Dunia Matematika

15
Dunia Matematika RABU, 05 JANUARI 2011 Hakikat Pembelajaran Matematika Mengetahui matematika adalah melakukan matematika. Dalam belajar matematika perlu untuk menciptakan situasi- situasi di mana siswa dapat aktif, kreatif dan responsif secara fisik pada sekitar. Untuk belajar matematika siswa harus membangunnya untuk diri mereka. hanya dapat dilakukan dengan eksplorasi, membenarkan, menggambarkan, mendiskusikan, menguraikan, menyelidiki, dan pemecahan masalah (Countryman, 1992: 2). Selanjutnya Goldin (Sri Wardhani, 2004: 6) matematika dan dibangun oleh manusia, sehingga dalam pembelajaran matematika, pengetahuan matematika harus dibangun oleh siswa. Pembelajaran matematika menjadi lebih efektif jika guru memfasilitasi siswa menemukan dan memecahkan masalah dengan menerapkan pembelajaran bermakna. Dalam pembelajaran matematika, konsep yang akan dikonstruksi siswa sebaiknya dikaitkan dengan konteks nyata yang dikenal siswa dan konsep yang dikonstruksi siswa ditemukan sendiri oleh siswa. Menurut Freudental (Gravemeijer, 1994: 20) matematika merupakan aktivitas insani (human activities) dan pembelajaran matematika merupakan proses penemuan kembali. Ditambahkan oleh de

Transcript of Dunia Matematika

Page 1: Dunia Matematika

Dunia MatematikaRABU, 05 JANUARI 2011

Hakikat Pembelajaran MatematikaMengetahui matematika adalah melakukan matematika. Dalam belajar

matematika perlu untuk menciptakan situasi-situasi di mana siswa dapat aktif, kreatif

dan responsif secara fisik pada sekitar. Untuk belajar matematika siswa harus

membangunnya untuk diri mereka. hanya dapat dilakukan dengan eksplorasi,

membenarkan, menggambarkan, mendiskusikan, menguraikan, menyelidiki, dan

pemecahan masalah (Countryman, 1992: 2). Selanjutnya Goldin (Sri Wardhani, 2004:

6) matematika dan dibangun oleh manusia, sehingga dalam pembelajaran matematika,

pengetahuan matematika harus dibangun oleh siswa. Pembelajaran matematika menjadi

lebih efektif jika guru memfasilitasi siswa menemukan dan memecahkan masalah

dengan menerapkan pembelajaran bermakna.

Dalam pembelajaran matematika, konsep yang akan dikonstruksi siswa sebaiknya

dikaitkan dengan konteks nyata yang dikenal siswa dan konsep yang dikonstruksi siswa

ditemukan sendiri oleh siswa. Menurut Freudental (Gravemeijer, 1994: 20) matematika

merupakan aktivitas insani (human activities) dan pembelajaran matematika merupakan

proses penemuan kembali. Ditambahkan oleh de Lange (Sutarto Hadi, 2005: 19) proses

penemuan kembali tersebut harus dikembangkan melalui penjelajahan berbagai

persoalan dunia real. Masalah konteks nyata (Gravemeijer,1994: 123) merupakan

bagian inti dan dijadikan starting point dalam pembelajaran matematika. Konstruksi

pengetahuan matematika oleh siswa dengan memperhatikan konteks itu berlangsung

dalam proses yang oleh Freudenthal dinamakan reinvensi terbimbing (guided

reinvention).

Page 2: Dunia Matematika

Pembelajaran matematika sebaik dimulai dari masalah yang kontekstual. Sutarto

Hadi (2006: 10) menyatakan bahwa masalah kontekstual dapat digali dari: (1) situasi

personal siswa, yaitu yang berkenaan dengan kehidupan sehari-hari siswa, (2) situasi

sekolah/akademik, yaitu berkaitan dengan kehidupan akademik di sekolah dan

kegiatan-kegiatan dalam proses pembelajaran siswa, (3) situasi masyarakat, yaitu yang

berkaitan dengan kehidupan dan aktivitas masyarakat sekitar siswa tinggal, dan (4)

situasi saintifik/matematik, yaitu yang berkenaan dengan sains atau matematika itu

sendiri.

Terkait dengan aktivitas matematisasi dalam belajar matematika, Freudenthal

(Van den Heuvel, 1996: 11) menyebutkan dua jenis matematisasi, yaitu matematisasi

horizontal dan vertikal dengan penjelasan sebagai berikut “Horizontal

mathematization involves going from the world of life into the world of symbol, while

vertical mathematization means moving within the world of symbol”. Pernyataan

tersebut menjelaskan bahwa matematisasi horizontal meliputi proses transformasi

masalah nyata/sehari-hari ke dalam bentuk simbol, sedangkan matematisasi vertikal

merupakan proses yang terjadi dalam lingkup simbol matematika itu sendiri.

