ECOGREENSHIP Konsep Waterballast Treatment Memanfaatkan ... · menimbulkan resiko besar saat...
Transcript of ECOGREENSHIP Konsep Waterballast Treatment Memanfaatkan ... · menimbulkan resiko besar saat...
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
1
Abstrak — Air ballast merupakan air laut yang dipompa menuju
tangki di lambung bagian bawah kapal sebagai pemberat untuk
memastikan stabilitas kapal, menjaga kemiringan kapal,
menggantikan beban dari muatan kapal saat bongkar muat, serta
menjaga agar baling-baling tetap berada di dalam air.
Pertukaran air ballast saat loading dan unloading barang
menimbulkan resiko besar saat terjadi perpindahan spesies laut
asing dari satu wilayah ke wilayah lain. Akibatnya, terjadi
ketidakseimbangan ekologi; mutasi spesies; bahkan
meningkatkan persebaran penyakit. Salah satu contoh akibat
pertukaran air ballast yakni Zebra Mussel, merupakan mutasi
spesies yang ditemukan di Great Lakes – Canada. Binatang kecil
tersebut terbawa air ballast dari Russia Selatan sampai Canada
yang menyebabkan penyumbatan saluran air tawar di danau Erie
– Michigan. Akibat yang ditimbulkan antara lain 24.000 warga
Monroe mengalami kesulitan air bersih selama 2 tahun serta
biaya pembersihan yang harus dikeluarkan pemerintah mencapai
4 Milliar rupiah. Dalam penelitian ini, dilakukan dua treatment
secara bersamaan untuk membunuh mikroorganisme di dalam air
ballast, yaitu perlakuan panas dan gas lebam (gas inert) yang
diperoleh dari gas buang mesin induk kapal. Mekanisme
pembunuhan mikroorganisme dengan ECOGREENSHIP di
dalam air ballast yakni dengan mengalirkan gas buang dari mesin
induk kapal secara langsung menuju pipa air ballast saat suction
atau pengisian tangki ballast. Dari permodelan yang telah
dilakukan, yaitu dengan mencampurkan dua fase fluida dimana
laju aliran massa gas 8.78 kg/s pada 3300C dan laju aliran massa
air 43.745 kg/s pada temperatur 280C, didapatkan hasil analisa
temperature pencampuran sebagai berikut: Temperatur pada
titik pencampuran gas buang dan air ballast (Intersection/titik 1)
yaitu sebesar 4050K atau 1320C, kemudian pada meter ke 0.3
diatas elbow temperature turun menjadi 3450K atau 720C (titik
2), dan pada meter ke 1 diatas elbow air ballast kembali kembali
mendekati temperatur awal yakni 3050K atau 320C (point).
Kata Kunci— Air ballast, Mutasi Spesies, Waterballast
treatment, Gas Buang Mesin Induk, Temperatur,
ECOGREENSHIP.
I. PENDAHULUAN
Kapal merupakan transportasi yang sangat penting bagi
Indonesia sebagai negara maritim. Proses distribusi, ekspor,
dan impor menjadi lebih mudah dengan menggunakan kapal.
Sekarang ini, proses ekspor impor di Indonesia meningkat
didukung dengan jumlah kapal sebanyak 8.837 armada (Ditjen
Perhubungan Laut, 2011). Namun hal ini menimbulkan
permasalahan besar saat ekspor impor berlangsung, yakni
permasalahan yang diakibatkan oleh pertukaran air ballast. Air
ballast merupakan air laut yang dipompa menuju tangki di
lambung bagian bawah kapal sebagai pemberat untuk
memastikan stabilitas kapal, menjaga kemiringan kapal,
menggantikan beban dari muatan kapal saat bongkar muat,
serta menjaga agar baling-baling tetap berada di dalam air
(Rozak dkk, 2012). Pertukaran air ballast saat loading dan
unloading barang menimbulkan resiko besar saat terjadi
perpindahan spesies laut asing pada satu wilayah ke wilayah
lain. Diketahui bahwasanya spesies laut bisa menjadi invasif
(merugikan) dan mengganggu keseimbangan ekologi pada
daerah yang memiliki ekosistem yang berbeda. (Boldor Dorin
et al, 2008). Data dari IMO (International Maritime
Organization), organisasi yang bertanggung jawab untuk
meningkatkan keselamatan maritim dan mencegah pencemaran
dari kapal, menunjukkan bahwa lebih dari 10 milyar ton air
ballast selalu dipertukarkan/ditransfer antar negara setiap
tahunnya (IMO, 2000).
