Draft Putusan Sela Kempid 150613
-
Upload
raymond-pakur -
Category
Documents
-
view
42 -
download
2
Transcript of Draft Putusan Sela Kempid 150613
PUTUSAN SELA
Nomor : 131/Pid.B/2013/PN.BDG
============================================
===============
“DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”
Pengadilan Negeri Bandung yang memeriksa dan mengadili perkara
pidana pada tingkat pertama dengan acara pemeriksaan biasa, telah
menjatuhkan putusan sela sebagai berikut dalam perkara Terdakwa :
Nama Lengkap : Muhammad Tohir bin Alvian Rusman
Tempat Lahir : Bandung
Umur/Tanggal Lahir : 39 tahun/ 27 Juni 1973
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Kebangsaan/Kewarganegaraan : Indonesia
Tempat Tinggal : Jalan Setiabudhi No. 152, RT 01/RW 07,
Bandung
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : S-1
Telah ditahan berdasarkan Surat Perintah/Penetapan Penahanan oleh :
1. Penyidik Markas Besar Polri berdasarkan Surat Perintah Penahanan
No. Pol. SP.Han/04/II/2015/Bareskrim, tertanggal 5 Februari 2013,
terhitung mulai tanggal 05 Februari 2013 sampai dengan tanggal 15
Maret 2013.
2. Perpanjangan penahanan oleh Penuntut Umum pada Kejaksaan
Tinggi Bandung berdasarkan Surat Perpanjangan Penahanan
Nomor : No. 110/O.1.12.4/Epp.2/3/2013, tertanggal 16 Maret 2013,
terhitung mulai tanggal 16 Maret 2013 sampai dengan 23 Maret 2013.
3. Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Bandung berdasarkan
Surat Perintah Penahanan Nomor : PRINT-144/O.3.13/Epp.2/3/2013,
tertanggal 24 Maret 2013, terhitung mulai tanggal 24 Maret 2013
sampai dengan tanggal 01 April 2013
1
4. Hakim Pengadilan Negeri Bandung berdasarkan Penetapan Nomor :
1747/Pen.Per.Tah/2013/PN.BDG, tertanggal 01 April 2013 terhitung
mulai tanggal 01 April 2013 sampai dengan tanggal 02 Mei 2013;
Dalam hal ini, Terdakwa didampingi oleh Penasihat Hukum yang bernama
Sinatrya, S.H., M.H., dan Bimbi, S.H., M.H., keduanya bertindak baik
bersama-sama maupun sendiri-sendiri berdasarkan Surat Kuasa Khusus
Nomor : 006/P34-PID/FHLA/XII/2013 tertanggal 5 Februari 2013;
Pengadilan Negeri Tersebut,
Telah membaca surat-surat dalam perkara ini;
Setelah mendengar pembacaan Surat Dakwaan Penuntut Umum Nomor
Register Perkara : PDM-105/BDG/03/2013 tertanggal 31 Maret 2013
selengkapnya adalah sebagai berikut :
PRIMAIR
- Bahwa pada tanggal 25 Januari 2013 sekitar pukul 13.30 WIB bertempat
di Hotel Wisma Dago, Jalan Ir. H. Djuanda Nomor 69, Bandung,
berdasarkan rekaman CCTV Hotel telah terjadi pertemuan antara
Terdakwa dengan Saksi Pujoko untuk menawarkan Saksi Pujoko
kerjasama bisnis kopi luwak dengan saudara Muhammad Toha sebagai
syarat penangguhan utang Terdakwa kepada Saksi Pujoko;
- Bahwa pada tanggal 27 Januari 2013 sekitar pukul 12.17 WIB, Terdakwa
menelepon saudara Muhammad Tohir yang tercatat dalam call data
record operator Simonsel dengan nomor +6285092391771 untuk
mengatur pertemuan saudara Muhammad Tohir dengan Saksi Pujoko;
- Bahwa pada tanggal 30 Januari 2013 sekitar pukul 15.23 WIB bertempat
di Toko Kimia Yong Gans, Terdakwa membeli racun arsenik sebanyak
100 gram dalam bentuk bubuk dari Saksi Kevin Haikal;
- Bahwa pada tanggal 31 Januari 2013 sekitar pukul 21.45 WIB bertempat
di Hotel Galeri Ciumbuleuit, Terdakwa bersama Saksi Pujoko datang
untuk menemui saudara Muhammad Tohir untuk membicarakan
kerjasama bisnis kopi luwak antara Saksi Pujoko dengan Saudara
Muhammad Tohir sesuai waktu yang telah ditentukan
- Kemudian Terdakwa menghampiri korban Muhammad Toha di kamar
2024 tanpa didampingi Saksi Pujoko untuk meminta maaf atas perkataan
2
kasar yang terdakwa ucapkan terhadap korban pada percakapan telepon
mereka pada tanggal 24 Januari 2013;
- Setelah meminta maaf atas perkataan kasarnya, Terdakwa memanggil
Saksi Pujoko melalui SMS (short message service) untuk
menghampirinya ke kamar 2024;
- Setelah sampai di kamar 2024, Saksi Pujoko berbincang-bincang dengan
Terdakwa dan saudara Muhammad Toha serta mempraktikkan cara
pembuatan kopi luwak dengan cara mencampur kopi luwak dengan gula
merah dan gula pasir sesuai dengan tata cara pembuatan barista kopi
luwak pada umumnya.
- Sebelum Saksi Pujoko mencampurkan kopi luwak dengan gula merah dan
gula pasir, saudara Muhammad Toha memberitahukan bahwa ia tidak bisa
mencicipi kopi tersebut dikarenakan mengidap diabetes dan harus
menggunakan gula khusus;
- Kemudian Terdakwa memberikan gula khusus yang sudah Terdakwa
siapkan kepada saksi Pujoko dan mengatakan bahwa gula tersebut adalah
gula yang biasa digunakan oleh Terdakwa dan Saudara Muhammad Toha
karena sama-sama mengidap penyakit diabetes;
- Selanjutnya saksi Pujoko mencampurkan gula merah dan gula khusus
yang diberikan oleh Terdakwa untuk dicampurkan pada kopi luwak milik
saudara Muhammad Toha;
- Bahwa sekitar pukul 23.20 WIB, setelah masing-masing mencicipi kopi
luwak dan membicarakan bisnis, Terdakwa serta saksi Pujoko berpamitan
pulang dan meninggalkan Hotel Galeri Ciumbuleuit;
- Bahwa pada tanggal 1 Februari 2013 sekitar pukul 06.30 WIB, saksi
Taufan Pramayudha yang bertugas membersihkan kamar 2021-2030 Hotel
Galeri Ciumbuleuit menemukan tubuh korban dalam posisi telungkup dan
sudah tidak bernyawa di depan kamar 2024 kemudian segera
menelepon ;pihak yang berwajib.
