Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan...

99
Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI CATATAN KAJIAN PROPOSAL PERSIAPAN KESIAPAN (READINESS) ATAS USULAN HIBAH SENILAI US$ 3,6 JUTA KEPADA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA UNTUK DUKUNGAN PERSIAPAN KESIAPAN REDD+ Wakil Presiden: James W. Adams, EAPVP Direktur Negara: Stefan Koeberle, EACIF Direktur Sektor: Manajer Sektor: John Roome, EASSD Franz Drees-Gross, EASIS Ketua Tim Kerja (Task Team Leader): Giuseppe Topa, EASER, Werner Kornexl Dokumen ini untuk distribusi terbatas dan hanya boleh digunakan untuk melaksanakan tugas- tugas resmi penerimanya. Isi dokumen ini tidak boleh disebarkan tanpa seizin Bank Dunia.

Transcript of Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan...

Page 1: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

Dokumen Bank Dunia

HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI

CATATAN KAJIAN PROPOSAL PERSIAPAN KESIAPAN (READINESS)

ATAS USULAN HIBAH

SENILAI US$ 3,6 JUTA

KEPADA

PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

UNTUK

DUKUNGAN PERSIAPAN KESIAPAN REDD+

Wakil Presiden: James W. Adams, EAPVP Direktur Negara: Stefan Koeberle, EACIF Direktur Sektor: Manajer Sektor:

John Roome, EASSD Franz Drees-Gross, EASIS

Ketua Tim Kerja (Task Team Leader): Giuseppe Topa, EASER, Werner Kornexl

Dokumen ini untuk distribusi terbatas dan hanya boleh digunakan untuk melaksanakan tugas-tugas resmi penerimanya. Isi dokumen ini tidak boleh disebarkan tanpa seizin Bank Dunia.

Page 2: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

LEMBAR DATA

Dukungan Persiapan Kesiapan REDD+ INDONESIA

CATATAN PENILAIAN PROPOSAL PERSIAPAN KESIAPAN (R-PP ) EAP

EASID

Tanggal: 3 Februari 2011 Direktur Negara: Stefan Koeberle Manajer/Direktor Sektor: John Roome Identitas Proyek: P119404 Instrumen Peminjaman: TAL Ketua Tim: Giuseppe Topa, Werner Kornexl

Tingkat Risiko: Menengah Sektor: Kehutanan Tema: Perubahan Iklim

Tanggal seleksi negara dalam FCPF: Agusuts 2009 Tanggal Perjanjian Partisipasi ditandatangani oleh Negara: 21 Oktober 2009 Tanggal Perjanjian Partisipasi ditandatangani oleh Bank: 19 November 2009 Tanggal penandatanganan Perjanjian Hibah untuk Perumusan R-PP: belum ditentukan Tanggal perkiraan penandatanganan Perjanjian Hibah untuk Persiapan Kesiapan: Mei 2011

Data Pembiayaan Proyek: [ ] Pinjaman

[ ] Kredit

[x] Hibah

[ ] Jaminan

[ ] Lain-lain, jelaskan:

Untuk Pinjaman/Kredit/Lain-Lain: US$ 3,6 juta1 Total Biaya Proyek (juta $ AS): Belum diketahui Pembiayaan Bersama (Cofinancing): Belum diketahui Total Pembiayaan Bank (juta $ AS): Belum diketahui

Sumber Jumlah Total ($ AS) Penerima Bantuan

IBRD

IDA

Baru

Komitmen ulang

Lain-lain, FCPF

3,6 juta

Nomor Dana Perwalian FCPF Regional (Regional FCPF Trust Fund): TF093772 Nomor Dana Perwalian Anak Tingkat Negara FCPF (FCPF Country Child Trust Fund): TF099721

Penerima Bantuan: Republik Indonesia

Lembaga Penanggung Jawab: Balitbang Kehutanan, Kemenhut, Manggala Wanabakti Building, Blok 1, Lantai 11, Jl. Gatot Subroto, Senayan, Jakarta, Indonesia

1 Sebagian dari hibah ini (US$ 403.572) akan disediakan bagi Bank Dunia untuk dilaksanakan atas nama Pemerintah Republik Indonesia.

Page 3: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

Contact Person: Dr. Tachrir Fathoni Telepon: 61-21-5720192

Faks No.:62-21-5720189 Email:[email protected]

Jangka Waktu Pelaksanaan Proyek: 2011 - 2013

Persetujuan atas Catatan Penilaian Proposal Persiapan Kesiapan:

Manajer Sektor: Franz Drees Gross Koordinator Pengamanan (Safeguards) Regional: Panneer Selvam Spesialis Safeguards: Juan Martinez, Virza Sasmitawidjaja Spesialis Pengadaan: Dhonke Ridhong Kafi Spesialis Manajemen Keuangan: Unggul Suprayitno

Page 4: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

TUJUAN DARI CATATAN PENILAIAN PROPOSAL PERSIAPAN KESIAPAN

Sebagai bagian dari tanggung jawabnya atas Fasilitas Kemitraan Karbon Hutan (Forest Carbon Partnership Facility/FCPF), Bank Dunia telah diminta untuk memastikan agar kegiatan-kegiatan FCPF memenuhi ketentuan Kebijakan dan Prosedur Operasional Bank Dunia yang relevan, terutama Kebijakan Pengamanan (Safeguards), serta Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa dan Manajemen Keuangan.

Bank Dunia juga telah diminta untuk membantu Negara-Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan dan melaksanakan Proposal Persiapan Kesiapan (R-PP) mereka.

Oleh karena itu, tujuan dari Catatan Penilaian Proposal Persiapan Kesiapan ini (Catatan Penilaian R-PP) adalah agar Bank dapat menilai apakah dan bagaimana Kegiatan Dukungan Kesiapan REDD+ yang diusulkan sebagaimana dituangkan dalam R-PP memenuhi ketentuan Kebijakan Safeguard serta Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa dan Manajemen Keuangan, membahas kualitas teknis R-PP, mencatat bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin akan diberikan Bank kepada Negara Peserta dalam implementasi R-PP tersebut.

Page 5: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

SINGKATAN DAN AKRONIM

CO2e CAS

Carbon dioxide equivalent (Ekuivalen Karbondioksida) Country Assistance Strategy (Strategi Bantuan Negara)

BAPLAN Badan Planologi Kehutanan, diganti namanya menjadi Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan (Ditjen-Plan)

BAPPENAS Badan Perencanaan Pembangunan Nasional BMZ Kementerian Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan Pemerintah Federal

Jerman CEA Core Engagement Area (Bidang Kerjasama Inti) CERINDO Carbon and Environment Research Indonesia (Penelitian Karbon dan

Lingkungan Indonesia) COP13 Thirteenth Conference of the Parties to the UNFCCC (Konferensi Para

Pihak ke-13 untuk UNFCCC) CPS Country Partnership Strategy (Strategi Kemitraan Negara) CCCP Center for Climate Change and Policy (Pusat Perubahan Iklim dan

Kebijakan) DA Demonstration Activity (Kegiatan Demonstrasi) DGFP Directorate General of Forest Planning (Ditjen Planologi Kehutanan/

Ditjen-Plan) DKN Dewan Kehutanan Nasional DNPI Dewan Nasional Perubahan Iklim ESMF Environmental and Social Management Framework (Kerangka

Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Sosial) FAO Food and Agriculture Organization (Organisasi Pangan dan Pertanian

PBB) FCPF Forest Carbon Partnership Facility (Fasilitas Kemitraan Karbon Hutan) FIP Forest Investment Program (Program Investasi Kehutanan) FLEGT Forest Law Enforcement, Governance and Trade (Penegakan Hukum, Tata

Kelola dan Perdagangan Hasil Hutan) FM Financial Management (Manajemen Keuangan) FMS Financial Management Specialist (Spesialis Manajemen Keuangan) GoI Government of Indonesia (Pemerintah Indonesia) FORDA Forest Research and Development Agency (Badan Penelitian dan

Pengembangan Kehutanan) FRIS Forest Resource Inventory System (Sistem Inventarisasi Sumber Daya

Hutan) GHG Greenhouse Gas (Gas Rumah Kaca/GRK) GIZ Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit, Lembaga

Kerjasama Internasional Jerman HCVF High Conservation Value Forest (Hutan Bernilai Konservasi Tinggi) IBRD International Bank for Reconstruction and Development

Page 6: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

2

IDA International Development Association IFCA Indonesia Forest and Climate Alliance (Aliansi Iklim-Hutan Indonesia) IFR Interim Unaudited Financial Report (Laporan Keuangan Sementara yang

Belum Diaudit) INCAS Indonesia National Carbon Accounting System (Sistem Akuntansi Karbon

Nasional Indonesia) IPPF Indigenous Peoples Planning Framework (Kerangka Perencanaan

Masyarakat Adat) ITTO International Tropical Timber Organization (Organisasi Kayu Tropis

Internasional) KFCP Kalimantan Forest Carbon Partnership (Kemitraan Karbon Hutan

Kalimantan) KfW Kreditanstalt für Wiederaufbau KLH Kementerian Lingkungan Hidup KOICA Korea International Cooperation Agency KPH Kesatuan Pengelolaan Hutan (Forest Management Unit) LUCF Land Use Change and Forestry (Perubahan Tata Guna Lahan dan Hutan) MoA Ministry of Agriculture (Kementerian Pertanian/Kementan) MoFor Ministry of Forestry (Kementerian Kehutanan/Kemenhut) MOHA Ministry of Home Affairs (Kementerian Dalam Negeri/Kemendagri) MRV Measurement Reporting Verification (Pengukuran, Pelaporan, Verifikasi) Mt Megatonne (juta metrik ton) NGO Non-governmental organization (Lembaga Swadaya Masyarakat/LSM) PC Participants Committee (Panitia Peserta) PF Process Framework (Kerangka Proses) PSP Permanent Sample Plot (Petak Sampel Permanen) PU Kementerian Pekerjaan Umum RAN GRK Rencana Aksi Nasional untuk Mengurangi Gas Rumah Kaca REDD+ Program pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan

(Reducing emissions from deforestation and forest degradation), ditambah konservasi, pengelolaan hutan secara lestari dan peningkatan stok karbon hutan di negara-negara berkembang

REL Reference Emission Level (Tingkat Emisi Acuan) RPF Resettlement Policy Framework (Kerangka Kebijakan Pemindahan

Penduduk) R-PIN Readiness Preparation Idea Note (Catatan Gagasan Persiapan Kesiapan) R-PP Readiness Preparation Proposal (Proposal Persiapan Kesiapan) SESA Strategic Environmental and Social Assessment (Kajian Lingkungan Hidup

dan Sosial Strategis) TNC The Nature Conservancy UKP4 Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan

Page 7: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

3

UNDP United Nations Development Program (Program Pembangunan PBB) UNEP United Nations Environment Program (Program Lingkungan Hidup PBB) UNFCCC United Nations Framework Convention on Climate Change (Konvensi

Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim) UNREDD United Nations Collaborative Programme on Reducing Emissions from

Deforestation and Forest Degradation in Developing Countries (Program Kerjasama PBB Bidang Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan di Negara-Negara Berkembang)

VPA Voluntary Partnership Agreement (Perjanjian Kemitraan Sukarela) WBS World Bank System (Sistem Bank Dunia)

Page 8: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

1

Dukungan Persiapan Kesiapan REDD+ Indonesia

DAFTAR ISI

I. Pendahuluan dan Konteks ........................................................................................................ 3 A. Konteks Negara ................................................................................................................... 4 B. Konteks Sektoral, Kelembagaan dan Pelaksanaan ............................................................ 4 C. Hubungan dengan Strategi Kemitraan Negara ................................................................ 11

II. Kegiatan Proyek dan Tujuan Pengembangan Proyek ............................................................. 12 A. Kegiatan-Kegiatan Proyek ................................................................................................ 13 B. Project Development Objectives (PDO) ............................ Error! Bookmark not defined. B.. Hasil-Hasil Utama .......................................................................................................... 17

III. Konteks Proyek....................................................................................................................... 18

A. Konsep ............................................................................................................................. 18

1. Uraian ............................................................................................................................. 18

2. Risiko dan Masalah Utama ............................................................................................ 19 B. Kajian terhadap Lembaga Pelaksana .................................................................................. 22 C. Kajian terhadap Pemangku Kepentingan Proyek ............................................................... 23 D. Tata Kelola dan Persetujuan atas Kegiatan yang Dibiayai FCPF .................................... 25

IV. Penilaian Risiko Secara Keseluruhan .................................................................................. 28

V. Komposisi dan Sumber Daya Tim yang Diusulkan, termasuk Bantuan Teknis yang Diberikan Staf Bank Dunia sampai saat ini ................................................................................................... 29

VI. Ringkasan Hasil Penilaian ...................................................................................................... 32

A. Teknis ................................................................................................................................... 33

B. Manajemen Keuangan .......................................................................................................... 33 C. Pengadaan Barang/Jasa ..................................................................................................... 36 D. Sosial dan Lingkungan Hidup (termasuk Konsultasi, Partisipasi, Penyingkapan Informasi dan Pengamanan/ Safeguards) ................................................................................................. 38 D.1. Sosial (termasuk Safeguards)............................................................................................ 41 D.2. Lingkungan Hidup (termasuk Safeguards) .................................................................... 43 D.3. Konsultasi, Partisipasi dan Penyingkapan Informasi.................................................... 44

D.4. Kebijakan Pengamanan (Safeguards) yang Dipicu ...................................................... 45

Lampiran I: Jadwal Persiapan dan Perkiraan Sumber Daya .............................................................

Lampiran III: Kerangka Acuan Kerja SESA ....................................................................................

Lampiran IV: DRAFT Program Komunikasi, Konsultasi dan Sosialisasi untuk Kegiatan Kesiapan REDD+ Indonesia Didanai oleh Program FCPF ..............................................................

Lampiran V: Ringkasan masalah yang diidentifikasi dalam proses konsultasi baru-baru ini ..........

Lampiran VI: Dewan Kehutanan Nasional dan Kegiatan-kegiatan FCPF .......................................

Lampiran VII. Proyek-Proyek yang Didanai Donor Terkait dengan REDD+ di Indonesia ............

Page 9: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

2

Page 10: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

3

Dukungan Persiapan Kesiapan REDD+

Indonesia

I. Pendahuluan dan Konteks

Fasilitas Kemitraan Karbon Hutan ( Forest Carbon Partnership Facility - FCPF) sedang membantu negara-negara berkembang dalam upaya mereka untuk mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan (REDD). Pembentukan FCPF diumumkan dalam konferensi CoP13 di Bali pada bulan Desember 2007 dan mulai beroperasi pada bulan Juni 2008.

FCPF membantu meningkatkan kapasitas negara-negara berkembang di kawasan tropis dan subtropis untuk mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan serta untuk memanfaatkan setiap sistem insentif yang positif dalam rangka REDD di masa mendatang. Tujuannya adalah untuk mendukung negara-negara mengatasi deforestasi dan mengurangi emisi melalui REDD+ serta mengembangkan kapasitas pengkajian pengurangan emisi yang terukur dan dapat diverikasi.

Kegiatan awal FCPF berkaitan dengan bantuan teknis dan peningkatan kapasitas pelaksanaan REDD+ di negara-negara anggota IBRD dan IDA di kawasan tropis seluruh Afrika, Asia Timur dan Pasifik, Amerika Latin dan Karibia serta Asia Selatan. Secara spesifik, FCPF membantu negara-negara dalam menyusun skenario acuan nasional mereka untuk emisi dari deforestasi dan degradasi hutan, mengadopsi dan menyempurnakan strategi nasional untuk menghentikan deforestasi dan degradasi hutan, serta merancang sistem pemantauan, pelaporan dan verifikasi nasional untuk REDD. Kegiatan-kegiatan ini disebut “Kesiapan REDD+” (REDD+ Readiness) dan didukung sebagian oleh Dana Kesiapan FCPF.

Diperkirakan sekitar lima negara telah membuat kemajuan yang besar di bidang kesiapan REDD+ dan, pada waktunya, juga akan berpartisipasi dalam Mekanisme Pembiayaan Karbon dan menerima pembiayaan dari Dana Karbon (Carbon Fund). Secara spesifik, negara-negara tersebut akan menerima pembayaran berdasarkan kinerja pengurangan emisi yang dapat diverifikasi dari deforestasi dan/atau degradasi hutan melalui Program Pengurangan Emisi mereka. Struktur pembayaran yang akan dikembangkan didasarkan pada opsi-opsi untuk REDD+ yang saat ini sedang dibahas dalam proses Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC), di mana pembayaran dilakukan untuk membantu menyelesaikan penyebab dari deforestasi dan degradasi.

Pengalaman dari pelaksanaan ujicoba metodologi FCPF dan pengalaman pembiayaan karbon akan memberikan pemahaman dan pengetahuan kepada semua entitas yang berkepentingan dalam REDD. Jadi, FCPF berupaya menciptakan suatu lingkungan pendukung dan mengumpulkan sejumlah besar pengetahuan dan pengalaman yang dapat memfasilitasi pengembangan program insentif REDD+ global yang jauh lebih luas dalam jangka menengah.

Tiga puluh tujuh negara dari Asia, Amerika Latin dan Tengah, dan Afrika telah dipilih sebagai Negara Peserta REDD+ dalam Mekanisme Kesiapan FCPF, berdasarkan Catatan Gagasan

Page 11: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

4

Rencana Kesiapan yang ditinjau oleh Komite Peserta dan tinjauan independen oleh suatu Panel Penasihat Teknis.

Sebagian besar Negara Peserta REDD+ tersebut menerima dukungan hibah untuk mengembangkan Proposal Persiapan Kesiapan (R-PP), yang berisi kajian terperinci mengenai penyebab deforestasi dan degradasi hutan dan kerangka acuan kerja untuk mendefinisikan tingkat acuan emisi berdasarkan tingkat emisi di masa lalu dan perkiraan emisi di masa mendatang, menetapkan sistem pemantauan, pelaporan dan verifikasi untuk REDD dan mengadopsi atau menyempurnakan strategi REDD+ nasional mereka. Sebuah Rencana Konsultasi dan Partisipasi juga menjadi bagian dari R-PP.

A. Konteks Negara Indonesia telah mencapai kemajuan yang mengagumkan selama dekade terakhir di bidang stabilitas ekonomi makro dan politik. Kinerja ekonomi makro sejak akhir tahun 1990an telah mengalami pertumbuhan output yang konsisten dan penurunan ketimpangan eksternal yang cepat. Peningkatan pertumbuhan bertumpu pada investasi sektor swasta yang meningkat, konsumsi domestik yang berkelanjutan dan surplus eksternal yang secara umum berkelanjutan. Dengan tingkat inflasi yang terkendali dan pendapatan yang meningkat, masyarakat Indonesia telah menikmati peningkatan standar hidup dan penurunan angka kemiskinan, meskipun masih banyak yang berada di dekat garis kemiskinan. Selain itu, sebagai hasil dari reformasi politik dan kelembagaan yang relatif berhasil selama satu dekade yang berkelanjutan, Indonesia pada tahun 2010 telah mencapai demokrasi pemilihan terdesentralisasi yang sangat kompetitif.

Meskipun adanya kinerja ekonomi yang mengesankan serta transformasi dan konsolidasi sistem politik yang mengagumkan, Indonesia perlu membangun di atas fondasi yang kuat dan mempercepat pertumbuhan seraya memastikan bahwa pertumbuhan ini inklusif dan berkelanjutan. Penggunaan lahan dan hutan serta konversi lahan gambut, antara lain, merupakan masalah-masalah yang sangat penting untuk diselesaikan dalam arah pembangunan Indonesia yang berkelanjutan. Komunikasi Nasional Kedua Pemerintah Indonesia mengenai Perubahan Iklim baru-baru ini (Desember 2009) melaporkan bahwa emisi tahunan rata-rata mencapai sekitar 1,66 giga ton karbon dioksida, ekuivalen dengan emisi untuk periode tahun 2000-2004. Perubahan tata guna lahan dan hutan (LUCF) dan kebakaran lahan gambut merupakan penyebab emisi terbesar di Indonesia – rata-rata lebih dari dua per tiga total emisi dalam setahun. Penggunaan energi merupakan sumber emisi terbesar kedua yang cukup jauh, tetapi bertumbuh paling cepat. Emisi sektor listrik bertumbuh paling cepat terutama akibat konversi dari pembangkit tenaga listrik berbahan bakar minyak menjadi berbahan bakar batubara. Transportasi juga merupakan konsumen bahan bakar fosil yang besar karena pesatnya pertumbuhan jumlah kendaraan, buruknya kualitas bahan bakar dan kurangnya investasi pada sistem transportasi massal.

B. Konteks Sektoral, Kelembagaan dan Pelaksanaan

Konteks Sektoral

Page 12: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

5

Proposal Persiapan Kesiapan (R-PP) memberikan gambaran yang sangat komprehensif mengenai pemicu deforestasi dan degradasi hutan. Analisa sebagian besar didasarkan pada laporan Aliansi Iklim-Hutan Indonesia (IFCA) yang disusun pada tahun 2008 untuk konferensi COP13 di Bali.

Deforestasi yang pesat, pembalakan liar, kebakaran hutan dan degradasi lahan gambut menyebabkan emisi, menipiskan kekayaan alam Indonesia, melemahkan potensi penciptaan pendapatan dan melemahkan mata pencaharian masyarakat. Indonesia menghasilkan gas rumah kaca (GHG) dalam jumlah yang signifikan, sebagian besar akibat hilangnya hutan dan perubahan tata guna lahan. Deforestasi dan kebakaran hutan mengurangi potensi pembangunan Indonesia. Sebagian besar deforestasi dan kebakaran hutan terjadi hanya di 10 provinsi (78 persen kehilangan hutan kering dan 96 persen kehilangan hutan rawa). Riau, Kalimantan Tengah dan Sumatra Selatan saja menyebabkan lebih dari separuh total degradasi dan kehilangan hutan. Meskipun upaya untuk mengukur emisi secara lebih akurat terus dilakukan, terdapat konsensus yang luas di Indonesia bahwa kehutanan dan penggunaan lahan merupakan target utama mitigasi.

Masalah tata kelola kehutanan dan penggunaan lahan merupakan masalah yang kompleks dan rumit akan tetapi pola-polanya dipahami dengan cukup baik. Masalah-masalah utama yang menyebabkan deforestasi adalah: (i) akuntabilitas hukum dan politik yang lemah; (ii) kebijakan yang menguntungkan bagi kegiatan komersial berskala besar dibandingkan usaha kecil dan menengah; (iii) distorsi insentif untuk harga dan angkutan kayu; (iv) kerangka hukum yang tidak memadai untuk melindungi masyarakat miskin dan pengguna tanah adat; (v) kurangnya penilaian kekayaan hutan dan rendahnya perolehan pendapatan; dan (vi) korupsi. Masalah-masalah mendasar tersebut merupakan penyebab langsung timbulnya dampak nyata terhadap bentangan alam maupun emisi gas rumah kaca serta kerugian masyarakat. Setiap skema untuk mengubah praktek atau mengurangi deforestasi perlu dipahami dalam konteks kelembagaan, hukum, tata kelola dan insentif hulu yang lebih luas yang membawa dampak hilir terhadap hutan dan lahan gambut.

Kemajuan di bidang tata kelola hutan, penguasaan lahan dan persoalan Masyarakat Adat penting bagi keberhasilan pelaksanaan program REDD+ nasional. Selain menyediakan lapangan pekerjaan dan mendatangkan pendapatan tunai, hutan penting bagi kebutuhan rumah tangga termiskin di kawasan hutan yang mengandalkan hutan untuk bahan bakar, obat, makanan, bahan bangunan dan barang-barang lain. Meskipun terdapat beragam perkiraan jumlah penduduk yang hidupnya bergantung pada hutan di Indonesia, sekitar 20 juta orang hidup di desa-desa di sekitar hutan dan sekitar 6 juta penduduk di antaranya memperoleh pendapatan tunai dalam jumlah yang signifikan dari sumber daya hutan. Ukuran jumlah penduduk dari kelompok-kelompok etnis dan sub-etnis bervariasi dan kelompok-kelompok terkecil seringkali menjadi yang paling rentan dan bercirikan kehidupan tradisional yang bergantung pada akses terhadap hutan.2

Perkembangan REDD+ Nasional

2 Masalah hak dan tata guna lahan merupakan sebagian dari masalah tata kelola penting yang telah diidentifikasi dalam kebanyakan studi dan proses konsultasi. Ada banyak literatur maupun lembaga masyarakat sipil, lembaga penelitian dan advokasi yang khusus menangani masalah penguasaan lahan, sosial dan penghidupan di sektor kehutanan. Hasil penelitian CIFOR, ICRAF, Nawir, dan Contreras – Hermosilla, serta penelitian Kelompok Kerja Bidang Penguasaan Lahan MOFR dirangkum dalam Dokumen “Opsi-Opsi Strategis”, sebuah dokumen ESW kehutanan utama yang disusun oleh Bank Dunia bekerja sama dengan donor-donor kehutanan utama serta CIFOR dan ICRAF tahun 2006.

Page 13: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

6

R-PP mengusulkan strategi awal REDD+ berdasarkan (i) implementasi strategi untuk konservasi dan pengelolaan Kawasan Lindung dan Hutan Produksi yang lebih efektif; (ii) strategi untuk industri hutan dan kertas dalam rangka pengadaan pasokan dari sumber-sumber yang dikelola secara berkelanjutan yang diciptakan dari lahan terdegradasi; (iii) Strategi untuk mengubah perluasan perkebunan kelapa sawit menjadi lahan non-hutan (tidak berhutan) berdasarkan tata ruang yang lebih baik; (iv) Pemulihan lahan gambut; dan (v) Peningkatan kapasitas kelompok masyarakat, termasuk masyarakat adat untuk melakukan pengelolaan hutan melalui kegiatan REDD+.

Sejak COP 13 di Bali, Indonesia telah memprioritaskan perencanaan dan aksi perubahan iklim ketika Presiden mencanangkan komitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GHG) sebanyak 26 persen pada tahun 2020. Strategi dan rencana aksi nasional mengakui bahwa perubahan tata guna lahan dan hutan merupakan sumber emisi utama di Indonesia. Pada bulan Mei 2010, Indonesia menandatangani Letter of Intent dengan Norwegia (LoI Norwegia) untuk melaksanakan inisiatif inovatif berbasis kinerja dalam rangka mempercepat aksi REDD+. Inisiatif REDD+ ini menetapkan program aksi secara bertahap dengan lebih dulu berfokus pada pembentukan strategi nasional, lembaga pengelola, lembaga pemantauan, pelaporan dan verifikasi, provinsi percontohan dan instrumen pembiayaan.

Untuk mencapai target emisinya pada tahun 2020 dan memenuhi batas waktu yang ditetapkan dalam LoI Norwegia maka Indonesia sedang mempersiapkan Strategi REDD+ Nasional dan Rencana Aksi Nasional guna Mengurangi Emisi Gas Rumah Kaca (“RAN GRK”). Konsep Strategi REDD+ Nasional bulan November 2010 terdiri dari lima komponen sebagai berikut (versi yang lebih baik sedang ditinjau dan akan dikonsultasikan secara lebih luas):

Komponen strategi 1: Penyelesaian rencana tata ruang dan tata guna lahan yang seimbang dalam upaya untuk mengurangi deforestasi dengan tetap mempertahankan pertumbuhan ekonomi nasional. Kegiatan-kegiatan mencakup:

– Penundaan/penghentian sementara (moratorium) izin baru untuk konversi hutan dan lahan gambut serta pengurangan sumber emisi lain dan perlindungan/pemeliharaan stok karbon. Surat keputusan presiden final dapat dikeluarkan dalam waktu dekat (mulai 7 Februari).

– Penyelesaian masalah penguasaan lahan: (i) status dan batas hutan tidak jelas, (ii) masyarakat adat memiliki hak pengelolaan hutan secara informal, (iii) Konflik lahan yang belum terselesaikan.

– Pengembangan ekonomi hijau untuk sumber daya hutan berwujud dan tidak berwujud.

Komponen strategi 2: Peningkatan Kontrol dan Pemantauan. Kegiatan-kegiatan mencakup:

– Penyempurnaan data dan informasi ruang

– Persiapan pengukuran standar nasional emisi gas rumah kaca sesuai dengan protokol internasional dan praktek yang baik.

– Pembentukan lembaga nasional independen untuk melaksanakan pengukuran dan pelaporan emisi gas rumah kaca yang mendukung keberadaan (1) mekanisme koordinasi, dan (2) mekanisme pelaporan kepada berbagai lembaga di tingkat nasional dan internasional.

Page 14: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

7

Komponen strategi 3: Peningkatan efektivitas kegiatan pengelolaan hutan. Kegiatan-kegiatan mencakup:

– Peningkatan efektivitas pengelolaan hutan melalui: (i) pelaksanaan perencanaan pengelolaan hutan yang berkelanjutan, dan (ii) peningkatan kinerja organisasi pengelolaan hutan

– Tata Kelola Hutan yang Baik: Peningkatan transparansi dalam proses penyusunan peraturan perundang-undangan, pengambilan keputusan, pemberian hibah, pengaturan yang transparan dan mekanisme penyelesaian konflik yang efektif.

– Perbaikan kebijakan peraturan perundang-undangan melalui: (i) Revisi Undang-Undang No. 41/1999 tentang Kehutanan, terutama pada aspek pembagian wewenang; (ii) perbaikan dan harmonisasi peraturan perundang-undangan di sektor pengguna lahan (pertambangan, pertanian dan tata ruang), dan (iii) perbaikan berbagai perangkat pemeriksaan dan kesimbangan (checks and balances) serta aturan-aturan teknis.

Komponen strategi 4: Keterlibatan dan partisipasi pemangku kepentingan dalam mengurangi emisi gas rumah kaca. Kegiatan-kegiatan mencakup:

– Keikutsertaan berbagai pemangku kepentingan yang meliputi: pemerintah daerah, masyarakat, LSM, masyarakat adat dan komunitas kehutanan, serta masyarakat internasional.

Komponen strategi 5: Memperbaiki dan memperkuat dasar hukum untuk pengelolaan hutan. Kegiatan-kegiatan mencakup:

– Penegakan hukum administrasi negara secara ketat dan konsisten.

– Memperkuat penegakan hukum acara pidana secara ketat dan konsisten untuk menciptakan kepastian hukum dan efek jera serta penetapan Sistem Penegakan Hukum Satu Atap (ORES)

– Meningkatnya kapasitas teknis para penegak hukum (kualitas dan kuantitas)

– Memperkuat pengawasan masyarakat terhadap proses penegakan hukum

Sejalan dengan pengembangan kerangka kebijakan REDD+, Indonesia sedang mempromosikan Kegiatan Demonstrasi (DA) melalui kerja sama dengan negara-negara lain maupun lembaga-lembaga internasional. Pemilihan kegiatan demonstrasi dilakukan dengan mempertimbangkan keragaman kondisi hutan di Indonesia maupun kondisi sosial ekonomi dan kebiasaan masyarakat setempat, terutama mereka yang hidup di sekitar kawasan hutan dan yang menggunakan hutan untuk mempertahankan mata pencaharian serta meningkatkan kesejahteraan.

Sebagian besar Kegiatan Demonstrasi berada dalam lingkup yurisdiksi administratif (kabupaten), namun ada juga sejumlah pendekatan berbasis proyek (pemilik lahan tunggal/konsesi atau Proyek Pemulihan Ekosistem, dan sebagainya). Kementerian Kehutanan telah menyetujui sejumlah Kegiatan Demonstrasi resmi (sekarang ada 16) tetapi lebih dari 60 kegiatan berada dalam daftar tunggu. Dari antara Kegiatan-Kegiatan Demonstrasi resmi tersebut, berikut ini adalah lembaga-lembaga yang mendukung Kegiatan Demonstrasi:

Page 15: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

8

• Proyek KFCP (Kalimantan Forest Carbon Partnership) di Kalimantan Tengah, bekerja sama dengan Pemerintah Australia. Bank Dunia terlibat dalam menyediakan pembayaran berbasis kinerja kepada penerima manfaat;

• Proyek GTZ di Kalimantan Timur, bekerja sama dengan Pemerintah Jerman; • Proyek TNC di Kalimantan Timur, didukung oleh The Nature Conservancy; • Proyek KOICA di Nusa Tenggara Barat, bekerja sama dengan Pemerintah Korea Selatan; • Proyek ITTO di Jawa Timur, didukung oleh International Tropical Timber Organization; • Proyek UNREDD didukung oleh badan-badan PBB UNEP, UNDP dan FAO. • Kalimantan Tengah yang baru-baru ini terpilih sebagai provinsi percontohan REDD+

berdasarkan LoI Norwegia. Kegiatan-Kegiatan Demonstrasi tersebut mencapai tahap-tahap pelaksanaan yang berbeda. Sebagian kegiatan sedang berlangsung sedangkan kegiatan lainnya masih pada tahap rancangan awal. Pelaksanaan Kegiatan Demonstrasi dapat mencakup bantuan teknis, dan mungkin membutuhkan perubahan kebijakan dan investasi infrastruktur fisik. Kegiatan-kegiatan tersebut sedang diusulkan dan dilaksanakan dan saat ini sedikit sekali mendapat pengawasan dari Pemerintah Pusat.

Pelaksanaan strategi Kesiapan REDD+ didukung oleh sejumlah peraturan yang relevan. Kementerian Kehutanan telah mengeluarkan tiga peraturan utama mengenai REDD: Permenhut No. 68 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Demonstration Activities Pengurangan Emisi Karbon dari Deforestasi dan Degradasi Hutan; Permenhut No. 30 tahun 2009 tentang Tata Cara Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan; serta Peraturan No. 36 tahun 2009 tentang Tata Cara Perizinan Usaha Pemanfaatan Penyerapan dan/atau Penyimpanan Karbon pada Hutan Produksi dan Hutan Lindung3.

Permenhut No. 30 tahun 2009 tentang Tata Cara Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan mengatur caranya Indonesia akan mengelola kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan pelaksanaan REDD+. Permenhut ini menetapkan sistem akuntansi nasional yang diimplementasikan di daerah (melalui proyek dan program di daerah). Selain itu, Permenhut ini juga menetapkan sejumlah hal sehubungan dengan pelaksanaan Proyek-Proyek Demonstrasi REDD+.

Dokumen-dokumen perubahan iklim utama Pemerintah Indonesia telah dikeluarkan dalam pertemuan-pertemuan dengan berbagai pemangku kepentingan. Perubahan iklim dan REDD telah menjadi isu yang menonjol secara nasional sejak diadakannya pertemuan UNFCCC COP13 di Bali pada tahun 2007. Beberapa acara yang menonjol antara lain meliputi:

• 18 acara komunikasi dan sosialisasi yang menghasilkan penyusunan Proposal Persiapan Kesiapan FCPF pada tahun 2008 dan 2009. Semua isu yang diangkat selama acara ini tercantum dalam Proposal Persiapan Kesiapan (halaman 15-22 RPP). (Lihat Apendiks untuk mengetahui daftar ini).

• Konsultasi tentang Peta Jalan (Roadmap) Sektoral terhadap Perubahan Iklim di Indonesia dan rencana pengurangan gas rumah kaca, November 2009; Diluncurkan pada tanggal 31 Maret 2010, Bappenas

3 Patut diperhatikan bahwa validitas Permenhut No. 36 tahun 2009 masih dipertanyakan karena peraturan tersebut mengatur pembagian pendapatan negara non pajak yang hanya dapat ditentukan oleh Kementerian Keuangan.