Gravemeijer (1994: 93) mengemukakan bahwa dalam proses matematisasi

horizontal, siswa belajar mematematisasi masalah-masalah kontekstual. Pada mulanya

siswa akan memecahkan masalah secara informal (menggunakan bahasa mereka

sendiri). Kemudian setelah beberapa waktu dengan proses pemecahan masalah yang

serupa (melalui simplifikasi dan formalisasi), siswa akan menggunakan bahasa yang

lebih formal dan diakhiri dengan proses siswa akan menemukan suatu algoritma.

Proses yang dilalui siswa sampai menemukan algoritma disebut matematisasi vertikal.Menurut Sutarto Hadi (2005: 21) dalam matematisasi horizontal, siswa mulai

dari masalah-masalah kontekstual mencoba menguraikan dengan bahasa dan simbol yang dibuat sendiri oleh siswa, kemudian menyelesaikan masalah kontekstual tersebut. Dalam proses ini, setiap siswa dapat menggunakan cara mereka sendiri yang mungkin berbeda dengan siswa yang lain, sedangkan dalam matematisasi vertikal, siswa juga mulai dari masalah-masalah kontekstual, tetapi dalam jangka panjang siswa dapat menyusun prosedur tertentu yang dapat digunakan untuk meyelesaiakan masalah-masalah sejenis secara langsung, tanpa menggunakan bantuan konteks. Contoh matematisasi horizontal adalah pengidentifikasian, perumusan, dan pemvisualisasian masalah dengan cara-cara yang berbeda oleh siswa. Contoh matematisasi vertikal adalah presentasi hubungan-hubungan dalam rumus, menghaluskan dan menyesuaikan

Page 3: Dunia Matematika

model matematika, penggunaan model-model yang berbeda, perumusan model matematika dan penggeneralisasian.

Zulkardi (2006: 6) menyatakan pembelajaran seharusnya tidak diawali dengan sistem formal, melainkan diawali dengan fenomena di mana konsep tersebut muncul dalam kenyataan sebagai sumber formasi konsep. Menurut de Lange (1987: 2) proses pengembangan konsep-konsep dan ide-ide matematika berawal dari dunia nyata dan pada akhirnya merefleksikan hasil-hasil yang diperoleh dalam matematika kembali ke dunia nyata.

http://mellyirzal.blogspot.com/2011/01/hakikat-pembelajaran-matematika.html

Mempelajari matematika tidak sama dengan mempelajari bahasa atau ilmu sosial. Jika mempelajari bahasa atau ilmu sosial mengharuskan kita untuk sering-sering membaca, berbeda dengan matematika. Ada hal unik dan menarik saat mempelajari matematika yang tidak ada di pelajaran lainnya. Hal-hal tersebut hanya bisa dirasakan saat kita benar-benar tahu dan memahami persoalan matematika yang dapat kita selesaikan. Hal unik dan menarika tersebut adalah:

Kepuasan hati dan rasa lega yang tak terhingga

1. Keinginan untuk terus dan terus mempelajari2. Lebih memahami kehidupan dari sudut pandang matematika3. Kemampuan nalar dan logika yang luar biasa

Pada hakikatnya, belajar matematika merupakan proses melatih untuk otak untuk dapat berpikir logis, teratur, berkesinambungan dan menyatakan bukti-bukti kuat dalam setiap pernyataan yang diucapkan. Dalam matematika kita tidak dapat mengatakan sesuai tanpa ada bukti yang kuat. Misalnya, seorang ayah bilang ke anaknya "Jika kamu dapat rangking 1, ayah akan membelikanmu sepeda". Pada saat penerimaan raport ternyata sang anak dibelikan sepeda baru oleh ayahnya, apakah berarti sang anak tersebut dapat rangking 1? Jawabannya belum tentu. Alasan lebih jelasnya dapat kamu ketahui ketika kamu mempelajari Logika Matematika.

Untuk benar-benar memahami matematika, selain membaca dibutuhkan waktu lebih untuk memikirkan setiap permasalahan matematika. Tidak harus selesai saat itu, bisa dipikir saat makan, saat jalan-jalan, dan setiap saat yang kosong asal jangan waktu sholat. Kesalahan terbesar adalah memaksa otak untuk menyelesaikan setiap kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal. Hal tersebut hanya akan menambah stress dan membuat otak tidak dapat berpikir lagi. 

