Edisi Agustus 2008 - himse.files.wordpress.com fileBulletin Mahasiswa Sejarah 2 S udah setengah abad...

12
Sejauh ini hanya 2 stasion televisi nasional yang mampu menyuguhkan info dan acara secara lebih bijak,Sejarah Budaya Sosial Kampus GRATIS..!!! Edisi #4 Agustus 2008 4 TAHUN OASE UPDATED BY: BIMO ADRIAWAN a..k.a gommu KLIK GAMBAR DISAMPING UNTUK KEMBALI KE SINI. TERSEDIA DI SEMUA BAGIAN BAWAH HALAMAN DAFTAR ISI : Hal 2 Mengubah Tradisi Kultural Hal 5 Menjauh dari TV-mu . Hal 8 Penyakit Dalam TV Hal 11 5 Stasiun TV Terburuk CLICK-ABLE!

Transcript of Edisi Agustus 2008 - himse.files.wordpress.com fileBulletin Mahasiswa Sejarah 2 S udah setengah abad...

Page 1: Edisi Agustus 2008 - himse.files.wordpress.com fileBulletin Mahasiswa Sejarah 2 S udah setengah abad lebih Negara kita berdiri. Namun, umum diketahui bahwa cita-cita yang telah kita

―Sejauh ini hanya 2 stasion

televisi nasional yang mampu

menyuguhkan info dan acara

secara lebih bijak,‖

Sejarah Budaya Sosial Kampus

G

RA

TIS..!!!

Edisi #4 Agustus 2008

4 TAHUN

OASE UPDATED BY:

BIMO ADRIAWAN a..k.a gommu KLIK GAMBAR DISAMPING UNTUK KEMBALI KE SINI.

TERSEDIA DI SEMUA BAGIAN BAWAH HALAMAN

DAFTAR ISI :

Hal 2 Mengubah Tradisi Kultural

Hal 5 Menjauh dari TV-mu….

Hal 8 Penyakit Dalam TV

Hal 11 5 Stasiun TV Terburuk

CLICK-ABLE!

Page 2: Edisi Agustus 2008 - himse.files.wordpress.com fileBulletin Mahasiswa Sejarah 2 S udah setengah abad lebih Negara kita berdiri. Namun, umum diketahui bahwa cita-cita yang telah kita

Bulletin Mahasiswa Sejarah 1

PENGANTAR REDAKSI OASE

Alhamdulillah... Akhirnya Bulletin Oase edisi ke-4

bisa terbit juga. Ditengah ketidakkonsistenan intensitas

penerbitan dan keterbatasan dalam berbagai keahlian serta

energi, kita berusaha untuk hadir kembali, tentunya

dengan berbagai improvisasi yang baru karena kita selalu

berusaha untuk menghadirkan format terbaik agar bisa

menyuguhkan sesuatu yang segar bagi para pembaca.

Walaupun tak bisa dipungkiri, bahwa kenaikan BBM secara

tidak langsung ikut mempengaruhi produktivitas kita dalam

menulis. Maklum, asupan protein ke otak kurang,

berhubung harga daging mahal, imbasnya daya berpikir jadi

lemah, nulis pun sulit (he...he... Lebai deh..).

Terlepas dari itu semua, kali ini redaksi berusaha

menyuguhkan sedikit “kemarahan” terhadap kondisi yang

kian memuakan, melalui labirin teks yang tersusun dengan

berantakan, dan entahlah apa mampu memberi maanfaat

pada khalayak pembaca. Yang jelas kita hanya

menyuguhkan rangkaian opini, pembaca sendiri yang

meni la i . Mudah -mudahan dapat

menambah khazanah kita semua.

5 Menjauh dari TV Mu...!

2 Mengubah Tradisi Kultural

8 Tujuh Jenis Racun TV

11 Lima Stasiun TV Terburuk

Cover : www.computerart.com

Bulletin Mahasiswa Sejarah

Pemimpin Redaksi: H.G.Corleone

Redaktur : Bulky Rangga Permana

Wakil Redaktur : Teguh V. Andrew

Sidang Redaksi : Bulky, Yandri, Refki,

Rendi, Haq

Desain Visual : Ashari, Iman Santoso,

Arisa Prabowo, Yayang Heryana, Rizki

Adi, Agung, Wildan, Prasetyanto, Idham,

Komeng

Dokumentasi: Yeni, Dheti, Uni, Hani,

Krisna, Deni, Pramesta, Ferri, Wilman,

Fotografer: Reza Pahlevi, Sari, Hafidz,

Ardi, Rina, Nopida, AM

Pemasaran: Aji Moerdani, Didi, Alang,

Seno, Syamsir, Erik, Nizar, Dona, Reza

Kupret, Dea, Desi, Devita, Hilda, Wina

Penulis: Maul, Fadli, GB, Ade, Yandri,

Alamat Redaksi: Tidak menentu,

seperti tidak menentunya korban Lumpur

Lapindo.

