dan menghasilkan karya gemilang. Otak dan tangan yang ti-dak difungsikan dengan maksimal, tidak akan ada yang mendesak un-tuk berkarya akan mengakibatkan semangat dan daya juang melemah, otak menjadi tumpul, malas ber-pikir, tangan tidak terampil, dan ti-dak memiliki kemampuan tertentu. Dengan otak tumpul dan tangan tidak terampil, maka kehidupan akan dihadapi dalam keadaan gamang, serba kaku, tidak tahu apa yang harus diperbuat, hingga akh-irnya berkecil hati dan menyendiri hingga takut bergaul karena mind-er. Jika dalam kondisi terburuk semacam itu, dan masih memiliki warisan, maka kebanyakan keluar-ga akan mengalami hal yang buruk. Mental yang tidak siap hidup akan mengambil jalan pintas menjual warisan dengan harga murah, mem-bagi-baginya secara tidak adil antar

    keluarga, tidak saling ridha dalam keluarga, mengakibatkan harta wari-san yang berkurang keberkahannya. Alhasil, belum lama mendapatkan warisan dan arena penggunaannya yang kurang tepat, warisan akan ha-bis dalam sekejap. Lain halnya apabila jika wari-san diwakafkan di jalan Allah, dan apabila mampu keseluruhan warisan

    diwakafkan agar kelak menjadi amal jariyah hingga mengalirlah kebaikan dan keberkahan pada orangtua juga anak-anaknya. Maka kelak, paha-la danganti dari Allah akan berlipat ganda. Jika perjalanan hidup di dun-ia ibarat berkendara dengan mobil, maka dengan mewakafkan harta warisan, maka sudah kiranya menab-ung bahan bakarnya, yang siap digu-

    nakan kapan saja. Lalu, jika harta warisan di-wakafkan bagaimana menghidupi kehidupan sehari-hari? Itulah pent-ingnya memiliki keterampilan khu-sus yang daripadanya bisa diikh-tiarkan untuk mengais rejeki untuk kehidupan sehari-hari. Mengajar dan berdakwah adalah tugas dan ke-wajiban setiap insan, maka Gontor mendidik santri-santrinya agar tidak menggantungkan finansial utaman-ya pada tugas dan kewajiban ini agar tidak terganggu pekerjaannya. Di samping mengerjakan tugas kewa-jiban mengajar dan berdakwah, den-gan keterampilan-keterampilan yang telah diasah di Gontor, para santri akan dapat menopang kehidupann-ya tanpa menyandarkan kehidupan pada tugas utama. Dewasa ini banyak orang menjadi ilmuwan dengan niat agar bisa kaya, pemikirannya bisa diteri-

    ma di kalangan orang kaya, di kalan-gan lembaga yang mampu memberika imbalan uang dari pemikirannya. Apa akibatnya? Terjadilah penyimpangan ajaran atau pemutar-balikan ilmu dan fakta. Ilmu kemudian hanya dija-dikan alat untuk mencari keuntungan sesaar dengan cara menciptakan ker-ugian, penyebabnya hanyalah salah niat.

    Orang yang benar niatnya akan me-

    nemukan ilmu yang bermanfaat dan

    berkah. Akan mudah baginya mem-

    berikan kemanfaatan ilmunya. Bagi

    orang pintar, akan mudah baginya

    menggunakan kepintarannya untuk

    membantu orangbanyak. Bahkan

    tanpa dibayar pun, orang pintar

    mampu memberi kemanfaatan kepa-

    da orang lain.

    ‘‘

    ‘‘

    14

  • EDISI V

    Semakin jauh ilmuwan itu mempelajari ilmunya agar disukai oleh para pemberi uang, maka tanpa ia sadari secara perlahan-lahan ter-jadilah penyimpangan ajaran yang menurutnya tetap benar. Ini hany-alah contoh bagaimana menuntut ilmu yang diniatkan untuk mencari kekayaan. Kekayaan memang bisa didapatkan, bahkan berlimpah, teta-pi ajaran atau ilmunya tidak berguna untuk orang lain bahkan mungkin bisa menyesatkan umat. “Orang yang benar niatnya akan menemukan ilmu yang berman-faat dan berkah. Akan mudah baginya memberikan kemanfaatan ilmunya. Bagi orang pintar, akan mudah bag-inya menggunakan kepintarannya untuk membantu orang banyak. Bah-kan tanpa dibayar pun, orang pintar mampu memberi kemanfaatan kepa-da orang lain.” Dari kemanfaatannya itu-lah orang pintar akan mudah untuk memilih bentuk kehidupannya, men-jadi kaya sekadarnya atau menjadi miskin. Bagi orang pintar, menjadi kaya atau miskin hanyalah pilihan bentuk kehidupan. Kekayaan atau kemiskinan adalah ujian hidup yang

    harus dilalui dan dipilihnya. Pintar tidak instan. Tidak serta merta orang yang tidak pernah membaca bisa langsung dikatakan pintar. Karena, kunci dari belajar adalah proses dan perubahan. Bela-jarlah yang membuat berubah dari ti-dak tahu menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi bisa. Selama proses belajar sudah pasti ada kesalahan, kegagalan, kekurangan, kesalahan karena belum tahu, belum bisa, maka sering salah. Justru yang terpenting adalah sikap seorang pelajar, apakah takut salah kemudian tidak ingin belajar atau ter-us belajar mengatasi ketakutan. Kare-na takut salah adalah sebuah kesalah-an. Mencoba dan mempelajari adalah sumber pengalaman yang ter-struktur. Jika terus-menerus melaku-kan proses pengalaman yang terstruk-tur, maka akan memiliki banyak ilmu yang bersumber dari banyak pen-galaman, hingga akan menjadi maju pada gilirannya. Pengalaman yang terstruktur ini berbeda dengan pen-getahuan yang didapatkan dari buku atau orang lain. Buku membuat ses-eorang bisa tahu, tetapi belum tentu menjadikan seseorang terampil. Pen-