Gambar 1. Sistem Pengisian dan Pembuangan Air Ballast pada Kapal
Mnemiopsis leidy, spesies sejenis comb jellyfish yang
menghuni estuari dari Amerika Serikat sampai ke Tanjung
Valdés di Argentina sepanjang pantai Lautan Atlantik yang
telah menyebabkan kerusakan di Laut Hitam, merupakan salah
satu contoh akibat pertukaran air ballast. Akibat yang
ECOGREENSHIP – Konsep Waterballast Treatment
Memanfaatkan Gas Inert Temperatur Tinggi dari Gas Buang Mesin
Induk untuk Mengurangi Mikroorganisme Air Ballast pada Kapal
Yolanda Putri Yuda, Beny Cahyono, ST., MT, Ir. Soemartojo WA
Jurusan Teknik Sistem Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan,
Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia
e-mail: [email protected]
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
2
ditimbulkan dari spesies tersebut yakni menurun drastisnya
tangkapan ikan di daerah tersebut dari 204.000 ton pada tahun
1984 menjadi 200 ton pada tahun 1993. Lebih buruk lagi,
pemilik kapal harus mengeluarkan uang sebanyak 50 Milliar
rupiah per tahun hanya untuk membersihkan kapalnya dari
parasit Zebra Mussel dimana spesies ini merupakan sejenis
kerang parasit hasil mutasi genetik akibat pertukaran air ballast
yang ditemukan pertama kali di Russia. Bahkan penelitian
terakhir para ahli menyatakan bahwa bakteri penyebab Cholera
dapat menyebar melalui organisme laut yang hidup di air
ballast lebih cepat. Selain itu, pembuangan air ballast ke
lingkungan perairan pantai berpotensi menyebabkan keracunan
bagi biota laut dan mikroorganisme. Hal ini menyebabkan
berbagai masalah, seperti perubahan pola pertumbuhan,
kerusakan siklus hormonal, kecacatan dalam kelahiran,
penurunan sistem kekebalan, dan menyebabkan kanker, tumor,
dan kelainan genetik atau bahkan kematian (Nihlawati, 2008).
Dalam menanggapi masalah ini, International Maritim
Organization (IMO) telah bekerja sama dengan Konvensi
Internasional untuk pengawasan dan manajemen air ballast
kapal dan sedimentasi namun belum ada standart yang
ditetapkan dari IMO mengenai bentuk pengolahan dari air
ballast ini (IMO, 2005). Untuk mencegah spesies invasif yang
berpotensi untuk berkembang biak, maka beberapa metode
dengan perlakuan yang berbeda telah diusulkan meliputi
metode kimia, perlakuan panas, penggunaan radiasi ultraviolet
(UV), dan filtrasi. Namun metode yang digunakan sebelumnya
membutuhkan biaya yang sangat mahal, ditambah lagi metode
yang digunakan kurang ramah lingkungan. Sebagai contoh
yakni Ballast Water Treatment dengan menggunakan radiasi
UV membutuhkan biaya sebesar US122.000 atau sekitar 1,2
Miliar rupiah untuk satu instalasi alat pada kapal (Kuncoro,
2011).