- Bahwa berdasarkan keterangan ahli dr. Sarah Ramadhani Sp.F.
menyatakan kematian korban diakibatkan oleh senyawa arsenik yang
masuk kedalam tubuh korban, hasil pemeriksaan tersebut termuat dalam
surat visum et repertum no. 1347/rshs/2013;
3
----------- Perbuatan terdakwa M. Tohir bin Alvian tersebut sebagaimana
diatur dan diancam pidana dalam Pasal 340 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1
KUHP.--------------
SUBSIDAIR
----------- Bahwa terdakwa Muhammad Tohir bin Alvian, dalam kurun waktu
antara tanggal 25 Januari 2013 sampai dengan tanggal 01 Februari 2013, atau
setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam bulan Januari 2013 sampai bulan
Februari 2013 bertempat di Hotel Wisma Dago Jl. Ir.H. Juanda No. 69 Bandung,
atau setidak–tidaknya di suatu tempat tertentu yang masih termasuk dalam daerah
hukum Pengadilan Negeri Bandung, di mana Pengadilan Negeri Bandung
berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara ini, menyuruh melakukan
tindak pidana dengan sengaja merampas nyawa orang lain, yang
perbuatannya dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :----------------------------
- Bahwa pada tanggal 25 Januari 2013 sekitar pukul 13.30 WIB bertempat
di Hotel Wisma Dago, Jalan Ir. H. Djuanda Nomor 69, Bandung,
berdasarkan rekaman CCTV Hotel telah terjadi pertemuan antara
Terdakwa dengan Saksi Pujoko untuk menawarkan Saksi Pujoko
kerjasama bisnis kopi luwak dengan saudara Muhammad Toha sebagai
syarat penangguhan utang Terdakwa kepada Saksi Pujoko;
- Bahwa pada tanggal 27 Januari 2013 sekitar pukul 12.17 WIB, Terdakwa
menelepon saudara Muhammad Tohir yang tercatat dalam call data
record operator Simonsel dengan nomor +6285092391771 untuk
mengatur pertemuan saudara Muhammad Tohir dengan Saksi Pujoko;
- Bahwa pada tanggal 30 Januari 2013 sekitar pukul 15.23 WIB bertempat
di Toko Kimia Yong Gans, Terdakwa membeli racun arsenik sebanyak
100 gram dalam bentuk bubuk dari Saksi Kevin Haikal;
- Bahwa pada tanggal 31 Januari 2013 sekitar pukul 21.45 WIB bertempat
di Hotel Galeri Ciumbuleuit, Terdakwa bersama Saksi Pujoko datang
untuk menemui saudara Muhammad Tohir untuk membicarakan
kerjasama bisnis kopi luwak antara Saksi Pujoko dengan Saudara
Muhammad Tohir sesuai waktu yang telah ditentukan
4
- Kemudian Terdakwa menghampiri korban Muhammad Toha di kamar
2024 tanpa didampingi Saksi Pujoko untuk meminta maaf atas perkataan
kasar yang terdakwa ucapkan terhadap korban pada percakapan telepon
mereka pada tanggal 24 Januari 2013;
- Setelah meminta maaf atas perkataan kasarnya, Terdakwa memanggil
Saksi Pujoko melalui SMS (short message service) untuk
menghampirinya ke kamar 2024;
- Setelah sampai di kamar 2024, Saksi Pujoko berbincang-bincang dengan
Terdakwa dan saudara Muhammad Toha serta mempraktikkan cara
pembuatan kopi luwak dengan cara mencampur kopi luwak dengan gula
merah dan gula pasir sesuai dengan tata cara pembuatan barista kopi
luwak pada umumnya.
- Sebelum Saksi Pujoko mencampurkan kopi luwak dengan gula merah dan
gula pasir, saudara Muhammad Toha memberitahukan bahwa ia tidak bisa
mencicipi kopi tersebut dikarenakan mengidap diabetes dan harus
menggunakan gula khusus;
- Kemudian Terdakwa memberikan gula khusus yang sudah Terdakwa
siapkan kepada saksi Pujoko dan mengatakan bahwa gula tersebut adalah
gula yang biasa digunakan oleh Terdakwa dan Saudara Muhammad Toha
karena sama-sama mengidap penyakit diabetes;
- Selanjutnya saksi Pujoko mencampurkan gula merah dan gula khusus
yang diberikan oleh Terdakwa untuk dicampurkan pada kopi luwak milik
saudara Muhammad Toha;
- Bahwa sekitar pukul 23.20 WIB, setelah masing-masing mencicipi kopi
luwak dan membicarakan bisnis, Terdakwa serta saksi Pujoko berpamitan
pulang dan meninggalkan Hotel Galeri Ciumbuleuit;
- Bahwa pada tanggal 1 Februari 2013 sekitar pukul 06.30 WIB, saksi
Taufan Pramayudha yang bertugas membersihkan kamar 2021-2030 Hotel
Galeri Ciumbuleuit menemukan tubuh korban dalam posisi telungkup dan
sudah tidak bernyawa di depan kamar 2024 kemudian segera
menelepon ;pihak yang berwajib.
- Bahwa berdasarkan keterangan ahli dr. Sarah Ramadhani Sp.F.
menyatakan kematian korban diakibatkan oleh senyawa arsenik yang
masuk kedalam tubuh korban, hasil pemeriksaan tersebut termuat dalam
surat visum et repertum no. 1347/rshs/2013;
5
----------- Perbuatan terdakwa M. Tohir bin Alvian tersebut sebagaimana
diatur dan diancam pidana dalam Pasal 338 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.-
Setelah mendengar Keberatan Penasihat Hukum Terdakwa atas
Surat Dakwaan Penuntut Umum Nomor Register Perkara :
PDM-105/BDG/03/2013 tertanggal 31 Maret 2013 yang pada
pokoknya sebagai berikut :
A. Surat Dakwaan Tidak Dapat Diterima
1. Pengadilan Negeri Bandung tidak Berwenang Mengadili secara
Relatif terhadap Perkara a quo
Berdasarkan Surat Dakwaan Saudara Penuntut Umum atas nama
klien kami, Ares Mahendra, S.Kom., M.M pada halaman 4, dijabarkan
bahwa Terdakwa melakukan tindak pidana sebagaimana yang diancam
dengan Pasal 32 ayat (1) jis. Pasal 36, Pasal 37, Pasal 51 ayat (2), Pasal
52 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (UU ITE). Penuntut Umum mendalilkan bahwa tindak
pidana yang dilakukan oleh Terdakwa dilakukan di luar wilayah Republik
Indonesia yaitu tepatnya berada dalam wilayah hukum Australia.
Menurut Black’s Law Dictionary, “Locus Delictie is the place
where an offense is committed; the place where the last event
necessary to make the actor liable occurs”. Berdasarkan pengertian
yang diberikan tersebut dapat disimpulkan bahwa Locus delictie
merupakan tempat dimana suatu tindak pidana terjadi; tempat dimana
kejadian (tindak pidana) dapat menyebabkan pelaku harus
bertanggungjawab.