    galamanlah yang menjadikannya ter-ampil. Tidak ada rumus yang baku di bidang apapun, tetapi siapapun bisa membuatnya dari pengalaman yang terstruktur melalui jarrib (menco-ba), kemudian lâhizh (mempelajari) supaya menjadi ârifan(mengetahui)! Kalau hanya berani dengan hal-hal yang mudah, takut bersu-sah payah, maka segala sesuatu ti-dak akan terlaksana. Segala cita-cita luhur ada harga dan biaya yang harus dibayarkan. Setiap keinginan untuk mencapai tujuan baik, dibutuhkan kerja keras, kesungguhan, kesabaran yang harus dibayarkan. Tidak ada yang cuma-cuma, langit tidak akan menurunkan hujan emas atau per-ak. Karena, orientasi Gontor adalah kemasyarakatan, agar santri setelah tamat menyerbu masyarakat sebagai mundziru-l-qaum, perekat umat kare-na itu selama menempuh pendidikan di pondok, santri dibekali dengan semua hal yang kelak ketika kembali ke masyarakat akan mereka butuh-kan dan temukan, dengan demikian sepatutnya santri tidak lagi canggung terjun ke masyarakat seperti ikan ma-suk ke dalam air, bukan seperti tikus masuk ke dalam air.

    SYI’ARUNA

    15

  • EDISI V OPINI

    Mendekonstruksi Syariat Islam; Memberi Konsep Baru

    Al-Quran dan Sunnah (?)Oleh: Idham K

    Bagaimana jika dekonstruksi syariat harus dimulai dengan pembaharuan konsep pada Al-quran dan Sunnah? Tentu akan

    menjadi sebuah masalah kontroversial yang akan mengundang banyak pendapat dan dalih dari berbagai kalangan dan sudut

    pandang. Mayoritas, pastilah memilih bergabung di kubu kontra atas pernyataan tersebut, dan yang berada di kubu pro sudah

    bisa dipastikan adalah kaum-kaum orientalis dan oknum-oknum pembenci Islam.

    ada abad ini, upaya-upa-ya membangkitkan kembali syariat hukum Islam menja-

    di sorotan menarik di berbagai ka-langan. Bermula dari asumsi “Islam pernah berjaya pada masanya” yang membuat sebuah kesimpulan bahwa saat ini Islam sedang jatuh, terjajah, atau tersekularisasi dan sebagainya. Juga pendapat para penegak hukum bahwa syariat Islam sudah tidak rel-evan dengan era modern, dan bentuk syariat yang didasari oleh ushulfiqh klasik tidak lagi bisa mengakomodir k e b u t u h a n umat Islam u n t u k bisa

    bersaing di era yang terus berkem-bang. Upaya mendekonstruksi syariat tersebut, tidak akan pernah terwujud jika pemahaman dan cara pandang umat muslim terhadap Al-Quran dan Sunnah tidak dirubah. Hal ini karena Al-Quran dan Sunnah merupakan dua sumber pokok dalam penetapan syariat. Untuk itu, dalam mewujudkan perubahan syariat yang dicita-citakan, para pelaku dekon-struksi syariat, mau tidak mau harus m e m b e r - ikan konsep baru atas

    Al-Quran dan Sunnah yang sudah pasti

    sangat bertolak belakang

    dengan k e s e -

    p a -ka-tan

    may-o r i t a s

    ulama Is-lam selama ini.

    S e b e l u m membahas lebih da-lam siapa oknum di

    balik ‘pemberian konsep baru Al-Qu-ran dan Sunnah’, mari kita ingat kem-bali konsep kedua landasan hukum dalam Islam tersebut. Al-Quran ada-lah pokok dari semua syariat yang ada dalam Islam, Al-Quran menem-pati kedudukan pertama. Kitab suci tersebut bersifat konseptual, perin-tah, larangan, dan lain sebagainya. Sedangkan Sunnah, ada banyak sudut pandang yang mendefinisikannya. Bagi ahli hadist, Sunnah adalah sab-da, pekerjaan, ketetapan, sifat (watak budi atau jasmani), atau tingkah laku Nabi Muhammad saw., baik sebelum menjadi Nabi maupun sesudahnya. Sementara ahli fikih memandang Sunnah sebagai hal-hal yang berasal dari Nabi Muhammad saw baik uca-pan, maupun pekerjaan, tetapi hal itu tidak wajib dikerjakan. Meski berbeda pada definisi, tapi ahli hadis dan ahli fiqh tetap sepakat memandang sun-nah termasuk wahyu. Sunnah juga berfungsi sebagai penjelas (mubay-yin), perinci (mufassil), dan penjabar (mufarri’) dari hal-hal pokok dalam Al-Qur’an. Muhammad Zuhri menya-takan, jika al-Qur’an bersifat konsep-tual, maka Sunnah bersifat praktis;

    P

    16

  • EDISI V

    seperti salat. Lantas, siapakah yang den-gan beraninya member konsep baru pada Al-Qurandan Sunnah? Sebagai contoh konkrit, penulis menyebut Muhammad Syahrur. Yang mana Syahrur adalah seorang muslim kela-hiran Damaskus yang berupaya mem-ber konsep baru pada As-sunnah un-tuk melahirkan hukum-hukum baru yang ia anggap relevan dengan kondi-si ummat Islam saat ini. Dengan teori yang ia tawarkan yang disebut teori hudud, ia ‘berhasil’ member syari-at-syariat baru. Namun, tak banyak dari tokoh-tokoh besar Islam yang menerimanya, bahkan mereka meno-lak serta-merta. Dalam bukunya, Dekonstruk-

