Dr. Mirza Desfandi, S.Pd., M.Soc
Transcript of Dr. Mirza Desfandi, S.Pd., M.Soc
Dicetak oleh :
Percetakan & PenerbitSYIAH KUALA UNIVERSITY PRESS
Darussalam, Banda Aceh
Dr. Mirza Desfandi, S.Pd., M.Soc.Sc
KEARIFAN LOKAL
SMONG DALAM KONTEKS PENDIDIKAN
Revitalisasi Nilai Sosial-Budaya Simeulue
Sanksi Pelanggraran Pasal 113
Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta
1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi
sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan
Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun
dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).
2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau
pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta
sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f,
dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
3. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau
pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e,
dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana
penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
4. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang
dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling
lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
KEARIFAN LOKAL
SMONG DALAM KONTEKS PENDIDIKAN
Revitalisasi Nilai Sosial-Budaya Simeulue
Dr. Mirza Desfandi, S.Pd., M.Soc.Sc,
SYIAH KUALA UNIVERSITY PRESS 2019
Penulis :
Dr. Mirza Desfandi, S.Pd., M.Soc.Sc,
ISBN :
978-623-7086-46-8
Pracetak dan produksi :
Tim Syiah Kuala University Press
Penerbit :
Syiah kuala university press
Jl. Tgk chik pante kulu no.1 kopelma Darussalam 23111,
Kec. Syiah kuala. Banda aceh, Aceh
Telp : 0651 - 8012221
Email : [email protected]
Http://www.unsyiahpress.unsyiah.ac.id
Cetakan : Pertama, 2019
x + 148, ukuran (14,8 cm x 21 cm)
Dilarang keras memfotokopi atau memperbanyak sebagian atau
seluruh buku ini tanpa seizin tertulis dari penerbit.
Judul Buku : Kearifan Lokal Smong
dalam Konteks Pendidikan
(Revitalisasi Nilai Sosial-Budaya Simeulue)
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat serta Karunia Nya kepada kita sehingga kami berhasil menyelesaikan buku ber-ISBN ini yang Alhamdulillah tepat pada waktunya.
Tujuan kajian ini melahirkan buku ber-ISBN tentang informasi Kearifan Lokal Smong dalam konteks pendidikan. Diharapkan kajian ini dapat memberikan informasi kepada kita semua khususnya anak-anak tingkat pendidikan dasar (SD/MI) tentang kearifan lokal yang ada di sekitar kita.
Kami menyadari bahwa kajian ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan kajian ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan kajian ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT meridhai segala usaha kita. Amin.
Bupati Simeulue
dto
H. Erli Hasim, SH., S.Ag., M.I.Kom
v
PRAKATA
Pendidikan nilai membangun budaya selamat dan tangguh dalam menghadapi bencana alam bisa diwujudkan dengan memberdayakan kembali kearifan lokal yang ada. Kini banyak tradisi dan adat istiadat lokal yang sebenarnya kaya dengan nilai-nilai tentang hubungan harmonis antara manusia dengan alam tidak lagi diketahui oleh generasi muda. Maka penting saat ini untuk kembali menyadarkan dalam mengangkat dan menggali pengetahuan lokal dan kearifan budaya lokal terkait dengan upaya menghadapi bencana alam.
Buku “Kearifan Lokal Smong Dalam Konteks Pendidikan” ini disusun sebagai respon atas pentingnya merevitalisasi kembali kearifan lokal smong sebagai kekayaan lokal yang wujud dan berkembang dalam masyarakat Simeulue. Masyarakat Simeulue menggunakan kata smong untuk menyebut peristiwa tsunami. Adanya istilah lokal untuk menyebut peristiwa tsunami membuktikan bahwa masyarakat setempat memiliki pengetahuan berkaitan dengan fenomena alam tersebut.
Smong bukan hanya sekedar kata yang memiliki terminologi yang sama seperti tsunami atau lainnya, yang mendefinisikan tentang gelombang besar dari laut yang datang setelah adanya guncangan gempa bumi. Smong juga bukan hanya merupakan rangkaian syair yang dinyanyikan melalui nanga-nanga, nandong atau buai untuk tujuan menidurkan anak. Akan tetapi smong memiliki nilai-nilai khusus dalam peradaban manusia,
vi
yaitu telah membawa keselamatan bagi masyarakat Simeulue melalui pemahaman dan memori kolektif yang seragam.
Kearifan lokal smong lahir sebagai bentuk adaptasi masyarakat terhadap lingkungan alam sekitar, khususnya dalam menghadapi bencana alam yang terjadi, dan telah terbukti dapat menyelamatkan ribuan masyarakat Simeulue ketika terjadi bencana tsunami tahun 2004. Karena itu kearifan lokal smong perlu terus dijaga dan disosialisasikan kepada generasi muda, salah satunya melalui pembelajaran di lembaga pendidikan formal tingkat dasar (SD/MI).
Buku ini terdiri atas 7 bagian. Pada Bab 6 khusus berisi bahan ajar tentang smong yang dapat diterapkan di lembaga pendidikan formal, khususnya tingkat SD/MI. Sedangkan pada Bab 7 terdapat contoh perangkat pembelajaran (RPP) sebagai panduan dalam mengembangkan perangkat pembelajaran tentang smong, Karena itu buku ini sangat tepat dijadikan referensi bagi berbagai pihak seperti guru, akademisi, mahasiswa calon guru dan berbagai kalangan yang memiliki ketertarikan terhadap kearifan lokal.
Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada para narasumber yaitu: (1) H. Erli Hasim, SH., S.Ag., M.I.Kom; (2) Hj. Afridawati (3) Ahmadlyah, SH; (4) Amran Z, SE; (5) Zulfata, SP., MP; (6) Rasmidin, S.Pd; (7) Deddi Erisma, SE; (8) Taufiq Hidayah; (9) Firmanuddin, S.Pd; (10) Afriansyah, SE; (11) Afrianto, S.Psi; (12) Dedy Saputra, SE; (13) Soerya Jaya, SE; (14) Irfan, S.Pd; dan (15) Drs. Mohd. Riswan R yang telah memberikan gagasan, ide, dan pandangan tentang
vii
kearifan lokal smong dikaitkan dengan pendidikan, sehingga buku ini dapat diterbitkan. Semoga buku ini bermanfaat sebagai referensi bagi berbagai kalangan guna meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah. Amin
Banda Aceh, Oktober 2019 Penulis,
Dr. Mirza Desfandi, S.Pd., M.Soc.Sc
DAFTAR ISI
Kata Pengantar iii
Prakata v
Daftar Isi ix
BAB 1 Pulau Simeulue 1
BAB II Simeulue Dalam Lintasan Sejarah 7
BAB III Kearifan Lokal Smong 22
BAB IV Nanga-Nanga dan Nandong Smong 46
BAB V Smong Dalam Konteks Pendidikan 55
BAB VI Bahan Ajar Smong 61
BAB VII Model RPP Materi Smong 109
Daftar Pustaka 137
Lampiran 1 Teks Pulau Simeulue 140
Lampiran 2 Peta Administrasi Kab. Simeulue 141
Lampiran 3 Teks Kenampakan Alam Simeulue 142
Lampiran 4 Peta Topografi Pulau Simeulue 144
Lampiran 5 Teks Kearifan Lokal Smong 145
ix
Kearifan Local SMONG Dalam Konteks Pendidikan | 1
BAB 1
Pulau Simeulue
Secara administratif, Simeulue merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Aceh yang resmi dibentuk pada tahun 1999 melalui Undang-Undang Nomor 48 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Bireuen dan Kabupaten Simeulue. Sebelumnya, secara administratif Kabupaten Simeulue adalah bagian dari wilayah Kabupaten Aceh Barat. Kota Sinabang merupakan Ibu Kota dan sekaligus pusat pemerintahan dari Kabupaten Simeulue.
2 | Kearifan Local SMONG Dalam Konteks Pendidikan
A. Letak dan Luas
Simeulue terletak di sebelah Barat Daya Provinsi Aceh, berjarak 105 Mil laut dari Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat, atau 85 Mil Laut dari Tapak Tuan, Kabupaten Aceh Selatan. Secara astronomis Simeulue terletak pada 2° 15′ − 2 ° 55 ′ Lintang Utara dan 95 ° 40′ − 96 ° 30′ Bujur Timur (BPS Kabupaten Simeulue, 2018).
Simeulue merupakan gugus kepulauan yang berjumlah 147 pulau besar dan kecil. Dari 147 pulau, hanya tiga pulau yang berpenghuni yaitu Pulau Simeulue, Pulau Siumat dan Pulau Teupah. Luas keseluruhan Kabupaten Simeulue adalah 1.838,09 Km2 atau 183.809 Ha. Pulau yang terbesar adalah Pulau Simeulue, dimana lebih dari 90% (88.335 orang) dari total populasi kepulauan tinggal disana (BPS Kabupaten Simeulue, 2018).
Selain Pulau Simeulue terdapat pulau-pulau lainnya yaitu Pulau Siumat, Pulau. Panjang, Pulau Batu Berlayar, Pulau Teupah, Pulau Mincau, Pulau Simeulue Cut, Pulau Pinang, Pulau Dara, Pulau Langeni, Pulau Linggam, Pulau Leukon, Pulau Silaut Besar & Pulau Silaut Kecil (terluar), dan pulau-pulau kecil lainnya. Kepulauan ini dikelilingi oleh Samudera Hindia dan berbatasan langsung dengan perairan internasional. Secara administrasi, Kabupaten Simeulue memiliki 10 (sepuluh) kecamatan, 29 (dua puluh sembilan) mukim, 138 (seratus tiga puluh delapan) desa, dan 411 (empat ratus sebelas) dusun.
Kearifan Local SMONG Dalam Konteks Pendidikan | 3
Gambar 1. Peta Administrasi Kabupaten Simeulue
B. Kondisi Fisik Wilayah
Kepulauan Simeulue memiliki curah hujan yang tinggi karena dikelilingi samudera yang luas. Selama tahun 2016 curah hujan di wilayah Simeulue mencapai 3.761 mm/tahun dan hari hujan sebanyak 254 hari. Keadaan cuaca ditentukan oleh penyebaran musim. Pada musim barat yang berlangsung sejak bulan September hingga Februari, sering terjadi hujan yang disertai badai dan gelombang besar sehingga sangat berbahaya bagi pelayaran. Sedangkan pada musim timur yang berlangsung sejak bulan Maret sampai Agustus, biasanya terjadi kemarau yang diselingi hujan yang tidak merata
4 | Kearifan Local SMONG Dalam Konteks Pendidikan
serta keadaan laut yang relatif tenang (BPS Kabupaten Simeulue, 2018).
