Dokumen.865789 Write

download Dokumen.865789 Write

of 61

description

Mata Kuliah

Transcript of Dokumen.865789 Write

BAB I

PAGE

MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA SEKOLAH DASAROleh,

Maxinus Jaeng

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPAFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDDIDIKAN

UIVERSITAS TADULAKO

2010KATA PENGANTARSyukur penulis haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang, Karena berkat dan rahmatNya, maka tulisan ini dapat diselesaikan. Buku ini berisi 7 bab yang berkaitan dengan Belajar dan Pembelajaran Matematika. Dalam bab 1 dibahas mengenai hakikat belajar dan pembelajaran, bab 2 mengenai Perkembangan Teori-teori Belajar dan Pembelajaran, bab 3 mengenai Teori Belajar/Pembelajaran Berdasarkan Nama Pakar, bab 4 mengenai pembelajaran dan belajar objek matematika, bab 5 mengenai Model Pembelajaran Matematika, dan bab 6 mengenai Pendekatan dan Metode Pembelajaran Matematika.

Buku ini disusun sedemikian rupa sehingga dapat bermanfaat bagi para mahasiswa yang mengikuti kuliah atau yang sedang mendalami Model, pendekatan dan metode Pembelajaran, dan bagi para guru selain untuk memperluas wawasan tentang berbagai aspek belajar dan pembelajaran, khususnya yang berhubungan dengan model, pendekatan dan metode pembelejaranj, uga sebagai upaya memperbaiki pembelajaran matematika di kelas.

Buku ini masih memiliki banyak kelemahan, baik dari segi tata tulis, maupun dari segi kajian, karena itu dengan kerendahan hati penulis mengharapkan mesukan-masukan yang konstruktif dari pembaca. Terima kasih.

Penulis

DAFTAR ISI

HalamanHalaman JudulKata Pengantar

Daftar Isiiii

iii

BAB I PEMBELAJARAAN DAN BELAJAR OBJEK MATEMATIKA

A. Pembelajaran Fakta Matematika

B. Pembelajaran Keterampilan Matematika

C. Pembelajaran Konsep Matematika

D. Pembelajaran Prinsip Matematika

DAFTAR PUSTAKA

12234

6

BAB II MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA

A. Model Pembelajaran Langsung

B. Model Pembelajaran Kooperatif

(1) Tipe Student Teams Achivement Devision (STAD)

(2) Tipe Team Asisted Instruction (TAI)

(3) Tipe Jigsaw

(4) Tipe Investigasi Kelompok (IK)

(5) Tipe Numbered Heads Together (NHT)

(6) Tipe Cek Berpasangan

(7) Tipe Corners

(8) Tipe Round Table

(9) Tipe Send A- Problem

(10) Tipe Think-Pair-Share (berpikir-berbagi-berpasangan)

C. Model Pembelajaran Cara Perseortangan dan Kelompok Kecil

DAFTAR PUSTAKA

BAB III PENDEKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA

A. Pendekatan Induktif

B. Pendekatan Deduktif

C. Kombinasi Pendekatan Induktif dan Deduktif

D. Pendekatan Realistik

E. Pendekatan Tematik

BAB IV METODE PEMBELAJARAN MATEMATIKA

A. Metode Ceramah

B. Metode Ekspositori

C. Metode Demonstrasi

D. Metode Latihan

E. Metode Tanya Jawab

F. Metode Diskusi

G. Metode Permainan

H. Metode Laboratorium

I. Metode Kerja Lapangan

J. Metode Karya Wisata

K. Metode Penemuan

L. Metode Inkuiri

M. Metode Pemecahan Masalah

N. Metode Resitasi (pemberian Tugas)

O. Petode Proyek

P. Panduan Kombinasi Metode-metode Pembelajaran

DAFTAR PUSTAKA

7

9

12

15

16

17

18

19

20

20

21

21

21

22

37

38

38

39

40

41

44

44

44

44

45

46

46

47

47

48

48

48

48

49

49

49

49

51

BAB I

PEMBELAJARAN DAN BELAJAR OBJEK MATEMATIKAMenurut Gagne, secara garis besar ada dua macam objek yang dipelajari pebelajar dalam matematika, yaitu objek-objek langsung (direct objects) dan objek-objek tak langsung (indirect objects). Objek-objek langsung dari pembelajaran matematika terdiri atas fakta-fakta matematika, keterampilan-keterampilan (prosedur-prosedur) matematika, konsep-konsep matematika, dan prinsip-prinsip matematika.

Objek-objek tak langsung dari pembelajaran matematika meliputi kemampuan terhadap matematika, ketelitian, ketekunan, kedisiplinan, dan hal-hal lain yang secara implisit akan dipelajari jika pebelajar mempelajari matematika. Hal-hal yang dapat dimasukkan ke dalam objek tak langsung matematika antara lain berupa kemampuan membuktikan teorema, kemampuan memecahkan masalah, transfer belajar, belajar tentang belajar, kemampuan inkuiri, dan disiplin diri.

Penjelasan tentang objek-objek langsung dari matematika:

1. Fakta-fakta matematika adalah konvensi-konvensi (kesepakatan) dalam matematika yang dimasukkan untuk memperlancar pembicaraan-pembicaraan di dalam matematika, seperti lambang-lambang yang ada dalam matematika. Kesepakatan bahwa pada garis bilangan yang horizontal, arah ke kanan dari titik nol (0) menunjukkan bilangan-bilangan positif yang semakin besar, sedangkan kearah ke kiri menunjukkan bilangan-bilangan negatif yang semakin kecil, dan sebagainya.

Di dalam matematika, fakta merupakan sesuatu yang harus diterima begitu saja, karena itu sekadar merupakan kesepakatan. Misalnya, lambang untuk bilangan lima adalah5 (dalam sistem lambang bilangan Hindu-Arab) atau V (dalam sistem lambang bilangan Romawi). Juga, lambang + adalah lambang untuk operasi penjumlahan dan lambang A ( B adalah lambang untuk gabungan antara dua himpunan A dan himpunan B. Di dalam matematika, tidak lagi dipersoalkan mengapa lambang bilangan lima adalah 5 (dalam sistem Hindu-Arab), dan bukan lambang yang lain. Juga tidak lagi dipersoalkan mengapa lambang untuk gabungan dua himpunan adalah ( dan bukan lambang lain. Menurut Gagne, fakta hanya bisa dipelajari melalui pemkaian berulang-ulang dan dihafal.

2. Ketrampilan-keterampilan matematika adalah operasi-operasi dan prosedur-prosedur untuk mencari (memperoleh) sesuatu hasil tertentu.dalam matematika. Operasi atau prosedur ini sering disebut sebagai algoritma. Algoritma digunakan untuk mengarahkan pebelajar atau matematisi dalam menyelesaikan masalah matematika dengan cepat dan tepat. Misalnya keterampilan matematika dalam, proses mencari jumlah dua bilangan, proses mencari kelipatan persekutuan terkecil dari dua bilangan, proses mencari turunan (derivative) suatu fungsi, proses mencari akar suatu persamaan kuadrat, dan sebagainya.

3. Konsep-konsep matematika adalah suatu ide abstrak yang memungkinkan orang mengklasifikasikan apakah sesuatu objek tertentu merupakan suatu contoh atau bukan contoh dari ide abstrak tersebut. Suatu konsep yang berada dalam lingkup matematika disebut konsep matematika. Segitiga, persegipanjang, persamaan, pertidaksamaan, bilangan cacah, pecahan, masing-masing merupakan konsep matematika. Demikian pula relasi, fungsi, konstanta, variabel (peubah), segitiga sama kaki, dan lain-lain, masing-masing merupakan konsep matematika.

4. Prinsip-prinsip matematika adalah suatu pernyataan yang bernilai bebar, yang memuat dua konsep atau lebih dan menyatakan hubungan antara konsep-konsep tersebut. Beberapa contoh prinsip dalam matematika (atau prinsip matematika):1) Hasil kali dua bilangan p dan q sama dengan nol jika dan hanya jika p = 0 atau q = 0. Prinsip ini juga dapat ditulis dengan lambang matematika sebagai berikut:

2) p.q = 0 ( p = 0 atau q = 0

3) Pada setiap segitiga siku-siku, kuadrat panjang sisi miring (hipotenusa) sama dengan jumlah kuadrat panjang kedua sisi siku-siku

4) Dua segitiga dikatakn kongruen jika dan hanya jika dua sisi dan satu sudut yang diapit yang berseuaian sama

A. Pembelajaran Fakta matematika

Fakta adalah konvensi dalam matematika, maka cara pembelajaran fakta matematka dapat dilakukan sebagai berikut:

memberi latihan dengan cara menghafal

memberi latihan praktek (drill)

dengan cara kontes

Apabila dikaitkan dengan aspek kognitif, maka pembelajaran fakta ini termasuk aspek yang paling rendah hanya berupa penanaman pengetahuan (knowledge).

Untuk mengetahuai apakah pebelajar telah mempelajari fakta, maka pembelajar dapat melakukan tes baik secara tertulis maupun secara lisan (mencongak) untuk melihat apakah pebelajar dapat menuliskan atau menyebutkan fakta tersebut dan dapat menggunakannya dengan tepat dalam situasi yang berbeda.

Dengan memperhatikaan cara pembelajaran matematika di atas, maka suatu cara yang efektif untuk mempelajari fakta adalah dengan membuatnya ke dalam pola yang bermakna atau ke dalam suatu rangkaian yang logis seperti menggunakan singkatan, sinonim, dan cara-cara lain. Menyalinnya ke dalam bentuk catatan-catatan kecil yang dapat di bawa kemana-mana dan dapat dibaca (dihafal) hampir setiap saat di setiap tempat.

B. Pembelajaran keterampilan matematika

Pengembangan penguasaan keterampilan (mental skill) atau keterampilan intelektual memang sangat diperlukan, namun keterampilan tersebut harus berlandaskan pengertian dan tidak hanya pengahafalan.

Keterampilan dikembangkan tidak hanya sekedar drill rutin dan menggunakan secara rutin dalam pemecahan masalah yang dihadapi, tetapi keterampilan dikembangkan dengan tujuan agar pebelajar dapat mengetahui bagaimana, bilamana, berapa banyak, dan dimana menggunakan kemampuan tersebut. Untuk pelaksanaan pembelajaraan keterampilan dapat ditempuh langkah-langkah sebagai berikut:

(1) Kembangkan pengertian lebih dahulu, sesudah itu baru keterampilan.

(2) Hindarkan keterampilan yang berupa drill rutin yang mengarah ke mekanis.

(3) Hindarkan pemberian materi drill yang sama dan membosankan, berikan soal yang bervariasi (soal yang mirip boleh diberikan berulang-ulang kepada pebelajar yang tidak dapat menyelesaiakan tugas sebelumnya dengan baik).

(4) Berikan hadiah/penguatan untuk memberikan rasa kepuasan pada pebelajar yang mencapai hasil yang optimal.

(5) Gunakan ide-ide untuk menetapkan dan memantapkan drill.

(6) Kaitkan keterampilan baru dengan keterampilan lama yang telah dipelajari sebelumnya. Keterampilan mengggambar kubus digunakan untuk menggambar balok.

(7) Betulkan segera, jika ada kesalahan, maksudnya berikan arahan kepada pebelajar yang mengerjakan soal salah.

(8) Analisis semua aspek keterampilan yang mungkin.

(9) Bangkitkan minat ingin tahu pebelajar.

Dengan memperhatikan langkah-langkah pembelajaran keterampilan matematika di atas, maka untuk belajar keterampilan matematika, perlu diperhatikan dua jenis keterampilan, yaitu ketermpilan psikomotor, dan keterampilan intelektual. Keterampilan matemnatika termasuk keterampilan intelektual, sedangkan keterampilan psikomotor dalam matematika dinyatakan sebagai keterampilan kinestetik, misalnya keterampilan membuat grafik yang baik secara manual (tanpa bantuan komputer), keterampilan menggambar bangun geometri (datar atau ruang).