E-mail: [email protected]

MENYEDIAKAN RUANG IKLAN

bag i y ang betm inat hubung i :

081322621927

Page 3: Edisi Agustus 2008 - himse.files.wordpress.com fileBulletin Mahasiswa Sejarah 2 S udah setengah abad lebih Negara kita berdiri. Namun, umum diketahui bahwa cita-cita yang telah kita

Bulletin Mahasiswa Sejarah 2

S udah setengah abad lebih

Negara kita berdiri. Namun,

umum diketahui bahwa cita-cita yang telah kita

pancangkan di awal kemerdekaan, belum juga

dapat dicapai. Ia masih saja berupa angan-

angan, sesuatu yang masih menggantung di

langit malam. Lama kita menunggu, sambil

terus bertanya,” kapankah cita-cita itu tiba?”

Apakah penantian ini tak akan jadi seperti

menunggu godot …?” Lalu, entah karena tak

setia atau bosan menunggu, rasa pesimis itu

mulai merayap, mencengkram dan

menggerogoti keyakinan pada cita-

cita bersama kita, hingga akhirnya

yang tertinggal hanyalah

ketakacuhan akut. Kini, apabila

orang lain menyinggung tentang

cita-cita itu, wajah pesimis dan

ketakacuhan itu muncul dalam bentuk senyum

mengejek.

Namun,dulu ada sebuah masa

dimana dada kita masih penuh dengan bara

semangat dan binar mata optimis menatap

sebuah cita-cita yang akan dituju. Waktu itu -

tahun ’50-an, setelah negara kita resmi

menjadi NKRI dan menjadi bagian dari

bangsa-bangsa yang merdeka di dunia-

sebuah jalan panjang terbentang dihadapan

kita. Ia minta untuk dilalui dan diisi. Maka,

mulailah kita merajut rencana-rencana besar

bagaimana mewujudkan cita-cita tersebut.

Dengan segera, kita membangun sarana-

sarana fisik, teknologi-teknologi ,sistem

pemerintahan, perekonomian dll.

Tetapi, sejalan dengan berlalunya

waktu terlihat ada sesuatu yang keliru dengan

langkah yang kita ambil. Pembangunan yang

kita jalani jadi terlalu memusatkan pada

sesuatu yang bersifat fisik dan lahiriah,

sehingga kita gagal dalam menangkap apa

yang sungguh-sungguh esensial.

Seakan-akan dengan

transfer teknologi, penguatan

perekonomian dan demokrasi kita

bisa secara cepat mengejar negara-

negara maju dan mencapai cita-cita

kita. Kita lupa bahwa apa yang kita

lihat pada kemajuan negara-negara

barat –sebuah negara yang dalam

batas-batas tertentu kita jadikan sebagai

model— dengan teknologinya,

perekonomiannya, politiknya, dan ilmu

pengetahuannya, sebenarnya hanyalah

sebuah fenomena puncak gunung es dari

sesuatu yang ada dibawahnya. Kita lupa

bahwa apa yang kita lihat sebagai keunggulan

barat, sesungguhnya hanyalah buah dari

proses panjang –kadang getir dan berdarah—

yang telah dijalani oleh perkembangan

sejarahnya

Mengubah Tradisi Kultural

BUDAYA

Page 4: Edisi Agustus 2008 - himse.files.wordpress.com fileBulletin Mahasiswa Sejarah 2 S udah setengah abad lebih Negara kita berdiri. Namun, umum diketahui bahwa cita-cita yang telah kita

Bulletin Mahasiswa Sejarah 3

Proses panjang itu adalah revolusi

kultural. Di sini ada sebuah perubahan paradigma

yang mendasar dan radikal pada pemahaman

barat terhadap konsepsi manusia dan alam

semesta. Barat melengserkan Tuhan dan alam

dari singgasananya sebagai pusat makna –suatu

paham yang menjadi ciri seluruh kebudayaan

tradisional-, untuk kemudian menggantikan posisi

lowong tersebut dengan manusia; yang teosentris

berubah menjadi antroposentris. ”Manusia-lah

ukuran segala-galanya,” ungkap Protagoras.