Page 16: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

9

• Komunikasi Nasional ke-2 Indonesia dengan UNFCCC, November 2009, Hotel Borobudur

• Konsultasi Strategi REDD Nasional, Maret 2009 dan September 2009

• Konsultasi kurva biaya Mitigasi – DNPI Juni-Juli 2009; Diluncurkan Oktober 2009

• Konsultasi Dana Perwalian Perubahan Iklim Indonesia (ICCTF/Indonesia Climate Change Trust Fund), Juni-September 2009; Diluncurkan Oktober 2009

• Proses Perencanaan dan Konsultasi UNREDD, Agustus-Oktober 2009

• Proses Perencanaan dan Konsultasi FCPF, September 2009 dan Mei 2010 (lihat Lampiran)

• Konsultasi yang disponsori oleh UNREDD mengenai Strategi REDD+ Nasional, Juni – Agustus 2010, dengan Lokakarya Konsultasi Nasional pada bulan September dan November 2010 (lihat Lampiran)

• Konsultasi WBG tentang Strategi Sawit Global bersama para pemangku kepentingan dari Indonesia (mengangkat masalah iklim, penggunaan lahan dan penguasaan lahan) di Jakarta, Medan dan Pontianak, Mei 2010, ditambah konsultasi berbasis web yang sedang berlangsung. Perhatikan bahwa proses ini menghasilkan rangkuman permasalahan yang tetap relevan dan kelompok-kelompok pemangku kepentingan utama dilibatkan dan dapat menggunakan proses ini untuk menjelaskan dan mendokumentasikan pemahaman serta posisi mereka sehingga menciptakan suatu platform konsultasi lebih lanjut di bawah kegiatan yang terkait dengan FCPF dan kegiatan REDD+ lainnya.

Rangkuman masukan dari para pemangku kepentingan utama dari sebagian proses konsultasi tersebut diberikan dalam Lampiran V.

Kementerian Kehutanan menggunakan umpan balik dari pemangku kepentingan dalam membentuk peraturan-peraturan yang berkaitan dengan REDD+, termasuk peraturan tentang pelaksanaan kegiatan demonstrasi REDD+ (PERMENHUT No. P30/Menhut-II/2008), Surat Keputusan Menteri tentang Pembentukan Kelompok Kerja Perubahan Iklim (SK.13/Menhut-II/2009), serta peraturan tentang Tata Cara Perizinan Usaha dalam rangka REDD+ (PERMENHUT No. P36/Menhut-II/2009).

Konteks Kelembagaan

Pengaturan kelembagaan REDD+ di Indonesia saat ini sedang ditinjau dalam konteks kemitraan dengan Norwegia. Untuk menangani pengelolaan dan pelaksanaan inisiatif ini, pada bulan Oktober 2010, Presiden membentuk Satuan Tugas REDD+ tingkat tinggi (Keppres No. 19 tahun 2010) yang diketuai oleh Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) dan beranggotakan para pejabat tinggi dari Kemenkeu, Bappenas, Kemenhut, KLH, Badan Pertanahan Nasional dan Dewan Nasional Perubahan Iklim. Lihat Gambar 1.

Page 17: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

10

Indonesia relatif maju dalam upaya pengembangan REDD+, dan pembentukan badan koordinasi inisiatif nasional ini diharapkan dapat mempercepat dan memusatkan aksi untuk mencapai hasil. Pembentukan badan koordinasi akan memastikan bahwa keputusan kelembagaan, kebijakan dan pembiayaan REDD+ didasarkan pada pertimbangan strategis di tingkat nasional. Satuan Tugas REDD+ merupakan lembaga baru dan peranan UKP4 terus berkembang; prosedur koordinasi mencakup rapat dan pertemuan berkala, penyerahan laporan umum, dan kerja sama di bidang lokakarya dan pertemuan publik. Prosedur dan ketentuan koordinasi akan dikomunikasikan dan dilaksanakan melalui Satuan Tugas yang beranggotakan perwakilan dari semua Kementerian dan Lembaga yang relevan dan berhubungan dengan unit-unit operasional, sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 1. Untuk mengkoordinasikan kegiatannya sendiri dan mendukung perwakilannya dalam Satuan Tugas REDD+ Nasional, Kementerian Kehutanan telah membentuk Kelompok Kerja Perubahan Iklim (Kepmenhut no. SK.624/Menhut-II/2010 tanggal 9 November 2010). Kelompok Kerja diketuai oleh Sekjen dan dijalankan oleh Staf Ahli dan beranggotakan semua Direktur Jenderal. Kelompok Kerja mempunyai tiga sub-kelompok dengan perwakilan dari seluruh Kemenhut. Dua unit tingkat direktur (Pusat Perubahan Iklim dan Kebijakan serta Pusat Standarisasi dan Lingkungan Kehutanan) yang khususnya terlibat dalam merancang dan melaksanakan kegiatan-kegiatan FCPF diwakili dalam Kelompok Kerja Kemenhut ini dan memberikan dukungan langsung melalui kantor Sekretaris Jenderal dan Direktur Jenderal Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Struktur Kelompok Kerja Kemenhut tampak pada Gambar 2. Implementasi hibah FCPF akan menjadi tanggung jawab sebuah Panitia Pengarah yang akan dibentuk melalui Surat Keputusan Menteri. Panitia Pengarah ini akan diketuai oleh wakil dari Kementerian Kehutanan dan mempunyai perwakilan dari Kementerian dan Lembaga lain yang relevan seperti Kementerian Keuangan, Bappenas, DNPI, Satuan Tugas REDD+ serta Kementerian Lingkungan Hidup dan harus dibentuk paling lama 2 bulan setelah Pemerintah menandatangani perjanjian hibah. Keterlibatan Kementerian/Lembaga lain akan menjamin relevansi kegiatan FCPF dalam konteks kesiapan REDD+ secara keseluruhan dari Indonesia.

Page 18: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

11

Gambar 1: Kerangka Koordinasi REDD+ Indonesia di Tingkat Menteri

C. Hubungan dengan Strategi Kemitraan Negara Proposal Persiapan Kesiapan Indonesia (R-PP), sebelumnya disebut Rencana Kesiapan (R-Plan) disusun pada tahun 2009 dan disetujui oleh Komite Peserta FCPF untuk mendapatkan pendanaan sebesar US$ 3,6 juta. R-PP bertujuan membantu Indonesia dalam mempersiapkan diri untuk melaksanakan sistem REDD+ yang akan datang, yang akhirnya akan menghasilkan pembiayaan yang berkelanjutan dan pengelolaan sumber daya hutan yang lebih baik sesuai dengan prinsip-prinsip yang ramah lingkungan. Sejak tahun 2009, Pemerintah Indonesia telah mempersiapkan diri untuk melaksanakan REDD+ dengan menggunakan sumber dayanya sendiri maupun hibah dari AusAid, GIZ, KfW, UN-REDD dan pihak-pihak lain.

Kegiatan yang diusulkan sejalan dengan Strategi Kemitraan Tingkat Negara (CPS) 2009-2012 untuk Indonesia, terutama Bidang Inti Kerjasama (CEA) No. 5: Kelestarian Lingkungan dan Mitigasi Dampak Bencana Alam. Masalah perubahan iklim menjadi fokus dari bidang ini dan deforestasi dan degradasi hutan menghasilkan 80 persen emisi gas rumah kaca di Indonesia. Selain itu, kegiatan ini sejalan dengan Prinsip dan Praktek yang dituangkan dalam CPS, yang mencakup memperkuat, bilamana mungkin, insentif dan proses untuk mendorong pertanggungjawaban atas peningkatan efektivitas pemerintahan, misalnya, melalui mekanisme pertanggungjawaban (akuntabilitas) untuk meningkatkan jumlah suara dan partisipasi. Komponen konsultasi and sosialisasi yang ekstensif dari kegiatan ini dirancang untuk memperkuat akuntabilitas dan transparansi dengan mendorong partisipasi masyarakat yang lebih luas dalam proses perumusan kebijakan dan pemantauan kebijakan.

Page 19: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

12

Proyek ini juga selaras dengan dan melengkapi kerjasama lain dari Bank Dunia di bidang kebijakan dan kegiatan bantuan teknis (TA) kehutanan seperti DPL Perubahan Iklim dan AAA Perkebunan Kelapa Sawit (kegiatan sedang berlangsung) serta Program Investasi Hutan (FIP), Proyek Pemulihan Ekosistem dari Global Environment Facility (GEF) dan Trust Fund Karbon Hutan Kalimantan (dalam persiapan) yang semuanya berupaya membangun dasar peraturan perundang-undangan, kelembagaan dan teknis yang dibutuhkan Indonesia untuk mendukung kegiatan-kegiatan dalam rangka mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan. Secara paralel dan melalui kerjasama dengan JICA, AFD, Bank Dunia dan ADB, Pemerintah Indonesia juga telah mengembangkan serangkaian Pinjaman Program Perubahan Iklim dengan tonggak kebijakan di bidang kehutanan, energi, adaptasi dan pengembangan kelembagaan. Pemerintah Indonesia juga akan membiayai kegiatan Persiapan REDD+ di bawah UN REDD, GEF dan sumber lain, dan sedang merencanakan pengembangan strategi dan investasi di bawah Program Investasi Hutan (dari Dana Investasi Iklim). Gambar di bawah ini memperlihatkan hubungan antara mekanisme pembiayaan REDD+ dengan iklim hutan yang ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia berdasarkan Letter of Intent.

Gambar 2: Proses Pengembangan REDD+ Indonesia: Integrasi Instrumen Bank yang Mendukung REDD+ dengan Jadwal LOI

II. Kegiatan Proyek dan Tujuan Pengembangan Proyek

Tujuan Pengembangan hibah ini adalah mendukung peningkatan kapasitas Indonesia untuk merancang strategi REDD+ nasional yang tepat, mengembangkan skenario acuan nasional dan subnasional dan menetapkan sistem pemantauan hutan dan akuntansi karbon selaras dengan situasi dan kondisi lokal, regional dan nasional. Dengan demikian, tujuan pengembangan akan dipantau melalui indikator berikut ini:

Page 20: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

13

1. SESA dipersiapkan dan disetujui oleh para pemangku kepentingan nasional termasuk lembaga-lembaga pemerintah yang kompeten,

2. Situasi dan kondisi yang berdampak pada Skenario Acuan Nasional (dasar) diukur dan dibahas bersama para pemangku kepentingan yang relevan, dan

3. Kajian tentang penyebab deforestasi, opsi bagi hasil dan opsi investasi yang semakin memperkuat Strategi REDD+ nasional disusun dan disetujui oleh Pemerintah setelah dibahas dan disahkan oleh para pemangku kepentingan.

Hibah FCPF akan membiayai sebagian (subset) dari input keuangan dan teknis secara keseluruhan yang dibutuhkan Indonesia untuk mencapai kesiapan REDD. Kegiatan FCPF telah dikonsultasikan dengan para donor dan program-program lain dan dianggap strategis untuk mencapai kesiapan.

Input tambahan akan diberikan oleh Donor lain dan Pemerintah Indonesia yang menjalin kerjasama yang aktif dengan Hibah FCPF (sebuah daftar lengkap mengenai kegiatan donor sehubungan dengan REDD+ diberikan dalam Lampiran VII). Kegiatan-kegiatan yang paling relevan dan paling perlu dikoordinasi adalah:

• LoI Norwegia (tahap pertama) 30 juta: Dukungan untuk pembentukan lembaga REDD+, penyusunan strategi REDD+, pembentukan lembaga MRV dan persiapan salah satu Provinsi Demonstrasi subnasional (Kalimantan Tengah);

• IFCI (Australia) 3 juta: Dukungan untuk Sistem Akuntansi Karbon nasional yang dilaksanakan oleh Kementerian Kehutanan;

• Hibah UN-REDD 5,6 juta: Kegiatan kesiapan, sebagian besar di tingkat sub-nasional, dukungan untuk sistem akuntansi karbon;

Sebagaimana disebutkan sebelumnya, lebih dari 60 Kegiatan Demonstrasi REDD saat ini sedang dikembangkan oleh donor bilateral, LSM dan perusahaan swasta di tingkat provinsi atau kabupaten dan/atau di tingkat proyek, seperti Kemitraan Iklim Hutan Kalimantan (Australia), Kemitraan Karbon Hutan Sumatra (Australia), Program Perubahan Iklim dan Hutan (Jerman), Berau (TNC), dan lain-lain.

Koordinasi secara keseluruhan terhadap kegiatan kesiapan akan menjadi tugas Pemerintah Indonesia melalui Satuan Kerja REDD+ dan/atau Lembaga REDD+ yang akan dibentuk. Selain itu, Bank Dunia akan berkoordinasi dengan donor-donor lain untuk memastikan bahwa kegiatan-kegiatan yang dibiayai dengan hibah ini tidak didanai inisiatif-inisiatif lain dan bahwa hasilnya akan dibahas dan dikonsultasikan dengan para pemangku kepentingan yang relevan.

A. Kegiatan-Kegiatan Proyek

Program FCPF mempunyai empat komponen utama:

Page 21: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

14

(i) Kegiatan Analisis yang mencakup kajian tentang penyebab deforestasi dan tentang investasi serta intervensi lain yang dibutuhkan untuk mengurangi deforestasi dan emisi gas rumah kaca. (ii) Dukungan bagi Proses Kesiapan. Komponen ini mencakup: kajian terhadap peraturan-peraturan baru yang relevan dengan REDD+ ; peningkatan kapasitas lembaga dan pemangku kepentingan; kajian cepat terhadap opsi bagi hasil; subkomponen besar konsultasi dan sosialisasi yang mencakup semua pelaku termasuk Masyarakat Adat; dan penyelesaian Kajian Lingkungan Hidup dan Sosial Strategis (SESA) serta penyusunan Kerangka Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Sosial (ESMF).

(iii)Kajian dan pengukuran dampak perubahan tata guna lahan terhadap emisi gas rumah kaca. Komponen ini akan mengkaji dan mengukur dampak dari perubahan tata guna lahan terhadap stok karbon, mengembangkan deret waktu perubahan lahan dan mendukung sistem pemantauan stok karbon di tingkat lapangan. Penilaian dan pemantauan Stok Karbon terutama akan dibiayai oleh FAO (UN-REDD) dan AusAid .

(iv) Pengumpulan data dan Peningkatan Kapasitas Daerah. Komponen proyek yang keempat ini akan memfasilitasi kegiatan REDD+ yang relevan di tingkat sub-nasional (daerah) dengan mengumpulkan data sosial ekonomi dan sumber daya hayati serta parameter-parameter lain yang dibutuhkan.

Page 22: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

15

Rincian Kegiatan:

Kegiatan

Output Sasaran Pengelolaan Dana

Bank Dunia Kemenhut

Bidang Fokus 1: Kegiatan Analisis (USD 268.900)

1.1 Menganalisis penyebab deforestasi dari perspektif pembangunan, permintaan penggunaan lahan dan perkembangan kependudukan

Sintesis dan analisis terutama dengan memanfaatkan hasil kajian dan studi yang tersedia mengenai deforestasi di Indonesia khususnya yang berfokus pada permintaan penggunaan lahan dan perkembangan kependudukan di masa mendatang.

USD 90.000

1.2 Menyaring opsi-opsi investasi prioritas untuk mengurangi deforestasi dan degradasi hutan termasuk kajian tarik ulur (trade-off)

Kompilasi opsi jenis investasi utama untuk mengurangi penyebab deforestasi berdasarkan proposal program yang ada, pembahasan tentang pro dan kontra serta kemungkinan risiko dan dampak.

USD 40.000

1.3 Mengidentifikasi kegiatan-kegiatan di tanah air yang berhasil menurunkan emisi dan meningkatkan serapan, serta stabilisasi stok karbon hutan

Pembahasan tentang opsi (kebijakan, investasi, kegiatan demonstrasi) aksi mitigasi, kajian tarik-ulur (trade-off), dan identifikasi penghambatnya.

USD 89.500

1.4 Analisis situasi cepat mengenai kebijakan REDD di Indonesia

Laporan kemajuan tentang kegiatan REDD+ di Indonesia (kompilasi studi, inisiatif dan aksi-aksi dengan cara yang akan menghasilkan kesiapan)

USD 49.400

Bidang Fokus 2: Dukungan bagi proses kesiapan (USD 1.754.000)

2.1 Pembentukan lembaga dan kerangka hukum untuk pelaksanaan REDD:

Kesenjangan kerangka peraturan perundang-undangan untuk REDD+ dikaji dan opsi perbaikan diidentifikasi.

USD 82.200

- Proses pemangku kepentingan untuk meninjau kerangka peraturan perundang-undangan yang ada (misalnya Permenhut P. 68/2008, P.30/2009, P. 36/2009) dalam rangka membahas opsi dan saran yang akan dipertimbangkan oleh pemangku kepentingan utama, terutama Kementerian Kehutanan, Kementerian Keuangan dan Lembaga REDD+

USD 22.261

- Memberikan dukungan kepada konsultasi publik dan pertemuan Kelompok Kerja REDD+

USD 19.192

- Meningkatkan pembinaan kerjasama yang efektif dengan masyarakat adat dan masyarakat lokal dalam Kegiatan Demonstrasi sub-nasional (mungkin – seperti yang akan ditentukan – lokasi: Kalimantan Selatan, Sumatra Selatan (Musi Rawas), Maluku, NAD, Papua Barat)

USD 40.747

2.2 Peningkatan kapasitas lembaga dan pemangku kepentingan yang terlibat dalam

Kapasitas lembaga-lembaga yang berkaitan dengan REDD+

USD 264.500

Page 23: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

16

Kegiatan

Output Sasaran Pengelolaan Dana

Bank Dunia Kemenhut pelaksanaan kegiatan REDD: Pelatihan pelatih (ToT) mengenai akuntansi dan pemantauan (pengecekan di lapangan dan analisis data spasial) di tingkat nasional dan sub-nasional. Lokasi: Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Maluku, NAD, Papua Barat, Jawa Timur, Sumatra Selatan.

diperkuat

2.3 Mempersiapkan kajian cepat terhadap opsi bagi hasil dalam konteks internasional, mengkaji proposal yang ada di Indonesia dan mengadakan pertemuan pemangku kepentingan untuk memberikan masukan kepada Kementerian Keuangan dan Satuan Tugas REDD+ dalam rangka menyusun pedoman atau resolusi proses bagi hasil REDD+:

Kompilasi Opsi mekanisme bagi hasil REDD+, pro dan kontra serta pelajaran yang dipetik dari pengalaman manca negara yang cocok bagi Indonesia

USD 100.000

2.4 Konsultasi dan Sosialisasi:

Rasa memiliki terhadap program REDD+ diperkuat; kesadaran dan kapasitas semua pelaku REDD+ ditingkatkan

USD 13.572 USD 1.073.728

- Lokakarya untuk mengembangkan pedoman bagi keterlibatan masyarakat adat dan masyarakat lokal yang efektif dalam Kegiatan Demonstrasi REDD+ di masa mendatang pada tingkat sub-nasional

USD 58.488

- Lokakarya mengenai prioritas investasi untuk mengurangi deforestasi USD 58.489 - Pertemuan kelompok terarah untuk memfasilitasi pembentukan mekanisme insentif REDD

USD 13.572

- Konsultasi untuk mengidentifikasi kegiatan di tanah air yang berhasil mengurangi emisi dan meningkatkan serapan (removals), serta stabilisasi stok karbon hutan

USD 118.616

- Konsultasi publik di Jakarta dan 5 provinsi mengenai pembentukan lembaga dan kerangka hukum

USD 58,489

- Sosialisasi mengenai pengelolaan data dan pembelajaran mengenai kegiatan kesiapan /Kegiatan Demonstrasi (DA)

USD 68,554

- Dialog kebijakan mengenai pengembangan analisis deret waktu terhadap aspek-aspek utama sosial ekonomi dan kebijakan sehubungan dengan perubahan tata guna lahan

USD 13.568

- Lokakarya untuk membahas pengembangan PSPs USD 58.489 - Lokakarya tentang DA di tingkat lokal USD 89.842 - Konsultasi publik untuk memfasilitasi pembentukan Kelompok Kerja REDD (REDD WG) di tingkat sub-nasional

USD 44.921

- Konsultasi publik untuk memfasilitasi pengembangan pembentukan lembaga di tingkat sub-nasional

USD 44.921

- Analisis pemangku kepentingan (desk study) USD 4.189 - Penyebarluasan informasi melalui website dan publikasi tercetak USD 130.578 - Lokakarya/dialog tentang penyebab deforestasi dari perspektif pembangunan, permintaan penggunaan lahan dan perkembangan kependudukan

USD 118.616

- Tinjauan sejawat (peer review) oleh lembaga akademis terhadap hasil analisis dan pemetaan penggunaan lahan

USD 30.500

- Lokakarya tentang MRV USD 58.489 - Lokakarya tentang SESA/ESMF USD 116.979 2.5 Pengelolaan data, pelajaran dan Informasi tentang Kegiatan USD 120.000

Page 24: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

17

Kegiatan

Output Sasaran Pengelolaan Dana

Bank Dunia Kemenhut koordinasi mitra yang mendanai, termasuk tinjauan kegiatan demonstrasi secara berkala

Demonstrasi dimuktahirkan dan tersedia dalam database.

2.6 Kajian Lingkungan Hidup dan Sosial Strategis (SESA) dan ESMF dalam lingkup yang terbatas

Cara-cara untuk menangani bidang-bidang sosial dan lingkungan hidup utama yang berkaitan dengan REDD+ dibahas secara transparan

USD 100.000

Bidang Fokus 3: Kajian dan pengukuran dampak perubahan tata guna lahan terhadap emisi gas rumah kaca (USD 977.900) 3.1 Analisis dan kemungkinan pemetaan alam dan dampak penggunaan lahan terhadap siklus karbon terestrial.

Informasi mengenai siklus karbon terestrial dari berbagai bentuk penggunaan lahan.

USD 160.000

3.2 Pengembangan analisis deret waktu terhadap aspek-aspek utama sosial ekonomi dan kebijakan sehubungan dengan perubahan tata guna lahan.

Informasi deret waktu mengenai aspek-aspek sosial ekonomi dan kebijakan sehubungan dengan perubahan tata guna lahan.

USD 196.100

3.3 Penetapan petak sampel permanen (PSP) untuk pemantauan karbon hutan di lapangan (untuk memperkirakan emisi dan serapan GRK, dan memantau perubahan stok karbon hutan)

Meningkatnya kepastian perhitungan GRK dari pengurangan emisi dn peningkatan penyeraban serta stabilisasi stok karbon hutan.

USD 621.800

Bidang Fokus 4: Pengumpulan Data dan Peningkatan Kapasitas Daerah (USD 531.700)

4.1 Memfasilitasi peningkatan kesiapan REDD+ di tingkat sub-nasional:

Kabupaten sasaran mempunyai kapasitas yang memadai untuk bersiap melaksanakan REDD+

USD 531.700

- Peningkatan kapasitas dan studi mengenai cara menyusun kerangka kerja REDD+ di kawasan terpilih (lokasi: Kalimantan Selatan, Papua Barat, Sulawesi Selatan, Kabupaten Musi Rawas – Sumatra Selatan, NAD)

USD 275.650

- Pengembangan studi mengenai sosial ekonomi dan biofisika untuk mendukung pekerjaan dasar

USD 189.250

- Pembahasan Kerangka Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Sosial (ESMF) dan pemantauan pelaksanaannya bersama para pemangku kepentingan dalam Kegiatan Demonstrasi sub-nasional

USD 66.800

Biaya Operasional USD 67.500 Total: USD 3.600.000 USD 403.572 3.196.428

B. Hasil-Hasil Utama

1) Pemahaman dan pengetahuan tentang penyebab deforestasi dan degradasi hutan serta tentang strategi untuk mengatasi deforestasi dan degradasi hutan meningkat; hasil kajian tentang opsi-opsi investasi prioritas untuk mengurangi deforestasi dan degradasi hutan tersedia; kegiatan di Indonesia yang berhasil mengurangi emisi dan meningkatkan penyerapan karbon, serta stabilisasi stok karbon hutan dikaji; dan pemahaman tentang status, kesenjangan dan kebutuhan peningkatan kapasitas untuk melaksanakan kerangka REDD+ nasional meningkat.

2) Peraturan-peraturan yang ada tentang REDD+ dikaji; kapasitas lembaga yang berkaitan dengan REDD+ meningkat; kesadaran dan rasa memiliki terhadap proses

Page 25: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

18

kesiapan meningkat melalui konsultasi dan sosialisasi; kapasitas pemangku kepentingan, termasuk masyarakat adat, untuk ikut dalam proses pengembangan kebijakan diperkuat; dan Kerangka Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Sosial yang berfokus pada Kegiatan Demonstrasi REDD+ yang akan datang tersedia.

3) Pemahaman tentang siklus karbon terestrial dari berbagai bentuk penggunaan lahan meningkat; hasil analisis deret waktu terhadap aspek sosial ekonomi dan kebijakan utama dari perubahan tata guna lahan tersedia; dan Patok Sampel Permanen (PSP) meningkatkan kepastian pada perkiraan GRK dari REDD+ di berbagai jenis hutan di kawasan-kawasan terpilih.

4) Data terbaru tentang potensi REDD+ di provinsi terpilih dihasilkan; kapasitas untuk menyusun kerangka REDD+ dan melaksanakan program-program REDD+ di lokasi sub-nasional terpilih meningkat (lokasi: Kalimantan Selatan, Papua Barat, Sulawesi Selatan, KabupatenMusi Rawas – Sumatra Selatan, NAD).

III. Konteks Proyek

A. Konsep

1. Uraian

Proses kesiapan REDD+ nasional terdiri dari sejumlah kegiatan yang mencakup masalah-masalah kesiapan REDD+ di Indonesia. Jumlah pendanaan keseluruhan yang dibutuhkan untuk membiayai kegiatan peningkatan kapasitas di bidang REDD+ di Indonesia semula diperkirakan mencapai US$ 18 juta pada tahun 2009 dalam R-PP Indonesia. Angka ini belum mencakup pembentukan lembaga-lembaga baru dan kegiatan-kegiatan lain yang direncanakan dalam LoI Norwegia, yang akan segera dilaksanakan. Kegiatan-kegiatan yang diidentifikasi dalam perjanjian hibah merupakan bagian dari upaya kesiapan secara keseluruhan yang dituangkan dalam Rencana Kesiapan yang telah disampaikan kepada FCPF pada bulan Juni 2009.

Perencanaan kesiapan REDD di Indonesia didukung oleh UNREDD ($5,7 juta) dan Aliansi Iklim Hutan Indonesia Australia - AUSAID ($30 juta). Kedua program ini telah berjalan sejak tahun 2009 dan terutama memusatkan kegiatannya pada (i) pengukuran, pelaporan & verifikasi (MRV) dan penetapan Tingkat Emisi Acuan (REL), (ii) kegiatan kesiapan daerah dan (iii) sosialisasi dan komunikasi. Selain itu, Inisiatif Iklim Hutan dan Letter of Intent Norwegia menyediakan $30 juta untuk Tahap 1 program berbasis hasil yang terdiri dari tiga bagian. Sebagai bagian dari komitmen berdasarkan Letter of Intent Norwegia, Satuan Tugas REDD diminta untuk mengkoordinasikan penyusunan Strategi REDD+. Oleh karena itu, FCPF hanya akan mendukung input analisis strategis dan proses konsultasi, bukan seluruh inisiatif REDD. Mengingat beragamnya pelaku dan kecilnya ukuran hibah FCPF dibandingkan dengan upaya-upaya lain maka hibah FCPF tidak dapat diperuntukkan bagi seluruh strategi REDD nasional melainkan dianggap sebagai kontributor input spesifik bagi dialog multi donor dan multi sektoral serta proses pengembangan yang lebih luas.

Dukungan FCPF mempunyai lingkup nasional dengan kegiatan penelitian dan peningkatan kapasitas di daerah-daerah. Kegiatan kesiapan dengan unsur informasi, penelitian dan peningkatan kapasitas akan mendukung kerangka REDD+ nasional yang akan datang. Unsur-unsur tersebut akan melengkapi kegiatan-kegiatan lain yang dilaksanakan oleh Pemerintah, LSM, donor dan organisasi-organisasi lain.

Page 26: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

19

Data berbasis lapangan dan kesiapan di daerah akan menjadi komponen penting dari kesiapan nasional, dan FCPF juga akan memberikan kontribusi pendanaan untuk kegiatan kajian dan pengukuran di lapangan di daerah-daerah berikut ini: Provinsi Kalimantan Selatan, Provinsi Papua Barat, Provinsi Sulawesi Selatan, Kabupaten Musi Rawas di Provinsi Sumatra Selatan dan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Kementerian Kehutanan telah memilih daerah-daerah tersebut berdasarkan dukungan dari pemerintah daerah masing-masing untuk REDD+ dan lokasi kegiatan demonstrasi yang mungkin relevan.

Program kesiapan FCPF sangat penting meskipun pendanaannya kecil jika dilihat dari sekala kegiatan kesiapan REDD+ secara keseluruhan di Indonesia. Kementerian Kehutanan telah memilih kegiatan-kegiatan secara spesifik karena kegiatan-kegiatan tersebut dianggap penting untuk kesiapan tetapi tidak sedang didanai oleh donor-donor lain. SESA dan ESMF mempunyai nilai yang sangat strategis karena secara langsung mempengaruhi kerangka kebijakan REDD+ maupun proyek-proyek REDD+ di masa mendatang. Mekanisme safeguard akan menjadi sangat penting ketika Indonesia memasuki tahap investasi REDD+ (tahap 2). Analisis opsi investasi prioritas REDD+ dirancang untuk mendukung persiapan strategi investasi dalam Program Investasi Kehutanan (FIP) serta skema-skema serupa.

2. Risiko dan Masalah Utama

Risiko Utama berkaitan dengan pemangku kepentingan, masyarakat yang hidupnya bergantung pada hutan dan masyarakat adat, tata kelola dan hak-hak atas lahan, safeguard lingkungan dan sosial, kecurangan dan korupsi serta dampak ekonomi.

a) Pemangku Kepentingan: REDD+ adalah suatu mekanisme yang masih dalam pembahasan secara internasional dan telah menarik banyak perhatian dari berbagai kelompok pemangku kepentingan, termasuk masyarakat adat. Banyak kelompok pemangku kepentingan, terutama organisasi masyarakat sipil (CSO) dan LSM Indonesia, melihat pembahasan REDD+ sebagai kesempatan yang baik untuk membahas semua jenis masalah sehubungan dengan penggunaan lahan dan perubahan tata guna lahan, termasuk hak-hak adat, masalah penguasaan lahan dan inklusivitas. Meskipun proses Kesiapam REDD+ di Indonesia mendapatkan dukungan dari sebagian besar pemangku kepentingan di negeri ini, termasuk masyarakat sipil nasional, beberapa kelompok menyatakan bahwa tidak ada tingkat konsultasi yang tepat untuk menjamin mekanisme partisipatif bagi keterlibatan berbagai pemangku kepentingan. Secara khusus, proses kesiapan REDD+ perlu mengikuti aturan yang ketat dan kebijakan keterbukaan informasi yang diakui oleh kelompok-kelompok pemangku kepentingan. Risikonya adalah bahwa dukungan yang luas untuk REDD+ dapat berkurang jika pendekatan partisipatif dan konsultatif dalam proses Kesiapan tidak dipertahankan selama berlangsungnya proses dan ditangani secara profesional dan hati-hati, terutama ketika keputusan penting seperti mengenai mekanisme bagi hasil atau kepemilikan karbon dibuat.

Rencana Konsultasi dan Sosialisasi mencakup berbagai konsultasi dengan semua pemangku kepentingan yang relevan di tingkat nasional dan lokal dengan anggaran belanja yang mencapai sekitar $1 juta. Konsultasi-konsultasi tersebut mencakup semua kegiatan analisis yang dilaksanakan melalui kegiatan Hibah maupun safeguard.

Page 27: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

20

b) Keterlibatan masyarakat yang hidupnya bergantung pada hutan dan masyarakat adat. Keterlibatan masyarakat yang hidupnya bergantung pada hutan dan masyarakat adat dalam pengembangan kebijakan sangat penting bagi REDD+ di Indonesia. Kegiatan hibah FCPF akan memanfaatkan dan bekerja sama dengan jaringan dan lembaga yang ada untuk mendukung proses yang berkelanjutan guna memperkuat keterlibatan masyarakat adat/lokal dalam pengembangan kebijakan.

Masyarakat adat dan masyarakat lokal telah mengembangkan jaringan dan lembaga untuk mewakili diri mereka dan ikut dalam proses dialog, bersama dengan mitra CSO serta kelompok pemikir dan perencana (think tank), dari dalam maupun luar negeri. Masyarakat adat, komunitas termarjinalkan, dan pemangku kepentingan lain terwakili dalam struktur kelembagaan Dewan Kehutanan Nasional (DKN) yang memberikan dukungan dalam pelaksanaan SESA dan upaya-upaya konsultasi.

Salah satu kelompok utama, meskipun bukan satu-satunya perwakilan dari masyarakat adat, adalah AMAN, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara. Didirikan pada tahun 1999, AMAN beranggotakan 1163 komunitas adat. AMAN aktif sebagai pemerhati dalam pertemuan-pertemuan FCPF dan FIP dan juga memberikan masukan langsung untuk strategi REDD+ nasional dan proses pengembangan lembaga dengan sumber daya yang ada.

Hibah FCPF merupakan kesempatan untuk meneruskan dan memperluas kerja sama dengan masyarakat adat, termasuk dalam pembentukan lembaga REDD+. Hibah FCPF dapat membantu dengan mengikutsertakan masyarakat adat sebagai mitra penting dalam konsultasi dan dengan memastikan bahwa representasi mereka ditingkatkan sebagai hasil dari proses ini. FCPF secara spesifik akan mendukung pembahasan mengenai pembinaan kerja sama yang lebih efektif dengan masyarakat adat dalam Kegiatan Demonstrasi REDD+ yang akan datang (Kegiatan 2.4). Keprihatinan masyarakat adat juga akan dibahas dalam kegiatan analisis terhadap penyebab deforestasi (kegiatan 1.1.) dan mekanisme bagi hasil yang merata (kegiatan 2.3).