Untuk mempelajari keterampilan matematika yang baik, pebelajar perlu melakukan pengulangan atas kegiatan yang terdahulu. Misalnya belajar menyelesaikan persamaan kuadrat dengan cara pemfaktoran. Apabila pebelajar mengerjakan soal dengan cara yang sama berulang-ulang, maka diharapkan pada saat ulangan/ujian, pebelajar tersebut dapat menyelesaikan soal yang mirip dengan cepat, karena algoritmaanya secara tak langsung sudah terhafal. Demikian juga, apabila pebelajar diberi tugas menggambar bangun ruang berulang-ulang, maka diharapkan pebelajar akan dapat memnggambar bangun ruang dengan baik dan benar, yaitu kemampuan kinestetiknya telah berjalan dengan baik.

C. Pembelajaran Konsep matematika

Untuk pembelajaran suatu konsep yang lebih kompleks biasanya diperlukan pengetahuan prasyarat untuk konsep tersebut. Misalnya untuk mempelajari konsep fungsi diperlukan konsep relasi. Sedangkan konsep titik, garis, bidang yang mungkin tidak dapat didefinisikan secara verbal, maka untuk pemahaman konsep ini diberikan dengan contoh. Untuk memahami konsep titik direpresentasikan dengan ujung pensil yang runcing, untuk garis direpresentasikan dengaan benang, tali yang tegang (sebagai garis lurus), permukaan buku untuk menunjukkan bidang datar.

Pendekatan untuk pembelajaraan konsep matematika dapat dilakukan sebagai berikut:

(1) Dengan menunjukkan objek-objek, berupa gambar-gambar atau pernyataan-pernyataan, selanjutnya meminta pebelajar menunjukkan mana yang contoh dan mana yang bukan contoh.

(2) Dengan pendekatan induktif, yaitu pendekataan yang dimulai dari contoh-contoh dan diikuti dengan definisi. Pendekatan induktif dapat dilakukan secara kontektual, atau pendekatan realistik

(3) Dengan pendekatan deduktif, yaitu dari definisi dan selanjutnya diberikan contoh-contoh

(4) Dengan menggunakan kombinasi pendekatan enduktif dan deduktif.

(5) Dengan pendekatan proses.

Untuk memilih pendekatan mana yang cocok dalam pembelajaran suatu konsep matematika perlu pertimbangan kemampuan intelektual pebelajar. Untuk tingkat pendidikan dasar sebaiknya digunakan pendekatan induktif, secara kontekstual atau penedekatan realistik. Sedangkan untyuk tingkat pendidikan menegah sudah harus dimulai dengan pendekatan deduktif, karena salah satu karakteristik matematika adalah deduktif aksiomatik.

Pembelajaran konsep dengan pendekatan keterampilan proses dilakukan dengan memberi petunjuk kepada pebelajar untuk melakukan kegiatan pengamatan, interpertasi hasil pengamatan, peramalan, pengkajian, generalisasi/abstraksi penemuan, penerapan dan komunikasi.

Dengan pengamatan pebelajar dapat memberikan tanggapan atau persepsi terhadap masalah yang diamati dengan bantuan tanggapan yang sudah ada, sehingga pebelajar mendapat kesempatan untuk menghubungkan pengertain lama (pengetahuan prasyarat) melalui aslimilasi dan akomodasi., dengan generalisasi atau abstraksi. Dengan demikian pebelajar mendapat kesempatan untuk memperoleh pengertiaan dan membedakan sesuatu dari yang lain. Selanjutnya dengan menggunakan pengertian yang telah dimiliki, pebelajar menerapkan pada pemahaman pengertian yang lain.

Agar pengertian/pemahaman yang dimiliki pebelajar itu dapat diyakini kebenarannya, maka perlu mengkomunikasikan dengan orang lain, mungkin dalam bentuk diskusi atau tulisan yang dapat dibaca orang (teman sebaya), dan akan timbul tanggapan atau kritikan dari orang lain atau mendukung pengertian yang telah dipahami tersebut.

Karena di dalam bagian matematika ada kehirarkiaan, maka belajar konsep suatu bagian matematika yang lebih tinggi tentu mempunyai hubungan dengan konsep dasar sebelumnya yang sudah harus dikuasai. Misalnya pebelajar yang akan belajar turunan fungsi trigonometri, maka pebelajar tersebut harus menguasai fungsi sinus dan kosinus jumlah dan dua sudut [sin (a+b) atau cos (a+b)]. Selanjutnya agar pebelajar dapat belajar konsep matematika dengan baik, maka pebelajar harus melakukannya secara kontinu dengan memperhatikan prasyarat yang hendak dipelajari itu. Karena belajar matematika yang terputus-putus akaan mengganggu terjadinya proses belajar.

Untuk mengetahui pebelajar telah belajar konsep dapat dilakukan dengan evaluasi (tes) berrupa tes proses dan tes hasil akhir dengan memperhatikan kondisi-kondisi internal dan eksternal.

(1) kondisi internal adalah kondisi yang ada dalam diri pebelajar.Pebelajar harus dapat mengerti sifat-sifat yang terkandung di dalam konsep dan dapat membedakannya dengan yang lain.

(2) Kondisi eksternal adalah kondisi yang diciptakan/diarahkan pembelajar. Konsep dapat dipelajari pebelajar melalui definisi atau observasi langsung. Misalnya pebelajar dapat mengelompokkan objek-objek dalam kelompok persegipanjang dan bukan persegipanjang.D. Pembelajaran Prinsip matematika

Karena prinsip merupakan rangkaian hubungan antara berbagai objek matematika, maka pembelaran prinsip matematika dilakukan melalui kombinasi cara-cara pembelajaran objek matematika yang terkait dalam hubungan tersebut. Untuk memperjelas hubungan antara objek matematika di dalam prinsip matematika, kita perhatikan contoh prinsip matematika, yaitu rumus Phytagoras, yaitu kuadrat hipotenusa (sisi miring) sama dengan jumlah kuadrat sisi-sisi siku-siku. Dalam segitiga ABC siku-siku di C, maka c2 = a2 + b2

Dari rumus tersebut dapat kita kategorikan kemampuan pebelajar sebagai berikut:

(a) Apabila pebelajar hanya mengingat rumus penyelesaaian persaamaan kuadrat tersebut, maka kemampuan pebelajar hanya sampai pada penguasaan fakta.

(b) Apabila pebelajar dapat mensubtitusikan bilangan ke dalam rumus tersebut, maka kemampuan pebelajar sampai pada kemampuan keterampilan.

(c) Apabila pebelajar dapat mengklasifikasikan 5, 3, dan 4 sebagai konstanta, dan, a, b, c sebagai variabel pada persamaan c2 = a2 + b2 serta dapat menggunakan rumus untuk menyelesaikan persaamaan tersebut, maka kemampuan pebelajar sampai pada mengerti konsep.

(d) Apabila pebelajar dapat menurunkan/membuktikan rumus penyelesaian persaamaan kuadrat dan dapat menerangkan penurunan rumus tersebut kepada orang lain, maka pebelajar telah menguasai prinsip.

Berkenaan dengan pembelajaran objek matematika di atas, Bell (1981) mengemukakan aktivitas pembelajar dalam pembelajaran keterampilan, konsep dan prinsip sebagai berikut:Tabel 4.1

HUBUNGAN KESESUAIAN AKTIVITAS DENGAN OBJEK MATEMATIKAAktivitasObjek matematika

1) Diskusi objekmatematika dengan pebelajar2) Tentukan nama keterampilan, konsep, atau prinsip

3) Identifikasi dan diskusikan keterampilan, konsep, dan prinsip berdasarkan strategi praasesmen

Keterampilan, koncep, prinsip

Keterampilan, konsep, prinsip

Keterampilan, konsep, prinsip

Keterampilan, konsep, prinsip

4) Kembangkan keterampilan melalui contoh. Definisikan konsep, Simpulkan atau demonstrasikan prinsip5) Demonstrasikan keterampilan, konsep, atau prinsip dengan beberapaa contoh yang relevan.

6) Berikan kesempatan kepada pebelajar untuk mengembangkan algoritma untuk keterampilan.

Berikan contoh perbandingan untuk konsep.

Aplikasikan prinsip dalam beberapa kasus. Keterampilan, koncep, prinsipKeterampilan, konsep, prinsip

Keterampilan

Konsep prinsip

7) Berikan kepada pebelajar untuk latihan praktek keteramilan

Beri kesempatan kepada pebelajar untuk mengidentifikasi dimensi-dimensi konsep yang tidak relevan.

Evaluasi ketuntasan pebelajar terhadap prinsip melalaui strategi postasesmen.

8) Evaluasi ketuntasan keterampilan pebelajar. Beri kesempatan kepada pebelajar untuk latihan praktek penggunaan konsep.

9) Eavluasi ketuntasan konsep pebelajarKeterampilan

konsep

prinsip

Keterampilan

konsep

konsep

Ketiga aktivitas pertama merupakan aktivitas untuk memulai pembelajran sebagai pembangkit minat pebelajar untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran matematika. Aktivitas ini bertujuan: (1) mempersiapkan pebelajar untuk belajar matematika, (2) memotivasi pebelajar, yaitu memberi rangsangan agar ada dorongan dari dalam diri pebelajar untuk belajar matematika.

Ketiga aktivitas berikutnya merupakan aktivitas kegiatan pembelajaran matematika untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, sedangkan tiga aktivitas terakhir merupakan kegiatan ecaluasi sebagai umpan balik, untuk mengetahui keberhasilan proses pembelajaran.

Secara umum kondisi untuk memperlajari prinsip matematika sama dengan kondisi mempelajari konsep matematika. Karena prinsip matematika merupakan rangkaian dari beberapa objek matematika, maka belajar prinsip matematika dapat ditempuh langkah-langkah berikut:

(1) Pikirkan pola hubungan antar objek matematika yang terkandung di dalam prinsip tersebut

(2) Pikirkan objek matematika yang telah dipelajari sebelumnya yang merupakan prasyarat bagi prinsip tersebut.

(3) Lakukan kegiatan mulai dengan mengumpulkan informasi berupa fakta yang ada dalam prinsip tersbut.

(4) Lakukan manipulasi fakta yang ada sebagai kegiatan keterampilan dan mencari pola hubungan antar konsep pendukung prinsip tersebut.

(5) Perluaslah hubungan dengan mengerjakan ulang berbagai contoh dan menggunakan nya pada berbagai latihan sebagai penerapan prinsip tersebut.

(6) Akhirnya lakukan kegiatan belajar ini sedapat mungkin secara kontinu dan bertahap dari yang konkret ke yang abstrak, dari yang sederhana ke yang kompleks.

SOAL LATIHAN 4I. JELASKAN DENGAN BAGAIMANA PEMBELAJARAN OBJEK MATEMATIKA BERIKUT DI SD

1. FAKTA MATEMATIKA2. KETERAMPILAN MATEMATIKA

3. KONSEP MATEMATIKA

4. PRINSIP MATEMATIKA

II. BAGAIMANA ANDA SEBAGAI PEMBELAJAR MENJELASKAN CARA MURID ANDA BELAJAR OBJEK MATEMATIKA DI SEKOLAH DASAR

1. FAKTA MATEMATIKA

2. KETERAMPILAN MATEMATIKA

3. KONSEP MATEMATIKA

4. PRINSIP MATEMATIKA

III. BERIKAN CONTOH PEMBELAJARAN MATEMATIKA YANG BERHUBUNGAN DENGAN OBJEK MATEMATIKA.

DAFTAR PUSTAKA

Arends, Richard I. 1998. Learning to Teach. Mac Graw Hiil, Boston

---------------------. 2001. Learning to Teach. Mac Graw Hiil, Boston

Bell, Frederik H. 1981. Teaching and Learning Mathematics. WM C Browm Company Publishers, Iowa.

Borich, Gary D. 1994. Observation Skills for Effective Teaching, Second Edition. Macmillan Publishing Company, New York.

Bruner, Jarome S. 1977. The Process of Education. Harvard University Press, Cambridge, Massachusetts.

Nur, Mohamad.. 2000. Strategi-Strategi Belajar Pusat Studi Matematika dan IPA sekolah UNESA, Surabaya.

Kurikulum. 2002. Kurikulum dan Hasil Belajar Rumpun Pelajaran Matematika. Pusat Kurikulum Balitbang, Depdiknas, Jakarta.BAB IIMODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Sebelum pelaksanaan pembelajaran, seorang pembelajar senantiasa melakukan perencanaan sebagai berikut:

1) Menetapkan model Pembelajaran yang merangkul2) Merancang strategi yang mantap

3) Menentukan pendekatan yang cocok

4) Memilih metode yang sesuai/relevan

5) Menerangkan dengan teknik yang tepat

6) Menggunakan taktik yang akurat

7) Menampilkan siasat yang jitu.