Selanjutnya Soedarto dalam bukunya yang berjudul Hukum
Pidana 1 pada halaman 36 menjelaskan bahwa untuk menuntut
seseorang terhadap tindak pidana yang dilakukannya, maka harus
dipastikan tentang waktu dan tempat terjadinya tindak pidana. Tempat
dilakukannya tindak pidana ini terkait dengan apakah hukum pidana
Indonesia dapat diberlakukan. Dalam teori locus delictie, dikenal
mengenai teori perbuatan materiil (perbuatan jasmaniah), yaitu teori
yang menyebutkan bahwa tempat tindak pidana ditentukan oleh
perbuatan jasmaniah yang dilakukan oleh pembuat dalam mewujudkan
tindak pidana tersebut. Berdasarkan penjelasan di atas, teori perbuatan
6
materiil (perbuatan jasmaniah) pada pokoknya menjelaskan bahwa
pengadilan yang berwenang mengadili suatu tindak pidana adalah
pengadilan dimana perbuatan tersebut dilakukan.
Menurut Utrecht, untuk menyelesaikan persoalan tentang locus
delictie, ilmu hukum pidana bersama-sama dengan yurisprudensi hukum
pidana telah membuat tiga teori, yakni :
1. Teori perbuatan materiil, Locus delictie nya adalah tempat
dimana pembuat melakukan segala perbuatan yang dapat
mengakibatkan delik yang bersangkutan. Locus delictie adalah
tempat dimana perbuatan yang perlu ada supaya delik dapat
terjadi.
2. Teori alat yang dipergunakan, menurut teori ini delik dilakukan
ditempat dimana alat yang dipergunakan itu menyelesaikannya.
3. Teori akibat, menurut teori ini, yang menjadi locus delictie
adalah tempat akibat terjadinya delik.
Dengan adanya teori ini, kami sependapat dengan teori perbuatan
materil dimana Locus delictie dari tindak pidana ini adalah tempat dimana
pembuat melakukan segala perbuatan yang dapat mengakibatkan delik
yang bersangkutan, hal ini diperkuat dengan pasal dalam Convention on
Cybercrime. Convention on cybercrime telah mengatur mengenai hak
mengadili tertulis dalam section 3, Article 22 “Each party shall adopt such
legislative and other measures as may be necessary to establish
jurisdiction over any offence established in accordance with Articles 2
through 11 of this Convention, when the offence is commited in its
territory” yang berarti “ Tiap pihak wajib mengambil tindakan legislatif
dan tindakan lainnya yang dianggap perlu untuk menetapkan yurisdiksi
atas kejahatan yang sudah ditetapkan sesuai dengan pasal 2 sampai
pasal 11 konvensi ini, ketika kejahatan tersebut dilakukan di wilayahnya.”
Ini menguatkan bahwa sebenarnya yang harus mengadili adalah Negara
Australia karena sudah implisit sekali dijelaskan dalam pasal ini.
Lebih rinci lagi kami akan menjelaskan bahwa terdapat asas khusus
dan pertama di dalam hukum pidana internasional yang berasal dari Hugo
Grotius yaitu seorang filsuf Belanda yang menjadi pionir dari pandangan-
pandangan modern terhadap hukum Internasional, yaitu: asas au dedere
au punere. Asas tersebut memberikan wewenang kepada negara tempat
locus delictie terjadi dalam batas teritorialnya untuk memidanakan pelaku
7
kejahatan yang bukan warga negaranya untuk diadili ditempat ia
melakukan tindak pidana tersebut. Terkait dengan perkara ini, Penuntut
Umun mendalilkan bahwa locus delictie dilakukan di 7/158 Toorak Road
West, South YarraVict 3141, Melbourne, Australia, maka seharusnya
pengadilan yang berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara ini
adalah pengadilan dalam wilayah hukum Australia. Selain daripada hal
tersebut, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat harus juga mempertimbangkan
keberadaan sebagian besar alat bukti dan barang bukti berada dalam
wilayah Australia.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang telah kami
paparkan di atas, maka kami selaku Panasihat Hukum atas nama
Terdakwa Ares Mahendra, S.Kom., M.M menyimpulkan bahwa guna
mendukung kelancaran dalam proses peradilan, maka seharusnya
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak berwenang untuk memeriksa dan
mengadili perkara ini. Oleh karena itu, dengan mempertimbangkan asas
dimana tindak pidana dilakukan, keberadaan alat bukti dan barang bukti
serta untuk mendukung terciptanya proses peradilan yang efektif dan
efisien, maka yang berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara
ini adalah pengadilan dalam wilayah hukum di Australia.
B. Surat Dakwaan Kabur (Obscuur Libel)
1. Penuntut Umum Tidak Cermat Dalam Menggunakan Pasal 32
ayat (1) Undang-Undang Informasi dan Teknologi Yang
Didakwakan Terhadap Rangkaian Perbuatan Yang Dilakukan
Oleh Terdakwa Dalam Surat Dakwaannya.
Setelah membaca dan menelaah Surat Dakwaan yang dibuat dan
disusun oleh Penuntut Umum, maka kita temui bahwa Penuntut Umum
dalam membuat Surat Dakwaan terlihat kurangnya pemahaman Penuntut
Umum akan hukum dalam memahami isi dari suatu pasal. Hal ini terlihat
dalam pembuatan Surat Dakwaannya dan dalam penggunaan Pasal yang
terdapat di dalam Surat Dakwaan (vide-Surat Dakwaan halaman 2-4) :
“ Bahwa pada tanggal 14 Desember 2011, sekitar pukul 18.12
WIB, bertempat di sebuah warung internet “Cyber Café”,
Terdakwa dengan menggunakan IP Address 225.111.121.10
melalui internet wireless pada provider Cyber Cafe yang
tercatat oleh Network Identifier/NetID berlokasi di 131 Dundas
8
Place, Melbourne VIC 3206, Australia, berdasarkan internet
history dan html Carver-warung internet tersebut telah
menyelinap masuk ke dalam sistem keamanan database server
www. kominfo.go.id.
Bahwa pada 18 Desember 2011, sekitar pukul 23.07 WIB,
bertempat di Truman Café, Albert Park 381 Mountague St,
Albert Park VIC 3206 Melbourne Australia, Terdakwa dengan
menggunakan IP Address 222.111.255.30 melalui internet
wireless pada provider Trumans HOTSPOT yang tercatat oleh
Network Identifier/NetID berlokasi di Albert Park, Melbourne,
Australia, berdasarkan internet history dan html Carver-nya
telah menyelinap masuk ke dalam sistem keamanan database
server www.kominfo.go.id dengan menggunakan kode / Script
yang ditemukan di komputer pribadinya.