Panjang Pulau Simeulue sekitar 100,2 km dan membentang hingga 15,8 km. Topografi Pulau Simeulue terdiri dari kawasan pegunungan dan dataran. Titik terendah Pulau Simeulue terletak pada nol meter di atas permukaan laut. Sedangkan titik tertingginya terletak pada 600 meter di atas permukaan laut. Sebagian besar wilayahnya terletak pada ketinggian 0-300 meter di atas permukaan laut dan sisanya merupakan daerah berbukit-bukit dengan kemiringan di bawah 180 yang terletak ditengah pulau. Bukit-bukit kecil biasanya ditemukan 50–200 m dari pantai. Bukit-bukit ini menjadi benteng alam bagi warga Simeulue karena sebelum tsunami menerjang, mereka bisa lebih dulu berlindung di tempat tinggi (BPS Kabupaten Simeulue, 2018).
Gambar 2. Peta Topografi Kabupaten Simeulue
Kearifan Local SMONG Dalam Konteks Pendidikan | 5
Pengangkatan di sisi utara dan selatan itu menyebabkan sisi bagian tengah pulau yang tidak dipengaruhi kedua segmen itu posisinya menjadi lebih rendah dibandingkan kedua sisi pulau. Keunikan ini terpantau jelas melalui rekaman data Global Positioning System (GPS) yang dipasang para peneliti gempa dan tsunami. Jika terjadi gempa yang bersifat lokal, seperti pada 2002 dan 2008, bagian tengah akan melenting ke
Peta-peta geologi yang diterbitkan Badan Geologi memperlihatkan bahwa batuan utama penutup pulau adalah batuan sedimen berumur tersier. Sebagian kecil area, terutama di sisi pantai, merupakan batuan sedimen berumur kuarter. Sedangkan struktur terutama didominasi oleh struktur berarah barat laut–tenggara (Handayani, dkk, 2017). Selain bentang alam yang khas, Simeulue yang berada di tepi jalur pertemuan lempeng benua Indo-Australia dan Eurasia itu juga memiliki sistem tektonik yang unik.
Dari sisi jalur subduksi, pulau yang luasnya hanya sekitar 2.000 kilometer persegi itu tepat di titik pertemuan segmen Nicobar-Andaman dan Nias-Simeulue. Adapun di bagian tengah pulau, terdapat sistem tektonik sendiri yang menghasilkan zona ”tektonik pelana”. Kondisi ini menyebabkan Simeulue seperti papan jungkat-jungkit. Jika terjadi gempa di segmen Nicobar-Andaman, sisi utara Pulau Simeulue akan terangkat. Hal ini terjadi saat gempa pada 26 Desember 2004. Jika gempa terjadi di segmen Nias-Simeulue, sisi selatan pulau yang terangkat, sebagaimana terlihat saat gempa berkekuatan 8,7 skala Richter pada 28 Maret 2005 (Handayani, dkk, 2014).
6 | Kearifan Local SMONG Dalam Konteks Pendidikan
atas untuk mencari kesetimbangan baru dengan bagian utara dan selatan yang telah naik.
Bagian tengah pulau punya karakter sendiri. Ada tektonik pelana, seperti ruang kosong. Gempa 2004 bagian utara terangkat, gempa 2005 bagian selatan yang terangkat. Gempa 2002 dan 2008 merupakan proses untuk setimbang di bagian tengah (Handayani, dkk, 2014). Simeulue juga kaya koral atol yang bisa menjadi indikator untuk melacak gempa yang terjadi ratusan tahun lalu. Sejumlah keunikan Pulau Simeulue ini memposisikannya sebagai laboratorium alam yang sangat lengkap untuk mempelajari gempa dan tsunami.
Kearifan Local SMONG Dalam Konteks Pendidikan | 7
BAB II
Simeulue Dalam Lintasan Sejarah
Nama Simeulue memiliki sejarah panjang dengan latar historis yang unik. Pada abad 17 Simeulue dikenal dengan nama Pulo U (Pulau Kelapa) yang merupakan wilayah kekuasaan Sultan Iskandar Muda. Kemudian Teungku Halilullah, seorang ulama yang diutus oleh Sultan Iskandar Muda ke Pulo U untuk menyebarkan ajaran Islam mengganti nama Pulo U menjadi Pulau Simeulue yang diambil dari nama istrinya yaitu “Putri Si Meulur.”
8 | Kearifan Local SMONG Dalam Konteks Pendidikan
A. Sejarah Sosiokultural Simeulue
Sejarah Simeulue tidak terlepas dari sejarah Kesultanan Aceh Darussalam. Islam memasuki daerah ini selama abad ke-17 ketika wilayah ini berada di bawah kekuasaan kesultanan Aceh Darussalam. Pada periode ini, sejarah orang Simeulue tidak dapat dipisahkan dari sejarah Kerajaan Aceh Darussalam. Islam di Simeulue pertama sekali dibawa oleh seorang ulama yang bernama Halilullah, yang di Simeulue dikenal dengan gelar Tengku Di Ujung (Roesli, 2017).