Memperhatikan urutan kegiataan yang dialkukan pembelajar dalam merencanakan pembelajaran, maka dapat dikatakan bahwa model mencakup strategi, pendekatan, metode, maupun teknik. Taktik yang akurat dan siasat yang jitu dilakukan pembelajar berdasarkan pengalaman atau berdasarkan kemampuan pembelajar pada saat situasi keadaan kelas yang memerlukan penangan khusus dari pembelajkar. Misalnya ketika pembelajar memperhatikan ekspresi pebelajar yang bingun, pembelajar dapat menggunakan suatu atktik yang akurat dan apabila perlu sampai pada siasat yang jitu yang memungkinkan pebelajar memahami penjelasan pembelajar.

Berikut ini disajikan jenjang rangkuman perencanaan kegiaaan pembelajaran di kelas:

Model

Strategi

Pendekatan

Metode

Teknik

Taktik

siasat

Secara umum model dapat diartikan sebagai barang atau benda tiruan dari benda yang sesungguhnya, misalnya, model bangun geometri, seperti kubus, balok dan sebagainya; juga misalnya globe adalah model dari bumi. Secara khusus model diartikan sebagai kerangka konseptual sebagai cetak biru yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan sesuatu kegiatan.

Atas dasar pemikiran tersebut maka dalam penelitian ini, model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan (disepakati). Model pembelajaran berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pengajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran. Dengan demikian aktivitas pembelajaran benar-benar merupakan kegiatan bertujuan yang tertata secara sistematis.

Dalam rangka pemanfaatan model yang telah ada, Joyce dan Weil (1992) telah menyajikan model mengajar yang tidak semata-mata menyangkut kegiatan pembelajar tetapi lebih menitikberatkan pada aktivitas belajar pebelajar. Hal ini ditegaskan oleh Joyce dan Weil (1992) bahwa model-model mengajar sesungguhnya adalah model-model belajar, yaitu kita membantu para pebelajar memperoleh informasi, ide, keterampilan, nilai, cara berpikir, sarana untuk mengekspresikan dirinya, dan cara-cara belajar bagaimana belajar. Karena itu menurut peneliti untuk ungkapan model mengajar lebih tepat digunakan ungkapan model pembelajaran, karena dengan pembelajaran kegiatan mengajar belajar lebih berpusat pada pebelajar, sedangkan dengan istilah model mengajar terkesan kegiatan mengajar belajar lebih berpusat pada pembelajar.

Dengan demikian, maka model pembelajaran matematika sekolah adalah suatu pola yang elukiskan prosedur yang sistematis yang digunakan untuk membantu pebelajar belajar bagaimana belajar memperoleh informasi, ide-ide, keterampilan, nilai, cara berpikir, mengekspresikan dirinya untuk mencapai tujuan yang ditetapkan (disepakati), dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran matematika sekolah.Dalam pengembangan model pembelajaran perlu diperhatikan ciri-ciri khusus yang tidak dimiliki oleh strategi atau prosedur tertentu. Ciri-ciri tersebut adalah (1) rasional teoretik yang logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya, (2) landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana pebelajar belajar yang mengarah tujuan pembelajaran yang akan dicapai, (3) perilaku mengajar yang diperlukan agar model dapat dilaksanakan dengan berhasil, dan (4) lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai (Kardi dan Nur; 2000a).

Joyce dan Weil (1992) mengemukakan bahwa setiap model belajar mengajar memiliki unsur-unsur (1) sintaks, (2) sistem sosial, (3) prinsip reaksi, (4) sistem pendukung, dan (5) dampak instruksional dan dampak pengiring. Sedangkan Arends (2001) mengemukakan adanya 4 unsur, yaitu: (1) tujuan, (2) sintaks, (3) lingkungan belajar, dan (4) sistem manajemen.

Unsur tujuan pembelajaran menurut Arends berkaitan dengan unsur dampak instruksionaal dan dampak pengiring dari Joice dan Weill. Unsur sintaks dari Arends sama dengan unsur sintaks dari Joice dan Weill. Unsur lingkungan belajaar menurut Arends berkaitan dengan unsur sistem social dan prinsip reaksi dari Joice dan Weill. Selanjutnyaunsur sistem manjemen dari Arends meliputi (1) penanganan kondisi pebelajar, (2) penyesuaian terhadap kecepatan penyelesaian tugas yang berbeda, (3) pengelalaan kerja pebelajar, dasn (4) pengelolaan bahan dan peralatan. Dengan demikian unsur sistem manajemen dari arends berkaitan dengan unsur-unsur sisstem social, prinsip reaksi, dan sistem pendukung dari Joice dan Weill.

Tabel 2.1Keterkaitan Komponen Model Pembelaajaran Antara Model Joice & Weill Dengan Model ArendsJOICE & WEILLARENDS

Dampak Instruksional Dan Dampak Pengiring Tujuan

Sistem Sosial dan Prinsip Reaksi Lingkungan Belajar

Sistem Sosial, Pronsip Reaksi, dan Sistem Pendukung Sistem Manajemen

Sintaks Sintaks

Dengan memperhatikan keterkaitan unsur-unsur model yang dikemukakan oleh Arends dan Joice & Weill, maka setiap model pembelajaran senantiasa memiliki 5 unsur penting, yaitu: (1) sintaks, (2) sistem social, (3) pronsisp reeaaksi, (4) sistem pendukung, dan (5) dampak instruksional dan dampak pengiring.

Sintaks adalah tahap-tahap atau langkah-langkah kegiatan dari model itu yang merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam kegiatan mengajar belajar. Sintaks pembelajaran menunjukkan dengan jelas kegiatan apa yang perlu dilakukan pembelajar dan pebelajar selama kegiatan pembelajaran.Sistem sosial adalah situasi atau suasana dan norma yang berlaku dalam model itu. Iskandar dkk (1999) menyatakan bahwa sistem sosial adalah pola hubungan pembelajar dan pebelajar dalam kegiatan pembelajaran. Ada tiga macam sistem sosial yang diberi nama struktur tinggi, struktur menengah, dan struktur rendah. Pola hubungan tinggi artinya pembelajar menjadi pemegang kendali dalam kegiatan pembelajaran, komunikasi terjadi hanya satu arah. Pola hubungan menengah artinya pembelajar berperan sederajat dengan pebelajar, terjadi komunikasi dua arah yang harmonis. Pola hubungan rendah artinya pembelajar memberi kebebasan kepada pebelajar sepenuhnya untuk belajar, pebelajar sendiri mengatur cara belajarnya.

Salomon dan Perkins (1998) dalam tulisannya Individual and Social Aspect of Learning mengemukakan hubungan kelompok-perseorangan dalam pembelajaran. Salomom dan Perkins menyebutkan hubungan tersebut sebagai berikut:

Hubungan 1. Aspek kelompok dan aspek perseorangan dalam pembelajaran menunjukkan bertahannya rangkaian tingkat mediasi sosial. Dalam hubungan ini selalu ada interaksi antar individu dan anggota kelompok.

Hubungan 2. Aspek kelompok dan aspek perseorangaan dalam pembelajaran menunjukkan bertahannya rangkaian pembelajaran individual itu sendiri (aktivitas perseorangan) melalui aktivitas mandiri dan pembelajaran kelompok dengan belajar bersama (aktivitas kelompok) dengan penyebaran pengetahuan melalui partisipasi. Dalam hal ini ada hubungan sosial apabila individu itu sendiri aktif secata mandiri dan aktif berpatisipasi dalam kelompok.

Hubungan 3. Aspek perseorangan dan aspek kelompok dalam pembelajaran dapat berinteraksi di luar waktu untuk memperkuat hubungan satu dengan yang lain, yang disebut dengan relasi spiral terbalik. Dalam hal ini hubungan sosial tidak hanya terjadi di dalam kelas selama KMB, tetapi juga terjadi di luar kelas melalui kegiatan ekstra yang berkaitan dengan materi pembelajaran.

Prinsip reaksi adalah pola kegiatan yang menggambarkan bagaimana seharusnya pembelajar memberikan respons terhadap pebelajar. Prinsip ini memberi petunjuk bagaimana seharusnya pembelajar menggunakan aturan permainan yang berlaku pada setiap model. Di sini pembelajar memandang dan memberi reaksi terhadap perilaku pebelajar. Dalam pembelajaran, prinsip reaksi merupakan ciri perilaku pembelajar (prinsip-prinsip pengolahan) yang berlaku dalam model.Dengan memandang pembelajar sebagai seorang pemimpin, pola hubungan pembelajar-pebelajar dan prinsip reaksi dalam kegiatan pembelajaran, pembelajar diharapkan senantiasa dapat melaksanakan gagasan Ki Hajar Dewantara, seperti diungkapkan oleh Soedjadi (2000a) bahwa bukankah seorang pembelajar adalah juga seorang pemimpin? Dapatkah tugas sebagai pembelajar dalam pembelajaran disejajarkan dengan gagasan Ki Hajar Dewantara? Konsep dasar kependidikan Ki Hajar Dewantara yang digunakan para pamong dalam pendidikan sekaligus diterima sebagai prinsip kepemimpinan bangsa Indonesia adalah:

ing ngarsa sung tulada berarti pembelajar sebagai pemimpin (pendidik) berdiri di depan dan harus mampu memberi teladan kepada anak didiknya;

ing madya mangun karsa yang berarti bahwa seorang pemimpin (pendidik) berada di tengah dan harus mampu membangkitkan semangat, berswakarsa dan berkreasi pada anak didik;

tut wuri handayani yang berarti bahwa seorang pemimpin (pendidik) berada di belakang, mengikuti dan mengarahkan anak didik agar berani berjalan di depan dan sanggup bertanggung jawab (Idris, 1983).

Sistem pendukung adalah segala sarana, prasarana, bahan/materi pelajaran, dan alat yang diperlukan untuk melaksanakan model tersebut.

Dampak instruksional adalah hasil belajar yang dicapai langsung dengan cara mengarahkan pebelajar pada tujuan yang diharapkan. Dampak pengiring adalah hasil belajar lainnya yang dihasilkan oleh suatu kegiatan pembelajaran, sebagai akibat tercapainya suasana pembelajaran yang dialami langsung oleh pebelajar tanpa pengarahan dari pembelajar.Berikut ini dikemukakan model-model pembelajaaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran matematika di Sekolah Dasar. Model-model tersebut adalah: (1) model pembelajaran langsung, (2) model pembelajaran kooperatif, dan (3) model pembelajaran dengan cara perseorangan dan kelompok kecil (model PPKK).A. Model Pembelajaran Langsung

Pengambangan model pengajaran langsung dilandasi oleh latar belakang teoretis tertentu. Diantaranya adalah ide-ide dari sistem analisis, teori pemodelan sosial dan perilakuAnalisis sistem berasal dari berbagai bidang dan telah mempengaruhi pola berpikir dari berbagai penelitian, termasuk penelitian modcel pengajaraan langsung

Analisis sitem adalah mempelajari hubungan yang terdapat padakomponen-komponen yang saling berghantung dan merupakan suatu kesatuan. Contoh dua sistem yang sangan dikenal manusia adalah ekosistem dan sistem perdagangan nasional atau ionternasional.

Teori pemodelan perilaku dikembangkan opertama kali oleh John Donald dan Neal Miler pada tahun 1930-an dan 1940-an dengan menggunakan mekanisme observasi dan penguatan dari pengamatan konsekuensi-konsekuensi perilaku orang

Menurut Bandura, sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan secra selektif dan mengingat perilaku orang. Bandura (1977) menulis: Belajar akan sangat menghabiskan waktu dan tenaga, dan bahkan berbahaya, jika manusia harus menggantungkan diri sepenuhhnya pada hasil-hasil kegiataannya sendiri. Untungnya sebagian besaar perilaku manusia dipelajari secara observasi melalui pemodelan dari observasi terhadap perilaku orang lain. Selanjutnya dikatakan bahwa, teori pemodelan perilaku merupakan proses tiga langkah, yaitu: atensi atau perhatian, retensi, dan produksi.