Dalam belajar matematika dibutuhkan otak dan daya pikir yang kuat. Jika sudah lelah berpikir dan tidak menemukan pencerahan, istirahatlah. Gunakan untuk tidur, main game atau hal-hal yang bisa membuat pikiran releks. Jika dirasa pikiran sudah OK lagi,

Page 4: Dunia Matematika

kamu bisa kembali belajar. Dengan pikiran yang jernih dan tidak dalam penuh, semua persoalan matematika yang kita pikirkan akan dapat terselesaikan sedikit demi sedikit. http://www.dunia-matematika.co.cc/2010/04/hakikat-belajar-matematika.html

Hakekat Pembelajaran MatematikaPosted: Juli 3, 2009 by techonly13 in Education

4

Hakekat Pembelajaran Matematika

Matematika pelajaran tentang suatu pola/ susunan dan hubungan

Matematika adalah cara berfikir

Matematika adalah bahasa

Matematika adalah suatu alat

Matematika adalah suatu seni

Matematika adalah suatu kekuasaan

Fokus pembelajaran matematika

Dengan menggunakan pemecahan masalah yang tertutup atau terbuka.

Dikembangkan ketrampilan memahami masalah, membuat model matematika,

menyelesaikan masalah, dan menafsirkan solusinya.

Pembelajaran dimulai dengan masalah kontekstual

Tujuan pembelajaran matematika

Memahami konsep matematika

Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, membuat generalisasi, menyusun

bukti, atau menjelaskan gagasannya

Memecahkan masalah

Mengkomunikasikan gagasannya dengan simbul, tabel, diagram atau media lain

Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika

Page 5: Dunia Matematika

Ruang lingkup pembelajaran matematika SD/MI

Bilangan

Geometri dan pengukuran

Pengolahan data

Mengapa matematika diberikan di semua satuan pendidikan?

Membekali peserta didik dengan kemampuan berfikir logis, analitis, sistematis,

kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerja sama.

Kompetensi di atas diperlukan agar mampu memperoleh, mengelola, dan

memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah,

tidak pasti dan

Strategi Pemecahan Masalah

1. Membuat diagram

2. Mencobakan pada soal yang lebih sederhana

3. Membuat tabel

4. Menemukan pola

5. Memecah tujuan

6. Memperhitungkan setiap kemungkinan

7. Berfikir logis

8. Bergerak dari belakang

9. Mengabaikan hal yang tidak mungkin

10.Mencoba-coba

11.Menentukan apa yang diketahui, ditanyakan

http://techonly13.wordpress.com/2009/07/03/hakekat-pembelajaran-matematika/

Page 6: Dunia Matematika

Hakikat PembelajaranDitulis oleh Erman SuhermanPenulis: Drs. H. Erman Suherman, M.Pd. (dosen pada FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia di Bandung).Abstrak: Manusia adalah makhluq ciptaan Alloh yang paling sempurna karena dibekali akal, rasa, minat, dan bakatsebagai potensi setiap individu yang sangat bernilai dan modal dasar untuk hidup dan kehidupannya. Pembelajaranpada hakekatnya adalah untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan pengembangan potensi tersebut, dengan demikianguru sebagai sutradara seyogianya merencanakan dengan matang skenario dalam RPP agar siswa beraktivitas tinggimelalui penalaran, mencoba, eksplorasi, konjektur, hipotesis, generalisasi, inkuiri, komunikasi, kolaborasi, danpemecahan masalah. Dalam proses pembelajaran hindari prilaku siswa hanya bertindak sebagai penonton dan bersikapmenerima. Agar siswa siswa bisa berpartisipasi aktif dalam pembelajaran ciptakan suasana kondusif, nyaman danmenyenangkan Kata Kunci: Hakikat Pembelajaran, Proses PembelajaranA. Latar Belakang Seringkali kita mendengar ungkapan di masyarakat ‘mengajar apa bu guru ?’ atau‘ bu guru mengajar di mana ?’ dan jawaban bu guru tersebut adalah ‘ibu mengajar BahasaIndonesia di SMP Barakatak Dayeuhkolot’. Dari ungkapan tersebut di atas, tampak bahwa konotasi kata guruadalah bertugas mengajar dan siswa yang diajar, hal ini berarti guru sebagai subjek (pemain) yang beraktivitas dominansedangkan siswa hanyalah objek (penonton) yang beraktivitas rendah . Komunikasi guru-siswa di kelas selama inikebanyakan hanya satu arah, dari guru ke siswa, guru dominan dan siswa resisten, guru pemain dan siswa penonton,guru mengajar dan bukan membelajarkan siswa, bukan pembelajaran melainkan pengajaran (instruksional). Dalampelaksanaan pembelajaran sekarang ini guru masih mendominsai kelas, siswa pasif (datang, duduk, dengar, lihat,berlatih, dan ... lupa). Guru memberitahukan konsep, siswa menerima bahan jadi. Demikian pula dalam progam latihan,dari waktu ke waktu soal yang diberikan adalah soal yang itu-itu juga tidak bervariasi. Soal hanya berkisar pada aspekmengingat dan memahami konsep yang sudah jadi dengan pertanyaan apa, berapa, tentukan, selesaikan, ataujawablah. Jarang sekali bertanya yang sifatnya pengembangan kreativitas, soal jarang sekali menggunakan katamengapa, bagaimana, darimana, selidiki, temukan, atau generalisasikan. Jadi sekolah tak ubahnya seperti tempatpelatihan. Di samping itu, untuk mengikuti pelajaran di sekolah, kebanyakan siswa tidak siap terlebih dulu dengan