II. TINJAUAN PUSTAKA
Mikroorganisme di dalam air ballast merupakan
mikroorganisme aerob, yakni mikroorganisme yang melakukan
metabolisme dengan bantuan oksigen. Mikroorganisme Aerob
terletak pada permukaan air laut, hal ini disebabkan karena
oksigen yang tertinggi terletak pada 10m – 20m dibawah
permukaan air laut (Garland, 2011). Aerob, dalam proses
dikenal sebagai respirasi sel yang menggunakan bantuan
oksigen untuk mengoksidasi substrat (sebagai contoh gula dan
lemak) untuk memperoleh energi (Pelczar, 2008).
Berdasarkan gambar 1. dibawah dijelaskan mengenai
Zona ekologi dan Habitat mikrobiologi Aerob di laut. Dari
gambar tersebut dapat dilihat bahwa mikroorganisme aerob
dapat tumbuh dengan kedalaman antara 200m – 1000m.
Mikroorganisme di dalam permukaan air laut merupakan
mikroorganisme yang berada pada zona Epipelagic dan
Mesopelagic yakni zona yang menentukan banyaknya sinar
matahari yang masuk pada permukaan air laut.
Gambar 2. Zona Ekologi dan Habitat Mikrobiologi Aerob di
Laut
Berikut macam-macam mikroorganisme yang terdapat dalam
perairan laut antara lain:
Tabel 1. Jenis-Jenis Mikroorganisme di Perairan Berdasarkan
Spesiesnya
Jenis Contoh Mikroorganisme
Mikroba Autotrof Thiobacillus, Nitrosomonas, Nitrobacter
Mikroba Heterotrof Saprolegnia sp., Candida albicans,
Trichopnyton rubrum
Bakteri Pseudomonas, Vibrio Cholerae,
Flavobacterium, Achromobacter, Bacterium
Fungi Saprolegnia sp., Branchiomyces
sanguinis, Icthyophonus hoferi
Mikroalga Chlorella sp., Pyrodinium bahamense,
Trichadesmium erythraeum (salah satu
species dari Cyanobacterium),
Noctiluca scintillans (salah satu species
dari Dinoflagellata).
Virus Virus Coli-fag
Sumber : Ruyino, 2010
A. Pengaruh Temperatur terhadap Perkembangan
Mikroorganisme di dalam Air Ballast
Metabolisme mikroorganisme aerob dilakukan melalui
proses oksidasi-reduksi. Oksidasi adalah proses pelepasan
elektron, sedangkan reduksi adalah proses penangkapan
elektron. Karena elektron tidak dapat berada dalam bentuk
bebas, maka setiap reaksi oksidasi selalu diiringi oleh reaksi
reduksi. Pada umumnya reaksi oksidasi secara biologi
dikatalisis oleh enzim dehidrogenase. Enzim tersebut
memtransfer elektron dan proton yang dibebaskan kepada
aseptor elektron intermedier seperti NAD+ dan NADP+ untuk
dibentuk menjadi NADH dan NADPH. Fosforilasi oksidasi
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
3
terjadi pada saat elektron yang mengandung energi tinggi
tersebut ditranfer ke dalam serangkain transpor elektron
sampai akhirnya di tangkap oleh oksingen atau oksidan
anorganik lainnya sehingga oksigen akan tereduksi menjadi
H2O. Hasil dari reaksi oksidasi dapat terbentuknya energi.
Apabila pada suatu tempat enzim di dalam suatu
mikroorganisme aerob tidak bekerja, maka mikroorganisme
tidak dapat melakukan metabolisme. Akibatnya,
mikroorganisme tidak dapat membentuk energi untuk tetap
bertahan sehingga kemudian mati.
Mikroorganisme memiliki batas toleransi masing-masing
terhadap pH dan suhu. Dampak dari perubahan pH dan suhu
yang ekstrim pada mikroorganisme adalah enzim menjadi
inaktif. Sebab, enzim merupakan protein yang tidak dapat
stabil dan mudah terdenaturasi sehingga saat terjadi perubahan
pH dan suhu yang ekstrim aktifitas enzimnya hilang.