Untuk memperoleh perhatian pebelajar, pembelajar dapat menggunakan isyarat yang ekspresif, misalnya menepukkan tangan, atau menggukan benda tertentu. Pembelajar dapat mengarahkan pada bagian-bagian tertentu yang penting dari pokok pembicaraan. Untuk memastikan agar perhatian dalam pengamatan tidak terlalu kompleks, pembelajar dapat membagi keterampian kompleks menjadi beberapa bagian kemudian mengajarkan bagian demi bagian secara bertahap

Untuk memastikan terjadinya retensi jangka panjang, pembelajar dapat menyediakan periode pelatihan, yang memungkinkan pebelajar mengulang keterampilan baru secara bergilir, baik melalui cara fisik atau cara mental. Untuk mengkaitkan keterampilan baru dengan pengatahuan awal pebelajar, pembelajar dapat meminta pebelajar membandingkan keterampilan baru yang didemonstrasikan dengan sesuatu yang telah diketahui dan dapat dilakukan pebelajar. Misalnya untuk menentukan FPB dan KPK dari dua bilangan, pebelajar sudah biasa dengan menggunakan pohon faktor, tetapi pembelajar dapat memdemonstrasikan cara lain untuk menentukan FPB dan KPK dari dua bilangan tanpa menggunakan pohon faktor.

Untuk memasikan sikap positif terhadap keterampilan baru, pembelajar sebaiknya memberi pujian segera pada aspek-aspek keterampilan yang dilakukan pebelajar dengan benar, selanjutnya menngidentifikasi subketerampilan yang masih sulit dilakukan pebelajar. Untuk memperbaiki subketerampilan yang salah, sebaiknya pembelajar perlu memodelkan (mendemonstrasikan) kenerja yang benar, selnjutnya meminta pebelajar mengulanginya sampai benar-benar dikasainya.

Pengajaran langsung adalah model yang berpusat pada pembelajar, dan mempunyai 5 langkah, yaitu

(1) menyiapkan pebelajar menerma pelajaran,

(2) demonstrasi,

(3) pelatihan terbimbing,

(4) umpan baik, dan

(5) pelatihan lanjutan (mandiri)

Model Pengajaran langsung mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

(1) Ada tujuan pembelajaran dan pengaruh model pada spebelajar termasuk prosedur penilaian hasil belajar

(2) Ada sintaks atau pola keseluruhan dan alur kegiatan pembelajaran

(3) Ada sistem pengolahan dan lingkungan belajar model yang diperlukan agar kegiatan pembelajrantertentu dapat berlangsung dengan berhasil

Model pengajaran langsung dirancang secara kusus untuk mengembangkan belajar spebelajar tentang pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang terstruktur dengan baik dan dapat dipelajari selangkah demi selangkah.

Pengaajaran langsung merupakan suatu pendekatan pengajaran yang cocok jika pembelajar menginginkan para pebelajarnya belajar pengetahuan deklaratif atau keterampilan tertentu, misalnya pebelajar mengetahuai rumus luass segitiga dan dapat menghitung luas segitiga dengan posisi atau keadaan tertentu.

(1) Pada pengajaran langsung terdapat lima fase yang sangat penting

(2) Pembelajar mengawali pengajaran dengan penjelasan tentang tujuan dan latar belakang pembelajaran, serta mempersipkan pebelajar untuk menerima penjelasan pembelajar(3) Fase persiapan dan motivasi ini, selanjutnya diikuti dengan presentase materi ajar yang diajarkan atau demonstrasi tentang keterampilan tertentu.

(4) Pada kegiatan pembelajaraan, juga diberikan kesempatan kepada pebelajar untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang dipelajari ke dalam situasi kehidupan nyata.TABEL 2.2SINTAKS MODEL PENGAJARAN LANGSUNG

FASEPERAN PEMBELAJAR

1) Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan pebelajar

2) Mendemonstrasikan pengetahuan atau keterampilan

3) Membimbing pelatihan

4) Mencek pemahaman dan memberikan umpan baik

5) Memberikan kesempatan untuk pelatuhaan lanjutan dan penerapan1) Pembelajar menjelaskan tujuan khusus/ indikator pembelajaran, informasi latr belakang pelajaran, pentingnya pelajaran, mempersiapkan pebelajar untuk belajar

2) Pembelajar mendemonstrasikan keterampilan dengan benar, atau menyajikan informasi tahap demi tahap

3) Pembelajar merencanakan dan memberikan bimbingan pelatuihan awal

4) Pembelajar mencek apakan pebelajar telah berhasil melakukan tugas dengan baik, memberi umpan balik

5) Pembelajar mempersiapkan kesempatan melakukan pelatihan lanjutan, dengan perhatian khusus pada penerapan kepada situasi lebih komplekss dan kehidupan sehari-hari

Pengajaran langsung memerukan perencanaan dan pelaksanaan yang sangt hati-hati di pihak pembelajar. Agar pelaksanaan pengajaran efektif, pengajaran langsung mensyaratkan tiap detail keterampilan atau isi didefinisikan secara saksama dan demonsstrasi dan jadwal pelatihan direncanakan dan dilaksanakan secara saksama

Karena model pengajaran ini berpusat pada pembelajar, maka sistem pengolahannya harus menjamin terjadinya keterlibatan pebelajar, terutamaa melalui: memperhatikan mendengarkan daan resitasi (tanya jawab) yang terencana

Dalam pembelajaran ini pembelajar tidak boeh bertindak otoriter.

Sebelum melaksanakan pengajaran langsung pembelajar senantiasa harus melakukan berikut:

1. Tugas-Tugas Perencanaan,yaitu: (1) Menetapkan Tujuan, (2) Memilih isi, (3) Melakukan analisis tugas, dan (4) Merencanakan waktu dan ruang

2. Tugas-Tugas interaktif, yaitu tugas-tugas yang dilakukan pembelajar sesuai dengan sintaks model pengajaran langsung

Sebagaiman telah disebutkan bahwa model pengajaran langsung berorientasi keterampilan dan kinerja, misalnya pada pengajaran matematika pembelajar perlu membuat perencanaan yang terurut, terstruktur dengan baik dan dapat diajarkan lewat demosntasi selangkah demi selangkah, bukan pengajaran keterampilan sosial atau kreativitas, dan proses berpikit tinggi.

Kegiatan selanjutnya pembelajar perlu merencanakan tugas latihan terbimbing dan tugas latihan lanjutan yang langsung dapat diamati pembelajar dan diberi unpan balik segera.

Dalam pengajaran langsung, pembelajar perlu merumuskan tujuan pembelajaran yang oleh Marger dikenal sebagaai tujuan perilaku yang terdiri atas tiga bagian, yaitu:

1. Perilaku pebelajar, yaitu, apa yang dilakukan pebelajar atau jenis-jenis perilaku sisw yang diharapkan pembelajar dan dapat dilakukan pebelajar sebagai bukti bahwa tujuan telah tercapai.

2. Situasi pengetesan, yaitu kondisi tertentu dari perilaku itu yang akan teramati atau diharapkan dapat terjadi.

3. Kriteria kinerja, yaitu standar kompetensi atau tingkat kinerja yang dapat diterima sesuai dengan yang ditetapkan.Tabel 2.3Contoh Tujuan Perilaku Menggunakan Format Marger Dalam Pengajaran Matematika

Bagian-Bagian TujuanContoh

1) Perilaku pebelajar2) Situasi Pengatahuan

3) Kriteria kinerja

4) Perilaku pebelajar5) Situasi pengetesan

6) Kriteria kinerja

1) Menidentifikasi ciri persegi panjang

2) Diberikan berbagai macam bentuk segiempat yang beberapa diantarnya persegi panjang dan persegi

3) Menandai paling sedikit 5 persegi panjang

4) Mengidentifikasi ciri persegi dari persegi panjang

5) Tes lisan langsung pada pebelajar6) Menyebutkan definisi persegi berdasarkan ciri-cirinya

Analisis tugas, yaitu alat yang digunakan pembelajar untuk mengidentifikasi keterampilan atau butir pengetahuan yang terstruktur dengan baik yang akan menjadi bahan dalam kegiatan pembelajaran. Ide pokok yang melatarbelakngi analisis tugas adalah, pengetian dan keterampilan yang kompleks tidak dapat dipelajari semuanya dalam suatu waktu tertentu.

Analisis tugas membantu pembelajar menentukan dengan tepat apa yang perlu dilakukan pebelajar untuk melaksanakan keterampilan yang akan dipelajarinya.

Pada pengajaran langsung, merencakakan dan mengelola waktu merupakan kegiataan yang sangat penting. Ada dua hal yang perlu diperhatikan pembelajar: (1) memastikan bahwa waktu yang tersedia sepadan dengan bakat dan kemampuan pebelajar, dan (2) memotivasi pebelajar agar mereka tetap melakukan tugas-tugasnya dengan perhatian yang optimal. Tugas-tugas interaktif yang harus dilakukan pembelajar adalah:

(1) Memberitahukan tujuan dan menyiapkan pebelajar(2) Presentase dan demonstrasi

(3) Memberikan latihan terbimbing

(4) Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik

(5) Memberikan kesempatan latihan mandiri berupa laihan lanjutan atau latihan ulangan.

Merencanakan dan mengelola ruang untuk pengajaran langsung juga sama pentingnya. Pada umumnya foirmasi tempat duduk pebelajar diatur dalam baris kolom. Formasi demikian sangat cocok untuk pebelajar yang harus memusatkan perhatiannya pada pembelajar (pembelajaran yang berpusat padapembelajar)B. Model Pembelajaran Kooperatif

Setiap model mengajar (pembelajaran) ditandai dengan adanya struktur tugas, struktur tujuan, dan struktur penghargaan.

Struktur tugas, mengacu pada dua hal, yaitu pada cara pembelajaraan itu diorganisasikan dan jenis kegiatan yang dilakukan pebelajar dalam kelas.

Struktur tujuan, yaitu kuantitas saling ketergantungan pebelajar terhadap sumber belajar yang dibutuhkan mereka dalam mengerjakan tugas . Terdapat 3 macam struktur tujuan, yaitu:

struktur tujuan individualistis, jika pencapaian tujuan belajar tidak bergantung pada orang lain dan tidak bergantung pada baik buruknya pencapaian orang lain. Pebelajar yakin bahwa pencapainnya sebagai hasil upaya mereka sendiri tidak ada hubungan dangan orang lain.

struktur tujuan koometitif, yaitu seorang pebelajar mencapai tujuan jika dan hanya jika pebelajar lain tidak memcapai tujuan. Di sini usaha yang dilakukan serang pebelajar merupakan saingan bagi pebelajar lain.,

struktur tujuan kooperatid, yaitu jika pebelajar mencapai tujuan hanya jika pebelajar lain yang bekerja sama dengan pebelajar tersebut juga mencapai tujuan. Dalam hal ini setiap individu ikut andil menumbang pencapaiaan tujuan. Pebelajar yakin bahwa tujuan mereka akan tercapai jika dan hanya jika pebelajar lainnya juga mencapai tujuan tersebut.

UNSUR-UNSUR PEMBELAJARAAN KOOPERATIF

1. Pebelajar dalam kolompk harus beranggapan bahwa mereka sehidup sepenanggungan bersama

2. Pebelajar bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya

3. Pebelajar harus melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama

4. Pebelajar harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di antara anggota kelompoknya.

5. Pebelajar akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah/penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok

6. Pebelajar berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya

7. Pebelajar akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

APAKAH PEMBELAJAARAN KOOPERATIF ITU?Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang . . .

1. Anggota-anggota kelompok memahami bahwa mereka adalah bagian dari tim dan semua anggota bekerja untuk tujuan bersama.

2. Angota-anggota kelompok memahami bahwa kesuksesan ataau kegagalan kelompok akan ditanggung oleh semua anggota. Oleh karena itu, setiap anggota sedapat mungkin memberi kontribusi untuk tujuan kelompok.

3. Semua pebelajar membicarakaan dan mendiskusikan masalah satu sama lain guna mencapai tujuan

4. Kesuksesan kelompok bergantung pada dan merupakan pengaruh langsung dari kerja individu setiap aanggota kelompok

5. Suatu proses yang ditandai dengan kehadiran kawan sebaya, medorong terjadinya interaksi antar pebelajar dan hubungan positif atnar pebelajr.

6. Suatu proses yang menghendaki bimbingan pembelajar yang dapat membantu pebelajar mengembangkan keterampilan yang mereka butuhkan, memahami dinamika kelompok dan mempelajari matematika dengan bekerja dalam kelompok.