Bahwa pada tanggal 22 Desember 2011, sekitar pukul 23.34
WIB, bertempat di 7/158 Toorak Road West, South YarraVict
3141, Melbourne, Australia, Terdakwa dengan menggunakan IP
Address 111.113.255.12 melalui jaringan Internet Wireless
pada provider Albert Park Residence yang tercatat oleh
Network Identifier/NetID berlokasi di kota Melbourne, Australia,
telah masuk ke dalam server database www.depkominfo.go.id
dengan menggunakan nickname DOOM5D4Y dan
menambahkan sebuah file ke dalam database server dengan
nama file FYI.txt yang berisi pernyataan “Saksikanlah pada
waktunya”.
Bahwa pada tanggal 29 Desember 2011 telah terjadi beberapa
interaksi terhadap server database www.kominfo.go.id :
1. Pada pukul 17.56 WIB, panitia CPNS DEPKOMINFO dengan
menggunakan komputer kantor pada jaringan Local Area
Network (LAN) dengan IP Address 111.222.231.11 telah
mengunggah file Hasil_Seleksi_Final_KOMINFO_2012.xls
yang berisi nama-nama peserta tes CPNS yang dinyatakan
lulus.
2. Pada pukul 17.58 WIB, Terdakwa dengan menggunakan IP
Address 222.122.233.10 melalui internet wireless pada
provider yang tidak dapat diketahui yang tercatat oleh
Network Identifier/NetID berlokasi di Jakarta, Indonesia,
telah masuk ke dalam database server dan mengubah 5
9
(lima4) nama peserta yang lulus tes CPNS dalam file
Hasil_Seleksi_Final_KOMINFO_2012.xls yang adalah sebagai
berikut :
a. Dedi Asmasi, nomor peserta 110110100276;
b. Rubi Susato, nomor peserta 110110102981;
c. Neneng Widasari, nomor perserta 110110102987;
d. Ricardo Siahaan, nomor peserta 110110107819;
e. Marline Asfira, nomor peserta 110110100111.
Yang sebelumnya telah diunggah oleh pihak panitia, diubah
menjadi :
a. Romi Andreas, nomor peserta 110110102541;
b. Andre hasibuan, nomor peserta 110110101920;
c. Joko Paryo, nomor peserta 110110100781;
d. Agus Wahyudi, nomor peserta 110110100231;
e. Jimmy Ferdian, nomor peserta 110110100349.
Yang adalah 5 (lima) peserta tes CPNS yang seharusnya
dinyatakan tidak lulus oleh panitia.
3. Bahwa pada pukul 18.00 WIB setelah melakukan perubahan
pada file Hasil_Seleksi_Final_KOMINFO_2012.xls, Terdakwa
mengunggah file tersebut ke dalam website
www.kominfo.go.id dan menghapus file asli yang
sebelumnya telah diunggah oleh panitia CPNS.
Bahwa akibat perbuatan Terdakwa tersebut, selain merugikan
Kemenkominfo Republik Indonesia atas perbuatannya masuk
tanpa izin ke dalam server database dan melakukan perubahan
data pada file Hasil_Seleksi_Final_KOMINFO_2012.xls. juga
merugikan lima orang yang telah diubah status kelulusannya
tersebut.
----- Perbuatan Terdakwa Ares Mahendra S.Kom., M.M., tersebut
sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 32 ayat (1) jis.
Pasal 36, Pasal 37, Pasal 51 ayat (2), Pasal 52 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.----”
Begitu banyak rangkaian perbuatan Terdakwa yang telah di uraikan
Penuntut Umum dalam Surat Dakwaannya, namun dengan begitu
yakinnya, Penuntut Umum hanya menggunakan pasal 32 ayat (1)
Undang-undang Informasi dan Teknologi, untuk mendakwakan perbuatan
yang telah Terdakwa lakukan. Pada dasarnya, pembentukkan peraturan 10
perundang-undangan, dalam hal ini UU ITE, tentu dibentuk dengan
memperhatikan berbagai macam aspek, baik yuridis, fiosofis, maupun
sosiologis, serta yang terpenting adalah tujuan dari pembentukan
peraturan perundang-undangan itu sendiri. Hal tersebut sangat penting
untuk menjadi perhatian utama bagi Saudara Penuntut Umum.
Redaksional dari pasal 32 ayat (1) UU ITE secara gramatikal memang
tampak seolah-olah dapat mengakomodir semua unsur dari rangkaian
perbuatan yang dilakukan oleh Terdakwa, namun janganlah sampai
membutakan mata, dan menghilangkan kecermatan serta ketelitian
dalam menentukan pasal yang didakwakan pada Terdakwa.
Pengaturan Pasal 32 UU ITE lebih menekankan terhadap gangguan
atau campur tangan terhadap data (Data Interferensi). Sebagaimana yang
kita ketahui bahwa konsep dari pembuatan UU ITE ini banyak mengadopsi
dari Convention on Cyber Crime. Mengenai Data Interferensi ini sendiri
Convention on Cyber Crime memberikan pengertian yang telah diuraikan
dalam penjelasan Convention on Cyber Crime sebagai berikut :
“In paragraph 1, ‘damaging’ and ‘deteriorating’ as overlapping acts
relate in particular to a negative alteration of the integrity or of
information content of data and programmes. ‘Deletion’ of data is the
equivalent of the destruction of a corporeal thing. It destroys them and
makes them unrecognisable. Suppressing of computer data means any
action that prevents or terminates the availability of the data to the
person who has access to the computer or the data carrier on which it was
stored. The term ‘alteration’ means the modification of existing data. The
input of malicious codes, such as viruses and Trojan horses is, therefore,
covered under this paragraph, as is the resulting modification of the
data”.
Terhadap penjelasan tersebut, Prof. Dr. Drs. Widodo, S.H., M.H
menterjemahkan dan menguraikan lebih lanjut bahwa di dalam paragraf 1
Convention on Cybercrime, diuraikan bahwa istilah “merusak” dan
“melemahkan” merupakan istilah yang tumpang tindih, khususnya dalam
kaitannya dengan perbuatan manusia yang mengakibatkan perubahan
integritas atas isi informasi, program atau data. Pengertian istilah
“penghapusan” data adalah tindakan sebagaimana dilakukan pada kasus
pembunuhan atau pemusnahan terhadap suatu objek yang bersifat fisik
(tangible). Perbuatan tersebut bertujuan menghancurkan atau
menyebabkan data komputer tidak dikenali oleh program komputer yang 11
digunakan oleh pemilik data yang sah. Penghalangan terhadap data
komputer berarti melakukan segala tindakan yang dapat mencegah atau
menghentikan akses seseorang sehingga tidak dapat mengakses data
yang tersimpan dalam sistem atau jaringan komputer. Istilah “merubah”
berarti melakukan modifikasi terhadap data yang ada. Memasukkan kode
khusus untuk penyerangan terhadap sistem komputer dapat dilakukan
dengan menggunakan virus dan trojan horse. Gangguan terhadap data
meliputi segala tindakan yang menyebabkan data menjadi berubah atau
rusak sehingga pemilik data yang sah tidak dapat mengakses data
tersebut. Gangguan tersebut dapat dilakukan dengan cara memodifikasi,
merusak, melemahkan, dan menghapus data serta menghalagi akses ke
dalam sistem. Berdasarkan penjelasan ini diketahui bahwa pengertian
gangguan atau campur tangan terhadap data adalah merubah,
menghapus, atau menjadikan data tidak dapat digunakan lagi
sebagaimana mestinya oleh pemiliknya secara tidak sah.