    si Syariat(2009), Abdullah Ahmed An-Na’im juga member sebuah peru-abahan besar dalam syariat, namun tidak dengan teori hudud. An-Na’im lebih fokus pada tiga masalah besar yang bersifat universal; Civil Liber-ties, Human Rights and Internation-al Law (Wacana Kebebasan Sipil, Hak Asasi Manusia dan Hubungan Internasional dalam Islam). Tiga masalah ‘besar’ tersebut lahir atas riset dan penelitian lama An-naim. Menurutnya, menjatuhkan berbagai hukuman syari’ah terhadap warga negara non-muslim tanpa dikehen-daki mereka, jelas-jelas merupakan pelanggaran hak asasi mereka. Oleh karena itu penerapan hukum syariat harus dibatasi hanya pada ummat Is-lam saja. Menghubungkan penerapan hukum pidana dengan agama memu-nculkan kesulitan-kesulitan praktis yang serius dalam pelaksanaan ke-hidupan masyarakat global dewasa ini. Pendekatan Abdullah An-Naim adalah dia membahas kompleksitas tugas memindahkan kalimat-kalimat dalam teks wahyu kedalam hukum pidana kontemporer. Dia menunjuk-kan suatu apresiasi terhadap fakta bahwa pada saat ini seseorang tidak bisa memutar kembali jarum sejarah

    OPINI

    hukum. Kebangkitan kembali hukum syariat tidak terjadi diruang hampa, tetapi dalam lingkungan dimana lem-baga dan karakteristik system hukum barat sudah berakar begitu dalam se-hingga suatu prinsip yang dibangkit-kan kembali harus dimasukkan keda-lam skema-skema yang melibatkan berbagai kata goridan format Barat. Lalu, perlukah mendekon-struksi konsep Al-Quran dan Sun-nah untuk mendekonstruksi syari-at Islam? Menurut penulis, tentu tidak. Al-Quran tetaplah Al-Quran. Dan Al-Quran selalu relevan untuk perkembangan jaman. Siapa yang harus menyesuaikan? Al-Quran yang menyesuaikan dengan jaman, atau sikap manusianya yang harus menye-suaikan dengan Al-Quran? Manusi-alah yang harus membatasi diri den-gan ketentuan-ketentuan yang ada di dalam Al-Quran, mengikuti perkem-bangan jaman tidak salah, namun jangan keluar dari ketetapan-keteta-pan tekstual yang tertulis di dalam ki-tab suci tersebut. Begitu juga dengan Sunnah, Sunnah adalah Sunnah. Ti-dak perlu member konsep baru untuk sunnah. Wallahua’lambishawab.

    “Tiga masalah besar yang bersifat univer-sal; Civil Liberties, Human Rights and In-ternational Law (Wa-cana Kebebasan Sipil,

    17

  • EDISI V KAJIAN UTAMA

    Kristalisasi Hukum Islam di Indonesia

    Oleh: Nafisah Aliyah

    eraturan dan hukum diben-tuk, dikarenakan adanya suatu permasalahan. Jika kita

    menelisik keadaan masyarakat yang sekarang ini, telah bermunculan begi-tu banyak masalah kontemporer yang bisa dibilang sangat rumit. Dengan kata lain, dalam membentuk suatu peraturan hukum yang konkret dan dapat diterima oleh umum terun-tuk semua golongan diperlukannya pengumpulan rujukan dari berbagai sumber oleh pakar-pakar pencetus hukum yang sudah tidak diragukan. Salah satu bentuk kumpulan peratur-an hukum itu, yakni yang biasa dise-but dengan Kompilasi Hukum Islam.

    Pengertian Kompilasi Hukum Islam (KHI) secara bahasa ialah kum-pulan atau himpunan yang tersusun secara teratur. Sedangkan secara is-tilah kompilasi diambil dari bahasa Inggris compilation artinya meng-umpulkan bersama-sama. Ibarat mengumpulkan peraturan-peraturan yang tersebar dimana-mana. Seder-hananya dapat disimpulkan makna dari kompilasi adalah suatu kegiatan pengumpulan dari berbagai bahan yang tertulis baik bersumber dari berbagai buku maupun tulisan men-genai suatu persoalan tertentu.

    Sekumpulan materi hukum Islam yang ditulis pasal demi pasal berjumlah 229 pasal, yang terdiri atas materi hukum yaitu hukum perkaw-inan (170 pasal), hukum kewarisan

    termasuk wasiat dan hibah (44 pas-al), hukum perwakafan (14 pasal), di-tambah satu pasal ketentuan penutup yang berlaku untuk ketiga kelompok hukum tersebut. Kompilasi Hukum Islam sendiri disusun melalui proses yang sangat panjang dan melelahkan, karena pengaruh perubahan sosial politik yang terjadi di negeri ini dari masa ke masa,

    Sebelum kemerdekaan, di Indonesia telah dijelaskan adanya hukum tertulis yang menerangkan tentang perkawinan bagi golon-gan-golongan tertentu. Hal ini dibuk-tikan dengan adanya tuntutan beber-apa organisasi wanita pada masa itu cukup memberikan gambaran bahwa usaha memiliki undang-undang per-kawinan sudah diusahakan sejak In-donesia belum merdeka. Yang menja-di masalah pada saat itu adalah, bagi warga pribumi yang beragamakan Is-lam. Menurut mereka tidak ada ben-tuk aturan atau perundang-undangan sendiri yang mengatur tentang per-kawinan; karena mereka berangga-pan bahwasanya selama ini telah ber-laku suatu hukum Islam yang sudah diresipilir dalam hukum adat mereka sendiri. Disinilah KHI muncul karena adanya kebutuhan untuk meyerag-amkan atau unifikasi hukum. Sebe-lum adanya KHI, para hakim agama mempunyai indepedensi dalam men-etapkan keputusan atas permasalah-an yang dijumpai berdasarkan ijtihad mereka masing-masing.