Dalam wadah seperti inilah, paham

humanisme lahir, untuk kemudian

dipertajam oleh liberalisme di masa

aufklarung. Humanisme dan liberalisme

memberikan cara pandang yang sama

sekali baru. Paham-paham ini

memberikan pemahaman dan keyakinan

bahwa manusia sendirilah yang bertanggung

jawab terhadap kehidupannya. Tak ada

kekuasaan takdir disini. Hasilnya, terlepas dari

sisi-sisi negatif yang kita tahu sekarang timbul dari

paham-paham diatas, humanisme dan

leberalisme-lah yang membuat karakter

masyarakat barat mandiri, tak lagi tergantung

pada alam, dinamis, juga kritis. Hal-hal inilah –

ditambah dengan rasionalisme, empirisme,

penemuan logika induktif, penggabungannya

dengan logika deduktif yang kemudian menjadi

standar bagi pengetahuan ilmiah— yang menjadi

dasar bagi seluruh kemajuan barat sekarang.

Kembali ke pembicaraan kita, hal inilah

saya kira yang dilupakan dalam proyek

pembangunan kita. Kita lupa untuk merubah

tradisi kultural masyarakat. Dunia yang kita diami

sejak awal abad ke-20 sampai sekarang adalah

sebuah dunia yang sama sekali berbeda; sebuah

dunia yang belum ada presedennya dalam

sejarah manusia manapun. Ia menuntut jawaban

yang berlainan dengan jawaban yang sanggup

diberikan oleh tradisi kita. Karena kebudayaan

dalam batas-batas tertentu pada hakikatnya

adalah sebuah cara untuk menanggapi.

Sebuah respon terhadap beragam

kebutuhan manusia dalam kaitannya

dengan kondisi lingkungan yang

ditinggalinya, maka sedikit-banyak kita

mesti berani menyesuaikan kebudayaan

kita agar dapat menjawab tantangan-

tantangan berupa persoalan yang

dilontarkan oleh apa yang kita sebut sekarang

sebagai dunia modern.

Memang, selalu ada kekhawatiran

terhadap hilangnya sebuah identitas kita sebagai

bangsa. Namun, dalam hubungannya dengan

kebudayaan modern, mau tak mau kita harus

melakukan sebuah kompromi, meskipun tindakan

ini tak bisa dipungkiri mengandung resiko yang

berbahaya. Bila tidak, maka kita tidak akan bisa

bertahan. Lebih baik melakukan kompromi

dengan sebuah rencana ditangan daripada

sebuah kompromi alamiah seperti yang kita lihat

sekarang dalam kehidupan generasi muda kita;

BUDAYA

Page 5: Edisi Agustus 2008 - himse.files.wordpress.com fileBulletin Mahasiswa Sejarah 2 S udah setengah abad lebih Negara kita berdiri. Namun, umum diketahui bahwa cita-cita yang telah kita

Bulletin Mahasiswa Sejarah 4

gabungan antara budaya tradisional dan budaya

urban.

Lantas, bagaimanakah caranya ?

Sungguh ini merupakan sebuah pertanyaan sulit.

Disamping itu, merubah sebuah kultur adalah

suatu proses yang memakan waktu lama. Dalam

keseluruhannya, proses ini tidak berbicara dalam

bilangan tahunan, belasan tahun, atau puluhan

tahun, melainkan ratusan tahun. Barat

memerlukan waktu hampir 500 tahun lebih

sehingga bisa menjadi barat yang kita kenal

sekarang. Tetapi mungkin kita tak perlu sampai

selama itu untuk melakukannya. Ada sebuah

perbedaan kondisi antara masa sewaktu barat

memulai proses ini dengan kondisi kita sekarang.

Tetapi, dari sekian banyak alternatif

jawaban yang bisa disodorkan, ada sebuah

langkah awal yang mungkin bisa mengembalikan

rencana pembangunan kepada trek yang benar,

sekaligus membuang unsur-unsur dalam kultur

kita yang menghambat pada pencapaian cita-cita

bersama kita. Langkah itu adalah meyuburkan

dimensi kesenian kita, khususnya sastra.

