Document.doc
-
Upload
muhammadnaufal -
Category
Documents
-
view
15 -
download
0
Transcript of Document.doc
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Rikets merupakan penyakit yang ditandai dengan gangguan mineralisasi
pertumbuhan tulang atau jaringan osteoid. Rikets yang paling sering ditemukan
adalah akibat defisiensi vitamin D. Rikets akibat defisiensi vitamin D masih menjadi
masalah kesehatan masyarakat di berbagai negara, terutama di kalangan bayi yang
diberi ASI ekslusif oleh ibu yang tidak terpapar oleh matahari dan anak-anak berkulit
gelap yang tidak mendapat suplemen vitamin D. 1
Beberapa dekade terakhir, kasus rikets banyak ditemukan di negara
berkembang khususnya rikets akibat kelainan genetik atau bayi yang lahir dari ibu
yang mengalami osteomalasia. Kasus rikets ditemukan tinggi pada masyarakat di
Cina (26,7 %), kemungkinan dikarenakan oleh kebiasaan berpakaian berlapi-lapis
sehingga kulit kurang terpapar sinar matahari. Di Turki angka kejadian rikets yaitu 80
% pada wanita usia subur memungkinkan untuk melahirkan bayi yang akan
mengalami rikets, ditemukan angka kejadian rikets pada usia 0-3 bulan diwilayah
timur turki adalah 6 %. 1,2
Penulis belum menemukan angka prevalensi rikets di Indonesia. Oleh karena
itu penulis tertarik untuk membahas mengenai rikets sehingga hal inilah yang
mendasari dari pembuatan referat ini 1,2,3
1.2. BATASAN MASALAH
Pembahasan referat ini dibatasi pada definisi, epidemiologi, patofisiologi,
diagnosis, tatalaksana, pencegahan, komplikasi dan prognosis rikets pada anak.
1.3. TUJUAN PENULISAN
Referat ini bertujuan menambah pengetahuan dan pemahaman tentang
definisi, epidemiologi, patofisiologi, diagnosis, tatalaksana, pencegahan, komplikasi
dan prognosis rikets pada anak.
1.4. METODE PENULISAN
Penulisan referat ini berdasarkan tinjauan kepustakaan yang merujuk pada
literatur.
1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI
Rikets merupakan istilah untuk keadaan pertumbuhan tulang yang abnormal
atau jaringan osteoid dimana terjadi demineralisasi yang dapat dibuktikan secara
radiologis pada ujung tulang panjang. Rikets juga disebabkan oleh defisiensi vitamin
D atau gangguan keseimbangan kadar kalsium dan fosfat plasma. Dalam keadaan ini
proses resorpsi tulang berlangsung lebih cepat dari pembentukannya sehingga akan
menimbulkan demineralisasi tulang secara umum. Gangguan mineralisasi matriks
tulang terjadi di lokasi pertumbuhan tulang yang melibatkan kedua lempeng
pertumbuhan (epifisis) dan trabekular yang baru terbentuk dan tulang kortikal.1,2,4
2.2. EPIDEMIOLOGI
Rikets merupakan penyakit yang dahulu sering terjadi, namun sekarang sangat
jarang dijumpai di negara maju. Penyakit ini kadang-kadang djumpai pada bayi
dengan berat badan rendah sesuai masa kehamilan. Di negara berkembang, rikets
masih merupakan penyakit yang umum dijumpai. Di negara maju, rikets merupakan
kelainan tulang metabolik yang paling sering dijumpai. Kelainan ini merupakan
kelainan yang diturunkan dengan pola pewarisan x-linked dominant pada dua pertiga
kasus, dan lebih banyak diderita anak perempuan daripada anak laki-laki. 5
Sebuah data menyebutkan bahwa rikets di Turki dan di Afrika banyak
disebabkan oleh defisiensi kalsium, sedangkan pada anak ras Afrika-Amerika
terjadinya rikets dapat disebabkan paparan sinar matahari yang inadekuat. 6
Pada survey berbasis komunitas dan rumah sakit yang dilakukan pada anak di
afrika, prevalensi rikets meningkat menjadi 10%, UNICEF memperkirakan kasus
rikets ditemukan tinggi pada masyarakat di cina (26,7 %), karena kebiasaan
berpakaian berlapis-lapis sehingga kulit kurang terpapar sinar matahari. Data yang
dikumpulkan dari berbagai penelitian di Turki mengungkapkan bahwa tingkat
kekurangan vitamin D, khususnya pada wanita subur usia subur di negara Turki
adalah 80%. Kondisi ini meningkatkan terjadinya defisiensi vitamin D / insufisiensi
selama awal masa bayi. Insiden rikets yang terkait dengan defisiensi vitamin D pada
2
bayi berusia 0-3 tahun adalah 6% pada studi yang dilakukan di wilayah Anatolia
Timur Turki. 2,7
Rikets aktif bermanifestasi hanya pada tulang yang mengalami pertumbuhan
sehingga kelainan ini tampak pada periode pertama pertumbuhan yang berlangsung
cepat, yaitu usia antara 6 bulan dan 3 tahun, namun terutama dibawah 18 bulan. Tipe
rikets yang ringan dapat tidak bermanifestasi sampai usia prepubertas. rikets
dilaporkan semakin banyak terjadi pada bayi prematur dengan berat badan lahir
sangat rendah. 8,9
2.3. ETIOLOGI
Rikets dapat terjadi secara kongenital ataupun didapat. Berbagai faktor yang
turut berperan dalam terjadinya rikets yaitu metabolisme vitamin D yang meliputi
asupan, hidroksilasi pada hepar dan ginjal, dan resistansi organ terhadap kerja
hormon. Penyebab yang biasa dijumpai antara lain yaitu: malnutrisi, paparan sinar
matahari yang kurang, status malabsorpsi yang melibatkan pankreas, usus halus dan
hepar, serta hidroksilasi yang abnormal 10
Penyebab terjadinya rikets pada anak yang berusia kurang dari 6 bulan yaitu
antara lain karena hipofosfatemia, dimana hipofosfatemia atau hipokalsemia ini
merupakan penyebab rikets pada osteopetrosis yang berat. rikets juga banyak terjadi
pada bayi prematur, dimana gambaran radiologis rikets ditemui pada sekitar 55% bayi