    Tepat setelah kemerdekaan Indonesia mulai dibentuknya KHI sebagai bentuk ijmak para ulama In-donesia yang dirintis sejak Indonesia merdeka. Dalam lokakarya yang di-adakan di Jakarta pada tanggal 2-5 Februari 1988 para ulama Indonesia sepakat menerima tiga rancangan buku Kompilasi Hukum Islam, yaitu buku I tentang hukum perkawinan, buku II tentang hukum kewarisan, dan buku III tentang hukum pewakaf-an.

    Mengapa KHI ini lebih mengerucut pada tiga pembagian permasalahan? Karena berawal dari masalah itu menimbulkan adan-ya muamalah yang privasi bagi hu-kum positif Barat. Hingga nantinya memicu kemunculan penyelewangan hukum dari Barat dengan kata lain dekonstruksi syariat Islam. Selain itu, ditinjau dari perspektif pemerin-tah yang ingin meningkatkan status ketiga permasalahn tersebut tidak sekadar Inpers. Namun, menggodok-nya dari Rancangan Undang-Undang (RUU) menjadi UU.

    Adanya harapan dari dia-dakan susunan Kompilasi Hukum Islam, guna sebagai acuan atau pan-duan oleh instansi pemerintah dan masyarakat dalam meyelesaikan ma-salah-masalah hukum Islam yang ada. Lantas dalam hal ini apa yang membedakan antara hukum perun-dang-undangan yang telah disahkan dengan Kompilasi Hukum Islam itu

    P

    18

  • EDISI V

    sendiri? Sejatinya, kedua ketetapan hukum itu sama, hanya saja dalam Kompilasi Hukum Islam muatannya lebih terperinci, larangan lebih diper-tegas, dan menambah beberapa poin sebagai aplikasi dari peraturan perun-dang-undangan yang ada. Sekarang mari kita mengkaji lebih dalam, bah-wa paradigma unifikasi hukum pada ranah keluarga terlihat secara nyata diterapkan negara pada kasus KHI. Penyeragaman sistem hukum ini ab-sah saja dilakukan asalkan memenuhi prinsip keadilan gender dan plural-isme beragama. Tapi keseringan real-ita yang ada berkata lain. Oleh karena itu KHI masih sangat rawan dan mem-butuhkan pengawasan dalam pelak-sanannya. Terutama pada lingkungan peradilan agama yang cenderung sim-pang siur karena adanya perbedaan pendapat ulama dalam menetapkan suatu hukum di peradilan. Selain itu, adanya perbedaan sumber rujukan yang dijadikan hakim untuk memu-tuskan perkara-perkara. Perbedaan tersebutlah yang menimbulkan keti-dakpastian hukum hingga menimbul-kan sikap sinis masyarakat terhadap Peradilan Agama dan hukum yang dipergunakannya, yakni Hukum Is-lam.

    Wawasan yang digunakan hakim mengenai hukum fikih di Indo-nesia mengoptimalkan dari mazhab Imam Syafi’i. Contoh beberapa ki-tab dari 13 kitab fikih mazhab Syafi’i yang digunakan sebagai rujukan, di-antaranya: Al-Bajuri, Fath Al-Mu’in,

    Al-Qawanin Al-Syar’iyah, Al-Fikih ala Al-Mazahib Al-Arba’ah, Tuhfah, Syamsuri li Al-Faraid, Syarqawi ‘ala Al-Tahrir, dan lain sebagainya. Upa-ya yang dilakukan oleh Departemen Agama ini bertujuan mengarahkan kepada kesatuan dan kepastian hu-kum yang sejalan dengan apa yang

    diterapkan di Indonesia. Dan disitu-lah timbul gagasan untuk membuat Kompilasi Hukum Islam sebagai buku hukum di pengadilan agama.

    Namun seiring perkemban-gan zaman, kesadaran hukum da-lam masyarakat dan perkembangan hukum Islam di Indonesia, teruta-ma yang sekarang ini, menunjukkan bahwa kitab-kitab fikih tersebut tidak seluruhnya sesuai dengan kebutu-han hukum masyarakat di Indonesia. Dari kondisi yang seperti ini menye-babkan lembaga Peradilan Agama harus meningkatkan kemampuann-ya agar dapat melayani para pencari

    keadilan dan memutuskan perkara sebaik-baiknya dan seadil-adilnya. Kemampuan ini akan muncul, apa-bila terdapat satu hukum yang jelas dalam satu kitab berisi kumpulan garis-garis yang dapat digunakan oleh hakim peradilan agama. Dengan be-gini sangat jelas, jika hukum Islam tidak dikompilasikan maka berakibat menjadikan ketidak selarasan dalam menentukan hukum Islam, tidak jelas bagaimana menerapkan syariat, tidak mampu menggunakan alat yang su-dah tersedia dalam UUD 1945.

    Landasan Hukum Islam

    Kompilasi Hukum Islam yang seka-rang diberlakukan di peradilan ag-ama Indonesia, berfungsi sebagai pe-tunjuk dalam memeriksa, mengadili dan memutuskan perkara-perkara yang berhubungan dengan perdata orang-orang Islam. Ia tidak dilahir-kan melalui proses legalisi Dewan Perwakilan Rakyat, sebagaimana peraturan dan perundang-undangan lainnya yang dijadikan sebagai hu-kum positif. Tetapi, merupakan hasil diskusi para ulama yang digagas oleh Mahkamah Agung dan Departemen Agama yang melibatkan berbagai perguruan tinggi Islam di Indonesia beserta komponen masyarakat lain-nya. Dasar legalitas dalam pemben-tukan KHI ini berdasarkan intruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 tanggal 10 Juni 1991.

