dmnd
-
Upload
wawanpecel -
Category
Documents
-
view
69 -
download
15
description
Transcript of dmnd
Death CaseDM tipe I + SIRS + KAD +
nefropati diabetikum
Oleh :dr. Esther Felicita T
Pembimbing :dr. Rizki Habibie, Sp. PD
dr. CholiatunDr. Yuliawati
I.IDENTITAS PASIEN
• Nama :Tn. HP• No. Register : 184895• Umur :29 th• Jenis Kelamin : Laki-laki• Alamat :Wangkal• Status : Belum menikah• Tanggal MRS :26 Juli 2012 pk 17.30
II. ANAMNESA
• KELUHAN UTAMA : Badan terasa lemas
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
• badan terasa lemas sejak 1 hari yang lalu.• mual, tetapi tidak muntah.• Sebelum datang ke UGD RSUD Waluyojati,
pasien sudah ke dokter umum, diperiksa dengan stick GDA = 500.
• riwayat kencing manis sejak kecil dan menggunakan insulin secara rutin.
• batuk pilek, demam, nyeri telan, sesak napas, mencret disangkal.
• Buang air kecil tidak ada keluhan.
• RIWAYAT PENYAKIT DAHULU:DM (+) terapi insulin
• RIWAYAT PENYAKIT
KELUARGA: Ibu memiliki riwayat kencing manis saat paruh baya.
III.PEMERIKSAAN FISIK (26 Juli 2012)
• KEADAAN UMUM :Kesadaran : Compos mentis, GCS 456Derajat Sakit : lemah
• TANDA VITAL :Tekanan darah : 110/80 mmHg, berbaring, lengan kananTemperatur : 38,6 oCNadi : 96 x/menitNafas : 24 x/menitSuara bicara : normalGizi : kesan cukupKulit : tonus dan turgor normal, icterus (-),
pucat (-), sianosis (–)
STATUS GENERALIS
• Kepala dan Leher
– Umum
Ekspresi : normal– Mata
Pupil : bulat isokor, diameter 3mm/3mm, refleks cahaya +/+
Sklera : icterus (-/-)Konjungtiva : anemis (-/-)
– Telinga : dalam batas normal– Hidung : dalam batas normal– Mulut : dalam batas normal– Leher : dalam batas normal
• Thorax– Bentuk : normal– Axilla : pembesaran kelenjar
limfe (-)• Paru
PemeriksaanDepan
Kanan Kiri
Inspeksi :
Bentuk
Pergerakan
simetris
simetris
+
+
+
+
Auskultasi :
Suara nafas
Suara tambahan paru atau
pleura
Vesikuler
Rhonki
Wheezing
+
+
+
-
-
-
-
-
-
+
+
+
-
-
-
-
-
-
Jantung dan Sistem Kardiovaskuler
• Jantung :
Auskultasi
S1S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
Bising jantung: Tidak ada
Bising gesek perikard: Tidak ada
• AbdomenInspeksiBentuk : normalAuskultasiBising usus : normalPalpasiTurgor : normalTonus : normalNyeri : (-)Hepar/lien : tidak teraba
• Inguinal – Genitalia – Anus : dalam batas normal
• Ekstremitas
Ekstremitas Atas : edema (-/-) akral dingin basah pucatEkstremitas Bawah : edema (-/-) akral dingin basah pucat
PEMERIKSAAN PENUNJANG• Laboratorium 26-7-2012
Darah lengkap
WBC 17,4 x 10^3/uL
LYM% 7,8 %
MXD% 7,3%
NEUT% 84,9%
LYM# 1,4 x 10^3/uL
MXD# 1,3 x 10^3/uL
NEUT# 14,7 x 10^3/uL
RBC 5,95 x 10^6/uL
Hb 18,6 g/dL
Hct 55,5 %
MCV 93,3fL
MCH 31,3pg
Tinggi
Rendah
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Limits
4.4 – 11,3 x 10^3/uL
17,5 – 47,9%
1,9 – 24,6%
43,7 – 77,1%
0,8 – 2,7 x 10^3/uL
0,1 – 1,5 x 10^3/uL
1,2 – 5,3 x 10^3/uL
4,5 – 5,9 x 10^6/uL
11,0–18,0 g/dL
35,0–45,0%
80,0-96,0fL
27,5 -33,2pg
MCHC 33,5
g/dL
Plt 315 x
10^3/Ul
RDW 44,9
fL
PDW 14,5 fL
MPV 10,8 fL
P-LCR 32,2%
GDA 548
SGOT 19
SGPT 20
UREA 169 mg
%
BUN 77,74 mg
%
SK 5,1
Tinggi
Tinggi
Tinggi Tinggi
33,4 –35,5 g/dL
150 - 450 x
10^3/uL
33,4 – 49,2 fL
9,8 – 18,0 fL
8,1 – 12,4 fL
10,7 – 45,0%
60 – 110 mg%
<37
<42
10 – 50 mg%
10 – 20 mg%
0,6 – 1,1
DAFTAR MASALAH ASSESMENT PLANNING
1. badan terasa lemas
2. stick GDA = 500.