Page 7: Dunia Matematika

membaca bahan yang akan dipelajari, siswa datang tanpa bekal pengetahuan siap. Lebih parah lagi, mereka tidakmenyadari tujuan belajar yang sebenarnya, tidak mengetahui manfaat belajar bagi masa depannya. Mereka hanyamemandang bahwa belajar adalah suatu kewajibanm yang dipikul atas perintah orang tua, guru, dan lingkungannya.Belum memandang belajar sebagai suatu kebutuhan. Pelaksanan kegiatan di kelas guru masih melaksanakan prosespengajaran secara klasikal. Istilah klasikal bisa diartikan sebagai secara klasik yang menyatakan bahwa kondisi yangsudah lama terjadi, bisa juga diartikan sebagai bersifat kelas. Jadi pembelajaran klasikal berarti pembelajarankonvensional yang biasa dilakukan di kelas selama ini, yaitu pembelajaran yang memandang siswa berkemampuan tidakberbeda sehingga mereka mendapat pelajaran secara bersama, dengan cara yang sama dalam satu kelas sekaligus.Ibarat murid memakai pakain seragam dengan ukuran yang sama. Model yang digunakan adalah pembelajaranlangsung (direct learning). Pembelajaran klasikal tidak berarti jelek, tergantung proses kegiatan yang dilaksanakan,yaitu apakah semua siswa berartisipasi secara aktif terlibat dalam pembelajaran, atau pasif tidak terlibat, atau hanyamendengar, menonton, dan mencatat. Pembelajaran klasikal bisa pula dengan menggunakan metode tanya jawabdengan teknik probing-prompting agar partisipasi dan aktivitas siswa tinggi. Pada umumnya siswa akan belajar (berpikirbekerja)secara individu, sehingga mereka dapat melatih diri dalam memupuk rasa percaya diri. Dengan teknik ini, siswaakan berpartisipasi aktif tetapi ada unsur ketegangan dan cepat melelahkan. Pada model klasikal, siswa belummendapat kesempatan untuk mengembangkan mengembangkan potensi kognitif, afektif, dan konatifnya secara optimal.Siswa masih jarang berkesempatan untuk berdiskusi, presentasi, berkreasi, bernalar, berkomunikasi, memecahkanmasalah, dan berkolaborasi. Hal ini disebabkan pola yang dipakai masih mengajar bukan membelajarkan siswa. Polamengajar yang diterapkan oleh guru bisa cocok bagi siswa yang terbiasa pasif, untuk membentuk generasi penerusyang penurut dan menjadi tukang, yaitu orang-orang yang tinggal menunggu tugas dari dunungan (atasan), misalnyatukang sapu dan tukang kuli. Di lain pihak, banyak siswa yang masih belum berani dan terbiasa beraktivitas,kebanyakan masih takut salah untuk bertanya, menjawab, berkomentar, mencoba, atau mengemukakan ide. Merekamasih sangsi apakah keberanian akan melanggar etika hormat kepada guru, karena di lingkungan keluargapun banyakbicara itu bisa dimarahi. Mereka masih takut akan kesalahan karena biasanya akan mendapat teguran atau bentakan,ada rasa tidak aman dalam belajar. Pada pihak guru pun, masih banyak guru yang merasa kurang nyaman jika siswabanyak bicara, merasa kuang senang bila siswa banyak bertanya dan berkomentar, memandang kurang sopan jikasiswa banyak bertingkah, dan semacamnya. Apalagi jika siswa berbuat salah (bertanya, menjawab, mengerjakan)biasanya lansung divonis tidak menyenangkan. Masih banyak guru yang belum menyadari bahwa kesalahan adalahbagian yang tak terpisahkan dari belajar, kesalahan sebagai indikasi bahwa siswa berpartisipasi, antusias, perhatian,motivasi, berpikir, mencoba, menggali (eksplorasi), tetapi karena kemampuan dan pemahaman siswa masih kurang dan