Bagian yang penting dari kegiatan konsultasi dan sosialisasi, termasuk pembinaan kerjasama yang efektif dengan masyarakat adat dalam Kegiatan Demostrasi yang akan dilakukan di masa mendatang, akan dilaksanakan oleh Balitbang Kehutanan dengan dukungan dari DKN. Pedoman kegiatan ini didasarkan pada Konsultasi Di Muka Secara Gratis untuk mendapatkan Dukungan Masyarakat secara Luas. Alasan utama untuk menggunakan DKN adalah karena lembaga ini mendapatkan mandat dari undang-undang dan mempunyai struktur kelembagaan yang dapat secara aktif memfasilitasi partisipasi LSM dan masyarakat, termasuk masyarakat adat, dalam pengambilan kebijakan dan keputusan nasional di sektor kehutanan.. Masyarakat adat dan masyarakat yang hidupnya bergantung pada hutan terwakili dalam DKN serta melalui lembaga dan jaringan mereka sendiri. Latar belakang lebih lanjut mengenai DKN dan peranannya dalam program FCPF disajikan dalam Lampiran IX.

c) Tata kelola dan hak-hak atas lahan: Sebuah sistem REDD+ nasional hendaknya mencakup berbagai tingkat pemerintahan dan berbagai pemangku kepentingan. Pendapatan REDD+ harus mencapai penerima manfaat di lapangan, terutama masyarakat yang hidupnya bergantung pada hutan. Berdasarkan skenario REDD+, pengaturan penguasaan lahan mempunyai implikasi terhadap siapa yang memiliki karbon yang tersimpan di hutan dan siapa yang berhak menikmati kredit yang diperoleh dari REDD+. Proses desentralisasi Indonesia masih berlangsung dan pengaturan kelembagaan di tingkat provinsi dan di tingkat di bawahnya masih belum sepenuhnya siap untuk memimpin pembahasan tentang REDD+. REDD+ hanya dapat berhasil dalam konteks

Page 28: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

21

tata kelola yang baik (good governance) – di mana aturan transaksi karbon transparan, skema bagi hasil diketahui oleh pemangku kepentingan dan dihormati, dan dana dikelola sebagaimana mestinya. Akhirnya, beberapa keputusan kebijakan sehubungan dengan kerangka hukum REDD+ nasional membutuhkan komitmen yang kuat dari pemerintah. Untuk menghadapi kompleksitas pengaturan kelembagaan serta peran dan tanggung jawab yang berbeda dari lembaga and institusi pemerintah, maka proses yang transparan dibutuhkan dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan.

Tanpa tata kelola dan koordinasi kesiapan REDD+ yang kuat, ada risiko Indonesia tidak dapat mencapai kesiapan REDD+. Sebuah sistem tata kelola kehutanan yang kuat perlu dikembangkan sebagai bagian dari implementasi REDD+. Ini mencakup hak dan tanggung jawab kelembagaan yang jelas, penegakan hukum yang efektif, kepemilikan lahan yang jelas dan rendahnya tingkat korupsi. Peraturan-peraturan sektor kehutanan seringkali saling bertentangan, terutama sehubungan dengan tata guna lahan. Kurang jelasnya hak atas hutan (dan karbon) dapat menghalangi keberhasilan skema REDD+, dan dapat memperburuk kesenjangan yang ada dan semakin membatasi akses masyarakat ke kawasan hutan.

Masalah penguasaan dan penggunaan lahan adalah sebagian dari masalah-masalah tata kelola yang penting yang telah diidentifikasi dalam kebanyakan studi dan proses konsultasi. Ada banyak literatur, maupun lembaga masyarakat sipil, penelitian dan advokasi yang khusus menangani bidang penguasaan lahan, sosial dan mata pencaharian di sektor kehutanan. Hasil penelitian CIFOR, ICRAF, Nawir, dan Contreras – Hermosilla, maupun penelitian Kelompok Kerja Penanganan Masalah Penguasaan Lahan MOFR dirangkum dalam Dokumen “Opsi Strategis” sebuah dokumen ESW kehutanan utama yang disusun oleh Bank Dunia bekerja sama dengan donor kehutanan utama serta CIFOR dan ICRAF pada tahun 2006. Studi mengenai penyebab deforestasi dan SESA hendaknya mencakup masalah penguasaan lahan dan hal ini akan dicerminkan dalam Kerangka Acuan Kerja (KAK). Selain itu, rekomendasi kebijakan mengenai penguasaan lahan (land tenure) diharapkan akan disampaikan melalui proses konsultasi.

d) Safeguards: Meskipun REDD+ bertujuan memberikan dampak positif terhadap hutan dan masyarakat yang tinggal di dalamnya, sebuah kajian awal memperlihatkan bahwa sejumlah kebijakan pengamanan (safeguard) Bank Dunia dapat dipicu oleh kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan REDD+ di Indonesia. Sebuah Kajian Lingkungan Hidup dan Sosial Strategis (SESA) akan diadakan sebagai bagian dari proses Kesiapan untuk mengkaji potensi dampak dari investasi dan opsi kebijakan yang diusulkan di masa mendatang. SESA akan dilengkapi dengan Kerangka Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Sosial (ESMF), yang akan membimbing potensi investasi di masa mendatang pada Kegiatan Demonstrasi REDD+, termasuk proyek-proyek percontohan, agar sesuai dengan kebijakan safeguards Bank Dunia. Kapasitas untuk melaksanakan Kajian Lingkungan Hidup dan Sosial Strategis (SESA) masih terbatas di Indonesia (dan negara-negara lain, khusus hal ini). Kelompok-kelompok pemangku kepentingan yang berminat siap untuk ikut dalam proses ini dan mempunyai harapan yang tinggi dari proses ini untuk mengubah pendekatan Pemerintah menjadi penyertaan masyarakat dan praktek pengelolaan lingkungan hidup. Proses safeguards akan dikoordinasikan oleh Pusat Standarisasi dan Lingkungan Kehutanan Kemenhut yang bertugas untuk mengembangkan safeguards nasional sesuai dengan kebijakan yang disepakati dalam Pertemuan COP16, sebagai bagian dari respons tingkat nasional Indonesia

Page 29: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

22

terhadap proses UNFCCC. Proses ini masih berlangsung sebagai hasil dari kesepakatan Cancun dan Hibah FCPF mempunyai kedudukan yang kuat untuk mendukung proses ini. Tim kerja akan berkonsultasi dengan DANIDA Environmental Support Project yang bekerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup di bidang peningkatan kapasitas SEA untuk mengupayakan kerja sama implementasi sehingga dapat dipastikan bahwa keahlian yang memadai dan perhatian dari berbagai sektor dicurahkan untuk masalah-masalah ini.

e) Dampak ekonomi: Dalam beberapa kasus, REDD+ akan bersaing dengan kegiatan ekonomi lain, yang mempunyai penerima manfaat dari sektor publik dan swasta. Ada risiko bahwa REDD+ dapat dianggap sebagai anti-pembangunan karena melemahkan dukungan nasional. Kegiatan REDD+ hanya dapat dipertahankan jika biaya oportunitas dari kegiatan-kegiatan yang tidak jadi dilaksanakan dikompensasikan dan jika REDD+ memberikan insentif jangka panjang yang memadai. Dengan meningkatnya permintaan pangan dan pertumbuhan penduduk di Indonesia, bisa jadi ada wilayah yang kurang layak untuk melaksanakan REDD+. Maka penting untuk mengukur secara transparan biaya dan manfaat dari REDD+ dan mempertimbangkan ekonomi politik dari tata guna lahan di Indonesia ketika merancang program-program REDD+.

B. Kajian terhadap Lembaga Pelaksana (Implementing Agency)

Kementerian Kehutanan (Kemenhut) bertanggung jawab untuk mengelola Kawasan Hutan Indonesia yang saat ini mencapai luas sekitar 134 juta ha atau 74% dari luas daratan. Kemenhut bertanggung jawab atas pengelolaan hutan secara keseluruhan yang mencakup perbaikan dan pengelolaan akses publik ke kawasan hutan. Kemenhut, dengan dukungan Kementerian Lingkungan Hidup, telah menjajaki langkah-langkah awal dalam proses REDD+ seperti pembentukan IFCA. Bagian-bagian dari Kemenhut, terutama Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan (Ditjen-Plan, sebelumnya BAPLAN) dan Balitbang Kehutanan (FORDA), telah memainkan peranan penting dalam proses ini. Kemenhut, dengan dukungan finansial dan teknis dari Australia, Jerman dan Inggris, sekarang sedang mengembangkan kegiatan-kegiatan demonstrasi untuk mengujicoba dan memicu pasar karbon global REDD+. Kementerian Kehutanan diperlengkapi dengan baik untuk menangani hal-hal teknis dari REDD.

Program FCPF akan dikoordinasikan dan dikelola oleh Puslitbang Perubahan Iklim dan Kebijakan Kehutanan Direktorat Jenderal Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kehutanan (Balitbang Kehutanan). Mandat yang diberikan kepada Balitbang Kehutanan (FORDA) adalah mendukung Kemenhut dalam melaksanakan kebijakan-kebijakan dengan menyampaikan data dan informasi berdasarkan hasil penelitian ilmiah mengenai kehutanan. Balitbang/Kemenhut dilengkapi dengan tenaga profesional yang terlatih dan mempunyai rekam jejak yang baik sehubungan dengan kerja sama dengan Bank Dunia dalam kegiatan AAA. Pusat Standarisasi dan Lingkungan Kehutanan Kantor Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan juga akan memberikan bimbingan, pimpinan dan pelaksanaan beberapa kegiatan, terutama kegiatan yang berkaitan dengan safeguards lingkungan hidup dan sosial.

Kapasitas Balitbang Kehutanan di bidang analisis dan sosialisasi akan ditingkatkan melalui kerja sama dengan DKN, yaitu suatu dewan yang secara khusus dibentuk untuk membahas kebijakan-kebijakan kehutanan dengan masyarakat yang lebih luas dan diorganisasi menjadi lima ‘kamar’ – pemerintah, masyarakat, dunia usaha, akademisi dan LSM termasuk organisasi yang mewakili masyarakat adat. Mandat yang diberikan kepada DKN adalah membantu merumuskan kebijakan-kebijakan yang efektif melalui peningkatan komunikasi antar pemangku kepentingan, peningkatan konsensus mengenai masalah-masalah kehutanan yang penting dan diseminasi

Page 30: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

23

informasi mengenai kinerja sektor kehutanan. Lampiran VI memberikan tinjauan yang lebih terperinci tentang DKN.

C. Kajian terhadap Pemangku Kepentingan Proyek

Masyarakat yang bergantung pada hutan dan masyarakat adat. Diperkirakan REDD+ akan mempunyai dampak yang luas terhadap pengelolaan hutan dan sumber daya hutan Indonesia yang mempengaruhi masyarakat adat yang hidupnya bergantung pada hutan. Persoalan utama mencakup akses ke sumber daya hutan, kurangnya hak formal atas lahan, dan pemerataan manfaat dari REDD+. Partisipasi dalam pengambilan kebijakan lemah di masa lalu, tetapi suara masyarakat adat semakin banyak terwakili dalam forum politik. Kelompok masyarakat dan komunitas adat telah mengembangkan jaringan dan institusi untuk mewakili diri mereka dan meningkatkan kesadaran dan dukungan dari organisasi masyarakat sipil yang besar dan bersemangat, termasuk LSM di bidang penelitian dan advokasi (misalnya Telapak, Sawit Watch), wadah/lembaga perwakilan (antara lain, misalnya AMAN), dan LSM jaringan seperti Walhi dan Warsi.

LSM internasional dan organisasi-organisasi penelitian mendukung proses ini dan memberikan bantuan dan dukungan teknis (misalnya, Forest People’s Program, EIA, RFN, ICRAF dan lain-lain). Masyarakat adat telah difasilitasi dalam proses ini melalui bantuan mitra pembangunan yang substansial (misalnya USAID BSP/Kemala, DFID Multi-Stakeholder Forestry Project, Ford Foundation, ICRAF, dan lain-lain).

Industri tanaman hutan dan perkebunan. Dengan mengubah insentif untuk tata guna lahan, REDD+ dapat mengurangi akses ke sumber daya kayu dan mengurangi ketersediaan lahan berhutan untuk dikonversi menjadi penggunaan lain. Hal ini bisa mempunyai dampak negatif terhadap industri hasil hutan dan dapat mengurangi potensi perluasan tanaman perkebunan seperti kelapa sawit. Beberapa perusahaan yang progresif juga dapat menganggap REDD+ sebagai kesempatan untuk menerima insentif atas penerapan praktek-praktek pengelolaan yang lebih ramah lingkungan.

Pemerintah sub-nasional (daerah). Sebuah kerangka REDD+ yang didasarkan pada pengkreditan nasional dengan implementasi sub-nasional menunjukkan bahwa pemerintah sub-nasional (daerah) memainkan peranan penting. Ini mencakup peranan dalam merancang dan melaksanakan arsitektur keuangan dan MRV REDD+ serta rancangan dan pelaksanaan kebijakan sub-nasional untuk mengurangi emisi dan membiayai proyek REDD+ lokal.

Dewan Kehutanan Nasional (DKN). DKN didirikan pada bulan September 2006 setelah melalui serangkaian pertemuan berbagai pemangku kepentingan. DKN adalah organisasi berbasis konstituen dan merupakan bagian dari implementasi Pasal 70 Undang-Undang No. 41/ 1999 tentang Kehutanan yang menetapkan bahwa komunitas dan masyarakat sipil harus berpartisipasi dalam proses pembangunan kehutanan dan bahwa hal ini harus didorong oleh pemerintah. Dewan yang terpilih terdiri dari 13 anggota yang memiliki hak suara dari lima kelompok pemangku kepentingan dan 5 anggota tambahan tanpa hak suara. Misi DKN adalah membantu merumuskan kebijakan yang efektif melalui peningkatan komunikasi antara pemangku kepentingan dan pemerintah, peningkatan kesepakatan tentang masalah-masalah kehutanan yang penting dan peningkatan diseminasi informasi tentang kinerja sektor kehutanan.

Kalangan akademisi dan lembaga penelitian. Agenda perubahan iklim telah mendorong upaya penelitian yang signifikan terkait dengan hutan dan REDD+, dan sejumlah lembaga penelitian

Page 31: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

24

aktif memberikan kontribusi untuk fondasi pengetahuan tentang REDD+ di Indonesia, yang meliputi Institut Pertanian Bogor (IPB), Center for International Forestry Research (CIFOR), World Agroforestry Center (ICRAF), dan World Resources Institute (WRI). Temuan-temuan penelitian tentang masalah biofisika, sosial dan ekonomi yang berkaitan dengan REDD+ merupakan masukan kunci bagi pengembangan kerangka REDD+.

Organisasi masyarakat sipil. LSM-LSM yang bergerak di bidang lingkungan hidup dan sosial memainkan peranan penting dalam menyediakan pendanaan bagi proyek-proyek percontohan REDD+, dalam mengadakan analisis terhadap masalah-masalah kebijakan yang relevan, dalam meningkatkan kesadaran tentang risiko dan kesempatan REDD+, dan dalam mewakili kepentingan masyarakat lokal/adat. LSM-LSM yang aktif mendanai proyek-proyek percontohan REDD+ antara lain adalah FFI dan TNC masing-masing dengan proyek di Kalimantan Tengah dan Timur. Banyak LSM nasional aktif dalam menangani persoalan kehutanan, antara lain seperti WALHI, WWF Indonesia, AMAN, HuMa, Forest Watch Indonesia, dan Telapak.

Komunitas Donor. Banyak donor bilateral dan multilateral ikut mendukung program REDD+ Indonesia berupa bantuan teknis, pinjaman berbasis kebijakan dan pembiayaan kegiatan percontohan. Inisiatif REDD+ saat ini mencakup Kemitraan Perubahan Iklim RI dengan Norwegia (“LoI Norwegia”), Kemitraan Karbon Hutan Indonesia-Australia, program PBB UNREDD, proyek FORCLIME GIZ, pinjaman program perubahan iklim dari JICA, AFD, dan Bank Dunia, serta Program Investasi Hutan (FIP) yang masih dipending dan dikelola oleh Bank Dunia, ADB dan IFC.

Lembaga Pemerintah. Kompleksitas yang meningkat serta perkiraan manfaat yang signifikan dan perubahan ekonomi akibat REDD+ telah mendorong peningkatan keterlibatan banyak lembaga pemerintah selain Kementerian Kehutanan. Lembaga pemerintah yang paling utama adalah:

• Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), bekerja sama dengan Bappenas dan Kementerian Kehutanan, mempersiapkan Mekanisme Koordinasi Nasional untuk REDD+ di Indonesia. Diharapkan mekanisme koordinasi yang baru ini akan dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip pembimbing yang terdiri dari inklusivitas, transparansi, kredibilitas dan institusionalisasi proses. Pengaturan kelembagaan final diharapkan akan diumumkan pada akhir bulan Desember 2010.

• Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) telah berfungsi, paling tidak sampai terbentuknya Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI), sebagai titik fokus UNFCCC. KLH bertanggung jawab atas pengelolaan lingkungan secara keseluruhan dan juga berperan pada tingkat implementasi melalui analisis dampak lingkungan terhadap proyek-proyek REDD+.

• Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian: Kemenko Perekonomian mengembangkan dan mengawasi pembangunan ekonomi dan bertanggung jawab untuk mengarusutamakan perubahan iklim ke dalam kebijakan-kebijakan pembangunan secara umum. Kemenko Perekonomian diinstruksikan oleh Presiden melalui Inpres 5/2008, yang juga menginstruksikan Kemenhut dan KLH untuk mengeluarkan peraturan-peraturan tentang REDD+ secara tepat waktu.

• Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS): BAPPENAS bertanggung jawab untuk mengkoordinasikan pembangunan secara keseluruhan, yang mencakup

Page 32: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

25

pengelolaan bantuan keuangan/teknis dari Mitra-Mitra Pembangunan. BAPPENAS sedang mengkoordinasikan pelaksanaan proyek-proyek bantuan bilateral dan multilateral yang mencakup proyek percontohan REDD+ yang dibiayai oleh AusAID dan BMZ (Kementerian Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan Pemerintah Federal Jerman).

• Kementerian Keuangan (Kemenkeu): Kemenkeu bertanggung jawab atas desain dan pelaksanaan arsitektur keuangan REDD+ termasuk mekanisme penyaluran pembayaran. Kemenkeu saat ini sedang mengevaluasi sejumlah kemungkinan mekanisme untuk mengelola keuangan REDD+, termasuk penyesuaian mekanisme yang ada untuk transfer antar-pemerintahan.

• Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI): DNPI terdiri dari sejumlah menteri kabinet dan dipimpin oleh Presiden RI. DNPI berfungsi sebagai titik fokus nasional Indonesia dalam perundingan iklim global dan mempunyai sebuah kelompok kerja di bidang kehutanan. DNPI telah diberikan wewenang yang signifikan untuk membina dan mengawasi pelaksanaan kebijakan adaptasi perubahan iklim maupun mitigasi dampak perubahan iklim.

• Kementerian Pekerjaan Umum (PU) / Direktorat Jenderal Penataan Ruang bertanggung jawab atas penataan ruang dan mengawasi pelaksanaan Undang-Undang No. 26/2007. Peranan instansi ini kurang disoroti padahal cukup penting.

• Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) bertanggung jawab untuk mengawasi jalannya desentralisasi dan memberikan bimbingan secara umum kepada kabupaten sehubungan dengan penataan ruang dan perencanaan pembangunan ekonomi. Jadi, kerja sama dengan Kemendagri sehubungan dengan REDD+ sangat penting tetapi masih sangat terbatas.

• Kementerian Pertanian merupakan pelaku utama karena peranannya dalam memberikan izin kepada perusahaan-perusahaan perkebunan, terutama untuk produksi minyak sawit. Sebagian besar ekspansi pertanian terjadi pada lahan berhutan, baik di dalam maupun di luar Kawasan Hutan (Forest Estate).

D. Tata Kelola dan Persetujuan atas Kegiatan yang Dibiayai FCPF

Pengelolaan Kegiatan FCPF. Kegiatan FCPF akan dikoordinasikan dan dikelola oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan/Puspijak (yang dikelola seorang Direktur) Direktorat Jenderal Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kehutanan. Puspijak juga bertanggung jawab atas keuangan kegiatan FCPF. Pusat Standarisasi dan Lingkungan Kehutanan (yang dikelola seorang Direktur) di Kantor Sekretaris Jenderal juga akan memberikan bimbingan, pimpinan dan pelaksanaan beberapa kegiatan, terutama kegiatan yang berkaitan dengan safeguards lingkungan hidup dan sosial. Pusat Kerjasama Internasional Kementerian Kehutanan akan tetap berperan dalam koordinasi sebagaimana dengan semua kegiatan yang dibiayai secara internasional, khususnya sehubungan dengan koordinasi dalam program-program yang dibiayai oleh donor lain di lingkungan Kementerian Kehutanan. Di bawah Direktur Perubahan Iklim dan Kebijakan, sebuah Sekretariat akan dibentuk untuk mengkoordinasikan pelaksanaan FCPF. Sekretariat ini akan dilengkapi dengan staf yang terdiri

Page 33: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

26

dari seorang koordinator, seorang spesialis manajemen keuangan dan dua orang asisten administrasi. Komposisi Sekretariat dan tugas staf Sekretariat harus dikomunikasikan kepada Bank Dunia dalam waktu satu bulan setelah penandatanganan perjanjian hibah oleh Pemerintah. Kegiatan, kinerja dan hasil FCPF juga akan dilaporkan kepada Panitia Pengarah yang akan dibentuk di antara lembaga-lembaga utama yang terlibat, termasuk Kementerian Keuangan, BAPPENAS, Dewan Nasional Perubahan Iklim dan perwakilan dari Kantor Kepresidenan/Satuan Tugas REDD+.4 Rapat-rapat Panitia Pengarah di tingkat Direktur Jenderal diadakan setiap 6 bulan untuk mengevaluasi kegiatan dan kemajuan yang dicapai. Panitia Pengarah hendaknya dibentuk dalam waktu dua bulan setelah penandatanganan perjanjian hibah. Rapat koordinasi teknis di tingkat Direktur akan diadakan 2-4 kali setiap tahun. Pendekatan ini mengikuti prosedur operasi standar untuk semua proyek yang dibiayai secara internasional sebagaimana dituangkan dalam dokumen arahan Kementerian Kehutanan (Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 31/Kpts-II/1998 tanggal 12 Januari 1998 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengelolaan Administrasi Proyek Pinjaman dan atau Hibah Luar Negeri, Lampiran No. 3 "Petunjuk Penetapan Rencana Proyek Pinjaman/Hibah Luar Negeri.” Pelaporan berkala kepada BAPPENAS dan Kementerian Keuangan merupakan bagian dari prosedur standar.

Gambar 3: Kerangka koordinasi Perubahan Iklim Kementerian Kehutanan, dengan hubungan antara Kelompok Kerja Perubahan Iklim, FCPF dan inisiatif REDD yang lain

Pilihan lembaga pelaksana realistis dan praktis. Kementerian Kehutanan tetap mempunyai tanggung jawab dan wewenang utama untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan REDD+ dan

4 Sejumlah sekretariat dan Panitia Pengarah yang serupa juga berfungsi untuk ITTO, program UN REDD dan Kemitraan Karbon Hutan Indonesia Australia – dan setelah berkonsolidasi, mungkin tepat untuk mengadakan rapat Panitia Pengarah pada saat yang sama dengan peserta yang sama.

Page 34: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

27

terutama untuk menyampaikan data dasar dan hasil studi teknis (yang sebagian dibiayai oleh FCPF). Meskipun Kantor Kepresidenan (UKP4) secara keseluruhan bertanggung jawab untuk mengkoordinasikan pengembangan program REDD+ nasional, lembaga ini tidak akan mengelola atau melaksanakan setiap kegiatan yang berkaitan dengan REDD di setiap Kementerian dan Lembaga. UKP4 adalah unit koordinasi tingkat tinggi yang kecil, bukan entitas operasional yang dirancang untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan yang didanai oleh Bank Dunia (antara lain dengan fungsi manajemen dan pelaporan keuangan). Selain itu, tanggung jawab dan kebutuhan pelaksanaan REDD+ akan melampaui mandat UKP4 (terbatas pada masa jabatan Presiden sampai 2014) dan akhirnya akan diserahkan kepada Lembaga Pengelola REDD. Kegiatan FCPF meliputi studi dan proses konsultasi yang dirancang untuk memberikan data dan pandangan dalam proses pengembangan REDD+ Nasional yang sedang berlangsung. Maka, masuk akal untuk memulai kegiatan-kegiatan tersebut dan mengkoordinasikan hasil-hasilnya dengan proses yang sedang berlangsung melalui struktur tata kelola dan manajemen yang diuraikan di atas. Kepemilikan Pemerintah Indonesia terhadap Kegiatan-Kegiatan yang Didanai oleh FCPF. Kegiatan-kegiatan yang akan didanai oleh FCPF merupakan hasil dari proses pembahasan dan koordinasi yang panjang, bersama Kementerian Kehutanan, lembaga pemerintah Indonesia yang penting lainnya dan mitra-mitra lain yang mendanai kegiatan yang berkaitan dengan REDD, sebagaimana diuraikan di bawah ini. Dalam rapat MOFR pada tanggal 27 Desember, perwakilan Pemerintah Indonesia menekankan bahwa ini merupakan suatu proses berbasis negara yang dikembangkan berdasarkan hasil studi Aliansi Iklim Hutan Indonesia yang sangat berguna bagi proses pengajuan, dan berdasarkan hasil pertemuan internasional tentang inisiatif FCPF di tingkat regional dan di Jakarta pada bulan Mei 2010. Kegiatan saat ini telah ditinjau pasca COP15 untuk memastikan bahwa kegiatan-kegiatan tersebut dirancang dengan tepat dan cocok untuk kebutuhan umum Indonesia dalam mempersiapkan diri untuk mencapai Kesiapan REDD. Kegiatan-kegiatan ini juga telah dibandingkan dengan kegiatan-kegiatan yang dibiayai oleh UN REDD dan IAFCP dan telah dirancang secara strategis untuk melengkapi dan memperkuat inisiatif-inisiatif tersebut. Kegiatan-kegiatan ini dirancang dengan pandangan yang berorientasi ke depan untuk memastikan bahwa program REDD Indonesia didasarkan pada data yang terbaik, prinsip-prinsip ilmiah dan proses sosialisasi, dan akan melengkapi Satuan Tugas REDD+ serta proses implementasi strategi. Pada tanggal 30 Agustus 2010, pertemuan diadakan mengenai Persiapan Perjanjian Hibah FCPF yang dipimpin oleh Kepala Balitbang Kehutanan, Kemenhut, dengan Direktur Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Kehutanan, Direktur Konservasi Kehutanan dan Sumber Daya Air – BAPPENAS, perwakilan dari Direktorat Pengelolaan Utang – Kementerian Keuangan dan Bank Dunia. Kementerian Kehutanan menjelaskan proses yang panjang dan langkah-langkah yang diambil termasuk mengembangkan Rencana Kesiapan dan rincian langkah-langkah selanjutnya dan peranan Kementerian Keuangan dan BAPPENAS dalam proses persetujuan. Semua dokumen perencanaan dan latar belakang dipertukarkan, ditinjau dan dibahas. Pada tanggal 2 November 2010 sebuah rapat lain diadakan untuk membahas persiapan perjanjian hibah FCPF. Rapat ini dipimpin oleh Kementerian Keuangan (Dirjen Pengelolaan Utang) dan dihadiri oleh perwakilan dari BAPPENAS, Kementerian Keuangan (Kantor Kebijakan Fiskal, Ditjen Anggaran), Kementerian Kehutanan (Balitbang Kehutanan, Biro Planologi, Biro Kerjasama Internasional) dan Bank Dunia. Pembahasan berpusat pada pengelolaan dana yang

Page 35: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

28

akan menggunakan prosedur DIPA oleh Kementerian Kehutanan dengan persetujuan dari BAPPENAS dan Kementerian Keuangan melalui proses anggaran. Bank Dunia akan melaksanakan aturannya sendiri dan pelaporan standar mengenai pencairan dana berdasarkan peraturan Menteri Keuangan No. 4o dan Peraturan Presiden No. 54. BAPPENAS telah mengkonfirmasi bahwa kegiatan-kegiatan FCPF dituangkan dalam ‘buku biru’ wadah inisiatif Strategi REDD nasional. Berdasarkan hasil rapat ini, Kementerian Keuangan telah meminta Bank Dunia untuk secara tertulis menguraikan bentuk pembiayaan untuk FCPF. Kementerian Keuangan/Direktur Jenderal Pengelolaan Utang – menyetujui semua kegiatan pembiayaan bilateral dan multilateral serta memastikan adanya proses penetapan konsultasi sebelum penandatanganan. Unit Pengelolaan Iklim Kemenkeu mengkoordinasikan kerjasama di bidang iklim dengan Kemenkeu dan mempunyai peranan yang spesifik dalam membantu mengembangkan desain mekanisme pembayaran di bawah FCPF. BAPPENAS/Direktur Konservasi Hutan dan Air menyetujui desain konseptual kegiatan bilateral dan multilateral di bidang kehutanan dan REDD. Direktur Pembiayaan Multilateral BAPPENAS di bawah Deputi Pembiayaan Pembangunan menyetujui proses pembiayaan untuk hibah dan pinjaman multilateral. Semuanya dinyatakan dalam proses konsultasi dan persetujuan kegiatan FCPF untuk Indonesia. Kerjasama dengan inisiatif-inisiatif lain: Sebagaimana disebutkan dalam bagian mengenai Tujuan Pengembangan Proyek, hibah FCPF akan memberikan input kepada upaya Kesiapan REDD+ yang lebih besar. Hibah FCPF akan bekerja sama dengan inisiatif yang dibiayai donor lain, yaitu inisiatif yang didanai oleh AusAid, UN-REDD, Kedutaan Besar Norwegia, Swiss SECO, DFID dan pihak-pihak lain. Beberapa kegiatan yang didukung oleh Hibah dapat melengkapi upaya-upaya yang dibiayai oleh donor-donor ini dan pembiayaan bersama secara berdampingan mungkin dibutuhkan untuk menuntaskan suatu tugas di daerah tertentu. Implementasi Beberapa Kegiatan oleh Bank Dunia. Kegiatan FCPF sebagian akan dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia/MOFR ($3.196.428) dan sebagian lagi oleh Bank Dunia ($403.572). Pemerintah Indonesia meminta pengaturan seperti ini (melalui surat tertanggal 4 November 2010) dengan pertimbangan bahwa kapasitas mereka untuk melaksanakan seluruh kegiatan berdasarkan program FCPF tidak sepenuhnya siap karena kegiatan dan instrumen REDD luas dan dinamis yang menuntut perhatian penuh, termasuk UN REDD dan Kemitraan Karbon Hutan Indonesia-Australia. Kegiatan-kegiatan yang menjadi tanggung jawab Bank Dunia tercantum dalam daftar kegiatan di bawah ini.

IV. Penilaian Risiko Secara Keseluruhan

Nilai risiko secara keseluruhan untuk proyek ini sebelum mitigasi adalah 4: dampak yang tinggi dan kemungkinan yang tinggi. Proses Kesiapan REDD+ menghadapi tingkat risiko yang tinggi karena secara langsung bergantung pada serangkaian perubahan kelembagaan dan lingkungan tata kelola yang kondusif. Keberhasilan mekanisme REDD+ melibatkan perubahan-perubahan yang penting terhadap kerangka kelembagaan yang ada dan menyinggung masalah-masalah yang sensitif seperti hak kepemilikan lahan dan distribusi pendapatan di berbagai tingkat pemerintahan. Selain itu,

Page 36: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

29

program juga mendapatkan perhatian internasional yang besar karena tingginya taruhan REDD+ bagi berbagai pemangku kepentingan (termasuk masyarakat rentan yang hidupnya bergantung pada hutan). Risiko-risiko tersebut akan dimitigasi melalui proses konsultasi dan partisipasi yang ekstensif dan melalui SESA. Rencana konsultasi dan partisipasi merupakan komponen utama dari program kesiapan yang didanai oleh hibah, dan penganggaran yang memadai telah disisihkan untuk keperluan ini (lihat Lampiran IV untuk Rencana Konsultasi dan Sosialisasi). Melalui proses konsultasi dan sosialisasi yang mencakup SESA maka pemangku kepentingan pemerintah maupun non-pemerintah yang relevan akan dilibatkan selama berlangsungnya proses kesiapan. Dewan Kehutanan Nasional (DKN) akan memimpin proses konsultasi. Selain itu, SESA akan mengidentifikasi kesenjangan dan tantangan kelembagaan dan akan merumuskan opsi-opsi kebijakan. Kegiatan-kegiatan akan terus dikonsultasikan dengan pemerintah dan kelompok pemangku kepentingan yang lain untuk menjamin relevansinya. Sejumlah tindakan untuk mengurangi risiko yang terkait dengan pengadaan barang/jasa dan manajemen keuangan akan dilaksanakan. Hal tersebut mencakup tindakan-tindakan berikut ini: (i) Penunjukkan konsultan manajemen keuangan atau staf khusus untuk membantu Unit Pelaksana Proyek dalam menangani manajemen keuangan proyek. (ii) Penyertaan kegiatan proyek dalam audit berkala yang dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian. iii) Pelatihan oleh Spesialis Manajemen Keuangan Bank Dunia mengenai manajemen keuangan. iv) Pengawasan pengadaan akan dilakukan oleh Bank Dunia. v) CCCP akan menyusun sebuah Manual Manajemen Proyek yang mencakup Bagian tentang Pengadaan Barang/Jasa, dalam waktu dua bulan setelah penandatanganan perjanjian hibah. Meskipun intervensi-intervensi yang dibiayai FCPF tidak melibatkan investasi REDD+ di lapangan, sejumlah kebijakan safeguard Bank Dunia dapat dipicu oleh investasi REDD+ yang dibiayai FCPF dan Bank Dunia di masa mendatang. Rekomendasi kebijakan juga dapat berdampak terhadap masyarakat adat dan masyarakat lain yang hidupnya bergantung pada hutan. SESA akan menganalisis potensi dampak tersebut, merumuskan alternatif dan strategi mitigasi serta memperbaiki proses pengambilan keputusan sehubungan dengan desain kerangka REDD+ nasional. SESA akan dilengkapi dengan Kerangka Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Sosial (ESMF), yang akan membimbing potensi investasi di masa mendatang pada Kegiatan Demonstrasi REDD+, termasuk proyek-proyek percontohan, agar sesuai dengan kebijakan safeguard Bank Dunia. ESMF merekomendasikan agar instrumen-instrumen safeguard berlaku bagi investasi yang dibiayai oleh Bank Dunia dan Donor-Donor lain yang ingin menggunakan kebijakan safeguard Bank Dunia. V. Komposisi dan Sumber Daya Tim yang Diusulkan, termasuk Bantuan Teknis yang Diberikan Staf Bank sampai saat ini Staf Bank Dunia mendukung penyusunan laporan Aliansi Iklim Hutan Indonesia (IFCA) 2008 yang merupakan studi komprehensif pertama yang berfokus pada deforestasi dan kesempatan REDD+. Temuan-temuan laporan IFCA sebagian besar masih relevan, membimbing kegiatan

Page 37: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

30

pemangku kepentingan nasional dan sebagian besar telah diintegrasikan ke dalam Strategi REDD+ Nasional. Selama persiapan dan presentasi Rencana Kesiapan (sekarang disebut Proposal Persiapan Kesiapan), staf Bank Dunia memberikan bimbingan mengenai cara mempersiapkan template dan cara mengadakan konsultasi untuk berbagai dokumen. Mereka juga memberikan bimbingan mengenai aspek-aspek Safeguard dan hal-hal yang relevan secara teknis sehubungan dengan REDD+. Karena Indonesia adalah salah satu negara pertama yang menyusun Proposal Persiapan Kesiapan tahun 2009 maka Tim Manajemen Fasilitas FCPF memberikan bantuan dan saran secara terus menerus selama penyusunan dokumen ini sehubungan dengan template (model) dan metodologi. Namun, ditegaskan bahwa kepemilikan dan tanggung jawab atas isi Rencana Kesiapan tetap hanya ada pada Pemerintah dan para pemangku kepentingan nasional yang lain. Misi dukungan teknis Bank berlangsung pada bulan September 2009, Maret 2010 dan Mei 2010 dengan tujuan untuk memberikan bimbingan dalam persiapan dokumen pendukung RPP, konsultasi dengan pemangku kepentingan dan perumusan Kajian Lingkungan Hidup dan Sosial Strategis (SESA). Perwakilan dari Balitbang Kehutanan juga diundang oleh FCPF untuk berpartisipasi dalam lokakarya mengenai SESA pada bulan Februari 2010. Selama berlangsung proses pemangku kepentingan dan proses tinjauan yang diadakan oleh Tim Penasihat Teknis dan Panitia Peserta FCPF, masalah-masalah berikut ini telah diidentifikasi untuk dibahas selama proses kesiapan (Laporan Ringkasan, Panitia Peserta, FCPF, 16-18 Juni 2009): No. Masalah-masalah yang Diangkat oleh Peserta FCPF Tanggapan dari Pemerintah Indonesia

(FCPF PC, Maret 2010) 1 Mengembangkan rencana dan jadwal untuk konsultasi

pemangku kepentingan lebih lanjut dan partisipasi masyarakat lokal dalam pengembangan dan pelaksanaan R-PP.