dengan berat lahir kurang dari 1000 gram. rikets juga banyak terjadi pada
hiperparatiroidisme primer dan faktor-faktor prenatal lain yaitu hiperparatiroidisme
maternal, defisiensi vitamin D maternal, dan insufiensi renal maternal. Pada anak
yang berusia lebih dari 6 bulan, rikets lebih banyak disebabkan karena defisiensi
nutrisi (nutritional rickets), kelainan pada hepar yang meliputi penyakit hepar kronis
dan terapi antikonvulsan, malabsorbsi, insufisiensi tubular ginjal serta penyakit ginjal
kronis. 6
2.4. FAKTOR RESIKO
Beberapa faktor resiko untuk mengalami rikets adalah :
1. Kurang terkena paparan sinar matahari
2. Usia 6 sampai 24 Bulan
3. Anak yang diberikan ASI – ASI mengandung vitamin D yang rendah
4. Bayi yang kurang meminum susu formula yang mengandung vitamin D
5. Anak- Anak yang kurang meminum susu formula yang mengandung vitamin
3
D 1
2.5. KLASIFIKASITabel 2.1 Klasifikasi Rikets Berdasarkan Pediatric Endocrinology 2
Kalsiopenia Fosfopenia
NutrisiDefisiensi vitamin DDefisiensi kalsium
Defisiensi fosfat
Genetik
a. Defisiensi 1-alfa hidroksilase(rikets dependent- Vitamin D tipe 1)
b. Resistan terhadap 1,25(OH)2D(rikets dependent-Vitamin D tipe 2)
a. Rikets hipofosfatemia(autosomal dominan dan X-linked)b. Hipofosfatemia rikets dengan
hiperkalsiuriac. X-linked hipercalciuria nefrolitiasis ( X-
linked resesif hipofosfatemia rikets, penyakit Dent’s)
Lain-Lain
a. Malabsorpi Vitamin D Kista fibrosis Inflamatory Bowel Disease
(IBD) Penyakit celiac Short Bowel Syndrome
b. Gangguan hidroksilasi Vitamin D Penyakit empedu yang berat Penyakit ginjal yang berat
c.Peningkatan katabolisme Vitamin D Terapi antikonvulsan
a. Gangguan penyerapan fosfat Penyakit usus berat Gel pengikat fosfate (antacid yang
mengandung alminium)b. Kehilangan fosfat melalui tubulopati
ginjal Paparan tinggi toksin
c. Fanconi syndromed. Rikets yang diinduksi tumor
2.6. PROSES MINERALISASI TULANG
Sel tulang terdiri dari tiga jenis yaitu osteoblas, osteosit, dan osteoklas.
Osteoblas bertanggung jawab atas pembentukan tulang, mineralisasi, dan ekspresi
reseptor hormone paratiroid. Osteoblas membangun tulang dengan membentuk
kolagen tipe I dan proteoglikan sebagai matriks tulang atau jaringan osteoid melalui
suatu proses yang disebut osifikasi. Ketika sedang aktif menghasilkan jaringan
osteoid, osteoblas mensekresikan sejumlah besar fosfatase alkali, yang memegang
peranan penting dalam mengendapkan kalsium dan fosfat ke dalam matriks tulang.
Sebagian dari fosfatase alkali akan memasuki aliran darah. 11,12
Osteoklas adalah sel tulang yang berasal dari prekursor hematopoietik
monositmakrofag yang merupakan fusi dari beberapa sel mononuklear dengan tepi
tidak rata dan mempunyai enzim lisosom dalam sitoplasma. Osteoklas merupakan sel-
sel besar berinti banyak yang memungkinkan mineral dan matriks tulang dapat
diabsorpsi. Tidak seperti osteoblas dan osteosit, osteoklas mengikis tulang. Osteosit
4
sendiri adalah merupakan sel tulang terbanyak, berbentuk pipih kecil dan terdapat
dalam matriks tulang. Antara osteosit satu dengan yang lain saling berhubungan
melalui jaringan kanalikuli. Osteosit akan mengalami apoptosis atau fagositosis
selama resorpsi osteoklas. Osteosit juga merupakan reseptor mekanik yang mengubah
stimulasi mekanik menjadi sinyal yang menginduksi remodeling tulang agar searah
stimulasi.11,12
Kepadatan tulang ditentukan oleh keseimbangan dinamik antara proses
pembentukan dan resorpsi tulang. Bila pertumbuhan linear dan volume masa tulang
maksimal telah tercapai, proses remodelling bertujuan untuk mempertahankan masa
tulang. Remodelling tulang dipengaruhi oleh estrogen, androgen, vitamin D, hormon
paratiroid, nutrisi, konsumsi kalsium, dan aktivitas fisik 11,12
Siklus Remodeling Tulang
Siklus remodeling tulang dimulai dengan perekrutan sel-sel prekursor osteoklas.
Sel- sel ini berdiferensiasi menjadi osteoklas ketika mereka menerima sinyal dari
osteoblas. Osteoklas yang matur kemudian mensintesis enzim proteolitik yang
mencerna matriks kolagen. Resopsi tulang ini adalah tahap pertama dari siklus
renovasi. Fase yang panjang ini diatur oleh apoptosis osteoklas. Fase selanjutnya dari
siklus remodeling preosteoblas ditarik dari stem sel mesenkimal dalam sumsum
tulang. Osteoblas matur mensintesis matriks tulang, terutama kolagen tipe I dan
mengatur mineralisasi tulang yang baru terbentuk. Beberapa osteoblas matur mungkin
terjebak dalam mineralisasi tulang dan menjadi osteosit.13
5
Gambar 2.1. Remodeling tulang 11
Metabolisme tulang
Terdapat beberapa faktor penting yang berperan dalam metabolisme tulang
yaitu terutama kalsium, fosfat, hormon paratiroid, dan vitamin D. Fungsi utama
sumbu vitamin D-hormon paratiroid-endokrin adalah mempertahankan kadar kalsium
dan fosfat ekstraseluler pada kadar yang tepat untuk memungkinkan mineralisasi 14
1. Metabolisme kalsium
Kalsium terdapat dalam plasma dalam 3 bentuk yaitu ; sebagai ion,terikat
dengan proten dan sebagai komplek difusi. Kalsium serum akan meningkat
oleh hormon paratiroid dan vitamin D serta akan berkurang karena
hiperkalsemia akut dan kalsitonin. Sistem organ yang berperan dalam
metabolisme kalsium ini yaitu traktus gastrointestinalis, ginjal, dan tulang.