Akibatnya, mikroorganisme tidak dapat melakukan
metabolisme kemudian mati. Contohnya yakni seperti bakteri
Eschericia Coli, yang hanya mampu memproduksi enzim pada
suhu kurang dari 550C.
Tabel 2. Kemampuan Mikroorganisme Bertahan Hidup
terhadap Suhu Tertentu
Dari tabel diatas dapat dilihat kemampuan mikroorganisme
mampu bertahan pada suhu tertentu. Dari tabel tersebut dapat
disimpulkan bahwa dengan memberikan panas lebih dari 650C
terhadap air ballast, maka mikroorganisme di dalam air ballast
dapat seluruhnya dapat mati. Namun, ada beberapa
mikroorganisme aerob yang dapat resistance terhadap suhu
atau disebut dengan mikroorganisme Termofilik. Contohnya
yakni virus Vibrio Cholera yang di beberapa tempat terentu
dapat bertahan hingga suhu ekstrim lebih dari 1170C. Sehingga
dengan demikian membutuhkan metode selanjutnya untuk
membunuh mikroorganisme aerob yang resistance terhadap
suhu tinggi, salah satunya yakni dengan mengurangi kadar
oksigen di dalam air ballast tersebut dengan menggunakan gas
inert.
B. Pengaruh Gas Inert terhadap Perkembangan
Mikroorganisme di dalam Air Ballast
Di dalam air, oksigen memainkan peranan dalam menguraikan
komponen-komponen kimia menjadi komponen yang lebih
sederhana. Oksigen memiliki kemampuan untuk beroksida
dengan zat pencemar seperti komponen organik sehingga zat
pencemar tersebut tidak membahayakan. Oksigen juga
diperlukan oleh mikroorganisme aerob dalam proses
metabolisme. Dengan adanya oksigen dalam air,
mikroorganisme semakin giat dalam menguraikan kandungan
dalam air. Reaksi yang terjadi dalam penguraian tersebut
adalah:
Komponen Organik + O2 + Nutrient CO2 + H2O +
Sell baru + Nutrien +Energi
Gambar 3. Skema Respirasi Mikroorganisme Aerob
Tabel 3. Data Gas Buang Mesin Induk
Jika reaksi penguraian komponen kimia dalam air laut terus
berlaku, kemudian air laut tersebut dikontaminasi dengan gas
lebam maka kadar oksigen pun akan menurun. Pada
klimaksnya, oksigen yang tersedia tidak cukup untuk
menguraikan komponen kimia tersebut. Keadaan yang
demikian merupakan pencemaran pada air laut. Pada dasarnya,
mikroorganisme memiliki 4 fase dalam hidupnya, yakni: Fase
Lag, Fase Log, Fase Stasioner, dan Fase Kematian. Pada fase
ini, mikroorganisme mengalami kematian dan berhenti
membentuk sell hidup akibat kekurangan nutrient dan energi.
Berdasarkan persamaan pertumbuhan mikroorganisme pada
gambar 7., kematian dapat terjadi apabila oksigen yang
terdapat di dalam air laut tersedia sangat sedikit. Selain itu,
penurunan pH akan sangat berpengaruh terhadap kematian
mikroorganisme. Sedikit perubahan pada pH tertentu dapat
mengakibatkan mikroorganisme tidak dapat menghasilkan
energi dan kemudian mati.
Seawater : H2CO3 HCO3- + H
+ (pH drops)
too basic
Seawater : HCO3- + H
+ H2CO3 (pH rises)
Too acidic
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
4
Gambar 3. Pengaruh Zat terhadap pH air laut
III. ANALISA DAN PEMBAHASAN
A. Data dan Perhitungan
Data Utama Kapal
MV INDONESIA JAYA 6709 DWT memiliki ukuran
utama kapal sebagai berikut:
LPP : 115 m
B : 21.8 m
H : 8.8 m
T : 6.6 m
Vs : 16 knot
Dengan total tanki ballast sebesar 1076 m3.