- Saluran yang relevan untuk konsultasi pemangku kepentingan akan digunakan dan ditingkatkan (misalnya Dewan Kehutanan Nasional, Kelompok Kerja Penanganan Masalah Penguasaan Lahan, Kelompok Kerja Kehutanan Masyarakat, VPA – FLEGT, CERINDO dan lain-lain - Rencana konsultasi dan sosialisasi disingkapkan - Partisipasi organisasi masyarakat sipil: Koordinasi dan sinergi dengan kegiatan organisasi masyarakat sipil (CSO) dan kelompok kerja REDD nasional

2 Menjelaskan dan/atau mengembangkan lebih lanjut kebijakan, undang-undang, peraturan atau pedoman yang relevan mengenai penguasaan lahan dan akses ke sumber daya serta distribusi biaya dan manfaat, untuk proyek-proyek demonstrasi REDD+, guna memastikan bahwa hak dan kepentingan pemangku kepentingan yang bersangkutan, termasuk masyarakat adat yang bergantung pada hutan serta penduduk hutan lainnya, diperhitungkan.

- Masalah penguasaan lahan dibahas sebagai masalah prioritas berdasarkan kebijakan Kemenhut yang baru (memperbaik penataan ruang hutan, reformasi kelembagaan dan tinjauan peraturan perundang-undangan untuk menghindari inkonsistensi antara peraturan-peraturan) dan dibahas dalam kelompok kerja penanganan masalah penguasaan lahan.

Page 38: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

31

- Hak-hak: Dibimbing melalui program 5 tahunan SBY – masa jabatan kedua presiden: untuk urusan dalam negeri

3 Mengembangkan rencana dan jadwal konsultasi dengan lembaga sektoral dan lembaga perencanaan yang relevan

Kegiatan sedang berlangsung. REDD+ sekarang berada di tingkat presiden

4 Menjelaskan peranan dan tanggung jawab masing-masing dari berbagai lembaga pemerintah pusat dan berbagai tingkat pemerintahan sehubungan dengan komponen pelaksanaan dan pemantauan R-PP

Saat ini sedang dibahas di tingkat presiden bersama dengan semua kelompok pemangku kepentingan dan institusi nasional.

5 Menetapkan kebijakan untuk memastikan keterpautan antara tingkat emisi acuan (REL) dan ketentuan pemantauan sub-nasional dengan REL nasional dan sistem akuntansi karbon nasional

REDD+ Indonesia adalah “Pendekatan nasional dengan implementasi sub-nasional – kebijakan ini ditetapkan dalam kebijakan REDD+ (P30/2009)

6 Menjelaskan dan meninjau kebijakan yang berlaku mengenai konversi hutan alam, termasuk hutan gambut menjadi perkebunan sawit atau tanaman pangan lain dan perkebunan untuk produksi pulp dan kertas, serta mengembangkan kebijakan dan strategi untuk mengatasi penyebab deforestasi yang mengkaji tarik-ulur (trade-off) antara berbagai kebijakan yang berbeda

Pekerjaan analisis yang diusulkan didanai oleh FCPF mengenai penyebab dasar deforestasi dan degradasi hutan Intervensi kebijakan untuk mengatasi penyebab deforestasi dan degradasi hutan, termasuk melalui investasi yang mendorong sektor swasta untuk memperbaiki praktek tata guna lahan hutan (salah satu elemen kunci dari Strategi Kesiapan REDD+ Indonesia).

7 Mengidentifikasi kebutuhan investasi dan kemungkinan sumber pembiayaan untuk implementasi strategi REDD+, dan berbagai kesempatan domestik dan internasional untuk pendanaan dan kemitraan, dan meningkatkan koordinasi donor yang efektif dalam proses kesiapan REDD+, terutama dengan UN-REDD

Dicantumkan dalam “Strategi Kesiapan REDDI” yang saat ini sedang ditinjau

8 Mengembangkan dan menjabarkan strategi dan safeguards untuk memastikan bawah proyek dan program REDD+ tidak memberikan dampak yang merugikan terhadap keanekaragaman hayati dan jasa ekosistem kehutanan yang lain, mata pencaharian masyarakat adat yang hidupnya bergantung pada hutan dan penduduk hutan yang lain.

Akan dicakup dalam konteks hibah kesiapan FCPF.

Komposisi Tim

Nama Jabatan Unit Giuseppe Topa Lead Forestry Specialist (TTL) Werner Kornexl Senior Carbon Finance Specialist (co-TTL) ENVCF Juan Martinez Senior Social Scientist Unggul Suprayitno Financial Management Specialist Dhonke Ridhong Kafi Procurement Specialist Virza S. Sasmitawidjaja Environmental Specialist Sameena Dost Senior Counsel

Page 39: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

32

Emile Jurgens Forestry Specialist Andrew Sembel Environmental Specialist

VI. Ringkasan Hasil Penilaian

Indonesia telah menjadi perintis REDD+. R-PP Indonesia (sebelumnya disebut R-Plan) telah memberikan kontribusi yang signifikan untuk mengkoordinasikan berbagai inisiatif yang didanai oleh donor dan Pemerintah. R-PP adalah dokumen yang sepenuhnya milik negara, dan pengembangan dokumen ini memberikan kesempatan kepada semua pemangku kepentingan untuk berpartisipasi dalam dialog mengenai REDD+ dan memperluas pemahaman tentang tantangan yang dihadapi Indonesia ketika mempersiapkan kesiapan REDD+. R-PP secara independen dan teknis telah dinilai oleh Tim Penasihat Teknis (TAP) dan oleh Panitia Peserta FCPF. Dokumen ini layak untuk disingkapkan dan telah melalui proses konsultasi nasional dan internasional secara saksama, dan komentar-komentar telah diintegrasikan dalam dokumen final. Rekomendasi yang disampaikan oleh masyarakat internasional dan pemangku kepentingan nasional untuk perbaikan proses telah dipertimbangkan dan tanggapan-tanggapan disingkapkan kepada publik.

R-PP mengidentifikasi komponen-komponen utama dan kegiatan-kegiatan teknis yang dibutuhkan Indonesia untuk mempersiapkan diri menjalankan sistem REDD+ yang akan datang. Hal ini mencakup (i) penyusunan skenario acuan historis (baselines) perubahan tutupan hutan (yaitu tingkat historis deforestasi), (ii) pemetaan seluas negeri biomassa hutan (karbon) di suatu tingkat yang berguna bagi praktek pengelolaan hutan (misalnya di tingkat kabupaten), (iii) analisis kuantitatif terhadap penyebab perubahan tutupan hutan di masa lalu maupun yang akan datang, dan (iv) konsultasi dan peningkatan kapasitas di berbagai tingkat Pemerintahan dan jenis pemangku kepentingan. Kegiatan-kegiatan ini memerlukan keahlian teknik yang tinggi dan analisis yang menggabungkan teknologi inventarisasi dan penginderaan jauh yang canggih; teknik sampling modern yang melibatkan geo-informasi, dan pengembangan jasa informasi dengan menggunakan teknologi database dan Internet. Kegiatan-kegiatan ini juga memerlukan peningkatan kapasitas untuk mengelola dan melaporkan informasi mengenai perubahan tutupan hutan (dan emisi GRK yang diakibatkannya) melalui protokol yang ditetapkan secara internasional dan pendekatan model data serta pemahaman yang luas tentang strategi untuk mengurangi deforestasi dan degradasi hutan, termasuk sistem pengelolaan sehubungan dengan cara untuk mengelola inisiatif sub-nasional di tingkat provinsi dan kabupaten, dan cara untuk melaporkan sistem berbasis kinerja dan cara untuk mengelola arus keuangan. Sebagian kegiatan yang tercantum dalam R-PP ditanggung oleh donor lain, terutama Pemerintah Norwegia. Namun, kegiatan-kegiatan yang dibiayai oleh FCPF sangat penting karena kegiatan-kegiatan tersebut melibatkan penyusunan sistem pengelolaan yang sistematis, sosialisasi dan komunikasi. Sebagai implementasi dari hibah, upaya yang besar akan dikerahkan untuk mendefinisikan sebagian parameter teknis dengan lebih terperinci, misalnya spesifikasi teknis yang menjadi dasar dilaksanakannya pekerjaan untuk memenuhi standar-standar yang dapat diterima secara internasional. Beberapa kegiatan memerlukan koordinasi di antara berbagai entitas nasional seperti Kementerian Keuangan (sistem bagi hasil), Bappenas dan DKN (konsultasi dan sosialisasi), dan UKP4 (koordinasi REDD+ secara keseluruhan), yang bisa jadi tidak mudah untuk dilakukan.

Page 40: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

33

Ketika studi tingkat daerah (regional) akan dipersiapkan, maka Pemerintah provinsi atau kabupaten perlu dilibatkan. Keberhasilan hibah akan sangat bergantung pada seberapa baik kegiatan dikoordinasikan dengan pemangku kepentingan yang relevan.

A. Teknis

Sebagaimana disebutkan sebelumnya, R-PP telah dinilai secara teknis dan secara independen oleh Tim Penasihat Teknis dan Panitia Peserta FCPF, dan layak untuk disingkapkan kepada publik. Kegiatan-kegiatan yang akan dibiayai oleh FCPF telah dipilih setelah adanya pembahasan teknis dengan Kementerian Kehutanan, Bappenas, Kementerian Keuangan dan Kementerian Lingkungan Hidup. Kegiatan-kegiatan tersebut telah dibahas dengan donor-donor lain, termasuk AusAid, UN-REDD dan KfW/GIZ, untuk menghindari tumpang tindih pembiayaan.

B. Manajemen Keuangan

Bagian proyek yang menjadi tanggung jawab penerima hibah senilai $ 3.196.428 akan dilaksanakan dalam waktu 36 bulan yang didanai oleh Fasilitas Kemitraan Karbon Hutan (FPCF). Tujuan dari penilaian manajemen keuangan proyek ini adalah untuk mengetahui apakah sistem manajemen keuangan dari lembaga pelaksana Kementerian Kehutanan mempunyai kapasitas untuk menghasilkan informasi kegiatan proyek secara tepat waktu, relevan dan dapat diandalkan, dan apakah sistem akuntansi atas pengeluaran proyek dan kontrol internal dasar cukup memadai untuk mencapai tujuan fidusia dan memungkinkan Bank Dunia memantau ketaatan terhadap prosedur pelaksanaan yang disepakati dan menilai kemajuan terhadap tujuannya. Risiko manajemen keuangan berkaitan dengan kurangnya pengalaman lembaga pelaksana dalam mengelola proyek yang didanai Bank. Lembaga pelaksana juga kurang berpengalaman dalam mengelola hibah luar negeri dengan menggunakan sistem on-budget on-treasury. Untuk memitigasi risiko yang ditimbulkannya maka kami merekomendasikan hal-hal berikut ini: (i) mengangkat konsultan manajemen keuangan (FM) atau staf khusus yang mempunyai kapasitas dan pengalaman yang memadai untuk membantu Sekretariat dalam menangani aspek manajemen keuangan proyek dalam waktu enam bulan setelah penandatanganan perjanjian hibah. (ii) Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementerian Kehutanan agar memasukkan kegiatan-kegiatan proyek dalam audit berkala yang dilakukannya paling lambat satu bulan setelah penandatanganan perjanjian hibah. Selain mitigasi di atas, pelatihan juga akan diberikan oleh FMS Bank kepada Sekretariat di bidang manajemen keuangan setelah masa berlakunya hibah. Secara umum, tingkat risiko manajemen keuangan dinilai besar sebelum mitigasi dan sedang setelah mitigasi. Penilaian ini menyimpulkan bahwa dengan dilaksanakannya rencana aksi maka risiko akan banyak berkurang dan pengaturan manajemen keuangan yang diusulkan akan memenuni ketentuan minimum Bank berdasarkan OP/BP10.02, dan cukup untuk memberikan informasi yang akurat dan tempat waktu dengan tingkat kepastian yang wajar mengenai status hibah sebagaimana disyaratkan oleh Bank. Penilaian manajemen keuangan yang lebih terperinci disajikan di bawah ini.

Page 41: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

34

Kekuatan dan Kelemahan. Proyek mempunyai kekuatan utama sebagai berikut: • Aspek manajemen keuangan proyek akan dikelola secara terpusat oleh Pusat Penelitian dan

Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan (Puspijak) yang berada di bawah Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan (Balitbang Kehutanan) Kementerian Kehutanan. Hal ini akan menyederhanakan manajemen keuangan proyek harian.

Proyek mempunyai kelemahan utama sebagai berikut:

• Balitbang Kehutanan belum mempunyai pengalaman khusus dalam pengelolaan proyek yang didanai oleh Bank Dunia.

• Balitbang Kehutanan belum mempunyai pengalaman dalam pengelolaan hibah luar negeri yang menggunakan sistem on-budget on-treasury. Hibah saat ini dari ITTO dan ACIAR dikelola dengan menggunakan sistem on-budget off-treasury.

Ringkasan Penilaian Risiko. Analisis yang terperinci terhadap risiko-risiko manajemen keuangan yang timbul dari situasi negara, entitas proyek yang diusulkan dan fitur spesifik proyek serta kontrol internal terkait telah diselesaikan selama berlangsungnya penilaian, dan diringkaskan di bawah ini. Risiko tersebut telah dinilai menurut skala tinggi, besar, sedang dan rendah. Risiko manajemen keuangan secara keseluruhan dinilai besar sebelum mitigasi dan sedang setelah mitigasi. Pengaturan Kelembagaan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan (Puspijak) di bawah Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan (Balitbang Kehutanan) Kementerian Kehutanan adalah executing agency yang bertanggung jawab atas seluruh perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi sesuai dengan perjanjian hibah antara Bank Dunia dan Pemerintah Indonesia. Sekretariat akan dibentuk di Puspijak. Komposisi Sekretariat dan tugas staf Sekretariat perlu dikomunikasikan kepada Bank Dunia dalam waktu satu bulan setelah penandatanganan perjanjian hibah oleh Pemerintah Indonesia. Executing Agency juga akan mengadakan koordinasi yang diperlukan dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) serta bertanggung jawab atas pelaksanaan proyek dan pelaksanaan anggaran secara keseluruhan, termasuk mengajukan permohonan anggaran tahunan (DIPA) kepada Kemenkeu. Audit Internal Karena kurangnya pengalaman implementing agency dalam mengelola proyek yang didanai oleh Bank Dunia maka disepakati bahwa selama berlangsungnya penilaian, SRCFP akan meminta Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementerian Kehutanan untuk menyertakan kegiatan-kegiatan proyek dalam audit berkalanya. Hal ini dilakukan oleh Balitbang Kehutanan melalui suratnya tanggal 5 Mei 2011 kepada Itjen. Selanjutnya, pengaturan yang memadai untuk audit seperti ini wajib dilakukan bersama Itjen dalam waktu sebulan setelah pemerintah menandatangani perjanjian hibah yang resmi. Audit Eksternal Satuan Tugas akan menjalani audit eksternal oleh BPKP. Setiap audit akan mencakup periode satu tahun anggaran di Indonesia. Audit akan diadakan berdasarkan KAK yang disetujui oleh Bank. Laporan audit dan laporan keuangan yang telah diaudit akan diserahkan kepada Bank

Page 42: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

35

paling lambat enam bulan setelah berakhirnya tahun anggaran bersangkutan dan tersedia bagi publik. Pengaturan Pencairan Metode pencairan yang berlaku adalah Uang Muka (Advance) dan Penggantian Pengeluaran (Reimbursement). Sebuah Rekening Khusus (RK) dalam mata uang dolar AS akan dibuka di Bank Indonesia (bank sentral) atas nama Kementerian Keuangan. RK merupakan rekening tersendiri dengan plafon tetap sebesar USD 300.000 yang akan digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran yang memenuhi syarat dari Hibah ini. Pembayaran dari RK dilakukan berdasarkan mekanisme pemerintah dan disetujui oleh kantor pelayanan perbendaharaan negara. Permohonan untuk pengisian kembali dana (replenishment) uang muka RK dapat diajukan setiap bulan bersamaan dengan laporan penggunaan dana RK yang didukung oleh: (i) daftar pembayaran kontrak berdasarkan kajian pendahuluan (prior review) dan catatan Bank yang membuktikan pengeluaran tersebut, atau (ii) laporan pengeluaran (SOEs) atas semua biaya lain; dan (iii) laporan rekonsiliasi RK. SRCFP bertanggung jawab untuk merekonsiliasi RK dan mempersiapkan permohonan (aplikasi) penarikan uang muka dan menyusun laporan penggunaan dana RK, dengan mendapatkan persetujuan dari Ditjen Perbendaharaan sebelum diajukan kepada Bank. Alokasi dana hibah adalah sebagai berikut:

Rencana Pengawasan Pengawasan manajemen keuangan proyek berbasis risiko akan diadakan. Ini mencakup pengawasan administrasi (desk supervision) termasuk pemeriksaan terhadap IFR dan laporan audit atau satu misi pengawasan selama satu tahun. Pengawasan manajemen keuangan akan diadakan oleh konsultan Bank di bawah arahan Spesialis Manajemen Keuangan. Rencana aksi untuk mitigasi risiko

Kategori Jumlah Hibah yang Dialokasikan

(dinyatakan dalam $AS)

Persentase Pengeluaran yang akan Dibiayai

(1) Jasa Konsultan 334.158 100%

(2) Lokakarya dan Pelatihan 2.252.732 100%

(3) Barang 191.105 100%

(4) Biaya Operasional 418.434 100%

TOTAL 3.196.429 100%

Page 43: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

36

Rencana Aksi Keluaran yang Diharapkan Tanggal

Dilaksanakan Pengangkatan konsultan manajemen keuangan atau staf khusus yang mempunyai kapasitas dan pengalaman yang memadai untuk membantu Sekretariat dalam menangani manajemen keuangan proyek.

KAK untuk konsultan manajemen keuangan disetujui oleh Bank atau SK pengangkatan staf khusus untuk menangani manajemen keuangan proyek.

Pada saat penandatanganan perjanjian hibah

Pengaturan dengan Itjen untuk mencantumkan kegiatan proyek dalam audit berkala Itjen

Surat dari Puspijak kepada Itjen yang meminta Itjen untuk mencantumkan kegiatan proyek dalam audit berkala Itjen.

Pada saat penandatanganan perjanjian hibah

C. Pengadaan Barang/Jasa

Tenaga ahli bidang pengadaan barang/jasa Bank telah mengadakan penilaian kapasitas pengadaan terhadap unit yang menangani pengadaan barang/jasa untuk proyek, yaitu Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan (Puspijak, sebelumnya Pusat Penelitian Sosial Ekonomi dan Kehutanan yang kemudian berganti nama menjadi Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan) di bawah Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan (Balitbang Kehutanan) Kementerian Kehutanan.

Pengadaan menurut Hibah FCPF terdiri dari pengadaan barang maupun seleksi konsultan perorangan dan perusahaan konsultan. Kemungkinan seleksi perusahaan konsultan akan menggunakan metode CQS (Seleksi berdasarkan Kualifikasi Konsultan) dan tiga kontrak pertama harus melalui kajian pendahuluan (prior review). Lembaga Pelaksana (Implementing Agency) berpengalaman dengan aturan pengadaan nasional tetapi belum berpengalaman dengan proyek-proyek Bank Dunia. Karena alasan ini dan dengan mempertimbangkan risiko serta tindakan mitigasi risiko yang dapat diambil maka risiko proyek yang berkaitan dengan pengadaan dinilai “Rata-Rata”.

Puspijak mengikuti prosedur pengadaan yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 (Perpres 54/2010), yang pada prinsipnya serupa dengan pedoman dari Bank Dunia. Perpres 54/2010 masih mempertahankan ketentuan sebelumnya di mana hanya staf yang diakreditasi di bidang pengadaan Pemerintah dapat menjadi anggota panitia pengadaan. Perpres juga menuntut pembentukan unit-unit layanan pengadaan (ULP) pada semua lembaga pelaksana (implementing agencies) pada tahun 2014 dan penerapan e-procurement pada tahun 2011. Pemerintah telah menyelenggarakan program akreditasi di bidang Pengadaan Pemerintah sejak Tahun Anggaran 2006. Panitia pengadaan Puspijak telah melaksanakan pengadaan barang sampai Rp 200 juta (sekitar US$ 22.000), dan seleksi konsultan sampai Rp 95 juta (sekitar US$ 10,500).

Puspijak telah menerima hibah dari beberapa donor internasional termasuk dari Australian Centre for International Agriculture Research untuk pekerjaan yang berkaitan dengan Mekanisme Pembangunan Bersih pada tahun 2008 dan dari International Tropical Timber Organization (ITTO) di bidang Konservasi Hutan Tropis untuk Mengurangi Deforestasi dan Meningkatkan Stok Karbon pada tahun 2007. Puspijak menerapkan Kepres 80/2003 untuk kedua

Page 44: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

37

proyek ini. Untuk proyek ITTO, CSRFP hanya melakukan pengadaan kendaraan, dan ITTO melakukan kajian pendahuluan (prior review) terhadap pengadaan ini.

Pengadaan barang akan mengikuti Pedoman Pengadaan di bawah Pinjaman IBRD dan Kredit IDA yang dikeluarkan bulan Januari 2011. Pengadaan barang dan jasa dengan nilai di bawah US$ 1.000.000 akan menggunakan prosedur National Competitive Bidding yang dapat diterima oleh Bank Dunia. Prosedur tersebut adalah Pelelangan Umum (Public Tendering) dan Pemilihan Langsung/Pelelangan Sederhana (Simplified Tendering) sesuai dengan ambang batas yang ditetapkan dalam Perpres 54/2010. Pengadaan paket barang dengan perkiraan biaya kurang dari US$ 5.000 dapat dilakukan dengan menggunakan metode Shopping. Dengan memperhatikan ketentuan dalam Pedoman Pengadaan dan mendapatkan persetujuan lebih dulu dari Bank, pengadaan barang dapat dilakukan melalui penunjukan langsung dengan memenuhi persyaratan dalam Pedoman Bank mengenai Direct Contracting.

Seleksi Konsultan akan mengikuti Pedoman Seleksi dan Penggunaan Jasa Konsultan oleh Peminjam Bank Dunia yang dikeluarkan bulan Januari 2011. Seleksi perusahaan konsultan akan menggunakan versi terbaru Permohonan Pengajuan Penawaran Standar Bank berdasarkan Pedoman di atas. Seleksi perusahaan konsultan akan menggunakan metode QCBS yang cocok. Seleksi konsultan dengan biaya kurang dari US$300.000 dapat menggunakan metode CQS. Selanjutnya, dengan memperhatikan ketentuan dalam Pedoman Pengadaan dan mendapatkan persetujuan lebih dulu dari Bank Dunia, seleksi ini dapat menggunakan metode Single Source Selection (SSS). Tiga metode seleksi pertama, semua metode seleksi perusahaan konsultan dengan biaya di atas US$100.000 atau seleksi dengan metode SSS akan dilakukan dengan kajian pendahuluan (prior review). Demikian pula, seleksi konsultan perorangan berdasarkan sumber tunggal (sole-source basis) akan dilakukan dengan kajian pendahuluan (prior review).

Seleksi konsultan perorangan hendaknya dilakukan dengan membandingkan sekurang-kurangnya tiga calon konsultan yang memenuhi kualifikasi dan pengalaman yang disyaratkan oleh Kerangka Acuan Kerja. Dengan memperhatikan ketentuan dalam Pedoman Pengadaan dan mendapatkan persetujuan sebelumnya dari Bank, seleksi dapat dilakukan berdasarkan sumber tunggal (sole-source basis).

Pengawasan Proses Pengadaan

Pengawasan proses pengadaan akan dilakukan oleh tim Bank Dunia dan, secara lebih spesifik, oleh spesialis pengadaan yang berkedudukan di Jakarta dan dibiayai dengan sumber daya yang disisihkan untuk pengawasan proyek. Misi pengawasan pengadaan yang pertama akan berlangsung pada saat proyek dimulai. Kajian pasca pengadaan (post review) terhadap semua kontrak yang dilaksanakan tanpa kajian pendahuluan akan dilakukan setiap tahun dan dimasukkan dalam program ex-post review.

Agar tidak terjadi kerancuan antara ketentuan Perpres 54/2010 dan Pedoman Pengadaan Bank Dunia maka CSRFP perlu menyusun sebuah Manual Pengelolaan Proyek (PMM) yang salah satu pasalnya membahas mengenai pengadaan. Pasal tersebut hendaknya berisi sejumlah instruksi yang disederhanakan dan mudah dimengerti berdasarkan Pedoman Pengadaan Bank. Pasal tersebut juga hendaknya dengan jelas menyatakan bahwa aturan Bank Dunia berlaku ketika terjadi konflik antara peraturan pengadaan Bank dan Perpres 54/2010 atau peraturan dan ketentuan lokal lainnya.

Page 45: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

38

Untuk mengurangi risiko korupsi, CSRFP perlu mencantumkan tindakan-tindakan yang ditetapkan untuk mengatasi masalah korupsi dalam PMM, seperti langkah-langkah untuk melaporkan dan menyelidiki semua kasus kolusi, kecurangan, korupsi dan ancaman maupun tindakan-tindakan remedial. Ini hendaknya mencakup rujukan otomatis kepada BPKP dan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) untuk mengadakan audit investigatif jika terdapat indikasi yang kuat terhadap kasus seperti itu.

D. Sosial dan Lingkungan Hidup (termasuk Konsultasi, Partisipasi, Penyingkapan Informasi dan Pengamanan/Safeguards)

Hibah Persiapan Kesiapan FCPF harus sesuai dengan kebijakan pengamanan (safeguard) Bank Dunia sehubungan dengan pengelolaan dampak lingkungan dan sosial.

Hibah Persiapan Kesiapan FCPF itu sendiri tidak akan membiayai pelaksanaan kegiatan REDD+ di lapangan (investasi atau kegiatan percontohan/demonstrasi) melainkan akan turut meningkatkan kapasitas Indonesia untuk mendapatkan investasi REDD+ di masa mendatang. Di akui bahwa skema REDD+ yang dirancang dengan buruk tidak akan menarik minat banyak mitra keuangan internasional dan dapat menimbulkan ketidakmerataan dan inefisiensi distribusi manfaat, dan hal ini berhubungan dengan risiko lingkungan hidup dan sosial yang signifikan. Misalnya, pemangku kepentingan merasa khawatir bahwa jika masalah-masalah tata kelola yang penting tidak diatasi sebagaimana mestinya pada tahap kesiapan maka REDD+ tidak akan mencapai tujuannya dan masyarakat yang kehidupannya bergantung pada hutan akan semakin termarjinalisasi atau habitat alami akan semakin tergeser oleh perkebunan. Kebijakan safeguards yang dipicu oleh REDD+ diringkaskan dalam tabel safeguards pada Bagian F di bawah ini. Dua komponen pertama dari hibah Persiapan Kesiapan FCPF (Kegiatan Analisis - USD 268.900, dan Pengelolaan Proses Kesiapan - USD 1.754.000) berupaya membahas secara transparan risiko-risiko lingkungan dan sosial dari REDD+ dengan mempromosikan proses kebijakan yang terinformasi dan transparan (lihat skema). Semua pekerjaan yang dibiayai FCPF akan mengintegrasikan kajian risiko lingkungan hidup dan sosial yang secara jelas akan dinyatakan dalam KAK. Output analisis dari komponen satu akan disebarluaskan dan dikonsultasikan sebagai bagian dari program Konsultasi dan Sosialisasi (USD 1.087.300) komponen dua. Program ini mencakup berbagai konsultasi dengan pemangku kepentingan di berbagai lokasi dan dikembangkan berdasarkan proses REDD+ yang sedang dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia. Tujuan dari konsultasi adalah mencapai partisipasi pemangku kepentingan yang efektif dalam kegiatan analisis yang relevan dan kemungkinan proses pengambilan keputusan dari Hibah FCPF. Konsultasi akan memungkinkan integrasi masukan dari pemangku kepentingan, termasuk masukan dari Masyarakat Adat, ke dalam analisis dan rekomendasi Hibah. Konsultasi akan diadakan sesuai dengan kebijakan Bank Dunia mengenai masyarakat adat dan undang-undang nasional yang berlaku, sampai pada taraf di mana undang-undang nasional menetapkan standar yang lebih tinggi. Konsultasi bersifat inklusif dan diadakan dalam bahasa setempat yang cocok serta memberikan kesempatan yang cukup untuk mendapatkan tanggapan dari masyarakat. Konsultasi akan diadakan dengan organisasi daerah, organisasi masyarakat adat nasional yang sah seperti AMAN, maupun dengan sejumlah komunitas adat mengenai hal-hal penting. Sebuah strategi untuk konsultasi dengan masyarakat adat/masyarakat yang bergantung pada hutan dalam persiapan dan pelaksanaan Kegiatan Demonstrasi akan

Page 46: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

39

dikembangkan untuk memastikan bahwa perwakilan yang sah dari Masyarakat Adat dan komunitas lain yang bergantung pada hutan akan berpartisipasi dengan penuh arti dalam semua diskusi mengenai hal-hal yang dapat mempengaruhi mereka, termasuk, misalnya, mekanisme bagi hasil.

Komponen dua mencakup Kajian Lingkungan Hidup dan Sosial Strategis (SESA), yang didasarkan pada input kegiatan analisis yang dibiayai oleh FCPF dan yang berupaya memastikan bahwa risiko lingkungan hidup dan sosial yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan yang dibiayai oleh hibah FCPF diidentifikasi dan diintegrasikan ke dalam pembahasan kebijakan.

Proses di atas, termasuk komponen SESA, memungkinkan: (i) pertimbangan sosial dan lingkungan hidup sehubungan dengan kegiatan-kegiatan yang dibiayai oleh hibah FCPF diintegrasikan ke dalam proses Kesiapan REDD+, terutama kerangka kebijakan REDD+; (ii) partisipasi dalam mengidentifikasi dan memprioritaskan hal-hal penting, kajian kebijakan, kesenjangan kelembagaan dan kapasitas untuk mengelola prioritas-prioritas tersebut dan rekomendasi-rekomendasinya, serta penyingkapan temuan-temuan dalam laporan kemajuan REDD+ tingkat negara sehubungan dengan persiapan Kesiapan; dan (iii) pengembangan input penting untuk Kerangka Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Sosial guna diterapkan dalam mengelola risiko-risiko lingkungan hidup dan sosial serta dalam memitigasi potensi dampak yang merugikan dari investasi REDD+ yang dibiayai FCPF dan Bank Dunia di masa mendatang (lihat keterangan yang lebih terperinci dalam Lampiran 5).

Dalam mengantisipasi risiko-risiko lingkungan hidup dan sosial yang dapat ditimbulkan oleh kemungkinan investasi di masa mendatang, hibah akan mengembangkan Kerangka Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Sosial (ESMF). ESMF akan dikembangkan berdasarkan SESA dan akan menguraikan masalah-masalah dan risiko-risiko yang berkaitan dengan intervensi yang terdiri dari suatu program dan/atau serangkaian proyek, dan yang dampaknya tidak dapat diketahui sampai perincian program atau proyek itu diidentifikasi. ESMF akan menguraikan prinsip, aturan, pedoman dan prosedur untuk menganalisis potensi dampak dan risiko lingkungan hidup dan sosial, serta berisi tindakan-tindakan untuk mengurangi, memitigasi dan/atau mengimbangi dampak lingkungan hidup dan sosial yang merugikan dan meningkatkan dampak positif dan peluang dari proyek-proyek tersebut.5

ESMF akan menjadi kerangka untuk menyelesaikan masalah-masalah pengamanan (safeguard) pada Kegiatan Demonstrasi REDD+ yang dibiayai Bank Dunia di masa mendatang. Namun demikian, Pemerintah dan Donor lain dapat menggunakan ESMF untuk kegiatan-kegiatan demonstrasi REDD+ lainnya.

5 ESMF yang dapat diterima Bank Dunia berisi bagian-bagian spesifik mengenai ketentuan kebijakan pengamanan (safeguard) yang berlaku, termasuk, bilamana relevan: a) Kerangka Pengelolaan Lingkungan Hidup (EMF) untuk mengatasi potensi dampak terhadap lingkungan hidup; b) Kerangka Kebijakan Pemindahan Penduduk (RPF) untuk mengatasi setiap potensi penggusuran dan/atau relokasi fisik, sebagaimana disyaratkan oleh kebijakan Bank Dunia tentang Pemindahan Penduduk Secara Paksa (OP 4.12); c) Kerangka Proses (PF) untuk pembatasan akses ke sumber daya alam di taman yang ditetapkan secara hukum dan kawasan lindung, sebagaimana disyaratkan oleh kebijakan Bank Dunia tentang Pemindahan Penduduk Secara Paksa (OP 4.12); dan d) Kerangka Perencanaan Masyarakat Adat (IPPF) sebagaimana disyaratkan oleh kebijakan Bank Dunia tentang Masyarakat Adat (OP 4.10).

Page 47: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

40

ESMF akan mencakup prosedur untuk: (i) konsultasi yang berkelanjutan dengan kelompok pemangku kepentingan yang relevan; (ii) tindakan peningkatan kapasitas yang sesuai; dan (iii) penyaringan dan analisis dampak lingkungan dan sosial. Kerangka ESMF ini menguraikan penyusunan rencana aksi yang terikat waktu untuk memitigasi dampak yang merugikan terkait dengan program dan/atau proyek yang akan dilaksanakan di masa mendatang (Laporan Analisis Dampak Lingkungan sebagaimana diuraikan dalam Kerangka Kebijakan dan Proses Pemindahan Penduduk; dan Rencana Masyarakat Adat sebagaimana diuraikan dalam Kerangka Proses Masyarakat Adat, dan sebagainya). Mengingat sifat dari kemungkinan opsi strategi REDD+ maka ESMF akan memberikan pertimbangan khusus kepada bidang mata pencaharian, hak-hak (termasuk hak masyarakat adat), perlindungan khusus bagi kelompok rentan, keanekaragaman hayati, warisan budaya, gender, penilaian kapasitas kelembagaan, dan sebagainya. Hal ini termasuk mekanisme untuk memantau pelaksanaan Kerangka. Mekanisme ini harus dapat diakses sehingga masyarakat dapat berpartisipasi dalam proses pemantauan.