Traktus gastrointestinalis berperan dalam metabolisme kalsium karena
kalsium diabsorpsi secara primer pada usus halus bagian proksimal yang
6
dipengaruhi oleh vitamin D dan hormon paratiroid. Ginjal akan mengontrol
ekskresi kalsium dengan filtrasi glomerulus dan reabsorpsi tubulus. Hormon
paratiroid dan vitamin D mengendalikan proses yang terakhir. Bentukan
paling aktif vitamin D yaitu 1,25 (OH)2 cholecalciferol atau
dihydroxycholecalciferol terjadi melalui hidroksilasi di ginjal.3 Tulang
berperan dalam metabolisme kalsium karena hormon paratiroid dan vitamin D
menyebabkan resorpsi kalsium dari matriks yang mengalami mineralisasi.
Kalsitonin dihasilkan oleh sel parafolikular glandula tiroid dengan kerja yang
berlawanan dengan kerja hormon paratiroid, sehingga akan mengurangi
resorpsi kalsium dari tulang. Kalsitonin disekresikan sebagai respon terhadap
meningkatnya kalsium serum namun tidak berperan penting pada homeostasis
kalsium normal.13
Gambar 2.2. Hubungan Hormon Paratiroid dengan vitamin D dan kalsium2
2. Metabolisme fosfat
Fosfat difiltrasi melalui glomerulus dan direabsorpsi dalam jumlah besar
pada tubulus proksimalis. Hipofostatemia akan meningkatkan reabsorpsi fosfat
pada tubulus sedangkan hiperfosfatemia akan menurunkan reabsorpsi fosfat
pada tubulus. Hormon paratiroid menghambat reabsorpsi fosfat pada tubulus.14
3. Hormon paratiroid
7
Peningkatan kadar hormon paratiroid mempunyai efek langsung dan
segera pada mineral tulang, menyebabkan kalsium dan fosfat diabsorpsi dan
bergerak memasuki serum. Disamping itu, peningkatan kadar hormon
paratiroid secara perlahan-lahan menyebabkan peningkatan jumlah dan
aktivitas osteoklas, sehingga terjadi demineralisasi.11
Hormon paratiroid bekerja pada berbagai tingkatan. Hormon ini berefek
pada traktus intestinalis, tulang, dan ginjal dalam memelihara kadar kalsium
serum dengan: menstimulasi absorpsi kalsium intestinal, meningkatkan
reabsorpsi kalsium dari tulang, serta menghambat reabsorpsi sodium, kalsium,
fosfat, dan ion bikarbonat pada nefron tubulus proksimalis ginjal serta
menstimulasi reabsoprsi kalsium pada tubulus distalis. Hormon paratiroid juga
menstimulasi sintesis renal 1,25-dihydroxycholecalciferol dari 25
hydroxycholecalciferol yang dibentuk di hepar. Hormon paratiroid juga
memelihara kadar magnesium serum. 13
4. Metabolisme vitamin D
Vitamin D mempengaruhi deposisi dan absorpsi tulang. Vitamin D dalam
jumlah yang besar dapat menyebabkan absorpsi tulang seperti yang terlihat
pada kadar hormon paratiroid yang tinggi. Bila tidak ada vitamin D, hormon
paratiroid tidak akan menyebabkan absorpsi tulang. Vitamin D dalam jumlah
yang sedikit membantu kalsifikasi tulang, antara lain dengan meningkatkan
absorpsi kalsium dan fosfat oleh usus halus. 13
8
Gambar 2.3 Metabolisme Vitamin D 2
Vitamin D mempunyai 2 bentuk yaitu vitamin D2 atau ergocalciferol dan
vitamin D3 atau cholecalciferol. Vitamin D2 diperoleh dari diet (tanaman)
sedangkan vitamin D3 dihasilkan di kulit sebagai respon terhadap paparan
sinar ultraviolet ke kulit atau juga diperoleh dari diet (misalnya ikan laut
dalam, kuning telur, hati). Kedua bentuk vitamin D tersebut mengalami
modifikasi di hepar menjadi 25-hydroxycholecalciferol dan di ginjal
mengalami hidroksilasi menjadi bentuk yang paling aktif yaitu 1,25 (OH)2
cholecalciferol atau dihydroxycholecalciferol. 15
Dihydroxycholecalciferol merupakan suatu hormon, sehingga vitamin D
lebih bersifat sebagai prohormon. Bentukan vitamin D aktif akan menaikkan
kadar kalsium dan fosfat plasma melalui beberapa aksi, yaitu: memacu
absorbsi kalsium oleh usus halus, memacu absorbsi fosfat oleh usus halus,
meningkatkan resorbsi tulang yang diinduksi oleh hormon paratiroid,
kemungkinan mempunyai efek langsung dalam mineralisasi tulang, memacu
reabsorbsi kalsium oleh ginjal dan memacu reabsorbsi fosfat oleh ginjal.1,13
9
Gambar 2.4. Aktivasi vitamin D2
2.6. PATOFISIOLOGI
Pertumbuhan tulang yang normal dan mineralisasi tergantung pada tersedianya
kalsium dan fosfat yang memadai. Tidak sempurnanya mineralisasi pada lempeng
pertumbuhan dapat menyebabkan rikets. Rikets terjadi selama lempeng pertumbuhan
masih terbuka pada masa anak-anak. Gangguan mineralisasi dapat diklasifikasikan
menjadi hipocalsipenic rikets akibat defisiensi kalsium dan phospophenic rikets akibat
defisiensi fosfat. Vitamin D merupakan prohormon yang penting untuk absorbsi
normal kalsium pada saluran cerna dan defisiensi vitamin D biasanya merupakan
penyebab rikets paling umum terjadi 1,21
Fungsi utama vitamin D yang larut lemak adalah mempertahankan kadar
kalsium dan fosfor plasma dalam batas normal. Dalam kapasitas ini vitamin D
diperlukan untuk mencegah penyakit tulang (rikets pada anak yang sedang tumbuh
yang epifisisnya belum menutup) dan mencegah hipokalsemik. Sumber utama vitamin
D bagi manusia adalah sintesis endogen di kulit melalui konversi fotokimiawi
prekursor 7-dehidrokolesrterol, dengan energi matahari atau sinar ultraviolet (UV)
artifisial . Sekitar 90 % dari kebutuhan vitamin D dipenuhi oleh sumber endogen
10
bergantung pada tingkat pigmentasi kulit yang menyerap sinar UV dan jumlah
pajanan ke matahari. Hanya sebagian kecil yang harus di ambil dari makanan. Dalam
tumbuhan vitamin D terdapat dalam bentuk prekursor ergosterol yang diubah menjadi
vitamin D di tubuh.16,21
D 1,25-dihydroxycholecalciferol (D 1,25(OH)2 ) merupakan bentuk vitamin D
yang aktif secara biologis di anggap sebagai hormon steroid. Seperti hormon steroid
lainnya zat ini bekerja dengan berikatan pada suatu reseptor nukleus berafinitas kuat,
yang kemudian berikatan dengan sekuensi regulator DNA. Keadaan tersebut memicu
transkripsi mRNA yang mengkode protein tertentu. Protein tersebut yang
menjalankan fungsi vitamin D. Reseptor D 1,25(OH)2 D ini sekarang diketahui
terdapat pada sebagian besar sel yang berinti di tubuh. Yang banyak dipahami adalah
fungsi mempertahankan kadar kalsium dan fosfor normal dalam plasma yang
melibatkan kerja usus, tulang, dan ginjal. Bentuk aktif vitamin D berfungsi dalam :
a. Merangsang penyerapan kalsium dan fosfor di usus.