Data Mesin Induk Kapal
Merk : Wartsila
Tipe : 16V32
Rated Power : 8000 kW
Rated Speed : 750 rpm
1 2 3 4
Gambar 4. Desain ECOGREENSHIP pada Kamar Mesin
Keterangan Gambar:
1 : Non Return Valve
2 : Pipa Gas Buang
3 : Pompa Air Ballast
4 : Pipa Air Ballast
B. Perhitungan Kebutuhan Flue Gas untuk Ballast Water
yang Melewati Pipa
Perhitungan kebutuhan Flue Gas dimaksudkan untuk
menentukan berapa jumlah aliran gas yang dibutuhkan untuk
memanaskan air ballast dari 280C menjadi 60
0C, yakni kondisi
dimana seluruh mikroorganisme yang masuk ke tangki ballast
dapat dimatikan.
qflue gas = qsea water
M x Cp x T = M x Cp x T
M x 0.59 x (330 – 60) = 157481 x 0.9996 x (60 – 28)
M x 159.3 = 5,037,376.2432
M = 31,621.9475 kg/h
M = 8.78 kg/s
Berdasarkan project guide Wartsila 16V32, diketahui untuk
mencari Mass Flow Rate dari Exhaust Gas mesin induk
menggunakan perumusan sebagai berikut:
Dimana:
v = kecepatan aliran gas (m/s)
= 35 – 40 m/s diambil 35 m/s
M = Mass Flow Rate gas buang (kg/s)
T = Temperatur Gas Buang
= 3300C
D = Diameter pipa gas buang (m)
= 1000 mm = 1 m
Dari perhitungan diatas, M = 15.83 kg/s. Dari Laju Aliran
Massa tersebut, maka dapat didesain pipa gas buang yang
mengalir menuju pipa air ballast sebagai berikut:
Gas Buang
P = 15 bar
T = 330 0C
Pipa = OD = 571 mm
t = 10.55 mm
M = 43.745 kg/s
Pipa Air Ballast
P = 2 bar
T = 28 0C
Pipa = OD =190.7 mm
t = 5.3 mm
M = 8.78 kg/s
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
5
Dari perhitungan diatas, dilakukan ANALISA Fluida
berdasarkan temperature dengan menggunakan Software
ANSYS FLUENT.
Gambar 5. Permodelan ECOGREENSHIP pada ANSYS
Gambar 6. Bentuk Meshing permodelan ECOGREENSHIP
Dari hasil perhitungan didapatkan bahwa dengan Laju Aliran
Massa sebesar 8.78 kg/s dapat mendistribusikan temperature
gas buang yang sebelumnya 3300C menjadi 60
0C saat
dicampurkan dengan Air Ballast yang memiliki Laju Aliran
Massa sebesar 43.745 kg/s dan Temperatur sebesar 280C.
Namun, hasil analisa menggunakan Software ANSYS yang
didapatkan yakni sebagai berikut:
Gambar 7. Hasil Analisa Temperatur pada titik
pencampuran
Temperature pada titik pencampuran gas buang dan air ballast
(Intersection/titik 1) yaitu sebesar 4050K atau 132
0C,
kemudian pada meter ke 0.3 diatas elbow temperature turun
menjadi 3450K atau 72
0C (titik 2), dan pada meter ke 1 diatas
elbow air ballast kembali kembali mendekati temperatur awal
yakni 3050K atau 32
0C.
IV. KESIMPULAN
Setelah melakukan perhitungan dan analisa menggunakan
Software ANSYS FLUENT terhadap pengaruh gas buang yang
memiliki gas inert temperatur tinggi terhadap kematian
mikroorganisme, maka dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:
1. Dari analisa hasil perhitungan, distribusi temperatur antara
gas buang dan air ballast yang sebelumnya 280C menjadi
600C dapat membunuh seluruh mikroorganisme di dalam
air ballast. Pada daerah tertentu - sebagai contoh Vibrio
Cholera - sangat resistance terhadap suhu tinggi sehingga
mampu bertahan sampai dengan temperatur sekitar 1700C,
di daerah inilah gas inert dari gas buang berperan penting.