    Setelah intruksi tersebut disosialisasikan ke berbagai provinsi

    ‘‘Adanya harapan dari

    diadaka susunan Kompi-lasi Hukum Islam, guna sebagai acuan atau pan-

    duan oleh instansi pemer-intah dan masyarakat dalam meyelesaikan

    masalah-masalah hukum

    ‘‘

    19

  • EDISI V

    di Indonesia, terutama di kalangan ulama, tokoh agama dan tokoh mas-yarakat, timbullah sanggahan-sang-gahan tentang berbagai hal. Misalnya dalam bidang hukum perkawinan, terdapat aturan tentang kebolehan menikahkan wanita hamil. Demiki-an pula dalam hal perceraian. Sejat-inya dalam KHI lebih memperkecil persentase perceraian liar yang ter-jadi di masyarakat. Didalam KHI su-dah jelas bahwa seseorang tidak boleh semena-mena melakukan perceraian kecuali hal itu diungkapkan di depan kantor KUA, adanya saksi yang meli-hat, dan dilandasi alas an sebab yang logis.

    Selain itu masih banyak permasala-han di bidang hukum kewarisan dan pewakafan seperti masalah ahli waris pengganti, dan anak angkat yang mendapat wasiat wajibah. Meski ban-yak argumen bahwa KHI masih lemah dan banyak kekurangan, hendaknya kita menerima dahulu apa adanya, sambil berjalan pengonsepan per-baikan untuk masa yang akan datang. Karena sebagaimana kita ketahui per-masalahan sosial terutama masalah syariat pasti menjadi sebuah permas-alahan yang lebih rumit di setiap ber-jalannya masa.

    Oleh karena itu dalam pe-rumusan Kompilsai Hukum Islam dipengaruhi oleh 3 hal, antara lain:

    1. Landasan historis: terkait dengan pelestarian hukum Islam di dalam kehidupan masyarakat bangsa, merupakan nilai-nilai yang abstrak dan sakral kemudian dirinci dan di-sistematis dengan penalaran yang lo-gis.

    2. Landasam yuridis: yakni suatu landasan yang berhubungan dengan kehakiman dan bersifat for-mal: yakni Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang ada di masyarakat.

    3. Landasan fungsional: yakni kompilasi disusun untuk memenuhi kebutuhan hukum di Indonesia, yang mengarah pada unifikasi mazhab da-lam hukum Islam. Dan dalam sistem hukum Indonesia, kompilasi merupa-kan kodifikasi hukum yang mengarah pada pembangunan hukum nasional.

    Dengan ini kita ketahui bah-wasanya selama ini negara Indonesia telah memandang dan memusatkan bagaimana cara masyarakat dalam hidup berkarakter dengan suatu hu-kum dan peraturan. Hukum Islam

    yang berjalan saat ini masih dibilang dalam kondisi aman, dengan kata lain masih terjaga baik dari sumber ruju-kan yang diambil, proses pembuatan, dan bagimana pengaplikasiannya. Tidak mengalami permaslahan atau bahkan kerusakan di dalamnya sep-erti dekontruksi syariat yang rata-rata terjadi di negara Barat.

    Kondisi seperti inilah yang harus dipertahankan sebaik mungkin. Lay-aknya sebagai Azhari, seharusnya kita turut berperan di dalamnya. Di mana setiap harinya belajar suatu ilmu ag-ama dari rujukan kitab aslinya, turats. Mengetahui dan mendalami ponda-si-pondasi hukum Islam yang ada. Inilah yang mewajibkan kepada kita sebagai penerus ulama-ulama Indo-nesia setelah beberapa tahun menun-taskan studi di negeri Kinanah ini. Menjaga hukum Islam dengan seiring perkembangan zaman yang pastin-ya memicu berbagai permasalahan kontemporer. Hingga Kompilasi Hu-kum Islam yang sudah dibentuk para pendahulu kita, dan terjaga sampai saat ini tetap menjadikan Islam di tanah air berjalan sesuai syariat, dan sesuai dengan zaman tanpa menghil-angkan hakikat hukum aslinya.

    KAJIAN UTAMA

    20

  • EDISI V

    Perbedaan Ijtihad Maqshidi

    dan Ijtihad Semantik dari Sisi Epistemologi

    (Mahasiswa S3 di American Open University Cairo Egypt Jurusan Ekonomi Islam)

    TAKHASSUS

    elain perbedaan dari sisi teks dan konteks, antara ijtihad se-mantik dan ijtihad maqashidî

    juga mempunyai perbedaan dari sisi epistemologi. Jika semantik menggu-nakan epistemologi bayan, maka ma-qashid menggunakan epistemologi burhan. Yang dimaksudkan dengan epistemologi bayan adalah bahwa sumber ilmu pengetahuan atau ru-musan kaedah yang muncul, bertitik tolak dari bahasa dengan berbagai cabangnya. Bahasa adalah titik sen-tral ilmu pengetahuan. Dengan baha-sa tadi, berbagai informasi dapat dija-dikan sebagai titik tolak pengembangan ilmu pengetahuan. Di antara ciri-cirinya adalah menjadikan logika dan filsafat bahasa sebagai tumpuhan dan interpretasi dalam struktur pemikiran, memandang ses-uatu secara partikular (juzîyat), menggunakan qiyas bayan dengan syarat utama asal, cabang, hukum dan illat. Kesimpulan hukum yang di-hasilkan bersifat zanni, karena ber-tumpu pada illat yang zanni. Sementara itu, ilmu maqa-shid bertumpu pada epistemologi burhan. Pendekatan burhan bertolak dari logika Aristetolian, dengan kon-sep qiyas Aresto, sistem kajian deduk-tif dan induktif. qiyas Aristo juga mempunyai 4 syarat, yaitu muqadi-mah sughra, muqadimah kubra, rabit

    Oleh: Wahyudi Abdurrahim, Lc. M.M.