b. Bekerja sama dengan PTH dalam mobilisasi kalsium di tulang
c. Merangsang reabsorbsi kalsium di tubulus ginjal.
Bagaimana 1,25(OH)2- D merangsang penyerapan kalsium dan fosfor dalam
usus masih belum diketahui dengan pasti. Bukti mengarah bahwa zat ini berikatan
dengan epitel mukosa mengaktifkan sintesis protein pengangkut kalsium. Efek
vitamin D terhadap tulang bergantung pada kadar kalsium dalam plasma. Pada
hipokalsemia 1,25(OH)2-D bekerja sama dengan PTH dalam penyerapan kalsium dan
fosfor dari tulang untuk mempertahankan kadar kalsium dalam darah. Di sisi lain
vitamin D diperlukan untuk mineralisasi normal epifisis tulang rawan dan matriks
osteoid. Vitamin D mengaktifkan osteoblas untuk mensintesis protein pengikat
kalsium, osteokalsin, yang berperan dalam pengendapan kalsium ke dalam matriks
osteoid sehingga berperan dalam mineralisasi tulang. 16
Rikets pada anak akibat akibat defisiensi vitamin D dapat terjadi karena
defisiensi dalam makanan tetapi yang lebih penting adalah terbatasnya pajanan ke
matahari. Apapun dasarnya defisiensi vitamin D cendrung menyebabkan
hipokalsemia. Apabila terjadi hipokalsemia maka produksi PTH akan meningkat yang
menyebabkan :
a. Mengaktifkan α1 hidroksilase ginjal sehingga penyerapan kalsium dan vitamin
D aktif meningkat.
b. Memobilisasi kalsium dari tulang
11
c. Menurunkan eksresi kalsium oleh ginjal.
d. Meningkatkan eksresi fosfat oleh ginjal, Oleh karena itumeskipun kadar
kalsium serum dipulihkan mendekati normal, tetapi hipofosfatemia menetap
sehingga mineralisasi tulang terganggu.
Terbentuknya tulang datar ditubuh melibatkan osifikasi intramembranosa,
sedangkan pembentukan tulang panjang mencerminkan osifikasi endokondral. Pada
pembentukan tulang intramembranosa sel mesenkim berdiferensiasi menjadi
osteoblas yang membentuk matriks osteoid kolagenosa tempat pengendapan kalsium.
Sedangkan pada osifikasi endocondral, tulang rawan yang tumbuh di lempeng epifisis
sementara waktu mengalami mineralisasi kemudian secara progresif diserap dan
diganti oleh matriks osteoid yang mengalami mineralisasi untuk membentuk tulang. 16
Kelainan klasik pada rikets adalah kelebihan matriks yang tidak mengalami
mineralisasi. Namun perubahan tulang yang terjadi pada anak rikets yang sedang
tumbuh dipersulit oleh kalsifikasi sementara tulang rawan epifisis sehingga
pertumbuhan tulang rawan endochondral terganggu. Pada rikets terjadi rangkaian
berikut :
a. Pertumbuhan berlebihan pada tulang rawan epifisis akibat kalsifikasi
sementara yang tidak memadai dan kegagalan sel tulang rawan menjadi
matang dan mengalami disintegrasi.
b. Menetapnya masa ireguler tulang rawan yang banyak diantaranya menonjol
dalam rongga di sumsum tulang. Pengendapan matriks osteoid pada sisa
tulang rawan yang mineralisasinya kurang memadai.
c. Gangguan pergantian tulang rawan oleh matriks osteoid disertai pembesaran
dan ekspansi lateral dan taut endocondral. Pertumbuhan berlebihan abnormal
kapiler dan fibroblas akibat mikrofraktur dan stress pada tulang yang lemah
dan kurang mendapat mineralisasi.
Perubahan nyata pada tulang bergantung pada keparahan proses rachitis,
durasinya, dan secara khusus stres yang dialami setiap tulang. Pada masa bayi kepala
dan dada menahan stres yang paling besar. Tulang oksipital yang melunak dapat
menjadi gepeng dan tulang parietalis dapat melengkung ke dalam oleh tekanan,
apabila tekanan hilang maka recoil elastik akan mengembalikan tulang pada posisinya
semula (kraniotabes). Deformitas dada terjadi akibat pertumbuhan berlebihan tulang
rawan atau jaringan osteoid sehingga terbentuk rosario rakitis. Daerah metafisis yang
melemah pada iga mengalami tarikan pada otot pernafasan sehingga menonjol keluar,
12
meyebabkan deformitas dada burung. Tarikan ke dalam di batas diafragma menyebab
terbentuk alur harrison. Apabila anak yang dapat berjalan mengalami rikets
deformitas mungkin mengenai tulang belakang, panggul, dan tulang panjang (misal
tibia). Yang paling jelas adalah terbentuknya lordosis lumbalis dan melengkungnya
tungkai.16
Jenis rikets lainnya adalah X-linked hypophosphatemic rikets (XHR) yang
menjadi penyebab tersering rikets di negara maju. X-linked hypophosphatemic rickets
(XHR) Merupakan bentuk rikets non nutrisi yang paling sering di temukan.