Upaya akan dibuat untuk bermitra dengan donor-donor lain (AusAid, DfID, GIZ, KfW, Norweigia, dan lain-lain) dan ADB dalam proses SESA dan ESMF. Meskipun ESMF biasanya hanya berlaku bagi kegiatan REDD+ di masa mendatang yang dibiayai oleh Bank Dunia, penggunaannya dapat diperluas kepada Donor-Donor lain yang ingin menggunakan instrumen safeguard Bank Dunia.

Di Indonesia, konsep Kerangka Acuan Kerja untuk SESA telah disusun dan dimuat dalam webpage FCPF dan Kemenhut sejak tanggal 20 Juni 2010 dan sebelumnya telah didiskusikan dengan para pemangku kepentingan selama Tahap Persiapan R-PP. Indonesia sedang mengkaji KAK SESA dan ESMF berdasarkan ulasan yang diterima, dan akan menyelenggarakan lokakarya konsultasi final untuk finalisasi KAK tersebut. SESA akan dilaksanakan dengan dukungan Dewan Kehutanan Nasional (DKN).

Page 48: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

41

Gambar 4: Proses Kajian Lingkungan Hidup dan Sosial Strategis (SESA) dan Kerangka Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Sosial (ESMF)

D.1. Sosial (termasuk Safeguards)

Hutan dan kehutanan memainkan peranan penting dalam mengurangi kemiskinan dengan meningkatkan penghasilan, memperbaiki ketahanan pangan, mengurangi kerentanan, dan meningkatkan kelestarian basis sumber daya alam, yang semuanya menyumbang kepada peningkatan kesejahteraan (Warner, 2000). Selain kayu bakar untuk memasak, “hutan mendukung mata pencaharian dengan menyediakan bahan bangunan, kerajinan keranjang, wadah penyimpan, peralatan pertanian, perahu, alat berburu dan memancing.”

Indonesia adalah salah satu negara yang paling beragam etnis dan budayanya di dunia. Tidak ada kepastian berapa jumlah kelompok etnis atau bahasa yang digunakan dan tidak ada kesepakatan mengenai penggunaan istilah masyarakat adat. Menurut perkiraan konservatif, ada sekitar 500 kelompok etnis yang berbicara dalam bahasanya masing-masing sedangkan sumber lain memperkirakan sampai dengan 2000 kelompok etnis.

Secara turun temurun, istilah yang berkaitan dengan konsep masyarakat adat di Indonesia adalah Masyarakat Terasing, yaitu komunitas terpencil dan rentan. Di masa lalu, istilah ini seringkali digunakan dengan cara yang merendahkan, dan program-program pemerintah dirancang untuk memberdayakan dan meningkatkan harkat komunitas ini dari keterasingan dan “keterbelakangan” tanpa memperhatikan tradisi dan identitas kebudayaan mereka. Untuk menghilangkan konotasi negatif dari istilah ini maka Kementerian Sosial menggantinya dengan masyarakat adat termasuk enam karakteristik untuk mendefinisikan kelompok tersebut.

Page 49: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

42

Meskipun sulit untuk diperkirakan, jumlah penduduk yang termasuk dalam kategori ini diperkirakan mencapai 1,5 juta jiwa, terutama tinggal di Papua (dulunya Irian Jaya), Kalimantan, Sulawesi, Sumatra dan pulau-pulau terluar seperti Sumba, Sumbawa, dan Maluku.

Perundang-undangan mengakui status masyarakat adat dan mengatur perlindungan dan hak-hak mereka, termasuk hak atas tanah ulayat (meskipun ini terbuka untuk berbagai penafsiran); contoh-contohnya antara lain Undang-Undang Hak Asasi Manusia (UU No. 36 tahun 1999), Undang-Undang Pemerintahan Daerah (UU No. 22 tahun 1999), Undang-Undang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU No. 27 tahun 2007) serta peraturan perundang-undangan tentang agraria (Peraturan Menteri Agraria No. 5 tahun 1999: Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat). Namun, Undang-Undang Kehutanan (UU No. 41 tahun 1999), tidak memberikan tingkat perlindungan yang sama kepada masyarakat adat dan tanah ulayat yang digolongkan sebagai subkategori hutan negara.

Undang-undang yang berbeda seperti Undang-Undang Penanaman Modal Asing (UU No. 25 tahun 2007) dan Undang-Undang Mineral dan Batubara (UU No. 4 tahun 2009) tidak mengakui hak-hak masyarakat adat. Banyak pejabat pemerintah juga masih enggan mengakui istilah masyarakat adat serta hak-hak tertentu yang diberikan kepada mereka. Masyarakat adat dan organisasi pendukung di Indonesia seringkali memandang kegiatan-kegiatan baru di bawah reformasi agraria yang sedang berjalan dan upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim sebagai ancaman terhadap hak dan kesejahteraan mereka, terutama dalam hal hilangnya lahan dan akses ke sumber daya alam.

Untuk hibah ini, kedua definisi di atas akan digunakan sehingga memenuhi ketentuan OP/BP 4.10, yaitu: (1) Masyarakat Adat/ masyarakat hukum adat. Istilah ini didasarkan pada garis keturunan atau lokalitas dan terikat dengan hukum adat.6 Karakteristik dari masyarakat ini antara lain adalah: (i) identifikasi diri sendiri sebagai kelompok budaya asli yang khas, (ii) ikatan bersama (collective attachment) terhadap wilayah leluhur dan terhadap sumber daya alam di wilayah tersebut; dan (iii) lembaga adat budaya, ekonomi, sosial atau politik; dan (2) Masyarakat Terasing/masyarakat adat terpencil. Ini adalah kategori yang ditetapkan pemerintah bagi masyarakat adat yang tinggal di daerah terasing. Karakteristik dari masyarakat ini mencakup: (i) ikatan bersama terhadap wilayah leluhur dan sumber daya alam di wilayah tersebut; (ii) lembaga adat budaya, ekonomi, sosial atau politik; (iii) bahasa asli. Mereka juga diidentifikasi oleh pemerintah sebagai masyarakat yang: (i) memiliki perekonomian subsisten, (ii) menggunakan alat dan teknologi yang sederhana, (iii) mempunyai ketergantungan yang tinggi pada sumber daya alam lingkungan dan lokal, dan (iv) memiliki akses yang terbatas terhadap pelayanan sosial, ekonomi dan politik.

Penilaian terhadap risiko sosial utama dari kegiatan-kegiatan yang dibiayai oleh Hibah ini dan rekomendasi yang berasai dari kegiatan analisis dan pembahasan kebijakannya akan dilakukan melalui Kajian Lingkungan Hidup dan Sosial Strategis (SESA). SESA menggabungkan kegiatan analisis dan konsultasi secara iteratif (berurutan) dalam penyusunan strategi REDD+ atau bagian-bagiannya. SESA membantu memastikan ketaatan kepada kebijakan safeguard Bank Dunia dengan mengintegrasikan pertimbangan utama dari aspek lingkungan hidup dan sosial yang relevan dengan REDD+, termasuk semua pertimbangan yang tercakup dalam kebijakan 6 Peraturan Menteri Negara Urusan Agraria 5/1999.

Page 50: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

43

safeguard, pada tahap pengambilan keputusan sedini mungkin. SESA menawarkan suatu platform kepada pemangku kepentingan untuk bertukar gagasan dan mencapai konsensus atas keputusan-keputusan penting. SESA mencakup Kerangka Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Sosial (ESMF) sebagai output yang khas dengan menyediakan suatu kerangka untuk mengelola dan memitigasi risiko-risiko lingkungan hidup dan sosial yang berkaitan dengan Kegiatan Demonstrasi. Investasi dan transaksi keuangan karbon dari Kegiatan Demonstrasi di masa mendatang masih membutuhkan kajian lingkungan hidup dan sosial yang spesifik, tetapi hal ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan konteks strategis dari SESA dan ESMF.

Kemenhut bertanggung jawab untuk mengelola dan memantau sebagian besar dari Kawasan Hutan Indonesia yang sangat luas. Kemenhut juga menjadi penanggung jawab atas evaluasi Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) atas semua rencana pengelolaan hutan; persyaratan AMDAL mencakup proses penyaringan proyek-proyek untuk risiko sosial dan lingkungan hidup dan proses perancangan tindakan mitigasi.

Tahap Kesiapan FCPF akan dilaksanakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan (Balitbang Kehutanan) Departemen Kehutanan. Balitbang Kehutanan/Kemenhut didukung oleh staf profesional yang terlatih dan memiliki rekam jejak yang baik untuk bekerja sama dengan Bank Dunia dalam kegiatan AAA. Baru-baru ini, Balitbang Kehutanan telah bekerja erat dengan Bank Dunia dalam mempersiapkan ketentuan-ketentuan SESA untuk FCPF dan telah meningkatkan pengetahuannya tentang safeguards Bank Dunia dalam proses ini. Perwakilan dari Balitbang Kehutanan telah berpartisipasi dalam sebagian besar rapat FCPF terutama rapat-rapat mengenai penyusunan pedoman SESA.

Meskipun Balitbang Kehutanan mempunyai sebagian kualitas yang diinginkan tetapi kapasitasnya untuk memfasilitasi pencantuman safeguards sosial dan lingkungan hidup dalam kebijakan-kebijakan nasional belum diuji secara memadai, dan kapasitasnya untuk melaksanakan safeguards perlu diperkuat. Untuk alasan ini maka Balitbang Kehutanan akan membentuk sebuah kelompok kerja profesional di lingkungan Kemenhut untuk mengembangkan strategi peningkatan kapasitas dalam rangka melaksanakan ketentuan-ketentuan safeguards yang disyaratkan berdasarkan strategi REDD.

Selama tahap Kesiapan, Balitbang Kehutanan akan didukung oleh Dewan Kehutanan Nasional (DKN) untuk melaksanakan SESA dan menyusun Kerangka Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Sosial (ESMF). DKN adalah dewan yang secara khusus dibentuk untuk membahas kebijakan-kebijakan kehutanan denan masyarakat lebih luas dan diorganisasi menjadi kamar-kamar yaitu – pemerintah, masyarakat, dunia usaha, akademisi dan LSM, termasuk organisasi yang mewakili masyarakat adat.

D.2. Lingkungan Hidup (termasuk Safeguards)

Kajian terhadap risiko utama lingkungan hidup dan kapasitas pengelolaan lingkungan hidup akan dilaksanakan melalui Kajian Lingkungan Hidup dan Sosial Strategis (SESA), dan instrumen-instrumen untuk mengatasi dampak lingkungan hidup dan sosial akan didefinisikan melalui ESMF. Semua kegiatan yang diusulkan dalam Strategi REDD+ Nasional hendaknya mempertimbangkan konservasi keanekaragaman hayati maupun berbagai jasa lingkungan dan

Page 51: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

44

produk-produknya yang disediakan oleh habitat alami kepada masyarakat manusia. Secara keseluruhan, kegiatan-keigatan REDD+ diharapkan mempunyai dampak positif yang signifikan terhadap habitat alami, karena Indonesia menerapkan strategi yang efektif untuk mengurangi hilangnya hutan alam dan melestarikan spesies asli, terutama di lokasi spesies yang hampir punah. Kebijakan ini secara ketat membatasi situasi di mana setiap proyek dapat berdampak terhadap habitat alami (daratan maupun perairan di mana masih terdapat sebagian besar spesies tanaman dan hewan asli). Masalah-masalah penting yang berhubungan dengan habitat alami dan potensi dampak dari kegiatan-kegiatan yang dibiayai oleh FCPF akan dikaji selama pelaksanaan SESA dan berdasarkan ESMF yang juga akan melibatkan mekanisme konsultasi dengan para pemangku kepentingan yang relevan.

Kegiatan-kegiatan REDD+ di lahan hutan bertujuan untuk mengurangi deforestasi, meningkatkan kontribusi jasa lingkungan dari kawasan berhutan, mempromosikan reforestasi, mengurangi kemiskinan dan mendorong pembangunan ekonomi. Secara keseluruhan, kegiatan-kegiatan REDD+ diharapkan akan mempunyai dampak positif yang signifikan terhadap hutan mengingat tujuan utama program adalah mengurangi deforestasi dengan tetap meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang bergantung pada hutan, yang akan dikonsultasikan selama berlangsungnya proyek. Masalah-masalah penting yang berkaitan dengan Hutan dan potensi dampak dari kerangka kebijakan REDD+ nasional akan dikaji melalui SESA dan potensi dampak negatifnya akan diatasi melalui ESMF.

D.3. Konsultasi, Partisipasi dan Penyingkapan Informasi

i. Pengalaman hingga saat ini

FCPF akan mendukung proses konsultasi di bidang Perubahan Iklim dan REDD+ yang telah berlangsung selama lebih dari dua tahun (lihat bagian tentang Perkembangan REDD+ Nasional di atas) dan semua materi ini, analisis permasalahan dan kesadaran para pemangku kepentingan merupakan masukan bagi Hibah FCPF dan proses SESA.

Upaya-upaya tersebut mempunyai berbagai tingkat kualitas dari perspektif komunikasi/konsultasi. Namun, upaya-upaya tersebut memberikan kesempatan pembelajaran yang baik kepada Kementerian Kehutanan dan pemangku kepentingan yang berpartisipasi dalam proses ini. Ulasan dan informasi yang diperoleh dari upaya-upaya tersebut mempengaruhi penyusunan Rencana Kesiapan (R-PP). Daftar komunikasi dan konsultasi yang diselenggarakan selama penyusunan R-PP dapat dilihat pada halaman 13 – 24 R-PP. Acara konsultasi dan berbagi informasi tambahan telah diselenggarakan oleh Kementerian Kehutanan pada tahun 2010 yang berkaitan dengan Strategi REDD+ dan Proyek-Proyek Demonstrasi, KAK untuk SESA serta Strategi REDD+ dalam konteks “LoI Norwegia” dan Program Investasi Kehutanan.

Konsultasi yang diselenggarakan oleh Kementerian Kehutanan umumnya bersifat partisipatif dan melibatkan kelompok dan pemangku kepentingan nasional dan regional yang relevan. Namun demikian, waktu pemberitahuan yang diberikan kurang memadai untuk peserta dapat meninjau kembali dokumentasi sebelum pertemuan dan lokakarya, hal ini menimbulkan kritik dari berbagai pemangku kepentingan.

ii. Kemajuan Proposal

Page 52: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

45

Rencana Konsultasi dan Sosialisasi (lihat Lampiran IV) mempunyai anggaran sekitar $1 juta dan mencakup peningkatan kesadaran, konsultasi dan sosialisasi dengan semua pemangku kepentingan yang relevan di tingkat nasional dan daerah. Upaya-upaya tersebut mencakup segala pekerjaan analisis yang dilaksanakan melalui Hibah maupun kegiatan-kegiatan safeguard. Kelompok sasaran dari rencana konsultasi dan sosialisasi mencakup pemerintah pusat dan daerah, perusahaan swasta, masyarakat lokal dan masyarakat adat, pemuda dan tokoh adat, perguruan tinggi dan lembaga penelitian. Kegiatan-kegiatan dalam rencana konsultasi dan sosialisasi mencakup: analisis pemangku kepentingan; pembinaan kerjasama yang efektif dengan masyarakat adat dan masyarakat lokal; konsultasi untuk persiapan dan pelaksanaan SESA dan ESMF; dan konsultasi mengenai kebijakan REDD+ dan kegiatan kesiapan REDD+ FCPF. Penekanan diberikan pada diseminasi bahan diskusi secara tepat waktu agar para pemangku kepentingan dapat mempunyai waktu yang cukup untuk melakukan persiapan.

Sebagian besar kegiatan konsultasi dan sosialisasi, termasuk pengembangan pembinaan kerjasama yang efektif dengan masyarakat adat dalam kemungkinan investasi REDD+ yang dibiayai oleh FCPF dan Bank Dunia di masa mendatang akan dilaksanakan melalui kerjasama dengan DKN. Alasan utama untuk menggunakan DKN adalah karena lembaga ini mendapatkan mandat dari undang-undang dan mempunyai struktur kelembagaan yang dapat secara aktif memfasilitasi partisipasi LSM dan masyarakat, termasuk masyarakat adat, dalam pengambilan kebijakan dan keputusan nasional di sektor kehutanan.

D.4. Kebijakan Pengamanan (Safeguards) yang Dipicu Table di bawah ini memberikan informasi tentang Kebijakan Safeguards yang dipicu. Karena hibah persiapan kesiapan REDD+ FCPF tidak akan mendanai proyek-proyek REDD+ atau menetapkan kebijakan-kebijakan maka tidak ada dampak langsung dari hibah, dan tabel ini menjelaskan latar belakang potensi investasi REDD+ di masa mendatang yang dibiayai oleh Bank Dunia dan memberikan bimbingan untuk pengembangan ESMF. Bagian ini selaras dengan Piagam FCPF dan Board Paper on Safeguard Guidance for Readiness Activities di bawah FCPF. Kebijakan Safeguard yang Dipicu Ya Tidak TBD Kajian Lingkungan Hidup (OP/BP 4.01) X Meskipun REDD+ bermaksud mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan dan oleh karena itu bertujuan untuk memberikan dampak positif terhadap lingkungan hidup, namun mungkin akan ada dampak negatif, bergantung pada caranya tujuan-tujuan tersebut dicapai. Sebagai contoh, potensi penggantian hutan alam dengan perkebunan dapat berdampak serius terhadap keanekaragaman hayati. Hibah ini sebagian akan mendukung kegiatan Indonesia untuk mengidentifikasi potensi risiko dari kebijakan REDD+ dan opsi-opsi investasi. Untuk melakukan hal ini, FCPF menggunakan Kajian Lingkungan Hidup dan Sosial Strategis (SESA) untuk mengintegrasikan pertimbangan penting mengenai lingkungan hidup dan sosial ke dalam kesiapan REDD+ dengan menggabungkan pendekatan analisis dan partisipatif; dan menggunakan ESMF untuk menyediakan suatu kerangka yang dapat membimbing investasi yang akan datang dalam kegiatan demonstrasi di lapangan.

Page 53: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

46

Tujuan dari SESA adalah menyediakan platform partisipatif bagi para pemangku kepentingan untuk membangun pemahaman tentang situasi/persoalan saat ini mengenai kegiatan-kegiatan REDD yang telah dilaksanakan dan mengidentifikasi opsi/kesempatan yang akan datang. ESMF akan menentukan persyaratan dan prosedur untuk mengatasi potensi dampak negatif lingkungan hidup dan sosial dari pelaksanaan Kegiatan Demonstrasi REDD+ maupun tindakan-tindakan mitigasi yang dihasilkannya dengan menerapkan praktek-praktek terbaik. ESMF akan mencantumkan prosedur untuk: (i) konsultasi yang sedang berlangsung dengan kelompok pemangku kepentingan yang relevan; (ii) tindakan-tindakan peningkatan kapasitas yang cocok; dan (iii) penyaringan dan analisis dampak lingkungan dan sosial. ESMF akan mencakup kriteria penyaringan, prosedur dan tanggung jawab kelembagaan untuk kebijakan pengamanan yang dipicu. Kerangka ini akan mengatur penyusunan rencana aksi yang terikat dengan waktu untuk memitigasi dampak-dampak negatif yang berkaitan dengan program dan/atau proyek di masa mendatang. Mengingat sifat dari kemungkinan opsi strategi REDD+ maka ESMF akan memberikan pertimbangan khusus kepada bidang mata pencaharian, hak-hak (termasuk hak masyarakat adat), perlindungan khusus bagi kelompok rentan, keanekaragaman hayati, warisan budaya, gender, penilaian kapasitas kelembagaan, dan sebagainya. Hal ini termasuk mekanisme untuk memantau pelaksanaan Kerangka. Mekanisme ini harus dapat diakses sehingga masyarakat dapat berpartisipasi dalam proses pemantauan. Untuk proyek-proyek REDD+ yang mungkin dilaksanakan setelah fase Kesiapan, Kajian Lingkungan Hidup yang terdiri dari Rencana Pengelolaan Lingkungan (EMP) akan digunakan untuk mengidentifikasi, mencegah dan memitigasi potensi dampak lingkungan yang negatif terkait dengan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan di lapangan. Habitat Alami (OP/BP 4.04) X Kebijakan ini berupaya memastikan agar semua kegiatan yang dibiayai oleh hibah ini mempertimbangkan konservasi keanekaragaman hayati maupun berbagai jasa lingkungan dan produk-produknya yang disediakan oleh habitat alami kepada masyarakat manusia. Secara keseluruhan, kegiatan-keigatan REDD+ diharapkan mempunyai dampak positif yang signifikan terhadap habitat alami, karena Indonesia menerapkan strategi yang efektif untuk mengurangi hilangnya hutan alam dan melestarikan spesies asli, terutama di lokasi spesies yang hampir punah serta bertujuan mengurangi angka deforestasi secara umum. Kebijakan ini secara ketat membatasi situasi di mana setiap proyek dapat berdampak terhadap habitat alami (daratan maupun perairan di mana masih terdapat sebagian besar spesies tanaman dan hewan asli). Masalah-masalah penting yang berhubungan dengan habitat alami dan potensi dampak dari pelaksanaan REDD+ di masa mendatang melalui kegiatan demonstrasi di lapangan akan dikaji selama pelaksanaan SESA dan berdasarkan ESMF. Untuk proyek-proyek REDD+ yang mungkin dilaksanakan setelah fase Kesiapan, EMP spesifik-

Page 54: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

47

lokasi akan disiapkan untuk lokasi-lokasi yang ditetapkan. Hutan (OP/BP 4.36) X Kegiatan-kegiatan REDD+ di lahan hutan bertujuan untuk mengurangi deforestasi, meningkatkan kontribusi jasa lingkungan dari kawasan berhutan, mempromosikan reforestasi, mengurangi kemiskinan dan mendorong pembangunan ekonomi. Secara keseluruhan, kegiatan-kegiatan REDD+ diharapkan akan mempunyai dampak positif yang signifikan terhadap hutan mengingat tujuan utama program adalah mengurangi deforestasi dengan tetap meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang bergantung pada hutan, yang akan dikonsultasikan selama berlangsungnya proyek. Masalah-masalah penting yang berkaitan dengan Hutan dan potensi dampak dari pelaksanaan REDD+ di masa mendatang akan dikaji melalui SESA dan potensi dampak negatifnya akan diatasi melalui ESMF. Untuk proyek-proyek REDD+ yang mungkin dilaksanakan setelah fase Kesiapan, EMP spesifik-lokasi akan disiapkan untuk lokasi-lokasi yang ditetapkan. Pengelolaan Hama (OP 4.09) X

Kebijakan ini dapat dipicu, bergantung pada lingkup strategi REDD+, yang dapat mencakup kegiatan reforestasi atau intensifikasi pertanian di lahan-lahan yang terdegradasi. Kebijakan pelaksanaan REDD+ tidak akan mendorong pembelian dan penggunaan pestisida. Namun jika pestisida digunakan, prosedur operasional standar untuk penanganan dan pembuangan yang aman akan dikembangkan. Sumber Daya Kebudayaan Fisik (OP/BP 4.11) X Kebijakan ini dapat dipicu, jika misalnya, sebagian kegiatan REDD+ direncanakan akan dilaksanakan di dan mengganggu “lokasi keramat”. Hal ini hendaknya diputuskan secara kasus per kasus. Diharapkan tidak terjadi dampak yang merugikan. Namun, sebuah Kerangka Pengelolaan Sumber Daya Fisik akan dicantumkan dalam Rencana Pengelolan Lingkungan Hidup ESMF. Masyarakat adat (OP/BP 4.10) X Hutan-hutan di Indonesia menjadi tempat tinggal bagi berbagai masyarakat adat dan kelompok minoritas etnis yang rentan sehingga kegiatan apapun di dalam dan di sekitar kawasan hutan dapat mempengaruhi mereka secara positif maupun negatif. Sebagian besar kegiatan yang akan dilaksanakan sebagai bagian dari program REDD+ nasional mungkin akan berlangsung di daerah-daerah yang dihuni oleh masyarakat adat. Investasi dan kebijakan REDD+ di masa mendatang dapat menimbulkan dampak yang merugikan bagi penggunaan lahan dan sumber daya alam oleh komunitas ini jika investasi dan kebijakan REDD+ menyebabkan terbatasnya akses ke sumber daya yang mereka andalkan sebagai mata pencaharian maupun kelangsungan budaya bagi banyak masyarakat adat. Kegiatan-kegiatan yang mendukung komunitas asli melalui pengelolaan lahan dan sumber daya yang lebih baik dapat memberikan hasil-hasil yang positif. Maka REDD+ di Indonesia khususnya perlu mempertimbangkan kepentingan masyarakat adat yang bergantung pada hutan dalam pengembangan kebijakan. Kegiatan-kegiatan hibah FCPF akan memanfaatkan dan bekerja sama dengan jaringan dan lembaga yang ada untuk mendukung proses yang sedang berlangsung dalam memperkuat keterlibatan masyarakat lokal dalam pengembangan kebijakan. Masyarakat adat dan komunitas lain yang hidupnya bergantung pada hutan telah mengembangkan jaringan dan lembaga-lembaga untuk mewakili diri mereka dan ikut dalam proses dialog, bersama-sama dengan mitra-mitra dari organisasi masyarakat sipil (CSO) dan think-tank, dari dalam dan luar negeri.

Page 55: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

48

OP/BP 4.10 menandaskan pentingnya Kemenhut/Balitbang Kehutanan mengidentifikasi masyarakat adat yang tinggal di kawasan hutan, berkonsultasi dengan mereka dalam pelaksanaan kegiatan hibah (bantuan teknis, kegiatan analisis), dan memastikan agar mereka berpartisipasi secara memadai. Alih-alih mengembangkan IPP atau IPPF secara terpisah untuk Hibah, elemen-elemen OP 4.10 telah diintegrasikan dengan berbagai kegiatan Hibah, misalnya dengan: mengkaji permasalahan safeguard untuk semua kegiatan analisis dan diskusi kebijakan yang relevan, yang melibatkan masyarakat adat dalam konsultasi dan proses pengambilan keputusan serta sebagai elemen eksplisit dari Hibah dan ESMF.

Hibah FCPF merupakan kesempatan untuk melanjutkan dan memperluas kerjasama dengan masyarakat adat, termasuk dalam pembentukan lembaga REDD+. Hibah melibatkan masyarakat adat sebagai mitra penting dalam konsultasi di bidang analisis yang dibiayai oleh Hibah FCPF.

FCPF secara spesifik akan mendukung pembahasan mengenai pembinaan untuk kerjasama yang lebih efektif dengan penduduk asli dalam Kegiatan Demonstrasi REDD+ di masa mendatang (kegiatan 2.4). Kepentingan masyarakat adat juga akan dibahas dalam kegiatan analisis sehubungan dengan pemicu deforestasi dan mekanisme bagi hasil yang adil. Kegiatan ini akan dilaksanakan oleh DKN. Alasan utama menggunakan DKN adalah karena badan ini mendapatkan mandat berdasarkan undang-undang dan memiliki struktur kelembagaan untuk secara aktif memfasilitasi partisipasi LSM dan masyarakat, termasuk masyarakat adat. Masyarakat adat dan komunitas yang bergantung pada hutan terwakili dalam DKN dan melalui lembaga dan jaringan mereka sendiri. Salah satu kelompok penting, meskipun bukan satu-satunya perwakilan masyarakat adat, adalah AMAN, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara. AMAN, yang didirikan pada tahun 1999, beranggotakan 1163 komunitas adat yang bekerja secara kolektif untuk menciptakan kesempatan dalam rangka memulihkan dan memenuhi hak-hak dan kebebasan fundamental mereka atas kedaulatan, kesejahteraan dan martabat. AMAN merupakan pengamat yang aktif dalam rapat-rapat FCPF dan FIP serta memberikan masukan langsung untuk proses pengembangan strategi dan lembaga REDD+ di tingkat nasional dengan sumber daya yang ada.

SESA, yang sebagian besar juga dilaksanakan oleh DKN akan memberikan platform untuk partisipasi masyarakat adat (IP) yang efektif, sebagai bagian dari kelompok-kelompok lembaga. ESMF akan mencakup Kerangka Perencanaan Masyarakat Adat (IPPF) untuk menghindari atau mengatasi dampak yang tidak diinginkan dari kegiatan REDD+ di masa mendatang dan menetapkan prosedur untuk mengelola hubungan antara investasi REDD+ di masa mendatang dengan masyarakat adat. Pendekatan ini sejalan dengan kebijakan Bank Dunia untuk masyarakat adat (OP/BP 4.10) serta Piagam FCPF dan pedoman pengamanan (safeguards). Untuk penyusunan IPPF, ada dua definisi yang digunakan untuk memenuhi ketentuan OP/BP 4.10, yaitu: (i) Masyarakat Adat (masyarakat hukum adat); dan (ii) Masyarakat Terasing. Pemindahan Penduduk Secara Paksa (OP/BP 4.12) X Meskipun diharapkan tidak akan terjadi penggusuran sebagai bagian dari kegiatan REDD+,

Page 56: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

49

diperkirakan mungkin terjadi pembatasan akses ke hutan dan hasil hutan maupun larangan akses secara paksa bagi penduduk lokal ke taman, cagar alam, kawasan pengelolaan hutan atau kawasan lindung. Kerangka kebijakan REDD+ sedapat mungkin hendaknya menghindari penggusuran. Semua masalah sehubungan dengan penggusuran dalam Kegiatan Demonstrasi REDD+ yang mungkin dilaksanakan di masa mendatang akan diidentifikasi dalam SESA dan Kerangka Proses Larangan Akses akan ditetapkan sebagai bagian dari ESMF. Keselamatan Bendungan (OP/BP 4.37) X

Proyek pada Jalur Perairan Internasional (OP/BP 7.50) X

Proyek di Daerah Sengketa (OP/BP 7.60) X

Ujicoba Penggunaan Sistem Milik Peminjam untuk Menyelesaikan Permasalahan Lingkungan Hidup dan Sosial pada Proyek-Proyek Dukungan Bank Dunia (OP/BP 4.00)

X

Instrumen utama safeguard untuk menyelesaikan masalah safeguard dalam Kegiatan Demonstrasi yang akan datang adalah SESA, dan ESMF. SESA memungkinkan: (i) pertimbangan-pertimbangan sosial dan lingkungan hidup diintegrasikan ke dalam proses Kesiapan REDD+, terutama strategi REDD+; dan (ii) partisipasi dalam mengidentifikasi dan memprioritaskan masalah-masalah penting, kajian terhadap kesenjangan kebijakan, kelembagaan dan kapasitas untuk mengelola prioritas-prioritas tersebut dan rekomendasi-rekomendasinya, serta penyingkapan temuan-temuan dalam laporan kemajuan REDD negara sehubungan dengan persiapan Kesiapan. SESA akan berfokus pada kegiatan hibah FCPF, terutama rekomendasi-rekomendasi dan opsi-opsi yang diusulkan untuk investasi REDD+ di masa mendatang. Dalam konteks investasi REDD+ di masa mendatang yang dibiayai oleh FCPF atau Bank Dunia, ESMF akan menguraikan kemungkinan masalah dan risiko yang berhubungan dengan intervensi dan yang tidak dapat diketahui sampai perincian program atau proyek telah diidentifikasi. ESMF akan menguraikan prinsip, aturan, pedoman dan prosedur untuk menganalisis potensi dampak dan risiko lingkungan hidup dan sosial, dan berisi tindakan-tindakan untuk mengurangi, memitigasi dan/atau mengimbangi dampak lingkungan hidup dan sosial yang merugikan dan meningkatkan dampak positif dan peluang dari Kegiatan Demonstrasi di masa mendatang.7

7 ESMF yang dapat diterima Bank Dunia berisi bagian-bagian spesifik mengenai ketentuan kebijakan pengamanan (safeguard) yang berlaku, termasuk, bilamana relevan: a) Kerangka Pengelolaan Lingkungan Hidup (EMF) untuk mengatasi potensi dampak terhadap lingkungan hidup; b) Kerangka Kebijakan Pemindahan Penduduk (RPF) untuk mengatasi setiap potensi penggusuran dan/atau relokasi fisik, sebagaimana disyaratkan oleh kebijakan Bank Dunia tentang Pemindahan Penduduk Secara Paksa (OP 4.12); c) Kerangka Proses (PF) untuk pembatasan akses ke sumber daya alam di taman yang ditetapkan secara hukum dan kawasan lindung, sebagaimana disyaratkan oleh kebijakan Bank Dunia tentang Pemindahan Penduduk Secara Paksa (OP 4.12); dan

Page 57: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

50

ESMF konsisten dengan kebijakan safeguard Bank Dunia mengenai Kajian Lingkungan Hidup (OP 4.01) dan berisi bagian-bagian yang mengatur ketentuan kebijakan safeguards lain yang berlaku termasuk, bilamana relevan, Kerangka Pengelolaan Lingkungan (EMF); Kerangka Kebijakan Pemindahan Penduduk (RPF); Kerangka Proses (PF); dan Kerangka Perencanaan Masyarakat Adat (IPPF).

d) Kerangka Perencanaan Masyarakat Adat (IPPF) sebagaimana disyaratkan oleh kebijakan Bank Dunia tentang Masyarakat Adat (OP 4.10).

Page 58: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

51

Lampiran I: Jadwal Persiapan dan Perkiraan Sumber Daya

Lampiran II: KAK SESA

Lampiran III: Program Konsultasi dan Sosialisasi

Lampiran IV: Ringkasan permasalahan yang diidentifikasi dalam proses konsultasi baru-baru ini

Lampiran V: Kegiatan Dewan Kehutanan Nasional dan FCPF

Lampiran VI: Proyek-Proyek yang Didanai Donor Terkait dengan REDD+ di Indonesia

Page 59: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

52

Lampiran I: Jadwal Persiapan dan Perkiraan Sumber Daya

Jadwal Persiapan Tanggal

Tonggak (Milestone) Dasar Perkiraan Realisasi Penerbitan AIS 25/09/2009 Dari sistem 11/02/2009 Tinjauan Konsep 29/10/2009 15/03/2011 Dari sistem GFR Persiapan Kesiapan disetujui Dari sistem Dari sistem Dari sistem Hibah Persiapan Kesiapan ditandatangani

Dari sistem Dari sistem Dari sistem

Perkiraan Unit Sektor Sumber Daya yang Dibutuhkan dari Persiapan melalui Persetujuan

Sumber Dana

Biaya Identifikasi dan Persiapan sampai Saat ini (US$) Perkiraan Kebutuhan Sumber Daya (US$)

Tetap Variabel

Anggaran Bank Dari sistem Dana Perwalian Dari sistem

Komposisi Tim Nama Jabatan **Peranan Unit UPI

Giuseppe Topa Lead Forestry Specialist Ketua Tim Kerja EASER 86957 Werner Kornexl Senior Carbon Finance

Specialist Wakil Ketua Tim Kerja ENVCF 190769

Juan Martinez Senior Social Scientist Anggota Tim Kerja EASER 88646 Unggul Suprayitno Financial Management

Specialist Anggota Tim Kerja CTRDM 207734

Budi Permana Procurement Specialist Anggota Tim Kerja EAPPR 337521 Virza S. Sasmitawidjaja Environment Specialist Anggota Tim Kerja EASIS 347489

Page 60: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

53

Sameena Dost Senior Counsel Anggota Tim Kerja LEGES 246615 Emile Jurgens Forestry Specialist Konsultan EASIS 303857 R. Cynthia Dharmajaya Program Assistant ACS EASER 11763

Page 61: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

54

Lampiran III: Kerangka Acuan Kerja SESA

Draft Terbaru – akan diajukan ke konsultasi final

FASILITAS KEMITRAAN KARBON HUTAN (FCPF) INDONESIA: KAJIAN

LINGKUNGAN HIDUP DAN SOSIAL STRATEGIS (SESA) 8 25 Februari 2011 KAK diatur menjadi dua bagian: bagian pertama berfokus pada Kajian Lingkungan Hidup dan Sosial Strategis (SESA), yang akan memberikan platform untuk konsultasi dan kegiatan analisis yang dibiayai oleh FCPF; bagian kedua akan dikembangkan berdasarkan hasil SESA dan mempersiapkan Kerangka Pengelolaan Lingkungan dan Sosial untuk Kegiatan REDD+ yang dapat terjadi di masa mendatang sebagai bagian dari pelaksanaan Strategi REDD+ dan akan didanai oleh Bank Dunia atau Pemerintah atau Lembaga lain yang ingin menggunakan kebijakan safeguards Bank Dunia.