7. Para pebelajar meminta bantuan hanya setelah setiap orang dalam kelompok sudah membahas prtanyan tersebut.

8. Memantu pebelajar agar bertanggung jawab secaraa individu terhadap pe,mbelajarannya. Pembelajaran kooperatif bukanlah pembelajaran yang . . .

1. Memisahkan pebelajar-pebelajar ke dalam kelompok-kelompok kecil untuk mengerjakan suatu masalah atau sejumlah masalah tanpa arahan atau tanggung jawab individu.

2. Para pebelajar duduk bersaama dalam kelompok dan mengerjakan masalah secara individu tanpa percakapan atau interaksi yang berkaitan dengan metode aatau proses yang digunakan untuk pemecahan masalh tersebut.

3. Para pebelajar duduk bersama dalam kelompk dan membiarkan seorang atau hanya beberapa anggota dalam kelompok mengerjakan semua pekerjaaan sementara yaang lain menonton atau mendengar saja.

Dari pernyataan pembelajaran kooperatif adalh . . . dan pembelajaran koperatif bukanlah . . . di atas, kita perlu memperhatikan perbedaan kelompok dalam pembelajran kooperatif dan pada kelompok tradisional, diperlihatkan pada tabel beikut:

Tabel 2.4Perbedaan Antara Kelompok Pembelajaran Koopreatif dan Kelompok Tradisional.

Kelompok Pembelajaran KooperatifKelompok Tradisional

1. Berbagi pemimpin1. SAtu pemimpin

2. Saling bergantung positif2. Tidak saling bergantung

3. Anggotanya heterogen3. Anggotanya homogen

4. Pencapaian (prestasi) merupakan tanggung jawab seluruh anggota kelompok4. Prestasi merupakan tanggung jawan individu

5. Penekana pada tugas dan hubungan kerja sama5. Penekanan hanya pada tugas

6. Didukung oleh guru6. arahan langsung dari guru

7. Hasil satu kelompok7. hasil individual

8. Evaluasi kelompok8. Evaluasi individu.

CIRI-CIRI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

1. Pebelajar bekerja dalam kelompok untuk menuntaskan materi belajaarnya

2. Kelompok dibentuk dari pebelajar yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah.

3. Bilaman mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin berbeda

4. Penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang individu.

TUJUAN DAN HASIL BELAJAR PADA PEMBELAJARAN KOOPERATIF

Setidaknya ada tiga tujuan pembelajaran penting dalam model pembelajaran kooperatif

1. Hasil belajar akademik

2. Penerimaan terhadap perbedaan individu

3. Pengembangan keterampilan socialTABEL 2.5

LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN KOOPERATIF

FASE.TINGKAHLAKU PEMBELAJAR

1. Menyampaikan tujuan dan memotivasi pebelajar2. Menyajian ninformasi

3. Mengorganisasikan pebelajar ke dalam kelompok-kelompok belajar

4. Membimbing kelompok bekerja dan belajar

5. Evaluasi

6. Memberi penghargaan

1. Pembelajar menyampaikan semu tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dan memotivasi pebelajar belajaar

2. Pembelajar menyajikan informasi kepada pebelajar dengan demonstrasi atau lewat bacaan

3. Pembelajar menjelaskan kepada pebelajar, cara membentuk kelompok dan membantu pebelajar dalam melakukan transisi yang efisien

4. Pembelajar membimbing kelompok-kelompok pada saat mereka mengerjakan tugas.

5. Pembelajar mengevaluasi hasil belajar atau masing-masing kelompk mempresentasekan hasil belajarnya

6. Pembelajar mencari cara-cara untuk memhargai hasi; upaya individu dan kelompok

Lingkungan belajar untuk pembelajaran kooperatif dicirikan oleh proses demokrasi dan peran aktif pebelajar dalam menentukan apa yang haruas dipelajari dan bagaimana mempelajarinya. Pembelajar menetapkan suatu struktur tingkat tinggi, misalnya dalam matematika berupa problem solving atau pemecahan masalah.

Jika pembelajar ingin pembelajaran kooperatif berjalan dengan sukses, maka materi pembelajaran yang lengkap harus tersedia di ruangan pembelajaran atau ditepat khusus yang dapat dijankau pebelajar, misalnya di ruang pembelajar atau diperpustakaan.

Belajar Berdasarkan PengalamanPengalaman memberikan banyak sumbangan terhadap apaa yang dipelajari seseorang. Misalnya, hampir semua orang belajar pertama kali mengendarai sepeda dengan mengendarai sepeda itu secara langsung.

Johnson and Johnson memberikan pebelajar berdasarkan pengalaman sebagai berikut: Belajar berdasarkan pengalaman didasarkan pada tiga asumsi, yaitu (1) anda akan belajar paling baik jika anda secara pribadi terlibat dalam pengalaman belajar itu, (2) pengalaman hareus itu hendanya anda jadikan pengetahuan yang bermakna atau membuat sutau perbedaan dalam perilaku anda, dan (3) komitmen terhadap belajar paling tinggi jika anda bebas menetapkan tujuan pembelajaran anda sendiri dan secara aktif memelajari tujuan itu dalam suatu

Kelas Demokratis

Konsep pendididkan yang dikemukakan John Dewey, bahwa kelas harus merupakan cermin dari masyarakat yang lebih besar dan berfungsi sebagai laboratorium untuk belajar tentang kehidupan nyata. Pedagogi Dewey mengharuskan pembelajar menciptakan dalam lingkungan belajarnya suatu sistem sosial yang dicirikan dwengan prosedur demokrasi dan proses ilmiah. Sejalan dengan Dewey, Thelan beragumentasi bahwa kelas haruslah merupakan laboratorium atau miniatur demokrasi yang bertujuan mengkaji masalah-maslah sosial dan anatar pribasi.

Kerja kelompok kooperatif yang digambarkan oleh Dewey dan Thelan berjalan melampau hasil belajar akademik. Merka memandang perilaku kooperatif danproses-proses sebagaai bagian tak terelakan dari usaha keras manusia, merupakan dasar bagi membangun masyaarakat demiokratis dan dipertahankan.

Relasi Antar KelompokGordon Alport mengingatkan bahwa hukum saja tidak akan mengurangi kecurigaan anatr kelompok dan mendatangkan penerimaan dan pemahaman lebih baik.

Untuk mencegah terjadinya kecurigaan antar kelompok (etnis, ras), Alport merumuskan tiga kondisi, yaitu (1) kontak langsung antas etnik, (b) sama-sama berperan serta di dalam kondisi status yang sam antata anggota dari berbagai kelompok dan suatu seting tertentu, dan seting yang dibuat harus secara resmi mendapat perstujuan kerjasama antar etnis.

Kemampuan AkademikSatu aspek penting pembelajaran kooperatif adalah bahwa: disamping membantu mengembangkan perileku kooperatif dan hubungan yang lebih baik di antara pebelajar, pembelajaran kooperatif secara bersamaan membantu pebelajar dalam pelajaran akademis mereka.

Dari hasi-hasil penelitian menunjukkan bahwa teknik-teknik pembelajaran kooperatif lebih unggul dalam meningkatkan hasil belajar daripada pengalaman-pengalaman individu atau kopetitif.

TIPE-TIPE PEMBELAJARAN KOOPERATIF

(1) Tipe Student Teams Achievement Devision (STAD)

Untuk tipe ini pebelajar ditempatkan dalam tim/kelompok belajar beranggotakan empat orang sedemikian sehingga setiap tim terdapaat pebelajar yang berprestasi tinggi, sedang (rata-rata) dan rendah, atau bervariasi dari jenis kelamin, kelompok ras, dan etnis, atau kelompok sosial lainnya. Pembelajar lebih dahulu menyajikan materi baru dalam kelas, kemudian anggota tim mempelajari dan berlatih secara bersama-sama dalam kelompok. Dalam kegiatan ini biasanya dilengkapi dengan lembar kerja (LKS). Tugas-tugas yang dikerjakan secara bersama-sama tersebut harus diketahui/dipahami oleh setiap anggota kelompok. Setelah kerjasama dalam kelompok, pembelajar memberikan kuis yang harus dikerjakan pebelajar secara mandiri. Menurut Slavin pembelajaran kooperatif tipe STAD terdiri atas 5 komponen utama, yaitu: (1) penyajian kelas, (2) belajar kelompok, (3) tes, (4) skor peningkatan individu, dan (5) penghargaan kelompok. Pelaksanaan 5 komponen utama di kelas, ddhului dengan presentasi dari pembelajar mengenai pentingnya materi yang fipelajarri dan tujuan pembelajaraan, tinjauan singkat tentang pengetahuan prasyarat, dan pembelntukan kelompok.Pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang sederhana yang dapat dipakai oleh pembelajar untuk mwencapai hasil yang lebih baik. Penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat dilakukan melalui tahap-tahap sebagai berikut:a. Pesiapan, pembelajar mempersiapkan materi yang akan dikerjakan pada saat kegiatan pembelajaran, selanjutnya membagi pebelajar dalam beberapa kelompok, dan untuk mengetahui penguasaan pebelajar terhadap materi, pembelajar perlu menetapkan pedoman penilaian sebagai acuan dalam pemberian nilai akhir pembelajaran.

b. Penyajian materi atau presentase kelas. Kegiatan ini dilakukan tahap demi tahap, diawali dengan kegiatan pendahuluan, yaitu pemberian informasi materi kepada pebelajar, dilanjutkan dengan pengembangan materi, pembelajar mengontrol kegiatan pebelajar dalam kelompok. Pembelajar dapat memberikan latihan terbimbing kepada pebelajar dengan tujuan untuk mencapai hasil belajar yang maksimal.c. Pembagian kelompok belajar. Kerja kelompok pada pembelajarn kooperatif tipe STAD diomaksudkan agar setiap pebelajar dapat bekerjasama dengan teman-temannya ketika memecahkan masalah (menyelesaikan soal).

Sebelum pelaksanaan kegiatan ini, pembelajar (boleh diikutsertaakan pebelajar) harus menetapkan aturan-aturan dalam kelompok sebagai bwerikut:

1) Anggota kelompok terdiri atas 4 5 orang dan harus heterogen.

2) Setiap pebelajar mempunyai tanggung jawab untuk memastikan bahwa kelompoknya telah mempelajari materi yang diberikan pembelajar.

3) Tidak boleh belajar sebelum semua pebelajar memperoleh dan mempelajari materi yang diberikan pembelajar.

4) Setiap anggota kelompok harus meminta bantuan lebuh dahulu kepada teman dalam tim (kelompok)nya, kemuadian baru kepada teman lain yang bukan anggota timnya.

5) Dalam satu kelompok secara khusus dan secara umumdalam kelas, pebelajar harus berbicara sopan dan saling kerjasama dalam dalam timnya.

6) Anggota kelompk menggunakan LKS atau perangkat lainnya yang tersedia untuk menuntaskan materi yang dipelajarinya.

d. Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Pembelajar membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka, setiap anggota dapat menjadi tutor untuk mengerjakan kuis ataupun diskusi.

e. Evaluasi

Evaluasi dikerjakan secara mandiri, pebelajar harus menunjukkan apa yang telah mereka pelajari secara individu selam bekerjasama dalam kelompoknya. Hasilnya juga akan memberi sumbangan sebagai nilai perkembangan kelompok.f. Penghargaan kelompk

Dalam memberikan penghargaan kelompok, dapat dilakukan dengan memberi nilai rata-rata dari skor tes masing-masing anggota kelompok.

(2) Tipe Tean Asisted Instruction (TAI)

Model ini mengkombinasikan belajar kooperatif dengan belajar individual. Tiap anggota kelompok akan diberi soal-soal bertahap yang harus mereka kerjakan sendiri terlebih dahulu, setelah itun lalu mengecek hasil kerjanya dengan anggota lain. Jika soal tahap tadi telah diselesaikan dengan benar, maka pebelajar dapat menyelesaikan tahap berikutnya. Tetapi jika pebelajar masih mengalami kekeliruan, maka dia harus menyelesaikan soal lainnya di tahap tersebut. Soal disusun berdasarkan tingkat kesukarannya.