Pewarisannya biasanya secara autosomal dominan terkait –X, bentuk autosomal
resesif dan sporadik juga telah dilaporkan. Beberapa ibu dengan anak yang terkena
menunjukkan bukti klinis seperti pembengkokan atau perawakan pendek. Anak dan
dewasa dengan X-linked hypophosphatemic rikets (XHR) memiliki perawakan pendek
dengan devormitas pada tungkai bawah (genu varum atau genu valgum) yang
berkembang ketika anak mulai berjalan, pelebaran metafisis, rackhitis roshary,
peningkatan frekwensi abses gigi akibat abnormalitas dari dentin, tulang, dan
kekakuan sendi. Sebagian pasien dengan X-linked hypophosphatemic rikets (XHR)
mengalami mutasi pada gen PHEX (fosfat mengatur gen endopeptidase pada
kromosom X), yang mengkodekan endopeptidase yang bekerja pada prekursor
preprophosphotonin, menerjemahkannya ke dalam produk aktif
(phosphotonin) ,meningkatkan reabsorpsi fosfat tubulus ginjal.16
2.7. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis dari rikets merupakan hasil dari etiologi yang mendasarinya
pada sistem organ. Usia anak dan tulang juga menentukan manifestasi klinis. Klinis
pada pasien dapat berupa berkurangnya tingkat pertumbuhan, deformitas tulang, dan
terlambatnya berdiri atau berjalan pada anak. Pada anak muda hampir tidak terlihat
bahwa ia menderita rikets sampai mereka memulai untuk berjalan dan beban tubuh
yang disangga tungkai menimbulkan bungkuk pada tubuh. Pada kasus hipokalsemia
yang terjadi dapat menimbulkan klinis berupa kelemahan otot, letargi, iritability, dan
kejang. 17
Temuan yang paling sering pada rikets yakni akibat dari pembengkakan di
sekitar lempeng pertumbuhan terutama pada pergelangan tangan dan pergelangan
kaki dimana merupakan tempat dengan kecepatan pertumbuhan terbesar.
Pertumbuhan linear pun menjadi berkurang. Deformitas tulang terjadi akibat tekanan
13
mekanik pada tulang dengan kegagalan mineralisasi. Genu varum (kaki bengkok ke
dalam), torsi pada tibia dan femur sering terjadi pada anak muda yang menyebabkan
timbulnya waddling gait. Anak dengan rikets berat coxa fara dari leher femur dapat
timbul dan menyebabkan deformitas dari pelvis yang muncul pada usia dewasa. 17.
Deformitas pada dada meliputi rachitis rosary yang timbul akibat pembesaran
pada taut costochondral pada iga, yang bermanifestasi sebagai manik-manik seperti
tasbih sepanjang anterolateral iga. Sternum dan kartilago yang berdekatan tampak
menonjol ke depan menyebabkan ddeformitas dada burung. Adanya sulkus Harrison
menunjukkan bahwa adanya penekanan pada iga bawah. Skoliosis, kifosis, dan
lordosis dapat terjadi sebagai dampak dari kelemahan otot, khususnya pada remaja
dengan rikets. Pada anak yang muda penutupan fontanel dapat terlambat . Craniotabe
muncul ketika adanya perlunakan dari tengkorak pada regio oksipital di samping
telinga. Dapat pula terjadi perlambatan erupsi gigi permanen.17,18,22
Tabel 2.3. Manifetasi klinis rikets berdasarkan sistem organ 1
14
Organ Kelainan
Umum Gagal Tumbuh
Malaise
Kelemahan otot (terutama proksimal)
Kepala Kraniotabes
Frontal Bossing
Delayed fontanelle closure
Delayed dentition, caries
Craniosynostosis
Thoraks Rachitic Rosary
Harrison Groove
Infeksi Pernapasan dan Atelektasis
Punggung Skoliosis
Kifosis
Lordosis
Ekstremitas Pembesaran Pergelangan Tangan dan
Kaki
Cacat Vagus atau Varus
Windswept Deformity ( Kombinasi
Vagus dari satu kaki dan varus dari
kaki yang lain )
Pembungkukan Anterior Tibia dan
Femur
Coxae Vara
Nyeri Kaki
15
Gambar 2.5 Rachitic Rosary 1
Gambar 2.6 Kecacatan berupa kelengkungan tubuh dan adanya Harrison
Groove1
Manifestasi tambahan meliputi kelemahan otot, bermanifestasi sebagai
hipotonia dan tertundanya perkembangan gerak anak pada anak muda. Hal ini akibat
dampak vitamin D pada otot dimana adanya reseptor 1,25 (OH)2 D. Perubahan pada
16
elektrocardiografi dan disfungsi ventrikel kiri secara langsung berhubungan dengan
hipokalsemia. Anak dengan rikets akibat defisiensi Vitamin D dapat menimbulkan
manifestasi yang berhubungan dengan vitamin D dalam hal sistem imun. Dapat
berupa peningkatan infeksi sistem pernafasan dan infeksi sistem gastrointestinal.2
2.8. DIAGNOSIS
Diagnosis dari rikets ditegakkan berdasarkan:
2.8.1. Anamnesis
Kualitas dan kuantitas gizi untuk mempertimbangkan adanya kekurangan
kalsium, vitamin D, dan fosfor
Paparan logam berat atau zat beracun dapat menyebabkan fosfatharus
dikeluarkan
Riwayat patah tulang atau penyakit tulang
Riwayat kelainan bawaan yang terkait dengan ginjal seperti sindrom
Fanconi harus dicari. Sebuah riwayat penyakit ginjal (proteinuria,
hematuria, infeksi saluran kemih) adalah pertimbangan yang signifikan
tambahan, mengingat pentingnya gagal ginjal kronis sebagai penyebab
rikets. Poliuria bisa terjadi pada anak-anak dengan gagal ginjal kronis atau
sindrom Fanconi.
Anak-anak dengan rikets mungkin memiliki riwayat karies gigi,
pertumbuhan yang buruk, tertunda berjalan, pneumonia, dan gejala
hipokalsemia.
Riwayat keluarga sangat penting, mengingat jumlah besar penyebab
genetik dari rikets, meskipun sebagian besar jarang terjadi. Seiring dengan
penyakit tulang, penting untuk menanyakan tentang cacat kaki, kesulitan
dengan berjalan kaki, atau perawakan pendek yang tidak dapat dijelaskan
karena beberapa orang tua mungkin tidak menyadari hal tersebut. Seorang
ibu yang tidak terdiagnosis tidak biasa di X-linked hypophosphatemia.