Page 8: Dunia Matematika

terbatas maka muncullah kesalahan itu. Guru belum menghargai kesalahan siswa tersebut karena belum bisamembelajarkan siswa dengan suasana nyaman dan menyenangkan.B. Permasalahan Dari uraian di muka, tampak bahwa paradigma dan kebiasaan melaksanakan proses belajarmengajar di kelas masih banyak yang belum sesuai dengan konsep pembelajaran seperti yang diamanatkan kurikulum.Masih banyak guru yang masih melakukan aktivitas mengajar dan memandang siswa sebagai penonton yang terkagumkagumdengan kepiawaian guru dalam menguasai materi dan penyajiannya, siswa dibuat terpesona dengan penampilanguru dan petuahnya yang bertuah. Siswa beraktivitas rendah hanya menunggu pemberian dari sang guru, sehinggaterbentuklah manusia penurut menunggu pemberian. Bukankah kebanyakan di antara kita lebih senang dan banggadengan pemberian daripada berusaha untuk memberi? Kondisi dan kebiasaan tersebut tentunya haruslah segeraEDUCARE: Jurnal Pendidikan dan Budayahttp://educare.e-fkipunla.net Generated: 19 May, 2011, 03:59

diubah, karena sebenarnya tidak mendidik untuk membentuk generasi mandiri yang kritis, kreatif, dan penuh inisiatif.Cara mengubahnya adalah dengan mengubah paradigma mengajar menjadi membelajarkan siswa, pengajaran menjadipembelajaran, membuat siswa belajar dengan fasilitasi dari guru. Belajar tidak hanya dengan menonton, mendengar,melihat, menyalin, menghafal, dan mengerjakan tugas. Akan tetapi belajar dengan cara mengembangkan potensi dirimelalui penalaran, mencoba, eksplorasi, konjektur, hipotesis, generalisasi, inkuiri, komunikasi, kolaborasi, danpemecahan masalah. Guru adalah sosok panutan dan teladan dalam ilmu dan pribadi bagi siswa di kelasnya. Guruadalah arsitek pelaksanaan kegiatan di kelas dengan RPP-nya yang di dalamnya terencana dan tersusun secara rincidan sistematik skenario pembelajaran, dengan demikian guru adalah sutradara setiap aktivitas siswa dan siswa sebagaipemainnya. Dengan demikian, konsep RPP mengkondisikan guru tidak lagi menjadi pemain dan siswa hanya menjadipenonton seperti yang selama ini berjalan, dan kesadaran pemaknaan RPP inilah yang masih banyak belum dipahamidan dihayati oleh guru. Kesadaran pemaknaan RPP yang intinya pada skenario pembelajaran, yang masih seringkalikeliru dalam membuatnya, permasalahan terletak pada guru itu sendiri yang intinya adalah kurangnya pemahamanterhadap hakikat pembelajaran, sehingga paradigma pengajaran masih saja dilaksanakan di kelas dan belum banyakberubah menjadi pembelajaran. C. Konsep Pembelajaran Pembelajaran pada hakekatnya adalah kegiatan guru dalammembelajarkan siswa, ini berarti bahwa proses pembelajaran adalah membuat atau menjadikan siswa dalam kondisibelajar. Siswa dalam kondisi belajar dapat diamati dan dicermati melalui indikator aktivitas yang dilakukan, yaituperhatian fokus, antusias, bertanya, menjawab, berkomentar, presentasi, diskusi, mencoba, menduga, ataumenemukan. Sebaliknya siswa dalam kondisi tidak belajar adalah kontradiksi dari aktivitas tersebut, mereka hanyaberdiam diri, beraktivitas tak relevan, pasif, atau menghindar. Dengan konsep seperti di atas, pembelajaran harusberprinsip minds-on, hands-on, dan constructivism. Hal ini berarti dalam pelaksanaan pembelajaran pikiran siswa fokuspada materi belajar dan tidak memikirkan hal di luar itu, pengembangan pikiran tentang materi bahan ajar dilakukan