3. riwayat kencing
manis sejak kecil
4. mengeluh mual
5. T : 38,60C
6. WBC17,4 x 10^3/uL
NEUT% 84,9%
Hct 55,5 %
GDA 548
UREA 169 mg%
BUN 77,74 mg%
SK 5,1
RPD DM(+) terapi
insulin
Umur 29 th
Febris
Leukositosis
Peningkatan
neutrofil
GDA 548
Hemokonsentrasi
Peningkatan RFT
DM type I
SIRS
KAD
Nefropati
diabetikum
Planning diagnosa : GDA ulang 1 jam setelah
regulasi glukosa
Planning terapi :
- Inj Cefotaxim 3 x 1 gr iv
- Inj Pragesol 3 x 1
- Inj Mecobalamin 1 x 1
- Rehidrasi RL 2 liter/2jam 80 tpm 4 jam
30-50 tpm 18 jam
- Inj Actrapid 4 x 4iu iv
- Pasang DC
- Inj Ranitidin 2 x 1 amp iv
Planning Monitoring :
Vital sign, keluhan
Planning Edukasi :
1. Menjelaskan mengenai penyakit pasien
2. Menjelaskan mengenai rencana terapi.
3.Menjelaskan mengenai komplikasi
WAKTU TINDAKAN
18.00 RCI 4 iu + grojok 1 liter RL
19.00 RCI 4 iu
20.00 RCI 4 iu
21.00
RCI 4 iu
GCS 1-1-1 masker O2 6 lpm
Ronkhi +/+
Produksi urin 100 cc
22.00
Cek GDA ulang high
Nafas Kusmaull (+) drip Nabic 2 fl
dalam larutan RL
22.30 Apneu RJPO
23.00 Pupil midriasis +/+ ┼
TINJAUAN PUSTAKA
• Diabetes Mellitus• Nefropati diabetik• Ketoasidosis diabetikum
DIABETES MELLITUS
kelainan yang ditandai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak serta protein dan sering terjadi hiperglikemia dan glukosuria akibat kekurangan hormon insulin yang dibentuk pankreas.Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi dan kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, syaraf, jantung, dan pembuluh darah.
(Fitrania, 2008)
Klasifikasi Diabetes Mellitus(ADA 1997)
• Destruksi sel beta, menjurus ke defisiensi insulin absolut• proses imunologik dan idiopatik• Muncul tiba-tiba dengan gejala yang berat, ketosis, dan
sangat tergantung insulin untuk kelangsungan hidup penderitanya
Diabetes mellitus tipe 1
(DMT1)
• insulin bekerja kurang baik meskipun jumlahnya banyak, karena suatu hal ia tidak dapat memasukkan glukosa ke dalam sel
Diabetes mellitus tipe 2
(DMT2)
Diabetes mellitus
kehamilan
Diabetes mellitus tipe
lain (Fitrania, 2008)
Gejala dan Tanda-tanda
• Gejala akut– Banyak minum– Banyak kencing– Berat badan turun dengan cepat (bisa 5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu)– Mudah lelah– Bila tidak lekas diobati akan timbul rasa mual, bahkan penderita akan jatuh koma
(tidak sadarkan diri) dan disebut koma diabetik
• Gejala kronik
– tidak menunjukkan gejala akut (mendadak) tetapi baru menunjukkan gejala sesudah beberapa bulan atau beberapa tahun mengidap penyakit diabetes mellitus.