Riwayat kematian saudara dijelaskan pada masa bayi dapat hadir pada
anak dengan cystinosis, penyebab paling umum dari sindrom Fanconi pada
anak-anak.1,17,18
2.8.2. Pemeriksaan fisik
17
Temuan fisik yang unik dapat menyertai rikets pada gangguan spesifik
tertentu, seperti kelainan tulang yang dijumpai adalah kraniotabes (tengkorak
yang lembek), penutupan sutura yang lambat dan konsistensi tulang kepala
seperti perkamen, Kifosis, Pigeon Chest, Pada tulang iga tampak bentuk
seperti tasbih pada hubungan osteokondral, perut yang membuncit,
pembengkokan tulang radius, ulna, femur, dan tibia. 19
Gambar 2.7. Temuan fisik pasien rikets 19
18
2.8.3. Pemeriksaan Laboraturium
Pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan peningkatan kadar fosfat dan
alkali fosfatase plasma, penurunan kadar kalsium plasma, serta penurunan ekskresi
kalsium dan fosfat pada urin dan juga dapat dijumpai peningkatan kadar hormon
tiroid dan Gas darah arteri dapat mengungkapkan asidosis metabolik 1
Tabel 2 2. Perubahan hasil laboraturium pada rikets terkait berbagai penyebab 1
Kelainan Ca Pi PTH 25-OHD
1,25-(OH)2D
ALK PHOS
Kalsium Urine
URINE Pi
Defisiensi Vitamin D
N, ↓
↓ ↑ ↓ ↓, N, ↑ ↑ ↓ ↑
VDDR, tipe 1 N, ↓
↓ ↑ N ↓ ↑ ↓ ↑
VDDR, tipe 2 N, ↓
↓ ↑ N ↑↑ ↑ ↓ ↑
Gagal Ginjal Kronik
N, ↓
↑ ↑ N ↓ ↑ N, ↓ ↓
Defisiensi Fosfor Anorganik
N ↓ N, ↓ N ↑ ↑ ↑ ↓
XLH N ↓ N N RD ↑ ↓ ↑ADHR N ↓ N N RD ↑ ↓ ↑HHRH N ↓ N, ↓ N RD ↑ ↑ ↑Rikets yang diinduksi tumor
N ↓ N N RD ↑ ↓ ↑
Sindrom Fanconi
N ↓ N N RD or ↑ ↑ ↓ or ↑ ↑
Defisiensi Kalsium
N, ↓
↓ ↑ N ↑ ↑ ↓ ↑
Keterangan : Ca ; Kalsium , Pi : Fosfor Anorganik , ALK PHOS : Alkali Fosfatase , Urine Pi : Fosfor Anorganik dalam urin , VDDR: Vitamin D Dependent Rickets, XLH : X-Linked Hypophosphatemic , ADHR : Autosomal Dominant Hypophosphatemic Rickets , HHRH : Hereditary Hypophosphatemic Rickets with Hypocalciuria, RD : Relatively Decreased
2.8.4. Pemeriksaan Radiologi
Gambaran yang spesifik pada foto rontgen adalah adanya gambaran
radiolusen yang luas pada lempeng epifisis tulang panjang yang sedang bertumbuh
(karena tidak terjadi kalsifikasi pada tulang rawan pra-ossesus) serta gambaran
trabekulla yang kasar dan menyeluruh dan juga terlihat rarefaksi tulang yang bersifat
umum. 1
19
Gambar 2.8 . Rontgen Pergelangan tangan pada anak normal (A) dan seorang anak dengan rikets (B). Anak dengan rikets memiliki metaphyseal berjumbai dan cupping dari radius distal dan ulna4
Pada bayi, yang pergelangan tangan dan pergelangan kaki yang paling
mungkin untuk menunjukkan kelainan, bersama dengan persimpangan costochondral.
Dalam tulang metabolik penyakit rikets prematur sering terdeteksi pada rontgen dada,
tidak hanya dari persimpangan costochondral tetapi juga karena kelainan humerus
proksimal dan medial epifisis klavikularis. Pada anak yang lebih utama Perubahan
epifisis lebih sering terlihat di lutut dan pinggul. ketika rikets diperlakukan epifisis
melebar kapur, sering kepadatan lebih tinggi dari yang terlihat di rontgen dari anak
anak yang sehat. 1
20
Gambar 2.10 Pelebaran epifisis menunjukkan rikets, dan pembengkokan poros femoralis lebih rendah menunjukkan menyertainya osteomalacia di anak 5 tahun dengan sindrom Fanconi sebagai akibat dari cystinosis19
Gambar 2.11 Cupping epifisis di pergelangan tangan pada anak muda dengan rikets gizi.1
Dalam perjalanan penyakit metafise menjadi flared, cupped, dan widenet
dengan, garis luar yang iregular, epifise menjadi tidak terlihat. bersama-sama dengan
distorsi metaphyseal dari osteomalacia dengan malalignment dari tulang panjang yang
dihasilkan dari kedua epifisis dan metafisis perubahan. perubahan ini terlihat berbeda
dengan usia pasien dan dari penyebab rikets.1
21
Gambar 2.12 Evolusi rikets prematur: (A) pada saat lahir, tidak ada tanda-tanda rikets, (B) tanda-tanda tegas dari rikets pada empat bulan usia, (C) pemulihan setelah satu bulan pengobatan vitamin D 10
Gambar 2.13 Radiografi anteroposterior pergelangan tangan pada anak dengan gagal ginjal tampak cupping dari metafisis dan ketidakteraturan margin epiphyseal kompatibel dengan rikets ginjal (panah)20
22
Gambar 2.14 Radiografi dari anak dua tahun menderita rikets, dengan genu varus ditandai (membungkuk dari femur) dan penurunan opacity tulang, menunjukkan mineralisasi tulang yang buruk20
Gambar 2.15 Rikets yang berat. a) Pada sepuluh bulan usia perhatikan pemisahan ditandai antara femur distal dan tibia proksimal dengan ketidakteraturan ditandai dan ketidakjelasan dari metafisis. Secara keseluruhan mineralisasi sangat buruk. b) Enam bulan kemudian setelah terapi epifisis telah muncul dan sekarang ada beberapa sclerosis dari metafisis distal. Ruang antara metaphyses kaku dari femur dan tibia mengalami penurunan karena osifikasi mereka meningkat dengan penyembuhan. 20
23
2.9. PENGOBATAN
Tatalaksana rikets tergantung oleh penyebabnya. Penyebab paling sering yaitu
akibat defisiensi vitamin D
a. Defisiensi Vitamin D NutrisionalAnak dengan defisensi vitamin D nutrisional memerlukan asupan vitamin D,