ESMF dan SEA akan dilaksanakan secara berurutan. Pelaksanaan studi akan diserahkan kepada tim konsultan yang sama untuk memastikan kontinuitas dan konsistensi pendekatan. Draft KAK sebelumnya disampaikan kepada para pemangku kepentingan dalam sebuah pertemuan di Jakarta pada tanggal 18 Mei 2010, yang setelah itu dimuat pada Internet untuk mendapatkan komentar. Menurut rencana, setelah penandatanganan Perjanjian Hibah FCPF, sebuah pertemuan konsultasi akan diadakan dengan berbagai pemangku kepentingan untuk meminta masukan lebih lanjut guna penyesuaian KAK ini.

A. Latar Belakang

Sejak pertemuan UNFCCC COP 13 di Bali, Indonesia telah memprioritaskan perencanaan dan aksi perubahan iklim ketika Presiden mencanangkan komitmennya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) sebanyak 26 persen pada tahun 2020. Strategi dan rencana aksi nasional mengakui bahwa perubahan tata guna lahan dan hutan merupakan sumber emisi yang utama di Indonesia. Kementerian Kehutanan telah mengeluarkan sejumlah peraturan terkait dengan REDD dan sedang menyusun Strategi REDD+ Nasional dan sebuah Rencana Aksi Nasional untuk Mengurangi Emisi GRK (“RAN GRK”). Draft Strategi REDD+ Nasional Indonesia bulan Oktober 2010 mengakui perlunya mengatasi rintangan mendasar untuk mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan dan perlunya reformasi di berbagai sektor penggunaan lahan termasuk kehutanan, pertambangan dan pertanian. Indonesia juga sedang melaksanakan beberapa kegiatan demonstrasi REDD+ bekerja sama dengan negara-negara lain dan lembaga-lembaga internasional, dan kegiatan-kegiatan ini akan memberikan pelajaran yang penting untuk merancang kerangka kebijakan REDD+ nasional.

Pada bulan Mei 2010, Indonesia mengadakan kesepakatan dengan Norwegia mengenai inisiatif berbasis kinerja untuk mempercepat aksi Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD+). Inisiatif REDD+ menetapkan suatu program aksi yang dilaksanakan secara bertahap, pertama-tama dengan berfokus pada penetapan strategi nasional dan pembentukan lembaga pengelola, lembaga pemantauan, pelaporan dan verifikasi, provinsi percontohan dan instrumen pembiayaan. Untuk mengatasi

8 KAK pendahuluan untuk Kerangka Pengelolan Lingkungan dan Sosial disajikan dalam Lampiran.

Page 62: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

55

pengelolaan dan pelaksanaan inisiatif ini, pada bulan Oktober 2010, Presiden membentuk sebuah Satuan Tugas REDD+ tingkat tinggi (Keputusan Presiden No. 19 tahun 2010) yang dipimpin oleh Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) yang beranggotakan para pejabat tinggi dari Kemenkeu, BAPPENAS, Kemenhut, KLH, Badan Pertanahan Nasional dan Dewan Nasional Perubahan Iklim.

Fasilitas Kemitraan Karbon Hutan (FCPF) sedang membantu negara-negara berkembang dalam upaya mereka untuk mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan (REDD). Pembentukan FCPF diumumkan dalam pertemuan CoP13 di Bali pada bulan Desember 2007 dan mulai beroperasi pada bulan Juni 2008. FCPF sedang membantu meningkatkan kapasitas negara-negara berkembang di kawasan tropis dan subtropis untuk mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan serta memanfaatkan sistem insentif yang positif apapun di masa mendatang untuk REDD. Tujuannya adalah mendukung negara-negara untuk menangani deforestasi dan mengurangi emisi melalui REDD+ maupun mengembangkan kapasitas dalam menilai pengurangan emisi yang terukur dan dapat diverifikasi.

Dalam pertemuan COP 16 di Cancun, sebuah keputusan mengenai REDD+ dibuat yang berarti bahwa REDD+ akan menjadi bagian dari sistem penanganan iklim di masa mendatang. Dan untuk pertama kalinya, ada ketentuan mengenai Safeguards. Kegiatan REDD+ harus mendukung dan mempromosikan safeguards.

Kegiatan yang akan didanai FCPF Kegiatan-kegiatan yang diidentifikasi dalam perjanjian hibah FCPF merupakan bagian (subset) dari upaya kesiapan keseluruhan yang dituangkan dalam Rencana Kesiapan yang telah dipresentasikan kepada FCPF pada bulan Juni 2009. Perencanaan kesiapan REDD di Indonesia didukung oleh UNREDD ($6 juta) dan Aliansi Iklim Hutan Indonesia Australia - AUSAID ($30 juta), keduanya berjalan sejak tahun 2009. Inisiatif Iklim Hutan dan Letter of Intent Norwegia menyediakan dana $30 juta pada Tahap 1 dari program berbasis hasil yang terdiri dari 3 bagian. Sebagai bagian dari komitmen berdasarkan Letter of Intent Norwegia, Satuan Tugas REDD diminta untuk mengkoordinasikan penyusunan Strategi REDD+ nasional. Dalam konteks ini, FCPF akan mendukung input analisis strategis tertentu dan sebuah proses konsultasi, bukan Strategi REDD secara keseluruhan. Mengingat beragamnya pelaku dan kecilnya ukuran hibah FCPF dibandingkan dengan upaya-upaya lain maka hibah FCPF tidak dapat diperuntukkan bagi seluruh strategi REDD nasional melainkan dianggap sebagai kontributor input spesifik bagi dialog multi donor dan multi sektoral serta proses pengembangan yang lebih luas. Hibah FCPF akan mengembangkan studi analisis, membiayai konsultasi dan melaksanakan kajian lingkungan hidup dan sosial strategis dan kerangka pengelolaan lingkungan hidup dan sosial. Perjanjian hibah terdiri dari empat komponen utama:

i. Kegiatan analisis yang mencakup sintesis dan analisis terhadap hasil kajian dan studi yang ada mengenai penyebab deforestasi dan kompilasi opsi untuk jenis-jenis investasi utama dan intervensi lain yang dapat mengurangi deforestasi dan emisi gas rumah kaca.

ii. Dukungan bagi Proses Kesiapan. Komponen ini mencakup: kajian terhadap opsi-opsi dan pembahasan tentang pro dan kontra dari peraturan-peraturan lama maupun baru yang relevan dengan REDD+, termasuk sistem bagi hasil; peningkatan kapasitas lembaga dan pemangku kepentingan; subkomponen besar konsultasi dan sosialisasi yang mencakup semua pelaku termasuk Masyarakat Adat; dan penyelesaian Kajian Lingkungan Hidup dan Sosial Strategis yang menghasilkan Kerangka Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Sosial (ESMF).

iii. Tingkat Emisi Acuan (REL) serta Pengukuran, Pelaporan dan Verifikasi (MRV). Komponen ini mendukung upaya-upaya untuk meningkatkan pemahaman tentang dampak dari perubahan tata

Page 63: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

56

guna lahan terhadap stok karbon; mengembangkan deret waktu perubahan tata guna lahan; dan mengembangkan sistem untuk memantau stok karbon di tingkat lapangan pada petak sampel permanen.

iv. Pengumpulan Data dan Peningkatan Kapasitas Regional: Komponen proyek yang keempat ini akan memfasilitasi kegiatan kesiapan REDD+ yang relevan di tingkat daerah (subnasional).

Daftar kegiatan terperinci yang dibiayai Hibah dan menjadi pokok studi SESA disajikan dalam Lampiran KAK ini.

PRINSIP DAN TUJUAN SESA Proses Kesiapan REDD+ perlu memastikan bahwa pelaksanaan program dan kegiatan REDD+ tidak akan menimbulkan dampak sosial dan lingkungan yang merugikan dengan tetap berupaya meningkatkan manfaat bagi masyarakat lokal dan lingkungan hidup. Negara-negara yang ikut dalam Mekanisme Kesiapan FCPF didorong untuk menggunakan Kajian Lingkungan Hidup dan Sosial Strategis (SESA) untuk mengkaji potensi dampak dari program dan kebijakan REDD+ nasional, merumuskan alternatif-alternatif dan strategi mitigasi, serta meningkatkan proses pengambilan keputusan sehubungan dengan desain kerangka REDD+ nasional. SESA dinilai sebagai alat yang memadai untuk tujuan ini karena Kajian ini menawarkan suatu platform konsultasi yang akan mengintegrasikan permasalahan sosial dan lingkungan hidup ke dalam proses pengambilan kebijakan tingkat hulu. SESA akan dilengkapi dengan Kerangka Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Sosial (ESMF) yang akan membimbing potensi investasi pada Kegiatan Demonstrasi REDD+ agar sesuai dengan kebijakan pengamanan (safeguards policies). ESMF diuraikan dengan lebih terperinci dalam Lampiran KAK ini. SESA adalah alat yang berupaya untuk mengintegrasikan pertimbangan sosial dan lingkungan hidup ke dalam proses perumusan kebijakan untuk menghasilkan kebijakan-kebijakan REDD+ yang berkelanjutan. SESA pada tahap Mekanisme Kesiapan FCPF hendaknya mendukung dan mempengaruhi desain kerangka kebijakan REDD+ nasional, termasuk Strategi REDD+ Nasional. SESA terutama berfokus pada kegiatan-kegiatan yang termasuk dalam keempat komponen yang dibiayai oleh Hibah FCPF saat ini. Topik-topik tambahan yang mungkin muncul sebagai bagian dari proses konsultasi dapat menjadi pertimbangan tambahan. Namun, hal-hal ini tidak akan dikembangkan sepenuhnya oleh Hibah karena sumber daya Hibah terbatas dan Donor atau pelaku lain dapat mengembangkan topik ini dalam upaya dan kerangka pelengkap. SESA memberikan platform partisipatif kepada pemangku kepentingan untuk membangun pemahaman tentang situasi/permasalahan saat ini sehubungan dengan kegiatan-kegiatan REDD yang telah dilaksanakan dan mengidentifikasi opsi-opsi/peluang-peluang di masa mendatang. SESA perlu:

• Mengidentifikasi risiko sosial dan lingkungan hidup maupun peluang-peluang dari kebijakan yang diusulkan untuk mengurangi deforestasi dan degradasi hutan ketika hal-hal ini muncul dari kegiatan analisis yang dilakukan oleh Hibah FCPF.

• Melibatkan pemangku kepentingan utama dalam mengidentifikasi masalah-masalah sosial dan lingkungan hidup yang utama terkait dengan REDD+. Ini mencakup kelompok masyarakat bersangkutan dan lembaga swadaya masyarakat lokal, sedini mungkin, dalam proses persiapan dan memastikan agar pandangan dan kekhawatiran mereka diketahui oleh pengambil keputusan dan dipertimbangkan. Proses konsultasi akan didukung oleh Dewan Kehutanan Nasional (DKN).

• Mengkaji opsi-opsi yang mempromosikan manajemen sumber daya alam secara berkelanjutan dan memberikan dampak positif terhadap masyarakat lokal ketika hal-hal ini muncul dari

Page 64: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

57

kegiatan analisis yang dilakukan oleh Hibah FCPF. Apabila kebijakan-kebijakan mempunyai dampak yang merugikan terhadap lingkungan atau masyarakat lokal, maka identifikasi alternatif untuk kebijakan yang diusulkan dan/atau mitigasi dampak sosial dan lingkungan hidup yang negatif. Secara khusus, saring dampak negatif terhadap masyarakat adat.

• Melakukan analisis kesenjangan pada kapasitas kelembagaan dan tata kelola Indonesia untuk mengatasi dampak yang tidak diinginkan ketika hal-hal ini muncul dari kegiatan analisis.

• Membahas rekomendasi untuk mengatasi dampak lingkungan dan sosial yang utama, dan untuk mengatasi kelemahan kelembagaan dan tata kelola pemerintahan. Hal ini mendorong disusunnya ESMF.

DESAIN: BAGAIMANA SESA BERKAITAN DENGAN PROGRAM KES IAPAN REDD+ DAN ESMF Konsep SESA menggabungkan kegiatan analisis dengan pendekatan partisipatif yang dilakukan secara paralel:

• Komponen analisis bertujuan untuk meningkatkan pemahaman tentang masalah-masalah yang berkaitan dengan REDD+ termasuk risiko lingkungan hidup dan sosial.

• Pendekatan partisipatif bertujuan untuk mengintegrasikan pertimbangan lingkungan hidup dan sosial ke dalam berbagai tingkat pengambilan keputusan strategis.

Hal ini sangat cocok dengan desain program FCPF Indonesia yang bertujuan untuk mendukung proses Kesiapan Indonesia melalui pendekatan partisipatif dan yang mencakup kegiatan-kegiatan berikut ini yang relevan dengan SESA: kajian kesenjangan kerangka peraturan perundang-undangan untuk REDD+ dan identifikasi opsi-opsi untuk perbaikan; peningkatan kapasitas lembaga dan pemangku kepentingan; dan subkomponen besar konsultasi dan sosialisasi yang mencakup semua pelaku termasuk Masyarakat Adat.

Upaya kegiatan analisis di bawah Hibah FCPF

Sebagai bagian dari program FCPF, Balitbang Kehutanan dan konsultan akan melaksanakan kegiatan analisis yang relevan berikut ini:

• Analisis penyebab deforestasi dari perspektif pembangunan, yang mencakup perkembangan

kependudukan dan permintaan lahan. • Penyaringan opsi-opsi investasi prioritas yang dibutuhkan untuk mengurangi deforestasi dan

degradasi hutan. • Identifikasi kegiatan di tanah air yang berhasil mengurangi emisi dan meningkatkan serapan,

serta stabilisasi stok karbon hutan. • Analisis situasi cepat mengenai kebijakan REDD+ nasional (secara nasional dan daerah) (lihat

lingkup pekerjaan di bawah ini). • Kajian terhadap persiapan peraturan perundang-undangan untuk Insentif REDD. • Pengelolaan data dan tinjauan kegiatan demonstrasi. • Kajian Lingkungan Hidup dan Sosial Strategis dan Kerangka Lingkungan Hidup dan Sosial. • Analisis dan pemetaan dampak penggunaan lahan terhadap siklus karbon • Analisis deret waktu perubahan tata guna lahan dari aspek kebijakan • Penetapan Petak Sampel Permanen untuk pemantauan.

Page 65: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

58

Temuan-temuan dari studi-studi tersebut beserta proses konsultasi yang diuraikan di bawah ini akan menjadi masukan utama dalam pengembangan SESA. Salah satu output utama SESA adalah ESMF yang akan membimbing investasi pada Kegiatan Demonstrasi REDD+ agar sesuai dengan kebijakan safeguard Bank Dunia (lihat KAK ESMF terlampir).

Konsultasi publik mengenai kegiatan FCPF

Tujuan konsultasi adalah mencapai partisipasi pemangku kepentingan yang efektif dalam kegiatan analisis yang relevan dan kemungkinan proses pengambilan keputusan dari Hibah FCPF. Konsultasi akan menggunakan berbagai mekanisme dan instrumen (seperti yang diuraikan dalam Rencana Konsultasi/Partisipasi) dan akan memungkinkan integrasi masukan dari pemangku kepentingan, termasuk dari Masyarakat Adat, ke dalam analisis dan rekomendasi Hibah. Konsultasi akan diadakan sesuai dengan kebijakan Bank tentang masyarakat adat dan undang-undang nasional yang berlaku, sampai pada taraf di mana undang-undang nasional menetapkan standar yang lebih tinggi. Konsultasi bersifat inklusif dan diadakan dalam bahasa setempat yang cocok serta memberikan kesempatan yang cukup untuk mendapatkan tanggapan dari masyarakat. Konsultasi akan diadakan dengan organisasi daerah atau organisasi masyarakat adat nasional yang sah seperti AMAN .

Pedoman untuk mengadakan konsultasi dengan masyarakat adat/masyarakat yang bergantung pada hutan yang berkaitan dengan Kegiatan Demonstrasi di daerah akan dikembangkan melalui kerjasama dengan DKN untuk memastikan bahwa perwakilan yang sah dari Masyarakat Adat dan masyarakat lain yang hidupnya bergantung pada hutan akan berpartisipasi dengan penuh arti dalam semua pembahasan mengenai hal-hal yang dapat mempengaruhi mereka, termasuk, misalnya, mekanisme bagi hasil.

Kelompok sasaran dari rencana konsultasi mencakup pemerintah pusat dan daerah, perusahaan swasta, masyarakat lokal dan masyarakat adat, pemuda dan tokoh adat, perguruan tinggi dan lembaga penelitian. Kegiatan-kegiatan dalam rencana konsultasi antara lain:

• Analisis pemangku kepentingan • Pembinaan kerjasama yang efektif dengan masyarakat adat dan masyarakat lokal dalam kegiatan

demonstrasi di daerah; • Peningkatan kesadaran tentang penyebab deforestasi; • Pembahasan tentang kegiatan untuk mengurangi deforestasi; • Pembentukan lembaga dan kerangka perundang-undangan untuk REDD; • Pembentukan kelompok-kelompok REDD+ lokal; • Insentif REDD+; • Konsultasi untuk penyusunan dan pelaksanaan SESA; • Bantuan untuk pembentukan kerangka REDD+ di lokasi demonstrasi.

Untuk menyelesaikan SESA, lokasi-lokasi kegiatan akan dimanfaatkan untuk mencatat dan membahas kekhawatiran pemangku kepentingan mengenai risiko lingkungan dan sosial yang diidentifikasi dari kegiatan-kegiatan yang dibiayai berdasarkan perjanjian hibah. Temuan-temuan awal akan disampaikan dan hasil konsultasi akan digunakan untuk menetapkan prioritas masalah dan mengembangkan output final.

Page 66: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

59

LINGKUP PEKERJAAN

A. Rapat awal untuk menyepakati Kerangka Acuan Kerja (KAK) final SESA dan ESMF, menjelaskan proses, lingkup dan urutan pekerjaan dan menyingkapkan kesimpulan dari rapat ini. Konsultasi final tentang KAK.

B. Berdasarkan analisis situasi terhadap kebijakan REDD+ yang dilakukan oleh Hibah FCPF yang didukung oleh studi sosial dan lingkungan hidup yang tersedia dari lokasi Kegiatan Demonstrasi, SESA akan menganalisis beberapa masalah penting pilihan secara terbatas maupun peranan pemangku kepentingan berkaitan dengan masalah-masalah tersebut. Analisis situasi cepat ini mencakup:

a. Kajian terhadap pemangku kepentingan utama dan masalah penting. Pemetaan pemangku kepentingan.

b. Kajian terhadap masalah dan opsi sehubungan dengan elemen-elemen Strategi REDD+ yaitu mekanisme penyelesaian konflik atas penguasaan lahan dan hak-hak atas lahan, Masyarakat Adat, pengelolaan sumber daya alam dan pemerataan manfaat termasuk manfaat bagi Masyarakat Adat.

c. Kajian kesenjangan kebijakan dan kelembagaan untuk mengatasi risiko-risiko lingkungan dan sosial

d. Kompilasi masalah prioritas yang akan diselesaikan pada kebijakan REDD+. C. Meninjau semua hasil studi yang dilakukan oleh Hibah FCPF dari perspektif sosial dan

lingkungan hidup dan menyusun draft laporan yang tersedia bagi publik. Semua pekerjaan

Page 67: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

60

analisis akan disampaikan dengan kajian terhadap aspek-aspek lingkungan dan sosial yang kemungkinan merugikan. Setiap draft laporan akan disingkapkan dan sebuah lokakarya akan diselenggarakan dengan dukungan dari DKN untuk membahas temuan-temuan kegiatan analisis.

D. Dua proses konsultasi yang meliputi lokakarya direncanakan setelah informasi yang dikumpulkan dikompilasi.

a. Menyampaikan temuan-temuan awal risiko dan kesenjangan di bidang lingkungan hidup dan sosial dari kegiatan pengkajian dan analisis yang dilakukan. Temuan-temuan awal akan disampaikan kepara para pemangku kepentingan untuk mendorong suatu diskusi. Masukan dari pemangku kepentingan akan dicatat dan sebuah draft laporan akan dikeluarkan.

b. Mengadakan konsultasi yang transparan di tingkat nasional termasuk partisipasi perwakilan dari lokasi Kegiatan Demonstrasi mengenai beberapa masalah lingkungan dan sosial inti secara terbatas yang teridentifikasi dengan melibatkan wakil-wakil dari pemangku kepentingan utama dan kelompok-kelompok yang berkepentingan. Konsultasi ini akan digunakan untuk menetapkan masalah prioritas di bidang lingkungan hidup dan sosial dan membahas opsi-opsi mitigasi.

E. Mengembangkan sebuah Laporan SESA Final yang menyampaikan temuan dan rekomendasi yang muncul dari proses SESA. Laporan ini minimal akan melakukan hal-hal berikut:

a. Mengidentifikasi risiko sosial dan lingkungan utama akibat REDD+ yang diketahui dari hasil studi, analisis SESA dan konsultasi FCPF.

b. Berdasarkan hasil studi, analisis dan konsultasi FCPF, menguraikan kesenjangan kebijakan, undang-undang, peraturan, kelembagaan dan kapasitas untuk melaksanakan REDD+ dan mengelola masalah-masalah penting di bidang lingkungan hidup dan sosial yang relevan dengan REDD+. Mengidentifikasi opsi-opsi yang mempromosikan pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan dan mempunyai dampak positif terhadap masyarakat lokal. Apabila kebijakan atau kegiatan memberikan dampak yang merugikan terhadap lingkungan atau masyarakat lokal, mengidentifikasi alternatif dari kebijakan yang diusulkan untuk memitigasi dampak sosial dan lingkungan yang negatif tersebut. Secara khusus, menyaring dampak negatif terhadap masyarakat adat.

c. Menyampaikan rekomendasi desain, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi kebijakan REDD+ (termasuk reformasi undang-undang dan kebijakan) berdasarkan hasil SESA. Merumuskan rekomendasi kerangka kebijakan untuk mengatasi dampak lingkungan dan sosial yang utama dan mengatasi kelemahan kelembagaan dan tata kelola pemerintahan.

d. Mengidentifikasi setiap kesenjangan pengetahuan di mana pengumpulan dan analisis data tambahan mungkin dibutuhkan.

e. Menyusun Kerangka Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Sosial (ESMF) untuk kegiatan demonstrasi yang akan dilakukan. ESMF berlaku bagi kegiatan-kegiatan REDD+ di masa mendatang yang dibiayai oleh Bank Dunia dan Donor-Donor lain yang ingin menggunakan safeguards Bank Dunia. Sejalan dengan keputusan COP 16, yang mencakup ketentuan safeguard, Pemerintah Indonesia akan membahas sebuah kerangka safeguard yang tepat untuk diterapkan dalam semua Kegiatan REDD dan Demonstrasi di Indonesia, terlepas dari siapa yang akan membiayai, melaksanakan dan mendukungnya.

Page 68: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

61

Metodologi Menurut lingkup pekerjaan, KAK selanjutnya menguraikan proses SESA yang harus diikuti dalam pelaksanaan pekerjaan yang diwajibkan. Proses SESA mencakup enam tahapan, yaitu: (1) menetapkan konteks SESA; (2) mengumpulkan dan menganalisis data baseline (dasar); (3) pelingkupan (scoping); (4) mengembangkan alternatif; (5) mengkaji alternatif; (6) mengembangkan rencana pengelolaan dan pemantauan. Keenam tahap proses SESA ini mungkin perlu diikuti secara iteratif (berurutan). Namun, Tim Kerja SESA harus mempertahankan semua kegiatan penilaian/kajian secara sistematis dan konsisten.

1. Menetapkan konteks SESA Tahap ini adalah tahap dimulainya persiapan SESA. Secara spesifik, pekerjaan persiapan ini mencakup finalisasi KAK SESA (lihat Lingkup Pekerjaan A); mendapatkan dukungan dari lembaga-lembaga pemerintah yang relevan, menetapkan tujuan SESA, mengidentifikasi pemangku kepentingan dan kelompok-kelompok yang berkepentingan. Pada tahap ini, tim SESA harus dapat menetapkan pemahaman dasar tentang situasi yang ada sehubungan dengan kebijakan/strategi REDD+ di Indonesia berdasarkan tinjauan literatur, keterkaitannya dengan kebijakan/peraturan lain yang relevan di Indonesia maupun tujuan pembangunan lingkungan dan sosial.

2. Mengumpulkan dan menganalisis data dasar (baseline) Berdasarkan pemahaman konteks, Tim Kerja SESA akan mulai mengumpulkan dan menganalisis informasi dasar yang diperlukan untuk mengidentifikasi hubungan antara kebijakan REDD+ dan tata guna lahan; masalah-masalah lingkungan dan sosial yang ada berkaitan dengan kebijakan REDD+; kesenjangan kebijakan dan kelembagaan; dan pemangku kepentingan utama yang berkaitan dengan masalah/kesenjangan yang diidentifikasi (Lingkup Pekerjaan B-a, b, c). Hal ini dapat dicapai dengan meninjau semua hasil studi sebelumnya yang telah dilaksanakan oleh Hibah FCPF atau sumber lain yang diidentifikasi oleh Tim Kerja (Task Team) SESA (Lingkup Pekerjaan C, E-a).

Di ahir tahap ini, hasil kegiatan yang hendaknya diserahkan adalah sebagai berikut: laporan sementara yang meringkaskan temuan-temuan awal pada tahap ini, konsultasi atas temuan-temuan ini dan laporan konsultasi (Lingkup Pekerjaan D –a).

3. Pelingkupan (scoping) Proses pelingkupan adalah proses untuk menetapkan isi dari SESA, menetapkan masalah prioritas yang akan diselesaikan selama berlangsungnya kajian (assessment), mengidentifikasi kriteria kajian yang relevan dan mengadakan analisis/pemetaan pemangku kepentingan. Pada tahap ini, konsultasi yang ekstensif akan diadakan dengan pemangku kepentingan utama dan kelompok-kelompok yang berkepentingan (Lingkup Pekerjaan D-b). Sebuah laporan pelingkupan hendaknya disusun untuk mencatat temuan-temuan dan memberikan informasi pada tahap-tahap kajian selanjutnya.

4. Mengembangkan alternatif Dengan masukan (input) dari hasil pelingkupan dan masalah/risiko negatif yang diidentifikasi, maka kegiatan pada tahap ini akan mengidentifikasi alternatif untuk kebijakan/strategi REDD+ (Lingkup Pekerjaan E-b).

5. Mengkaji alternatif Pada tahap ini, akan dilakukan analisis skenario untuk alternatif-alternatif yang diidentifikasi. Tujuan dari analisis terhadap kemungkinan opsi-opsi ini adalah untuk memberikan informasi dalam perumusan kebijakan/strategi REDD+ dengan mengidentifikasi kesempatan untuk meningkatkan manfaat bagi masyarakat lokal (terutama Masyarakat Adat), merangkum tantangan/kesenjangan utama dalam

Page 69: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

62

pelaksanaan kebijakan/strategi REDD yang baru, dan membahas tarik-ulur (trade-off) (Lingkup Pekerjaan E-b, d). Berdasarkan masalah-masalah yang telah dibahas, Tim Kerja SESA akan mengajukan rekomendasi mengenai kapasitas kelembagaan yang dibutuhkan, formulasi dan pelaksanaan kebijakan/strategi REDD+ (Lingkup Pekerjaan E- c). Konsultasi akan diadakan selama tahap ini.

6. Mengembangkan rencana pengelolaan dan pemantauan

Pada tahap ini, akan dirumuskan ESMF yang akan dilaksanakan untuk menindaklanjuti rekomendasi dan masalah-masalah/risiko-risiko yang ditemukan pada tahap sebelumnya. KAK jenerik untuk ESMF disampaikan dalam Lampiran III. Pada akhir tahap ini, draft laporan SESA yang mencakup ESMF akan dirumuskan dan dikonsultasikan.

PEMBENTUKAN LEMBAGA UNTUK MELAKSANAKAN SESA DAN ESM F YANG DIHASILKANNYA:

Kementerian Kehutanan/Balitbang Kehutanan akan bekerja sama dengan Dewan Kehutanan Nasional (DKN) dalam melaksanakan SESA.

DKN adalah sebuah dewan yang secara khusus dibentuk untuk membahas kebijakan-kebijakan kehutanan dengan masyarakat yang lebih luas dan diselenggarakan dalam lima kamar yaitu: pemerintah, masyarakat, badan usaha, akademisi dan LSM termasuk organisasi perwakilan masyarakat adat. DKN didirikan pada Kongres Kehutanan Indonesia Keempat pada tahun 2007 dan diresmikan oleh Peraturan Menteri Kehutanan nomor P.39/Menhut-II/2007. Pembentukan DKN merupakan bagian dari pelaksanaan Pasal 70 UU No. 41/1999 tentang Kehutanan yang menetapkan bahwa pemerintah harus mendorong partisipasi komunitas dan masyarakat sipil dalam proses pembangunan kehutanan.

DKN adalah organisasi berbasis konstituen. Dewan yang terpilih terdiri dari 13 anggota yang memiliki hak suara dari lima kelompok pemangku kepentingan dan 5 anggota tambahan tanpa hak suara. Mandat DKN adalah membantu merumuskan kebijakan yang efektif melalui peningkatan konsultasi antar pemangku kepentingan, peningkatan kesepakatan tentang masalah-masalah kehutanan yang penting dan peningkatan diseminasi informasi tentang kinerja sektor kehutanan.

Selama pelaksanaan kegiatan FCPF, Kementerian Kehutanan akan berkoordinasi secara erat dengan DKN untuk melaksanakan SESA dan proses konsultasi terkait dan menyusun Kerangka Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Sosial (ESMF)..

Keterlibatan organisasi LSM yang penting seperti Telapak dan Aman akan diupayakan secara sistematis dalam proses informasi dan konsultasi.

Tanggung Jawab dan Staf Tim Kerja SESA Dewan Kehutanan Nasional (DKN), yang telah dibentuk untuk membahas kebijakan kehutanan dengan publik akan mendukung Balitbang Kehutanan dalam mengelola proses, memimpin konsultasi dan mempersiapkan laporan final SESA. Dewan akan membentuk sebuah tim dengan 4-5 anggota untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut. Tim akan bekerja sama dengan Kementerian Kehutanan dalam melaksanakan SESA dan menyusun ESMF. Output final dari SESA harus mendapatkan persetujuan dari Komite Pengarah Hibah Persiapan Kesiapan FCPF.

Page 70: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

63

Mengenai staf, tim konsultasi SESA sedikitnya mencakup seorang ahli di bidang sosial dan lingkungan hidup (SEA), seorang ahli pembiayaan karbon, seorang spesialis lingkungan dan seorang spesialis sosial.

Tim SESA bertanggung jawab atas tugas-tugas berikut ini:

• Menyusun jadwal proses SESA secara terperinci (sebagaimana ditetapkan dalam bagian lingkup pekerjaan) untuk ditinjau oleh Komite Pengarah proyek pada bulan Juni 2011

• Menyerahkan laporan pelingkupan (scoping) pada bulan Juni 2012 untuk ditinjau oleh Komite Pengarah;

• Menyerahkan laporan final SESA pada bulan Maret 2013 untuk ditinjau oleh Komite Pengarah.

Page 71: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

64

Kerangka Acuan Kerja untuk Kerangka Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Sosial Kerangka Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Sosial (ESMF) akan menguraikan risiko dan potensi dampak yang berkaitan dengan proyek dan kegiatan REDD+ di masa mendatang dan mencakup tindakan-tindakan pengamanan (safeguard) yang memadai. ESMF berlaku bagi kegiatan-kegiatan REDD+ di masa mendatang yang dibiayai oleh Bank Dunia atau Pemerintah atau Lembaga lain yang ingin menerapkan safeguard Bank Dunia.

KAK ini merupakan bagian dari konsultasi yang lebih luas dan mencakup Kajian Lingkungan Hidup dan Sosial Strategis (SESA). Kegiatan-kegiatan yang tercantum dalam KAK ini secara logis mengikuti kegiatan-kegiatan yang tercantum dalam SESA. Konsultan yang sama yang ditugasi melaksanakan SESA akan diminta untuk melaksanakan tugas-tugas yang dituangkan dalam KAK ini.

KAK ini hanya draft. KAK akan diperkaya dan ditajamkan selama pelaksanaan SESA. LATAR BELAKANG Untuk semua Kegiatan Demonstrasi REDD+, perlu dipastikan bahwa potensi dampak lingkungan dan sosial yang negatif diminimalkan seraya tetap berupaya meningkatkan manfaat bagi masyarakat lokal dan lingkungan. ESMF akan membantu menyediakan suatu kerangka kerja yang komprehensif mengenai cara mengatasi potensi dampak sosial dan lingkungan yang merugikan dari kegiatan-kegiatan REDD+ yang dibiayai FCPF dan Bank Dunia di masa mendatang. Kerangka Pengelolaan Lingkungan dan Sosial akan menguraikan risiko dan potensi dampak yang berkaitan dengan proyek-proyek dan kegiatan-kegiatan dan mencakup tindakan-tindakan safeguard yang memadai.

Hasil kajian awal memperlihatkan bahwa safeguards berikut ini dapat dipicu oleh kegiatan-kegiatan REDD+ di Indonesia:

Kajian Lingkungan Hidup (OP/BP 4.01) Habitat Alami (OP/BP 4.04) Hutan (OP/BP 4.36) Pengelolaan Hama (OP 4.09) Sumber Daya Kebudayaan Fisik (OP/BP 4.11). Masyarakat Adat (OP/BP 4.10) Pemindahan Penduduk Secara Paksa (OP/BP 4.12) PRINSIP DAN TUJUAN ESMF menyediakan pemeriksaan risiko dan potensi dampak yang berkaitan dengan satu atau lebih proyek/kegiatan yang dapat berlangsung di masa mendatang. Kerangka ini menguraikan prinsip, pedoman dan prosedur untuk mengkaji risiko lingkungan dan sosial serta mengusulkan tindakan-tindakan untuk mengurangi, memitigasi dan/atau mengimbangi dampak lingkungan dan sosial yang merugikan dan meningkatkan dampak positif dan peluang-peluang dari proyek(-proyek), kegiatan(-kegiatan), atau kebijakan(-kebijakan)/peraturan(-peraturan).