– Kesemutan– Kulit terasa panas atau seperti tertusuk-tusuk jarum– Rasa tebal di kulit sehingga kalau berjalan seperti di atas bantal atau kasur– Kram– Capai– Mudah mengantuk– Mata kabur, biasanya sering ganti kacamata– Gatal di sekitar kemaluan, terutama wanita– Gigi mudah goyah dan mudah lepas (Fitrania, 2008)
Diagnosis
• harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah.
• dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena.
• Untuk pemantauan hasil pengobatan : glukosa darah kapiler.
• Uji diagnostik DM dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala atau tanda DM
• sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala, yang mempunyai risiko DM, dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat dilanjutkan dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO) standar.
(Fitrania, 2008)
• Tabel kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)
Bukan DM Belum pasti DM DM
Kadar glukosa darah sewaktu (mg/dl)
Plasma vena darah kapiler
<110<90
110-19990-199
≥200≥200
Kadar glukosa darah puasa (mg/dl)
Plasma vena darah kapiler
<110<90
110-12590-109
≥126≥110
Sumber : Konsensus Pengelolaan DM tipe 2 di Indonesia, PERKENI 2002 (Fitrania, 2008)
Keluhan khas, GDS ≥ 200 mg/dl atau GDP ≥ 126 mg/dl
DM
Tanpa keluhan, diperlukan lebih
dari 1x pemeriksaan gula
darah yang abnormal
GDP ≥ 126 mg/dl atau GDS ≥ 200 mg/dl atau TTGO didapatkan kadar
GD2JPP ≥ 200 mg/dl pada hari lain
(Fitrania, 2008)
Faktor-faktor yang berhubungan dengan timbulnya Diabetes Mellitus
faktor lingkungan (sosial ekonomi, infeksi virus, obat-obatan atau zat kimia, hormon, alkohol) dan genetik, geografi (rural atau urban), obesitas, nutrisi, stres, umur, jenis kelamin, olahraga (aktivitas fisik) paritas, dan penyakit (pankreas dan sirosis hepatis).
Dari hasil
penelitian mempunyai pengaruh besar
terhadap timbulnya DM, baik pada DM tipe 1 maupun DM tipe 2.
Pasangan kembar identik dari pasien DM tipe 1 mempunyai risiko 30-50% untuk menjadi DM tipe 1 juga.Anak dari pasien dengan DM tipe 1 mempunyai risiko yang besar untuk menderita DM tipe 1 juga dan risikonya lebih besar bila ayah yang menderita DM daripada ibunya yang menderita DM tipe 1. (Fitrania, 2008)
Faktor genetik
Etiologi DM tipe I
• kerusakan sel beta pankreas karena paparan agen infeksi atau lingkungan, yaitu racun, virus (rubella kongenital, mumps, coxsackievirus dan cytomegalovirus) dan makanan (gula, kopi, kedelai, gandum dan susu sapi).
(Homenta, 2012)
Patogenesis • Timbulnya penyakit klinis merupakan tahap akhir dari
kerusakan sel beta yang mengarah ke tipe 1 DM. • aktivitas sintesis Nitrat oksida terlibat dalam
perkembangan diabetes DM tipe 1. nitrat oksida dapat menjadi faktor patogen dalam autoimunitas
• Satu-satunya yang jelas bahwa faktor lingkungan meningkatkan risiko untuk perkembangan diabetes tipe 1 adalah infeksi rubella congenital, dimana sampai 20% dari anak-anak tersebut di kemudian hari mengembangkan diabetes.