Peranannya yaitu mengkontaminasi oksigen di dalam air
ballast dengan gas inert sehingga terjadi perubahan pH air
laut yang ekstrim serta hilangnya kemampuan
mikroorganisme untuk membentuk energi akibat
kekurangan oksigen menyebabkan virus sejenis Vibrio
Cholera mati.
2. Dari permodelan ECOGREENSHIP yang telah dilakukan,
yaitu dengan mencampurkan dua fase fluida dimana laju
aliran massa gas 8.78 kg/s pada 3300C dan laju aliran
massa air 43.745 kg/s pada temperatur 280C, didapatkan
hasil analisa temperature pencampuran sebagai berikut :
Temperatur pada titik pencampuran gas buang dan air
ballast (Intersection/titik 1) yaitu sebesar 4050K atau
1320C, kemudian pada meter ke 0.3 diatas elbow
temperature turun menjadi 3450K atau 72
0C (titik 2), dan
pada meter ke 1 diatas elbow air ballast kembali kembali
mendekati temperatur awal yakni 3050K atau 32
0C (titik 3).
DAFTAR PUSTAKA
[1] Jennie Hunter, David-Karl, and Merry Buckley. 2005.
Marine Microbial Diversity: The key to Earth’s
Habitability. American Academy of Microbiology,
Washington DC.
[2] Copyright © Garland Science 2011. Munn, Colin. Marine
Microbiology Chapter 1: Microbes in the Marine
Environment.
1
2
3
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
6
[3] Product Guide Engine Wartsila 32. 2010. Wartsila
Corporation: NASAQ OMX Helsinki, Finland.
[4] IMO, 1997. ”Guidelines for The Control and Management
of Ships‟ Ballast Water to Minimize the Transfer of
Harmful Aquatic Organisms and Pathogens”. Resolution
A.868(20) adopted on 27 November 1997.
[5] Otero, M., Cebrian, E., Francour, P., Galil, B., Savini, D.
2013. Monitoring Marine Invasive Species in
Mediterranean Marine Protected Areas (MPAs). IUCN
Gland, Switzerland and Malaga, Spain.
[6] Vladimir P. Ivanov. 2000. Invasion of the Caspian Sea by
the comb jellyfish Mnemiopsis leidyi (Ctenophora). Kluwer
Academic Publishers: Netherlands.
[7] Desmarchelier, P.M. (1997) Pathogenic Vibrios. In:
Foodborne Microorganism of Public Health Importance,
5th
Edition, (Eds) Hocking, A.D., Arnold, G., Jenson, I.,
Newton, K. and Sutherland, P. pp 285-312. AIFST (NSW
Branch), Sydney, Australia.
[8] Rabbani, G.H. and Greenough, W.B (1999) Food as a
Vehicle for the Transmission of Cholera. Journal of
Diarrhoeal Disease Research. 17, 1-9.
[9] Application and Installation Guide, 2011. Exhaust
Systems. Caterpillar: USA.
[10] Perry, R.H., 1984. “Perry’s Chemical Engineers’
Handbook”, McGraw-Hill, New York, 6th
Edition.
[11] Reid, R.C., J.M. Praunitz and B.E Poling, 1987. “The
Properties of Gases and Liquids”, McGraw-Hill, New
York, 5th
Edition.
[12] U.S Naval Research Laboratory. 2002. Ballast Treatment
System: VOS N.E.I.’s Venturi Oxygen Stripping System.
Licensed to Mitsubishi Kakoki Kaisha Ltd Japan and
Samgong co.Ltd Korea.
[13] J.P Holman. 1994. Heat Transfer 10th
Edition. Southern
Methodist University.