Page 9: Dunia Matematika

dengan melakukan dan mengkomunikasikannya agar menjadi bermakna (Peter Sheal, 1989). Belajar yangsesungguhnya tidak menerima beegitu saja konsep yang sudah jadi, akan tetapi siswa harus memahami bagaimana dandari mana konsep tersebut terbentuk melalui kegiatan mencoba dan menemukan. Karena belajar berkonotasi padaaktivitas siswa, sedangkan aktivitas individu dapat dipengaruhi oleh kondisi emosional, maka sepantasnya suasanapembelajaran yang kondusif dalam keadaan nyaman dan menyenangkan (De Porter, 1992), inilah tugas seorang gurusebagai pendidik. Dengan suasana yang kondusif maka muncullah motivasi dan kreativitas, kondisi inilah cikal bakalaktivitas belajar dengan indikator tersebut di atas. Hal ini sesuai dengan istilah pembelajaran dengan prinsip Pakem,yaitu pembelajaran aktif, kreatif, dan menyenangkan. D. Alternatif Solusi Sebagai alternatif solusi untuk mengatasipermasalahan tersebut di atas, dalam menyusun RPP, penulis menawarkan untuk digunakan suatu model ataupendekatan pembelajaran sehingga siswa belajar lebih bermakna dengan melalui kegiatan mengalami sendiri dalamlingkungan alamiah, tidak hanya sekedar mengetahui, mengingat, dan memahami. Pembelajaran tidak hanyaberorientasi target penguasaan materi, yang akan gagal dalam membekali siswa untuk memecahkan masalah dalamkehidupannya. Dengan demikian proses pembelajaran lebih diutamakan daripada hasil belajar, sehingga guru dituntutuntuk merencanakan strategi pembelajaran yang variatif dengan prinsip membelajarkan dan memberdayakan siswa,bukan mengajar siswa. Dengan prinsip pembelajaran seperti itu, pengetahuan bukan lagi seperangkat fakta, konsep,dan aturan yang siap diterima siswa, melainkan harus dikontruksi (dibangun) sendiri oleh siswa dengan fasilitasi dariguru. Siswa belajar dengan mengalami sendiri, mengkontruksi pengetahuan, kemudian memberi makna padapengetahuan itu. Siswa harus tahu makna belajar dan menyadarinya, sehingga pengetahuan dan ketrampilan yangdiperolehnya dapat dipergunakan untuk bekal kehidupannya. Di sinilah tugas guru untuk mengatur strategi pembelajarandengan membantu menghubungkan pengetahuan lama dengan yang baru dan memanfaatkannya. Siswa menjadisubjek belajar sebagai pemain dan guru berperan sebagai pengatur kegiatan pembelajaran (sutradara) dan fasilitator.Pembelajaran dengan cara seperti di atas, yaitu dengan cara guru melaksanakan pembelajaran yang dimulai ataudikaitkan dengan dunia nyata yaitu diawali dengan bercerita atau tanya-jawab lisan tentang kondisi aktual dalamkehidupan siswa (daily life), kemudian diarahkan denga informasi melalui modeling agar siswa termotivasi, questioningagar siswa berfikir, constructivism agar siswa membangun pengertian, inquiry agar siswa bisa menemukan konsepdengan bimbingan guru, learning community agar siswa bisa dan terbiasa berkolaborasi-berkomunikasi berbagipengetahuan dan pengalaman serta berkolaborasi, reflection agar siswa bisa mereviu kembali pengalaman belajarnyauntuk koreksi dan revisi, serta authentic assessment agar penilaian yang diberikan menjadi sangat objektif.Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan-model tersebut di atas, ini tidak sulit kalau sudah terbiasa, yangpenting ada kemauan kuat untuk mengubah dan meningkatkan kualitas diri. Kurikulum berbasis kompetensi menuntut

Page 10: Dunia Matematika

pelaksanaan pembelajaran model tersebut, karena orientasinya pada proses sehingga siswa memiliki kompetensikemampuan-ketrampilan-pangabisa, tidak sekedar mengetahui dan memahami. Jangan lupa bahwa kondisi emosionalindividu akan mempengaruhi pemikiran dan prilakunya, oleh karena itu model pembelajaran tersebut akan terlaksanadengan optimal jika guru mampu menciptakan suasana belajar yang kondusif, nyaman dan menyenangkan. Padapelaksanaan di kelas nyata, bisa menggunakan model pembelajaran koperatif (cooperative learning) yaitu pembelajarandengan cara mengelompokkan siswa secara heterogen (dalam hal kemampuan, prestasi, gender, minat, dan sikap) agardalam kerja kelompok dinamis. Dalam kelompok mereka bisa saling berbagi (sharing) rasa, ide, pengetahuan,pengalaman, tanggung jawab dan saling membantu, sehingga mereka bisa belajar berkolaborasi-berkomunikasibersosialisasi.Dengan berkelompok mereka akan berlatih pengendalian diri melalui belajar tolerans dengan menghargaipendapat orang lain, berempati dengan merasakan perasaan orang lain, mengikis secara bertahap perasaan malu danrendah diri tanpa alasan, dan inilah pelatihan kecerdasan emosional sehingga EQ siswa bisa meningkat. Dasarpembelajaran koperatif adalah fitrah manusia sebagai mahluk sosial dengan prinsip belajar adalah bahwa hasilpemikiran dan hasil kerja banyak orang relatif lebih baik daripada hasil sendiri. Karena belajar berkonotasi pada aktivitassiswa, sedangkan aktivitas individu dapat dipengaruhi oleh kondisi emosional, maka sepantasnya suasana pembelajaranEDUCARE: Jurnal Pendidikan dan Budayahttp://educare.e-fkipunla.net Generated: 19 May, 2011, 03:59