Arbijoto, S.H., M.H., yang merupakan ahli hukum pidana dari
Universitas Indonesia dan juga selaku mantan Hakim Agung Republik
Indonesia. Dalam kasus Richard Van Lee, beliau selaku saksi ahli yang
dibawa oleh Penasehat Hukum Terdakwa memberikan keterangan bahwa,
“dalam konteks pasal 32 UU ITE, yang dimaksud dengan barang siapa
adalah setiap orang yang dengan sengaja atau tanpa hak atau melawan
hukum melakukan gangguan terhadap Data Interference”.
Selanjutnya beliau juga mengatakan bahwa tujuan dari pasal 32 UU ITE ini
yakni untuk melindungi kerahasiaan. Pendapat lain dari ahli hukum yang
menjelaskan maksud dibentuknya pasal 32 UU ITE diberikan oleh Niniek
Suparni., S.H., M.H., dalam bukunya CYBERSPACE Probelamatika
dan Antisipasi Pengaturannya, beliau menyatakan bahwa Pasal 32 UU
ITE dapat diterapkan pada kasus yang menyangkut bocornya data (Data
Leakage) keluar terutama data yang harus dirahasiakan. Pembocoran
data kumputer dapat berupa rahasia negara, rahasia perusahaan, data
yang dipercayakan kepada seseorang dan data dalam situasi tertentu.
Maksud dari Kebocoran data dalam situasi tertentu ialah suatu perbuatan
yang tanpa wewenangnya berusaha memperoleh data pihak lain yang
tersimpan di dalam media disket dan sejenisnya dan bersifat rahasia,
dengan jalan menghalangi, merintangi, tidak menyampaikan data yang
dimaksud yang seharusnya diserahkan ke pihak yang berhak atas data.
12
Berdasarkan penjelasan dari Convention on Cybercrime dan beberapa
pendapat para ahli hukum tersebut, maka dapat kita tarik suatu
kesimpulan bahwa tujuan dibentuknya pasal 32 UU ITE adalah untuk
mengantisipasi suatu perbuatan yang dapat dilakukan oleh seseorang
terhadap suatu data elektronik yang terdapat dalam suatu komputer,
dengan maksud untuk merubah, menghapus, atau menjadikan data tidak
dapat digunakan lagi sebagaimana mestinya oleh pemiliknya secara tidak
sah. Atau dapat kita katakan bahwa perbuatan yang dilakukan yang
merupakan suatu kategori dari Data Interferensi, yaitu membuat data
yang berada dalam suatu sistem elektroknik (komputer) menjadi tidak
dapat di akses oleh pemilik data yang sebelumnya. Selain itu, menurut
opinio juris tujuan dibentuknya Pasal 32 UU ITE ini yakniuntuk
mengakomodir suatu perbuatan yang membuka rahasia dari suatu data
yang bersifat rahasia, agar kerahasiaan tersebut menjadi tidak rahasia
lagi.
Selanjutnya mengenai rangkaian perbuatan yang disusun oleh
Penuntut Umum berdasarkan Surat Dakwaannya, dengan segala
kerendahan hati kami, setelah memahami secara mendalam substansi
dari rangkaian perbuatan Terdakwa yang tercantum dalam Surat
Dakwaan, dapat kita rangkum perbuatan – perbuatan Terdakwa sebagai
berikut:
1. Terdakwa berusaha mencoba masuk kedalam database server
sebanyak 3 kali.
2. Terdakwa berhasil masuk kedalam database server, setelah
berhasil mendapatkan username dan password dari database
server tersebut.
3. Terdakwa memasukkan file kedalam database server tersebut yang
berisikan : “saksikanlah pada waktunya”
4. Terdakwa mengubah data hasil seleksi yang telah di upload oleh
panitia seleksi, yaitu dengan mengubah 5 (lima) nama peserta
yang lulus tes CPNS dalam file
Hasil_Seleksi_Final_KOMINFO_2012.xls. Lalu Terdakwa meng-upload
kembali data hasil seleksi yang telah diubahnya kedalam database
server www.kominfo.com dan menghapus data yang sebelumnya
telah di upload oleh panitia seleksi CPNS Kemenkominfo.
5. Terdakwa membuat database server Kemenkominfo menjadi
overload dengan menggunakan teknik Ping Flood.
13
Jika kita menelaah lebih dalam lagi mengenai rangkaian perbuatan
yang telah disusun oleh Penuntut Umum, dan dikaitkan dengan
penjelasan dari Convention on Cybercrime dan di dukung oleh pendapat
yang diberikan oleh para ahli hukum , yang mengomentari maksud dari
pasal 32 UU ITE, maka sangatlah tidak tepat bagi Penuntut Umum untuk
mendakwakan perbuatan Terdakwa dengan menggunakan Pasal 32 ayat
(1) UU ITE. Dapat kita telaah kembali rangkaian perbuatan Terdakwa yang
telah terangkum diatas, dimana pada hakikatnya terdapat 3 (tiga) macam
bentuk perbuatan yang dilakukan oleh Terdakwa. Poin 1-3 dapat kita
katakan bahwa perbuatan yang dilakukan oleh Terdakwa ialah perbuatan
yang dikategorikan sebagai cracking, dimana perbuatan mengenai
cracking ini diakomodir oleh pasal 30 ayat (2) dan 30 ayat (3) UU ITE.
Selanjutnya perbuatan Terdakwa dalam poin 4 yang mengatakan bahwa
Terdakwa melakukan perbuatan pengubahan terhadap data hasil seleksi
yang lulus tes CPNS, merupakan perbuatan lain yang dapat diakomodir
oleh pasal 35 UU ITE, dimana pasal 35 UU ITE ini mengacu pada suatu
perbuatan yang memanipulasi suatu data, agar data tersebut dapat
dianggap seolah-olah otentik. Kemudian yang terakhir, pada poin 5
mengenai perbuatan yang dilakukan Terdakwa dengan membuat server
overload dengan menggunakan teknik Ping Flood, sehingga tidak
dapatnya suatu sistem elektronik ini berjalan sebagai mana mestinya,
terakomodir dalam pasal 33 UU ITE.