Halilullah yang berasal dari Minangkabau melakukan perjalanan menuju Mekkah untuk menunaikan haji, dalam perjalanannya Halilullah singgah di Aceh dan mengunjungi Istana Kesultanan Aceh Darusalam. Beliau berjumpa dengan Sultan Aceh kala itu Sultan Ali Mughayat Syah. Dalam silaturahminya, Sultan Aceh menyarankan kepada Halilullah agar niat melaksanakan hajinya diganti dengan mengislamkan sebuah pulau yang bernama Pulo U. Halilullah menerima saran Sultan Aceh tersebut namun ia tidak mengetahui jalan menuju Pulo U tersebut. Sultan Aceh langsung memerintahkan seorang gadis bernama Meulur yang berasal dari Pulo U untuk memberi petunjuk jalan, karena dikhawatirkan akan menyebabkan fitnah, maka Teungku Halilullah dan Putri Meulur dinikahkan (Sanny, 2007).
Hal yang menyebabkan Sultan Ali Mughayat Syah memerintahkan Teungku Halilullah untuk mengislamkan Pulo U tersebut karena pulau tersebut telah dikuasai oleh seseorang yang bernama
22 | Kearifan Local SMONG Dalam Konteks Pendidikan
BAB III
Kearifan Lokal Smong
Gempa dan tsunami 2004 bukanlah peristiwa pertama yang terjadi Simeulue. Ada beberapa gempa dan tsunami besar sebelumnya, beberapa di antaranya mirip dengan gempa bumi dan tsunami 2004. Berdasarkan beberapa catatan sejarah, Pulau Simeulue pernah mengalami bencana gempa bumi dan/atau tsunami pada tahun 2005, 2004, 1907, 1883 dan tahun 1861. Seringnya terjadi tsunami di Simeulue menjadikan masyarakat Simeulue seolah „bersahabat‟ dengan tsunami seperti pepatah leluhur orang Simeulue “Smong dumek-dumek mo, linon uwak-uwak mo, eklaik kedang-kedang mo, kilek suluh-suluh mo”.
Kearifan Local SMONG Dalam Konteks Pendidikan | 23
Menurut catatan sejarah dari beberapa saksi hidup, ketinggian gelombang smong pada tahun 1907 mencapai 60 meter atau dua kali ketinggian tsunami
A. Arti Smong
Kata "Smong" berasal dari bahasa Devayan yang berarti percikan air, hempasan gelombang atau gelombang pasang. Meskipun oleh penutur Bahasa selain Devayan, istilah smong cukup dikenal oleh seluruh masyarakat Simeulue (Roesli, 2017). Kata ini juga digunakan untuk tsunami. Sebagian besar orang Simeulue mengaitkan kata Smong dengan fenomena yang mengikuti gempa kuat, yaitu surutnya air laut, dan gelombang besar yang menyapu daratan atau lebih dikenal dengan istilah tsunami (dalam bahasa Jepang).
Sejarah cerita Smong dimulai ketika gempa bumi berkekuatan 7,6 Mw menghantam Aceh pada hari Jumat, 4 Januari 1907. Bencana terjadi ketika sebagian besar masyarakat berkumpul di masjid untuk menunaikan ibadah shalat Jumat. Sesaat setelah gempa itu terjadi, terlihat air laut surut, dan masyarakat berduyun-duyun berlari ke arah pantai untuk mengambil ikan yang menggelapar-gelepar. Dalam hitungan menit, air laut yang tadinya surut kembali dalam wujud gelombang besar. Masyarakat yang sedang sibuk mengambil ikan di pantai sontak terkejut dan berusaha untuk berlari menghindari kawasan pantai tersebut. Akan tetapi kecepatan masyarakat berlari tak mampu mengimbangi kecepatan gelombang smong yang datang. Korban nyawa, kehancuran bangunan dan kehilangan harta bencana tak dapat terelakkan (Fadillah, 2016).
46 | Kearifan Local SMONG Dalam Konteks Pendidikan
BAB IV
Nanga-Nanga dan Nandong Smong
Di luar keberadaan smong yang dituturkan leluhur, kisahnya pun telah mulai dipentaskan oleh para penandong atau sebutan untuk penyair Simeulue yang mempraktikkan budaya nanga-nanga dan nandong. Pesan leluhur tentang smong diwariskan umumnya melalui ragam sastra ini (Sanny, 2007). Dewasa ini syair smong mulai sering dilantunkan oleh para seniman nanga-nanga dan nandong di saat ada acara berkumpul-kumpul atau pagelaran dalam acara resmi bahkan dapat pula menjadi rangkaian acara-acara keluarga seperti perhelatan perkawinan, sunatan dan sebagainya sebagai bagian dari “tradisi asli” dari Simeulue.
Kearifan Local SMONG Dalam Konteks Pendidikan | 47
A. Nanga-Nanga
Nanga-nanga termasuk salah satu tradisi lisan, sebagaimana hal nya nafi-nafi, yang bukan saja mentransmisikan pesan dari, tapi dapat digunakan untuk mentransformasikan nilai budaya yang melekat pada smong. Hanya saja tidak seperti nafi-nafi, nanga-nanga lebih merupakan jelmaan tersendiri yang merupakan bagian dari kesenian Simeulue (Roesli, 2017).