• Ditemukan juga respon imun terhadap protein susu sapi, dimana hampir semua pasien DM tipe 1 memiliki antibodi ke peptida serum albumin sapi
• (Homenta, 2012)
NEFROPATI DIABETIK
komplikasi yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan kelainan sistemik seperti
proteinuria, hipertensi, dan tanda-tanda insufisiensi
ginjal kronik lainnya.
Prevalensi gagal ginjal terminal (GGT) diabetik
pada anak berumur 0-19 tahun sekitar 15,2% per 1 juta populasi dan insidens
diabetes melitus pada anak hingga 19 tahun adalah
16,7% per 100.000 populasi.
Nefropati diabetik terjadi pada 20-35% pasien DMTI
dan pada 8-20% pasien DMTTI, dalam waktu 5-20
tahun setelah awitan.
Meningkatnya risiko kematian pada DMTI
disebabkan oleh nefropati diabetik, dan mencapai
50% dari sebab kematian. (Sudung O., 2008)
Ekskresi albuminAlbuminuria
signifikan atau nefropati overt
adalah proteinuria
dipstik positip yang berarti
ekskresi albumin
>200μg/menit atau >300 mg/hari. Pada DMTI, kadar
albuminuria 12–20μg/menit merupakan tanda akan
menjadi mikroalbuminuri
a persisten.
Mikroalbuminuria berarti
ekskresi albumin >20–200 ug/menit.
(Sudung O., 2008)
Patogenesis
• tidak dapat dicegah, tetapi dapat diperlambat dengan terapi yang adekuat.
• Ada beberapa faktor risiko terjadinya nefropati pada diabetes melitus :– peningkatan laju filtrasi glomerulus (LFG) atau hiperfiltrasi
glomerulus– hipertensi sistemik dan atau glomerular– disfungsi vaskular (endotelial)– kontrol metabolik yang buruk yang ditandai dengan
peningkatan hemoglobin glikosilat atau HbA1C– perubahan biokimiawi pada membran basalis glomerulus
(MBG) yang menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular
– kerusakan struktur jaringan,faktor genetik, dan faktor diet (diet tinggi protein, natrium, dan lemak)
(Sudung O., 2008)
Predisposisi genetik
sangat berperan dalam terjadinya nefropati pada
diabetes melitus
Pada pasien dengan neuropati atau retinopati, kemungkinan
terjadinya nefropati sekitar 25%, sedangkan pada nefropati
diabetik kemungkinan
terjadinya neuropati atau
retinopati >85%.
Risiko terjadinya nefropati pada pasien dengan
keluarga nefropati adalah 72% atau sekitar 50% lebih tinggi
dibandingkan dengan pasien tanpa anggota keluarga yang
menderita nefropati (25%). (Sudung O., 2008)
Perjalanan klinik nefropati diabetik
• Insidens nefropati diabetik pada anak mencapai puncaknya setelah 15 tahun mengalami DMTI.
• Keterlibatan ginjal pada DMTI dibagi menjadi 5 stadium berdasarkan derajat penurunan fungsi dan morfologi ginjal
(Sudung O., 2008)
• Stadium 1 ditandai dengan pembesaran ginjal dan hiperfiltrasi glomerulus, tanpa kelainan histologis pada glomerulus atau struktur vaskular.
• Stadium 2 terjadi 2 hingga 5 tahun dengan kelainan pembesaran ginjal, hiperfiltrasi glomerulus, dan kelainan histopatologis berupa penebalan membran basalis dan ekspansi daerah mesangium.Biopsi ginjal tidak terindikasi pada stadium 2.
Stadium 3 atau nefropati diabetik insipien (fase mikroalbuminuria) Fungsi ginjal masih normal dan pemeriksaan urinalisis dengan dipstik tidak menunjukkan proteinuria, tetapi terdapat mikroalbuminuriatekanan darah sistemikmeningkat disertai penurunan LFG yang progresif, anemia dan gangguan keseimbangan homeostasis kalsium-fosfor.
Stadium 4 adalah nefropati yang ditandai dengan proteinuria positif dengan dipstik, penurunan LFG dengan cepat, hipertensi berat, dan insufisiensi ginjal sedang sampai berat. Stadium ini biasanya terjadi dalam 10 tahun.