Berdasarkan pemaparan diatas, kami, selaku Penasihat Hukum
Terdakwa, berharap agar Penuntut Umum lebih memahami lebih lanjut
mengenai hukum, yang mana bukan saja hukum secara yuridis, serta
lebih cermat lagi dalam menentukan suatu pasal yang akan digunakan
terhadap rangkaianperbuatan Terdakwa. Bukankah kita disini tidak untuk
mencari hukuman yang seberat-beratnya bagi Terdakwa, namun
hanyalah untuk menerapkan sebaik-baiknya hukum atas nama keadilan?
Dengan demikian kami berharap bahwa Hakim selaku wakil Tuhan yang
akan memberikan suatu putusan, agar memberikan putusan yang seadil-
adilnya bagi Terdakwa dan juga menyatakan bahwa Surat Dakwaan yang
telah dibuat dan disusun oleh Penuntut Umum ialah tidaklah cermat
dalam penerapan pasal terhadap uraian perbuatan Terdakwa, maka Surat
Dakwaan Penuntut Umum haruslah dinyatakan batal demi hukum.
2. Surat Dakwaan Saudara Penuntut Umum Kabur ( Obscuure
Libel ) oleh karena Penuntut Umum tidak Berhasil
14
Menjelaskan secara Jelas dan Lengkap bahwa IP Address
dalam Perkara a quo adalah Milik Terdakwa.
Penuntut Umum mendakwakan Terdakwa dengan pasal 32 ayat (1)
UU ITE yang mana mens rea dari pasal tersebut ialah “mengubah”, maka
apabila kita menilik kedalam surat dakwaan Penuntut Umum pada
halaman 3 yang mendalilkan bahwa:
”… Pada pukul 17.58 WIB, Terdakwa dengan menggunakan IP
Address 222.122.233.10 melalui internet wireless pada provider yang
tidak dapat diketahui yang tercatat oleh Network Identifier/NetID berlokasi
di Jakarta, Indonesia, telah masuk ke dalam database server dan
mengubah 5 (lima) nama peserta yang lulus tes CPNS dalam file
Hasil_Seleksi_Final_KOMINFO_2012.xls”
Berdasarkan kutipan Surat Dakwaan Saudara Penuntut Umum
tersebut, kami selaku Penasihat Hukum Terdakwa berpendapat bahwa
Penyidik telah keliru mendalilkan bahwa IP Address Terdakwa yang
melakukan pengubahan. Pada Surat Dakwaan, Penuntut Umum
menguraikan bahwa IP Address tersebut tidak dapat diketahui asal-usul
pemiliknya (missing link) , namun dengan sangat yakinnya saudara
Penuntut Umum mendalilkan bahwa itu ialah IP Addres milik Terdakwa.
Kami selaku Penasihat Hukum Terdakwa menemukan ketidakjelasan
Penuntut Umum dalam penyusunan Surat Dakwaan.
Oleh karena itu kami selaku Tim Penasihat Hukum Terdakwa akan
sedikit menerangkan mengenai Internet Protocol Address atau yang biasa
disebut dengan IP Address tersebut, agar tidak terjadi kekeliruan
pemahaman demi tercapainya kepastian hukum.
IANA (Internet Assigned Numbers Authority), sebuah organisasi
yang didanai oleh Pemerintah Amerika Serikat untuk mengurusi masalah
penetapan parameter protokol internet seperti ruang alamat IP ,
dan Domain Name System (DNS), memberikan definisi bahwa IP Address
adalah: “A unique identifier for a device on the Internet. The identifier is
used to accurately route Internet traffic to that device. IP Addresses must
be unique on the global Internet, although some are re-used within private
networks using a system of private IP Addresses and network address
translation(NAT).”, yang apabila diartikan dalam bahasa Indonesia ialah 15
“Sebuah pengenal untuk perangkat di Internet, pengenal tersebut
digunakan untuk mengarahkan lalu lintas internet secara akurat ke
perangkat tersebut. IP address haruslah memiliki ciri yang khas dalam
Internet secara global, meskipun ada yang digunakan kembali dalam
jaringan pribadi menggunakan sistem IP Address pribadi dan Network
Address Translation(NAT)”.
Perlu diketahui bahwa IP Address tersebut ada dua jenis, yakni :
a. IP Public
IP Address yang digunakan untuk lingkup internet. Host yang
menggunakan IP public dapat diakses oleh seluruh user yang
tergabung di internet baik secara langsung maupun tidak langsung
(melalui proxy/NAT). Contoh IP Public adalah akses Speedy modem
yang merupakan IP Public 125.126.0.1.
b. IP Private
IP Address yang digunakan untuk lingkup intranet. Host yang
menggunakan IP Private hanya bisa diakses di lingkup intranet
saja. Contoh IP Private akses di LAN, modem menggunakan IP
Private 192.168.1.1.
Dalam potongan Surat Dakwaan di atas, disebutkan bahwa
Terdakwa melakukan perbuatannya tersebut dengan menggunakan IP
Address public yang tidak dapat diketahui asal usul pemiliknya, IP Address
public dapat diakses oleh seluruh user yang tergabung dalam internet
baik secara langsung maupun tidak langsung, Penuntut Umum telah keliru
mendalilkan bahwa IP address tersebut mengarah kepada Terdakwa
secara pribadi. Penuntut Umum tidak dapat menjelaskan bahwa yang
melakukan perubahan ialah Terdakwa hanya berdasarkan IP Address
Public yang tidak dapat diketahui pemiliknya dan dapat diakses oleh
siapapun.
Dengan adanya ketidak-jelasan dan ketidak-lengkapan dakwaan
Saudara Jaksa Penuntut Umum terkait IP address sebagaimana tersebut di
atas, tentu akan berdampak timbulnya kebingungan pada Terdakwa
karena jelas kaburnya pemaparan mengenai IP address tidak dapat
dijadikan dasar hukum untuk mendakwa Terdakwa sebagai pelaku tindak
pidana. Berdasarkan ketentuan pasal 143 ayat (3) KUHAP, secara hukum
16
dakwaan Saudara Penuntut Umum haruslah dinyatakan batal demi
hukum.