ESMF mencakup prosedur untuk: (i) konsultasi dengan kelompok pemangku kepentingan yang bersangkutan; (ii) tindakan peningkatan kapasitas; dan (iii) penyaringan, kajian dan pemantauan dampak lingkungan dan sosial. ESMF juga menetapkan pengaturan antar-lembaga untuk penyusunan rencana aksi yang terikat waktu dalam rangka memitigasi dampak yang merugikan terkait dengan proyek(-proyek), kegiatan(-kegiatan) atau kebijakan(-kebijakan)/peraturan(-peraturan) di masa mendatang.

Page 72: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

65

Dengan melakukan hal-hal di atas maka ESMF akan memberikan kerangka yang menyeluruh untuk mengatasi masalah-masalah pengelolaan risiko sosial dan lingkungan pada kegiatan-kegiatan REDD+ yang dibiayai oleh FCPF dan Bank Dunia yang dilaksanakan di luar kegiatan persiapan kesiapan. Tindakan-tindakan yang direkomendasikan oleh ESMF berlaku bagi intervensi REDD+ di masa mendatang yang dibiayai oleh Bank Dunia maupun oleh Pemerintah atau Donor-Donor lain yang ingin menggunakan safeguards Bank Dunia.

Pengembangan ESMF akan dikoordinasikan secara erat dengan kegiatan-kegiatan program FCPF yang lain. Konsultan yang mempersiapkan ESMF akan mempertimbangkan hasil (output) analisis dari program FCPF, terutama uraian risiko lingkungan hidup dan sosial yang berkaitan dengan REDD+ yang merupakan output dari Kajian Lingkungan Hidup dan Sosial Strategis. Pengelola seluruh proses kerjasama pemangku kepentingan bertanggung jawab untuk memfasilitasi lokakarya dalam rangka mengkonsultasikan draft awal ESMF. INFORMASI LATAR BELAKANG YANG DIGUNAKAN DALAM ESMF ESMF akan menggunakan informasi yang dihasilkan oleh SESA untuk menguraikan potensi risiko dan masalah safeguard pada investasi REDD+ di masa mendatang. Secara khusus, ESMF mencakup:

• Uraian tentang opsi(-opsi) strategi REDD+ indikatif, pertimbangan utama di bidang sosial dan lingkungan hidup, dan berbagai risiko yang terlibat dalam pelaksanaannya, dengan memanfaatkan informasi yang tersedia dari berbagai dokumen, termasuk hasil analisis yang dilaksanakan sebagai bagian dari program FCPF;

• Uraian sistem perundang-undangan, peraturan dan kebijakan (sehubungan dengan pengelolaan sumber daya hutan, tata guna lahan, hak adat, dan sebagainya) yang digunakan untuk melaksanakan opsi-opsi strategi REDD, dengan memanfaatkan informasi yang tersedia dari berbagai dokumen, termasuk hasil analisis yang dilaksanakan sebagai bagian dari program FCPF, beserta reformasi dalam sistem ini yang diusulkan sebagai bagian dari pelaksanaan opsi-opsi strategi REDD;

• Uraian tentang potensi dampak, baik positif maupun negatif, yang berasal dari proyek(-proyek) dan kegiatan(-kegiatan) di masa mendatang yang berkaitan dengan pelaksanaan strategi yang dihasilkan dan penyebaran dampak tersebut secara geografis/spasial;

• Uraian tentang pengaturan pelaksanaan proyek(-proyek) dan kegiatan(-kegiatan) secara spesifik.

ISI ESMF

Selanjutnya, ESMF mencakup elemen-elemen utama sebagai berikut:

• Uraian tentang kebutuhan kelembagaan tertentu dalam Pengaturan Pengelolaan Kesiapan Nasional untuk melaksanakan ESMF. Hal ini hendaknya didasarkan pada tinjauan terhadap wewenang dan kemampuan lembaga-lembaga di berbagai tingkat pemerintahan (misalnya lokal, kabupaten/kota, provinsi/regional dan nasional), dan kapasitas mereka untuk mengelola dan memantau pelaksanaan ESMF. Analisis ini terutama berasal dari R-PP dan dapat diperluas kepada peraturan perundang-undangan yang diusulkan, lembaga-lembaga baru atau fungsi-fungsi lembaga, kebutuhan staf, pengaturan antar-sektoral, prosedur pengelolaan, pengaturan operasional dan pemeliharaan, penganggaran dan dukungan keuangan.

• Uraian tentang aksi-aksi peningkatan kapasitas untuk entitas yang bertanggung jawab atas pelaksanaan ESMF.

Page 73: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

66

• Kebutuhan bantuan teknis bagi institusi publik dan swasta, masyarakat dan penyedia layanan untuk mendukung pelaksanaan ESMF.

• Uraian anggaran untuk pelaksanaan ESMF. • Ketentuan Pemantauan dan Evaluasi • Mekanisme pengaduan

Persiapan draft ESMF final. Draft final harus cocok untuk dicantumkan dalam R-Package, harus konsisten dengan kebijakan safeguard untuk Kajian Lingkungan Hidup (OP 4.01) dan berisi bagian-bagian spesifik tentang ketentuan kebijakan safeguard lain yang berlaku. Bagian-bagian ini akan memanfaatkan informasi spesifik-negara yang dihasilkan oleh SESA dan berupa “bab-bab” yang berdiri sendiri dalam ESMF yang menyerupai kerangka kerja yang disediakan dalam kebijakan itu sendiri termasuk, bilamana relevan:

1. Kerangka Pengelolaan Lingkungan Hidup (EMF) untuk membahas setiap potensi dampak lingkungan dan tindakan mitigasi yang diperlukan;

2. Kerangka Kebijakan Pemindahan Penduduk (RPF) untuk membahas setiap potensi pengambilalihan lahan dan/atau relokasi fisik, sebagaimana diatur dalam kebijakan Bank Dunia mengenai Pemindahan Penduduk Secara Paksa (OP 4.12);

3. Kerangka Proses (PF) untuk situasi pembatasan akses ke sumber daya alam di dalam taman yang dilindungi secara hukum dan kawasan lindung, sebagaimana diatur dalam kebijakan Bank Dunia mengenai Pemindahan Penduduk Secara Paksa (OP 4.12); dan

4. Kerangka Perencanaan Masyarakat Adat (IPPF) sebagaimana diatur dalam kebijakan Bank Dunia mengenai Masyarakat Adat (OP 4.10).

Konsultasi publik mengenai ESMF akan diintegrasikan dengan proses konsultasi FCPF di Indonesia. Konsultasi hendaknya berlangsung dari tingkat nasional sampai ke tingkat terendah (misalnya kabupaten) di mana proyek(-proyek) dan kegiatan(-kegiatan) spesifik-lokasi, jika ada, akan diusulkan, disetujui dan kemudian dilaksanakan. JADWAL DAN HASIL YANG DIHARAPKAN Hasil Jadwal Rencana kerja terperinci 2 minggu setelah penandatanganan Draft awal ESMF 6-8 minggu setelah penandatanganan Presentasi draft dalam acara konsultasi di lokasi kegiatan demonstrasi dan di tingkat nasional

Setelah draft diserahkan

Draft final ESMF 14-16 minggu setelah penandatanganan KUALIFIKASI KONSULTAN DAN TINGKAT UPAYA YANG DIHARA PKAN ESMF akan dipersiapkan oleh sebuah tim multi-disiplin yang mencerminkan keahlian yang dibutuhkan di bidang lingkungan dan sosial budaya. Tim persiapan ESMF harus mampu menangani semua kebijakan safeguard yang dipicu oleh proyek(-proyek) dan kegiatan(-kegiatan) yang dapat terjadi di masa mendatang dari pelaksanaan opsi strategi REDD+ yang dihasilkan dan pelaksanaan semua tugas yang dituangkan dalam Lingkup Pekerjaan di atas. Tim diharapkan akan mengelola persiapan seluruh ESMF maupun setiap bagiannya yang terpisah atau “bab-bab” (menurut EMF, RPF, dsb). Tim harus mengenal kebijakan safeguards lingkungan hidup Bank Dunia, dan ketentuan-ketentuan serupa di Indonesia dan harus membuktikan pengalamannya untuk memenuhi kualifikasi ini.

Page 74: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

67

Lampiran 2 KAK SESA Kegiatan-kegiatan yang dibiayai oleh HIBAH dan menjadi pokok kajian SESA

Kegiatan Output Sasaran Pengelolaan Dana

Bank Dunia Bank Dunia

Bidang Fokus 1: Kegiatan Analisis (USD 268.900)

1.1 Menganalisis penyebab deforestasi dari perspektif pembangunan, permintaan penggunaan lahan dan perkembangan kependudukan

Sintesis dan analisis terutama dengan memanfaatkan hasil kajian dan studi yang tersedia mengenai deforestasi di Indonesia khususnya yang berfokus pada permintaan penggunaan lahan dan perkembangan kependudukan di masa mendatang.

USD 90.000

1.2 Menyaring opsi-opsi investasi prioritas untuk mengurangi deforestasi dan degradasi hutan termasuk kajian tarik ulur (trade-off)

Kompilasi opsi jenis investasi utama untuk mengurangi penyebab deforestasi berdasarkan proposal program yang ada, pembahasan tentang pro dan kontra serta kemungkinan risiko dan dampak.

USD 40.000

1.3 Mengidentifikasi kegiatan-kegiatan di tanah air yang berhasil menurunkan emisi dan meningkatkan serapan, serta stabilisasi stok karbon hutan

Pembahasan tentang opsi (kebijakan, investasi, kegiatan demonstrasi) aksi mitigasi, kajian tarik-ulur (trade-off), dan identifikasi penghambatnya.

USD 89.500

1.4 Analisis situasi cepat mengenai kebijakan REDD di Indonesia

Laporan kemajuan tentang kegiatan REDD+ di Indonesia (kompilasi studi, inisiatif dan aksi-aksi dengan cara yang akan menghasilkan kesiapan)

USD 49.400

Bidang Fokus 2: Dukungan bagi proses kesiapan (USD 1.754.000)

2.1 Pembentukan lembaga dan kerangka hukum untuk pelaksanaan REDD:

Kesenjangan kerangka peraturan perundang-undangan untuk REDD+ dikaji dan opsi perbaikan diidentifikasi.

USD 82.200

- Proses pemangku kepentingan untuk meninjau kerangka peraturan perundang-undangan yang ada (misalnya Permenhut P. 68/2008, P.30/2009, P. 36/2009) dalam rangka membahas opsi dan saran yang akan dipertimbangkan oleh pemangku kepentingan utama, terutama Kementerian Kehutanan, Kementerian Keuangan dan Lembaga REDD+

USD 22.261

- Memberikan dukungan kepada konsultasi publik dan pertemuan Kelompok Kerja REDD+

USD 19.192

- Meningkatkan pembinaan kerjasama yang efektif dengan masyarakat adat dan masyarakat lokal dalam Kegiatan Demonstrasi sub-nasional (mungkin – seperti yang akan ditentukan – lokasi: Kalimantan Selatan, Sumatra Selatan (Musi Rawas), Maluku, NAD, Papua Barat)

USD 40.747

Page 75: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

68

Kegiatan Output Sasaran Pengelolaan Dana Bank Dunia Bank Dunia

2.2 Peningkatan kapasitas lembaga dan pemangku kepentingan yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan REDD: Pelatihan pelatih (ToT) mengenai akuntansi dan pemantauan (pengecekan di lapangan dan analisis data spasial) di tingkat nasional dan sub-nasional. Lokasi: Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Maluku, NAD, Papua Barat, Jawa Timur, Sumatra Selatan.

Kapasitas lembaga-lembaga yang berkaitan dengan REDD+ diperkuat

USD 264.500

2.3 Mempersiapkan kajian cepat terhadap opsi bagi hasil dalam konteks internasional, mengkaji proposal yang ada di Indonesia dan mengadakan pertemuan pemangku kepentingan untuk memberikan masukan kepada Kementerian Keuangan dan Satuan Tugas REDD+ dalam rangka menyusun pedoman atau resolusi proses bagi hasil REDD+:

Kompilasi Opsi mekanisme bagi hasil REDD+, pro dan kontra serta pelajaran yang dipetik dari pengalaman manca negara yang cocok bagi Indonesia

USD 100.000

2.4 Konsultasi dan Sosialisasi:

Rasa memiliki terhadap program REDD+ diperkuat; kesadaran dan kapasitas semua pelaku REDD+ ditingkatkan

USD 13.572 USD 1.073.728

- Lokakarya untuk mengembangkan pedoman bagi keterlibatan masyarakat adat dan masyarakat lokal yang efektif dalam Kegiatan Demonstrasi REDD+ di masa mendatang pada tingkat sub-nasional

USD 58.488

- Lokakarya mengenai prioritas investasi untuk mengurangi deforestasi USD 58.489 - Pertemuan kelompok terarah untuk memfasilitasi pembentukan mekanisme insentif REDD

USD 13.572

- Konsultasi untuk mengidentifikasi kegiatan di tanah air yang berhasil mengurangi emisi dan meningkatkan serapan (removals), serta stabilisasi stok karbon hutan

USD 118.616

- Konsultasi publik di Jakarta dan 5 provinsi mengenai pembentukan lembaga dan kerangka hukum

USD 58,489

- Sosialisasi mengenai pengelolaan data dan pembelajaran mengenai kegiatan kesiapan /Kegiatan Demonstrasi (DA)

USD 68,554

- Dialog kebijakan mengenai pengembangan analisis deret waktu terhadap aspek-aspek utama sosial ekonomi dan kebijakan sehubungan dengan perubahan tata guna lahan

USD 13.568

- Lokakarya untuk membahas pengembangan PSPs USD 58.489 - Lokakarya tentang DA di tingkat lokal USD 89.842 - Konsultasi publik untuk memfasilitasi pembentukan Kelompok Kerja REDD (REDD WG) di tingkat sub-nasional

USD 44.921

- Konsultasi publik untuk memfasilitasi pengembangan pembentukan lembaga di tingkat sub-nasional

USD 44.921

- Analisis pemangku kepentingan (desk study) USD 4.189 - Penyebarluasan informasi melalui website dan publikasi tercetak USD 130.578 - Lokakarya/dialog tentang penyebab deforestasi dari perspektif pembangunan, permintaan lahan dan perkembangan kependudukan

USD 118.616

- Tinjauan sejawat (peer review) oleh lembaga akademis terhadap hasil analisis dan pemetaan penggunaan lahan

USD 30.500

- Lokakarya tentang MRV USD 58.489 - Lokakarya tentang SESA/ESMF USD 116.979 2.5 Pengelolaan data, pelajaran dan Informasi tentang Kegiatan USD 120.000

Page 76: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

69

Kegiatan Output Sasaran Pengelolaan Dana Bank Dunia Bank Dunia

koordinasi mitra yang mendanai, termasuk tinjauan kegiatan demonstrasi secara berkala

Demonstrasi dimuktahirkan dan tersedia dalam database.

2.6 Kajian Lingkungan Hidup dan Sosial Strategis (SESA) dan ESMF dalam lingkup yang terbatas

Cara-cara untuk menangani bidang-bidang sosial dan lingkungan hidup utama yang berkaitan dengan REDD+ dibahas secara transparan

USD 100.000

Bidang Fokus 3: Kajian dan pengukuran dampak perubahan tata guna lahan terhadap emisi gas rumah kaca (USD 977.900) 3.1 Analisis dan kemungkinan pemetaan alam dan dampak penggunaan lahan terhadap siklus karbon terestrial.

Informasi mengenai siklus karbon terestrial dari berbagai bentuk penggunaan lahan.

USD 160.000

3.2 Pengembangan analisis deret waktu terhadap aspek-aspek utama sosial ekonomi dan kebijakan sehubungan dengan perubahan tata guna lahan.

Informasi deret waktu mengenai aspek-aspek sosial ekonomi dan kebijakan sehubungan dengan perubahan tata guna lahan.

USD 196.100

3.3 Penetapan petak sampel permanen (PSP) untuk pemantauan karbon hutan di lapangan (untuk memperkirakan emisi dan serapan GRK, dan memantau perubahan stok karbon hutan)

Meningkatnya kepastian perhitungan GRK dari pengurangan emisi dan peningkatan penyerapan serta stabilisasi stok karbon hutan.

USD 621.800

Bidang Fokus 4: Pengumpulan Data dan Peningkatan Kapasitas Daerah (USD 531.700)

4.1 Memfasilitasi peningkatan kesiapan REDD+ di tingkat sub-nasional:

Kabupaten sasaran mempunyai kapasitas yang memadai untuk bersiap melaksanakan REDD+

USD 531.700

- Peningkatan kapasitas dan studi mengenai cara menyusun kerangka kerja REDD+ di kawasan terpilih (lokasi: Kalimantan Selatan, Papua Barat, Sulawesi Selatan, Kabupaten Musi Rawas – Sumatra Selatan, NAD)

USD 275.650

- Pengembangan studi mengenai sosial ekonomi dan biofisika untuk mendukung pekerjaan dasar

USD 189.250

- Pembahasan Kerangka Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Sosial (ESMF) dan pemantauan pelaksanaannya bersama para pemangku kepentingan dalam Kegiatan Demonstrasi sub-nasional

USD 66.800

Biaya Operasional USD 67.500 Total: USD 3.600.000 USD 403.572 3.196.428

Page 77: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

70

Lampiran IV: DRAFT Program Komunikasi, Konsultasi d an Sosialisasi untuk Kegiatan Keiapan REDD Indonesia yang dibiayai melalui Program FCPF9

Kegiatan Kelompok Sasaran

Sarana Konsultasi (Instrumen) Lokasi Institusi Utama

Alokasi Anggaran yang

Diusulkan untuk setiap kegiatan

Jangka Waktu

1. Analisis pemangku kepentingan

Semua pemangku kepentingan yang relevan di tingkat nasional dan lokasi kegiatan demonstrasi

Desk study • Jakarta • Lokasi kegiatan

demonstrasi

4.189 2011

2. Pembelajaran bersama melalui publikasi tercetak, website upgrading, operasi dan pemeliharaan

Semua pemangku kepentingan yang relevan di tingkat internasional, nasional dan sub-nasional.

Diseminasi informasi melalui website dan publikasi tercetak

130.578 2011-2013

3. Meningkatkan pembinaan kerjasama yang efektif dengan masyarakat adat dan masyarakat lokal

• Pemerintah Pusat • Pemerintah

daerah • Perusahaan

swasta • Masy. sipil • Masy. lokal dan

Masy. Adat

Lokakarya dan diskusi

Jakarta dan provinsi-provinsi (Kalimantan Selatan, Sumatra Selatan, Maluku, NAD, Papua Barat)

Balitbang Kehutanan dengan dukungan dari DKN

13.568

2013

9 Dimuktahirkan dari versi Juni 2010

Page 78: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

71

Kegiatan Kelompok Sasaran

Sarana Konsultasi (Instrumen) Lokasi Institusi Utama

Alokasi Anggaran yang

Diusulkan untuk setiap kegiatan

Jangka Waktu

4. Peningkatan kesadaran tentang setiap kegiatan analisis:

a. Penyebab deforestasi dari perspektif pembangunan, permintaan penggunaan lahan dan perkembangan kependudukan

• Pemerintah Pusat • Pemerintah

daerah • Perusahaan

swasta • Masy. Sipil • Masyarakat lokal

(tokoh informal) • Anggota DPR/D

Lokakarya nasional

Jakarta

• DKN

13.568

2011 –2012

Lokakarya di tingkat nasional dan lokal akan diadakan bersama-sama untuk ketiga tema ini

Lokakarya lokal Lokasi kegiatan demonstrasi (Kalimantan Selatan, Sumatra Selatan, Maluku, NAD, Papua Barat)

• Balitbang Kehutanan dengan dukungan dari DKN

44.921

Dialog desa

Desa-desa di lokasi yang ditetapkan

• LSM Lokal

22.989

Pemuda Seminar/ lokakarya

Di 7 provinsi Persatuan Pelajar

37.137

b. Prioritas investasi untuk mengurangi deforestasi dan degradasi hutan

• Pemerintah pusat • Pemerintah

daerah • Perusahaan

swasta

Lokakarya nasional Jakarta

Balitbang Kehutanan dengan dukungan dari DKN

13.568 2011-2012

Lokakarya lokal

Kalimantan Selatan, Sumatera Selatan, Maluku, NAD, Papua Barat

44.921

c. Kegiatan di tanah air yang berhasil mengurangi

• Pemerintah pusat • Pemerintah

daerah

Lokakarya nasional Jakarta

Balitbang Kehutanan dengan dukungan dari

13.568 Jan 2012- Pertengahan 2012

Page 79: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

72

Kegiatan Kelompok Sasaran

Sarana Konsultasi (Instrumen) Lokasi Institusi Utama

Alokasi Anggaran yang

Diusulkan untuk setiap kegiatan

Jangka Waktu

emisi dan meningkatkan serapan serta stabilisasi stok karbon hutan

• Perusahaan swasta

• Masyarakat sipil • Masyarakat

lokal/Masy Adat

DKN Lokakarya lokal

Kalimantan Selatan, Sumatera Selatan, Maluku, NAD, Papua Barat

Balitbang Kehutanan dengan dukungan dari DKN

44.921

Dialog desa Desa-desa di lokasi kegiatan demonstrasi yang ditetapkan

LSM lokal 22.989

Pemuda Seminar/lokakarya Persatuan Pelajar 37.137

5. Pemahaman tentang pembentukan lembaga dan kerangka hukum

• Pemerintah Pusat • Pemerintah

daerah • Perusahaan

swasta • Masy. Sipil • Masyarakat lokal

(tokoh informal)

Konsultasi publik

Jakarta dan provinsi lain

Kemenhut/Pokja Nasional REDD

58.489 2011

6. Memfasilitasi pembentukan kelompok kerja REDD di tingkat subnasional

• Pemerintah daerah dan pemangku kepentingan lain

Konsultasi publik

Kalimantan Selatan, Sumatera Selatan, Maluku, NAD, Papua Barat

Kemenhut/Pokja Nasional REDD Pemerintah daerah, Kementerian Keuangan

44.921 2011

7. Memfasilitasi penetapan mekanisme insentif REDD

• Calon penerima manfaat REDD

• Lembaga yang relevan misalnya Bappenas

Pertemuan Kelompok Fokus

Jakarta

• Kemenhut/Pokja Nasional REDD

• Kementerian Keuangan

13.568 2011

Page 80: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

73

Kegiatan Kelompok Sasaran

Sarana Konsultasi (Instrumen) Lokasi Institusi Utama

Alokasi Anggaran yang

Diusulkan untuk setiap kegiatan

Jangka Waktu

8. Pengelolaan Kegiatan Kesiapan

• Pemerintah Pusat • Pemerintah

daerah • Perusahaan

swasta • Masy. Sipil • Masyarakat lokal

(tokoh informal) • Perguruan tinggi • Lembaga

penelitian terkait

Lokakarya, pameran, pemasaran sosial

Jakarta

Kemenhut (Pokja REDD)

37.137

2012 dan 2013

31,417

9. Konsultasi persiapan dan pelaksanaan SESA

• Pemerintah Pusat • Pemerintah

daerah • Perusahaan

swasta • Masy. Sipil • Perguruan tinggi • Lembaga

penelitian terkait

Lokakarya (sebelum dan sesudah)

Jakarta

Balitbang Kehutanan dengan dukungan DKN

27.137 2011 2013

Lokal (sama seperti lokasi kegiatan demonstrasi), sebelum dan setelah SESA

89.842

10 REL: Aspek teknis dan kebijakan: a. Aspek teknis

(PSPs)

• Pemerintah Pusat • Pemerintah

daerah • Perguruan tinggi • Lembaga

penelitian terkait

Lokakarya di tingkat nasional

Jakarta

Balitbang Kehutanan

13.568 2013

Lokakarya di tingkat subnasional (provinsi)

• Akan ditetapkan Pemerintah daerah

44.921

Page 81: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

74

Kegiatan Kelompok Sasaran

Sarana Konsultasi (Instrumen) Lokasi Institusi Utama

Alokasi Anggaran yang

Diusulkan untuk setiap kegiatan

Jangka Waktu

b. Aspek kebijakan

• Pengembang

an analisis deret waktu terhadap aspek sosial ekonomi dan kebijakan utama dari perubahan tata guna lahan

• Analisis dan

kemungkinan pemetaan alam dan pengaruh penggunaan lahan terhadap siklus karbon terestrial

• Pemerintah Pusat • Pemerintah

daerah • Perusahaan

swasta • Masyarakat sipil • Perguruan tinggi • Lembaga

penelitian terkait

a. Dialog kebijakan (untuk mencapai konsensus/pemahaman bersama tentang REL yang akan ditetapkan)

b. Tinjauan sejawat oleh lembaga akademis

Jakarta DNPI/ Bappenas Kemenhut Pemda

13,568

30.500

2013

11. Dukungan untuk MRV

• Pemerintah Pusat • Pemerintah

Lokakarya di tingkat nasional

Jakarta Bappenas DNPI

13.568 2013

Page 82: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

75

Kegiatan Kelompok Sasaran

Sarana Konsultasi (Instrumen) Lokasi Institusi Utama

Alokasi Anggaran yang

Diusulkan untuk setiap kegiatan

Jangka Waktu

daerah • Perusahaan

swasta • Masy. Sipil • Masyarakat lokal

(tokoh informal) • Perguruan tinggi • Lembaga

penelitian terkait

Kemenhut

Lokakarya di tingkat subnasional (provinsi)

• Lokasi kegiatan demonstrasi terpilih

Pemda 44.921

12. Memfasilitasi pengembangan pembentukan lembaga di tingkat subnasional

• Pemerintah daerah

• Masyarakat sipil • Perguruan tinggi

• Konsultasi publik

• Lokasi kegiatan demonstrasi terpilih

Kemenhut (Pokja REDD) dan Pemda

44.921 2012

13. Bantuan untuk membentuk kerangka REDD dalam kegiatan demonstrasi

• Pemerintah daerah

• Perusahaan swasta derah

• Masyarakat sipil • Perguruan tinggi

(daerah) • Masyarakat lokal

(tokoh informal)

• Lokakarya di tingkat daerah (sebelum dan setelah kegiatan demonstrasi)

• Lokasi akan ditetapkan

Kemenhut (Pokja REDD), Pemda, CSO

89.842 2012 dan 2013

Page 83: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

1

Lampiran V: Ringkasan masalah yang diidentifikasi dalam proses konsultasi baru-baru ini

Pemerintah Indonesia telah mengadakan sejumlah proses konsultasi dengan berbagai pemangku kepentingan (multi-stakeholder) sehubungan dengan kesiapan REDD+. Proses tersebut telah menciptakan platform penting untuk konsultasi lanjutan mengenai REDD+, dan telah menghasilkan input pemangku kepentingan mengenai berbagai masalah kebijakan REDD+. Proses konsultasi yang penting mencakup:

• 18 acara komunikasi dan/atau konsultasi dan sosialisasi yang menghasilkan penyusunan Proposal Persiapan Kesiapan FCPF pada tahun 2008 dan 2009. Semua isu yang diangkat selama acara ini tercantum dalam Proposal Persiapan Kesiapan (halaman 15-22 RPP). (Lihat Apendiks untuk mengetahui daftar ini).

• Konsultasi tentang Peta Jalan (Roadmap) Sektoral terhadap Perubahan Iklim di Indonesia dan rencana pengurangan gas rumah kaca, November 2009; Diluncurkan pada tanggal 31 Maret 2010, Bappenas

• Komunikasi Nasional ke-2 Indonesia dengan UNFCCC, November 2009, Hotel Borobudur

• Konsultasi Strategi REDD Nasional, Maret 2009 dan September 2009

• Konsultasi kurva biaya Mitigasi – DNPI Juni-Juli 2009; Diluncurkan Oktober 2009

• Konsultasi Dana Perwalian Perubahan Iklim Indonesia (ICCTF/Indonesia Climate Change Trust Fund), Juni-September 2009; Diluncurkan Oktober 2009

• Proses Perencanaan dan Konsultasi UNREDD, Agustus-Oktober 2009

• Proses Perencanaan dan Konsultasi FCPF, September 2009 dan Mei 2010

• Konsultasi yang disponsori oleh UNREDD mengenai Strategi REDD+ Nasional, Juni – Agustus 2010, dengan Lokakarya Konsultasi Nasional pada bulan September dan November 2010

• Konsultasi WBG tentang Strategi Sawit Global bersama para pemangku kepentingan dari Indonesia (mengangkat masalah iklim, penggunaan lahan dan penguasaan lahan) di Jakarta, Medan dan Pontianak, Mei 2010, ditambah konsultasi berbasis web yang sedang berlangsung..

Berikut ini adalah ringkasan komentar pemangku kepentingan dari sebagian acara konsultasi: • Konsultasi FCPF

• Konsultasi yang disponsori UNREDD mengenai Strategi REDD+ Nasional,

• Lokakarya tentang Membangun Konsensus dalam Mendefinisikan Konsep Free, Prior and Informed Consent (FPIC) dalam Kegiatan REDD+ di Indonesia

Page 84: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

2

• Konsultasi WBG mengenai Strategi Sawit Global

Konsultasi FCPF Pada tahun 2009, serangkaian konsultasi diadakan sehubungan dengan pengembangan RPP Indonesia di tingkat nasional dan subnasional. Pada bulan September 2009 pembahasai nasional tentang RPP ini berupaya mendapatkan masukan dari perwakilan masyarakat sipil dan masyarakat adat. Dalam sebuah lokakarya pada tanggal 18 Mei 2010, perwakilan masyarakat sipil juga berkesempatan untuk menyampaikan komentar awal mengenai daftar yang terperinci mengenai kegiatan FCPF yang diusulkan dan KAK SESA (lihat website Kemenhut http://www.forda-mof.org/articles.php?ctg[]=9&ctg[]=141&aid=872). Berikut ini adalah ringkasan permasalahan yang diangkat dalam lokakarya bulan Mei tersebut: Kerangka kerja FCPF sehubungan dengan kesiapan REDD+ Indonesia. FCPF adalah salah satu komponen dari kerangka kesiapan REDD+ Indonesia secara keseluruhan, dan upaya diperlukan untuk mengintegrasikan semua bagian dari kesiapan REDD+, termasuk FCPF. Pekerjaan Analisis.

• Identifikasi lebih lanjut terhadap peraturan-peraturan REDD+ perlu dilakukan.

• Hal-hal seperti peningkatan integritas zona hutan negara untuk mengurangi konversi hutan, meningkatkan penegakan hukum, dan sebagainya hendaknya ditangani secara eksplisit.

• Dibutuhkan upaya untuk mensinergikan REDD+ dengan Kegiatan Demonstrasi swasta.

• Penghargaan perlu diberikan kepada kegiatan hulu lingkungan hidup.

• Analisis penyebab degradasi hutan perlu dilakukan.

• Penguasaan lahan merupakan masalah utama, dan tindakan-tindakan untuk penyelesaian sengketa perlu dianalisis di lokasi-lokasi kegiatan demonstrasi.

• Identifikasi kegiatan perlu dilakukan bersama para mitra yang telah melaksanakan kegiatan (seperti WWF) untuk menghindari tumpang tindih.

• Analisis situasi cepat mengenai kebijakan REDD+ perlu diikuti dengan analisis situasi yang berkelanjutan.

Pengelolaan Proses Kesiapan • Lokasi-lokasi kegiatan demonstrasi perlu ditetapkan berdasarkan indikator dan kriteria

dan perlu mempertimbangkan aspek-aspek keamanan.

• Opsi-opsi untuk menyesuaikan kegiatan demonstrasi dengan mekanisme pasar di masa mendatang perlu dijajaki.

• Pelajaran dari proyek-proyek yang telah selesai perlu diintegrasikan dengan program pelatihan/peningkatan kapasitas. Pelatihan perlu diberikan kepada pemegang izin konsesi.

• Sektor kehutanan perlu menerima insentif REDD+.

Page 85: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

3

Lembaga Pelaksana (Implementing Institution) • Konsultan dan mitra lokal hendaknya menjadi lembaga pelaksana.

• Lembaga peneliti dan perguruan tinggi regional (UNPATI, UNHAS, Universitas Palangkaraya, dan lain-lain) hendaknya diikutsertakan sebagai mitra proyek.

• BAPPENAS hendaknya diikutsertakan dalam persiapan peraturan perundang-undangan untuk Insentif REDD+.

Jangka Waktu. Beberapa kegiatan seperti analisis cepat dan identifikasi kegiatan REDD+ dianjurkan untuk segera dimulai. Desain Besar (Grand Design)

• Perlu ada desain yang menyeluruh untuk mencapai kesiapan REDD+.

• Persiapan hendaknya melibatkan banyak pemangku kepentingan dan perlu dikomunikasikan untuk menghindari tumpang tindih.

• Kesiapan hendaknya mengacu kepada konvensi internasional untuk mencapai komitmen internasional.

Konsultasi dan Sosialisasi • Setiap kegiatan perlu mempunyai pesan yang jelas, tujuan untuk setiap pemangku

kepentingan dan strategi komunikasi.

• Tidak semua pemangku kepentingan memahami kesiapan REDD+ dan komunikasi tentang kesiapan dapat menjadi salah satu kegiatan alternatif.

• Strategi konsultasi memerlukan pengetahuan tentang komunikasi.

• Program konsultasi dan sosialisasi perlu berlanjut melewati tahun 2012, dan program-program hendaknya memperhitungkan kontinuitas.

• Sosialisasi kesiapan REDD+ kepada pemuda dapat dilakukan melalui kompetisi sains, yang juga mendorong mereka untuk melakukan penelitian tentang REDD+.

• Strategi komunikasi dan konsultasi khusus diperlukan bagi instansi-instansi pemerintah karena banyak program pemerintah belum mengarusutamakan kesiapan REDD+.

• Sudah ada banyak inisiatif regional yang berkaitan dengan REDD. Bagaimana mensinergikannya?

Pelaksanaan Program Komunikasi/Konsultasi • Perlu ada lembaga yang memiliki kapasitas sosialisasi yang tinggi di tingkat lokal dan

nasional sebagai pemimpin dalam kegiatan konsultasi dan sosialisasi (misalnya FKKM, DKN, satuan tugas REDD).

• Peranan pemangku kepentingan hendaknya sesuai dengan kapasitas mereka.

Page 86: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

4

• Bantuan diperlukan untuk meningkatkan kemampuan dalam memimpin program-program komunikasi/konsultasi dan sosialisasi dan untuk meningkatkan pengetahuan komunikasi agar tujuan dapat dicapai.

• Keterlibatan lembaga lain (belum tercakup dalam tabel) yang dapat mendukung kegiatan konsultasi dan sosialisasi perlu dipertimbangkan kembali.

• Perlu ada kerjasama antar pemangku kepentingan dalam pelaksanaan konsultasi dan sosialisasi karena keragaman profil pemangku kepentingan.

• Pertemuan berkala antara proyek-proyek kesiapan perlu diadakan untuk menghindari tumpang tindih dan duplikasi kegiatan.

• Sebuah forum pemangku kepentingan untuk pembentukan jaringan perlu dibentuk.

• Faktor-faktor penting dalam proses konsultasi dan sosialisasi adalah menyusun materi terbaru dan berkualitas: Kepemimpinan di setiap tingkatan; keterlibatan lembaga-lembaga dalam persiapan materi;

• Perlu ada definisi yang jelas mengenai masyarakat adat dan masyarakat lokal, dan partisipasi mereka sepenuhnya perlu dijamin.