kalsium, dan fosfor yang adekuat. Terdapat dua cara pemberian vitamin D. Pertama, Vitamin D diberikan 300.000-600.000 IU dalam 2-4 dosis sehari baik secara oral maupun intramuskular. Terapi tersebut sangat sesuai pada kondisi kepatuhan anak dalam mengkonsumsi obat masih diragukan. Terapi alternatif dapat diberikan dengan dosis 2000-5000 IU/hari selama 4-6 minggu. Cara lainnya adalah dengan pemberian vitamin D 400 IU/hari pada anak usia < 1 tahun dan 600 IU/hari pada anak > 1 tahun. Penting untuk diketahui bahwa asupan kalsium dan fosfor pada anak harus adekuat yang dapat diperoleh dari susu ataupun produk susu lainnya.1
Anak-anak dengan gejala hipokalsemia sangat memerlukan pemberian kalsium secara intravena yang sesegera mungkin, yang diikuti pemberian suplemen oral dengan penurunan dosis selama 2-6 minggu. Dosis kalsium yang diberikan adalah 20 mg/kg kalsium klorida atau 100 mg/kg kalsium glukonat. 1
Defisiensi vitamin D nutrisional dapat dicegah dengan pemberian secara adekuat multivitamin harian yang mengandung vitamin D 400 IU/hari pada bayi yang disusui dan 600 IU/hari pada anak yang lebih besar. 1
b. Defisiensi Vitamin D KongenitalPengobatan pada defisiensi vitamin D kongenital memerlukan asupan
vitamin D, kalsium, dan fosfor yang adekuat. Pemberian vitamin prenatal yang juga mengandung vitamin D dapat mencegah kelainan ini. 1
c. Defisiensi Vitamin D SekunderPengobatan pada defisiensi vitamin D karena malabsorbsi memerlukan
vitamin D dosis tinggi. Oleh karena absorbsi lebih baik, 25-D (25- 50 µg/ hari atau 5-7 µg/ hari) lebih dipilih daripada vitamin D3. Dosis disesuaikan dengan pemantauan level serum 25-D. Pasien juga dapat diberikan 1,25 D yang akan lebih baik diabsorbsi pada keadaan malabsorbsi lemak atau pemberian vitamin D secara parenteral. 1
Defisiensi vitamin D karena peningkatan degaradasi vitamin D memerlukan terapi yang sama dengan defisiensi vitamin D nutrisional, diikuti dengan pemberian vitamin D jangka panjang dengan dosis tinggi yaitu 1000 IU/hari. Pada beberapa pasien membutuhkan sampai 4000 IU/hari.1
d. Rikets Vitamin D dependen tipe 1Pada pasien Rikets vitamin D dependen tipe 1 respon terhadap pengobatan
jangka panjang 1,25 D (kalsitriol) dengan dosis inisial 0,25-2 µg/day dan dosis lebih rendah digunakan pada rikets yang sudah dinyatakan sembuh. Pada terapi inisial penting untuk memastikan bahwa asupan kalsium cukup. 1,2
e. Rikets Vitamin D dependen tipe 2
24
Beberapa pasien respon terhadap pemberian dosis sangat tinggi vitamin D2, 25-D atau 1,25-D terutama pada pasien tanpa alopesia. Respon tersebut karena dipengaruhi oleh reseptor fungsional vitamin D. Pada semua pasien dengan kelainan ini perlu diberikan percobaan pemberian vitamin D dosis tinggi dan kalsium selama 3-6 bulan. Dosis inisial 1,25-D adalah 2 µg/hari. Dosis kalsium adalah 1000-3000mg/hari. Pasien yang tidak respon dengan vitamin D dosis tinggi dapat diberikan kalsium secara intravena dengan kemungkinan transisi ke pemberian kalsium secara oral dengan dosis sangat tinggi. Pengobatan pasien yang tidak respon terhadap vitamin D sangat sulit. 1,2
f. Gagal Ginjal KronikTerapi memerlukan penggunaan bentuk vitamin D yang dapat bertindak tanpa
1-hidroksilasi oleh ginjal (kalsitriol), yang keduanya diizinkan untuk penyerapan kalsium dan menekan langsung kelenjar paratiroid. 1,2
g. Defisiensi KalsiumPengobatan difokuskan pada pemberian kalsium yang adekuat biasanya
sebagai suplemen dengan dosis 700 mg/hari untuk anak 1-3 tahun, 1000 mg/hari untuk anak 4-8 tahun, dan 1300 mg/hari untuk anak 9-18 tahun. 1,2
h. Defisiensi FosforPasien memberikan respon baik pada pemberian kombinasi antara fosfor
dengan 1,25-D. Kebutuhan harian fosfor sebagai suplemen 1-3 gram dibagi ke dalam 4-5 dosis. Kalsitriol diberikan 30-70 ng/kg/hari dibagi dalam 2 dosis. 1,2
2.10. PENCEGAHAN
Rikets dapat dicegah dengan paparan terhadap sinar ultraviolet atau dengan
pemberian vitamin D . Cahaya matahari sebagai agen profilaksis mungkin efektif di
daerah beriklim sedang hanya selama bulan musim panas dan daerah yang bebas
kabut. Kebutuhan harian vitamin D adalah 10πg atau 400IU. Bayi yang dilahirkan
prematur atau bayi yang diberi ASI eksklusif oleh ibu yang tidak terpapar sinar
matahari harus mendapatkan tambahan vitamin D. Vitamin D juga diberikan pada ibu
hamil dan ibu menyusui.1
2.11. PROGNOSIS
Pada banyak anak yang mengalami defisiensi vitamin D nutrisional memberikan
respon yang baik pada pengobatan, penyembuhan secara radiologi yang terjadi dalam
beberapa bulan. Hasil laboratorium juga normal secara cepat. Malformasi pada
banyak tulang meningkat secara dramatis tetapi pada anak dengan penyakit berat
25
dapat mengalami deformitas permanen dan perawakan pendek. Pasien dengan
deformitas jarang mendapatkan hasil yang memuaskan melalui terapi orthopedi,
meskipun hal tersebut umumnya tidak di lakukan sampai penyakit metabolik tulang
sudah sembuh, terdapat bukti yang jelas bahwa deformitas tidak akan sembuh sendiri
dan deformitas menyebabkan gangguan fungsi. Pada difesiensi fosfor respon terhadap
terapi biasanya baik meskipun pemberian dosis yang sering akan menimbulkan
masalah terhadap kepatuhan pasien. Anak perempuan lebih sedikit mengalami
penyakit yang berat di bandingkan laki-laki kemungkinan karena turunan kromoson x.