TAI merupakan bentuk belajar kooperatif yang terdiri dari delapan komponen, yaitu :

a. Teams kelompok yang dibentuk beranggotakan 4 atau 6 pebelajar. Kelompok tersebut merupakan kelompok yang heterogen , yang mewakili hasil-hasil akademis dalam kelas, jenis kelamin, dan ras atau etis. Fungsi kelompok adalah untuk memastikan bahwa semua anggota kelompok ikut belajar, dan lebih khusus adalah mempersiapkan anggotanya untuk mengerjakan tes dengan baik.

b. Placement test Para pebelajar diberi pre-test pada permulaan program. Soal yang diberikan berkenan dengan materi yang akan diajarkan. Hal ini dianggap perlu untuk keberhasilan suatu pengajaran yang direncanakan. Tujuannya untuk mengetahui kelemahan pebelajar pada bidang tertentu dan memudahkan pembelajar dalam memberikan bantuan jika diperlukan.

c. Students creative

Strategi pemecahan masalah ditekankan pada seluruh materi. Masing-masing unit terbagi dalam :

(a) Satu lembar petunjuk, berisi tinjauan konsep-konsep yang diperkenalkan oleh pembelajar dalam pengajaran kelompok (dibahas dengan singkat) dan pemberiamn metode pemecahan masalah secara tahap demi tahap. Beberapa lembar praktek keterampilan memperkenalkan sebuah sub keterampilan yang membawa pada ketuntasan keseluruhan keterampilan.

(b) Tes formatif

(c) Sebuah tes unit

(d) Lembar jawaban untuk praktek keterampilan. Tes formatif dan tes unit.

d. Team study

Setelah ujian tingkat pembelajar mengajarkan pelajaran pertama, lalu para pebelajar diberikan suatu unit perangkat pembelajaran matematika secara individual. Unit-unit tersebut dicetak dalam buku-buku pebelajar. Para pebelajar mengerjakan unit-unit tersebut dalam kelompok masing-masing, dengan mengikuti langkah-langkah :

1) Para pebelajar membentuk pasangan-pasangan atau bertiga dalam suatu kelompok untuk pengecekan.

2) Para pebelajar membaca lembar petunjuk dan meminta teman sekelompok atau pembelajar untuk membantu bila perlu. Kemudian mereka mulai dengan keterampilan yang praktis dalam unit tersebut.

3) Masing-masing pebelajar mengerjakan misalnya 4 soal pertama, dengan menggunakan praktek keterampilannya sendiri dan kemudian meminta seoramg teman sekelompok untuk memeriksa jawaban yang ada di belakang lembar soal. Bila ke 4 jawaban tersebut benar pebelajar tersebut boleh meneruskan pada praktek keterampilan berikutnya, dan seterusnya, sampai dia mendapat kesulitan pada tingkat ini, disarankan untuk meminta bantuan dalam kelompok mereka sebelum meminta pada pembelajarnya.

4) Bila seorang pebelajar mendapat sebuah blok dengan 4 jawaban yang benar pebelajar tersebut akan ikut tes formatif yang menyerupai praktek keterampilan terakhir. Pada tes formatif ini, pebelajar bekerja sendiri sampai selesai. Seorang teman sekelompok memberi memberi skor tes tersebut. Bila pebelajar tersebut mendapat 2 atau lebih jawaban yang benar, teman sekelompoknya menandai tes tersebut untuk menunjukkan bahwa pebelajar tersebut telah lulus dan berhak ikut tes unit. Tetapi bila tidak mendapat 2 jawaban yang benar pembelajar dipanggil untuk menanggapi soal-soal tersebut. Pembelajar itu mungkin menyuruh pebelajar tersebut untuk mengerjakan lagi item-item praktek keterampilan tertentu , lalu pebelajar tersebut boleh langsung ikut tes unit. Tidak ada pebelajar yang diperbolehkan mengambil tes unit samapi dia diluluskan oleh teman sekelompoknya pada tes formatif. e. Team scores and team recognition Diakhir tiap minggu, pembelajar menghitung skor kelompok, skor ini didasarkan pada jumlah rata-rata yangt tercakup oleh anggota kelompok dan akurasi dari tes-tes unit. Kriteria diatur untuk prestasi kelompok. Kriteria yang tinggi dibuat untuk kelompok super, kriteria menengah dengan kelompok hebat dan kriteria minimum untuk kelompok lain. Kelompok-kelompok yang memenuhi kriteria kelompok super dan kelompok hebat menerima sertifikat yang menarik. f. Teaching group

Pada saat pembelajar memulai materi baru, pembelajar mengajar materi pokok selama 10 menit atau 15 menit secara klasikal kepada pebelajar-pebelajar yang telah dikelompokan dengan anggota yang heterogen. Para pembelajar menggunakan program pembelajaran konsep yang khas. Maksud dari tahap ini adalah untuk memperkenalkan konsep-konsep yang telah utama pada pebelajar. Pembelajar menggunakan manipulasi, diagram dan demonstrsi yang menyeluruh. Secara umum para pebelajar mempunyai konsep-konsep yang telah diperkenalkan pada mereka dalam kelompok-kelompok pengajaran sebelum mengerjakannya secara individu. Pembelajaran langsung pada kelompok-kelompok pengajaran ini dimungkinkan dalam sebuah program secara individual oleh fakta bahwa para pebelajar bertanggung jawab untuk hampir semua pengecekan, penanganan materi dan jalannya pelaksanaan.g. Facts test

Selam kegiatan para pebelajar mengambil tes-tes singkat (2-3 menit) berdasarkan fakta

h. Whole-class units

Setelah jangka waktu tertentu (3 bulan) pembelajar daapat menghentikan program individual yang digunakan dalam penyelesaikan tes, dan menggunakan waktu selanjutnya ( 1mingggu) untuk kegiatan pembelajaran yang berhubungan dengan strategi pemecahan masalah (soal).

(3) Tipe Jigsaw

Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat dilakukan dengan cara membagi pebelajar dal;am kelompok-kelompok kecil ( 4 6 orang). Selanjutnya dengan tugas yang diberikan pembelajar, masing-masing anggota kelompok mengirimkan seorang anggotanya untuk membahas atau mengerjakan tugas tertentu dalam kelompok ahli. Hasil pembahasan/pengerjaan akan dipresentasikan/ dipertanggungjawabkan kepada anggota kelompoknya. Dalam kegiatan ini setiap ahli memperoleh tugas untuk menjelaskan hasil kerja mereka (dalam kelompok ahli) kepada kelompoknya. Dengan demikian pada pembelajaran kooperatif tipe jigsaw ini, tidak ada pebelajar yang tidak aktif, karena setiap pebelajar pasti mendapat tugas tertentu sebagai ahli. Setelah selesai disskusi kelompok asal, masing-masing kelaompok mempertanggungjawabkan hasilnya kepada pembelajar. Materi pembelajaran diberikan dalam bentuk buku teks atau buku pebelajar. Berikut ini ilustrasi gambaran penyebaran anggota kelompok asal ke dalam kelompok ahli.

Keterangan = Pebelajar ahli topik I @ Pebelajar ahli topik II

* Pebelajar ahli topik III

+ Pebelajar ahli topik IVTujuan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah:

b. Menyajikan metode alternetif selain ceramah dan membaca

c. Mengkaji ketergantungan positif dalam menyampaikan dan menerima informasi di antara anggota kelompok untuk mendorong kedewasaan berpikir.

d. Menyediakan kesempatan berlatih berbicara/mendengar dan untuk melatih koginitif pebelajar dalam menerima dan menyampaikan informasi.

e. Setiap anggota kelompok berbagi informasi dengan anggota kelompok lain dalam rangka menangkap keutuhan informasi.

Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe jigsaw sebagai berikut:

a. Tahap kooperatif

Pebelajar ditempatkan dalam kelompok kecil ( 4 5 pebelajar) yang disebut kelompok kooperatif, dan menerima sebagian materi yang harus dibahas/dipecahkan dalam kelompok kooperatif.

b. Tahap ahli

Pada tahap ini sebagian anggota tim mendapat tugas tertentu, pebelajar harus menguasai (ahli) dalam bidang yang menjadi tugasnya. Untuk itu pebelajar perlu mencari pebelajar-pebelajar dari kelompok lain yang mendapt tugas yang sama. Tugas pebelajar-pebelajar ini adalah:

(1) belajar bersama dan menjadi ahli dalam materi (topok) yang menjadi tugas mereka

(2) merencanakan cara menjelakan/mengerjakan/menjawab masalah/ materi topok yang telah mereka kuasai kepada teman-teman mereka dalam kelompok asal.

c. Tahap kelompok asall

Pada tahap ini, pebelajar kemabali ke kelompok kooperatif, yaitu kelompok asal yang masing-masing pebelajar berasal sebelum ke kelompok ahli. Setelah mereka kemali dan berkumpul dengan teman-teman lain (ahli dalam topok yang lain), pebelajar (ahli) ini menjelaskan hasil pembahasan/diskusi dari kelompok ahli kepada teman-temannya di kelompok semula.

Selama kegiatan ini, pembelajar memantau kerja kelompok, baik dalam kelompok ahli maupun dalam kelompik asal, agar kegiatan kerja kelompok ahli dan kerja kelompok asal dapat berjalan dengan lancer. Selanjutnya pembelajar mengevaluasi hasil kerja pebelajar dengan meberi tes atau kuis.(4) Tipe Investigasi Kolompok (IK)

Model pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok pertama kali dikembangkan oleh Thalen. Dalam perkembangan selanjutnya diperluas dan dipertajam oleh Sharan dan kawan-kawan dari Universitas Tel-Aviv. Tipe Investigasi Kelompok berbeda dengan tipe STAD dan tipe Jigsaw. Dalam tipe ini, pebelajar terlibat dalam penyelidikan suatu topik dan berpusat pada pebelajar. Selain itu, pada tipe ini, pembelajar perlu mengajarkan keterampilan komunikasi dan proses kelompok yang baik. Hebert Thalen menekankan pentingnya penemuan secara aktif dalam belajar. Belajar menurutnya akan sangat efektif jika melibatkan pencarian jawaban atas penyelesaian terhadap suatu pertanyaan atau masalah. Thalen berpendapat bahwa penemuan akan sangat bermakna jika dilakukan dalam konteks social. Investigasi kelompok yaitu model pembelajaran kooperatif yang melibatkan kelompok kecil dengan pebelajar bekerjasama melakukan proyek dan diskusi kelompok kemudian menyajikan penemuan mereka di depan kelas. Investigasi kelompok menyediakan kesempatan kepada pebelajar untuk mengerjakan pertanyaan yang bermakna dari teman-teman jika berada dalam kelompok. Pembelajar yang menggunakan pembelajaran tipe investigasi kelompok paling sedikit mempunyai tiga tujuan yang saling berkaitan. Pertama, membantu pebelajar untuk melakukan investigasi terhadap suatu topik secara sistematik dan analitik. Hal ini berakibat pada pengembangan keterampilan penemuan dan membantu untuk mencapai tujuan . Kedua, yaitu pemahaman yang mendalam terhadap topik yang diberikan. Ketiga, yaitu dalam investigasi kelompok pebelajar belajar bagaimana bekerja secara kooperatif dalam memecahkan masalah. Belajar untuk bekerja sama merupakan keterampilan yang berharga dalam hidup bermasyarakat. Jadi pembelajar dalam menerapkan tipe investigasi kelompok dapat mencapai tiga hal yaitu pebelajar belajar dengan penemuan, belajar isi dan belajar untuk bekerja secara kooperatif.Sharan, dkk (Ibrahim, dkk, 2000:23-25) menetapkan enam tahap terhadap investigasi kelompok yaitu:

(a) Memilih Topik.

Pebelajar memilih subtopik khusus dalam suatu daerah masalah umum yang biasanya ditetapkan pembelaajar. Selanjutnya pebelajar diorganisasikan menjadi 2 6 anggota setiap kelompok, yaitu kelompok yang berorientasi pada tugas. Komposisi kelompok hendaknya hetrrogen secara akademis maupun etnis.

(b) Perencanaan Kooperatif

Pebelajar memilih sub topik khusus di dalam suatu daerah masalah umum yang biasanya ditetapkan oleh pembelajar. Selanjutnya pebelajar diorganisasikan menjadi dua sampai enam anggota tiap kelompok menjadi kelompok yang berorientasikan tugas. Komposisi kelompok hendaknya heterogen secara akademis maupun etnis.c) Implementasi

Pebelajar dan pembelajar merencanakan proses pembelajaran, tugas dan tujuan khusus yang konsisten dengan topik yang telah dipilih pada tahap pertama.