Berdasarkan uraian dan dalil-dalil tersebut diatas, maka Penasihat
Hukum Terdakwa memohon kepada Majelis Hakim yang memeriksa dan
mengadili perkara ini untuk memutuskan dengan amar sebagai berikut :
1) Menerima Keberatan Penasihat Hukum Terdakwa Ares Mahendra.;
2) Menyatakan Surat Dakwaan Penuntut Umum adalah batal demi
hukum atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima;
3) Memerintahkan agar Terdakwa dibebaskan dari tahanan;
4) Membebankan biaya perkara pada Negara;
Atau
Apabila Majelis Hakim berpendapat lain, maka demi keadilan kami
memohon agar diberikan putusan yang seadil-adilnya;
Setelah mendengar Pendapat Penuntut Umum atas dalil Keberatan
Penasihat Hukum Terdakwa yang pada pokoknya berpendapat bahwa dalil
Keberatan Penasihat Hukum Terdakwa tidaklah berdasar hukum dan
harus dikesampingkan dan memohon kepada Majelis Hakim yang
memeriksa, mengadili dan memutus perkara ini untuk :
1. Menetapkan bahwa Keberatan dari Tim Penasihat Hukum Terdakwa
dinyatakan tidak dapat diterima/ditolak;
2. Menyatakan bahwa Surat Dakwaan telah disusun secara cermat,
jelas, dan lengkap sesuai dengan ketentuan undang-undang;
3. Menyatakan bahwa Pengadilan Negeri Jakarta Selatan berwenang
memeriksa dan mengadili perkara ini;
4. Menetapkan bahwa pemeriksaan perkara atas nama Terdakwa Ir.
Alvian Permana tetap dilanjutkan;
PERTIMBANGAN HUKUM :
Menimbang, bahwa sebelum Majelis Hakim memberikan
pertimbangan atas dalil Keberatan Penasihat Hukum, terlebih dahulu
Majelis Hakim akan menguraikan apa yang dimaksud dengan Keberatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (1) Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana;
17
Menimbang, bahwa dalam Pasal 156 ayat (1) Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana
dirumuskan sebagai berikut : “Dalam hal Terdakwa atau Penasihat Hukum
mengajukan keberatan bahwa Pengadilan tidak berwenang mengadili
perkaranya atau dakwaan tidak dapat diterima atau Surat Dakwaan harus
dibatalkan, setelah diberi kesempatan kepada Penuntut Umum untuk
menyatakan pendapatnya, Hakim mempertimbangkan Keberatan tersebut
untuk selanjutnya mengambil keputusan”;
Menimbang, bahwa bertitik tolak pada ketentuan Pasal 156 ayat
(1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 Tentang
Hukum Acara Pidana tersebut, maka Majelis Hakim akan
mempertimbangkan dalil-dalil Keberatan Penasihat Hukum Terdakwa
sebagai berikut :
Ad.A.
1.
Pengadilan Negeri Bandung tidak Berwenang Memeriksa
dan Mengadili secara Relatif terhadap Perkara a quo.
Menimbang, dalil Keberatan Penasihat Hukum Terdakwa yang
mengatakan bahwa kewenangan mengadili seharusnya berada dalam
wilayah hukum Negara Australia karena berdasarkan doktrin Hugo Grotius
bahwa tindak pidana lintas Negara harus diadili di tempat dimana tindak
pidana dilakukan;
Menimbang, mengingat pelanggaran hukum inconcreto dilakukan
diluar wilayah hukum Indonesia terhadap Negara Indonesia dan akibatnya
memiliki implikasi hukum di Indonesia dan bersesuaian dengan
pengertian kejahatan transnasional yang dikemukakan oleh Prof. Romli
Atmasasmita berdasakan Pasal 3 ayat (2) United Nations Conventions
Against Transnasional Organized Crime yang mengatakan bahwa
kejahatan transnasional adalah kejahatan yang dilakukan di satu Negara
akan tetapi akibat yang substansial terjadi di Negara lain oleh karena itu
kewenangan mengadili merupakan hal yang mendasar;
Menimbang, bahwa berdasarkan asas Teritorial Objektif (Objective
Territoriality) yang menyatakan bahwa hukum yang berlaku adalah
hukum dimana akibat utama pebuatan itu terjadi dan dan memberikan
dampak yang sangat merugikan bagi Negara yang bersangkutan dan
bersesuaian dengan Pasal 2 Undang-Undang nomor 11 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik tahun 2008 yang menyatakan bahwa Undang-
Undang Informasi dan Transaksi Elektronik tahun 2008 berlaku untuk 18
setiap orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur
dalam undang-undang tersebut, baik yang berada di wilayah hukum
Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat
hukum di wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan
Indonesia;
Menimbang, bahwa berdasarkan asas Perlindungan Negara
(Protective Principle) yang menyatakan berlakunya hukum didasarkan
atas keinginan Negara untuk melindungi kepentingan Negara dari
kejahatan yang dilakukan diluar wilayahnya;
Menimbang, bahwa berdasarkan Pasal 86 Undang-Undang Nomor
8 tahun 1981 yang menyatakan apabila seorang melakukan tindak pidana
diluar negeri yang dapat diadili menurut hukum Republik Indonesia, maka
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang berwenang mengadilinya;
Menimbang, Majelis Hakim berpendapat bahwa dalam
menghadapi masalah yurisdiksi di internet diperlukan dua pendekatan
yaitu “minimum contacts” dan “effect test”. Sebagaimana dijelaskan pada
buku Jurisdiction in Cyberspace bahwa “minimum contacts” ini terdiri dari
kehadiran fisik, keuntungan finansial, aliran perdagangan dan penunjukan
forum dalam kontrak yang berarti bahwa bahkan penduduk yang tidak
hadir secara fisik di Amerika Serikat pun bisa dituntut selama ada orang
atau badan yang memiliki kontak minimum dengan forum dan alam era
komunikasi komputer tindakan sederhana dalam dunia online dapat
memenuhi analisis kontak minimum. Dan sebagaimana dijelaskan oleh
The American Law Institute’s Restatement (Second) of Conflict of Law 37
(1971), “effect test” merupakan kekuatan dari suatu negara untuk
menerapkan yurisdiksi peradilan atas seorang individu yang
menyebabkan efek di negara bagian itu terhadap tindakan yang dilakukan
di tempat lain sehubungan dengan akibat dari efek yang ditimbulkan dari
hubungan antara individu dengan negara.
Menimbang, bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, Majelis
Hakim berpendapat bahwa dalil Keberatan Penasihat Hukum Terdakwa
sepanjang mengenai kewenangan Pengadilan Negara Australia untuk
mengadili perkara ini tidak dapat diterima dikarenakan Indonesia
mempunyai wewenang untuk mengadili dan Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat merupakan Pengadilan yang berwenang untuk mengadili Perkara
ini;
19
Menimbang, bahwa dengan demikian Majelis berpendapat bahwa dalil
keberatan Penasihat Hukum Terdakwa sepanjang mengenai hal tersebut di atas tidaklah
mendasar dan haruslah tidak dapat diterima;
Ad.B.
1
Penuntut Umum Tidak Cermat Dalam Menggunakan
Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Informasi dan
Teknologi Yang Didakwakan Terhadap Rangkaian
Perbuatan Yang Dilakukan Oleh Terdakwa Dalam Surat
Dakwaannya.
Menimbang, bahwa dalil Keberatan Penasihat Hukum Terdakwa in
casu telah dititik beratkan pada argumentasi hukum bahwa pengaturan
Pasal 32 UU ITE lebih menekankan terhadap gangguan atau campur
tangan terhadap data (Data Interferensi) sebagaimana konsep dari
pembuatan UU ITE yang banyak mengadopsi dari Convention on Cyber
Crime, sehingga tidak tepat untuk diterapkan dalam surat Dakwaan;
Menimbang, bahwa dalam memahami suatu Pasal yang
didakwakan tidak dapat semata-mata dimaknai secara sosiologis maupun
historis untuk menentukan Pasal yang didakwakan sudah tepat ataukah
tidak, namun haruslah juga di tafsirkan secara gramatikal.