Perawakan pendek dapat bertahan meskipun rikets sudah sembuh. 1
BAB 3
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1. KESIMPULAN
Pada rikets deposit tulang yang baru terganggu pada proses modeling dan
remodeling akibat defisiensi vitamin D, kalsium, atau fosfat, sehingga gagalnya
26
mineralisasi pembentukan osteoid sebelum proses penyatuan epifisis. Terjadinya
riketsia disebabkan beberapa faktor seperti asupan kalsium dan vitamin D yang
rendah, kurangnya paparan sinar matahari, ibu dengan defisiensi vitamin D yang
menyusui. Diagnosa di tegakkan dari anamnesa, pemeriksaan fisik ditemui adanya
kelainan tulang yaitu kraniotabes (tengkorak yang lembek), penutupan sutura yang
lambat dan konsistensi tulang kepala seperti perkamen. Pada tulang iga tampak
bentuk seperti tasbih pada hubungan osteokondral, penonjolan tulang dada ke depan,
kelainan seperti varum (kaki O) atau genu valgum(kaki X), kelainan tungkai bawah
dan tulang belakang, penderita berjalan seperti bebek, dan tinggi badan berkurang.
Pemeriksaan penunjang dengan pemeriksaan radiologi adanya pelebaran lempeng
pertumbuhan. Pada rikets yang lebih parah dapat dijumpai pelebaran metafisis.
3.2 SARAN
1. Perlunya skrining dini pada anak yang memiliki faktor risiko untuk mengalami
rikets
2. Perlunya mengetahui diagnosis yang tepat agar dapat dilakukan penatalaksanaan
penyakit secara optimal.
3. Perlunya peningkatan status gizi, usaha peningkatan imunitas anak, pengetahuan
kepada masyarakat mengenai rikets dan factor risiko untuk mengurangi angka
kejadian rikets.
\
DAFTAR PUSTAKA
1. Kliegman, R.M., Stanton, J.W. et al. 2011. Nelson Textbook of Pediatrics ed:
19. Philadelphia; Elsevier
2. Radovick, S., Macgillivray, M. H., 2003. Rikets - Pediatric Endocrinolgy. A
27
practical Clinical Guide. Humana Press;New Jersey; 356-87
3. Zhang, Y., Yang, S., Liu, Y., Ren, L. 2013. Relationship between polymorphism
in Vitamin D metabolism-related genes and the Risk of Rikets in Han
Chinese Children. BMC Medical Genetic; 14;101
4. Batubara, J.R.L., Tridjaja, B, Pulungan, B.A., 2010. Gangguan Metabolisme
Tulang dan Kalsium. Buku Ajar Endrokrinologi Anak. Jakarta; 297-323
5. Hefti, F., Brunner,R., Hasler,CC., Jundt, G. 2000. Skeletal Dysplasias- Pediatric
orthopedics in practice. Springer;671-3
6. Donelly, L.F., Jones, B.V., O’Hara, S.M., Anton, C.G., Benton,C , Westra, S.J.
2005. Diagnostic imaging pediatrics. 1st ed;Amirsys Inc
7. Ozkan, B. 2010. Nutritional Rikets. Department of Pediatric Endrokinology,
Faculty of Medicine. 2(4); 137-43
8. Bonakdarpour, A.2010. Systematic approach to metabolic disease of bone-
Diagnostic imaging of musculoskeletal diseases: a systematic
approach:Springer;15-50.
9. Shore, R.M., Chesney, R.W. 2013 Riketsia: part II. Pediatric Radiology.43:152-
72.
10. Babyn, P. 2010. Metabolic bone disorders- Essentials of pediatric radiology.
Cambridge University Press;256- 66.
11. Carter, M.A., 1995.Anatomi dan fisiologi tulang dan sendi. In: Price SA, Wilson
LM, editor. Patofisiologi, konsep klinis proses-proses penyakit. Alih
bahasa, Anugerah P; editor, Wijaya C; EGC;1175-82.
12. Kini, U., Nandeesh, B.N. 2012. Physiology of bone formation, remodelling and
metabolism. In: Fogelman I et al, editor. Radionuclide and hybrid bone
imaging. Springer-Verlag Berlin Heidelberg;Pp`29-34.
13. Guyton and Hall. 2007. Fisiologi kedokteran edisi 11. Editor : Luqman Yanuar
Rachman. Jakarta : EGC
14. Ganong, w.f. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta:EGC
15. Theobald, H.E. 2005.Dietary Calsium and Health. British Foundation Nutrition.
P242
16. Kumar, V., Cotran, R.S. , Robbins, S.L.2007. Buku ajar patologi. 7 nd ed , Vol.
1. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
17. Rasjad, C.,2009. Pengantar ilmu bedah Ortopedi, Bintang Lamumpatue
28
18. Sjamsuhidayat, R, Wim de Jong, 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2, EGC:
Jakarta
19. Brook, C., Clayton, P., Brown, R. Clinical pediatric endocrinology 5 edition;
Blackwell publishing; 185
20. Allen, W. R. 2003. Part The Endocrine Systems in Colin D. Rudolph MD, PhD,
Abraham M. Rudolph MD Abraham M.; Hostetter, Margaret K.; Lister, George;
Siegel, Norman J. Rudolph's Pediatrics, 21st Edition; McGraw-Hill; 2160
21. Jian, Q.F, Erica, L. Clinkenbeard, Baozhi, Y., Kenneth E. W. ,Marc, K. 2013.
Osteocyte regulation of phosphate homeostasis and bone mineralization
underlies the pathophysiology of the heritable disorders of rikets and
osteomalacia; 213
22. Wagner, C.L. , Greer, F.R. 2008. American Academy of Pediatrics Section on
Breastfeeding, American Academy of Pediatrics Committee on Nutrition.
Prevention of Rikets and vitamin D deficiency in infants, children, and
adolescents. Pediatrics. 122:1142-1152.
29