(d) Analisis dan Sintesis

Pebelajar menerapkan rencana yang telah mereka kembangkan didalam tahap kedua. Kegiatan pembelajaran hendaknya melibatkan ragam aktivitas dan keterampilan yang luas dan hendaknya mengarahkan pebelajar kepada jenis-jenis sumber belajar yang berbeda baik di dalam atau di luar sekolah. Pembelajar secara ketat mengikuti kemajuan tiap kelompok dan menawarkan bantuan bila diperlukan.(i) Presentase dan Hasil Final

Pebelajar menganalisis dan mengevaluasiinformasi yang diperoleh pada tahap ketiga dan merencanakan bagaimana informasi tersebut diringkas dan disajikan dengan cara menarik sebagai bahan untuk dipresentasikan kepada seluruh kelas.

(ii) Evaluasi.

Beberapa atau semua kelompok menyajikan hasil penyelidikannya dengan cara yang menarik kepada seluruh kelas, dengan tujuan agar pebelajar yang lain saling terlibat satu sama lain dalam pekerjaan mereka dan memperoleh perspektif luas pada topik itu. Presentasi dikoordinasi oleh pembelajar.

Dalam hal kelompok-kelompok menangani aspek yang berbeda dari topik yang sama, pebelajar dan pembelajar mengevaluasi tiap kontribusi kelompok terhadap kerja kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi yang dilakukan dapat berupa penilaian individual atau kelompok. (5) Number Heads Together (NHT)Number Head Together adalah suatu struktur/tipe sedehana yang terdiri atas empat tahap yang digunakan untuk mereviu fakta-fakat dan informasi dasar. Cara ini juga dapat digunakan dengan masalh-masalah yang kesulitannya terbatas. NHT berjalan baik dengan jenis-jenis pertanyaan pengetahuan dan pemahaman . Tahap-tahap NHTsebagai berikut: Tahap 1. Para pebelajar menyebut nomor satu samapi empat/ilma (sesuai dengan banyaak anggota kelompok)

Tahap 2. Pembelajar mengajukan sebuah pertanyaan (masalah)

Tahap 3. Para pebelajar memikirkan bersama (berdiskusi hingga yakin bahwa setiap anggota dapat menjawab pertanyaan dan mengetahui bagaimana menemukan jawabannya (perhitungan dapat dilakukan dengan mencongak, atau pensisl dan kertas atau kalkulator yang cocok)

Tahap 4. Pembelajar secara acak menyebut sebuah nomor satu sampai empat atau lima (diasumsikan banyak anggota 4 atau 5) dan pebelajar yang disebut nomornya berdiri atau mengangkat tangan untuk menjawab.Dalam kegiatan NHT dapat dilakukan dengan veriasi antara lain.

(a) Setelah seorang pebelajar yang mendapat gilliran menberikan jawaban , pembelajar dapat meminta pebelajar lain memberikan tanggapan (setuju atau tidak)

(b) Untuk masalh-masalhdengan jawaban banyak, pembelajar dapat meminta pebelajar dari setiap kelompok untuk masing-masing memberikan jawaban.

(c) Seluruh pebelajar dapat memberikan jawaban serentak.

(d) Seluruh pebelajar yang menanggapi dapat menulis jawabaannya di papan tulis atau dikertas pada waktu yang sama.

(e) Pembelajaar dapat meminta pebelajaar lain menambahkan jawaban bila yang diberikan tidak lengkap.(6) Cek Berpasangan

Dengan cek berpasangan memungkinkan pebelajar bekerja berpasangan dalam aktivitas drill dalam latihan. Suatu LKS dapat dirancang dengan masalah-masalah yang ditujukan kepada pasangan-pasangan (dua masalah) atau pembelajar dapat menggunakan satu LKS (dua masalah). Pebelajar I dalam pasangan mengerjakan masalah peertama. Pebelajar II bertindak sebagai seorang pelatih. Pelatih mengamati atau membari bantuan jika diperlukan. Jika pelatih setuju bahwa masalah itu diselesaikan dengan benar, ia memujinya dan mereka bertukar peran, Pebeljar II mengerjakan masalah kedua dan Pebelajar II sebagai pelatih. Tahap-tahap Cek Berpasangan sebagi berikut:

Tahap 1. Pebelajar-pebelajar bekrja secara berpasangan

Tahap 2. Pebelajar pertama mengerjakan masalah pertama sementara pebelajar kedua bertindak sebagai pelatih.Tahap 3. Setelah pelatih merasa puas bahwa masalah tersebut benar, mereka bertukar peran.

Tahap 4. Pebelajar kedua mengerjakaan masalah kedua dan pelajar pertama bertiondak sebagai pelatih.

Tahap 5. Setelah pelatih (pelajar pertama) merasa puas bahwa penyelesaian masalah tersebut benar, meraka mencek dengan pasangan lain dalam timnya.

Tahap 6. Jika mereka setuju, proses berlanjut.

Tahap 7. Jika mereka tidak setuju, mereka memikirkan bersama untuk menentukan letak kesalahannya atau meminta bantuaan pembelajar.

Banyak anggota kelompok kooperatif pada tipe/struktur cek berpasangan diusahakan berjumlah genap (2, 4, 6)

(7) Corners

Corners adalah suatu kegiatan yang dapat digunakan untuk mengenalkan suatu topik dan memberi kesempatan kepada pebelajar untuk bekerja samadengan pebelajar-pebelajar dari tim/kelompok lain. Pembelajar memberikan suatu masalah individu kepasda setiap anggota kelompok. Pebelajar yang mendapat satu masalah dan berkumpul dengan pebelajar lain dari kelompok lain di suatu pojok. Di Pojok tersebut para pebelajar dengan masalah yang sama berdiskusi dan mengerjakan bersamaa masalah yang mereka pilih. Tipe/struktur corners ini hampir sama dengan tipe jigsaw, tetapi pada tipe corners ini soal, masalah diberikaan oleh pembelajar, sedangan pada tipe jigsaw masalh dilemparkan kepada kelompok, selanjutnya kelompok yang menentukan, mambagi masalah tersbut pada setiap anggotanya.. Misalnya pembelajar dapat memberikan LKS yang berisi 4 masalah. Pebelajar I ditugasi masalah 1, pebelajar II ditugasi masalah 2, pebelajar II ditugasi masalah 3, dan pebelajar IV ditugasi masalah 4 (n masalah untuk kelompok yang banyhak anggotanya n, n = 2,3, 4, 5)(8) Round Table

Round Table adalah suatu struktur/tipe pembelajaran kooperatif dua tahap. Tapah pertama pembelajar mengajukan sebuah pertanyaan yang jawabannya lebih dari satu. Pada tahap kedua, pebelajar menjawab dengan membuat suatu daftar jawaban yang mungkin untuk portanyaan yang diperbikanpembelajar.

Dalam round table, pebelahjarmenulis sebuah jawaban dan menyebutkan secara lisan, selanjutnya kertas jawaban dieruskan ke teman disampingnya (ke kiri atau ke kanan), pebelajar yang mendapat kertas jawaban tersebut mengisi jawaban lain dan dapat mengoreksi jawaban pebelajar sebelumnya. Proses ini berkelanjutan samapi semua jawaban yang mungkin dari masalah yang diajukan pembelajar terjawab.(9) Send A-Problem

Send a problem adalah suatu struktur/tipe praktis yang dapat digunakan untuk meriviu atau mempratekkan konsep-konsep. Banyak anggota pada setiap kelompok 3 samapi 5 orang.

Send a problem terdiri atas tiga tahap sebagai berikut:

Tahap 1. Para pebelajar menulis pertanyaan reviu.

Setiap pebelajar pada tahap ini membuat suatu permasalahan (pertanyaan) reviu dan menuliskan pada suatu kartu atau kertas. Penulis mengajukan pertanyaan kepada anggota tim yang lain dalam kelompok. Apabila ada kesepakatan terhadap suatu jawaban dicapai diantara semua anggota tim, jawaban ditulis dibalik kartu atau kertas pertanyaan atau kertas lain sebagai kunci jawaban. Tahap2. Tim menyerahkan masalahTim penulis menyerahkan pertanyaan reviu kepada tim/kelompok lain untuk diselesaikan bersama dalam kelompok mereka. Tahap 3. Tim menanggapi

Pebelajar pertama membaca pertanyaan pertama. Setiap anggota tim menyelsaikan masalah tersebut dan menulis jawabannya. Jawaban-jawaban ini didiskusikan untuk mendapatkan satu kesepakatan jawaban atas masalah yang diajukan. Jika sejutu mereka menulis jawaban kesepakatan di kertas. Pebelajar 2 membaca pertanyaan berikutnya, dan prosedur ini diulang smapai semua pertanyaan habis dibahas.

Tahap 4. Penyerahan jawaban dan tanggapan kelasPada tahap ini, tim pemberi masalah menerima jawaban dari tim yang menerima pertenyaan. Selanjutnya tim penulis mencocokan dengan kunci jawaban yang meraka telah buat

Dalam hal ini mungkin terjadi perbedaan jawaban anatra tim penulis dan tim penjawab. Apabila hal ini terjadi, maka tim penulis dapat mempertimbangkan menerima atau menolah jawaban tersbut dengan alasan yang dapat diterima bersama antara kedua tim. Dalam keadaan demikian pembelajar sebagai pembimbing dapat memberikan arahan.(10) Think-Pair-Share (Berpikir-Berpasangan-Berbagi)

Think-Pair-Share memberikan kesempatan kepada setiap pebelajar untuk menjawab suatu pertanyaan. Di kelas biasa, pembelajar mengajukan pertanyaan, dan hanya beberapa pebelajar mengangkat tangan untuk menjawab. Pada Think-Pair-Share, pembelajar mengajukan suatu npertanyaan, pebelajar memikirkan jawabannya dalam beberapa saat, kemudian mereka membagi jawabannya dengan pasangan atau dengan anggota tim lainnya tetapi dalam bwentuk pasangan dialog. Para pebelajar membagi jawaban, tidak hanya dengan teman dalam tim, tetapi juga dengan anggota dari tim lain ke seluruh kelas. Tahap Think-Pair-Share sebagai berikut:Tahap 1. Pembelajar menginformasikan masalah lisan atau tertullis (LKS) kepada seluruh kelas

Tahap 2. Pembelajar meminta kepada seluruh pebelajar untuk berpikir sejenak tentang cara-cara menjawab/menyelesaikan masalah yang diajukan pembelajar.

Tahap 3. Pembeljar meminta kepada pebelajar untuk saling berbagi cara-cara mengerjakan masalah menurut hasil pemikirannya kepada anggota lain. Cara berbagi ini dilakukan dalam dialog (berpasangan) dalam tim/kelompoknya

Tahap 4. Berbagi ke seluruh kelas. Dalam hal ini dapat dilakukan sebagai berikut:(a) Para pebelajar menullis jawabannya di papan tulis pada saat yang sama.

(b) Para pebelajar memberikan jawaban dengan cepat dan pebelajar lain menanggapi dengan cepat.

(c) Semua pebelajar berdiri, setelah memberikan jawabannya , pebelajar tersbut dduduk. Setiap pebelajar yang memberikan jawaaban sama juga ikut duduk.Proses ini dilanjutkan sampaisemua pebelajar duduk. Hal ini memungkinkan beberpa ini yang didengan dari beberapaa pebelajar. Yang didengan oleh semua pebelajar daalam waktu yang singkat.

(d) Setiap pebalajar berbagi jawaban dengan pebelajar pada kelompok lain.

C. Model Pembelajaran Cara Perseorangan dan Kelomok Kecil (model PPKK)

1. Landasan Teoretis Model PPKK

Pemikiran yang mendasari model pembelajaran dengan cara perseorangan dan kelompok kecil ini adalah konsep komunitas pembelajaran yang merupakan faktor paling penting dalam dimensi sosial kehidupan Kelas. Komunitas ini mengarah ke tujuan pembelajaran yang terdiri dari hasil pembelajaran akademik dan hasil pembelajaraan sosial. Suatu komunitas pembelajaran, sebagai lawan dari kumpulan individu, adalah suatu setting dari individu-individu yang berada dalam komunitas yang mempunyai tujuan bersama, mempunyai hubungan dan perhatian bersama, dan menunjukkan saling bergantung positif satu dengan yang lain.