Stadium 5 adalah nefropati berupa sindrom nefritik dan penyakit ginjal stadium akhir dengan uremia yang memerlukan terapi pengganti dialisis dan transplantasi ginjal.(Sudung O., 2008)
Tata laksanaDeteksi nefropati diabetik dan penanggulangan
mikroalbuminuria• Dilakukan pemeriksaan mikroalbuminuria, dan merupakan
prosedur rutin dalam penanganan diabetes melitus. • The American Diabetes Association (ADA) : pemeriksaan
mikroalbuminuria, setelah 5 tahun menderita sakit.• pemeriksaan urin 24 jam atau pemeriksaan rasio
albumin/kreatinin pada urin pagi hari.
Jika UAER ≥20 μg/menit (30 mg/hari), atau rasio
albumin/kreatinin >30 μg/mg
Pemeriksaan diulang 3-6 bulan lagi
Jika <20 μg/menit, pasien diperlakukan sebagai pada
tahap awal.
Jika hasil pemeriksaan UAER meningkat, terindikasi
pemberian penghambat ACE untuk menghambat
progresivitas nefropati.
Ketoasidosis, diuretik,
penyakit akut, penyakit jantung,
infeksi saluran kemih,
menstruasi, hipertensi
berat, kontrol gula darah
yang buruk, latihan berat, dan berbagai
penyakit ginjal non diabetik
dapat menyebabkan
pengeluaran albumin.
(Sudung O., 2008)
Setelah diagnosis mikroalbuminuria
ditegakkan, dilakukan tata laksana terhadap efek
hiperfiltrasi ginjal, yaitu• 1. mengontrol
hiperglikemia• 2. Mengontrol hipertensi
dengan agresif• 3. pengontrolan selektif
terhadap dilatasi arteriol dengan memberikan penghambat ACE untuk menurunkan tekanan transglomerulus kapiler
• 4. restriksi protein diet(sebab asupan tinggi protein akan menyebabkan peningkatan perfusi ginjal).
Penghambat ACE
• menurunkan tekanan kapiler glomerulus tetapi tidak dapat mencegah penebalan MBG
• bekerja sebagai growth factor terhadap sel mesangium dan otot polos dan merangsang sintesis fibronektin sel mesangium.
• Berbagai penelitian membuktikan bahwa penghambat ACE akan memperlambat progresivitas nefropati diabetik, dan mengurangi kerusakan glomerulus dengan mempertahankan tekanan kapiler glomerulus dalam keadaan normal.
(Sudung O., 2008)
• Pemberian nifedipin dapat menyebabkan penurunan kadar insulin sehingga menimbulkan peningkatan kadar gula darah.
• Pada DMTI, b blockers dan potassiumsparing diuretics sebaiknya dihindari atau kalau diberikan perlu perhatian khusus. b blockers seperti propranolol dapat menyulitkan pengontrolan kadar gula darah, menghambat terjadinya hipoglikemia dan memperlambat penyembuhan, menimbulkan efek yang tidak baik terhadap metabolisme lipoprotein, serta menyebabkan hiperkalemia.
• (Sudung O., 2008)
KETOASIDOSIS DIABETIK (KAD)
komplikasi akut metabolik diabetes mellitus yang paling serius dan mengancam nyawa.
dapat terjadi pada Diabetes Mellitus (DM) tipe 1 dan 2, meskipun KAD lebih sering dijumpai pada DM tipe 1.
mungkin merupakan manifestasi awal dari DM tipe 1 atau mungkin merupakan akibat dari peningkatan kebutuhan insulin pada DM tipe 1 pada keadaan infeksi, trauma, infark miokard, atau kelainan lainnya.
Angka kematian menjadi lebih tinggi pada beberapa keadaan yang menyertai KAD, seperti sepsis, syok berat, infark miokard akut yang luas, pasien usia lanjut, kadar glukosa darah awal yang tinggi, uremia dan kadar keasaman darah yang rendah.