Menurut Sanny (2007), nanga-nanga mengisahkan kesedihan yang menimpa seseorang akibat sebuah peristiwa, misalnya bencana yang menyebabkan kehilangan orang yang dicintai atau kehilangan harta kekayaan yang dikumpulkan bertahun-tahun. Dalam konteks ini yang dimaksud dengan nanga-nanga adalah seni membawa pantun yang berisikan nasehat, nasib dan peruntungan dan juga roman atau kasih dengan alunan suara yang menarik.
Pada dasarnya nandong dan nanga-nanga sangat mirip, hampir tidak dapat dibedakan, karena keduanya mempunyai asal-usul atau latar historis yang sama yaitu berasal dari budaya Minangkabau. Perbedaan yang yang terlihat secara kasat mata, jika nanga-nanga ditampilkan oleh 1-2 orang, maka nandong dimainkan oleh banyak orang. Orang-orang yang terlibat yang dikenal dengan seniman nandong mempunyai peran berbeda, satu atau dua yang melantunkan pantun-pantun sesuai dengan tema, kisah atau pesan yang disampaikan atau bisa juga berkaitan dengan smong, sedangkan yang lainnya memainkan peralatan musik (Roesli, 2017).
Kearifan Local SMONG Dalam Konteks Pendidikan | 55
BAB V
Smong Dalam Konteks Pendidikan
Masyarakat Simeulue menggunakan kata smong untuk menyebut peristiwa tsunami. Adanya istilah lokal untuk menyebut peristiwa tsunami membuktikan bahwa masyarakat setempat memiliki pengetahuan hingga tingkat tertentu berkaitan dengan fenomena alam itu (Desfandi, 2014). Kearifan lokal smong merupakan salah satu harta warisan kekayaan budaya masyarakat di Kepulauan Simeulue, dan berasal dari nenek moyang masyarakat Simeulue pada generasi sebelumnya yang harus terus dilestarikan keberadaannya.
56 | Kearifan Local SMONG Dalam Konteks Pendidikan
A. Smong Sebagai Kekayaan Lokal yang Perlu Terus Dilestarikan
Berdasarkan catatan sejarah yang terdapat dalam masyarakat, kearifan lokal smong sudah ada sejak tahun 1907 silam. Kearifan lokal smong lahir sebagai bentuk adaptasi masyarakat terhadap lingkungan alam sekitar, khususnya dalam menanggulangi bencana alam yang terjadi dalam masyarakat pada waktu itu.
Tragedi tahun 1907, menjadi pembelajaran dan pengalaman berharga bagi generasi mereka untuk menjadi lebih hati-hati dan waspada. Melalui kakek-nenek dan orang tua mereka, mereka terus memberi tahu kisah memilukan dari seabad yang lalu. Ini menjadi persediaan berharga bagi komunitas Simeulue.
Saat tsunami tahun 2004, masyarakat sudah tahu langkah apa yang harus diambil ketika tsunami datang. Pesan leluhur dari puisi itu menyebutkan bahwa, jika ada gempa kuat, diikuti dengan surutnya air laut, jangan pergi ke pantai untuk mengambil ikan yang bermunculan di tepi pantai, karena Smong akan segera datang. Jika itu terjadi, lari ke gunung untuk menyelamatkan diri. Bawa anak-anak, orang tua, dan wanita melarikan diri dari pantai. Berteriak, Smong ... Smong ... Smong .... Ini berlanjut hingga hari ini. Puisi Smong mampu meminimalkan korban di Simeulue. Puisi ini turun temurun, yang dalam bentuk nasehat adalah kearifan lokal yang harus dijaga dan dilestarikan mengingat Aceh adalah daerah rawan bencana gempa dan tsunami (Suciani, dkk, 2017).
Kearifan Local SMONG Dalam Konteks Pendidikan | 61
BAB VI
Bahan Ajar Smong
Setelah bencana gempa dan tsunami 2004, Pulau Simeulue telah dikenal bukan hanya tingkat nasional, tetapi hingga ke mancanegara, salah satunya adalah karena adanya kearifan lokal smong yang menjadi tradisi pada masyarakat Simeulue. Tradisi ini perlu terus disosilisasikan pada peserta didik agar tidak terlupakan. Pada bagian ini disajikan bahan ajar smong sebagai mata pelajaran muatan lokal di lembaga pendidikan formal tingkat dasar (SD/MI). Sebagai pelengkap ditambahkan juga bahan ajar mengenai bencana gempa bumi dan tsunami.
62 | Kearifan Local SMONG Dalam Konteks Pendidikan
A. Topik 1. Mengenal Bencana Gempa Bumi
1. Kompetensi Inti (KI)
KI 1: Menerima, menjalankan dan menghargai ajaran agama yang dianutnya.
KI 2: Memiliki perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya diri dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, guru, dan tetangganya.
KI 3: Memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamati (mendengar, melihat, membaca dan menanya) dan menanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda yang dijumpainya di rumah, sekolah, dan tempat bermain.