Perubahan kultural adalah proses penyerapan

ide-ide progresif yang dilahirkan oleh pionir-pionir

cendikiawan yang tadinya hanya dimiliki oleh

segelintir elit, untuk kemudian diturunkan dan

ditangkap menjadi sebuah kesadaran kolektif

masyarakat. Proses menangkap ide-ide progresif

agar menjadi sebuah kesadaran kolektif

memerlukan sebuah instrument sebagai

perantaranya. Saya kira bentuk kesenian pada

umumnya, atau sastra pada khususnya-lah yang

bisa melakukan proses tersebut. Hal itu mungkin,

karena kesenian hakikatnya adalah sebuah gema

dari pantulan-pantulan suara realitas zamannya

yang ditangkap lewat sebuah abstraksi dan

pemaknaan, untuk kemudian dikeluarkan dalam

bentuk estetis.

Ketika realitas -yang didalamnya ide-ide

progresif itu mewujud- telah direproduksi menjadi

sebuah relitas baru yang diberi pemaknaan

dengan cara estetis, maka saya kira disinilah

penyemaian ide-ide progresif bisa dilakukan

hingga menjadi sebuah kesadara kolektif di

masyarakat. Bila akhirnya, kesadaran kolektif

masyarakat terhadap ide-ide progresif itu telah

dimiliki dan menjadi bagian yang sah dari tradisi

kebudayannya, maka perubahan kultural telah

menampakan hasilnya. Wallahu’alam. (Bulky ‘05)

BUDAYA

Page 6: Edisi Agustus 2008 - himse.files.wordpress.com fileBulletin Mahasiswa Sejarah 2 S udah setengah abad lebih Negara kita berdiri. Namun, umum diketahui bahwa cita-cita yang telah kita

Bulletin Mahasiswa Sejarah 5

Menjauh Dari TV Mu..!

Kami ingin nampak putih

Sepersekian detik di muka TV dan kami frustasi (frustasi !!)

Kami ingin rambut lurus

Kami terjangkit phobia dangdut

Semenjak saksikan pariwara TV dan kami frustasi (frustasi !!)

Frustasi…ya..ya..ya..ya..

Kami ingin nampak ramping dapatkan fisik yang lebih cling

Seperti standar cantik di televisi, hingga frustasi (frustasi !!)

Fenomena yang kian

me mu a ka n ak h ir - ak h ir in i

mengingatkan saya pada sepenggal

lirik lagu lama The Upstairs dengan

titel Frustasi. Tak salah jika Jimmy

Multazam –sang vokalis— berteriak-teriak

frsustasi, karena memang demikian lah adanya

apa yang disuguhkan TV selama ini, dan hal

seperti ini pun mungkin sama seperti yang kita

semua rasakan (mungkin…?). Entahlah apa kata

frustasi sudah mampu mewakili rasa muak akibat

televisi, atau terlampau berlebihan? Yang pasti

keberadaan televisi telah bergeser dari hakikat

keberadaannya. Ya, memang apa yang kita

harapankan dari televisi adalah hiburan,

disamping tentunya sebagai media informasi dan

komunikasi. Namun apa jadinya jika sebagian

besar stasion televisi yang ada tidak lagi

menyajikan apa yang kita harapkan secara

proporsional? Televisi akhirnya menjadi media

pembodohan. Sejauh ini hanya 2

stasion televisi nasional yang mampu

menyuguhkan info dan acara secara

lebih bijak, walaupun terkadang

m e n i m b u l k a n k e b i n g u n g a n

pemirsanya karena topik yang terlampau berat

atau adu argumen yang sering memusingkan,

tetapi setidaknya mendidik penontonnya untuk

bisa berpikir kritis. Sementara itu sebagian besar

stasion televisi lagi-lagi berkutat dengan rating

dan acara-acara yang kian hari kian mencuci

identitas, tanpa disadari mengubah pola pikir,

menimbulkan pencitraan yang salah, serta

penyuguhan harapan serta realitas semu bagi

penontonnya. Seperti yang dikemukakan oleh

Jean Baudrillard bahwa penciptaan dunia

kebudayaan dewasa ini mengikuti suatu model

produksi yang disebut dengan ‗simulasi‘, yakni

penciptaan model-model nyata yang tanpa asal

usul atau realitas. Melalui model simulasi ini,

SOSIAL

Page 7: Edisi Agustus 2008 - himse.files.wordpress.com fileBulletin Mahasiswa Sejarah 2 S udah setengah abad lebih Negara kita berdiri. Namun, umum diketahui bahwa cita-cita yang telah kita

Bulletin Mahasiswa Sejarah 6

manusia dijebak dalam satu ruang yang

disadar inya sebaga i nyata mesk ipun

sesungguhnya semu atau khayalan belaka.