(Gotera, 2010)
Faktor pencetus• Tersering infeksi, > 50% kasus KAD. Pada infeksi akan terjadi
peningkatan sekresi kortisol dan glukagon sehingga terjadi peningkatan kadar gula darah yang bermakna. Infeksi tersering : infeksi saluran kemih dan pneumonia
• Faktor lainnya adalah cerebrovascular accident, alcohol abuse, pankreatitis, infark jantung, trauma, pheochromocytoma, obat, DM tipe 1 yang baru diketahui dan diskontinuitas (kepatuhan) atau terapi insulin inadekuat.
• Kepatuhan akan pemakaian insulin dipengaruhi oleh umur, etnis dan faktor komorbid penderita.
• Faktor lain yang juga diketahui sebagai pencetus KAD adalah trauma, kehamilan, pembedahan, dan stres psikologis.
• Obat-obatan yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat seperti kortikosteroid, thiazid, pentamidine, dan obat simpatomimetik (seperti dobutamin dan terbutalin), beta bloker, obat antipsikotik, dan fenitoin
• Pada pasien usia muda dengan DM tipe 1, masalah psikologis yang disertai kelainan makan memberikan kontribusi pada 20% KAD berulang.
• seringkali faktor pencetus KAD tidak ditemukan dan ini dapat mencapai 20 -30% dari semua kasus KAD (Gotera,
2010)
Penatalaksanaan
1. Terapi cairan• Prioritas utama• Terapi insulin hanya efektif jika cairan diberikan pada
tahap awal terapi dan hanya dengan terapi cairan saja akan membuat kadar gula darah menjadi lebih rendah.
• Studi menunjukkan bahwa selama empat jam pertama, lebih dari 80% penurunan kadar gula darah disebabkan oleh rehidrasi.
• Tidak ada uji klinik yang membuktikan kelebihan pemakaian salah satu jenis cairan. Kebanyakan ahli menyarankan pemakaian cairan fisiologis (NaCl 0,9%) sebagai terapi awal untuk resusitasi cairan.
• Pemakaian cairan Ringer Laktat (RL) disarankan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya hiperkloremia yang umumnya terjadi pada pemakaian normal (Gotera,
2010)
2. Terapi Insulin• harus segera dimulai sesaat setelah
diagnosis KAD dan rehidrasi yang memadai.
• akan menurunkan kadar hormon glukagon, sehingga menekan produksi benda keton di hati, pelepasan asam lemak bebas dari jaringan lemak, pelepasan asam amino dari jaringan otot dan meningkatkan utilisasi glukosa oleh jaringan.
(Gotera, 2010)
Natrium• Penderita dengan KAD kadang-kadang
mempunyai kadar natrium serum yang rendah, oleh karena level gula darah yang tinggi.
• Sebaliknya kadar natrium dapat meningkat setelah dilakukan resusitasi cairan dengan normal saline
(Gotera, 2010)
hipokalemia• Kadang-kadang pasien KAD mengalami
hipokalemia yang signifikan (<4). Pada kasus tersebut, penggantian kalium harus dimulai dengan terapi KCl 40 mEq/l, dan terapi insulin harus ditunda hingga kadar kalium > 3,3 mEq/l untuk menghindari aritmia atau gagal jantung dan kelemahan otot pernapasan.
• Terapi kalium dimulai saat terapi cairan sudah dimulai, dan tidak dilakukan jika tidak ada produksi urine, terdapat kelainan ginjal, atau kadar kalium > 6 mEq/l.
(Gotera, 2010)
Bikarbonat• Nabic masih kontroversial. Pada pH >
7,0 pemberian insulin cukup• Mengetahui bahwa asidosis berat
menyebabkan banyak efek vaskular yang tidak diinginkan, pada pasien dewasa dengan– pH < 6,9, 100 mmol Nabic dalam 400 ml
cairan fisiologis, 200 ml/jam.– pH 6,9 - 7,0, 50 mmol Nabic dalam 200 ml
cairan fisiologi, 200 ml/jam. – tidak diperlukan jika pH > 7,0.