KI 4: Menyajikan pengetahuan faktual dalam bahasa yang jelas, sistematis, dan logis, dalam karya yang estetis, dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan yang mencerminkan perilaku anak beriman dan berakhlak mulia.
2. Kompetensi Dasar (KD)
Memahami definisi, jenis dan faktor penyebabgempa bumi.
Mempraktekkan cara menyelamatkan diri daribencana gempa bumi
3. Indikator:
Mampu menjelaskan definisi dan jenis-jenisgempa bumi
Kearifan Local SMONG Dalam Konteks Pendidikan | 109
BAB VII
Model Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Materi Smong
Salah satu bentuk sosialisasi kearifan lokal smong adalah dengan mengimplementasikan kurikulum atau dengan memasukkan materi tentang kearifan lokal smong pada lembaga pendidikan formal. Pada bagian ini disajikan contoh Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) materi Smong jika diterapkan secara terintegarasi dengan materi/mata pelajaran lain dan sebagai mata pelajaran tersendiri (mata pelajaran muatan lokal).
110 | Kearifan Local SMONG Dalam Konteks Pendidikan
A. Model Integrasi di Sekolah Dasar
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
Satuan Pendidikan :
Kelas /Semester : IV / 2
Tema 8 : Tempat Tinggalku
Subtema 1 : Lingkungan Tempat Tinggalku
Pembelajaran : 1
Alokasi Waktu : 1 x Pertemuan (6 x 35 menit)
KOMPETENSI INTI (KI)
KI 1 : Menerima, menjalankan dan menghargai ajaran agama yang dianutnya.
KI 2 : Memiliki perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya diri dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, guru, dan tetangganya.
KI 3 : Memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamati (mendengar, melihat, membaca dan menanya) dan menanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda yang dijumpainya di rumah, sekolah, dan tempat bermain.
Kearifan Local SMONG Dalam Konteks Pendidikan | 137
DAFTAR PUSTAKA
Aribowo, S., Handayani, L., Hananto, N.D., Gaol, K.L., Syuhada, & Anggono, T. (2014). Deformasi Kompleks di Pulau Simeulue, Sumatra: Interaksi Antara Struktur dan Diapirisme. Riset Geologi dan Pertambangan, Vol. 24, No.2, Desember 2014 (131-144)
Badan Pusat Statistik Kabupaten Simeulue. (2018). Kabupaten Simeulue Dalam Angka 2018. Simeulue: Badan Pusat Statistik
Desfandi, M. (2014). Urgensi Kurikulum Pendidikan Kebencanaan Berbasis Kearifan Lokal di Indonesia. Sosio Didaktika, Vol. 1, No. 2 Des 2014
Fadillah, F. (2012). Smong Budaya yang Menyelamatkan. https://www.kompasiana.com
Gadeng, A.N., Maryani, E., & Rohmat, D. (2017). The Value of Local Wisdom Smong in Tsunami Disaster Mitigation in Simeulue Regency, Aceh Province. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science 145 (2018).
Handayani, L., Hananto, N.D., Anggono, T., Syuhada., & Gaol, K.L. (2014). Penelitian Geologi – Geofisika Di Pulau Simeulue Dalam Upaya Mitigasi Bencana Gempabumi. Prosiding Pemaparan Hasil Penelitian Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI Tahun 2014 “Peran Penelitian Geoteknologi untuk Menunjang Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia.”
138 | Kearifan Local SMONG Dalam Konteks Pendidikan
Handayani, L., Hananto, N.D., Anggono, T., Syuhada., Gaol, K.L., & Aribowo, S. (2017). Penentuan Percepatan Tanah Puncak di Pulau Simeulue dengan Metode Deterministik. Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 8, No. 3 Desember 2017: 135-142.
Kanamori, H., Rivera, L., & Lee, W.H.K. (2010). Historical seismograms for unravelling a mysterious earthquake: The 1907 Sumatra Earthquake. Geophysical Journal International, 2010.
Rahman, A., Sakurai, A., & Munadi, K. (2018). The Analysis of the Development of the Smong Story on the 1907 and 2004 Indian Ocean Tsunamis in Strengthening the Simeulue Island Community's Resilience. International Journal of Disaster Risk Reduction 29 (2018) 13–23
Roesli, M.R. (2017). Smong dan Kearifan Lokal Masyarakat Simeulue. Banda Aceh: PT. Aceh Media Grafika
Rusydy, I. (2012). Paleo Tsunami di Simeulue (Aceh). https://www.ibnurusydy.com
Sanny, T.A. (2007). The Smong Wave from Simeulue: Awakening and Changing. Simeulue: Pemerintah Kabupaten Simeulue.
Sari, R.H., Husin, T., & Syamsidik. (2016). Kearifan Lokal Smong Masyarakat Simeulue Dalam Kesiapsiagaan Bencana 12 Tahun Pasca Tsunami. Jurnal Ilmu Kebencanaan (JIKA), Volume 3, No. 1, Februari 2016.
Kearifan Local SMONG Dalam Konteks Pendidikan | 139
Suciani, A., Islami, Z.R., Zainal, S., Sofiyan., & Bukhari. (2018). Smong as Local Wisdom for Disaster Risk Reduction. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science 148 (2018).