Menimbang, bahwa Majelis Hakim berpendapat sebuah pasal
dibuat tidak hanya untuk mengakomodir sebuah perbuatan, akan tetapi
dengan metode interpretasi menurut bahasa (gramatikal) maka sebuah
pasal dapat diterapkan penggunaannya terhadap suatu tindak pidana
apabila redaksional kata yang tercermin dari unsur-unsur pasal tersebut
sudah memenuhi delik materiil dari tindak pidana yang dilanggar;
Menimbang, bahwa pembuktian tentang tindak pidana
berdasarkan unsur pasal tidak digugurkan oleh penafsiran secara
sosiologis maupun historis. Apabila tidak demikian maka tujuan dari
setiap Undang-undang akan tersendat, terbatas dengan penafsiran yang
dipersempit;
Menimbang, berdasarkan KUHP kewajiban pembuktian
dibebankan sepenuhnya kepada Jaksa Penuntut Umum, hal ini sesuai
dengan ketentuan pembuktian yang diatur dalam KUHP Bab XVI bagian ke
empat (Pasal 183 – Pasal 232 KUHAP). Terbukti atau tidaknya perbuatan
yang didakwakan oleh Penuntut Umum, sepenuhnya menjadi kewajiban
20
Penuntut Umum dan haruslah dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu
dalam persidangan;
Menimbang, bahwa dengan pertimbangan tersebut keberatan
Penasihat Hukum sepanjang mengenai penerapan penggunaan Pasal 32
ayat (1) Undang-undang Informasi dan Teknologi ditangguhkan sampai
dengan putusan akhir;
Ad.B.
2.
Surat Dakwaan Penuntut Umum Kabur (Obscuure Libel)
oleh karena Penuntut Umum tidak Berhasil Menjelaskan
secara Jelas dan Lengkap bahwa IP Address dalam Perkara
a quo adalah Milik Terdakwa.
Menimbang, bahwa dalam uraian Keberatannya Penasihat Hukum
mendalilkan bahwa Jaksa Penuntut Umum tidak jelas dalam membuat
surat dakwaannya karena Penuntut Umum tidak menguraikan bahwa
Internet Protocol Addres dari tindak pidana yang didakwakan yang
merupakan tempat publik dan dapat digunakan oleh setiap orang,
sehingga menyebabkan dakwaan tidak jelas;
Menimbang, mengutip pendapat dari Yahya Harahap dalam
bukunya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, mengatakan
bahwa tidak mungkin menyebut tempat dan waktu kejadian secara akurat
dikarenakan bila hal tersebut diharuskan maka penegakan hukum melalui
peradilan pidana akan lumpuh total yang berakibat semua pelaku kriminal
tidak dapat dituntut pertanggung jawaban hukum atas kejahatan yang
telah dilakukan;
Menimbang, bahwa dengan demikian Majelis Hakim berpendapat
bahwa untuk menemukan kebenaran apakah Internet Protocol Address
yang disebutkan oleh Penuntut Umum, merupakan sarana dari tindak
pidana tersebut benar dilakukan dan digunakan oleh Terdakwa atau tidak
maka haruslah dilakukan pemeriksaan di persidangan terlebih dahulu;
Menimbang, bahwa dengan membaca Surat Dakwaan Penuntut
Umum secara seksama dan menyeluruh Majelis berpendapat bahwa Surat
Dakwaan yang dibuat oleh Penuntut Umum sudah sesuai ketentuan
seperti yang diakomodir pada Pasal 143 ayat (2) huruf b Undang-undang
nomor 8 tahun 1981;
21
Menimbang, dengan demikian dalil Keberatan Penasihat Hukum
Terdakwa sepanjang mengenai hal tersebut di atas tidaklah berdasar dan
haruslah tidak diterima;
Menimbang, oleh karena dalil-dalil Keberatan Penasihat Hukum
haruslah tidak diterima, maka pemeriksaan perkara ini harus dilanjutkan
(vide : Pasal 156 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8
Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana);
Menimbang, oleh karena pemeriksaan dalam perkara ini harus
dilanjutkan, maka Penuntut Umum haruslah diperintahkan untuk
mengajukan bukti dalam persidangan, sedangkan tentang pembebanan
biaya perkara harus ditangguhkan hingga putusan akhir;
MEMPERHATIKAN, Pasal 143 dan Pasal 156 Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana
serta ketentuan-ketentuan lain yang berkenaan dalam perkara ini;
M E N G A D I L I
Menyatakan dalil Keberatan Penasihat Hukum Terdakwa mengenai
Surat Dakwaan tidak dapat diterima oleh karena Error in Persona
haruslah dipertimbangkan bersama-sama dalam Putusan Akhir;
Menyatakan Keberatan Penasihat Hukum Terdakwa selainnya atau
selebihnya tidak diterima;
Menyatakan Surat Dakwaan Penuntut Umum pada Kejaksaan
Negeri Jakarta Pusat Nomor Register Perkara : PDM-
222/JKT.PST/2/2012 tertanggal 28 Mei 2012 adalah sah menurut
hukum;
Menyatakan bahwa pemeriksaan dalam perkara Nomor :
1747/Pid.B/2012/PN.JKT.PST atas nama Terdakwa Ares Putra
Mahendra S.Kom., M. M. haruslah dilanjutkan;
Memerintahkan Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta
Pusat untuk mengajukan bukti-bukti ke persidangan;
Menangguhkan pembebanan biaya perkara hingga Putusan Akhir;
Demikian diputuskan dalam permusyawarahan Majelis Hakim
Pengadilan Negeri Bandung yang terdiri dari, ZERICO ZEBUA, S.H.,
M.H., Hakim Ketua, LIVIA DELICIA, S.H., M.H., dan MARIA
MANGARAJA, S.H., M.H., masing-masing Hakim Anggota pada hari :
Senin, 20 Juni 2012. Putusan mana diucapkan dalam persidangan yang 22
terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua didampingi oleh Hakim-Hakim
Anggota, pada hari : Selasa, tanggal 25 Juni 2012, dibantu oleh RATU
KICA, S.H., Panitera Pengganti pada Pengadilan Negeri Bandung, dihadiri
oleh EGI M. SYABAN, S.H., M.H., dan DEA NIRMAN, S.H., Penuntut
Umum pada Kejaksaan Negeri Bandung serta TERDAKWA dan didampingi
oleh Tim Penasihat Hukumnya.
HAKIM ANGGOTA
LIVIA DELICIA , S.H., M.H.
HAKIM ANGGOTA
HAKIM KETUA
ZERICO ZEBUA, S.H., M.H.
23
MARIA MANGARAJA, S.H.
PANITERA PENGGANTI
RATU KICA , S.H.
24