Realitas semu ini merupakan satu ruang antitesis

dari representasi. Bahkan bisa dikatakan bahwa

manusia mendiami suatu ruang realitas, di mana

perbedaan antara yang nyata dan maya atau yang

benar dan yang palsu menjadi sangat tipis.

Kondisi seperti itu menjadi makanan

sehari-hari yang kita temui dalam televisi. Seperti

sinetron dan iklan, terutama sinetron yang

jumlahnya sudah di luar kendali dan semakin

menunjukan kekonyolan yang terlalu berlebihan.

Kita bisa menerima manakala sinetron disajikan

secara wajar, tidak menyimpang makna

sebenarnya: hiburan. Tetapi bukan berarti

mengeliminasi unsur-unsur lainnya demi

tercapainya sebuah hiburan semata. Misalnya

sebuah sinetron mengabaikan amanat yang

disampaikan, jumlah episode yang terlampau

berlebihan, gaya dan perilaku yang tak patut di

contoh, adegan yang kadang irasional, dan

banyak lainnya yang jika dikemukakan akan

menelan unsur positif yang ada (kalau pun

memang ada unsur positifnya).

Keadaan ini diperparah lagi, saat

tayangan-tayangan yang muncul dikonsumsi oleh

anak-anak serta remaja dengan pola saring yang

buruk, bahkan kadang ditelan bulat-bulat.

Setidaknya ada 3 masalah besar yang di

timbulkan tayangan di televisi. Tak usah lah

mengaitkan jauh-jauh dengan kapitalisme, yang

paling terasa adalah masalah pencitraan yang

salah. Kebanyakan remaja akan tercuci pola

pikirnya saat menyaksikan tayangan di televisi,

khususnya sinetron yang mempertontonkan gaya,

perilaku yang pada dasarnya bukan panutan yang

baik. Secara tidak sadar mereka akan terjabak

dengan pencitraan yang mereka bayangkan

sendiri. Masuk dalam labirinnya sendiri yang

terbentuk atas berbagai tayangan yang ia tonton.

Contohnya, seorang remaja akan menganggap

cool gayanya Agnes Monica dengan tank top

putihnya dipadukan dengan Jeans super mini

sepaha serta rambut yang di cat tak keruan. Dari

sinilah kemudian muncul pencintraan yang

menganggap bahwa gaya yang demikian adalah

gaya yang modis, up to date, dan tentu saja patut

ditiru. Padahal kenyataannya busana seperti ini

hanya menyebabkan para pria tak enak duduk.

Contoh sederhana, misalnya gaya Cinta Laura

yang berlengak-lenggok plus cara bicara dan

fashionnya akan lebih ampuh untuk membentuk

“citra diri” dan “makna hidup” daripada

mempelajari filsafat modern yang ada untuk

mengkonstruksi dua hal tersebut. Buntutnya

adalah penggerogotan identitas kita sebagai

individu menjadi manusia yang penuh dengan

SOSIAL

Page 8: Edisi Agustus 2008 - himse.files.wordpress.com fileBulletin Mahasiswa Sejarah 2 S udah setengah abad lebih Negara kita berdiri. Namun, umum diketahui bahwa cita-cita yang telah kita

Bulletin Mahasiswa Sejarah 7

dengan keseragaman yang salah.

Masalah kedua adalah suatu bentuk

pelarian dari kondisi yang ril. Tayangan di

televisi yang menawarkan mimpi-mimpi ditengah

kondis sosial yang kurang baik bahkan cenderung

menghimpit, bukan hadir untuk memberikan

enlightment atau solusi, justru cenderung

menawarkan suatu kontradiksi. Kehidupan

mewah, budaya yang serba instant, popularitas

seperti yang ditwarkan Indonesia Idol, Uang yang

melimpah seperti yang diperlihatkan Deal or No

Deal. Maka tidaklah mengherankan jika acara

seperti itu memiliki rating yang tinggi, karena

melaui tayangan yang ada menjadi sarana

eskapisme. Seperti yang dikemukakan oleh

Ashadi Siregar, bahwa mimpi yang ditawarkan

melalui tayangan-tayangan yang ada berfungsi

sebagai eskapisme bagi massanya, muncul dari

kenyataan yang ada. Karenanya, kita bisa

mengatakan bahwa kenyataan paling buruk akan

menghadirkan impian paling indah. Sehingga jika

kita sedikit berspekulasi, bisa jadi tingginya

rating sinetron karena keberadaannya sebagai

penawar dari kondisi sosial yang semakin

menghimpit. Orang yang ga punya duit akan

nyaman nongkrong di depan TV menyaksikan

Deal or No Deal, sementara orang yang

menginginkan popularitas akan nyaman

berkhayal sambil nonton Indonesian Idol, lalu

remaja yang memasuki masa pubernya tentu akan

asyik mengikuti sinetron percintaan remaja.