Takari, M., Fadlin., & Alwi, Y.H.J. (2017). Nandong Smong Nyanyian Warisan Sarana Penyelamatan Diri Dari Bencana Tsunami Dalam Budaya Suku Simeulue di Desa Suka Maju: Kajian Musikal, Tekstual, Fungsional dan Kearifan Lokal. Laporan Penelitian. Departemen Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.
140 | Kearifan Local SMONG Dalam Konteks Pendidikan
Lampiran 1
Pulau Simeulue
Simeulue merupakan gugusan kepulauan yang terletak di Samudera Hindia yang terdiri dari 147 pulau besar dan kecil di wilayah sebelah barat Pulau Sumatera. Simeulue juga merupakan nama kabupaten dengan ibukotanya Sinabang dengan jarak 105 mil laut dari Meulaboh ibukota kabupaten Aceh Barat. Simeulue terletak di sebelah Barat Daya Provinsi Aceh, berjarak 105 Mil laut dari Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat, atau 85 Mil Laut dari Tapak Tuan, Kabupaten Aceh Selatan. Secara astronomis Simeulue terletak pada 2° 15′ − 2 ° 55 ′ lintang utara dan 95° 40′ − 96° 30′ bujur timur.
Simeulue merupakan gugus kepulauan yang berjumlah 147 pulau besar dan kecil. Dari 147 pulau, hanya tiga pulau yang berpenghuni yaitu Pulau Simeulue, Pulau Siumat dan Pulau Teupah. Luas keseluruhan Kabupaten Simeulue adalah 1.838,09 Km2 atau 183.809 Ha. Pulau yang terbesar adalah Pulau Simeulue, dimana lebih dari 90% (88.335 orang) dari total populasi kepulauan tinggal disana (BPS Kabupaten Simeulue, 2018). Kabupaten Simeulue memiliki jumlah penduduk 88.335 jiwa dengan kepadatan penduduk pada tahun 2015 tercatat sebesar 48,48 jiwa/Km².
Kearifan Local SMONG Dalam Konteks Pendidikan | 141
Lampiran 2
142 | Kearifan Local SMONG Dalam Konteks Pendidikan
Lampiran 3
Kenampakan Alam Pulau Simeulue
Simeulue merupakan gugus kepulauan yang berjumlah 147 pulau besar dan kecil. Dari 147 pulau, hanya tiga pulau yang berpenghuni yaitu Pulau Simeulue, Pulau Siumat dan Pulau Teupah. Kepulauan ini dikelilingi oleh Samudera Hindia yang luas, karena itu Kepulauan Simeulue memiliki curah hujan yang tinggi. Selama tahun 2016 curah hujan di wilayah Simeulue mencapai 3.761 mm/tahun dan hari hujan sebanyak 254 hari. Karena terletak di lautan lepas, secara umum gelombang laut di sepanjang pantai Pulau Simeulue relatif besar.
Topografi Pulau Simeulue terdiri dari kawasan pegunungan dan dataran. Titik terendah Pulau Simeulue terletak pada nol meter di atas permukaan laut. Sedangkan titik tertingginya terletak pada 600 meter di atas permukaan laut. Sebagian besar wilayahnya terletak pada ketinggian 0-300 meter di atas permukaan laut dan sisanya merupakan daerah berbukit-bukit dengan kemiringan di bawah 180 yang terletak ditengah pulau. Bukit-bukit kecil biasanya ditemukan 50–200 m dari pantai.
Selain bentang alam yang khas, Simeulue yang berada di tepi jalur pertemuan lempeng benua Indo-Australia dan Eurasia itu juga memiliki sistem tektonik yang unik. Dari sisi jalur subduksi, pulau yang luasnya hanya sekitar 2.000 kilometer persegi itu tepat di titik
Kearifan Local SMONG Dalam Konteks Pendidikan | 143
pertemuan segmen Nicobar-Andaman dan Nias-Simeulue. Adapun di bagian tengah pulau, terdapat sistem tektonik sendiri yang menghasilkan zona ”tektonik pelana”. Kondisi ini menyebabkan Simeulue seperti papan jungkat-jungkit. Jika terjadi gempa di segmen Nicobar-Andaman, sisi utara Pulau Simeulue akan terangkat. Hal ini terjadi saat gempa pada 26 Desember 2004. Jika gempa terjadi di segmen Nias-Simeulue, sisi selatan pulau yang terangkat, sebagaimana terlihat saat gempa berkekuatan 8,7 skala Richter pada 28 Maret 2005. Pengangkatan di sisi utara dan selatan itu menyebabkan sisi bagian tengah pulau yang tidak dipengaruhi kedua segmen itu posisinya menjadi lebih rendah dibandingkan kedua sisi pulau.