Sekolah atau Kelas adalah komuniatas pebelajar-pebelajar dan pembelajar-pembelajar dalam dunia pendidikan. Dalam komunitas tersebut mereka (pembelajar-pebelajar) secara bersama-sama menjelajahi dunia pendidikan dan belajar bagaimana mengendalikan secara produktif dunia pendidikan tersebut. Dalam hal ini. kelompok kecil dalam Kelas sebagai suatu komunitas dalam suatu komunium Kelas atau sekolah yang lebih luas.

Selanjutnya menyangkut hubungan kelompok-perseorangan, Arends (1997) mengemukakan bahwa, hal ini berasal dari karya pakar psikologi sosial terdahulu yang terkenal, yaitu Kurt Lewin dan koleganya yang tertarik dengan bagaimana mengkombinasikan kebutuhan perseorangan dan kondisi-kondisi lingkungan yang menjelaskan perilaku manusia. Arends (1997) mengemukakan pula bahwa Getzels dan Thelan telah mengaplikasikan karya ini untuk pendidikan dengan mengembangkan model dua dimensi untuk mengingat hubungan antara kebutuhan pribadi pebelajar dan kondisi suasana kehidupan di dalam Kelas.

Dimensi pertama, mendeskripsikan individu-individu dalam Kelas dengan motif dan kebutuhan tertentu. Perspektif ini ditandai sebagai dimensi perseorangan dari kehidupan Kelas. Dari perspektif ini, perilaku Kelas, secara khusus hasil dari kepribadian dan sikap dari para pebelajar dan tindakan mereka untuk memuaskan motif dan kebutuhan perseorangan.

Dimensi kedua, mendeskripsikan suasana Kelas yang berada dalam setting konteks sosial . Dalam setting ini ada peran-peran tertentu dan pengembangan pengalaman untuk mencapai tujuan dari sistem itu. Perspektif ini ditandai sebagai dimensi kelompok dari kehidupan Kelas. Dari perspektif ini perilaku Kelas ditentukan oleh andil harapan dan norma sekolah dan Kelas. Jadi kehidupan Kelas, sebagai hasil dari memotivasi para pebelajar secara perseorangan dan pembelajar untuk saling merespon satu dengan yang lain dalam setting sosial. Gambaran hubungan antara kedua dimensi kehidupan tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Dari Gambar 2.1 ini, tampak bahwa dari dua dimensi perseorangan dan dimensi kelompok, dan dengan adanya motivasi dari dalam diri inidividu dan dibarengi dengan lingkungan kelompok (Kelas) yang mendukung, maka terciptalah komunitas pembelajaran. Dengan komunitas pembelajaran ini, terjadilah kerjasama untuk memecahkan masalah (soal) yang merupakan tugas dari pembelajar. Hasil pembelajaran dalam komunitas ini berupa hasil pembelajaran akademik, yaitu hasil prestasi akademik yang dimiliki secara perseorangan, dan hasil pembelajaran sosial, yaitu berupa adanya hal yang dipertanggung-jawabkan secara perseorangan dalam kelompok, adanya sikap saling bergantung, adanya saling kerjasama, akhirnya mengarah ke sikap demokrasi. Selain itu ada dampak pengiring yang lain, yaitu kemampuan kompetitif karena prestasi akademik yang dimilikinya.Individua l Personality Motivation

Academic

and Needs

Learning Community Learning

Group Norms Environment

Social

and Roles

Learning

(Arends, 1997,75)

Gambar 2.1 Hubungan Dimensi Perseorangan dan Dimensi Kelompok Kelas

Model PPKK ini dilandasi oleh beberapa teori pendukung, yaitu (1) teori pembelajaran sosial, (2 teori pemrosesasan informasi, dan (3) teori Ki Hajar Dewantara.

a. Teori Pembelajaran Sosial

Nur (1997) menyatakan bahwa akhir-akhir ini para ahli psikologi perilaku telah menemukan bahwa operant conditioning memiliki keterbatasan dalam menjelaskan belajar. Banyak diantara para ahli tersebut telah memperluas wawasan mereka tentang belajar mencakup kajian tentang proses-proses kognitif yang tidak dapat diamati secara langsung seperti harapan, berpikir, dan keyakinan. Suatu faktor yang terabaikan oleh teori perilaku tradisional adalah fakta adanya pengaruh yang amat kuat yang dimiliki oleh pemodelan dan pengimitasian terhadap belajar. Orang dapat belajar hanya dengan mengamati orang lain belajar, dan fakta inilah yang menentang ide-ide behavioristik yang menyatakan bahwa faktor-faktor kognitif tidak perlu dipertimbangkan dalam penjelasan belajar. Contoh utama dari perluasan wawasan ini adalah teori pembelajaran sosial dari Albert Bandura. Teori ini menjelaskan bahwa pandangan behavioristik tentang belajar merupakan teori yang akurat, namun sekaligus tidak lengkap. Teori ini menerapkan prinsip-prinsip belajar behavioristik, tetapi memberikan penekanan pada syarat-syarat perilaku dan proses-proses mental intelektual.

Lebih lanjut Nur menyatakan Bandura berpendapat bahwa apa yang kita ketahui dapat lebih banyak daripada apa yang kita perlihatkan. Pebelajar dapat saja memahami bagaimana menyederhanakan pecahan namun menunjukkan kinerja yang jelek pada saat tes karena ia gugup atau sakit atau salah membaca soal. Sementara pebelajar dapat saja telah memahami suatu materi, namun pemahaman ini dapat tidak terdemonstrasikan sampai situasinya memungkinkan. Oleh karena itu, dalam teori kognitif sosial, dua-duanya faktor internal dan eksternal itu penting. Segala sesuatu yang terjadi di lingkungan sekitar, faktor-faktor pribadi (seperti berpikir dan motivasi), dan perilaku dipandang saling berinteraksi, masing-masing faktor saling mempengaruhi dalam proses pembelajaran. Suatu faktor yang terabaikan oleh teori perilaku tradisional adalah fakta adanya pengaruh yang amat kuat yang dimiliki oleh pemodelan dan pengimitasian terhadap belajar. Apabila orang dapat belajar dengan cara memperhatikan, maka faktor-faktor kognitif yang terlibat adalah orang itu harus memusatkan perhatian, mengkonstruksi gambaran-gambaran, mengingat, menganalisis, dan membuat keputusan yang mempengaruhi belajar.

Uraian ini memperlihatkan bahwa teori pembelajaran sosial Bandura memberikan tekanan pada adanya fakta tentang pengaruh yang kuat dari pemodelan dan pengimitasian dalam hal belajar. Teori ini memandang bahwa sebagian besar belajar yang dialami manusia dibentuk melalui model. Dengan kata lain seseorang dapat belajar melalui pengamatan dan peniruan terhadap perilaku orang lain. Belajar melalui pengamatan dapat terjadi melalui kondisi yang dialami orang lain. Misalnya dalam pembelajaran matematika, seorang pebelajar mendapat pujian karena hasil kerja tugasnya sangat baik. Dalam situasi demikian seorang pebelajar lain yang melihat temannya mendapat pujian, akan cenderung meniru perilaku temannya untuk mengerjakan/ menyelesaikan tugasnya dengan baik. Dalam hal ini pebelajar tersebut akan memodifikasi atau mengubah perilakunya dan meniru perilaku temannya dengan tujuan untuk mendapatkan pujian.

Nur (1997) menyatakan bahwa menurut Bandura ada empat elemen penting yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran melalui pengamatan, yaitu atensi, retensi, produksi, dan motivasi.

Menurut John Dawey (Arends, 2001,1997), sekolah seharusnya merupakan cermin masyarakat yang lebih besar dan Kelas merupakan laboratorium untuk belajar dan memecahkan masalah kehidupan nyata. Pembelajar perlu menciptakan suatu sistem sosial yang bercirikan demokrasi dan proses ilmiah dalam lingkungan belajar. Tanggung jawab utama pembelajar adalah memotivasi pebelajar untuk bekerja secara bersama dan untuk memikirkan masalah-masalah sosial yang muncul. Sama seperti Dawey, Thelan berpendapat bahwa Kelas haruslah merupakan laboratorium atau miniatur demokrasi yang bertujuan mengkaji masalah-masalah sosial dan antar pribadi. Thelan mengembangkan bentuk yang lebih rinci dan terstruktur dari penyelidikan kelompok, dan mempersiapkaan dasar konseptual untuk pengembangan pembelajaran kelompok (Arends, 1997).

Baik Dawey maupun Thelan memandang tingkah laku kerjasama dan proses-prosesnya sebagai bagian yang tak terelakkan dari usaha keras manusia. Hal ini merupakan dasar bagi dibangunnya dan dipertahankannya masyarakat demokratis.

Suparno (1997) menyatakan bahwa Vygotsky mulai meneliti pembentukan dan perkembangan pengetahuan anak secara psikologis. Namun Vygotsky lebih memfokuskan perhatian kepada hubungan dialektika antar individu dan masyarakat dalam pembentukan pengetahuan. Vygotsky memperhatikan akibat interaksi sosial, terlebih bahasa dan budaya pada proses belajar anak. Menurut Vygotsky belajar merupakan suatu perkembangan pengertian. Vygotsky membedakan membedakan adanya dua pengertian, yang spontan dan yang ilmiah. Dalam proses pembelajaran terjadi perkembangan pengertian dari pengertian spontan ke pengertian lebih ilmiah.

Prinsip Kunci dari Teori Vygotsky

a. Penekanan pada hakekat sosiokultural belajar

b. Zona Perkembangan Terdekat (ZPT)

c. Pemagangan Kognitif

d. Scaffolding (lihat uraian Teori Vygotsky di BAB III)Walupun dalam pembelajaran dengan model PPKK ada komunitas pembelajaran yang terjadi karena perpaduan antara individu dan kelompok, tetapi kelompok dalam model PPKK ini bukan kelompok kooperatif, sehingga dalam pembelajaran dengan model PPKK dapat terjadi kompetisi antar pebelajar. Berkenaan dengan kompetisi, Johnson dan Johnson (1994) menyatakan bahwa dalam pengajaran ada dua cara kompetisi dapat terjadi. Pertama, individu-individu dapat berkompetisi satu dengan yang lain untuk melihat siapa yang sudah belajar dengan hasil terbaik. Kedua. Kelompok dapat berkompetisi untuk melihat kelompok mana yang telah tuntas belajar dengan baik.

Teori pembelajaran sosial memberi landasan yang kuat bagi model PPKK. Dalam pembelajaran dengan model PPKK, pemodelan mendapat perhatian penting terutama pada fase informasi, demonstasi dan aktivitas perseorangan. Pada fase ini pembelajar sebagai model meinginformasikan pengetahuan deklaratif, mengdemonstrasikan pengetahuan procedural selangkah demi selangkah, pebelajar memperhatikan dan mengikuti prosedur yang dibuat pembelajar dengan mengerjakan dalam LKS perseorangan.

Pandangan Dawey dan Thelan sangat diperhatikan, terutama dalam aktivitas kelompok. Demikian pula padangan Vigotsky mengenai hakekat sosiokultural mendapat perhatian penting dalam aktivitas kelompok. Pandangan Dawey, Thelan, dan Vigotsky, terutama menekankan pada proses intraksi antara pebelajar, pembelajar dan lingkungan (sarana dan prasaran pembelajaran). Pada interaksi antar pebelajar ini dapat terjadi interaksi kompetitif atau interaksi kerja sama.

b. Teori Pemrosesan Informasi

Gagne (1977) menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses yang memungkinkan individu-indiviud memodifikasi perilaku secara permanen sehingga modifikasi yang sama tidak harus terjadi lagi pada setiap situasi baru. Ini berarti bahwa belajar merupakan perubahan perilaku manusia setelah melalui suatu proses. Perubahan perilaku ini terjadi karena pengalaman, latihan, dan bukan karena pertumbuhan atau kematangan. Perubahan perilaku sebagai hasil belajar yang melalui sutau proses ini dikenal dengan pemrosesan informasi. Pemrosesan informasi menguraikan peristiwa-peristiwa mental sebagai transformasi informasi dari

input ke output yang digambarkan oleh Gagne (1977) seperti pada Gambar 2.2 di BAB II.

Teori pemrosesan informasi juga memberikan landasan bagi model PPKK. Dalam pembelajaran dengan model PPKK, pengetahuan awal dan cara pengetahuan dip