    S

    dan natijah. Muqadimah sughra ha-rus berasal dari premis yang benar dan perkara yang bersifat aksiomatis. Oleh karenanya hasilnya bersifat qat’i. Ciri-cirinya, ia rasional, bertumpu pada premis yang benar, melihat per-soalan dari global menuju partikular, lebih mementingkan makna dan pe-nelitian empiris (istiqrâ). Epistemolo-gi burhan biasa dipakai oleh filsuf, saintifik, dan sebagian kalangan ula-ma ushul fikih Memang maqashid syariah tidak menggunakan kiyas Aresto yang bertumpu pada premis mayor dan minor. Namun ia bertitik tolak dari sisi makna. Selain itu, maqashid syari-at memulai persoalan dari yang paling

    global, lalu dari persoalan global itu, perlahan-lahan dispesifikasikan ses-uai dengan tema bahasan. Maqashid syariah memulai kajian dari persoa-lan yang sangat umum, menuju per-soaan yang khusus. Maqashid syariah juga berpijak dari makna yang sifatn-ya qat’i sehingga diharapkan hasilnya pun sifatnya qat’i. Ada pula titik temu antara ilmu maqashid dengan mantik Aresto. Jika dalam ilmu mantik ada istilah kuliyatul khamsah, maka Imam Syathibi sebagai bapak imu maqasid, dalam kitab Muwafaqat menggu-nakan istilah kuliyatul khamsah. Kuli-yatul khamsah baik pada mantik Aresto maupun pada ilmu maqashid, sama-sama digunakan untuk mem-berikan klasifikasi atas suatu perkara agar mudah diidentifikasi. Contoh praktis terkait perbedaan epistemolo-gi dari ijtihad semantik dan maqashi-di, dapat dilihat dari sampel berikut ini: الصالة Kalimat di atas terdiri واقموا dari lafal واقموا dan الصالة. Para ulama lantas melihat bahwa lafal واقموا mer-upakan fii’l amr (kata perintah) untuk banyak orang. Dalam bahasa arab, fii’l amr mengandung arti wajib, atau ses-uatu yang harus dilakukan. Apalagi jika fii’l amr itu ter-dapat indikator (qarinah) yang menunjukkan bahwa mereka yang ti-dak melaksanakan suatu perintah,

    21

  • EDISI V

    maka akan mendapatkan siksa atau murka. Kecuali jika fii’l amr tersebut terdapat indikasi lain, jika tidak dilakukan tidak mengapa. Maka ia sekadar anjuran saja. Dari penelitian terkait fii’l amr di atas, lantas para mujtahid membaca teks tadi, kemudi-an mengambil satu kaedah yaitu: االمر قرينة اذا صرفته اال الوجوب Kata perintah يفيد menunjukkan makna wajib kecuali ada indikasi lain. Jadi, dalam ijtihad semantik melihat kewajiban shalat sebagai per-kara partikular dan independen. Karena memang secara teks bahasa, tidak lebih dari itu. Prinsipnya, shalat adalah suatu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh seorang muslim. Ilmu maqashid juga melihat bawha shalat hukumnya wajib dengan meli-hat dari sisi makna teks di atas. Be-danya adalah bawa ilmu maqashid bukan sekadar melihat kewajiban saja secara partikular. Ia masuk dalam persoalan yang lebih umum dan sub-stansi yaitu hifz ad-din atau menjaga agama. Ia satu dari sekian ibadah yang harus dikerjakan oleh setiap in-san muslim untuk menjaga agar ag-ama selalu eksis. Bila shalat tidak dikerjakan, maka ada yang timpang dalam urusan agama.Selainitu , meninggalkan shalat juga akan me-nimbulkan mudarat kepada dirinya baik di dunia maupun akhirat. Contoh lainnya sebagai berikut: Firman Al-lah: وََطَعاُم الَِّذيَن أُوتُوا اْلِكَتاَب ِحلٌّ َلُكم َوَطَعاُمُكْم ِحلٌّ َلُْم ۖ َواْلُمْحَصَناُت ِمَن اْلُمْؤِمَناِت َواْلُمْحَصَناُت ِمَن الَِّذيَن أُوتُواقـَْبِلُكْم ِمْن (Makanan (sembelihan“ اْلِكَتاَب orang-orang yang diberi Al-Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu ha-lal pula bagi mereka. (Dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang men-jaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al-Kitab sebelum kamu” (Qs. Al-Maidah[5]: 5] Perhati-

    kan lafal berikut: Secara jelas, Allah Swt. Menghalalkan umat Islam me-nikahi Kitabiyyah yangg muhshanat dari kalangan ahli kitab baik Yahudi ataupun Nasrani. Apalagi di ayat di atas secara jelas menggunakan kata ٌِّحل Jika kita menggunakan ijtihad semantik maka hukum menikahi wanita yhudi dan nasrani yg muhsanat adalah boleh. Fatwa ini berlaku di berbagai negara baik Timur Tengah, Eropa maupun Amerika. Namun apakah hukum ini berlaku di Indonesia? Ternyata tidak. Para ulama besar di Indonesia meng-haramkan laki-laki muslim menikahi wnaita nasrani apalagi yahudi. Men-gapa? Kita lihat ciri khas ijtihad ma-qashidî: Bergerak dari konteks, lalu teks lalu kesimpulan hukum. Konteks di Indonesia, ternyata berbeda den-gan konteks di Timur Tengah, Eropa atau Amerika. Di Indonesia, terjadi kristenisasi luar biasa. Salah satu sa-rana kristenisasi adalah dengan melakukan nikah beda agama. Jadi pernikahan ini, kebanyakan sekadar jebakan agar pasangan pindah ke ag-ama lain. Ini berarti membahayakan bagi eksistensi agama suami. Ditambah lagi dengan kris-tenisasi yang luar biasa. Umat Kristen melakukan berbagai macam cara un-tuk memurtadkan umat Islam. Per-nikahan ini mencari sarana efektif bagi mereka untuk mengkristenkan umat Islam. Dalam maqashid syariah disebutkan bahwa menjaga agama hukumnya wajib. Segala perbuatan yang kiranya bisa melunturkan keber-agamaan harus dicegah. Pernikahan antar agama ini menjadi sarana efek-tif untuk meluturkan keberagamaan seseorang. Untuk itu ia juga harus dicegah. Selain itu, kita menggunakan kaedah sad- dzariah yaitu menutup pintu kemudaratan. Artinya, pernika-han beda agama sangat berpotensi