yang kondusif dalam keadaan nyaman dan menyenangkan, inilah tugas seorang guru sebagai pendidik. Dengansuasana yang kondusif maka muncullah motivasi dan kreativitas, kondisi inilah cikal bakal aktivitas belajar denganindikator tersebut di atas. Hal ini sesuai dengan istilah pembelajaran dengan prinsip Pakem, yaitu pembelajaran aktif,kreatif, dan menyenangkan. Permasalahannya adalah bagaimana menciptakan suasana belajar yang nyamanmenyenangkan? Jawabannya adalah bahwa kita sebagai guru seyogianya harus bisa dan terbiasa berkomunikasisecara positif dan sekaligus menghindar dari prilaku komunikasi negatif. Cara berkomunikasi positif adalah denganmenjaga citra diri yang positif, berbicara fokus, bersikap mengajak dan bukan memerintah, ekspresi wajah ramah, nadasuara rendah menyenangkan, tutur kata lembut menyejukkan, gerakan badan wajar tidak dibuat-buat. Seperti sabdanabi Muhammad saw. Yusyiru wa la tu’asyiru, wa basyiru wa la tunafiru, mudahkanlah dan jangan dibuat susah,senangkanlah dan jangan membuat kecewa. Dengan demikian akan tumbuh pribadi positif, yaitu ptimis,maumemperbaiki diri, mengendalikan situasi, punya kebebasan memilih alternatif, partisipatif, rendah hati, pemaaf, dantanggung jawab. Hindari prilaku dan komunikasi negatif yaitu marah, bohong, ragu, cemas, takut, dan takabur. Disamping itu, guru seyogianya memandang pekerjaan ini sebagai pekerjaan profesi dalam rangka beribadah kepadaAlloh Swt. yang telah menciptakan, memelihara kita dengan rizqi-Nya, dan akan memanggil kita untuk kembalimenghadap-Nya dengan hisab. Dengan pola pikir (mind set) seperti itu, insya Alloh, kita sebagai guru akan