(Gotera, 2010)
hipofosfatemia• Efek : lemahnya otot rangka dan
jantung serta depres pernapasan • pemberian fosfat secara hati-hati
diindikasikan pada pasien dengan kelainan jantung, anemia, atau depresi pernapasan dan kadar serum posfat < 1,0 mg/dl.
(Gotera, 2010)
Hiperkloremik asidosis selama terapi
• Pada penggunaan Normal saline untuk mengkoreksi dehidrasi, sebagian akan mengalami sebuah keadaan hiperkloremik
• Keadaan ini tidak akan berbahaya jika pemberian cairan intravena tidak diberikan terlalu lama.
(Gotera, 2010)
Penatalaksaan terhadap Infeksi yang Menyertai• Antibiotika diberikan sesuai dengan indikasi,
terutama terhadap faktor pencetus terjadinya KAD. • Jika faktor pencetus infeksi belum dapat ditemukan,
berikan antibiotika spektrum luas.
Terapi Pencegahan terhadap Deep Vein Thrombosis (DVT)
• diberikan terhadap penderita dengan risiko tinggi, terutama terhadap penderita yang tidak sadar, immobilisasi, orang tua, dan hiperosmolar berat.
(Gotera, 2010)
Monitoring Terapi • darah lengkap, profil kimia termasuk
pemeriksaan elektrolit dan analisis gas darah. • Pemberian cairan dan urine dimonitor tiap
jam. • EKG (pasien dengan risiko kardiovaskular). • ADA merekomendasikan pemeriksaan
glukosa, elektrolit, BUN, kreatinin, osmolalitas dan derajat keasaman vena tiap 2 - 4 jam sampai keadaan stabil tercapai.
(Gotera, 2010)
Komplikasi Terapi • paling sering : hipoglikemia oleh
karena penanganan yang berlebihan• hipokalemia• hiperglikemia sekunder• Edema serebri umumnya terjadi pada
anak-anak, jarang pada dewasa• Hipoksemia dan edema paru
(Gotera, 2010)
• Berdasarkan pengumpulan data dari sebuah rumah sakit di Australia sejak tahun 1973-1988 yang dilakukan oleh Hamblin sekitar 5% pasien yang menderita KAD meninggal dunia. Penyebab paling umum dari kematian tersebut adalah– Pneumonia (32%)– miocard infark(21%)– iskemia organ atau iskemia extrimitas bawah(16%).
• jumlah kasus KAD yg ditemukan sejak tahun 1973-1988 sejumlah 528 kasus, semua pasien sudah menerima terapi cairan dan insulin, dan pasien dengan severe asidosis (ph <7.0) sudah menerima terapi bikarbonat.
• (Hamblin Ps,et al 1989)
DAFTAR PUSTAKA
• Gotera, Wira. 2010. Penatalaksanaan Ketoasidosis Diabetik. Citated on November 15th, 2012. Available at : ejournal.unud.ac.id/.../penatalaksanaan%20ketoasidosis%20diabetik…
• Hamblin PS, et al.1989. Deaths associated with diabetic ketoacidosis and hyperosmolar coma. Citated on November 15th, 2012. Available at : http://www.eboncall.org/CATs/2063.htm
• Homenta, Heriyannis. 2012. Diabetes Mellitus tipe I. citated on August 2nd, 2012. Available at : http://aulanni.lecture.ub.ac.id/files/2012/04/MAKALAH-DIABETES-MELITUS-TIPE-I.pdf
• Sudung O, Pardede. 2008. Nefropati Diabetik pada Anak. Citated on
August 2nd, 2012. Available at : http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&frm=1&source=web&cd=2&sqi=2&ved=0CCMQFjAB&url=http%3A%2F%2Focw.usu.ac.id%2Fcourse%2Fdownload%2F1125-ENDOKRINOLOGI%2Fmk_end_slide_diabetes_melitus_tipe_1.pdf&ei=DXSbUMrKJsznrAfpy4H4Ag&usg=AFQjCNH5h-bgzqhFA31uDobaG64URtABSQ&sig2=oAu5Tef2eXT8dpwMUH1B7A