144 | Kearifan Local SMONG Dalam Konteks Pendidikan
Lampiran 4
Kearifan Local SMONG Dalam Konteks Pendidikan | 145
Smong hadir di kehidupan masyarakat Simeulue sejak tahun 1907, yaitu ketika terjadi tsunami yang menghantam Pulau Simeulue. Tsunami tahun 1907 yang disinyalir akibat adanya pergerakan lempeng Indo-Australia dan lempeng Eurasia. Berdasarkan catatan sejarah, pada hari Jum‟at, 14 Januari 1907, masyarakat di daerah Salur Kecamatan Teupah Selatan yang ketika itu
Lampiran 5
Kearifan Lokal Smong
Pada tanggal 26 Desember 2004, gempa besar Sumatera-Andaman memicu tsunami besar yang dikenal dengan Tsunami Aceh. Tsunami Aceh tersebut menewaskan lebih dari 250.000 orang di empat belas negara dan membanjiri masyarakat pesisir dengan gelombang sampai 30 meter. Gempa ini terjadi di Samudera Hindia hanya 160 km dari utara Pulau Simeulue, akan tetapi hanya tujuh orang dilaporkan tewas akibat tsunami 2004 di Pulau Simeulue, hal ini karena masyarakat Simeulue memiliki kearifan lokal smong. Kata "Smong" berasal dari bahasa Devayan dan berarti percikan air atau gelombang pasang. Smong juga bisa diterjemahkan sebagai air laut yang mengotori tanah. Kata ini juga digunakan untuk tsunami. Sebagian besar orang Simeulue mengaitkan kata smong dengan fenomena yang mengikuti gempa kuat, yaitu surutnya air laut, dan gelombang besar yang menyapu daratan atau lebih dikenal dengan istilah tsunami (dalam bahasa Jepang).
146 | Kearifan Local SMONG Dalam Konteks Pendidikan
sedang menunaikan ibadah Shalat Jum‟at, merasakan adanya guncangan gempa yang cukup kuat.
Sesaat setelah gempa itu terjadi, terlihat air laut surut, dan masyarakat berduyun-duyun berlari kearah pantai untuk mengambil ikan yang menggelapar-gelepar. Dalam hitungan menit, air laut yang tadinya surut kembali dalam wujud gelombang besar. Masyarakat yang sedang sibuk mengambil ikan di pantai sontak terkejut dan berusaha untuk berlari menghindari daerah pantai tersebut. Akan tetapi kecepatan masyarakat berlari tak mampu mengimbangi kecepatan gelombang smong yang datang. Korban nyawa, kehancuran bangunan dan kehilangan harta bencana tak dapat terelakkan.
Setelah kejadian smong tahun 1907 tersebut, masyarakat yang masih trauma dengan kejadian tersebut, kemudian mengembangkan cerita pengalaman 1907 sebagai upaya membangun sikap kewaspadaan dan siaga. Cerita ini kemudian diwariskan dari generasi ke generasi, salah satunya melalui syair smong. Syair smong adalah jenis pantun atau nyanyian yang berkisah tentang peristiwa tsunami yang menghantam pulau Simeulue pada tahun 1907 silam. Dalam hal ini syair smong juga menceritakan tanda-tanda tsunami, dan cara penyelematan diri dari tsunami tersebut. Berikut adalah Syair Smong dalam bahasa Devayan/Simulul:
Enggelan mon sao surito (dengarlah suatu kisah) Inang maso semonan (pada zaman dahulu kala) Manoknop sao fano (tenggelam suatu desa) Uwillah da sesewan (begitulah dituturkan)
Kearifan Local SMONG Dalam Konteks Pendidikan | 147
masyarakat lain. Ini berlanjut hingga hari ini. Syair
Unen ne alek linon (gempa yang mengawali) Fesang bakat ne mali (disusul ombak raksasa) Manoknop sao hampong (tenggelam seluruh negeri) Tibo-tibo mauwi (secara tiba-tiba)
Anga linon ne mali (jika gempanya kuat) Oek suruik sauli (disusul air yang surut) Maheya mihawali (segeralah cari tempat) Fano me singa aktaek (dataran tinggi agar selamat)
Ede smong kahan ne (itulah smong namanya) Turiang da nenek ta (sejarah nenek moyang kita) Mi redem teher ere ( ingatlah ini semua) Pesan nafi-nafi da (pesan dan nasehatnya)
Smong dumek-dumek mo (tsunami air mandi mu) Linon uak-uwak mo (gempa ayunan mu) Eklaik kedang-kedang mo (petir gendang-gendang mu) Kilek suluh-suluh mo (kilat lampu-lampu mu)
Saat tsunami tahun 2004, masyarakat sudah tahu langkah apa yang harus diambil ketika tsunami datang. Pesan leluhur dari syair itu menyebutkan bahwa, jika ada gempa kuat, diikuti dengan surutnya air laut, jangan pergi ke pantai untuk mengambil ikan yang bermunculan di tepi pantai, karena smong akan segera datang. Jika itu terjadi, lari ke gunung untuk menyelamatkan diri. Bawa anak-anak, orang tua, dan wanita melarikan diri dari pantai, sambil berteriak: “Smong... smong... smong....” untuk memberitahukan ke
148 | Kearifan Local SMONG Dalam Konteks Pendidikan
smong mampu meminimalkan korban di Simeulue. Syair ini turun temurun, yang dalam bentuk nasehat adalah kearifan lokal yang harus dijaga dan dilestarikan mengingat Aceh khususnya Simeulue adalah daerah rawan bencana gempa dan tsunami.
Dicetak oleh :
Percetakan & PenerbitSYIAH KUALA UNIVERSITY PRESS
Darussalam, Banda Aceh
Dr. Mirza Desfandi, S.Pd., M.Soc.Sc