Akibatnya kita bukan keluar mencari solusi justru

terlarut dengan mimpi-mimpi.

Masalah ketiga adalah mental yang buruk.

Semakin banyak kita stay tune di depan TV,

semakin banyak pengaruh buruk pada mental

kita. Lagu-lagu cinta yang mendayu-dayu

semakin marak bermunculan seiring

menjamurnya band-band baru. Lagu-lagu yang

ada cenderung melarutkan pendengarnya pada

perasaannya. Orang yang sedang patah hati akan

terlarut dengan keadaanya ketika mendengar lagu

D‘Masiv yang konyol itu. Belum lagi reality

show percintaan yang mengumbar kegombalan.

Cowo seolah diperbudak cewe, dengan tololnya

mau saling tonjok untuk memperebutkan cewe.

Inget bung, perbandingan cowo ma cewe di dunia

ini 1:4. Mental yang lemah !! bung, kita hidup

bukan hanya untuk cinta, tetapi dihadapkan pada

masalah yang lebih pelik daripada itu. Arghhh...!

kita muak dengan semua itu. Sedikit solusi yang

bisa ditawarkan: (1) menjauh dari TV mu atau

kalau perlu matikan TV-mu, jika memang tidak

mampu bersikap kritis terhadap muatan yang

disuguhkan karena dalam keseharian kita akan

selalu dekat dengan hal itu; (2) budaya literasi,

biarkan dirimu mencari identitas secara

independent melalui berbagai bacaan yang

hinggap di kepala. (H.G.Corleone)

SOSIAL

Page 9: Edisi Agustus 2008 - himse.files.wordpress.com fileBulletin Mahasiswa Sejarah 2 S udah setengah abad lebih Negara kita berdiri. Namun, umum diketahui bahwa cita-cita yang telah kita

Tujuh Jenis Racun dalam TV

Hal apa sajakah dari TV yang merusak perkembangan anak usia dini? Atau kandungan racun apa saja

yang ada di TV? Berikut riset kecil-kecilan untuk menjawab kedua pertanyaan tersebut, yang mau tidak

mau memaksa qrew Oase ikut menyelami lumpur kenistaan TV , tapi tak apa demi membukakan mata

kita semua atas biang ketololan yang disebabkan TV. Berikut 7 racun TV:

1. Sinetron/Film Televisi. Seingat saya hanya 2 buah sinetron berkualitas yang hingga kini melekat di

kepala, yakni Si Doel dan Keluarga Cemara (duh…sangat bersahaja). Semakin hari sinetron yang ada

hanya mengumbar ketololan, mulai dari cerita seputar anak SMA yang memuakan, pederitaan cewe

miskin yang tiba-tiba kaya mendadak, Istri yang ditinggal mati suami, kisah cinta sepasang

kekasih,dll. Uniknya kesemuanya memiliki plot yang sama, di mana si protagonist selalu ditindas

sepanjang episode dan baru bahagia di akhir episode. Satu lagi fenomena baru, yakni sinetron cinta

yang ―Islmai‖ menjadi komoditi semenjak AAC booming, sayangnya 11-12 dengan sinetron lainnya

sama-sama basi, kemasannya saja tampak meyakinkan.

Efek: hiburan yang bertransformasi menjadi pembodohan, pencitraan yang salah, contoh buruk bagi

pendidikan moral anak.