    untuk dijadikan sarana seseorang kel-uar dari agama Islam. Untuk itu pintu menuju ke sana harus ditutup rapat-rapat. Salah satunya dengan mengharamkan per-nikahan beda agama ini. Juga kaedah lain, yaitu املصاحل جلب على مقدم املفاسد درء Menangkal mafsadah harus didahulu-kan daripada untuk mendapatkan suatu maslahat. Menikah dengan ki-tabîyah ini menimbulkan mafsadah bagi eksistensi agama. Sementara ag-ama ini masuk dalam kebutuhan primer syariat atau yang ddisebut dengan adh-dharuriyat. Meski ia mengandung maslahat, namun jika ditimbang antara maslahat dengan mafsadahnya jauh lebih banyak maf-sadahnya. Untuk itu, maka pernikah-an beda agama ini harus di tutup. Apakah ini tidak menyalahi hukum agama? Apakah merubah fatwa ini diperbolehkan? Jawabnya adalah kaedah berikut, seperti yang dinya-takan oleh Ibnul Qayyim dalam kitab I’lamul Muwaqqiin:واالمكنة االزمنة تغري حبسب واختالفها الفتوى تغري Artinya: Perubahan واالحوال والنيات والعوائدfatwa dan perbedaannya terjadi menurut perubahan zaman, tempat, keadaan, niat dan adat istiadat Meli-hat kaedah tadi, maka perubahan fa-tawa ini tidak dianggap menyalahi hukum syariat. Bahkan ia sendiri bagian dari hukum syariat. Hal itu karena hukum syariat selalu melihat maslahat ham-ba, seperti pernyataan Ibnul Qayyim dalam kitab I’lamul Muwaqqîn men-gatakan, “Landasan dan pondasi hu-kum syariat adalah maslahat hamba baik di dunia maupun di akhirat. Syariat semuanya adil, semuanya rah-mah, semuanya mengandung masla-hat, dan semuanya mengandung hik-mah. Semua persoalan yang keluar dari jalur keadilan menuju kezhali-

    22

    Bersambung hal. 44

  • EDISI V

    Desain Visual :

    Penerbit :

    ISBN :

    Cetakan :

    Judul Buku :

    Penulis :

    Art of Dakwah

    Felix Y Siauw

    Emeralda Noor Achni

    Al Fatih Press

    Pertama, Maret 2017

    978-602-71986-6-1

    ART OF

    DAKWAHOleh : Fiki Roi’atuz Zibrija

    RESENSI

    “Kita berdakwah karena kita mencintai Allah dan Rasul-Nya, mencintai Islam, dan mencintai umat

    Muslim.”

    I slam merupakanagama rah-mâtal-lil-‘alamin, yang di-turunkanoleh Allah kepada Nabi Muhammad Saw melalui wahyu, artinyaajaranIslamitukeseluruhann-ya berasal dari Allah Swt tanpa dipen-garuhi apapun dan siapapun. Adapun hadits, itu juga adalah wahyu yang diberikan kepada Nabi Muhammad dengan lafaz beliau, adapun isinya juga wahyu dari Allah Swt. Agama Islamyang masihter-jaga sampai saat ini tidak lain dan tidak bukan karena peranan dak-wah, darimasa Rasulullah Saw.,Sa-habat,Tabi’in, danTabi’ut Tabi’in yang mereka wariskan dan ajarkan pada semua generasi Salaf dan menye-barkannya ke seluruh dunia sampai generasi kita.Sudah saatnya dakwah menjadi amanah yang kitajagakehor-matannya. Kita berdakwah karena kita mencintai Allah danRasul-Nya, mencintaiIslam, dan mencintai umat

    Muslim. Maka kemanapun kita pergi, perkara inilah yang menarik bagi kita. Kita selaluberbicaratentangIslam, Is-lam, danIslam. Dakwah itu sederha-na, dakwah adalah berbagi tentang apa yang kita rasakan, tentang apa yang orang lain rasakan, hanya kare-

    na peduli dan menyayangi mereka. Karena hakikatnya dakwah adalah cinta. Medan yang kita hadapi da-lam dakwah juga berbeda dengan apa yang dialami oleh generasi terbaik yang mendahului kita, yang jelas dak-wah disampaikan di tempat yang kita tuju sebagai segmentasi dakwah, bila dulu di pasar-pasar, masjid, sekitaran Ka’bah atau di saqifah (tempat ber-kumpul nya orang), maka hari ini saat dunia mengenal internet, medan dak-wah pun menjadi bertambah, yaitu lewat media online dan sosial media. Faktanya sangat banyak seka-li kita temukan anak-anak muda yang menjadi target ghazwul fikrpada usia 18-35 tahun, yang jarang mendatangi masjid, asing dengan agama, namun membawa ponsel kemanapun per-gi, dan mengecek ponsel beberapa kali dalam hitungan menit. Mereka mudah sekali mengadopsi segala se-suatudariluarIslam, rentanterhadap-invasibudaya, karena itulah dakwah harus dihantarkan di depan mata mereka yaitu media sosial yang mer-upakan dunia dimana mereka berin-teraksi setiap harinya dengan waktu yang cukup lama. Bila kita cukup ban-yak memberikan informasi yang mer-