Page 11: Dunia Matematika

melaksanakan tugas dengan rasa ikhlas. Siapapun kepala sekolah-atasannya dan berapapun honor-gajinya, akan selalubersemangat dalam membelajarkan siswa, karena meyakini Alloh selalu memperhatikan seluruh makhluqnya (innaRobbaka labil mirshod) , Dia-lah sebagai atasannya dan yang memberi nafkah kehidupan. Dengan rasa ikhlas dalammelaksanakan pembelajaran mencullah kreativitas dalam variasi model penyajian dan media, wajah ramah terhiassenyum, tutur kata menyejukkan hati siapapun, tidak ada rasa benci-cemas-marah, yang ada adalah sifat pemaafsantun-bijak-melindungi dan semuan kegiatannya lillah, untuk Alloh semata. Dalam kondisi lillah semuanya menjadipositif, guru adalah orang tua siswa di sekolah sebagai pendidik dan bukan penyidik, guru adalah orang tua bijak danpemaaf, guru adalah contoh teladan bagi murid dalam hal ilmu dan moral. Tidak ada lagi rasa benci-marah-dendampalingtahu, sehingga memandang siswa sebagai anak sendiri yang merupakan cobaan dan sekaligus harapan.Dengan konsep guru seperti itu, proses pembelajaran yang hakiki (sebenar-benarnya) akan terwujud dalam kelas,karena dengan suasana nyaman dan menyenangkan potensi siswa akan tumbuh dan berkembang secara optimal.Bukankah pembelajaran dapat diartikan pula sebagai proses menumbuhkan dan mengembangkan potensi siswa secaraoptimal melalui aktivitas terarah dan terencana, sehingga selama dan sesudah pembelajaran siswa memiliki berbagaikompetensi (kemampuan dan ketrampilan) sebagai bekal hidup untuk bisa mandiri. Potensi siwa sendiri, berupa fisik danpsikis adalah anugrah dari Alloh yang harus disyukuri dengan memanfaatkannya untuk hal positif, jika tidak adzabsangat pedih akan menimpa. Dengan demikian kegiatan belajar dan pembelajaran adalah wujud dari syukur nikmat dariguru dan siswa. E. Penutup 1. Kesimpulan Paradigma kegiatan guru-siswa di kelas, pada umumnya masih bersifatkumunikasi satu arah, guru mengajar dan siswa belajar, guru pemain dan siswa penonton, yang akan membentukgenerasi siswa yang hanya bisa menerima sesuatu yang sudah jadi. Padahal untuk membekali generasi yang akandatang haruslah dengan membiasakan siswa beraktivitas agar mereka bisa mandiri dan bermanfaat bagi lingkungannya.Hal ini akan terbentuk melalui kegiatan yang bisa dan membiasakan diri mengembangkan potensi diri berupa kognitif,afektif, dan psikomotorik sehingga memiliki berbagai kompetensi sebagai bekal kehidupannya. Oleh karena ituparadigma kegiatan guru-siswa di kelas harus diubah dari mengajar menjadi pembelajaran, yaitu membuat siswa belajarmelalui kegiatan penalaran, mencoba, eksplorasi, konjektur, hipotesis, generalisasi, inkuiri, komunikasi, kolaborasi, danpemecahan masalah. 2. Saran-saran Untuk bisa mengubah paradigma mengajar menjadi pembelajaran, bisa dilakukandengan upaya konkret, yaitu: a. guru memahami benar hakikat pembelajaran sehingga (sebagai sutradara) dalammenyusun strategi dan skenario dalam RPP bisa mengkondisikan siswa sebagai subjek (pemain) belajar denganaktivitas tinggi b. meluruskan kembali niat menjadi guru, yaitu untuk membekali siswa menempuh hidup dankehidupannya secara madiri dan bermanfaat bagi yang lain, khoerun nas anfauhum li nas c. ciptakan suasanapembelajaran yang kondusif, nyaman dan menyenangkan, dengan bersikap ramah, pemaaf, mengayomi, dan ikhlas d.

Page 12: Dunia Matematika

gugah afektif siswa agar kesadaran belajarnya tumbuh, dengan mengingatkan kembali tujuan dan manfaat belajar,tekankan bahwa rencanakan masa depanmu dengan belajar yang baik, jika tidak, tanpa sadar mereka tengahmerencanakan kegagalan Daftar Pustaka Ary Ginanjar Agustian (2002). Emotional Spritual Quotient (ESQ). Jakarta:Arga. Cord (2001). What is Contextual Learning. WWI Publishing Texas: Waco. De Porter, Bobbi (1992). QuantumLearning. New York: Dell Publishing. Ditdik SLTP (2002). Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning,CTL). Jakarta.:Depdiknas. Erman, S.Ar., dkk. (2002). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICAFPMIPA.Gardner, Howard (1985). Frame of Mind: The Theory of Multiple Ilntelligences. New York: Basic Bools.Goleman, Daniel (1995). Emotional Intelligence. New York: Bantam Books.EDUCARE: Jurnal Pendidikan dan Budayahttp://educare.e-fkipunla.net Generated: 19 May, 2011, 03:59

http://educare.e-fkipunla.net/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=3

. Hakikat Belajar Menurut Gagne

. Hakikat Belajar Menurut GagneAda beberapa hal yang melandasi pandangan Gagne tentang belajar. menurutnya belajar bukan merupakan proses tunggal melainkan proses luas yang dibentuk oleh pertumbuhan dan perkembangan tingkah laku, dimana tingkah laku itu merupakan proses kumulatif dari belajar. Artinya banyak keterampilan yang dipelajari memberikan sumbangan bagi belajar keterampilan yang lebih rumit. Dalam Ade Rusliana (2007), Gagne (1972) mendefinisikan belajar adalah mekanisme dimana seseorang menjadi anggota masyarakat yang berfungsi secara kompleks. Kompetensi itu meliputi skill, pengetahuan, attitude (perilaku), dan nilai-nilai yang diperlukan oleh manusia, sehingga belajar adalah hasil dalam berbagai macam tingkah laku yang selanjutnya disebut kapasitas atau outcome. Menurut Gagne belajar memberi kontribusi terhadap adaptasi yang diperlukan untuk mengembangkan proses yang logis, sehingga perkembangan tingkah laku (behavior) adalah hasil dari efek belajar yang kumulatif (Gagne, 1968). Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa belajar itu bukan proses tunggal. Belajar menurut Gagne tidak dapat didefinisikan dengan mudah, karena belajar bersifat kompleks. 

http://ina-mutmainah.blogspot.com/2011/04/hakikat-belajar-menurut-gagne.html