2. Infotainment, gossip. Sebetulnya agak sedikit bingung menempatkan infotainment di urutan kedua

setelah sinetron, padahal keduanya sama-sama berkadar racun tinggi. Penempatannya di urutan

kedua, tidaklain karena dari acara ini kita bisa melihat kebodohan yang diperbuat para selebriti untuk

setidaknya tidak dicontoh oleh kita. Enough…hanya di situ nilai positifnya. Sisanya bagaikan vitamin

C dosis tinggi yang dimakan 3 x sehari (pagi, siang, sore) dampaknya mencret-mencret deh…

Efek: fitnah, bergunjing, pokoknya salah satu penyakit hati

3. Live Show/Seleb Show dan sejenisnya. Soal beginian Indosiar yang layak ditempatkan di nomor

wahid. Durasi acara 5-6 jam, guyonan yang lama-kelamaan terasa ga penting, basi !! Anehnya acara

kayak gini masih banyak yang minat padahal kan buang-buang waktu, seolah mendikte pemirsanya

untuk terus manteng di depan TV-nya. Kita bisa menerima, apabila acara seperti ini disajikan secara

proporsional, tapi yang ada sungguh berlebihan: 7x seminggu, durasi 5-6 jam/episode. Wow..!!

dengan waktu sebanyak itu kita bisa bikin origami sekarung kali…. Efek : buang-buang waktu,

sedikit mendikte manajemen waktu, ga penting…

Bulletin Mahasiswa Sejarah

8

SOSIAL

Page 10: Edisi Agustus 2008 - himse.files.wordpress.com fileBulletin Mahasiswa Sejarah 2 S udah setengah abad lebih Negara kita berdiri. Namun, umum diketahui bahwa cita-cita yang telah kita

4. Reality Show percintaan. Entahlah acara gini apakah hasil acting atau

beneran….yang jelas gombalannya itu lho.. ga nahan..!! bikin geli yang nontonnya. Ini nih yang

merusak mental, seolah hidup hanya untuk cinta. Belum lagi kelakuan cowo-cowo yang dengan

tololnya adu jotos demi seorang cewe. Cewe banyak bos..1:4 di dunia ini. Mungkin bagi kita anak

kuliahan udah bisa menimbang kebodohan yang disuguhkan, tapi keterlaluan jika masih

menyempatkan nonton yang beginian. Efek: budaya ngegombal, mental yang lembek, cara pikir yang

dangkal

5. Band-band baru dengan nama yang konyol. Ha..hai.. ini nih yang bikin perut kita geli, bukan

hanya gara-gara namanya yang aneh-aneh tapi juga oleh lirik yang mendayu-dayu Melayu dan bikin

lesu. Apa tuh..ST12, Kangen Band, D’Masiv, Vagetoz, Wali, Angkasa..dll ha..ha..ha.. semuanya emang

meroket (bolehlah dibilang begitu) dengan lagu yang menjual. Tapi sayang, menjual belum tentu bagus

choy…semua lagu yang disuguhkan kebanyakan mengumbar cinta dan kesedihan yang mendayu-dayu.

Kapan negara ini maju, pemuda-pemudanya dicekokki yang beginian. Coba gabung poin no 4 ma no

5, reality show dengan kegombalan + lagu-lagu cinta mendayu-dayu = mental yang lembek.

Efek: terlarut-larut dengan perasaan, mental yang lembek, video klip yang bikin geli

6. Iklan-iklan kecantikan. Gunakan P**DS untuk kulit putih bersinar. Jargon-jargon sejenis seperti

itu merupakan bukti bagaimana mudahnya publik termanipulasi oleh produk dan pencitraan. Entahlah

apakah memang terbukti atau hanya mengumbar kebohongan, yang jelas iklan produk kecantikan

telah berhasil membangun frame berpikir kita bahwa cewe putih itu, cantik. (emang sih…cewe putih

itu kesannya gimana gitu…) tapi bukan berarti pula harus membuat semua cewe pengen tampil putih.

Akhirnya yang ada adalah ketidakbanggaan akan identitas serta pola konsumtif.

Efek : serba konsumtif, masalah pencitraan yang kurang tepat

7. Info kriminal yang berlebihan. Sergap, Patroli, Buser, dan acara sejenisnya kuranglah esensial

bagi masyarakat, walaupun mungkin masih lebih baik dibanding gossip dan sinetron. Namun

keberadaannya kadang hanya mempertontonkan praktek-praktek kekerasan dan kriminalitas yang

berlebihan dan mengesampingkan pesan yang disampaikan. Bahkan menjadi contoh pada praktek

kriminalitas lainnya.