    23

  • EDISI V

    eka sukai dan mudah untuk dicerna, maka inilah medan dakwah pada masa online. Begitu pula dengan media visualisasi yang ada masa kini, kita dapat menggunakannya sebagai sara-na untuk dakwah. Informasi dakwah harus dapat sampai kepada kepada orang yang kita tuju dan terpapar kepadanya. Tanpa itu, kita takkan punya kesempatan untuk mengubah pikirannya, sebagus apapun konten dakwah yang kita sampaikan. Disi-ni pentingnya konteks (kulit) dalam berdakwah, maka dari itu, kita harus pintar dalam membungkus konsep dakwah. Pesan yang terlalu banyak membanjiri objek dakwah dan perha-tian objek dakwah yang terbatas ter-hadap pesan, menjadi sebuah kom-binasi yang sangat menantang untuk bisa menyampaikan pesan dakwah. Dan visualisasi dakwah adalah cara

    terbaik saat ini yang menjadi solusi bagi kedua tantangan di atas. Kare-na dengan visual, kita bisa menjadi berbeda dan menarik dalam menge-mas konten dakwah sekaligus men-yampaikan banyak hal dalam waktu singkat. Karena tak dipungkiri lagi bahwa manusia adalah makhluk vi-sual, karena bagi sebagian besar kita, gambar lebih menarik daripada seke-dar kata-kata. Gambar lebih berarti dari 1000 kata.Dan disisi lain, gambar juga memiliki hubungan langsung ke-pada memori jangka panjang, dimana ia akan terukir dan sulit terhapus. Buku “Art of Dakwah” yang merupakan karangan Felix Y Siaw, berisi tentang konten dakwah yang menyeluruh dari apa dan bagaima-na, hingga konsep serta metode dan uslub dakwah, namun dibungkus se-cara ringkas dan sederhana. Sasaran pembaca utama dari buku ini adalah anak muda, karena itu buku ini san-

    gatmengedepankankonsepvisual-isasidalampenyusunannya. Skema warna pada buku ini menggunakan kombinasi warna cerah dan netral, sehingga buku ini secara visual bisa dinikmati oleh laki-laki maupun per-empuan, serta gaya ilustrasi yang menggunakan banyak ikon yang membuat pembaca tidak jenuh. Seperti buku-buku sebelum-nya yang pernahditulis oleh Felix Y Siaw, buku ini merupakan ringkasan dari beberapa kajian kitab yang cukup berat yang dikemas dalam kemasan yang menarik dan berwarna, alhasil respon yang sangat baik datang dari remaja dan dewasa muda, buku ini menjadi populer dan dapat meng-gerakkan lahirnya buku - buku visual yang lainnya. Tetapi alangkah baiknya, membaca buku yang lain juga pent-ing untuk menyokong pengetahuan yang belum terserap dalam buku ini, ibarat barumencicipikuahbaksonya, tapibelummakanbaksonya. Buku ini hanya sebagai pengantar dan sara-na agar tertarikkembalikepadaIslam, danjikamereka sudah tertarik, hara-pannyaakan muncul rasa ingin meng-kaji lebih lanjut, dan jika keinginan ini sudah muncul, maka akan dengan sendirinya akan merasa butuh untuk mengakses ilmu ilmu syar’idi dalam kitab-kitab yang berat itu. Karena inilah tugas dari pengemban dakwah hari ini, membangun jembatan komu-nikasi bagi target dakwah dengan ba-hasa yang dimengerti mereka, dan ba-hasa yang dimengerti hari ini adalah tekstual-visual, motion, dan online.Dan menurut penulis, inilah kontri-busiterbaikdalamIslam, yaitumenjad-iperantara antara ilmu dengan anak-anak muda kekinian.

    PENULIS

    24

    RESENSI

  • EDISI VFIKRAH

    MAQASHID SYARIAH DAN

    SIKAP PRAGMATISMEOleh: Lathiefa Ighfirliyah

    T idak ada yang bisa mengatur dunia dengan baik, member-ikan pencerahan pada dunia, dan kedamaian kecuali nilai keisla-man. Sehingga Islam pun menjadi tit-ik sorot bahkan menjadi saingan berat dalam berbagai aspek kalau misalnya Islam kembali kepada kegemilangan-nya di masa lampau. Tak perlu mem-buka luka lama pun, ada sebagian kelompok yang merasa dan percaya betul kalau pun di masa sekarang Islam maju, kekuasaan mereka tak akan berkembang atau bahkan tak akan pernah muncul. Titik balik keanjlokan nilai-nilai keislaman dimulai pada tahun 1492, kala itu umat Islam terpecah belah akan urusan-urusan yang ber-bau dunia. Pada saat itulah muncul suatu kelompok yang tidak ingin Is-lam kembali bangkit pasca perpeca-han tersebut. Maka dibuatlah suatu sistem pendidikan yang dari situ mereka akan mengumpulkan riset-riset tentang keislaman dan khaz-anah keilmuan islam. Manuskrip-manuskrip penemu-penemu muslim diambil, diplagiasi, disamarkan, dan dikembangkan kepada penemuan yang mereka inginkan, yang pasti un-tuk mendongkrak misi terbesar mere-ka. Mereka menganalisis tentang majunya umat Islam, kesimpulan yang hadir pun cukup menarik bahwa semua pemikiran yang bisa membuat umat Islam maju tak lain berasal dari

    Quran dan motivasi Sunnah. Akhirn-ya lahirlah rumusan bahwa harus ada suatu perhimpunan yang anggotanya fokus mengkaji Quran dan Sunnah se-cara menyeluruh dan mendetail seh-ingga dapat dicari celah-celah kesala-han dan kelemahannya. Mereka tak main-main dalam hal ini. Bahkan tak sedikit dari mereka yang sudah hafal keseluruhan Quran dan banyak had-ist. Namun umat banyak yang belum tahu dan belum sadar akan kehadiran ‘mereka’. Padahal langkahnya sudah terlihat jelas. Adapula yang memilih bungkam atas ‘mereka’. Mereka? Ya, cabang-cabangnya sudah banyak bermunculan dan menjadi rahasia umum seperti liberalis