Hal-hal yang perlu dipertimbangkan • Masalah masyarakat adat dan masyarakat lokal hendaknya diselesaikan dalam kegiatan

FCPF. Selain itu, keterlibatan/perwakilan mereka yang aktif perlu dipertimbangkan dalam kegiatan dan pengambilan keputusan.

• Fungsi FMU dalam REDD+ perlu dikomunikasikan kepada pemerintah provinsi dan kabupaten.

• Perlu ada komunikasi/strategi komunikasi pada tingkat pemerintahan karena ada banyak program yang tidak diharmonisasi, dan dibutuhkan perubahan pada paradigma pembangunan.

• Gunakan kisah sukses dari lembaga-lembaga lain seperti WARSI dalam membantu masyarakat untuk menghindari perasaan tidak dibutuhkan.

• KLN telah memetakan inisiatif kesiapan REDD+ (sukarela dan pendanaan). Peta ini dapat digunakan sebagai dasar untuk mensinergikan kegiatan dan menghindari tumpang tindih serta kesenjangan.

• Setiap pemangku kepentingan perlu mengenal sejarah kawasan hutan untuk menentukan cara mengelola kawasan tersebut.

• Perlu disusun sebuah rencana partisipasi masyarakat yang jelas dan kearifan lokal hendaknya dihargai untuk menjaga kelestarian hutan. Kearifan lokal perlu secara jelas diakui dalam desain besar kesiapan.

Page 87: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

5

• Komitmen antar pemangku kepentingan dibutuhkan untuk mencapai keberhasilan program konsultasi dan sosialisasi.

• Tinjau kebijakan yang ada sebelum membuat yang baru.

Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam SESA

• SESA perlu memperhatikan jenis-jenis pengelolaan hutan di Jawa dan luar Jawa. Di luar Jawa, masalah penguasaan lahan berhubungan dengan batas-batas dan hak-hak warga yang tidak jelas. Hal ini harus jelas sebelum pelaksanaan REDD untuk menghindari masalah-masalah baru. Di Jawa, hutan dikelola oleh Perhutani. Perlu dipertimbangkan bagaimana warga masyarakat dapat memperoleh manfaat dari hal itu.

• SESA juga perlu memperhatikan penyebaran manfaat REDD+ kepada masyarakat dan perlu didasarkan pada Pasar Karbon Sukarela. Sejauh ini masyarakat hanya menerima program, namun mereka juga membutuhkan uang untuk biaya sekolah, dan sebagainya.

• SESA hendaknya menyelesaikan masalah-masalah politik, penegakan hukum, sosial, ekonomi, budaya, pendidikan dan keamanan.

• Perhatikan status hukum kawasan hutan terutama kawasan dengan izin seperti HTI/HPH. Persetujuan dari pemegang izin dibutuhkan.

• Minimalkan risiko-risiko dengan memanfaatkan forum-forum di provinsi dan kabupaten sehingga kerangka SESA dapat diintegrasikan dengan kebijakan pemerintah daerah. Forum-forum lokal seperti Musrenbang juga dapat diundang karena hal ini perlu dipersiapkan dalam perencanaan lokal sehingga diharapkan pemerintah daerah akan mempunyai tanggung jawab dan sepenuhnya mendukung pelaksanaan kegiatan.

• Mengenai bagi hasil menurut SK Menteri Kehutanan No. 36, contoh dari Maros Brazil dapat digunakan.

• Banyak kepentingan yang berbeda perlu diakomodasi dalam SESA.

• SESA perlu dilakukan sebelum, selama dan setelah kegiatan dimulai.

Lokasi SESA/Kegiatan Demonstrasi • Kegiatan Demonstrasi hendaknya dilakukan di 2 lokasi; kawasan dengan potensi konflik

yaitu Pontu di Sulawesi Tenggara dan kawasan dengan kinerja yang baik dan buruk, sehingga kita dapat membandingkan satu dengan yang lain.

• TNC telah merancang kegiatan demonstrasi untuk kabupaten dan telah melakukan banyak tinjauan (sosial, akuntansi karbon, dan sebagainya)

• Lebih baik melaksanakan SESA di kawasan dengan kegiatan demonstrasi REDD yang kompleks (berbasis kabupaten, bukan berbasis proyek).

Page 88: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

6

• Kegiatan demonstrasi REDD yang baik adalah Berau karena kabupaten ini memiliki bentang alam dan jenis hutan yang baik (konservasi, produksi, perkebunan, dan sebagainya).

• FCPF hendaknya memfasilitasi kabupaten Kuningan dengan lebih baik karena pemerintah daerah mempunyai komitmen nyata dalam perdagangan karbon, dan Kuningan memiliki berbagai jenis hutan.

Kebijakan REDD

• Pembahasan lebih lanjut mengenai kebijakan perlu dilakukan oleh Kemenhut untuk implementasi REDD. Kebijakan itu mungkin mengenai pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan melalui pengelolaan hutan yang berkelanjutan atau peningkatan stok karbon.

• Saat ini, investasi pada hutan produksi lebih menguntungkan bagi sektor swasta sehingga kita memerlukan peraturan tentang investasi dengan risiko rendah. Kebijakan yang diambil hendaknya diakomodasi dalam SESA.

• Jangan melakukan kesalahan yang sama seperti CDM (ketentuan yang rumit) ketika mempersiapkan REDD.

• Pembayaran REDD+ hendaknya mencakup biaya oportunitas dan kerugian oportunitas. Ini hendaknya dianggap sebagai investasi, bukan sebagai pendapatan negara non pajak.

• Ketersediaan pendanaan: REDD memerlukan pendanaan yang berkelanjutan dengan pencairan yang cepat sehingga skemanya tidak perlu melalui APBN.

Konsultasi Draft Strategi Nasional REDD+ (September – Oktober 2010)

Draft Strategi Nasional REDD+ telah dikonsultasikan dari bulan September sampai November 2010 kepada para pemangku kepentingan regional dan nasional.10 Konsultasi publik telah dilaksanakan di tujuh daerah (lihat tabel). Masukan dari berbagai pemangku kepentingan telah diterima melalui pertemuan konsultasi, lokakarya dan ulasan tertulis. Sebuah topik penting hasil dari konsultasi daerah adalah kebutuhan strategi REDD+ yang sesuai dengan kebutuhan daerah. Ringkasan dari isu-isu utama yang diangkat disampaikan di bawah ini.

Konsultasi Strategi Nasional REDD+ di Daerah Daerah Provinsi yang dicakup

Jawa Yogyakarta, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah

Mataram Mataram, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Bali dan Maluku

Sumatra I Aceh, Lampung, Sumatra Barat dan Sumatra Utara

10 Semua materi terkait telah dimuat dalam website UN-REDD, http://www.un.or.id/redd.

Page 89: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

7

Kalimantan Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Tengah

Sulawesi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Sulawesi Utara, Sulawesi Barat

Papua Papua dan Papua Barat

Sumatra II Kepulauan Riau, Riau, Jambi, Sumatera Selatan dan Bangka Belitung

Ringkasan isu-isu yang diangkat Struktur dan substansi dokumen. Sebagai sebuah dokumen strategi, Strategi Nasional REDD+ diharapkan mempunyai maksud, lingkup dan jangka waktu yang jelas. Strategi ini biasanya mempunyai kerangka logis (Logframe), dengan output, indikator pencapaian, pelaksana dan analisis risiko yang didefinisikan secara jelas. Selain itu, diharapkan, Strategi Nasional REDD+ ini akan komprehensif dan saling berkaitan dengan desain kelembagaan REDD+ dan desain mekanisme pendanaan REDD+. Posisi Strategi Nasional REDD+ dalam komitmen Indonesia untuk mengurangi GRK. Pertanyaan-pertanyaan diajukan apakah Strategi Nasional REDD+ adalah bagian dari Rencana Aksi Nasional untuk Mengurangi GRK (RAN GRK), dan sejauh mana strategi ini harus dilaksanakan dengan pendanaan domestik dibandingkan dengan pendanaan dari luar negeri. Para pemangku kepentingan mengusulkan agar REDD+ sebagian besar didanai oleh bantuan asing. Strategi Nasional REDD+ dirancang untuk memenuhi ketentuan dari LoI Norwegia dan untuk mempercepat realisasi restrukturisasi pengelolaan sektor kehutanan Indonesia serta mendukung pengurangan emisi GRK. Penggunaan Tingkat Emisi Acuan (REL) atau Tingkat Acuan (RL) dalam Strategi Nasional REDD+. Sebagaimana disepakati dalam perundingan internasional, RL digunakan sebagai dasar untuk menentukan tingkat emisi acuan. RL bukan hanya mencakup kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan karbon melainkan juga kegiatan-kegiatan non karbon, seperti pengelolaan keanekaragaman hayati dan penyediaan jasa lingkungan. Penyingkapan informasi mengenai tingkat deforestasi nasional. Di tingkat nasional, masih terdapat keengganan politik untuk mengakui bahwa tingkat deforestasi di Indonesia sangat tinggi. Ada kekhawatiran bahwa proses untuk menentukan tingkat emisi acuan tidak akan transparan. Keterbukaan dan transparansi dibutuhkan khususnya ketika tingkat emisi acuan dibahas bersama para pemangku kepentingan di tingkat subnasional (provinsi, kabupaten, kota). Diperlukan waktu yang cukup untuk konsultasi yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Diseminasi informasi kepada pemangku kepentingan sangat menyita waktu dan peserta konsultasi memerlukan waktu tambahan untuk memproses informasi dan menyampaikan umpan balik.

Page 90: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

8

REDD+ dan kerangka hukum. Kelemahan dalam kerangka hukum yang telah menyebabkan degradasi hutan dan deforestasi perlu diidentifikasi. Hal ini mencakup kesenjangan dalam kerangka hukum, seperti peraturan perundang-undangan untuk memperkuat sistem Kesatuan Pengelola Hutan (KPH). Undang-undang untuk mendukung Pengelolaan Hutan yang Berkelanjutan (Sustainable Forest Management/SFM) perlu diharmonisasi. REDD+ hendaknya juga mendorong untuk memperbaiki penegakan hukum di sektor kehutanan. Penguasaan lahan dan hak-hak masyaraat adat. Pengakuan hak-hak adat merupakan kondisi yang penting bagi keberhasilan pelaksanaan Strategi Nasional REDD+. Selain itu, Strategi Nasional REDD+ diharapkan akan mengakomodasi prinsip Free Prior Informed Consent (FPIC) dan memperbolehkan adanya akses ke dan pengendalian terhadap proses pengambilan keputusan oleh masyarakat adat. Bagi Hasil. Suatu mekanisme bagi hasil yang adil dan merata merupakan salah satu prasyarat untuk pelaksanaan REDD+. Untuk itu, Strategi Nasional REDD+ perlu membahas dan memberikan bimbingan teknik mengenai mekanisme bagi hasil yang diusulkan. Posisi Strategi Nasional REDD+ terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan lain. Penting untuk menjelaskan hubungan antara Strategi Nasional REDD+ dengan kebijakan-kebijakan pembangunan lain, seperti Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), dan Rencana Strategis Nasional Kehutanan dan Pertanian. Definisi hutan dan deforestasi. Definisi hutan dalam draft Strategi Nasional REDD+ ini (draft 0) mengikuti UU No. 41 tentang Kehutanan sedangkan definisi deforestasi mengikuti definisi FAO. Menurut beberapa pihak, Indonesia perlu menjelaskan istilah-istilah ini dalam konteks nasional. Kerangka Kelembagaan REDD+. Pertanyaan mengenai desain kelembagaan REDD+ berulangkali diajukan. Kerangka kelembagaan REDD+ di Indonesia masih belum jelas, termasuk apakah lembaga-lembaga baru akan dibentuk atau apakah lembaga-lembaga yang ada, seperti Kementerian Kehutanan, akan diberikan tugas dan wewenang baru. Beberapa peserta konsultasi mempertanyakan mengapa formulasi Strategi Nasional REDD+ dikoordinasikan oleh UKP4, sebuah satuan tugas yang dibentuk presiden dengan tugas dan wewenang yang terbatas. Banyak peserta merasa khawatir terhadap kurang aktifnya keterlibatan Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Pertanian dan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Keadilan jender. Peranan perempuan dalam proses konsultasi sangat terbatas. Sebagian besar peserta adalah pria, dan peserta wanita cenderung lebih pasif. Para peserta juga menyampaikan kritik yang kuat terhadap kurangnya isu jender dalam analisis Strategi REDD+ ini. Akibatnya, ketidakadilan jender pada akses dan pengendalian sumber daya hutan tidak dicerminkan dalam kerangka strategi. Hak-hak masyarakat adat. Bagi beberapa peserta, substansi draft Strategi Nasional REDD+ maupun proses diskusi kurang mengakui dan melindungi hak-hak masyarakat adat. Ini termasuk hak atas pengelolaan lahan atau wilayah, hak atas perlindungan ekosistem, dan kedaulatan serta

Page 91: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

9

hak masyarakat adat untuk mengembangkan model pengelolaan lingkungan/sumber daya alam yang beragam. Perdagangan karbon dan insentif. Sebagian besar LSM mempunyai pandangan yang sangat skeptis mengenai REDD+, karena mereka merasa bahwa pendekatan global menggeser beban tanggung jawab pengurangan emisi karbon kepada negara-negara tropis. Mereka juga khawatir bahwa insentif perdagangan karbon dapat mengalir ke perkebunan kelapa sawit dan hutan tanaman industri.

Lampiran VI: Dewan Kehutanan Nasional dan Kegiatan FCPF

Kementerian Kehutanan menunjukkan niatnya untuk bekerja sama dengan Dewan Kehutanan Nasional (DKN) dalam melaksanakan sejumlah kegiatan yang didanai melalui Hibah Kesiapan REDD+ FCPF. Catatan ini memberikan informasi latar belakang mengenai DKN dan gambaran kegiatan yang akan dilaksanakan DKN.

DKN dibentuk dalam Kongres Kehutanan Indonesia yang Keempat pada tahun 2007 dan diresmikan melalui Peraturan Menteri Kehutanan nomor P.39/Menhut-II/2007. Pembentukan DKN merupakan bagian dari pelaksanaan Pasal 70 Undang-Undang No. 41/1999 tentang Kehutanan, yang menetapkan bahwa pemerintah harus mendorong partisipasi komunitas dan masyarakat sipil dalam proses pembangunan kehutanan.

Kementerian Kehutanan secara spesifik telah membentuk DKN untuk mendukung kerjasama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat lokal, LSM, lembaga pendidikan dan penelitian, sektor swasta, media mssa dan lembaga-lembaga terkait untuk:

• Membuat kebijakan kehutanan yang efektif

• Memastikan pengelolaan hutan yang tepat

• Memastikan keselarasan, kerjasama dan pengembangan hubungan antar pemangku kepentingan utama

• Menjamin kejelasan dan kepastian hukum dan hak-hak dunia usaha dan masyarakat atas sumber daya hutan

• Menciptakan kerjasama di antara para pemangku kepentingan untuk mengamankan kepentingan nasional di bidang kehutanan.

Mandat DKN adalah membantu merumuskan kebijakan yang efektif melalui peningkatan konsultasi antar pemangku kepentingan, peningkatan kesepakatan tentang masalah-masalah kehutanan yang penting dan peningkatan diseminasi informasi tentang kinerja sektor kehutanan.

DKN adalah organisasi berbasis konstituen yang diselenggarakan dalam lima kamar – pemerintah, masyarakat, dunia usaha, akademisi dan LSM termasuk organisasi perwakilan adat. Dewan yang terpilih terdiri dari 13 anggota yang memiliki hak suara dari lima kelompok pemangku kepentingan dan 5 anggota tambahan tanpa hak suara.

Sebagian besar kegiatan yang didanai Hibah FCPF berkaitan dengan pengembangan kerangka kebijakan untuk REDD+. Ini termasuk finalisasi dan ujicoba peraturan-peraturan lama dan baru

Page 92: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

10

yang relevan dengan REDD+, peningkatan kapasitas lembaga dan pemangku kepentingan, subkomponen besar konsultasi dan sosialisasi, dan penyelesaian Kajian Lingkungan Hidup dan Sosial Strategis (SESA).

Sebagaimana diketahui secara luas bahwa kebijakan REDD+ akan berdampak terhadap berbagai pemangku kepentingan, termasuk masyarakat adat dan masyarakat yang hidupnya bergantung pada hutan, dan penting untuk selalu melibatkan perwakilan dari kelompok-kelompok tersebut dalam pengembangan kebijakan REDD+. DKN melalui mandat dan kamar-kamarnya berada pada kedudukan yang unik untuk memfasilitasi keterlibatan tersebut.

Selama pelaksanaan kegiatan FCPF, Kementerian Kehutanan akan berkoordinasi secara erat dengan DKN untuk melaksanakan SESA dan menyusun Kerangka Lingkungan Hidup dan Sosial (ESMF). DKN secara umum bertanggung jawab atas sejumlah kegiatan konsultasi dan sosialisasi yang mendukung pengembangan kebijakan maupun atas pelaksanaan SESA.

KEGIATAN YANG AKAN DILAKSANAKAN OLEH DKN Anggaran (US$)

Lokakarya untuk meningkatkan pembinaan kerjasama yang efektif dengan

masyarakat adat dan masyarakat lokal

58.489

Lokakarya untuk membahas prioritas investasi dalam rangka mengurangi deforestasi 58.489

Lokakarya untuk mengidentifikasi kegiatan di tanah air yang berhasil mengurangi

emisi dan meningkatkan penyerapan serta stabilisasi stok karbon hutan

58.489

Lokakarya mengenai penyebab deforestasi dari perspektif pembangunan,

permintaan penggunaan lahan, perkembangan kependudukan

58.489

Lokakarya mengenai SESA/ESMF 116.979

Pengembangan dokumen SESA dan ESMF 100.000

Total 450.935

Page 93: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

1

Lampiran VII. Proyek-Proyek yang Didanai Donor Terkait dengan REDD+ di Indonesia (sumber: Brown and Peskett, ODI, 2011)

Sumber

Proyek yang didanai/sarana

pendanaan Jumlah (US $)

Lama pendanaan

(tahun) Uraian

AFD

Pinjaman Program Perubahan Iklim (CC

PL)

3 tahap: 200 jt thn 2008; 300 jt

thn 2009; 300 jt thn 2010 2008 -2010

CCPL bertujuan mengembangkan kebijakan

publik untuk mendukung perubahan iklim

dan pengurangan GRK (kehutanan, energi,

industri); adaptasi perubahan iklim, dsb

Bank Dunia

Pinjaman Kebijakan Pembangunan

Perubahan Iklim (CC DPL)

200 jt (2010), plus 200 jt

direncanakan untuk 2011 2010-2011

Operasi CCDPL menyediakan pembiayaan

yang paralel untuk “Pinjaman Program”

perubahan iklim (CCPL) pada tahun 2010,

seri pinjaman Jepang-Perancis yang

diprakarsai tahun 2008. ADB mungkin

bergabung

Bank Dunia Dana Teknologi Bersih 400 jt Tidak diketahui

Peningkatan signifikan pada

pengembangan pembangkit listrik tenaga

panas bumi berskala besar; dan percepatan

inisiatif untuk mempromosikan EE dan RE

(terutama biomassa).

AusAID

Dana Transformasi Perubahan Iklim

Indonesia (ICCTF) 2 jt 2008/09 -2011/12 Dukungan untuk membentuk ICCTF

AusAID Persiapan Proyek Energi Panas Bumi 1,5 jt 2009/10 -2011/12

Bantuan teknis untuk (i) mempersiapkan

pra studi kelayakan untuk dua calon proyek

ADB (220MW)

IFCI (Australia)

Kemitraan Iklim Hutan Kalimantan

(KFCP) 30 jt 2007/08 -2011/12

KFCP adalah demonstrasi REDD yang

berfokus pada rehabilitasi lahan gambut

IFCI (Australia)

Sistem Akuntansi Karbon Nasional

Indonesia (INCAS) 2 juta 2007/08 -2011/12

Meningkatkan kapasitas pemerintah di

bidang akuntansi karbon hutan dan

mengembangkan sistem untuk mendukung

MRV yang kredibel terhadap gas rumah

kaca dalam REDD

Page 94: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

2

Sumber

Proyek yang didanai/sarana

pendanaan Jumlah (US $)

Lama pendanaan

(tahun) Uraian

IFCI (Australia) IFCA & Support for REDD-plus 3 juta

07/08 -08/09 (IFCA) dan

09/10 -11/12 (dukungan

REDD)

Sebuah kelompok kerja pakar dan peneliti

kementerian mempersiapkan analisis dan

strategi untuk Pemerintah Indonesia dalam

COP13

IFCI (Australia) Kemitraan Karbon Hutan Sumatra 30 juta 2010-2012

Kegiatan praktek kedua dalam REDD-plus

(Demo 2) di Jambi

ACIAR

(Australia)

Meningkatkan persiapan tata kelola,

kebijakan dan kelembagaan untuk

REDD 1,4 juta 2008/09 -2011/12

Mendukung pengembangan kebijakan dan

kelembagaan di tingkat provinsi dan

kabupaten untuk memfasilitasi

pelaksanaan REDD

IFCI (Australia)

Peningkatan Kapasitas dan

Keterampilan Kehutanan Asia Pacific 8 juta 2008/09 -2010/11 Kapasitas Regional di bidang REDD

JICA

Pinjaman Program Perubahan Iklim

(CCPL)

1 milyar: 300 juta thn 2008;

400 juta thn 2009; 300 juta

tahun 2010 2008-2010

Pinjaman Program Perubahan Iklim;

dukungan dari berbagai proyek

(peningkatan kapasitas di bidang mitigasi

dan adaptasi perubahan iklim)

JICA Program Dukungan Perubahan Iklim 10 juta 5 tahun

Memberikan bantuan teknis kepada

BAPPENAS, badan meteorologi, KLH dalam

mendukung pengembangan NAMA, MRV,

kajian kerentanan

JICA Program Konservasi Lingkungan Hidup Belum diketahui 2009-2014 (5 tahun)

Pelaksanaan Renstra Kehutanan Nasional,

Program Subsektoral Mangrove,

Pengelolaan Taman Nasional

JICA

Program untuk perbaikan transportasi

perkotaan yang komprehensif ~6,5 juta 2009-2014 (5 tahun)

Integrasi dan Implementasi Tranportasi

Perkotaan, Jasa Pembinaan dan Rekayasa

untuk Jakarta MRT

USAID

Kerjasama di bidang Lingkungan Hidup

dan Perubahan Iklim 136 juta 3 tahun mulai 2010

$119 untuk kemitraan SOLUSI (Sains,

Samudra, Tata Guna Lahan,

Kemasyarakatan dan Inovasi); $7 juta

untuk membentuk Pusat Perubahan Iklim

di Indonesia,

Norwegia Inisiatif Iklim dan Hutan Internasional 1 milyar 2010-2016 Dukungan untuk REDD+

Page 95: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

3

Sumber

Proyek yang didanai/sarana

pendanaan Jumlah (US $)

Lama pendanaan

(tahun) Uraian

DFID

Proyek Pertumbuhan Rendah-Karbon

Indonesia (Dukungan untuk Dana

Investasi Hijau Indonesia, IGIF) 2,4 juta (£1,5 juta) 2010-2011

DFID

Dana Perwalian Perubahan Iklim

Indonesia (ICCTF)

7,5 juta (£4,7 juta telah

dibelanjakan) 2010-2011

Dukungan dari ICCTF yang menyetujui

program REDD

DFID

Dukungan untuk Program Perubahan

Iklim

2,5 juta (£1,65 juta

dianggarkan; £582 ribu telah

dibelanjakan s.d. saat ini) 2009-2011

DFID Program Kehutanan Multi-stakeholder 7,9 juta (£5 juta) 2007-2011 (tahap kedua)

Kondisi yang mendukung reformasi hukum

dan kelembagaan untuk mencapai

Pengelolaan Hutan yang Berkelanjutan

(SFM) pada tahun 2011, yang mendukung

pengentasan kemiskinan serta adaptasi

dan mitigasi perubahan iklim di sektor

kehutanan

UN-REDD UN-REDD 5,6 juta 2010

Mengembangkan desain mekanisme

pembayaran yang berkaitan dengan sistem

MRV; konsultasi pemangku kepentingan;

kegiatan demo.

FCPF FCPF 3,6 juta Antara 2010-2012

Pengelolaan proses kesiapan

(pembentukan lembaga dan kerangka

peraturan, peningkatan kapasitas, dsb);

mendukung penetapan REL dan MRV;

memfasilitasi kegiatan demo REDD yang

baru.

FIP FIP 80 juta

Akan dibelanjakan antara

2010-2012

Jerman (KFW)

Program Kehutanan & Perubahan Iklim

- FORCLIME 28 juta (€ 20) Antara 2010-2015

Pelaksanaan strategi REDD strategy;

penetapan REL dan pengembangan sistem

MRV di tingkat kabupaten; memfasilitasi

pengembangan skema distribusi insentif

REDD.

Page 96: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

4

Sumber

Proyek yang didanai/sarana

pendanaan Jumlah (US $)

Lama pendanaan

(tahun) Uraian

Jerman (GTZ)

Program Kehutanan & Perubahan Iklim

- FORCLIME 10 juta (€ 7) Antara 2010-2015

Jerman (KFW) Program Kehutanan II 32 juta (€ 24) Tidak diketahui

Bukti kelayakan teknis dan ekonomi dari

pendekatan REDD yang berpihak kepada

rakyat miskin di kabupaten-kabupaten

terpilih di Kalimantan

Jerman (KFW) Pengurangan emisi pada limbah padat 33 juta (€ 25) Tidak diketahui

Jerman (KFW) Program energi panas bumi 277 juta (€ 210 juta) Antara 2011-2017

Eksplorasi dan eksploitasi sumber daya

panas bumi (termasuk pembangunan

pembangkit listrik)

Jerman (KFW) Eksplorasi sumber daya panas bumi 10 juta (€ 7,7) Antara 2011-2013 Eksplorasi sumber daya panas bumi

Jerman (KFW)

Teknologi pengurangan emisi sektor

swasta 22 juta (€16,5 juta) Tidak diketahui

Jerman (KFW)

Teknologi pengurangan emisi sektor

swasta – bantuan teknis 2 juta (€ 1,5 juta) Tidak diketahui

Jerman (ICI)

Konservasi Keanekaragaman Hayati

melalui Tindakan Persiapan untuk

menghindari deforestasi 2 juta (€ 1,45 juta) 2008-2011

Jerman (ICI)

Menjamin penyerapan karbon di

Jantung Borneo 1,2 juta (€ 870.000) 2009-2011

Perlindungan/penggunaan secara

berkelanjutan serapan karbon alam dengan

relevansi REDD, peningkatan kapasitas,

pengembangan kebijakan

Jerman (ICI)

Hutan Hujan Harapan — Pemulihan

Percontohan Hutan yang Terdegradasi

di Sumatra 10 juta (€ 7,6 juta) 2010-2013

Perlindungan/penggunaan secara

berkelanjutan serapan karbon alam dengan

relevansi REDD, investasi

Jerman (ICI)

Konservasi Keanekaragaman Hayati

melalui Tindakan Persiapan untuk REDD

in Hutan Gambut Merang 0,9 juta (€ 630.000) 2009-2011

Kantor Administrasi Kehutanan Provinsi

dan Kantor Administrasi Kehutanan

Kabupaten

Jerman (ICI)

Pengelolaan hutan yang dibiayai karbon

pada Warisan Hutan Hujan Tropis

Sumatra 0,898 juta (€ 0,64) 2009-2011

Perlindungan/penggunaan secara

berkelanjutan serapan karbon alam dengan

relevansi REDD, investasi

Page 97: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

5

Sumber

Proyek yang didanai/sarana

pendanaan Jumlah (US $)

Lama pendanaan

(tahun) Uraian

Jerman (ICI)

Dukungan untuk program 'Desa

Mandiri Energi' 0,35 juta (€ 0,25) 2008-2009

Mendukung diseminasi sumber energi

terbarukan di daerah pedesaan di

Indonesia.

Global Environm

ent Facility (GEF) Program Pengembangan Panas Bumi 4 juta Tidak diketahui

Program Pengembangan Pembangkit

Listrik Tenaga Panas Bumi dan Proyek

Efisiensi Energi Chiller Indonesia (konversi

chiller yang tidak efisien)

Uni Eropa

Akuntabilitas dan Inisiatif Tingkat Lokal

untuk Mengurangi Emisi dari

Deforestasi dan Degradasi di Indonesia

(ALLREDDI) 1,26 juta (EUR 896769) 2009-2011

Membantu Indonesia

mempertanggungjawabkan emisi gas

rumah kaca berdasarkan tata guna lahan,

dan siap menggunakan insentif ‘REDD’

ekonomi internasional untuk pengurangan

emisi dalam pengambilan keputusan di

tingkat lokal dan nasional.

Uni Eropa

Mempromosikan konservasi dan

pengelolaan berkelanjutan terhadap

hutan-hutan dataran rendah di Kalteng

selatan 1,44 juta (EUR 1,02 juta) 2007-2011

Pemeliharaan fungsi ekosistem hutan

tropis dalam konteks jaringan kawasan

lindung yang mendukung pembangunan

pedesaan yang berkelanjutan

Uni Eropa

Perencanaan tata guna lahan dan

pengaturan kelembagaan yang

berkelanjutan untuk memperkuat

penguasaan lahan, hutan dan hak-hak

masyarakat di Indonesia 2,5 juta (EUR 1.796.000) 2010-2014

Menghindari deforestasi dan degradasi

lingkungan dengan mendukung

pengembangan pengaturan kelembagaan

secara berkelanjutan yang

mempromosikan kebijakan dan instrumen

lahan yang melibatkan masyarakat lokal

Uni Eropa

Mengembangkan proyek-proyek pool

karbon masyarakat untuk mengurangi

Emisi dari Deforestasi dan Degradasi di

negara-negara ASEAN terpilih 3,26 juta (EUR 2.328.000) 2010-2012

Meningkatkan kapasitas masyarakat lokal

dan pemerintah lokal guna berpartisipasi

aktif dalam proyek-proyek percontohan

REDD+ dan pelajaran umpan balik yang

dipetik dalam dialog kebijakan di tingkat

subnasional, nasional dan regional

Uni Eropa

Meningkatkan ketahanan kawasan

pesisir untuk mengurangi dampak

perubahan iklim di Thailand dan

Indonesia 2,44 juta (EUR 1.740.000) 2010-2012

Penduduk pesisir di Indonesia dan Thailand

semakin berdaya tahan terhadap dampak

negatif dari perubahan iklim.

Page 98: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

6

Sumber

Proyek yang didanai/sarana

pendanaan Jumlah (US $)

Lama pendanaan

(tahun) Uraian

Uni Eropa

Program Dukungan Regional untuk

Rencana Aksi FLEGT Uni Eropa di Asia. 8,12 juta (EUR 5,8 juta) 2008-2012

Meningkatkan tata kelola hutan di kawasan

Asia, dengan mendukung pengentasan

kemiskinan dan pengelolaan hutan yang

berkelanjutan, melalui dukungan untuk

pelaksanaan Rencana Aksi FLEGT Uni

Erorpa

Uni Eropa

Memperkuat Masyarakat Sipil untuk

Mempromosikan Kebijakan dan Aksi

Terpadu guna menanggulangi

Deforestasi Hutan Tropis di Asia-Pacific 1,68 juta (EUR 1,2 juta) 2009-2012

• Meningkatkan tata kelola hutan di Asia

Timur dengan mendatangkan manfaat bagi

penghidupan masyarakat desa dan

mengurangi hilangnya hutan • Pelaksanaan

FLEGT VPAs yang efektif di Asia Timur

dengan sistem verifikasi legalitas kayu yang

kuat • masalah-masalah tata kelola hutan

yang melekat pada skema REDD dan skema

pengelolaan hutan berbasis masyarakat di

Indonesia

Uni Eropa

Memperkuat pelaku negara dan non-

negara dalam persiapan, perundingan

dan/atau pelaksanaan FLEGT-VPA 2,38 juta (EUR 1,7 juta) 2011-2014

Mendukung partisipasi organisasi

masyarakat sipil, organisasi masyarakat

adat, sektor swasta dan pelaku non-

negara/pemerintah lainnya dalam proses

nasional untuk persiapan, perundingan dan

atau pelaksanaan FLEGT VPA dengan

meningkatkan efektivitas Sistem

Penjaminan Legalitas Kayu

Uni Eropa

Memperkuat Jaringan Pemantauan

Independen Indonesia untuk menjamin

sistem verifikasi legalitas kayu yang

kredibel dan pelaksanaan VPA yang

efektif 0,278 juta (EUR 0,199 juta)

Sementara masih dipilih.

Belum dimulai

Masyarakat sipil Indonesia memainkan

peranan penting dalam pengembangan

dan pelaksanaan kebijakan yang terkait

dengan tata kelola hutan.

Page 99: Dokumen Bank Dunia HANYA UNTUK KEPERLUAN RESMI Kajian PFCP.pdf · bantuan yang telah diberikan kepada Negara Peserta REDD+ dalam merumuskan R-PP serta menjabarkan bantuan yang mungkin

7

Sumber

Proyek yang didanai/sarana

pendanaan Jumlah (US $)

Lama pendanaan

(tahun) Uraian

Uni Eropa

Memperkuat Organisasi Masyarakat

Sipil dan Industri Kayu Kecil dan

Menengah dalam persiapan VPA dan

Pelaksanaan SVLK 0,348 juta (EUR 0,249 juta)

Sementara masih dipilih.

Belum dimulai

Tujuan khusus dari proyek yang diusulkan

ini adalah memperkuat kapasitas organisasi

masyarakat lokal dan Industri Kayu

Berskala Kecil dan Menengah untuk

melaksanakan Persiapan VPA dan verifikasi

legalitas kayu yang dikenal sebagai SVLK di

Hutan Kemasyarakatan

Dukungan yang sedang direncanakan

DFID

Kerjasama bilateral di bidang

perubahan iklim 80 juta (£50 juta )

5 tahun (dimaksudkan

untuk dimulai tahun

2010)

Kemitraan antara Inggris dan Indonesia –

Kegiatan dan ruang lingkupnya masih

dipersiapkan – dua bidang kemitraan yang

progresif: LULUCF, dan jalur pembangunan

rendah karbon.

AusAID

Kerjasama bilateral di bidang

perubahan iklim

Akan ditentukan, mungkin 40-

50 mn

Selama beberapa tahun

ke depan

Sebagai bagian dari komitmen 'Fast Start

Finance' mereka di masa mendatang,

AusAID akan mendukung Indonesia dengan

hibah tambahan selama beberapa tahun ke

depan.

Amerika Serikat

US Millennium Challenge Corporation

(MCC)

Akan ditentukan, mungkin 700

juta Selama 4-5 tahun Usulan investasi untuk mendukung REDD+

EC Program dukungan perubahan iklim 21 juta Tidak diketahui

Akan ditentukan Dana Investasi Hijau Indonesia (IGIF) Akan ditentukan Akan ditentukan

IGIF akan mendorong terbentuknya

kemitraan publik-swasta (PPP) untuk

memobilisasi investasi dalam

pembangunan rendah karbon. Beberapa

pemerintah telah bersedia memberikan

kontribusi.