Efek : budaya kekerasan,

Lima Stasiun TV Terburuk

Bulletin Mahasiswa Sejarah 9

Page 11: Edisi Agustus 2008 - himse.files.wordpress.com fileBulletin Mahasiswa Sejarah 2 S udah setengah abad lebih Negara kita berdiri. Namun, umum diketahui bahwa cita-cita yang telah kita

Lima Stasiun TV Terburuk

Bulletin Mahasiswa Sejarah 10

Monotonnya paketan siaran TV tanpa

muatan materi yang memberikan edukasi dan

informasi, serta mempunyai efek brain wash

yang merecoki mental bangsa merupakan

realitas di tengah himpitan globalisasi. Dilihat

dari sisi negatifnya, TV telah menghadirkan

sebuah kontradiksi yang membuat orang

terlena sehingga mereka candu dan lupa akan

dirinya. apa jadinya dengan bangsa yang

dulunya terbelakang -agak maju- dan semakin

terbelakang pada saat ini, dengan sejuta

program TV, yang tak kunjung memberikan

pencerahan di tengah keremangan.

Banyak stasiun TV saat ini

cenderung untuk mengikuti trend pasar yang

tentunya juga mengadopsi trend pasar luar

negeri. Di Indonesia sendiri, langsung

mengambil trend pasar tersebut tanpa

fileterisasi akan apa yang di adopsi, di telan

bulat-bulat kemudian keluar lagi dengan utuh

sebagai sebuah produk budaya yang tercipta

dengan proses yang instan, serta tidak

memiliki akar kebudayaan yang kuat untuk

menjadi identitas sebuah bangsa.

Kemunculan berbagai siaran televisi,

seperti sinetron yang manyajikan kisah

percintaan remaja atau reality show memberi

gambaran kepada masyarakat --dengan

ekonomi yang pas-pasan-- bagaimana cara

mendapatkan uang dan menjadi kaya dengan

cara yang instan. Adapun informasi yang

disajikan oleh stasiun televisi cenederung

mengekspose berita yang tak terlalu memiliki

kontribusi terhadap kebutuhan informasi yang

di butuhkan oleh publik. Semua yang

ditayangkan tidak memiliki arti yang penting

terhadap adanya TV sebagai alat untuk

memberikan informasi, edukasi, dan hiburan

yang layak untuk di konsumsi oleh

masyarakat.

Keberadaan stasiun TV yang

memiliki pola siaran yang sama, munkin tidak

terlepas dari motif pasar yang hanya

memikirkan keuntungan bagi para pemilik

modal dan dengan latar belakang demikian

juga hadir dilayar kaca berdasarkan kepada

trend, di mana publik membutuhkan hal-hal

yang bisa melepaskan mereka dari kesibukan

profesi masing-masing. Sedangkan yang

terjadi di Indonesia adalah tindakan yang

berlebihan dari pemilik stasiun TV yang hanya

mengejar keuntungan semata tanpa

memikirkan arti TV sebagai sarana informasi,

edukasi, dan hiburan yang layak bagi

masyarakat yang tentunya di sesuaikan dengan

situasi dan kondisi pemirsanya.

Page 12: Edisi Agustus 2008 - himse.files.wordpress.com fileBulletin Mahasiswa Sejarah 2 S udah setengah abad lebih Negara kita berdiri. Namun, umum diketahui bahwa cita-cita yang telah kita

Bulletin Mahasiswa Sejarah 11

Berikut ini adalah rating sebagian kecil acara dari berbagai stasiun TV, yang menurut publik memiliki

rating tinggi dan laku di pasaran, namun menurut penilaian redaksi merupakan 5 stasion TV terburuk,

bukan hanya dilihat dari hiburannya, tetapi khusus dari aspek edukasi dan informasi. (Yandri ‘05)

Nama stasiun Nama acara Rating keterangan

Mama Mia StarDut Seleb Show Layar Indonesia Sinema utama Sinema pilihan

2.5

* acara di bagi

kedalam beberapa

jenis; sinetron,

infotainment,live

show, reality show,

info kriminal * setiap acara

merupakan sample

yang dilihat

berdasarkan kepada

aspek informasi,

edukasi, dan

hiburan * nilai yang tertulis

merupakan

penilaian yang

berdasarkan kepada

motif acara tiap

stasiun TV hampir

sama dan alur yang

disajikan monoton

Inbox Kasak kusuk Cinlok Cookies Gala sinetron Halo selebriti Ada gossip Gala sinema

3

Dadakan 3 dangdut mania

Layar asyik Go show Play DVDut KDI

Sidik

Si Entong

3.5

Mega sinetron

Go spot Silet Cek & ricek

Kabar kabari Deal or no deal Indonesian Idol

Sergap

4

I gosip pagi, siang Asal usul Empat mata TKP WB kids

5